Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PERAN TEQIP DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA Isnandar Universitas Negeri Malang Abstrak: Konseptualisasi TEQIP adalah memberdayakan guru untuk menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki daya saing untuk membangun Indonesia hebat. Teachers Quality Improvement Program (TEQIP) sebagai model pelatihan peningkayan mutu guru di Indonesia dikembangkan dalam bentuk pelatihan TOT, diseminasi pelatihan guru, dan ongoing pasca TOT dan ongoing pasca diseminasi. Melalui kemitraan dengan stakeholder dan pendekatan multi level, pengembangan TEQIP telah menjadi motor penggerak peningkatan mutu pendidikan di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dari Sabang- Merauke. Kata kunci: konseptualisasi TEQIP, model TEQIP, kemitraan, pengembangan TEQIP Berlakunya kesepakatan ASEAN Community atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 sudah barang tentu akan terjadi persaingan bebas di Asia dalam bidang perdagangan, pelaku usaha, dan ketenagakerjaan. Tanpa terkecuali terjadi persaingan bebas bagi guru dan dosen di negara Asean, artinya guru dan dosen asing akan merebut pasar guru dan dosen di Indonesia. Berlakunya MEA merupakan tantangan sekaligus peluang bagi guru dan dosen Indonesia. Jika guru dan dosen Indonesia kualitasnya rendah sudah barang tentu akan kalah dalam persaingan. Berdasarkan fakta lapangan kualitas guru di Indonesia masih tergolong rendah. Pada saat melakukan pretest calon peserta TEQIP yang diberikan kepada para guru bidang studi matematika, IPA, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris dari Sabang- Merauke sejak tahun 2010- sekarang menunjukkan nilai yang masih rendah di bawah 50. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mendikbud, Anies Baswedan bahwa, kualitas guru secara umum di Indonesia belum memuaskan. Guru dengan mutu terbaik pun belum mencapai nilai maksimum. Ia menjelaskan, guru dengan mutu terbaik tidak merata tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kebanyakan berada di pulau Jawa, terutama di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Kualitas guru di Jawa Timur masih bernilai 4,6 dalam rentang penilaian 1-11 (VIVA.CO.ID. Senin, 24 November 2014). Sejalan dengan hal tersebut, Kepala BPSDMPK dan PMP Kemendikbud, mengakui mutu dan kualitas guru di Tanah Air saat ini masih rendah. Kompetensi guru, saat dilakukan tes terhadap guru semua bidang studi, rata-rata tidak sampai 50 persen soal yang bisa dikerjakan. Keberadaan TEQIP yang sudah berjalan selama 4 tahun merupakan salah satu terobosan penting dalam upaya meningkatkan mutu guru dan pendidikan di Indonesia. TEQIP memiliki konsep untuk membangun sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas secara berjenjang dan berkelanjutan melalui peran sentral guru yang berkualitas. Meningkatkan kualitas guru mulai tingkat dasar dan menengah secara terpadu mutlak harus dilakukan agar memiliki peran yang strategis untuk membentuk karakter bangsa yang berdaya saing. TEQIP yang lahir melalui kerjasama PT Pertamina (Persero), memiliki konsep peningkatan mutu guru secara terpadu dalam menghasilkan manusia pembangunan yang handal di seluruh Indonesia. Konseptualisasi TEQIP sebagai pola peningkatan kualitas guru di Indonesia terus dilakukan penyempurnaan. Sepuluh hal penting dalam pemberdayaan guru melalui program TEQIP, yakni pembelajaran bermakna, lesson study, pola siklus, pengimbasan, membumikan teori, kolaborasi dengan stakeholders, kontinuitas, reflektif, good practices, dan berbasis kebutuhan. Kesepuluh hal penting tersebut selanjutnya disebut sebagai karakteristik TEQIP (Subanji, Isnandar: 2014). Pola peningkatankualitas guru di indonesia menurut konsep TEQIP, disajikan dalam Gambar 1.
786
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 1. Diagram Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia Melalui TEQIP (Sumber: Subanji & Isnandar, 2012)
Berdasarkan Gambar 1 tersebut peningkatan kualitas guru perlu dilakukan secara terpadu mulai dari guru tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Kualitas guru yang baik di tingkat Sekolah Dasar akan berdampak pada meningkatnya prestasi siswa dan tumbuhnya SD unggul di daerah. Prestasi siswa SD yang baik akan menjadi bibit unggul untuk sekolah tingkat SMP. Apabila guru-guru SMP disiapkan dan ditingkatkan kualitasnya, maka akan meningkatkan prestasi siswa SMP dan menumbuhkan SMP unggul di daerah. Guru yang berkualitas di tingkat SMP akan dapat mengelola input bibit unggul dari SD sedemikian hingga menghasilkan output siswa unggul SMP dan akan menjadi input unggul untuk SMA. Dengan menyiapkan dan meningkatkan kualitas guru-guru SMA, maka akan menumbuhkan SMA unggul di daerah dan akan dapat mengelola input unggul dari SMP sedemikian hingga akan menghasilkan lulusan SMA yang unggul dan siap untuk kuliah di perguruan tinggi. Mereka yang sudah lulus kuliah diwajibkan 787
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
untuk kembali ke daerah dan membangun daerahnya. Dengan demikian, proses ini akan mempercepat pembangunan di Indonesia termasuk daerah tertinggal.
MODEL TEQIP TEQIP sebagai model peningkatan kualitas guru di Indonesia menurt Subanji dan Isnandar (2014: ), dikemas dalam 3 (tiga) bentuk: (1) pelatihan TOT, (2) diseminasi pelatihan guru, dan (3) ongoing pasca TOT dan ongoing pasca diseminasi. Pelatihan TOT dilangsungkan dalam tiga tahap: (1) TOT 1 berorientasi pada pemahaman dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) minggu, (2) TOT 2 berorientasi pada pendalaman dilaksanakan dalam 2 (dua) minggu dan (3) TOT 3 berorientasi pada pemantapan dilaksanakan dalam 1 (satu) minggu. Diseminasi pelatihan guru dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, Diseminasi pelatihan guru tahap 1 dan Diseminasi Pelatihan guru tahap 2, masing-masing tahap dilaksanakan selama satu minggu. Ongoing (praktik lesson study di sekolah asal guru) dilaksanakan dalam 5 (lima) tahap: ongoing 1 (pasca TOT 1), ongoing 2 (pasca TOT 2), ongoing 3 (pasca Diseminasi 1), ongoing 4 (pasca Diseminasi 2), dan ongoing 5 (pasca TOT 3). Setelah tahapan kegiatan TEQIP tuntas, dilanjutkan dengan pelatihan mandiri di KKG/MGMP. Dengan demikian terdapat 11 tahapan untuk membentuk trainer TEQIP: (1) TOT1 , (2) O1, (3) TOT2, (4) O2, (5) Diseminasi 1, (6) O3, (7) Diseminasi 2, (8) O4, (9) TOT3, (10) O5, dan (11) Pelatihan mandiri di KKG/MGMP. Sebelas tahapan tersebut telah menghasilkan trainer yang profesional sebagai ujung tombak pengimbasan mutu guru dan mutu pendidikan di daerah masing- masing dari Sabang- Merauke. Dampak pembentukan trainer TEQIP bagi peningkatan mutu guru dan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut: (1) terjadi pengembangan keprofesionalan berkelanjutan (PKB) bagi para guru yang sejalan dengan Permenegpan & RB Nomor 16/2009, (2) terjadi jalinan komunikasi akademik antar trainer lintas budaya dari Sabang- Merauke yang memperkokoh NKRI, (3) terbentuknya karakter guru yang profesional, (4) terbentuknya komitmen trainer mempercepat peningkatan mutu guru di setiap daerah sasaran TEQIP melalui pola multi level (1 trainer mengimbas ke 9 guru secara berkelanjutan sampai guru di daerah asal trainer terimbas TEQIP), dan (5) terjadi peningkatan mutu pembelajaran yang berimbas pada peningkatan prestasi siswa. Secara keseluruhan, model pelatihan TEQIP dilaksanakan dengan urutan pada Gambar 2.
TOT 1
O1
TOT 2
TOT 3
O2 Diseminasi Pelatihan Guru 1
O5
Pel Mandiri di KKG/MGMP
O4 O3
Diseminasi Pelatihan Guru 2
Gambar 2. Diagram Urutan Pelaksanaan Program TEQIP (Sumber: Subanji, Isnandar: 2014) Menurut Subanji dan Isnandar (2014), pelatihan TOT 1 berorientasi pada “pemahaman trainer” terhadap pedagogy dan content dilanjutkan dengan kegiatan praktik di daerah masingmasing trainer melalui on-going 1. TOT 2 berorientasi pada “pendalaman terhadap pedagogy dan content”. TOT 1 dan TOT 2 masing-masing digunakan untuk membekali Trainer secara maksimal sehingga Trainer mampu mendiseminasikan TEQIP melalui kegiatan pelatihan guru di provinsi masing-masing. Karena itu setelah dibekali di TOT 1 dan TOT 2, Trainer diwajibkan untuk melatih guru di Provinsi. Dalam hal ini seorang Trainer memiliki kewajiban untuk memberdayakan 9 (sembilan) orang guru. Proses pelatihan di tingkat Provinsi dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing dalam waktu satu minggu. Setelah melatih guru dalam kegiatan diseminasi, Trainer dimantapkan pemahaman dan pengalamannya melalui TOT3, 788
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
untuk selanjutnya membuat rancangan kegiatan secara berkelanjutan di masing-masing KKGSD dan MGMP-SMP. Dengan demikian proses pembentukan trainer melalui proses pemahaman, pendalaman, dan pemantapan terhadap pedagogy dan content tersebut telah berhasil merubah mindset guru dan mampu membentuk karakter sebagai guru profesional. Penerapan model pelatihan TEQIP tersebut selanjutnya telah ditindaklanjuti oleh trainer untuk melakukan pelatihan guru secara mandiri di sekolah asal trainer, di luar sekolah melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) masing-masing Kecamatan atau di Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) masing-masing kabupaten/kota. Didukung oleh komitmen para trainer dan pemangku kepentingan di setiap daerah telah terjadi peningkatan yang signifikan jumlah guru yang diberdayakan kualitasnya melalui pola TEQIP. METODE Metode untuk mencapai tujuan TEQIP dalam memberdayakan mutu guru dalam mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkarakter dalam membangun daerahnya diperlukan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 20/2003 pasal 54 ayat 1 bahwa, “ Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, orgnisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu mutu pelayanan pendidikan”. Dengan demikian untuk mencapai tujuan tersebut tidak cukup hanya dilakukan dengan menyediakan trainer TEQIP yang handal. Namun diperlukan kerjasama kemitraan dengan berbagai pihak terkait. Kerjasama PT Pertamina (Persero) PT Pertamina (Persero) melalui Small Medium Enterprise and Social Responsibility Partnership Program (SME & SR PP) dalam penyelenggaran TEQIP merupakan wujud nyata tanggung jawab perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pendidikan. Partisipasi SME & SR PP yang dikenal juga dengan istilah Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) tersebut sejalan dengan UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 19/2003 tentang BUMN, juga sejalan dengan UU Nomor 47/2007 tentang Perseroan Terbatas. Kersajama PT Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang dalam program TEQIP telah dilakukan sejak tahun 2010- sekarang. Kegiatan peningkatan mutu guru di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan yang menjangkau daerah yang sulit dijangkau, seluruhnya dibiayai oleh PT Pertamina (Persero). Partisipasi yang besar PT Pertamina (Persero) dalam program TEQIP telah menghasilkan best practice dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia dan telah mendapatkan penghargaan Anugerah Peduli Pendidikan (APP) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2012 dan 2013. Melalui program TEQIP yang dibiayai PT Pertamina (Persero) telah menghasilkan buku bidang studi SD sebanyak 12 buku dan SMP sebanyak 16 buku, buku Penelitian Tindakan Kelas, TIK, dan Kewirausahaan. TEQIP juga telah menerbitkan buku: Peningkatan Kualitas Pendidikan Indonesia melalui TEQIP (2010), TEQIP on Journey (2013), The Magnitude of TEQIP (2013), TEQIP: Model Pengembangan Keprofesionalan Guru (Kreatif, Inovatif, Bermakna, & Berkarakter Terintegrasi dalam Lesson Study) (2014), dan J- TEQIP (Jurnal Peningkatan Kualitas Guru) secara berkala sejak TEQIP 2010- sekarang. PT Pertamina (Persero) juga membiayai Seminar Nasional TEQIP yang dihadiri oleh para alumni TEQIP yang makalahna terseleksi, berasal dari 14 Propinsi dan 35 kabupaten/Kota dari Sabang- Merauke. Kerjasama dengan Dinas Pendidikan/ Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga (PPO) Kabupaten/Kota Kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sasaran TEQIP dimulai pada saat persiapan program TEQIP, pelaksanaan program, dan pasca program TEQIP. Persiapan program, UM membangun komitmen dengan Kepala Dinas Pendidikan/ Dinas Pendidikan PPO tentang program TEQIP yang dituangkan dalam bentuk Perjanjian Kesepahaman. Selanjutnya Kepala Dinas Pendidikan menyediakan sejumlah guru calon trainer yang akan diseleksi oleh pihak UM sampai terpilih trainer yang akan mengikuti TEQIP. Pelaksanaan program, Kepala Dinas memberikan ijin, penugasan, dan mengatur manajemen ketenagaan selama guru mengikuti program TEQIP. Pasca program TEQIP, Kepala Dinas Pendidikan/Kepala Dinas Pendidikan PPO bersama dengan para trainer TEQIP menyusun program dan melakukan 789
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
pengimbasan kepada guru di daerah masing-masing sampai seluruh guru SD/SMP memperoleh pengimbasan program TEQIP. Sesuai dengan perencanaan program TEQIP ke depan akan sampai pada SMA/SMK. Kemitraan dengan Perguruan Tinggi Daerah Kemitraan dengan perguruan tinggi daerah dimaksudkan untuk mengawal penyebaran TEQIP di daerah sasaran TEQIP pasca TEQIP yang dilaksnakan atas kerjasama PT Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang. Kerjasama dimaksudkan juga untuk memperluas penyebaran TEQIP di wilayah di luar sasaran TEQIP yang berada di sekitar perguruan tinggi mitra. Agar diperoleh standar mutu pelaksanaan TEQIP yang akan dilaksanakan oleh perguruan tinggi mitra di daerah sasaran TEQIP maupun pada daerah perluasan di luar TEQIP, diperlukan standarisasi ekspert perguruan tinggi mitra. Kerjasama dengan perguruan tinggi mitra tahun 2013 meliputi: Universitas Syahkuala (Unsyiah) Banda Aceh, Universitas Negeri Medan (UNIMED), Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang, Universitas Negeri Manado (UNIMA), Universitas Cendrawasih (UNCEN) Jayapura, dan Universitas Muhammadiyah (UNMUH) Al Amin Sorong. UNSYIAH mendampingi pengembangan pelatihan pasca TEQIP di daerah Aceh, termasuk perluasan dari Kota Sabang dan Kabupaten Pidie. UNIMED, mengembangkan pelatihan pasca TEQIP untuk daerah Sumatera Utara, termasuk perluasan daerah selain Padang Sidempuan dan Mandailing Natal. UNDANA dan UNIMA masing-masing akan menjadi mitra pengembangan untuk daerah Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara. UNCEN dan UNMUH Al Amin Sorong masingmasing akan menjadi mitra pengembangan TEQIP daerah Papua dan Papua Barat. HASIL TEQIP telah menginspirasi dinas pendidikan di daerah untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui model TEQIP. Daerah yang telah mengembangkan TEQIP sebanyak 37 Kabupaten/Kota di 14 Provinsi dari Sabang sampai Merauke. Sampai tahun 2013, Trainer yang telah dihasilkan TEQIP-SD sebanyak 3.000 guru dan TEQIP-SMP sebanyak 820 guru atas pembiayaan PT Pertamina (Persero). Pengimbasan TEQIP sampai tahun 2013 telah mencapai 27.449 guru atas biaya Dinas Pendidikan setempat dan swadaya guru dalam kelompok kerja guru (KKG) dan MGMP. Sehingga jumlah guru yang mengikuti kegiatan TEQIP mencapai 31.269 guru di seluruh Indonesia. Beberapa catatan perjalanan kegiatan TEQIP terlihat dalam Gambar 3-7. TEQIP adalah pelopor dalam meningkatkan kualitas guru SD/MI dan SMP/MTs untuk melahirkan karya ilmiah dalam bentuk artikel ilmiah yang layak dimuat dalam jurnal ilmiah. Artikel ilmiah juga disajikan di forum seminar nasional dan guru berperan sebagai penyaji. Prestasi ini merupakan jawaban terhadap kebuntuan implementasi Peraturan Menteri PAN & RB nomor 16 tahun 2009 tentang Guru dan Angka Kreditnya dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan. Menurut Kepala BPMSDM-PMP-Kemdikbud (Prof. Dr. Syawal Gultom) mewakili Mendikbud dalam pembukaan TEQIP 2013 menyatakan bahwa TEQIP sebagai best practice untuk meningkatkan kualitas guru di Indonesia. Model TEQIP telah menjadi pola pelatihan yang sangat ideal dan lengkap dari semua kompetensi yang dibutuhkan oleh guru. Bahkan ditegaskan oleh Prof. Dr. Syawal Gultom bahwa PT Pertamina (Persero) tidak akan membiayai suatu program apabila tidak ada jaminan mutu dan keberlanjutan. Dalam Seminar Nasional Exchange Experiences TEQIP 2013, Sekretaris BPMSDM-PMP menyatakan bahwa TEQIP sebagai jawaban implementasi Kurikulum 2013.
790
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 3. Expedisi tim expert TEQIP dan koord. Region Kalimantan PT Pertamina (Persero) menuju lokasi sekolah di perbatasan Malaysia menyusuri Sungai Sekayam selama 10 jam pulang-pergi
Gambar 4. Pengimbasan oleh Trainer dari Paser Kaltim, naik perahu selama 3 jam bersama 80 guru menuju SDN 006 Muara Paser untuk lesson study
791
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Gambar 5. Perjuangan Rombongan Monev dan Ongoing TEQIP untuk Menjangakau Daerah Pedalaman Manggarai, NTT.
Gambar 6. Pelatihan Pembuatan Media Pembelajaran Kreatif beserta Hasil Produknya dalam Kelompok Kerja Guru ( KKG ) di Suatu Gugus.
Gambar 7. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Lesson Study di Talaud, Sulut 792
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PUSTAKA Anonim. 2014. Menteri Pendidikan: Guru Terbaik Terbanyak di Jawa. VIVA.CO.ID. Senin, 24 November 2014. Presiden RI. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Lembaran Negara RI. Subanji & Isnandar. 2013. The Magnitute of TEQIP Empat Tahun Perjalanan TEQIP dalam Memberdayakan Guru dari Sabang sampai Merauke. Malang. UM Press. Subanji & Isnandar, 2010. Peningkatan Kualitas Pendidikan Indonesia melalui Teachers Quality Improvement Program (TEQIP). J-TEQIP – Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. Vol. 1. Nomor 1 Subanji & Isnandar, 2012. Peningkatan Kualitas Pendidikan Indonesia melalui Teachers Quality Improvement Program (TEQIP). Malang. UM Press. Subanji, dkk. 2014. TEQIP Model Pengembangan Keprofesionalan Guru Kreatif, Inovatif, Bermakna, & Berkarakter. Malang. UM Press.
793
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
PEMBELAJARAN BERMAKNA MELALUI LESSON STUDY: PENERAPANNYA PADA PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR DENGAN KURIKULUM 2013 Eddy Sutadji Dosen FT UM
[email protected] Abstrak: Pembelajaran bermakna merupakan proses pembelajaran yang menyenangkan, yang memiliki keunggulan dan meraup segenap informasi secara utuh sehingga konsekuensi akhirnya adalah meningkatkan kemampuan peserta didik yang akan berdampak pada pencapaian hasil belajar yang maksimal.Namun, pada kenyataanya masih banyak dijumpai perbedaan kemampuan dan pengetahuan guru dalam menciptakan pembelajaran bermakana tersebut.Belum semua guru mampu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengamati fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan materi pelajaran.Hal inilah yang menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Oleh karenanya diperlukan beberapa solusi untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, salah satunya yaitu dengan lesson study.Hasil penerapan lesson study dalam makalah ini ditunjukkan dari penelitian pelaksanaan lesson study di SDN Percobaan 2 Malang dan SDN Ngaglik 1 Batu.Hasil analisis menunjukkan bahwa lesson study di SDNP 2 Malang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dimungkinkan oleh beberapa faktor seperti pada dasarnya siswanya sudah pandai, sehingga dengan perlakuan proses pembelajaran apapun tidak mempengaruhi hasil belajar secara signifikan. Faktor lain yaitu guru maupun siswa yang belum sepenuhnya memahi pelaksanaan pembelajaran menggunakan lesson study, sedangkan hasil dari SDN Ngaglik 1 Batu menunjukkan bahwa lesson study efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Kata kunci: pembelajaran bermakna, lesson study, kurikulum 2013
HAKIKAT PEMBELAJARAN BERMAKNA Tujuan pendidikan Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yaitu Pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab. Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tersebut, dibutuhkan yang namanya proses belajar. Dimyati dan Mudjiono (2006) menyatakan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sedangkan Purwanto (1999) mendefinisikan belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Kegiatan belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seorang. Sehubungan dengan hal ini, Dahar (1996) mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu: (1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial, dan (2) peserta didik yang akan belajar harus bertujuan belajar bermakna. Di samping itu, kebermaknaan potensial materi pelajaran bergantung kepada dua faktor, yaitu (1) materi itu harus memiliki kebermaknaan logis, dan (2) gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif peserta didik. Pembelajaran bermakna bisa terjadi jika relevan dengan kebutuhan peserta didik, disertai motivasi intrinsik dan kurikulum yang tidak kaku.Proses belajar bermakna didorong oleh hasrat dan intensitas keingintahuan peserta didik tentang bidang studi tertentu. Dalam 794
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
hubungan ini, Rogers (Koswara, 2013) mengemukakan tentang iklim kelas yang memungkinkan terjadinya belajar bermakna, seperti: (1) terimalah peserta didik apa adanya, (2) kenali dan bina peserta didik melalui penemuannya terhadap diri sendiri, (3) usahakan sumber belajar yang mungkin dapat diperoleh peserta didik dapat memlilh dan menggunakannya, (4) gunakan pendekatan inquiry-discovery, dan (5) tekankan pentingnya pendekatan diri sendiri dan biarkan peserta didik mengambil tanggung jawab sendiri untuk memenuhi tujuan belajarnya. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang menyenangkan, yang memiliki keunggulan dan meraup segenap informasi secara utuh sehingga konsekuensi akhirnya adalah meningkatkan kemampuan peserta didik yang akan berdampak pada pencapaian hasil belajar yang maksimal.Pembelajaran dapat menjadi bermakna jika guru sebagai profesional dapat beradaptasi dengan kemajuan teknologi, artinya dapat mengadaptasikan pembelajaran dengan kemajuan dan dilakukan secara bertahap. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik dalam menciptakan proses pembelajaran bermakna yakni dengan lesson study. Lesson study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran peserta didik secara terus-menerus, berdasarkan data. Lesson study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Sehingga dengan adanya pembelajaran dengan Lesson Study diharapkan pembelajaran bermakna dapat senantiasa terwujud di setiap proses pembelajaran. HAKIKAT LESSON STUDY Lesson study menurut Sumardi (2008) adalah merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan asas-asas kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.Secara sederhana lesson study dapat diartikan sebagai suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Menurut Iverson (dalam Andik, 2008) kata lesson study ini tidak hanya berupa deskripsi mengenai apa yang akan diajarkan selama jangka waktu tertentu, tetapi meliputi hal-hal yang lebih banyak lagi. Artinya dalam melaksanakan lesson study guru-guru secara kolaboratif merumuskan tujuan pembelajaran, merancang pembelajaran untuk mencapai tujuan tersebut, melaksanakan dan mengamati serta mendiskusikan hasil pengamatan untuk kemudian disempurnakan kalau perlu dibelajarkan kembali ke kelas lain untuk kemudian dikaji ulang. Lebih lanjut Wang Iverson dan Yoshida (2005) mengemukakan beberapa definisiyang berkaitan dengan lesson study sebagai berikut: a) Lesson study (Jugyokenkyu) merupakan bentuk pengembangan keprofesionalan guru dalam pembelajaran, yang dikembangkan di Jepang, yang di dalamnya pendidik secara sistematis dan kolaboratif melaksanakan penelitian pada proses belajar mengajar di dalam kelas untuk pengembangan dan pengalaman pembelajaran yang diampu pendidik. b) Lesson study menjadikan guru belajar tentang pengembangan dan peningkatankualitas pembelajaran di dalam kelas. c) Lesson study merupakan pendekatan komprehensif untuk pembelajaran yangprofesional yang dilaksanakan secara tim melalui tahapan-tahapan perencanaan,implementasi pembelajaran di dalam kelas dan observasi, refleksi dan diskusi datahasil observasi serta pengembangan pembelajaran lebih lanjut. Menurut Lewis (2002) pembelajaran yang berbasis pada lesson study perlu dilakukan karena beberapa alasan antara lain lesson study merupakan suatu cara efektifyang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini disebabkan (1) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil sharing pengetahuan profesional yang berlandaskan pada proses dan hasil pengajaran yang dilaksanakan 795
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
para guru, (2) penekanan mendasar pada pelaksanaan suatu lesson study adalah agar para siswamemiliki kualitas belajar, (3) kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas, (4) berdasarkan pengalaman nyata di kelas, lesson studymampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) lesson study akan menempatkan peran para guru sebagai peneliti pembelajaran. Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa lesson study memiliki empat tujuan utama: (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana peserta didik belajar dan guru mengajar, (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta lesson study, (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif, dan (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, di mana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Lesson study memilikibeberapa manfaat antara lain (1) mengurangi ketersaingan guru dari komunitasnya, (2) membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya, (3) memperdalam pemahaman guru tentang materi pembelajaran, cakupan dan urutan materi dalam kurikulum, (4) membantu guru memfokuskan bantuannya terhadap seluruh aktivitas belajar siswa, (5) menciptakan terjadinya pertukaran pengetahuan tentang pemahaman berpikir dan belajar dari siswa, dan (6) meningkatkan kolaborasi terhadap sesama guru pengajar. Penjelasan di atasmemberikan arti bahwa lesson studymemberikan banyak kesempatan kepada para guru untuk membuat bermakna terhadap ide-ide pendidikan dalam proses pembelajaran, untuk merubah perspektif guru tentang pembelajaran dan untuk belajar melihat proses mengajar yang dilakukan guru dari perspektif siswa. Dalam lesson study dapat dilihat hal-hal yang terjadi dalampembelajaran secara obyektif dan hal demikian membantu guru memahami ide-ide penting dalam memperbaiki proses pembelajaran PENERAPAN LESSON STUDY PADA PEMBELAJARAN SD DENGAN KURIKULUM 2013 Pada kenyataannya, karena adanya perbedaan kemampuan dan pengetahuan guru, belum semua guru mampu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengamati fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan materi pelajaran.Hal inilah yang menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Oleh karenanya diperlukan beberapa solusi untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, salah satunya yaitu dengan lesson study. Menurut Sudrajat (2008) lesson study merupakan satu upaya meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. Dengan berkolaborasi guru mampu mengembangkan bagaimana siswa belajar dan bagaimana membelajarkan siswa.Selain itu melalui lesson study guru dapat memperoleh pengetahuan dari guru lainnya atau narasumber.Hal ini diperoleh melalui adanya umpan balik dari anggota lesson study.Sehingga kemampuan guru semakin hari semakin bertambah baik dengan melakukan contoh kemudian dikritisi ataupun dari memperhatikan contoh kemudian mengkritisi. Ada berbagai cara yang dapat ditempuh pendidik dalam melaksanakan lesson study.Hal ini tentu dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi dalam praktiknya.Lewis (2002) menyarankan enam tahapan dalam megimplementasikan lesson study. Tahap 1: Membentuk kelompok lesson study, yang antara lain berupa kegiatan merekrut anggota kelompok, menyusun komitmen waktu khusus, menyusun jadwal pertemuan, dan menyetujui aturan kelompok. Tahap 2: Memfokuskan lesson study, dan tiga kegiatan utama, antara lain: (a) menyepakati tema penelitian (research theme) tujuan jangka panjang bagi murid; (b) memilih cakupan materi; dan (c) memilih unit pembelajaran dan tujuan yang disepakati. Tahap 3: Merencanakan rencana pembelajaran (research lesson), yang meliputi kegiatan melakukan pengkajian pembelajaran yang telah ada, mengembangkan petunjuk pembelajaran, meminta masukan dari ahli dalam bidang studi dari luar (guru lain yang berpengalaman). Tahap 4: Melaksanakan pembelajaran di kelas dan mengamatinya (observasi). Dalam hal ini pembelajaran dilakukan oleh salah seorang guru anggota kelompok dan anggota
796
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
yang lain menjadi observer. Observer tidak diperkenankan melakukan introduksi terhadap jalannya pembelajaran baik kepada guru maupun peserta didik. Tahap 5: Mendiskusikan dan menganalisis pembelajaran, yang telah dilaksanakan. Diskusi dan analisis sebaiknya mencakup butr-butir: refleksi oleh instruktur, informasi latar belakang anggota kelompok, presentasi dan diskusi data dari hasil observasi pembelajaran, diskusi umum, komentar dari ahli luar, ucapan terima kasih. Tahap 6: Merefleksikan pembelajaran dan merencanakan tahap-tahap selanjutnya. Pada tahap ini anggota kelompok diharapkan berpikir tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Apakah keinginan untuk membuat peningkatan agar peningkatan ini akan menjadi lebih baik?, apakah akan mengujicobakan di kelas masing-masing?, dan anggota kelompok sudah puas dengan tujuan-tujuan lesson study dan cara kerja kelompok? Menurut Garfield (2002) lesson study dibagi menjadi lima tahapan yaitu: Planning (perencanaan), Teaching (pengajaran), Observing (pengamatan), Critiquing (pengkritisan), dan Revising (perevisian) dalam satu siklus yang berkelanjutan, dan kemudian disingkat lagi menjadi tiga tahapan utama menurut IMSTEP (2005) yaitu Plan, Do,danSee. Lesson study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tidak pernah berakhir (continuous improvement) seperti yang telah diutarakan diatas dalam berbagai sumber. Skema lesson study diperlihatkan dalam gambar di bawah ini.
PLAN (MERENCANAKAN)
DO (MELAKSANAKAN)
SEE (MEREFLEKSI)
Gambar 1. Skema Kegiatan Lesson Study
Serangkaian kegiatan, mulai dari tahap plan sampai see, dilakukan secara kolaboratif. Hal ini secara nyata telah menghasilkan dampak sosiologis yang sangat positif.Kolegalitas antar guru dapat terbina dengan baik, Dengan demikian, melalui serangkaian kegiatan dalam rangka lesson study ini terbentuk atmosfer akademik yang kondusif bagi terciptanya mutual learning. Pada prinsipnya, semua orang yang terlibat dalam lesson study harus memperoleh lesson learned (pelajaran berharga atau hikmah). Itu artinya lesson study potensial dalam membangun learning community. HASIL PENERAPAN LESSON STUDY DI SEKOLAH DASAR Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap guru yang mengikuti workshop technical education quality improvement programme (TEQIP) pembelajaran ber-makna melalui lesson study menunjukkan pemahaman guru terhadap konsep lesson study masih belum memahami secara menyeluruh. Hasil menunjukkan bahwa 78,26% guru hanya memahami konsep lesson study secara sebagian. Hanya sebagian guru benar-benar memahami konsep lesson study dengan presentase sebesar 19,56%. Bahkan sebagian kecil guru belum memahami belum paham sama sekali mengenai lesson study ditunjukkan dengan persentase 2,17%. Pada guru proses lesson study memberikan dampak positif. Temuan tersebut dibuktikan dari presentase kuesioner terhadap guru yang menunjukkan bahwa workshop melalui Lesson Study ini mampu memberi penguatan terhadap General skill atau kecakapan umum sebesar 797
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
60,86% disusul dengan penguatan learning strategic skills atau kecakapan strategi pembelajaran (56,52%) dan Academic skills atau Kecakapan akademik (36,95%) dan sisanya tidak memberi keputusan sebesar 4,34%. Menurut Syamsuri & Ibrohim (2008), jika kegiatan lesson study dilakukan secara berkala dan berkelanjutan maka diharapkan akan dapat meningkatkan keprofesionalan secara bertahap, khususnya kompetensi profesional dan pedagogis. Survei menunjukkan bahwa para guru optimis pembelajaran yang dismpaikan kepada peserta didik ini akan dapat dilakukan dan memberi dampak yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh persentase 58,69% guru yang yakin pem-belajaran melalui lesson studi ini dapat diterapkan. Bahkan 41,30% guru ber-asumsi sangat yakin bila lesson study dapat dilaksanakan dan memberikan kon-stribusi yang positif di sekolah. Hasil survey ini kemudian ditindaklanjuti dengan penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif model kuasi eksperimen, dengan membandingkan 2 kelas yang melaksanakan pembelajaran dengan lesson study dan kelas yang tidak menggunakan lesson study dalam proses pembelajarannya.Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIA dan VIB SDN Ngaglik 1 masing-masing kelas berjumlah 26 siswa dan siswa kelas VIB dan VI D di SDN Percobaan 2 masing-masing kelas berjumlah 30 siswa. Data yang diambil merupakan data hasil belajar siswa dari SDN Ngaglik 1 dan SDN Percobaan 2 Kota Malang. Analisis data menggunakan independent samples t-test. Nilai hasil belajar yang diperoleh dari kelas VIB (tidak menggunakan lesson study) dan VID (menggunakan lesson study) di SDN Percobaan 2 Malang dianalisis lebih lanjut untuk melihat perbandingan efektivitas pembelajaran terkait penggunaan lesson study. Hasil perhitungan menggunakan SPSS 20 menunjukkan nilai F untuk nilai dengan Equal variance assumed (diasumsi kedua varian sama atau menggunakan pooled variance t test) adalah 0,375 dengan probabilitas 0,542. Karena probabilitas >0,005, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kedua varian adalah sama. Tidak adanya perbedaan dari kedua varians, maka untuk membandingkan rata-rata populasi dengan t test, sebaiknya menggunakan dasar equal variance assumed (diasumsi kedua varian sama). Selanjutnya dilakukan analisis dengan memakai t test untuk mengetahui apakah nilai Kelas VIB dan Kelas VID berbeda secara signifikan. hasil penghitungan SPSS selanjutnya terlihat bahwa t hitung untuk nilai dengan equal variance assumed adalah -1,971 dengan probabilitas 0,054. Untuk uji 2 sisi, probabilitas menjadi 0,054/2= 0,027. Karena 0,027 > 0,025, maka rata-rata nilai antara Kelas VIB dan Kelas VID adalah sama atau tidak ada perbedaan secara signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan lesson study di SDN Percobaan 2 Malang masih kurang efektif untuk meningkatkan nilai siswa.Hal ini dimungkinkan oleh beberapa faktor, seperti halnya siswa yang memang pada dasarnya sudah pandai, sehingga dengan model pembelajaran apapun nilainya tidak mengalami perbedaan yang jauh. Faktor yang lain yaitu siswa maupun guru belum terbiasa melaksanakan pembelajaran dengan lesson study. Oleh karenanya guru hendaknya lebih memahami teknik-teknik penting pelaksanaan lesson study seperti yang terdapat dalam buku lesson study. Penerapan pembelajaran menggunakan lesson study juga dilaksanakan di SDN Ngaglik 1.Nilai hasil belajar yang diperoleh dari kelas VIB (tidak menggunakan lesson study) dan VIA (menggunakan lesson study) di SDN Ngaglik 1 dianalisis lebih lanjut untuk melihat perbandingan efektivitas pembelajaran terkait penggunaan lesson study. Hasil perhitungan menggunakan SPSS 20 menunjukkan nilai F untuk nilai dengan Equal variance assumed (diasumsi kedua varian sama atau menggunakan pooled variance t test) adalah 0,266 dengan probabilitas 0,608. Karena probabilitas >0,005, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kedua varian adalah sama. Tidak adanya perbedaan dari kedua varians, maka untuk membandingkan rata-rata populasi dengan t test, sebaiknya menggunakan dasar equal variance assumed (diasumsi kedua varian sama). Selanjutnya dilakukan analisis dengan memakai t test untuk mengetahui apakah nilai Kelas VIB dan Kelas VIA berbeda secara signifikan. Hasil penghitungan SPSS selanjutnya terlihat bahwa t hitung untuk nilai dengan equal variance assumed adalah -2,982 dengan probabilitas 0,004. Untuk uji 2 sisi, probabilitas menjadi 0,004/2= 0,002. Karena 0,002 < 0,025, maka rata-rata nilai antara Kelas VIB dan Kelas VIA adalah tidak sama atau ada perbedaan secara signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan lesson study di SDN Ngaglik 1 efektif untuk meningkatkan nilai siswa. Hasil analisis tersebut didukung oleh penelitian yang dilaksanakan oleh Hadi (2013) tentangpengaruh penerapan lesson study pada pembelajaran matematika terhadap prestasi 798
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
belajar yang menunjukkan bahwa penerapan lesson study pada pembelajaran matematika berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri Tahun Pelajaran 2012/1013. Penelitian yang lain dilakukan oleh Santoso dan Waluyanti (2010) menunjukkan bahwa penggunaan lesson study terbukti mampu meningkatkan penguasaan konsep dan psikomotorik mata kuliah alat ukur.Dari pelaksanaannya terlihat bahwa lesson study dapat meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran. Dimyati dan Mudjiono (2006) menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang terkait dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan serta perbedaan individual. Dari pengkajian teori belajar pengolahan informasi diketahui bahwa tanpa adanya perhatian tidak akan mungkin terjadi proses belajar. Hasil tersebut sejalan dengan alasan dilaksanakannya lesson study yaitu (1) lesson study merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini karena: (a) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil “sharing” pengetahuan profesional yang berlandas-kan pada praktik dan hasil pembelajaran yang dilakasanakan para guru, (b) penekanan yang mendasar dari lesson study adalah agar para siswa memiliki kualitas belajar yang tinggi, (c) tujuan pembelajar-an dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas, (d) berdasarkan pengalaman riil di kelas, lesson study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (e) lesson study menempatkan para guru sebagai peneliti pembelajaran. (2) lesson study yang didesain dengan baik akan menghasilkan guru yang profesional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (a) menentukan tujuan pembelajaran yang cocok dengan kebutuhan siswa beserta satuan (unit) pelajaran dan materi pelajaran yang diperlukan; (b) mengkaji dan meningkatkan pembelajaran yang bermanfaat bagi siswa; (c) memperdalam pengetahuan tentang materi pelajaran yang disajikan para guru; (d) menentukan tujuan jangka panjang yang akan dicapai para siswa; (e) merencanakan pelajaran secara kolaboratif; (f) mengkaji secara teliti proses pembelajaran dan perilaku siswa; (g) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang handal, dan (h) melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilaksanakannya berdasarkan perkembangan siswa dan kolega guru. Sementara itu, Dama (2013) mengemukakan bahwa implementasi Lesson Study sebagai solusi dalam perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran. Pertimbangan mendasar atas pengintegrasian pelaksanaan lesson study adalah peningkatan mutu pembelajaran yang sangat terkait dengan tujuan kegiatan ini. Perencanaan, pelaksanaan dan refleksi adalah tiga kegiatan utama yang ada di dalam lesson study.Penelitian yang dilakukan oleh Sutadji dan Nyoto (2010) menunjukkan bahwa pembelajaran yang dirancang menggunakan berbagai pendekatan yang dilakukan dengan tepat dan benar dapat dipastikan membuat suasana pembelajaran menjadi efektif dan menarik. Hanya saja penggunaan berbagai pendekatan secara bersamaan tidaklah mudah untuk dilakukan. Apalagi pembelajaran melalui lesson study sebagai media pengembangan profesional guru secara berkelanjutan digunakan dalam pembelajaran merupakan sesuatu yang baru. KESIMPULAN Lesson Study adalah kegiatan pengkajian pembelajaran berbasis kelas yang dilakukan secara kolaboratif dan terus menerus berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Melalui kegiatan Lesson study implementasi Kurikulum 2013 dapat terlaksana dan terdiseminasikan secara baik dan cepat. Selain itu, melalui kegiatan Lesson Study, strategi maupun model pembelajaran dalam implementasi Kurikulum 2013 yang sesuai dengan karakter anak-anak Indonesia juga dapat ditemukan. Pembelajaran bermakna dapat diwujudkan salah satunya dengan menggunakan lesson study.Lesson studydapat dijadikansebagai solusi dalam perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran. Hasil penerapan lesson study di Sekolah Dasar menunjukkan bahwa lesson study di SDNP 2 Malang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dimungkinkan oleh beberapa faktor seperti halnya siswa yang memang pada dasarnya sudah pandai, sehingga dengan perlakuan proses pembelajaran apapun tidak mempengaruhi hasil belajar secara signifikan. Faktor lain yaitu guru maupun siswa yang belum sepenuhnya memahi pelaksanaan pembelajaran menggunakan lesson study. Sedangkan hasil dari SDN Ngaglik 1 menunjukkan bahwa lesson study efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.Sehingga
799
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
lesson study layak untuk digunakan dalam pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran bermakna. DAFTAR RUJUKAN Andik, N. 2008. Keefektifan Lesson Study dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Matematika di SMA Laboratorium UM. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Bill Cerbin & Bryan Kopp.A Brief Introduction to College Lesson Study.Lesson Study Project.online: http ://www.uwlax.edu/sotl/lsp/index2.htm (diakses 20 Agustus 2012). Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga Dama, Lilan. 2013. Implementasi Lesson Study untuk Peningkatan Kualitas Tenaga Pendidik. Jurnal Penelitian Kependidikan Nomor 1 April 2013. Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hadi, Ahmad Samsul. 2013. Pengaruh Penerapan Lesson Study pada Pembelajaran Matematika terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri Tahun Pelajaran 2012/2013.Skripsi tidak diterbitkan. Mataram: FKIP Universitas Mataram. Syamsuri dan Ibrohim. 2008. Lesson study (Studi Pembelajaran): Model Pembimbingan Pendididk dipetik dari Pengalaman Implemen-tasi Lesson study dalam Program SISTTEMS JICA di Kabupaten Pasuruan. Malang: FMIPA UM Koswara, D. 2013. Pembelaran Kreatif dan Bermakna. Bandung: UPI diambil dari www.google.com(online: diakses pada 20 Oktober 2014). Lewis, C.C. 2002.Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia: Research For Better School. Inc. Santoso, Djoko dan Waluyanti, Sri.2010. Upaya Peningkatan Penguasan Konsep dan Psikomotorik Mata Kuliah Alat Ukur dan Pengukuran Berbasis Lesson Study Mahasiswa Jurdik Teknik Elektronika FT UNY.Laporan penelitian. Yogyakarta: FT UNY. Sudrajat, Akhmad. 2008. Tentang Lesson Study. Diakses melalui http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/22/lesson-study-untuk-meningkatkanpembelajaran/(online: diakses 30 Oktober 2014). Sumardi Yosaphat. 2008. Perangkat Pendukung dalam Pelaksanaan Lesson Study.Makalah Pelatihan bagi Dosen UNY. Yogyakarta: UNY Sutadji, E. dan Nyoto, A. 2010. Pengembangan Model Evaluasi Mutu Sekolah: Penerapannya pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP). Laporan Penelitian. Malang: LP2M. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Dikti.(Online), (http://www.dikti.go.id/files/atur/UU20-2003Sisdiknas.pdf), diakses 22 September 2013. Wang Inerson, Pasty and Yoshida, Makoto (editors). 2005. Building Our Understanding of Lesson Study. Philadelphia, PA: Research for Better Schools.
800
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
LESSON STUDY SEBAGAI MODEL ALTERNATIF PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK MELALUI KEGIATAN KELOMPOK KERJA GURU Zainal Pengawas SD Kota Singkawang
[email protected] Abstrak: Pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik merupakan salah satu elemen perubahan dalam kurikulum 2013. Pembelajaran harus dikelola dengan memadukan sejumlah muatan mata pelajaran melalui tema, sub tema dan pembelajaran. Selain itu, pembelajaran harus memuat tahapan saintifik yaitu: mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik oleh guru sekolah sasaran pelaksanaan kurikulum 2013 jenjang SD di Kota Singkawang masih cenderung parsial, sulit mengaitkan antar muatan mata pelajaran, kesulitan dalam pengembangan penilaian, belum terlaksananya penilaian proses merupakan kendala yang dihadapi sebagian besar guru sekolah sasaran pelaksananan kurikulum 2013. Peningkatan kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik dapat dilakukan melalui kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) dengan model Lesson Study. Lesson study sebagai model pembinaan professional secara kolaboratif, kolegalitas dan mutual learning menjadi alternatif model peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik melalui kegiatan KKG. Kata Kunci: tematik terpadu, pendekatan saintifik, lesson study, KKG
Perubahan kurikulum pendidikan nasional Indonesia yang kemudian dikenal dengan kurikulum 2013 melakukan perubahan terhadap standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses dan standar penilaian. Standar kompetensi lulusan yang mencakup kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan, kemudian dijabarkan dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar seluruh mata pelajaran dalam struktur kurikulum setiap jenjang pendidikan. Pencapaian standar kompetensi lulusan, kompetensi inti dan kompetensi dasar menghendaki dilaksanakan proses pembelajaran melalui pendekatan ilmiah (saintifik). Secara khusus pada jenjang Sekolah Dasar, pembelajaran kurikulum 2013 dilaksanakan secara tematik terpadu dengan pendekatan saintifik. Pengelolaan pembelajaran secara tematik terpadu dengan pendekatan saintifik merupakan bagian dari perubahan kurikulum 2013. Strategi pelaksanaan kegiatan belajar siswa SD yang dikehendaki sesuai kurikulum 2013 adalah dengan menerapkan pendekatan tematik terpadu (intregratif thematic) dengan pendekatan saintifik (scientific Approach) (Kemdikbud, 2013:5). Model pembelajaran tematik terpadu yaitu suatu pola pembelajaran yang dikembangkan dalam proses pembelajaran yang dimulai dari satu konsep, topik, tema yang dihubungkan dengan konsep, topik, dan tema lainnya. Menurut Subroto dan Herawati (2005,1.27), pembelajaran terpadu memudahkan siswa mengaitkan/menghubungkan berbagai konsep, keterampilan, kemampuan, yang ada di berbagai bidang studi, dapat membangun pemahaman lintas bidang studi dan mengintegrasikan lingkungan belajar. Pendapat yang hampir sama dikemukakan Salamah (2006), model pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Pembelajaran tematik terpadu yang dimulai dari tema atau topik memungkinkan siswa menggali, menemukan konsep, fakta, dan prinsip yang dipahami secara holistik berdasarkan kajian berbagai disiplin ilmu. Pendekatan terpadu dirancang berdasarkan kesamaan kajian antar mata pelajaran yang berbeda dengan memadukannya pada satu tema atau topik. Fogarty (1991:54) mengemukakan bahwa model terjaring (webbed) menggunakan pendekatan tematik untuk mengintegrasikan berbagai mata pelajaran. Model terjaring (webbed) memberikan peluang bagi siswa untuk memahami suatu topik, konsep merupakan keterpaduan dari berbagai
801
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
sudut kajian mata pelajaran yang berbeda. Model terintegrasi (integrated) dikembangkan dari keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih pada beberapa mata pelajaran. Pengelolaan pembelajaran secara tematik terpadu ditandai dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan tema atau sub tema tertentu yang mengaitkan sejumlah muatan mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum SD. Artinya pembelajaran yang dilakukan dengan memadukan muatan mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, SDBP, dan PJOK yang dikemas dalam tema atau sub tema tertentu. Selanjutnya proses pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dengan tahapan-tahapan pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang mendorong anak untuk melakukan keterampilan-keterampilan ilmiah berikut: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan (Kemdikbud,2013:9) Terkait dengan pelaksanan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik, diperlukan pemahaman dan kemampuan guru kelas dan guru mata pelajaran mengenai pengelolaan pembelajaran tematik terpadu terpadu dengan pendekatan saintifik. Pembelajaran yang memadukan berbagai muatan mata pelajaran dalam satu pembelajaran sub tema atau tema tertentu menuntut proses pembelajaran yang memuat tahapan-tahapan mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan. Pembelajaran yang dikelola secara tematik terpadu dengan pendekatan saintifik diawali tahapan mengamati yaitu menggali informasi berkaitan dengan topik pembelajaran melalui pemanfaatan panca indera dari berbagai sumber belajar yang tersedia. Tahap mengamati dilakukan dengan kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Selanjutnya hasil ekplorasi melalui tahapan mengamati diperdalam melalui proses menanya baik menanya orang lain, menanya diri sendiri dan mencari informasi lebih lanjut dari sumber-sumber belajar yang ada. Tahapan berikutnya, mencoba dengan cara mempraktikkan/ melakukan kegiatan berkaitan dengan pengalaman-pengalaman belajar sesuai dengan informasi kompetensi yang diperoleh dari mengamati dan menanya. Menalar sebagai tahapan keempat yang ditandai dengan menerapkan konsep, pengetahuan, keterampilan yang diperoleh melalui tahapan saintifik sebelumnya pada situasi yang berbeda. Tahapan terakhir adalah mengkomunikasikan atau membentuk jejaring melalui kegiatan mempresentasekan, menampilkan, memamerkan hasil kerja peserta didik kepada peserta didik atau kelompok lain. Pelatihan guru kelas I dan IV sebagai persiapan pelaksanaan kurikulum sudah dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selama lima hari kegiatan, tetapi dalam pelaksanaan pengelolaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik di sekolah sasaran implementasi kurikulum 2013 masih terdapat hambatan atau kendala. Hasil pemantauan pengawas pendamping dalam pelaksanaan kurikulum 2013 di sekolah sasaran pelaksanaan kurikulum 2013 di Kota Singkawang, terdapat permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran tematik terpadu terutama bagi guru kelas IV. Pembelajaran masih terkesan mengarah pada muatan mata pelajaran tertentu, sulit untuk memadukan antar muatan mata pelajaran dalam kegiatan pembelajaran, sekalipun guru sudah dibekali dengan pedoman yang ada pada buku guru. Selain itu, penerapan pendekatan saintifik belum sesuai dengan tahapan-tahapan mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan. Tahapan saintifik yang dilakukan seringkali belum utuh pada semua tahapan dan kegiatan yang dilakukan pada setiap tahapan cenderung monoton dan belum optimal. Kondisi pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik yang masih terdapat kendala perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor penyebabnya. Berdasarkan hasil curah pendapat dalam kegiatan pendampingan pengawas diperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang menjadi hambatan guru kelas dalam pengelolaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik. Secara rinci faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: (1) Guru belum terbiasa dalam menyusun perencanaan pembelajaran tematik terpadu terpadu, (2) Guru masih kesulitan mengaitkan antar kompetensi dasar muatan pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya pada tema dalam rencana pembelajaran, (3) Kesulitan dalam mengaitkan antar muatan mata pelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran, (4) Masih terdapat jurang antar tahapan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dalam satu pertemuan pembelajaran, (5) Pembelajaran masih terkesan dilaksanakan sesuai muatan mata pelajaran dalam tema, (6) Pembelajaran terikat dengan kegiatan yang ada pada buku guru dan buku siswa, (7) Pengelolaan kegiatan pembelajaran masih cenderung berpusat pada guru, (8) Keluhan guru dalam pengelolaan pembelajaran terkait alokasi waktu yang tidak sesuai dengan rancangan pertemuan 802
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
dalam sub tema, (9) Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang dilaksanakan secara kelompok belum merata, masih cenderung didominasi satu atau dua siswa saja. Kondisi sebagaimana digambarkan di atas memerlukan pembinaan profesional guru secara berkelanjutan untuk meningkatkan kemampuan pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik. Alternatif yang memungkinkan dilaksanakan adalah mengoptimalkan pengembangan professional guru melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) dengan menerapkan model pembinaan professional lesson study. Lesson study dilaksanakan melalui tahapan perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see) secara kolaboratif dan semangat kolegalitas memungkinkan terjadi peningkatan kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik. Perencanaan yang disusun bersamasama oleh guru, kemudian dilakukan pelaksanaan pembelajaran dengan kelas buka (open class) yang dicermati oleh semua anggota kelompok, kemudian dilakukan refleksi hasil pelakasanaan pembelajaran memberikan peluang kepada guru untuk memperoleh pengalaman langsung dalam meningkatkan kemampuan pengelolaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik secara bersama-sama. Pelaksanaan Lesson Study dalam Peningkatan Penerapan Pembelajaran Tematik Terpadu dengan Pendekatan Saintifik Pemantauan yang dilakukan dalam proses pendampingan guru di sekolah sasaran pelaksanaan kurikulum 2013 di Kota Singkawang pada jenjang Sekolah Dasar, ternyata terdapat hambatan yang dialami oleh guru kelas terutama dalam penerapan pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik. Guru masih sulit mengelola pembelajaran dengan mengaitkan beberapa muatan pembelajaran dalam satu kegiatan pembelajaran sesuai tema atau sub tema yang ditentukan. Pembelajaran cenderung masih dilakukan dengan menitikberatkan pada satu muatan mata pelajaran saja. Demikian pula pendekatan saintifik, penerapannya dalam kegiatan pembelajaran tematik terpadu masih belum terlaksana secara utuh dari tahapan mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan. Tahapan saintifik yang dilaksanakan masih sulit untuk menyediakan kegiatan yang mengarah pada “menanya”, “menalar” dan “mengkomunikasikan” Kondisi di atas menggambarkan masalah yang dihadapi oleh semua guru sekolah sasaran pelaksanaan kurikulum 2013 jenjang SD di Kota Singkawang dan memerlukan alternatif peningkatan kemampuan guru dengan pendekatan kelompok. Lesson study menjadi alternatif peningkatan kemampuan guru dengan pertimbangan pelaksanaan lesson study yang berdasarkan kolaboratif dan semangat kolegalitas sangat tepat untuk mengembangkan kemampuan guru secara bersama-sama. Garfield (2006) dalam Ibrahim (2012) mengatakan bahwa lesson study adalah suatu proses sistematis yang dilakukan oleh guru-guru Jepang untuk menguji kefektifan pengajarannya dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran. Selanjutnya Ibrahim (2012) yang mengutip pendapat Lewis (2002) mengatakan bahwa dalam lesson study, jika guru ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara yang paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru lain untuk merancang, mengamati dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Lesson study yang dikembangkan di Indonesia memiliki tiga tahapan utama yaitu plan (perencanaan), do (pelaksanaan), dan see (refleksi). Secara sederhana digambar seperti diagram berikut:
PLAN
DO
Perencanaan pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran
Penyiapan alat, media dan sumber
pengamatan oleh teman sejawat
SEE Refleksi dengan teman sejawat
Gambar 1. Diagram Pelaksanaan Lesson Study
803
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tahap perencanaan (plan) diharapkan dapat menghasilkan perencanaan pembelajaran yang mampu membelajarkan peserta didik secara efektif, membangkitkan partisipasi peserta didik secara optimal dalam pembelajaran. Perencanaan dapat dilakukan sendiri oleh guru model tetapi dapat pula disusun bersama-sama beberapa pendidik dengan berkolaborasi. Perencanaan yang dilakukan melalui kolaborasi beberapa pendidik cenderung akan lebih baik dibanding jika disusun oleh satu orang saja.. Aspek-aspek perencanaan pembelajaran mencakup pula penyusunan perangkat pendukung pembelajaran seperti: lembar kerja siswa, instrument penilaian, bahan ajar dan media pembelajaran (Ibrohim,2012:24-26). Perencanaan yang sudah disepakati, sebelum dilaksanakan pembelajaran pada kelas buka (open class), sebaiknya dicobalaksanakan terlebih dahulu melalui peer teaching untuk menguji keefektifan perencanaan yang disusun. Aspek-aspek perencanaan pembelajaran yang belum optimal masih memungkinkan untuk disempurnakan melalui hasil peer teaching sebelum pelaksanaan kelas buka (open class). Tahap pelaksanaan (do) merupakan bagian yang sangat penting dalam lesson study melalui kegiatan kelas buka (open class). Tahap ini dimaksudkan untuk membuktikan keefektifan perencanaan pembelajaran yang disusun pada tahap perencanaan (plan). Pembelajaran dilaksanakan oleh guru model (guru yang dipilih pada tahap perencanaan), sedangkan anggota yang lain berperan sebagai pengamat (observer). Selain anggota kelompok, dimungkinkan pula pengamat berasal dari unsur lain seperti: kepala sekolah, pembina pendidikan, komite sekolah, bahkan orang tua/wali siswa. Hal-hal yang menjadi perhatian dalam proses pengamatan adalah: apakah siswa dapat belajar dengan strategi belajar yang diterapkan, proses belajar yang dilakukan siswa, siswa yang tidak dapat belajar, faktor penyebabnya, berapa lama hal itu terjadi, upaya yang dilakukan guru, serta pelajaran berharga yang diperoleh dari pembelajaran. Hasil pengamatan yang dilakukan observer harus dilengkapi dengan bukti-bukti konkrit dan alasan. Pengamatan yang dilakukan observer menggunakan instrumen yang sudah disiapkan. Fokus pengamatan adalah aktivitas belajar peserta didik, dan tidak diperkenankan untuk mengamati penampilan guru model. Selama proses pengamatan, observer tidak boleh mengintervensi kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru model dan lebih fokus melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar yang dilakukan peserta didik. Pengamatan dilakukan secara utuh sejak persiapan pembelajaran hingga akhir pembelajaran, karena itu observer melakukan pengamatan dengan mengambil posisi yang sudah ditentukan di dalam kelas (lazimnya pada sisi kanan dan kiri depan ruang kelas). Tahap refleksi (see) adalah tahapan terakhir dari proses lesson study yang bertujuan untuk mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan pembelajaran yang dilakukan guru model. Kegiatan pertama pada tahap ini adalah penyampaian kesan-kesan guru model dalam melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya, anggota lain yang bertindak sebagai observer pada tahap pelaksanaan (do) diberikan kesempatan menyampaikan hasil pengamatannya secara bergiliran. Pengamat kedua dan seterusnya menyampaikan hasil pengamatannya dianjurkan hanya mengemukakan hal-hal yang berbeda dari hasil pengamatan observer sebelumnya. Jika terdapat pengamat dari unsur lain yang bukan anggota kelompok diberikan kesempatan untuk menyampaikan komentar terhadap pembelajaran yang dilakukan guru model. Unsur berikutnya yang juga ada dalam kegiatan refleksi adalah nara sumber atau fasilitator yang biasanya berasal dari para ahli atau instruktur sesuai dengan fokus pembelajaran yang dilakukan dalam lesson study. Komentar observer dianjurkan disampaikan dengan santun dan tidak merencahkan atau mengkritik guru model. Kritik dan saran yang disampaikan melalui komentar observer, nara sumber/fasilitator dijadikan bahan masukan untuk penyempurnaan rancangan dan pelaksanaan pembelajaran berikutnya. Lesson study dilaksanakan oleh guru sekolah sasaran pelaksanaan kurikulum 2013 jenjang Sekolah Dasar di Kota Singkawang yang terdiri dari tiga sekolah yaitu: SDN 1 Singkawang Tengah, SDIT Nurul Islam Singkawang Barat dan SD Swasta Karuna Singkawang Barat. Peserta terdiri dari guru kelas I dan IV yang berjumlah 16 orang. Kegiatan lesson study kelompok guru-guru sekolah sasaran pelaksanaan kurikulum 2013 jenjang SD Kota Singkawang dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2014. Kegiatan lesson study dilaksanakan dalam tiga putaran yaitu putaran pertama pada tanggal 1 – 12 Maret 2014, putaran kedua tanggal 22 maret – 3 April 2014 dan putaran ketiga pada tanggal 5 – 12 April 2014. Tahap perencanaan (plan) pada putaran pertama dilaksanakan 804
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
tanggal 1 Maret 2014 dengan kegiatan menyusun perencanaan pembelajaran kemudian kegiatan pelaksanaan pembelajaran (do) dan refleksi (see) dilaksanakan pada 12 Maret 2014, kemudian putaran kedua, tahap perencanaan (plan) pada tanggal 22 Maret 2014 dan pelaksanaan pembelajaran (do) dan refleksi (see) pada 3 April 2014. Putaran ketiga, tahap perencanaan (plan) dilaksanakan tanggal 5 April 2014, tahap pelaksanaan (do) dan refleksi (see) pada tanggal 12 April 2013. Pelaksaan lesson study dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok guru kelas I dan kelompok kelas IV masing-masing berjumlah 8 orang, selain itu juga menyertakan guru PJOK dan Kepala Sekolah terutama pada tahap pelaksanaan (do) dalam bentuk open class (kelas buka). Setiap putaran pelaksanaan lesson study dipilih satu guru untuk masing masing kelompok kelas sebagai guru model dan anggota lainnya berperan sebagai observer. Sasaran pelaksanaan lesson study ditujukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik. Karena itu, perencanaan pembelajaran (RPP) yang disusun dan pelaksanaan pembelajaran dalam open class (kelas buka) ditekankan pada penerapan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik. Rencana pembelajaran yang disusun dilakukan analisis dengan menggunakan instrumen penilaian rencana pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu kurikulum 2013. Hasil analisis rencana pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik yang dilaksanakan dengan lesson study pada kelompok guru sekolah sasaran pelaksanaan kurikulum 2013 di Kota Singkawang diperoleh informasi sebagaimana digambarkan pada tabel berikut: Tabel 1. Hasil Analisis Rencana Pembelajaran Tematik Terpadu dengan Pendekatan Saintifik
o
N Komponen Pendekatan Saintifik Indikator 1 Tujuan Pembelajran Materi 2 Pembelajaran Media 3 dan sumber belajar Model 4 pembelajaran Skenario 5 pembelajaran Penilaian 6 Pembelajaran Rata-rata
Putaran I E R L 6 0 7 7 8 9 7 5 7 6 7 3 7 5 2 6 7 2 7 2 8
Putaran II D E D R 8 8 7 7 8 8 9 3 8 9 4 7 8 6 7 3 9 8 3 2 9 8 3 3 8 8 4 6
Putaran III U S H P 8 8 7 7 8 7 8 8 8 8 3 3 8 8 3 7 9 8 3 5 8 7 5 5 8 8 2 9
A 8 7 8 6 8 7 7
Jika digambarkan dalam bentuk diagram diperoleh sebagai berikut: 100 80 60 40 20 0
ER DL ED UR SH AP
Gambar 2. Kemampuan Merencanakan Pembelajaran Tematik Terpadu dengan Pendekatan Saintifik
805
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Berdasarkan tabel 2 dan diagram 1 di atas menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran yang dilakukan dengan lesson study tergolong kategori sangat baik. Selanjutnya, kemampuan pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik dalam kegiatan lesson study yang diperoleh dari hasil observasi pelaksanaan pembelajaran dengan instrumen penilaian pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu kurikulum 2013 digambarkan sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Analisis PengelolaanTematik Terpadu dalam Pelaksanaan Pembelajaran
o
Komponen N Tematik Terpadu
Putaran I ER
Pembelajaran sesuai 1 tema Memadukan 2 berbagai mapel Memuat 3 karakteristik terpadu Bernuansa aktif 4 menyenangkan
Putaran II
DL
ED
Keterlak sanaan (% )
Putaran III
UR
SH
AP
100
100
83
67
Jika digambarkan dalam bentuk diagram diperoleh sebagai berikut:
100 80 60 40 20 0
Gambar 3. Diagram Kemampuan Pelaksanaan Karakteristik Tematik Terpadu
Selanjutnya penerapan karakteristik pendekatan saintifik pembelajaran tematik terpadu diperoleh informasi sebagai berikut:
dalam
pelaksanaan
Tabel 3. Hasil Analisis Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pelaksanaan Pembelajaran
o
Komponen N Tematik Terpadu Mengajukan pertanyaan 1 mengapa, bagaimana Memfasilitasi siswa 2 mengamati Memancing siswa 3 bertanya Memfasilitasi siswa 4 mencoba Memfasilitasi siswa 5 menganalisis
Putaran I ER
DL
Putaran II ED
UR
Putaran III SH
AP
Keterlaksanaan (% )
67
100
100
100
806
83
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Memfasilitasi siswa 6 menalar Memfasilitasi siswa 7 mengkomunikasikan
83 67
Jika digambarkan dalam bentuk diagaram diperoleh gambaran sebabai berikut:
100 80 60 40 20 0
Gambar 4. Diagram Pelaksanaan Komponen Saintifik dalam Pembelajaran Tematik Terpadu
Berdasarkan gambaran hasil analisis pada tabel 3 dan 4 serta diagram 2 dan 3 di atas menggambarkan bahwa kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik dikategorikan sangat baik meski masih terdapat dua komponen yang kategorinya cukup baik yaitu komponen mengajukan pertanyaan dengan mengapa dan bagaimana, keterlakanaannya baru mencapai 67% (cukup baik) dan memfasilitasi siswa mengkomunikasikan, keterlakanaannya 67% (cukup baik) Hal ini berarti pelaksananan peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik dapat meningkatkan kemampuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik. Kegiatan refleksi (see) yang dilaksanakan dengan kegiatan penyampaian kesan-kesan guru model, komentar observer terhadap proses pembelajaran, pandangan narasumber/fasilitator dan kesimpulan pelaksanaan lesson study. Komentar yang disampaikan observer memberikan gambaran pemahaman guru mengenai pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik. Hal itu terbukti dengan komentar yang disampaikan mengenai respon dan interaksi siswa dalam kegiatan pendahuluan, interaksi siswa dalam pembelajaran, siswa mana yang tidak dapat belajar dengan strategi yang diterapkan, faktor penyebabnya, upaya yang dilakukan guru model dan pendangan observer mengenai alternative pemecahan masalah siswa yang mengalami gangguan belajar pada kegiatan inti, serta respon siswa dalam kegiatan penutup. Komentar yang disampaikan observer terkait dengan hasil pengamatan kegiatan pembelajaran menggambarkan pemahaman guru mengenai karakteristik pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik yang efektif, aktivitas belajar siswa dan tindakan guru dalam mengatasi gangguan belajar yang dihadapi siswa. Dengan demikian, melalui lesson study memungkinkan dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan guru dalam pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik. LESSON STUDY SEBAGAI MODEL ALTERNATIF PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PENERAPAN TEMATIK TERPADU DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK MELALUI KEGIATAN KKG Profesionalitas guru menjadi faktor yang menentukan dalam pelaksanaan kurikulum 2013 terutama dalam penerapan pembelajaran tematik dan pendekatan saintifik. Perubahan standar proses pembelajaran kurikulum 2013 di Sekolah Dasar dengan pengelolaan pembelajaran tematik terpadu di semua tingkat kelas dan pendekatann saintifik tentunya menghendaki perubahan minset sekaligus perubahan perilaku guru dalam pengelolaan pembelajaran. 807
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Pemahaman dan kemampuan guru mengenai pembelajaran tematik yang belum memadai disebabkan pula pelatihan pembelajaran tematik tidak diberikan kepada semua guru. Pelatihan pembelajaran tematik tidak diwajibkan bagi semua guru kelas I sampai kelas III, akibatnya guru melaksanakan pembelajaran tematik sesuai dengan persepsi masing-masing, bahkan lebih banyak tetap mengelola pembelajaran secara parsial. Kondisi demikian memberikan gambaran bahwa pemahaman dan kemampuan guru mengenai pembelajaran tematik masih perlu peningkatan sebelum melaksanakan kurikulum 2013. Artinya untuk menerapkan pembelajaran tematik terpadu dalam pelaksanaan kurikulum 2013 memerlukan pelatihan dan pembinaan secara berkelanjutan untuk mempersiapkan guru yang memiliki pemahaman dan kemampuan yang memadai dalam menerapkan pembelajaran tematik terpadu. Komponen perubahan berikutnya dalam proses pembelajaran kurikulum 2013 sesuai permendikbud no. 67 Tahun 2013 tentang standar proses dan permendikbud No. 81A tentang implementasi kurikulum 2013 adalah penerapan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik diterapkan dalam pembelajaran semua mata pelajaran/muatan mata pelajaran kurikulum 2013. Tentunya, diperlukan pemahaman dan kemampuan yang memadai pada semua guru kelas dan guru mata pelajaran mengenai konsep dan aplikasi pendekatan saintifik. Pelatihan dan pembinaan secara berkelanjutan terhadap semua guru kelas/mata pelajaran menjadi perlu agar pendekatan saintifik dapat diterapkan dalam proses pembelajaran secara optimal. Sekalipun pelatihan guru sudah dilaksanakan, buku guru dan buku siswa sudah disediakan ternyata pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 di Sekolah Dasar yang bercirikan pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik belum dapat terlaksana sesuai harapan. Pemahaman dan kemampuan yang dimiliki guru kelas/mata pelajaran mengenai pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik belum memadai untuk menerapkannya dalam pembelajaran sesuai prosedur dan standar. Guru kelas/mata pelajaran masih sangat membutuhkan pendampingan dan peningkatan kemampuan menerapkan pembelajaran tematik terpadu dan pendakatan saintifik. Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai wadah peningkatan kemampuan professional memiliki peran yang penting dalam mengatasi hambatan, kendala dan kesulitan yang dihadapi guru. KKG yang berada di gugus sekolah dasar yang terdiri dari 4-5 sekolah yang memiliki jarak geografis yang relatif berdekatan memungkinkan guru dapat memanfaatkannya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi bersama. Terkait dengan pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik yang masih sarat dengan permasalahan memerlukan peran KKG secara optimal. Permasalahan yang dihadapi guru mengenai pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik memungkinkan dapat diatasi bersama melalui kegiatan bersama di KKG. Artinya KKG menjadi wadah peningkatan profesionalitas guru yang dapat menjadi alternative untuk meningkatkan kemampuan melaksanakan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik dalam penerapam kurikulum 2013. Lesson study sebagai model pembinaan professional guru yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan kolegalitas dan pembelajaran yang bermutu menjadi alternatif model pembinaan professional guru dalam kegiatan KKG. Lesson study yang dilakukan bersama-sama sekelompok guru mulai menyusun perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran sesuai perencanaan yang dicermati semua anggota kelompok dan pihak lain, kemudian dilakukan refleksi dari pelaksanaan pembelajaran memungkinkan guru dapat meningkatkan kemampuannya secara bersama-sama. Artinya lesson study memberikan pengalaman bagi semua anggota untuk meningkatkan kemampuannya berdasarkan fokus kegiatan yang menjadi tujuan lesson study. Pembinaan kemampuan guru mengenai pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik melalui lesson study yang dilaksanakan dalam forum kolektif guru seperti Kelompok Kerja Guru (KKG) dapat dilaksanakan baik di tingkat sekolah, maupun di tingkat Gugus Sekolah. Setiap KKG dapat memprogramkan secara berkala pelaksanaan lesson study untuk meningkatkan kemampuan guru melaksanakan pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Lesson study yang berlandaskan kolaboratif dan kolegalitas memungkinkan terjadi peningkatan kemampuan guru secara bersama-sama melalui kegiatan diskusi, kerjasama, saling berbagi pengalaman. Dengan demikian, lesson study menjadi alternatif pilihan model peningkatan kemampuan professional guru melalui kegiatan kolektif dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) terutama peningkatan 808
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
kemampuan melaksanakan pembelajaran tematik terpadu dengan pendekatan saintifik yang menjadi esensi perubahan proses pembelajaran kurikulum 2013. SIMPULAN Perubahan kurikulum 2013 menghendaki terjadinya perubahan pada proses pembelajaran melalui penerapan pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik pada semua tingkat kelas di Sekolah Dasar. Pemahaman dan kemampuan guru kelas/mata pelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik yang belum memadai perlu pembinaan guru kelas/mata pelajaran secara berkelanjutan terutama untuk meningkatkan kemampuan pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik. Lesson study sebagai model peningkatan profesionalitas guru secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan kolegalitas dan pembelajaran bermutu menjadi alternatif untuk peningkatan kemampuan guru mengenai pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik. Lesson study yang dilaksanakan melalui tahap perencanaan (plan), pelaksanaan (do) dan refleksi (see) memungkinkan guru dapat meningkatkan kemampuan professional secara bersama-sama dengan semangat kerjasama, diskusi dan saling berbagi. Pelaksanaan lesson study dapat dilakukan melalui kelompok kerja guru (KKG) baik di tingkat sekolah maupun di tingkat Gugus Sekolah. Lesson study dalam kelompok kerja guru (KKG) menjadi model alternatif untuk peningkatan kemampuan guru dalam pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik dalam pelaksanaan kurikulum 2013 di satuan pendidikan. REKOMENDASI Berdasarkan paparan dan simpulan direkomendasikan sebagai berikut: (1) Setiap guru kelas/ mata pelajaran baik sendiri maupun kelompok terus meningkatkan kemampuannya mengenai pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik, (2) Setiap Kelompok Kerja Guru (KKG) baik di tingkat Sekolah dan Gugus Sekolah melaksanakan pembinaan professional guru kelas/mata pelajaran melalui lesson study terutama peningkatan kemampuan pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik, (3)Diharapkan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah merekomendasikan Lesson Study menjadi alternatif model peningkatan profesionalitas guru di KKG binaan dalam peningkatan kemampuan pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dan pendekatan saintifik. DAFTAR PUSTAKA Fogarty, Robin (1991), The Mindful School How to Integrate The Curricula, Illionis:SkyLight Training Publishing Inc. Ibrohim,2012, Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG, Malang: TEQIP Kemdikbud, 2013, Panduan Teknis Pembelajaran Tematik Terpadu dengan Pendekatan Saintifik di Sekolah Dasar, Jakarta:Direktorat Pembinaan SD Dirjen Dikdas Kemdikbud, 2013, Pendekatan dan Strategi Pembelajaran SD/SMP/SMA/SMK, Jakarta: Pusbangtendik BPSDMPK dan PMP Resti Fauziah dkk, Pembelajaran Saintifik Elektronika Dasar Berorientasi Pembelajaran Berbasis Masalah, Bandung: INVOTEC Volume IX No. 2 Agustus 2013 Salamah, Pengembangan Model-Model Pembelajaran Alternatif Bagi Pendidikan Islam Suatu Alternatif SoIusi Permasalahan Pembelajaran Agama Islam,http://idb2.wikispaces.com/file/view/ lr2006.pdf Trianto, 2007, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher
809
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU MELALUI SUPERVISI AKADEMIS DI SDN GRONG-GRONG KABUPATEN PIDIE T. Bukhari dan Yusrizal Pengawas Kabupaten Pidie Abstrak: Supervisi akademik merupakan suatu proses yang dirancang untuk membantu para guru dalam mempelajari tugas-tugasnya di sekolah, sehingga dapat memberikan layanan yang lebih baik pada peserta didik. Tujuan penelitian ini untuk untuk meningkatkan kompetensi profesional guru pada SD Negeri Grong-grong Kabupaten Pidie. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan Perencanaan program disusun dalam program tahunan, dan program semester tanpa melibatkan guru. Program yang disusun adalah pembagian tugas mengajar, penyusunan perangkat program pembelajaran, pelaksanaan PBM, mengadakan rapat dengan guru, evaluasi pembelajaran, mengadakan supervisi kelas, mengawasi nilai pada daftar pengisian nilai pada rapor, analisis hasil evaluasi dan target kurikulum serta daya serap. Pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan langsung. Supervisi dilaksanakan dengan teknik individual dan kelompok. Teknik individual berupa pertemuan dengan guru, wawancara atau diskusi dengan guru dan kunjungan kelas. Teknik kelompok berupa mengadakan rapat dengan guru. Tindak lanjut dilakukan melalui pertemuan antara pengawas, dan guru-guru baik secara individu maupun kelompok. Kegiatan tindak lanjut berupa memberikan umpan balik berupa saran-saran perbaikan tentang hal yang belum dipenuhi dan penguatan terhadap keberhasilan yang telah dipraktekkan. Kata kunci: Supervisi Akademik, Kompetensi Guru.
Peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan, baik dari peserta didik, orang tua, maupun masyarakat. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa guru yang tidak memiliki kemampuan yang memadai, tidak akan mungkin dapat membawa kemajuan bagi anak didiknya. Padahal ini lah yang terjadi di SDN Grong-grong Kabupaten Pidie. Memang kalau kita lihat dari kelayakan mengajar, semua guru adalah layak karena sebahagian besar sudah memenuhi standar minimal lulusan, yaitu S1 (strata satu ). Namun masalahnya adalah masih banyak yang memiliki kemampuan pas-pasan atau bahkan rendah. Indikator dari hal tersebut adalah rendahnya mutu hasil pembelajaran. Memang faktor penentu keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh guru saja. Akan tetapi, guru memegang peranan yang sangat dominan, sangat penting, dan sangat menentukan. Di sisi lain berdasarkan pemantauan penulis, masih banyak guru yang tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Kita tahu bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008, tentang Guru Pasal 52 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan tugas pokok. Akan tetapi kenyataanya tidak semua guru melakukan itu. Guru mengajar tanpa persiapan, perencanaan, dan tindak lanjut. Masih banyak guru yang belum bisa menyusun rencana pembelajaran, memilih metode, media, dan model pembelajaran dengan baik, sehingga dapat kita bayangkan bagaimana hasil pembelajarannya. Sudah barang tentu tujuan pembelajaran yang telah diamanatkan oleh undang-undang tidak akan tercapai.
810
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Disiplin guru pun rendah. Tidak sedikit guru yang datang terlambat dan pulang belum waktunya. Hadirnya di sekolah pun tidak langsung melaksanakan tugas dengan baik. Duduk santai, nonton televisi, ngobrol, dan masih banyak sikap perilaku guru yang tidak menunjukkan profesionalitas. Karena keadaan yang tergambarkan diatas maka penulis yang juga merupakan salah seorang pengawas di wilayah grong-grong mencoba melakukan perbaikan dengan melakukan Supervisi Akademis kepada guru-guru di SDN grong-grong. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran di SDN Grong-grong yang di tunjukkan dengan meningkatnya jumlah guru kelas yang berkompetensi optimal, dan untuk mengetahui apakah supervisi akademik dapat berpengaruh terhadap peningkatan kompetensi guru kelas. Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu manajemen pendidikan, khususnya manajemen (pengelolaan) pembelajaran yang dilakukan guru kelas. Supervisi pendidikan (supervisi akademik) adalah bantuan atau pelayanan kepada guru-guru agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan lebih baik dan berkualitas. Fungsi dasar supervisi meningkatkan atau memperbaiki situasi belajar bagi murid, demikian pendapat tokoh dibidang supervisi pendidikan Kimbal Wiles, J (1986), sementara itu H.P Adams dan Frank G. Dicky dalam bukunya yang berjudul “ Basic principles of Supervision” menjelaskan secara eksplisit bahwa “ Supervisi merupakan program berencana untuk memperbaiki pengajaran” dalam Sriudin (2011). Jelaslah sekarang bahwa supervisi merupakan aktivitas yang terprogram, berencana, dan berlangsung kontinyu. Oleh sebab itu akvitas supervisi pendidikan harus dievaluasi, sebab supervisi pendidikan beraktivitas secara terprogram, evaluasi program supervisi pendidikan tersebut harus dilaksanakan secara kontinyu terprogram dan mengunakan prinsip komperhensip, obyektif, operatif dan kontinyu. Secara konseptual, sebagaimana ditegaskan (2007), supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.. Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya, Glickman (2007). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat. Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan meningkat. Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi akademik sebagaimana dapat dilihat pada gambar .
Pengembangan Profesionalisme
Penumbuhan Motivasi
TIGA TUJUAN SUPERVISI
Pengawasan kualitas
Gambar 1. Tiga Tujuan Supervisi
811
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
1.
2.
3.
Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu. Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun dengan sebagian murid-muridnya. Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, dalam Sriudin (2011) Supervisi akademik yang baik adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multi tujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memperhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik. Supervisi akademik merupakan kegiatan pembinaan dengan memberi bantuan teknis kepada guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Supervisi akademik sebaiknya dilakukan dengan pendekatan supervisi klinis yang dilaksanakan secara berkesinambungan melalui tahapan pra-observasi, observasi pembelajaran, dan pasca observasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap Pra-observasi, Observasi, dan Pascaobservasi. Pra-observasi (Pertemuan awal): Menciptakan suasana akrab dengan guru. Membahas persiapan yang dibuat oleh guru dan membuat kesepakatan mengenai aspek yang menjadi fokus pengamatan. Menyepakati instrumen observasi yang akan digunakan Observasi (Pengamatan pembelajaran): Pengamatan difokuskan pada aspek yang telah disepakati. Menggunakan instrumen observasi. Di samping instrumen perlu dibuat catatan (fieldnotes). Catatan observasi meliputi perilaku guru dan siswa. Tidak mengganggu proses pembelajaran Pasca-observasi (Pertemuan balikan): Dilaksanakan segera setelah observasi. Tanyakan bagaimana pendapat guru mengenai proses pembelajaran yang baru berlangsung. Tunjukkan data hasil observasi (instrumen dan catatan) –beri kesempatan guru mencermati dan menganalisisnya. Diskusikan secara terbuka hasil observasi, terutama pada aspek yang telah disepakati (kontrak) –Berikan penguatan terhadap penampilan guru. Hindari kesan menyalahkan. Usahakan guru menemukan sendiri kekurangannya. Berikan dorongan moral bahwa guru mampu memperbaiki kekurangannya. Tentukan bersama rencana pembelajaran dan supervisi berikutnya Makmun (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
812
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru. Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Berkaitan dengan kompetensi profesi guru, Ada sepuluh kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yaitu : (1) menguasai landasan-landasan pendidikan; (2) menguasai bahan pelajaran; (3) kemampuan mengelola program belajar mengajar; (4) kemampuan mengelola kelas; (5) kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar; (6) menilai hasil belajar siswa; (7) kemampuan mengenal dan menterjemahkan kurikulum; (8) mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan; (9) memahami prinsip-prinsip dan hasil pengajaran; (10) mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan (Sagala, 2006 : 210). Pedagogi adalah art of teaching, seni atau strategi mengajar. Jadi kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. METODE PENELITIAN Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif yang bersifat induktif dan deskriptif, dimana peneliti langsung berada di lokasi penelitian, mempelajari suatu proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan secara naratif serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut. Subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas yang bertugas di SDN Grong-grong Kabupaten Pidie. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi; adalah semua kegiatan yang dilakukan untuk mengamati, merekam, dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang dicapai. Dalam observasi ini peneliti menggunakan instrument supervisi untuk mengukur keberhasilan guru.
813
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
INSTRUMEN SUPERVISI AKADEMIK 1.Kegiatan Pembelajaran Nama Sekolah : ………………………………. ………………… Status Akreditasi : ………………………………. Nama Guru : ……………………………….. Kelas / Cawu : ……………………………….. N O 1 1
Komponen Kegiatan 2 MENYUSUN RENCANA PEL. PEMBELAJARAN - Merumuskan Indikator - Merumuskan Langkah KBM - Mengalokasikan Waktu - Menentukan Hasil Belajar - Menentukan Metode Mengajar - Merumuskan Penilaian
2
PELAKSANAAN KBM - Membuka pelajaran - Kesesuaian antar indikator dengan materi sajian - Mengajukan pertanyaan - Menggunakan media - Mengadakan variasi pembelajaran - Memberikan penguatan - Membimbing diskusi kecil - Memberikan layanan individual - Mengelola kelas / Penguasaan kelas - Melaksanakan penilaian proses - Melaksanakan penilaian akhir - Menutup pembelajaran / kesimpulan
3
TINDAK LANJUT JUMLAH JUMLAH SKOR / NILAI
Kecamatan
:
Kabupaten : Pidie Mata Pelajaran: ……………..
Jawaban Ada Tidak Ada Lkp T.Lkp 3 4 5
A 5 6
B 4 7
Nilai C 3 8
D 2 9
E 1 10
………. x 100 % = ……..
1. Hambatan / Masalah : ………………………………………………………………… 2. Saran-saran : ………………………………………………………………… 3. Kesimpulan : ………………………………………………………………… 5 = A = 81 – 100. 4 = B = 61 – 80. 3 = C = 41 – 60. 2 = D = 21 – 40. 1 = E = 1 – 20.
Kepala Sekolah
……………………………… Nip. ………………………
814
Ket 11
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
1. Wawancara (Diskusi) Yang dimaksud wawancara di sini meliputi diskusi formal dan dialog informal selama berlangsungnya penelitian antara peneliti dengan guru kelas di lingkungan SDN Grng-grong dalam kegiatan supervisi . Hal ini untuk mengetahui pikiran guru-guru yang tidak dapat digali melalui observasi. Studi dokumenter diartikan sebagai usaha untuk memperoleh data dengan jalan menelaah catatan-catatan yang disimpan sebagai dokumen atau files. Teknik ini ditempuh untuk memperoleh data-data mengenai Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dari lembaranlembaran RPP buatan guru. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitiandan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai dari wawancara, observasi, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, selanjutnya aktivitas penyajian data serta menyimpulkan data. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif. Tahap-tahapan dalam penelitian kualitatif mengikuti langkah-langkah sebagai berikut; 1) Pra-Lapangan, yaitu terdiri dari menyusun rancangan penelitian, memilih tempat, dan menyiapkan instrument. 2) observasi, terdiri dari melakukan kegiatan penelitian, yaitu supervisi, dalam rangka mengumpulkan data-data yang di butuhkan dalam menyusun laporan penelitian. 3) Pengolahan Data, terdiri dari reduksi data, display data, analisis, mengambil kesimpulan dan verifikasi, serta menarasikan hasil. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan supervisi direncakan empat sampai enam kali dalam setahun. Program supervisi akademik yang disusun adalah pembagian tugas mengajar, penyusunan perangkat program pembelajaran, pelaksanaan proses belajar mengajar, mengadakan rapat dengan guru tentang penyusunan soal evaluasi hasil belajar, evaluasi pembelajaran, mengadakan supervisi kelas, mengawasi atau memeriksa nilai yang ada pada daftar nilai pengisian nilai pada rapor dan buku induk, membuat analisis hasil evaluasi dan membuat digram target kurikulum dan daya serap. Perencanaan program supervisi akademik merupakan kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Manfaat perencanaan program supervisi akademik adalah sebagai pedoman pelaksanaan dan pengawasan akademik, untuk menyamakan persepsi seluruh warga sekolah tentang program supervisi akademik, dan penjamin penghematan serta keefektifan penggunaan sumber daya sekolah (tenaga, waktu dan biaya). Kegiatan untuk memantapkan instrumen supervisi dapat dilakukan dengan cara diskusi kelompok oleh para supervisor tentang instrumen supervisi akademik maupun instrumen supervisi non akademik. Dalam memantapkan instrumen supervisi, hal-hal yang harus dipersiapkan adalah persiapan guru untuk mengajar terdiri dari silabus, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), program tahunan, program semesteran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Instrumen supervisi kegiatan belajar mengajar mencakup lembar pengamatan dan suplemen observasi (keterampilan mengajar, karakteristik mata pelajaran, pendekatan klinis, dan sebagainya). Komponen dan kelengkapan instrumen, baik instrumen supervisi akademik maupun instrumen supervisi non akademik dan penggandaan instrumen dan informasi kepada guru bidang studi binaan atau kepada karyawan untuk instrumen non akademik. Program supervisi akademik harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pelaksanaan supervisi akademik pada SDN Grong-grong menggunakan pendekatan langsung. Supervisi dilaksanakan dengan menggunakan teknik individual dan kelompok. Teknik individual yang dilakukan berupa pertemuan dengan guru, melakukan wawancara atau diskusi dengan guru, dan kunjungan kelas.
815
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Teknik kelompok dilakukan berupa mengadakan rapat dengan guru yang membicarakan tentang pelaksanaan supervisi dan pengelolaan kelas yang baik. Guru membutuhkan supervisi pendidikan karena guru yang profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Dengan adanya supervisi dapat membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut. Supervisi merupakan sesuatu yang sangat esensial dalam kehidupan organisasi untuk menjaga agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku guru sehingga semakin baik dalam proses belajar mengajar. Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru. Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi akademik. Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru. Supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan profesional guru, yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru. Guru yang profesional sangat berarti bagi pembentukan sekolah unggulan. Guru profesional memiliki pengalaman mengajar, kapasitas intelektual, moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab, wawasan kependidikan yang luas, kemampuan manajerial, terampil, kreatif, memiliki keterbukaan profesional dalam memahami potensi, karakteristik dan masalah perkembangan peserta didik, mampu mengembangkan rencana studi dan karir peserta didik serta memiliki kemampuan meneliti dan mengembangkan kurikulum. Tahap pertama dalam proses supervisi akademik adalah tahap pertemuan awal. Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan observasi kelas. Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan, bersama antara supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil akhir pertemuan awal ini adalah kesepakatan kerja antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal ini tercipta kerja sama, hubungan kemanusian dan komunikasi yang baik antara supervisor dengan guru. Selanjutnya kualitas hubungan yang baik antara supervisor dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan tahap berikutnya. Pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan di satu ruangan yang netral, misalnya kafetaria, atau bisa juga di kelas. Tahap observasi pembelajaran adalah tahap observasi mengajar secara sistematis dan objektif. Perhatian observasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan kegiatan-kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru. Waktu dan tempat observasi mengajar ini sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal. Observasi mengajar, mungkin akan terasa sangat kompleks dan sulit, dan tidak jarang adanya supervisor yang mengalami kesulitan. Dengan demikian supervisor dituntut untuk menggunakan bermacam-macam keterampilan. Sehubungan dengan teknik dan instrumen, supervisor membuat semacam rekaman tertulis. Sudah barang tentu tidak semua kejadian verbal harus direkam dan sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada pertemuan awal, hanya kejadian-kejadian tertentu yang harus direkam secara selektif. Selanjutnya supervisor mendokumentasikan perilaku-perilaku murid-murid sebagaimana mereka berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung. Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi di deskripsikan secara bergambar. Kemudian supervisor mengobservasi dan mengumpulkan data perilaku belajar mengajar. Perilaku pembelajaran ini sebelumnya telah diklasifikasi atau dikategorikan. 816
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Tahap ke tiga dalam proses supervisi adalah tahap pertemuan balikan. Pertemuan balikan dilakukan segera setelah melaksanakan observasi pengajaran, dengan terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap hasil observasi. Tujuan utama pertemuan balikan ini adalah ditindaklanjuti apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagai observer, terhadap proses belajar mengajar. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini adalah ditekankan pada identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara perilaku guru dan murid yang direncanakan dan perilaku aktual guru dan murid, serta membuat keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya akan dilakukan sehubungan dengan perbedaan yang ada. Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk mengembangkan perilaku guru dengan cara memberikan balikan tertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesifik, konkrit, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat sehingga betul-betul bermanfaat bagi guru. Paling tidak manfaat pertemuan balikan bagi guru diberikan penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam kerjanya, guru bisa dilatih dengan teknik untuk melakukan supervisi terhadap dirinya sendiri, dan diberikan pengetahuan tambahan untuk meningkatkan tingkat analisis profesional diri pada masa yang akan datang. Tindak lanjut supervisi akademik untuk meningkatkan kompetensi profesional guru pada SDN Grong-grong Kabupaten Pidie dilakukan dengan mengadakan pertemuan antara pengawas sekolah, dan guru-guru baik secara individu maupun kelompok. Kegiatan tindak lanjut dilakukan dengan memberikan umpan balik berupa saran-saran perbaikan tentang kompetensi yang dinilai belum dipenuhi dan penguatan terhadap kebaikan/keberhasilan yang telah dipraktekkan Tindak lanjut merupakan kegiatan akhir dari proses supervisi sebelum laporan dibuat, dengan melakukan pertemuan antara supervisor dengan yang disupervisi. Dalam pertemuan itu guru yang disupervisi mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya mengenai pelaksanaan tugasnya di kelas yang telah diamati oleh supervisor, begitu juga sang supervisor mendapat kesempatan untuk membantu guru untuk mengatasi masalahnya dalam pelaksanaan pembelajaran. Pendekatan yang dilakukan dalam diskusi tersebut harus bersifat kemitraan dan kekeluargaan, bukan bersifat intruksi dari atasan kepada bawahan, sehingga terjadi proses yang terbuka, manusiawi, dan saling menghormati untuk bersama-sama mencari solusi terbaik dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu prestasi belajar siswa. Cara-cara melaksanakan tindak lanjut hasil supervisi akademik adalah mengkaji rangkuman hasil penilaian, apabila ternyata tujuan supervisi akademik dan standar-standar pembelajaran belum tercapai, maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan. Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapai maka mulailah merancang kembali program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya. Diskusi yang dilakukan dalam proses tindak lanjut merupakan langkah menindak lanjuti dari apa yang ditemukan dalam proses pengamatan pembelajaran dengan berusaha bersamasama untuk mencari jalan keluar dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran, karena demikian halnya maka dalam proses tersebut tidak ada saling debat mempertahankan argumen masing-masing, akan tetapi secara bersama-sama mencari langkah yang tepat dengan arahan dan bimbingan supervisor. Diskusi dalam proses tindak lanjut supervisi merupakan langkah awal dari keseluruhan proses tindak lanjut itu sendiri karena masih ada bentuk kongkrit langkah tindak lainnya yang harus dilakukan adalah catatan hasil supervisi. Hasil dari diskusi yang dilakukan dalam proses tindak lanjut dan hal-hal lain yang terjadi dalam proses supervisi hendaknya dituangkan dalam suatu catatan tersendiri dalam rangka untuk menjamin proses supervisi yang berkelanjutan, terarah, terprogram, dan tidak terputus, karena dari catatan sebelumnya akan dapat ditentukan langkah apa yang perlu dilakukan dalam supervisi berikutnya. Catatan yang telah dibuat diberikan kepada kepala sekolah, guru yang bersangkutan, dan pihak lain jika dipandang perlu. Dari catatan itu kepala sekolah dapat memantau bahkan menindaklanjuti dalam proporsi dan kewenangannya, karena kepala sekolah adalah juga supervisor disamping pengawas. Proses perkembangan kearah perbaikan yang terjadi pasca supervisi juga merupakan tindak lanjut dari supervisi perlu dipantau oleh supervisor, akan tetapi seorang pengawas tidak mungkin datang setiap hari untuk melihat perkembangan guru yang 817
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
telah disupervisinya, maka peranan kepala sekolah dalam menindak lanjuti catatan hasil supervisi mutlak diperlukan dengan cara mencermati catatan hasil supervisi. Salah satu bentuk dari tindak lanjut supervisi adalah penugasan oleh supervisor kepada guru yang disupervisi. Bentuk tugas yang diberikan sesuai dengan catatan hasil supervisi yang dipandang tepat dalam bentuk pemberian tugas tertentu. Langkah tindak lanjut yang dimulai dari proses diskusi dan diakhiri dengan langkah-langkah kongkrit secara kontekstual dengan masalah yang muncul dalam supervisi dimaksudkan sebagai jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran dan sebagai upaya perbaikan pada masa yang akan datang untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan secara umum dengan melibatkan kepala sekolah, guru yang bersangkutan, dan dapat pula melibatkan guru lain yang senior. Dengan demikian, dalam pelaksanaannya kegiatan tindak lanjut supervisi akademik sasaran utamanya adalah kegiatan belajar mengajar. Hasil analisis, catatan supervisor, dapat dimanfaatkan untuk perkembangan keterampilan mengajar guru atau meningkatkan profesionalisme guru dan karyawan, setidak-tidaknya dapat mengurangi kendala-kendala yang muncul atau yang mungkin akan muncul. Umpan balik akan memberi pertolongan bagi supervisor dalam melaksanakan tindak lanjut supervisi. Dari umpan balik itu pula dapat tercipta suasana komunikasi yang tidak menimbulkan ketegangan, menonjolkan otoritas yang mereka miliki, memberi kesempatan untuk mendorong guru memperbaiki penampilan, serta kinerjanya. DAFTAR PUSTAKA BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta : BSNP. Depdiknas.2008. Pedoman Penelitian Tindakan Sekolah (School Action Research) Peningkatan Kompetensi Supervisi Pengawas Sekolah SMA / SMK. Jakarta : Dirjen PMPTK. Makmun, Abin Syamsudin.2005. Psikologi Kependidikan, Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Sagala, H. Syaiful.2006. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung : Alfabeta. Sudjana, H. Nana.2009. Penelitian Tindakan Kepengawasan, Konsep dan Aplikasinya bagi Pengawas Sekolah. Jakarta : Binamitra Publishing. Sriudin. 2011. Konsep Supervisi Akademik. [online]. http://www.sriudin.com/2011/10/konsepsupervisi-akademik.html [14 Oktober 2013] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wardani, IGAK, dkk.2007. Penelitian Tindakan Kelas. Buku Materi Pokok IDIK4008/2SKS/MODUL 1-6. Jakarta : Universitas Terbuka
818
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
KURIKULUM IPS AKOMODATIF DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS IQ RENDAH 80—90 TINGKAT SEKOLAH DASAR KELAS V DAN VI Ruminiati Universitas Negeri Malang
[email protected] Abstrak: Sekolah inklusif di Indonesia akhir-akhir ini semakin banyak, tetapi belum ada kurikulum yang terstandar. Penelitian ini bertujuan mengembangkan kurikulum inklusif tingkat sekolah dasar yang didasarkan pada desain pengembangan Borg & Gall (2003). Penelitian ini menghasilkan kurikulum IPS akomodatif dalam pendidikan inklusif tingkat SD bagi ABK kategori IQ 80—90. Produk dari penelitian buku inklusif dan kurikulum IPS akomodatif untuk siswa ABK kategori IQ 80—90 kelas V dan VI SD. Kata kunci: kurikulum IPS akomodatif, pendidikan inklusif, sekolah dasar, IQ 80—90.
Pemerintah memberikan perhatian kepada anak berkebutuhan khusus termasuk inklusif. Hal tersebut nampak dengan dikeluarkannya PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Adapun implementasinya tertuang pada dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen Diknas) nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Permen Diknas nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Permendiknas Tahun 2006 tersebut diperbaharui pada Permendiknas No 70 Tahun 2009. Peraturan tersebut selaras dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan dalam ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah yang membiayainya. Salah satu elemen warga negara yang berhak mendapat pendidikan sebagaimana tersebut di atas adalah anak inklusif yang jumlahnya cukup besar, sekitar 7–10% dari jumlah total anakanak di Indonesia. Perlu diketahui, pendidikan inklusif mulai direncanakan pada konferensi internasional yang diselenggarakan oleh UNESCO pada tanggal 7-10 Juni 1994 di Salamanca Spanyol. Istilah inklusif berasal dari bahasa Inggris inclusive, yang artinya termasuk, memasukkan (Echols, 2000: Wijayantin 2010). Konferensi tersebut menghasilkan kesepakatan internasional tentang pentingnya pelaksanaan pendidikan inklusif bagi semua negara di dunia. Awal mula adanya pendidikan inklusif dari Amerika serikat dengan adanya tuntutan pelayanan pendidikan yang sama dengan anak normal. Sebelumnya Konferensi International UNESCO, Dewan Umum PBB pada tanggal 28 November 1989 (dalam Ruminiati & Wijayantin, 2011) menyebutkan bahwa konvensi hak anak (Convention on the Right of the Child) merupakan perjanjian diantara beberapa negara yang bersifat mengikat, baik yuridis maupun politis yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan hak anak. Tiga perinsip yang terkandung dalan konvensi hak anak antara lain adalah non diskriminasi, yang terbaik bagi anak (best interest of the child), hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan (the rigt of life, survival and development), konvensi tersebut juga telah diikuti oleh Negara Indonesia, walaupun masih dilakukan pada sebagian kecil sekolah di Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kemendikbud, sampai saat ini masih banyak anak inklusif yang belum menikmati pendidikan dengan baik. Permasalahan pendidikan bagi anak inklusif umumnya merata di setiap daerah. Kendala utama terkait pendidikan anak inklusif adalah kurangnya tenaga guru yang memiliki keahlian mendidik dalam mendampingi anak inklusif. Jumlah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif pun tidak banyak. Perbandingan antara sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dengan jumlah anak inklusif di Indonesia tidak sepadan. Sarana-prasarana pendukung yang tersedia di sekolah-sekolah tersebut juga belum memadai (Ruminiati, 2011) Sekolah inklusif adalah sistem layanan pendidikan khusus yang mengisyaratkan agar semua anak penyandang ketunaan dilayani di sekolah-sekolah umum terdekat (O Neil dalam Budiyanto, 2006). Hal senada juga dikatakan oleh Stainback (dalam Ruminiati & Wijayantin, 2011) bahwa sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang 819
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
sama, dengan program pendidikan yang layak, serta fasilitas yang sesuai sehingga semua siswa dapat berhasil dengan baik. Lebih lanjut Foreman (2001) menjelaskan perbedaan esensial antara integrasi dan inklusif. Dalam integrasi sekolah akan mengarahkan pertanyaan: ―Dapatkah kita memenuhi kebutuhan (khusus) siswa? Dalam inklusif sekolah mengarahkan pertanyaan: ―Bagaimana caranya kita menyediakan layanan pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan (khusus) siswa? Konsep inklusif bagi penyandang ketunaan sebenarnya tidak hanya berlaku bagi anak saja tetapi juga bagi orang dewasa, dan juga berlaku dalam konteks kelas, sekolah, keluarga dan masyarakat. Skjorten (2003) mengemukakan ciri-ciri kelas, sekolah, keluarga dan masyarakat yang inklusif yaitu (1) semua anak atau orang dewasa adalah anggota kelompok yang sama; (2) antar anggota kelompok saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama yang lain; (3) antar anggota kelompok membantu – saling memfasilitasi – satu sama yang lain untuk belajar dan berfungsi; (4) anggota kelompok menerima kenyataan bahwa anak atau orang dewasa tertentu mempunyai kebutuhan yang berbeda dengan mayoritas dan kadang-kadang akan melakukan hal yang berbeda. Secara umum tujuan pendidikan inklusif adalah untuk pemerataan hak asasi manusia dalam pendidikan, antara anak normal dengan anak berkebutuhan khusus sebagai contoh anak yang mengalami kesulitan belajar. Menurut Cartwright (dalam Ruminiati&Wijayantin, 2011) tujuan umum pendidikan inklusif untuk memberi kesempatan pendidikan kepada semua anak tanpa kecuali, sesuai dengan UUD 1945. Tujuan praktis dari pendidikan inklusif adalah meliputi tujuan untuk kepentingan anak, guru, orang tua, dan masyarakat/pemerhati inklusif (UNESCO, 2004). Anak IQ 80—90 di sekolah anak inklusif merasa percaya diri dan bangga bisa belajar bersama teman sebayanya. Mereka mampu belajar menerima perbedaan, mampu beradaptasi dalam mengatasi perbedaan, mampu berinteraksi secara aktif dengan teman dan guru dalam lingkungan sekolahnya. Begitu pula guru mampu belajar mengatasi berbagai tantangan dalam melayani anak berkebutuhan khusus, sedangkan orang tua, dapat belajar bagaimana cara mendidik putranya dalam keluarganya, dan yang lebih penting lagi orang tua mau menerima kenyataan bahwa putra/putrinya memang berbeda dengan anak normal lainnya, walaupun bisa sejajar dengan teman sebayanya dalam mendapatkan pembelajaran di sekolah. Begitu pula pandangan masyarakat, tidak menganggap rendah berkebutuhan khusus seperti anak kesulitan belajar. Anak inklusif merupakan salah satu kategori anak berkebutuhan khusus. Foreman (2001) mengkategorikan ketunaan anak inklusif ke dalam lima kategori, yaitu hambatan intelektual (intellectual disability), hambatan fisik (phisical disability), hambatan indera (sensory disability), masalah perilaku (behaviour problems), dan kesulitan belajar (learning difficulties). Berdasarkan Pasal 7 dan 8 Permendiknas No 70 Tahun 2009, kurikulum yang digunakan pada pendidikan inklusif adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat minat, potensinya, dan karakteristik peserta didik. Pengembangan kurikulum di satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif mengacu pada Pasal 9 Permendiknas No 70 Tahun 2009. Pertama, bagi anak yang dapat mengikuti standar nasional pendidikan maka kurikulum dikembangkan dengan acuan standar nasional pendidikan termasuk juga ketika ujian juga mengikuti standar nasional (Pasal 9, ayat 1). Kedua, bagi peserta didik yang tidak bisa mengikuti atau memenuhi standar nasional pendidikan, dengan dukungan asesmen yang memadai, menggunakan kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah dengan standar yang sesuai dengan hambatan atau kondisi peserta didik, demikian juga dengan pelaksanaan ujian juga menggunakan standar yang ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan (Pasal 9, ayat 3). Kurikulum tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permen Diknas) nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Permendiknas Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Standar Isi pendidikan dasar mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dengan demikian dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, secara nasional ditetapkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) 820
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
yang merupakan lingkup materi minimal dan kompetensi minimal untuk setiap jenjang dan jenis pendidikan. Temuan hasil penelitian tentang penyusunan kurikulum akomodatif ini, temuan di lapangan menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah tersebut masih belum menggunakan kurikulum terstandar. Pada umumnya sekolah masih menggunakan kurikulum reguler yang disesuaikan dengan kondisi siswa. Bahkan, sejumlah sekolah tidak menggunakan kurikulum inklusif dalam penyelenggaraan pendidikannya, melainkan menyamaratakan dengan kurikulum reguler. Sehingga perlakuan siswa inklusif sama dengan siswa pada umumnya. Padahal, anak inklusif dengan gangguan kesulitan belajar seharusnya memerlukan kurikulum yang mempertimbangkan kemampuan/IQ maupun karakteristik anak, serta kondisi lingkungannya. Sebagaimana diketahui bersama, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan kepada siswa Sekolah Dasar, termasuk di antaranya anak inklusif. Berdasarkan informasi dari sejumlah guru di sekolah iklusif diketahui bahwa IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit bagi anak inklusif. Hal ini dikarenakan materi dalam IPS pada umumnya bersifat hafalan dan relatif sulit untuk dikondisikan sehingga bersifat kontekstual. Misalnya, materi tentang PBB relatif sulit dipahami karena sulit dibuat menjadi konkret. PBB merupakan sesuatu yang abstrak bagi siswa SD. Pengetahuan yang abstrak merupakan hal yang sangat sulit bagi siswa inklusif. Berbeda halnya dengan IPA yang mana benda-benda yang dipelajarinya ada di sekitar anak sehingga materi IPA dapat dibuat menjadi nyata bagi anak melalui percobaan. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan pendidikan yang mengintegrasikan konsepkonsep terpilih dari limu-ilmu sosial, dan humaniora untuk tujuan pembinaan warga negara yang baik. IPS merupakan keterpaduan dari konsep Ilmu-ilmu sosial dengan konsep pendidikan yang dikaji secara sistematis, psikologi, fungsional, sesuai dengan perkembangan usia siswa (Kusnandar, 2010). Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang mengkaji perangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui pembelajaran ilmu pengetahuan sosial, para siswa diarahkan untuk dapat menjadi warganegara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, sehingga mampu menjadi warga dunia yang cinta damai. Ruang lingkup IPS meliputi aspek a) manusia, tempat, dan lingkungan b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan c) sistem sosial dan budaya, d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Sedangkan menurut Ruminiati (2010), IPS di SD merupakan keterpaduan dari beberapa bidang ilmu yang diadaptasi dari beberapa konsep ilmu sosial, seperti pendidikan sejarah, geografi, ekonomi dan sosiologi, walaupu kenyataannya materi antropologi juga terpadu di dalamnya. Mengajarkan mata pelajaran IPS kepada anak inklusif, sebagaimana disampaikan di muka, tidaklah mudah. Perlu ada penataan sejak awal sehingga IPS semaksimal mungkin dapat dipahami oleh siswa inklusif. Karenanya, perlu ada kurikulum akomodatif yang dikembangkan secara khusus bagi siswa inklusif. Kurikulum akomodatif yang dimaksud adalah perubahan kurikulum yang digunakan siswa reguler, diakomodasi sesuai dengan IQ dan kemampuan serta karakter anak inklusif misal anak yang mengalami gangguan kesulitan belajar sehingga ada bagian KD yang disederhanakan bahkan dihilangkan sesuai dengan kondisi siswa. Cuskelly (dalam Conway, 2001) menyarankan bahwa kurikulum inklusif harus fokus pada dua hal yaitu kebutuhan individual dan fleksibilitas. Conway (2001) mengemukakan konsep kurikulum inklusif sebagai bentuk kurikulum yang mengakomodasi kebutuhan belajar semua anak Sedangkan temuan hasil penelitian di beberapa SD, seperti SD Percobaan I kota Malang, menunjukkan bahwa, pembelajaran IPS bagi siswa inklusif, terutama dengan gangguan kesulitan belajar dirasa lebih sulit daripada pembelajaran IPA. Hal ini disebabkan IPS lebih banyak menghafal, daripada melihat barang nyata seperti percobaan di laboratorium yang lebih menarik dan menyenangkan. Sedangkan pembelajaran IPS, Bahasa Indonesia maupun PKn/PPKn, cenderung memaksa diri untuk menghafalkan. Tugas menghafal nama-nama gunung, sungai, pulau, ibukota, negara, merupakan matapelajaran yang membutuhkan daya ingat yang sulit bagi anak inklusif dengan gangguan kesulitan belajar. Oleh karena itu berdasarkan ujicoba lapangan kurikulum IPS maupun yang lain perlu diakomodatif dengan kata kerja operasional yang lebih sederhana sesuai kemampuan IQ dan karakter maupun lingkungan siswa. Begitu pula model pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi siswa dengan IQ 80—90 sangat diperlukan supaya tidak membosankan. Hal ini senada dengan pendapat (Kagan 821
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
& Kagan, 2009), yang menyatakan bahwa pembelajaran dituntut yang menyenangkan siswa dan guru Sedangkan menurut Budianto (2010) cara mengakomodasi kurikulum inklusif ada empat macam cara, yaitu dengan cara (1) KD asli sebagian KKOnya diubah, (2) KD asli ada yang KKOnya dihilangkan, (3) KD Akomodatif yang diubah, (4) KD Akomodatif yang ditambah. Semua itu disesuaikan dengan kemampuan IQ, karakter dan lingkungan siswa. Pada artikel ini dikemukakan hasil pengembangan kurikulum mata pelajaran IPS akomodatif dalam pendidikan inklusif tingkat SD bagi anak kesulitan belajar dengan IQ 80—90 kelas tinggi, yaitu kelas V dan VI. METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang menggunakan desain pengembangan, sesuai dengan tujuan penelitian ini untuk mengembangkan kurikulum pendidikan inklusif. Desain pengembangan yang digunakan menggunakan desain Borg & Gall (2003) dengan melalui 10 alur yang dimodifikasi, yaitu (1) survey kebutuhan lapangan dengan berdasarkan kajian teoretis dan pengamatan terhadap karakteristik anak inklusif; (2) perancangan kurikulum; (3) pengembangan model kurikulum; (4) uji validitas ahli, meliputi ahli kurkikulum, ahli pendidikan inklusif, dan ahli psikologi anak; (5) revisi model kurikulum berdasarkan uji validitas ahli; (6) uji coba skala terbatas; (7) revisi model kurikulum berdasarkan uji coba skala terbatas; (8) uji coba skala luas; (9) revisi model kurikulum berdasarkan uji coba skala luas; (10) penggandaan produk dan diseminasi (sosialisasi) kurikulum. Selanjutnya penelitian tersebut dianalisis dan dibahas dengan beberapa teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan. Berikut Prosedur pengembangannya Survei kebutuhan di lapangan yang berdasarkan kajian teoritis
Perancanaan awal kurikulum
Pengembangan model kurikulum
Uji Validasi ahli: ahli kurikulum, pendidikan inklusif, psikologi anak
Revisi model kurikulum
Revisi model kurikulum
Ujicoba skala terbatas
Uji coba skala luas
Revisi model kurikulum
Penggandaan produk dan diseminasi produk kurikulum Bagan Prosedur Pengembangan Kurikulum Inklusif desain Borg & Gall (2003)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berikut disampaikan contoh kurikulum IPS akomodatif kelas V dan VI tingkat SD untuk anak IQ 80—90 dengan gangguan kesulitan belajar belajar. *) KD Asli yang diubah 822
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
**) ***) ****)
KD Asli yang dihilangkan KD Akomodatif yang diubah KD Akomodatif yang ditambah
Berikut disampaikan kutipan hasil pengembangan kurikulum akomodatif dalam penelitian ini. Pada tabel berikut dipaparkan KD akomodatif dan secara langsung diperbandingkan dengan KS aslinya. Kurikulum IPS Akomodatif Kelas V Semester 1 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Asli Kompetensi Dasar Akomodatif 2. Menghargai 2.1 Mengenal makna 2.1 Mengenal berbagai macam berbagai peningpeninggalan-peninggalan peninggalan-peninggalan galan dan tokoh sejarah yang berskala nasional sejarah yang Berskala sejarah yang berdari masa Hindu-Budha dan nasional darimasa Hinduskala nasional pada Islam di Indonesia Budha dan Islam di Indonesia masa Hindu- Budha *) ***) dan Islam, keragaman kenam2.2 Menceriterakan tokoh2.2 Menyebutkan tokoh-tokoh pakan alam dan suku tokoh sejarah pada masa sejarah pada masa Hindubangsa, serta Hindu-Budha dan Islam Budha dan Islam di Indonesia kegiatan ekonomi di di Indonesia ***) Indonesia *) 2.3 Mengenal keragaman 2.3 Mengenal keragaman kenampakan alam dan buatan kenampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe menggunakan peta/atlas/globe dan media lainnya dan media lainnya 2.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia *) 2.5 Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia
2.4 Menyebutkan keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia ***) 1.5 Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia
Bagi anak inklusif kelas lima dengan gangguan kesulitan belajar, kata mengenal berbagai makna lebih sulit dipahami artinya, sehingga hasil ujicoba lebih memudahkan jika diganti dengan mengenal berbagai macam peninggalan sejarah Hindu Budha. Begitu pula dengan menceriterakan tokoh-tokoh sejarah pada masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia terlalu berat, oleh karena itu lebih ringan jika diganti dengan menyebutkan tokoh-tokoh sejarah pada masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia. Hal senada juga dengan istilah menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia lebih mudah jika diganti dengan menyebutkan keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuniar (2006) yang menyatakan bahwa anak autis maupun anak inklusif tidak mampu dibebani berpikir yang sulit. Kurikulum IPS Akomodatif Kelas V Semester 2 Standar Kompetensi 1. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan
Kompetensi Dasar Asli 1.1 Mendeskripsikan*) perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang 1.2 Menghargai*) jasa dan 823
Kompetensi Dasar Akomodatif 1.1 Menjelaskan***) perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang 1.2 Menghormati***) jasa dan
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
mempertahankaan kemerdekaan Indonesia
peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia 1.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan 1.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan
peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia 1.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan 1.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan
Anak inklusif kelas lima semester dua dengan gangguan lamban belajar ( slow learner children), kata kerja operasional mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, cukup berat, lebih mudah jika diganti dengan menjelaskan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang Begitu pula kata kerja operasional menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, kata menghargai lebih sulit dari pada Menghormati jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, yang selalu diwujudkan dalam upacara hari Pahlawan setiap tanggal 10 November (Ruminiati, 2010). Begitu pula dengan kata-kata menghargai pada kompetensi dasar yang lain. Hal senada seperti isi Hal senada seperti pendapat Yuniar (2006) yang menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan lamban belajar tidak bisa dibebani pikiran yang berat, karena IQ-nya memang lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal. Lebih-lebih untuk anak dengan IQ 80-90, akan membawa dampak anak menjadi tambah malas dan menurunkan semangat belajarnya. Kurikulum IPS Akomodatif Kelas VI Semester 1 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar Asli
1. Memahami perkembangan wilayah Indonesia, kenampakan alam dan keadaan sosial negaranegara di Asia Tenggara, serta benuabenua
1.1 Mendeskripsikan*) perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia 1.2 Membandingkan kenampakan alam dan keadaan sosial negaranegara tetangga 1.3 Mengidentifikasi*) benua-benua di dunia
Kompetensi Dasar Akomodatif 1.1 Menunjukkan***) perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia 1.2 Membandingkan kenampakan alam dan keadaan sosial negaranegara tetangga 1.3 Menyebutkan***) nama benua-benua di dunia
Anak inklusif kelas VI semester 1 dengan gangguan kesulitan belajar cukup berat dengan gradasi mendeskripsikan perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia, namun lebih mudah dengan menunjukkan perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia. Begitu pula dengan mengidentifikasi benua-benua di dunia, lebih mampu dan merasa mudah dengan menyebutkan nama benua-benua di dunia. Hal ini mendukung pola pikir anak, yang diawali dari gradasi yang mudah ke gradasi yang lebih sulit. Diawali dengan yang mudah ke yang makin sukar (C1, C2, C3, C4, C5, C6). Pertama untuk anak lamban belajar tingkat SD sesuai teori Piaget (dalam Ruminiati, 2010). Oleh karena itu, untuk anak usia SD dengan IQ 80-90 cukup dengan gradasi C1 dan C2 saja, seningga tidak memberatkan beban anak. Hal senada seperti pendapat Yuniar (2006) yang menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan kesulitan belajar tidak bisa dibebani pikiran yang berat, karena IQ-nya memang lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal. Lebih-lebih untuk anak dengan IQ 80-90, akan membawa dampak anak menjadi tambah malas dan menurunkan semangat belajarnya.
824
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
Kurikulum IPS Akomodatif Kelas VI Semester 2 Standar Kompetensi 2. Memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia dan sekitarnya
3. Memahami peranan bangsa Indonesia di era global
Kompetensi Dasar Asli 2.1 Mendeskripsikan*) gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga**) 2.2 Mengenal cara-cara menghadapi bencana alam 3.1 Menjelaskan*) peranan Indonesia pada era global dan dampak positif serta negatifnya terhadap kehidupan bangsa Indonesia 3.2 Mengenal manfaat ekspor dan impor**) di Indonesia sebagai kegiatan ekonomi antar bangsa
Kompetensi Dasar Akomodatif 2.1 Menunjukkan***) gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia 2.3 Mengenal cara-cara menghadapi bencana alam 3.1 Menyebutkan***) peranan Indonesia pada era global dan dampak positif serta negatifnya terhadap kehidupan bangsa Indonesia 3.2 Mengenal manfaat barang dikirim ke luar negeri (ekspor) dan datang dari luar negeri (impor)****) di Indonesia sebagai kegiatan ekonomi antar bangsa
Anak inklusif kelas VI semester 2 dengan gangguan kesulitan belajar, kesulitan jika mendeskripsikan gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga, lebih mudah dengan menunjukkan gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia. Anak dengan IQ 80—90 juga kesulitan memahami konsep dengan cakupan sampai negara tetangga, oleh karena itu jangkauan yang mencakup sampai negara tetangga perlu dihilangkan, Begitu pula dengan menjelaskan peranan Indonesia pada era global, juga memberatkan siswa. Hasil ujicoba yang telah dilakukan berulang kali, menunjukkan lebih tepat dengan kata kerja menyebutkan dampak positif serta negatifnya terhadap kehidupan bangsa Indonesia. Begitu pula dengan mengenal manfaat ekspor dan impor di Indonesia sebagai kegiatan ekonomi antar bangsa, ternyata juga terlalu berat, sehingga kata ekspor dan impor terpaksa harus dihilangkan dan diganti dengan mengenal manfaat barang-barang yang dikirim ke luar negeri (ekspor) dan datang dari luar negeri (impor) ke Indonesia sebagai kegiatan ekonomi antar bangsa. Temuan hasil penelitian ini mendukung pernyataan Conway (2001) mengemukakan konsep kurikulum inklusif sebagai bentuk kurikulum yang mengakomodasi kebutuhan belajar anak. Arah PengembanganAkomodatif Kurikulum Inklusif Bagi siswa inklusif, standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan indikator, materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan pencapaian kompetensi melalui penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu diperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian yang lebih menekankan pada kemampuan dan ketrampilan siswa, tanpa meninggalkan aspek afektif melalui keteladanan (Budianto, 2011). Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah diakomodasi dan disesuaikan dengan kemampuan siswa dengan gangguan kesulitan belajar dalam penelitian ini, dikhususkan untuk diterapkan di SD inklusif dengan IQ antara 80 – 90. Akomodasi yang dilakukan di sini bukannya mengembangkan kurikulum yang KD-nya berbeda sama sekali dengan bunyi KD dalam standar isi kurikulum reguler, melainkan tetap beracuan pada kurikulum tersebut. Istilahistilah pada kata kerja operasional yang dipandang terlalu sulit disederhanakan sedemikian rupa sehingga memungkinkan dikuasai oleh siswa inklusif (misal: kata kerja operasional menceritakan disederhanakan menjadi menyebutkan, kata kerja operasional mendeskripsikan disederhanakan menjadi menjelaskan). Batasan-batasan yang terlalu luas juga dipersempit atau difokuskan pada hal yang lebih sederhana Misalnya, istilah ekspor dibatasi sebagai aktivitas pengiriman barang ke luar negeri saja, sementara konteks pengetahuan lain terkait ekspor yang diajarkan kepada siswa reguler tidak diajarkan). Contoh lain, kalau pada siswa reguler diajarkan KD mendeskripsikan gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga, pada siswa inklusif disederhanakan menjadi menunjukkan gejala alam yang terjadi di Indonesia 825
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
(tanpa negara tetangga). Hal semacam ini banyak dilakukan di sebagian besar KD yang dikembangkan. Memang ada sejumlah KD yang tetap atau sama persis dengan KD pada kurikulum reguler. Hal ini dikarenakan KD tersebut dipandang cukup sederhana dan mampu dikuasai oleh siswa inklusif. Secara umum materi pokok pada kurikulum akomodatif sama dengan materi dalam kurikulum reguler. Pemilihan materi pokok yang sama antara kurikulum inklusif dengan kurikulum reguler, berdasarkan pendapat para guru, dipandang positif. Hal ini sangat memudahkan guru dalam mengondisikan kelas, kerena pada hakikatnya siswa inklusif belajar dalam waktu dan tempat yang sama dengan siswa reguler. Memang, selama pembelajaran berlangsung guru dituntut mampu menyisihkan perhatian kepada siswa inklusif. Akan tetapi hal ini dipandang sebagai alternatif terbaik yang bisa dilakukan bagi siswa inklusif dalam belajar bersama di sekolah. Dengan demikian, praktik pembelajarannya dapat diselenggarakan secara bersamaan tanpa saling merugikan satu sama lain. Kurikulum akomodatif menuntut kepekaan dan daya kreativitas yang tinggi dari guru untuk mengembangkan perangkatnya. Pengembangan silabus, RPP, bahan ajar, media, dan perangkat pembelajaran lainnya harus benar-benar disesuaikan dengan karakteristik siswa inklusif yang diasuhnya. Praktik pembelajarannya pun, meskipun dilaksanakan bersamaan dengan kelas reguler, juga perlu memperhatikan karakteristik siswa inklusif binaannya. Misalnya, jika siswa inklusif tidak suka atau takut pada keramaian, maka aktivitas untuk mengenalkan siswa pada alat transportasi di jalan raya harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga pembelajaran bagi siswa reguler tetap berjalan sebagaimana mestinya sementara siswa inklusif tetap merasa aman. Dalam hal ini, siswa inklusif dapat melihat jalan raya dalam kondisi ia di dalam mobil sementara siswa lain bisa turun dari mobil dan menyaksikan keramaian jalan raya. Secara umum dapat dikatakan bahwa diakomodasinya SK dan KD kurikulum reguler dapat mengoptimalkan kualitas hasil pembelajaran siswa inklusif yang diperolehnya di sekolah. Penyelenggaraannyapun dapat lebih mudah dilakukan karena guru tidak perlu memberikan perhatian khusus yang terpisah dari siswa reguler. KESIMPULAN Bila anak-anak inklusif memiliki sensori baik, kemudian lingkungan rumah atau lingkungan sekolah mendukung aktivitasnya, strategi pembelajarannya maupun kurikulumnya tepat, SDM-nya memadai, tentu anak-anak inklusif dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya. Hal ini akan bisa terwujud dengan baik apabila kurikulum pendidikannya juga baik dan tepat. Kurikulum IPS akomodatif bagi siswa inklusif tingkat sekolah dasar kelas V dan VI dengan gangguan kesulitan belajar telah berhasil dikembangkan dengan mengakomodasi KD yang dianggap berat disederhanakan bahkan jika perlu dihilangkan, sehingga bisa diterapkan dengan mudah dan bermanfaat bagi siswa inklusif. Akomodatif yang dimaksud adalah dengan cara KD asli yang diubah atau dihilangkan apabila ada sebagian KKO dianggap sulit. Selain itu, KD akomodatif yang diubah atau ditambah apabila masih terasa sulit atau jika masih bisa ditambah lagi. Dalam kaitannya dengan keberadaan Kurikulum 2013, sejumlah karakteristik perlu diakomodasi lagi dan menyesuaikannya dengan Kurikulum 2013. SARAN Disarankan kurikulum anak inklusif juga menekankan pada keterampilan yang diintegrasikan dalam pembelajaran dengan setting alamiah anak-anak IQ 80—90 yang mengalami kesulitan belajar. Diharapkan juga memiliki self efficacy atau keyakinan untuk mampu menyelesaikan tugas, banyak guru pendidikan khusus kehilangan pemahaman yang holistik tentang anak tersebut dan tidak menggunakan pendekatan holistik bagi pembelajarannya. Ini menyebabkan timbulnya ―anemia pendidikan‖. Selain itu anak inklusif hendaknya difokuskan pada potensinya, bukan pada hambatan belajarnya saja, sehingga guru harus melakukan asesmen dengan fokus pada apa yang dapat dan senang dilakukan oleh anak. Disarankan kurikulum IPS akomodatif yang terstandar segera disusun untuk sekolah inklusif se NKRI. Sedangkan kurikulum IPS akomodatif hasil penelitian dengan skala Jawa Timur ini, disarankan segera disosialisasikan dan diterapkan untuk siswa inklusif tingkat sekolah dasar (SD) terutama pada sekolah-sekolah inklusif yang belum/memiliki kurikulum 826
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Karakter Bangsa melalui Pembelajaran Bermakna TEQIP” pada 1 Desember 2014 di Universitas Negeri Malang
akomodatif. Kurikulum ini akan lebih baik jika disempurnakan lagi, oleh karena itu, disarankan hasil penelitian ini bisa dijadikan pijakan dan referensi bagi peneliti lain yang senada. Disarankan pula penelitian ini dikembangkan sesuai dengan Kurikulum 2013 yang berlaku. . DAFTAR RUJUKAN .Budianto. 2006. Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal. Disertasi. PPS UPI. Tidak diterbitkan. Budianto. 2011. Kurikulum Akomodatif Bagi Anak Inklusif. Tidak diterbitkan. Gall, M.D, & Borg. W. R. 2003. Educational Research An Introduction seventh edition. Boston: Allyn and Bacon Kagan, S& Kagan, M, 2009. Kooperatif Learning. Kagan Publising San Clemente Kusnandar. 2010. Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan sukses dalam Sertifikasi Guru). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Peraturan Pemerintah Nomer 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomer 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Standar Nasional Pendidikan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Sekolah Inklusif. H. B.&Johnsen, H. B., Skjorten, M. D. 2003. Kurikulum untuk Pluralitas Kebutuhan Belajar Individual & Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar. Bandung: PPS UPI Ruminiati dan Wijayantin, 2009. Analisis Karakteristik Anak Autis Pengembangan Kurikulum Tingkat Sekolah Dasar Tahun Pertama. Jakarta; Laporan ke Dikti. Ruminiati dan Wijayantin. 2010. Pengembangan Kurikulum Anak Autis, Tingkat Sekolah Dasar Kategori Ringan Tahun Ke Dua. Jakarta; Laporan ke Dikti. Ruminiati. 2010. Implikasi Teori Sosiobiologis dan Budaya Patriarkhi dalam Pembelajaran IPS SD. Malang: UM Ruminiati dan Wijayantin, 2011. Analisis Karakteristik Anak inklusif & Pengembangan Kurikulum Tingkat Sekolah Dasar Tahun Pertama. Jakarta; Laporan ke Dikti. Ruminiati. 2012. Pengembangan Kurikulum Anak Inklusif dengan Gangguan Kesulitan Belajar Tingkat Sekolah Dasar Kelas Tinggi di Jawa Timur. Malang: UM. Undang-Undang No 20 Th 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yuniar, S. 2006. Terapis Terpadu Gangguan Spektrum Autisme dalam Kaitannya dengan Kesiapan Anak Masuk Sekolah. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Anak Autis di Universitas negeri Malang.
827