5
HUBUNGAN AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN TERHADAP KEBUTUHAN FASILITAS DAN KONDISI KUALITAS HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
ROBBY MULYANA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
HUBUNGAN AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN TERHADAP KEBUTUHAN FASILITAS DAN KONDISI KUALITAS HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
ROBBY MULYANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Hubungan Aktivitas Pendaratan dan Pelelangan Terhadap Kebutuhan Fasilitas dan Kondisi Kualitas Hasil Tangkapan Armada Tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri atas arahan dosen pembimbing Dr. Ir. H. Anwar Bey Pane, DEA dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011 Robby Mulyana
ABSTRAK ROBBY MULYANA, C54103064. Hubungan Aktivitas Pendaratan dan Pelelangan Terhadap Kebutuhan Fasilitas dan Kondisi Kualitas Hasil Tangkapan Armada Tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi aktual aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan, kebutuhan fasilitas terkait kedua aktivitas tersebut baik dari segi jenis maupun jumlah, mengetahui kondisi kualitas hasil tangkapan didaratkan armada tradisional serta hubungan aktivitas pendaratan dan pelelangan terhadap fasilitas terkaitnya di PPS Nizam Zachman Jakarta. Metode yang digunakan adalah metode studi kasus dengan didukung oleh data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner, hasil pengamatan, wawancara dan pengukuran yang dilakukan peneliti sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang dimiliki instansi terkait. Parameter aspek hasil tangkapan dianalisis dengan analisis deskriptif, grafik, scoresheet organoleptik sedangkan aspek fasilitas terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan menggunakan rumus perhitungan kebutuhan fasilitas dan peramalan dengan moving average. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat cara penanganan dan penggunaan alat yang dapat merusak hasil tangkapan dalam proses pendaratan sehingga berpotensi menurunkan nilai kualitasnya. Secara prosedural, pelelangan diatur oleh KUD Mina Muara Makmur, namun pada prakteknya, pelelangan dilakukan dengan sistem “opouw”. Rataan nilai kualitas antara cukup segar hingga segar dengan skala 6,4 hingga 8,5 dari skala organoleptik 1-9. Fasilitas panjang dermaga yang tersedia tahun 2007 masih kurang dari kebutuhan. Panjang dermaga yang tersedia adalah 1.874 m sedangkan kebutuhan panjang dermaga tahun 20102019 diestimasi sebesar 3.219,4 m. Luas gedung TPI yang tersedia adalah 3.367 m2 sedangkan kebutuhan luas gedung TPI berdasarkan estimasi pada tahun 20102019 kebutuhannya sebesar 4.513,5 m2. Fasilitas luas dan kedalaman kolam pelabuhan yang telah tersedia sudah terpenuhi. Kebutuhan luasnya tahun 20102019 sebesar 24.932,4 m2 sedangkan yang tersedia 40.000 m2. Kebutuhan kedalaman kolam pelabuhan sebesar 5,1 m sedangkan yang tersedia 4,5-7,5 m.
Kata kunci : fasilitas, hasil tangkapan, kualitas, pendaratan, pelelangan.
© Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
SKRIPSI
Judul Skripsi : Hubungan Aktivitas Pendaratan dan Pelelangan Terhadap Kebutuhan Fasilitas dan Kondisi Kualitas Hasil Tangkapan Armada Tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta Nama
: Robby Mulyana
NRP
: C54103064
Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Departemen
: Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui: Pembimbing
Dr. Ir. H. Anwar Bey Pane, DEA. NIP: 195410141980031003
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP: 196212231987031001
Tanggal lulus : 28 Oktober 2010
i
KATA PENGANTAR Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Hubungan Aktivitas Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan Terhadap Kebutuhan Fasilitas dan Kondisi Kualitas Hasil Tangkapan Armada Tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan September hingga Desember 2007. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa syukur yang mendalam ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Dr.Ir.H.Anwar Bey Pane, DEA. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya dengan sabar kepada penulis dari pembuatan proposal hingga penulisan skripsi; 2. Kepala kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta beserta staf terkait; 3. Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan DKI Jakarta dan Koperasi Mina Muara Makmur, Muara Baru PPS Nizam Zachman Jakarta beserta staf terkait atas bantuan dan keramahannya; 4. Thomas Nugroho, Spi, M.Si selaku penguji tamu yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan skripsi penulis; 5. Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si. selaku wakil komisi pendidikan yang memberikan masukan dan saran dalam perbaikan skripsi penulis; 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis sehingga terselesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Februari 2011 Robby Mulyana
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1985 dari pasangan bernama Muhammad Nasir dan Mutiah (Almh.), di Kemayoran, Jakarta Pusat, Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis, yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02 Kemayoran, Jakarta Pusat dan lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 93 Gunung Sahari, Jakarta Pusat dan dinyatakan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 68 Jakarta Pusat. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan dan asisten mata kuliah. Organisasi yang pernah diikuti penulis yaitu Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM-TPB) dan Forum Keluarga Muslim FPIK (FKM-C) periode 2003-2004; Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Taekwondo periode 2003-2005;
Himpunan Mahasiswa
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) dan Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (Himapikani) periode 2005-2006; Lembaga Pers dan Penerbitan Majalah (LPPM) biRU FPIK dan Himpunan Mahasiswa Perikanan Tangkap Indonesia (Himpatindo) periode 2006-2008. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Laut pada periode 2004-2005. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Hubungan Aktivitas Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan Terhadap Kebutuhan Fasilitas dan Kualitas Hasil Tangkapan Dari Armada Tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta” di bawah bimbingan Dr. Ir. H. Anwar Bey Pane, DEA.
iii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
ix
1 PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang .............................................................................. Tujuan ........................................................................................... Perumusan Masalah ...................................................................... Manfaat .........................................................................................
1 4 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
Definisi, Fungsi, Peran dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan ...... Aktivitas Kepelabuhan Perikanan ................................................. Fasilitas Pelabuhan Perikanan ....................................................... Kualitas Hasil Tangkapan ............................................................ Armada Tradisional Penangkapan Ikan ........................................ Hubungan Aktivitas Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan Terhadap Fasilitas Terkait ..............................................................
5 9 13 21 22 23
3 METODOLOGI 3.1 3.2 3.3 3.4 4
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... Bahan dan Alat Penelitian ............................................................. Metode Penelitian .......................................................................... Analisis data ..................................................................................
KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah ................................................................ 4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap .............................................
5
6
25 25 25 29
30 41
KONDISI AKTUAL AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 5.1 Aktivitas Pendaratan Hasil Tangkapan .......................................... 5.2 Aktivitas Pelelangan Hasil Tangkapan .........................................
62 70
KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA ...............................................................................................
75
iv
7
KETERSEDIAAN DAN KONDISI KUALITAS HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA 7.1 Ketersediaan Hasil Tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta .. 7.2 Kondisi Kualitas Hasil Tangkapan Armada Tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta ...............................................................
8
9
HUBUNGAN AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN TERHADAP KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA ………………………………….
84 93
97
KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan ................................................................................. 9.2 Saran ................................................................................
106 107
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
108
LAMPIRAN ..............................................................................................
112
v
DAFTAR TABEL Halaman 1 Kelompok aktivitas kepelabuhanan ......................................................
9
2 Jenis, jumlah dan komposisi alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 ..................
50
3 Jumlah frekuensi kapal masuk dan komposisinya berdasarkan kategori ukuran kapal di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 ...................
53
4 Perkembangan jumlah nelayan DKI Jakarta tahun 2000-2006 .............
53
5 Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan per spesies di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 .....................................................
56
6 Ketersediaan hasil tangkapan dominan tuna, tongkol dan tenggiri di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 .........................................
56
7 Ketersediaan hasil tangkapan cukup dominan cakalang, layaran, cumi, cucut dan golok-golok di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 ....
57
8 Volume, nilai dan pertumbuhan produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman tahun 2000-2006 ..........................
60
9 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta ...................................................................................................
83
10 Jenis dan volume hasil tangkapan dominan didaratkan armada tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan September-Desember 2007 .......................................................................................................
85
11 Ketersediaan hasil tangkapan dominan bawal hitam, cumi-cumi, cucut, layaran, tenggiri dan tongkol di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan September-Desember 2007 ....................................................................
88
12 Jenis ikan dominan, rataan panjang, rataan berat individu hasil tangkapan dominan di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan September-Desember tahun 2007 .............................................................................................
91
13 Jenis ikan dominan, kisaran mutu organoleptik, kisaran harga riil per kg hasil tangkapan dominan di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan September-Desember tahun 2007 .........................................................
93
14 Kisaran nilai kualitas sampel hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman bulan September hingga Desember tahun 2007 ....................................
96
15 Proyeksi produksi hasil tangkapan didaratkan PPS Nizam Zachman....
100
16 Resume hubungan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan dengan fasilitas terkait ..........................................................................
104
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagan proses pendaratan hasil tangkapan .............................................
11
2 Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta menurut kota dan kabupaten tahun 2006 .............................................................................................
32
3 Struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta ...................................................................................................
45
4 Struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta .......................................................
47
5 Perkembangan produksi bulanan hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 .
48
6 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPS Nizam Zachman periode 2000-2006 ................................................................................
50
7 Diagram pie komposisi alat tangkap menurut jenis di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 .................................................................
51
8 Grafik perkembangan jumlah nelayan DKI Jakarta periode tahun 2000-2006 ...................................................................................
54
9
Histogram ketersediaan volume produksi bulanan hasil tangkapan dominan dan cukup dominan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 ……………………………………………………
58
10 Grafik perkembangan volume produksi dan nilai produksi di PPS Nizam Zachman tahun 2000-2006 .......................................................
60
11 Aktivitas pembongkaran hasil tangkapan kapal tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 ............................................
64
12 Aktivitas penseleksian hasil tangkapan di atas kapal tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 ............................................
65
13 Fasilitas terkait aktivitas pendaratan hasil tangkapan di dermaga PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a. Keranjang plastik/wadah hasil tangkapan yang digunakan di dermaga pendaratan; b. Papan luncur yang digunakan untuk memindahkan hasil tangkapan armada tradisional dari dek kapal ke lantai dermaga .......................
67
14 Sisi bagian bawah wadah hasil tangkapan yang telah rusak dan berlubang akibat gesekan dengan papan luncur dan lantai gedung TPI .......................................................................................................
68
15 Penyiraman hasil tangkapan dan kondisi kolam pelabuhan dan lantai dermaga di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a. Penyiraman hasil tangkapan dengan air kolam pelabuhan oleh ABK di dermaga pendaratan tradisional;
vii
b. Kolam pelabuhan dan lantai dermaga pendaratan yang kotor dengan sampah dan kotoran sisa pembuangan ceceran ikan .............................
69
16 Aktivitas pengangkutan hasil tangkapan dan fasilitas terkait di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a. Lori-lori yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan yang didaratkan di dermaga pendaratan tradisional; b. Buruh sedang mengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan tradisional ke gedung TPI .............................................
70
17 Aktivitas penimbangan dan penjejeran hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a. Penimbangan hasil tangkapan yang didaratkan oleh armada tradisional di gedung TPI; b. Hasil tangkapan dijejerkan di lantai gedung TPI untuk dilelang ....
73
18 Suasana pelelangan ikan di gedung TPI PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 ............................................................................................
73
19 Kondisi aktivitas pendistribusian hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a. Hasil tangkapan yang akan didistribusikan dari TPI PPS Nizam Zachman Jakarta ke pasar-pasar lokal atau ke luar daerah; b. Hasil tangkapan terjemur matahari saat menunggu didistribusikan dengan menggunakan mobil pick-up ..............................................
75
20
Dermaga PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a. Kondisi jalan dermaga; b. Ceceran ikan di dermaga ......................
77
Kolam pelabuhan PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a. Kolam pelabuhan kotor; b. Sampah di kolam pelabuhan dekat kapal bertambat ..............................................................................
78
22 Sekeliling gedung TPI ditembok sebagian ..........................................
79
23 Penyemprotan gedung Tempat Pelelangan Ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a. Pipa-pipa pemyemprotan; b. Petugas menyemprot lantai TPI dengan selang air ......................................................................
81
24 Fasilitas terkait aktivitas pendaratan hasil tangkapan yang diletakkan di gedung Tempat Pelelangan Ikan PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a. Trays; dan b. Lori disusun di tepi dinding gedung TPI ...................
82
25 Histogram ketersediaan volume produksi bulanan hasil tangkapan dominan yang didaratkan armada tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan September hingga Desember tahun 2007 ......................
86
26 Jenis-jenis hasil tangkapan dominan didaratkan armada tradisional di PPS Nizam Zachman bulan September hingga Desember tahun 2007.
90
27 Nilai harga rata-rata per kilogram hasil tangkapan per spesies dominan bulan September hingga Desember tahun 2007 ...................................
94
21
viii
28 Gambar produksi dan moving average hasil tangkapan didaratkan armada tradisional di PPS Nizam Zachman .........................................
98
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Layout lokasi PPS Nizam Zachman Jakarta ..........................................
114
2 Foto udara PPS Nizam Zachman Jakarta ............................................ ..
115
3 Contoh penghitungan fasilitas terkait pendaratan dan pelelangan ……
116
4 Data produksi hasil tangkapan didaratkan PPS Nizam Zachman tahun 2004-2008 ………………………………………………….…..
119
5 Tabel hasil perhitungan proyeksi produksi hasil tangkapan didaratkan PPS Nizam Zachman tahun 2004-2008 …………….…
121
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas yang terjadi di Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) diawali oleh ada tidaknya hasil tangkapan yang didaratkan di PP/PPI tersebut. Aktivitas yang terjadi di PP/PPI sangat banyak. Aktivitasaktivitas tersebut antara lain berkaitan dengan pendaratan hasil tangkapan, pemasaran, pengolahan, pendistribusian hasil tangkapan dan penyediaan kebutuhan melaut. Aktivitas pendaratan dan pelelangan mempunyai peran penting dalam kaitannya dengan hasil tangkapan. Pendaratan menghasilkan hasil tangkapan yang didaratkan di PP/PPI sedangkan pelelangan berperan mempertemukan penjual (nelayan) dan pembeli (pengolah) dan menjadikan harga hasil tangkapan relatif tinggi bagi nelayan. Aktivitas pendaratan dan pelelangan yang berlangsung di PP/PPI memiliki hubungan erat dengan fasilitas terkait yang mendukungnya. Apabila volume dan frekuensi kedua aktivitas tersebut tinggi maka jenis dan jumlah kebutuhan fasilitas terkait juga tinggi. Bila jenis dan jumlah fasilitas terkait yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan maka kondisi tersebut akan menghambat proses aktivitas pendaratan dan pelelangan. Terhambatnya aktivitas yang berlangsung dapat mengakibatkan penurunan kualitas hasil tangkapan. Fasilitas terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan perlu diteliti karena menentukan adanya aktivitas tersebut termasuk volumenya. Jenis fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan yang bersifat langsung dan vital yaitu dermaga pendaratan, kolam pelabuhan dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Ketiga jenis fasilitas ini mutlak diperlukan di suatu PP/PPI karena mempunyai peranan penting untuk fungsi kepelabuhanan (Lubis, 2006). Berdasarkan rentang waktu yang berjalan, ketiga fasilitas ini perlu diteliti untuk mengetahui apakah ketersediaannya baik dari segi jenis maupun jumlah, masih memenuhi kebutuhan aktivitas terkaitnya atau terjadi kelebihan kapasitas fasilitas. Berdasarkan pengamatan awal peneliti di TPI Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman terdapat beberapa fasilitas
2
yang rusak dan atau tidak berfungsi dengan baik seperti lantai dermaga yang mulai rusak, banyak sampah di kolam pelabuhan, timbangan dan wadah hasil tangkapan yang rusak di TPI. Kondisi kualitas hasil tangkapan di suatu PP/PPI perlu diteliti karena kualitas hasil tangkapan menentukan harga tawar bagi nelayan kepada pembeli dan berkaitan dengan nilai gizi yang terkandung bagi keperluan konsumsi dan bahan baku industri. Bila aktivitas pendaratan dan pelelangan yang dilakukan dengan baik dan berjalan lancar maka akan dapat mempertahankan kualitas hasil tangkapan selama proses aktivitas tersebut, berjalan lancar yakni salah satunya dengan memenuhi kebutuhan fasilitas-fasilitas terkaitnya selain kebutuhan sumberdaya manusia yang berkualitas, adanya sistem/mekanisme pendaratan dan pelelangan dan sumberdaya manusia yang melaksanakannya. Terpenuhinya kebutuhan fasilitas tersebut ditinjau dari segi jenis, jumlah dan kapasitas fasilitasnya sesuai dengan aktivitas yang berlangsung. Hubungan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan terhadap kebutuhan fasilitas perlu diteliti karena banyaknya/ frekuensi aktivitas akan menentukan berapa besar fasilitas yang dibutuhkan agar aktivitas tersebut berjalan baik dan lancar. Berdasarkan laporan tahunan PPS Nizam Zachman tahun 2006, produksi ikan di PPS Nizam Zachman berjumlah 91.126,4 ton pada tahun 2006. PPS Nizam Zachman merupakan salah satu PP tipe A di Indonesia yang memiliki fasilitas lengkap dan memadai, terdapat aktivitas pelelangan khususnya hasil tangkapan yang didaratkan oleh armada tradisional di dermaga barat, potensi produksi hasil tangkapan didaratkan PPS Nizam Zachman cukup besar sehingga pemasarannya tidak hanya lokal tetapi juga untuk daerah lain selain itu diduga di PP ini frekuensi aktivitas pendaratan dan pelelangannya cukup tinggi. Menurut Lubis (2002), ciri-ciri PP tipe A adalah tersedianya lahan seluas 50 ha, melayani kapal-kapal perikanan 100 unit/hari, produksi minimum didaratkan 200 ton/hari, pemasaran nasional dan ekspor, PP diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan 100
3
PP ini beroperasi di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan perairan teritorial, tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri. Untuk mengetahui secara terperinci tentang bagaimana hubungan-hubungan yang terjadi antara aktivitas pendaratan dan pelelangan terhadap fasilitas terkaitnya serta kondisi kualitas hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman maka perlu dilakukan penelitian mengenai hal tersebut.
1.2 Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1) Mengetahui kondisi aktual aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan armada tradisional di PPS Nizam Zachman 2) Mengetahui kondisi kualitas hasil tangkapan armada tradisional di PPS Nizam Zachman 3) Mengetahui kebutuhan fasilitas terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan baik dari segi jenis maupun jumlah fasilitas (dermaga pendaratan, kolam pelabuhan dan tempat pelelangan ikan/TPI) 4) Mengetahui hubungan antara aktivitas pendaratan dan pelelangan terhadap fasilitas terkait
1.3 Perumusan Masalah Perumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1) Belum diketahuinya kondisi aktual aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan armada tradisional di PPS Nizam Zachman 2) Belum diketahuinya kondisi kualitas hasil tangkapan armada tradisional di PPS Nizam Zachman 3) Belum diketahuinya kebutuhan fasilitas terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan baik dari segi jenis maupun jumlah fasilitas (dermaga pendaratan, kolam pelabuhan dan tempat pelelangan ikan/TPI) 4) Belum diketahuinya hubungan antara aktivitas pendaratan dan pelelangan terhadap fasilitas terkait
4
1.4 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Sebagai informasi/masukan bagi instansi terkait seperti Ditjend Perikanan Tangkap, Dinas Perikanan DKI Jakarta, pengelola pelabuhan dalam rangka pengembangan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman 2) Sebagai masukan bagi pengusaha, pedagang, maupun pengolah hasil perikanan yang ingin menginvestasikan usahanya di PPS Nizam Zachman
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi, Fungsi, Peran dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan
2.1.1 Definisi, fungsi dan peran pelabuhan perikanan Menurut Guckian (1970) vide Lubis (2002), definisi pelabuhan perikanan adalah suatu kawasan perairan yang tertutup atau terlindung dan cukup aman dari pengaruh angin dan gelombang laut, dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti logistik, penyediaan bahan bakar, perbengkelan dan jasa sarana pengangkutan dan barang-barang. Pemerintah menetapkan definisi pelabuhan perikanan dalam perundangan melalui instansi pemerintah terkait yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan. Dalam Anonymous 2006a, UU No. 31 Tahun 2004 yang kemudian diperbaharui oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, definisi pelabuhan perikanan ditetapkan yaitu tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Keberadaan pelabuhan perikanan mempunyai fungsi dan peran tertentu. Fungsi dan peran pelabuhan perikanan dapat dideskripsikan dari berbagai segi. Lubis (2002) menjelaskan fungsi pelabuhan perikanan bila ditinjau dari segi aktivitasnya merupakan pusat kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan, pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Bila ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan atau hasil tangkapan, fungsi pelabuhan perikanan lebih ditekankan sebagai pemusatan sarana dan kegiatan pendaratan dan pembongkaran hasil tangkapan. Selain itu, berfungsi juga sebagai tempat pemusatan armada penangkapan ikan untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat berlabuh yang aman, menjamin kelancaran pembongkaran hasil tangkapan dan menyediakan bahan perbekalan. Bila ditinjau dari aspek pengolahan, pelabuhan perikanan merupakan tempat untuk membina peningkatan mutu serta pengendalian mutu hasil
tangkapan dalam menghindari kerugian dari kegiatan pasca tangkap. Pelabuhan perikanan juga berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun bagi pedagang. Adapun, bila ditinjau dari aspek pembinaan terhadap masyarakat nelayan, adanya pembinaan diharapkan para pelaku atau pengguna di pelabuhan perikanan dapat menguasai kegiatannya lebih baik lagi sehingga masing-masnig pengguna memperoleh manfaat dan keuntungan yang optimal (Lubis, 2002). Deskripsi fungsi pelabuhan perikanan ditetapkan dalam perundangundangan yang dikeluarkan melalui lembaga atau instansi terkait. Menurut Anonymous (2004) dalam UU No. 31 Tahun 2004 Pasal 41, pelabuhan perikanan antara lain berfungsi sebagai : 1) Tempat tambat labuh kapal perikanan 2) Tempat pendaratan ikan 3) Tempat pemasaran dan distribusi ikan 4) Tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan 5) Tempat pengumpulan data perikanan 6) Tempat penyelenggaraan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan 7) Tempat untuk memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan Deskripsi di atas diperbaharui kembali dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Nomor PER.16/MEN/2006 pasal 4 ayat 1 dan 2 tentang pelabuhan perikanan.
Peraturan
tersebut
menjelaskan
bahwa
pelabuhan
perikanan
mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada Peraturan Menteri No.16 tahun 2006 pasal 4 ayat 1 yaitu : 1) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan 2) Pelayanan bongkar muat 3) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan 4) Pemasaran dan distribusi ikan 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan
6) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan 8) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan 9) Pelaksanaan kesyahbandaran 10)Pelaksanaan fungsi karantina ikan 11)Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan 12)Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari 13)Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3), kebakaran dan pencemaran)
2.1.2 Klasifikasi pelabuhan perikanan Pada dasarnya, pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan dalam berbagai jenis, bergantung dari sudut pandang yang ditentukan. Pada umumnya para ahli perikanan mengklasifikasikan pelabuhan perikanan ke dalam empat jenis yaitu tipe A (Pelabuhan Perikanan Samudera), tipe B (Pelabuhan Perikanan Nusantara), tipe C (Pelabuhan Perikanan Pantai), dan pelabuhan perikanan tipe D (Pangkalan Pendaratan Ikan). Klasifikasi pelabuhan perikanan di atas ditetapkan dalam peraturan atau perundang-undangan pemerintah yang dikeluarkan melalui lembaga atau instansi terkait seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan yaitu pelabuhan perikanan dibagi menjadi empat kategori utama yaitu : 1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) atau tipe A 2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) atau tipe B 3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) atau tipe C 4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) atau tipe D Berbagai tipe pelabuhan perikanan tersebut memiliki ciri-ciri yang dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Lubis (2002), menjelaskan ciri-ciri pelabuhan perikanan tipe A, B, C, dan D adalah sebagai berikut. Ciri-ciri pelabuhan perikanan tipe A, diantaranya : 1) Tersedianya lahan seluas 50 Ha 2) Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan >100-200 GT dan kapal
pengangkut ikan 500-1000 GT 3) Fishing Ground di perairan ZEE dan perairan teritorial 4) Melayani kapal-kapal perikanan 100 unit/ hari 5) Produski minimum didaratkan 200 ton/ hari 6) Pemasaran nasional dan ekspor 7) Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri Ciri-ciri pelabuhan perikanan tipe B, diantaranya : 1) Tersedianya lahan seluas 50 Ha 2) Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan > 50-100 GT 3) Fishing Ground di perairan ZEE dan perairan teritorial 4) Melayani kapal-kapal perikanan 50 unit/ hari 5) Produski minimum didaratkan 100 ton/ hari 6) Pemasaran nasional dan ekspor 7) Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri Ciri-ciri pelabuhan perikanan tipe C, diantaranya : 1) Tersedianya lahan seluas 10-30 Ha 2) Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan < 50 GT 3) Fishing Ground di perairan pantai 4) Melayani kapal-kapal perikanan 25 unit/ hari 5) Produski minimum didaratkan 50 ton/ hari 6) Pemasaran lokal dan nasional 7) Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri Ciri-ciri pelabuhan perikanan tipe D, diantaranya : 1) Tersedianya lahan seluas 10 Ha 2) Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan < 30 GT 3) Fishing Ground di sekitar perairan pantai 4) Melayani kapal-kapal perikanan 15 unit/ hari 5) Produski minimum didaratkan >= 10 ton/ hari 6) Pemasaran lokal dan dalam propinsi
7) Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri 8) Dekat dengan pemukiman nelayan
2.2
Aktivitas Kepelabuhan Perikanan
2.2.1 Aktivitas – aktivitas kepelabuhanan Aktivitas yang terjadi di Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) diawali oleh ada tidaknya hasil tangkapan yang didaratkan di PP/PPI tersebut. Aktivitas yang terjadi di PP/PPI sangat banyak. Aktivitasaktivitas tersebut berkaitan dengan pendaratan hasil tangkapan, pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Untuk memudahkan dalam mengetahui aktivitas-aktivitas yang terjadi di PP/PPI, maka keseluruhan aktivitas yang ada dikelompokkan ke dalam suatu tabel menjadi 7 kelompok aktivitas (Pane, 2002 vide Sari, 2004), seperti yang disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Kelompok aktivitas kepelabuhanan Kelompok Aktivitas 1. Kelompok aktivitas yang berhubungan
Aktivitas 1. Pendaratan hasil tangkapan (pembongkaran
dengan pendaratan dan pemasaran hasil
dan pengangkutan hasil tangkapan ke
tangkapan
tempat pelelangan ikan) 2. Pemasaran/pelelangan hasil tangkapan 3. Pendistribusian hasil tangkapan 4. Penanganan ikan
2. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan ikan
1. Pembekuan ikan 2. Pengolahan ikan 3. Pemasaran/ distribusi hasil olahan
3. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan unit penangkapan
1. Tambat labuh 2. Perbaikan kapal dan mesin 3. Pembuatan kapal 4. Pembuatan alat tangkap 5. Perbaikan alat tangkap
(Tabel 1. Lanjutan) Kelompok Aktivitas
Aktivitas
4. Kelompok aktivitas yang berhubungan
1. Penyediaan air
dengan penyediaan kebutuhan melaut
2. Penyediaan es 3. Penyediaan BBM 4. Penyediaan garam 5. Penyediaan kebutuhan konsumsi 6. Penyediaan sparepart mesin kapal 7. Penyediaan bahan alat tangkap
5. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan kelembagaan pelaku aktif
1. Koperasi pelaku aktif 2. Asosiasi/himpunan/paguyuban pelaku aktif
(nelayan/pengusaha penangkapan: ABK, nahkoda, pemilik/pengusaha, dan lain-lain.; pengolah ikan; pedagang, pembeli) 6. Kelompok aktivitas yang berhubungan
1. Syahbandar
dengan kelembagaan penunjang pelabuhan
2. Perbankan
perikanan
3. Keamanan
7. Kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan pelabuhan perikanan
1. Pengelola fasilitas komersial (Perum) 2. Pengelola fasilitas non-komersial 3. Pengelola TPI
Sumber : Pane (2002) vide Sari (2004)
2.2.2 Aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan 1) Aktivitas pendaratan hasil tangkapan Aktivitas pendaratan hasil tangkapan merupakan satu dari berbagai aktivitas kepelabuhanan yang terjadi di PP/PPI. Seperti dalam Tabel 1 di atas, Pane (2002) vide Sari (2004) mengelompokkan aktivitas pendaratan hasil tangkapan ke dalam kelompok pertama yaitu kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan. Adapun definisi aktivitas pendaratan hasil tangkapan adalah aktivitas yang terdiri dari beberapa proses yaitu pembongkaran, penyortiran, pengangkutan, sampai pendistribusian hasil tangkapan (Pane, 2005) vide Mulyadi (2007). Prosesproses tersebut dapat digambarkan seperti dalam Gambar 1 berikut :
Pembongkaran : Palka kapal Dek kapal
Penyortiran : Dek kapal
Pengangkutan : Dek kapal Dermaga Dermaga TPI
Pendistribusian : TPI konsumen Gambar 1 Bagan proses pendaratan hasil tangkapan Pembongkaran adalah proses mengeluarkan ikan dan hasil tangkapan lainnya dari dalam palka kapal ke atas dek kapal. Pelaku yang melakukan proses pembongkaran di atas kapal adalah anak buah kapal (ABK) dari kapal yang bersangkutan. Dalam melakukan proses pembongkaran, digunakan alat bantu berupa tali, ember, sekop dan wadah berupa keranjang. Alat bantu tali, ember dan sekop digunakan untuk memindahkan hasil tangkapan dari dalam palka ke dek. Wadah berupa keranjang digunakan untuk menampung hasil tangkapan yang telah berada di atas dek. Hasil tangkapan yang telah dipindahkan ke atas dek disortir dan dimasukkan ke dalam keranjang yang telah tersusun memenuhi lantai di atas dek. Umumnya proses pembongkaran dilakukan seperti pada gambaran berikut. Beberapa ABK turun ke dalam palka kapal, biasanya satu hingga tiga orang, tergantung dari besar kapasitas palka kapal yang dibongkar, sementara yang lainnya berada di atas dek. ABK di dalam dek memindahkan hasil tangkapan dengan bantuan tali, ember, dan sekop. ABK yang berada di atas dek ”menyambut” hasil tangkapan yang diserahkan dari ABK yang berada di dalam palka. Hasil tangkapan yang telah berada di atas dek dipindahkan ke dalam wadah keranjang.
Dalam melakukan proses pembongkaran hasil tangkapan, pemilihan caracara yang digunakan harus diperhatikan. Pemilihan cara yang tepat membantu dalam menjaga kualitas hasil
tangkapan
agar tidak menurun.
Proses
pembongkaran harus segera dilakukan tanpa penundaan waktu. Muatan hasil tangkapan harus segera dibongkar dengan memenuhi prinsip bekerja cepat, cermat, hemat, dan bersih serta tetap memperhatikan suhu ikan serendah mungkin (Ilyas, 1983). Pembongkaran harus dilakukan secara hati-hati, dan sedapat mungkin hindari pemakaian alat-alat yang runcing dan tajam seperti sekop dan garpu. Cara pengangkatan ikan harus sedemikian rupa sehingga badan ikan tidak tertekuk. Cara pembongkaran hasil tangkapan disesuaikan dengan kondisi tempat pendaratannya (Pane, 2006 vide Mulyadi, 2007). Setelah hasil tangkapan dipindahkan dari palka kapal ke atas dek, hasil tangkapan kemudian disortir. Penyortiran adalah proses memilah, mengelompokkan hasil tangkapan menurut jenis, ukuran, dan kualitasnya. Selama proses penyortiran, hasil tangkapan dicuci dan di-es-kan ulang kemudian diletakkan di dalam wadah. Wadah yang umumnya digunakan untuk penyortiran adalah keranjang/basket, baik yang terbuat dari kayu atau plastik (Ilyas, 1983). Proses penyortiran harus dilakukan secara cepat dan terhindar dari sinar matahari langsung. Hasil tangkapan yang telah disortir kemudian diangkut. Proses pengangkutan hasil tangkapan meliputi proses pemindahan hasil tangkapan dimulai sejak dari dek ke dermaga hingga dari dermaga menuju ke gedung TPI. Dalam melakukan aktivitasnya, pengangkutan hasil tangkapan menggunakan alat bantu. Alat bantu tersebut diantaranya sebagai sarana angkut dapat berupa gerobak dorong dan sebagai wadah angkut dapat berupa tong plastik, keranjang, blong. peti, kantong-kantong yang terbuat dari sekop, jaring, maupun ganco (Ilyas, 1983).
Pemerintah terkait menetapkan standar dalam melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapan, seperti yang dikeluarkan melalui Departemen Kelautan dan Perikanan (Anonymous, 2007a), mengemukakan bahwa syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapan di tempat pendaratan ikan yaitu sebagai berikut :
1) Memastikan bahwa bongkar muat dan peralatan pendaratan yang berhubungan langsung dengan produk perikanan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan disanitasi serta dijaga tetap dalam keadaan baik terpelihara atau dibersihkan; 2) Menghindari kontaminasi produk perikanan selama bongkar muat dan pendaratan khususnya dengan cara: (1) Melakukan operasi bongkar muat dan pendaratan dengan cepat; (2) Menempatkan produk perikanan dan tidak terlambat dalam melakukan perlindungan suhu sebagaimana yang dipersyaratkan; dan (3) Tidak menggunakan peralatan dan perlakuan yang menyebabkan hal-hal kerusakan yang tidak diinginkan pada bagian produk perikanan.
2) Aktivitas pelelangan hasil tangkapan Pelelangan diatur pertama kali dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.64/1957 tentang penyerahan sebagian dari urusan pemerintah pusat di lapangan perikanan laut, kehutanan dan karet rakyat kepada daerah-daerah swatantra tingkat I. Didalam PP ini diatur bahwa pelelangan ikan dilaksanakan oleh pemerintah daerah/ gubernur setempat melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi. Dalam isi Surat Keputusan Gubernur Provinsi dikemukakan bahwa setiap hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PP/PPI provinsi tersebut harus dilelang di tempat pelelangan ikan yang ditetapkan Gubernur Kepala Daerah. Kemudian Pemerintah Pusat melalui Keputusan Bersama antara Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri serta Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil memperbaharui kembali undang-undang sebelumnya di atas dengan mengeluarkan PP No. 139/1997, 902/kpts/pi-402/9/97 dan 03.SKB/M/IX/1997 tentang penyelenggaraan pelelangan ikan. Pada dasarnya, penyelenggaraan pelelangan ikan atau aktivitas pelelangan hasil tangkapan merupakan bagian dari rangkaian proses pendaratan hasil tangkapan; bagian dari proses pendistribusian (Pane, 2005 vide Mulyadi, 2007). Adapun definisi dari penyelenggaraan pelelangan ikan adalah kegiatan untuk melakukan pelelangan ikan mulai dari penerimaan, penimbangan, pelelangan
sampai dengan pembayaran (Anonymous, 2003). Aktivitas ini dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Umumnya aktivitas pelelangan hasil tangkapan dilakukan setelah hasil tangkapan dibongkar dan diangkut menuju gedung TPI. Di gedung TPI, hasil tangkapan ditimbang dan dicatat oleh petugas pencatat TPI berdasarkan jenis ikan, mutu, pemilik atau nama kapal dan berat ikan per keranjang. Ikan dilelang dengan cara dijajakan di lantai lelang dengan menggunakan wadah berupa keranjang. Juru lelang membuka harga penawaran awal kepada para konsumen untuk kemudian menyocokkan harga sampai harga disepakati oleh kedua belah pihak. Setelah ditentukan pemenang lelang, ikan diberi label yang berisi data mutu, berat dan pemenang atau pemilik per keranjangnya. Pemenang lelang menyelesaikan seluruh administrasi pembayaran lelang di kantor TPI sebelum mengangkut ikan hasil lelang dari gedung TPI. Tujuan dilakukannya pelelangan hasil tangkapan adalah untuk menarik sejumlah besar pembeli yang potensial, menjual dengan penawaran tinggi, menerima harga sebaik mungkin dan menjual sejumlah besar hasil tangkapan dalam waktu sesingkat mungkin (Mogohito vide Syafrin, 1993). Lubis (2002) menambahkan bahwa tujuan pelelangan ikan adalah untuk mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan yang pada akhirnya akan merubah taraf hidupnya ke arah lebih sejahtera.
2.3
Fasilitas Pelabuhan Perikanan Fasilitas pelabuhan perikanan merupakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan
dalam menunjang terlaksananya aktivitas-aktivitas kepelabuhanan di PP/PPI. Fasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan meliputi sarana dan prasarana pelayanan umum dan jasa yang digunakan untuk mendukung operasional pelabuhan dan memperlancar aktivitas usaha perikanan (Lubis, 2002). Fasilitas yang dibutuhkan di PP/PPI amat banyak. Oleh karena itu, fasilitas-fasilitas tersebut diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis.
2.3.1 Klasifikasi fasilitas pelabuhan perikanan Jenis fasilitas pelabuhan perikanan bergantung dari kebutuhan yang diperlukan oleh pelabuhan perikanan tersebut. Makin besar kapasitas atau frekuensi aktivitas yang berlangsung maka akan semakin besar pula kebutuhan jenis fasilitasnya. Pada umumnya, para ahli mengklasifikasikan fasilitas pelabuhan perikanan ke dalam tiga jenis, yaitu fasilitas pokok, fungsional dan fasilitas penunjang. Klasifikasi fasilitas pelabuhan perikanan menurut Lubis (2002) dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Fasilitas pokok Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang diperlukan oleh suatu pelabuhan perikanan guna melindungi tempat tersebut dari gangguan alam, tempat tambat labuh dan bongkar muat sehingga kapal aman keluar masuk. Fasilitas pokok meliputi breakwater, kolam pelabuhan, dermaga, alur pelayaran, daratan pelabuhan, dan alat bantu navigasi. 2) Fasilitas fungsional Fasilitas fungsional adalah fasilitas untuk meninggikan nilai guna fasilitas pokok dengan cara memberikan pelayanan yang diperlukan. Fasilitas fungsional terdiri dari gedung TPI, pabrik es, Ice Storage, Cold Storage, Cool Room, instalansi BBM, instalansi air, instalansi listrik, slipway, bengkel, balai pertemuan, tempat pengolahan, instalasi telekomunikasi, kantor syahbandar, kantor pelabuhan, rumah jaga, menara pengawas, dan MCK. 3) Fasilitas penunjang Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
nelayan
dan
atau
memberikan
kemudahan bagi masyarakat. Fasilitas penunjang terdiri dari rumah kepala pelabuhan, rumah syahbandar, mess operator, gedung kesenian, penginapan nelayan, toko BAP, perkantoran pengusaha, kantin, poliklinik, dan tempat ibadah.
2.3.2 Fasilitas terkait aktivitas pendaratan hasil tangkapan Fasilitas yang terkait dengan aktivitas pendaratan hasil tangkapan cukup beragam. Ketersediaan fasilitas terkait tersebut tergantung dari kebutuhan di
pelabuhan perikanan yang bersangkutan. Kebutuhan fasilitas terkait di pelabuhan perikanan bersangkutan bergantung pada besar kecilnya frekuensi aktivitas yang terjadi atau dapat dikatakan pula bergantung pada tipe pelabuhan perikanannya. Adapun dibawah ini beberapa fasilitas pelabuhan perikanan yang terkait dengan aktivitas pendaratan hasil tangkapan : 1) Dermaga Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan perikanan yang berfungsi sebagai tempat untuk tambat labuh kapal. Dermaga memiliki jenis-jenis yang beragam. Lubis (2002) menjelaskan bahwa dermaga terdiri dari tiga jenis yaitu dermaga untuk membongkar muatan (unloading), dermaga untuk mengisi perbekalan (out fitting), dan dermaga untuk berlabuh (idle berthing). Dermaga bongkar merupakan tempat berlangsungnya aktivitas pendaratan ikan atau hasil tangkapan lainnya yaitu mulai dari aktivitas pembongkaran, penyortiran hingga diturunkan dari atas kapal. Tipe dermaga bongkar terdiri dari pier atau jetty yaitu apabila bentuknya menjorok ke laut berbentuk lurus, T atau L; warf atau quay yaitu apabila letaknya sejajar dengan garis pantai. Penentuan tipe dermaga yang digunakan dalam aktivitas pendaratan hasil tangkapan perlu dilakukan, hal ini untuk memudahkan proses aktivitas pendaratan agar dapat berlangsung dengan cepat sehingga higienitas dan kualitas ikan dapat terjaga. Lubis (2002) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan tipe dermaga dalam pembangunan pelabuhan perikanan diantaranya adalah : 1) Pemakaian permanen atau temporer 2) Arah angin, gelombang dan arus 3) Kondisi tanah 4) Kemiringan dasar pantai 5) Ketersediaan bahan setempat 6) Ketersediaan tenaga setempat dan peralatannya
2) Kolam pelabuhan Kolam pelabuhan merupakan tempat dimana kapal berlabuh untuk mendaratkan hasil tangkapannya. Menurut Lubis (2002) kolam pelabuhan adalah bagian perairan yang menampung kegiatan kapal perikanan untuk melakukan
bongkar muat, tambat labuh, mengisi bahan perbekalan dan memutar kapal. Kolam pelabuhan berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai tempat untuk alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga dan berfungsi sebagai kolam putar, artinya daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin). Dalam Anonymous (1981) vide Mulyadi (2007) menjelaskan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhannya, pembangunan kolam pelabuhan harus memenuhi beberapa syarat yaitu : 1) Cukup luas sehingga menampung semua kapal yang datang berlabuh dan masih dapat bergerak dengan bebas. 2) Cukup lebar sehingga kapal dapat bergerak dengan bebas dan merupakan gerak melingkar yang tidak terputus. 3) Cukup dalam sehingga kapal terbesar masih bisa masuk di dalam kolam pelabuhan pada saat air surut. 4) Terlindung dari angin, gelombang, arus yang berbahaya.
2.3.3 Fasilitas terkait aktivitas pelelangan hasil tangkapan Fasilitas yang terkait dengan aktivitas pelelangan hasil tangkapan juga cukup beragam. Fasilitas terkait tersebut terdiri dari gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan alat-alat bantu atau pendukung lainnya yang berfungsi untuk memperlancar aktivitas pelelangan hasil tangkapan. 1) Tempat Pelelangan Ikan Tempat Pelelangan Ikan adalah suatu tempat untuk memasarkan produk hasil tangkapan. Tempat Pelelangan Ikan mempunyai peran yang sangat penting sebelum pendistribusian hasil tangkapan untuk sampai ke tangan konsumen. Lubis (2002), menjelaskan fungsi TPI adalah untuk melelangkan ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan atau pemilik kapal) dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan), sebagai pusat pendaratan ikan, pusat pembinaan mutu hasil perikanan, pusat pengumpulan data, dan pusat kegiatan para nelayan di bidang pemasaran.
Untuk mendukung fungsi dari TPI tersebut diperlukan pembagian ruangan pada gedung TPI. Menurut Lubis (2002), ruangan yang ada pada gedung TPI dibagi menjadi empat, yaitu : 1) Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir dan memasukkan hasil tangkapan ke dalam peti atau keranjang 2) Ruang pelelangan, yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang hasil tangkapan 3) Ruang pengepakan, yaitu tempat memindahkan hasil tangkapan ke dalam peti lain dengan diberi es dan auat garam, 4) Ruang administrasi pelelangan, yang terdiri dari loket-loket untuk pembayaran transaksi hasil pelelangan, gedung peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum Faktor lain yang menjadi pendukung fungsi TPI, selain pembagian ruang TPI seperti yang dijelaskan di atas, yaitu lantai gedung pelelangan harus luas agar mudah untuk aktivitas keluar masuk dan memiliki kontruksi lantai yang mudah dibersihkan. Luas gedung pelelangan diperhitungkan tergantung pada jumlah produksi ikan yang dilelang setiap hari, jenis ikan dan cara penempatan atau peragaan ikan sewaktu lelang. Kontruksi lantai gedung pelelangan diharuskan mempunyai permukaan yang halus namun keras dan padat serta mudah dikeringkan. Pemerintah melalui instansi atau lembaga terkaitnya yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan (Anonymous, 2007a), mengeluarkan ketetapan bahwa TPI yang layak harus memenuhi beberapa ketentuan seperti berikut : 1) Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan; 2) Mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai
sistem
pembuangan limbah cair yang higiene; 3) Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam
jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi
dengan bahan
pencuci tangan dan pengering sekali pakai;
4) Mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil perikanan;
5) Kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan tidak diperbolehkan berada dalam Tempat Pelelangan Ikan/pasar grosir; 6) Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai penjualan; wadah harus dibersihkan dan dibilas dengan air bersih atau air laut bersih; 7) Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas; 8) Mempunyai fasilitas pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup; 9) Mempunyai wadah khusus yang tahan karat dan kedap air untuk menampung hasil perikanan yang tidak layak untuk dimakan;
2.3.4
Penghitungan fasilitas terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan, analisis proyeksi produksi dan kebutuhan fasilitas Jenis fasilitas pelabuhan perikanan bergantung dari kebutuhan yang
diperlukan oleh pelabuhan perikanan tersebut. Makin besar kapasitas atau frekuensi aktivitas yang berlangsung maka akan semakin besar pula kebutuhan jenis fasilitasnya, seperti yang telah dijelaskan pada subsubbab 2.3.1. Untuk memenuhi kebutuhan fasilitas yang diperlukan oleh pelabuhan perikanan selain diketahui jenisnya, perlu juga diketahui jumlah atau kapasitas dari fasilitasfasilitas tersebut. Berikut beberapa rumus penghitungan fasilitas terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan untuk diketahui jumlah atau kapasitas dari fasilitas-fasilitas tersebut.
1) Panjang dermaga bongkar dan muat (Kramadibrata, 1985) d= n x (P atau L) + (n -1) s + 50 m Dimana
d
: panjang dermaga (m)
L
: lebar kapal (m)
P
: panjang kapal (m)
n
: jumlah kapal yang memakai dermaga (unit/ hari)
s
: jarak antar kapal (m); s =1,15 P untuk kapal merapat memanjang s =1,3 L untuk kapal merapat miring
2) Luas gedung TPI (Anonymous, 1981 vide Setiawan, 2006) Lg=
N pxix
Dimana
Lg
: luas gedung pelelangan (m2)
N
: jumlah produksi per hari (kg)
P
: daya tampung produksi (kg/m2)
i
: intensitas lelang per hari
α
: perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang (0,217 – 0,394)
3) Luas, kedalaman kolam pelabuhan (Anonymous, 1981 vide Setiawan, 2006) a. Luas kolam pelabuhan (L ; m2) L = (3,14 x (l)2 ) + (3 x n x l x b) Dimana
l
: rata-rata panjang kapal yang berlabuh (m)
n
: jumlah kapal yang berlabuh (unit)
b
: rata-rata lebar kapal (m)
b. Kedalaman kolam pelabuhan (D ; m) D = d + ½H + S + C Dimana : d
: draft kapal terbesar
H
: tinggi gelombang maksimum
S
: tinggi ayunan kapal
C
: jarak aman antara lunas kapal dengan dasar perairan
Analisis proyeksi produksi dan kebutuhan fasilitas dari aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan dilakukan sebagai berikut penghitungan proyeksi produksi hasil tangkapan dilakukan dengan menggunakan model polinomial terhadap data produksi hasil tangkapan tahun 2004-2008 yang telah di-smooth-kan dengan cara membuang data yang ekstrim dan di-moving average-kan (Pane, 2009). Selanjutnya Pane menyebutkan pemilihan grafik polinomial dapat dilakukan karena kesesuaian pra analisis grafik, karakter grafik tersebut memiliki bentuk awal kurva dengan error paling kecil dan R2 paling besar.
2.4
Kualitas Hasil Tangkapan Kualitas hasil tangkapan merupakan faktor penting yang harus dipenuhi
untuk kebutuhan konsumen. Makin baik kualitas hasil tangkapan yang dipasarkan maka akan semakin tinggi harga yang dapat ditawarkan kepada konsumen pada saat pelelangan. Menurut Ilyas (1983) vide Hidayat (2004), definisi kualitas atau mutu adalah nilai –nilai tertentu yang diinginkan pada suatu materi, produk atau jasa. Kualitas hasil tangkapan berkaitan dengan tingkat kesegaran hasil tangkapan. Ikan basah dikatakan berkualitas tinggi bila ikan tersebut baru ditangkap yang masih terlihat sangat segar. Kesegaran ikan laut yang didaratkan tergantung pada perlakuan pertama, kecepatan dalam penanganan dan cara penyimpanan di kapal (Dassow, 1963 vide Hidayat, 2004). Parameter untuk menentukan kesegaran ikan dapat dilihat dari faktor-faktor fisika (organoleptik), kimiawi, maupun faktor mikrobiologi. Untuk menetapkan kemunduran kualitas ikan secara fisikawi (organoleptik) dapat dilakukan dengan menggunakan scoresheet berdasarkan tabel spesifikasi dan nilai organoleptik ikan basah Departemen Pertanian tahun 1984 (Rakhmania, 2008). Nilai pengujian kesegaran ikan berdasarkan scoresheet organoleptik dibagi menjadi beberapa fokus bagian yaitu mata, insang, daging dan perut, serta konsistensi. Berdasarkan scoresheet tersebut, ikan secara organoleptik diuji dengan nilai skala 1 hingga 9. Ikan setelah diuji secara organoleptik dinyatakan ditolak atau dianggap tidak segar bila memiliki nilai pengujian 5 sampai 1 (Hadiwiyoto, 1993 vide Hidayat, 2004). Ikan yang dinyatakan ditolak atau dianggap tidak segar atau yang memiliki nilai pengujian 5 sampai 1 secara organoleptik yaitu memiliki ciri-ciri mulai dari bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan,kornea agak keruh hingga bola mata tenggelam, dan ditutupi lendir kuning yang tebal. Insang ikan memiliki ciri mulai dari mulai ada kolorasi merah muda, merah coklat, sedikit lendir hingga warna putih kelabu, lendir tebal sekali. Daging dan perut ikan yang memiliki nilai pengujian dari 5 hingga 1 memiliki ciri sayatan daging masih cemerlang, didua perut agak lembek, agak kemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu hingga sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas pada
sepanjang tulang
belakang, dinding perut terburai dan bau busuk. Ciri
konsistensinya mulai dari agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang hingga sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, dan mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang.
2.5
Armada Tradisional Penangkapan Ikan Armada penangkapan atau kapal penangkap ikan merupakan salah satu dari
unit penangkapan ikan. Menurut Departemen Kelautan dan
Perikanan
(Anonymous, 2006a) yang dimaksud dengan kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap ikan, termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan, dan/atau mengawetkannya. Armada penangkapan atau kapal penangkap ikan di Indonesia pada tahun 2005 didominasi oleh armada penangkapan tradisional. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (Anonymous, 2006a) struktur armada perikanan nasional sebesar 99,04 persen merupakan armada tradisional. Dimaksudkan dengan armada tradisional penangkapan ikan atau kapal tradisional adalah kapal yang dibuat oleh pengrajin kapal dengan keahlian yang turun temurun, berdasarkan pengalaman dan tanpa perhitungan-perhitungan yang pasti (Priyadi,1993 vide Donita, 1996). Jenis armada tradisional penangkapan ikan tersebut menggunakan teknologi yang masih sederhana. Armada tradisional hanya beroperasi di sekitar perairan pantai saja sehingga hasil tangkapannya hanya sebatas wilayah penangkapan tersebut. Hasil tangkapan armada tradisional didominasi oleh hasil tangkapan yang berkualitas buruk. Hal ini dikarenakan masih kurangnya teknologi yang menunjang dalam penanganan hasil tangkapan di atas armada. Di PPS Nizam Zachman, armada/kapal penangkapan ikan terdiri dari armada/kapal tradisional dan armada/kapal industri. Armada/ kapal tradisional di PPS Nizam Zachman umumnya mendaratkan hasil tangkapan non-tuna, sedangkan armada industri mendaratkan hasil tangkapan khusus tuna. Hasil tangkapan tuna di PPS Nizam Zachman didukung oleh fasilitas khusus untuk pendaratan dan penanganan hasil tangkapan tuna yaitu yang disebut dengan Tuna Landing Center (TLC) atau Pusat Pendaratan Tuna (Anonymous, 2006c).
Armada/kapal tradisional di PPS Nizam Zachman merupakan kapal-kapal motor yang memiliki kapasitas kurang dari 30 Gross Tonage (GT) sedangkan armada/kapal industri merupakan kapal motor yang berukuran mulai dari 30 GT hingga lebih dari 200 GT. Armada/kapal tradisional di PPS Nizam Zachman diantaranya kapal gillnet, muroami, boukeami, bubu dan jaring tangsi. Kapal-kapal tersebut umumnya mempunyai kapasitas GT kurang dari 30 GT. Armada/ kapal industri di PPS Nizam Zachman adalah kapal longline dan purse seine. Kapal-kapal tersebut umumnya memiliki kapasitas mencapai lebih dari 200 GT (Anonymous, 2006c). Armada/ kapal tradisional di PPS Nizam Zachman melakukan pendaratan hasil tangkapan di dermaga barat, sedangkan armada/ kapal industri di dermaga timur. Menurut Pane (2009), armada/ kapal tradisional di PPS Nizam Zachman yang melakukan pendaratan hasil tangkapan di dermaga barat memiliki definisi yang tidak sesuai dengan definisi armada/ kapal tradisional yang dijelaskan dalam Priyadi (1993) vide Donita (1996). Armada/ kapal tradisional di PPS Nizam Zachman saat ini adalah kapal motor yang dilengkapi dengan teknologi Global Positioning System (GPS), terdapat kapal yang memiliki tonase lebih dari 30 GT dan kapal beroperasi lebih dari satu hari (one day fishing) sehingga pengelompokkan jenis armada/ kapal tradisional di PPS Nizam Zachman hanya ’penyebutan’ nelayan PPS Nizam Zachman saja.
2.6 Hubungan Aktivitas Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan Terhadap Fasilitas Terkait Kualitas hasil tangkapan dapat terjaga tetap baik bila aktivitas pendaratan dan pelelangan dilakukan dengan baik dan berjalan dengan lancar. Dilakukan dengan baik yaitu hasil tangkapan diberikan perlakuan sesuai dengan prosedur atau ketetapan yang ada sedangkan kedua aktivitas tersebut dapat berjalan dengan lancar bila kebutuhan fasilitas-fasilitas yang mendukung berlangsungnya kedua aktivitas tersebut terpenuhi. Jenis dan jumlah fasilitas-fasilitas harus sesuai dengan kapasitas atau frekuensi aktivitas yang berlangsung.
Bila volume produksi dan frekuensi aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan yang terjadi di PP/PPI tinggi maka jumlah kebutuhan fasilitasfasilitas terkait juga tinggi. Tetapi bila jumlah fasilitas yang tersedia tidak memadai dari yang dibutuhkan maka aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan dapat terhambat. Kebutuhan fasilitas terkait juga berkaitan dengan kualitas hasil tangkapan yang didaratkan. Bila aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan berjalan terhambat akibat dari ketersediaan fasilitas terkait yang tidak terpenuhi, maka kualitas hasil tangkapan yang didaratkan dan dipasarkan menjadi menurun. Penurunan kualitas hasil tangkapan yang didaratkan dan dipasarkan tersebut akibat dari lambatnya keberlangsungan aktivitas-aktivitas yang terjadi. Ilyas (1983) menjelaskan bahwa dalam melakukan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan harus dilakukan dengan memenuhi prinsip kerja cepat, cermat, hiegienis, dan bersih. Keempat prinsip tersebut perlu dilakukan mengingat produk hasil tangkapan perikanan merupakan jenis produk yang mudah busuk dan rusak.
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapang dilakukan pada bulan September hingga Desember 2007, bertempat di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Muara Baru, Jakarta.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data hasil tangkapan yang didaratkan armada tradisional di PPS Nizam Zachman dan data hasil wawancara dari kuesioner yang diberikan ke berbagai pihak terkait.
3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Pada penelitian ini ingin diketahui secara khusus tentang kondisi-kondisi aktual aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan, fasilitas terkaitnya dan kualitas hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman dan hubungan yang terjadi antara aktivitas terhadap fasilitas terkait tersebut. Aspek–aspek yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari dua aspek. Aspek pertama yaitu aspek hasil tangkapan yang meliputi jenis, ukuran hasil tangkapan beserta kualitasnya, serta aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan. Aspek kedua yaitu aspek fasilitas terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan. Penelitian ini dibatasi pada hasil tangkapan yang didaratkan oleh armada tradisional di PPS Nizam Zachman yaitu kapal Gillnet, Muroami, Boukeami, bubu dan jaring tangsi. Pada aspek pertama, peneliti melakukan pengamatan, wawancara, dan pengumpulan data sekunder. Pengamatan dilakukan terhadap hasil tangkapan yang didaratkan oleh armada tradisional.
1) Pengamatan yang dilakukan meliputi : (1) Pengamatan aktivitas pendaratan hasil tangkapan mulai dari pembongkaran dalam palka kapal dan penyortiran, proses penurunan ikan dari kapal ke dermaga sampai pengangkutan dari dermaga ke gedung TPI, waktu dan lama pendaratan dan para pelaku yang melaksanakan proses pendaratan. Pengukuran lama waktu proses pendaratan dari palka ke TPI dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 hari pengamatan selama 3 hari per minggu dalam waktu 6 minggu pengamatan (2) Pengamatan aktivitas pelelangan yang berlangsung, proses pelelangan di TPI, penanganan ikan di TPI, waktu dan lama pelelangan, para pelaku dalam proses pelelangan dan distribusi ikan dan daerah tujuan (3) Pengamatan kualitas dan cara penanganan hasil tangkapan yang didaratkan dimulai pada saat pembongkaran hasil tangkapan dari dalam palka kapal sampai pengangkutan ke gedung TPI. Pengambilan contoh hasil tangkapan untuk mengetahui kualitas dilakukan penilaian organoleptik terhadap hasil tangkapan yang didaratkan. Pengamatan kualitas hasil tangkapan basah dilakukan secara organoleptik, yaitu mata, insang, daging, perut, dan konsistensinya. Selain itu, juga diamati jenis maupun ukuran hasil tangkapan tersebut. Pengambilan sample dilakukan dengan menggunakan metode purposive. Sample diambil per jenis ikan untuk 16 minggu pengamatan yang diambil secara acak dalam kurun waktu empat bulan di lapangan 2) Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait. Pemilihan responden dilakukan secara purposive, yaitu kepada : (1) Pihak pengelola pelabuhan atau kepala pelabuhan (2 orang) Adapun wawancara yang dilakukan meliputi bagaimana dan seperti apa peran pihak pengelola dalam mengelola kelancaran aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan, mengelola penanganan hasil tangkapan
dalam rangka menjaga kualitas hasil tangkapan berdasarkan aktivitas terkait (2) Pihak pengelola TPI (3 orang) Adapun wawancara yang dilakukan meliputi bagaimana cara pengelola TPI untuk memberikan kemudahan bagi nelayan dalam melakukan aktivitas pelelangan hasil tangkapan, proses aktivitas pelelangan berlangsung, kendala yang dialami dalam aktivitas pelelangan dan bagaimana cara dalam menjaga kualitas hasil tangkapan pada saat aktivitas pelelangan berlangsung (3) Nelayan kapal Muroami, Boukeami, bubu dan Gillnet (24 orang dengan rincian 2 nakhoda dan 4 ABK pada tiap-tiap jenis kapal) Wawancara yang dilakukan meliputi bagaimana pendapat nelayan tentang aktivitasnya dalam melakukan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman, bagaimana cara nelayan dalam menjaga kualitas hasil tangkapan saat melakukan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan (4) Buruh angkut (20 orang) Wawancara yang dilakukan meliputi bagaimana cara buruh angkut memperlakukan hasil tangkapannya untuk didistribusikan dari dermaga bongkar hingga ke gedung TPI, berapa jarak dan waktu yang dibutuhkan
oleh
buruh
angkut
dalam
mendistribusikan
hasil
tangkapannya ke gedung TPI, rute apa yang dilalui, alat apa yang digunakan dan kecukupan fasilitas yang mendukung (5) Pedagang ikan (6 orang) Wawancara yang dilakukan meliputi bagaimana kondisi kualitas hasil tangkapan yang diterima oleh pedagang ikan dari TPI dan berapa biaya retribusi yang dipungut pihak TPI (6) Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta (1 orang) Wawancara yang dilakukan meliputi bagaimana kebijakan yang diambil oleh pihak Dinas dalam mengembangkan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman, kebijakan dalam
menjaga kualitas hasil tangkapan, kendala yang dihadapi berkaitan dengan hal tersebut 3) Pengumpulan data sekunder diantaranya data hasil tangkapan yang diperoleh dari data hasil tangkapan yang didaratkan di TPI melalui UPT atau Kepala TPI. Data tersebut meliputi jenis hasil tangkapan yang didaratkan armada tradisional di PPS Nizam Zachman dan data produksi bulanan.
Pada aspek kedua, peneliti melakukan pengamatan dan pengumpulan data sekunder fasilitas terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan. 1) Pengamatan yang dilakukan meliputi : (1) Pengamatan terhadap kondisi aktual dermaga bongkar, serta tingkat kebutuhan fasilitas pelabuhan untuk menunjang aktivitas pendaratan tersebut baik dari segi jenis maupun jumlah fasilitas (2) Pengamatan terhadap kondisi aktual kolam pelabuhan, serta tingkat kebutuhan
fasilitas
pelabuhan
untuk
menunjang
aktivitas
pendaratan tersebut baik dari segi jenis maupun jumlah fasilitas (3) Pengamatan terhadap kondisi aktual Tempat Pelelangan Ikan (TPI), serta tingkat kebutuhan fasilitas pelabuhan untuk menunjang aktivitas pelelangan tersebut baik dari segi jenis maupun jumlah fasilitas 2) Pengambilan data sekunder yang dilakukan diantaranya data panjang dermaga
beserta
kapasitasnya,
ukuran
kolam
pelabuhan
beserta
kapasitasnya dan ukuran TPI beserta kapasitasnya Data yang dikumpulkan meliputi data utama dan data tambahan. Data utama terdiri dari data primer dan data sekunder. Data utama primer yang dikumpulkan meliputi data hasil tangkapan beserta organoleptiknya, data aktivitas pendaratan dan pelelangan, data fasilitas terkait pendaratan dan pelelangan. Data utama sekunder yang dikumpulkan meliputi jenis hasil tangkapan dan berat per jenisnya, produksi hasil tangkapan selama 60 bulan terakhir dan jumlah keranjang yang tersedia.
Data tambahan juga meliputi data primer dan data sekunder. Data tambahan berfungsi untuk melengkapi data utama. Bila tidak memungkinkan untuk diperoleh, data ini tidak diperlukan. Adapun data tambahan primer yang dikumpulkan meliputi dokumentasi aktivitas pendaratan dan pelelangan, fasilitas dan hasil tangkapan yang didaratkan sedangkan data tambahan sekundernya meliputi peta lokasi penelitian, letak geografisnya, kependudukan, sarana dan prasarana umum dan perikanan Jakarta.
3.4 Analisis Data Dalam penelitian ini dilakukan beberapa analisis sesuai dengan tujuan dari penelitian. Adapun analisis yang dilakukan meliputi aktivitas pendaratan, pelelangan, kebutuhan fasilitas, dan kualitas hasil tangkapan armada tradisional yang didaratkan di PPS Nizam Zachman. Data yang dianalisis secara terperinci yaitu berupa : 1) Untuk mengetahui kondisi aktual aktivitas pendaratan dan pelelangan, dilakukan analisis secara deskriptif terhadap proses aktivitas-aktivitas tersebut; 2) Untuk mengetahui kualitas hasil tangkapan, dilakukan analisis secara deskriptif, penghitungan rata-rata dan analisis grafik terhadap kualitas hasil tangkapan melalui hasil pengamatan dan wawancara yang diperoleh dari kuesioner dan dari data organoleptik; 3) Untuk mengetahui kebutuhan fasilitas pelabuhan sebagai penunjang aktivitas pendaratan dan pelelangan baik dari segi jenis maupun jumlah fasilitas terkait, dilakukan analisis secara deskriptif melalui hasil pengamatan dan wawancara yang diperoleh dari kuesioner dan melalui hasil penghitungan rumus kebutuhan fasilitas. Selain itu dilakukan peramalan kebutuhan fasilitas sampai dengan 10 tahun ke depan
melalui proyeksi produksi (subsubbab
2.3.4); 4) Untuk mengetahui hubungan kebutuhan fasilitas terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan, dilakukan analisis deskriptif.
4 KEADAAN UMUM
4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografis dan iklim Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat. Provinsi ini di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Barat sedangkan di sebelah barat dengan Provinsi Banten. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta tidak hanya berupa daratan, tetapi juga berupa lautan. Secara geografis berdasarkan Anonymous (2007c), provinsi ini tepatnya terletak pada posisi 5° 19’ 12” Lintang Selatan (LS) sampai dengan 6° 23’ 54” LS dan 102° 02’ 42” Bujur Timur (BT) sampai dengan 106° 58’ 18” BT. Wilayah Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah yang terbentang dari selatan ke utara. Pantainya membentang dari Barat sampai ke Timur (mulai dari wilayah Marunda hingga Kamal Muara) sepanjang kurang lebih 35 km yang menjadi tempat bermuaranya sembilan sungai dan dua kanal (Anonymous, 2007c). Wilayah provinsi ini tidak memiliki kontur wilayah pegunungan. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989 (Wulandari, 2007), wilayah Provinsi DKI Jakarta berupa daratan seluas 661,52 km2 dan berupa perairan laut seluas 6.977,5 km2. Perairan laut tersebut memiliki tidak kurang dari 110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. Berdasarkan Anonymous (2008), Provinsi DKI Jakarta memiliki ketinggian tanah sekitar 0 - 10 m di atas permukaan laut (dari titik nol Tanjung Priok sampai batas Kota Jakarta Utara dengan Jakarta Pusat) dan 5 - 50 m di atas permukaan laut (dari Banjir Kanal sampai batas selatan DKI Jakarta). Secara umum Provinsi DKI Jakarta beriklim tropis, dengan rata-rata suhu maksimum udara berkisar 34,1˚C pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 23,5˚C pada malam hari. Kelembaban udara maksimum rata-rata minimum sebesar 88,0 % dan rata-rata minimum sebesar 71,8 % dengan rata-rata curah hujan sepanjang tahun sebesar 174,8 mm2. Curah hujan paling besar terjadi sekitar bulan Januari dan paling kecil pada bulan September (Anonymous, 2007c).
Selanjutnya berdasarkan Anonymous (2007c) pula, secara administratif, Provinsi DKI Jakarta terbagi dalam lima wilayah kota dan satu Kabupaten Administratif, yaitu Kota Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara masing-masing dengan luas daratan seluas 145,73 km2, 187,75 km2, 48,20 km2, 126,15 km2 dan 141,88 km2 serta Kabupaten Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Bila dilihat dari segi geografis, lokasi Provinsi DKI Jakarta adalah sangat strategis di kepulauan Indonesia. Provinsi DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan, ekonomi, perdagangan dan jasa serta pintu gerbang utama dalam perdagangan antar pulau dan hubungan internasional; dengan pelabuhan utamanya Tanjung Priok dan terletak dekat dengan Bandara Soekarno Hatta di daerah perbatasan Provinsi Banten. Kestrategisan tersebut memberikan keuntungan bagi pembangunan dan pengembangan berbagai sektor/ subsektor di provinsi ini, termasuk subsektor perikanan tangkap. Keuntungan itu antara lain dalam hal memperoleh kemudahan perizinan pendirian industri, perolehan investasi, dan kemudahan dalam mendistribusikan hasil perikanan tangkap baik untuk dipasarkan ke dalam negeri maupun luar negeri.
4.1.2 Penduduk dan pendidikan (1) Penduduk Provinsi DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2006, kepadatan penduduk provinsi ini mencapai 13,5 ribu jiwa/km2 dan jumlah penduduk DKI sebanyak 8,96 juta jiwa dengan luas wilayah 661,52 km2 sedangkan Provinsi Jawa Barat pada urutan kepadatan kedua sebesar 1,1 ribu jiwa/ km2 (Anonymous, 2009). Selanjutnya Anonymous (2007c) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk DKI Jakarta mengalami penurunan dari periode 2000-2005 sebesar 1,2 % menjadi 1,1 % pada periode 2000-2006. Penurunan pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena program pemerintah Keluarga Berencana (KB) dinilai berhasil.
Anonymous (2007c) juga menyatakan tentang sebaran penduduk menurut kota dan kabupaten yang ada di provinsi ini sebagai berikut : penyebaran penduduk DKI Jakarta cukup merata pada masing-masing kota (Gambar 2). Kota Jakarta Timur merupakan kawasan yang jumlah penduduknya terbanyak di provinsi ini dengan jumlah penduduk 2.567.390 jiwa atau 28,6 % pada tahun 2006. Banyaknya warga yang tinggal di Jakarta Timur dikarenakan kawasan ini dekat dengan kawasan industri Pulo Gadung dimana kawasan tersebut merupakan tempat untuk bekerja atau mencari nafkah bagi sebagian penduduk DKI Jakarta. Selanjutnya kota terbanyak kedua jumlah penduduknya adalah Kota Jakarta Selatan dengan jumlah 1.994.633 jiwa atau 23,1 %. Padatnya penduduk Kota Jakarta Selatan juga dikarenakan kawasan ini merupakan kawasan yang dijadikan wilayah pemukiman yang potensial bagi penduduk DKI Jakarta. Alasannya dikarenakan wilayah Kota Jakarta Selatan masih terlihat lebih asri jika dibandingkan dengan Kota lainnya di DKI Jakarta. Posisi ketiga dan selanjutnya berturut-turut ditempati Kota Jakarta Barat dengan 1.871.957 jiwa atau 20,8 %, Kota Jakarta Utara dengan 1.484.799 jiwa atau 15,7 %, Kota Jakarta Pusat dengan 975.275 jiwa atau 11,6 % dan Kabupaten Kepulauan Seribu dengan 69.026 jiwa atau 0,3 %. Kepulauan Seribu 0,3 %
Jakarta Pusat 11,6 %
Jakarta Selatan 23,1 % Jakarta Timur 28,6 % Jakarta Utara 15,7 %
Jakarta Pusat Jakarta Utara
Jakarta Barat 20,8 %
Jakarta Timur Jakarta Selatan
Jakarta Barat Kepulauan Seribu
Sumber : Anonymous, 2007c.
Gambar 2 Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta menurut kota dan kabupaten tahun 2006
Tingginya kepadatan penduduk DKI Jakarta menimbulkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi
penduduk. Tingginya
tingkat
kebutuhan
konsumsi
mendorong tingginya tingkat permintaan produk konsumsi, termasuk di dalamnya permintaan akan produk berprotein khususnya protein hewani termasuk protein asal perikanan. Tingginya kepadatan penduduk DKI Jakarta di atas juga mengakibatkan pemakaian lahan untuk perumahan semakin tinggi dan minimnya lahan pertanian dan perternakan di DKI Jakarta. Kondisi ini mendorong penduduk DKI Jakarta lebih memilih mengkonsumsi produk berprotein berasal dari perikanan terutama perikanan yang berasal dari perikanan tangkap di laut (Anonymous, 2007d). Penduduk DKI Jakarta yang berprofesi sebagai nelayan, terutama nelayan tradisional, umumnya merupakan masyarakat golongan menengah ke bawah yang bermukim di wilayah Kota Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Pemukiman nelayan di kedua wilayah tersebut umumnya merupakan pemukiman kumuh yang tidak layak untuk ditempati. Mayoritas nelayan yang bermukim di pemukiman tersebut sebagian besar merupakan nelayan buruh/ anak buah kapal (ABK) dan cenderung berpendapatan rendah serta hidup dalam kekurangan.
(2) Pendidikan Program pendidikan bagi penduduk DKI Jakarta adalah cukup merata. Hal ini berdasarkan meratanya tingkat partisipasi sekolah menurut kelompok usia sekolah di DKI Jakarta. Tingkat partisipasi sekolah adalah tingkat keikutsertaan anak usia sekolah untuk belajar di sekolah-sekolah yang tersebar di wilayah DKI Jakarta. Persentase tingkat partisipasi sekolah menurut usia sekolah pada tahun 2006, untuk usia sekolah 7-12 tahun mencapai 98,5 %, usia 13-15 tahun mencapai 90,2 %, dan pada usia sekolah 16-18 tahun mencapai 60,3 % (Anonymous, 2007c). Program pendidikan yang ditawarkan bagi penduduk DKI Jakarta, selain pendidikan umum di institusi-institusi/ sekolah-sekolah umum, juga menawarkan pendidikan yang bersifat kejuruan. Pendidikan kejuruan ini cukup banyak peminatnya bagi penduduk DKI Jakarta usia sekolah. Hal ini dikarenakan pendidikan kejuruan lebih menawarkan pendidikan teknis (keterampilan) siap
kerja, berupa pemberian persentase praktek langsung lebih besar dibandingkan pembelajaran teori. Akan tetapi, walaupun demikian persentase tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Kejuruan masih lebih rendah dibandingkan dengan SLTA Umum. Berdasarkan Anonymous (2007c), tingkat SLTA Kejuruan di DKI Jakarta mencapai 9,9 % dari jumlah penduduk menurut usia sekolah sedangkan SLTA Umum mencapai 25,2 % . Pendidikan kejuruan yang ditawarkan beragam antara lain kejuruan pariwisata, bisnis dan manajemen, teknik, informatika, akuntansi, kesekretariatan, dan termasuk kejuruan perikanan dan kelautan. Pendidikan kejuruan perikanan dan kelautan yang berada di DKI Jakarta diantaranya Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Departemen Pertanian Pasar Minggu Jakarta, Sekolah Menengah Ilmu Pelayaran, dan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta. Pendidikan kejuruan di bidang perikanan dan kelautan membantu Pemerintah dalam membentuk para generasi muda untuk menimba ilmu dan keterampilan perikanan dan kelautan dalam rangka membangun perikanan Indonesia khususnya perikanan di DKI Jakarta.
4.1.3 Prasarana dan sarana umum (1) Air Minum Penduduk DKI Jakarta umumnya menggunakan air minum yang berasal dari sumber air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penyediaan sumber air minum DKI Jakarta dikelola, dioperasikan, dan dipelihara oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta melalui Perusahaan Daerah Perusahaan Air Minum Jakarta Raya (PD PAM Jaya). Pada tahun 2006, konsumsi air minum penduduk DKI Jakarta dari sumber air PDAM adalah sebesar 39,7 persen, sementara dari sumber lainnya seperti air kemasan, pompa dan sumur berturut-turut yaitu 20,8 persen, 33,2 persen, dan 4,9 persen (Anonymous, 2007c). Persentase tersebut menunjukkan bahwa masih banyak penduduk DKI Jakarta yang belum menikmati fasilitas PDAM untuk konsumsi air minum. Walaupun pelayanan jasa penyediaan air bersih PDAM memiliki jaminan kebersihan dan hiegenitas yang telah teruji dan menawarkan harga yang terjangkau (Anonymous, 2007c), namun jaringan PDAM
belum menjangkau seluruh penduduk provinsi ini. Sumber air bersih lainnya yang berasal dari air pompa atau sumur adalah jelas tidak terjamin kebersihan dan hiegenitasnya, sementara sumber air minum kemasan dijual dengan harga yang lebih mahal dibanding bila memasak air yang berasal dari PDAM (termasuk air asal PDAM yang telah dimasak). Konsumsi air bersih bagi penduduk DKI Jakarta yang bermukim di wilayah pantai seperti Kota Jakarta Utara sebagiannya juga mengandalkan pelayanan dari PD PAM Jaya. Kebutuhan air bersih dalam menunjang kehidupan sehari-hari penduduk Jakarta Utara belum sepenuhnya dipenuhi dari sumber air PDAM. Kebutuhan penggunaan air bersih bagi penduduk Jakarta Utara, khususnya penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, selain digunakan untuk kebutuhan air minum, mandi, mencuci juga digunakan untuk memenuhi kegiatan-kegiatan nelayan seperti untuk kebutuhan melaut, pencucian ikan sebelum dikeringkan, dan lain-lain. Air yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan nelayan, terutama nelayan tradisional, seperti untuk mencuci kapal, mencuci hasil tangkapan selama pembongkaran dan mencuci peralatan yang digunakan oleh nelayan, termasuk alat tangkap, umumnya masih menggunakan air laut, yaitu air yang berasal dari kolam pelabuhan. Air yang digunakan untuk perbekalan melaut seperti kebutuhan air minum, umumnya menggunakan air PDAM yang mereka bawa dari rumah atau air yang mereka beli dari sumber lain atau membawa botol-botol air kemasan yang mereka beli sebelum berangkat melaut.
(2) Listrik Kebutuhan daya listrik di DKI Jakarta dipenuhi oleh Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) Distribusi DKI Jakarta dan Tangerang. Kebutuhan daya listrik pelanggan listrik DKI Jakarta pada tahun 2006 mencapai 4.500 megawatt (MW), sementara kemampuan pasokan listrik yang dipenuhi PT PLN sebesar 2.000 MW (Anonymous, 2007c). Dengan demikian, pelanggan listrik wilayah DKI Jakarta masih kekurangan pasokan daya listrik. Jumlah pelanggan listrik DKI Jakarta paling besar adalah untuk konsumsi rumahtangga. Pada tahun 2006, jumlah pelanggan rumahtangga tercatat 2.967.657
pelanggan. Pelanggan kedua terbesar adalah untuk keperluan bisnis yaitu tercatat sebesar 224.929 pelanggan. Untuk keperluan sosial, industri, Pemerintah dan traksi konsumsi listrik DKI tercatat berturut-turut sebesar 36.762, 10.264, 7.286, 4.148, dan 17 pelanggan (Anonymous, 2007c). Untuk dapat memenuhi kebutuhan listrik di wilayah DKI Jakarta, PT PLN melakukan kebijakan pemadaman listrik bergilir bagi pelanggan listrik di setiap wilayah DKI. Kebijakan tersebut menimbulkan konsekuensi yaitu tidak meratanya pasokan listrik bagi pelanggan yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Kondisi seperti yang dijelaskan di atas, menimbulkan kerugian bagi pelanggan listrik di DKI Jakarta. Kebijakan pemadaman listrik bergilir tersebut dapat mengganggu penduduk DKI Jakarta dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, termasuk kegiatan terkait perikanan. Aktivitas-aktivitas perikanan yang didukung oleh kebutuhan listrik, seperti lampu penerangan di gedung TPI, darmaga dan kebutuhan listrik di pabrik es, menjadi tidak berjalan bila mendapat giliran pemadaman listrik sehingga pasokan listrik tidak terpenuhi, dan aktivitas terkait menjadi terhambat.
(3) Transportasi, pos dan telekomunikasi Sarana transportasi yang terdapat di DKI Jakarta cukup lengkap. Saranasarana tersebut membantu penduduk DKI Jakarta dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, baik untuk keperluan bisnis, sekolah, bekerja, dan sebagainya. Sarana transportasi di DKI Jakarta melayani penumpang mencakup seluruh pelosok wilayah DKI Jakarta sehingga memudahkan akses bagi penduduk dalam berpergian dari satu tempat ke tempat lain. Sarana transportasi yang banyak digunakan oleh penduduk DKI Jakarta adalah transportasi darat. Pada tahun 2006, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta terdaftar 7,97 juta unit; terdiri sepeda motor, mobil penumpang, mobil beban, dan mobil bis (tidak termasuk TNI, POLRI, dan CD) (Anonymous, 2007c). Selanjutnya Anonymous (2007c) mengemukakan bahwa transportasi darat utama yang banyak digunakan untuk angkutan penumpang umum adalah kereta api. Pada tahun 2006 jumlah penumpang kereta api naik 5,98 persen dari tahun 2005 yaitu dari 116,23 juta orang menjadi 123,19 juta orang.
Berdasarkan Anonymous (2008b), pelayanan transportasi darat bagi penduduk DKI Jakarta masih kurang. Banyak masalah yang dihadapi pemerintah provinsi berkaitan dengan transportasi darat di DKI Jakarta diantaranya kurangnya transportasi umum dan tingginya mobilitas penumpang di provinsi ini, meningkatnya jumlah penggunaan kendaraan pribadi, tidak seimbangnya laju pertumbuhan kendaraan dengan ruas jalan sehingga meningkatnya jumlah lokasi rawan kemacetan di DKI Jakarta. Sarana transportasi umum kedua yang banyak digunakan penduduk DKI Jakarta adalah transportasi udara. Berdasarkan Anonymous (2007c), lalu lintas pesawat udara yang berangkat pada tahun 2006 untuk penerbangan internasional, domestik dan penerbangan lokal masing-masing tercatat sebanyak 23.551, 110.692, dan 9.876 penerbangan. Penerbangan internasional dan domestik terjadi peningkatan, masing-masing sebesar 9,1 persen dan 0,6 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya; sedangkan untuk penerbangan lokal turun sebesar 9,8 persen. Anonymous (2007c) juga menyatakan bahwa transportasi laut merupakan sarana transportasi alternatif bagi penduduk DKI Jakarta, terutama untuk transportasi antar pulau. Jumlah arus penumpang kapal laut untuk pelayaran antar pulau tercatat pada tahun 2006 yang datang dan berangkat melalui pelabuhan Tanjung Priok turun 15,84 persen dari 577.060 orang menjadi 485.644 orang. Anonymous (2007d) menambahkan bahwa transportasi laut DKI Jakarta belum merata, hal ini berdasarkan masih minimnya transportasi laut yang ada di Kabupaten Kepulauan Seribu. Jenis-jenis
transportasi
yang
ada
memberikan
keuntungan
bagi
keberlangsungan aktivitas perikanan di DKI Jakarta. Pengangkutan hasil perikanan/ hasil tangkapan dapat diangkut menggunakan mobil, truk, kereta, kapal niaga, dan pesawat terbang. Dengan demikian, pengangkutan hasil tangkapan khususnya dari PP/PPI atau tempat pendaratan ikan ke tempat konsumen/ pasar dapat didistribusikan ke berbagai daerah di DKI Jakarta dan luar Jakarta termasuk ekspor dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Penggunaan sarana trasnportasi perlu didukung oleh pembangunan prasarananya. Prasarana yang dibangun
untuk mendukung berbagai sarana
transportasi yang disediakan di DKI Jakarta antara lain berupa jalan raya, jalan layang, jembatan, maupun jalan tol. Pembangunan prasarana ini berguna sebagai pelengkap sarana transportasi yang disediakan. Salah satu fungsinya untuk memperlancar aktivitas pengangkutan hasil perikanan/ hasil tangkapan untuk didistribusikan dengan cepat. Pembangunan jalan tol lingkar luar Jakarta dan jalan tol yang langsung menuju Pelabuhan Tanjung Priok atau Bandara Internasional Sukarno-Hatta dari PPS Nizam Zachman, semakin mempermudah proses pengangkutan hasil tangkapan agar dapat didistribusikan dengan cepat ke tempat tujuan, terutama untuk tujuan luar wilayah DKI Jakarta dan tujuan luar negeri/ ekspor. Selain sarana transportasi, sarana pos dan telekomunikasi juga sangat berperan dalam menunjang aktivitas penduduk DKI Jakarta dalam kehidupan sehari-harinya; termasuk aktivitas nelayan di DKI Jakarta. Berbagai pelayanan pos dan telekomunikasi telah dibangun dan terus dikembangkan. Pelayanan pos di Indonesia, termasuk juga di DKI Jakarta, kini telah mencakup semua jasa pelayanan yang ditawarkan, selain jasa pos atau pengiriman surat. Pelayanan yang ditawarkan oleh kantor-kantor pos yang berada di DKI Jakarta dapat melayani pembayaran tagihan rekening listrik, rekening telepon, pembayaran angsuran kredit motor, angsuran kredit mobil, dan sebagainya.
Berbagai pelayanan jasa tersebut memberikan kemudahan bagi
penduduk DKI Jakarta dalam membayarkan iuran rutin kehidupan sehari-harinya, termasuk dalam memenuhi atau menunjang berlangsungnya aktivitas perikanan di DKI Jakarta. Kemudahan pelayanan jasa tersebut di atas juga didukung oleh tersedianya banyak kantor pos di berbagai tempat/ pemukiman di DKI Jakarta. Pada tahun 2006, Kantor Pos di DKI Jakarta tercatat sebanyak 254 unit yang meliputi delapan Kantor Pos besar, 179 Kantor Pos tambahan, dan 99 Rumah Pos (Anonymous, 2007d). Tersedianya kantor pos yang cukup di berbagai wilayah pemukiman membuat penduduk DKI Jakarta mudah dalam mengakses jasa yang ditawarkan oleh kantor pos-kantor pos tersebut. Jasa pelayanan telekomunikasi yang terdapat di DKI Jakarta juga telah mencukupi tingginya kebutuhan penduduk DKI Jakarta terhadap telekomunikasi.
Perusahaan telekomunikasi di DKI Jakarta telah memasang jutaan sambungan telepon ke berbagai wilayah di DKI, termasuk ke rumah-rumah maupun perkantoran. Berdasarkan Anonymous (2007c), pada tahun 2006 sambungan telepon di DKI Jakarta sebesar 1.925.940 unit, termasuk di dalamnya 360.343 unit di Jakarta Utara. Jasa pelayanan telekomunikasi di DKI Jakarta tidak hanya menawarkan bentuk telekomunikasi berupa sambungan telepon biasa, akan tetapi juga menawarkan jasa telekomunikasi seluler/ telepon genggam. Berkembangnya teknologi telekomunikasi seluler di dunia membuat penduduk DKI Jakarta lebih memilih melengkapi kebutuhan telekomunikasinya dengan komunikasi seluler berupa telepon genggam/ handphone. Penawaran dengan harga yang terjangkau, membuat berbagai tingkat usia penduduk DKI Jakarta kini telah dilengkapi dengan sarana telekomunikasi berupa telepon genggam tersebut. Kemudahan pelayanan jasa telekomunikasi di atas, memberikan keuntungan bagi penduduk DKI Jakarta dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-harinya, terutama aktivitas yang berkaitan dengan aktivitas bisnis dan ekonomi, termasuk di dalamnya bidang usaha perikanan. Para pelaku bisnis di bidang perikanan mendapatkan akses yang sangat mudah dalam bertransaksi bisnis untuk mencapai kesepakatan dalam jual-beli produk perikanan. Dengan demikian, pemesanan dan pengiriman produk perikanan dari nelayan dapat dilakukan dengan cepat sehingga kualitas produk perikanan/ hasil tangkapan mempunyai kualitas yang baik sampai ke konsumen.
4.1.4 Keadaan umum perikanan Luas perairan provinsi DKI Jakarta adalah 6.977,5 km2. Produksi perikanan tangkap / laut tahun 2006 sebesar 137,57 ribu ton atau 96,5 % dari total produksi perikanan provinsi ini, sedangkan perikanan budidaya sebesar 4,92 ribu ton atau sebesar 3,5 % (budidaya laut, tambak, dan kolam) (Anonymous, 2007c). Produksi perikanan tangkap/laut tersebut merupakan hasil tangkapan yang didaratkan dari lima pelabuhan perikanan dari berbagai tipe pelabuhan di DKI Jakarta, yaitu PPS Nizam Zachman, PPI Cilincing, PPI Kalibaru, PPI Kamal Muara, dan PPI Muara Angke. Kelima pelabuhan perikanan ini sangat besar
perannya dalam menyumbang produksi hasil perikanan yang dikonsumsi penduduk DKI Jakarta. Produksi perikanan tangkap yang didaratkan tidak hanya berasal dari perairan laut Teluk Jakarta, tetapi juga dari perairan-perairan laut lainnya seperti Laut Natuna, Selat Malaka, Sumatera Selatan, Laut Cina Selatan, dan lain-lain. Produksi perikanan tangkap yang didaratkan di PP/PPI DKI Jakarta, selain didistribusikan ke wilayah lokal DKI Jakarta dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk DKI Jakarta, juga didistribusikan ke berbagai daerah seperti Bandung, Sukabumi, dan Banten. Untuk produksi perikanan tuna diekspor ke negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Canada, Jepang, Korea Selatan dan sebagainya (Anonymous, 2007c). Konsumsi penduduk DKI Jakarta terhadap produk perikanan cukup tinggi. Ariningsih (2004) menyebutkan tingkat konsumsi protein hewani, terutama yang berasal ikan, penduduk DKI Jakarta merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2005, tercatat jumlah protein yang dikonsumsi oleh penduduk DKI Jakarta tercatat sebanyak 63,98 gram. Jika dibandingkan dengan standar kecukupan pangan untuk protein yang dianjurkan pada Widyakarya Pangan dan Gizi V sekitar 46,20 gram/kapita/hari, maka angka kecukupan pangan untuk protein di DKI Jakarta pada tahun 2005 telah melebihi dari yang dianjurkan (Anonymous, 2007c). Tidak ada data yang menjelaskan tentang jumlah konsumsi protein penduduk DKI Jakarta pada tahun 2006. Provinsi dengan tingkat konsumsi protein hewani terendah adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar 4,42 gram/kapita/hari atau 29,5 % dari acuan (Ariningsih, 2004). Konsumsi protein, terutama protein hewani merupakan salah satu zat gizi yang paling penting peranannya dalam pengembangan sumberdaya manusia untuk itu mengkonsumsi protein bagi setiap penduduk di Indonesia sangat dianjurkan sesuai acuan standar yang ditetapkan seperti yang dijelaskan di atas.
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.2.1 Perikanan tangkap di DKI Jakarta Penduduk DKI Jakarta yang berprofesi sebagai nelayan umumnya merupakan penduduk yang bermukim di wilayah Kota Jakarta Utara. Kota Jakarta Utara merupakan satu-satunya kota di DKI Jakarta yang wilayahnya berhubungan langsung dengan pesisir Laut Jawa. Nelayan Jakarta Utara umumnya bermukim di empat Kecamatan di wilayah Kota Jakarta Utara, yaitu Kecamatan Penjaringan, Cilincing, Pademangan dan Koja. Kota Jakarta Utara sebanyak 21.534 jiwa atau 1,8 % dari penduduk adalah sebagai nelayan tetap dan pendatang (Anonymous, 2008). Nelayan tetap Jakarta Utara merupakan penduduk asli/ lokal, sedangkan nelayan pendatang merupakan penduduk yang berasal dari luar DKI Jakarta. Nelayan pendatang tersebut awalnya merupakan nelayan yang sering melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapan di PP/PPI di wilayah DKI Jakarta, termasuk PPS Nizam Zachman. Semakin seringnya komunikasi dan eratnya sosialisasi yang terjadi antara penduduk lokal dengan nelayan pendatang, membuat nelayan pendatang memilih tinggal dan menetap di wilayah pemukiman DKI Jakarta (Saipul, 2007). Kegiatan usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan Jakarta Utara umumnya masih bersifat tradisional, hal ini dikarenakan unit penangkapan yang digunakan bersifat tradisional. Alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara merupakan alat tangkap yang dibuat berdasarkan pengetahuan secara turun temurun. Kapal/ armada penangkapan yang digunakan juga bersifat tradisional. Ukuran kapal yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara umumnya kurang dari 30 Gross Tonnage (GT). Kapal yang digunakan hanya dapat dioperasikan dengan daya jelajah terjauh mencapai perairan 12 mil laut. Menurut Saipul (2007), alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan Jakarta Utara adalah jaring payang, purse seine, rampus, gillnet, bagan, bubu, pancing dan lain-lain. Nelayan Muara Angke mengoperasikan hampir semua alat tangkap seperti jaring rampus, payang, kejer, bubu, dogol, gillnet, trawl, pancing dan lainlain. Nelayan Cilincing mengoperasikan jaring rampus, payang, kejer, bubu, dogol dan trawl. Nelayan Kamal Muara, selain jaring kejer dan payang mereka juga
mengoperasikan sero serta bagan. Nelayan di Muara Baru mengoperasikan gill net dan pancing tuna long line. Nelayan Jakarta Utara mengandalkan pendapatan hidupnya dari kegiatan usaha penangkapan. Hasil tangkapan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan dijual melalui pasar-pasar yang berada di wilayah Jakarta Utara, terutama pasarpasar ikan seperti di Pasar Ikan, Pusat Pemasaran Ikan (PPI) Muara Angke, PPI Muara Baru, dan sebagainya. Umumnya hasil tangkapan yang dijual sebagai pendapatan nelayan tradisional DKI Jakarta kurang dapat memenuhi untuk keperluan hidup seharihari, hal ini dikarenakan harga jual hasil tangkapan yang dipasarkan rendah. Rendahnya harga jual hasil tangkapan yang dipasarkan dikarenakan kurangnya pengetahuan nelayan dalam menjaga kualitas hasil tangkapan yang dipasarkan. Kurangnya pengetahuan nelayan tersebut dikarenakan tingkat pendidikan nelayan DKI Jakarta cenderung masih rendah.
4.2.2 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (1) Sejarah Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman terletak di Teluk Jakarta, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara. Berdasarkan Anonymous (2006b), PPS Nizam Zachman sebelumnya disebut dengan Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ). PPSJ diresmikan pada tanggal 17 Juli 1984. Awalnya PPSJ berbentuk Project Management Unit (PMU), namun seiring dengan berkembangnya kebutuhan pemakai jasa maka pada tahun 1992 dibentuk Perum Prasarana Perikanan Samudera yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dengan mengusahakan fasilitas pelabuhan perikanan yang bersifat komersial. Adapun di lain pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta mempunyai wewenang dan tanggungjawab melaksanakan tugas-tugas umum Pemerintahan di Pelabuhan. Selanjutnya
Anonymous
(2006b)
mengemukakan
bahwa
dalam
pembangunan PPSJ, pemerintah Indonesia meminta pemerintah Jepang untuk memimpin pembangunan pelabuhan perikanan di Jakarta, termasuk faislitas-
fasilitas di dalamnya. Perencanaan pembangunan PPSJ dimulai sejak tahun 1972. Studi kelayakannya dilakukan oleh pemerintah Jepang melalui Overseas Technical Cooperation Agency (JICA). PPSJ mulai dibangun tahun 1980 dengan pembiayaan bantuan dari pemerintah Jepang melalui Overseas Econimic Cooperation Fund (OECF) dan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Perencanaan teknis pembangunan pelabuhan dilaksanakan oleh Pacific Consultant International dari Jepang yang bekerja sama dengan PT. Inconeb dari Indonesia. Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan Nomor KEP.04/MEN/2004 dalam rangka mewujudkan semangat membangun perikanan di masa yang akan datang, memberi penghargaan kepada Bapak Nizam Zachman yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Perikanan periode 1969-1976, dengan mencantumkan namanya sebagai nama pelabuhan perikanan yang terletak di jalan Muara Baru, Jakarta Utara tersebut sehingga PPSJ berubah nama menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (Anonymous, 2004).
(2) Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPS Nizam Zachman) dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta. Unit Pelaksana Teknis (UPT) bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (UPT, 2005 vide Wulandari, 2007). Secara teknis tugasnya antara lain menyelenggarakan urusan umum pemerintah sebagai koordinator instansi terkait di lingkup PPS Nizam Zachman dalam melayani masyarakat perikanan. Instansi terkait lain yang beraktivitas di PPS Nizam Zachman Jakarta adalah : 1) Dinas Peternakan Perikanan, dan Kelautan DKI Jakarta; 2) Syahbandar; 3) Kesehatan Pelabuhan; 4) Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3); 5) Bea Cukai; 6) Imigrasi;
7) Dinas Pemadam Kebakaran; 8) Karantina Ikan. Berdasarkan Christanti (2005) vide Wulandari (2007), struktur organisasi dan tata kerja UPT PPS Nizam Zachman mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 26.I/MEN/2002 tanggal 1 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan dengan susunan organisasi yang terdiri dari : 1) Kepala Pelabuhan; 2) Kepala Bagian Tata Usaha yang membawahi : (1) Kepala Sub Bagian Umum, (2) Kepala Sub Bagian Keuangan. 3) Kepala Bidang Tata Operasional yang membawahi : (3) Kepala Seksi Kesyahbandaran Perikanan, (4) Kepala Seksi Pemasaran dan Informasi. 4) Kepala Bidang Pengembangan yang membawahi : (5) Kepala Seksi Tata Pelayanan, (6) Kepala Seksi Sarana. 5) Kelompok Jabatan Fungsional Pengawas Sumberdaya Ikan dan Hubungan Masyarakat Kegiatan pelayanan kepada masyarakat dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta yang mempunyai wewenang dan bertanggungjawab kepada Pemerintah Pusat (Lubis, 2005). Perum ini merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sejak tahun 2001, seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN (Anonymous, 2009b). Berdasarkan Wulandari (2007), Perum Prasarana Perikanan Samudera diatur dalam PP No. 2 Tahun 1990, PP No. 13 Tahun 1998 dan PP No. 23 Tahun 2000. Perum Prasarana Perikanan Samudera mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan melalui penyediaan fasilitas, barang dan jasa yang diberikan kepada masyarakat perikanan di dalam kawasan pelabuhan perikanan serta sebagai stabilisator dan dinamisator dalam melaksanakan fungsi pelayanan umum bersama KUD dan swasta lainnya. Perum berpusat di Jakarta yaitu di PPS
Nizam Zachman, Muara Baru. Perum membawahi kantor-kantor cabang pelabuhan lainnya yaitu PPN Pekalongan, PPN Belawan, PPN Brondong, PPN Pemangkat, PPP Tarakan, PPP Prigi, dan PPP Banjarmasin. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2000, maksud dan tujuan dibentuknya Perum adalah (Putra, 2007) : 1) Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan 2) Mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk mendorong usaha industri perikanan dan pemasaran hasil perikanan 3) Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil perikanan dan sistem rantai dingin dalam bidang perikanan 4) Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai komponen kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan
Struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. SUBAG TATA USAHA
KEPALA CABANG
URUSAN KEPEGAWAIAN SEKSI TEKNIK URUSAN KEUANGAN URUSAN RT DAN PERLENGKAPAN
SUBSEKSI INSTALANSI
URUSAN TATA LAKSANA
SUBSEKSI FASILITAS PENDINGIN DAN GENSET
SEKSI PELAYANAN USAHA
SUBSEKSI GALANGAN DAN TATA KAPAL
SUBSEKSI GALANGAN DAN BENGKEL SUBSEKSI ANEKA SARANA
SUBSEKSI PERBEKALAN SUBSEKSI COLD STORAGE SUBSEKSI ANEKA JASA
Sumber : Wulandari (2007)
Gambar 3 Struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta
Selama pelaksanaanya, timbul berbagai masalah dan kekurangan yang diketahui oleh masyarakat dan pihak Perum, maka Perum Prasarana Perikanan Samudera menetapkan strategi untuk memperbaiki kekurangan dan permasalahan yang dihadapi tersebut. Berdasarkan Putra (2007), strategi yang telah ditetapkan oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera adalah :
1) Meningkatkan kemampuan sarana dan prasarana yang telah tersedia dan mengembangkan sarana, prasarana baru dalam rangka meningkatkan pelayanan dan menangkap peluang usaha baru 2) Melengkapi beberapa pelabuhan perikanan dengan beberapa sarana pendukung yang memungkinkan diselenggarakannya secara baik dan lancar kegiatan pelayanan ekspor hasil perikanan langsung dari pelabuhan tersebut 3) Membentuk anak perusahaan dalam rangka memperluas jaringan usaha terutama untuk menangkap peluang-peluang usaha baru di luar usaha pokok perusahaan 4) Mengevaluasi pelabuhan-pelabuhan yang ekonomis sudah layak dan mengusulkan untuk dikelola perusahaan 5) Melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya memenuhi kebutuhan pelayanan yang belum dapat dipenuhi oleh perusahaan dan memanfaatkan peluang usaha baru yang saling menguntungkan 6) Memperkuat struktur permodalan khususnya untuk investasi berupa pinjaman jangka panjang dari lembaga pemerintah atau sektor perbankan dengan tingkat bunga yang dinilai saling menguntungkan 7) Mengupayakan terwujudnya tambahan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) dalam mendukung pengembangan perusahaan
Struktur organisasi UPT PPS Nizam Zachman digambarkan di Gambar 4 berikut. KEPALA PELABUHAN
BAGIAN TATA USAHA
SUB BAGIAN KEUANGAN
SUB BAGIAN UMUM
BIDANG PENGEMBANGAN
BIDANG TATA OPERASIONAL
SEKSI TATA PELAYANAN SEKSI KESYAHBANDARAN PERIKANAN SEKSI SARANA SEKSI PEMASARAN DAN INFORMASI
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Sumber : Wulandari, 2007
Gambar 4 Struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
(3) Aktivitas Perikanan Tangkap 1) Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Aktivitas penangkapan ikan dilakukan di suatu daerah penangkapan ikan (DPI) pada saat musim ikan puncak atau sedang. Bila di suatu DPI, musim ikan sedang ”paceklik” maka aktivitas penangkapan dapat dilakukan di DPI yang lain. Aktivitas penangkapan ikan tidak harus dilakukan pada saat musim ikan saja, terlebih ikan selalu bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain, sehingga pemilihan DPI lain yang sedang mengalami musim ikan puncak dapat dilakukan. Salah satu faktor yang berkaitan secara tidak langsung dengan musim penangkapan di Indonesia adalah angin musim. Angin musim barat bertiup antara November dan April bertepatan dengan musim penghujan, sedangkan angin musim timur antara Mei dan Oktober bertepatan dengan musim kemarau.
Musim barat merupakan musim dimana nelayan tidak dapat melakukan operasi penangkapan, hal ini dikarenakan pada musim tersebut cuaca dan ombak yang terjadi di lautan tidak mendukung perahu/ kapal untuk melakukan pelayaran, selain ukuran kapal yang belum memadai untuk mengatasi pengaruh musim. Untuk musim dimana nelayan dapat dengan leluasa melakukan operasi penangkapan adalah musim timur. Pada musim timur kapal dapat melakukan pelayaran dengan aman karena ombak dan cuaca yang terjadi mendukung kapal untuk mencari ikan. Musim pendaratan hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan dapat diindikasikan oleh perkembangan produksi bulanan hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan tersebut. Pada tahun 2006, pendaratan hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman dilakukan sepanjang tahun. Selama tahun tersebut, musim puncak pendaratan hasil tangkapan terjadi empat kali yaitu pada bulan Januari, Maret, Agustus dan November (Gambar 5) Pada bulan Maret pendaratan hasil tangkapan sebesar 1.523,20 ton atau sebesar 9,3 %. Pada bulan Januari sebesar 1.507,79 ton atau 9,2 %, November 1.471,19 ton atau 9,0 %, dan Agustus sebesar 1.423,38 ton atau 8,7 % (Anonymous, 2006c). 1600
Produski (ton)
1400 1200 1000 800
600 400 200 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Jul
Agu Sep Okt Nov Des
Bulan
Gambar 5 Perkembangan produksi bulanan hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 Ketepatan dalam penentuan daerah penangkapan ikan juga merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan,
selain penentuan musim ikan. Bila penentuan daerah penangkapan ikan atau fishing ground tepat maka peluang keberhasilan operasi penangkapannya pun tinggi. Penentuan fishing ground berkaitan dengan penentuan tempat distribusi atau migrasi ikan. Distribusi dan migrasi ikan berkaitan dengan siklus hidup dan kondisi oseanografi di suatu perairan yang merupakan penunjang bagi kelangsungan hidup suatu populasi ikan. Berdasarkan
Anonymous
(2006d),
posisi
geografis
daerah-daerah
penangkapan ikan nelayan-nelayan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terletak pada posisi 6° 00’ 00” LS sampai 4° 00’ 00” LS dan 106° 00’ 00” BT sampai 108° 00’ 00” BT, yaitu terletak mulai dari perairan Teluk Jakarta hingga perairan barat Sumatera Selatan. Nelayan PPS Nizam Zachman tidak hanya beroperasi di daerah-daerah penangkapan ikan yang disebutkan di atas tersebut, akan tetapi juga beroperasi di perairan-perairan laut lainnya seperti Laut Natuna, Selat Malaka, dan Laut Cina Selatan. Selanjutnya Anonymous (2006d) menyebutkan bahwa daerah-daerah penangkapan ikan lainnya bagi nelayan-nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam Zachman, seperti nelayan Indramayu, Tegal, Cirebon, nelayan Pekalongan, adalah di perairan Laut Jawa Bagian Barat yaitu pada posisi 7° 00’ 00” LS sampai 5° 00’ 00” LS dan 108° 00’ 00” BT sampai 111° 00’ 00” BT.
2) Unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan unit dalam suatu operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan ikan terdiri dari alat tangkap dan kapal / perahu penangkapan ikan. (1) Alat tangkap Jenis-jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam Zachman yaitu gillnet, longline, purse seine, bubu, muroami, jaring tangsi dan boukeami.
Tabel 2 Jenis, jumlah dan komposisi alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 No.
Jenis Alat Tangkap
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Gillnet Bubu Purse seine Longline Muroami Jaring Tangsi Boukeami Jumlah
Jumlah (unit)
Komposisi (%) 965 12 828 1.086 4 57 344 3.296
29,3 0,4 25,1 32,9 0,1 1,7 10,4 100,0
Jumlah Alat Tangkap (unit)
Sumber : Anonymous, 2006c (data diolah kembali) 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 6 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPS Nizam Zachman periode 2000-2006 Pada tahun 2006, alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman (Tabel 2) didominasi oleh alat tangkap longline yaitu berjumlah 1.086 unit (32,9 %) dan gillnet berjumlah 965 unit (29,3 %), sementara jenis alat tangkap lainnya seperti jaring tangsi (gillnet monofilament) hanya berjumlah 57 unit (1,7 %), bubu berjumlah 12 unit (0,4 %), boukeami berjumlah 344 unit (10,4 %), purse seine berjumlah 828 unit (25,1 %), dan muroami berjumlah 4 unit (0,1 %). Pada tahun tersebut total alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayannelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam Zachman berjumlah 3.296 unit (Anonymous, 2006c). Perkembangan jumlah alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman periode tahun 2000-2006 dapat dilihat pada Gambar 6. Jumlah alat tangkap yang beroperasi selama periode 2000-2006, memiliki
kecenderungan yang menurun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar negatif 8,5 % setiap tahunnya. Jumlah alat tangkap tertinggi terjadi pada tahun 2001, yaitu sebanyak 6.217 unit, sedangkan jumlah terendah terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 3.239 unit atau turun sebesar 16,9 % dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan banyak alat tangkap yang tidak beroperasi karena nelayan tidak melaut. Banyaknya nelayan yang tidak melaut diduga dikarenakan mereka tidak mampu lagi membeli solar untuk bahan bakar kapal. Harga bahan bakar minyak (BBM) tidak dapat dijangkau oleh nelayan, sejak kenaikan harga BBM yang terjadi pada tahun 2005. Adapun penurunan jumlah alat tangkap yang dioperasikan pada periode tahun 2001-2003, menurut Putra (2007) diduga dikarenakan banyaknya alat tangkap yang mengalami penurunan usia teknis sehingga tidak dapat dioperasikan dengan layak sedangkan pembelian alat tangkap baru sulit dilakukan karena harganya yang relatif mahal. Umumnya pembelian alat tangkap baru dibeli dari negara lain (impor) sehingga harganya relatif mahal. Dugaan tersebut dikuatkan berdasarkan wawancara peneliti dengan nelayan pemilik bahwa pabrik yang memproduksi alat tangkap di dalam negeri sangat sedikit dan kualitasnya relatif kurang baik. Jenis alat tangkap dominan yang dioperasikan oleh nelayan-nelayan PPS Nizam Zachman dengan asumsi jumlah unit lebih besar dari 5 % dari total alat tangkap di PPS Nizam Zachman adalah longline (32,9 %), gillnet (29,3 %), purse seine (25,1 %), dan boukeami (10,4 %) (Gambar 7). Jaring Tangsi 1,7 %
Bubu 0,4 %
Muroami 0,1 % Longline 32,9 %
Boukeami 10,4 %
Purse Seine 25,1 % Longline Jaring Tangsi
Gillnet 29,3 % Gillnet Bubu
Purse Seine Muroami
Boukeami
Gambar 7 Diagram pie komposisi alat tangkap menurut jenis di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006
Alat tangkap longline merupakan alat tangkap yang paling banyak dioperasikan di PPS Nizam Zachman. Hal ini dikarenakan di PPS Nizam Zachman, alat tangkap longline dioperasikan dalam skala usaha besar, dimana skala usaha ini dijalankan oleh perusahaan-perusahaan besar yang bermukim di kawasan industri PPS Nizam Zachman. Hasil tangkapan longline dari kawasan industri ini diperuntukkan tujuan ekspor (Anonymous, 2006b). Alat tangkap terbanyak kedua dan ketiga yaitu gillnet dan purse seine. Hasil tangkapan dari armada yang mengoperasikan kedua jenis alat tangkap ini sebagian besar dipasarkan untuk keperluan dalam negeri atau lokal yaitu Muara Angke, Banten, Sukabumi, hingga Bandung.
(2) Armada penangkapan ikan Sebagian besar armada penangkapan ikan atau kapal ikan yang beroperasi di PPS Nizam Zachman merupakan jenis kapal motor; menggunakan mesin dalam (inboard). Kapal motor yang dioperasikan di PPS Nizam Zachman berukuran kurang dari 10 Gross Tonnage (GT) hingga lebih besar dari 200 GT. Armada penangkapan ikan yang memanfaatkan PPS Nizam Zachman digolongkan ke dalam dua jenis kapal yaitu kapal tradisional dan kapal industri. Armada/kapal tradisional di PPS Nizam Zachman merupakan kapal-kapal motor yang memiliki ukuran kurang dari 30 Gross Tonage (GT), sedangkan armada/kapal industri merupakan kapal motor yang berukuran mulai dari 30 GT hingga lebih dari 200 GT (Anonymous, 2006b). Armada/kapal tradisional di PPS Nizam Zachman diantaranya kapal gillnet, muroami, boukeami, bubu dan jaring tangsi (gillnet monofilament). Kapal-kapal tersebut umumnya mempunyai ukuran kurang dari 30 GT. Armada/ kapal industri di PPS Nizam Zachman adalah kapal longline dan purse seine. Kedua jenis kapal tersebut umumnya memiliki ukuran lebih dari 200 GT (Anonymous, 2006b). Armada/ kapal tradisional di PPS Nizam Zachman melakukan pendaratan hasil tangkapan di dermaga barat, sedangkan armada/ kapal industri di dermaga timur. Pada tahun 2006, frekuensi armada penangkapan ikan yang masuk ke PPS Nizam Zachman (Tabel 3) berjumlah 3.793 kali dan didominasi oleh kapal-kapal yang berukuran 20-30 GT, 50-100 GT dan 100-200 GT. Armada berukuran 20-30
GT berjumlah 1.104 kali (29,1 %), berukuran 50-100 GT berjumlah 933 kali (24,6 %) dan kapal berukuran 100-200 GT berjumlah 1.141 kali (30,1 %).
Tabel 3 Jumlah frekuensi kapal masuk dan komposisinya berdasarkan kategori ukuran kapal di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 No.
Kategori Ukuran Kapal (Gross Tonnage) 1 < 10 GT 2 10- 20 GT 3 20-30 GT 4 30-50 GT 5 50-100 GT 6 100-200 GT 7 > 200 GT Jumlah Sumber : Anonymous, 2006b (data diolah kembali)
Frekuensi (kali)
Komposisi (%) 110 138 1.104 268 933 1.141 99 3.793
2,9 3,6 29,1 7,1 24,6 30,1 2,6 100,0
(3) Nelayan Penduduk DKI Jakarta yang berprofesi sebagai nelayan, terutama nelayan tradisional, umumnya merupakan masyarakat golongan menengah ke bawah yang mayoritas tinggal di wilayah Kota Jakarta Utara, seperti yang dijelaskan pada subsubbab 4.2.1 di atas.
Tabel 4 Perkembangan jumlah nelayan DKI Jakarta tahun 2000-2006 Tahun Jumlah Nelayan Persentase (orang) Pertumbuhan (%) 2000 71.898 2001 96.049 33,6 2002 110.372 14,9 2003 217.327 96,9 2004 219.472 0,9 2005 174.913 -20,3 2006 218.807 25,1 Rata-rata 158.405 25,0 Kisaran 71.898 - 219.472 -20,3 - 96,9 Sumber : Anonymous, 2006c (data diolah kembali)
Jumlah Nelayan (orang)
250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 8 Grafik perkembangan jumlah nelayan DKI Jakarta periode tahun 2000-2006 Berdasarkan Tabel 4, pada tahun 2000 jumlah nelayan DKI Jakarta sebanyak 71.898 orang. Pada tahun 2003, jumlah nelayan meningkat signifikan menjadi sebanyak 217.327 orang, sedangkan pada tahun 2005 jumlah nelayan DKI Jakarta menurun sebesar negatif 20,3 % atau 174.913 orang. Kemudian naik kembali pada tahun 2006 dengan kenaikan sebesar 25,1 % atau menjadi sebanyak 218.807 orang. Perkembangan nelayan DKI Jakarta periode 2000–2006 berdasarkan Anonymous (2006c), seperti pada Tabel 4 dan Gambar 8, mengalami pertumbuhan dengan kisaran negatif 20,3 sampai dengan positif 96,9 %. Perkembangan tersebut selama tahun 2000–2006 mengalami fluktuasi, namun cenderung meningkat. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu memiliki pertumbuhan 96,9 % dari tahun sebelumnya, sedangkan penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2005, dengan penurunan sebesar 20,3 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah nelayan periode 2000-2003 ini, berdasarkan Putra (2007) diduga didominasi dari peningkatan jumlah nelayan yang bekerja pada usaha perikanan tuna / longline. Hal ini dikarenakan sebelum tahun 1993, kegiatan penangkapan dengan alat tangkap longline didominasi oleh nelayan asing yang berasal dari Taiwan. Hal ini sempat menimbulkan permasalahan dengan nelayan Indonesia sehingga pihak pelabuhan menetapkan jumlah proporsi nelayan asing dikurangi. Pada tahun– tahun berikutnya, kapal tuna yang berbendara Taiwan di
Indonesia-kan dan nelayan yang bekerja pada kapal longline hampir seluruhnya berasal dari Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara, penurunan yang cukup tajam pada tahun 2005 dikarenakan pada tahun tersebut, terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), termasuk solar, yang digunakan untuk kebutuhan melaut oleh nelayan, sehingga nelayan DKI Jakarta lebih memilih untuk tidak melaut dan beralih profesi.
(4) Jenis, Volume dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta 1) Jenis hasil tangkapan dan ketersediaanya Berdasarkan Anonymous (2006c), terdapat lebih dari dua puluh jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman. Jenis hasil tangkapan tersebut didaratkan dari kapal tradisional dan kapal industri yang khusus didaratkan di Tuna Landing Center (TLC). Jenis dan volume produksi hasil tangkapan per jenis yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 5. Hanya tiga jenis dari seluruh jenis hasil tangkapan tersebut yang menunjukkan secara kuantitatif dominan; dengan asumsi disebut dominan bila memiliki persentase komposisi sama dengan atau lebih dari 5,0 %. Ketiga jenis hasil tangkapan tersebut yaitu tuna (Thunnus sp.) sebesar 35,5 % atau sebanyak 5.518,1 ton per tahun pada tahun 2006; tongkol (Auxis sp.) sebesar 29,2 % atau 4.544,8 ton; dan tenggiri (Scomberomorus sp.) sebesar 13,4 % atau sebanyak 2.088,2 ton. Ketersediaan ketiga jenis hasil tangkapan dominan tersebut (tabel 6) adalah untuk tuna 153,8-987,9 ton per bulan atau 5,1-32,9 ton per hari atau rata-rata 15,3 ton per hari; untuk tongkol 251,1-657,5 ton per bulan atau 8,4-21,9 ton per hari atau rata-rata 12,6 ton per hari; sedangkan tenggiri dengan kisaran 99,2-300,5 ton per bulan atau 3,3-10,0 ton per hari atau rata-rata 5,8 ton per hari.
Tabel 5 Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan per jenis di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jenis Ikan Alu-alu Bawal Cakalang Cendro Cucut Cumi Golok-golok Japuh Kakap Merah Kembung Kwee Layaran Layur Lemadang Lemuru Manyung Pari Talang Tembang Tenggiri Tetengkek Tongkol Tuna Ikan lainnya
Nama Ilmiah Sphyraena genie Formio niger Katsuwonus pelamis Tylosurus crocodilus Carcharias dussmieri Loligo sp. Chirosentrus dorab Dussumieria acuta Lutjanus sanguineus Restrelliger sp. Caranx sexfasciatus Istihioporus oriental Trichiurus savala Coryphaena hippurus Sardinella longiceps Arius sp. Aetomylus sp. Chorinemus sp. Sardinella fimbriata Scomberomorus sp. Megalaspis sp. Auxis sp. Thunnus sp. -
Jumlah Sumber : Anonymous. 2006c (data diolah kembali)
Jumlah (ton) 3,5 71,3 765,3 5,9 288,5 311,7 208,4 6,9 9,6 10,4 22,9 357,1 9,7 33,4 4,7 111,2 14,3 23,8 6,3 2.088,2 21,4 4.543,8 5.518,1 1.101,5 15.538,9
Komposisi (%) 0,1 0,5 4,9 0,1 1,9 2,0 1,3 0,1 0,1 0,1 0,1 2,3 0,1 0,2 0,1 0,7 0,1 0,2 0,1 13,4 0,1 29,2 35,5 7,1 100,0
Tabel 6 Ketersediaan hasil tangkapan dominan tuna, tongkol, dan tenggiri di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 Ketersediaan (ton) No Jenis Hasil Tangkapan Per Bulan Per Hari Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata 1 Tuna 153,8-987,9 459,8 5,1-32,9 15,3 2 Tongkol 251,1-657,5 378,7 8,4-21,9 12,6 3 Tenggiri 99,2-300,5 174,1 3,3-10,0 5,8 Sumber : Anonymous. 2006c (data diolah kembali)
Lima jenis hasil tangkapan lainnya disebut cukup dominan; dengan asumsi disebut cukup dominan bila memiliki persentase komposisi antara 1 % sampai dengan kurang dari 5 %. Kelima jenis hasil tangkapan tersebut yaitu cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 4,9 % atau sebanyak 765,3 ton; layaran (Istihioporus oriental) sebesar 2,3 % atau sebanyak 357,1 ton; cumi (Loligo sp.)
sebesar 2,0 % atau sebanyak 311,7 ton; cucut (Carcharias dussmieri) sebesar 1,8 % atau sebanyak 288,5 ton dan golok-golok (Chirosentrus dorab) sebesar 1,3 % atau sebanyak 208,4 ton. Adapun jenis hasil tangkapan lainnya selain kedua kelompok di atas, berjumlah kurang dari 1,0 % atau tidak dominan. Ketersediaan kelima jenis hasil tangkapan cukup dominan di atas (tabel 7) adalah untuk cakalang 3,3-264,8 ton per bulan atau 0,1-8,8 ton per hari atau ratarata 2,1 ton per hari; layaran 20,4-65,6 ton per bulan atau 0,7-2,2 ton per hari atau rata-rata 0,9 ton per hari; untuk cumi 7,0-54,0 ton per bulan atau 0,2-1,8 ton per hari atau rata-rata 0,9 ton per hari; cucut dengan kisaran 10,3-42,4 ton per bulan atau 0,3-1,4 ton per hari atau rata-rata 0,8 ton per hari; sedangkan golok-golok 11,7-22,4 ton per bulan atau 0,4-0,7 ton per hari atau rata-rata 0,6 ton per hari.
Tabel 7 Ketersediaan hasil tangkapan cukup dominan cakalang, layaran, cumi, cucut, dan golok-golok di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 Ketersediaan (ton) Per Bulan Per Hari No Jenis Hasil Tangkapan RataKisaran Rata-rata Kisaran rata 1 Cakalang 3,3-264,8 63,8 0,1-8,8 2,1 2 Layaran 20,4-65,6 29,8 0,7-2,2 0,9 3 Cumi 7,0-54,0 25,9 0,2-1,8 0,9 4 Cucut 10,3-42,4 24,1 0,3-1,4 0,8 5 Golok-golok 11,7-22,4 17,4 0,4-0,7 0,6 Sumber : Anonymous. 2006c (data diolah kembali)
Volume produksi hasil tangkapan tuna mengalami puncak pendaratan hasil tangkapan atau ketersediaan tertinggi pada bulan Januari, Maret dan April; hasil tangkapan tongkol mengalami puncak pada bulan Maret, Agustus dan November; sedangkan tenggiri pada Mei, Juni dan November. Untuk volume produksi hasil tangkapan cukup dominan, cakalang mengalami puncak pendaratan hasil tangkapan atau ketersediaan tertinggi pada bulan November dan Desember, layaran mengalami puncak pendaratan hasil tangkapan atau ketersediaan tertinggi pada bulan Agustus; hasil tangkapan cumi mengalami puncak pada bulan September dan November; cucut pada September dan Oktober sedangkan golok-golok mengalami puncak pendaratan hasil tangkapan atau ketersediaan tertinggi pada bulan Mei, Juni dan Juli. Dengan
demikian, volume produksi lebih banyak terjadi pada kisaran bulan Agustus hingga Desember. Ketersediaan volume produksi per bulan jenis hasil tangkapan dominan dan cukup dominan dapat dilihat pada Gambar 9.
• Tenggiri (Scomberomorus sp.) Desember
Desember
135.27
Nopember
135.82
September
300.46
Juni Mei
Bulan
182.18
275.25
Januari
100
Juli
271.01 302.66
Juni
171.94
April
168.82
Maret
340.27 394.27 544.14 317.12
Februari
100.87 0
521.19
Mei
138.76
Februari
412.28
Agustus
Juli
Maret
251.12
September
99.2
April
657.45
Oktober
176.53
Agustus
280.47
Nopember
203.14
Oktober
Bulan
• Tongkol (Auxis sp.)
252.82
Januari
200
300
400
0
200
Produksi per bulan (ton/bln)
• Tuna (Thunnus sp.)
Oktober
Agustus
Juli
425.37
Juli
Bulan
410.59
476.22 561.02
April
500
Juni
26.68 32.54 24.22 30.1
Februari
987.88 0
31.34
Maret
463.85
Januari
65.57
April
567.58
Februari
21.48
Mei
693.47
Maret
26.97
September
Agustus
Mei
22.33
Oktober
260.95
Juni
800
29.02
Nopember
267.3
September
Bulan
Desember
153.79
Nopember
600
• Layaran (Makaira sp.)
250.11
Desember
400
Produksi per bulan (ton/bln)
1000
Produksi per bulan (ton/bln)
20.4 26.43
Januari
1500
0
20
40
60
Produksi per bulan (ton/bln)
Gambar 9 Histogram ketersediaan volume produksi bulanan jenis-jenis hasil tangkapan dominan dan cukup dominan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006
80
Gambar 9 (Lanjutan)
• Cakalang (Katsuwonus pelamis)
• Cucut (Carcharhinus sp.)
Desember
264.83
Nopember 51.83
Oktober
September
56.03
September
80.38
Juli Juni
Bulan
33.18 8.37
Mei
10.28
Nopember
Oktober
Agustus
Bulan
Desember
236.77
14.16 36.8 42.44
Agustus
34.27
Juli
34.82
Juni
26.69
Mei
3.38
22.15
April
4.57
April
18.42
Maret
9.1
Maret
20.2
Februari
Februari
6.57 10.33
Januari 0
14.63
Januari 100
200
13.63 0
300
10
• Cumi-cumi (Loligo sp.) Desember
52.22
Oktober September
7.02 17.31
22.38 21.16 12.49 17.88
Februari
12.46 20
Juni
Maret
17.04
0
21.18
Juli
April
10.29
Januari
19.1
Mei
12.28
Februari
16.59
Agustus
Bulan
16.36
Maret
17.11
September
47.09
April
50
17.68
Oktober
54.03
Agustus
Bulan
Nopember
45.64
Mei
40
17.13
Desember
Nopember
Juni
30
• Golok-golok (Chirosentrus dorab)
19.99
Juli
20
Produksi per bulan (ton/bln)
Produksi per bulan (ton/bln)
11.71
Januari
40
Produksi per bulan (ton/bln)
60
13.99 0
5
10
15
20
Produksi per bulan (ton/bln)
25
2) Volume dan nilai produksi hasil tangkapan Volume produksi di PPS Nizam Zachman terdiri dari produksi dari jalur darat dan produksi dari pendaratan hasil tangkapan dari laut. Produksi dari laut terdiri dari pendaratan hasil tangkapan armada/ kapal industri di Tuna Landing Center (TLC) dan armada tradisional di dermaga barat/ TPI Produksi dari jalur darat didatangkan dari beberapa daerah seperti Jakarta (Muara Angke), Karawang, Sukabumi, Banten, Cirebon, Tegal, Cilacap, Jepara, Surabaya, dan Bali. Pada tahun 2006, produksi dari jalur darat berjumlah 74.300,1 ton (Anonymous, 2006b). Volume produksi dari laut berasal dari pendaratan hasil tangkapan kapal Gillnet, Purseseine, Longline, Muroami, Boukeami dan kapal pengangkut. Volume produksi hasil tangkapan didaratkan dari laut berjumlah 15.538,9 ton dengan nilai Rp. 197.431.000.000,- (Tabel 8). (Anonymous, 2006b).
Tabel 8 Volume, nilai dan pertumbuhan produksi hasil tangkapan dari laut yang didaratkan di PPS Nizam Zachman tahun 2000-2006 Tahun
Volume Produksi (ton)
Persentase Pertumbuhan (%)
Nilai Produksi (RP Juta)
2000 2001 2002 2003 2004 2005
53.470,5 35.760,6 32.725,7 32.021,2 33.618,4 23.137,6
2006
15.538,9
-0,3 -0,1 -0,1 0,1 -0,3 -0,3
-
Kisaran
15.538,9 - 53.470,5
Rata-rata
28.800,4
893.380 864.660 913.870 633.370 1.110.670 3.474.793
Persentase Pertumbuhan (%) -
197.431
-0.1 0.1 -0.4 0.4 0.7 -0.9
(- 0,3) - 0,1
197.431 - 3.474.793
(-0,9) - 0,7
-0,2
1.199.132,33
-0,1
Sumber : Anonymous. 2006b.(data diolah kembali)
Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman pada periode 2000-2006 memperlihatkan kecenderungan yang menurun (Tabel 8 dan Gambar 10); dengan kisaran persentase pertumbuhan negatif 0,3 sampai dengan positif 0,1 % atau rata-rata negatif 0,2 %. Kecenderungan menurunnya volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman tersebut sejalan dengan kecenderungan menurunnya jumlah frekuensi kapal masuk yang memanfaatkan PPS Nizam Zachman pada periode yang sama yaitu berjumlah 3.793 kali atau turun sebesar 17,5 % dari tahun sebelumnya (Tabel 3 subbab 4.2.2), selain itu sebagian kapal mendaratkan hasil tangkapannya ke
pelabuhan lain yang biaya tambat-labuhnya relatif lebih murah atau lebih dekat dengan fishingbase dan juga diduga karena naiknya harga solar sejak tahun 2005, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (subsubbab 4.2.2). Volume produksi
60
4.000 3.500
50
3.000 40
2.500
30
2.000 1.500
20
1.000 10
500
0
0 2000
2001
2002
2003
Volume Produksi (1.000 ton)
2004
2005
Nilai Produksi (miliar rupiah)
Volume Produksi (1.000 ton)
pada tahun 2006 merupakan produksi terendah pada kurun waktu tersebut di atas.
2006
Nilai Produksi (miliar rupiah)
Gambar 10 Grafik perkembangan volume produksi dan nilai produksi di PPS Nizam Zachman tahun 2000-2006 Perkembangan nilai produksi tahunan pada periode yang sama di atas mengalami fluktuasi yang tinggi, terutama pada periode tahun 2003-2006. Pada periode sebelumnya tahun 2000-2002, memperlihatkan kecenderungan yang relatif konstan namun pada periode 2003-2005 menunjukkan kecenderungan yang meningkat sangat tajam untuk kemudian menurun sangat tajam pada tahun 2006. Selama periode 2000-2006, kisaran persentase pertumbuhan nilai produksi adalah berkisar antara negatif 0,9 % sampai dengan positif 0,7 % per tahun. Nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar Rp. 3,5 triliun atau naik sebesar lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya, sementara nilai produksi terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 197 miliar atau turun sebesar 94,3 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan nilai produksi yang cukup tajam pada tahun 2005 diduga terjadi karena pada tahun tersebut volume produksi hasil tangkapan menurun sebesar 31,2 % dari tahun sebelumnya sehingga rata-rata harga produksi hasil tangkapan per kg naik tajam dari sekitar Rp. 4.500,-/kg menjadi sekitar Rp. 20.800,-/kg dan nilai produksinya menjadi meningkat tajam pula, sementara permintaan terhadap hasil tangkapan tersebut.
5
KONDISI AKTUAL AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
5.1
Aktivitas Pendaratan Hasil Tangkapan Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan, aktivitas pendaratan
hasil tangkapan armada tradisional di PPS Nizam Zachman meliputi rangkaian proses pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke atas dek kapal, penyortiran hasil tangkapan di atas kapal, penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga dan pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Secara umum, rangkaian proses tersebut sesuai seperti yang digambarkan dalam Pane (2005) vide Mulyadi (2007) (Gambar 1 subsubbab. 2.2.2). Aktivitas pendaratan hasil tangkapan di PPS ini umumnya dilakukan mulai dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Lama waktu proses pendaratan hasil tangkapan kapal-kapal tradisional; yang dimulai dari pembongkaran hasil tangkapan hingga diangkut menuju TPI, bersifat relatif, tergantung dari besarnya volume hasil tangkapan yang didaratkan, jumlah anak buah kapal (ABK) dan buruh yang terlibat serta jumlah fasilitas yang mendukung dalam proses pendaratan hasil tangkapan tersebut. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan dan hasil wawancara terhadap staf petugas TPI, untuk hasil tangkapan armada tradisional dengan volume hasil tangkapan sebesar dua ton, jumlah ABK sejumlah 10 orang, jumlah buruh enam orang dan jumlah keranjang plastik/wadah hasil tangkapan 40 unit, maka diperlukan waktu selama tiga jam dua puluh menit untuk menyelesaikan proses aktivitas pendaratan hasil tangkapan tersebut. Pengamatan terhadap lama waktu proses pendaratan dilakukan selama delapan jam periode waktu proses pendaratan seperti yang dijelaskan di atas dengan pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali proses pendaratan.
5.1.1 Pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke atas dek kapal Aktivitas pendaratan dimulai dari saat kapal telah merapat di dermaga bongkar khusus area bongkar-muat kapal tradisional yang terletak di dermaga barat. Kapal merapat secara menyamping dengan sisi lambung kiri kapal merapat ke turap (Gambar 11). Pemilik kapal melaporkan kedatangannya kepada petugas pelabuhan.
Gambar 11 Aktivitas pembongkaran hasil tangkapan kapal tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 Pembongkaran dimulai dengan persiapan ABK menyiapkan alat bantu yang digunakan yaitu tali, pancong, ember dan keranjang plastik. Sebagian ABK bertugas
mengambil
hasil
tangkapan dari
dalam
palka kapal
dengan
memasukkannya ke dalam ember; sementara yang lainnya menunggu di atas palka untuk menerima ember berisi ikan dari ABK yang berada di dalam palka. Jumlah ABK yang bertugas mengambil ikan dari dalam palka kapal berjumlah 2-3 orang, bergantung dari luas lubang palka kapal dan banyaknya hasil tangkapan yang dibongkar, sementara ABK yang berada di atas dek berjumlah
7-10 orang.
Anak buah kapal yang berada di dek, menarik ember berisi hasil tangkapan dengan menggunakan tali yang terhubung ke katrol. Hasil tangkapan yang dikeluarkan dari palka tersebut dimulai dari tumpukan paling atas dalam palka. Hasil tangkapan yang telah dikeluarkan dari palka, kemudian di atas dek diletakkan ke dalam keranjang plastik yang telah disusun sebelumnya.
Hasil tangkapan yang dimasukkan ke dalam keranjang diseleksi atau disortir berdasarkan jenis ikan, ukuran dan kualitasnya. Proses penseleksian dilakukan dengan cara membedakan hasil tangkapan yang memiliki jenis berbeda, sedangkan penyeleksian menurut ukuran dan kualitas yang berbeda dilakukan secara ”kasar”, yaitu hanya berdasarkan perkiraan saja. Untuk hasil tangkapan yang sama jenisnya, ukuran dan kualitas yang relatif sama, dimasukkan ke dalam satu keranjang, tanpa diberikan perlakuan lagi seperti pemberian es atau pemotongan bagian-bagian tubuh (Gambar 12). Keranjang
plastik
yang
digunakan
oleh
ABK
kapal
merupakan
keranjang yang disewa dari pengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Baru/ Koperasi Mina Muara Makmur, dengan harga sewa Rp. 1.000,- per keranjangnya hingga proses pembongkaran selesai dilakukan. Keranjang plastik yang disediakan tidak dibedakan ukurannya untuk menampung hasil tangkapan yang memiliki ukuran yang berbeda. Hasil tangkapan yang berukuran relatif kecil dan besar, dengan ukuran terkecil sepanjang 12 cm untuk ikan tembang (Sardinella sp.) hingga ukuran terbesar seperti ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) yang mencapai panjang hingga 200 cm, keduanya menggunakan keranjang plastik yang sama ukurannya yaitu 69,5x48,5x37,0 cm3 (bagian atas) dan 59,5x40,0x37,0 cm3 (bagian bawah) (Gambar 14a.). Keranjang plastik dengan ukuran tersebut maksimumnya dapat menampung hasil tangkapan sebesar 50 kg (Hardani R.,2008). Menurut Pane (2009) daya tampung maksimumnyanya 30 kg.
Gambar 12 Aktivitas penseleksian hasil tangkapan di atas kapal tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007
Cara pembongkaran yang dilakukan oleh ABK armada tradisional di PPS Nizam Zachman kurang memperhatikan kualitas hasil tangkapan agar tetap berkualitas baik. Dalam keranjang plastik, hasil tangkapan tidak diberi es lagi, dengan alasan karena hasil tangkapan yang berada dalam palka umumnya telah diberi es berupa es curah sejak hasil tangkapan tersebut ditangkap. Alat bantu yang digunakan saat proses pembongkaran tidak memenuhi kebersihan/higienitas dan cenderung bersifat merusak. Alat bantu yang digunakan seperti ember, tali dan keranjang plastik terlihat dalam kondisi kotor, sangat terlihat jarang dibersihkan. Alat bantu lainnya yang berupa pancong cenderung bersifat merusak. ABK menggunakan alat tersebut untuk digunakan dalam mengambil atau meraih hasil tangkapan berukuran relatif besar dalam palka kapal atau memindahkannya ke atas dek. Cara dan alat yang digunakan dalam pembongkaran seperti di atas tidak sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapan di tempat pendaratan ikan yang disarankan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (Anonymous, 2007a), yang mengemukakan bahwa dalam melakukan pembongkaran hasil tangkapan, alat yang digunakan harus terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, sehingga pada saat digunakan selalu dalam keadaan bersih. Alat tersebut juga tidak bersifat merusak. Cara pembongkaran hasil tangkapan juga harus dilakukan dengan cepat, menempatkan hasil tangkapan dalam wadah yang sesuai dengan ukuran hasil tangkapan dan menjaga suhu hasil tangkapan agar tetap serendah mungkin (subsubbab. 2.3.3).
5.1.2 Penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke dermaga Hasil tangkapan yang telah diletakkan ke dalam keranjang plastik dan disusun di atas dek kemudian diturunkan ke dermaga. Proses penurunan hasil tangkapan dalam keranjang plastik dari atas dek ke lantai dermaga menggunakan alat bantu berupa papan luncur yang terbuat dari kayu dengan panjang sekitar dua meter, lebar 50 cm. Keranjang plastik berisi hasil tangkapan diluncurkan dengan menggunakan papan luncur yang diletakkan antara sisi kapal dengan lantai dermaga dengan kemiringan sekitar 30˚ (Gambar 13b.). ABK atau buruh angkut “menyongsong” keranjang plastik berisi hasil tangkapan tersebut untuk kemudian
mengambil dan meletakkannya ke lantai dermaga. Hasil tangkapan yang telah diletakkan di lantai dermaga disiram dengan air kolam pelabuhan kemudian diangkut oleh buruh dengan menggunakan lori menuju ke gedung TPI (Gambar 15).
a. a.
b. b.
Gambar 13 Fasilitas terkait aktivitas pendaratan hasil tangkapan di dermaga PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Keranjang plastik/wadah hasil tangkapan yang digunakan di dermaga pendaratan hasil tangkapan armada tradisional; b.Papan luncur yang digunakan untuk memindahkan hasil tangkapan armada tradisional dari dek kapal ke lantai dermaga Berdasarkan Anonymous (2007a), proses penurunan hasil tangkapan armada tradisional dari dek ke dermaga pendaratan di PPS Nizam Zachman tidak memenuhi syarat. Syarat yang dimaksud yaitu berupa cara atau metode penanganan hasil tangkapan dan cara penurunan hasil tangkapan dari dek kapal ke lantai dermaga. Anonymous (2007a) selanjutnya menjelaskan bahwa dalam melakukan proses penurunan hasil tangkapan dari dek ke dermaga pendaratan haruslah menggunakan peralatan yang bersih dan tidak bersifat merusak. Pada saat proses penurunan hasil tangkapan tersebut, hasil tangkapan harus terlindung dari terpaan sinar matahari langsung. Di PPS Nizam Zachman, ABK kapal-kapal tradisional menurunkan hasil tangkapan dengan menggunakan papan luncur yang berpotensi merusak hasil tangkapan. Hasil tangkapan dalam keranjang, terutama yang berada paling bawah wadah keranjang, kerap kali bagian tubuhnya keluar melalui lubang keranjang dan
bersentuhan dengan keras terhadap papan luncur. Keluarnya bagian tubuh tersebut disebabkan tekanan dari bagian atas sebagai akibat dari penumpukan hasil tangkapan yang melebihi batas tinggi keranjang. Pada saat penelitian, tidak jarang hasil tangkapan terlihat tergencet dan bersentuhan secara keras dengan papan luncur. Kondisi tersebut semakin memperburuk dengan banyaknya keranjang yang bagian bawahnya telah rusak akibat penggunaan yang terus menerus dengan cara demikian (Gambar 14).
Gambar 14 Sisi bagian bawah keranjang plastik/wadah hasil tangkapan yang telah rusak dan berlubang akibat gesekan dengan papan luncur dan lantai gedung TPI Cara pencucian hasil tangkapan yang dilakukan oleh ABK juga tidak memenuhi prinsip kerja cepat, cermat, dan higienis. Hasil tangkapan yang telah diturunkan dari atas kapal disiram dengan menggunakan air kolam pelabuhan (Gambar 15a.). Air kolam pelabuhan dermaga barat PPS Nizam Zachman Jakarta cenderung kotor dan bau akibat sampah dan kotoran sisa pembuangan ceceranceceran ikan yang dibuang ke kolam (Gambar 15b.). Penyiraman hasil tangkapan dengan air kolam pelabuhan tersebut dapat semakin menurunkan kualitas hasil tangkapan yang didaratkan. Kualitas hasil tangkapan akan dapat menurun akibat dari aktivitas metabolisme bakteri yang berada pada ikan atau hasil tangkapan lainnya.
Kondisi mutu hasil tangkapan didaratkan tersebut dapat semakin menurun dengan tidak digunakannya atap atau alat penutup yang dipasang di atas papan luncur ketika penurunan hasil tangkapan dilakukan, sehingga hasil tangkapan terkena sinar matahari langsung.
a.
b.
a.
b.
Gambar 15 Penyiraman hasil tangkapan dan kondisi kolam pelabuhan dan lantai dermaga di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Penyiraman hasil tangkapan dengan air kolam pelabuhan oleh ABK di dermaga pendaratan tradisional; b.Kolam pelabuhan dan lantai dermaga pendaratan yang kotor dengan sampah dan kotoran sisa pembuangan ceceran ikan 5.1.3 Pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke gedung TPI Proses pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI dilakukan oleh buruh dengan menggunakan alat bantu berupa lori. Lori adalah alat bantu angkut yang terbuat dari besi yang bentuknya memanjang dan mempunyai roda seperti pada Gambar 16a. Untuk satu unit lori, dapat membawa dua hingga tiga unit keranjang plastik berisi hasil tangkapan dengan cara ditumpuk. Dalam proses pengangkutannya, buruh tidak menutupi keranjang tersebut dengan penutup sehingga hasil tangkapan terkena sinar matahari langsung. Buruh-buruh yang bekerja di sekitar gedung TPI merupakan buruh sewa yang dibayar oleh pemilik kapal jika pemilik kapal ingin menggunakan jasa mereka. Jumlah buruh yang terlibat dalam membantu proses pengangkutan hasil tangkapan berjumlah 5-10 orang. Kebutuhan jumlah tenaga buruh tersebut
tergantung dari banyaknya volume hasil tangkapan yang didaratkan. Pada saat penelitian dilakukan, untuk volume hasil tangkapan sebesar dua ton dibutuhkan sejumlah 7 orang buruh (Gambar 16b.). Lama waktu tempuh pengangkutan hasil tangkapan oleh buruh dari kapal menuju ke gedung TPI bersifat relatif, tergantung dari jumlah tenaga kerja, alat angkut dan jarak tempat pembongkaran/kapal bertambat menuju ke gedung TPI. Lama waktu pengangkutan tercepat dari kapal bertambat menuju ke gedung TPI adalah sekitar 1 sampai 2 menit, sementara lama waktu tempuh terlama sekitar 3 sampai 5 menit. Jarak tempuh terdekat dari kapal bongkar menuju TPI sekitar 50 meter, sementara jarak tempuh terjauh yang dilalui oleh buruh menuju gedung TPI adalah sekitar 300 meter.
a.
b.
Gambar 16 Aktivitas pengangkutan hasil tangkapan dan fasilitas terkait di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Lori-lori yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan yang didaratkan di dermaga pendaratan tradisional; b.Buruh sedang mengangkut hasil tangkapan dari dermaga pendaratan tradisional ke gedung TPI Menurut Ilyas (1983) menjelaskan jarak antara dermaga dengan gedung TPI diharuskan tidak jauh, agar proses pengangkutan dapat berjalan dengan cepat sehingga hasil tangkapan dapat terjaga mutunya. Tidak dijelaskan berapa jauh jarak yang dimaksudkan oleh Ilyas tersebut. Dalam komunikasi pribadi dengan Pane (2009), bila menggunakan pendekatan penggunaan crane sebagai alat bantu dalam memindahkan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI, maka jarak tersebut dapat ditentukan. Jarak terdekat antara dermaga dengan atap gedung TPI
diharapkan sejauh sepanjang lengan crane yang digunakan ditambah satu meter. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar menghindarkan hasil tangkapan tidak berlama-lama terkena sinar matahari dan panasnya udara serta pada saat crane memindahkan hasil tangkapan dari dermaga ke TPI, hasil tangkapan dapat berpindah dengan cepat tanpa hambatan menuju gedung TPI. Dalam melakukan pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga ke gedung TPI, alat bantu yang digunakan, seperti alat dorong berupa lori, gerobak dan sebagainya, harus selalu dalam keadaan bersih. Proses pengangkutan harus menggunakan alat penutup agar hasil tangkapan tidak terkena sinar matahari langsung, sehingga kualitasnya terjaga.
5.2 Aktivitas Pelelangan Hasil Tangkapan Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap staf Dinas Perikanan dan Peternakan DKI Jakarta, aktivitas pelelangan hasil tangkapan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Baru PPS Nizam Zachman dimulai sejak tahun 1993.
Berdasarkan
hasil
wawancara
tersebut,
dijelaskan
juga
bahwa
penyelenggaraan pelelangan ikan di TPI Muara Baru sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta No 304/2000. Pelelangan ikan di TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman dikelola oleh Koperasi Mina Muara Makmur (K3M). Berdasarkan hasil wawancara peneliti
terhadap
staf
K3M,
pengelolaan
tersebut
diatur
berdasarkan
SK No.03/PAD/KDK/9.2/IV/2001 di bawah pengawasan Dinas Perikanan. Staf K3M juga menjelaskan bahwa koperasi tersebut diresmikan pertama kali pada bulan Februari 2000 dan penunjukkan K3M sebagai penyelenggara pelelangan ikan berlaku selama tiga tahun sekali. Pembinaan teknis pelelangan ikan kepada para pengurus koperasi penyelenggara pelelangan ikan di TPI Muara Baru, termasuk juga TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara, TPI Kali Baru dan TPI Cilincing, dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (UPT PKPP dan PPI). Selanjutnya masih berdasarkan hasil wawancara dengan staf K3M, untuk mengikuti pelelangan hasil tangkapan di TPI, nakhoda kapal terlebih dahulu
melapor kedatangannya kepada kepala pelabuhan untuk mendapatkan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal (STBLKK), setelah itu pemilik kapal menyerahkan lembar ke-2 STBLKK (warna merah) kepada kepala TPI. Hasil tangkapan yang akan dilelang, dibongkar terlebih dahulu dari palka kapal. Hasil tangkapan yang sudah dibongkar dan disortir, kemudian diangkut menuju gedung TPI. Aktivitas pelelangan hasil tangkapan dilakukan setelah proses pembongkaran hasil tangkapan selesai. Hasil tangkapan yang masuk di TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman dipasarkan dengan sistem lelang meningkat dan terbuka. Adapun secara lengkap prosedur tahapan mengikuti pelelangan ikan di TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman berdasarkan hasil wawancara dengan staf K3M dan pengamatan peneliti, dapat digambarkan sebagai berikut : 1) Hasil tangkapan yang didaratkan kapal tradisional diangkut ke gedung TPI; 2) Ikan ditimbang, dijejer/ disusun di lantai lelang untuk di lelang oleh juru lelang (Gambar 17a.) dan (Gambar 17b.); 3) Juru lelang mengumumkan dan memanggil peserta lelang untuk melelang ikan; 4) Pelelangan minimal diikuti oleh 2 orang peserta lelang, penawaran bersifat meningkat sampai tercapai harga penawaran yang tertinggi; 5) Pemenang lelang menyelesaikan seluruh administrasi pembayaran lelang di kantor TPI sebelum mengangkut ikan hasil lelang dari gedung TPI; 6) Pemilik ikan dapat menarik/ mengambil uang hasil lelang di kasir TPI setelah lelang selesai. Aktivitas pelelangan hasil tangkapan di atas, diikuti oleh pelaku-pelaku yang terlibat dalam proses pelelangan tersebut yaitu juru lelang, juru catat, juru timbang, nelayan/ pemilik kapal, dan bakul/ pengumpul/ pembeli ikan. Juru lelang bertugas melelangkan hasil tangkapan nelayan, juru catat bertugas mendampingi juru lelang untuk mencatat setiap transaksi yang dihasilkan, juru timbang bertugas menimbang hasil tangkapan yang akan dilelang, sedangkan nelayan selaku penjual ikan, dan bakul atau pengumpul selaku pembeli ikan. Suasana pelelangan ikan di TPI terlihat seperti pada (Gambar 18).
a.
b.
Gambar 17 Aktivitas penimbangan dan penjejeran hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Penimbangan hasil tangkapan yang didaratkan oleh armada tradisional di gedung TPI; b.Hasil tangkapan dijejerkan di lantai gedung TPI untuk dilelang
Gambar 18 Suasana pelelangan ikan di gedung TPI PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap staf K3M, petugas TPI yang bertugas di TPI Muara Makmur setiap harinya berjumlah tiga orang; dua orang bertugas sebagai juru timbang sedangkan satu orang bertugas sebagai pengatur basket dan kebersihan. Jumlah petugas TPI yang bertugas di Muara Makmur berjumlah delapan orang. Mereka di-rolling tiap dua hari sekali untuk bertugas.
Hasil pengamatan peneliti terhadap aktivitas pelelangan memperlihatkan bahwa lama proses pelelangan hasil tangkapan di TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman sekitar 2-3 jam, tergantung dari banyaknya ikan yang dilelang dan banyaknya pembeli yang datang ke tempat pelelangan. Pengamatan selanjutnya menghasilkan bahwa aktivitas pelelangan hasil tangkapan di TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman umumnya dilakukan pada pagi hingga siang hari, yaitu setelah proses pembongkaran hasil tangkapan selesai dilakukan. Berlangsungnya aktivitas pelelangan hasil tangkapan pada pagi dan siang hari tersebut dikarenakan nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di darmaga barat PPS Nizam Zachman, umumnya membongkar hasil tangkapannya pada pagi hari. Wawancara peneliti terhadap petugas lelang, menyebutkan bahwa pemilihan waktu pagi hari tersebut dikarenakan agar hasil tangkapan yang didaratkan tidak terkena terpaan sinar matahari siang hari, agar kualitas hasil tangkapan dapat terjaga. Alasan lainnya dari pemilihan waktu tersebut bertujuan agar hasil tangkapan yang telah dibongkar dan dilelang, dapat segera dijual kembali oleh bakul/ pengumpul ke pasar-pasar tradisional ataupun supermarket yang berada di sekitar Jakarta Utara, seperti Pasar Ikan, pasar ikan Muara Angke, dan pasar-pasar tradisional lainnya (Gambar 19). Fasilitas yang digunakan untuk membantu kelancaran proses pelelangan hasil tangkapan di TPI Muara Baru PPS Nizam adalah timbangan dengan kapasitas 1000 kg, timbangan berkapasitas 500 kg dan satu unit sound system. Pada saat penelitian dilakukan, hasil tangkapan yang dilelang didominasi oleh cumi-cumi, tenggiri, tongkol putih, tongkol abu-abu, bawal, cucut, layaran dan tembang. Jenis-jenis hasil tangkapan tersebut didaratkan dari kapal yang mengoperasikan alat tangkap gillnet, purse seine dan boukeami sedangkan kapal bubu, jaring tangsi dan muroami tidak dijumpai mendaratkan hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang telah dilelang, berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap petugas lelang, selain didistribusikan ke wilayah lokal DKI Jakarta dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk DKI Jakarta, juga didistribusikan ke berbagai daerah seperti Bandung, Sukabumi dan Banten.
Pelelangan di PPS Nizam Zachman pada prakteknya merupakan pelelangan tidak murni. Pengamatan peneliti pada proses pelelangan di TPI pelabuhan ini terdapat praktek yang disebut “opouw” yaitu pelelangan yang tidak sesuai prosedur, dimana nelayan (nelayan buruh/ ABK) pada dasarnya “menjual” hasil tangkapannya kepada pemilik kapal sehingga penentuan harga lelang dapat “diatur” oleh pemilik kapal sesuai keinginannya. Dalam hal ini, “menjual” sebenarnya bukan menjual tetapi menyerahkan hasil tangkapan dari nelayan sebagai tenaga kerja pemilik kapal kepada pemilik kapal.
a.
b.
Gambar 19 Kondisi aktivitas pendistribusian hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Hasil tangkapan yang akan didistribusikan dari TPI ke pasar-pasar lokal atau ke luar daerah; b.Hasil tangkapan terjemur matahari saat menunggu didistribusikan dengan menggunakan mobil pick-up
6
KONDISI FASILITAS TERKAIT PENDARATAN DAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA Fasilitas pelabuhan perikanan merupakan fasilitas yang dibutuhkan dalam
menunjang terlaksananya segala aktivitas kepelabuhanan yang berlangsung di suatu PP/PPI. Fasilitas pelabuhan perikanan sangat beragam bergantung dari tingkat kebutuhan yang diperlukan oleh pelabuhan perikanan tersebut. Makin besar jenis dan frekuensi aktivitas yang berlangsung secara kontinu maka akan semakin besar pula kebutuhan jenis dan jumlah fasilitasnya. Pada umumnya, para ahli mengklasifikasikan fasilitas pelabuhan perikanan ke dalam tiga jenis, yaitu fasilitas pokok, fungsional dan fasilitas penunjang seperti yang telah dijelaskan pada subsubbab 2.3.1 terdahulu. Dari berbagai jenis fasilitas tersebut, fasilitas yang berkaitan dengan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan cukup banyak, yaitu yang bersifat langsung : kolam pelabuhan, dermaga pendaratan, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), instalansi air, wadah hasil tangkapan (basket/ keranjang plastik) dan yang tidak langsung : alat bantu navigasi, pabrik es, Ice Storage, Cold Storage, dan Cool Room. Dalam tulisan ini akan dibahas tiga jenis fasilitas utama yang terkait langsung dengan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan, yaitu dermaga bongkar, kolam pelabuhan, dan TPI.
Dermaga Pendaratan Dermaga PPS Nizam Zachman terbuat dari beton berbentuk lurus memanjang ke arah utara (laut). Dermaga PPS Nizam Zachman digunakan untuk aktivitas bongkar, muat ataupun bertambat. Terdiri dari sisi barat dan sisi timur. Dermaga yang berada pada sisi timur dikhususkan untuk armada atau kapal industri (Tuna Landing Center)/ TLC, sementara dermaga bagian barat dikhususkan untuk armada tradisional (Lampiran 1). Berdasarkan wawancara peneliti terhadap staf TPI dan anak buah kapal (ABK) nelayan gillnet, dermaga barat dapat digunakan untuk aktivitas bongkar-muat dan bertambat-labuh. Kapal yang bertambat-labuh di dermaga ini merapat menyamping dengan sisi lambung
kiri kapal searah dermaga. Pada saat penelitian, kapal yang bertambat-labuh merapat secara vertikal dengan dermaga, memanjang dari enam sampai delapan unit kapal. Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi jalan di sekitar dermaga barat PPS Nizam Zachman terlihat sudah tidak layak. Kondisi jalan tersebut yang digunakan untuk aktivitas pengangkutan hasil tangkapan, telah banyak mengalami kerusakan dan berlubang (Gambar 20a.). Dermaga banyak dipenuhi oleh ceceran ikan sisa aktivitas pembongkaran dan sampah-sampah terutama sampah plastik (Gambar 20b.).
a.
b.
Gambar 20 Dermaga PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Kondisi jalan di sekitar dermaga barat b.Kondisi kebersihan dermaga barat Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan PPS Nizam Zachman berbentuk menyerupai persegi panjang yang memanjang ke arah utara. Pada sisi kiri dan kanannya dilindungi breakwater. Pada ujung sisi kiri breakwater terdapat lighthouse sebagai pemandu kapal saat masuk kolam pelabuhan pada malam hari (Lampiran 1). Panjang breakwater pada sisi kiri sepanjang 750 m dan sisi kanan sepanjang 290 m. Kolam pelabuhan PPS Nizam Zachman mempunyai luas 40 ha dengan kedalaman -4,5 m hingga -7,5 m dan dapat menampung hingga 114 kapal per bulan. Turap terdapat pada sisi barat seluas 1.480 ha dan pada sisi timur seluas 1.560 ha (Putra, 2007).
Berdasarkan Anonymous (1981) vide Mulyadi (2007), kondisi kolam PPS Nizam Zachman secara fisik sudah memenuhi syarat yang ditentukan, yaitu : a. Cukup luas sehingga menampung semua kapal yang datang berlabuh dan masih dapat bergerak dengan bebas b. Cukup lebar sehingga kapal dapat bergerak dengan bebas, dan merupakan gerak melingkar yang tidak terputus c. Cukup dalam sehingga kapal terbesar masih bisa masuk di dalam kolam pelabuhan pada saat air surut d. Terlindung dari angin, gelombang dan arus yang berbahaya
Namun dari aspek kebersihan, berdasarkan hasil pengamatan, kondisi kolam pelabuhan pada saat penelitian terlihat sangat kotor dan bau. Banyak terdapat sampah-sampah yang memenuhi kolam terutama pada sisi kolam dekat tempat kapal bertambat seperti yang terlihat pada Gambar 21.
a.
b.
Gambar 21 Kolam pelabuhan PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Kolam pelabuhan terlihat kotor di dermaga barat; b.Sampah di kolam pelabuhan dekat kapal bertambat di dermaga barat Tempat Pelelangan Ikan Tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman merupakan sebuah bangunan atau gedung yang dibangun khusus untuk aktivitas pelelangan. Gedung TPI Muara Baru PPS Nizam Zachman berbentuk menyerupai persegi panjang, memanjang dari Selatan ke Utara menghadap ke arah dermaga. Gedung TPI ini terletak di samping dermaga barat dan dikhususkan untuk tempat pelelangan hasil
tangkapan yang didaratkan dari armada kapal tradisional. Letak gedung TPI ini berada tidak jauh dari dermaga. Jarak tegak lurus sisi terdekat dan terluar antara gedung TPI dengan sisi turap 50 meter, sedangkan jarak terjauh yang ditempuh dari dermaga tempat kapal membongkar dengan gedung TPI sejauh 300 meter (Lampiran 1). Luas gedung TPI adalah 3.367 m2, sekeliling gedung ditembok sebagian (Gambar 22). Kondisi ini membuat sebagian gedung terbuka sehingga dapat dilihat dari luar. Cahaya dan panas matahari pun mudah masuk ke bagian dalam sebagian ruangannya. Dengan demikian, cahaya dan panas tersebut dengan mudah menerpa tubuh sebagian atau seluruh hasil tangkapan yang sedang dilelang. Kondisi ini tidak sesuai dengan ketetapan sebagaimana dikemukakan dalam Anonymous (2007a), seperti yang telah dijelaskan pada subbab. 2.3.3, yang menyatakan bahwa gedung TPI harus tertutup rapat atau terlindungi dari sinar matahari.
Gambar 22 Sekeliling gedung TPI PPS Nizam Zachman Tahun 2007 ditembok sebagian Gedung dibagi dalam dua ruang, yaitu ruang pelelangan dan ruang administrasi. Pembagian ruang ini masih belum sesuai seperti yang dijelaskan Lubis (2005) yaitu pembagian ruang dalam gedung TPI terbagi dalam empat ruang yaitu ruang pelelangan, administrasi, ruang pengepakan, dan ruang sortir;
seperti yang dijelaskan pada subbab 2.3.3. Di PPS Nizam Zachman, aktivitas penyortiran dilakukan di atas kapal, sementara aktivitas pengepakan tidak dilakukan di gedung TPI. Lantai gedung TPI terbuat dari beton yang berbentuk cembung memanjang searah panjang gedung, dengan kemiringan sekitar 3◦. Lantai dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yaitu pipa-pipa penyiraman yang terletak di lantai di tengah gedung dan dilengkapi dengan kran dan selang (Gambar 23a.). Berdasarkan pengamatan, aktivitas pengangkutan hasil tangkapan dari dermaga pendaratan ke gedung TPI dan dari TPI menuju ke mobil pengangkut membuat lantai TPI kotor dengan ceceran dan lendir ikan. Akan tetapi setelah pelelangan ikan selesai dilakukan, lantai TPI kemudian dibersihkan dengan cara penyemprotan; dengan cara kran dinyalakan, kemudian dilakukan penyemprotan lantai TPI sehingga air keluar dari pipa-pipa dan melalui selang. Penyemprotan dilakukan oleh petugas jaga lelang dari Koperasi Mina Muara Makmur (Gambar 23b.). Kondisi lantai dan sistem sanitasi telah sesuai dengan ketetapan yang telah dijelaskan oleh Anonymous (2007a), pada subbab 2.3.3, yang menyatakan bahwa gedung TPI harus dilengkapi dengan sistem sanitasi dan lantai gedung TPI harus kedap air dan mempunyai kemiringan agar air dapat segera mengalir ke saluran pembuangan air (tidak dijelaskan berapa besar derajat kemiringan yang ditetapkan). Sistem sanitasi TPI PPS Nizam Zachman meliputi unit selang penyemprot, pipa air, jaringan saluran pembuangan, lantai TPI yang miring dan tempat sampah. Gedung TPI PPS Nizam Zachman juga dilengkapi dengan sistem penerangan berupa lampu-lampu yang terpasang di langit-langit atap gedung baik di dalam gedung maupun di luarnya. Lampu-lampu tersebut digunakan bila aktivitas pelelangan dan pendaratan hasil tangkapan dilakukan pada malam atau pagi hari (waktu subuh). Berdasarkan pengamatan saat penelitian, kondisi lampulampu yang terpasang tersebut sudah banyak yang rusak. Kondisi lampu terlihat tidak terawat dan kotor. Berdasarkan wawancara yang dilakukan di lapangan terhadap petugas jaga TPI, penggunaan lampu atau sistem penerangan di dalam gedung TPI sudah jarang dilakukan, dikarenakan aktivitas pendaratan dan
pelelangan umumnya dilakukan pada pagi hari hingga siang hari (dari pukul 06.00 hingga 12.00 WIB).
a
b
Gambar 23 Penyemprotan gedung Tempat Pelelangan Ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Pipa-pipa pemyemprotan gedung TPI; b.Petugas menyemprot lantai TPI dengan selang air di gedung TPI Gedung TPI ini juga dilengkapi dengan fasilitas yang digunakan untuk aktivitas pelelangan dan pendaratan yaitu keranjang plastik/ basket (trays) dan lori. Keduanya diletakkan di sisi-sisi dalam gedung TPI. Tidak ada gudang penyimpanan khusus untuk penyimpanan keranjang plastik hasil tangkapan dan lori. Trays dan lori disusun di sisi dinding gedung TPI bagian dalam seperti yang terlihat pada Gambar 24. Fasilitas lainnya seperti yang telah disebutkan pada subbab 5.2, yang digunakan untuk membantu kelancaran pelelangan hasil tangkapan di TPI yaitu timbangan dan satu unit sound system. Berdasarkan pengamatan di lapangan, keranjang plastik ikan yang digunakan untuk memindahkan hasil tangkapan terlihat sangat kotor dan tidak terawat. Saat wadah hasil tangkapan tidak digunakan, wadah ditumpuk dan diletakkan di sisi-sisi dinding gedung dalam keadaan kotor. Berdasarkan wawancara peneliti dengan petugas jaga TPI, keranjang plastik ikan yang disediakan pengelola TPI koperasi Mina Muara Makmur seluruhnya berjumlah 500 unit, sementara jumlah lori yang disediakan untuk mengangkut hasil tangkapan seluruhnya berjumlah 20 unit.
a.
b.
Gambar 24 Fasilitas terkait aktivitas pendaratan hasil tangkapan yang diletakkan di gedung Tempat Pelelangan Ikan PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 a.Keranjang plastik hasil tangkapan; b.Lori disusun di tepi dinding gedung TPI Selanjutnya masih berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan petugas jaga TPI, sepanjang tahun 2006 terjadi lima kali pendaratan dalam satu hari yang dilakukan oleh lima kapal yang berbeda; yang juga merupakan frekuensi pendaratan paling tinggi (saat musim pendaratan) pada tahun tersebut. Disebutkan pula, sebagai contoh, untuk menampung satu ton hasil tangkapan dibutuhkan 20 unit keranjang plastik ikan. Bila rata-rata kapasitas palka kapal maksimal tiga ton dan waktu pendaratan dilakukan pada saat yang sama, maka dibutuhkan 300 unit keranjang plastik ikan untuk menampung 15 ton hasil tangkapan yang didaratkan oleh lima kapal tersebut. Untuk kebutuhan lori, berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan buruh angkut, satu unit lori biasanya membawa dua unit keranjang plastik ikan berisi hasil tangkapan penuh dalam sekali angkut. Dua unit keranjang plastik ikan berisi hasil tangkapan ditumpuk dan diletakkan di atas lori untuk kemudian diangkut ke TPI. Maka, bila satu ton hasil tangkapan diangkut sekaligus oleh enam orang buruh dengan sekali angkut dan masing-masing membawa dua keranjang plastik ikan berisi hasil tangkapan penuh, maka dibutuhkan dua lori untuk mengangkut hasil tangkapan tersebut ke gedung TPI. Secara lengkap fasilitas-fasilitas yang terdapat di PPS Nizam Zachman dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006 No Jenis Fasilitas Kapasitas atau Spesifikasi Pemilik Aset; Pengelola 1 Kolam Pelabuhan Luas 40 ha PPSJ; Perum PPS Kedalaman -4,5 s/d -7,5m 2 Pemecah Gelombang Sisi Kiri 750 m PPSJ; Perum Sisi Kanan 290 m PPS 3 Dermaga / Jetty 1.874 m PPSJ; Perum PPS 4 Tanah Hak Pakai 31 ha PPSJ; Perum PPS Hak Pengelolaan/Industri 40 ha 5 Turap (Revetment) PPSJ - Sisi Barat 1.480 ha - Sisi Timur 1.560 ha 6 Jalan Kawasan 53.256 m PPSJ Pelabuhan 7 Saluran Pembuangan 9.611,25 m PPSJ Air 8 Gedung TPI 3.367 m2 Perum PPS 2 9 Gedung PPS 992 lapak ; 6.431 m Perum PPS 10 Gudang Ikan 29 Unit ; 1.347 m Perum PPS 2 11 Ruang Pengepakan 56 Unit ; 1.120 m Perum PPS Ikan 12 Ruang Pengolahan 18 Unit ; 26.245 m2 Perum PPS Ikan 13 Gudang Perbekalan 5 Unit ; 1.620 m2 Perum PPS Kapal 14 Balai Pertemuan 234 m2 PPSJ Nelayan 15 Rambu Navigasi (hijau 2 Unit PPSJ & merah) 16 Gedung Kantor 969,50 m2 PPSJ UPT/PPSJ 17 Kantor Pelayanan 1.682 m2 PPSJ Terpadu 18 Pos Jaga Permanen 349,50 m2 PPSJ 2 19 Pos Jaga Terpadu 84,50 m PPSJ 20 Pos Kamla 32,40 m2 PPSJ 21 Musholla 2 Unit PPSJ 22 Lapangan Parkir 2.094,701 m2 PPSJ GPKN 23 Perahu Sampah 1 Unit PPSJ 24 Gedung Penunjang 6.730 m2 PPSJ; Perum PPS Kegiatan Nelayan
Tabel 9 (Lanjutan) No
Jenis Fasilitas
25
Dock / Slipway Kapasitas 500 GT Kapasitas 50 Gt Perbengkelan Cold Storage Dump – Truck Crane – Truck Towing – Tracktor Fork Lift Solar Fork Lift Battery Pabrik Es MCK/Toilet Pos Keamanan Foul Seawater Cleaning Unit Pengolah Limbah Cair (UPL) Tuna Landing Center (TLC) Instalasi penyaluran Air Bersih Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Bunker (SPBB) Instalasi Penyaluran Daya Listrik Telepon
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
41 42 43 44 45 46
Bangunan Pompa Air Laut Sea Water Intake Kios Pedagang Kaki 5 Kawasan PPSJ
Sumber : Putra, 2007
Kapasitas atau Spesifikasi
Pemilik Aset; Pengelola PPSJ; Perum PPS
2 Unit 1 Unit 6 Unit (1.390 m2) 1.000 ton 2 Unit 2 Unit 3 Unit 3 Unit 5 Unit 200 ton 15 Unit 150 m2 8.450 m2
Perum PPS Perum PPS PPSJ PPSJ PPSJ PPSJ Perum PPS Perum PPS PPSJ PPSJ PPSJ
1.000 m2
PPSJ
29 Unit ; 13.143 m2
PPSJ; Perum PPS
1.200 ton
Perum PPS
4 Unit ; 15.000 ton / bulan
Swasta
5.206 KVA 400 KVA 168 SST 5 SST 1 Unit
Perum PPS PPSJ Perum PPS PPSJ PPSJ
1 Unit 107 Unit 110 ha
PPSJ PPSJ PPSJ; Perum PPS
7
KETERSEDIAAN DAN KONDISI KUALITAS HASIL TANGKAPAN ARMADA TRADISIONAL DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
7.1
Ketersediaan Hasil Tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari pihak Unit Pelaksana
Teknis (UPT) PPS Nizam Zachman Jakarta selama tahun 2007, terdapat lebih dari dua puluh jenis hasil tangkapan yang didaratkan di dermaga barat, yang merupakan tempat pendaratan armada/ kapal tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta. Jenis-jenis hasil tangkapan tersebut tidak jauh berbeda dengan jenis-jenis hasil tangkapan yang didaratkan pada tahun 2006 lalu (Tabel 5 subbab. 4.2.2). Dari seluruh jenis hasil tangkapan tersebut di atas, setelah data diolah kembali selama empat bulan pengamatan yaitu September hingga Desember, hanya enam jenis yang menunjukkan secara kuantitatif dominan; dengan asumsi disebut dominan bila memiliki persentase komposisi sama dengan atau lebih dari 5,0 %. Keenam jenis hasil tangkapan tersebut yaitu bawal hitam (Formio niger), cumi-cumi (Loligo sp.), cucut (Carcharinus sp.), layaran (Makaira sp.), tenggiri (Scomberomorus sp.) dan tongkol (Auxis sp.).
Tabel 10 Jenis dan volume hasil tangkapan dominan didaratkan armada tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan September-Desember 2007 No. 1 2 3 4 5 6
Jenis Ikan Bawal Hitam Cumi-cumi Cucut Layaran Tenggiri Tongkol Jumlah
September 13.523 19.785 141.950 18.741 151.701 941.352 1.287.052
Produksi (kg) Oktober November 10.167 23.691 46.124 65.911 67.171 209.124 17.278 36.023 90.915 242.621 551.064 1.492.422 782.719 2.069.798
Desember 47.381 131.820 418.245 72.042 485.237 2.984.838 4.139.569
Sumber : Anonymous, 2008c. (data diolah kembali)
Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa selama bulan September hingga Desember 2007 volume pendaratan terbesar terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 4.139.569 kg atau 50,0 % dari total jumlah keenam jenis hasil tangkapan
dominan selama empat bulan tersebut. Volume pendaratan hasil tangkapan terkecil terjadi pada bulan Oktober yaitu sebesar 782.719 kg atau 9,5 %. a) Bawal Hitam (Formio niger)
b) Cucut (Carcharinus sp.) Desember
418.245 209.124
Bulan
Nopember Oktober
67.171 141.95
September 0
100
200
300
400
500
Produksi (kg)
c) Cumi-cumi (Loligo sp.)
d) Layaran (Makaira sp.) 131.82
Bulan
Desember Nopember
Desember Nopember
65.911 46.124
Oktober September
50
100
17.278
September
18.741
0
150
e) Tenggiri (Scomberomorus sp.)
90.915
September
151.701 0
200
Produksi (kg)
80
2,984.84
Nopember
1,492.43 551.064
Oktober
941.352
September
400
60
Desember Bulan
Bulan
242.623
Oktober
40
f) Tongkol (Auxis sp.) 485.239
Nopember
20
Produksi (kg)
Produksi (kg)
Desember
36.024
Bulan Oktober
19.785 0
72.043
600
0
1000
2000
3000
4000
Produksi (kg)
Gambar 25 Histogram ketersediaan volume produksi bulanan hasil tangkapan dominan yang didaratkan armada tradisional di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan September hingga Desember tahun 2007 Pada Gambar 25 dapat dilihat ilustrasi perubahan tingkat volume pendaratan/ produksi bulanan dari keenam jenis hasil tangkapan dominan di atas. Pada bulan Oktober volume produksi turun sebesar 6,1 % dari bulan sebelumnya kemudian naik kembali sebesar 15,5 % pada bulan November dan kemudian meningkat kembali sebesar 24,9 % pada bulan Desember. Penurunan volume
produksi yang terjadi pada bulan Oktober diduga berkaitan dengan musim pendaratan, dugaan ini diperkuat dengan hasil wawancara peneliti terhadap nelayan setempat bahwa pada bulan tersebut sebagian nelayan tidak melaut dikarenakan cuaca yang tidak stabil sehingga kurang mendukung untuk melakukan pelayaran. Selain itu, menurunnya
volume pendaratan/ produksi
bulanan tersebut juga pernah terjadi pada bulan yang sama di tahun 2006. Volume pendaratan bawal hitam dan cucut cenderung meningkat dari bulan September hingga Desember namun sempat turun pada bulan Oktober. Untuk hasil tangkapan cumi-cumi dan layaran cenderung meningkat dari bulan ke bulan sedangkan
volume
pendaratan
tenggiri
dan
tongkol
memperlihatkan
kecenderungan meningkat dari bulan September hingga Desember namun sempat turun pada bulan Oktober. Turunnya volume pendaratan hasil tangkapan bawal hitam, cucut, tenggiri dan tongkol pada bulan Oktober tersebut diduga berkaitan dengan musim pendaratan seperti yang dijelaskan sebelumnya. Tingkat
volume
pendaratan
hasil
tangkapan
yang
didaratkan
memperlihatkan kecenderungan ketersediaan volume hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan tersebut. Untuk mengetahui tingkat kebutuhan fasilitas di suatu pelabuhan khususnya terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan maka perlu diketahui tingkat ketersediaan volume hasil tangkapan per jenis dominan yang didaratkan secara kontinu dalam suatu waktu atau musim pendaratan dalam kurun waktu per bulan dan per hari. Tingkat ketersediaan volume pendaratan hasil tangkapan per bulan dan per hari tersebut menentukan kapasitas fasilitas yang perlu disediakan baik berupa jenis dan jumlah fasilitas pelabuhan yang terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan tersebut. Ketersediaan hasil tangkapan dominan bawal hitam, cumi-cumi, cucut, layaran, tenggiri dan tongkol di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan SeptemberDesember 2007 dapat dilihat pada Tabel 11. Pada tabel tersebut diketahui rata-rata dan kisaran tingkat ketersediaan volume jenis-jenis hasil tangkapan dominan didaratkan armada tradisional di PPS Nizam Zachman per bulan dan per hari selama bulan September hingga Desember 2007 pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa rata-rata tertinggi ketersediaan volume pendaratan per bulan selama keempat bulan tersebut yaitu ikan tongkol
dengan rata-rata 1.492.419,0 kg per bulan atau 49.747,3 kg per hari. Kisaran ketersediaan volume pendaratan per bulan tongkol adalah 551.064-2.984.838 kg atau 18.368,8-99.494,6 kg per hari. Rata-rata terendah ketersediaan volume pendaratan per bulan selama keempat bulan tersebut yaitu ikan bawal hitam dengan rata-rata 23.690,5 kg per bulan atau 789,7 kg per hari. Kisaran ketersediaan volume pendaratan per bulan bawal hitam adalah 10.167-47.381 kg atau 338,9-1.579,4 kg per hari.
Tabel 11 Ketersediaan hasil tangkapan dominan bawal hitam, cumi-cumi, cucut, layaran, tenggiri dan tongkol di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan September-Desember 2007 No
Jenis Hasil Tangkapan
Ketersediaan (kg) Per Bulan
Kisaran Rata-rata 1 Bawal Hitam 10.167-47.381 23.690,5 2 Cumi-cumi 19.785-131.820 65.910,0 3 Cucut 67.171-418.245 209.122,5 4 Layaran 17.278-72.042 36.021,0 5 Tenggiri 90.915-485.237 242.618,5 6 Tongkol 551.064-2.984.838 1.492.419,0 Sumber : Anonymous, 2008c. (data diolah kembali)
Per Hari Kisaran 338,9-1.579,4 659,5-4.394,0 1.3941,5-4.731,7 575,9-2.401,4 3.030,5-16.174,7 18.368,8-99.494,6
Rata-rata 789,7 2.197,0 6.970,8 1.200,7 8.087,3 49.747,3
Urutan tingkat ketersediaan volume pendaratan hasil tangkapan terbanyak berikutnya di PPS Nizam Zachman setelah tongkol adalah tenggiri, cucut, cumicumi dan layaran secara berurutan dengan nilai rata-rata dan kisaran per bulannya yaitu 242.618,5 kg dengan kisaran 90.915-485.237 kg; 209.122,5 kg dengan kisaran 67.171-418.245 kg; 65.910,0 kg dengan kisaran 19.785-131.820 kg; dan 36.021,0 kg dengan kisaran 17.278-72.042 kg. Selanjutnya, selain diketahui tingkat ketersediaan volume pendaratan hasil tangkapan per bulan dan per hari seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian perlu diketahui tingkat ketersediaan ukuran panjang, berat, mutu/ kualitas organoleptik dan harga riil per kg melalui pengambilan data primer di lapangan. Perolehan data primer dilakukan peneliti melalui pengamatan dan pengukuran selama September hingga Desember 2007; dilakukan 24 hari atau empat minggu pengamatan dan pengukuran yang ditentukan secara acak.
Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terhadap jenis, mutu/ kualitas organoleptik dan harga riil hasil tangkapan per kg dalam satuan rupiah. Pengamatan mutu/ kualitas organoleptik dilakukan di empat titik pengamatan yaitu saat mutu hasil tangkapan berada di palka, dek kapal, dermaga, dan gedung TPI. Pengukuran yang dilakukan adalah ukuran panjang dan berat dari jenis-jenis hasil tangkapan dominan yang telah ditentukan berdasarkan data sekunder di atas yaitu bawal hitam (Formio niger), cumi-cumi (Loligo sp.), cucut (Carcharinus sp.), layaran (Makaira sp.), tenggiri (Scomberomorus sp.) dan tongkol (Auxis sp.), kemudian disampel secara purposive. Keenam jenis hasil tangkapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 26. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil berupa Tabel 12 yang berisi kolom jenis ikan dominan, bulan, rataan panjang, dan rataan berat individu sedangkan berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh hasil berupa Tabel 12 yang berisi kolom jenis ikan dominan, bulan, kisaran mutu organoleptik, dan kisaran harga riil per kg hasil tangkapan. Berdasarkan Tabel 12, untuk keenam jenis ikan dominan didaratkan armada tradisional di PPS Nizam Zachman selama September hingga Desember 2007, ketersediaan kisaran rataan panjang ikan untuk keenam jenis ikan dominan tersebut masing-masing adalah untuk ikan bawal hitam berkisar antara 245,1294,9 mm; cumi-cumi dengan kisaran rataan panjang antara 188,3-213,5 mm; untuk ikan cucut kisaran rataan panjangnya antara 410,2-426,1 mm; kisaran rataan panjang ikan layaran antara 1.395,0-1.648,0 mm; kisaran rataan panjang tenggiri berkisar antara 531,2-552,6 mm; dan kisaran rataan panjang ikan tongkol antara 420,3-436,1 mm. Ketersediaan kisaran rataan berat ikan masing-masing adalah untuk ikan bawal hitam berkisar antara 510,1-591,5 gram; cumi-cumi dengan kisaran rataan berat antara 47,2-50,2 gram; untuk ikan cucut kisaran rataan beratnya antara 1.270,0-1.450,0 gram; kisaran rataan berat ikan layaran antara 24.120,0-24.640,0 gram; kisaran rataan berat tenggiri antara 2.300,0-2.550,0 gram; dan kisaran rataan berat ikan tongkol berkisar antara 1.250,0-1.850,0 gram.
a. Bawal Hitam (Formio niger);
b. Cumi-cumi (Loligo sp.);
c. Cucut (Carcharinus sp.);
d. Layaran (Makaira sp.);
e. Tenggiri (Scomberomorus sp.);
f. Tongkol (Auxis sp.).
Gambar 26 Jenis-jenis hasil tangkapan dominan didaratkan armada tradisional PPS Nizam Zachman selama bulan September hingga Desember pada tahun 2007 Ketersediaan rataan panjang dan berat individu ikan untuk keenam jenis ikan dominan tersebut relatif seragam. Berdasarkan pengamatan dan pengukuran yang dilakukan peneliti, ukuran panjang keenam jenis ikan tersebut tidak memiliki
selisih yang signifikan sementara besaran ukuran berat individu ikan mengikuti besaran panjang dari ikan tersebut; semakin panjang tubuh ikan makin berat bila ditimbang. Tabel 12 Jenis ikan dominan, rataan panjang, rataan berat individu hasil tangkapan dominan di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan SeptemberDesember tahun 2007 No. Jenis Ikan Dominan Bulan Rataan Panjang Rataan Berat (mm) Individu (gram) 1. Bawal Hitam September 275,0 554,4
2.
3.
4.
5.
6.
Cumi-cumi
Cucut
Layaran
Tenggiri
Tongkol
Oktober
294,9
591,5
November
268,3
538,4
Desember
245,1
510,1
September
201,5
48,5
Oktober
188,3
47,2
November
213,5
50,2
Desember
194,4
47,9
September
410,2
1.270,0
Oktober
421,5
1.380,0
November
426,1
1.450,0
Desember
413,2
1.350,0
September
1.553,0
24.520,0
Oktober
1.395,0
24.120,0
November
1.648,0
24.640,0
Desember
1.497,0
24.320,0
September
543,5
2.490,0
Oktober
552,6
2.550,0
November
536,7
2.360,0
Desember
531,2
2.300,0
September
432,5
1.620,0
Oktober
425,4
1.430,0
November
436,1
1.850,0
Desember
420,3
1.250,0
Untuk kisaran ketersediaan mutu/ kualitas organoleptik per bulan selama bulan September hingga Desember 2007 dapat dilihat pada Tabel 13 sementara tabel dan penjelasan secara lengkap hasil pengamatan mutu/ kualitas organoleptik yang dilakukan di empat titik pengamatan; di palka, dek kapal, dermaga, dan gedung TPI dapat dilihat pada Tabel 14 subbab. 7.2. Untuk ketersediaan kisaran harga per kg hasil tangkapan, berdasarkan Gambar 27, nilai harga rata-rata per kg tertinggi yaitu pada jenis hasil tangkapan cumi-cumi dan bawal hitam dengan kisaran harga Rp. 23.000,- sampai dengan Rp. 25.000,- per kg sedangkan yang terendah yaitu jenis layaran dengan kisaran harga Rp. 14.000,- sampai dengan Rp. 15.000,- per kg. Nilai harga rata-rata yang ditawarkan merupakan nilai harga yang telah berada di ”tangan” bakul atau pengumpul. Nilai-nilai tersebut bersifat relatif dan dapat berubah sewaktu-waktu dan cenderung naik bila hasil tangkapan sudah sampai ke “tangan” distributor berikutnya. Harga per kg tiap jenis hasil tangkapan yang dijual mempunyai nilai yang lebih tinggi bila mutu/ kualitas hasil tangkapan yang tersedia dalam skala yang lebih tinggi pula. Selain itu, nilai harga yang ditawarkan tersebut juga berkaitan dengan tinggi-rendahnya ketersediaan volume produksi bulanan hasil tangkapan yang didaratkan.
Tabel 13 Jenis ikan dominan, kisaran mutu organoleptik, kisaran harga riil per kg hasil tangkapan dominan di PPS Nizam Zachman Jakarta bulan September-Desember tahun 2007 No. Jenis Ikan Dominan Bulan Kisaran Mutu Kisaran Harga Organoleptik per kg (Rp.) (skala 1-9) 1. Bawal Hitam September 6,0-7,9 23.000-25.000
2.
3.
4.
5.
6.
Cumi-cumi
Cucut
Layaran
Tenggiri
Tongkol
Oktober
5,6-7,9
24.000-25.000
November
6,1-7,9
24.000-25.000
Desember
6,1-7,9
23.000-24.000
September
7,7-8,6
23.000-25.000
Oktober
6,1-7,6
23.000-25.000
November
7,0-8,8
23.000-25.000
Desember
7,0-7,9
23.000-24.000
September
6,4-7,9
15.000-20.000
Oktober
5,5-7,8
16.000-20.000
November
6,1-7,9
16.000-19.000
Desember
6,0-7,9
15.000-19.000
September
6,3-7,9
14.000-15.000
Oktober
6,0-7,7
14.000-15.000
November
7,0-8,0
14.000-15.000
Desember
7,4-7,8
14.000-15.000
September
6,8-8,9
20.000-24.000
Oktober
6,3-7,8
22.000-25.000
November
7,0-8,6
22.000-25.000
Desember
6,2-7,8
21.000-25.000
September
6,9-8,8
15.000-19.000
Oktober
6,0-7,7
17.000-20.000
November
7,0-8,5
17.000-19.000
Desember
6,3-8,2
16.000-19.000
Harga (Rp.)
25.000
Cumi-cumi dan Bawal Hitam; Rp. 23.000,- 25.000,- per kg Tenggiri; Rp. 20.000,- 25.000,- per kg
20.000 Tongkol dan Cucut; Rp.15.000,-20.000,- per kg 15.000 Layaran; Rp. Rp.14.000,-15.000,- per kg
Gambar 27 Nilai harga rata-rata per kilogram hasil tangkapan per spesies dominan pada bulan September hingga Desember tahun 2007
7.2 Kondisi Kualitas Hasil Tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta Berdasarkan hasil pengamatan kualitas hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman secara organoleptik selama bulan September hingga Desember 2007 di empat titik pengamatan palka, dek kapal, dermaga dan gedung TPI; terhadap sampel hasil tangkapan dominan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman, diperoleh kisaran rata-rata nilai kualitas hasil tangkapan sebesar 6,4 hingga 8,5 dari skala organoleptik 1 – 9. Hal ini mengindikasikan bahwa sampel hasil tangkapan yang diamati mempunyai kualitas yang cukup baik yakni cukup segar hingga segar. Secara umum kualitas hasil tangkapan yang didaratkan oleh armada tradisional di PPS Nizam Zachman cukup baik. Hingga diangkut ke TPI, hasil tangkapan yang berada dalam wadah hasil tangkapan/ keranjang plastik masih terasa ”dingin” saat dipegang walaupun terlihat di dalam keranjang plastik tidak diberi es lagi. Seperti telah dijelaskan pada subsubbab. 5.1.1. peng-es-an hanya diberikan nelayan saat hasil tangkapan berada dalam palka sebelum operasi penangkapan dilakukan. Pada umumnya, sampel tubuh hasil tangkapan tanpa lendir dan masih terasa kenyal bila ditekan dengan jari kondisi insang masih
terlihat merah dan matanya jernih. Kisaran nilai rata-rata skala kualitas dari sampel hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 14. Pada umumnya nilai rata-rata skala kualitas sampel hasil tangkapan per bulannya dari seluruh jenis dan titik pengamatan mengalami fluktuasi yang tidak mencolok. Berdasarkan Tabel 14, pada bulan Oktober rata-rata nilai skala kualitas sampel hasil tangkapan sedikit mengalami penurunan dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 0,06 %. Tetapi pada bulan berikutnya mengalami kenaikan sebesar 0,07 % dan rata-rata nilainya turun kembali sebesar 0,01 % pada bulan Desember. Sebagai contoh, hasil tangkapan cumi-cumi yang berada di dalam palka. pada bulan September rata-rata nilai kualitas minimumnya sebesar 7,9 dan nilai skala maksimumnya sebesar 8,2; sedangkan pada bulan Oktober rata-rata nilai skala kualitas minimumnya sebesar 7,3 dan nilai maksimumnya sebesar 7,6. Pada bulan November rata-rata nilai skala kualitas minimumnya naik lagi menjadi 7,9 dan nilai maksimumnya sebesar 8,2; sedangkan pada bulan Desember rata-rata nilai skala kualitas minimumnya turun lagi menjadi 7,3 dan nilai skala maksimumnya sebesar 7,4. Secara keseluruhan, penurunan rata-rata nilai kualitas hasil tangkapan di atas diakibatkan karena adanya perlakuan yang menyebabkan penurunan nilai kualitas hasil tangkapan yang didaratkan (lihat subsubbab.5.1.2) seperti penggunaan alat angkut yang mudah merusak tubuh hasil tangkapan (pancong.ember), metode atau cara pengangkutan hasil tangkapan yang kurang baik seperti menekuk tubuh ikan dan penumpukan keranjang plastik yang penuh berisi hasil tangkapan saat diangkut dengan lori, penyiraman hasil tangkapan dengan air kolam pelabuhan yang kotor, selain itu proses pengangkutan tidak menggunakan penutup; agar terlindung dari sinar matahari secara langsung. Perlakuan tersebut dilakukan relatif sama tiap bulannya pada saat pengamatan dilakukan sehingga rata-rata nilai kualitas hasil tangkapan tiap bulannya pun relatif sama atau tidak berfluktuatif tajam.
Tabel 14 Kisaran nilai kualitas sampel hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman bulan September hingga Desember tahun 2007 Jenis Hasil Tangkapan Menurut Empat Titik Pengamatan I. Palka 1 Bawal Hitam 2 Cumi-cumi 3 Cucut 4 Layaran 5 Tenggiri 6 Tongkol II. Dek Kapal 1 Bawal Hitam 2 Cumi-cumi 3 Cucut 4 Layaran 5 Tenggiri 6 Tongkol III. Di Dermaga 1 Bawal Hitam 2 Cumi-cumi 3 Cucut 4 Layaran 5 Tenggiri 6 Tongkol IV. Gedung TPI 1 Bawal Hitam 2 Cumi-cumi 3 Cucut 4 Layaran 5 Tenggiri 6 Tongkol
Kisaran Nilai Kualitas Organoleptik September Oktober November Desember Min - Max Min - Max Min - Max Min - Max 7,1 7,9 7,2 7,3 7,8 7,9
-
7,9 8,6 7,9 7,9 8,9 8,8
6,9 7,1 7,0 6,9 7,1 7,1
-
7,9 7,6 7,8 7,7 7,8 7,7
7,1 7,9 7,0 7,3 7,8 7,4
-
7,9 8,8 7,9 8,0 8,6 8,5
7,1 7,1 6,9 7,1 7,1 7,2
-
7,8 7,9 7,9 7,8 7,8 8,2
6,0 7,8 7,1 7,2 7,7 7,9
-
7,6 8,1 7,8 7,5 8,0 8,4
6,8 7,2 6,9 7,4 7,5 7,0
-
7,0 7,5 7,2 7,5 7,3 7,3
6,9 7,8 6,9 7,0 7,2 7,1
-
7,8 7,9 7,9 7,9 7,9 8,3
7,0 7,1 6,3 7,0 7,1 7,0
-
7,7 7,9 7,9 7,8 7,7 7,8
6,7 7,1 6,5 6,4 7,0 7,1
-
7,4 7,9 7,7 7,2 7,8 7,7
6,0 6,2 6,2 6,1 6,0 6,5
-
6,7 7,2 6,8 6,9 7,1 6,9
6,3 7,2 6,3 7,0 7,0 7,0
-
7,7 7,8 7,9 7,8 7,9 7,8
6,3 7,1 6,1 7,0 7,1 7,0
-
7,5 7,8 7,9 7,7 7,4 7,6
6,1 7,0 6,4 6,3 6,8 6,9
-
7,0 7,7 7,1 7,0 7,5 7,4
5,6 6,1 5,5 6,0 6,3 6,0
-
6,5 7,0 6,3 6,7 7,0 6,6
6,1 7,0 6,1 7,0 7,0 7,0
-
7,6 7,5 7,8 7,7 7,7 7,6
6,1 7,0 6,0 6,2 6,2 6,3
-
7,4 7,6 7,4 7,4 7,1 7,1
Dapat dilihat pula, pada umumnya rata-rata nilai skala kualitas sampel hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman tidak ada perbedaan yang mencolok di keempat titik pengamatan; sejak di dalam palka hingga diangkut ke gedung TPI, tetapi terlihat sedikit adanya kecenderungan penurunan nilai skala kualitas. Tidak adanya perbedaan yang mencolok dari rata-rata nilai skala kualitas sampel hasil tangkapan di atas sejak di dalam palka hingga diangkut ke gedung TPI dikarenakan pendeknya alur pengangkutan dari tempat kapal mendaratkan hasil tangkapan ke TPI. Alur pengangkutan dari kapal menuju ke TPI paling jauh sekitar 300 meter dan paling dekat sekitar 50 meter. Sementara jarak antar titik pengamatan juga hanya berkisar lima hingga lima puluh meter. Jarak titik
pengamatan terdekat adalah dari palka ke atas kapal sedangkan jarak terjauh dari dermaga ke TPI. Penurunan rata-rata nilai skala kualitas relatif terlihat lebih jelas saat hasil tangkapan berada pada titik pengamatan di dermaga dan gedung TPI. Penggunaan papan luncur untuk memindahkan hasil tangkapan dari atas kapal ke lantai dermaga diduga menyebabkan hasil tangkapan rusak dan tergencet. Selain itu. di titik pengamatan ini hasil tangkapan disiram dengan air kolam pelabuhan. Di dermaga hasil tangkapan yang didaratkan juga tidak ditutup dengan penutup dan didiamkan agak lama (kurang lebih 15 menit) sebelum diangkut ke gedung TPI sehingga sesampai di TPI kualitas hasil tangkapan relatif agak menurun seperti keluarnya lendir dan suhu tubuh hasil tangkapan berkurang (bila dipegang kurang dingin dibanding saat ketika masih di dalam palka). Berkurangnya kualitas hasil tangkapan tersebut dapat diduga akan berdampak terhadap nilai penawaran harga hasil tangkapan saat dilelang di TPI menjadi rendah sehingga pendapatan nelayan dapat menjadi menurun.
8 HUBUNGAN AKTIVITAS PENDARATAN DAN PELELANGAN TERHADAP KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT DI PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA Proyeksi ketersediaan fasilitas hasil tangkapan terkait aktivitas pendaratan dan pelelangan di PPS Nizam Zachman dilakukan dalam rangka penentuan pengembangan pelabuhan yang tepat, untuk itu diperlukan suatu penghitungan proyeksi produksi hasil tangkapan dan estimasi kebutuhan fasilitas-fasilitas tersebut di masa yang akan datang. Estimasi kebutuhan fasilitas-fasilitas tersebut meliputi panjang dermaga, luas dan kedalaman kolam pelabuhan dan luas gedung TPI. Penghitungan estimasi yang dilakukan merupakan estimasi hingga sepuluh tahun ke depan berdasarkan rumus-rumus perhitungan fasilitas dan menggunakan data bulanan produksi hasil tangkapan didaratkan PPS Nizam Zachman selama lima tahun yaitu tahun 2004-2008 (Lampiran 4 dan Gambar 28). Hasil proyeksi produksi per bulan hasil tangkapan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman pada 10 tahun ke depan (2010-2019) disajikan di Tabel 15.
Gambar 28. Grafik Produksi Bulanan Hasil Tangkapan Didaratkan (Data Moving Average) di PPS Nizam Zachman Tahun 2004-2008
Berdasarkan Gambar 29 dapat dilihat bahwa grafik data produksi bulanan (60 bulan) hasil tangkapan didaratkan PPS Nizam Zachman selama lima tahun (2004-2008) cenderung menurun selama tiga tahun (2004-2006) namun mulai meningkat sejak tahun 2007. Persamaan kecenderungan produksi yang diperoleh adalah y = 1,0807x2 – 79,471x + 2.828 dan R2 = 0,8558 {y=produksi hasil tangkapan; x=bulan pendaratan hasil tangkapan; x=1 (bulan Januari tahun 2004)}. Penurunan produksi hasil tangkapan yang terjadi tahun 2004-2006 diduga karena banyaknya nelayan yang tidak melaut karena tingginya biaya operasional akibat dari tingginya harga BBM. Penurunan produksi tersebut juga diduga karena berkurangnya jumlah hasil tangkapan di daerah operasi penangkapan nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam Zachman. Banyaknya nelayan yang berasal dari daerah lain yang beroperasi di daerah operasi penangkapan nelayan PPS Nizam Zachman diduga mengakibatkan hasil tangkapan yang diperoleh nelayan berkurang dari tahun ke tahun. Daerah operasi penangkapan nelayan PPS Nizam Zachman yaitu perairan Teluk Jakarta, barat Sumatera Selatan, Laut Natuna, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Tingkat
volume
pendaratan
hasil
tangkapan
yang
didaratkan
memperlihatkan kecenderungan ketersediaan produksi hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan tersebut. Untuk mengetahui tingkat kebutuhan fasilitas, baik berupa jenis dan jumlah di suatu pelabuhan maka perlu diketahui tingkat ketersediaan produksi hasil tangkapan per jenis dominan yang didaratkan secara kontinu per bulan dan per hari, seperti yang telah dijelaskan pada subbab 7.1. Selama bulan pengamatan yaitu September hingga Desember diperoleh bahwa kecenderungan keenam jenis hasil tangkapan dominan tersebut mengalami kenaikan produksi hasil tangkapan sehingga kebutuhan fasilitas terkait perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil proyeksi produksi hasil tangkapan selama 10 tahun ke depan yaitu 2010-2019 terjadi kenaikan produksi. Pada tahun 2019, diperkirakan produksi hasil tangkapan mencapai 307.303,9 ton. Kenaikan produksi selama periode 2010-2019 akan memberikan dampak bagi meningkatnya kebutuhan fasilitas terkait aktivitas yang digunakan. Oleh karena itu pembangunan perlu dilakukan agar kebutuhan fasilitas pada 10 tahun dapat terpenuhi.
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Tahun 2010
Produksi Ramalan 2.785,6 2.865,0 2.946,6 3.030,3 3.116,2 3.204,2 3.294,4 3.386,8 3.481,3 3.578,0 3.676,8 3.777,8
2011
3.881,0 3.986,3 4.093,8 4.203,4 4.315,3 4.429,2 4.545,4 4.663,7 4.784,1 4.906,7 5.031,5 5.158,5
2012
5.287,6 5.418,8 5.552,3 5.687,9 5.825,6 5.965,5 6.107,6 6.251,8 6.398,2 6.546,8 6.697,5 6.850,4
Bulan
Tahun
Produksi Ramalan
Tabel 15. Tabel Proyeksi Produksi Hasil Tangkapan Bulanan Non-Tuna Didaratkan di Dermaga Tradisional di PPSNZ
17.250,1
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November
17.513,2
Desember
(Lanjutan Tabel.15)
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Tahun 2016
Produksi Ramalan 14.026,4 14.261,4 14.498,6 14.737,9 14.979,4 15.223,1 15.468,9 15.716,9 15.967,0 16.219,3 16.473,8 16.730,4
2017
16.989,2
17.778,5 18.045,9 18.315,5 18.587,3 18.861,2 19.137,3 19.415,5 19.695,9 19.978,5 2018
20.263,2 20.550,1 20.839,2 21.130,4 21.423,7 21.719,3 22.017,0 22.316,8 22.618,8
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2013
7.005,4 7.162,6 7.322,0 7.483,5 7.647,2 7.813,0 7.981,0 8.151,2 8.323,5 8.498,0 8.674,7 8.853,5
2014
9.034,5 9.217,6 9.402,9 9.590,4 9.780,0 9.971,8 10.165,7 10.361,9 10.560,1 10.760,6 10.963,1 11.167,9
2015
11.374,8 11.583,9 11.795,1 12.008,5 12.224,1 12.441,8 12.661,7 12.883,7 13.107,9 13.334,3 13.562,8 13.793,5
Oktober November Desember
22.923,0 23.229,3 23.537,9
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rataan/bulan Tahun 2019
Tahun 2019
Produksi Ramalan 23.848,5 24.161,3 24.476,3 24.793,5 25.112,8 25.434,2 25.757,9 26.083,7 26.411,6 26.741,7 27.074,0 27.408,4 25.608,7
Fasilitas panjang dermaga armada tradisional PPS Nizam Zachman yang tersedia masih kurang dari kebutuhan. Panjang dermaga yang tersedia adalah 1.874 m sedangkan kebutuhan panjang dermaga sebesar 2.769,5 m. Kondisi jalan di sekitar dermaga berlubang dan kotor. Luas gedung TPI yang tersedia adalah 3.367 m2 sedangkan berdasarkan estimasi pada tahun 2019 kebutuhannya mencapai sebesar 4.513,5 m2. Fasilitas gedung TPI yang ditembok sebagian menyebabkan cahaya matahari masuk ke dalam gedung. Saluran pembuangan air di sekeliling gedung TPI terlihat tersumbat. Fasilitas luas dan kedalaman kolam pelabuhan yang telah tersedia sudah terpenuhi. Kebutuhan luasnya sebesar 24.932,4 m2 sedangkan yang tersedia 40.000 m2. Kedalaman kolam pelabuhan yang dibutuhkan 5,1 m sedangkan yang tersedia 4,5-7,5 m sehingga belum perlu dilakukan pengerukan. 1) Kebutuhan panjang dermaga bongkar Kebutuhan panjang dermaga merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kapal yang ingin bertambat-labuh di suatu pelabuhan. Panjang dermaga harus disesuaikan dengan intensitas jumlah kapal yang bertambat-labuh atau mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan tersebut. Panjang dermaga PPS Nizam Zachman yang tersedia adalah 1.874 m. Berdasarkan hasil penghitungan, diperoleh kebutuhan panjang dermaga sebesar 3.219,4 m. Penghitungan
tersebut
dengan ketentuan kapal merapat secara memanjang dan dengan menggunakan prosentase perbandingan terhadap jenis kapal dan jenis alat tangkap sehingga diperoleh estimasi jenis dan jumlah alat tangkap dan kapal dengan asumsi satu kapal mengoperasikan satu jenis alat tangkap. Jenis dan jumlah kapal berdasarkan alat tangkap adalah kapal gillnet (80 unit), muroami (1 unit), boukeami (27 unit), bubu (1 unit) dan jaring tangsi (5 unit) (Lampiran 3). Dengan demikian, fasilitas dermaga ini belum dapat memenuhi kebutuhan tambat labuh kapal saat ini dan pembangunan dermaga perlu dilakukan dengan penambahan panjang sekitar 895,5 m. Kendala di atas dapat menjadi penghambat dalam kelancaran proses aktivitas bongkar muat bila seluruh kapal yang ada sudah menggunakan dermaga yang ada untuk pendaratan hasil tangkapan. Akan terjadi antrian pendaratan hasil
tangkapan yang mempengaruhi lama-waktu pendaratan hasil tangkapan yang berdampak pada menurunnya kualitas ikan.
2) Kebutuhan luas gedung TPI Kebutuhan luas gedung TPI sangat penting bagi kelancaran aktivitas pelelangan dan aktivitas keluar masuk pendistribusian hasil tangkapan. Luas gedung TPI PPS Nizam Zachman yang tersedia adalah 3.367 m2. Berdasarkan hasil peramalan produksi pada tahun 2010-2019; dengan ketentuan jumlah produksi per hari minimum sebesar 20.000 kg sedangkan daya tampung produksi, nilai intensitas lelang per hari (i) dan alpha 0,43; 2; 0,394 diperoleh hasil kebutuhan luas gedung TPI sebesar 4.513,5 m2 (Lampiran 3). Hal ini memperlihatkan bahwa kebutuhan luas gedung TPI PPS Nizam Zachman pada tahun 2010-2019 tetap masih kurang, walaupun berdasarkan peramalan tersebut terjadi penurunan jumlah produksi dari tahun-tahun sebelumnya. Kendala di atas dapat menjadi penghambat dalam kelancaran proses aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan. Sebagian hasil tangkapan akan tidak tertampung di dalam gedung TPI sehingga berpotensi terkena sinar matahari langsung dan akan terjadi antrian pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan. Antrian tersebut akan mempengaruhi lama-waktu pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan dan berdampak menurunkan kualitas ikan tersebut.
3) Luas dan kedalaman kolam pelabuhan Kebutuhan luas kolam pelabuhan di suatu PP/PPI bergantung pada jumlah dan ukuran kapal yang berlabuh dalam satu hari sehingga kapal dapat masuk dan keluar wilayah pelabuhan tanpa mengalami hambatan dalam melakukan olah geraknya; sedangkan kedalamannya bergantung pada ukuran draft kapal. Berdasarkan hasil penghitungan yang diperoleh pada lampiran 3, kebutuhan luas kolam pelabuhan sebesar 24.932,4 m2. Luas kolam pelabuhan yang tersedia di PPS Nizam Zachman adalah 40.000 m2. Dengan demikian, luas kolam pelabuhan yang tersedia sudah mencukupi kebutuhan yang diinginkan. Hasil penghitungan tersebut diperoleh dengan ketentuan kapal merapat secara memanjang dan dengan menggunakan prosentase perbandingan terhadap jenis
kapal dan jenis alat tangkap sehingga diperoleh estimasi jenis dan jumlah alat tangkap dan kapal dengan asumsi satu kapal mengoperasikan satu jenis alat tangkap. Jenis dan jumlah kapal berdasarkan alat tangkap adalah kapal gillnet (80 unit), muroami (1 unit), boukeami (27 unit), bubu (1 unit) dan jaring tangsi (5 unit) (Lampiran 3). Kebutuhan kedalaman kolam pelabuhan sebesar 5,1 m. Hasil penghitungan tersebut diperoleh dengan ketentuan draft kapal terbesar sebesar 3,3 m, tinggi gelombang maksimum sebesar 1,5 m, tinggi ayunan kapal 0,5 m dan jarak aman antara lunas kapal dengan dasar perairan sebesar 0,5 m. Kedalaman kolam pelabuhan yang tersedia 4,5-7,5 m. Dengan demikian, kedalaman kolam pelabuhan yang tersedia sudah mencukupi kebutuhan sehingga belum perlu dilakukan pengerukan dasar perairan kolam pelabuhan tersebut. Berikut tabel resume hubungan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan dengan fasilitas terkait. Tabel 16. Resume hubungan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan dengan fasilitas terkait. Jenis Fasilitas Kondisi 2007 Kebutuhan 2019 Panjang Dermaga Luas TPI Luas Kolam Pelabuhan
1.874 m
3.219,4 m
3.367 m2
4.513,5 m2
40.000 m2
24.932,4 m2
Berdasarkan hasil-hasil penghitungan di atas dapat diketahui secara kuantitatif adanya hubungan yang erat antara aktivitas pendaratan dan pelelangan terhadap fasilitas terkait. Terpenuhi atau tidaknya fasilitas terkait kedua aktivitas tersebut berpengaruh terhadap kualitas hasil tangkapan. Hasil-hasil penghitungan tersebut membuktikan bahwa aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan dapat berjalan dengan baik dan lancar bila didukung oleh ketersediaan fasilitas terkait yang memadai, baik dari segi ketersediaan jumlahnya maupun jenis fasilitas yang digunakan. Bila volume produksi hasil tangkapan di PP tersebut tinggi maka kebutuhan fasilitas-fasilitas terkait juga tinggi. Bila kapasitas fasilitas yang tersedia tidak memadai dari yang dibutuhkan maka aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan dapat terhambat. Sebagai contoh seperti fasilitas panjang dermaga dan luas gedung TPI
PPS Nizam Zachman tersebut. Fasilitas lainnya yang mendukung aktivitas pendaratan seperti fasilitas wadah hasil tangkapan; yang telah dijelaskan dalam subbab 5.1 dan 5.2 bahwa jumlah ketersediaan fasilitas wadah hasil tangkapan yang sesuai dengan kebutuhan dapat mempermudah dan mempercepat aktivitas pendaratan hasil tangkapan. Selain itu, penggunaan fasilitas crane dapat digunakan sebagai solusi lambatnya pendistribusian hasil tangkapan dari palka hingga gedung TPI. Pemilihan mekanisasi alat dengan penggunaan teknologi modern seperti penggunaan tenaga listrik, robot dan alat berat mutlak diperlukan untuk mendukung pelaksanaan prinsip penanganan hasil tangkapan yang dijelaskan Ilyas (1983) yaitu bahwa dalam melakukan aktivitas pendaratan dan pelelangan hasil tangkapan harus dilakukan dengan memenuhi prinsip kerja cepat, cermat, hiegienis dan bersih. Keempat prinsip tersebut mutlak dilakukan mengingat produk hasil tangkapan perikanan merupakan jenis produk yang mudah busuk dan rusak. Mekanisasi fasilitas yang digunakan untuk mendukung kinerja aktivitas di pelabuhan perikanan telah banyak dilakukan di negara-negara Eropa seperti Perancis (Lubis, 2005). Penggunaan teknologi maju seperti crane, forklift, ice crusher, rel kereta mempermudah proses penyelenggaraan aktivitas pendaratan hasil tangkapan di pelabuhan tersebut sehingga prinsip penanganan hasil tangkapan yang dijelaskan Ilyas (1983) tersebut dapat terlaksana. Perluasan ruang gedung TPI PPS Nizam Zachman perlu dilakukan di masa yang akan datang guna memenuhi ketentuan ruang gedung TPI yang telah dijelaskan oleh Lubis (2005) pada subsubbab 2.3.3 yaitu ruangan dalam gedung TPI minimal terdapat empat buah ruangan sesuai dengan kegunaannya masingmasing yaitu ruang sortir, pelelangan, pengepakan dan administrasi pelelangan. Bila hal tersebut terpenuhi maka proses aktivitas pelelangan hasil tangkapan dapat berjalan dengan lancar tanpa terganggu dengan aktivitas lainnya. Saat ini gedung TPI PPS Nizam Zachman hanya memiliki dua ruangan yaitu untuk pelelangan dan administrasi pelelangan. Ruang sortir dan pengepakan tidak terdapat di gedung ini. Perluasan gedung juga dimaksudkan agar kapasitas atau daya tampung hasil tangkapan yang dilelang di TPI PPS Nizam Zachman dapat terpenuhi, terutama saat musim puncak pendaratan hasil tangkapan terjadi.
Bila dibandingkan dengan gedung TPI yang berada di pelabuhan perikanan di Eropa seperti di Perancis, pembagian ruang gedung TPI seperti yang dijelaskan oleh Lubis (2005) sudah dilakukan. Ruang gedung TPI tersebut tertutup rapat dan higienis bahkan diberi mesin pendingin air conditioner (ac) sehingga kualitas hasil tangkapan yang masuk ke gedung TPI tetap terjaga. Kondisi ini berbeda bila dibandingkan dengan kondisi gedung TPI PPS Nizam Zachman. Kondisi ruang gedung TPI tersebut terbuka sebagian seperti yang dijelaskan pada bab 6, tidak higienis dan tidak ber-ac. Bahkan sinar matahari dapat mudah masuk melalui sisi ruang gedung sehingga kualitas hasil tangkapan dapat berkurang. Karakter iklim negara Indonesia yang bersifat tropis memudahkan bakteri dapat berkembang dengan baik dan cepat pada tubuh hasil tangkapan yang terkena terpaan sinar matahari. Akan tetapi, gedung TPI PPS Nizam Zachman dan beberapa pelabuhan perikanan lainnya di Indonesia tidak seperti gedung TPI di pelabuhan-pelabuhan perikanan Eropa yang memiliki pendingin; umumnya seperti Perancis, Jerman dan lain-lain padahal negara-negara tersebut merupakan negara yang memiliki karakter iklim dingin (Lubis, 2005).
9 KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan 1) Aktivitas pendaratan hasil tangkapan yang dilakukan oleh kapal gillnet, bubu, purse seine, jaring tangsi dan boukemi berlangsung pada pukul 06.00 WIB hingga pukul 14.00 WIB. Untuk volume hasil tangkapan didaratkan sebesar dua ton, diperlukan ABK sejumlah 10 orang, buruh enam orang dan keranjang/wadah hasil tangkapan 40 unit dan lama waktu pendaratan tiga jam dua puluh menit. Lama waktu proses pendaratan hasil tangkapan kapal-kapal tradisional; yang dimulai dari pembongkaran hasil tangkapan hingga diangkut menuju TPI, bersifat relatif, bergantung dari besarnya volume hasil tangkapan yang didaratkan, jumlah anak buah kapal (ABK) dan buruh yang terlibat serta jumlah fasilitas yang mendukung dalam proses pendaratan hasil tangkapan tersebut. 2) Pelelangan di TPI PPS Nizam Zachman pada prakteknya merupakan pelelangan tidak murni. Proses pelelangan tidak sesuai prosedur, terdapat praktek yang disebut “opouw”. Penentuan harga lelang dapat “diatur” oleh pemilik kapal sesuai keinginannya. Nelayan (nelayan buruh/ ABK) pada dasarnya bukan melelangkannya tetapi “menjual” hasil tangkapan kepada pemilik kapal. 3) Kondisi rata-rata kualitas sampel hasil tangkapan bawal hitam, cumi-cumi, cucut, tongkol, tenggiri dan layaran yang didaratkan di PPS Nizam Zachman cukup baik yakni berkisar antara cukup segar hingga segar dengan nilai skala rata-rata 6,4 hingga 8,5 dari skala organoleptik 1 – 9. Tidak ada perbedaan nilai skala yang mencolok di keempat titik pengamatan; palka, dek kapal, di dermaga dan di TPI. Masih terdapat cara penanganan hasil tangkapan yang berpotensi merusak kualitas hasil tangkapan yang didaratkan yaitu penggunaan wadah hasil tangkapan yang kotor dan berlubang dan papan luncur untuk memindahkan hasil tangkapan dari atas kapal ke lantai dermaga serta pencucian hasil tangkapan dengan air kolam pelabuhan yang kotor.
4) Panjang dermaga tradisional PPS Nizam Zachman yang tersedia masih kurang dari kebutuhan untuk tahun 2010-2019. Panjang dermaga yang tersedia adalah 1.874 m sedangkan kebutuhan panjang dermaga tahun 2019 sebesar 3.219,4 m. Kondisi jalan di sekitar dermaga berlubang dan kotor. Luas gedung TPI yang tersedia adalah 3.367 m2 sedangkan berdasarkan estimasi pada tahun 2019 kebutuhannya sebesar 4.513,5 m2. Fasilitas gedung TPI yang ditembok hanya sebagian, menyebabkan cahaya matahari masuk ke dalam gedung. Saluran pembuangan air di sekeliling gedung TPI, tersumbat. Fasilitas luas dan kedalaman kolam pelabuhan yang telah tersedia sudah terpenuhi. Kebutuhan luasnya pada tahun 2019 sebesar 24.932,4 m2 sedangkan yang tersedia 40.000 m2. Kolam pelabuhan kotor dengan sampah dan berbau tak sedap. Kondisi wadah hasil tangkapan adalah tidak bersih dan berlubang. 5) Terdapat hubungan yang cukup erat antara aktivitas pendaratan dan pelelangan dengan kebutuhan fasilitas terkait aktivitas tersebut yaitu ada tidaknya fasilitas terkait kedua aktivitas tersebut, berpengaruh terhadap kualitas hasil tangkapan. Penurunan kualitas hasil tangkapan yang didaratkan dan dipasarkan terjadi sebagai akibat dari lambatnya keberlangsungan aktivitas-aktivitas yang terjadi.
9.2 Saran 1. Perlu adanya perbaikan dalam rangkaian proses aktivitas pendaratan, pelelangan dan pendistribusian hasil tangkapan; baik cara penanganan maupun penggunaan alat dalam kaitannya menjaga kualitas hasil tangkapan agar tetap baik. 2. Perlu adanya upaya perbaikan dalam pengelolaan dalam menjaga kualitas hasil tangkapan agar tetap baik. 3. Perlu adanya mekanisasi fasilitas guna mempermudah dan memperlancar aktivitas pendaratan di PPS Nizam Zachman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1997. Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 13 Tahun 1997 Tentang Usaha Perikanan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta. ---------------. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2000 Tentang Perum Prasarana Perikanan Samudera. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. ---------------. 2004. Perikanan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 56 hal. ---------------. 2006a. Pelabuhan Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 16 hal. ---------------. 2006b. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Jakarta. ---------------. 2006c. Potensi Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Muara Angke. Jakarta: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta. 35 hal. ---------------. 2007a. Laporan Statistik 2006 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 46 hal. ---------------. 2007b. Kependudukan. Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta. [terhubung berkala]. www.jakarta.go.id/jakartaku/kependudukan.htm [15 Februari 2009]. ---------------. 2007c. Pusat Data, Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). DKP Ajak Semua Pihak Tingkatkan Konsumsi Ikan Nasional No. 35/PDSI/V/2007. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. ---------------. 2008a. Wilayah dan Kependudukan Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. [terhubung berkala]. www.jakarta.go.id/jakartaku/wilayahkependudukan.htm [15 Februari 2009]. ---------------. 2008b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 154 hal.
---------------. 2008c. Jakarta Dalam Angka 2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 555 hal. ---------------. 2008d. Draft Laporan Akhir Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Khusus Ibukota Jakarta. [terhubung berkala].www.bappedajakarta.go.id/produkjmrenstarda02-07.asp [15 Februari 2009]. ---------------. 2009a. Statistika Indonesia. Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi perkm2. [terhubung berkala]. www.datastatistikindonesia.com/component/ [23 Juli 2009]. ---------------. 2009b. Badan Usaha Milik Negara. [terhubung berkala]. www.id.wikipedia.org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Negara [23 Juli 2009]. Ariningsih E. dan Tentamia MK. 2004. Kajian Konsumsi Protein Hewani pada Masa Krisis Ekonomi di Jawa. Icaserd Working Paper No. 28. [terhubung berkala]. www.deptan.go.id/ind/pdffiles/WP_28_2004.pdf [16 Februari 2009]. Darmawan S. 2006. Distribusi Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 98 hal. Dewi MK. 2004. Pola Produksi, Rasio NP/P dan Faktor yang Mempengaruhinya Untuk Hasil Tangkapan Lemuru Didaratkan di PPI Muncar, Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 108 hal. Donita S. 1996. Penanganan Transportasi dan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 104 hal. Hardani R. 2008. Studi Hubungan Hasil Tangkapan dengan Bentuk/Ukuran Wadah Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 92 hal. Hidayat D. 2004. Evaluasi dan Identifikasi Tingkat Kemunduran Mutu Hasil Perikanan Tangkap Ikan Belanak (Mugil spp) (Studi Kasus di Muara Angke Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 71 hal. Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan Jilid II. Teknik Pendinginan Ikan. Jakarta: CV Paripurna. 400 hal. Kramadibrata S. 1985. Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Penerbit Ganeca Exact Anggota IKAPI. 405 hal.
Lubis E. 2002. Buku I : Pengantar Pelabuhan Perikanan. Bahan Kuliah Pelabuhan Perikanan. Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 95 hal. ----------. 2006. Kondisi dan Tingkat Keberadaan Fasilitas Pelabuhan Perikanan di Indonesia. Bahan Kuliah Pelabuhan Perikanan. Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4 hal. Mulyadi MD. 2007. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan serta Fasilitas Terkait di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 133 hal. Pane, AB. 2009. Komunikasi Pribadi. Dosen Mata Kuliah Analisis Hasil Tangkapan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rahayu S. 2000. Studi Aspek Teknik Penanganan Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 81 hal. Rusmali K. 2004. Analisis Aktivitas Pendaratan dan Pemasaran Hasil Tangkapan dan Dampaknya Terhadap Sanitasi di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta, Muara Baru DKI Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 110 hal. Saipul A. 2007. Bertekad untuk Meningkatkan Taraf Hidup Nelayan. Artikel Portal Berita Jakarta Utara. [terhubung berkala]. www.jakartautara.com/modules/news/article.php? [15 Februari 2009]. Sari R. 2004. Industri Perikanan dan Pengaruhnya Terhadap Berbagai Aktivitas Kepelabuhanan Terkait dengan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 109 hal. Setiawan H. 2006. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan serta Hubungannya dengan Fasilitas Terkait di PPP Bajomulyo Juwana Pati. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 148 hal. Syafrin N. 1993. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usaha Penangkapan Ikan. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 115 hal.
Wistati A. 1997. Proses Pendaratan, Penanganan dan Distribusi Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta. Laporan Praktek Lapangan. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 51 hal. Wulandari. 2007. Tingkat Kebutuhan Es untuk Keperluan Penangkapan Ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 113 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Layout Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
1
9 8
4
5 2
6 3 10 7 0
Keterangan Layout Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta 1. Kawasan Industri Block A 4. Dermaga Barat 7. Menara Suar (Merah) 2. Slipway 5. Kolam Pelabuhan 8. Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 3. Dermaga Timur 6. Menara Suar (Hijau) 9. Gedung Cold Storage
10. Tuna Landing Center (TLC)
60
120
180
Lampiran 2. Foto Udara Lokasi PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2007
Lokasi PPS Nizam Zachman Jakarta
Lampiran 3. Contoh Penghitungan Sarana Terkait Pendaratan dan Pelelangan
1). Panjang dermaga bongkar dan muat armada tradisional (Kramadibrata, 1985) d
= n x ( P atau L ) + ( n -1 ) s + 50 m
Dimana
d
: panjang dermaga (m)
L
: lebar kapal (m)
P
: panjang kapal (m)
n
: jumlah kapal yang memakai dermaga (unit/ hari)
s
: jarak antar kapal (m); s =1,15 P untuk kapal merapat memanjang s =1,3 L untuk kapal merapat miring
Nilai n diperoleh sebesar 170 unit kapal per hari. Dengan proyeksi produksi 2019 sebesar 25.608,7 ton per bulan (Tabel 15) atau 853,6 ton per hari dan rata-rata kapal maksimal mengangkut 5 ton. Sehingga jumlah kapal 170 per hari. Panjang dermaga yang dibutuhkan adalah
= 3.169,4+ 50 = 3.219,4 m
Panjang dermaga yang terpasang
= 1.874 m
Maka, penambahan panjang dermaga yang dibutuhkan adalah: d
= 3.219,4 m -1.874 m = 1.345,4 m
2). Luas gedung TPI (Anonymous, 1981 vide Setiawan, 2006) Lg
=
N pxix
Dimana
Lg
: luas gedung pelelangan (m2)
N
: jumlah produksi per hari (kg)
P
: daya tampung produksi (kg/m2)
i
: intensitas lelang per hari (kali/hari)
α
: perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang (0,217 – 0,394)
Lampiran 3 (Lanjutan)
Lg
=
N = (853.600/240x2x0,394) = 4.513,5 m2 pxRx
Dengan asumsi per m2 daya tampung produksi (kg/m2) sebanyak 4 wadah hasil tangkapan masing-masing 30 kg ikan per wadah per m2 lantai lelang atau setara dengan 120 kg/susun (Pane, 2009). Luas gedung TPI yang dibutuhkan 2010-2019
= 4.513,5 m2
Luas gedung TPI tercatat seluas
= 3.367 m2
3). Luas dan kedalaman kolam pelabuhan (Anonymous,1981 vide Setiawan, 2006) a. Luas kolam pelabuhan (L ; m2) L = (3,14 x (l)2 ) + (3 x n x l x b) Dimana : l
: rata-rata panjang kapal yang berlabuh (m)
n
: jumlah kapal yang berlabuh (unit)
b
: rata-rata lebar kapal (m)
Kisaran ukuran kapal gillnet, muroami, boukeami, jaring tangsi dan bubu di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2007 Jenis kapal p (m) l (m) d (m) <10 GT
8,45-12,00
2,50-3,20
1,30
10-20 GT
12,50-14,80
3,40-4,50
2,25
20-30 GT
14,90-17,50
4,60-5,20
3,30
(Kapal gillnet)
(3,14 x (14,90)2) + (3x80x14,90x4,60)
= 17.146,71
(Kapal muroami)
(3,14 x (8,45) 2) + (3x1x8,45x2,50)
=
(Kapal boukeami)
(3,14 x (14,80) 2) + (3x27x14,80x4,50)
= 6.082,39
(Kapal jaring tangsi) (3,14 x (12,50)2) + (3x5x12,50x3,40) (Kapal bubu)
(3,14 x (8,45) 2) + (3x1x8,45x2,50)
287,58
= 1.128,13 =
287,58
Luas kolam pelabuhan yang dibutuhkan adalah
= 24.932,4 m2
Luas kolam pelabuhan yang tersedia adalah
= 40.000 m2
Lampiran 3 (Lanjutan)
b. Kedalaman kolam pelabuhan (D ; m) D = d + ½H + S + C Dimana : d
: draft kapal terbesar
H
: tinggi gelombang maksimum
S
: tinggi ayunan kapal
C
: jarak aman antara lunas kapal dengan dasar perairan
D = d + ½H + S + C = 3,30 + 0,5(1,5) + 0,5 + 0,5 = 5,1 m Kedalaman kolam pelabuhan yang tersedia 4,5-7,5 m.
Lampiran 4. Tabel Data Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan PPS Nizam Zachman Tahun 2004-2008 Bulan
Tahun 2004
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari 2005 Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari 2006 Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
2007
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Yt (ton) 2.815,5 2.640,2 3.665,8 3.342,8 2.761,8 3.054,7 2.124,0 3.331,9 2.900,4 2.525,0 1.787,1 2.604,1 1.972,1 2.143,1 2.093,1 2.081,4 2.437,7 2.548,8 2.136,5 1.880,7 2.078,9 1.354,8 831,8 1.578,1 1.507,7 1.091,5 1.523,2 1.433,4 1.363,4 1.278,0 1.134,8 1.423,3 1.216,0 992,5 1.471,1 1.103,5 1.135,4 1.736,7 1.180,5 1.353,0 1.350,9 1.800,4 2.113,7 2.170,0 2.981,0
Lampiran 4 (lanjutan) Bulan
Tahun
Oktober November Desember Januari 2008 Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
t 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Yt (ton) 2.483,6 1.895,7 1.728,6 1.361,8 1.369,4 1.160,0 1.754,0 1.329,0 1.615,0 1.463,0 1.507,0 1.799,0 1.077,0 1.450,0 1.048,0
Lampiran 5. Tabel Hasil Perhitungan Proyeksi Produksi Hasil Tangkapan Didaratkan PPS Nizam Zachman Tahun 2010-2019 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari
Tahun 2010
2011
2012
2013
x 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110
Yt Ramalan (ton) 2.785,6 2.865,0 2.946,6 3.030,3 3.116,2 3.204,2 3.294,4 3.386,8 3.481,3 3.578,0 3.676,8 3.777,8 3.881,0 3.986,3 4.093,8 4.203,4 4.315,3 4.429,2 4.545,4 4.663,7 4.784,1 4.906,7 5.031,5 5.158,5 5.287,6 5.418,8 5.552,3 5.687,9 5.825,6 5.965,5 6.107,6 6.251,8 6.398,2 6.546,8 6.697,5 6.850,4 7.005,4 7.162,6
Lampiran 5 (lanjutan) Bulan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
Tahun
2014
2015
2016
x 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150
Yt Ramalan (ton) 7.322,0 7.483,5 7.647,2 7.813,0 7.981,0 8.151,2 8.323,5 8.498,0 8.674,7 8.853,5 9.034,5 9.217,6 9.402,9 9.590,4 9.780,0 9.971,8 10.165,7 10.361,9 10.560,1 10.760,6 10.963,1 11.167,9 11.374,8 11.583,9 11.795,1 12.008,5 12.224,1 12.441,8 12.661,7 12.883,7 13.107,9 13.334,3 13.562,8 13.793,5 14.026,4 14.261,4 14.498,6 14.737,9 14.979,4 15.223,1
Lampiran 5 (lanjutan) Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Tahun
2017
2018
2019
x 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190
Yt Ramalan (ton) 15.468,9 15.716,9 15.967,0 16.219,3 16.473,8 16.730,4 16.989,2 17.250,1 17.513,2 17.778,5 18.045,9 18.315,5 18.587,3 18.861,2 19.137,3 19.415,5 19.695,9 19.978,5 20.263,2 20.550,1 20.839,2 21.130,4 21.423,7 21.719,3 22.017,0 22.316,8 22.618,8 22.923,0 23.229,3 23.537,9 23.848,5 24.161,3 24.476,3 24.793,5 25.112,8 25.434,2 25.757,9 26.083,7 26.411,6 26.741,7
Lampiran 5 (lanjutan) Bulan November Desember
Tahun
x 191 192
Yt Ramalan (ton) 27.074,0 27.408,4