eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (4):1007-1016 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013
PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DALAM KONSERVASI TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG (TNKM) DI KAWASAN HEART OF BORNEO (HOB) MELLA DARNASARI1 NIM. 0902045162
Abstract: World Wide Fund for Nature (WWF) has been implemented programs in Kayan Mentarang. Kayan Mentarang National Park (KMNP) management with collaborative systems. Collaborative systems has cooperation between the government, non governmental organizations and communities. WWF has facilitated local people to get involved in Kayan Mentarang since its still a nature reserve to national park. In order to support the development of Malinau district as a conservation district was signed by government and WWF Indonesia in 2008. Keywords : World Wide Fund for Nature (WWF), Kayan Mentarang National Park (KMNP) Pendahuluan Berdasarkan statistik Kementerian Kehutanan (Kemenhut) 2011 yang dipublikasi pada bulan Juli 2012, Indonesia memiliki luas hutan sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia (http://www.wwf.or.id). Indonesia adalah negara ke-8 dengan hutan terbesar di dunia yang mengalami deforestasi. Berdasarkan data The United Nations Food & Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2006, hutan di Indonesia berkurang 1,8 juta hektar per tahun dan menempatkan Indonesia pada peringkat ke-3 negara dengan emisi gas-gas rumah kaca terbesar di dunia, setelah Amerika Serikat dan China (http://www.docstoc.com). Kawasan hutan alam yang merupakan paru-paru dunia berada di wilayah pulau Borneo yang menjadi wilayah paling kaya di dunia dari sisi biodiversitas dan menjadi habitat satu dari hanya dua tempat di dunia yang merupakan tempat keberadaan badak, gajah dan orang utan hidup bersama (http://www.jasaraharja.co.id).
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(4): 1007-1016
Untuk melindungi dan mengelola secara berkelanjutan wilayah Borneo maka pemerintah 3 negara pemilik pulau Borneo yakni Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam mendeklarasikan komitmen konservasi dan mengelola secara berkelanjutan salah satu dari pusat keanekaragaman hayati paling penting di dunia pada tanggal 12 Februari 2007 yang disebut sebagai kawasan Heart of Borneo (HoB). Di pulau Borneo terdapat kawasan hutan primer dan hutan sekunder tua terbesar yang masih tersisa di Asia Tenggara (http://www.dephut.go.id). Kawasan hutan tersebut adalah Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) yang terletak di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur. TNKM merupakan bagian dari kawasan HoB. Hutan Kalimantan telah mengalami kerusakan, hal ini menjadi landasan agar hutan Kayan Mentarang diresmikan menjadi sebuah taman nasional. Tingginya tingkat deforestrasi dan degradasi hutan di Indonesia khususnya dan di pulau Borneo umumnya menyebabkan kawasan TNKM menjadi sangat penting nilainya dan perlu mendapat prioritas dalam hal pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya serta budaya masyarakat lokal yang masih tersisa.Berdasarkan hasil Pelaksanaan Monitoring Partisipatif Kawasan TNKM yang dilakukan berdasarkan sistem pengelolaan kolaboratif antara Kemenhut, FORCLIME-GTZ dan WWF antara tahun 2005-2010 terdapat kerusakan di kawasan TNKM yakni, ditemukannya bekas tebangan hasil Illegal logging di perbatasan TNKM dengan Serawak (Malaysia) dan deforestasi yang dilakukan oleh PT. Rangga Kesuma. (http://awsassets.wwf.or.id) Kerangka Dasar Konsep 1. Konsep Konservasi Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati terbesar di dunia (megadiversitas). Hal ini disebabkan posisi Indonesia yang berada di kawasan peralihan benua yakni, antara benua Australia dan Asia serta terletak di kawasan beriklim tropis. Meskipun luas daratannya hanya 1,3 % dari total luas daratan di dunia, di dalamnya terkandung 12 % jenis mamalia, 7,3 % jenis reptil dan amfibi serta 17 % jenis burung. (Jatna, 2008:4). Strategi konservasi harus sejalan dengan strategi sosial, budaya, dan ekonomi. Kehadiran WWF Indonesia sebagai organisasi konservasi global yang independen telah bermitra dan mengedepankan kepercayaan masyarakat karena tanpa dukungan masyarakat setempat upaya pelestarian tidak berjalan optimal. Penegasan posisi dan peran masyarakat serta kearifan lokal adalah kunci efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Mereka adalah komponen penting pengelolaan sumber daya alam dan kawasan konservasi melalui pengembangan jasa ekosistem. Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut : 1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama. 1008
2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu yang optimal secara sosial. 3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survei, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (http://www.ugm.ac.id). Konservasi menjamin keterlanjutan nilai sumber daya alam di muka bumi. Hal tersebut telah menjadi kesepakatan dunia, demikian pula halnya dengan Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia membuat kebijakan dalam bentuk Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya alam Hayati dan Ekosistemnya. Secara keseluruhan konservasi sumber daya alam hayati dapat diartikan sebagai “pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya”. (http://www.dephut.go.id). 2. Konsep Ekowisata Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) sebagai berikut. Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. (http://www.saveforest.webs.com). Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. (http://awsassets.wwf.or.id). WWF melakukan Pendekatan di kawasan HoB yang menjadi destinasi potensial bagi pengembangan ekowisata. Pendekatan WWF tersebut adalah sebagai berikut. 1) Bekerja sama dengan masyarakat. WWF Indonesia dan tim lapangannya di TNKM secara bertahap telah membangun kapasitas lokal untuk pengelolaan ekowisata yang berbasis masyarakat.
1009
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(4): 1007-1016
2) Pemasaran dan promosi. 3) Membangun sistem homestay. 4) Mengkoordinir kunjungan silang ke daerah lain di mana ekowisata sudah maju. 5) Mendorong pelayanan wisatawan yang profesional. Aspek pendekatan yang penting khususnya di TNKM adalah dengan menciptakan jaringan strategis antara masyarakat dan inisiatif ekowisata lintas batas Indonesia dan Malaysia (Sarawak dan Sabah) di wilayah HoB. Proyek WWF di TNKM juga mendorong adanya pertukaran dan pelatihan lintas batas menyangkut isu-isu teknis dan kewirausahaan. (http://www.wwf.or.id) 3. Konsep Organisasi Internasional Organisasi Internasional dalam arti yang luas pada hakikatnya meliputi tidak saja organisasi internasional publik (Public International Organization) tetapi juga organisasi internasional privat (Private International Organization). Organisasi Internasional semacam itu meliputi juga organisasi regional dan organisasi subregional. Ada pula organisasi yang bersifat universal (Organization of Universal Character). Menurut Theodore A. Couloumbis dan James H. Wolfe dalam buku pengantar Internasional, tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam suatu organisasi internasional adalah : 1) Regulasi hubungan internasional terutama melalui teknik-teknik penyelesaian pertikaian antara bangsa secara resmi 2) Meminimalkan atau paling tidak, mengendalikan konflik atau perang internasional. 3) Memajukan aktivitas-aktivitas kerjasama dan pembangunan antar negara demi keuntungan-keuntungan sosial dan ekonomi dikawasan tertentu atau untuk manusia pada umumnya. 4) Pertahanan kolektif sekelompok negara menghadapi ancaman. (Coulumbis, 1986:279) Menurut Bennet, konsep dan praktek dasar yang melandasi International Governmental Organization (IGO) modern melibatkan diplomasi, perjanjian, konferensi, aturan-aturan dan hukum perang, pengaturan penggunaan kekuatan, penyelesaian sengketa secara damai, pembangunan hukum internasional, kerjasama ekonomi internasional, kerjasama sosial internasional, hubungan budaya, perjalanan lintas negara, komunikasi global, gerakan perdamaian, pembentukan federasi dan liga, administrasi internasional, keamanan kolektif, dan gerakan pemerintahan dunia International Non Governmental Organization (INGO). (Goldstein,1996:269). Hasil Penelitian 1. Fasilitator dan Pengelola Sejak WWF mulai beraktifitas di Kayan Mentarang pada tahun 1991 berdasarkan hasil survey 2005, program PDP yang merupakan bentuk dari konservasi kawasan
1010
dan sumber daya alamnya dimulai dengan uji coba pengembangan metodologi serta pendekatannya pada tahun 1992 dan secara lebih sistematis pada tahun 1994 hingga 1996. Proses PDP yang terpenting mencakup pemetaan pola pemanfaatan lahan, pemetaan sumber daya alam, peraturan adat tentang pemanfaatannya, mempelajari alur sejarah setempat, pemetaan sosial di desa, serta pemetaan batas desa dan wilayah adat. (Eghenter, 2012:42) Hasil pemetaan menjadi dasar untuk membantu masyarakat dalam membangun dan menjamin proses lebih partisipatif dan sesuai prinsip Free And Prior Informed Consent (FPIC) atau Persetujuan Dini Tanpa Paksaan dengan pihak taman nasional. WWF Indonesia memfasilitasi penyiapan Rencana Pengelolaan TNKM jangka waktu 25 tahun, membangun sistem pengelolaan kolaboratif dengan para pihak terkait, merintis inisiatif kerja sama konservasi lintas batas dengan Taman Nasional Pulong Tau di Sarawak Malaysia, penelitian keanekaragaman hayati, pemetaan partisipatif, monitoring keamanan kawasan dan memfasilitasi terbentuknya inisiatif HoB. 2. Pembina Dukungan WWF terhadap program percontohan ekowisata di Malinau dan Nunukan sudah berlangsung sebelum secara resmi Pemda Malinau dan WWFIndonesia menandatangani kerjasama. Dalam menjalankan program percontohan ekowisata, WWF menyampaikan pembinaan kesadaran masyarakat setempat melalui pendidikan, penyuluhan, dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mengembangkan Malinau sebagai kabupaten konservasi. Intervensi dilakukan berdasarkan pendekatan kemitraan, di mana staf lapangan berinteraksi secara langsung dengan koperasi-koperasi atau organisasi-organisasi berbasis komunitas. Dukungan terutama diwujudkan di tingkat komunitas dan kecamatan, yang bertujuan untuk menciptakan sinergi dengan program-program yang dilaksanakan pada skala yang lebih besar, seperti program ekoturisme. Program ekoturisme adalah program pembangunan berkelanjutan di wilayah TNKM (http://www.awsassets.wwf.or.id). Kegiatan ekonomi berwawasan konservasi yang sedang dikembangkan lokasi WWF Indonesia di TNKM adalah mengembangkan produk pertanian, kerajinan tangan, hasil hutan, ekowisata, dan credit union. (Wulandari, 2008:24) Untuk kabupaten Malinau dan Nunukan yang merupakan bagian dri TNKM, destinasi yang telah dikembangkan adalah Hulu Pujungan, Hulu Bahau dan Dataran Tinggi Krayan. Masyarakat adat didukung oleh Dinas Pariwisata untuk mengelola homestay untuk akomodasi, belajar ilmu pemandu wisata dan bahasa asing, serta mengembangkan obyek dan jalur ekowisata. Dari sebelumnya tak ada wisatawan asing pada tahun 2001, saat ini telah banyak yang datang ke wilayah terpencil di sekitar kawasan TNKM, terutama setelah diluncurkan website sebagai media promosi. Khusus untuk Nunukan dan sejumlah titik di Kapuas Hulu, ada nilai tambah yang potensial yaitu ekowisata lintas batas Malaysia-Indonesia. Kerjasama para pemangku kepentingan serta semangat kreatif dan upaya rintisan masyarakat untuk ekowisata di sepanjang perbatasan kawasan HoB adalah bukti
1011
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(4): 1007-1016
nyata ekonomi hijau yang bermanfaat bagi alam dan komunitas adat. (Eghenter, 2012:56-57) 3. Inisiator WWF berkoordinasi dengan pemerintah serta masyarakat setempat untuk membentuk lembaga di TNKM. Lembaga tersebut adalah sebagai berikut. Dewan Penentu Kebijakan (DPK) adalah dewan yang terdiri dari berbagai unsur di daerah maupun pusat dan masyarakat dengan tugas antara lain membantu pemerintah dalam mengelola saran dalam pembangunan. Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) merupakan asosiasi dari 10 wilayah adat besar (Pujungan, Hulu bahau, Apokayan, Mentarang, Lumbis, Tubu, Kayan Hulu, krayan Hilir, Krayan Tengah dan Krayan Darat) sebagai media untuk memperjuangkan kepentingan masyrakat adat dalam penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya alam. Badan Pengelola (BP) TNKM (Sedang dalam proses). Saat ini pembentukan lembaga ini masih didiskusikan bersama para pihak untuk memperoleh lembaga pengimplementasi yang kolaboratif. (http://www.kolaboratif.org) Pengelolaan kolaboratif di TNKM didasarkan pada TNKM dapat dilindungi dan dikelola dengan persetujuan dan dukungan aktif masyarakat adat, memastikan bahwa manfaat kawasan taman nasional dapat dimanfaatkan secara lestari yang merupakan sumber identitas budaya dan penghidupan masyarakat serta mengembangkan alternatif ekonomi berbasis konservasi untuk masyarakat dan pemerintah setempat. Model pengelolaan kolaboratif TNKM telah menjadi bukti eksistensi FoMMA dan beberapa lembaga yang telah terbentuk dalam pengelolaan TNKM. (http://awsassets.wwf.or.id) 4. Penelitian Proyek kerjasama penelitian dan pengembangan di Kayan Mentarang mulai dilakukan pada tahun 1989 oleh PHPA, LIPI serta WWF Indonesia dengan tujuan mengembangkan sistem pengelolaan yang mengintegrasikan konservasi dengan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar cagar alam. Status cagar alam dianggap sebagai hambatan karena secara hukum terdapat aturan yang melarang masyarakat adat untuk melanjutkan cara hidup tradisional. WWF menyatakan bahwa hak-hak masyarakat adat harus dilindungi karena pemenuhan kebutuhan oleh masyarakat setempat tidak membahayakan keanekaragaman hayati cagar alam, dan masyarakat dianggap dapat menjadi mitra penting dalam pengelolaan Kayan Mentarang. (http://btnkm.dephut.go.id) Sebagai salah satu faktor penentu pendorong perubahan status kawasan konservasi Kayan Mentarang dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional pada tahun 1996 adalah hasil penelitian Program Kebudayaan dan Pelestarian Alam. Penelitian tersebut adalah kerjasama Ford Foundation dan WWF Indonesia untuk mendokumentasikan dan mendukung hak atas akses masyarakat adat terhadap sumber daya alam dan pola pengelolaannya dan melengkapi sebuah kajian 1012
budaya, sejarah, dan ekologi sumber daya alam untuk daerah pedalaman Kalimantan Timur. Program penelitian Kebudayaan dan Pelestarian Alam membuktikan bahwa hanya keterlibatan masyarakat lokal bisa menjamin keberlanjutan TNKM dan eksistensi lembaga tradisional membantu menjaga keamanan kawasan. Penelitian tersebut bermanfaat dalam membantu masyarakat dan TNKM menemukan pola pengelolaan dan inovasi yang tepat dan adil bagi alam dan masyarakat. (http://www.wwf.or.id) Pendekatan Sosio-ekonomi merupakan pendekatan yang di tinjau dari segi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan yang sangat erat hubungannya dengan kawasan tersebut. Variabel adalah sosial-ekonomi kawasan, sumberdaya dan tata guna lahan masyarakat adat, jarak dari pusat pemukiman dan jarak dari jalan atau akses utama. Sedangkan pendekatan ekologi-lanskap merupakan pendekatan yang ditinjau dari segi ekologi lanskap kawasan tersebut yakni tutupan lahan Kalimantan Timur, status kawasan berdasarkan RTRWP Kaltim dan ketinggian dan kemiringan lereng. Seluruh variabel tersebut dianalisis dengan menggunakan SIG sehingga menghasilkan peta tematik untuk setiap variabel. Setelah itu, setiap peta tematik diberi nilai kesesuaian atau skor berdasarkan asumsi yang dipakai. (http://awsassets.wwf.or.id) Di Kayan Mentarang WWF Indonesia telah menjalankan programnya sebelum menjadi taman nasional hingga secara resmi menandatangani perjanjian kerjasama dengan Pemerintah daerah (Pemda) Malinau. Berikut adalah bagan peran WWF di TNKM. Gambar 1.1 Peran WWF di TNKM Fasilitator dan Pengelola
1. 2. 3. 4.
HoB RPTNKM Pengelolaan Kolaboratif Pemetaan Wilayah Partisipatif
1. DP3K 2. FoMMA
Pembina 1. Pendidikan 2. Penyuluhan 3. Pemberdayaan Masyarakat
Peran WWF di TNKM
1. GIS
Inisiator
Penelitian
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
1013
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(4): 1007-1016
Secara sistematis, penulis membuat alur kerja TNKM sebagai berikut. Di dalam kawasan HoB terdapat TNKM yang merupakan kawasan konservasi. WWF Indonesia telah melakukan pengelolaan TNKM pada tahun 1992, kemudian pada tahun 2006 Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jerman melakukan kerjasama dalam pengelolaan TNKM yang diwakili oleh GTZ. Dalam perkembangannya dengan melibatkan banyak pihak terkait, keputusan secara hukum, sosial ekonomi, maupun teknis pengelolaan di lapangan telah dibentuk sebagai wujud aksi konservasi di lapangan. Gambar 1.2 Alur Kerja di TNKM HOB
WWF Indonesia (1992)
TNKM
Hukum • Perubahan status dari cagar alam menjadi taman nasional. • Terbentuk FoMMA • Terbentuk DP3K • Terbentuk DPK
Konservasi • Stasiun penelitian hutan tropis di Lalut Birai • Pemetaan Desa Partisipatif (PDP) • Pengelolaan Kolaboratif
DepHut Pemda Malinau Masyarakat lokal
DepHut PHPA LIPI
GTZ (2006)
Sosial Ekonomi • Pengembangan objek dan jalur wisata • Website promotion
Dinas Pariwisata Malinau Masyarakat lokal
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Kesimpulan WWF Indonesia telah memfasilitasi penyiapan Rencana Pengelolaan TNKM jangka waktu 25 tahun, membangun sistem pengelolaan kolaboratif dengan para pihak terkait, merintis inisiatif kerja sama konservasi lintas batas dengan Taman Nasional Pulong Tau di Sarawak Malaysia, penelitian keanekaragaman hayati, pemetaan partisipatif, pemberdayaan masyarakat, pendidikan dan penyuluhan, monitoring keamanan kawasan dan memfasilitasi terbentuknya inisiatif Heart of Borneo (HoB). Pencapaian di TNKM hingga saat ini adalah sebagai berikut. Dikeluarkannya SK Menteri Kehutanan No. 1213, 1214 dan 1215/KptsII/2002 dari Menteri Kehutanan tanggal 4 April 2002 tentang Rencana Pengelolaan, Pengelolaan Kolaboratif dan Pembentukan Dewan Penentu Kebijakan. 1014
Dari hasil Pemetaan Desa Partisipatif yang dilaksanakan di 10 wilayah adat besar telah dihasilkan peta tata guna lahan yang dapat dijadikan konsep awal zonasi. Saat ini, telah memiliki kantor utama di Malinau, 4 pos lapangan di Lumbis, Data Dian, Long Alango dan Long Layu yang sudah dilengkapi alat komunikasi SSB, serta Stasiun Penelitian Hutan Tropis Lalut Birai di Long Alango sebagai pusat kegiatan penelitian. Banyak penelitian yang sudah dilakukan di TNKM, baik oleh peneliti maupun WWF, mulai dari bidang biologi hingga sosial budaya. Beberapa hasilnya sudah dibukukan dan diterbitkan oleh WWF maupun bekerja sama dengan PHKA. Salah satunya adalah Joint Expedition on Biodiversity in Kayan Mentarang National Park (Indonesia-Malaysia). Pengamanan dilakukan melalui informasi yang diperoleh masyarakat maupun survey udara yang rutin dilakukan. Konsultasi Publik rekonstruksi batas TNKM yang dilakukan untuk menyamakan kebutuhan masyarakat adat dengan kepentingan konservasi menurut pemerintah.
Referensi Buku Coulumbis, A Theodore. 1986. Pengantar Hubungan Internasional Keadilan dan Power. USA : Pretince Hall Inc.,Engleewood Cliffs. Eghenter, Cristina.2012. Masyarakat dan Konservasi 50 Kisah yang Menginspirasi dari WWF untuk Indonesia : WWF Indonesia. Goldstein, S Joshua. 1996. International Relation, edisi kedua. Harper Collins Publishing. Jatna, Supriana. 2008. Melestarikan alam Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Wulandari, Christine.2008. Prinsip-Prinsip Penerapan Community Empowerment dalam Agenda Konservasi Indonesia. Jakarta: WWF Indonesia. Internet “Briefing Paper No. Briefing Paper No. 3: Peranan Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) dalam Pengelolaan Kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM)” http://awsassets.wwf.or.id/downloads/brief_paper3_peran_forum_masy_a dat_tnkm.pdf diakses 2 Juli 2013 “Briefing Paper No. 7: Monitoring Partisipatif Taman Nasional Kayan Mentarang” http://awsassets.wwf.or.id/downloads/brief_paper7_monitoring_partisipati f_tnkm.pdf “Borneo Ecoturism” http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/pds/social_development/c ommunitybasedecotourism/borneoecotourism.cfm “Geologi dan Permasalahan Lingkungan”
1015
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1(4): 1007-1016
http://www.docstoc.com/docs/2949246/Chapter-1-Geologi-dan-Masalah Lingkungan “Indonesia, Malaysia, dan Brunei Sepakat Lindungi Kawasan Jantung Borneo” http://www.jasaraharja.co.id/indonesia-malaysia-dan-brunei-sepakatlindungi-kawasan-jantung-borneo,3690.html “Mybaby Tree” http://www.wwf.or.id/cara_anda_membantu/bertindak_sekarang_juga/sup porterwwf/program_supporter/mybabytree/ “Pengertian Konservasi” http://elisa1.ugm.ac.id/files/marhaento/TKbKb5bv/PENGERTIAN%20K ONS ERVASI.doc “Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata” http://www.saveforest.webs.com/konsep_ekowisata.pdf “Pengelolaan Kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang” http://www.kolaboratif.org/index.php?option=com_pengelolaan&task=vie w&id=34&Itemid=16 “Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Mayarakat” http://awsassets.wwf.or.id/downloads/wwf_indonesia_prinsip_dan_kriteria _ecotourism_jan_2009.pdf pada 11 Maret 2013 “Taman Nasional Kayan Mentarang” http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDOENGLISH/tn_kayanmentarang.htm “UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990” http://www.dephut.go.id/files/UNDANGUNDANG%20REPUBLIK%20I NDONESIA%20NOMOR%20520TAHUN%201990.pdf
1016