PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI SMA FATAHILLAH JAKARTA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam ( S, Pd. I)
Oleh :
Hazana Itriya 109011000154
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H
ABSTRAK Hazana Itriya. (109011000154) Peran Guru Agama Islam Dalam Membina Akhlakul Karimah Siswa di SMA Fatahillah Jakarta. Kata Kunci: Akhlakul Karimah, Peran Guru Agama Islam Guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam dunia pendidikan, peran guru amat banyak dan amat diperlukan dalam berbagai hal. Pada konteksnya, pendidik adalah orang yang tugasnya mendidik, namun dalam realitas seorang pendidik memiliki peran ganda Salah satunya untuk membina akhlakul karimah siswa di sekolah. Terlebih lagi peran yang dilakoni oleh seorang guru pendidikan agama Islam, dia tidak hanya dituntut memberikan ilmu pengetahuan terhadap peserta didiknya akan tetapi dia harus mampu membentuk pribadi anak didik sesuai dengan tuntunan dan ajaran islam. Tidak hanya membentuk akhlak baik peserta didiknya, namun juga membinanya agar menjadi akhlak yang mulia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran guru pendidikan agama Islam dalam Membina Akhlakul Karimah Siswa di SMA Fatahillah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode “Deskriptif”, yaitu penelitian yang tidak menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu gejala atau kejadian. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa terkadang metode ini disebut sebagai metode analitik. Dari populasi 142 siswa yang dipilih menjadi sampel sebanyak 72 siswa, sampel yang digunakan yaitu non probability sampling, dengan teknik pengambilan sampel yaitu sample Sampling Sistematis yaitu dengan mengambil sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut ganjil dari absen setiap kelas di SMA Fatahillah. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara, dan angket. Angket sebagai alat untuk menjaring jawaban siswa, wawancara dilakukan terhadap Kepala Sekolah, guru PAI, guru IPS, dan guru BK, serta mengamati kondisi sekolah dan segala objek penelitian di sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Guru PAI di SMA Fatahillah Jakarta sudah termasuk guru yang cukup berperan aktif dalam membina akhlak siswanya, terbukti dari hasil angket, dan wawancara yang dilakukan.
ABSTRACT Hazana Itriya. (109011000154). The role of Islamic Study Teacher in Guiding the Noble Character of the Students of SMA Fatahillah Keywords: Noble Character, the Role of Islamic Study Teacher Teacher is one of the most important component in education, there are plenty of the role of a teacher and is needed in any aspect. Contextually, a teacher is someone whose duty is teaching, but in reality, a teacher has double roles and one of them is guiding a noble character of the students at school. Especially the role played by an Islamic Study teacher, the teacher is not only has to deliver the knowledge to the students but s/he also has to be able to build a character of her/his students according to the Islamic guidance. Not only to build a good character of the students but also to guide them to have a noble character. The purpose of this research is to know the role of the Islamic Study teacher in guiding the Nobel Character of the Students of SMA Fatahillah. The method used in this research is “Descriptive” method, it is a research that does not need to test certain hypothesis, but only describe as it is about a symptom or situation. Firstly, the collected data is arranged, explained, and analised; this method is also called as analytic method. From the population of 142 students, 72 of them are chosen as samples. The sample that is used is non probability sampling, with the sampling technic of sistematic sampling; the sampling based on the order of the member of population who has been numbered with odd serial number from the attendance list in every grade in SMA Fatahillah. The sampling technic that is used in this research are interview dan questionnaire. The questionnaire is as a tool to get students’s answers. Interview is done to the Headmaster, Islamic Study, Social Study, and Counseling teachers, and also observing the school condition and every research object at school. The result of the research shows that the teacher of Islamic Study in SMA Fatahillah Jakarta is stated as an active teacher in guiding the moral and character of the students. It is proved by the result of the questionnaire and the interview that has been done.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim Segala puji bagi Allah SWT, yang dengan memuji-Nya terbuka pintu segala ilmu, dengan mengingat-Nya keluar segala perkataan yang baik, dengan puji-Nya semua orang beriman merasakan nikmat-Nya di dunia dan akhirat. Dan karena-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Peran Guru Agama Islam Dalam Membina Akhlakul Karimah Siswa Di SMA Fatahillah. ”. Skripsi ini penulis ajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan umat serta pembawa panji-panji kebenaran dan pembaharuan bagi kehidupan umat manusia. Dengan terselesaikannya penulisan skripsi ini, penulis tidak menutup mata akan peran serta pihak lain yang pernah membantu dalam penyusunan skripsi ini, sehingga sudah selayaknyalah penulis menghaturkan untaian terima kasih dan penghormatan yang tak ternilai, kepada: 1. Dr. Hj. Nurlena Rifa’i. M.A. Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Abdul Majid Khon, M.Ag. ketua Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 3. Marhamah Saleh, Lc, MA. Sekretaris Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 4. Heny Narendrany Hidayati, M. Pd. Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan perhatiannya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan dan motivasi kepada penulis. 5. Prof. Ahmad Syafi’ie Noor, Dosen Penasehat Akademik yang dengan penuh perhatian telah memberi bimbingan, arahan dan motivasi, serta ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.
6. Seluruh Dosen Pengajar yang telah mengajar dan memberikan ilmunya kepada penulis selama proses perkuliahan berlangsung. Semoga Allah SWT memberikan balasan dan pahala berlipat atas ilmu yang telah diberikan dengan ikhlas. 7. Orang Tua tercinta, Ayahanda Ahmad Damanhuri dan Ibunda Tuti Yuhana yang telah tulus, ikhlas, sabar, tabah, mendidik penulis dari kecil hingga seperti sekarang ini. Selalu menghadirkan untaian do’a untuk keberhasilan dan kesusuksesan penulis dalam menuntut ilmu. Dan Kakak Serta adik-adikku tersayang (Laila Afifa, Sartika Izzati, Ahmad Qowiyusyadid, Rifka Halida, M. Zidni Farhan dan Rausyan Fikri) yang selalu mendo’akan Penulis agar menjadi sarjana. Skripsi dan gelar sarjana ini penulis persembahkan untuk kalian. 8. H. Maskuri, S. Ag. selaku Kepala Sekolah SMU Fatahillah Jakarta, yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di SMU Fatahillah Jakarta. Segenap guru dan karyawan serta adik-adik SMU Fatahillah Jakarta yang telah membantu proses penelitian serta memberikan data-data yang diperlukan peneliti dalam skripsi. 9. Hujan. Terima kasih banyak atas motivasi, semangat, dan percikan kesegaran yang Allah SWT turunkan, sehingga penulis selalu mendapatkan energi baru untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 10. Sahabat-sahabatku Kelas D PAI dan Peminatan Sejarah angkatan 2009 yang selalu menjadi motivator dan selalu ada membantu dalam setiap langkah pembuatan skripsi ini, semoga kita kompak selalu. Aamiin. Kalian sungguh istimewa. Serta semua pihak yang turut membantu dan memotivasi penulis baik bersifat energi maupun materi, hingga selesainya tugas akhir ini namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala bantuan, motivasi serta do’a yang diberikan mendapat balasan yang lebih besar dari Allah SWT. dengan segala keterbatasan yang ada, penulis
mengakui skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kemajuan penulis. Teriring do’a jazakumullah khairan katsiran. Dan mudah-mudahan tugas akhir ini dapat bermafaat. Aamiin.
Jakarta, 20 April 2014
Penulis
Daftar Isi HALAMAN JUDUL .................. ............................................................. ....... i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ..............................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................
iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ...............................................
iv
ABSTRAK ........................................................................................................
v
KATA PENGANTAR......................................................................................
vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xi
BAB I
: PENDAHULUAN .................................................................. 1 A. B. C. D. E. F.
BAB II
Latar Belakang Masalah .................................................... Identifikasi Masalah .......................................................... Pembatasan Masalah ......................................................... Perumusan Masalah ........................................................... Tujuan Penelitian ............................................................... Kegunaan penelitian ..........................................................
1 4 4 5 5 5
: KERANGKA TEORITIS .....................................................
6
A. Guru ................................................................................... 6 1. Syarat Untuk Menjadi Guru .......................................... 7 2. Tugas dan Fungsi Guru ................................................. 8 3. Kompetensi Guru .......................................................... 11 4. Peranan Guru dalam Pendidikan ................................... 13 5. Peran Guru pendidikan Islam ........................................ 15 B. Akhlakul Karimah .............................................................. 20 1. Pengertian Akhlak ......................................................... 20 2. Ruang Lingkup Akhlak ................................................. 22 3. Macam-macam Akhlak ................................................. 30 4. Fungsi Akhlak ............................................................... 33 5. Faktor-faktor Pembentuk Akhlak .................................. 34 6. Pengertian Pembinaan .................................................... 37 7. Pembinaan Akhlak Siswa ............................................... 38
8. Metode Pembinaan Akhlak ............................................ 38 C. Peserta Didik (Siswa) .......................................................... 43 D. Hasil Penelitian Relevan ..................................................... 45 E. Kerangka Berfikir ............................................................... 47 BAB III
: METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 50 A. B. C. D. E. F.
BAB IV
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 50 Metode Penelitian .............................................................. 50 Unit Analisis ...................................................................... 50 Instrumen Penelitian .......................................................... 51 Teknik Pengumpulan Data ................................................ 57 Teknik Analisis data ......................................................... 58
: TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............ 59 A. Identitas Sekolah .............................................................. 59 B. Temuan Penelitian ............................................................ 61 C. Bahasan Temuan Penelitian ............................................. 79
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 83 A. Kesimpulan ...................................................................... 83 B. Saran ................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... xii LAMPIRAN ................................................................................................... xiv
Daftar Tabel 1. Tabel 1 2. Tabel 2.1 3. Tabel 2.2 4. Tabel 2.3
5. Tabel 3.1 6. Tabel 3.2 7. Tabel 3.3 8. Tabel 3.4 9. Tabel 3.5 10. Tabel 3.6 11. Tabel 3.7 12. Tabel 3.8 13. Tabel 3.9 14. Tabel 3.10 15. Tabel 3.11 16. Tabel 3.12 17. Tabel 3.13 18. Tabel 3.14 19. Tabel 3.15 20. Tabel 3.16 21. Tabel 3.17 22. Tabel 3.18 23. Tabel 3.19 24. Tabel 3.20 25. Tabel 3.21 26. Tabel 3.22 27. Tabel 3.23 28. Tabel 3.24 29. Tabel 3.25 30. Tabel 3.26 31. Tabel 3.27 32. Tabel 3.28 33. Tabel 3.29 34. Tabel 3.30
Instrumen kisi-kisi angket Instrumen kisi-kisi wawancara kepada guru mata pelajaran ; Peran guru PAI dalam membina akhlak siswa Instrumen kisi-kisi wawancara kepada guru mata pelajaran ; Akhlakul karimah siswa di sma fatahillah jakarta. Instrumen kisi-kisi wawancara kepada guru mata pelajaran ; Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah siswa di sma fatahillah. Senantiasa membaca doa Senantiasa mendoakan kedua orang tua Senantiasa membaca wirid-wiridan setelah sholat Berusaha melaksanakan sholat fardu berjama’ah Berusaha bangun malam untuk melaksanakan tahajjud Menyempatkan diri untuk mengerjakan sholat dhuha Berusaha melaksanakan puasa sunnah senin-kamis Memakai kaos oblong atau bergambar ketika sholat Memakai pakaian yang bersih dan suci saat sholat Saat makan dan minum menggunakan tangan kanan Berusaha menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan Berusaha memberikan solusi bagi orag lain Berusaha menyisikan uang jajan untuk shodaqoh Berusaha meminta maaf apabila melakukan kesalahan Memaafkan kesalahan orang lain Berusaha menepati janji Berusaha menasihati teman yang melanggar tata tertib sekolah Berusaha mengingatkan teman untuk bersegera ke masjid Mengucapkan salam saat bertamu ke rumah orang lain Mengucapkan salam saat berjumpa dengan teman Mengucapkan salam ketika pulang ke rumah Berusaha memenuhi undangan orang lain Membuang sampah pada tempat yang telah disediakan Berusaha untuk membersihkan kamar mandi yang kotor Berusaha untuk membersihkan halaman rumah yang kotor Berusaha untuk tidak merusakan tanaman orang lain Berusaha merawat keindahan sekolah Berusaha tidak membuang sampah sembarang Mandi sebelum berangkat ke sekolah Berusaha menjaga kebersihan pakaian sekolah
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1
Lembar uji referensi
2. Lampiran 2
Instrumen Penelitian (Wawancara)
3. Lampiran 3
Hasil wawancara kepala sekolah
4. Lampiran 4
Hasil wawancara guru PAI (Kelas XII)
5. Lamprian 5
Hasil wawancara guru PAI (Kelas XI)
6. Lampiran 6
Hasil wawancara guru Ekonomi
7. Lampiran 7
Hasil wawancara guru BK
8. Lampiran 8
Instrumen penelitian (angket)
9. Lampiran 9
Surat keterangan penelitian di SMU Fatahillah Jakarta
10. Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai suatu sistem terdiri atas berbagai komponen yang
masing-masing saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai keberhasilan pendidikan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan demikian setiap komponen memiliki sifat ketergantungan antar sesama dan keselarasan antar komponen ini akan menopang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. Menurut Jalaludin, alat pendidikan adalah segala sesuatu yang bisa menunjang kelancaran pendidikan dan salah satu dari alat pendidikan tersebut adalah pendidik.1 Guru sebagai pendidik merupakan figur sentral dalam dunia kependidikan yang diharapkan memiliki karakteristik kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis- paedagogis.2 Guru memiliki peran ganda sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik karena itu guru di sekolah tidak hanya sekedar mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan kepada siswa tetapi lebih dari itu guru juga harus mampu memberdayakan bakat siswa, membina sikap dan keterampilan mereka yang berbeda-beda. 1
Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), Cet. Ke-2, hal.
110. 2
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), Cet. Ke-15, hal. 219.
1
2
Faktor guru sangat mendukung dalam mendidik perilaku siswa hal ini disebabkan karena guru merupakan suri tauladan bagi siswanya, jika seorang guru bertingkah laku baik maka siswanya akan mencontoh prilaku tersebut juga sebaliknya jika guru tidak memberikan contoh yang baik maka siswanya bisa saja lebih buruk dari perilaku gurunya, sperti pribahasa yang terkenal “Guru buang air kecil berdiri murid buang air kecil berlari”. Seorang pendidik dalam islam tidak hanya dituntut memberikan ilmu pengetahuan terhadap anak didiknya akan tetapi seorang pendidik harus mampu membentuk pribadi anak didik sesuai dengan tuntunan dan ajaran islam. Sebuah kesia-sian sesorang memiliki pengetahuan dan ilmu yang banyak akan tetapi tidak memiliki kepribadian yang baik hanya akan membuat kerusakan dimuka bumi ini. Ketika membahas tentang masalah bergesernya nilai-nilai akhlak di kalangan siswa, maka secara cepat akan terlintas di benak, berbagai potret kelam yang telah dilakukan oleh beberapa orang dari kalangan siswa atau pelajar. Harus kita akui bersama kemerosotan akhlak ataupun moral yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh kurangnya pendidikan dalam keluarga akan tetapi disebakan juga oleh kurangnya pendidikan akhlak di sekolah. Suatu bangsa akan menjadi kokoh apabila ditopang dengan akhlak masyarakatnya yang kokoh dan sebaliknya suatu bangsa akan runtuh ketika akhlak masyarakatnya rusak karena akhlak merupakan salah satu pilar utama kehidupan masyarakat, hal ini juga berlaku pada umat Islam yang pernah mengalami masa kejayaan dan salah satu faktor yang mendukung kejayaan Islam pada masa itu adalah akhlak mulia3. Al-farabi menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap orang.4 Untuk mendapatkan kebahagiaan seseorang harus membiasakan diri dengan hal-hal yang baik dan jika hal-hal yang baik itu sudah melekat pada diri
3
M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern- Membangun Karakter Generasi Muda, (Bandung: Penerbit Marja, 2012), hal. 17. 4 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf – nilai-nilai Akhlak/ Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005). Hal. 29.
3
seseorang dengan tanpa disengaja akan menjadi kebiasaan maka itulah yang dinamakan akhlak. Seseorang yang berakhlak baik bisa menjadi individu yang mampu melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna sehingga ia dapat hidup bahagia dan juga sebaliknya apabila seseorang tidak memiliki akhlak yang baik maka dapat dikatakan orang tersebut tidak baik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) akhlak sepadan dengan budi pekerti atau sepadan dengan moral, menurut KBBI moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Dengan demikian akhlak berkaitan erat dengan nilai-nilai baik dan buruk yang diterima secara umum di tengah masyarakat. Namun pada kenyataannya saat ini bisa kita lihat sendiri berbagai fenomena yang terjadi diberbagai belahan dunia termasuk Indonesia dan khususnya di Ibu Kota Jakarta. Banyaknya penduduk dan infrastruktur kota juga teknologi yang tumbuh berkembang dengan pesatnya menjadi salah satu hal yang menyebabkan pergeseran nilai-nilai budi perkerti dan akhlak menjadi tidak lagi diperhatikan secara khusus karena dianggap menjadi hal yang begitu mendasar dan tidak penting lagi. Sekalipun pembangunan dalam hal pendidikan juga semakin ikut berkembang pesat saat ini. Semakin bergesernya nilai-nilai akhlak akan semakin banyak pula hal-hal negatif yang akan muncul dan dampaknya bisa terjadi pada siapa saja termasuk peserta didik. Kurikulum pendidikan yang mulai memperhatikan akan pentingnya akhlak menjadi tumpul jika dilihat kenyataannnya dilapangan. Pendidik menjadi ujung tombak dari keberhasilan pendidikan akhlak karena seorang anak didik cenderung meniru apa yang dilihat dan didengarnya, seorang pendidik merupakan pembentuk akhlak yang efisien dibandingkan dengan rangkaian teori yang ada karena akhlak bukan hanya rangkaian teori akan tetapi harus bisa diwujudkan dalam perbuatan. Pendidik dalam islam bukan hanya seseorang yang dituntut membuat atau memberikan ilmu kepada anak didik tetapi pendidik dalam islam dituntut untuk dapat membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak agar dapat menjadi bekal dalam
4
kehidupan anak didik kelak. Otak yang pintar bukanlah satu-satunya sasaran dalam pendidikan islam akan tetapi kemapanan dalam bidang rohani (mental) merupakan hal yang harus dipertimbangkan juga, dengan begitu seorang manusia baru benar-benar menjadi manusia dan Negara akan menjadi Negara yang besar dan bermartabat. SMA Fatahillah yang terletak di selatan jakarta, merupakan sekolah yang dibangun atas asas kekeluargaan, dan dikelola secara turun temurun oleh masyarakat disekitar Kp.pulo kelurahan kalibata. Sekolah fatahillah ini didirikan secara bergotong royong oleh para ulama yang tinggal di kampung tersebut. SMA Fatahillah memiliki sejarah perkembangan yang bagus dari sejak pertama pendiriannya. Baik dari kualitaf maupun kuantitas. Namun, beberapa tahun belakangan ini SMA Fatahillah mengalami penurunan Jumlah siswa yang kemudian menurut penulis berpengaruh pada menurunnya kinerja guru dalam menjalankan peran dan fungsinya untuk membina siswa dan mengorganisir kegiatan sekolah. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti permasalahan yang ada di sekolah SMA Fatahillah ini. Dari uraian diatas dan melihat pentingnya pendidikan akhlak bagi manusia maka penulis akan mengangkat permasalahan akhlakul karimah dan peran pendidik menjadi bahan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan dengan judul “Peran Guru Agama Islam Dalam Membina Akhlakul Karimah Siswa di SMA Fatahillah Jakarta”
B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis dapat
mengidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Terjadinya kemerosotan akhlak terhadap remaja pada masa kini karena pergaulan yang bebas serta lingkungan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. 2. Pembentukan akhlak sejak dini akan menuntun anak berperilaku positif, sehingga dalam proses perkembangannya akan tercipta tujuan hidup yaitu menjadi pribadi yang berakhlakul karimah sesuai ajaran Islam.
5
3. Kemampuan dan peran serta pendidik yang maksimal sangat dibutuhkan dalam pendidikan akhlak karena pendidik merupakan ujung tombak dalam terselenggaranya pendidikan. 4. Tenaga pendidik yang memiliki peran ganda sebagai alat transfer ilmu dan sebagai pembentuk akhlak peserta didik.
C.
Pembatasan Masalah Dalam pembahasan ini, peranan yang dimaksud adalah peran keaktifan
guru dalam memberikan pembinaan akhlak kepada siswa di sekolah, dan akhlakul karimah yang dimaksud adalah perilaku-perilaku baik siswa yang ditanamkan sejak dini dari sekolah dapat dibiasakan dan diterapkan dalam kehidupan seharihari selain di sekolah, serta siswa yang dimaksud di sini adalah siswa kelas IX dan IIX di SMA Fatahaillah Jakarta. Dalam hal ini, penulis membatasi penelitian masalah peranan guru agama Islam dalam membina akhlak siswa di sekolah dan yang terdapat didalamnya.
D.
Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut : 1. Bagaimanakah akhlakul karimah siswa di SMA Fatahillah Jakarta? 2. Bagaimana peran guru pendidikan agama Islam dalam membina akhlakuk karimah siswa di SMA Fatahillah Jakarta? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah siswa di SMA Fatahillah Jakarta?
E.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang akan penulis lakukan adalah: 1.
Untuk menjelaskan akhlakul karimah siswa di SMA Fatahillah.
2.
Untuk menjelaskan peran guru dalam membina akhlakul karimah siswa di SMA Fatahillah.
3.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak siswa di SMA Fatahillah.
6
F.
Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian dapat dikembangkan sesuai dengan analisis, adapun
manfaat penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut : 1. Sekolah Penelitian ini diharapkan sebagai bahan acuan dalam mengembangkan potensi diri dan siswa. Serta menjadi kontribusi dan pertimbangan yang efektif dalam penyusunan kurikulum sekolah, untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. 2. Guru Penelitian ini berguna sebagai gambaran nyata tentang perkembangan akhlak serta kepribadian anak didik pada sekolah yang dibina. Dan juga melalui hasil Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan yang berarti sebagai bahan evaluasi dalam membina akhlakul karimah siswa di sekolah. 3. Siswa Sedangkan bagi siswa penelitian ini bisa berguna sebagai tolak ukur kepribadian atau akhlak yang mereka miliki. Serta sebagai motivasi untuk mengembangkan pengetahuan tentang akhlak dan potensi keIslama-an yang mereka miliki
BAB II KERANGKA TEORITIS
A.
Guru Setiap orang dapat menjadi guru, guru bagi keluarganya (anak istrinya)
dan guru bagi orang banyak. Namun tidak semua orang dapat menjadi pendidik yang melaksanakan pendidikan maupun pengajaran. Pendidik amat penting dalam rangka pembentukan karakter, pembinaan, pengajaran agama dan penanaman moral untuk itulah menjadi guru tidak semudah apa yang dibayangkan oleh banyak orang. Yang dimaksud dengan pendidik di sini adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial, dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri. Istilah lain yang sering digunakan untuk pendidik, ialah guru, Kedua istilah tersebut berhampiran artinya, bedanya ialah istilah guru seringkali dipakai di lingkungan formal, informal maupun nonformal. Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, berarti sekaligus melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarangan guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat sebagai guru. Agama Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama), sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup1. Firman Allah SWT :
1
Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-6, Hal.40.
6
7
.... ..... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.... ( Al- Mujadalah : 11 )2
Untuk menjadi seorang guru yang dapat mempengaruhi anak didik ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat sesungguhnya tidaklah ringan, artinya ada syaratsyarat yang harus dipenuhi. 1. Syarat Untuk Menjadi Guru Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepada guru, hendaknya seorang guru memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Takwa kepada Allah Guru, sesuai dengan tujuan Ilmu Pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab guru merupakan teladan bagi muridmuridnya, sebagaimana Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya. b. Berilmu Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Guru pun harus memiliki ijazah agar diizinkan untuk mengajar. c. Sehat jasmani Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Karena, kesehatan badan sangat mempengaruhi semangat bekerja. Bisa saja guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar.
2
Departemen Agama RI, Al-„Aliyy Al-Qur‟an dan Terjemahnya, ( Bandung: Penerbit Diponegoro, 2000), hal. 434.
8
d. Berkelakuan / berakhlak baik. Di antara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlak baik pada anak dan ini hanya mungkin jika guru itu berakhlak baik pula. Guru yang tidak berakhlak baik tidak mungkin dipercayakan menjadi seorang pendidik. 2. Tugas dan Fungsi Guru Guru atau lebih formalnya disebut pendidik, adalah komponen yang sangat penting dalam sistem kependidikan, karena dia yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan yang telah ditentukan, bersama komponen yang lain terkait dan lebih bersifat komplementatif.3 Guru adalah figur seorang pemimpin yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik, dia juga mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap, yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara. Seorang pendidik sebenarnya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan, lebih-lebih jika seorang pendidik itu seorang guru agama, dia mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan berat daripada pendidik pada umumnya. Selain harus mampu mengantarkan peserta didik kearah pendidikan, dia juga bertanggung jawab membina anak tersebut sesuai dengan ajaran agama Islam. Dan dia mempunyai tanggung jawab yang besar kepada Allah SWT. Menurut Syaiful Bahri Djamarah tugas guru, antara lain: a. Tugas guru sebagai suatu profesi yaitu, menuntut kepada guru untuk mengambangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. b. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilainilai hidup kepada anak didik c. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. 3
Hal. 172.
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet, ke-2,
9
d. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik. e. Tugas guru sebagai kemanusiaan, berarti guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik4. Tugas lain, ialah harus pula memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan,
pengetahuan-pengetahuan
keagamaan,
dan
lain-lainnya.
Pengetahuan ini jangan hanya sekedar diketahui tetapi juga diamalkan dan diyakini sendiri. Ingatlah bahwa kedudukan pendidik adalah pihak yang “lebih” dalam situasi pendidikan. Adapun fungsi guru antara lain : a. Sebagai suri tauladan Pendidik baik orang tua atau guru perlu menyadari bahwa anak banyak belajar dengan meniru. Anak belajar bertingkah dengan jalan meniru orang-orang di sekeliling. Anak biasa meniru seseorang, kadang kala meniru tindakan pahlawan/patriot yang berhasil dalam membebaskan tanah airnya dari suatu penjajah. Bertindak sebagai dokter yang dapat menolong pasiennya, bertindak sebagai juara yang meraih medali dalam suatu kompetisi dan sebagainya. Disinilah guru sekaligus sebagai pendidik harus dapat menampakkan sikap dan upaya yang baik. Sikap dan ucapan itu akan menumbuhkan perasaan senang dan simpati. Perasaan ini dapat menjadikan guru yang bersangkutan sebagai cermin dari anak yang dididik. b. Sebagai pendidik Guru adalah pendidik di samping orang tua. Namun ada sedikit perbedaan, tanggung jawab seorang guru ditekankan pada segi rohaniyah dan intelektual, sedangkan orang tua selain dua hal tersebut, juga dalam segi jasmaniah. Guru menjadi pendidik, pembimbing anak-anak dan nilai-nilai kepemimpinannya itu tidak hanya bergantung pada tingkat kesuksesannya, sebagai pribadi yang cukup matang menduduki tempat orang dewasa, dalam masyarakat dewasa di mana kematangan fisik dan intelektual dibutuhkan, guru yang dianggap telah dewasa, 4
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, Hal.37.
10
selain harus memiliki pengetahuan khususnya pengetahuan yang sesuai dengan haknya juga harus memiliki skill atau keterampilan mengajar. Agar fungsi guru sebagai pendidik tidak sia-sia, guru harus dapat merealisasikan beberapa hal, sebagai berikut : 1) Memahami dan menghormati hak murid 2) Menguasai bahan yang diberikan 3) Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kemampuan individu yang bersangkutan 4) Mengaktifkan murid dalam belajar 5) Memberikan pengertian bukan hanya kata-kata 6) Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak 7) Harus mempunyai tujuan tertentu dari tiap pelajaran yang diberikan 8) Tidak terikat dengan text book 9) Guru tidak hanya menyiapkan materi juga senantiasa membentuk pribadi anak Selain dari hal-hal di atas seorang guru harus menetapkan sejumlah kegiatan sesuai dengan situasi dan perkembangan. Oleh karena itu mendidik adalah suatu aktivitas yang serba nisbi dan kompleks, seperti halnya memberikan sejumlah pertanyaan, menjawab pertanyaan, terbuka, obyektif, dan sebagainya. Maka keberhasilan program pengajaran dan tujuan instruksional dari suatu pembahasan amat tergantung pada keadaan pendidikan dalam proses belajar mengajar. c. Sebagai pengganti orang tua Guru berfungsi sebagai pengganti orang tua. Dia menerima anak dikelas sebagai anak sendiri, hubungan antara keduanya berjalan sebagaimana hubungan antara orang tua dengan anaknya. Misalnya dalam hal keharmonisan bergaul dan sebagainya. Crow dan Crow menyatakan bahwa : “Orang tua adalah guru pertama bagi anaknya, sedang hubungan guru dengan muridnya sama dengan hubungan orang tua dengan anaknya”.
11
Guru disini menjadi penting apabila keduduannya sebagai pendidik yang sudah selayaknya memiliki perasaan, sikap dan cita-cita yang sesuai dengan keinginan orang tua anak yang dididik. Orang tua tentunya memiliki cita-cita yang suci dalam mendidik anaknya, sebab pendidikan dari orang tua buat anak-anaknya adalah “pendidikan murni”. Oleh karena itu cita-cita orang tua itu harus dapat dilanjutkan oleh guru. Pada dasarnya tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar dia merupakan medium atau perantara aktif antara siswa dan ilmu pengetahuan, sedang sebagai pendidik dia merupakan medium aktif antara siswa dan haluan/filsafat negara dan kehidupan masyarakat dengan segala seginya, dan dalam mengembangkan pribadi siswa serta mendekatkan mereka dengan pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan mereka dari pengaruh-pengaruh yang buruk. Dengan demikian seorang guru wajib memiliki segala sesuatu yang erat hubungannya dengan bidang tugasnya, yaitu pengatahuan, sifat-sifat kepribadian, serta kesehatan jasmani dan rohani. Sebagai pengajar guru harus memahami hakikat dan arti mengajar dan mengetahui teori-teori mengajar serta dapat melaksanakan pengajaran. Dengan mengetahui dan mendalaminya dia akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya
dan
dapat
memperbaiki
kekurangan-kekurangan
yang
telah
dilakukannya. 3. Kompetensi Guru Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS. Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan. Istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna sebagaimana yang dikemukakan berikut. Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. Atau juga, kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
12
Adapun kompetensi guru, merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Dengan gambaran pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.5 Menurut Surya, sebagaimana dikutip dari seminar sehari pada tanggal 6 Mei 2005, Kompetensi guru tersebut meliputi: pertama, kompetensi intelektual, yaitu berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai guru. Kedua, kompetensi fisik, yaitu perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas sebagai guru dalam berbagai situasi. Ketiga, kompetensi pribadi, yaitu perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri, dan pemahaman diri. Kompetensi pribadi meliputi kemampuan-kemampuan dalam memahami diri, mengelola diri, mengendalikan diri dan menghargai diri. Keempat, kompetensi sosial, yaitu perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara efektif. Kompetensi sosial meliputi kemampuan interaktif, dan pemecahan masalah kehidupan sosial. Kelima, kompetensi spiritual, yaitu pamahaman, penghayatan, serta pengamalan kaidah-kaidah keagamaan.6 Menurut Abdul Mujib dan Mudzakkir, dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam”, menyebutkan bahwa, ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa, yaitu: a.
Kompetensi Personal-Religius Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik adalah
menyangkut kepribadian agamis atau kesalehan pribadi, artinya pada dirinya
5
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet Ke-24, hal 14. 6 Kunandar, Guru Profesional- Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011), Cet. Ke-7, hal. 5555-56.
13
melekat nilai-nilai baik yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta didiknya.Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban, dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan peserta didik, baik langsung maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya terjadi transaksi (alih tindakan) antara keduanya. b.
Kompetensi Sosial-Religius Kemampuan dasar kedua bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya
terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap gotong-royong, tolong-menolong, egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi, dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim dalam rangka transinternalisasi sosial atau interaksi sosial antara pendidik dan peserta-peserta didik. c.
Kompetensi Profesional-Religius Kemampuan dasar ketiga ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan
tugas keguruannya secara professional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.7 4. Peranan Guru dalam Pendidikan Menurut Drs. M. Uzer Usman, peranan guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.8 Pada proses pelaksanaan pendidikan di sekolah guru mempunyai beberapa peranan yang utama dalam membimbing anak didik agar mencapai tujuan yang diharapkan. Diantaranya peranan utama seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah : 7
Abdul Mujib dan Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Juni 2008), cet. II., h. 96-97. 8 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), Cet. Ke-23, Hal.4.
14
a. Guru Sebagai Demonstrator Guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. b. Guru Sebagai Pengelola Kelas Dalam peranannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. c. Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. d. Guru Sebagai Evaluator Guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini bermaksud untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat9. Pendidik memiliki peranan yang amat penting di dalam proses pendidikan. Dikatakan demikian karena tanpa pendidik, pendidikan tak mungkin dapat berlangsung. Imam Al-Ghozali seorang ahli didik Islam juga memandang bahwa pendidik
mempunyai
kedudukan
utama
dan
sangat
penting.
Beliau
mengemukakan keutamaan dan kepentingan pendidik tersebut dengan mensitir beberapa hadits dan atsar. Nabi SAW bersabda “Barang siapa mempelajari satu bab dari ilmu untuk diajarkannya kepada manusia maka ia diberikan pahala tujuh puluh orang shiddiq (orang yang selalu benar, membenarkan Nabi, seumpama Abu Bakar Shiddiq)” Nabi Isa as. Bersabda: “Barangsiapa berilmu dan beramal serta mengajar, maka orang itu disebut „Orang Besar‟ di segala petala langit”
9
Ibid, hal. 9.
15
Umar ra. Pernah berkata: “Barangsiapa mengajarkan suatu hadits, lalu diamalkan orang, maka baginya pahala sebanyak pahala yang diperoleh oleh orang yang mengamalkannya.” Ibnu Abbas ra. Juga pernah berkata: “Orang yang mengajar kebaikan pada orang banyak, dimintaampunkan dosanya oleh segala sesuatu, sebanyak ikan di laut.” Di samping dalil-dalil nash seperti tersebut di atas Imam Al-Ghazali juga mengemukakan pentingnya pekerjaan mengajar itu dengan mempergunakan dalil akal. Beliau berkata: “Mulia tidaknya pekerjaan itu diukur dengan apa yang dikerjakan. Pandai emas lebih mulia dari penyamak kulit, karena tukang emas mengolah emas yang merupakan logam yang amat mulia, dan penyamak mengolah kulit kerbau mati”. Guru mengolah manusia yang dianggap makhluk paling mulia dari seluruh makhluk Allah. Oleh karenanya dan dengan sendirinya pekerjaan mengajar amat mulia, karena mengolah manusia tersebut10. 5. Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam KBBI definisi peran adalah
1 pemain sandiwara (film): --
utama; 2 tukang lawak pd permainan makyong; 3 perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yg berkedudukan dl masyarakat. Sedangkan pengertian peranan adalah bagian yang dimainkan seorang pemain; tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa11. Dalam kehidupan, setiap orang memiliki perannya masing-masing dan setiap peran memiliki fungsi yangberbeda. Adapun guru merupakan pekerjaan yang memiliki fungsi peran yang penting dalam masyarakat. Pada dasarnya peranan guru pendidikan agama Islam dan guru umum itu sama, yaitu sama-sama berusaha untuk memindahkan ilmu pengetahuan yang ia miliki kepada anak didiknya, agar mereka lebih banyak memahami dan mengetahui ilmu pengetahuan yang lebih luas. 10
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (terjemahan oleh Tk H. Ismail Ya‟kub SH, MA Faizan, Surabaya, 1966), hal. 39-41. 11 Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia-Kamus Terbaru, (Gita Media Press), hal. 600.
16
Akan tetapi peranan guru pendidikan agama Islam selain berusaha memindahkan ilmu (transfer of knowledge), ia juga harus menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada anak didiknya agar mereka bisa mengaitkan antara ajaranajaran agama dan ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan peranan guru sebagai tenaga “pengajar”, “pendidik”, dan “pembimbing”, senantiasa akan menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, guru maupun dengan staf yang lain, dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar, dapat dipandang guru sebagai sentral bagi peranannya, sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan interaksi dengan siswanya. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, menyebutkan peranan guru pendidikan agama Islam adalah seperti diuraikan di bawah ini: a.
Korektor Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan
mana nilai yang buruk, kedua nilai yang berbeda itu harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat, hal ini karena anak didik telah ditanamkan oleh kedua orang tuanya sebelum masuk ke sekolah. Latar belakang kehidupan anak didik yang berbeda-beda sesuai dengan sosio-kultural masyarakat di mana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya. Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan peranannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik, koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan. b.
Inspirator Sebagai Inspirator, guru harus memberikan masukan dan arahan yang baik
bagi kemajuan belajar anak didik, persoalan belajar adalah masalah utama anak didik, guru harus dapat memberikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik,
17
petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tetapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik. c.
Informatori Sebagai
Informatori,
guru
harus
bisa
memberikan
informasi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum, informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah bagaikan sebuah racun bagi anak didik, untuk menjadi informatori yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kunci, yang ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada anak didik, informatori yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik. d.
Organisator Sebagai Organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari
guru, dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya. Yang semuanya diorganisasikan, sehingga mencapai efektivitas dan efesiensi dalam belajar pada diri anak didik. e.
Motivator Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar
bergairah dan aktif belajar, dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah, setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di antara anak didik yang malas dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan anak didik untuk lebih bergairah dalam belajar. Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena
18
menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance (penampilan) dalam personalisasi dan sosialisasi diri. Guru sebagai motivator hendaknya dapat mendorong agar siswa mau melakukan kegiatan belajar, guru harus menciptakan kondisi kelas yang merangsang siswa melakukan kegiatan belajar, baik kegiatan individual maupun kelompok. Stimulasi atau rangsangan belajar para siswa bisa ditumbuhkan dari dalam diri siswa dan bisa ditumbuhkan dari luar diri siswa. f.
Inisiator Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus
ide-ide kemajuan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbaharui sesuai dengan kemajuan media komunikasi dan informasi pada saat ini, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari yang dulu-dulu, bukan mengikuti terus tanpa mencetuskan ide-ide inovasi bagi kemajuan pendidikan dan pengajaran. g.
Fasilitator Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang
memungkinkan untuk kemudahan kegiatan belajar anak didik, Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena itu, menjadi tugas guru untuk menyediakan fasilitas belajar, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik. h.
Pembimbing Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah
disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing, peranan yang harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak
19
didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa pembimbing, anak didik akan
mengalami
kesulitan
dalam
menghadapi
perkembangan
dirinya.
Kekurangmampuan anak didik dalam menghadapi perkembangan dirinya itu menyebabkan mereka bergantung pada bantuan guru, tetapi semakin dewasa, ketergantungan anak didik semakin berkurang. Jadi, bagaimanapun juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri sendiri (mandiri). i.
Pengelolaan kelas Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan
baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran, anak didik tidak mustahil akan merasa bosan untuk tinggal lebih lama di kelas. Hal ini akan berakibat mengganggu jalannya proses interaksi edukatif, kelas yang selalu padat dengan anak didik, pertukaran udara yang kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar-mengajar agar tercapai hasil yang baik dan optimal. Jadi, inti dari pengelolaan kelas adalah agar anak didik nyaman tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya. j.
Evaluator Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang
baik dan jujur, dengan memberikan penilain yang menyentuh aspek ekstrinsik dan instrinsik, penilaian terhadap aspek instrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik.Berdasarkan hal ini guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas, jadi, penilaian itu pada hakikatnya diarahkan pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap.
20
Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk hasil pengajaran, tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran). Dari kedua kegiatan ini akan mendapatkan umpan balik (feed back) tentang pelaksanaan interaksi edukatif yang telah dilakukan.12 Dari pemaparan tentang peran guru pendidikan agama Islam tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa peran guru pendidikan agama Islam tidak hanya mengajar, tetapi juga harus bisa mendidik, terutama dari segi sikap atau tingkah laku siswa. Karena, mengajar dan mendidik ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa saling dipisahkan dan saling melengkapi. Mengajar tanpa mendidik itu akan sia-sia. Sebaliknya, mendidik tanpa mengajar akan mudah digoyahkan keyakinannya. Jadi, peran guru pendidikan agama Islam disamping mengajar (mentransfer ilmu pengetahuan) juga harus bisa mendidik (menanamkan nilai-nilai agama) kepada siswanya, agar tercipta siswa yang cerdas dan berakhlakul karimah. B. Akhlakul Karimah 1. Pengertian Akhlak Dari segi etimologi kata ahklak berasal dari bahasa Arab akhlak () اخالق merupakan bentuk jamak dari ) )خلقyang artinya perangkai.13 Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan dengan kata budi pekerti, watak, tabiat. Sedangkan menurut terminologi kata budi pekerti terdiri dari kata budi dan pekerti yang dapat diartikan sebagai berikut: “Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran rasio yang disebut karakter. Pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati yang disebut behavior”.14 Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian akhlak ini akan penulis uraikan dari beberapa denifisi yang dikemukan oleh para ahli diantaranya: 12
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. III, h. 43-48. 13 Mahmud Yunus, Kamus Arap Indonesia, (Yayasan Penyeleggara/Penafsiran Al Quran, 1973) , hal. 70. 14 Rachmad Djatmiko, System Etika Islam, (Surabaya:Pustaka Islam, 1987), hal. 25.
21
a. Ibnu Maskawih dalam kitabnya Tahzibul Akhlak Walhirul A‟roq sebagaimana yang dikutip oleh Rahmad Djatmiko dalam buku Sistem Etika Islam, menyatakan bahwa:
َسَدَاعَيَ َةَلَااَلََاَفَ َعالَاَمَ َنَغَ َيَفَ َك َرََوَرَويَ َة َ حَالََلَلنَ َف Artinya :”Keadaan jiwa seorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tampa melalui pertimbangan lebih dulu15 b. Menurut Al-Qurthuby, sebagaimana yang dikutip oleh Rahmad Djatmiko dalam buku Sistem Etika Islam, bahwasanya yang dinamakan akhlak itu adalah
َ .َألنوَيصي رَمنَاْللقةَفيو,مَاىويَأخذبوَاْلنسانَن فسوَمنَاألدبَيسمىَخل ًقا Artinya:”Suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopananya disebut akhlak, karena perbuatan-perbuatan itu termasuk bagian dari kejadian”16. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud akhlak itu adalah perbuatan-perbuatan manusia yang mana perbuatan tersebut masuk bagian yang dialaminya, dan hal tersebut bersumber pada adab dan kesopanannya. c. Didalam Al-Mu‟jam Al –Wasit Oleh Asmaran disebutkan denifisi akhlak adalah “Akhlak ialah sifat yang ditanam dalam jiwa, yang denganya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”17 Dari beberapa pengertian denifisi akhlak yang disebut di atas pada hakekatnya yang dinamakan akhlak (budi pekerti) itu adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadikan kepribadian, hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Dari hal tersebut maka akan timbulah kelakuan yang baik dan terpuji yang dinamakan budi pekerti atau akhlak yang mulia, dan sebaliknya apabila lahir kelakuan buruk maka disebut budi pekerti yang tercela atau akhlak tercela. Sedangkan karimah berasal dari bahasa Arab juga yang artinya terpuji, baik atau mulia. Berdasarkan pengertian kata akhlak dan karimah maka dapat 15
Ibid, hal. 28 . Mahjudin, Kuliah Ahklak Tasawuf, Jakarta, Kalam Mulia, 1991, hlm 3 17 Asmaran, Pengantar Studi Ahklak, (Rajawali Press, 1992), hal. 2. 16
22
penulis ambil kesimpulan bahwasanya yang dimaksud akhlakul karimah adalah segala budi pekerti yang baik yang ditimbulkan manusia tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan, yang mana sifat itu dapat menjadi budi pekerti yang utama dan dapat meningkatkan martabat kemanusian. 2. Ruang Lingkup Akhlak Ruang lingkup ajaran akhlak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak dalam ajaran Islam
mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah,
hingga akhlak kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa). Lebih jelasnya dapat disimak paparan berikut ini: a.
Akhlak terhadap Allah Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlaki sebagaimana telah dijelaskan di atas. Abuddin Nata menyebutkan sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu: Pertama, karena Allah yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan ke luar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya :Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. (QS. Ath-Thariq: 5-7)18. 18
M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern-Membangun Karakter Generasi Muda, ( Bandung: Penerbit Marja, 2012), hal.50.
23
Dalam ayat lain, Allah mengatakan bahwa manusia dalam tempat yang kokoh (rahim). Setelah itu menjadi segumpal darah, segumpal daging, dijadikan tulang dan dibalut dengan daging, dan selanjutnya diberi roh. Dengan demikian, sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakan-nya. Kedua, karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, di samping anggota badan yang kokoh dan sempurna. Perlengkapan itu diberikan kepada manusia agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Penglihatan dan pendengaran adalah sarana observasi, yang dengan bantuan akal mampu untuk mengamati dan mengartikan kenyataan empiris. Hanya dengan proses generalisasi empiris ini akan mengarahkan manusia bersyukur kepada penciptaNya. Bersyukur berarti mampu memanfaatkan perlengkapan panca indera tersebut menurut ketentuan-ketentuan yang telah digariskan Allah SWT.
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS An-Nahl : 78). Ketiga, karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak, dan sebagainya.
Artinya Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan
24
untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (QS. Al-Jatsiyah: 12-13). Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan. Maka, dengan kemampuan yang Allah Swt berikan kepada manusia, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia, bukan untuk melakukan kerusakan dan menimbulkan mudharat (bahaya) ke semua orang. Sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan19, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS Al-Isra: 70). Meski Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia sebagaimana disebutkan di atas, bukanlah menjadi alasan Allah perlu dihormati. Bagi Allah, dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya. Akan tetapi sebagai makhluk ciptaan-Nya, sudah sewajarnya manusia menunjukkan sikap akhlak yang pantas kepada Allah. Akhlak terhadap Allah merupakan fondasi dalam berakhlak kepada siapapun di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak yang baik kepada Allah, apalagi kepada yang lain20. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah dan kegiatan menanamkan nilai-nilai akhlak kepada Allah yang sesungguhnya akan membentuk pendidikan keagamaan. Di antara nilai-nilai ketuhanan yang sangat mendasar ialah: 1) Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Jadi tidak cukup hanya “percaya” kepada adanya Tuhan, melainkan harus meningkat menjadi sikap mempercayai Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya. 19
Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan. 20 Ibid, hal. 51.
25
2) Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau bersama manusia dimanapun manusia berada. Bertalian dengan ini, dan karena menginsafi bahwa Allah selalu mengawasi manusia, maka manusia harus berbuat, berlaku, dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik mungkin dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan sikap sekedarnya saja. 3) Takwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi manusia. Kemudian manusia berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhaiNya. Takwa inilah yang mendasari budi pekerti luhur (al-akhlakul karimah). 4) Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh keridhaan Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin, tertutup mapun terbuka. Dengan sikap ikhlas, manusia akan mampu mencapai tingkat tertinggi nilai karsa batinnya dan karsa lahirnya, baik pribadi maupun sosial. 5) Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa dia akan menolong manusia dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena manusia mempercayai atau menaruh kepercayaan
kepada Allah, maka tawakal adalah suatu
kemestian. 6) Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Bersyukur sebenarnya sikap optimis dalam hidup, senantiasa mengharap kepada Allah. Oleh karena itu bersyukur kepada Allah hakikatnya bersyukur kepada diri sendiri, karena manfaat yang besar akan kembali kepada yang bersangkutan. 7) Sabar, yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis, karena keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya. Jadi, sabar adalah sikap batin yang tumbuh karena kesadaran akan asal dan tujuan hidup, yaitu Allah SWT.
26
Semantara itu Quraish Shyihab mengatakan bahwa titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan kecuali Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya. Berkenaan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara banyak memuji-Nya. Selanjutnya sikap tersebut diteruskan dengan senantiasa bertawakal kepada-Nya, yakni menjadikan Tuhan sebagai satusatunya yang menguasai diri manusia. b.
Akhlak terhadap Sesama Manusia Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur‟an berkaitan dengan
perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini tidak hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur‟an:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat: 12)21 Di sisi lain Al-Qur‟an menekankan bahwa setiap orang hendaknya melakukan perbuatan secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah yang baik. Setiap ucapan yang diucapkan adalah ucapan yang benar, jangan 21
Departemen Agama RI, Op. cit., hal.412.
27
mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk. Selanjutnya yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. Pemaafan ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang dimaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan. Selain itu pula dianjurkan agar menjadi orang yang pandai mengendalikan nafsu amarah. Untuk pegangan operasional dalam menjalankan pendidikan keagamaan, kiranya nilai-nilai akhlak terhadap sesama manusia (nilai-nilai kemanusiaan) berikut ini patut sekali untuk dipertimbangkan, antara lain: 1) Silaturahim, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga dan seterusnya. Sifat utama Tuhan adalah kasih (rahm, rahmah) sebagai satu-satunya sifat ilahi yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya agar Allah cinta kepadanya. 2) Persaudaraan (ukhuwah), yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman (biasa disebut ukhuwah Islamiyah). Intinya adalah agar manusia tidak mudah merendahkan golongan lain. Tidak merasa lebih baik atau lebih rendah dari golongan lain, tidak saling menghina, saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain dan suka mengumpat (membicarakan) keburukan orang lain. Karena pada dasarnya umat Islam adalah bersaudara, maka jika terjadi perselisihan diantara mereka, sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mendamaikannya. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur‟an Surat Al-Hujurat ayat 10:
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.22
22
Departemen Agama RI,Op. cit., h. 516.
28
3) Persamaan (al-musawah), yaitu pandangan bahwa semua manusia sama harkat dan martabatnya. Tanpa memandang jenis kelamin, ras, ataupun suku bangsa. Tinggi rendah manusia hanya berdasarkan ketakwaannya yang penilaian dan kadarnya hanya Tuhan yang tahu. 4) Adil, yaitu wawasan yang seimbang (balanced) dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang. Jadi, tidak secara apriori (masa bodoh) dalam menunjukkan sikap positif atau negatif. Sikap kepada sesuatu atau seseorang dilakukan hanya setelah mempertimbangkannya dari berbagai segi secara jujur dan seimbang, penuh itikad baik dan bebas dari prasangka. 5) Baik sangka (husnuzh-zhan), yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia. Berdasarkan ajaran agama, pada hakikat aslinya bahwa manusia itu adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas fitrah atau kejadian asal yang suci. Sehingga manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan (hanif). 6) Rendah hati (tawadhu‟), yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah. Maka, tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan kecuali dengan pikiran dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah yang akan menilainya. Sikap rendah hati selaku orang beriman adalah suatu kemestian, hanya kepada mereka yang jelas-jelas menentang kebenaran, manusia dibolehkan untuk bersikap tinggi hati. 7) Tepat janji (al-wafa‟). Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian. Dalam masyarakat dengan pola hubungan yang lebih kompleks dan luas, sikap tepat janji merupakan unsur budi luhur yang amat diperlukan dan terpuji. 8) Lapang dada (insyiraf), yaitu sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan pandangan orang lain. Ketika ada seseorang yang memberikan pendapat terhadap suatu masalah, maka hendaknya mendengarkan terlebih dahulu pendapatnya sampai selesai, sebelum mengomentari pendapat orang tersebut. 9) Dapat dipercaya (al-amanah). Salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat yang amat tercela.
29
10) Perwira („iffah atau ta‟affuf), yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong, tetap rendah hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan dan mengharapkan pertolongan orang lain. 11) Hemat (qawamiyah), yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak pula kikir (qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam) antara keduanya. Yaitu menggunakan harta seperlunya saja dan lebih mendahulukan kebutuhan daripada keinginan. 12) Dermawan (al-munfiqun, menjalankan infaq), yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung dengan mendermakan sebagian dari harta benda yang dikaruniakan dan diamanatkan Tuhan kepada mereka. Sebab manusia tidak akan memperoleh kebajikan sebelum mendermakan sebagian dari harta benda yang dicintainya.
Sama halnya dengan nilai-nilai ketuhanan yang membentuk ketakwaan, maka nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk akhlak mulia di atas tentu masih dapat ditambah dengan deretan nilai yang banyak sekali. Namun, kiranya apa yang telah disampaikan di atas dapat menjadikan pijakan ke arah pemahaman dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan bersosial. c.
Akhlak terhadap Lingkungan Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang di
sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Karena pada dasarnya, Allah Swt
30
menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, untuk mengelola dan mengambil manfaat dari segala sesuatu yang dianugerahkan (diberikan) Allah Swt di muka bumi ini. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur‟an:
Dan Dia-lah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-An‟am: 165)23 Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptanya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan pengrusakan, bahkan dengan kata lain, setiap pengrusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai pengrusakan pada diri manusia sendiri. Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Hal ini dapat menambah keyakinan seorang muslim, untuk menyadari bahwa segala sesuatu yang Allah Swt ciptakan di alam semesta ini, pasti semuanya akan kembali kepada-Nya. Dari uraian di atas memperlihatkan bahwa akhlak Islam sangat komprehensif (menyeluruh) dan mencakup berbagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Hal yang demikian dilakukan karena secara fungsional seluruh makhluk
23
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 150.
31
tersebut satu sama lain saling membutuhkan. Punah dan rusaknya salah satu bagian dari makhluk Tuhan akan berdampak negatif bagi makhluk lainnya.24 3. Macam-macam Akhlak Kata “akhlak” tanpa keterangan baik dan buruk di belakangnya, sifatnya masih netral. Mungkin baik atau terpuji, mungkin buruk atau tercela. Karena itu akhlak ada dua macam : Akhlak mahmudah. Yaitu akhlak yang terpuji, dan akhlak madzmumah yaitu akhlak yang tercela. Islam mengajarkan agar setiap muslim berakhlak mahmudah dan melarang berakhlak madzmumah. Dan untuk tujuan ini pula sesungguhnya Nabi Muhammad diutus sebagai rasul dengan membawa agama Islam25. Dan untuk itu lebih jelasnya lagi penulis akan menjabarkan lebih jauh lagi tentang macam-macam akhlak sebagai berikut : a. Akhlak-akhlak tercela (Al-Akhlak Al-Madzmumah) Hidup manusia terkadang mengarah kepada kesempurnaan jiwa dan kesuciannya, tapi kadang pula mengarah kepada keburukan. Hal tersebut bergantung kepada beberapa hal yang mempengaruhinya. Menurut, keburukan akhlak (dosa dan kejahatan) muncul disebabkan karena “Kesempitan pandangan dan pengalamannya, serta besarnya ego.” Dalam pembahasan ini, akhlak tercela didahulukan terlebih dahulu dibandingkan dengan akhlak yang terpuji agar kita melakukan terlebih dahulu usaha takhliyah, yaitu mengosongkan atau membersihkan diri/jiwa dari sifat-sifat tercela sambil mengisi (tahliyah) dengan sifat terpuji. Kemudian kita melakukan tajalli, yaitu mendekatkan diri kepada Allah. Akhlak yang buruk adalah bentuk yang menakutkan, yang bila dikenakan oleh seseorang maka dia akan menunjukkan sosok yang menakutkan pula. Ia akan
24
Ibid., hal. 152-158. Tim Dosen Agama Islam IKIP Malang, Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa (Malang: UM Press, 1991) hal. 243 25
32
menjadi sumber malapetaka bagi pemiliknya sendiri dan juga bagi masyarakatnya seperti yang selama ini dikatakan orang-orang26. Orang seperti itu, bila bergaul dengan orang lain, ia bertindak zalim; bila berjanji, ingkar; bila berkata ia bohong; jika dipercaya ia khianat; bila ada kesempatan, ia menyimpang : ia jauh dari kebaikan dan dekat kepada keburukan, cepat menyebarkan fitnah, dan tidak mampu menciptakan persatuan. Oleh karena itulah Rasulullah bersabda, “Allah menolak tobat orang yang perangainya buruk”. Rasulullah ditanya, Bagaimana bisa terjadi demikian, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab, jika dia bertobat dari suatu dosa, maka dia terlibat dalam dosa yang lebih besar.” Al-Shadiq berkata, “Siapa yang akhlaknya buruk, berarti telah menyiksa dirinya.” Beliau berkata pula, “Sesungguhnya akhlak yang buruk benar-benar merusak perbuatan”, dan seterusnya sampai beliau menjelaskan, “sesungguhnya bahaya buruk itu menjalar kepada jiwa manusia, merusak keyakinan dan menghancurkan prinsip-prinsip yang dianutnya. Jika aqidah telah hancur, akan lahir darinya keraguan, kegoncangan, lalu harapan dan cita-cita menjadi terkikis. Akhirnya, keputusasaan dan kebosanan akan melanda segi-segi kehidupan sebagaimana ia menimbulkan keraguan pada sumber-sumbernya27. Menurut Imam Ghazali, akhlak yang tercela ini dikenal dengan sifat-sifat muhlikat, yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan. Al-Ghazali menerangkan empat hal yang mendorong manusia melakukan perbuatan tercela (maksiat) diantaranya : 1) Dunia dan isinya, yaitu berbagai hal yang bersifat material (harta, kedudukan) yang ingin dimiliki manusia sebagai sebagai kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya (agar bahagia). 2) Manusia selain mendatangkan kebaikan, juga dapat mengakibatkan keburukan, seperti istri, anak. Karena kecintaan kepada mereka, misalnya, dapat melalaikan manusia dari kewajibannya terhadap Allah dan terhadap sesama. 26 27
Musa Subaiti, Akhlak Keluarga Muhammad SAW (Jakarta:Lentera,2000), hal. 31. Ibid ., hal. 32
33
3) Setan (iblis). Setan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia menggoda manusia melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi Tuhan. 4) Nafsu, nafsu ada kalanya baik (muthmainnah) dan ada kalanya buruk (amarah) akan tetapi nafsu cenderung mengarah kepada keburukan28. b. Akhlak-akhlak terpuji (Al-Akhlak Al- Mahmudah) Al-akhlak Al-mahmudah disebut juga dengan akhlak al karimah, akhlak al karimah berasal dari Bahasa Arab yang berarti akhlak yang mulia. Akhlak al karimah biasanya disamakan dengan perbuatan atau nilai-nilai luhur tersebut memiliki sifat terpuji (mahmudah). Akhlak al karimah memiliki dimensi penting di dalam hidup manusia secara vertikal dan horizontal. Nilai-nilai luhur yang bersifat terpuji tadi contohnya ialah: 1) Berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul waalidaini) 2) Berlaku benar, atau (Ash-shidqu) 3) Perasaan malu (Al-haya‟) 4) Memelihara kesucian diri (Al-iffah) 5) Berlaku kasih sayang (Al-Rahman dan Al-barr) 6) Berhemat (Al-Iqlishad) 7) Berlaku sederhana (Qana‟ah dan zuhud) 8) Berlaku jujur (Al-Amanah) Menurut Al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinya “menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, melakukan dan mencintainya29. Menurut HAMKA, ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk berbuat baik, diantaranya30: 1) Karena bujukan atau ancaman dari manusia lain 2) Mengharap pujian, atau karena takut mendapat cela 28
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1992), hlm. 131-
29
Asmaran op.cit ..., hal 204 Asmaran Ibid ..., hal. 48.
140. 30
34
3) Karena kebaikan dirinya (dorongan hati nurani) 4) Mengharapkan pahala dan surga 5) Mengharap pujian dan takut azab Tuhan 6) Mengharap keridhaan Allah semata 4. Fungsi Akhlak Akhlak merupakan pokok-pokok kehidupan yang esensial,
yang
diharuskan dalam agama dan agama sangat menghormati orang-orang yang memiliki akhlak yang baik. Oleh karena itu Islam datang untuk mengantarkan manusia ke jenjang kehidupan yang gemilang, bahagia, dan sejahtera, melalui berbagai segi keutamaan akhlak yang luhur. Dalam kehidupan sehari-hari akhlakul karimah merupakan faktor utama untuk tercapainya kemakmuran dan kesejahteraa dalam kehidupan masyarakat. Drs Djazuli “Akhlak dalam Islam” mengemukakan ada tiga keutamaan akhlakul karimah: a. Akhlak yang baik harus ditanamkan kepada manusia supaya manusia supaya manusia mempunyai kepercayaan yang teguh dan pendirian yang kuat. Sifatsifat terpuji banyak dibicarakan dan dikaji dari sumber-sumber lain. b. Sifat-sifat terpuji atau akhlak yang baik merupakan latihan bagi pembentukan sikap sehari-hari. Sifat-sifat ini banyak dibicarakan dan berhubungan dengan rukun Islam dan ibadah seperti: shalat, zakat, puasa, haji, sadaqah, tolong menolong dan sebagainya. c. Untuk mengatur hubungan yang baik antara manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia. Dalam buku Pengantar Studi Akhlak Hasbi Ash Siddiqi mengatakan: “Kepercayaan dan budi pekerti dalam pandangan al-Qur‟an dihukum satu, dihukum setaraf dan sederajat” Lantaran demikian Allah mencurahkan kehormatan pada akhlak dan memperbesar kedudukannya. Bahkan Allah memerintahkan seseorang muslim untuk memelihara akhlaknya dengan kata-kata yang pasti, terang dan jelas. Para
35
muslimin tidak dibenarkan sedikit juga untuk mennyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tidak boleh memudah-mudahkannya.31 Aqidah tanpa akhlak bagaikan sebatang pohon yang tidak dijadikan tempat untuk berlindung disaat kepanasan dan tidak pula ada
buahnya yang dapat
dipetik. Juga sebaliknya akhlak tanpa aqidah bagaikan bayang-bayang bagi benda, tidak tetap dan selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan akhlak dalam kaitannya dengan hal ini Rasulullah Saw
menegaskan
bahwa
kesempurnaan
iman
seseorang
terletak
pada
kesempurnaan akhlak. 5. Faktor-faktor Pembentuk Akhlak pada dasarnya, akhlak berkaitan sangat erat dengan nilai-nilai dan norma-norma. Juga, seperti telah dikemukakan, bahwa akhlak terbentuk melalui proses pembiasaan sehingga karakter yang selaras dengan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu lingkungan. Dengan demikian agar karakter ini dapat diarahkan pada nilai-nilai yang baik dan positif maka perlu diketahui faktorfaktor apa saja yang berperan dalam pembentukan karakter atau akhlak. Pada dasarnya faktor ini terdiri dari 2 macam yaitu; a. Faktor dari dalam dirinya. b. Faktor dari luar dirinya. Kedua faktor di atas dirinci lebih jauh adalah: a. Faktor dari dalam dirinya 1) Insting atau naluri Insting adalah karakter yang melekat dalam jiwa seseorang yang dibawanya sejak lahir. Ini yang merupakan faktor pertama yang memunculkan sikap dan perilaku dalam diri. Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku. Antara lain naluri bertuhan, naluri makan, naluri bertahan hidup, naluri memiliki pasangan, dll. Seperti yang tertera dalam Al-Qur‟an Q.S Ali-Imron ayat 14. 31
Asmaran As, Op-cit, hal;13
36
َب َالشهوات َمن َالنِّساء َوالبنني َوالقناطي َالمقنطرة َمَن َالذىب ُّ زيِّن َللناس َح َوالفضة َواْليل َالمسومة َواألن عام َواْلرث َذلك َمتاع َاْلياة َالدُّن يا َواللو َعنده َ )٤١(َحسنَالمآب Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apaapa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak,32 dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)33. Insting manusia itu merupakan paket yang secara fitrah 2) Kebiasaan Kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan34. Guna membentuk akhlak yang baik, maka perlu ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik pula. Misalnya, sholat shunnah dhuha, sholat dzuhur berjamaah di sekolah. Seperti program pembelajaran yang diterapkanoleh SMA Fatahilah. Jika hal itu terus diulangi akhirnya akan menjadi mudah dan terus menjadi kebiasaan yang menyenangkan dan membawa dampak positif bagi diri sendiri. 3) Keturunan Sedangkan keturunan merupakan perpindahan sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada anak. Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Dalam adat istiadat orang Jawa, apabila ingin mencari calon pasangan sealu dilihat dari segi “bebet, bobot dan bibitnya”. Begitupun dalam Islam, seperti hadits Rasulullah SAW berikut ini:
32
Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang Termasuk
jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri. 33 34
Departemen Agama RI, Op. cit., hal. 40. M. Imam Pamungkas, Op-Cit, hal. 28.
37
ََتَنَ َك َحَالَ َمَرأََة:َقل,ِبَصلَاهللَعليوَوسلم ِّ عنَأِبَىري رةَرضيَاهللَعنوَعنَالن .َتَيَ َداك َ َالديَ َنَتََرب َِّ َات َ اظفَ َرَبَ َذ َ َاَولَ َديَنَ َهاَف َ َاَو َل َمال َ اَواْلَسَبَ َه َ ال َ َألَربَ َعَلَ َم “Dari
Abu Hurairah Rhadiayallahu anhu, dari Nabi Muhammad SAW berkata: seorang wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka hendahlak kamu pilih wanita yang taat agamanya (memahami Islam), niscaya kamu akan beruntung.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]. Karena dari sanalah akan dilihat generasi baru yang akan dilahirkan dari pasangan tersebut. Seringkali kita temui seorang anak yang mewarisi salah satu sebagian besar sifat orang tuanya. Mulai dari sifat umum sampai dengan sifat khusus. Bahkan juga warisan secara fisik dan mental. Oleh karena itu keturunan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan akhlak. b. Faktor dari luar dirinya Faktor eksternal dalam hal ini adalah milieu, yaitu segala sesuatu yang berada di luar individu yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung, baik disadari maupun tidak disadari, terhadap pembentukan mental dan karakter. Berikut inilah faktor-faktor eksternal : 1) Lingkungan alam Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang. Lingkungan alam dapat mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawanya. Kita dapat melihat perbedaan antara individu yang hidup di lingkungan alam yang tandus, dengan yang hidup di lingkungan alam yang subur. 2) Rumah tangga atau keluarga Keluarga merupakan salah satu sumber yang memberikan dasar-dasar ajaran bagi seseorang dan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan mentalnya. Sebelum seorang anak bergaul dengan lingkungan sekitarnya, terlebih dahulu ia menerima pengalaman-pengalaman dari keluarga di
38
rumah sebagai bekal dalam pergaulannya dengan lingkungan masyarakat sekitar. 3) Lingkungan Sekolah/tempat kerja Lingkungan sekolah atau tempat kerja, merupakan tempat yang paling sering disambangi setelah rumah. Maka, sekolah dan tempat kerja memiliki pengaruh yang besar dalam penanaman dan perkembangan akhlak seseorang. Peraturan dan tata tertib dalam sekolah juga tempat kerja dapat menentukan akhlak seseorang nantinya. Sekolah dan tempat kerja dengan disiplin yang ketat cenderung memiliki perilaku disiplin sekalipun di tempat lain. 4) Penguasa atau pemimpin Dalam masa awal pertumbuhan seorang anak di usia 5-10 tahun, biasanya sangat suka meniru apa yang dilakukan orang-orang disekitarnya. Anak-anak juga cenderung mengikuti gaya dan perilaku orang-orang yang mereka idolakan. Semua faktor-faktor tersebut menjadi satu sehingga dapat berperan dalam pembentukan akhlak yang mulia. Segala tingkah yang dilakukan oleh siswa baik dalam keadaan sadar maupun tidak sadar, berarti itulah yang lebih kuat dan lebih banyak memberi warna pada mental anak. Jika lebih kuat berada pada ciri-ciri yang terdapat pada akhlak yang mulia maka anak mempunyai akhlak yang mulia dan sebaliknya. Pernyataan-pernyataan di atas sangat mungkin terjadi, karena pada dasarnya semua manusia bisa berubah, dalam artian manusia dapat dipengaruhi dan diberdayakan pribadinya oleh sesuatu di dalam maupun di luar dirinya. Oleh karena itu manusia harus bisa dan mampu untuk menyaring hal-hal baru yang dapat mempengaruhi kepribadiannya. 6. Pengertian Pembinaan Pembinaan menurut KBBI berasalah dari kata „bina‟ yang artinya membangun, mendirikan, mengupayakan dan mengusahakan. Sedangkan arti dari kata “pembinaan adalah proses, cara, perbuatan membina (negara dsb);
39
pembaharuan, penyempurnaan; usaha, tindakan, dan kegiatan yg dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yg lebih baik”.35 Maka dari pernyataan tersebut, penulis menyimpulkan pembinaan adalah suatu
proses
kegiatan
yang
disertai
usaha
untuk
perbaikan-perbaikan,
pengembangan dan pertumbuhan suatu hal yang menjadi binaan. Pribadi yang telah dihiasi dengan pembinaan dan pendidikan, memiliki pengaruh yang sangat luar biasa dalam kehidupan pribadi seseorang khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya. Pribadi seperti ini tidak akan didapatkan kecuali apabila dia telah dididik dan dibina dari berbagai aspek kehidupan yang dia butuhkan. Dan tidak cukup pembinaan ini didapatkan bersandar pada aspek lahir dalam diri anak saja, tetapi aspek batin juga merupakan kebutuhan anak yang harus terpenuhi. 7. Pembinaan Akhlak Siswa Untuk menjadikan seorang anak didik memiliki budi pekerti luhur atau Akhlakul Karimah (akhlak mulia) diperlukan pembinaan terus-menerus dan berkesinambungan di sekolah. Untuk mewujudkannya pada diri anak didik tidaklah mudah karena menyangkut kebiasaan hidup. Pembinaan akan berhasil hanya dengan usaha keras dan penuh kesabaran dari para guru, selain itu harus didukung oleh peran serta dari orang tua murid dan masyarakat. Dalam pembinaan atau penanaman akhlakul karimah terhadap para siswa di sekolah diperlukan upaya keras dari semua guru secara bersama-sama, secara konsisten dan berkesinambungan dengan pendekatan yang tepat36. Dalam pembinaan ahklak siswa, sekolah bukanlah satu-satunya lembaga yang mempunyai satu kewajiban untuk membina akhlakul karimah siswa. Karena itu perlu adanya kerja sama antara sekolah dan pihak-pihak lain yang berkaitan demi tercapainya upaya pembinaan akhlak siswa. 8. Metode Pembinaan Akhlak Berbicara mengenai masalah pembinaan dan pembentukan akhlak sama dengan berbicara mengenai tujuan pendidikan. Karena banyak sekali dijumpai 35
KBBI, Op.Cit, hal. 146. Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. Ke-2, hal. 80. 36
40
pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan dan pembinaan akhlak mulia. Ada dua pendapat terkait dengan masalah pembinaan akhlak. Pendapat pertama mengatakan bahwa akhlak tidak perlu dibina. Menurut aliran ini akhlak tumbuh dengan sendirinya tanpa dibina. Akhlak adalah gambaran batin yang tercermin dalam perbuatan. Pendapat kedua mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras serta sungguh-sungguh. Menurut Imam Ghazali seperti dikutip Fathiyah Hasan berpendapat bahwa sekiranya tabiat manusia tidak mungkin dapat diubah, tentu nasihat dan bimbingan tidak ada gunanya. Beliau menegaskan sekiranya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan niscaya fatwa, nasihat dan pendidikan itu adalah hampa”37. Namun dalam kenyataannya di lapangan banyak usaha yang telah dilakukan orang dalam membentuk akhlak yang mulia. Lahirnya lembagalembaga pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak akan semakin memperkuat pendapat bahwa akhlak memang perlu dibina dan dilatih. Karena Islam telah memberikan perhatian yang besar dalam rangka membentuk akhlak mulia. Akhlak yang mulia merupakan cermin dari keimanan yang bersih. Adapun metode pendidikan akhlak adalah : a. Metode Keteladanan Yang dimaksud dengan metode keteladanan yaitu suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik di dalam ucapan maupun perbuatan38. Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya. Ahli pendidikan banyak yang berpendapat bahwa pendidikan 37
Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi al-Ghazali, (Al Maarif: Bandung, 2004), Cet. I, hal. 66. 38 Syahidin, Metode Pendidikan Qur‟ani Teori dan Aplikasi, ( Misaka Galiza: Jakarta, 2009), Cet. I, hal. 135.
41
dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Abdullah Ulwan misalnya sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa pendidik akan merasa mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya39. Hal ini karena secara psikologis anak adalah seorang peniru yang ulung. Murid-murid cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam segala hal. b. Metode Pembiasaan Pembiasaan menurut MD. Dahlan seperti dikutip oleh Hery Noer Aly merupakan proses penanaman kebiasaan. Sedang kebiasaan (habit) ialah caracara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis (hampir tidak disadari oleh pelakunya)40. Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan pada tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk mempermudah melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam usia muda itu sulit untuk diubah dan tetap berlangsung sampai hari tua. Maka diperlukan terapi dan pengendalian diri yang sangat serius untuk dapat mengubahnya. c. Metode Memberi Nasihat Abdurrahman al-Nahlawi sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari 39
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Logos Wacana Mulia: Jakarta, 1999), Cet. I,
40
Ibid., hal. 134.
hal. 178.
42
bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat41. Dalam metode memberi nasihat ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan peserta didik kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan umat. Di antaranya dengan menggunakan kisah-kisah Qur‟ani, baik kisah nabawi maupun umat terdahulu yang banyak mengandung pelajaran yang dapat dipetik. d. Metode Motivasi dan Intimidasi Metode motivasi dan intimidasi dalam bahasa Arab disebut dengan uslub al-targhib wa al-tarhib atau metode targhib dan tarhib. Targhib berasal dari kata kerja raghaba yang berarti menyenangi, menyukai dan mencintai. Kemudian kata itu diubah menjadi kata benda targhib yang mengandung makna suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan yang mendorong seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk memperolehnya42. Metode ini akan sangat efektif apabila dalam penyampaiannya menggunakan bahasa yang menarik dan meyakinkan pihak yang mendengar. Oleh hendaknya pendidik bisa meyakinkan muridnya ketika menggunakan metode ini. Namun sebaliknya apabila bahasa yang digunakan kurang meyakinkan maka akan membuat murid tersebut malas memperhatikannya. Sedangkan tarhib berasal dari rahhaba yang berarti menakut-nakuti atau mengancam. Menakut-nakuti dan mengancamnya sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah43. Penggunaan metode motivasi sejalan dengan apa yang ada dalam psikologi belajar disebut sebagai law of happines atau prinsip yang 41
Ibid., hal. 190. Syahidin, Op. Cit., hal. 121. 43 Ibid.., hal. 121. 42
43
mengutamakan suasana menyenangkan dalam belajar44. Sedang metode intimidasi dan hukuman baru digunakan apabila metode-metode lain seperti nasihat, petunjuk dan bimbingan tidak berhasil untuk mewujudkan tujuan. e. Metode Persuasi Metode persuasi adalah meyakinkan peserta didik tentang sesuatu ajaran dengan kekuatan akal. Penggunaan metode persuasi didasarkan atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Artinya Islam memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya dalam membedakan antara yang benar dan salah serta atau yang baik dan buruk45. Penggunaan metode persuasi ini dalam pendidikan Islam menandakan bahwa pentingnya memperkenalkan dasar-dasar rasional dan logis kepada peserta didik agar mereka terhindar dari meniru yang tidak didasarkan pertimbangan rasional dan pengetahuan. f. Metode Kisah Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian tersebut merupakan kejadian yang baik, maka harus diikutinya, sebaliknya apabila kejadian tersebut kejadian yang bertentangan dengan agama Islam maka harus dihindari. Metode ini sangat digemari khususnya oleh anak kecil, bahkan sering kali digunakan oleh seorang ibu ketika anak tersebut akan tidur. Apalagi metode ini disampaikan oleh orang yang pandai bercerita, akan menjadi daya tarik tersendiri. Namun perlu diingat bahwa kemampuan setiap murid dalam menerima pesan yang disampaikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesulitan bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, hendaknya setiap pendidik bisa memilih bahasa yang
44 45
Hery Noer Aly, Op. Cit., hal. 197. Ibid., hal. 193.
44
mudah dipahami oleh setiap anak. Lebih lanjut an-Nahlawi menegaskan bahwa dampak penting pendidikan melalui kisah adalah: Pertama, kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca tanpa cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan kisah, setiap pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut. Kedua, interaksi kisah Qurani dan Nabawi dengan diri manusia dalam keutuhan realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak ditonjolkan oleh al Quran kepada manusia di dunia dan hendak mengarahkan perhatian pada setiap pola yang selaras dengan kepentingannya. Ketiga, kisah-kisah Qurani mampu membina perasaan ketuhanan melalui cara-cara berikut : 1) Mempengaruhi emosi , seperti takut, perasaan diawasi, rela dan lain-lain. 2) Mengarahkan semua emosi tersebut sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang menjadi akhir cerita. 3) Mengikutsertakan unsur psikis yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita sehingga pembaca, dengan emosinya, hidup bersama tokoh cerita. 4) Kisah Qurani memiliki keistimewaan karena, melalui topik cerita, kisah dapat memuaskan pemikiran, seperti pemberian sugesti, keinginan, dan keantusiasan, perenungan dan pemikiran46. C.
Peserta Didik ( Siswa) Anak didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi
edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Sebagai pokok persoalan, anak didik memiliki kedudukan yang menempati posisi yang menentukan dalam sebuah interaksi. Guru tidak mempunyai arti apa-apa tanpa kehadiran anak didik sebagai subjek
46
Abdurrahman, An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, (Diponegoro: Bandung, 1992), Cet. II, hal. 242.
45
pembinaan. Jadi, anak didik adalah “kunci” yang menentukan untuk terjadinya interaksi edukatif.47 Selanjutnya, murid atau anak didik juga memiliki kepribadian yang unik, yaitu mempunyai potensi dan mengalami proses perkembangan. Dalam proses perkembangan itu, anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan bersama dengan individu-individu yang lain.48 Dalam istilah tasawuf, anak didik sering kali disebut dengan “murid” atau thalib. Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah “pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid)”. Sedangkan thalib secara bahasa berarti “orang yang mencari”, sedang menurut istilah tasawuf adalah “penempuh jalan spiritual, di mana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi”. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa (thalib). Istilah murid atau thalib ini sesungguhnya memiliki kedalaman makna daripada penyebutan siswa. Artinya, dalam proses pendidikan itu terdapat individu yang secara sungguh-sungguh menghendaki dan mencari ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa istilah murid dan thalib menghendaki adanya keaktifan pada peserta didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada pendidik. Namun, dalam pepatah dinyatakan: “tiada tepuk sebelah tangan”. Pepatah ini mengisyaratkan adanya active learning bagi peserta didik dan active teaching bagi pendidik, sehingga kedua belah pihak menjadi “gayung bersambung” dalam proses pendidikan agar tercapai hasil secara maksimal.49
47
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), Cet. Ke-2, hal.51. 48 Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 268. 49 Abdul Mujib dan Mudzakkir, Op. cit., hal. 103-104.
46
D.
Hasil Penelitian Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan skripsi “Peran Guru terhadap
Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa di SMA Fatahillah Jakarta” adalah sebagai berikut: 1. Lutfiah Anggraeni, “Peran Kepala Sekolah Dalam Membina Al-Akhlak AlKarimah Siswa SMP Islam Ma‟arif 02 Malang” Globalisasi merupakan suatu tantangan yang harus di hadapi oleh umat manusia termasuk umat Islam. Berkaitan dengan hal tersebut maka skripsi ini mengkaji tentang “Peran Kepala Sekolah Dalam Membina Al-Akhlak Al-Karimah siswa SMP Islam Ma‟arif 02 Malang”. Sedangkan metode yang penulis gunakan dalam teknik pengumpulan data meliputi: Observasi, wawancara (interview), dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian di analisis melalui metode deskriptif untuk data yang kualitatif. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan akhirnya menghasilkan suatu kesimpulan sebagai berikut : Kondisi Akhlak siswa di SMP Islam Ma‟arif 02 Malang siswa yang ada di SMP Islam Ma‟arif 02 Malang sudah cukup bagus dan dalam menciptakan anak yang soleh soleha yang mempunyai Al-Akhlak Al-Karimah Dan adanya kerja sama antara guru, orang tua dan instasi yang terkait apabila seorang siswa berkelakuan yang kurang baik di dalam sekolah atau luar sekolah dinasihati agar tidak berkelanjutan. Peran Kepala Sekolah menganjurkan bahwa kepada Pembina-pembina guru agama agar anak-anak itu tidak sekedar diajari pintar di dalam teori saja tapi lebih dari itu di lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Pelaksanaan pembinaan akhlakul karimah siswa terwujud dengan baik, maka kuncinya terletak pada kesiapan, kemauan dan kemampuan kepala sekolah dan hal tersebut dapat didukung dengan adanya peran yang lebih terfokus pada pemberian materi dan kegiatan yang lebih menitik beratkan pada pembinaan akhlakul karimah siswa. 2. Strategi guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa di SMPN I Soko Kabupaten Tuban, oleh Siti Nur Khomariyah dengan menggunakan metode deskriptif menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan guru agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa ialah; pertama,
47
Melalui proses pendidikan, yaitu dengan cara menanamkan nilai-nilai keimanan kepada siswa yang tercermin dari rukun Iman yang enam, yakni: Iman kepada Allah Swt, Iman kepada para Malaikat, Iman kepada Kitab-kitab Allah Swt, Iman kepada para rasul, Iman kepada hari kiamat, dan Iman kepada qadha dan qhadar-Nya. Selain menanamkan nilai-nilai keimanan kepada siswa, guru PAI juga harus menanamkan nilai-nilai Ibadah kepada siswanya, seperti cara melakukan sholat, puasa, zakat, shodaqoh, berdoa dan lain sebagainya.Kedua, melalui proses bimbingan dan penyuluhan, yaitu dengan cara menanamkan perasaan cinta kepada Allah Swt dalam hati siswa, menanamkan tujuan dan kepercayaan yang benar dalam diri siswa, mendidik siswa untuk taat menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, membina akhlak yang mulia dan menunaikan kewajiban agama, mengajarkan siswa untuk mengetahui hukum-hukum agama Islam serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, memberikan teladan atau contoh yang baik, dan memberikan pengajaran serta nasihat. 3.
Qostontiniyah, “Peranan Akhlak Guru terhadap Motivasi belajar bagi Siswa Madrasah Aliyah al-Hamidiyah di Cilangkap-Jawa Timur”, Skripsi jurusan pendidikan agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan akhlak guru dengan melihat ada tidaknya peranan serta hubungannya dengan motivasi belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif, dengan model alat analisis product moment. Yang dilaksanakan mulai tanggal 09 Februari 2010 sampai dengan 31 Maret 2010. Dengan teknik pengambilan sample, cluster random sampling. Adapun instrumen yang diberikan berupa kuesioner berjumlah 24 butir soal pertanyaan untuk 50 sample dari 132 populasi. Dari hasil penghitungan uji hipotesis diperoleh nilai uji rhitung dengan rtabel didapat bahwa uji rhitung lebih besar dari rtabel , atau rhitung (0,59) > rtabel (0,368) atau 0,284). Dengan demikian koefisien korelasi 0,59 adalah signifikan. Untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, maka koefisien korelasi yang ditemukan sebesar
48
0,59 berada di interval koefisien korelasi 0,40 hingga 0,69 dengan interpretasi tingkat hubungan yang kuat. Berdasarkan uji kontribusi variabel X terhadap variabel Y menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa ditentukan oleh akhlak guru sebesar 0,35. E.
Kerangka Berpikir Guru Pendidikan Agama Islam merupakan figur guru yang paling
diperhatikan tindak tanduknya oleh para siswa maupun teman seprofesi bahkan masyarakat, keberadaan guru PAI dalam lingkungan sekolah seringkali dijadikan tumpuan utama dalam hal akhlak. Jika ada siswa yang bermasalah dengan tingkah lakunya yang paling dulu dipertanyakan tanggung jawabnya adalah guru PAI. Oleh karena itu, seorang guru PAI harus mampu menjadi suri tauladan yang baik bagi siswanya. Mampu mengayomi para siswa, bahkan guru PAI bisa sekaligus menjadi guru BK, meskipun pada dasarnya seorang guru PAI hanya bertugas sebagai pentransfer ilmu pengetahuan dan pendidikan seperti halnya guru umum yang lain. Pada realita kehidupan saat ini, dapat dilihat dan dinilai sendiri. Bagaimana moral dan perilaku seorang anak kepada dirinya sendiri dan orangorang di sekitarnya. Tahun lalu dunia pendidikan dikejutkan oleh pemberitaan tentang kerusuhan yang disebabkan perilaku menyimpang dari kalangan siswa. Di sinilah peran guru Pendidikan Agama Islam dipertanyakan. Sejauh mana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam melakukan pembinaan terhadap perilaku atau lebih khususnya akhlak mereka. Seperti yang telah diketahui bahwa lapangan pendidikan dimana pekerjaan mendidik berlangsung dalam masyarakat ini tidak hanya keluarga, tetapi di sekolah pun pendidikan anak dapat dilaksanakan oleh guru-guru. Dan juga, sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan disekolah. Maka ketika mereka melakukan penyimpangan, yang biasanya disalahkan oleh orang tuanya adalah gurunya. Di sinilah peran pembinaan akhlak dalam sekolah dibutuhkan, khususnya dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam, sangat besar pengaruhnya bagi siswa. Selain memberikan pelajaran dan pendidikan guru Pendidikan Agama Islam juga
49
dituntut untuk memberikan pesan yang baik, memberikan contoh yang baik pula. Yang kelak akan tertanam dalam hati setiap anak didiknya dan mempengaruhi pada sikap tingkah lakunya dalam masyarakat. Sehubungan dengan peranan guru Pendidikan Agama Islam sebagai tenaga “pengajar”, “pendidik”,
dan “pembimbing”, senantiasa akan menggambarkan
pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, guru maupun dengan staf yang lain, dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar, dapat dipandang guru sebagai sentral bagi peranannya, sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru Pendidikan Agama Islam banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan interaksi dengan siswanya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Fatahillah pada kelas X, XI, dan XII. Adapun waktu penelitian yang penulis rencanakan akan dilaksanakan pada bulan September – Maret 2014. B. Metode Penelitian Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menjelaskan fenomena yang terjadi di lapangan. Melihan rumusan masalah yang diajukan, maka penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis, gambar, dan bukan angka, yang mana data yang diperoleh dari orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat memperoleh data secara mendetail tentang hal-hal yang diteliti karena adanya hubungan langsung dengan responden atau obyek penelitian. “Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penilaian, dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu1.” C. Unit Analisis Menentukan populasi dan sampel yang dapat digunakan sebagai sumber data. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan2.” Berdasakan pengertian di atas maka dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa SMA Fatahillah Jakarta. Sedangkan menurut 1
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Edisi 2, ( Jakarta : Prenada Media, 2007), hal. 68. Sugiyono, metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D, ( Bandung: Penerbit Alfabeta, 2009), Cet. Ke-8, hal. 80. 2
50
51
Sugiyono “ Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut3.” Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik penarikan sampel Sampling Sistematis yaitu teknik pengambilan sampel tidak acak ( nonprobability sampling) dengan mengambil sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor4 urut ganjil dari absen kelas. Adapun jumlah populasi keseluruhan berjumlah 142 jumlah sampel yang akan digunakan sesuai dengan tabel penarikan sampel dari jumlah populasi sebanyak 142 siswa dengan sample sebanyak 50% yang berarti 72 siswa sebagai responden. D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen non-test dalam bentuk angket dan pedoman wawancara. Adapun kisi-kisi dalam instrumen tersebut adalah sebagai berikut. TABEL 1 Instrumen Kisi-kisi Angket Pokok Pertanyaan: Akhlakul Karimah Siswa di SMA Fatahillah Jakarta Sub Pokok
Indikator
Pertanyaan
No. Butir Jumlah Soal
Soal
1, 2
2
Akhlak Terhadap
Berdo’a kepada Allah.
Allah SWT
Membaca wirid-wiridan.
3
1
Melaksanakan sholat fardhu.
4
1
Melaksanakan sholat sunnah.
5, 6
2
Melaksanakan puasa sunnah.
7
1
Berpakaian rapih dan suci.
8, 9
2
Menggunakan tangan kanan.
10
1
Saling tolong-menolong.
11
1
Akhlak Terhadap
3 4
Ibid, hal. 81 Ibid, hal. 84
52
Manusia
Selalu berbuat adil.
12
1
Bersedekah kepada orang lain.
13
1
Senantiasa memaafkan.
14, 15
2
Selalu menepati janji.
16
1
Saling memberikan nasehat.
17, 18
2
Mengucapkan salam.
19, 20, 21
3
Menghadiri undangan orang
22
1
23, 24, 25
3
26, 27
2
28
1
29, 30
2
lain. Akhlak Terhadap
Senantiasa menjaga kebersihan.
Lingkungan
Ikut serta dalam merawat dan memelihara lingkungan.
Menjaga kebersihan di lingkungan masyarakat.
Menjaga kebersihan anggota badan dan pakaian. JUMLAH
30
53
TABEL 2.1 Instrumen Kisi-kisi Wawancara Kepada Guru Mata Pelajaran Pokok Pertanyaan: Peran Guru PAI dalam Membina Akhlak Siswa. Sub Pokok
Aspek yang diungkap
Pertanyaan
Pertanyaan Pendidikan dan pengajaran
1. Ranah Kognitif:
1. Bagaimanakah
Memberikan pemahaman
akhlakul karimah
agama yang
tentang akhlak yang baik
dikenalkan kepada
diberikan kepada
dan buruk.
para siswa?
siswa.
Memberikan pemahaman tentang keuntungan orang yang berakhlak baik.
Memberikan pemahaman tentang mudharat (bahaya) orang yang berakhlak buruk. 2. Ranah Psikomotorik:
2. Dengan cara apa
Mengajarkan siswa
bapak mengajarkan
berakhlak yang baik.
siswa berakhlak
Memberikan bimbingan
yang baik?
yang baik kepada siswa dalam melakukan perbuatan. 3. Ranah Afektif:
Memberikan apresiasi
3. Bagaimanakah
(penghargaan) kepada
tanggapan atau
siswa yang berakhlakul
respon bapak
karimah.
terhadap siswa
Memberikan motivasi
yang berakhlak
54
kepada siswa untuk
baik dan buruk?
berakhlakul karimah. Memberikan teguran dan arahan kepada siswa yang berakhlak buruk.
TABEL 2.2 Instrumen Kisi-kisi Wawancara Kepada Guru Mata Pelajaran Pokok Pertanyaan: Akhlakul Karimah Siswa di SMA Fatahillah Jakarta Sub Pokok
Aspek yang diungkap
Pertanyaan
Berdo’a kepada Allah
4. Bagaimanakah
Pertanyaan 1. Akhlak
Kepada Allah
SWT ketika akan
menurut bapak
SWT.
melakukan segala
akhlak siswa
perbuatan baik.
kepada Allah Swt
Membaca wirid-wiridan
terutama masalah
setelah selesai sholat.
sholat?
Melaksanakan sholat fardhu lima waktu secara berjama’ah.
Melaksanakan sholatsholat sunnah.
Melaksanakan puasapuasa sunnah.
Berpakaian rapih dan suci ketika akan melaksanakan sholat.
Menggunakan tangan
55
kanan saat makan dan minum.
2. Akhlak
Saling tolong-menolong
5. Bagaimanakah
Kepada
ketika seseorang
menurut bapak
Sesama
mengalami kesulitan.
akhlak siswa
Selalu berbuat adil dalam
kepada sesama
memutuskan perkara atau
manusia terutama
masalah.
kepada temannya?
Manusia.
Bersedekah kepada orang lain.
Senantiasa memaafkan kesalahan orang lain.
Selalu menepati janji dengan orang lain.
Saling memberikan nasehat untuk melakukan kebaikan.
Mengucapkan salam ketika bertemu dengan orang lain.
Menghadiri undangan orang lain.
3. Akhlak
Senantiasa menjaga kebersihan dan keindahan
Kepada Lingkungan.
6. Bagaimanakah
lingkungan.
menurut bapak
Ikut serta dalam merawat
akhlak siswa
dan memelihara
kepada
lingkungan.
lingkungan?
Menjaga kebersihan di
56
lingkungan masyarakat.
Menjaga kebersihan anggota badan dan pakaian.
TABEL 2.3 Instrumen Kisi-kisi Wawancara Kepada Guru Mata Pelajaran Pokok Pertanyaan: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlakul Karimah Siswa di SMA Fatahillah Jakarta Sub Pokok
Indikator
Pertanyaan
Pertanyaan 1. Faktor yang
Instink atau naluri
7. Apa saja faktor
mempengaruhi
Kebiasaan
pendorong dan
akhlak dari
Keturunan
penghambat dalam
dalam diri
pembentukan akhlakul karimah siswa?
2. Faktor yang
Lingkungan alam
8. Apakah semua guru
mempengaruhi
Lingkungan keluarga
sudah berperan aktif
akhlak dari luar
Lingkungan sekolah
dalam pembentukan
diri
Tokoh yang diidolakan
akhlakul karimah siswa di sekolah?
57
E. Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Angket Metode
angket
digunakan
untuk
pengumpulan
data
dengan
cara
menggumpulkan daftar pertanyaan kepada responden untuk menerangkan pendapat suatu masalah.5 Angket yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tertutup, artinya alternatif jawaban yang dianggap sesuai atau mungkin mengisi pada kolom yang tersedia bila mana jawaban tidak ada dalam pikiran. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keseluruhan kegiatan yang dilakukan di sekolah yaitu menyangkut perilaku siswa, tanggung jawab guru, materi yang disampaikan, langkah-langkah yang ditempuh dan hal-hal yang bersangkut paut dengan masalah ini. Angket ini penulis berikan kepada siswa sebagai pelaku utama. 2. Metode Wawancara/Intervew Metode wawancara adalah suatu percakapan, tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu.6 Melalui metode ini peneliti bermaksud dapat menggumpulkan data yang bersifat informasi tentang akhlakul karimah siswa SMA Fatahilla Jakarta dan berbagai aktifitas lainnya. Adapun informan yang peneliti akan wawancarai dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Agama Islam, serta guru mata pelajaran umum. 3. Metode Observasi Teknik Pengumpulan data melalu observasi mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan angket. Apabila wawancara dan angket selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain7.
5
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, ( Jakarta: Proyek Pengenmbangan PLTK, 1989), hal. 158. 6 Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, ( Bandung : Mandar Maju, 1996), hal. 187. 7 Sugiyono, Op.Cit, hal. 145
58
Metode observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Melalu metode ini peneliti menggunakan instrumen observasi berperan serta (Participant Observasi) dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan yang berlangsung di sekolah selama 4 bulan yang kemudian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh Guru Pendidikan Agama Islam, yaitu mengajar sebagai guru PPKT yang diadakan oleh UIN Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. F. Teknik Analisis data Dalam menganalis data yang peneliti peroleh dari observasi, wawancara, dokumentasi dan angket, penulis menggunakan teknik analisa deskriptif kualitatif dengan persentase. Teknis analisis deskriptif peneliti gunakan untuk menentukan, menafsirkan serta menguraikan data yang bersifat kualitatif yang penulis peroleh dari metode observasi, wawancara, dokumentasi. Sedangkan data yang terkumpul berupa angket peneliti menggunakan teknik analisa deskriptif kuantitatif untuk memperkuat data yang diperoleh agar data dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Kemudian data yang diperoleh diuraikan dan dijelaskan dengan menghitung frekwensinya. Untuk memudahkan di dalam mengkualisifikasikannya maka dalam hal ini diuraikan teknik analisis prosentase yaitu untuk menghitung prosentase dari data yang diperoleh. Sehingga untuk data kuantitatif (berupa angka) akan dianalisasi dengan teknik statistik yaitu teknik formalitas prosentase sebagai berikut : P
F 100% N
Keterangan: P = Prosentase F = Frekwensi yang dicari N = Jumlah responden.8
8
43
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo, 2009), hal.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Sekolah 1. Sekilas tentang SMA Fatahillah PROFIL SEKOLAH/MADRASAH Nama
: SMA Fatahillah
Tipe Sekolah
:L
Alamat Sekolah
:Jl. Buncit Raya no.67
Kelurahan
: Kalibata
Kecamatan
: Pancoran
Kota Administrasi
: Jakarta Selatan
Provinsi
:DKI Jakarta
Kode Pos
:12740
Telepon
:021-7940492
Email
:
[email protected]
Status Sekolah
: Swasta
Tanggal berdiri
: 25 April 1978
Nilai Akreditasi Sekolah
:A
2. Sejarah Singkat Sekolah/Madrasah Yayasan Pendidikan dan Sosial Fatahillah yang terbentuk pada tanggal 25 April 1978 dengan Notaris R. Soerojo Wongsowidjojo, SH dengan para pendiri KH. Muallim Mukhtar bin H. Sairun, H. Nazaruddin Mian, KH. Romli Sairi, KH. Achfas Arsad dan Abdul Rahman Sami, membidani terlahirnya Satuan Pendidikan tingkat
59
60
menengah atas yang bernama “SMA Fatahillah”. SMA Fatahillah didirikan pada tanggal 1 Juni 1987. Sejak saat itu SMA Fatahillah dipimpin oleh HM. Alakfi, SH hingga kini terus mempertahan jati diri Yayasan di tengah pergumulan ibukota yang sarat dengan kemajuan IPTEK Secara geografis SMA Fatahillah berada di Jl. Raya Buncit No. 67 Jakarta Selatan, tepatnya di Jl Raya Buncit – Amil No. 67 RT 02 RW 05 kelurahan Kalibata Pulo Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan. Kondisi Jakarta Selatan yang asri merupakan tempat yang sangat kondusif untuk kegiatan belajar mengajar. Sejak awal berdirinya SMA Fatahillah mengusung visi yang tidak hanya mencerdaskan siswa dari sisi kemampuan kognisi semata, tetapi juga turut membentuk manusia yang mampu “membaca” dirinya sebagai hamba Allah yang siap berkiprah sebagai khalifatullah fil ardhi. 3. Visi, Misi, dan Tujuan Visi : Menjadikan Insan yang Beriman,Bertaqwa, Berilmu Amaliah dan Beramal Ilmiah Misi : Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama sebagai sumber kearifan dalam bertindak. Meningkatkan profesionalisme dan manajemen sekolah dalam menghadapi ero globalisasi dan otonomi sekolah. Mengembangkan minat, bakat dan kreatifitas siswa agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Mampu menciptakan kegiatan belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk berinisiatif, inovatif dan kreatif serta mengembangkan minat pada kegiatan ekstra kurikuler. Tujuan :
61
Siswa memiliki kompetensi penguasaan konsep untuk seluruh mata pelajaran secara komprehensif dan benar sehingga mampu berkompetisi ditingkat nasional dan tahun 2013 mampu berkompetisi di tingkat internasional Siswa mampu menggunakan Bahasa Inggris sebagai alat komunikasi untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih luas Siswa mampu membangun kebiasaan yang aktif untuk mencari informasi menggunakan teknologi informasi. Sekolah memiliki sarana dan prasarana penunjang PBM yang lengkap. Sekolah memiliki guru dan tenaga pendukung yang handal untuk mendukung seluruh manajemen sekolah. Sekolah memiliki hubungan kemitraan yang baik dengan seluruh warga sekolah, stake holders dan instansi serta institusi pendukung pendidikan lainnya. Siswa memiliki, mengaplikasikan dan meningkatkan nilai-nilai ketuhanan serta nilainilai kehidupan yang bersifat universal dalam kehidupannya. B. Temuan Penelitian Akhlakul Karimah Siswa SMA Fatahillah Jakarta Adapun rincian hasil penelitian adalah : Tabel 3.1 Ketika akan melakukan segala perbuatan yang baik, saya senantiasa membaca do’a. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
44
61%
Kadang-kadang
25
35%
Pernah
3
11%
Tidak Pernah
0
0%
62
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.1, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa selalu membaca do’a ketika akan melakukan segala perbuatan yang baik. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 61%, kadang 35%, pernah 11% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran siswa untuk membaca do’a ketika akan melakukan segala perbuatan yang baik sudah cukup baik. Tabel 3.2 Ketika selesai sholat, saya senantiasa mendo’akan kedua orang tua. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
67
93%
Kadang-kadang
3
4%
Pernah
3
4%
Tidak Pernah
0
0%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.2, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa selalu mendo’akan kedua orang tuanya ketika selesai melaksanakan sholat. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 93%, kadang 4%, pernah 4% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran siswa untuk senantiasa mendo’akan kedua orang tuanya sudah sangat baik. Tabel 3.3 Setelah selesai sholat, saya senantiasa membaca wirid-wiridan sholat. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
12
17%
Kadang-kadang
50
69%
63
Pernah
8
11%
Tidak Pernah
2
3%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.3, dapat disimpulkan bahwa hanya ada sebagian siswa saja yang selalu membaca wirid-wiridan setelah selesai melaksanakan sholat. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 17%, kadang 69%, pernah 11% dan tidak pernah 3%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran siswa untuk membaca wirid-wiridan setelah selesai sholat masih kurang.Dan siswa yang menjawab kadang-kadang, karena siswa selalu dibimbing oleh guru dalam membaca wirid-wiridan setelah melaksanakan sholat zuhur di sekolah. Tabel 3.4 Saya berusaha melaksanakan sholat fardhu lima waktu secara berjama’ah. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
16
22%
Kadang-kadang
47
65%
Pernah
9
13%
Tidak Pernah
0
0%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.4, dapat disimpulkan bahwa hanya ada sebagian siswa saja yang selalu berusaha melaksanakan sholat fardhu lima waktu secara berjama’ah. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 22%, kadang 65%, pernah 13% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran siswa untuk melaksanakan sholat fardhu secara berjama’ah masih kurang.Dan siswa yang menjawab kadang-kadang, karena ada peraturan yang mewajibkan siswa untuk sholat zuhur secara berjama’ah di sekolah.
64
Tabel 3.5 Saya berusaha bangun malam untuk mengerjakan sholat sunnah tahajjud. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
4
6%
Kadang-kadang
29
41%
Pernah
15
21%
Tidak Pernah
24
33%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.5, dapat disimpulkan bahwa hanya ada sebagian siswa saja yang berusaha bangun malam untuk mengerjakan sholat sunah tahajjud. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 6%, kadang 41%, pernah 21% dan tidak pernah 33%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran siswa untuk mengerjakan sholat sunnah tahajjud masih kurang. Dan siswa yang menjawab tidak pernah, karena mereka masih malas untuk mengerjakannya. Tabel 3.6 Pada jam istirahat, saya senantiasa menyempatkan diri untuk mengerjakan sholat sunnah dhuha terlebih dahulu. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
4
6%
Kadang-kadang
46
64%
Pernah
17
24%
Tidak Pernah
5
7%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.6, dapat disimpulkan bahwa hanya ada sebagian siswa saja yang senantiasa menyempatkan diri untuk mengerjakan sholat sunnah dhuha
65
terlebih dahulu. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu 6%, kadang 64%, pernah 24% dan tidak pernah 7%. Dan bagi siswa yang menjawab tidak pernah, dikarenakan siswa lebih memilih untuk jajan daripada untuk sholat sunnah dhuha. Tabel 3.7 Saya berusaha untuk melaksanakan puasa sunnah pada hari senin dan kamis. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
5
7%
Kadang-kadang
27
38%
Pernah
24
33%
Tidak Pernah
16
22%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.7, dapat disimpulkan bahwa hanya ada sebagian siswa saja yang berusaha untuk melaksanakan puasa sunnah pada hari senin dan kamis. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 7%, kadang 38%, pernah 33% dan tidak pernah 22%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran siswa untuk melaksanakan puasa sunnah pada hari senin dan kamis masih kurang. Tabel 3.8 Saya memakai kaos oblong atau kaos bergambar ketika akan melaksanakan sholat. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
17
24%
Kadang-kadang
18
25%
Pernah
17
24%
Tidak Pernah
20
28%
66
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.8, dapat diambil kesimpulan bahwa secara keseluruhan siswa banyak yang tidak memakai kaos oblong atau kaos bergambar ketika akan melaksanakan sholat. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 24%, kadang 25%, pernah 24% dan tidak pernah 28%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa menjaga etika ketika hendak melaksanakan sholat. Tabel 3.9 Ketika akan melaksanakan sholat, saya memakai pakaian yang bersih dan suci. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
60
83%
Kadang-kadang
9
13%
Pernah
3
4%
Tidak Pernah
0
0%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.9, dapat diambil kesimpulan bahwa siswa selalu memakai pakaian yang bersih dan suci ketika akan melaksanakan sholat. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 83%, kadang 13%, pernah 4% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sangat baik dalam menjaga kebersihan pakaian yang akan digunakan untuk sholat. Tabel 3.10 Saat hendak makan dan minum, saya menggunakan tangan kanan. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
69
96%
Kadang-kadang
3
4%
67
Pernah
0
0%
Tidak Pernah
0
0%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.10, dapat diambil kesimpulan bahwa siswa selalu menggunakan tangan kanan saat hendak makan dan minum. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 96%, kadang 4%, pernah 0% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa etika siswa saat makan dan minum sudah sangat baik. Tabel 3.11 Ketika ada seseorang yang membutuhkan pertolongan, maka saya berusaha untuk menolongnya. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
50
69%
Kadang-kadang
12
17%
Pernah
10
14%
Tidak Pernah
0
0%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.11, dapat diambil kesimpulan bahwa siswa selalu berusaha untuk menolong seseorang yang membutukan pertolongan.Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 69%, kadang 17%, pernah 14%, tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat solidaritas kepada orang lain sudah sangat baik.
68
Tabel 3.12 Ketika ada seseorang meminta pendapat tentang suatu masalah, maka saya berusaha untuk memberikan solusi (jalan keluar) yang terbaik. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
38
53%
Kadang-kadang
18
25%
Pernah
15
21%
Tidak Pernah
1
1%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.12, dapat diambil kesimpulan bahwa hampir sebagian besar siswa berusaha untuk memberikan solusi (jalan keluar) yang terbaik ketika ada seseorang meminta pendapat tentang suatu masalah. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 53%, kadang 25%, pernah 21% dan tidak pernah 1%. Hal ini menunjukkan bahwa rasa kepeduliaan siswa kepada orang lain maupun temannya sudah sangat baik. Tabel 3.13 Saya berusaha menyisakan uang jajan dan memberikannya untuk kegiatan shodaqoh. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
11
15%
Kadang-kadang
42
58%
Pernah
18
25%
Tidak Pernah
1
1%
Jumlah
72
100%
69
Berdasarkan tabel 3.13, dapat diambil kesimpulan bahwa hampir sebagian besar siswa berusaha menyisakan uang jajan dan memberikannya untuk kegiatan shodaqoh. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 15%, kadang 58%, pernah 25% dan tidak pernah 1%. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa sosial siswa sudah sangat baik. Tabel 3.14 Saya berusaha meminta maaf, ketika mempunyai kesalahan terhadap orang lain. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
47
65%
Kadang-kadang
18
25%
Pernah
7
10%
Tidak Pernah
0
0%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.14, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa selalu meminta maaf ketika mempunyai kesalahan dengan orang lain. Hal ini terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 65%, kadang 25%, pernah 10% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak siswa terhadap orang lain sudah sangat baik. Tabel 3.15 Dengan hati yang ikhlas, saya memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf kepada saya. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
54
75%
Kadang-kadang
14
19%
Pernah
4
6%
70
Tidak Pernah
0
0%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.15, dapat disimpulkan bahwa dengan hati yang ikhlas siswa selalu memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf kepadanya. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 75%, kadang 19%, pernah 6% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa sikap rendah hati siswa yang mau memaafkan kesalahan orang lain sudah sangat baik. Tabel 3.16 Ketika berjanji dengan orang lain, saya berusaha untuk menepati janji tersebut. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
38
53%
Kadang-kadang
22
31%
Pernah
12
17%
Tidak Pernah
0
0%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.16, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa selalu berusaha untuk menepati janji, ketika mereka berjanji dengan orang lain. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 53%, kadang 31%, pernah 17% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran siswa untuk menepati janji sudah sangat baik.
71
Tabel 3.17 Saya berusaha menasehati teman yang melanggar tata tertib sekolah. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
19
26%
Kadang-kadang
34
47%
Pernah
16
22%
Tidak Pernah
3
4%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.17, dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar siswa berusaha untuk menasehati temannya yang melanggar tata tertib sekolah. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 26%, kadang 47%, pernah 22% dan tidak pernah 4%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat perhatian siswa kepada temannya sudah cukup baik. Tabel 3.18 Pada jam istirahat sholat zuhur, saya berusaha mengingatkan teman untuk segera pergi ke masjid. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
16
22%
Kadang-kadang
39
54%
Pernah
13
18%
Tidak Pernah
4
6%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.18, dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar siswa berusaha mengingatkan temannya untuk segera pergi ke masjid pada jam istirahat sholat zuhur. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu
72
sebesar 22%, kadang 54%, pernah 18% dan tidak pernah 6%. Hal ini menunjukkan amar ma’ruf dalam diri siswa sudah mulai tertanam cukup baik. Tabel 3.19 Ketika hendak bertamu ke rumah orang lain, saya tidak lupa mengucapkan salam. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
66
92%
Kadang-kadang
4
6%
Pernah
2
3%
Tidak Pernah
0
0%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.19, dapat diambil kesimpulan bahwa hampir seluruh siswa tidak lupa mengucapkan salam terlebih dahulu, ketika hendak bertamu ke rumah orang lain. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 92%, kadang 6%, pernah 3% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa sopan santun masih tertanam sangat baik dalam diri siswa. Tabel 3.20 Saat berjumpa dengan teman di jalan, saya lebih mendahulukan mengucapkan salam sebelum sapa. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
23
32%
Kadang-kadang
36
50%
Pernah
8
11%
Tidak Pernah
5
7%
Jumlah
72
100%
73
Berdasarkan tabel 3.20, dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar siswa lebih mendahulukan mengucapkan salam sebelum sapa. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 32%, kadang 50%, pernah 11% dan tidak pernah 7%. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak siswa dalam bergaul masih cukup baik. Tabel 3.21 Ketika pulang ke rumah, saya tidak lupa mengucapkan salam. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
54
75%
Kadang-kadang
12
17%
Pernah
4
6%
Tidak Pernah
2
3%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.21, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa selalu mengucapkan salam ketika pulang ke rumah. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 75%, kadang 17%, pernah 6% dan tidak pernah 3%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesopanan sudah mulai tertanam baik dalam diri siswa. Tabel 3.22 Apabila orang lain memberikan undangan kepada saya, maka saya berusaha untuk memenuhi undangannya. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
40
56%
Kadang-kadang
21
29%
Pernah
11
15%
Tidak Pernah
0
0%
74
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.22, dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar siswa berusaha memenuhi undangan, apabila orang lain memberikan undangan kepadanya. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 56%, kadang 29%, pernah 15% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat solidaritas terhadap orang lain sudah mulai tertanam dalam diri siswa dengan baik. Tabel 3.23 Dengan penuh kesadaran, saya membuang sampah ke tong sampah yang telah disediakan sekolah. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
35
49%
Kadang-kadang
26
36%
Pernah
11
15%
Tidak Pernah
0
0%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.23, dapat disimpulkan bahwa dengan penuh kesadaran, hampir seluruh siswa selalu membuang sampah ke tong sampah yang telah disediakan sekolah. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 49%, kadang 36%, pernah 15% dan tidak pernah 0%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah memiliki kepeduliaan terhadap kebersihan lingkungan sangat baik.
75
Tabel 3.24 Ketika melihat kamar mandi yang kotor, saya berusaha untuk membersihkannya. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
12
17%
Kadang-kadang
31
43%
Pernah
15
21%
Tidak Pernah
14
19%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.24, dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar siswa berusaha untuk membersihkan kamar mandi yang kotor. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 17%, kadang 43%, pernah 21% dan tidak pernah 19%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa cukup baik dalam menjaga kebersihan di dalam rumah. Tabel 3.25 Dengan penuh keikhlasan, saya berusaha membersihkan halaman rumah saya yang kotor. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
30
42%
Kadang-kadang
25
35%
Pernah
14
19%
Tidak Pernah
3
4%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.25, dapat disimpulkan bahwa sebagaian besar siswa berusaha untuk membersihkan halaman rumahnya yang kotor. Terbukti dengan
76
jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 42%, kadang 35%, pernah 19% dan tidak pernah 4%.Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran siswa dalam menjaga kebersihan di halaman rumahnya sangat bagus baik. Tabel 3.26 Saya berusaha untuk tidak merusak tanam-tanaman orang lain dan mengambil buahnya. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
34
47%
Kadang-kadang
16
22%
Pernah
12
17%
Tidak Pernah
10
14%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.26, dapat disimpulkan bahwa seluruh siswa berusaha untuk tidak merusak tanam-tanaman orang lain dan mengambil buahnya. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 47%, kadang 22%, pernah 17% dan tidak pernah 14%. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak siswa terhadap lingkungan sekitar sangat baik, meski sebagian kecil ada yang tidak peduli. Tabel 3.27 Saya berusaha menjaga dan merawat keindahan sekolah, dengan tidak mencorat-coret dinding-dinding sekolah. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
48
67%
Kadang-kadang
12
17%
Pernah
8
11%
Tidak Pernah
4
6%
Jumlah
72
100%
77
Berdasarkan tabel 3.27, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa selalu berusaha untuk menjaga dan merawat keindahan sekolah, dengan tidak mencoratcoret dinding sekolah. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 67%, kadang 17%, pernah 11% dan tidak pernah 6%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran siswa dalam menjaga dan merawat keindahan sekolah sudah sangat baik. Tabel 3.28 Ketika berada di luar sekolah, saya berusaha menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah disembarang tempat. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
32
39%
Kadang-kadang
27
38%
Pernah
12
17%
Tidak Pernah
1
1%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.28, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa berusaha untuk menjaga kebersihan ketika berada di luar sekolah dengan tidak membuang sampah disembarang tempat. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 39%, kadang 38%, pernah 17% dan tidak pernah 1%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran siswa dalam menjaga kebersihan di lingkungan masyarakat cukup baik. Tabel 3.29 Ketika akan berangkat ke sekolah, saya tidak lupa untuk mandi terlebih dahulu. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
78
Selalu
69
96%
Kadang-kadang
2
3%
Pernah
0
0%
Tidak Pernah
1
1%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.29, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa selalu mandi terlebih dahulu ketika akan berangkat ke sekolah. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 96%, kadang 3%, pernah 0% dan tidak pernah 1%.Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah sangat baik dalam menjaga kebersihan diri sendiri.Adapun siswa yang menjawab tidak pernah, karena ia selalu telat bangun pagi. Tabel 3.30 Saya berusaha menjaga kebersihan pakaian sekolah dengan tidak mencoratcoretnya. Pilihan Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
65
90%
Kadang-kadang
3
4%
Pernah
3
4%
Tidak Pernah
1
1%
Jumlah
72
100%
Berdasarkan tabel 3.30, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa selalu berusaha untuk menjaga kebersihan pakaian sekolah dengan tidak mencoratcoretnya.Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan selalu sebesar 90%, kadang 4%, pernah 4% dan tidak pernah 1%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran siswa dalam menjaga kebersihan pakaian sekolah sudah sangat baik.
79
C. Pembahasan Terhadap Temuan Penelitian Berdasarkan data keseluruhan yang telah diuraikan pada temuan penelitian di atas, dapat diketahui bahwa peran guru Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan Akhlak siswa di Sekolah SMA Fatahillah, bahwa Akhlakul Karimah siswa Fatahillah bisa dilihat dari 3 hal utama dalam ruang lingkup akhlak, yang meliputi; Pertama, Akhlak terhadap Allah Swt di SMA Fatahillah cukup baik untuk tingkat umum. Hal ini dapat dilihat dari data yang penulis peroleh bahwa 61% siswa menyatakan selalu dan 11% siswa menyatakan pernah membaca do'a ketika akan melakukan segala perbuatan yang baik, 93% menyatakan selalu dan 4% menyatakan pernah mendo'akan kedua orang tua ketika selesai sholat, 17% menyatakan selalu dan 11% menyatakan pernah membaca wirid-wiridan setelah selesai sholat, 22% menyatakan selalu dan 13% menyatakan pernah melaksanakan sholat fardhu lima waktu secara berjama'ah, 6% menyatakan selalu dan 21% menyatakan pernah mengerjakan sholat sunnah tahajjud, 6% menyatakan selalu dan 24% menyatakan pernah mengerjakan sholat sunnah dhuha, 7% menyatakan selalu dan 33% menyatakan pernah melaksanakan puasa sunnah pada hari senin dan kamis, 24% menyatakan selalu dan 24% menyatakan pernah untuk tidak memakai kaos oblong atau kaos bergambar ketika akan melaksanakan sholat, 83% menyatakan selalu dan 4% menyatakan pernah memakai pakaian yang bersih dan suci, yang terakhir 96% menyatakan selalu menggunakan tangan kanan saat hendak makan dan minum. Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara penulis bersama salah seorang guru PAI, menurut beliau Akhlak terhadap Allah SWT khususnya yang berhubungan dengan Ibadah Mahdhoh seperti sholat sudah cukup baik dilakukan oleh para siswa, meski ada beberapa siswa yang malas dan harus beberapa kali diingatkan untuk sholat. Beliau juga mengemukakan bahwa sholat merupakan ibadah utama yang akhirnya akan mencirikan sikap atau akhlak seseorang, “jika sholatnya bagus, maka baguslah semuanya.”1
1
Maskuri, Wawancara pribadi dengan kepala sekolah di kantor kepala sekolah SMA Fatahillah, Jakarta 14 Desember 2013.
80
Kemudian yang kedua, Akhlak terhadap manusia di SMA Fatahillah sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh bahwa 69% siswa menyatakan selalu dan 14% siswa menyatakan pernah menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan, 53% menyatakan selalu dan 21% menyatakan pernah memberikan solusi (jalan keluar) yang terbaik ketika ada seseorang yang meminta pendapatnya tentang suatu masalah, 15% menyatakan selalu dan 25% menyatakan pernah menyisakan uang jajan dan memberikannya untuk kegiatan shodaqoh, 65% menyatakan selalu dan 10% menyatakan pernah meminta maaf ketika mempunyai kesalahan terhadap orang lain, 75% menyatakan selalu dan 6% menyatakan pernah memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf kepadanya, 53% menyatakan selalu dan 17% menyatakan pernah menepati janji dengan orang lain, 26% menyatakan selalu dan 22% menyatakan pernah menasehati teman yang melanggar tata tertib sekolah, 22% menyatakan selalu dan 18% menyatakan pernah mengingatkan teman untuk segera pergi ke masjid pada jam istirahat sholat zuhur, 92% menyatakan selalu dan 3% menyatakan pernah mengucapkan salam ketika bertamu ke rumah orang lain, 32% menyatakan selalu dan 11% menyatakan pernah mendahulukan mengucapkan salam sebelum sapa, 75% menyatakan selalu dan 6% menyatakan pernah mengucapkan salam ketika pulang ke rumah, yang terakhir 56% menyatakan selalu dan 15% menyatakan pernah memenuhi undangan orang lain.Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara penulis bersama guru ekonomi dan guru BK, untuk akhlak terhadap manusia khususnya dengan teman.Menurut beliau, secara keseluruhan siswa sudah baik, walaupun begitu menurut guru ekonomi masih sering terjadi senioritas di sekolah ini. Lain lagi pendapat dari Ibu Ana selaku guru BK beliau mengatakan bahwa sesekali memang pernah terjadi persaingan-persaingan yang tidak sehat diantara para siswa, namun itu tidak mempangaruhi dominasi siswa yang berakhlak baik.2 Selanjutnya yang ketiga, Akhlak terhadap lingkungan di SMA Fatahillah pun sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh bahwa 49% siswa menyatakan selalu dan 15% menyatakan pernah membuang sampah ke tong sampah 2
Lutfiah dan Ana. Wawancara Pribadi dengan Guru Ekonomi dan BK di Meja Piket SMA Fatahillah, 21 Desember 2013.
81
yang telah disediakan sekolah, 17% menyatakan selalu dan 21% menyatakan pernah membersihkan kamar mandi yang kotor, 42% menyatakan selalu dan 19% menyatakan pernah membersihkan halaman rumahnya yang kotor, 47% menyatakan selalu dan 17% menyatakan pernah untuk tidak merusak tanam-tanaman orang lain dan mengambil buahnya, 67% menyatakan selalu dan 11% menyatakan pernah menjaga dan merawat keindahan sekolah dengan tidak mencorat-coret dindingdinding sekolah, 39% menyatakan selalu dan 17% menyatakan pernah menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat, 96% menyatakan selalu untuk mandi terlebih dahulu ketika akan berangkat ke sekolah, yang terakhir 90% menyatakan selalu dan 4% menyatakan pernah untuk menjaga kebersihan pakaian sekolah dengan tidak mencorat-coretnya. Hal ini juga diperkuat dan diperlengkap dengan hasil wawancara penulis bersama salah seorang guru PAI dan BK, untuk akhlak terhadap lingkungan, menurutnya kepedulian siswa sudah bagus dalam merawat lingkungan sekolah, hubungan siswa dengan guru baik dan sopan, dan mengenai masalah kebersihan masih ada sebagian kecil siswa yang masih membuang sampah sembarangan juga beberapa siswa masih ada yang suka mencorat coret dinding sekolah. Adapun peran guru PAI dalam membina akhlak siswa di SMA Fatahillah sudah sangat baik, berikut hasil wawancara yang penulis lakukan dengan dua orang guru PAI di SMA Fatahillah yang pertama adalah dengan pak Ibrahim, beliau mengakui sangat bertanggungjawab dalam membina akhlak siswa di SMA Fatahillah dengan mengutip salah satu ucapannya yaitu : “Sampai saat ini masih kita terus benahi sikap siswa terhadap fasilitas sekolah atau terhadap kondisi di kelas mereka, bagaimana siswa bermuamalat itu masih terus dibina, karena pemikiran siswa masih labil oleh karen itu harus selalu diingatkan. Jangan sampai guru bosan untuk mengingatkan siswa” Begitupun dengan Pak Shiddiq yang sudah mengajar di Fatahillah berpuluhpuluh tahun lamanya. Beliau sudah sangat memahami karakteristik siswa, bagaimana cara menghadapi siswa dan juga sudah sangat berperan dalam membina akhlak siswa di SMA Fatahillah. Dalam wawancara yang penulis lakukan beliau mengungkapkan
82
tentang perihal mengajarkan siswa bagaimana caranya berakhlak yang baik, sebagai berikut : “Kita ajarkan mereka, pertama dengan kita sendiri bertutur kata yang baik, karena kita guru sebagai teladan mereka, kemudian juga kita harus memperlihatkan sikap yang baik terhadap mereka, yang kedua kita juga harus memberikan perintah atau anjuran-anjuran agara mereka melihat lingkungan sekolah atau teman yang memang akhlaknya baik, agar termotivasi untuk ikut berakhlak baik. Dan terakhir dengan kesabaran.” Memang beliau dikenal sangat penyabar oleh para siswa dan guru-guru yang lain, juga ditambah dengan pengalaman mengajar beliau yang tidak bisa dikatakan sebentar, beliau seringkali dimintai nasihatnya oleh guru lain dalam menghadapi siswa. Jadi, secara keseluruhan peran guru Pendidikan Agama Islam dalam Membina Akhlak Siswa di SMA Fatahillah sudah sangat bagus. Yang terakhir, berkenanaan dengan faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan Akhlakul karimah siswa di sekolah yaitu, sama halnya dengan teoriteori yang dikemukakan sebelumnya, salah seorang guru PAI juga mengatakaan hal yang sama “Adanya kesungguhan hati dengan keikhlasan sebagai guru untuk sabar agar membantu pembentukan akhlakul karimah siswa disekolah, dan adapun faktor dari luar adalah mereka bisa melihat lingkungan yang baik seperti sekolah dan rumah, agar menjadi pendorong bagi mereka supaya semangat untuk berakhlak baik. Kalau mereka menunjukkan akhlak yang baik maka akan meningkatkan nilai yang baik untuk yang lain. Karena sikap pun mampu menjadi penentu nilai pelajaran” Hasil wawancara tersebut secara ekspilisit dapat menggambarkan faktorfaktor yang mendukung maupun yang menghambat pembentukan Akhlakul Karimah siswa di sekolah, salah satunya yang dapat penulis simpulkan adalah perlunya dorongan atau motivasi dari guru agar tertanam nilai-nilai akhlak yang mampu memacu pembentukan akhlakuk karimah siswa. Juga, sangat berpengaruhnya lingkungan sekolah yang merupakan salah satu faktor penting dalam proses pendidikan maupun pembinaan akhlakul karimah siswa agar tetap pada jalur yang sudah Allah SWT tentukan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan pembahasan yang telah dipaparkan penulis pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Akhlakul karimah siswa di SMU Fatahillah secara keseluruhan sudah baik untuk tingkat sekolah umum. Terbukti dari hasil angket yang menyatakan tentang lingkup akhlak siswa Pertama, Akhlak terhadap Allah Swt di SMA Fatahillah cukup baik untuk tingkat umum. Hal ini dapat dibuktikan dari data yang penulis peroleh pada hasil angket siswa. Salah satunya adalah 93% siswa menyatakan selalu mendo'akan kedua orang tua ketika selesai sholat. Kedua, Akhlak terhadap manusia di SMA Fatahillah sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh bahwa 69% siswa menyatakan selalu menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan. Dan Ketiga, Akhlak terhadap lingkungan di SMA Fatahillah pun sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari data yang diperoleh bahwa 49% siswa menyatakan selalu membuang sampah ke tong sampah yang telah disediakan sekolah. 2. Adapun peran guru pendidikan agama Islam dalam membina Akhlak siswa di sekolah SMA Fatahillah, melalui wawancara yang dilakukan menyatakan bahwa, guru Pendidikan Agama Islam Sudah berperan aktif dalam pembinaan akhlak siswa yang ada di sekolah tersebut. Hal ini terlihat pada terlaksananya pembinaan- pembinaan secara langsung maupun tidak langsung yang dilaksanakan pada saat kegiatan belajar mengajar maupun di luar kelas. Guru pendidikan agama selalu berusaha untuk membantu siswa dalam memperbaiki akhlaknya. Juga pemberian motivasi dan penghargaan terhadap siswa yang berakhlak baik, serta memberikan sanksi pada siswa yang tidak mematuhi tata tertib yang merupakan perwujudan dari akhlak yang buruk. Guru agama juga berusaha untuk selalu menjadi contoh yang baik untuk siswa-siswanya
83
84
dengan berpakaian yang rapi dan baik ketika mengajar dan di lingkungan sekolah. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah siswa di sekolah. faktor pembentuk akhlak berasal dari diri sendiri yang meliputi menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan oleh siswa serta mengarahkan siswa pada hal-hal yang positif agar sejalan dengan potensi baiknya. Faktor lain juga berasal dari lingkungan sekolah yang baik, lingkungan keluarga yang baik serta masyarakat yang baik. Bahkan teknologi dan informasi pun turut menyumbang sebagai faktor yang dapat mempengaruhi. Itu semua merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah siswa.
B. Saran Dengan tidak bermaksud menggurui, penulis mencoba memberikan saran yang penulis harapkan bisa bersifat membangun yang di dasarkan pada hasil penelitian ini yakni; 1. Guru Pendidikan agama Islam bekerja sama dengan guru yang lainnya dalam
pembinaan akhlak siswa tidak hanya dilakukan pada saat pembinaan saja namun juga disisipkan pada saat kegiatan belajar mengajar dilaksanakan 2. Guru pendidikan agama Islam sebaiknya lebih sering berinteraksi dengan
siswa tidak hanya di dalam kelas namun di luar kelas dan di luar lingkungan sekolah, terus menerus memberi arahan yang siswa butuhkan dalam mengembangkan kompetensi akhlakul karimah pada diri siswa. 3. Guru pendidikan agama Islam semakin meningkatakan profesionalitas dalam
mengajar, dengan menggunakan metode-metode yang bervariasi untuk memudahkan guru dalam mengajar dan siswa dalam memahami pelajaran yang guru sampaikan. 4. Guru pendidikan agama Islam meningkatkan pengawasan terhadap siswa
baik di sekolah maupun di luar sekolah dengan melibatkan guru-guru, karyawan SMA Fatahillah, orang tua murid dan masyarakat yang berada di sekitar sekolah.
Daftar Pustaka Abdurrahman, An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, Diponegoro: Bandung, 1992. Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, terjemahan oleh Tk H. Ismail Ya’kub SH, MA Faizan, Surabaya, 1966. Ardani, Moh. Akhlak Tasawuf – nilai-nilai Akhlak/ Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, Jakarta: CV Karya Mulia, 2005. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian, Jakarta: Proyek Pengenmbangan PLTK, 1989. Asmaran, Pengantar Studi Ahklak, Rajawali Press, 1992. Bahri Djamarah, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000. Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif Edisi 2, Jakarta : Prenada Media, 2007. Daradjat, Zakiah. dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. _______. dkk. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006. Hasan Sulaiman, Fathiyah. Sistem Pendidikan Versi al-Ghazali, Al Maarif: Bandung, 2004. Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002. Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : Mandar Maju, 1996. Kunandar, Guru Profesional- Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011. Mahjudin, Kuliah Ahklak Tasawuf, Jakarta, Kalam Mulia, 1991. Mujib, Abdul dan Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. Pamungkas, M. Imam. Akhlak Muslim Modern- Membangun Karakter Generasi Muda, Bandung: Penerbit Marja, 2012. Rosyadi, Khoiron. Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Sudjono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2009. Sugiyono, metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2009.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996. Tim Dosen Agama Islam IKIP Malang, Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa, Malang: UM Press, 1991 Uzer Usman, Moh. Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Yunus, Mahmud.
Kamus Arab Indonesia, Yayasan Penyeleggara/Penafsiran Al
Quran, 1973. Zuriah, Nurul. Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PERTANYAAN WAWANCARA Ibu yang bernama lengkap Dra. Fauziana Siregar, biasa dipanggil bu ana. Sebagai guru BP di sekolah yang merangkap sebagai guru Kimia, di tetapkan sebagai guru BP oleh sekolah karena dianggap berkompeten dalam bidang tersebut, dan sudah memiliki pengalaman yang lebih banyak dari pada guru yang lain dalam menangani karakteristik siswa yang bermacam-macam.
1. Bagaimanakah akhlakul karimah dikenalkan kepada para siswa? “Akhlakuk karimah dikenalkan pada siswa selain dari ekskul rohis, dalam sehari-hari selama KDM mereka dikenakan kewajiban untuk mengikuti program sholat dhuha, juga ada pembinaan secara menyeluruh kepada semua siswa, bagaimana mereka dapat memiliki akhklak yang mulia.” 2. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada sesama manusia terutama kepada temannya di sekolah? “Karena siswa itukan dari berbagai macam kalangan, jadi satu kelas itu memiliki karakter yang berbeda-beda yang sebagian besar ada yang berakhlak bagus, sebagian lain ada yg memiliki rasa cemburu dan kadang-kadang timbul persaingan yang gak sehat, karena adanya kesalah pahaman yang timbul karena hal-hal sepele. Namun secara keseluruhan jika dipersentasekan.” 3. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada lingkungan sekitarnya terutama kelas? “Kebersihan itu, memang para wali kelas memang sudah diberikan wewenang untuk mengawasi dan mengatur jadwal piket siswa di kelasnya masing-masing, saya sendiri selalu memantau dan mengingatkan siswa untuk piket karena biasanya saya mendapat jadwal di jam terakhir jadi saya bisa mengawasi langsung. namun terkadang siswa tidak merasa bertanggung jawab untuk mengerjakannya.” 4. Menurut Bapak/ Ibu, Apakah semua guru sudah berperan aktif dalam pembentukan akhlakul karimah siswa di sekolah? “Sudah berusaha! Semaksimal mungkin, Menurut saya sudah sangat berusaha sebaik mungkin.” Jakarta, 21 Desember 2013
Ibu Dra. Fauzianna Siregar
BERITA WAWANCARA
Nama Responden
: Lutfiah
Jabatan
: Wali kelas XI IPS dan Guru Ekonomi
Hari/ Tanggal
: Sabtu, 14 Desember 2013
Tempat
: SMA Fatahillah
1. Bagaimanakah akhlakul karimah dikenalkan kepada para siswa? Kalau menurut saya untuk memperkenalkan Akhlakul Karimah di sekolah perlu diadakan pelajaran tambahan, seperti aqidah akhlak. Karena kebanyakan siswa pada sekarang ini akhlaknya kurang baik, maka pelajaran tambahan bisa sangat mendukung untuk pengenalan akhlak ini. 2. Dengan cara apa Bapak/ Ibu mengajarkan siswa berakhlak yang baik? Kita sebagai guru harus bisa mencontohkan, kita sebagai guru harus berakhlak seperti seharusnya. 3. Bagaimanakah tanggapan atau respon Bapak/ Ibu terhadap siswa yang berakhlak baik dan buruk? Kalau yang baik, saya terima baik dan akan saya jadikan contoh di kelas. Kalau yang buruk, saya akan bersikap acuh tak acuh terhadap anak tersebut agar sadar bahwa ia salah dan segera meminta maaf. 4. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada Allah Swt terutama masalah sholat? Seringkali siswa menghindari waktu sholat dengan beberapa alasan biasa yang terkadang terdengar dibuat-buat. Bahkan, saya beranggapan jika sikap mereka saja sudah begitu sulit diperbaiki, bagaimana dengan sholat mereka? Saya sedikit sanksi di rumah mereka bisa melaksanakan sholat seperti di sekolah. Kadang jika guru-guru sudah menyuruh untuk sholatpun beberapa siswa ada yang menyepelekan. Sikap anak yang seperti ini juga sebenarnya karena adanya kendala fasilitas. Yaitu musholah yang ada di sekolah harus berbagi dengan sekolah MTs Fatahillah. 5. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada sesama manusia terutama kepada temannya di sekolah? Sesekali terjadi cekcok antara kelas yang lebih senior dengan kelas yang lebih junior, juga terkadang siswa IPA tidak begitu rukun dengan IPS, karena adanya aura
persaingan antara kedua kelas untuk menunjukkan yang paling hebat, namun sejauh ini persaingan mereka cukup positif yaitu dalam hal keunggulan pencapaian nilai pelajaran. 6. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada lingkungan sekitarnya terutama kelas? Jangankan akhlaknya terhadap lingkungan terhadap diri sendiri saja mereka tidak terlalu peduli apalagi dengan lingkungan sekolah. 7. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam pembentukan akhlakul karimah siswa? Faktor pendukungnya sebaiknya perlu adanya peningkatan penanaman pengetahuan tentang akhlak. Ekskul menurut saya juga bisa membantu pembentukan akhlak kepada siswa di sekolah Faktor 8. Menurut Bapak/ Ibu, Apakah semua guru sudah berperan aktif dalam pembentukan akhlakul karimah siswa di sekolah? Menurut saya belum, ya. Bisa dilihat dari sikap guru itu sendiri, juga mungkin karena pengalaman hidup , dan juga lebih kepada komunikasi. Jakarta, 14 Desember 2013
Ibu Lutfiah, S.Pd
BERITA WAWANCARA
Nama Responden
: H. Maskuri, S. Ag
Jabatan
: Kepala Sekolah SMA Fatahillah
Hari/ Tanggal
: Sabtu, 14 Desember 2013
Tempat
: SMA Fatahillah.
1. Bagaimanakah akhlakul karimah dikenalkan kepada para siswa? Ada 3 pendekatan terhadap penanaman akhlak di sekolah ini a. Memberi pengetahuan tentang pentingnya urgensi pendidikan akhlak b. Menberikan contoh konkrit bagaimana akhlakul karimah yang baik c. Terakhir dengan memberikan teladan dengan sikap dan contoh yang baik pad siswa, bahwa kami sebagai pendidik atidak hanya mentrasfer ilmu tapi juga mendidik mereka 2. Dengan cara apa Bapak/ Ibu mengajarkan siswa berakhlak yang baik? Metode bilhal, jadi dengan cara mengaplikasikannya yaitu memberikan teladan yang baik kepada siswa sesuai dengan syariah, pondasi yang fundamental. Memberikan bimbingan kepada siswa di sekolah, betapa pentingnya berkahlakul karimah, karena akhlakul karimah merupakan kunci kehidupan. Juga dengan melakukan pembiasaaan-pembiasaan yang baik, pada pagi hari sebelum meulai KDM yaitu membaca sholawat dan tadarus selama 20 menit, lalu istitahat pertama kami mengadakan program sholat dhuha yang dilanjut istirahat kedua dengan sholat dzuhur berjamaah. Adanya pembiasaan-pembiasaan ibadah yang mampu menanamkan akhlak pada siswa sejak dini. 3. Bagaimanakah tanggapan atau respon Bapak/ Ibu terhadap siswa yang berakhlak baik dan buruk? Mengapresisi secara maksimal terhadap siswa yang berakhlak baik, juga adanya reward and punishment, serta adanya pengakuan tak tertulis terhadap anak yang memiliki akhlak baik bahwa mereka disayangi guru untuk menjadi contoh/ teladan bagi teman-temannya yang lain. Tidak harus berbentuk materi
Adapun yang belum bisa memperbaiki akhlaknya kami dari pihak sekolah, biasanya kami berikan, tidak sekedar memberikan arahan, tapi kami juga mengingatkan dan menanamkan kesadaran bahwa apa yang mereka lakukan tidak baik. 4. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada Allah Swt terutama masalah sholat? Tidak dipungkiri ssecara kasat mata,entah karena takut sama guru atau memang keinginan sendiri atau merasa ini keajiwabn, hampir 95% - 100% mereka semua sholatnya bagus, mungkin juga karna adanya kewajiban sholat dzuhur berjamaah di sekolah, yang diharapkan bisa pula diterapkan di luar lingkungan sekolah. Kecuali siswa yang berhalangan. Saya Secara pribadi menganggap bahwa indikator yang utama adalah sholatnya, jika jamaahnya sudah disiplin dan teratur maka akhlaknya pun sudah pasti baik, karena ibadah apapun yang kita lakukan jika sholatnya belum baik maka akhlaknya belum bisa dikatakan baik. 5. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada sesama manusia, terutama kepada temannya di sekolah? Alhamdulillah ,secara umum sikap siswa terhadap orang-orang di sekitar, mereka mampu menjaga sikap. Bersikap sopan pada masyarakat, juga pada orang tua mereka, bahkan saya tidak pernah mendapat laporan bahwa siswa kami ada yang tawuran. 6. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada lingkungan sekitarnya terutama kelas? Memang masalah lingkungan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun dalam menyikapi ini kami seluruh guru dan staff bekerjasama dengan mengadakan peraturan pada siswa yang melakukan pelanggaran-pelanggaran di sekolah. Mereka akan dihukum namun kami memberikan hukum yang bermanfaat yang juga dapat menumbuhkan kesadaran anak pada lingkungan sekolahnya, yaitu apabila ada yang melanggar kami akan memberikan mereka hukuman untuk membersihkan sekolah, bahkan kami berikan pilihan, boleh menyapu, mengepel atau membuang sampah. Jadi bisa bermanfaat.
7. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam pembentukan akhlakul karimah siswa? Inilah yang menjadi masalah krusial , Adapun faktor penghambat pembentukan akhlak siswa meliputi: -
-
Warisan ekonomi-sosial di tengah2 masyarakat Informasi Elektronik, baik cetak maupun yang lain, ini membuat anak mudah terpengaruh dari informasi-informasi yang mereka dapatkan sehingga menghambat terbentuknya akhlak yang kami harapkan Juga dari masyarakat.
Adapun faktor pendukungnya adalah dari lingkungan yang terbentuk, yang bisa dikatakan sekolah ini merupakan sekolah yang berbasis Islami. 8. Menurut Bapak/ Ibu, Apakah semua guru sudah berperan aktif dalam pembentukan akhlakul karimah siswa di sekolah? Mungkin memang belum maksimal, ada guru yang apatis, yang hanya sekedar mentrasnfer ilmu tanpa mencoba untuk membentuk karkater siswa di kelas. Namun hanya sedikit sekali yang seperti itu. Kami sudah sangat berusaha semaksimal mungkin untuk bekerjasama dalam pembentukan akhlak siswa di sekolah. Dan gurupun harus memiliki kesadaran bahwa, menjadi seorang guru merupakan profesi termulia, tidak ada satupun profesi yang bahkan terdapat dalam hadits Rasul “Kun ‘Aliman” maka dari itu diperlukan kesadaran oleh para guru bahwa profesi ini sangat mulia. Jakarta, 14 desember 2013
Bapak H. Maskuri S, Ag
PERTANYAAN WAWANCARA Pak Ibrahim menjadi Guru Agama Islam, dan mengajar di kelas X, XI dan XII SMA Fatahillah. 1. Bagaimanakah akhlakul karimah dikenalkan kepada para siswa? “Cara memperkenalkannya adalah pertama secara teori kemudian kita tunjukkan sikap kita,bagaimana akhlakul karimah tersebut.” 2. Dengan cara apa Bapak/ Ibu mengajarkan siswa berakhlak yang baik? “Saya mengajarkan siswa untuk berakhlak yang baik, paling banyak secara sikap atau perilaku bukan hanya sekedar teori saja.” 3. Bagaimanakah tanggapan atau respon Bapak/ Ibu terhadap siswa yang berakhlak baik dan buruk? “Tanggapan saya dengan siswa yg sudah memiliki akhlak yg baik kedepannya mereka akan terus diberi pengarah agar mampu mengembangkan akhlak baiknya , dan dengan siswa yg berakhlak buruk akan dibenahi sikapnya, agar kedepannya bisa berakhlak yang baik.” 4. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada Allah Swt terutama masalah sholat? “Akhlak di dalam masalah sholat dan itu kewajiban kita semua terutama orang muslim, sholatnya itu harus benar-benar lebih diutamakan.” 5. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada sesama manusia terutama kepada temannya di sekolah? “Sangat penting, dan semua kahlak itu sudah tercakup dalam haidts Rasulullah SAW yang berbunyi (Ahmad Ibnu Haubab)خالق
امنا بعثت المتم مكارم اال
“Aku diutus dimuka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak.” Hadits ini sudah mencakup akhlak secara kseluruhan termasuk terhadap teman.” 6. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada lingkungan sekitarnya terutama kelas? “Sampai saat ini masih kita terus benahi sikap siswa terhadap fasilitas sekolah atau terhadap kondisi di kelas mereka, bagaimana siswa bermuamalat itu masih terus dibina, karena pemikiran siswa masih labil oleh karen itu harus selalu diingatkan. Angan sampai guru bosan untuk mengingatkan siswa.”
7. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam pembentukan akhlakul karimah siswa? “Siswa sangat mudah terpengaruh dengan siswa yang lainnya. Dan hal ini bisa menjadi faktor pendorong maupun penghambat. Bagaimana siswa bergaul, pada teman yang baik atau yang buruk.” 8. Menurut Bapak/ Ibu, Apakah semua guru sudah berperan aktif dalam pembentukan akhlakul karimah siswa di sekolah? “Semua guru sudah begitu sangat berperan aktif dalam membentuk akhlak siswa di sekolah, Untuk tercapainya akhlakul karimah pada siswa-siswa di sekolah.” Jakarta, 21 Desember 2013
Pak Ibrahim, S. Pd.
PERTANYAAN WAWANCARA Muhammad Shiddiq Rifai, sebagai guru Pendidikan Agama Islam, mengajar di kelas XI dan XII. 1. Bagaimanakah akhlakul karimah dikenalkan kepada para siswa? “Memang merupakan bagian dari pelajaran agama, pertama lewat pelajaran yang saya sampaikan yaitu lewat buku bacaan yang mereka miliki, yang kedua melalui contoh-contoh yang ada dibuku maupun siswa yang bisa saya jadikan contoh atau teladan untuk siswa yang lain.” 2. Dengan cara apa Bapak/ Ibu mengajarkan siswa berakhlak yang baik? “Kita ajarkan mereka pertama dengan kita sendiri bertutur kata yang baik, karena kita guru sebagai teladan mereka, kemudian juga kita harus memperlihatkan sikap yang baik terhadap mereka, yang ketiga kita juga harus memberikan perintah atau anjuran-anjuran agara mereka melihat lingkungan sekolah atau teman yang memang akhlaknya baik, agar termotivasi untuk berakhlak baik. Dan terakhir dengan kesabaran.” 3. Bagaimanakah tanggapan atau respon Bapak/ Ibu terhadap siswa yang berakhlak baik dan buruk? “Saya merasa senang dan gembira saat melihat siswa yang berakhlak baik, karena merasa bahwa hal-hal baik yang kami contohkan berhasil. Adapun menghadapi anak-anak yang belum bisa mengubah sikapnya menjadi lebih baik, sikap saya bersabar saja, selain itu berharap siswa tersebut bisa pelan pelan, atau step by step berubah karena melihat teman dan lingkungannya berakhlakul karimah. Karena perubahan itu sedikit-sedikit jadi harus sabar.” 4. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada Allah Swt terutama masalah sholat? “Keseluruhan sholat di sekolah ini ssemuanya sudah diatur sholat berjamaahnya, sholat duha dengan peraturan sekolah, jadinya semuanya dipantau dan siswa menjadi disiplin untuk sholat, secara keseluruhan di sekolah sudah bagus. namun kalau di rumah kita sudah tidak bisa memantau dan kita sebgaia guru harus husnudzon, bahwa siswa2 tersebut sudah berkewajiban melakukan sholat, dan saya selalu mengingatkan mereka untuk berjamaah meski tidak di sekolah.” 5. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada sesama manusia terutama kepada temannya di sekolah?
“Alhamdulillah kalau terhdap guru-guru secara umum sikapnya bagus,namun ya namanya anak ya, secara keseluruhan memang belum sempurna. Dan saya lihat ada mereka yang saling membantu dan sangat akrab satu sama lain,contoh kecilnya jika temennya yang sakit mereka jenguk, dan bila ada yang sakit mereka antar pulang. Jadi saling tolong menolongnya tinggi.” 6. Bagaimanakah menurut Bapak/ Ibu akhlak siswa kepada lingkungan sekitarnya terutama kelas? “Perhatian mereka, dari akhlalkul karimah yang mereka tunjukkan, karna pentingnya akhlakul karimah terhadap lingkungan sekolah pun membuat sanksi bagi siswa yang terlambat untuk membersihkan lingkungan sekolah yang kotor. Jadi sanksinya pun bermanfaat dan mendukung penanaman akhlakul karimah.” 7. Apa saja faktor pendorong dan penghambat dalam pembentukan akhlakul karimah siswa? “Adanya kesungguhan hati dengan keikhlasan sebagai guru untuk sabar agar membantu pembentukan akhlakul karimah siswa disekolah, dan adapun faktor dari luar adalah mereka bisa melihat lingkungan yang baik seperti sekolah dan rumah, agar menjadi pendorong bagi mereka supaya semangat untuk berakhlak baik. Kalau mereka menunjukkan akhlak yang baik maka akan meningkatkan nilai yang baik untuk yang lain. Karena sikap pun mampu menjadi penentu nilai pelajaran.” 8. Menurut Bapak/ Ibu, Apakah semua guru sudah berperan aktif dalam pembentukan akhlakul karimah siswa di sekolah? “Guru pun sebagai pendidik sudah sangat berperan aktif dalam pembentukan akhlakul karimah siswa di sekolah.” Jakarta, 21 Desember 2013
M. Shiddiq Rifai, BA
ANGKET UNTUK SISWA/I SMA FATAHILLAH Identitas Responden Nama
:
Kelas
:
Petunjuk: a. Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang kamu anggap sesuai dengan keadaan sebenarnya. b. Jawaban yang kamu berikan tidak mempengaruhi nilai raport atau nilai pelajaran kamu di sekolah. c. Terima kasih atas bantuan dan partisipasinya dalam mengisi angket ini.
1. Ketika akan melakukan segala perbuatan yang baik, saya senantiasa membaca do’a. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
2. Ketika selesai sholat, saya senantiasa mendo’akan kedua orang tua. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
3. Setelah selesai sholat, saya senantiasa membaca wirid-wiridan sholat. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
4. Saya berusaha melaksanakan sholat fardhu lima waktu secara berjama’ah. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
5. Saya berusaha bangun malam untuk mengerjakan sholat sunnah tahajjud. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
6. Pada jam istirahat, saya senantiasa menyempatkan diri untuk mengerjakan sholat sunnah dhuha terlebih dahulu.
a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
7. Saya berusaha untuk melaksanakan puasa sunnah pada hari senin dan kamis. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
8. Saya tidak pernah memakai kaos oblong atau kaos bergambar ketika akan melaksanakan sholat. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
9. Ketika akan melaksanakan sholat, saya memakai pakaian yang bersih dan suci. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
10. Saat hendak makan dan minum, saya menggunakan tangan kanan. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
11. Ketika ada seseorang yang membutuhkan pertolongan, maka saya berusaha untuk menolongnya. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
12. Ketika ada seseorang meminta pendapat tentang suatu masalah, maka saya berusaha untuk memberikan solusi (jalan keluar) yang terbaik. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
13. Saya berusaha menyisakan uang jajan dan memberikannya untuk kegiatan shodaqoh. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
14. Saya berusaha meminta maaf, ketika mempunyai kesalahan terhadap orang lain. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
15. Dengan hati yang ikhlas, saya memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf kepada saya. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
16. Ketika berjanji dengan orang lain, saya berusaha untuk menepati janji tersebut.
a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
17. Saya berusaha menasehati teman yang melanggar tata tertib sekolah. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
18. Pada jam istirahat sholat zuhur, saya berusaha mengingatkan teman untuk segera pergi ke masjid. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
19. Ketika hendak bertamu ke rumah orang lain, saya tidak lupa mengucapkan salam. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
20. Saat berjumpa dengan teman di jalan, saya lebih mendahulukan mengucapkan salam sebelum sapa. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
21. Ketika pulang ke rumah, saya tidak lupa mengucapkan salam. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
22. Apabila orang lain memberikan undangan kepada saya, maka saya berusaha untuk memenuhi undangannya. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
23. Dengan penuh kesadaran, saya membuang sampah ke tong sampah yang telah disediakan sekolah. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
24. Ketika melihat kamar mandi yang kotor, saya berusaha untuk membersihkannya. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
25. Dengan penuh keikhlasan, saya berusaha membersihkan halaman rumah saya yang kotor. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
26. Saya berusaha untuk tidak merusak tanam-tanaman orang lain dan mengambil buahnya. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
27. Saya berusaha menjaga dan merawat keindahan sekolah, dengan tidak mencorat-coret dinding-dinding sekolah. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
28. Ketika berada di luar sekolah, saya berusaha menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah disembarang tempat. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
29. Ketika akan berangkat ke sekolah, saya tidak lupa untuk mandi terlebih dahulu. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
30. Saya berusaha menjaga kebersihan pakaian sekolah dengan tidak mencorat-coretnya. a. Selalu
c. Pernah
b. Kadang-kadang
d. Tidak Pernah
Dokumentasi Penelitian di SMA Fatahillah