Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
PERANCANGAN MODEL DAN INSTRUMEN PENILAIAN SUPPLY CHAIN EXCELLENCE Elly Ismiyah, I Nyoman Pujawan, dan Mokhammad Suef Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Konsep supply chain (SC) yang lahir karena adanya kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat, perlu ditingkatkan prakteknya untuk merespon persaingan industri yang semakin ketat. Untuk itu diperlukan manajemen kinerja dan perbaikan SC secara berkelanjutan yang merupakan salah satu aspek fundamental konsep SC guna mencapai kepuasan pelanggan sehingga dapat bertahan di dunia industri. Penelitian ini mengusulkan suatu model yang dapat memberikan arahan bagi perusahaan dalam menjalankan praktek SC mereka dengan excellent. Sedangkan untuk menilai performansi SC suatu perusahaan maka dirancanglah suatu sistem penilaian yang standar sehingga hasil dari penilaian tersebut dapat dibandingkan antar perusahaan. Prioritas perbaikan proses/kinerja yang untuk meningkatkan performansi SC ditentukan dengan model supply chain performance deployment (SCPD) yang mengadopsi model quality function deployment. Suatu aplikasi dengan program visual basic dibuat untuk memudahkan dalam pengisian dan pengolahan hasil instrumen penilaian. Dari tahap implementasi, didapatkan kesimpulan bahwa tidak ada perbaikan atau revisi secara signifikan, semua klausul dapat diterima sebagai pertanyaan untuk menilai proses/kinerja SC. Selain itu didapat kesimpulan bahwa praktek proses/kinerja SC menentukan hasil performansi SC yang dicapai suatu perusahaan, meskipun faktor subyektifitas ikut menentukan hasil dari penilaian ini. Untuk itu dibutuhkan suatu tim penilai yang terintegrasi dan berpengalaman. Kata kunci :
instrumen penilaian, supply chain excellence, supply chain performance deployment
PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, para pemain bisnis berlomba untuk meraih pangsa pasar dengan terus melakukan inovasi produk/jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan customer. Persaingan menuntut perusahaan untuk selalu melakukan perbaikan (improvement) guna mencapai kepuasan pelanggan sehingga dapat bertahan di dunia industri. Supply Chain Management (SCM) lahir tahun 1990-an sebagai sebuah konsep baru yang dilatar belakangi oleh suatu kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat (Pujawan, 2005). Penerapan praktek SC perlu untuk terus dipantau pelaksanaannya sehingga tercapai tujuan dari praktek supply chain itu sendiri yaitu optimasi performansi dari seluruh chain untuk menambah value sebanyak-banyaknya dengan minimum biaya yang masih mungkin (Jie, dkk, 2007).
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Salah satu aspek fundamental dalam supply chain management adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan (Pujawan, 2005). Pengukuran performansi supply chain perlu untuk dilakukan karena meskipun kinerja proses internal perusahaan baik tetapi jika rekanan dalam supply chain memiliki kinerja internal yang lebih buruk maka tidak akan tercapai praktek supply chain yang excellent. Suatu perusahaan perlu membawa supply chain mereka menuju excellent, karena supply chain yang excellent dapat digunakan perusahaan sebagai suatu senjata kompetitif yang kuat untuk mendominasi kompetisi seperti halnya yang telah dipraktekkan oleh Dell dan WallMart. (Lapide, 2005). Banyak metode yang digunakan untuk mengukur performansi dari praktek supply chain, tetapi metode-metode tersebut hanya sebagai alat bantu untuk menganalisa praktek supply chain dalam suatu perusahaan. Performansi perusahaan diukur sesuai dengan key performance indicator (KPI) yang telah dibuat sebelumnya kemudian dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan untuk dianalisa praktek supply chain saat ini. Penyusunan KPI tersebut disesuaikan dengan perusahaan dan bersifat identik, sehingga sulit untuk dilakukan perbandingan antar perusahaan (Novitayanti, 2002 dan Apriliyanti, 2005). Gunasekaran, dkk, 2004 menyajikan framework yang dilengkapi dengan pengelompokkan item yang dinilai berdasarkan perbedaan level manajemen (strategik, taktik, dan operasional) tanpa ada suatu standar penilaian terhadap item-item tersebut. Li, dkk, (2005) melakukan validasi terhadap instrumen pengukuran praktek supply chain, dan Angerhofer dan Angelides, (2006) menggunakan sistem dinamik untuk mensimulasikan supply chain collaborative dan mengimplementasikan indikator pengukuran kinerja.. Belum ada standar yang digunakan di Indonesia untuk menilai praktek kinerja supply chain seperti halnya Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) yang digunakan untuk menilai praktek manajemen kualitas suatu perusahaan. Meskipun menurut Reames (1998), banyak perusahaan bekerja keras untuk menemukan suatu set kriteria yang tepat sesuai dengan posisi, keadaan, dan budaya mereka yang unik, dan kebanyakan kriteria tersebut mengarah pada karakteristik umum yang mencerminkan kategori pada MBNQA. Pada penelitian ini akan diusulkan suatu model supply chain excellence sebagai acuan dan arahan bagi perusahaan untuk mencapai supply chain mereka dengan excellent yang dilengkapi dengan instrumen penilaian proses dan kinerja supply chain berdasarkan ide konsep yang digunakan dalam MBNQA yang dapat diterapkan secara umum pada perusahaan untuk menilai kinerja proses supply chain sehingga dapat dibandingkan level penerapan supply chain antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Penelitian ini juga tidak berhenti pada hasil penilaian praktek supply chain perusahaan tetapi juga dilengkapi dengan model supply chain performance deployment yang mengadopsi model dari Quality Function Deployment (QFD) untuk menentukan prioritas perbaikan proses/kinerja yang dapat meningkatkan performansi SC. Permasalahan Untuk menilai performansi SC suatu perusahaan diperlukan suatu sistem penilaian yang standar sehingga hasil dari penilaian tersebut dapat dibandingkan antar perusahaan. Pada penelitian ini akan dirancang suatu model supply chain excellence beserta instrumen penilaian untuk menilai proses dan kinerja SC suatu perusahaan dan model supply chain performance deployment untuk menentukan prioritas perbaikan mana yang akan dilakukan. Hasil dari pembuatan model tersebut akan dicoba untuk diimplementasikan pada perusahaan untuk selanjutnya hasil dari uji coba tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam melakukan revisi/perbaikan model yang telah dibuat sebelumnya.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah: 1. merancang model supply chain excellence yang dapat digunakan perusahaan sebagai acuan dan arah perusahaan untuk mencapai supply chain yang excellent 2. membuat instrumen penilaian untuk menilai proses dan kinerja supply chain perusahaan 3. membuat model supply chain performance deployment yang mengadopsi model dari quality function deployment (QFD) untuk membantu perusahaan menetukan prioritas perbaikan yang akan dilakukan. Batasan Karena adanya perbedaan performansi yang digunakan untuk sistem produksi yang berbeda, maka rancangan penilaian ini dikhususkan untuk perusahaan manufaktur yang menganut sistem produksi Make to Stock (MTS) METODE PENELITIAN Tahap Pembuatan Model Tahap ini merupakan inti dari tesis yang diajukan, dimana suatu model supply chain excellence dibuat lengkap beserta instrumen penilaian proses dan kinerja supply chain dan petunjuk penggunaan dalam memberikan nilai untuk setiap klausul supply chain yang dipertanyakan. Pembuatan model ini dilakukan dengan melakukan studi literatur dan kajian kepustakaan serta melakukan brainstorming dengan orang yang berkompeten, begitupula dengan klausul- klausul yang dipilih sebagai komponen dari instrumen penilaian. Untuk mempermudah dalam melakukan proses penilaian, baik dalam hal menjawab pertanyaan pada klausul yang diajukan maupun dalam mendapatkan hasil penilaian maka diusulkan untuk dibuatkan aplikasi yang berbasis Visual Basic. Program ini terdapat pada Microsoft office-Excel yang hampir dapat dipastikan semua Personal Computer (PC) memiliki program ini, sehingga dapat digunakan di mana saja. Tahap pengujian Model Setelah model dibuat maka langkah selanjutnya adalah menguji model yang telah dibuat dengan mengaplikasikan model tersebut pada suatu perusahaan. Hasil dari penilaian selanjutnya diolah untuk menentukan level praktek supply chain perusahaan tersebut. Dari hasil pengolahan dilakukan analisa tentang praktek tersebut untuk mengetahui aktifitas supply chain mana yang telah dilakukan dengan baik dan aktifitas mana yang masih harus dibenahi pada masa mendatang sehingga perusahaan memiliki arahan dan gambaran jelas tentang proses mana yang harus dilakukan improvement (perbaikan). Penentuan prioritas mana yang perlu dilakukan perbaikan untuk meningkatkan performansi SC dapat dilakukan dengan menggunakan model supply chain performance deployment yang telah dikembangkan pada tahap sebelumnya. Tahap Revisi/ Perbaikan Model Pada tahapan pengujian model kemungkinan besar akan dijumpai kelemahankelemahan dari model maupun instrumen penilaian sehinga akan dijadikan masukan dalam melakukan perbaikan lebih lanjut. Revisi atau perbaikan dilakukan antara lain jika ditemui kondisi adanya klausul yang tidak relevan dijadikan sebagai bahan penilaian atau ada klausul yang menurut perusahaan penting namun belum terakomodasi dalam instrumen penilaian
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
HASIL DAN DISKUSI Model Supply Chain Excellence Suatu desain SC harus align dengan strategi SC perusahaan dan didukung oleh enabler yang terintegrasi. Desain suatu SC harus mendukung strategi bisnis yang dijalankan perusahaan (Lapide, 2005). Strategi SC secara umum adalah strategi responsif dan strategi efisien (Pujawan, 2005), perbedaan kedua strategi ini didasarkan pada perbedaan antara karakteristik produk fungsional dan inovatif. Supply chain untuk produk fungsional seharusnya berfokus pada upaya untuk meminimumkan ongkosongkos fisik di sepanjang SC, sedangkan untuk produk inovatif seharusnya strategi yang diterapkan adalah responsif. Strategi SC suatu perusahaan seharusnya mencerminkan tujuan bisnisnya, dengan melihat kesempatan di pasar untuk mencari keuntungan dari customernya (Lascelles). Yang dimaksud SC design adalah bisnis proses yang dijalankan oleh perusahaan. Bisnis proses adalah suatu rantai logis yang dihubungkan dengan aktifitas repetitif dan menggunakan sumberdaya perusahaan untuk mengubah suatu obyek (fisik maupun non-fisik) menjadi hasil/output yang spesifik dan terukur baik untuk internal maupun eksternal customer (Handfield dan Nichols, 2002). Bisnis proses antara lain pengembangan produk baru, identifikasi customer baru, procurement, inbound logistic, production and planning control (PPC), manufacturing dan assembly, penjualan, customer order processing, outbound logistic, customer service dan after sales support, dan product research and development (Handfield dan Nichols, 2002). Pengukuran kinerja terutama pengukuran kinerja SC juga perlu diperhatikan sebagai salah satu bisnis proses untuk memastikan perusahaan mengelola performansi SC nya dengan baik yang akan meningkatkan keuntungan, cash flow, dan pengembalian dana kepada shareholder. Untuk mencapai bisnis proses yang excellent perlu didukung praktek supplier management dan customer relationship management yang excellent, karena pada dasarnya SC adalah suatu rangkaian supplier dan customer yang saling terhubung (Handfield dan Nichols, 2002). Desain organisasi pun perlu untuk di-align-kan dengan strategi guna mendukung bisnis proses yang dijalankan karena salah satu komponen organisasi yang fokus pada strategi (Strategy Focused Organization) adalah align the organization to the strategy (Suwignjo dan Vanany, 2005). Harus juga dipastikan bahwa struktur organisasi yang ada memungkinkan perusahaan untuk bekerja dengan partnernya untuk mencapai tujuan SC yang ditetapkan. Desain SC excellence tidak hanya align dengan strategi yang dijalankan perusahaan tetapi juga harus didukung oleh enabler yang diintegrasikan ke dalam desain SC. Enabler yang utama adalah kolaborasi antara para pelaku SC yaitu perusahaan, supplier, dan customer. Problem utama yang telah banyak diketahui sebagai akibat kurangnya kolaborasi adalah bullwhip effect (McLaren, dkk, 2002). Bullwhip effect adalah suatu fenomena dimana permintaan yang sebenarnya relatif stabil di tingkat pelanggan akhir berubah menjadi fluktuatif di bagian hulu SC dan semakin ke hulu peningkatan tersebut semakin besar (Pujawan, 2005). Untuk mencapai suatu kolaborasi yang efektif maka diperlukan enabler yang mendukung antara lain information sharing yang dapat dipercaya dan diandalkan, koordinasi, leadership, teknologi yang mendukung perencanaan, pelaksanaan, dan pengambilan keputusan SC secara efektif, dan supply chain knowledge. Selain itu enabler yang mendukung kategori kolaborasi adalah ketertarikan secara umum, keterbukaan, saling membutuhkan, ekspektasi yang jelas, dan saling percaya (Mentzer, 2001).
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Pada penelitian ini enabler-enabler tersebut dikelompokkan berdasarkan kategori yang telah disebutkan di atas yaitu kolaborasi, leadership, information sharing, supply chain knowledge,dan teknologi.
Gambar 1. Model Supply Chain Excellence
Instrumen Penilaian Supply Chain Excellence Key Performance Indicator (KPI) yang digunakan untuk menilai performansi SC dalam penilaian ini mengacu pada Pujawan, 2005 yaitu: 1. Delivery performance, yaitu persentase order yang terkirim sesuai jadwal terhadap jumlah total order pada suatu periode tertentu. 2. Fill rate by line item, yaitu persentase jumlah permintaan dipenuhi tanpa menunggu, diukur tiap jenis produk (line items) 3. Perfect order fulfillment, yaitu persentase order yang terkirim komplit dan tepat waktu 4. Order fulfillment lead time, yaitu waktu antara pelanggan memesan sampai pesanan tersebut mereka terima 5. Warranty cost as % of revenue, yaitu persentase pengeluaran untuk warranty terhadap nilai penjualan 6. Inventory days of supply (IDS), yaitu lamanya persediaan cukup untuk memenuhi kebutuhan kalau tidak ada pasokan lebih lanjut. Untuk performansi ini, akan dibedakan antara raw material dan finish good. 7. Cash-to-cash cycle time, yaitu waktu antara perusahaan membayar material ke supplier dan menerima pembayaran dari pelanggan untuk produk yang dibuat dari material tersebut 8. Asset turns, berapa kali suatu asset bisa digunakan untuk memperoleh revenue dan profit. Sedangkan penilaian proses SC terdiri lima belas kategori, dimana masingmasing kategori memiliki beberapa klausul (pertanyaan) yang masing-masing memiliki kode sesuai dengan kategorinya. Tiap pertanyaan memiliki pilihan jawaban dari 1 sampai 5, untuk memberikan patokan nilai yang akan diberikan maka jawaban untuk nilai 1, 3, dan 5 telah didefinisikan. Kategori yang digunakan beserta kode dan jumlah klausul dalam instrumen penilaian ditunjukkan pada Tabel 1. Klausul-klausul tersebut juga dibedakan menjadi dua kelompok untuk melihat internal dan eksternal supply chain suatu perusahaan, karena ada beberapa kemungkinan penerapan SC dalam suatu
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
perusahaan. Misal, suatu perusahaan dapat saja melakukan praktek internal supply chain nya dengan baik, namun hubungan dengan partner lain dalam supply chain masih buruk, atau sebaliknya. Kondisi yang baik dan dikatakan excellent adalah praktek yang seimbang antara keduanya. Contoh klausul untuk kategori strategi supply chain dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 1. Kategori pada instrumen penilaian No 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. 9 10
Kategori Kode Strategi SC A Desain organisasi B Supplier management C Customer Relationship Management (CRM) D Bisnis proses 5.1 Production/Operation Planning and Control E 5.2 Manajemen Persediaan F 5.3 Transportasi, Distribusi, dan Pergudangan G 5.4 D esain Proses dan Integrasi H 5.5 Manajemen Sumberdaya Manusia I 5.6 Pengukuran Kinerja J SC Knowledge K Kepemimpinan L Information Sharing M Teknologi N Kolaborasi O
Jumlah klausul 16 6 17 24 23 12 23 11 14 7 8 5 7 11 8
Tabel 2. Contoh Klausul/Pertanyaan pada Kategori Strategi Supply Chain
A1
A2
A3
Pengetahuan tentang Supply Chain (SC) strategi Tingkat dimana perusahaan menguasai pengetahaun pada strategi SC dalam bentuk competitive focus dan strategi pendukung yang diaplikasikan pada semua aktifitas SC. Penekanan dari srategi adalah mencapai cost leadership atau SC yang sangat responsif. 1. Pengetahuan terhadap 3. Pengetahuan terhadap 5. Perusahaan mengetahui strategi apa strategi SC sangat terbatas strategi SC parsial dan tidak yang seharusnya ditekankan untuk lengkap memenangkan kompetisi Pengetahuan tentang karakteristik produk Tingkat dimana perusahaan menguasai pengetahaun yang baik mengenai karakteristik produk dalam bentuk: pola permintaan, tingkat ketidakpastian, tingkat responsif yang diminta customer, dan laju inovasi yang dibutuhkan. 1. Sangat tidak jelas apakah 3. Ada pengetahuan tetapi 5. Perusahaan memiliki pengetahuan perusahaan memiliki tidak lengkap dan tidak yang baik tentang karakteristik produk pengetahuan yang baik terdokumentasi dengan baik mengenai karakteristik produk Kesesuaian antara karakteristik produk dan strategi SC Tingkat dimana perusahaan memiliki strategi SC yang didasarkan pada karakteristik produk, (misal, jika karakteristik produk memiliki pola permintaan yang stabil, ketidakpastian permintaan rendah, variasi produk rendah, dan laju inovasi rendah maka strategi SC seharusnya cost leadership). 1. Perusahaan tidak memiliki 3. Perusahaan memiliki 5. Perusahaan memiliki strategi yang pengetahuan apakah strategi strategi yang sesuai untuk sesuai untuk semua produk mencerminkan karakteristik produk terpilih tapi tidak untuk produk banyak produk
Setelah semua pertanyaan untuk setiap klausul dijawab maka hasil penilaian pada masing-masing kategori didapat dengan mencari nilai rata-rata untuk semua pertanyaan yang ada pada kategori tersebut. Sedangkan untuk mendapatkan nilai praktek supply chain secara keseluruhan dilakukan perhitungan nilai rata-rata untuk semua pertanyaan pada instrumen penilaian. Begitupula untuk mendapatkan nilai praktek internal dan eksternal supply chain, pertanyaan (klausul) yang digunakan untuk menilai masing-masing praktek dicari nilai rata-ratanya, nilai yang dihasilkan memiliki jangkauan 1 sampai dengan 5. Sedangkan nilai performansi supply chain didapat dari nilai rata-rata level pencapaian masing-masing KPI yang digunakan, dimana level pencapaian industri best class ditetapkan 10 dan level pencapaian rata-rata industri adalah 5. Berikut klasifikasi untuk keduanya:
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Klasifikasi nilai proses/kinerja SC rata-rata < 1.5: sangat kurang 1.5 ≤ rata-rata < 2.: kurang 2.5 ≤ rata-rata < 3.5: sedang 3.5 ≤ rata-rata < 4.5: baik rata-rata ≥ 4.5: sangat baik (excellent)
Klasifikasi nilai performansi SC rata-rata < 4.5: di bawah rata-rata 4.5 ≤ rata-rata < 5.5: rata-rata 5.5 ≤ rata-rata < 9.5: di atas rata-rata 9.5 ≤ rata-rata < 10.5: best class rata-rata ≥ 10.5: di atas best class
Model Supply Chain Performance Deployment Proses pembuatan Supply Chain Performance Deployment (SCPD) dilakukan dengan mengembangkan metode QFD, dengan menggunakan bantuan matriks house of quality (HOQ) untuk menentukan prioritas perbaikan klausul proses/kinerja SC. Konsep yang dipakai untuk menentukan prioritas ini adalah dengan mencari indeks prioritas yang memiliki nilai besar. Penentuan nilai Sj adalah untuk mencari nilai yang mencerminkan hubungan yang kuat antara klausul yang bersangkutan dengan KPI yang memiliki gap besar. Hasil dari nilai ini dikalikan lagi dengan gap2, yaitu gap klausul tersebut terhadap praktek excellent untuk mendapatkan nilai indeks prioritas, dengan alasan meskipun nilai korelasi dengan KPI yang gap antara level pencapaian dan level targetnya besar, tetapi jika praktek klausul tersebut sudah excellent maka sudah tidak ada prioritas lagi bagi klausul tersebut. SCPD ditunjukkan pada Gambar 2 Proses/Kinerja Supply Chain Kategori 1
Kategori 2
……..
…..dst
Performansi Supply Chain
GAP 1 (G 1 i)
Y1
Y2
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ym
X1 X2 X3 . . . Xn
G11 G12 G13 . . . G1n
K11 K21 K31 . . . Kn1
K12 K22 K32 . . . Kn2
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
K1m . . . . . Knm
Sj = Σ(Kij * G1i) GAP 2 (G2 j) Indeks Prioritas (IPj) Rangking (Rj)
.
.
.
.
.
.
.
G22
S3
.
G21
G23
.
.
.
.
.
.
.
.
IP1
IP2
IP 3
.
.
.
.
.
.
.
.
R1
R2
R3
.
.
.
.
.
.
.
.
S1
S2
Sm
G2m IPm Rm
Gambar 2. Supply Chain Performance Deployment
Keterangan: Xi = KPI SC ke-i ; i = 1,2,…..,n G1i = Gap antara level target dan level pencapaian perusahaan pada KPI SC ke-i ; G1i = LTi – LPi Kij = Korelasi/hubungan antara KPI ke-i dengan klausul proses/kinerja SC ke-j, Yj = Klausul proses/kinerja SC ke-j ; j = 1,2,.....,m Sj = Nilai korelasi klausul proses/kinerja SC ke-j dg keseluruhan performansi SC G2j = Gap antara praktek excellent dengan hasil penilaian untuk klausul proses/kinerja SC ke-j IPj = Indeks prioritas klausul proses/kinerja SC ke-j ; IPj = Sj x G2j Aplikasi Visual Basic Aplikasi yang dibuat bertujuan untuk memudahkan dalam melakukan proses penilaian. Dengan aplikasi yang dibuat dalam Visual Basic yang terhubung dengan program Microsoft Office Excel, hasil dari penilaian secara langsung dapat diketahui
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
hanya dengan menekan button tertentu pada aplikasi tersebut. Prinsip dari pembuatan aplikasi ini adalah semua data atau jawaban dari penilaian yang dilakukan dengan menjawab pertanyaan yang ada pada aplikasi ini secara otomatis masuk dalam Excel untuk selanjutnya dilakukan perhitungan. Aplikasi ini memiliki 19 userform yang terdiri dari halaman utama, penyajian model supply chain excellence, pilihan kategori penilaian, masing-masing satu userform untuk setiap kategori (ada 15 kategori), dan userform untuk menilai performansi supply chain. Contoh form dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4
Gambar 3. Tampilan Form Kategori Strategi SC
Gambar 4. Tampilan Form Performansi SC
Hasil Penilaian pada Tahap Implementasi Hasil penilaian menunjukkan bahwa praktek SC PT Philips Indonesia dapat diklasifikasikan ”excellent”, meskipun ada beberapa kategori yang masih perlu ditingkatkan untuk mencapai praktek yang excellent secara sempurna. Penilaian terhadap performansi SC juga menunjukkan hasil “di atas best class”, hal ini dapat disimpulkan bahwa proses/kinerja yang dilakukan secara excellent juga menghasilkan performansi SC yang sangat baik yaitu di atas performansi yang dicapai oleh best class, dengan kata lain praktek proses/kinerja SC menentukan hasil performansi SC yang dicapai. Hasil penilaian yang didapat tergantung pada orang/kelompok yang menilai dalam proses penilaian ini, sehingga masih mengandung subyektifitas dari penilai, untuk itu kedepannya dibutuhkan suatu tim yang terintegrasi dan berpengalaman untuk melakukan penilaian, sehingga tingkat subyektifitas dapat dikurangi. Revisi/Perbaikan Model Dari tahap implementasi ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbaikan atau revisi secara signifikan, semua klausul dapat diterima sebagai pertanyaan untuk menilai proses/kinerja SC, klausul G1, G2, dan G3 tidak diisi karena memang pertanyaan pada klausul tersebut merupakan wewenang pihak Philips commercial yang berada di Jakarta. Begitupula dengan KPI yang digunakan untuk menilai performansi SC, beberapa KPI tidak terisi, karena tidak tersedia diperusahaan atau memang tidak dapat disharing. Diharapkan dalam waktu dekat akan ada suatu pertemuan atau kegiatan untuk melakukan komunikasi dan menetapkan instrumen penilaian yang telah dikembangkan menjadi suatu standar penilaian praktek supply chain yang digunakan untuk menilai praktek supply chain sehingga hasilnya dapat dibandingkan antar perusahaan.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil implementasi yang dilakukan, didapat kesimpulan bahwa proses/kinerja yang excellent juga menghasilkan performansi excellent, hal ini mengindikasikan adanya keterkaitan antara proses/kinerja SC dengan performansi SC yang dihasilkan. model supply chain excellence, instrumen penilaian, dan model supply chain performance deployment yang telah dikembangkan telah dilakukan implementasi dan dapat disimpulkan bahwa ketiganya dapat diaplikasikan untuk memberi arahan dan menilai praktek supply chain excellence. Beberapa saran yang dapat diberikan bagi penelitian selanjutnya terkait dengan penilaian untuk mencapai SC yang excellent adalah penemuan bukti-bukti yang mendukung jawaban setiap klausul pada proses penilaian, dan perancangan model dan instrumen penilaian supply chain excellence untuk perusahaan yang menganut sistem make to order (MTO) DAFTAR PUSTAKA Angerhofer, B.J dan Angelides, M.C. (2006), “A Model and a Performance Measurement for Collaborative Supply Chains”, Decision Support Systems, Vol.42, hal. 283 – 301 Apriliyanti, T.P. (2005), Perancangan dan Pengukuran Sistem Pengukuran Kinerja Supply Chain Produk Komponen Lampu, Tugas Akhir, Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Bailey, K dan Francis, M, (2006). “Managing Information Fows for Improved Value Chain Performance”, International Journal of production Economics, article in Press Ballou, R.H, (2004), Business Logistics/Supply Chain Management, fifth edition, Prentice Hall Besterfield, dkk. (1995), Total Quality Management, Prentice Hall, Amerika Bhagwat, R dan Sharma, M.K. (2007), “Performance Measurement of Supply Chain Management: A Balance Scorecard Approach”, Computers & Industrial Engineering, Vol.53, hal 43–62 Brewer, PC dan Speh, TW. (2000), “Using the Balanced Scorecard to Measure Supply chain Performance”, Journal of Business Logistics, Vol.21, No.1 Byrne, P.J, dan Heavey, C, (2006). “The Impact of Information Sharing and Forecasting in Capacitated Industrial Supply Chains: A Case Study”, International Journal of Production Economics, vol 103, hal. 420-437. Chopra, S dan Meindl, P. (2004). Supply chain management: Strategy,Planning, and Operation, Prentice Hall, New Jersey. Chou, CF. (2004), Performance Measurement System: A Case Study in the Grocery Retail Industry, Tesis Master of Engineering in Logistics, Massachusetts Institute of Technology
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Fawcett, Stanley E dan Magnan, Gregory M. (2002), SC Diagnostic Elements: reprinted with author permission from: “A SC Diagnostic: Is Your SC Fully Integrated?”, 13th Annual North American Research symposium on Purchasing and Supply Management, [online], [diakses 26 November 2007] www.engr.pitt.edu/study_abroad/pdf/supplychaindiagnostic.pdf Fiala, P, (2005). “Information Sharing in Supply Chains”, International Journal of Management Science, Vol. 33, hal. 419-423 Folan, P dan Browne, J, (2005). “A review of Performance Measurement: Toward Performance Management”, Computers in Industry, vol. 56, hal. 663-680 Fu, Y, dan Piplani, R, (2004), “Supply-Side Collaboration and Its Value in Supply Chains, European Journal of Operation Research, Vol. 152, Hal. 281-288 Gaspersz, Vincent. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000,MBNQA dan HACCP, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gunasekaran, A, Patel, C dan McGaughey, R.M. (2004), “A Framework for Supply Chain Performance Measurement”, International Journal of Production Economics, Vol. 87, hal 333–347 Hanfield, R.B dan Nichols, E.L. (2002). Supply Chain Redesign: Transforming Supply Chain into Integrated Value System, Prentice Hall Hughes, J, Ralf, M, dan Micheks, B, (1998), Transform Your SC: Releasing Value in Business, Inter. Thompson Business Press, USA Jie, F, Parton, K, dan Cox, R. (2007), “Supply chain Practice, Supply chain Performance Indicators and Competitive Advantage of Australian Beef Enterprises: A Conceptual Framework”, Paper, Australian Agricultural and Resource Economics Society (AARES 51st Annual Conference), [online], Diambil dari:
, [diakses 04 Oktober 2007] Kim, S.W. (2007), “Organizational Structures and the Performance of Supply Chain Management”, International Journal Production Economics Vol.106, hal. 323345 Lapide, L. (2005), “The Four Habits of Highly Effective Supply Chains”, Harvard Bussiness Review-Supply Chain Strategy Lascelles, David, (--), SC Operations Audit, Artikel. www.scp-uk.couk. [diakses 26 November 2007] Lee, H.L dan Amaral, J. (2002), “Continous and Sustainable Improvement Through Supply Chain Performance Management”, Stanford Global Supply Chain Management Forum [online], Diambil dari: , [diakses 04 Oktober 2007] Li, dkk, (2005), “ Development and Validation of a Measurement Instrument for Studying Supply Chain Management Practices”, International Journal Operation Management, Vol. 23, hal 618 - 641
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
McLaren, T, Head, M, dan Yuan Y. (2002), “Supply Chain Collaboration Alternatives: Understanding the Expected Costs and Benefit”, Internet Research: Electronic Networking Applications and Policy, Vol.12, No.4, hal 348-364 Novitayanti, A.A.A. (2002), Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja Supply Chain di PT. Abadi Adimulia, Tugas Akhir, Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Paulraj, A, Lado, A.A, dan Chen, I.J, (2007), “Inter-Organizational Communication as A Relational Competency:Antecedents and Performance Outcomes in Collaborative Buyer–Supplier Relationships”, Journal of Operations Management, article in Press Peppers, D dan Rogers, M, (2004). Managing Customer Relationships: A Strategik Framework, John Wiley&Sons, Inc Poirier, Charles. (2004). Using Models to Improve the Supply Chain, ST. Lucie Press, Florida Pujawan, I Nyoman (2005). Supply Chain Management, Gunawidya, Surabaya Reames, J.M. (1998), “Internal Assessment Methodologies: The Ubiquity and Usefulness of the Baldrige Criteria”, International Journal of Quality Science Vol.3, No. 4, hal.368 – 375 Robinson, JC dan Maholtra, M.K.(2004). “Defining the Concept of Supply chain Quality Management and Its Relevant to Academic and Industrial Practice”, Columbia (www.elsevier.com) Swafford, P, Ghosh,s, dan Murthy, N. (2000), “A Model of Supply chain Agility and Its Impact on Competitive Performance", Working Paper, Georgia Institute of Technology [online], Diambil dari: , [diakses 04 Oktober 2007] Tuzkaya, U.R dan Onut, S. (2007), “A holonic approach based integration methodology for transportation and warehousing functions of the supply network”, Computer and Industrial Engineering -Article in Press Wang, S.Y, Chang, S.L dan Wang, R.C (2006), “Assessment of supplier performance based on product-development strategy by applying multi-granularity linguistic term sets”, International Journal of Management Science In Press, Corrected Proof. Webster, J, (1995). “Networks of Collaboration or Conflict?: Electronic Data Interchange and Power in The Supply Chain”, Journal of Strategic Information Systems, Vol 4 (1), hal 31-42
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-11
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-12
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-8-13