Perbandingan Sediaan Simplisia Dan Ekstrak Maserasi Daun Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II A Secara In Vivo Sutiyo Dani Saputro1, Agnes Sri Harti2, Ari Setiyajati3 1
Mahasiswa PRODI S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Dosen PRODI D3 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 3 Dosen PRODI S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2
ABSTRAK Kejadian luka bakar di Indonesia terdapat 2,5 juta orang mengalami luka bakar setiap tahunnya. Luka Bakar Derajat IIA adalah Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk cicatrik. Penatalaksanaan medis dapat dilaksanakan ketika seseorang berada pada daerah perkotaan atau yang dekat dengan fasilitas kesehatan, namun masyarakat desa terpencil biasanya mereka tidak tergantung sepenuhnya pada obat modern atau obat-obat sintetik karena faktor geografis yang tidak memungkinkan untuk ketersediaan obat-obatan. Daun salam (Syzygium polyanthum) dapat menyembuhkan luka karena mengandung minyak atsiri, flavanoid, dan saponin. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan perbandingan sediaan simplisia dan ekstrak maserasi daun salam terhadap penyembuhan luka bakar derajat IIA secara in vivo. Desain penelitian ini adalah true eksperimental dengan metode Pre-post test control group design. Penelitian ini terdiri dari 3 kelompok yaitu 1 kelompok kontrol, 1 kelompok perlakuan dengan simplisia daun salam, dan 1 kelompok perlakuan dengan ekstrak daun salam dengan jumlah sampel sebanyak 15 ekor mencit. Analisa data menggunakan uji Kruskal Willis. Hasil uji Kruskal Willis menunjukkan p value = 0.042, nilai p value < 0.05, maka ada perbedaan yang signifikan antara sediaan simplisia dan ekstrak daun salam terhadap penyembuhan luka bakar derajat II A. Kesimpulan penelitian ini adalah sediaan simplisia dan ekstrak daun salam memiliki perbedaan yang signifikan walaupun keduanya memiliki pengaruh yang signifikan untuk menyembuhkan luka. Kata Kunci Daftar Pustaka
: Simplisia, Ekstrak Maserasi, Daun Salam dan Luka Bakar. : 25 (2002-2013)
ABSTRACT The incidence of burns in Indonesia is experienced by 2.5 million people yearly. The medical management can be conducted when ones live in urban areas or near health facilities. However, those living in remote areas do not depend entirely on modern drugs or synthetic ones due the geographic conditions which cause the areas not able
1
accommodate the availability of such drugs. Bay leaves (Syzygiumpolyanthum) can heal wound as they contain essential oils or volatile oils, flavonoids, and saponins. The objective of this research is to prove the comparison of the simplisia specimens and the macerated extract of bay leaves toward the healing of burns of Level II through in vivo. This research used the true experimental method with pre-post test control group design. This research consisted of three groups, namely: 1 Control Group, 1 Experimental Group with the treatment of the simplisia of bay leaves, and 1 Experimental Group with the treatment of macerated extracts of bay leaves. The samples of the research consisted of 15 mice. The data of the research were analyzed by using Kruskal Willis’s Test. The result of the test shows that the value of p is 0.042 which is smaller than 0.05 meaning that there is a significant difference between the simplisia specimens and the macerated extracts of bay leaves toward the healing of burns of Level IIA. Based on the result of the research, a conclusion is drawn that the simplisia specimens and the macerated extracts of bay leaves have a significant difference although both have a significant effect on the wound healing. Keywords: Simplisia, macerated extracts, bay leaves, and burns References: 25 (2002-2013)
PENDAHULUAN Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal ( fase syok ) sampai fase lanjut (Moenadjat 2003). Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5-6 ribu kematian/tahun. Di Indonesia terdapat 2,5 juta orang mengalami luka bakar setiap tahunnya, Dari kelompok ini 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat dirumah sakit. Rumah Sakit pusat Pertamina sebagai salah satu rumah sakit yang memiliki fasilitas perawatan khusus Unit Luka Bakar menerima antara 33 sampai dengan 53 penderita (rata-rata 40 penderita/tahun). Dari jumlah tersebut yang termasuk dalam kategori Luka Bakar Berat adalah berkisar 21%
(Rivai dalam Azhari 2012). Perkembangan kemajuan di bidang perawatan luka, pengendalian infeksi, dan penatalaksanaan cedera inhalasi dapat menurunkan korban kematian akibat luka bakar. Penatalaksanaan medis dapat dilaksanakan ketika seseorang berada pada daerah perkotaan atau yang dekat dengan fasilitas kesehatan, namun masyarakat desa terpencil biasanya mereka tidak tergantung sepenuhnya pada obat modern atau obat-obat sintetik karena faktor geografis yang tidak memungkinkan untuk ketersediaan obat-obatan. Mereka menggunakan pengobatan tradisional yang diturunkan secara turun temurun. Bahan alam yang dipercaya berkhasiat untuk mengobati luka salah satunya adalah daun salam (Syzygium polyanthum). Daun salam (Syzygium polyanthum) diduga dapat menyembuhkan luka. Beberapa kandungan daun salam berfungsi sebagai pembantu penyembuhan luka bakar antara lain minyak atsiri yang berfungsi sebagai
2
anti inflamasi, flavanoid yang membantu mempercepat proses granulasi karena dapat melancarkan pembuluh darah dan dapat memecah thrombus serta sebagai analgesik, dan saponin yang bermanfaat dalam mempengaruhi pembentukan kolagen ( tahap awal perbaikan jaringan ) (Pridayanti 2008). Penelitian tentang daun salam dalam mengobati luka sayatan pada mencit didapatkan hasil bahwa ekstrak daun salam 50% lebih efektif menyembuhkan luka sayatan pada mencit dari pada ekstrak daun salam 100% dan larutan NaCl (Widhi 2010). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan perbandingan sediaan simplisia dan ekstrak maserasi daun salam terhadap penyembuhan luka bakar derajat IIA secara in vivo. METODOLOGI PENELTIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian true eksperimental dengan Pre-post test control group design. Pre test digunakan untuk menilai luas luka bakar yang semua sampel harus sama sedangkan post test digunakan untuk menilai kesembuhan luka dengan parameter warna luka sama seperti warna kulit sekitarnya. Penelitian ini memiliki kelompok control dengan kode (K), Kelompok perlakuan simplisia daun salam (P1), dan Kelompok perlakua ekstrak daun salam (P2). Populasi dalam penelitian ini menggunakan mencit putih dengan galur Mus musculus albinus. Populasi terdapat 15 ekor mencit dengan jenis yang sama dengan usia 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Teknik Sampling yang digunakan adalah random sampling ( pemilihan sampel secara acak). Peneliti
menghendaki kepercayaan sampel terhadap popluasi 99% atau tingkat kesalahan 1% maka jumlah sampel yang diambil 15 ekor mencit menurut Sugiyono (2013). Sampel mencit dengan jumlah 15 ekor dibagi menjadi 3 kelompok dengan 5 ekor mencit setiap kelompoknya. Analisa data meliputi analisa univariat dan bivariat. Analisa univariat pada penelitian ini berisi tentang analisa distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin, umur, dan luas perlukaan serta nilai kesembuhan semua kelompok penelitian. Analisa Bivariat penelitian ini menggunakan analisa sistem spss dengan menggunakan uji statistik One way ANOVA untuk menguji hipotesis komparatif namun uji One way ANOVA dapat dilakukan jika uji normalitas data terdistribusi normal dan homogeny data memiliki varians yang sama. Jika uji normalitas tidak terdistribusi normal maka uji diganti dengan Kruskal Wils . Uji LSD untuk melihat kelompok mana yang paling berpengaruh dalam penyembuhan luka bakar. HASIL 1. Distribusi Jenis Kelamin Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Klasifikasi F (%) Laki-laki 15 100 Perempuan 0 0 Total 15 100 Dari tabel diatas menunjukkan semua sampel memiliki jenis kelamin lakilaki berjumlah 15 ekor mencit.
3
2. Distribusi Umur Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Klasifikasi 0-2 bulan 2-4 bulan >4 bulan Total
F 0 15 0 15
(%) 0 100 0 100
Distribusi Sampel berdasarkan umur nenunjukkan semua sampel memiliki umur 2-4 bulan. 3. Distribusi Luas Perlukaan Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Luas Perlukaan Klasifikasi F (%) 1 cm 0 0 2 cm 15 100 >2 cm 0 0 Total 15 100 Karakteristik sampel berdasarkan luas perlukaan menunjukkan semua sampel memiliki luas perlukaan yang sama yaitu 2 cm. Analisa Bivariat hasil penelitian dilakukan menggunakan sistem spss dengan analisa One-Way ANOVA yang hasilnya : a. Normalitas data dari kelompok kontrol adalah 0,002, simplisia 0,110 dan ekstrak 0,607 hasil tersebut dilihat dari test normalitas menggunakan Shapiro-Wilk tetapi kelompok kontrol tidak terdistribusi secara normal sehingga uji analisa menggunakan Krukils Wils. b. Nilai homogenitas data dilihat dari nilai p-value 0,681 sehingga semua data homogen karena nilai p-value >0,5 (Lampiran Tabel 4.5 Homogenitas Data). Hasil uji
homogenity menunjukkan nilai p value = 0.681, p value > 0.05, maka semua kelompok data mempunyai varians data yang sama. c. Pengaruh Kelompok Simplisia dan Ekstrak Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II A secara In Vivo. Tabel 4.9 Perbandingan Simplisisa dan Ekstrak Maserasi Daun Salam Hari Chi-square 4,766 Df 2 Asymp. ,042 Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok Hasil uji Kruskal Willis menunjukkan nilai p value = 0.042, p value < 0.05, maka ada perbedaan yang signifikan antara sediaan simplisia dan ekstrak daun salam terhadap penyembuhan luka bakar derajat II A. Sediaan simplisia dan ekstrak daun salam memiliki nilai rata-rata kesembuhan 15,6 hari pada kelompok simplisia dan 15,4 hari pada kelompok ekstrak sehingga keduanya memiliki perbedaan yang signifikan karena memiliki selisih rata-rata kesembuhan 0,2 hari namun keduanya memiliki pengaruh yang signifikan untuk menyembuhkan luka dengan perbandingan nilai rata-rata kesembuhan kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol yaitu 20 hari kelompok kontrol dan 15 hari kelompok perlakuan. Nilai kelompok yang paling berpengaruh terhadap penyembuhan luka adalah kelompok ekstrak dengan
4
nilai Mean Difference 4.800 lalu kelompok simplisia dengan nilai Mean Difference 4.600. PEMBAHASAN Dari hasil penelitian didapatkan pengaruh yang signifikan baik dari kelompok Simplisia maupun kelompok Ekstrak terhadap penyembuhan luka bakar derajat IIA secara in vivo sehingga ada tiga pokok pembahasan antara lain: 1. Mekanisme Kesembuhan Luka Bakar Derajat IIA Kelompok Kontrol Pada kelompok kontrol lama kesembuhan luka rata-ratanya adalah 20,2 hari sedangkan tinjauan teori dalam Noer (2013) luka bakar derajat IIA dapat sembuh spontan dalam waktu 10-14 hari tetapi dalam penelitian ini rata-rata kesembuhan luka terjadi dalam 20 hari. Nilai kesembuhan yang beda antara teori dan penelitian dapat dipengruhi oleh perbedaan jenis sampel, fungsi imun dan fisiologis sampel serta luas luka bakar sebab dalam teori tidak dijelaskan karakteristik luka yang detail tentang jenis sampel, fungsi imun dan fisiologis sampel serta luas luka bakar. 2. Mekanisme Kesembuhan Luka Bakar Derajat IIA Kelompok Simplisia Pada kelompok simplisia lama penyembuhan lukanya sangat signifikan dengan nilai rata-rata 15,6 hari hal tersebut dipengaruhi oleh kandungan-kandungan yang terdapat pada Simplisia daun salam seperti minyak atsiri, tannin, flavanoid dan saponin. Mekanisme cara kerja kandungan-kandungan daun salam dalam menyembuhkan luka adalah sebagai berikut:
a. Minyak Atsiri Minyak atsiri sebagai antibakteri turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein dengan cara mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis sehingga sel bakteri mati( Parwata et al 2008). b. Tannin Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanismenya toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri sehingga membuat dinding sel atau membran sel bakteri mengkerut sehingga mengganggu permeabilitas sel, Akibat terganggunya permeabilitas sel bakteri, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin (Ajizah : 2004). c. Flavanoid Pada fase proliferasi dan remodelling jaringan, Flavonoid berperan dalam meningkatkan vaskularisasi sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan dan sel yang luka dapat maksimal serta meningkatkan sintesis kolagen yang
5
berfungsi meningkatkan pembentukan jaringan baru sehingga mempercepat proses penyembuhan luka (Patil et al., 2012). d. Saponin Saponin mempunyai tingkat toksisitas yang tinggi melawan fungi. Aktivitas fungisida terhadap Trichoderma viride telah digunakan sebagai metode untuk mengindentifikasikan saponin. Mekanisme kerja saponin sebagai antifungi berhubungan dengan interaksi saponin dengan sterol membran fungi sehingga menbran sel fungi mengalami autolisis dan akhirnya mati, pada akhirnya reaksi infeksi akibat jamur tidak terjadi dan pertumbuhan jaringan baru dapat optimal (Faure, D. : 2002). 3. Mekanisme Kesembuhan Luka Bakar Derajat IIA Kelompok Ekstrak Pada kelompok ekstrak lama penyembuhan luka rata-ratanya adalah 15,4 hari sehingga lebih cepat dibanding kelompok lain hal tersebut dipengaruhi oleh : a. Metode Ekstraksi Pada proses ekstraksi daun salam ini menggunakan metode maserasi dengan menggunakan etanol 70% yang berfungsi untuk mengoptimalkan kadar kandungan agar tetap terjaga saat proses terektraksi sehingga senyawa aktif pada daun salam lebih banyak dibandingkan sediaan simplisia sehingga sediaan ekstrak maserasi daun salam lebih bermanfaat dibandingkan kelompok lain dalam meningkatkan proses epitelisasi dan mencegah timbunya infeksi dengan menggunakan prinsip antibakteri dan antifungi serta meminimalkan kerusakan jaringan dengan prinsip
antioksidan. Pada ekstrak daun salam ini sudah bebas dari etanol sehingga proses penyembuhan luka tidak dipengaruhi oleh etanol namun dipengaruhi oleh kandungan daun salam. b. Konsentrasi Sediaan Sediaan simplisia dan ekstrak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penyembuhan luka bakar derajat IIA sebab nilai kesembuhan lukanya berbeda 0,2 hari karena dipengaruhi oleh kadar kandungan daun salam lebih banyak pada sediaan ekstrak sehingga lebih banyak antibakteri, antioksidan, dan antifungi dalam membantu proses penyembuhan luka walaupun konsentrasi sediaan simplisia lebih encer dibandingkan sediaan ekstrak, sediaan simplisisa mudah diserap sel namun dengan senyawa aktif yang relatif lebih sedikit dibandingkan sediaan ekstrak daun salam. Perbandingan jumlah senyawa aktif pada kedua kelompok tersebut yang menyebabkan terjadinya perbedaan rata-rata kesembuhan pada kedua kelompok tersebut. c. Faktor Lingkugan Lingkungan penelitian terjaga pada suhu kamar karena untuk menjaga fungsi fisiologis hewan sampel yang beradaptasi dengan suhu tersebut. Sediaan ekstrak daun salam di simpan pada suhu rendah 160 C untuk menjaga agar struktur ekstrak tidak hancur akibat suhu panas sehingga kandungan-kandungan pada ekstrak daun salam tetap terjaga dan berfungsi optimal sedangkan sediaan simplisia dibuat langsung pada suhu kamar namun pencucian daun salam menggunakan air panas untuk meminimalkan kontak bakteri.
6
PENUTUP DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Lama waktu penyembuhan luka bakar derajat IIA secara in vivo tanpa pemberian sediaan simplisia dan ekstrak maserasi daun salam adalah 20,2 hari namun hasil kesembuhan pada kelompok control berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa luka bakar derajat IIA dapat sembuh dalam waktu 10-14 hari. 2. Lamanya waktu penyembuhan luka bakar derajat IIA secara in vivo dengan pemberian sedian simplisia daun salam adalah 15,6 hari sehingga terbukti berpengaruh dalam menyembuhkan luka bakar derajat IIA. 3. Lamanya waktu penyembuhan luka bakar derajat IIA secara in vivo dengan pemberian ekstrak maserasi daun salam adalah 15,4 hari terbukti berpengaruh dalam menyembuhkan luka bakar derajat IIA. 4. Perbandingan sediaan simplisia dan ekstrak maserasi daun salam terhadap penyembuhan luka bakar derajat IIA secara in vivo memiliki perbedaan yang nyata karena keduanya terbukti signifikan dapat menyembuhkan luka bakar derajat IIA. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Dosen Pembimbing dan Penguji yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini serta Insitusi STiKes Kusuma Husada yang telah memberikan tempat penelitian untuk menunjang penelitian yang dilakukan peneliti.
Ajizah, A., 2004, Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L.Bioscientiae, Vol. 1, No. 1 : 31-8 Azhari Nefrianita 2012, ’ Hubungan body image dengan mekanisme koping yang digunakan penderita luka bakar yang pernah dirawat di ruang khusus luka bakar bangsal bedah RSUP DR. M. Djamil Padang’ , Skripsi, Universitas Andalas, Padang. Dewanti, Sisilia & Wahyudi, M T 2011, ‘Antibacteri activity of bay leaf infuse (Folia Syzygium polyanthum WIGHT) to escherichia coli in vitro’, Jurnal Medika Planta-Vol.1 No.4. Dewi, Risqiana 2012, ‘Aktivitas Antioksidan dan Sitotoksisitas Metabolit Sekunder Daun Salam (Syzgyium polyanthum wight.) dan Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia lamk.)’, Skripsi, Institusi Pertanian Bogor, Bogor. Enda, Winda Gusti 2009, ‘Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Mencit Jantan’, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Faure, D. 2002. The family-3 glycoside hydrolises: from housekeeping function to host-microbe interction. APPLED AND ENVIRONMENTAL MICROBIOLOGY 64(4):1485-1490 Fitzpatrick, R.E. and Mehta, R.C. 2009. Endogenous Growth Factors as Cosmeceutical. In : Draelos, Z.D., Dover, J.S., Alam, M., editors. Cosmeceutical. Second edition. Saunders Elsevier. p. 138-140
7
Haryanto, Sugeng 2009, Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia, Mitra Setia, Yogyakarta. Heim, K.E., Tagliaferro, A.R., Bobilya, D.J. 2002. Flavonoid antioxidants: chemistry, metabolism and structureactivity relationships. The Journal of Nutritional Biochemistry. Vol: 13, issue 16. p. 572-684 Huy, L.A.P., He, H., Huy, C.P. 2008. Free Radical, Antioxidants in Disease and Health. International Journal of Biomedical Science. Vol: 4, no. 2. p. 8995 Kompas 2013, Dalam Sebulan 4 Kasus Penyiraman Air Keras di Jakarta, http://megapolitan.kompas.com/read/201 3/10/14/1509548/Dalam.Sebulan.4.Kasus .Penyiraman.Air.Keras.Terjadi.di.Jakarta, tanggal 31 Desember 2013 Kristiana, Hery 2008, ‘Gambaran Darah mencit (Mus musculus albinus) yang diberi Salep Ekstrak Etanol dan Fraksi Hexan Rimpnag Kunyit (Curcuma longa linn.) pada Proses Persembuhan Luka’, Skripsi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor. Lingga, L. 2012. The Healing Power of Antioxidant. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal: 1-6, 26-28 Moenadjat, Yefta 2003, Luka Bakar Penhetahuan Klinik Praktis, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Noer, M.Sjaifuddin 2012, ‘Management Acute Phase In Burn’, Penelitian,Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, , Surabaya, diakses 15 juli 2013, http:/ /penelitian.unair.ac.id/artikeldosenManag ement%20 Acute%20Phase%20In%20Burn_371_36 11.
Parwata I.M.O.A. & Dewi P.F.S., 2008, Isolasi Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak atsiri Dari Rimpang Lengkuas (Alpinia Galanga L.) Jurnal Kimia 2 (2) : 100-4. Patil, M.V.K., Kandhare, A.D., Bhise, S.D. 2012. Pharmacological evaluation of ethanolic extract of Daucus carota Linn root formulated cream on wound healing using excision and incision wound model. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. S646-S655 Pidrayanti, Luh Tut Martina Utami 2008. ’Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha) Terhadap Kadar LDL Kolesterol Serum Tikus Jantan Galur Wistar Hiperlipidemia’, Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Prabowo,Nurhasa Agung 2006, ‘Pengaruh rebusan air daun salam terhadap kerusakan histologis lambung mencit yang diinduksi aspirin’, Skripsi, UNS, Surakarta.Ramamoorthy, P.K. and Bono, A. 2007. Antioxidant Activity, Total Phenolic And Flavonoid Content Of Morinda Citrifolia Fruit Extracts From Various Extraction Processes. Journal of Engineering Science and Technology. School of Engeneering, Taylor’s University College. Vol: 2, No 1.p. 70-80 Rasal, V.P., Sinnathambi, A., Ashok, P., Yeshmaina, S. 2008. Wound Healing and Antioxidant Activities of Morinda citrifolia Leaf Extract in Rats. Iranian Journal of Pharmacology & Therapeutics. Vol: 7, No. 1. p. 49-52 Sibi, G., Chatly, P., Adhikari, S., Ravikumar, K.R. 2012. Phytoconstituent and Their Influence Antimicrobial Properties of Morinda
8
citrifolia L. Research Journal Medicinal Plant, 6. p. 441-448
of
Sindo 2013, Jumlah Korban Tewas Tragedi Bintaro Jilid 2,http://sport.sindo news.com/read/2013/12/09/31/814861/ju mlah – korban tewas tragedi bintaro– jilid–2-sumir, diakses tanggal 31 Desember 2013 Sugiyono 2013, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, ALFABETA CV, Bandung.
Thakur, R., Jain, N., Pathak, R., Sandhu, S.S. 2011. Practices in Wound Healing Studies of Plants. Review Article Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. p. 1-15 Widhi, Binar Wahyuning 2012,’Pengaruh Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap Penyembuhan Luka Insisi Pada Marmut (Cavia cobaya)’, Skripsi, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Surabaya.
9