PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 9 TAHUN 1990 TENTANG IJIN TEMPAT USAHA DAN IJIN UNDANG-UNDANG GANGGUAN (HINDER ORDONNANTIE)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG,
Menimbang
:
a. bahwa setiap orang atau badan hukum yang mengadakan atau melakukan kegiatan usaha dengan menggunakan tempat atau ruangan tertentu di Daerah diwajibkan memiliki dan atau mencari ijin tempat usaha;
b. bahwa setiap orang atau badan hukum yang mengadakan atau melakukan kegiatan usaha yang tergolong dalam 20 (dua puluh) jenis usaha sebagaimana terinci dalam pasal 1 ayat (1) UndangUndang (Hinder Ordonnantie) Tahun 1926, diwajibkan memiliki ijin Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie);
c. bahwa dengan adanya penertiban dan Jangka Waktu terhadap pemberian ijin Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1987;
d. bahwa dipandang perlu meninjau kembali Perda Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1982 tentang Tata Cara dan biaya perijinan bagi perusahaan yang harus memiliki ijin berdasarkan Hinder Ordonnantie;
e. bahwa untuk mencapai maksud dalam butir a,b,c serta untuk menjaga Kepentingan atau Ketertiban Umum, keamanan dan kesehatan lingkungan, dipandang perlu menetapkan hal tersebut dengan Peraturan Daerah.
2 Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037);
2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah - daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah - Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
3. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnatie) Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 yang diubah dan ditambah dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 14 dan Nomor 460;
4. Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnatie) Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 yang diubah dan ditambah dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 14 dan Nomor 460; 5. Undang-Undang 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 No. 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3215); 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1984 tentang Tata Cara Penyediaan tanah dan pemberian Hak atas Tanah, Pemberian Ijin Bangunan serta Ijin Undang-Undang Gangguan
bagi
Perusahaan-Perusahaan
yang
mengadakan
penanaman modal menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1963;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pengendalian Pencemaran bagi Perusahaan yang mengadakan Penanaman Modal menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1988; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1987 tentang Penertiban
pungutan-pungutan
dan
jangka
pemberian Ijin Undang-Undang Gangguan;
waktu
terhadap
3 9. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 1987 tentang Penyederhanaan Perijinan dan Retribusi di bidang Usaha Pariwisata; 10. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 5 Tahun 1986 tentang Uang Leges.
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH
KABUPATEN DAERAH TINGKAT II
BADUNG TENTANG IJIN TEMPAT USAHA DAN IJIN UNDANGUNDANG GANGGUAN (HINDER ORDONANTIE)
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung; b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung; c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung; d. Bupati Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung; e. Tempat Usaha adalah : Tempat-tempat melakukan usaha yang dijalankan secara teratur dalam suatu bidang usaha tertentu dengan maksud mencari keuntungan; f. Ijin Tempat Usaha adalah Ijin yang diberikan bagi Tempattempat untuk melakukan usaha yang dijalankan secara teratur dalam suatu bidang usaha tertentu dengan maksud untuk mencari keuntungan;
4 g. Ijin Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) adalah Ijin yang diberikan bagi tempat-tempat usaha yang berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Staatblad Tahun 1926 Nomor 226 yang diubah dan ditambah dengan Staatsblad Tahun 1940 dan Nomor 460; h. Tim adalah tim yang dibentuk oleh Bupati Kepala Daerah untuk memberikan pertimbangan kepada Bupati Kepala Daerah dalam rangka pemberian atau penolakan atas permohonan Ijin Tempat Usah dan Ijin Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie); i. Pengusaha adalah orang atau Badan Hukum yang mendirikan perusahaan dan atau memperluas tempat usaha; j. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan di Kabupaten Badung untuk tujuan memperoleh keuntungan;
BAB II OBYEK, SUBYEK IJIN TEMPAT USAHA DAN IJIN UNDANG-UNDANG GANGGUAN Pasal 2 1. Obyek Ijin Usaha adalah semua tempat usaha yang diadakan di dalam Wilayah Daerah. 2. Obyek Ijin Undang-Undang Gangguan adalah semua tempat usaha yang diadakan didalam Wilayah Daerah yang kegiatan usahanya berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Gangguan Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 yang telah diubah dan ditambah dengan Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 yang telah diubah dan ditambah dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 14 dan Nomor 466.
Pasal 3 1. Setiap Pengusaha yang mendirikan dan atau memperluas tempat usahanya di Daerah harus terlebih dahulu mendapat Ijin Usaha dari Bupati Kepala Daerah. 2. Setiap Pengusaha yang mendirikan dan atau memperluas tempattempat usaha di Daerah yang kegiatan usahanya berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 yang telah diubah dan ditambah dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 14 dan Nomor 460 harus terlebih dahulu mendapat ijin Undang-Undang Gangguan (HO) dari Bupati Kepala Daerah.
5 BAB III TATA CARA DAN SYARAT-SYARAT PEMBERIAN IJIN Pasal 4 1. Untuk memperoleh ijin tempat usaha atau ijin Undang-Undang Gangguan, dengan mengisi formulir yang tersedia dan melengkapi dengan syarat-syarat sesuai dengan pasal 4 Peraturan Daerah ini. 2. Bupati Kepala Daerah memberikan surat ijin atau menolak permohonan ijin, setelah memperhatikan pertimbangan Tim. 3. Permohonan ijin yang ditolak harus disertai dengan alasan-alasan penolakannya. 4. Pengusaha yang permohonan ijin Undang-Undang Gangguannya dikabulkan oleh Bupati Kepala Daerah, Wajib membayar retribusi sesuai dengan ketentuan pasal 12 Peraturan Daerah ini. 5. Pengusaha yang permohonan ijin tempat usahanya dikabulkan oleh Bupati Kepala Daerah wajib membayar retribusi sesuai dengan ketentuan pasal 12 Peraturan Daerah ini.
Pasal 5
1. Syarat-syarat pengajuan permohonan untuk mendapatkan Ijin Tempat Usaha dan Ijin Undang-Undang Gangguan (Hinder Tempat Usaha dan Ijin Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) diatur dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah. 2. Syarat-syarat pengajuan permohonan untuk mendapat Ijin UndangUndang Gangguan bagi perusahaan dalam rangka penanaman modal berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan UndangUndang Nomor 6 Tahun 1968, diatur dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah.
Pasal 6
Dalam melaksanakan ketentuan pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah ini, Bupati Kepala Daerah berpedoman kepada Pasal-pasal 5,6,7,8,9 Hinder Ordonnantie Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 yang diubah dan ditambah dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 14 dan Nomor 460.
6 Pasal 7 1.
Apabila dianggap perlu setelah Bupati Kepala Daerah memperhatikan pertimbangan dari Tim bahwa tidak terdapat hal yang dapat mengakibatkan ditolaknya permohonan ijin tersebut Bupati Kepala daerah dapat memberikan keterangan sementara Ijin Undang-Undang memberikan surat keterangan sementara ijin Undang-Undang Gangguan, mendahului dikeluarkannya ijin Undang-Undang Gangguan secara definitif.
2.
Surat Keterangan Sementara yang dimaksud ayat (1) pasal ini berlaku selama 1 (satu) bulan sejak tanggal dikeluarkan.
3.
Atas pemberian Surat Keterangan Sementara sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan uang leges sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 8
1. Tim tersebut pada pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah. 2. Keanggotaan Tim terdiri dari unsur : a. b. c. d. e. f.
Sekretariat Wilayah/Daerah Tingkat II Badung; Dinas P.U. Kabupaten Daerah Tingkat II Badung; Kantor Kesehatan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung; Kota Administratif Denpasar; Camat yang bersangkutan; Dinas/Jawatan terkait lainnya yang dianggap perlu;
3. Tim dimaksud ayat (2) bertugas : a. Mengadakan Pemeriksaan ke lokasi atas permohonan pengusaha. b. Bertanggung jawab dan melaporkan hasil kegiatan Tim kepada Kepala Daerah.
7
BAB IV JANGKA WAKTU BERLAKUNYA IJIN TEMPAT USAHA DAN IJIN UNDANG-UNDANG GANGGUAN (HINDER ORDONANTIE) Pasal 9 1. Jangka waktu berlakunya ijin tempat usaha dan ijin Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) ditetapkan selama usaha tersebut masih berjalan. 2. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, terhadap ijin Tempat Usaha dan Ijin Tempat Usaha dan Ijin Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) wajib didaftar ulang setiap 5 (lima) tahun. 3. Setiap Pengusaha yang memperluas memindahkan lokasi tempat usaha dan yang mengalihkan kepemilikan/tanggungjawab perusahaan wajib terlebih dahulu mendapat ijin dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah. 4. Bagi Perusahaan yang karena sesuatu hal menutup usahanya wajib dengan segera melaporkan secara tertulis kepada Bupati Kepala Daerah untuk dilakukan pencabutan ijinnya.
Pasal 10
1. Untuk setiap pengajuan Pemohonan pendaftaran ulang ijin tempat usaha dan ijin Undang-Undang Gangguan (HO) dikenakan Uang Leges sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 2. Pengajuan permohonan daftar ulang ijin tempat usaha dan ijin Undang-Undang gangguan dengan mengisi formulir yang telah ditentukan dan melampirkan ijin tempat usaha atau ijin UndangUndang Gangguan. 3. Setelah diadakan pengecekan oleh Tim dan dari hasil pemeriksaan ternyata tidak ada hal-hal yang dapat mengakibatkan penolakan permohonan daftar ulang tersebut maka Kepala Daerah dapat mengeluarkan tanda daftar ulang.
8
Pasal 11 Khusus untuk bidang usaha yang menggunakan Fasilitas Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pelaksanaan Pemberian ijin Undang-Undang Gangguan disesuaikan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
BAB V BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 12 1. Besarnya Retribusi Ijin Tempat Usaha ditetapkan sebagai berikut : a. Perusahaan besar ..... Rp. 75.000,- (Tujuh puluh lima ribu rupiah). b. Perusahaan Menengah .... Rp.50.000,- (Lima puluh ribu rupiah). c. Perusahaan Kecil ... Rp.25.000,- (Dua puluh lima ribu rupiah).
2. Besarnya retribusi Ijin Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) ditetapkan 0.5% (setengah perseratus) dari nilai total aktiva tetap usaha yang bersangkutan dan setinggi – tingginya Rp.500.000,- (Lima ratus ribu rupiah).
Pasal 13 Retribusi sebagaimana dimaksud pasal 12 diatas dibayar kepada bendaharawan khusus penerima Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung untuk selanjutnya disetor ke Kas Daerah Pemerintah Daerah Tingkat II Badung sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
9
BAB VI SANGSI – SANGSI Pasal 14 1. Apabila perusahaan yang telah mendapat ijin ternyata sesuai dengan hasil pemeriksaan Tim, telah menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan maka perusahaan tersebut diwajibkan menetralisir pencemaran tersebut dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya hasil Pemeriksaan Tim. 2. Jika pencemaran tersebut telah mencapai ambang batas yang cukup membahayakan Bupati Kepala Daerah dapat memerintahkan Penutupan sementara kegiatan usaha tersebut sampai dapat teratasi pencemaran tersebut. 3. Usaha yang beroperasi tanpa memiliki ijin sebagaimana tersebut Pasal 3 Bupati Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu dapat menutup perusahaan tersebut sampai diperolehnya ijin.
BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 15 1. Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 3,4,5,7,9,12 dan 14 diancam pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp.50.000,- (Lima puluh ribu rupiah). 2. Tindak Pidana dimaksud ayat (1) adalah Pelanggaran.
BAB VIII KETENTUAN PENYIDIK Pasal 16 1. Selain Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak Pidana, penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
10 2. Dalam melaksanakan tugas penyidikan para penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat; e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; i. Mengadakan tindakan lain dipertanggungjawabkan.
menurut
hukum
yang
dapat
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini ijin Undang-Undang Gangguan yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1982 tetap berlaku sampai dengan ijin yang bersangkutan habis masa berlakunya.
11 BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur kemudian dengan keputusan Kepala Daerah.
Pasal 19 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1982 tentang Tata cara dan Biaya Perijinan bagi perusahaan yang harus memiliki Ijin berdasarkan Hinder Ordonantie dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 20 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dalam Lembaran Daerah Tingkat II Badung.
Pada tanggal : 30 Agustus 1990 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG
BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG
ttd
ttd
I GUSTI KETUT ADHIPUTRA, SmHk
I.G.B. ALIT PUTRA
Disahkan oleh : Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali dengan Keputusan Tanggal 13-2-1992 Nomor 117 Tahun 1992
Diundangkan Dalam Lembaran Kabupaten Daerah Nomor : 4 Tanggal : 1 April 1992 Seri : B Nomor : 2 Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat II Badung ttd Drs. Ida Bagus Yudara Pidada Pembina Nip. 010045843
Tingkat II Badung.
12 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 9 TAHUN 1990 TENTANG IJIN TEMPAT USAHA DAN IJIN UNDANG-UNDANG GANGGUAN (HINDER ORDONANTIE)
I.
UMUM Sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1987 tentang Penertiban Pungutan dalam jangka waktu terhadap pemberian Ijin Undang-Undang Gangguan maka dipandang perlu meninjau kembali Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1982 tentang Tata Cara dan Biaya Perijinan bagi Perusahaan yang harus memiliki Ijin berdasarkan Hinder Ordonnantie. Untuk itu ijin tempat usaha dan Ijin Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonnantie) perlu diatur kembali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
II
PASAL DEMI PASAL Pasal
1 : Cukup jelas
Pasal
2 : Cukup jelas
Pasal
3 : Cukup jelas
Pasal
4 : Cukup jelas
Pasal
5 : Cukup jelas
Pasal
6 : Cukup jelas
Pasal
7
ayat (1)
Surat Keterangan sementara Undang-Undang Gangguan diberikan untuk membantu memperlancar permohonan ijin lebih lanjut dari pengusaha yang permohonan ijinnya telah memenuhi syarat teknis maupun administratif Surat Keterangan Sementara ini diberikan sambil menunggu dikeluarkannya ijin Undang-Undang Gangguan yang definitif.
ayat (2)
Cukup jelas
ayat (3)
Cukup jelas
13 Pasal
8 : Cukup jelas
Pasal
9 : Cukup jelas
Pasal
10 : Cukup jelas
Pasal
11 : Cukup jelas
Pasal
12
ayat (1)
Yang dimaksud Perusahaan Besar adalah Perusahaan yang memiliki modal diatas Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah) sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1458/Kp/XII/84 tanggal 19 Desember 1984. Yang dimaksud Perusahaan Menengah adalah Perusahaan yang memiliki modal dari Rp. 25.000.000,- (Dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 100.000.000,(Seratus juta rupiah) sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1458/Kp/XII/84 tanggal 19 Desember 1984. Yang dimaksud Perusahaan Kecil adalah Perusahaan yang memiliki modal Rp. 25.000.000,- (Dua puluh lima juta rupiah) kebawah sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1458/Kp/XII/84 tanggal 19 Desember 1984.
Ayat (2)
Yang dimaksud aktiva tetap adalah nilai berlaku jual/beli atau nilai berlaku sewa/kontrak dari aktiva seperti tanah, bangunan, gedung peralatan dan mesin yang dipahami oleh pengusaha yang bersangkutan.
Pasal
13 : Cukup jelas
Pasal
14 : Cukup jelas
Pasal
15 : Cukup jelas
Pasal
16 : Cukup jelas
Pasal
17 : Cukup jelas
Pasal
18 : Cukup jelas
Pasal
19 : Cukup jelas
Pasal
20 : Cukup jelas