Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 3, Desember 2014
PROFIL KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK KELAS 1 SD ANTARA YANG PERNAH MENGIKUTI PAUD DENGAN YANG TIDAK MENGIKUTI PAUD Anggita Indah Pratiwi¹, Rita Mariyana²
[email protected] Program Studi PGPAUD Jurusan Pedagogik FIP UPI ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil keterampilan sosial antara anak yang mengikuti PAUD dengan anak yang tidak mengikuti PAUD. Oleh karena itu metode yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari kota Bandung tahun ajaran 2014/2015 dengan jumlah sampel sebanyak 247 anak, yang terdiri dari 175 anak yang mengikuti PAUD dan 72 anak yang tidak mengkuti PAUD. Teknik pengambilan sampel menggunakan disproportional stratisfied random sampling dikarenakan data populasi berstrata tetapi tidak proporsional. Instrumen pengumpulan data berupa angket Preschool and Kindergarten Behaviour Scale (PKBS) yang diadopsi oleh Sukma (2009) dari Meller. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Profil keterampilan sosial pada anak yang mengikuti PAUD berada dalam kategori tinggi dengan jumlah persentase 50,86%, sedangkan pada anak yang tidak mengikuti PAUD berada dalam kategori sedang dengan jumlah persentase 56,94%; 2) Jika dilihat dari aspeknya profil keterampilan sosial anak yang mengikuti PAUD berada pada kategori tinggi dalam aspek kerjasama sosial (54,28%) dan kemandirian sosial (51,43%) serta berada dalam kategori sedang pada aspek interaksi sosial (57,14%), sedangkan pada anak yang tidak mengikuti PAUD berada pada kategori sedang pada aspek interaksi (56,94%) dan kemandirian sosial (63,89%) serta berada pada kategori tinggi pada aspek kerjasama sosial (47,23%). Kata Kunci: Keterampilan Sosial Anak, Anak yang Mengikuti PAUD, Anak yang Tidak mengikuti PAUD
ABSTRACT
the children who attended an early childhood program and those who did not. For this purpose, the method in use is quantitative and descriptive in nature. As many as 247 first grade students of elementary school were involved in the study. Of this figure, 175 students attended the early childhood program, and 72 students did not. Research subjects were selected in a stratified and random way as they were stratified and not proportional. Preschool and Kindergarten Behaviour Scale (PKBS) developed by Miller and adopted by Sukma (2009) was used. Findings show that (1) the social skills profile of children with preschool admission were at high category of 50.86%, while the children without preschool admission were at middle category of 56.94%; (2) Viewed from its aspects, the social skills profile of children with preschool admission was at high category of social collaboration (54.28%) and social independence (51.43%) and at middle category of social interactions (57.14%), while those who were admitted to preschool program were at middle category of social interactions (56.94%) and social independence (63.89%), and at high category of social collaboration. Keyword: Social skill, children with preschool admission, children without preschool admision.
238
Anggita Indah Pratiwi & Rita Mariyana, Profil Keterampilan Sosial
Pendahuluan Secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai mahluk sosial (zoon politicon) (Plato, dalam Nugraha dan Rachmawati, 2004), sehingga manusia berupaya untuk menciptakan hubungan sosial yang sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungannya, tidak terkecuali anak usia dini yang juga merupakan mahluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Hal ini menunjukkan keterampilan sosial pada masa anak-anak sangat penting dan perlu diperhatikan dalam pendidikan anak. Keterampilan sosial yang dimaksd adalah proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni dalam keluarga, budaya, bangsa, dsb (Muhibin dalam Nugraha dan Rachmawati, 2004). Keterampilan pada anak usia dini dapat di tingkatkan dengan memberikan stimulasi. Umumnya anak yang mendapat stimulasi secara terus menerus akan lebih pesat keterampilan sosialnya dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan stimulasi (Soerjiningsih dalam Rahmathusofa, 2010). Pemberian stimulasi dapat dilakukan dengan dua cara; pertama melalui lingkungan keluarga, dan kedua melalui lingkungan sekolah, dimana lingkungan sekolah dapat menjadi salah satu lingkungan sosial yang membantu anak dalam mencapai kematangan sosialnya (Yusuf, 2011). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu pendidikan yang dapat meningkatkan keterampilan sosial yang didapatkan anak pada usia awal. Dalam penelitian Clarke dan Fein (dalam Astuti, 2009) menunjukkan bahwa anak-anak yang sejak dini mengikuti program pendidikan (taman kanakkanak) mereka lebih mandiri, berkompeten dan dewasa secara sosial, dalam arti mereka lebih percaya diri, dapat mengekspresikan diri secara verbal, mengetahui dunia sosial, bisa menyesuaikan diri dengan keadaan sosial yang menyenangkan serta keadaan yang tidak menyenangkan. Berdasarkan paparan diatas terlihat bahwa PAUD dapat digunakan sebagai salah
satu lembaga yang dapat mengingkatkan keterampilan sosial anak. Namun berdasarkan data dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, 2010) jumlah anak yang memasuki PAUD masih rendah dari jumlah populasi anak di Indonesia. Salah satu alasan orangtua tidak memasukkan anaknya ke PAUD diduga seperti yang tertulis dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pada pasal 28 ayat 1 bagian penjelasan “pendidikan anak usia dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar”, pernyataan inilah yang memperkuat persepsi masyarakat mengenai tidak adanya aturan pasti memasuki sekolah dasar haruslah melalui jenjang PAUD. Berdasarkan permasalahan diatas melalui penelitian ini, peneliti akan memaparkan secara empiris mengenai profil keterampilan sosial antara anak yang mengikuti jenjang PAUD dengan yang tidak melalui jenjang PAUD. Adapun yang dimaksud dengan anak yang mengikuti PAUD dalam penelitian ini dibatasi hanya anak yang mengikuti PAUD formal saja yaitu Taman Kanak-kanak (TK). TK merupakan lembaga PAUD yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Metode Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskritif. Metode tersebut digunakan untuk menggambarkan objek ysng diteliti sesuai dengan apa adanya yaitu bagaimana keterampilan sosial anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Variabel independen yaitu anak yang mengikuti PAUD dan yang tidak mengikuti PAUD. 2. Variabel dependen yaitu keterampilan sosial Penelitian ini mengambil lokasi SD di kecamatan Rancasari kota Bandung. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 1 SD dengan jumlah 247 anak 239
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 3, Desember 2014
diantaranya 175 anak yang mengikuti PAUD dan 72 anak yang tidak mengikuti PAUD. Teknik pengambilan sampel menggunakan disproportional stratisfied random sampling, dikarenakan data populasi berstrata tetapi tidak proporsional. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen Preschool and Kindergarten Behaviour Scale (PKBS) atau skala perilaku anak Prasekolah dan anak Taman Kanak-kanak yang diadopsi oleh Sukma (2009) dari Meller. Instrumen PKBS terdiri dari 42 item soal dan terdapat 3 aspek yaitu kerjasama sosial, keterampilan sosial dan kemandirian sosial. Meskipun instrumen PKBS telah memiliki validitas dan realibilitas yang tinggi namun peneliti akan melakukan uji validitas konstruksi dan realibilitas item ulang dengan menguji kepada 30 anak. Analisis validitas konstruksi dilakukan dengan mengkorelasikan skor butir item dengan skor total penggunaan teknik korelasi product moment dengan bantuan SPSS version 17.0 for windows. Berdasarkan uji validitas diperoleh jumlah item yang akan digunakan untuk penelitian yaitu dari 34 item soal menjadi 23 item soal, sedangkan uji reliabilitas diperoleh angket keterampilan sosial termasuk kedalam
kategori tinggi karena nilai alpha Cronbach sebesar 0,799 berada diantara reng 0,61-0,80 dalam kategori tinggi. Hasil dan Pembahasan 1. Profil Tingkat Keterampilan Sosial Anak Kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang Mengikuti PAUD dan tidak mengikuti PAUD Berdasarkan hasil penelitian terhadap 175 anak yang mengikuti PAUD, didapatkan bahwa keterampilan sosial anak yang berada pada kategori tinggi berjumlah 89 anak, kategori sedang berjumlah 84 anak dan kategori kurang berjumlah 2 anak. Sedangkan hasil penelitian terhadap 72 anak yang tidak mengikuti PAUD, didapatkan bahwa keterampilan sosial anak yang berada pada kategori tinggi berjumlah 27 anak, kategori sedang berjumlah 41 anak dan kategori kurang berjumlah 4 anak. Dalam penelitian profil keterampilan sosial anak yang mengikuti dan tidak mengikuti PAUD ini tidak terdapat anak yang memiliki kategori sangat kurang. Adapun untuk lebih jelas profil keterampilan sosial yang kelompokkan berdasarkan kategorinya dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Profil Keterampilan Sosial Anak Kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang Mengikuti PAUD dan Tidak Mengikuti PAUD Berdasarkan Kategori Kategori
Tinggi Sedang Kurang Sangat kurang Jumlah
Interval 75 – 92 57 – 74 40 – 56 23 – 39
Frekuensi PAUD Tidak PAUD 89 27 84 41 2 4 0 0 175 72
Bila digambarkan dalam bentuk grafik, maka profil keterampilan sosial berdasarkan kategori tersebut disajikan seperti pada grafik 1. Pada grafik 1 menjelaskan bahwa persentase tingkat keterampilan sosial anak 240
Persentase PAUD Tidak PAUD 50,86 37,50 48,00 56,94 1,14 5,56 0,00 0,00 100,00 100,00
kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari antara yang mengikuti PAUD dengan yang tidak mengikuti PAUD. Jumlah persentase anak yang mengikuti PAUD paling banyak adalah 50,86% yaitu berada pada kategori tinggi,
Anggita Indah Pratiwi & Rita Mariyana, Profil Keterampilan Sosial
60
56.94 50.86
48
Tinggi
50
Sedang
37.5
40
Kurang Sangat Kurang
30 20 10
5.56 1.14
0
0
0 Mengikuti PAUD
Tidak Mengikuti PAUD
Grafik 1. Profil Keterampilan Sosial Anak Kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang Mengikuti PAUD Berdasarkan Kategori diikuti kategori sedang sebesar 48% dan kategori kurang sebanyak 1,14% . Sedangkan persentase tingkat keterampilan sosial anak
yang tidak mengikuti PAUD paling banyak adalah 56,94% yaitu berada pada kategori sedang dan persentase tingkat keterampilan sosial yang paling sedikit yaitu 5,56% berada pada kategori kurang. Dari keterangan tersebut tidak terdapat keterampilan sosial berkategori sangat kurang. 2. Profil Tingkat Keterampilan Sosial Anak Kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang Mengikuti PAUD dan Tidak Mengikuti PAUD Berdasarkan Aspek Berdasarkan hasil penelitian profil tingkat keterampilan sosial anak kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan aspeknya yang dikelompokkan berdasarkan kategorinya maka diperoleh hasil seperti pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Profil Aspek Keterampilan Sosial Anak Kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang Mengikuti PAUD dan Tidak Mengikuti PAUD Berdasarkan Kategori
No
Aspek
1.
A1 Kerjasama Sosial
2.
3.
Kategori
Tinggi Sedang Kurang Sangat kurang A2 Tinggi Interaksi Sedang Sosial Kurang Sangat kurang A3 Tinggi Kemandirian Sedang Sosial Kurang Sangat kurang
Interval 26 – 32 20 – 25 14 – 19 8 – 13 30 – 36 23 – 29 16 – 22 9 – 15 21 – 24 16 – 20 11 – 15 6 – 10
Adapun bila digambarkan dalam bentuk grafik, maka profil keterampilan sosial berdasarkan aspek tersebut dapat disajikan seperti pada grafik 2. Berdasarkan pada grafik 2 diperoleh bahwa persentase tertinggi keterampilan sosial berdasarkan aspek kerjasama sosial berada pada kelompok anak yang mengikuti PAUD dengan jumlah persentase 54,28%, sedang 40,57%, kurang 4,58% dan sangat
PAUD 95 71 8 1 63 100 12 0 90 82 2 1
Frek. Tidak PAUD 34 31 7 0 17 41 13 1 24 46 2 0
Persentase PAUD Tidak PAUD 54,28 47,23 40,57 43,05 4,58 9,72 0,57 0,00 36,00 23,61 57,14 56,94 6,86 18,06 0,00 1,39 51,43 33,33 46,86 63,89 1,14 2,78 0,57 0,00
kurang 0,57%. Sedangkan kelompok anak yang tidak mengikuti PAUD memperoleh persentase tertinggi yaitu 47,23% berada pada kategori tinggi, 43,05% kategori sedang, 9,72% kategori kurang dan tidak memiliki persentase pada kategori sangat kurang. Sedangkan grafik profil keterampilan sosial berdasarkan aspek interaksi sosial dapat disajikan seperti pada grafik 3. Berdasarkan pada grafik 3 diperoleh 241
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 3, Desember 2014
bahwa persentase keterampilan sosial berdasarkan aspek interaksi sosial pada anak yang mengikuti PAUD dengan jumlah persentase kategori tinggi 36% , kategori sedang 57,14%, kurang 6,86% dan tidak memiliki kategori sangat kurang. Sedangkan kelompok anak yang tidak mengikuti PAUD memperoleh persentase yaitu 23,61% kategori tinggi, 56,94%, kategori sedang, 18,06%, kategori kurang dan 1,39 kategori sangat kurang. Pada grafik profil keterampilan sosial berdasarkan aspek kemandirian sosial dapat disajikan seperti pada grafik 4. Berdasarkan pada grafik 4 di atas diperoleh persentase keterampilan sosial berdasarkan aspek kemandirian sosial berada pada kelompok anak yang mengikuti PAUD dengan jumlah persentase kategori tinggi 51,43%, kategori sedang 46,86%, kurang 1,14% dan 0,57 pada kategori sangat kurang. Sedangkan kelompok anak yang tidak mengikuti PAUD memperoleh persentase 33,33% pada kategori tinggi, 63,89% kategori sedang, 2,78% kategori kurang dan tidak memiliki persentase pada kategori sangat kurang. Pembahasan 1. Profil Tingkat Keterampilan Sosial Anak Kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang Pernah Mengikuti PAUD Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai tingkat keterampilan sosial pada anak kelas 1 SD di kecamatan Rancasari kota Bandung tahun ajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa terdapat 50,86% responden anak yang mengikuti PAUD memiliki tingkat keterampilan sosial yang berada pada kategori tinggi. Artinya anak yang mengikuti PAUD lebih mudah untuk beradaptasi, bekerjasama, berinteraksi dengan orang lain baik itu teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Selain itu anak yang mengikuti PAUD lebih mandiri, percaya diri dan mampu menyesuaikan 242
Grafik 2 Profil Keterampilan Sosial Anak Kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 Antara yang Mengikuti PAUD dengan yang Tidak Mengikuti PAUD Berdasarkan Aspek Kerjasama Sosial
Grafik 3 Profil Keterampilan Sosial Anak Kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 antara yang Mengikuti PAUD dengan yang Tidak Mengikuti PAUD Berdasarkan Aspek Interaksi Sosial
Grafik 4 Profil Keterampilan Sosial Anak Kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 antara yang Mengikuti PAUD dengan yang Tidak Mengikuti PAUD Berdasarkan Aspek Kemandirian Sosial
Anggita Indah Pratiwi & Rita Mariyana, Profil Keterampilan Sosial
dirinya dalam kondisi yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan bagi dirinya. Sejalan dengan kondisi diatas, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Soetarno (dalam Widani, 2008) yang menyatakan bahwa anak yang pernah mengikuti pendidikan prasekolah, akan mampu melakukan penyesuaian yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti prasekolah. Selain penelitian yang dilakukan oleh Soetarno yang mengungkapkan keunggulan penyesuaian sosial dalam keikutsertaan pendidikan prasekolah, adapula penelitian yang memperkuat hasil temuan yang dikemukakan oleh peneliti yaitu menurut Clarke dan Fein (dalam Astuti, 2009) dalam penelitiannya mengenai peran PAUD terhadap keterampilan sosial yang menyatakan bahwa PAUD memberikan keunggulan dan keuntungan bagi anak, karena anak yang sedari dini mengikuti program pendidikan (taman kanak-kanak) mereka lebih mandiri, berkompeten dan dewasa secara sosial, dalam arti lebih percaya diri, mengetahui dunia sosial, mampu mengekspresikan diri, dapat menyesuaikan diri dengan keadaan sosial yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Pada aspek kerjasama sosial yang ditandai dengan kemampuan berperan serta dalam kegiatan kelompok, menjadi pendengar yang baik, menyesuaikan diri dengan temannya, dan menunjukkan kontrol diri. Sikap tersebut umumnya sudah dimiliki oleh anak yang mengikuti PAUD, hal tersebut diperkuat oleh pendapat Hurlock (2002) yang menyatakan bahwa anak-anak yang mengikuti pendidikan anak-anak sebelum Nursery School, kelompok bemain, pusat pengasuhan anak, atau taman kanak-kanak, biasanya mempunyai hubungan sosial yang telah ditentukan dengan anak-anak yang umurnya sebaya atau kelompoknya selain itu anak yang mengikuti pendidikan prasekolah mampu melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak
yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah. Terlihat dari hasil penelitian dimana 54,28% anak berada pada kategori tinggi, artinya anak yang mengikuti PAUD pada umumnya sudah bisa menunjukkan sikap kerjasama yang baik dengan teman sebayanya. Namun adapula anak yang belum mampu untuk bekerjasama secara kelompok karena sifat egosentris yang masih dimiliki anak walaupun dalam skala yang rendah. Pada aspek interaksi sosial, anak belajar untuk melakukan interaksi sosial baik itu dengan teman sebaya maupun dengan orang dewasa lainnya (guru). Berdasarkan data yang diperoleh pada umumnya anak yang mengikuti PAUD sudah bisa menunjukkan sikap untuk berinteraksi sosial secara baik. Sikap interaksi sosial tersebut ditandai dengan adanya kemampuan berpartisipasi dalam diskusi kelompok, meminta bantuan orang dewasa lain bila mana diperlukan, memahami tingkah laku anak lain, menenangkan anak lain yang sedang menangis atau marah, meminta maaf atas tingkah laku yang tidak sengaja membuat orang lain marah dan menunjukkan rasa sayang terhadap orang lain. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan yang menyatakan bahwa peran PAUD selain mengembangkan kemampuan kognitif anak juga mampu mengembangkan kemampuan sosial anak dimana anak mampu melakukan proses interaksi social yang melibatkan teman sebaya dan akan menyebabkan anak belajar menyadari keberadaan anak lain dan membuat sikap dan cara pandangnya egosentris yang lebih moderat (Hetheringtong dan Parke, 1999; Cohen dalam Istanti, 2008). Dari hasil penelitian pada anak yang berada pada kategori tinggi, artinya anak telah memiliki kemampuan tersebut dan akan sangat mudah diterima oleh temantemannya, sedangkan bagi anak yang berada pada kategori kurang maka biasanya anak akan sulit memperoleh teman karena selain hal tersebut berpengaruh pada perilaku sosialnya biasanya anak lainpun akan merasa 243
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 3, Desember 2014
tidak nyaman dengan keberadaan anak yang tingkat keterampilan sosialnya rendah. Apabila hal tersebut terjadi maka akan mempengaruhi perkembangan anak menjadi tidak lebih baik sehingga anak akan menjadi lebih tertutup karena tidak percaya diri. Pada aspek kemandirian sosial menunjukkan bahwa 51,43% anak yang mengikuti PAUD berada pada kategori tinggi, artinya anak tersebut sudah mampu bermain bersama dengan anak lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Yamin dan Sanan, 2010, hlm. 86) yang menyatakan bahwa kemandirian anak pada aspek sosial dapat ditunjukkan melalui kemampuan anak dalam mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung dengan orang lain. 2. Profil Tingkat Keterampilan Sosial Anak Kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang Tidak Pernah Mengikuti PAUD Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya keterampilan sosial anak yang tidak mengikuti PAUD berada pada kategori sedang. Sebanyak 37,5% anak yang sudah memenuhi ketiga sub aspek keterampilan sosial yang meliputi kerjasama sosial, interaksi sosial dan kemandirian sosial. Sedangkan 56,94% anak berada pada kategori sedang dan 5,56% berada pada kategori kurang. Anak memerlukan wadah yang mampu membantu proses pembentukkan standar perilaku. Bila potensi pada diri anak tidak pernah terealisasikan maka anak tersebut akan kehilangan peluang dan momentum penting dalam hidupnya. Melalui penelitian selama 36 tahun, Franz dan Mc. Clelland (1991) membuktikan bahwa kehidupan sosial orang dewasa sangat berhubungan dengan pengasuhan dimasa kanak-kanak. Pembelajaran yang diterima sejak usia dini melalui lembaga pendidikan akan sangat efektif dalam mengembangkan standar perilaku yang disampaikan berdasar pada acuan norma yang dianut bersama dan 244
didukung dengan penguatan-penguatan dari lingkungan sosial (Bandura, 1986). Berdasarkan teori dan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa orang tentang pengaruh PAUD terhadap keterampilan sosial anak, dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan sosial anak yang tidak mengikuti PAUD yang berada pada kategori sedang tersebut mungkin memang dikarenakan kurangnya pemberian stimulasi dan kurangnya melakukan pembiasaanpembiasaan bersosial. Sehingga anak yang tidak mengikuti PAUD mengalami keterlambatan perkembangan dan belum bisa bekerjasama, berinteraksi sosial dengan baik bahkan belum memiliki kemandirian sosial yang seharusnya sudah dimiliki sejak dini. Hasil temuan tersebut sejalan dengan teori Erickson (dalam Rahmathusofa, 2010) yang menjelaskan bahwa anak usia 4-5 tahun yang tidak mendapatkan pegasuhan akan menjadi pasif dan mengalami keterlambatan perkembangan. Menurut Erricson pada usia tersebut anak berada pada tahap inisiatif versus rasa bersalah. Tahap ini berhubungan dengan masa kanak-kanak awal, sekitar usia 3-5 tahun dan kebiasaan pasif dan keterlambatan tersebut akan terbawa serta berpengaruh pada usia berikutnya pada anak. Dan juga seperti yang diungkapkan oleh Roeser (dalam Izzaty R.A, 2007 ) yang mengatakan sesuai dengan konsep diatas bahwa perkembangan fungsi-fungsi emosi dan sosial anak banyak dipengaruhi oleh sistem sekolah Pada aspek kerjasama sosial, dari keseluruhan sampel yang diteliti menunjukkan bahwa anak yang tidak mengikuti PAUD 47,23% sudah memiliki kemampuan berperan serta dalam kegiatan kelompok, mengikuti aturan, menjadi pendengar yang baik, dan mampu menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Sedangkan 52,77% berada pada kategori sedang dan kurang. Sedangkan pada aspek interaksi sosial, ditemukan data yang diperoleh 75,99% didominasi oleh anak yang berada
Anggita Indah Pratiwi & Rita Mariyana, Profil Keterampilan Sosial
pada kategori sedang dan kurang. Dari data tersebut pada umumnya anak yang tidak mengikuti PAUD belum bisa menunjukkan sikap untuk berinteraksi sosial yang baik dengan teman sebayanya dan orang dewasa lainnya. Sikap interaksi sosial yang biasanya ditandai dengan kemampuan berpartisipasi, meminta maaf atas perbuatan yang membuat orang lain marah, menunjukkan rasa kasih sayang terhadap orang lain dan bisa menenangkan anak lain yang sedang marah. Bagi beberapa anak yang belum memiliki kemampuan tersebut mungkin akan sulit diterima dan disukai oleh teman-temannya, karena anak lain akan meraasa kurang nyaman saat berada dekat dengan ana yang belum memiliki kemampuan tersebut. Pada aspek ketiga yaitu kemandirian sosial, berdasarkan hasil data ditemukan bahwa anak yang tidak mengikuti PAUD belum memiliki kemandirian sosial yang baik, karena 76,67% anak yang tidak mengikuti PAUD berada dalam kategori sedang dan kurang, hanya 33,33% saja berada pada kategori tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan melalui pengisian angket ditemukan bahwa anak yang tidak mengikuti PAUD belum mampu dalam memenuhi indikator kemandirian sosial yang meliputi beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda, dapat memisahkan diri dari orang tua, bermain bersama dengan anak lainnya dan percaya diri. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil pemaparan dalam menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka data penelitian menghasilkan kesimpulan diantaranya yaitu profil keterampilan sosial anak kelas 1 SD di Kecamatan Rancasari Kota Bandung tahun ajaran 2014/2015 yang pernah mengikuti PAUD pada umumnya berada pada kategori tinggi yaitu 58,86%. Begitu juga pada keterampilan sosial berdasarkan aspeknya dimana ketiga aspek tersebut berada pada kategori tinggi. Berbeda dengan hasil
perhitungan profil keterampilan sosial anak yang tidak pernah mengikuti PAUD, pada umumnya berada pada kategori sedang yaitu dengan jumlah persentase 56,94%, begitupun keterampilan sosial berdasarkan aspeknya. Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, penulis memberikan saran demi kemajuan keterampilan sosial pada anak kelas 1 SD di kecamatan Rancasari Kota Bandung sebagai berikut : a. Bagi orang tua yaitu keterampilan sosal yang baik penting dimiliki oleh anak, oleh karena itu orang tua harus membantu anak dalam mengarahkan keterampilan sosial menjadi lebih positif seperti memberikan stimulasi yang lebih baik untuk perkembangan keterampilan sosial anak. Hal tersebut perlu dilakukan karena anak yang memiliki tingkat keterampilan sosial yang rendah akan berpengaruh pada masa dewasanya, seperti dalam adapatasi sosial jangka panjang serta perkembangan akademik dan kognitifnya. b. Bagi institusi lembaga pendidikan khususnya program studi PGPAUD diharapkan dapat memberikan perhatian dalam meningkatkan keterampilan sosial anak dengan memberikan informasi yang tepat kepada mahasiswa mengenai peran PAUD dalam keterampilan sosial. c. Bagi penelitian selanjutnya yaitu hasil penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau informasi baru bagi para peneliti selanjutnya. Dan sebaiknya peneliti lebh menggali mengenai keterampilan sosial anak dan peran PAUD. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengembangkan penelitian sehingga dapat dimanfaatkan bagi dunia pendidikan Daftar Rujukan Astuti, E. T. (2009). Kemampuan bersosialisasi pada anak prasekolah ditinjau dari jenis pendidikannya. [Online]. Tersedia di: http://etd.eprints. ums.ac.id/3738/1/F100040123.pdf. 245
Edusentris, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 1 No. 3, Desember 2014
[Diakses 19 April 2014] Badan Pusat Statistik. (2012). Profil anak Indonesia 2012.Jakarta:CV. Miftahur Rizky Bandura, A. (1986). Self efficacy dalam V.S Ramachaurdan (Ed), Encyclopedia of human behaviour vol. 4. New York: Academic press [Online]. Tersedia di : http://www .des.emory.edu/mfp/BanEncy. html. [Diakses 12 Oktober 2014. Hetherington & Parke. (1999). Child psychology: a contemporary viewpoint, 5th (ed.1999). New York: McGraw-Hill Hurlock, E. Penerjemah Meitasari T dan Muslichah Z. (2002). Perkembangan anak jilid 1. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga Istanti, P.Y. (2008). Perbedaan keterampilan sosial antara anak yang bermain dengan permeinan yang bersifat soliter dengan anak yang bermain denganpermainan yang bersifat Kooperatif [Online]. Tersedia di : Tersedia Online : http:// www des.emory.edu/mfp/BanEncy.html. [Diakses : 12 oktober 2014] Izzati, R.E. (2007) mengenali permasalahan perkembangan anak usia dini tk. Buku ajar bidang pgtk. Jakarta : Direkorat
246
jendral Pendidian Tinggi Nugraha, A dan Rachmawati, Y. (2004). Metode pengembangan sosial emosional. Jakarta:Universitas Terbuka Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (2013). Universitas Pendidikan Indonesia Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 58. (2009). Standar pendidikan anak usia dini. Jakarta: Depdiknas Rahmatusofa, A & Herlina, T. S. (2010). Perbedaan perkembangan anak usia 4-5 tahun antara yang ikut paud dan tidak ikut paud di desa, kecamatan geneng, kab ngawi. Jurnal kesehatan. Vol 1. No.4, hlm 255 Widani, Septiana. (2008). Perbedaan perkembangan sosial anak tk usia 4-6 tahun antara tk dengan jam belajar fullday school dan tk dengan jam belajar bukan fullday school di kabupaten pati. Bandung : Skripsi tidak diterbitkan Yamin.M dan Sanan J.S (2010). Panduan pendidikan anak usia dini. Jakarta: Gaung Persada (GP). Press Jakarta Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya