462
-d
Hukum dan Pembangunan
PERBUATAN YANG MENJURUS PADA TINI)AK PIDANAPEJUjANKAN*) , Oleh
Prof. Mr. Roeslan Saleh.
Dewa,,! 'iRi perkembaDgaD Imnologi begllu pesal. ~rah ~Dgan iI~, lehDOIogi dlbidang kompuler dan komuRikasi pun lurul memacu perkembangan di bid.og lainDY., seperti di bidug perba.kan. NamUD peaoUs m~siDyalir bah;'a dengan semaldn luasnya penggunaan kompUler, ' kemuDgldnan penyalahgunaan peralatanimpun semaldn melu... dan kompleks. Orang mengelolab, menyimpan dan menerima dala dari kompuler; meRimbulkan kemungldnan baro 'Yailu dilakukannya kejabalan dan penyalabgunun 'seperli k..,urangan, penggelapan dan sebagalnya. Adapula ktmungkinan lain yailu pengambilan dana d&ri bank dengan saldo rekeniDg ,yang laiD. Heberapa aspek kejabalan dibidang perbankaD, disoroli oIeb penull. dalam IulisaD lni.
Tindak pidana perbankan ternyata telah ban yak kali digunakan penulis dan pembicara-pembicara dalam membicarakan tindak pidana yang berkaitan dengan usaha perbankan dan atau dengan menggunakan usaha perbankan sebagai alamya. Tetapi sementara itu tidak jelas apakah memang telah ada kecenderungan untuk melihat tindak pidanaperbankan ini sebagai suatu kategori yang sama dengan yang telah terjadi pada beberapa tindak pidana lain, seperti tindak pidana ekonomi, tindak pidana subversi, dan tindak pidana korups>. Sebagaimana diketahui bahwa untuk tindak pidana-tindak pidana yang telah dikategorikan tersendiri dan khusus seperti tindak pidana ekonomi dan yang telah disebut lainnya di atas diberlakukan secara khusus dalam beberapa hal. Dan untuk ini diadakan pula ketentuan-ketentuan hukum yang mendasarinya. Lihatlah pasal 50 ayat 3 Undang-undang Darurat Tindak Pidana Ekonomi yang menyatakan' bahwa bilamana ketentuan-ketentuan dalam atau berdasarkan undang-undang lain bertentangan dengan ketentuanketentuan dalam undang-undang ini maka akan berlaku ketentuan dalam undang-undang ini pula. Demikian juga dengan diberlakukannya KUHAP sejak 31 Desember 1981 'yang dalam pas'al 284-nya disebut tentang perundang-undangaq pidana khusus yang mempunyai acara tersendiri. -) Makalah pembanding pada ~Seminar Tindak Pidana di Bidang Perbankan kerjasama Kc.iaksaan A~ung RI dengan FH UNOfP, Semarang II JURi 1990': - " . . . H
463
Bia,anya orang m"mbicarakan hukum pidana khusus disamping hukum pidana .umum. Oleh para penulis dikemukakan pula pendapal mengenai apa yang dimaksud lemang kedua hukum pidana lcrscbul. Andi Hamzah dalam bukunya "Delik-delik Tcrsebar di luar KUHP", dengan Iipmenlar, celakan kecmpal halaman 15 Iclah mengcmukakan beberapa pandangan penulis ler'Cblll. ·Dari kClerangan-kelcrangan para penulis, sekedar yang lelah dikcmukakan Andi Hamzah tersebul saja, relah dikelahui bahwa mengenai pcmbedaan dalam dua hukum pidana ini , yaitu hukum pidana urn urn dan hukum pidana khusu;, beJum ada kcsamaan pendapal. Poelje misalnya berpendapat bahwa hukum pidana clonomi bukan hukum pidana khusus. Scbaliknya Pompe berpcndapar bahwa hukum pidana ekonomi adalah hukum pidana khusus. Oleh karenanya Andi Hamzah cenderung untuk memalai lriteria bukan hukum pidanu umum dan khusu., telapi perundangundangan pidana umum dan khilSIIS. Ditekankan pada undang-undangnya, dcmikian Andi Hamzah yang Icbih jauh mengalakan bahwa hal ini sclaras dengan maksud Pasal 284 KUHAP. Masalah yang lerkandung dalam pokok soal yang dikemukan diatas adalah : masalah menyangkul Pasal 103 KUHP, yang dengan UndangUndang Tindak Pidana Ekonomi seperti kami kcmukakan sebagai comoh di.uas menyebulkan: apabiJa kctentuan-ketentllan dalam atau berdasarkan undang-undang lain bertemangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini , maka akan berlaku ketentuan dalam undang-undang ini pula, Pasal 284 KUHAP mengenai kemungkinan adanya acara tersendiri dikarenakan perundang-undangan pidana khusus. Sekllrang-kurangnya dua masalah inilah yang perlu mcndapa! pertimbangan terlebih dahulu untuk disusul kepada kesamaan pendapa! mengenai apa yang dimaksud dengan tindak pi dana perbankan itu. Kemungkinan uotuk menjadikan bebcrapa perbuatan pidana , cbagai tindak pidana perbankan dalam arti yang dikemukan di atas, yaitu sebagai aturan perundang-undangan pidana khusus memang ada, yailu selain daripada telah cukup banyaknya perbualan yang berpolensi un/uk dinyalakan ., cbagai pcrbualan pidaml, juga ada perundang-undangan bukan pidana dalam bidang perbankan yang bersanksi pidana yang dapat dimasukan
464
Hukum dail Pembangunan
kepada p,efbankan, yang akaq .mempunyai dampak luas. . Poll;';'d mengemul
465
PerbUUIUII
:.miliknya dengan cara memalsukan tanda tangan pemilik. c, . Menyangkut kiriman uang ; mengirimkan kiriman uang fiktif. d. Menyangku( deposito dan tabungan ; d.a. memalsukan senilikat deposito. d.b. memalsukan" saldo rekening buku tabungan. e. Menyangkut electronic funds transfer. f. Menyangkut bank garansi; memalsukan bank garansL g. Menyangkut surat referensi 'bank;memalsukan surat referensi bank., h. menyangkut credit bank; h.a. melakukan penilaian lebih terhadap barang jaminan. h.b. menggunakan kredit untuk lujuan lain dari yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit bank. . h.c. menggunakan dokumen-dokumen "asli tapi ' palsu· atau di· palsukan unluk jamman kredit. h.d. me\aporkan seeara tidak benar keadaan dan atau jumlah stok barang-barang seeara FEO. L Menyangkut transaksi L/C; i.a. memalsukan cable LlC. Lb. menggunakan dokumen ekspor (asli tapi palsu atau yang dipalsukan) untuk memperoleh pembayaran atau negosiasi wesel
Lie. Menyangkut dealing operation; market dealing, foreign exchange dealing, dan seeurity dealing. -t. Perbuatan yang menyangkut data administrasi bank memalsukan data-data yang tersimpan dalam komputer. Sejalan dengan perkembangan teknologi canggih, terutama teknologi dalam bidang komputer dan telekomunikasi, bank-bank termasuk bank-bank di Indonesia memanfaatkan danmenerapkan teknologi canggih itu. Dalam penggunaan teknologi komputer, bank telah menggunakannya paling sedikit lIntuk empat tujuan. Pertama, untuk keperluan administrasi; kedua, untuk penyajian data bagi manajemen dalam rangka pengambilan keputusan; ketiga, untuk memberikan pelayanan yang lebih cepat kepada nasabah; keempat, untuk jasa-jasa bank yang baru. Dengan semakin meluasnya penggunaan komputer, kemungkinan penyalahgunaan peralatan ini semakin luas. Orang mengelola, menyimpan dan menerima data dari komputer; ditimbulkan kemungkinan dilakukannya kejahatan-kejahatan seperti kecurangan dan penggelapan. , Orang-orang yang bekerja di dalam perusahaan. terutama yang bekel-ja dengan komputer, tergoda untuk menyalahgunakan peralatan tersebut. Tctapi juga mereka yang bekerja atau berada di luar peru~ahaan dapat tcrgoda melakukan perbuatan tcreela dengan komputer itu. Mereka, misalnya, memasukkan data palsu ke dalam komputer. Dalam kaitannya dengan bank mung kin terjadi bahwa jU1"fliah saldo rekening koran seseorang diu bah sedcmikian rupa sehingga nantinya tanpa dapat diketahui dengan segera, J.
Ok/ober 1990
Hukum /lan Pembangunan
, 466
dilakukan I?fng,ambilan , "ana, yang 8u~ul? besar dari saldo re,kening yang datanya d!palsukan ~tti dengan ~enti~nsferit>,a k, rekeni'lg di ~ank lain. Di luar negeri. teruiama di Aple~i~\l ~~i~atIPe~ggu'l~an iasilbi'!'k y,ang disebut EFf (Electronic Funds TranSfer) sudan biasa. Di Indonesia EFf sudah digunakan oleh beberal'!l ~an~ .~Mau~~?)'~~i~ terb~~- untii~ jenis ATM i' (Automated Teller Machlne) . "" ' .. ' ,; I '",.,,' Dengan Surat Edaran Bank Iridonesia No. 21!6/BPPP tanggal 27 Oktober 1988 yangdihij'ukaii kepada :n~nk-Ba~k Umum dan Ba~k PemI" bangunanserta Kantor Perwakilan Bank Asing :di Ind~mesia Perihal : Pendirian Bank Campuran dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2117/BPPP . Il! '" . ' . . . tanggal 27 ~kt~ber 1988 ya'1!! dltuJ,uk~n kepada Bank ASI'1g dl Jakarta. perihal "Usaha Bank Asing daD. Pembukaan Kantor Cabang Pembantu Bank Asing" Bank Indonesia. bank-bank t~l~k dlj)erkcm'ankah uiituk memasang ATM di luar kantor bank. • " . . ' I',' I
'
l/
""
I
•
'
.
I
, ' "
' ,'
, .
,
' .
",
t."
,
• , Ketentuan Surat Edaran Bank Indollesia di atas memberi kesempatan 1 bagi dipasangnya ATM di berbagai tempat. terutam
Kongres Amerika Serikat pada tahun 1978 telah mengesahkan sebuah undang-undang yang dinamakan "Financial Institutions Reg~/atery and Interest Rate Controi Act"., Dalam undang-undang tersebut terdapal satu bagian yang disebul "Electronic Funds Transfer Act". yang mengatur lembaga-Iembaga keuangan yang menawarkan jasa EFf menyangkul rekening nasabahnya. Dalam undang-undang terse but yang dimaksud dengan EFf ialah any transfer of funds. other than transaction originated by check, or similar paper 'instrument. wpich is initiated through an electroniC'termInal. telephonic instrument, orcomputer or magnetic tape so as order, instruct. or authorize a financial institution to debit or credit an account" (Thomas W.t>unfee. 1989 ': '676). . Ada beberapa EIT yang pada Sa3t ini'digunakan. Ciri khusus dari EFf ' I,
467
Perbuu/un
agar ~uatu transaksi dapat dilakukan pada setiap mesin yang disediakan, nasab\ih,atau konsumen harus mempunyai sebuah kartu yang memungkinkan bagi yang bcrsangkutan untuk mempunyai akses kepada mesin tersebut. Pada umumnya ,nasabah yaog bersangkutan mempun.rai angka-angka rahasia untuk meneegah orang lain dapat menggunakan karlu tersebut seandainya kartu ilu jaluh ke tangan pihak yang tidak berltak. Jenis-jenis dari EFT 'Iersebul ialah (Thomas W. Dunfee ... (et a1.) 1989; Dimitris N.Chorafas, 1988;.. William . H. Baughn ... (et a1.) (Ed.) 1988). 1.
Poilll-ot~Sale
Terminals (POS)
Terminal POS diletakkan diberbagai tempat. Biasanya terminal-terminal ini diletakkan di daerah bisnis. POS memungkinkan pelaksanaan transfer dana dari rekening .eseorang kepada rekening orang lain. terminal ini misalnya dapal dijumpai di suatu pasar swalayan. Apabila seorang pelanggan membeli barang-barang dari pasar swalayan tersebut maka terminal ilu dapat memberikan fasilitas kepada pelanggan yang bersangkutan mentransfer uang dari rekeningnya ke rekening pasar swalayan Icmpat ia berbelanja. 2. Automated Teller Machines dan Cash Dispensers. Tipe kedua dari EFT ialah Automated Teller Machine (ATM) atau Cash Dispenser (CD). ATM memungkinkan bagi penggunanya untuk menarik uang tunai, melakukan setoran dan memindahkan uangnya dari rekeningnya ke rekening pihak lain tanpa harus berhubungan dengan pegawai bank. Kebanyakan ATM dihubungkan ke dalam suatu jaringan mesin yang digunakan seeara b~t;S.ama melalui hubungan telepon dan para nasabah dapat mempunyai akses k~pada rekeningnya masing-masing melalui mesin-mesin ini. Hal ini memungkinkan juga bagi nasabah mempunyai akses kepada rekening-rekening mereka di berbagai kota yang jauh dari bank dimana dia tingga1. ATM oleh bank-bank dipasang baik di dalam kantor bank itu, di dinding luar kantor atauputi di luar tempat bank itu berada yang dikenal dengan "stand alone facility". Akses kepada ATM oleh nasabah dilakukan dengan cara menggunakan kartu plastik (sebesar sebuah credit card) dan dengan menggunakan kode rahasia yang dinainakan PIN (Personel Identification Number) yang hanya diketahui oleh pemegang kartu itu sendiri. ATM memberikan banyak keuntungan "pada para nasabah terutama oleh karena dapat melayani selama 24 jam. CD semata-mata hanya memungkinkan nasabah untuk mengambil uang lUnai saja. . 3. Pay-by-Phone System Jenis ketiga dari alat EFT ialah Pay-by-Phone Systems. Dalam menggunakannya nasabah menghubungi pegawai bank-nya dengan telepon dan· memerintahkan kepada bank tersebut untuk membayar seseorang atau perusahaan yang ditunjuknya aias beb~ rekeningnya yang ada p~da bank itu. Dengan cara ini nasabah tidak pei'lu menulis suatu cek. ~
Ok/aber 1990
468
Hukum dan Pembangullutt
4. Preauthorized Direct Deposits dan Authomatic Payments Jenis terakhir -dari EFT ialah Preauthorized Direct ' Deposits dan Authomatic Payments. Seorang majikan atau sebuah perusahaan dapat membuat suatu perjanjian dengan pegawainya untuk menyetorkan gaji pegawai tersebut seeara' berkala' langsung ke dalam rekening pegawai yang bersangkntan di suatu bank tertentu . lnilah yang dinamakao Preanthorized Direct Deposits. Dengan cara demikian pegawai yang bersangkutan tidak perlu harus berpayah-payah datang ke banknya guna menyetorkan gajinya. Scorang pembeli dapat memberikan persetujuannya untuk setiap bulan mendcbet jumlah harga pembeliannya selama bulan yang ~ersangkutan atas beban rekcningnya yang pada suatu bank untuk dipindahkan atau dikrcditkan , ke dalam rekening penjual. Inilah yang dinamakan Automatic Payments . Denllan cara ini pembeli tidak perlu merasa khawatir akan lupa membayar kewajiban-kewajiban bulannya kepada penjual yang bersangkutan sebab pembayaran tersebut akan seeara otomatis didebet atas beban rekeningnya. Dari uraian terse but diatas jelaslah bahwa transaksi ETF adalah transaksi-transaksi yang tidak menggunakan kertas tetapi menggunakan elektronik , telepon dan komputer (Ii hat pula Alfred M. Pollard ... (et al) 1988 : 450). Sehubungan dengan pemakaian komputer oleh bank, baik dalam rang· ka penyelenggaraan administrasinya maupun dalam rangka penyajianl pelayanan jasa-jasanya kepada nasabah, memungkinkan dilakukannya tilldak pidana perbankan yang berbentuk kejahatan komputer. Sejalan dengan bentuk-bentuk utama dari kejahatan-kejahatan komputcr maka bentuk kejahatan perbankan terhadap atau dengan menggunakan komputer ini dapat berupa: (I) memasukkan data palsu ke dalam sistem komputer; (2) dengan tidak berwenang mcnggunakan fasilitas-fasilitas yang te,.kait dengan komputer ; (3) mengubah atau menghanclJrkan informasilarsip yang tersimpan dalam komplltcr, dan (4) meiakukan pcncurian dengan menggunakan kompllte!' (Douglas Whitman and John William Gergaez, 1986 : 443). Sebagaimana diketahui, seperti yang pernah dimuat di beberapa sural kabar dan majalah "Tempo", pihak kepolisian dan kejaksaan Indonesia ,pernah menangani sahih satu kejahatan komputcr yang merupakan lindak pi dana perbankan yang dilakukan pada 31 Desember 1986 terhadap Bank Negara Indonesia cabang New York yang meliputi uang kurang lebih sebesar US $ 18 juta (tiga puluh milyar rupiah ). Ulllung sekali bagi bank bcrsangkutan bahwa uang sebesar itu, yang telah sempat dipindahkan ke bank-bank lain df Brusel, Hong Kong, dan Panama sempat diselamatkan seluruhnya oleh petugas-petugas Kantor Besar dan Kantor Cabang Bank ilu di New York , dalam 'waktu yang relatif singkat seh'ingga Bank itu seeara finansiil tidak sampai dirugikan.
PerhuUlur:
469
Uebcrapa perbualan pidun" yang Iclah ada penemuannya dalam aluran pcrulldang-undangan yang beriaku adalah : I. Oa/um KUHI':'
Dalam KVHP, buku kedua : Kejahalan, Bab X lentang "Pemalsuan \1ala Uang dan Vang Kertas" yailu pa'lll 244, 245, 246, 249, dan 250 dapal diklasifika.sikan scbagai tindak pidana pcrbankall. 2. (ind,lI1g -Undan.!' !\Io. 14 ItIhun 1967 (Vlldang-undang lentang Pakak-pokak Perbankan): n. 1'''''11 .'8 : ~lcn.i;,lankan u;aha h'1I1k lanpa ijin Memeri Keuangan.
b. Pasal 39 : (I) Berlentangan dengan kClemuan dalam pasal 37 memaksa bank
untuk memberikall kelerangan seperli lermaksud pada pasal 36 adalah kelemllan mengenai larangan bagi bank umuk memberikan ketcrangall-kelerangan Icmang keadaan keuangan nasabahnya yang Icrcalal padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank mcnurut kelaziman dalam dunia perbankan; sedangkan pasal 37 adalah ketentuall mengenai kewenanganan Menteri Keuangan umuk memerintahkan kepada bank memberikan kelerangan-kelerangan yang haru,s dirahasiakan itu umuil; keperluan pajak dan kcpentingan peradilan dalam perkara lindak pidana. (2) Memberikan keterangalllenlang hal-hal yang harus dirahasiakan oleh anggota Direksi atau pegawai bank. (3) Dengan sengaja lidak memberikan kelerangan yang wajib diberikan oleh anggola Direksi alau pegawai bank menurul pasal 32 dan pasal 37 . .J. Undang-Undang !\Ia. /J lahun 1968 (Undang-undang lentang Bank
SenlTaI) a . Pa5al 49 ayal 2 jo ayal I Undang-undang lersebUl menentukan bahwa adalah kejahatan 'apabila : Gubernur, Dir~lur, dan pegawai Bank (Bank Sentral-Penulis), . Komisari~ Pemerintah serla pegawai Sekretariat Dewan Moneler dan pegawai Sekrelarial Komisaris Pemerinlah memberikan kelerangankelerangan yang dipcroleh karena jabalannya, kecuali apabila diperlukan unluk pelaksanaan lugasnya alau unluk memenuhi kewajibankewajiban menurut Undang-undang ini. b. Pasal48 jo pasal 50 menentukan hukuman denda kepada badan-badan dan alau kesaluan ekonomi yang tidak memberikan kepada Bank Senlral keterangan-keterangan dan bahan-bahan yang diperlukan oleh Bank Senlral dalam melakukan lugas dan usahanya. 4. Undang-Undang len/ang Bank-Bailk Pemerinlah.
Dalam masing-masing undang-undang lenlang Bank-Bank Pemerinlah yaitu Undang-Undang Bank Negara Indonesia 1946 (UU No. 17 tahun Ok/ObeT 1990
470
Hukum dan Pembongunan
)96&)"Bank Dagi\ng Negara ,(VU No.18 tahun 1968), Bank Tabungan Negara (UU No.20 tahun ,1968); ,Bank Rakyat Indonesia (UU No.21 tahun 1968) dan Bank Ekspor Impor Indonesia (UU No.22 tahun 1968) terdapat Bab mengen;ti , keten,t uan pidana yaitu masing; masing, s~bagai " Bab X: Bab terse'but hllnya 'ineniiiat satu pasai Saja yaitu pasal 22 (keeuali 'untuk Ba~k ~all1ingan .N~g!lra' adal~h pa:~aI24). Adalah tindak ' , ' . ' pidana kejahatan apablfa : , Anggoia Direksi da~ "pegawai Bank, 'anggota ' da~ sekret~iat Dewan Pengawas memberikan keterangan-keterangan yang diperoleh karena jabatannya kecu8Jiapabiia diperhikan untuk' pelaksanaan tugasnya atau untuk memenuhi kewajibannya menurut Undang-undang Perbankan dan , ' \' ' Undang-Undang Bank 'Indonesia. ' 5'. Dengan Undang-Uhdang No;17 tahun 1964 tentaiig Larangan Penarikan Cek ' Kosong' ·telah' ditentukan seliagai kejahatan dan diiuicam dengan pidana mati, pidana seumur hidujj 'atau dipidana sementara sebanyak,banyaknya 4 kali jumlah'yang ditulis dalam cek kosong yang bersangkutan kepada barang siajla menarik suat'u cel<, sedangkan ia mengetahui atau patut harus 'menduga bahwa sejak saat ditariknya tintuk' cek tersebut tidak tersedia dana yang 'cukup 'pada bank atas mana cek tersebut ditarik (cek • kosong). Dengan sudah tidak berlakunya lagi undang-undang ini maka penarikan cek kosong dan juga giro bilyet kosong dewasa ini tidak dianggap sebagai pelanggaran pidana tetapi sebagai pelanggaran administratif. ' Di Perancis penarikail cek kosong merupakan tindak pidana yang dihukum berat (Dimitri N. Chorafas, 1988 : 23). Juga di Philipina penarikan cek . kosong adalah tindak pidana'. . Tindak pidana perbankan termasuk tindak pidana yang disebut "white-collar crime". Istilah'white collar crime pertama kalinya dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland dalam tahun 1939. Dia memberikan arti "white collar crime " sebagai "criI!le commited by a person of respect ability and high social status in the course of his occupation". Tetapi setelah itu istilah tersebut dipakai dengan pengertian yang luas. Arti lain untuk istilah tersebut (walaupun banyak yang tidak sepepdapat) adalah "an illegal act or series of illegal acts commited by non physical means aJld by concealment or. guide,to obtain money or property, or to obtain business or personal advantage". Kebanyakan orang menggunakan istilah ini untuk mengacu kepada aktivitas kriminal yang dilakukan tanpa menggunakan kekuatan maupun kekerasan. Mereka melakukan "white collar crime" bermaksud untuk mengelabui masyarakat dengan cara melakukan kecurangan dan bukannya dengan cara, kekerasan. White collar ~rime sering dilakukan terhadap business atau dengan ·menggunakan business (Douglas Wltitman and John William Gergactz, 1988 : 442). Federal Bureau of Investigation di Amerika Serikat dalam menangani white collar crime meQemui aktivitas-aktlvitas seperti kecurangan dalam perbilllkan," kj:Curangan terhadap program pemerinlah, korupsi o/~h para
471
diilJ pen,'urian hak <'ipla . Jenis-jenis lain yang termasuk kecurangan adalah pencurian oleh pegawai, penyuapan, kecurangan dalam bidang asuransi dan kecurangan oleh dan kepada konsumen (Douglas Whitman and John William Gergaczl, 1988 : 442). Perlukah setiap perbuatan yang dapat membahayakan keama~an dan !-", ,'hman ,islcm perhankan dijadikan pelanggaran pi dana (criminal
pejabul
\ iulation) '.'
Bel bagai peral uran perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerin- . !ah ualam rangka dcregulasi bidang moneter dan perbankan pada tanggal 17 uklObcr 1988. lid~k mencantumkan aturan yang mencntukan pelanggaran !clhadap kelemuan-ketcntuan dalam pcraluran perundang-undangan !C".bUI scbagai perbulIlan pidana. Sural Keputusan Direksi Bank Indonesia No. ll i 50d"':EP/l)ir IClitang "Batas maksimurn pembcrian kredif kcpada uerilllr alau uellilllr group'; misalnya menentukan pasal 2 dan 3 sebagai bcrik ut: Pasal2 : Maksimum fasilitas atau bagian fasilitas pemberian kredit, adalah sebesar : a. 20 'Va (dua puluh per seratu·s) dari modal sendiri bank at au LKBB untuk fasilitas yang disediakau bagi I (salU) debitur; b. 50 0)0 (lima puluh pet seratus) dari modal sendiri bank atau LKBB untuk fasilitas yang disediakan bagi 'suatu debitur group. Pasal 3 : Pclanggaran terhadap ketentuan tersebut pada pasal2 dikenal:an sanksi yang dapal mempengaruhi tingkatkeseharan 'bank atau LKBB yang bersangkutan. Surat keputusan Direksi Bank Indonesia tersebut diatas tidak menyebutkan bahwa peianggaran terh'adap surat keputusan itll adalah pelanggaran pidana fcriiJlinal violation) melainkan pelanggaran administratif (administralive violation) sekalipun akibatnya dapat serius terhadap kehidupan perbankan karena menyimpang dari asas-asas perbankan yang sehat. Dikemukakan dalam Surat Edaran NO.21110/BPPP tanggal27 oktober 1988 perihal "Batas maksimum pemberian kredit kepada debitur atau debitur group" yang merllpakan pclaksanaan dari Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia terschut bahwa pcmberian fasilitas kredit yang melampaui batas maksimum pemberian kredit yang ditetapkan dianggap sebagai ·penyimpangan terhadap iI~a.,-asa.<
•
pcrbankan yang sehat.
,
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21 l 51/KEP/DIR tanggal 27 Oktober 1988 tentang "Pemberian Kredit kepada Pengurus dan atau Pcmegailg Saham'· menentukan dalam pasal 2 dan pasal 3 sebagai berikut: Pasal 2 ' (I) Bank atau LKBB hanya dapat memberikan kredit kepada: a. Anggota Direksi dan Pegawai bank, untuk kepentingan yang bertalian dengan tugasnl'a dengan maksimum sebesar kemampuan pengembalian dari pendapatan yang berasaJ dari bank atau LKBB yang betsangkutan. b. Anggota dewan komisaris yang bukan pemegang saham dengan Ok/Ober 19'JO
4~2
Hukul1l dall PembullgwWfI nlak~imllnl
sebesar-: 5 Oio (lima per seratus) dari illodalcosendiri bank mau LKaB bagi indiviuu atau perusahaan yang dimilikinya.. . · ' . " II 15 ~'o (Iinla bela, pci seraws) dari modal ~cndiri bank alaq, l .'KBB, bagi komisaris yang uersangkutan beserta group yang dimilikinya. c, Pemegang saham, dengan maksimum sebesar : ' 1. 10 ·'0 (sepulul; pe~ seratus) dari jumlah penyerahann'y a pada b,a nk at"u LKBB, bagi pemegang saham yang bersangkutail at:tu bagi perusahaan yang dimilikinya. ' " 25 ~'i, (dua l'uluh lin'l a per serati.. ) dari penyertaannya pad a bank at au LKBB, dalam hal kredit kepa'd a pemegang saham yang ber .. "ungklltan bc,crta grup pcrusahaan yang dimilikinya. (l)'Kr~dit·kredil tersebur. pada ayat (I) harus dinilai dan dipcrlukan sceara objektif dan sarna (kngan debitur lain. (.1) K'CIClIluan terscbul pada ayilt (I) huruf b berlaku juga bagi dircksi, komi:;aris, dan pemcgang saham yang mempunyai hubungan daral! sampai dClIgan dcrajat kedua dalam garis lurus maupun gari, kc~amping. termm~llk ist.eri. mcnant'u. dan ipar. Pasal 3 : Pe1anggaran lerhadap ketennian tersebut pada pasal2 dikenakan sanksi yang dapat mempcngaruhi tingk~t kesehatan bank atau Icmbaga keuangan bukan bank yang bcrsangkutan. i.
UtlIuk pclak"anaan Sural Kcputusan terscbut, Bank Indonesta telail mengeluarkan Surat Eclaran No'. 21illiBPPP tanggal 27 Oktober 1988 kepada sClllua Bank dan Lcmbaga Keuangan Bukan Bank di Indonesia pcrihal " Pcmberian Kredit Kcpada Pcngurus dan atau Pcmegang Saham" . ~1clllirlir '\urat cdaran tersebut pelanggaran terhadap Surat Keputusun Oireksi Bank Indonesia itll dianggap scbagai penyimpilIlgall tcrhadap a
:,,,ral kepl/tusan Dircksi Bank Indonesia No, 21 l 56iKEP / DI R langgai 27 Oklobcr 1988 tcntang "Pemeliharaan Likuiditas Wajib Minimum Dalam rupiah uagi Bank-Bank dan Lembaga Keuangan B.ukan Bank" yang pelak, '; anaanll),a lobih lanjul diawr dcngan Sural Edaran Ilank Indonesia No . 21/ t2lllPPP tanggal27 Oklober 1988 kepada Bank-Bank Umulll, Bank· Bank Pcmbangul1a" dan Ilank-Bank Tabungall serta LKIlII di Indol1\!;ia per;lla! "Pemdiharaan likl1iditas wajib minimum dalam rupiah okh bank dan I."",baga Kclfangan Bukan Bank "menenlukan bahwa sCliap Bank dan LKBB diwajibkan menyampaikan laporan likuiditas berkala kepada Bank IndOl)esia. Oleh SuratKeputusan terscbut ditentukan bahwa bank atau LKIlB YiUl~~ mc!alalkan pclanggaran ,~ernadap kcwajiban Ijkuidir~t'i minimum ter·:,t:but dikcllakan bun:Ja s\!besar 3 1170 (tiga per .,eratus) ,ebulan ya:lg dihitung
473
aLas d~sar kekurangan jumlah alat Iikuid yang seharusnya dipelihara dalam satu ·l1)asa laporan (pasal 5 ayat I) sedangkan bank atau LKBB yang melaporkan angka yang tidak benar dikenakan bunga 3 "7. sebulan dari jumlah alat .' Iikuid yang sehawsnya dipelihara. Ada pendapat bahwa melaporkan angka-angka yang tidak benar oleh , chuah ·bank kepada Bank Indonesia adalah .m atu pelanggaran serius dan dcngan demikian telah dapat dikatakan sebagai manipulasi dan akibatnya dapaL ,erius tcrhadap kcamanan dan kesehatan sistim perbankan, tetapi dari Surat KcpuLusan Direksi Bank Indonesia itu ternyata pelanggaran tersebut' ditenL.ukan hanya sebagai pelanggaran administrasi belaka. Tidak ada tandalanda dalam Surat Keputusan tersebut yang dapat memberikan petunjuk balm'a denda bunga lersebut yang dapat memberikan petunjuk bahwa dcnda bunga tersebut merupakan denda pidana dan bukannya denda administratif. Sememara itu harus diingat bahwa anggota Direksi atau pegawai bank yang telah melaporkan angka-angka yang tidak benar kepada Bank Indonesia tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana berdasarkan pasal 32 jo pasal 39 ayat 3 undang-undang no.14 1967 berupa hukum penjara selama-Iamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 10000,(sepuluh ribu rupiah). Perhatikanlah contoh lain, yaitu dari UU no.14 1967, Pasal24 Undangundang Lersebut menentukan bahwa bank umum tidak boleh memberikan kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga (catatan penulis: ketentuan ini kami anggap aneh karena ketentuan ini hanya diberlakukan kepada bank umum saja). Dengan kata lain bank-bank lainnya yang .bukan bank umum, sepecti bank tabungan dan bank pembangunan dapat memberikan kredit lanpa jaminan. Ketentuan ini oleh undang-undang tersebut tidak · diikuti dengan ketentuan mengenai sanksi. Bank Indonesia maupun Menteri Keuangan memang dapat menjatuhkan sanksi kepada bank umum yang melanggar ketentuan tersebut tetapi sifatnya adalah sanksi administratif dan bukan pidana. Bank biasanya ketai mengenai sasaran penggunaan kredit nasabahnya. Didalam setiap perjanjian kredit .selalu dicantumkan klausula mengenai tujuan kredit. Penyimpangan terharlap tujuan penggunaan kredit merupakan "even.! q( g~fi!ult" yang ,memberikan .hak kepada bank untuk.secara .sepihak maJigaklliri perjanjian kredit dan menimbulkan hak kepada bank untuk seketika menagih pelunasan kredit . : Mengapa perbankan begitu ketal terhadap sasaran penggunaan kredit? Oleh karena penyimpangan terhadap tujuan penggunaan kredit dapat meng, ak\batkan hill-hal serius yang berpengaruh terhadap kesehatan kredit yang lebih lanjut dapat mempunyai dampak negatif yang lebih luas. Menjadi p.ertanyaan apa~!!)1 .. mela~u~'!lI , l?enyimp!lng!!II•. terha~l!p. penggunaall !
', '
Oktober 1990
474
Hukum dan Pembangullan
Dari uraian-uraian dialas dapat disill1pulkanbahwa ada liga ll1acall1 pelanggaran perbankan yaitu pelanggaran administratif (administratil'c violation), pelanggaran pidana (criminall'iolarion) dan pdanggaran pcrdata (civil viola lion). Menurut hemat kami. dalam mell1pertill1bangkan tindak pi dana khusus yang akan disebut tindak pidana perbankan, ketiga maeam pelanggaran ini memainkan peranan dalam kebijaksanaan pengaturan, terutama dalam politik kriminil. Tidaklah bijaksana untuk menjadikan semua pclanggaran perbankan sebagai tindak pidana perbankan. Oleh karena dapat mengganggu kelancaran jalannya sistim perbankan itu sendiri yang justru hams dipelihara, Penentuan pelanggaran perbankan sebagai tindak pidana perbankan harus memperhatikan lingkat intensitas ' gangguannya terhadap sistemperbankan, yang lebih jauh membahayakan sendi masyarakat. Hanya yang berdampak sosial yang luas dan seriuslah yang seyogyanya ditetapkan sebagai tilldak pidana perbankan. Uraian diatas memungkinkan untuk diidcntifikasikannya beberapa masalah, Disarankan untuk mendiskusikan dan mengkaji masalah" masalahnya. dan setelah ada kesepakatan dan atau pemikiran yang mendekati kelengkapan masalah-masalah pokoknya sepeni ; a, perlukah diadakan kategori tersendiri tindak pidana perbankan dalam lingkungan aluran perundang-undangan pidana nasional; apakah urgel1sinya; apakah posit if negatifnya, b. Bagaimana mengenai hukum aearanya. perlukah hukum aeara tersendiri seperti dimaksudkan pasal 284 KUHAP, dan segi-segi manakah yang memerlukan kekhususan ilU. ':. Bagaimana pula mengenai we\\'enang penyidikan dan penuntutan khususnya, organisasi kekuasaan kehakiman umumnya yang terlibat karena sifat khususnya itu. Setelah itu harus dikaji tentang perbuatan yang mcnjurus kepada tindak pidana perbankan ini. Perbuatan-perbuatan apa saja yang tdah merupakan ,uatu delik. dan belum merupakan suatu delik berdiri sendiri,
-...'
;
~"fe
.:iT';;•• L'
A luw which is not just does not seelll 10 be (I 10 IV, lIuklllll yang tidok odil bukonlah hukulII. (Sanlo Aguslinus)
"
r
,