BAB II METODE KARYAWISATA DAN KEAKTIFAN BELAJAR PADA PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
A.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1.
Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan dasar, yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. 1 Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal 1 butir 14, disebutkan bahwa PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pengasuhan,
pembimbingan
dan
pendidikan
untuk
membenatu
pertumbuhan dan perkembangan anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.2
1
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012),
2
Ibid., hlm.46.
hlm.45.
19
20
Setelah kelahiran sampai dengan usia sekitar 6 tahun, banyak terjadi perubahan yang luar biasa. Perubahan ini, misalnya, sebutan yang pada awalnya adalah bayi kemudian menjadi anak-anak; munculnya refleks-refleks yang merupakan dasar kepekaan terhadap stimulus, munculnya celoteh
yang akan berkembang menjadi
kemampuan berkomunikasi. Adapun usia setelah itu (lebih dari 6 tahun) sering disebut sebagai usia sekolah dimana anak sudah berkembang fisiknya sehingga membentuk tubuh yang proporsional, mampu berjalan, meloncat, berlari, mampu memegang pensil dengan baik, mampu berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa verbal, mampu memahami emosi yang dirasakan oleh orang lain berdasarkan bahasa tubuh yang ditunjukkan. Oleh karena itu, batasan pengertian anak usia dini adalah 0-6 tahun.3 2.
Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini Pada fase anak usia dini, karakteristik anak dapat dikategorikan berdasar tahap-tahap perkembangan. Berkaitan dengan aspek sosial dan emosi. Erikson membagi masa anak usia dini dalam tiga periode perkembangan, yaitu; a. Masa bayi (usia 0-18 bulan), sebagai tahap terbentuknya kepercayaan dasar versus ketidakpercayaan, dengan karakteristik berupa adanya kebutuhan dasar bayi yang harus dipenuhi oleh
3
Wiwien Dinar Pratisti, Psikologi Anak Usia Dini ( Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm. 55.
21
pengasuh yang tanggap dan peka agar terbentuk rasa kepercayaan yang akan menimbulkan rasa aman. b. Masa toddlers (usia 18 bulan- 3 tahun), sebagai tahap terbentuknya otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu, dengan karakteristik berupa adanya kemauan yang berasal dari diri anak sendiri, sehingga bayi mulai mengembangkan rasa otonomi atau kemandirian. Namun jika bayi terlalu dibatasi atau dihukum terlalu keras, bayi cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu. c. Masa awal kanak-kanak (tahun-tahun prasekolah; usia 3-6 tahun) sebagai tahap terbentuknya inisiatif versus rasa bersalah dengan karakteristik anak yang mulai mengembangkan berbagai aktivitas dan perilaku yang lebih bertujuan. Lingkungan yang memberikan kesempatan bereksplorasi akan dapat mengembangkan kemampuan anak untuk menerima tanggung jawab, aktif dan memiliki keterlibatan dengan lingkungan. Namun perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul jika anak tidak mampu melakukan aktivitas-aktivitas baru.4 Periode
anak
usia
dini
juga
memiliki
karakteristik
perkembangan kognitif yang berbeda dengan periode perkembangan lainnya. Menurut Piaget, anak usia 0 bulan sampai enam atau tujuh tahun memiliki dua tahap perkembangan kognitif yaitu tahap
4
Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), hlm.12.
22
sensorimotor dan tahap praoperasional. Piaget membagi perkembangan kognitif tahap praoperasioanal dalam dua bagian yaitu; 1) Umur 2-4 tahun, memiliki ciri perkembangan pemikiran simbolis, dimana anak mulai dapat menggunakan simbol atau tanda untuk mempresentasikan suatu benda yang tidak tampak dihadapannya. Fungsi semiotik atau penggunaan simbol secara jelas tampak dalam lima gejala berikut; imitasi tidak langsung, permainan simbolis, menggambar, gambaran mental dan bahasa ucapan. 2) Umur 4-7 tahun, memiliki ciri perkembangan pemikiran intuitif yang berkembang secara bertahap ke arah konseptualisasi. Pada tahap pemikiran intuitif, perkembangan konseptualisasi belum utuh karena anak masih mengalami pemikiran operasioanal yang belum lengkap dengan suatu bentuk pemikiran yang semisimbolis atau penalaran intuitif yang tidak logis.5 Perkembangan aspek kognitif, emosi dan aspek lain, sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang berpengaruh positif bagi individual memungkinkan berkembangnya potensi yang optimal. Anak usia dini dengan karakteristik khusus yang dimiliki, mempunyai cara
belajar
yang berbeda
dengan tahap-tahap perkembangan
selanjutnya, salah satu cara belajar anak usia dini melalui bermain.6 Pengalaman
masa
kanak-kanak
dapat
mempengaruhi
perkembangan otak. Jika sejak dini anak mendapat rangsangan yang 5 6
Ibid., hlm.14. Ibid., hlm.15.
23
tepat, maka baik perkembangan intelegensi, emosi, maupun spiritual dapat berkembang secara optimal, namun jika anak kurang mendapat rangsangan, maka masa ini akan menjadi awal kehancuran. 3.
Model dan Pendekatan Pembelajaran di PAUD a. Model Pembelajaran di PAUD Model pembelajaran yang dikembangkan PAUD di Indonesia adalah berdasarkan minat. Model pembelajaran berdasarkan minat ini adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk memilih, atau melakukan kegiatan sendiri sesuai dengan minatnya. Pembelajaran berdasarkan minat ini, pada dasarnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik anak. Ada beberapa prinsip dasar yang di utamakan dalam model pembelajaran berdasarkan minat, diantaranya; pengalaman belajar bagi setiap anak secara individual, membantu anak untuk membuat pilihan-pilihan, melalui kegiatan dan pusat-pusat kegiatan dan melibatkan peran serta keluarga. Pelaksanaan
pembelajaran
berdasarkan
minat
dapat
menggunakan beberapa area antara lain; area agama, balok, bahasa, drama, berhitung/ matematika, seni/motorik, musik, membaca dan menulis.7
7
Agus wibowo, op.cit., hlm.53.
24
b. Pendekatan Pembelajaran di PAUD Menurut peraturan pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada Pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan PP tersebut, maka proses pembelajaran akan optimal jika didukung dengan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Adapun beberapa pendekatan dalam pembelajaran di PAUD anatara lain; pendekatan Montessori, pendekatan bank street, pendekatan high/ scope, pendekatan kurikulum kreatif, pendekatan project- based, pendekatan BCCT.
B.
Metode Karyawisata 1.
Pengertian Metode Karyawisata Dalam proses belajar mengajar terkandung hubungan antara pendidik dan peserta didik yaitu pendidik mengajar dan peserta didik belajar. Mengajar pada umumnya diartikan sebagai usaha pendidik dalam
menciptakan
kondisi-kondisi
dan
mengatur
lingkungan
sedemikian rupa sehingga terjadi interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan lingkungannya.
25
Pada prinsipnya, pakar psikologi sependapat bahwa pengalaman anak pada usia dini membawa akibat pada masa kehidupan yang akan datang. Bahkan, seorang ahli psikolog perkembangan, Elizabeth B. Hurlocke, menyatakan bahwa: “Kenakalan remaja bukanlah fenomena baru dari masa remaja melainkan suatu lanjutan dari pola perilaku asosiasi yang mulai pada masa kanak-kanak. Semenjak usia 2-3 tahun ada kemungkinan mengenali anak yang kelak menjadi remaja nakal.”8 Dengan demikian metode mengajar harus digunakan dan disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Karena metode mengajar merupakan peranan yang sangat penting dalam poses belajar mengajar. Banyak metode yang sering digunakan pendidik dalam mengajar salah satu di antaranya yaitu metode karyawisata. Metode ini baik digunakan untuk mengajar karena metode karyawisata mengajak peserta didik untuk mengamati secara langsung suatu peristiwa. Adapun beberapa pengertian metode karyawisata tersebut adalah sebagai berikut: a.
Metode karyawisata adalah metode pengajaran yang dilakukan dengan mengajak para peserta didik
keluar kelas untuk
mengunjungi suatu peristiwa atau tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan.9 b.
Metode karyawisata adalah suatu penguasaan bahan pelajaran oleh peserta didik dengan jalan membawa mereka langsung ke objek
8
Suyadi dan Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.47. 9 M.Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm.53.
26
yang terdapat di luar kelas atau lingkungan kehidupan nyata, agar mereka dapat mengamati atau mengalami secara langsung.10 c.
Karyawisata merupakan salah satu metode melaksanakan kegiatan pengajaran di taman kanak-kanak dengan cara mengamati dunia sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung yang meliputi manusia, hewan, tumbuh tumbuhan dan benda benda lainnya.11
d.
Metode karyawisata adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar peserta didik ke suatu tempat atau objek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari/menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkel mobil, toko serba ada, suatu peternakan atau perkebunan, museum dan sebagainya.12
e.
Karyawisata adalah kunjungan keluar kelas dalam rangka belajar. Contohnya mengajak peserta didik ke gedung pengadilan untuk mengetahui sistem peradilan dan proses pengadilan selama satu jam pelajaran. Jadi, karyawisata tersebut tidak mengambil tempat yang jauh dari sekolah dan tidak memerlukan waktu yang lama.13 Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
metode karyawisata adalah suatu bentuk mengajar di mana dalam menyampaikan pelajaran, pendidik mengajak peserta didik untuk
10
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif ( Jakarta : Rineka Cipta, 2000 ), hlm. 202. 11 Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak Kanak, Cet. Ke-2 (Jakarta: PT Rineka Cipta,2004), hlm. 68. 12 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Cet. Ke-4 (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm. 93-94. 13 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2013), hlm.215.
27
mengunjungi dan mengamati secara langsung kepada objek yang akan dipelajari yang terdapat di luar kelas. Selain peserta didik mempelajari objek mereka juga sekaligus rekreasi. Sebagaimana halnya dalam firman Allah, Al-Qur‟an Surat AnNahl ayat 36 :
ْف َكا َن َعا قِبَةُ ْال ُم َك ِذبِيْه َ ض فَا ْوظُز ُْوا َكي ِ ْفَ ِس ْيز ُْوا فِي ْاالَر Artinya :“Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (Rosul-rosul).”(QS.Al-Nahl: 36).14 Dalam hal ini Allah memerintahkan atau menganjurkan kepada manusia untuk memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam rangka
memperoleh
manfaat
dan
kemudahan-kemudahan
bagi
kehidupannya, serta untuk mengantarkannya kepada kesadaran akan keesaan dan kemahakuasaan Allah SWT. Dari perintah ini tersirat pengertian bahwa manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena alam tersebut. Dan janganlah mendustakan atau melakukan kerusakan-kerusakan di muka bumi ini seperti halnya orangorang terdahulu. Karyawisata
sebagai
metode
pengajaran
memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengamati. Dengan cara tersebut anak akan mendengar, merasakan, melihat, dan melakukan. Anak dapat
14
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: PT.Syaamil Cipta Media,2005), hlm.271.
28
mendengar suara burung, air, tumbuhan, dan yang lainnya. Anak dapat merasakan dinginnya air, panasnya matahari, tiupan angin, dan lainnya. Anak dapat melihat berbagai jenis tanaman, bentuk benda benda yang dilihatnya. Anak dapat menyentuh permukaan kulit pohon, daun, batu, dan benda lainnya. Melalui karyawisata dapat muncul kegiatan lain yang lebih mendorong aktivitas belajar dan kreativitas anak. Misalnya, anak dapat bercerita, bernyanyi, menggambar, atau mewarnai. Kegiatan ini dapat memperluas informasi yang diperoleh dari karyawisata. Menurut Moeslichatoen, yang dikutip Anita Yus, melalui karyawisata semua indra dapat di aktifkan. Indra penglihatan, penciuman, pengecap, dan indra peraba dapat memberi informasi. Hal itu di mungkinkan karena benda ada yang memiliki sifat dapat di lihat, di raba, di dengar suaranya, dan dikecap. Informasi ini akan membentuk satu persepsi yang membantu anak mengembangkan perbendaharaan, pengetahuan, dan memperluas wawasan sehingga membentuk suatu kemampuan pada diri anak. 15 Metode karyawisata juga biasa disebut dengan nama-nama metode field trip, metode study tour, atau metode study trip.16 Metode karyawisata ini bisa dalam waktu panjang dan juga bisa dalam waktu beberapa jam saja.17 Perlu diketahui bahwa walaupun namanya metode karyawisata tidaklah berarti bahwa di dalam metode tersebut tidak digunakan metode-metode pengajaran lainnya seperti metode ceramah, diskusi, demonstrasi dan lain-lain.
15
Anita Yus, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak Kanak (Jakarta: Kencana Media Group, 2011), hlm.156. 16 Syaiful Bahri Djamarah,op.cit.,hlm. 202. 17 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswain Zaen, op.cit., hlm.106.
29
Dengan demikian, penamaan metode karyawisata sebenarnya hanyalah karena cara penyajian bahan pelajaran dilakukan dengan cara mengajak peserta didik pergi dari kelas ke suatu tempat di mana objek yang akan dipelajari itu terdapat. 2. Tujuan, Fungsi dan Manfaat Metode Karyawisata a.
Tujuan Metode Karyawisata Teknik karyawisata ini digunakan karena memiliki tujuan sebagai berikut: 1) Dengan melaksanakan karyawisata diharapkan peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung dari objek yang di lihatnya. 2) Dapat turut menghayati tugas pekerjaan milik seseorang. 3) Dapat bertanya jawab mungkin dalam jalan demikian mereka mampu memecahkan persoalan yang dihadapinya dalam pelajaran ataupun pengetahuan umum. 4) Dapat melihat, mendengar, meneliti dan mencoba apa yang dihadapinya, agar nantinya dapat mengambil kesimpulan dan sekaligus dalam waktu yang sama ia bisa mempelajari beberapa mata pelajaran.18 Menurut Catherine Landreth menyatakan bahwa : “Proses belajar anak usia dini lebih ditekankan pada ‟berbuat‟ dari pada mendengarkan ceramah, maka mengajar anak usia dini itu lebih merupakan pemberian bahan dan aktivitas sedemikian rupa sehingga anak belajar menurut
18
Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mengajar, Cet. Ke-6 (Jakarta: PT Rineka Cipta,2001), hlm.85-86.
30
pengalamannya sendiri dan membuat kesimpulan dengan pemikirannya sendiri.”19 Ini berarti bahwa melalui karyawisata diharapkan anak mendapat kesempatan yang luas untuk melakukan kegiatan dan dihadapkan dengan bermacam bahan yang dapat menarik perhatiannya, memenuhi kebutuhan rasa ingin taunya, dan mengadakan kajian terhadap fakta yang dihadapi secara langsung. b.
Fungsi Metode Karyawisata Metode karyawisata berfungsi sebagai kegiatan untuk menghilangkan kejenuhan peserta didik dalam pembelajaran, juga merupakan metode pembelajaran yang mengajak peseta didik ke suasana di luar kelas. Dengan bimbingan pendidik, peserta didik diajak menuju tempat-tempat atau objek konkret yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran, sebagai metode pembelajaran karyawisata perlu dirancang secara sistematis agar dapat menghasilkan pengalaman belajar sesuai dengan yang diharapkan. Karena itu, sebelum karyawisata tersebut dijalankan, pendidik perlu menyiapkan fokus pembelajaran dan tugas-tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Dengan demikian peserta didik selain akan mendapatkan pengalaman yang bersifat rekreatif juga akan mengonsentrasikan kegiatan
19
Moeslichatoen R, op.cit.,hlm.70.
untuk
31
mendapatkan pengalaman akademik sesuai dengan kompetensi yang dipelajarai.20 c.
Manfaat Metode Karyawisata Adapun manfaat dari metode karyawisata yaitu; karyawisata bagi anak dapat dipergunakan untuk merangsang minat mereka terhadap sesuatu, memperluas informasi yang telah diperoleh di kelas, memberikan pengalaman mengenai kenyataan yang ada, dan dapat menambah wawasan, serta karyawisata dapat menjadi batu loncatan untuk melakukan kegiatan yang lain, karyawisata dapat membantu mengembangkan aspek perkembangan sosial anak.21
3.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Karyawisata a.
Kelebihan Metode Karyawisata 1) Peserta didik dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para petugas pada objek karyawisata itu, serta mengalami dan menghayati langsung apa pekerjaan mereka. Hal mana yang tidak mungkin diperoleh di sekolah, sehingga kesempatan tersebut dapat mengembangkan bakat khusus atau keterampilan mereka. 2) Peserta didik dapat melihat berbagai kegiatan para petugas secara individu maupun secara kelompok dan dihayati secara langsung,
yang
akan
memperdalam
dan
memperluas
pengalaman mereka. 20
Imam suyitno, Memahami tindakan Aditama,2011), hlm.112. 21 Moeslichatoen R, op.cit., hlm. 71.
pembelajaran
(
Bandung:
PT
Refika
32
3) Dalam kesempatan ini peserta didik dapat bertanya jawab, menemukan
sumber
informasi
yang
pertama
untuk
memecahkan segala persoalan yang dihadap, sehingga mungkin mereka menemukan bukti kebenaran teorinya, atau mencobakan teorinya ke dalam praktek. 4) Dengan objek
yang ditinjau itu peserta didik dapat
memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi, yang tidak terpisah-pisah dan terpadu.22 5) Para peserta didik belajar sebagaimana cara-cara melakukan observasi dan membuat laporan yang baik dan benar. 6) Para peserta didik belajar melakukan observasi secara cermat. 7) Verbalisme dapat dilenyapkan. 8) Membangkitkan gairah belajar dengan pengubahan metode belajar.23 Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik pemahaman bahwa kelebihan metode karyawisata yang paling utama adalah mengajak anak-anak mempelajari dan membuktikan sesuatu secara nyata yang dilaksanakan di luar kelas serta dapat menghilangkan kejenuhan-kejenuhan di dalam kelas. Dampak terhadap tujuan pengajaran jika metode karyawisata diterapkan pendidik adalah adanya keefektifan pencapaian tujuan.
22
Roestiyah, N.K, op.cit., hlm.87. Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Cet. Ke-2 (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), hlm.88-89. 23
33
b.
Kekurangan Metode Karyawisata 1) Pada umumnya akan menggunakan jam pelajaran yang banyak sehingga mengganggu jam pelajaran lainnya. 2) Tidak semua peserta didik memperhatikan objek yang sama sehingga pengetahuan mereka tidak sama. 3) Jika suatu objek dijelaskan oleh petugas, belum tentu semua peserta didik akan mendengarkan dan belum tentu pula petugas tersebut cukup jelas menerangkannya. Sebagaimana diketahui, tidak semua peserta didik dapat menangkap pembicaraan dan mencatatnya dengan tulisan yang tepat. 4) Sukar untuk mempertahankan disiplin dan ketertiban. 5) Kelelahan
dalam
perjalanan
dapat
mengurangi
gairah
melakukan observasi, tanya jawab atau wawancara. 6) Adanya tambahan pengeluaran uang untuk pembiayaan perjalanan karyawisata bagi peserta didik. 7) Pada umumnya, dorongan untuk berkreasi lebih besar dari pada melakukan observasi, tanya jawab, dan mencatat datadata yang diperlukan. 8) Kelelahan
setelah
melakukan
perjalanan
jauh
sering
mengakibatkan para peserta didik tidak dapat belajar lagi sekembalinya mereka di sekolah.24
24
Abu Ahmadi dan Joko Prasetyo, op.cit., hlm.88.
34
4.
Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode Karyawisata Karyawisata sebagai metode mengajar memerlukan langkahlangkah yang
baik,
di
antaranya;
persiapan
dan
perencanaan,
pelaksanaan dan tindak lanjut.
a.
Persiapan Karyawisata oleh Guru Secara umum persiapan pendidik untuk melaksanakan karyawisata adalah: 1) Menetapkan sasaran yang diprioritaskan sesuai tema kegiatan beajar yang dipilih. Seorang pendidik perlu menetapkan beberapa kriteria penting dalam menetapkan sasaran karyawisata. Sasaran karyawisata yang ditetapkan haruslah secara relative lebih menunjang peningkatan aspek perkembangan anak TK yang ingin dicapai. Sasaran karyawisata mudah dijangkau oleh anak-anak yang masih muda usia dan tidak melelahkan, dan resiko bahaya yang kecil. 2) Mengadakan hubungan dan pengenalan medan sasaran karyawisata. Pendidik
harus
benar-benar
mengenal
sasaran
karyawisata yang sudah ditetapkan. Sebelum membawa anak TK ke sasaran karyawisata, terlebih dahulu pendidik harus mendatangi sasaran untuk mendapat informasi langsung dan mengamati secara khusus kemungkinan pengalaman belajar
35
yang akan diperoleh anak di tempat itu dan aspek-aspek penting apa yang dapat ditunjukkan kepada anak sesuai dengan perhatian dan minat mereka. 25 3) Merumuskan progam kegiatan melalui karyawisata Ada lima pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh pendidik untuk memutuskan penggunaan metode karyawisata pada anak TK yakni: tujuan pendidikan yang ingin dicapai, kesesuaian karyawisata itu, banyaknya waktu yang harus disediakan, biaya yang dibutuhkan, antisipasi bahaya yang mungkin terjadi dan cara-cara mengatasinya.26 4) Menyiapkan
bahan
dan
alat
yang
diperlukan
untuk
karyawisata. Untuk merancang karyawisata yang baik, pendidik perlu menyusun daftar bahan dan alat apa saja yang diperlukan. 5) Menetapkan tata tertib berkaryawisata. Kegiatan belajar tidak akan terjadi bila tidak ada tata tertib dalam berkaryawisata. Penetapan tata tertib diarahkan pada pengendalian diri dan memungkinkan anak memahami dan menghayati tingkah laku yang dapat diterima kelompok. Tata tertib memberi batasan apa yang boleh dilakukan dan
25
Moeslichatoen R, op.cit., 80. Ibid., hlm.81.
26
36
tidak boleh dilakukan anak bagi kebaikan bersama dalam melaksanakan karyawisata.27 6) Permintaan izin dan partisipasi orang tua anak. Pendidik harus menginformsikan kepada orang tua tentang rencana karyawisata. Informsi itu dimaksudkan agar orang tua mengatahui tentang kegiatan tersebut, bagi orang tua yang berminat atau memperoleh giliran agar ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan karyawisata. Di samping itu perlu izin orang tua untuk mengikuti karyawisata. 7) Persiapan pendidik di kelas Kegiatan karyawisata dapat merupakan batu loncatan untuk melakukan kegiatan belajar dengan menggunakan metode yang lain di kelas atau merupakan puncak kegiatan setelah melakukan kegiatan belajar di kelas, maka pendidik perlu merancang kegiatan belajar di kelas sebagai batu loncatan untuk melaksanakan kegiatan karyawisata.28 b.
Pelaksanaan karyawisata Agar penggunaan teknik karyawisata dapat efektif, maka pelaksanaannya perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Pemimpin rombongan mengatur segalanya dibantu petugaspetugas lainnya.
27
Ibid., hlm.82. Ibid., hlm.83.
28
37
2) Memenuhi tata tertib yang telah ditentukan bersama. 3) Mengawasi petugas-petugas pada setiap seksi, pula tugas-tugas kelompok sesuai dengan tanggung jawabnya. 4) Memberi petunjuk bila perlu.29 c.
Penilaian Karyawisata Pelaksanaan penilaian karyawisata merupakan perwujudan rancangan penilaian karyawisata sesudah karyawisata berakhir. Penilaian melalui kegiatan tindak lanjut yakni penerapan hasil belajar berkaryawisata ke dalam kegiatan di kelas dalam kaitan pengembangan kreativitas, misalnya, yaitu melalui menggambar, membangun, bercakap-cakap, bercerita, dan sebagainya. Bila dalam kegiatan di kelas ini anak menunjukkan kemajuan, maka tujuan pengajaran melalui karyawisata berhasil. Penilaian karyawisata sebagai kegiatan puncak agar anak memperoleh pemahaman yang utuh tentang bunga misalnya, berupa banyak pengenalan warna, bentuk, dan ukuran bunga, yang dapat diperoleh anak. Adakah kesesuaian antara tuntutan pendidik dan hasil belajar yang diperoleh anak. Bila ada kesesuaian tuntutan dan hasil belajar yang diperoleh anak maka dikatakan kegiatan karyawisata berhasil.30
29
Roestiyah N.K, op. cit., hlm. 86. Moeslichatoen,op.cit., hlm.89.
30
38
C.
Keaktifan Belajar 1.
Pengertian Keaktifan Belajar Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Keaktifan belajar peserta didik merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan juga dapat diartikan sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan peserta didik secara fisik, mental, intelektual, dan emosional.31 Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu, pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian peserta didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.32 Menurut Conny Semiawan, keaktifan belajar selalu dihadapkan kepada isi atau pesan yang terarah pada tujuan tertentu. Karena itu, menurut beliau „keaktifan yang dipraktekan peserta didik adalah keaktifan yang mengembangkan keterampilan memproseskan perolehan.‟ Keterampilan memproseskan perolehan pada peserta didik meliputi keterampilan-keterampilan: mengamati atau mengobservasi, membuat hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan variabel, menafsirkan data, menyusun
31
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan PAIKEM (Jakarta: Bumi aksara, 2011), hlm.32. 32 Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Cet. Ke-2 (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia,2011), hlm.106.
39
kesimpulan, membuat mengkomunikasikan.33
prediksi,
menerapkan,
dan
Belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik adalah peserta didik giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki aktivitas kejiwaan adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak–banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran. Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, berfikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu pendidik dapat merekayasa sistem pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan peserta
didik
dalam
proses
pembelajaran.
Keaktifan
belajar
mengandung unsur keaktifan pada diri peserta didik, meskipun kadar keaktifannya berbeda-beda karena keaktifan dapat muncul dalam berbagai bentuk. Berikut ini dijelaskan ciri atau kadar dari proses pembelajaran yang lebih mengaktifkan peserta didik tersebut, yaitu: 1) Peserta didik aktif mencari atau memberikan informasi, bertanya bahkan dalam membuat kesimpulan. 2) Adanya interaksi aktif secara terstruktur dengan peserta didik. 33
W.Gulo, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT Grasindo, 2002), hlm.74.
40
3) Adanya kesempatan bagi peserta didik untuk menilai hasil karyanya sendiri. 4) Adanya pemanfaatan sumber belajar secara optimal. Jika konsep ini diterapkan dengan baik oleh pendidik, maka pembelajaran yang mendorong keaktifan peserta didik tersebut dapat memberikan hasil secara optimal sebagai berikut: 1) Peserta didik dapat menstransfer kemampuannya kembali (kognitif, afektif, dan psikomotorik). 2) Adanya tindak lanjut berupa keinginan mencari bahan yang telah dan akan dipelajari. 3) Tercapainya tujuan belajar minimal 80%.34 H.O.Lingren dalam buku yang berjudul model pembelajaran yang inovatif mengungkapkan bahwa; Kadar keaktifan siswa itu dalam interaksi antara pendidik dan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik lainnya. Apabila kita memperhatikan suasana kelas pada waktu terjadi kegiatan intruksional, akan tampak komunikasi yang beraneka ragam. Dalam hal ini Lingren mengemukakan empat jenis komunikasi atau interaksi antara pendidik dan peserta didik yaitu; komunikasi satu arah, peserta didik berinteraksi, tidak ada interaksi di antara peserta didik, interaksi optimal antara pendidik dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik lainnya.35 Salah satu indikator penting yang harus diperhatikan di dalam gerakan meningkatkan kadar proses pembelajaran adalah kadar keterlibatan peserta didik setinggi mungkin. 34
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, op. cit., hlm.33. Daryanto dan Mulyo Rahardjo, Model Pembelajaran Inovatif ( Yogyakarta : Penerbit Gava Media, 2012), hlm.5. 35
41
Mc Keachie mengemukakan 7 aspek terjadinya keaktifan peserta didik yaitu; Partisipasi peserta didik dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran, tekanan pada aspek afektif dalam belajar, partisipasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi antar peserta didik, kekompakan kelas sebagai kelompok nelajar, kebebasan belajar yang diberikan kepada peserta didik dan kesempatan untuk berbuat serta mengambil keputusan penting dalam proses pembelajaran, pemberian waktu untuk menanggulangi masalah pribadi peserta didik, baik berhubungan maupun tidak berhubungan dengan pembelajaran.36 Bertitik tolak dari konsep dan teori aktivitas di atas, maka pembelajaran yang dilakukan antara pendidik dan peserta didik, harus mengacu pada peningkatan aktivitas dan partisipasi peserta didik. Dengan
melibatkan
peserta
didik
berperan
dalam
kegiatan
pembelajaran, maka kita mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimiliki peserta didik secara penuh. 2.
Jenis-Jenis Aktivitas dan Partisipan Belajar aktif mengandung beberapa kiat berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri peserta didik dan menggali potensi peserta didik dan pendidik untuk sama-sama berkembang
dan
berbagi
pengetahuan,
keterampilan
serta
pengalaman.37 Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh peserta didik di sekolah. Aktivitas peserta didik tidak hanya mendengarkan dan 36
Martinis Yamin, Kiat Membelajarkan Siswa (Jakarta: Tim Gaung Persada Press, 2007),
hlm.77. 37
Ibid., hlm.83.
42
mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisonal. Beragam aktivitas dan partisipasi dalam pembelajaran yang dapat dilakukan, akan tetapi di sini akan dibatasi berdasarkan klasifikasi menurut para ahli. Beberapa diantaranya ialah: Menurut Paul D. Dierich yang dikutip Sardiman, kegiatan belajar ada delapan kelompok, masing-masing adalah: a) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. b) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. c) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan; uraian, percakapan, diskusi, music, pidato. d) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. e) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. f) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. g) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menaggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. h) Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.38 Menurut Getrude M. Whipple yang dikutip Martinis Yamin, kegiatan-kegiatan peserta didik sebagai berikut: “Bekerja dengan alat-alat visual, mempelajari masalah-masalah, mengapresiasi literature, ilustrasi dan konstruksi, bekerja menyajikan informasi, cek dan tes.”39
38
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Cet. Ke-19 (Jakarta: CV Rajawali, 2011), hlm. 101. 39 Martinis Yamin,op.cit., hlm.89.
43
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dapat dilihat dari berbagai hal seperti memperhatikan (visual activities),
mendengarkan,
berdiskusi,
kesiapan
peserta
didik,
keberanian peserta didik, memecahkan soal (mental activities). Gagne dan Briggs menjelaskan bahwa; Rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam kelas meliputi aspek-aspek untuk menumbuhkan aktivitas dan partisipasi peserta didik, diantaranya adalah ; memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajan, menjelaskan tujuan intruksional kepada peserta didik, memberikan stimulus yang akan dipelajari, memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya, memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.40 Aktivitas yang dimaksud dalam konsep keaktifan belajar peserta didik adalah aktivitas yang bermakna. Di samping kebermaknaan kegiatan, kadar keaktifan belajar juga ditentukan oleh modus kegiatan belajar. Modus kegiatan belajar dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu; a.
Belajar reseptif (menerima). Aktivitas yang dominan dalam modus ini ialah; mendengar, memperhatikan, mengamati, dan mengkaji. Belajar reseptif adalah usaha untuk menerima informasi, mengolah informasi, dan mengkaji informasi.
b.
Belajar dengan penemuan terpimpin. Belajar dalam pengertian ini terarah pada usaha menemukan konsep atau prosedur atau prinsip di bawah bimbingan pendidik.
40
Ibid., hlm.84.
44
c.
Belajar dengan penemuan mandiri. Di sini peserta didik berusaha menemukan sendiri tanpa bimbingan langsung dari pendidik. Pada umumnya, modus belajar ini merupakan pengembangan dari belajar reseptif dan belajar penemuan terpimpin.41 Apabila modus kegiatan belajar tersebut dihubungkan dengan
kebermaknaan belajar, maka diperoleh jenis-jenis kegiatan belajar mengajar dengan kadar keaktifan peserta didik yang berbeda-beda.
3.
Mengaktifkan Belajar Peserta Didik Kegiatan belajar anak didik di kelas harus tidak bertentangan dengan beberapa prinsip yang bermuatan suatu upaya untuk mengaktifkan anak didik dalam belajar. Beberapa prinsip yang diperlukan pendidik dalam upaya mengaktifkan anak didik dalam belajar adalah prinsip stimulus belajar, perhatian dan motivasi, penguatan, dan umpan balik, serta pemakaian dan pemindahan.42 Sedangkan prinsip mengaktifkan peserta didik dalam dimensi progam pembelajaran meliputi; penentuan tujuan dan isi pembelajaran, pengembangan konsep dan aktifitas, pemilihan dan penggunaan berbagai metode dan media, penentuan metode dan media, komunikasi yang bersahabat antara pendidik dan peserta didik, kegairahan dan kegembiraan dalam pembelajaran.43
41
W. Gulo, op.cit., hlm.79. Syaiful Bahri Djamarah, op.cit. ,hlm.80. 43 Hamzah B.Uno dan Nurdin Mohamad,op.cit.,hlm.36-37. 42
45
Conny Semiawan dalam buku W.Gulo mengemukakan prinsipprinsip yang perlu diperhatikan dalam usaha menciptakan kondisi belajar supaya peserta didik dapat mengoptimalkan aktivitasnya dalam proses belajar mengajar, prinsip-prinsip tersebut ialah: “Prinsip motivasi, prinsip latar atau konteks, prinsip keterarahan, prinsip belajar sambil bekerja, prinsip perbedaan perorangan, prinsip menemukan, prinsip pemecahan masalah.”44 Mengaktifkan peserta didik juga dapat dilakukan dengan memberikan pengajaran dalam kerja kelompok. Belajar kelompok dapat merangsang peserta didik lebih aktif dengan membuat variasi kelompok, tujuannya tidak lebih untuk meningkatkan aktivitas masingmasing mereka dalam kelompok, melatih mereka memecahkan masalah, membuat keputusan, dan melahirkan gagasan kreatif. Dalam mengelola kegiatan pembelajaran, pendidik perlu merencanakan tugas dan alat belajar yang menantang, pemberian umpan balik, belajar kelompok dan penyediaan progam penilaian yang memungkinkan semua peserta didik mampu unjuk kemampuan/ mendemonstrasikan kinerja (performance) sebagai hasil belajar. Inti dari penyediaan tugas menantang ini adalah penyediaan seperangkat pertanyaan yang mendorong peserta didik bernalar atau melakukan kegiatan ilmiah. Para ahli menyebutkan jenis pertanyaan ini sebagai „pertanyaan produktif‟. Karena itu, dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran ini pendidik perlu memiliki kemampuan merancang
44
W.Gulo,op.cit., hlm.77.
46
pertanyaan produktif dan mampu menyajikan pertanyaan sehingga memungkinkan semua peserta didik terlibat baik secara mental maupun secara fisik.45 Dengan demikian, ada empat hal strategi yang perlu dikuasai pendidik dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran yaitu, penyediaan pertanyaan yang mendorong berfikir dan berproduksi, penyediaan umpan
balik
yang
bermakna,
belajar
secara
kelompok,
dan
menyediakan penilaian yang memberi peluang semua peserta didik mampu
melakukan
unjuk
perbuatan.46
Jika
seorang
pendidik
memperhatikan strategi-strategi dalam mengajar yang telah dipaparkan di atas, maka dalam pembelajaran tersebut akan tercipta keaktifan peserta didik, karena pendidik dapat merangsang bagaimana keaktifan belajar masing-masing peserta didik tersebut. Pembelajaran aktif mendorong anak untuk belajar dengan cara yang paling efektif melalui tindakan dan kata-kata. Fokusnya lebih pada apa yang dilakukan para peserta didik dari pada yang dibuat oleh pendidik. Pendidik bertindak sebagai fasilitator, dalam arti pendidik membantu dan mendampingi kegiatan belajar peserta didik yang berlangsung lewat berpengalaman dan melakukan kegiatan. Dalam
meningkatkan
keaktifan
peserta
didik,
pendidik
mempunyai dua tugas pokok yaitu;
45
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa (Jakarta: Gaung Persada Press,2008), hlm.30-31. 46 Ibid., hlm.31.
47
Pertama, merencanakan dan mengatur situasi belajar yang sesuai sehingga anak bisa melakukan diskusi dan eksperimen. Sesudah itu, peserta didik menjelaskan atau melaporkan apa yang telah mereka pelajari. Situasi belajar ini harus berbasis pada suatu tema atau dalam suatu konteks
yang relevan dengan usia
peserta didik dan
pengalamannya. Misalnya, pendidik bisa mengatur kelas menjadi satu pusat kesehatan di mana anak-anak bisa belajar lewat rangsangan imajinatif. Ada peserta didik yang bermain peran sebagai petugas kesehatan dengan mengukur dan menimbang berat peserta didik lainnya yang berperan sebagai pasien. Kedua, mengarahkan kegiatan anak untuk menemukan apakah penerapan proses keaktifan pembelajaran sudah efektif. Ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai atau memberikan pekerjaan-pekerjaan yang cocok untuk diselesaikan. Misalnya, seorang anak yang bertindak sebagai petugas kesehatan bisa diminta untuk membuat grafik yang menunjukkan berat badan anak lain dalam kelas itu.47 Dengan dilibatkan dalam proses pembelajaran lewat pencarian sendiri dan melakukan kegiatan, anak akan lebih kreatif, lebih termotivasi dan lebih percaya diri dalam segala hal.
47
Daryanto dan Muljo Rahardjo, op.cit., hlm.250.