perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN AKTIVITAS FISIK PADA PASIEN ASMA TERKONTROL SEBAGIAN DENGAN TIDAK TERKONTROL DI RSUD DR. MOEWARDI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Olivia Dwimaswasti G.0009165
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta commit to user 2013
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat, hidayah, serta ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perbedaan Aktivitas Fisik pada Pasien Asma Terkontrol Sebagian dengan Tidak Terkontrol ”. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya berikan kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M. Kes selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS. 3. Harsini, dr.,Sp. P sebagai Pembimbing Utama yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan, dan saran dalam penyusunan skripsi. 4. Isdaryanto, dr., PHK., MARS sebagai Pembimbing Pendamping yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan, dan saran dalam penyusunan skripsi. 5. Dr. Reviono, dr.,Sp. P (K) sebagai Penguji Utama yang telah berkenan menguji dan memberikan bimbingan, pengarahan, kritik, dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi. 6. Hadi Sudrajad, dr., Sp. THT-KL, MSi. Med sebagai Anggota Penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan bimbingan, pengarahan, kritik, dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi. 7. Para Staf Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang ikut membantu dalam penelitian. 8. Pak Nardi dan Bu Enny, SH., MH yang turut membantu dalam pembuatan skripsi. 9. Yang tercinta kedua orangtua saya, Ayahanda Nanang dan Ibunda Budi serta kakak dan adik saya tersayang dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan tiada henti serta memberikan dukungan dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini. 10. Sahabat-sahabat saya yang terdekat dan terbaik, Nurul, Asti, Nimas, Dhiandra, Dian, Atika, Imah, serta teman-teman seperjuangan angkatan 2009 atas semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia. 11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat sepenuhnya. Surakarta, 23 Januari 2013
commit to user vi
Olivia Dwimaswasti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Olivia Dwimaswasti, G0009165, 2013. Perbedaan Aktivitas Fisik pada Pasien Asma Terkontrol Sebagian dengan Tidak Terkontrol di RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Asma dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan dan terbukti menurunkan produktivitas serta kualitas hidup bagi penderitanya. Meskipun asma jarang menimbulkan kematian, penyakit ini sering menimbulkan masalah baik pada anak maupun dewasa. Asma dapat menyebabkan gangguan aktivitas seharihari dan gangguan emosi (cemas, depresi). Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari tetapi juga bersifat menetap dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan aktivitas fisik pada pasien asma terkontrol sebagian dengan tidak terkontrol di RSUD Dr. Moewardi. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sebanyak 60 subjek penelitian yang dipilih dengan puposive sampling terdiri dari 30 pasien asma terkontrol sebagian dan 30 pasien asma tidak terkontrol yang memeriksakan diri di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung dan rekam medik pasien. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan uji Chi-square dan uji regresi logistik serta diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows. Hasil Penelitian: Pada asma terkontrol sebagian dengan aktivitas fisik rendah 11 orang (36,7%), aktivitas fisik sedang 10 orang (33,3%) dan aktivitas tinggi 9 orang (30%). Sedangkan pada asma tidak terkontrol dengan aktivitas rendah 24 orang (80%), aktivitas sedang 5 orang (16,7%) dan aktivitas tinggi 1 orang (3,3%). Perbedaan aktivitas fisik pada pasien asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol dengan aktivitas fisik rendah x2 = 12,895, p = 0,002; OR = 19,6 (CI 95% 2,20 s.d. 174,72; p = 0,008) dan perbedaan aktivitas fisik pada pasien asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol dengan aktivitas fisik sedang x2 = 12,895, p = 0,002; OR = 4,5 (CI 95% 0,44 s.d. 46,17; p = 0,205). Simpulan Penelitian: Terdapat perbedaan aktivitas fisik pada pasien asma terkontrol sebagian dengan tidak terkontrol. Kata Kunci: asma bronkiale, kontrol asma, aktivitas fisik
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Olivia Dwimaswasti, G0009165, 2013. Differences of Physical Activity between Partly Controlled and Not Controlled Asthma Patient at RSUD Dr. Moewardi. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Background: Asthma can interfere with the fulfillment of the needs and proven to reduce the productivity and quality of life for the sufferer. Although asthma rarely cause death, disease often cause problems in both children and adults. Asthma can cause interference with daily activities and emotional disorders (anxiety, depression). Asthma can be mild and do not interfere with daily activities but also be persistent and interfere with daily activities. This study aimed to determine differences of physical activity between partly controlled and not controlled asthma patient at the RSUD Dr. Moewardi. Methods: This analytic study was observational using cross sectional approach. A sample of 60 study subjects was selected by purposive sampling from outpatients who visited Pulmonology Clinics, RSUD Dr. Moewardi Surakarta. The data was collected by interview and some datas taken from the medical records. The data was analyzed using logistic regression model on SPSS 17.00 for windows. Results : In partly controlled asthma with low physical activity 11 people (36.7%), moderate physical activity 10 people (33.3%) and high activity 9 people (30%). While in the not controlled asthma with low activity 24 people (80%), moderate activity 5 people (16.7%) and the high activity 1 person (3.3%). Differences in physical activity in asthma patients partly controlled and not controlled with low physical activity x2 = 12.895, p = 0.002; OR = 19.6 (95% CI 2.20 up to 174.72, p = 0.008) and the differences in physical activity in patients partly controlled asthma and not controlled with moderate physical activity x2 = 12.895, p = 0.002; OR = 4.5 (CI 95% 0.44 up to 46.17, p = 0.205). Conclusion: There are differences of physical activity between partly controlled and not controlled asthma patient. Keywords: asthma bronchiale, control asthma, physical activity
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................
vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .....................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................
xi
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................
1
A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Perumusan Masalah .............................................................................
5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................
5
BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................................
6
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................................
6
1. Asma Bronkiale ..............................................................................
6
a. Definisi .......................................................................................
6
b. Etiologi .......................................................................................
6
c. Patogenesis ..................................................................................
7
d. Patofisiologi ................................................................................
11
e. Faktor Risiko ...............................................................................
12
f. Diagnosis .....................................................................................
13
g. Penatalaksanaan Asma ................................................................
15
2. Asthma Control Test (ACT).............................................................
18
3. Aktivitas Fisik ..................................................................................
19
a. Definisi ........................................................................................
19
b. Manfaat Aktivitas Fisik bagi Kesehatan .....................................
19
c. Sifat Aktivitas Fisik.....................................................................
19
d. Pengaruh Aktivitas Fisik pada Fisiologi Tubuh ..........................
21
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Sistem Metabolisme yang Dihasilkan Selama Aktivitas Fisik....
22
6. Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)............................
23
7. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Asma ........................................
30
B. Kerangka Pemikiran .........................................................................
32
C. Hipotesis ...........................................................................................
33
BAB III. METODE PENELITIAN..........................................................................
34
A.
Jenis Penelitian ................................................................................
34
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................
34
C. Subjek Penelitian ...............................................................................
34
D. Teknik Sampling................................................................................
35
E.
Pengumpulan Data ............................................................................
35
F.
Alur Penelitian...................................................................................
36
G. Identifikasi Variabel ..........................................................................
37
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................
37
I.
Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................
40
J. Cara Kerja ..........................................................................................
40
K. Teknik Analisis Data .........................................................................
41
BAB IV. HASIL PENELITIAN ...............................................................................
43
BAB V. PEMBAHASAN ........................................................................................
48
BAB VI. PENUTUP ..................................................................................................
53
A.
Simpulan ............................................................................................
53
B.
Saran ...................................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................
55
LAMPIRAN
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini asma merupakan penyakit saluran napas kronis yang penting dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia dengan kekerapan yang bervariasi di setiap negara dan cenderung meningkat di negara berkembang. Hal ini dipengaruhi oleh gangguan saluran napas kronis ketika tidak terkontrol dan dapat menempatkan batas parah pada kehidupan sehari-hari dan kadang-kadang hingga fatal (GINA, 2011). Meskipun asma jarang menimbulkan kematian, penyakit ini sering menimbulkan masalah baik pada anak maupun orang dewasa. Asma dapat menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari dan gangguan emosi (cemas, depresi). Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari tetapi dapat pula bersifat menetap dan mengganggu aktivitas sehari-hari (Imelda dkk, 2007). Asma dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan dan terbukti menurunkan produktivitas serta kualitas hidup bagi penderitanya (PDPI, 2006). Dalam sebuah studi ditemukan bahwa dari 3.207 kasus yang diteliti, penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir 44-51%, keterbatasan dalam aktivitas fisik sebanyak 44,1%, keterbatasan commit to user dalam aktivitas sosial sebanyak 38%, keterbatasan dalam memilih karier
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebanyak 37,9%, dan keterbatasan dalam cara hidup sebanyak 37,1%. Bahkan, penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga sebanyak 32,6%, 28,3% mengaku terganggu tidurnya minimal sekali dalam seminggu, dan 26,5% orang dewasa juga absen dari pekerjaan. Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma sangat tinggi dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan perawatan di rumah sakit (United States Environmental Protection Agency, 2004). Biaya pengobatan untuk asma diperkirakan mencapai 850 poundsterling tiap tahunnya (Thomas, 2004). Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan mempunyai populasi yang terus meningkat. Menurut survey the Global Initiative for Asthma (GINA) tahun 2004, ditemukan bahwa kasus asma di seluruh dunia mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 penderita asma bertambah menjadi 400 juta jiwa. Data World Health Organization (WHO) juga mengindikasikan hal yang serupa bahwa jumlah penderita asma di dunia diduga terus bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun (Arif, 2009). Adapun di Indonesia, penyakit asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Selain mengganggu aktivitas, asma tidak dapat disembuhkan. Bahkan, dapat menimbulkan kematian (WHO, 2010). Di samping prevalensi yang meningkat, berbagai studi memperlihatkan bahwa pasien dengan asma seringkali tidak terkontrol penyakitnya (Anfasha, 2010). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004 memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%, sedangkan berdasarkan tanda dan gejala yang responden rasakan dalam satu tahun terakhir prevalensinya lebih besar lagi yaitu 6% (Anfasha, 2010). Penderita asma dianggap sebagai individu lemah yang perlu dilindungi dan harus terlindungi, terutama dari aktivitas fisik dengan tenaga kuat, karena penderita akan menyerah pada asma berat yang menyerangnya. Pada anakanak dicegah untuk bermain olahraga di sekolah dan pada orang dewasa menjalani hidupnya dengan tidak aktif, sehingga terjadi perubahan dalam kehidupannya (Worsnop, 2003). Telah diketahui bahwa aktivitas fisik dapat menimbulkan serangan asma. Berlari lebih bersifat asmagenik dibanding bersepeda dan baik berlari maupun bersepeda jauh lebih bersifat asmagenik dibanding dengan berenang. Lamanya latihan dengan berat tertentu, kira-kira 6-8 menit dapat menimbulkan serangan asma dan beratnya serangan asma meningkat sesuai dengan lama latihan (Muninggar dan Sardjimin, 2002). Ford dkk menyatakan bahwa gaya hidup moderen, baik di tempat kerja dan liburan, telah menyebabkan banyak penderita menjadi tidak aktif, dan penderita asma tidak kebal terhadap gejala yang terjadi. Jika penderita asma yang membatasi aktivitas fisik karena gejala asma, seperti sesak napas, batuk atau nyeri dada, maka menunjukkan bahwa asma tidak terkontrol dengan commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
baik. Mempunyai riwayat penyakit asma seharusnya tidak menjadi penghalang untuk berolahraga. Penderita asma masih dapat berolahraga dan meningkatkan kebugarannya, dan keterbatasan dalam latihan fisik cenderung menyebabkan terjadinya obstruksi aliran udara (Worsnop, 2003). Global Initiative for Asthma (GINA) 2006 menetapkan tingkat kontrol asma sebagai asma terkontrol total, sebagian, dan tidak terkontrol. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2004 merumuskan kriteria asma kontrol bila tidak ada (minimal) gejala harian asma, tidak ada keterbatasan aktivitas fisik, tidak ada gejala malam, tidak ada (minimal) kebutuhan obat pelega, fungsi paru normal, dan tidak ada eksaserbasi. Para peneliti mencari alat ukur yang dapat mewakili kontrol asma secara keseluruhan (Sundaru, 2007). Saat ini terdapat sekitar lima alat ukur kuesioner. Salah satunya Asthma Control Test (ACT). Jumlah skor dari tiap pertanyaan menilai keadaan pasien terkontrol dan tidak terkontrol (Surjanto, 2008). Pada penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) dikembangkan oleh WHO untuk aktivitas fisik pada penderita asma. Kuesioner ini mengumpulkan informasi tentang aktivitas fisik yang dibagi dalam tiga pengaturan (atau domain) serta perilaku menetap, yang terdiri dari 16 pertanyaan. Tiga pengaturan dalam kuesioner tersebut adalah kegiatan di tempat kerja, perjalanan ke dan dari tempat dan kegiatan rekreasi (Singh dan Purohit, 2011). commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sepengetahuan penulis, penelitian mengenai perbedaan aktivitas fisik pada pasien asma terkontrol sebagian dengan tidak terkontrol belum pernah diteliti. Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan aktivitas fisik pada pasien asma terkontrol sebagian dengan tidak terkontrol. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini, yaitu apakah ada perbedaan aktivitas fisik pada pasien terkontrol sebagian dan tidak terkontrol? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan aktivitas fisik pada pasien terkontrol sebagian dan tidak terkontrol di RSUD Dr. Moewardi. D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis Memberikan informasi ilmiah mengenai adanya perbedaan aktivitas fisik pada pasien terkontrol
sebagian dan tidak terkontrol guna
mengembangkan ilmu kedokteran. 2. Aspek Aplikatif Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong pihak klinis untuk memperhatikan dan memberikan penatalaksanaan dalam menangani masalah keterbatasan aktivitas pada pasien asma sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan efektifitas kerja pasien asma. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengahengah” dan berarti serangan napas pendek (Purnomo, 2008). Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan gejala bervariasi yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas, biasanya bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan (PDPI, 2006; GINA, 2009). b. Etiologi Penyebab mendasar dari asma tidak sepenuhnya dipahami. Asma tidak bisa disembuhkan, tetapi pengelolaan yang tepat dapat mengontrol gangguan dan memungkinkan orang untuk menikmati kualitas hidup yang baik (WHO, 2012). commit to user
6
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Faktor imunologi juga berpengaruh pada penderita asma, terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari, dan ketombe. Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan menstruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma biasanya membaik pada beberapa anak saat pubertas. Faktor psikologis emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan orang dewasa yang menderita asma, tetapi emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma lebih sering dari pada anak dengan penyakit kronis lainnya (Purnomo, 2008; Sundaru dan Sukamto, 2007). c. Patogenesis Mekanisme utama timbulnya
gejala asma
diakibatkan
hiperreaktivitas bronkus, sehingga pengobatan utama asma adalah untuk mengatasi bronkospasme (Warner, 2001). Konsep terkini yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi meskipun asmanya ringan atau tidak bergejala (Warner, 2001). commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen pada awalnya menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk IgE spesifik oleh sel plasma. IgE melekat pada Fc reseptor pada membran sel mast dan basofil. Bila ada rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat (immediate asthma reaction). Terjadi degranulasi sel mast, dilepaskan mediatormediator : histamin, leukotrien C4(LTC4), prostaglandin D2(PGD2), tromboksan A2, tryptase. Mediator-mediator tersebut menimbulkan spasme otot bronkus, hipersekresi kelenjar, oedema, peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang timbul adalah serangan asma akut. Keadaan ini akan segera pulih kembali (serangan asma hilang) dengan pengobatan (Elias et al, 2003; Lenfant dan Khaltae, 2002; UKK Pulmonologi PP IDAI, 2004). Setelah 6-8 jam maka terjadi proses selanjutnya , disebut reaksi asma lambat (late asthma reaction). Akibat pengaruh sitokin IL-3, IL-4, GM-CSF yang diproduksi oleh sel mast dan sel limfosit T yang teraktivasi, akan mengaktifkan sel-sel radang : eosinofil, basofil, monosit dan limfosit. Sedikitnya ada dua jenis T-helper (Th), limfosit subtipe CD4+ telah dikenal profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T mensekresi IL-3 dan GranulocyteMacrophage Colony-Stimulating Factor (GM – CSF), Th l terutama memproduksi IL-2, IF gamma dan TNF beta sedangkan Th 2 commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terutama memproduksi sitokin yang terlibat dalam asma, yaitu IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan IL-16. Sitokin yang dihasilkan oleh Th 2 bertanggung jawab atas terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Masing-masing
sel
radang
mempunyai
kemampuan
mengeluarkan mediator inflamasi. Eosinofil memproduksi LTC4, Eosinophil Peroxidase (EPX), Eosinophil Cathion Protein (ECP) dan Major Basic Protein (MBP). Mediator-mediator tersebut merupakan mediator inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan. Sel basofil mensekresi histamin, LTC4, PGD2. Mediator tersebut
dapat
menimbulkan
bronkospasme.
Sel
makrofag
mensekresi IL8, Platelet Activating Factor (PAF), Regulated upon Activation novel T cell Expression and presumably Secreted (RANTES) .Semua mediator di atas merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan proses keradangan, mempertahankan proses inflamasi. Mediator inflamasi tersebut akan membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus mudah konstriksi, kerusakan epitel, penebalan membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada rangsangan spesifik maupun non spesifik. Secara klinis, gejala asma menjadi menetap, penderita akan lebih peka terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi irreversible bila paparan berlangsung terus dan penatalaksanaan kurang adekuat (Elias et al, 2003; Lenfant dan Khaltae, 2002; UKK Pulmonologi PP IDAI, 2004). commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Karakteristik asma berupa obstruktif jalan napas pada bronkus, ada 4 faktor yang mendukungnya meliputi: 1) Kontraksi otot polos bronkus yang merupakan respon terhadap alergen spesifik 2) Edema
selaput
lendir
yang
dapat
disebabkan
karena
bertambahnya permeabilitas pembuluh darah 3) Hipersekresi
kelenjar
mukus
dan
sel
goblet
dengan
penyumbatan bronkus oleh lendir yang kental. 4) Airway remodeling (Baratawidjaja, 2003). “Airway remodeling” merupakan reaksi tubuh dalam memperbaiki jaringan yang telah rusak akibat dari inflamasi yang berjalan terus-menerus (Baratawidjaja, 2003). Inflamasi yang terus-menerus akan mengakibatkan terjadinya perubahan struktur pada jalan napas seperti hipertrofi otot polos, pembentukan pembuluh darah baru, peningkatan sel-sel goblet epitelial, fibrosis subepitelial, penebalan membrana basalis (Boushey, 2000). Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma (PDPI, 2004), dan biasanya terjadi pasa asma yang telah menjadi kronis (Baratawidjaja, 2003).
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 1.1 Patogenesis Asma
Sumber: GINA, 2002 d. Patofisiologi Perubahan akibat inflamasi pada penderita asma merupakan dasar kelainan faal yang terjadi pada pasien asma antara lain: 1) Obstruksi saluran napas Penyempitan saluran napas akibat inflamasi saluran pernapasan maupun peningkatan tonus otot polos bronkhioler dan terjadi ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Penyempitan saluran napas menyebabkan gejala batuk, rasa berat di dada, mengi, dan hiperesponsivitas bronkus (Price dan Wilson, 2004). 2) Hiperesponsivitas saluran napas Hipereaksi saluran napas akibat proses inflamasi yang akan menyebabkan terjadinya penyempitan saluran napas selama kontraksi otot polos (GINA, 2006).
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Hipersekresi mukus Gambaran makroskopis biopsi pasien asma adalah oklusi bronkus dan bronkiolus oleh sumbatan mukus kental dan lengket (Matra dan Kumar, 2007). 4) Eksaserbasi Eksaserbasi merupakan gambaran umum pada asma. Faktor
penyebab
eksaserbasi
antara
lain
rangsangan
bronkokonstriksi (inciter) seperti latihan, udara dingin, dan rangsangan
inflamasi
(inducer) seperti
pajanan
alergen,
sensitisasi zat, dan infeksi saluran napas (GINA, 2006). 5) Asma nokturnal Biopsi transbronkus pada penderita asma menunjukkan akumulasi eosinofil dan makrofag pada malam hari di alveolar dan jaringan peribronkus (O’Byrne, 2001). 6) Analisis gas darah Asma menyebabkan gangguan pertukaran gas (O’Byrne, 2001). Gangguan pertukaran gas ini akan bermanifestasi pada hipoksemi yang dapat menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru (Sundaru dan Sukamto, 2007). e. Faktor risiko Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2004) menyatakan bahwa secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok, meliputi:
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Faktor penjamu : a) Predisposisi genetik b) Atopi : produksi Ig.E yang berlebihan dalam kontak dengan alergen lingkungan. c) Hiperesponsif jalan napas d) Jenis kelamin e) Ras/etnik 2) Faktor lingkungan a) Alergen di dalam dan di luar ruangan b) Polusi udara di dalam dan di luar ruangan, Asap rokok, Sulfur dioksida c) Infeksi pernapasan, Ekspresi emosi yang berlebihan, Perubahan cuaca d) Makanan, zat adiktif, obat-obatan tertentu (misalnya aspirin, NSAID) e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dan lain-lain) f) Exercise induced asthma, penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas fisik tertentu. f. Diagnosis Diagnosis asma didapatkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Riwayat penyakit Riwayat penyakit dapat ditemukan berupa keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Gejala asma sering timbul pada malam hari tetapi dapat juga muncul dalam waktu tak menentu (Sundaru dan Sukamto, 2007). 2) Pemeriksaan fisik Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat dijumpai hal-hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan a) Inspeksi :
pasien terlihat gelisah, sesak nafas, dan sianosis
b) Palpasi
:
biasanya tidak didapatkan kelainan, namun pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
c) Perkusi
:
d) Auskultasi:
biasanya tidak didapatkan kelainan ekspirasi memanjang dan mengi.
3) Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam diagnosis asma antara lain: a) Pemeriksaan fungsi paru dengan alat spirometer b) Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter c) Uji reversibilitas dengan bronkodilator commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada atau tidaknya hiperaktivitas bronkus e) Uji alergi (tes tusuk kulit atau skin prick test) untuk menilai ada atau tidaknya alergi f) Foto
toraks,
pemeriksaan
ini
dilakukan
untuk
menyingkirkan penyakit selain asma (DepKes RI, 2008). g. Penatalaksanaan asma Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah untuk menghilangkan dan mengendalikan gejala asma serta berupaya untuk mempertahankan atau meningkatkan fungsi paru seoptimal mungkin (Afriwardi, 2008), dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol) (Sundaru, 2007). Pada
prinsipnya
penatalaksanaan
asma
diklasifikasikan
menjadi 2 golongan, yaitu: 1) Penatalaksanaan asma akut (Departemen Kesehatan RI, 2008). Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis segera, penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat darurat. Penilaian berat serangan berdasarkan riwayat serangan, gejala, pemeriksaan fisik dan bila memungkinkan pemeriksaan faal paru, agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada prinsipnya tidak diperkenankan commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemeriksaan menyebabkan
faal
paru
dan
keterlambatan
laboratorium dalam
yang
pengobatan
dapat maupun
tindakan. Serangan ringan, obat yang digunakan β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya dalam bentuk inhalasi. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat) kortikosteroid oral diberikan dalam 3-5 hari. Serangan sedang, diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambah ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV. Bila perlu dapat diberikan oksigen serta cairan IV. Serangan berat, pasien harus dirawat dan diberi oksigen, cairan IV, β2 agonis kerja cepat, ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV. Pemberian bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebulizer. 2) Penatalaksanaan asma kronik Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi keadaan asma. Anti inflamasi
merupakan
pengobatan
rutin
yang
bertujuan
mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol, Bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk mengatasi eksaserbasi/serangan, dikenal pelega (Bernstein JA, 2003; Broide D, 2008). Sundaru (2007) menyatakan bahwa obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang secara terus-menerus. Tabel 1.1 Tingkatan Kontrol Asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA) Karakteristik
Terkontrol
Gejala harian
Tidak ada (dua
Terkontrol
Tidak
Sebagian
Terkontrol
kali atau kurang
Lebih dari dua kali
per minggu)
seminggu Tiga atau
Pembatasan aktivitas
Gejala nokturnal/gangguan
Tidak ada
Sewaktu-waktu dalam seminggu
lebih gejala dalam kategori asma
Tidak ada
Sewaktu-waktu dalam seminggu
tidur (terbangun malam hari)
terkontrol sebagian, muncul sewaktuwaktu dalam
Kebutuhan akan
Tidak ada (dua
relief atau terapi
kali atau kurang
rescue
dalam seminggu)
Lebih dari dua kali
commit to user
seminggu
seminggu
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fungsi paru (PEF atau FEV1)
Normal
< 80% nilai prediksi dalam beberapa hari Satu dalam
Eksaserbasi
Tidak ada
Satu/lebih per tahun
beberapa minggu
Sumber: GINA, 2006 2. Asthma Control Test (ACT) Sampai saat ini terdapat 5 alat ukur berupa kuesioner dengan atau tanpa pemeriksaan fungsi paru, tetapi yang lazim dipakai adalah tes kontrol asma. Kuesioner ini terdiri dari 5 pertanyaan, dikeluarkan oleh American Lung Association dengan tujuan untuk memberi kemudahan kepada dokter dan pasien dalam mengevaluasi asma pada penderita yang berusia lebih dari 12 tahun dan menetapkan terapi pemeliharaannya (Nathan et al., 2004). Pertanyaan tersebut mengenai gangguan aktivitas karena asma, sesak napas, gangguan tidur terbangun malam hari karena gejala asma, penggunaan obat pelega napas, penilaian pasien tentang seberapa terkontrolnya penyakit asma (Yunus, 2005). Interpretasi hasilnya adalah apabila jumlah skor/nilai ≤ 19 maka asma dinyatakan tidak terkontrol, sedangkan apabila jumlah skor/nilai ≥ 20 maka asma dinyatakan sudah terkontrol (ALA, 2004). Kuesioner ini telah diteliti dan divalidasi sehingga dapat digunakan secara luas untuk menilai dan memperbaiki kondisi asma commit to user penderita (Nathan et al, 2004; Yunus, 2005; Schatz et al, 2006).
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah pergerakkan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari (Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006). b. Manfaat aktivitas fisik bagi kesehatan Melakukan aktivitas fisik secara teratur memiliki beberapa keuntungan terhadap kesehatan antara lain : 1) Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis, dan lain-lain. 2) Berat badan terkendali. 3) Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat. 4) Bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional. 5) Lebih percaya diri. 6) Lebih bertenaga dan bugar. 7) Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik (Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2006) c. Sifat aktivitas fisik Sifat aktivitas fisik menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI (2006), meliputi: 1) Ketahanan (endurance) commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat orang lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari perminggu). Contoh beberapa kegiatan yang dipilih seperti: berjalan kaki, lari ringan, berenang, senam, bermain tenis, berkebun dan bekerja di taman. 2) Kelenturan (flexibility) Aktivitas fisik yang bersifat kelenturan dapat membantu pergerakan anggota tubuh yang lebih mudah, mempertahankan tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi dapat berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik dilakukan selama 30 menit (4-7 hari perminggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan secara teratur dalam 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki. Contoh kegiatan yang lain yaitu mencuci pakaian atau mobil, mengepel lantai. 3) Kekuatan (strength) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis (keropos pada tulang). Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: push up, naik turun tangga, angkat berat/beban, membawa belanjaan, mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness). d. Pengaruh aktivitas fisik pada fisiologi tubuh 1) Aktivitas fisik mempengaruhi (Soebiyanto, 2004): a) Jaringan tubuh, oleh karena perubahan biokimiawi. b) Organ, terutama yang terlibat dalam pengangkutan O2 dalam tubuh, yaitu jantung, paru, dan pembuluh darah. c) Komposisi tubuh, tingkat kolesterol, trigliserida, tekanan darah, dan suhu tubuh. 2) Perubahan Aerobik selama latihan (Steven dan Foss, 1989) a) Terjadi peningkatan mioglobin yang berkorelasi positif dengan durasi latihan. b) Peningkatan proses oksidasi karbohidrat dalam bentuk glikogen, dimana kemampuan memecah glikogen menjadi lebih efisien. Faktor yang mempengaruhi efisiensi tersebut adalah terjadinya peningkatan jumlah, ukuran, volume dan permukaan
membran mitokondria, commit to user
serta
peningkatan
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konsentrasi enzim yang terlibat dalam sistem transpor elektron dan siklus krebs. c) Perbaikan sistem oksidasi lemak. Pada olahragawan katabolisme lemak lebih tinggi daripada katabolisme karbohidrat, terutama pada kondisi latihan submaksimal yang adekuat, karena terjadinya penurunan deplesi glikogen serta penurunan akumulasi asam laktat. Aktivitas fisik teratur dan berimbang dapat mengurangi kelelahan otot akibat penurunan asam laktat melalui proses di atas. 3) Perubahan anaerobik selama latihan (Steven dan Foss, 1989) a) Meningkatnya sistem fosfagen (ATP-PC), dimana terjadi peningkatan kadar enzim kunci ATP-PC. Pada kondisi normal, otot skelet hanya mengandung 25% ATP, akan tetapi aktivitas fisik teratur dapat meningkatkan kadar tersebut. Enzim tersebut berupa ATPase, enzim pemecah ATP, dan enzim resintesa ATP yaitu Creatin Kinase (CPK), dan Miokinase (MK). b) Meningkatnya kapasitas glikolitik anaerobik, sehingga terjadi peningkatan asam laktat. e. Sistem metabolisme energi yang dihasilkan selama aktivitas fisik Menurut Guyton dan Hall (1997) Ada 3 sistem energi yang dipergunakan selama latihan berlangsung, yaitu: commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Sistem Fosfagen (ATP-PC), dimana ATP dipecah menjadi ADP, kemudian AMP. Sistem fosfagen ini bersifat mendadak dan dapat terjadi dalam 10 detik, meskipun energi yang dihasilkan sangat sedikit. Contoh kegiatan yang dilakukan adalah: sprint, melompat. Sistem fosfagen juga dihasilkan dari gabungan hasil metabolisme pemecahan fosfokreatin. 2) Sistem glikogen anaerob dan glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir pemecahan asam piruvat. Akumulasi asam laktat yang berlebihan akan menyebabkan kelelahan. Sistem anaerob terjadi pada kegiatan intensif jangka menengah, sekitar 1,3 – 1,6 menit, contohnya: lari 400 m. 3) Sistem Aerob, energi yang dihasilkan ini berasal dari pemecahan asam piruvat melalui jalur glikolisis aerob, metabolisme karbohidrat dan lemak. Energi yang dihasilkannya tidak terbatas, terjadi pada latihan jangka panjang dengan intensitas rendah. 4. Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) World Health Organization (WHO) mengembangkan Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) untuk pengawasan aktivitas fisik di negara-negara terutama negara yang sedang berkembang. GPAQ merupakan instrumen yang dirancang untuk menyediakan data valid tentang pola aktivitas yang dapat digunakan untuk pengumpulan data (Kristanti, 2002). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa GPAQ commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah kuesioner valid dan reliabel, tetapi juga mudah beradaptasi dengan perbedaan budaya di negara-negara berkembang (WHO, 2010). GPAQ meliputi 4 area aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik pada hari-hari kerja, aktivitas fisik di luar pekerjaan dan olahraga, dalam perjalanan ke suatu tempat, serta pekerjaan rumah tangga (Kristanti, 2002). Berikut ini adalah paparan cakupan pada 4 area dari aktivitas fisik tersebut: a. Aktivitas fisik pada hari-hari kerja Kegiatan ini biasanya membutuhkan energi yang lebih banyak daripada melakukan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. b. Aktivitas fisik di luar pekerjaan dan olahraga Waktu luang diartikan berbeda pada kebanyakan orang dan sering diartikan sebagai tidak aktif atau tidak melakukan kegiatan, maka lebih tepatnya disebut kegiatan di luar pekerjaan rutin. c. Transportasi Transportasi di sini diartikan kegiatan yang dilakukan selama perjalanan ke suatu tempat, seperti bersepeda, berjalan kaki juga membutuhkan banyak energi. d. Pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orang tua Aktivitas ini juga membutuhkan banyak energi. Biasanya dijumpai pada ibu rumah tangga dan keluarga dari kondisi ekonomi menengah ke bawah. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk perhitungan indikator kategori, digunakan kriteria GPAQ WHO 2010 yaitu total waktu yang dihabiskan dalam melakukan aktivitas fisik selama 1 minggu. Tiga tingkatan aktivitas fisik yang disarankan untuk mengklasifikasikan populasi tinggi, sedang, dan rendah melalui kriteria sebagai berikut: 1) Tinggi a) Melakukan aktivitas yang berat minimal 3 hari dengan intensitas minimal 1500 MET-menit/minggu atau b) Melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan berjalan dalam 7 hari dengan intensitas minimal 3000 METmenit/minggu. 2) Sedang a) Intensitas aktivitas kuat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih, atau b) Melakukan aktivitas sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan paling sedikit 30 menit/hari, atau c) Melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan berjalan dalam 5 hari atau lebih dengan intensitas minimal 600 MET-menit/minggu 3) Rendah Orang yang tidak memenuhi salah satu dari semua kriteria yang telah disebutkan dalam kategori tinggi maupun kategori sedang.
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk menilai intensitas aktivitas fisik yang dilakukan, GPAQ mengelompokkan intensitas menjadi 3 tingkatan menurut nilai METs (menit), yaitu: a) Intensitas Ringan
: <3 Mets
b) Intensitas Sedang
: 3-6 Mets
c) Intensitas Berat
: >6 Mets
Tabel 1.2 Nilai MET (metabolic energy turnover) RINGAN Duduk, pekerja kantor yang ringan, pertemuan
Mets 1,5
Berdiri, ringan (penjaga toko, penata rambut dll)
2,5
Mencuci piring (sambil berdiri)
2,3
Memasak (sambil berdiri)
2,5
menyetrika
2,3
bermain musik, umum
2,5
merawat anak
2,5
berbaring atau duduk diam (sambil menonton TV, mendengarkan musik) mengemudikan kendaraan
1,0
mengendarai bus, kereta api
1,5
menemudikan sepeda motor
2,5
berjalan, perlahan (<3,2 km/jam)
2,0
SEDANG Konstruksi umum di luar gedung
Mets 5,5
Tukang kayu, umum
commit to user
2,0
3,5
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdiri, sedang (pedagang, mengangkat barang yang ringan) Membersihkan, umum (sambil berdiri)
3,5
menggosok lantai
5,5
lebih dari 1 pekerjaan rumah tangga
3,5
memperbaiki rumah, mereparasi kendaraan
3,0
mereparasi rumah, mengecat
4,5
mereparasi rumah, mencuci, dan memoles mobil
4,5
memotong rumput dengan mesin
4,5
memotong rumput dengan alat potong manual
6,0
memetik buah dari pohon
3,0
menanam tanaman
4,0
bersepeda umum, pergi-pulang tempat kerja (<16km/jam)
4,0
berjalan, sedang (4,8km/jam)
3,5
berjalan, cepat (6,4 km/jam)
4,0
bola basket , umum
6,0
bowling
3,0
golf, umum
4,5
berkuda, umum
4,5
bermain skateboard
5,0
tenis meja
4,0
berenang, umum
4,0
berjalan, cepat (6,4 km/jam)
4,0 commit to user
3,5
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BERAT
Mets
berkebun, umum
6,5
menarik becak
6,5
bersepeda (16-22 km/jam)
6,5
bersepeda (<22 km/jam)
10,0
bola basket, pertandingan
8,0
hoki es, umum
8,0
in-line skating
7,0
sepakbola, pertandingan
10,0
sepakbola, umum
7,0
squash
10,0
bola voli, pertandingan
8,0
bola voli pantai
8,0
berlari (8-10 km/jam)
8,0-10,5
berlari (11-13 km/jam)
11,5-14,0
berlari (14-16 km/jam)
14,5-17,0
bermain ski, umum
7,0
bermain ski, cross-country, mendaki bukit
16,0
Sumber: WHO, 2010 Tingkatan aktivitas fisik diklasifikasikan dengan ketentuan penghitungan sebagai berikut: (1) Aktivitas fisik tinggi. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(a) (P2+P11) > 3 hari dan jumlah aktivitas fisik MET menit per minggu > 1500 atau (b) (P2 + P5 + P8 + P11 + P14) > 7 hari dan jumlah aktivitas fisik MET menit per minggu > 3000 (2) Aktivitas fisik sedang. (a) Jika aktivitas fisik tidak mencapai kriteria untuk aktivitas fisik tinggi dan minimal satu dari kriteria sedang. (b) (P2 + P11) > 3 hari dan ((P2 x P3) + (P11 x P12)) > 3 x 20 menit atau (c) (P5 + P8 + P14) > 5 hari dan ((P5 x P6) + (P8 x P9) + (P14 x P15)) > 150 menit atau (d) (P2 + P5 + P8 + P11 + P14) > 5 hari dan jumlah aktivitas fisik MET menit per minggu > 600. (3) Aktivitas fisik rendah. Jika aktivitas fisik tidak mencapai kriteria untuk aktivitas fisik tinggi dan aktivitas fisik sedang. Dimana jumlah aktivitas fisik MET menit per minggu = [(P2 x P3 x 8) + (P5 x P6 x 4) + (P8 x P9 x 4) + (P11 x P12 x 8) + (P14 x P15 x 4)]. P merupakan jawaban dari pertanyaan dalam kuesioner. P3, P6, P9, P12 dan P15 dalam satuan menit (WHO, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
5. Hubungan Aktivitas fisik dan Asma Aktivitas fisik merupakan salah satu yang sering memicu terjadinya serangan asma. Sekitar 50-70% penderita asma melaporkan pernah mengalami paling tidak satu kejadian EIA dalam hidupnya (Mahler 1993; Virant 1997). Hal inilah yang kemudian menimbulkan kecenderungan bagi penderita asma untuk mengurangi aktivitas fisiknya. Di sisi lain, dewasa ini mulai bermunculan hasil-hasil penelitian yang menyatakan bahwa program olahraga disebutkan dapat memperbaiki gejala asma (Welsh et al, 2005). Asma merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan terjadinya bronkospasme serta hipersekresi mukosa bronkus yang dapat dicetuskan oleh kegiatan olahraga atau aktivitas fisik (Afriwardi, 2008). Olahraga dan latihan fisik juga dapat menjadi iritan karena aliran keluar masuk udara ke paru-paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat pelembaban, penghangatan, atau pembersihan dari partikel debu yang adekuat sehingga dapat mencetuskan serangan asma (Corwin EJ, 2009). Serangan sesak nafas yang kadang menimbulkan mengi dan dada terasa berat seringkali timbul saat melakukan latihan. Pada umumnya sesak dan dada berat akan berkurang setelah latihan dihentikan. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada saat serangan yang terakhir serta adanya catatan medis yang terdokumentasi (Afriwardi, 2008). commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
faktor yang mencetuskan asma selama aktivitas fisik berat adalah (1) besarnya aliran udara yang melalui saluran nafas, (2) terjadinya perubahan biokimia darah akibat meningkatnya metabolisme dalam tubuh sebagai akibat meningkatnya kebutuhan energi selama melakukan latihan atau aktivitas fisik. Peningkatan aliran udara selama melakukan latihan fisik yang merupakan kompensasi meningkatnya kebutuhan akan oksigen selama latihan fisik, merupakan faktor eksogen
yang
memberikan trauma langsung terhadap mukosa bronkus (Afriwardi, 2008).
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Faktor penjamu (genetik, atopi, hiperesponsif jalan napas, jenis kelamin, ras) dan faktor lingkungan (alergen, polusi udara, infeksi, perubahan cuaca, makanan, obat-obatan, iritan, exercise induced asthma)
Faktor-faktor risiko asma
Inflamasi kronik saluran napas
Hiperesponsivitas saluran napas
Kontraksi otot polos
Edema saluran napas
Hipersekresi mukus
Airway remodeling
bronkospasme
↑ produksi mukus
Hipertrofi otot polos
Obstruksi saluran napas
ASMA
Asma terkontrol sebagian
Asma tidak terkontrol
Penurunan Aktivitas Fisik
Keterangan: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Mempengaruhi
commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Ada Perbedaan Aktivitas Fisik pada Pasien Asma Terkontrol Sebagian dan Tidak Terkontrol di RSUD Dr. Moewardi”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukankan secara observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Cross sectional merupakan suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor risiko (independen) dengan faktor efek (dependen), observasi atau pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama (Riyanto, 2011). B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi pada bulan Mei - Juli 2012. C. Subjek Penelitian 1. Populasi Pasien asma yang memeriksakan diri di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi pada bulan Mei - Juli 2012. 2. Sampel Penelitian Pasien asma yang memeriksakan diri di Poliklinik Paru dan Pasien Rawat Inap Penyakit Paru RSUD Dr. Moewardi pada bulan Mei - Juli 2012 yang masuk dalam kriteria inklusi dan tidak masuk dalam kriteria eksklusi. commit to user
34
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Kriteria Subyek Penelitian a. Kriteria inklusi: 1) Populasi yang diteliti adalah pasien berumur 15 – 64 tahun. 2) Didiagnosis menderita asma oleh Dokter Ahli Paru dalam berbagai derajat asma di RSUD Dr. Moewardi. 3) Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent. b. Kriteria Eksklusi: 1) Didiagnosis oleh dokter menderita Gagal Jantung, PPOK dan Emboli Paru. 2) Pasien yang buta huruf dan tidak dapat membaca. D. Teknik Sampling Pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling yakni purposive sampling dimana setiap yang memenuhi kriteria di atas dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu yang ditetapkan (Murti, 2006). E. Pengumpulan Data Data merupakan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan hasil dari pengisian kuesioner, selain itu juga menggunakan data sekunder dengan melihat rekam medik pasien. Penelitian ini akan diambil 60 sampel yang terdiri dari 30 sampel kelompok yang diteliti dan 30 sampel kelompok kontrol. Hal ini sesuai dengan “Role of Thumb” atau patokan dasar umum, setiap penelitian yang commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
datanya akan dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subyek penelitian (Murti, 2006). F. Alur Penelitian Pasien Asma di RSUD Dr. Moewardi
Kriteria Eksklusi
Kriteria Inklusi
Mengisi kuesioner ACT
Asma Terkontrol Sebagian
Asma tidak Terkontrol
Mengisi Kuesioner GPAQ
Mengisi Kuesioner GPAQ
Tinggi
Sedang
Rendah
Tinggi
Analisis Data
Keterangan : ACT : Asthma Control Test GPAQ : Global Physical Activity Questionnaire
commit to user
Sedang
Rendah
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas
: Asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol.
2. Variabel Terikat
: Aktivitas fisik.
3. Variabel Luar a. Variabel terkendali
: umur penderita, penyakit dengan
diagnosis banding asma (Gagal jantung, PPOK, Emboli paru). b. Variabel Tidak terkendali
: perubahan cuaca, alergen, serta
subjektifitas pasien dalam menjawab kuesioner. H. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Asma terkontrol sebagian dan asma tidak terkontrol a.
Definisi
: asma terkontrol sebagian adalah gejala harian timbul lebih dari dua kali dalam seminggu, ada keterbatasan aktivitas, terdapat gejala nokturnal, fungsi paru ≤ 80% dan eksaserbasi terjadi dalam satu/lebih pertahun, sedangkan kategori asma tidak terkontrol
adalah
gejala harian,
keterbatasan
aktivitas dan gejala nokturnal dapat timbul sewaktu-waktu dalam seminggu, serta eksaserbasi dapat terjadi sekali dalam beberapa minggu (GINA, 2006). b. Sumber data
: Data primer pasien.
c. Alat ukur
: Kuesioner ACT. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Skala pengukuran : Nominal dikotomik, mengkatagorikan menjadi asma terkontrol dan terkontrol sebagian. 2. Aktivitas fisik a.
Definisi
: Pergerakkan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari (Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006).
b. Sumber data
: Data primer pasien.
c. Alat ukur
: Kuesioner GPAQ.
d. Skala pengukuran : Ordinal, mengkategorikan aktivitas fisik tinggi, sedang, dan rendah. 3. Jenis kelamin a.
Definisi
: Jenis kelamin sampel dibedakan menjadi lakilaki dan perempuan.
b. Alat ukur
: Wawancara.
c. Skala pengukuran : Nominal. 4. Umur a. Definisi
:
Umur sampel adalah selisih hari kelahiran dengan ulang tahun terakhir saat penelitian berlangsung commit et to al., user2003). (Mulyono
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Alat ukur
: Wawancara.
c. Skala pengukuran : Rasio. 5. Ras a. Definis
: Ras sampel penelitian adalah WNI keturunan asli Indonesia.
b. Alat ukur
: Wawancara.
c. Skala pengukuran : Nominal. 6. Penyakit dengan diagnosis banding asma a. Definisi : 1) Gagal jantung adalah sindroma klinis ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan kelainan struktur dan fungsi jantung (Panggabean, 2009). 2) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara bersifat progesif disertai respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas beracun (Hood, 2004). 3) Emboli paru merupakan kejadian obstruksi sebagian atau total sirkulasi
arteri
tersangkutnya
pulmonalis emboli
atau
trombus
cabang-cabang
atau
emboli
(Rahmatullah, 2009). b. Alat ukur c. Skala pengukuran
: Wawancara dan rekam medik. : Nominal. commit to user
yang
akibat lain
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Gangguan medis lain yang menimbulkan gangguan aktivitas fisik a. Definisi
: gangguan aktivitas fisik yang terjadi karena akibat dari gangguan medis umum seperti hipertensi, gagal jantung, gagal ginjal, diabetes melitus, osteoarthritis, stroke.
b. Alat ukur
: Wawancara.
c. Skala pengukuran : Nominal. I. Alat dan Bahan Penelitian 1. Informed Consent. 2. Kuesioner ACT dan Kuesioner GPAQ. 3. Rekam medik pasien. J. Cara Kerja 1. Melakukan wawancara dengan pasien yang telah didiagnosis asma, meliputi: a. Wawancara mengenai data diri pasien (nama, umur, jenis, kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan dan alamat). b. Menjelaskan maksud, tujuan, prosedur penelitian kepada pasien dan mendapat persetujuan keikutsertaan dalam penelitian dengan penandatanganan informed consent. c. Pengisian kuesioner Asthma Control Test (ACT). d. Pengisian kuesioner Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). commit to user e. Pengisian kuesioner penyakit penyerta.
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
2. Cara mengisi kuesioner ACT dan GPAQ a. Memberikan penjelasan pada pasien. b. Mempersilahkan pasien bertanya bila menemui kesulitan dalam mengisi kuesioner. c. Jika pasien tidak dapat mengisi kuesioner sendiri, maka peneliti dapat melakukan wawancara terhadap pasien. 3. Menghitung skor total ACT dan mengelompokkan dengan cara: a. Setiap soal masing-masing pilihan jawaban mempunyai skor 1-5. b. Skor tiap soal tergantung dari jawaban pasien. c. Skor tiap soal dijumlahkan dan didapatkan skor total yang kemudian dikategorikan menjadi asma terkontrol sebagian jika skor total 20-24 dan asma tidak terkontrol jika skor total ≤ 20 (GINA, 2006). 4. Menghitung skor total GPAQ 5. Menilai perbedaan aktivitas fisik menurut GPAQ pada pasien asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol menurut ACT. K. Teknik Analisis Data Data penelitian dianalisis menggunakan program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 17.0 for Windows. Analisis data statistik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis bivariat uji Chi-Square. Variabel bebas dan variabel terikat akan dianalisis secara bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk mengamati apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel secara statistik bermakna ataukah peran commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peluang terlalu besar sehingga keterkaitan yang teramati tidak bermakna. Data diolah menggunakan uji Chi-Square dengan taraf signifikansi (α) 0,05. Hubungan antara kedua variabel dikatakan bermakna apabila faktor peluang atau nilai p kurang dari 5% (p < 0,05). Untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara aktivitas fisik dengan kontrol asma
pada pasien asma
bronkiale maka dilakukan penghitungan dengan Odds Ratio. Penghitungan nilai Odds Ratio menggunakan uji Regresi Logistik karena pada uji ChiSquare hanya dapat mengolah data dengan tabel 2x2, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan tabel 3x2. Dengan uji Regresi Logistik didapatkan dua nilai Odds Ratio.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai Perbedaan Aktivitas Fisik pada Pasien Asma Terkontrol Sebagian dan Tidak Terkontrol telah dilaksanakan pada bulan Mei Juli 2012 di Poliklinik Paru RSUD Dr. Moewardi. Sampel berjumlah 60 terdiri dari 30 sampel pasien asma terkontrol sebagian dan 30 sampel pasien asma tidak terkontrol. Berikut disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. A. Karakteristik Sampel Penelitian Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Jenis Kelamin
Jumlah
%
1.
Perempuan
37
62
2.
Laki-laki
23
38
60
100
38%
laki-laki
62% perempuan
Gambar 4.1 Persentase Sampel Menurut Jenis Kelamin
commit to user
43
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.1 dan gambar 4.1 menunjukkan selama penelitian, penderita asma yang memeriksakan diri di RSUD Dr. Moewardi paling banyak berjenis kelamin perempuan yakni berjumlah 37 orang (62%). Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur No
Kelompok Umur
Frekuensi
%
1
<20 tahun
2
3,3
2
21-30 tahun
5
8,3
3
31-40 tahun
9
15
4
41-50 tahun
24
40
5
51-60 tahun
14
23.3
6
>61 tahun
6
10
Jumlah
60
100
3% 10%
<20 tahun
8% 15%
24%
21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun
40%
51-60 tahun >61 tahun
Gambar 4.2 Persentase Sampel Menurut Kelompok Umur Dari tabel 4.2 dan gambar 4.2 didapatkan penderita asma pada kelompok umur 41-50 tahun menempati persentase terbanyak yaitu 24 orang (40%).
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan No.
Pekerjaan
Jumlah
%
1.
PNS
9
15
2.
Swasta
25
41,7
3.
Wiraswasta
5
8,3
4.
Pelajar
2
3,3
5.
Ibu Rumah Tangga
16
26,7
6.
Pensiun
1
1,7
Jumlah
60
100
2% 28%
PNS
15%
Swasta Wiraswasta
3%
9%
43%
Pelajar Ibu rumah tangga Pensiunan
Gambar 4.3 Persentase Sampel Menurut Pekerjaan Dari Tabel 4.4 dan Gambar 4.4 didapatkan persentase pekerjaan sampel terbanyak adalah swasta 25 orang (41,67%), sedangkan persentase pekerjaan sampel terkecil adalah pensiunan sebanyak 1 orang (1,67%). B. Analisis Statistika Data dalam penelitian ini dianalisis dengan uji Chi-Square, dengan uji ini dapat diketahui apakah hubungan yang teramati hubungan antara variabel
commit to user tergantung aktivitas fisik dengan variabel bebas kontrol asma. Setelah hasil
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
uji Chi-Square didapat, maka dapat dilihat niali signifikansinya. Hubungan signifikan jika p < 0,05. Tabel 4.4 Analisis Bivariat tentang Aktivitas Fisik antara Pasien Asma Terkontrol Sebagian dengan Tidak Terkontrol Aktivitas Fisik Variabel
Asma Terkontrol Sebagian Asma Tidak Terkontrol
Total
P
9(30)
30(100)
-
1(3,3)
30(100)
0,002
Rendah
Sedang
Tinggi
n(%)
n(%)
n(%)
11(36,7) 10(33,3) 24(80)
5(16,7)
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada kelompok asma terkontrol sebagian sampel dengan aktivitas fisik rendah sebanyak 11 orang (36,7%), aktivitas fisik sedang sebanyak 10 orang (33,3%) dan aktivitas tinggi sebanyak 9 orang (30%). Sedangkan pada kelompok asma tidak terkontrol sampel dengan aktivitas rendah sebanyak 24 orang (80%), aktivitas sedang sebanyak 5 orang (16,7%) dan aktivitas tinggi 1 orang (3,3%). Tabel 4.5 Analisi Data dengan Menggunakan Uji Chi Square Value
df
Asymp.Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
12.895a
2
.002
Likehood Ratio
14.006
2
.001
N of Valid
60
Cases
Dengan analisis bivariat menggunakan uji Chi Square (Tabel 4.5) dapat memperoleh nilai p = 0,002. commit Nilai pto<user 0,05 menunjukkan hubungan yang
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
signifikan antara kontrol asma dengan aktivitas fisik. Akan tetapi, tidak dapat memperoleh nilai Odd Ratio (OR) karena tabel yang diperoleh adalah 3x2. Sehingga data penelitian dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik untuk mengetahui nilai OR dengan program SPSS 17.00 for Windows. Kelompok aktivitas fisik rendah digunakan sebagai pembanding dalam mencari nilai OR. Dengan menggunakan uji Regresi Logistik dapat diketahui apakah perbedaan perbedaan yang teramati pada masing-masing variabel bermakna atau tidak bermakna. Tabel 4.6 Analisis Data dengan Uji Regresi Logistik 95% C.I.for EXP(B) B
S.E
Aktivitas Aktivitas
Wald
Df
Sig.
10.321
2
.006
Exp(B)
Lower
Upper
2.977
1.115
7.128
1
.008
19.636
2.207
174.714
1.504
1.188
1.603
1
.205
4.500
.439
46.170
-2.197
1.054
4.345
1
.037
.111
(1) Aktivitas (2) Constant
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa Aktivitas (1) adalah perbandingan antara aktivitas fisik rendah dengan tinggi. Nilai p adalah sebesar 0,008. Nilai OR adalah sebesar 19,62 dengan interval kepercayaan 95% antara 2,2 sampai dengan 174,7. Sedangkan aktivitas (2) adalah perbandingan antara aktivitas sedang dengan tinggi. Nilai p adalah sebesar 0,205. Nilai OR adalah sebesar 4,50 dengan interval kepercayaan 95% antara 0,4 sampai dengan 46,2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian yang berjudul “Perbedaan Aktivitas Fisik pada Pasien Asma Terkontrol Sebagian dengan Tidak Terkontrol” dilakukan sejak bulan Mei - Juli 2012 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan didapatkan 60 sampel yang terdiri dari 30 pasien asma terkontrol sebagian dan 30 pasien asma tidak terkontrol. Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin (Tabel 4.1) didapatkan hasil bahwa penderita asma yang terbanyak adalah wanita, berjumlah 37 orang (62%) dibandingkan dengan laki-laki yang berjumlah 23 orang (38%). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa pada orang dewasa dengan asma mayoritas penderitanya adalah wanita (Sundaru dan Sukamto, 2007). Hal ini dikarenakan jenis kelamin merupakan faktor predisposisi asma. Perempuan lebih rentan terhadap stres dan faktor hormonal (menstruasi, premenstruasi, kehamilan) yang menjadi faktor pencetus terjadinya asma (Surjanto, 2001). Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pada penelitian ini, penderita asma paling banyak didapatkan pada kelompok umur 41-50, berjumlah 24 orang (40%). Penelitian yang dilakukan Center for Disease Control (CDC) tahun 1998 di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa penderita asma dewasa paling sering ditemukan pada usia 45-47 tahun. Faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor risiko pencetus asma (Karjadi, 2003). Prevalensi di masyarakat umum tidak diketahui secara pasti, tetapi di Amerika Serikat ± 15% populasi penderita asma bronkiale mempunyai hubungan commit to user
48
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
erat dengan faktor lingkungan kerja (Yeung dan Malo, 1995). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase pekerjaan terbanyak adalah swasta 43% atau 25 orang (Tabel 4.3). Pekerjaan yang dikategorikan swasta sebagian besar adalah buruh bangunan dan pabrik yang lingkungan kerjanya banyak terdapat agen pencetus asma seperti debu, uap, gas, iritan, dan bahan kimia. Manfaat kontrol asma telah dilaporkan oleh banyak peneliti. Vollmer dkk (1999) melakukan penelitian pada 5181 pasien asma dewasa, untuk mencari hubungan kontrol asma dengan pemakaian fasilitas kesehatan dan kualitas hidup. Hasilnya menunjukkan makin buruk kontrol asma, makin sering kunjungan ke dokter, ke gawat darurat rumah sakit atau perawatan inap. Demikian pula semakin buruk kontrol asma, maka semakin rendah pula kualitas hidup pasien. Penelitian ini dianalisis lebih lanjut dan hasilnya menyatakan bahwa indeks kontrol asma berkontribusi secara bermakna dalam memprediksi pemakaian fasilitas kesehatan akut. Pasien yang mengalami gangguan saluran napas kronis ketika tidak terkontrol dapat menempatkan batas parah pada kehidupan sehari-hari dan kadang-kadang hingga fatal (GINA, 2011). Meskipun asma jarang menimbulkan kematian, penyakit ini sering menimbulkan masalah baik pada anak maupun dewasa. Asma dapat menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari dan gangguan emosi (cemas, depresi). Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari tetapi dapat pula bersifat menetap dan mengganggu aktivitas sehari-hari (Imelda dkk, 2007). commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan aktivitas fisik pada pasien
asma
terkontrol
sebagian
dengan
tidak
terkontrol.
Tabel
4.4
menggambarkan distribusi subjek penelitian berdasarkan aktivitas fisik. Pada kelompok asma terkontrol sebagian sampel dengan aktivitas fisik rendah sebanyak 11 orang (36,7%), aktivitas fisik sedang sebanyak 10 orang (33,3%) dan aktivitas tinggi sebanyak 9 orang (30%). Sedangkan pada kelompok asma tidak terkontrol sampel dengan aktivitas rendah sebanyak 24 orang (80%), aktivitas sedang sebanyak 5 orang (16,7%) dan aktivitas tinggi 1 orang (3,3%). Sebagian besar pasien yang tidak terkontrol asmanya mengalami berbagai gejala klinis seperti gejala harian atau serangan asma, gangguan tidur, frekuensi penggunaan obat spray atau pelega yang cukup tinggi, penurunan fungsi paru dan eksaserbasi (GINA, 2010). Rabe dkk (2000) menyatakan bahwa gejala klinis tersebut menyebabkan penurunan aktivitas fisik sehari-hari, sehingga pada beberapa pekerjaan penderita membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukannya. Dari tabel 4.5 menunjukkan hubungan yang signifikan antara hubungan aktivitas fisik dengan kontrol asma yaitu p = 0,002 (p < 0,05). Namun dengan uji Chi Square tidak didapatkan nilai Odd Ratio (OR) karena data penelitian lebih dari dua kategori dan diperoleh tabel 3x2 sehingga untuk mencari nilai OR menggunakan uji Regresi Logistik. Dari data pada tabel 4.6 dapat mengetahui seberapa besar risiko asma tidak terkontrol tiap kategori aktivitas fisik yang terdiri dari dua OR (OR1 dan OR2). Nilai OR1 yaitu aktivitas fisik rendah dibanding tinggi sebesar 19,64 kali, artinya pasien asma akan mengalami penurunan aktivitas menjadi rendah 19,64 kali commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
dibandingkan dengan aktivitas tinggi (OR = 19,64; CI 95% 2,20 s.d. 174,72; p = 0,008). nilai OR2 yaitu aktivitas fisik sedang dibanding tinggi sebesar 4,50 kali, artinya pasien asma akan mengalami penurunan aktivitas menjadi sedang 4,50 kali dibandingkan dengan aktivitas tinggi (OR = 4,50; CI 95% 0,44 s.d. 46,17; p = 0,205). pada pasien asma terkontrol sebagian jarang mengalami penurunan aktivitas fisik yaitu rendah dibandingkan asma tidak terkontrol yang cenderung mengalami penurunan aktifivitas fisik. Asma dapat menyebabkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dan terbukti menurunkan produktivitas serta kualitas hidup penderitanya (PDPI, 2006). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh United States Environmental Protection Agency dan Thomas (2004) yang menyimpulkan bahwa dari 3.207 kasus yang diteliti, penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir 44-51%, keterbatasan dalam aktivitas fisik sebanyak 44,1%, keterbatasan dalam aktivitas sosial sebanyak 38%, keterbatasan dalam memilih karier sebanyak 37,9%, dan keterbatasan dalam cara hidup sebanyak 37,1%. Bahkan, penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga sebanyak 32,6%, 28,3% mengaku terganggu tidurnya minimal sekali dalam seminggu, dan 26,5% orang dewasa juga absen dari pekerjaan. Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma sangat tinggi dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan perawatan di rumah sakit. Proses pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung, pengisian kuesioner ACT dan GPAQ, dan melihat data rekam medik pasien. Kelemahan commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari penelitian ini adalah faktor subyektivitas pasien dalam menjawab pertanyaan yang merupakan variabel luar yang tidak dapat dikendalikan oleh penulis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara aktivitas fisik berdasarkan kriteria Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) dengan asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol berdasarkan kriteria Asthma Control Test (ACT). Asma tidak terkontrol mempunyai risiko untuk melakukan aktivitas fisik rendah 19,64 kali dibandingkan dengan asma terkontrol sebagian dan asma tidak terkontrol mempunyai risiko untuk melakukan aktivitas fisik sedang 4,50 kali dibandingkan asma terkontrol sebagian.
B. Saran 1. Edukasi tentang asma dan penerapan penatalaksanaan asma berdasarkan kontrol asma pasien sesuai dengan prosedur pada Global Initiative for Asthma (GINA) serta keadaan kontrol asma sebaiknya dimonitor oleh petugas kesehatan maupun pasien asma sendiri. 2. Edukasi terhadap pasien untuk meningkatkan kontrol asma dengan cara tetap melakukan aktivitas fisiknya sehari-hari di dalam maupun di luar rumah. commit to user
53
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Edukasi terhadap pasien untuk melakukan kontrol asma dalam jangka panjang, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 4. Mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas fisik pada pasien asma dengan jumlah sampel yang representatif, populasi lebih luas, dan lebih mengontrol variabel perancu.
commit to user