1
PERBANDINGAN EFISIENSI EKOLOGIS PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN Oleh: YUDI WAHYUDIN, S.Pi., M.Si. Peneliti PKSPL – IPB dan sekarang menjabat sebagai Direktur Institute for Applied Sustainable Development (IASD), Indonesia
[email protected] DR. MICHAEL RITTHOFF Peneliti pada Wuppertal Institute for Climate, Environment, Energy, Jerman
[email protected] ABSTRAK Perkembangan aktivitas perikanan yang begitu pesat saat ini bukan berarti tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Persoalan-persoalan terkait seperti over-fishing, by-catch, perusakan habitat, serta pengelolaan perikanan secara keseluruhan merupakan isu utama yang mewarnai perkembangan sektor ini. Perikanan pesisir dinilai paling banyak mengalami over-fishing, sementara perikanan laut lepas masih belum optimal dimanfaatkan. Untuk memberikan rekomendasi pengembangan aktivitas perlu dilakukan kajian yang komprehensif. Salah satu langkah awal adalah kajian mengenai perbandingan efisiensi antara perikanan pesisir dan perikanan lepas pantai. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbandingan efisiensi ekologis pemanfaatan sumberdaya perikanan lepas pantai dan pesisir di Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini menggunakan metode MIPS (Material Input Per Service unit) yang dikembangkan Wuppertal Institute for Climate, Environment, Energy (WI). Hasil perhitungan nilai input material sumberdaya perikanan menunjukkan adanya perbedaan tingkat efisiensi ekologis. Untuk menghasilkan 1 kg ikan segar dari perikanan lepas pantai dan langsung dipasarkan, memerlukan input sumberdaya abiotik sebanyak 0,19 kg, biotik 1,26 kg, air 1,49 kg dan udara 0,03 kg, sedangkan untuk menghasilkan 1 kg ikan segar dari perikanan pantai dan langsung dipasarkan memerlukan input sumberdaya abiotik 0,14 kg, biotik 1,33 kg, air 1,08 kg dan udara 0,04 kg. Secara ratarata untuk menghasilkan 1 kg ikan yang berasal dari perairan lepas pantai diperlukan sumberdaya abiotik 0,35 kg, biotik 1,41 kg, air 2,89 kg dan udara 0,12 kg, sedangkan untuk menghasilkan 1 kg ikan yang berasal dari perairan pantai secara rata-rata memerlukan sumberdaya abiotik sebesar 0,27 kg, biotik 1,34 kg, air 1,95 kg dan udara 0,10 kg. Kata Kunci:
perikanan, ikan, MIPS, ekologis, efisiensi, abiotik, biotik, air, udara, pesisir, laut lepas
ABSTRACT The faster developing of fisheries activities could give some negative impacts for environment. The problems such as over-fishing, by-catch, habitat degradation, and fisheries management could be the main issues that developed with the activities of this sector. Coastal fisheries valued over-fishing, meanwhile high fisheries is not optimally utilized yet. For giving recommandation to develop fishereis need a holistic study. The beginning step is studying the comperazing of ecological efficiency between coastal– and high fisheries. The objective goal of this study is knowing the comperazing of ecological efficiency between coastal– and high fisheries in Sukabumi District. The method use MIPS (Material Input Per Service unit) that developed by Wuppertal Institute for Climate, Environmental, Energy (WI). The result of MIPS calculation show the different of ecological efficiency. For having 1 kg fresh fish from high fisheries and directly saled need the abiotic input 0,19 kg, biotic 1,26 kg, water 1,49 kg and air 0,03 kg, meanwhile for having 1 kg fresh fish from coastal fisheries and directly saled need the abiotic input 0,14 kg, biotic 1,33 kg, water 1,08 kg and air 0,04 kg. Averagely for having 1 kg fish from high fisheries need the material input of abiotic 0,35 kg, biotic 1,41 kg, water 2,89 kg and air 0,12 kg, meanwhile for having 1 kg fish from coastal fisheries need the material input of abiotic 0,27 kg, biotic 1,34 kg, water 1,95 kg and air 0,10 kg. Key words:
fisheries, fish, MIPS, ecological, efficency, abiotic, biotic, water, air, coastal, high sea
Electronic copy available at: http://ssrn.com/abstract=1677504
2
1.
LATAR BELAKANG Perikanan adalah sumberdaya pulih yang tersedia di alam dan beberapa
diantaranya telah dikembangkan manusia melalui budidaya. Perikanan menggunakan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya sebagai material dasar tergantung sektornya masing-masing.
Sumberdaya alam dimaksud termasuk diantaranya adalah spesies
perairan, tanah dan air, sementara sumberdaya lainnya merupakan hasil pengembangan manusia, seperti hatchery (produksi larva), bahan makanan dan pupuk. Pada umumnya keberadaan aktivitas perikanan dikarenakan adanya kebutuhan manusia untuk memperoleh makanan atau karena kebutuhan lainnya, seperti olahraga, rekreasi, sebagai hiasan, atau produk ikan olahan lainnya seperti minyak ikan, tepung ikan dan sebagainya, seperti apa dilakukan oleh industri perikanan yang tidak saja melakukan aktivitas perikanan untuk kebutuhan konsumsi saja, melainkan juga untuk kebutuhan bahan pembuatan minyak ikan, obat, kosmetik, tepung ikan dan sebagainya. Perikanan merupakan sumber terpenting dalam penyediaan protein dunia, bahkan sebagian besar manusia (60 persen) yang hidup di sekitar wilayah pesisir dan sangat tergantung (80 persen) pada aktivitas perikanan, terutama di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, perikanan telah menjelma menjadi salah satu industri yang semakin lama semakin besar dan berkembang dan mampu memberikan pendapatan, terutama bagi masyarakat pesisir, di dalam menyokong dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perikanan tidak saja penting sebagai sumber pendapatan
masyarakat yang hidup di negara-negara berkembang seperti Peru, Indonesia, Chile, India, dan Thailand, akan tetapi juga menjadi salah satu sumber devisa bagi negara maju seperti China, USA, Japan, Russia, dan Norwegia. Kesepuluh negara yang disebutkan di atas merupakan sepuluh negara terbesar penghasil ikan di dunia dan mampu memenuhi kebutuhan ikan dunia lebih dari setengahnya. Kebutuhan dunia akan ikan tercatat sebesar 100 juta ton pada tahun 2002 (FAO, 2004) Berdasarkan data dari badan pangan sedunia (FAO, Food and Agricultural Organization), tercatat pada tahun 2002 produksi perikanan dunia, baik dari hasil penangkapan maupun hasil budidaya, mencapai sekitar 133 juta ton. China merupakan negara penghasil ikan tertinggi sebesar 16,6 juta ton, diikuti kemudian Peru 8,8 juta ton, USA 4,9 juta ton, Indonesia 4,5 juta ton, Japan 4,4 juta ton, Chile 4,3 juta ton, India 3,8 juta ton, Russia 3,2 juta ton, Thailand 2,9 juta ton dan Norwegia 2,7 juta ton.
Electronic copy available at: http://ssrn.com/abstract=1677504
3
Jika diasumsikan bahwa harga rata-rata ikan dunia sebesar US$ 2 per kilogram dan seperempat dari total produksi ikan masing-masing negara dijual di pasar dunia, maka tidaklah mengherankan jika sektor perikanan merupakan salah satu penyumbang devisa cukup menggiurkan, terutama bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia yang mendapat sumbangan devisa sebesar 2,25 milyar dollar USA atau bagi negara maju sekalipun seperti China yang mendapat sokongan devisa sebesar 4,15 milyar dollar USA. Akan tetapi, sesungguhnya perhitungan tersebut tidaklah menunjukkan angka sebenarnya dari nilai kontribusi sektor perikanan terhadap devisa suatu negara. Perkembangan aktivitas perikanan yang semakin pesat dari mulai produksi sampai pemasaran menunjukkan hubungan yang sangat signifikan betapa sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang mampu menggerakkan perekonomian dunia. Sektor perikanan tidak saja hanya terkait dengan produksi ikan semata, melainkan juga bagi sektor lainnya seperti industri perkapalan, industri transportasi, industri pengalengan, industri pendingin, industri pupuk, industri energi dan mineral, industri kosmetik, industri pariwisata, dan sebagainya. Perkembangan aktivitas perikanan yang begitu pesat saat ini bukan berarti tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Persoalan-persoalan terkait seperti over-fishing, by-catch, perusakan habitat akibat penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, serta pengelolaan perikanan secara keseluruhan merupakan isu utama yang mewarnai perkembangan sektor ini. Daerah pesisir yang merupakan daerah fishing ground paling dekat dan produktif merupakan daerah yang paling menerima dampak dan tekanan aktivitas perikanan. Sumberdaya perikanan yang berada di daerah ini paling banyak mengalami over-fishing, sementara perikanan laut lepas masih menyimpan potensi pemanfaatan yang lebih baik, dikarenakan pemanfaatan di wilayah ini masih tergolong layak untuk dikembangkan. Namun demikian, rekomendasi pengembangan aktivitas dari perikanan pesisir menjadi perikanan lepas pantai memerlukan kajian yang komprehensif, sehingga kebijakan ini tidak akan hanya sekedar memindahkan persoalan ekologis wilayah pesisir menjadi persoalan lepas pantai.
Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan kajian
mengenai perbandingan efisiensi antara perikanan pesisir dan perikanan lepas pantai. Dalam makalah ini, disajikan langkah awal untuk melakukan perhitungan efisiensi ekologis dari kedua pemanfaatan sumberdaya ikan di dua daerah penangkapan yang
4
berbeda. Kajian ini ditekankan pada dua alat tangkap yang mewakili kedua daerah fishing ground ini, yaitu alat tangkap bagan yang mewakili perikanan pesisir dan alat tangkap payang yang mewakili alat tangkap lepas pantai. Daerah studi yang menjadi kasus dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat Indonesia. Ruang lingkup kajian perbandingan efisiensi ekologis pemanfaatan sumberdaya perikanan lepas pantai dan pesisir yang meliputi proses produksi, pengolahan dan pemasaran produk perikanan.
Penangkapan Pemasaran Ikan
Ikan Segar
Pengolahan Ikan Produk Ikan Olahan Pengeringan
Konsumen
Pemindangan
Gambar 1. Ruang lingkup kajian perbandingan efisiensi ekologis pemanfaatan perikanan lepas pantai dan pesisir di Kabupaten Sukabumi
2.
TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbandingan efisiensi ekologis
pemanfaatan sumberdaya perikanan lepas pantai dan pesisir di Kabupaten Sukabumi sebagai kajian awal upaya untuk dapat memberikan rekomendasi pemanfaatan sumberdaya perikanan yang lebih efisien secara ekologis dan ramah lingkungan.
3.
METODE Sebuah lembaga penelitian ternama di Jerman yang berorientasi di bidang
penelitian tentang iklim, lingkungan dan energi, yaitu Wuppertal Institute for Climate, Environmental, Energy (WI) mengembangkan sebuah metode penilaian ekologis sebuah
5
produk terhadap lingkungan. Metode ini dinamakan MIPS (Material Input Per Service unit).
MPIS dikembangkan sebagai metode untuk mengestimasi seberapa besar
pengaruh orientasi input terhadap lingkungan yang disebabkan oleh barang atau jasa dari suatu produk.
MIPS mengindikasikan banyaknya sumberdaya (yang disebut
sebagai “material” dalam konsep MIPS ini) digunakan untuk memproduksi suatu barang atau jasa (Ritthoff et al, 2002). Ritthoff et al (2002) mendeskripsikan bahwa perhitungan seberapa besar pengaruh suatu produk terhadap lingkungan dilakukan dengan membuat rantai distribusi barang dan jasa, mulai dari produksi sampai ke tangan konsumen. Pada masing-masing tahapan distribusi, diidentifikasi lima sumber materi yang berbeda, yaitu: (i) sumberdaya abiotik (energi dan mineral, tanah, dsb), (ii) sumberdaya biotik (sumberdaya terbaharui, terkait dengan produksi, seperti tumbuhan, hewan, dsb), (iii) pergerakan bumi (mekanik atau erosi), (iv) sumberdaya air (air permukaan, air mata air, air tanah), dan (v) sumberdaya udara (transpormasi kimia dan físika, dsb). Produk perikanan disinyalir sangat terkait dengan kelima sumber energi yang diperhitungkan dalam MIPS. Contoh paling nampak adalah keterkaitan antara produk perikanan dengan kebutuhan energi, mulai dari produksi awal sampai ke tangan konsumen. Terdapat beberapa tahapan distribusi terkait dengan aktivitas perikanan, seperti produksi, pengolahan, dan pemasaran. Seberapa besar produk perikanan yang terjual akan memberikan pengetahuan terhadap seberapa besar kebutuhan energi terkait dengan aktivitas perikanan yang dilakukan.
4.
PERIKANAN KABUPATEN SUKABUMI Sesuai dengan ruang lingkup penelitian, keragaan perikanan yang ditampilkan
dalam kajian ini adalah aktivitas perikanan yang terkait dengan kegiatan perikanan di Kabupaten Sukabumi. Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi tersebar di beberapa kecamatan pesisir, seperti yaitu Kecamatan Cisolok, Palabuhanratu, Simpenan, Ciemas, Ciracap dan Surade. Kegiatan perikanan tangkap terbesar terletak di Kecamatan Palabuhanratu dan Cisolok, dikarenakan di kedua kecamatan tersebut terdapat dua fasilitas perikanan yang cukup besar, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu di Kecamatan Palabuhanratu dan Pangkalan Pendaratan Ikan Cisolok (PPI) di Kecamatan Cisolok. Kecamatan Palabuhanratu dan Cisolok memang
6
merupakan dua kecamatan di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu yang menjadi pusat fasilitas dan aktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi. Sementara fasilitas perikanan yang terdapat di empat kecamatan lainnya, hanya berstatus Tempat Pelelangan Ikan (TPI), yaitu TPI Simpenan – Simpenan, TPI Ciwaru – Ciemas, TPI Ujung Genteng – Ciracap dan TPI Surade – Surade. Kecamatan Palabuhanratu merupakan kecamatan yang sangat diminati nelayan untuk datang dan mendaratkan serta melelang ikan hasil tangkapannya. Hal ini tidaklah mengherankan, mengingat di wilayah kecamatan ini terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) yang mempunyai kapasitas ruang dan fasilitas lelang yang cukup besar untuk menampung ikan yang didaratkan di PPN ini.
Sebagai sebuah pelabuhan
perikanan bertipe B, PPN Palabuhanratu mampu menampung perahu atau armada perikanan dengan kapasitas di atas 30 GT, sedangkan di tempat pendaratan ikan lainnya tidak lebih dari 15 GT, sehingga tidaklah mengherankan jika ikan yang didaratkan dan dilelang di kecamatan ini sangat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah ikan yang didaratkan dan dilelang di kecamatan-kecamatan lainnya. Jenis ikan yang dominan tertangkap di perairan Kabupaten Sukabumi adalah jenis-jenis: cakalang (Katsuonus pelamis), cucut gergaji (Pritis cuspidiatus), cucut martil (Sphyrna blochii), layang (Decapterus sp.), layaran (Istiophorus orientalis), setuhuk (Makaira sp.), layur (Trichiurus sp.), peperek (Ceiognathus sp.), tembang (Sardinella sp), tongkol ( Auxis thazard), dan tuna (Thunnus sp.). Teknologi penangkapan yang dimiliki nelayan Kabupeten sukabumi, kecuali Kecamatan Palabuhanratu, umumnya belum berkembang dan masih terbilang tradisional. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan kabupaten ini umumnya dilakukan di sekitar perairan artisanal atau pesisir (di bawah 3 mil), terutama di sekitar perairan yang membentuk satu kawasan teluk, seperti Teluk Palabuhanratu, Teluk Ciletuh, dan beberapa teluk yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kedua teluk tersebut. Kegiatan perikanan di sekitar perairan artisanal juga dapat dicerminkan oleh jenis alat tangkap yang digunakan nelayan kabupaten ini, seperti pukat pantai, pancing, anco, bagan dan jala lempar, terkecuali untuk nelayan yang berdomisili usaha di Kecamatan Palabuhanratu yang mempunyai teknologi penangkapan yang lebih berkembang, seperti payang, jaring lingkar, dan beberapa jenis alat tangkap lainnya
7
yang biasa digunakan untuk menangkap tuna dan cakalang, seperti rawai.
Bagan
merupakan alat tangkap dengan daerah operasi di sekitar perairan teluk (pesisir), sedangkan payang merupakan alat tangkap dengan daerah operasi di perairan lepas pantai. Alat tangkap payang yang terdapat di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2004 tercatat sebanyak 120 buah, sedangkan bagan mencapai 230 buah (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi, 2004). Produksi perikanan tangkap payang dan bagan sangat tergantung pada musim penangkapan. Musim puncak penangkapan ikan dengan alat tangkap payang terjadi pada bulan Agustus – Oktober dengan rata-rata produksi mencapai 25 ton per trip, musim peralihan terjadi pada bulan Nopember – Maret dengan rata-rata produksi mencapai 10 ton per trip, dan musim paceklik terjadi pada bulan April – Juli dengan rata-rata produksi mencapai 1 ton per trip. Sedangkan musim puncak penangkapan ikan dengan alat tangkap bagan terjadi pada bulan Juli – Nopember dengan rata-rata produksi mencapai 12 ton per trip, musim peralihan terjadi pada bulan Desember – Maret dengan rata-rata produksi mencapai 5 ton per trip, dan musim paceklik terjadi pada bulan April – Juni dengan rata-rata produksi mencapai 0,6 ton per trip. Adapun rata-rata trip per bulan mencapai 25 kali. Ikan yang didaratkan dan dilelang pada sebagian besar wilayah kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi umumnya masih dalam kondisi segar. Ikan-ikan hasil tangkapan yang didaratkan dan dilelang di PPN, PPI dan TPI di wilayah Kabupaten Sukabumi, selain kemudian dijual dalam keadaan segar di lokasi juga diolah menjadi berbagai macam produk olahan tradisional seperti ikan pindang dan ikan asin. Kecamatan Cisolok merupakan daerah pengolahan ikan yang cukup berkembang di Kabupaten Sukabumi. Di kecamatan ini berkembang berbagai kegiatan deversifikasi produk perikanan, seperti abon ikan, dendeng ikan, kerupuk ikan dan ikan asin, sedangkan aktivitas pengolahan ikan di wilayah kecamatan lain umumnya hanya berkembang pada kegiatan pengolahan ikan pindang dan ikan asin. Jumlah pengolah ikan asin (kering) di daerah ini mencapai sekitar 48 orang, sedangkan pengolah ikan pindang sebanyak 20 orang. Produksi ikan baik dalam bentuk segar dengan menggunakan teknologi ice-box maupun dalam bentuk produk olahan kemudian dipasarkan di pasar lokal dan atau didistribusikan ke daerah lain seperti Kota Bandung, Bogor, Jakarta dan Sukabumi.
8
5.
MATERIAL INPUT AKTIVITAS PERIKANAN
5.1.
Penangkapan Ikan
5.1.1. Laut Lepas Penangkapan ikan di perairan lepas pantai dengan menggunakan alat tangkap payang memerlukan beberapa input material seperti kayu, besi, ikan, blok es, dan bahan bakar minyak (solar, oli dan minyak tanah). Rata-rata alat tangkap payang diperkirakan memerlukan bahan kayu sebesar 75 persen dari total berat armada payang. Perhitungan berat armada diestimasi dengan menggunakan perhitungan sederhana seperti panjang perahu dikali dengan lebar perahu dan tinggi perahu yang berada di bawah permukaan air laut. Panjang perahu payang di Kabupaten Sukabumi rata-rata mencapai 18 meter, lebar mencapai 4 meter dan tinggi perahu di bawah permukaan air laut mencapai 0,75 meter, dengan demikian berat armada payang mencapai 54 ton, sehingga kebutuhan kayu untuk alat tangkap ini mencapai 40,5 ton. Dengan umur teknis mencapai 10 tahun, maka kebutuhan kayu per tahun untuk armada ini mencapai 4,05 ton per tahun per alat tangkap. Selain kayu, armada perikanan payang memerlukan besi yang mencapai lebih kurang 25 persen dari total berat armada, sehingga kebutuhan besi untuk alat tangkap ini mencapai 13,5 ton dan dengan umur teknis yang mencapai 10 tahun, maka kebutuhan per tahun alat tangkap ini adalah 1,35 ton per tahun per alat angkap. Produksi perikanan tangkap payang per tahun mencapai 3.000 ton. Beberapa kebutuhan operasi per trip untuk armada ini diantaranya adalah 3 blok es dengan berat 12,5 kg per blok, 225 liter solar, 8 liter oli dan 43 liter minyak tanah. Dengan rata-rata trip penangkapan sebanyak 300 kali per tahun, maka kebutuhan material untuk operasi penangkapan ikan per alat tangkap adalah sebanyak 11,25 ton es, 67.500 liter solar, 2.400 liter oli dan 12.900 liter minyak tanah. Tabel 1. Input material penangkapan ikan laut lepas No 1 2 3 4 5 6 7
Input Material Kayu (umur teknis 10 tahun) Besi (umur teknis 10 tahun) Ikan Es Solar Oli Minyak Tanah
Sumber : Wahyudin (2005).
Satuan
Per Alat Tangkap
Ton Ton Ton Ton Ton Ton Ton
40,5 13,5 3.000 11,25 67,5 2,4 12,9
Total Armada Per Tahun 486 162 360.000 1.350 8.100 288 1.548
9
5.1.2. Pesisir Seperti halnya penangakapan ikan di perairan lepas pantai, penangkapan ikan di perairan pantai (pesisir) dengan menggunakan alat tangkap bagan juga memerlukan beberapa input material seperti kayu, besi, ikan, blok es, dan bahan bakar minyak (solar, oli dan minyak tanah). Rata-rata alat tangkap bagan diperkirakan memerlukan bahan kayu sebesar 80 persen dari total berat armada bagan. Perhitungan berat armada juga diestimasi dengan menggunakan perhitungan sederhana seperti panjang perahu dikali dengan lebar perahu dan tinggi perahu yang berada di bawah permukaan air laut. Panjang perahu bagan di Kabupaten Sukabumi rata-rata mencapai 11 meter, lebar mencapai 2 meter dan tinggi perahu di bawah permukaan air laut mencapai 0,35 meter, dengan demikian berat armada payang mencapai 7,7 ton, sehingga kebutuhan kayu untuk alat tangkap ini mencapai 6,16 ton. Dengan umur teknis mencapai 10 tahun, maka kebutuhan kayu per tahun untuk armada ini mencapai 0,6160 ton per tahun per alat tangkap.
Selain kayu, armada perikanan bagan juga memerlukan besi yang
mencapai lebih kurang 20 persen dari total berat armada, sehingga kebutuhan besi untuk alat tangkap ini mencapai 1,54 ton dan dengan umur teknis yang mencapai 10 tahun, maka kebutuhan per tahun alat tangkap ini adalah 0,1540 ton per tahun per alat angkap. Produksi perikanan tangkap bagan per tahun mencapai 2.045 ton. Beberapa kebutuhan operasi per trip untuk armada ini diantaranya adalah 2 blok es dengan berat 12,5 kg per blok, 19 liter solar, 1 liter oli dan 4 liter minyak tanah.
Dengan rata-rata trip
penangkapan sebanyak 300 kali per tahun, maka kebutuhan material untuk operasi penangkapan ikan per alat tangkap adalah sebanyak 7,5 ton es, 5.700 liter solar, 300 liter oli dan 1.200 liter minyak tanah. Tabel 2. Input material penangkapan ikan pesisir No 1 2 3 4 5 6 7
Input Material Kayu (umur teknis 10 tahun) Besi (umur teknis 10 tahun) Ikan Es Solar Oli Minyak Tanah
Sumber : Wahyudin (2005).
Satuan
Per Alat Tangkap
Ton Ton Ton Ton Ton Ton Ton
6,16 1,54 2.045 7,5 5,7 0,3 1,2
Total Armada Per Tahun 1.416,8 442,75 470.350 1.725 1.311 69 276
10
5.2.
Pemasaran Ikan Segar
5.2.1. Laut Lepas Ikan segar yang dihasilkan oleh penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang dijual di pasar lokal sebagai input produksi ikan olahan sebanyak 50 persen dari hasil tangkapan, sedangkan 50 persen lainnya dijual dalam bentuk segar ke pasar di Sukabumi, Bogor, Bandung dan Jakarta. Ikan yang dijual di pasar lokal didistribusi melalui jalur transportasi darat dengan menggunakan kendaraan sejenis truk dengan daya angkut kurang dari 2,8 ton dengan jarak lebih kurang 10 kilometer. Angkutan darat sejenis truk ini juga digunakan untuk mendistribusi ikan dari Palabuhanratu ke daerah Sukabumi kota yang berjarak lebih kurang 50 kilometer, Bandung 150 kilometer, Bogor 120 kilometer dan Jakarta 240 kilometer. Tabel 3. Distribusi pemasaran perikanan laut lepas Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6
Daerah Pemasaran Bogor Bandung Jakarta Sukabumi Lokal Ikan segar
Jarak (km) 120 150 240 50 10
Jumlah (ton) 36.000 18.000 108.000 18.000 180.000
Input Material
Satuan
Jumlah
Truk < 2,8 ton Truk < 2,8 ton Semua truk 2,8 ton Truk < 2,8 ton Truk < 2,8 ton
Ton km Ton km Ton km Ton km Ton km Ton
4.320.000 2.700.000 25.920.000 900.000 1.800.000 360.000
Sumber : Wahyudin (2005).
5.2.2. Pesisir Ikan segar yang dihasilkan oleh penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap bagan juga dijual di pasar lokal sebagai input produksi ikan olahan. Ikan yang dijual di pasar lokal dari hasil tangkapan bagan sebanyak 75 persen, sedangkan 25 persen lainnya dijual dalam bentuk segar ke pasar di Sukabumi, Bogor, Bandung dan Jakarta. Tabel 4. Distribusi pemasaran perikanan pantai Tahun 2004 No 1 2 3 4 5 6
Daerah Pemasaran Bogor Bandung Jakarta Sukabumi Lokal Ikan segar
Jarak (km) 120 150 240 50 10
Sumber : Wahyudin (2005).
Jumlah (ton) 49.489 12.372,25 37.116,75 12.372,25 371.167,5
Input Material
Satuan
Jumlah
Truk < 2,8 ton Truk < 2,8 ton Semua truk 2,8 ton Truk < 2,8 ton Truk < 2,8 ton
Ton km Ton km Ton km Ton km Ton km Ton
5.938.680 1.855.837,50 8.908.020 618.612,50 5.938.680 470.350
11
5.3.
Pengolahan Ikan
5.3.1. Laut Lepas Pengolahan perikanan laut lepas dilakukan dengan cara pengeringan dan pemindangan.
Sebagian besar ikan diolah dengan cara pemindangan (70 persen),
sedangkan 30 persen lainnya diolah dengan cara pengeringan. 5.3.1.1. Pengeringan Ikan yang diolah pada proses pengeringan sebanyak lebih kurang 54.000 ton per tahunnya. Proses pengeringan dilakukan dengan cara dijemur hingga kering di bawah sinar matahari di atas galaran yang terbuat dari kayu.
Proses pengeringan ini
diperkirakan membuat produk ikan menciut menjadi sebesar lebih kurang 75 persen atau dengan kata lain menghasilkan produk olahan ikan kering sebanyak 40.500 ton per tahunnya. Untuk melakukan pengeringan ikan asin diperlukan bahan-bahan seperti kayu, garam, air, dan beton. Kayu dibutuhkan sebagai bahan untuk membuat galaran yang akan dipakai untuk menjemur ikan. Garam dan air dibutuhkan untuk merendam ikan dengan air garam, sedangkan beton adalah bahan yang dibutuhkan sebagai wadah perendaman. Tabel 5. Input material pengeringan ikan No 1 2 3 4 5
Input Material Ikan Kayu (umur teknis 10 tahun) Beton (umur teknis 20 tahun) Garam Air
Satuan
Jumlah
Ton Ton Ton Ton Ton
54.000 331,2 108 540 13.500
Jumlah Per Tahun 54.000 33,12 5,9 540 13.500
Sumber : Wahyudin (2005).
5.3.1.2. Pemindangan Ikan yang diolah pada proses pemindangan sebanyak lebih kurang 126.000 ton per tahunnya. Proses pemindangan dilakukan dengan cara merebus hingga ikan hingga matang dalam wadah panci besar yang terbuat dari alluminium di atas tungku dengan bahan bakar kayu. Proses pemindangan ini diperkirakan membuat produk ikan menciut menjadi sebesar lebih kurang 90 persen atau dengan kata lain menghasilkan produk ikan pindang sebanyak 113.400 ton per tahunnya. Untuk melakukan pemindangan ikan diperlukan bahan-bahan seperti kayu, garam, air, aluminium dan beton.
Kayu
dibutuhkan sebagai bahan bakar perebusan ikan. Garam dan air dibutuhkan untuk merebus ikan dengan air garam, alumunium adalah bahan yang dibutuhkan sebagai
12
wadah perebusan, sedangkan beton adalah bahan yang dibutuhkan untuk membuat tungku pemindangan. Tabel 6. Input material pemindangan ikan No 1 2 3 4 5 6
Input Material
Satuan
Jumlah
Ton Ton Ton Ton Ton Ton
126.000 6.240 15 9.450 12.600 0,5
Ikan Kayu Beton (umur teknis 10 tahun) Garam Air Alumunium (umur teknis 5 tahun)
Jumlah Per Tahun 126.000 6.240 1,5 9.450 12.600 0,1
Sumber : Wahyudin (2005).
5.3.2. Pesisir Ikan segar yang berasal dari hasil tangkapan perikanan bagan dan dijual di pasar lokal kemudian diolah menjadi ikan asin (kering).
Proses pengeringan dilakukan
dengan cara dijemur hingga kering di bawah sinar matahari di atas galaran yang terbuat dari kayu. Proses pengeringan ini diperkirakan membuat produk ikan menciut menjadi sebesar lebih kurang 85 persen atau dengan kata lain menghasilkan produk olahan ikan kering sebanyak 315.492.375 kg per tahunnya. Untuk melakukan pengeringan ikan asin (kering) ini diperlukan bahan-bahan pendukung seperti kayu, garam, air, dan beton. Kayu dibutuhkan sebagai bahan untuk membuat galaran yang akan dipakai untuk menjemur ikan. Garam dan air dibutuhkan untuk merendam ikan dengan air garam, sedangkan beton adalah bahan untuk membuat bak yang dibutuhkan sebagai wadah perendaman ikan sebelum dikeringkan. Tabel 7. Input material pengeringan ikan No 1 2 3 4 5
Input Material Ikan Kayu (umur teknis 10 tahun) Beton (umur teknis 20 tahun) Garam Air
Satuan
Jumlah
Ton Ton Ton Ton Ton
371.167,5 331,2 108 37.116,75 92.791,875
Jumlah Per Tahun 371.167,5 33,12 5,9 37.116,75 92.791,875
Sumber : Wahyudin (2005).
5.4.
Pemasaran Ikan Asin (Kering)
5.4.1. Laut Lepas Seperti juga ikan segar, ikan asin (kering) yang diolah dari ikan hasil tangkapan laut lepas dijual ke pasar-pasar di Sukabumi, Bogor, Bandung dan Jakarta. Distribusi juga dilakukan melalui jalur transportasi darat menggunakan kendaraan sejenis truk.
13
Tabel 8. Distribusi pemasaran ikan asin (kering) perikanan laut lepas Tahun 2004 No 1 2 3 4 5
Daerah Pemasaran Bogor Bandung Jakarta Sukabumi Ikan asin (kering)
Jarak (km) 120 150 240 50
Jumlah (ton) 20.250 4.050 8.100 8.100
Input Material
Satuan
Jumlah
Truk < 2,8 ton Truk < 2,8 ton Semua truk 2,8 ton Truk < 2,8 ton
Ton km Ton km Ton km Ton km Ton
2.430.000 607.500 1.944.000 405.000 40.500
Sumber : Wahyudin (2005).
5.4.2. Pesisir Seperti juga ikan segar, ikan asin (kering) yang diolah dari ikan hasil tangkapan bagan dijual ke pasar-pasar di Sukabumi, Bogor, Bandung dan Jakarta. Distribusi juga dilakukan melalui jalur transportasi darat dengan menggunakan kendaraan sejenis truk. Tabel 9. Distribusi pemasaran ikan asin (kering) perikanan pantai Tahun 2004 Daerah Pemasaran 1 Bogor 2 Bandung 3 Jakarta 4 Sukabumi 5 Ikan asin (kering) Sumber : Wahyudin (2005). No
5.5.
Jarak (km) 120 150 240 50
Jumlah (ton) 157.746,1875 31.549,2375 63.098,475 63.098,475
Input Material
Satuan
Jumlah
Truk < 2,8 ton Truk < 2,8 ton Semua truk 2,8 ton Truk < 2,8 ton
Ton km Ton km Ton km Ton km Ton
18.929.542,50 4.732.385,63 15.143.634,00 3.154.923,75 315.492,375
Pemasaran Ikan Pindang Seperti juga ikan segar dan ikan asin (kering), ikan pindang yang diolah dari
ikan hasil tangkapan laut lepas dijual ke pasar-pasar di Sukabumi, Bogor, Bandung dan Jakarta. Distribusi juga dilakukan melalui jalur transportasi darat dengan menggunakan kendaraan sejenis truk. Tabel 10. Distribusi pemasaran ikan pindang perikanan laut lepas Tahun 2004 No 1 2 3 4 5
Daerah Pemasaran Bogor Bandung Jakarta Sukabumi Ikan pindang
Jarak (km) 120 150 240 50
Jumlah (ton) 56.700 11.340 22.680 22.680
Input Material
Satuan
Jumlah
Truk < 2,8 ton Truk < 2,8 ton Semua truk 2,8 ton Truk < 2,8 ton
Ton km Ton km Ton km Ton km
6.804.000 1.701.000 5.443.200 1.134.000 113.400
Sumber : Wahyudin (2005).
6.
PERHITUNGAN NILAI INPUT MATERIAL SUMBERDAYA IKAN Hasil perhitungan nilai input material sumberdaya perikanan menunjukkan
adanya perbedaan tingkat efisiensi ekologis antara sumberdaya perikanan yang berasal
14
dari hasil tangkapan di perairan laut lepas dengan menggunakan alat tangkap payang dan hasil tangkapan di perairan pantai dengan menggunakan alat tangkap bagan. Untuk menghasilkan 1 kg ikan segar dari perikanan lepas pantai dan langsung dipasarkan, memerlukan input sumberdaya abiotik sebanyak 0,19 kg, sumberdaya biotik sebanyak 1,26 kg, sumberdaya air sebanyak 1,49 kg dan sumberdaya udara sebanyak 0,03 kg, sedangkan untuk menghasilkan 1 kg ikan segar dari perikanan pantai dan langsung dipasarkan memerlukan input sumberdaya abiotik sebanyak 0,14 kg, sumberdaya biotik sebanyak 1,33 kg, sumberdaya air sebanyak 1,08 kg dan sumberdaya udara sebanyak 0,04 kg. Secara rata-rata untuk menghasilkan 1 kg ikan yang berasal dari perairan lepas pantai diperlukan sumberdaya abiotik sebesar 0,35 kg, sumberdaya biotik sebesar 1,41 kg, sumberdaya air sebesar 2,89 kg dan sumberdaya udara sebesar 0,12 kg, sedangkan untuk menghasilkan 1 kg ikan yang berasal dari perairan pantai secara rata-rata memerlukan sumberdaya abiotik sebesar 0,27 kg, sumberdaya biotik sebanyak 1,34 kg, sumberdaya air sebanyak 1,95 kg dan sumberdaya udara sebanyak 0,10 kg. Tabel 11. Nilai input material produk perikanan laut lepas No 1 2 3
Jenis produk perikanan Ikan segar Ikan asin (kering) Ikan pindang Rata-rata
Abiotik
Biotik
Air
Udara
0,19 0,34 0,52 0,35
1,26 1,26 1,71 1,41
1,49 3,03 4,14 2,89
0,03 0,15 0,18 0,12
Tabel 12. Nilai input material produk perikanan pantai No 1 2
7.
Jenis produk perikanan Ikan segar Ikan asin (kering) Rata-rata
Abiotik
Biotik
Air
Udara
0,14 0,41 0,27
1,33 1,34 1,34
1,08 2,82 1,95
0,04 0,16 0,10
INTERPRETASI NILAI INPUT MATERIAL Secara umum, tingkat efisiensi ekologis pemanfaatan SDI di perairan laut lepas
lebih kecil dibandingkan dengan tingkat efisiensi ekologis pemanfaatan SDI di perairan pantai. Namun demikian, jika tingkat efisiensi ini dihubungkan dengan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh kedua armada perikanan tersebut, maka tingkat efisiensi ekologis per nelayan dari pemanfaatan SDI di perairan laut lepas jauh lebih efisien dibandingkan dengan pemanfaatan di perairan pantai. Jumlah nelayan yang bekerja
15
pada perikanan payang rata-rata mencapai 20 orang per armada penangkapan, sedangkan pada alat tangkap bagan rata-rata hanya 2 orang per armada penangkapan. Tabel 13. Perbandingan tingkat efisiensi ekologis pemanfaatan sumberdaya perikanan
No 1 2 3 4
Input Sumberdaya Abiotik Biotik Air Udara
Efisiensi Ekologis Per Nelayan
Jenis Pemanfaatan Perairan Pantai (bagan) 0,27 1,34 1,95 0,10
Perairan Lepas Pantai (payang) 0,35 1,41 2,89 0,12
Bagan
payang
0,14 0,67 0,98 0,05
0,02 0,07 0,14 0,01
Secara ekologis, nilai input material ikan ini juga lebih efisien dibandingkan dengan nilai ekologis telur. Menurut Ritthoff et al (2006), 1 kg telur membutuhkan sumberdaya abiotik sebesar 1,15 kg, sumberdaya biotik sebesar 1,98 kg, sumberdaya air sebesar 28,56 kg, sumberdaya udara sebesar 0,25 kg. Nilai input material ikan ini juga jauh lebih efisien secara ekologis jika dibandingkan dengan kebutuhan input yang harus digunakan untuk memproduksi 1 kg daging babi atau daging lainnya. Lebih lanjut Ritthoff et al (2006) menyebutkan bahwa untuk menghasilkan 1 kg daging babi (tanpa dimasak) misalnya dibutuhkan sumberdaya abiotik sebanyak 2,57 kg, sumberdaya abiotik sebanyak 6,89 kg, sumberdaya air sebanyak 62,33 kg dan sumberdaya udara sebanyak 1,01. Tabel 14. Perbandingan nilai ekologis ikan, telur dan daging Jenis Pemanfaatan No
1 2 3 4 5 6
Input Sumberdaya Abiotik Biotik Air Udara Pergerakan tanah Erosi
Sumber : * Ritthoff et al (2006).
Ikan Lepas Pantai 0,27 1,34 1,95 0,10
Ikan Pantai 0,35 1,41 2,89 0,12
Telur *
Daging Babi *
1,15 1,98 28,56 0,25 605,87 0,93
2,57 6,89 62,33 1,01 2967,5 6,51
Daging Lainnya (rata-rata) * 6,53 27,05 269,95 1,68 2677,38 9,55
16
REFERENSI Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Sukabumi. Indonesia.
2004.
Statistik Perikanan.
Ritthoff M, C Kaiser und H Rohn. 2006. Wie viel Natur kostet unsere Nahrung? Ein Beitrag zur Materialinstensität ausgewählter Produkte aus Landwirtschaft und Ernährung. Draft NRW Wuppertal Papers. Wuppertal Institut für Klima, Umwelt und Energie. Wuppertal, Nordrhein Westfalen, Deutschland. 78 Seiten. Ritthoff M, H Rohn und C Liedtke. 2002. MIPS berechnen : Ressourcenproductivität von Produkten und Dienstleitungen. ISBN 3-929933-56-1. Wuppertal Institut für Klima, Umwelt und Energie. Wuppertal, Nordrhein Westfalen, Deutschland. 55 Seiten. Wahyudin Y. 2005. Alokasi optimum sumberdaya perikanan di perairan Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Tesis. Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 169 halaman.
kg kg kg kg kg kg kg
Satuan
0,001350 0,000450 1,000000 0,003750 0,022500 0,000800 0,004300
Volume
1 kg
24,69 1,36 1,22 1,36
0,86 8,14
0,13
0,00 0,00 0,00 0,09 0,03 0,00 0,01
Material Abiotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.1
∑
Bogor (120 km, Tonase<2,8 t) Bandung (150 km, Tonase<2,8 t) Jakarta (240 km, Semua Tonase 2,8 t) Sukabumi (50 km, Tonase <2,8 t) Lokal (10 km, Tonase <2,8 t) Ikan Segar
Material Dasar Produk
0,012000
0,007500
0,072000
0,002500
0,005000
1,000000
ton km
ton km
ton km
ton km
kg
Volume
1 kg
ton km
Satuan
Volume Satuan Data dalam:
0,13
1,34
1,34
0,45
1,34
0,45
0,19
0,13
0,01
0,00
0,03
0,01
0,01
Material Abiotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.1
1,26
0,01 0,00 1,25 0,00 0,00 0,00 0,00
1,26
1,26
1,26
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Material Biotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.2
1,25
5,51
Material Biotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.2
Lampiran 1.2. Perdagangan Ikan Segar dari Laut Lepas Alir Perhitungan: Perdagangan Ikan Segar
∑
Kapal - Kayu - Besi Ikan Blok Es Bensin Oli Minyak Tanah
Material Dasar Produk
Volume Satuan Data dalam:
Lampiran 1.1. Penangkapan Ikan dari Laut Lepas Alir Perhitungan: Penangkapan Ikan
Lampiran 1. Perhitungan Ekologis dari Perikanan Laut Lepas
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Pergerakan Tanah MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.3
0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Pergerakan Tanah MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.3
0,96
11,63
11,63
4,12
11,63
4,12
MI-Faktor kg/Satuan
176,12 9,70 4,30 9,40
10,00 63,70
MI-Faktor kg/Satuan
1,49
0,96
0,06
0,03
0,30
0,09
0,05
Kg/Satuan Jumlah Prod.4
Air
0,96
0,01 0,03 0,00 0,66 0,22 0,00 0,04
Kg/Satuan Jumlah Prod.4
Air
0,00
1,33
1,33
0,14
1,33
0,14
MI-Faktor kg/Satuan
0,34 0,02 0,01 0,02
0,13 0,44
MI-Faktor kg/Satuan
0,03
0,00
0,01
0,00
0,01
0,01
0,00
Udara Kg/Satuan Jumlah Prod.5
0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Udara Kg/Satuan Jumlah Prod.5
17
kg kg kg kg kg
Perdagangan Ikan Segar Kayu Bakar Beton Garam Air Bersih
1,000000 0,000613 0,000109 0,010000 0,250000
Volume
1 kg
0,21
Material Abiotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.1 0,19 0,19 0,86 0,00 1,33 0,00 1,24 0,01 0,01 0,00
∑
Bogor (120 km, Tonase<2,8 t) Bandung (150 km, Tonase<2,8 t) Jakarta (240 km, Semua Tonase 2,8 t) Sukabumi (50 km, Tonase <2,8 t) Ikan Kering
Volume
Material Dasar Produk
0,060000
0,015000
0,048000
0,010000
1,000000
ton km
ton km
ton km
ton km
kg
Satuan
1 kg
Volume Satuan Data dalam:
0,21
1,34
0,45
1,34
1,34
0,34
0,21
0,01
0,02
0,02
0,08
Material Abiotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.1
1,26
1,26
1,26
0,00
0,00
0,00
0,00
Material Biotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.2
1,26
Material Biotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.2 1,26 1,26 5,51 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 1.4. Perdagangan Ikan Kering dari Laut Lepas Alir Perhitungan: Perdagangan Ikan Kering
∑
Satuan
Material Dasar Produk
Volume Satuan Data dalam:
Lampiran 1.3. Pengolahan Ikan Kering dari Laut Lepas Alir Perhitungan: Pengolahan Ikan Kering
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Pergerakan Tanah MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.3
0,00
Pergerakan Tanah MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1,84
11,63
4,12
11,63
11,63
MI-Faktor kg/Satuan
MI-Faktor kg/Satuan 1,49 10,00 3,40 2,30 1,30
3,03
1,84
0,12
0,20
0,17
0,70
Kg/Satuan Jumlah Prod.4
Air
1,84
Kg/Satuan Jumlah Prod.4 1,49 0,01 0,00 0,02 0,33
Air
0,03
1,33
0,14
1,33
1,33
MI-Faktor kg/Satuan
MI-Faktor kg/Satuan 0,03 0,13 0,04 0,02 0,00
0,15
0,03
0,01
0,01
0,02
0,08
Udara Kg/Satuan Jumlah Prod.5
0,03
Udara Kg/Satuan Jumlah Prod.5 0,03 0,00 0,00 0,00 0,00
18
1,000000
0,000012 0,000001 0,075000 0,049524 0,100000
kg kg kg kg kg
Volume
kg
Satuan
1 kg
1,33 18,98 1,24 2,00 0,01
0,19
0,39
0,00 0,00 0,09 0,10 0,00
0,19
Material Abiotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.1
∑
Bogor (120 km, Tonase <2,8 t) Bandung (150 km, Tonase <2,8 t) Jakarta (240 km, Semua Tonase 2,8 t) Sukabumi (50 km, Tonase <2,8 t) Ikan Pindang
Volume
Material Dasar Produk
0,060000
0,015000
0,048000
0,010000
1,000000
ton km
ton km
ton km
ton km
kg
Satuan
1 kg
Volume Satuan Data dalam:
0,39
1,34
0,45
1,34
1,34
0,52
0,39
0,01
0,02
0,02
0,08
Material Abiotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.1
1,71
0,00 0,00 0,00 0,45 0,00
1,26
1,71
1,71
1,71
0,00
0,00
0,00
0,00
Material Biotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.2
9,13
1,26
Material Biotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.2
Lampiran 1.6. Perdagangan Ikan Pindang dari Laut Lepas Alir Perhitungan: Perdagangan Ikan Pindang
∑
Ikan dari Perdagangan Ikan Segar Beton Allumunium Garam Kayu Bakar Air Bersih
Material Dasar Produk
Volume Satuan Data dalam:
Lampiran 1.5. Pengolahan Ikan Pindang dari Laut Lepas Alir Perhitungan: Pengolahan Ikan Pindang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Pergerakan Tanah MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.3
0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00
Pergerakan Tanah MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.3
2,96
11,63
4,12
11,63
11,63
MI-Faktor kg/Satuan
3,40 539,20 2,30 23,60 1,30
1,49
MI-Faktor kg/Satuan
4,14
2,96
0,12
0,20
0,17
0,70
Kg/Satuan Jumlah Prod.4
Air
2,96
0,00 0,00 0,17 1,17 0,13
1,49
Kg/Satuan Jumlah Prod.4
Air
0,06
1,33
0,14
1,33
1,33
MI-Faktor kg/Satuan
0,04 5,09 0,02 0,54 0,00
0,03
MI-Faktor kg/Satuan
0,18
0,06
0,01
0,01
0,02
0,08
Udara Kg/Satuan Jumlah Prod.5
0,06
0,00 0,00 0,00 0,03 0,00
0,03
Udara Kg/Satuan Jumlah Prod.5
19
kg kg kg kg kg kg kg
Satuan
0,000301 0,000094 0,003667 0,002787 0,000147 0,000587 1,000000
Volume
1 kg
0,86 8,14 24,69 2,85 1,22 1,36
0,10
0,00 0,00 0,09 0,01 0,00 0,00 0,00
Material Abiotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.1
1,33
5,51
0,012626
0,003946
0,018939
0,001315
0,007891
ton km
ton km
ton km
ton km
ton km
∑
1,000000
kg
Ikan Segar Bogor (120 km, Tonase <2,8 t) Bandung (150 km, Tonase <2,8 t) Jakarta (240 km, Semua Tonase 2,8 t) Sukabumi (50 km, Tonase <2,8 t) Lokal (10 km, Tonase <2,8 t)
Volume
Satuan
1 kg
Material Dasar Produk
Volume Satuan Data dalam:
1,34
1,34
0,45
1,34
1,34
0,14
0,01
0,00
0,01
0,01
0,02
Material Abiotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.1 0,10 0,10
1,33
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Material Biotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.2 1,33 1,33
1,33
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,33
Material Biotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.2
Anhang 2.2. Perdagangan Ikan Segar dari Perikanan Pantai Alir Perhitungan: Perdagangan Ikan Segar
∑
Perahu - Kayu - Besi Blok Es Besin Öl (Erdöl) Petroleum (Heizöl) Fische
Material Dasar Produk
Volume Satuan Data dalam:
Lampiran 2.1. Penangkapan Ikan dari Perikanan Pantai Alir Perhitungan: Penangkapan Ikan
Lampiran 2. Perhitungan Ekologis dari Perikanan Pantai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Pergerakan Tanah MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.3 0,00
0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Pergerakan Tanah MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.3
11,63
11,63
4,12
11,63
11,63
MI-Faktor kg/Satuan 0,70
10,00 63,70 176,12 14,35 4,30 9,40 0,00
MI-Faktor kg/Satuan
1,08
0,09
0,02
0,08
0,05
0,15
Kg/Satuan Jumlah Prod.4 0,70
Air
0,70
0,00 0,01 0,65 0,04 0,00 0,01 0,00
Kg/Satuan Jumlah Prod.4
Air
1,33
1,33
0,14
1,33
1,33
MI-Faktor kg/Satuan 0,00
0,13 0,44 0,34 0,51 0,01 0,02 0,00
MI-Faktor kg/Satuan
0,04
0,01
0,00
0,00
0,01
0,02
Udara Kg/Satuan Jumlah Prod.5 0,00
0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Udara Kg/Satuan Jumlah Prod.5
20
kg kg kg kg kg
Perdagangan Ikan Segar Bambu Beton Garam Air Bersih
1,000000 0,000089 0,000016 0,100000 0,250000
Volume
1 kg
0,27
Material Abiotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.1 0,14 0,14 0,86 0,00 1,33 0,00 1,24 0,12 0,01 0,00
0,012626
0,003946
0,018939
0,001315
ton km
ton km
ton km
∑
1,000000
kg
ton km
Ikan Kering Bogor (120 km, Tonase <2,8 t) Bandung (150 km, Tonase <2,8 t) Jakarta (240 km, Semua Tonase 2,8 t) Sukabumi (50 km, Tonase <2,8 t)
Volume
Satuan
1 kg
Material Dasar Produk
Volume Satuan Data dalam:
1,34
0,45
1,34
1,34
0,41
0,01
0,02
0,02
0,08
Material Abiotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.1 0,27 0,27
1,34
0,00
0,00
0,00
0,00
Material Biotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.2 1,34 1,34
1,34
Material Biotik MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.2 1,33 1,33 5,51 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 2.4. Perdagangan Ikan Kering dari Perikanan Pantai Alir Perhitungan: Perdagangan Ikan Kering
∑
Satuan
Material Dasar Produk
Volume Satuan Data dalam:
Lampiran 2.3. Pengolahan Ikan Kering dari Perikanan Pantai Alir Perhitungan: Pengolahan Ikan Kering
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Pergerakan Tanah MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.3 0,00
0,00
Pergerakan Tanah MI-Faktor Kg/Satuan kg/Satuan Jumlah Prod.3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
11,63
4,12
11,63
11,63
MI-Faktor kg/Satuan 1,63
MI-Faktor kg/Satuan 1,08 10,00 3,40 2,30 1,30
2,82
0,12
0,20
0,17
0,70
Kg/Satuan Jumlah Prod.4 1,63
Air
1,63
Kg/Satuan Jumlah Prod.4 1,08 0,00 0,00 0,23 0,33
Air
1,33
0,14
1,33
1,33
MI-Faktor kg/Satuan 0,04
MI-Faktor kg/Satuan 0,04 0,13 0,04 0,02 0,00
0,16
0,01
0,01
0,02
0,08
Udara Kg/Satuan Jumlah Prod.5 0,04
0,04
Udara Kg/Satuan Jumlah Prod.5 0,04 0,00 0,00 0,00 0,00
21