MENDIDIK: Jurnal Kajian Pendidikan dan Pengajaran Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Melalui Pembelajaran CORE dan Volume 2, No. 2, Oktober 2016: PagePembelajaran 161-169 Langsung Pada Siswa SMP P-ISSN: 2443-1435 || E-ISSN: 2528-4290
RELAWATI, NURASNI
PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CORE DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA SISWA SMP Relawati1 Nurasni2 ABSTRAK: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematetis siswa sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 9 Muaro Jambi Tahun Ajaran 2014/2015. Pengambilan sampel menggunakan tehnik random sampling dan yang terambil adalah kelas VIII A dan VIII C, dimana kedua kelas sampel ini diberikan perlakuan berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ratarata hasil posttest siswa yang menerapkan model pembelajaran CORE dengan model pembelajaran langsung pada pokok bahasan SPLDV.Dari hasil penelitian yang dilakukan skor rata-rata untuk kelas eksperimen adalah 75,81 dengan simpangan baku 12,02 dan kelas kontrol rata-ratanya 69 dengan simpangan baku 10,13. Serta dari hasil uji hipotesisnya diperoleh thitung yaitu 2,18 dan t tabel yaitu 1,68 pada taraf nyata α yaitu 0,05. Dari hasil perhitungan itu terlihat bahwa thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan hasil akhir dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CORE lebih baik untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa daripada model pembelajaran langsung siswa kelas kelas VIII SMPN 9 Muaro Jambi. Kata Kunci: Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Core dan Model Pembelajaran Langsung.
THE COMPARISON OF MATHEMATICS CONCEPT COMPREHENSION THROUGH CORE LEARNING MODEL AND DIRECT LEARNING AT SMP STUDENTS ABSTRACT: This research has background of low students mathematics concept comprehension ability causing low students achievement. This research is experiment rsearch which has population, students of Class VIII of SMPN 9 Muaro Jambi in 2014/2015 Academic Year. Sampling uses random sampling technique and takes class VIII A and VIII B, where those both classes threated differently. This research aims to investigate the difference of students post-test result average applying CORE learning model and direct learning at SPLDV materials. Referring to the research results, average scores for experimental class is 75,81, standard deviation is 12,02 and the average scores for contolled class is 69, standard deviation is 10,03. Hypothesis test result gained tcount is 2,18 and ttable is 1,68 at margin error α is 0,05. Based on results of counting shows that tcount is higher than ttable, so H0 is refused and H1 is accepted. Based on the last result, it can be concluded that CORE learning model is better to enhance students mathematics concept comprehension ability than direct learning model at Class VIII students of SMPN 9 Muaro Jambi. Keywords : Mathematics Concept Comprehension, CORE Learning Model, Direct Learning Model.
1
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Batanghari Jambi; Email:
[email protected]. 2 Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Batanghari Jambi; Email:
[email protected].
- 161 -
Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Melalui Pembelajaran CORE dan Pembelajaran Langsung Pada Siswa SMP RELAWATI, NURASNI
PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu displin ilmu dalam dunia pendidikan yang memegang peranan penting dalam perkembangan sains dan teknologi. Matematika juga bermanfaat dalam pengembangan berbagai bidang keilmuan yang lain (Afrilianto, 2012: 193). Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah siswa diharapkan mempunyai kemampuan yang baik dalam memahami konsep matematika. Nasution (2009: 164) menyebutkan, “Tanpa konsep, belajar akan sangat terhambat”. Akan sangat sulit bagi siswa untuk menuju ke proses pembelajaran yang lebih tinggi jika ia belum memahami konsep. Pemahaman terhadap konsep-konsep matematika merupakan dasar untuk belajar matematika secara bermakna. Pemahaman terhadap suatu konsep sangat penting dalam proses pembelajaran, akan tetapi belum terlihat dari hasil observasi di kelas VIII SMPN 9 Muaro jambi pada proses pembelajaran di dalam kelas terlihat pembelajaran diawali dengan pemberian materi oleh guru, selanjutnya siswa diberikan contoh soal dan membahasnya dipapan tulis kemudian siswa diberikan latihan. Dalam pembelajaran siswa masih sering menghafal konsep-konsep yang dipelajari tanpa pemahaman yang baik. Sehingga saat diberikan soal yang berbeda dengan contoh soal, siswa mengalami kesulitan dan kadang tidak mampu untuk menyelesaikannya. Dari hasil wawancara kepada guru matematika SMPN 9 Muaro Jambi mengatakan bahwa sebagian besar murid tidak memahami konsep dari materi yang diberikan sehingga masih terjadi banyak kesalahan dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Hal ini dapat dilihat dari jawaban soal ulangan siswa yang masih banyak salah dalam pengerjaannya sehingga hasil dari nilai ulangan mereka masih belum memuaskan. Dilihat dari permasalahan rendahnya kemampuan pemahaman konsep yang dimiliki siswa dan menyadari bahwa selama ini pembelajaran matematika masih berpusat pada guru, maka diperlukan pemilihan suatu model pembelajaran yang dapat membantu untuk meningkatkan potensi siswa dalam memahami konsep yang akan dipelajari. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran CORE. Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran inovatif, model pembelajaran CORE mencakup empat proses didalamnya yaitu : Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending. Setiap proses dalam model pembelajaran CORE dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa, seperti pada tahap connecting guru harus menyampaikan konsep pelajaran lama yang akan dihubungkan dengan konsep pelajaran baru, sehingga secara tidak langsung siswa dituntut harus mengetahui konsep-konsep dari setiap materi pembelajaran, pada tahap Organizing guru dapat mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi ini dilakukan dengan proses diskusi antar siswa, sehingga mereka dapat memahami konsep serta materi yang akan mereka pelajari. Dilihat dari permasalahan rendahnya kemampuan pemahaman konsep yang dimiliki siswa dan menyadari bahwa selama ini pembelajaran matematika masih berpusat pada guru, maka diperlukan pemilihan suatu model pembelajaran yang dapat membantu untuk meningkatkan potensi siswa dalam memahami konsep yang
- 162 -
Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Melalui Pembelajaran CORE dan Pembelajaran Langsung Pada Siswa SMP RELAWATI, NURASNI
akan dipelajari. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran CORE. Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran inovatif, model pembelajaran CORE mencakup empat proses didalamnya yaitu : Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending. Setiap proses dalam model pembelajaran CORE dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa, seperti pada tahap connecting guru harus menyampaikan konsep pelajaran lama yang akan dihubungkan dengan konsep pelajaran baru, sehingga secara tidak langsung siswa dituntut harus mengetahui konsep-konsep dari setiap materi pembelajaran, pada tahap Organizing guru dapat mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi ini dilakukan dengan proses diskusi antar siswa, sehingga mereka dapat memahami konsep serta materi yang akan mereka pelajari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pemahaman konsep matematis antara siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran CORE dengan siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung. Model pembelajaran CORE yaitu model pembelajaran yang mencakup empat aspek kegiatan yaitu: Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending. Menurut Harmsen (Yuniarti: 2013) elemen-elemen tersebut digunakan untuk menghubungkan informasi lama dengan informasi baru, mengorganisasikan sejumlah materi yang bervariasi,mereflesikan segala sesuatu yang siswa pelajari dan mengembangkan lingkungan belajar. Sedangkan menurut Calfee et al (Suyitno, 2013: 35) “Model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending) adalah model diskusi yang dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan dan berpikir reflektif yang memiliki empat tahap pengajaran yaitu Connecting, Organizing, Reflecting, dan Extending.” Connecting (C) merupakan kegiatan mengoneksikan informasi lama dan informasi baru dan antarkonsep. Sehingga diharapkan siswa memperoleh gambaran secara menyeluruh tentang suatu konsep sehingga transfer pengetahuan akan sangat mudah karena konsep-konsep pokok dikembangkan terus-menerus. Organizing (O) merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi. Dalam proses Organizing ini erat kaitannya dengan perencanaan dan pelaksanaan belajar siswa. Diskusi membantu siswa dalam mengorganisasikan pengetahuannya, dalam hal ini Katz dan Nirula (Yuniarti :2013) menyatakan tentang bagaimana seseorang mengorganisasikan ide-ide mereka dan organisasi tersebut membantu untuk memahami konsep. Reflecting (R), reflect secara bahasa berarti think deeply about something and express, artinya siswa memikirkan secara mendalam terhadap konsep yang dipelajarinya. Reflecting merupakan kegiatan memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapat. Pada tahap ini siswa dengan bimbingan guru bersama-sama meluruskan kekeliruan siswa dalam mengorganisasikan pengetahuan mereka. Extending (E) merupakan kegiatan untuk mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan. Proses Extending merupakan tahap akhir dalam pembelajaran model CORE sehingga sangat dipengaruhi oleh proses-proses
- 163 -
Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Melalui Pembelajaran CORE dan Pembelajaran Langsung Pada Siswa SMP RELAWATI, NURASNI
sebelumnya. Pengembangan, memperluas, menggunakan, dan menemukan dilakukan dengan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Langkah-langkah pembelajaran model CORE (Shoimin, 2014: 39) dapat dilihat pada Tabel 1. TABEL 1. Sintaks Model Pembelajaran CORE No
4.
Fase
Peran guru
1.
Pembukaan
2.
Menyampaikan Tujuan
3.
Kegiatan Inti
Kegiatan akhir
Membuka pelajaran dengan kegiatan yang menarik siswa yang berkaitan dengan materi yang diajarkan Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru oleh guru kepada siswa. Proses ini ditandai dengan memberi pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan sebelumnya.(Connecting) a. Pembagian kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang b. Pengorganiasasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Pada tahap ini setiap siswa/kelompok diberi tugas, siswa boleh bertanya kepada guru jika mengalami kesulitan (Organizing) c. Memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapat dan dilaksanakan dalam kegiatan belajar kelompok siswa. Pada tahap ini siswa mengulang apa yang telah didapat pada pengetahuan sebelumnya, kemudian siswa diminta untuk menulis pemahaman awal yang sudah didapat sebelumnya.(Reflecting) Pengembangan, memperluas, menggunakan, dan menemukan, melalui tugas individu dengan mengerjakan tugas. Pada tahap ini siswa diminta mengerjakan soal. Sementara guru berkeliling memantau pekerjaan siswa. Setelah itu salah satu kelompok siswa dari setiap kelompok diminta untuk menampilkan pekerjaannya didepan kelas. (Extending)
Pembelajaran langsung atau direct instruction atau dikenal juga dengan active teaching, penyebutan ini mengacu pada gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas (Suprijono, 2010: 47). Tabel 2 menjelaskan sintak dalam model pembelajaran langsung. TABEL 2. Sintak Model Pembelajaran Langsung Fase-fase Fase 1 : Establishing Set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik Fase 2: Demonstrating Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan Fase 3: Guided Practice Membimbng pelatihan Fase 4: Feed back Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Fase 5: Extended Practice Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.
Perilaku guru Menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, mempersiapkan peserta didik untuk belajar. Mendemonstrasikan keterampilan yang benar, menyajikan informasi tahap demi tahap Merencanakan dan memberi pelatihan awal Mengecek apakah peserta didik telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik. Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari- hari.
- 164 -
Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Melalui Pembelajaran CORE dan Pembelajaran Langsung Pada Siswa SMP RELAWATI, NURASNI
Menurut Kardi S (Setiawan: 2010) model pembelajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar mengajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang tersturktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah. Menurut NTCM (Kesumawati, 2008: 231) untuk mencapai pemahaman yang bermakna maka pembelajaran matematika harus diarahkan pada pengembangan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks diluar matematika. Pemahaman akan tumbuh dan berkembang jika ada proses berpikir yang sistematis dan jelas. Sehingga seyogyanya seseorang pengajar tidak mempersulit yang mudah, melainkan sebaliknya harus mempermudah yang sulit. Indikator kemampuan pemahaman konsep menurut Depdiknas (Wardhani, 2010: 20) adalah: 1) Menyatakan ulang sebuah konsep; 2) Mengklasifikasikan objekobjek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya); 3) Memberikan contoh dan non-contoh dari konsep; 4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; 5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari konsep; 6) Menggunakan prosedur atau operasi tertentu; dan 7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Setiap indikator pencapaian pemahaman konsep ini berlaku tidak saling tergantung, namun antar indikator dapat dikombinasikan. Dengan demikian dapat disusun suatu instrumen penilaian yang sengaja hanya melatih dan mengukur satu indikator, dua indikator serta mengukur dua atau lebih indikator secara bersamaan (Wardhani, 2010: 20). Tabel 3 menjelaskan rubrik penskoran pemahaman konsep. TABEL 3. Rubrik Penskoran Pemahaman Konsep No 0 1 2
3
4
Menyajikan konsep kebentuk representasi matematika Tidak ada jawaban Ada menyajikan konsep kebentuk representasi tidak benar dan tidak lengkap Ada menyajikan konsep kebentuk representasi belum lengkap dan hanya sebagian dinyatakan benar Ada menyajikan konsep kebentuk representasi lengkap tetapi hanya sebagian dinyatakan benar Ada menyajikan konsep kebentuk representasi benar dan lengkap Skor Maksimal 4
Menggunakan prosedur atau operasi tertentu Tidak ada jawaban Ada menggunakan prosedur atau operasi tertentu tidak benar dan tidak lengkap Ada menggunakan prosedur atau operasi tertentu belum lengkap dan hanya sebagian dinyatakan benar Ada menggunakan prosedur atau operasi tertentu lengkap tetapi hanya sebagian dinyatakan benar Ada menggunakan prosedur atau operasi tertentu benar dan lengkap Skor Maksimal 4
Sumber: Dimodifikasi dari M. Jainuri (2014)
- 165 -
Mengaplikasikan Konsep atau algoritma pemecahan masalah Tidak ada jawaban Ada mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah tidak benar dan tidak lengkap Ada mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah belum lengkap dan hanya sebagian dinyatakan benar Ada mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah lengkap tetapi hanya sebagian dinyatakan benar Ada mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah benar dan lengkap Skor Maksimal 4
Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Melalui Pembelajaran CORE dan Pembelajaran Langsung Pada Siswa SMP RELAWATI, NURASNI
Indikator kemampuan pemahaman konsep yang diamati dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam: Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, Menggunakan prosedur atau operasi tertentu, Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Guna mengevaluasi kemampuan pemahaman konsep matematis siswa, dilakukan penskoran terhadap siswa untuk setiap butir soal. METODE Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini dilakukan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas yang diajarkan menggunakan model pembelajaran CORE. Sedangkan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran langsung. Selanjutnya data yang dianalis adalah skor hasil tes akhir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah data yang diperoleh dilakukan analisis data untuk menguji hipotesis dengan membandingkan skor rata-rata nilai siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode statistik yang digunakan adalah uji kesamaan rata-rata dengan uji-t untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini. Sebelum analisis dilakukan terlebih dahulu uji normalitas dan uji homogenitas DISKUSI Penelitian ini dilaksanakan pada sampel yang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas VIII C sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII A sebagai kelas kontrol. Data yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen berjumlah 26 orang dan siswa pada kelas kontrol berjumlah 26 orang keduanya diberi perlakuan berbeda, kelas eksperimen diberi model pembelajaran CORE sedangkan pada kelas kontrol diberi model pembelajaran langsung. Hasil belajar kedua kelas dapat terlihat dalam Tabel 4. TABEL 4. Karakteristik Nilai Hasil Belajar Matematika Siswa Statistik Ukuran Sampel Rata-rata Nilai tertinggi Nilai terendah Simpangan Baku Varians
Kelas Eksperimen 26 75,81 95 52 12,02 144,48
Kelas Kontrol 26 69 90 52 10,13 102,6169
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah siswa kelas eksperimen 26 orang dan jumlah siswa kelas kontrol 26 orang, hasil belajar pada kelas eksperimen lebih tinggi yaitu rata-rata 75,81 dibandingkan kelas kontrol yaitu rata-rata 69. Pada kelas eksperimen nilai terendah siswa yaitu 52 dan nilai tertinggi siswa yaitu 95 dengan varians 144,48. Sedangkan pada kelas kontrol nilai terendah siswa yaitu 52 dan nilai tertinggi siswa yaitu 90 dengan varians 102,6169. Sebelum kita melakukan uji hipotesis kita perlu malakukan uji normalitas dan uji homogenitas hasil belajar matematika kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk
- 166 -
Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Melalui Pembelajaran CORE dan Pembelajaran Langsung Pada Siswa SMP RELAWATI, NURASNI
mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. TABEL 5. Hasil Uji Normalitas Kelas Sampel Kelas Sampel
N
𝜒2hitung
𝜒2tabel α=5%
Eksperimen
26
2,78
7,81
Kontrol
26
2,96
7,81
Kesimpulan Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Dari Tabel 5, terlihat bahwa 𝝌2hitung kedua sampel lebih kecil dari 𝝌2tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas yang bertujuan untuk mengetaui apakah kedua sampel memiliki verains yang sama atau tidak. TABEL 6. Hasil Uji Homogenitas Kelas Sampel Dalam Populasi Varians Kelas Kelas Eksperimen Kontrol 144,48
102,62
Taraf Signifikan
Fhitung
Ftabel
Keterangan
0,05
1,41
1,96
Kedua sampel mempunyai varians yang sama
Pada Tabel 6 terlihat bahwa Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, artinya kedua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen. Pengujian ini bertujuan untuk melihat apakah kemampuan pemahaman konsep matemasis siswa yang diajar melalui model CORE lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang diajarkan melalui model pembelajaran langsung. Pengujian hipotesisnya dilakukan dengan menggunakan uji t, hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak. TABEL 7. Hasil Uji t Kelas Sampel Dk
thitung
ttabel
Kesimpulan
50
2,21
1,68
Tolak H0
Pada Tabel 7 terlihat bahwa thitung yaitu 2,21 lebih besar dari pada ttabel yaitu 1,68 dengan dk 50 maka dapat kita simpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, berarti dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran CORE lebih baik dari pada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang diajarkan model pembelajaran Langsung. Berdasarkan hasil posttest pada pokok bahasan SPLDV, kemampuan pemahaman konsep matematis kelas eksperimen yang diajar melalui model pembelajaran CORE memperoleh rata-rata 75,81 dengan simpangan baku 12,02. Sedangkan kelas kontrol yang diajar melalui model pembelajaran langsung memperoleh rata-rata 69 dan simpangan baku 10,13. Pengujian hipotesis dilakukan
- 167 -
Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Melalui Pembelajaran CORE dan Pembelajaran Langsung Pada Siswa SMP RELAWATI, NURASNI
dengan menggunakan uji t dari data posttest kedua kelas sampel. Uji t dilakukan sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan dan berdasarkan perhitungan statistik diperoleh thitung = 2,21 dengan dk = (n1 + n2 - 2) dan peluang untuk penggunaan daftar distribusi t ialah 0,95 maka didapat hasil thitung = 2,21 > ttabel = 1,68 Hal ini menunjukkan bahwa penerapkan model pembelajaran CORE dapat mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran mengembangkan dan melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep dalam materi pembelajaran serta memberikan pengalaman belajar kepada siswa karena mereka banyak berperan aktif sehingga pembelajaran menjadi bermakna lebih baik untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Hal ini berarti pemahaman konsep matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran CORE lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran langsung pada siswa kelas VIII SMPN 9 Muaro Jambi Tahun Ajaran 2014/2015. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran CORE pada pokok bahasan SPLDV memperoleh nilai rata-rata 75,81 dengan simpangan baku 12,02. Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada kelas kontrol yang diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran langsung pada pokok bahasan SPLDV memperoleh nilai rata-rata 69 dengan simpangan baku 10,13. Dari hasil perhitungan diperoleh thitung yaitu 2,21 lebih besar dari ttabel yaitu 1,67 maka Ho ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CORE lebih baik untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa daripada siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung. REFERENSI Afrilianto. (2012). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Kesumawati, N. (2008). Pemahaman Konsep Matematik Dalam Pembelajaran Matematika. Seminar Nasional Matematika 2008. Nasution, S. (2009). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Setiawan, W. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) Untuk Meningkatkan Pemahaman Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Rekayasa Perangkat Lunak (RPL). Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK). Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
- 168 -
Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Melalui Pembelajaran CORE dan Pembelajaran Langsung Pada Siswa SMP RELAWATI, NURASNI
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suprijono, A. (2010). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Suyitno, A. (2013). Keefektifan Model Pembelajaran CORE berbantuan LKPD terhadap Kreatifitas Matematis Siswa. Unnes journal of mathematics education. Usman, H. & Akbar, P. (2011). Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara Wardhani, S. (2010). Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika di SMP/MTs. PPPPTK Matematika Yogyakarta. Yuniarti, S. (2013). Pengaruh Model CORE Berbasis Konstekstual terhadap Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa. Jurnal STKIP Siliwangi Bandung.
- 169 -