Artikel Penelitian
Perbedaan Kesiapan Bersekolah Antara Anak yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Nonformal Dewi Setiawati, Enny Harliany Alwi, Alex Chairulfatah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung
Abstrak: Pendidikan anak usia dini berperan dalam keberhasilan anak di sekolah. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) formal membutuhkan biaya mahal, sehingga PAUD nonformal merupakan pilihan. Penelitian ini bertujuan membandingkan kesiapan bersekolah anak yang mengikuti dan tidak mengikuti PAUD nonformal. Penelitian analitik komparatif dilakukan pada AprilOktober 2010. Subjek penelitian berusia 5-6 tahun dengan Intellegence Quotient 90-119 . Sebagian subjek mengikuti PAUD nonformal selama 6 bulan di kota Cimahi sedangkan sebagian lainnya tidak. Kesiapan bersekolah dinilai dengan Nijmeegse schoolbekwaamheids test (NST). Perbedaan kesiapan bersekolah kedua kelompok diuji dengan uji Mann-Whitney dan chisquare serta dilakukan wawancara dan observasi partisipasi. Pada 60 anak didapatkan skor kesiapan bersekolah kelompok anak yang mengikuti PAUD nonformal sebesar 87-105, sedangkan kelompok anak yang tidak mengikuti PAUD sebesar 81-101 (p= 0,299). Tingkat kesiapan bersekolah pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p=0,734). Pada 10 variabel NST yang ditelaah terpisah diperoleh 3 variabel yang berbeda bermakna, yaitu menulis halus (p=0,001), ketajaman pengamatan (p=0,027), dan menggambar orang (p=0,003). Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna secara statistik antara kesiapan bersekolah anak yang mengikuti PAUD nonformal dibandingkan dengan yang tidak mengikuti. Penyelenggaraan PAUD belum memenuhi Standar Pendidikan Anak Usia Dini sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. J Indon Med Assoc. 2011;61:352-7. Kata kunci: kesiapan bersekolah, Nijmeegse schoolbekwaamheids test, pendidikan anak usia dini
352
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 9, September 2011
Kesiapan Bersekolah Antara Anak yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini
The Difference of School Readiness Between Children Attending and Not Attending Non-Formal Early Childhood Education Dewi Setiawati, Enny Harliany Alwi, Alex Chairulfatah Department of Pediatrics, Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran/ Hasan Sadikin Hospital, Bandung
Abstract: Early childhood education plays an important role for children to meet the schools curriculum. Since the formal education is very expensive, the non-formal early childhood education is preferred. The aim of our study was to compare school readiness between children attending and not attending non-formal early childhood education. Comparative analytical study was conducted in April-October 2010. Sixty children aged 5-6 years old with Intellegence Quotient 90119, have or not attendend early childhood education for 6 months, and live with their parents in Cimahi were enrolled. School readiness was assessed by Nijmeegse schoolbekwaamheids test (NST) and the difference between two groups was tested with the Mann-Whitney and chi square test. Interviews and participatory observation were also performed. The range of NST scores in early childhood education group was 87-105 and in non-PAUD was 81-101 (p=0.299). There were no differences of school readiness between two groups (p=0.734). Three variables among ten of NST analysed separately: fine motor, observational acquity and drawing people were significantly different (p=0.001, p=0.027, and p=0.003). There were no significant differences in terms of school readiness between children who attended and not attended non-formal early childhood education. The implementation of early childhood education has not met the standard of early childhood education. J Indon Med Assoc. 2011;61:3527. Keywords: school readiness, Nijmeegse schoolbekwaamheids test, early childhood education.
Pendahuluan Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) secara garis besar terbagi menjadi tiga, yaitu jalur formal berupa Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat, yaitu jalur nonformal. Jalur nonformal termasuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat, sedangkan jalur informal adalah pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.1 Kebutuhan akan pendidikan usia dini dibuktikan oleh hasil-hasil penelitian terbaru yang menyimpulkan bahwa perkembangan intelektual terjadi sangat pesat pada tahuntahun awal kehidupan anak, yaitu lima tahun pertama.2-7 Perkiraan jumlah anak usia 0-6 tahun pada tahun 2011 adalah 30,2 juta anak. Target sasaran untuk PAUD formal berjumlah sebesar 5,85 juta (19,37%) dan PAUD nonformal 12,85 juta (38,5%). Pada tahun 2009, angka anak usia 2-4 tahun yang mengikuti PAUD nonformal baru berjumlah sekitar 1,3 juta (12,6%).8,9 Hasil penelitian di Inggris menyebutkan kemampuan berbahasa, membaca, dan berhitung anak berusia 3 dan 4 tahun yang mengikuti pendidikan anak usia dini lebih baik daripada yang tidak mengikuti,10 sedangkan penelitian di J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 9, September 2011
Amerika Serikat menunjukkan bahwa pendidikan anak usia dini memberikan dampak jangka pendek berupa peningkatan Intellegence Quotient dan jangka panjang berupa peningkatan angka penyelesaian sekolah.11 Di Indonesia, menurut hasil penelitian Balitbang Depdiknas (1999) tingginya angka mengulang di kelas awal SD (kelas 1: 13% dan kelas 2: 8%) diduga disebabkan oleh lemahnya pembinaan anak pada masa usia dini.12 Kondisi sosioekonomi masyarakat Indonesia tidak memungkinkan semua anak usia dini mampu mengikuti PAUD formal, sehingga PAUD nonformal saat ini merupakan pilihan bagi kebanyakan anak di Indonesia. Namun demikian, belum ada penelitian yang menilai hasil PAUD nonformal yang sedang berkembang di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kesiapan bersekolah antara anak yang mengikuti PAUD nonformal dan yang tidak mengikuti PAUD. Metode Penelitian dilakukan di PAUD Cerdas Ceria 1 dan 2 kota Cimahi pada bulan April-Oktober 2010. Subjek penelitian adalah anak usia 5-6 tahun yang mengikuti PAUD nonformal maupun tidak, berada di kota Cimahi, dan orangtua/walinya bersedia mengikutsertakan anaknya dalam penelitian setelah diberi penjelasan (informed consent). Kriteria inklusi adalah anak yang tinggal bersama orangtua, memiliki IQ 90-119, 353
Kesiapan Bersekolah Antara Anak yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini mengikuti PAUD nonformal selama >6 bulan, dan tidak mengikuti PAUD bagi kelompok pembanding. Kriteria eksklusi adalah anak dengan gangguan gizi berat, terdapat kelainan pendengaran dan penglihatan, atau terdapat kelainan mental emosional. Besar sampel untuk masingmasing kelompok adalah 30 subjek karena ketersediaan subjek di lapangan dan untuk memenuhi syarat besar sampel yang dapat dianalisis.13 Metode penelitian yang digunakan adalah potong silang dengan studi analitik komparatif. Pemilihan sampel dilakukan secara cluster sampling dan random. Semua anak berusia 5-6 tahun yang bersekolah di PAUD nonformal kota Cimahi digolongkan ke dalam kelompok pertama, dan anak berusia 5-6 tahun di kota Cimahi yang tidak mengikuti PAUD sebagai kelompok kedua/pembanding. Pada masing-masing kelompok dicatat karakteristik orangtua dan guru. Penilaian yang dipergunakan untuk menilai kesiapan bersekolah pada penelitian ini adalah Nijmeegse schoolbekwaamheids test (NST) yang cukup sahih dan dapat diandalkan untuk dapat digunakan di Indonesia.14,15 Hasil tes ini dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu 70-88 (belum matang), 89-94 (meragukan), dan 95-130 (matang).16 Selain itu, dilakukan wawancara dan observasi partisipasi dengan kepala sekolah dan guru mengenai karakteristik guru dan pelaksanaan proses pembelajaran di tempat penelitian. Kemaknaan hasil uji statistik ditentukan berdasarkan nilai p 0,05. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi- square dan uji Mann-Whitney. Untuk menganalisis hasil wawancara dan observasi partisipasi dilakukan analisis secara kualitatif. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung. Hasil Penelitian Pada pemeriksaan terhadap 130 anak usia 5-6 tahun didapatkan 60 anak yang memenuhi kriteria penelitian, masing-masing 30 anak pada kelompok PAUD nonformal maupun pada kelompok yang tidak mengikuti PAUD nonformal. Pada umumnya anak laki-laki lebih banyak Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan PAUD Nonformal dan NonPAUD Kelompok PAUD nonformal Non-PAUD (n=30) (n=30) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Usia (tahun) 5 6 Tingkat kecerdasan Median Rentang
354
16 14
16 14
25 5
27 3
102 90-120
99,5 91-119
daripada perempuan. Usia sebagian besar anak adalah 5 tahun dengan median tingkat kecerdasan berada pada tingkat kecerdasan rata-rata (Tabel 1). Pada karakteristik orangtua, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada pendidikan ibu, pekerjaan ibu, usia ibu, pendidikan ayah, usia ayah, maupun jumlah anak dalam keluarga antara kelompok PAUD dan non-PAUD (Tabel 2). Tabel 2. Karakteristik Orangtua Subjek yang Berhubungan dengan Penilaian Kesiapan Bersekolah pada Kelompok PAUD Nonformal dan Non-PAUD Kelompok Nilai p PAUD nonformal Non-PAUD (n=30) (n=30) Pendidikan ayah SD SMP SMA PT Pendidikan ibu SD SMP SMA PT 1 1 Pekerjaan ayah Tidak bekerja Bekerja Pekerjaan ibu IRT Bekerja Usia ayah Rerata (x) Usia ibu Rerata(x) Jumlah anak Median Rentang
3 9 15 3
4 8 17 4
0,723*
4 9 16
3 18 8
0,121*
0 30
0 30
1,000*
27 3
29 1
0,612*
38,7 (5,8)
38,0 (5,9) 0,655 #
34,5 (6,4)
34,3 (6,4) 0,984 #
2 1-6
Keterangan: *Fisher’s exact,
#
t-test
2 1-4 @
0,076 @
Uji Mann-Whitney
Tabel 3. Skor NST Subjek Penelitian berdasarkan Kelompok PAUD Nonformal dan Non-PAUD
Skor
Rerata (SB) Median Rentang
Kelompok Nilai p PAUD nonformal Non-PAUD ( n=30) (n=30) 94,2 4,7 93 87-105
92,5 4,4 93 81-101
0,299*
Keterangan: *Uji Mann-Whitney
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok baik untuk kesiapan bersekolah maupun tingkat kesiapan bersekolah (tabel 3 dan 4). Lebih dari setengah anggota kelompok baik pada pada kelompok yang mengikuti PAUD maupun tidak mengikuti PAUD memiliki tingkat kesiapan bersekolah yang matang. Jika melihat komponen Nijmeegse schoolbekwaamheids test (NST), J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 9, September 2011
Kesiapan Bersekolah Antara Anak yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini Tabel 4. Tingkat Kesiapan Bersekolah Subjek Penelitian Berdasarkan Kelompok PAUD Nonformal dan NonPAUD Kesiapan bersekolah
Matang Diragukan Belum matang
Kelompok PAUD nonformal Non-PAUD (n=30) (n=30) 17 8 5
17 6 7
Nilai p
0,734*
Keterangan: *Uji chi square
Diskusi Penelitian ini menunjukkan bahwa kesiapan bersekolah dan tingkat kesiapan bersekolah antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna (tabel 3 dan 4). Faktor-faktor yang berhubungan dengan penilaian kesiapan bersekolah meliputi pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, usia orangtua, dan jumlah anak tidak berbeda bermakna sehingga faktor-faktor tersebut tidak mempengaruhi analisis kesiapan bersekolah. Tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok dapat disebabkan oleh faktor kualitas layanan
Tabel 5. Sepuluh Aspek Perkembangan yang Dinilai dari NST pada Kelompok PAUD Nonformal dan Non-PAUD
Aspek
Pengamatan dan kemampuan membedakan Motorik halus Pengertian tentang besar, jumlah dan perbandingan Ketajaman pengamatan Pengamatan kritis Konsentrasi Daya ingat Pengertian tentang objek dan penilaian terhadap situasi Memahami cerita Gambar orang
Ikut PAUD nonformal (n=30) Belum Ragu Matang Matang
non-PAUD (n=30) Belum Ragu Matang Matang
Nilai p
1 (1/30) 3 (3/30) 5 (5/30) 0 (0) 4 (4/30) 0 (0) 6 (6/30) 10 (10/30)
2 (2/30) 15 (15/30) 9 (9/30) 1 (1/3) 4 (4/30) 1 (1/30) 2 (2/30) 9 (9/30)
(23/30) (11/30) (15/30) (26/30) (21/30) (24/30) (21/30) (12/30)
0,218 0,001* 0,217 0,027* 0,858 0,776 0,314 0,759
14 (14/30) 2 (2/30)
1,000 0,003*
2 (2/30) 3 (3/10) 6 (6/30) 0 (0) 6 (6/30) 6 (6/30) 4 (4/30) 9 (9/30)
27 (27/30) 24 (24/30) 19(19/30) 30 (30/30) 20 (20/30) 24 (24/30) 20 (20/30) 11(11/30)
7 (7/30) 8 (8/30) 15 (15/30) 9 (9/30) 13 (13/30) 8 (8/30)
5 4 6 3 5 5 7 9
(5/30) (4/30) (6/30) (3/10) (5/30) (5/30) (7/30) (9/30)
6 (6/30) 10 (10/30) 20 (20/30) 8 (8/30)
23 11 15 26 21 24 21 12
Keterangan: *uji Chi-square trend (uji 2 pihak)
terdapat perbedaan yang bermakna dari skor kesiapan bersekolah di antara kelompok PAUD nonformal dan kelompok nonPAUD berdasarkan penilaian 3 aspek perkembangan yang diteliti, yaitu menulis halus, ketajaman pengamatan, dan menggambar orang (tabel 5).
Tabel 6. Kualifikasi Guru PAUD Nonformal Cerdas Ceria 1 dan Cerdas Ceria 2 Usia (tahun)
Tingkat Pendidikan
Pelatihan PAUD
70 46 52 36 37 32
SPG SMA SMEA SMA PGA SMEA
Ya Ya Ya Ya Ya Tidak
35 30 32 31 33
PGTK SMA SMA SMA S1
Ya Ya Ya Ya Ya
PAUD Cerdas Ceria 1
Hasil Wawancara dan Observasi Partisipasi Wawancara dilakukan pada 11 orang guru PAUD Cerdas Ceria 1 dan Cerdas Ceria 2 serta observasi partisipasi. Lama belajar di kedua PAUD adalah dua jam sehari selama tiga kali seminggu. Rasio guru dan murid di PAUD Cerdas Ceria 1 adalah 1:14, sedangkan di PAUD Cerdas Ceria 2 adalah 1:19. Pada saat penelitian dilakukan, belum ada Rencana Kegiatan Harian (RKH) atau Rencana Kegiatan Mingguan (RKM) sehingga kegiatan berdasarkan program yang ditentukan oleh masing-masing guru dan tidak terprogram. Alat permainan berupa mainan luar ruang dan mainan dalam ruang yang berasal dari bantuan pemerintah dan swadaya masyarakat. Sumber pendanaan berasal dari iuran orangtua murid Rp10 000,00 per siswa setiap bulan, namun hanya 70% orangtua murid yang mampu membayar. Bantuan dari pemerintah yang pernah diterima berupa uang (Rp12 500 000 untuk PAUD Cerdas Ceria 1 dan Rp7 500 000 untuk Cerdas Ceria 2) dan alat permainan edukasi. Honor yang diterima oleh guru Rp50 000 per orang per bulan. Kualifikasi guru PAUD Cerdas Ceria 1 dan 2 dapat dilihat pada tabel 6. J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 9, September 2011
PAUD Cerdas Ceria 2
PAUD nonformal tempat penelitian. Berdasarkan wawancara dan observasi partisipasi ditemukan bahwa penyelenggaraan PAUD belum memenuhi Standar Pendidikan Anak Usia Dini sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Secara kualitas, layanan PAUD di Indonesia belum dapat diukur mengingat belum pernah ada penelitian tentang hal ini sebelumnya. Hampir semua guru berpendidikan SMA/ sederajat (tabel 6). Berdasarkan PP Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009, individu yang memiliki kualikasi akademik setingkat SMA atau 355
Kesiapan Bersekolah Antara Anak yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini sederajat dan memiliki sertifikat pelatihan kursus PAUD yang terakreditasi hanya dikategorikan sebagai guru pendamping dan pengasuh PAUD, bukan sebagai guru utama.16 Ditinjau dari lama layanan pendidikan, layanan PAUD di kelompok bermain harus berkisar sekitar 2,5 jam/hari dengan frekuensi pertemuan 3-6 kali per minggu.17 Di PAUD tempat berlangsungnya penelitian ini, pertemuan dilakukan 3 kali per minggu dengan waktu pertemuan 2 jam. Rasio antara jumlah pendidik dengan anak didik di Indonesia telah dianggap cukup baik, yaitu 1:12.17 Pada PAUD yang telah diakreditasi di Florida Amerika Serikat, rasio pendidik dan anak didik pada kelompok usia 3-5 tahun adalah 1:10.18 Rasio antara pendidik dan anak didik di PAUD tempat penelitian ini berlangsung masih kurang, yakni 1:14 di Cerdas Ceria 1 dan 1:19 di Cerdas Ceria 2. Dengan rasio ini sistem pembelajaran bersifat klasik, sedangkan untuk mendapatkan hasil yang baik maka sebaiknya sistem pembelajaran harus bersifat individual (berfokus pada anak). Pada PAUD yang diamati, alat permainan yang dimiliki hanya seadanya dengan jumlah yang kurang memadai untuk seluruh anak. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada beberapa PAUD di Indonesia bahwa layanan yang telah ada belum dimanfaatkan secara optimal dan diduga belum memberikan hasil yang optimal dalam meningkatkan kualitas anak Indonesia.17 Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang standar pendidikan anak usia dini, terdapat tingkattingkat perkembangan yang dapat dicapai anak melalui aktualisasi potensi semua aspek perkembangan, namun hal tersebut bukan merupakan suatu tingkat pencapaian akademik. Ada tuntutan dari orangtua yang menitipkan anak di PAUD bahwa lulusan PAUD harus sudah dapat membaca dan berhitung sehingga menyebabkan adanya perubahan orientasi pengajar PAUD. Pengajar PAUD lebih menitikberatkan pada upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca dan menulis sehingga telah bergeser dari tujuan yang sebenarnya. Permasalahan lain yang sangat berperan terhadap berhasil tidaknya program PAUD adalah pendanaan. Kesejahteraan guru PAUD yang belum terjamin dapat mempengaruhi kinerja guru. Kekurangan penelitian ini adalah penentuan ada tidaknya penyimpangan mental emosional pada subjek yang tidak menggunakan alat skrining, tetapi hanya berdasarkan anamnesis kepada orangtua dan guru PAUD. Hal tersebut dapat menyebabkan diikut sertakannya anak dengan masalah mental emosional dalam penelitian ini dan mempengaruhi hasil kesiapan bersekolah. Daftar hadir anak-anak yang mengikuti PAUD pada penelitian ini tidak dapat dilihat sehingga tidak dapat diketahui rutinitas mereka dalam mengikuti PAUD. Hal itu juga dapat mempengaruhi hasil kesiapan bersekolah. Penentuan kriteria lama belajar di PAUD selama enam bulan dengan waktu belajar tiga kali dua jam per minggu mungkin belum cukup untuk memberikan kontribusi yang bermakna pada kesiapan bersekolah. Meskipun demikian, pada 10 356
variabel NST yang ditelaah secara terpisah diperoleh 3 variabel yakni menulis halus, ketajaman pengamatan, dan menggambar orang yang berbeda bermakna. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan karena ketiga variabel tersebut merupakan materi yang diajarkan di PAUD tempat penelitian berlangsung sehingga anak yang mengikuti PAUD memiliki kematangan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengikuti PAUD. Kesimpulan Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kesiapan bersekolah antara anak yang mengikuti dan tidak mengikuti PAUD nonformal, namun terdapat 3 dari 10 variabel NST yang berbeda bermakna. Untuk mencapai tujuan program PAUD dalam meningkatkan kesiapan bersekolah, maka penjaminan mutu dari program PAUD nonformal harus diterapkan. Daftar Pustaka 1. 2. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12. 13.
14.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Syarief H. Pengembangan anak dini usia memerlukan keutuhan. J PADU. 2002;1:9-22. Newberger J. New brain development research-a wonderful window of opportunity to build public support for early childhood education. J Young Child. 1997;52(4):4-9. Huttenlocher PR, Kolb B, Black JE, Gibb R, Dallison A, Greenough WT, et al. The role of early experience in infant development. Chicago: Johnson & Johnson Pediatric Institute Pediatric Round Table Series; 1999. Needleman RD. Growth and development. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics. 17th Ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p. 23-57. Halfon N, Shulman E, Hochstein M. Brain development in early childhood. Building community system for young children (cited 2010 December 1). Available from: http://www.healthychild. ucla.edu/Publications/Documents/halfon.health.dev. pdf Eickmann SH, Guerra MQ, Lima AC, Lira P, Huttly SR, Ashworth A. Improved cognitive and motor development in a communitybased intervention of psychososial stimulation in northest Brazil. Dev Med Child Neurol. 2003;45:536-41. Direktorat pendidikan anak usia dini. Mengenal pendidikan anak usia dini di Indonesia (cited 2011 January 5). Available from: http://www.paud. kemdiknas.go.id/index.php/menu-utama/berita/ 671-mengenal-pendidikan-anak-usia-dini-di-indonesia. BKKBN. Pada 2009, layanan PAUD harus mencapai 39% (cited 2011 January 7). Available from: http://www.bkkbn.go.id/Webs/ index.php/rubrik/detail/143. Melhuish T. Why early intervention: 2006 (cited 2009 March 30). Available from: http://www.community.nsw.gov.au/docswr/ assets/main/documents/early_ intervention/why_early_intervention.pdf. Kevin MG. Early childhood education: a meta-analytic affirmation of the short- and long- term benefits of educational opportunity. School Psy Quart. 2001;16(1):9-30. Fasli J. Pendidikan Anak Dini Usia, pendidikan yang mendasar. J PADU. 2002;1:4-8. Parel P, Christina P. Sampling design and procedures: papers on survey research methodology. 1st Ed. New York: The Agricultural Development Council; 1973. Monks FJ, Knoers AMP, Haditono SR. Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogjakarta: Universitas
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 9, September 2011
Kesiapan Bersekolah Antara Anak yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini Gadjah Mada Press; 2002. 15. Handadari W. Uji validitas dan reliabilitas tes NST (cited 27 Januari 2011). Available from: http://adln.lib.unair.ac.id/go. php?id=jiptunair-gdl-res-1998-handadari2c-533-school& PHPSESSID=24f66e3a227e2ff7 4900 c12c42e9cc39 16. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 9, September 2011
17. Hadjam NR. Peningkatan mutu pendidikan anak usia dini melalui pembelajaran holistik. J PAUD. 2005;1:3-30. 18. Musnir DM. Pengalaman bersama Creative School di Tallahassee Florida. J PAUD. 2002;2:38-41. FS
357