JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
EFEKTIVITAS DESENTRALISASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) Oding Supriadi Universitas Islam Nusantara, Jl. Sukarno Hatta No. 530 Bandung
[email protected] Abstract Early age (age 0-6 years) widely seen as the age or the golden years of growth and development of children (the golden age / years). At that age, vital time occurs, namely, the need to touch the beginning of education, appropriate stimulation and sensitive period of growth and development of children. So far the management of early childhood education (ECD) is deemed ineffective. This article explores the idea of decentralized management rather the main purpose of early childhood education early childhood education can be achieved as the positive impact generated and is expected to contribute ideas in the future, especially how to increase community participation in early childhood. Keywords: management education, early childhood education, decentralization A. Pendahuluan Kendati berubah nomenklatur dari Kementerian Pendidikan Nasional menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, struktur organisasi kementerian yang disusun pada tahun 2010 tidak mengalami perubahan. Sebagaimana diketahui, struktur organisasi disusun berdasarkan analisis yang mendalam dan komprehensif dengan mengedepankan beberapa hal, yaitu, keutuhan penanganan keseluruhan proses pendidikan oleh tiap unit utama (integratif); kesamaan tujuan pendidikan dalam satu unit (inklusif/non diskriminatif); kompetisi dalam penanganan tugas yang sama untuk percepatan penyelesaian (kompetitif); pemanfaatan sumber daya terbatas untuk mencapai tujuan pendidikan (efisien dan efektif); serta pembagian tugas dan fungsi ke dalam unit utama dengan pendekatan yang konsisten (konsistensi).
Efektivitas Desentralisasi … (Oding Supriadi., 41:50) 41
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
Beberapa kelebihan struktur organisasi kementerian yang bersifat organisasi matriks tersebut antara lain ialah, peningkatan kualitas layanan melalui kompetisi antar unit utama dalam pemberian layanan sejenis; penanganan terpadu fungsi pendidikan dalam satu unit utama; peningkatan efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pendidikan melalui pengelompokan tujuan sejenis dalam satu unit utama sehingga sumber daya terbatas yang dimiliki dapat dipakai bersama (resource sharing); pengurangan potensi friksi antar unit utama karena tidak adanya tumpang tindih tugas dan fungsi dalam pencapaian tujuan pendidikan; dan penggunaan pendekatan yang konsisten dalam perancangan struktur organisasi. Salah satu diantaranya ialah manajemen pendidikan anak usia dini (PAUD) dari yang semula tujuan yang sama ditangani dengan cara berbeda oleh unit kerja yang berbeda, menjadi tujuan yang sama ditangani dengan cara yang sama oleh unit kerja yang sama (lihat Gambar 1). MPDM
TK-SD TK
PNFI
PAUD
PAUD PNFI
Tujuan yang sama ditangani dengan cara berbeda oleh unit kerja berbeda
Tujuan yang sama ditangani dengan cara yang sama oleh unit kerja yang sama
Gambar 1. Manajemen PAUD Sebagaimana diketahui, Undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, memberikan perhatian terhadap pendidikan generasi dini atau yang lebih dikenal dengan anak usia dini. Menurut Pasal 1 Ayat 14, secara tegas dinyatakan bahwa Efektivitas Desentralisasi … (Oding Supriadi., 41:50) 42
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
“pendidikan anak usia dini adalah suatu pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.” Tidak hanya itu, Deklarasi Dakar (2000), World fit for Children (2002), dan komitmen nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 beserta Amandemennya; UU No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (UUKA); UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA), diharapkan menjadi bantalan (baca: landasan yuridis dan konstitusional) yang mewajibkan setiap penyelenggara negara atau pemerintahan untuk memberi perhatian serius terhadap manajemen pendidikan anak usia dini demi kepentingan melahirkan generasi unggul di masa depan. Pertanyaannya ialah, sudahkah manajemen PAUD efektif di semua lini, mulai dari hilir hingga muaranya? Jawabannya jelas belum. Sebab sebagaimana dikatakan Fasli Jalal (2003), kompleksitas problematika yang dihadapi pelaksanaan dan pengembangan PAUD di Indonesia sangat mendasar. Beberapa di antaranya ialah: (1) Masih banyaknya anak usia dini yang belum tersentuh oleh layanan pendidikan dini apapun; (2) Masih sangat rendahnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya pendidikan sejak dini; (3) Belum adanya sistem yang menjamin keterpaduan dalam penanganan anak usia dini yang bersifat holistik; (4) Masih sangat terbatasnya jumlah tenaga pendidik dan kependidikan untuk anak usia dini, serta masih relatif rendahnva kualitas tenaga yang sudah ada; (5) Sangat terpencarnya keberadaan anak-anak usia dini yang harus dilayani, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau karena kendala geografis dan transportasi; (6) Masih minimnya ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan bagi anak usia dini, terutama mereka yang berusia dibawah 4 tahun; (7) Masih terbatasnya jumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan khusus untuk pendidikan anak usia dini dan terbatasnya penelitian dibidang pendidikan dini. Hal itu berarti, apabila PAUD tidak dimanajemeni secara serius sesuai dengan konteks organisasi pendidikan, sangat mungkin akan berdampak negatif bagi anak Indonesia di masa depan. Berdasarkan pokok permasalahan sebagaimana diuraikan diatas, diperlukan kontribusi pemikiran tentang efektivitas manajemen PAUD. Artikel ini mengedepankan gagasan desentralisasi manajemen Efektivitas Desentralisasi … (Oding Supriadi., 41:50) 43
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
PAUD mengingat akar masalah dan potensi solusinya justru ada di daerah, bukan pada tingkat pusat atau pada tingkat kementerian pendidikan. Desentralisasi manajemen PAUD diharapkan berdampak positif sebagai pemercepat perkembangan PAUD. B. Pembahasan 1. Manajemen PAUD Fakta statistik pendidikan sebagaimana diterbitkan Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Statistik Pendidikan Depdiknas tahun 2008 menunjukkan bahwa penduduk atau anak usia dini 0-6 tahun mencapai 28,426,505 jiwa; yang sudah mendapatkan pendidikan sebanyak 6,594,086 jiwa (23,20%), sedangkan yang tidak/belum mendapatkan pendidikan sebanyak 21,832,419 jiwa (76,80%). Angka statistik terakhir direkomendasikan sebagai “yang perlu ditangani.” Fakta ini mengindikasikan bahwa manajemen PAUD belum efektif menyentuh kepentingan dan kebutuhan anak usia dini terhadap pendidikan yang menjadi haknya sesuai dengan konstitusi dan yurisdiksi tentang anak. Pendidikan anak usia dini merupakan bagian penting dalam penyiapan sumber daya manusia di masa yang akan datang. Hal ini berkaitan erat dengan belum membaiknya secara signifikan kondisi sumber daya manusia Indonesia pada tahun 2011. Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia sebagaimana dimuat dalam Human Development Report 2011, Sustainability and Equity: A Better Future for All, yang diterbitkan UNDP menunjukkan angka 0,617; berada di peringkat ke-124 dari 187 negara. Berada di bawah rata-rata IPM Asia-Pasifik. Menurut laporan tersebut, kendati IPM Indonesia naik rata-rata 1,2 persen per tahun sejak 1980, pertumbuhan tersebut masih di bawah rata-rata regional sebesar 1,7 persen, dan kualitasnya dikatakan masih stagnan. Salah satu penyebabnya, menurut Country Director UNDP, Beate Trankmann, ialah, banyaknya tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengurangi kesenjangan akses terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan, juga kesenjangan pendapatan. Urgensi manajemen PAUD sangat diperlukan karena beberapa alasan, antara lain: (a) Anak berhak untuk hidup dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki; (b) Anak merupakan penerus nilai-nilai masyarakat untuk masa depan dan hal ini harus dimulai sejak dini; (c) Anak merupakan investasi bagi masa depan bangsa, anak yang terdidik dan berkembang baik secara Efektivitas Desentralisasi … (Oding Supriadi., 41:50) 44
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
ekonomis akan menguntungkan di masa yang akan datang; (d) Program pendidikan anak usia dini dapat membantu program lain secara terintegrasi seperti program kesehatan, program pengembangan dan lain-lain; (e) Program pendidikan anak usia dini juga dapat digunakan sebagai kegiatan RT/RW atau kelurahan, dimana kerja sama antara anggota masyarakat dapat ditingkatkan; (f) Hasil penelitian telah membuktikan bahwa masa anak usia dini adalah masa kritis bagi pengembangan intelektual, kepribadian dan perilaku sosial manusia dan rangsangan-rangsangan saat itu mempunyai dampak yang lama pada diri seseorang; (g) Globalisasi dan perubahan yang sangat cepat dalam dunia informasi menyebabkan timbulnya perubahan-perubahan sosial dan budaya masyarakat dan banyak ibu yang bekerja, perpindahan penduduk, perubahan struktur keluarga dan lain-lain memerlukan program pendidikan yang baik bagi anak usia dini. Sebetulnya batasan anak usia dini itu tidak terbatas pada taman penitipan anak sampai pada kelompok bermain tetapi Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal juga termasuk di dalamnya. Sebab usia TK dan RA ini antara 4 sampai 6 tahun, sehingga dalam artikel ini pengertian anak usia dini termasuk di dalamnva pendidikan TK/RA. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 28 membedakan secara jelas jenjang dan jenis pendidikan pada pendidikan anak usia dini bahwa Taman Kanak-kanak, Raudhatut Athfal dan bentuk lain yang sederajat termasuk dalam jalur pendidikan formal, Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak dan bentuk lain yang sederajat termasuk dalam jalur pendidikan nonformal. Sedang pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan lingkungan seperli Posyandu termasuk jalur pendidikan informal. Menurut Muhammad Fakry Gaffar (2003) dalam Ch. Supriyati (2003), pelayanan pendidikan anak usia dini yang belum merata dan menyebar, dan masih banyak ketimpangan antara daerah perdesaan dan perkotaan. Persentase anak usia dini yang mendapatkan pelayanan pendidikan untuk anak daerah perdesaan sekitar 11,23% dan anak di daerah perkotaan baru sekitar 42,30%. Padahal sebagian besar penduduk tinggal di daerah perdesaan. Pendidikan anak usia dini yang melalui jalur pendidikan formal adalah Taman Kanak-kanak. Kondisi objektif pendidikan TK di Indonesia menunjukkan bahwa daya tampung TK belum mampu memberikan kesempatan kepada Efektivitas Desentralisasi … (Oding Supriadi., 41:50) 45
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
semua anak usia 4-6 tahun untuk memperoleh layanan TK. Pada saat ini anak usia 4-6 tahun di Indonesia yang memperoleh pendidikan TK baru mencapai 19,95%. Hal itu antara lain disebabkan oleh tingkat perkembangan TK/RA yang tidak signifikan (lihat Tabel 1). Tabel 1 Perkembangan Sekolah/Lembaga Jenjang Pendidikan PAUD No Jenjang 2003/04 2004/05 2005/06 2006/07 2007/08 PAUD 1 TK 47,937 50,083 54,031 57,793 63,444 2 RA 15,528 15,660 18,025 18,886 18,759 Berdasarkan Tabel 1 di atas nampak jelas bahwa perkembangan jumlah lembaga pendidikan yang semestinya menangani PAUD belum meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Data terakhir untuk tenaga kependidikan TK berdasarkan data statistik tahun 2007/2008 sebanyak 233.563 orang, guru PNS 31,30% dan guru non PNS sejumlah 68,70%. Kualifikasi pendidikan berawal dari keguruan TK sebesar 53%. Non keguruan TK sebesar 9,32%, non keguruan sebesar 28,29%, lulusan diploma sebesar 5,52%, dan sarjana/pascasarjana sebesar 3,88%. Guru RA sebanyak 105.914. Tidak ada data tentang status kepegawaian dan kualifikasi pendidikannya. Dari sisi pengembangan SDM, kesejahteraan para guru TK masih sangat memprihatinkan, karena sebagian besar guru TK adalah swasta yang diangkat oleh Organisasi/Yayasan penyelenggara. Belum semua organisasi/yayasan penyelenggara mempunyai kemampuan untuk menggaji secara layak para guru TK tersebut. Dengan keadaan guru TK dan pendidikan anak usia dini pada umumnya masih sangat bervariasi dilihat latar belakang pendidikan maupun gaji yang kurang layak ini, akan berpengaruh terhadap kualitas proses pendidikannya. Manajemen PAUD sebetulnya sudah dimulai sejak tahun 2001, dengan adanya Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU), di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional. Pada struktur kementerian pendidikan dan kebudayaan yang baru (2010), berada di bawah Dirjen PAUD & NI (Nonformal dan Informal). Akan tetapi, karena sifatnya
Efektivitas Desentralisasi … (Oding Supriadi., 41:50) 46
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
masih sentralistik, maka daya jangkau manajemen tersebut amatlah panjang. 2. Desentralisasi Manajemen PAUD Sebetulnya sasaran kebijakan dari sistem sentralisasi oleh pemerintah pusat ke dalam sistem desentralisasi sebagaimana diatur oleh UU. No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai revisi atas UU No. 22 Tahun 1999 mengharuskan diterapkannya paradigma baru pembangunan nasional yang berbeda jika dibandingkan dengan masa lalu ketika sistem pemerintahan masih sentralistik, sangatlah jelas. Paradigma baru dimaksud bermakna bahwa pilihan desentralisasi pendidikan menjadi suatu kebijakan otonomi daerah. Menurut Rondinelli dalam buku Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah (Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, 2001), dikatakan setidaknya ada enam istilah yang berkenaan dengan desentralisasi yaitu dekonsentrasi, delegasi, devolusi, privatisasi dan otonomi. Desentralisasi adalah penyerahan otonomi pusat ke daerahdaerah. Dekonsentrasi merupakan penyerahan tanggung jawab layanan sektor tertentu pada perwakilan pemerintah pusat di daerah. Delegasi adalah pengalihan tanggung jawab membuat keputusan dan mengatur pengelolaan layanan publik kepada pemerintah daerah. Devolusi adalah pemerintah pusat mengalihkan otoritas pembuat keputusan dan implementasinya kepada daerah. Sedangkan privatisasi merupakan pengalihan otoritas sektoral kepada usaha-usaha swasta dan otonomi merupakan arah balik dari desentralisasi. Menurut Alwi (2002), persiapan otonomi daerah dihalangi lima masalah besar yaitu masalah keuangan, pengawasan, kepegawaian, manajemen pelayanan publik dan kelembagaan. Masalah keuangan sebenarnya dirasakan sekali secara nasional, karena anggaran pendidikan Indonesia hanya sebesar 1,4% GNP, meskipun secara konstitusional ditetapkan 20 persen dari APBN dan APBD. Jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Australia sebesar 5,6%, Malaysia sebesar 5,2%, Thailand sebesar 4,1%, dan Singapura 3,0%, masih di bawah itu. Meskipun sektor pendidikan masih mendapatkan dana dari DAU yang, merupakan dana dari pusat disalurkan ke daerah berdasarkan pertimbangan luas daerah, jumlah penduduk, pendapatan asli daerah (PAD) dan kriteria lainnya, akan
Efektivitas Desentralisasi … (Oding Supriadi., 41:50) 47
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
tetapi DAU tersebut penggunaan terbesar untuk membayar gaji pegawai/guru. Pengaturan masing-masing daerah tidak sama dalam penganggaran pendidikan, hal ini ditentukan berbagai faktor di antaranya kebijakan pimpinan daerah tentang komitmen pendidikan, penghasilan pendapatan daerah yang tidak sama, jumlah sekolah dan guru yang harus dibiayai juga tidak sama. Perbedaan-perbedaan daerah mengakibatkan penganggaran pendidikan masing-masing daerah tidak sama. 3. Efektivitas Desentralisasi Desentralisasi manajemen PAUD memberikan keleluasaan daerah untuk mengembangkan pendidikan anak usia dini. Hal ini sejalan dengan himbauan prakarsa-prakarsa dalam penyelenggaraan pendidikan prasekolah atau secara lebih dikenal dengan PAUD tidak berlangsung lama sebagai bentuk pendidikan yang berbasis masyarakat (Dedi Supriadi, 2003). Gerakan mengembangkan pendidikan anak usia dini di Indonesia muncul beberapa tahun terakhir. Sayangnya jangkauan pendidikan anak usia dini khususnya Taman Penitipan Anak dan Kelompok Bermain masih terkonsentrasi di kota-kota. Demikian juga Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal penyebarannya juga masih banyak berada di kota-kota kecuali Jawa Timur dimana TK telah tersebar jauh ke pedesaan. Nampaknya otonomi daerah belum memperhatikan perkembangan pendidikan anak usia dini terutama dukungan pemerintah daerah pada pendidikan anak usia dini khususnva TK di pedesaan. Dampak desentralisasi pendidikan sangat positif dilihat dari peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan TK/RA di daerah. Perbandingan antara TK Negeri dan Swasta mencapai 1 berbanding 9. Perbandingan tersebut juga berlaku untuk jumlah murid, guru, dan kelas yang disediakan (Dedi Supriadi, 2003). Desentralisasi pendidikan telah meningkatkan partisipasi masyarakat di bidang pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini. Menurut hasil penelitian Basuki Wibawa (2001), yang dilakukan di delapan kota pada empat provinsi menunjukkan sebagai berikut: (1) Keterlibatan orang tua siswa dalam program pendidikan hanya 91%; (2) Keterlibatan dalam pemberdayaan pendidikan hanya 49%; (3) Keterlibatan dalam pembiayaan pendidikan cukup besar; (4) Kemandirian sekolah dalam menghadapi otonomi daerah sekolah Efektivitas Desentralisasi … (Oding Supriadi., 41:50) 48
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
negeri mengandalkan bantuan pemerintah dan swasta lebih mandiri. IPenelitian tersebut memperjelas akan dampak desentralisasi bagi pendidikan usia dini khususnya lembaga yang diselenggarakan swasta atas partisipasi masyarakat lebih siap dibandingkan negeri yang lebih mengandalkan bantuan pemerintah. Akan tetapi sekarang banyak lembaga pendidikan negeri mencari sumber lain untuk mengatasi kekurangan pembiayaan dengan pengelolaan seperti swasta. Sehingga masyarakat merasakan sulit membandingkan dilihat dari segi biaya antara sekolah negeri dan swasta. Oleh karena itu, sudah saatnya Dirjen PAUD & NI menimbang kembali kebijakan yang sentralistik agar sepenuhnya diserahkan kepada daerah, yaitu provinsi dan kabupaten/kota. Dirjen PAUD & NI diharapkan berupaya keras untuk memberikan bantuan keuangan dalam bentuk berbagai paket kebijakan dengan sistem pengawasan yang cerdas karena berpotensi menimbulkan korupsi. C. Penutup Desentralisasi pendidikan telah mengakibatkan perubahan pengelolaan sistem pendidikan di daerah. Kewenangan dan kekuasaan serta kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan diserahkan oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota sehingga timbul variasi pengelolaan antara daerah kabupaten/kota yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan oleh bebagai hal diantaranya: kemampuan sumber daya manusia di daerah, kekayaan sumber daya alam daerah, pendapatan daerah dari berbagai sektor, kepadatan penduduk, dan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Desentralisasi manajemen PAUD sudah merupakan keharusan meskipun dampaknya bisa beragam dan kompleks. Melalui perhatian sejak awal pada manajemen PAUD dan pembinaan secara terpadu antara kerja sama pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerhati pendidikan anak usia dini dan masyarakat termasuk peran perguruan tinggi, SDM bangsa yang sekarang terpuruk dimasa depan akan setara dengan bangsa-bangsa lain didunia. Daftar Pustaka Abdul Malik Fadjar, 2003, Sambutan Menteri Pendidikan Nasional, Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 10 September. Efektivitas Desentralisasi … (Oding Supriadi., 41:50) 49
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.11 No.1, April 2014
Alwi, 2002. “Otonomi Dihadang Lima Masalah Besar.” Republika, 25 Juli. Basuki Wibawa, 2001, “Otonomi Pendidikan: Peluang Tantangan.” Cakrawala Pendidikan. Jakarta: UNJ.
dan
Ch. Supriyadi, 2003, Arah Kebijakan Pengembangan Pendidikan Taman Kanak-Kanak, Pelatihan Penulisan Bahan Ajar Bidang PGTK. Jakarta, 1-4 September. Dedi Supriadi, 2003, “Isu-isu Tantangan Pendidikan Anak Usia Dini Di Indonesia.” Pelatihan Penulisan Buku Ajar Bagi Dosen DII PGTK, Jakarta, 1 September. Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, (ed), 2001, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: Adi Cita Karya. Fasli Jalal, 2003, “Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia.” Makalah. Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 10 September. Gutama, 2003, “Arah Kebijakan Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini.” Pelatihan Penulisan Buku Ajar Bagi Dosen DII PGTK. Jakarta, 1 September. Maimunah Hasan, 2009, Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: DIVA Press. Sperry, R.W., 1968, “Hemisphere Deconnection and Unity in Consciours Awareness”, American Pychologist 7. Talega, 2002, Harapan dan Kenyataan Otonomi Pendidikan. http/www/suara merdeka.com/harian/0104/02/kha 1htm. Diakses 22 April 2011. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. UNDP (2011). Human Development Report 2011, Sustainability and Equity: A Better Future for All Yuniarsih, Tjutju dan Suwatno. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi, dan Isu Penelitian. Bandung: Alfabeta Efektivitas Desentralisasi … (Oding Supriadi., 41:50) 50