perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
Skripsi
ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user
SKRIPSI
SKRIPSI
PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018
ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018
2010
2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi:
PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
Ditulis oleh: ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018
Mengetahui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT NIP. 19760122 199903 2 001
Ilham Priadythama, ST, MT NIP. 19801124 200812 1 002
Ketua Program S-1 Non Reguler Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS
Taufiq Rochman, STP, MT NIP 19701030 199802 1 001 Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS
Ketua Jurusan Teknik Industri
Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Lobes Herdiman, MT NIP. 19561112 198403 2 007commit to userNIP. 19641007 199702 1 001
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LEMBAR VALIDASI Judul Skripsi:
PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)
Ditulis oleh: ROSVITA FEBRINA DARANINDRA I 1306018
Telah disidangkan pada hari Rabu tanggal 27 Oktober 2010 Di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan
Dosen Penguji : 1. Ir. Susy Susmartini, MSIE. NIP. 19530101 198601 2 001
2. Taufiq Rochman, STP, MT NIP. 19701030 199802 1 001
Dosen Pembimbing : 1. Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT NIP. 19760122 199903 2 001
2. Ilham Priadythama, ST, MT NIP. 19801124 200812 1 002 to user commit
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Rosvita Febrina Daranindra
Nim
: I 1306018
Judul tugas akhir
: Perancangan Alat Bantu Proses Pencelupan Zat Warna Dan Penguncian Warna Pada Kain Batik Sebagai Usaha Mengurangi
Interaksi
Dengan
Zat
Kimia
Dan
Memperbaiki Postur Kerja. (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen). Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti bahwa Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dapat dinyatakan batal atau gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau dicabut. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian
hari
terbukti
melakukan
kebohongan
maka
saya
sanggup
menanggung segala konsekuensinya.
Surakarta, 1 November 2010
Rosvita Febrina Daranindra I 1306018 commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SURAT PERNYATAAN PENYUSUNAN KARYA ILMIAH Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Rosvita Febrina Daranindra
Nim
: I 1306018
Judul tugas akhir
: Perancangan Alat Bantu Proses Pencelupan Zat Warna Dan Penguncian Warna Pada Kain Batik Sebagai Usaha Mengurangi
Interaksi
Dengan
Zat
Kimia
Dan
Memperbaiki Postur Kerja. (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen). Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama
dengan Pembimbing 1 dan
Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk publikasi dari proceeding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian dari publikasi karya ilmiah Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Surakarta, 1 November 2010
Rosvita Febrina Daranindra I 1306018 commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji, hormat dan syukur hanya bagi Tuhan, karena segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia dan hanya bagi Dia. Hanya dengan anugerah dan penyertaanNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan Skripsi dengan judul “Perancangan Alat Bantu Proses Pencelupan Zat Warna Dan Penguncian Warna Pada Kain Batik Sebagai Usaha Mengurangi Interaksi Dengan Zat Kimia Dan Memperbaiki Postur Kerja. (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen)”. Dalam pelaksanaan maupun penyusunan laporan skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada: 1. Tuhan Jesus Kristus yang telah memberikan anugerah, mukjizat serta penyertaan dalam menyelesaikan skripsi ini 2. Ir. Noegroho Djarwanti, MT., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ir. Lobes Herdiman, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Rahmaniyah Dwi Astuti, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing I atas segala bimbingan, kesabaran, bantuan dan waktu yang tak ternilai harganya. 5. Ilham Priadythama, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing II atas segala bimbingan, kesabaran, bantuan dan waktu yang tak ternilai harganya. 6. Ir. Susy Susmartini, MSIE., selaku Dosen Penguji I dan Pembimbing Akademik, atas semua masukan dan bimbingan yang diberikan. 7. Taufiq Rochman, STP, MT., selaku Dosen Penguji II atas semua masukan yang diberikan. 8. My amazing family, mama, eyang kung-ti, oma-opa, dek Rana, dek Fira yang telah memberikan doa, semangat, dukungan, pengertian, dan cinta sehingga penulis dapat menyelesaikan semuanya. Aku sayang kalian semua. 9. Bulik Ana, Om Nug, Om Pran, Om Eq dan seluruh keluarga besarku yang ada di Karanganyar, Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Semarang, terima kasih atas commit to user bantuan, doa dan dukungan yang diberikan untuk memacu semangatku.
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Kakakku Johanes, yang senantiasa memberikan aku doa, semangat, cinta, motivasi, bantuan, dan dukungan untuk segera menyelesaikan semuanya. Trimakasih kak buat kebersamaan ini, semoga ini jadi yang terbaik. 11. Keluarga besar Batik Brotoseno atas waktu penelitian yang diberikan dan pembelajaran yang luar biasa selama penelitian. 12. Sari, Asti, Mas Aang, Ririn, Rezky, terima kasih atas motivasi, semangat, dan bantuan kalian selama ini. Maaf kalo sudah banyak merepotkan. Semoga persahabatan ini akan terus terjaga. 13. Keluarga besar Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi, atas persahabatan, pembelajaran dan kerja sama yang luar biasa selama ini. Semoga persahabatan ini akan terus terjaga walau jarak dan waktu sudah memisahkan kita. 14. Mbak Yayuk, Mbak Rina, Mbak Tutik, dan Pak Agus atas bantuan yang diberikan dalam hal administrasi. 15. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri angkatan 2006. Terima kasih atas persaudaraan dan kasih yang kalian berikan selama ini. Semoga kisah kita akan terus abadi walau jarak dan waktu memisahkan kita. 16. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala bimbingan, bantuan, kritik, dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu, penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun.
Surakarta, 1 November 2010
Penulis,
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Rosvita Febrina Daranindra, NIM: I 1306018. PERANCANGAN ALAT BANTU PROSES PENCELUPAN ZAT WARNA DAN PENGUNCIAN WARNA PADA KAIN BATIK SEBAGAI USAHA MENGURANGI INTERAKSI DENGAN ZAT KIMIA DAN MEMPERBAIKI POSTUR KERJA (Studi kasus di Perusahaan Batik Brotoseno, Masaran, Sragen). Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2010.
Pada produksi batik tulis di Perusahaan Batik “Brotoseno”, tiga orang pekerja pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna mengalami iritasi akibat interaksi dengan zat kimia. Operator juga harus mencelupkan kain batik dengan posisi berdiri membungkuk. Akibat dari aktivitas ini terdapat banyak keluhan yang ditunjukkan melalui hasil wawancara dan kuesioner NBM. Nilai resiko yang tinggi juga didapatkan dalam evaluasi postur kerja dengan menggunakan RULA. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan rancangan alat bantu yang dapat memperbaiki postur kerja dan mengurangi interaksi dengan zat kimia pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna. Tahap pertama identifikasi keluhan dan harapan operator melalui wawancara dan hasilnya diterjemahkan menjadi kebutuhan dan menjadi konsep perancangan alat. Tahap kedua adalah penentuan fitur dan ide perancangan. Tahap ketiga pengambilan data antropometri pekerja. Tahap keempat spesifikasi detail perancangan. Tahap kelima perhitungan beban yang ditanggung operator. Tahap akhirnya adalah perhitungan RULA pada hasil perancangan. Penelitian ini juga memasukkan estimasi biaya. Hasil penelitian ini adalah desain alat bantu yang dapat mengurangi interaksi operator dengan zat kimia, serta perbaikan pada postur kerja yang ditunjukkan melalui hasil evaluasi RULA. Produk ini akan dibuat dengan proyeksi biaya sebesar Rp 4.105.000,00.
Kata kunci: Alat bantu, batik, pencelupan dan penguncian warna, RULA xix + 115 halaman; 56 gambar; 30 tabel; 6 lampiran Daftar Pustaka: 16 (1975-2010)
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Rosvita Febrina Daranindra, NIM: I 1306018. THE DESIGN OF AIDEDTOOL FOR BATIK DYEING PROCESS AND COLOR LOCKING IN ORDER TO REDUCE CHEMICAL SUBSTANCE INTERACTION AND TO IMPROVE WORKING POSTURE (Case Study: Batik Brotoseno Company, Masaran, Sragen). Final Assignment. Surakarta: Department of Industrial Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Sebelas Maret, October 2010.
In the area of batik production in Batik Brotoseno Company, the three worker did the dyeing process and locking dye color with irritated chemicals substance interacting. Operators also have to dip the batik with a bended standing position. As a result of this activity there are many complaints these were shown through interviews and questionnaires NBM. High risk value is also obtained in the evaluation of working posture using RULA. The purpose of this research was to produce design tool which can improve working posture and reduce interaction with chemicals in the dyeing process and locking the color. The former stage of this research is the identification of complaint and expectations of the operator through the interviews. Then the result was translated into the need and the concept of design tools. The second stage is the determination of the features and design ideas. The third stage is detailed design specification generation. The fifth stage is the calculation of the burden borne by the operator. The finally stage is calculations of RULA design. This research also included cost estimation. The results of this study is the design of aided tool that can reduce the operator interaction with the chemical, as well as improvements in working posture demonstrated by the results of the RULA evaluation. This product would also be promising with the projecting cost of Rp 4.105.000,00.
Keywords: Aided tool, batik, dyeing and color locking, RULA xix+ 115 pages, 56 pictures, 30 tables, 6 appendices References: 17 (1975-2010)
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
LEMBAR VALIDASI
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH
iv
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
v
KATA PENGANTAR
vi
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xix
BAB I
PENDAHULUAN
I-1
1.1 Latar Belakang Penelitian
I-1
1.2 Perumusan Masalah
I-3
1.3 Tujuan Penelitian
I-3
1.4 Manfaat Penelitian
I-4
1.5 Batasan Masalah
I-4
1.6 Asumsi Penelitian
I-4
1.7 Sistematika Penulisan
I-4
TINJAUAN PUSTAKA
II-1
2.1. Gambaran Umum Perusahaan Batik Brotoseno
II-1
BAB II
2.1.1. Profil Perusahaan
II-1
2.1.2. Jenis-Jenis Batik
II-2
2.1.3. Bahan Baku Pembuatan Batik Tulis
II-3
2.1.4. Peralatan Pembuatan Batik Tulis
II-4
2.1.5. Proses Produksi Batik Tulis
II-4
2.1.6. Zat Pewarna Batik commit to user
II-7
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2. Bahaya Bahan Kimia Di Tempat Kerja
II-10
2.2.1. Interaksi Bahan Kimia
II-11
2.2.2. Proses Zat Kimia Dalam Tubuh
II-11
2.2.3. Efek Terhadap Kesehatan
II-12
2.2.4. Prinsip Pencegahan/Pengendalian Bahan Kimia
II-13
2.3. Pengertian Ergonomi
II-14
2.3.1. Desain Dan Ergonomi
II-15
2.3.2. Pendekatan Ergonomis Dalam Perancangan Desain Kerja
II-17
2.3.3. Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Berdiri
II-18
2.4. Nordic Body Map (NBM)
II-19
2.5. Antropometri dalam Ergonomi
II-20
2.5.1. Pengertian Antropometri
II-21
2.5.2. Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia.
II-25
2.5.3. Dimensi Anthropometri Umum
II-27
2.5.4. Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan Produk/Fasilitas Kerja
II-31
2.6. Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
II-33
2.7. Mekanika Konstruksi
II-40
2.7.1. Statika
II-40
2.7.2. Gaya
II-41
2.7.3. Massa Jenis
II-44
2.7.4. Berat Benda
II-45
2.8. Penelitian Sebelumnya
II-45
BAB III METODE PENELITIAN
III-1
3.1. Penentuan Tempat dan Waktu Penelitian
III-2
3.2. Pengumpulan Data Bak Pencelup Kain Awal
III-3
3.3. Pengambilan Foto Postur Kerja Operator dan Perhitungan RULA Awal
III-3
commit user 3.4. Wawancara Operator dantoPemberian Kuesioner Nordic
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Body Map
III-3
3.5. Identifikasi Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator
III-4
3.6. Fitur dan Ide Rancangan
III-4
3.7. Pengumpulan Data Anthropometri Pekerja
III-4
3.8. Penentuan Spesifikasi Detail Perancangan
III-5
3.8.1
Detail Desain
III-5
3.8.2
Penentuan Spesifikasi Geometri Rancangan
III-5
3.8.3
Penentuan Material Perancangan
III-6
3.9. Penghitungan Beban Yang Ditanggung Operator
III-6
3.10. Perhitungan RULA pada Hasil Perancangan
III-6
3.11. Rancangan Akhir
III-7
3.12. Pembuatan Prototipe Hasil Rancangan
III-7
3.13. Estimasi Biaya
III-7
3.14. Analisa dan Interpretasi Hasil
IV-7
3.15. Kesimpulan dan Saran
IV-8
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Pengumpulan Data
IV-1 IV-1
4.1.1 Data Bak Pencelup Kain Batik Awal
IV-1
4.1.2 Keperluan Perancangan Alat Bantu Pada Bak Pencelup Kain
IV-5
4.2. Pengolahan Data
IV-8
4.2.1 Fitur dan Ide Rancangan
IV-8
4.2.2 Data Antropomentri Pekerja
IV-12
4.2.3 Penentuan Spesifikasi Detail Perancangan
IV-14
4.2.4 Perhitungan Beban Yang Ditanggung Operator
IV-30
4.2.5 Perhitungan RULA Pada Hasil Perancangan
IV-32
4.2.6 Pembuatan Prototipe Hasil Rancangan
IV-40
4.2.7 Estimasi Biaya Rancangan
IV-42
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL 5.1. Analisis Rancangan Alat Bantu commitAlat to user 5.2.1 Detail Rancangan Bantu
xii
V-1 V-1 V-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5.2.2 Spesifikasi Geometri Alat Bantu
V-2
5.2.3 Material Perancangan
V-3
5.2.4 Usulan Bak Pencelup Kain
V-4
5.2.5 Prototipe Rancangan Alat Bantu
V-4
5.2.6 Kelebihan dan Kelemahan Alat Bantu
V-7
5.2. Analisis Beban yang Ditanggung Operator
V-9
5.3. Analisis Perbandingan Postur Kerja
V-9
5.4. Analisis Biaya
V-11
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
VI-1
6.1. Kesimpulan
VI-1
6.2. Saran
VI-1
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Kuesioner Nordic Body Map
L-2
Hasil Kuesioner Nordic Body Map
L-4
Pertanyaan Terbuka
L-5
Hasil Perhitungan RULA
L-7
RULA Employee Assessment Worksheet
L-10
Perhitungan manual jangkauan tangan ke atas dan jangkauan tangan ke bawah
L-12
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Kuesioner Nordic Body Map
II-20
Tabel 2.2
Pengukuran dimensi tubuh
II-30
Tabel 2.3
Skor bagian lengan atas (upper arm)
II-34
Tabel 2.4
Skor bagian lengan bawah (Lower arm)
II-34
Tabel 2.5
Skor pergelangan tangan (wrist)
II-35
Tabel 2.6
Skor bagian leher (Neck)
II-36
Tabel 2.7
Skor bagian batang tubuh (Trunk)
II-36
Tabel 2.8
Skor bagian kaki (Legs)
II-36
Tabel 2.9
Score Grup A
II-37
Tabel 2.10 Score Grup B
II-38
Tabel 2.11 Grand score
II-38
Tabel 2.12 Kategori tindakan berdasarkan grand score
II-39
Tabel 4.1
Keluhan operator pada proses pencelupan
IV-7
Tabel 4.2
Harapan Operator
IV-7
Tabel 4.3
Keluhan, harapan dan kebutuhan operator
IV-8
Tabel 4.4
Fitur rancangan alat bantu
IV-9
Tabel 4.5
Ide rancangan alat bantu
IV-10
Tabel 4.5
Ide rancangan alat bantu (lanjutan)
IV-11
Tabel 4.6
Data Anthropometri Operator
IV-12
Tabel 4.7
Rekapitulasi hasil perhitungan data antropometri
IV-13
Tabel 4.8
Komponen penyusun alat bantu pencelup kain batik
IV-16
Tabel 4.9
Rekapitulasi ukuran alat bantu pencelup kain batik
IV-22
Tabel 4.10 Tabel Penilaian RULA pada postur awal untuk operator terpendek
IV-34
Tabel 4.11 Tabel Penilaian RULA pada postur awal untuk operator tertinggi
IV-35
Tabel 4.12 Tabel Penilaian RULA pada postur tubuh saat menarik tongkat kendali
IV-38
commit user tubuh saat mengulur Tabel 4.13 Tabel Penilaian RULA padato postur
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tongkat
IV-40
Tabel 4.14 Estimasi Biaya Rancangan
IV-42
Tabel 5.1
Perbandingan kondisi kerja awal dan setelah perancangan
V-2
Tabel 5.2
Perbandingan hasil RULA sebelum dan sesudah perancangan
Tabel 5.3
V-10
Biaya Pembuatan Produk
V-12
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Skema proses produksi batik
II-6
Gambar 2.2
Skema design management
II-17
Gambar 2.3
Nordic Body Map
II-19
Gambar 2.4
Ukuran tubuh manusia yang sering digunakan untuk merancang produk
II-22
Gambar 2.5
Antropometri Struktural Posisi Berdiri dan Duduk
II-23
Gambar 2.6
(a,b) Antropometri Fungsional/dinamis
II-24
Gambar 2.7
Anthropometri untuk perancangan produk atau fasilitas
II-28
Gambar 2.8
Postur tubuh bagian lengan atas (Upper arm)
II-34
Gambar 2.9
Postur tubuh bagian lengan bawah (Lower arm)
II-34
Gambar 2.10 Postur tubuh bagian pergelangan tangan (wrist)
II-35
Gambar 2.11 Postur tubuh bagian leher (Neck)
II-35
Gambar 2.12 Postur tubuh bagian batang tubuh (Trunk)
II-36
Gambar 2.13 Sistem Penilaian RULA
II-39
Gambar 2.14 Tumpuan rol
II-40
Gambar 2.15 Tumpuan sendi
II-41
Gambar 2.16 Tumpuan jepit
II-41
Gambar 2.17 Sketsa prinsip statika kesetimbangan
II-42
Gambar 2.18 Sketsa shearing force diagram
II-43
Gambar 2.19 Sketsa normal force
II-43
Gambar 2.20 Sketsa moment bending (+)
II-43
Gambar 2.21 Landasan Sketsa moment bending (-)
II-44
Gambar 2.22 Landasan arah kanan
II-44
Gambar 2.23 Landasan arah kiri
II-44
Gambar 3.1
Metode penelitian
III-1
Gambar 3.1
Metode penelitian (Lanjutan)
III-2
Gambar 4.1
Bak pencelup kain di Perusahaan Batik Brotoseno
Gambar 4.2
(a) Bak Kayu (b) Tongkat penahan kain commit to di user Dimensi bak pencelup kain Perusahaan Batik Brotoseno
xvi
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(a) Bak tampak depan, (b) Bak tampak samping (c) Bak tampak atas Gambar 4.3
IV-3
Posisi pencelupan kain di bak kayu pada stasiun pewarnaan (a) Pencelupan oleh operator ke-1 (b) Pencelupan oleh operator ke-2
IV-6
Gambar 4.4
Postur tubuh operator saat membersihkan bak kayu
IV-6
Gambar 4.5
Sketsa fitur rancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik
IV-11
Gambar 4.6
Sketsa usulan pada bak pencelup kain batik
IV-12
Gambar 4.7
Postur tubuh operator saat menjangkau ke atas dan ke bawah
Gambar 4.8
IV-13
Usulan perbaikan pada ukuran dan pelapis bak (a)Posisi keseluruhan bak pencelup kain (b) bak pencelup kain tampak depan (c) bak pencelup kain tampak atas (d) bak
Gambar 4.9
pencelup kain tampak samping
IV-24
Desain rancangan alat bantu pencelup kain batik
IV-25
Gambar 4.10 Desain rancangan alat bantu tampak depan
IV-25
Gambar 4.11 Desain rancangan alat bantu tampak samping
IV-26
Gambar 4.12 Desain rancangan alat bantu tampak atas
IV-26
Gambar 4.13 Desain alat bantu pada bak pencelup kain batik (posisi normal)
IV-27
Gambar 4.14 Desain alat bantu pada bak pencelup kain batik (posisi tarikan maksimal)
IV-27
Gambar 4.15 Detail komponen alat bantu pada bak pencelup kain
IV-28
Gambar 4.16 Bill Of Materials
IV-29
Gambar 4.17 Kondisi pembebanan pada rancangan alat bantu
IV-30
Gambar 4.18 Diagram benda bebas pulley
IV-31
Gambar 4.19 Perbandingan posisi awal pengoperasian alat untuk operator tertinggi dan terendah. (a) Operator terendah, (b) Operator tertinggi commit tosudut user postur kerja pada posisi Gambar 4.20 Perbandingan perhitungan
xvii
IV-33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
awal pengoperasian alat. (a) Postur operator terpendek, (b) Postur operator tertinggi
IV-34
Gambar 4.21 RULA Scoring untuk postur awal untuk operator tependek
IV-35
Gambar 4.22 RULA Scoring untuk postur awal untuk operator tependek
IV-36
Gambar 4.23 Posisi pengoperasian alat saat menarik tongkat kendali
IV-37
Gambar 4.24 Perhitungan sudut postur kerja pada saat menarik tongkat kendali
IV-37
Gambar 4.25 RULA Scoring untuk postur tubuh saat menarik tongkat kendali
IV-38
Gambar 4.26 Posisi pengoperasian alat saat mengulur tongkat kendali
IV-39
Gambar 4.27 Perhitungan sudut postur kerja pada saat mengulur tongkat kendali
IV-39
Gambar 4.28 RULA Scoring untuk postur tubuh saat mengulur tongkat kendali
IV-40
Gambar 4.29 Prototipe Rancangan Alat Bantu
IV-41
Gambar 4.30 Prototipe Usulan Bak Pencelup Kain
IV-41
Gambar 5.1
Perbedaan antara Rancangan dan Miniatur Alat Bantu. (a) Hasil Rancangan Alat Bantu (b) Hasil Miniatur Alat
Gambar 5.2
Bantu
V-5
Stopper tongkat kendali pada miniatur alat bantu.
V-7
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran L1.1
Kuesioner Nordic Body Map
L-2
Lampiran L1.2
Hasil Kuesioner Nordic Body Map
L-4
Lampiran L1.3
Pertanyaan Terbuka
L-5
Lampiran L2.1
Hasil Perhitungan RULA
L-7
Lampiran L2.2
RULA Employee Assessment Worksheet
L-10
Lampiran L3.1
Perhitungan manual jangkauan tangan ke atas dan jangkauan tangan ke bawah
commit to user
xix
L-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika pembahasan. 1.1
LATAR BELAKANG Ergonomi merupakan disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaannya, untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik. Hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok, aman, nyaman dan sehat. Kabupaten Sragen merupakan salah satu sentra industri batik yang ada di Karesidenan Surakarta. Perusahaan Batik “Brotoseno” merupakan salah satu perusahaan batik yang terdapat di kabupaten ini. Perusahaan ini menghasilkan kerajinan batik yang meliputi batik tulis, cap (full print), dan kombinasi. Di area produksi batik tulis terdapat dua stasiun kerja yaitu pembatikan dan pewarnaan. Dari penelitian awal yang dilakukan di stasiun pewarnaan, didapatkan informasi bahwa di stasiun ini terdapat 3 orang operator, dengan jam kerja selama 7 jam/hari. Kegiatan pewarnaan dilakukan setiap hari, dengan jumlah kain yang diwarnai sekitar 100 – 150 lembar/hari. Khusus pada saat proses pencelupan pada zat warna dan penguncian warna, digunakan dua buah bak yang terbuat dari kayu dengan bentuk dan mekanisme penggunaan yang sama. Berdasarkan pengamatan terhadap metode kerja yang dilakukan, setiap proses harus dilakukan oleh dua orang operator. Setiap operator akan memegang salah satu ujung kain, kemudian operator akan mencelupkan kain secara bergantian dari ujung ke ujung. Untuk setiap lembar kain, tiap operator harus mencelupkan tangan ke bak sebanyak 5 to user waktu sekitar 4 jam dari total 15 kali. Proses pencelupan kaincommit membutuhkan
I-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keseluruhan proses pewarnaan per hari. Karena proses-proses tersebut membutuhkan minimal 2 orang operator, maka proses tidak akan berjalan secara parallel dengan jumlah operator saat ini. Lebih jauh lagi jika hanya 1 operator yang hadir, proses pewarnaan ini akan terhenti total. Bak kayu pertama berisi zat pewarna kimia, sedangkan bak ke dua berisi larutan pembangkit dan pengunci warna. Perusahaan ini lebih memilih menggunakan pewarna kimia, karena pewarnaan dengan pewarna kimia memiliki beberapa keunggulan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk proses pewarnaan menggunakan pewarna kimia lebih cepat dari pada menggunakan pewarna alami, warna yang dihasilkan lebih cerah dan homogen, variasi warna lebih banyak, harganya lebih murah, ketersediaan warna tidak terbatas dan batik dengan pewarna kimia lebih stabil warnanya. Pewarna kimia yang digunakan terdiri dari 2 jenis yaitu zat warna napthol dan zat warna indigosol. Zat warna napthol merupakan campuran dari Napthol, Turkis Red Oil (TRO), Kostik Soda (NaOH) dan air. Sedangkan zat warna indigosol merupakan campuran dari Indigosol, Natrium Nitrit (NaNO2), TRO, dan air. Pewarna napthol harus dibangkitkan dan dikunci dengan larutan garam, sedangkan pewarna indigosol menggunakan campuran Asam Klorida (HCL) dan air. Pada saat pencelupan di bak yang berisi zat pewarna kimia, operator tidak dilengkapi dengan alat pelindung khusus, sehingga tangan mereka harus berinteraksi langsung dengan dengan zat kimia, sedangkan pada proses penguncian warna, operator dilengkapi alat pelindung berupa sarung tangan plastik. Berdasarkan wawancara dengan ketiga operator yang melakukan aktivitas ini, operator mengeluhkan kulit tangan menjadi perih, gatal, panas dan pecahpecah setelah melakukan aktivitas ini. Kondisi ini tentu perlu dicermati, karena membahayakan operator dan tidak memenuhi aspek K3. Berdasarkan buku pedoman teknis upaya kesehatan kerja bagi perajin, pemaparan bahan-bahan kimia terhadap kulit dapat mengakibatkan gangguan berupa iritasi serta allergi dengan gejala gatal-gatal, kulit kering dan kemerah-merahan, dan pecah-pecah, kerusakan kulit seperti ini akan memudahkan masuknya zat-zat kimia terutama yang bersifat toksik kedalam tubuh (DEPKES, 2002). commit to user
I-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selain kondisi interaksi dengan zat kimia, postur tubuh operator saat proses pencelupan juga menyebabkan keluhan ketidaknyamanan pada operator. Berdasarkan hasil Nordic Body Map (NBM) yang diberikan kepada operator, operator merasakan keluhan ketidaknyamanan di beberapa segmen tubuh yaitu pada bagian leher, pundak, pinggang, pinggul, pergelangan tangan, jari-jari tangan, serta paha. Sedangkan berdasarkan postur tubuh operator pada saat mencelupkan kain di bak, terdapat postur kerja yang mengindikasikan terjadinya cedera otot. Postur kerja operator pada saat melakukan proses ini adalah berdiri dengan postur tubuh membungkuk. Hal ini dibuktikan dengan identifikasi postur kerja pada posisi operator saat proses pencelupan di bak dengan mengunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA). Berdasarkan penilaian dengan menggunakan metode RULA didapatkan hasil bahwa postur operator pada saat proses pencelupan kain di bak pencelup mendapat nilai 7 dengan level resiko sangat tinggi dan perlu dilakukan perbaikan sekarang juga. Berdasarkan hasil penelitian awal, untuk mengatasi masalah keluhan akibat interaksi dengan zat kimia, ketidaknyamanan pada postur kerja, dan sekaligus dapat meningkatkan utilitas operator, diperlukan perancangan alat bantu pada bak pencelupan kain batik dengan memperhatikan aspek ergonomi. Sebagai upaya untuk untuk mengurangi interaksi dengan zat kimia dan memperbaiki postur kerja. 1.2
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan
masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana merancang alat bantu pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna, untuk mengurangi interaksi dengan zat kimia dan memperbaiki postur kerja para pekerja di Perusahaan Batik “Brotoseno”. 1.3
TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menghasilkan
rancangan alat bantu yang dapat memperbaiki postur kerja para pekerja dan commit to user
I-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengurangi interaksi dengan zat kimia pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna. 1.4
MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diberikan oleh penelitian ini adalah alat bantu yang
dirancang dapat memperbaiki keselamatan dan kesehatan kerja operator di stasiun pewarnaan batik tulis, khususnya pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna. 1.5
BATASAN MASALAH Agar lingkup penelitan ini menjadi lebih jelas dan lebih fokus maka
diperlukan adanya pembatasan masalah. Adapun batasan masalah dari penelitian ini, sebagai berikut: 1. Lebar maksimal kain batik yang digunakan untuk dasar perancangan alat bantu adalah 1,15 m. 2. Pembahasan dari aspek mekanika teknik lebih mengutamakan ke masalah mekanisme sistem dan interaksi gaya antara alat bantu dan operator, belum membahas tentang kekuatan material. 1.6
ASUMSI PENELITIAN Asumsi penelitian diperlukan untuk menyederhanakan permasalahan yang
diteliti. Adapun asumsi yang digunakan, sebagai berikut: 1. Keluhan operator murni karena adanya permasalahan kondisi kerja terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja. 2. Postur kerja yang dinilai adalah postur sesuai dengan kondisi kerja saat itu. 1.7
SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan
penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika penulisan, sebagai berikut :
commit to user
I-4
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I
digilib.uns.ac.id
: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian mengenai perancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik di Perusahaan Batik “Brotoseno”.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis. Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan, pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis. BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi data-data dan informasi yang diperlukan untuk menganalisis permasalahan, kemudian dilakukan pengolahan data secara bertahap berdasarkan metodologi yang telah ditentukan. BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini memuat uraian analisis dan intepretasi dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan. BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian.
commit to user
I-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian, sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisa permasalahan yang ada. 2.1
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BATIK BROTOSENO Pada sub bab ini akan dijelaskan tentang profil perusahaan, jenis-jenis
batik, bahan baku, peralatan, dan proses produksi pada Perusahaan Batik ”Brotoseno”. 2.1.1
Profil Perusahaan Perusahaan Batik Brotoseno berawal dari usaha rumahan yang dijalankan
oleh Bapak Soeparjan beberapa dasawarsa yang lalu tepatnya pada tahun 1975. Tongkat estafet kepemimpinan pada tahun 1997, diserahkan kepada putranya yaitu Bapak H. Eko Suprihono, SE. Perusahaan ini berkantor pusat di Jln. Raya Solo - Sragen Km. 18 Sragen - Jawa Tengah, sedangkan work shop-nya berlokasi di Kuyang - Kliwonan – Masaran, Sragen - Jawa Tengah. Dibawah kepemimpinan Bapak H. Eko Suprihono, SE, Batik Brotoseno semakin berkembang, dan kini menjadi sebuah perusahaan batik yang diperhitungkan di kancah perbatikan. Produk-produk yang dihasilkan meliputi batik tulis, batik cap/fullprint, dan batik kombinasi. Ketiganya dijual dalam bentuk jarik, pakaian wanita dan pria, bahan/kain, selendang, dan lain-lain. Saat ini Batik Brotoseno memiliki dua show room, yaitu di Sragen dan Jakarta. Batik Brotoseno senantiasa membuka diri untuk bekerjasama dengan perorangan ataupun intitusi dalam beberapa hal, yaitu:
commit to user
II-1
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
Penjualan dan Distribusi Batik Brotoseno melayani penjualan retai atau skala grosir di semua showroom. Bagi yang berasal dari luar daerah ataupun luar negeri dapat melalui Griya Batik Brotoseno Online.
b.
Pelatihan Membatik Sebagai bentuk partisipasi dalam melestarikan budaya nasional khususnya batik, Batik Brotoseno menawarkan diri untuk pelatihan membatik untuk sekolah-sekolah maupun intitusi swasta atau pemerintah.
c.
Pengadaan Produk Batik Batik Brotoseno telah cukup berpengalaman dalam menangani order-order produk batik untuk seragam sekolah,intitusi pemerintah maupun intitusi swasta. Batik Brotoseno mempekerjakan 100 orang karyawan tetap, 250 orang
karyawan borongan, dan 30 orang mitra. Jam kerja reguler selama 7 jam, mulai dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00 dengan waktu istirahat selama 1 jam pada pukul 12.00 hingga pukul 13.00. Kapasitas produksi per bulan yaitu 13.000 meter untuk batik handprinting, 5000 potong untuk batik kombinasi, dan 1500 potong untuk batik tulis. Perusahaan ini tidak hanya memasarkan produknya di dalam negeri, namun juga telah merambah ke luar negeri, antara lain Jepang, Singapura, Malaysia, Brunei, dan Australia. Perusahaan ini juga aktif mengikuti pameran-pameran, baik pameran skala daerah, nasional maupun skala internasional. Dalam menjalankan usahanya Batik Brotoseno senantiasa menganggap pengusaha sejenis adalah kawan bukan lawan, dengan demikian tidak akan terjadi persaingan dengan cara yang kurang sehat. 2.1.2
Jenis-Jenis Batik Batik Brotoseno menghasilkan tiga jenis batik berdasarkan proses
pembuatanya yaitu: commit to user
II-2
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
Batik Tulis Batik tulis/Batik Carik yaitu kain batik yang proses pengerjaannya menggunakan alat canting untuk memindahkan lilin cair pada permukaan kain guna menutupi bagian-bagian tertentu yang dikehendaki agar tidak terkena zat warna. Yang sebelumnya kain tersebut sudah digambar dengan pensil terlebih dahulu.
b.
Batik Cap (Full print) Batik Cap yaitu kain batik yang pengerjaannya dilakukan dengan cara mencapkan batik cair pada kain dengan alat cap berbentuk stempel dari plat tembaga sekaligus memindahkan pola ragam hias.
c.
Batik Kombinasi Batik Kombinasi yaitu kain batik yang proses pengerjaanya
merupakan
kombinasi antara batik tulis dan batik cap/ full print. 2.1.3
Bahan Baku Pembuatan Batik Tulis Jenis kain yang biasanya digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan
batik tulis adalah: -
Katun
-
Sutra Sifon
-
Sutra (ATBR)
-
Organdi
-
Sutra Super
-
Serat Nanas
-
Sutra Krep
-
Baron
Ukuran kain adalah: -
Panjang
: + 1 – 2,75 meter
-
Lebar
: + 1 – 1,15 meter
Bahan tambahan yang digunakan untuk proses pembuatan batik tulis yaitu: -
Zat Warna
-
Kaporit
-
Soda Ash
-
Sabun
-
Malam/lilin
-
Natrium hidrosulfit
- Air untuk proses dan sanitasi commit to user - Kaustik soda
II-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
-
Asam cuka
-
Kanji
-
Minyak tanah
-
Bensin
2.1.4
Peralatan Pembuatan Batik Tulis Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan batik tulis antara lain
adalah: a.
Pisau dan gunting.
b.
Kompor.
c.
Canting tulis. Canting adalah alat pokok untuk membatik yang dapat menentukan kriteria suatu hasil kerja apakah bisa disebut batik atau bukan batik. Canting terbuat dari tembaga. Gunanya untuk melukis ( memakai cairan “malam” ), membuat motif-motif batik yang dikehendaki. Canting terdiri dari cucuk (saluran kecil), dan leleh (tangki).
d.
Wajan untuk memasak lilin.
e.
Meja Colet.
f.
Gawangan. Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan kain sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu ringan dan kuat agar mudah dipindah-pindah.
g.
Kursi pembatik.
h.
Bak air dari beton ukuran 1x2 meter.
i.
Bak kayu untuk proses pencelupan.
j.
Dapur dengan bahan bakar minyak tanah serta pelengkapnya.
2.1.5
Proses Produksi Batik Tulis Proses membatik adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan dalam
membuat batik, mulai dari menyiapkan kain dasar (kain polos ) sampai menjadi kain batik yang siap digunakan sesuai keperluan (Siswanti, 2007). Proses kerja di Industri batik tulis secara umum meliputi empat proses utama yaitu: commit to user
II-4
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
Persiapan awal Persiapan awal proses pembatikan yaitu: - Kain dipotong sesuai dengan ukuran yang ditentukan. - Kemudian kain dicuci dengan direndam selama 12-24 jam. Proses perendaman dapat juga dikerjakan dalam larutan alkali encer dingin untuk mempercepat waktu perendaman dan agar kain mempunyai daya serap lebih baik terhadap zat warna.
b.
Proses Pembatikan (Peletakan lilin batik) Proses peletakan lilin batik yaitu: - Setelah proses perendaman kain dikeringkan. - Kain digambar menurut motif yang ditentukan. - Kemudian dilakukan pelekatan lilin batik pada kain dengan canting tulis, menggunakan lilin batik.
c.
Pewarnaan Proses pewarnaan batik dilakukan dengan dua cara yaitu: - Coletan Mencolet/Coletan adalah memberi warna pada kain batik setempat dengan larutan zat warna yang dikuaskan/dilukiskan dimana warna daerah yang diwarnai itu dibatasi oleh garis-garis lilin sehingga warna tidak merembet pada daerah lain. Zat warna yang sering digunakan zat warna rapid/indigosol. - Pencelupan Proses pencelupan diawali dengan proses pencucian kain yang telah diberi lilin di dalam air sabun, pencelupan pada zat warna, kemudian penguncian warna dan dilanjutkan proses pencucian di air soda ash dan air biasa. Berdasarkan pengamatan dilapangan, proses pewarnaan diawali dengan proses mencolet pada detail-detail tertentu, membasahi kain yang di dalam air sabun, pencelupan pada zat warna, kemudian penguncian warna dan dilanjutkan proses pencucian di air soda dan air biasa. Proses ini dilakukan to userlembar kain. sebanyak tiga kali perulangancommit untuk setiap
II-5
perpustakaan.uns.ac.id
d.
digilib.uns.ac.id
Penghilangan lilin batik Setelah proses pewarnaan selesai kemudian masuk ke proses penghilangan lilin batik, proses ini disebut proses nglorod yaitu menghilangkan lilin secara keseluruhan dengan cara pendidihan didalam air panas sehingga lilin meleleh dan lepas dari kain. Untuk lebih jelasnya proses produksi pembuatan batik dapat dilihat pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1 Skema commitproses to userproduksi batik
Sumber: Perusahaan Batik ”Brotoseno”, 2010
II-6
perpustakaan.uns.ac.id
2.1.6
digilib.uns.ac.id
Zat Pewarna Batik Yang dimaksud pewarna atau zat pewarna batik adalah zat warna tekstil
yang dapat digunakan dalam proses pewarnaan batik baik dengan cara pencelupan maupun coletan pada suhu kamar sehingga tidak merusak lilin sebagai perintang warnanya. Berdasarkan sumbernya/asalnya zat pewarna batik dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: a.
Pewarna alami Zat warna yang diperoleh dari alam/ tumbuh-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar zat pewarna alam tidak pudar dan dapat menempel dengan baik, proses pewarnaannya didahului dengan mordanting yaitu memasukkan unsur logam ke dalam serat (Tawas/Al). Bahan pewarna alam yang bisa digunakan untuk tekstil dapat diambil pada tumbuhan bagian Daun, Buah, Kuli kayu, kayu atau bunga. Ada tiga tahap proses pewarnaan alam yang harus dikerjakan yaitu: proses mordanting (proses awal/pretreatment), proses pewarnaan (pencelupan), dan proses fiksasi (penguatan warna).
b.
Pewarna buatan/pewarna sintetis Zat wana kimia mudah diperoleh, stabil dan praktis pemakaiannya. Zat Warna sintetis dalam tekstil merupakan turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, toluena, naftalena dan antrasena diperoleh dari ter arang batubara (coal, tar, dyestuff) yang merupakan cairan kental berwarna hitam dengan berat jenis 1,03 - 1,30 dan terdiri dari despersi karbon dalam minyak. Minyak tersebut tersusun dari beberapa jenis senyawa dari bentuk yang paling sederhana misalnya benzena (CH) sampai bentuk yang rumit mialnya 6 6 krisena (CH) dan pisena (CH). Adapun zat warna yang biasa dipakai untuk mewarnai batik antara lain:
commit to user
II-7
perpustakaan.uns.ac.id
-
digilib.uns.ac.id
Zat warna reaktif Zat warna reaktif umumnya dapat bereaksi dan mengadakan ikatan langsung dengan serat sehingga merupakan bagian dari serat tersebut. Jenisnya cukup banyak dengan nama dan struktur kimia yang berbeda tergantung pabrik yang membuatnya. Salah satu yang saat ini sering digunakan untuk pewarnaan batik adalah Remazol. Ditinjau dari segi teknis praktis pewarnaan batik dengan remazol dapat digunakan secara pencelupan, coletan maupun kuwasan. Zat warna ini mempunyai sifat antara lain : larut dalam air, mempunyai warna yang briliant dengan ketahanan luntur yang baik, daya afinitasnya rendah, untuk memperbaiki sifat tersebut pada pewarnaan batik diatasi dengan cara kuwasan dan fixasi menggunakan Natrium silikat. Nama dagang zat warna teraktif, sebagai berikut: 1) Procion (produk dari I.C.I) Drimarine (produk Sandoz) 2) Cibacron (produk Ciba Geigy) Primazine (produk BASF) 3) Remazol (produk Hoechst) Levafix (produk Bayer)
-
Zat warna indigosol Zat warna indigosol adalah jenis zat warna Bejana yang larut dalam air. Larutan zat warnanya merupakan suatu larutan berwarna jernih. Pada saat kain dicelupkan ke dalam larutan zat warna belum diperoleh warna yang diharapkan. Setelah dioksidasi/dimasukkan ke dalam larutan asam (HCl atau H2SO4) akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan dalam pewarnaan dengan zat warna indigosol adalah Natrium Nitrit (NaNO2) sebagai oksidator. Warna yang dihasilkan cenderung warna-warna lembut/pastel. Dalam pembatikan zat warna indigosol dipakai secara celupan maupun coletan. Jenis warna Indigosol antara lain: Indigosol Yellow, Indigosol Green IB , Indigosol Yellow JGK, Indigosol Blue 04B , Indigosol Orange HR, Indigosol Grey IBL, Indigosol IR, Indigosol Brown IBR, Indigosol commitPink to user
II-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Violet ARR, Indigosol Brown IRRD Indigosol Violet 2R
Indigosol
Violet IBBF. -
Zat warna napthol Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk melarutkannya diperlukan zat pembantu kostik soda. Pencelupan naphtol dikerjakan dalam 2 tingkat. Pertama pencelupan dengan larutan naphtolnya sendiri (penaphtolan). Pada pencelupan pertama ini belum diperoleh warna atau warna belum timbul, kemudian dicelup tahap kedua/dibangkitkan dengan larutan garam diazodium akan diperoleh warna yang dikehendaki. Tua muda warna tergantung pada banyaknya naphtol yang diserap oleh serat. Dalam pewarnaan batik zat warna ini digunakan untuk mendapatkan warna-warna tua/dop dan hanya dipakai secara pencelupan. Naptol yang banyak dipakai dalam pembatikan antara lain: Naptol AS-G, Naptol AS-LB, Naptol AS-BO, Naptol AS-D, Naptol AS , Naptol AS.OL, Naptol AS-BR, Naptol AS.BS, Naptol AS-GR Garam diazonium yang dipakai dalam pembatikan antara lain: Garam Kuning GC, Garam Bordo GP, Garam Orange GC, Garam Violet B, Garam Scarlet R , Garam Blue BB, Garam Scarlet GG, Garam Blue B, Garam Red 3 GL, Garam Black B, Garam Red B
-
Zat warna rapid Zat warna ini adalah naphtol yang telah dicampur dengan garam diazodium dalam bentuk yang tidak dapat bergabung (koppelen). Untuk membangkitkan warna difixasi dengan asam sulfat atau asam cuka. Dalam pewarnaan batik, zat warna rapid hanya dipakai untuk pewarnaan secara coletan.
commit to user
II-9
perpustakaan.uns.ac.id
2.2
digilib.uns.ac.id
BAHAYA BAHAN KIMIA DI TEMPAT KERJA Bahan berbahaya khususnya bahan kimia adalah bahan-bahan yang pada
suatu kondisi tertentu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, pada setiap tingkat pekerjaan yang dilakukan (penyimpanan, pengangkutan, penggunaan, pembuatan dan pembuangan). Secara umum, bahan-bahan kimia berbahaya dapat dikelompokkan menjadi : 1.
Bahan kimia mudah meledak Bahan kimia berupa padatan atau cairan, ataupun campurannya yang sebagai akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan, panas, dll) menjadi bentuk gas yang berlangsung dalam proses yang relative singkat disertai dengan tenaga perusakan yang besar, pelepasan tekanan yang besar serta suara yang keras.
2.
Bahan kimia mudah terbakar Bahan kimia apabila mengalami suatu reaksi oksidasi pada suatu kondisi tertentu, akan menghasilkan nyala api.
3.
Bahan kimia beracun Bahan kimia dalam jumlah relative sedikit, dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian, apabila terabsorbsi tubuh manusia melalui injeksi.
4.
Bahan kimia korosif Bahan kimia meliputi senyawa asam-asam alkali dan bahan-bahan kuat lainnya, yang sering mengakibatkan kerusakan logam-logam bejanan atau penyimpannya. Senyawa alkali dapat menyebabkan luka bakar pada tubuh, merusak mata, merangsang kulit dan system pernafasan.
5.
Bahan kimia oksidator Bahan kimia yang sangat reaktif untuk memberikan oksigen, yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran dengan bahan-bahan lainnya. commit to user
II-10
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
Bahan kimia reaktif Bahan kimia yang sangat mudah bereaksi dengan bahan-bahan lainnya, disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas yang mudah terbakar atau keracunan atau korosi.
7.
Bahan kimia radioaktif Bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan sinar-sinar radioaktif seperti sinar alfa, beta, gamma, netron, dan lain-lain, yang dapat membahayakan tubuh manusia. Suatu bahan kimia dikatakan memiliki sifat berbahaya apabila satu atau
lebih dari sifat-sifat bahaya tersebut diatas terdapat di dalam bahan kimia tersebut, yang selain mudah meledak, dapat pula menjadi bahan kimia beracun dan meracuni kehidupan. 2.2.1 Interaksi Bahan Kimia Antara satu zat kimia dan zat kimia lain dapat menimbulkan interaksi atau saling berpengaruh satu sama lainnya. Efek yang terjadi dapat dibedakan dalam: a.
Efek Aditif yaitu pengaruh yang saling memperkuat akibat kombinasi dari dua zat kimia atau lebih. Pengaruh racun yang terjadi adalah penjumlahan dari efek dari masing-masing zat kimia.
b.
Efek simergi yaitu suatu keadaan dimana pengaruh gabungan dari dua zat kimia jauh lebih besar dari jumlah masing-masing efek bahan kimia.
c.
Potensiasi yaitu apabila suatu zat yang seharusnya tidak memiliki efek toksik (pengaruh merugikan suatu zat kimia pada organism hidup) akan tetapi bila zat ini ditambahkan pada zat kimia lain maka akan mengakibatkan zat lain tersebut menjadi lebih toksik.
d.
Efek antagonis yaitu apabila dua zat kimia yang diberikan bersamaan, maka zat kimia yang satu akan melawan efek zat kimia yang lain.
2.2.2 Proses Zat Kimia Dalam Tubuh Cara masuk bahan beracun ke dalam tubuh sangan besar pengaruhnya terhadap kemungkinan keracunan.commit Zat kimia dapat masuk kedalam tubuh melalui to user
II-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
saluran pernafasan (per inhalasi), saluran cerna (per oral) dan kulit (per dermal). Inhalasi merupakan cara masuk paling sering dalam industry. Di dalam tubuh, melalui
proses
enzimatik
terjadi
perubahan
bentuk
secara
biokimia
(biotranformasi) yang terjadi didalam hati. Proses demikian dapat juga terjadi di ginjal, paru-paru dan kulit. (Budiono, S. 2003). Biotranformasi ini mengupayakan agar terbentuk bahan yang kurang beracun yang dikenal sebagai detoksikasi. Sebaliknya mungkin terjadi hasil yang lebih bercun dari zat asalnya (aktivasi) mialnya pada berbagai zat penyebab kanker. Pengeluaran hasil proses tersebut atau ekskresi umumnya dilakukan melalui air seni dan feses, sebagian melalui udara pernafasan dan keringat. 2.2.3 Efek Terhadap Kesehatan Pemajanan bahan kimia mengakibatkan terjadinya perubahan biologic atau fungsi tubuh yang manifestasinya berupa keluhan, gejala dan tanda gangguan kesehatan, terutama pada bagian yang terserang bahan kimia. Tergantung dari oragan target, bahan kimia dapat bersifat neurotoksik (meracuni syaraf), hepatotoksik (meracuni liver/hati), nefrotoksik (meracuni ginjal), hematotoksik (meracuni darah), sistemik (meracuni seluruh fungsi tubuh) dan sebagainya. Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, bahan kimia dapat bersifat asfiksian (gejala akibat kekurangan kadar oksigen), irritan (mengakibatkan/ merangsang iritasi), menimbulkan sensitasi dan alergi. Tanda yang muncul bervariasi dari gejala non spesifik (lemah, pusing, mual, muntah) ataupun spesifik (kejang, kelumpuhan, gangguan penglihatan, diare, dll). Berikut ini pengaruh beberapa zat kimia pada kesehatan: - Zat Irritan Zat irritant akan mengakibatkan iritasi/rangsangan atau menimbulkan inflamasi/peradangan pada mata, kulit,saluran nafas dan saluran cerna. Zat irritant antara lain: asam asetat, asam klorida, arsen, asam nitrat, asam kromat, fosfor, kalsium oksidan, dll. commit to user
II-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
- Zat Hepatotoksik (meracuni hati) Zat Hepatotoksik antara lain: Karbon tetraklorida, Dimetil nitrosamine, Aflatoksin, Arsen, Toluen diamin, dll. - Zat Neurotoksik (meracuni saraf) Zat Neurotoksik antara lain: Benzene, Toluena, Karbon disulfide, Arsen, Merkuri, Xylene, Aseton, dll. - Zat Netrotoksik (meracuni ginjal) Zat Netrotoksik antara lain: Arsen, Anilin, Organo klorin, Merkuri, Metanol, Fenol, Timah hitam, Kloroform, Fosfor (kuning), dll. - Zat kimia yang meracuni system reproduksi Zat kimia tersebut antara lain: Benzene, Timah hitam, Kadmium, Eter, Nitrogen oksida, Kloroform, dll. - Zat kimia yang meracuni darah Zat kimia tersebut antara lain: Anilin, Toluidin, Nitrobenzen, Timah hitam, Nitrogen triflourida, Propilnitrat, dll - Zat Sensitasi atau alergi kulit Zat Sensitasi antara lain: Karbon disulfide, Fenol, Zat warna, kreosot, dll. Selain itu terdapat pula penyakit kulit yang disebabkan oleh penyebab kimiawi (bahan kimia) seperti asam dan garam anorganik, senyawa hidrokarbon, bahan warna, dsb. 2.2.4 Prinsip Pencegahan/Pengendalian Bahan Kimia Mengingat bahaya bahan kimia di tempat kerja diperlukan pencegahan dan pengendalian yang prinsip penerapannya sesuai denga Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja berupa “Hierarchi of Control”, yaitu Eliminasi, Substitusi, Pengendalian Teknis, Pengendalian Administratif dan Alat Pelindung Diri. Sedangkan para pekerja dilakukan pengujian/pemantauan kesehatan, hygiene perorangan, pengujian/pemantauan biomedik disertai pelatihan tentang bahaya zat kimia. (Budiono, S. 2003). commit to user
II-13
perpustakaan.uns.ac.id
2.3
digilib.uns.ac.id
PENGERTIAN ERGONOMI Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari
kata Yunani yaitu Ergo yang berarti ”kerja” dan Nomos yang berarti ”hukum”. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan (Nurmianto, 2004). Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana dkk., 1979). Disiplin ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik; yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, efisien, aman dan nyaman (Wignjosoebroto, 1995). Dengan kata lain disini manusia tidak lagi harus menyesuaikan dirinya dengan mesin yang dioperasikan (the man fits to the design), melainkan sebaliknya yaitu mesin dirancang dengan lebih dahulu memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya (the design fits to the man). Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka dkk.,2004), yaitu: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. commit to user
II-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. 2.3.1
DESAIN DAN ERGONOMI Manusia dalam kehidupannya banyak menggunakan desain sebagai
fasilitas penunjang aktivitasnya. Manusia menginginkan desain sebagai produk yang sesuai dengan trend dan mewadahi kebutuhannya yang semakin meningkat. Melihat kondisi saat ini, kecenderungan desain yang berubah akibat peningkatan kebutuhan manusia tersebut menimbulkan kesadaran manusia tentang pentingnya desain yang eksklusif dan representatif, makin bertambahnya usaha-usaha di bidang desain yang mengakibatkan persaingan mutu desain, peningkatan faktor pemasaran (daya tarik dan daya jual di pasaran), serta tuntutan kapasitas produksi yang semakin meningkat. Selain itu, aktivitas desain yang menghasilkan gagasan kreatif dipengaruhi pula oleh kecepatan membaca situasi, khususnya kebutuhan pasar dan permintaan konsumen. Desain dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas luas dari inovasi desain dan teknologi yang digagaskan, dibuat, dipertukarkan (melalui transaksi jual-beli) dan fungsional. Desain merupakan hasil kreativitas budi-daya (man-made object) manusia yang diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia,
yang
memerlukan perencanaan, perancangan maupun pengembangan desain, yaitu mulai dari tahap menggali ide atau gagasan, dilanjutkan dengan tahapan pengembangan, konsep perancangan, sistem dan detail, pembuatan prototipe dan proses produksi, evaluasi, dan berakhir dengan tahap pendistribusian. Jadi disimpulkan bahwa desain selalu berkaitan dengan pengembangan ide dan gagasan, pengembangan teknik, proses produksi serta peningkatan pasar. Ruang lingkup kegiatan desain mencakup masalah yang berhubungan dengan sarana kebutuhan manusia, di antaranya desain interior, desain mebel, desain alat-alat lingkungan, desain alat transportasi, desain tekstil, desain grafis, dan lain-lain. Memperhatikan hal-hal tersebut, desainer dalam analisis pemecahan commit to user
II-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masalah dan perencanaannya atau filosofi rancangan desain bekerja sama dengan masyarakat dan disiplin ilmu lain seperti arsitek, psikolog, dokter atau profesi yang lain. Misalnya, dalam merancang desain kursi pasien gigi, dibutuhkan kerja sama dari dokter dan pasien, diperlukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas dan posisi duduk pasien sebagai pemakai, yang efektif, efisien, aman, nyaman dan sehat, sehingga desainer dapat menyatukan bentuk dengan memusatkan perhatian pada estetika bentuk, konstruksi, sistem dan mekanismenya. Selain itu, desainer dapat membuat suatu prediksi untuk masa depan, serta melakukan pengembangan desain dan teknologi dengan memperhatikan segala kelebihan maupun keterbatasan manusia dalam hal kepekaan indrawi (sensory), kecepatan, kemampuan penggunaan sistem gerakan otot, dan dimensi ukuran tubuh, untuk kemudian menggunakan semua informasi mengenai faktor manusia ini sebagai acuan dalam perancangan desain yang serasi, selaras dan seimbang dengan manusia sebagai pemakainya. Penilaian suatu hasil akhir dari produk sebagai kategori nilai desain yang baik biasanya ada tiga unsur yang mendasari, yaitu fungsional, estetika, dan ekonomi. Kriteria pemilihannya adalah function and purpose, utility and economic, form and style, image and meaning. Unsur fungsional dan estetika sering disebut fit-form-function, sedangkan unsur ekonomi lebih dipengaruhi oleh harga dan kemampuan daya beli masyarakat (Bagas, 2000). Desain yang baik berarti mempunyai kualitas fungsi yang baik, tergantung pada sasaran dan filosofi mendesain pada umumnya, bahwa sasaran berbeda menurut kebutuhan dan kepentingannya, serta upaya desain berorientasi pada hasil yang dicapai, dilaksanakan dan dikerjakan seoptimal mungkin. Ergonomi merupakan salah satu dari persyaratan untuk mencapai desain yang qualified, certified, dan customer need. Ilmu ini akan menjadi suatu keterkaitan yang simultan dan menciptakan sinergi dalam pemunculan gagasan, proses desain, dan desain final (periksa Gambar 2.2. Skema Design Management).
commit to user
II-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.2 Skema design management Sumber: Bagas, 2000
2.3.2
PENDEKATAN ERGONOMIS DALAM PERANCANGAN DESAIN KERJA Secara ideal perancangan desain kerja haruslah disesuaikan dengan
peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/ peralatan dan lingkungan fisik kerja. Peranan manusia dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan keterbatasannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kongnitif, fisik ataupun psikologisnya. Demikian pula peranan atau fungsi mesin/peralatan seharusnya ikut menunjang manusia (operator) dalam melaksanakan tugas yang ditentukan. Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut, sehingga efektivitas fungsionalnya meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan kepuasan dapat terpelihara. Terlihat disini bahwa ergonomi memiliki 2 aspek sebagai contohnya yaitu efektivitas sistem manusia di dalamya dan sifat memperlakukan manusia secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan commit to usertersebut, pendekatan ergonomi
II-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih tentang manusia secara sistematis dalam perancangan sistem-sistem manusia benda, manusiafasilitas dan manusia lingkungan. Dengan kata lain perkataan ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi dengan obyek-obyek fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari (Madyana, 1996). Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu: 1. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang dibutuhkan. 2. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha menuju tujuan bersama. Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu menghasilkan suatu mesin yang baik pula, bila mana sebelumnya tidak dirancang untuk berinteraksi antara satu sama tainnya. Demikian manusia sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan. 2.3.3
DESAIN STASIUN KERJA DAN SIKAP KERJA BERDIRI Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di
perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana dkk. (1979), bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah posisi duduk ke berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang sama akan melelahkan. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-16% dibanding dengan duduk. Pada desain stasiun berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif, maka pekerja harus dirancang agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Menurut Pullat (1992) memberikan commit to user
II-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri sebagai berikut: 1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut. 2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg). 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping. 4. Sering melakukan pekerjaan yang menekan kebawah. 5. Diperlukan mobilitas. 2.4
NORDIC BODY MAP (NBM) Salah satu alat ukur ergonomi sederhana yang dapat digunakan untuk
mengenali sumber penyebab keluhan musculoskeletal (system otot dan rangka) adalah nordic body map. Melalui nordic body map dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai dengan sangat sakit (Corlett, 1992). Kuesioner ini diberikan sebelum dan setelah melakukan pekerjaan. Gambar 2.3 merupakan pembagian segmen-segment tubuh manusia pada kuesioner nordic body map.
Gambarcommit 2.3 Nordic Body Map to user
Sumber : Corlett, 1992
II-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.1 Kuesioner Nordic Body Map Kuesioner Nordic Body Map Pada Operator : No Ya Keluhan Bagian Tubuh 0 Leher bagian atas 1 Leher bagian bawah 2
Bahu kiri
3 4 5 6
Bahu kanan Lengan atas bagian kiri Punggung Lengan atas bagian kanan
7 8 9 10
Pinggang ke belakang Pinggul ke belakang Daerah Pantat Siku kiri
11
Siku kanan
12 13 14
Lengan bawah bagian kiri Lengan bawah bagian kanan Pergelangan tangan kiri
15 16 17 18 19
Pergelangan tangan kanan Telapak tangan bagian kiri Telapak tangan bagian kanan Paha kiri Paha kanan
20
Lutut kiri
21 22 23
Lutut kanan Betis kiri Betis kanan
24 25 26 27
Pergelangan kaki kiri Pergelangan kaki kanan Telapak kaki kiri Telapak kaki kanan
Tidak
Sumber : Corlett, 1992
2.5
ANTHROPOMETRI DALAM ERGONOMI
Seberapa jauh seseorang dapat bekerja dengan baik bergantung pada commit to user seberapa baik rancangan tempat kerjanya. Memperhatikannya berarti
II-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berkontribusi pada keamanan, kesehatan, dan kenyamanan kerja. Pada gilirannya hal-hal ini akan meningkatkan kemampuan kerja yang bersangkutan. Dua hal diantaranya adalah dimensi benda-benda kerja yang berinteraksi dengan pekerja dan lingkungan kerjanya. Karena dimensi objek mesti bersesuaian dengan pemakaiannya maka perlu dikenali antropometri, suatu bidang kajian dari Ergonomi yang memperhatikan karakter ukuran-ukuran fisik tubuh manusia maupun penerapan data-data operatornya. 2.5.1
Pengertian Anthropometri Istilah anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti “manusia” dan
metri yang berarti “ukuran”. Anthropometri adalah studi tentang dimensi tubuh manusia (Pullat, 1992). Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto, 1995). Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dsb) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam kaitannya dengan posisi tubuh, data anthropometri yang ada dibedakan menjadi dua kategori (Suhardi,. 2008), yaitu: a. Anthropometri struktural (statis) Dimensi struktural ini mencakup pengukuran dimensi tubuh pada posisi tetap dan standar. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi atau panjang lutut berdiri maupun duduk, panjang lengan dan sebagainya.
commit to user
II-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.4 Ukuran Tubuh Manusia yang Sering Digunakan Untuk Merancang Produk Sumber: Suhardi, B. 2008
Gambar 2.5 memperlihatkan antropometri struktural. Antropometri struktural ini diantaranya: tinggi selangkang, tinggi siku, tinggi mata, rentang bahu, tinggi pertengahan pundak pada posisi duduk, jarak pantat-ibu jari kaki, dan tinggi mata pada posisi duduk.
commit to user
II-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.5 Antropometri Struktural Posisi Berdiri dan Duduk Sumber: Suhardi, B. 2008
b. Anthropometri fungsional (dinamis) Antropometri fungsional adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya. Hasil yang diperoleh merupakan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatankegiatan tertentu. Antropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya yang dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang kerja.
commit to user
II-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(a)
(b) Gambar 2.6 (a,b) Antropometri Fungsional/dinamis Sumber: Suhardi, B. 2008
Data anthropometri dapat diaplikasikan secara luas, (Wignjosoebroto, 1995), antara lain dalam: a. Perancangan areal kerja (Work station, interior mobil, dll). commit to user
II-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan sebagainya. c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer, dan lain-lain. d. Perancangan lingkungan kerja fisik. 2.5.2
Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain adalah
dikarenakan oleh faktor-faktor (Nurmianto, 2004), sebagai berikut: a. Keacakan/random, Walaupun telah terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas sama jenis kelamin, suku/bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat. Distribusi frekuensi secara statistik dari dimensi kelompok anggota masyarakat jelas dapat diapromaksimasikan dengan menggunakan distribusi normal, yaitu dengan menggunakan data persentil yang telah diduga, jika mean (rata-rata) dan standar deviasinya telah diestimasi. b. Jenis kelamin, Ada perbedaan signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Untuk kebanyakan dimensi pria dan wanita ada perbedaan signifikan di antara mean dan nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan. Pria dianggap lebih panjang dimensi segmen badannya daripada wanita sehingga data anthropometri untuk kedua jenis kelamin tersebut selalu disajikan secara terpisah. c. Suku bangsa, Variasi di antara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang tidak kalah pentingnya karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu negara ke negara lain. Suatu contoh sederhana bahwa yaitu dengan meningkatnya jumlah penduduk yang migrasi dari negara Vietnam ke Australia, untuk commit to user
II-25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengisi jumlah satuan angkatan kerja (industrial workforce), maka akan mempengaruhi anthropometri secara nasional. d. Usia, Secara umum dimensi tubuh manusia dapat digolongkan atas berbagai kelompok usia, yaitu: ·
Balita
·
Anak-anak
·
Remaja
·
Dewasa
·
Lanjut usia Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain diaplikasikan untuk anthropometri anak-anak. Anthropometrinya cenderung terus meningkat sampai batas usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia mempunyai kecenderungan menurun yang disebabkan oleh berkurangnya elastisitas tulang belakang (intervertebral discs) dan berkurangnya dinamika gerakan tangan dan kaki.
e. Jenis pekerjaan, Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawannya, misalnya: buruh dermaga/pelabuhan harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer. Selain faktor-faktor tersebut terdapat juga faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan karena mempengaruhi variabilitas ukuran tubuh manusia (Wignjosoebroto, 1995), seperti: a. Tebal/Tipisnya Pakaian, Hal ini juga merupakan sumber keragaman karena disebabkan oleh bervariasinya iklim/musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lainnya terutama untuk daerah dengan empat musim. Misalnya pada waktu commit to user musim dingin manusia akan memakai pakaian yang relatif lebih tebal dan
II-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ukuran yang relatif lebih besar. Ataupun untuk para pekerja di pertambangan, pengeboran lepas pantai, pengecoran logam. Bahkan para penerbang dan astronaut pun harus mempunyai pakaian khusus. b. Kehamilan pada wanita, Faktor ini sudah jelas mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan analisis perancangan produk dan analisis perancangan kerja. c. Cacat tubuh secara fisik, Suatu perkembangan yang menggembirakan pada dekade terakhir yaitu dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi untuk para penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut serta merasakan “kesamaan” dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi di dalam pelayanan untuk masyarakat. Masalah yang sering timbul misalnya: keterbatasan jarak jangkauan, dibutuhkan ruang kaki (knee space) untuk desain meja kerja, lorong/jalur khusus untuk kursi roda, ruang khusus di dalam lavatory, jalur khusus untuk keluar masuk perkantoran, kampus, hotel, restoran, supermarket dan lain-lain. Akhirnya, sekalipun segmentasi dari populasi yang ingin dituju dari rancangan suatu produk selalu berhasil diidentifikasi sebaik-bailnya berdasarkan faktor-faktor seperti yang telah diuraikan; namun adanya variasi ukuran bukan tidak mungkin bisa tetap dijumpai. Permasalahan variasi ukuran sebenarnya akan mudah diatasi dengan cara merancang produk yang ”mampu suai” (adjustable) dalam suatu rentang dimensi ukuran pemakainya. 2.5.3
Dimensi Anthropometri Umum Data anthropometri dapat dimanfaatkan untuk menetapkan dimensi ukuran
produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan menggunakannya (Wignjosoebroto, 1995). Pengukuran dimensi struktur tubuh yang biasa diambil dalam perancangan produk maupun fasilitas dapat commit to user dilihat pada gambar 2.7 di bawah ini.
II-27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.7 Anthropometri untuk perancangan produk atau fasilitas Sumber: Wignjosoebroto S., 1995
Keterangan gambar di atas, yaitu: 1
: Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung kepala).
2
: Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.
3
: Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.
4
: Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).
5
: Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan).
6
: Tinggi tubuh dalam posisi duduk (di ukur dari alas tempat duduk pantat sampai dengan kepala).
7
: Tinggi mata dalam posisi duduk.
8
: Tinggi bahu dalam posisi duduk.
9
: Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).
10 : Tebal atau lebar paha.
commit to user
II-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan. ujung lutut. 12 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut betis. 13 : Tinggi lutut yang bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk. 14 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang di ukur dari lantai sampai dengan paha. 15 : Lebar dari bahu (bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk). 16 : Lebar pinggul ataupun pantat. 17 : Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dalam gambar). 18 : Lebar perut. 19 : Panjang siku yang di ukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus. 20 : Lebar kepala. 21 : Panjang tangan di ukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari. 22 : Lebar telapak tangan. 23 : Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar). 24 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak. 25 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak. 26 : Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan di ukur dari bahu sampai dengan ujung jari tangan. 27 : Tinggi dalam posisi berdiri dari ujung kaki hingga pantat bagian bawah. Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data anthropometri yang tepat diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, diperlukan pengambilan ukuran dimensi anggota tubuh. Penjelasan mengenai pengukuran dimensi anthropometri tubuh yang diperlukan dalam perancangan dijelaskan pada tabel 2.2.
commit to user
II-29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.2 Pengukuran dimensi tubuh Data Anthropometri
Sumber: Roebuck, J.A., 1975
Keterangan
Cara Pengukuran
Tinggi badan tegak (tbt)
Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (vertikal dari lantai sampai dengan ujung kepala).
Tinggi bahu berdiri (tbb)
Ukur jarak vertikal dari permukaan tanah sampai bahu dalam kondisi subjek berdiri tegak.
Panjang lengan atas (pla)
Panjang lengan atas yang diukur dari bahu sampai siku dalam posisi siku tegak lurus.
Panjang lengan bawah (plb)
Panjang lengan bawah yang diukur dari siku sampai dengan pangkal telapak tangan.
Pangkal telapak tangan ke pangkal jari (pttpj)
Panjang vertikal dari pangkal telapak tangan kepangkal jari dalam posisi telapak tangan terbuka
Diameter genggaman tangan (gt)
Diameter genggaman tangan saat menggengam sesuatu.
commit to user
II-30
perpustakaan.uns.ac.id
2.5.4
digilib.uns.ac.id
Aplikasi Data Anthropometri Dalam Perancangan Produk/Fasilitas Kerja Dengan adanya variabilitas dimensi tubuh manusia, maka terdapat tiga
prinsip dalam aplikasi data anthropometri agar produk yang dirancang dapat mengakomodasi ukuran tubuh dari populasi yang akan menggunakan produk tersebut (Wignjosoebroto, 1995), yaitu: 1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim. Disini rancangan produk dibuat agar bias memenuhi dua sasaran produk, yaitu: a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rataratanya. b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada). Agar dapat memenuhi sasaran pokok tersebut, maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara: a. Untuk dimensi minimum, harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai percentile yang terbesar seperti 90-th, 95th, atau 99-th percentile. Misalnya untuk merancang tinggi pintu dipakai tinggi manusia dengan percentile 99% ditambah dengan kelonggaran. b. Untuk dimensi maksimu, harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai percentile yang paling rendah seperti 1-th, 5-th, atau 10-th percentile. Misalnya untuk menentukan tinggi tombol lampu digunakan persentil 5 yang berarti 5% dari populasi tidak dapat menjangkaunya. Secara umum aplikasi data anthropometri untuk perancangan produk ataupun fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5-th percentile untuk dimensi maksimum dan 95-th untuk dimensi minimumnya. commit to user
II-31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antara rentang ukuran tertentu. Prinsip ini digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar dapat dipakai dengan nyaman oleh semua orang yang mungkin memerlukannya. Dalam prinsip ini biasanya dipakai data anthropometri dengan rentang persentil 5% sampai 95%. Contoh penerapan prinsip ini adalah perancangan kursi kemudi mobil yang bisa dimaju-mundurkan dan diatur kemiringan sandarannya. 3. Perancangan fasilitas berdasar harga rata-rata Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Pemakainya Prinsip ini hanya digunakan apabila perancangan berdasar harga ekstrim tidak mungkin dilaksanakan dan tidak layak jika kita menggunakan prinsip perancangan fasilitas yang bisa disesuaikan. Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, beberapa rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah, sebagai berikut: 1. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang nantinya difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut, 2. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data structural body dimension ataukah functional body dimension, 3. Selanjutnya
tentukan
populasi
terbesar
yang
harus
diantisipasi,
diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut, 4. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel atau ukuran rata-rata, 5. Pilih persentil populasi yang harus diikuti;
ke-5, ke-50, ke-95 atau nilai
persentil yang lain yang dikehendaki, 6. Setiap dimensi tubuh yang diidentifikasikan selanjutnya pilih atau tetapkan nilai ukurannya dari tabel data anthropometri yang sesuai. Aplikasikan data commit to user
II-32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves), dan lain-lain. 2.6
METODE RAPID UPPER LIMB ASSESMENT (RULA) Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan metode penilaian
postur kerja yang secara khusus digunakan untuk meneliti gangguan pada tubuh bagian atas. RULA pertama kali dikembangkan oleh Dr. Lynn McAtamney dan Dr. Nigel Corlet dari Universitas Notthingham (Univercity of Notthingham’s Institute of Occupational Ergonomics). Penilaian postur kerja menggunakan metode RULA tidak membutuhkan peralatan khusus dalam menilai postur leher, punggung dan tubuh bagian atas, sejalan dengan fungsi otot dan beban eksternal yang ditopang oleh tubuh. Metode RULA dikembangkan sebagai metode untuk mendeteksi postur kerja yang merupakan faktor resiko (risk factors) dan didesain untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan dapat menimbulkan gangguan pada anggota badan atas (Mc.Atamney dan Corlett, 1993). Faktor resiko yang telah diinvestigasi sebagai faktor beban eksternal, yaitu: ·
Jumlah gerakan
·
Kerja otot statis
·
Tenaga/ kekuatan
·
Penentuan postur kerja oleh peralatan
·
Waktu kerja tanpa istirahat Penilaian menggunakan RULA memiliki 3 tahapan pengembangan, yaitu:
1) Pengidentifikasian dan pencatatan postur kerja Tubuh dibagi menjadi dua bagian yang membentuk dua grup yaitu, grup A yang terdiri dari Lengan atas (upper arm), Lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist), Putaran pergelangan tangan (Wrist twist), dan grup B yang terdiri dari Leher (neck), Punggung commit to user (trunk), dan kaki (legs). Hal ini
II-33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan, dan leher yang terbatas yang mungkin mempengaruhi postur bagian atas dapat masuk dalam pemeriksaan. a. Grup A (1) Lengan atas (Upper arm)
Gambar 2.8 Postur tubuh bagian lengan atas (Upper arm) Sumber: Hedge, 2000
Tabel 2.3 Skor bagian lengan atas (upper arm) Locate Upper arm position
Score
15 ke depan maupun kebelakang tubuh
1
+ 1 jika bahu naik
2
+1 jika lengan atas melengkung keluar
3
-1 jika lengan ditopang / seseorang yang berpengalaman
o
o
o
> 15 kebelakang atau 15 -45 o
> 45 -90
o
o
> 90o
Adjusment
4
Sumber: Hedge, 2000
(2) Lengan Bawah (Lower arm)
Gambar 2.9 Postur tubuh bagian lengan bawah (Lower arm) Sumber: Hedge, 2000
Tabel 2.4 Skor bagian lengan bawah (Lower arm) Locate Lower arm position
Score
o
1
> 0 -90 > 90
o
o
Adjusment +1 jika lengan bekerja melewati garis tengah atau keluar dari sisi tubuh
2 to user commit
Sumber: Hedge, 2000
II-34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(3) Pergelangan Tangan (Wirst)
Gambar 2.10 Postur tubuh bagian pergelangan tangan (wrist) Sumber: Hedge, 2000
Tabel 2.5 Skor pergelangan tangan (wrist) Score Adjusment Locate Wirst position Posisi netral o
0 -15
1
o
+1 jika pergelangan tangan menjauhi sisi tengah
2
> 15o
3
Sumber: Hedge, 2000
(4) Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist) Untuk putaran pergelangan tangan (Wrist twist) pada posisi postur yang netral diberi skor: 1 = posisi tengah dari putaran 2 = posisi pada atau dekat dari putaran b. Grup B (1) Leher (Neck)
Gambar 2.11 Postur tubuh bagian leher (Neck) Sumber: Hedge, 2000
commit to user
II-35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.6 Skor bagian leher (Neck) Locate Neck position o
0 -10
Score
o
1
10o-20o > 20
Adjusment
2 +1 jika leher bengkok/berputar
o
3
Ekstensi
4
Sumber: Hedge, 2000
(2) Batang Tubuh (Trunk)
Gambar 2.12 Postur tubuh bagian batang tubuh (Trunk) Sumber: Hedge, 2000
Tabel 2.7 Skor bagian batang tubuh (Trunk) Locate Trunk position Posisi normal 90
o
Score
Adjusment
1 +1 jika leher berputar/bengkok
0o-20 o
2
20o-60o
3
> 60o
4
+1 jika batang tubuh bungkuk
Sumber: Hedge, 2000
(3) Kaki (Legs) Tabel 2.8 Skor bagian kaki (Legs) Score Locate Legs position Posisi normal/seimbang
1
Tidak seimbang
2
Sumber: Hedge, 2000
2) Pemberian skor Skor untuk tiap gerakan dalam bekerja diberikan sesuai dengan ketetapan yang ada. a. Pemberian nilai (score) untuk Grup commit toAuser
II-36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nilai Grup A = Posture + Muscle use + Force/ Load ® Posture = nilai (skor) tiap posisi dalam ketegori grup A ® Muscle use (penggunaan otot) = +1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau aktivitas diulang lebih dari 4 kali/ menit. ® Force/ load (beban), diberi skor: 0 untuk beban < 2kg (pembebanan sesekali) 1 untuk beban 2-10 kg (pembebanan sesekali) 2 untuk beban 2-10 kg (pembebanan statis atau berulang-ulang) 3 untuk beban > 10 kg (berulang-ulang atau sentakan cepat) Hasil skor untuk grup A kemudian dimasukkan ke dalam tabel 2.9 berikut ini. Tabel 2.9 Score Grup A
commit to user
Sumber: Hedge, 2000
II-37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pemberian nilai (score) untuk Grup B Nilai Grup B = Posture + Muscle use + Force/ Load ® Posture = nilai (skor) tiap posisi dalam ketegori grup B ® Muscle use (penggunaan otot) dan Force/ load (beban) pemberian skor sama dengan Grup A. Hasil skor untuk grup B kemudian dimasukkan ke dalam tabel 2.10 berikut ini. Tabel 2.10 Score Grup B
Sumber: Hedge, 2000
c. Penilaian akhir (Grand score) yaitu skor C Skor C dapat diperoleh dengan melihat nilai A dan B pada tabel 2.11 berikut. Tabel 2.11 Grand score
commit Sumber: Hedge, 2000 to
II-38
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sistem penilaian dari masing-masing grup selanjutnya dikombinasikan sehingga menjadi skor final. Sistem penilaian RULA dilihat dari gambar 2.13 berikut ini.
Gambar 2.13 Sistem Penilaian RULA Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993
3) Penentuan level tindakan Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat resiko yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat. Tabel 2.12 Kategori tindakan berdasarkan grand score Kategori Tindakan Level Resiko Tindakan 1-2
Minimum
3-4
Kecil
5-6
Sedang
7 Tinggi Sumber: McAtamney dan Corlett, 1993
Aman Diperlukan beberapa waktu ke depan Tindakan dalam waktu dekat Tindakan sekarang juga
commit to user
II-39
perpustakaan.uns.ac.id
2.7
digilib.uns.ac.id
MEKANIKA KONSTRUKSI Mekanika (Bahasa Latin mechanicus, dari Bahasa Yunani mechanikos,
"seseorang yang ahli di bidang mesin") adalah jenis ilmu khusus yang mempelajari fungsi dan cara kerja mesin, alat atau benda yang seperti mesin. Mekanika (mechanics) juga berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari gerakan suatu benda serta efek gaya dalam gerakan itu. Cabang ilmu mekanika terbagi dua, yaitu: mekanika statik dan mekanika dinamik (tidak dibahas dalam penelitian ini). Mekanika teknik dikenal juga sebagai mekanika rekayasa atau analisa struktur. Pokok utama dari ilmu tersebut adalah mempelajari perilaku struktur terhadap beban yang bekerja padanya. Perilaku struktur tersebut umumnya adalah lendutan dan gaya-gaya (gaya reaksi dan gaya internal). 2.7.1
Statika Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang statik dari suatu beban
terhadap gaya-gaya dan beban yang mungkin ada pada bahan tersebut, atau juga dapat dikatakan sebagai perubahan terhadap panjang benda awal karena gaya atau beban (Popov, 1991). Terdapat 3 jenis tumpuan dalam ilmu statika untuk menentukan jenis peletakan yang digunakan dalam menahan beban yag ada dalam struktur, beban yang ditahan oleh peletakan masing-masing adalah: 1. Tumpuan rol, Yaitu tumpuan yang dapat meneruskan gaya desak yang tegak lurus bidang peletakannya.
Gambar 2.14 Tumpuan rol Sumber: Popov, E.P., 1991
2. Tumpuan sendi, Tumpuan yang dapat meneruskan gaya tarik dan desak tetapi arahnya selalu commit to user menurut sumbu batang sehingga batang tumpuan hanya memiliki satu gaya.
II-40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.15 Tumpuan sendi Sumber: Popov, E.P., 1991
3. Tumpuan jepitan, Jepitan adalah tumpuan yang dapat menberuskan segala gaya dan momen sehingga dapat mendukung H, V dan M yang berati mempunyai tiga gaya. Dari kesetimbangan kita memenuhi bahwa agar susunan gaya dalam keadaan setimbang haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu ∑FHorisontal = 0, ∑FVertikal = 0, ∑M= 0
Gambar 2.16 Tumpuan jepit Sumber: Popov, E.P., 1991
2.7.2
Gaya Suatu konstruksi bertugas mendukung gaya-gaya luar yang bekerja
padanya yang kita sebut sebagai beban. Konstruksi harus ditumpu dan diletakkan pada peletakan-peletakan tertentu agar dapat memenuhi tugasnya yaitu menjaga keadaan konstruksi yang seimbang. Suatu konstruksi dikatakan seimbang bila resultan gaya yang bekerja pada konstruksi tersebut sama dengan nol atau dengan kata lain ∑Fx = 0, ∑Fy = 0, ∑Fz = 0, ∑M = 0 (Popov, E.P., 1991). Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan suatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau sebaliknya (Popov, 1991). Dalam ilmu statika berlaku hukum (Aksi = Reaksi), gaya dalam statika, yaitu: 1. Gaya luar, Gaya luar adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar sistem yang pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi (Popov, 1991). Sedangkan beban adalah beratnya beban atau barang yang didukung oleh suatu konstruksi atau bangunan beban dan dapat dibedakan menjadi beberapa commit to user macam, yaitu:
II-41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Beban mati, yaitu beban yang sudah tidak bisa dipindah-pindah, seperti dinding, penutup lantai dll. b. Beban sementara, yaitu beban yang masih bisa dipindah-pindahkan, ataupun beban yang dapat berjalan seperti beban orang, mobil (kendaraan), kereta dll. c. Beban terbagi rata, yaitu beban yang secara merata membebani struktur. Beban dapat dibedakan menjadi beban segi empat dan beban segitiga. d. Beban titik terpusat, adalah beban yang membebani pada suatu titik. e. Beban berjalan, adalah beban yang bisa berjalan atau dipindah-pindahkan baik itu beban merata, titik, atau kombinasi antar keduanya. 2. Gaya dalam, Akibat adanya gaya luar yang bekerja, maka bahan memberikan perlawanan sehingga timbul gaya dalam yang menyebabkan terjadinya deformasi atau perubahan bentuk. Agar suatu struktur tidak hancur atau runtuh maka besarnya gaya akan bergantung pada struktur gaya luar (Popov, 1991). 3. Gaya geser (shearing force diagram), Gaya geser merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang arah garis kerjanya tegak lurus ( ^ ) pada sumbu batang yang ditinjau seperti tampak pada gambar 2.17.
Gambar 2.17 Sketsa prinsip statika kesetimbangan Sumber: Popov, E.P., 1991
Gaya bidang lintang ditunjukan dengan SFD (shearing force diagram), dimana penentuan tanda pada SFD berupa tanda negatif (-) atau positif (+) bergantung dari arah gaya.
commit to user
II-42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.18 Sketsa shearing force diagram Sumber: Popov, E.P., 1991
4. Gaya normal (normal force), Gaya normal merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang arah garis kerjanya searah (// ) sumbu batang yang ditinjau (Popov, 1991).
Gambar 2.19 Sketsa normal force Sumber: Popov, E.P., 1991
Agar batang tetap utuh, maka gaya dalam sama dengan gaya luar. Pada gambar diatas nampak bahwa tanda (-) negative yaitu batang tertekan, sedang bertanda (+) batang tertarik. 5. Momen, Momen adalah gaya yang bekerja dikalikan dengan panjang lengan yang terjadi akibat adanya beban yang terjadi pada struktur tersebut (Popov, 1991).
Gambar 2.20 Sketsa moment bending (+) Sumber: Popov, E.P., 1991
commit to user
II-43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.21 Landasan Sketsa moment bending (-) Sumber: Popov, E.P., 1991
Dalam sebuah perhitugan gaya dalam momen memiliki kesepakatan yang senantiasa dipenuhi yaitu pada arah tinjauan, diantaranya: · Ditinjau dari arah kanan
Bila searah jarum jam (+) Bila berlawanan jarum jam (-) Gambar 2.22 Landasan arah kanan Sumber: Popov, E.P., 1991
· Ditinjau dari arah kiri
Bila searah jarum jam (+) Bila berlawanan jarum jam (-) Gambar 2.23 Landasan arah kiri Sumber: Popov, E.P., 1991
2.7.3
Massa Jenis Massa adalah jumlah partikel yang terkandung dalam suatu zat. Dalam
satuan internasional adalah kg dan dalam cgs adalah gram. Massa jenis adalah kerapatan suatu zat. Massa jenis diturunkan dari besaran massa dan volume. Massa jenis adalah massa benda per satuan volume. Lambang massa jenis adalah rho (ρ). Secara sistematis massa jenis dirumuskan:
ρ = m.V ……………………………………………… (2.1) commit to user
II-44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan: ρ = massa jenis (kg/m3) m = massa benda (kg) V = Volume benda (m3) Nilai massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa ataupun volume suatu zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya. Oleh karena itu, zat yang sejenis selalu memiliki massa jenis yang sama. 2.7.4
Berat Benda Berat atau bobot adalah ukuran massa suatu benda dalam pengaruh
percepatan gravitasi suatu tempat. Secara sistematis berat benda dapat dirumuskan:
w = mg ……………………………………………… (2.2) Keterangan: w = berat/bobot (kgm/s2 atau N) m = massa (kg) g = percepatan gravitasi (m/s2) 2.8
PENELITIAN SEBELUMNYA Perancangan meja pengecap batik oleh Abdjad Ayu Artanti (2008).
Penelitian ini dilaksanaan di perusahaan batik Triwisma, Surakarta. Penelitian ini menggunakan kuisioner Nordic Body Map sebagai identifikasi awal terhadap keluhan yang dirasakan oleh operator. Kemudian dilakukan analisa gerakan kerja yang berlangsung di area pengecapan batik yang selanjutnya digunakan untuk mengevaluasi pengaruh keluhan muskuloskeletal terhadap postur kerja operator. Metode yang digunakan adalah pendekatan antropometri serta evaluasi gerakan dan postur kerja. Data antropometri yang digunakan adalah tinggi siku berdiri, jangkauan tangan kedepan, dan rentangan tangan. Hasil penelitian ini adalah to userantropometri tubuh pekerja. perancangan meja pengecap yang commit sesuai dengan
II-45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam perancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ditujukkan pada gambar 3.1 di bawah ini.
Gambar 3.1 Metode penelitian commit to user
III-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.1 (Lanjutan) Metode penelitian Langkah-langkah penyelesaian masalah pada gambar 3.1, diuraikan dalam sub bab di bawah ini. 3.1
Penentuan Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Perusahaan batik “Brotoseno”, pada area produksi
batik tulis. Penelitian dilakukan selama bulan Maret – Agustus 2010. Penelitian dilaksanakan di stasiun kerja pewarnaan kain yang akan digunakan untuk mengetahui dan mempelajari keadaan proses kerja pencelupan kain batik dengan maksud untuk mendapatkan informasi awal yang lengkap serta menentukan masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode untuk mendapatkan data awal dilakukan dengan pengamatan langsung, pendokumentasian gambar, wawancara dan penyebaran kuesioner Nordic Body Map kepada para pekerja. commit to user
III-2
perpustakaan.uns.ac.id
3.2
digilib.uns.ac.id
Pengumpulan Data Bak Pencelup Kain Awal Pada tahapan ini akan dikumpulkan data-data tentang bak pencelup kain
batik awal yang digunakan pada stasiun pewarnaan, area produksi batik tulis. Adapun data-data tersebut meliputi komponen-komponen bak yang meliputi bak kayu dan tongkat penahan kain, dimensi bak, jenis cairan di dalam bak, dimensi kain, serta prosedur penggunaan bak pencelup kain awal. 3.3
Pengambilan Foto Postur Kerja Operator dan Perhitungan RULA Awal Pada tahap ini juga dilakukan pengambilan foto postur kerja operator,
yang akan digunakan sebagai dasar analisa postur kerja awal. Postur kerja yang diambil meliputi postur-postur yang mewakili aktivitas pencelupan di bak pencelup kain batik, yang kemudian akan dianalisis dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA) untuk mengetahui seberapa besar tingkat resiko dari postur kerja operator. Metode RULA dipilih karena dideteksi bahwa postur kerja yang merupakan faktor resiko (risk factors) yang memungkinkan dapat menimbulkan gangguan pada anggota badan adalah postur kerja pada segmen tubuh bagian atas. Gambar postur kerja yang telah diambil kemudian akan dihitung sudut postur kerja operator, dinilai scoring RULAnya, yang kemudian akan ditentukan level resiko dan kategori tindakan yang akan diambil. Pengambilan gambar baik bak pencelup kain dan postur kerja operator menggunakan camera digital sebagai media pengambilan gambar dokumentasi. 3.4
Wawancara Operator dan Pemberian Kuesioner Nordic Body Map Pengumpulan data melalui wawancara dilakukan untuk mengetahui
keluhan ketidaknyamanan dan kesulitan apa saja yang dirasakan oleh operator pada proses pencelupan kain di bak. Kemudian diberikan kuesioner Nordic Body Map kepada operator untuk mendukung hasil wawancara. Kuesioner commit to ini userberbentuk pertanyaan-pertanyaan
III-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan saat melakukan aktivitas pencelupan kain. Kuesioner ini diberikan kepada responden penelitian yaitu para pekerja di stasiun pewarnaan. Munculnya keluhan atau rasa tidak nyaman ini cukup mendukung untuk dilakukan penelitian mengenai proses pencelupan kain batik. Pada tahap ini ditampilkan hasil kuesioner yang telah diberikan kepada responden. 3.5
Identifikasi Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator Pada tahapan ini akan dilakukan interpretasi keluhan dan harapan operator
menjadi kebutuhan operator. Keluhan dan harapan operator diperoleh dengan cara wawancara dengan ketiga operator di stasiun pewarnaan yang diekspresikan sebagai pernyataan, serta didukung dengan hasil Nordic Body Map dan perhitungan RULA pada postur kerja operator. Ketiganya interpretasikan menjadi kebutuhan-kebutuhan operator. Kebutuhan inilah yang nantinya akan digunakan sebagai dasar perancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik. Hasil rancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik diharapkan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan operator tersebut. 3.6
Feature dan Ide Rancangan Berdasarkan kebutuhan dari permasalahan pokok maka akan muncul
feature rancangan alat yang merupakan gambaran awal perancangan, kemudian digali ide-ide yang mungkin dapat dilakukan untuk menginterpretasikan feature awal rancangan sebagai upaya menemukan penyelesaian tentang kebutuhankebutuhan operator yang belum terpenuhi pada alat yang digunakan sekarang. Penggalian ide dilakukan dengan mengumpulkan informasi-informasi yang telah didapat mengenai tujuan penggunaan dan batasan yang ada. Informasi tersebut nantinya akan dikembangkan menjadi suatu batasan dalam perancangan, untuk itu diperlukan tukar pikiran antara pemakai dan perancang disamping adanya kemungkinan tambahan ide dari para ahli. 3.7
Pengumpulan Data Anthropometri Pekerja
Dalam perancangan ini juga diperlukan data anthropometri yang commit to user digunakan untuk menetapkan ukuran rancangan. Hal ini dimaksudkan agar
III-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
rancangan yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik dan disesuaikan atau paling tidak mendekati karakteristik penggunanya. Pengambilan data diperoleh dari hasil pengukuran anthropometri para pekerja yang sering melakukan aktivitas pencelupan kain. Data diambil dari tiga operator di stasiun pewarnaan dan berjenis kelamin pria. Adapun data anthropometri yang diambil sesuai dengan variabel yang dibutuhkan yaitu: tinggi badan, tinggi bahu berdiri, panjang lengan atas, panjang lengan bawah, pangkal telapak tangan ke pangkal jari dan diameter genggaman tangan. Data antropometri yang diambil merupakan populasi sehingga tidak diperlukan pengujian data (uji keseragaman, kecukupan dan kenormalan). Data tersebut yang nantinya akan digunakan sebagai dasar penentuan dimensi pada komponen alat bantu. Pengambilan data antopometri menggunakan meteran bangunan sebagai media pengukur. 3.8
Penentuan Spesifikasi Detail Perancangan Tahap spesifikasi detail perancangan merupakan inti dari proses
perancangan alat bantu pada bak pencelup kain. Tahap ini mendetailkan ide-ide yang telah dikembangkan dan melalui proses analisis yang cermat ide-ide didetailkan sehingga dapat mendekati dari tujuan perancangan. Pada tahap inilah ide-ide yang ada akan diaplikasikan pada pembuatan rancangan alat bantu pada bak pencelup kain. Tahap spesifikasi detail mencakup tiga hal yaitu: 3.8.1 Detail Desain Tahap ini memberikan spesifikasi tentang detail desain rancangan dari ideide yang dikembangkan serta bagaimana mekanisme kerja dan penggunaan alat dengan mempertimbangkan kelayakan pengoperasian alat nantinya. Selain itu juga memperhatikan segala kelebihan maupun keterbatasan manusia yang merupakan pengguna dari alat yang dirancang. 3.8.2 Penentuan Spesifikasi Geometri Rancangan Penentuan spesifikasi geometri rancangan meliputi penentuan dimensi commit to user rancangan alat bantu, gambaran desain rancangan alat bantu dalam bentuk 2D dan
III-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3D. Dimensi rancangan disesuaikan dengan penggunaan alat dan kesesuaian dengan operator penggunannya. Untuk kesesuaian rancangan dengan operator maka dalam perancangan alat bantu akan memunculkan data antropometri yang diperlukan untuk perancangan. Data antropometri muncul berdasarkan keputusan-keputusan yang dipilih. Selain itu dimensi rancangan juga disesuaikan dengan ukuran kain yang mengalami proses pencelupan. 3.8.3 Penentuan Material Perancangan Penentuan material rancangan alat bantu pada bak pencelup kain dipergunakan untuk mengetahui material apa yang cocok dengan alat hasil perancangan. Penentuan material hasil rancangan dilakukan berdasarkan informasi dari pustaka terkait element permesinan serta dari pihak teknisi. Setelah itu dibuat prototipe produk yang disesuaikan dengan hasil rancangan. Pembuatan prototipe digunakan untuk mengetahui apakah hasil rancangan bisa diaplikasikan atau tidak. 3.9
Penghitungan Beban Yang Ditanggung Operator Penghitungan beban yang ditanggung operator dilakukan saat operator
melakukan proses pencelupan dengan alat bantu yang dirancang. Dari sini dapat dilihat apakah beban yang ditimbulkan dari penggunaan alat masih layak atau masih dalam batas kemampuan operator. Beban yang ditanggung oleh operator juga akan menentukan hasil perhitungan RULA. 3.10
Perhitungan RULA pada Hasil Perancangan Perhitungan RULA pada hasil rancangan dilakukan dengan penerapan
desain perancangan alat bantu pada proses pencelupan kain batik. Pada tahap ini dilakukan simulasi pengoperasian desain alat bantu kepada operator. Simulasi menggunakan software ManneQuin. Kemudian diambil gambar postur kerja operator yang meliputi postur-postur yang mewakili penerapan desain alat bantu pada aktivitas pencelupan kain batik. Postur-postur inilah yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan RULA pada hasil rancangan. Perhitungan sudut-sudut commit to user pada postur kerja menggunakan software Autocad. Semakin kecil nilai RULA
III-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berarti hasil rancangan semakin baik dan layak untuk digunakan dan diharapkan resiko kerja dapat dikurangi. Untuk langkah-langkah perhitungan RULA pada hasil perancangan sama dengan perhitungan RULA awal, namun hasil level resiko diharapkan masuk dalam kategori minimum, kecil, dan sedang, hal ini berarti hasil rancangan dianggap telah memenuhi tujuan dari perancangan alat bantu. Tetapi apabila level resiko dari penggunaan rancangan masuk dalam kategori tinggi, berarti rancangan dianggap belum memenuhi tujuan dari perancangan alat bantu pada bak pencelup kain sehingga perlu dikaji kembali desain perancangannya mulai dari pemunculan kebutuhan akan feature dan ide dari rancangan. 3.11
Rancangan Akhir Rancangan akhir merupakan desain rancangan yang telah memenuhi
tujuan perancangan yaitu mengurangi interaksi dengan zat kimia dan memperbaiki postur kerja para pekerja 3.12
Pembuatan Prototipe Hasil Rancangan Pembuatan prototipe produk disesuaikan dengan hasil rancangan dan juga
material yang ada. Pembuatan prototipe digunakan untuk mengetahui apakah hasil rancangan bisa diaplikasikan atau tidak. Dalam penelitian ini prototipe produk dibuat dalam bentuk miniatur dengan perbandingan skala tertentu terhadap ukuran aslinya. 3.13
Estimasi Biaya Setelah didapatkan hasil perancangan alat bantu pada bak pencelup kain
batik, dapat diketahui bahan yang digunakan. Dari bahan yang dipakai, dapat dihitung estimasi biaya yang akan dikeluarkan. Biaya dibagi menjadi dua, yaitu biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. 3.14
Analisa dan Interpretasi Hasil Pada tahap ini dilakukan analisis dan interpretasi hasil terhadap
pengumpulan dan pengolahan data sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil commit to user meliputi analisis hasil perancangan alat bantu, analisis terhadap beban operator,
III-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
analisis implementasi RULA ketika menggunakan hasil perancangan, dan analisis biaya yang kaitannya dengan biaya komponen dari produk rancangan (biaya fix dan biaya variabel) dan biaya per unit. 3.15
Kesimpulan dan Saran Pada tahap ini akan membahas kesimpulan dari hasi pengolahan data
dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian dan kemudian memberikan saran perbaikan yang mungkin dilakukan untuk penelitian selanjutnya.
commit to user
III-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan data. Data yang dikumpulkan meliputi data bak pencelup kain batik awal, pengambilan foto postur kerja pekerja dan data anthropometri pekerja. Kemudian tahap pengolahan data meliputi perancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik, penghitungan beban operator, perhitungan RULA hasil rancangan, dan estimasi biaya. 4.1
PENGUMPULAN DATA Tahap pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan data awal
untuk perancangan alat bantu pada bak pencelup kain. Pada tahap-tahap pengumpulan data lebih lengkap dapat dilihat pada subbab selanjutnya. 4.1.1
Data Bak Pencelup Kain Batik Awal Data bak pencelup kain batik diperoleh dari pengamatan dan pengukuran
langsung di lapangan. Data yang diambil meliputi data komponen dari bak pencelup kain batik, dimensi bak, jenis cairan di dalam bak dan mekanisme penggunaan bak. Hasil pengumpulan data bak pencelup kain batik adalah sebagai berikut: 1.
Komponen-komponen bak pencelup kain batik a.
Bak kayu Bak kayu merupakan tempat untuk mencelup kain batik pada proses pewarnaan, khususnya pada saat pencelupan pada cairan warna dan penguncian warna. Di stasiun pewarnaan terdapat dua buah bak pencelup kain. Bak pertama berisi zat warna, dan bak kedua berisi campuran air keras. Kedua bak berbentuk prisma segitiga terbalik dengan dua kaki penyangga dan keseluruhan bagian bak terbuat dari kayu, untuk bak yang berisi cairan air keras bagian dalam bak dilapisi dengan karpet plastik.
commit to user
IV-1
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Tongkat penahan kain Tongkat penahan kain berfungsi untuk menahan bagian tengah kain pada saat proses pencelupan kain batik. Tongkat terbuat dari kayu dan berbentuk batangan. Tongkat penahan kain diletakkan di dalam bak setiap kali proses pewarnaan. Dengan adanya tongkat ini, bagian kain yang dicelup akan tertahan di dalam cairan kimia (tidak mengambang diatas air). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar 4.1
(a) (b) Gambar 4.1 Bak pencelup kain di Perusahaan Batik Brotoseno (a) Bak Kayu (b) Tongkat penahan kain Sumber: Perusahaan Batik “Brotoseno”, 2010.
2.
Dimensi bak pencelup kain Dimensi yang dimiliki oleh bak pencelup kain adalah sebagai berikut: a.
b.
Bak Kayu -
Panjang bak kayu
: 130 cm
-
Lebar bak kayu
: 55 cm
-
Kedalaman bak kayu : 25 cm
-
Tinggi bak kayu
: 58 cm
Tongkat Penahan Kain -
Panjang tongkat
: 122 cm
-
Diameter tongkat
: 3,5 cm
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2.
commit to user
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(a)
(b)
(c) Gambar 4.2 Dimensi bak pencelup kain di Perusahaan Batik Brotoseno (a) Bak tampak depan, (b) Bak tampak samping (c) Bak tampak atas commit to user Sumber: Perusahaan Batik “Brotoseno”, 2010.
IV-3
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Jenis cairan di dalam bak Jenis cairan di dalam bak merupakan campuran zat kimia yang digunakan untuk proses pewarnaan dan penguncian zat warna. Jenisnya yaitu: a. Proses Pewarnaan Proses pewarnaan kain batik di Perusahaan Brotoseno memanfaatkan warna-warna sintetis. Penggunaan zat-zat pewarna jenis ini ternyata membuat proses produksi batik lebih cepat dan beraneka ragam. Pada proses ini digunakan dua jenis pewarnaan, yaitu: - Pewarna Idigosol/Radip Jenis ini menggunakan zat kimia antara lain: Indigosol Yellow, Indigosol Green IB , Indigosol Yellow JGK, Indigosol Blue 04B , Indigosol Orange HR, Indigosol Grey IBL, Indigosol Brown IBR, Indigosol Violet ARR, Indigosol Brown IRRD Indigosol Violet 2R Indigosol Violet IBBF. - Naptol Jenis ini menggunakan zat kimia antara lain: Naptol AS-G, Naptol AS-LB, Naptol AS-BO, Naptol AS-D, Naptol AS , Naptol AS.OL, Naptol AS-BR, Naptol AS.BS, Naptol AS-GR. Keduanya dilarutkan dengan air panas dengan komposisi tertentu. b. Proses Penguncian Zat Warna Pada proses ini digunakan campuran air dan larutan asam (HCl atau H2SO4) dengan perbandingan komposisi campuran yaitu untuk 0,25 liter air keras dicampur dengan 10 liter air. Campuran ini hanya digunakan untuk penguncian warna setelah proses pewarnaan dengan menggunakan pewarna jenis Indigosol/Radip. Sedangkan untuk Naptol-Garam, proses penguncian warna menggunakan larutan Kaustik soda.
4.
Prosedur penggunaan bak Adapun prosedur penggunaan bak pencelup kain pada proses pencelupan adalah sebagai berikut : commit tooleh userdua orang operator. a. Proses pencelupan kain dilakukan
IV-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Operator mengambil kain yang telah direndam dalam air (kain basah). c. Salah satu operator memegang salah satu ujung kain. d. Operator lain menaruh tongkat penahan pada bagian tengah kain di dasar bak, kemudian memegang ujung kain yang lain. e. Kedua operator secara bergantian mencelupkan kain ke zat warna agar semua bagian kain tercelup. Pencelupan dilakukan + 5–10 kali pencelupan. f. Setelah itu kain ditiriskan sebentar agar zat warna meresap pada kain. 4.1.2
Identifikasi Masalah Pada Proses Pencelupan Kain Tahap identifikasi masalah pada proses pencelupan kain berguna untuk
mengetahui bagaimana postur kerja operator pada saat proses pencelupan kain batik pada bak dan identifikasi keluhan, harapan serta kebutuhan operator. Tahaptahap lebih lengkap dapat dilihat pada bagian selanjutnya. 1.
Postur Tubuh Operator Pada Proses Pencelupan Kain di Bak Postur tubuh operator pada proses pencelupan kain dibagi menjadi dua,
yaitu: a.
Postur tubuh saat pencelupan kain Postur tubuh saat pencelupan kain dilakukan dengan postur membungkuk. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang oleh dua orang operator, tiap operator secara bergantian mencelupkan tiap ujung kain batik ke dalam bak. Postur ini meyebabkan keluhan nyeri pada bagian leher, pundak, punggung, pinggang, pergelangan dan jari-jari tangan. Postur tubuh saat pencelupan kain dapat dilihat pada gambar 4.3.
commit to user
IV-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(a)
(b)
Gambar 4.3 Posisi pencelupan kain di bak kayu pada stasiun pewarnaan (a) Pencelupan oleh operator ke-1 (b) Pencelupan oleh operator ke-2. b.
Postur tubuh operator saat membersihkan bak. Postur tubuh operator saat membersihkan bak dilakukan sesudah proses pencelupan. Kegiatan ini dilakukan dengan posisi berdiri dan tubuh bagian atas membungkuk. Untuk membuang cairan didalam bak, operator harus menggulingkan bak atau membuang cairan sedikit demi sedikit dengan menggunakan gayung. Postur ini meyebabkan keluhan nyeri pada bagian punggung, pundak, pergelangan tangan dan pinggang. Postur tubuh operator saat membersihkan bak dapat dilihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.4 Postur tubuh operator saat membersihkan bak kayu 2.
Identifikasi Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketiga operator, kuesioner Nordic commit to user Body Map, dan analisis RULA. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan
IV-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
informasi secara langsung dari para pekerja mengenai keluhan ketidaknyamanan yang dialami operator pada proses pencelupan kain di bak. Keluhan ketidaknyamanan ini kemudian diidentifikasi menjadi kebutuhan operator. Identifikasi ini bertujuan untuk mempermudah perancang dalam merancang alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan operator. Hasil wawancara terhadap operator mengenai keluhan ketidaknyamanan pada proses pencelupan kain dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Keluhan operator pada proses pencelupan No
Keluhan Operator
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nyeri pada bagian telapak tangan Nyeri pada bagian pundak Nyeri pada bagian pinggang Nyeri pada bagian leher Nyeri pada bagian pergelangan tangan Nyeri pada pinggul
Persentase 100% 67% 67% 33% 33% 33%
Selain itu wawancara juga dilakukan untuk mengetahui harapan operator yang selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam perancangan. Tabel 4.2 menunjukkan beberapa pernyataan harapan pekerja mengenai fasilitas untuk pencelupan kain batik. Tabel 4.2 Harapan Operator No 1.
2. 3. 4. 5
Harapan Operator Saya ingin sarana yang bisa mengurangi nyeri di telapak tangan atau mengurangi kontak langsung dengan zat kimia. Saya ingin sarana yang memungkinkan proses pencelupan dengan posisi yang nyaman (badan tidak perlu membungkuk). Saya ingin sarana yang mudah digunakan dan tidak mengurangi aktivitas pencelupan. Saya ingin proses pencelupan tetap bisa dilakukan walau hanya ada 1 orang pekerja. Saya ingin bak pencelup kain yang lebih baik dan tahan terhadap zat kimia.
Persentase 100%
100% 67% 100% 67%
Dari keluhan dan harapan mereka dapat ditentukan kebutuhan dan rancangan produk yang bisa dibuat. Tabel 4.3 menyatakan tentang keluhan, commit to user harapan, dan kebutuhan operator.
IV-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.3 Keluhan, harapan dan kebutuhan operator No
Keluhan
1.
Perih dan gatal pada telapak tangan karena harus kontak langsung dengan zat kimia
Harapan
Kebutuhan
Sarana yang bisa mengurangi nyeri pada telapak tangan atau kontak langsung dengan zat kimia
Alat bantu yang bisa mengurangi keluhan pada telapak tangan
Sarana yang memungkinkan proses pencelupan kain dengan posisi yang nyaman
Alat bantu yang memungkinkan proses pencelupan tanpa membungkuk
Sarana yang mudah digunakan dan tidak mengurangi aktivitas pencelupan kain
Alat bantu dibuat dengan mekanisme sederhana namun dengan posisi kerja yang lebih baik
2.
Pegal pada punggung, pinggang, pundak dan leher karena posisi membungkuk saat proses pencelupan
3.
Proses pencelupan tidak dapat berjalan apabila hanya ada 1 orang operator.
Sarana yang dapat dioperasikan oleh 1 operator.
Alat bantu yang dapat dioperasikan hanya 1 orang operator tanpa mengurangi aktivitas pencelupan.
4.
Kondisi bak yang mulai rusak dan ukurannya tidak sesuai dengan panjang kain.
Bak pencelup kain yang lebih baik dan tahan terhadap zat kimia.
Perbaikan pada kondisi bak pencelup kain lama.
4.2
PENGOLAHAN DATA Pengolahan data dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian.
Bagian-bagiannya, yaitu: Penentuan feature dan ide perancangan, penentuan spesifikasi detail perancangan, perhitungan RULA pada hasil perancangan, perhitungan beban yang ditanggung operator saat proses pencelupan dan perhitungan biaya rancangan. Bagian-bagian pengolahan data ini dijelaskan secara lebih detail pada bagian-bagian berikut ini. 4.2.1
Feature dan Ide Rancangan Dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan operator dan tujuan
perancangan, maka feature rancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik dapat dilihat pada tabel 4.4.
commit to user
IV-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Feature rancangan alat bantu No
Kebutuhan
Feature Alat ·
Alat bantu dilengkapi dengan komponen yang mampu mengantikan fungsi kedua tangan operator, sehingga dapat meminimalkan kontak langsung tangan operator dengan zat kimia saat proses pencelupan kain.
·
Komponen ini yang akan mencelupkan kain ke cairan kimia dengan sistem pencelupan naik turun secara bergantian dari ujung ke ujung kain sehingga seluruh bagian kain akan tercelup ke zat warna.
·
2.
Alat bantu yang memungkinkan proses pencelupan tanpa membungkuk
Alat bantu dioperasikan dengan sistem tarik ulur, sistem ini yang menyebabkan kain dapat tercelup di zat warna. Untuk itu alat dilengkapi dengan komponen berupa tongkat yang akan berfungsi sebagai kendali alat.
·
Pengaturan panjang tarikan tongkat kendali disesuaikan dengan postur kerja dan antropometri tubuh operator, serta diatur agar seluruh bagian kain tetap dapat tercelup di zat kimia. Dengan ini diharapkan operator tidak perlu membungkukkan badan saat proses pencelupan.
3.
Alat bantu yang dapat dioperasikan hanya 1 orang operator tanpa mengurangi aktivitas pencelupan.
Rancangan alat bantu akan didesain sehingga dapat dioperasikan oleh satu operator. Peranan operator ke-2 akan digantikan dengan memanfaatkan mekanisme tarik ulur.
4.
Alat bantu dibuat dengan mekanisme sederhana namun dengan posisi kerja yang lebih baik
Alat dibuat dengan postur kerja berdiri dan dibuat dengan sistem manual dan sederhana, sehingga operator dapat mudah menggunakannya.
5.
Perbaikan pada kondisi bak pencelup kain lama.
Usulan perbaikan pada beberapa bagian bak pencelup kain, namun masih tetap mempertahankan desain bak sebelumnya.
1.
Alat bantu yang bisa mengurangi keluhan/ ketidaknyamanan pada telapak tangan
Berdasarkan feature rancangan yang telah dinyatakan diatas, dapat dikembangkan ide-ide rancangan alat bantu. Ide yang dikembangkan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan,dan berdasarkan prinsip ergonomi agar operator dapat menggunakan hasil rancangan dengan nyaman. Tabel 4.5 menjabarkan ide yang dikembangkan dalam perancangan alat bantu berdasarkan kebutuhan operator: commit to user
IV-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 Ide rancangan alat bantu No
1.
2.
3.
4.
5.
Feature Alat Komponen yang dapat mengantikan fungsi kedua tangan operator saat proses pencelupan
Komponen yang berfungsi untuk mengendalikan kerja alat
Rancangan alat bantu didesain hanya dikendalikan oleh satu orang operator
Pengoperasian alat dengan sistem manual dan sederhana.
Tempat untuk meniriskan kain setelah dicelupkan
Ide Rancangan Alat Bantu ·
Komponen tersebut berupa 2 buah tongkat penyangga kain yang dipasang sejajar.
·
Tongkat penyangga dilengkapi dengan penjepit untuk mencekam kain agar kain tidak jatuh saat dicelupkan.
·
Kedua ujung kain akan dicelupkan secara bergantian, sehingga sistem kerja tongkat penyangga adalah bergerak naik turun secara bergantian (sama seperti sistem pencelupan sebelumnya).
·
Alat bantu dilengkapi dengan tongkat kendali di salah satu sisi alat bantu. Tongkat ini akan mengatur gerakan tongkat penyangga kain.
·
Dengan adanya tongkat ini operator hanya perlu menarik atau mengulur tongkat penyangga saat proses pencelupan berlangsung.
·
Posisi tongkat kendali didesain untuk posisi kerja operator berdiri, dan ukurannya akan disesuaikan dengan data antropometri operator, sehingga operator dapat nyaman saat menggunakannya.
·
Sistem kerja alat adalah menarik dan mengulur tongkat kendali ke atas dan kebawah.
·
Tali diikat pada tongkat kendali dan dihubungkan melingkar pada kedua sisi alat bantu.
·
Untuk memudahkan gerakan tongkat kendali digunakan pulley. Sehingga dalam mekanisme ini tidak diperlukan operator kedua.
·
Pengoperasian alat dikendalikan sepenuhnya oleh operator. Operator hanya perlu menarik dan mengulur tongkat kendali kearah atas dan bawah.
·
Sistem kerja alat adalah gerakan tarik ulur pada tongkat kendali, yang secara otomatis akan menyebabkan gerakan naik turun dari tongkat penyangga kain.
·
Untuk mewujudkan ini maka digunakan pulley. Pulley untuk tali pada tongkat kendali, dipasang sejajar pada satu tiang dengan pulley untuk tali yang menghubungkan tongkat penyangga kain. Kedua pulley akan bergerak bersamaan saat operator mengoperasikan alat.
Alat bantu akan dilengkapi dengan tempat untuk meniriskan kain setelah dicelupkan. Tempat meniriskan kain berupa tiang yang akan dipasang melintang pada rangka alat bantu.
commit to user
IV-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.5 (Lanjutan) Ide rancangan alat bantu No
6.
Feature Alat
Ide Rancangan Alat Bantu
Usulan perbaikan pada bak pencelup awal
Perbaikan dilakukan dengan menyesuaikan ukuran bak dengan ukuran kain yang dicelupkan, tanpa merubah desain bak. Bagian dalam bak akan diberi pelapis yang tahan terhadap zat kimia untuk melindungi rangka kayu. Bak juga akan dilengkapi saluran pembuangan air yang berfungsi untuk mengalirkan cairan saat bak dibersihkan.
Untuk lebih jelasnya gambaran feature dan ide rancangan alat bantu dapat dilihat pada sketsa gambar berikut:
Gambar 4.5 Sketsa feature rancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik
commit to user
IV-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.6 Sketsa usulan pada bak pencelup kain batik 4.2.2
Data Antropomentri Pekerja Pengukuran data antropometri dilakukan kepada 3 orang operator di
Stasiun Pewarnaan. Data anthropometri yang dipakai adalah tinggi badan tegak yang digunakan untuk menentukan tinggi operator yang digunakan untuk menentukan perhitungan RULA setelah perancangan. Tinggi bahu berdiri, panjang lengan atas, panjang lengan bawah, dan pangkal telapak tangan ke pangkal jari yang akan digunakan untuk menentukan jangkauan tangan operator. Serta diameter genggaman tangan yang digunakan untuk menetukan ukuran tongkat kendali. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6 Data Anthropometri Operator No 1 2 3 4 5 6
Data yang diukur
Simbol
Tinggi badan tegak Tinggi bahu berdiri Panjang lengan atas Panjang lengan bawah Pangkal telapak tangan ke pangkal jari Diameter genggaman tangan
Tbt Tbb Pla Plb Pttpj Dgt
Operator (dalam cm) 1 2 3 164 168 172 136 139 144 27 30 32 25 26 27 10 10 11 4,5 4 4,5
Berdasarkan data diatas akan dihitung jangkauan tangan operator berdasarkan posisi yang paling nyaman saat operator menjangkau ke atas maupun commit to user tangan menggunakan ukuran ke bawah, sedangkan diameter genggaman
IV-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebenarnya. Contoh perhitungan manual untuk mentukan jangkauan tangan operator dengan tinggi 164 cm dapat dilihat pada gambar 4.7 dan perhitungan berikut:
Gambar 4.7 Postur tubuh operator saat menjangkau ke atas dan ke bawah a. Jangkauan tangan keatas (Jta) Jangkauan tangan keatas (Jta)
= tb + ( Pla x sin θ ) + ( ( Plb+Pttpj ) x sin θ ) = 136 + (27 x sin 15) + ((25+10) x sin 48) = 169 cm
b. Jangkauan tangan kebawah (Jtb) = tb - ( Pla x cos θ ) - (( Plb+Pttpj ) x cos θ ) = 136 - (27 x cos 19) - ((25+10) x cos 29) = 74, 63 cm » 75 cm Adapun rekapitulasi hasil perhitungan data antropometri dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini :
No 1 2 3
Tabel 4.7 Rekapitulasi hasil perhitungan data antropometri Operator (dalam cm) Data yang diukur Simbol 1 2 3 Jangkauan tangan ke atas Jta 169 175 194 Jangkauan tangan ke bawah Jtb 74 79 82 Diameter genggaman tangan Dgt 4,5 4 4,5
Data antropometri ini yang akan digunakan sebagai dasar perancangan alat commit to user bantu pada bak pencelup kain batik. Pemilihan data yang dipergunakan untuk
IV-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengukuran alat mempertimbangkan karakteristik dan keterbatasan operator. Hal ini dimaksudkan agar operator dapat nyaman saat mengoperasikan alat. 4.2.3
Penentuan Spesifikasi Detail Perancangan Dalam penentuan spesifikasi detail perancangan ditentukan detail desain
rancangan, spesifikasi geometri rancangan dan penentuan material rancangan alat bantu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagian berikut ini. A.
Detail Desain Tahap ini diawali dengan proses mendetailkan ide. Detail ide pembuatan
alat bantu pencelupan kain batik mengacu pada ide-ide yang telah muncul. Hasil dari detail ide tersebut adalah: 1. Dibuat alat bantu pencelup kain batik yang rangkanya terpisah dari bak pencelupnya. Alat bantu dapat dibongkar pasang untuk mempermudah saat membawa dan memindahkan alat. 2. Alat bantu dioperasikan secara manual oleh satu orang operator. Sistem pencelupan adalah mencelupkan kain secara bergantian dari ujung ke ujung kain (sama dengan sistem sebelumnya) sampai seluruh bagian kain tercelup. 3. Alat bantu dilengkapi dengan dua buah tongkat penyangga kain yang berfungsi untuk mencelupkan kain ke cairan kimia. Ukuran tongkat disesuaikan dengan lebar kain terbesar, dan tinggi tongkat saat bergerak naik akan disesuaikan dengan panjang kain. Dengan ini seluruh bagian kain dapat tercelup di cairan kimia. 4. Tongkat penyangga kain akan dilengkapi dengan penjepit kain agar kain tidak jatuh saat dicelupkan. Posisi penjepit dapat digeser sesuai dengan lebar kain yang dicelupkan. Dengan adanya tongkat ini, operator tidak perlu mencelupkan tangan ke dalam bak saat proses pencelupan. Saat proses pencelupan, kedua tongkat akan bergerak naik turun secara bergantian, sehingga kain dicelupkan dari ujung ke ujung kain. 5. Alat dioperasikan dengan cara menarik dan mengulur tongkat kendali. Tongkat kendali ditempatkan di tosisi depan rangka alat bantu. Ukuran commit user
IV-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diameternya disesuaikan dengan ukuran genggaman tangan operator, dengan ini diharapkan operator dapat nyaman saat menggunakannya. Panjang tarikan tongkat disesuaikan dengan panjang jangkauan tangan operator dari atas ke bawah dengan posisi berdiri tegak, tanpa harus menundukkan badan. Untuk mengembalikan tali keposisi semula digunakan pemberat. Pemberat dipasang pada tali yang dihubungkan dengan tongkat kendali di kedua sisi alat bantu. 6. Tali akan diikat secara melingkar pada tongkat kendali kemudian tali dihubungkan dengan menggunakan pulley pada kedua sisi alat bantu (masing-masing sisi mengunakan enam buah pulley). 7. Gerakan menarik dan mengulur tongkat kendali akan mempengaruhi gerakan tongkat penyangga kain. Untuk itu pulley yang digunakan untuk tali pada tongkat kendali, dipasang sejajar dengan pulley yang menghubungkan tongkat penyangga kain. Kedua pulley akan bergerak bersamaan saat proses tarik-ulur. Sehingga saat tongkat kendali ditarik dan diulur, tongkat penyangga kain juga akan ikut bergerak naik turun. 8. Karena keterbatasan panjang tarikan operator (panjang tarikan operator lebih pendek daripada ukuran tinggi tongkat penyangga kain saat bergerak naik), maka pulley pada penyangga kain menggunakan pulley dengan ukuran yang lebih besar dari pada pulley pada tongkat kendali. Dengan ini diharapkan saat proses pencelupan seluruh bagian kain tetap dapat tercelup, dan operator juga tidak perlu membungkukkan badan. 9. Agar tali yang diikat di tongkat kendali senantiasa tegang, maka digunakan lembaran karet. Karet diikat pada tali dibawah tongkat kendali. 10. Untuk tempat meniriskan kain setelah dicelupkan, tiang jemuran dipasang pada badan rangka, dan diatur posisinya tepat diatas bak pencelup kain agar tetesan-tetasan cairan kimia dapat jatuh kedalam bak. Berdasarkan
detail
desain
rancangan
maka
komponen-komponen
penyusun dari alat bantu pencelup kain batik antara lain yaitu :
commit to user
IV-15
perpustakaan.uns.ac.id
No
B.
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.8 Komponen penyusun alat bantu pencelup kain batik Komponen Fungsi
1.
Rangka Utama
Sebagai penyangga utama dari keseluruhan komponen penyusun alat bantu pencelup kain batik. Rangka utama dapat dibongkar pasang untuk mempermudah memindahkan alat bantu.
2.
Tongkat kendali
Sebagai kendali utama untuk mengoperasikan alat bantu. Tongkat kendali berhubungan langsung dengan operator. Tongkat ini dioperasikan operator dengan cara menarik dan mengulur tongkat, sehingga secara otomatis tongkat penyangga kain juga akan bergerak naik dan turun secara bergantian.
3.
Tongkat penyangga kain
Sebagai tempat mengaitkan kedua ujung kain saat dicelupkan ke zat kimia (menggantikan fungsi tangan operator). Alat bantu membutuhkan dua buah tongkat penyangga.
4.
Penjepit kain
Untuk menjepit atau mencekam kain pada tongkat penyangga kain agar kain tidak jatuh saat dicelupkan.
5.
Pulley
Sebagai penghubung dan penerus gaya putar pada mekanisme sistem tarik ulur obyek dengan menggunakan tali didalam pengoperasian alat bantu. Alat ini membutuhkan 16 buah pulley.
6.
Bearing
Membantu memperingan putaran pulley. Untuk setiap pulley digunakan dua buah bearing.
7.
Polypropylene rope
Penghubung antara antara kedua tongkat penyangga kain.
8.
Pemberat
Mengembalikan tongkat keposisi semula setelah ditarik operator.Berat pemberat didesain lebih berat dari pada tongkat kendali.
9.
Karet
Menjaga agar tali yang diikat pada tongkat kendali posisinya senantiasa stabil (tidak kendor).
9.
Tiang tirisan kain
Tempat meniriskan kain setelah dicelupkan ke zat kimia.
Penentuan Spesifikasi Geometri Rancangan 1.
Penentuan Dimensi Rancangan Alat Bantu
Berdasarkan detail desain yang telah ditentukan maka diperlukan datauser tahap perancangan. Data-data data anthropometri yangcommit sesuaitountuk
IV-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
anthropometri yang digunakan yaitu : a. Jangkauan tangan ke atas (Jta) Jangkauan tangan ke atas diperlukan untuk mendapatkan ukuran tinggi maksimal jangkauan tangan operator saat mengulur tongkat kendali pada posisi berdiri, dan merupakan tinggi normal tongkat kendali dari tanah saat tidak ditarik. Jangkauan tangan ke atas didapat dari tinggi bahu operator ditambah dengan panjang lengan atas, panjang lengan bawah, dan panjang pangkal telapak tangan sampai dengan pangkal jari setelah dikali sudut yang terbentuk. Ukuran yang dipergunakan adalah jangkauan operator terpendek. Dengan ini diharapkan seluruh operator dengan ukuran tubuh pendek maupun tinggi tetap nyaman saat mengoperasikan alat (tinggi maksimal tongkat saat diulur atau kondisi normal tidak terlalu tinggi). b. Jangkauan tangan ke bawah (Jtb) Jangkauan tangan ke bawah diperlukan untuk mendapatkan ukuran tinggi maksimal jangkauan tangan operator saat menarik tongkat kendali pada posisi berdiri tegak. Jangkauan tangan ke atas didapat dari tinggi bahu operator dikurangi dengan panjang lengan atas, panjang lengan bawah, dan panjang pangkal telapak tangan sampai dengan pangkal jari setelah dikali sudut yang terbentuk.Ukuran yang dipergunakan adalah jangkauan tangan operator tertinggi. Dengan ini diharapkan seluruh operator tidak perlu membungkukkan badan saat proses pencelupan kain. Dari ukuran jangkauan tangan keatas dan jangkauan tangan kebawah akan dihitung selisih antara jta operator terpendek dan jtb operator tertinggi untuk mendapatkan panjang lintasan maksimal tarikan operator. Dengan ini diharapkan postur tubuh operator tidak perlu membungkuk saat mengoperasikan alat. c. Diameter genggaman tangan (Dgt) Diameter genggaman tangan diperlukan untuk mengetahui ukuran commitDengan to user ini diharapkan operator dapat diameter tongkat kendali.
IV-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nyaman saat menggunakannya. Ukuran yang digunakan adalah diameter genggaman tangan normal. Dengan tetap mempertimbangkan dimensi bak pencelup kain, ukuran kain dan data antropometri operator ditentukan dimensi pada perancangan alat bantu. Komponen alat bantu yang dimensinya berdasarkan data antropometri operator adalah tongkat kendali operator dan panjang maksimal tarikan tongkat. Dimensi-dimensi yang digunakan pada alat bantu pada bak pencelup kain batik meliputi: a.
Tinggi rangka alat bantu Penentuan tinggi rangka alat bantu disesuaikan dengan panjang kain dan tinggi dasar bak pencelup. Panjang kain maksimalnya 2,75 m, dan saat proses pencelupan kain dapat dilipat menjadi 2 sehingga panjangnya 1,375 m atau 138 cm. Tinggi dasar bak dari lantai 33 cm dan kedalaman bak 30 cm. Diameter pulley yang digunakan adalah 15 cm dan jari-jari tongkat penyangga kain Dan diperhitungkan pemberian allowance agar tongkat penyangga kain tidak membentur pulley. Maka dapat ditentukan perhitungan tinggi rangka alat bantu sebagai berikut: Tinggi rangka (Tr) = Tdb + Pk + R tongkat + d pulley + allowance = 33 + 138 + 2,8 + 15 + 11 cm = 199,8 cm » 2 m Keterangan: Tr
= Tinggi rangka alat bantu
Tdb
= Tinggi dasar bak dari lantai
Pk
= Panjang kain
Rtongkat = Jari-jari tongkat penyangga kain d pulley = Diameter pulley commit to user
IV-18
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Panjang rangka alat bantu Penentuan panjang rangka ditentukan oleh lebar bak pencelup ditambah allowance supaya saat bak ditempatkan, badan bak tidak membentur dalam rangka alat bantu. Maka dapat ditentukan perhitungan tinggi rangka alat bantu sebagai berikut: Panjang rangka (Pr) = Lb + allowance = 140 + 20 = 160 cm » 1,60 m Keterangan: Pr = Panjang rangka Lb = Lebar bak pencelup
c.
Lebar rangka alat bantu Penentuan lebar rangka ditentukan dengan mempertimbangakan ukuran diameter pulley dan jarak antar pulley. Maka lebar rangka alat bantu ditentukan sepanjang 100 cm atau 1 m.
d.
Tongkat penyangga kain Penentuan dimensi tongkat penyangga kain ditentukan dengan lebar kain terbesar ditambah allowance sebagai tempat untuk mengikatkan tali. Ukurannya juga lebih pendek daripada ukuran dalam bak agar tidak membentur sisi bak saat kain dicelupkan. Panjang tongkat penyangga kain ( Ptpk ) = Lk + allowance = 115 + 20 = 135 cm » 1,4 m Keterangan: Ptpk = Panjang tongkat penyangga kain L
k
= Lebar kain
commit user tongkat maksimal dari dasar bak Diameter tongkat yaitu 2 cm. to Tinggi
IV-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
saat proses pencelupan adalah 138 cm atau 1,38 m. e.
Tongkat kendali operator Penentuan dimensi tongkat penyangga kain ditentukan dengan panjang rangka alat bantu ditambah allowance. Pemberian allowance dimaksudkan agar badan tongkat kendali ukurannya menjadi lebih panjang
daripada
badang
rangka,
sehingga
tongkat
tidak
bergelantungan kedalam rangka (badan tongkat akan terhalang badan rangka ketika tongkat diulur). Panjang tongkat kendali operator ( Ptko ) = Pr + allowance = 160 + 20 = 180 cm » 1,80 m Keterangan: Ptko = Panjang tongkat kendali operator Pr
= Panjang rangka
Diameter tongkat berdasarkan diameter genggaman tangan operator, agar operator nyaman saat memegangnya yaitu 4,5 cm atau 0,045 m. Tinggi tongkat normal atau tinggi maksimal tongkat saat diulur berdasarkan jangkauan tangan keatas operator terpendek yaitu 169 cm atau 1,69 m. Panjang tarikan tongkat merupakan selisih antara ukuran jangkauan tangan keatas operator terpendek dan jangkauan tangan kebawah operator tetinggi. Selisih ini merupakan panjang maksimal tongkat dapat ditarik-ulur oleh operator. Panjang tarikan tongkat kendali ( Pttk ) = Jta (op) – Jtb (ot) = 169 - 82 = 87 cm » 0,87 m commit to user
IV-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan: Pttk
= Panjang tarikan tongkat kendali
Jta (op) = Jangkauan tangan keatas operator terpendek Jtb (ot) = Jangkauan tangan kebawah operator tertinggi f.
Ukuran tali Tali yang digunakan menggunakan polypropylene rope dengan diameter 6 mm. Jenis tali ini dipilih karena polypropylene rope ukuran 6mm memiliki kekuatan putus minimum 5.00 KN, dan beban aman (safety factor 12) tali sebesar 0,417 KN atau 41,7 kg. Dengan berat tali sebesar 0,02 Kg/m (Engineering Toolbox, 2010).
g.
Ukuran pulley Alat bantu menggunkan 16 buah pulley. Duabelas buah pulley berukuran diameter 7,5 cm digunakan untuk tali yang berfungsi untuk mengerakkan tongkat kendali operator, sedangkan empat buah pulley berukuran diameter 15 cm digunakan untuk untuk tali yang berfungsi menghubungkan antara kedua tongkat penyangga kain.
h.
Bearing Bearing yang digunakan berukuran diameter dalam 1,7 cm dan diameter luar berukuran 3,5 cm.
i.
Poros pulley Ukuran poros pulley disesuaikan dengan ukuran diameter dalam bearing dan pully yang digunakan.
j.
Tiang tirisan Penentuan panjang tiang tirisan kain berdasarkan panjang rangka yaitu 165 cm dengan diametr 1 inci atau 2,75 cm.
k.
Alas bawah alat bantu Alas bawah alat bantu terbuat dari balok kayu berukuran 14 x 120 cm.
Rekapitulasi ukuran alat bantu pada bak pencelup kain batik dapat commit to user dilihat pada tabel 4.9.
IV-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.9 Rekapitulasi ukuran alat bantu pencelup kain batik No Komponen Alat Bantu Ukuran 1.
2. 3.
Tongkat Penyangga Kain Tongkat kendali operator
Panjang
160 cm
Lebar
100 cm
Tinggi
200 cm
Panjang
130 cm
Diameter
2 cm
Panjang
180 cm
Diameter
4,5 cm
4
Polypropylene rope
Diameter
6 mm
5
Pulley
Diameter Pulley A
15 cm
Diameter Pulley B
7,5 cm
6
Poros pulley
Diameter
22 mm
7
Bearing
Diameter dalam
1,75 cm
Diameter luar
3,5 cm
Panjang
20 cm
Lebar
5 cm
8 9
l.
Rangka Utama
Karet Tiang Tirisan
Panjang
165 cm
Diameter
2,75 cm
Usulan pada bak pencelup kain batik Usulan perbaikan pada bak pencelup kain batik yaitu perubahan ukuran pada beberapa bagian bak. penambahan pelapis yang tahan terhadap bahan kimia di bagian dalam bak kayu, dan pemberian saluran untuk mengalirkan cairan saat bak dibersihkan. Perubahan ukuran dilakukan pada panjang dan lebar bak. Ukuran panjang bak diubah menjadi 140 cm, kedalaman 30 cm, dan lebarnya menjadi 70 cm.
Ukuran tongkat penahan kain juga disesuaiakan
dengan panjang bak yaitu 135 cm dan diameternya disesuaikan dengan diameter gengaman tangan operator yaitu 4,5 cm. Sedangkan desain dan material bak masih mempertahankan desain dan material yang lama. Penambahan pelapis pada bagian dalam bak kayu dimaksudkan untuk memberikan lapisan pelindung pada bak. Alternatif material yang commit to user steel. Kedua material ini adalah digunakan adalah kaca dan stainless
IV-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
material yang tahan terhadap korosi dan zat kimia. Kaca merupakan material yang dipilih karena sifatnya yang tembus pandang dan permukaan yang halus sehingga mudah dibersihkan, cukup kuat, harganya cukup murah, tahan terhadap zat/reaksi kimia dan tegangan termal, dan kedap air. Stainless steel merupakan logam yang tahan terhadap korosi dan zat kimia karena mengandung lapisan film oksida Kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses oksidasi besi (Ferum), namun untuk melapisi bagian dalam bak material ini harus dilas, dan akan menghilangkan lapisan kromium ini. Maka kaca merupakan material yang dipilih untuk melapisi bagian dalam bak. Dengan ini diharapkan bak dapat lebih tahan lama. Sedangkan penambahan saluran pembuangan air pada bak dimaksudkan untuk mempermudah saat proses membersihkan/menguras bak. Gambar usulan perbaikan dapat dilihat pada gambar 4.8.
(a)
commit to user
IV-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(b)
(c)
(d) Gambar 4.8 Usulan perbaikan pada ukuran dan pelapis bak (a) Posisi keseluruhan bak pencelup kain (b) bak pencelup kain tampak depan (c) bak pencelup kain tampak atas (d) bak pencelup kain tampak samping commit to user
IV-24
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Gambar desain rancangan Bagian ini menunjukkan desain hasil rancangan alat bantu pada bak
pencelup kain batik. Desain secara lebih jelas ditunjukkanpada gambar 4.9 sampai dengan gambar 4.15.
Gambar 4.9 Desain rancangan alat bantu pencelup kain batik
commit to user Gambar 4.10 Desain rancangan alat bantu tampak depan
IV-25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.11 Desain rancangan alat bantu tampak samping
commit to user Gambar 4.12 Desain rancangan alat bantu tampak atas
IV-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.13 Desain alat bantu pada bak pencelup kain batik (posisi normal)
Gambar 4.14 Desain alat bantu pada bak pencelup kain batik (posisi tarikan maksimal
commit to user
IV-27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemberat
Gambar 4.15 Detail komponen alat bantu pada bak pencelup kain Prosedur penggunaan alat bantu pada bak pencelup kain batik adalah sebagai berikut: 1. Operator mengambil kain yang telah direndam dalam air (kain basah). 2. Operator mengaitkan salah satu ujung kain ke penjepit di tongkat penyangga kain 1. 3. Bagian tengah kain (yang ada didalam bak) ditahan dengan menggunakan tongkat penahan yang ada didalam bak. 4. Ujung kain yang lain dikaitkan pada penjepit di tongkat penyangga kain 2. 5. Operator menarik dan mengulur tongkat kendali agar tongkat penyangga kain bergerak naik turun secara bergantian. 6. Setelah kain selesai dicelupkan, kain dilepas dari tongkat penyangga kain, kemudian ditiriskan pada tiang tirisan. 7. Setelah kain selesai ditiriskan, dapat dilanjutkan ke proses berikutnya. C.
Penentuan Material Rancangan Alat bantu pada bak pencelup kain tersusun oleh komponen-komponen
penyusun. Komponen-komponen penyusun tersebut dapat dilihat dalam diagram bill of materials pada gambar 4.16 di bawah ini. commit to user
IV-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.16 Bill Of Materials Dari gambar bill of materials diatas, dapat dijelaskan material yang digunakan untuk masing-masing komponen penyusun produknya yaitu: 1. Rangka utama Rangka utama tersusun dari tiga material utama yaitu besi pipa berukuran diameter 2 inci dan 1 inci, besi as, plat besi, mur baut dan balok kayu. Besi pipa yang digunakan adalah besi pipa yang berukuran 2 inci. Balok kayu digunakan untuk alas rangka utama. Kayu yang dipilih adalah jenis kayu bangkirai ukuran 14x14. Material kayu dipilih sebagai alas rangka dengan pertimbangan stasiun pewarnaan merupakan area yang lembab, dan bagian lantai basah. Besi plat digunakan untuk bagian sambungan rangka. 2. Penyangga kain Tongkat penyangga kain merupakan bagian yang paling sering terkena zat kimia untuk itu dipilih material yang terbuat dari pipa stainless steel 3.14 berukuran 1 inci. Penyangga kain akan dilengkapi dengan penjepit kain. Penjepit kain terbuat dari stainless steel. 3. Tongkat kendali Tongkat kendali terbuat dari kayu. Jenis kayu yang dipilih adalah kayu meranti. 4. Beban Beban digunakan untuk mengendalikan ketinggian tongkat kendali. Untuk perancangan digunakan beban dengan berat 1 kg. commit to user
IV-29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Tali Tali yang digunakan adalah polypropylene rope berukuran diameter 6 mm. Tali ini yang akan menghubungkan tongkat kendali dengan pemberat dan penghubung antara kedua tongkat penyangga kain. 6. Pulley Pulley yang digunakan dalam perancangan adalah pulley nilon. Alat bantu membutuhkan 10 buah pulley, yaitu 12 buah pulley berdimeter 7,5 cm dan 4 buah pulley berdiameter 15 cm. 7. Bearing Bearing yang digunakan adalah bearing baja 6202 berukuran diameter dalam 1,75 cm dan diameter luar 3,5 cm. 8. Karet Karet yang digunakan adalah karet mentah berbentuk lembaran berukuran panjang 20 cm, lebar 5 cm dan tebal 3 mm. 9. Pengait Pengait terbuat dari besi. Komponen ini yang akan menghubungkan tali dengan karet. 10. Tiang tirisan Tiang tirisan juga merupakan bagian yang sering terkena zat kimia. Untuk itu dipilih material yang terbuat dari stainless steel berukuran diameter 1 inci. 4.2.4
Perhitungan Beban Yang Ditanggung Operator
commit to user Gambar 4.17 Kondisi pembebanan pada rancangan alat bantu
IV-30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gaya yang terjadi pada alat bantu yaitu gaya pada tangan operator, gaya pada batang kayu, gaya pada kain, dan gaya pada tongkat stainless steel, dengan asumsi gaya gesek belum diperhitungkan. Dimana F pada pulley adalah 0, dan karena ukuran pulley untuk kain besarnya 2 kali ukuan pulley untuk kendali operator maka besarnya gaya pada pulley kain 2 kali pulley kendali operator. Gaya-gaya yang terjadi dapat dirumus: Σ Mo =0 ( F tangan + F batang )R 1 – ( F kain + F stainless steel ) R 2 = 0 ( F tangan + F batang )R 1 – 2( F kain + F stainless steel ) = 0 Asumsi : gaya gesek belum diperhitungkan Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram bebas pada gambar 6.18.
Gambar 4.18 Diagram benda bebas pulley Dimana: Batang
ρ
= 0,6 gr/cm3
V
= 2.862,78 cm3 =ρ.V
m batang
= 0,6 gr/cm3 . 2.862,78 cm3 = 1717,67 gr = 1,71 kg Stainless steel
ρ
= 8 gr/cm3
V
= 98,02 cm3
m ss = ρ . V = 8 gr/cm3 . 98,02 cm3 = 784,16 gr = 0,78 kg m kain Gravitasi (g)
= 2 kg commit to user = 9,81 m/ s2
IV-31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jadi dapat dihitung gaya tiap-tiap bagian yaitu: F = W F = m.g 3.
F kain
= m kain . g kain = 2 kg . 9,81 m/ s2 = 19,62 N
4.
F batang
= m batang . g batang = 1,71 kg . 9,81 m/ s2 = 16,78 N
5.
F ss
= m ss . g ss = 0,78 kg . 9,81 m/ s2 = 7,65 N
Jadi besarnya gaya pada tangan operator adalah Σ F pulley
=0
( F tangan + F batang ) – 2 ( F kain + F stainless steel ) = 0 ( F tangan + 16,78 ) – 2 (19,62 + 7,65 ) = 0 ( F tangan + 16,78 ) – 54,54 = 0 F tangan – 37,76 = 0 F tangan = 37,76 N Jadi besarnya beban pada tangan operator adalah: F = m.g
4.2.5
F tangan operator
=m.g
37,76 N
= m . 9,81 m/ s2
m
=
37,76 = 3,85 kg 9,81
Perhitungan RULA Pada Hasil Perancangan Desain rancangan apabila diterapkan untuk proses mencelupkan kain
dengan menggunakan alat bantu pencelup pada bak pencelup kain ditunjukkan commit to user pada gambar 4.19.
IV-32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Posisi tubuh saat posisi awal pengoperasian alat bantu Postur dibawah ini merupakan postur tubuh yang diharapkan pada saat posisi awal proses pencelupan menggunakan alat bantu pencelup kain. Tinggi tongkat kendali disesuaikan dengan jangkauan tangan operator. Dengan ini operator akan memegang tongkat kendali dengan posisi berdiri dan postur tubuh tegak. Berdasarkan hal tersebut akan dipilih operator yang akan dijadikan dasar penilaian RULA, untuk itu dibandingkan postur tubuh operator untuk operator tertinggi dan terpendek. Perbandingan postur tubuh operator dapat dilihat pada gambar 4.19. Keterangan: 1. Tinggi alat : 200 cm 2. Tinggi operator :164 cm (Operator paling rendah) 3. Tinggi bahu : 136 cm 4. Panjang upper arm : 27 cm 5. Panjang lower arm : 25 cm 6. Pangkal telapak tangan ke pangkal jari : 10 cm 7. Diameter genggaman tangan : 4 cm 8. Jangkauan tangan ke atas : 164 cm 9. Jangkauan tangan ke bawah: 82 cm (a) Keterangan: 1. Tinggi alat : 200 cm 2. Tinggi operator :172 cm (Operator paling tinggi) 3. Tinggi bahu : 144 cm 4. Panjang upper arm : 32 cm 5. Panjang lower arm : 27 cm 6. Pangkal telapak tangan ke pangkal jari : 11 cm 7. Diameter genggaman tangan : 4,4 cm 8. Jangkauan tangan ke atas : 164 cm 9. Jangkauan tangan ke bawah: 82 cm (b) Gambar 4.19 Perbandingan posisi awal pengoperasian alat untuk operator tertinggi dan terendah. (a) Operator terendah, (b) Operator tertinggi commit to user
IV-33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Setelah itu dilakukan perhitungan sudut-sudut anggota tubuh tertentu pada penerapan
desain
rancangan
sebagai
dasar
perhitungan
RULA.
Perhitungannya dapat dilihat pada gambar 4.20.
(a)
(b)
Gambar 4.20 Perbandingan perhitungan sudut postur kerja pada posisi awal pengoperasian alat. (a) Postur operator terpendek, (b) Postur operator tertinggi. Setelah itu, dilakukan pemberian skor masing-masing segmen tubuh. Adapun penilaian RULA untuk operator terpendek dapat dilihat pada tabel 4.10. Tabel 4.10 Tabel Penilaian RULA pada postur awal untuk operator terpendek. Penilaian Skor Pergerakan lengan atas 4 Pergerakan lengan bawah 1 Pergerakan pergelangan tangan 1 Putaran pergerakan tangan 1 Pergerakan leher 2 Pergerakan batang tubuh 1 Postur kaki 1 Skor penilaian RULA di atas kemudian dimasukkan ke tabel perhitungan nilai RULA. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.21.
commit to user
IV-34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.21 RULA Scoring untuk postur awal untuk operator tependek Hasil perhitungan skor RULA untuk operator terpendek menunjukkan bahwa skor akhir yang didapat adalah 3 atau level resiko kecil. Artinya bahwa postur kerja operator pada penerapan desain rancangan tergolong aman. Sedangkan penilaian RULA untuk operator tertinggi dapat dilihat pada tabel 4.11. Tabel 4.11 Tabel Penilaian RULA pada postur awal untuk operator tertinggi. Penilaian Skor Pergerakan lengan atas 4 Pergerakan lengan bawah 1 Pergerakan pergelangan tangan 1 Putaran pergerakan tangan 1 Pergerakan leher 2 Pergerakan batang tubuh 1 Postur kaki 1 Skor penilaian RULA di atas kemudian dimasukkan ke tabel perhitungan nilai RULA. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.22.
commit to user
IV-35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.22 RULA Scoring untuk postur awal untuk operator tertinggi Hasil perhitungan skor RULA untuk operator terpendek menunjukkan bahwa skor akhir yang didapat adalah 3 atau level resiko kecil. Artinya bahwa postur kerja operator pada penerapan desain rancangan tergolong aman. Hasil skor akhir RULA untuk operator tertinggi dan terpendek ternyata tidak jauh berbeda, yaitu 3 (kecil) atau diperlukan tindakan beberapa waktu kedepan. Namun karena sebagian besar sudut-sudut yang terbentuk dari postur kerja pada operator tertinggi dan terendah ternyata lebih besar pada operator tertinggi, maka operator dengan ukuran tubuh tertinggi dipilih sebagai dasar perhitungan RULA selanjutnya. 2. Postur tubuh operator saat menarik tongkat kendali Postur dibawah ini merupakan postur tubuh yang diharapkan pada saat operator saat menarik tongkat kendali. Operator akan menarik tongkat kendali sesuai dengan jangkauan tangan operator dan kebutuhan pencelupan. Postur tubuh operator dapat dilihat pada gambar 4.23.
commit to user
IV-36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan: 1. Tinggi alat : 200 cm 2. Tinggi operator :172 cm 3. Tinggi bahu : 144 cm 4. Panjang upper arm : 32 cm 5. Panjang lower arm : 27 cm 6. Pangkal telapak tangan ke pangkal jari : 11 cm 7. Diameter genggaman tangan : 4,4cm 8. Jangkauan tangan ke atas : 164 cm 9. Jangkauan tangan ke bawah: 82 cm Gambar 4.23 Posisi pengoperasian alat saat menarik tongkat kendali Setelah itu dilakukan perhitungan sudut-sudut anggota tubuh tertentu pada penerapan
desain
rancangan
sebagai
dasar
perhitungan
RULA.
Perhitungan sudut dapat dilihat pada gambar 4.24.
Gambar 4.24 Perhitungan sudut postur kerja pada saat menarik tongkat kendali Setelah itu, dilakukan pemberian skor masing-masing segmen tubuh. Adapun penilaian RULA pada proses ini dapat dilihat pada tabel 4.12.
commit to user
IV-37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.12 Tabel Penilaian RULA pada postur tubuh saat menarik tongkat kendali Penilaian Skor Pergerakan lengan atas 2 Pergerakan lengan bawah 1 Pergerakan pergelangan tangan 1 Putaran pergerakan tangan 1 Pergerakan leher 2 Pergerakan batang tubuh 1 Postur kaki 1
Skor penilaian RULA di atas kemudian dimasukkan ke tabel perhitungan nilai RULA. Dimana beban yang ditanggung operator saat menarik tongkat kendali adalah 3,85 kg. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.25.
Gambar 4.25 RULA Scoring untuk postur tubuh saat menarik tongkat kendali Hasil perhitungan skor RULA di atas menunjukkan bahwa skor akhir yang didapat adalah 6 atau sedang. Artinya bahwa postur kerja operator pada penerapan desain rancangan tergolong aman. 3. Posisi operator saat mengulur tongkat kendali Posisi dibawah ini merupakan posisi tubuh yang diharapkan pada saat operator saat mengulur tongkat kendali. Operator akan mengulur tongkat to userawal tongkat kendali) atau sesuai kendali ke posisi semula commit (pada posisi
IV-38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kebutuhan pencelupan. Postur tubuh operator dapat dilihat pada gambar 4.26.
Keterangan: 1. Tinggi alat : 200 cm 2. Tinggi operator :172 cm 3. Tinggi bahu : 144 cm 4. Panjang upper arm : 32 cm 5. Panjang lower arm : 27 cm 6. Pangkal telapak tangan ke pangkal jari : 11 cm 7. Diameter genggaman tangan: 4,4cm 8. Jangkauan tangan ke atas : 164 cm 9. Jangkauan tangan ke bawah: 82 cm Gambar 4.26 Posisi pengoperasian alat saat mengulur tongkat kendali Setelah itu dilakukan perhitungan sudut-sudut anggota tubuh tertentu pada penerapan
desain
rancangan
sebagai
dasar
perhitungan
RULA.
Perhitungan sudut dapat dilihat pada gambar 4.27
Gambar 4.27 Perhitungan sudut postur kerja pada saat mengulur tongkat kendali Setelah itu, dilakukan pemberian skor masing-masing segmen tubuh. Adapun penilaian RULA pada proses ini dapat dilihat pada tabel 4.13.
commit to user
IV-39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.13 Tabel Penilaian RULA pada postur tubuh saat mengulur tongkat kendali Penilaian Skor Pergerakan lengan atas 2 Pergerakan lengan bawah 1 Pergerakan pergelangan tangan 2 Putaran pergerakan tangan 1 Pergerakan leher 2 Pergerakan batang tubuh 1 Postur kaki 1
Skor penilaian RULA di atas kemudian dimasukkan ke tabel perhitungan nilai RULA. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.28. Lengan Atas (4)
A
Lengan Bawah (1)
Postur Skor A
Pergelangan Tangan (1)
3
Skor Beban
Skor Otot
+
1
+
0
Skor A
=
4
Putaran Pergelangan Tangan (1)
Skor Total
3
B
Leher (2)
Postur Skor B
Punggung (1)
2
Skor Beban
Skor Otot
+
1
+
0
Skor B
=
3
Kaki (1)
Gambar 4.28 RULA Scoring untuk postur tubuh saat mengulur tongkat kendali Hasil perhitungan skor RULA di atas menunjukkan bahwa skor akhir yang didapat adalah 3 atau level resiko kecil. Artinya bahwa postur kerja operator pada penerapan desain rancangan tergolong aman. 4.2.6
Pembuatan Prototipe Hasil Rancangan Setelah dilakukan tahapan-tahapan di atas, maka selanjutnya dilakukan
proses pembuatan prototipe dari alat bantu hasil rancangan. Prototipe dibuat untuk commit to user mewujudkan hasil rancangan menjadi nyata, dan untuk mengetahui apakah hasil
IV-40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
rancangan dapat diaplikasikan atau tidak. Prototipe alat bantu dibuat dalam bentuk miniatur dengan perbandingan 1:3 dari dimensi sesungguhnya. Miniatur alat bantu proses pencelupan zat warna dan penguncian warna ditunjukkan pada gambar 4.29. Sedangkan gambar 4.30 menunjukkan hasil miniatur usulan bak pencelup kain.
Gambar 4.29 Miniatur Rancangan Alat Bantu
Gambar 4.30 Miniatur Usulan Bak Pencelup Kain commit to user
IV-41
perpustakaan.uns.ac.id
4.2.7
digilib.uns.ac.id
Estimasi Biaya Rancangan Biaya rancangan alat bantu pada bak pencelup kain batik merupakan biaya
yang dibutuhkan untuk membeli material yang dibutuhkan untuk memproduksi alat dan biaya tenaga kerja yang digunakan. Estimasi iaya pembuatan alat bantu pada bak pencelup kain batik dijelaskan pada tabel 4.14. Tabel 4.14 Estimasi Biaya Rancangan No
Bahan
1.
Besi Pipa
2.
Besi Pipa
3.
Besi As
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Stainless Steel 3.14 Pulley nilon Pulley nilon Bearing Kayu Mur-Baut Penjepit Stainless Steel
11.
Karet
12.
Pemberat Tali polypropylene Biaya tenaga kerja Biaya Ide Biaya transportasi
13. 13. 14. 15.
Ukuran
Kebutuhan
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Biaya (Rp)
Ø 1,5 inci P: 6 m Ø 1 inci P: 6 m Ø 1,75 mm P: 6 m
24 m
Lonjor
150.000
600.000
1,65 m
Lonjor
140.000
140.000
1m
Lonjor
10.000
10.000
Ø 2 cm
4,4 m
Lonjor
500.000
500.000
r: 15 cm r: 7,5 cm Dd: 1,75 cm 140 x 140 mm
4 12 32 2 6
Buah Buah Buah Lonjor Buah
50.000 12.000 16.000 25.000 1000
200.000 144.000 512.000 50.000 6.000
4
Buah
125.000
500.000
2
Lembar
10.000
20.000
2
Buah
10.000
20.000
4
Gulung
10.000
40.000
3
Hari
210.000
630.000
P: 20 cm, L: 5 cm, t: 3 mm
3 orang
400.000 120.000 Total Biaya
3.892.000
Jadi biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu unit alat bantu pada bak pencelup kain batik yang sesuai dengan rancangan yaitu sebesar Rp 3.892.000,00.
commit to user
IV-42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan dilakukan analisis dan interpretasi hasil penelitian yang telah dikumpulkan dan diolah pada bab sebelumnya. Analisis mencakup analisis terhadap rancangan alat bantu, analisis perhitungan beban yang ditanggung operator, analisis terhadap postur kerja, serta analisis biaya. Analisis dan interpretasi hasil tersebut akan diuraikan dalam sub bab di bawah ini. 5.1.
Analisis Rancangan Alat Bantu Rancangan alat bantu pada proses pencelupan zat warna dan penguncian
warna merupakan usaha memperbaiki kondisi kerja pada proses lama. Alat ini dirancang untuk membantu proses pencelupan pada bak pencelup kain yang telah ada. Analisis rancangan alat bantu meliputi: 5.2.1 Detail Rancangan Alat Bantu Rancangan alat bantu pada proses pencelupan pada zat warna dan penguncian warna, sudah mampu memenuhi kebutuhan perancangan yang diinterpretasikan dari keluhan dan harapan operator. Kebutuhan akan komponen yang mampu mengurangi interaksi tangan dengan zat kimia, dipenuhi dengan memberikan komponen berupa tongkat penyangga kain yang dilengkapi dengan penjepit, untuk mencekam kain saat dicelupkan. Desain tongkat kendali operator yang berfungsi untuk mengoperasikan alat, sudah dirancang sesuai dengan dimensi antropometri operator, sehingga operator dapat melakukan aktivitas pencelupan zat warna dan penguncian warna dengan posisi yang lebih nyaman dari sebelumnya (tanpa harus membungkukkan badan). Penggunaan mekanisme tarik ulur dengan memanfaatkan pemberat dan pulley, mewujudkan sarana yang dapat dioperasikan oleh satu orang operator. Alat ini dioperasikan dengan sistem manual, menjawab kebutuhan alat yang mudah digunakan dan tidak mengurangi aktivitas pencelupan kain. Perubahan kondisi kerja yang diharapkan setelah menggunakan alat bantu commit to user dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut. V-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.1 Perbandingan kondisi kerja awal dan setelah perancangan Kondisi Setelah Kondisi Awal Analisa Perancangan · Pada kondisi awal proses pencelupan harus dilakukan oleh 2 orang operator. Proses ini dilakukan dengan postur tubuh berdiri dengan punggung membungkuk. Operator juga harus berinteraksi langsung dengan zat kimia.
· Pada kondisi setelah perancangan, proses pencelupan dilakukan dengan menggunakan bantuan alat bantu. Alat bantu didesain dapat dioperasikan oleh satu orang operator. Interaksi langsung dengan zat kimia juga diminimalkan dengan adanya tongkat penyangga kain. Operator juga tidak perlu membungkukkan badan saat proses berlangsung, karena alat dioperasikan dengan cara ditarik dan diulur.
5.2.2 Spesifikasi Geometri Alat Bantu Spesifikasi geometri alat bantu meliputi keseluruhan dimensi yang digunakan pada rancangan alat bantu. Dimensi anthropometri yang digunakan sebagai pertimbangan untuk merancang alat bantu ada penelitian ini adalah tinggi badan, tinggi bahu berdiri, panjang lengan atas, panjang lengan bawah, pangkal telapak tangan ke pangkal jari dan diameter genggaman tangan. Data tersebut digunakan untuk menentukan dimensi tongkat kendali operator dan pertimbangan ukuran pulley yang digunakan. Sedangkan dimensi alat bantu yang lain dipertimbangkan dari dimensi bak pencelup kain dan ukuran kain yang digunakan. Panjang tali yang dibutuhkan tidak dapat ditentukan secara pasti, hal ini disebabkan
karena
mempertimbangkan
proses
penyetingan
tali
untuk
mewujudkan sistem sesuai dengan sistem kerja pada rancangan alat bantu. Tali pada tongkat penyangga kain dibuat fleksibel panjangnya menyesuaikan dengan ukuran panjang kain. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan cara commit to user penggulungan pada tali, menambah klem pada tongkat kendali, atau dengan V-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengatur posisi pulley, sehingga dapat menyesuaikan dengan ukuran panjang kain yang akan dicelupkan. Ukuran diameter genggaman tongkat kendali operator disesuaikan dengan diameter genggaman tangan. Sedangkan posisi ketinggian maksimal tongkat dan panjang maksimal tarikan tongkat, perlu mempertimbangkan panjang jangkuan tangan operator keatas dan kebawah. Dari hasil pengolahan data pada tabel 4.7 dipilih nilai jangkauan tangan operator ke atas adalah 169 cm. Nilai ini didapatkan dari jangkauan tangan operator terpendek, tujuannya agar operator dengan tinggi badan terpendek tetap nyaman saat menjangkau tongkat pada posisi normal. Sedangkan nilai jangkauan tangan ke bawah didapatkan dari jangkauan tangan operator tertinggi, tujuannya agar operator dengan tinggi badan tetinggi tidak perlu membungkuk saat menarik tongkat sampai tarikan maksimal. Dengan ini, diharapkan operator dapat lebih nyaman saat mengoperasikan alat. Panjang maksimal tarikan operator adalah 87 cm, sedangkan ukuran panjang kain yang harus dicelupkan adalah 138 cm. Berdasarkan hal tersebut, agar seluruh kain dapat dicelupkan dengan satu kali tarikan, maka alat bantu menggunakan 2 ukuran pulley dengan perbandingan ukuran 2:1 yaitu pulley dengan diameter 7,5 cm dan 15 cm. 5.2.3 Material Perancangan Tongkat penyangga kain dan penjepit adalah komponen yang akan berinteraksi langsung dengan zat kimia. Maka material yang dipilih untuk komponen tersebut adalah stainless steel. Stainless steel dipilih karena stainless steel merupakan baja tahan karat yang mengandung setidaknya 10,5% Kromium untuk mencegah proses korosi (pengkaratan logam). Kemampuan tahan karat diperoleh dari terbentuknya lapisan film oksida Kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses oksidasi besi (Ferum) (berdasarkan Wikipedia, 2010). Pada desain perancangan, tongkat kendali operator terbuat dari kayu meranti, hal ini mempertimbangkan harga material yang paling murah diantara alternatif material lain. Terdapat alternatif lain yang dapat digunakan untuk material tongkat kendali yaitu besi pipa toalumunium dengan ukuran disesuaikan commit user
V-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
desain rancangan. Keunggulan besi pipa yaitu besi pipa memiliki berat yang lebih ringan dari pada kayu, sehingga beban yang ditanggung operator saat mengoperasikan alat menjadi lebih ringan, namun harganya lebih mahal. Sedangkan tali yang digunakan adalah polypropylene rope dengan diameter 6mm. Ukuran ini merupakan ukuran tali polypropylene paling kecil yang tersedia di pasaran, selain itu tali polypropylene memiliki beberapa keungulan yaitu tahan terhadap zat kimia, juga cukup ringan dan mampu menahan beban sampai 41,7 kg. 5.2.4 Usulan Bak Pencelup Kain Pada penelitian ini bak pencelup kain hanya berfungsi sebagai tempat penampungan cairan kimia untuk proses pewarnaan. Sedangkan proses pencelupan sendiri sistemnya sama dengan sistem sebelumnya, yaitu dikendalikan oleh operator tetapi dengan bantuan alat bantu. Maka usulan perbaikan pada bak pencelup kain hanya meliputi memperbesar panjang dan lebar bak, memberi pelapis pada dinding bak dan saluran pembuangan air, tanpa merubah desain bak yang sudah ada. Perubahan
ukuran
panjang
dan
lebar
bak,
disebabkan
karena
menyesuaikan dengan ukuran kain yang ada (maksimal ukuran kain 1,15 m). Dengan ini diharapkan proses pencelupan dapat lebih mudah. Karena keseluruhan rangka bak terbuat dari kayu dan terus-menerus terkena cairan kimia, maka akan memperbesar
kemungkinan
bak
cepat
rusak
dan
lapuk.
Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, maka pemberian lapisan kaca pada dinding bak diharapkan mampu melindungi rangka bak dari zat kimia. Penambahan saluran pembuangan air akan mempermudah aktivitas membersihkan/menguras bak, dengan ini diharapkan resiko terkena cairan kimia dan cedera otot dapat diminimalkan. Dengan ini kebutuhan akan bak yang lebih baik dan tahan terhadap zat kimia sudah terpenuhi. 5.2.5 Prototipe Rancangan Alat Bantu Dalam proses pembuatan prototipe rancangan, alat bantu diwujudkan commit to user dalam bentuk miniatur dengan skala 1:3 dari ukuran sebenarnya. Karena ukuran V-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
miniatur lebih kecil dari ukuran alat sebenarnya, maka spesifikasi alat yang dibuat tidak dapat menyerupai spesifikasi yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena produk yang dibuat mempertimbangkan segi proporsional ukuran, serta mengupayakankan agar sistem kerja alat tetap dapat berjalan sesuai dengan sistem kerja rancangan. Hal inilah yang memungkinkan adanya perubahan dalam produk apabila dibandingkan dengan rancangan yang dibuat. Perbedaan desain miniatur yang dibuat dengan rancangan ditunjukkan pada gambar 5.1 berikut ini.
(a)
(b)
Gambar 5.1 Perbedaan antara Rancangan dan Miniatur Alat Bantu. (a) Hasil Rancangan Alat Bantu (b) Hasil Miniatur Alat Bantu Beberapa perubahan yang terjadi pada miniatur alat bantu antara lain pada sistem pemasangan tali penghubung tongkat kendali dan pemberat pada kedua sisi alat bantu, dan pemberian stopper pada tongkat kendali operator. Berikut ini perubahan pada setiap bagian tersebut: 1.
Sistem pemasangan tali penghubung tongkat kendali Pada desain rancangan alat bantu, sistem pemasangan tali penghubung tongkat kendali dan pemberat dibuat melingkar dengan bantuan 6 buah pulley ukuran 7,5 cm di kedua sisi alat bantu. Sedangkan pada miniatur hanya menggunakan 4 buah pulleycommit berskala 1:3 dari ukuran sebenarnya, dan tali to user
V-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak dipasang secara melingkar pada masing-masing sisi alat bantu (tali pada bagian bawah dihilangkan). Karena tali pada tiap sisi tidak dipasang secara continue, maka karet yang berfungsi sebagai tensioner (penegang agar tali tidak kendur) juga dihilangkan. Perubahan ini disebabkan karena terjadi kesulitan penyetingan tali pada miniatur untuk mewujudkan sistem kerja alat sesuai dengan sistem kerja yang diinginkan pada perancangan. Karena ukuran miniatur jauh lebih kecil dari ukuran sebenarnya, apabila tali dipasang sesuai dengan desain rancangan, sistem kerja tidak dapat berjalan sesuai dengan sistem kerja awal, hal ini tentu tidak memenuhi spesifikasi kerja alat yang diinginkan. Penghilangan tensioner pada miniatur berakibat tali tidak bisa stabil sehingga terkadang terjadi slip baik pada tali penghubung tongkat kendali maupun pada tongkat penyangga kain, untuk mengatasi ini maka ketika tongkat kendali ditarik posisi tongkat kendali operator harus benar-benar seimbang. 2.
Stopper (penahan) pada tongkat kendali operator Perubahan pada sistem pemasangan tali juga berdampak pada stopper tongkat kendali operator. Pada desain rancangan, stopper tongkat kendali operator memanfaatkan pemberat. Karena sistem tali dipasangang secara continue, maka ketika alat dalam posisi normal, posisi tongkat dikendalikan oleh pemberat. Pemberat akan ditahan oleh pulley pada bagian bawah alat bantu, sehingga tongkat kendali dapat berada pada posisi sesuai desain rancangan. Sedangkan pada miniatur, karena 2 buah pulley pada bagian bawah dihilangkan, maka tidak ada yang menahan pemberat posisi normal, hal ini mengakibatkan posisi ketinggian tongkat tidak berada pada ketinggian yang ditentukan pada rancangan. Untuk mengatasi ini maka pada bagian rangka alat bantu diberi tambahan stopper berupa besi berbentuk siku untuk menahan tongkat kendali pada posisi semula. Posisi stopper diletakkan pada posisi tengah ketinggian alat bantu, atau pada ketinggian 100 cm. Bentuk stopper pada miniatur dapat dilihat pada gambar 5.2 berikut ini. commit to user
V-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Stopper tongkat kendali
Gambar 5.2 Stopper tongkat kendali pada miniatur alat bantu. Karena alat bantu hanya diwujudkan dalam bentuk miniatur, maka perubahan yang terjadi pada miniatur alat hanya merupakan solusi agar alat tetap dapat berjalan sesuai dengan sistem kerja yang ada pada rancangan alat bantu. Apabila alat diaplikasikan pada bentuk prototipe pada ukuran sebenarnya, perlu dilakukan penelitian apakah perubahan-perubahan ini perlu dilakukan atau tidak. 5.2.6 Kelebihan dan Kelemahan Alat Bantu Hasil rancangan alat tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan. Ada beberapa kelebihan yang dimiliki produk hasil rancangan, yaitu: 1.
Nyaman saat dipakai, Desain rancangan alat bantu disesuaikan dengan dimensi tubuh operator, khususnya pada ukuran dan posisi tongkat kendali operator, sehingga operator merasa nyaman saat mengoperasikan alat. Dimensi alat bantu juga disesuaikan dengan ukuran dimensi bak pencelup kain, dan ukuran kain.
2.
Mengurangi resiko nyeri pada pemakai, Alat ini dilengkapi komponen berupa tongkat penyangga kain. Dengan adanya komponen ini, operator tidak perlu mencelupkan tangan ke zat kimia saat proses berlangsung. Desain alat juga dibuat untuk memperbaiki postur kerja sebelumnya. Postur kerja membungkuk dengan tingkat resiko tinggi dan dianggap berbahaya bagi operator dihilangkan, dan digantikan dengan postur yang memiliki tingkat resiko yang lebih kecil dan tidak menimbulkan resiko cedera otot bagi operator. commit to user
V-7
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
Dapat dioperasikan oleh satu orang operator, Desain alat bantu akan dibuat sehingga dapat dioperasikan oleh satu operator. Peranan operator ke-2 akan digantikan dengan memanfaatkan mekanisme tarik ulur dengan bantuan pulley dan pemberat. Dengan ini diharapkan sistem dapat berjalan secara paralel, dan proses pencelupan pada zat warna maupun penguncian warna dapat tetap berjalan walaupun hanya ada 1 orang operator yang hadir.
4.
Dibuat dari material yang kuat, Pemilihan bahan sudah mempertimbangkan faktor beban baik dari kain maupun
tiap-tiap
komponen.
Pemilihan
material
juga
sudah
mempertimbangkan penggunaan material yang tahan korosi, karena sistem pencelupan menggunakan cairan kimia. 5.
Mudah digunakan dan tidak mengurangi aktivitas pencelupan sebelumnya, Pengoperasian rancangan alat bantu dilakukan secara manual oleh operator, sistem pencelupan sama dengan sistem pencelupan awal, namun dengan postur kerja yang lebih baik, meminimumkan interaksi tangan dengan zat kimia, dan dapat dilakukan oleh satu orang operator.
6.
Dilengkapi dengan tempat untuk meniriskan kain, Alat bantu sudah dilengkapi dengan tempat untuk meniriskan kain setelah dicelupkan. Posisinya sudah disesuaikan dengan panjang kain, posisi bak pencelup kain dan jangkuan tangan operator.
Sedangkan kelemahan yang dimiliki hasil rancangan, yaitu: 1.
Sistem pemasangan (set up) tali. Pemasangan tali baik untuk menghubungkan tongkat kendali maupun pada tongkat penyangga kain harus benar-benar tepat dan seimbang pada kedua sisi tiap komponen. Tali yang menghubungkan tongat kendali tidak boleh kendur (harus selalu stabil). Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka alat bantu tidak akan dapat dioperasikan, tali juga akan slip atau tidak seimbang pada kedua sisinya. commit to user
V-8
perpustakaan.uns.ac.id
5.2.
digilib.uns.ac.id
Analisis Beban yang Ditanggung Operator Beban yang ditanggung operator merupakan perhitungan beban yang akan
ditanggung oleh operator pada saat mengoperasikan alat bantu. Perhitungan beban dicari dengan mempertimbangkan interaksi gaya yang terjadi antara alat bantu dan operator. Gaya-gaya tersebut adalah gaya pada tangan operator, gaya pada batang kayu, gaya pada kain dan gaya pada tongkat stainless steel. Untuk perhitungan ini, diasumsikan gaya gesek yang terjadi pada alat bantu belum diperhitungkan. Hal ini dikarenakan tidak dapat dipastikan tipe dan jenis material bearing, pulley, serta tali yang digunakan, kehalusan permukaan bearing dan pulley, ketegangan pada pemasangan
tali,
dan
kemungkinan
terjadinya
slip
pada
tali
dengan
mempertimbangkan koefisien gesek kinetik yang terjadi, sebagai dasar untuk menghitung seberapa besar gaya gesek yang terjadi pada alat bantu. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada subbab 4.2.4 didapatkan besarnya beban yang ditanggung operator saat menarik tongkat kendali adalah 3,85 kg. Nilai ini didapatkan dari penjumlahan antara gaya-gaya searah (Ftangan dan Fbatang) dikurangi dengan gaya-gaya berlawanan (Fkain dan Fstainless steel). Karena gaya gesek belum diperhitungkan, maka besarnya beban tentu lebih ringan dari beban sebenarnya. Hal ini tidak menjadi masalah, karena untuk perhitungan dengan menggunakan metode RULA, nilai range pembebanan dengan skor 2 (pembebanan statis atau berulang) nilai pembebannya antara 2-10 kg. Maka apabila terjadi penambahan beban akibat gaya gesek yang terjadi, nilainya masih dalam range tersebut (< dari 10 kg). Oleh karena itu, berdasarkan perhitungan RULA beban 3,85 kg digolongkan cukup ringan, sehingga dapat disimpulkan beban yang ditimbulkan dari penggunaan alat masih layak atau masih dalam batas kemampuan operator. 5.3.
Analisis Perbandingan Postur Kerja Postur kerja pada hasil perancangan digunakan untuk memodelkan postur
kerja yang diharapkan saat mengoperasikan alat bantu. Tujuannya adalah untuk membandingkan postur kerja sebelum menggunakan alat bantu dan setelah commit to user menggunakan alat bantu, pada proses pencelupan zat warna dan penguncian V-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
warna. Proses pembandingannya dimulai dengan membuat gambar model operator dengan software ManneQuin. Gambar model disesuaikan dengan ukuran dimensi tubuh operator, baik operator tertinggi dan terendah, yang kemudian dilakukan perhitungan sudut dan penilaian terhadap gambar tersebut dengan menggunakan metode RULA. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kondisi postur kerja setelah perancangan
yang diilustrasikan melalui gambar ini, masih berpotensi
menimbulkan cidera musculoskeletal. Postur kerja yang diambil pada postur kerja awal adalah postur kerja saat mencelupkan kain ke bak, sedangkan postur kerja pada pengoperasian alat bantu adalah postur kerja saat menarik dan mengulur tongkat kendali. Hasil penilaian RULA pada postur kerja sebelum dan sesudah perancangan dapat dilihat dalam tabel 5.2 berikut ini. Tabel 5.2 Perbandingan hasil RULA sebelum dan sesudah perancangan Awal Setelah Perancangan Gerakan
Mencelupkan kain ke bak
Level Tindakan
7
Level Resiko
Tinggi
Tindakan
Tindakan sekarang juga
Gerakan
Level Tindakan
Level Resiko
Menarik tongkat kendali
6
Sedang
Mengulur tongkat kendali
3
Kecil
Tindakan Tindakan dalam waktu dekat Diperlukan beberapa waktu kedepan
Berdasarkan tabel 5.2, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan level resiko berdasarkan hasil penilaian dengan menggunakan metode RULA pada postur kerja sesudah perancangan, dibandingkan dengan postur kerja awal. Untuk postur kerja saat mencelupkan kain (sebelum menggunakan alat bantu) memiliki skor 7 dengan level resiko tinggi. Sedangkan untuk postur kerja setelah menggunakan alat bantu, proses pencelupan kain dibagi menjadi dua posisi, yaitu posisi ke-1 pada saat menarik tongkat kendali memiliki skor 6 dengan level resiko sedang, dan posisi ke-2 pada saat mengulur tongkat kendali memiliki skor 3 dengan level resiko kecil. commit to user
V-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penurunan level resiko ini terjadi karena terjadinya perubahan postur kerja operator sebelum dan sesudah perancangan. Rancangan alat bantu membuat operator tidak perlu menundukkan badan pada saat proses pencelupan zat warna dan penguncian warna. Hal ini dipengaruhi oleh dimensi alat bantu, khususnya pada tinggi maksimal dan panjang tarikan maksimal tongkat kendali yang sudah disesuaikan dengan dimensi tubuh operator. Sikap kerja operator yang semula berdiri dengan punggung membungkuk > 600 dan leher ekstensi, berubah menjadi berdiri tegak dengan leher fleksi < 200. Posisi lengan atas saat menarik tongkat yang semula fleksi > 450 berubah menjadi < 450, lengan bawah dan pergelangan tangan tidak keluar dari sisi tubuh dengan sudut < 900. Dari keseluruhan penilaian setelah perancangan dapat diperoleh hasil bahwa postur tubuh operator saat menggunakan alat bantu pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna memiliki level resiko yang kecil terhadap cidera musculoskeletal dibandingkan dengan postur kerja awal. Hal ini disebabkan oleh desain alat bantu yang lebih ergonomis sehingga memungkinkan operator dapat bekerja dengan postur tubuh yang baik. 5.4.
Analisis Biaya Estimasi biaya merupakan perkiraan besarnya biaya yang dikeluarkan
untuk membuat alat bantu pada proses pencelupan dan penguncian warna. Biaya perancangan tersebut terdiri dari biaya material dan biaya non material. Biaya material merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan yang digunakan untuk pembuatan alat bantu. Pada proses pembuatan produk rancangan, biaya yang dikeluarkan berbeda dengan estimasi sebelumnya. Total estimasi biaya untuk biaya meterial sebesar Rp 2.742.000,00, mengalami peningkatan menjadi Rp 2.835.000,00 untuk total biaya material pembuatan produk dalam ukuran sebenarnya. Sedangkan total biaya non material yang semula sebesar Rp 1.150.000,00 mengalami peningkatan menjadi Rp 1.270.000,00. Perubahan ini terjadi karena terjadi kenaikan harga material dan biaya tenaga kerja, kenaikan harga dapat dilihat pada tabel 5.3 commit to user berikut ini.
V-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.3 Biaya Pembuatan Produk No
Bahan
Ukuran
Kebutuhan
Satuan
Harga Satuan (Rp)
Biaya (Rp)
1.
Besi Pipa
Ø 1,5 inci P: 6 m
24 m
Lonjor
150.000
600.000
2.
Besi Pipa
Ø 1 inci P: 6 m
1,65 m
Lonjor
140.000
140.000
3.
Besi As
Ø 1,75 mm P: 6 m
1m
Lonjor
50.000
50.000
4.
Stainless Steel 3.14
Ø 2 cm
4,4 m
Lonjor
500.000
500.000
5.
Pulley nilon
r: 15 cm
4
Buah
50.000
200.000
6.
Pulley nilon
r: 7,5 cm
12
Buah
12.000
144.000
7.
Bearing
Dd: 1,75 cm
32
Buah
16.000
512.000
8.
Kayu
140 x 140 mm
2
Lonjor
25.000
50.000
9.
Mur-Baut
6
Buah
1500
9.000
10.
Penjepit Stainless Steel
4
Buah
125.000
500.000
11.
Karet
2
Lembar
10.000
20.000
12.
Pemberat
2
Buah
15.000
30.000
13.
Tali polypropylene
4
Gulung
10.000
40.000
13.
Biaya tenaga kerja
5
Hari
150.000
750.000
14.
Biaya Ide
400.000
15.
Biaya transportasi
120.000
P: 20 cm, L: 5 cm, t: 3 mm
3 orang
Total Biaya
4.105.000
Dengan demikian besarnya biaya keseluruhan yang diperlukan dalam pembuatan produk alat bantu yang semula Rp 3.892.000,00 meningkat menjadi Rp 4.105.000,00. Karena biaya yang diinvestasikan untuk pembuatan alat bantu cukup besar, maka dengan mempertimbangkan omset penjualan setiap bulan dapat diperhitungkan payback periode untuk biaya investasi pembuatan alat bantu adalah sebagai berikut. Berdasarkan informasi dari pihak perusahaan, setiap bulan perusahaan dapat menjual rata-rata 190 lembar kain batik tulis dengan harga Rp 500.000,00 (diasumsikan dengan patokan harga jual paling murah untuk batik tulis), dengan commit to user
V-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keuntungan sebesar Rp 100.000,00 per kain batik. Maka total keuntungan per bulan sebesar Rp 1.900.000,00. Jadi, untuk mendapatkan payback periode investasi untuk biaya pembuatan alat bantu yaitu dengan membagi total biaya investasi dengan total keuntungan perbulan (diasumsikan seluruh keuntungan diinvestasikan untuk pembuatan alat bantu), maka didapatkan lamanya waktu payback periode investasi selama 2,5 bulan.
commit to user
V-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya serta saran untuk penelitian selanjutnya. 6.1.
KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka
kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, sebagai berikut: 1. Penelitian ini telah menghasilkan alat bantu pada proses pencelupan zat warna dan penguncian warna yang dapat memperbaiki postur kerja dan mengurangi interaksi dengan zat kimia pada pemakainya. 2. Alat bantu yang dihasilkan memiliki rangka alat bantu terpisah dari bak pencelup kain, sistem pencelupan bergantian dari ujung ke ujung kain, dilengkapi oleh komponen yang dapat mengantikan fungsi kedua tangan operator saat proses pencelupan, dan dioperasikan dengan cara manual oleh satu orang operator dengan total biaya pembuatan sebesar Rp 4.105.000,00,00. 3. Berdasarkan penilaian dengan menggunakan metode RULA pada postur kerja setelah menggunakan alat bantu, terjadi penurunan level resiko dibandingkan sebelum menggunakan alat bantu. Penurunan level resiko tersebut adalah postur pencelupan tanpa alat bantu (postur awal) memiliki level tinggi. Sedangkan saat mengoperasikan alat, postur kerja dibagi menjadi dua yaitu pada postur kerja saat menarik alat bantu memiliki level resiko sedang dan saat mengulur alat bantu memiliki level resiko kecil. 6.2.
SARAN Saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau penelitian
selanjutnya, sebagai berikut: 1. Desain perancangan dapat dikembangkan untuk perbaikan pada fungsi sistem pengaturan tali untuk mempermudah proses set up alat. commit to user
VI-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Desain dapat dikembangkan lebih sederhana dengan pembebanan yang lebih ringan. 3. Penelitian dapat dilanjutkan untuk pembuatan alat dalam ukuran sebenarnya, sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan dalam usaha penyempurnaan sistem yang sudah dirancang.
commit to user
VI-2