-1-
PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAM UMUM PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
:
a. bahwa dalam rangka meningkatkan kelancaran pelaksanaan pembangunan berbagai fasilitas untuk kepentingan umum, diperlukan pengadaan tanah yang dilakukan dengan sebaikbaiknya dan sebenar-benarnya ; b. bahwa perlu adanya antisipasi terhadap berbagai gejolak yang mungkin timbul dalam hal pengadaan tanah yang digunakan untuk kepentingan umum ; c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, dipandang perlu mengatur ketentuan-ketentuan mengenai Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Propinsi Jawa Timur, dengan Peraturan Daerah.
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Timur juncto Undang-undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan Perubahan dalarn Undang-undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 32); 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043) ; 3. Undang-undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak (Lembaran Negara Tahun 1960 Nornor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2106); 4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda Diatasnya (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2324); 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501) ; 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-2-
7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 362); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara -Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara 2171); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 10. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ; 11. Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah di Bidang Pertanian ; 12. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, 13. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ; 14. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota ; 15. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tincikat I Jawa Timur Tahun 1996/1997-2011/2012 (Lembaran Daerah Nomor 4 Tahun 1998seri D) Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAIM DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM PROPINSI JAWA TIMUR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daeran ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Propinsi Jawa Timur. 2. Pemerintah Propinsi adalah Pemerintah Propinsi Jawa Timur. 3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-3-
4. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut 5. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah. 6. Instansi Pemerintah adalah instansi pernerintah yang berada di wilayah Propinsi Jawa Timur. 7. Kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat yang tidak digunakan semata-mata untuk mencari keuntungan. 8. Panitia Pengadaan Tanah adalah panitia yang dibentuk untuk membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. 9. Musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. 10. Hak atas tanah adalah hak atas sebidang tanah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. 11. Ganti kerugian adalah penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. 12. Hak Ulayat adalah hak atas tanah dari masyarakat hukum adat yang tidak mengandung unsur pemilikan perorangan. BAB II KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH Pasal 2 Pemerintah Propinsi berwenang melaksanakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Pasal 3 (1) Ketentuan tentang pengadaan tanah dalam Peraturan Daerah ini semata-mata hanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum ; (2) Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah Propinsi dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-4-
Pasal 4 Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah. Pasal 5 Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan berdasar pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada. Pasal 6 (1) Pembangunan untuk kepentingan umum dibatasi untuk kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki Pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan, dalam bidang-bidang antara lain sebagai berikut: a. jalan umum, saluran pembuangan air, rel kereta api ; b. waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi; c. Rumah Sakit Umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat; d. pelabuhan atau bandar udara atau terminal angkutan umum, stasiun kereta api e. sarana peribadatan ; f. sarana pendidikan atau sekolahan ; g. pasar umum ; h. fasilitas pemakamam umum ; i. fasilitas keselamatan umum ; j. pos dan telekomunikasi; k. sarana olahraga umum l. stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya; m. Kantor Pemerintah ; n. fasilitas TNI dan Polri; o. Rumah susun sederhana ; p. panti asuhan, panti werdha, panti rehabilitasi. (2) Gubernur dapat menetapkan kegiatan pembangunan selain yang dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan penilaian dari Panitia Pengadaan Tanah dengan tetap mengacu pada Peraturan Daerah ini.
Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-5-
BAB III PANITIA PENGADAAN TANAH Pasal 7 (1) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang terletak di dua wilayah Kabupaten/Kota atau yang bersifat lintas Kabupaten/Kota dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah Pemerintah Propinsi yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur (2) Panitia Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk di lingkungan Pemerintah Prcpinsi dan keanggotaannya terdiri dari: a. unsur Pemerintah Kabupaten/Kota ; b. Unsur Kantor Pertanahan ; c. Camat; d. Lurah/Kepala Desa ; dan e. Instansi terkait (3) Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah dari unsur lainnya sesuai kebutuhan, sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang. Pasal 8 Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan harus berkoordinasi dengan Panitia Pengadaan Tanah Pasal 9 Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah melakukan survei dasar yang bertujuan mengumpulkan data tentang masyarakat yang tinggal di lokasi pembangunan, tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah serta hal-hal lain yang berkaitan dengan pengadaan tanah. Pasal 10 Panitia Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas : a. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan ; b. mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya ; c. menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan ; d. memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut; Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-6-
e. mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian ; f. menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada di atas tanah ; g. membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah ; h. melaporkan perkembangan kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum secara berkala kepada Gubernur. Pasal 11 Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah.
untuk
Pasal 12 (1) Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan dikoordinasikan oleh Panitia Pengadaan Tanah ; (2) Musyawarah dilakukan di tempat yang ditentukan dalam surat undangan. ; (3) Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah secara efektif, maka musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan Panitia Pengadaan Tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang ditunjuk diantara dan oleh para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus bertindak selaku kuasa mereka ; (4) Penunjukan wakil/kuasa dari para pemegang hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan secara tertulis dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa setempat. BAB IV GANTI KERUGIAN Pasal 13 Ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk : a. hak atas tanah ; b. bangunan ; c. tanaman ; d. benda-benda lain, yang berkaitan dengan tanah. Pasal 14 Bentuk ganti kerugian dapat berupa : a. uang ; b. tanah pengganti; c. pemukiman kembali; Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-7-
d. gabungan dari dua atau lebih untuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c ; dan e. bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 15 Penggantian terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Pasal 16 Dasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar: a. harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan memperhatikan nilai jual obyek Pajak Bumi dan Bangunan yang terakhir untuk tanah yang bersangkutan ; b. nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang bangunan ; c. nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab di bidang pertanian. Pasal 17 Panitia Pengadaan Tanah memberikan penjelasan kepada kedua belah pihak sebagai bahan musyawarah untuk mufakat mengenai ganti kerugian dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. harga tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a ; b. nilai taksiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dan c ; c. faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah, antara lain : 1) lokasi tanah ; 2) kondisi tanah ; 3) jenis hak atas tanah ; 4) status penguasaan tanah ; 5) peruntukan tanah ; 6) kesesuaian penggunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah ; 7) prasarana yang tersedia ; 8) fasilitas dan utilitas. Pasal 18 Apabila dalam musyawarah telah dicapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dan Instansi Pemerintah yang rnemerlukan tanah, Panitia Pengadcian Tanah membuat Berita Acara Kesepakatan yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak.
Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-8-
Pasal 19 Dengan berdasar pada kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan tersebut. Pasal 20 (1) Ganti kerugian diserahkan langsung kepada : a. pemegang hak atas tanah atau ahli warisnya yang sah ; b. nadzir, bagi tanah wakal; (2) Dalam hal tanah, bangunan, tanaman atau benda yang berkaitan dengan tanah dimiliki bersama-sama oleh beberapa orang, sedangkan satu atau beberapa orang dari mereka tidak dapat ditemukan, maka ganti kerugian yang menjadi hak orang yang tidak dapat diketernukan tersebut, dikonsinyasikan di Pengadilan Negeri setempat oleh Instansi Pemerintah yang rnemerlukan tanah. Pasal 21 Apabila setelah melalui proses musyawarah beberapa kali dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tetap tidak tercapai kata sepakat, maka Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan Keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 17 dan dengan memperhatikan kepentingan yang lebih luas. Pasal 22 (1) Pemegang hak atas tanah, pemilik bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang ada diatasnya yang tidak mengambil ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 setelah diberitahukan secara tertulis oleh Panitia sampai 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan, dianggap keberatan atau menolak terhadap keputusan tersebut dan yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur dengan disertai alasan keberatannya ; (2) Gubernur dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan Panitia Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian ; (3) Apabila masih terdapat keberatan dari pemegang hak atas putusan terhadap penyelesaian yang ditempuh, Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah melaporkan kepada Pimpinan Instansi yang bersangkutan ; (4) Pimpinan Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberikan tanggapan tertulis mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tersebut;
Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-9-
(5) Apabila pimpinan Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyetujui permintaan pemegang hak, Gubernur mengeluarkan keputusan revisi bentuk dan besarnya ganti kerugian sekaligus memerintahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah untuk melaksanakan acara pemberian ganti kerugian ; (6) Apabila pimpinan Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menolak permintaan pemegang hak, Gubernur dapat mengukuhkan Keputusan Panitia Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 23 (1) Sebelum mengukuhkan Keputusan Panitia Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6), Gubernur minta pertimbangan dari Tim Penilai Independen ; (2) Tim Penilai Indenpenden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Gubernur; (3) Apabila pengukuhan Gubernur terhadap bentuk dan besarnya ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata masih belum disepakati oleh Pemegang Hak Atas Tanah, maka ganti kerugian tersebut dikonsinyasikan di Pengadilan Negeri setempat. Pasal 24 (1) Dengan belum adanya kesepakntan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dan lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, maka sebagai upaya terakhir Gubernur mengajukan usjl pencabutan hak atas tanah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku ; (2) Sambil menunggu Keputusan Persetujuan terhadap usulan pencabutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pelaksanaan pembangunan tetap dilanjutkan. BAB V PEMBIAYAAN Pasal 25 Segala biaya yang timbul dalam persiapan, penelitian, pelaksanaan permukiman kembali, monitoring dan evaluasi termasuk honorarium Panitia Pengadaan Tanah dan Tim Penilai dibebankan pada Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-10-
BAB VI PENGADAAN TANAH SKALA KECIL Pasal 26 Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar dapat dilakukan langsung oleh pihak yang memerlukan tanah dengan para pernegang hak atas tanah dengan cara yang disepakati kedua belah pihak dilengkapi dengan penetapan lokasi. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. Pasal 28 Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 23 Agustus 2004
GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd.
IMAM UTOMO. S
Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-11-
Diundangkan di Surabaya Pada tanggal 23 Agustus 2004 SEKRETARIS DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR
ttd.
Dr. H. SOEKARWO, SH, M.Hum
LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004 NOMOR 5 TAHUN 2004 SERI E. Sesuai dengan aslinya A.n. SEKRETARIS DAERAH PROPINSI
Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM PROPINSI JAWA TIMUR I
PENJELASAN UMUM Bahwa kebutuhan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sering mengalami hambatan hambatan yang mengganggu kelancaran pelaksanaan pembangunan di Jawa Timur. Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai laridasan hukum untuk operasionalisasi bagi Pemerintah Propinsi Jawa Timur dalam rangka pelaksanaan pengadaan / pembebasan tanah untuk kepentingan umum, mengirigat Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum beserta peraturan pelaksanaannya dan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Bidang Pertanahan beserta peraturan pelaksanaannya dirasakan belum cukup efektif dalam pelaksanaannya. II
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 sampai dengan 5 : Cukup jelas. Pasal 6 ayat (1) huruf a s/d h: Cukup jelas. huruf i : Yang dimaksudkan dengan Fasilitas Keselamatan Umum antara lain tanggul penanggulangan banjir, lahar dan lain-lain bencana huruf j s/d p : Cukup jelas. ayat (2) : Cukup jelas. Pasal 7 s/d 13 : Cukup jelas. Pasal 14 huruf a s/d d : Cukup jelas. Huruf e : Yang dimaksud dengan bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan, antara lain deposito, Ongkos Naik Haji (ONH), dll. Pasal 15 dan 16 : Cukup jelas. Pasal 17 huruf c angka 7) : Yang dimaksud dengan prasarana yang tersedia, antara lain saluran telepon, saluran listrik, saluran air dan sebagainya. Pasal 18 dan 19 : Cukup jelas. Pasal 20 ayat (1) : Cukup jelas. ayat (2) : Upaya mencari salah satu atau beberapa orang dari pemilih tanah yang tidak diketemukan, dilakukan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari oleh Panitia Pengadaan Tanah dengan cara mengumumkan melalui media massa Pasal 21 : Cukup jelas. Pasal 22 ayat (1) : Tenggang waktu keseluruhan untuk pemberitahuan tertulis kepada pemegang hak atas tanah, pemilik Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
-2-
ayat (2) s/d (6) Pasal 23 ayat (1)
dan (2) ayat(3)
Pasal 24 s/d 28
Dok. Informasi Hukum-JDIH/2006
: :
: :
:
bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang tidak mengambil ganti kerugian adalah 21 hari (3x7 hari). Cukup jelas. Tim Penilai Independen merupakan tim yang terdiri dari unsur-unsur yang bersifat netral, dalam arti tidak berpihak kepada pemilik tanah maupun pihak yang membutuhkan tanah serta tidak ada keterkaitan dengan tanah yang akan dibebaskan. Cukup jelas. Konsinyasi dilakukan pada Bank Pemerintah dengan rekening atas nama Pengadilan Negeri setempat, demikian pula dengan konsinyasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (2). Cukup jelas.