PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK REMAJA ( STUDI KASUS SISWA SMA DARUSSALAM CIPUTAT) Skripsi Ini Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pengambilan Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah
Oleh: ADANG MULYADI NIM. 202011000920
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang , penulis panjatkan sebagai ungkapan rasa syukur atas segala limpahan hidayah, rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis, sehingga dengan kudrat dan irodatnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiyah atau skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia untuk mengikuti petunjuk dengan risalahnya yakni Agama Islam, yang akan menyelamatkan dan menghantarkan pemeluknya menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Skripsi yang berjudul Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Remaja (Studi Kasus Siswa SMA Darussalam Ciputat), merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Banyak pihak yang membimbing dan membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sedalam dalamnya penulis sampaikan kepada pihak-pihak tersebut, terutama kepada : 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Drs. H. Abd Fatah Wibisono, MA. Dosen pembimbing yang banyak membimbing dan mengarahkan penulis. 4. Kepala SMA Darussalam Ciputat, Marul Wa’id, S.Ag, yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut, Bpk Nazaruddin S.Sos,
Pembina Rohis SMA Darussalam Ciputat yang telah membantu penulis dalam penyediaan data, hingga penulis dapat menyelesaikan jenjang S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpus Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dalam penulisan skripsi ini memberikan andil besar dalam hal penyediaan bahan pustaka dan sumber-sumber bacaan untuk kelancaran penulisan skripsi ini. 6. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang berkat didikannya, penulis dapat menempuh jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dengan baik. 7. Kakak serta adik tercinta yang tak pernah henti memberikan semangat dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 8. Temen temen mahasiswa Juruasan PAI kelas A angkatan 2002 (M.Seno Wibowo, Hasyim Fuadi, Madin, Bermansyah dll) juga sahabat terbaik saya Neneng Hasanah yang telah membantu penulis untuk berbagi pendapat dan tenaganya berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Semoga segala amal yang telah mereka sumbangkan mendapat balasan yang lebih baik dan menjadi tabungan kebaikan di akhirat kelak, amin. Jakarta,
Desember 2008
Penulis
DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................................................. i Daftar Isi ..................................................................................................... iii Daftar Tabel ................................................................................................. v Abstrak ......................................................................................................... vi Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah .................................................................... 6 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7 Bab II Kajian Teori A. Pendidikan Agama Islam ............................................................ 9 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam .................................... 9 2. Dasar-dasar Pelaksanaan dan Tujuan Pendidikan Agama Islam ............................................................................................... 13 3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam .............................. 20 B. Membina Akhlak Remaja ............................................................ 21 1. Pengertian Akhlak ................................................................. 21 2. Faktor yang Mempengaruhi Akhlak ...................................... 22 3. Jenis-jenis Akhlak ................................................................. 23 4. Pembinaan Akhlak ................................................................ 24 5. Tujuan Pendidikan Akhlak ................................................... 25 6. Metode Pembinaan Akhlak .................................................... 27 7. Pengertian Remaja dan Permasalahan yang Dihadapi Remaja 31 C. Kerangka Berpikir ....................................................................... 37 D. Pengajuan Hipotesis .................................................................... 38 BAB III Metodologi Penelitian
A. Metode Penelitian ....................................................................... 39 B. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 39 C. Populasi dan Sampel ................................................................... 39 D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 40 E. Instrumen Penelitian ................................................................... 40 F. Variabel Penelitian ...................................................................... 41 BAB IV Hasil Penelitian A. Profil SMA Darussalam Ciputat .................................................. 42 1. Sejarah Berdirinya ................................................................. 42 2. Visi, Misi, dan Tujuan ........................................................... 43 3. Sarana dan Prasarana ............................................................. 43 4. Data Guru .............................................................................. 43 5. Data Karyawan ...................................................................... 44 6. Keadaan Siswa ...................................................................... 44 B. Pengolahan Data ......................................................................... 45 C. Analisis Data dan Interpretasi Data ............................................ 56 BAB V Penutup A. Kesimpulan ................................................................................. 61 B. Saran ........................................................................................... 61 Daftar Pustaka ............................................................................................ 62 Lampiran
DAFTAR TABEL 1. Rekapitulasi Keadaan Guru SMA Darussalam Tahun Ajaran 2007-2008 Data Guru 2. Data Karyawan 3. Data Siswa 4. Di Sekolah saya melanggar tata tertib sekolah 5. Setiap hari saya menyisakan uang saku untuk ditabung 6. Setiap hari saya memakai seragam sesuai yang ditetapkan oleh sekolah 7. Setiap melaksanakan ujian saya mencontek 8. Setiap hari saya datang di sekolah sebelum bel masuk dibunyikan 9. Setiap ada masalah saya menceritakannya pada teman dekat 10. Saya ikut dalam kegiatan Rohis di sekolah 11. Dalam setiap pergaulan saya berbahasa dengan baik dan benar 12. Saya mengikuti peringatan hari besar Islam 13. Saya melaksanakan shalat lima waktu berjamaah 14. Dalam pelaksanaan shalat saya memahami dalam bacaan shalat 15. Di sekolah, saya melakukan shalat dzuhur berjamaah 16. Ketika melaksanakan shalat berjamaah saya tidak bercanda 17. Saya melaksanakan shalat sunnah dhuha setiap hari 18. Saya melaksanakan shalat sunnah rowatib 19. Saya melaksanakan sholat sunnah tahajud 20. Dalam mendengarkan isi ceramah saya merasakan bosan 21. Saya mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dari isi ceramah agama yang saya dapatkan 22. Apabila terjadi musibah pada salah satu tamen kita, saya memberikan sumbangan baik berupa tenaga maupun uang 23. Setiap hari jum’at, saya memberikan shodaqoh uang pada kotak amal di sekolah 24. Perhitungan untuk Memperoleh Angka Indek Korelasi Antara Variabel X dan Variabel Y 25. Product Moment
ABSTRAK
Judul: "Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Remaja Studi Kasus Siswa SMA Darussalam Ciputat " Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sebuah gambaran tentang hubungan dan Peranan Pendidikan Agama Islam terhadap akhlak remaja di SMA Darussalam Ciputat` Penelitian ini adalah penggabungan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Dalam perhitungannya merupakan kuantitatif sedangkan penafsirannya lebih pada kualitatif. Populasi penelitian ini adalah Siswa Kelas XI SMA Darussalam Ciputat tahun pelajaran 2006 /2007 sebanyak 200 siswa yang terdiri dari 118 siswa laki-laki dan 87 siswa perempuan. Sedangkan sampel diambil dengan menentukan kelas XI yang mewakili seluruh populasi, kemudian secara sample random sampling (acak) diambil sebanyak 40 sampel. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Peranan Pendidikan Agama Islam dalam menunjang akhlak siswa sudah optimal. Pendidikan agama Islam peserta didik di SAM Darussalam Ciputat telah berperan dalam pembentukan akhlak, setidaknya Ada 3 Aspek yang dapat diketahui hasilnya yaitu tingkah laku siswa di sekolah, rumah dan masyarakat, Pelaksanaan ibadah dan pembiasaan berinfak dan shodaqoh. Pelaksanaan pendidikan agama Islam di SMA Darussalam Ciputat sudah cukup berjalan dengan baik, karena guru PAI dengan siswanya ada interaksi (hubungan) timbal balik yang baik sehingga akan sangat memungkinkan bila pelaksanaan pendidikan agama tersebut dapat berhasil. Guru pendidikan agama Islam berperan sebagai pendidik yang memberikan ilmu baik secara teori maupun praktek pada siswanya. Dan siswanya dengan tekun mengikuti kegiatan belajar yang sudah ditetapkan dari sekolah terutama terutama tentang akhlak yang harus siswa miliki.
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu harapan masyarakat Indonesia terletak pada para remaja. Mereka merupakan tulang punggung negara yang potensinya memerlukan pembinaan yang optimal untuk menyongsong masa depan. Sebagaimana ungkapan yang menyatakan bahwa “generasi muda masa kini merupakan pemimpin di masa yang akan datang”. Keberadaan remaja di masa yang akan datang memiliki peran penting bagi kelangsungan sebuah negara. Oleh sebab itu, diperlukan pembinaan terhadapnya yang dilakukan oleh semua pihak. Agar pembinaan ini dapat berhasil dengan optimal, sebaiknya memperhatikan katekteristik remaja itu sendiri. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa remaja memiliki sifat-sifat yang belum matang seperti yang dimiliki orang dewasa. Dalam istilah lain seringkali disebut masa transisi atau pancaroba. Melalui pembinaan yang optimal, diharapkan lahir para remaja yang dinamis, mandiri, terbuka, dengan perkembangan zaman dan sebagainya. Yang dapat menggantikan posisi orang tuanya di masa yang akan datang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, sedikit banyak mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia, diantaranya para remaja. Dampak tersebut tentu saja menyangkut dua hal yakni positif dan negatif. Salah satu pengaruh positif globalisasi ini antara lain terbukanya peluang-peluang penting bagi bangsa Indonesia. Globalisasi bidang ekonomi misalnya telah memungkinkan terjadinya perkembangan dan kemajuan-kemajuan signifikan dalam kehidupan sosial-ekonomi bangsa Indonesia, yang pada gilirannya mendorong peningkatan intensitas tertentu dalam kehidupan keberagamaan.1 Dampak-dampak negatif dari teknologi modern telah mulai menampakan diri di depan mata kita, yang pada prinsipnya berkekuatan melemahkan daya mentalspritual/jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk penampilan dan gaya-gayanya. Tak hanya nafsu mutmainah yang dapat diperlemah, melainkan juga 1
Azumardi Azra, Pendidikan Islam (tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru), (Jakarta:Logos, 1999) h.45
fungsi-fungsi kejiwaan lainnya seperti kecerdasan fikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya.2 Pengaruh negatif globalisasi dewasi ini sulit dihindarkan, terlebih para remaja yang belum matang (masa transisi) menjadi lebih rapuh dan mudah terkontaminasi oleh budaya-budaya yang tidak sesuai dengan kepribadian masyarakat Indonesia. Jhon L.Elposito berpendapat bahwa faktor lain yang menimbulkan problem eksternal bagi kehidupan pergaulan remaja adalah gejala tembuhnya modernisasi dan teknologi, yang seringkali diterima keliru oleh para remaja. Modernisasi yang sebenarnya dimaksudkan sebagai upaya pembaharuan cara berfikir dan bertindak berdasarkan ilmu pengerahuan, kadang-kadang ditafsirkan atau diitentikan dengan sekulerisasi dan westernisasi. 3 HM.Arifin berpendapat
bahwa dampak-dampak negatif dari teknologi modern
telah mulai menampakan diri di depan mata kita, yang pada prinsipnya berkekuatan melemahkan daya mental-spiritual yang sedang tumbuh dan berkembang dalam berbagai bentuk dan penampulannya. Kondisi inilah salah satunya yang mengakibatkan terjadinya berbagai penyimpangan para remaja.4 Penyimpangan tersebut misalnya melalui layar kaca, masyarakat umum dapat menikmati sajian-sajian
hiburan
dari
mulai
adegan
percintaan,
pemerkosaan,
pembunuhan, perampokan, pornografi, minuman keras, penjualan narkotika dan lain sebagainya. Adegan-adegan tersebut, tidak mustahil banyak dilakukan oleh kalangan masyarakat khususnya para remaja (ABG). Misalnya berkenalan dengan orang jahat, mencoba menikmati obat-obat terlarang, mengujungi sarang-sarang prostitusi dan lain sebagainya. Seperti dikemukakan oleh Nashih Ulwan antara lain: “Jika teman-teman bergaulnya adalah orang-orang jahat, maka secara perlahan ia akan terseret ke dalam kelainan dan jatuh
kedalam kebiasaan yang paling negatif. Bahkan kelainan ini dapat
menjelma sebagai alat perusak negara dan bangsa”. 5 Penyimpangan akhlak remaja tersebut memang sangat sulit dihentikan baik oleh kalangan pendidikan maupun non pendidikan. Kondisi remaja kini, memang memerlukan 2
Muzyin Arifin, Pendidikan Islam Dalam Arus Dinamika Masyarakat (Suatu Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikologis dan Kultural), h.12 3 Prof.Dr.A.Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Membar Pustaka, 2004) h.301 4 HM. Arifin, Kapita Seleksa Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.8 5 Prof.Dr.A.Tafsir, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam. H.302
penanggulangan secara serius. Sebab tanpa itu, sulit dibayangkan bagaimana kondisi remaja mendatang sebagai generasi penerus. Apabila sebagai pemimpin di masa depan telah diracuni dan dicekoki dengan narkotika, kelak akan jadi apa bangsa ini? Islam sebagai agama yang universal memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju kehidupan yang bahagia, yang pencapaiannya sangat tergantung pada pendidikan. Oleh karenanya, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat, dimana pendidikan difungsikan sebagai alat untuk mencapai tujuan keIslaman, dan Islam menjadi kerangka dasar serta pondasi pengembangan pendidikan Islam. Dengan demikian, pendidikan Islam menunjukan pada makna pendidikan yang secara khak memiliki ciri Islami, dan dengan ciri tersebut ia berbeda dengan sistem pendidikan lannya. Sejak kehadirannya, Islam telah menitik beratkan kepada aspek akhlak. Bahkan misi utama Rasulullah SAW diutus adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dari akhlak jahiliyah menuju akhlak qur’ani.6
(إَِ ُ ِ ْ ُ َُِِ ﻡََرِمَ اََْْقِ)روا ا Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Ahmad)7 Allah mengutus Muhammad SAW dengan membawa hidayah dan Dienul Haq, yaitu membawa kabar yang benar, ilmu yang bermanfaat, sya’riat yang lurus serta hukum-hukum yang adil. Allah mengutusnya untuk menyeru kepada seluruh kebaikan dan mencegah kejahatan, menyeru kepada akhlak yang mulia dan perbuatan yang baik serta mencegah rendahnya akhlak dan buruknya amal perbuatan.8 Akhlak adalah faktor yang sangat penting dalam masyarakat dan dalam penyempurnaan suatu bangsa. Akhlak lahir sebagai bagian dari kemanusiaan. Tak seorang pun membantah peranan vital yang dimainkan akhlak dalam membawa kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rohani manusia. 9 6
Safiudin Sidik, Hukum Islam tentang Berbagai Persoalan Kontemporer, ( Jakarta : PT. Inti Media Cipta Nusantara, 2004), Cet. ke-1, h. 265. 7 Ahmad Abdul Rahman al banna, Ar-Ribani Fathi, (Qairo: Darul Sihab) hal.75 8 Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah, Akhlakul Mukminin Wal Mukminat, ( Mu’asanah Al-Juraisy, Riyadh 1412 H), Cet Ke-2, Edisi Indonesia, Akhlak Salaf, Mukminin dan Mukminat, (Solo, AtTibyan,1999), Cet. Ke-1. 9 Sayyid Mujtaba Musawi Lari, Youth and Moral, ( Islamic Culture Development Office, 1990 ), Cet Ke-1, Terj, M. Hasan, (Jakarta : Lentera Basritama, Anggota IKAPI, 1997 ), Cet Ke-3, h. 46
Dengan keluhuran akhlak tersebut mampu menciptakan kepribadian remaja yang berbobot Islam yakni terwujudnya manusia yang ideal; anak yang bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan cerdas, yang bertujuan untuk menyempurnakan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan ajaran Islam yang taat beribadah dan sanggup hidup bermasyarakat yang baik. Ajaran-ajaran agama menunjukkan cara-cara yang harus dilakukan dan menjelaskan pula hal-hal yang harus ditinggalkan, supaya manusia dapat mencapai rasa aman selama hidup ini dan selanjutnya diajarkan pula bagaimana mempersiapkan diri dengan perbuatan-prbuatan baik dan menjahui tindakan-tindakan yang mengganggu kesenangan orang lain, supaya rasa aman nanti tetap terjamin di alam yang kedua.10 Tetapi dalam kenyataan yang sebenarnya, sekarang ini banyak sikap remaja yang meleset bahkan bertolak belakang dengan konsep pendidikan agama Islam yang tidak sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan itu sendiri dan harapan orang tua, seperti menjalankan apa yang dilarang oleh ajaran agama dan tidak melaksanakan apa yang diperintahkan ajaran agama Islam, diantaranya: melakukan tawuran, membantah, melawan kepada orang tua dan guru, memalak (meminta uang kepada temannya dengan cara paksa),
menggunakan obat obat terlarang, bahkan mereka berani melakukan
pencurian, perkosaan, dan pembunuhan. Hal itu terjadi karena selain derasnya budaya barat yang negatif masuk ke negara Indonesia yang semakin sulit untuk di bendung dan mereka sangat merespon positif, juga karena mereka sudah menjauh dari nilai-nilai ajaran agama Islam yang sebenarnya. Berkaitan dengan persoalan tersebut Zakiah Darajat menyatakan bahwa : bagi mereka yang telah duduk di sekolah lanjutan, pendidikan agama dan pendidikan akhlak amat diperlukan untuk menghadapi keadaan yang sedang mereka hadapi akibat perkembangan
kejiwaan yang sedang dilalui dan pengaruh luar yang menggiurkan
dan mendorong ke arah yang tidak baik. Ketentuan hukum agama, terutama yang berkenaan dengan kehidupan pribadi dan sosial perlu diketahui dan dipahami secara tepat, dan mengetahui makna dan hikmah dari ketentuan hukum tersebut, dengan ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan agama pada tingkat lanjutan, hendaknya diberikan 10
ke-3, h. 17
Zakiah Darajat, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta : Bulan Bintang), cet
pengetahuian agama secara lebih luas dan mendalam, serta mencari hikmah dan manfaat pemahaman, pengamalan penghayatan agama Islam dalam kehidupan. 11 Remaja yang terlibat dalam perbuatan tidak bermoral dan tidak mengamalkan ajaran agama Islam akan menimbulkan akibat yang tidak baik dan meresahkan orang tua, masyarakat, dan bangsa. Perbuatan tersebut akan menimbulkan efek negatif lainnya yang dapat merugikan dirinya sendiri. Dengan demikian pengamalan ajaran agama Islam sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi sandaran agar tidak terperosok kedalam kesesatan, karena dengan mengamalkan ajaran agama Islam ia akan memperoleh kebaikan dan kesejahteraan serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu agama sebagai dasar pijakan bagi manusia, memiliki peranan yang sangat strategis dalam proses kehidupan. Agama telah mengatur pola hidup manusia baik dalam hubungan dengan Tuhannya, dengan lingkungannya dan dengan sesamanya. Agama selalu mengajarkan yang terbaik dan tidak pernah menyesatkan penganutnya. Sebagai benteng pertahanan pada diri remaja dalam menghadapi berbagai tantangan di atas, kiranya perlu untuk menanamkan pendidikan agama yang kuat dalam diri anak, sehingga dengan pendidikan agama ini, pola hidup anak akan terkontrol oleh ramburambu yang telah digariskan oleh agama tersebut. Berdasarkan uraian di atas dan mengingat pentingnya pendidikan agama Islam bagi remaja, maka penulis sangat tertarik untuk menela’ah pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah dalam peranannya membina akhlak siswa melalui penelitian yang berjudul: “Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Remaja ( Studi Kasus Siswa SMA Darussalam Ciputat)” Penulisan Skripsi ini dimaksudkan untuk menjelaskan Peranan Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlak beribadah, kedisiplinan, tutur bahasa dan akhlak dalam kegiatan keagamaan, serta usaha-usaha yang dilakukan sekolah dalam upaya pembinaan akhlak siswa-siswanya.
11
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, ( Bandung : PT Rosda Karya, 19195 ), Cet ke-2, h. 93-94
B. Identifikasi Masalah Akhlak remaja tidak terbentuk dengan sendirinya tetapi melalui proses panjang serta berkorelasi dengan banyak faktor yang berpengaruh pada kepribadian remaja itu sendiri diantarnya; interaksi dengan lingkungan, pemahaman terhadap agama, pengaruh pendidikan orang tua, pengaruh pergaulan sebaya, dan hasil belajar agama, yang semua itu menunjukan faktor-faktor yang membentuk sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian jika kita hendak meneliti tentang akhlak remaja, maka masalah-masalah yang terkait dengan hal tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Rendahnya pengamalan remaja terhadap ajaran agama Islam 2. Kurangnya perhatian dalam keluarga 3. Intraksi dengan lingkungan masyarakat umum 4. Masuknya budaya barat yang terus meningkat 5. Pengaruh guru sebagai pendidik 6. Hasil belajar pendidikan agama Islam.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang dibahas, maka dalam penelitian ini penulis memberikan batasan dalam dua permasalahan saja, yaitu: a. Pendidikan agama Islam yang dimaksud adalah pelaksanaan pendidikan agama Islam dan kegiatan keagamaan di SMA Darussalam Ciputat. b. Pembinaan Akhlak yang dimaksud meliputi akhlak dalam beribadah, akhlak dalam kedisiplinan, akhlak dalam tutur bahasa, dan akhlak dalam kegiatan keagamaan. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, supaya tidak terjadi perbedaan interpretasi dan pemahaman, maka masalah ini dirumuskan sebagai berikut : a. Bagaimana peranan pendidikan agama Islam dalam membina akhlak siswa di SMA Darussalam Ciputat? b. Apakah pendidikan agama Islam berpengaruh dalam merubah akhlak ramaja ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui peranan pendidikan agama Islam dalam membina akhlak remaja di SMA Darussalam Ciputat. b. Untuk mengetahui apakah pendidikan agama Islam berpengaruh dalam merubah akhlak siswanya. 2. Manfaat Penelitian a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi guru agama Islam dalam rangka memperbaharui mutu pendidikan di SMA Darussalam Ciputat. b. Dapat memberikan kontribusi dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan agama Islam di Sekolah, sehingga mampu menjadi salah satu cara untuk menanggulangi kenakalan remaja. c. Sebagai bahan untuk menentukan metode pembelajaran dengan tepat. d. Sebagai bahan bagi penelitian lanjutan.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Sebelum penulis mengemukakan pengertian pendidikan agama Islam terlebih dahulu akan penulis kemukakan Pendidikan Agama Islam secara terpisah ditinjau dari segi etimologi dan terminologi. Secara etimologi pendidikan berarti “pemeliharaan”12 dan sejalan dengan yang dikemukakan oleh Agus Basri bahwa, Pendidikan adalah”pelihara, ajar.”13 Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan” yang mengandung arti “perbuatan.” Istilah pendidikan terjemah dari bahasa Yunani yaitu, “Paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan”education”yang berarti pengembangan atau bimbingan.14 Sedangkan dalam bahasa Arab kata pendidikan adalah terjemahan dari kata “tarbiyah” yang berarti pendidikan”. Secara terminologis pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usuaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya.15 Menurut Ramayulis Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. 16 Sedang menurut Hasan Langgulung, pendidikan dalam arti luas adalah, usaha 12
W.J.S Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka, 1984) cet.Ke-7
13
Agus Basri, Pendidikan Agama Islam, (Bandung:PT Al Ma’arif 1994) h.19
14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia,2002)cet-3 h.1
h. 250
15
Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat dan Pendidikan), (Jakarta:Gaya Media Pratama, 1997), Cet.2 h.15 16
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h 1
unuk mengubah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam suatu masyarakat.17 Sedikit agak meluas tentang pengertian pendidikan yang diungkapkan oleh Ahmad D.Marimba, bahwa pendidikan adalah”bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.”18 Berbeda dengan pendapat Ngalim Purwanto yang mengartiakan pendidikan adalah “segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.”19 Lebih lengkap lagi pengertian pendidikan diungkapkan oleh seorang tokoh pendidikan yang sangat mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan yaitu pendapatnya Ki Hajar Dewantara yang mengartikan pendidikan dalam bukunya Hasbullah memaparkan bahwa pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 20 Dari berbagai pengertian tentang pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa untuk membantu atau membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak didik secara teratur dan sistematis kearah kedewasaan, dan hal ini dilakukan baik didalam maupun diluar sekolah yang berlangsung seumur hidup
demi mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya Pengertian pendidikan menurut ajaran Islam adalah usaha sadar untuk mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala potensi yang
17
Jalaludin, Usaman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Konsep dan Perkembangan Pemikiran), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999) Cet 3 h.12
2, h. 4
18
Ahmad D. Marimba,Pengantar Filafat Islam,(Bandung: PT Al Ma’rif, 1989), cet.ke-6 h.19
19
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan,(Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), cet.Ke-6 h. 12
20
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), cet. Ke-
dianugerahkan Allah kepadanya agar mampu mengemban amanat dan tanggung jawab sebagai khalifah Allah di muka bumi dalam pengabdiannya kepada Allah Swt.21 Menurut Arifin bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.22 Menurut Zakiah Darajat bahwa, pendidikan agama Islam “adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat.”23 Berkaitan dengan pendapat Zakiah Darajat tersebut penulis menganalisis bahwa makna pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah dengan berpedoman kepada ajaran Islam. Hasil seminar Pendidikan Islam se Indonesia tanggal 7 sampai di Cipayung Bogor menyatakan: Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. 24 Sedangkan menurut Samsul Nizar bahwa pendidikan mempunyai tiga makna, yakni al-ta’lim, al-tarbiyah dan al-ta’dib. Al-ta’lim berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan. Selanjutnya kata al-tarbiyah berarti mengasuh, mendidik, memelihara, bertanggungjawab, memberi makan, mengembangkan, membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi serta menjinakkannya, baik yang mencakup aspek jasmani maupun rohani. Dari pandangan di atas, memberikan pengertian bahwa, terma al-tarbiyah mencakup semua aspek 21
Abdul Rachman Shaleh, Madarasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Visi, Misi dan Aksi), (Jakarta: Raja Grafindo, 2004) Cet.1 h.6 22
Prof.H.M. Arifin,M.Ed. Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:Bumi Aksara 2006) Edisi revisi cet ke-
23
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, ,(Jakarta:Bumi Aksara,1996), cet-3 h.25
24
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), Cet 2 h11
h.10
pendidikan, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Baik mencakup aspek jasmaniyah maupun rohaniyah, secara hormonis dan integral. Sedangkan kata al-ta’dib berarti kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik. Orientasi al-ta’dib lebih berfokus pada upaya pembentukan pribadi muslim yang berakhlak mulia.25 Pendapat di atas jelas bahwa definisi pendidikan agama Islam dilihat dari tiga kata tersebut yakni al-tarbiyah, al-taklim, dan al-ta’dib,
ketiganya sama-sama ingin
memberikan pengetahuan pada anak didik agar mereka dapat menjadi manusia yang sempurna dan dapat hidup kreatif dan mandiri. Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pendidikan agama Islam bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mengarahkan, mengajarkan, mengasuh, mendidik yang dirangkaikan sedemikian rupa, sehingga menjadi suatu proses
yang sistematis, terencana dan komprehensip dalam upaya
mentransfer nilai-nilai kepada anak didik, dalam mengembangkan potensi yang ada dalam diri anak didik, sehingga anak didik mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi dengan sebaik-baiknya, sesuiai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang didasarkan pada ajaran agama (al-Qur’an dan Hadits) pada semua demensi kehidupan.. 2. Dasar-Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam a) Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Setiap usaha, kegiatan dan tindakan untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan atau dasar tempat berpijak yang baik dan kuat. Maka itu pendidikan agama Islam sebagai suatu usaha untuk membentuk manusia menjadi insan kamil, harus mempunyai landasan atau dasar kemana semua kegiatan dan perumusan tujuan pendidikan Islam itu akan dihubungkan yang kemudian dijadikan sebagai tempat pijakan. Bicara tentang dasar pendidikan Islam, maka kita sepakat bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah adalah dasar pokok yang harus dijadikan sebagai acuan atau pijakan oleh umat Islam dalam penyelenggaraan pendidikan. Umat Islam memandang al-Qur’an dan asSunnah ini merupakan sumber utama ajaran Islam. Kedua sumber tersebut merupakan
25
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Media Pratama 2001), Cet. Ke-1, h. 85-91
bahan inspirasi setiap umat muslim dalam menempatkan dan membuat suatu idiologi dalam kehidupan. Seperti yang diungkapkan Ramayulis bahwa, dasar pendidikan Islam adalah identik dengan ajaran Islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam bentuk: Al-Qur’an; Sunah; Perkataan, Perbuatan dan Sikap para Sahabat serta Ijtihad. 26 Pendapat Ramayulis tersebut sangat jelas bahwasanya pendidikan Islam mempunyai dasar yang baku yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Selanjutnya dasar-dasar tersebut dipertegas dengan perkataan, perbuatan dan sikap para sahabat melalui ijtihad. Selanjutnya Al-Rasyidin juga berpendapat bahwa, dasar yang terpenting dari pendidikan
adalah
al-Qur’an
dan
Sunah
Rasulullah
(hadits).27Pendapat
yang
dikemukakan Al-Rasyidin tersebut tidak jauh berbeda dari yang dikatakan Ramayulis, hanya saja Al-Rasyidin mempertegas bahwa Al-Hadits sebagai sumber ke dua setelah AlQur’an berfungsi menjelaskan tentang system pendidikan dan metode pendidikan seperti yang terjadi pada masa Rasulullah. Sedangkan Abdurrahman An-Nahlawi mengatakan pula bahwa dasar atau sumber pendidikan Islam adalah Al-Qur’an yang merupakan sumber edukatif, dan Sunah yang merupakan teladan pendidikan Islam.28 Hal tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an dan Sunnah adalah menjadi sumber aspirasi Islam dan menjadi landasan yang kokoh dalam segala gerak dan usahanya termasuk didalamnya Pendidikan Agama Islam. Dengan berdasarkan kepada kedua pedoman tersebut, maka umat Islam senantiasa mendapat keselamatan dan kebahagiaan. Jadi dasar atau landasan yang paling ideal dalam Pendidikan Agama Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah, karena kedua sumber tersebut memuat petunjuk-petunjuk secara praktis yang harus digunakan umat Islam untuk Kehidupannya. 1. Al-Quran 26
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. Ke-3, h. 54
27
Al-Rasyidin, et al., Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan Praktis, (Ciputat:PT. Ciputat Press, 2005), Cet. Ke-2, h. 34 28
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insan Press, 1995), cet. Ke-1, h. 28
Al-Qur’an adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama. Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenarannya oleh penelitian ilmiah, Al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah. Tujuannya, untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.29 Allah berfirman :
* () &' !"#$% 0 )-./ +, 12 345 12 : ! " )ا839:; 35 ' !"#$%
(5-1 Artinya : “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu amat pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tiada diketahuinya” (Al-Alaq 1-5) Nabi Muhammad Saw sebagai pendidik pertama, pada masa awal pertumbuhan Islam menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan Islam disamping Sunnah beliau sendiri. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan Islam dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an itu sendiri, Firman Allah : Artinya : “
>) <5=, ', H IJK D EF/5 BC 4 ! ?@A5 Q JP LMNO? WXYM34Z5
29
M.Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) Cet 1 h.93
Selanjutnya Firman Allah Swt :
>35 4 J ]R5=, \ ?. LO,)abS>Z5 ^_ `)' .⌧>/P5, cJ? ;d (29 :* )صh `5/ LMd5f,g Artinya : “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad:29) Sehubungan dengan masalah ini, Muhammad al-Fadhil Al-Jamali menyatakan bahwa: “pada hakekatnya Al-Qur’an itu adalah merupakan perbendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang kerohanian. Ia pada umumnya adalah merupakan
Kitab
pendidikan
kemasyarakatan,
moril
(akhlak)
dan
spirituil
(kerohaniaan).” Begitu pula Al-Nadwi mempertegas dengan menyatakan bahwa pendidikan dan pengajaran umat Islam itu haruslah bersumberkan kepada aqidah Islamiyah. Menurut beliau lagi, sekiranya pendidikan umat Islam itu tidak didasarkan kepada aqidah yang bersumberkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadis, maka pendidikan itu bukanlah pendidikan Islam, tetapi pendidikan asing.30 Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa yang menjadi dasar atau landasan pendidikan agama Islam adalah Al-Qur’an yaitu firman Allah Swt yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw dan kitab suci ini menjadi sumber hukum yang utama dan berlaku untuk sepanjang masa dalam lingkungan umat Islam. 2. As-Sunnah Dasar kedua pendidikan Islam adalah As-Sunnah. Jumhuru Muhadditsin mengartikan Sunnah, ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya. 31 Nabi mengajarkan dan mempraktekan sikap dan amal baik kepada istri dan sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan pula seperti yang dipraktekan Nabi dan mengajarkan pula kepada orang lain. Perkataan atau perbuatan dan ketetapan Nabi inilah yang disebut hadis atau sunnah.32 30
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h.55 Drs. Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahu’l Hadits, (Bandung: Alma’rif, 1974) h.20 32 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h.56
31
Kalau Al-Qur’an dan As-Sunnah dijadikan dasar, maka pendidikan Islam merupakan wujud bangunan yang kokoh dan berakar kuat yang kemudian akan mewarnai corak ke-Islaman dalam berbagai aspek kehiduapan. Rasulullah Saw Bersabda :
ِ>َِBِّAَُ4َْاِ>ِ أَو9ِّ@َ(ُ4ِّْدَاِ>ِ أَو/َ=ُ4 َُا/َ َ<َ; َِة9ْ8ِ7"ْ ا6َ!َ5 َُ"ْ/ُ4 ّ3ِْ ٍد إ/ُ"ْ/َْ ﻡ.ِﻡَ ﻡ (!B)روا ﻡ Artinya : Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) maka kedua orang tualah yang menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi. (H.R.Muslim)33 Menurut uraian hadits diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan faktor penting, yang dapat menjadikan seorang anak sesuai dengan keinginan orang tuanya.
b) Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai dan sekaligus merupakan pedoman yang memberi arah bagi segala aktivitas yang dilakukan. Dalam masalah pendidikan tujuan merupakan hal yang sebegitu jauh akan menentukan corak metode atau materi pendidikan yang akan berlaku Dalam Undang-Undang Sikdisnas yang tertuang dalam Bab II pasal 3, ditegaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.34 Tujuan pedidikan itu biasanya dikaitkan dengan pandangan hidup yang diyakini kebenarannya oleh penyusun tujuan tersebut. Pandangan hidup ini berupa agama ataupun aliran filsafat tertentu. Pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan unuk memperpanjang hidupnya baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat, oleh
33 34
Muslim, Shohih Muslim, (Baerut: Darul Fikr, t.th), h. 556
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003,Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2003), h. 7
karenanya tujuan pendidikan haruslah berpangkal pada filsafat dan pendangan hidup yang berdasarkan agama.35 Mengacu kepada pembatasan yang dimaksud, bahwa tujuan yang dimaksud adalah tujuan pendidikan Islam. Menurut Prof. H.M Arifin, mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan agama Islam adalah membina dan mendasari kehidupan anak didik dengan nilai-nilai agama dan sekaligus mengajarkan ilmu agama Islam, sehingga ia mampu mengamalkan syari’at Islam secara benar sesuai pengetahuan agama.36 Selanjutnya, menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, yang dikutip dalam bukunya Al-Rasyidin, menjelaskan bahwa, tujuan pendidikan Islam menurut al-Qur’an meliputi; (1) menjelaskan posisi peserta didik sebagai manusia di antara makhluk Allah lainnya dan tanggungjawabnya dalam kehidupan ini. (2) menjelaskan hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggungjawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. (3) menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan dengan cara memakmurkan alam semesta. (4) menjelaskan hubungannya dengan Khaliq sebagai pencipta alam semesta. Sedangkan Muhammad Athiyah alAbrasyi, secara praktis menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri dari lima sasaran, yaitu : (1) membentuk akhlak mulia (2) mempersiapkan kehidupan dunia akherat (3) persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatannya (4) menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik (5) mempersiapkan tenaga professional yang trampil.37 Zakiah Darajat, membagi tujuan pendidikan Islam ini kedalam 4 (empat) bagian, yaitu tujuan umum, tujuan akhir, tujuan sementara dan tujuan operasional. Sebagai tujuan umum pendidikan Islam meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan kebiasaan dan pandangan. Tujuan sementara dari pendidikan Islam menurut beliau proses pendidikan itu sendiri yang dianggap sebagai tujuan akhirnya adalah insan kamil yang akan mati dan menghadap Tuhan-nya.
35
Hasan Langgulung, Azaz-azaz Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987) h.305
36
Muzyin Arifin, Pendidikan Islam Dalam Arus Dinamika Masyarakat (Suatu Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikologis dan Kultural), h. 9 37
Al-Rasyidin, et al.,Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan Praktis , h. 36-37
Sedangkan yang menjadi tujuan sementara yang dimaksud oleh Zakiah darajat ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal, tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.38 Menurut pendapat Ibn Khaldun yang dikutip oleh Ramayulis membagi tujuan pendidikan Islam ini dalam dua tujuan, yaitu tujuan keagamaan dan tujuan ilmiah. Tujuan keagamaan maksudnya ialah beramal untuk akhirat, sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menunaikan hak-hak Allah yang diwajibkan kepadanya. Sedangkan tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.39 Demikian beberapa pendapat mengenai rumusan tujuan pendidikan Islam, makna dan fungsinya dalam upaya pembentukan kepribadian muslim, perpaduan iman dan amal sholeh, yaitu keyakinan adanya kebenaran mutlak yang menjadi satu-satunya tujuan hidup dan sentral pengabdian diri dan perbuatan yang sejalan dengan harkat kemanusiaan dan meningkatkan kemanusiaan. Dalam Proses pendidikan, tujuan akhir merupakan kristalisasi nilai-nilai yang ingin diwujudkan dalam pribadi anak didik. Oleh karena itu tujuan akhir harus komprehensif, mencakup semua aspek, serta terintegrasi dalam pola kepribadian yang ideal bulat dan utuh. Tujuan akhir mengandung nilai nilai islami dalam segala aspeknya, yaitu aspek normative, aspek fungsional dan aspek operasional. Hal tersebut menyebabkan pencapaian pendidikan tidak mudah, bahkan sangat komplek
dan
mengandung resiko mental spritual, lebih-lebih lagi menyangkut internalisasi nilai-nilai Islami yang didalamnya terdapat iman, Islam dn takwa, serta ilmu pengetahuan menjadi alat vitalnya. Dengan demikian pendidikan Islam memiliki tujuan yang bersifat khusus dan tujuan yang bersifat umum. Secara umum pendidikan Islam memiliki tujuan dalam membentuk insan kamil, yaitu pembentukan sikap, mental dan kepribadian seorang muslim sejati dan senantiasa mencari keridhaan Allah. Sedangkan secara khusus pendidikan Islam bertujuan untuk memberikan pengetahuan baik yang bersifat agama 38
Zakiah Darajat,Ilmu Pendidikan Islam , h-30-33
39
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h-71
maupun dunia sebagai bekal dalam menjalankan kehidupannya. Begitupula tujuan pendidikan Islam kepada para siswa adalah merupakan upaya dalam memberikan pengetahuan keagamaan dan sekaligus melatih siswa tersebut agar terbiasa dalam melaksanakan ibadah kepada Tuhan-nya. 3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam H.M. Arifin megatakan bahwa, ruang lingkup pendidikan Islam mencakup kegiatan-kegiatan kependidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan dalam bidang atau lapangan hidup manusia yang meliputi: 1) Lapangan hidup keagamaan, agar perkembangan pribadi manusia sesuai dengan norma-norma ajaran Islam. 2) Lapangan hidup berkeluarga, agar berkembang menjadi keluarga yang sejahtera. 3) Lapangan hidup ekonomi, agar dapat berkembang menjadi system kehidupan yang bebas dari penghisapan manusia oleh manusia. 4) Lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat yang adil dan makmur di bawah ridho dan ampunan Allah SWT. 5) Lapangan hidup politik, agar supaya tercipta system demokrasi yang sehat dan dinamis sesuai ajaran Islam. 6) Lapangan hidup seni budaya, agar menjadikan hidup manusia penuh keindahan dan kegairahan yang tidak gersang dari nilai-nilai moral agama. 7) Lapangan hidup ilmu pengetahuan, agar berkembang menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan oleh iman.40 Kemudian Muhammad Daud Ali mengatakan bahwa Islam merupakan satu sistem akidah dan syari’ah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Agama islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dengan diri manusia itu sendiri tetapi juga dengan alam sekitarnya yang kini terkenal dengan istilah lingkungan hidup.41 Dari uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa ruang lingkup materi pendidikan agama Islam meliputi tujuh unsur, diantaranya yaitu, keagamaan, 40
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, h. 12
41
Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, h. 51
berkeluarga, ekonomi, kemasyarakatan, politik, seni budaya, ilmu pengetahuan. Dari keseluruhan materi pokok tersebut diketahui bahwa inti dari ajaran Islam itu meliputi masalah aqidah, syari’ah dan masalah akhlak.
B. Membina Akhlak Remaja 1. Pengertian Akhlak Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah dibahasa Indonesiakan.
اق
Adalah jama’ taksir dari kataقyang dalam kamus Mahmud Yunus artinya Perangai, Akhlak.42 Sedangkan secara istilah akhlak adalah kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral, yang terdapat di dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk43 Menurut Imam Gazali seperti yang dikutib oleh Mahyuddin, mengakatan sebagai berikut : “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan; tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melairkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.”44 Menurut Ibn Miskawaih akhlak adalah sikap batin yang mempu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.45
42
Arab-Indonesia,
43
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1995), Cet
44
Mahyuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), Cet.5 h.4
45
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Mahmud Yunus, Kamus Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, 1989) h.120
(Jakarta:Yayasan
Penyelenggara
2 h. 10
2001) h.11
Sedang menurut Muslim Nurdin bahwa akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di atas bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah Nabi Muhammad Saw sebagai sumber utama, ijtihad sebagai sumber berfikir Islam.46 Definisi-definisi yang telah disebutkan di atas memperlihatkan bahwa akhlak adalah sesuatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan secara langsung tanpa memerlukan pemikiran-pemikiran. Keadaan jiwa itu ada kalanya merupakan sifat alami (thabi’i) yang didorong oleh fitrah manusia untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukannya seperti rasa takut dan sebagainnya. Selain itu, suasana jiwa ada kalanya juga disebabkan oleh adat istiadat seperti yang membiasakan berkata benar secara terus menerus, maka jadilah suatu bentuk akhlak yang tertanam dalam jiwa. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa akhlak adalah suatu perbuatan baik dan buruk, yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada orang lain dengan menyatakan tujuan yang harus dituju dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat. Akhlak merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya, yakni tidak dibuat-buat dan perbuatan yang dapat dilihat sebenarnya yang merupakan gambaran dari sifat-sifar yang tertanam dalam jiwa. 2. Faktor yang mempengaruhi akhlak Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan memotivasi segala tindakan manusia adalah: 1) Insting (naluri) Insting adalah seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikolog menjelaskan bahwa insting (naluri) berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku seperti:naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibubapakan, naluri berjuang, dan naluri ber-Tuhan.
2) Adat/kebiasaan
46
A.Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Agama Islam, h.308
Adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulangulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, olahraga dan sebagainya. 3) Wirotsah (Keturunan) Sifat-sifat yang biasa diturunkan itu pada garis besarnya ada dua macam: -
Sifat-sifat jasmaniah yakni sifat kekuatan dan kelemahan otot dan urat syarat orang tua dapat diwariskan kepada anak-anaknya. Orang yang kekar ototnya, mungkin mewariskan kekekaran itu kepada anak cucunya, misalnya pada orang-orang Negro yang kuat fisiknya.
-
Sifat-sifat rohaniah yakni lemah atau kuatnya suatu naluri dapat diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah laku anak cucunya. Contohnya adalah kecerdasan, kesabaran, keuletan dan sifat-sifat mental lainnya.
4) Milieu (lingkungan) Yaitu suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi tanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia, ialah apa yang mengelilinginya, seperti negeri, lautan, udara dan masyarakat. Ada dua macam milieu yaitu : -
lingkungan alam (gurun, gunung, pantai, pertanian, dsb)
-
lingkungan pergaulan (keluarga, sekolah, pekerjaan, organisasi, umum, dsb)47
3. Jenis-jenis Akhlak Ulama Akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang Shiddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat setan dan orangorang yang tercela48. Maka pada dasarnya, akhlak itu menjadi dua macam jenis:
a)
Akhlak baik atau terpuji Adalah menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah
digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela 47
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Rajawali Press, 2004) h. 93-101 48
Mahyuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, Cet.5 h.9
tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukannya dan mencintainya. Pendorong melakukan akhlak terpuji menurut Hamka adalah karena bujukan, mengharap pujian, dorongan hati nurani, mengharapkan pahala dan dosa, mengharapkan pujian dan takut azab Allah, dan mengharapkan keridhaan Allah semata. Ada dua bentuk atau sifat-sifat yang sesuai dengan norma ajaran Islam yaitu lahir dan batin.49 b)
Akhlak buruk atau tercela Menurut Imam al-Ghazali, akhlak tercela dikenal dengan sifat-sifat
muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang tetnu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan. Beberapa hal yang mendorong manusia melakukan perbuatan tercela adalah dunia dan isinya, manusia, setan, dan nafsu.50 4. Pembinaan Akhlak Al-Qur’an mengingatkan agar semua orang memelihara diri sendiri dan keluarga dari azab neraka, yakni dengan menanamkan takwa kepada Allah SWT dan budi pekerti yang luhur.51
LM)<'d Dj Ui+S,f1 ; YdA> T,, YdA!"NO=, LkM: (6 :49'C" )اR= Artinya : “Hai orang-orang yang beriman perihalalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahrim: 6) Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlak manusia, antara lain anjuran untuk selalu bertobat, bersabar, bersyukur, bertawakal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya. Sehingga akhlak buruk manusia itu masih dapat dididik dengan baik. Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan 49
Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Thaharah, Ibadah, dan Akhlak, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), cet. Ke-2, h. 337-341 50 Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim (Minhajul Muslim) Thaharah, Ibadah, dan Akhlak, h. 410-431 51
A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Temprint, 1999), cet. Ke-1
tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral, yang terdapat di dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.52 Pendidikan akhlak merupakan bagian besar dari isi pendidikan Islam. Posisi ini terlihat dari kedudukan al-Quran sebagai referensi paling penting tentang akhlak bagi kaum muslimin: individu, keluarga, masyarakat, dan umat. Akhlak merupakan buah Islam yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat hidup dan kehidupan menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol psihis dan sosial bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, manusia tidak akan berbeda dari kumpulan binatang. Rasulullah Saw, pun merupakan sumber akhlak yang hendaknya diteladani oleh orang mukmin. Perjalanan hidup Rasul Saw penuh dengan akhlak luhur yang apabila diterapkan di dalam kehidupan akan memberi kebahagiaan bagi individu dan masyarakat.53 Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan Pembinaan akhlak adalah pendidikan tentang prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan. Pendidikan akhlak juga harus diperoleh melalui proses latihan dan membiasakan diri selalu melakukan hal-hal yang terpuji. Karena akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perbuatan. Perlu diketahui bahwasanya pendidikan akhlak itu bila tidak diiringi dengan tauhid, maka dapat membuat manusia tidak tahu apa tujuannya. Manusia dapat disebut berakhlak apabila segala tindakannya sesuai dengan segala perintah, dan menjahui larangan Allah SWT. 5. Tujuan Pendidikan Akhlak Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau tindakan yang berproses”. Dikarenakan pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang berproses melalui tahapan-tahapan dan tingkatan-tingkatan, maka tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. 52
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), cet. Ke-2, h. 10 53 Hery Noer Aly dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000) Cet.1 h.89-90
Makna pendidikan menurut Mortimer J. Adler yang dikutip dalam bukunya H.M. Arifin mengatakan bahwa, pendidikan adalah proses dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik. 54 Kalau kita melihat kembali mengenai pengertian pendidikan akhlak, maka akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah seseorang mengalami pendidikan akhlak. Hal ini dipahami, karena pada usia ini pendidikan sangat berpengaruh dalam dirinya. Jika pendidikan akhlak sudah ditanamkan pada usia pra-baligh, misalnya ia seorang anak yang penuh sopan santun maka anak tersebut akan memilih etika yang luhur. Jika sejak masih anak-anak ia tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu taqwa, ingat, pasrah, meminta pertolongan dan berserah diri kepada Allah, maka ia akan memiliki kemampuan dan bakat pengetahuan di dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping akan terbiasa dengan akhlak yang mulia. Tujuan akhlak adalah hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, dan membedakannya dari makhluk-makhluk lainnya. Ahklak hendak menjadikan orang berakhlak baik bertindak-tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Tuhan. Sedangkan yang hendak dikendalikan oleh akhlak adalah tindakan lahir.55 Menanggapi dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk menanamkan rasa takwa kepada Allah SWT dan pengembangan rasa kemanusiaan kepada sesama serta membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat, moral yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak itu dapat merasa lega dan tenang, dalam pertumbuhan jiwanya tidak goncang. Karena kegoncangan jiwa dapat menyebabkan mudah terpengaruh oleh tingkah laku yang kurang baik. 6. Metode Membina Akhlak 54
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta Anggota IKAPI: Bina Aksara, 1987), cet. ke-1,
h. 11 55
Anwar Masy’ari , Akhlak Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu Offset,1990), cet. Ke-1, h. 4
Membina akhlak merupakan tumpuan perhatian utama dalam Islam. Secara moralistik pembinaan akhlak merupakan salah satu cara untuk membentuk mental manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila. Pembinaan akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap mental kepribadian sebaik yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, pembinaan pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlaqulkarimah sangat tepat bagi remaja agar di dalam perkembangan mentalnya tidak mengalami hambatan dan penyimpangan kearah negatif.56 Agar pembinaan akhlak memperoleh hasil yang memuaskan, diperlukan cara atau metode. Berikut penulis kemukakan beberapa metode yang dapat digunakan dalam membina akhlak. Metode-metode tersebut antara lain: a) Melalui Keteladanan Dalam Al-Quran kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik. Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik.57 Keteladanan dalam proses pendidikan merupakan metode yang sangat tepat untuk membina akhlak seorang anak. Dalam pelaksanaan pendidikan, siapapun penidiknnya seharusnya memberikan contoh terbaik untuk diikuti oleh anaknya. Hal ini terjadi baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun di masyarakat. Untuk itulah Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai uswah untuk menyempurnakan akhalak manusia58. Sebagaimana firmannya:
q oM n D YmdA35 l⌧. &S345 l⌧. ☺Z5 sU5, LM)uY; <wx⌧. ⌧.3v, @/ (21 :ابE3* )ا Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rosulallah itu contoh teladan yang baik bagimu; ialah bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari Qiamat dan ia banyak ingat menyebut akan Allah.” (Q.S. Al-Ahzaab 21)
56
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja,(Jakarta:Bina Aksara, 2001) h. 151 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1997) Cet.1 h. 95 58 A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, h.329 57
Dengan kepribadian, sifat tingkah laku dan pergaulannya bersama sesama manusia, Rosulullah Saw, benar-benar merupakan interpretasi praktis yang manusiawi dalam menghidupkan hakikat, ajaran, adab dan tasyri’ al-Quran. Yang melandasi perbuatan pendidikan Islam serta penerapan metoda pendidikan Qurani yang terdapat di dalam ajaran tersebut.59 Selanjutnya,
Miqdad
Yalzan
mengemukakan
bahwa
pada
masa
awal
kehidupannya, Seorang anak senantiasa mencontoh tingkah laku orang lain, terutama orang-orang yang sering ia jumpai sehari-hari. Apa yang dikerjakan oleh orang tersebut, maka itulah yang ia anggap baik yang kemudian ditirunya. 60 Dengan demikian proses internalisasi nilai-nilai keutamaan bagi anak sangat ditekankan pelaksanaanya, hal tersebut dapat dilakukan melalui contoh-contoh yang diberikan dan diterima di dalam keluarga. Dalam konteks ini Umar Hasyim menjelaskan bahwa, dalam keluarga mula-mula anak mengenal kata-kata dan pengertiannya, ucapanucapan dan bacaan-bacaan. Juga berbagai contoh teladan yang nantinya tidak bisa lepas dari apa yang bakal dipraktekkannya dalam kehidupan selanjutnya. Bagaimana sikap dan langkahnya terhadap orang tua atau orang lain, bagaiman “menghayati” praktek ajaran Islam seperti shalat berjamaah di rumah, di musholla, atau di masjid, sholat tarawih dan sholat Idul Fitri atau Idul Adha dan sebagainya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa keutamaan akhlak yang dimanifestasikan dalam keteladanan yang baik, adalah factor terpenting dalam upaya memberikan pengaruh terhadap hati dan jiwa. Seorang pendidik harus mampu memberikan suatu contoh yang baik, akhlak mulia, perilaku yang baik,sifat-sifat Islami yang terpuji, sehingga menjadi purnama petunjuk, matahari penerang, penyeru kebaikan dan kebenaran, serta menjadi sebab dalam tersebarnya risalah Islam yang abadi. Selain itu dengan membiasakan mendidik anak dalam kebaikan merupakan langkah penting dengan harapan dapat dijadikan sebagai pelajaran baik bagi mereka. b) Metode Pembiasaan Metode lain yang cukup efektif dalam membina akhlak anak adalah melalui metode pembiasaan. Banyak para pakar pendidikan yang sepakat bahwa pembinaan
59 60
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), Cet 3 h.127 A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, h.329-330
moral atau akhlak dapat mempergunakan metode ini. Ungkapan Imam al-Ghozali yang sangat indah mengisyaratkan pentingnya pembiasaan yang dilakukan sejak kecil antara lain berbunyi: “Hati anak bagaikan suatu kertas yang tergores sedikitpun oleh tulisan gambar bagaimanapun
coraknya. Tetapi ia dapat menerima apa saja bentuk yang
digoreskan, apa saja yang ia gambarkan di dalamnya, malahan ia akan condong dan cocok kepada suatu yang diberikan kepadanya. Kecondongan ini akhirnya akan menjadi kebiasaan dan terakhir menjadi sebagai kepercayaan. Oleh sebab itu, apabila si anak telah siviasakan untuk mengamalkan apa-apa yang baik diberi pendidikan ke arah itu, pastilah ia akan tumbuh di atas kebaikan tadi dan akibatnya ia akan selamat dan sentosa dunia dan akhirat.61 Al-Qur-an menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pendidikan. Misalnya dalam kasus menghilangkan kebiasaan meminum khamar. AlQur’an memulai dengan menyatakan bahwa hal itu merupakan kebiasaan orang-orang kafir Quraisy, dilanjutkan dengan menyatakan bahwa dalam khamar itu ada unsur dosa dan manfaatnya, namun unsur dosanya lebih besar dari unsur manfaatnya. Dilanjutkan dengan larangan mengerjakan shalat dalam keadaan mabuk, kemudian menyuruh agar menjauhi minuman khamar itu.62 Sementara itu Athiyah Al-Abrasyi mengemukakan bahwa: Pembentukan tingkah laku yang baik pada anak-anak dilakukan sejak kecil, seperti membiasakan tidur lebih cepat, membiasakan berolah raga, membiasakan jangan meludah di tempat-tempat umum, jangan mengeluarkan ingus atau berdiri di belakang di mana ada orang lain, jangan ongkang kaki, jangan suka berdusta, dan membiasakan taat kepada bapak dan ibu.63 Metode pembiasaan disamping digunakan dalam akhlak, juga dapat digunakan pada masalah-masalah ibadah. Dalam hal ini Rosulullah Saw bersabda
ْا/ُPِّ9َ;ًَا و9ْOَ5 ْا/ُHَ!َ ْ=َ إِذَاNَ!َ5 ُْْ ه/ُ ِ9ْLْ ً وَاJَْا ﺱ/ُHَ!َ َدَآُْ ِ"@َةِ إِذَا3ُْوا أَو9ُﻡ ِSَِﺝQَْ" ا6ِ; ُْ=َ(ْNَ
61
A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidkan Islam, h. 330-331 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,h. 101 63 A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidkan Islam h.331 62
Artinya: “Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat bila mereka telah berusia tujuh tahun, dan pukullah jika meninggalkannya bila meraka telah berumur sepuluh tahun dan pisah-pisahkanlah mereka di tempat tidur.”(HR.Abu Daud)64 Dari beberapa ungkapan diatas, maka penulis dapat simpulkan bahwa penerapan metode pembiasaan dalam membina akhlak anak cukup baik. Jika metode pembiasaan diterapkan di semua lingkungan pendidikan, hampir dipastikan akan lahir generasigenerasi yang memiliki kepribadian yang mentap, yang dihiasi akhlak. c) Metode Nasihat Metode lain yang dianggap efektif dalam membina akhalak adalah
melalui
metode nasihat. Metode ini dapat membukakan mata anak-anak pada hakekat sesuatu, dan mendorongnya menuju situasi yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak ayat-ayat al-Quran yang mengisyaratkan penggunaan metode ini dalam proses pendidikan. Diantaranya ucapan nabi Lukman kepada anaknya :
o34~' N3 l 4 Ui{| 4 yz]u` ; n D dA/3 WoPY &E' U`J ,, mM ☺""5 n D ,, 9]! {l 4
UiW mf; Y/ n D (16 :.T") sw >35 Artinya: “Hai anakku, sesungguhnya jika ada amalan engkau (baik atau buruk) seberat biji sawi yang tersembunyi dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya didatangkan (dibalas) Allah juga. Sesungguhnya Allah Maha halus, lagi Maha mengetahui.” (Q.S. Luqman: 16) Nasehat hendaknya diampaikan dengan cara menyentuh kalbu, itu tidak mudah. Akan tetapi, dengan keikhlasan dan berulang-ulang, akhirnya nasehat itu akan dirasakan menyentuh kalbu pendengarannya.65 Tapi nasehat yang disampaikankannya ini selalu disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi atau penyampai nasehat itu. Ini menunjukan bahwa antara satu metode yakni nasihat dan metode lain yang dalam hal ini keteladan bersifat saling melengkapi.66 d) Metode Hukum 64
Imam Nawawi, Riadus Sholihin, (Bairut: Darul Fikr, t.th) juz 3 h.133
65
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam,h.128 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,h. 98
66
Muhammad Quthb mengatakan: “bila teladan dan nasihat tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman.67 Hukuman merupakan alat pendidikan yang apabila akan digunakan harus dipikirkan masak-masak sebab hukuman belum tentu merupakan alternatif yang sangat tepat untuk diberikan kepada anak.68 Di dalam al-Quran, hukuman biasanya dikenal dengan nama azab. Berkenaan dengan hukuman ini, misalnya dijumpai:
)miYW Z>:); LYM5M?; l 4, n D x☺P5, ⌧>) (74 : U /C" )ا]@/, >=S5 Artinya: “Bila mereka tidak patuh, maka Allah akan menghukum mereka dengan hukuman yang pedih di dunia dan di akhirat,” (Q.S. al-Taubah. 74) Dengan demikian, keberadaan hukuman diakui dalam Islam dan digunakan dalam rangka membina ummat manusia melalui kegiatan pendidikan. Hukuman ini diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih bersifat khusus. Hukuman untuk orang yang melanggar dan berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh dan menunjukan perbuatan baik. 7. Pengertian Remaja dan Permasalahan yang Dihadapi Remaja a. Pengertian Remaja Manusia dalam proses hidupnya mulai lahir ke dunia sampai meninggalnya harus menjalani beberapa fase perkembangan, diantaranya masa remaja. Masa remaja sering dilukiskan orang sebagai suatu masa yang bergejolak, problematis, transisi, unik, dan tidak stabil, karena remaja pada saat ini sedang berada pada suatu masa peralihan dari masa anak-anak kemasa dewasa. Dan hampir semua orang pasti mengerti siapa yang disebut dengan remaja, namun masih terdapat beberapa perbedaan mengenai siapa sebenarnya yang disebut dengan remaja itu dan apa saja ciri-ciri remaja itu. Masa remaja, menurut para psikolog dapat dilihat dari dua aspek perkembangan, yaitu perkembangan fisik dan psikis. Dari perkembangan aspek fisik, masa remaja ditandai dengan sampainya kematangan dan berfungsinya alat-alat kelamin serta telah 67 68
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,h. 103 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, h.200
memiliki kesempurnaan bentuk organ-organ tubuh
secara umum. Sedangkan dari
perkembangan psikis, masa remaja merupakan masa penyempurnaan dari perkembangan pada tahap-tahap sebelumnya, baik itu perkembangan kognitif, perkembangan moral dan perkembangan seksual 69 Sedangkan ditinjau dari umur, para pakar berbeda-beda dalam menentukan seseorang telah masuk kedalam usia remaja. Misalnya, Kartini Kartono menetapkan usia remaja sejak 13 sampai 19 tahun70, Zakiah Daradjat menetapkan 13 sampai 2171.sedangkan menurut Wasti Sumanto mengumukakan bahwa usia ramaja berkisar antara umur antara 12-13 sampai 20 tahun72 Jadi dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa dimana seseorang sedang mengalami transisi antara masa kanak-kanak yang akan ditinggalkannya menjelang masa dewasa, yang ditandai dengan kesempurnaan fisik dan psikis b. Permasalahan yang dihadapi remaja Remaja sebagai manusia, tentu mempunyai kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi. Remaja merupakan tahap paling gawat dan paling penting di dalam kehidupan manusia. Hasil-hasil yang dicapai di dalam tahap ini akan ditampilkan sebagai ciri-ciri kepribadian di masa datang bagi anak yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam hal ini kita dituntut untuk menuangkan segala kemampuan dan kekuatan untuk lebih berkonsentrasi dan mawas diri, serta dituntut untuk memusatkan perhatian kita terhadap anak yang memang cukup banyak ragamnya. Berbicara mengenai permasalahan yang terjadi pada remaja adalah sangat luas dan kompleks, namun secara rinci permasalahan yang dihadapi remaja dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu problem thabi’iyah atau naluriah dan sababiyah. Adapun jenis-jenis problema remaja yang naluriah menurut Zakiah Daradjat : a. Masalah hari depan, kecemasan akan hari depan yang kurang pasti. Hal ini menimbulkan masalah lain misalnya semangat belajar menurun, kemampuan
69
70
Sarlito W.Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1994), cet ke 4, h. 14
Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung: Alumni, 1986), h. 149 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1975), Cet ke 5, h.1069 72 Wasti Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Malang: Rineka Cipta, 1990) Cet ke 3, h. 61 71
berfikir berkurang, rasa tertekan timbul, bahkan kadang-kadang sampai mudah terpengarauh oleh hal-hal yang negatif. b. Masalah hubungan dengan orang tua, sering kali terjadi pertentangan pendapat antara orang tua dan anak-anaknya yang telah remaja atau dewasa, biasanya yang disebabkan karena ramaja tersebut mengikuti arus dan mode. c. Masalah moral dan agama, kemerosotan moral biasanya disertai oleh sikap manjauh dari agama. Nilai-nilai moral yang didasarkan kepada agama akan terus berubah sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat.73 Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa para remaja walaupun berasal dari kebudayaan yang berbeda dan suasana lingkungan yang berbeda pula, namun mereka tetap menghadapi berbagai macam problema, hanya perbedaannya terletak pada problema yang dihadapi dan cara mereka memandang problema tersebut. c. Faktor yang melatarbelakangi penyimpangan akhlak remaja Remaja memang memiliki karakteristik yang unik dan memerlukan perhatian yang intendif dari semua pihak, terutama keluarga. Sebab, jika keadaan remaja dengan segala macam prilakunya tidak diperhatikan tidak mustahil mereka akan melakukan halhal yang kurang baik yang menyimpang dari nilai-nilai Agama. Untuk itu, penulis akan mengemukakan beberapa faktor yang melatarbelakangi penyimpangan prilaku seorang remaja. •
Perhatian dan kasih sayang dan komunikasi timbal balik yang tidak memadai. Perhatian dan kasih sayang memang sangat dibutuhkan oleh para remaja,
terlebih pada masa-masa di mana mereka telah bergaul bebas bersama teman-teman sejawatnya. Para guru dan orang tua serta semua pihak yang bertanggung jawab terhadap kestabilan dan keselamatan masyarakat, hendaklah memberikan perhatian yang besar dan memberikan pengarahan yang memuaskan kepada mereka. Perlakuan yang buruk dan kasar dari keluarga akan berdampak kurang baik pada perkembangan dan pertumbuhan seorang ramaja. Keadaan yang demikian akan berpengaruh pada gangguan jiwa mereka. Misalkan sulit mengeluarkan pendapat, tidak kreatif, tidak percaya diri dan lain sebagainya.74
73 74
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), Cet 15 h.115 A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidkan Islam h.320-321
Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan akhlak anak di lingkungan keluarga, agama Islam memberikan tuntunan tentang pentingnya perlakuan yang ramah dan penuh kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anaknya. Allah berfirman sebagai berikut:
!$<5 q E' U☺&J ☺ `3 ⌧> ⌧r N3 !$Rd. YM35, L Ym35 &' LMh⌧O=C 345 Ymi) &)3 L 5YMJ YmIJK YO? , 3v 3 L Y/ n D Ym:TY,⌧, {l 4
q n) Y(.M?3 !$') D Z.M?☺5 d (159 :ان95 )الh Artinya: “Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu keras dan berhati kasar, tentulah meraka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan ini. Kemudian apabila telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”. (Ali Imron:159) •
Tidak ada panutan dalam keluarga Secara psikologi, remaja memang sangat membutuhkan panutan atau contoh
dalam
keluarga.
Sehingga
dengan
contoh
tersebut
remaja
dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebaiknya jika remaja tidak memperoleh model atau prilaku yang mencerminkan prilaku yang baik, tentu merekapun akan melakukan hal-hal yang kurang baik. Demikian, sang anak akan tumbuh dalam kebaikan dan terdidik dalam keutamaan akhlak jika ia melihat kedua orang tuanya memberikan teladan yang baik. Dan, sang anak akan tumbuh dalam penyelewengan dan berjalan di jalan kufur, fusuq dan maksiat, jika melihat kedua orang tuanya memberi teladan yang buruk.75 •
75
Lingkungan bermain dan bergaul yang buruk
A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidkan Islam h.322-323
Yang dimaksud lingkungan ialah sesuatu yang berada di luar diri anak dan mempengaruhi perkembangannya. Anak akan untung apabila mendapat pengaruh yang baik, sebaliknya anak akan rugi apabila kebetulan mendapat pengaruh yang kurang baik.76 Lingkungan
sekitar
benar-benar
amat
besar
pengaruhnya
kepada
perkembangan pribadi seseorang. Kawan sekerja, kawan sepermainan, kawan sekolah, masyarakat yang mengelilinginya, semua itu besar pengaruhinya terhadap seseorang. Karena pengaruh, dorongan dan ajakan orang lain, seseorang bisa menjadi pencopet, pencuri, pemabuk, pecandu, menjadi anak yang nakal dan sebagainya. Menurut Nashih Ulwah yang dikutip oleh A Tafsir dkk mengungkapkan bahwa yang mengakibatkan anak menyimpang adalah pergaulan negatif dan rusak. Terutama jika anak itu bodoh, lemah aqidahnya dan mudah terombangambing akhlaknya. Mereka akan cepat terpengaruh oleh teman-teman yang nakal dan jahat, di samping cepat mengikuti kebiasaan dan akhlak yang rendah. Sehingga, perbuatan jahat dan menyimpang menjadi bagian dari tabiat dan kebiSasaan mereka. Ini Mengaisyaratkan betapa kuat dan besar pengaruh pergaulan dengan orang-orang yang kurang baik. Andaikata pembinaan akhlak di lingkungan keluarga relatif kurang baik, kondisi ini akan semakin parah dan mendorong remaja jatuh pada perbuatan-perbuatan yang penuh dengan noda dan dosa.77 •
Lemahnya mental remaja Salah satu faktor yang menyebabkan prilaku yang menyimpang akhlak pada
remaja adalah lemahnya mental/agama yang mereka miliki. Hal ini terjadi karena kurangnya pembinaan yang dilakukan pihak keluarga. Demikian juga pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan sekolah lebih ditekankan pada matra kognitif, sementara matra afektif nyaris diabaikan. Keadaan inilah yang kemudian mendorong para sebagian remaja untuk
76
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, h.209
77
A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidkan Islam h.324
melakuakn berbagai kegiatan yang jauh dari norma dan nilai agama. Oleh sebab itu, peran keluarga dalam penanaman nilai agama menjadi penting dilaksanakan. Menurut Zakiah Daradjat yang dikutip A Tafsir dkk berpendapat ”Yang dimaksud dengan pendidikan agama bukanlah pelajaran agama yang diberikan secara sengaja dan teratur oleh guru sekolah saja. Akan tetapi yang terpenting adalah penanaman jiwa agama yang dimulai dari rumah tangga, sejak si anak masih kecil, dengan jalan membiasakan si anak kepada sifat-sifat dan kebiasaan yang baik, misalnya, dibiasakan menghargai hak milik orang lain, dibiasakan berterus terang, benar dan jujur, diajarkan mengatasi kesukaran-kesukaran yang ringan dengan tenang, diperlakukan dengan adil dan baik, diajar suka menolong, mau memaafkan kesalahan seseorang, ditanamkan rasa kasih sayang sesama saudara dan sebagainya”.78
C. Kerangka Berfikir Agama sebagai unsur esensi dalam kepribadian manusia dapat memberi peranan yang positif dalam perjalanan kehidupan manusia, selama kebenarannya masih dapat diyakini secara mutlak. Namun bagi mereka yang hidup tanpa berdasarkan pada satu keyakinan akan nampaklah pada dirinya kegelisahan dan keresahan hidup, karena manusia itu mempunyai dua unsur yang saling berkaitan, yaitu jasmani dan rohani, yang kedua-duanya perlu dipenuhi kebutuhannya. Jasmani membutuhkan makanan sebagai energi, agar manusia itu tidak lemah dan dapat beraktivitas dalam menjalani kehidupannya, sedangkan rohani membutuhkan petuah yang berupa ketentraman dan ketenangan hidup, yang hal ini dapat diperolehnya melalui ajaran agama yang dianutnya. Perlunya agama dalam kehidupan setiap manusia sangatlah jelas, dengan agama hidup manusia dapat lebih terarah, dapat menolongnya dalam menghadapi berbagai persoalan hidup dan dengan agama juga batin akan menjadi tentram. Begitu juga halnya dengan permasalahan yang dihadapi masa-masa perubahan dalam hidupnya. Dengan pendidikan agama, para remaja dapat diberi petunjuk untuk mengarahkannya berperilaku baik dalam menjalani hidupnya dan juga memberi petunjuk tentang akidah dan
78
A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidkan Islam h.326
kepercayaan yang harus dianutnya, sehingga dalam menjalani kehidupan dapat lebih terarah kepada jalan yang benar dan mendapatkan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Dalam hal membina akhlak remaja, pendidikan agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupannya. Pendidikan agama berperan sebagai pengendali tingkah laku atau perbuatan yang terlahir dari sebuah keinginan yang berdasarkan emosi. Jika ajaran agama sudah terbiasa dijadikannya sebagai pedoman dalam kehidupannya sehari-hari dan sudah ditanamkannya sejak kecil, maka tingkah lakunya akan lebih terkendali dalam menghadapi segala keinginan-keinginan yang timbul. Ia akan mengukur segala apa yang akan dilakukannya itu sesuai dengan ajaran agama yang sudah terbiasa dijalaninya. Ia pun senantiasa berusaha mengendalikan dirinya dari dorongan-dorongan pada perbuatan nakal. Sehingga ia kan terhindar dari perbuatan jahat yang akan bertentangan dengan aturan agama maupun masyarakat. Karena keyakinan terhadap agama sudah menjadi bagian dari kepribadiannya yang akan mengatur sikap dan tingkah lakunya secara otomatis dari dalam.
D. Pengajuan Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara yang ditarik berdasarkan fakta yang ada. Maka dugaan sementara penelitian ini berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, mengenai peranan pendidikan agama Islam dengan membina akhlak siswa adalah : Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada peranan yang signifikan antara pendidikan agama Islam dengan membina akhlak siswa Hipotesis Nihil (Ho)
: Tidak ada peranan yang signifikan antara pendidikan Agama Islam dengan membina akhlak siswa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami sasaran yang dikehendaki dalam upaya mancapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan.79 Adapun dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yang ditunjang oleh data-data yang diperoleh melalui : a) Penelitian Kepustakaan (Library Research) b) Penelitian Lapangan (Field Research) c) Observasi,. d) Angket, e) Interview (wawancara),
B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama dua bulan, terhitung sejak 10 Agustus sampai dengan 10 Oktober 2006, sedangkan tempat penelitian ini dilaksanakan di SMA Darussalam Ciputat.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah : “Keseluruhan objek penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan dan mengumpulkan data”.2 Populasi terdiri atas sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian, yang dari padanya terkandung informasi yang ingin diketahui. Dalam penelitian ini yang menjadi 79
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), cet. Ke-3, h. 1 2 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Prakte, h. 1
populasi adalah siswa/siswi di SMA Darussalam Ciputat tahun pelajaran 2006/2007 yang berjumlah 450 siswa. Sedangkan populasi terjangkau adalah siswa/siswi kelas II yang berjumlah 200 siswa. 2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki sifat dan karakteristik yang sama, sehingga betul-betul mewakili populasi.3 Menurut Suharsimi Arikunto, sampel adalah: “sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”.4 Sampel bersifat memberikan suatu gambaran tentang populasi. Pengambilan sampel dari suatu populasi disebut dengan penarikan sample atau sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 siswa, yaitu 20 % dari populasi siswa/siswi kelas II SMA Darussalam Ciputat
E. Teknik Pengumpulan Data Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, yaitu data yang sifatnya kualitatif dan data yang sifatnya kuantitatif. Data kualitatif pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan, sedangkan data kuantitatif pengumpulan datanya melalui caracara berikut ini: 1. Observasi. 2. Interview (wawancara). 3. Angket,
F. Instrument Penelitian Menurut Ronny Kountur, Instrumen penelitian adalah alat yang dipakai untuk mengumpulkan data, melalui pedoman tertulis tentang wawancara atau pengamatan atau daftar pertanyaan yang disiapkan untuk mendapatkan informasi dari respondent”.5 Instrumen penelitian disebut juga dengan pedoman pengamatan atau pedoman wawancara atau pedoman dokumenter, sesuai dangan metode yang dipergunakan. G. Variabel Penelitian
3
Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h. 84. Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, h. 84 5 Ronny Kountur, Metode untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, ( Jakarta; CV. Taruna Grafika, 2003), cet.Ke-1, h. 113 4
Variabel adalah suatu arti yang dapat membedakan antara sesuatu dengan yang lainnya atau karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri. Dalam metodologi penelitian, variabel yang dimaksud adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variable pendidikan agama Islam yang disebut dengan Independent variabel, yaitu variabel bebas yang dapat memberikan pengaruh terhadap variabel yang lain. Variabel pendidikan agama Islam merupakan variabel X yang meliputi pelaksanaan pendidikan agama Islam yang akan diukur melalui kegiatan belajar mengajar di
dalam
kelas
dan
aktifitas
keagamaan
seperti
pelaksanaan
ibadah,
dan
perayaan/peringatan hari-hari besar agama Islam. Sedangkan membina akhlak remaja merupakan Dependent variable, yaitu variabel terikat yang dipengaruhi variabel bebas. Membina akhlak remaja merupakan variabel Y yang meliputi sikap dalam beribadah, tutur bahasa, kedisiplinan, dan keikutsertaan dalam kegiatan keagamaan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Profil SMA Darussalam Ciputat Sejarah Berdirinya SMA Darussalam Ciputat. SMA Darussalam didirikan pada tahun 2000 dengan SK pendirian sekolah Nomor: 125/102/07/1987. SMA Darussalam melalui wadah Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Darussalam sebagai payung organisasi tertinggi mempunyai satu lembaga pendidikan lagi yaitu SMP Darussalam dengan lokasi yang berdekatan. Dengan demikian SMA Darussalam dikelola oleh sebuah Yayasan, dengan didirikannya SMA Darussalam sebagai wujud turut serta dalam pembangunan generasi muda dan kepedulian dalam meningkatkan mutu pendidikan. Baik dalam bidang IPTEK maupun IMTAQ, serta membekali siswa dengan keterampilan melalui penyeluran minat dan pengembangan bakat, sebagai bekal bagi masa depan siswa. Untuk itu, sejalan dengan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), YPI Darussalam telah menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk penyelenggraaan pendidikan yang senantiasa membina prestasi siswa dan sarat dengan aktivitas. Visi, Misi dan Tujuan Visi Sekolah: Visi SMA Darussalam adalah : Cerdas, Inovatif, Nalar, Taqwa, Aktif. Misi sekolah: 1. Membentuk siswa yang cerdas, kreatif dan mandiri 2. Mengembangkan daya nalar siswa dan melatih sikap percaya diri 3. membentuk siswa yang beriman dan berbudi pekerti 4. Menumbuh kembangkan minat dan bakat siswa baik di dalam maupun di luar sekolah 5. Menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.
Tujuan Sekolah Tujuan SMA Darussalam adalah Mewujudkan siswa Beriman, Berakhlak, Cerdas, Terampil dan Berprestasi.80 Sarana dan Fasilitas Dalam proses penunjang kelancaran pendidikan SMA Darussalam juga sangat memperhatikan sarana dan fasilitas, hal tersebut sudah dipersiapkannya antara lain: Ruang guru Ruang TU Ruang belajar lantai tiga Laboratorium Bahasa (Full AC) Laboratorium komputer (Full AC) Sarana olah raga (Hall Mini) Perpustakaan Sarana Ibadah (Masjid) Data Guru Table 1 Rekapitulasi Keadaan Guru SMA Darussalam Tahun Ajaran 2007-2008 Data Guru No.
Nama
Jabatan
1.
Marul Wa’id, S.Ag
Kepala Sekolah, Guru PAI
2.
Dasuki, S.Pd.MM.
Waka Sekolah, Guru Sejarah +Antro
3.
Hariyanto, S.Pd
Wakil Kepala Sekolah, Guru Matematika
4.
Nazaruddin, S.Sos.
Pembina OSIS, Guru Sosiologi + Sejarah
5.
Drs.Marfuddin
Guru Bahasa Indonesia
6.
Riswadi, SE
Guru Penjaskes
7.
Bambang Adi R
Guru Pendidikan Seni
80
Formulir pendaftaran siswa SMA Darussalam Th 2006
8.
Nur Asma, SE.MM.
Guru Ekonomi
9.
Drs.Pepen Efendi
Guru PPKn + Tata Negara
10.
Nugroho Setyo P, S.Si
Guru Kimia
11.
Drs.Ardilah
Guru Sosiologi
12.
Sophan Sophian, S.Kom
Guru Komputer
13.
Firman Hardiansyah, S.Pd
Guru Biologi
14.
Ubaidillah, S.S.
Guru Pendidikan Agama Islam
15.
Ir. Ismail Fahmi
Guru Fisika
16.
Wisa Dwitiara, S.Si.Apt
Guru PPkn + Antropologi
17.
Edi Haryono
Guru Inggris
18.
Drs. Najmudin
Guru Geografi
19.
Drs. Mulyadi
Guru Indonesia
20.
Riska Anggraeni
Guru Komputer
21.
Azy Murni, S.S
Guru Kimia
22.
M.Yahya, S.Pd.i
Guru Inggris
22.
Tita Nurhidayah, S.Pd.i
Guru Matematika
Data Karyawan Tabel 2 Data Karyawan No.
Nama
Jabatan
1.
Sri Rezeki
Kepala Tata Usaha
2.
Hendra
Staf Tata Usaha
3.
Achmad Kosasih
Staf Tata Usaha
4
Nuriman
Penjaga Sekolah
5
Abdurrahman
Penjaga Sekolah
Keadaan Siswa Keadaan siswa SMA Darussalam sebenarnya tiap tahun ada peningkatan, Adapun jumlah siswa SMA Darussalam secara keseluruhan dari kelas satu sampai kelas tiga
sampai Tahun 2008 sebanyak 565 orang siswa. Mengenai latar belakang ekonomi siswa sebagaian besar mereka berasal dari ekonomi kelas menengah kebawah. Tabel 3 Data Siswa No
Kelas
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
I
135
75
210
2
II
118
87
205
3
III
97
53
150
JUMLAH
350
215
565
B. Pengolahan Data Pada pembahasan sebelumnya sudah penulis kemukakan bahwa salah satu teknuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui angket. Angket yang penulis sebarkan berjumlah 40 angket yang dibagikan kepada sample sebanyak 40 responden dari satu kelas yaitu kelas 8.1. Anket yang penulis sebarkan terdiri dari dua komponen pertanyaan yang berjumlah 20 item pertanyaan yang disusun berdasarkan pokok penelitian dan indikator dari variabel yang diteliti, yaitu mengenai Peranan PendidikanAgama Islam dan Membina Akhlak Siswa. Teknik pengukuran angket ini menggunakan skala likert dengan bobot nilai sesuai dengan jenis pertanyaan. 1. Pertanyaan positif a. Untuk jawaban Selalu (A), diberi nilai 4 b. Untuk jawaban Pernah (B), diberi nilai 3 c. Untuk jawaban Kadang-kadang (C), diberi nilai 2 d. Untuk jawaban Tidak pernah (D), diberi nilai 1 2. Pertanyaan negatif a. Untuk jawaban Selalu (A), diberi nilai 1 b. Untuk jawaban Pernah (B), diberi nilai 2 c. Untuk jawaban Kadang-kadang (C ), diberi nilai 3 d. Untuk jawaban Tidak pernah (D), diberi nilai 4 Untuk menganalisa setiap variabel digunakan teknik analisa secara deskriptif dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
p =
f N
X 100 %
P = Persentase F = Frekuensi jawaban responden N = Jumlah responden Hasil angket yang diperoleh dapat dilihat melalui tabel sebagai berikut: 1. Tingkah laku siswa di sekolah, rumah dan masyarakat Tabel 4 Di Sekolah saya melanggar tata tertib sekolah Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase a. Selalu
0
-
b. Kadang-kadang
17
42.5 %
c. Pernah
16
40 %
d. Tidak Pernah
7
17.5 %
Jumlah
40
100 %
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa di sekolah SMA Darussalam sebagian besar (42,5 %) siswa menjawab kadang-kadang melanggar tata tertib disekolah, selanjutnya (40 %) siswa menjawab pernah melanggar tata-tertib di sekolah, dan sebagian kecil (17,5 %) siswa menjawab tidak pernah melanggar tata-tertib di sekolah. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam di sekolah mayoritas kadang-kadang melanggar tata-tertib disekolah. Tabel 5 Setiap hari saya menyisakan uang saku untuk ditabung Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase a. Selalu
8
20 %
b. Kadang-kadang
24
60 %
c. Pernah
5
12.5 %
d. Tidak Pernah
3
7.5 %
Jumlah
40
100 %
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa setiap hari siswa SMA Darussalam sebagian besar (60 %) siswa kadang-kadang menyisakan uang saku untuk ditabung, sebagian lagi (20 %) siswa selalu menyisakan uang saku untuk ditabung, dan selanjutnya
(12,5 %) siswa pernah menyisakan uang saku untuk ditabung dan sebagian lainnya (7,5 %) siswa tidak pernah menyisakan uang saku untuk ditabung. Maka penulis menyimpulkan bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam setiap hari mayoritas kadang-kadang menyisakan uang saku untuk ditabung.. Tabel 6 Setiap hari saya memakai seragam sesuai yang ditetapkan oleh sekolah Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
37
92,5 %
b. Kadang-kadang
3
7,5 %
c. Pernah
-
-
d. Tidak Pernah
-
-
40
100 %
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setiap hari di SMA Darussalam sebagian besar ( 92,5%) siswa selalu memakai seragam sesuai yang ditetapkan sekolah, dan sebagian kecil (7,5 %) siswa kadang-kadang memakai seragam sesuai yang ditetapkan sekolah. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam setiap hari selalu memakai seragam sesuai yang ditetapkan sekolah. Tabel 7 Setiap melaksanakan ujian saya mencontek Alternatif jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
1
2,5 %
b. Kadang-kadang
26
65 %
c. Pernah
12
30 %
d. Tidak Pernah
1
2,5 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setiap melaksanakan ujian siswa di SMA Darussalam sebagian besar (65 %) siswa kadang-kadang mencontek, sebagian lagi (30 %) siswa pernah mencontek, dan (2,5 %) siswa selalu mencontek juga (2,5 %) siswa yang tidak pernah mencontek. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam setiap melaksanakan ujian mayoritas kadang-kadang mencontek. Tabel 8
Setiap hari saya datang di sekolah sebelum bel masuk dibunyikan Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
17
42,5 %
b. Kadang-kadang
21
52,5 %
c. Pernah
2
5%
d. Tidak Pernah
-
-
40
100%
Jumlah
Tabel diatas menunjukkan bahwa setiap hari siswa di SMA Darussalam sebagian besar (52,5 %) siswa kadang-kadang datang ke sekolah sebelum bel masuk dibunyikan, sebagian lagi (42,5 %) siswa selalu datang ke sekolah sebelum bel masuk dibunyikan, dan sebagian lagi (5 %) siswa pernah datang ke sekolah sebelum bel masuk dibunyikan. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam setiap hari mayoritas kadang-kadang datang ke sekolah sebelum ber masuk dibunyikan. Tabel 9 Setiap ada masalah saya menceritakannya pada teman dekat Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
4
10 %
b. Kadang-kadang
22
55 %
c. Pernah
6
15 %
d. Tidak Pernah
8
20 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setiap ada masalah sebagian besar (55 %) siswa kadang-kadang menceritakan masalahnya pada teman dekat, dan (20 %) tidak pernah menceritakan masalahnya pada teman dekat, sebagian lagi (15 %) siswa pernah menceritakan masalahnya pada teman dekat, dan sebagian kecil (10 %) siswa selalu menceritakan masalahnya pada teman dekat. Maka dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam setiap ada masalah kadang-kadang menceritakan masalahnya pada teman dekat. Tabel 10 Saya ikut dalam kegiatan Rohis di sekolah Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
13
32,5 %
b. Kadang-kadang
5
12,5 %
c. Pernah
3
7,5 %
d. Tidak Pernah
19
47,5 %
40
100%
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa siswa SMA Darussalam sebagian besar (47,5 %) tidak pernah mengikuti kegiatan rohis, (32,5 %) siswa selalu mengikuti kegiatan rohis, dan (12,5 %) siswa kadang-kadang mengikuti kegiatan rohis. Dan sebagian kecil (7,5 %) siswa pernah mengikuti kegiatan rohis. Maka dapat disimpulkan bahwa siswasiswi kelas II SMA Darussalam tidak pernah mengikuti kegiatan rohis di sekolah. Tabel 11 Dalam setiap pergaulan saya berbahasa dengan baik dan benar Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
1
2,5 %
b. Pernah
5
12,5 %
c. Kadang-kadang
9
22,5 %
d. Tidak pernah
25
62,5 %
40
100%
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebelum belajar pendidikan agama Islam di SMA Darussalam sebagian besar (62,5 %) siswa tidak pernah datang terlambat, sebagian lagi (22,5 %) siswa kadang-kadang datang terlambat dan sebagian lagi (12,5 %) siswa pernah datang terlambat, hanya sebagian kecil (2,5 %) siswa saja yang selalu datang terlambat. Maka dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi kelas II sebelum belajar pendidikan agama Islam mayoritas tidak pernah datang terlambat. Tabel 12 Saya mengikuti peringatan hari besar Islam Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
14
35 %
b. Kadang-kadang
4
10 %
c. Pernah
20
50 %
d. Tidak pernah
2
5%
Jumlah
40
100%
Tabel di atas menunjukkan bahwa siswa di SMA Darussalam sebagian besar (50 %) pernah mengikuti peringatan hari besar Islam, selanjutnya (35 %) siswa selalu mengikuti hari besar Islam, dan (10 %) siswa kadang-kadang mengikuti hari besar Islam, kemudian (5 %) siswa tidak pernah mengikuti peringatan hari besar Islam. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II mayoritas pernah mengikuti peringatan hari besar Islam. II. Pelaksanaan shalat berjamaah Tabel 13 Saya melaksanakan shalat lima waktu berjamaah Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
4
10 %
b. Kadang-kadang
29
72,5 %
c. Pernah
7
17,5 %
d. Tidak Pernah
0
-
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas tampak bahwa setelah belajar pendidikan agama Islam di SMA Darussalam sebagian besar (72,5 %) siswa kadang-kadang melaksanakan shalat lima waktu berjamaah, sebagian lagi (17,5 %) siswa pernah melaksanakan shalat lima waktu berjamaah, dan sebagian kecil (10 %) siswa selalu melaksanakan shalat berjamaah. Maka dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi kelas II kadang-kadang melaksanakan shalat lima waktu berjamaah. Tabel 14 Dalam pelaksanaan shalat saya memahami dalam bacaan shalat Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
12
30 %
b. Kadang-kadang
25
62,5 %
c. Pernah
1
2,5 %
d. Tidak Pernah
2
5%
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan shalat sebagian besar (62,5 %) siswa kadang-kadang memahami dalam bacaan shalat, sebagian lagi (30 %) siswa selalu memahami dalam bacaan shalat, dan (5 %) siswa tidak pernah memahami dalam bacaan shalat, hanya sebagian kecil (2,5 %) siswa saja yang pernah memahami dalam bacaan shalat. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam dalam melaksanakan shalat mayoritas kadang-kadang memahami dalam bacaan shalat. Tabel 15 Di sekolah, saya melakukan shalat dzuhur berjamaah Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
1
2,5 %
b. Kadang-kadang
18
45 %
c. Pernah
8
20 %
d. Tidak Pernah
13
32,5 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan shalat dzuhur di sekolah sebagian besar (45 %) siswa kadang-kadang melaksanakan shalat dzuhur berjamaah,
sebagian lagi (32,5 %) siswa tidak pernah melaksanakan shalat dzuhur
berjamaah, dan (20 %) siswa pernah melaksanakan shalat dzuhur berjamaah, hanya sebagian kecil (2,5 %) siswa saja yang selalu melaksanakan shalat dzuhur berjamaah di sekolah. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam di sekolah kadang-kadang melaksanakan shalat dzuhur berjamaah. Tabel 16 Ketika melaksanakan shalat berjamaah saya tidak bercanda Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
24
60 %
b. Kadang-kadang
8
20 %
c. Pernah
3
7,5 %
d. Tidak Pernah
5
12,5 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa ketika melaksanakan shalat berjamaah sebagian besar (60 %) selalu tidak bercanda, sebagian lagi (20 %) siswa kadang-kadang tidak bercanda, dan (12,5 %) siswa tidak pernah dalam pelaksanaan shalat berjamaah tidak becanda, hanya (7,5 %) siswa saja pernah tidak bercanda dalam pelaksanaan shalat berjamaah. Maka dapat disimpulkan bahawa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam di sekolah selalu tidak bercanda dalam melaksanakan shalat berjamaah. III. Pelaksanaan shalat berjamaah Tabel 17 Saya melaksanakan shalat sunnah dhuha setiap hari Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
0
-
b. Kadang-kadang
25
62,5 %
c. Pernah
10
25 %
d. Tidak Pernah
5
12,5 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar (62,5 %) siswa kadangkadang melaksanakan shalat sunah dhuha setiap hari, sebagian lagi (25 %) siswa pernah melaksanakan shalat sunah setiap hari, sebagian kecil (12,5 %) siswa saja yang tidak pernah melaksanakan shalat sunah dhuha. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam kadang-kadang melaksanakan shalat sunah dhuha setiap hari. Tabel 18 Saya melaksanakan shalat sunnah rowatib Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
0
-
b. Kadang-kadang
13
32,5 %
c. Pernah
10
25 %
d. Tidak Pernah
17
42,5 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar (42,5 %) siswa tidak pernah melaksanakan shalat sunah rowatib,
sebagian lagi (32,5 %) siswa kadang-kadang
melaksanakan shalat sunah rowatib, sebagian kecil (25 %) siswa saja yang pernah
melaksanakan shalat sunah rowatib. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam tidak pernah melaksanakan shalat sunah rowatib. Tabel 19 Saya melaksanakan sholat sunnah tahajud Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
0
-
b. Kadang-kadang
15
37,5 %
c. Pernah
10
25 %
d. Tidak Pernah
15
37,5 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa (62,5 %) siswa kadang-kadang dan juga tidak pernah melaksanakan shalat sunah tahajud, sebagian lagi (25 %) siswa pernah melaksanakan shalat sunah tahajud. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam kadang-kadang dan tidak pernah melaksanakan shalat sunah tahajud.
VI. Ceramah keagamaan Tabel 20 Dalam mendengarkan isi ceramah saya merasakan bosan Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
0
-
b. Kadang-kadang
21
52,5 %
c. Pernah
11
27,5 %
d. Tidak Pernah
8
20 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dalam mendengarkan isi ceramah sebagian besar (52,5 %) siswa kadang-kadang merasa bosan, sebagian lagi (27,5 %) siswa pernah merasa bosan, dan (20 %) siswa tidak pernah merasakan bosan dalam mendengarkan isi ceramah. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam di sekolah kadang-kadang dalam mendengarkan ceramah merasakan bosan. Tabel 21
Saya mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dari isi ceramah agama yang saya dapatkan Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
4
10 %
b. Kadang-kadang
26
65 %
c. Pernah
9
22,5 %
d. Tidak Pernah
1
2,5 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa dalam sebagian besar (65 %) siswa kadang-kadang mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dari isi ceramah agama yang di dapat, sebagian lagi (22,5 %) siswa pernah mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam, dan (10 %) siswa selalu mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam, hanya sebagian kecil (2,5 %) siswa saja yang tidak pernah mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dari isi ceramah agama yang didapat. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II
SMA
Darussalam kadang-kadang mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dari isi ceramah agama yang didapat. VI. Pembiasaan beinfaq dan bershodaqoh Tabel 22 Apabila terjadi musibah pada salah satu tamen kita, saya memberikan sumbangan baik berupa tenaga maupun uang Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
12
30 %
b. Kadang-kadang
21
52,5 %
c. Pernah
6
15 %
d. Tidak Pernah
1
2,5 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa apabila terjadi musibah pada salah satu teman, sebagian besar (52,5 %) siswa kadang-kadang memberikan sumbangan baik berupa tenaga maupun uang, sebagian lagi (30 %) siswa selalu memberikan sumbangan baik berupa tenaga maupun uang, dan (15 %) siswa pernah memberikan sumbangan baik berupa tenaga maupun uang, hanya sebagian kecil (2,5 %) siswa saja yang tidak pernah
memberikan sumbangan. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II Darussalam apabila ada teman yang terkena musibah
SMA
kadang-kadang memberi
sumbangan baik berupa tenaga maupun uang. Tabel 23 Setiap hari jum’at, saya memberikan shodaqoh uang pada kotak amal di sekolah Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase
a. Selalu
5
12,5 %
b. Kadang-kadang
29
72,5 %
c. Pernah
5
12,5 %
d. Tidak Pernah
1
2,5 %
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa setiap hari jumat sebagian besar (72,5 %) siswa kadang-kadang memberikan shodaqoh pada kotak amal di sekolah, sebagian lagi (12,5 %) siswa selalu dan pernah memberikan shodaqoh di kotak amal pada hari jumat, sebagian kecil (2,5 %) siswa tidak pernah memberikan shodaqoh. Maka menurut penulis bahwa siswa-siswi kelas II SMA Darussalam di sekolah kadang-kadang memberikan shodaqoh pada kotak amal di sekolah. C. Analisis Data dan Interpretasi Data Dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah secara signifikan terdapat korelasi positif antara Pendidikan Agama Islam dengan Membina Akhlak Remaja. Selanjutnya penulis menganalisis data dengan melakukan uji hipotesa. Uji hipotesa ini dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment, rumus ini digunakan untuk mencari koefisien korelasi antara variabel, yaitu variabel X dan variabel Y. Ditetapkan 40 siswa SMA Darussalam Ciputat sebagai sample berhasil dihimpun data sebagaimana tertera pada tabel berikut ini: Tabel 24 Perhitungan untuk Memperoleh Angka Indek Korelasi Antara Variabel X dan Variabel Y No
X
Y
X2
Y2
XY
1
90
71
8100
5041
6390
2
71
86
5041
7396
6106
3
72
70
5184
4900
5040
4
70
50
4900
2500
3500
5
80
80
6400
6400
6400
6
95
69
9025
4761
6555
7
90
70
8100
4900
6300
8
35
61
1225
3721
2135
9
97
74
9409
5476
7178
10
55
71
3025
5041
3905
11
42
69
1764
4761
2898
12
70
56
4900
3136
3920
13
85
75
7225
5625
6375
14
82
65
6724
4225
5330
15
64
55
4096
3025
3520
16
71
65
5041
4225
4615
17
72
70
5182
4900
5040
18
70
63
4900
3969
4410
19
87
64
7569
4069
5568
20
67
64
4489
4096
4288
21
85
64
7225
4096
5440
22
85
66
7255
4356
5610
23
97
83
9409
6889
8051
24
93
80
8649
6400
7440
25
87
74
7569
5476
6438
26
78
79
6084
6241
6162
27
100
74
10000
5476
7400
28
90
70
8100
4900
6300
29
85
73
7225
5329
6205
30
77
68
5929
4624
5236
31
67
76
4489
5776
5092
32
97
71
9409
5041
6887
33
100
73
10000
5329
7300
34
70
76
4900
5776
5320
35
70
73
4900
5329
5110
36
90
73
8100
5329
6570
37
87
75
7569
5625
6525
38
85
66
7225
4356
5610
39
87
64
7569
4096
5568
40
82
68
6724
4624
5576
N= 40
∑ X 2= 260601
∑ X = 3177 ∑ Y = 2794
∑ Y 2= 197262 ∑ XY =223313
Untuk mengetahui tingkat peranan pendidikan agama Islam dengan membina akhlak remaja, penulis menggunakan teknik korelasi product moment yaitu dengan rumus: rxy =
N ∑ XY − ( ∑ X ) ( ∑ Y )
[N ∑ x
2
][
− (∑ x )2 N ∑ Y
2
− (∑ Y )
2
]
Keterangan: rxy
= angka indek korelasi "r" product moment
N
= Nuber of clases
∑ XY = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Y ∑X ∑Y
= Jumlah seluruh skor X = Jumlah seluruh skor Y
Dari tabel di atas dapat diketahui: N= 40,
∑ X = 3177, ∑ Y = 2794,
∑ X 2= 260601, ∑ Y 2= 197262, dan ∑ XY = 223313, maka dapat di cari nilai indek korelasi ( rxy ) sebagai berikut: rxy =
[N ∑ =
∑
N x
2
XY − ( ∑ X ) ( ∑ Y )
− (∑ x ) 2
][N ∑ Y
2
− (∑ Y )
2
]
40 x 223313 – (3177)(2794)
(40 x 260601 – (3177)2) (40 x 197262 – (2794)2)
=
8932520 – 8876538 10424040 – 10093329 x 7890480 – 7806436
=
55982 330711 x 84044
=
55982 27794275284
=
0,335792299
=
0,336 Dari hasil koefisien korelasi di atas dapat dilihat bahwa antara pendidikan agama
Islam dan membina akhlak remaja terjadi hubungan atau korelasi yang cukup. Drs. Anas Sudijono dalam bukunya Pengantar Statistik Pendidikan, membagi kriteria korelasi koefisien sebagai berikut81 : Tabel 25 Product Moment Besarnya “r” Product Moment (rxy) 0,00-0,19
Interpretasi Antara Variabel X dan Variabel Y memang terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu diabaikan ( dianggap tidak ada korelasi antara Variabel X dan Variabel Y )
0,20-0,39
Antara Variabel X dan Variabel Y memang terdapat korelasi yang lemah atau rendah
0,40-0,70
Antara Variabel X dan Variabel Y memang terdapat korelasi yang sedang atau cukup
0,70-0,89
Antara Variabel X dan Variabel Y memang terdapat korelasi yang tinggi atau kuat
0,90-1,00
81
14 h.193
Antara Variabel X dan Variabel Y memang
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004) Cet
terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi
Dari data di atas dapat dilihat bahwa analisa pengaruh pendidikan agama Islam dalam membina akhlak remaja terdapat korelasi positif dengan nilai 0,335 yang terletak diantara 0,20 – 0,39 dengan hasil korelasi lemah atau rendah. Maka dapat dinyatakan bahwa korelasi antara variabel X dan variabel Y adalah korelasi lemah atau rendah, dengan demikian hipotesa (Ha) diterima dan (Ho) ditolak. Ha
: Ada korelasi positif yang signifikan antara pendidikan agama Islam dengan membina akhlak remaja di SMA Darussalam Ciputat..
Ho : Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara pendidikan agama Islam dengan membina akhlak remaja di SMA Darussalam Ciputat. Untuk menguji hipotesa tersebut, maka “r” observasi (ro) yang diperoleh dari perhitungan statistik dibandingkan “r” dalam tabel nilai “r” product moment (rt), dengan terlebih dahulu mencari derajat debasnya (db) atau degrees of freedomnya (df) dengan menggunakan rumus : df = N – nr Keterangan df
: Degrees of freedom
N
: number of clases
nr
: Banyaknya variabel yang dikorelasikan. df = N – nr = 40 – 2 = 38 Dengan df sebesar 38 selanjutnya didikonsultasikan kepada tabel nilai (rt) pada
taraf signifikan 5 % maka df sebesar 38 tersebut, diperoleh harga “r” pada tabel rt sebagai berikut: Pada taraf signifikan 5 % r tabel atau rt = 0,32082
82
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:Trineka Citta, 2002) hal 328
Ternyata rxy atau ro pada taraf signifikan 5 % lebih besar dari tabel r tabel (0,335 > 0,320 ), maka pada taraf signifikan 5 % hipotesa nol ditolak sedangkan hipotesa alternatif diterima. Ini berarti bahwa pada taraf signifikan 5 % itu memang terdapat korelasi positif yang signifikan antara variabel X dan variabel Y. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan adanya peranan positif yang signifikan antara pendidikan agama Islam dalam membina akhlak remaja dapat diterima.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pendidikan Agama Islam di SMA Darussalam mempunyai peranan penting dalam pembinaan akhlak siswa. Hal ini dapat di buktikan berdasarkan hasil penelitian dengan taraf 5 % dapat disimpulkan bahwa ada peranan yang signifikan antara Pendidikan Agama Islam dengan membina akhlak siswa, hal ini ditunjukan oleh hasil perhitungan uji hipotesis dengan menggunakan product moment, dari perhitungan.didapat rxy atau ro lebih besar dari tabel r
tabel
(0,335 > 0,320 ). Ini menunjukan bahwa Pendidikan Agama
Islam memberikan kontribusi yang baik terhadap membina akhlak siswa SMA Darussalam.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran-saran kepada pihak pengelola sekolah, khususnya kepala sekolah sebagai supervisi pendidikan dan secara umum kepada pihak-pihak terkait lainya seperti guru, karyawan dan lain-lain, saran-saran tersebut sebagai berikut: 1. Hendaknya pendidikan agama Islam dapat dijadikan sebagai alat untuk membina akhlak kepribadian muslim sehingga mereka mampu bersikap dan bertingkah laku yang baik sesuai dengan syari’at agama Islam. 2. Pihak sekolah sebagai lingkungan kedua setelah keluarga memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam membina akhlak, pengetahuan dan keterampilan anak didiknya. Sasaran pembinaan ini adalah tumbuhnya remajaremaja yang dinamis, kritis dalam berfikir dan bertindak. Keadaan ini akan dapat mempersempit frekuensi terjadinya penyimpangan moralitas/kenakalan remaja dimana remaja mempunyai peranan yang sangat penting sebagai generasi penerus dalam mempertahankan harga diri dan keutuhan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA Anwar Masy’ari , Akhlak Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu Offset,1990, cet. Ke-1. Ali, M.Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998. Aly, Hery Noer dan Munzier, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2000. Arifin, HM, Pendidikan Islam Dalam Arus Dinamika Masyarakat (Suatu Pendekatan Filosofis, Pedagogis, Psikologis dan Kultural) ---------------, Kapita Seleksa Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta: Bumi Aksara, 1995. ---------------, Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta:Bumi Aksara 2006. ---------------, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Anggota IKAPI: Bina Aksara, 1987. Aziz, Syeikh Abdul, Akhlakul Mukminin Wal Mukminat, (Mu’asanah Al-Juraisy, Riyadh 1412 H), Cet Ke-2, Edisi Indonesia, Akhlak Salaf, Mukminin dan Mukminat, Solo: At-Tibyan,1999. Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam (tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru), Jakarta:Logos, 1999. Baihaqi, Abu Bakar Ahmad Ibn al-Husein Ibn Ali, Sunan Al-Kubra, Bairut:Dar al-Fikr, tth. Banna, Ahmad Abdul Rahman, Ar-Ribani Fathi, Qairo: Darul Sihab, t.th. Basri, Agus, Pendidikan Agama Islam, Bandung:PT Al Ma’arif 1994. Darajat, Zakiah, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, Jakarta : Bulan Bintang, cet ke-3. ---------------, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, Jakarta : Bulan Bintang, cet ke-3. ---------------, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, Bandung : PT Rosda Karya, 1995. ---------------, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara,1996 ---------------, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, 1995. ---------------, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1996. Fadjar, A. Malik Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Temprint, 1999. Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat dan Pendidikan), Jakarta:Gaya Media Pratama, 1997. Jalaludin, Usaman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Konsep dan pekembangan pemikiran), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999. Jazairi, Abu Bakar Jabir, Pola Hidup Muslim….(Minhajul Muslim) Thaharah, Ibadah, dan Akhlak, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997. Kountur, Ronny, Metode untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta; CV. Taruna Grafika, 2003. Langgulung, Hasan, Azaz-azaz Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987. Lari, Sayyid Mujtaba Musawi, Youth and Moral, ( Islamic Culture Development Office, 1990 ), Cet Ke-1, Terj, M. Hasan, Jakarta : Lentera Basritama, Anggota IKAPI, 1997. Mahyuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 2003. Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1997. Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insan Press, 1995, cet. Ke-1. Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta : Media Pratama 2001. Purwanto, M.Ngalim, Ilmu Pendidikan,Bandung: Remaja Rosda Karya,1999. Poerwadarmita, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta:Balai Pustaka, 1984. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Kalam Mulia, 2002. ---------------, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2001. Rahman, Fatchur, Ikhtisar Mushthalahu’l Hadits, Bandung: Alma’rif, 1974. Rasyidin, et al., Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Teoritis dan Praktis, Ciputat:PT. Ciputat Press, 2005. Salihun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja, Jakarta: Kalam Mulia, 1999. Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999. Sudjana, Nana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru, 1989.
Sidik, Safiudin, Hukum Islam tentang Berbagai Persoalan Kontemporer, Jakarta : PT. Inti Media Cipta Nusantara, 2004. Shaleh, Abdul Rachman, Madarasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Visi, Misi dan Aksi), Jakarta: Raja Grafindo, 2004. Muslim, Shohih Muslim, Bairut: Darul Fikr,t.th, juz 2 Nawawi,Imam Riadus Sholihin, Bairut: Darul Fikr, t.th., juz 3. Tafsir, A, dkk., Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004. Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1998. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Citra Umbara, 2003. Yunus,
Mahmud,
Kamus
Arab-Indonesia,
Jakarta:Yayasan
Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, 1989. ---------------, Terjemahan Al-Quran al Karim, Bandung: Al Ma’arif, 1989. Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Rajawali Press, 2004.