PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) PADA AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL) ATAU KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN (KBNK) KABUPATEN BERAU BUPATI BERAU Menimbang :
Mengingat
a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Kawasan Hutan, dalam penjelasan umum pada alenia keempat disebutkan bahwa kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan penggunaan hutan dengan status pinjam pakai kawasan hutan dapat diterbitkan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)/Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK) juncto Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.382/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004 tentang Izin Pemanfaatan Kayu dengan menggunakan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini ; b. bahwa atas dasar huruf (a) diatas, perlu ditetapkan Peraturan Bupati Berau. :
1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 72) tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953, tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 9 sebagai Undang-Undang. (Memori penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1820) ; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043) ; 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831) ; 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419) ; 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68 , Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699) ; 6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888) ;
7. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) ;
-28. Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang–Undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Nerara Tahun 1969 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2916) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1992 ((Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3510) ; 10. Paraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838) ; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952 ); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemenfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206) ; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor4207) ; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4452) ; 15. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4453) ; 16. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya diseluruh Wilayah Republik Indonesia ; 17. Keputusan Bersama Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan Nomor 969.K/05/M.PE/1989 dan 429/KPTS-II/1989 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan ; 18. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6887/Kpts-II/2002 jo. Nomor 10031/Kpts-II/2002 tentang Tata Cara Pengenaan, Sanksi Administratif Atas Pelanggaran Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan, Izin Pemungutan Hasil Hutan dan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan, terakhir diubah dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 59/Kpts-II/2003 ; 19. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 124/Kpts-II/2003 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 445/Kpts-II/2003 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, Pembayaran dan Penyetoran Provisi Sumber Daya Hutan ; 20. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 334/Kpts-II/2003 tentaang Penatausahaan Hasil Hutan ; 21. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 128/Kpts-II/2003 jo. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 446/Kpts-II/2003 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, Pembayaran dan Penyetoran Dana Reboisasi ;
-322. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 428/Kpts-II/2003 tentang Izin Peralatan untuk Kegiatan IUPHHK pada Hutan Alam dan atau Hutan Tanaman atau Izin Pemanfaatan Kayu ; 23. Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 1997 tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga kepada Pemerintah Kabupaten Berau (Lembaran Daerah Tahun 1998 Nomor 3) ; 24. Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 24 Tahun 2002 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Berau (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 56) ; 25. Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Berau (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 53) ; 26. Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 6 Tahun 2003 tentang Izin Usaha di Bidang Pertambangan Umum (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 51) . Memperhatikan : 1. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 79/Kpts-II/2001 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Propinsi Kalimantan Timur seluas 14.651.553 Ha ; 2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.382/Menhut-II/2004 tentang Izin Pemanfaatan Kayu ; 3. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat DAerah Kabupaten Berau tanggal 14 Desember 2005 Nomor : 170/358/DPRD II/XII/2005. MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN BUPATI BERAU TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) PADA AREAL PENGGUNAAN LAIN (APL) ATAU KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN (KBNK). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Izin pemanfaatan kayu yang selanjutnya disebut IPK adalah izn untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu dari kawasan hutan produksi yang dikonversi, penggunaan kawasan dengan status pinjam pakai, tukar menukar, dan dari Areal Penggunaan Lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) ; 2. Lahan untuk keperluan non kehutanan adalah kawasan hutan yang dilepaskan atau pinjam pakai untuk keperluan pembangunan di luar bidang kehutanan ; 3. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap ; 4. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tahan ; 5. Areal Penggunaan Lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) adalah areal hutan negara yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi menjadi bukan kawasan hutan ;
-46.
7.
8. 9. 10. 11.
12.
13.
14.
15. 16.
17.
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Perorangan adalah orang seorang anggota masyarakat setempat (yang berdomisili didalam atau sekitar Hutan yang dimohon) yang cakap bertindak menurut hukum dan Warga Negara Indonesia ; Koperasi Dalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan ; Pencadangan areal hutan adalah areal hutan yang telah mendapat persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan ; Pencadangan Areal penggunaan lain adalah areal diluar kawasan hutan yang telah mendapat rekomondasi oleh Gubernur ; Pelepasan kawasan hutan adalah pengubahan status areal hutan menjadi bukan kawasan hutan dengan Keputusan Menteri Kehutanan ; Pinjam pakai kawasan hutan adalah penyerahan sebagian penggunaan atas sebagian kawasan hutan baik yang telah ditunjuk maupun yang telah ditetapkan kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan dan fungsi kawasan hutan tersebut ; Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi adalah hutan produksi yang dapat diubah status atau peruntukannya menjadi bukan kawasan hutan dengan cara pelepasan kawasan hutan atau dengan cara tukar menukar dengan Keputusan Menteri; Penggunaan Kawasan hutan adalah kegiatan penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan ; Timber cruising adalah kegiatan pengukuran, pengamatan dan pencatatan terhadap pohon yang direncanakan akan ditebang yang dilaksanakan dengan intensitas tertentu ; Propinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara ; Dana Reboisasi (DR) adalah Dana yang dipungut dari pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan dari hutan alam yang berupa kayu, digunakan dalam rangka reboisasi, rehabilitasi hutan serta kegiatan pendukungnya ; Tukar menukar kawasan hutan adalah suatau kegiatan melepaskan kawasan hutan tetap untuk kepentingan pembangunan diluar sektor kehutanan yang diimbangi dengan memasukkan tanah pengganti yang statusnya bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap ; Menteri adal;ah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab dibidang kehutanan ; Direktur Jendral adalah Direktur Jendral yang diserahi tugas dan bertanggung jawab dibidang Bina Produksi Kehutanan ; Gubernur adalah Gubernur Propinsi ; Dinas Propinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab dibidang kehutanan di Daerah Propinsi Kalimantan Timur ; Dinas Kehutanan Kabupaten / Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab dibidang kehutanan didaerah Kabupaten Berau ; Bagan kerja adalah rencana kerja yang diberlakukan terhadap pemegang IPK ; Eksploitasi Pertambangan adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan manfaatnya.
-5 -
BAB II KRITERIA AREAL DAN PEMOHON YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN Pasal 2 Areal yang dapat dimohonkan IPK adalah hutan negara yang ditetapkan sebagai Areal Pengunaan Lain (APL) / Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK). Pasal 3 Pemohon yang dapat mengajukan IPK pada areal sebagaimana pasal (2) adalah : a.Perorangan b.Koperasi c.Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) d.Badan Usaha Milik Negara (BUMN) e.Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMSI) BAB III TATA CARA PERMOHONAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN Pasal 4 IPK hanya dapat diberikan pada APL atau KBNK sebagaimana dimaksud pada pasal 2 Pasal 5 (1)
Permohonan IPK pada areal sebagaimana dimaksud pada pasal 3 diajukan oleh pemohon kepada Bupati Berau dengan tembusan : a. Gubernur Kalimantan Timur b. Direktur Jebdral Bina Produksi Kehutanan c. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur d. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Berau e. Kepala Balai Planologi Kehutanan
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi persyaratan a. Foto copy Kartu Tanda Penduduk untuk pemohon perorangan. Akte Pendirian beserta Perubahannya untuk Koperasi, BUMD, BUMN, atau BUMSI. b. Izin Peruntukan Penggunaan lahan seperti : Izin bidang pertanian Izin bidang perkebunan Izin perikanan Izin Kuasa Pertambangan Eksploitasi. Izin Pembangunan hutan hak/hutan rakyat dan/atau pemukiman yang diterbitkan oleh Gubernur atau Bupati.
-6c. Izin Peruntukan lahan yang dimaksud pasal 5 ayat (2) huruf b diatur oleh instansi yang bersangkutan sesuai sektor masing-masing berupa Rekomendasi yang berisi luasan tertentu. d. Peta Lokasi yang dimohon dengan skala 1:50.000 atau 1:100.000. e. Surat Keterangan dari Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Berau yang menerangkan bahwa lokasi tersebut benar-benar statusnya APL atau KBNK berdasarkan peta penunjukan kawasan hutan dan perairan Propinsi atau berdasarkan peta penunjukan kawasan hutan berdasarkan Tata guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sesuai dengan hasil padu serasi antara RT RW Kabupaten Berau dan RT RW Propinsi padu serasi. f. Proposal penggunaan/peruntukan lahan sesuai izin tersebut pada huruf b. Pasal 6 (1)
Apabila permohonan IPK sebagaimana dimaksud pada pasal 5 tidak melengkapi salah satu persyaratan yang disyaratkan oleh Bupati Berau, maka Bupati Berau dapat langsung menolak permohonan dimaksud dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan.
(2)
Apabila Permohonan IPK sebagaimana dimaksud pada pasal 5 telah memenuhi/melengkapi persyaratan, maka Bupati meneruskan berkas permohonan tersebut disertai rekomendasi kepada Gubernur Kalimantan Timur untuk mendapat persetujuan prinsip, dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur dan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Pasal 7
(1)
Berdasarkan persetujuan prinsip Gubernur, Bupati Berau memerintahkan kepada pemohon untuk : a. Melaksanakan penataan batas blok tebangan IPK, dan diselesaikan paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterimanya surat perintah. b. Melaksanakan timber cruising dengan intensitas 5 % dan diselesaikan paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterimanya surat perintah. c. Membuat Bagan Kerja Tahunan (BKT) Pemenfaatan Kayu dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat perintah. d. Menyetorka Jaminan Bank (Bank Garansi) Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) kayu sebesar 100 (seratus) persen dari target produksi yang ditetapkan, dan jaminan bank tersebut berlaku 1 (satu) tahun.
(2)
Jaminan Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diterbitkan oleh Bank Pemerintah yang berada di Kabupaten Berau dimana pemegang IPK berada, paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat perintah, dan dapat dicairkan secara sepihak oleh Bupati Berau atau Pejabat yang ditunjuk apabila pemegang IPK tidak melunasi DR dan PSDH pada saat yang ditentukan.
(3)
Penataan batas dan hasil timber cruising sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diperiksa oleh petugas Dinas Kehutanan Kabupaten Berau sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara, sebagai bahan pertimbangan teknis kepada Bupati Berau.
(4)
Apabila pemohon tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka pemohon dianggap mengundurkan diri.
-7Pasal 8 Apabila pemohon telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 Bupati Berau menerbitkan Surat Keputusan IPK yang salinannya disampaikan kepada : 1. Gubernur Kalimantan Timur. 2. Direktur Jendral Bina Produksi Kehutanan. 3. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur. 4. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Berau. 5. DPRD Kabupaten Berau. 6. Pemohon yang bersangkutan. BAB IV HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 9 Pemegang IPK mempunyai hak sebagai berikut : 1. Melaksanakan kegiatan penebangan kayu sesuai dengan izin yang diberikan. 2. Melaksanakan kegiatan pengangkutan, pengolahan dan atau pemasaraan atas hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud pada angka 1 sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 10 Pemegang IPK mempunyai kewajiban sebagai berikut : 1. Membayar DR, PSDH dan Sumbangan Pihak Ketiga atas hasil hutan kayu yang diproduksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; 2. Memperhatikan asas-asas konservasi sesuai ketentuan yang berlaku ; 3. Membuat dan menyampaikan laporan bulanan atas pelaksanaan kegiatan IPK kepada pemberi izin sesuai peraturan Perundang-Undangan yang beralaku ; 4. Melaksanakan kegiatan nyata dilapangan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterbitkannya IPK ; 5. Melaksanakan IPK sesuai bagan kerja ; 6. Melaksanakan penatausahaan hasil hutan dari areal IPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; 7. Mengamankan areal hutan dari berbagai macam gangguan keamanan dan kebakaran hutan ; 8. Melaksanakan tata batas areal kerja IPK ; 9. Mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan ; 10. Mentaati segala ketentuan dibidang kehutanan ; 11. Memberikan kesejahteraan masyarakat disekitar areal IPK. Pasal 11 Pemegang IPK dilarang : 1. Melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan, 2. Melakukan penebangan pohon dalam areal IPKnya dengan kreteria yaitu : a. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; b. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan atau kiri kanan sungai daerah rawa; c. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
-8-
3. 4. 5. 6. 7.
d. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; e. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi sungai dan tepi jurang; f. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi sungai. Melakukan Pembukaan Hutan, Melakukan penebangan pada lokasi yang di keramatkan atau bernilai sejarah atau Cagar Budaya, Memasukkan dan menggunakan peralatan ke areal kerjanya tanpa izin dari pejabat yang berwenang, Merusak Sarana dan Prasarana perlindungan Hutan, Melakukan penebangan diluar areal / blok kerja yang telah ditetapkan. Pasal 12
Areal yang telah diterbitkan IPK harus segera dimafaatkan / digunakan sesuai dengan proposal penggunaan lahan, dan tidak boleh diterlantarkan. BAB V HAPUSNYA DAN PERPANJANGAN IZIN PEMANFAATAN KAYU Pasal 13 (1)
(2)
IPK hapus karena : a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir ; b. Di cabut oleh pemberi izin sebagai sanksi ; c. Diserahkan kembali kepada pemberi izin sebelum jangka waktu berakhir. Dengan berakhirnya IPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak meniadakan kewajiban pemegang izin untuk : a. Melunasi DR, PSDH dan Sumbangan Pihak ketiga. b. Melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam rangka berakhirnya IPK sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 14
(1) (2)
IPK diberikan paling lama untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perpanjangan IPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diproses setelah dilengkapi dengan : a. Laporan Kemajuan penggunaan lahan ; b. Laporan realisasi pemanenan/penebangan hasil hutan kayu dari IPK. BAB VI PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PELAPORAN Pasal 15
(1)
Pembinaan dan pengendalian teknis atas pelaksanakan IPK yang diterbitkan oleh Bupati Berau dilakukan oleh Gubernur Kalimantan Timur.
-9(2)
Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Berau melakukan pengendalian atas pelaksanaan IPK yang diterbitkan oleh Bupati Berau. Pasal 16
(1)
Pemegang IPK wajib menyampaikan laporan bulanan atas realisasi IPK kepada Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Berau dan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur.
(2)
Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Berau wajib membuat dan menyampaikan rekapitulasi laporan bulanan kepada Direktur Jendral Bina Produksi Kehutanan atas realisasi IPK di wilayahnya. BAB VII PENYIDIKAN Pasal 17
(1)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil bertugas dan berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap siapapun yang melakukan tindak pidana pelanggaran atas ketentuan – ketentuan dalam Peraturan Daerah yang berlaku dalam wilayah hukum di tempat penyidik ditempatkan;
(2)
Dalam melakukan tugas, penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil mempunyai berwenang : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian serta melakukan pemeriksaan. c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dari kegiatan dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang tersangka f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana ; i. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari dari Kepolisian Republik Indonesia , bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Kepolisian Republilk Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada kejaksaan Negeri, kepada tersangka atau keluarganya. j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan
(3)
Hasil Penyidikan dilaporkan kepada Penyidik Polri. BAB VIII SANKSI Pasal 18
(1)
Pemegang izin IPK dapat dikenakan sanksi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, apabila :
- 10 a. Melakukan penebangan sebelum izin pemenfaatan kayu terbit. b. Melakukan penebangan dikawasan hutan lindung, hutan konservasi, Hutan Penelitian kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam dan taman buru tanpa izin dari Menteri Kehutanan. c. Melakukan penebangan diluar areal IPK. (2)
IPK dapat dicabut, apabila pemegang IPK : a. Tidak melaksanakan secara nyata dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya IPK. b. Tidak membayar DR dan PSDH atas hasil hutan kayu yang dikeluarkan dari areal dari kerjanya selama 3 (tiga) bulan berturut-turut. c. Meningkalkan areal kerja IPK selama 45 (emapat puluh lima) hari berturut-turut sebelum IPK berakhir. d. Melakukan tindak pidana kehutanan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19
Ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan Bupati Berau ini dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 382/Menhut-II/2004 dinyatakan tidak berlaku lagi. BAB X PENUTUP Pasal 20 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Berau. Ditetapkan di Tanjung Redeb pada tanggal, 27 Desember 2005 BUPATI BERAU, ttd Drs. H. MAKMUR. HAPK, MM Diundangkan di Tanjung Redeb pada tanggal, 27 Desember 2005 SEKRETARIS DAERAH, ttd Drs. H. IBNU SINA ASYARI. BERITA DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN 2005 NOMOR 30