PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA
SKRIPSI RESTU MONICA NIA BETAUBUN
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN RESTU MONICA NIA BETAUBUN. 2012. Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Berbagai Spesies Kelelawar di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si Pembimbing Anggota : Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si Kelelawar merupakan satu-satunya anggota mamalia yang bersayap dan dapat terbang. Penangkaran kelelawar diperlukan karena pemanfaatan daging kelelawar sebagai obat penyembuh penyakit asma dan lemak tubuh sebagai penyubur rambut, telah banyak dilakukan; disamping sebagai penghasil pupuk guano. Ukuranukuran linear permukaan tubuh kelelawar masih sangat beragam baik pada ukuran maupun bentuk. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kerumunan data spesies kelelawar Berdasarkan ukuran dan bentuk tubuh. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tual, Desa Ohoira, Desa Ohoidertawun dan di Desa Abean selama satu bulan dari Desember 2011-Januari 2012. Variabel-variabel ukuran linear permukaan tubuh kelelawar yang diukur meliputi: panjang tarsometatarsus (X1), lingkar tarsometatarsus (X2), panjang telinga (X3), panjang ekor (X4), panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang (X5), panjang fibula (X6), panjang kaki belakang tanpa cakar (X7) dan panjang lengan bawah sayap (X8). Jumlah individu kelelawar yang diamati 254 ekor (127 jantan dan 127 betina) dari sembilan spesies yaitu Nyctimene minutus (kelelawar pemakan buah-buahan) sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina) dan sisanya kelelawar pemakan serangga yang terdiri atas Megaderma spasma sebanyak 18 ekor (9 jantan dan 9 betina), N. javanica sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Harpiocephalus harpia sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Rhinolophus keyensis sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Hipposideros cervinus sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Mosia nigrescens sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina), Rhinopoma microphyllum sebanyak 30 ekor (15 jantan dan 15 betina) dan Chaerephon plicata sebanyak 26 ekor (13 jantan dan 13 betina). Analisis deskriptif dan T2 -Hotelling digunakan untuk menentukan perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kesembilan spesies kelelawar yang diamati. Analisis Komponen Utama digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk tubuh kelelawar pada masing-masing spesies. Diagram kerumunan dibuat untuk membandingkan ukuran dan bentuk tubuh antara N. minutus, M. spasma, N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, M. nigrescens, R. microphyllum dan C. plicata. Hasil analisis deskriptif menunjukkan kelelawar pemakan buah-buahan berukuran besar dibandingkan kelelawar pemakan serangga. Kelelawar pemakan serangga digolongkan ke dalam kelompok kelelawar berukuran besar (H. harpia dan R. microphyllum), sedang (M. spasma, N. javanica dan C. plicata) dan kecil (R. keyensis, H. cervinus dan M. nigrescens). Hasil uji T2-Hotelling menunjukkan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh antara jantan dan betina ditemukan sama, kecuali pada N. minutus (P<0,01). Hasil Analisis Komponen Utama menunjukkan bahwa panjang dan lingkar tarsometatarsus merupakan penciri ukuran M. spasma (dengan vektor Eigen yaitu 0,515 dan 0,428); sedangkan panjang ekor merupakan penciri bentuknya (vektor Eigen yaitu 0,582). Panjang ekor merupakan penciri
ukuran pada N. javanica, H. harpia dan N. minutus (vektor Eigen masing-masing yaitu 0,406, 0,535 dan 0,445); sedangkan penciri bentuknya adalah panjang telinga, panjang kaki belakang tanpa cakar dan panjang tarsometatarsus (vektor Eigen masing-masing yaitu 0,686, 0,790 dan 0,834). Panjang lengan bawah sayap merupakan penciri ukuran R. keyensis dan M. nigrescens (vektor Eigen yaitu 0,627 dan 0,618). Penciri bentuk R. keyensis adalah panjang lengan bawah sayap, panjang fibula dan panjang kaki belakang tanpa cakar (vektor Eigen masing-masing yaitu 0,513, 0,488 dan 0,489); sedangkan penciri bentuk M. nigrescens adalah panjang tarsometatarsus (vektor Eigen yaitu 0,683). Panjang kaki belakang tanpa cakar merupakan penciri ukuran N. javanica dan H. cervinus (vektor Eigen yaitu 0,422 dan 0,544); sedangkan penciri bentuknya yaitu panjang telinga (vektor Eigen yaitu 0,686) dan panjang ekor (vektor Eigen yaitu 0,734). Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang merupakan penciri ukuran pada H. cervinus (vektor Eigen yaitu 0,537) dan C. plicata (vektor Eigen yaitu 0,463). Penciri bentuk kedua spesies ini, masing-masing adalah panjang ekor (vektor Eigen 0,734) dan lingkar tarsometatarsus (dengan vektor Eigen yaitu 0,963). Panjang fibula merupakan penciri ukuran pada N. minutus dan R. microphyllum (vektor Eigen yaitu 0,516 dan 0,616), sedangkan panjang tarsometarsus (vektor Eigen yaitu 0,834 dan 0,637) merupakan penciri bentuknya. Kerumunan data spesies kelelawar yang diamati mencerminkan kemiripan dan keberbedaan di antara spesies. Kerumunan data kelelawar N. minutus lebih berjauhan dari kerumunan data R. keyensis dan berdekatan dengan kelelawar H. harpia; berdasarkan skor ukuran. Kemiripan ukuran dan bentuk tubuh ditemukan antara N. minutus dengan N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, Mosia nigrescens dan C. plicata; sedangkan M. spasma mirip dengan H. harpia dan C. plicata. Ukuran dan bentuk tubuh M. spasma sangat berbeda dari R. microphyllum. Kata-kata kunci:
kelelawar, Maluku, T2-Hotelling, Analisis Komponen Utama, diagram kerumunan
iii
ABSTRACT The Comparison Study of Size and Body Shape of Various Bat Species in The Tual City and Southeast Maluku Regency Betaubun,R. M. N., R. H. Mulyono and H. C. H. Siregar Kei island (Tual City and Southeast Maluku) has a diversity of bats. This is a collection of research databases on the size and shape of the body and the discriminator. T2-Hotelling test suggested that the linear measurement of the body surface between male and female were equal, except for Nyctimene minutus (P<0,01). The length and the circumference size of the tarsometatarsus was the main size discriminator for Megaderma spasma; where as tail length was its shape discriminator. Tail length was the size discriminator Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia and N. minutus; while the shape discriminator for the three species were ear length, the length of back legs without claws and tarsometatarsus length. The length of arms below the wing was the size discriminator of Rhinolophus keyensis and Mosia nigrescens. The shape discriminator R. keyensis was the length of arms below the wing, the length of fibula and the length of legs without claws; while shape discriminators of M. nigrescens was the tarsometatarsus length. The length of back legs without claws was the size discriminator of N. javanica and Hipposideros cervinus; where as its shape discriminators were the tail length and the tarsometatarsus diameter. Length of fibula was the size discriminator of N. minutus and Rhinopoma microphyllum; where as the length of tarsometatarsus was the shape discriminator of both species. The similarity in size and body shape were found among N. minutus with N. javanica, H. harpia, Rhinolophus keyensis, H. cervinus, M. nigrescens and C. plicata; while M. spasma was similar to H. harpia and C. plicata. The size and body shape of M. spasma was very different from R. microphyllum. Keywords: bat, T2-Hotelling, principal component analysis, Maluku
PERBANDINGAN UKURAN DAN BENTUK TUBUH BERBAGAI SPESIES KELELAWAR DI KOTA TUAL DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA
RESTU MONICA NIA BETAUBUN D14080402
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
: Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Berbagai Spesies Kelelawar di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara
Nama
: Restu Monica Nia Betaubun
NIM
: D14080402
Menyetujui, Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
(Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si.) NIP. 19621124 198803 2 002
(Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si) NIP. 19620617 199003 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 13 September 2012
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1990 di Tual, Maluku. Penulis adalah anak dari pasangan Drs. Elia M. Betaubun dan Netty E. Elkel. Penulis juga merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar Penulis di SD Kristen 2 Tual diselesaikan pada tahun 2001, pendidikan menengah pertama di SMP Kristen Tual diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan menengah atas di SMA 1 Kei Kecil diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai Mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada tahun 2008. Selama masa pendidikan, Penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Genetika Ternak pada tahun 2012.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis haturkan kepada Tri Tunggal Allah yang senantiasa menyertai dan melindungi, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul ”Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Berbagai Spesies Kelelawar di Kota Tual dan Maluku Tenggara”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan informasi morfometrik dengan mengukur variabelvariabel ukuran linear permukaan tubuh pada berbagai spesies kelelawar di lokasi penelitian. Penciri dari setiap spesies kelelawar berdasarkan ukuran (size) dan bentuk (shape) yang menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh karena setiap spesies kelelawar memiliki karakteristik yang khas baik ukuran maupun bentuk. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca. Akhirnya, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, hanya Tri Tunggal Allah yang dapat membalas segala kebaikan dan ketulusan hati berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin.
Bogor,
13 September 2012
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN..........................................................................................
ii
ABSTRACT.............................................................................................
iv
LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................
v
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................
vi
RIWAYAT HIDUP..................................................................................
vii
KATA PENGANTAR..............................................................................
viii
DAFTAR ISI............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
xvi
PENDAHULUAN....................................................................................
1
Latar Belakang............................................................................. Tujuan..........................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................
3
Klasifikasi Kelelawar................................................................... Famili Pteropodidae......................................................... Famili Megadermatidae................................................... Famili Nycteridae............................................................. Famili Emballonuridae.................................................... Famili Molossidae............................................................ Famili Hipposideridae...................................................... Famili Vespertilionidae.................................................... Famili Rhinopomatidae.................................................... Famili Rhinolophidae....................................................... Produktivitas Kelelawar............................................................... Peranan Kelelawar............................................................ Gua sebagai Habitat Kelelawar.................................................... Morfometrik Tubuh Kelelawar.................................................... Analisis Komponen Utama..........................................................
3 4 6 6 7 8 9 10 10 12 12 13 14 14 16
MATERI DAN METODE.......................................................................
18
Lokasi dan Waktu........................................................................ Materi........................................................................................... Prosedur....................................................................................... Penangkapan Kelelawar................................................... Panjang Tarsometatarsus................................................. Lingkar Tarsometatarsus.................................................
18 18 19 19 20 20
Panjang Telinga................................................................ Panjang Ekor.................................................................... Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang.......... Panjang Fibula................................................................. Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar............................... Panjang Lengan Bawah Sayap......................................... Rancangan dan Analisis Data...................................................... Analisis Deskriptif............................................................ Uji T2-Hotelling................................................................ Analisis Komponen Utama.............................................. Diagram Kerumunan............................................ Pengolahan Data...............................................................
21 21 21 21 22 22 22 22 22 23 25 25
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................
26
Kondisi Umum Lokasi Penelitian................................................ Kota Tual.......................................................................... Desa Ohoidertawun.......................................................... Desa Ohoira...................................................................... Desa Abean...................................................................... Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Jantan dan Betina dari Kesembilan Spesies yang Diamati............................ Nyctimene minutus........................................................... Harpiocephalus harpia.................................................... Rhinopoma microphyllum................................................ Megaderma spasma.......................................................... Nycteris javanica.............................................................. Chaerephon plicata.......................................................... Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus dan Mosia nigrescens.............................................................. Hasil Statistik T2-Hotelling.......................................................... Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelelawar Penelitian........................ Nyctimene minutus........................................................... Megaderma spasma.......................................................... Nycteris javanica.............................................................. Harpiocephalus harpia.................................................... Rhinolophus keyensis....................................................... Hipposideros cervinus...................................................... Mosia nigrescens.............................................................. Rhinopoma microphyllum................................................ Chaerephon plicata.......................................................... Diagram Kerumunan Spesies Kelelawar Penelitian Berikut Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelelawar........
26 26 27 28 30
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................
69
Kesimpulan.................................................................................. Saran.............................................................................................
69 69
31 37 39 39 40 41 41 42 43 44 44 47 47 49 50 51 53 54 55 57
x
UCAPAN TERIMA KASIH....................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
68
LAMPIRAN.............................................................................................
72
xi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Penyebaran Marga Anggota Famili Pteropodidae .............
5
2
Penyebaran Marga Anggota Famili Vespertilionidae .........
11
3
Distribusi Jumlah Kelelawar yang Diamati pada Berbagai Spesies.....................................................................................
18
Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuranukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Jantan pada Spesies Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata.................................
32
Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuranukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Betina pada Spesies Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata.................................
33
Urutan dari yang Terbesar ke yang Terkecil Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Jantan Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata......................................................................................
34
Urutan Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Betina Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata................................................................
35
Rekapitulasi Jumlah Urutan Ukuran Variabel-variabel Linear Permukaan Tubuh pada Jantan Setiap Spesies Kelelawar Pemakan Serangga yang Diamati.......................
36
Rekapitulasi Jumlah Urutan Ukuran Variabel-variabel Linear Permukaan Tubuh pada Betina Setiap Spesies Kelelawar Pemakan Serangga yang Diamati.......................
37
4
5
6
7
8
9
10 11
2
Uji T -Hotelling antara Jantan dan Betina pada Setiap Spesies Kelelawar yang Diamati..........................................
44
Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Nyctimene minutus Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen........................................................................................
45
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Nyctimene minutus....................................................................................
45
Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Megaderma spasma Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen........................................................................................
46
Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Megaderma spasma................................................................
46
Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Nycteris javanica Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen........................................................................................
47
Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Nycteris javanica...................................................................................
48
Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Harpiocephalus harpia Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen........................................................................................
48
Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Harpiocephalus harpia..........................................................
49
Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Rhinolophus keyensis Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen........................................................................................
50
Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Rhinolophus keyensis.............................................................
51
Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Hipposideros cervinus Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen........................................................................................
51
Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Hipposideros cervinus............................................................
52
Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Mosia nigrescens Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen........................................................................................
52
Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Mosia nigrescens................................................................................
53
Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Rhinopoma microphyllum Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen..............................................................................
54
xiii
26
27
28
29
30
Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Rhinopoma microphyllum...........................................................................
55
Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Chaerephon plicata Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen........................................................................................
56
Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Chaerephon plicata................................................................
56
Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Berdasarkan Analisis Komponen Utama pada Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis Berikut dengan Sub-ordo dan Habitat......................................................................................
58
Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Berdasarkan Analisis Komponen Utama pada Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata Berikut dengan Sub-ordo dan Habitat......................................................................................
59
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Nyctimene minutus...................................................................
5
2
Megaderma spasma.................................................................
6
3
Nycteris javanica.....................................................................
7
4
Mosia nigrescens.....................................................................
8
5
Chaerephon plicata..................................................................
8
6
Hipposideros cervinus.............................................................
9
7
Harpiocephalus harpia............................................................
10
8
Rhinopoma microphyllum........................................................
11
9
Rhinolophus keyensis...............................................................
12
10
Anatomi atau Bagian Tubuh Kelelawar...................................
15
11
Ukuran Tubuh Kelelawar.........................................................
16
12
Peralatan Penangkapan dan Pengukuran (a) Jaring Kabut, (b) Perangkap Tradisional, (c) Timbangan Gantung, (d) Stoching, (e) Obor dan (f) Jangka Sorong Digital...................
19
Peralatan Penangkapan dan Alat Dokumentasi (a) Tangga, (b) Senter Kepala, (c) Sarung Tangan Karet, (d) Golok, (e) Tali Nilon dan (f) Kamera Digital...........................................
20
13
14
Variabel-variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar yang Diamati..........................................................
21
15
Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Maluku Tenggara..........
26
16
Peta Lokasi Penelitian di Kota Tual........................................
27
17
Gua Vidnit (Gua Kematian)....................................................
28
18
Lukisan Kuno pada Dinding Karang Gua Vidnit....................
28
19
Pelabuhan Desa Debut.............................................................
29
20
Alat Transportasi dari desa Debut ke Tetoat............................
29
21
Gua Hutan di Desa Ohoira.......................................................
30
22
Kerumunan Data Individu pada Berbagai Spesies Kelelawar yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh.......................................................................................
57
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
Halaman Koefisien Keragaman Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Jantan Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata................
73
Koefisien Keragaman Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Betina Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata................
74
3
Deskripsi Habitat Kelelawar Penelitian...................................
75
4
Perhitungan Manual Uji Statistik T2-Hotelling pada Variabel-variabel antara Spesies Nyctimene minutus dan Rhinolophus keyensis...............................................................
2
5
Hasil T -Hotelling antara Spesies Kelelawar yang Diamati....
76 79
6
Perhitungan untuk Memperoleh Persamaan Komponen Utama Kesatu dan Kedua Berikut Nilai Eigen dan Keragaman Total Masing-masing............................................
80
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Nyctimene minutus................
84
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Megaderma spasma..............
85
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Nycteris javanica..................
86
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Harpiocephalus harpia.........
87
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Rhinolophus keyensis............
88
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Hipposideros cervinus..........
89
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Mosia nigrescens..................
90
7
8
9
10
11
12
13
2
14
15
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
26
27
28
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Rhinopoma microphyllum.....
91
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Chaerephon plicata...............
92
Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Nyctimene minutus..................................................................
93
Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Megaderma spasma.................................................................
94
Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Nycteris javanica.................................................................
95
Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Harpiocephalus harpia...........................................................
96
Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Rhinolophus keyensis..............................................................
97
Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Hipposideros cervinus.............................................................
98
Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Mosia nigrescens.................................................................
99
Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Rhinopoma microphyllum.......................................................
100
Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Chaerephon plicata.................................................................
101
Kerumunan Data Individu pada Beberapa Spesies Kelelawar-kelelawar Sub-ordo Microchiroptera (pemakan serangga) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh.........................................................................
102
Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Sub-ordo Megachiroptera (Nyctimene minutus) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk............................
102
Kerumunan Data Individu pada Beberapa Spesies Kelelawar Gua Gunung yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh.................................................................
103
Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Gua Hutan (Rhinopoma microphyllum) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh.......................................................................................
103
xvii
29
30
31
32
33
34
35
Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Gua Pantai (Megaderma spasma) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh.....................................
104
Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Nycteris javanica yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh..........................................................................
104
Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Harpiocephalus harpia yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh..............................................
105
Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Rhinolophus keyensis yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh..............................................
105
Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Hipposideros cervinus yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh..............................................
106
Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Mosia nigrescens yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh.................................................................
106
Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Chaerephon plicata yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh...........................................................
107
xviii
PENDAHULUAN Latar Belakang Maluku Tenggara merupakan wilayah yang memiliki dua pulau besar yaitu pulau Kei Kecil dan Kei Besar. Kota Tual, Desa Ohoira, Desa Ohoidertawun dan Desa Abean merupakan daerah di pulau Kei Kecil yang memiliki keranekaragaman fauna, seperti kelalawar. Kelelawar banyak ditemukan di atap rumah penduduk, pepohonan, gua gunung, gua hutan dan gua pantai. Satu-satunya anggota mamalia yang bersayap dan dapat terbang ini termasuk dalam ordo Chiroptera. Kelelawar pemakan serangga diklasifikasikan ke dalam sub-ordo Microchiroptera; sedangkan kelelawar pemakan buah dan nektar diklasifikasikan ke dalam sub-ordo Megachiroptera. Suyanto (2001) menyatakan bahwa sebanyak 205 jenis (133 jenis Microchiroptera dan 72 jenis Megachiroptera) atau sekitar 21% dari seluruh jenis kelelawar di dunia ditemukan di Indonesia. Kelelawar yang ditemukan di lokasi penelitian berkembangbiak pesat, meski sering ditangkap untuk dimakan karena dipercaya sebagai bahan pembuat obat penyembuh penyakit asma. Kotoran kelelawar dikenal sebagai pupuk guano yang bernilai ekonomis tinggi. Kelelawar juga dipercaya sebagai hewan penyerbuk tumbuhan (durian, petai, aren, kaliandra, pisang, bakau dan kapuk randau), penyebar biji buah-buahan (jambu air, jambu biji, kenari, keluwih, sawo, duwet, cendana, srikaya dan terung-terungan) dan pengendali hama serangga. Keunggulan satwa tersebut, mengakibatkan upaya penangkaran sudah mulai diperhatikan, sehingga kontrol populasi dapat dilakukan. Informasi mengenai karakteristik morfometrik berupa ukuran dan bentuk tubuh kelelawar, diperlukan untuk keperluan konservasi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada kawasan konservasi, mengacu pada tiga pilar konservasi yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Keperluan konservasi pada penelitian ini, lebih ke arah pemanfatan kekayaan plasma nuftah secara lestari beberapa jenis kelelawar tertentu, yang mana di peternakan dapat dikembangkan pada satwa harapan. Informasi ukuran dan bentuk tubuh serta penciri dari sembilan spesies kelelawar yang diamati; di Kota Tual dan
Maluku Tenggara, diperlukan untuk upaya pemanfaatan secara lestari beberapa jenis satwa tersebut. Penciri ukuran lebih dipengaruhi lingkungan; sedangkan penciri bentuk lebih dipengaruhi genetik. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mencari skor ukuran dan bentuk tubuh berbagai spesies kelelawar di Kota Tual dan Maluku Tenggara. Berdasarkan skor ukuran dan bentuk tubuh tersebut, dapat ditentukan kerumunan masing-masing populasi spesies yang diamati sehingga ukuran dan bentuk tubuh antara berbagai spesies kelelawar tersebut dapat dibandingkan satu sama lain. Spesies kelelawar yang diamati meliputi Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata.
2
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelelawar Kelelawar merupakan mamalia yang dapat terbang yang termasuk ordo Chiroptera. Hewan ini merupakan satu-satunya mamalia yang dapat terbang dengan menggunakan sayap. Hewan ini bersifat nokturnal karena aktif mencari makan dan terbang hanya pada waktu malam hari, sehingga kelelawar memerlukan tempat bertengger (roosting area) dan tidur dengan bergelantung terbalik pada siang hari (Suyanto, 2001). Dijelaskan lebih lanjut bahwa sayap kelelawar sangat sensitif terhadap dehidrasi (kekurangan air). Djuri dan Madya (2009) menjelaskan bahwa sayap kelelawar dibentuk karena perpanjangan jari kedua sampai jari kelima yang ditutupi selaput terbang atau patagium, sedangkan jari pertama bebas dan berukuran relatif normal. Kelelawar memiliki cakar pada jari kedua, terutama pada famili Pteropodidae. Pada umumnya banyak kelelawar tidak memiliki ciri tersebut. Dinyatakan lebih lanjut bahwa dalam mengidentifikasi kelelawar dapat dibantu dengan keberadaan ekor. Jenis-jenis kelelawar yang tidak memiliki ekor atau ekor berukuran sangat kecil adalah Pteropus, Acerodon, Harpyionycteris, Styloctenium, Balionycteris,
Aethalops,
Megaerops,
Syconycteris,
Thoopterus,
Chironax,
Macroglossus, Megaderma dan Coelops. Ujung ekor bercabang dan membentuk huruf T, ditemukan pada jenis anggota marga Nycteris (Suyanto, 2001). Kelelawar diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Chiroptera, sub-ordo Megachiroptera dan Microchiroptera, famili Pteropodidae, Megadermatidae, Nycteridae, Vespertilionidae, Rhinolophidae, Hipposideridae, Emballonuridae, Rhinopomatidae dan Molossidae (International Union for Conservation of Nature, 2008). Famili Pteropodidae terdiri atas 72 spesies, famili Megadermatidae terdiri atas satu spesies, famili Nycteridae terdiri atas dua spesies, famili Vespertilionidae terdiri atas 63 spesies, famili Rhinolophidae terdiri atas 19 spesies, famili Hipposideridae terdiri atas 26 spesies, famili Emballonuridae terdiri atas 11 spesies, famili Rhinopomatidae terdiri atas satu spesies dan famili Molossidae terdiri atas 11 spesies (Suyanto, 2001). Sub-ordo Megachiroptera merupakan kelelawar pemakan buah-buahan; sedangkan sub-ordo Microchiroptera kelelawar pemakan serangga. Suyanto (2001) menyatakan bahwa sub-ordo Megachiroptera berukuran besar, telinga tidak memiliki
tragus (bagian yang menyerupai tangkai dalam telinga) atau anti tragus (bagian datar yang terletak dalam telinga), cakar ditemukan pada jari sayap kedua dan terdiri atas dua tulang jari. Dijelaskan lebih lanjut bahwa sub-ordo Microchiroptera berukuran kecil, telinga memiliki tragus atau anti tragus, jari sayap kedua tidak bercakar dan tidak memiliki tulang jari (Chairunnisa, 1997).
Sub-ordo Megachiroptera dan
Microchiroptera memiliki perbedaan. Pada umumnya sebagian besar
sub-ordo
Microchiroptera memiliki telinga yang besar dan kompleks, memiliki tragus dan anti tragus. Sub-ordo Megachiroptera memiliki kuku pada jari kedua yang tidak dimiliki Microchiroptera. Ukuran tubuh sub-ordo Megachiroptera relatif besar, memiliki telinga luar yang sederhana tanpa tragus, jari kedua kaki depan bercakar dan mata berkembang dengan baik (Wund dan Meyrs, 2005). Sub-ordo Microchiroptera menggunakan ekolokasi yang rumit untuk orientasi (navigasi) dan tidak menggunakan penglihatan pada saat terbang, serta umumnya memiliki mata kecil. Sub-ordo Megachiroptera lebih menggunakan penglihatan pada saat terbang, memiliki mata yang menonjol dan terlihat jelas, meskipun beberapa jenis marga Rousettus ditemukan menggunakan ekolokasi. Ekolokasi merupakan kemampuan kelelawar menangkap pantulan gelombang ultrasonik dari suara kelelawar yang bersentuhan dengan benda diam atau bergerak. Kelelawar pada saat terbang, mengeluarkan suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik) yaitu sekitar 50 Khz yang tidak dapat ditangkap telinga manusia. Manusia hanya dapat menangkap suara pada kekuatan frekuensi 3-18 Khz (Suyanto, 2001). Famili Pteropodidae Kelelawar yang terdapat di Indonesia diklasifikasikan ke dalam famili Pteropodidae. Suyanto (2001) menjelaskan bahwa 21 marga dan 72 jenis famili Pteropodidae ditemukan di Indonesia. Anggota famili ini dikenal sebagai kelelawar penyebar biji, penyerbuk bunga (Eonycteris, Macroglossus, Syconycteris) dan penghasil guano (Lalai Kembang dari jenis Eonycteris spelaea dan Pentae’n Coboe Penthetor lucasi). Nyctimene minutus diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Megachiroptera dan family Pteropodidae (International Union for Conservation of Nature, 2008a). Kelelawar N. minutus diillustrasikan pada Gambar 1; sedangkan penyebaran marga anggota famili Pteropodidae di Indonesia; disajikan pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Penyebaran Marga Anggota Famili Pteropodidae Marga
Penyebaran
Acerodon
Sulawesi dan Nusa Tenggara
Aethalops
Sumatera, Kalimantan dan Pegunungan Jawa
Balionycteris, Dyacopterus dan Penthetor
Sumatera dan Kalimantan
Boneia, Harpyionycteris dan Neopteryx
Sulawesi
Chironax
Sumatera, Lombok, Kalimantan, Jawa, Bali dan Sulawesi
Dobsonia
Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua
Eonycteris
Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Nusa Tenggara
Nyctimene
Sulawesi, Maluku dan Papua Barat
Megaerops
Sumatera, Kalimantan dan Jawa
Syconycteris dan Paranyctimene
Maluku dan Papua Barat
Macroglossus, Pteropus dan Rousettus
Seluruh Indonesia
Cynopterus
Seluruh Indonesia, kecuali Papua Barat
Sumber: Suyanto (2001)
Gambar 1. Nyctimene minutus Sumber: Tafais (2011)
5
Famili Megadermatidae Famili Megadermatidae hanya terdiri atas satu marga dan satu jenis anggota, yaitu vampir palsu (Megaderma spasma). Jenis ini dikenal sebagai vampir palsu karena vampir asli yang menghisap darah binatang hanya ditemukan di Amerika Selatan. Vampir asli memangsa jenis kelelawar lain, sedangkan
vampir palsu
memakan serangga, seperti jangkrik dan belalang. Famili Megadermatidae memiliki ukuran lengan bawah sayap 53-58 mm; betis 29-32 mm; kaki belakang 14-17 mm dan telinga 32-39 mm. Famili Megadermatidae menyebar di Thailand, Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Sulawesi. Kelelawar Megaderma spasma memiliki ukuran ekor kecil (Suyanto, 2001). Megaderma spasma diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Megadermatidae (International Union for Conservation of Nature, 2008b). Megaderma spasma diillustrasikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Megaderma spasma Sumber: Heideman (2008)
Famili Nycteridae Marga Nycteris memiliki dua jenis anggota di Indonesia yaitu Nycteris javanca dan Nycteris tragata. Jenis Nycteris javanica menyebar di Jawa; Bali dan Kangean; sedangkan jenis Nycteris tragata menyebar di Thailand, Malaysia,
6
Sumatera dan Kalimantan. Kelelawar dari famili Nycteridae memiliki ekor dengan ujung bercabang membentuk huruf T (Suyanto, 2001). Nycteris javanica diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Nycteridae (International Union for Conservation of Nature, 2008c). Nycteris javanica diillustrasikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Nycteris javanica Sumber: Falconeyestudios (2011)
Famili Emballonuridae Famili Emballonuridae di Indonesia meliputi tiga marga dan 11 jenis. Marga famili Emballonuridae hanya memiliki satu jenis anggota yaitu kelelawar Ekor Trubus Hitam atau Mosia nigrescens dan Kubar Trubus atau Saccolaimus saccolaimus. Famili ini hidup pada habitat yang meliputi gua dangkal dan ronggarongga pohon (Suyanto, 2001). Penyebaran anggota famili Emballonuridae di Indonesia meliputi jenis Emballonura, Saccolaimus dan Taphozous (seluruh Indonesia) dan anggota Mosia (Maluku dan Papua Barat) (Suyanto, 2001). Mosia nigrescens merupakan anggota Mosia yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). M. nigrescens diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Emballonuridae (International Union for Conservation of Nature, 2008g). Mosia nigrescens diillustrasikan pada Gambar 4.
7
Gambar 4. Mosia nigrescens Sumber: Gstatic (2010)
Famili Molossidae Famili Molossidae di Indonesia meliputi enam marga dan 11 jenis. Anggota Molossidae dapat terbang tinggi dan merayap di permukaan tanah atau tumbuhan. Jenis Chaerephon plicata diduga memakan wereng di areal persawahan, dengan makanan utama pijer (kupu-kupu malam). Pengklasifikasian jenis famili Molossidae didasarkan pada keberadaan bulu, processus postorbitalis, kantong tenggorokan, ketebalan dan panjang daun telinga, ukuran bulla tympanica dan lengan bawah sayap. Habitat famili Molossidae ditemukan di gua, rongga pepohonan dan atap gedung (Suyanto, 2001).
Gambar 5. Chaerephon plicata Sumber: Bio Cris (2007)
8
Chaerephon plicata ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Chaerephon plicata diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Molossidae (International Union for Conservation of Nature, 2008i). Chaerephon plicata diillustrasikan pada Gambar 5. Famili Hipposideridae Kelelawar Indonesia memiliki tiga
marga dan 26 jenis anggota famili
Hipposideridae. Tiga marga tersebut diklasifikasikan berdasarkan bentuk daun hidung. Marga Hipposideros memiliki jumlah anggota yang terbanyak. Anggota Hipposideros diklasifikasikan berdasarkan jumlah daun hidung tambahan (terletak di samping daun hidung depan dan berbentuk tapal kuda), bentuk telinga, struktur berdaging seperti tabung pada dahi di belakang lanset (daun hidung), ciri tengkorak dan ukuran tubuh (Suyanto, 2001).
Gambar 6. Hipposideros cervinus Sumber: Australian Museum (2010)
Jumlah anggota Hipposideros di Indonesia sangat banyak sehingga dikelompokkan ke dalam kelompok bicolor, speoris, diadema dan cylops. Habitat anggota Hipposideros ditemukan di gua dan rongga pohon (Suyanto, 2001). Hipposideros cervinus merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Hipposideros cervinus diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Hipposideridae (International Union for Conservation of Nature, 2008f). Hipposideros cervinus diillustrasikan pada Gambar 6.
9
Famili Vespertilionidae Famili Vespertilionidae terdiri atas 14 marga dan 63 jenis anggota di Indonesia. Famili Vespertilionidae menempati gua (jenis Miniopterus); ruas bambu (jenis Tylonycteris); atap rumah (jenis Taphozous dan Pipistrellus); hutan khususnya pada pepohonan yang rimbun (jenis Kerivoula) dan gulungan daun pisang muda (jenis Myotis muricola). Kelelawar dari famili Vespertilionidae menarik sayap ke samping tubuh pada saat hinggap di sarang (Suyanto, 2001).
Gambar 7. Harpiocephalus harpia Sumber: Francis (1998)
Harpiocephalus harpia merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Harpiocephalus harpia diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Vespertilionidae (International Union for Conservation of Nature, 2008d). Penyebaran anggota famili Vespertilionidae di Indonesia disajikan pada Tabel 2; Harpiocephalus harpia diillustrasikan pada Gambar 7. Famili Rhinopomatidae Famili Rhinopomatidae hanya satu jenis di Indonesia, yaitu kelelawar Ekor Tikus Besar (Rhinopoma microphyllum). Penyebaran jenis Rhinopoma microphyllum hanya
di Sumatera Utara, yaitu daerah Balige dan ditemukan sangat jarang
(Suyanto, 2001).
10
Tabel 2. Penyebaran Marga Anggota Famili Vespertilionidae Marga
Penyebaran
Glischropus, Philetor dan Phoniscus
Sumatera, Kalimantan dan Jawa
Kerivoula dan Tylonycteris
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi
Hesperoptenus
Kalimantan dan Sulawesi
Murina
Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara
Nyctophilus
Nusa Tenggara dan Papua Barat
Scotophilus
Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Bali
Scotorepens
Timor dan Papua Barat
Harpiocephalus
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Lombok dan Maluku
Myotis, Pipistrellus dan Miniopterus
Seluruh Indonesia
Sumber: Suyanto (2001)
Habitat R. microphyllum ditemukan di gua, terowongan, atap gedung, atap rumah dan bangunan lain berbentuk seperti piramid. Rhinopoma microphyllum merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Rhinopoma microphyllum diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Rhinopomatidae (International Union for Conservation of Nature, 2008h). Rhinopoma microphyllum diillustrasikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Rhinopoma microphyllum Sumber: Tagant (2011)
11
Famili Rhinolophidae Famili Rhinolophidae yang ditemukan di Indonesia hanya satu marga yaitu Rhinolophus. Marga Rhinolophus yang ditemukan di Indonesia diklasifikasikan ke dalam enam jenis kelompok dan 19 jenis anggota. Perbedaan jenis-jenis marga Rhinolophus diklasifikasikan berdasarkan ukuran tubuh dan telinga; ukuran dan bentuk sella; posisi pelekatan taju penghubung (connecting process) dengan ujung sella dan bentuk taju penghubung, keberadaan lapet (lipatan pada hidung) serta bentuk sekat rongga hidung (Suyanto, 2001). Rhinolophus keyensis merupakan salah satu spesies yang ditemukan di Maluku (Suyanto, 2001). Rhinolophus keyensis diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, phylum Chordata, class Mammalia, order Chiroptera, sub-order Microchiroptera dan family Rhinolophidae (International Union for Conservation of Nature, 2008e). Rhinolophus keyensis diillustrasikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Rhinolophus keyensis Produktivitas Kelelawar Daerah jelajah kelelawar bergantung pada jenis makanan. Jenis kelelawar Macroglossus sobrinus yang memakan cecadu pisang besar yang memiliki daerah jelajah mencapai radius tiga km, Lalai Kembang (Eonycteris spelaea) dapat mencapai radius 40 km dan Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus) mencapai radius 60 km. Kelelawar memiliki tempat tinggal yang beragam, seperti gua, kolong atap
12
rumah, terowongan, bawah jembatan, rimbunan daun, gulungan daun pisang atau palem, celah bambu, pepohonan besar, lubang batang pohon yang masih hidup maupun yang sudah mati (Suyanto, 2001). Kelelawar menempati habitat tertentu untuk melakukan aktivitas yang berbeda. Habitat kelelawar umumnya ditemukan mulai dari pantai sampai pegunungan. Pada umumnya kelelawar melakukan aktivitas pada malam hari dan beristirahat pada siang hari. Kelelawar beristirahat di dalam gua dan pepohonan tertentu (Fatem et al., 2006). Wund dan Myers (2005) menyatakan bahwa jenis-jenis kelelawar yang menempati wilayah geografi yang kecil atau yang memiliki ekologi yang khas; memiliki ancaman kepunahan yang tinggi. Peranan Kelelawar Keberadaan kelelawar mempunyai peranan penting bagi kehidupan masyarakat di Indonesia. Kelelawar berperan sebagai penyebar biji buah-buahan (jambu air, jambu biji, kenari, keluwih, sawo, duwet, cendana, srikaya dan terungterungan). Penyebar biji seperti kelelawar sangat diperlukan untuk menjaga keanekaragaman hutan tropis. Kelelawar mengambil cairan buah dengan mengunyah daging buah. Bagian serabut daging buah disepah dan biji buah dibuang pada jarak 100-2.000 m dari pohon induk; sehingga memberikan peluang pada biji menjadi besar untuk menyebar dan berkecambah di tempat yang berjauhan dari pohon induk (Wiantoro dan Achmadi, 2011 dan Suyanto, 2001). Maryati et al. (2008) menjelaskan bahwa kelelawar pemakan buah-buahan (Megachiroptera) berperan sebagai polinator. Kelelawar memiliki
peranan sebagai penyerbuk berbagai tumbuhan
(termasuk tumbuhan bernilai ekonomi tinggi seperti durian, petai, aren, kaliandra, pisang, bakau dan kapuk randau), sebagai pengendali hama serangga, sebagai obyek ekowisata dan sebagai penghasil pupuk guano. Pupuk guano telah banyak dimanfaatkan di Pelabuhan Ratu (Sukabumi, Jawa Barat), Gua Lawa (Nusa Kambangan), Gua Pintu Kuwari (Tamiang Hulu, Aceh Timur). Proses pemanenan pupuk guano sering dilakukan pada siang hari ketika kelelawar sedang tidur. Pengambilan pupuk guano disarankan dilakukan pada malam hari, ketika kelelawar keluar mencari makan (Suyanto, 2001). Guano mengandung banyak unsur hara, baik mikro maupun makro. Kegunaan lain dari kelelawar menurut Nowak (1999) adalah
13
dapat menyembuhkan sakit asma (pemanfaat hati kelelawar sebagai obat) dan dapat menyuburkan rambut (pemanfaatan lemak tubuh). Gua sebagai Habitat Kelelawar Gua merupakan tempat proses adaptasi berbagai jenis organisme berlangsung (Setyaningsih, 2011). Suyanto (2001) menyatakan bahwa kelelawar merupakan penyeimbang ekosistem gua. Dijelaskan lebih lanjut bahwa guano kelelawar diyakini sebagai sumber energi yang memiliki peranan penting dalam rantai makanan dalam ekosistem gua. Setyaningsih (2011) menyatakan bahwa lingkungan gua merupakan sebuah lingkungan yang unik dan khas dengan kondisi gelap total sepanjang masa. Dijelaskan lebih lanjut bahwa lingkungan gua terdiri atas empat zona yaitu mulut gua, zona peralihan (zona remang-remang), zona gelap dan zona gelap total (zona stagnant). Keadaan iklim mikro
yang berbeda pada masing-masing gua dapat
mempengaruhi perbedaan jenis-jenis kelelawar. Gua yang dihuni kelelawar pada umumnya mempunyai temperatur rendah dan kelembaban yang cukup tinggi (Maryanto dan Maharadatunkamsi, 1991). Suyanto (2001) menyatakan bahwa jumlah guano yang dihasilkan kelelawar dapat mempengaruhi temperatur dan kelembaban gua. Morfometrik Tubuh Kelelawar Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan faktor genetik dan lingkungan (Notosusanto, 2009). Martojo (1992) menjelaskan bahwa pengaruh genetik dan lingkungan merupakan dua hal penting untuk menghasilkan keragaman fenotipik pada individu-individu sekelompok ternak. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pengaruh genetik dan lingkungan yang diekspresikan sebagai fenotipik merupakan hasil dari perpaduan atau interaksi kedua pengaruh tersebut. Menurut Ihdia (2006) faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap ukuran tubuh kelelawar adalah kompetisi untuk mendapatkan pakan. Maryati (2008) menyatakan bahwa area untuk mencari pakan dan komposisi pakan sangat dipengaruhi musim bunga dan panen buah. Wijayanti (2011) menjelaskan bahwa kelelawar cenderung memilih sarang yang dekat dengan sumber pakan. Kelelawar adalah satu-satunya anggota mamalia yang dapat terbang. Kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) berukuran tubuh kecil (dari jenis 14
Balionycteris, Chironax dan Aethalops) yang memiliki bobot badan 10 g; dan ditemukan pula yang berukuran tubuh besar seperti Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus) yang memiliki bobot badan lebih dari 1.500 g, bentangan sayap mencapai 1.700 mm dan lengan bawah sayap 36-228 mm. Kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera) memiliki ukuran tubuh terkecil dengan bobot badan dua g dan yang terbesar 196 g, dan ukuran lengan bawah sayap 22-115 mm (Suyanto, 2001). Secara umum, skema anatomi tubuh kelelawar disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Anatomi atau Bagian Tubuh Kelelawar Sumber: Djuri dan Madya (2009)
Ukuran tubuh luar dapat dijadikan indikator dalam penentuan jenis pada kelelawar. Ukuran dinyatakan dalam satuan milimeter, seperti panjang ekor (E) yang diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor, panjang kaki belakang (KB) yang diukur dari tumit sampai ujung jari terpanjang tanpa cakar, panjang kaki belakang yang diukur dari tumit sampai ujung jari dengan cakar terpanjang, panjang telinga (T) yang diukur pada jarak dari pangkal sampai ujung telinga yang terjauh, panjang betis yang diukur dari lutut sampai pergelangan kaki, panjang lengan bawah sayap (LB) yang diukur dari luar siku sampai sisi luar pergelangan tangan pada sayap
15
melengkung (Suyanto, 2001). Secara umum, ukuran tubuh kelelawar disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Ukuran Tubuh Kelelawar Sumber: Suyanto (2001) Keterangan: E= panjang ekor; KB=panjang kaki belakang (KB); T=panjang telinga; LB=panjang lengan bawah sayap
Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) merupakan analisis yang bertujuan untuk mereduksi data dan mempermudah data diinterpretasikan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa Analisis Komponen Utama menerangkan struktur varian-kovarian (kombinasi data multivariat yang beragam) melalui kombinasi linear dengan variabel-variabel tertentu. Akar ciri atau ragam dapat diperoleh dengan mengalikan jumlah variabel yang diamati dengan nilai keragaman total pada Analisis Komponen Utama yang diturunkan berdasarkan matriks kovarian (Gaspersz, 1992). Menurut Everitt dan Dunn (1998) penggunaan metode Analisis Komponen Utama dalam analisis morfometrik menerangkan bahwa komponen utama pertama mengindikasikan ukuran (size) sebagai vektor ukuran dan komponen utama kedua mengindikasikan bentuk (shape) sebagai vektor bentuk dari hewan yang diteliti. Hanibal (2008) menjelaskan bahwa ukuran berhubungan dengan bobot badan; sedangkan bentuk merupakan sifat yang dapat mewaris sehingga diminati ahli taksonomi (Everitt dan Dunn, 1998).
16
Keragaman total dijadikan sebagai indikasi untuk menentukan persamaan yang mewakili banyak persamaan yang dibentuk Analisis Komponen Utama. Dijelaskan lebih lanjut bahwa keragaman tersebut diperoleh dari hasil pembagian antara nilai Eigen komponen utama ke-i dan jumlah variabel yang diamati (Gaspersz, 1992). Menurut Afifi dan Clark (1996) vektor Eigen merupakan seperangkat koefisien pada kombinasi linear untuk komponen utama ke-i.
17
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kota Tual, desa Ohoira, desa Ohoidertawun dan desa Abean, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Januari 2012; sedangkan pemasokan dan pengolahan data dilakukan selama satu bulan, yaitu dari akhir bulan Januari-akhir Pebruari 2012. Materi Kelelawar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kelelawar pemakan serangga dan buah-buahan. Kelelawar pemakan serangga dan buah-buahan yang diamati meliputi sembilan spesies; sebanyak 254 ekor (127 jantan dan 127 betina). Tabel 3 menyajikan distribusi kelelawar dari berbagai spesies yang diamati. Penentuan spesies kelelawar yang diamati dilakukan berdasarkan keputusan penentuan spesies oleh Tim Konservasi dan Inventarisasi Hutan Kei, yang bersamasama melakukan penelitian (pendampingan penelitian). Tabel 3. Distribusi Jumlah Kelelawar yang Diamati pada Berbagai Spesies Spesies
Jenis Pakan
Jantan
Betina
Total
-------------------------(ekor)-------------Nyctimene minutus
Buah
15
15
30
Megaderma spasma
Serangga
9
9
18
Nycteris javanica
Serangga
15
15
30
Harpiocephalus harpia
Serangga
15
15
30
Rhinolophus keyensis
Serangga
15
15
30
Hipposideros cervinus
Serangga
15
15
30
Mosia nigrescens
Serangga
15
15
30
Rhinopoma microphyllum
Serangga
15
15
30
Chaerephon plicata
Serangga
13
13
26
127
127
254
Total
Penelitian ini menggunakan beberapa alat berupa jaring kabut dan perangkap tradisional sebagai alat penangkap, timbangan gantung, tangga, jangka sorong digital, stoching, gunting, obor, senter kepala, sarung tangan karet, tali nilon dangolok.
Pengolahan
dibantu
data
dengan
peranti
lunak
statistik
MINITAB®15.1.20.0. Alat dokumentasi data yang digunakan berupa lembar data, alat tulis dan kamera. Prosedur Penangkapan Kelelawar Penangkapan kelelawar dilakukan pada siang hari pada saat kelelawar istirahat (tidur) dengan menggunakan jaring kabut. Jaring kabut dibentang di depan mulut gua dan pepohonan besar (sukun, mangga dan kelapa). Obor digunakan untuk menghalau kelelawar dari dalam gua, sehingga kelelawar terperangkap pada jaring kabut dan segera dimasukkan ke dalam stoching setelah terlebih dahulu menggunting jaring kabut seukuran dengan tubuh kelelawar. Gambar 12 dan 13 menyajikan peralatan yang digunakan pada penelitian.
Gambar 12. Peralatan Penangkapan dan Pengukuran (a) Jaring Kabut (b) Perangkap Tradisional (c) Timbangan Gantung (d) Stoching (e) Obor (f) Jangka Sorong Digital
19
Gambar 13. Peralatan Penangkapan dan Alat Dokumentasi (a) Tangga, (b) Senter Kepala, (c) Sarung Tangan Karet, (d) Golok, (e) Tali Nilon dan (f) Kamera Digital Pengukuran ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kelelawar segera dilaksanakan yang meliputi: panjang tarsometatarsus (X1), lingkar tarsometatarsus (X2), panjang telinga (X3), panjang ekor (X4), panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang (X5), panjang fibula (X6), panjang kaki belakang tanpa cakar (X7) dan panjang lengan bawah sayap (X8); seperti yang disajikan pada Gambar 14. Panjang Tarsometatarsus (X1) Panjang tarsometatarsus diukur dari pertemuan antara tarsometatarsus dengan jari. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Lingkar Tarsometatarsus (X2) Lingkar tarsometatarsus diukur melingkar pada bagian tengah tulang pergelangan kaki. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm.
20
Gambar 14. Variabel-variabel Ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar yang Diamati Sumber : Suyanto (2001) Keterangan:
X1=Panjang Tarsometatarsus; X2=Lingkar Tarsometatarsus; X3=Panjang Telinga; X4=Panjang Ekor; X5=Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X6=Panjang Fibula; X7=Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X8=Panjang Lengan Bawah Sayap
Panjang Telinga (X3) Panjang telinga diukur pada jarak dari pangkal sampai ujung telinga yang terjauh. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Panjang Ekor (X4) Panjang ekor diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5) Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang diukur dari tumit sampai ujung jari dengan cakar terpanjang. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Panjang Fibula (X6) Panjang fibula diukur dari lutut sampai pergelangan kaki. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm.
21
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7) Panjang kaki belakang tanpa cakar diukur dari tumit sampai ujung jari terpanjang tanpa cakar. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Panjang Lengan Bawah Sayap (X8) Panjang lengan bawah sayap diukur dari luar siku sampai sisi luar pergelangan tangan pada sayap melengkung. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dengan satuan mm. Rancangan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Data yang diperoleh diolah secara deskriptif. Nilai rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman pada masing-masing variabel diolah berdasarkan rumus Steel dan Torrie (1993) sebagai berikut: ̅ X
=
Xi
i
n
=
SB =
√
KK = ̅ X
i
̅ Xi–X n–
x 100%
Keterangan: ̅
= Rataan
̅
= Data ke-i
n = Banyak data contoh SB = Simpangan baku KK = Koefisien keragaman Uji T2-Hotelling Uji T2-Hotelling digunakan untuk membandingkan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh pada setiap dua spesies kelelawar yang diamati. Pengujian T2Hotelling dilakukan berdasarkan Gaspersz (1992) dengan hipotesis sebagai Berikut: H0: U1 = U2
artinya vektor nilai rata-rata dari spesies pertama sama dengan spesies kedua
H1: U1 ≠ U2
artinya kedua vektor nilai rata-rata itu berbeda 22
Rumus T2-Hotelling menurut Gaspersz (1992) adalah: =
n n n
n
(
1
-
2)'
SG-1 (
F=
1
- -
-
2);
selanjutnya besaran:
T2
akan berdistribusi F dengan derajat bebas V1 = p dan V1 = Keterangan: T2
= Nilai T2-Hotelling
F
= Nilai hitung T2-Hotelling = Jumlah data pengamatan pada spesies pertama = Jumlah data pengamatan pada spesies kedua
1
= Vektor nilai rata-rata variabel acak dari spesies pertama
2
= Vektor nilai rata-rata variabel acak dari spesies kedua
SG−1
= Invers matriks gabungan (invers dari matriks SG)
P
= Banyaknya variabel yang diukur
Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk membentuk kerumunan data pada masing-masing spesies kelelawar yang diamati; berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk. Dua komponen utama berdasarkan keragaman total yang tinggi; digunakan sebagai persamaan ukuran dan bentuk untuk perhitungan skor ukuran (sumbu X) dan skor bentuk (sumbu Y); menurut Nishida et al. (1980) dan Everitt dan Dunn (1998). Penciri ukuran diperoleh berdasarkan nilai vektor Eigen tertinggi pada persamaan ukuran. Penciri bentuk diperoleh berdasarkan nilai vektor Eigen tertinggi pada persamaan bentuk. Keragaman total tertinggi dimiliki komponen utama pertama (persamaan ukuran) dengan model persamaan (Gaspersz, 1992) sebagai Berikut: Y1 = a11X1 + a21X2 + a31X3 + a41X4 + a51X5 + a61X6 + a71X7 + a81X8 Keterangan: Y1
= Komponen utama pertama (ukuran)
X1
= Panjang tarsometatarsus
X2
= Lingkar tarsometatarsus
X3
= Panjang telinga 23
X4
= Panjang ekor
X5
= Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang
X6
= Panjang fibula
X7
= Panjang kaki belakang tanpa cakar
X8
= Panjang lengan bawah sayap
a - a8 = Vektor ciri atau vektor Eigen ke-P untuk P
, ,…,8
Keragaman total tertinggi setelah komponen utama pertama dimiliki komponen utama kedua yang disetarakan dengan persamaan bentuk dan memiliki model persamaan (Gaspersz, 1992) sebagai Berikut: Y2 = a12X1 + a22X2 + a32X3 + a42X4 + a52X5 + a62X6 + a72X7 + a82X8 Keterangan: Y2
= Komponen utama kedua (bentuk)
X1
= Panjang tarsometatarsus
X2
= Lingkar tarsometatarsus
X3
= Panjang telinga
X4
= Panjang ekor
X5
= Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang
X6
= Panjang fibula
X7
= Panjang kaki belakang tanpa cakar
X8
= Panjang lengan bawah sayap
a - a8 = Vektor ciri atau vektor Eigen ke-P untuk P
, ,…,8
Korelasi antara skor ukuran dan masing-masing variabel yang diamati diperoleh dari perkalian antara vektor Eigen dan akar dari nilai Eigen masing-masing yang dibagi dengan simpangan baku dari masing-masing perubah (Gaspersz, 1992). Hal yang sama juga dilakukan pada korelasi antara skor bentuk dan masing-masing variabel yang diamati. Vektor dan nilai Eigen yang digunakan untuk perhitungan korelasi tersebut berasal dari Analisis Komponen Utama (AKU) yang diturunkan dari matriks kovarian (Gaspersz, 1992). Rumus yang digunakan sebagai Berikut:
rZiYj = rij =
aij √ i
24
Keterangan:
rZiYj = Koefisien korelasi variabel ke-i dari komponen ke-j aij
= Vektor Eigen variabel ke-i dari komponen ke-j = Nilai Eigen (akar ciri) komponen utama ke-j = Simpangan baku variabel ke-i
Diagram Kerumunan Diagram kerumunan dibuat berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk tubuh yang diperoleh dari persamaan komponen utama pertama yang disetarakan dengan sumbu X dan persamaan komponen kedua yang disetarakan dengan sumbu Y. Setiap plot pada diagram kerumunan mencerminkan data setiap individu. Kesamaan juga perbedaan ukuran dan bentuk tubuh di antara spesies kelelawar yang diamati ditentukan berdasarkan diagram kerumunan data pada masing-masing spesies. Pengolahan Data Pengelolaan data untuk uji T2-Hotelling dan Analisis Komponen Utama dibantu dengan peranti lunak statistik MINITAB®15.1.20.0.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian meliputi empat lokasi, yaitu Kota Tual, Desa Ohoira, Desa Ohoidertawun dan Desa Abean. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan jumlah populasi kelelawar terbanyak yang ditemukan di Kota Tual dan Maluku Tenggara. Peta lokasi penelitian Kabupaten Maluku Tenggara, seperti yang disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Maluku Tenggara Sumber: Pemerintah Daerah Maluku Tenggara (2012)
Kota Tual Tual terletak di Propinsi Maluku dengan luas 254,39 km². Kota Tual pernah menjadi bagian dari Kabupaten Maluku Tenggara sebelum Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2007, Nomor 31 disahkan (Badan Pemberi Modal Daerah Maluku, 2012). Dijelaskan lebih lanjut bahwa Tual di sebelah utara berbatasan dengan Laut Banda, di sebelah selatan dengan Kabupaten Maluku Tenggara dan Laut Arafura, di sebelah barat dengan Laut Banda dan di sebelah timur dengan Selat Nerong. Rata-rata suhu tahunan Tual adalah 27,3 0C; dengan suhu minimum 23,5 0C dan suhu maksimum mencapai 33,2 0C; berdasarkan data pada stasiun meteorologi kelas III Dumatubun Tual.
Rata-rata kelembaban udara
sekitar 81%, rata-rata
penyinaran matahari 65% dan rata-rata tekanan udara 1.010,7 millibar. Curah hujan
tahunan pada daerah ini berkisar antara 2.000-4.000 mm dengan rata-rata curah hujan 2118,3 mm/tahun atau 176,5 mm/bulan (Badan Pemberi Modal Daerah Maluku, 2012). Peta lokasi Tual disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Peta Lokasi Penelitian di Kota Tual Sumber: Google Earth (2012)
Desa Ohoidertawun Ohoidertawun merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Desa tersebut sering dikunjungi wisatawan asing karena memiliki tempat wisata dan gua dengan lukisan kuno. Gua yang disakralkan yang disebut Gua Kematian atau Gua Vidnit; ditemukan pada tebing karang, di pantai Ohoidertawun sebelah timur. Perjalanan dari Tual menuju Ohoidertawun ditempuh dalam waktu satu jam dengan mobil, sedangkan dari Ohoidertawun ke lokasi penelitian yaitu Gua Vidnit ditempuh dalam waktu 30 menit dengan motor laut. Relief misterius dan simbol berwarna merah dan kuning melekat pada dinding Gua Vidnit. Relief menyerupai sosok manusia, binatang, perahu dan matahari. Jika laut sedang surut atau meti Kei, maka gambaran relief dapat dilihat oleh pejalan kaki saat menyusuri tepi pantai.
27
Pintu Masuk Gua
Gambar 17. Gua Vidnit (Gua Kematian) Perahu digunakan untuk melihat gambaran relief dinding karang pada saat air laut sedang pasang. Gambar Gua Vidnit dari kejauhan disajikan pada Gambar 17, sedangkan lukisan kuno pada dinding karang Gua Vidnit, disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18. Lukisan Kuno pada Dinding Karang Gua Vidnit Desa Ohoira Desa Ohoira terletak di Kecamatan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara. Perjalanan dari Tual menuju Langgur (Ibu kota Maluku Tenggara)
28
ditempuh dalam waktu 15 menit dengan mobil; dari Langgur menuju desa Debut ditempuh dalam waktu 30 menit dengan mobil; dari Debut menuju desa Tetoat ditempuh dalam waktu 15 menit dengan perahu; dari Tetoat menuju Ohoira ditempuh dalam waktu satu jam dengan sepeda motor; sedangkan dari Ohoira menuju lokasi penelitian ditempuh dalam waktu tiga jam tanpa kendaraan, karena lokasi penelitian ini terletak di dalam hutan.
Gambar 19. Pelabuhan Desa Debut Lokasi penelitian merupakan gua yang terletak di dalam hutan. Gambar 19 menyajikan gambaran pelabuhan desa Debut yang merupakan akhir perjalanan darat yang menggunakan sarana angkut berupa mobil. Gambar 20 menyajikan alat transportasi perahu yang digunakan untuk menyeberang ke Tetoat.
Gambar 20. Alat Transportasi dari Desa Debut ke Tetoat
29
Gua hutan di desa Ohoira jarang dikunjungi penduduk, karena disamping disakralkan juga memerlukan perjuangan untuk mencapai gua tersebut. Pepohonan dan rerumputan ditemukan disepanjang perjalanan menuju gua. Gua terletak di bawah permukaan tanah sehingga dibutuhkan alat tangga untuk mencapainya. Gambar gua hutan desa Ohoira disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21. Gua Hutan di Desa Ohoira Desa Abean Gua tersebut bernama Gua Hawun Yavur merupakan tempat pengamatan dilakukan. Gua ini merupakan salah satu gua yang terdapat di desa Abean dengan lokasi terletak di puncak gunung. Abean merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kei Kecil Timur, Kabupaten Maluku Tenggara. Perjalanan dari Tual menuju Langgur ditempuh dalam waktu 15 menit, sedangkan dari Langgur menuju desa Abean ditempuh dalam waktu 1,5 jam dengan mobil. Penduduk desa Abean sebagian besar jarang mengunjungi gua tersebut karena dijadikan sebagai tempat upacara adat. Perjalanan menuju Gua Hawun Yavur dari rumah terujung desa Abean sekitar lima jam perjalanan tanpa kendaraan, dengan sarana jalan yang telah bersemen. Jalan bersemen menuju gua yang menanjak membentuk sudut 600, tidak memungkinkan alat transportasi digunakan, terlebihlebih di kanan kiri jalan terdapat jurang yang curam. Adat istiadat setempat tidak mengijinkan dokumentasi berupa gambar-gambar kondisi setempat diabadikan.
30
Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Jantan dan Betina dari Kesembilan Spesies yang Diamati Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman dari variabel permukaan linear tubuh yang diamati; disajikan pada Tabel 4 dan 5. Variabel permukaan linear tubuh tersebut meliputi panjang tarsometatarsus, lingkar tarsometatarsus, panjang telinga, panjang ekor, panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang, panjang fibula, panjang kaki belakang tanpa cakar dan panjang lengan bawah sayap pada Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh mencapai lebih dari 20%; yang menurut Syahid (2009) merupakan koefisien keragaman yang tinggi. Dijelaskan lebih lanjut bahwa koefisien keragaman dikategorikan berukuran besar, jika nilai minimal 10% pada kondisi homogen atau 20% pada kondisi heterogen; berukuran sedang jika nilai minimal 5%-10% pada kondisi homogen atau 10%-20% pada kondisi heterogen; berukuran kecil, jika nilai maksimal 5% pada kondisi homogen atau 10% pada kondisi heterogen. Keragaman ukuran-ukuran linear tubuh yang ditemukan pada penelitian ini beragam. Syahid (2009) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi koefisien keragaman adalah heterogenitas bahan, alat, media dan lingkungan percobaan. Faktor lingkungan pada penelitian ini berperanan dalam perolehan koefisien keragaman, disamping jumlah sampel yang sedikit. Faktor lingkungan penelitian yang beragam ditemukan karena habitat kelelawar yang diamati meliputi pohon, gua hutan, gua pantai dan gua gunung. Habitat tersebut, secara iklim mikro, berbeda satu sama lain. Nilai koefisien keragaman yang tinggi mencerminkan bahwa spesies kelelawar yang diamati tidak dalam status akan punah, karena keragaman yang tinggi mencerminkan daya tahan kelelawar terhadap lingkungan tempat hidup atau habitat yang masih beragam pula. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Docstoc (2011) yang menyatakan bahwa suatu populasi spesies memiliki peluang yang kecil untuk punah, bila populasi berukuran besar, terutama bila keragaman genetik ditemukan besar pada populasi tersebut. Dijelaskan lebih lanjut bahwa keragaman genetik merupakan
31
Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Jantan pada Spesies Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata Spesies Kelelawar
n
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
-------------------------------------------------------------------------(mm)--------------------------------------------------------------------
Nyctimene minutusA
15
17,51±2,33 (13,31%)
5,51±1,76 (31,98%)
32,16±5,16 (16,05%)
30,71±6,91 (22,49%)
27,42±4,48 (16,33%)
48,30±11,85 (24,53%)
30,84±5,87 (19,04%)
115,94±4,21 (3,63%)
9
9,99±2,76 (27,62%)
4,43±2,28 (51,34%)
36,40±2,18 (6,00%)
31,09±1,42 (4,56%)
18,19±1,25 (6,85%)
31,27±1,27 (4,07%)
15,98±1,44 (8,99%)
56,97±2,03 (3,56%)
Nycteris javanicaB1
15
6,92±3,21 (46,46%)
3,77±1,75 (46,36%)
20,31±3,62 (17,82%)
46,40±3,96 (8,54%)
34,06±3,61 (10,59%)
22,50±3,92 (17,44%)
38,32±4,29 (11,20%)
50,37±4,07 (8,08%)
Harpiocephalus harpia B1
15
2,29±2,03 (88,70%)
4,68±2,05 (43,73%)
23,86±4,03 (16,91%)
48,97±6,38 (13,04%)
39,39±5,40 (13,70%)
33,86±5,49 (16,21%)
41,96±4,45 (10,61%)
49,39±4,00 (8,09%)
Rhinolophus keyensis B1
15
13,26±3,16 (23,82%)
1,38±0,37 (26,87%)
22,57±1,02 (4,50%)
18,41±1,06 (5,73%)
14,52±2,33 (16,04%)
27,37±2,57 (9,37%)
11,55±1,90 (16,48%)
60,59±4,48 (7,40%)
Hipposideros cervinus B1
15
2,47±1,63 (66,05%)
0,54±0,27 (50,11%)
12,99±1,87 (14,35%)
25,08±3,72 (14,85%)
39,66±4,50 (11,35%)
19,81±2,20 (11,11%)
37,43±4,89 (13,06%)
50,88±3,24 (6,37%)
Mosia nigrescens B1
15
6,98±2,97 (42,55%)
1,01±1,27 (*)
14,01±3,43 (24,50%)
10,03±2,75 (27,46%)
29,64±3,75 (12,65%)
21,46±4,57 (21,29%)
35,24±4,65 (13,20%)
69,07±7,18 (10,40%)
Rhinopoma microphyllumB2
15
5,20±6,46 (*)
4,21±4,53 (*)
26,02±4,48 (17,22%)
48,05±6,64 (13,81%)
42,84±4,21 (9,83%)
25,35±10,81 (42,65%)
39,56±5,56 (14,05%)
68,10±5,42 (7,97%)
Chaerephon plicata B1
13
13,78±3,83 (27,79%)
8,43±4,82 (57,11%)
24,73±3,00 (12,15%)
36,36±4,05 (11,15%)
34,17±4,45 (13,03%)
18,21±2,03 (11,13%)
27,32±2,83 (10,35%)
46,81±3,91 (8,36%)
Megaderma spasmaB3
Keterangan: n = jumlah sampel; X1=panjang tarsometatarsus; X2= lingkar tarsometatarsus; X3=panjang telinga; X4=panjang ekor; X5=panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang; X6=panjang fibula; X7=panjang kaki belakang tanpa cakar; X8=panjang lengan bawah sayap; persen di dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; * perhitungan di atas 100% karena sampel yang sangat beragam; A dan B = ditemukan di pohon (A), gua gunung (B1), gua hutan (B2) dan gua pantai (B3)
32
Tabel 5. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Kelelawar Betina pada Spesies Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata Spesies Kelelawar
n
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
----------------------------------------------------------------------(mm)-----------------------------------------------------------------------
Nyctimene minutusA
15
1,07±0,18 (16,87%)
0,35±0,08 (22,83%)
27,82±6,58 (23,67%)
27,79±6,53 (23,50%)
23,94±5,01 (20,94%)
48,19±5,61 (11,63%)
28,80±5,08 (17,66%)
112,01±5,59 (4,99%)
9
9,70±2,27 (23,36%)
4,05±1,93 (47,52%)
36,18±1,68 (4,65%)
31,02±1,07 (3,45%)
18,01±0,97 (5,36%)
31,08±1,16 (3,74%)
15,61±1,23 (7,89%)
56,62±1,81 (3,20%)
Nycteris javanicaB1
15
6,80±3,17 (46,63%)
3,67±1,93 (52,60%)
19,72±4,98 (25,24%)
45,59±4,85 (10,63%)
33,66±3,81 (11,31%)
22,39±3,85 (17,21%)
38,11±4,90 (12,85%)
50,21±4,24 (8,44%)
Harpiocephalus harpia B1
15
1,27±1,18 (92,94%)
3,64±2,08 (57,02%)
21,51±4,57 (21,26%)
45,60±6,77 (14,85%)
36,59±5,42 (14,81%)
31,65±4,47 (14,13%)
39,77±3,51 (8,84%)
46,97±3,56 (7,59%)
Rhinolophus keyensis B1
15
12,27±2,96 (24,16%)
1,33±0,36 (26,83%)
22,53±0,98 (4,36%)
18,22±1,12 (6,13%)
13,82±2,38 (17,24%)
26,79±2,38 (8,90%)
10,92±2,14 (19,56%)
59,40±3,84 (6,46%)
Hipposideros cervinus B1
15
2,39±1,61 (67,23%)
0,53±0,27 (51,88%)
13,10±2,01 (15,35%)
24,71±3,88 (15,70%)
38,70±5,69 (14,71%)
19,68±2,64 (13,43%)
37,39±5,49 (14,69%)
50,62±3,85 (7,60%)
Mosia nigrescens B1
15
6,89±3,47 (50,40%)
0,95±1,01 (*)
13,63±3,29 (24,14%)
9,76±3,17 (32,43%)
29,44±4,10 (13,92%)
20,95±4,69 (22,39%)
34,33±4,58 (13,35%)
68,45±7,58 (11,07%)
Rhinopoma microphyllumB2
15
5,23±5,69 (*)
4,25±3,63 (85,27%)
26,55±3,92 (14,76%)
48,14±6,12 (12,72%)
42,92±3,55 (8,26%)
24,95±10,0 5 (40,27%)
39,76±4,96 (12,47%)
68,43±5,64 (8,24%)
Chaerephon plicata B1
13
13,24±3,68 (27,83%)
6,11±3,01 (49,30%)
23,96±2,70 (11,28%)
36,13±3,83 (10,61%)
32,67±4,35 (13,31%)
17,78±1,87 (10,51%)
26,59±2,61 (9,82%)
45,72±4,02 (8,80%)
Megaderma spasmaB3
Keterangan: n = jumlah sampel; X1=panjang tarsometatarsus; X2= lingkar tarsometatarsus; X3=panjang telinga; X4=panjang ekor; X5=panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang; X6=panjang fibula; X7=panjang kaki belakang tanpa cakar; X8=panjang lengan bawah sayap; persen di dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman; * perhitungan di atas 100% karena sampel yang sangat beragam; A dan B = ditemukan di pohon (A), gua gunung (B1), gua hutan (B2) dan gua pantai (B3)
33
keragaman yang bersumber dari berbagai variasi seperti aspek biokimia, struktur dan sifat organisme yang diwariskan secara fisik dari tetua betina (induk). Pembentukan genetik suatu individu tidak bersifat statis dan keragamanan materi genetik memungkinkan seleksi alam terjadi. Produk seleksi alam berakibat pada keseragaman suatu sifat yang meningkat atau koefisien keragaman sifat tersebut menurun. Seleksi alam pada pengamatan ini lebih berperan dibandingkan dengan seleksi buatan. Ulah pemburu dalam penangkapan besar-besaran secara tidak terarah terhadap kelelawar untuk tujuan konsumsi berkibat pada seleksi ke arah kelelawar berukuran kecil. Jumlah kelelawar yang berukuran besar semakin menurun. Tabel 6. Urutan dari yang Terbesar ke yang Terkecil Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Jantan Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata Spesies Kelelawar Variabel A
B
C
D
E
F
G
H
I
X1
(1)*
(4)
(6)
(9)
(3)
(8)
(5)
(7)
(2)
X2
(2)
(4)
(6)
(3)
(7)*
(9)
(8)
(5)
(1)
X3
(2)
(1)
(7)
(5)
(6)*
(9)
(8)
(3)
(4)
X4
(6)
(5)*
(3)
(1)
(8)
(7)
(9)
(2)
(4)
X5
(7)
(8)*
(5)
(3)
(9)
(2)
(6)
(1)
(4)
X6
(1)
(3)*
(6)
(2)
(4)
(8)
(7)
(5)
(9)
X7
(6)
(8)*
(3)
(1)
(9)
(4)
(5)
(2)
(7)
X8
(1)
(5)*
(7)
(8)
(4)
(6)
(2)
(3)
(9)
Keterangan: X1=panjang tarsometatarsus; X2= lingkar tarsometatarsus; X3=panjang telinga; X4=panjang ekor; X5=panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang; X6=panjang fibula; X7=panjang kaki belakang tanpa cakar; X8=panjang lengan bawah sayap; A=Nyctimene minutus; B=Megaderma spasma; C=Nycteris javanica; D=Harpiocephalus harpia; E=Rhinolophus keyensis; F=Hipposideros cervinus; G=Mosia nigrescens; H=Rhinopoma microphyllum; I=Chaerephon plicata; *=terseleksi ketat; (1) paling besar...(9) paling kecil di antara spesies yang diamati
Tabel 6 dan 7 menyajikan rekapitulasi urutan dari ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kelelawar jantan dan betina yang diamati dari yang terbesar ke yang terkecil Berikut dengan keragaman yang terendah. Penentuan variabel ukuran
34
linear permukaan tubuh dengan keragaman terendah, mengindikasikan bahwa populasi spesies tersebut telah mengalami seleksi ketat (Martojo,1992), yang dalam pengamatan ini adalah seleksi alam. Tabel 8 dan 9 dibuat berdasarkan penjumlahan urutan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kelelawar jantan dan betina; untuk menyimpulkan apakah ukuran tubuh spesies kelelawar dikategorikan ke dalam kelompok besar, sedang dan kecil yang hanya diberlakukan pada jenis kelelawar pemakan serangga pada penelitian ini. Tabel 7. Urutan Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Betina Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata Spesies Kelelawar Variabel A
B
C
D
E
F
G
H
I
X1
(9)*
(3)
(5)
(8)
(2)
(7)
(4)
(6)
(1)
X2
(9)*
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(2)
(1)
X3
(2)
(1)
(7)
(6)
(5)*
(9)
(8)
(3)
(4)
X4
(6)
(5)*
(3)
(2)
(8)
(7)
(9)
(1)
(4)
X5
(7)
(8)*
(4)
(3)
(9)
(2)
(6)
(1)
(5)
X6
(1)
(3)*
(6)
(2)
(4)
(8)
(7)
(5)
(9)
X7
(6)
(8)*
(3)
(1)
(9)
(4)
(5)
(2)
(7)
X8
(1)
(5)*
(7)
(8)
(4)
(6)
(2)
(3)
(9)
Keterangan: X1=panjang tarsometatarsus; X2= lingkar tarsometatarsus; X3=panjang telinga; X4=panjang ekor; X5=panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang; X6=panjang fibula; X7=panjang kaki belakang tanpa cakar; X8=panjang lengan bawah sayap; A=Nyctimene minutus; B=Megaderma spasma; C=Nycteris javanica; D=Harpiocephalus harpia; E=Rhinolophus keyensis; F=Hipposideros cervinus; G=Mosia nigrescens; H=Rhinopoma microphyllum; I=Chaerephon plicata; *=terseleksi ketat; (1) paling besar...(9) paling kecil di antara spesies yang diamati
Tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa Nyctimene minutus memiliki ukuran tubuh terbesar yang menurut Chairunnisa (1997) dan Suyanto (2001) digolongkan ke dalam kelelawar pemakan buah-buahan. Suyanto (2001) menyatakan bahwa M. spasma, N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, M. nigrescens, R. microphyllum dan C. plicata; merupakan kelelawar pemakan serangga. Kelelawar pemakan serangga pada penelitian ini, yaitu H. harpia dan R. microphyllum 35
digolongkan ke dalam kelompok
berukuran besar; sedangkan M. spasma, N.
javanica dan C. plicata berukuran sedang dan R. keyensis,
H. cervinus, M.
nigrescens berukuran kecil (Tabel 8 dan 9). Tabel 8. Rekapitulasi Jumlah Urutan Ukuran Variabel-variabel Linear Permukaan Tubuh pada Jantan Setiap Spesies Kelelawar Pemakan Serangga yang Diamati B
C
D
E
(1)=1
(1)=0
(1)=2
(1)=0
(2)=0
(2)=0
(2)=1
(3)=1
(3)=2
(4)=2
F
G
H
I
(1)=0
(1)=0
(1)=1
(1)=1
(2)=0
(2)=1
(2)=1
(2)=2
(2)=1
(3)=2
(3)=1
(3)=0
(3)=0
(3)=2
(3)=0
(4)=0
(4)=0
(4)=2
(4)=1
(4)=0
(4)=0
(4)=3
(5)=2
(5)=1
(5)=1
(5)=0
(5)=0
(5)=2
(5)=2
(5)=0
(6)=0
(6)=3
(6)=0
(6)=0
(6)=1
(6)=1
(6)=0
(6)=0
(7)=0
(7)=2
(7)=0
(7)=1
(7)=1
(7)=1
(7)=1
(7)=1
(8)=2
(8)=0
(8)=1
(8)=1
(8)=2
(8)=2
(8)=0
(8)=0
(9)=0
(9)=0
(9)=1
(9)=2
(9)=1
(9)=1
(9)=0
(9)=2
Keterangan: B=Megaderma spasma; C=Nycteris javanica; D=Harpiocephalus harpia; E=Rhinolophus keyensis; F=Hipposideros cervinus; G=Mosia nigrescens; H=Rhinopoma microphyllum; I=Chaerephon plicata; angka dalam tanda kurung menunjukkan urutan ukuran linear permukaan tubuh; (1) paling besar...(9) paling kecil di antara spesies yang diamati
Panjang lengan bawah sayap N. minutus, M. spasma, N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, M. nigrescens, R. microphyllum dan C. plicata merupakan ukuran linear permukaan tubuh kelelawar yang ditemukan paling seragam, karena memiliki koefisien keragaman paling kecil dibandingkan dengan ukuran linear permukaan tubuh lain. Panjang lengan bawah sayap memiliki fungsi sebagai alat terbang dan sebagai tirai penutup muka saat istirahat pada posisi bergelantung. Setiap spesies kelelawar yang diamati memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Hal itu
mengindikasikan bahwa panjang lengan bawah sayap pada kelelawar
merupakan salah satu ukuran linear permukaan tubuh indikator hasil seleksi alam yang disesuaikan dengan habitat masing-masing atau merupakan karakter genetik yang diwariskan.
36
Ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kelelawar yang memiliki keragaman tertinggi adalah lingkar tarsometatarsus yang diikuti panjang tarsometatarsus dan panjang telinga (Tabel 4 dan 5). Berikut ini diuraikan berbagai perolehan ukuran linear permukaan tubuh kelelawar penelitian yang dihubungkan dengan koefisien keragaman dan status konservasi. Tabel 9. Rekapitulasi Jumlah Urutan Ukuran Variabel-variabel Linear Permukaan Tubuh pada Betina Setiap Spesies Kelelawar Pemakan Serangga yang Diamati B
C
D
E
F
G
H
I
(1)=1
(1)=0
(1)=1
(1)=0
(1)=0
(1)=0
(1)=2
(1)=2
(2)=0
(2)=0
(2)=2
(2)=1
(2)=1
(2)=1
(2)=2
(2)=0
(3)=3
(3)=2
(3)=1
(3)=0
(3)=0
(3)=0
(3)=2
(3)=0
(4)=0
(4)=2
(4)=0
(4)=2
(4)=1
(4)=1
(4)=0
(4)=2
(5)=2
(5)=1
(5)=1
(5)=1
(5)=0
(5)=1
(5)=1
(5)=1
(6)=0
(6)=1
(6)=1
(6)=1
(6)=1
(6)=1
(6)=1
(6)=0
(7)=0
(7)=2
(7)=0
(7)=0
(7)=3
(7)=1
(7)=0
(7)=1
(8)=2
(8)=0
(8)=2
(8)=1
(8)=1
(8)=2
(8)=0
(8)=0
(9)=0
(9)=0
(9)=0
(9)=2
(9)=1
(9)=1
(9)=0
(9)=2
Keterangan: B=Megaderma spasma; C=Nycteris javanica; D=Harpiocephalus harpia; E=Rhinolophus keyensis; F=Hipposideros cervinus; G=Mosia nigrescens; H=Rhinopoma microphyllum; I=Chaerephon plicata; angka dalam tanda kurung menunjukkan urutan ukuran linear permukaan tubuh; (1) paling besar...(9) paling kecil di antara spesies yang diamati
Nyctimene minutus Nyctimene minutus merupakan spesies kelelawar yang berukuran besar. Menurut Suyanto (2001), N. minutus termasuk salah satu spesies dari satu-satunya sub-ordo kelelawar pemakan buah-buahan yang ditemukan di Maluku. Koefisien keragaman terendah pada N. minutus ditemukan pada panjang lengan bawah sayap (Tabel 4 dan 5). Keseragaman panjang lengan bawah sayap yang dicerminkan dari koefisien keragamannya yang rendah menunjukkan bahwa seleksi terhadap sifat tersebut telah berperan. Sayap kelelawar berfungsi untuk terbang dan untuk menyelimuti tubuh saat melakukan aktivitas tidur (bergelantung terbalik) (Djuri dan
37
Madya, 2009), sehingga berhubungan dengan ukuran tubuh. Ukuran tubuh yang besar hanya dapat diselimuti sayap yang berukuran besar pula. Hal tersebut terjadi pada N. minutus. Ukuran panjang lengan bawah sayap sebesar 115,94±4,21 mm pada jantan dan sebesar 112,01±5,59 mm pada betina; memungkinkan N. minutus terbang nyaman di antara pepohonan berukuran besar di areal perkebunan. Ukuran tubuh yang besar merupakan daya tarik tersendiri bagi pemburu yang merupakan salah satu predator N. minutus. Kemungkinan N. minutus yang tersisa berukuran kecil meskipun jika dibandingkan dengan kelelawar pemakan serangga, N. minutus berukuran tubuh lebih besar. Nyctimene minutus yang tersisa merupakan hasil seleksi ke arah ukuran tubuh kecil. Individu-individu berukuran kecil pada spesies N. minutus mendapat kesempatan untuk memiliki keturunan, yang berakibat pada keseragaman ukuran tubuh yang tinggi dan berukuran kecil seperti ukuran tubuh tetuanya. Perkawinan yang demikian, menurut Martojo (1992) merupakan perkawinan assortative (setara), yang berarti hewan berukuran kecil bila kawin dengan berukuran kecil akan menghasilkan keturunan yang kecil pula. Nyctimene minutus memiliki status konservasi Vulnerable (VU) yang dikategorikan beresiko tinggi untuk punah. Tindakan konservasi yang dilakukan saat ini adalah dengan menangkarkan spesies N. minutus di salah satu lembaga konservasi yaitu Taman Nasional Manusela (International Union for Conservation of Nature, 2008a). Upaya konservasi masih dapat dilakukan berdasarkan perolehan keragaman tertinggi pada sifat selain panjang lengan bawah sayap. Peraturan daerah setempat (sasi) juga membantu mencegah terjadinya kepunahan kelelawar tersebut. Keragaman lingkar tarsometatarsus pada N. minutus ditemukan tinggi pada jantan, sedangkan betina pada panjang telinga. Dewi (2008) menyatakan bahwa tubuh yang besar pada burung bayan-bayanan memerlukan ukuran tarsometarsus yang besar pula karena digunakan untuk menopang tubuh. Nyctimene minutus pada penelitian ini berukuran tubuh relatif besar karena sebagai spesies kelelawar pemakan buah-buahan, memerlukan ukuran kaki yang kuat untuk menopang tubuh pada saat melakukan aktivitas makan dibandingkan dengan kelelawar pemakan serangga. Ukuran buah-buahan yang dimakan pun relatif berukuran besar seperti sukun, pepaya, mangga, durian dan sawo.
38
Harpiocephalus harpia Harpiocephalus harpia merupakan spesies kelelawar pemakan serangga yang berukuran besar dibandingkan dengan spesies kelelawar pemakan serangga lainnya yang diamati (Tabel 8 dan 9). Ketersediaan pakan yang beragam pada lingkungan sekitar habitat H. harpia sangat mempengaruhi ukuran tubuh. Hal ini didukung Ihdia (2006) yang menyatakan bahwa daya dukung terhadap kehidupan suatu hewan akibat keterbatasan luasan hutan dan kompetisi dalam memperoleh pakan sangat mempengaruhi ukuran tubuh hewan. Habitat H. harpia ditemukan di gua gunung yang memiliki beragam jenis tumbuhan. Keseragaman yang tinggi pada sifat panjang lengan bawah sayap; seperti halnya pada N. minutus, juga ditemukan pada H. harpia. Alam telah menyeleksi ketat sifat tersebut yang disesuaikan dengan ekolokasi pada H. harpia. Ukuran panjang lengan bawah sayap 49,39±4,00 mm pada jantan dan 46,97±3,56 mm pada betina; memungkinkan H. harpia terbang nyaman di antara penghalang terbang dalam bentuk stalagtit-stalagmit pada gua gunung. Koefisien keragaman tertinggi H. harpia ditemukan pada sifat panjang dan lingkar tarsometatarsus. Docstoc (2011) menyatakan bahwa koefisien keragaman yang tinggi memungkinkan suatu populasi jauh dari kepunahan. Keragaman genetik bersumber dari pewarisan variasi aspek biokimia, struktur dan sifat organisme secara fisik dari tetua betina (induk). Menurut International Union for Conservation of Nature (2008d), status konservasi spesies H. harpia adalah Least Concern (LC) atau tidak memerlukan perhatian khusus. Rhinopoma microphyllum Rhinopoma microphyllum merupakan spesies kelelawar yang digolongkan ke dalam kelelawar pemakan serangga berukuran besar pada penelitian ini (Tabel 8 dan 9). Habitat kelelawar R. microphyllum ditemukan di gua hutan yang memiliki beragam jenis tumbuhan. Keragaman jenis tumbuhan merupakan tempat hidup yang baik bagi serangga. Serangga merupakan sumber pakan R. microphyllum. Hal ini didukung oleh Wijayanti (2011) yang menyatakan bahwa kelelawar cenderung memilih sarang atau habitat yang dekat dengan sumber pakan. Sifat panjang lengan bawah sayap juga ditemukan memiliki keragaman paling rendah atau seragam. Salah satu fungsi sayap menurut Djuri dan Madya
39
(2009) adalah sebagai alat untuk terbang dan menggantungkan diri pada saat istirahat. Ukuran panjang lengan bawah sayap 68,10±5,42 mm pada jantan dan 68,43±5,64 mm pada betina. Ukuran panjang lengan bawah sayap R. microphyllum yang lebih besar dibandingkan dengan H. harpia; menunjukkan perbedaan respon adaptasi terhadap tempat hidup. Interaksi genotip dan lingkungan bertanggung jawab terhadap perbedaan ini. Seleksi alam memberikan peranan yang lebih terhadap ukuran panjang lengan bawah sayap. Status konservasi spesies R. microphyllum adalah Least Concern (LC) atau tidak memerlukan perhatian khusus; sehingga tidak memerlukan tindakan konservasi khusus seperti pada N. Minutus. Rhinopoma microphyllum memiliki keragaman yang tinggi pada sifat panjang dan lingkar tarsometatarsus (International Union for Conservation of Nature, 2008h). Megaderma spasma Megaderma spasma merupakan spesies kelelawar yang berukuran sedang. berdasarkan keragaman pada variabel ukuran linear tubuh kelelawar yang diamati, M. spasma telah mengalami seleksi alam paling ketat. Keragaman terendah diperlihatkan oleh enam dari delapan variabel yang diamati, yaitu panjang telinga, panjang ekor, panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang, panjang fibula, panjang kaki belakang tanpa cakar dan panjang lengan bawah sayap (Tabel 6 dan 7). Panjang dan lingkar tarsometatarsus yang memiliki keragaman tertinggi mengindikasikan bahwa bobot badan atau ukuran tubuh spesies ini masih beragam. Mufti (2003) menyatakan bahwa panjang dan lingkar tarsometatarsus berhubungan dengan ukuran tubuh atau bobot badan. Tarsometatarsus berfungsi untuk menopang tubuh secara keseluruhan (Badriah, 2011 dan Mulyono et al., 2009), yang pada spesies kelelawar berfungsi untuk menggelantung, saat melakukan aktivitas istirahat (tidur). Ukuran panjang lengan bawah sayap sebesar 56,97±2,03 mm pada jantan dan sebesar 56,62±1,81 mm pada betina; memungkinkan M. spasma terbang nyaman di antara penghalang terbang dalam bentuk stalagtit-stalagmit pada gua pantai. Menurut International Union for Conservation of Nature (2008b), status konservasi M. spasma adalah Least Concern (LC) atau tidak memerlukan perhatian khusus.
40
Nycteris javanica Nycteris javanica pada penelitian ini merupakan spesies kelelawar yang berukuran sedang (Tabel 8 dan 9). Koefisien keragaman tertinggi pada sifat panjang dan lingkar tarsometatarsus, sedangkan koefisien keragaman terendah ditemukan pada panjang lengan bawah sayap. Hal ini mengindikasikan bahwa seleksi alam telah berperan besar pada panjang lengan bawah sayap. Noor (2010) menyatakan bahwa seleksi alam merupakan suatu proses yang melibatkan kekuatan alam untuk menentukan ternak mana yang boleh berkembang biak pada generasi selanjutnya. Ukuran panjang lengan bawah sayap sebesar 50,37±4,07 mm pada jantan dan sebesar 50,21±4,28 mm pada betina; memungkinkan N. javanica dapat terbang dengan nyaman di antara penghalang terbang dalam bentuk stalagtit-stalagmit pada gua gunung, untuk bertahan hidup. Pada penelitian ini, ukuran-ukuran linear permukaan tubuh N. javanica tidak memiliki keseragaman tertinggi dibandingkan dengan spesies lain yang diamati, tetapi N. javanica menurut International Union for Conservation of Nature (2008c) memiliki status konservasi Vulnerable (VU) yang dikategorikan beresiko tinggi untuk punah. Hal tersebut menurut International Union for Conservation of Nature (2008c) terjadi sebagai akibat dari penebangan hutan yang tidak terkontrol sehingga keberadaan habitat tempat hidup N. javanica terancam. Secara genetik, spesies N. javanica masih dapat bertahan, yang diperlihatkan dengan koefisien keragaman yang tidak terlalu rendah tetapi ulah manusia penyebab kepunahan spesies ini. Tindakan konservasi yaitu memberikan perlindungan pada salah satu Lembaga Konservasi Taman Wisata Alam Pangandaran telah dilakukan (International Union for Conservation of Nature, 2008c). Taman Wisata Alam Pangandaran kemungkinan memiliki vegetasi yang mirip dengan habitat asli N. javanica. Chaerephon plicata Chaerephon plicata termasuk kelelawar pemakan serangga yang berukuran sedang, pada penelitian ini (Tabel 8 dan 9). Hal ini sesuai dengan Wijayanti (2011) yang menyatakan bahwa C. plicata berukuran tubuh lebih besar dari H. cervinus berdasarkan pemilihan jenis pakan pada gua yang sama.Wijayanti (2011) menyatakan bahwa kelelawar spesies C. plicata cenderung menyukai serangga
41
berukuran besar, berdasarkan pemilihan pakan serangga di gua Gombang yang memiliki beragam jenis tumbuhan. Koefisien keragaman tertinggi C. plicata ditemukan pada sifat panjang dan lingkar tarsometatarsus, sedangkan keseragaman ditemukan pada panjang lengan bawah sayap. Keseragaman ini menunjukkan bahwa alam telah menyeleksi sifat tersebut. Ukuran panjang lengan bawah sayap sebesar 46,81±3,91 mm pada jantan dan sebesar 45,72 ± 4,02 mm pada betina; memungkinkan C. plicata terbang nyaman di antara penghalang terbang dalam bentuk stalagtit-stalagmit pada gua gunung. Panjang dan lingkar tarsometatarsus berhubungan dengan ukuran tubuh atau bobot C. plicata. Penelitian Mufti (2003) menyatakan bahwa panjang dan lingkar tarsometatarsus berhubungan dengan ukuran tubuh atau bobot badan ternak yang diamati. Ukuran tubuh atau bobot C. plicata masih beragam. Secara genetik hewan tersebut masih dapat bertahan. Docstoc (2011) yang menyatakan bahwa koefisien keragaman yang tinggi memungkinkan suatu populasi jauh dari kepunahan. Status konservasi C. plicata adalah Least Concern (LC) atau tidak memerlukan perhatian khusus (International Union for Conservation of Nature, 2008i). Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus dan Mosia nigrescens Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus dan Mosia nigrescens merupakan spesies kelelawar yang berukuran kecil pada penelitian ini (Tabel 8 dan 9). Hal ini sesuai dengan Wijayanti (2011) bahwa, H. cervinus berukuran tubuh lebih kecil dari C. plicata berdasarkan pemilihan jenis pakan pada gua yang sama. Habitat R. keyensis, H. cervinus dan M. nigrescens ditemukan di gua gunung pada gua yang sama. Ukuran-ukuran permukaan linear tubuh kelelawar yang diamati berbeda satu sama lain lebih disebabkan perbedaan spesies. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijayanti (2011), kelelawar yang berbeda spesies yang bersarang dalam satu gua, relatif memilih pakan dengan karekteristik yang berbeda, sehingga dapat bertahan dari generasi ke generasi dan mencapai jumlah populasi yang tinggi tanpa berkompetisi satu sama lain untuk memperebutkan pakan. Koefisien keragaman yang tertinggi ditemukan pada sifat panjang dan lingkar tarsometatarsus, sedangkan koefisien keragaman terendah ditemukan pada sifat panjang lengan bawah sayap. Alam telah menyeleksi sifat panjang lengan bawah sayap. Ukuran panjang lengan bawah sayap R. keyensis, H. cervinus dan M.
42
nigrescens masing-masing sebesar 60,59±4,48; 50,88±3,24 dan 69,07±7,18 mm pada jantan dan sebesar 59,40±3,84; 50,62±3,85 dan 68,45±7,58 mm pada betina. Ukuran panjang lengan bawah sayap yang berbeda pada lingkungan yang sama mengindikasikan bahwa setiap spesies memiliki karakteristik genetik masingmasing yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Pada penelitian ini R. keyensis merupakan spesies kelelawar yang bersifat endemik. Spesies ini hanya ditemukan pulau Kei (Suyanto, 2001). Menurut International Union for Conservation of Nature (2008e), status konservasi R. keyensis adalah Data Deficient (DD) yaitu masuk ke dalam kategori kepunahan yang belum dapat ditetapkan berdasarkan distribusi atau status populasi. Informasi yang cukup diperlukan untuk menentukan kategori kepunahan. Status konservasi H. cervinus dan M. nigrescens adalah Least Concern (LC) atau tidak memerlukan perhatian khusus (International Union for Conservation of Nature, 2008f dan g). Hasil Statistik T2-Hotelling Hasil statistik T2-Hotelling menjelaskan perbedaan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh di antara spesies yang diamati. Hal tersebut disajikan pada Tabel 10. Hasil analisis T2-Hotelling menyatakan bahwa ukuran-ukuran linear permukaan tubuh antara jantan dan betina ditemukan sama, kecuali pada Nyctimene minutus. Nyctimene minutus merupakan satu-satunya spesies kelelawar pemakan buah pada penelitian ini. Kemungkinan peran atau dominasi jantan terhadap betina pada spesies kelelawar pemakan buah-buahan ditemukan. Hal itu tidak ditemukan pada kelelawar pemakan serangga. Nyctimene minutus merupakan kelelawar
sub-ordo Megachiroptera yang
berukuran besar dan pemakan buah-buahan, sedangkan spesies kelelawar lain pada penelitian
ini
menurut
Suyanto
(2001)
merupakan
kelelawar
sub-ordo
Microchiroptera yang berukuran kecil dan pemakan serangga. Hal tersebut ditemukan pada penelitian ini, bahwa N. minutus menempati habitat yang berbeda dengan spesies kelelawar pemakan serangga yang diamati. Wijayanti (2011) menyatakan bahwa kelelawar cenderung memilih sarang yang dekat dengan sumber pakan. Kelompok kelelawar yang ditemukan di perkebunan yaitu N. minutus yang merupakan kelelawar pemakan buah-buahan. Kelelawar pemakan serangga pada
43
penelitian ini ditemukan di di gua gunung yaitu N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, M. nigrescens dan C. plicata dan di gua pantai yaitu M. spasma, serta di gua hutan yaitu R. microphyllum. Maryanto dan Maharadatunkamsi (1991) menyatakan bahwa keadaan mikro klimat yang berbeda untuk masing-masing gua akan mempengaruhi perbedaan jenis-jenis kelelawar. Tabel 10. Uji T2-Hotelling antara Jantan dan Betina pada Setiap Spesies Kelelawar yang Diamati Statistik T2Hotelling
Spesies
Nilai F
Nilai P
Jantan dan Betina
Nyctimene minutes
41,173
108,079
0,000
**
Megaderma spasma
0,412
0,463
0,854
tn
Nycteris javanica
0,410
1,077
0,416
tn
Harpiocephalus harpia
0,361
0,947
0,501
tn
Rhinolophus keyensis
0,775
2,033
0,092
tn
Hipposideros cervinus
0,868
2,279
0,062
tn
Mosia nigrescens
0,507
1,332
0,282
tn
Rhinopoma microphyllum
0,170
0,446
0,880
tn
Chaerephon plicata
1,148
2,439
0,058
tn
Keterangan: ** = sangat nyata (P<0,01), tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)
Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelelawar Penelitian Tabel 11, 13, 15, 17, 19, 21, 23, 25 dan 27 menyajikan hasil olahan Analisis Komponen Utama (AKU) pada spesies kelelawar yang diamati meliputi Nyctimene minutus,
Megaderma
spasma,
Nycteris
javanica,
Harpiocephalus
harpia,
Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata. Uraian berikut ini hanya menyajikan hasil penelitian, yang selanjutnya akan disajikan pembahasannya, setelah pembahasan diagram kerumunan (Gambar 22). Nyctimene minutus Hasil pada Tabel 11 menunjukkan bahwa Keragaman total (KT) pada persamaan
ukuran
tubuh
N.
minutus
ditemukan
sebesar
67,4%
yang
menggambarkan nilai keragaman tertinggi dari delapan persamaan yang diperoleh. 44
Tabel 11. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Nyctimene minutus Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen Persamaan Ukuran = 0,261X1+0,096X2+0,396X3+0,445X4+0,252X5 +0,516X6+0,359X7+0,330X8 Bentuk = −0,834X1−0,253X2−0,046X3+0,108X4−0,132 +0,438X6+0,113X7−0,065X8
KT
λ
0,674
223,230
0,232
76,980
Keterangan: X1= Panjang Tarsometatarsus; X2 = Lingkar Tarsometatarsus; X3 = Panjang Telinga; X4 = Panjang Ekor; X5 = Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X6 = Panjang Fibula; X7 = Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X8 = Panjang Lengan awah ayap; KT keragaman total; λ nilai Eigen
Nilai Eigen λ pada persamaan ukuran tubuh N. minutus ditemukan sebesar 223,230. Penciri ukuran tubuh pada N. minutus adalah panjang fibula dan panjang ekor dengan vektor Eigen masing-masing sebesar 0,516 dan 0,445. Keragaman total (KT) pada persamaan bentuk tubuh N. minutus ditemukan sebesar 23,2% dengan nilai Eigen sebesar 76,980. Penciri bentuk tubuh pada N. minutus adalah panjang tarsometatarsus dengan vektor Eigen sebesar 0,834. Tabel 12. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Nyctimene minutus Variabel
Korelasi Ukuran
Korelasi Bentuk
Panjang Tarsometatarsus (X1)
+0,458
−0,859
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
+0,495
−0,765
Panjang Telinga (X3)
+0,951
−0,065
Panjang Ekor (X4)
+0,982
+0,172
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
+0,753
−0,232
Panjang Fibula (X6)
+0,846
+0,185
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
+0,975
+0,180
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
+0,939
−0,109
Tabel 12 menunjukkan korelasi antara ukuran dan variabel-variabel ukuran linear tubuh N. minutus. Pada tabel tersebut juga disajikan korelasi antara bentuk dan variabel-variabel ukuran linear tubuh N. minutus. Korelasi antara ukuran dan
45
Tabel 13. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Megaderma spasma Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen Persamaan Ukuran = 0,515X1+0,428X2+0,394X3+0,248X4+0,225X5 +0,247X6+0,269X7+0,390X8 Bentuk = −0,099X1−0,456X2+0,467X3+0,582X4+0,020X5 +0,192X6−0,433X7−0,045X8
KT
λ
0,979
22,644
0,012
0,267
Keterangan: X1= Panjang Tarsometatarsus; X2 = Lingkar Tarsometatarsus; X3 = Panjang Telinga; X4 = Panjang Ekor; X5 = Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X6 = Panjang Fibula; X7 = Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X8 = Panjang Lengan Bawah Sayap; KT = keragaman total; λ nilai Eigen
panjang fibula ditemukan sebesar +0,846; sedangkan korelasi antara ukuran dan panjang ekor ditemukan sebesar +0,982. Korelasi yang ditemukan positif mengindikasikan bahwa skor ukuran akan bertambah bila ukuran panjang fibula dan panjang ekor ditemukan semakin besar. Korelasi antara bentuk dan panjang tarsometatarsus ditemukan sebesar
-0,859. Hal tersebut menunjukkan semakin
panjang tarsometatarsus pada N. minutus maka semakin kecil skor bentuk yang dihasilkan. Tabel 14. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Megaderma spasma Variabel
Korelasi Ukuran
Korelasi Bentuk
Panjang Tarsometatarsus (X1)
+0,999
−0,021
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
+0,992
−0,115
Panjang Telinga (X3)
+0,990
+0,127
Panjang Ekor (X4)
+0,967
+0,247
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
+0,987
+0,009
Panjang Fibula (X6)
+0,991
+0,084
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
+0,976
−0,170
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
+0,989
−0,012
46
Megaderma spasma Tabel 13 menyajikan persamaan ukuran tubuh Megaderma spasma dengan keragaman total (KT) sebesar 97,9%; sedangkan nilai Eigen λ sebesar
,644.
Penciri ukuran tubuh M. spasma adalah panjang dan lingkar tarsometatarsus dengan vektor Eigen masing-masing sebesar 0,515 dan 0,428. Penciri bentuk tubuh M. spasma adalah panjang ekor dengan vektor Eigen pada persamaan bentuk sebesar 0,582. Keragaman total (KT) pada persamaan bentuk diperoleh sebesar 1,2%; sedangkan nilai Eigen λ sebesar 0, 67. Tabel 15. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Nycteris javanica Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen Persamaan Ukuran = 0,291X1+0,169X2+0,396X3+0,406X4+0,340X5 +0,355X6+0,422X7+0,381X8 Bentuk = 0,307X1+0,057X2−0,686X3−0,377X4+0,136X5 +0,450X6+0,052X7+0,258X8
KT
λ
0,987
114,220
0,007
0,810
Keterangan: X1= Panjang Tarsometatarsus; X2 = Lingkar Tarsometatarsus; X3 = Panjang Telinga; X4 = Panjang Ekor; X5 = Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X6 = Panjang Fibula; X7 = Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X8 = Panjang Lengan awah ayap; KT keragaman total; λ nilai Eigen
Korelasi ukuran dan variabel-variabel ukuran linear tubuh Megaderma spasma disajikan pada Tabel 14. Korelasi antara ukuran dan panjang tarsometatarsus ditemukan sebesar +0,999; sedangkan antara ukuran dan lingkar tarsometatarsus ditemukan sebesar +0,992. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar ukuran panjang dan lingkar tarsometatarsus maka skor ukuran yang dihasilkan juga semakin besar. Tabel 14 juga menyajikan korelasi antara bentuk dan variabel-variabel ukuran linear tubuh M. spasma. Korelasi antara bentuk dan panjang ekor adalah +0,247. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang ekor pada M. spasma maka skor bentuk yang dihasilkan juga akan semakin besar. Nycteris javanica Tabel 15 menyajikan persamaan ukuran dan bentuk tubuh dengan keragaman total dan nilai Eigen λ pada Nycteris javanica. Keragaman total (KT) persamaan ukuran tubuh ditemukan sebesar 98,7% dengan nilai Eigen λ sebesar
4,
0.
47
Penciri ukuran tubuh N. javanica adalah panjang kaki belakang tanpa cakar, panjang ekor dan panjang telinga dengan vektor Eigen masing-masing sebesar 0,422, 0,406 dan 0,396. Keragaman total (KT) pada persamaan bentuk ditemukan sebesar 0,7% dengan nilai Eigen λ sebesar 0,8 0. Penciri bentuk tubuh pada N. javanica adalah panjang telinga dengan vektor Eigen panjang telinga sebesar 0,686. Tabel 16. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Nycteris javanica Variabel
Korelasi Ukuran
Korelasi Bentuk
Panjang Tarsometatarsus (X1)
+0,991
+0,088
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
+0,997
+0,028
Panjang Telinga (X3)
+0,987
−0,144
Panjang Ekor (X4)
+0,993
−0,077
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
+0,996
+0,033
Panjang Fibula (X6)
+0,993
+0,106
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
+0,997
+0,010
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
+0,996
+0,057
Tabel 16 menyajikan korelasi antara ukuran dan variabel ukuran-ukuran linear tubuh N. javanica. Korelasi antara ukuran dan panjang kaki belakang tanpa cakar, panjang ekor serta panjang telinga masing-masing ditemukan sebesar +0,997, +0,993 dan +0,987. Tabel 17. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Harpiocephalus harpia Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen Persamaan Ukuran = 0,116X1+0,163X2+0,348X3+0,535X4+0,441X5 +0,401X6+0,313X7+0,314X8 Bentuk = 0,323X1−0,164X2−0,240X3−0,322X4−0,216X5 +0,109X6+0,790X7+0,157X8
KT
λ
0,959
152,790
0,016
2,590
Keterangan: X1= Panjang Tarsometatarsus; X2 = Lingkar Tarsometatarsus; X3 = Panjang Telinga; X4 = Panjang Ekor; X5 = Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X6 = Panjang Fibula; X7 = Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X8 = Panjang Lengan awah ayap; KT keragaman total; λ nilai Eigen
48
Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang kaki belakang tanpa cakar, panjang ekor dan panjang telinga pada N. javanica maka skor ukuran yang diperoleh juga semakin besar. Tabel 16 juga menyajikan korelasi antara bentuk dan variabel ukuran-ukuran linear tubuh N. javanica. Korelasi antara bentuk dan panjang telinga diperoleh sebesar -0,144. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar ukuran panjang telinga pada N. javanica maka skor bentuk yang dihasilkan juga akan semakin kecil. Harpiocephalus harpia Tabel 17 menyajikan persamaan ukuran tubuh Harpiocephalus harpia dengan keragaman total dan nilai Eigen λ . Keragaman total KT pada persamaan ukuran tubuh diperoleh sebesar 95,9% dengan nilai Eigen λ sebesar
5 ,790.
Penciri ukuran tubuh H. harpia adalah panjang ekor dengan vektor Eigen sebesar 0,535. Tabel 17 juga menyajikan persamaan bentuk tubuh H. harpia dengan keragaman total dan nilai Eigen λ . Keragaman total KT pada persamaan bentuk ditemukan sebesar 1,6% dengan nilai Eigen λ sebesar ,590. Tabel 18. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Harpiocephalus harpia Variabel
Korelasi Ukuran
Korelasi Bentuk
Panjang Tarsometatarsus (X1)
+0,837
+0,304
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
+0,963
−0,126
Panjang Telinga (X3)
+0,977
−0,088
Panjang Ekor (X4)
+0,988
−0,077
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
+0,991
−0,063
Panjang Fibula (X6)
+0,982
+0,035
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
+0,944
+0,310
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
+0,990
+0,064
Penciri bentuk tubuh H. harpia adalah panjang kaki belakang tanpa cakar dengan vektor Eigen sebesar 0,790. Tabel 18 menyajikan korelasi ukuran dan variabel ukuran-ukuran linear tubuh H. harpia. Korelasi antara ukuran dan panjang
49
ekor diperoleh sebesar +0,988. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang ekor maka skor ukuran yang dihasilkan juga semakin besar. Tabel 18 juga menyajikan korelasi bentuk dan variabel ukuran-ukuran linear tubuh H. harpia. Korelasi antara bentuk dan panjang kaki belakang tanpa cakar adalah +0,310. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang kaki belakang tanpa cakar pada H. harpia maka skor bentuk yang dihasilkan juga akan semakin besar. Tabel 19. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Rhinolophus keyensis Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen Persamaan Ukuran = 0,460X1+0,051X2+0,147X3+0,153X4+0,354X5 +0,365X6+0,297X7+0,627X8 Bentuk = 0,289X1+0,077X2−0,007X3−0,342X4−0,230X5 −0,488X6−0,489X7+0,513X8
KT
λ
0,969
42,882
0,018
0,797
Keterangan: X1= Panjang Tarsometatarsus; X2 = Lingkar Tarsometatarsus; X3 = Panjang Telinga; X4 = Panjang Ekor; X5 = Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X6 = Panjang Fibula; X7 = Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X8 = Panjang Lengan awah ayap; KT keragaman total; λ nilai Eigen
Rhinolophus keyensis Tabel 19 menyajikan persamaan ukuran dan bentuk tubuh Rhinolophus keyensis. Keragaman total dan nilai Eigen λ
juga disajikan pada tabel tersebut.
Keragaman total (KT) persamaan ukuran tubuh diperoleh sebesar 96,9% dengan nilai Eigen λ sebesar 4 ,88 . Penciri ukuran tubuh R. keyensis adalah panjang lengan bawah sayap dengan vektor Eigen sebesar 0,627. Keragaman total (KT) pada persamaan bentuk diperoleh sebesar 1,8% dengan nilai Eigen λ sebesar 0,797. Penciri bentuk tubuh R. keyensis adalah panjang lengan bawah sayap, panjang fibula dan panjang kaki belakang tanpa cakar dengan vektor Eigen berturut-turut sebesar 0,513, 0,488 dan 0,489. Tabel 20 menyajikan korelasi ukuran dan variabel ukuran linear tubuh R. keyensis. Korelasi antara ukuran dan panjang lengan bawah sayap adalah +0,991. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang lengan bawah sayap maka skor ukuran yang dihasilkan juga semakin besar. Tabel 20 juga menyajikan korelasi antara bentuk dan variabel ukuran linear tubuh
R.
keyensis.
Korelasi
antara
bentuk
dan
panjang lengan
bawah
50
sayap, panjang fibula serta panjang kaki belakang tanpa cakar masing-masing diperoleh sebesar +0,110, -0,178 dan -0,217. Tabel 20. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Rhinolophus keyensis Variabel
Korelasi Ukuran
Korelasi Bentuk
Panjang Tarsometatarsus (X1)
+0,987
+0,084
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
+0,931
+0,192
Panjang Telinga (X3)
+0,980
−0,001
Panjang Ekor (X4)
+0,935
−0,285
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
+0,990
−0,088
Panjang Fibula (X6)
+0,975
−0,178
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
+0,966
−0,217
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
+0,991
+0,110
Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang lengan bawah sayap R. keyensis maka skor bentuk yang dihasilkan semakin besar, sedangkan semakin besar panjang fibula dan panjang kaki belakang tanpa cakar pada R. keyensis maka skor bentuk yang dihasilkan akan semakin kecil. Tabel 21. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Hipposideros cervinus Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen Persamaan Ukuran = 0,169X1+0,025X2+0,204X3+0,383X4+0,537X5 +0,244X6+0,544X7+0,372X8 Bentuk = −0, 7X1−0,063X2−0,103X3−0,734X4+0,306X5 −0,409X6+0,392X7+0,126X8
KT
λ
0,947
85,160
0,030
2,739
Keterangan: X1= Panjang Tarsometatarsus; X2 = Lingkar Tarsometatarsus; X3 = Panjang Telinga; X4 = Panjang Ekor; X5 = Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X6 = Panjang Fibula; X7 = Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X8 = Panjang Lengan awah ayap; KT keragaman total; λ nilai Eigen
Hipposideros cervinus Tabel 21 menyajikan persamaan ukuran Hipposideros cervinus dengan keragaman total dan nilai Eigen λ . Keragaman total KT persamaan ukuran tubuh
51
ditemukan dsebesar 94,7% dengan nilai Eigen λ sebesar 85, 60. Penciri ukuran tubuh H. cervinus adalah panjang kaki belakang dan cakar terpanjang dan panjang kaki belakang tanpa cakar. Perolehan vektor Eigen variabel-variabel tersebut masingmasing sebesar 0,537 dan 0,544. Tabel 22. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Hipposideros cervinus Variabel
Korelasi Ukuran
Korelasi Bentuk
Panjang Tarsometatarsus (X1)
+0,981
−0,132
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
+0,862
−0,389
Panjang Telinga (X3)
+0,988
−0,089
Panjang Ekor (X4)
+0,944
−0,325
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
+0,978
+0,091
Panjang Fibula (X6)
+0,942
−0,283
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
+0,983
+0,127
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
+0,981
+0,059
Tabel 21 juga menyajikan persamaan bentuk H. cervinus dengan keragaman total dan nilai Eigen λ . Keragaman total KT pada persamaan bentuk diperoleh sebesar 3%, sedangkan nilai Eigen λ sebesar ,739. Tabel 23. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Mosia nigrescens Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen Persamaan Ukuran = 0,257X1+0,076X2+0,280X3+0,248X4+0,328X5
KT
λ
0,979
137,080
0,013
1,790
+0,387X6+0,385X7+0,618X8 Bentuk = −0,683X1+0,402X2+0,162X3−0,029X4+0,003X5 +0,240X6+0,463X7−0,268X8
Keterangan: X1= Panjang Tarsometatarsus; X2 = Lingkar Tarsometatarsus; X3 = Panjang Telinga; X4 = Panjang Ekor; X5 = Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X6 = Panjang Fibula; X7 = Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X8 = Panjang Lengan awah ayap; KT keragaman total; λ nilai Eigen
52
Penciri bentuk tubuh H. cervinus adalah panjang ekor dengan vektor Eigen panjang ekor sebesar 0,734. Tabel 22 menyajikan korelasi ukuran dan variabelvariabel ukuran linear tubuh H. cervinus. Korelasi antara ukuran dan panjang panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang, diperoleh sebesar +0,978 dan korelasi antara ukuran dan panjang kaki belakang tanpa cakar sebesar +0,983. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang dan panjang kaki belakang tanpa cakar maka skor ukuran yang dihasilkan juga semakin besar. Tabel 22 juga menyajikan korelasi bentuk dan variabel-variabel ukuran linear tubuh H. cervinus. Korelasi antara bentuk dan panjang ekor adalah -0,325. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang ekor maka skor bentuk yang dihasilkan akan semakin kecil. Mosia nigrescens Tabel 23 menyajikan persamaan ukuran dan bentuk tubuh Mosia nigrescens dengan keragaman total dan nilai Eigen λ . Keragaman total KT pada persamaan ukuran tubuh diperoleh sebesar 97,9% dengan nilai Eigen λ
37,080. Penciri
ukuran tubuh M. nigrescens adalah panjang lengan bawah sayap dengan vektor Eigen sebesar 0,618. Keragaman total (KT) pada persamaan bentuk diperoleh sebesar 1,3% dengan nilai Eigen λ sebesar ,790. Tabel 24. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Mosia nigrescens Variabel
Korelasi Ukuran
Korelasi Bentuk
Panjang Tarsometatarsus (X1)
+0,948
−0,288
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
+0,789
+0,477
Panjang Telinga (X3)
+0,990
+0,065
Panjang Ekor (X4)
+0,995
−0,013
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
+0,995
+0,001
Panjang Fibula (X6)
+0,994
+0,070
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
+0,988
+0,136
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
+0,997
−0,049
53
Penciri bentuk tubuh M. nigrescens adalah panjang tarsometatarsus dengan vektor Eigen panjang tarsometatarsus sebesar 0,683. Tabel 24 menunjukkan korelasi ukuran dan bentuk variabel-variabel ukuran linear tubuh M. nigrescens. Korelasi antara
ukuran
dan
panjang
lengan
bawah
sayap
adalah
+0,997.
Hal
tersebutmenunjukkan bahwa semakin besar panjang lengan bawah sayap maka skor ukuran yang dihasilkan juga semakin besar. Korelasi antara bentuk dan panjang tarsometatarsus adalah -0,288. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang tarsometatarsus pada M. nigrescens maka skor bentuk yang dihasilkan semakin kecil. Rhinopoma microphyllum Tabel 25 menyajikan persamaan ukuran dan bentuk tubuh Rhinopoma microphyllum dengan keragaman total dan nilai Eigen λ . Keragaman total KT pada persamaan ukuran tubuh sebesar 96,5% dengan nilai Eigen λ sebesar 74,780. Penciri ukuran tubuh R. microphyllum adalah panjang fibula yang diperoleh sebesar 0,616. Tabel 25. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Rhinopoma microphyllum Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen Persamaan Ukuran = 0,347X1+0,239X2+0,243X3+0,369X4+0,223X5 +0,616X6+0,309X7+0,318X8 Bentuk = −0,637X1−0,202X2+0,222X3+0,429X4+0,307X5 −0,280X6+0,163X7+0,347X8
KT
λ
0,965
274,780
0,021
5,970
Keterangan: X1= Panjang Tarsometatarsus; X2 = Lingkar Tarsometatarsus; X3 = Panjang Telinga; X4 = Panjang Ekor; X5 = Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X6 = Panjang Fibula; X7 = Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X8 = Panjang Lengan Bawah Sayap; KT keragaman total; λ nilai Eigen
Tabel 25 juga menyajikan persamaan bentuk tubuh R. microphyllum dengan keragaman total dan nilai Eigen λ . Keragaman total KT pada persamaan bentuk diperoleh sebesar 2,1% dengan nilai Eigen λ sebesar 5,970. Penciri bentuk tubuh R. microphyllum adalah panjang tarsometatarsus dengan vektor Eigen panjang tarsometatarsus sebesar 0,637. Tabel 26 menyajikan korelasi ukuran dan variabel-variabel ukuran linear tubuh R. microphyllum. Korelasi antara ukuran dan panjang fibula adalah +0,995.
54
Tabel 26. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Rhinopoma microphyllum Variabel
Korelasi Ukuran
Korelasi Bentuk
Panjang Tarsometatarsus (X1)
+0,962
−0,260
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
+0,983
−0,122
Panjang Telinga (X3)
+0,972
+0,131
Panjang Ekor (X4)
+0,975
+0,617
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
+0,966
+0,196
Panjang Fibula (X6)
+0,995
−0,067
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
+0,989
+0,077
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
+0,969
+0,156
Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang fibula maka skor ukuran yang dihasilkan juga semakin besar. Tabel 26 juga menyajikan korelasi bentuk dan variabel-variabel ukuran linear tubuh R. microphyllum. Korelasi antara bentuk dan panjang tarsometatarsus adalah -0,260. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar panjang tarsometatarsus pada R. microphyllum maka skor bentuk yang dihasilkan semakin kecil. Chaerephon plicata Tabel 27 menyajikan persamaan ukuran dan bentuk tubuh Chaerephon plicata dengan keragaman total dan nilai Eigen λ . Keragaman total KT pada persamaan ukuran tubuh ditemukan sebesar 84,3% dengan nilai Eigen λ sebesar 83,490. Penciri ukuran tubuh C. plicata adalah panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang dengan vektor Eigen sebesar 0,463. Keragaman total (KT) pada persamaan bentuk ditemukan sebesar 12,5% dengan nilai Eigen λ sebesar
,4 9.
Penciri bentuk tubuh C. plicata adalah lingkar tarsometatarsus dengan vektor Eigen lingkar tarsometatarsus sebesar 0,963. Tabel 28 menyajikan korelasi antara ukuran dan variabel-variabel ukuran linear tubuh C. plicata. Korelasi antara ukuran dan panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang adalah +0,966. Hal tersebut
55
menunjukkan bahwa semakin besar panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang maka skor ukuran yang dihasilkan juga semakin besar. Tabel 27. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh pada Spesies Chaerephon plicata Berikut Keragaman Total dan Nilai Eigen Persamaan Ukuran = 0,400X1+0,254X2+0,305X3+0,410X4+0,463X5 +0,207X6+0,286X7+0,419X8 Bentuk = 0,083X1−0,963X2+0,044X3+0,136X4+0,115X5 +0,050X6+0,021X7+0,172X8
KT
λ
0,843
83,490
0,125
12,419
Keterangan: X1= Panjang Tarsometatarsus; X2 = Lingkar Tarsometatarsus; X3 = Panjang Telinga; X4 = Panjang Ekor; X5 = Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang; X6 = Panjang Fibula; X7 = Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar; X8 = Panjang Lengan awah ayap; KT keragaman total; λ nilai Eigen
Tabel 28 juga menyajikan korelasi antara bentuk
dan variabel-variabel
ukuran linear tubuh C. plicata. Korelasi antara bentuk dan lingkar tarsometatarsus adalah -0,826. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar lingkar tarsometatarsus pada C. plicata maka skor bentuk yang dihasilkan semakin kecil. Tabel 28. Korelasi antara Ukuran atau Bentuk Terhadap Setiap Variabel Permukaan Linear Tubuh pada Spesies Chaerephon plicata Variabel
Korelasi Ukuran
Korelasi Bentuk
Panjang Tarsometatarsus (X1)
+0,990
+0,079
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
+0,565
−0,826
Panjang Telinga (X3)
+0,986
+0,055
Panjang Ekor (X4)
+0,969
+0,124
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
+0,966
+0,093
Panjang Fibula (X6)
+0,983
+0,092
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
+0,971
+0,027
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
+0,974
+0,154
56
Diagram Kerumunan Spesies Kelelawar Penelitian Berikut Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelelawar Gambar 22 menyajikan kerumunan data yang dibentuk berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk pada masing-masing spesies kelelawar yang diamati. Pengamatan ukuran (size) pada sumbu X, sedangkan bentuk (shape) pada sumbu Y. Kerumunan data spesies kelelawar yang diamati mencerminkan kemiripan dan keberbedaan di antara spesies.
Gambar 22. Kerumunan Data Individu pada Berbagai Spesies Kelelawar yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh Keterangan:
● Jantan
Nyctimene minutus,
Megaderma spasma, javanica,
o Betina
o Betina
o
o Betina
Nyctimene minutus,
Betina Megaderma spasma,
Nycteris javanica,
Harpiocephalus harpia,
● Jantan
● Jantan
● Jantan
● Jantan Nycteris
Harpiocephalus harpia,
Rhinolophus keyensis,
o Betina
Rhinolophus keyensis, ● Jantan Hipposideros cervinus, o Betina Hipposideros cervinus,
● Jantan
Mosia nigrescens,
Rhinopoma microphyllum,
o Betina
o Betina
Mosia nigrescens,
Rhinopoma microphyllum,
● Jantan ● Jantan
Chaerephon plicata dan o Betina Chaerephon plicata
Kerumunan data kelelawar N. minutus lebih berjauhan dengan kerumunan data R. keyensis dan berdekatan dengan kelelawar H. harpia; berdasarkan skor ukuran. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelelawar berukuran besar, dalam hal ini N. minutus dan H. harpia lebih mirip dibandingkan R. keyensis pada sifat
57
morfometrik (ukuran dan bentuk tubuh). Hasil analisis deskriptif pada Tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa N. minutus digolongkan ke dalam kelelawar pemakan buah berukuran besar; sedangkan H. harpia ke dalam kelelawar pemakan serangga berukuran besar dan R. keyensis digolongkan ke dalam kelelawar pemakan serangga berukuran kecil. Tabel 29. Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Berdasarkan Analisis Komponen Utama pada Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis Berikut dengan Sub-Ordo dan Habitat Spesies Nyctimene minutus
Megaderma spasma
Penciri Ukuran
Penciri Bentuk
Sub-ordo
Habitat
Panjang Fibula (X6) (+)
Panjang Tarsometatarsus (X1 −
Megachiroptera (pemakan buah)
Pohon
Panjang Ekor (X4) (+)
Microchiroptera (pemakan serangga)
Gua pantai
Panjang Telinga (X3 −
Microchiroptera (pemakan serangga)
Gua gunung
Panjang Ekor (X4) (+)
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7) (+)
Microchiroptera (pemakan serangga)
Gua gunung
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8) (+)
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8) (+)
Microchiroptera (pemakan serangga)
Gua gunung
Panjang Ekor (X4) (+) Panjang Tarsometatarsus (X1) (+) Lingkar Tarsometatarsus (X2) (+) Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7) (+)
Nycteris javanica
Panjang Ekor (X4) (+) Panjang Telinga (X3) (+)
Harpiocephalus harpia
Rhinolophus keyensis
Panjang Fibula (X6 − Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7 −
Keterangan: Tanda dalam tanda kurung menunjukkan koefisien korelasi penciri ukuran dan skor ukuran pada kolom penciri ukuran, penciri bentuk dan skor bentuk pada kolom penciri bentuk; + = positif ; − negatif
58
Kemiripan ukuran dan bentuk tubuh ditemukan antara N. minutus dengan N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, M. nigrescens dan C. plicata; sedangkan M. spasma mirip dengan H. harpia dan C. plicata. Ukuran dan bentuk tubuh M. spasma sangat berbeda dengan R. microphyllum. Tabel 29 dan 30 menyajikan rekapitulasi penciri ukuran dan bentuk dari N. minutus, M. spasma, N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, M. nigrescens, R. microphyllum dan C. plicata. Hasil rekapitulasi tersebut dibentuk berdasarkan persamaan ukuran dan bentuk. Tabel 30. Rekapitulasi Penciri Ukuran dan Bentuk Berdasarkan Analisis Komponen Utama pada Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata Berikut dengan Subordo dan Habitat Spesies
Hipposideros cervinus
Mosia nigrescens Rhinopoma microphyllum
Chaerephon plicata
Keterangan:
Penciri Ukuran
Penciri Bentuk
Sub-ordo
Habitat
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7) (+)
Panjang Ekor (X4 −
Microchiroptera (pemakan serangga)
Gua gunung
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8) (+)
Panjang Tarsometatarsus (X1 −
Microchiroptera (pemakan serangga)
Gua gunung
Panjang Fibula (X6) (+)
Panjang Tarsometatarsus (X1 −
Microchiroptera (pemakan serangga)
Gua hutan
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5) (+)
Lingkar Tarsometatarsus (X2 −
Microchiroptera (pemakan serangga)
Gua gunung
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5) (+)
Tanda dalam tanda kurung menunjukkan koefisien korelasi penciri ukuran dan skor ukuran pada kolom penciri ukuran, penciri bentuk dan skor bentuk pada kolom penciri bentuk; + = positif ; − negatif
Penciri ukuran M. spasma tidak ditemukan pada kelelawar spesies lain, yaitu panjang dan lingkar tarsometatarsus. Megaderma spasma merupakan kelelawar pemakan serangga yang ditemukan pada gua pantai. Menurut Hanibal (2008) ukuran berhubungan dengan bobot badan. Hasil analisis deskriptif mengklasifikasikan M.
59
spasma ke dalam kelompok berukuran sedang. Penciri bentuk pada M.spasma adalah panjang ekor. Kesamaan penciri ukuran tubuh ditemukan pada N. javanica, H. harpia dan N. minutus yaitu pada panjang ekor. Menurut Suyanto (2001) ekor dapat membantu identifikasi penentuan spesies pada kelelawar. Skor ukuran berkorelasi dengan bobot badan (Hanibal, 2008). Ukuran panjang ekor yang berbeda berperanan dalam penentuan identifikasi spesies kelelawar (Tabel 4 dan 5). Suyanto (2001) menjelaskan lebih lanjut bahwa ukuran panjang ekor kelelawar pemakan buah-buahan lebih kecil dibandingkan kelelawar pemakan serangga. Hal ini tidak bertentangan dengan hasil analisis deskriptif yang menyatakan bahwa N. minutus merupakan kelelawar pemakan buahbuahan yang berukuran tubuh lebih besar, sedangkan N. javanica dan H. harpia merupakan kelelawar pemakan serangga masing-masing berukuran sedang dan besar. Penciri bentuk ketiga spesies kelelawar tersebut, beda satu sama lain. Penciri bentuk kelelawar pemakan buah-buahan yaitu N. minutus, adalah panjang tarsometatarsus (skor bentuk -12-18). Penciri bentuk kelelawar pemakan serangga yaitu N. javanica adalah panjang telinga (skor bentuk -1-3), sedangkan H. harpia adalah panjang kaki belakang tanpa cakar (skor bentuk 12-19). Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bentuk merupakan sifat yang dapat mewaris sehingga diminati ahli taksonomi. Panjang tarsometatarsus, panjang telinga dan panjang kaki belakang tanpa cakar; menurut Suyanto (2001) merupakan bagian tubuh luar yang digunakan untuk membantu identifikasi. Diagram kerumunan memperlihatkan bahwa kerumunan data berdekatan karena memiliki penciri ukuran yang sama (panjang ekor) dan perbedaan ukuran panjang ekor di antara ketiga spesies tersebut tidak jauh (Tabel 4 dan 5). Kesamaan penciri ukuran tubuh ditemukan juga pada R. keyensis dan M. nigrescens, yaitu pada sifat panjang lengan bawah sayap. Rhinolophus keyensis dan M. nigrescens merupakan kelelawar pemakan serangga yang berdasarkan hasil analisis deskriptif masing-masing berukuran kecil. Kedua spesies kelelawar pemakan serangga ini, ditemukan di gua gunung. Penciri bentuk pada kedua spesies kelelawar pemakan serangga yang ditemukan di gua gunung berbeda satu sama lain. Penciri bentuk R. keyensis adalah panjang lengan bawah sayap, panjang fibula, panjang kaki belakang tanpa cakar (skor bentuk 4-8);
60
sedangkan penciri bentuk M. nigrescens adalah panjang tarsometatarsus (skor bentuk -2-3). Pembagian relung (bagian) tempat kelelawar memangsa serangga dalam gua gunung terbagi-bagi dengan sendirinya berdasarkan persaingan atau kompetisi mencari pakan antara spesies kelelawar. Spesies kelelawar pemakan serangga yang paling dominan akan menempati relung gua yang paling banyak serangga ditemukan (Suyanto, 2001 dan Wijayanti, 2011). Pada penelitian ini M. nigrescens bertubuh lebih kecil dibandingkan dengan R. keyensis berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Tabel 8 dan 9, sehingga kemungkinan R. keyensis lebih dominan. Menurut Suyanto (2001), R. keyensis merupakan kelelawar endemik pulau Kei. Setyaningsih (2011) menyatakan bahwa spesies kelelawar yang menempati gua dapat dibedakan berdasarkan zona penerimaan cahaya matahari dalam gua. Dijelaskan lebih lanjut bahwa spesies kelewar yang menempati bagian gua paling gelap berbeda dengan yang menempati gua dengan sedikit pencahayaan sinar matahari dan yang menempati bibir gua. Hal ini dibuktikan pada penelitian ini karena sebanyak enam spesies kelelawar pemakan serangga menempati gua yang sama yaitu gua gunung. Kesamaan penciri ukuran tubuh ditemukan juga pada N. javanica dan H. cervinus, yaitu pada panjang kaki belakang tanpa cakar. Kedua spesies kelelawar ini memiliki habitat yang sama yaitu gua gunung, tetapi berdasarkan hasil analisis deskriptif, N. javanica berukuran sedang dan H. cervinus berukuran kecil. Panjang kaki belakang tanpa cakar merupakan ukuran luar tubuh yang dapat membantu dalam mengidentifikasi suatu spesies kelelawar (Suyanto, 2001). Tabel 4 dan 5 menyatakan bahwa ukuran panjang kaki belakang tanpa cakar N. javanica sedikit lebih besar; yang diperlihatkan dengan kerumunan data lebih ke arah kanan pada diagram kerumunan (Gambar 22). Penciri bentuk pada N. javanica dan H. cervinus ditemukan di gua gunung berbeda satu sama lain. Penciri bentuk pada N. javanica yaitu panjang telinga (skor bentuk -1-3); sedangkan penciri bentuk pada H. cervinus adalah panjang ekor (skor bentuk 1-8). Kerumunan data N. javanica dan H. cervinus tidak bertumpang tindih karena perbedaan perolehan skor bentuk karena penciri bentuk N. javanica dan H. cervinus yang berbeda satu sama lain.
61
Persaingan atau kompetisi mencari pakan antara spesies kelelawar yang menempati gua yang sama, yang dalam penelitian ini adalah gua gunung. Hal tersebut berakibat pada pemilihan relung atau bagian gua gunung yang berbeda. Spesies kelelawar pemakan serangga lebih dominan akan menempati relung gua dengan serangga yang lebih banyak ditemukan (Suyanto, 2001 dan Wijayanti, 2011). Pada penelitian ini, N. javanica diduga menempati relung gua dengan serangga yang banyak ditemukan; sehingga memiliki ukuran tubuh yang lebih besar (Tabel 8 dan 9). Kesamaan penciri ukuran tubuh ditemukan juga pada H. cervinus dan C. plicata, yaitu pada sifat panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang. Kedua spesies kelelawar ini memiliki habitat yang sama yaitu gua gunung, tetapi berdasarkan hasil analisis deskriptif, H. cervinus berukuran kecil dan C. plicata berukuran sedang. Suyanto (2001) menyatakan bahwa panjang kaki belakang dengan cakar merupakan ukuran luar tubuh yang dapat membantu dalam mengidentifikasi suatu spesies kelelawar. Ukuran panjang kaki belakang dengan cakar C. plicata sedikit lebih besar (Tabel 4 dan 5); yang diperlihatkan dengan kerumunan data pada skor ukuran (sumbu X) yang hampir sama (Gambar 22). Penciri bentuk H. cervinus dan C. plicata, masing-masing adalah panjang ekor (skor bentuk 1-8) dan lingkar tarsometatarsus (skor bentuk -3-15). Kerumunan data H. cervinus dan C. plicata pada Gambar 22 terpisah satu sama lain sebagai akibat dari bentuk yang berbeda. Perbedaan ukuran lebih disebabkan perbedaan jenis pakan (serangga). Kemungkinan spesies C. plicata menempati relung gua gunung dengan pakan yang lebih banyak. Kemungkinan kedua spesies ini menempati relung gua dengan kekerasan dinding yang berbeda akibat proses pelapukan yang terjadi; sesuai dengan pernyataan Suyanto (2001) dan Wijayanti (2011) dan Setyaningsih (2011). Chaerephon plicata kemungkinan merupakan spesies kelelawar yang lebih dominan, sehingga berdasarkan Tabel 8 dan 9 memiliki ukuran tubuh lebih besar. Penciri bentuk pada H. cervinus dan C. plicata ditemukan berbeda satu sama lain. Penciri bentuk pada yaitu panjang ekor; sedangkan penciri bentuk pada yaitu lingkar tarsometatarsus. Kerumunan data pada diagram kerumunan memperlihatkan ukuran kedua spesies tersebut menempati grafik ke arah sebelah kiri. Kerumunan
62
data H. cervinus dan C. plicata terpisah (Gambar 22) karena perbedaan perolehan skor bentuk. Hal ini sesuai dengan penciri bentuk H. cervinus dan C. plicata yang berbeda satu sama lain. Kesamaan penciri ukuran tubuh ditemukan juga pada N. minutus dan R. microphyllum, yaitu pada sifat panjang fibula. Nyctimene minutus merupakan spesies kelelawar pemakan buah-buahan yang berukuran relatif lebih besar dengan kelelawar pemakan serangga. Rhinopoma microphyllum merupakan spesies kelelawar pemakan serangga yang menurut hasil analisis deskriptif berukuran besar. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil analisis deskriptif yang mengkategorikan kedua spesies ke dalam kelelawar berukuran besar. Diagram kerumunan pada Gambar 22 memperlihatkan bahwa ukuran kedua spesies tersebut menempati grafik ke arah sebelah kanan. Kerumunan data N. minutus dan R. microphyllum terpisah karena perbedaan perolehan skor bentuk, meskipun penciri bentuk N. minutus dan R. microphyllum adalah sama yaitu panjang tarsometarsus. Jenis pakan yang berbeda hanya diperuntukkan pada spesies kelelawar tertentu. Serangga yang ditemukan pada gua hutan, hanya diperuntukkan pada spesies endemik R. microphyllum dengan karakteristik ukuran yang lebih besar daripada spesies kelelawar pemakan serangga lain yang diamati (Tabel 8 dan 9).
63
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil analisis deskriptif menyatakan bahwa kelelawar pemakan serangga dikategorikan ke dalam kelompok kelelawar berukuran besar (Harpiocephalus harpia dan Rhinopoma microphyllum), sedang (Megaderma spasma, Nycteris javanica dan Chaerephon plicata) dan kecil (Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus dan Mosia nigrescens). Kelelawar pemakan buah-buahan (Nyctimene minutus) berukuran lebih besar dibandingkan pemakan serangga. Ukuran jantan sama dengan betina (P>0,05), kecuali pada Nyctimene minutus (P<0,01). Panjang dan lingkar tarsometatarsus merupakan penciri ukuran pada M. spasma yang tidak ditemukan pada spesies kelelawar lain pada penelitian ini. Panjang ekor merupakan penciri ukuran pada N. javanica, H. harpia dan N. minutus; sedangkan penciri bentuk pada ketiga spesies berturut-turut adalah panjang telinga, panjang kaki belakang tanpa cakar dan panjang tarsometatarsus. Panjang lengan bawah sayap merupakan penciri ukuran pada R. keyensis dan M. nigrescens. Penciri bentuk pada R. keyensis adalah panjang lengan bawah sayap, panjang fibula dan panjang kaki belakang tanpa cakar; sedangkan penciri bentuk M. nigrescens adalah panjang tarsometatarsus. Panjang kaki belakang tanpa cakar merupakan penciri ukuran pada N. javanica dan H. cervinus; sedangkan penciri bentuk pada N. javanica dan H. cervinus, yaitu panjang telinga dan panjang ekor. Panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang merupakan penciri ukuran pada H. cervinus dan Chaerephon plicata. Penciri bentuk H. cervinus dan C. plicata, masing-masing adalah panjang ekor dan lingkar tarsometatarsus. Panjang fibula merupakan penciri ukuran pada N. minutus dan R. microphyllum, sedangkan panjang tarsometarsus merupakan penciri bentuk kedua spesies tersebut. Kemiripan ukuran dan bentuk tubuh ditemukan antara N. minutus dengan N. javanica, H. harpia, R. keyensis, H. cervinus, M. nigrescens dan C. plicata; sedangkan M. spasma mirip dengan H. harpia dan C. plicata. Ukuran dan bentuk tubuh M. spasma sangat berbeda dengan R. microphyllum. Saran Penelitian lanjutan yang berhubungan dengan penciri ukuran dan bentuk tubuh pada masing-masing spesies dapat dihubungkan dengan tingkah laku makan
dan reproduksi. Penciri ukuran dan bentuk tubuh yang dihubungkan dengan relung ekologi dan relung pakan dapat juga diteliti lebih lanjut. Jenis serangga yang merupakan sumber pakan kelelawar Microchiroptera pada masing-masing gua memerlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini hanya melibatkan ukuran-ukuran linear permukaan tubuh. Penelitian lain yang berhubungan dengan ukuran-ukuran tengkorak (kraniometrik) dapat dilakukan untuk memberikan informasi lebih lengkap. Pelibatan spesies kelelawar lain yang ditemukan di Indonesia dapat memberikan tambahan informasi sifat morfometrik sehingga penelitian morfometrik pada spesies kelelawar menjadi semakin menarik.
65
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur Penulis haturkan kehadirat Tri Tunggal Allah atas penyertaan dan perlindungan-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si sebagai Pembimbing Utama dan Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si sebagai Pembimbing Anggota; yang telah memberikan waktu, pikiran, bimbingan, nasehat dan doa sehingga selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan yang sama Penulis sampaikan kepada Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc. Agr sebagai Dosen Pembimbing Akademik, yang telah bersabar membimbing, mengarahkan dan memberikan nasehat selama Penulis menempuh studi di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih Penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Salundik M.Si, Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur, Sc dan Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si sebagai Dosen Penguji atas kritik, saran dan arahan yang sangat bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir. Niken Ulupi, MS yang berkenan menjadi Dosen Pembahas dalam seminar dan memberikan masukan terhadap penelitian ini. Penulis sampaikan banyak terima kasih kepada Pemerintah Daerah Maluku Tenggara yang telah memberikan beasiswa selama Penulis menempuh studi di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Tim Konservasi dan Inventarisasi Hutan Kei (Ir. Hengki Koedoeboen, M.Si (Ketua Tim); Ir. Jan Rahanra; bapak Jon Rahakbauw, S.Pd; A. Sambono, SE; Remon Moriolkosu, S.Pd, S.Sos; bapak Niko Sedubun; Pdt. A. Saija, S.Th; bapak Caken Rahakbaw; bapak Don Woersok; bapak Semi Betaubun; S.K. Balubun, S.Pd; bapak Ch. Apono; Pdt. J. J. Kiliweno S.Th dan Herodia Betaubun, AMd) yang tanpa mengenal lelah membantu Penulis dalam mengidentifikasi spesies kelelawar dan mengambil data penelitian. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Bupati Maluku Tenggara, Kepala Desa Ohoira, Kepala Desa Ohoidertawun dan Kepala Desa Abean, serta seluruh warga desa lokasi penelitian dilaksanakan; atas segala bantuan baik materi maupun moril, selama penelitian berlangsung. Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda Drs. Elia M. Betaubun, Ibunda Netty Elkel, Anugerah, Berkat, Erna, Wem dan Ira. Ucapan terima kasih secara khusus ditujukan kepada S. Pormes,
S.Pd dan P. Haluruk, S.Pd, serta seluruh keluarga besar yang banyak membantu baik, materi, doa, nasehat, motivasi dan kasih sayang yang tiada henti. Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman seperjuangan di Laboratorium Pemuliaan Genetika (Arif, Siska, Widi, Fasta, Bedi, Embhan, Riki, Weli, Dini, Rio Bertoni, Ika, Ester dan Indah) dan teman-teman IPTP 45 atas persahabatan, semangat dan doa. Ucapakan terima kasih khusus Penulis tujukan kepada Euis Widaningsih yang telah memberikan doa dan semangat baik suka maupun duka, selama Penulis menyusun skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pipih Suningsih, AMd dan Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur, Sc yang telah memberikan saran dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin. Bogor, September 2012
Penulis
67
DAFTAR PUSTAKA Afifi, A.A. & V. Clark. 1996. Computer Aided Multivarate Analysis. 3 rd Edition. Chapman and Hall, New York. Australian Museum. 2010. Hipposideros cervinus. http://australianmuseum.net.au/U ploads/Images/5971/PG30899_big.jpg. Last modified in 2010. [July 19, 2011] Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Maluku. 2012. Gambaran umum kota Tual. http://www.bkpmd-maluku.com /index.php /kabupaten kota /kota tual / gambaran-umum. Disunting terakhir 2012. [09 Juli 2012]. Badriah, S. 2011. Studi morfometrik tubuh burung dara laut (Laridae) melalui analisis komponen utama dan jarak minimum D2-Mahalanobis. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bio Cris. 2007. Chaerephon plicata. http://www.bio.bris.ac.uk/research/bats/China% 20bats/images/cplicata3.jpg. Last modified in 2007. [July 19, 2011] Chairunnisa. 1997. Studi komparatif morfologi saluran pencernaan kelelawar pemakan serangga (Scotophilus kuhli) dan kelelawar pemakan buah (Cynopterus brachyotis). Tesis. Progam Studi Biologi. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Dewi, I. I. K. 2008. Karakteristik ukuran dan bentuk tubuh burung bayan-bayanan (Psittacidae) di Indonesia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Djuri, S. & W. Madya. 2009. Mengenal dunia kelelawar. Balai Diklat Kehutanan Bogor, Bogor. http://darirumpin.files.wordpress.com/2009/07/seri21mengenal dunia kelelawar.pdf. Disunting terakhir pada Tahun 2009. [28 Juni 2011] Docstoc. 2011. Konservasi keanekaragaman hayati. http://www.docstoc.com/docs/21 605712/Konservasi-Keanekaragaman-Hayati-Keanekaragaman-Hayati. Last modified in 2011 [May 22, 2012] Everitt, B. S. & G. Dunn. 1998. Applied Multivariate Data Analysis. Halsted Press, New York. Falconeyestudios . 2011. Nycteris javanica. http://falconeyestudios.com/images/824_ Bat_Nycteris_javanica_1.JPG. Last modified in 2011. [July 19, 2011] Fatem, S.M., P. I. Bumbut, & A. Ungirwalu. 2006. Habitat kelelawar buah (Dobsonia minor)di hutan tropis dataran rendah Nuni Pantai Utara Manokwari. Med. Konservasi. Vol. XI (1): 17 – 20. Francis, C. M. 1998. Harpiocephalus harpia. http://www.mammalogy.org/harpiocep halus-harpia-1481. Last modified in 1998. [July 30, 2012] Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Jilid 2. Tarsito, Bandung. Gstatic. 2010. Mosia. http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ2cGJzoZfGv8FC nDuFnnTOgeHUnESBjplX-QXf41VfE7LgESIc. Last modified in 2010. [July 19, 2011]
Hanibal, M. V. 2008. Ukuran dan bentuk serta pendugaan bobot badan berdasarkan ukuran tubuh domba silangan lokal Garut jantan di Kabupaten Tasikmalaya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Peternakan Bogor, Bogor. Heideman, P. 2008. Megaderma spasma.http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site /resources/Heideman_Paul/79.mr2.jpg/medium.jpg. Last modified in 2008. [July 19, 2011] Ihdia,
W. 2006. Variasi morfologi antar populasi kelelawar Chironax melanocephalus di Indonesia. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetika Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Maryanto, I. & Maharadatunkamsi. 1991. Kecenderungan jenis-jenis kelelawar dalam memilih tempat bertengger pada beberapa gua di Kabupaten Sumbawa, Pulau Sumbawa. Media Konservasi Vol. III (3): 29-34. Maryati. 2008. Identifikasi sumber pakan kelelawar pemakan buah dan nektar subordo Megachiroptera berdasarkan analisis pollen di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Maryati., A. P. Kartono, & I. Maryanto. 2008. Kelelawar pemakan buah sebagai polinator yang diidentifikasi melalui polen yang digunakan sebagai pakannya di kawasan sektor Linggarjati, Taman Nasional Ciremai Jawa Barat. Jurnal Biologi Indonesia 4(5):335-347. Mufti, R. 2003. Studi ukuran dan bentuk tubuh ayam Kampung, ayam Pelung dan persilanggannya. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mulyono, R. H., T. Sartika, & R. D Nugraha. 2009. A Study of morphometricphenotipic characteristic of Indonesian chicken: Kampong, Sentul and Wareng-Tangerang, based on discriminant analysis, Wald-Anderson Criteria and Mahalanobis Minimum Distance. The 1st International Seminar on Animal Industry. Faculty of Animal Science. Bogor Agricultural University. Nishida, T., K. Nozawa, K. Kondo, S.S. Mansjoer, & H. Martojo. 1980. Morphological and genetical studies on the Indonesian native fowl. The origin and Philogeny of Indonesian Native Livestock. The Research Group of Overseas Scientific Survey. Page: 47-70. Nishida, T., K. Nozawa, Y. Hayashi, T. Hashiguchi & S.S. Mansjoer. 1982. Body measurement and analysis of external genetic character of Indonesian native fowl. The origin and Philogeny of Indonesian Native Livestock. The Research Group of Overseas Scientific Survey. Page: 73-83 Noor, R. R. 2010. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
69
Notosusanto. 2009. Studi literatur karakter ukuran tubuh ayam kampung. http://duniaveteriner.com /2009 /12/ studi-literatur-karakter-ukuran-tubuhayam-kampung/print. Last modified in 2009. [May 28, 2012] Nowak, L. 1999. Walker’s Mammals of the World. Vol. I. John Hopkins University Press, Baltimore and London. Pemerintah Daerah Maluku Tenggara. 2012. http://pemdamalukutenggara.wordpress. com. Disunting terakhir 2012. [12 Juli 2012] Setyaningsih, M. 2011. Keanekaragaman fauna gua karst di Pangandaran Jawa Barat. Proceeding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta. Program Studi Pendidikan Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka, Jakarta. Steel, Robert G. D. & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suyanto, A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Pusat Penilitian dan Pengembangan Biologi-LIPI, Bogor. Syahid, A. 2009. Koefisien keragaman (KK). http://abdulsyahid-forum.blogspot.com /2009/04/koefisien-keragamankk.html. Disunting terakhir 2009. [09 Juli 2012] Tafais. 2011. Nyctimene minutus. http://4.bp.blogspot.com/MFHNy9t5udI/TafAlSS_ s3I/AAAAAAAADlA/AzWtesVzr5g/s320/article 1318093 0D37D69900000 5DC-343_306x423.jpg. Last modified in 2011. [19 Juli 2011] Tagant. 2011. Rhinopoma microphyllum. http://www.tagant.org/media/images/fauna /mamif-4.jpg. Last modified 2011. [19 Juli 2011] International Union for Conservation of Nature. 2008a. The IUCN red list of threatened species: Nyctimene minutus. http://www.iucnredlist.org/apps/redlis t/details/14960/0. Last Modified in 2008. [Juny 22, 2012] International Union for Conservation of Nature. 2008b. The IUCN red list of threatened species: Megaderma spasma. http://www.iucnredlist.org/apps/redli st/details/12939/0. Last Modified in 2008. [Juny 22, 2012] International Union for Conservation of Nature. 2008c. The IUCN red list of threatened species: Nycteris javanica. http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/ details/14932/0. Last Modified in 2008. [Juny 22, 2012] International Union for Conservation of Nature. 2008d. The IUCN red list of threatened species: Harpiocephalus harpia. http://www.iucnredlist.org/apps/r edlist/details/9736/0. Last Modified in 2008. [Juny 22, 2012] International Union for Conservation of Nature. 2008e. The IUCN red list of threatened species: Rhinolophus keyensis. http://www.iucnredlist.org/apps/red list/details/19577/0. Last Modified in 2008. [Juny 22, 2012] International Union for Conservation of Nature. 2008f. The IUCN red list of threatened species: Hipposideros cervinus. http://www.iucnredlist.org/apps/re dlist/details/10118/0. Last Modified in 2008. [Juny 22, 2012]
70
International Union for Conservation of Nature. 2008g. The IUCN red list of threatened species: Mosia nigrescens. http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/ details/13904/0. Last Modified in 2008. [Juny 22, 2012] International Union for Conservation of Nature. 2008h. The IUCN red list of threatened species: Rhinopoma microphyllum. http://www.iucnredlist.org/app s/redlist/details/19600/0. Last Modified in 2008. [Juny 22, 2012] International Union for Conservation of Nature. 2008i. The IUCN red list of threatened species: Chaerephon plicata. http://www.iucnredlist.org/apps/redli st/details/4316/0. Last Modified in 2008. [Juny 22, 2012] Wiantoro, S. & A.S. Achmadi. 2011. Kelimpahan dan keragaman kelelawar (Chiroptera) dan mamalia kecil di pulau Ternate. Ekologi Ternate 43-54 Wijayanti, F. 2011. Ekologi, relung pakan, dan strategi adaptasi kelelawar penghuni gua di Karst Gombong Kebumen Jawa Tengah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wund, M. & P. Myers. 2005. Chiroptera animal diversity. http://animaldiversity.um mz.umich.edu/site/accounts/inshapeation/Chiroptera.html. Last modified in 2005. [May 22, 2012]
71
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Variabel
Koefisien Keragaman Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Jantan Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata Nyctimene minutus
Megaderma spasma
Nycteris javanica
Harpiocephalus harpia
Rhinolophus keyensis
Hipposideros cervinus
Mosia nigrescens
Rhinopoma microphyllum
Chaerephon plicata
---------------------------------------------------------------------------------%------------------------------------------------------------------------------X1
(1)13,31
(4)27,62
(6)46,46
(9)88,70
(3)23,82
(8)66,05
(5)42,55
(7)(*)
(2)27,79
X2
(2)31,98
(4)51,34
(6)46,36
(3)43,73
(7)26,87
(9)50,11
(8)(*)
(5)(*)
(1)57,11
X3
(2)16,05
(1)6,00
(7)17,82
(5)16,91
(6)4,50
(9)14,35
(8)24,50
(3)17,22
(4)12,15
X4
(6)22,49
(5)4,56
(3)8,54
(1)13,04
(8)5,73
(7)14,85
(9)27,46
(2)13,81
(4)11,15
X5
(7)16,33
(8)6,85
(5)10,59
(3)13,70
(9)16,04
(2)11,35
(6)12,65
(1)9,83
(4)13,03
X6
(1)24,53
(3)4,07
(6)17,44
(2)16,21
(4)9,37
(8)11,11
(7)21,29
(5)42,65
(9)11,13
X7
(6)19,04
(8)8,99
(3)11,20
(1)10,61
(9)16,48
(4)13,06
(5)13,20
(2)14,05
(7)10,35
X8
(1)3,63
(5)3,56
(7)8,08
(8)8,09
(4)7,40
(6)6,37
(2)10,40
(3)7,97
(9)8,36
Keterangan: X1=panjang tarsometatarsus; X2= lingkar tarsometatarsus; X3=panjang telinga; X4=panjang ekor; X5=panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang; X6=panjang fibula; X7=panjang kaki belakang tanpa cakar; X8=panjang lengan bawah sayap; (1) paling besar...(9) paling kecil di antara spesies yang diamati
73
Lampiran 2.
Variabel
Koefisien Keragaman Variabel Ukuran-ukuran Linear Permukaan Tubuh Betina Kelelawar Nyctimene minutus, Megaderma spasma, Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Rhinopoma microphyllum dan Chaerephon plicata Nyctimene minutus
Megaderma spasma
Nycteris javanica
Harpiocephalus harpia
Rhinolophus keyensis
Hipposideros cervinus
Mosia nigrescens
Rhinopoma microphyllum
Chaerephon plicata
---------------------------------------------------------------------------------%------------------------------------------------------------------------------X1
(9)16,78
(3)23,36
(5)46,36
(8)92,94
(2)24,16
(7)67,23
(4) 50,40
(6) (*)
(1)27,83
X2
(9)22,83
(3)47,52
(4)52,60
(5)57,02
(6)26,83
(7)51,88
(8) (*)
(2)85,27
(1)49,30
X3
(2)23,67
(1)4,65
(7)25,24
(6)21,26
(5)4,36
(9)15,35
(8)24,14
(3)14,76
(4)11,28
X4
(6)23,50
(5)3,45
(3)10,63
(2)14,85
(8)6,13
(7)15,70
(9)32,43
(1)12,72
(4)10,61
X5
(7)20,94
(8)5,36
(4)11,31
(3)14,81
(9)17,24
(2)14,71
(6)13,92
(1)8,26
(5)13,31
X6
(1)11,63
(3)3,74
(6)17,21
(2)14,13
(4)8,90
(8)13,43
(7)22,39
(5)40,27
(9)10,51
X7
(6)17,66
(8)7,89
(3)12,85
(1)8,84
(9)19,56
(4)14,69
(5)13,35
(2)12,47
(7)9,82
X8
(1)4,99
(5)3,20
(7)8,44
(8)7,59
(4)6,46
(6)7,60
(2)11,07
(3)8,24
(9)8,80
Keterangan: X1=panjang tarsometatarsus; X2= lingkar tarsometatarsus; X3=panjang telinga; X4=panjang ekor; X5=panjang kaki belakang dengan cakar terpanjang; X6=panjang fibula; X7=panjang kaki belakang tanpa cakar; X8=panjang lengan bawah sayap; (1) paling besar...(9) paling kecil di antara spesies yang diamati
74
Lampiran 3. Deskripsi Habitat Kelelawar Penelitian Habitat
Deskripsi
Gua Gunung
Pegunungan Desa Abean yang sebagian besar ditanami kelapa (Cocos nucifera), kenari (canarium commune L.), mangga (Mangifera indica L.), singkong (Manihot esculenta) dan ubi jalar (Ipomoea batatas)
Keterangan Sub-ordo Microchiroptera Spesies (Nycteris javanica, Harpiocephalus harpia, Rhinolophus keyensis, Hipposideros cervinus, Mosia nigrescens, Chaerephon plicata) Gua Hawun Yavur
Gua Hutan
Gua ini terletak di tengah hutan Desa Sub-ordo Microchiroptera Ohoira. Gua ditutupi rerumputan dan Spesies Rhinopoma bebatuan. Tanaman yang tumbuh di microphyllum sekitar gua meliputi tanaman jagung (Zea mays), singkong (Manihot esculenta), mangga (Mangifera indica L.), kacang hijau (Vigna radiata), pepaya (Carica papaya), kelapa (Cocos nucifera) dan pisang (Musa paradisiaca)
Gua Pantai
Pantai pasir putih yang pada saat air surut menjadi sangat luas menjorok ke laut sampai lebih dari 200 m. Pohon kelapa (Cocos nucifera) dan tanaman bakau (Rhizophora mangle L.) ditemukan di dataran di atas gua pantai
Pohon
Sub-ordo Microchiroptera Spesies Megaderma spasma Gua Sakral yang disebut Gua Vidnit (Pintu Kematian atau Arwah Leluhur)
Kelapa (Cocos nucifera), mangga Sub-ordo Megachiroptera (Mangifera indica L.) dan sukun Spesies Nyctimene minutus (Artocarpus communis)
75
Lampiran 4.
Perhitungan Manual Uji Statistik T2-Hotelling pada Variabel-variabel antara Spesies Nyctimene minutus dan Rhinolophus keyensis
Rumus:
T =
n n n
n
(
1
-
F=
Selanjutnya besaran:
2)'
SG-1 (
n
n -p-
n
n - p
1
-
2)
T2
akan berdistribusi F dengan derajat bebas V1 = p dan V1 = Keterangan: T2
= Nilai T2-Hotelling
F
= Nilai hitung T2-Hotelling = Jumlah data pengamatan pada spesies pertama = Jumlah data pengamatan pada spesies kedua
1
= Vektor nilai rata-rata variabel acak dari spesies pertama
2
= Vektor nilai rata-rata variabel acak dari spesies kedua
SG−1
= Invers matriks gabungan (invers dari matriks SG)
P
= Banyaknya variabel yang diukur
Hipotesis: H0: U1 = U2
artinya vektor nilai rata-rata dari spesies pertama sama dengan spesies kedua
H1: U1 ≠ U2
artinya vektor nilai rata-rata itu berbeda
Langkah 1 Matriks Kovarian Spesies Nyctimene minutus (S1)
S1 =
72,49 22,71 22,99 18,12 17,69 7,52 13,21 20,80
22,71 8,40 8,24 7,00 6,41 4,32 5,45 7,35
22,99 8,24 38,68 40,13 26,35 39,09 31,49 31,03
18,12 7,00 40,13 45,82 25,04 53,35 36,57 32,56
17,69 6,41 26,35 25,04 24,96 16,57 19,95 22,77
7,52 4,32 39,09 53,35 16,57 82,94 44,65 31,99
13,21 5,45 31,49 36,57 19,95 44,65 30,20 26,07
20,80 7,35 31,03 32,56 22,77 31,99 26,07 27,59
76
Matriks Kovarian Spesies Rhinolophus keyensis (S2)
S2 =
9,31 1,05 2,89 2,96 6,93 7,06 5,76 12,36
1,05 0,13 0,33 0,32 0,77 0,77 0,63 1,39
2,89 0,33 0,96 0,98 2,23 2,29 1,87 3,93
2,96 0,32 0,98 1,15 2,37 2,56 2,05 3,99
6,93 0,77 2,23 2,37 5,49 5,59 4,64 9,43
7,06 0,77 2,29 2,56 5,59 6,01 4,78 9,66
5,76 0,63 1,87 2,05 4,64 4,78 4,05 7,79
12,36 1,39 3,93 3,99 9,43 9,66 7,79 17,17
Langkah 2 Hasil Matriks diatas dimasukkan ke dalam matriks S gabungan, yaitu:
SG =
(n - ) n
(n - ) n -
Sehingga diperoleh hasil berupa matriks SG, yaitu:
SG =
40,90 11,88 12,94 10,54 12,31 7,29 9,48 16,58
11,88 4,27 4,28 3,66 3,59 2,54 3,04 4,37
12,94 4,28 19,82 20,55 14,29 20,69 16,68 17,48
10,54 3,66 20,55 23,49 13,71 27,96 19,31 18,27
12,31 3,59 14,29 13,71 15,22 11,08 12,30 16,10
7,29 2,55 20,69 27,96 11,08 44,47 24,72 20,82
9,48 3,04 16,68 19,31 12,30 24,72 17,13 16,93
16,58 4,37 17,48 18,27 16,10 20,82 16,93 22,38
Langkah 3 Menghitung matriks rataan dari spesies Nyctimene minutus dan spesies Rhinolophus keyensis
X
9, 9 ,93 9,99 9, 5 5,68 48, 4 9,8 [ 3,97]
X
,76 ,36 ,55 8,3 4, 7 7,08 , 4 [59,99]
77
Langkah 4 Hasil dari matriks gabungan (SG) digunakan untuk menghitung rumus T2-Hotelling, yaitu: n n
T =n
n
30
T2 = 30
( 30
30
1
-
2)'
SG-1 (
1
-
2)
1138,64
sehingga diperoleh hasil sebesar 17.079,6 Langkah 5 berdasarkan hipotesis perlu menentukan: Fα: V1, V2 dimana V1 = p = 8 (banyaknya variabel X) V2 = n1 + n2 – p – 1 = 30 + 30 – 8 – 1 = 51 Apabila dipilih taraf nyata α
0,05 ; maka dari tabel distribusi F diperoleh:
F0,05; 8,51 = 3,07, yang didapatkan dari hasil interpolasi: F(40) (0,05) = 3,04 F(60) (0,05) = 3,01 = 3,04 +
3,0 – 3,04 60 - 40
(51 – 40) = 33,4235
dengan demikian besaran: n
F= (n
n -pn - )p
30 30-8-
T2 = (30
30- )8
38,64
5, 5
Tolak H0 Jika F hitung > F tabel 125,15 > 33,4235 sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran-ukuran linear permukaan tubuh kelelawar spesies Nyctimene minutus berbeda dengan spesies Rhinolophus keyensis.
78
Lampiran 5. Hasil T2-Hotelling antara Spesies Kelelawar yang Diamati Spesies 1
2
3
4
5
6
7
8
2
3
4
5
6
7
8
9
** (635,852) (3.099,780)
** (1,007) (6,422) ** (2.579,267) (12.573,925)
** (1.375,533) (8.769,020) ** (881,545) (4.297,533) ** (49,082) (312,896)
** (294,455) (1.877,152) ** (438,004) (2.135,269) ** (2.220,966) (14.158,657) ** (475,333) (3.030,249)
** (903,945) (5.762,646) ** (1.863,309) (9.083,631) ** (202,091) (1.288,329) ** (85,306) (543,827) ** (1.200,141) (7.650,896)
** (600,772) (3.829,922) ** (2.499,178) (12.183,491) ** (1.154,211) (7.358,094) ** (154,374) (984,135) ** (1.192,609) (7.602,879) ** (64,422) (410,687)
** (530,397) (3.381,281) ** (1.649,717) (8.042,370) ** (101,390) (646,360) ** (142,961) (911,379) ** (515,989) (3.289,428) ** (151,273) (964,366) ** (281,410) (1.793,986)
** (1.120,139) (6.580,819) ** (1.133,252) (4.957,978) ** (286,981) (1.686,013) ** (67,165) (394,594) ** (503,217) (2.956,399) ** (135,709) (797,291) ** (369,545) (2.171,076) ** (135,638) (796,874)
Keterangan: 1=Nyctimene minutus; 2=Megaderma spasma; 3=Nycteris javanica; 4=Harpiocephalus harpia; 5=Rhinolophus keyensis; 6=Hipposideros cervinus; 7=Mosia nigrescens; 8=Rhinopoma microphyllum; 9=Chaerephon plicata; ** = sangat nyata (P<0,01); angka dalam tanda kurung menunjukkan statistik T2-Hotelling dan Nilai Fisher
79
Lampiran 6.
Perhitungan untuk Memperoleh Persamaan Komponen Utama Kesatu dan Kedua Berikut Nilai Eigen dan Keragaman Total Masing-masing
Perhitungan Persamaan Komponen Utama Kesatu, Nilai Eigen dan Keragaman Total Langkah 1 Perhitungan matriks kovarian dari ukuran-ukuran spesies Nyctimene minutus
K=
72,49 22,71 22,99 18,12 17,69 7,52
13,21 20,80
22,71 8,40
8,24
5,45
22,99 8,24
38,68 40,13 26,35 39,09 31,49 31,03
18,12 7,00
40,13 45,82 25,04 53,35 36,57 32,56
17,69 6,41
26,35 25,04 24,96 16,57 19,95 22,77
4,32
39,09 53,35 16,57 82,94 44,65 31,99
13,21 5,45
31,49 36,57 19,95 44,65 30,20 26,07
20,80 7,35
31,03 32,56 22,77 31,99 26,07 27,59
7,52
7,00
6,41
4,32
7,35
Pembulatan matriks kovarian dua angka di belakang koma. Begitu pula dengan perhitungan matriks selanjutnya. Langkah 2 Penggandaan matriks kovarian menjadi K2
7604,67 2523,79 5292,99 5230,90 3791,17 4681,70 4098,36 4539,89 2523,79 846,46
1928,49 1951,30 1355,46 1845,80 1538,13 1646,46
5292,99 1928,49 7881,21 8773,40 5124,48 9939,60 7065,88 6573,40 5230,86 1951,33 8773,41 9958,50 5550,60 11694,30 8052,08 7293,85 K2 = 3791,17 1355,46 5124,48 5550,60 3489,57 5934,10 4448,29 4294,65 4681,73 1845,79 9939,65 11694,30 5934,09 14620,50 9521,35 8215,02 4098,36 1538,13 7065,88 8052,10 4448,29 9521,40 6516,72 5871,64 4539,89 1646,46 6573,40 7293,90 4294,65 8215,00 5871,64 5491,74
80
Langkah 3 Penggandaan vektor awal (a'0) berupa matriks dengan K2 a'0 = [
]
sehingga menjadi vektor a'0 K2, yaitu: a'0K2 = [37763,50 3635,90 5 579,50 58505,00 33988,30 6645 ,50 47
,50 4 39 6,60]
Langkah 4 Iterasi pertama diperoleh melalui a'0K2 / 6645 ,50 yang merupakan elemen terbesar dari vektor a'0K2, yaitu: [
]
Langkah 5 Penggandaan kembali matriks K2 menjadi K4, kemudian dilakukan perhitungan matriks seperti tahap 3, sehingga diperoleh hasil iterasi kedua yaitu: a'0K4/ 3391457458 = [
]
Langkah 6 Penggandaan kembali matriks K4 menjadi K8, kemudian dilakukan perhitungan matriks seperti tahap 3 dan 5, sehingga diperoleh hasil iterasi ketiga yaitu: a'0K4/8,45 × 1018 = [
]
Langkah 7 Penggandaan kembali matriks K8 menjadi K16, kemudian dilakukan perhitungan matriks seperti tahap 3, 5 dan 6, sehingga diperoleh hasil iterasi keempat yaitu: a'0K8/5,21 × 1037 = [
]
Langkah 8 Hasil iterasi keempat telah sama dengan ketiga, sehingga iterasi dihentikan dan perlu dinormalkan agar berlaku a'0a1 = 1 Vektor normal a'1 ditentukan sebagai Berikut: a11 =
0,505 √ 0,505
0, 85
0,767
0,863
0,489
= 0,261 ,000
0,697
0,640
81
a21 =
a31 =
a41 =
a51 =
a61 =
a71 =
a81 =
0, 85 √ 0,505
0, 85
0,767
0,863
0,489
= 0,096 ,000
0,697
0,640
,000
0,697
0,640
,000
0,697
0,640
,000
0,697
0,640
,000
0,697
0,640
,000
0,697
0,640
,000
0,697
0,640
0,767 √ 0,505
0, 85
0,767
0,863
0,489
= 0,396
0,863 √ 0,505
0, 85
0,767
0,863
0,489
= 0,445
0,489 √ 0,505
0, 85
0,767
0,863
0,489
= 0,252
,000 √ 0,505
0, 85
0,767
0,863
0,489
= 0,516
0,697 √ 0,505
0, 85
0,767
0,863
0,489
= 0,359
0,640 √ 0,505
0, 85
0,767
0,863
0,489
= 0,330
sehingga diperoleh vektor normal a'1, yaitu: a'1 =
[0, 6 0,096 0,396 0,445 0, 5 0,5 6 0,359 0,330 ]
Langkah 9 Vektor ciri yang telah normal harus memenuhi persamaan sebagai Berikut untuk memperoleh nilai Eigen λ , yaitu: 0,261(K11-λ
0,096 K12 + 0,396 K13 + 0, 445 K14 +0,252 K15 + 0,516 K16 + 0,359
K17 + 0,330 K18 = 0 0, 6 λ1 =
0,261 (72,492) + 0,096 (22,706) + 0,396 (22,999) + 0,445 (18,123) + 0,252 (17,691) + 0,516 (7,524) + 0,359 (13,210) + 0,330 (20,798)
0, 6 λ1 =
18,920 + 2,180 + 9,108 + 8,065 + 4,458 + 3,882 + 4,742 + 6,863
0, 6 λ1 =
58,218
λ1 =
223,057
sehingga diperoleh nilai Eigen pada komponen utama kesatu λ1) yaitu: Y1 = 0,261 + 0,096 + 0,396 + 0,445 + 0,252 + 0,516 + 0,359 + 0,330
82
Keragaman Total yang diturunkan matriks kovarian: 1. Jumlahkan nilai kovarian pada matriks diagonal Matriks kovarian. Dalam hal ini: 72,492 + 8,403 + 38,684 + 45,825 + 24,957 + 82,943 + 30,204 + 27,588 = 331,096 2. Hasil jumlah dibagi jumlah peubah merupakan nilai Eigen tertinggi yaitu pada posisi plot data yang sebenarnya 100% bersesuaian dengan model persamaan. Dalam hal ini: 331,096/8 = 41,387 3. Nilai Eigen yang diperoleh dibagi jumlah variabel. Dalam hal ini: 223,057/8 = 27,882125 4. Hasil nomor 3 dibagi dengan hasil nomor 2 dan dikalikan dengan 100%, maka diperoleh keragaman total: 27,882125/41,387× 100% = 67,40 % 5. Perbedaan hasil perhitungan akibat pembulatan angka
83
Lampiran 7.
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Nyctimene minutus Komponen Utama
Variabel I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
Panjang Tarsometatarsus (X1)
0,261
−0,834
−0,378
−0,019
0,053
0,297
0,034
0,013
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
0,096
−0,253
−0,122
0,195
−0,334
−0,865
−0,118
0,003
Panjang Telinga (X3)
0,396
−0,046
0,310
−0,644
−0,171
−0,100
0,239
−0,484
Panjang Ekor (X4)
0,445
0,108
0,094
−0,297
−0,173
0,085
−0,579
0,566
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
0,252
−0,132
0,572
0,601
−0,298
0,256
−0,148
−0,235
Panjang Fibula (X6)
0,516
0,438
−0,583
0,238
−0,001
0,075
−0,085
−0,365
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
0,359
0,113
0,042
0,164
−0,118
−0,018
0,747
0,506
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
0,330
−0,065
0,263
0,121
0,851
−0,273
−0,066
0,006
Nilai Eigen
223,23
76,98
25,36
2,47
1,54
1,03
0,36
0,13
Keragaman Total
0,674
0,232
0,077
0,007
0,005
0,003
0,001
0,000
Keragaman Kumulatif
0,674
0,907
0,983
0,991
0,995
0,999
1,000
1,000
84
Lampiran 8.
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Megaderma spasma Komponen Utama
Variabel I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
Panjang Tarsometatarsus (X1)
0,515
0,099
−0,175
−0,042
−0,756
−0,052
0,342
0,045
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
0,428
0,456
−0,125
0,515
0,114
−0,059
−0,547
0,114
Panjang Telinga (X3)
0,394
−0,467
−0,203
−0,265
0,031
0,423
−0,409
−0,401
Panjang Ekor (X4)
0,248
−0,582
−0,024
0,189
0,166
0,005
0,079
0,728
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
0,225
−0,020
0,078
0,514
0,325
0,317
0,584
−0,363
Panjang Fibula (X6)
0,247
−0,192
−0,236
−0,078
0,285
−0,814
0,098
−0,295
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
0,269
0,433
−0,272
−0,552
0,443
0,201
0,238
0,260
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
0,390
0,045
0,881
−0,228
0,062
−0,105
−0,054
−0,016
Nilai Eigen
22,644
0,267
0,099
0,071
0,026
0,019
0,007
0,006
Keragaman Total
0,979
0,012
0,004
0,003
0,001
0,001
0,000
0,000
Keragaman Kumulatif
0,979
0,990
0,994
0,998
0,999
0,999
1,000
1,000
85
Lampiran 9.
Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Nycteris javanica Komponen Utama
Variabel I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
Panjang Tarsometatarsus (X1)
0,291
0,307
0,526
0,256
0,632
0,009
−0,088
0,267
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
0,169
0,507
0,069
0,173
0,166
−0,250
0,504
−0,768
Panjang Telinga (X3)
0,396
−0,686
0,379
0,313
−0,317
0,126
0,083
0,085
Panjang Ekor (X4)
0,406
−0,377
−0,163
−0,603
0,349
−0,405
−0,125
0,036
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
0,340
0,136
−0,036
−0,412
0,037
0,786
0,260
−0,088
Panjang Fibula (X6)
0,355
0,450
0,137
−0,176
−0,508
−0,372
0,348
0,324
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
0,422
0,052
−0,725
0,491
0,111
0,031
0,054
0,191
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
0,381
0,258
0,054
0,034
−0,281
0,015
−0,724
−0,426
Nilai Eigen
114,22
0,81
0,24
0,18
0,10
0,07
0,05
0,01
Keragaman Total
0,987
0,007
0,002
0,002
0,001
0,001
0,000
0,000
Keragaman Kumulatif
0,987
0,995
0,997
0,998
0,999
0,999
1,000
1,000
86
Lampiran 10. Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Harpiocephalus harpia Komponen Utama Variabel I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
Panjang Tarsometatarsus (X1)
0,116
−0,323
0,224
0,397
0,631
0,195
−0,482
−0,071
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
0,163
0,164
0,309
−0,016
0,236
−0,073
0,213
0,863
Panjang Telinga (X3)
0,348
0,240
0,595
−0,119
−0,368
0,524
−0,147
−0,146
Panjang Ekor (X4)
0,535
0,322
−0,630
0,331
−0,085
0,227
−0,149
0,149
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
0,441
0,216
0,253
0,127
−0,032
−0,776
−0,137
−0,236
Panjang Fibula (X6)
0,401
−0,109
−0,183
−0,801
0,373
0,030
−0,062
−0,088
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
0,313
−0,790
−0,023
0,031
−0,461
−0,087
−0,054
0,232
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
0,314
−0,157
0,072
0,243
0,225
0,137
0,080
−0,300
Nilai Eigen
152,79
2,59
1,40
1,07
0,75
0,47
0,12
0,09
Keragaman Total
0,959
0,016
0,009
0,007
0,005
0,003
0,001
0,001
Keragaman Kumulatif
0,959
0,975
0,984
0,991
0,996
0,999
0,999
1,000
87
Lampiran 11. Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Rhinolophus keyensis Komponen Utama Variabel I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
Panjang Tarsometatarsus (X1)
0,460
0,289
−0,750
−0,326
−0,145
0,043
0,027
0,112
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
0,051
0,077
−0,112
−0,026
0,187
0,014
−0,179
−0,954
Panjang Telinga (X3)
0,147
−0,007
−0,037
0,016
0,805
0,299
−0,419
0,252
Panjang Ekor (X4)
0,153
−0,342
0,027
−0,341
0,445
−0,228
0,699
−0,060
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
0,354
−0,230
−0,114
0,432
0,053
−0,746
−0,248
0,048
Panjang Fibula (X6)
0,365
−0,488
0,311
−0,541
−0,275
0,075
−0,397
−0,019
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
0,297
−0,489
−0,181
0,527
−0,140
0,538
0,217
−0,077
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
0,627
0,513
0,529
0,142
−0,009
0,076
0,190
−0,027
Nilai Eigen
42,882
0,797
0,285
0,182
0,055
0,037
0,023
0,005
Keragaman Total
0,969
0,018
0,006
0,004
0,001
0,001
0,001
0,000
Keragaman Kumulatif
0,969
0,987
0,993
0,997
0,999
0,999
1,000
1,000
88
Lampiran 12. Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Hipposideros cervinus Komponen Utama Variabel I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
Panjang Tarsometatarsus (X1)
0,169
0,127
−0,026
−0,050
−0,021
−0,550
0,785
−0,180
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
0,025
0,063
−0,025
0,030
−0,094
−0,032
0,184
0,975
Panjang Telinga (X3)
0,204
0,103
0,026
−0,249
0,262
−0,714
−0,545
0,101
Panjang Ekor (X4)
0,383
0,734
0,077
−0,244
0,322
0,377
0,055
−0,015
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
0,537
−0,306
0,767
0,138
−0,083
0,055
0,008
0,014
Panjang Fibula (X6)
0,244
0,409
−0,141
0,357
−0,746
−0,117
−0,221
−0,081
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
0,544
−0,392
−0,484
−0,493
−0,210
0,168
0,009
−0,002
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
0,372
−0,126
−0,387
0,697
0,459
0,007
−0,008
0,013
Nilai Eigen
85,160
2,739
1,415
0,374
0,169
0,052
0,038
0,004
Keragaman Total
0,947
0,030
0,016
0,004
0,002
0,001
0,000
0,000
Keragaman Kumulatif
0,947
0,977
0,993
0,997
0,999
1,000
1,000
1,000
89
Lampiran 13. Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Mosia nigrescens Komponen Utama Variabel I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
Panjang Tarsometatarsus (X1)
0,257
−0,683
0,580
−0,082
0,049
−0,165
−0,134
−0,277
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
0,076
0,402
0,285
0,596
−0,338
−0,394
0,052
−0,352
Panjang Telinga (X3)
0,280
0,162
0,247
0,459
0,413
0,488
−0,407
0,220
Panjang Ekor (X4)
0,248
−0,029
0,037
0,111
0,187
0,385
0,824
−0,249
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
0,328
0,003
−0,038
−0,154
−0,753
0,511
−0,172
−0,092
Panjang Fibula (X6)
0,387
0,240
0,386
−0,256
−0,108
−0,253
0,252
0,662
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
0,385
0,463
−0,028
−0,506
0,312
−0,099
−0,201
−0,483
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
0,618
−0,268
−0,607
0,265
0,033
−0,310
−0,309
0,094
Nilai Eigen
137,08
1,79
0,56
0,29
0,13
0,10
0,05
0,02
Keragaman Total
0,979
0,013
0,004
0,002
0,001
0,001
0,000
0,000
Keragaman Kumulatif
0,979
0,992
0,996
0,998
0,999
0,999
1,000
1,000
90
Lampiran 14. Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Rhinopoma microphyllum Komponen Utama Variabel I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
Panjang Tarsometatarsus (X1)
0,347
−0,637
0,127
−0,224
−0,386
−0,108
−0,445
0,221
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
0,239
−0,202
−0,059
−0,439
0,183
0,243
0,666
0,413
Panjang Telinga (X3)
0,243
0,222
0,374
−0,576
−0,116
−0,135
0,097
−0,616
Panjang Ekor (X4)
0,369
0,429
−0,590
−0,024
−0,511
−0,222
0,074
0,122
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
0,223
0,307
0,035
−0,237
0,599
−0,410
−0,378
0,359
Panjang Fibula (X6)
0,616
−0,280
−0,103
0,477
0,325
−0,177
0,196
−0,358
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
0,309
0,163
−0,192
−0,084
0,153
0,801
−0,392
−0,122
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
0,318
0,347
0,666
0,367
−0,235
0,147
0,093
0,339
274,780
5,970
2,020
0,820
0,650
0,330
0,140
0,060
Keragaman Total
0,965
0,021
0,007
0,003
0,002
0,001
0,000
0,000
Keragaman Kumulatif
0,965
0,986
0,993
0,996
0,998
0,999
1,000
1,000
Nilai Eigen
91
Lampiran 15. Komponen Utama, Nilai Eigen, Keragaman Total dan Keragaman Kumulatif dari Matriks Kovarian Ukuran Linear Tubuh Kelelawar pada Spesies Chaerephon plicata Komponen Utama Variabel I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
Panjang Tarsometatarsus (X1)
0,400
0,083
−0,208
0,055
0,166
−0,559
−0,506
−0,437
Lingkar Tarsometatarsus (X2)
0,254
−0,963
0,008
0,008
−0,079
0,044
−0,016
−0,019
Panjang Telinga (X3)
0,305
0,044
−0,266
−0,103
−0,083
−0,522
0,703
0,223
Panjang Ekor (X4)
0,410
0,136
−0,371
0,699
−0,096
0,416
0,069
0,016
Panjang Kaki Belakang dengan Cakar Terpanjang (X5)
0,463
0,115
0,839
0,188
0,124
−0,051
0,089
0,080
Panjang Fibula (X6)
0,207
0,050
−0,107
−0,138
−0,108
−0,064
−0,476
0,826
Panjang Kaki Belakang Tanpa Cakar (X7)
0,286
0,021
−0,180
−0,384
0,774
0,357
0,099
0,025
Panjang Lengan Bawah Sayap (X8)
0,419
0,172
−0,002
−0,544
−0,569
0,325
−0,015
−0,264
Nilai Eigen
83,490
12,419
1,529
0,930
0,373
0,170
0,063
0,035
Keragaman Total
0,843
0,125
0,015
0,009
0,004
0,002
0,001
0,000
Keragaman Kumulatif
0,843
0,969
0,984
0,994
0,997
0,999
1,000
1,000
92
Lampiran 16. Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Nyctimene minutus Jantan
Betina
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
1
86,334
−8,337
1
96,860
14,545
2
93,072
−10,982
2
79,916
10,813
3
135,158
2,191
3
125,947
18,223
4
103,815
5,863
4
83,449
10,687
5
112,733
1,831
5
110,762
15,949
6
93,791
−11,602
6
93,022
13,608
7
114,246
−0,163
7
98,373
14,743
8
116,434
1,095
8
114,358
16,056
9
127,879
2,291
9
122,229
17,695
10
93,837
−1,776
10
106,756
15,809
11
126,710
2,096
11
99,955
15,231
12
118,496
1,566
12
105,116
15,696
13
123,444
2,522
13
98,871
14,836
14
117,369
1,190
14
87,801
10,889
15
126,584
2,590
15
105,066
15,707
93
Lampiran 17. Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Megaderma spasma Jantan
Betina
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
1
57,960
27,840
1
59,801
28,683
2
62,020
29,927
2
61,897
29,901
3
64,175
29,170
3
63,961
29,194
4
65,902
29,250
4
65,581
29,275
5
68,473
28,674
5
65,654
29,281
6
70,437
28,462
6
68,262
28,681
7
70,575
28,643
7
70,158
28,493
8
72,465
29,339
8
72,187
29,272
9
74,436
28,939
9
72,283
29,258
94
Lampiran 18. Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Nycteris javanica Jantan
Betina
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
1
66,947
−0,901
1
64,131
3,273
2
72,328
−0,189
2
67,542
2,711
3
74,471
0,292
3
67,618
2,700
4
76,913
0,617
4
74,002
0,130
5
80,435
0,587
5
76,353
0,435
6
80,075
0,528
6
79,730
0,484
7
80,402
0,592
7
83,725
0,864
8
83,048
0,683
8
86,890
0,725
9
84,770
0,816
9
86,961
0,740
10
87,593
0,781
10
89,177
0,580
11
89,752
0,662
11
91,827
1,108
12
92,840
0,545
12
94,162
0,643
13
94,862
0,303
13
94,232
0,660
14
100,248
1,757
14
96,770
0,771
15
102,678
2,678
15
100,114
1,544
95
Lampiran 19. Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Harpiocephalus harpia Jantan
Betina
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
1
71,351
14,018
1
69,374
14,823
2
76,804
13,743
2
75,065
18,811
3
79,914
14,047
3
75,179
18,800
4
83,881
13,471
4
78,063
13,479
5
86,779
14,111
5
80,255
13,741
6
92,356
13,308
6
82,400
13,546
7
97,074
12,938
7
85,937
13,996
8
101,029
14,017
8
87,833
13,126
9
102,776
14,970
9
92,446
12,167
10
102,966
14,892
10
93,766
12,643
11
102,756
14,985
11
99,305
12,691
12
104,591
15,186
12
99,482
12,641
13
107,531
15,775
13
100,434
13,927
14
107,698
15,883
14
104,153
14,842
15
109,971
16,958
15
106,640
15,207
96
Lampiran 20. Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Rhinolophus keyensis Jantan
Betina
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
1
58,016
5,250
1
57,137
7,481
2
59,514
5,105
2
58,566
7,218
3
61,384
5,448
3
59,804
6,488
4
62,889
5,656
4
62,033
5,492
5
65,970
6,109
5
63,365
5,588
6
67,344
6,142
6
64,382
5,797
7
72,546
7,245
7
65,367
5,680
8
74,054
7,198
8
67,101
5,524
9
72,466
7,644
9
67,478
5,442
10
69,512
7,416
10
69,487
6,543
11
75,555
6,507
11
70,150
6,414
12
70,764
7,477
12
71,152
6,796
13
77,782
5,936
13
73,997
6,306
14
64,755
6,160
14
76,784
6,725
15
80,699
4,090
15
78,175
4,675
97
Lampiran 21. Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Hipposideros cervinus Jantan
Betina
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
1
66,872
4,814
1
62,995
4,095
2
67,933
4,396
2
65,094
3,963
3
68,786
4,375
3
66,308
4,335
4
69,167
4,441
4
67,544
4,690
5
70,813
4,452
5
68,852
4,620
6
72,665
4,853
6
69,906
4,533
7
74,919
5,791
7
72,685
5,322
8
76,527
6,027
8
78,248
6,922
9
79,888
6,871
9
82,788
8,490
10
83,507
7,512
10
84,419
7,729
11
84,575
6,574
11
85,752
6,294
12
85,834
6,686
12
86,851
4,929
13
88,132
4,712
13
88,241
4,344
14
90,156
3,089
14
89,418
3,215
15
91,851
1,013
15
90,590
1,827
98
Lampiran 22. Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Mosia nigrescens Jantan
Betina
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
1
64,343
1,684
1
62,521
1,764
2
66,578
1,624
2
62,594
1,765
3
69,062
1,683
3
68,098
2,087
4
73,868
0,011
4
70,224
1,177
5
73,921
0,000
5
73,400
−0,197
6
77,083
−0,345
6
76,861
−0,796
7
80,472
−0,857
7
79,921
−1,208
8
82,886
−1,135
8
82,159
−1,678
9
86,964
−0,225
9
84,438
−1,379
10
87,016
−0,212
10
86,354
−1,279
11
89,133
−0,337
11
91,281
−0,764
12
92,875
0,974
12
93,826
0,325
13
95,482
1,642
13
93,929
0,327
14
97,849
2,380
14
96,628
1,541
15
101,262
3,069
15
98,640
2,327
99
Lampiran 23. Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Rhinopoma microphyllum Jantan
Betina
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
1
64,613
54,973
1
63,930
54,413
2
66,061
55,950
2
66,516
55,546
3
69,396
56,909
3
68,594
56,814
4
72,039
58,049
4
70,581
58,146
5
74,153
58,838
5
75,736
60,312
6
76,091
60,034
6
78,963
61,196
7
76,153
60,039
7
81,345
61,040
8
77,869
60,563
8
84,267
61,264
9
82,884
62,443
9
86,416
61,568
10
90,880
60,792
10
88,130
61,938
11
98,022
59,767
11
97,278
62,886
12
103,292
57,969
12
103,017
58,086
13
108,715
56,570
13
105,109
57,440
14
112,452
55,849
14
108,822
55,730
15
116,828
57,516
15
112,527
56,073
100
Lampiran 24. Skor Ukuran dan Bentuk Jantan dan Betina pada Spesies Chaerephon plicata Jantan
Betina
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
No. Urut
Skor Ukuran
Skor Bentuk
1
68,377
−3,535
1
62,330
15,270
2
66,064
14,580
2
63,869
15,100
3
67,454
14,490
3
64,015
15,111
4
68,092
14,163
4
66,977
14,564
5
68,109
14,542
5
67,306
14,460
6
71,341
13,716
6
71,227
14,355
7
78,814
14,794
7
74,609
14,341
8
80,645
14,001
8
76,388
14,496
9
83,217
13,929
9
78,337
14,180
10
85,615
13,397
10
82,669
13,557
11
85,816
13,448
11
85,019
13,905
12
88,313
13,287
12
87,074
13,199
13
90,472
12,503
13
88,921
13,275
101
Lampiran 25. Kerumunan Data Individu pada Beberapa Spesies Kelelawar SubOrdo Microchiroptera (pemakan serangga) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh
Keterangan:
● Jantan
Megaderma spasma,
Nycteris javanica, harpia,
o Betina
o Betina
o Betina
Betina Megaderma spasma,
Nycteris javanica,
cervinus,
● Jantan
● Jantan
● Jantan
● Jantan
Harpiocephalus harpia,
Rhinolophus keyensis,
Hipposideros
o
Harpiocephalus
Rhinolophus keyensis,
Hipposideros cervinus,
Mosia
● Jantan
nigrescens,
o Betina
o Betina
Mosia
nigrescens, ● Jantan Chaerephon plicata dan o Betina Chaerephon plicata
Lampiran 26. Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar-kelelawar Subordo Megachiroptera (Nyctimene minutus) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk
Keterangan:
● Jantan Nyctimene minutus dan o Betina Nyctimene minutus
102
Lampiran 27.
Kerumunan Data Individu pada Beberapa Spesies Kelelawar Gua Gunung yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh
Keterangan:
● Jantan
Nycteris javanica,
Harpiocephalus harpia, Rhinolophus
keyensis,
o Betina
o Betina o Betina
Nycteris javanica,
Harpiocephalus harpia, Rhinolophus
keyensis,
● Jantan ● Jantan ● Jantan
o Betina Hipposideros cervinus, ● Jantan Mosia nigrescens, o Betina Mosia nigrescens, ● Jantan Chaerephon plicata dan o Betina Chaerephon plicata Hipposideros cervinus,
Lampiran 28. Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Gua Hutan (Rhinopoma microphyllum) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh
Keterangan: ● Jantan Rhinopoma microphyllum dan o Betina Rhinopoma microphyllum
103
Lampiran 29. Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Gua Pantai (Megaderma spasma) yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh
Keterangan:
●Jantan Megaderma spasma dan oBetina Megaderma spasma
Lampiran 30. Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Nycteris javanica yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh
Keterangan:
●Jantan Nycteris javanica dan o Nycteris javanica
104
Lampiran 31. Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Harpiocephalus harpia yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh
Keterangan:
●Jantan Harpiocephalus harpia dan o Harpiocephalus harpia
Lampiran 32. Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Rhinolophus keyensis yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh
Keterangan:
●Jantan Rhinolophus keyensis dan o Rhinolophus keyensis 105
Lampiran 33. Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Hipposideros cervinus yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh
Keterangan:
●Jantan Hipposideros cervinus dan o Hipposideros cervinus
Lampiran 34. Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Mosia nigrescens yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh
Keterangan:
●Jantan Mosia nigrescens dan o Mosia nigrescens 106
Lampiran 35. Kerumunan Data Individu pada Spesies Kelelawar Chaerephon plicata yang Diamati Berdasarkan Skor Ukuran dan Skor Bentuk Tubuh
Keterangan:
●Jantan Chaerephon plicata dan o Chaerephon plicata
107