PERANCANGAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK PENENTUAN JUMLAH DAN RUTE ARMADA PESAWAT TERBANG Fadhilatul Azizah, Ahmad Rusdiansyah, Niniet Indah A. Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected];
[email protected];
[email protected]
Abstrak Pengaturan manajemen perusahaan penerbangan umumnya lebih banyak difokuskan pada optimasi perencanaan penerbangan. Pada optimisasi tersebut, proses penentuan rute penerbangan sangat berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi dari perencanaan penerbangan. Penelitian ini difokuskan pada perancangan sebuah alat bantu pengambilan keputusan untuk penentuan rute. Alat bantu ini juga dapat membantu pengambilan keputusan jumlah armada yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan penerbangan. Model yang digunakan pada penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan dari model milik Bazargan (2004) mengenai penentuan rute penerbangan yang merupakan pengembangan dari permasalahan setcovering. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan fungsi tujuan meminimalkan waktu tunggu pesawat terbang untuk setiap penerbangan. Selain itu, alat bantu pengambilan keputusan ini juga mempertimbangkan mengenai keterlambatan penerbangan yang mungkin terjadi untuk memenuhi kebutuhan penerbangan. Alat bantu ini diuji dengan melakukan percobaan dan melihat syarat penentuan rute untuk setiap hasil percobaan. Alat bantu kemudian dinyatakan valid karena sesuai dengan syarat-syarat penentuan rute berupa cakupan penerbangan dan pemerataan utilisasi pesawat. Studi eksperimen dilakukan pada alat bantu pengambilan keputusan ini dengan memasukkan input jumlah armada pesawat terbang atau waktu turn-around yang berbeda-beda. Selanjutnya dari pengujian eksperimen tersebut didapatkan kesimpulan bahwa semakin banyak armada yang ditugaskan pada jadwal penerbangan akan semakin mengurangi jumlah keterlambatan penerbangan. Sedangkan pengurangan waktu turn-around akan mengurangi waktu keterlambatan penerbangan. Kata Kunci: Penentuan Rute, dan Decision Support System ABSTRACT Airline management is generally more focused on the optimization of flight planning. In the optimization, the process of determining the flight route is very influential on the effectiveness and efficiency of flight planning. This study focused on designing a decision making tool for determination of flight routes. This tool can also help the decision-maker to determine the number of aircrafts needed to meet the needs of aviation. The model used in this study is a model developed from Bazargan (2004) regarding the determination of the flight route which is development from set-covering problem. The objective function in this study is to minimize the waiting time for each flight. In addition, the decision tool is also considering the flight delays that may occur to meet the needs of aviation. This tool was tested by performing experiments and see the conditions for determining the route for each of the experimental results. The tool later declared valid because it does not violate the terms of the determination of the route, which are flight coverage and equity aircraft utilization. Experimental studies implemented in this decisionmaking tool by entering different inputs of number of planes to fly or turn-around time for each experiment. Subsequently, from the experimental study can be concluded that the increasing number of aircraft will reduce the number of late departure time, whereas the reduction of turnaround time will decrease the flight lateness. Keywords: Aircraft Routing, and Decision Support System
1
1. Pendahuluan Pengaturan manajemen perusahaan penerbangan umumnya lebih banyak difokuskan pada hal-hal operasional; antara lainnya optimasi perencanaan penerbangan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam optimasi perencanaan penerbangan adalah melakukan penjadwalan penerbangan, penugasan armada pesawat terbang, penentuan rute pesawat terbang, penjadwalan kru pesawat terbang, hingga perencanaan manpower (Bazargan, 2004). Dalam perencanaan penerbangan ini, penentuan rute pesawat terbang sangat berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi dari penerbangan, dimana setiap rute yang dijalankan perusahaan tersebut harus feasible dan memenuhi syaratsyarat penerbangan. Syarat-syarat penentuan rute penerbangan diantaranya adalah : setiap leg penerbangan yang dibutuhkan harus berupa kombinasi yang optimal dari rute pesawat, jumlah pesawat yang direncanakan untuk terbang, serta kebutuhan turn-around time untuk masing-masing pesawat. Turn-around time merupakan salah satu ukuran efisiensi waktu penerbangan (Wardana & Rusdiansyah, 2010). Turn-around time adalah waktu minimum yang dibutuhkan sebuah pesawat mulai dari pesawat tersebut mendarat hingga siap untuk diberangkatkan kembali. Termasuk dalam turn-around time adalah waktu yang dibutuhkan pesawat untuk masuk ke gate bandar udara, penurunan penumpang dan bagasi, pembersihan pesawat, dan lain sebagainya. Umumnya turn-around time akan bervariasi antara 20 menit hingga 1 jam (Bazargan, 2004). Rute pesawat dapat dianggap valid apabila ia mengakomodasi kebutuhan turn time atau turn-around time tiap penerbangan (Bazargan, 2004). Selan itu, dalam penentuan rute penerbangan juga terdapat pertimbanganpertimbangan lain, yaitu : cakupan penerbangan dimana setiap leg penerbangan harus dilayani oleh tepat satu rute, keseimbangan utilisasi pesawat terbang, dan kebutuhan perawatan pesawat atau maintenance. Pada kenyataannya, meskipun turnaround time telah diperhitungkan dan jadwal penerbangan juga telah tertata dengan baik, masih terdapat banyak penerbangan yang delay atau mengalami keterlambatan. Pada tahun
2008 dan 2011, Menteri Perhubungan mengeluarkan peraturan mengenai pemberian kompensasi kepada calon penumpang apabila keterlambatan yang terjadi merupakan kesalahan perusahaan penerbangan. Beberapa keterlambatan yang terjadi juga akan berpengaruh pada rute pesawat dikarenakan perubahan jadwal. Beberapa perusahaan penerbangan akan melakukan rencana recovery untuk meminimalkan dampak dari keterlambatan maupun pembatalan. Namun perusahaan umumnya akan tetap mengusahakan pesawat tersebut kembali pada jadwal atau rute yang seharusnya untuk menjaga stabilitas penjadwalan penerbangan. Beberapa studi yang dilakukan mengenai permasalahan penentuan rute penerbangan diantaranya Yan & Young (1996) mengembangkan sebuah framework pendukung keputusan untuk perutean multifleet dan penjadwalan penerbangan multi-stop. Pendekatan pada penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan model matematis untuk menyelesaikan masalah iterasi 2 (dua) fase. Renaud & Boctor (2002) membahas mengenai algoritma untuk ukuran penerbangan dan permasalahan mix vehicle routing. Algoritma yang diusulkan awalnya akan menghasilkan rute-rute dalam jumlah besar untuk satu atau dua pesawat. Rute-rute yang terpilih dan pesawatnya nantinya akan di optimalkan sebagai solusi. Bazargan (2004) menyajikan teknikteknik penelitian operasional (operational research) dalam perancangan operasional pada perusahaan penerbangan secara umum. Bazargan juga memberikan penjelasan mengenai cycle rute penerbangan yang tidak dilakukan setiap satu hari (siklus dua hari atau tiga hari). Haouari, et al., (2009) menjelaskan mengenai AFRP (aircraft fleeting and routing problem) yang berisi rute penugasan pada biaya minimum untuk setiap pesawat, sehingga dapat mencakup setiap penerbangan dengan tepat satu pesawat dan juga memenuhi syaratsyarat pemeliharaan pesawat dan batasanbatasan lainnya. Berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya sekaligus kenyataan yang ada di lapangan, maka dalam penelitian ini dikembangkan sebuah aplikasi penentuan rute optimal bagi perusahaan penerbangan.
2
Pembuatan aplikasi tersebut akan mempertimbangkan waktu idle pesawat untuk merepresentasikan minimasi cost untuk aktivitas yang tidak bernilai tambah. Model yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada model milik Bazargan (2004) dalam menentukan rute pesawat terbang. Selain itu ditambahkan pula aspek mengenai kemungkinan adanya keterlambatan pada penerbangan. 2. Penentuan Rute 2.1 Model Matematis Model yang dikembangkan pada penelitian ini mengacu pada model milik Bazargan (2004) dengan adanya sedikit perubahan pada fungsi tujuan dan batasan jumlah pesawat. Fungsi tujuan milik Bazargan (2004) menggunakan cost sebagai parameter pada fungsi tujuan, sedangkan pada model ini menggunakan waktu tunggu penerbangan untuk menentukan penempatan penerbangan pada rute. Pada model milik Bazargan juga ditentukan bahwa jumlah rute dapat kurang atau sama dengan jumlah pesawat. Sedangkan pada penelitian ini ditentukan bahwa jumlah rute sama dengan jumlah pesawat. Sehingga didapatkan model matematis pada penelitian ini sebagai berikut : Minimize βπβπΉ(π‘π·ππ β π‘ππ΄π )πππ For all j R (1) Subject to βπβπ
πππ π₯π = 1 For all i βπβπ
π₯π = π π₯π β {0,1}
For all j
F
(2) (3)
R
π‘ππ΄π
= Waktu kedatangan penerbangan sebelum i untuk rute yang sama ditambah dengan turn-around time Fungsi tujuan (1) digunakan untuk meminimalkan waktu idle time pesawat pada setiap keputusan penempatan penerbangan i pada rute j, dimana variabel keputusan pada model ini adalah penempatan penerbangan (flight) i pada rute j. Batasan (2) digunakan untuk meyakinkan bahwa setiap penerbangan terlayani oleh hanya satu rute. Sedangkan batasan (3) membatasi jumlah rute harus sama dengan jumlah pesawat yang tersedia, dan batasan (4) membatasi pemilihan rute hanya di antara terpilih dan tidak. 2.2 Model Konseptual Gambar 1 menunjukkan model konseptual permasalahan penentuan rute untuk penelitian ini yang digambarkan dengan influence diagram. Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa input atau masukan sistem ini adalah jumlah pesawat, jadwal penerbangan, dan waktu turn-around pesawat terbang. Jumlah pesawat akan berpengaruh terhadap jumlah rute. Jumlah rute, jadwal penerbangan dan waktu turn-around berpengaruh terhadap penempatan penerbangan pada rute. Pada gambar tersebut juga diperlihatkan bahwa variabel keputusan pada penelitian ini adalah penempatan penerbangan pada rute. Sedangkan fungsi keputusannya adalah meminimalkan idle time untuk setiap penempatan penerbangan pada rute tersebut. Pada penelitian ini ditambahkan juga output berupa keterlambatan yang juga dipengaruhi oleh penempatan penerbangan pada rute.
(4)
Keterangan : F = Penerbangan-penerbangan (flight) R = Rute-rute penerbangan yang feasible j = indeks rute i = indeks penerbangan ππ = Cost apabila memilih rute j 1, bila penerbangan i termasuk rute j πππ = οΏ½ 0, bila tidak N = Jumlah pesawat 1, bila rute j terpilih =οΏ½ π₯π 0, bila tidak π‘π·ππ = Waktu keberangkatan penerbangan i
Jumlah Pesawat
Jadwal Penerbangan
Rute
Keterlambatan
Waktu turnaround
Penempatan penerbangan pada rute
Waktu idle
Gambar 1 Model Konseptual Penelitian
3
3. Alat Bantu Pengambilan Keputusan 3.1 Pengumpulan Data Alat Bantu ini menggunakan data penerbangan yang diambil dari website resmi Garuda Indonesia. Data yang tersedia
adalah jadwal penerbangan antar kota perharinya yang meliputi nomor penerbangan, bandar udara keberangkatan dan kedatangan, jam keberangkatan dan kedatangan pada bandar udara, serta harga tiket pesawat yang tidak akan dicantumkan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini jadwal penerbangan yang akan diambil sebagai masukan adalah jadwal penerbangan antar kota Jakarta, Surabaya, Balikpapan, dan Denpasar sebagai representasi dari kota-kota besar yang ada di Indonesia. 3.2 Model Konseptual Alat Bantu
Model konseptual untuk alat bantu pengambilan keputusan yang dihasilkan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2. Pada gambar tersebut terlihat bahwa terdapat 3 (tiga) proses utama dalam aplikasi ini, yaitu pengolahan data penerbangan, pemenuhan jumlah pesawat terhadap jadwal penerbangan, dan
System Requirement
penentuan rute dan keterlambatan penerbangan. Data yang berasal dari pengguna atau user berupa turn-around time dan jadwal penerbangan akan diolah pada proses pengolahan data penerbangan, sehingga akan terbentuk data-data penerbangan. Data penerbangan tersebut akan diolah kembali pada proses pemenuhan jumlah pesawat terhadap jadwal penerbangan untuk memenuhi jumlah pesawat terhadap jadwal penerbangan. Dalam proses ini akan dimasukkan data jumlah pesawat dari pengguna, serta syarat dari sistem yang berupa cakupan penerbangan dan perataan utilisasi dari pesawat terbang. Dari proses pemenuhan jumlah pesawat terbang terhadap jadwal penerbangan akan diketahui data-data penerbangan yang akan mengalami keterlambatan. Selanjutnya data keterlambatan tersebut akan diolah kembali dan dilakukan proses penentuan rute dan keterlambatan untuk revised schedule penerbangan. Sehingga, akan dihasilkan rute penerbangan dan keterlambatan penerbangan yang akan diterima oleh pengguna atau user.
Pengolahan Penerbangan
Cakupan Penerbangan
Data Data Penerbangan
Utilisasi Turn around time Jadwal Penerbangan Jumlah User Pesawat
Pemenuhan Jumlah Pesawat terhadap Jadwal Penerbangan
Data Keterlambatan
Rute Penerbangan Keterlambatan
Penentuan Rute Keterlambatan Penerbangan
dan
Gambar 2 Model Konseptual Alat Bantu
4
3.3 Logika Berpikir Alat Bantu Alat bantu pengambilan keputusan dalam penelitian ini berupa sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah minimum armada pesawat terbang yang diperlukan untuk melayani kebutuhan jadwal penerbangan. Jumlah armada yang diperlukan diketahui melalui penentuan rute dari kebutuhan penerbangan. Rute penerbangan ditentukan dengan sebelumnya meminimalkan waktu idle dan tetap memperhatikan kebutuhan waktu persiapan pesawat atau turn-around time pesawat terbang. Aplikasi ini juga mempertimbangkan adanya keterlambatan penerbangan dengan tujuan memenuhi seluruh jadwal penerbangan. Gambar 3 merupakan flowchart logika alat bantu pengambilan keputusan ini.
Dalam flowchart logika tersebut ditunjukkan bahwa input yang dimasukkan ke dalam model adalah jumlah pesawat yang akan digunakan, waktu turn-around time yang diinginkan, dan jadwal penerbangan. Selanjutnya, dilakukan pencarian leg pada jadwal penerbangan dengan due date atau waktu keberangkatan tercepat dengan kota yang memungkinkan. Bila leg tersebut belum pernah digunakan sebelumnya, maka akan ditentukan leg tersebut sebagai rute penerbangan awal untuk setiap armada pesawat terbang. Bila leg telah terpakai, maka leg akan dieliminasi untuk penggunaan selanjutnya.
Mulai
Manual Input : - Jumlah pesawat yang diinginkan - Waktu turn-around time yang diinginkan - Jadwal Penerbangan
Pencarian leg dengan jadwal tercepat (Earliest Due Date) dengan kota yang memungkinkan
Eliminasi leg
Ya
Leg telah digunakan sebelumnya?
Tidak
Rute awal telah terisi?
Tidak
Penempatan di rute awal
Ya
Hitung keterlambatan penerbangan
Ya Penempatan di rute selanjutnya yang belum terisi
Jam keberangkatan Leg < waktu minimum yang dibutuhkan pesawat?
Tidak Tidak
Rute yang diisi adalah rute terakhir?
Sesuaikan waktu penerbangan dengan keterlambatan
Ya Tidak
Semua leg telah ditentukan rutenya?
Ya Selesai
. Gambar 3 Flowchart Logika Berpikir Alat Bantu Pengambilan Keputusan
5
Setelah penentuan rute awal dilakukan, selanjutnya dilakukan pencarian jadwal berikutnya dengan mengulang proses pencarian leg diawal. Lalu akan ditentukan apakah jam keberangkatan penerbangan tersebut lebih awal daripada jam minimum persiapan pesawat. Jam minimum persiapan pesawat merupakan jam kedatangan pesawat pada penerbangan sebelumnya ditambah dengan waktu turn-around time yang telah diinputkan sebelumnya. Apabila jam keberangkatan lebih cepat daripada waktu minimum persiapan pesawat, maka akan terjadi keterlambatan dan waktu keterlambatan akan dihitung dan dikondisikan sebagai rencana perbaikan (revised plan) pesawat terbang. Selanjutnya apabila rute tersebut telah habis untuk jumlah pesawat tersedia, maka akan dilakukan penentuan apakah leg penerbangan telah habis dan semuanya telah tercakup dalam pesawat tersedia. Apabila leg telah habis maka aplikasi telah selesai dijalankan dan berikutnya dapat dilakukan analisa hasil output dari aplikasi. Namun apabila leg masih ada yang belum terlayani, maka akan kembali dilakukan penentuan rute untuk leg tersebut. 3.4 User Interface Input Data
Gambar 4 User Interface Input Jumlah Pesawat dan Waktu Turn-Around
Gambar 4 merupakan user interface untuk memasukkan data jumlah pesawat dan waktu turn-around yang dibutuhkan untuk masing-masing penerbangan. Sedangkan Gambar 5 merupakan contoh user interface dari data jadwal penerbangan yang telah dimasukkan dalam software.
Gambar 5 User Interface Contoh Input Data Jadwal Penerbangan
Data yang dimasukkan dalam jumlah pesawat yang tersedia dapat bervariasi bergantung pada kebijakan perusahaan dan jumlah pesawat yang disediakan untuk penerbangan pada leg-leg yang dimasukkan pada jadwal penerbangan. Untuk data yang dimasukkan pada jadwal penerbangan memiliki batasan bahwa jumlah penerbangan dari satu kota ke kota lainnya harus seimbang dengan penerbangan untuk tujuan sebaliknya. Misalnya untuk penerbangan dengan OriginDestination Jakarta β Surabaya berjumlah 10 kali penerbangan, maka jumlah penerbangan dengan Origin-Destination Surabaya β Jakarta juga harus berjumlah 10 kali penerbangan. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan rute penerbangan. 3.5 Pengolahan Data Data yang dimasukkan berupa jadwal waktu-waktu pada penerbangan dan waktu turn around akan diolah menjadi data waktu keberangkatan dan waktu minimal untuk keberangkatan selanjutnya, serta data waktu yang ada akan diubah menjadi menit. Contoh pengolahan data tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Pada gambar tersebut βDTβ berarti waktu keberangkatan penerbangan dan βAT+TATβ berarti waktu minimal sebelum keberangkatan berikutnya. Setelah data penerbangan diolah, selanjutnya akan dilakukan pengujian pemenuhan jumlah pesawat terhadap jadwal penerbangan sehingga data keterlambatan akan diketahui melalui pengujian ini. Setelah itu akan dilakukan penentuan rute berdasarkan
6
data keterlambatan tersebut. Gambar 7 merupakan gambar contoh pengujian keterlambatan sekaligus penentuan rute yang masih dalam bentuk tampilan secara acak dimana leg yang berwarna oranye adalah leg yang mengalami keterlambatan penerbangan.
Gambar 9 Contoh Rute dengan Revised Plan untuk Tiap Pesawat
Gambar 6 Contoh Pengolahan Data Penerbangan
Gambar 7 Contoh Pengujian Keterlambatan Sekaligus Penentuan Rute
3.6 User Interface Output Software Output yang dihasilkan dalam software ini adalah rute penerbangan untuk tiap pesawat dan perbandingan keberangkatan leg sehingga didapatkan leg-leg yang mengalami keterlambatan penerbangan. Gambar 8 merupakan jadwal penerbangan yang ada dimana cell yang berwarna merah gelap merupakan data leg yang mengalami keterlambatan. Gambar 9 merupakan rute dengan revised plan yang diassign untuk tiaptiap pesawat. Dalam contoh ini diambil jumlah pesawat tersedia adalah 10 pesawat.
Selain itu didapatkan pula besar waktu delay yang dilakukan dengan membandingkan keberangkatan aktual dengan keberangkatan yang telah dijadwalkan. Gambar 10 merupakan contoh perbandingan tersebut dimana delay atau keterlambatan yang dimaksud merupakan keterlambatan dalam bentuk menit dan idle time yang dimaksud merupakan waktu tunggu pesawat dari penerbangan sebelumnya hingga keberangkatan pada jadwal penerbangan (leg) tersebut. Keterlambatan penerbangan dan waktu tunggu pesawat tersebut juga disajikan dalam bentuk grafik. Gambar 11 merupakan contoh grafik dari besarnya keterlambatan untuk tiap penerbangan dan Gambar 12 merupakan contoh grafik besarnya waktu tunggu pesawat dari penerbangan sebelumnya hingga keberangkatan pada leg penerbangan tersebut.
Gambar 10 Contoh Perbandingan Waktu Keberangkatan Revised Plan dengan Rencana Awal
Gambar 8 Contoh Jadwal Penerbangan
7
Delay (menit) 350 300 250 200 150 100 50 GA 302 GA 308 GA 314 GA 320 GA 326 GA 332 GA 307 GA 313 GA 319 GA 325 GA 331 GA 512 GA 518 GA 524 GA 515 GA 521 GA 350 GA 408 GA 412 GA 420 GA 403 GA 409 GA 419 GA 342 GA 341 GA 347
0
Delay (menit)
Gambar 11 Contoh Grafik Besarnya Keterlambatan untuk Tiap Penerbangan
validasi awal sebelum dilakukan percobaan selanjutnya. Untuk skenario percobaan awal akan ditetapkan waktu turn around sebesar 45 menit dan jumlah pesawat tersedia sebanyak 12 armada. Sedangkan untuk skenario-skenario percobaan lainnya akan dilakukan perubahanperubahan terhadap input yang telah disebutkan pada Tabel 1. Gambar 13 merupakan gambar grafik yang dapat digunakan sebagai acuan untuk skenario awal. Grafik tersebut merupakan grafik keterlambatan untuk waktu turn-around sebesar 45 menit dan jumlah pesawat tersedia 12 armada.
Idle (menit)
GA 302 GA 308 GA 314 GA 320 GA 326 GA 332 GA 307 GA 313 GA 319 GA 325 GA 331 GA 512 GA 518 GA 524 GA 515 GA 521 GA 350 GA 408 GA 412 GA 420 GA 403 GA 409 GA 419 GA 342 GA 341 GA 347
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Idle (menit)
Gambar 12 Contoh Grafik Besarnya Waktu Tunggu Pesawat dari Penerbangan Sebelumnya Hingga Keberangkatan pada Leg Penerbangan Tersebut.
4. Percobaan 4.1 Skenario Percobaan
Pembuatan skenario dilakukan dengan mengubah input jumlah penerbangan atau waktu turn-around hingga didapatkan tujuan yang berbeda untuk setiap skenario. Tabel 1 merupakan skenario percobaan yang dirancang untuk percobaan ini. Tabel 1 Skenario Percobaan No Input yang Diubah Jumlah pesawat 1 tersedia 2
Jumlah pesawat tersedia
3
Jumlah pesawat tersedia Waktu turn-around diturunkan sebanyak 5, 10 dan 15 menit
4
Tujuan Percobaan Mendapatkan rute penerbangan dengan keterlambatan tidak lebih dari 4 jam Mendapatkan rute penerbangan dengan keterlambatan tidak lebih dari 2 jam Mendapatkan rute penerbangan tanpa ada keterlambatan Mendapatkan pengaruh waktu turn-around terhadap keterlambatan pesawat
4.2 Percobaan Awal Percobaan awal ini dilakukan untuk perbandingan hasil dengan percobaanpercobaan yang dilakukan pada penelitian ini. Percobaan awal ini juga dilakukan untuk
Gambar 13 Grafik Keterlambatan untuk turnaround time 45 menit dan jumlah pesawat 12
4.3 Validasi Model Validasi model digunakan untuk membandingkan sistem nyata dengan output pada software. Validasi yang digunakan dalam hal percobaan ini adalah validasi manual selama rute tersebut mungkin dilakukan dan memenuhi persyaratan yang wajib diikuti pada proses penentuan rute penerbangan. Jika model sistem software sesuai dengan persyaratan tersebut maka selanjutnya dilakukan percobaan software dengan skenario tertentu. Validasi dilakukan dengan melakukan beberapa percobaan numerik pada aplikasi dan didapatkan hasil yang sesuai dengan syarat penentuan rute, dimana rute mencakup seluruh jadwal penerbangan dan perataan utilitas penerbangan. Cakupan penerbangan dapat dilihat pada Gambar 14, dimana baris yang rata antara schedule plan dan revised plan menunjukkan semua leg penerbangan tercakup dalam revised plan. Sedangkan Gambar 15 menunjukkan perataan utilitas pesawat, dimana jumlah penerbangan yang dijalani seluruh pesawat hampir sama.
8
Gambar 14 Pemenuhan Seluruh Leg Penerbangan
Begitu juga untuk keterlambatan penerbangan antara 2 hingga 4 jam. Melihat dari jadwal penerbangan dimana keberadaan keterlambatan yang selalu sama itu terjadi hanya pada leg penerbangan yang sama pula. Keterlambatan penerbangan pun terjadi pada leg yang termasuk pada jadwal akhir hari. Hal ini termasuk wajar terjadi, dikarenakan kemungkinan adanya pergeseran jadwal-jadwal sebelumnya.
4.2 Percobaan 1 Tujuan dari percobaan ini adalah mendapatkan rute penerbangan dengan keterlambatan tidak lebih dari 4 jam. Input yang diubah adalah jumlah pesawat tersedia dengan waktu turn-around 45 menit. Tabel 2 merupakan percobaan-percobaan yang dilakukan hingga tujuan percobaan tercapai. Sedangkan Gambar 16 menunjukkan grafik keterlambatan pada percobaan yang memenuhi tujuan percobaan 1.
4.3 Percobaan 2 Percobaan ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan rute penerbangan dengan keterlambatan tidak lebih dari 2 jam. Input yang diubah adalah jumlah pesawat tersedia dengan waktu turn-around 45 menit. Tabel 3 merupakan percobaan-percobaan yang dilakukan hingga tujuan percobaan tercapai. Percobaan awal dilakukan dengan hasil yang didapatkan dari percobaan 1. Hal ini dikarenakan jumlah keterlambatan pada masing-masing jumlah pesawat yang ada pada percobaan 1 telah diketahui. Gambar 17 menunjukkan grafik keterlambatan pada percobaan yang memenuhi tujuan percobaan 2.
Tabel 2 Hasil Percobaan 1 x = waktu keterlambatan
Tabel 3 Hasil Percobaan 2 x = waktu keterlambatan
Gambar 15 Perataan Utilitas Pesawat
Jumlah Pesawat 12 13 14 15 16 17 18 19
Jumlah Jumlah x > 4 2 jam < xβ€ jam 4 jam 3 2 1 4 4 1 1 4 4 1 1 4 4 1 0 4
Jumlah 0 jam < xβ€ 2 jam 12 9 3 7 5 3 5 4
Jumlah x=0 59 62 68 64 66 68 66 68
Gambar 16 Grafik Keterlambatan untuk turnaround time 45 menit dan jumlah pesawat 19
Untuk memenuhi tujuan percobaan, pada percobaan pertama ini dilakukan perubahan jumlah pesawat tersedia hingga 7 kali dimana selalu terjadi pada perubahan ke dua hingga ke enam, jumlah keterlambatan penerbangan lebih dari 4 jam selalu sama.
Jumlah Pesawat 19 20 21 22 23
Jumlah Jumlah x > 4 2 jam < xβ€ jam 4 jam 0 4 0 4 0 4 0 4 0 0
Jumlah 0 jam < xβ€ 2 jam 4 4 2 1 3
Jumlah x=0 68 68 70 71 73
Gambar 17 Grafik Keterlambatan untuk turnaround time 45 menit dan jumlah pesawat 23
Pada percobaan ini, perubahan jumlah pesawat hanya terjadi 4 kali, dimana jumlah keterlambatan untuk penerbangan antara 2 jam hingga 4 jam selalu sama hingga di akhir dari iterasi. Keterlambatan yang terjadi juga selalu pada leg yang sama dan terjadi pada jadwal di akhir hari. Kesimpulan yang diambil sama
9
dengan pada percobaan pertama dimana hal ini termasuk wajar terjadi, dikarenakan kemungkinan adanya pergeseran pada jadwaljadwal sebelumnya. 4.4 Percobaan 3 Percobaan ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan rute penerbangan dengan tanpa keterlambatan. Input yang diubah adalah jumlah pesawat tersedia dengan waktu turnaround sebesar 45 menit. Tabel 4 merupakan percobaan-percobaan yang dilakukan hingga tujuan percobaan tercapai. Percobaan awal dilakukan dengan hasil yang didapatkan dari percobaan 2. Hal ini dikarenakan jumlah keterlambatan pada masing-masing jumlah pesawat yang ada pada percobaan 1 dan 2 telah diketahui. Sedangkan Gambar 18 menunjukkan grafik keterlambatan pada percobaan yang memenuhi tujuan percobaan 3. Tabel 4 Hasil Percobaan 3 x = waktu keterlambatan Jumlah Pesawat 23 24 25 26 27
Jumlah Jumlah x > 4 2 jam < xβ€ jam 4 jam 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
Jumlah 0 jam < xβ€ 2 jam 3 4 3 4 0
Jumlah x=0 73 72 72 72 76
4.5 Percobaan 4 Percobaan ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan pengaruh waktu turn-around terhadap keterlambatan pesawat. Input yang diubah adalah turn-around time dengan mengambil jumlah pesawat 12. Hasil percobaan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik keterlambatan sebagai perbandingan keempat waktu turn around : 45 menit, 40 menit, 35 menit, dan 30 menit. Tabel 5 Hasil Percobaan 4 x = waktu keterlambatan Turnaround time 45 40 35 30
Jumlah Jumlah x > 4 2 jam < x β€ jam 4 jam 3 2 2 3 4 1 1 4
Jumlah 0 jam < xβ€ 2 jam 12 12 12 12
Jumlah x=0 59 59 59 59
Pada percobaan ini dilakukan perbandingan terhadap perubahan waktu turnaround time untuk jumlah pesawat yang sama. Dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa jumlah leg yang mengalami keterlambatan rata-rata sama jumlahnya. Selain itu pada Gambar 19, Gambar 20, Gambar 21, serta Gambar 22 juga terlihat bahwa leg yang mengalami keterlambatan hampir semua sama. Hal ini menunjukkan tidak terjadinya perbedaan signifikan apabila waktu turn-around diubah. Namun pada gambar-gambar tersebut terlihat bahwa walaupun jumlah penerbangan yang terlambat tidak banyak berubah, namun terdapat penurunan yang cukup terlihat pada keterlambatan penerbangan itu sendiri. Sehingga, penurunan turn-around time dapat dilakukan untuk menurunkan waktu keterlambatan penerbangan yang terjadi.
Gambar 18 Grafik Keterlambatan untuk turnaround time 45 menit dan jumlah pesawat 27
Pada percobaan ini didapatkan bahwa tidak ada penerbangan yang mengalami keterlambatan pada jumlah pesawat 27 dan waktu turn-around 45 menit. Jumlah pesawat ini termasuk banyak bila kita membandingkan dengan jumlah leg penerbangan yang dijadikan percobaan dalam penentuan rute ini yang hanya berjumlah 76. Tentu saja, penambahan jumlah pesawat akan membawa dampak pada biaya pokok maupun kebutuhan perawatan pesawat tersebut.
Gambar 19 Grafik Keterlambatan untuk turnaround time 45 menit dan jumlah pesawat 12
10
lebih dari 2 jam tidak terjadi pada jumlah pesawat terbang sebanyak 23 armada, dan tidak akan terjadi keterlambatan pada jumlah pesawat terbang sebanyak 27 armada. Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa penurunan turn-around time tidak dapat mengurangi jumlah keterlambatan secara signifikan, namun dapat membantu pengurangan waktu keterlambatan penerbangan. Gambar 20 Grafik Keterlambatan untuk turnaround time 40 menit dan jumlah pesawat 12
6. Daftar Pustaka Bazargan, M., 2004. Airline Operations and Scheduling. Hampshire: Ashgate Publishing Limited Haouari, M., Aissaoui, N. & Mansour, F.Z., 2009. Network flow-based approaches for integrated aircraft fleeting and routing. European Journal of Operational Research, pp.591-99.
Gambar 21 Grafik Keterlambatan untuk turnaround time 35 menit dan jumlah pesawat 12
Gambar 22 Grafik Keterlambatan untuk turnaround time 30 menit dan jumlah pesawat 12
Renaud, J. & Boctor, F.F., 2002. A sweepbased algorithm for the fleet size and mix vehicle routing problem. European Journal of Operational Research, pp.61828. Yan, S. & Young, H., 1996. A decision support framework for multi-fleet routing and multi-stop flight scheduling. Transportation Research Part A :Policy and Practice, pp.379-98 Wardana, W.F. & Rusdiansyah, A., 2010. PERANCANGAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS SIMULASI DISKRIT UNTUK PERENCANAAN STRATEGI BOARDING PENUMPANG PESAWAT BOEING 737-800.
5. Kesimpulan Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model konseptual untuk penentuan rute armada pesawat terbang dengan meminimasi idle time atau waktu tunggu pesawat terbang. Berdasarkan model konseptual tersebut, dilakukan pula perancangan alat bantu pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah pesawat minimum dan rute penerbangan pesawat terbang. Dari hasil percobaan, didapatkan hasil bahwa waktu keterlambatan lebih dari 4 jam tidak terjadi pada minimal jumlah pesawat terbang sebanyak 19 armada, waktu keterlambatan
11