BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hukum pidana merupakan serangkaian kaidah hukum tertulis yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang di larang atau tidak boleh di lakukan dengan adanya ancaman sanksi tertentu, sanksi di jatuhkan apabila perbuatan yang dilarang di lakukan 1. Simons berpendapat bahwa hukum pidana adalah kesemuanya perintahperintah dan larangan-larangan yang di adakan oleh negara dan yang akan di ancamkan dengan suatu nestapa (pidana) barang siapa yang tidak menaatinya, kesemuanya aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk menjatuhi pidana dan menjalan kan pidana tersebut. Moelyatno mengemukakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: 2 1. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh di lakukan, yang di larang, yang di sertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan atau di jatuhi pidana sebagaimna yang telah di ancamkan. 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat di laksanakan apabila ada orang yang di sangka telah melanggar larangan tersebut. 1
Setiyono, Menghadapi Kasus Pidana, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2010), hal. 10 Soedjono D, Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, (Bandung: Penerbit Alumni, 1981), hal.4 2
1
Universitas Sumatera Utara
2
Hukum pidana sebagai hukum publik mencerminkan hubungan hukum antara pemerintah dengan masyarakat, dengan tujuan untuk mencegah perbuatan kejahatan,sebagai sarana prevensi kriminalitas bersama dengan berbagai stategi lain. Soedarto mengemukakan hukum pidana bertugas untuk menanggulangi kejahatan dan juga pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri demi kesejahteraan masyarakat atau demi pengayoman masyarakat. 3 Agama Islam mengenal istilah hukum pidana Islam dengan kata lain di sebut fiqh jinayah yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadist, Ijma’dan Qiyas sebagai sumber utama. 4 Pada dasarnya, pengertian istilah jinayah mengacu pada hasil perbuatan seseorang dan terbatas pada perbuatan yang di larang, di kalangan fuqaha juga mengatakan jinayah berarti perbuatan-perbuatan yang di larang menurut Syara’, baik perbuatan yang merugikan jiwa, harta benda ataupun yang lain-lain. 5 Hukum Islam, jinayah juga di kenal dengan istilah jarimah (delik) yang di artikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang di ancam oleh Allah SWT dengan hukuman hudud atau takzir, larangan-larangan syara’ tersebut adalah berupa mengerjakan perbuatan yang di larang atau meninggalkan perbuatan yang telah di perintahkan. 6 Indonesia saat ini tengah berlangsung usaha untuk memperbaharui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai usaha pembaharuan hukum 3
Ibid,hal. 24 Abdul Khair dan Mohd. Ekaputra, Sumber Hukum Pidana Islam, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal. 10-76 5 A. Hamid Sarong, Hukum Pidana Dalam Mir-at At-tullab, (Medan: USU, 1985), hal. 24 6 Ahsin Sakho Muhammad ,Ed, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam I, (Bogor: PT Kharisma Ilmu, 2007), hal. 87 4
Universitas Sumatera Utara
3
nasional. Usaha ini tidak hanya karena alasan bahwa KUHP yang di berlakukan sekarang di anggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan masyarakat, tetapi juga karena KUHP tersebut tidak lebih dari produk warisan dari penjajahan Belanda, dan karenaya tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat. 7 Hukum perzinahan yang tertera di dalam KUHP berbeda pandangan dengan fiqh jinayah dalam Islam. Ini berangkat dari ada perbedaan perbuatan zina,pertanggung jawaban serta hukuman bagi pelaku zinah didalam kedua sistem hukum tersebut. Ketentuan peraturan perundangan-undangan di Indonesia belum efektif mengatasi masalah perzinahan yang terjadi dalam masyarakat, hal ini terlihat dari maraknya kasus perzinahan yang terjadi di Indonesia. 8 Terbukti dari pemberitaan yang ramaidi berbagai media.Jika di tinjau dari aspek pendekatan nilai (value oriented approach)maka perzinahan tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan masyarakat indonesia yang religius, 9 dan mayoritas memeluk agama islam. 10 Islam memandang perzinahan adalah hubungan seksual (persetubuhan) yang dilakukan antara pria dan wanita di luar pernikahan yang sah dimana dilakukan secara sengaja,
7
Ahmad Syaiful Anam, Ed, Delik Perzinahan Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia, (Semarang: Walisongo Perss, 2008), hal. 1 8 Neng Jhubaedah, Perzinahan Dalam Peraturan Perundang-undangan Di Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010). hal. 1 9 Adanya Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia yaitu sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Lihat Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2004), hal. 24-25 10 Di Indonesia agama terbanyak adalah Islam. Lihat http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321, diakses tanggal 20 Maret 2013
Universitas Sumatera Utara
4
jadi bukan yang terikat perkawinan saja akan tetapi juga yang dilakukan orang yang sama-sama belum menikah juga di sebut perzinahan. 11 Selain agama Islam agama-agama yang lain juga mencela dan memandang bahwa perzinahan dengan segala bentuk dan siapapun pelakunya tercela, dua (2) agama samawi yang lain, yaitu Yahudi dan Nasrani (Kristen) memiliki sikap dan pandangan yang sama tentang perzinahan.Yahudi dan Nasrani juga memandang bahwa hubungan seksual diluar nikah baik yang tidak terikat perkawinan yang sah maupun yang lajang adalah merupakan perbuatan keji dan dosa besar. 12 Terbukti dengan adanya larangan berzina dalam kitab Nasrani Injil Matius:27-29. 13 Perzinahan dalam masyarakat Indonesia merupakan penyakit sosial yang berbahaya, Kartini Kartono menyebut seks bebas tidak ada bedanya dengan pelacuran. Pada hakikatnya dalam eksevitas seks bebas sama dengan promiskuitas atau campur aduk seksual tanpa aturan alias pelacuran. 14 Imam Ghazali mengatakan perzinahan merupakan salah satu pidana hudud yang dapat mengaburkan masalah keturunan,
merusak
keturunan,
menghancurkan
rumah
tangga,
meretakkan
perhubungan, merajalelanya penyakit kelamin, kejahatan nafsu dan merosotnya
11
Ahsin Sakho Muhammad, Ed, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam IV, (Bogor: PT Kharisma Ilmu, 2007), hal. 151 12 Ahmad Syaiful Anam, Ed, Op,cit, hal. 151 13 Dalam Injil Matius :27-29 Yesus berkata: kamu telah mendengar firman: jangan berzina,tetapi aku berkata padamu : setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzina dendan dia di dalam dirinya. Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika salah satu anggota tubuhmu binasa, daripada tubuhmu dengan utuh di campakkan ke dalam neraka. Lihat di Lembaga Al-Kitab Indonesia, Al-Kitab, (Jakarta: Lembaga Al-Kitab Indonesia, 1979), hal. 232 14 Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 197
Universitas Sumatera Utara
5
akhlak. 15 Perzinahan juga dapat melanggar lima (5) pokok tujuan syari’ah Islam yang di turunkan seperti yang di kemukakan Syatibi yaitu: 16 1. Memelihara agama; 2. Memelihara jiwa; 3. Memelihara akal; 4. Memelihara kehormatan dan keturunan dan; 5. Memelihara harta. Masyarakat Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan moral seharusnya merupakan cerminan dari aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Sebab pada hakikatnya hukum bukan sesuatu yang sekedar untuk menjadi bahan pengkajian secara logis-rasional, hukum di buat untuk di jalankan. Nilai-nilai ataupun ide-ide yang terkandung dalam aturan hukum bersifat timbal balik dengan masyarakat. Barda Nawawi Arief, menjelaskan bahwa sistem hukum nasional di samping hendaknya dapat menunjang pembangunan nasional dan kebutuhan pergaulan internasional, namun juga harus bersumber dan tidak mengabaikan nilai-nilai dan aspirasi hukum yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat itu dapat bersumber atau digali dari nilai-nilai hukum adat dan nilai-nilai hukum agama. Kehadiran Hukum Islam dapat menjadi suatu alternatif istimewa untuk memecahkan problem yang ada pada masyarakat khususnya pada tindak pidana perzinahan. Perzinahan dalam Hukum Islam tidak hanya sebatas pada pasangan
15
Ahmad Shiddiq, Ed, Benang Tipis Antara Halal Dan Haram, (Surabaya: Putra Pelajar, 2002), hal. 155 16 Amnawaty dan Wati Rahmi Ria, Hukum Islam Dalam Prespektif Ilmu Hukum, (Bandar Lampung: Direktoriat Jendral Pendidikan Tinggi, 2002), hal. 15
Universitas Sumatera Utara
6
suami dan istri saja akan tetapi juga dapat dijatuhkan sanksi perzinahan kepada dua pasang manusia yang belum menikah jika melakukan hubungan seksual. Disamping itu, perzinahan dalam Hukum Islam memiliki kualitas dalam memberikan efek jera kepada para pelaku dan juga dapat menjadi contoh agar manusia lain tidak melakukan perzinahan. Berbanding terbalik dengan hukum perzinahan yang terdapat dalam KUHP yang cenderung tidak memiliki efek jera dan melegalkan zina untuk pasangan yang tidak terikat pernikahan. Seharusnya sebagai sebuah sistem hukum yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia, Hukum Islam dapat menjadi salah satu aspek atau acuan untuk memperbaharui aturan hukum yang sudah tidak mampu mengakomodasi perilaku masyarakat yang cenderung menuju ke arah keburukan. 17 Berdasarkan uraian di atas maka penting untuk dibahas persoalan hukum terkait tentang perzinahan dalam perspektif islam sebagai alternatif pembaharuan hukum pidana tentang perzinahan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas maka permasalahan yang akan menjadi batasan penulisan ini adalah : 1. Bagaimanakah ketentuan tindak pidana perzinahan menurut KUHP dan hukum pidana islam?
17
Di Indonesia berlaku 3 (tiga) sistem hukum : hukum adat, hukum islam dan hukum barat dengan segala aspek perangkat dan persyaratan siapa saja dan dalam aspek atau esensi apa saja yang harus mematuhi hukum dari ketiga sistem tersebut. Lihat A. Qodri Azizy, Elektisisme Hukum Nasional, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hal. 111
Universitas Sumatera Utara
7
2. Bagaimanakah pertanggung jawaban pelaku tindak pidana perzinahan menurut KUHP dan hukum pidana islam? 3. Apa sanksi yang di ancamkan terhadap pelaku tindak pidana perzinahan menurut KUHP dan hukum pidana islam?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui ketentuan perzinahan dalam KUHP dan hukum pidana Islam. 2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pelaku tindak pidana perzinahan dalam KUHP dan hukum pidana Islam. 3. Untuk
mengetahui sanksi yang di ancamkan terhadap pelaku tindak pidana
perzinahan dalam KUHP dan hukum pidana Islam.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan meberikan sebagai berikut: 1.
Secara teoritis Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah khazanah ilmu hukum, khususnya hukum pidana islam, selain itu agar dapat menanggulangi tindak pidana perzinahan di Indonesia.
2. Secara praktis Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah dalam upaya menemukan hukum pidana bagi pelaku
Universitas Sumatera Utara
8
tindak pidana perzinahan sebagai
alternatif yang tepat bagi tindak pidana
perzinahan dan dapat diterapkan di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian Hasil penulusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya lingkungan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Sumatera Utara, penelitian yang menyangkut” Perzinahan Dalam Presfektif Hukum Pidana Islam Sebagai Alternatif Pembaharuan Hukum Pidana Tentang Perzinahan Di Indonesia” belum pernah di lakukan Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, akan tetapi terdapat sebuah penelitian mengenai pidana hudud, yaitu: Mohammad Eka Putra, Nim: 088101003, Program Studi Ilmu Hukum dengan judul disertase Pidana Hudud Sebagai Alternatif Pembaharuan Sanksi Pidana di Indonesia, dengan rumusan masalah : a. Apa yang menjadi tujuan di ancamkannya sanksi pidana hudud ? b. Tindak pidana yang bagaimanakah yang terdapat dalam hukum pidana positif (utamanya yang terdapat dalam KUHP) yang dapat di ancam dengan sanksi pidana hudud ? c. Mengapa sanksi pidana hudud dapat di jadikan sebagai alternatif pidana dalam pembaharuan sanksi pidana di Indonesia ? Penelitian tersebut di atas berbeda dengan penelitian yang akan di laksanakan ini sehingga penelitian ini dapat di sebut asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang
Universitas Sumatera Utara
9
jujur, rasional, objektif dan terbuka. Penelitian ini juga dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kerangka teori adalah bagian penting dalam penelitian. Artinya, teori hukum harus dijadikan dasar dalam memberikan preskripsi atau penilaian apa yang seharusnya memuat hukum.Teori juga bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi.Kegunaan teori hukum dalam penelitian adalah sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian. 18 Fuqaha Islam mengenal beberapa metode penetapan hukum yang di antara lain mencakup: 19 a. b. c. d. e.
Segala urusan di sesuaikan dengan maksudnya (al umur bi maqosidiha) Kesukaran mendatangkan kemudahan (al-masaqqah tajlibu al-taysiir) Kemudarathan harus di hilangkan (al-daratu yazalu) Adat yang di tetapkan menjadi hukum (al -adat al- muhakkamah ) Sesuatu yang di yakini kebenarannya tidak terhapus karena ada keraguan (al-yaqin la yuzal bi al-assyak)
Adapun teori yang di gunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini sebagai berikut:
18
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 146 19 Zamarkhsyari Hasballah, Ed, Pemikiran dan Sikap M.Hasballah Thaib Dalam Berbagai Dimensi, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2013), hal. 11
Universitas Sumatera Utara
10
a. Teori Maqashid Al-Syari’ah Secara bahasa Maqashid Al-Syari’ah terdiri dari dua kata yaitu Maqashid dan Syari’ah. Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan, Maqashid dalam bahasa arab merupakan jama’ dari maqsud yang berasal dari kata qasada yang berarti menghendaki dan di maksudkan. Sedangkan Syari’ah secara bahasa berarti jalan menuju sumber air, jalan menuju sumber air dapat juga di artikan berjalan menuju sumber kehidupan. 20 Ilmu ushul fiqih, maqashid al-syari’ah bertujuan untuk mengetahui tujuantujuan yang hendak di capai oleh perumusannya dalam mensyari’atkan hukum. Tujuan hukum ini merupakan salah satu faktor dalam menatapkan hukum islam yang di tetapkan melalui ijtihad. Ulama ushul fiqh mendefinisikan maqashid al-syari’ah dengan “ makna dan tujuan yang di kehendaki syarak dalam mensyari’atkan suatu hukum bagi kemaslahatan umat manusia”. 21 Muhammad Thahir Bin Ashur ahli ushul fiqih kontemporer asal Tunisia mengemukakan Maqashid Al-Syari’ah di bagi menjadi tiga (3) di lihat dari objeknya yaitu : 22 1) Al-Maqashid al-Ammah (tujuan-tujuan umum), yaitu sesuatu yang di pelihara syarak serta di usahakan untuk di usahakan dalam berbagai syari’at , seperti menegakkan dan mempertahankan agama dari ancaman pihak musuh; 2) Al-Maqashid al-khassah ( tujuan-tujuan khusus), yaitu tujuan yang hendak di capai syarak dalam topik bab tertentu, seperti tujuan yang hendak di 20
Ahmad Qarib, ushul fikih 2, (Jakarta: Nimas Multia, 1997), hal. 170 Zamarkhsyari, Teori-Teori Hukum Islam: Dalam Fiqih dan Usul Fiqih, (Medan: Cita Pustaka, 2013), hal. 1-2 22 Ibid 21
Universitas Sumatera Utara
11
capai syarak dalam hukum yang terkait dengan masalah perkawinan dan keluarga, muamalah yang bersifat fisik, pidana , peradilan dan amal-amal kebaikan; 3) Al-Maqashid al-juz’iyyah , yaitu tujuan yang hendak di capai syarak dalam menetapkan syarak, dalam menetapkan wajib,sunnah,haram,makhruh, dan mubah terhadap sesuatu, atau menetapkan sesuatu menjadi sebab suatu penghalang. Manusia
akan
mendapatkan
kemaslahatan
sekaligus
terhindar
dari
kemudharatan, baik dunia dan akhiratapabila tercapainya maqashid al-syari’ah. AlSyatibi mengemukakan maqashid al-syari’ah memiliki lima (5) unsur (al-kulliyat al-khomsah) untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat, yaitu : 23 1) Memelihara agama 2) Memelihara jiwa 3) Memelihara akal pikiran 4) Memelihara keturunan 5) Memelihara harta benda. Kemudian di kembangkan oleh ibnu ashur dalam dua (2) karyanya maqashidal-syari’ah al-islamiyah dan ushul al-nidzam al-ijtimai’al-islami dengan menambahkan dua tujuan lain sebagai tambahan dari lima (5) tujuan utama di atas, yaitu: 24 1) Memelihara lingkungan 2) Serta memelihara nilai-nilai kemasyarakatan, seperti keadilan, persaudaraan, kebebasan, dan lain-lain.
23
Zamarkhsyari Hasballah, Op.cit, hal. 11-12 Ibid, hal. 12
24
Universitas Sumatera Utara
12
b. Teori Tujuan Pemidanaan Pemidanaan di maksudkan untuk menderitakan dan tidak di perkenankan merendahkan martabat manusia. 25 Pemidanaan mengenal garis besarnya di bagi empat (4) teori, yaitu : 26 1) Teori Absolut (Pembalasan) adalah bertitik pangkal pada pembalasan dengan arti setiap kejahatan harus di sertai dengan pidana. Tidak ada istilah tawar-menawar siapa yang melakukan kejahatan harus di pidana tanpa melihat akibat-akibat apapun yang timbul dari di jatuhkannya pidana. 2) Teori Relatif (Tujuan) timbul akibat kurang memuaskannya teori pembalasan teori ini lebih bertujuan menegakkan tata tertib dalam masyarakat. 3) Teori Gabungan (Pembalasan dan Tujuan) adalah teori yang mengandung teori pembalasan dan teori tujuan. 4) Teori Pemidanaan adalah lebih mengutamakan perhatiannya pada si pelaku tindak pidan bukan pada tindak pidana yang di lakukannya, untuk dapat merubah tingkah laku dan kepribadian pelaku tindak pidana agar tidak melanggar norma hukum serta norma lainnya. Dalam simposium pembaharuan hukum pidana nasional pada tahun 1980, dalam salah satu laporan dinyatakan bahwa sesuai dengan politik hukum pidana maka tujuan pemidanaan harus diarahkan kepada perlindungan masyarakat dengan memperlihatkan kepentingan-kepentingan masyarakat, Negara, korban, dan pelaku. 27
25
Madiasa Ablisar, Pemidanaan Gugurnya Penuntutan Dan Menjalani Pidana, (Medan: Pustaka Bangsa Perss, 2005), hal. 9 26 Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana. (Malang: UMM Press, 2004), hal. 145147 27 Laporan Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional BPHN Dep. Keh., 1980,hal.6-7
Universitas Sumatera Utara
13
Adapun identifikasi dari tujuan utama dari pidana dan pemidanaan yakni perlindungan
masyarakat
untuk
mencapai
kesejahteraan
masyarakat
dapat
dikemukakan sebagai berikut: 28 a. Tujuan pidana adalah penanggulangan kejahatan. Perumusan tujuan pidana demikian ini dilatar belakangi perlunya perlindungan masyarakat terhadap perbuatan anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat. Tujuan ini sering digunakan dengan berbagai istilah seperti ”penindasan kejahatan” (repression of crime) ”pengurangan kejahatan” (reduction of crime) ”pencegahan kejahatan” (prevention of crime) ataupun ”pengendalian kejahatan” (control of crime). b. Tujuan pidana adalah untuk memperbaiki si pelaku. Tujuan ini dilatarbelakangi perlunya perlindungan masyarakat terhadap sifat berbahayanya orang (si pelaku). Istilah-istilah lain yang digunakan untuk merefleksikan tujuan ini adalah rehabilitasi, reformasi, treatment of offenders, reduksi, readaptasi sosial, resosialisasi pemasyarakatan, mupun pembebasan. c. Dilihat dari sudut perlunya perlindungan masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan dalam menggunakan sanksi pidana atau reaksi terhadap pelanggar pidana, maka tujuan pidana sering dirumuskan untuk mengatur atau membatasi kesewenangan penguasa maupun warga masyarakat pada umumnya. Perumusan pidana lain yantg sejalan dengan tujuan ini antara lain: ”policing the police”, ”menyediakan saluran untuk motif-motif balas dendam” atau ”menghindari balas dendam”, maupun ”tujuan menteror”yang melindungi pelanggarar terhadap pembalasan sewenang-wenang diluar hukum. d. Tujuan pidana adalah untuk memulihkan keseimbangan masyarakat. Tujuan ini dilatarbelakangi perlunya perlindungan masyarakat dengan mempertahankan keseimbangan atau keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang terganggu oleh adanya kejahatan. Perumusan tujuan pidana lainnya yang mencerminkan tujuan antara lain; ”untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindakan pidana”, untuk menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan untuk mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
28
Barda Nawawi Arif, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,2003).hal.85
Universitas Sumatera Utara
14
Rancangan Buku 1 KUHP tahun 1991/1992, pemidanaan bertujuan untuk sebagai berikut : 29 1) Mencegah di lakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. 2) Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehinnga menjadikannya manusia yang baik dan berguna. 3) Menyelesaikan konflik yang di timbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 4) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. c. Teori Pembaharuan Hukum Pidana Barda Nawawi menguraikan pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya mengandung makna suatu upaya untuk melakukan reorentasi dan reformasi hukum yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofik, dan sosio-kultural masyarakat Indonesia dengan melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia. 30 Pembaharuan hukum pidana merupakan upaya untuk melakukan peninjauan dan penelitian kembali re-orientasi dan re-evaluasi nilai-nilai sosio politik, sosio filosofik, dan sosio kultural yang melandasi dan yang memberi isi terhadap muatan normatif dan subtantif yang di cita-citakan oleh masyarakat bangsa Indonesia.
29
Muladi dan Barda Nawawi Arif, Teori-teori Kebijakan Pidana. (Bandung: Alumni, 1992),
30
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Pidana, (Bandung: Citra Aditya, 1996),
hal. 21 hal. 30-32
Universitas Sumatera Utara
15
Sudarto juga menyebutkan ada tiga alasan mengapa KUHP perlu di perbaharui yaitu: 31 1) Di pandang dari alasan politik Negara Republik Indonesia yang merdeka wajar mempunyai KUHP sendiri dengan mempunyai KUHP ciptaan sendiri menjadi suatu simbol kebanggaan dari negara yang sudah merdeka dan melepaskan dari lingkungan penjajahan politik. 2) Di pandang dari sudut sosiologis, pengaturan dalam hukum pidana merupakan pencerminan dari ideologi politik sesuatu bangsa di mana hukum itu berkembang. Ini berarti bahwa nilai-nilai sosial dan kebudayaan dari bangsa itu mendapat tempat dalam pengaturan di hukum pidana.ukuran untuk mengkriminalisasikan suatu perbuatan tergantung dari nilai-nilai dan pandangan kolektif yang terdapat dalam masyarakat tentang apa yang baik dan yang benar, yang bermanfaat atau sebaliknya. 3) Alasan terakhir di pandang dari sudut praktik, KUHP yang ada sekarang adalah tidak lebih dari terjemahan dari bahasa Belanda. Kata pembaharuan hukum disebut tajdid yang berarti suatu upaya dan perbuatan melalui proses tertentu dengan penuh kesungguhan yang di lakukan oleh mereka yang mempunyai kompetensi dan otoritas dalam pengembangan hukum Islam. 32 Menurut Masjfuk Zuhdi tajdid memiliki tiga (3) unsur yaitu: 33 1) Al-i’adah, mengembalikan masalah agama terutama yang bersifat khilafiyah kepada sumber ajaran agama Islam. 2) Al-ibanah, purifikasi dan pemurnian ajaran agama Islam dari segala macam bentuk bid’ah dan khufarat serta pembebasan berfikir (liberalisasi) ajaran Islam dari fanatik mazhab, aliran, ideologi, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. 3) Al-ihya, menghidupkan kembali, menggerakkan, memajukan, dan memperbaharui pemikiran dan pelaksanaan ajaran Islam.
31
Sudarto, Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat, (Bandung: Sinar Baru, 1983),
hal. 66-68 32 33
Zamakhsyari, Op. Cit, hal. 137 Ibid , hal.135-136
Universitas Sumatera Utara
16
2. Konsep Penelitian ini di definisikan beberapa konsep yang terkait dengan penelitian ini, yaitu: a.
Perzinahan adalah hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan yaitu memasukkan zakar (alat kelamin laki-laki) ke dalam faraj (alat kelamin perempuan). 34
b.
Hukum pidana adalah serangkaian kaidah hukum tertulis yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang di larang atau tidak boleh di lakukan dengan adanya ancaman sanksi tertentu, sanksi di jatuhkan apabila perbuatan yang dilarang di lakukan. 35
c.
Hukum pidana islam adalah perbuatan-perbuatan yang di larang menurut Syara’, baik perbuatan yang merugikan jiwa, harta benda ataupun yang lain-lain. 36
d.
Alternatif adalah pilihan di antara dua (2), dalam hal ini alternatif di maksudkan sebagai kesempatan untuk memilih bagi pidana perzinahan antara pidana nasional dan pidana hudud dalam upaya pembaharuan sanksi pidana di Indonesia.
e.
Pembaharuan hukum adalah upaya memperbaiki, menambah, atau melengkapi hukum.
34
Ashin Sakho,Ed, Op.cit, hal. 154 Setiyono, Op.Cit, hal. 10 36 A. Hamid Sarong, Op.Cit, hal. 24 35
Universitas Sumatera Utara
17
G. Metode Penelitian Metode penelitian berfungsi sebagai arah dan petunjuk bagi suatu penelitian. 37 Metodelogis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sitematis adalah berdasarkan suatu sistem (berdasarkan perencanaan dan tahapan-tahapan yang jelas). 38 Pada penelitian ini yaitu menjadikan bidang ilmu hukum sebagai landasan ilmu pengetahuan induknya. 1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian hukum. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang di hadapi. 39 Penelitian hukum di lakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah isu hukum yang di hadapi. 40 Adapun penelitian ini bersifat preskriptif dan terapan 41 suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 42
37
Mukti Fajar Nur Dewanto dan Yulianto Achmad, Op.Cit, hal. 104 Ibid, hal. 23 39 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal.35 40 Ibid 41 Ilmu hukum bersifat Preskriptif mempelajari tujuan hukum ,nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum , dan norma-norma hukum. Ilmu hukum bersifat terapan yaitu hukum yang menetapkan prosedur , ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Lihat Ibid, hal.171 42 Ibid 38
Universitas Sumatera Utara
18
2. Sumber Bahan Hukum Adapun bahan hukum dalam penelitian ini di bagi dalam beberapa kelompok, yaitu: a. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain: 1) UUD 1945 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang tindak pidana perzinahan 3) Kitab-Kitab Hadist b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat penunjang dari bahan hukum primer, di antaranya yaitu: 1) Rancangan Undang-Undang 2) Buku-buku 3) Jurnal-jurnal 4) Artikel-artikel 5) Internet c. Bahan hukum tersier yang memberikan info lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, di antaranya yaitu: 1) Kamus hukum 2) Ensiklopedi hukum pidana islam
Universitas Sumatera Utara
19
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini yaitu mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan penelitian ini, baik itu dari bahan hukum primer, skunder maupun tersier. 4. Metode Analisis Bahan Hukum Metode analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan menelaah atas isu hukum yang di hadapi, menarik kesimpulan yang menjawab isu hukum dan memberikan preskripsi mengenai apa yang merupakan esensial dari penelitian ini. 43
43
Ibid, hal. 194-208
Universitas Sumatera Utara