PERBEDAAN KADAR KOLESTEROL LDL PASIEN DM TIPE 2 TERKONTROL DENGAN ULKUS DIABETIK DAN NON ULKUS DIABETIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran
Diajukan Oleh :
BAGUS BURHAN J500090067
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
ABSTRAK Bagus Burhan, J500090067, 2013. Perbedaan kadar kolesterol LDL pasien DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus diabetik dan non ulkus diabetik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Latar belakang: World Health Organization (WHO) memprediksikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari berjumlah 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Besarnya peningkatan insidensi DM tentu akan diikuti oleh peningkatan komplikasi kronik DM seperti ulkus diabetik. 15% dari seluruh penderita DM mengalami komplikasi ulkus diabetik yang dapat disebabkan oleh ateroslerosis, sementara itu Low Density Lipoprotein Cholesterol (LDL-C) merupakan faktor utama terbentuknya aterosklerosis. Tujuan: Mengetahui perbedaan kadar LDL-C pasien DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus diabetik dan non ulkus diabetik. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sampel meliputi pasien DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus diabetik dan non ulkus diabetik di poli penyakit dalam, bagian rawat inap dan instalasi rekam medis RSUD Dr. Moewardi periode Januari 2010 - Desember 2012. Besar sampel mencapai 60 pasien. Pengambilan sampel dengan tehnik purposive sampling yang terdiri dari 30 orang penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus diabetik dan 30 orang penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus diabetik. Data diperoleh dari catatan rekam medis pasien. Peneliti menggunakan uji T tak berpasangan sebagai uji analisis data. Hasil: Terdapat perbedaan rerata kadar LDL-C yang bermakna antara penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus dan tanpa ulkus dengan nilai p=0,039 (p<0,05). Rerata kadar LDL-C pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus mencapai 107,43 mg/dl sedangkan rerata LDL-C pada penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus mencapai 93,10 mg/dl dengan perbedaan mencapai 14,33 mg/dl. Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar kolesterol LDL-C yang bermakna antara pasien DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus diabetik dan tanpa ulkus diabetik dimana rerata kadar LDL-C lebih tinggi pada pasien DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus diabetik. Kata Kunci : Ulkus Diabetik, Kolesterol LDL, DM Tipe 2 Terkontrol
PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap insulin, yang disebut dengan resistensi insulin ataupun oleh kurangnya hormon insulin atau disebut dengan defisiensi insulin (Guyton & Hall, 2007). Prevalensi DM di tahun 1994, terdapat 100 juta orang penderita DM diseluruh dunia, sedangkan pada tahun 2004, jumlahnya mencapai 170 juta penderita. (Kariadi, 2009). World Health Organization (WHO) juga memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia yang pada tahun 2000 berjumlah 8,4 juta menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) (PERKENI, 2011). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia lebih dari 20 tahun, berjumlah 133 juta jiwa, sementara itu pada tahun 2003 diperkirakan terdapat penderita DM sebesar 8,2 juta di daerah urban dan sekitar 5,5 juta di daerah rural dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7 % dan daerah rural 7,2% (PERKENI, 2011). Apabila berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti diatas, maka diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun. Bila dengan asumsi prevalensi DM urban 14,7% dan rural 7,2% maka diperkirakan terdapat 12 juta penderita DM di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (PERKENI, 2011). Berdasarkan laporan rumah sakit dan puskesmas di Jawa Tengah tahun 2006, kasus DM secara keseluruhan sebanyak 259.703 (80,97 per 1.000 penduduk) dengan kasus DM tipe 2 sebesar 72,56 per 1.000. Data ini menunjukkan penderita DM tipe 2 lebih besar daripada DM tipe 1 (Dinas Kesehatan Jawa Tengah (Dinkes Jateng), 2006). Peningkatan insidensi DM tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik DM berupa obstruksi makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah jantung koroner (PJK) dan juga pembuluh darah tungkai (Waspadji, 2009). Komplikasi DM yang sering dijumpai salah satunya adalah kaki diabetik, yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi dan gangren dan artropati Charcot (Cahyono, 2007). Sekitar 15% penderita DM mengalami komplikasi ulkus diabetik terutama ulkus di kaki, sehingga tidak jarang pada akhirnya harus diamputasi. Hal ini mengakibatkan tindakan amputasi sebanyak 60.000 per tahun (Misnadiarly, 2006; Seymour, 2000; Waspadji, 2009). Di RS dr. Cipto Mangunkusumo, ulkus kaki diabetik merupakan masalah yang besar dengan angka kematian dan amputasi yang masih tinggi, masing - masing sebesar 16% dan 25% dan sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi (Waspadji, 2009).
Kaki diabetik dapat disebabkan oleh ateroslerosis dimana Low Density Lipoprotein Cholesterol (LDL-C) merupakan faktor utama terbentuknya aterosklerosis. Kenaikan LDL-C merupakan permulaan terbentuknya aterosklerosis. Penumpukan LDL-C di dinding arteri bersifat pro-inflamasi. Peningkatan LDL-C juga bertanggung jawab terhadap semua fase aterosklerosis. Peningkatan LDL-C plasma menyebabkan retensi LDL-C di dinding arteri, lalu teroksidasi dan menyebabkan sekresi mediator inflamasi. Penurunan LDL-C dapat mengembalikan fungsi endotel (Rahmawansa; 2009). Salah satu cara untuk mengetahui kadar glukosa darah terkontrol atau tidak, yakni dengan tes HbAIC. HbA1C dapat menetukan Hb eritrosit yang mengikat glukosa dalam waktu 3 bulan terakhir (American Diabetes Association ) (ADA, 2012). Penelitian prospective oleh Adler et al., (2002) menyatakan bahwa hiperglikemi, merokok, dislipidemia dan tekanan darah merupakan faktor risiko yang dapat diubah yang memiliki hubungan dengan peripheral vascular disease (PVD) dengan nilai p untuk LDL-C adalah p = 0,013. Penelitian prospective oleh Ahmeti et al., (2012) bahwa kadar LDL-C merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik dengan nilai p = 0,000. Penelitian Mahato et al., (2011) didapatkan perbedaan LDL-C yang signifikan dengan p = 0.011 antara penderita DM tipe 2 dengan A1C ≤ 7,0 (mean = 91.63±4.27) dan A1C ≥ 7,0 (mean = 107.86±4.60). Tingginya angka kejadian pasien DM tipe 2 dengan komplikasi kaki diabetik membuat peneliti ingin mengkaji lebih jauh tentang perbedaan kadar kolesterol LDL pasien DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus diabetik dan non ulkus diabetik. METODE Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel dengan tehnik purposive sampling. Total sampel 60 pasien mencapai meliputi 30 pasien DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus diabetik dan 30 pasien DM tipe 2 terkontrol non ulkus diabetik di poli penyakit dalam, bagian rawat inap dan instalasi rekam medis RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Januari 2010 sampai Desember 2012. Data diperoleh dari catatan rekam medis pasien. Peneliti menggunakan uji T tak berpasangan sebagai uji analisis data. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta di bagian Poli Penyakit Dalam, bagian rawat inap dan Instalasi Rekam Medis yang dilaksanakan sejak 13 januari 2013 sampai 21 maret 2013 dengan sampel mencapai 60 orang yang terdiri dari 30 orang DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus dan 30 orang DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus. Data pada penelitian ini diambil dari data rekam medis pasien dan disajikan dalam bentuk tabel. Berikut ini adalah hasil penelitian tersebut.
Tabel 10. Distribusi Kejadian DM Tipe 2 Terkontrol dengan Ulkus Ulkus Berdasarkan Usia. Ulkus pada DM Tipe 2 Terkontrol Klasifikasi Ya Tidak Usia n % n 1 3,3 0 30-39 9 30,0 4 40-49 12 36,7 13 50-59 7 23,3 10 60-69 2 6,7 3 70-79 30 100,0 30 Total Sumber: Data Sekunder
dan Tanpa
% 0,0 13,3 43,3 33,3 10,0 100,0
Berdasarkan data pada pada tabel 10, menggambarkan angka kejadian DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus berdasarkan klasifikasi usia adalah sebagai berikut: Kelompok usia 30-39 tahun berjumlah 1 orang (3,3%), 40-49 tahun berjumlah 9 orang (30,0%), 50-59 tahun berjumlah 12 orang (36,7%), 60-69 tahun berjumlah 7 orang (23,3%), 70-79 tahun berjumlah 2 orang (6,7%), sedangkan jumlah penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus berdasarkan klasifikasi usia adalah sebagai berikut: Kelompok usia 30-39 tidak terdapat penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus, kelompok umur 40-49 tahun berjumlah 4 orang (13,3%), 50-59 tahun berjumlah 13 orang (43,3%), 60-69 tahun berjumlah 10 orang (10,0%), 70-79 tahun berjumlah 3 orang (10,0%). Tabel 11. Distribusi Kejadian DM Tipe 2 Terkontrol dengan Ulkus dan Tanpa Ulkus Berdasarkan Jenis Kelamin. Ulkus pada DM Tipe 2 Terkontrol Jenis Ya Tidak Kelamin n % n % Laki-laki 14 46,7 14 46,7 16 53,3 16 53,3 Perempuan 30 100,0 30 100,0 Total Sumber: Data Sekunder Data pada tabel 11 menggambarkan bahwa angka kejadian penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus pada laki-laki sebanyak 14 orang (46,7%) dan wanita 16 orang (53,3%), sedangkan pada penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus sebanyak 14 (46,7%) orang laki-laki dan 16 (53,3%) orang wanita.
Tabel 12. Distribusi Kadar A1C pada Penderita DM Tipe 2 Terkontrol dengan Ulkus dan Tanpa Ulkus Ulkus pada DM Tipe 2 Terkontrol Klasifikasi Ya Tidak A1C n % n % 15 50 17 56,7 Baik 15 50 13 43,3 Sedang 30 100 30 100 Total Sumber: Data Sekunder Berdasarkan pada tabel 12 menggambarkan kadar A1C pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus dan tanpa ulkus. Pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus didapatkan kadar A1C dengan kriteria baik sebanyak 15 orang (50%), kadar A1C kriteria sedang sebanyak 15 orang (50%). Pada penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus didapatkan kadar A1C kriteria baik sebanyak 17 orang (56,7%), kadar A1C kriteria sedang sebanyak 13 orang (43,3%). Tabel 13. Hasil Analisis dengan Uji T Tidak Berpasangan. Ulkus Pada Rerata LDL ± Perbedaan rerata DM Tipe 2 n P s.b. (IK95%) Terkontrol 30 107,43 14,33 <0.039 Ya 30 93,10 Tidak Sumber: Data Sekunder Berdasarkan pada tabel 13 didapatkan bahwa kadar rata-rata LDL-C pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus berkisar 107,43 mg/dl, sedangkan pada penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus memiliki rata-rata berkisar 93,10 mg/dl, dengan perbedaan rerata LDL-C mencapai 14,33 mg/dl. Hasil dari uji statistik menggunakan uji t tidak berpasangan, didapatkan nilai probability (p) sebesar 0,039 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar kolesterol LDL-C yang signifikan antara penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus dengan penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar kolesterol LDL pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus dan non ulkus yang dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta di bagian Poli Penyakit Dalam, bagian rawat inap dan Instalasi Rekam Medis. Berikut ini adalah pembahasan penelitian tersebut. Pada tabel 10, menggambarkan distribusi kejadian DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus dan tanpa ulkus berdasarkan usia. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kelompok usia 50-59 tahun memiliki jumlah terbanyak dalam frekuensi penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus maupun tanpa ulkus. Menurut PERKENI (2011) bahwa usia adalah faktor risiko yang tidak dapat diubah untuk
terjadinya DM, karena risiko terjadinya DM meningkat seiring bertambahnya usia, sehingga usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. Peningkatan insidensi DM tentu akan diikuti oleh meningkatnya komplikasi kronik DM berupa obstruksi vaskular, salah satunya adalah kaki diabetik yang dapat bermanifestasi sebagai ulkus diabetik (Cahyono, 2007; Waspadji, 2009). Prevalensi ulkus diabetik meningkat 3% pada penderita DM yang berusia >40 tahun dan meningkat 6 % pada usia >60 tahun, hal ini sesuai dengan penelitian Decroli, Karimi, Manaf, & Syahbuddin (2008), bahwa didapatkan usia rata-rata pada penderita ulkus DM berkisar 46-64 tahun, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa insidensi dan prevalensi ulkus diabetik meningkat sesuai bertambahnya usia (Decroli, Karimi, Manaf, & Syahbuddin, 2008). Pada tabel 11 menggambarkan distribusi jenis kelamin penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus dan tanpa ulkus. Dari data tersebut tampak jelas bahwa jumlah penderita wanita lebih banyak daripada laki-laki baik dari kelompok DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus maupun DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus. Hal ini mungkin berhubungan angka kejadian obesitas yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki, dikarenakan jumlah sel lemak pada wanita lebih banyak dari pada laki-laki (Guton & Hall, 2007). Obesitas berkaitan erat dengan terjadinya resistensi insulin, sehingga tidak mengherankan jika peningkatan angka obesitas diikiuti dengan peningkatan angka kejadian DM tipe 2 (Indriyanti, 2005). Faktor hormonal, terutama estrogen pada wanita kemungkinan memiliki peran penting sebagai faktor protektif terhadap aterosklerosis, sehingga pada wanita menopause memiliki faktor risiko tinggi untuk terjadinya aterosklerosis yang memiliki hubungan dengan kejadian ulkus diabetik (Japardi, 2002). Tabel 12 menggambarkan kadar A1C pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus dan tanpa ulkus. Data tersebut menggambarkan jumlah penderita DM tipe 2 terkontrol dengan kriteria baik, lebih banyak terdapat pada penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus, sedangkan DM tipe 2 terkontrol dengan kriteria sedang lebih banyak pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus, hal ini sesuai dengan penelitian oleh Zubair, Malik & Ahmad (2012) didapatkan perbedaan rerata kadar AIC yang signifikan dengan nilai p<0,005 (p<0,05) antara penderita DM tipe 2 dengan ulkus dan tanpa ulkus, dimana kadar A1C lebih tinggi pada penderita DM tipe 2 dengan ulkus. Tes AIC merupakan cerminan kadar glukosa darah selama 3 bulan yang lalu, sehingga persentase yang tinggi menandakan tinggi pula kadar glukosa darah seseorang (NIH, 2011). Glukosa dapat masuk ke dalam sel saraf, sel endotel pembuluh darah dan sel retina serta lensa tanpa memerlukan insulin. Keadaan glukosa yang berlebih mengakibatkan sel tersebut akan kebanjiran glukosa (Hiperglisolia). Hiperglisolia kronik mengubah homeostasis biokimiawi sel tersebut yang kemudian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik DM (Waspadji, 2009). Keadaan hiperglikemia yang berkepanjangan menimbulkan aktivasi jalur poliol, yaitu aktivasi enzim aldose reduktase yang merubah glukosa menjadi sorbitol, kemudian sorbitol dengan memanfaatkan adenin dinukleotida teroksidasi (NAD+) akan dioksidasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. (Decroli, Karimi, Manaf, & Syahbuddin, 2008; Subekti, 2009; Waspadji, 2009).
Sorbitol dan keduanya tidak terfosforilasi, tetapi sangat hidrofilik sehingga lambat saat penetrasi melalui membran lipid bilayer, hal ini mengakibatkan akumulasi sorbitol dan fruktosa di sel saraf (Subekti, 2009; Waspadji, 2009). Akumulasi ini menyebabkan hipertonik seluler, sehingga menimbulkan edem saraf (Subekti, 2009). Peningkatan sintesis sorbitol menghambat masuknya mioisonitol ke dalam sel saraf, sehingga penurunan mioisonitol dan akumulasi sorbitol di dalam sel saraf menyebabkan stress osmotik yang berakibat rusaknya mitokondria sel saraf dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC) (Subekti, 2009). Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraseluler meningkat dan juga menyebabkan terhambatnya mioisonitol untuk masuk ke dalam sel saraf, sehingga hal ini mengakibatkan gangguan pada transduksi sinyal saraf (Subekti, 2009). Peningkatan PKC juga akan menyebabkan proliferasi sel otot polos dan menyebabkan terbentuknya sitokin dan faktor pertumbuhan, seperti Tumor Growth Factor Beta (TGF Beta) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). PKC juga menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolisis. Berbagai proses tersebut selanjutnya akan memicu terjadinya angiopati diabetik (Waspadji, 2009). Reaksi jalur poliol juga akan menyebabkan penurunan NADPH saraf yang berfungsi sebagai kofaktor glutathione dan nitric oxide synthase (NOS), hal ini mengakibatkan penurunan kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO). Hiperglikemia berkepanjangan juga menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs) yang bersifat toksik dan dapat merusak semua protein tubuh termasuk sel saraf (Subekti, 2009). Hiperglisolia kronik yang terjadi akan mengubah homeostasis biokimiawi sel tersebut, yang meliputi beberapa jalur biokimiawi seperti peningkatan aktivasi jalur poliol, sintesis AGEs, pembentukan radikal bebas dan aktivasi PKC, sehingga aktivasi berbagai jalur tersebut mengakibatkan sintesis dan fungsi NO berkurang, dan ini mengakibatkan kemampuan vasodilatasi berkurang dan selanjutnya menimbulkan iskemik pada sel saraf dan bersamaan dengan rendahnya mioisonitol pada saraf, maka terjadilah neuropati diabetik (Subekti, 2009; Waspadji, 2009). Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Keadaan tersebut di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki diabetik (Cahyono, 2007). Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam, dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus (Cahyono, 2007)
Pada tabel 13 didapatkan rata-rata kadar kolesterol LDL-C pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus mencapai 107,43 mg/dl, sedangkan pada penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus memiliki rata-rata mencapai 93,10 mg/dl, dengan perbedaan LDL-C rerata mencapai 14,33 mg/dl. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji t tidak berpasangan, didapatkan nilai probability (p) sebesar 0,039 (p<0,05). Uji t adalah uji parametrik yang memiliki beberapa persyaratan, yaitu skala uji harus numerik, distribusi data harus normal, varians data boleh sama atau tidak (Dahlan, 2011). Pada penelitian ini menggunakan skala numerik, dimana variabel terikat merupakan variabel kategorik dan variabel bebas merupakan variabel numerik. Distribusi data pada penelian ini dinyatakan normal menurut uji Kolmogorov-Smirnov dengan nilai p>0,05 seperti yang tercantum pada lampiran. Varians data peda penelitian ini tidak harus sama, mengingat kesamaan varians tidak menjadi syarat mutlak untuk 2 kelompok tidak berpasangan, artinya varians data boleh sama boleh juga berbeda (Dahlan, 2011). Sementara itu, maksud dari nilai p=0,039 adalah jika rerata kadar kolesterol LDL pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus tidak berbeda dengan kadar kolesterol LDL pada penderita DM tipe 2 terkontrol tanpa ulkus, maka faktor peluang saja dapat menerangkan 3,9%. Karena peluang untuk menerangkan hasil yang diperoleh <5%, maka hasil ini bermakna. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar kolesterol LDL yang bermakna antara penderita DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus dan tanpa ulkus. Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Zubair, Malik & Ahmad (2012) didapatkan perbedaan rerata kadar LDL-C yang signifikan dengan nilai p<0,001 (p<0,05) antara penderita DM tipe 2 dengan ulkus dan tanpa ulkus, dan penelitian oleh Mahato et al., (2012) bahwa terdapat perbedaan kadar LDL-C yang bermakna dengan nilai p = 0.011 antara penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol. Adler et al., (2002) & Ahmeti et al., (2012) menyatakan bahwa kadar LDL-C merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ulkus diabetik. Keadaan resistensi insulin akan meningkatkan proses lipolisis trigliserid oleh hormon sensitif lipase, sehingga konsentrasi asam lemak bebas meningkat (Indriyanti, 2005). Asam lemak akan dibentuk kembali di hati menjadi trigliserid dan menjadi bagian dari VLDL. VLDL yang dibentuk pada keadaan resistensi insulin memiliki kadar trigliserid yang tinggi (Adam, 2009; Guyton & Hall, 2007). Di dalam sirkulasi, terjadi pertukaran trigliserid yang terkandung dalam VLDL dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL, hal ini menghasilkan LDL dengan tinggi trigliserid tetapi kurang kolesterol ester, selanjutnya trigliserid yang terkandung dalam LDL akan dihirolisis oleh enzim hepatic lipase sehingga menghasilkan LDL kecil-padat yang lebih mudah menembus dinding vaskular dan lebih rentan terhadap oksidasi oleh radikal bebas (Adam, 2009; Susanti, 2006). Hiperkolesterolemia pada penderita DM merupakan salah satu penyebab disfungsi endotel dan meningkatkan produksi radikal bebas oksigen yang menonaktifkan nitrit oksida, sehingga LDL-C akan tertimbun dalam lapisan intima ditempat meningkatnya permeabilitas endotel (Price & Wilson, 2005).
Akumulasi LDL-C di dinding vaskular pada lapisan intima ditambah lagi dengan perubahan kimiawi lemak yang di picu oleh radikal bebas di dinding arteri akan menghasilkan LDL-C teroksidasi yang berperan dan mempercepat timbulnya plak ateromatosa (Robbins, Kumar, & Cotran, 2007; Price & Wilson, 2005). Growth factor dan growth hormon menstimulasi proliferasi dan migrasi makrofag dan sel otot polos vaskular membentuk plak atersklerosis (Susanti, 2006). Proliferasi sel otot polos dan pengendapan matriks ekstra sel di intima mengubah bercak perlemakan menjadi ateroma fibrofatty matang dan berperan menyebabkan pertumbuhan lesi aterosklerotik dan membentuk plak aterosklerosis (Robbins, Kumar, & Cotran, 2007; Rahmawansa, 2009). Hal ini menyebabkan terjadinya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Hastuti, 2008). Pada penelitian ini masih banyak faktor-faktor yang merancukan hasil penelitian diantaranya sebagai berikut: 1. Peneliti tidak memperhatikan faktor sosiodemografi dan ekonomi pasien. Hal ini dapat mempengaruhi hasil penelitian, mengingat kadar LDL-C sangat dipengaruhi oleh diet, lingkungan yang mendukung pasien dalam melaksanakan diet, tingkat pendidikan pasien dalam melaksanakan diet yang dianjurkan oleh dokter dan pekerjaan seseorang yang berkaitan dengan diet pasien tersebut. 2. Peneliti tidak mengeksklusikan penderita dengan hiperkolesterolemia familial, karena hal ini akan merancukan hasil perhitungan kadar kolesterol LDL. 3. Peneliti tidak melakukan pencatatan kadar HDL-C penderita mengingat pengaruhnya dengan kadar asam lemak bebas yang secara tidak langsung mempengaruhi kadar LDL-C. 4. Peneliti tidak memperhatikan penggunaan obat-obat penurun lemak yang digunakan pasien, karena hal ini dapat mempengaruhi kadar kolesterol LDL-C. SIMPULAN Terdapat perbedaan kadar kolesterol LDL-C yang bermakna antara pasien DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus diabetik dan tanpa ulkus diabetik dimana rerata kadar LDL-C lebih tinggi pada pasien DM tipe 2 terkontrol dengan ulkus diabetik.
DAFTAR PUSTAKA ADA 2012. Standards of Medical Care in Diabetes-2012. Adam J.MF., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Dislipidemia, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1991-22. Adler et al., 2002. UKPDS 59: Hiperglycemia And Other Potentially Modifiable Risk Factors For Peripheral Vascular Disease In Type 2 Diabetes. 25: 1 Antono D., & Ismail D., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Penyakit Arteri Perifer. Jilid 2. Edisi 4. Jakarta: FK UI pp. 1831-32. Cahyono B.S.J.B., 2007. Manajemen Ulkus Diabetik. 20: 104-06 Dahlan S.M., 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS, Edisi 5, Jakarta: Salemba Medika pp. 11-12 Decroli E., Karimi J., Manaf A., & Syahbuddin S., 2008. Profil Ulkus Diabetik pada Penderita Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr M. Djamil Padang. Ulkus Diabetik. 58: 4, 6 DINKES JATENG, 2006. Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2006. Eko V., 2011. Terapi Diabetes Mellitus. 182: 14 Frykberg et al., 2006. Diabetic Foot Disorders: A Clinical Practice Guideline. 45 Gunawan L., 2001. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi, Yogyakarta: Kanisius pp. 7 Guyton., & Hall., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Jakarta: EGC pp. 1011-12, 1014, 1022-25. Hastuti T.R., 2008. Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Mellitus. Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. Tesis Hussain et al., 2012. Mechanisms involved in cellular ceramide homeostasis. 71:3 Indriyanti R.S., 2005. Peran Asam Lemak Bebas, Stress Oksidatif & Keadaan Inflamasi Terhadap kejadian Resistensi Insulin. 6: 2 Japardi I., 2002. Aterogenesis dan Infark Aterotrombotik. Japardi I., 2002. Patomekanisme Stroke dan Infark Aterotrombotik.
Kariadi S.K.H.S., 2009. Diabetes? Siapa Takut, Bandung; Qanita pp. 67 Lipsky et al., 2004. Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. 39: 894 Mahato et al., 2011. Association between glycaemic control and serum lipid profile in type 2 diabetic patients: Glycated haemoglobin as a dual biomarker. Diabetes Mellitus. 22: 378 Manaf A., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Insulin : Mekanisme Sekresi Dan Aspek Metabolisme, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1897-99. Misnadiarly., 2006. Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Jakarta : Populer Obor Murray., Granner., & Rodwell., 2009. Biokimia Harper, Edisi 27, Jakarta: EGC pp. 237, 249. Murti B., 2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan, Cetakan Pertama, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press pp. 123-24 NIH Publication., 2011. The A1C Test and Diabetes. 11: 1-2, 6-7 Notoatmodjo S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi Cetakan 1, Jakarta: PT Rineka Cipta. PERKENI 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Price A.S., & Wilson M.L., 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6, Jakarta: EGC pp. 135. Rahmawansa S.S., 2009. Dislipidemia Sebagai Faktor Risiko Utama Penyakit Jantung Koroner. 36: 181-82 Robbins., Kumar., & Cotran., 2007. Buku Ajar Patologi, Volume 2, Edisi 7, Jakarta: EGC pp. 369-70, 374-77. Seymour IS., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Jakarta: EGC Slater R., Ramot Y., Rapoport M., 2001. Diabetic Foot Ulcers : Principles of Assessment and Treatment. Debridement. 3: 60
Soegondo S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Insulin : Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1884. Soemadji W.D., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Hipoglikemia Iatrogenik, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp.1900. Soewondo P., & Hendarto H., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Asidosis Laktat, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1917. Soewondo P., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Insulin : Ketoasidosis Diabetik, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1966. Soewondo P, 2009., Buku Ajar Penyakit Dalam: Insulin : Koma Hiperosmolar Hiperglikemik non Ketotik, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1913. Subekti I., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Neuropati Diabetik, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1948. Susanti E., 2006. Hubungan Antara Atherogenic Index Of Plasma, LDL KecilPadat, Lecithin Cholesterol Acyl Transferase, Dan Cholesterol Ester Transfer Protein Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol. 3: 3, 6 Waspadji S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Komplikasi Kronik Diabestes, Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1923-24. Waspadji S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Kaki Diabetes, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1961-62. White C., 2007. Intermittent Claudication. 356: 1242 Yogiantoro M., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial, Jilid II, Edisi 4, Jakarta: FK UI pp. 1079 Zubair M., Malik A., & Ahmad J., 2012. Plasma Adiponectin, IL-6, hsCRP, and TNF-α Levels in Subject with Diabetic Foot and Their Correlation with Clinical Variables in a North Indian Tertiary Care Hoapital. Correlation. 16: 772