PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL ANIMASI FILM PENDEK “CAROUVILLE” Nama Penulis Nathania Gracia Setiawan, Kalijudan Indah 12 Blok L-40, 087887139212,
[email protected] Dosen Pembimbing: Johanes Baptista Permadi
ABSTRACT Horror movies indentified with scary ghost. But not all of them shoud be selling the look of siniter monsters to scare the audience. The purpose of research is to present a local animation horror film which provide a different approach in the visual and story. Research data collected by using documentation and observation studies. The story focuses on the social isolation experienced by the characters, therefore this short animation take a subgenre of dark fantasy and psychology. For the visual look author uses a combination of surrealism art 2D and 3D techniques with limited motion movements to deliver the rigid impression of non organism things. Animated short film “Carouville” tells a horror story about a carousel who abduct human. Keywords : horror, carousel, sosial isolation, carouville. ABSTRAK Film horor diidentikkan dengan hantu berwujud seram. Namun tidak semua film horor harus memasang tampang monster seram untuk menakuti penonton. Tujuan penelitian untuk menyajikan tontonan animasi lokal dengan genre horor, yang memberi alternatif berbeda dalam pendekatan visual dan cerita. Pengumpulan data menggunakan metode studi dokumentasi dan observasi. Cerita yang penulis inginkan menitikberatkan pada isolasi sosial yang dialami oleh karakter, karena itu untuk film animasi pendek ini penulis mengambil sub-genre dark fantasy dan psikologi. Untuk tampilan visual penulis menggunakan teknik gambar surealisme gabungan teknik 2D dan 3D dengan gerakan limited motion untuk memperkuat kesan kaku pada karakter yang bukan makhluk hidup. Film pendek animasi “Carouville” mengisahkan cerita horor tentang sebuah komidi putar yang menculik manusia. Kata kunci : horor, komidi putar, isolasi sosial, carouville.
PENDAHULUAN Film horor diidentikkan dengan makhluk seram yang berbentuk aneh, jarang ada film horor yang mengangkat sebuah objek atau benda bukan makhluk hidup sebagai karakter. Padahal ada beberapa contoh film ataupun video games yang ceritanya berpusat pada objek tersebut. Penulis ingin membuat sebuah film animasi dengan genre horor yang menampilkan pendekatan cerita dan visual yang berbeda di Indonesia sebagai sajian yang lebih segar dibanding film horor sebelumnya yang rata-rata
monoton. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat film animasi dengan karakter non-organik yang dapat menggambarkannya sebagai monster menyeramkan.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam mencari teori-teori terkait dalam pembuatan film ini menggunakan metode observasi dan studi literatur. Penulis melakukan observasi film-film horor yang tayang di bioskop, film horor yang terkenal dan mencari landasan teori pendukung dari buku dan website.
HASIL DAN BAHASAN Dalam artikel di website filmindonesia.or.id, film horor merupakan jenis film yang paling mudah dipasarkan di Indonesia. Peredaran sinema di Indonesia masih didominasi oleh film-film horor. Di tahun 2011, jumlah penonton meningkat 214 ribu penonton per film. Kemudian, mengkaji tulisan Scoot McCloud dalam bukunya Understanding Comics, menjelaskan bahwa penggunaan objek tidak hidup dalam film seperti itu merupakan simbolisasi seorang manusia. Manusia adalah makhluk yang egosentris, kita melihat diri kita dalam segala sesuatu.
Horor Horor merupakan sebuah genre fiksi dalam cerita maupun film. Film yang mengusung genre ini membuat penontonnya merasakan reaksi emosional yang negatif. Definisi psikologi untuk horor adalah “fear of some uncertain threat to existential nature and... disgust over its potential aftermath” (Tamborono & Weaver, 1996, p.2). Film horor sering menampilkan adegan mengagetkan sekaligus mengerikan, film ini biasanya mengangkat mimpi buruk seseorang, ketakutan tersembunyi dan teror oleh makhluk tidak diketahui. Dirancang untuk berpusat pada sisi gelap kehidupan, peristiwa terlarang dan aneh serta mengkhawatirkan. Film horor memiliki beberapa elemen-elemen dasar seperti, fear, surprise, suspense, mystery, elements of absence, dan elements of presence. Desain keseluruhan di film ini menggunakan gaya surealis. Surealisme adalah bentuk seni yang memiliki unsur kejutan, barang tak terduga yang ditempatkan berdekatan satu sama lain tanpa alasan yang jelas. Gerakan surealisme banyak menggali gagasan tentang mimpi, ilusi, fantasi. Prinsipnya terdiri dari panduan keganjilan dan metamorfosis bentuk. Surealisme digunakan untuk mengrubah cerita realitas yang kaku melalui orisinalitas dan ketidakpastian. “To make the unnatural seem natural gives a writer the chance to explore new layers of allegory, irony, and even satire, within the complex arena of dark fantasy. The essence of our genre is not solely to tell a scary tale, but also to deeply unsettle and disturb the reader” (On Writting Horror, Part Six – The Possibility of the Impossible). Penulis dapat mengatur kompleksitas cerita, hal-hal aneh untuk membuat penonton tertarik dan membuatnya menebak-nebak. Menurut David Taylor dalam How to Write Today’s Horror, penggunaan lokasi environment yang ganjil dan irasional akan menambah rasa ketidaknyamanan penonton.
Pembahasan karakter dan setting lokasi Carousel atau Komidi Putar merupakan salah satu atraksi dalam taman bermain berisi kuda-kudaan yang dapat dinaiki dan berputar, biasanya saat atraksi ini berjalan, diiringi dengan musik. Komidi putar dalam film pendek animasi ini hidup akibat rasa kesepian yang dialaminya bertahun-tahun. Komidi putar merupakan ikon sebuah taman bermain. Karakter anak-anak yang sering berkeliaran sampai malam hari, atau anak rumahan yang tidak menuruti kata orang tuanya untuk segera tidur. Gambar diatas adalah karakter utama dari film animasi pendek “My Bloody Lad”. Sifatnya yang nakal dan selalu ingin tahu ditunjukkan dari ekspresi, pupil mata kecil, telinga lebar, alis turun dan bentuk mata yang meruncing ke tengah. Penulis mengambil 2 lokasi untuk cerita ini. Yaitu taman bermain, dan jalanan di perumahan pinggir kota (suburban). Taman bermain (theme park) yang akan diambil merupakan taman bermain yang telah lama ditutup dan letaknya tersembunyi di dalam hutan belakang kota. Jalanan perumahan pinggir kota, daerah perumahan. Mengambil waktu malam hari, disini karakter anak-anak ditampilkan mendengar musik karnival dari dalam hutan.
Teori Cerita Dalam buku Ideas for Animated Short, ada 3 elemen dasar untuk sebuah cerita, yaitu karakter, tujuan karakter dan konflik. Dari tiga elemen ini kita sudah dapat membuat cerita, tetapi apakah cerita tersebut layak atau tidak, dibutuhkan elemen-elemen lain seperti, lokasi, waktu, point of view, pertanyaan yang muncul dalam cerita, resolusi dan bagaimana sang karakter menyelesaikan masalahnya.
Bentuk Konflik Karakter vs karakter, karakter vs lingkungan, karakter vs dirinya sendiri. Film ini memakai konflik karakter vs lingkungan, dimana emosinya dipicu oleh keadaan terisolasi.
Plot Linear Plot penceritaan yang dipakai dalam fini bergaya linear, membangun cerita yang searah. Awal cerita dimulai dari titik A ke titik D, melewati titik B dan C secara berurutan.
Membuat Cerita Pendek Pilih satu tema, konsep, ide. Satu konflik. Satu atau dua karakter. Satu atau dua lokasi, properti seperlunya untuk memenuhi scene. Sesuatu yang tidak disangka terjadi di 10-15 detik pertama. Emosi karakter akan berubah dari awal hingga akhir cerita. Tidak perlu membuat keputusan besar, cukup untuk mendapatkan sesuatu, mengerti keadaan, menyelesaikan masalah atau menemukan sesuatu. Single event. Konsep cerita ini adalah horor karnival. Dengan satu konflik yaitu sebuah benda yang menjadi hidup. Karakter yang ditampilkan ada dua, selebihnya merupakan stilasi bayangan. Ada dua lokasi yaitu taman bermain di tengah hutan dan jalanan perumahan di dekat hutan. Awal 10-15 detik, karakter utama mulai mencari solusi, dan akhir cerita ia mendapatkan sesuatu.
Membuat Cerita Horor Dalam How to Write Today’s Horror, David Taylor menjelaskan apa yang penonton inginkan dari film horor. Ketegangan, ending, karakter, lokasi, plot. Ketegangan diambil dari ambience dan jumpscare. Akhir cerita menggunakan ending yang tidak terduga. Karakter utama menggambarkan keadaan seseorang yang kesepian dan terisolasi bertahun-tahun. Lokasi familiar yaitu taman bermain, namun seluruh atraksinya hidup. Plot terus berlanjut dengan konfik yang semakin menaik.
Teori Warna Setiap warna memiliki arti tersendiri. Seperti dijelaskan dalam buku Color Basic karangan Anne Dameria, warna dapat mempengaruhi emosi, perasaan, dan suasana. Warna dibagi menjadi 3 bagian yaitu warna primer, sekunder, dan tersier. Warna primer adalah kuning, biru dan merah. Warna yang termasuk warna sekunder terbentuk dari perpaduan dua warna primer, antara lain jingga, hijau dan ungu. Dan, warna tersier adalah warna yang tercipta dari perpaduan warna primer dan sekunder. Selain 3 warna tersebut, teori warna juga dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok warna, yaitu warm color (warna hangat) dan cool color (warna dingin). Warm color mencakup merah, kuning, orange, coklat. Sedangkan cool color yaitu biru, hjau, ungu. Di dalam film animasi Carouville yang ber-genre horor, warna yang digunakan adalah kombinasi 2 warna warm dan cool color tersebut. Warna warm color (hangat) digunakan saat sang anak mulai memasuki taman bermain, saat itu komidi putar bernuansa hangat dan menyenangkan. Kemudian, warna cool color (dingin) digunakan saat komidi putar mulai berubah menjadi berbentuk seram, suasana yang dicapai adalah nuansa mencekam, kaku, kotor, dan mendominasi. Dalam film ini, penulis menggunakan beberapa warna pokok seperti hitam, yang melambangkan otoritas dan overpower yang merusak. Orange dengan sisi negatifnya yaitu dominasi dan kesan yang arogan, dan ungu yang mewah dan misterius. Film ini juga menggunakan warna-warna terang yang menampilkan nuansa ceria di taman bermain, dengan value rendah sebagai latar belakang gelap.
Teori 12 Prinsip Animasi Menurut buku Animator’s Survival Kit, ada 12 prinsip dasar animasi yaitu:
1.
Solid Drawing: kepekaan terhadap anatomi, komposisi, dll. Serta kemampuan untuk menggambar dari berbagai angle agar karakter tetap konsisten dalam setiap frame animasi.
2.
Timing & Spacing: menentukan waktu kapan gerakan dilakukan dan percepatannya untuk menyelesaikan sebuah gerakan.
3.
Squash & Stretch: dipakai untuk membuat ilusi penambahan efek lentur seolah memuai dan menyusut. Pada dasarnya, ketika sebuah benda yang permukaannya empuk, saat menghantam benda lain dengan keras akan berubah bentuknya selama sepersekian detik sebeum kembali ke bentuk semua. Tetapi pada benda dengan permukaan kerasm saat menghantam benda lain, bentuknya tidak berubah.
4.
Anticipation: awalan sebuah gerakan atau ancang-ancang gerak. Digunakan untuk memberi gambaran kepada penonton kira-kira apa yang akan dilakukan karakter.
5.
Slow in slow out: ilusi untuk membuat percepatan atau perlambatan gerak pada sebuah objek.
6.
Arcs: sistem pergerakan tubuh yang mengikuti sebuah pola / jalur maya yang memungkinkan mereka bergerak secara smooth.
7.
Secondary Action: gerakan tambahan yang memperkuat gerakan utama.
8.
Follow Through & Overlapping Action: Follow through berarti ada gerakan lain yang terjadi bersamaan dengan gerakan utama. Sementara overlapping action adalah gerakan sampingan yang terjadi mengikuti gerakan utama.
9.
Straight Ahead & Pose to pose: 2 cara pengerjaan animasi. Straight ahaead yaitu menggambar frame by frame dari awal seorang diri. Pose to pose adalah menggambar pada keyframe tertentu, penyisipan gerakan di in beetween dilanjutkan oleh animator lain.
10. Staging: bagaimana 'lingkungan' dibuat untuk mendukung suasana. Mood yang ingin dicapai keseluruhan scene. 12. Appeal: keseluruhan look / gaya visual dalam animasi. Berhubungan juga dengan penokohan. Bagaiman karakter dan tampilan keseluruhan animasi menjadi menarik. 13. Exaggeration: upaya untuk mendramatisir animasi dalam rekayasa gambar yang bersifat hiperbolis. Teori Stop Motion. Stop motion memiliki istilah lain yaitu Limited motion. Animasi gerakannya diperoleh dari penggabungan frame-frame yang dirangkai scara berurutan sehingga menghasilkan gerakan (Taylor, Richard. 1996. Encyclopedia of Animation Techniques. Philadelphia: Running Press.).
Teori Sinematografi Camera Movement Still Camera: Zoom, pan, tilt. Move Camera: Track/dolly, truck/crab, arc/swing. Types of Shot Close Shot, medium Shot, long shot.
Teori Komposisi Negative Space, Golden Ratio, Symmetrical Rule, Rule of Third.
Teori Kepribadian Berdasarkan psikolog Gordon Allport, ia menyatakan bahwa kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi,
kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.
Isolasi Sosial Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, L.J, 1998: 381). Isolasi sosial diterima oleh individu dalam keadaan kesepian karena orang lain menganggap individu tersebut mengancam, atau melakukan sesuatu yang berdampak negatif. Keadaan terisolasi seperti ini dapat menyebabkan gangguan kepribadian maladaptive (menyimpang dari norma sosial).
Appealing Monster Psikolog Stuart Fischoff dan timnya, mengungkapkan hasil riset tentang daya tarik tokoh utama film horor, yaitu monster dan makhluk-makhluk mengerikan lainnya. Dalam riset tersebut, dijelaskan tentang apa saja yang membuat sosok monster itu begitu menarik. Berikut daftar dari peringkat 1 sampai 10. 1. Kekuatan super 2. Sangat cerdas 3. Monster is pure evil 4. Monster tidak punya batasan moral 5. Mencerminkan sisi gelap seorang manusia 6. Monster menikmati kegiatan membunuh 7. Monster tidak pernah tua atau mati 8. Monster biasanya merupakan orang buangan 9. Penampilannya sangat mengerikan 10. Monster membunuh banyak manusia Selain itu, untuk data berdasarkan umur, golongan penonton muda lebih menyukai menonton film yang menampilkan kekerasan daripada penonton berumur tua (The Psychological Appeal of Movie Monsters).
Teori Komunikasi Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dimana satu orang atau lebih, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Tipe komunikasi ada dua yaitu verbal dan non-verbal. Verbal dikomunikasikan lewat bahasa atau tulisan, dan biasanya langsung dimengerti oleh kedua belah pihak. Sedangkan non-verbal dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, seperti tersenyum, menggelengkan kepala, atau mengangkat bahu (Komala, Lukiati. Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses, dan Konteks). Dalam film animasi pendek ini, penulis menggunakan kedua tipe komunikasi tersebut. Bentuk non-verbal dikomunikasikan dalam gerakan karakter, sedangkan bentuk verbal dalam kata-kata karakter. Karena tidak ada dialog dalam film ini, karakter komidi putar berbicara dalam bahasa nada instrumen biola dan musik yang diputar. Semakin cepat temponya, komidi putar semakin senang. Untuk memudahkan penyampaian informasi pada penonton, di bawah film akan diberi subtitle terjemahan bahasa nada tersebut.
Target Audiens Jenis kelamin: Pria dan wanita Usia: 15-18 tahun dengan psikografi berpikiran kreatif, objektif, serta menyukai kejutan. Status sosial: Golongan B-A Pendidikan minimal SMP Geografi: Penduduk kota besar penggemar film horor.
USP (Unique Selling Product) Karakter monster tidak pasaran. Desain visual unik. Setting familiar yaitu taman bermain fiksi.
Premise Isolasi bertahun-tahun menyebabkan seluruh atraksi taman bermain tidak dapat mengendalikan rasa kesepiannya ingin mendengar suara manusia.
Penetapan Judul Judul “Carouville” diambil dari nama depan Carousel, bahasa inggris komidi putar, dan akhiran – ville, yang berarti sebuah pemukiman penduduk.
Sinopsis Taman bermain di kota Carouville sudah bertahun-tahun ditutup, suatu malam karena rasa kesepian, terisolasi, seluruh atraksi di dalam taman bermain hidup. Sebuah komidi putar mulai memainkan musiknya, menarik manusia-manusia yang lewat agar menemani mereka selamanya.
Visual Style Surealisme dan grotesque. Hasil render yang akan dicapai adalah NPR Rendering (Non-photorealistic rendering). Proporsi karakter dan objek-objek lain akan jauh berbeda dengan realita. Langit tidak hanya diberi warna biru, violet atau hitam, tetapi ditambahkan objek-objek lain, begitupula dengan bentuk hutan yang aneh dan terdistorsi. Tujuan penggunaan style ini untuk memberikan kesan abnormal, delusi dan irasional dalam pandangan penonton.
Motion Style Gerakan beberapa karakter menggunakan limited motion, untuk menciptakan kesan kaku. Sinematografi kamera men-shoot dari angle ekstrim seperti low angle, high angle dan extreme close up. Disesuaikan dengan lighting yang pencahayaannya dari bawah, untuk memberi kesan dramatis dan seram.
Karakter dan Environment Karakter. Dalam film animasi ini ada dua karakter utama, dan sisanya siluet. 2 karakter tersebut adalah komidi putar dan seorang anak. Karakter komidi putar akan tampil indah tetapi berkesan creepy, hal ini dicapai oleh penggunaan tekstur yang ramai berpola, dan bentuk yang distorsi. Karakter anak bersifat nakal, akan dibuat memakai baju yang simple tanpa tekstur berpola untuk membedakan dia dengan environment yang kacau. Environment. Environment pada film animasi ini akan menggabungkan teknik 2D dengan karakter yang berbentuk 3D. Foreground dengan background akan dibuat terpisah ber-layer seperti teknik colase. Warna yang dihasilkan objek-objek dalam environment akan memakai saturasi tinggi yang dominan dengan value rendah. Permainan kamera shaky dan dari POV karakter utama akan memberi efek mencekam .
Pipeline Produksi Pre Produksi Brainstorming: mencari ide, teori terkait, membuat premis, naskah. Desain Karakter dan Environment: merancang tokoh dan latar yang sesuai dalam cerita yang dibuat. Desain karakter dan environment melibatkan proses sketsa, pose serta gestur, kesesuaian personality dengan gambar, dan mood warna. Storyboard dan Animatic: sketsa shot untuk menentukan angle camera dan reka adegan, kemudian dipindahkan dalam bentuk video untuk menentukan timing. Software yang digunakan Adobe Photoshop dan Adobe Premiere CS5. Produksi
3D Modelling : menjadikan karakter, properti dan environment yang telah didesain dalam bentuk 3D. Pengerjaan modelling ini menggunakan software 3Ds Max 2013. Teksturing : memberi warna dan tekstur pada karakter yang telah selesai 3D-nya. Software yang digunakan Adobe Photoshop CS5. Rigging : memberi tulang pada karakter 3D, agar bisa digerakkan. Penulis menggunakan software 3Ds Max 2013. Animasi : proses mulai menggerakkan karakter yang telah selesai di modelling. Pengerjaan animasi film ini menggunakan 3Ds Max 2013. Post Produksi Penggabungan animasi 2D dengan 3D, lighting, compositing, editing, penambahan musik dan sound effect, final render. Pengerjaan composing dan editing menggunakan software Adobe After Effect dan Premiere CS5.
Desain Title Penulis menggunakan font ‘De Louisville’ salah satu jenis font yang sering dipakai dalam poster atau selebaran pertunjukan sirkus.
SIMPULAN DAN SARAN Pesatnya produksi film horor di Indonesia tidak diikuti oleh kualitas cerita dengan tema yang beragam. Dalam film animasi pendek berjudul Carouville ini, penulis ingin menyampaikan bahwa sebuah film horor tidak harus diidentikkan dengan wujud, objek yang familiar disekitar kita pun dapat dijadikan sebuah karakter yang tidak terduga. Pengerjaan film animasi membutuhkan observasi, baik itu bertujuan khusus ataupun kebiasaan sehari-hari seorang animator. Semoga film animasi ini dapat menginspirasi perkembangan industri film animasi di Indonesia.
REFERENSI Dameria, Anne. (2007). Color Basic. Jakarta: Link Match Graphic. Dirks, Tim. Horror Films. Diperoleh (03-12-2014) dari http://www.filmsite.org/horrorfilms.html Fischoff, Stuart. Ph.D., Alexandra Dimopoulos, B.A., & Francois Nguyen, B.A. (2005). The Psychological Appeal of Movie Monsters. Los Angeles: Media Psychology Lab. Humphries, C.M. 2012. 5 Elements of a Good Horror Story. Diperoleh (03-12-2014) dari http://www.cmhumphries.com/1/post/2012/08/5-elements-of-a-good-horror-story.html Kleinman, Paul. (2012). Psych 101. USA: Adams Media. Lewis, Michael & J. M. Haviland-Jones (Eds.). Handbook of Emotions. (1997). New York: The Guilford Press. McCloud, Scott. (1993). Understanding Comics: The Invinsible Art. USA: Harper Collins Publisher. Meredith, Jason. Generic Horror vs. Innovative http://constructinghorror.com/index.php?id=115
Horror.
Diperoleh
(02-15-2014)
dari
Putri, Dityatama. 2013. Sejarah Singkat Film Animasi di Indonesia. Diperoleh (02-15-2014) dari http://www.idseducation.com/2013/09/21/sejarah-singkat-animasi-indonesia/ Psychoanalytic theory in times of terror. (2003) Journal of Analytical Psychology 4 (48): 407. Roberts, Garyn G., ed. The Prentice Hall Anthology of Science Fiction and Fantasy. (2001). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Schrank, Brian. Design Theory, Gestalt and Composition.
Sullivan, Karen., Gary Schumer., & Kate Alexander. (2008). Ideas for The Animated Short. USA: Elsevier. Taylor, David. 2003. How to Write Today’s Horror. Diperoleh (02-15-2014) dari http://writingworld.com/sf/taylor1.shtml Taylor, Richard. (1996). Encyclopedia of Animation Techniques. Philadelphia: Running Press. Williams, Richard. (2002). The Animator’s Survival Kit. UK: Faber and Faber.
RIWAYAT PENULIS Nathania Gracia Setiawan lahir di Surabaya pada tanggal 14 bulan Juni tahun 1992. Penulis saat ini sedang menyelesaikan tugas akhir di Binus Univeristy, jurusan DKV Animasi. Penulis pernah bekerja di PT. Kinema Systrans Multimedia, Batam pada tahun 2013.