1
PERANCANGAN ALAT PENGEMASAN TEMPE DENGAN PENDEKATAN QFD, FAST, DAN PUGH UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS Rozy Fatahurrohman, Arief Rahman, dan Sri Gunani Partiwi Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak— Usaha Kecil Menengah (UKM) Tempe merupakan salah satu jenis UKM yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Hingga saat ini terdapat salah satu bentuk program pengembangan bagi UKM Tempe di Surabaya yaitu Kampung Tempe. Saat ini, pengrajin tempe yang mengikuti program Kampung Tempe tersebut memiliki target untuk melakukan ekspansi pasar dan meningkatkan kapasitas produksi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya untuk terus mengembangkan usaha dan meningkatkan pendapatan, namun dalam kenyataannya masih belum didukung dengan kualitas hasil produksi tempe yang baik. Masih terdapat banyak produk yang defect karena kemasan plastik yang kurang baik dan menarik, serta waktu proses pengemasan yang lama. Perbaikan pada proses pengemasan harus dilakukan untuk mendukung tercapainya target. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya kesalahan dalam proses pengemasan, melakukan perancangan alat pengemasan berbasis otomasi dengan metode Quality Function Deployment (QFD), Function Analysis System Technique (FAST), dan PUGH, serta mengidentifikasi pengaruh alat pengemasan untuk peningkatan produktivitas dan kualitas. Penelitian ini diawali dengan wawancara dan penyebaran kuisioner pada pengrajin tempe di Kampung Tempe Surabaya. Selanjutnya dilakukan pengolahan data untuk mendapatkan respon teknis dan atribut yang menjadi prioritas dalam perancangan alat. Analisis sistem pada alat menjadi tahapan selanjutnya, hingga nantinya dilakukan pemilihan alternatif konsep perancangan alat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan pada proses pengemasan adalah kesalahan operator dan alat yang kurang memadai. Hasil perancangan alat pengemasan tempe ini memiliki nilai atribut prioritas yaitu harga produk, ketahanan produk, kemudahan diperbaiki, kemudahan dalam pemakaian, dan hemat energi (listrik). Dari sisi kualitas terdapat reduksi produk defect dari kondisi eksisting, sedangkan pada produktivitas terjadi peningkatan. Kata Kunci— FAST, perancangan alat pengemasan, PUGH, QFD, tempe
I. PENDAHULUAN Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, UKM digambarkan sebagai sektor yang penting karena sebagian besar penduduknya yang berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional dan modern. Pembangunan dari negara untuk usaha kecil ini
dikelola oleh dua departemen yaitu Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) dan Departemen Koperasi dan UKM. Saat ini UKM yang tersebar di Indonesia kurang lebih 52 juta (Motik, Suryani S., 2011). Peranan Usaha Kecil Menengah (UKM) cukup besar dalam membantu perekonomian suatu negara. Tercatat dari 52 juta pelaku UKM, menyumbang 60% Produk Domestik Bruto dan mempekerjakan 97% tenaga kerja (Waas, Ronald., 2011). Pengembangan UKM tentu didasarkan juga pada potensi yang paling menunjang di wilayahnya. Salah satu wilayah yang juga mengalami perkembangan UKM yang pesat adalah Surabaya.
Tabel 1.1 Jumlah UKM dan Penyerapan Tenaga Kerja di Surabaya
(Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 2009) Sebagai objek penelitian, salah satu jenis UKM yang dikembangkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) setempat yaitu UKM Tempe yang bertempat di Kampung Tempe, Tenggilis-Surabaya. Program ‘Kampung Tempe’ ini telah berjalan kurang lebih 3 tahun hingga saat ini memiliki 10 UKM di dalamnya. Proses pengolahan kedelai menjadi tempe ini diawali dengan penerimaan bahan baku kedelai. Setelah bahan baku diterima, kemudian direbus selama kurang lebih 5 jam. Kedelai yang telah selesai direbus kemudian digiling untuk membagi kedelai menjadi dua. Jika proses penggilingan selesai, dilanjutkan dengan menyaring dan mencuci kedelai tersebut agar kulit tipis kedelai dapat dipisahkan. Kedelai yang telah bersih dari kulit tipis tersebut kemudian didinginkan selama beberapa saat. Pemberian ragi tempe dilakukan setelah kedelai telah dingin dan aduk secara merata. Setelah pemberian ragi tempe tersebut, kedelai telah siap untuk dilakukan proses pengemasan. Pengemasan tempe
2 menghabiskan waktu rata-rata 6-7 jam dengan rata-rata produksi 50 kg perhari. Pada beberapa tahun ini, program Kampung Tempe terus melakukan pengembangan. Ekspansi pasar merupakan target yang dicanangkan dalam jangka menengah ini. Para pengrajin tempe di wilayah tersebut selama ini dikenal hanya memasarkan produknya di wilayah Surabaya, didorong untuk meningkatkan kapasitas produksi dan melakukan ekspansi hingga ke beberapa wilayah di sekitar Surabaya. Hal ini penting dilakukan untuk membantu mempercepat pengembangan dan meningkatkan pendapatan UKM Tempe tersebut. Namun di sisi lain, produksi tempe di wilayah tersebut dinilai masih kurang baik. Bungkus tempe yang tidak rapi menyebabkan proses fermentasi tidak merata sehingga kualitas dan rasa tempe pun menjadi turun. Selain itu, proses pengemasan yang cukup lama juga menyebabkan distribusi tempe yang lebih lambat untuk dipasarkan dibandingkan dengan beberapa pesaing yang berasal dari wilayah lainnya. Beberapa hal tersebut tentunya juga berdampak pada tingkat ketertarikan konsumen untuk membeli produk tempe tersebut di pasaran. Dilihat dari proses pengemasan eksisting yang dilakukan oleh UKM Tempe, terdapat beberapa permasalahan yang terjadi, antara lain : 1. Waktu proses pengemasan 2. Defect product 3. Kebutuhan operator atau pekerja 4. Produk yang kurang higienis Mengingat beberapa poin kritis yang dapat ditimbulkan pada tahapan proses pengemasan ini, maka tahap ini perlu dilakukan perbaikan. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, maka penelitian ini akan difokuskan pada perancangan alat otomasi pengemasan tempe. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) Function Analysis System Technique (FAST) karena dengan kedua metode tersebut nantinya dapat dihasilkan produk yang berkualitas dan proses pengemasan yang lebih efektif dan efisien. Quality Function Deployment (QFD) digunakan untuk menjangkau kebutuhan pengrajin tempe dan berbagai respon teknis yang dapat diberikan, sedangkan Function Analysis System Technique (FAST) & PUGH digunakan untuk memilih alternatif konsep output dari metode QFD. II. URAIAN PENELITIAN A. Tahap Identifikasi Awal Dalam tahapan identifikasi awal ini terdapat beberapa sub tahapan yang perlu dilakukan. Beberapa sub tahapan yang dimaksud yaitu identifikasi masalah dan kebutuhan pengrajin tempe, penetapan tujuan penelitian, studi literatur, dan studi lapangan. Langkah awal dari penelitian ini adalah dilakukan identifikasi masalah dan kebutuhan dari pengrajin tempe selama proses produksi tempe sebelum dipasarkan. Penulis melakukan peninjauan terhadap UKM terkait yaitu CV. Isah Jaya. Selain itu juga dilakukan penetapan tujuan hingga adanya studi literatur untuk mendukung penelitian.
B. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data Pada tahap ini dilakukan beberapa sub tahapan. Sub tahapan tersebut dimulai dengan penentuan variabel penelitian. Variabel ini dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penelitian. Adapun variabel penelitian yang dimaksud yaitu kualitas dan kuantitas produksi, bentuk alat pengemasan, stakeholder yang terlibat serta jumlah dari stakeholder tersebut. C. Tahap Perancangan Produk Tahap perancangan produk merupakan tahapan setelah terpilihnya konsep desain alat dari metode QFD, FAST&PUGH. Proses perancangan produk dilakukan secara bertahap dimana terdapat dua bagian pengerjaan, yaitu software dan hardware. Untuk meminimalisir adanya kerusakan alat saat pemakaian, maka sebelumnya dilakukan uji coba running alat. Perbaikan dilakukan secara langsung jika selama uji coba, alat tidak dapat berfungsi dengan baik. D. Tahap Perhitungan Biaya Setelah fiksasi alat, maka kemudian dilakukan perhitungan biaya dari alat tersebut. Hal ini penting dilakukan sebagai dasar dari pengembangan alat nantinya. Biaya yang minim akan membuat pihak-pihak terkait lainnya ikut memanfaatkan alat pengemasan ini. Dimana akan lebih banyak diatur oleh pihak DISPERINDAG sebagai partner pendukung dalam penelitian ini. E. Tahap Analisis dan Perancangan dan Pengaruh Kinerja Produksi Tahap analisis ini menjadi bagian akhir dari penelitian. Analisis terhadap perancangan produk dilakukan untuk melihat bagaimana alat tersebut dioperasikan. Selain itu, analisis dalam segi pengaruh adanya alat otomasi pengemasan tempe terhadap kinerja produksi akan menjadi perhitungan untuk keberhasilan penelitian ini. Kesimpulan dan saran yang diberikan juga penting sebagai bahan dasar untuk pengembangan di penelitian selanjutnya. III. HASIL PEMBAHASAN A. Identifikasi Kondisi Eksisting Dapat dilihat pada Gambar 3.1, labelling merupakan rangkaian dari proses pengemasan namun proses ini tidak dilakukan langsung oleh pengrajin tempe melainkan dengan memanfaatkan jasa percetakan untuk melakukannya. Kemudian proses mulai dari membungkus kedelai, menimbang ukuran berat tiap bungkus, dan memanaskan ujung-ujung plastik menjadi proses inti dari pengemasan. Pemberian lubang-lubang kecil untuk membantu proses fermentasi tempe merupakan tindakan optional dalam rangkaian alur proses ini. Hal tersebut dikarenakan pemberian lubang-lubang kecil tersebut hanya berlaku untuk tempe yang dipasarkan di wilayah sekitar lokasi pengrajin tempe, sedangkan untuk wilayah yang terletak lebih jauh maka pemberian lubang baru akan dilakukan setelah distribusi tempe telah sampai di wilayah tersebut (untuk menjaga kualitas tempe tetap baik). Pemasaran tempe merupakan
3 tujuan akhir setelah pengemasan tempe ini selesai dilakukan. Berikut ini diagram alur proses pengemasan pada UKM Tempe Tenggilis ini yang terbagi menjadi beberapa tahapan : Membungkus kedelai yang telah diberi ragi
Tabel 3.4 Benchmarking
Menimbang ukuran berat
Memanaskan ujung-ujung plastik
Labelling
Tempe siap dipasarkan
Memberi lubanglubang kecil pada plastik
Gambar 3.1 Alur Proses Pengemasan Tempe B. Perancangan Produk Perancangan produk pada penelitian ini terdiri dari beberapa penggunaan metode seperti Quality Function Deployment (QFD), Functional System Analysis Technique (FAST), dan PUGH. Kombinasi dari ketiga metode tersebut dalam penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan output berupa alat pengemasan berbasis otomasi yang sesuai dengan kebutuhan pengrajin tempe dan mampu memberikan nilai tambah dalam segi fungsi maupun hasil kemasan yang lebih baik daripada proses sebelumnya. B-1. Quality Function Deployment (QFD) Merupakan metode untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen dan menerjemahkannya menjadi respon teknis untuk mewujudkannya ke dalam alat. Tabel 3.1 Tingkat Kepentingan Atribut
Dalam normalisasi ini, nilai sales point didapatkan dari subjektivitas dengan bantuan informasi berkaitan dengan nilai ekonomis atribut. Range pembagian nilai sales point adalah sebagai berikut : Nilai 1 : tidak ada titik penjualan Nilai 1,2 : titik penjualan menengah Nilai 1,5 : titik penjualan kuat Berikut ini merupakan hasil normalisasi nilai atribut sesuai dengan klasifikasi sales point tiap atribut : Tabel 3.5 Normalized Raw Weight
Tabel 3.6 Respon Teknis
Tabel 3.2 Tingkat Kepuasan
Tabel 3.7 Relationship Matrix Tabel 3.3 Gap Tingkat Kepuasan
4 Penggunaan Stainless Steel Memperpanjang Umur Alat
Spesifikasi Kontroller Baik
Membuat Alat Pengemasan
Susun Kerangka
Gabungkan Kerangka
Pengelasan
Tentukan Bentuknya
Tentukan Bahan
Gambar 3.2 Matriks HOQ B-2. Function Analysis System Technique (FAST) Metode ini merupakan lanjutan dari pengolahan data pada QFD dan ditujukan untuk menambah value alat dalam mendukung terwujudnya fungsi utama dari alat tersebut.
Gambar 3.6 Diagram FAST Membuat Alat Pengemasan B-3. PUGH dan Pemilihan Alternatif Pada tahap ini dilakukan untuk pemilihan alternatif konsep dari alat. Alternatif konsep terpilih akan menjadi acuan dalam perancangan prototype alat. Tabel 3.8 Morphology Chart
Meningkatkan Kemampuan Produksi
Meningkatkan Kapasitas Pengemasan Perbesar Roll Plastik Menambah Kapasitas Tampung Perbesar Corong
Gambar 3.3 Diagram FAST Fungsi Meningkatkan Kapasitas Pengemasan Mengurangi defect rate
Tabel 3.9 Screening Concept
Deteksi Ukuran Berat untuk Tiap Bungkus Tempe
Penggunaan Sensor Berat
Deteksi Bungkus Tempe
Penggunaan Sensor Warna
Penggunaan Loadcell
Rangkaian Heater Stabilkan pemanas
Beri kontrol panas Penggunaan Elemen
Gambar 3.4 Diagram FAST Mengurangi Defect Rate Meningkatkan kecepatan pengemasan
Tabel 3.10 Scoring Concept
Penggunaan Komponen Sederhana Memudahkan untuk memperbaiki alat Memudahkan Proses Pengemasan
Penggunaan Material yang Umum dipasaran
Sederhanakan Mekanisme
Satu Colokan Listrik Satu Tombol On/Off Alat
Menyederhanakan Kontrol Alat
Sederhanakan Bentuk
Adanya LCD Display
Gambar 3.5 Diagram FAST Memudahkan Proses Pengemasan
Tabel 3.11 PUGH
5 C. Pengujian Alat Pengujian alat dilakukan untuk membuktikan bagaimana pengaruh penerapan alat baru pada UKM Tempe terkait. C-1. Paired T-Test Uji t-paired dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan waktu proses pengemasan yang cukup signifikan antara kondisi eksisting dengan penerapan alat baru. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Uji ini menggunakan rumus-rumus sebagai berikut : Ho : µ1 - µ2 = 0........................................(3.1) H1 : µ1 - µ2 ≠ 0 ..................................... (3.2)
Kualitas kerja pada proses pengemasan tempe ini terbagi menjadi beberapa kriteria yang diperhitungkan. Pemenuhan akan kriteria-kriteria tersebut nantinya akan menentukan defect atau tidaknya suatu produk. Tabel 3.12 Kriteria Penentuan Defect atau Tidaknya Produk
................................... (3.3) Menerima Ho berarti perbedaan waktu antara kondisi eksisting dengan penerapan alat baru tidak berbeda signifikan, sedangkan menolak Ho berarti terdapat perbedaan waktu yang signifikan antara keduanya. Dengan menggunakan tabel tstudent untuk mendapatkan nilai ‘t’ didapatkan hasil sebagai berikut : 1. Hari Pertama hw = (t49.0,1) (142,2687) √50 hw = (1,6766) (142,2687) 7,071 hw = 33,733 393,24 – 33,733 ≤ µ1-µ2 ≤ 393,24 + 33,733 359,507 ≤ µ1-µ2 ≤ 426,973
Gambar 3.7 Prosentase Kualitas Pengemasan Eksisting (Hari Pertama)
2. Hari Kedua hw = (t49.0,1) (125,4722) √50 hw = (1,6766) (125,4722) 7,071 hw = 29,75 369,62 – 29,75 ≤ µ1-µ2 ≤ 369,62 + 29,75 339,87 ≤ µ1-µ2 ≤ 399,37 Karena 0 tidak berada di rentang µ1-µ2 maka dapat dikatakan µ1-µ2 ≠ 0. Keputusan yang diambil adalah menolak Ho (waktu antara kondisi eksisting dengan penerapan alat baru berbeda secara signifikan). C-2. Produktivitas Kerja Perhitungan produktivitas dilakukan untuk masingmasing kondisi, yaitu eksisting dan saat penerapan alat. Didapatkan hasil perhitungan untuk kondisi eksisting adalah sebagai berikut :
Gambar 3.8 Prosentase Kualitas Pengemasan Alat Baru (Hari Pertama)
Gambar 3.9 Prosentase Kualitas Pengemasan Eksisting (Hari Kedua)
Sedangkan untuk hasil perhitungan produktivitas pada saat diterapkannya alat adalah sebagai berikut :
Dapat dilihat dari hasil perhitungan keduanya menunjukkan bahwa dengan penerapan alat baru, produktivitas dapat meningkat hingga 6,733 kemasan/jam. C-3. Kualitas Kerja
Gambar 3.10 Prosentase Kualitas Pengemasan Alat Baru (Hari Kedua)Rekomendasi Lainnya. C-4. Analisis Penggantian 1. Alat baru Harga alat = Rp 4.500.000,00 Biaya operasional = Rp 4.304.220,00 Biaya perawatan = Rp 100.000,00 Nilai sisa alat = Rp 1.474.560,00
6 2. Eksisting Harga alat = Rp 384.000,00 Biaya operasional = Rp 9.454.740,00 Biaya perawatan = Rp 0 Nilai sisa alat = Rp 0 Dengan biaya-biaya diatas, didapatkan perhitungan ekuivalensi biaya sebagai berikut : EUAC alat baru = 5.142.754,24 EUAC eksisting = 9.516.275,232
hasil
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan pengolahan dan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini, simpulan yang dapat diambil antara lain : 1. Hasil identifikasi Voice of Customer (VoC) menunjukkan 2 faktor penyebab tertinggi yang menyebabkan kesalahan pengemasan adalah 39% merupakan kesalahan operator dan 33% dikarenakan alat yang kurang memadai. 2. Rancangan alat pengemasan tempe berbasis otomasi dengan metode QFD, FAST, dan PUGH telah mampu memenuhi kriteria yang diinginkan/diharapkan oleh konsumen (pengrajin tempe). Prioritas kriteria yang diinginkan tersebut adalah harga produk, ketahanan produk, kemudahan alat untuk diperbaiki, kemudahan dalam pemakaian, dan hemat energi (listrik). 3. Penerapan alat ini memberikan dampak yang cukup signifikan dalam segi produktivitas dan kualitas kerja. Pada produktivitas, indeks peningkatannya mencapai 6,733. Total waktu proses pengemasan (batasan uji = 50 bungkus) yang dibutuhkan juga relatif cepat dibandingkan dengan kondisi eksisting, yaitu 4,15 jam berbanding dengan 9,45 jam. Sedangkan pada kualitas kerja, alat ini memberikan peningkatan kualitas dengan tingkat pengurangan defect sebesar 6-18%. 4. Hasil Uji T-Test juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan waktu secara signifikan antara eksisting dengan alat baru, dimana hasil perhitungannya berturut-turut menolak Ho dengan rentang nilai µ1-µ2 yaitu 359,507 ≤ µ1-µ2 ≤ 426,973 dan 339,87 ≤ µ1-µ2 ≤ 399,37. Alternatif penerapan alat juga layak dalam perhitungan analisis penggantian. Dimana alat baru ternyata lebih efisien dan menghemat biaya daripada kondisi eksisting. Penghematan yang terjadi jika digunakan alat baru untuk menggantikan alat eksisting adalah Rp 4.414.585,76. DAFTAR PUSTAKA Anityasari, M. dan Wessiani, NA, (2011). Analisa Kelayakan Usaha. Gunawidya, Surabaya. Badan Pusat Statistik (2011). Ekonomi dan Perdagangan, BPS, Surabaya. Borza, J.S. (2011). FAST Diagrams : “The Foundation for Creating Effective Function Models”, Value Innovation, Vol. 1, hal 1-10. Cohen, L. (1995). Quality Function Deployment : How to Make QFD Work for You, Addison-Wesley Publishing Company, Canada.
NPD-Solutions (2002)., 2002. Value Analysis and Function Analysis System Technique. Entry from Crow, K. Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2007), Kemasan Industri Kecil dan Menengah Pangan, DISPERINDAG, Surabaya. Detik Finance (2011). 52 Juta UMK di Indonesia, 60% Dijalankan Perempuan. Entry from Purnomo, H. Erlangga, I.D. (2011). Perancangan Prototype Alat Pemotongan Kulit Sapi dan Kerbau pada Industri Kerupuk Rambak. Tugas Akhir Magister, ITS Surabaya, Surabaya. Febrina, D. (2011). Perancangan Alat Pendeteksi Benda Asing pada Tahap Akhir Proses Pemisahan Teri Nasi. Tugas Akhir Magister, ITS Surabaya, Surabaya. Felayati, M. A. (2011). Perancangan Alat Tangkap Lobster dengan Pendekatan Quality Function Deployment (QFD) dan Function Analysis System Technique (FAST) serta Manfaatnya terhadap Klaster Industri Perikanan (studi kasus : Komunitas Nelayan Paciran). Tugas Akhir Magister, ITS Surabaya, Surabaya. Groover, P. (2001). Automation, Production Systems and Computer Integrated Manufacturing, Prentice Hall, New Jersey. Helep Wordpress (2009). Langkah-Langkah Membuat Tempe. Entry from Helep. Lakshitta, A. (2011). Perancangan Jumbo Bag dengan Pendekatan Quality Function Deployment (QFD) dan Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (TRIZ) dalam Peningkatan Produktivitas. Tugas Akhir Magister, ITS Surabaya, Surabaya. Okezone.com News & Entertainment (2011). UKM Jangan Ditarik Pajak. Entry from Rifai, M. Pujawan, I.N. (2009), Ekonomi Teknik, Edisi Kedua, Gunawidya, Surabaya. Soekarto, S. (1990). Peranan Pengemasan dalam Menunjang Pengembangan Industri, Distribusi, dan Ekspor Produk Pangan di Indonesia. Seminar Pengemasan dan Transportasi dalam Menunjang Pengembangan Industri, Distribusi dalam Negeri dan Ekspor Pangan. Jakarta. Sri Mursiani Arifah, M. (2008). Pendampingan Perbaikan Kemasan Kripik Tempe pada Industri Kecil Menengah di Sanan Kecamatan Belimbing Kodya Malang, Lembaga Pengabdian Masyarakat, Malang. Syarifa, H. (2010). Replacement Analysis, Lecture handout : Ekonomi Teknik, ITS Surabaya, Surabaya. Ulrich, K., & Elpinger, S. (2001). Perancangan dan Pengembangan Produk, Salemba Teknika, Jakarta. Wignjosoebroto, S. (2000). Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, PT. Gunawidya, Jakarta. Wignjosoebroto, S. (1992). Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja, Guna Widya, Surabaya.