PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI SMA MARTIA BHAKTI BEKASI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: Siti Khoirunnisa NIM: 108011000127
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PEMBINAAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI SMA MARTIA BHAKTI BEKASI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: Siti Khoirunnisa NIM: 108011000127 Dosen Pembimbing Pembimbing 1
Pembimbing II
Dra. Eri Rossatria, M.Ag NIP: 1947071711966082001
Ahmad Irfan Mufid, MA NIP: 197102141997031001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi disusun oleh Siti Khoirunnisa, NIM. 108011000127, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 6 Mei 2013 Yang mengesahkan, Pembimbing 1
Pembimbing II
Dra. Eri Rossatria, M.Ag NIP: 1947071711966082001
Ahmad Irfan Mufid, MA NIP: 197102141997031001
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul : “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi” disusun oleh SITI KHOIRUNNISA Nomor Induk Mahasiswa 108011000127, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 27 Mei 2013, dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, 27 Mei 2012 Panitia Ujian Munaqosah Ketua Panitia
Tanggal
Tanda Tangan
Bahrissalim. M. Ag NIP : 19680307 199803 1 002
.............
....................
...............
....................
................
...................
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Prodi) Drs. Sapiudin Shidiq, M. Ag NIP : 19670328 200003 1 001 Penguji 1 Dr. Yayah Nurmaliah MA Penguji 2 Siti Khadijah, MA NIP : 19700727 199703 2 004
................
Mengetahui, Dekan
Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA NIP: 19520520 198103 1 001
..................
Nama
: Siti Khoirunnisa
NIM
: 108011000127
Judul
: Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi ABSTRAK
Selama ini banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi. Namun, menurut hasil penelitian terbaru dibidang psikologi membuktikan bahwa IQ bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada banyak faktor lain yang mempengaruhi salah satunya adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi yang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Permasalahan yang terjadi karena adanya anak/siswa yang ber-IQ tinggi tetapi prestasi akademiknya menurun, ini merupakan permasalahan yang harus dicari solusinya. Dari alasan tersebut penulis mencoba mengadakan penelitian mengenai bagaimana peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tentang peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, dari populasi 198 siswa yang dipilih menjadi sampel sebanyak 40 siswa, dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara acak (Random Sampling). Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket, wawancara, dan observasi. Angket sebagai alat untuk menjaring jawaban siswa, sedangkan wawancara dilakukan terhadap guru pendidikan agama Islam. Observasi dilakukan dengan mengamati kondisi sekolah dan segala objek penelitian di sekolah. Teknik analisa data dilakukan dengan cara mentabulasikan data sesuai dengan jawaban siswa yang sejenis, Selanjutnya dipersentasikan dan peneliti melakukan interpretasi data dengan hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi atau gambaran masing-masing aspek yang diteliti berdasarkan tanggapan responden Hasil penelitian disimpulkan bahwa Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bkahti Bekasi dengan kategori baik. Kata Kunci: Peranan Guru Pendidikan Agama Islam, Kecerdasan Emosional
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skrispsi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk kepada umat manusia dan membimbing mereka kejalan yang di ridhai Allah SWT. Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta. Laporan skripsi ini membahas tentang “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi” Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun atas bimbingan-Nya dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang berjasa dalam penulisan skripsi ini, diantaranya: 1. Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bahrissalim MA, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam 3. Sapiudin Shidiq MA, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam 4. Tanenji MA, penasehat akademik yang telah membimbing dan memotivasi mahasiswanya. 5. Dra. Eri Rossatria M.Ag dosen pembimbing skripsi I dan Ahmad Irfan Mufid MA dosen pembimbing skripsi II, yang telah memberikan waktu, tenaga
dan
pikiran
untuk
membimbing,
mengarahkan,
dan
mengembangkan pemikiran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
ii
6. Orang tua tercinta H. Sayuti dan Hj. Saodah yang dengan segala kasih sayang yang tercurah dan tak henti-hentinya memberikan motivasi baik moral maupun materil serta doa, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan dapat menyelesaikan skrispsi ini. 7. Segenap Bapak/ Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan
ilmu
pengetahuan
yang sangat
berguna bagi
para
mahasiswanya. 8. Seluruh staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas serta bukubuku yang penulis perlukan. 9. Seluruh guru SMA Martia Bhakti Bekasi ibu Rhandu, ibu Wahyu, bapak Suwargono, bapak Zaenal, bapak Somantri selaku guru Pendidikan Agama Islam 10. Teman-teman seperjuangan Jurusan PAI angkatan 2008, khususnya kelas D. terima kasih atas motivasi dan dukungannya. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mudahmudahan bantuan, bimbingan, semangat dan do’a yang telah diberikan menjadi pintu datanganya ridha dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.
Jakarta, 6 Mei 2013 Penulis
iii
DAFTAR ISI ABSTRAK ..................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Identifikasi Masalah ..............................................................
8
C. Pembatasan Masalah .............................................................
8
D. Perumusan Masalah ..............................................................
9
E. Tujuan Penelitian ..................................................................
9
F. Manfaat Penelitian ...............................................................
9
KAJIAN TEORI A. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam ................................
10
1. Pengertian Peranan ..........................................................
10
2. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam ......................
11
3. Peran dan Tugas Guru PAI ..............................................
15
4. Syarat dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam
26
B. Pengertian Kecerdasan Emosional ........................................
29
1. Pengertian Kecerdasan ....................................................
29
2. Pengertian Emosi ............................................................
33
3. Pengertian Kecerdasan Emosional ...................................
35
4. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional ...............................
39
5. Pengembangan Kecerdasan Emosional ............................
45
6. Kecerdasan Emosional dalam Pendidikan Islam ..............
46
7. Metode dalam Membina Kecerdasan Emosional .............
52
C. Hasil Penelitian yang Relevan ...............................................
54
D. Kerangka Berpikir ................................................................
58
iv
BAB III
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................
59
B. Metode Penelitian .................................................................
59
C. Populasi dan Sampel .............................................................
59
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................
60
E. Teknik Analisis Data .............................................................
64
F. Interpretasi Data ...................................................................
66
HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMA Martia Bhakti Bekasi ......................
67
1. Sejarah Singkat SMA Martia Bhakti ...............................
67
2. Visi dan Misi ..................................................................
68
3. Keadaan Guru dan Karyawan ..........................................
69
4. Keadaan Siswa ................................................................
72
5. Sarana dan Prasarana .......................................................
72
6. Ekstrakulikuler ................................................................
74
B. Deskripsi Data ......................................................................
75
1. Peranan Guru
PAI dalam
pembinaan
kecerdasan
emosional siswa ..............................................................
75
2. Kecerdasan Emosional Siswa ..........................................
88
C. Interpretasi Data ................................................................... 104 1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa .......................................... 104 2. Kecerdasan Emosional Siswa .......................................... 108 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 110 B. Saran .................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Lembar Uji Referensi
Lampiran 2
: Angket Penelitian
Lampiran 3
: Hasil Angket Penelitian Peranan Guru PAI
Lampiran 4
: Hasil Angket Penelitian Kecerdasan Emosional
Lampiran 5
: Berita Wawancara
Lampiran 6
: Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 7
: Surat Keterangan dari Sekolah
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam rangka memelihara eksistensi setiap bangsa di dunia sepanjang zaman. Pendidikan sangat menentukan bagi terciptanya peradaban masyarakat yang lebih baik. Untuk itulah perwujudan masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri, dan berdaya saing dengan bangsa-bangsa di dunia. Pemerintah Indonesia telah menggariskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menurut pasal 1, Undang-Undang ini disebutkan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”1 Pengertian pendidikan di atas menunjukkan bahwa tugas seorang pendidik adalah membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki
1
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 3
1
2
anak didik, serta ikut berperan serta di dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta membentuk kepribadian siswa baik secara lahir maupun batin. Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam pasal 3 UndangUndang No. 20 Tahun 2003 adalah: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mendidik watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2 Dari pengertian pendidikan dan fungsi serta tujuan pendidikan di atas, maka akan tampak jelas target dari pendidikan itu sendiri yaitu diharapkan akan terwujudnya
manusia-manusia
Indonesia
yang
mempunyai
potensi
dan
kepribadian seutuhnya, yang mampu bertanggung jawab untuk dirinya maupun orang-orang yang berada disekitarnya. Tujuan utama pendidikan ialah mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara simultan dan seimbang, sehingga terjadi suatu hubungan baik antara masing-masing kecakapan yang menjadi tujuan dari pendidikan tersebut. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, namun di sisi lain mengesampingkan pengembangan sikap atau nilai dan perilaku dalam pembelajarannya. Penyelenggaraan pendidikan dewasa ini terlihat lebih menekankan pada segi pengembangan intelektual peserta didik, dan masyarakat kita pada umumnya beranggapan bahwa hanya dengan kecerdasan intelektual seorang anak mampu menghadapi tantangan era globalisasi di masa depan.3 Faktanya dalam dunia pendidikan, ukuran keberhasilan belajar tidak hanya terletak pada prestasi belajar yang dinyatakan dalam raport, melainkan juga terletak pada perubahan sikap dan perilaku ke arah yang lebih baik. Hal ini disebabkan secara otomatis menjadi pribadi yang berhasil dalam hidupnya.
2
Ibid. Lawrence E. Shapiro, Kiat-kiat Mengajarkan Kecerdasan Emosional Anak, (Jakarta: Gramedia, 1997), h. 7. 3
3
Akhir-akhir ini, banyak diberitakan di beberapa media masa tentang kasus tawuran, mungkin kata tersebut sering kita dengar dan baca di media massa. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, membunuh, dan lain-lain). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua. Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Disini penulis akan memberi beberapa contoh dari berita-berita yang ada. Hanya dalam waktu setahun, 13 pelajar di Jabodetabek tewas mengenaskan gara-gara tawuran. Yang terakhir, Alawy Yusianto Putra, siswa SMA Negeri 6, Jakarta Selatan, meninggal terkena senjata tajam. Sudah sepantasnya pelaku tawuran dihukum pidana.4 Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Untung S Rajab mengatakan, yang terjadi bukan tawuran, melainkan penyerbuan siswa SMAN 70 ke SMAN 6. Dalam penyerbuan itu, para pelaku membawa senjata tajam seperti gir dan celurit serta potongan kayu. Bahkan di Jakarta Utara, tawuran antar pelajar sudah mengarah pada kriminalitas, berupa perampokan. Salah satunya tawuran yang terjadi di kawasan Pademangan, 13 September 2012. Dalam rekontruksi yang digelar Polsek Pademangan, di Jalan Benyamin Sueb, 6 tersangka siswa SMK Taman Siswa Taman Madya 1 Kemayoran menyerang sejumlah pelajar SMA Negeri 40 Pademangan yang melintas di jalan. Setelah menyerang tersangka merampas dompet dan telepon seluler milik korban.5 Kondisi seperti ini terbukti memengaruhi pendidikan di Indonesia saat ini, yang masih lebih menghargai kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient) dari pada kecerdasan-kecerdasan yang lain. Peserta didik lebih sering dites IQ, namun tidak pernah diberi tes-tes kecerdasan yang lain seperti EQ (Emotional Quotient) 4
Gunawan, “Pelaku Harus Dipidanakan, Beri Sanksi Juga Jajaran Manajemen Sekolah”, Kompas, Jakarta, 26 September 2012, h. 1. 5 Gunawan, “Perlu Sanksi Tawuran, Polisi Tangkap Pelaku dan Pihak yang Bantu Menyembunyikan”, Kompas, Jakarta, 28 September 2012, h. 1
4
atau SQ (Spiritual Quotient). Dalam sistem pendidikan di Indonesia, siswa yang cerdas adalah siswa yang nilai-nilai raport sekolah atau Indeks Prestasinya (IP) tinggi. Sementara sikap, kreativitas, kemandirian, emosi dan spiritualitas belum mendapat penilaian yang proporsial.6 Berbagai gejala kehidupan saat ini, seperti dekadensi moral, pengikisan nilai-nilai budaya bangsa dan berbagai hal lain sangat berpotensi mengikis jati diri bangsa. Nilai-nilai kehidupan yang diperihara menjadi goyah bahkan berangsurangsur hilang. Perambatan budaya luar yang kurang ramah terhadap budaya bangsa ini pada gilirannya menuntut peranan pendidikan emosional untuk benarbenar menjamin lahirnya generasi yang tanggung secara intelektual maupun moral. Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi atau ber-IQ tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah, maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress.7 Merupakan suatu kenyataan bahwa kecerdasan yang digambarkan melalui Intelligence Quotient (IQ), belum tentu menjamin keberhasilan belajar seorang anak. IQ tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan, karena hanya merupakan kemampuan memecahkan persoalan yang bertumpu pada akal sehat serta rasio semata.8 Sekurang-kurangnya terdapat delapan kecerdasan lain seperti yang ditawarkan oleh Howard Gardner yang dapat dikembangkan untuk menopang kehidupan siswa dimasa yang akan datang. Kedelapan kecerdasan tersebut ialah kecerdasan linguistic, kecerdasan matematis, kecerdasan visual,
6
Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. Ke-1, h. 4. Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional,. Terj, T. Hermaya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet. Ke-11, h. 61 8 Ibid., h. 7. 7
5
kecerdasan musical, kecerdasan fisik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan naturalis.9 Dari berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran jauh lebih significant dibanding kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak (IQ) barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun kecerdasan
emosilah
yang
sesungguhnya
(hampir
seluruhnya
terbukti)
mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Terbukti, banyak orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, terpuruk ditengah persaingan. Sebaliknya banyak yang mempunyai kecerdasan intelektual biasa-biasa saja, justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pengusaha- pengusaha sukses, dan pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Di sinilah kecerdasan emosi (EQ) membuktikan eksistensinya.10 Penelitian
psikologis
dibidang
kecerdasan
menemukan
perlu
dikembangkannya kecerdasan emosional yang bertumpu pada karakteristik pribadi anak, agar anak lebih mampu mengatasi berbagai tantangan 11
merupakan kunci sukses dalam menata hidupnya.
yang
Kecerdasan emosional yang
secara umum mencakup kesadaran diri, kontrol diri, kemandirian, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati serta kecakapan dalam bersosalisasi. Semua ini merupakan kemampuan-kemampuan dasar yang dibutuhkan setiap pribadi agar berhasil dalam hidupnya.12 Hendaknya orangtua dan guru tidak hanya mementingkan dan memperhatikan pendidikan anak hanya pada segi intelektualnya (IQ) saja, akan tetapi lebih penting dari itu, dari segi Emosional (EQ) pun orang tua atau guru harus mementingkan dan memperhatikannya. Kecerdasan emosional tidaklah ditentukan sejak lahir, melainkan dapat dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak melalui pembiasaan sehari-hari. 9
Collin Rose, dkk., Super Accelerated Learning: Revolusi Belajar Cepat Abad 21 Berdasarkan Riset Terbaru Para Ilmuwan, (Bandung: Jabal, 2007), h. 21-25. 10 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient, The ESQ Way 165: 1 Ihsan, 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Penerbit Arga, 2005), h. 17. 11 E. Shapiro, op. cit., h. 4. 12 GeMozaik, Pentingnya Pendidikan Kecerdasan Emosional, h. 1-2, (http://Google.com), 2005.
6
Keluarga dan sekolah seharusnya berperan aktif dalam memberikan stimulus melalui penanaman nilai yang baik dan tepat, guna memupuk kecerdasan emosional pada anak. Lingkungan yang pertama dikenal anak adalah keluarga, keluarga merupakan bentuk kekerabatan terkecil dalam dunia sosial. Seorang anak dalam keluarga mendapat pendidikan yang pertama dan utama dari orang tuanya. Keluarga juga sangat berperan dalam membentuk pribadi yang matang guna memupuk kecerdasan emosional anak. Hal ini senada dengan pendapat Goleman yang mengungkapkan bahwa kehidupan keluarga merupakan sekolah kita yang pertama dalam mempelajari emosi.13 Anak merupakan titipan (amanah) dari Allah SWT. Orang tua merupakan pemeran utama dalam mendidik anak-anaknya. Secara kodrati bayi dilahirkan dalam keadaan suci, keluargalah yang membesarkannya menjadi baik atau buruk. Orang tua dalam hal ini bertanggung jawab untuk selalu mengembangkan potensi yang dibawa oleh anak semenjak lahir agar menjadi lebih baik. Dalam konsep Islam, keluarga adalah penanggung jawab utama terpeliharanya potensi tersebut. Ketika dalam keluarga bagi sebagian anak bukan lagi merupakan landasan kokoh dalam perkembangan dirinya. Maka sekolah yang merupakan lingkungan kedua anak, menjadi sebagai salah satu tempat dimana anak dapat mencari pembentukan terhadap kekurangan dalam bidang kecerdasan emosional yang kurang ia dapatkan di kehidupan keluarga. Dalam hal ini sekolah memikul tanggung jawab untuk memberdayakan kecerdasan emosional anak didiknya. Konsep pendidikan emosional dapat dengan baik dikembangkan oleh peserta didik ketika disajikan dalam bentuk yang empiris. Dalam kurikulum pendidikan nasional, penanaman kecerdasan emosional ini terintegrasikan dalam berbagai studi, diantaranya adalah bidang studi pendidikan agama Islam (PAI). Artikulasi Pendidikan Islam dipahami sebagai wawasan atau pengetahuan agama Islam yang mengedepankan nilai-nilai moral, etika dan estetika dalam kehidupan sehari-hari.
13
John Gottman, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional, (Jakarta: Grasindo, 1999), h. 2.
7
Dalam rangka mencapai pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang dengan terbinanya seluruh potensi manusia secara sempurna; diharapkan ia dapat melaksanakan fungsi pengabdiannya sebagai khalifah di muka bumi. Untuk dapat melaksanakan pengabdian tersebut harus dibina seluruh potensi yang dimiliki yaitu potensi spiritual, kecerdasan, perasaan, dan kepekaan. Potensi-potensi itu sesungguhnya merupakan kekayaan dalam diri manusia yang amat berharga.14 Dengan melihat urgensi peran guru, khususnya guru agama dalam melaksanakan rangkaian-rangkaian kegiatan pengajaran agama yang dengannya diharapkan agar siswa siswinya mampu memahami dan mengimplementasikan pendidikan agama yang telah diberikan, baik ketika belajar di sekolah maupun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Serta dengan memeperhatikan bagaimana realitas kualitas pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga bisa menghasilkan SDM yang lebih berkualitas sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang produktif dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini. Dari pengamatan penulis di SMA Martia Bhakti Bekasi permasalahan yang sering muncul dan sering dialami siswa khususnya dalam kecerdasan emosionalnya adalah siswa belum mampu mengontrol emosi, lebih mudah tersinggung, memiliki sensitifitas yang tinggi, kurang percaya diri, komunikasi kurang baik antar teman, mudah terpengaruh, egois, kurang menghargai sesama teman dan adanya perasaan minder dalam pergaulan.15 Melihat permasalahan di atas, maka pihak sekolah harus aktif melakukan pendekatan dan pembinaan kepada seluruh siswa baik yang melakukan penyimpangan-penyimpangan maupun yang tidak, supaya mereka terhindar dari perilaku-perilaku yang menyimpang demi tercapainya tujuan pendidikan yang dikehendaki.
14
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. Ke-1,
h. 53-54
15
Hasil Wawancara dengan Guru Pendidikan Agama Islam di SMA Martia Bhakti Bekasi.
8
Dalam hal ini merupakan tanggung jawab seluruh pihak sekolah, termasuk di dalamnya guru Pendidikan Agama Islam yang selanjutnya di sebut guru agama, demi tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Adapun tugas pokok guru agama adalah mendidik dan mengajarkan pengetahuan agama ke pribadi anak didik yang peranan utamanya adalah mengubah sikap mental anak didik untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta mampu mengamalkan ajaran agama. Dengan dasar itulah penulis merasa perlu dan tertarik untuk meneliti fenomena di atas yang kemudian dituangkan dalam bentuk sebuah skripsi dengan judul: “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi”
B. Identifikasi Masalah Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Lembaga pendidikan hanya mengedepankan pada pembinaan kecerdasan intelektual (IQ) semata tanpa diimbangi kecerdasan emosional (EQ). 2. Kurangnya perhatian guru dalam membina kecerdasan emosional siswa di sekolah 3. Adanya ketimpangan prilaku sosial yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. 4. Mayoritas dari setiap pelaksanaan pendidikan masih berorientasi pada aspekaspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, padahal pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang menyeimbangkan berbagai aspek antara lain aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif yang menanamkan nilai-nilai sikap dan moral kepada peserta didik.
C. Pembatasan Masalah Permasalahan tentang Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa sangat luas. Karena itu, agar masalah tidak rancu dalam skripsi ini, maka permasalahan dibatasi pada persoalan berikut:
9
1. Peranan guru PAI dalam skripsi ini dibatasi pada peranan guru PAI dalam pembinaan kecerdasan emosional siswa, peranan yang dimaksud adalah peranan guru sebagai pendidik, pembimbing, motivator, pengelola kelas dan evaluator. 2. Kecerdasan emosional yang dimaksud dalam skripsi ini adalah kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana Peranan Guru PAI Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi?”
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini diantaranya adalah: Untuk mengetahui peranan guru pendidikan agama Islam dalam membina kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi.
F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1) Kegunaan teoritis, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan penambahan wawasan mengenai peran guru Pendidikan Agama Islam dalam mencerdaskan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi 2) Kegunaan praktis, yaitu diharapkan penelitian ini berguna untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi penulis sebagai calon guru pada khususnya, dan dapat memberi informasi tentang pentingnya memberikan bantuan kepada siswa dalam membina kecerdasan emosinya sehingga siswa tersebut menjadi pribadi yang tangguh dalam menghadapi persoalan dalam hidupnya.
BAB II KAJIAN TEORI A. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Peranan Sebelum penulis membahas tentang pengertian Guru Pendidikan Agama Islam ada baiknya penulis membahas tentang pengertian peranan. Peranan adalah kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran “an”, peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti perangkat tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.1 Setelah mendapatkan akhiran “an”, kata peran memiliki arti yang berbeda, diantaranya. a) Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.2 b) Peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang.3 Berdasarkan pengertian peranan yang telah dikemukakan di atas, maka menurut pendapat penulis, peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau seseorang yang mempunyai wewenang dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya untuk mencapai tujuan.
1
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985),
h. 333
2 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), ed. 3, h. 854. 3 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-1, ed. 1, h. 73.
10
11
2. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam Al-Qur’an telah mengisyaratkan peran para nabi dan pengikutnya dalam pendidikan dan fungsi fundamental mereka dalam pengkajian ilmu-ilmu Ilahi serta aplikasinya. Isyarat tersebut, salah satunya terdapat dalam firman-Nya berikut ini:
pJ3t:#r =»G39# OgJ=èr 7G»#ä Nk=æ #q=G Nk]B wq Ngù ]è/#r $Z/ ÇÊËÒÈ O3s9# è9# MR& 7R) 4 Nk.r Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqoroh: 129)4 Ayat di atas dapat dipahami bahwa umat Islam dianjurkan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan dan menjadi seorang guru agama kepada orang lain atau siswa, mendidiknya dengan akhlak Islam dan membentuknya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah swt, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.5 Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik adalah guru. Kedua istilah tersebut bersesuaian artinya. Bedanya, istilah guru seringkali dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik dipakai di lingkungan formal, informal maupun nonformal.
4
Tim Pustaka Al-Kautsar, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2009), h. 20 5 H. Ihsan Hamdani, H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 93.
12
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Sedangkan guru agama adalah guru yang mengajarkan agama.6 Menurut Zakiah Daradjat menyatakan bahwa: “Guru adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang dapat memudahkan dalam melaksanakan peranannya dalam membimbing siswanya, ia harus sanggup menilai diri sendiri tanpa berlebih-lebihan, sanggup berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain, selain itu perlu di perhatikan pula bahwa ia juga memiliki kemampuan dan kelemahan.”7 Menurut M. Arifin “guru adalah orang yang membimbing, mengarahkan, dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap dan kepribadiannya, sehingga tergambarlah dalam tingkah lakunya nilai-nilai agama Islam”.8 Guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kelas. Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan bahwa guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masingmasing. Guru dalam pengertian tersebut, menurutnya bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa besar serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.9 Kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis dari berbagai pengertian di atas, maka guru atau pendidik dapat diartikan sebagai orang yang mendidik, yaitu yang bekerja dalam bidang pendidikan dan mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan atau kedewasaan seorang anak.
6
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi. 3, h. 337. Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet. 1, h. 266 8 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1987), h. 100 9 H. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Logos, 2001), Cet. Ke-4, h. 62-63. 7
13
Guru dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembang anak didik dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Guru juga berarti orang dewasa yang bertanggung
jawab
memberikan
pertolongan
pada
anak
didik
dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, serta mampu berdiri sendiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah SWT. Disamping itu juga, ia mampu sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang mandiri.10 Kesimpulan yang dapat di ambil dari beberapa pengertian diatas, bahwa guru
agama adalah orang dewasa
yang
bertanggung
jawab
terhadap
perkembangan anak didik melalui suatu proses bimbingan jasmani dan rohani yang dilakukan dengan kesadaran untuk mengembangkan potensi anak didik menuju ke arah kedewasaan. Guru agama tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan agama saja, tetapi ia juga harus dapat membentuk, menumbuhkan dan memberikan nilai-nilai ajaran agama kepada siswa dalam kehidupan seharihari. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan latihan, sehingga memberikan perubahan pada pertumbuhan jasmani dan rohani si terdidik menuju kedewasaan dalam pola berfikir dan memiliki sikap dan nilai yang bermanfaat bagi masyarakat dan kebudayaan yang sesuai dengan cita-cita pendidikan. Dengan demikian yang menjadi sasaran pokok adalah bimbingan dan pimpinan kepada anak yang sedang berkembang jasmani atau rohani menuju kesempurnaan. Mengenai pengertian Pendidikan Agama Islam sendiri ada beberapa pendapat para ahli. Diantaranya sebagai berikut: M. Arifin menyatakan bahwa:“pendidikan agama Islam adalah Proses mengarahkan dan membimbing manusia didik kearah pendewasaan pribadi yang beriman
dan
berilmu
pengetahuan
yang
saling
perkembangan mencapai titik optimal kemampuannya”. 10
memperkokoh
dalam
11
Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Prisma Sophie Jogjakarta, 1994), h. 156 11 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 44
14
Menurut Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah “suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandang hidup.”12 Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani mengatakan, “Pendidikan agama Islam adala upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungan dengan keturunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa”.13 Tayang Yusuf, dalam bukunya Abdul Majid dan Dian Andayani dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi menjelaskan pendidikan Agama Islam adalah “usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada Allah swt”.14 Menurut A. Tafsir, pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Pengertian pendidikan agama Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana yang diberikan kepada peserta didik untuk menumbuhkan jasmani dan rohani secara optimal untuk mencapai bentuk manusia yang berkualitas menurut ajaran Islam yaitu manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Dikatakan sebagai usaha sadar karena pendidika itu dilakukan secara sengaja dan mempunyai tujuan terencana dimaksudkan agar pendidik tidak dapat dilakukan seadanya, tetapi harus dengan persiapan yang matang, pelaksanaan yang teratur, evaluasi yang terukur serta tingkatan yang membedakan peserta didik dalam kelompok yang berbeda satu sama lain. 12
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet. Ke-10, h. 86 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-3, h. 130. 14 Ibid,. 13
15
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhannya mencakup bidang studi Al-Qur’an Hadis, Keimanan, Akhlak, Fiqh/Ibadah dan Sejarah. Hal tersebut menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah swt, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya maupun lingkungannya (Hablun minallah wa hablun minannas) Penjelasan guru dan pendidikan agama Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa guru pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar orang dewasa yang bertanggung jawab dalam membina, membimbing, mengarahkan, melatih, menumbuhkan dan mengembangkan jasmani dan rohani anak didik ke arah yang lebih baik agar menjadi menusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di muka bumi sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri. 3. Peran dan Tugas Guru PAI a. Peran Guru Seorang guru dalam melaksanakan aktivitas keguruannya memiliki banyak peran yang harus dilaksanakan. Diantaranya dalam kegiatan belajar mengajar dimana seorang guru sangat memiliki pengaruh yang besar sekali terhadap keberhasilan kegiatan belajar mengajar, agar tujuan pendidikan dapat terwujud dengan baik. Menurut Drs. M. Uzer Usman, peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah “Terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa menjadi tujuannya”.15 Peranan guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal. Yang akan dikemukakan disini adalah peranan yang dianggap paling dominan dan
15
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. Ke-26, h. 4
16
diklasifikasikan sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut: Menurut Moh. Uzer Usman, peran guru di bagi beberapa macam, diantaranya: 1) Guru Sebagai Demonstrator (Pendidik) Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.16 Agar tercapainya apa yang diinginkan guru agama itu tercapai, maka dari itu guru sendiri harus terus belajar agar memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar. 2) Guru Sebagai Pengelola Kelas Peran guru sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar
kegiatan-kegiatan belajar terarah
kepada tujuan-tujuan pendidikan.
Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan. Menurut Uzer Usman dalam bukunya Menjadi guru profesional, tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang biak. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang
16
Ibid., h. 9
17
memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.17 Sebagai pengelola kelas guru bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan untuk membimbing proses-proses intelektual dan sosial didalam kelas. Tanggung jawab yang lain ialah membimbing pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari kearah self firected behavior. Pengelola kelas yang baik ialah mengadakan kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya pada guru sehingga mampu membimbing kegiatannya sendiri dan tidak lupa pula menciptakan lingkungan belajar yang baik serta serta dapat menggunakan fasilitas yang ada secara optimal begitu pula dengan pemeliharaannya. Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas bergantung pada banyak faktor, antara lain guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas. 3) Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.18 Sadirman A. M. dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar menjelaskan bahwa “Guru sebagai fasilitator, yaitu guru memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses belajar mengajar. Misalnya dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang sedemikian rupa, serasi
17 18
Ibid., h. 10 Ibid., h. 11
18
dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efektif”.19 4) Guru Sebagai Evaluator Di dalam Proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik yaitu guru dapat mengetahui keberhasilan dan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberi hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu-kewaktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feedback) terhadap proses belajar mengajar.20 Guru hendaknya mampu dan terampil dalam melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang di capai oleh siswa setelah melaksanakan proses belajar mengajar akan terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Dan materi yang sudah disampaikan itu sudah tepat sehingga mendapatkan hasil yang optimal. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. E. Mulyasa, dalam bukunya “Menjadi Guru Profesional” mengatakan bahwa diantara tugas guru yang utama dalam pembelajaran adalah: a. Guru Sebagai Pendidik Mendidik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, mendidik dikatakan sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik. Dibandingkan dengan pengertian “mengajar”, maka pengertian “mendidik” lebih mendasar. Mendidik tidak sekedar transfer of 19 Sadirman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-11, h. 145. 20 Ibid., h. 11-12
19
knowledge, tetapi juga transfer of values. Mendidik diartikan lebih komprehensif, yakni usaha membina diri anak didik secara utuh, baik matra kognitif, psikomotorik maupun efektif, agar tumbuh sebagai manusia-manusia yang berpribadi.21 Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berprilaku dan berbuat sesuai dengan nilai norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.22 b. Guru Sebagai Pengajar Sebagai pengajar, guru harus memiliki tujuan yang jelas, membuat keputusan secara rasional agar peserta didik memahami keterampilan yang dituntut oleh pembelajaran. Untuk kepentingan tersebut, perlu dibina hubungan yang positif antara guru dengan peserta didik. Hubungan ini menyangkut bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didiknya dalam pembelajaran, serta bagaimana peserta didik merasakan apa yang dirasakan gurunya. Sebaiknya guru mengetahui bagaimana peserta didik memandangnya, karena hal tersebut sangat penting dalam pembelajaran, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini akan menjadi jelas jika secara hatihati menguji bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didik dalam pembelajaran (empati).23 c. Guru Sebagai Pembimbing Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey), yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas 21
Sadirma, op.cit., h. 53 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. Ke-11, h. 37 23 Ibid., h. 40 22
20
kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu dilakukan berdasarkan kerjasama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan. Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang di rencanakan dan dilaksanakannya.24 d. Guru Sebagai Evaluator Selain menilai hasil belajar peserta didik, guru harus pula menilai dirinya sendiri, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun penilai program pembelajaran. Oleh karena itu, dia harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang penilaian program sebagaimana memahami penilaian hasil belajar. Sebagai perancang dan pelaksana program, dia memerlukan balikan tentang efektivitas programnya agar bisa menentukan apakah program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Perlu diingat bahwa penilaian bukan merupakan tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan. Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, menjelaskan bahwa agar proses pengajaran menjadi optimal, maka peran guru diantaranya, yaitu: 1) Guru Sebagai Sumber Belajar Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Bisa kita menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran. 2) Guru Sebagai Fasilitator Peran guru sebagai fasilitator dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menagkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
24
Ibid., h. 40-41
21
3) Guru Sebagai Pengelola Sebagai pengelola pembelajaran (learning manajer), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas guru juga dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. 4) Guru Sebagai Demonstrator Peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. 5) Guru Sebagai Pembimbing Guru sebagai pembimbing, yaitu guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.25 Sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran, ini berarti guru dituntut untuk mampu memberikan bimbingan belajar kepada siswanya. Tujuan bimbingan secara umum adalah membantu murid-murid agar mendapat penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap murid dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimiliknya. Untuk jelasnya tujuan pelayanan bimbingan belajar dirinci sebagai berikut: a. Memberikan cara-cara belajar yang efisien dan efektif bagi seorang anak atau kelompok anak. b. Menunjukkan cara-cara mempelajari dan menggunakan buku pelajaran c. Memberikan informasi (sarana dan petunjuk) bagi yang memanfaatkan perpustakaan. d. Menunjukkan cara-cara menghadapi kesulitan belajar dalam bidang studi tertentu.26 Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu dapat dilihat dari adanya perbedaan. Walaupun secara fisik mungkin memiliki kemiripan, tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai 25
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: PT. Kencana, 2006), Ed-1, Cet. Ke-5, h. 21-26. 26 Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet. Ke-1, h. 105.
22
pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka. Membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat. 6) Guru sebagai Motivator Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif mengembangkitkan motivasi belajar siswa, yaitu dengan cara: a. b. c. d. e. f. g.
Memperjelas tujuan yang ingin dicapai Membangkitkan minat siswa Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa Berikan penilaian Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa Ciptakan persaingan dan kerja sama.27 Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek
dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi rendah bukan berarti oleh kemampuannya yang rendah, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian dapat dikatakan siswa berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi. Sebagai motivator guru harus mampu menciptakan suasana yang merangsang siswa untuk tetap bersemangat dalam melakukan kegiatankegiatan sekolah dan dapat meningkatkan kecerdasan siswa. Menurut E Mulyasa dalam bukunya Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, mengemukakan bahwasanya: Guru sebagai motivator hendaknya guru bertanggung jawab mengarahkan pada yang baik, harus menjadi contoh, sabar, dan penuh pengertian. Guru harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri (self
27
Wina Sanjaya, op. cit., h. 29-30.
23
dicipline). Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu melakukan tiga hal sebagi berikut: a. Membantu peserta didik mengembangkan pola prilaku untuk dirinya b. Membantu peserta didik meningkatkan standar prilakunya c. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin.28 7) Guru sebagai Evaluator Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Yang mempunyai fungsi untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum, dan untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.29 Seorang guru hendaknya harus memiliki kemampuan dan terampil dalam melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai siswa setelah melaksanakan proses belajar, dan dengan penilaian juga dapat memotivasi seorang guru untuk mengajar lebih maksimal. b. Tugas Guru Salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran di kelas adalah guru. Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan peranan aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah Islamiyah yang bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Di dalam Al-Qur’an Al-Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:
4 3YJ9# `ã bqgZr $rèRQ$/ brB'r :# <) bqã pB& N3YB `3F9r ÇÊÉÍÈ cqs=ÿJ9# Nd 7´»9r&r 28
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 192 29 Ibid., h. 31-32
24
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S Al-Imran: 104) Guru agama tidak hanya bertugas melaksanakan pendidikan Agama dengan baik, akan tetapi guru agama juga harus bisa memperbaiki pendidikan agama yang terlanjur salah diterima oleh anak didik, baik dalam keluarga, dan pembinaan kembali terhadap pribadi yang baik. Menurut Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya menerangkan bahwa tugas guru adalah: a) Mendidik dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang b) Memberikan fasilitas pencapaian tujuan pengalaman belajar yang memadai c) Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penguasaan diri.30 Menurut Heri Jauhari Muhtar dalam bukunya “Fiqih Pendidikan”, mengatakan bahwa secara umum tugas pendidik atau guru yaitu: 1) Mujaddid, yaitu sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun praktek, sesuai dengan syariat Islam 2) Mujtahid, yaitu sebagai pemikir yang ulung, dan 3) Mujahid, yaitu sebagai pejuang kebenaran.31 Sedangkan Uzer Usman menjelaskan beberapa tugas guru diantaranya: a) Tugas Profesional Tugas profesional yaitu tugas yang berkenaan dengan profesi tugas guru, yang meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengambangkan nilai-nilai hidup. Lebih lanjut ia menjelaskan mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengatahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa, dalam hal ini guru berprofesi untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka seorang guru hendaknya memahami segala aspek pribadi anak didiknya, baik segi jasmani
30
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhunya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. Ke-5, h. 97. 31 Heri Jauhari Muhtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. Ke-1, h. 155.
25
maupun segi rohani. Guru hendaknya menganal dan memahami tingkat perkembangan anak didik.32 Di samping memahami siswa, guru juga harus mengenal dan memahami dirinya, agar terhindar dari konflik yang berhubungan dengan tugasnya seperti frustasi dan ketidakmampuan menyesuaikan dirinya, sehingga ia dapat memahami dan membantu siswa dengan sebaik-baiknya. a) Tugas kemanusiaan Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua, ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya. Para siswa enggan menghadapi guru yang tidak menarik (rapih). b) Tugas kemasyarakatan Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban untuk mencerdaskan kemajuan masyarakat dan bangsa ini, dengan kata lain bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila.33 Abu Ahmad, menjelaskan bahwa tugas profesional guru agama adalah sebagai berikut: 1. Guru harus dapat menetapkan dan merumuskan tujuan instruksional dan target yang hendak di capai. 2. Guru agama harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai berbagai metode menggunakan dalam situasi yang sesuai. 3. Guru agama harus dapat memilih bahan dan mempergunakan alat-alat pembantu dan menciptakan kegiatan yang dilakukan anak didik dalam pengalaman kaifiyah pelajaran agama tersebut.
32 33
Uzer Usman, op. cit., h. 6 Ibid., h. 7
26
4. Guru agama harus dapat menetapkan cara-cara penilaian setiap hasil sesuai dengan target dan situasi yang khusus. Adapun yang dinilai adalah apa yang dilakukan anak didik setelah menerima pelajaran agama.34 Pada dasarnya tugas pokok guru ada dua, yaitu mendidik dan mengajar siswa di sekolah, tetapi untuk menciptakan pengajaran dan pendidikan yang lebih baik, seorang guru dituntut untuk profesional dalam tugasnya seperti menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis serta member teladan yang baik kepada siswa maupun masyarakat disekitarnya dan sebagainya. 4. Syarat dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam Syarat utama menjadi guru agama, selain ijazah dan syarat-syarat yang lain mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran. Bagi guru agama, disamping harus memiliki syarat-syarat tersebut, masih harus ditambah dengan syarat-syarat yang lain, yang oleh Direktorat Pendidikan Agama telah ditetapkan sebagai berikut: a. Setiap pendidik harus memiliki sifat rabbani b. Seorang pendidik hendaknya mengajarkan ilmunya dengan penuh rasa sabar c. Seorang pendidik harus memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang dia ajarkan dalam kehidupan pribadinya d. Seorang pendidik harus memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas e. Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode pengajaran yang variatif serta sesuai dengan materi pelajaran f. Seorang pendidik harus mampu bersikap tegas dan melakukan sesuatu sesuai proporsinya sehingga ia akan mampu mengontrol dan menguasai siswa g. Seorang pendidik harus mampu memahami psikologi anak, psikologi perkambangan, dan psikologi pendidikan h. Seorang pendidik harus peka terhadap fenomena kehidupan yang sedang berkembang i. Seorang pendidik harus memiliki sifat adil terhadap seluruh anak didiknya.35
34 35
Abu Ahmad, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Amrico, 1986), h. 100 Ibid., h. 169
27
Persyaratan tersebut bahwa seorang guru agama yang diharapkan adalah mereka yang mempunyai pengetahuan luas serta dapat mengamalkannya, yang nampak dalam tingkah laku sehari-hari, misalnya adil, penyabar, pemaaf, bersih jasmani dan rohaninya serta ikhlas dalam menjalankan tugasnya. Guru agama yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa seorang guru agama itu tidak cukup hanya seorang yang berilmu pengetahuan agama saja, akan tetapi harus mengamalkannya melalui iman dan taqwa kepada Allah SWT, serta bersosialisasi dengan masyarakat dengan baik dan benar. Sebab guru agama adalah cerminan figur Rasulullah SAW bagi umat Islam yang harus diteladani seluruh tingkah lakunya. Dalam menjalani tugasnya mengajar, mendidik serta membimbing anak didiknya yang berbeda satu sama lainnya, seorang guru agama perlu membekali dirinya dengan ilmu-ilmu lain, misalnya ilmu psikologi pendidikan, bimbingan konseling dan sebagainya. Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada setiap diri anak didik. Tidak ada seorang guru pun yang mengharapkan anak didiknya menjadi sampah masyarakat. Tanggung jawab guru adalah untuk memberikan sejumlah norma kebaikan kepada anak didiknya agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti harus guru berikan ketika di kelas, di luar kelas pun sebaiknya guru contohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.36 Djamarah merinci lagi bahwa tanggung jawab pendidik adalah sebagai berikut: a. Korektor, yaitu pendidik bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk, koreksi yang dilakukan bersifat menyeluruh dari efektif sampai ke psikomotor. b. Inspirator, yaitu pendidik menjadi inspirator/ilham bagi kemajuan belajar siswa/mahasiswa, petunjuk bagaimana belajar yang baik, dan mengatasi permasalahan lainnya. 36
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, h. 31
28
c. Informator, yaitu pendidik harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. d. Organisator, yaitu pendidik harus mampu mengelola kegiatan akademik (belajar). e. Motivator, yaitu pendidik harus mampu mendorong peserta didik agar bergairah dan aktif belajar. f. Inisiator, yaitu pendidik menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. g. Fasilitator, yaitu pendidik dapat memberikan fasilitas yang memungkinkan memudahkan kegiatan belajar. h. Pembimbing, yaitu pendidik harus mampu membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. i. Demonstrator, yaitu jika diperlukan pendidik bisa mendemontrasikan bahan pelajaran yang susah dipahami. j. Pengelola kelas, yaitu pendidik harus mampu mengelola kelas untuk menunjang interaksi edukatif. k. Mediator, yaitu pendidik menjadi media yang berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif. l. Supervisor, yaitu pendidik hendaknya dapat memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran, dan m. Evaluator, yaitu pendidik dituntut menjadi evaluator yang baik dan jujur.37 Guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang.38 Keutamaan profesi guru dalam agama Islam sangatlah besar sehingga Allah SWT menjadikannya sebagai tugas yang diemban Rasulullah SAW, sebagaimana diisyaratkan dalam Firman-Nya surat Ali Imran ayat 164:
¾mG»#ä Nk=æ #q=G Mg¡ÿR& `B wq Nkù ]è/ ) ûüZBsJ9# ?ã !# `B )9 ÇÊÏÍÈ ûü7B @»=Ê "9 @6% `B #qR%. b)r pJ6t:#r =»G39# NgJ=èr Nk2r Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya 37 A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), Cet. Ke-1, h. 67. 38 Bahri Djamarah, op. cit., h. 36
29
sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S Ali Imran: 164) Dalam pembentukan kepribadian anak didiknya di sini guru agama mempunyai pengaruh yang sangat besar, sebagai figur bagi anak didiknya, baik apa yang dilakukan, diucapkan, maupun tindakannya. Dalam hal ini Abdurrahman An-Nahlawi menyatakan bahwa tanggung jawab dan tugas seorang guru agama diantaranya: a. Fungsi penyucian, artinya seorang guru berfungsi sebagai pembersih diri, pemeliharaan diri, pengembangan, serta pemeliharaan fitrah manusia. b. Fungsi pengajaran, artinya seorang guru berfungsi sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada umat manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.39 Mengingat lingkup pekerjaan guru, seperti yang telah dilukiskan di atas, maka tugas guru itu meliputi: Pertama, guru sebagai pengajar. Kedua, guru sebagai pembimbing. Ketiga sebagai pemegang administrasi atau guru sebagai “Pemimpin” (Manajer Kelas).40 Ketiga, tugas itu dilaksanakan sejalan secara seimbang dan serasi, tidak boleh ada satupun yang terabaikan, karena semuanya fungsional dan saling terkait dalam menuju keberhasilan pendidikan sebagai suatu keseluruhan yang tidak dapat terpisahkan.
B. Pengertian Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan Kecerdasan dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut al-dzaka. Menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu sacara tepat dan sempurna.
41
Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang
secara harfiah berarti sempurna perkembangan akal budinya, pandai dan tajam
39 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 170 40 Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam , (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. Ke-2, h. 265 41 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Edisi revisi Cet. Ke-7, h. 96.
30
pikirannya. Selain itu cerdas dapat pula berarti sempurna pertumbuhan tubuhnya seperti sehat dan kuat fisiknya.42 Jadi, kecerdasan merupakan kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia, kecerdasan ini diperoleh manusia sejak lahir, dan sejak itulah potensi kecerdasan ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan individu. Kecerdasan merupakan kata benda yang menerangkan kata kerja atau keterangan. Seseorang menunjukkan kecerdasannya ketika ia bertindak atau berbuat dalam suatu situasi secara cerdas atau bodoh, kecerdasan seseorang dapat dilihat dalam caranya orang tersebut berbuat atau bertindak.43 Beberapa para ahli mencoba merumuskan definisi kecerdasan diantaranya: Suharsono menyebutkan bahwa “kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah secara benar, yang secara relatif lebih cepat dibandingkan dengan usia biologisnya.”44 David Wechsler, seorang penguji kecerdasan. Menurutnya, kecerdasan adalah; “Kemampuan sempurna (komprehensif) seseorang untuk berprilaku terarah, berpikir logis, dan berinteraksi secara baik dengan lingkungannya”.45 Berdasarkan hasil penelitiannya, J.P. Chaplin merumuskan tiga definisi kecerdasan, yaitu: 1) Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. 2) Kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif, yang meliputi empat unsur, seperti memahami, berpendapat, mengontrol dan mengkritik. 3) Kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali.46 Pada mulanya, para ahli beranggapan bahwa kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intellect) dalam menangkap gejala sesuatu, 42 43
h. 115.
44
WJ.S. Poerwadarminta, op.cit., h. 211 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2010), Cet. Ke-4,
Suharsono, Mencerdaskan Anak (Depok, Inisiasi Press, 2003), h. 43. Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, Terj. Dari Adz-Dzaka’ Al-Athifi wa Ash-Shihhah Al-Athifiyah oleh Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2010), Cet. Ke-4, h. 13. 46 J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Terj. Kartini Kartono, Judul asli, Dictionary of Psychology (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 253. 45
31
sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek kognitif (al-majal alma’rifi). Namun pada perkembangan selanjutnya, didasari bahwa kehidupan manusia bukan semata-mata memenuhi struktur akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek afektif (al-majal al-infi’ali) seperti kehidupan emosional, moral, spiritual dan agama.47 Karena itu, jenis-jenis kecerdasan pada diri seseorang sangat baragam seiring dengan kemampuan atau potensi yang ada pada dirinya. Di dalam diri setiap individu manusia terdapat struktur nafsani (pshychophysic) yang secara intern menumbuhkan suatu kecerdasan. Jusuf Mudzakir dalam Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, menerangkan ada 3 macam jenis kecerdasan, yaitu: 1) Kecerdasan Kalbu yang terdiri dari : Intelektual/intuitif (ilham, ilmu laduni, dan firasat), Emosional (tenang, tanggap, sabar), Moral (santun, bijak, tidak angkuh atau sombong), Spiritual (toleransi, inklusif, tidak fanatik).
ÇÍËÈ bq=2qG Og/ ?ãr #r9¹ ûï%!# (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal. (QS. An-Nahl: 42) 2) Kecerdasan
Akal/intelektual
memperhatikan,
melihat
yang
dengan
terdiri seksama,
dari:
berfikir,
mengambil
memahami,
perumpamaan,
interpretasi, merenung, menganalogi, menalar, mengingat, menghitung, mempersepsi, memprediksi, memecahkan masalah secara rasional.
ÇËÊÈ cr3ÿG Og=è9 ¨$Z=9 $k5ØR @»VB{# =?r… Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (QS. Al-Hasyr: 21) 3) Kecerdasan Nafsu yang meliputi: Syahwat (memiliki kecerdasan dalam berhasrat yang apabila mencapai puncaknya mampu mengendalikan hawa
47
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-1, h. 318-319.
32
nafsu), Ghadhab (memiliki kecerdasan berdaya atau kemampuan yang apabila mencapai puncaknya mencapai keberanian).48
qÿî 1 b) 4 1 Om $B w) äq¡9$/ o$B{ §ÿZ9# b) 4 Ó¤ÿR /& $Br ÇÎÌÈ Lìm Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. Yusuf: 53) Howard Gardner, Profesor dari Harvard University yang dikutip oleh KH. Toto Tasmara memperkenalkan delapan kecerdasan. Kecerdasan ini terdiri dari: 1) Linguistic Intelligence, kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan menangkap kata-kata dan kemampuan menyusun kalimat. 2) Logical-Mathematical Intelligence, kemampuan menghitung aritmatika dan berfikir logis, analitis sampai pada system berfikir yang rumit. 3) Musical Intelligence, kemampuan memahami nada music, komposisi. 4) Spacial Intelligence, kemampuan untuk melihat sesuai dalam perspektif (think in picture), mampu mempersepsi lingkungan. 5) Bodily Kinestic Intelligence, kemampuan memahami jasmani. 6) Interpersonal Intelligence, kemampuan memahami orang lain. 7) Intrapersonal Intelligence, kemampuan memahami emosinya sendiri. 8) Naturalist Intelligence, kemampuan mengenal benda di sekitar.49 Kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner ini dikenal juga sebagai keragaman kecerdasan (multiple intelligence). Pembagian kecerdasan oleh Gardner ini telah membuka paradigma baru dari sebuah kata kecerdasan. Karena berdasarkan pembagian-pembagian kecerdasan menurutnya, ternyata cerdas bukan semata dapat memiliki skor tinggi sewaktu ujian namun cerdas itu beranekaragam. Pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan dan melakukan tindakan yang dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai guna bagi masyarakat. 48
Ibid. Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Trancendental Intelligence), (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. Ke-1, h. 48. 49
33
2. Pengertian Emosi Akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak” ditambah awalan “e-“ untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam
emosi
yang
berarti
“bergerak
menjauh”,
menyiratkan
bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.50 Dalam makna paling harfiah, Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap”. Menurut Daniel Goleman emosi merujuk pada “suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak”.51 Daniel Goleman mengemukakan beberapa macam emosi, yaitu: a) Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barang kali yang paling hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis. b) Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat. c) Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri, sebagai patalogi, fobia dan panic. d) Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, puas, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang sekali, dan batas ujungnya, mania. e) Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih sayang. f) Terkejut: terkesiap, terkejut, takjub, terpana. g) Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah. h) Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.52 Emosi adalah pengalaman yang sangat kompleks. Masing-masing pakar memberikan definisi emosi yang berbeda. Istilah yang makna tepatnya masih
50
Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional, Terj. T. Hermaya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet. 11, h. 7. 51 Ibid., h. 411. 52 Ibid..
34
membingungkan baik para ahli psikologi maupun ahli filsafat selama lebih dari satu abad.53 Beberapa para ahli mencoba merumuskan definisi emosi diantaranya: Salovey dan Mayers mendefinisikan emosi sebagai respon terorganisasi, termasuk sistem fisiologis, yang melewati berbagai batas sub-sistem psikologis, misalnya kognisi, motivasi, dan pengalaman. Pengertian ini memberitahukan bahwa emosi merupakan respon atas stimulus yang diperoleh dari lingkungan sekitar yang terorganisasi dengan baik yang melewati sub-sistem psikologis. Emosi mempunyai peran dalam peningkatan proses kontruksi pikiran dalam berbagai bentuk pengalaman kehidupan manusia. Menurut Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd, dalam buku Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, emosi itu merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Yang dimaksud warna afektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat seseorang menghadapi suatu situasi tertentu. Contohnya, gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, dan sebagainya.54 Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, lebih bersifat subjektif dari pada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berfikir. Kedua, bersifat fluktuatif (tidak tetap), dan Ketiga, banyak berkaitan dengan peristiwa pengenalan panca indra.55 Perjalanan hidup kita sehari-hari, kita kadang tidak dapat membedakan antara perasaan dan emosi, karena keduanya merupakan kelangsungan kualitatif yang tidak jelas batasnya. Pada suatu saat tertentu, warna efektif dapat dikatakan perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Oleh karena itu, emosi adalah setiap keadaan diri seseorang yang disertai dengan warna efektif, baik pada tingkat yang lemah maupun pada tingkat yang kuat. Warna efektif merupakan
53
Ibid. Syamsu Yusuf LN, M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Karya, 2010), Cet. Ke-11, h. 115 55 Ibid., 116 54
35
perasaan yang berbeda-beda, baik perasaan senang maupun perasaan tidak senang.56 Sebagian orang menganggap bahwa perasaan dan emosi adalah sama, namun anggapan itu salah. Menurut M. Alisuf Sabri dalam bukunya mengungkapkan bahwa antara perasaan dan emosi adalah berbeda. Pada perasaan terdapat kesediaan kontak dengan situasi luar (baik positif maupun negatif), sedangkan pada emosi kontak itu seolah-olah menjadi retak atau terputus (misalnya terkejut, ketakutan, mengantuk, dan sebagainya).57 Menurut beberapa pendapat di atas, maka emosi merupakan suatu respon atas rangsangan yang diberikan baik dari lingkungan maupun dari dalam diri individu sendiri, sehingga individu dapat menentukan pilihan dalam hidup yang menentukan kehidupannya. Atau dengan kata lain emosi adalah suatu perasaan (efek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. 3. Pengertian Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh John Mayer dari Universitas New Hampshire dan Peter Salovey dari Universitas Harvard pada tahun 1990. Istilah tersebut kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman dalam karya monumentalnya Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ (1995). Istilah kecerdasan emosional yang dikemukakan Peter Salovey dan John Mayer adalah untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan, diantaranya adalah: empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antara pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat.58
56 Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), h. 104 57 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), h. 74 58 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emosional Intelligence pada Anak, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), Cet. Ke-4, h. 5.
36
Pakar psikologi Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf mengatakan bahwa: Emotional Intelligence is the ability to sense, understand, and effectively apply the power and acumen of emotions as a source of human energy, information, connection, and influence.” (Kecerdasan Emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebagai sebuah sumber energy manusia, informasi, hubungan, dan pengaruh). Kecerdasan emosional menuntut pemilikkan perasaan untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.59 Pengertian yang diungkapkan oleh Nana Syaodah mengatakan kecerdasan emosional adalah kemampuan mengendalikan diri (mengendalikan emosi), memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stess, mampu menerima kenyataan, dapat merasakan kesenangan meskipun dalam kesulitan.60 Menurut Daniel Goleman, mengatakan bahwa kecerdasan emosional mengandung beberapa pengertian. Pertama, kecerdasan emosional tidak hanya berarti sikap ramah. Pada saat-saat tertentu yang diperlukan mungkin bukan sikap ramah, melainkan misalnya sikap tegas yang barangkali memang tidak menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Kedua, kecerdasan emosional bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa memanjakan perasaan, melainkan mengelola perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama.61 Kecerdasan
emosional
lebih
lanjut
dapat
diartikan
kepiawaian,
kepandaian, dan ketepatan seseorang dalam mengelola diri sendiri dalam
59
Robert K Cooper, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi Ter, Alex Tri Kantjo Widodo, Emotional Intelligence in Leadership and Organizations, (Jakarta: Gramedia, 2002), Cet. Ke-5, h. xv 60 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), cet. Ke-1, h. 97. 61 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. Ke-3, h. 9
37
berhubungan
dengan
orang
lain
yang
berada
disekelilingnya
dengan
menggunakan seluruh potensi psikologis yang dimilikinya, seperti inisiatif dan empati, adaptasi, komunikasi, kerjasama, dan kemampuan persuasi yang secara keseluruhan telah mempribadi pada diri seseorang.62 Jeanne Segal mengemukakan kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan yang menggambarkan kecerdasan hati, membuat seseorang berhasil dalam kehidupannya, berkaitan dengan hubungan pribadi dan antar pribadi, bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan kemampuan untuk mengenali diri (menyadari keadaan diri, mengendalikan diri yang spontan, dan membangkitkan motivasi dalam diri) serta memahami gejolak perasaan orang lain (lewat sikap empatik dan kecakapan bergaul).63 Gardner juga dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolotik yang penting untuk meraih sukses dalam kehidupan, melainkan ada spectrum kecerdasan yang lebar dengan tujuan varietas utama yaitu naturalistic, linguistic, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan emosional.64 Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antarapribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menaggapi dengan tepat, suasana hati, tempramen, motivasi, dan hasrat orang lain”. Dalam kecerdasan antarpribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan “akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaanperasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku”. Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah “kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi 62
Ibid. Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional (Bandung: Kaifa, 2002), h. 27 64 Goleman, op. cit., h. 50-53.
63
38
orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain”.65 Pada tahap awal, IQ dianggap sebagai satu-satunya kecerdasan yang dimiliki manusia yang akan berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar, padahal kualitas hasil belajar tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor inteligensi. Dalam kaitan ini kedudukan inteligensi memang mempunyai kedudukan yang strategis sebagai motor mental yang akan menggerakkan proses atau aktifitas potensi-potensi mental dalam berfikir atau memecahkan masalahnya, tetapi dalam proses mental tersebut masih perlu ditunjang oleh faktor-faktor lainnya. Pada tahap selanjutnya seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi, khususnya dalam bidang neorologi dikemukakan satu kecerdasan manusia yang cara kerjanya berbeda dengan model Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient), yaitu Kecerdasan Emosi. Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient) seperti: diungkap oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, membantu kita menciptakan asosiasi antar hal, misalnya antara lapar dan nasi, antara rumah dan kenyamanan, antara warna dan emosi atau bahaya.66 Howard Gardner dalam penelitiannya yang dikutip oleh Daniel Goleman, “Cracking Open the IQ Box, The American Perspective” (Winter, 1996), menunjukkan bahwa staus akhir seseorang dalam masyarakat pada umumnya ditentukan oleh faktor-faktor bukan IQ, melainkan oleh kelas sosial hingga nasib baik. Setinggi-tingginya, IQ menyumbang 20 persen bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatankekuatan lain.67 Kata-kata “kekuatan-kekuatan lain” inilah yang disebut oleh Daniel Goleman sebagai kecerdasan emosional, yaitu kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban
65
Ibid., h. 57 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, edisi Indonesia, (Bandung: Mizan, 2001), h. 44. 67 Goleman, op. cit., h. 44. 66
39
strees tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdo’a.68 Seseorang dikatakan cerdas secara emosional apabila memiliki kemampuan dalam mengendalikan diri dan selaraskan setiap gejolak emosi dalam diri, serta kemampuan untuk berinteraksi dengan baik dalam lingkungannya. Quantum Learning, sebuah model pembelajaran paling mutakhir, mendasarkan metodenya pada pengolahan emosi yang menempati peran menentukan. Dalam proses belajar, kecerdasan emosi akan menimbulkan emosi positif, yang membuat otak lebih efektif. Emosi yang positif mendorong ke arah kekuatan otak, yang mengarah kepada keberhasilan, yang mengarah kepada emosi yang positif, sebuah siklus aktif yang mengangkat diri lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja dari otak kanan, sedang kecerdasan intelektual merupakan hasil kerja otak kiri. Menurut De Porter dan Hernacki, otak kanan manusia memiliki cara kerja yang acak, tidak teratur, intuitif dan holistic, sedangkan otak kiri memiliki cara kerja yang logis, sekuensial, rasional dan linier.69 Melalui beberapa definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional dapat teraktualisasikan saat seseorang memiliki kontrol emosi diri yang stabil dan kecakapan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal emosi diri, dapat mengatur emosi dan mengelola emosi, mempunyai motivasi dalam diri serta memiliki kecakapan sosial yang meliputi empati dan keterampilan sosial yang tinggi. 4. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional Berikut ini aspek Kecerdasan Emosional menurut Dr. Makmun Mubayidh dalam bukunya “Kecerdasan dan Kesehatan Emosional anak” adalah sebagai berikut:
68
Ibid., h. 45. Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Terj. Alawiyah Abdurrahman, (Bandung: Kaifa, 1999), h. 39. 69
40
a. EQ terhadap diri sendiri adalah sebagai berikut: 1) Mengenali diri sendiri a. Mengenali kekuatan dan kelemahan pribadi b. Melihat secara realistis dan optimis c. Mengenali emosi pribadi 2) Menghormati diri sendiri a. Merasa aman, baik secara fisik maupun emosi b. Merasakan adanya tujuan yang jelas dalam hidup merasa dianggap sebagai bagian orang lain c. Merasa dianggap sebagai bagian orang lain d. Merasa memiliki kemampuan dan peluang e. Merasa istimewa dan unggul 3) Menyikapi emosi diri a. Mampu memperkecil perasaan gelisah yang kadang terjadi pada jiwa b. Mampu mengendalikan emosi c. Mampu menghadapi kegagalan d. Mampu melawan kecerobohan e. Melejitkan potensi diri f. Optimis g. Konsisten h. Giat bekerja i. Mempunyai cita-cita j. Mengendalikan kegelisahan dengan cara yang baik k. Mampu mengikuti tujuan tertentu l. Mampu tersenyum dan mengembirakan hati dan perasaan m. Gembira terasa terarah dan tenang n. Konsentrasi dan perhatian o. Fleksibel b. EQ terhadap orang lain 1) Empati pada orang lain a. Suka menolong orang lain b. Tidak egois c. Membaca pesan orang lain, baik yang diutarakan langsung dengan kata-kata maupun tidak. d. Mengenali perasaan dan emosi orang lain e. Mengetahui kebutuhan orang lain f. Mampu menjalin hubungan yang tepat dengan orang lain g. Mampu memahami sudut pandangan dan sikap orang lain 2) Interaksi dengan orang lain a. Mampu mendengar orang lain secara efektif b. Mampu tertawa dan memperlihatkan keriangan c. Mampu memecahkan masalah tertentu d. Mampu bekerja dalam kelompok atau tim e. Mampu menyakinkan dan mempengaruhi orang lain f. Mampu membaca sikap dan keadaan sosial g. Mampu meringankan beban dan penderitaan orang lain
41
h. Mampu memulai memberikan salam dan penghormatan i. Mampu menahan beban dan penderitaan orang lain j. Mampu bersikap tegas dank eras tanpa memperlihatkan sikap marah dan negatif.70 Goleman mengutip Salovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima wilayah utama, yaitu:71 a) Mengenali Emosi Diri Kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan. Orang yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pilot yang andal bagi kehidupan mereka, karena mempunyai kepekaan lebih tinggi akan perasaan mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadi, mulai dari masalah siapa yang akan dinikahi sampai ke pekerjaan apa yang akan diambil. Al-Qur’an juga mendorong manusia untuk memahami perasaan dan emosi kita. Sebagaimana Allah SWT berfirman: surat Yusuf ayat 33.
=¹& `d. Ó_ã $Ç? w)r ( m9) Ó_Rqã $JB <) =m& `f¡9# > A$% ÇÌÌÈ ûü=g»g:# `B `.&r `k9) Yusuf berkata: Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh. (QS. Yusuf: 33).
70 71
Makmun Mubayidh, op. cit., h. 22-24 Goleman, op. cit,. h. 58-59
42
b) Mengelola Emosi Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Kemampuan mengelola emosi yaitu kemampuan menangani perasaan diri sendiri agar dapat terungkap secara tepat dan wajar. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan. Intisari dari kemampuan mengelola emosi ini adalah kemampuan menenangkan diri dan mengekspresikan emosinya dengan tepat. Al-Qur’an juga menjelaskan bagaimana manusia beradaptasi dengan emosinya, serta bagaimana merubah perasaan mereka. Allah SWT berfirman: surat Al-Hadid ayat 23
A$FC @. =t w !#r 3 N69?#ä $J/ #qmÿ? wr N3?$ù $B ?ã #q'? x39 ÇËÌÈ qù (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (QS. Al-Hadid: 23) Menurut Sigmund Freud, belajar mengendalikan emosi merupakan tanda perkembangan kepribadian yang menentukan apakah seseorang sudah beradab.72
ÇÊÌÍÈ úüZ¡sJ9# =t !#r 3 ¨$Y9# `ã ûüù$è9#r áó9# ûüJà»69#r… (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Al-Imran: 134) c) Memotivasi Diri Sendiri Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional menahan diri terhadap 72
kepuasan dan mengendalikan dorongan
E. Shapiro, op. cit., h. 291
hati adalah
landasan
43
keberhasilan dalam berbagai bidang. Dan, mampu menyesuaikan diri dalam “flow” memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan. Seorang anak yang sukses dalam hidupnya adalah anak yang memiliki motivasi positif, kendali diri, serta memiliki harapan dalam hidup. Motivasi yang mengaktifkan dan membangkitkan perilaku yang tertuju pada pemenuhan kebutuhan. Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organism yang mendorong perilaku ke arah tujuan.73
ÿó !# b) 4 !# pHq `B #qÜZ)? w Ng¡ÿR& ?ã #qù & ûï%!# $7è» @% ÇÎÌÈ Lìm9# qÿó9# qd ¼mR) 4 $èHd >qR%!# Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53) d) Mengenali Emosi Orang Lain Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman, kemampuan seseorang untuk mengenali perasaan orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. Orang-orang seperti ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan keperawatan, mengajar, penjualan, dan manajemen.
!# b) ( !# #q)?#r 4 bºrè9#r OO}# ?ã #qRr$è? wr ( q)G9#r 99# ?ã #qRr$è?r ÇËÈ >$)è9# ©
73
Zikri Neni Iska, op. cit., h. 41
44
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maaidah: 2) e) Membina Hubungan Seni membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antarpribadi. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain; mereka adalah bintang-bintang pergaulan. Orang yang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain, populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan.
ÇÊÈ $6% N3=æ b%. !# b) 4 P%n{#r… Dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah SWT selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An—Nisaa: 1) Menurut uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wilayah kecerdasan emosional meliputi kemampuan dalam mengenali emosi diri, mengerti apa yang sedang dialaminya dan dampak yang akan ditimbulkan. Kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan emosi diri, mengelola emosi bukan berarti menjauhi perasaan tidak menyenangkan untuk selalu bahagia, tetapi kemampuan untuk tidak membiarkan perasaan sedih berlangsung tak terkendali. Kemampuan untuk memotivasi diri dalam melakukan sesuatu, menunjukkan keuletan dan rasa tanggung jawab. Selanjutnya kemampuan mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan untuk melakukan hubungan sosial sangat bergantung pada kematangan dua keterampilan emosi lainnya, yaitu kemampuan mengelola emosi diri dan kemampuan memahami perasaan orang lain.
45
5. Pengembangan Kecerdasan Emosional Guru menempati posisi yang sangat penting dalam meningkatkan EQ murid-muridnya.
Langkah
pertama
yang
harus
dilakukannya
adalah
“meningkatkan EQ-nya sendiri, dan dalam waktu yang sama berusaha meningkatkan EQ murid-muridnya”.74 Baik guru maupun murid dapat memanfaatkan proses pembelajaran guna meningkatkan EQ mereka. Dengan demikian proses pembelajaran akan sangat menyenangkan karena dibangun di atas sikap saling menghargai dan menjawab kebutuhan masing-masing. Perlu diingat bagi guru bahwa setiap murid mempunyai karakter emosi yang berbeda- beda sehingga perlakuan seorang guru terhadap setiap murid pun haruslah sesuai dengan karakter emosi perasaannya. Langkah kedua yang harus dilakukan untuk mengembangan kecerdasan emosional pada anak adalah dengan “mengajarinya bagaimana mengenali perasaan khususnya, dan dengan mengembangkan kecakapan bahasanya agar dapat mengekspresikan emosi-emosi yang dialaminya”.75 Secara lebih rinci maka yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam mengembangkan emosi murid adalah dengan “Pelatihan Emosi”, dimana oleh Daniel Goleman anak-anak yang mendapatkan pelatihan emosi ini disebut “orangorang yang memiliki kecerdasan emosional”. Kemampuan-kemampuan ini mencakup kemampuan mengatur keadaan emosional mereka sendiri. Anak-anak itu lebih terampil dalam menenangkan diri mereka sendiri bila mereka marah. Mereka mampu menenangkan jantung mereka dengan lebih cepat. Unjuk kerja unggul dalam bagian fisiologi mereka yang terlibat dalam menenangkan diri mereka sendiri menyebabkan mereka jarang menderita penyakit menular. Mereka lebih terampil dalam memusatkan perhatian. Mereka lebih terampil dalam memusatkan perhatian. Mereka lebih cakap dalam memahami orang lain. Pendek kata, mereka telah mengembangkan sejenis “IQ” yang menyangkut orang maupun dunia perasaan, atau kecerdasan emosional.76 74
Makmun Mubayidh, op.cit., h. 125 Ibid., h. 111 76 John Gottman, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (terjemahan), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. xvii. 75
46
Sehingga dalam hal ini sekolah yang ideal adalah sekolah yang berupaya mengembangkan secara berimbang kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan intelektual (IQ). 6. Kecerdasan Emosional dalam Pendidikan Islam Kecerdasan emosional sebagaimana yang dijelaskan oleh Goleman adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.77 Individu dikatakan cerdas secara emosional apabila memiliki kemampuan dalam mengendalikan dan selaraskan setiap gejolak emosi dalam diri, serta kemampuan untuk berinteraksi dengan baik dalam lingkungannya. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa emosional merupakan perasaan yang dimiliki oleh manusia. Setiap manusia memiliki perasaan untuk menimbang sebuah keputusan yang berat disamping akal sehat. Dengan pertimbangan-pertimbangan emosional manusia dapat menjadi lebih bijak dalam mengarungi kehidupan ini. Dan yang membedakan bahwa manusia memiliki kecerdasan emosional atau tidak adalah dengan kualitas-kualitas yang terdapat di dalam kecerdasan emosional tersebut. John Mayer menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampak penting bagi keberhasilan, kualitas-kualitas tersebut antara lain: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Empati Mengungkapkan dan memahami perasaan Mengendalikan amarah Kemandirian Kemampuan menyesuaikan diri Disukai Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi Ketekunan Kesetiakawanan78 Keramahan, dan Sikap hormat.
77 78
Goleman, op. cit., h. 42 E. Shapiro, op. cit., h. 5.
47
Kesembilan kualitas yang dirincikan oleh John tersebut pada dasarnya merupakan bentuk dari kepribadian-kepribadian dalam diri individu. Adapun keramahan serta sikap hormat merupakan dua manifestasi kepribadian ketimuran yang sarat dengan nilai-nilai. Keramahan adalah salah satu sikap mental seseorang yang baik dalam berinteraksi dan sikap hormat adalah bentuk kepribadian yang menjunjung tinggi nilai-nilai hierarki sosiologis.79 Dengan demikian maka manifestasi dari kecerdasan emosional ternampakkan melalui pola tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks Islam, pada hakikatnya manusia memiliki kecerdasan yang sama, bakat yang sama, dan talenta yang sama pula ketika baru lahir. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78 yang berbunyi:
ìJ¡9# N39 @è_r $«© cqJ=è? w N3F»gB& bqÜ/ `B N3_z& !#r ÇÐÑÈ cr3±? N3=è9 o«ù{#r »Á/{#r Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. Ayat tersebut Allah SWT menegaskan bahwa manusia ketika datang dan berkenalan dengan dunia ini ia tidak mengetahui apa-apa, namun manusia dibekali dengan sama’, abshar dan af’idah untuk dipergunakan dalam mengarungi derasnya laju perkembangan zaman dimuka bumi ini. Manusia membutuhkan akal fikiran sebagai penetralisir dari budaya yang pada akhirnya akan membentuk pola kepribadian. Hal ini sebagimana dikatakan oleh Syarkawi bahwa kepribadian seorang anak dipengaruhi besar oleh lingkungannya karena lingkunganlah yang pada akhirnya membentuk pola kepribadian seorang anak.80 Syarkawi menjelaskan sebagai berikut, contohnya: “Pada dasarnya pola kepribadian yang ditampilkan pada anak merupakan manifestasi dari pendidikan
79
A. Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1992), Cet. Ke-2, h. 50. 80 Syarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-1, h. 19-20.
48
yang diberikan orang tua kepadanya melalui komunikasi. Contoh, orang tua sering memerintahkan kepada anaknya, tolong kalau nanti ada telepon, bilang ayah dan ibu sedang tidak ada diluar karena ayah dan ibu mau tidur. Peristiwa ini adalah suatu pendidikan kepada anak bahwa berbohong itu boleh atau halal dilakukan. Akibatnya, anak juga melakukan perilaku berbohong kepada orang lain termasuk kepada orang tuanya sendiri. Jika anak mendapatkan kepuasan bahkan kenikmatan
ketika
berbohong
maka
perbuatan
bohong
tersebut
akan
dikembangkan oleh anak dan bahkan mungkin saja berbohong itu akan menjadi kesenangannya
dan
menjadi
keahlian
yang
lama-kelamaan
menjadi
kepribadiannya.81 Contoh yang diberikan oleh Syarkawi tersebut, dapat dipahami bahwa pengaruh yang diterima dari lingkungan dalam hal ini adalah orang tua dapat membentuk kepribadian individu, karena pada dasarnya manusia belum mengetahui apa-apa ketika datang ke muka bumi ini. Manusia merupakan makhluk potensial yang memiliki kemampuan untuk menalar berbagai stimulus yang dirangsangnya. Dalam konteks psikologis pendidikan disebutkan bahwa setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitasnya.82 Bakat atau potensi tersebut jika tersalurkan ke dalam dimensi-dimensi yang positif maka pertumbuhan dan perkembangan kepribadian manusia akan menjadi baik, namun sebaliknya jika pertumbuhan dan perkembangan tersebut tersalurkan ke dalam dimensi-dimensi yang uruk maka akan berdampak buruk pula terhadap kepribadian individu. Seorang anak manusia pada hakikatnya belum memiliki pengetahuan apaapa selain fitrahnya. Adapun yang akan membentuk kehidupan hingga pada pola kepribadian anak tersebut adalah lingkungannya. Syarkawi mengatakan bahwa lingkungan kelurga adalah tempat pertama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang
81
Ibid,. h. 20. Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-6, h. 135. 82
49
anak.83 Hal ini pun telah dijelaskan dalam sebuah hadis nabi yang mengatakan bahwa sesungguhnya seluruh anak yang lahir kepermukaan bumi ini adalah dalam keadaan fitrah, dan orang tuanyalah yang akan menjadikannya beragama Majusi ataupun Nasrani. Berangkat dari asumsi tersebut maka diperlukan media yang terintegrasi dala diri manusia untuk melakukan filterizing dari berbagai rangsangan yang datang dari luar diri manusia. Untuk itulah sebagimana tertulis dalam Al-Qur’an surat An-Nahl tersebut Allah memberikan manusia hati sebagai pusat kinerja tubuh yang berfungsi untuk mengontrol dan meng-counter berbagai budaya yang dilihat dan didengar. Ibnu Katsir mengatakan bahwa hati yang dimaksud dalam surat An-Nahl ayat 78 tersebut ialah akal berpusat dihati (qalb) manusia, yang dengannya terlihat segala kebenaran oleh karena hati tidak dapat berbohong.84 Menurut Robert K Cooper yang dikutip oleh Ary Ginanjar mengatakan bahwa hati dapat mengaktifkan nilai-nilai kita yang terdalam, mengubahnya dari sesuatu yang kita fikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Menurutnya hati mampu mengetahui halhal mana yang tidak boleh atau tidak dapat diketahui oleh pikiran kita.85 Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas serta komitmen. Hati pun merupakan sumber energy dan perasaan mendalam yang membentuk kita untuk melakukan pembelajaran, menciptakan kerjasama, memimpin dan melayani. Memahami pernyataan di atas bahwa hati yang terdapat dalam diri manusia tidak dapat berbohong dan bahkan dapat mendeteksi hal-hal yang sebenarnya tidak boleh atau tidak diketahui pikiran manusia. Sehingga dengan keberadaan hati tersebut, manusia memiliki tameng untuk menghadapi kerasnya zaman. Hati nurani dapat dijadikan sebagai pembimbing terhadap apa yang harus ditempuh dan apa yang harus diperbuat. Artinya, setiap manusia pada dasarnya telah memiliki radar hati sebagai pembimbing. Menurut HS Habib Adnan yang 83
Syarkawi,. h, 19 Imam Ismail bin Umar bin Katsir, Al-Mishbah Munir fi Tahdzibi; Tafsiir Ibnu Katsir, (Riyadh, Daarulsalam, 2000), Cet. Ke-2, h. 738. 85 Ary Ginanjar, op. cit., h. 40 84
50
dikutip oleh Ary Ginanjar mengatakan bahwa kebenaran Islam senantiasa selaras dengan suara hati manusia. Kecerdasan emosional dapat diidentikan dengan kemampuan mental individu dalam mengatur perilakunya disebuah tempat pada posisi yang seperti apapun. Sedangkan mental sangat berhubungan erat dengan sisi kejiwaan manusia. Allah dalam surat As-Syams ayat 7-10 telah berfirman bahwa:
ÇÒÈ $g8. `B x=ù& % ÇÑÈ $g1q)?r $dqgú $gJl;'ù ÇÐÈ $g1q $Br §ÿRr ÇÊÉÈ $g9 `B >%{ %r Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. Ayat tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya manusia telah diciptakan dalam keadaan yang sempurna. Sedangkan pembentukan kepribadian pada kejiwaannya tersebut ditentukan oleh manusia itu sendiri, oleh karena itulah Allah memberinya pula potensi berupa jalan kefasikan sebagi konotasi dari keburukan dan ketakwaan sebagi konotasi dari kebaikan. Pola kepribadian manusia merupakan bantukan-bentukan yang dibuat oleh lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk yang memiliki sifat dynamic-environment yang artinya bahwa sejauh kagiatan-kegiatan tersebut hanya berlangsung dalam waktu yang singkat maka manusia masih mampu untuk mengkondisikan kepribadian pada suatu tingkatan yang disebut dengan kesempurnaan. Pembentukan kepribadian manusia merupakan manifestasi dari fitrahnya manurut Achmadi dapat dilakukan pada lingkungan pendidikan.86 Sehingga dalam konteks kekinian, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menakankan pembentukan sosok pribadi yang memiliki kualitas mental yang baik, bertingkah laku baik dan sempurna.
86
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Theosentris, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005), Cet. Ke-1, h. 47.
51
Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam UndangUndang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 menyatakan bahwa: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Berkenaan dengan hal tersebut, Arifin mengatakan bahwa jika pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang mampu menghasilkan manusia berbudaya tinggi maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas serta menanamkan rasa tanggung jawab.87 Hal senadapun di ungkapkan oleh Mohammad Irfan dan Matsuki yang mengatakan bahwa pada dasarnya pendidikan adalah proses rekayasa atau rancang bangun kepribadian manusia.88 Muhammad
Fadlyl
al-Jamali
yang
dikutip
oleh
Muhaimin.89
Mengindikasikan bahwasannya pendidikan Islam menghendaki sebuah upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan. Melalui nilai-nilai tersebut peserta didik akan lebih mengerti dan mendapat core dari kegiatan pendidikannya itu. Sehingga pencapaian
kesempurnaan
manusia sebagai insan kamil bukan lagi wacana dalam pendidikan Islam, tetapi lebih merupakan proses pengaktualisasian diri sepenuhnya berkaitan dengan akal, perasaan dan perbuatan. Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan kecerdasan emosional dalam pendidikan Islam adalah kemampuan individu dalam mengenali dan mengendalikan perasaannya yang berpusat di dalam hati yang disebut dengan qolb. Hati sebagai pusat kendali manifestasi tingkah laku manusia
87
HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Interdisiplinier, (Bandung: Rosda Karya, 2003), h. 7. 88 Mohammad Irfan dan Matsuki HS, Teologi Pendidikan, Tauhid Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani: 2000), Cet. Ke-1, h. 131. 89 Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 134.
52
dalam melakukan filterizing yang diserap dari lingkungannya. Sehingga seorang dikatakan memiliki kecerdasan emosional ketika ia mampu mengaktualisasikan dan mengembangkan potensi hati yang terintegritas didalam dirinya. 7. Metode dalam Membina Kecerdasan Emosional Supaya guru pendidikan agama Islam mampu merealisasikan hal-hal yang perlu dipelajari siswa tentang EQ, guru pendidikan agama Islam dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Memasukkan unsur-unsur pendidikan emosi melalui perilaku guru dalam membenarkan dan meluruskan perilaku siswa. (beradaptasi dengan emosi sendiri). Upayakan guru selalu merasa puas terhadap diri sendiri, guru yang merasa puas dengan diri sendiri maka guru tersebut mampu menghadapi perilaku negatif siswa, lebih sabar menerima keluhan siswa, dan lebih memahami emosi mereka. Dalam
situasi ini,
guru
juga mengajarkan
pada siswanya begaimana
mengendalikan perasaan marah, bagaimana mengarahkan perilaku mereka. Hal tersebut dapat dilakukan guru pendidikan agama Islam dengan mengajarkan siswa hal-hal sebagai berikut: 1) Melatih siswa untuk bersabar (mengendalikan emosi) Siswa atau anak perlu dilatih untuk bersabar (mengendalikan emosi), karena bersabar banyak manfaatnya, dan bahwasanya ada penelitian menerangi bahwa lemahnya kemampuan siswa/anak dalam mengendalikan diri, menjadi faktor utama yang memunculkan masalah kenakalan remaja. Ada juga penelitian yang mengidentifikasi bahwa ketidak mampuan mengendalikan emosi akan mendorong anak untuk bersikap kasar ketika ia dewasa.90 2) Memberikan arahan dan ajaran tentang etika sopan santun (cara bergaul yang baik). Guru pendidikan agama Islam harus memberikan ilmu etika dalam bermasyarakat tentang pergaulan antar sesama manusia. Dalam pemberian materi
90
Makmun Mubayidh, op. cit., h. 218
53
ini guru dituntut harus menguasai sepenuhnya baik dari teori maupun praktek kehidupan sehari-hari. 3) Guru pendidikan agama Islam mengajarkan siswa sikap bertanggung jawab Seorang pendidik wajib mengajarkan siswa untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, perilaku dan keputusannya. Jangan sampai siswa melakukan sesuatu karena perintah, atau maniru, orang lain. Sebaliknya ia harus tahu lebih dulu konsekuensi perbuatannya sebelum melaksanakannya, sehingga ia juga harus mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan berani. Siswa yang memahami hal ini akan tercipta masyarakat kelak dihuni oleh orang-orang yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya. Pelajaran ini dapat dipetik dari Nabi Adam dan Hawa. Mereka berani mengumumkan tanggung jawab dirinya, tidak melemparkan kesalahannya pada orang lain. Sebagaimana Allah SWT berfirman: Surat Al-A’raf ayat 23:
ÇËÌÈ `£»9# `B ûðq3Z9 $YJm?r $Z9 ÿó? O9 b)r $Z¡ÿR& $YH>ß $Z/ w$% Keduanya berkata: Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada Kami, niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi. (Q.S Al-A’raf: 23). 4) Guru pendidikan agama Islam membantu siswa agar optimis dalam menghadapi masalah dan meraih cita-cita Optimisme merupakan harapan kuat yang mungkin dicapai, dengan keyakinan setiap masalah akan berakhir dengan baik, meski adanya berbagai kesulitan dan rintangan, sikap optimism ini penting diajarkan kepada siswa karena dengan optimis dapat melindungi seseorang dari sikap putus asa, takut, menyerah, atau menghindarkan seseorang dari sikap negatif dan lemah. Dengan terhindarnya sikap negatif tersebut siswa dapat meraih cita-citanya. Dengan adanya cita-cita yang kuat, siswa akan bekerja keras untuk menggapainya ia tidak mudah menyerah, dan gelisah, sehingga kesehatan emosionalnya lebih baik dan kuat.
54
b. Mengarahkan siswa bagaimana cara mengatasi konflik yang timbul diantara mereka. Mengarahkan
siswa
dalam
mengatasi
konflik,
guru
senantiasa
menganjurkan siswa untuk memikirkan faktor-faktor yang menyebabkan faktor tersebut terjadi, setelah mengetahui faktor tersebut, siswa dimotivasi untuk memikirkan solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Dengan cara ini siswa lebih mampu menganalisa perilakunya, dan belajar dari kesalahan dan pengalaman. Cara ini jauh lebih baik dari pada jika guru memberikan hukuman atau mengeluarkannya dari sekolah. Di sekolah yang menerapkan metode ini, frekuensi pertengkaran dan perkelahian antar pelajar menurun tajam. Hubungan antar siswa disekolah secara umum juga membaik.91 c. Mengajak siswa menganalisa peristiwa yang terjadi di masyarakat dan memahaminya dengan benar. Seperti mengadakan kegiatan baksos sabagai respon atas peristiwa tersebut. d. Membantu siswa dalam memperbaiki emosi dan mengembangkan EQ dengan cara sebagai berikut: 1) Membantu siswa menyebut emosi mereka 2) Menghargai pendapat siswa 3) Hendaknya guru menghormati perasaan siswa.92
C. Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan dari tinjauan penulis, beberapa penelitian membuktikan bahwa peranan guru sangat penting terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa penelitian yang dilakukan, seperti tiga penelitian di bawah ini: Pertama, skripsi Aditya Ramadhan pada tahun 2010 dengan judul “Peranan Keluarga terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak”. Dari
91 92
Makmun Mubayidh, op. cit., h. 218 Ibid,. h. 138
55
hasil yang diperoleh dari penelitian Aditya Ramadhan menyatakan bahwa keluarga sebagai suatu faktor dasar dalam pembentukan kepribadian anak dimana anak akan menyerap seluruh pengalaman yang ditangkap inderanya tanpa seleksi, pengalaman itu tidak akan hilang dan akan membentuk pola kepribadian. Keluarga mempunyai peranan penting dalam mengembangkan kecerdasan emosional anak, karena keluarga merupakan wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak. Peran lingkungan keluarga di dalam mengembangkan dan mendidik aspek emosional anak diantaranya: Menciptakan suasana yang baik dalam lingkungan keluarga, setiap anggota keluarga melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing, menghindari segala sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan jiwa anak, misalnya saling mengejek sesama anggota keluarga dan memberi kesempatan kepada anak untuk bergaul dengan teman-temannya di luar lingkungan keluarga. Perbedaan antara penelitian yang di lakukan oleh Aditya Ramadhan dan penulis terletak pada metodologi penelitian. Pada penelitian Aditya Ramadhan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode study pustaka. Yaitu berusaha mengungkap dan menemukan secara sistematis berbagai data mengenai peran keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama di dalam mendidik kecerdasan emosional anak. Sumber data pada penelitian Aditya Ramadhan di peroleh dan dikumpulkan dari berbagai sumber teks yang berkaitan dengan pokok permasalahan (data primer) dan sumber-sumber teks pendukung (sekunder) yang berkaitan dalam penelitiannya. Sedangkan penulis melaksanakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode “Deskriptif Analisis”. Kedua, skripsi Badi’ah pada tahun 2012 dengan judul “Paranan Guru Bimbingan Konseling dalam Membina Kecerdasan Emosional Siswa Di SMP Negeri 3 Babelan Bekasi Utara”. Dari hasil yang diperoleh dalam penelitiannya adalah “Peranan Guru Bimbingan Konseling dalam Membina Kecerdasan Emosional Siswa di SMP Negeri 3 Babelan. Dengan kategori Baik”. Dari hasil penelitian Badi’ah menyatakan bahwa untuk mencapai hasil yang baik dalam melaksanakan pembinaan kecerdasan emosional pada siswa, guru pembimbing
56
sebagai pembimbing (konselor) perlu melaksanakan kegiatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah tersebut seperti layanan Orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan bimbingan belajar, layanan konseling perorangan (individu), dan layanan bimbingan dan konseling kelompok, secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan siswa, terlebih khusus terhadap siswa yang mempunyai masalah. Dan dalam memecahkan masalah siswa. Guru pembimbing saling bekerja sama dengan guru lainnya dan juga orang tua siswa. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Badi’ah dan penulis terletak pada aspek peranan guru. Pada penelitian Badi’ah bertujuan untuk mengetahui peranan guru Bimbingan Konseling yang meliputi guru sebagai motivator, supporter, pembimbing dan teladan dalam membina kecerdasan emosional siswa. Sedangkan penulis bertujuan untuk mengetahui peranan guru pendidikan agama Islam yang meliputi guru sebagai pendidik, pembimbing, motivator, pengelola kelas dan evaluator
terhadap pembinaan kecerdasan
emosional siswa. Data dan sumber data dalam penelitian yang dilakukan oleh Badi’ah adalah kepala sekolah, guru pembimbing dan siswa kelas IX SMP Negeri 3 Babelan Bekasi yang berjumlah 70 siswa dari 210 siswa, melalui teknik purposive sampling, sedangkan penulis bersumber dari guru pendidikan agama Islam, hasil jawaban siswa yang berjumlah 40 siswa dari 198 siswa kelas XI SMA Martia Bhakti Bekasi dengan teknik random sampling. Ketiga, skripsi Evi Lailatul Latifah pada tahun 2010 dengan judul “Hubungan Kecerdasan Emosional Siswa dengan Akhlak Siswa Kelas XI SMA Triguna Utama Tangerang Selatan”. Dari hasil yang disimpulkan dari penelitian tersebut bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa. Hal ini di landaskan atas : 1.) Kecerdasan emosional dengan akhlak siswa memiliki jalur yang sejalan dan sama-sama bersumber
pada kepribadian manusia.
Sehingga
memunculkan anggapan bahwa akhlak siswa dapat ditingkatkan dengan adanya pembinaan dari pendidik di sekolah dalam hal pengembangan kecerdasan emosional siswa .
57
2.) Pendidikan kecerdasan emosional dapat diterapkan secara implicit oleh instansi sekolah khususnya bagi seorang pendidik ketika proses pembelajaran berlangsung. Atau dengan kata lain pengembangan kecerdasan emsoional dapat digabungkan dalam materi pelajaran yang sudah
ada
sehingga
tidak
diperlukan
waktu
tambahan
untuk
mengembangkan kecerdasan emosional pada siswa. Hal ini dapat berimbas pada peningkatan akhlak siswa. 3.) Adanya interaksi emosional antara pendidik dan siswa merupakan salah satu alternatif dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa secara internal. Sehingga diperlukan pelatihan khusus bagi pendidik untuk dapat menerapkan metode interaksi emosional ini secara lebih mendalam. Perbedaan antara penelitian Evi Lailatul Latifah dengan penulis adalah terletak pada permasalahan yang akan diteliti. Pada skripsi Evi Lailatul Latifah masalah yang dirumuskan pada penelitiannya adalah “apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan akhlak siswa?”, dan metodologi penelitian pada skripsi Evi Lailatul Latifah pada analisa data menggunakan Formula Product Moment Karl Pearson dengan perhitungan Coefficient of Determination dengan menggunakan rumus KD = r2 x 100%, sedangkan pada penulis perumusan masalah dalam penelitian adalah “bagaimana peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa?”, peneliti menggunakan metode persentase dari hasil perhitungan yang kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan rumus
Tinjauan yang dilakukan penulis, maka penulis tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi. Penulis berharap melalui penelitian ini peranan guru pendidikan agama Islam dapat menumbuhkembangkan kecerdasan emosional siswa menjadi lebih baik.
58
D. Kerangka Berfikir Berdasarkan uraian pada kajian teori diatas, maka dapat di pahami bahwa dalam dunia pendidikan khususnya dalam proses kegiatan belajar-mengajar banyak hal yang perlu di perhatikan agar rencana pengajaran mencapai tujuan pendidikan yang telah di rumuskan, satu dari sekian masalah, adalah masalah bagaimana peranan guru pendidikan agama Islam dengan kecerdasan emosional siswa. Kecakapan seorang guru seperti kepribadian, kemampuan guru dalam mengajar dan kemampuan guru dalam mengelola kelas mempunyai peran yang sangat penting dalam menumbuhkembangkan kecerdasan emosional siswa. Semakin cakap seorang guru dalam kepribadian, mengajar dan mengelola kelas semakin merangsang perkembanganya kecerdasan emosional dalam mengenali kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Peranan guru pendidikan agama Islam sangat berkaitan erat dengan kecerdasan emosional siswa, karena siswa dapat menumbuhkembangkan kecerdasan emosional dalam diri mereka untuk mampu menyadari emosi diri sendiri, mengendalikan diri, memotivasi diri, memahami emosi orang lain dan keterampilan sosial secara tepat sehingga mampu menyesuaikan diri secara mental terhadap lingkungan yang dihadapi serta mampu merespon secara positif terhadap setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut. Kecerdasan emosional yang dimiliki oleh siswa sangat bermanfaat bagi perjalanan hidup siswa tersebut.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang dijadikan sebagai obyek penelitian adalah SMA Martia Bhakti Bekasi yang beralamat di Jl. Jend. Sudirman Km. 32 Bekasi. Adapun waktu penelitian yaitu sejak bulan Januari sampai bulan April 2013.
B. Metode Penelitian Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian tentang Peranan Guru
PAI terhadap
Pembinaan Kecerdasan
Emosional
Siswa,
penulis
melaksanakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode “Deskriptif Analisis”. Jenis penelitian lapangan dimaksud agar dapat memperoleh fakta, data dan informasi yang lebih objektif dan akurat mengenai Peranan Guru PAI terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa SMA Martia Bhakti Bekasi.
C. Populasi dan Sampel Populasi adalah “keseluruhan subjek penelitian”.1 Adapun populasi target dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa SMA Martia Bhakti, kelas X, XI, dan XII
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) , h. 173
59
60
yang berjumlah 470 siswa. Sedangkan populasi terjangkau yaitu siswa kelas XI yang berjumlah 198 siswa. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.2 Dari populasi terjangkau tersebut, penulis mengambil sampel 20% dari seluruh siswa kelas XI yaitu 40 orang. Adapun teknik yang digunakan adalah penentuan sampel secara Random Sampling, yaitu pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu dengan cara memilih siswa dari daftar hadir (absen) siswa. Pemilihan siswa XI sebagai sampel dalam penelitian ini karena peneliti memiliki alasan-alasan tertentu, yaitu: a. Kelas XI secara psikologis lebih memiliki kematangan emosional dari pada kelas X. b. Kelas XI lebih memiliki waktu luang yang cukup sehingga peneliti banyak memiliki waktu dalam melakukan penelitian dibanding kelas XII. c. Kelas XII lebih berkonsentrasi kepada ujian nasional sehingga waktu yang tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian terhadap kelas XII.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi (Pengamatan) Observasi, atau “pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati, mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki”3 yaitu siswa-siswi kelas XI dan keadaan SMA Martia Bhakti. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data tentang kondisi sekolah atau deskripsi lokasi penelitian yang dilaksanakan di SMA Martia Bhakti.
2 3
Ibid., h. 174 Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2004), Cet. Ke-6, hal.70.
61
2. Angket (Quesioner) Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan kepribadiaannya atau hal-hal yang ia ketahui.4 Responden diminta menjawab pertanyaan angket dengan memilih jawaban dari jawaban yang telah tersedia. Penyebaran angket dalam bentuk pernyataan ini ditujukan pada siswa-siswi SMA Martia Bhakti yang dijadikan responden untuk mendapatkan data dan informasi yang berhubungan dengan peranan guru PAI dan kecerdasan emosional siswa. 3. Wawancara (Interview) Wawancara atau interview adalah komunikasi langsung dalam bentuk tanya jawab antara peneliti dengan responden untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan penelitian. Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara atau interview secara langsung kepada guru bidang studi Pendidikan Agama Islam untuk memperoleh informasi masalah kecerdasan emosional di SMA Martia Bhakti. Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrument Peranan Guru PAI terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa No 1
Variabel Peranan Guru Pendidikan Agama Islam
4
Dimensi a. Peranan Guru PAI sebagai Pendidik
Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 139
Indikator ·
Mendidik siswa untuk menjalankan perintah agama
·
Mendidik siswa untuk bersikap dan berperilaku sopan santun
·
Mendidik siswa untuk mengamalkan perbuatan terpuji
·
Mendidik siswa untuk menjauhi perbuatan tercela
No. Item 1
Jml Item 1
2
1
3, 4
2
5, 6
2
62
b. Peranan Guru PAI sebagai Pembimbing
·
Keteladanan
·
Membimbing dalam mengembangkan potensi Membimbing dalam bersikap simpati dan empati
·
c. Peranan Guru PAI sebagai Motivator
d. Peranan Guru PAI sebagai Pengelola Kelas
2.
Kecerdasan Emosional Siswa
e. Peranan Guru PAI sebagai Evaluator a. Mengenali Emosi Diri
7, 8
2
9
1
10
1
11, 12
2
·
Membimbing dalam menyikapi berbagai bentuk hubungan dengan orang lain
·
Membimbing dalam menyikapi emosi sendiri
13
1
·
Memotivasi dalam menyelesaikan Masalah
14
1
·
Memotivasi dalam pembelajaran agama Islam
15, 16, 17, 18
4
·
Menciptakan lingkungan belajar yang baik
19, 20, 21
3
·
Mengevaluasi pelajaran
4
·
Mampu mengenali perasaan diri sendiri
22, 23, 24, 25 26, 30
·
Mampu menilai diri secara teliti
27
1
·
Percaya diri
28
1
·
Menerima keadaan diri sendiri
29
1
2
63
b. Mengelola Emosi
c. Memotivasi Diri
d. Mengenali Emosi Orang lain
·
Mampu mengatur emosi sendiri
31
1
·
Mampu mengendalikan dan mengatasi stress
32
1
·
Mampu menolak perilaku negative
33
1
·
Mampu menilai kemampuan diri
34
1
·
Mampu menahan impuls agresi kemarahan
35
1
·
Memiliki harapan dan optimisme
36
1
·
Dorongan untuk berprestasi
37, 39
2
·
Mampu untuk berpikir positif
38
1
·
Mampu untuk memecahkan masalah
40
1
·
Mampu mengenali emosi orang lain
41
1
·
Punya kepedulian terhadap orang lain
42
1
·
Berbagi
43
1
·
Mau menerima sudut pandang orang lain
44, 45
2
64
e. Membina Hubungan
·
Mampu menjalin hubungan dengan orang lain
·
·
46, 50
2
Mampu menyesuaikan diri pada lingkungan baru
47, 49
2
Mampu berkomunikasi dengan orang lain
48
1
E. Teknik Analisis Data Dalam teknik ini penulis menggunakan beberapa teknik dalam mengumpulkan data hasil penelitian, yaitu: 1. Editing, yaitu memeriksa kembali jawaban daftar pertanyaan yang diserahkan oleh responden. Kemudian angket tersebut diperiksa satu persatu, tujuannya untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada pada daftar pertanyaan yang telah diselesaikan. Jika ada jawaban yang diragukan atau tidak dijawab, maka
penulis
menghubungi
responden
yang
bersangkutan
untuk
menyempurnakan jawabannya. 2. Skoring, yaitu merupakan tahap pemberian skor terhadap butir-butir pernyataan yang terdapat dalam angket. Dalam pengambilan angket menggunakan skala likert, yaitu: Selalu, Sering, Kadang-kadang, dan Tidak Pernah, yang harus dipilih oleh responden. Maka penulis melakukan perhitungan skor rata-ratanya dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Angket Alternatif Jawaban Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
Pernyataan Positif Negatif 4 1 3 2 2 3 1 4
65
3. Tabulating, yaitu proses memindahkan jawaban ke dalam tabel, sehingga diketahui perhitungan prosentasenya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data secara kuantitatif yang dinamakan deskripsi analisis, yaitu menggambarkan apa adanya. Langkah pertama adalah membuat tabel frekuensi dan kemudian delengkapi dengan persentase. Dalam hal ini penulis menggunakan rumus sebagai berikut: F P=
x 100% N
Keterangan: P
= Angka persentasi untuk setiap jawaban
F
= Frekuensi untuk setiap jawaban
N
= Jumlah Responden
100% = Bilangan tetap (konstanta) Dalam menetapkan ada tidaknya peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan Kecerdasan Emosional siswa, peneliti menentukan kriteria data-data kualitatif berdasarkan nilai-nilai angket yaitu: Table 3.3 Skala Persentase No
Persentase
Penafsiran
1
100 %
Seluruhnya
2
90%-99%
Hampir Seluruh
3
60%-89%
Sebagian Besar
4
51%-59%
Lebih dari Setengah
5
50%
Setengah
6
40%-49%
Hampir Setengah
7
10%-39%
Sebagian Kecil
8
1%-9%
Sedikit Sekali
9
0%
Tidak Ada
66
F. Interpretasi Data Setelah melakukan perhitungan persentase, maka selanjutnya peneliti melakukan interpretasi data, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi atau gambaran masing-masing aspek yang diteliti berdasarkan tanggapan responden. Untuk menentukan persentase, di gunakan perhitungan sederhana dengan langkah-langkah: a. Menentukan nilai harapan (NH), nilai ini dapat diketahui dengan mengalikan jumlah item pertanyaan dengan skor tertinggi b. Menghitung nilai skor (NS), nilai ini merupakan nilai rata-rata sebenarnya yang diperoleh dari hasil penelitian c. Menentukan rumus kategorinya, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut: NS P=
x 100% NH
Keterangan: P
= Persentase (nilai rata-rata)
NS = Nilai Skor NH = Nilai Harapan Selanjutnya hasil skor tersebut akan dikatagorikan sesuai dengan banyaknya skor sebagai berikut: 1. 80-100 = Termasuk kategori sangat baik 2. 60-79
= Termasuk kategori baik
3. 40-59
= Termasuk kategori cukup baik
4. < 39
= Termasuk kategori kurang baik
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMA Martia Bhakti Bekasi 1. Sejarah Singkat SMA Martia Bhakti Lembaga Martia merupakan Lembaga Pendidikan yang didirikan oleh pendirinya sejak tahun 1981. Pendiri "Yayasan Martia" adalah H. Herry Soetomo dan Neneng Martia ( Almarhumah ). Dalam perkembangannya kata "Martia" selain diambil dari nama Ibu Neneng Martia, juga diartikan sebagai Mari Tingkatkan Iman dan Amal Sholeh. Sebagai Lembaga Pendidikan yang berdiri sejak tahun 1981, kemudian dalam mensukseskan program pemerintah di bidang pendidikan, membuka jenjang pendidikan Sekolah Menengah Lanjutan Tingkat Pertana ( SLTP/SMP ) Martia Bhakti dan dua tahun berikutnya yaitu tahun 1983 telah berhasil membuka Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ( SLTA/SMA ) Martia Bhakti, kemudian tahun 1991 membuka cabang SLTA di Sragen Solo, Jawa Tengah. SMA Martia Bhakti Bekasi didirikan berdasarkan surat keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Barat nomor 163/102/.kep/E 83. Dengan lokasi yang mudah dijangkau baik dari arah Jakarta maupun dari wilayah Bekasi yang beralamat di Jalan Jend. Sudirman km.32 Bekasi. Dalam upaya mencerdaskan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Kota Bekasi pada khususnya SMA Martia Bhakti menerapkan pendidikan yang berbasis pada dakwah.
67
68
Dalam mewujudkan sekolah berbasis dakwah dilaksanakan kegiatankegiatan antara lain sholat berjamaah di masjid dan awal waktu, murojaah hafalan Juz ke 30 dilaksanakan sebelum pelajaran dimulai, Tahfidzul Qur’an (Juz 30), Mabit (Malam Bina Iman dan Taqwa), keputrian (Faqun-Nisa). Untuk menunjang tersebut, maka pada tahun 1996 SMA Martia Bhakti Bekasi membangun masjid dengan luas tanah 289 m2 dan kapasitas masjid 1500 jama’ah, Masjid tersebut bernama Masjid Nurul Amal Martia Bhakti. Pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran di lingkungan lembaga pendidikan Martia Bhakti secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pendidikan umum dan pendidikan keagamaan. Pendidikan keagamaan yang berlandaskan pada Al Qur'an dan Sunnah, dengan senantiasa menegakkan 4 macam pilar, yaitu 1. Melaksanakan sholat lima waktu, diawal waktu, berjamaah di Masjid 2. Membaca Al Qur'an beserta pemahaman, dan pengamalan kandungannya 3. Beramal Sholah demi kemaslahatan umat, dan mengharap ridho Allah Swt 4. Menghidupkan sholat malam (Qiyamul Lail) Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di SMA Martia Bhakti mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) serta mulai tahun 2008/2009 SMA Martia Bhakti Bekasi berstatus sebagai Rintisan SKM dengan menerapkan pembelajaran sistem SKS. Dengan pembelajaran sistem SKS sekolah memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk menyelesaikan pendidikan lebih awal dari sekolah regular dengan demikian kemandirian siswa lebih diutamakan. 2. Visi dan Misi Pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan
kemampuan
dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Adapun arah dan Tujuan pendidikan di SMA Martia Bhakti Bekasi yaitu menciptakan warga sekolah yang beriman dan bertaqwa serta mampu bersaing dalam menghadapi era persaingan
69
global baik persaingan diperguruan tinggi maupun persaingan di dunia kerja. Dan untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, sekolah SMA Martia Bhakti memiliki Visi dan Misi, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Visi Menjadi lembaga yang berkualitas atas dasar Iman dan Taqwa b. Misi 1. Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berkualitas berdasarkan kurikulum yang berlaku 2. Melaksanakan pembinaan akhlakul karimah 3. Menyiapkan peserta didik yang mampu bersaing di perguruan tinggi 4. Menegakkan kedisiplinan 5.
Memperoleh pendidikan yang lebih baik
6.
Melaksanakan administrasi secara tertib
3. Keadaan Guru dan Karyawan Kualitas pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SMA Martia Bhakti, untuk mencapai kualitas pendidikan tersebut SMA Martia Bhakti dalam merekrut tenaga pendidik dan kependidikan sangatlah selektif. Setiap tenaga pendidik harus memenuhi kualifikasi pendidikan minimal S1 serta sebagai sekolah berbasis dakwah, setiap guru SMA Martia Bhakti harus dapat membaca Al-Qur’an. Dengan demikian harapan masyarakat yang menghendaki sekolah berwawasan Islami akan terpenuhi. Sekolah dapat mencapai standar pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas. Untuk mengetahui keadaan guru SMA Martia Bhakti tahun ajaran 2012/2013 dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini: Tabel 4.1 Keadaan Guru SMA Martia Bhakti Bekasi
1
Sarwan, S.Pd
Jenis Kelamin L
2
Dra. Yulianti
P
No
Nama Guru
Pendidikan Tertinggi S1. STKIP Purnama Jakarta S1. UNSRI Pelembang
Bidang Studi Kepala Sekolah/ Ekonomi Bhs.Inggris
70
3
Ali Muyitho, S.Pd
L
4
Suharyati, S.Pd
P
5
Sutarni C. Suchat
P
6 7 8
Tugiman, S.Pd Sudarmadi, SH Suharno, S.Pd
L L L
9 10 11 12
P P L P
13
Dra. Dwi Suyanti Dra. Suwarni Agus Hermawan, S.Ag Rina Sugiantiningsih, S.Pd Muh Yusuf, S.Pd
14 15 16
Dewi Herawati, S.Pd Ahmad Dumyati, S.Pd Somantri, S.Ag
P L L
17
L
18
Endang Supriatna, S.Pd Mila Sudharyati, ST
19
Fauzan Haq, S.Pd
L
20 21
Emiati Sholihah, S.Pd Neneng Zubaidah, S.Pd Herwansyah, S.E.I Wahyu Wijayanti, S.Psi Ramadhona Wibisana, SST Septiawati, S.Pd Dwi Handyani Rhandu Sugesti
P P
22 23 24 25 26 27
L
S1. Un Indraprasta PGRI Jakarta S1. FKIP Sarjanawijaya Yogyakarta D3. IKIP Muhammadiyah Jakarta S1. UI PGRI Jakarta S1. UNS Surakarta S1. Unvet Bangun Nusantara Sukoharjo S1. UNDIP Semarang S1. UNRI Pekanbaru S1. STIA Jakarta S1. UNJ Jakarta
Akutansi Bhs.Indonesia
Sejarah
Sejarah PPKN Matematika Bhs.Indonesia Sejarah Pend.Agama Bhs.Indonesia
S1. STKIP Kusuma Negara Jakarta S1. UNPAS Bandung S1. UNISMA Bekasi S1. IAIN Gunung Jati Bandung S1. UIA Jakarta
Matematika
Komputer
L P
S1. Gunadarma Jakarta S1. UHAMKA Jakarta S1 IPB Bogor S1. STKIP Siliwangi Bandung S1. STIS Yogyakarta S1. YAI Jakarta
L
S1. STMI Jakarta
Komputer
P P P
S1 UNJ Jakarta S1. UNJ Jakarta S1 YAI Jakarta
Biologi Kimia BK
P
Matematika Geografi Pend.Agama Bhs.Inggris
Matematika Kimia Bhs.Inggris Ekonomi BK
71
28 29 30 31
Ibnu Abdullah, SHI. Yanmiyati Edi Lesmono, S.Si Dwi Reknowati
L P L P
S1 UNJ Jakarta S1 UNJ Jakarta S1 UNJ Jakarta D3 IPB Bogor
Pend. Agama Olahraga Biologi Fisika
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa SMA Martia Bhakti memiliki 31 tenaga pendidik yang terdiri dari 15 laki-laki dan 16 perempuan. Dari keadaan guru di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas guru di SMA Martia Bhakti telah menempuh jenjang pendidikan S1, dan hanya sedikit sekali yaitu 2 orang saja dengan jenjang pendidikan terakhir D3. Hal ini menunjukkan bahwa guru di SMA Martia Bhakti memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Dan dari tabel di atas menunjukkan bahwa guru pengampu berdasarkan bidang studi yang diajar di SMA Martia Bhakti mayoritas berjumlah 3 orang. Hal ini memungkinkan setiap guru hanya memegang satu tingkat pendidikan pada setiap bidang studi yang di ajar dan terhindar dari missmatch dikarenakan latar belakang pendidikan guru yang tidak sesuai dengan bidang studi yang di ajar. Sehingga guru bisa fokus mempersiapkan materi ajar dengan baik. Dan untuk mengetahui keadaan pegawai di SMA Martia Bhakti tahun ajaran 2012/2013 dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini: Tabel 4.2 Keadaan Pegawai SMA Martia Bhakti Bekasi No
Nama Pegawai
Jenis Kelamin
Pendidikan Tertinggi
Bidang
1
Suwargono
L
SMA
TU
2
Zaenal Abidin
L
D3
TU
3
Ade Darmatin
L
SMA
TU
4
Mustofa
L
SMA
Tekhnisi
5
Muh. Yamin
L
SMP
Pramubakti
6
Beno Baharjo
L
SMA
Pramubakti
7
Suyadi
L
SMP
Pramubakti
8
Miswan
L
SMK
Pramubakti
72
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa SMA Martia Bhakti memiliki 8 orang pegawai yang terdiri dari 3 pegawai bagian TU, 1 pegawai bagian tekhnisi dan 4 pramubakti dengan jenjang pendidikan tertinggi D3 dan jenjang pendidikan terendah SMP. 4. Keadaan Siswa Untuk mengetahui keadaan siswa SMA Martia Bhakti tahun ajaran 2012/2013 dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini: Tabel 4.3 Jumlah Siswa/I SMA Martia Bhakti Bekasi Tahun ajaran 2012/2013 Kelas X
Ket Jml Siswa
Banyaknya Siswa Kelas XI
TOTAL Kelas XII
L
P
Jml
L
P
Jml
L
P
Jml
56
91
147
99
99
198
43
63
106
L
P
Jml
198
253
451
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa SMA Martia Bhakti Bekasi tahun ajaran 2012/2013 berjumlah 451 siswa/I, yang terdiri dari kelas X berjumlah 147 siswa/i, kelas XI berjumlah 198 siswa/i, dan kelas XII berjumlah 106 siswa/i, adapun yang menjadi siswa SMA Martia Bhakti adalah lulusan SMP/MTS baik negeri maupun swasta dan sederajat. 5. Sarana dan Prasarana Dalam mewujudkan arah dan tujuan pendidikan serta Visi dan Misi SMA Martia Bhakti Bekasi, sarana dan prasarana merupakan bagian yang terpenting dalam menunjang kegiatan belajar mengajar. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki SMA Martia Bhakti adalah sebagai berikut:
73
Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana SMA Martia Bhakti Bekasi No 1
Nama Barang Ruang Kepala Sekolah
Kuantiti 1
Kondisi Baik
2
Ruang Wakasek
1
Baik
3
Ruang Tata Usaha
1
Baik
4
Ruang Guru
1
Baik
5
Ruang Kelas
15
Baik
6
Ruang Laboratorium Fisika
1
Baik
7
Ruang Laboratorium Kimia
1
Baik
8
Ruang Laboratorium Biologi
1
Baik
9
Ruang Laboratorium Bahasa
1
Baik
10
Ruang Laboratorium Komputer
1
Baik
11
Ruang Pusat Sumber Belajar TIK
1
Baik
12
Ruang OSIS
1
Baik
13
Ruang UKS
1
Baik
14
Ruang Broad Casting (Siaran)
1
Baik
15
Ruang Perpustakaan
1
Baik
16
Ruang Multimedia
1
Baik
17
Ruang Planetarium Mini
1
Baik
18
Masjid
1
Baik
19
Lapangan Olahraga
1
Baik
20
Lapangan Parkir
1
Baik
21
Kantin
1
Baik
22
Pos Keamanan
2
Baik
23
Komputer
30
Baik
24
Printer
10
Baik
25
Air Conditioner
20
Baik
26
LCD Proyektor
6
Baik
27
Note Book
10
Baik
28
Sound System
1
Baik
74
6. Ekstrakulikuler Dalam upaya mengembangkan dan menuangkan bakat serta keterampilan para siswa, maka SMA Martia Bhakti Bekasi menyediakan program pembinaan, yaitu ekstrakurikuler yang meliputi bidang pengembangan akademik, keolahragaan, keagamaan, keterampilan dan seni. Antara lain sebagai berikut:
a. Akademik 1. Sains Olympiade 2. KIR b. Keolahragaan 1. Badminton 2. Dayung 3. Futsal 4. Basket 5. Volley c. Keagamaan 1. ROHIS 2. Keputrian d. Keterampilan dan Seni 1. PMR 2. Paskibra 3. Pramuka 4. Vocal 5. Teater 6. Tari 7. Jurnalistik
75
B. Deskripsi Data 1. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Guru berarti yang digugu dan ditiru, jadi dalam memberikan bimbingan kecerdasan emosional, guru agama Islam harus menjadi sosok teladan yang baik bagi siswa baik dari segi perbuatan maupun ucapan yaitu dapat mengelola emosinya dan tenang dalam menangani masalah siswa. Dalam menangani masalah siswa baik masalah pribadi, sosial, belajar dan karir. guru agama islam senantiasa menjadi motivator dalam menyelesaikan masalah siswa tersebut, serta memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada siswa tersebut. Peranan guru PAI terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Peranan Guru Guru PAI a. Guru Sebagai Pendidik Tabel 4.5 Guru agama Islam memerintahkan siswa untuk melaksanakan sholat lima waktu Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
38 2 -
95% 5% -
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat diketahui hampir seluruh (95%) siswa menjawab “selalu”, dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “sering”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan guru agama Islam sebagai pendidik sangat baik, guru mendidik siswa untuk menjalankan perintah agama agar melaksanakan sholat lima waktu, karena mengerjakan sholat lima waktu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
76
Tabel 4.6 Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk mengucapkan salam apabila bertemu dengan guru dan teman di jalan Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
23 13 3 1
57,5% 32,5% 7,5% 2,5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan lebih dari setengah (57,5%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (32,5%) siswa yang menjawab “sering”, sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “kadang-kadang” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Hal ini membuktikan bahwa guru agama Islam mendidik siswa untuk bersikap dan berperilaku sopan santun dengan mengajarkan siswa untuk mengucapkan salam apabila bertemu dengan guru dan teman dijalan, karena manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan orang lain, dengan kata lain manusia membutuhkan interaksi dengan yang lainnya. Maka dari itu sikap sopan santun harus dimiliki setiap manusia. Tabel 4.7 Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk bersikap jujur Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
26 13 1 -
65% 32,5% 2,5% -
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat dipersentasikan sebagian besar (65%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (32,5%) siswa yang menjawab “sering”, dan sedikit sekali (2,5%) siswa yang menjawab “kadang-kadang”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan guru agama Islam sebagai pendidik
77
sudah baik, guru mendidik siswa untuk mengamalkan perbuatan yang terpuji, sikap jujur sangat penting untuk diajarkan kepada siswa, karena sikap jujur merupakan perintah agama. Tabel 4.8 Guru agama Islam menasehati siswa untuk menghormati orang tua, guru dan teman Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
30 10 -
75% 25% -
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (75%) siswa menjawab “selalu” dan sebagian kecil (25%) siswa menjawab “sering”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru agama Islam mendidik siswa untuk mengamalkan perbuatan terpuji yaitu dengan menghormati orang tua, guru dan teman, karena apabila diri kita ingin di hormati maka kita juga harus menghormati orang lain. Tabel 4.9 Guru agama Islam melarang siswa merokok Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
23 12 3 2
57,5% 30% 7,5% 5%
Jumlah
40
100%
Pada tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (57,5%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (30%) siswa menjawab “sering”, sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “kadang-kadang”, dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru
78
agama Islam mendidik siswa untuk menjauhi perbuatan tercela dengan melarang siswa merokok. Hal ini disadari oleh siswa bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatan, karena di dalam rokok terdapat zat-zat yang tidak baik dikonsumsi dan merokok itu pun tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan bagi orang lain. Tabel 4.10 Guru agama Islam melarang siswa tawuran sesama pelajar Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
20 12 6 2
50% 30%% 15% 5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat di persentasikan setengah (50%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (30%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (15%) siswa menjawab “kadang-kadang”, dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama islam sebagi pendidik melarang siswa untuk menjauhi perbuatan tercela dengan melarang siswa tawuran sesama pelajar, karena tawuran merupakan perbuatan yang dapat merugikan dirinya, sekolah dan masyarakat. 8. Guru Sebagai Pembimbing Tabel 4.11 Guru agama Islam memberikan contoh dalam berkata baik dan sopan santun Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
24 13 3 -
60% 32,5% 7,5% -
Jumlah
40
100%
79
Pada tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (60%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (32%) siswa menjawab “sering”, dan hanya sedikit sekali (7,5%) siswa yang menjawab “kadang-kadang”. Hal ini menunjukkan bahwa peranan guru dalam memberikan contoh dalam berkata dengan baik dan sopan santun sudah baik. Ini menyatakan bahwa peran guru agama Islam sebagai pembimbing memberikan teladan yang baik kepada siswa dengan berkata penuh sopan santun, karena sopan santun merupakan sikap yang mulia dalam berhubungan dengan sesama manusia, sehingga siswa dapat mencontoh teladan guru dengan bersikap sopan dan santun. Tabel 4.12 Guru agama Islam bersikap baik dan ramah pada setiap orang Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
20 20 -
50% 50% -
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui setengah (50%) siswa menjawan “selalu”, dan setengah (50%) siswa menjawab “sering”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru agama Islam memberikan contoh teladan dengan bersikap baik dan ramah pada setiap orang, karena dengan bersikap baik dan ramah siswa dapat mudah bergaul dan berteman. Tabel 4.13 Guru agama Islam membantu siswa lebih percaya diri Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
10 11 19 -
25% 27,5% 47,5% -
Jumlah
40
100%
80
Dari tabel di atas dapat di ketahui hampir setengah (47%) siswa menjawab “kadang-kadang”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “sering” dan sebagian kecil (25%) siswa menjawab “selalu”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai pembimbing membantu siswa lebih percaya diri cukup baik, rasa percaya diri itu baik diajarkan oleh guru, karena dengan percaya diri siswa dapat menghormati diri sendiri akan potensi yang dimilikinya, dan siswa yang percaya diri akan melihat kehidupannya dengan pandangan yang positif, hal ini dapat mengembangkan kecerdasan emosi siswa yaitu dalam aspek menghargai dirinya sendiri. Tabel 4.14 Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk mengikuti kegiatan bakti sosial (baksos) Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
3 12 20 5
7,5% 30% 50% 12,5%
Jumlah
40
100%
Pada tabel di atas dapat diketahui setengan (50%) siswa menjawab “kadang-kadang”, sebagian kecil (30%) siswa yang menjawab “sering”, sebagian kecil (12,5%) siswa menjawab “tidak pernah”, dan sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “selalu”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai pendidik telah mengajarkan siswa untuk mengikuti kegiatan baksos, meskipun kadang-kadang, untuk menumbuhkan rasa kepekaan sosial pada siswa terkadang guru mengajarkan siswa untuk mengikuti kegiatan baksos agar lebih peduli terhadap lingkungan sekitar, seperti membantu korban bencana alam, membersihkan lingkungan sekolah secara bergotong royong dan kegiatan yang bermanfaat lainnya, karena dengan hal tersebut dapat membiasakan siswa untuk bekerja sama dengan baik antar sesamanya dan kecerdasan emosional siswa akan tumbuh dalam aspek empati dan keterampilan sosial.
81
Tabel 4.15 Guru agama Islam mengajarkan siswa cara bergaul yang baik dengan teman Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
13 21 6 -
32,5% 52,5% 15% -
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa lebih dari setengah (52,5%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “selalu”, dan sebagian kecil (15%) siswa menjawab “kadang-kadang”. Hal ini menyatakan bahwa peran guru agama Islam sebagai pembimbing sering mengarahkan siswa cara bergaul yang baik terhadap sesama manusia sebagai makhluk sosial, dengan bergaul yang baik siswa akan belajar bersimpati dan berempati pada orang lain, saling hormat menghormati dan saying menyayangi satu sama lain. Tabel 4.16 Guru agama Islam membantu siswa cara mengatasi masalah, baik itu masalah di luar kelas maupun di dalam kelas Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
5 16 18 1
12,5% 40% 45% 2,5%
Jumlah
40
100%
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa hampir
setengah (45%) siswa
menjawab “kadang-kadang”, hampir setengah (40%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (12,5%) siswa menjawab “selalu” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru kadang-kadang membantu siswa cara mengatasi masalah, baik itu masalah di luar
82
kelas maupun di dalam kelas, meskipun tidak selalu tetapi sebagai pembimbing guru ikut berperan membantu siswa dalam menyelesaikan masalahnya baik itu masalah di luar kelas maupun di dalam kelas, dengan begitu diharapkan agar dapat menambah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dengan baik, bijaksana, dan optimis. Tabel 4.17 Guru agama Islam mengajarkan siswa bersikap bertanggung jawab Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
19 17 4 -
47,5% 42,5% 10% -
Jumlah
40
100%
Pada tabel di atas dapat diketahui 47,5% siswa yang menjawab “selalu”, 42,5% siswa yang menjawab “sering” dan 10% siswa yang menjawab “kadangkadang”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan guru dalam membimbing siswa untuk besikap bertanggung jawab sudah baik. Sikap tanggung tanggung jawab harus di ajarkan pada siswa, karena dengan memiliki sikap tanggung jawab siswa dapat mempertanggungjawabkan setiap perbuatan, perilaku dan keputusannya, sehingga siswa tidak melemparkan kesalahannya pada orang lain. Ini merupakan peranan guru dalam memperbaiki konsekuensi emosi kepada siswa. 9. Guru Sebagai Motivator Tabel 4.18 Guru agama Islam memotivasi siswa dalam menyelesaikan masalah Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
7 17 15 1
17,5% 42,5% 37,5% 2,5%
Jumlah
40
100%
83
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan hampir setengah (42,5%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (37%) siswa menjawab “kadang-kadang”, sebagian kecail (17,5%) siswa menjawab “selalu” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Hal ini membuktikan bahwa peran guru agama Islam sebagai motivator sudah baik, guru memotivasi siswa dalam menyelesaikan masalah, hal tersebut perlu dilakukan oleh seorang guru dengan memberikan motivasi agar siswa dapat menyelesaikan apapun masalahnya dengan baik dan bijaksana, dengan begitu siswa akan memotivasi dirinya dalam menyelesaikan masalahnya. Tabel 4.19 Guru agama Islam memberi semangat kepada siswa untuk belajar pendidikan agama Islam Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
21 17 2 -
52,5% 42,5% 5% -
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat dilihat lebih dari setengan (52,5%) siswa menjawab “selalu”, hampir setengah (42,5%) siswa menjawab “sering” dan sedikit sekali (5%) siswa “menjawab kadang-kadang”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru agama Islam sebagai motivator selalu memberikan semangat kepada siswa untuk belajar pendidikan agama Islam. Tabel 4.20 Guru agama Islam menegur siswa pada saat melakukan kesalahan Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
20 15 4 1
50% 37,5% 10% 2,5%
Jumlah
40
100%
84
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa setengah (50%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (37,5%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (10%) siswa menjawab “kadang-kadang” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai motivator menegur siswa pada saat melakukan kesalahan. Tabel 4.21 Guru agama Islam memberikan pujian/penghargaan kepada siswa yang mengerjakan tugas Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
8 9 20 3
20% 22,5% 50% 7,5%
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat dilihat setengah (50%) siswa menjawab “kadangkadang”, sebagian kecil (22,5%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (20%) siswa menjawab “selalu” dan sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai motivator kadang-kadang memberikan pujian atau penghargaan kepada siswa yang mengerjakan tugas, walaupun kadang-kadang tetapi pujian dan penghargaan harus selalu di berikan agar siswa selalu bersemangat dalam belajar dan berprestasi. Tabel 4.22 Guru agama Islam memberikan sanksi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
11 10 18 1
27,5% 25% 45% 2,5%
Jumlah
40
100%
85
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan hampir setengah (42,5%) siswa menjawab “kadang-kadang”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecail (25%) siswa menjawab “selalu” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru agama Islam memberikan sanksi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas. 10. Guru sebagai Pengelola Kelas Tabel 4.23 Guru agama Islam membantu siswa yang mengalami kesulitan/belum mengerti dalam belajar pendidikan agama Islam Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
14 20 5 1
35% 50% 12,5% 2,5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat di persentasikan setengah (50%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (35%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (12,5%) siswa menjawab “kadang-kadang”, dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai pengelola kelas sering membantu siswa yang mengalami kesulitan atau yang belum mengerti dalam belajar pendidikan agama Islam, guru harus membantu siswa dalam belajar agar dapat mengetahui kemampuan belajar siswanya. Tabel 4.24 Guru PAI menegur siswa yang membuat kegaduhan/keributan di dalam kelas, ketika proses belajar mengajar Alternatif Jawaban Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 19 18 3 -
Prosentase 47,5% 45% 7,5% -
40
100%
86
Pada tabel di atas dapat dilihat hampir setengah (47,5%) siswa menjawab “selalu”, hampir setengah
(37,5%) siswa menjawab “sering”, sedikit sekali
(7,5%) siswa menjawab “kadang-kadang”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai pengelola kelas selalu menegur siswa yang membuat kegaduhan/keributan di dalam kelas, ketika proses belajar mengajar, karena jika keadaan kelas nyaman dan kondusif siswa dapat fokus dan mudah menerima pelajaran dengan baik. Tabel 4.25 Guru Agama Islam dapat menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif dalam proses belajar mengajar Alternatif Jawaban Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 10 23 6 1
Prosentase 25% 57,5% 15% 2,5%
40
100%
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan lebih dari setengah (57,5%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (25%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecail (15%)
siswa menjawab “kadang-kadang” dan sedikit sekali
(2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai pengelola kelas sudah baik, guru dapat menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif dalam proses belajar mengajar, hal ini sangat penting agar siswa dapat belajar dengan fokus. 11. Guru Sebagai Evaluator Tabel 4.26 Guru agama Islam memberikan penilaian dalam setiap pelajaran pendidikan agama Islam Alternatif Jawaban Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah Jumlah
Frekuensi 21 13 6 -
Prosentase 52,5% 32,5% 15% -
40
100%
87
Dari tabel di atas dapat dilihat lebih dari setengah
(52,5%) siswa
menjawab “selalu”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “sering”, dan sebagian kecil (15%) siswa menjawab “kadang-kadang” . Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru agama Islam memberikan penilaian dalam setiap pendidikan agama Islam, baik nilai dalam ujian semester atau nilai harian. Tabel 4.27 Guru agama Islam memberikan tugas pelajaran PAI untuk dikerjakan di rumah Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
13 21 6 -
32,5% 52,5% 15% -
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat lebih dari setengah (52,5%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “selalu”, sebagian kecil (15%) siswa menjawab “kadang-kadang”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai evaluator sudah baik, guru memberikan tugas kepada siswa untuk di kerjakan dirumah. Tabel 4.28 Guru agama Islam menegur siswa jika tidak rapi dalam menggunakan seragam sekolah Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
21 11 7 1
52,5% 27,5% 17,5% 2,5%
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat dilihat lebih dari setengah
(52,5%) siswa
menjawab “selalu”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “sering”, sebagian
88
kecil (17,5%) siswa menjawab “kadang-kadang” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai evaluator selalu menegur siswa jika siswa tidak rapi dalam menggunakan seragam sekolah, dalam hal ini guru juga membantu siswa untuk menegakkan kedisiplinan di sekolah. Tabel 4.29 Guru agama Islam memperhatikan dan mengawasi siswa yang sedang shalat berjamaah Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
19 16 4 1
47,5% 40% 10% 2,5%
Jumlah
40
100%
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan hampir setengah (47,5%) siswa menjawab “selalu”, hampir setengah (40%) siswa menjawab “sering”, sebagian kecil (10%) siswa menjawab “kadang-kadang” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak pernah”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa peran guru agama Islam sebagai evaluator sudah cukup baik, guru agama Islam selalu memperhatikan dan mengawasi siswa yang sedang shalat berjamaah. Kecerdasan Emosional Siswa a. Mengenali Emosi Diri Tabel 4.30 Saya tahu persis hal-hal yang menyebabkan saya malas belajar Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
21 17 2 -
52,5% 42,5% 5% -
Jumlah
40
100%
89
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (52,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, hampir setengah (42,5%) siswa menjawab “setuju” dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa lebih dari setengah siswa SMA Martia Bhakti Bekasi memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek mengenali emosi diri, siswa memahami apa yang ada dibalik perasaannya, sehingga dapat mengetahui persis hal-hal yang menyebabkannya malas belajar. Tabel 4.31 Saya sadar bahwa perasaan malu untuk bertanya dapat mengganggu kesulitan saya dalam belajar Alternatif Jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah
Frekuensi 20 15 3 2
Prosentase 50% 37,5% 7,5% 5%
40
100%
Dari tabel di atas dapat dipersentasikan setengah (50%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (40%) siswa menjawab “setuju”, sedikt sekali (7,5%) siswa menjawab “tidak setuju” dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa setengah dari siswa SMA Martia Bhakti mengenali emosinya dan mempunyai kesadaran diri yang baik, siswa dapat mengetahui sebab dari perasaan yang sedang dirasakan, dan mampu menilai diri secara teliti, sehingga siswa sadar bahwa perasaan malu untuk bertanya dapat mengganggu kesulitannya dalam belajar. Tabel 4.32 Saya mampu bertindak tegas dalam membuat sebuah keputusan yang baik walaupun dalam keadaan tertekan Alternatif Jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah
Frekuensi 14 23 3 -
Prosentase 35% 57,5% 7,5% -
40
100%
90
Pada tabel diatas dapat diketahui lebih dari setengah (57,5%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (35%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa setengah dari siswa SMA Martia Bhakti Bekasi memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek mengenali emosi diri, siswa percaya diri dan dapat melihat secara realistis dan optimis serta memperhatikan secara berkesinambungan apa yang terjadi dalam dirinya, sehingga siswa mampu bertindak tegas dalam membuat sebuah keputusan yang baik walaupun dalam keadaan tertekan. Tabel 4.33 Saya mensyukuri apa yang dikaruniakan Tuhan kepada saya Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
28 11 1 -
70% 27,5% 2,5% -
Jumlah
40
100%
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan sebagian besar (70%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “setuju”, dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mempunyai kecerdasan emosional yang baik dalam aspek kesadaran diri atau mengenali emosinya, siswa mampu menerima keadaan diri serta mengenali kekuatan dan kelemahan dirinya, sehingga selalu mensyukuri apa yang dikaruniakan Tuhan kepadanya. Tabel 4.34 Saya adalah orang yang tidak sabar Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
2 17 19 2
5% 42,5% 47,5% 5%
Jumlah
40
100%
91
Dari tabel di atas dapat diketahui hampir setengah (47,5%) siswa menjawab “tidak setuju”, hampir setengah (42,5%) siswa menjawab “setuju” dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dapat mengenali emosinya dan mampu menilai diri secara teliti. b. Mengelola Emosi Tabel 4.35 Saya mampu meredam kemarahan pada situasi disaat saya seharusnya marah Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
11 25 3 1
27,5% 62,5% 7,5% 2,5%
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (62,5%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “tidak setuju” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mempunyai kecerdasan emosional yang baik dalam aspek pengendalian diri atau mengelola emosi, siswa dapat mengatur emosinya serta mampu menangani perasaan diri sendiri agar dapat terungkap secara tepat dan wajar, sehingga dalam hal ini siswa mampu meredam kemarahan pada situasi disaat seharusnya ia marah.
92
Tabel 4.36 Jika saya sedang stress, saya akan mengarahkannya kepada hal yang positif dan tidak merugikan orang lain Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
15 23 2 -
37,5% 57,5% 5% -
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (57,,5%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (37,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswa SMA Martia Bhakti Bekasi memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek pengendalian diri atau mengelola emosi, siswa mampu menenangkan diri dan mengekspresikan emosinya dengan tepat, sehingga jika sedang stress akan mengarahkannya kepada hal yang positif dan tidak merugikan orang lain. Tabel 4.37 Saya menolak dengan keras ajakan teman saya untuk membolos Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
30 6 1 3
75% 15% 2,5% 7,5%
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat dilihat sebagian besar (75%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (15%) siswa menjawab “setuju”, sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mempunyai kecerdasan emosional yang baik, siswa mampu mengendalikan emosinya dan dapat menahan pengaruh
93
negatif dari luar, sehingga siswa menolak keras ajakan temannya untuk membolos. Tabel 4.38 Saya berusaha untuk tidak menyontek saat ujian Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
22 16 1 1
55% 40% 2,5% 2,5%
Jumlah
40
100%
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan lebih dari setengah (55%) siswa menjawab “sangat setuju”, hampir setengah (40%) siswa menjawab “setuju”, sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak setuju” dan hanya sedikit sekali pula (2,5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswa SMA Martia Bhakti memiliki kecerdasan emosional yang cukup baik, siswa mampu mengendalikan dirinya dari perilaku negatif, siswa memiliki pribadi yang mandiri dan kemampuan yang tinggi untuk menghargai diri sendiri, sehingga selalu berusaha untuk tidak menyontek pada saat ujian. Tabel 4.39 Saya mudah sekali menjadi marah dan sulit untuk kembali menjadi tenang Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
12 18 8 2
30% 45% 20% 5%
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hampir setengah (45%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (30%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (20%) siswa menjawab “tidak setuju”, dan sedikit sekali (5%)
94
siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir setengah dari siswa SMA Martia Bhakti tidak dapat mengelola emosinya dengan baik, siswa tidak mampu menahan impusl agresi kemarahannya, sehingga mudah sekali menjadi marah dan sulit untuk kembali menjadi tenang. c. Memotivasi Diri Tabel 4.40 Saya selalu optimis, walaupun hasil pekerjaan tidak sesuai dengan harapan Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
30 10 -
75% 25% -
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (75%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sebagian kecil (25%) siswa menjawab “setuju”. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa SMA Martia Bhakti Bekasi memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek memotivasi diri, mereka memiliki harapan serta optimisme yang tinggi, walaupun hasil pekerjaannya tidak sesuai dengan harapan siswa selalu optimis, tidak mudah menyerah dan tidak mudah putus asa. Tabel 4.41 Saya berusaha mendapat nilai-nilai yang terbaik di antara teman-teman saya Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
25 13 2 -
62,5% 32,5% 5% -
Jumlah
40
100%
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan sebagian besar (62,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “setuju”, dan
95
sedikit sekali (5%)
siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa siswa memiliki kecerdasan emosi yang baik dalam aspek memotivasi diri, siswa mampu untuk berpikir positif, mempunyai dorongan untuk berprestasi dan memiliki cita-cita yang tinggi, dengan selalu
berusaha
mendapatkan nilai-nilai yang terbaik di antara teman-temannya. Tabel 4.42 Saya menyadari kekurangan saya di sekolah dan berusaha mengimbanginya dengan belajar lebih giat Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
25 13 2 -
62,5% 32,5% 5% -
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (62,5%) siswa menjawab “ sangat setuju”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek memotivasi diri, siswa mampu membebaskan diri dari pengaruh emosi yang buruk dan dapat mengendalikan kegelisahan dengan cara yang baik, sehingga siswa yang menyadari kekurangannya di sekolah akan berusaha mengimbanginya dengan belajar lebih giat. Tabel 4.43 Saya berusaha masuk peringkat 10 besar setiap semester Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
29 10 1 -
72,5% 25% 2,5% -
Jumlah
40
100%
96
Pada tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (72,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (25%) siswa menjawab “setuju” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mampu berpikir positif untuk selalu berusaha masuk peringkat 10 besar setiap semester, siswa memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek memotivasi diri sendiri. Tabel 4.44 Masalah yang berat membuat saya depresi dan semakin terpuruk Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
11 20 8 1
27,5% 50% 20% 2,5%
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat dipersentasikan setengah (50%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (20%) siswa menjawab “tidak setuju” dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa tidak mampu memotivasi dirinya, sehingga masalah yang berat membuatnya depresi dan semakin terpuruk. d. Mengenali Emosi Orang Lain Tabel 4.45 Saya dapat mengetahui perasaan yang sedang mereka alami dengan hanya melihat wajah teman Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
13 21 4 2
32,5% 52,5% 10% 5%
Jumlah
40
100%
97
Dari tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (52,5%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (32,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (10%) siswa menjawab “tidak setuju” dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mengenali emosi orang lain dengan baik, mereka mampu membaca pesan orang lain, baik yang di utarakan langsung dengan kata-kata maupun tidak, sehingga dapat mengetahui perasaan yang sedang dialami orang lain dengan hanya melihat raut wajahnya. Tabel 4.46 Saya merasa kasihan pada mereka yang mengalami musibah dan berusaha menolongnya Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
23 17 -
57,5% 42,5% -
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (57,5%) siswa menjawab “ sangat setuju”, dan hampir setengah (42,5%) siswa menjawab “setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah siswa SMA Martia Bhakti Bekasi mempunyai rasa empati dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama, mengetahui kebutuhan orang lain, sehingga siswa dapat merasakan kasihan jika ada orang yang mengalami musibah dan berusaha untuk menolongnya. Tabel 4.47 Kita semua adalah saudara se-Iman yang harus saling berbagi satu sama lain Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
29 11 -
72,5% 27,5% -
Jumlah
40
100%
98
Pada tabel di atas, dapat dipersentasikan sebagian besar (72,5%) siswa yang menjawab “sangat setuju”, dan sebagian kecil (27,5%) siswa yang menjawab “setuju”. Dari data tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari siswa SMA Martia Bhakti Bekasi memiliki kepedulian secara emosional, siswa menyadari bahwa kita semua adalah saudara se-Iman yang harus saling berbagi satu sama lain, siswa yang meranjak remaja mempunyai rasa empati kepada orang lain sangatlah tinggi karena mereka mempunyai rasa kasih sayang kepada sesama. Tabel 4.48 Saya menghargai pendapat/pemikiran orang lain meskipun berbeda dengan saya Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
24 15 1 -
60% 37,5% 2,5% -
Jumlah
40
100%
Dari Analisa di atas dapat dipersentasikan sebagian besar (60%) siswa menjawab “ sangat setuju”, sebagian kecil (37,5%) siswa menjawab “setuju”, dan sebagian kecil (2,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dapat disimpulkan dari data tersebut bahwa sebagian besar siswa SMA Martia Bhakti Bekasi memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek mengenali emosi orang lain, mampu mendengar orang lain secara efektif, dapat memahami sudut pandang dan sikap orang lain, sehingga siswa menghargai pendapat atau pemikiran orang lain meskipun berbeda dengannya. Tabel 4.49 Saya tidak suka kalau ada seseorang yang mengkritik pribadi saya Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
9 20 4 7
22,5% 50% 10% 17,5%
Jumlah
40
100%
99
Dari tabel di atas dapat diketahui setengah (50%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (22,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (17,5%) siswa menjawab “tidak setuju” dan sedikit sekali (10%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa setengah dari siswa SMA Martia Bhakti Bekasi tidak suka kalau ada seseorang yang mengkritik pribadinya. e. Membina Hubungan dengan Orang Lain Tabel 4.50 Mudah bagi saya untuk berteman dan bergaul Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
12 25 3 -
30% 62,5% 7,5% -
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (70%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (30%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sedikit sekali (7,5%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari tabel di atas dapat menyimpulkan bahwa siswa memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek membina hubungan dengan orang lain, siswa memiliki keterampilan sosial sehingga mudah baginya untuk berteman dan bergaul dengan siapapun. Tabel 4.51 Saya mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
11 21 7 1
27,5% 52,5% 17,5% 2,5%
Jumlah
40
100%
100
Dari analisa di atas dapat dipersentasikan lebih dari setengan (52,5%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “sangat setuju”, sebagian kecil (17,5%) siswa menjawab “tidak setuju”, dan sedikit sekali (2,5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa memiliki keterampilan sosial yang baik, siswa mampu dan mudah menyesuaikan diri pada lingkungan barunya. Tabel 4.52 Saya dapat berkomunikasi dengan baik dalam setiap situasi yang saya alami Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
10 26 4 -
25% 65% 10% -
Jumlah
40
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebagian besar (65%) siswa menjawab “ setuju”, sebagian kecil (25%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sebagian kecil (10%) siswa menjawab “tidak setuju”. Dari data di atas dapat di simpulkan bahwa siswa sebagian besar dapat berkomunikasi dengan baik dalam setiap situasi yang mereka alami, hal ini membuktikan bahwa siswa memiliki kecerdasan emosional yang baik dalam aspek membina hubungan dengan orang lain. Tabel 4.53 Tidak mudah bagi saya untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
6 21 11 2
15% 52,5% 27,5% 5%
Jumlah
40
100%
101
Pada tabel di atas dapat diketahui lebih dari setengah (52,55%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (27,5%) siswa menjawab “tidak setuju”, sebagian kecil (15%) siswa menjawab “sangat setuju”, dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju”, dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah tidak mudah untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Tabel 4.54 Saya kesulitan mengajak bermain teman yang baru saya kenal Alternatif Jawaban
Frekuensi
Prosentase
Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
2 14 19 5
5% 35% 47,5% 12,5%
Jumlah
40
100%
Dari tabel di atas dapat diketahui hampir setengah
(47,5%) siswa
menjawab “tidak setuju”, sebagian kecil (35%) siswa menjawab “setuju”, sebagian kecil (7,5%) siswa menjawab “sangat tidak setuju” dan sedikit sekali (5%) siswa menjawab “sangat setuju”. Dari data tabel di atas dapat disimpulkan bahwa hampir setengah dari siswa tidak setuju jika mereka dinyatakan kesulitan mengajak bermain teman yang baru mereka kenal.
Tabel 4.55 Interpretasi Data Skor Peranan Guru Pendididkan Agama Islam ∑ Responden
40 ∑
Aspek Penelitian Pendidik Pembimbing Motivator Pengelola Kelas Evaluator 5 Aspek
∑ Item 6 7 5 3 4 25
Skor 4 4 x 117 = 468 4 x 94 = 376 4 x 67 = 268 4 x 43 = 172 4 x 74 = 296 1580
3 3 x 62 = 186 3 x 110 = 330 3 x 68 = 204 3 x 61 = 183 3 x 61 = 183 1086
2 2 x 13 = 26 2 x 70 = 140 2 x 59 = 118 2 x 14 = 28 2 x 23 = 46 358
∑ Skor 685 852 596 385 527 3054
1 1x5=5 1x6=6 1x6=6 1x2=2 1x2=2 21
Tabel 4.56 Gambaran Tiap-tiap Aspek Dari Peranan Guru PAI Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Skor
Nilai Harapan (NH)
Nilai Skor (NS)
Pendidik
685
6 x 4 = 24
685 : 40 = 17,12
Pembimbing
852
7 x 4 = 28
852 : 40 = 21,3
Motivator
596
5 x 4 = 20
596 :40 = 14,9
Pengelola Kelas
385
3 x 4 = 12
385 : 40 = 9,62
Evaluator
527
4 x 4 = 16
527 : 40 = 13,17
Peranan Guru
NS x 100% NH
17,12 x 100% = 71,33% 24 21,3 x 100% = 76,07% 28 14,9 x 100% = 74,5% 20 9,62 x 100% = 80,16% 12 13,17 x 100% = 82,31% 16
Kategori Nilai Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik 102
Tabel 4.57 Skor Kecerdasan Emosional Siswa ∑ Responden
40 ∑
Aspek Penelitian Mengenali Emosi Diri Mengelola Emosi Memotivasi Diri Mengenali Emosi Orang Lain Membina Hubungan 5 Aspek
∑ Item 5 5 5 5 5 25
Skor 4 4 x 85 = 340 4 x 90 = 360 4 x 120 = 480 4 x 98 = 392 4 x 41 = 164 1736
3 3 x 83 = 249 3 x 88 = 264 3 x 66 = 198 3 x 84 = 252 3 x 107 = 321 1284
2 2 x 28 = 56 2 x 15 = 30 2 x 13 = 26 2 x 9 = 18 2 x 44 = 88 218
∑ Skor 649 661 705 671 581 3267
1 1x4=4 1x7=7 1x1=1 1x9=9 1x8=8 29
Tabel 4.58 Gambaran Tiap-tiap Aspek Dari Kecerdasan Emosional Siswa Skor
Nilai Harapan (NH)
Nilai Skor (NS)
Mengenali Emosi
649
5 x 4 = 20
649 : 40 = 16,22
Mengelola Emosi
661
5 x 4 = 20
661 : 40 = 16,52
Memotivasi Diri
705
5 x 4 = 20
705 : 40 = 17,62
Mengenali Emosi Orang Lain
671
5 x 4 = 20
671 : 40 = 16,77
Membina Hubungan
581
5 x 4 = 20
581 : 40 = 14,52
Aspek
NS x 100% NH
16,22 x 100% = 81,1 % 20 16,52 x 100% = 82,6% 20 17,62 x 100% = 88,1% 20 16,77 x 100% = 83,85% 20 14,52 x 100% = 72,6% 20
Kategori Nilai Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik
103
104
C. Interpretasi Data 1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Berdasarkan data keseluruhan yang telah diuraikan pada hasil penelitian, dapat diketahui bahwa peranan guru pendidikan agama Islam dalam pembinaan kecerdasan emosional dikategorikan baik, hal ini karena guru mempunyai peran sangat penting dan signifikan dalam menumbuhkan kecerdasan emosional siswa, guru memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan perannya baik sebagai pendidik, pembimbing, motivator, pengelola kelas maupun evaluator. Upaya guru dalam membina kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi dapat dilakukan melalui berbagai cara. Dari hasil wawancara penulis dengan guru pendidikan agama Islam, yaitu mengenai upaya dan usaha yang dilakukan guru PAI untuk meningkatkan dan menumbuhkembangkan kecerdasan emosional siswa baik dalam aspek mengenal emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan hubungan dengan orang lain. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah: a. Guru PAI sebagai Pendidik Dalam mendidik siswa guru PAI mendapat persentase 71,33% berkategorikan baik. Peranan guru PAI sebagai pendidik harus mampu menanamkan nilainilai Islam di
lingkungan sekolah, sehingga mampu meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan emosional siswa. Upaya yang dilakukan guru PAI diantaranya adalah: 1. Guru mendidik siswa untuk menjalankan perintah agama Upaya yang dilakukan guru dalam mendidik siswa untuk menjalankan perintah agama adalah dengan melaksanakan 4 pilar yang dimiliki SMA Martia
Bhakti
Bekasi,
yaitu:
Pertama,
mendidik
siswa
untuk
melaksanakan sholat lima waktu di awal waktu, berjamaah di masjid. Kedua, membaca Al-Qur’an beserta pemahaman, dan pengalaman kandungannya. Ketiga, beramal sholeh demi kemaslahatan umat, dan mengharap ridho Allah Swt. Keempat, menghidupkan sholat malam (Qiyamul Lail). Dan peran guru PAI sebagai pendidik dalam membina 104
105
kecerdasan emosional dalam bidang keagamaan, guru membuat programprogram keagamaan di SMA Martia Bhakti Bekasi agar dapat membantu siswa untuk meningkatkan kecerdasan emosionalnya, baik dalam aspek mengenal emosi, mengelaola emosi, memotivasi diri, mengenal emosi orang lain atau empati, membina hubungan dengan orang lain, dan menumbuhkan kemandirian serta meningkatkan ibadah siswa, diantaranya adalah: a. Murojaah al-Qur’an guru dan siswa b. Pembacaan al-Hasyr c. Dzikir dan doa sholat dhuha d. Sholat zhuhur dan ashar berjamaah e. Bimbingan al-Qur’an f. Buletin jum’at g. Infak teman asuh h. Tromol Jum’at i. Ta’lim guru, siswa dan karyawan j. Qiyamul lain dan Mabit k. Infak ta’lim bulanan guru dan siswa l. Amal sholeh m. Zakat Profesi n. Idhul Kurban o. Halal bil Halal p. Sholat malam 7 hari sukses PSB 2. Mendidik siswa untuk bersikap dan berperilaku sopan santun. Guru agama Islam mengajarkan siswa agar mengucapkan salam apabila bertemu dengan guru, kepala sekolah, dan teman untuk membina kecerdasan emosional siswa dari aspek mengenali emosi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan. 3. Mendidik siswa untuk mengamalkan perbuatan terpuji. Guru menasehati siswa untuk menghormati kedua orang tua, guru dan teman, guru agama Islam memberi contoh dengan berkata baik, jujur, sopan santun dan ramah, 105
106
agar siswa dapat meningkatkan kecerdasan emosionalnya dalam aspek mengenali emosi dirinya, mengenal emosi orang lain serta membina hubungan dengan orang lain. 4. Mendidik siswa untuk menjauhi perbuatan tercela. Sebagai pendidik guru PAI mngerahkan siswa untuk menjauhi perbuatan tercela seperti merokok, tawuran, melarang berbohong, marah, berkelahi dengan teman. Dalam hal ini guru berupaya untuk meningkatkan kecerdasan emosional siswa dalam aspek mengenali emosi diri dan mengenali emosi orang lain b. Guru PAI sebagai Pembimbing Peranan guru PAI sebagai pembimbing mendapat persentase 76,07%. Dari hasil data tersebut menyatakan bahwa peranan guru PAI sebagai pembimbing berkategorikan baik. Guru PAI senantiasa menjadi teladan, membimbing siswa untuk bertanggung jawab dan lebih percaya diri, mengajarkan siswa sikap empati dan simpati kepada orang lain, membimbing siswa untuk mengenal emosinya, serta membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, sehingga menjadi manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua, guru dan masyarakat. Upaya tersebut diantaranya: 1. Pengelolaan siswa asuh 2. Pengelolaan tromol jum’at 3. Menjenguk yang sakit 4. Ta’ziyah 5. Bantuan korban bencana 6. Pemberian sembako 7. Jamsostek c. Guru PAI sebagai Motivator Sebagai motivator guru PAI mendapat persentase 74,5% berkategorikan baik. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa peranan guru PAI sebagai motivator di SMA Martia Bhakti Bekasi sudah baik. Hal ini karena guru sangat berperan dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk
selalu bersikap 106
107
optimis, mendorong siswa agar berprestasi baik dibidang akademik maupun non akademik, dan memotivasi siswa dalam menyelesaikan masalah. Upaya yang dilakukan guru PAI dalam memotivasi siswa, diantaranya: 1. Meningkatkan semangat untuk terus memperdalam ilmu keagamaan, dengan melakukan murojaah Al-Qur’an, dzikir dan sholat dhuha 2. Menanamkan semangat untuk melaksanakan qiyamul lail baik di rumah maupun disekolah 3. Memotivasi siswa untuk bersikap optimis, memiliki semangat dan harapan yang tinggi dalam belajar, upaya yang dilakukan guru PAI adalah memberikan pujian dan penghargaan bagi siswa yang berprestasi, melaksanakan mabit akbar dalam rangka mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Nasional yang di dalamnya berisi ESQ, dzikir berjamaah, dan Khotmul Qur’an. 4. Khitobah, untuk membina kecerdasan emosional siswa dalam aspek memotivasi diri dengan meningkatkan rasa percaya diri siswa. 5. Menumbuhkan keyakinan dan menanamkan nilai-nilai positif dalam diri siswa. d. Guru PAI sebagai Pengelola Kelas Sebagai pengelola kelas guru PAI memperoleh persentase 80,16% berkategorikan sangat baik. Hal ini membuktikan bahwa peranan guru PAI sebagai pengelola kelas sangat baik, guru dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif dan nyaman, sehingga dalam proses belajar menjadi efektif. Upaya yang dilakukan guru PAI adalah: 1. Memahami karakter siswa, mengkondisikan siswa dalam mengatur posisi tempat duduk siswa. 2. Membentuk diskusi kelompok pada pembelajaran PAI, untuk membina kecerdasan siswa dalam memotivasi diri dan membina hubungan dengan orang lain. 3. Menugaskan
kepada
siswa
untuk
membuat
Power
Point
dan
mempresentasikan materi pelajaran PAI, hal ini melatih siswa dalam menumbuhkan rasa percaya diri dan berani untuk tampil di depan kelas dan melakukan praktek pada materi tertentu. 107
108
e. Guru PAI sebagai Evaluator Peranan guru PAI sebagai evaluator memperoleh persentase 82,31% berkategorikan sangat baik. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa peranan guru PAI sebagai evaluator sangat baik, guru selalu melakukan evaluasi pelajaran untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap pelajaran atau materi yang telah di sampaikan. Upaya yang dilakukan diantaranya adalah: 1. Memberikan penilain dalam setiap pelajaran pendidikan agama Islam 2. Memberikan masukan dan membimbing siswa pada materi yang belum dipahami, contohnya dengan membuat peta konsep pada materi yang belum dipahaminya. 3. Mengadakan remedial 4. Mengevaluasi siswa untuk menumbuhkan kecerdasan emosional dalam aspek mengelola emosi, memotivasi diri dan mengenali emosi orang lain (Empati) dengan cara mengawasi siswa pada waktu sholat berjamaah, mewajibkan infaq untuk membatu siswa yang terkena musibah. 2. Kecerdasan Emosional Siswa Guru menempati posisi yang sangat penting terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa, dengan melaksanakan peranannya sebagai pendidik, pembimbing, motivator, pengelola kelas dan evaluator maka dapat diketahui perkembangan kecerdasan emosional siswa
pada setiap aspek-aspek sebagai
berikut: a. Mengenali Emosi diri Dalam aspek mengenali emosi diri mendapat persentase 81,1 % berkategorikan sangat baik, ini membuktikan bahwa siswa dalam mengenali emosi diri sudah sangat baik, siswa mampu mengenali perasaan diri sendiri, mengetahui sebab dari perasaan yang sedang dirasakan, mampu menilai diri secara teliti, percaya diri dan menerima keadaan diri sendiri, serta mengenali kekuatan dan kelemahan dalam dirinya.
108
109
b. Mengelola Emosi Kemampuan siswa mengelola emosi mendapat persentase 82,6% berkategorikan sangat baik, dari data hasil tersebut menyatakan bahwa siswa dalam mengelola emosi sangat baik. Siswa mampu mengendalikan dirinya dari perilaku negatif, siswa memiliki pribadi yang mandiri dan kemampuan yang tinggi untuk menghargai diri sendiri, mampu mengendalikan dan mengatasi stress, dan dapat mengatur emosi serta mampu menangani perasaan diri sendiri agar dapat terungkap secara tepat dan wajar. c. Memotivasi Diri Dalam memotivasi diri mendapat persentase 88,1% berkategorikan sangat baik, dari data tersebut membuktikan bahwa siswa dalam memotivasi diri sangat baik, hal ini karena siswa mamiliki harapan dan optimisme yang tinggi untuk memperoleh cita-cita dan prestasi, selalu berpikir positif, konsisten, serta mampu membebaskan diri dari pengaruh emosi negatif dan dapat mengendalikan kegelisahan dengan cara yang baik sehingga tujuan hidupnya dapat terarah dan tercapai. d. Mengenali Emosi Orang Lain Untuk mengenali emosi orang lain mendapat persentase 83,85% berkategorikan sangat baik, hal ini menyatakan bahwa siswa dalam mengenali emosi orang lain sangat baik, siswa memiliki sikap empati dan simpati yang tinggi, mampu merasakan dan memahami perasaan orang lain, dapat membaca pesan orang lain baik yang di utarakan langsung dengan kata-kata maupun tidak, suka menolong, tidak egois, menghargai perasaan orang lain serta mampu memahami sudut pandang dan sikap orang lain. e. Hubungan dengan Orang Lain Hubungan dengan orang lain mendapat persentase 72,6% berkategorikan baik, dari data tersebut dapat diketahui bahwa hubungan siswa dengan orang lain sudah baik, hal ini dikarenakan siswa mampu menyesuaikan diri pada lingkungan baru, mudah bergaul dan berteman, dapat beradaptasi dengan baik, serta mampu berkomunikasi dengan baik sehingga dapat membaca sikap dan keadaan sosial.
109
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis tentang peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Setelah memperoleh data-data yang dibutuhkan, maka penulis mengambil kesimpulan tentang peranan guru pendidikan agama Islam sebagaimana dibawah ini: a. Peranan guru PAI sebagai pendidik mendapat persentase 73,08%, berkategorikan baik. b. Peranan guru PAI sebagai pembimbing mendapat persentase 76,07%, berkategorikan baik c. Peranan guru PAI sebagai motivator mendapat persentase 74,5%, berkategorikan baik d. Peranan guru PAI sebagai pengelola kelas mendapat persentase 80,16%, berkategorikan sangat baik e. Peranan
guru
sebagai
evaluator
mendapat
persentase
82,31%,
berkategorikan sangat baik Dari data tersebut dapat disimpulkan pula bahwa guru pendidikan agama Islam sangat berperan aktif dalam membina kecerdasan emosional siswa.
110
111
2. Penelitian yang dilakukan di SMA Martia Bhakti Bekasi mengenai kecerdasan emosional siswa dapat diperoleh dari hasil angket yang telah disebar, dan dilihat dari tiap-tiap aspek kecerdasan emosional, maka hasil yang diperoleh sebagai berikut: a. Mengenali emosi diri mendapat persentase 81,1% berkategorikan sangat baik b. Mengelola emosi mendapat persentase 82,6% berkategorikan sangat baik c. Memotivasi diri mendapat persentase 88,1% berkategorikan sangat baik d. Mengenali emosi orang lain (empati) mendapat persentase 83,85% e. Membina hubungan mendapat persentase 72,6%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti sangat baik. Maka dari kedua point di atas yaitu peranan guru PAI dan aspek kecerdasan emosional siswa dapat disimpulkan bahwa peranan guru pendidikan agama Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional di SMA Martia Bhakti Bekasi sudah baik.
B. Saran 1. Upaya-upaya yang dilakukan pihak sekolah di SMA Martia Bhakti Bekasi dalam rangka membina kecerdasan emosional siswa-siswinya hendaknya terus ditingkatkan, dengan berbagai kegiatan dan aktivitas yang dapat meningkatkan potensi dan mengembangkan kecerdasan emosional siswa. 2. Diharapkan dalam proses belajar mengajar guru memberikan pelajaran serta pengetahuan bagi siswa tentang segala hal yang berhubungan dengan kemampuan yang ada dalam diri termasuk kecerdasan emosional. Tidak hanya pengetahuan yang bersifat rasional saja yang harus diberikan akan tetapi pengetahuan tentang cara mengelola emosi, mengenali emosi orang lain, memotivasi diri, berempati serta membina hubungan dengan orang lain. 3. Untuk meningkatkan dan membina kecerdasan emosional siswa adalah langkah yang harus dilakukan guru dengan meningkatkan kecerdasan emosionalnya sendiri, dan dalam waktu yang sama berusaha meningkatkan kecerdasan emosional siswa/i nya dengan cara mengoptimalkan peranannya
112
sebagai pendidik, pembimbing, motivator, pengelola kelas dan evaluator, baik guru maupun siswa dapat memanfaatkan proses pembelajaran guna meningkatkan kecerdasan emosional mereka. 4. Kepada orang tua di rumah diharapkan lebih membina kecerdasan emosional siswa dengan memberi bantuan kepada mereka dalam menyelesaikan masalahnya, karena selain peran guru, orang tua juga sangat berperan besar terhadap pertumbuhan kecerdasan emosional siswa. Dengan bantuan orang tua, guru dan masyarakat diharapkan akan menumbuhkan generasi muda yang tangguh dan berprestasi baik dibidang akademik maupun non akademik.
Lampiran 1
No
UJI REFERENSI Nama Buku
No
Halaman
Halaman
Paraf
Footnote
Skripsi
Referensi
Pembimbing
1
1
3
3
2
7
4
3
1
5
3
1
6
4
4
7
4
61
9
5
21-25
10
5
17
12
5
1-2
13
6
2
BAB I 1 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) Lawrence E. Shapiro, Kiat-kiat Mengajarkan Kecerdasan Emosional Anak, (Jakarta: Gramedia, 1997) Gunawan, “Pelaku Harus Dipidanakan, Beri Sanksi Juga Jajaran Manajemen Sekolah”, Kompas, Jakarta, 26 September 2012 Gunawan, “Perlu Sanksi Tawuran, Polisi Tangkap Pelaku dan Pihak yang Bantu Menyembunyikan”, Kompas, Jakarta, 28 September 2012. Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. Ke-1 Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional,. Terj, T. Hermaya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet. Ke-11 Collin Rose, dkk., Super Accelerated Learning: Revolusi Belajar Cepat Abad 21 Berdasarkan Riset Terbaru Para Ilmuwan, (Bandung: Jabal, 2007) Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient, The ESQ Way 165: 1 Ihsan, 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Penerbit Arga, 2005) GeMozaik, Pentingnya Pendidikan Kecerdasan Emosional (http://Google.com), 2005 John Gottman, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional, (Jakarta: Grasindo, 1999)
11 12
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
24
25
Imam Muslim, Shahih Muslim, (AlMusriyah: Al-Maktabah Maktabuhah, 14 1924), Juz 16 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 15 1997), Cet. Ke-1 BAB II WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: 1 Balai Pustaka, 1985) Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), ed. 3 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. 3 Ke-1, ed. 1 Tim Pustaka Al-Kautsar, Mushaf AlQur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 4 Pustaka Al-Kautsar, 2009) H. Ihsan Hamdani, H. A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: 5 Pustaka Setia, 2001) Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: 7 Bumi Aksara, 1996), cet. 1 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 8 1987) H. Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Logos, 2001), Cet. 9 Ke-4 Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: 10 Prisma Sophie Jogjakarta, 1994) M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, (Islam dan Umum), 11 (Jakarta: Bumi Aksara, 1993) Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 12 Cet. Ke-10 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis 13 Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-3 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. Ke-26
15
6
207
7
53-53
12
333
12
854
12
73
13
20
13
93
14
266
14
100
14
62-63
15
156
15
44
16
86
16
130
17
4
26
27
28
29 30 31 32 33
34
35
36
37 38 39
Sadirman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-11 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. Ke-11 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: PT. Kencana, 2006), Ed-1, Cet. Ke-5 Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet. Ke-1 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 192 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhunya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. Ke-5 Heri Jauhari Muhtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. Ke-1 Abu Ahmad, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Amrico, 1986) Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1 A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), Cet. Ke-1 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995) Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, Cet. Ke-2 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Edisi revisi Cet. Ke-7 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2010), Cet. Ke- 4
19
19
145
22
21
37
25
23
21-26
26
23
105
28
25
192
30
26
97
31
26
155
34
27
100
36
29
31
37
30
67
39
31
170
40
31
265
41
31
96
43
32
115
Suharsono, Mencerdaskan Anak (Depok, Inisiasi Press, 2003) Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, Terj. Dari Adz-Dzaka’ Al-Athifi wa AshShihhah Al-Athifiyah oleh Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), Cet. Ke-4 J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Terj. Kartini Kartono, Judul asli, Dictionary of Psychology (Jakarta: Rajawali Pers, 2008)
44
43
43
45
32
13
46
32
253
43
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-1
47
33
318-319
44
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Trancendental Intelligence), (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet. Ke-1
49
34
48
50
35
7
54
36
115
56
37
104
57
37
74
58
37
5
59
38
xv
40
41
42
45
46
47 48
49
50
Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional, Terj. T. Hermaya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), Cet.ke-11 Syamsu Yusuf LN, M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT Remaja Karya, 2010), cet. Ke-11 Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006) M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001) Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emosional Intelligence pada Anak, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), Cet. Ke-4 Robert K Cooper, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi Ter, Alex Tri Kantjo Widodo, Emotional Intelligence in Leadership and Organizations, (Jakarta: Gramedia, 2002), Cet. Ke-5
51
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), cet. Ke-1
60
38
97
52
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. Ke-3
61
38
9
63
39
27
66
40
44
69
41
39
76
47
xvii
79
49
50
80
49
19-20
82
50
135
84
51
738
86
52
47
87
53
7
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional (Bandung: Kaifa, 2002) Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, edisi Indonesia, (Bandung: Mizan, 2001) Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Terj. Alawiyah Abdurrahman, (Bandung: Kaifa, 1999) John Gottman, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (terjemahan), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999) A. Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Islam, Perspektif (Bandung: Rosdakarya, 1992), Cet. Ke-2 Syarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-1
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2001), Cet. Ke-6 Imam Ismail bin Umar bin Katsir, AlMishbah Munir fi Tahdzibi; Tafsiir Ibnu Katsir, (Riyadh, Daarulsalam, 2000), Cet. Ke-2 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Theosentris, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005), Cet. Ke-1 HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Interdisiplinier, (Bandung: Rosda Karya, 2003)
63.
64
65
66
Mohammad Irfan dan Matsuki HS, Teologi Pendidikan, Tauhid Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, 88 (Jakarta: Friska Agung Insani: 2000), Cet. Ke-1 Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 89 1993) BAB III Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan 1 Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. 3 Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-6
53
131
53
134
58
173
59
70
LEMBAR PENGESAHAN UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi. Disusun oleh Siti Khoirunnisa, NIM 108011000127, Jurusan Pendidikan Agama Islam, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada tanggal 6 Mei 2013.
Jakarta, 6 Mei 2013 Dosen Pembimbing
Dra. Eri Rossatria, M.Ag NIP.1947071711966082001
Lampiran 2 ANGKET PENELITIAN Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembinaan Kecerdasan Emosional Siswa Di SMA Martia Bhakti Bekasi 1. Membaca Bismillah 2. Tulislah biodata anda ditempat yang telah di sediakan 3. Berilah tanda chek list (√) pada kolom yang telah disediakan sesuai dengan pengalaman anda selama belajar pendidikan agama Islam, dengan keterangan sebagai berikut: Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-Kadang (KD) dan Tidak Pernah (TP) 4. Kerjakan setiap nomor jangan sampai ada yang terlewatkan 5. Jawaban yang anda pilih sesuai dengan kata hati sendiri 6. Angket ini tidak mempengaruhi nilai pada pelajaran pendidikan agama Islam 7. Atas bantuan dan perhatiannya, saya mengucapkan terima kasih.
Nama
:
Kelas
:
Jenis Kelamin : A. PERANAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM NO
Pernyataan
1
Guru agama Islam memerintahkan siswa untuk melaksanakan sholat lima waktu Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk mengucapkan salam apabila bertemu dengan guru dan teman di jalan Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk bersikap jujur Guru agama Islam menasehati siswa untuk menghormati orang tua, guru dan teman Guru agama Islam melarang siswa merokok
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Guru agama Islam melarang siswa tawuran sesama pelajar Guru agama Islam memberikan contoh dalam berkata baik dan sopan santun Guru agama Islam bersikap baik dan ramah pada setiap orang Guru agama Islam membantu siswa lebih percaya diri Guru agama Islam mengajarkan siswa untuk mengikuti kegiatan bakti sosial (baksos)
SL
SR
KD
TP
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Guru agama Islam mengajarkan siswa cara bergaul yang baik dengan teman Guru agama Islam membantu siswa cara mengatasi masalah, baik itu masalah di dalam kelas maupun di luar kelas Guru agama Islam mengajarkan siswa bersikap bertanggung jawab Guru agama Islam memotivasi siswa dalam menyelesaikan masalah Guru agama Islam memberi semangat kepada siswa untuk belajar pendidikan agama Islam Guru agama Islam menegur siswa pada saat melakukan kesalahan Guru agama Islam memberikan pujian/penghargaan kepada siswa yang mengerjakan tugas Guru agama Islam memberikan sanksi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas Guru agama Islam membantu siswa yang mengalami kesulitan/belum mengerti dalam belajar pendidikan agama Islam Guru PAI menegur siswa yang membuat kegaduhan/keributan di dalam kelas, ketika proses belajar mengajar Guru Agama Islam dapat menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif dalam proses belajar mengajar Guru agama Islam memberikan penilaian dalam setiap pelajaran pendidikan agama Islam Guru agama Islam memberikan tugas pelajaran PAI untuk dikerjakan di rumah Guru agama Islam menegur siswa jika siswa tidak rapi dalam menggunakan seragam sekolah Guru agama Islam memperhatikan dan mengawasi siswa yang sedang shalat berjamaah
B. KECERDASAN EMOSIONAL No 26 27 28 29
Pernyataan Saya tahu persis hal-hal yang menyebabkan saya malas belajar Saya sadar bahwa perasaan malu untuk bertanya dapat mengganggu kesulitan saya dalam belajar Saya mampu bertindak tegas dalam membuat sebuah keputusan yang baik walaupun dalam keadaan tertekan Saya mensyukuri apa yang dikaruniakan Tuhan kepada saya
SS
S
TS
STS
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Saya adalah orang yang tidak sabar Saya mampu meredam kemarahan pada situasi disaat saya seharusnya marah Jika saya sedang stress, saya akan mengarahkannya kepada hal yang positif dan tidak merugikan orang lain Saya menolak dengan keras ajakan teman saya untuk membolos Saya berusaha untuk tidak menyontek saat ujian Saya mudah sekali menjadi marah dan sulit untuk kembali menjadi tenang Saya selalu optimis, walaupun hasil pekerjaan tidak sesuai dengan harapan Saya berusaha mendapat nilai-nilai yang terbaik di antara teman-teman saya Saya menyadari kekurangan saya di sekolah dan berusaha mengimbanginya dengan belajar lebih giat Saya berusaha masuk peringkat 10 besar setiap semester Masalah yang berat membuat saya depresi dan semakin terpuruk Saya dapat mengetahui perasaan yang sedang teman saya alami dengan hanya melihat wajah nya Saya merasa kasihan pada mereka yang mengalami musibah dan berusaha menolongnya Kita semua adalah saudara se-Iman yang harus saling berbagi satu sama lain Saya menghargai pendapat/pemikiran orang lain meskipun berbeda dengan saya Saya tidak suka kalau ada seseorang yang mengkritik pribadi saya Mudah bagi saya untuk berteman dan bergaul Saya mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru Saya dapat berkomunikasi dengan baik dalam setiap situasi yang saya alami Tidak mudah bagi saya untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru Saya kesulitan mengajak bermain teman yang baru saya kenal
Guru Sebagai Guru Sebagai Pengelola NAMA Jumlah Evaluator Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 S1 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 4 2 2 4 4 1 4 4 4 2 85 S2 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 3 2 3 3 3 4 2 2 3 4 3 4 3 4 4 83 S3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 2 4 4 1 2 3 4 3 4 3 4 4 86 S4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 92 S5 4 4 3 4 3 4 4 4 2 2 3 2 3 2 4 3 4 4 4 3 3 4 3 2 3 81 S6 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 2 4 2 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 90 S7 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 2 4 4 1 2 3 3 3 4 3 4 4 85 S8 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 2 3 2 3 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 86 S9 4 4 3 4 3 1 3 3 2 3 3 3 2 1 3 4 3 2 3 2 4 4 2 1 4 71 S10 4 3 4 3 4 2 4 3 3 4 3 2 4 2 3 4 2 3 3 4 3 2 3 4 3 79 S11 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 3 3 73 S12 4 2 3 3 4 2 3 3 2 1 3 3 2 2 4 1 2 4 4 4 4 3 4 4 4 75 S13 4 3 4 3 3 2 4 3 4 3 3 2 4 2 4 4 2 3 3 4 3 3 3 4 3 80 S14 4 3 4 4 3 3 4 3 2 2 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 2 2 81 S15 4 4 4 4 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3 2 2 3 69 S16 4 4 4 4 4 4 3 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 95 S17 4 3 3 4 4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 81 S18 4 3 4 4 4 4 4 3 2 1 4 4 4 4 4 2 1 2 3 4 4 2 4 4 2 81 S19 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 95 S20 4 3 3 4 3 3 4 3 3 2 4 3 4 3 3 4 2 2 3 4 3 3 4 3 3 80 S21 4 3 3 4 4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 4 3 80 S22 4 3 4 4 2 3 4 4 2 4 2 3 4 3 4 3 2 3 3 3 3 2 3 4 4 80 S23 4 3 3 3 4 3 4 3 2 2 3 2 2 2 3 3 3 1 3 3 4 3 3 2 3 71 S24 4 2 3 4 2 4 4 4 4 2 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 88 S25 3 4 3 4 4 3 3 3 2 2 3 3 3 4 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 3 71 S26 4 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 4 76 S27 4 4 3 3 4 3 3 4 3 2 4 2 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 86 S28 4 4 3 4 4 4 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 2 4 4 3 4 4 3 4 80 S29 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 2 4 4 88 S30 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 4 2 2 3 4 2 3 3 3 4 82 S31 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 2 4 3 4 3 2 3 3 3 2 4 3 3 4 82 S32 4 4 4 4 3 4 4 3 2 2 3 2 3 2 2 3 2 2 4 3 3 3 3 3 3 75 S33 4 1 4 4 1 1 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 2 4 2 4 4 82 S34 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 3 3 2 3 4 3 4 1 4 2 2 3 2 4 80 S35 4 4 4 4 4 3 3 4 2 1 3 1 4 2 3 3 4 2 2 3 2 3 3 2 3 73 S36 4 3 2 3 4 3 2 4 2 1 3 2 2 2 4 4 2 3 4 3 3 4 3 3 2 72 S37 3 3 3 3 2 2 2 4 4 3 4 3 4 3 4 2 2 2 2 3 4 3 2 4 3 74 S38 4 4 4 3 1 2 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 65 S39 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 3 4 3 4 4 4 2 3 4 4 4 3 3 4 88 S40 4 4 4 3 4 3 3 4 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 4 4 3 4 3 3 1 76 158 138 145 150 136 130 141 140 111 93 127 105 135 110 139 134 102 111 127 136 122 135 127 132 133 Guru sebagai Pendidik
Guru Sebagai Pembimbing
Guru Sebagai Motivator
NAMA S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13 S14 S15 S16 S17 S18 S19 S20 S21 S22 S23 S24 S25 S26 S27 S28 S29 S30 S31 S32 S33 S34 S35 S36 S37 S38 S39 S40
Mengenali Emosi Diri Mengelola Emosi Memotivasi Diri Mengenali Emosi Orang Lain 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 4 1 4 4 3 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 2 3 3 1 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 1 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 2 3 3 4 3 3 3 4 2 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 2 3 1 4 4 4 1 3 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 3 4 4 4 2 3 4 4 4 2 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 1 3 3 2 3 3 2 3 3 3 4 4 4 4 1 4 4 4 3 3 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 1 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 1 3 3 3 4 4 3 2 3 4 3 3 4 3 4 3 3 2 3 3 4 1 3 2 3 2 4 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 3 4 3 3 4 4 4 4 2 4 4 4 3 2 3 3 4 3 4 2 3 3 2 3 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 2 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 1 3 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 3 2 4 2 3 3 4 2 2 4 4 3 1 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 4 4 3 3 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 3 4 1 4 4 4 4 3 3 2 4 3 4 2 4 4 4 4 3 3 2 3 4 2 3 3 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 2 4 4 3 4 2 3 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 4 3 4 2 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 3 2 3 3 4 4 2 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 3 4 3 2 3 4 4 4 2 4 4 4 4 2 4 3 4 3 2 3 3 2 3 4 2 3 3 1 4 3 4 4 4 4 2 3 4 4 4 3 3 4 1 3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 2 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 1 3 4 4 1 3 4 4 3 3 2 3 3 4 4 2 4 3 3 4 2 3 4 3 3 1 3 139 133 131 147 99 126 133 143 139 120 150 143 143 148 121 125 143 149 143 111 129
22 23 24 25 4 4 4 4 3 3 3 2 2 3 3 2 4 4 2 2 2 3 2 2 3 4 3 3 1 4 1 1 3 3 4 1 4 4 4 2 2 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2 1 3 4 2 1 3 2 3 3 3 3 2 3 4 4 1 1 3 3 2 2 3 2 3 2 4 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 2 2 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 4 4 4 3 4 3 3 2 2 3 3 3 3 4 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 2 2 3 2 2 122 126 111 93
Jumlah 93 88 79 86 77 87 77 82 79 81 76 84 81 76 69 77 80 85 82 92 80 86 87 78 77 70 90 83 80 85 79 83 89 83 88 80 79 83 82 74
Lampiran 5 BERITA WAWANCARA Hari/Tanggal
: 21 Januari 2013
Tempat Wawancara
: Ruang Guru SMA Martia Bhakti Bekasi
Waktu
: 09.00 – 11.00
Responden
: Somantri, S.Ag
Isi Wawancara 1. Sudah berapa lama bapak mengajar di SMA Martia Bhakti Bekasi ? Jawab: sudah 10 tahun saya mengajar disini sejak tahun 2004. 2. Berhubungan dengan masalah kecerdasan emosional, menurut bapak apa arti yang tepat tentang hal itu? Jawab: Kecerdasan emosional
yang saya pahami itu adalah harus bisa
mengontrol emosi, mengontrol emosi yang dia punya, bukan hanya marah, tapi semua rasa yang dia punya, dan dapat menempatkan emosinya dengan baik dan tepat. 3. Masalah apa yang sering muncul di SMA Martia Bhakti ini, khususnya mengenai kecerdasan emosional siswa (mengenali emosi, mengelola emosi, empati, motivasi diri, dan hubungan dengan orang lain) ? Jawab: Dalam masalah kecerdasan emosional, masih banyak siswa yang belum mampu mengontrol emosi, lebih mudah tersinggung, memiliki sensitifitas yang tinggi, kurang percaya diri, komunikasi kurang baik sesama teman, mudah terpengaruh, egois, kurang menghargai sesama teman dan adanya perasaan minder dalam pergaulan, belum paham siapa saya, untuk siapa saya dan akan bagaimana saya mereka belum paham, masih labil dalam proses pencarian jati diri, siapa yang mereka temui maka mereka akan mengikutinya.
4. Bagaimana cara bapak untuk mengetahui kecerdasan emosional siswa? Jawab: Dapat dilihat dari komunikasi dan dari obrolan bisa kelihatan, dengan mengajak ngobrol secara personal, setelah kita ajak bicara, bagaimana mereka menanggapinya dan cara berpikirnya dapat terlihat apakah sudah dewasa atau belum. Dalam hal mengetahui semangat atau motivasi diri siswa, dapat dilihat ketika mereka dipanggil satu persatu, misalnya ketika membaca Al-Qur’an dapat terlihat apakah dia malu-malu, gemetaran, atau semangat, terlebih dapat dilihat ketika mereka tampil di masjid, siswa yang memiliki motivasi semangat dan percaya diri yang tinggi mereka akan selalu ingin tampil di depan, misalnya memimpin do’a dan dzikir setelah sholat dan sholat juga dapat menjadi patokkannya jika sholatnya sudah benar maka otomatis prilakunya juga baik 5. Upaya apa saja yang bapak lakukan dalam membina kecerdasan emosional siswa dan bagaimana peran bapak dalam hal ini? Jawab: Biasanya di dalam kelas ada pembahasan tentang konsep diri, sebelum siswa mengenal orang lain mereka harus terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri, menanamkan nilai-nilai untuk selalu berpikir positif, dan peran kita (guru) memberikan motivasi kepada mereka setiap waktu, setiap kesempatan baik di kelas maupun di luar kelas dan berupaya semaksimal mungkin membiasakan menanamkan nilai keagamaan kepada mereka dengan sebaikbaiknya, membantu mereka dalam meningkatkan keimanan dan ketaatan dalam beribadah dengan mengajak, menggiring siswa ke mesjid, dan mengawasi siswa pada saat sholat berjamaah. Dalam menumbuhkan jiwa sosial anak, guru mengajak siswa untuk membantu teman-temannya yang kekurangan dalam hal pembiayaan dengan berupaya membangkitkan semangat rajin berinfak dan bershodaqoh, dan memberikan kesempatan kepada mereka dengan memunculkan latihan berpidato dan ceramah untuk membangkitkan semangat, optimis, rasa percaya diri dan rasa ingin tahu.
6. Usaha apa saja yang bapak lakukan untuk memajukan pendidikan agama Islam di SMA Martia Bhakti Bekasi? Jawab: Dalam memajukan pendidikan agama Islam di SMA Martia Bhakti, kita melaksanakan 4 pilar yang kita miliki, yang pertama; melaksanakan sholat lima waktu, diawal waktu berjamaah di masjid, kedua; membaca Al-Qur’an beserta pemahaman dan pengalaman kandungannya, ketiga; beramal sholeh demi kemaslahatan umat dan mengharap ridho Allah SWT dan yang ke empat; menghidupkan sholat malam (Qiyamul Lail). Interviewer
Interviewee
Siti Khoirunnisa
Somantri S. Ag
Lampiran 6 BERITA WAWANCARA Hari/Tanggal
: 28 Mei 2013
Tempat Wawancara
: Ruang Guru SMA Martia Bhakti Bekasi
Waktu
: 09.00 – 11.00
Responden
: Somantri, S.Ag
1. Bagaimana Upaya bapak sebagai pendidik dalam membina dan meningkatkan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti? Jawab: Peran guru sebagai pendidik dalam membina kecerdasan emosional, dalam bidang keagamaan banyak program-program keagamaan yang membantu dan memotivasi siswa untuk meningkatkan kecerdasan emosional, meningkatkan kemandirian dan ibadah siswa, diantaranya: a. Murojaah al-Qur’an guru dan siswa b. Pembacaan al-Hasyr c. Dzikir dan doa sholat dhuha d. Sholat zhuhur dan ashar berjamaah e. Bimbingan al-Qur’an f. Buletin jum’at g. Infak teman asuh h. Tromol Jum’at i. Ta’lim guru, siswa dan karyawan j. Qiyamul lain dan Mabit k. Infak ta’lim bulanan guru dan siswa l. Amal sholeh m. Zakat Profesi n. Idhul Kurban o. Halal bil Halal p. Sholat malam 7 hari sukses PSB
2. Bagaimana Upaya bapak sebagai pembimbing dalam pembinaan dan peningkatan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi? Jawab: Dalam meningkatkan kecerdasan emosional siswa, kami mempunyai program keagamaan dalam program sosial yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan kecerdasan emosionalnya dalam aspek membina hubungan dengan orang lain dan empati, bentuk kegiatan tersebut diantaranya: a. Pengelolaan siswa asuh b. Pengelolaan tromol jum’at c. Menjenguk yang sakit d. Ta’ziyah e. Bantuan korban bencana f. Pemberian sembako g. Jamsostek 3. Apa saja upaya bapak sebagai motivator dalam membina kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi? Jawab: Peran guru sebagai motivator dalam membina kecerdasan siswa dengan upaya meningkatkan semangat untuk terus memperdalam ilmu keagamaan, dengan melakukan murojaah Al-Qur’an, dzikir dan sholat dhuha, qiyamul lail, mengajarkan khitobah untuk meningkatkan percaya diri siswa, memotivasi kepada siswa untuk menanamkan keyakinan dan nilai-nilai positif agar lebih optimis dalam hidupnya. Guru memotivasi siswa dalam menyelesaikan masalahnya dengan memberikan nasehat kepada siswa, agar siswa lebih optimis dan mempunyai harapan dalam hidupnya. 4. Apa saja Upaya bapak sebagai pengelola kelas dalam membina dan meningkatkan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi? Jawab: sebagai pengelola kelas upaya yang dilakukan guru adalah kita sesuai dengan fungsinya, maksudnya kelas itu ingin kita buat apa? Tergantung guru tersebut, kita sesuaikan dengan materi yang diberikan, untuk menciptakan kelas menjadi kondusif kita juga harus memahami karakter siswa, contohnya: membentuk diskusi kelompok belajar untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab, siswa membuat power point tugas kelompok untuk persentasi materi
pelajaran PAI, guru juga membantu siswa yang mengalami kesulitan/belum mengerti dalam belajar PAI, contohnya siswa yang belum membaca AlQur’an siswa di bombing dan semua guru bekerjasama dalam hal ini. 5. Bagaimana upaya bapak sebagai evaluator dalam membina dan meningkatkan kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi? Jawab: Guru sebagai evaluator memberikan penilaian pada setiap pejaran pendidikan agama Islam, melakukan bimbingan dan remedial jika siswa belum memahami materi pelajaran, contoh; dengan membuat peta konsep, mengevaluasi siswa untuk menumbuhkan kecerdasan emosional dalam aspek mengelola emosi, memotivasi diri dan mengenali emosi orang lain (Empati) dengan cara mengawasi siswa pada waktu sholat berjamaah, mewajibkan infaq untuk membatu siswa yang terkena musibah.
Lampiran 7
PROGRAM BIDANG KEAGAMAAN TAHUN AKADEMIK 2012-2013
SMA MARTIA BHAKTI JL. JEND. SUDIRMAN KM. 32 BEKASI SELATAN TLP. 8841844
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA
JABATAN
Somantri, S. Ag.
PKS Bidang Keagamaan
Drs. Sarwan,
Penanggung jawab
MM.
Program
TANDATANGAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG SMA Martia Bhakti adalah sebuah lembaga pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai agama dalam setiap sikap dan prilaku. Penanaman sikap dan prilaku beragama harus terus dilakukan dalam upaya mendidik peserta didik agar memiliki akhlakul karimah. Ada 4 pilar yang dikedepankan di SMA Martia Bhakti yaitu, sholat diawal waktu, membaca al-Qur’an, Qiyamul lail dan amal sholeh. Sejalan dengan pilar-pilar di atas maka diperlukan perencanaan-perencaan yang baik dan matang untuk mendidik dan membina peserta didik agar menjadi insan yang memilki iftek dan imtak yang baik dan unggul. Maka perlu bagi sekolah khususnya bidang keagamaan untuk mengadakan suatu kegiatan keagamaan yang menunjang terhadap 4 pilar di atas. Hal tersebut juga sejalan dengan visi dan misi sekolah yakni menjadi lembaga yang berkualitas atas dasar iman dan taqwa. B. NAMA DAN BENTUK KEGIATAN 1. Nama kegiatan : Program keagamaan Bentuk Kegiatan :
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p. q. r.
Murojaah al-Qur’an guru dan siswa Pembacaan al-Hasyr Dzikir dan doa sholat dhuha Sholat zhuhur dan ashar berjamaah Bimbingan al-Qur’an Buletin jum’at Infak teman asuh Tromol Jum’at Ta’lim guru, siswa dan karyawan Qiyamul lain dan Mabit Infak ta’lim bulanan guru dan siswa Amal sholeh Zakat Profesi Idhul Kurban Halal bil Halal Sholat malam 7 hari sukses PSB Pesantren ramadhan dan ifthor jam’i Lomba bidang keagamaan
Program Sosial Bentuk Kegiatan a. b. c. d. e. f. g.
Pengelolaan siswa asuh Pengelolaan tromol jum’at Menjenguk yang sakit Ta’ziyah Bantuan korban bencana Pemberian sembako Jamsostek
C. TUJUAN KEGIATAN Tujuan dari kegiatan keagamaan ini adalah : a. mampu membaca al-Qur’an yang baik dan benar sesuai ketentuan hokum tajwid b. membimbing siswa agar senantiasa taat dan patuh dalam beribadah c. menanamkan semangat untuk melaksanakan qiyamul lail baik di rumah maupun disekolah d. mampu menambah pemahaman tentang pengetahuan keagamaan siswa e. mampu menambah dan memperluas kajian tentang ilmu agama bagi guru dan karyawan f. meningkatkan semangat untuk terus memperdalam ilmu keagamaan g. mampu mengetahui tingkat penguasaan siswa dalam membaca alQur’an h. menguji mental siswa untuk mampu manyampaikan ilmu agama i. malatih siswa agar terbiasa dan senag membaca al-Qur’an j. menyampaikan ilmu pengetahuan agama kepada masyarakat melalui media dakwah k. menambah wawasan keilmuan dan melatih keterampilan l. menguasai cara pembacaan al-Qur’an yang baik disertai dengan penguasaan lagu tilawah m. melatih siswa untuk menguasai pembacaan al-Qur’an yang benar sesuai ketentuan tajwid n. Menanamkan dan memperluas pemahaman keagamaan peserta didik D. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN Kegiatan program keagamaan ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan jadwal yang sudah dibuat. (Telampir)
BAB II PELAKSANAAN PROGRAM Pelaksanaan program kegiatan keagamaan di SMA Martia Bhakti, meliputi : I. Program Kegiatan dan waktu Pelaksanaannya A. Murojaah al-Qur’an guru dan siswa Kegiatan muraja’ah ini ( Juz 30) dilaksanakan dalam beberapan bentuk kegiatan yaitu : 1. Pada saat memulai pelajaran di jam pertama setiap hari senin sampai jum’at yang dipimpin langsung oleh ketua kelasnya masing-masing 2. Pada waktu selesai sholat lima waktu yang dibagi kepada 3 bagian, a. Hari senin sampai jum’at dibi,bing oleh imam sholat b. Hari kamis khusus untuk Guru dan Karyawan B. Pelaksanaan sholat dhuha Sholat dhuha dilaksanakan pada setiap hari senin sampai jum’at yang dilaksanakan seluruh siswa dan guru serta karyawan C. Qiyamul lail Kegiatan qiyamul lail dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu : 1. Setiap minggu ke dua khusus bagi siswa secara bergiliran, di setiap semester nya 2. Setiap minggu ke empat khusus bagi seluruh guru dan karyawan di lingkungan SMA Martia Bhakti. 3. Setiap menjelang UN Nasional, kegiatan mabit akbar meliputi seluruh siswa kelas semester akhir. D. Ta’lim siswa Pelaksanaan ta’lim siswa (pengajian siswa) dilaksanakan dua bulan satu kali di minggu pertama bulanannya. E. Ta’lim Guru dan karyawan Ta’lim guru dan karyawan, terbagi kepada beberapa bentuk : a. Dilaksanakan dirumah salah seorang guru atau karyawan yang mempunyai kegiatan tertentu b. Dilaksanakan disekolah, apabila tidak ada kegiatan ditempat lain
F. Kurban Kegiatan kurban ini dilaksanakan di bulan haji (idhul kuban) yang pelaksanaannya melibatkan seluruh sivitas sekolah, baik guru, siswa dan seluruh karyawan dilingkungan SMA Martia Bhakti. G. Test baca Qur’an siswa baru Pelaksanaan tes baca Qur’an bagi siswa baru dilaksanakan pada saat MTS di sekolah menjelang awal masuk pembelajaran H. Pelatihan kultum Pelatihan kultum terbagi kepada 2 bagian yaitu : 1. bagi siswa kultum bagi siswa dilaksanakan pada shalat Pelatihan bersamaan dengan sholat dhuha secara bergantian di setiap rombelnya 2. bagi Guru pelatihan kultum bagi guru dilaksanakan pada waktu selesai shalat zhuhur di masjid setiap hari kamis I. Pembacaan al-Hasyr qobla sholat Pembacaan al-Qur’an ( QS. Al-Hayr, QS. Al-Baqoroh, dan suratsurat pendek) dilaksanakan setiap hari senin sampai kamis secara bergantian menurut rombelnya masing-masing. J. Buletin jum’at Penerbitan bulletin jum’at (Rohima) dilaksanakan 1 kali pada hari jum’at di setiap bulannya atau disesuaikan dengan hari besar Islam. K. Keputrian Kajian Islam yang dilakukan oleh siswa putri ( Keputrian ) dilaksanakan pada setiap hari jum’at pada waktu istirahat L. Tilawatil Mujawadil Qur’an Pelaksanaan tilawah mujawadil qur’an dilaksanakan jum’at setelah selesai jam pelajaran
pada hari
M. Tahsinul Qur’an Kegiatan tahsinul Qur’an diperuntukan bagi peserta didik yang belum menguasai cara pembacaan al-Qur’an. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari jum’at setelah selesai jam pelajaran.
N. Pesantren Ramadhan Dilaksanakan pada bulan Ramadan, pada hari jum’at dan sabtu sesuai dengan angatan semesternya, secara bergiliran O. Zakat fitrah Pelaksanaan zakat melalui 2 bentuk sumber a. Dari guru b. Dari siswa P. Khitobah Pelatihan siswa untuk berpidato / kultom dilaksanakan pada hari senin dan selasa setelah pelaksanaan sholat dhuha II. Team Pembimbing dan penanggung Jawab kegiatan Team pelaksana/pembimbing kegiatan keagamaan di atas yaitu : NO
PROGRAM KEGIATAN
PENANGGUNG JAWAB
1
Murojaah al-Qur’an guru dan siswa
Agus Hermawan S. Ag.
2
Pelaksanaan sholat dhuha
Somantri, S. Ag.
3
Qiyamul lail
Ibnu Abdilah, S.Hi
4
Ta’lim siswa
Sudarmadi SH.
5
Ta’lim Guru dan karyawan
Tugiman S. PD.
6
Perlombaan bidang keagamaan
Ibnu Abdillah, S. Hi.
7
Test baca qur’an siswa baru
Somantri, S. Ag.
8
Pelatihan kultum
Agus Hermawan S. Ag.
9
Pembacaan al-Hasyr qobla sholat
Somantri, S. Ag.
10
Buletin jum’at
Ibnu Abdillah, S. Hi.
11
Kajian keputrian
Saptiawati, S. Pd.
12
Pelatihan Mujawadil Qur’an
Zainal Abidin
13
Pelatihan tahsinul Qur’an
Somantri, S. Ag.
14
Pesantrn Ramadhan
Agus Hermawan, S. Ag.
15
zakat
Agus Hermawan, S. Ag.
16
Khitobah
Ibnu Abdillah, S. Hi.
KET
BAB III PELAKSANA KEGIATAN Penanggung Jawab
: Kepala Sekolah
Ketua Pelaksana Program
: Somantri, S. Ag. ( PKS Bidang Keagamaan )
Sekretaris
: Agus Hermawan, S. Ag
Bendahara
: Ade Darmatin
Anggota
:.Ibnu Abdillah, S. Hi. Tugiman, S. Pd. Sudarmadi, SH. M. Yusuf, S. Pd. Zainal Abidin Erniati Sholehah, S. Si Saptiawati, S. Pd.
BAB IV PENUTUP Demikian program kegiatan keagamaan dilingkungan SMA Martia Bhakti ini, Besar Harapan kami semua kegiatan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan agenda kegiatan yang sudah direncanakan sehingga bias menjadikan paserta didik memiliki akhlak yang baik dan taat beribadah kepada Allah swt. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.