1
HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN QUALITY OF LIFE (QOL) PADA PASIEN ULKUS DIABETIK Agung Ginanjar1, Tuti Herawati2 Program Sarjana Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Universitas, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Ulkus diabetik merupakan penyakit komplikasi dari diabetes melitus, lama sembuh dan terjadi berulang sehingga mempengaruhi kualitas hidup penderita. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara tingkat depresi dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetes. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Pemilihan sampel dengan cara purposive sampling yang melibatkan 30 responden. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara nilai depresi dengan kualitas hidup dengan p-value 0,000 Hasil penelitian ini diharapkan merekomendasikan program pencegahan dan penanganan depresi pada pasien dengan ulkus diabetik. Kata kunci: depresi, ulkus diabetik, kualitas hidup Abstract Diabetic ulcers are the complications of diabetes mellitus, healed over and repeated that affect the quality of life patients. The purpose of this study was to identify the relationship between depression and quality of life patients with diabetic ulcer. The design of this study is a descriptive correlation cross-sectional approach. The selection of samples were done in purposive sampling method and were studied in 30 respondents. The result are a significant correlation value depression with quality of life with p-value 0,000. The results of this study are expected to recommendation a program of prevention and treatment of depression patients with diabetic ulcers. Keywords: depression, diabetic ulcers, quality of life
Pendahuluan Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik yang ditandai oleh tingginya kadar glukosa dalam darah akibat kegagalan produksi insulin, kerja insulin atau keduanya (Kirsner, S. 2010). Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan global yang insidensinya semakin meningkat. Sebanyak 171 juta orang di dunia menderita diabetes, dan diperkirakan mencapai 366 juta jiwa pada tahun 2025. Di Amerika Serikat, berdasarkan “2011 National Diabetes Fact Sheet” sebanyak 25,8 juta orang (8,3% dari populasi) menderita diabetes. Kasus baru yang didiagnosis pada tahun 2010 sebanyak 1,9 juta kasus (ADA, 2011; WHO, 2011). Menurut WHO tahun 2000, Indonesia menempati peringkat keempat negara dengan
prevalensi diabetes terbanyak di dunia setelah India, Cina, dan Amerika dengan jumlah penderita sebesar 8,4 juta orang. Jumlah ini diasumsikan akan meningkat tiga kali lipat pada tahun 2030. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2003 prevalensi diabetes pada penduduk di atas 20 tahun sebanyak 13,7 juta (PERKENI, 2011) Diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut, salah satu komplikasi yang paling sering terjadi yaitu ulkus diabetik. Penyebab dari ulkus diabetik biasanya diawali dengan adanya neuropati perifer, deformitas, insufisiensi pembuluh darah, dan trauma atau infeksi (Kirsner, S. 2010). Ulkus Diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
2
yang terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Sekitar 15% dari semua individu dengan diabetes akan mengalami ulkus diabetik (Mayfield, 1998 dalam Gilpin & Lagan, 2008). Respon psikologis dapat timbul karena depresi yang dialami pasien ulkus diabetikum dibuktikan oleh penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Ningsih (2008) tentang pengalaman psikososial pasien ulkus diabetikum cenderung mengalami depresi yang ditandai dengan sikap ketakutan, tidak berdaya, menjadi beban keluarga, dan menyalahkan diri sendiri. Peneltian ini diperkuat oleh Iversen (2009) yang menyimpulkan pasien ulkus diabetikum tidak mempunyai persepsi sehat dan kondisi psikologis yang baik. Vieikyte (2009) menyebutkan penyebab depresi pada pasien ulkus diabetikum itu sendiri adalah ulkus neuropati pada kaki sebagai salah satu komplikasi DM. Ulkus diabetik memiliki dampak negatif terhadap kualitas hidup pasien diabetes. Gilpin & Lagan (2008) menemukan efek dari Health-related quality of life (HRQOL) atau hubungan kesehatan dari kualitas kehidupan pasien dengan penderita diabetes melitus terutama yang memiliki ulkus diabetik dan mengasumsikan bahwa ulkus diabetik dapat memberikan efek negatif kepada emosional, fisik, dan ekonomi. Selain itu Vileikyte (2005) menambahkan bahwa pasien diabetes melitus dengan ulkus diabetik dapat mempengaruhi keadaan psikologis, gangguan dalam proses berfikir dan konsentrasi serta gangguan dalam hubungan sosial. Semua kondisi tersebut akan menyebabkan menurunnya kualitas hidup pasien dengan ulkus diabetik. Rumah Sakit Dompet Duafa merupakan rumah sakit non profit yang menyediakan pelayanan khusus poli perawatan luka. Prevalensi ulkus
diabetik di RS Dompet Duafa mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dalam rentang waktu 1 bulan pada bulan Desember tahun 2014 sebanyak 186 kunjungan pasien ulkus yang menjalani rawat jalan, sedangkan pada bulan berikutnya, bulan Januari 2014 terjadi peningkatan jumlah kunjungan pasien ulkus sebesar 198 orang (Rekam Medik, 2014). Kebanyakan dari pasien yang berkunjung berasal dari keluarga kurang mampu, sesuai dengan sasaran perawatan yaitu untuk pasien dengan ekonomi rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Bord (1998 dalam Gilpin & Lagan, 2008) dengan adanya ulkus kaki berpengaruh terhadap kondisi ekonomi karena sekitar 50% pasien ulkus kehilangan pekerjaannya disebabkan karena ketidakmampuan secara fisik. Disisi lain biaya perawatan yang di butuhkan cukup banyak. Hal ini yang mendasari peneliti ingin meneliti tingkat depresi dan kualitas hidup pasien ulkus diabetes di Rumah Sakit Duafa yang termasuk didalamnya segi fisik, psikis, sosial dan juga ekonomi.
Metode Desain penelitian menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, Penelitian ini mengidentifikasi hubungan antara depresi dengan kualitas hidup pada pasien ulkus diabetik di RS Duafa. sampel diambil secara purposive sampling, besar sampel yaitu 30 responden pasien ulkus diabetik. Instrumen yang digunakan untuk mengukur depresi yaitu DBI-II, sedangkan WHOQOLBREF yang merupakan kuesioner singkat dari WHOQOL 100, di gunakan untuk mengukur kualitas hidup. Prosedur pengambilan data dilakukan dengan membagikan kuesioner penelititan, pengolahan data dan analisis data menggunakan program komputer. Uji statistik yang di gunakan adalah uji independent T test, uji Chi-square dan korelasi Pearson.
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
3
Hasil 1. Analisis Univariat Hasil analisis menunjukkan perbandingan antara wanita dan laki-laki masing-masing 63,3% lebih banyak responden perempuan dibanding laki-laki yang hanya 36,7%. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Derajat Luka dan Kualitas hidup (n= 30) Variabel Jenis Kelamin Pendidikan Derajat Luka Kualitas Hidup
Kategori Laki-laki Perempuan Tinggi Rendah Tidak dalam Dalam Tinggi Rendah
Frekuensi 11 19 7 23 4 26
(%) 36,7 63,3 23,3 76,7 13,3 86,7
14 16
46,7 53,3
Bedasarkan Tabel 1. Pendidikan responden lebih dominan pada pendidikan rendah (76,7%) untuk kategori SD dan SMP, sedangkan pendidikan tinggi 23,3% untuk kategori SMA dan PT. Derajat luka responden derajat luka dalam 86,7% lebih banyak dibanding derajat luka tidak dalam yang hanya 13,3%. Kualitas hidup rendah sebanyak 16 orang (53,3%) responden, dan sebanyak 14 orang (46,3%) dengan kualitas hidup tinggi. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur, lama menderita DM, Lama menderita Luka dan depresi di Poli Perawatan Luka RS Duafa Bogor Bulan Mei 2014 (n= 30) Variabel
Mean
Median
SD 9,991 4,67
MinMaks 26-78 1-19
CI 95% Lower-Upper 48,24-55,70 3,12-6,61
Umur Lama DM Lama luka Depresi
51,97 4,87
54,00 3,00
2,77
2,50
2,34
1-12
1,89-3,64
10,10
9,00
5,040
3-20
8,22-11,98
Hasil analisis menunjukkan rata-rata usia responden pada penelititan ini adalah 57,77 tahun, dengan usia minimum 26 tahun dan maksimum berusia 78 tahun. Rata-rata lama menderita DM responden adalah 4,87 tahun dengan skor tertinggi 19 dan skor terendah 1. Skor rata-rata lama menderita luka responden
adalah 2,77 bulan dengan skor tertinggi 12 dan terendah 1. Skor rata-rata depresi responden adalah 10,10 dengan skor tertinggi 20 dan skor terendah 3. Distribusi responden berdasarkan kualitas hidup responden sebagian besar kualitas hidup rendah sebanyak 16 orang (53,3%), dan sebanyak 14 orang (46,3%) dengan kualitas hidup tinggi. 2. Analisis Bivariat Tabel 6. Analisis Hubungan Jenis Kelamin, Pendidikan, Derajat luka dengan Kualitas hidup pasien ulkus diabetik di Poli Perawatan Luka RS Duafa Bogor Bulan Mei-Juni 2014 (n= 30)
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup responden berdasarkan Variabel
JK Laki-laki Perempuan Pendidikan Rendah Tinggi Drjt Luka Tidak dalam Dalam
Kualitas hidup Rendah Tinggi n % n % 7 9
63,6 47,4
4 10
36,4 52,6
13 3
56,5 42,9
10 4
43,5 57,1
2 14
50 53,8
2 12
50 46,2
OR (95% CI)
P value
1,944 (0,4248,919) 1,733 (0,3149,573) 0,857 (0,1047,043)
0,631 0,840 0,886
tabel 5. diperoleh bahwa ada sebanyak 9 (47,4%) responden yang berjenis kelamin perempuan dengan kualitas hidup rendah, sedangkan responden yang berjenis kelamin laki-laki ada sebanyak 7 orang (63,6%) responden yang dengan kualitas hidup rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai P: 0,631 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup responden. Hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan kualitas hidup responden berdasarkan tabel 5. diperoleh bahwa ada sebanyak 13 orang (56,5%) responden yang berpendidikan rendah memiliki kualitas hidup rendah, sedangkan responden dengan pendidikan tinggi ada sebanyak 3 orang (42,9%) dengan
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
4
kualitas hidup rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai P: 0,840 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kualitas hidup responden. Hasil analisis hubungan antara derajat luka dengan kualitas hidup responden diperoleh bahwa ada sebanyak 14 (53,8%) responden dengan derajat luka dalam memiliki kualitas hidup yang rendah, sedangkan responden dengan derajat luka yang tidak dalam hanya sebanyak 2 (50%) responden yang memiliki kualitas hidup rendah. Hasil uji statistik diperoleh nilai P: 0,886 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara derajat luka dengan kualitas hidup responden. Tabel 7. Analisis Hubungan Usia dengan Kualitas hidup pasien ulkus diabetik di Poli Perawatan Luka RS Duafa Bogor Bulan Mei-Juni 2014 (n= 30) Kualitas hidup n Mean SD SE P value Usia Rendah 16 52,94 7,252 1,813 0,578 Tinggi 14 50,86 12,630 3,376 Lama DM Rendah 16 6,13 5,886 1,472 0,116 Tinggi 14 3,43 2,138 0,571 Lama Luka Rendah 16 2,88 2,553 0,638 0,792 Tinggi 14 2,64 2,170 0,580
Rata-rata usia yang kualitas hidupnya rendah adalah 52,94 tahun dengan standar deviasi 7,252 tahun. Hasil uji statistik didapatkan nilai p: 0,578, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata usia antara kualitas hidup rendah dengan kualitas hidup tinggi. Rata-rata lama menderita DM yang kualitas hidupnya rendah adalah 6,13 tahun dengan standar deviasi 5,886 tahun. Hasil uji statistik didapatkan nilai p: 0,116, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada hubungan rata-rata lama menderita DM antara kualitas hidup rendah dengan kualitas hidup tinggi.
standar deviasi 2,55 bulan. Hasil uji statistik didapatkan nilai p: 0,792, tidak ada hubungan antara rata-rata lama menderita luka dengan kualitas hidup. Tabel 10. Analisis Hubungan Depresi dengan Kualitas hidup pasien ulkus diabetik di Poli Perawatan Luka RS Duafa BogorBulan Mei-Juni 2014 (n= 30) Variabel Kualitas Hidup Rendah Tinggi
Mean
13,56 6,14
SD
4,211 2,143
N
16 14
T
P value
Mean diff CI (95%)
5,945
0,000
7,420 (4,8639,976)
Hasil analisis hubungan antara depresi dengan kualitas hidup responden diperoleh rata-rata kualitas hidup responden yang rendah adalah 13,56 dengan standar deviasi 4,211. Sedangkan rata-rata responden dengan kualitas hidup tinggi adalah 6,14 dengan standar deviasi 2,143. Ada hubungan yang signifikan rata-rata depresi responden dengan kualitas hidup responden (p: 0,000 ∝: 0,05).
Pembahasan 1. Hubungan umur dengan kualitas hidup Hasil penelitian menunjukan bahwa ratarata usia responden 51,97 tahun. Faktor usia merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah, menurut Smeltzer dan Bare (2008), ulkus diabetik akibat dari Diabetes Melitus (DM) merupakan komplikasi yang sering terjadi dan banyak dialami oleh dewasa diatas 40 tahun. Hal ini disebabkan resistensi insulin pada penderita DM cenderung meningkat pada usia (40-65 tahun), disamping adanya riwayat obesitas dan adanya faktor keturunan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Niranjan, Santwani dan Baghel (2012) tentang derajat kualitas hidup pasien ulkus neuropati didapatkan usia rata-rata responden yaitu 57,77 tahun.
Rata-rata lama menderita luka yang kualitas hidupnya rendah adalah 2,88 bulan dengan
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
5
Analisis hubungan antara umur dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik, menunjukkan kualitas hidup yang rendah lebih banyak terjadi pada rata-rata usia 53 tahun. Hasil uji statistik lebih lanjut disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan nilai kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Hasil penelititan ini tidak sejalan dengan penelitian Wexler (2006) bahwa peningkatan umur berhubungan dengan penurunan kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Begitu juga dengan penelitian Funnel (2008) menyatakan bahwa proses penambahan umur berefek negatif terhadap kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Senada dengan studi yang dilakukan Boye et al. (2007) tentang HRQOL, diyakini bahwa penambahan umur merupakan salah satu prediktor yang signifikan terhadap rendahnya kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Menurut peneliti, secara normal seiring bertambah usia seseorang terjadi perubahan baik fisik, psikologis bahkan intelektual. Penambahan usia terutama pada usia lanjut akan mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimiawi. Hal ini akan menyebabkan kerentanan terhadap suatu penyakit serta bisa menimbulkan kegagalan dalam mempertahankan homeostasis terhadap suatu stress. Kegagalan mempertahankan homeostasis ini, akan menurunkan ketahanan tubuh untuk hidup dan meningkatkan kemudahan munculnya gangguan pada diri individu tersebut, akan tetapi apabila dilihat dari segi fsikis dan ketahanan mental pada usia muda sebagai usia produktif dan lebih aktif dengan adanya gangguan penyakit kronis yang menghambat terhadap aktiftas dan produktifitasnya maka akan secara langsung berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup individu tersebut.
2. Hubungan jenis kelamin dengan kualitas hidup Hasil analisis menunjukkan jumlah pasien ulkus diabetik perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara depresi dengan jenis kelamin. Kaitan antara jenis kelamin dengan depresi ditunjukkan oleh beberapa penelitian menyatakan wanita mempunyai faktor predisposisi untuk berkembangnya gejala- gejala depresi dan depresi mayor karena fluktuasi hormon (Keltner, 2002). Peneliti lainnya menyatakan fluktuasi hormon mempengaruhi perkembangan MDD melalui interaksi neurotransmitter, faktor psikososial, dan sistem stres (Keltner, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Edge dan Zheng (2003) disimpulkan dari 176 responden yang mengalami depresi sebagian besar adalah wanita (11,2%) sedangkan pria hanya 7,2% (p value = 0,009, ! = 0,05). Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan nilai kualitas hidup responden. Hal ini sesuai dengan penelitian Chaveeponjkamjorn (2008), bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, umur, sosial ekonomi serta lama diabetes dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Mandagi (2010) yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Selanjutnya Issa & Baiyewu (2006) dalam penelitiannya tentang kualitas hidup pasien ulkus diabetik, bahwa jenis kelamin tidak berhubungan. Berbeda dengan penelitian Gautam (2009), menyampaikan dengan rendahnya kualitas hidup pasien. Ditambahkan lagi oleh Reid & Walker (2009 ) pada penelitiannya membuktikan bahwa salah satu faktor demografi yang
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
6
tidak berkontribusi terhadap kualitas hidup yang rendah adalah jenis kelamin. bahwa jenis kelamin berhubungan dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Mayoritas kualitas hidup yang rendah terdapat pada jenis kelamin perempuan. Demikian juga penelitian Wexler (2006), didapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik (p value < 0.0001). Senada dengan penelitian Chyun (2006) tentang kualitas hidup pasien ulkus diabetik, membuktikan bahwa jenis kelamin berhubungan dengan kualitas hidup, dimana perempuan memiliki kualitas hidup yang rendah dibanding laki-laki. Selanjutnya Rubin (2000), pada penelitiannya tentang kualitas hidup pada pasien ulkus DM, bahwa laki-laki pada umumnya memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibanding perempuan. Hasil pada penelitian ini secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup. Asumsi peneliti bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan yang sama dalam menyelesaikan berbagai masalah atau menggunakan koping. Responden laki-laki dan perempuan menyikapi dan berprilaku sesuai dengan yang diharapkan untuk mengelola penyakitnya. Sehingga meskipun jenis kelamin berbeda tetapi tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalah ulkus diabetik tepat, tentunya kualitas hidup tetap terpelihara dengan baik. 3. Hubungan tingkat pendidikan dengan kualitas hidup Tingkat pendidikan sebagian responden berada pada kategori rendah, yaitu SD dan SMP sebanyak 23 orang (76,7%). Sejalan dengan penelitian Mier (2008) dalam cross sectional study pada pasien ulkus diabetik, menemukan sebagian besar responden memiliki pendidikan yang rendah (70%).
Begitu juga pada penelitian Wen et al (2004), dimana responden ulkus diabetik yang memiliki pendidikan rendah lebih banyak dibanding pendidikan tinggi. Goz (2006), pada penelitiannya di Poliklinik Diabetes Rumah Sakit Turki, dimana sebagian besar respondennya berpendidikan rendah. Sejalan dengan pendapat dari Natoatmodjo (2003), tingkat pendidikan merupakan indikator bahwa seseorang telah menempuh jenjang pendidikan formal di bidang tertentu, namun bukan indikator bahwa seseorang telah menguasai beberapa bidang ilmu. Seseorang dengan pendidikan yang baik, lebih matang terhadap proses perubahan pada dirinya, sehingga lebih mudah menerima pengaruh luar yang positif, obyektif dan terbuka terhadap berbagai informasi termasuk informasi tentang kesehatan. Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kualitas hidup menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan nilai kualitas hidup responden. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Wexler (2006), menyatakan bahwa pendidikan berhubungan dengan kualitas hidup pasien Ulkus diabetik (p value < 0.0001). Penelitian Gautam (2009), yang menyampaikan bahwa kualitas hidup yang rendah berhubungan dengan rendahnya pendidikan yang dimiliki pasien ulkus diabetik. Menurut peneliti, pendidikan merupakan faktor penting dalam memahami penyakit, perawatan diri, pengelolaan dan perawatan ulkus diabetik. Pendidikan dalam hal ini terkait dengan pengetahuan. Menurut Souse (2006) pada penelitiannya menemukan adanya perbedaan yang signifikan nilai pengetahuan tentang ulkus diabetik pada pasien yang berpendidikan tinggi dengan rendah. Sehingga dapat dianalisa dengan
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
7
pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki akan memberikan kecenderungan terhadap perawatan ulkus secara tepat. Dengan demikian, komplikasi lebih lanjut yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi fisik, psikologis bahkan sosial, dapat dihindari, sehingga kualitas hidup pasien ulkus diabetik tetap terjaga dengan optimal. Selain itu pasien dengan pendidikan tinggi akan dapat mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam menghadapi stresor. Hal ini disebabkan karena pemahaman yang baik terhadap suatu informasi, sehingga individu tersebut akan menyikapi dengan positif serta akan mengambil tindakan yang tepat dan bermanfaat untuk dirinya. 4. Hubungan lama DM dengan kualitas hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata lama responden menderita DM adalah 4,87 tahun. Lama menderita DM tersingkat adalah 1 tahun dan terpanjang adalah 19 tahun. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa rata- rata lama menderita DM pada pasien Ulkus diabetik yang berkunjung berkisar antara 3,12-6,61 tahun. Hasil analisis hubungan antara lama DM dengan kualitas hidup menunjukkan semakin lama menderita DM semakin menurun nilai kualitas hidup pasien ulkus diabetik, namun hubungan tersebut tidak kuat. Hasil uji statistik lebih lanjut disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lama menderita DM dengan nilai kualitas hidup responden (p value = 0.116). Hal ini sejalan dengan penelitian Chaveeponjkamjorn (2008), bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, umur, sosial ekonomi serta lama diabetes dengan kualitas hidup pasien DM. Dinyatakan pula oleh Issa dan Baiyewu (2006), bahwa lama DM tidak berhubungan dengan kualitas hidup pasien
ulkus diabetik. Begitu juga dengan penelitian Andayani, Ibrahim dan Asdie (2010), menyebutkan bahwa durasi atau lama menderita DM tidak berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Ditambahkan lagi oleh Mier et al (2008) pada penelitiannya tentang kualitas hidup, bahwa lama DM tidak menentukan kondisi kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Berbeda dengan penelitian Kalda, Ratsep dan Lember (2008), menyampaikan bahwa lama DM berhubungan secara siginfikan dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Umumnya kualitas hidup yang rendah terdapat pada durasi DM yang panjang. Demikian juga penelitian Reid dan Walker (2009), menyatakan bahwa lama menderita DM berhubungan secara signifikan dengan tingkat kecemasan, sehingga akan berakibat terhadap penurunan kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Hasil penelitian ini secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara lama DM dengan kualitas hidup. Dapat diartikan bahwa durasi/lama DM yang berbeda tidak menentukan kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Berdasarkan temuan yang peneliti dapatkan terkait lamanya DM, bahwa pada umumnya respoden menjawab lamanya DM berdasarkan waktu pertama didiagnosa. Menurut peneliti hal ini kurang menjelaskan lama menderita DM yang sesungguhnya. karena ada kemungkinan penyakit ini sudah ada sebelum diagnosa ditegakkan oleh dokter. Hal ini berdasarkan kecenderungan pasien DM yang datang ke pelayanan kesehatan biasanya kalau sudah ada komplikasi, sehingga lama menderita DM tidak dihitung secara tepat. Selain hal tersebut walaupun lama menderita DM masih dalam waktu yang singkat, namun jika perawatannya tidak
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
8
baik, baik jangka panjang maupun jangka pendek, maka akan berdampak terhadap penurunan kualitas hidup. Sebaliknya durasi DM yang panjang tetapi disertai dengan kepatuhan dan terhindar dari komplikasi, kualitas hidup yang baik akan terpelihara. Penelitian yang dilakukan oleh Korkmaz (2012) menyatakan bahwa kualitas hidup sangat berhubungan erat dengan manajemen perawatan diri dan kontrol gula darah. 5. Hubungan lama luka dengan kualitas hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama luka responden rata-rata 2,77 bulan. Lama menderita luka tersingkat adalah 1 bulan dan terpanjang adalah 12 bulan. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa rata- rata lama menderita luka pada pasien Ulkus diabetik yang berkunjung ke Poliklinik Perawatan Luka RS Duafa berkisar antara 1,89-3,64 bulan. Analisis hubungan lama menderita luka dengan kualitas hidup, hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan antara lama luka dengan kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Vedhra dan Miles (2010) menyatakan pasien yang mengalami ulkus diabetik lebih dari 6 bulan akan mempunyai kualitas hidup rendah dengan OR 0,809 95% CI 0,704-0,929, p= 0,003. Salah satunya bertambahnya ukuran luka juga berhubungan dengan kualitas hidup (p=0,04). Penelitian yang dilakukan Bolanle, Rosemary dan Innocent (2009) bahwa lama ulkus berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien. Menurut peneliti, lama luka hubungannya dengan kualitas hidup tidak signifikan artinya pada pasien ulkus diabetik yang dirawat di poli perawatan luka RS Duafa ini tidak mengeluhkan akan lamanya luka yang diderita dan lama perawatan yang harus dijalani. Hal ini bisa disebabkan salahsatunya oleh dukungan pihak keluarga
dan juga peyedia pelayanan perawatan yang terus menerus memberikan motivasi, keterangan dan arahan terkait dengan proses penyembuhan luka. Didukung juga layanan gratis yang disediakan oleh rumah sakit, sehingga walaupun mengalami luka sudah dalam waktu yang cukup lama, pasien tidak merasa kesulitan dalam pengadaan biaya yang harus dikeluarkan. 6. Hubungan derajat luka dengan kualitas hidup Hasil penelitian didapatkan derajat luka responden sebagian besar derajat luka dalam sebanyak 26 orang (86,7%). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Korkmaz (2012) dimana derajat luka responden dengan menggunakan skala wagner semua responden berada pada derjat 3, 4 dan 5, atau dalam penelitian ini dikategorikan sebagai derajat luka dalam. Analisis hubungan derajat luka dengan kualitas hidup, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara derajat luka dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Niranjan, Santwani, Baghel (2012) menyatakan bahwa ada hubungan antara derajat luka dengan kualitas hidup pasien, responden merasa bahwa adanya luka mengganggu terhadap keseluruhan kehidupan mereka. Menurut Bolanle, Rosemary dan Innocent (2009) bahwa keparahan dan derajat ulkus berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien. Begitu pula penelitian oleh Meijer, Trip dan Jaeges (2001) mengemukakan adanya hubungan antara kondisi ulkus dengan kualitas hidup, didukung pula oleh penelitian Ribu, Hanestad, Mouni, Birkeland dan Rustoen (2007) bahwa pasien dengan ulkus diabetik secara signifikan mengalami kualitas hidup yang rendah terlebih pada domain fisik dan emosional.
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
9
Asumsi peneliti, derajat dan keparahan luka berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien sesuai dengan teori, bahwa derajat dan keparahan luka juga akan berpengaruh terhadap waktu sembuh, dan secara langsung berpengaruh juga terhadap biaya pengobatan dan gangguan secara fisik yang dapat mempengaruhi persepsi terhadap penampilan diri. Responden dalam penelitian ini adalah pasien dengan kemampuan ekonomi rendah, tetapi untuk perawatan dan pengobatan tidak perlu mengeluarkan biaya, karena semua biaya sudah ditanggung oleh pihak rumah sakit. Bisa dipersepsikan biaya pengobatan tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien, dan hasil penelitian didapatkan derajat luka tidak ada hubungan dengan kualitas hidup pasien.
diri. Selanjutnya Jacobson (dalam Ikem, 2009) dalam penelitiannya pasien ulkus diabetik dengan menggunakan instrument WHOQoL memiliki skor yang rendah secara signifikan pada domain fisik, psikis dan bahkan disemua aspek kesehatan dan menyatakan bahwa depresi berhubungan dengan kualitas hidup pasien ulkus. Asumsi peneliti dalam hal ini, menilai bahwa depresi yang dialami oleh responden akan berakibat terhadap kualitas hidup karena kondisi psikologis berpengaruh terhadap sikap dan cara pandang seseorang dalam menilai kualitas hidup dan segala aspek yang berhubungan terhadap kualitas hidupnya.
Kesimpulan 7. Hubungan depresi dan kualitas hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami depresi ringan memiliki kualitas hidup yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Bolanle, Rosemary dan Innocent (2009) didapatkan sekitar 61,9% responden yang ditelitinya pasien di Nigeria mengalami depresi, dan pasien dengan depresi memiliki kualitas hidup yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien tanpa depresi pada semua dimensi kualitas hidup. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan proporsi kejadian depresi antara responden yang kualitas hidup tinggi dengan kualitas hidup rendah diperoleh nilai P: 0,000 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara depresi dengan kualitas hidup responden. Hasil ini sesuai dengan penelitian studi kualitatif yang dilakukan oleh Kimmond (dalam Erikson, 2009) menyatakan bahwa depresi sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien ulkus diabetik. Salah satu akibat dari depresi yaitu rendahnya keyakinan kesehatan, perwatan diri dan kesadaran diri dan kurangnya kontrol terhadap kesehatan
Karakteristik responden di RS Dompet Duafa sebagian besar berjenis kelamin perempuan, dengan usia rata-rata 52 tahun. Sebagian responden memiliki tingkat pendidikan rendah (SD dan SMP). Sebagian besar responden mengalami lama menderita DM rata-rata 5 tahun, lama menderita luka rata-rata 2,5 bulan, sedangkan derajat luka lebih banyak pada derajat luka dalam yang di ukur berdasarkan skala wagner. Depresi responden rata-rata pada skor 10,10 yang berarti depresi rata-rata berada pada rentang depresi ringan. Hal ini menunjukkan manajemen stress dan pencegahan depresi masih baik. Sedangkan kualitas hidup responden lebih banyak pada kualitas hidup rendah sekitar 53,3%, hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang merasa tidak puas dengan kualitas hidup yang dirasakannya. Tidak ada hubungan usia dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik, kemudian tidak ada hubungan jenis kelamin dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik, tidak ada hubungan lama menderita DM dengan kualitas
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
10
hidup pasien ulkus diabetik, tidak ada hubungan lama menderita luka dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik, tidak ada hubungan derajat luka dengan kualitas hidup pasien ulkus diabetik, ada hubungan antara depresi dengan kualitas hidup pada pasien ulkus diabetik, baik dilihat dari komponen kualitas hidup secara utuh maupun dengan melihat ke empat domain dari kualitas hidup, yaitu domain fisik, fsikis, sosial dan lingkungan.
Referensi Andayani, T.M., Ibrahim, M.I.M., & Asdie, A.H. (2010). The association of diabetes-related factor and quality of life type 2 diabetes mellitus. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. American Diabetes Association (ADA). (2011). Data from the 2011 National Diabetes Fact Sheet Bolanle A.O., Rosemary T.I. & Innocent C.I. (2009). Relationship between depression and quality of life in nigerian patients with diabetic foot ulcer. Acta Endocrinologica Boulton AJ.(2002). The pathogenesis of diabetic foot problems: an overview. Blackweel Publising, Bowering, CK. (2001). Diabetic Foot Ulcers, pathophysiology, assessment and theraphy. Canadian Family Physician Bryant, RA & Nix, DP. (2007). Acute and Chronic Wounds: current management concept (3th ed.). America ; Mosby Clayton, W. & Elasy, Tom A. (2009). A Review of the Pathophysiology, Classification, and Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Clinical Diabetes Chyun, D.A., Melkus, G.D., Katten, D.M., Price, W.J., Davey, J.A., Grey, N., Heller, G., & Wackers, F.J.Th. (2006). The association of
psychological factors, physical activity, neuropathy and quality of life in type 2 diabetes. Biol Res Nurs. Erikson, K. (2009). From Minor Ulcer to Complex Wound: Management of a Patient With a Neuro-Ischaemic Foot Ulcer Complicated by Verrucous Hyperplasia. Melbourne : Monash University Frykberhg, R.G. (2002). Diabetic foot Ulcers, pathogenesis and management. New York: Churcill Livingstone Foley, L. (2007). Where to the diabetic foot ulcer. 15(2). December 21, 2013. Gautam, Y., Sharma, A.K., Agarwal, A.K., Bhatnagar, M.K., & Trehan, R.R. (2009). A cross sectional study of QOL of diabetic patient at tertiary care hospital in Delhi. Indian Journal of Community Medicine. Gilpin, H & Lagan, K (2008). Quality of life aspects associated with diabetic foot ulcers: A review. The Diabetic Foot Journal Vol 11 No 2 Goz, F., Karaoz, S., Goz, M., Ekiz, S., & Cetin, I. (2007). Effect of the diabetic patient’s perceived social support on their quality of life. Journal of Clinical Nursing Isa B.A., & Baiyewu, O. (2006). Quality of life patient with diabetes mellitus in a Nigerian Teaching Hospital. Hongkong Journal Psychiatry, 16, 27 – 33. Iversen M.M. (2009). The association between history of diabetic foot ulcer, perceived health and psychological distress : the Nord Trondelag Health Study. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. (1th ed.) Editor : Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta : Bina Rupa Aksara Keltner, N. L., Schwecke, L.H., Bostrom, C.E.,(2002). Psychiatric Nursing (3th ed.). London; Mosby
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014
11
Kirsner, S. Robert, (2010). The Standard of care for Evaluation and Treatment of diabetic Foot Ulcers. Barry University : Florida Korkmaz M. (2012). Preoperative medical treatment in patients undergoing diabetic foot surgery with a Wagner Grade-3 or higher ulcer: a retrospective analysis of 52 patients. Diabetic foot And Ancle: Bozok University, Turkey Mayfield, H. & Lagan, K. (2008). Quality of Life Aspects Associated with Diabetid Foot Ulcers : A review. The Diabetic Foot Journal Meijer, J. W. G., Trip, J., Jaeges, S. M. et al. (2001). Quality of life in patients with diabetic foot ulcer. Disabi Rehabili. Ningsih, E.S.P.(2008). Pengalaman psikososial pasien dengan ulkus kaki diabetes dalam konteks asuhan keperawatan diabetes melitus. Depok: FIK-UI Mier,N., Alonso, A.B., Zhan, D., Zuniga, M.A., & Acosta, R.I. (2008). Healthrelated quality of life in a binational population with diabetes at the TexasMexico border. Rev Panam Salud Publica Niranjan Y., Santwani M.A., Baghel M.S. (2012). quality of life consequences in diabetic polyneuropathy. Global Journal of Research on Medicinal Plants & Indigenous Medicine : India PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PERKENI. (2006). Konsensus: Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus di Indonesia. Jakarta: Perkeni Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses dan praktik. Jakarta; EGC
Price, P. (2004). The Diabetic Foot: Quality of Life. United Kingdom: University of Wales College of Medicine, Cardiff Price, S.A. dan Wilson, L.M. (2002). Patofisiology : Konsep Klinis Proses Terjadinya Penyakit. Alih bahasa : Brahm, U. Edisi 6. Jakarta : EGC. Rubin, R.R., (2005). Psychology in diabetes care: Counselling and psychotherapy in diabetes mellitus. Editor Snoek, F.J. & Skinner, T.S. (2nd ed.). United Kingdom: John Wiley & Son, Ltd. Snyder, Robert J & Hanft, Jason R. (2009). Diabetic Foot Ulcers, Effects on Quality of Life, Costs, and Mortality and the Role of Standard Wound Care and Advanced Care Therapies in Healing: A Review. Australia: Ostomy Wound Management (OWM) Smeltzer, S., & Bare. (2008). Brunner & Suddarth’s Textbook of medical surgical nursing. Philadelpia : Lippincott. Souse. (2006). Demographic differences of adult with diabetes mellitus crosssectional study. Brazilian Journal of Nursing. Stuart & Laraia. (2001). Principles and practice of psychiatric nursing. USA: Mosby Company. Stuart, G.W, & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, (8th ed.). St. Louis: Mosby Book Inc Tambunan, M & Gultom, Y. (2009). Perawatan kaki Diabetes & Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: FKUI Vilekyte, L., Peyrot, M., Gonzalez., J.S., Rubin, R.R. et al. (2009). Predictors of depressive symptoms in person with diabetic peripheral neuropathy : a longitudinal study Watkins, P.J. (2003). ABC of Diabetes. (5th ed). London: BMJ Publishing Group.
hubungan tingkat..., Agung Ginanjar, FIK UI, 2014