Perbandingan Naskah-naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah disusun oleh Kinanti Putri Utami
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki beragam kekayaan yang tersebar di seluruh Nusantara. Salah satunya adalah karya sastra. Dalam buku Membaca Sastra yang disusun oleh Melani Budianta, dkk (2006:19), dikatakan bahwa karya sastra mempunyai fungsi ganda, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya. Karya sastra menghibur kerena menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan (kegembiraan maupun kesedihan), dan memberikan pelepasan ke dunia imajinasi. Selain itu, karya sastra juga dapat dipakai untuk menggambarkan apa yang ditangkap sang pengarang tentang kehidupan di sekitarnya. Dalam arti, karya sastra dapat dikatakan sebagai dokumen sosial. Salah satu hasil karya sastra tersebut adalah naskah Melayu. Menurut Sudjiman, naskah Melayu merupakan bentuk kebudayaan tertulis yang di dalamnya memuat penjelasan mengenai sejumlah informasi yang memperlihatkan buah pikiran, adat istiadat, kepercayaan, dan sistem nilai yang berlaku pada masanya (1995:14). Naskah Melayu biasanya ditulis dengan aksara Arab-Melayu atau yang dikenal dengan aksara Jawi dan berbahasa Melayu. Biasanya alat yang digunakan untuk menulis naskah Melayu adalah daun lontar, kertas dluwang, rotan ataupun nipah. Sebagai karya sastra, naskah Melayu dibuat sebagai hiburan bagi masyarakat. Selain sebagai hiburan, naskah juga berfungsi sebagai pengajaran.
2
Hal ini kerena naskah memuat sejarah peradaban dan gambaran kehidupan masa lalu. Bukan itu saja, naskah tersebut juga memuat berbagai permasalahan, misalnya masalah keagamaan dan ketuhanan, ekonomi, sosial, astrologi, ilmu pengobatan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Di Indonesia, naskah Melayu Kuno banyak ditemukan di berbagai daerah. Naskah tersebut antara lain berasal dari Aceh, Minangkabau, Riau, Palembang, Jawa, Bali, dan Bugis. Selain itu, keberadaan naskah ini juga tersebar sampai ke luar negeri, misalnya, Belanda, Inggris, Prancis, Rusia, dan Malaysia. Jenis-jenis naskah Melayu yang tersebar itu di antaranya cerita penglipur lara, undangundang, sejarah, dan agama. Naskah-naskah tersebut ada yang jumlahnya hanya satu, tetapi ada juga yang jumlahnya lebih dari satu. Dari sekian banyak naskah yang tersebar itu, hanya beberapa saja yang sudah diteliti orang-orang. Hal ini mungkin karena aksaranya yang terlalu sulit untuk dibaca bagi sebagian orang pada zaman sekarang. Padahal banyak informasi atau pengetahuan yang dapat kita ambil baik dari kepercayannya, adat-istiadat, maupun pikiran-pikiranya. Selain itu, naskah yang jumlahnya lebih satu diperlukan adanya edisi teks sehingga pembaca dapat memahami naskah tersebut. Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis akan menyajikan suntingan teks Hikayat Muhammad Hanafiyah atau selanjutnya disingkat HMH yang dapat digolongkan ke dalam khazanah sastra Indonesia lama pengaruh Islam. Pengaruh Islam tersebut dapat terlihat dari pembukaan teks dengan Bismillahir rahmannir rahim, penyebutan Nabi Muhammad sebagai rasul Allah, penyebutan Allah
3
Ta’ala, penyebutan nama Mekah dan Madinah, dan penyebutan dua kalimat syahadat. 1.2 Masalah Berdasarakan uraian di atas, ada dua masalah yang akan dikemukakan dalam makalah ini, yaitu pertama mengenai aksara. Aksara yang terdapat di dalam HMH sudah tidak dikenali lagi oleh sebagian besar orang. Aksara tersebut ialah aksara Arab-Melayu atau lebih dikenal dengan aksara Jawi. Oleh karena itu, naskah tersebut menjadi sulit untuk dianalisis maupun diteliti. Kemudian, naskah HMH merupakan naskah yang memiliki jumlah lebih dari satu. Akan ada banyak perbedaan yang muncul dari berbagai naskah tersebut. Dengan demikian, masalah kedua yang diangkat ialah menentukan naskah mana yang layak untuk dijadikan sebagai edisi teks. 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah di atas, makalah ini bertujuan untuk: 1. menghasilkan sebuah suntingan teks naskah HMH dilengkapi dengan pertanggungjawaban transliterasinya 2. menunjukkan perbandingan naskah-naskah HMH dengan menjabarkan persamaan dan perbedaannya. 1.4 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam makalah ini ialah dengan cara analisis deskriprif dan tinjauan pustaka. Penulis mencari data yang berhubungan dengan HMH melalui perpustakaan. Data didapat dari berbagai katalogus yang
4
menjelaskan mengenai HMH. Kemudian, penulis menganalisis HMH pada makalah ini dengan cara memperbandingan dua naskah HMH secara deskripsi. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan makalah ini dibagi menjadi empat bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Dalam bab pertama tersebut, penulis menjelaskan latar belakang apa yang menyebabkan penulis ingin membuat suntingan teks HMH. Tentunya beranjak dari suatu masalah yang ingin penulis angkat. Bab kedua berisi keterangan tentang naskah yang terdiri atas inventarisasi, deskripsi, perbandingan, serta metode penyuntingan. Dalam bab dua tersebut, penulis lebih menjelaskan keterangan mengenai naskah yang akan ditelti, menampilkan perbandingannya, dan menjelaskan mengenai metode penyuntingan yang penulis gunakan. Pada bab ketiga yang berisi mengenai suntingan teks terdapat pertanggungjawaban transliterasi, edisi, dan keterangan kata-kata sukar. Bab terakhir merupakan kesimpulan dari keseluruhan isi makalah ini.
5
BAB II KETERANGAN TENTANG NASKAH
2.1 Inventarisasi Naskah HMH terdaftar di dalam lima katalogus, yaitu katalogus Sutaarga, Wieringa, Van Ronkel, M.C. Ricklefs, dan Perpustakaan Negara Malaysia (Manuskrip Melayu di Perancis).
Dalam Katalogus Koleksi Naskah Melayu
Museum Pusat, terdapat sembilan naskah HMH dan selanjutnya pada bagian deskripsi akan penulis beri nama dengan Naskah A sampai I, yaitu sebagai berikut. Naskah A dengan nomor ML 184. Naskah B dengan nomor ML 359. Naskah C dengan nomor ML 446. Naskah D dengan nomor ML 673. Naskah E dengan nomor ML 674. Naskah F dengan nomor ML 675. Naskah G dengan nomor ML 676. Naskah H dengan nomor ML 677. Naskah I dengan nomor ML 678 . Lalu, dalam katalog Wieringa (Catalogus of Malay and Minangkabau Manuscript Volume I) naskah HMH bernomor Cod.Or. 1717; referred to Cod.Or. 1758 (1); Cod.Or. 1967 (2).
6
Selanjutnya, naskah HMH ditemukan dalam Catalogus der Maleische Handschriften yang ditulis oleh Van Ronkel. Dalam katalogus tersebut terdapat delapan naskah HMH. Pertama, naskah tersebut bernomor Gen 184, 17 bl, 15 r, gedat 1191. Kedua dengan nomor Gen 359, 368 bl, 17 r. Ketiga dengan nomor Collectie v.d. W. 69, 370 bl, 19 r. Kemudian, keempat dengan nomor Collectie v.d. W. 70, 353 bl, 17 r. Kelima dengan nomor Collectie V.d. W. 71, 690 bl, 16 r, gedat 11 Rabie 1288. Lalu, yang keenam bernomor Collectie V.d. W. 72, 265 bl, 21 r, gedat 6 Sya’ban 1281, Riau. Ketujuh dengan nomor Collectie C St. 157, 284 bl, 19—32 r, gedat 1865. Terakhir, naskah HMH dengan nomor Collectie Br 211, 337 bl, 21 r, gedat 1243, Kroekoet. Beberapa hikayat dalam katalogus ini sebenarnya sama dengan yang ada dalam katalogus Sutaarga, hikayat yang sama di antaranya naskah bernomor Gen 184, Collectie v.d. W. 69, Collectie v.d. W. 70, Collectie V.d. W. 71, Collectie V.d. W. 72, Collectie C St. 157, dan Collectie Br 211. Lalu, dalam katalog Manuskrip Melayu di Perancis, terdapat satu naskah HMH bernomor Mal. Pol. 48. Manuskrip ini kemungkinan disalin dari naskah yang ditulis pada 1 Zulkaedah 1144. A. H. (27 April 1732. A.D. tahun Alif). Terakhir, naskah HMH terdapat dalam katalogus M.C. Ricklefs (Indonesian Manuscripts in Great Britain). Dalam naskah tersebut naskah HMH tersebar di tiga tempat. 1. Di British Library Department of Oriental Manuscripts dengan nomor Add.12377.
7
2.
Di Cambridge University Emmanuel College Library, terdapat empat naskah HMH, yaitu naskah pertama dengan nomor 3.2.10 (Microfilm in Leiden University for A.r 08.), naskah kedua dengan nomor L1. 6. 5 (Microfilm Leiden University for A.r 6c.), naskah ketiga bernomor add. 3801, dan naskah keempat bernomor add 3814.
3. Di India Office Library terdapat dua naskah HMH bernomor Malay D.5 (IO 2673) dan Malay B.6 (IO 2588). Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa naskah HMH yang penulis temukan dalam beberapa katalogus tersebut adalah naskah yang berjumlah lebih dari satu. Total semua naskah HMH yang tersebar di berbagai tempat tersebut berjumlah 18 buah. Naskah tersebut terdapat di empat negara, yaitu Indonesia, Belanda, Perancis, dan Inggris. 2.2 Deskripsi Naskah Hikayat Muhammad Hanafiah (HMH) yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Indonesia berjumlah sembilan naskah. Naskah-naskah tersebut akan penulis beri nama dengan Naskah A hingga Naskah I. Berikut akan dijelaskan deskripsi dari masing-masing naskah tersebut. Naskah A Naskah dengan nomor ML 184 ini penulis sebut sebagai naskah A. Pada naskah tersebut tidak diketahui nama penyalin atau pemilik naskahnya. Akan tetapi, terdapat tahun penulisannya, yaitu tertanggal 1191 H. Waktu penulisannya juga dapat diketahui dalam kolofon yang terletak di halaman belakang, yakni “sehari bulan Rajab kepada malam Senin dan kepada jam pukul empat ketika
8
baram.” Kemudian, dalam kolofon juga disebutkan tempat penulisannya, yaitu “dalam bidara dusun kampung Martadah.” Naskah ini berukuran 25 x 20 cm dan berjumlah 250 halaman. Halaman pertama terdiri dari 7 baris, tetapi halaman selanjutnya terdiri dari 15 baris. Ukuran kertasnya sendiri 20,3 x 25,2 cm dengan pias kanan 4,6 cm, pias kiri 1 cm, pias atas 2 cm, dan pias bawah 2 cm. Jumlah kuras ± 8 buah dan terdapat garis bayang tipis pada setiap halaman. Selanjutnya, naskah ini memakai bahan kertas Eropa. Aksara yang digunakan adalah Arab Jawi dan bahasanya Melayu. Kondisi naskah cukup baik. Hal ini terlihat dari susunan kertas yang masih rapi atau tidak terlepas dari kuras. Untuk tulisan, pada halaman 1—3 tulisan tidak dapat dibaca dengan jelas kerena ada beberapa potongan kertas yang hilang, sedangkan tulisan pada halaman yang lain masih dapat dibaca. Tulisan dalam naskah ini dominan menggunakan tinta hitam. Tinta merah juga digunakan sebagai rubrikasi, yaitu pada pendahuluan dan katakata yang dianggap penting. Selain itu, dalam naskah juga terdapat iluminasi pada halaman akhir yang berbentuk bingkai, catchword pada beberapa halaman, dan watermark yang bergambar singa memegang pedang. Cerita yang terdapat pada naskah ini tentang gugurnya anak-anak Ali: Hasan, Husen dan Muhammad Hanafiyah di Karbela pada zaman Khalifah Yazid. Naskah B Naskah yang bernomor ML 359 ini kami sebut sebagai naskah B. Naskah ini berukuran 33 x 21 cm. Terdiri dari 368 halaman dan setiap halaman terdiri dari 17
9
baris. Naskah ini memakai bahan kertas Eropa. Aksara yang digunakan adalah Arab Jawi dan berbahasa Melayu. Dahulu naskah ini masih cukup baik. Tulisannya pun dapat dibaca. Akan tetapi, sekarang, penulis sudah tidak dapat lagi melihat kondisi fisik naskah. Hal tersebut disebabkan kondisi naskah benar-benar sudah rusak parah sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dikeluarkan dari tempat penyimpanan naskah. Cerita yang terdapat pada naskah ini tentang kisah nabi-nabi lama dan istri Nur, kisah Fatimah dari Siria, masa muda Nabi Muhammad dan perkawinannya, dan perang Lahad sampai zaman Khalifah Ali. Naskah C Naskah yang bernomor ML 446 ini kami sebut sebagai naskah C. Dalam naskah ini tidak diketahui tempat maupun nama penyalin atau pemilik naskah. Akan tetapi, diketahui waktu penulisannya, yaitu malam Kamis pada bulan Jumadil Akhir. Selanjutnya, naskah ini berukuran 17 x 29 cm dengan jumlah baris 10 pada halaman 1—2 dan 17 baris pada halaman selanjutnya. Ukuran kertasnya sendiri 15,4 x 28 cm dan jumlah halaman 364. Pada halaman 1—2 ukuran pias kanan 2 cm, pias kiri 5 cm, pias atas 8 cm, dan pias bawah 7,5 cm, sedangkan untuk halaman 2—362 ukuran pias kanan 1,5 cm, pias kiri 2,7 cm, pias atas 3 cm, dan pias bawah 4,5 cm. Naskah ini ditulis dengan aksara Arab Jawi dan berbahasa Melayu. Tulisannya dominan memakai tinta hitam dan pada halaman 1—5 tulisannya memakai harakat. Kondisi naskah sendiri cukup baik. Hal ini terlihat dari susunan kertas yang masih rapi (tidak terlepas dari kuras). Selain itu, kertasnya tidak
10
begitu lapuk sehingga sedikit sekali kertas yang patah atau rusak. Penjilidan naskah pun cukup bagus kerena kertas tidak ada yang terlepas dari kuras. Semua terikat sangat kuat. Begitu juga dengan tulisannya, semua dapat dibaca dengan jelas. Pada halaman pertama dan kedua serta pada halaman belakang terdapat iluminasi yang membentuk bingkai bunga-bunga dengan warna-warna terang. Kemudian, naskah ini diperkirakan memakai kertas Eropa dan terdapat cap air (watermark) bergambar singa membawa pedang dan bertuliskan PRO PATRIA EIUSQUE LIBERTATE. Berdasarkan buku mengenai watermark yang disusun oleh Churchill, diperkirakan kertas Eropa ini dibuat tahun 1800. Kemudian, terdapat rubrikasi dengan tinta merah pada beberapa halaman. Selain itu, dalam naskah ini juga terdapat kolofon di bagian belakang yang bertuliskan “Demikian lagi sahaya berpesan pada segala enci-enci dan tuan-tuan yang sudi membaca hikayat ini jangan apalah kiranya tengah asyik membaca makan dan mengudut rokok karena yang empunya surat ini terlalu apik cirinya. Demikian tamatlah hikayat Muhammad Ali Hanafiyah kepada malam khemis kepada bulan Jumadil akhir.” Cerita naskah ini diawali dengan peri kebebasan Nur Muhammad. Selanjutnya, bercerita tentang peperangan antara Ali dengan Muawiyah; pembunuhan Hasan dengan racun dan Husen di Padang Karbela oleh Yazid. Kemudian, pembalasan dari Muhammad Ali Hanafiyah kepada Yazid. Yazid dapat dikalahakan, tetapi Hanafiyah malang juga nasibnya. Ia mati bersama musuh-musuhnya di dalam gua.
11
Naskah D Naskah yang kami sebut sebagai naskah D ini bernomor ML 673 (W 69). Pada naskah ini tidak terdapat tempat atau tanggal penulisannya. Selain itu, penyalin atau pemilik naskah pun tidak diketahui. Naskah ini berukuran 20 x 33 cm dan berjumlah 370 halaman. Halaman pertama terdiri dari 12 baris, tetapi halaman selanjutnya terdiri dari 19 baris. Ukuran kertasnya sendiri 19,3 x 30,6 cm. Pada halaman pertama, ukuran pias kanan 7 cm, pias kiri 2 cm, pias atas 13,4 cm, dan pias bawah 4,3 cm, sedangkan pada halaman selanjutnya ukuran pias kanan 1,5 cm, pias kiri 6 cm, pias atas 5,2 cm, dan pias bawah 4 cm. Jumlah kuras ± 30 buah dan terdapat garis bayang tipis pada setiap halaman. Selanjutnya, naskah ini memakai bahan kertas Eropa. Aksara yang digunakan adalah Arab Jawi, sedangkan bahasa yang digunakan Melayu. Kondisi naskah baik sekali. Hal ini terlihat dari susunan kertas yang masih rapi atau tidak terlepas dari kuras. Selain itu, tidak ada kertas yang patah-patah dan tulisannya dapat jelas dibaca. Tulisan dalam naskah ini dominan menggunakan tinta hitam. Tinta merah juga digunakan sebagai rubrikasi, yaitu pada pendahuluan dan kata-kata yang dianggap penting. Lalu, dalam naskah juga terdapat watermark yang bergambar singa memegang tongkat dan beberapa panah pada halaman awal dan akhir, tetapi tidak terdapat iluminasi atau catchword. Dari buku mengenai watermark yang disusun oleh Churchill, diketahui bahwa kertas naskah dibuat tahun 1757. Permulaan cerita dalam naskah ini sama seperti naskah B. Selanjutnya, cerita dalam naskah ini tentang persahabatan Muhammad Hanafiyah dengan beberapa
12
orang. Ia mendapat luka dalam peperangan, tetapi dengan keajaiban lukanya sembuh. Lalu, Yazid dapat mengalahkan musuh-musuhnya. Kemenakkannya ditunjuk menjadi raja Damascus dan kawin dengan cucu Abu Bakar. Akhirnya Muhammad Hanafiyah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya seorang diri. Naskah E Naskah yang bernomor ML 674 (W 70) ini kami sebut sebagai naskah B. Naskah ini berukuran 22 x 18 cm. Terdiri dari 353 halaman dan setiap halaman terdiri dari 17 baris. Naskah ini memakai bahan kertas Eropa. Aksara yang digunakan adalah Arab Jawi dan berbahasa Melayu. Dahulu naskah ini masih baik. Tulisannya pun dapat dibaca. Akan tetapi, sekarang, penulis sudah tidak dapat lagi melihat kondisi fisik naskah. Hal tersebut disebabkan kondisi naskah benar-benar sudah rusak parah sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dikeluarkan dari tempat penyimpanan naskah. Cerita yang terdapat pada naskah ini sangat berbelit-belit. Struktur bahasanya tidak jelas, hal ini terlihat dari pemakaian kata-kataya yang salah, seperti dari untuk daripada dan bermula untuk sebermula. Naskah F Naskah yang kami sebut sebagai naskah F ini bernomor ML 675 (W 71). Naskah ini mempunyai tanggal penulisan, yaitu 11 Rabiul Awal 1288. Akan tetapi, tempat dan nama penyalin atau pemilik naskah tidak diketahui. Naskah ini berukuran 20 x 33 cm dengan jumlah halaman 600 halaman. Naskah ini mempunyai jumlah baris 16 pada setiap halaman dan jumlah kuras ±
13
28 buah. Ukuran kertasnya sendiri 20,2 x 32 cm dengan ukuran pias kanan 5,3,3 cm, pias kiri 2 cm, pias atas 4,7 cm, dan pias bawah 4,6 cm. Selanjutnya, naskah ini memakai bahan kertas Eropa. Aksara yang digunakan adalah Arab, sedangkan bahasa yang digunakan adalah Melayu. Kondisi naskah cukup memprihatinkan. Kertasnya sudah cukup lapuk dan pada beberapa halaman banyak kertas yang sudah patah-patah. Tulisannya masih cukup dapat dibaca, tetapi pada halaman 1—10 kondisi kertas sudah sangat parah, yaitu banyak kertas yang sudah rapuh dan patah sehingga tulisannya tidak dapat dibaca dengan jelas. Tulisan dalam naskah ini menggunakan tinta hitam. Tinta ada sedikit pun menggunakan tinta merah. Lalu, dalam naskah tidak terdapat garis bayang tipis atau tebal, ilustrasi maupun iluminasi. Akan tetapi, terdapat watermark yang bergambar singa memegang pedang pada halaman akhir dan catchword pada beberapa halaman. Cerita dimulai dengan Fatimah datang dari Siria kemudian cerita selanjutnya seperti pada naskah B tetapi yang sesudah kisah nabi-nabi. Naskah G Naskah yang kami sebut sebagai naskah G ini bernomor ML 676 (W 72). Naskah ini mempunyai tempat tanggal penulisan, yakni 6 Sya’ban 1281, Riau. Lalu, nama penyalin atau pemilik naskah tidak diketahui. Naskah ini berukuran 21 x 33 cm dan mempunyai jumlah halaman 265. Naskah yang terdiri dari 21 baris pada setiap halaman ini, mempunyai ukuran kertas 20,3 x 32 cm dengan ukuran pias kanan 5 cm, pias kiri 2 cm, pias atas 3 cm cm, dan pias bawah 2,7 cm.
14
Selanjutnya, naskah ini memakai bahan kertas Eropa. Aksara yang digunakan adalah Arab Jawi, dan berbahasa Melayu. Kondisi naskah cukup baik. Hal ini terlihat dari susunan kertas yang masih rapi dan hanya sedikit kertas yang patahpatah serta lapuk. Selain itu, tulisanya dapat jelas dibaca karena ditulis dengan tinta hitam yang tebal. Ada rubrikasi pada beberapa halaman naskah yang ditulis dengan tinta merah. Tidak ada iluminasi maupun ilustrasi, tetapi terdapat watermark yang berbentuk singa memegang pedang pada halaman akhir. Naskah H Naskah ML 677 (CS 157) yang penulis sebut sebagai naskah H ini diawali dengan tulisan Wabihi nasta’in billa ala. Naskah yang ditulis dengan huruf Arab Jawi dan berbahasa Melayu ini bertanggal 1865. Selain itu, pada halaman akhir terdapat kolofon yang menyatakan tempat penulisan dan nama pemilik naskah, yaitu Enci Muhasim dari Kampung Kemayoran dan Enci Muhasim dari Kampung Kramat Pulo. Berikut kutipan dari kolofon: “dan yang empunya ini hikayat Enci Muhasim di Kampung Kemayoran Gunung Sahari di belakang dan yang menulis ini hikayat Enci Muhasim di Kampung Kramat Pulo adanya”. Lalu dalam kolofon juga disebutkan waktu penulisannya: “ Tamatlah alam pada dua puluh lima hari bulan Arwah kepada isnen jam pukul lima sore.” Naskah ini berukuran 21 x 32 cm dan berjumlah 284 halaman. Halaman pertama terdiri dari 10 baris, tetapi halaman selanjutnya terdiri dari 19—25 baris. Ukuran kertasnya sendiri 19,5 x 30,7 cm. Pada halaman pertama dan kedua, ukuran pias kanan 4,5 cm, pias kiri 1,2 cm, pias atas 5,7 cm, dan pias bawah 3,5 cm, sedangkan pada halaman selanjutnya ukuran pias kanan 3 cm, pias kiri 1,3
15
cm, pias atas 2,4 cm, dan pias bawah 3,6 cm. Jumlah kuras ± 325 buah dan terdapat garis bayang tipis pada setiap halaman. Selanjutnya, naskah ini berbahan kertas folio. Kondisi naskah cukup memprihatinkan. Kertas sudah agak lapuk dan pada beberapa halaman kertas banyak yang sudah patah-patah sehingga sulit untuk dibaca. Halaman 1—39 kondisi kertas masih lumayan bagus sehingga masih dapat dibaca, tetapi halaman selanjutnya kertas sudah rapuh dan banyak yang patah di bagian tengah. Selain itu, susunan kertas sudah tidak rapi, Beberapa kertas terlepas dari kuras. Kemudian, dalam beberapa halaman naskah terdapat rubrikasi dan cathcword serta garis bayangan tipis. Namun, tidak ditemukan adanya watermark pada awal maupun akhir halaman. Cerita naskah ini dimulai dengan cerita Fatimah dari siria. Tanpa masa prasejarah dari cerita tentang Nur. Kemudian, juga diceritakan tentang kehidupan nabi denga panjang lebar dan sempurna. Naskah I Naskah yang memiliki nomor ML 678 (Br 211) ini penulis sebut sebagai naskah I. Naskah ini bertanggal Krukut 1243. Ukuran naskah tersebut adalah 30 x 18 cm, sedangkan ukuran kertasnya sendiri 29 x 17,8 dengan pias kanan 2,5 cm, pias kiri 1,7 cm, pias atas 2,5 cm, dan pias bawah 2,5 cm. Kemudian naskah ini berjumlah 570 halaman dan setiap baris mempunyai 17 baris. Kondisi naskah tersebut cukup memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari kertasnya yang sebagian sudah lapuk. Pada halaman pertama dan kedua potongan kertas sudah hilang sehingga teks tidak dapat dibaca seutuhnya. Kemudian, pada
16
bagian tengah, beberapa kertas sudah banyak yang patah-patah dan rapuh. Penjilidan naskah pun kurang rapi karena sebagian kertas terlepas dari kurasnya yang berjumlah sekitar 38 kuras. Pada naskah ini terdapat cap kertas yang bertuliskan Gouvernements Eigendom. Di dalam naskah ini tidak terdapat ilustrasi dan juga catchword, tetapi terdapat rubrikasi pada beberapa halaman. Isi naskah ini dimulai dengan pendahuluan barupa kewajiban-kewajiban bagi para pengikut nabi. Selain itu, juga bercerita tentang kelahiran Hasan dan Husen. Selanjutnya, akan dijelaskan juga deskripsi masing-masing naskah HMH yang tersimpan di beberapa negara selain di Indonesia, yaitu: 1. Belanda Di Belanda, naskah HMH tersimpan dalam Catalogus of Malay and Minangkabau Manuscript Volume I) dengan kode Cod.Or.1717. Dalam naskah ini terdapat kolofon yang menunjukkan tarikh penulisannya, yaitu Kamis, 3 Zulkaedah 1236. Naskah ini berukuran 31 x 19 cm dan mempunyai jumlah 25 baris per halaman. Naskah ini ditulis di kertas Belanda. Dalam naskah, ditemukan rubrikasi dan watermark yang bertuliskan PRO PATRIA. 2. Perancis Naskah HMH yang mempunyai kode Mal. Pol. 48 ini tersimpan dalam katalog Manuskrip Melayu di Perancis. Naskah mulai disalin pada hari Jumat, 18 September dan selesai pada hari Sabtu, 4 Januari. Manuskrip ini disalin dari
17
naskah yang ditulis pada 1 Zulkaedah 1144 A.H. [27 April 1732 A.D), tahun ‘alif’. Naskah ini berukuran 28,8 x 21,7 cm dan ditulis di kertas anyaman berwarna putih kekuningan. Tulisan dalam naskah ini menggunakan dakwat hitam dan berukuran besar. Tidak terdapat watermark dan rubrikasi digunakan untuk perkataan tertentu dan nama orang. Selain itu, dalam naskah terdapat kolofon yang bertuliskan “Datang kepada hijrah Nabi Shollallahu alaihi wassalam kepada seribu seratus empat puluh empat. Pada tahun alif kepada sehari bulan Zulkaedah dan dimulai surat ini kepada delapan belas hari bulan Sepetember kepada sehari lima termaktub surat ini kepada empat sehari bulan januari kepada sehari enam tamat al-kalam.” 3. Inggris Di Inggris, tersimpan tujuh naskah HMH dalam katalog Indonesian Manuscripts in Great Britain. Ketujuh naskah itu masing-masing mempunayi kode: a. Add. 12378 Naskah HMH yang berkode Add. 1237 ini berukuran 21 x 15 cm dan ditulis di kertas Cina. Dalam naskah ini terdapat kolofon yang bertuliskan Tengku Kecil bin Tengku Itam. Naskah ini sebagian berbahasa Melayu dan sebagian lagi berbahasa Jawa. Terdapat mikrofilm di Universitas Malaysia dengan nomor 400.
18
b. 3.2.10 Naskah HMH yang berkode 3.2.10 ini berukuran 18,7 x 14 cm dan ditulis di kertas Eropa. Jumlah baris per halaman yaitu 15 baris. Terdapat watermark yang bertuliskan Churchill. Diperkirakan naskah ini ditulis tahun 1935. Naskah HMH ini dimulai dengan cerita perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Pada bagian belakang naskah, terdapat kolofon yang bertuliskan “Tamatlah al-hikayat Makatil Husain dan Muhammad Hanafiyah....”. Mikrofilm dari naskah ini tersimpan di Universitas Leiden dengan nomor FOr. A. r08. c. L1. 6. 5 Naskah HMH ini berukuran 20 x 14,5 cm. Halaman 1—60 naskah ditulis di kertas Eropa, tetapi halaman selanjutnya ditulis di kertas Oriental. Terdapat watermark yang bergambar seperti Briquet dan diperkirakan naskah ditulis tahun 1923. Microfilm dari naskah ini tersimpan di Universitas Leiden dengan nomor For. A. r6c. d. Add. 3801 Naskah HMH ini berukuran 20 x 16 cm dan ditulis di kertas Eropa. HMH ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kehidupan Nabi Muhammad, Hikayat Hasan dan Husain, dan Hikayat Muhammad Hanafiyah. Terdapat watermark yang bertuliskan CONCORDIA no. 158 dan diperkirakan naskah ini ditulis tahun 1935 (Churchill). e. Add 3814 Naskah ini berukuran 17 x 12,5 cm dan ditulis di kertas Eropa yang dibuat tahun 1814. Pada halaman 246, naskah ini berisi cerita tentang kematian
19
Muhammad dan sejarah empat khalifah nabi dan pada halaman 431 bercerita tentang kematian Husain. f. Malay D.5 (I 02673) Naskah ini berukuran 30, 5 x 18,5 cm dan ditulis dengan kertas Cina. Naskah ini merupakan koleksi John Leyden dan ringkasan isinya dapat dilihat di Van der Tuuk (1849). Mikrofilm dari naskah ini tersimpan di Universitas Malaysia dengan nomor 33 I. g. Malay B. 6 (I 02588) Naskah ini berukuran 20 x 14 cm dan ditulis di kertas Cina. HMH ini tertanggal A. H. 1220 [A.D. 1805] dan merupakan koleksi naskah John Leyden. Mikrofilm dari naskah ini terdapat di Universitas Malaysia dengan nomor 329. 2.3 Perbandingan Naskah Untuk perbandingan naskah, penulis hanya membandingkan dua naskah HMH, yaitu naskah ML 446 atau naskah C dan naskah ML 673 (W69) atau naskah D. Penulis tidak memilih naskah lainnya untuk dibandingkan karena ada beberapa masalah teknis, seperti beberapa naskah HMH yang lain tidak dapat diteliti karena kondisinya rusak parah sehingga naskah tidak dapat dikeluarkan dari tempat penyimpanan naskah. Kedua, ada tiga naskah yang tidak mempunyai halaman pertama sehingga penulis tidak dapat mengerti permulaan dari isi teks tersebut. Selain itu, dari sembilan naskah itu hanya dua naskah ini (ML 446 dan W 69) yang mempunyai kesamaan isi cerita sehingga penulis mudah untuk membuat perbandingannya. Oleh karena itu, dari sembilan naskah tersebut, menurut penulis
20
kedua naskah ini lebih baik dari yang lainnya, baik dari segi kondisi fisik maupun isi ceritanya. Perbandingan yang penulis lakukan untuk meneliti apakah ada persamaan dan perbedaan terhadap isi naskah. Pada tahap ini, kedua naskah tersebut hanya dibaca kemudian dicatat semua bagian yang berbeda. Berdasarkan perbedaan yang ada, dapat ditentukan apakah kedua naskah ini masih satu versi yang sama atau tidak. Perbandingan Keterangan Naskah Keterangan mengenai
C
D
(ML 446)
(W 69)
Salam
Bismillahi
Pembuka
rahim.
Wabihi
rahmannir Bismillahi
rahmannir
rahim.
nasta’in Alhamdullilahi robil ‘alamin wal
billahi ‘ala
I-Aqibatu lil I-muttaqin wa shshalatu
wassalamu
‘ala
Rasulullah
shallallahu
‘alaihi
wasallam wa ba’du Penulis
Tidak ada
Tidak ada
Kolofon
Ada (isinya pesan kepada Tidak ada pembaca)
Jumlah baris
10 (hal1 – 2) dan 17 (hal 12 (pada hal 1) dan 19 (hal selanjutnya)
Iluminasi
selanjutnya)
Ada, pada halaman depan Tidak ada dan halaman belakang
Bentuk tulisan
Prosa
Prosa
Dari perbedaan daftar mengenai keterangan naskah di atas, dapat dilihat persamaan dan perbedaan yang muncul dari kedua naskah tersebut. Perbedaan pertama yang muncul ialah pada bagian pembukaan. Terdapat perbedaan yang
21
besar pada permulaan teks. Pada naskah C hanya ditulis Bismillahi rahmannir rahim. Wabihi nasta’in billahi ‘ala, sedangkan naskah D lebih panjang permulaannya, yaitu Bismillahi rahmannir rahim. Alhamdullilahi robil ‘alamin wal I-Aqibatu lil I-muttaqin wa sh-shalatu wassalamu ‘ala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wa ba’du Perbedaan kedua yaitu pada jumlah barisnya. Pada halaman pertama, jumlah baris naskah C lebih sedikit dibanding naskah D. Begitu juga pada halaman selanjutnya, jumlah baris naskah C lebih sedikit daripada naskah D. Hal ini disebabkan oleh adanya iluminasi pada naskah C sehingga halaman pertama jumlah barisnya lebih sedikit, sedangkan naskah D tidak ada iluminasi. Perbedaan berikutnya ialah pada kolofon. Pada naskah C terdapat kolofon di halaman belakang, yaitu berisi pesan untuk pembaca, sedangkan pada naskah D tidak ditemukan kolofon. Selanjutnya, persamaan yang terlihat berdasarkan data di atas ada dua. Kedua naskah tersebut sama-sama tidak tertulis nama penulis atau penyimpan naskah tersebut. Naskah C dan naskah D juga memiliki persamaan dalam hal bentuk tulisan. Kedua naskah tersebut berbentuk prosa. Selanjutnya, akan dipaparkan perbandingan dari kedua naskah berdasarkan episode cerita masing-masing naskah. Perbandingan Naskah C (ML446) dan Naskah D (W 69) Perbedaan
Naskah C
Naskah D
1.Pembukaan Bismillahi rahmannir rahim. Bismillahi
rahmannir
rahim.
Wabihi nasta’in billahi ‘ala. Alhamdullilahi robil ‘alamin wal Ini
hikayat
Rasullullah
ceritera I-Aqibatu lil I-muttaqin wa shShollallahu shalatu
wassalamu
‘ala
22
‘alaihi
wassalam
jadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
peranakan bundanya Aminah wasallam wa ba’du. Kemudian dan peri mengatakan tatkala daripada itu maka inilah hikayat Muhammad itu mengambil baginda Rasul Allah Shollallahu upahan. 2. Asal-usul
‘alaihi wassalam. --
Maka pertama-tama dijadikanlah
nur
Allah Ta’ala cahayaku. Maka
Muhammad
menjadilah nur Muhammad itu terlalu
amat
gemilang
persis
gilang-
cemerlang
rupanya
tersuluh seperti manikam di dalam
kandil
ma’lup
ketergantungan pada kalam 3. Perintah
--
Maka
Allah kepada
firman
kepada
Jibril,
Allah
Ta’ala
“Hai
Jibril
Jibril untuk
pergilah engkau turun ke bumi
turun ke
dan diambilkan Aku hati bumi
bumi
itu.”
4. Cerita
Maka diceritakan oleh yang Alkisah
Fatimah
empunya ceritera. Demikian perkataan mulanya Fatimah
segala
maka
tersebutlah
Fatimah
Syam.
peristiwa Adapun diceritakan orang yang
Syam
duduk empunya hikayat ini, maka ada
membaca Tauratnya. Maka seorang perempuan dari banu dilihatnya dalam Tauratnya Syam terlalu amat ta(h)unya peri
kemuliaan
dan
peri membaca kitab Taurat. Ia yang
kebenaran nur Muhammad melihat di dalam kitab Taurat SAW itu akan dizhohirkan daripada
sifat
cahayanya
Allah SWT ke dunia di tanah Baginda Rasullullah SAW ketika Mekah.
hendak dizhohirkan Allah Azza Wajala.
23
5. Nama tokoh yang
Abdullah Ibnu Abdul
Amir Abdullah
Mutholib
dahinya bercahaya 6. Paras wajah tokoh Abdullah
Maka adalah mukanya itu Ia yang ada pada dahinya suatu bercahaya
seperti
bulan cahaya seperti bintang zohrat
purnama empat belas hari dan rupanya pun terlalu amat bulan
gilang-gemilang elok dan baik parasnya.
cahayanya. 7. Nama
Mekah Baitullah
Mekah Al- Musyrifah
tempat tinggal tokoh Abdullah 8.Perjalanan
Maka Fatimah Syam pun Maka
Fatimah
hampirlah
sampai ia
berapa
membuat
sampailah
ia
kemah
Kalakian
maka
beberapa
lamanya
itu
sampai
antara berjalan dan sampailah Fatimah
lamanya.
Maka Syam di negeri Mekah Al-
ke
Mekah. Musyrifah
kepada
kampung
Fatimah yang termasyur berkatnya itu.
Syam pun berbuat kemah di Maka Fatimah Syam berhentilah luar kota Mekah.
di sini kepada padang di luar Mekah. Setelah itu, maka ia pun mendirikan
kemah
terlalu
tingginya seperti adat kemah orang besar dalam negeri itu. Adapun
tempat
Fatimah
mendirikan kemah itu hampir jalan raya. 9. Fatimah
Maka dilihat oleh Fatimah Setelah menengar demikian itu,
mengucap
Syam pun akan Abdullah itu maka ia pun terlalulah kecintaan
syukur ketika mukanya
amat
gilang- seraya
mengucap
syukur
24
melihat Abdullah
gemilang cahaya nurbuat itu. Allhamdulillahi rabbil ‘alamin. Maka Fatimah syam pun mengucap
Allhamdulillahi
rabbil ‘alamin. 10. Perkataan Maka kata Fatimah Syam Maka ujar Fatimah Syam, “Hai Fatimah
kepada Abdullah, “Hai anak penghulu Arab, adapun hamba
kepada
penghulu
Abdullah
Arab,
bahwa ini datang dari negeri Syam dan
hamba ini datang dari negeri minta
diperhambakan
kepada
Syam bahwa hamba ingin tuan hamba jikalau tuan hamba minta diambil akan istri tuan mau peristrikan hamba ini.” hamba
dan
barang-barang
hamba yang ada daripada segala harta hamba itu hamba persembahkan kepada tuan hamba jikalau tuan hamba mengambil hamba istri tuan hamba.” 11. Perkataan Maka
kata
Abdullah, Maka Amir Abdullah menjawab
Abdullah
“Adapun hamba ini kabul kata Fatimah, “Adapun kami ini
kepada
akan kata tuan hamba itu, daripada bangsa Nabi Allah
Fatimah
tetapi
kami
ini
bangsa Ibrahim dan nasan kami daripada
Ibrahim khalilullah. Barang Nabi Allah Ismail. Maka barang yang kami kerjakan dengan kehendak tuan hamba itu telah setahu bapak kami juga.”
hamba keta(h)uilah dan yang kami ini barang apa-apa. Kami hendak
kerjakan
hendaklah
dengan adanya bapa(k) kami.” 12. Nama
Huji Abdul Mutholib
Huji Abdul Mutholib
ayah Abdullah
25
13. Adegan
--
Daripada suatu riwayat pada
Abdullah
muka
rupanya
Siti
Aminah
dengan Siti
terpandang oleh Amir Abdullah
Aminah
seperti bidadari parasnya. Maka
bercinta
Amir Abdullah naiklah ke rumah lalu masuk ke dalam holut dengan istrinya itu.
14. Perkataan Maka Huji Abdul Mutholib
kata
Huji
Abdul Maka katanya, “Akan tetapi,
Mutholib,“Hai anakku bahwa cahaya itu tiadalah pada dahimu kelihat cahaya yang pada kelihatan lagi wahai buah hati
kepada
dahimu itu telah hilang tiada bapa(k).”
anaknya
lagi.”
(Abdullah) 15. Perasaan Fatimah
Maka Fatimah Syam pun Setelah itu, maka Fatimah Syam segera
keluar
serta pun
segeralah
ketika
terpandang
melihat
Abdullah tiada lagi cahaya Abdullah.
Abdullah
kepada
muka memandang
nurbuat itu. Maka Fatimah cahaya
dahinya tak
Syam
bercahaya
dukacita
hatinya
lagi
menangis
seperti
pun
terlalu
keluar muka
Maka
pada
seraya Amir
dilihatnya
dahinya
Amir
amat Abdullah tiadalah kelihatan lagi. lalu Maka
Fatimah
meng- menangis
Syam
pun
menghampakan
galang-galangkan dirinya ke dirinya. tanah. 16. Perkataan Maka dukacita sayang segala Wahai apalah gerangan aku ini, Fatimah
lelahku,
setelah
peliyarakan, sayang segala dan sayang segala harapku ini
dahinya
tangisnya sekali rasa hatiku, dan sia-sialah aku datang ini
Abdullah
sia-sia sekali lelahku tiadalah kerena tujuh puluh tahunlah
tidak
berguna lelahku tujuh puluh lamanya aku menantikan cahaya
bercahaya
tahunlah aku menantikan dia itu akan sekarang tiadalah aku
sayang
segala wahai sayang sekali lelahku ini
26
lagi 17. Akhir cerita
tiada kuperoleh sertaku. Diceritakan Aminah
bahwa
hamil
perolah. Siti Diceritakan bahwa Siti Aminah
kemudian mengandung seorang anak yang
melahirkan
seorang
anak nantinya akan menjadi nabi akhir
laki-laki,
yaitu
nabi zaman. Kemudian, ketika usia
Muhammad.
Selanjutnya kandungan Siti Aminah sudah
diceritakan kejadian-kejadian enam bulan, Abdullah meninggal setelah
Nabi
Muhammad dunia.
lahir. 18.
Ceritanya
Kelengkapan karena (hlm 1—10)
kurang pada
lengkap Ceritanya lengkap, mulai dari
permulaan terbentuknya nur Muhammad,
langsung masuk ke cerita perintah Allah kepada Jibril, inti. Tidak diceritakan asal- cerita
Fatimah
Syam,
Siti
usul nur Muhammad dan Aminah hamil sampai Abdullah perintah Allah kepada Jibril meninggal dunia. untuk
turun
Kemudian,
ke
cerita
bumi. tentang
Fatimah kurang detil dan tidak ada cerita Abdullah meninggal dunia. Demikianlah uraian perbandingan isi cerita HMH. Dari tabel di atas, dapat dilihat perbedaan dan persamaan yang terdapat dalam kedua naskah HMH, yaitu naskah C dan naskah D. Ternyata, walaupun inti cerita kedua naskah tersebut sama, ada perbedaan baik dalam penulisan kata maupun struktur bahasa. Perbedaan penulisan kata, misalnya, kata bapak dalam naskah C ditulis bapak dan dalam naskah D ditulis bapa. Lalu, kata ketahuilah dalam naskah C ditulis ketahuilah dan dalam naskah D ditulis ketauilah. Kemudian, persamaanya tidak begitu banyak terlihat. Misalnya, nama ayah Abdullah pada kedua naskah sama-
27
sama bernama Huji Abdul Mutholib. Oleh karena itu, kedua naskah tersebut masih dalam satu versi, tetapi mempunyai banyak varian. 2.4 Metode Penyuntingan Untuk membuat edisi teks, dapat digunakan beberapa metode. Pada naskah tunggal, dapat menggunakan edisi diplomatis dan edisi kritis, sedangkan pada naskah yang memiliki jumlah lebih dari satu dapat menggunakan metode penggabung dan landasan. Metode penggabung dipakai apabila nilai dan kualitas semua naskah hampir sama. Edisi teks yang akan disajikan tidak terdapat pada naskah mana pun, melainkan teks baru yang dihasilkan dari gabungan semua naskah. Metode landasan dipakai apabila ada satu atau sekelompok naskah yang menonjol kualitasnya yang akan dijadikan landasan atau dasar teks. Oleh karena itu, kami menggunakan metode landasan untuk penelitian terhadap naskah HSI. Metode yang digunakan dalam meneliti naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah ini adalah landasan. Robson menyebutnya sebagai metode naskah dasar, yaitu salah satu dari sekian banyak naskah dipilih untuk alasan tertentu sebagai naskah terbaik untuk menjadi dasar dari teks itu, sedangkan varian-varian dari naskah lainnya dicatat dalam aparatus kritikus1. Naskah yang dijadikan landasan, yaitu naskah W 69 atau naskah D, sedangkan naskah pembandingnya adalah naskah ML 446 atau naskah C. Naskah D dipilih sebagai landasan karena mempunyai struktur cerita yang lebih lengkap daripada naskah C. Naskah D lebih detil dalam memaparkan cerita sehingga
1
S.O. Robson, Prinsip-prinsip Filologi Indonesia, (Jakarta: RUL, 1994), hlm. 26.
28
diduga—menurut penulis—naskah D lebih dulu dibuat daripada naskah C. Selain itu, berdasarkan watermark, naskah D usianya lebih tua dibanding naskah C. Hal ini karena kertas naskah D dibuat lebih dahulu daripada naskah C. Berdasarkan buku mengenai watermark yang disusun oleh Churchill, kertas naskah D dibuat tahun 1757, sedangkan kertas naskah C tahun 1800. Oleh karena itu, dapat ditentukan bahwa naskah D usianya lebih tua daripada naskah C.
29
BAB III SUNTINGAN TEKS HIKAYAT MUHAMMAD HANAFIYAH
3.1 Ringkasan Teks Ceritanya dimulai dengan penciptaan Nur (cahaya) Nabi Muhammad. Maka Nur Muhammad pun sujud kepada Tuhan lima ribu tahun lamanya. Setelah itu dijadikan pula Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, dan Isa. Maka Jibril pun dititahkan pergi mengambil hati bumi untuk dijadikan lembaga Rasul Allah. Maka lembaga itu turun-menurun sampai kepada Amir Abdullah. Selanjutnya diceritakan kisah Fatimah Syam yang terlalu tahu membaca kitab Taurat. Dilihatnya dalam kitabnya bahwa nabi akhir zaman akan lahir sebagai anak seorang lelaki yang dahinya bercahaya seperti bintang zohrat. Lelaki itu ialah Amir Abdullah. Maka pergilah Fatimah Syam untuk berjumpa dengan Amir Abdullah dan ingin bersuamikan Amir Abdullah. Amir pun bersedia menjadikan Fatimah sebagai istri, tetapi ia harus meminta izin dulu kepada bapaknya. Dalam perjalanan pulang, Amir Abdullah teringat dengan istrinya, Siti Aminah, yang parasnya seperti bidadari. Maka pulanglah Amir ke rumahnya dan berkhalwat dengan istrinya. Setelah berkhalwat dengan istrinya, dengan takdir Allah, cahaya yang ada pada dahinya Amir Abdullah jatuh ke rahimnya Siti Aminah. Kemudian, Fatimah Syam yang melihat bahwa cahaya itu tidak ada lagi di dahinya Amir Abdullah menangis dan putuslah harapannya akan Amir Abdullah itu. Fatimah pun kembali ke negerinya, yaitu bani Syam.
30
Enam bulan kemudian, Amir Abdullah kembali ke rahmatullah. Aminah lalu melahirkan seorang anak lak-laki yaitu nabi akhir zaman. Tatkala nabi lahir itu, segala berhala binasa, api yang menyala padam, dan air laut pun menjadi kering. Mahligai Nursyirwan pun runtuh lalu jatuh ke bumi. Lalu awan putih muncul menjadi pengasuh nabi. Adapun Rasullulah tidak mau menyusui kepada ibunya. Akhirnya, Aminah mencari perempuan tua yang mau menyusui anaknya itu. Halimah, seorang perempuan dari banu Syam bersedia menyusui Rasullulah. Pada suatu hari, saat usia Rasul Allah 12 tahun, dia ditangkap oleh dua orang berpakaian putih. Rasullulah di bawa ke suatu padang dan perutnya dibelah lalu dijahit seperti semula. Anak Halimah yang melihat kejadian itu segera memberitahu ibunya. Mendengar cerita dari anaknya itu, Halimah segera bertanya pada ahli nujum. Akan tetapi, ahli nujum itu justru ingin membunuh Rasullullah. Halimah takut akan ada bahaya yang mengancam Rasullullah itu, lalu ia segera membawa Rasul Allah kepada Abdul Mutholib, kakeknya Rasullullah. Suatu ketika, Abdul Mutholib meninggal dunia. Lalu Nabi Muhammad diasuh oleh pamannya, Abu Tholib. Pada usia delapan belas tahun, Siti Atiqah meminta Abu Tholib untuk mencarikan istri untuk Nabi Muhammad. Namun, Abu Tholib tidak mampu karena dia tidak mempunyai harta untuk ia berikan kepada calon istrinya Muhammad. Kemudian, Atiqah pun mencarikan calon istri untuk Muhammad. Siti Khadjah, seorang janda kaya, melihat Nabi Muhammad sangat tampan langsung terpesona dan ingin menikahinya. Akhirnya mereka menikah dan dari hasil pernikahannya itu mereka diberi empat orang anak, yaitu Zainab, Ruqqayah, Kulthum, dan Fatimah. Lalu, suatu hari, ketika nabi sudah berumur 40
31
tahun, malaikat Jibril datang membawa wahyu dan nabi diajari untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah itu, Nabi mengajari Khadijah untuk membaca dua kalimat syahadat itu. Pada suatu riwayat, Nabi Muhammad melakukan perjalanan Isra Mi’raj. Setelah beberapa lamanya, nabi sakit lalu ia meninggal dunia dalam usia 66 tahun. Lalu, ketika Fatimah sudah besar, Fatimah menikah dengan Ali. Kemudian Ali menikah lagi dengan wanita lain dan menghasilkan seorang anak laki-laki bernama Muhammad Hanafiyah. Muhammad Hanafiyah yang kemudian meneruskan perjuangan Nabi Muhammad untuk membela agama Islam dari musuh-musuhnya. 3.2 Pertanggungjawaban Transliterasi Transliterasi dilakukan sesuai dengan pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Walaupun demikian, ada beberapa hal yang menunjukkan ciri khas kebahasaan dalam teks yang tetap dipertahankan sesuai dengan penulisan dalam naskah. Berikut ini diberikan pedoman transliterasi HMH. a. Huruf kapital digunakan untuk penulisan awal nama diri, gelar, nama tempat, dan permulaan kalimat. b. Kata-kata yang berasal dari bahasa Arab tetap dipertahankan sebagaimana adanya dan untuk penulisannya ditulis dengan huruf miring. Misalnya: Wabihi nasta’in billahi ‘ala. c. Kata ulang di dalam teks ditulis secara konsisten dengan angka dua, dalam transliterasi diubah sesuai dengan ketentuan Pedoman Umum Ejaan yang
32
Disempurnakan. Misalnya: menteri2 ditulis menjadi menteri-menteri, raja2 ditulis menjadi raja-raja, dan lain-lain. d. Huruf /k/ mewakili huruf () ك, () ق, dan ()ع. e. Angka Arab yang terdapat pada sisi kiri transliterasi merupakan penanda nomor halaman naskah. f. Tanda garis miring satu ( / ) digunakan untuk pergantian baris dalam naskah. g. Tanda dua garis miring ( // ) digunakan untuk menunjukkan pergantian halaman dalam naskah. h. Kata atau huruf yang ditambahkan dalam transliterasi ditandai dengan (.....). Misalnya: aya(h)anda, bapa(k), dan lain-lain. i. Tanda kurung siku […] digunakan untuk menghilangkan kata atau huruf. Misalnya: segera[h], bes[y]ar, dan lain-lain. j. Kata yang ditulis dengan huruf tebal merupakan kata yang dianggap akan menimbulkan kesulitan pemahaman. Kata tersebut akan dituliskan dalam daftar kata tak lazim. Untuk menjelaskan maknanya, digunakan beberapa kamus, yaitu: 1. H.C. Klinkert, Nieuw Maleisch—Nederlandsch Handwoordenboek 2. R.J. Wilkinson, A. Malay—English Dictionary 3.3 Transliterasi Hikayat Muhammad Hanfiyah W 69 1
Bismillahir rahmanir rahim Allhamdulillahi robil ’alamin wa I-Aqibatu lil I-muttaqin wa shallatu wa salamu ’ala Rasulillahi sholallahu ’alaihi wassalam wa ba’du. Kemudian daripada itu maka inilah hikayat baginda Rasul Allah sholallahu alaihi wassalam. Sabda nabi sholallahu ’alaihi wa salam. Maka pertama-tama
33
dijadikan Allah Ta’ala cahayaku. Maka menjadilah nur Muhammad itu terlalu amat persis gilang-gemilang cemerlang rupanya tersuluh seperti manikam di dalam kandil ma’lup ketergantung pada kolom. Maka firman Allah Ta’ala demikian, alas tu/ biro bikum artinya bukankah aku Tuhanmu kolu bala. Maka sembah mereka itu, bahwasannya Engkau juga Tuhan kami. Maka nur Muhammad itupun sujud/ mengatakan Tuhan lima ribu 2
tahun dan kiam seribu tahun dan// ruku seribu tahun sebab itulah maka difardukan Allah Ta’ala atas segala hambanya/ dan diturunkan kepada kekasihnya dan pada sekalian umatnya disuruh mengerjakan/ sembayang lima puluh waktu pada sehari semalam. Maka Allah Ta’ala menilik kepada nur/ Muhammad itu dengan tilik yang amat latif menjadikan Nabi Adam da Nabi/ Allah Nuh dan Nabi Allah Ibrahim dan Nabi Musa dan Nabi Isa/ alaihi wassalam. Maka k-t-n yang kedua menjadi ruh segala nabi yang mursalin pada/ keturunan wahyu Jibril itu tiga ratus tiga belas dan k-t-n yang ketiga itu/akan menjadi ruh segala anbia yang sakti dua laksa empat ribu itu tiada keturunan/ wahyu Jibril sekadar ilham juga. Maka k-t-n yang keempat itu menjadi/ ruh segala aulia Allah dan k-t-n yang kelima akan menjadi ruh segala arif. Maka/ k-t-n yang keenam terus daripada tujuh r-t-l bumi dan tujuh r-t-l langit/ dan ya itulah yang pertama diambilkan sebagai baginda Rasullullah shollullahu alaihi wassalam./ Maka firman Allah Ta’ala kepada Jibril, ” Hai Jibril pergilah engkau turun ke bumi dan/ diambilkan aku hati bumi itu.” Maka Jibril pun turunlah ke bumi dan bumi pun/ membelahlah dirinya. Maka kelihatanlah hati bumi itu terlalu amat putih seperti perak/ tersepuh daripada sangat birahinya dengan sukacitanya karna akan menjadi sebagai Nabi Muhammad/ itu. Maka Jibril pun segerahlah menggambil bumi itu setelah sembah. Maka dibawa ialah/ kehadapan Tuhan yang maha tinggi. Setelah itu menjadikan sebagai lembaga Rasul Allah shollallahu alaihi wassalam. Setelah itu maka
3
turunlah kepada Ro’u daripada// Ro’u turun kepada goib daripada goib turun kepada patih daripada patih turun kepada La’u daripada La’u turun kepada tarikh daripada tarikh turun/ kepada
Ro’auh daripada Ro’auh
34
turun kepada Nabi Allah Ibrahim daripada Nabi Allah Ibrahim/ turun kepada Nabi Allah Ismail daripada Nabi Allah Ismail turun kepada Malik Kidam/ daripada Malik Kidam turun kepada Sajab daripada Sajab turun kepada Hamlu daripada/ Hamlu turun kepada Sahail daripada Sahail turun kepda Ham’a daripada Ham’a turun/ kepada Yabit Tis’u daripada Yasbit Tis’u turun kepada Yaharib daripada Yaharib turun/ kepada Tibroh daripada Tibroh turun kepada Mador daripada Mador turun kepada Ilyasin/ daripada Ilyasin turun kepada Ilyas daripada Ilyas turun kepada/ Madrokah daripada Madrokah turun kepada Huzamah daripada Huzamah turun kepada Kinanah/ daripada Kinanah turun kepada Malik daripada Malik turun kepada Kohar daripada Kohar turun kepada/ Ka’ab daripada Ka’ab turun kepada Mu’at daripada Mu’at turun kepada Golib daripada Golib turun kepada Luwi daripada Luwi turun kepada/ Ka’ab daripada Ka’ab turun kepada Mu’at daripada Mu’at turun kepada Kolib daripada/ Kolib turun kepada Kodi daripada Kodi turun kepada Abdul Manaf daripada Abdul/ Manaf turun kepada Hasyim daripada Hasyim turun kepada Abdul Mutholib daripada/ Abdul Mutholib turun kepada Amir Abdullah. Maka ialah yang bercahaya-cahaya seperti bintang/ zohrat yakni bintang timur dan pada suatu riwayat. Adapun muka Amir Abdullah/ itu bercahayacahaya gilang-gemilang seperti bulan empat belas hari bulan serta/ dengan eloknya dan tiadalah seperti mukanya orang di dalam negeri Makhatul 4
Musyrifah// daripada cahayanya itu bahwa sesungguhnya baik juga anaknya Huji Abdullah/ akan tatapan seorang pun tiada sama dengan Amir Abdullah daripada persis/ rupanya dan tiada bandingan itu. Maka termasyurlah elok parasnya Amir Abdu/ llah itu sekalian negeri alam ini/ Alkisah maka tersebutlah perkataan Fatimah Syam. Adapun diceritakan/ orang empunya hikayat ini. maka ada seorang perempuan di Banu Syam terlalu/ amat ta(h)unya membaca kitab Taurat dan bernama Fatimah Syam. Maka termasyurlah/ (h)artanya dan mulianya negeri Syam dan seorang pun tiada yang dan/ ialah yang melihatnya di dalam kitab Taurat daripada sifat cahayanya baginda/ Rasullulah shollullahu alaihi
35
wassalam ketika hendak dizhohirkan Allah Azza Wajala/ akan kekasihnya menjadi nabi akhir zaman ke dalam dunia ini akan menjadi penghulu/ sekalian hambanya dan menunjukkan jalan yang sebenrnya di dalam agama Islam dan/ ia lah nabi kesudahan akan datang kejadian itu. Daripada Abdullah Ibnu Huji/ Abdul Mutholib daripada cucu Hasyim dan cucu Abdul Manaf p-y-t p-d p-d-y. Maka/ Fatimah Syam pun terlalu amat birahi akan ayahanda baginda bani Harzaman. Maka/ di dalam hatinya itu muda(h)-muda(h)an/ dijatuhkan Allah Ta’ala cahaya itu kepada aku ini./ Maka barang dari mana-mana orang hendak berlayar ke sana ke sini. Maka Fatimah Syam pun sudah/ orangnya mengikut dianya pada segenapsegenap negeri akan s-r-h menca[ha]ri dan men(d)egarkan/ ujar orang di mana-mana. Jikalau ada orang seperti di dalam Taurat itu. demikianlah// 5
katanya, ” Jikalau ada kasih dan sayang akan daku lihatlah olehmu orang darpada kaum/ bani Syam yang dicahaya kepada dahinya itu seperti bintang zohrat dan jikalau/ ada muda(h)-muda(h)an dapat maka segerahlah kamu sekalian memberitahu kepada aku karna nabi/ itu pulang sekalian bani akan jadi kepadanya.” Hata maka beberapa lamanya itu maka/ orang pun datanglah membawa [h](k)abar kepadanya mengatakan ada seorang laki-laki daripada/ anak cucunya Bani Hasyim anak Huji Abdullah, penghulu di negeri Mekah/ Al-Musrifah bernama Amir Abdullah dan ia lah yang ada pada dahinya suatu cahaya seperti/ bintang rahar dan rupanya pun terlalu amat elok dan baik parasnya. Barang/ siapa memandang mukanya itu lakilaki atau perempuan sahaya heran akan dirinya./ Setelah Fatimah Syam men(d)egarkan wartanya itu maka ia pun segera(h)lah berlengkapkan hendak/ pergi ke negeri Mekah. Setelah itu, maka mempirlah kepada orangnya dengan katanya, ” Segera(h)lah kamu/ sekalian segala alat katakan pada orang-orang kita semuanya himpunkan/ k-d-n aku hendak segera pergi ke Mekah mencari bapa(k) nabi akhir zaman itu dan jikalau/ bertemu dengan dia sekalian (h)artaku ini aku persembahkan kepadanya dan diriku/ pun sekalian aku serahkan dengan dia peristrikan. Muda(h)-
36
muda(h)an cahaya yang di depan/ dahinya itu k-w-k-r ke dalam rumahku sampai aku peroleh berkatnya di dalam akhirat.” Setelah/ itu maka Fatimah Syam pun berjalanlah ia ke Mekah datang kepada suatu perhentian/ sampai kepada suatu perhentian datang kepada suatu permulaann dan kepada suatu permulaan/ hati. Maka beberapa lamanya itu 6
berjalan dan sampailah Fatimah Syam di negeri Mekah// Al-Musyrifah kepada kampung yang termasyur berkatnya itu. Maka Fatimah Syam pun berhentilah/ di sini kepada padang di luar Mekah. Setelah itu maka ia pun mendirikan himah terlalu tingginya/ seperti adat himah orang besar-besar i dalam negeri Mekah itu. Sebermula adapun/ tempat Fatimah Syam mendirikan himah itu hampir jalan raya dan (a)pabila segala/ ungsir-ungsir di dalam negeri. Maka itu berjalan lalu pulang. Di sanalah ia bahwa Fatimah Syam itu terlalu sekali birahinya di dalam hatinya tiada hanya Amir Abdu/ llah juga dapat hendak melihat cahaya baginda Rasullullah Shollallahu alaihi wassalam/ daripada siang dan malam. Maka tiadalah ia lupa di dalam hatinya. Maka barang siapa orang/ lalu pulang kepada tempat itu maka segera(h) ia dilihatnya kepada mukanya itu. Maka pikirnya Fatimah/ Syam, jikalau akan jadi nabi akhir zaman itu dapat tiada adalah tanda kemuliaan kepada/ dahinya itu dan apabila aku melihat tahulah aku alamatnya kepada orang itu dan/ aku pun h-d mintalah kepadanya serta aku minta peristrikan kepadnya dan aku pun/ ridolah pada bersuamikan akan dia. Nmudah-mudahan cahaya nabi akhir zaman itu k-w-k-r/ kepada aku. Dan pada suatu riwayat maka beberapa lamanya Fatimah Syam itu diam di padang/ Mekah AlMusyrifah itu. Arkian maka adalah kepada suatu hari Amir Abdullah itu/ keluar hendak pergi berburu. Maka ia pun lalu di sana dan berkuda lalu di sisi/ himah Fatimah Syam ada lagi duduk serambi himahnya pada tempat yang keemasan/ di(h)adap oleh segala hamba sahaya dan pada muka itulah dilihatnya seorang laki-laki/ lalu berkuda. Maka terlalu elok parasnya
37
7
seketika dan terlihatlah cahaya yang l-y// itu ada kepada dahinya seperti matahari ba(h)aru terbit kilau-kilauan. Maka Fatimah pun terlalu birahinya daripada melihat paras muka Amir Abdullah itu/ dambaan laki pun hajatnya telah adalah kepada Amir Abdullah itu. Maka Fatimah Syam/ pun segera(h)lah bertanya kepada orangnya, ”Itulah anak penghulu Mekah, namanya Amir Abdullah?” Setelah Fatimah Syam menengar demikian itu, maka ia pun terlalulah kecintaan seraya mengucap/ syukur allhamdullilahi rabbil alamin. Adapun percintaanku selama-lamanya ini telah aku/ perolehlah. Setelah itu, maka Fatimah pun suruh orangnya memanggil Amir Abdullah itu/ dengan katanya, ”Hai penghulu Arab muda(h)an tuan hamba berhenti, akulah tuan hamba himah/ ini.” Setelah Amir Abdullah menengar kata orang itu maka menghelakan kaki/ kudanya lalu berpulang menuju himah Fatimah Syam. Setah sampai lalu ia turun dari/ atas kudanya. Maka lalu ia masuk duduk di luar tirai kelambu yang keemasan dan/ fatimah Syam pun duduklah di dalam kelambu yang tujuh lapis, lalu berkata-kata sendiri/ kepada Amir Abdullah. Maka ujar Fatimah Syam, ”Hai penghulu Arab, adapun hamba ini datang/ dari negeri Syam dan minta diperhambalah kepada tuan hamba. Muda(h)-muda(h)an hendaklah tuan/ hamba apabila akan istri hamba ini dan hamba pun ridolah akan persolehkan tuan hamba./ Syahdan. Maka barang yang di harta hamba bawa ini dengan segala hamba sahaya ini semuanya/ itu aku persembahkan kepada tuan hamba jikalau tuan hamba mau peristrikan hamba ini.” Setelah itu, maka Amir Abdullah menjawab kata Fatimah Syam, katanya ” Adapun kami
8
ini// daripada bangsa Nabi Allah Ibrahim dan nasab kami daripada Nabi Allah Ismail./ Maka barang kehendak tuan hamba itu telah hamba ketauilah dan yang kami ini barang/ apa-apa. Kami hendak kami kerjakan hendaklah dengan adanya bapa(k) kami. Maka dapat/ kami kerjakan dia.” Sebermula adapun kata tuan hamba itu, ”Nantilah dahulu sampai/ hamba memberitahu kepada bapa(k) kami. Maka ridolah dan dapatlah kami mengerjakan dia.” Maka/ ujar Fatimah Syam, ”Sebenar-benarnyalah
38
kata tuan hamba itu karena tuan hamba itu tiada dapat/ melalui kata aya(h)anda itu.” Setelah demikian maka diberi izin oleh Fatimah Syam akan/ dia kembali. Maka Amir Abdullah pun kembalilah dan tiadalah jadinya berburu/ lagi. Setelah itu, maka sampailah ia ke rumahnya. Setelah \Siti Aminah melihat suaminya datang/ itu, maka ia pun segera(h) mengelu-elukan suaminya. Setelah Amir Abdullah melihat istrinya/ duduk di muka pintu itu, maka Amir Abdullah pun qiratlah hatinya memandang istrinya/ seperti akan bidadari dalam s[y]urga. Sebermula adapun Siti Aminah itu anak Wahab/ cucu Abdul Manaf anak kodi akan disediai m-m-ng istri kepadnya itu. daripada/ suatu riwayat pada muka rupanya Siti Aminah terpandang oleh Amir Abdullah seperti bidadari parasnya. Maka Amir Abdullah pun naiklah ke rumahnya lalu masuk ke dalam/ holut dengan istrinya itu. Maka kekarlah himahnya Amir Abdullah kepada rahim Siti Aminah./ Setelah sudah maka ia pun keluar dari dlaam rumahnya itu. Maka lalu ia pergi mandi/ setelah sudah mandi maka ia pun pergilah ke rumah ayah(h)nya, Huji Abdul Mutholib. Setelah/ dilihat oleh aya(h)nya datang itu maka disuruhnya duduk. Maka dilihat 9
oleh aya(h)nya cahaya// itu tiadalah pada dahinya itulah hilanglah. Arkian maka Amir Abdullah pun/ duduklah dekat aya(h)nya. Maka dikatakanlah seperti kata Fatimah Syam itu semuanya. Setelah/
Huji
Abdul menengar kata demikian itu, maka katanya serta ia menengar patih/ akan salahnya. Akan tetapi, cahaya itu tiadalah pada dahimu kelihatan lagi wahai buah hati/ bapa(k). Adapun yang dikehendaki Fatimah Syam cahaya yang ada pada dahinya itu, maka/ cahaya tiadalah kelihatan lagi. Akan tetapi, baik juga engkau pergi mendapatkan/ dia sampai janjimu itu jangan bersalahan. Maka Amir Abdullah pun pergilah kepada/ himah Fatimah Syam itu. Setelah sampai, maka segeralah orangnya Fatimah Syam membari ta(h)u/ kepadanya mengatakan Amir Abdullah itu datang. Syahdan maka Fatimah Syam pun/ terlalu sukacita menengar Amir Abdullah datang, lalu ia berkata dalam hatinya, bahwasannya Amir Abdullah ini tiada berubah janjinya dengan aku. Setelah itu, maka/
39
Fatimah Syam pun segeralah keluar seraya memandang muka Amir Abdullah. Maka dilihatnya/ cahaya pada dahinya Amir Abdullah itu tiadalah
kelihatan
lagi.
Maka
Fatimah
Syam/
pun
menangis
menghampakan dirinya dengan katanya, ” Wahai apalah gerangan aku ini wahai sayang sekali lelahku ini dan sayang segala harapku ini dan siasialah/ aku datang ini karena tujuh puluh tahunlah lamanya aku menantikan cahaya itu akan/ sekarang telah tiadalah aku peroleh.” Setelah itu, maka Fatimah Syam pun menyuruh/ orangnya kepada Amir Abdullah. Demikian katanya, ”Hai penghulu Arab, adapun aku/ harapkan itu cahaya 10
yang pada dahinya tuan hamba itu. Maka kami datang dari banu Syam// [Syam] itu menjalani lima ratus persangka bumi jauhnya perjalanan kami ini/ maka sekarang sampai di negeri Mekah ini. Arkian maka bukannya kami hendakan harta/ karena di banu Syam pun banyak harta orang berharta dan bukannya kami hendakan,/ di banu Syam pun ada juga k-b-d-n dan bukannya kami hendakan orang berbangsa,/ di banu Syam pun ada juga seorang berbangsa dan bukannya kami hendakan orang yang/ baik parasnya, di banu Syam pun ada juga orang yang baik paras dan bukannya/ kami hendakan orang yang mulia, di banu Syam pun ada juga orang yang mulia. Sebermula adapun kami datang ini sembari meninggalkan negeri syam sebab kami menengarkan warta/ cahaya itu karena kekasih Tuhan seru alam sekalian, sebab ada yaitu kepada dahi/ tuan hamba itulah sebabnya. Maka sekarang cahaya itu telang tiadalah kelihatan lagi kepada tuan/ hamba. Maka sekarang kami ini hendaklah kembali ke negeri kami. Setelah sudah Fatimah Syam/ berkatakata, maka kami pun kembali ke banu Syam dan putus harapan dan siasialah/ pinta lelahnya itu. Maka k-s-h-b-l riwayat, adapun diceriatakan olah orang yang empunya ini bahwasannya akan Siti Aminah tatkala sudah khalwat dengan suaminya/ itu maka ia pun hamillah akan nabi akhir zaman dengan tiada ta(h)u akan dirinya hamil./ Maka pada ketika itu datang Halid dan Siti Aminah pun heran akan dirinya/ dan pada masa itu enam bulan lamanya akan mengandung baginda Rasullullah shallallahu
40
alaihi wassalam./ Maka Amir Abdullah pun kembalilah ke rahmatullah ta’ala. Syahdan maka Huji Abdul Mutholib pun hilanglah percintaannya akan anaknya itu karena ia melihat Siti Aminah//
3.4 Daftar kata yang diperkirakan menimbulkan kesalahan pemahaman Dalam naskah HMH, terdapat kata-kata yang sudah tidak lazim lagi digunakan pada masa sekarang sehingga diperkirakan dapat menimbulkan kesulitan pemahaman. Kata-kata itu antara lain adalah aulia, anbia, birahi, dzohir, laksa, penghulu, dan takzim. Masing-masing kata itu memiliki pengertian sebagai berikut. 1. aulia •
saints: man of saintly; orang yang suci, saleh (A Malay-English Dictionary part I: 53)
•
wali; orang yang suci (KBU: 65)
2. anbia •
plural:prophet; the prophets considered collectively; para nabi; rasul (A Malay-English Dictionary part I: 28)
•
nabi; para nabi (KBU: 40)
3. birahi •
strong feelings; passionately in love; rasa suka yang kuat, perasaan cinta (A Malay-English Dictionary part I: 123)
•
birahi
berahi: asyik, cinta; perasaan sangat cinta kasih;
sangat suka (KBU: 123)
41
4. dzohir •
appearence; esoteric or visible; to be born; lahir (A MalayEnglish Dictionary part I: 23)
5. laksa •
hundred thousand; seratus ribu(A Malay-English Dictionary part I: 6 )
•
sepuluh ribu (KBU: 553)
6. penghulu •
headman; kepala, pemimpin (A Malay-English Dictionary part I: 243)
•
kepala; kepala urusan agama Islam; kepala adapt (KBU: 67)
7. takzim •
taadzim: honour; hormat (A Malay-English Dictionary part I: 510 )
•
Amat hormat (KBU: 998)
• hoogachten; huldigen van een vorst; sj madliook; hormat (Nieuw Maleisch Nederlands Woordenback: 265).
42
BAB IV PENJELASAN NASKAH HIKAYAT MUHAMMAD HANAFIYAH
4.1 Kategori Naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah (HMH) merupakan kesusastraan Indonesia lama yang digolongkan ke dalam kategori kesusastraan zaman Islam atau sastra Islam. Menurut Liaw Yock Fang, sastra Islam adalah sastra tentang orang Islam dan segala amal salehnya. Sastra tersebut mempunyai dua ciri yang menonjol, pertama, sebagian besar hasil sastra ini adalah terjemahan atau saduran yang berasal dari bahasa Arab atau Parsi. Kedua, hampir semua hasil karya ini tidak diketahui nama pengarang atau tarikh penulisannya (1991: 204). HMH merupakan naskah yang tergolong sastra Islam. Hal tersebut karena HMH merupakan naskah terjemahan dari bahasa Parsi. Kedua, adanya unsurunsur Islam yang terkandung dalam teks. Unsur-unsur Islam tersebut, seperti pembukaan teks dengan Bismillahir rahmannir rahim, penyebutan nama Allah Taala, penyebutan nama Nabi Muhammad sebagai rasul Allah, penyebutan nama Mekah dan Madinah, dan penyebutan dua kalimat syahadat. Selain itu, isinya juga bercerita tentang seorang pahlawan Islam yang memperjuangkan agama Islam, Muhammad Hanafiyah. 4.2 Ciri-Ciri Naskah HMH Hikayat Muhammad Hanafiyah tergolong ke dalam kesusastraan Islam. HMH terdiri atas tiga bagian, bagian pertama berisi cerita Nabi Muhammad, bagian kedua berisi cerita mengenai Hasan dan Husain, dan bagian ketiga berisi
43
cerita mengenai Muhammad Hanafiyah sebagai pahlawan Islam. Berikut adalah ciri-ciri HMH yang merupakan sastra Islam yang berjenis pahlawan Islam. 1. disadur dari bahasa Parsi ke dalam bahasa Melayu dalam bentuk Arab Jawi. 2.
ceritanya diawali dengan bacaan Al-Quran, yaitu Bismillahi rahmannir rahim. Alhamdullilahi robil ‘alamin wal I-Aqibatu lil Imuttaqin wa sh-shalatu wassalamu ‘ala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wa ba’du
3. tidak diketahui nama pengarangnya dan tarikh penulisannya 4. ceritanya dimulai dengan riwayat Nabi Muhammad SAW. Dari mulai lahirnya nabi Muhammad, masa kanak-kanak Nabi Muhammad, perkawinan Nabi Muhammad sampai wafatnya Nabi Muhammad. Kemudian diteruskan dengan cerita perjuangan Muhammad Hanafiyah untuk memperjuangkan agama Islam 5. terdapat unsur-unsur Islam yang dipergunakan dalam teks, seperti penyebutan nama Allah Ta’ala, penyebutan nama Nabi Muhammad sebagai rasul Allah,
penyebutan nama Mekah dan Madinah, dan
penyebutan dua kalimat syahadat. 4.3 Ahli-ahli yang sudah membicarakan naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah sebagai kesusastraan Indonesia lama pengaruh Islam Banyak ahli yang telah membicarakan pengelompokan hasil kesusastraan Indonesia lama pengaruh Islam. Beberapa ahli di antaranya, adalah Ismail Hamid,
44
Edwar Djamaris, Asdi S. Dipodjojo, dan Liaw Yock Fang. Mereka membagi hasil kesusatraan Indonesia lama pengaruh Islam ke dalam beberapa golongan. Ismail Hamid membagi kesusatraan Melayu lama dari warisan peradaban Islam menjadi delapan golongan, yaitu Hikayat Nabi Muhammad, cerita para Nabi Allah, hikayat para sahabat nabi, hikayat pahlawan Islam, hikayat orang salih, hikayat kaum bangsawan dan raja-raja Islam, hikayat beraneka corak, dan cerita berbingkai (1983:24—112). Edwar Djamaris membagi hasil kesusastraan Indonesia lama pengaruh Islam menjadi enam golongan, yaitu kisah tentang para nabi, hikayat tentang Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, hikayat pahlawanpahlawan Islam, cerita tentang ajaran dan kepercayaan Islam, cerita fiktif, dan cerita mistik atau tasauf (1990: 109—111). Selanjutnya, Asdi S. Dipodjojo mengelompokan kesusatraan Indonesia lama zaman pengaruh Islam menjadi enam golongan, yaitu kesusastraan peralihan dari Hindu ke Islam, hikayat para nabi sebelum Muhammad, hikayat Nabi Muhammad dan para sahabatnya, legende dan pahlawan Islam, kitab pelajaran dan mistik Islam, dan bentuk puisi pada zaman pengaruh Islam (1981: 8—10). Terakhir, Liaw Yock Fang juga membagi sastra Islam ke dalam lima golongan, yaitu cerita Al-Quran, cerita Nabi Muhammad, cerita sahabat Nabi Muhammad, cerita pahlawan Islam, dan sastra kitab (1991:205). Berdasarkan pengelompokan tersebut, Ismail Hamid menggolongkan HMH sebagai hikayat pahlawan Islam (1983: 79). Menurutnya, cerita tentang Ali Muhammad Hanafiyah adalah didasarkan kepada seorang tokoh dalam sejarah Islam, yaitu Muhammad bin al-Hanafiyah, seorang putra Ali bin Abu Talib.
45
Begitu juga dengan Asdi S. Dipodjojo, ia menggolongkan HMH sebagai legende Islam atau pahlawan Islam (1981: 122). Selanjutnya, Edwar Djamaris juga menggolongkan HMH sebagai hikayat tentang pahlawan Islam. Menurut Djamaris, HMH menceritakan seorang pahlawan Islam yang gagah dan perkasa, yaitu Muhammad Hanafiyah (1990: 110). Berbeda dengan Liaw Yock Fang, menurutnya, HMH pada bagian pertama temasuk ke dalam golongan cerita Nabi Muhammad (1991:243). Menurut penulis, Liaw mungkin menggolongkan hikayat tersebut sebagai cerita Nabi Muhammad karena isinya menceritakan riwayat nabi Muhammad. Selain itu, Liaw juga menggolongkan HMH pada bagian ketiga sebagai cerita sahabat Nabi Muhammad. Hal ini karena tokoh Muhammad Hanfiyah dianggapnya sebagai sahabat nabi yang ikut membantu Nabi Muhammad. Selain Liaw, Brakel (1988:137), juga menyatakan bahwa HMH pada bagian pertama mengandung sejarah legenda Nabi Muhammad SAW yang terdiri dari cerita dan kisah yang membentuk biodata Nabi Muhammad SAW seperti yang terdapat dalam babad Arab dan Parsi. 4.4 Tanggapan terhadap naskah Hikayat Muhammad Hanafiyah Berdasarkan pembahasan yang telah penulis uraikan, penulis menggangap naskah ini benar-benar sebagai naskah kesusastraan Indonesia lama yang mendapat pengaruh Islam. Unsur-unsur Islam yang ada dalam teks sangat terasa. Menurut penulis, besar kemungkinan ajaran yang terdapat dalam teks ini dimaksudkan pengarang sebagai media untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam,
46
sehingga secara tidak langsung naskah ini ikut menyebarkan dan menegakkan agama Islam. Dari berbagai pendapat mengenai penggolongan naskah HMH tersebut. Penulis
lebih cenderung menggelompokkan Hikayat Muhammad Hanafiyah
sebagai cerita pahlawan Islam. Hal ini karena HMH menceritakan perjuangan seorang tokoh yang membela agama Islam dari musuh-musuhnya. Tokoh itu bernama Muhammad Hanafiyah. Selain itu, sama seperti yang dikatakan Ismail Hamid (1983: 79). Menurutnya, cerita tentang Ali Muhammad Hanafiyah ini adalah didasarkan kepada seorang tokoh dalam sejarah Islam, yaitu Muhammad bin al-Hanafiyah, seorang putra Ali bin Abu Talib. Dengan demikian jelaslah bahwa Muhammad Hanafiyah merupakan seorang tokoh yang ada dalam sejarah Islam dan bukanlah tokoh rekaan pengarang saja.
47
BAB V PENUTUP
Hikayat Muhammad Hanafiyah (HMH) merupakan naskah kuno yang tersimpan di beberapa negara, yaitu Indonesia, Belanda, Perancis, dan Inggris. Total semua naskah HMH yang tersebar di berbagai tempat tersebut berjumlah 18 buah. Oleh karena itu, naskah HMH termasuk naskah yang jumlahnya lebih dari satu. Dalam makalah ini, naskah yang dijadikan bahan perbandingan adalah naskah HMH yang bernomor ML 446 (naskah C) dan naskah HMH yang bernomor W 69 (naskah D). Dilihat dari perbedaan isi cerita, dapat disimpulkan bahwa naskah D isi ceritanya lebih lengkap daripada naskah C. Selain itu, dari tabel perbandingan diketahui bahwa meskipun kedua naskah isi ceritanya sama, struktur bahasa yang dipaparkan berbeda. Banyak varian yang ditemukan dalam kedua naskah sehingga penulis menganggap kedua naskah itu masih dalam satu versi, tetapi banyak varian. Kemudian, dilihat dari watermark diketahui kertas naskah D lebih dulu dibuat daripada naskah C sehingga dapat dikatakan bahwa naskah D kemungkinan usianya lebih tua daripada naskah C. Kertas naskah D dibuat tahun 1757, sedangkan naskah C tahun 1800. Oleh karena itu, penulis menjadikan naskah D sebagai landasan edisi teks karena usia naskahnya lebih tua. Selanjutnya, naskah HMH tergolong sebagai sastra Islam yang berjenis cerita pahlawan. HMH menceritakan seorang tokoh yang berani memperjuangkan
48
agama Islam dari musuh-musuhnya. Tokoh itu bernama Muhammad Hanafiyah. Selain itu, ada unsur-unsur dan ajaran-ajaran Islam yang sangat kental dalam teks, seperti penyebutan nama Allah Ta’ala, penyebutan nama Nabi Muhammad sebagai rasul Allah, penyebutan nama Mekah dan Madinah, dan penyebutan dua kalimat syahadat.
49
DAFTAR PUSTAKA
Behrend, T.E. 1998. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Brakel, L.F. 1988. Hikayat Muhammad Hanafiyyah. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. Budianta, Melani, dkk. 2006. Membaca Sastra. Magelang: IndonesiaTera. Churchill, W.A. 1935. Watermarks in Paper in Holland, England, France, etc. in The XVII and XVIII Centuries and Their Interconnections. Amsterdam: Mennohertzberger&Co. Dipodjojo, Asdi S. 1981. Kesusasteraan Indonesia Lama pada Zaman Pengaruh Islam. Yogyakarta: Lukman. Djamaris, Edwar. 1990. Menggali Khazanah sastra Melayu Klasik. Jakarta: Balai Pustaka. Hamid, Ismail. 1983. Kesusateraan Melayu Lama dari Warisan Peradaban Islam. Petaling Jaya: Fajar Bakti SDN. Klinkert, E.C. 1947. Nieuw Maleisch-Nederlandsch Woordenboek. Leiden: E.J. Brill. Iskandar, Teuku. 1999. Catalogue of Malay, Minangkabau, and South Sumatran in The Netherlands Volume One. Leiden: Universiteit Leiden. Liaw Yock Fang. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Poerwadarminta, W. J. S. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Ricklefs M.C. dan P. Voorhoeve. 1977. Indonesian Manuscripts in Great Britain. London: Oxford University Press. Robson, S.O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL. Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: Pustaka Jaya.
50
Sutaarga, Amir., dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Wieringa, E.P. 2007. Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts Volume Two. Leiden: Leiden Universiteit Library. Wilkinson, R.J. 1932. A Malay-English Dictionary I&II. Nippon: Daitoa Syuppan Kabusiki Kaisya.
51
SUNTINGAN TEKS HIKAYAT MUHAMMAD HANAFIYAH
MAKALAH
disusun sebagai ujian akhir semester Mata Kuliah Kritik Teks II
oleh
Kinanti Putri Utami (0606085410 )
Program Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
DEPOK 2008
52