PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA Mona Encelina Sinaga, Tri Andrisman, Rinaldy Amrullah email: (
[email protected])
Abstrak Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang semakin tak terkendali, membuat Badan Narkotika Nasional membentuk Badan Narkotika Nasional Provinsi, termasuk BNN Provinsi Lampung. BNN Provinsi Lampung mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang yang sama dengan Badan Narkotika Nasional. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyahgunaan dan peredaran gelap narkotika tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dilakukan melalui peranan normatif yaitu dengan pelaksanaan program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dan peranan ideal yaitu dengan pelaksanaan pelaksanaan koordinasi dengan pihak kepolisian dan instansi yang berwenang. Faktor-faktor yang menjadi penghambat peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, yaitu faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan.
Kata Kunci : Peranan, Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung, Menanggulangi Narkotika.
THE ROLE OF NATIONAL NARCOTICS AGENCY LAMPUNG PROVINCE IN TACKLING ABUSE AND ILLICIT TRAFFICKING Mona Encelina Sinaga, Tri Andrisman, Rinaldy Amrullah email: (
[email protected])
Abstract Abuse and illicit trafficking are getting uncontrollable, it makes National Narcotics Agency establish a Provincial National Narcotics Agency including Lampung National Narcotics Agency. Lampung National Narcotics Agency has the same job, duty, and authority as National Narcotics Agency. Based on those things, so issues in this thesis are how to cope with abuse and illicit trafficking and what kind of National Narcotics Agency Lampung Province obstacle factors in order to cope with abuse and illicit trafficking. Problem approaching to discuss these issues are the writer do some research in empirical juridical and normative juridical approaching. Based on research and study, National Narcotics Agency Lampung Province in tackling abuse and illicit trafficking has been doing through normative role, that is the implementation of Prevention Combating Drug Abuse and Illicit Trafficking program and the ideal role, that is the implementation of coherence between police and the authority agency. Obstacle factors of National Narcotics Agency Lampung Province in tackling abuse and illicit trafficking there are: law enforcer factor, tool and facility factor, society factor, and culture factor. . Key World: Role, National Narcotics Agency Lampung Province, Tackling Drugs
I. PENDAHULUAN Penyalahgunaan narkotika pada tahun 1970an semakin tak terkendali sehingga pada tanggal 8 September 1971, Presiden mengeluarkan Instruksi Nomor 6 Tahun 1971 yang intinya adalah memberantas kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika, penyeludupan, uang palsu subversif, dan pengawasan orang asing.1 Penyalahgunaan narkotika diangggap cukup mendesak sehingga mendorong lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976, yang kemudian disempurnakan dengan UndangUndang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika yang kemudian direvisi kembali dengan disahkannya UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada tanggal 14 Desember 2009.2 Pemerintah Indonesia terus berupaya dalam menanggulangi kejahatan yang mencakup pada permasalahan narkotika dengan membentuk Badan Narkotika Nasional. Pembentukan BNN sendiri berdasarkan atas landasan hukum yang telah ditetapkan, yang tercantum dalam Keputusan Presiden 1
2
Moh.Taufik Makarao, Suhasril, dan Moh. Zakky , Tindak Pidana Narkotika, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 1. Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Malang: UMM Press, 2009, hlm. 9.
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002 yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 dan direvisi kembali dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional. BNN adalah lembaga pemerintahan non-kementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNN dipimpin oleh seorang kepala dan berkedudukan di Ibukota Negara. sebagai lembaga independen diharapkan dapat bekerja lebih baik serta transparan dan akuntabel dalam menumpas kejahatan narkotika. Peran BNN jika dikaitkan dengan pencegahan tindak pidana narkotika sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional terdapat di dalam Pasal 2 ayat (1) yang salah satu perannya adalah mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Merespon perkembangan permasalahan narkotika yang terus meningkat dan semakin serius, maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan kurang mampu menghadapi permasalahan narkotika di berbagai daerah di Indonesia. Oleh karena itu pemerintah menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Propinsi (BNNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN, BNNP, BNNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota. Terkait dengan maraknya kasus narkotika di Lampung, maka diperlukan perhatian khusus dan suatu langkah yang bijaksana dalam menangani permasalahan narkotika tersebut. Keberadaan BNN Provinsi Lampung diharapkan menjadi Badan Narkotika yang mampu menanggulangi dan dapat menjadi wadah berbagai masalah narkotika dapat diperhatikan lebih fokus. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika memerlukan pemecahan bersama, melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan seluruh komponen masyarakat yang merupakan ancaman bagi kita semua.3 Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari terhadap hal-hal yang 3
Badan Narkotika Nasional Indonesia Republik Indonesia, “Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Bagi Remaja, 2011, hlm. 2.
bersifat teoritis yang menyangkut asas hukum, konsepsi, pandangan, peraturan-peraturan hukum, serta hukum yang berkaitan dengan permasalahan mengenai faktor penyebab dan upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit. Pendekatan yuridis empiris dengan menelaah hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara obyektif di lapangan. Baik berupa data, informasi, pendapat serta penafsiran subjektif dalam pengembangan teori-teori dalam kerangka penemuan-penemuan ilmiah yang berkaitan dengan faktor penyebab dan upaya penanggulangan kejahatan penculikan bayi di rumah sakit. II. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN
DAN
A. Peranan Badan Narkotika Nasional dalam Menanggulangi Penyalahgunaan dan Perederan Gelap Narkotika Teori peran adalah sebagai berikut: 1) Peranan normatif adalah peran yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. 2) Peranan ideal adalah peranan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai
dengan kedudukanya di dalam suatu sistem. 3) Peranan faktual adalah peranan yang dilakukan seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial Peranan BNNP Lampung terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu peran normatif dan peran ideal. Peranan Normatif meliputi: Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika (P4GN) dilakukan dengan melaksanakan 5 (lima) pilar BNN Provinsi Lampung yaitu: 1) Bidang Pencegahan BNN 2) Bidang Pemberdayaan Masyarakat 3) Bidang Rehabilitasi 4) Bidang Pemberantasan, dan 5) Bidang Hukum dan Kerjasama BNN. Berikut ini adalah uraian dari kelima pilar BNN Provinsi Lampung tersebut:4 1. Bidang Pencegahan meliputi: a. Meningkatkan siswa menengah, mahasiswa, dan pekerja yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran tentang bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. b. Meningkatnya peranan instansi pemerintah dan swasta dalam mendukung pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. 4
BNN, Buku Saku P4GN , Badan Narkotika Nasional Pusat Pencegahan, Jakarta:BNN, hlm 78.
2. Bidang Pemberdayaan Masyarakat meliputi: a. Terciptanya lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja bebas narkotika b. Terciptanya lingkungan masyarakat rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap di daerah perkotaan dan pedesaan bebas narkoba 3. Bidang Rehabilitasi meliputi: a. Meningkatkan pelayanan wajib lapor pecandu narkoba. b. Meningkatnya kemampuan lembaga rehabilitasi yang telah sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM). 4. Bidang Pemberantasan meliputi: a. Meningkatkan pengungkapan tindak kejahatan peredaran gelap narkotika. b. Meningkatkan penyitaan narkotika ilegal di pintu masuk (bandara, pelabuhan, dan border land). 5. Bidang Hukum dan Kerjasama meliputi: a. Meningkatkan pemberian bantuan hukum di bidang penyalahgunaan narkotika. b. Meningkatnya tindak lanjut pelaksanaan memorandum of understanding (MoU) antara BNN Provinsi Lampung dengan organisasi pemerintah dan nonpemerintah Dalam dan Luar Negeri.
Peranan Ideal dilakukan melalui pelaksanaan koordinasi dengan pihak kepolisian dan instansi yang berwenang dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Upaya menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika BNN Provinsi Lampung telah membentuk satuan tugas (satgas) anti narkotika di beberapa tempat, yakni di Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Tanjung Sari, Kecamatan Katibung, dan Kecamatan Natar. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menilai bahwa peranan BNNP lampung dalam menanggulangi penyalahgunaa dan peredaran gelap narkotika memiliki peranan yang sangat penting ini dibuktikan dengan Koordinasi yang dilakukan BNNP Lampung dengan instansi terkait baik instansi pemerintah dan non pemerintah, membentuk satuan tugas (satgas) anti narkotika di beberapa wilayah di Provinsi Lampung, serta sosialisasi dan penyuluhan B. Upaya penanggulangan kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika Menurut G. P. Hoefnagels yang dikutip oleh Barda Nawawi, penanggulangan ditetapkan dengan cara: 1. Penerapan hukum pidana; 2. Pencegahan tanpa pidana;
3. Memengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media.5 Menurut Barda Nawawi, upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan dengan menggunakan: a. Upaya penal (hukum pidana/represif) Upaya penanggulangan kejahatan secara penal dilakukan melalui pemberian sanksi pidana. Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif (penindasan) sesudah kejahatan terjadi. b. Upaya nonpenal (preventif) Upaya penanggulangan secara nonpenal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan. Upaya penanggulangan kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika berdasarkan hasil penelitian penulis, yaitu: 1. Upaya nonpenal Upaya nonpenal yang dilakukan BNN Provinsi Lampung terhadap kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika adalah melalui Program Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika (P4GN). Pencegahan yang 5
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, loc.cit.
dilakukan BNNP Lampung adalah melalui penyuluhan perundangundangan tindak pidana bagi generasi muda, yaitu pelajar dan mahasiswa seprovinsi Lampung, upaya pemberdayaan lingkungan pendidikan melalui pembentukan satgas anti narkoba di sekolah dan kampus. Selain upaya pemberdayaan yang dilakukan di lingkungan pendidikan, BNN Provinsi Lampung juga berupaya untuk membina dan mendorong kawasan rawan penyalahgunaan narkotika untuk beralih usaha ke usaha legal produktif dengan memberikan pembinaan alternatif kewirausahaan, keterampilan dan budidaya tanaman pertanian. 2. Upaya penal Upaya penal yang dilakukan BNN Provinsi Lampung dalam menanggulangi kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika adalah melalui kerjasama yang optimal antar lembaga penegak hukum dan instansi terkait baik dalam maupun luar negeri. Upaya penal lainnya adalah dengan melakukan penyitaan narkotika ilegal di pintu masuk bandara, pelabuhan dan border land. dan upaya rehabilitasi terhadap pemakai narkoba. Pemakai narkoba dikenakan wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan di Klinik Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) BNN. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, penulis berpendapat bahwa upaya penanggulangan kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dilakukan BNN Provinsi Lampung adalah malalui
upaya nonpenal dikarenakan upaya nonpenal lebih menitikberatkan kepada pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Upaya nonpenal berusaha untuk menutup celah yang ada di diri pelaku untuk melakukan kejahatan. Melalui berbagai penyuluhan dan sosialisai terhadap dampak dan bahaya narkotika yang dilakukan BNN Provinsi Lampung diharapkan dapat membuat masyarakat memahami dampak buruk yang timbulkan narkotika sehingga dapat terbentuk kader dan masyarakat yang bebas dan bersih dari bahaya narkotika. C. Faktor-Faktor Penghambat Peranan Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung dalam Menanggulangi Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika Peranan BNN Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika tidak dapat diatasi secara perorangan, melainkan dilakukan oleh setiap pihak dan instansi yang terkait secara bersama-sama. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa cara-cara dalam mengupayakan penegakan hukum pidana, yaitu: a. Faktor Hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri. Contohnya, asas-asas berlakunya suatu undangundang, belum adanya peraturan yang mengatur pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang, serta ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang mengakibatkan kesalahpahaman di
b.
c.
d.
e.
6
dalam penafsiran serta penerapan undang-undang tersebut. Faktor Penegak Hukum. Yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Contohnya, keterbatasan kemampuan untuk memberikan suatu upaya hukum kepada korban, tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi, kegairahan yang sangat teratas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi. Faktor Sarana atau Fasilitas yang mendukung Penegak Hukum. Contohnya, kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas dan keterbatasannya menguasai ilmu hukum. Fasilitas pendukung salah satu contohnya yaitu minimnya pendidikan yang diberikan kepada masyarakat. Faktor Masyarakat. Yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan. Contohnya, masyarakat tidak mengetahui akan adanya upaya-upaya hukum untuk melindungi kepentingankepentingannya; tidak berdaya untuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor-faktor ekonomi, psikis, sosial atau politik, dan lain sebagainya. Faktor Kebudayaan. Yakni sebagai hasil karya, cipta, rasa yang didasarkan pada karya manusia di dalam pergaulan hidup. Contohnya nilai ketertiban dan ketentraman, nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/keakhlakan, nilai kelanggengan/konservatisme, dan nilai kebaharuan/inovatisme.6
Soerjono Soekanto, Op.Cit.hlm. 8.
Faktor-faktor yang menjadi penghambat peranan BNN Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, yaitu: a. Faktor Penegak Hukum, yaitu menurut F. Hata bahwa faktor aparat penegak hukum yang menghambat peran BNN Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika adalah secara kuantitas yaitu jumlah karyawan yang masih sangat kurang, dimana hanya terdapat 75 (tujuh puluh lima) orang karyawan yang seharusnya karyawan berjumlah sebanyak 210 (dua ratus sepuluh) orang. Dimana dengan keterbatasan jumlah tersebut, mengakibatkan tumpang tindihnya pembagian pekerjaan (job desk). Serta masih kurangnya personil penyidik BNN Provinsi Lampung yang hanya berjumlah 3 (tiga) orang yang seharusnya berjumlah 15 (limabelas) orang. b. Faktor Sarana atau Fasilitas yaitu keterbatasan sarana berupa laboratorium forensik, sehingga apabila ditemukan barang bukti maka penyidik harus mengirimkan ke BNN Pusat, tidak adanya Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), sehingga jika ada pengguna kasus narkotika yang rawat inap, maka harus dikirim ke lido Bogor, hal ini terkait dengan gedung BNN Provinsi Lampung yang sampai saat ini merupakan gedung sewaan dan tidak adanya ruang tahanan.
c. Faktor Masyarakat yaitu masih adanya ketakutan dan keenganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Selain itu sikap masyarakat yang acuh tak acuh terhadap penyalahgunaan narkotika, hal ini dibuktikan dengan tindakan mereka yang tahu terhadap pengguna narkotika namun mereka tidak mau melaporkannya atau berpura-pura tidak tahu terhadap penyalahgunaan narkotika. d. Faktor Kebudayan yaitu adanya tradisi dalam kehidupan masyarakat yang masih menggunakan narkotika amphetamine type stimulants seperti minuman beralkohol, merokok, pecandu kopi, lem aibon, tiner, obat-obatan yang diminum tanpa resep atau petunjuk dari dokter, serta obat psikoaktif sehingga menimbulkan berbagai macam masalah pada akhirnya. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menilai bahwa faktor penghambat peranan BNNP lampung dalam menanggulangi penyalahgunaa dan peredaran gelap narkotika yang mengakibatkan tidak optimalnya efek peranan BNN provinsi Lampung tersebut dan pada akhirnya akan berdampak pada kualitas dan kuantitas dukungan masyarakat terhadap Badan Narkotika Provinsi Lampung.
III. SIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Peranan BNN Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika diantaranya melalui 2 (dua) cara, yaitu: a. Peranan Normatif yaitu melalui pelaksanaan Program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). P4GN dilakukan dengan melalui berbagai macam bidang, yaitu bidang pencegahan, bidang pemberdayaan masyarakat, bidang rehabilitasi, bidang pemberantasan, dan bidang hukum dan kerjasama. b. Peranan Ideal yaitu melalui pelaksanaaan koordinasi dengan pihak kepolisian dan instansi yang berwenang dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. BNN Provinsi Lampung melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika melalui pembentukan satuan tugas anti narkotika di beberapa tempat di wilayah Lampung, seperti Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Tanjung Sari, Kecamatan Katibung, dan
Kecamatan Natar. Serta Koordinasi dilakukan dalam proses penyidikan, informasi dan dalam pemusnahan barang bukti narkoba. 2.
Faktor-faktor penghambat peranan BNN Provinsi Lampung menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sebagai berikut: a. Faktor penegak hukum, masih kurangnya personil penyidik BNN Provinsi Lampung, sedangkan jumlah tindak pidana ini cenderung mengalami peningkatan; b. Faktor sarana atau fasilitas, keterbatasan sarana pada BNN Provinsi Lampung berupa laboratorium forensik, sehingga apabila ditemukan barang bukti maka penyidik harus mengirimkan ke BNN Pusat, gedung BNN Provinsi Lampung yang sampai saat ini merupakan gedung sewaan serta kurangnya ruang tahanan dan tidak adanya IPWL rawat inap; c. Faktor masyarakat, sikap masyarakat yang cuek, tidak peduli, dan egois sangat menghambat proses penegakan hukum, kurangnya keberanian dalam melaporkan diri atau melaporkan orang lain apabila terjadi tindak pidana narkotika sebab hal tersebut bukan merupakan kepentingannya. d. Faktor kebudayaan, kebudayaan masyarakat yang masih mengkonsumsi narkotika amphetamine type stimulants seperti minuman beralkohol,
merokok, pecandu kopi, lem aibon, tiner, obat-obatan yang diminum tanpa resep atau petunjuk dari dokter, serta obat psikoaktif yang merupakan awal dari keberanian mereka untuk mengenal dan mencoba narkotika. Saran penulis berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini adalah Pemerintah Daerah Provinsi Lampung hendaknya memberikan kebijakan untuk menambah besarnya dana yang dialokasikan pada BNN Provinsi Lampung, dengan demikian program kerja yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan semaksimal mungkin. BNN Provinsi Lampung Dalam rangka menanggulangi penyalahgunaaan dan peredaran gelap Narkotika, sebaiknyaapat mempertajam posisinya sebagai gerakan moral yang memotivasi masyarakat untuk menjauhi dan memusuhi narkotika. Tanpa adanya kesatuan mental ini, maka dikhawatirkan akan muncul penilaian dari masyarakat bahwa BNN Provinsi Lampung tidak berbeda jauh dengan organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan lainnya, yaitu mencari kesempatan dalam kesempitan. Adanya beberapa pegawai yang tidak konsisten terhadap visi dan misi Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung, yang pada akhirnya akan berdampak pada kualitas dan kuantitas dukungan masyarakat terhadap Badan Narkotika Provinsi Lampung.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Kusno. 2009. Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak. UMM Press. Malang. Arief, Badra Nawawi. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Badan Narkotika Nasional Indonesia Republik Indonesia. 2011. “Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Bagi Remaja. BNNP Lampung. Lampung. BNN. 2012. Buku Saku P4GN: Badan Narkotika Nasional Pusat Pencegahan. BNN. Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1986. FaktorFaktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali Press. Jakarta. Zakky, Suhasril, dan Taufik. 2003. Tindak Pidana Narkotika. Ghalia Indonesia. Jakarta. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.