Manajemen Penghentian Perdarahan
AGUS KHOIRUL ANAM,M.Kep
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PEMINATAN GAWAT DARURAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
Hecting – Penjahitan Luka DEFINISI Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis. INDIKASI Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka. LUKA 3.1. Definisi Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis. Trauma tajam menyebabkan : a. luka iris : vulnus scissum/incicivum b. luka tusuk : vulnus ictum c. luka gigitan : vulnus morsum Trauma tumpul menyebabkan : a. luka terbuka : vulnus apertum b. luka tertutup : vulnus occlusum ( excoriasi dan hematom ) Luka tembakan menyebabkan : vulnus sclopetorum. 3.2. Klasiflkasi luka berdasar ada tidaknya kuman : a. luka steril : luka dibuat waktu operasi b. luka kontaminasi : luka mengandung kuman tapi kurang dari 8 jam . (golden period) c. luka infeksi luka yang mengandung kuman dan telah berkembangbiak dan telah timbul gejala lokal maupun gejala umum.(rubor, dolor, calor, tumor, fungsio lesa). PENGENALAN ALAT DAN BAHAN PENJAHITAN Alat dan bahan yang diperlukan pada penjahitan luka : 4.1.Alat (Instrumen) a. Tissue forceps ( pinset ) terdiri dari dua bentuk yaitu tissue forceps bergigi ujungnya ( surgical forceps) dan tanpa gigi di ujungnya yaitu atraumatic tissue forceps dan dressing forceps. b. Scalpel handles dan scalpel blades c. Dissecting scissors ( Metzen baum ) d. Suture scissors e. Needleholders
f. Suture needles ( jarum ) dari bentuk 2/3 circle, Vi circle , bentuk segitiga dan bentuk bulat g. Sponge forceps (Cotton-swab forceps) h. Hemostatic forceps ujung tak bergigi ( Pean) dan ujung bergigi (Kocher) i. Retractors, double ended j. Towel clamps 4.2 Bahan a. Benang (jenis dan indikasi dijelaskan kemudian ) b. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 % (Bethadine ) c. Cairan Na Cl 0,9% dan perhydrol 5 % untuk mencuci luka. d. Anestesi lokal lidocain 2%. e. Sarung tangan. f. Kasa steril.
tissue forceps
scalpel handles
dissecting scissors
suture scissors
needle holder
suture needles
sponge forceps
hemostatic forceps
retractors
towel clamps 5. CARA MEMEGANG ALAT a. Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan pemegang kasa: yaitu ibu jari dan jari keempat sebagai pemegang utama, sementara jari kedua dan ketiga dipakai untuk memperkuat pegangan tangan. Untuk membuat simpul benang setelah jarum ditembuskan pada jaringan, benang dilingkarkan pada ujung pemegang jarum. b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibujari serta jari kedua dan ketiga. Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang .
c. Sarung tangan dipakai akai menurut teknik tanpa singgung.
cara memegang alat 6. PERSIAPAN ALAT 6.1.Sterilisasi dan cara sterilisasi Sterilisasi adalah tindakan untuk membuat suatu alat-alat alat alat atau bahan dalam keadaan steril. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara : a. Secara kimia : yaitu dengan bahan yang bersifat bakterisid , seperti formalin, savlon, alkohol. b. Secara fisik yaitu dengan :
1) Panas kering ( oven udara panas ) ♦ Selama 20 menit pada 200° C ♦ Selama 30 menit pada 180° C ♦ Selama 90 menit pada 160° C 2). Uap bertekanan ( autoclave): selama 15 menit pada 120° C dan tekanan 2 atmosfer 3). Panas basah, yaitu di dalam air mendidih selama 30 menit. Cara ini hanya dianjurkan bila cara lain tidak tersedia. 6.2 Pengepakan Sebelum dilakukan sterilisasi secara fisik, semua instrument harus dibungkus dengan dua lapis kain secara rapat yang diikutkan dalam proses sterilisasi. Pada bagian luar pembungkus , ditempelkan suatu indikator ( yang akan berubah warna ) setelah instrument tersebut menjadi steril. Untuk mempertahankan agar instrument yang dibungkus tetap dalam keadaan steril, maka kain pembungkus dibuka menurut” teknik tanpa singgung. 7. JENIS-JENIS BENANG 7.1 Benang yang dapat diserap (Absorbable Suture ) a. Alami ( Natural) 1). Plain Cat Gut : dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang ini hanya memiliki daya serap pengikat selama 7-19 hari dan akan diabsorbsi secara sempurna dalam waktu 70 hari. 2). Chromic Cat Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat gut , namum dilapisi dengan garam Chromium untuk memperpanjang waktu absorbsinya sampai 90 hari. b. Buatan ( Synthetic ) Adalah benang- benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti Polyglactin ( merk dagang Vicryl atau Safil), Polyglycapron ( merk dagang Monocryl atau Monosyn), dan Polydioxanone ( merk dagang PDS II ). Benang jenis ini memiliki daya pengikat lebih lama , yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap dalam waktu 90-120 hari. 7.2 Benang yang tak dapat diserap ( nonabsorbable suture ) a. Alamiah ( Natural) Dalam kelompok ini adalah benang silk ( sutera ) yang dibuat dari protein organik bernama fibroin, yang terkandung di dalam serabut sutera hasil produksi ulat sutera. b. Buatan ( Synthetic ) Dalam kelompok ini terdapat benang dari bahan dasar nylon ( merk dagang Ethilon atau Dermalon ). Polyester ( merk dagang Mersilene) dan Poly propylene ( merk dagang Prolene ). 8. PERSIAPAN PENJAHITAN ( KULIT) a. Rambut sekitar tepi luka dicukur sampai bersih. b. Kulit dan luka didesinfeksi dengan cairan Bethadine 10%, dimulai dari bagian tengah kemudian menjauh dengan gerakan melingkar. c. Daerah operasi dipersempit dengan duk steril, sehingga bagian yang terbuka hanya bagian kulit dan luka yang akan dijahit. d. Dilakukan anestesi local dengan injeksi infiltrasi kulit sekitar luka. e. Luka dibersihkan dengan cairan perhydrol dan dibilas dengan cairan NaCl.
f. Jaringan kulit, subcutis, fascia yang mati dibuang dengan menggunakan pisau dan gunting. g. Luka dicuci ulang dengan perhydrol dan dibilas dengan NacCl. h. Jaringan subcutan dijahit dengan benang yang dapat diserap yaitu plain catgut atau poiiglactin secara simple interrupted suture. i. Kulit dijahit benang yang tak dapat diserap yaitu silk atau nylon. 9. TEKNIK PENJAHITAN KULIT Prinsip yang harus diperhatikan : a. Cara memegang kulit pada tepi luka dengan surgical forceps harus dilakukan secara halus dengan mencegah trauma lebih lanjut pada jaringan tersebut. b. Ukuran kulit yang yang diambil dari kedua tepi luka harus sama besarnya. c. Tempat tusukan jarum sebaiknya sekitar 1-3 cm dari tepi lukia.Khusus” daerah wajah 2-3mm. d. Jarak antara dua jahitan sebaiknya kurang lebih sama dengan tusukan jarum dari tepi luika. e. Tepi luka diusahakan dalam keadaan terbuka keluar ( evferted ) setelah penjahitan. 9.1. SIMPLE INTERUPTED SUTURE A. Indikasi: pada semua luka Kontra indikasi : tidak ada Teknik penjahitan Dilakukan sebagai berikut: a. Jarum ditusukkan pada kulit sisi pertama dengan sudut sekitar 90 derajat, masuk subcutan terus kekulit sisi lainnya. b. Perlu diingat lebar dan kedalam jaringan kulit dan subcutan diusahakan agar tepi luka yang dijahit dapat mendekat dengan posisi membuka kearah luar ( everted) c. Dibuat simpul benang dengan memegang jarum dan benang diikat. d. Penjahitan dilakukan dari ujung luka keujung luka yang lain. B. Indikasi : Luka pada persendian Luka pada daerah yang tegangannya besar Kontra indikasi : tidak ada Teknik penjahitan ini dilakukan untuk mendapatkan eversi tepi luka dimana tepinya cenderung mengalami inverse. misalnya kulit yang tipis. Teknik ini dilakukan sebagai berikut: 1. Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi lainnya, kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua. 2. Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara tipis, menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit sisi yang pertama. 3. Dibuat simpul dan benang diikat. 9.3 SUBCUTICULER CONTINUOS SUTURE Indikasi : Luka pada daerah yang memerlukan kosmetik Kontra indikasi : jaringan luka dengan tegangan besar. Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di dekat kedua ujung luka yang dilakukan sebagai berikut.
1. Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di daerah dermis kulit salah satu dari tepi luka. 2. Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang lain, secara bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain, untuk kemudian dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain. 3. Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua sisi secara parallel disepanjang luka tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors. instructor course manual book 1 - sixth edition. Chicago. Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing assessment process: a structured framedwork for a systematic approach. Australasian Emergency Nursing Journal, 12; 130-136 Delp & manning. (2004) . Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC. Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat darurat (PPGD). RSUP. Dr.M.Djamil Padang. Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. FK. UNPAD. Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 28 april 2013. Emergency Nurses Association (2007). Sheehy`s manual of emergency care 6th edition. St. Louis Missouri : Elsevier Mosby. Fulde, Gordian. (2009). Emergency medicine 5th edition. Australia : Elsevier. Gilbert, Gregory., D’Souza, Peter., Pletz, Barbara. (2009). Patient assessment routine medical care primary and secondary survey. San Mateo County EMS Agency. Gindhi, R.M., Cohen, R.A., dan Kirzinger, W.K. (2012). Emergency room use among aults aged 18-64: early release of estimates from the national health interview survey, January-June 2011. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari http://www.cdc.gov/nchs/data/nhis/earlyrelease/emergency_room_use_januaryjune_2011.pdf Holder, AR. (2002 ).Emergency room liability. JAMA. Institute for Health Care Improvement. (2011). Nursing assessment form with medical emergency team (MET) guidelines. Diakses pada tanggal 28 April 2013, dari http://www.ihi.org/knowledge/Pages/Tools/NursingAssessmentFormwithMETGuidelines.asp x.
Ishak, 2012. Pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk fisioterapis. Diakses dari http://www.slideshare.net/IshakMajid/radiologi-laboratorium-a4 tanggal 5 Mei 2013 Lombardo, D. (2005). Patient asessment. In: Newbury L., Criddle L.M., ed. Sheehy’s manual of emergency care, ed 6. Philadelphia: Mosby