Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
KEBERLANJUTAN TEQIP DALAM PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA Isnandar Jurusan Teknik Sipil FT Universitas Negeri Malang
[email protected] Abstrak: Tulisan ini membahas tentang keberlanjutan TEQIP yang telah berjalan selama lima tahun Kerjasama PT Pertamina dengan Universitas Negeri Malang. Kajian ini dilakukan terhadap karakteristik TEQIP, pengembangan keprofesionalan guru melalui TEQIP, dan strategi keberlanjutan TEQIP. Upaya keberlanjutan dan perluasan akses TEQIP untuk peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dipengaruhi adanya komitmen para trainer TEQIP, komitmen kerjasama para Kepala Dinas Pendidikan daerah sasaran TEQIP, komitmen perguruan tinggi mitra, dan kerjasama dengan asosiasi profesi pendidik. Kata Kunci: keberlanjutan, peningkatan kualitas pendidikan
Teachers Quality Improvement Program (TEQIP)sebagaipolapeningkatankualitas guru di Indonesia telah dilaksanakan selama lima tahun dan terus melakukan penyempurnaan agar program TEQIP dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Menurut Isnandar dalam Subanji dan Isnandar (2014), terdapat sepuluhhalpentingdalampemberdayaan guru melalui program TEQIP, yaknipembelajaranbermakna, lesson study, polasiklus, pengimbasan, membumikanteori, kolaborasidenganstakeholders, kontinuitas, reflektif, good practices, dan berbasis kebutuhan. Kesepuluh hal penting tersebut selanjutnya disebu sebagai karakteristik TEQIP. Pola peningkatan kualitas guru di indonesia menurut konsep TEQIP, disajikan dalam Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 tersebut peningkatan kualitas guru perlu dilakukan secara terpadu mulai dari guru tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), sampai Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK). Kualitas guru yang baik ditingkat Sekolah Dasar akan berdampak pada meningkatnya prestasi siswa dan tumbuhnya SD unggul di daerah. Prestasi siswa SD yang baik akan menjadi bibit unggul untuk sekolah tingkat SMP. Apabila guru-guru SMP disiapkan dan ditingkatkan kualitasnya, maka akan meningkatkan prestasi siswa SMP dan menumbuhkan SMP unggul di daerah. Guru yang berkualitas di tingkat SMP akan dapat mengelola input bibit unggul dari SD sedemikian hingga menghasilkan output siswa unggul SMP dan akan menjadi input unggul untuk SMA. Dengan menyiapkan dan meningkatkan kualitas guru-guru SMA, maka akan menumbuhkan SMA unggul di daerah dan akan dapat mengelola input unggul dari SMP sedemikian hingga akan menghasilkan lulusan SMA yang unggul dan siap untuk kuliah di perguruan tinggi. Mereka yang sudah lulus kuliah diwajibkan untuk kembali ke daerah dan membangun daerahnya. Dengan demikian, proses ini akan mempercepat pembangunan di Indonesia termasuk daerah tertinggal.
939
ISBN :978-602-17187-2-8
Gambar 1. Diagram Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia Melalui TEQIP (Sumber: Subanji & Isnandar, 2012)
PENGEMBANGAN KEPROFESIONALAN MELALUI TEQIP Guru sebagai sebuah profesi perlu terus dikembangkan untuk melaksanakan pembelajaran yang berkualitas. Guru harus mempunyai cara dalam mengemas pengalaman belajar yang dirancangnya. Peran seorang guru dalam Pembelajaran sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian yang relevan akan membentuk skema (konsep), sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu (Williams, 1976:116). Berdasarkan pemahaman bahwa guru sebagai profesi, maka profesi guru perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara terus menerus dan proporsional menurut jabatan 940
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
fungsional guru. Selain itu, agar fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan fungsional guru dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan penilaian kinerja guru yang menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan. Pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengankebutuhan, secara bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitas guru. Dengan demikian, guru dapat memelihara,meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan keterampilannyauntuk melaksanakan proses pembelajaran secara profesional. Pembelajaran yang berkualitas diharapkan mampu meningkatkanpengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. Unsur kegiatan PKB terdiri dari tiga macam kegiatan, yaitu: pengembangan diri, publikasi ilmiah dan karya inovatif. Yang termasuk kegiatan pengembangan diri adalah mengikuti diklat fungsional dan melaksanakan kegiatan kolektif guru. Kelompok atau musyawarah kerja guru untuk penyusunan perangkat kurikulum, seminar, dan Kelompok Kerja Guru (KKG) adalah contoh kegiatan kolektif guru. Publikasi Ilmiah, kegiatanini seperti presentasi pada forum ilmiah, publikasi ilmiah berupa hasil penelitian, dan publikasi buku teks pelajaran. Sedangkan kegiatan PKB juga melalui karya inovatif, contohnya: Menemukan teknologi tepat guna, menciptakan karya seni, membuat alat peragadan lain-lain. Pengembangan keprofesian berkelanjutan mencakup kegiatanperencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesainuntuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, danketerampilan sebagaimana digambarkan pada diagram berikut ini(diadopsi dari Center for Continuous Professional Development(CPD). University of Cincinnati Academic Health Center.(http://webcentral.uc.edu/-cpd_online2). Melalui siklus evaluasi, refleksi pengalaman belajar, perencanaan dan implementasikegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, maka diharapkan guru akan mampu mempercepat pengembangan kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian untuk kemajuan karirnya. Pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) telah dibahas oleh banyak ahli dengan istilah berbeda-beda. Craft, Day &Sachs ,dan Neil & Morgan dalam Sunbanji (2014) menggunakan istilahPKB dengan Continuous Professional Development (CPD). Sedangkan ahli lain, Coe dalam Subanji (2014) menggunakan istilah Continuous Teacher Professional Development (CPTD). CPD merupakan konsep yang luas dan mencakup berbagai bidang pengembangan berkelanjutan, sedangkan CPTD lebih difokuskan kepada guru. Salah satu bentuk kegiatan CTPD adalah Teachers Quality Improvement Program (TEQIP). TEQIP merupakan program peningkatankeprofesionalan guru secaraberkelanjutan yang diarahkan untuk mengubah perilaku guru dari penyampai atau pemberi pengetahuan menjadi pembangkit belajar bagi siswa. Keprofesionalan guru dalam konteks TEQIP dikembangkan secara bertahap (pemahaman, pendalaman, dan pemantapan), berkelanjutan pada: (a) konten bidang studi, (b) konten pedagogis : pembelajaran kreatif, inovatif, bermakna, dan (c) pemilihan bahan dan pembuatan media pembelajaran. Koneksitas materi pelatihan TEQIP sebagai upaya CPTD secara paralel dari awal pelatihan guru dan secara bertahap dan berkelanjutan untuk ditulis menjadi karya ilmiah. Bentuk karya ilmiah dalam proses program TEQIP adalah makalah yang siap diseminarkan dan siap dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Koneksitas pembentukan keprofesionalan guru dalam TEQIP dapat dilihat dalam Gambar 2. Berdasarkan gambar tersebut dalam pengembangan keprofesional berkelanjutan melalui TEQIP, para guru calon trainer dan guru peserta diseminasi akan mendapatkan materi bidang studi, pembelajaran kreatif dan iovatif, serta pembekalan PTK dan penulisan karya lmiah. Konten tersebut diantaranya: kebijakan pendidikan, pembelajaran bermakna, lesson study, kewirausahaan, kurikulum, pendalaman materi, model-model pembelajaran, penilaian, teori dan pembuatan media pembelajaran, PTK dan karya ilmiah, peer teaching dan real teaching, dan teknologi informasi dan komunikasi. Manajemen pengelolaan pengembangan keprofesionalan tersebut dilakukan secara bertahap, sesuai kebutuhan, dan berkelanjutan sesuai dengan Permenegpan dan RB Nomor 16/2009.
941
ISBN :978-602-17187-2-8
Bahan & Media
Konten Pedagogi & Pembelajaran Bermakna
Konten Bidang Studi
PTK & Karya Ilmiah Permenegpan & RB Nomor 16/2009
Makalah dan Publikasi Ilmiah
Gambar 2. Koneksitas Pengembangan Keprofesionalan Guru dalam TEQIP
Menurut Isnandar (2014), manajemen pengelolaan pengembangan keprofesionalan TEQIP dilaksanakan melalui dua belas langkah model pengelolaan TEQIP sebagai berikut, lihat Gambar 3. TOT 1
O1
TOT 2
TOT 3
O2 DiseminasiPelatihan Guru 1
Seminar Nasional
O5
PelMandiridi KKG/MGMP
O4 O3
DiseminasiPelatihanGuru 2
Gambar 3. Manajemen 12 Langkah Model Pengelolaan TEQIP
Manajemen 12 Langkah Model Pengelolaan TEQIP pada Gambar 2 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) TOT1 adalah pemahaman, (2) O1 atau on going pertama, adalah praktik pembelajaran bermakna dan lesson study di daerah asal trainer dan pengumpulan data untuk bahan membuat karya ilmiah, (3) TOT 2 adalah pendalaman yang berbasis masalah di lapangan, (4) O2 atau on going kedua, adalah praktik pembelajaran bermakna dan lesson study di daerah asal trainer dan pengumpulan data untuk bahan membuat karya ilmiah lanjutan, (5) diseminasi pelatihan guru 1, seorang calon trainer mendiseminasikan kepada sembilan guru di daerah asal trainer, (6) O3 atau on going ketiga, adalah praktik pembelajaran bermakna dan lesson study oleh guru diseminasi yang dipandu oleh trainer dan ekspert, serta pengumpulan data untuk bahan membuat karya ilmiah lanjutan, (7) diseminasi pelatihan guru guru 2, pemantapan trainer dalam mendiseminasikan kepada sembilan guru di daerah asal trainer, (8) O4 atau on going keempat, adalah pemantapan praktik pembelajaran bermakna dan lesson study oleh guru diseminasi yang dipandu oleh trainer dan ekspert, serta pengumpulan data untuk bahan membuat karya ilmiah lanjutan, (9) TOT 3 adalah pemantapan penguasaan konten bidang studi, pedagogi, pembuatan media dan penyeleseian penulian ilmiah dalam bentuk makalah dan publikasi ilmiah, (10) seminar nasional sebagai penyaji makalah, (11) O5 atau on going kelima, adalah pemantapan prkatik pembelajaran bermakna dan lesson study para trainer, dan (12) para trainer melaksanakan pelatihan mandiri aau melakukan pengimbasan di Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGGMP). Pelaksanaan langkah ke-12 atau pengimbasan sebagai wujud pengembangan keprofesionaan berkelanjutan, para trainer wajib melakukan pengimbasan di KKG/MGMP. Pengimbasan berkelanjutan kepada guru yang ada di sekolah, di luar sekolah dalam satu kecamatan, dan pengimbasan kepada guru di luar kecamatan, para trainer alumni TEQIP berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan di Kota/Kabupaten untuk melakukan perencanaan bersama dalam rangka pengimbasan secara bertahap dan berkelanjutan baik melalui kegiatan KKG/MGMP atau melakukan modifikasi 12 langkah model manajemen pelaksanaan TEQIP
942
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
menjadi 5 langkah yang meliputi: (1) TOT 1, (2) O1 atau on going ke-1, (3) TOT 2, (4) O2 atau on going 2, (5) TOT 3 dan finalisasi penulisan ilmiah. Hal tersebut sejalan dengan salah satu program IMPeQ (Impovement Program of Educational Quality) yang dikembangkan oleh Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI). STRATEGI KEBERLANJUTAN TEQIP Dalam kurun waktu lima tahun perjalanan TEQIP kerjasama PT Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang telah meningkatkan kualitas guru SD dan SMP menjangkau di 21 provinsi (21 provinsi SD dan 6 provinsi SMP) dan menjangkau di 44 Kabupaten/Kota (44 kabupaten/kota SD dan 10 kabupaten/kota SMP) di seluruh Indonesia. Jumlah trainer SD tahun 2010 di lima provinsi dan 15 kabupaten sebanyak 126 guru dan jumlah peserta diseminasi berjumlah 972 guru. Jumlah trainer SD tahun 2011 di dua provinsi dan empat kabupaten sebanyak 56 guru dan jumlah peserta diseminasi sebanyak 432 guru. Jumlah trainer SD tahun 2012 di tiga provinsi dan enam kabupaten/kota sebanyak 84 guru dan jumlah peserta diseminasi sebanyak 648 guru. Jumlah trainer SD tahun 2013 di enam provinsi dan 12 kabupaten/kota sebanyak 84 guru dan jumlah peserta diseminasi sebanyak 648 guru. Jumlah trainer SMP tahun 2013 di enam provinsi dan 10 kabupaten/kota sebanyak 90 guru dan jumlah peserta diseminasi sebanyak 742 guru. Jumlah trainer SD tahun 2015 di lima provinsi dan enam kabupaten/kota sebanyak 42 guru dan jumlah peserta diseminasi sebanyak 324 guru. Total jumlah guru sebagai trainer SD dan SMP selama lima tahun sebanyak 482 guru. Total jumlah guru peserta diseminasi SD dan SMP selama lima ahun sebanyak 3.744 guru. Dengan demikian total jumlah trainer dan guru diseminasi selama lma ahun yang dibiayai oleh PT Pertamina (Persero) sebanyak 4. 226 guru yang tersebar di 21 provinsi untuk TEQIP SD dan 6 provinsi untuk TEQIP SMP dan tersebar di 44 kabupaten/kota untuk TEQIP SD dan 10 kabupaten/kota untuk TEQIP SMP. Pengimbasan yang telah dilakukan oleh para trainer telah mencapai lebih dari 40.000 guru. Penyebaran program TEQIP di berbagai wilayah provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia dari Sabang-sampai Merauke yang menangkau daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dapat dilihat dalam Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4. Penyebaran Wilayah TEQIP SD 2010- 2015
943
ISBN :978-602-17187-2-8
Gambar 5. Penyebaran Wilayah TEQIP SMP 2013
Komitmen Trainer Keberlanjutan TEQIP di daerah sangat ditentukan oleh peran para trainer sebagai ujung tombak penggiat peningkatan kalitas guru secara bertahap dan berkelanjutan. Peran trainer sangat vital untuk mengimbaskan kualitas guru profesional secara berkelanjutan di daerah masing-masing di gugus kelompok kerja guru/musyawarah guru mata pelajaran (KKG/MGMP) sampai semua guru di daerah terimbas progam TEQIP. Dalam menjalankan amanah untuk melakukan pengimbasan, para trainer di daerah setelah selesei pelaksanaan TOT perlu segera melapor kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah dan atau kepada Kepala Dinas Pendidikan. Selanjutnya para trainer secara rutin berkoordinasi dengan sesama alumni trainer dibawah koordinasi seorang pengawas yang juga trainer untuk membuat perencanaan program dilaporkan kepada dinas pendidikan untuk tindak lanjut pengimbasan TEQIP di daerah. Komitmen Kepala Dinas Pendidikan Pada saat sosialisasi program TEQIP kepada Kepala Dinas Pendidikan atau kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga di daerah sasaran, selalu ditekankan kesediaan komitmen Kepala Dinas Pendidikan untuk mengijinkan para trainer dan guru diseminasi untuk mengikuti program TEQIP. Komitmen yang lebih penting dan strategis adalah, komitmen untuk memberdayakan para trainer untuk melakukan pengimbasan kepada guru SD atau SMP untuk mengikuti program TEQIP sebagai pengembangan keprofesionalan berkelanjutan secara bertahap sesuai kebutuhan dan sampai tuntas. Komitmen Kepala Dinas Pendidikan tentang persetujuan program TEQIP dan keberlanjutannya pasca TOT para trainer atau pada tahun berikutnya tertuang dalam Kesepakatan dengan Rektor Universitas Negeri Malang. Dengan demikian diperlukan komunikasi yang baik antara para trainer dan Kepala Dinas Pendidikan untuk menyusun rencana dan implementasi pengimbasan TEQIP di berbagai daerah. Komitmen Perguruan Tinggi Mitra Pelaksanaan TEQIP di berbagai daerah sasaran, sejak TEQIP tahun 2013 telah melibatkan beberapa perguruan tinggi dalam skema kerjasama pelaksanaan TEQIP. Tujuan kerjasama dengan perguruan tinggi mitra diharapkan dapat: (1) mensosialisasikanbest practice TEQIP dan memperluas akses dan mutu peningkatan kualitas pendidikan di daerah, (2) meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendampingan pelaksanaan keberlanjutan TEQIP di daerah sasaran untuk pengimbasan oleh trainer bekerjasama dengan dinas pendidikan, (3) memperluas sasaran wilayah/daerah TEQIP yang belum dikerjakan Pertamina dengan Universitas Negeri Malang, (4) dalam memperluas 944
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
wilayah/daerah baru, perguruan tinggi mitra berkolaborasi dengan Universitas Negeri Malang (dalam hal ini UM sebagai komplementer dalam hal sharing ekspert dan bahan ajar). Jika kemitraan dengan perguruan tinnggi mitra dapat berjalan sesuai dengan rencana maka akan terjadi peningkatan akses dan mutu pendidikan yang lebih las di seluruh Indonesia. Pada tahun 2013 telah terjadi kemiraan dengan enam perguruan tinggi mitra (Unsyiah aceh, UNIMED medan, UNIMA Manado, UNCEN Papua Barat, UNDANA NTT, Univ. Muhamammadiyah Sorong). Pada tahun 2015 telah terjadi kemitraan denan empat perguruan tinggi mitra (UHO Sulawesi Tenggara, UNPATTI Maluku, UNP Sumatera Barat, dan UNPAR Kalimantan Tengah). Kerjasama dengan Asosiasi Profesi Pendidik Kehadiran asosiasi profesi sangat strategis dalam penyelenggaran dan peningkatan kualias layanan pendidikan. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 pasal 54 ayat 1. Keberadaan asosiasi profesi pendidik juga sejalan dengan Peraturan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenegpan & RB) Nomor 16 tahun 2009. Dalam kerangka pengembangan keprofeionalan berkelanjutan (PKB), guru agar menjadi anggota asosiasi profesi dalam rangka untuk pengembanan diri. Dalam peraturan tersebut mengatur karir dan jabatan guru dari Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama (dari golongan IIIa- IVe) guru wajib mengumpulkan angka kredit sebagai wujud PKG guru. Angka kredit tersebut hanya dapat dilakukan melalui pengembangan diri dalam wadah asosiasi profesi (penataran, pelatihan, workshop) atau kegiatan kolektif guru lainnya.Dengan demikian kerjasama dengan asosiasi profesi akan menjamin eksistensi pengembangan keprofesionalan berkelanjutan. Asosiasi profesi memiliki fungsi yang strategis dalam mengawal keprofesian para anggota asosiasi. Menurut Linna (2013) asosiasi keprofesian memiliki fungsi dan peranan untuk melindungi kepentingan para anggotanya, kemandirian dan kewibawaan. Kelembagaannya secara keseluruhan (dengan membina dan meningkatkan kode etik) juga berupaya meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat, dan kesejahteraan para anggotanya. Lebih lanjut Linna (2013) mengatakan bahwa fungsi asosiasi profesi kependidikan adalah (a) sarana komunikasi, silaturahmi, sekaligus sebagai pusat informasi tentang pembelajaran dan pendidikan, (b) wadah pembinaan dan pengembangan sikap profesional dan perlindungan atas haknya, (c) mitrapemerintahdanperguruantinggidalampeningkatankualitaspembelajaranpendidikan, dan (d) sebagai sarana untuk melakukan perubahan-perubahan dan inovasi pendidikan di sekolahsekolah kearah yang lebih baik. Sedangkan menurut Udin (2009), menyebutkan secara umum fungsi dan peranan organisasi asosiasi keprofesian, selain melindungi kepentingan para anggota dan kemandirian dan kewibawaan kelembagaannya secara keseluruhan (dengan membina dan menegakkan kode etik), juga berupaya meningkatkandan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan para anggotanya. PENUTUP Keberlanjutan TEQIP sebagai wadah pengembangan keprofesionalan berkelanjutan bagi para guru dan sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adalah komitmen para trainer, dinas pendidikan, kerjasama dengan perguruan tinggi mitra, dan kerjasama asosiasi profesi pendidik. Jika semua komponen tersebut dapat berkolaborasi dengan baik maka akan terjadi percepatan peningkatan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia yang dapat menjangkau di berbagai daerah yang sulit dijangkau. DAFTAR RUJUKAN APPPI. 2015. Improvement Program of Educational Quality (ImPEQ). Program Peningkatan Kualitas pendidikan di Indonesia. Malang: Tidak Dierbitkan. Isnandar.2014. Peranan TEQIP dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan di Indonesia. Prociding Semnas TEQIP
945
ISBN :978-602-17187-2-8
Mangindaan, E.E. 2009. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabaan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: Menpan & RB. Presiden
RI. 2003.Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 20 tentangSistemPendidikanNasional. Jakarta: Lembaran Negara RI.
Tahun
2003
Subanji. 2014. TEQIP sebagai Wahana Mewujudkan Pembelajaran Bermakna dan Membangun Karakter Bangsa. Prociding seminar nasional TEQIP. Subanji&Isnandar, 2012.PeningkatanKualitasPendidikan Indonesia melalui Teachers Quality Improvement Program (TEQIP). Malang. UM Press. SyaefudinSa‘ud,Udin. 2009. InovasiPendidikan. Bandung: CV Alvabeta Ulin-linna.blogspot.co.id (online) (http://ulin-linna.blogspot.co.id/2013/03/eksistensi-misifungsi-dan-peranan.html, diakses 28 oktober 2015).
ASESMEN OTENTIK PADA PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR: MODEL PENILAIAN MENURUT KURIKULUM 2013 DALAMPENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI SMK Eddy Sutadji Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang
Abstrak: Asesmendan pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pencapaian suatu tujuan pembelajaran.Asesmen dalam pembelajaran memainkan peran utama dan penting dalam penentuan ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah dirancang. Asesmen berperan penting dalam pemberian balikan yang akurat berdasarkan semua informasi yang telah digali berkaitan dengan siswa untuk menunjang pembelajaran dan pengajaran yang efektif. Asesmen otentik muncul dari pembelajaran otentik, khususnya jika dikaitkan dengan dilema bahwa terdapat jarak antara pembelajaran di dalam kelas dengan kompleksitas di dunia nyata sehingga memunculkan sebuah pendapat tentang pembelajaran otentik yang seharusnya fokus terhadap pengaitan pembelajaran dengan dunia nyata di dalam kelas. Pengalaman yang bersifat otentik tersebut memungkinkan siswa dalam mengaitkan konsep dan teori dari pendidikan formalnya dan mengaplikasikannya ke tindakan di konteks dunia nyata, khususnya penyelenggaraan pendidikan kejuruan yang lebih banyak menampilkan unjuk kerja siswa dalam kegiatan praktikum di laboratorium dan bengkel kerja. Kata kunci: asemen otentik, penilaian proses dan hasil belajar, sekolah menengah kejuruan
Pemilihan asesmen yang tepat dalam pembelajaran dapat menentukan derajat keefektifan sebuah proses pembelajaran. Hal ini disebabkan terdapat hubungan yang erat antara tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran,dan asesmen dalam sebuah pembelajaran sehingga dapat dikatakan keduanya bertautan satu sama lain (Sutadji, 2011). Cunningham (1998:5) menjelaskan bahwa standards for teacher competence in educational assessment of studentbased are on two assumptions: student assessment is (1) an integral part of a teacher’s role, and (2) good teaching and good testing go together. Proses asesmen yang dilakukan dalam penentuan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada hasil akhir pembelajaran, akan tetapi juga dilakukan pada saat sebelum dan selama pembelajaran. Sebagaimana diungkapkan oleh McMillan (2007:5), pembuatan keputusan yang dilakukan gurudapat dilakukan berdasarkan waktu atau kapan keputusan
946
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
tersebut dibuat, baik sebelum, selama, dan akhir.Hal ini mengindikasikan bahwa asesmen berperan dalam tiap langkah yang dilakukan oleh guru. Akhir-akhir ini teori belajar dan orientasi pembelajaran telah mengalami perubahan yang mendasar, mulai dari behavioristik ke konstruktivistik.Pandanganpenganut faham konstruktivistik mempengaruhi semua komponen dalam pembelajaran termasuk pula asesmen. Secara historis, asesmen yang dilakukan lebih menekankan pada asesmen pengetahuan dan keterampilan dasar yang terpisah dari tugas-tugas nyata.Scholtz (2007: 43) menyatakan adanya kritik tentang pandangan behavioristik dalam melakukan asesmen yang hanya menggunakan tes memiliki jarak antara pengetahuan yang diperoleh dengan kemampuan untuk mengaplikasikannya di dunia nyata dalam pembelajaran. Berdasarkan kritik tentang pelaksanaan pencil and paper test, muncul pandangan menyatakan bahwa tugas-tugas yang diberikan seharusnya lebih bersifat nyata (Gronlund&Wough, 2009:2). Berdasarkan perbedaan paradigma tersebut, para konstruktivis menyatakan bahwa pembelajaran merupakan konstruksi pengetahuan dengan mengikutsertakan konteks dunia nyata dan terintegrasi dalam pembelajaran. Praktik pembelajaran yang baik dicirikan dengan siswa dan guru yang melakukan berbagi pengetahuan (sharing knowledge). Asesmen tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar.Selain itu, seperti yang dinyatakan oleh Sulistyo (2015) asesmen memiliki fungsi yang penting dalam kegiatan pembelajaran sebagai feedback provider sebagai berikut ini penjelasannya:Secara makro asesmen berfungsi memberikan informasi yang utuh tentang tingkat pencapaian suatu program pembelajaran dan komponen-komponen yang terlibat di dalamnya. Asesmen membantu gurumemahami keterkaitan antara intake, input, process, output, dan outcome dalam sistem pembelajaran. Secara mikro, apabila dirancang dengan seksama, asesmen dapat berfungsi untuk memberikan balikan tentang hasil belajar siswa dan proses pembelajaran guru. IDENTIFIKASI DAN PERMASALAHAN PENERAPAN ASESMEN OTENTIK Berdasaran temuan penelitian di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) (Sutadji dan Wedi, 2015) bahwa kemampuan guru SMK dalam melaksanakan asesmen otentik, terkhusus penilaian proses dan hasil belajar masih rendah.Hasil penelitian Wikko (2014) menunjukkan bahwa kemampuan guru SMK dalam menyusun butir soal tes dan nontes masih rendah, didukung temuan Sudiyanto (2015) dalam penelitiannya bahwa fungsi pengawasan kepala sekolah dan supervisi untuk mengontrol keterlaksanaan Kurikulum 2013 khususnya penilaian autentik pada KBM di SMK belum optimal. Secara spesifik, permasalahan penerapan penilaian dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Guru masih memfokuskan penilaian dalam kegiatan pembelajaran hanya pada penilaian aspek kognitif saja; 2. Belum tersedianya dokumen dalam penilaian portofolio maupun proyek; 3. Penilaian praktikum masih sebatas pada dokumen penilaian kinerja unjuk kerja; 4. Guru masih mengalami kesulitan dalam memahami konsep penilaian; 5. Guru masih membutuhkan pemahaman konsep, prinsip, dan prosedur tentang penilaian pembelajaran, khususnya asesmen otentik. ASESMEN OTENTIKDALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Sasaran ukur asesmen otentik tentunya tidak hanya diarahkan pada ranah kognitif semata. Mengacu pada pembelajaran Abad ke-21, asesmen otentik mencakup berbagai ranah. Asesmen otentikmenuntut siswa untuk menampilkan (mendemonstrasikan) dari apa yang dipahamiyang mendalam dari berpikir, motivasi, dan tindakan dari berbagai budaya dengan baik dengan merespon komunitas di luar lingkungan nyamannya. Menilai keterampilan belajar akan menjawab kebutuhan siswa untuk berpikir kritis, menganalisa informasi, mendalami ide, mengkomunikasikan ide, berkolaborasi, dan menyelesaikan masalah berdasarkan sebuah peristiwa atau permasalahan yang seemua konsep tersebut tersaji dalam penggunaan asesmen otentik (Dimartino,Castaneda, Brownstein, & Miles, 2007:1). Penggunaan asesmen otentik akan mendasari pemahaman dan pengaplikasian teori dan konten di dalam situasi nyata yang dihadapi oleh siswa. Mueller (2005:1) menyatakan bahwa asesmen otentik merupakan bentuk asesmen yang menugaskan siswa untuk menunjukkan tugas-tugas yang bersifat nyata dengan mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang bermakna, sedangkan Rule (2006:2) 947
ISBN :978-602-17187-2-8
menjabarkan empat tema yang mendukung pembelajaran berbasis asesmen otentik. Tema tersebut diidentifikasikan yaitu: (a) aktivitas melibatkan masalah dunia nyata (real-world problem) dan dapat diaplikasikan ke dalam konteks kelas, (b) keterampilan berpikir metakognisi dan open ended inquiry, (c) siswa menggunakan pembelajaran saintifik dan sosial dalam komunitasnya, dan (d) siswa dapat memilih secara langsung pembelajaran mereka yang sesuai dengan tugas proyek yang digunakan. Berdasarkan pendapat berbagai ahli di atas dapat disimpulkan bahwa asesmen otentik berkaitan dengan pemberian tugas yang relevan dengan dunia nyata dengan berbagai ciri yang bersifat otentik. Karakteristik Asesmen Otentik Asesmen otentik berbeda dengan pengujian konvensional.Kohonen (1999:285) membandingkan karakteristik asesmen otentik dengan pengujian konvensional sebagaimana yang tampak pada Tabel1 berikut. Tabel 1. Perbandingan antara Pengujian Konvensional dan Asesmen Otentik
No.
Pengujian Konvensional
1
Pengujian dan pengajaran merupakan dua Asesmen merupakan bagian yang tidak kegiatan yang terpisah terpisahkan dari pembelajaran Semua siswa diperlakukan sama Tiap siswa diperlakukan sebagai individu yang unik Keputusan didasarkan atas seperangkat Berbagai sumber data dan informasi skor tes saja digunakan sebagai pengambilan keputusan Penekanan pada kelemahan siswa: apa Penekanan pada kelebihan siswa: apa yang yang tidak dapat dilakukan siswa dapat dilakukan siswa Satu kesempatan ujian Asesmen berkelanjutan Bias budaya dan status sosio-ekonomi Lebih adil dari sisi budaya Fokus pada satu jawaban benar Berbagai kemungkinan dari berbagai perspektif Keputusan tanpa saran perbaikan Informasi yang berguna dan membimbing proses pembelajaran Mendorong guru mempersempit Peluang guru untuk mengembangkan pengajaran untuk ujian saja kurikulum yang bermakna Fokus pada berfikir tingkat rendah Menekankan berfikir tingkat tinggi dan keluaran tingat tinggi pula Pembatasan siswa untuk berinteraksi Peluang untuk berkolaborasi dengan yang lain/performa tunggal Pembandingan kinerja antar siswa Pembandingan kinerja (lama) dengan standar Motivasi belajar intrinsik untuk Motivasi belajar ekstrinsik untuk belajar itu mendapatkan skor sendiri
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Asesmen Otentik
Asesmen yang bersifat otentik tentunya memiliki karakteristik tersendiri sehingga dapat dibedakan dengan asesmenyang tidak otentik. Mueller (2005:2) menyatakan bahwa terdapat tiga hal yang menjadi karakterisitik dari asesmen otentik yaitu: (a) asesmen otentik merupakan pengukuran langsung, (b) asesmen otentik memotret konstruksi alami dari pembelajaran, dan (c) asesmen otentikmenyediakan banyak jalur untuk mendemonstrasikan pembelajaran. Istilah otentik dalam kaitannya dengan pengukuran langsung yaitu dengan melakukan asesmen otentik, seorang guru dapat mengukur kemampuan dari hal yang dipelajari siswa dengan cara langsung dan bermakna. Jika menggunakan tes, pengetahuan memang dapat diukur, namun tes dalam konteks pengujian konvensional tidak dapat mengukur keteraplikasian pengetahuan secara langsung. Oleh sebab itu, dengan penggunaan asesmen otentik, siswa dapat diminta untuk mendemonstrasikan secara akurat hal atau pengetahuan yang telah dibangunnya selama pembelajaran. Terlebih lagi, siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam membangun pengetahuannya.Hal ini mengindikasikan bahwa tugas otentik(authentic tasks)
948
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
tidak hanya digunakan sebagai alat atau prosedur dalam asesmen, tapi tugas otentik tersebut juga berperan sebagai bagian dalam pembelajaran. Hal di atas berbeda dengan pengujian secara konvensional yang hanya menyediakan sedikit variasi dalam carasiswauntuk mendemonstrasikan pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh. Penggunaan tes memang memungkinkan pengukuran suatu domain dalam perlakuan yang sama (standardized) untuk meningkatkan konsistensi tes tersebut, akan tetapi hal ini tidak memberikan peluang kepadasiswauntuk menentukan cara dalam mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh. Penggunaan asesmen otentik yang dengan memperhatikan kriteria yang tepat dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk secara bebas mendemonstrasikan hal yang telah dipelajari. Herrington & Herrington (2006:147) menyatakan bahwa asesmen otentik memiliki kriteria antara lain berdasarkan konteks, siswa, dan tugas yang diberikan. Secara konteks, asesmen otentik setidaknya mensyaratkan adanya dua hal, yaitu terdapat keajegan dalam hal melakukan asesmen yang terjadi secara alami dan hubungan atau keterkaitan antara kegiatan dunia luar kelas dan kegiatan pembelajaran di dalam kelas.Merujuk pada kriteria yang berkaitan dengan kegiatan siswa, asesmen otentik setidaknya mensyaratkan antara lain: problem solving skillsdan high order thinking skills. Selanjutnya, empat karakteristik asesmen otentik adalah (a) konsisten dengan praktik di kelas, (b) melibatkan berbagai sumber siswa dan melibatkan banyak metode dalam asesmennya, (c) mendukung pemerolehan pengetahuan siswa, dan (d) mempertimbangkan pengalaman dan budaya lokal sehingga pembelajarannya kontekstual. Asesmen otentikmenyajikan data tentang pemerolehan kemampuan pembelajar dengan cara yang etis. O‘Malley & Pierce (1996:4) menyatakan bahwa contoh asesmen otentik meliputi asesmen kinerja (performance), portofolio, dan asesmen diri (self-assessment). Berbagai jenis asesmen yang tergolong otentik tersebut tentunya haruslah sesuai dengan tujuan dan konteks asesmen. Dalam asesmen otentik setidaknya terdapat berberapa aspek yang wajib ada dalam asesmen: tujuan, alasan pemilihan, dan penggunaan banyak jenis asesmen. Asesmen otentik memang beragam namun yang menjadikannya otentik atau tidak otentik berdasarkan sajian tugasnya yang relevan dengan kondisi nyata yang dialami siswa. Adapun bentuk umum dari pelaksanaan asesmen otentik dapat melalui asesmen proyek, portofolio, kinerja, asesmen diri, dan asesmen sejawat. Dalam asesmen otentik, ada dua hal yang perlu mendapatkan perhatikan, yaitu bentuk asesmen otentik dan piranti pengumpul informasi kinerja otentik (Sulistyo 2015). Paper-pencil Tes
Kinerja Asesmen Otentik
Non Tes
Proyek Portofolio Respons diperluas Pengamatan Interviu Catatan anekdot
Gambar 1. Lingkup Asesmen Otentik Berdasarkan Prosedur (Adaptasi Sulistyo, 2015)
949
ISBN :978-602-17187-2-8
Berdasarkan bentuk respons siswa, lingkup prosedur pada asesmen otentik dapat dirinci sebagaimana ditunjukkan gambar berikut.
Bentuk Respons
Memilih
Menyusun
Pilihan ganda Mencocokkan Benar-salah
Terbatas
Diperluas
Gap-fill Melengkapi Prosedur cloze Jawaban singkat
Proyek/Produk
Esei anekdot Laporan Proyek Poster Portofolio
Kinerja
Penyusunan
Simulasi
Laporan
Main peran Dramatisasi Improvisasi Debat Obrolan
Jurnal Catatan Refleksi Think-alouds
Laporanobservasi Interviu Konferensi Rekaman obrolan online Menceriterakan kembali Mengingat kembali Narasi Penulisan kembali Monolog Dialog Gambar 2. Lingkup Asesmen Otentik Berdasarkan Cara Siswa Merespons (Adaptasi Sulistyo 2015)
Sementara itu, piranti pengumpul informasi kinerja siswa dalam menanggapi tugas (tasks) adalah bagian yang tidak terpisahkan dari asesmen otentik. Begitu bentuk asesmen otentik ditentukan dan dikembangkan, piranti pengumpul informasi (rubrik) juga perlu segera dibuat sesuai dengan kebutuhan.Piranti pengumpul informasi yang dimaksud dapat beragam bentuknya, yaitu rubrik penskoran, ceklis, lembar pengamatan, rating scale. Selain itu, pada konteks lain dengan maksud untuk pengumpulan informasi dapat pula ditambahkan piranti lain
950
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
yang lebih kompleks, seperti kuesioner, opinionaire, semantic differential scale. Pemilihan penggunaan piranti tersebut perlu disesuaikan dengan sasaran kompetensi yang akan dikumpulkan. Dalam pelaksanaan asesmen otentik begitu prosedur diberikan kepada siswa, piranti pengumpul informasi segera difungsikan untuk merekam kinerja siswa. Asesmen Otentik dalam Kurikulum 2013 Asesmen haruslah berhubungan dengan tujuan dari pembelajaran dan sesuai dengan pendekatan yang dilakukan. Hal itu mengarah kepada pendekatan dalam penilaiaan yang dilakukan di Kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan saintifik. Alasan pemilihan dan penggunaan banyak jenis asesmen berfungsi untuk mengakomodir berbagai ranah yang dituju dalam asesmen terkait penguasaan pengetahuan dan keterampilan siswa. Asesmen Otentik sebagaimana dijabarkan dalam standar penilaiaan tentunya memiliki beberapa jenis antara lainasesmen kinerja, portofolio, dan proyek yang mengungkap ruang lingkup asesmen kompetensi keterampilan. Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 tentang Standar Asesmen Pendidikan menyatakan bahwa ―Asesmen otentik merupakan asesmen yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran.‖ Sesuai dengan hal tersebut, setidaknya terdapat kompetensi keterampilan yang menilai kinerja siswa untuk mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu menggunakan berbagai tes yaitua asesmen kinerja, asesmen portofolio, dan asesmen proyek. Tes praktik menuntut asesmen yang mengarah kepada kompetensi tertentu untuk didemonstrasikan. Asesmen proyek lebih mengarah pada kegiatan yang secara tertulis menyajikan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil dari tugas-tugas belajar. Asesmen portofolio merupakan asesmen yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan atau seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang bersifat reflektifintegratif dalam kurun waktu tertentu. Karya dalam portofolio dapat berupa kegiatan nyata siswa yang peduli dengan lingkungannya. Secara keseluruhan sebagaimana tertuang dalam tuntutan Kurikulum 2013, instrumen asesmen harus memenuhi persyaratan tiga hal berikut.Pertama, subtansi asesmen harus merepresentasikan kompetensi yang dinilai.Kedua, konstruksi asesmen harus memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk asesmen yang digunakan.Ketiga, penggunaan bahasa yang baik dan benar serta sesuai dengan perkembagan siswa.Ketiga syarat tersebut haruslah termuat dalam konstruksi instrumen yang dibangun.Pembangunan instrumen tentunya diikuti dengan implementasi atau pelaksanaan asesmen secara berkesinambungan sesuai dengan PermendikbudNomor 104 Tahun 2014 tentang Standar Asesmen Pendidikan menyatakan bahwa ―Asesmen otentik dilakukan oleh guru secara berkelanjutan.‖ Tabel 2.Sistem Penilaian dalam Kurikulum 2013 Jenis Penilaian
Pelaku
Waktu
Penilaian otentik
Guru
Berkelanjutan
Penilaian diri
Siswa
Tiap kali sebelum ulangan harian.
Penilaian projek
Guru
Tiap akhir bab atau tema pelajaran
Ulangan harian (dapat berbentuk penugasan)
Guru
Terintegrasi pembelajaran
Ulangan Semester
Guru (di bawah koord. satuan pendidikan)
Semesteran
Ujian Tingkat Kompetensi
Sekolah (kisi-kisi Pemerintah)
Tiap tingkat kompetensi yang tidak bersamaan dengan UN
Ujian Mutu Tingkat Kompetensi
Pemerintah (dengan metode survei)
Tiap akhir tingkat kompetensi (yang bukan akhir jenjang sekolah)
Ujian Sekolah
Sekolah (sesuai peraturan)
Akhir jenjang sekolah
Tengah
dan
Akhir
951
dari
dengan
dengan
proses
ISBN :978-602-17187-2-8
Ujian Nasional sebagai Ujian Tingkat Kompetensi pada akhir jenjang satuan pendidikan.
Pemerintah (sesuai dengan peraturan)
Akhir jenjang sekolah
A. Asesmen Kinerja 1. PengertianAsesmen Kinerja Wren (2009:2) danOberg (2009:2) menjabarkan bahwa asesmen kinerja (performance assessment) dapat didefinisikan sebagai cara atau metode untuk menilai pengetahuan, konsep dan keterampilan dengan mengharuskan siswa menunjukkan kinerja yang ditugaskan untuk mensimulasikan kondisi nyata dalam pengaplikasian pengetahuan, konsep atau keterampilan tertentu. Asesmen kinerja merupakan pengukuran langsung yang dapat mengakses indikator baik kognitif, afektif atau psikomotorik. Hal ini dimaksudkan bahwa dengan pelaksanaan asesmen kinerja seorang guru mampu mengumpulkan data berkaitan dengan kemampuan kognitif sejalan dengan keterampilan sosial atau sikap saat melakukan eksperimen, pengukuran, kerja sama, atau presentasi. Pelaksanaan asesmen kinerja memungkinkan guru menggali data berkaitan tingkah laku mental saat pengerjaan yang tidak didapatkan dengan tes. Asesmen kinerja mengharuskan kegiatan siswa yang nyata sesuai dengan tugas performansi.Tugas performansi sebagai situasi terstruktur mengharuskan siswa untuk mempresentasikan informasi pengetahuan tertentu berdasarkan stimulus yang terstandar. Standar tersebut dapat diaplikasikan melalui produk atau proses dalam melaksanakan tugas tersebut. Dapat disimpulkan bahwa asesmen kinerja merupakan kumpulan dari tugas-tugas performansi. Tugas yang dimaksudkan dalam asesmen kinerja menyediakan pengukuran yang lebih langsung daripada hanya sekedar melakukan tes pilihan ganda. Asesmen kinerja digunakan untuk menilai cara berpikir yang mendalam. Oleh karena itu, asesmen kinerja lebih bermakna dan mendalam dibandingkan asesmen tradisional karena lebih dapat mengukur keterampilan dengan pasti seperti berpikir kritis. 2. Karakteristik Asesmen Kinerja Karakteristik asesmen kinerja tentunya berbeda dengan bentuk asesmen otentik lainnya. Karakteristik asesmen kinerja menurut O‘Malley & Pierce (1996:4) yaitu: (a) melibatkan respon siswa, (b) pelibatanHigher Order Thinking Skills, (c) bersifat otentik, (d) terintegrasi dan menyeluruh, (e) meliputi proses dan produk, dan (f) memiliki kedalaman dalam hal penyajian datanya. Langkah yang digunakan untuk menjabarkan asesmen kinerja ada tiga tahapan, yaitu menentukan tujuan, memilih aktivitas, dan mengembangkan kriteria. Penentuan tujuan merupakan langkah awal dalam pelibatan domain yang akan dinilai. Tahapan penentuan awal menekankan pada penentuan fokus dari konsep atau prinsip yang dilaksanakan atau bahkan permasalahan yang harus diselesaikan. Tahapan selanjutnya yaitu melalui tahapan penentuan situasi pelaksanaan kinerja. Grondlund& Wough (2009:152) menjabarkan antara lain terdapat beberapa penentuan situasi tes yang dilakukan antara lain seperti uji kinerja yang terstruktur, uji simulasi, dan uji petik kerja. Penentuan situasi pelaksanaan tersebut juga mempertimbangkan berbagai kompleksitas tugas yang diberikan serta berbagai lingkungan kegiatan pembelajaran sehingga menjadi langkah yang juga patut diperhatikan. Tahapan terakhir yaitu penentuan kriteria yang akan digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian kinerja. Dalam rangka peningkatan keefektifan asesmen kinerja, yang perlu diperhatikan ada beberapa hal, antara lain: (a) hubungan antara tugas asesmen dengan hal yang diajarkan, (b) sosialisasi penentuan kriteria asesmen kepada siswa, dan (c) memberikan harapan kepada siswa untuk melakukan asesmen diri berkaitan dengan kinerja yang dilakukan. Asesmen kinerja menjadi asesmen otentikjika lima kondisi berikut ini dapat dipenuhi. Kondisi pertama, yaitu tugas bermakna bagi guru ataupun siswa. Kebermaknaan ini erat kaitannya dengan istilah kontekstual, yaitu siswa melakukan kegiatan yang bermakna sesuai konteksnya. Kriteria kedua yaitu tugas dapat dirancang oleh siswa. Siswa bisa saja merancang tugas tersebut dengan arahan guru agar tetap sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan. Kriteria ketiga yaitu tugas membuat siswamelakukan kegiatan-kegiatan 952
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
menempatkan konteks, menganalisis informasi, dan menarik kesimpulan. Kriteria keempat yaitu tugas menuntut siswa mengkomunikasikan dengan jelas dan yang kelima tugas membuat siswa bekerja sama dalam pemecahan suatu masalah. Ke lima kondisi tersebut di atas yang menjadikan asesmen kinerja sebagai asesmen otentik terwadahi dalam pendekatan saintifik. Asesmen kinerja bisa menjadi lebih otentik jika memenuhi prasayarat atau kriteria otentik berikut: (a) melibatkan siswa dan guru secara bermakna; (b) melibatkan pola pikir tingkat tinggi dalam tugas yang dirancang; (c) menyajikan keruntutan tahapan mengamati, menanya, mengasosiasi, mencoba, dan mengkomunikasikan; (d) pelibatan berbagai kegiatan secara terintegrasi dan menyeluruh; dan (e) memiliki kedalaman di tiap tahapan kinerja yang dilakukan sesuai dengan konteks yang sesungguhnya. B. Asesmen Portofolio 1. PengertianAsesmen Portofolio Secara umum, portofolio (portfolio) merupakan kumpulan dari beberapa dokumen berupa obyek asesmen yang dimaksudkan untuk mendokumentasikan dan menilai perkembangan suatu proses.Namun, tidak semua kumpulan dokumen merupakan portofolio. Portfolio sebagai kumpulan sampel hasil kerja siswamemerlukan proses pengumpulan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Oleh sebab itu, portofolio lebih mementingkan proses. Juga, portofolio harus lebih dari sekadar kumpulan hasil ujian, masukan jurnal, pekerjaan rumah atau produk kinerja lainnya;akan tetapi, proses portofolio tersebut dilaksanakan juga penting. Diperlukan tahapan yang tepat dalam melakukan asesmen portofolio sepanjang proses pembelajaran. Tahapan dalam asesmen portofolio setidaknya memiliki lima tahapan yaitu: (a) pengumpulan hasil belajar, (b) refleksi pembelajaran, (c) asesmen data, (d) proses mempertahankan data, dan (e) penentuan keputusan. Dari pengertian yang dinyatakan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa asesmen portofolio merupakan asesmen yang bertujuan untuk mengukur perkembangan suatu proses tertentu melalui koleksi berbagai dokumen siswa berkaitan proses dan hasil belajar dalam kurun waktu tertentu sebagai bagian dari penguasaan kompetensi tertentu. 2. KarakteristikAsesmen Portofolio Menurut McMillan (2009:269) asesmen portofolio menuntut antara lain adanya pendefinisian tujuan dengan jelas, pengoleksisan hasil siswa secara sistematik, melibatkan refleksi diri dan asesmen diri siswa, terdapat dokumentasi yang jelas dalam mengetahui kemajuan produk spesifik yang dihasilkan siswa, dan kriteria yang jelas dan disosialisasikan kepada siswa. Pada umumnya ada kesalahan konsepsi bahwa portofolio adalah hanya sebatas menuntut siswa untuk mengumpulkan tugas.Begitu tugas diberikan dan siswa mengerjakan, dan kemudian mengumpulkan kinerja tugasnya.Ada sebagian yang beranggapan bahwa rangkaian kegiatan demikian ini dipandang sebagai portofolio. Lucas (2007:24) menyatakan bahwa pengembangan portofolio setidaknya menuntut adanya empat kriteria berikut: pengumpulan (collection), pemilihan (selection), refleksi (reflection), dan penyajian (projection). Pengumpulan merupakan tahap di mana siswa mengumpulkan seluruh hasil kerja siswa selama kurun waktu tertentu.Tahap selanjutnya yaitu siswa diharuskan untuk mampu menyeleksi hasil karya mana yang paling optimal untuk dijadikan isi dari protofolionya. Tahap ketiga yaitu dilakukan refleksi yang mengaharuskan siswa melakukan relfeksi terhadap hasil kerjanya selama kurun waktu tertentu dengan cara menulis esai singkat. Tahap terakhir yaitu penyajian yang merupakan bagian yang memungkinkan siswa untuk membuat penentuan hasil akhir (judgement) setelah ia mengevaluasi hasil karyanya dengan cara kolaborasi atau diskusi. Beberapa karakteristik portofolio antara lainadalah mencerminkan hasil belajar yang diidentitaskan, memusatkan perhatian pada pengalaman belajar, berisi sampel pekerjaan dalam kurun waktu tertentu, berisi berbagai pekerjaan dan dinilai teman, guru, bahkan orangtua. Dalam asesmen portofolio peran orang tua adalah untuk mengetahui perkembangan anaknya.Terkait dengan peran orang tua, Moore (2014:260) mengungkapkan bahwa cara yang dilakukan yaitu siswa diminta untuk membagi portofolio mereka kepada orang tua, kemudian orang tua akan menulis respon yang berkaitan dengan konten atau isi dari portofolio anaknya. Portofolio setidaknya memenuhi beberapa kriteria yang dinilai dalam kurun waktu tertentu. Kurun waktu tersebut mencerminkan sebuah periode dalam rentang tugas yang diberikan. Kriteria tersebut antara lain: (a) menyediakan asesmen yang lebih realistik, (b) 953
ISBN :978-602-17187-2-8
mengajak siswa untuk menilai perkembangan diri dalam kaitannya dengan melakukan refleksi diri, (c) memungkinkan asesmen dengan berbagai metode, (d) memungkinkan siswa mengekspos hasil karyanya, (e) dan memperbolehkan siswa dengan cara yang senyaman mungkin untuk menilai pembelajaran mereka sendiri. Hal yang dapat diindikasikan dari asesmen portofolio yaitu bahwa sangat dimungkinkan siswa melakukan refleksi, evaluasi, dan merangcang tujuan pembelajaran di masa depan dengan memilih sampel tertentu untuk dimasukkan dalam portofolio. Kunandar (2014:298) menyatakan beberapa keuntungan bagi siwa dalam penggunaan portofolio, yaitu menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar, menumbuhkan kebanggaan, rasa memiliki, dan menumbuhkan kepercayaan diri. Hal tersebut juga terjadi karena siswa dapat mengetahui lebih mendalam tentang penguasaan dirinya terhadap suatu kompetensi sehingga portofolio lebih menekankan pada asesmen yang berbasis asesmen otentik. Hal yang terpenting dalam asesmen portofolio adalah portofolio berisi berbagai hasil karya dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, asesmen portofolio setidaknya memungkinkan siswa menjaga data yang diperoleh selama proses berlangsung, memberikan keleluasaan bagai siswa untuk mengerjakan tugas bersifatotentik dan melakukan asesmen terhadap dirinya dengan melakukan kegiatan presentasi protofolio dirinya untuk mengetahui arah refleksi dan evaluasi dari proses pembelajaran siswa tersebut. C. Asesmen Proyek 1. PengertianAsesmen Proyek Asesmen proyek dikaitkan dengan asesmen yang dilakukan untuk menyelesaikan sebuah tugas dalam kurun waktu tertentu. Hal tersebut didukung oleh pendapat Harsiati (2013:26) bahwa ―asesmen proyek merupakan asesmen terhadap tugas tertentu dalam waktu yang ditentukan.‖ Tugas tersebut antara lain berupa investigasi sejak perencanaan, pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data. Pengertian asesmen proyek ini sejalan dengan pendapat Dikli (2003:15)yang menyatakan bahwa proyek dapat dilaksanakan baik secara individu atau kelompok yang dapat dikaitkan dengan hal bersifat otentik sebagai hubungan antara konsep dengan pengalaman yang diperoleh dalam pembelajaran.Asesmen proyekmerupakan ―asesmen pada kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan dalam perencanaan, mengorganisasi penyelidikan, bekerjasama, mengidentifikasi, mengumpulkan informasi dan mengkomunikasikan.‖ Asesmen proyek memungkinkan tiap siswa untuk mampu melaksanakan proses ilmiah dalam penyelesaian tugas tertentu. Hal tersebut tidak lain dikarenakan dalam langkah kegiatan proyek siswa dituntut untuk mampu mengumpulkan data, mengolah, merancang, menghasilkan karya, dan mengomunikasikan hasilnya kepada siswa lainnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa asesmen proyek merupakan sebuah asesmen yang dilakukan untuk menyelesaikan sebuah tugas dalam kurun waktu tertentu berkaitan dengan pengaplikasian tahap tertentu. Tahap tersebut yaitu berupa kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan dalam perencanaan, mengorganisasi penyelidikan, bekerjasama, mengidentifikasi, mengumpulkan informasi dan mengkomunikasikan. 2. KarakteristikAsesmen Proyek Asesmen proyek dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan yang diperoleh dengan kemampuan pengaplikasian teori tersebut dalam masalah yang bersifat otentik dan kontekstual. Pertimbangan dari asesmen proyek antara lain kemampuan dalam hal pengelolaan, relevansi, dan keaslian hasil kerja siswa. Kemampuan pengelolaan diartikan sebagai kemampuan dalam memilih topik dan mengelola informasi yang sesuai dalam pengumpulan data dan penulisan laporan. Relevansi erat kaitannya dengan pertimbangan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dalam pemahaman dalam pembelajaran. Adapun keaslian melibatkan pertimbangan dari hasil karya siswa sendiri yang didukung oleh konstribusi guru. Haryati (2008:52) menyatakan bahwa dalam melakukan asesmen proyek seorang penilai perlu memperhatikan tahap perencanaan sampai tahap akhir, yaitu laporan. Tahapan tersebut tentunya perlu diberikan kriteria tersendiri agar terpenuhi kriteria asesmen otentik. Adapun instrumen yang dikembangkan bisa berupa instrumen bentuk ceklis, skala bertingkat (rating scale), atau rubrik.
954
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Asesmen proyek perlu memperhatikan keaslian, kerelevansian, dan kemampuan pengelolaan. Kemampuan tersebut perlu disajikan dalam tahapan yang runtut mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil kerja yang dilakukan. D. Pengembangan Asesmen Otentikdan Tatakelolanyadalam Pembelajarandi SMK Asesmen otentik dapat dipandang sebagai teori atau rancangan. Sebagai teori, asesmen otentik membahas berbagai prosedur bakuyang dapat dikembangkan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu. Di dalamnya dibahas antara lain prinsip-prinsip pada masingmasing prosedur baku tersebut. Sebagai rancangan, asesmen otentik merupakan bagian pengajaran yang tidak terpisahkan.Ini artinya asesmen otentik melebur dengan kegiatan pembelajaran.Perancangan otentik asesmen dengan demikian menyatu dengan perancanagn kegiatan pembelajaran. Asesmen otentik sebagai rancangan perlu mengacu pada standar yang akan dicapai dalam proses pengembangannya. Mengingat asesmen otentik memiliki beberapa bentuk dan dapat dikembangkan dengan menggunakan berbagai cara dan teknik pengumpulan datanya, ini artinya ada berbagai bentuk pilihan asesmen otentik untuk mencapai standar pembelajaran yang ditetapkan. Tabel 3. Contoh Tujuan Pembelajaran, Jenis Penilaian, dan Cara Pengukuran
No. 1.
Tujuan Pembelajaran Remembering (C1) (Mengingat kembali) Siswa mampu untuk: • Mengingat • Mengenali
2.
Understanding (C2) (Memahami) Siswa mampu untuk: • Menafsirkan • Memberi contoh • Menggolongkan • Meringkas • Membuat simpulan • Membandingkan • Menjelaskan Applying (C3) (Menerapkan) Siswa mampu untuk: • Menjalankan • Menggunakan • Mengimplementasikan
3.
4.
Analyzing (C4) (Menganalisis) Siswa mampu untuk: • Membedakan • Mengorganisasikan • Membuat atribut
5.
Evaluating (C5) (Mengevaluasi) Siswa mampu untuk: • Melakukan pengecekan • Mengkritik • Memutuskan
Jenis Penilaian Tes obyektif yang dapat digunakan: • Mengisi/melengkapi kolom yang kosong • Item pilihan ganda • Memberikan label pada diagram Makalah, ujian akhir, oral/ tertulis, soal-soal, diskusi kelas: • Membuat ikhtisar • Membuat film, membandingkan dua atau lebih teori • Membuat kategori • Mengidentifikasi
Cara Pengukuran • Akurasi, jumlah yang benar dan jumlah yang salah • Analisis butir
Kegiatan yang memerlukan kecakapan siswa dalam menggunakan dan menetapkan prosedur dalam kinerja, laporan laboratorium, membuat prototipe, dan simulasi Kegiatan yang memerlukan kemampuan siswa membuat diskriminasi, memilih faktafakta yang relevan dari yang tidak relevan, menentukan unsur-unsur, memberikan nilai, membuat kritik, debat, proyek Kegiatan yang memerlukan kecakapan siswa dalam menguji, memantau, membuat pertimbangan, atau kritik thd bacaan, kinerja, produk dilandasi kriteria tertentu
• Keakuratan skor • Daftar cek • Rubrik
955
• Membuat skor, rubrik kinerja siswa, yang dapat mengidentifikasi, dapat membuat perbedaan antara berbagai level kecakapan yang berbeda
• Rubrik, skor disusun oleh guru, juri, supervisor, dll
• Rubrik, skor disusun oleh guru, juri, supervisor, dll
ISBN :978-602-17187-2-8
6.
Creating (C6) (Menciptakan) Siswa mampu untuk: • Menimbulkan, membangkitkan • Merancang, merencanakan • Menemukan, menghasilkan
Proyek, riset, komposisi musik, kinerja, esai, perencanaan bisnis, perancangan situr (website), membuat prototipe, merangkai desain
• Rubrik, skor disusun oleh guru, juri, supervisor, dll
(Sumber: Majid, A. 2013 dalam Penilaian Autentik: Proses dan Hasil Belajar)
Langkah selanjutnya adalah mengembangkan indikator pencapaian yang relevan. Berdasarkan indikator-indikator tersebut selanjutnya dirancang tugas atau kegiatan otentik (authentic tasks) yang relevan dengan indikator-indikator tersebut pada koridor bentuk asesmen yang telah ditentukan. Tugas atau kegiatan otentik (authentic tasks) tersebut dapat tertuang dalam lembaran (sheets) yang sekaligus berisi petunjuk-petunjuk peyelesaian tugas (taskcompetion guides). Berdasarkan prinsip di atas, setiap tugas (task) di SMK memiliki cara penyelesaian yang berbeda, juga waktu penyelesaiannya. Selain itu, perlu dikembangkan rubrik untuk mengumpulkan data atau informasi yang relevan terkait dengan kompetensi siswa yang ditunjukkan oleh kinerja mereka dalam merespons authentic tasks yang sodorkan kepada mereka. Dengan demikian, hingga tahap ini setidaknya ada dua piranti penting (tools) yang telah dikembangkan, yaitu task-competion guides dan rubrics untuk berbagai bentuk asesmen otentik. Secara garis besar, contoh tujuan pembelajaran, jenis asesmen, dan cara pengukurannya disajikan dalam Tabel 3 berikut. E. Simpulan Pemilihan jenis asesmen otentik dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai seni (arts), yaitu dalam hal memadukan berbagai bentuk asesmen otentik untuk menuntaskan pencapaian tujuan pembelajaran dalam suatu mata pelajaran. Citarasa seni ini akan tampak pada kreatifitas guru pada saat mengembangkan berbagai bentuk asesmen otentik guna pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, berdasarkan paparan dan permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan, tidak terkecuali pendidikan kejuruan di SMK: 1. Guru perlu diberikan wawasan bahwa fokus penilaian dalam kegiatan pembelajaran harus meliputi aspek kognitif, afektif, dan keterampilan; 2. Guru perlu dilatih mengembangkan dokumen dalam penilaian kinerja, portofolio maupun proyek, khususnya di SMK; 3. Penilaian praktikumdi SMK sebaiknya meliputiberbagai jenis dan bentuk penilaian, aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik; 4. Guru perlu diberikan pemahaman tentang konsep, prinsip, dan prosedur penilaian proses dan hasil belajar, khususnya asesmen otentik; dan 5. Guru perlu diberikan contoh-contoh perencanaan, penerapan, dan pengolahan data serta laporan penilaian, khususnya asesmen otentik. DAFTAR RUJUKAN Cunningham, G.K. 1998. Assessment in the Classroom: Constructing and Intrepreting Tests. London: The Falmer Press Dimartino, J., Castaneda, A., Brownstein, M., & Miles, S. 2007. Authentic Assessment.Principal’s Research Review: Supporting the Principal’s Data-Driven Decisions, 2 (4), (Online), (http://www.principals.org/portals/0/content/55886.pdf), diakses pada 1 Desember 2014 Grondlund, N. E. &Wough, C.K. 2009.Assessment of Student Achievement.Boston: Pearson Education, Inc. Harsiati, T. 2013. AsessmenPembelajaranBahasa Indonesia. Malang: UM Press
956
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Herrington, J. & Herrington, A. 2006.Authentic Conditions for Authentic Assessment: Aligning Task and Assessment.Makalahdisajikanpada Proceedings of the 29th HERDSA Annual Conference, Western Australia, 10-12 July 2006.DalamHersda, (Online), (http://www.herdsa.org.au), diaksespada 28 September 2014. Kohonen, V. 1999.Authentic assessment in affective foreign language education.In J. Arnold, (Ed.) Affect in Language Learning. Cambridge: Cambridge University Press. hh. 279294. Kunandar. 2014. Penilaian Otentik (Penilaian Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Kurikulum 2013): Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh. Jakarta: Rajawali Press Lucas, R.I.G. 2007. A Study on Portfolio Assessmentas an Effective Student Self-Evaluation Scheme.The Asia Pacific-Education Researcher, (Online), 16 (1):23-32, (http://xsite.dlsu.edu.ph/research/journals/taper/pdf/200706/lucasnew.pdf), diakses pada 11 November 2014 Marzano, R. J., Pickering, D., & McTighe, J. 1993. Assessing Studen Outcomes: Performance Assessment Using the Dimensions of Learning Model. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development Majid, A. 2015. Penilaian Autentik: Proses dan Hasil Belajar. Bandung: Rosda. McMillan, J.H. 2007.Classroom Assessment: Principles and Practice for Effective StandardsBased Instruction. Boston: Pearson Education, Inc. Moore, K. D. 2014. Effective Instructional Strategies: from Theories to Practice (Fourth Edition). London: SAGE Publication, Inc. Mueller, J. 2005. The Authentic Assessment Toolbox: Enhancing Student Learning through Online. Journal of Online Learning and Teaching1 (1). (Online), (http://jolt.merlot.org), diakses pada 8 September 2014. Oberg, C. 2009. Guiding Classroom Instruction Through Performance Assessment. Journal of Case Studies in Accreditation and Assessment, (Online), (http://www.aabri.com/manuscripts/09257.pd), diakses pada 28 September 2014 O‘Malley, J. M. & Pierce, L. V. 1996. Authentic Assessment for English Language Learners: Practical Approaches for Teachers. Addison-Wesley Company, Inc. PeraturanMenteriPendidikandanKebudayaanNomor 103 tentangPembelajaranpadaPendidikanDasardanMenengah
Tahun
2014
PeraturanMenteriPendidikandanKebudayaanNomor 104 Tahun 2014 tentangStandarPenilaian Rule, A. C. 2006. Editorial: The Components of Authentic Learning. Journal of Authentic Learning, (Online), 3(1):1-10, (http://www.alxp.org/uploads/Overview.pdf), diakses pada 28 September 2014 Scholtz, A. 2007. An Analysis of the Impact of an Authentic Assessment Strategy on Student Performance in A Technology-Mediated Constructivist Classroom: A Study Revisited. International Journal of Education and Development Using Information and Communication Technology (IJEDICT), (Online), 3(4): 42-53, (http://edict-2007422.pdf), diakses pada 28 September 2014. Sudiyanto, G. 2015. Implementasi Penilaian Autentik Kurikulum 2013 pada Raport Online si SMKN 6 Malang. Skripsi: Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Sulistyo, G.H. 2015.Tren dan Isu Mutakhir pada Asesmen Otentik dalam Konteks Pembelajaran Bahasa Inggris Makalah disajikan pada Seminar Nasional dan Bedah Buku pada tanggal 6 Juni 2015 yang diselenggarakan oleh IAIN Tulungagung. Sutadji, E. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Malang: FT UM. Sutadji, E. dan Wedi, A. 2015. Pengembangan Model Evaluasi Pendidikan Kejuruan Berbasis Kurikulum 2013: Upaya Menghasilkan Siswa Berkarakter dan Berpikir Kreatif untuk Mencapai Kompetensi Kejuruan. Laporan Penelitian. Malang: LP2M. 957
ISBN :978-602-17187-2-8
Wikko, P. 2014. Kompetensi Guru dalam Mengembangkan Tes dan Nontes Mapel Teknik Pemesinan di SMK PU. Skripsi: Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang. Wren, D. G. 2009. Performance Assessment: A Key Component of A Balanced Assessment System. Department of Research, Evaluation, and Assessment, (2): 1-9, (Online), (http://www.vbschools.com/accountability/research_briefs/ResearchBriefPerfAssmtFina l.pdf), diakses pada 28 September 2014
SUPERVISI KLINIS MELALUI FOCUS GROUP DISCUSSION DI KELEMPOK KERJA GURU TEQIP KABUPATEN KOTIM Zainal Arifin. S.Pd Pengawas Sekolah UPTD Disdik. Kab.Kotawaringin Timur
[email protected] Abstrak:Penelitian ini mengkaji proses supervise klinis dalam kegiatan pendampingan guru di kelompok kerja guru (KKG). Profesionalisme guru ditingkatkan aktivitas diskusi di kelompok kerja guru. Kegiatan dilakukan dengan sinergitas antara kepala sekolah, pengawas, dan guru. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan supervise klinis di KKG dengan model focus group discussion (FGD). Supervisi klinis dilakukandalam kerangka kegiatan TEQIP 2015 dengan mengembangkan pembelajaran bermakna dalam setting lesson study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan supervise klinis dalam bentuk FGD dapat meningkatkan kompetensi guru: (1) dalam menyusun rencana pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3) mengadakan perbaikan pembelajaran. Kata Kunci: Supervisi Klinis, KKG TEQIP Kotim
Kelompok Kerja Guru (KKG) merupakan wadah yang paling dekat dengan guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi dan profesionalitas kerja para anggotanya.Sinergi antara guru, kepala sekolah, dan pengawas perlu ditingkatkan, terutama yang berkait dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan secara bersama antara kelompok kerja pengawas sekolah (KKPS), kelompok kerja kepala sekolah (KKKS) dan kelompok kerja guru (KKG).Dalam hal inidalam pelaksanaan program tahun 2015 dikembangkan program sinegritas antara kelompok kerja pengawas sekolah (KKPS), kelompok kerja kepala sekolah (KKKS) dengan kelompok kerja guru(KKG).Realisasi program sinergitas antara lain, diprogramkan pelaksanaan supervisi klinis yang dilaksanakan pengawas untuk mensupervisi klinis guru di sekolah yang jadi binaannya. Hal itu dapat diefektifkan melalui pelaksanaan supervisi klinis dengan memberdayakan KKG untuk Pelaksanaan Program TEQIP di Kabupaten Kotawaringin Timur, yang dijadikan pusat kegiatan guru di sekolah binaan Pola TEQIP. Program supervisi klinis tersebut dilakukan dengan melibatkan guru dalam kegiatan lesson study di KKG.Aktivasi KKG merupakan potensi efektif untuk pengembangan pelaksanaan tugas pengawas.Karena itu, pengawas perlu melakukan pendampingan terhadap KKG yang dikembangkan di wilayah kerjamasing-masing. Dengan pendampingan kegiatan KKGoleh pengawas, permasalahan yang dihadapi oleh guru binaan dapat diidentifikasi. Tindaklanjutnya, pengawas harus memfasilitasi pengembangan pemecahan masalahguru di wilayah kerja masing-masing.Peran pengawas dalam program ini merupakan pendamping untuk mengantar pencapaian tujuan pelaksanaan super visi klinis agar lebih optimal. Cogan dan Goldhammer (dalam Zainal Arifin, 2012) menjelaskan bahwapendampingan kelompokkerja guru dapat membantu memecahkan masalah guru terutama dalam proses pengembangan pembelajaran. Dengan supervise klinis, guru mampu menjadi penanggungjawab professional dan lebih dari pada itu ia mampu menjadi ―penganalisis kinerjanya sendiri, terbuka untuk membantu orang lain, dan mengarahkan diri sendiri‖. Unruh dan Turner (1970) 958
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
menyatakan bahwa supervisi sebagai ―sebuah proses sosial dari stimulasi, pengasuhan, dan memprediksi pengembangan professional guru‖ dan pengawas sebagai ―penggerak utama dalam pengembangan secara optimum kondisi pembelajaran‖. Supervisi klinis oleh pengawas dalam penelitian ini mencakup kegiatan: (1) mendeskripsikan materi yang disajikan dalam pelaksanaan supervisi klinis, (2) melakukan identifikasi permasalahan yang muncul selama pelaksanaan supervisi klinis, (3) melakukan tindakan solusi terhadap pelaksanaan yang muncul dan teridentifikasi pada saat pelaksanaan supervisiklinis. Dalam pelaksanaannya program pendampingan melalui supervise klinis di KKG TEQIP Kotim dilakukan dalam 3: (a) supervisi klinis pelaksanaan in service training, (b)supervisi klinis identifikasi masalah yang di alami oleh guru binaan pada saat kegiatan baik in service training TOT setiap Tahap.maupun onservice training TOT setiap Tahap yang sedang disupervisi klinis, dan (c) supervisi klinis penyelesaian tagihan dan penyusunan laporan. Materi yang dapat disupervisi klinis menackup: (1) memfasilitasi terlaksananya kegiatan TEQIP, (2) mendampingi pada saat kegiatan TOT dan Praktekdi Sekolah yang ditetapkan, dalam kegiatan Monev dan On Going, (3) jurnal Belajar Guru Peserta Program Teqip, dan (4) pengembangan karya ilmiah. Selanjutnya kegiatan TEQIP juga mendiseminasikan kepada guru-guru lain di daerah. Diseminasi dapat dilakukan dalam dua bentuk: (1) diseminasi untuk pemahaman materi dan (2) diseminasi dalam bentuk praktikpembelajaran. Guru Praktek di sekolah masing-masing yang di tetapkan (DO), melakukan refleksi dan memperbaiki praktik pembelajaran. Kegiatan dilanjutkan dengan membuat rencana perbaikan melalui proses menggali permasalahan pembelajaran. Akhir kegiatan dilakukan penyusunan laporan lesson study. Dengan pola pelaatihan sekaligus praktik pembelajaran, menurut Subanji & Isnandar (2010) guru akan bisa berperan sebagai motivator dan mediator bagi siswa untuk dapat belajar secara efektif dan efesien. Karena itu guru harus berperan mendorong siswa untuk belajar, dalam hal ini guru dituntut menguasai materi (Content) dan pembelajaran (pedagogic).Perlunya penguasaan guru dalam content dan pedagogical ditegaskan oleh Subanji (2015) bahwa guru harus memiliki kemampuan dalam content sekaligus pedagogical agar bisa membelajarkan siswa secara baik. Penguasaan terhadap content dan pedagogical sering disebut pedagogical content knowledge (PCK). Beberapa penelitian telah mengaji tentang perlunya penguasaan guru terhadap PCK (Carpenter dkk, 1988; Niess, 2005;Turnuklu& Yesildere, 2007; Lannin dkk, 2013; Hill, Ball, & Schilling, 2008).Para ahli tersebut menemukan perlunya pembinaan secara terpadu dalam content dan pedagogical. METODE Penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan supervise klinis pengawas dalam Forum Group Discussion (FGD). Guru sebanyak 6 orang (2 bidang studi matematika, 2 orang bidang studi IPA, dan 2 orang bidang studi bahasa Indonesia) dikumpulkan dalam satu forum untuk diskusi bersama dalam mempersiapkan pembelajaran, dalam konteks lesson study disebut PLAN. Dalam FGD ini peneliti (sekaligus pengawas) memimpin diskusi dalam proses perencanaan pembelajaran, proses mengembangkan media pembelajaran, proses pengembangan penilaian, dan termasuk penyusunan scenario pembelajaran. Kegiatan dilanjutkan dengan menunjuk satu orang per bidang studi untuk menjadi guru model. Guru model melaksanakan pembelajaran dan guru yang lain menjadi observer. Dalam kegiatan ini peneliti berperan secara aktif sebagai observer.Kegiatan observasi juga disertai dengan format catatan-catatan kejadian di kelas yang dapat digunakan untuk mendapatkan data pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan tahap akhir dilakukan forum group discussion (FGD) dengan melibatkan guru peserta TEQIP (guru model dan observer). Dalam FGD kedua ini, peneliti memimpin proses diskusi.Fokus utama dari kegiatan FGD kedua adalah refleksi pembelajaran termasuk aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dalam kegiatan lesson study yang memuat tiga langkah utama: PLAN, DO, dan SEE. Kegiatan PLAN dilakukan bersama guru,kepala sekolah, dan pengawas.Pada awalnya kegiatan diskusi dimulai dengan pengawas menjelaskanskenario persiapan pelaksanaan pembelajaran dengan konteks lesson study, menggambarkan kondisi 959
ISBN :978-602-17187-2-8
kegiatan secara umum menghasilkan rancangan pembelajaran secara efektif serta membangkitkan partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran. Pengawas bersama guru secara kolaborasi menyiapkan silabus, rencana pembelajaran, media pembelajaran, menetapkan kelas dan sekolah tempat praktik,dengan beberapa observer dari beberapa orang guru dan kepala sekolah, sebagai pengamat aktifitas guru dan siswa. Dalam forum group discussion tersebut terjadi dialog antara pengawas (PS), Kepala sekolah (KS), dn guru (Gr) sebagai berikut. Ks: memperhatikan penjelasan Pengawas, maka kami setuju SDN 3 MB.Hulu untuk tempat praktik kegiatan On Go Ing. Dan kelas yang diperlukan. PS: Terima kasih atas kesediaan bapak KS membantu terlaksananya kegiatan Open kelas ini, untukiniguru TOT TEQIP, barangkali siapa sebagai guru modelnya dengan penuh kesadaran tinggi maka sepenuhnya saya ingin guru TOT untuk berembuk menetapkan siapa sebagai guru model Matematika, guru model IPA dan Guru Model Bahasa Indonesia, Gr (a): Terima kasih Pak, kami minta waktu 5 menit untuk membahas kesepekatan untuk guru model. PS: Memberikan kesempatan bagi para trainer berembukuntuk menjadi guru model dengan kesadaran sendiri. Gr.(a): dari hasil musyawarah kami telah mendapatkan kesepakatantiga orang guru sebagai guru model pada kelas IV (pak Wahyudiansyah),Guru model pada kelas V(Ibu Herniwati) dan guru model pada kelas VI(Pak Amir Tohari). Gr.(b): Untuk persiapan pembelajaran pada materi pelajaran kami mohon ijin bapak KS boleh untuk sharing dengan guru kelas menyepakati SK dan KD materi pelajaran yyang disajikan. KS: Saya persilahkan, pada jam istirahat, guru kelas dan trainer dapat menentukan materi yang akan disajikan. PS: Terima kasih bapak peduli dan memberikan kesempatan dan kemudahan untuk TOT Teqip ini melatih kesiapan mereka untukmenjadi seorang guru yang profesional. Pengawas memberikan sepenuhnya kesempatan kepada kelompok TOT untuk mempersiapkan diri membuat silabus dan RPP maupun media sesuai dengan materi pembelajaran memperhatikan karakteristik anak didiksecara berkelompok dibawah koordinasi dan didampingi pengawas dan kepala seolah.Hasil kesepakatan observer setiap bidang studi: di kelas IV bu Damayanti, kelas V bu Nurul Amalia, kelas VI Pak Niat Sugeng. melibatkan guru kelas sebagai pengamat (observer) di kelas nya masing-masingdengan melakukan pengamatan secara cermat terhadap setiap langkah aktifitas belajar, baik bersifat positif atau negative proses pembelajaran.Kegiatan ditetapkan pada hari Sabtu tanggal 10 September 2015. Pelaksanaan Pembelajaran (DO) Dalam penerapan pembelajaran di kelas hasil kesepakatan yang bertindak sebagai guru model adalah Wahyudiansyah.Guru model melakukan pembelajaran seperti berikut. Kegiatan pendahuluan (10 menit) Guru mengawali dengan memberi salam dan berdo‘a bersama sama. Dilanjutkan dengan apresiasi menyanyikan lagu, Balonku ada lima, sambil bertepuk tangan. Tangan ku ada dua, kakiku untuk berjalan. Guru model bertanya jawab sebagai berikut. Guru :Apakah anak-anak sudah sarapan di rumah? Siswa : Sudah Pak ! Guru : sesudah makan apa yang kita rasakan ? Siswa 1 : kenyang, Siswa 2 : menjadi kuat, Guru : nah kita memerlukan nasi untuk makanan, coba ceritakan darimana nasi yang kita makan? Siswa 2 : nasi dari beras pak, Siswa 3 : beras dimasak oleh mamah pak, Siswa 4 : beras itu dari padi, di tanam di sawah Guru : pendapat kalian semua benar, nah maka kita hari ini akan belajar tentang tumbuhan sebagai makanan kita.
960
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Seluruh siswa penuh antusias dan tertantang untuk melakukan tugas kelompok, setelah itu guru model menyampaikan tentang pembelajaran tumbuhan yang bermanfaat sebagai makanan Kegiatan inti (45 menit) Pada kegiatan inti guru model telah menyiapkan materi dan media dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Siswa pada kelompok kelompok yang sudah diteta Kegiatan penutup Guru model telah bekerja sama dalam kelompok kerja didampingi pengawas menghasilkan persiapan perangkat pembelajaran. , (Silabus, RPP, Materi dan Media pembelajaran) diharapkan guru dapat adanya kontak dengan siswa dengan sejumlah ketrampilan yang sangat diperlukan pelaksanaan pelajaran dan persiapan pelaksanaan pengamat (observer) mengamati pada aktivitas belajar peserta didik. Tahap Refleksi (SEE) Guru Model dan Pengamat dikumpulkan dalam satu forum diskusi untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran, dipimpin oleh pengawas bersama kepala sekolah. PS. Coba saudara ceritakan apa yang mengesankan dalam kegiatan topik pembelajaran hari ini. Gr. Model; terima kasih pak, kesan saya dalam pembelajaran bermakna model Lesson study sangat terbantu positif, karena dapat dilakukan secara kolaboratif sejak persiapan pembelajaran sampai dengan refleksi pembelajaran. PS: Dari pengamat apa saja factor-faktor yang menarik dari aktifitas belajar siswa ?mohon dapat diungkapkan untuk perbaikan bagi guru model menemukan hal—hal positif guru bagi keberhasilan siswa. Dari refleksi diperoleh hal-hal berikut. 1. Pengamat dan guru model melakukan diskusi mengungkapkan pakta hasil pengamatan dari setiap guru model. 2. Fakta menyatakan dari topic pembelajaran guru model, bahwa guru model dapat menemukan kelemahan dan kekuatannya, dan berupaya melakukan perubahan kearah perbaikan, meliputi: (a) dasar awal komunikasi, (b) memusatkan perhatian siswa kepada topic, (c) Inti materi yang akan diajarkan, (d) keterkaitan pengetahuan yang sudah diketahui siswa dan relevansinya, dan (e) menjelaskan perubahan prilaku setelah pelajaran selesai. Menurut Subanji (2015) proses kegiatan KKG TEQIP dilakukan sebagai berikut. Lesson study yang terorientasi pada praktik PERENCANAAN (PLAN) =Penggalian akademik =Perencanaan pembelajaran =Penyiapan alat-alat
PELAKSANAAN (DO) = Pelaksanaan Pembelajaran = Pengamatan oleh rekan sejawat
REFLEKSI (SEE) = Refleksi dengan rekan sejawat
Proses kegiatan dari awal pelaksanaan, dilakukan diskusi kelompok dalam persiapan pembelajaran bermakna, berintegrasi dengan Lesson Study. Pelaksanaan supervisi klinis oleh pengawas dalam program ini mencakup kegiatan sebagai berkut: (1) pendeskripsian materi yang disajikan dalam pelaksanaan supervisi klinis, (2) melakukan identifikasi permasalahan yang muncul selama pelaksanaan supervisi klinis, (3) melakukan tindakan solusi terhadap pelaksanaan yang muncul dan teridentifikasi pada saat pelaksanaan supervisi klinis. Untuk pelaksanaan program supervise klinis, pengawas melalui KKG TEQIP Kotim melakukan hal-hal berikut. Pertama, semua guru dalam kelompok yang menjadi guru model pada kelas, misalnya guru mudel kelas 4, untuk mata pelajaran yang sama, misalnya matematika, secara 961
ISBN :978-602-17187-2-8
bersama-sama merencanakan persiapan pembelajaran yang dibuatnya sendiri, atau secara kelompok. Kedua, pengembangan media,Plan, Do, See, Peer Teaching, Plan On Go Ing kemudian dianalisis untuk menggali permasalahan kesesuaian dan sebaran tingkat kesulitannya.Ketiga, pengembangan dan penyebaran TEQIP.di gugus/persyaratan selanjutnya digunakan di sekolah masing-masing. Proses supervise dilakukan dengan mengidentifikasi kasus pembelajaran dengan: (1) membantu peserta KKG Teqip Kotim untuk mengidentifikasi masalah yang muncul dalam kegiatan yang dilaksanakan, (2) melakukan analisis berbagai masalah yang terjadi pada pelaksanaan KKG Teqip Kotim, (3) membantu peserta KKG untuk menemukan cara pemecahan maslah yang ditemukan dalam proses pembelajaran Selain kasus pembelajaran supervisijuga dilakukan pada kasus penguasaan materi.Masalah penguasaan materi yang paling dominan adalah materi masih belum bermakna.Karena itu pengawas melakukan pendampingan untuk melakukan diskusi melalui forum group discussion membahas materi materi tersebut supaya bermakna bagi siswa. SIMPULAN Supervise klinis dalam bentuk FGD dapat meningkatkan kompetensi guru: (1) dalam menyusun rencana pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3) mengadakan perbaikan pembelajaran. Dalam menyusun rencana pembelajaran dengan FGD dapat membantu guru mempersiapkan secara baik, karena saling mendapatkan masukan untuk perbaikan baik pemilihan model pembelajaran, lembar kerja siswa, maupun media yang sesuai dengan materi.Pelaksanaan pembellajaran juga dijadikan bahan untuk melakukan FGD pada saat refleksi.Refleksi diarahkan untuk memperbaiki rencana pembelajaran berdasarkan fakta yang sudah ditemui di saat pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN: Subanji & Isnandar.2015‖ Pedoman Umum TEQIP.Malang:Universitas Negeri Malang (UM) Zainal Arifin.2012.pelaksanaan supervisi klinis melalui pendampingan kelompok kerja guru bermutu.Sampit: Artikel. Kasihani, Kasbalah.1999Penelitian tindakan Kelas, Depdikbud: Jakarta. Rifai, Moch 1982, Supervisi Pendidikan. Bandung: Jamara I Suhertian,PA,2000, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kegiatan TOT. TEQIP
962
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR PADA PEMBELAJARAN TEKNOLOGI TRANSPORTASI DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN 4 TAMANSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT Muhammad Salabi, S.Pd SDN I Dopang, Lombok Barat
Abstrak: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebenarnya merupakan mata pelajaran hafalan atau ingatan, tetapi menjadi kendala bagi siswa, terutama bagi siswa-siswi SDN I Dopang Lombok Barat. Dari uraian di atas pembelajaran tentang mendiskripsikanperkembangan tehnologi transportasi dikatakan tidak berhasil karena jumlah siswa yang menguasai materi pelajaran kurang dari 70%. Hal ini disebabkan karena dalam memberikan materi guru tidak menggunakan alat bantu/media pembelajaran. Agar pelaksanaan pembelajaran IPS tersebut menjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM), salah satu solusinya adalah pembelajaran dengan menggunakan alat bantu gambar. Dalam usaha meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil pembelajar, kita tidak boleh melupakan satu hal yang sudah pasti kebenarannya yaitu bahwa belajar harus banyak berinteraksi dengan sumber belajar yang memadai sulit diharapkan dapat diwujudkan proses pembelajaran yang mengarah kepada tercapainya hasil yang optimal‖. Kata Kunci: Teknologi transportasi, media gambar,PAKEM, hasil belajar.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebenarnya merupakan mata pelajaran hafalan atau ingatan, tetapi menjadi kendala bagi siswa, terutama bagi siswa-siswi SDN I Dopang Kabupaten Lombok Barat. Hal ini disebabkan oleh keluasaan materi mata pelajaran ini. Suatu bukti pada kasus UAS tahun 2013-2014 di SDN I Dopang Kecamatan Gunungsari Lombok Barat nilai IPS justru lebih rendah dibanding nilai mata pelajaran yang lain. Di SDN I Dopang Kabupaten Lombok Barat, khususnya kelas IV juga demikian mata pelajaran IPS juga menjadi kendala, suatu bukti saat pelajaran pokok bahasan ―Mendiskripsikan perkembangan tehnologi transportasi‖, hasil evaluasi (tes formatif) yang terdiri dari 10 soal ternyata tidak memuaskan, dari siswa sebanyak 20 orang yang benar semua 1 anak, benar 9 soal 2 anak, benar 8 soal 2 anak, benar 7 soal 1 anak, benar 6 soal 3 anak dan yang lainnya benar lima ke bawah. Dari uraian di atas pembelajaran tentang mendiskripsikan perkembangan tehnologi transportasi dikatakan tidak berhasil karena jumlah siswa yang menguasai materi pelajaran kurang dari 70%. Hal ini disesuaikan dengan pengarahan dari pengawasTK/SD dalam kegiatan KKG dan pemeriksaan analisis pembelajaran di Kecamatan Gunungsari Lombok Barat yaitu pembelajaran dikatakan berhasil apabila minimal 70% siswa sudah menguasai materi pelajaran, karena itu peneliti selaku guru kelas IV SDN I Dopang perlu melakukan perbaikan pembelajaran agar siswa dapat dengan mudah dan cepat mengetahui perkembangan tehnologi transportasi pada masa dulu dan masa kini. ―Dalam usaha meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil pembelajar, kita tidak boleh melupakan satu hal yang sudah pasti kebenarannya yaitu bahwa belajar harus banyak berinteraksi dengan sumber belajar yang memadai sulit diharapkan dapat diwujudkan proses pembelajaran yang mengarah kepada tercapainya hasil yang optimal‖. Atas dasar itu, beberapa alat peraga atau media IPS sangatlah perlu diaplikasikan dalam setiap pelaksanaan pembelajaran IPS di Sekolah dasar. Adapun alat peraga atau media IPS dapat berupa : Peta, Atlas, Globe, Plenatarium, Solat Sistem, Gambar-gambar (pahlawan, rumah adat, lingkungan sekitar, alat peraga buatan siswa atau guru dan sebagainya). Agar pelaksanaan pembelajaran IPS tersebut menjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM), salah satu solusinya adalah pembelajaran dengan menggunakan alat bantu gambar.
963
ISBN :978-602-17187-2-8
METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus dan masing-masing siklus terdiri dari 4 tahapan (perencanaan,pelaksanaan tindakan,observasi dan refleksi). Penelitian ini disusun untuk memecahkan suatu masalah, diujicobakan dalam situasi sebenarnya dengan melihat kekurangan dan kelebihan serta melakukan perubahan yang berfungsi sebagai peningkatan. Upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan sehari-hari di kelas. Penelitian tindakan adalah merupakan upaya kolaboratif antara guru dan siswa, suatu kerja sama dengan perspektif berbeda. Misalnya bagi guru, demi peningkatan profesi anaknya dan bagi siswa peningkatan prestasi belajarnya. Bisa juga antara guru dan kepada sekolah, kerja sama kolaborarif ini dengan sendirinya juga partisipasi setiap tim secara langsung mengambil bagian dalam pelaksanaan PTK pada tahap awal sampai akhir. Subyek Penelitian adalah siswa kelas IV SDN I Dopang Kecamatan Gunungsari Lombok Barat yang jumlahnya 20 orang. HASIL PENELITIAN Pada perbaikan siklus 1 ini bagian yang peneliti amati dari siswa adalah partisipasi siswa dalam menjawab pertanyaan. Dari data didapatkan bahwa 28% siswa yang mampu menjawab dengan benar. Sedangkan yang 72% masih kesulitan.Berikut ini tabel hasil observasi siswa pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus 1. Pengumpulan Data Hasil Test Formatif Semester Genap kelas IV SDN I Dopang Bidang studi IPS Siklus 1 No Nama siswa 1 Ahmadi 2 Andi Purniawan 3 Andidni 4 Andrian 5 Diana Ulfa 6 Ernawati 7 Haerani 8 Iskandar 9 Mariana 10 Mariyani 11 Nasrullah 12 Nurhayati 13 Paul Hadi 14 Paezan Ilham 15 Sukardi 16 Surniyati 17 Tuti Hariani 18 Zainal Arifin 19 Zahrul Efendi 20 Zakiah Jumlah
Nilai 60 60 60 60 50 60 60 50 60 80 80 70 60 90 100 50 70 50 50 50 20
964
Tuntas
Tidak Tuntas V V V V V V V V V
v v
Keterangan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Pengayaan Pengayaan Pengayaan Perbaikan Pengayaan Pengayaan Perbaikan Pengayaan Perbaikan Perbaikan
v
Perbaikan
V V V V V V v V
6
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Keterangan : Jumlah Siwa Tuntas Tidak Tuntas Perbaikan
J : 20 orang : 6 orang : 14 orang : Pada Siklus 2 T Pengumpulan Data Hasil Test Formatif Semester Genap kelas IV SDN I Dopang Bidang studi IPS
Siklus 2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama siswa Ahmadi Andi Purniawan Andidni Andrian Diana Ulfa Ernawati Haerani Iskandar Mariana Mariyani Nasrullah Nurhayati Paul Hadi Paezan Ilham Sukardi Surniyati Tuti Hariani Zainal Arifin Zahrul Efendi Zakiah Jumlah
Nilai 70 70 70 65 65 70 70 50 70 80 80 70 80 90 100 70 70 65 70 70 20
Tuntas V V V V V V V
Tidak Tuntas
V V V V V V V V V V V V V
Keterangan Pengayaan Pengayaan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Pengayaan Pengayaan Pengayaan Perbaikan Perbaikan Pengayaan Pengayaan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan Perbaikan
Keterangan : J Jumlah Siwa Tuntas Tidak Tuntas Perbaikan
: 20 orang : 19 orang : 1 orang : Pengayaan T
Dari 20 siswa di kelas IV dan hanya 1 orang yang belum tuntas. Namun demikian karena keterbatasan waktu maka penulis akhiri proses ini dalam arti tidak dilanjutkan pada 965
ISBN :978-602-17187-2-8
siklus ke III dan seterusnya. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan PTK ini lebih ditikberatkan pada keterampilan proses dan bukan pada hasil. Namun demikian, pelaksanaan perbaikan yang berkelanjutan ini dalam bentuk penelitian tindakan kelas akan selalu penulis lakukan bahkan akan menyebarluaskan kepada temanteman guru lainnya agar mereka memperoleh kesetaraan dalam mempercepat pencapaian prosionalitas guru. PEMBAHASAN Siklus 1 Berdasarkan temuan pada pelaksanaan tindakan tersebut, peneliti mengadakan diskusi dengan teman sejawat untuk mengetahui penyebab yang terjadi pada siklus 1. Dalam diskusi ditemukan bahwa siswa tidak memahami materi. Untuk meningkatkan penguasaan siswa dalam memahami materi pada siklus 1, peneliti akan memberikan beberapa pertanyaan sebagai pancingan agar siswa lebih teliti. Siklus 2 Dalam pembelajaran siklus ini sebagian permasalahan yang muncul selama penelitian diatasi. Akan tetapi kendala penguasaan materi masih merupakan masalah yang utama bagi siswa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan: 1. Dalam penyajian materi akan lebih mudah diterima siswa dengan menggunakan metode tanya jawab. 2. Pembelian contoh tehnologi transportasi melalui alat peraga yang nyata memudahkan siswa untuk memahami materi. 3. Siswa akan mudah memahami materi jika diberikan banyak latihan dan bimbingan. SARAN TINDAK LANJUT 1. Penggunaan metode peragaan dalam pembelajaran IPS perlu untuk ditindak lanjuti pada pembelajaran lain. 2. Dalam pembelajaran ini guru mengalokasikan waktu yang cukup. 3. Agar siswa lebih mudah memberi contoh transportasi masa lalu dan masa kini jika ditunjukkan alat peraga yang nyata.
DAFTAR PUSTAKA Adi Sukarno, Sudjatmoko, 2004. Horison Pengetahuan Sosial untuk Kelas IV SD. Jakarta : Penerbit Yudistira. Depdikbud 1999. Garis besar program pengajaran. Jakarta. Fattah Nanang dan Muhammad Ali. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka. Tim Bina Karya Guru. 2004. Pengetahuan Sosial Terpadu untuk SD Kelas IV. Jakarta: Penerbit Erlangga. Wardani I.G.A.K. Kuswaya Wihardit dan Nochi Nasoction. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka. Wardani I.G.A.K. Siri Yulacha dan Ngadit Marsinah. 2005. Pemantapan Kemampuan Profesional (Panduan). Jakarta : Universitas Terbuka.
966
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
PENERAPAN METODE CERAMAH BERVARIASI DAN PENGGUNAAN ALAT PERAGA IPS DALAM MENJELASKAN PERANAN INDONESIA PADA ERA GLOBAL DAN DAMPAK POSITIF SERTA NEGATIFNYA TERHADAP KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA Bambang Stiawan SDN 05 Kepahiang Email:
[email protected] Abstrak: Perkembangan pendidikan semakin maju pesat di abad ke-21.Abad ke-21 merupakan abad kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi karena teknologi merupakan suatu keharusan dalam menghadapi era globalisasi. Kemajuan teknologi salah satunya adalah teknologi komunikasi yang menunjang proses belajar tanpa batas, seperti pembelajaran mandiri melalui internet. Belajar mandiri merupakan inti dan proses pembelajaran di masa depan yang cepat, intensif dan serba terkini (up to date). Belajar mandiri ini pada abad ke-21 disebut Cyber learning.Cyber learning merupakan akumulasi informasi yang serba cepat dan mudah untuk dikuasai.Dengan disebabkan karena terjadinya interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, organisasi dengan kelompok atau organisasi dengan organaisasi.Perubahan sosial berdampak pada sistem pendidikan yaitu, adanya perubahan paradigma dalam pendidikan. Sampai saat ini pendidikan kita telah melalui tiga paradigma, yaitu paradigma pengajaran (teaching), pembelajaran (instruction), dan proses belajar (learning). Kata kunci:prestasi belajar, metode ceramah bervareasi, alat peraga
Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas dan banyak variabel yang mempengaruhinya. Sebagaisuatu proses psikologis, pendidikan tak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar. Dari perspektif mengajar, pelakunya adalah guru/pendidik ataupun pihak yang mendidik, dari perspektif belajar, pelakunya adalah peserta didik yang melakukan aktivitas belajar. Dengan demikian, pendidikan adalah proses interaksi pendidik dan peserta didik yang memiliki tujuan tertentu. Pendidikan sebagai proses pada dasarnyamembimbing peserta didik menuju kepada tahapan kedewasaan, dengan melalui program pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, termasuk didalamnya pendidikan dalam keluarga serta lingkungan (Depdikbud:1994). Dalam bingkai nasional, pembangunan pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia dalam rangka mewujutkan tujuan nasional. Oleh sebab itu ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan, garapan pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu sistem yang dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan berbagai pihak termasuk lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan pemerintah baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, mempunyai kepribadian dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Untuk mengemban tujuan tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perkembangan pendidikan semakin maju pesat di abad ke-21.Abad ke-21 merupakan abad kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi karena teknologi merupakan suatu keharusan dalam menghadapi era globalisasi. Kemajuan teknologi salah satunya adalah teknologi komunikasi yang menunjang proses belajar tanpa batas, seperti pembelajaran mandiri melalui internet. Belajar mandiri merupakan inti dan proses pembelajaran di masa depan yang cepat, 967
ISBN :978-602-17187-2-8
intensif dan serba terkini (up to date). Belajar mandiri ini pada abad ke-21 disebut Cyber learning.Cyber learning merupakan akumulasi informasi yang serba cepat dan mudah untuk dikuasai. Terjadinya interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, organisasi dengan kelompok atau organisasi dengan organaisasi (Depdikbud:1997). Perubahan sosial berdampak pada sistem pendidikan yaitu, adanya perubahan paradigma dalam pendidikan. Sampai saat ini pendidikan telah melalui tiga paradigma, yaitu paradigma pengajaran (teaching), pembelajaran (instruction), dan proses belajar (learning) (Dewi Salma P, 2000:2). Kegiatan pembelajaran yang dilakukan merupakan peran guru sebagai pengajar dan sekaligus manajer. Sebagai pengajar guru dituntut untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Sedangkan sebagai manajer, guru dituntut untuk menciptakan situasi kelas yang kondusif bagi pembelajaran sehingga siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran (Suciati, 2007:5.33). Tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pembelajaran serta perubahan sikap pada peserta didik oleh guru dinyatakan dengan nilai. Peserta didik dinyatakan tuntas belajar apabila telah mencapai nilai sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 64. Hasil tes untuk mata pelajaran IPS kompetensi dasar Menjelaskan Peranan Indonesia pada Era Global dan Dampak Positif serta Negatifnya terhadap Kehidupan bangsa Indonesia kelas VI semester 1SDN 05 tahun 2014/2015 Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiangdari 28 peserta didik yang mendapat nilai <64adalah 19 peserta didik (68%) dan dinyatakan tuntas belajar hanya 9 peserta didik (32%), sedangkan persentase ketuntasan klasikal kelas adalah 80%. Hasil belajar peserta didik yang masih rendah ini dimungkinkan karena guru tidak menggunakan metode serta media pembelajaran yang tepat untuk membantu pemahaman peserta didik terhadap materi yang disampaikan. Untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pembelajaran IPS peserta didik kelas VIsemester 1Tahun 2014/2015SDN 05 Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang pada kompetensi dasar menjelaskan Peranan Indonesia pada Era Global dan Dampak Positif serta Negatifnya terhadap Kehidupan bangsa Indonesia, peneliti berusaha untuk mengadakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga yang sesuai. Selain itu, melalui metode ceramah bervariasi untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Upaya perbaikan pembelajaran tersebut diwujudkan dalam suatu penelitian yang disebut Penelitian Tindakan Kelas. Cara guru mengatur strategi pembelajaran sangat berpengaruh kepada cara siswa belajar (Puji Santosa, 2007:1.15). Oleh karena itu, guru harus menguasai teknik-teknik penyajian atau metode metode mengajar. Menurut Ruseffendy (1980) klarifikasi tentang strategi, pendekatan, metode, dan teknik sebagai berikut: 1. Strategi mengajar adalah seperangkat kebijakan yang dipilih, yang telah dikaitkan dengan faktor yang menentukan warna atau strategi tersebut, yaitu : pemilihan materi pelajaran, penyaji materi pelajaran, cara materi pelajaran disajikan, sasaran penerima materi pelajaran. 2. Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi pelajaran tersebut disajikan. 3. Metode mengajar adalah cara mengajar secara umum yang dapat diterapkan pada semua pelajaran. 4. Teknik mengajar adalah penerapan secara khusus suatu metode pembelajaran yang telah disesuaikan dengan kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan media pembelajaran serta kesiapan siswa. Metode ceramah plus adalah metode mengajar yang menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah gabung dengan metode lainnya.Dalam hal ini penulis akan menguraikan tiga macam metode ceramah plus yaitu : a. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas (CPTT). Metode ini adalah metode mengajar gabungan antara ceramah dengan tanya jawab dan pemberian tugas. Metode campuran ini idealnya dilakukan secara tertib, yaitu : 968
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
1) Penyampaian materi oleh guru. 2) Pemberian peluang bertanya jawab antara guru dan siswa. 3) Pemberian tugas kepada siswa. b. Metode ceramah plus diskusi dan tugas (CPDT) Metode ini dilakukan secara tertib sesuai dengan urutan pengkombinasiannya, yaitu pertama guru menguraikan materi pelajaran, kemudian mengadakan diskusi, dan akhirnya memberi tugas. c. Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL) Metode ini dalah merupakan kombinasi antara kegiatan menguraikan materi pelajaran dengan kegiatan memperagakan dan latihan (drill) Metode Penelitian Penelitian yang dilaksanakan di SDN 05 Kepahiang ini merupakan penelitian tindakan kelas.Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu mulai bulan Juli sampai September 2014. Pada akhir bulan Septemberpenelitian selesai dilaksanakan dan dapat ditulis laporannya. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan kompetensi dasar menjelaskan Peranan Indonesia pada Era Global dan Dampak Positif serta Negatifnya terhadap Kehidupan bangsa Indonesia dalam dua siklus. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian Per Siklus Data hasil penelitian diperoleh dari observasi dan hasil tes peserta didik sebagai gambaran prestasi belajar yang telah dicapai. Nilai tersebut diambil dari sebelum diberi tindakan dan setelah diberi tindakan melalui perbaikan pembelajaran dengan PTK. 1. Pra Siklus Pada pelaksanaan pra Siklus pembelajaran IPS kompetensi dasar menjelaskan Peranan Indonesia pada Era Global dan Dampak Positif serta Negatifnya terhadap Kehidupan Bangsa Indonesiapada materi pokok DampakGlobalisasi ternyata masih rendah karena yang mencapai ketuntasan belajar 9 peserta didik (32%) dari 28 peserta didik, sedangkan 19 peserta didik (68%) belum tuntas. Hal ini tidak sesuai dengan KKM individu yang ditetapkan yaitu 70. Rendahnya prestasi belajar peserta didik kelas VI semester 1 SDN 05 Kepahiang Kabupaten Kepahiang Tahun Pelajaran 2014/2015pada kompetensi dasar menjelaskan Peranan Indonesia pada Era Global dan Dampak Positif serta Negatifnya terhadap Kehidupan Bangsa Indonesia, disebabkan karena: (1) kedisiplinan peserta didik rendah terlihat pada waktu guru menjelaskan materi peserta didik sering minta izin keluar masuk kelas, (2) keterlibatan peserta didik dalam mengikuti kegiatan banyak yang bercerita sendiri, (3) keaktifan peserta didik sedikit sekali tampak pada kegiatan tugas sebagian saja yang mengumpulkan hasil pekerjaan, dan (4) kemampuan peserta didik sangat rendah dalam menjawab pertanyaan dan mengerjakan soal tes formatif. Di awal pembelajaran guru tidak memberi apersepsi, motivasi serta tidak mengaktifkan peserta didik melalui kegiatan demonstrasi.Setelah diadakan tes formatif hasilnya sangat tidak memuaskan.Hal ini disebabkan karena guru dalam pembelajaran tidak menggunakan alat peraga. 2. Siklus I Pada siklus satu guru menitikberatkan pada metode ceramah tanpa variasi.Di awal pembelajaran guru melakukan apersepsi dan memotivasi peserta didik.Stimulus guru berupa apersepsi, motivasi, demonstrasi dan penggunaan alat peraga direspon positif oleh peserta didik. Terbukti dalam mengikuti pelajaran peserta didik dalam: (1) kedisiplinan peserta didik mulai muncul terlihat pada waktu guru menjelaskan materi peserta didik tidak ada yang ngobrol, (2) keterlibatan peserta didik dalam mengikuti kegiatan meningkat terbukti sebagian besar mengerjakan tugas, (3) keaktifan peserta didik meningkat, terbukti pada kegiatan tugas semuanya mengumpulkan hasil pekerjaan, dan (4) kemampuan peserta didik meningkat dalam menjawab pertanyaan dan mengerjakan soal tes formatif. Persentase Ketuntasan pada siklus satu masih sangat rendah dengan ketuntasan 54% dan yang tidak tuntas 46%. Hal ini yang mendorong untuk dilanjutkan ke siklus dua.
969
ISBN :978-602-17187-2-8
3. Siklus 2 Pada Siklus dua guru menitikberatkan pada metode ceramah bervariasi dengan alat peraga yang ada di laboratorium komputer.Di awal pembelajaran guru melakukan apersepsi dan memotivasi peserta didik.Stimulus guru berupa apersepsi, motivasi, demonstrasi dan penggunaan alat peraga direspon sangat positif oleh peserta didik. Terbukti dalam mengikuti pelajaran peserta didik: (1) kedisiplinan peserta didik sangat tinggi terlihat pada waktu guru menjelaskan materi, peserta didik menyimak dengan seksama, (2) keterlibatan peserta didik dalam mengikuti kegiatan meningkat sekali terbukti semua peserta didik mengerjakan tugas dengan mempraktikkannya diruangan laboratorium komputer, (3) keaktifan peserta didik sangat meningkat sekali, terbukti pada kegiatan tugas semuanya mengumpulkan hasil pekerjaan, dan (4) kemampuan peserta didik sangat meningkat dalam menjawab pertanyaan dan mengerjakan soal tes formatif. Kemampuan anak terlihat jelas setelah beberapa anak mendemonstrasikan beberapa alat canggih seperti internet dan handphone. Photo kegiatan anak dalam PTKDampak Pengaruh Globalisasi Terhadap Kehidupan.
Persentase ketuntasan pada siklus dua sudah sangat baik. Hal ini dapat terlihat dengan ketuntasan 100% dan yang tidak tuntas 0% dengan nilai rata-rata kelas 85,00 dari 28 siswa. Hal ini yang mendorong untuk tidak dilanjutkan ke siklus 3. Pembahasan per Siklus Dari hasil perbaikan selama dua siklus diperoleh data sebagaimana paparan berikut ini: 1. Pra Siklus Pada kegiatan pembelajaran pra siklus yang peneliti lakukan di kelas VISDN 05 Kepahiang Kabupaten Kepahiang tahun pelajaran 2014/2015 diperoleh data dari 28 peserta didik yang mengalami ketuntasan belajar sebanyak 13 anak atau 32%, sedangkan yang tidak tuntas sebanyak 15 anak atau 68%. Hal ini sangat tidak memuaskan bagi peneliti sebagai guru. Oleh karena itu, peneliti melakukan refleksi dan berdiskusi dengan teman sejawat maupun pembimbing. Dari hasil diskusi disepakati perlu adanya perbaikan pembelajaran yang direncanakan sebannyak 2 siklus. 2. Siklus I Pembelajaran pada siklus satu menitikberatkan pada pemakaian alat peraga. Pada awal pembelajaran melakukan apersepsi dan memotivasi peserta didik agar perhatian mereka fokus pada materi yang diajarkan. Pada siklus ini nilai rata-rata kelas naik menjadi 2 poin, dengan nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 80. Sedangkan persentase ketuntasan belajar mencapai 54%, peserta didik yang belum tuntas 46%. Keadaan tersebut dapat dikatakan lebih baik dari pembelajaran sebelumnya. Pada pembelajaran sebelumnya nilai rata-rata kelas 62,86 dengan nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 80. Sedangkan persentase ketuntasan belajar hanya 32%, dan peserta didik yang belum tuntas 68%. Pembelajaran pada siklus satu cukup efektif terbukti adanya peningkatan prestasi belajar peserta didik. Untuk persentase ketuntasan belajar naik sebesar 11% dari 32% menjadi 54%. Selain prestasi belajar peserta didik yang meningkat, keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran mulai muncul. Peserta didik mulai berani mengungkapkan pendapat, kritik, maupun menanyakan materi yang belum dipahami. Hal ini sangat menggembirakan bagi peneliti karena usaha perbaikan mulai menampakkan hasil. 970
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Peningkatan prestasi belajar ini dikarenakan pada pembelajaran siklus satu menggunakan alat peraga untuk mengurangi verbalisme. Menurut (Rustiyah 1986:61) media pembelajaran adalah alat metode dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, serta dengan adanya pemberian apersepsi dan guru selalu memotivasi peserta didik dalam belajar. Namun demikian, hasil pada pembelajaran siklus satu ini masih belum mencapai hasil yang maksimal yaitu 80% untuk ketuntasan kalas secara klasikal. Dan hal ini yang mendorong peneliti untuk melakukan perbaikan pembelajaran ke siklus dua. 3. Siklus II Berdasarkan hasil dari siklus satu, maka peneliti berusaha memperbaiki kesalahan dan kekurangan pada siklus satu agar memperoleh hasil yang lebih optimal lagi. Pembenahan dilakukan mulai dari pemberian apersepsi yang mengaitkan materi dengan pengalaman peserta didik. Kreativitas guru dalam memanipulasi (Watson) proses pengkondisian ini membantu siswa secara positif dalam proses pembelajaran. Selain itu, pemberian motivasi dan penggunaana alat peraga yang tepat juga diperbaiki. Menurut Meece & Blumenfeld (1987), memotivasi siswa dengan penguatan verbal dan non verbal dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus dua terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Keaktifan peserta didik dalam pembelajaran juga semakin meningkat. Hal ini menjadi pendorong peningkatan prestasi belajar dari 66,00 menjadi 85,00 atau 19 poin untuk rata-rata kelas. Dengan nilai terendah 70 dan nilai tertinggi 100. Persentase ketuntasan klasikal naik 19 poin dari 54% menjadi 100%. Setelah melihat hasil dari siklus dua, maka peneliti menyimpulkan bahwa perbaikan pembelajaran siklus dua tidak perlu dilaksanakan karena hasil tersebut menunjukkan bahwa secara klasikal peserta didik kelas VI pada mata pelajaran IPS dengan kompetensi dasar mejelaskan Peranan Indonesia pada Era Global dan Dampak Positif serta Negatifnya Terhadap Kehidupan bangsa Indonesia pada materi DampakGlobalisasidi semester satu tahun 2014/2015telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perbaikan pembelajaran selama 2 siklus penulis menyimpulkan bahwa : 1. Pelaksanaan pembelajaran membutuhkan persiapan yang baik, dan matang. Untuk sarana dan prasarana sangat dibutuhkan dalam persiapan pelaksanaan pembelajaran. 2. Prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan kompetensi dasar mendeskripsikan globalisasi di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya pada materi pokok Dampak Globalisasi dapat meningkat apabila dalam pembelajaran menggunakan media dan alat peraga yang tepat. 3. Pemberian apersepsi dan motivasi sangat penting untuk membangun semangat peserta didik dalam belajar sehingga mereka dapat memfokuskan perhatiannya pada pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN BSNP. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI. Jakarta. Depdikbud Dirjen Dikdasmen. (1994). Pedoman Proses Mengajar SD. Jakarta. Depdikbud Dirjen Dikdasmen. (1997). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan BelajarKelas VI SD. Jakarta. http:www.bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html diakses pukul 18:24 (28 Agustus 2013). Mulyani, Sumantri; & Nana, Syaodin. (2005). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Universitas Terbuka. Ningsih, Rini. (2002). IPS Kelas VI SD. Jakarta : Yudistira Salma, Dewi. (2000). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar Kelas VI SD. Jakarta. Santoso, Puji; Rustiyah& Ruseffendi. (2007). Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Sekolah Dasar. Jakarta Suciati. (2005). Belajar dan Pembelajaran 2.Jakarta : Universitas Terbuka.
971
ISBN :978-602-17187-2-8
UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS TENAGA PENDIDIK MELALUI PEMBUATAN BATAKO PADA SMP NEGERI 1 BONTIKABUPATEN SANGGAU Yanto
[email protected] Pengawas SMP Kabupaten Sanggau Abstrak: Berawal dari keprihatinan karena terhentinya Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) ― Membuat Batako ― pada SMP Negeri 1 Bonti, Kecamatan Bonti, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, dimana saya pernah mengabdi selama 10 tahun ( Maret 1998 s/d Pebruari 2008).Pendidikan Kecakapan Hidup begitu penting bagi para siswa, karena tidak semua siswa dapat melanjutkan pendidikan setinggitingginya dan mendapat kedudukan sebagai pegawai administrasi. Pasti sebagian besar akan memanfaatkan keterampilannya untuk menopang kehidupannya.Selain itu dewasa ini pembangunan dengan bahan baku semen, khususnya batako begitu giat dilaksanakan.Dari sebab itu saya ingin mengetahui lebih jauh penyebab terhentinya pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup ini dengan melakukan Penelitian Tindakan Sekolah pada SMP Negeri 1 Bonti.Setelah dilaksanakan PTK diketahui bahwa ketrampilan para pendidik dalam membimbing siswa tidak berkelanjutan dan tidak berkembang. Manajemen pemasaran batako dan keuangan tersendat.
Kata Kunci: pembuatan batako, life skill, tenaga kerja, manajemen. Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) pada SMP Negeri 1 Bonti khusus untuk pembuatan Batako sudah dirintis sejak Tahun Ajaran 2007/2008 setelah Kepala Sekolah dan 1 orang guru Mulok mengikuti Work Shop PKH di Hotel Prabu – Bogor tanggal 7 s/d 13 Juli 2007. Namun 2 tahun terakhir, 2009 dan 2010 kegiatan PKH tidak beraktifitas lagi.Padahal dewasa ini kegiatan pembangunan fisik ( perumahan, pagar, dll) di masyarakat berbahan baku batako sangat tinggi. Maka sangat penting untuk mencari mengapa kondisi ini dapat terjadi.Permen nomor. 13/2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah yang salah satunya adalah kompetensi Kewirausahaan. Kompetensi ini merupakan faktor penting untuk memotivasi guru agar dapat membimbing para siswanya trampil membuat batako dan melihat peluang ke depan seperti yang diharapkan dari siswa- siswi sebagai produk pendidikan yang berjiwa kewirausahaan. UU Sisdiknas no. 20/ 2003tentang peran serta masyarakat dalam mengelola pendidikan dikatakan bahwa peran serta masyarakat turut merencanakan, mengawasi, dan mengevaluasi. Supaya PKH ini dapat berkelanjutan, maka sangat penting untuk mengetahui sebab musabab yang mengakibatkan terhentinya aktivitas PKH ini. Semoga dengan diketahuinya penyebab, dapat dicarikan solusi pemecahan masalahnya.Identifikasi awal sebagai berikut (1) kemampuan Kepala Sekolah mengatur dan mengelola kewirausahaan khusus PKH masih rendah, (2) kemampuan Kepala Sekolah membimbing tenaga pendidik dan kependidikan agar menjadi guru- guru trampil membuat batako belum pernah diadakan, (3) kegiatan tenaga Pendidik dan Kependidikan membimbing siswaagar trampil, kreatif, dan berjiwa kewirausahaan masih rendah, (4) dukungan dan peran serta masyarakatmelalui Komite Sekolah untuk mendukung Pendidikan Kewirausahaamasih rendah, dan (5) peluang pemasaran di masyarakatsangat menjanjikan.PTS inibertujuan untuk mengupayakan peningkatan kreatifitas bagi guru di SMPN 1 Bonti. Batako adalah jenis bahan bangunan yang berupa bata cetak alternative, yang juga berfungsi sebagai pengganti batu bata. Batako ditujukan untuk konstruksi- konstruksi dinding bangunan nonstructural, yaitu sebagai dinding pengisi yang harus diperkuat diperkuat dengan rangka, yang terdiri atas kolom dan balok beton bertulang yang dicor dalam lubang- lubang batako, dan perkuatan dipasang pada sudut- sudut, pertemuan dan persilangan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, batako merupakan alternatif bagi bata merah Perbandingan di antara kedua bahan tersebut tidak pernah habis, karena masing- masing mempunyai kekurangan dan kelebihan yang berlainan. Beberapa di antara kekurangan batako adalah sering dinilai kurang kuat dari bata merah, karena memiliki dimensi yang lebih besar dan berongga. Jika rongga tersebut tidak diisi dengan semen, maka daya kedap suaranya akan 972
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
rendah. Batako juga tidak mempunyai sifat insulasi panas yang cukup baik sehingga udara di dalam bangunan menjadi lebih panas. Meski demikian, ada pula beberapa kelebihan batako, diantaranya lebih hemat dari bata merah dari segi waktu pemasangan, jumlah pemakaian adukan, dan harga per meter persegi. Batako juga bisa menampilkan tekstur dinding yang lebih rapi apabila (bila ) tidak diberi plester atau ekspos. Bata merah juga bisa tampil polos tanpa plesteran, tetapi kesan yang ditonjolkannya lebih kepada artistik natural. Bata merah ekspos pun membutuhkan waktu dan keahlian pemasangan yang lebih banyak sehingga boros waktu, tenaga, dan biaya. Pembuatan bangunan menggunakan batako bisa selesai dalam waktu lebih cepat.Jika Anda membangun dinding menggunakan batako, hanya dibutuhkan 10 hingga 15 buah batako untuk menyusun dinding seukuran satu meter persegi.Memang tidak secepat pemasangan dinding papan semen atau gypsum, tetapi jelas lebih cepat dari aplikasi bata merah.Keuntungan yang bisa diperoleh melalui penggunaan batako tidak hanya berhenti di sana, melainkan juga menghemat plesteran serta mengurangi beban dinding sehingga konstruksi bangunan menjadi lebih ringan. Batako yang baik adalah yang masing- masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako menurut Universitas Sumatera Utara PUBI-(1982) pasal 6 antara lain adalah ―permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ± 400mm, lebar ± 200 mm, dan tebal 100 – 200 mm, kadar air 25 – 35 % dari berat, dengan kuat tekan antara 2 – 7 N/mm² ―. Sisi- sisi batako harus mulus, tegak lurus sama lain dan tidak mudah dirapihkan dengan tangan. Sebelum dipakai dalam bangunan, maka batako minimal harus sudah berumur satu bulan dari proses pembuatannya, kadar air pada waktu pemasangan tidak lebih dari 15%. Keuntungan Pemakaian Batako Menurut Supribadi (1986 : 59), ada beberapa keuntungan, apabila menggunakan batako sebagai pengganti batu bata. 1. Tiap m² pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan. 2. Pembuatan mudah dan ukuran dapat dibuat sama. 3. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos pemasangan juga lebih hemat. 4. Khusus jenis yang berlubang, dapat berfungsi sebagai isolasi udara. 5. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester 6. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan potongan. 7. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air. Sedangkan menurut Frick Hei dan Koesmartadi ( 1999 : 97 ) batakomempunyai beberapa keuntungan pemakaian bila dibandingkan dengan bata merah, terlihat penghematan dalam beberapa segi, misalnya setiap m² luas dinding lebih sedikiy jumlah batu yang dibutuhkan, sehingga kwantitatif terdapat penghematan. Terdapat pula penghematan dalam pemakaian adukan sampai 75%.Berat tembok diperingan dengan 50%, dengan demikian fondasinya bisa berkurang. Bentuk batako yang bermacam- macam memungkinkan variasi yang cukup banyak, dan jika kualitas batako baik, maka tembok tidak perlu diplester dan sudah cukup menarik. Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan batako untuk bahan bangunan mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian.Keuntungan menggunakan batako dalam bangunan adalah tiap m² pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan. Keuntungan lain dari penggunaan batako adalah akan mengurangi efek kerusakan lingkungan khususnya lahan pertanian yang dijadikan sebagai pembuatan batu bata. Kerugiannya membutuhkan waktu lama kurang lebih 3 minggu, pengangkutan bisa membuat pecah dan retak, karena ukurannya yang cukup lama. ( Wisnuwijayanarko, 2008). Deskripsi Kondisi Sekolah a. Identitas: SMP NEGERI 1 Bonti. NPSN : 30101867. Alamat : Jl. Kiai Suta Diansa Kecamatan Bonti Kabupaten Sanggau
973
ISBN :978-602-17187-2-8
b. Siswa
: Tahun Ajaran 2010/2011 Kelamin L P JML
3 Kelas 7 48 ss 51 ss 99 ss
3 Kelas 8 50 ss 52 ss 102 ss
c. Fasilitas 1. Luas tanah sertifikat : 17.486 m² 2. Buku pelajaran lengkap 3. Buku Perpustakaan ada 4. Komputer Tata Usaha 2 Unit 5. Komputer Praktek siswa 20 unit 6. Ruang Kelas= 9 ruang, Lab.IPA = 1 ruang, Perpustakaan = 1 ruang, Guru= 1 ruang, TU= 1 ruang, Kepsek= 1 ruang, WC guru= 2 kamar, WC putrid= 4 kamar, WC putra= 4 kamar. 7. Rumah Dinas Kepsek= 1 unit. 8. Asrama siswa 1 unit. d. Ketenagaan No. Jabatan L P 1. Kepsek 1 2. Gr. Tetap 6 4 3. Gr. Honor 3 3 4. TU Tetap 1 5. TU Honor 3 Jml 14 7
3 Kelas9 42 ss 42 ss 84 ss
Jumlah 1 10 6 1 3 21
e. Kurikulum yang digunakan Kurikulum yang digunakan di Sekolah adalah KTSP untuk semua jenjang kelas. f. Biaya No. Sumber Jumlah 1. Rutin APBD Rp.448.661.300 2. Komite Rp. 65.760.000 3. Lain- lain Rp. 32.880.000 4. BOS Rp.158.750.000 Jml Rp.704.001.300 g. Pemakaian Listrik PLN : 900 watt h. Batuan Block grant/ Subsidi dan Beasiswa( temporer ) METODE Lokasi penelitian bertempat di Beng- kel Batako SMP Negeri 1 Bonti, Kecamatan Bonti, Kabupaten Sanggau, Pro- vinsi Kalimantan Barat.Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September dan Oktober 2010 selama 34 hari.Subjek penelitian guru- guru dan tenaga kependidikan 11 orang. Variabel dalam Penelitian Tindakan Sekolah ( PTS ) ini adalah: ―Upaya meningkatkan kreativitas tenaga Pendidik melalui pembuatan batako‖.Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian dilakukan melalui observasi. Observasi dilakukan oleh 3 orang secara langsung pada saat proses pembuatan batako oleh subjek sebanyak 11 orang. Observer yang terdiri dari: Bp. Musleh, S.Pd. (Kepala Sekolah), Bp. Miin (Guru Mulok, GTT), Ibu Wasiah ( guru yang pernah mengadakan Action Research ) menggunakan instrument- instrument yang telah disediakan untuk memperoleh data dari setiap subjek pada saat proses pembuatan batako berlangsung dan mencatat peristiwa- peristiwa yang terjadi. Pada metode ini Penulis menjadi bagian dari setiap aktifitas yang ada dalam organisasi sasaran.
974
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kondisi Sekolah Diketahui lebih dalam lagi dari des kripsi kondisi sekolah (Bab 2 huruf B) bahwa Pendidikan Kecakapan Hidup ( Life Skill ) pembuatan batako tahun 2009 dan 2010 ini di SMPN 1 Bonti ter henti. PadahalPKH ini amat penting bagi masa depan siswa. Kegiatan Siklus 1 1.Perencanaan Observer dikumpulkan dan diberi penjelasan bagaimana mengamati dan mengisi format.Semua subjek ( pendi dik dan kependidikan) dikumpul dibengkel pembuatan batako. Di sana di jelaskan tentang penggunaan alat- alat kerja, bahan- bahan untuk membuat ba- tako, dan langkah- langkah pembuatan batako. Sesudah persiapan dan penje- lasan dilaksanakan dengan jelas, selan- jutnya aktivitas dimulai. Kegiatan awal dimulai dengan pengambilan pasir, per bandingan, pencampuran, pengadukan dilakukan secara bersama- sama. Sedang kan pencetakan batako dilakukan secara personal dengan target 10 buah batako jadi perorang pada siklus 1. 2. Pelaksanaan Sesudahdilaksanakan dan diobserva- si ketrampilan subjek membuat batako diperoleh data sebagai berikut: a. Persiapan pertama adalah membenah tempat/ bengkel batako, melengkapi alat-alat pembuatan batako seperti, cetakan, papan alas, gerobak, cangkul,sekop, sendok,semen, ember, timbangan. Persiapan bahan, membeli semen 2 zag, @Rp.75.000,-, pasir 1m³ @ Rp.150.000,-, menampung air di kolam. b. Persiapan kedua, satu orang observer menjelaskan tahap- tahap pembuatan batako kepada semua subjek yangakan diteliti mulai dari pengayakanpasir, pencampuran semen dan pasir dengan perbandingan 1: 7, pengadukan sampai matang, proses pencetakan,penyimpanan dan penimbangan, bobot batako dua lobang dan bobot batako tiga lobang. 3.Observasi Tiga orang observer melakukan observasi kepada setiap tenaga pendidik untuk melihat kecakapan pembuatan batako dengan mengisi data yang diperoleh pada blanko observasi yang sudah disediakan. Dari hasil observasi diperoleh data sebagai berikut: Tabel 1.Siklus 1 No Nama Skor Keseluruhan Siklus 1 T1 T2 T3 F1 Total 1. Musleh 6/10 19 6,8 33 65 2. Misbah 4/10 13 5,7 21 44 3. Jumakir 6/10 13 6.0 32 57 4. Sya‘roni 4/10 17 5,7 22 49 5. Rahmat 10/10 26 9,7 50 96 6. Aslina 0 0 0 0 0 7. Mariana 2/10 11 5,0 23 41 8. Kuntari H 2/10 11 4,5 27 45 9. M. Ismael 0 0 0 0 0 10 Wasiah 2/10 12 5,2 26 45 11 M. Nasir 6/10 15 6,7 31 59 Jumlah 42 137 55 265 499 Rata- rata 4,67 15,22 6,14 29,44 55,48 Keterangan: T1 : Angka depan adalah jumlah batako yang baik, angka belakang adalah jumlah target batako yang dicetak perorang. T2 : Diambil dari Tabel 2. T3 : Prosentase dikonversi ke angka satuan F1 : Diambil dari data Format 1
975
ISBN :978-602-17187-2-8
4.Refleksi Dari rangkuman nilai semua format dan tabel 1 mengkondisiawalkan keterampilan tenaga pendidik pada SMP Negeri 1 Bonti membuat batako.Catatan lapangan, ketiga observer mengatakan bahwa keterampilan tenaga pendidik yang diobservasi sebagian besar masih sangat rendah. Pada awalnya untuk mencetak 10 buah batako terjadi kegagalan pada setiap subjek antara 5 sampai 20 kali disebabkan keterampilan pribadi, pasir tidak diayak, adonan terlalu basah, pengisian cetakan tidak terlalu padat, kurang berhati- hati saat membuka cetakan, terjadi goncangan saat memindahkan ke tempat penyimpanan.Kerawanan rusak batako tiga lobang lebih besar daripada batako dua lobang. Namun demikian khusus untuk Pak Rahmad pencetakan batako ini menunjukan keteram pilan yang sangat baik, baik untuk lobang dua maupun untuk lobang tiga.Setelah ditanyakan, ternyata yang bersangkutan juga mencetak batako sendiri untuk membuat tong air dan dinding rumahnya sendiri. Dari 90 batako yang tercetak pada siklus 1, 17 buah retak dan pecah dalam proses pengerasan.Hal ini disebabkan karena kurang padat. Hal lain secara spontan terucap dari seorang tenaga pendidik bahwa mencetak batako tidak semudah yang dibayangkan. Kondisi yang ditampilkan pada siklus 1 merekomendasikan bahwa perlu diulang pada siklus 2. C.Kegiatan Siklus 2 1.Perencanaan Untuk melaksanakan siklus 2 ini diadakan pengarahan oleh satu observer ke- pada semua subjek untuk mengingat dan tidak mengulangi kelemahan- kelemahan yang terjadi di siklus1, peralatan disiapkan seperti siklus1, pasir dan semen menggunakan stok siklus 1. 2.Pelaksanaan Pada siklus 2 ini pasir diayak untuk memisahkan sampah berupa kerikil, kayu, daun, cangkang tengkuyung, dan lain- lain. Percampuran, perbandingan, pengadukan dilaksanakan secara bersama- sama. Pencetakan dilaksanakan oleh masing- masing subjek yang diobservasi.Target kali ini juga mencetak 10 batako per subjek/ te- naga pendidik dan kependidikan. 3.Observasi Laksana siklus 1, pada siklus 2 inipun tiga orang observer melakukan observasi kepada setiap tenaga pendidik untuk memantau proses pembuatan batako. Dari hasil pengamatan diperoleh data sebagai berikut: No Nama Skor Keseluruhan Siklus 2 T1 T2 T3 F1 Totl 1 Musleh 8/10 27 8,6 76 120 2 Misbah 6/10 20 7.6 59 93 3 Jumakir 6/10 19 7.0 53 85 4 Sya‘roni 0 0 0 0 0 5 Rahmat 10/10 32 9,7 80 132 6 Aslina 6/10 17 5,2 45 73 7 Mariana 6/10 18 5,5 49 79 8 Kuntari H 6/10 17 5,5 47 76 9 M Ismael 7/10 20 6,8 55 89 10 Wasiah 6/10 18 5,7 49 79 11 M.Nasir 7/10 20 7,7 63 98 Jumlah 68 208 69,3 576 924 Rata- rata 6,8 20,8 6,93 57,6 92,4 Keterangan : T1 : Angka depan adalah jumlah batakoyang baik, angka belakang adalah jumlah batako yang dicetak. T2 : Diambil dari data T2. T3 : Prosentase dikonversikan ke angka Satuan. F1 : Diambil dari data F1
976
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
4. Refleksi Dari rangkuman nilai semua format dan table pada siklus 2, catatan lapangan observer semua menunjukan peningkatan walaupun bervariasi terhadap ketrampilan pembuat batako. Namun yang lebih membuat tenaga pendidik terkesan adalah lika- liku proses pembuatannya. Peristiwa ini akan menggiring seorang tenaga pendidik apabila dipercayakan membimbing siswa- siswi membuat batako pada Pendidikan Kecakapan Hidup. Pengalaman empiris akan menjadi jalan terbaik untuk pembinaan keterampilan siswa- siswi pada pendidikan life skill. Hasil batako: 1.Kwantitatif a. Satu zag semen dicampur dengan 7 zag pasir menghasilkan: 65 buah batako 2 lobang. 66 buah batako 3 lobang 131 buah batako b. Campuran: 31,5 liter pasir ditambah 4,5 liter semen Memerlukan air 1,4 liter s/d 2,1 liter. c. Massa rata- rata batako › 2 lubang : 4,7 kg/ batako › 3 lubang : 3,6 kg/ batako d. Jika adonan dijadikan batako 2 lobang maka jumlah batako yang didapat. 66 X 3,6 Kg + 65 = 115,5 buah bata4,7 Kg ko = 115 buah batako. e. Jika adonan dijadikan batako 3 lobang maka batako yang didapat adalah: 65 X 4,7 Kg + 66 = 150,86 = 150 buah 3,6 Kgbatako. f. Pengujian ketahanan getar batako dengan menjatuhkannya dari ketinggian 1meter dan 2 meter belum dilaksanakan. g. Perhitungan Harga Dasar. 1 zag semen @ Rp. 75.000,7 zag pasir @ Rp.10.000,- = Rp. 70.000,Rp.145.000,Batako 2 lobang @ Rp.1.260,Batako 3 lobang @ Rp. 967,D.Pembahasan tiap siklus, antar sik- lus dan perbandingan dengan kondisi awal sekolah. 1.Siklus 1 Faktor- faktoryang ditemukan pada siklus 1 adalah: a. Pasir yang tidak diayak perbandingan 1 : 7, daya rekat semenberkurang karena terdapat kerikil besar, sampah, daun, ranting kayu, dll.Untuk itu siklus 2 pasir harusdiayak. b. Kandungan air yang tinggi ( dari normal pencetakan batako ) membuat batako rontok setelah cetakandibuka. Maka, pada adukan berikutnya kandungan air secukupnya. c. Faktor kehati- hatian, kesabaran,keuetan baru muncul. Maka diharap kan pada siklus 2 faktor tersebut sudah tertanam baik. d. Sebagian besar hasil pada siklus 1 belum begitu bagus, maka pada siklus 2 diharapkan lebih berkualitas. 2. Siklus 2 a. Setelah pasir di ayak( bersih ) dan kandungan air cukup, maka daya rekat semen menjadi baik, keberhasilan pen- cetakan menjadi efektif dan berhasil. b. Faktor kehati- hatian, kesabaran, keuletan semakin maksimal dan mendukung keberhasilan. 3. Antar Siklus 1 dan 2 Dari hasil ketiga observer dapat disim pulkan bahwa keterampilan pembuatan batako oleh tenaga pendidik dan kepen didikan pada SMP Negeri 1 Bonti seca ra keseluruhan 977
ISBN :978-602-17187-2-8
meningkat, dari total nilai 499 poin pada siklus 1 menjadi 921poin pada siklus 2. Walaupun pada awalnya dirasakan ada kesulitan pembuatan batako Namun karena pembuatan batako ini lebih banyak pada keterampilan fisik maka penguasaan tatacara pembuatannya relative cepat dikuasai.Dari sebelas orang yang diobservasi berdasarkan siklus 2 sepuluh orang dapat direkomen dasikan untuk membimbing siswa- siswi membuat batako. Tabel Kondisi dan Rekomendasi No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kondid awal yang tidak biasa membuat batako Tidak Dapat Dapat Musleh Misbah Jumakir Sya‘roni Rahmat Aslina Mariana Kuntari H Muna Ismael Wasiah M.Nasir
Kondisi akhir yang bisa membuat batako Musleh Misbah Jumakir Rahmat Aslina Mariana Kuntari H Muna Ismael Wasiah M. Nasir
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dengan terampilnya tenaga pendidik pada SMP Negeri 1 Bonti membuat batako, maka mereka merupakan tenaga siap pakai untuk membimbing siswa- siswi membuat batako dalam mata pelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup.Keterampilan (keahlian) yang dimiliki dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kreatifitasnya. Saran- Saran Dengan meningkatkan kreatifitas tenaga Pendidik dan Kependidikan sebagai kelanjutan dari keterampilan yang dikuasai maka kami sarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Supaya Pendidikan Kecakapan Hidup bagi siswa- siswi SMP Negeri 1 Bonti agar dilanjutkan dengan mendayagunakan tenaga- tenaga pendidk terampilsecara bergiliran. 2. Tingkatkan terus kreatifitas rekan- rekan tenaga pendidik dan kependidikan pada SMP Negeri 1 Bonti dengan memotifasi diri sendiri untuk berubah, berkembang, dan maju. 3. Tingkatkan kerjasama yang baik diantara pengelola sekolah dengan orang tua siswa, komite, pengusaha, DUDI (dunia usaha dan industri) agar produk PKH baik personal maupun materialnya mendapat pasara. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, 1993.Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: PT. Rineka Cipta. Asmara, H.U.Husna, 2004.PenulisanKarya Ilmiah.Pontianak : Fahruna Bahagia. Bloom, Benjamin S., 1982.All Our ChildrenLerning: A PrimerFor Parens, Teachers and Other Educators. New York : McGraw-Hill Book, Inc. Departemen Pendidikan Nasional, 2002.Pendekatan Kontekstual (ontextual Teachingand Learning ). Jakarta: DirektoratPendidikan Lanjutan Pertama. FKIPUniversitas Tanjungpura. 2008. Modul Umumuntuk Pendidikandan Latihan Profesional Guru (PLPG/DPG). Pontianak:Sertifikasi Guru Rayon 20. Kementrian Pendidikan Nasional. 2007.Materi Pelatihan PenguatanKemampuan Kepala Sekolahdan Pengawas Sekolah. Jakarta: Dirjen PMPTK. Nawawi, H.Hadari., 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial.YogyakartaGajah Mada Univercity Press. Sukidin, dkk., 2008. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendekia. Wardani, I.G.A.K. 2009. PenelitianTindakan Kelas.Jakarta: Modul Universitas Terbuka. Wintoko, Bambang.2006. Sukses Wirausaha Batako dan Paving Block.Jakarta: Pustaka Baru Press.
978
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA KEPALA SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN KINERJA GURU DI SD KARTIKA V-5 TANAH GROGOT Suhartiwi Kepala Sekolah SD Kartika V-5 Tanah Grogot Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) pengaruh kepemimpinan kepalasekolah dan motivasi kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja guru, (2)pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru, dan (3) pengaruh motivasi kerjaterhadap kinerja guru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan deskriptif kualitatif, analisis data yang menggunakan deskriptif kualitatif .Jadipadapenelitianiniyaituanalisis data yang diujikanbukandalambentukangkaangka melainkan dalam bentuk laporan uraian deskriptif dengan pola piker induktif. Berdasarkan hasil penelitian (1) Kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru SD Kartika V-5 Tanah Grogot. (2) Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru di Sekolah. (3) Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru, dan (4) Motivasi kerja berpengaruh dominan terhadap kinerjaguru. Kata kunci: kepemimpinan kepala sekolah, motivasi kerja, kinerja guru
Sekolah sebagai lembaga formal pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran untuk menunjang kelancaran jalannya pembangunan di Indonesia secara keseluruhan. Sumber daya manusia unggul merupakan persyaratan utama bagi terwujudnya bangsa dan negara yang maju. Berapapun besar sumber daya alam (SDA), modal sarana prasarana yang tersedia, pada akhirnya di tangan SDM yang handal sajalah target pembangunan bangsa dan negara dapat dicapai. Dalam perspektif berpikir seperti ini, suatu bangsa tidak dapat mencapai kemajuan tanpa adanya suatu sistem pendidikan yang baik. Pendidikan adalah modal dasar untuk menciptakan SDM yang unggul. Dunia pendidikan yang utama adalah sekolah. Sekolah merupakan salah satu lembaga alternatif pelayanan pendidikan. Sekolah sebagai suatu lembaga tentunya memiliki visi, misi, tujuan dan fungsi. Untuk mengemban misi, mewujudkan visi, mencapai tujuan, dan menjalankan fungsinya sekolah memerlukan tenaga profesional, tata kerja organisasi dan sumber-sumber yang mendukung baik finansial maupun non finansial. Guru merupakan salah satu SDM yang berada di sekolah . Kinerja guru di sekolah mempunyai peran penting dalam pencapaian tujuan sekolah. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 1, ayat (1) menjelaskan bahwa: ―Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah‖, sehingga, guru yang semakin bermutu semakin besar sumbangannya bagi perkembangan diri siswanya dan perkembangan masyarakatnya. Tugas utama guru tersebut merupakan indikator yang akan dijadikan untuk mengukur kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Samana (1994:14), guru yang bermutu mampu berperan sebagai pemimpin di antara kelompok siswanya dan juga di antara sesamanya, ia juga mampu berperan sebagai pendukung serta penyebar nilai-nilai luhur yang diyakininya dan sekaligus sebagai teladan bagi siswa serta lingkungan sosialnya, dan secara lebih mendasar guru yang bermutu tersebut juga giat mencari kemajuan dalam peningkatan kecakapan diri dalam karya dan dalam pengabdian sosialnya. Jelas bahwa guru yang bermutu dalam tugas dan kewajibannya yang terkait langsung dengan proses belajar mengajar maupun tidak terkait langsung, sangatlah berpengaruh terhadap hasil belajar mengajar. 979
ISBN :978-602-17187-2-8
Guru dipandang sebagai faktor kunci, karena guru yang berinteraksi secara langsung dengan murid dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kinerja guru tidak lepas dari pengaruh kepemimpinan kepala sekolah. Tugas Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Tidak semua kepala sekolah mengerti maksud kepemimpinan, kualitas serta fungsifungsi yang harus dijalankan oleh pemimpin pendidikan. Setiap orang yang memberikan sumbangan bagi perumusan dan pencapaian tujuan bersama adalah pemimpin, namun individu yang mampu memberi sumbangan yang lebih besar terhadap perumusan tujuan serta terhimpunnya suatu kelompok di dalam kerja sama mencapainya, dianggap sebagai pemimpin yang sebenarnya. Orang yang memegang jabatan kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan ( Mulyana, 2004) a. Pengelolaan pengajaran Pengelolaan pengajaran ini merupakan dasar kegiatan dalam melaksanakan tugas pokok. Kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan ini antara lain: pemimpin pendidikan hendaknya menguasai garis-garis besar program pengajaran untuk tiap bidang studi dan tiap kelas, menyusun program sekolah untuk satu tahun, menyusun jadwal pelajaran, mengkoordinir kegiatan-kegiatan penyusunan model satuan pengajaran, mengatur kegiatan penilaian, melaksanakan norma-norma kenaikan kelas, mencatat dan melaporkan hasil kemampuan belajar murid, mengkoordinir kegiatan bimbingan sekolah, mengkoordinir program non kurikuler, merencanakan pengadaan, memelihara dan mengembangkan buku perpustakaan sekolah dan alat-alat pelajaran. b. Pengelolaan kepegawaian Termasuk dalam bidang ini yaitu menyelenggarakan urusan-urusan yang berhubungan dengan penyeleksian, pengangkatan kenaikan pangkat, cuti, perpindahan dan pemberhentian anggota staf sekolah, pembagian tugas-tugas di kalangan anggota staf sekolah, masalah jaminan kesehatan dan ekonomi, penciptaan hubungan kerja yang tepat dan menyenangkan, masalah penerapan kode etik jabatan. c. Pengelolaan kemuridan Dalam bidang ini kegiatan yang nampak adalah perencanaan dan penyelenggaran murid baru, pembagian murid atas tingkat-tingkat, kelas-kelas atau kelompok-kelompok (grouping), perpindahan dan keluar masuknya murid-murid (mutasi), penyelenggaraan pelayanan khusus (special services) bagi murid, mengatur penyelenggaraan dan aktivitas pengajaran, penyelenggaran testing dan kegiatan evaluasi, mempersiapkan laporan tentang kemajuan masalah disiplin murid, pengaturan organisasi siswa, masalah absensi, dan sebagainya. d. Pengelolaan gedung dan halaman Pengelolaan ini menyangkut usaha-usaha perencanaan dan pengadaan, inventarisasi, pengaturan pemakaian, pemeliharaan, rehabilitasi perlengkapan dan alat-alat material sekolah, keindahan serta kebersihan umum, usaha melengkapi yang berupa antara lain gedung (ruangan sekolah), lapangan tempat bermain, kebun dan halaman sekolah, meubel sekolah, alat-alat pelajaran klasikal dan alat peraga, perpustakaan sekolah, alat-alat permainan dan rekreasi, fasilitas pemeliharaan sekolah, perlengkapan bagi penyelenggaraan khusus, transportasi sekolah, dan alat-alat komunikasi, e. Pengelolaan keuangan Dalam bidang ini menyangkut masalah-masalah urusa gaji guru-guru dan staf sekolah, urusan penyelenggaraan otorisasi sekolah, urusan uang sekolah dan uang alat-alat muridmurid, usaha-usaha penyediaan biaya bagi penyelenggaraan pertemuan dan perayaan serta keramaian. f. Pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat Untuk memperoleh simpati dan bantuan dari masyarakat termasuk orang tua muridmurid, dan untuk dapat menciptakan kerjasama antara sekolah-rumah- dan lembaga-lembaga sosial. g. Tugas Kepala Sekolah Dalam Bidang Supervisi Kepala Sekolah bertugas memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan dan penilaian pada masalah-masalah yang berhubungan dengan teknis penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan pengajaran yang berupa perbaikan program dan kegiatan pendidikan pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar mengajar ( Imron,1995). 980
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Tugas ini antara lain : Membimbing guru-guru agar mereka dapat memahami secara jelas tujuan-tujuan pendidikan pengajaran yang hendak dicapai dan hubungan antara aktivitas pengajaran dengan tujuan-tujuan. 2. Membimbing guru-guru agar mereka dapat memahami lebih jelas tentang persoalanpersoalan dan kebutuhan murid. 3. Menyeleksi dan memberikan tugas-tugas yang paling cocok bagi setiap guru sesuai dengan minat, kemampuan bakat masing-masing dan selanjutnya mendorong mereka untuk terus mengembangkan minat, bakat dan kemampuannya. 4. Memberikan penilaian terhadap prestasi kerja sekolah berdasarkan standar-standar sejauh mana tujuan sekolah itu telah dicapai. ―Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi, memerintah secara persuasif, memberi contoh, dan bimbingan kepada orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan‖. Kepemimpinan kepala sekolah memiliki pengaruh terhadap kinerja guru. Peran dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh kepala sekolah sebagai seorang pemimpin seperti yang dijelaskan oleh Dinas Pendidikan dalam Mulyasa (2004 : 97) diantaranya sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator.Peran atau indikator tersebut untuk memperbaiki dan meningkatkan situasi belajar mengajar. Prioritas utamanya yaitu memperbaiki dan meningkatkan mutu belajar dengan memperbaiki kinerja guru yang menanganinya. Guru memiliki potensi yang besar pada dirinya masing-masing, namun potensi tersebut belum dinyatakan pada aktivitas kegiatan mengajar secara penuh karena belum memperoleh rangsangan dan motivasi dari pengawas selaku pimpinan sekolah maupun seniornya. Kepemimpinan pembelajaran merupakan kemampuan dalam mempengaruhi mereka untuk memberi motivasi dan menyadarkan supaya guruguru bekerja dengan sepenuh kapasitas kemampuan. Kepala Sekolah dituntut untuk dapat bekerja sama dengan bawahannya, dalam hal ini guru. Motivasi kerja mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kinerja guru. Hal tersebut berarti bahwa motivasi dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seorang guru. Sebagai tenaga profesional kependidikan guru memiliki motivasi kerja yang berbeda antara guru yang satu dengan lainnya. Hal ini kelak akan berakibat adanya perbedaan kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan. Faktor hygiene adalah faktor yang bersifat ekstrinsik, seperti kebijakan administrasi, supervisi, hubungan dengan teman kerja, gaji, rasa aman dalam pekerjaan, kehidupan pribadi, kondisi kerja dan status. Motivasi kerja guru merupakan faktor penting dalam peningkatan kinerja guru karena sebagai pendorong utama setiap guru melaksanakan tugas profesinya sesuai ketentuan yang berlaku. Motivasi kerja guru tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru dalam Uno,B Hamzah,(2010). Korelasi yang positif namun tidak signifikan ini menunjukan tinggi rendahnya motivasi kerja guru tidak berpengaruh terhadap kinerja guru. Begitu pula hasil terhadap kepemimpinan kepala sekolah yang tidak signifikan berpengaruh terhadap kinerja guru. Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja guru dan kepemimpinan kepala sekolah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru. Dari penelitian tersebut terdapat perbedaan akan hasil yang diperoleh. Hasil yang ada menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dan yang tidak signifikan. Inkonsistensi terhadap kesimpulan hasil penelitian tersebut menjadi salah satu alasan bagi penulis untuk mengadakan penelitian kemudian mengkaji dan menganalisis data yang diperoleh. 1.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif, jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan deskriptif kualitatif, analisis data yang menggunakan deskriptif kualitatif ( Sugiyono, 2013). Jadi pada penelitian ini yaitu analisis data yang diujikan bukan dalam bentuk angka-angka melainkan dalam bentuk laporan uraian deskriptif dengan pola pikir induktif ( Suharsini ,2002) Cara berpikir induktif adalah cara menarik kesimpulan yang berangkat dari fakta-fakta dan peristiwa yang bersifat khusus kemudian disimpulkan dengan sifat umum yang mengungkapkan keadaan 981
ISBN :978-602-17187-2-8
obyek penelitian sebagaimana adanya di lapangan tentang kepemimpinan kepala sekolah, iklim bekerja dan kinerja guru. Pengamatan dilakukan dengan melakukan observasi kepada guru di Sekolah Dasar Kartika V-5 Tanah Grogot tahun pelajaran 2014/2015 sebanyak 14 orang. Sebelum dianalisis data yang sudah diperoleh akan diolah dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu: Data collecting yaitu pengumpulan data sesuai variabel yang ditulis dalam penelitian, Coding adalah data yang sudah dikumpulkan, setelah itu data tersebut diberikan kode data dan disesuaikan jenis data tersebut, Reducting yaitu data yang dipilah-pilah dan pemotongan data-data yang tidak diperlukan dan Classifying yaitu mengelompokkan data sesuai jenis data, setelah data dikelompokkan sesuai jenis data lalu data penarikan kesimpulan, data yang telah diklasifikasi Sugiono (2013). PEMBAHASAN Supervisi yang dilakukan kepala sekolah baru sampai pada tataran pelaksanaan tugas saja, misalnya kepala sekolah masih kurang dalam melakukan kunjungan diberbagai kelas. Kegiatan supervisi ini belum mencapai apa yang diharapkan, yaitu bahwa supervisi merupakan pengawasan terhadap kegiatan akademik yang berupa proses belajar mengajar, pengawasan terhadap guru dalam mengajar, pengawasan terhadap murid yang belajar dan pengawasan terhadap situasi yang menyebabkannya. Aktivitas tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi kelemahan kelamahan pembelajaran untuk diperbaiki, apa yang menjadi penyebabnya dan mengapa guru tidak berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Berdasarkan hal tersebut kemudian diadakan tindak lanjut yang berupa perbaikan dalam bentuk pembinaan. Kunjungan kelas yang dilakukan kepala sekolah masih belum optimal sehingga kepala sekolah belum bisa melihat kinerja guru dan masalah yang dihadapi di dalam kelas secara lebih dalam. Selain itu, hampir di setiap sekolah beberapa guru tidak mempersiapkan perangkat pengajaran dengan lengkap misalnya rencana pelaksanaan harian, presensi, kisi-kisi soal, program perbaikan, laporan akhlak, analisis KKM ( Samana,1994) Apabila memiliki motivasi yang tinggi, ia akan memperlihatkan minat, mempunyai perhatian, dan ingin ikut serta dalam suatu tugas atau kegiatan‖. Sesuai dengan pendapat tersebut, guru yang masih kurang berhasil dalam mengajar dikarenakan mereka kurang termotivasi untuk mengajar sehingga berdampak terhadap menurunnya produktivitas/kinerja guru.Untuk itu diperlukan peran kepala sekolah untuk memotivasi para guru untuk meningkatkan kinerjanya. Ada berbagai kendala yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja guru antara lain yaitu: (1) kepentingan pribadi bawahan (guru) terkadang luput dari pengawasan kepala sekolah. Hal ini menjadi kendala kinerja guru, guru yang selalu mengutamakan kepentingan pribadinya saat menjalankan tugasnya mengajar akan menjadikan tidak optimalnya proses pelajar mengajar, (2) pembinaan oleh kepala sekolah belum mencapai sasaran secara tepat. Pembinaan yang tidak tepat sasaran ini misalnya masih ada guru yang belum mengerti akan tugas dan kewajibannya secara penuh. Pembinaan yang dilakukan kepala sekolah sangat penting untuk memecahkan masalah yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya. Pembinaan yang dilakukan harus kontinyu dan berkelanjutan sehingga membantu kelancaran tugas guru yang akan berakibat pada meningkatnya kinerja guru, (3) kepala sekolah telah menjalankan fungsinya sebagai kepala sekolah dengan baik, tetapi fungsi kepala sekolah sebagai innovator masih belum optimal. Hal ini terlihat dari hasil angket dan (4) motivasi kerja yang dimiliki para guru dalam menjalankan tugasnya kurang optimal. Beberapa hal yang dapat diketahui antara lain: dalam menjalankan tugas masih tergantung pada pengawasan kepala sekolah, dalam memasuki kelas untuk mengajar masih ada yang terlambat, belum sesuai waktu yang ditentukan, pada saat guru tidak dapat mengajar, guru hanya memberikan catatan kepada anak didik. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa : (1) Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di SD Kartika V-5 Tanah grogot sangatlah positif walaupun masih banyak kekurangannya, (2) Dalam Motivasi kerja yang dilaksanakan Kepala Sekolah terhadap kinerja guru dengan menerapkan disiplin kerja. (3) Semakin baik kepemimpinan kepala sekolah dan motivasi kerja secara bersama sama semakin baik pula kinerja guru dalam menjalankan tugasnya.
982
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
SARAN 1. Bagi guru hendaklah selalu menerapkan disiplin waktu untuk meningkatkan hasil kinerjanya. 2. Bagi Kepala sekolah hendaknya lebih meningkatkan pengawasan terhadap bawahan, sehubungan dengan pendelegasian kekuasaan yang dibarengi dengan adanya kepentingan pribadi bawahan. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. Imron, A. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Mulyasa. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya _______. 2004. Menjadi Kepala Sekolah profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Uno, B.H. 2010.Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan,Jakarta:Bumi Aksara. Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sugiyono. 2013. Metode Pendidikan Kuantitatif, Kwalitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit alfabeta. Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan buku rack model.
PERANAN GURU PADA DUNIA PENDIDIKAN DASAR DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN Veronika Tindige SD. Katolik Santu Agustinus Lirung Kab. Kepulauan Talaud Abstrak :Guru memiliki tugas yang mulia dalam dunia pendidikan sehingga guru memegang peranan yang sangat penting dalam melaksanakan pembelajaran bersama siswa dimana mutu pembelajaran merupakan kemampuan yang dimiliki oleh sekolah dalam penyelenggaraan pembelajaran secara efektif dan efisien, sehingga menghasilkan manfaat yang bernilai tinggi bagi pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Komponen-komponen peningkatan mutu yang ikut andil dalam pelaksanannya adalah penampilan guru, penguasaan materi/kurikulum, penggunaan metode mengajar, pendayagunaan alat/fasilitas pendidikan, penyelengaraan pembelajaran dan evaluasi dan pelaksanaan kegiatan kurikuler dan ekstra-kurikuler. Untuk mencapai mutu pembelajaran terlebih dahulu guru harus membekali diri dengan sejumlah kompetensi dalam bidang pengajaran baik yang dilakukan oleh diri sendiri maupun bantuan kepala sekolah. Kata Kunci : peranan guru, dunia pendidikan, mutu pembelajaran
Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar (central basic) yang dapat membawa perubahan terhadap manusia. Perubahan tersebut sifatnya bertahap dan memerlukan waktu yang cukup lama. Telah banyak perkembangan dan kemajuan di segala bidang yang disebabkan oleh adanya pendidikan. Dengan demikian adanya pendidikan dapat mengubah suatu keadaan (negara, bangsa bahkan perorangan) menjadi kondisi kehidupan yang lebih baik. Melalui pendidikan manusia memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga dapat dikembangkan di lingkungan masyarakat untuk kepentingan masyarakat itu sendiri termasuk juga kepentingan dirinya sendiri. Mengingat begitu pentingnya pendidikan, maka sudah sepatutnya apabila berbagai lembaga pendidikan dari waktu ke waktu senantiasa meningkatkan peranannya, termasuk dalam peningkatan mutu pembelajarannya. Upaya peningkatan mutu pembelajaran di setiap jenjang dan satuan pendidikan pada saat ini terus-menerus diupayakan. Khusus untuk guru yang secara internal terlibat langsung dalam pembelajaran di sekolah harus berusaha mencari terobosan-terobosan baru dalam rangka meningkatkan mutu pembelajarannya yang bercirikan sebagaimana dikemukakan Toro (Irianto, 983
ISBN :978-602-17187-2-8
2009:40-41), yaitu sebagai berikut: (1) Peserta didik memiliki tingkat penguasaan yang tinggi terhadap tugas belajar sesuai dengan tujuan dan sasaran pendidikan, sehingga memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan (kompetensi); (2) Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja (relevansi); (3) Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, sehingga dapat melakukan sesuatu untuk keperluan hidupnya dalam rangka penyesuaian diri dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat (fleksibilitas); (4) Hasil pendidikan tidak mengakibatkan adanya pemborosan ekonomi maupun pemborosan sosial (efisiensi), dapat menghasilkan sesuatu yang produktif (berdaya hasil), memberikan kepastian/jaminan mutu, dapat dipertanggungjawabkan, bernilai tinggi, dapat merespon kebutuhan masyarakat, dapat dimanfaatkan dalam waktu relatif lama serta berseni. Untuk itulah jelas bahwa peningkatkan mutu pembelajaran menuntut peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab secara khusus dari guru agar senantiasa memikirkan upaya-upaya atau terobosan-terobosan baru secara konkrit, sehingga mutu pembelajaran di sekolah dapat lebih meningkat. Permasalahan-permasalahan yang ditemui berdasarkan observasi penulis terhadap peran guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran berhubungan dengan masih adanya guru yang memiliki kualifikasi pendidikan kurang, sikap profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas masih rendah, persiapan guru untuk melaksanakan pengajaran yang kurang mantap, masih sering terdapatnya rentang perolehan nilai siswa yang cukup jauh dalam setiap mata pelajaran, masih terdapatnya siswa yang memiliki nilai merah untuk mata pelajaran tertentu, kurangnya memanfaatkan media dan sumber belajar dan masih rendahnya sikap inovatif serta kreativitas mengajar guru. Sehubungan dengan peran dan fungsi guru dalam pembelajaran, maka diperlukan adanya usaha dari guru untuk mengoptimalkan peran dan fungsinya tersebut. Peranan guru tersebut akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru maupun dengan staf sekolah atau bahkan dengan kepala sekolah. Dari berbagai kegiatan interaksi, maka kegiatan pembelajaran dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya, mengingat disadari atau tidak bahwa sebagian waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk penggarapan pembelajaran di dalam kelas dan berinteraksi dengan siswa. Beberapa fungsi guru menurut Zen (2010:69-70) sehubungan dengan tugasnya selaku pengajar dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Sebagai Informator. Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum. dalam pada itu berlaku teori komunikasi: teori stimulus – respon, teori dissonance – reduction dan teori – pendekatan fungsional. 2. Sebagai Organisator. Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, work shop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa. 3. Sebagai Motivator. Peranan guru sebagai motivator, penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcemen untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya, sehingga akan terjadi dinamika di dalam pembelajaran. 4. Sebagai Pengarah/Direktor. Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. 5. Sebagai Inisiator. Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam belajar. Sudah barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya. 6. Sebagai Transmiter. Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan. 7. Sebagai Fasilitator. Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam pembelajaran, misalnya saja dengan menciptakan suasan kegiatan yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efektif.
984
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
8. Sebagai Mediator. Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa, misalnya menengahi atau memberikan jalan ke luar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa. Mediator juga diartikan penyedian media, bagaimana cara memakai dan mengorganisasi penggunaan media. 9. Sebagai Evaluator. Ada kecenderungan bahwa peran sebagai evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak. Tetapi kalau diamati secara agak mendalam evaluasi-evaluai yang dilakukan guru itu sering hanya merupakan evaluasi ekstrinsik dan sama sekali belum menyentuh evaluasi instrinsik. Evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi yang mencakup pula evaluasi intrinsik. Untuk itu guru harus hati-hati dalam menjatuhkan nilai atau kreteria keberhasilan. Dalam hal ini tidak cukup hanya dilihat bisa atau tidaknya mengerjakan mata pelajaran yang diujikan, tetapi masih perlu ada pertimbangan-pertimbangan yang sangat kompleks, terutama menyangkut perilaku dan values yang ada pada masingmasing mata pelajaran. Mutu pembelajaran merupakan bagian dari mutu pendidikan secara keseluruhan. Dalam hal ini sebelum memahami konsep mutu pembelajaran, terlebih dahulu harus diketahui konsep dasar tentang mutu pendidikan. Kemendikbud (2014:7) mendefinisikan pengertian mutu pendidikan bahwa ―mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan sekolah secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma atau standar yang berlaku‖. Berdasarkan pengertian tersebut diungkapkan bahwa pada dasarnya mutu pendidikan merupakan kemampuan sekolah dalam menghasilkan nilai tambah yang diperolehnya menurut standar yang berlaku. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka mutu pembelajaran merupakan kemampuan yang dimiliki oleh sekolah dalam penyelenggaraan pembelajaran secara efektif dan efisien, sehingga menghasilkan manfaat yang bernilai tinggi bagi pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa peningkatan mutu pembelajaran akan terwujud secara baik apabila dalam pelaksanaannya didukung oleh komponen-komponen peningkatan mutu yang ikut andil dalam pelaksanannya, antara lain: 1. Penampilan Guru. Komponen yang menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran adalah penampilan guru, artinya bahwa rangkaian kegiatan yang dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pengjaran sangat menentukan terhadap mutu pembelajaran yang dihasilkan. Kunci keberhasilannya mengingat bahwa guru yang merupakan salah satu pelaku dan bahkan pemeran utama dalam penyelenggaraan pembelajaran, sehingga diharapkan penampilan gutu harus benar-benar memiliki kemampuan, keterampilan dan sikap yang profesional yang pada akhirnya mampu menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran yang akan dicapai. 2. Penguasaan Materi/Kurikulum. Komponen lainnya yang menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran yaitu penguasaan materi/kurikulum. Penguasaan ini sangat mutlak harus dilakukan oleh guru dalam menyelenggarakan pembelajaran, mengingat fungsinya sebagai objek yang akan disampaikan kepada peserta didik. Dengan demikian penguasaan materi merupakan kunci yang menentukan keberhasilan dalam meningkatkan mutu pembelajaran, sehingga seorang guru dituntut atau ditekan untuk menguasai materi/kurikulum sebelum melakukan pengajaran di depan kelas. 3. Penggunaan Metode Mengajar.Penggunaan metode mengajar juga merupakan komponen dalam peningkatan mutu pembelajaran yang menunjukkan bahwa metode mengajar yang akan dipakai guru dalam menerangkan di depan kelas tentunya akan memberikan konstribusi terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Dengan menggunakan metode mengajar yang benar dan tepat, maka memungkinkan akan mempermudah siswa memahami materi yang akan disampaikan. 4. Pendayagunaan Alat/Fasilitas Pendidikan. Kemampuan lainnya yang menentukan peningkatan mutu pembelajaran yaitu pendayagunaan alat-fasilitas pendidikan. Mutu pembelajaran akan baik apabila dalam pelaksanaan pembelajaran didukung oleh alat/fasilitas pendidikan yang tersedia. Hal ini akan memudahkan guru dan siswa untuk menyelenggarakan pembelajaran, sehingga diharapkan pendayagunaan alat/fasilitas
985
ISBN :978-602-17187-2-8
belajar harus memperoleh perhatian yang baik bagi sekolah-sekolah dalam upaya mendukung terhadap peningkatan mutu pembelajaran. 5. Penyelengaraan Pembelajaran dan Evaluasi. Mutu pembelajaran ditentukan oleh penyelenggaraan pembelajaran dan evaluasi yang menunjukkan bahwa pada dasarnya mutu akan dipengaruhi oleh proses. Oleh karena itu guru harus mampu mengelola pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, sehingga mampu mewujudkan peningkatan mutu yang optimal. 6. Pelaksanaan Kegiatan Kurikuler dan Ekstra-kurikuler. Peningkatan mutu pembelajaran dipengaruhi pula oleh pelaksanaan kegiatan kurikuler dan ekstra-kurikuler yang menunjukkan bahwa mutu akan mampu ditingkatkan apabila dalam pembelajaran siswa ditambah dengan adanya kegiatan kurikuler dan esktra-kurikuler. Kegiatan tersebut perlu dilakukan, mengingat akan menambah pengetahuan siswa di luar pengjaran inti di kelas dan tentunya hal ini akan menjadi lebih baik terutama dalam meningaktkan kreativitas dan kompenetis siswa. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa selain kepala sekolah hal yang tidak kalah pentingnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah peran, fungsi dan tanggung jawab guru, mengingat guru merupakan orang yang secara langsung berhadapan dengan peserta didik dalam melaksanakan KBM, sehingga pada akhirnya out put pendidikan dapat dirasakan oleh masyarakat. Keadaan tersebut dapat terlaksana apabila ditunjang dengan adanya upaya peningkatan kemampuan guru dalam mengelola dan berperan langsung dalam mengajar serta mendidik para siswanya. Guru merupakan pelaksana terdepan pendidikan anakanak di sekolah. Oleh karena itu berhasil tidaknya upaya peningkatan mutu pendidikan banyak ditentukan juga oleh kemampuan yang ada pada guru dalam mengemban tugas pokok sehariharinya yaitu pengelolaan pembelajaran di sekolah. Adapun peran dan fungsi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan menurut Usman (2004:6-9) meliputi: 1. Guru sebagai demonstrator berfungsi untuk mendemonstrasikan suatu materi pembelajaran, sehingga lebih mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa. Oleh karena itu guru harus mampu menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkan kemampuannya yang pada akhirnya mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. 2. Guru sebagai pengelola kelas berfungsi untuk mengendalikan dan mengorganisasikan siswa di dalam kelas agar lebih terarah kepada tujuan pembelajaran. Oleh karena itu guru harus mampu mengelola kelas karena kelas merupakan lingkungan belajar serta merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasikan. 3. Guru sebagai mediator dan fasilitator berfungsi untuk memperagakan suatu media atau alat pembelajaran yang mendukung materi sehingga siswa lebih merasa jelas. Oleh karena itu guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan pembelajaran. 4. Guru sebagai evaluator berfungsi untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Oleh karena itu guru harus melaksanakan evaluasi pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan untuk mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik. Sebagai wujud nyata dari guru untuk meningkatkan kompetensi pribadi yang menunjang terhadap peningkatan peran dan fungsi guru tersebut, maka usaha-usaha konkrit yang dapat dilakukan antara lain: guru sebagai demonstrator: mengetahui kurikulum pembelajaran secara keseluruhan, membaca dan mempelajari materi yang akan diajarkan, melatih diri di depan cermin atau rekan sejawat mengenai cara menyampaikan materi yang baik serta mengetahui dan mempelajari cara memperagakan hal-hal yang diajarkannya secara didaktis, guru sebagai pengelola kelas: mengetahui dan memahami aspek-aspek yang berhubungan dengan psikologis siswa, mengetahui latar belakang, sifat, sikap, perilaku dan kemauan siswa yang berhubungan dengan pembelajaran serta mengetahui cara-cara memberikan sanksi dan memotivasi siswa yang diarahkan kepada tujuan pembelajaran, guru sebagai mediator dan fasilitator : mengetahui, memahami dan berketerampilan dalam menggunakan media pengajaran serta mampu berpikir kritis untuk memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran bagi siswa dan guru sebagai evaluator: mampu menyusun alat 986
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa, menilai diri sendiri (self evaluation) untuk mengukur keberhasilan dalam menyampaikan materi pelajaran atau melalui rekan sejawat serta mampu melakukan penilaian terhadap hasil prestasi belajar siswa, sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekurangan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Semua kegiatan tersebut dapat diperoleh guru dalam bentuk wadah pembinaan profesional, pendidikan dan pelatihan serta peningkatan kompetensi secara pribadi atau pendidikan lanjutan. Selanjutnya setelah guru memiliki kemampuan profesional yang menunjang terhadap peran dan fungsinya, maka strategi yang dapat dilakukan sehubungan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan antara lain: pelaksanaan pembelajaran lebih mengaktifkan belajar siswa, perhatian menyeluruh terhadap semua siswa, memahami perbedaan karakter setiap siswa (aspek psikologisnya), memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dan melaksanakan evaluasi secara keseluruhan terhadap hasil belajar siswa. Mengingat begitu pentingnya peran dan fungsi guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan terutama dalam pelaksanaan pembelajaran sudah selayaknyalah apabila kemampuanya ditingkatkan, dibina dengan baik dan secara kontinyu, sehingga benar-benar memiliki kemampuan yang sesuai dengan tuntutan profesinya. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki beberapa syarat tertentu, sebagaimana yang dikemukakan Hamalik (2006:76), yaitu: 1. Persyaratan fisik, yaitu kesehatan jasmani yang artinya seorang tenaga kependidikan harus berbadan sehat dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan; 2. Persyaratan psychis, yaitu sehat rohani yang artinya tidak mengalami gangguan jiwa ataupun kelainan; 3. Persyaratan mental, yaitu memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi kependidikan, mencintai dan mengabdi serta memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya. 4. Persyaratan moral, yaitu memiliki budi pekerti yang luhur dan memiliki sikap susila yang tinggi; serta 5. Persyaratan intelektual, yaitu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang memberikan bekal guna menunaikan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik. Dengan demikian syarat-syarat tersebut dapat ditelaah bahwa syarat yang terakhir yang bersifat khusus dan hanya dilakukan secara khusus pula. Selanjutnya untuk merealisasikan peningkatan mutu oleh guru berdasarkan peran, fungsi dan tanggung jawabnya tentunya guru akan dihadapkan terhadap sejumlah permasalahan antara lain: karakteristik siswa yang berbeda, media pembelajaran yang relatif terbatas, kurangnya pemahaman terhadap aspek psikologis dan latar belakang siswa serta kurangnya koordinasi antara guru dengan orang tua siswa. Oleh karena itu dengan adanya permasalahan tersebut akan menyebabkan guru tidak optimal dalam meningkatkan mutu pendidikan, sehingga guru perlu bekerja sama dengan kepala sekolah dan masyarakat. PEMBAHASAN Permasalahan yang berhubungan dengan masih adanya guru yang memiliki kualifikasi pendidikan kurang upaya yang dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada guru yang mengikuti studi lanjutan pada Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta yang menunjang keilmuan dan pengembangan karier, sikap profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas masih rendah upaya yang dilakukan adalah pembinaan dari kepala sekolah maupun pengawas sekolah, mengharuskan aktif dalam organisasi keprofesian, mengikuti kegiatan pendidikan dan penataran serta pemberian motivasi dan disiplin dari kepala sekolah, persiapan guru untuk melaksanakan pengajaran kurang mantap upaya yang dilakukan adalah pembinaan supervisi yang kontinyu dari kepala sekolah dan pengawas, masih sering terdapatnya rentang perolehan nilai siswa yang cukup jauh dalam setiap mata pelajaran upaya yang dilakukan adalah guru melakukan evaluasi terhadap seluruh pembelajaran dan berkonsultasi dengan guru lainnya, masih terdapatnya siswa yang memiliki nilai merah untuk mata pelajaran tertentu upaya yang dilakukan adalah konsultasi dan kerjasama dengan orang tua siswa, kurangnya memanfaatkan media dan sumber belajar upaya yang dilakukan adalah memfasilitasi guru dengan fasilitas pendidikan selengkap mungkin dan masih rendahnya sikap inovatif serta kreativitas mengajar 987
ISBN :978-602-17187-2-8
guru upaya yang dilakukan adalah melakukan kegiatan percobaan dalam bidang pengajaran dan mengharuskan guru untuk berusaha sendiri memperkaya pengetahuan melalui berbagai informasi yang sangat bermanfaat bagi kemajuannya. Jika digambarkan, maka pola peran guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran adalah sebagai berikut.
Berdasarkan gambar tersebut dapat ditelaah bahwa untuk mencapai mutu pembelajaran terlebih dahulu guru harus membekali diri dengan sejumlah kompetensi dalam bidang pengajaran baik yang dilakukan oleh diri sendiri maupun bantuan kepala sekolah. Kegiatan pembekalan tersebut dilakukan secara kontinyu seiring dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan dunia pendidikan, sehingga pada akhirnya akan membentuk sikap lebih profesional dari guru itu sendiri. Agar kegiatan pembekalan lebih efektif langkah yang perlu dilakukan adalah dengan terlebih dahulu menganalisis permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru serta kebutuhannya sehubungan dengan pelaksanaan tugas mengajar di sekolah. Kegiatan analisis ini penting dilakukan, sehingga pembekalan lebih berarti dan sesuai dengan kebutuhan guru. Jika sikap profesional telah dimiliki, maka secara otomatis mutu pembelajaran akan dicapai secara optimal yang ditandai oleh prestasi belajar siswa meningkat, lulusan mampu bersaing dengan sekolah lain dan presentase lulusan banyak diterima di sekolah unggulan. PENUTUP Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan dalam meningkatkan mutu pembelajaran. Peranan guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran menempati posisi yang secara langsung sangat menentukan keberhasilannya, mengingat guru sebagai figur yang secara langsung terlibat dalam pembelajaran di dalam kelas. Peranan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dapat diidentifikasi dari perilaku guru sebagai fasilitator, demonstrator, pengelola kelas, mediator dan evaluator. Kesemua peran tersebut membutuhkan lagi usaha yang lebih konkrit dan langsung menyentuh terhadap kebutuhan peserta didik agar mutu pembelajaran lebih baik. Permasalahan-permasalahan guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran berhubungan dengan masih adanya guru yang memiliki kualifikasi pendidikan kurang, sikap profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas masih rendah, persiapan guru untuk melaksanakan pengajaran yang kurang mantap, masih sering terdapatnya rentang perolehan nilai siswa yang cukup jauh dalam setiap mata pelajaran, masih terdapatnya siswa yang memiliki nilai merah untuk mata pelajaran tertentu, kurangnya memanfaatkan media dan sumber belajar dan masih rendahnya sikap inovatif serta kreativitas mengajar guru. Setiap permasalahan tersebut dilakukan upaya pemecahannya yang sekiranya mampu dilakukan oleh guru maupun pihak lain. DAFTAR RUJUKAN Hamalik. 2006. Profesionalisasi Tenaga Kependidikan. Bandung: Angkasa. Irianto. 2009. Manajemen Mutu Terpadu. Bandung: UPI.
988
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Kemendikbud. 2014. Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Kemendikbud. Usman. 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Angkasa. Zen. 2010. Peranan Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia.
MENCERMATI KESULITAN SISWA DALAM PROSES KEGIATAN BELAJAR DI SD. KATOLIK SANTU AGUSTINUS LIRUNG Justina Maria Simpuru SD. Katolik Santu Agustinus Lirung Kecamatan Lirung Kabupaten Kepulauan Talaud Abstrak :Guru merupakan sumber daya manusia yang potensial bagi pengembangan kreativitas siswa dalam berbagai aspek. Seorang guru mempunyai kewajiban membentuk siswa mencapai kewaspadaannya masing-masing,hal ini merupakan salah satu ciri keberhasilan tujuan pendidik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor.Partisipasi guru dalam pelayanan peserta didik menduduki peringkat teratas,artinya setiap guru harus memahami fungsi terhadap pelayanan peserta didik. Letak pertisipasi aktif guru dalam pelayanan peserta didik tercermin dalam kegiatan proses pendidikan yang berlangsung selama kegiatan pendidikan itu terjadi. Tujuan penulisan karya tulis iniadalah (1) menjelaskan mengenai faktor yang mempengaruhi kesulitan siswa dalam proses belajar,(2) menjelaskan latar belakang kesulitan belajar siswa,(3) menjelaskan peran guru dalam pelayanan peserta didik,(4) menjelaskan mengenai peran siswa dalam proses kegiatan belajar, dan (5) menjelaskan mengenai gejala siswa dalam kegiatan belajar. Kata kunci: kesulitan siswa, kegiatan belajar
Sebagai pelajar,siswa merupakan subyek utama yang terlibat dalam proses belajar. Karena keadaan sifat,maka dalam proses belajarnya terdapat beberapa hal keistimewaan. Ada siswa yang cepat dalam belajar,ada yang lambat,ada yang kreatif dan ada pula yang tergolong gagal (drop-out). Namun meskipun demikian kegiatan belajar di sekolah mempunyai tujuan tetap yaitu membantu memperoleh perubahan tingkah laku bagi setiap siswa dalam rangka memperoleh tingkat perkembangan yang optimal dan dapat menyesuaikan diri dalam lingkungannya. Dalam proses belajar-mengajar di sekolah,sudah menjadi harapan setiap guru agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya. Banyak guru yang pada saat ini hanya bisa menjalankan tugasnya sebagai seorang pengajar tetapi tidak bisa menjadi seorang pendidik bagi siswa-siswanya. Oleh karenanya,banyak siswa yang menunjukan tidak dapat mencapai hasil belajar sebagaimana yang diharapkan meskipun telah diusahakan dengan sebaik-baiknya oleh guru. Salah satu tujuan pendidikan adalah menghasilkan para lulusan yang berkualitas.Tinggi rendahnya kualitas pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain faktor kesulitan belajar siswa dan peran guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran berhasil dengan baik apabila seluruh komponen yang terlibat dalam proses tersebut dapat dijadikan salah satu sumber informasi yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menilai proses maupun hasil belajar secara nyata. Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain: (1)Bagaimana peranan siswa dalam belajar?,(2)Apa saja gejala kesulitan siswa dalam belajar?,(3)Apa yang melatar belakangi kesulitan siswa belajar?, dan (4) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses belajar? Bagaimana peran diri dalam proses pembelajaran? Agar permasalahan yang dibahas dalam makalah ini tidak melebar,maka penulis membatasi permasalahan hanya dalam tatanan kesulitan siswa dalam proses belajar dan bagaimana peran guru selaku seorang pendidik untuk mengatasi permasalahan tersebut. 989
ISBN :978-602-17187-2-8
Tujuan penulisan karya tulis iniadalah: (1)Menjelaskan mengenai faktor yang mempengaruhi kesulitan siswa dalam proses belajar di SD Katolik Santu Agustinus Lirung,(2)Menjelaskan latar belakang kesulitan belajar siswa yang terjadi di SD Katolik Santu Agustinus Lirung,(3)Menjelaskan peran guru dalam pelayanan peserta didik, (4)Menjelaskan mengenai peran siswa dalam proses kegiatan belajar, dan (5)Menjelaskan mengenai gejala siswa dalam kegiatan belajar. Crobach (1954), mengatakan bahwa belajar ditunjukan oleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pada pengalaman.Sartain (1973), belajar ialah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Crow and Crow (1958), belajar adalah memperoleh kebiasaan-kebiasaan pengetahuan dan sikap.C.T. Morgan,memberi definisi belajar ialah perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman lampau. Jadi dari pendapat-pendapat beberapa ahli di atas mengenai pengertian belajar terdapat beberapa kesamaan yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Selain pendapat para ahli di atas belajar dapat diartikan pula sebagi aktivitas pengembangan diri melalui pengalaman,bertumpu pada kemampuan diri belajar di bawah bimbingan pengajar (guru). Mengenai proses bagaimana perbuatan belajar itu terjadi,Crobach (1954) mengemukakan ada tujuh aspek atau elemen dalam proses belajar. Ketujuh elemen ini merupakan langkah-langkah atau proses belajar yang berlangsung dalam diri individu. Ketujuh elemen proses belajar tersebut ialah sebagai berikut. Artinya perbuatan belajar dimulai karena ada tujuan yang ingin dicapai dalam perbuatan ditujukan untuk mencapai tujuan itu. Hal ini mengandung implikasi bahwa perbuatan belajar yang efisien akan berlangsung jika dimulai dengan tujuan yang jelas. Siswa hendaknya menyadari dengan jelas tujuan tersebut. Sewaktu tindakan dalam belajar diperlukan adanya kesiapan dalam diri individu (siswa) baik kesiapan fisik maupun kesiapan mental.Kesiapan dapat diartikan sebagai sejumlah polapola respon atau kecakapan tertentu yang diperlukan untuk suatu tindakan.Jadi bila siswa telah sampai pada taraf kematangan tertentu,artinya siswa telah sampai taraf kematangan sosialnya, maka siswa tersebut telah siap untuk melakukan fungsi-fungsi kegiatan sosial. Berhasil tidaknya perbuatan belajar yang dilakukan individu akan banyak bergantung kepada kesiapan siswa. Para pengajar seharusnya mengetahui tingkat kesiapan para siswa untuk perbuatan belajar. Aspek ketiga dari proses belajar ialah situasi yaitu seluruh obyek-obyek orang atau simbol-simbol dalam lingkungan siswa. Situasi dapat pula diartikan sebagai kemungkinan yang mempengaruhi respon siswa. Pengalaman siswa dalam suatu situasi akan mempengaruhi respon siswa dalam situasi lain. Demikian proses belajar secara keseluruhan akan berlangsung dalam situasi tertentu,dalam situasi ini terdapat beberapa kemungkinan untuk melakukan kegiatan belajar. Penerapan dari prinsip ini ialah agar belajar dapat berhasil,maka situasi belajar hendaknya diperhatikan. Inteprestasi dapat diartikan suatu proses pengarahan perhatian kepada bagian-bagian dalam situasi,menghubungkannya dengan pengalaman-pengalaman masa lampau,kemudian meramalkan apa yang dapat dilakukan dalam situasi tersebut dalam menyampaikan tujuan belajar. Dalam perbuatan belajar kemampuan menafsirkan berbagai kemungkinan dari suatu situasi adalah menentukan proses belajar. Setelah siswa menafsirkan situasi yang dihadapinya,kemudian memilih dan melakukan suatu tindakan yang dianggap paling memadai untuk tujuannya.Misalnya dalam situasi belajar memecahkan suatu soal,dalam fase ini siswa melakukan tindakan-tindakan yang dianggap paling memadai untuk memecahkan soal-soal itu setelah menafsirkan berbagai kemungkinan dalam situasi yang dihadapi. Akibat merupakan fase yang selanjutnya akan dihadapi oleh siswa setelah melakukkan responnya. Akibat yang akan dialami akan mempunyai berbagai kemungkinan,mungkin berhasil dan mungkin gagal. Jika berhasil siswa akan merasa puas,dan kemudian merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan kemudian. Sebaliknya jika gagal,siswa akan merasa kecewa dan selanjutnya akan memikirkan tindakan-tindakan yang akan dilakukannya kemudian. Pengalaman sukses dan gagal dalam proses belajar itu bersifat individual. Misalnya saja dalam suatu ujian ada siswa yang sudah merasa berhasil kalau dia mendapat nilai enam,tetapi 990
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
ada siswa lain yang merasa mendapat nilai enam itu sebagai kegagalan dalam belajar. Reaksi terhadap kegagalan ini tergantung kepada taraf keinginan atau taraf aspirasi siswa mengenai prestasi belajarnya. PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan dalam bab pendahuluan,bahwa siswa merupakan subyek yang terlibat dalam proses belajar. Jadi siswa adalah pemeran utama dalam proses belajar,dalam hal ini terdapat banyak keunikan yang terjadi pada diri siswa. Ada siswa yang cepat dalam belajar,ada yang lambat,ada yang kreatif,dan bahkan ada pula siswa yang tergolong gagal (dropout).Semua itu terjadi karena latar belakang keunikan individu masing-masing.Oleh karena itu pengenalan terhadap karakteristik para siswa sangat perlu. Beberapa karakteristik siswa dalam belajar antara lain: Siswa yang tergolong cepat,pada umumnya dapat menyelesaikan proses belajar dalam waktu yang lebih cepat dari yang diperkirakan. Mereka dapat mudah menerima materi pelajaran. Dilihat dari tingkat kecerdasannya,pada umumnya anak ini tergolong anak genius atau gifted (sangat cerdas) dengan nilai IQ diatas 130. Karena cepatnya dalam belajar,maka golongan ini sering mengalami kesulitan karena pada umumnya kegiatan belajar di sekolah menggunakan ukuran rata-rata. Salah satu usaha untuk membantu mereka dengan menempatkan pada kelas khusus atau dengan memberikan tugas-tugas tambahan. Siswa yang tergolong lambat pada umumnya lebih lama dari waktu yang diperkirakan untuk anak-anak normal. Sebagai akibatnya,siswa-siswa golongan ini sering tertinggal dalam proses belajar,hal ini yang sering menjadi salah satu sebab siswa tidak naik kelas. Dilihat dari tingkat kecerdasannya,pada umumnya siswa golongan lambat belajar memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Siswa golongan ini memerlukan perhatian khusus antara lain melalui penempatan pada kelas-kelas khusus atau pelajaran-pelajaran tambahan dalam program pengajaran remedial. Siswa kreatif ini umumnya dari golongan siswa yang cepat dalam belajar, tetapi banyak juga yang berasal dari golongan siswa normal (rata-rata).Anak golongan ini menunjukan kreatifitas dalam kegiatan-kegiatan tertentu.Anak golongan ini selalu ingin menyelesaikan masalah,berani menanggung resiko yang sulit sekalipun,kadang-kadang lebih senang bekerja sendiri dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Dalam kegiatan belajar siswa golongan inilebih mampu menemukan masalah-masalah dan mampu memecahkan masalah.Sekolah perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada golongan siswa ini. Siswa yang tergolong drop-out ialah mereka yang tidak berhasil menyelesaikan studinya atau gagal dalam kegiatan belajar. Sebab dari drop-out ini banyak,disamping sebab yang terletak pada diri siswa itu sendiri,juga terdapat sebab-sebab lain seperti motivasi,lingkungan masyarakat, dan keluarga.Masalah yang dihadapi ialah bagaimana membantu golongan drop-out ini,agar mereka pun dapat menjadi warga masyarakat yang produktif. Siswa yang tergolong underachiever adalah siswa yang memiliki taraf intelegensi yang tergolong tinggi,akan tetapi prestasi belajar yang dicapainya tergolong rendah (dibawah ratarata). Secara potensial siswa yang memiliki taraf intelegensi yang tinggi mempunyai kemungkinan yang cukup besar untuk memperoleh prestasi yang tinggi,akan tetapi prestasi belajarnya berada pada golongan di bawah rata-rata. Timbulnya gejala ini berkaitan dengan motivasi,minat,sikap, dan kebiasaan belajar.Siswa dari golongan ini memerlukan perhatian yang sebaik-baiknya dari para guru dan terutama para petugas bimbingan di sekolah. Kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis kenyataan.Pemahaman ini merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan gejala kesulitan belajar: (a) Menunjukkan hasil belajar yang rendah;(b)Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan;(c) Lambat dalam menerima tugas-tugas kegiatan belajar;(d) Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar,seperti acuh tak acuh,menentang,berpura-pura,dusta dan sebagainya;(e) Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan,seperti membolos,datang terlambat, dan (f) Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar,seperti pemurung,mudah tersinggung, pemarah. Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa yang dihadapi oleh guru di sekolah berupa gejala atau manifestasi adanya kesulitan belajar dalam bentuk-bentuk tingkah laku.Gejala-gejala 991
ISBN :978-602-17187-2-8
yang nampak merupakan akibat dari sebab atau latar belakang tertentu.Demikian pula kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa di sekolah,senantiasa berakar dari suatu latar belakang tertentu sebagai penyebabnya. Dalam usaha membantu siswa sudah tentu latar belakang kesulitan belajar hendaknya dipahami terlebih dahulu. Faktor yang terletak dalam diri siswa (faktor intern): (a) Kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa,(b) Kurangnya bakat khusus untuk situasi belajar tertentu,(c)Tidak adanya motivasi atau dorongan untuk belajar, dan (d)Situasi pribadi terutama emosional yang dihadapi siswa-siswa tertentu.Faktor jasmani seperti cacat tubuh,gangguan kesehatan,gangguan penglihatan,dan sebagainya.Faktor bawaan (herediter) seperti buta warna, kidal,dan sebagainya.Lingkungan sekolah yang kurang memadai bagi situasi belajar anak,seperti cara mengajar,sikap guru,kurikulum,perlengkapan belajar,dan sebagainya.Situasi lingkungan sosial yang mengganggu keadaan siswa,seperti pengaruh negatif dari pergaulan,situasi masyarakat yang kurang kondusif,gangguan kebudayaan modern seperti film dan sinetron,dan sebagainya. Partisipasi guru dalam pelayanan peserta didik sudah merupakan kewajiban dan tanggun jawab guru secara formal. Pelayanan peserta didik perlu penanganan secara serius,karena siswa adalah warga sekolah yang menjadi tujuan akhir sebagai ”output” atau lulusan yang perlu dipertahankan kualitas lulusannya. Masalah yang dihadapi di berbagai sekolah adalah ketidakseimbangan antara keinginan siswa dan program sekolah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelayanan peserta didik di sekolah sebagai berikut: (1) Kehadiran siswa dan masalah-masalahnya,(2)Perkembangan kreativitas bakat,dan minat siswa,(3) Keikutsertaan dalam memilih sekolah sebagai lembaga pendidikan di mata siswa untuk memperoleh pengetahuan,pengalaman,keterampilan secara langsung melalui proses belajar,(4) Sikap mandiri serta disiplin diri,percaya diri bahwa diri siswa mempunyai potensi positif yang dapat dikembangkan,(5) Pembentukan moral dan etika sebagai seorang siswa, dan (6) Kebutuhan siswa dalam menghadapi kesulitan belajar. Guru profesional dalam memberikan bantuan kepada siswa perlu memperhatikan berbagai faktor dan kondisi siswa secara normal. Pertimbangan psikologis pada guru biasanya sudah tampak,guru selalu memperhitungkan jalan keluar yang paling baik demi terwujudnya tujuan pendidikan karena guru dan siswa merupakan satu kesatuan yang utuh.Dengan demikian partisipasi guru dalam pelayanan terhadap siswa perlu memperhatikan kebutuhan siswa secara umum, diantaranya: (a) Penyesuaian bidang studi yang akan dipelajari, (b)Identifikasi terhadap pribadi siswa,(c) Kesulitan dalam mencerna materi pelajaran,(d)Memilih bakat,minat,dan kegemaran,(e) Membantu menelaah situasi pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi,(f) Memberikan gambaran situasi pendidikan secara terpadu,(g) Menentukan langkah apa yang perlu ditempuh jika menemukan kesulitan belajar,(h)Kesukaran penyesuaian diri dengan lingkungan, dan (i) Identifikasi hambatan fisik,mental dan emosi. Guru sebagai faktor sentral harus secara aktif menghadiri situasi kelas secara continue. Perkembangan siswa memerlukan layanan atau bimbingan. Hal ini menuntut guru untuk lebih mengenal situasi dn perkembangan kebutuhan siswa. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam proses belajar siswa sebagai individu unik sehingga terdapat beberapa sifat, seperti cepat dalam belajar,lambat dalam belajar,kreatif,gagal,berprestasi kurang,dan sebagainya. Semua itu terjadi karena latar belakang keunikan individu masing-masing siswa.Namun meskipun demikian kegiatan belajar di sekolah mempunyai tujuan tetap yaitu membantu sisw memperoleh perubahan tingkah laku.Gejala kesulitan belajar nampak dalam berbagai tingkah laku dan bersumber kepada faktor-faktor internal (dari diri belajar) dan faktorfaktor eksternal (diluar diri pelajar). Saran Guru selaku pendidik harus dapat mengetahui karakteristik siswa sebelum guru melakukan kegiatan belajar-mengajar. Hal ini penting dilakukan karena pada diri siswa terdapat banyak keunikan yang berbeda-beda antara satu siswa dengan siswa yang lain. Selain itu guru sebagai seorang pendidik diharapkan bias membuat situasi belajar-mengajar menjadi nyaman sehingga siswa tidak akan mengalami kesulitan ketika mereka menerima pelajaran.
992
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Guru pada saat ini diharapkan bukan hanya sebagai seorang pengajar saja yang hanya memberikan materi pembelajaran di kelas,tetapi guru harus menjadi seorang pendidik yang diibaratkan bagai sebuah lentera yang terang cahayanya dalam kegelapan. Guru harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesulitan siswa dalam belajar,marilah kita wujudkan pendidikan yang ideal bagi siswa dengan menjadi sosok guru yang mendidik bagi siswa-siswanya. Penulis memberikan saran kepada siswa,guru,lembagapendidikan (sekolah),dan orangtua siswa. Tulisan ini diharapkan dapat menimbulkan daya tarik atau motivasi siswa untuk lebih giat belajar,khususnya pada saat proses belajar di sekolah. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat membekali siswa untuk meningkatkan kemampuan belajar sehingga dapat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Guru diharapkan dapat menambah wawasan sebagai sarana kreativitas dalam mengelola proses pembelajaran di kelas dengan demikian guru bisa membantu siswa dalam proses belajar. Guru juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran diri sebagai seorang pendidik,karena dengan dimilikinya kesadaran ini akan meningkatkan rasa tanggung jawab yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Hasil tulisan ini diharapkan dapat memotivasi lembaga pendidikan (sekolah) untuk selalu memperhatikan kesulitan-kesulitan siswa dalam proses kegiatan belajar,sehingga dapat mendukung proses belajar-mengajar. Orangtua harus memberikan kesempatan yang cukup kepada anaknya untuk belajar, karena dengan memberikan kesempatan yang cukup akan memberikan prestasi belajar yang baik sekaligus dapat menjadikan motivasi siswa untuk selalu rajin belajar. DAFTAR RUJUKAN Koswara, Deni. 2005. Pengelolaan Pendidikan.Bandung: FIP-UPI. Makmun, Abin Syamsudin. 2003. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda. Surya, Moh. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung: CV. Pembangunan Jaya. Tirtarahardja,Umar. 1998. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rhineka Cipta. Suryabrata,Sumardi. 2002. Psikolodi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU KELAS MELALUI KEGIATANOPEN CLASSLESSON STUDY Jungai Sumarlin KepalaSDN13 Punti Kayan, Entikong, Sangau.
[email protected] Abstrak : Tujuan kegiatan TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) berbasis lesson study di Kecamatan Balai adalah untuk meningkatkan kualitas guru menuju guru profesional. Guru profesional adalah kunci kesuksesan, kemanjuan, dan kemakmuran suatu Negara. Kegiatan open classlesson study untuk guru kelas yang dilakukan oleh guru-guru SD dari 23 sekolah dasar yang ada di Kecamatan Balai Kabupaten Sanggau merupakan usaha peningkatan profesionalisme guru untuk menciptakan pembelajaran bermakna. Kegiatan lesson study dilakukan guru SD sejumlah 30 orang, 13 laki-laki dan 17 Perempuan. Kegiatan ini merupakan imbas dari para trainer yang mengikuti program TEQIP tahun 2012 sebagai bentuk kepedulian Universitas Negeri Malang bekerjasama dengan PT. (Persero) Pertamina dalam pemberdayaan guru sekolah dasar. Lesson study adalah bentuk peningkatan kualitas guru melalui mengkaji pembelajaran secara kolaboratif. Kegiatan ini meliputi tiga tahap; plan, do, and see. Kata kunci:profesionalisme, guru kelas, lesson study
993
ISBN :978-602-17187-2-8
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, persaingan secara global disemua sektor kehidupan, dan adanya tuntutan kebutuhan hidup layak.Kesemuanyaitu bermuara pada mutu Sumber Daya Manusia (SDM).Mutu sumber daya manusia diperoleh melalui pendidikan.Untuk meningkatkan mutu SDM pemerintah melalui lembaga pendidikan meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air.Pendidikan berkualitas diperoleh melalui pembelajaran yang berkualitas pula. Pembelajaran berkualitas bila dilaksanakan olehguru yang mempunyai kemampuan profesional. Johson 2003 (Eka Prihatin.2008)mengemukakan bahwa kemampuan profesional guru mencakup; 1) penguasaan pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, konsep-konsep dasar keilmuan, dan bahan yang diajarkan. 2) penguasaan dan penghayatan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, dan 3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan, dan pembelajaran siswa. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa guru profesional adalah kunci kesuksesan dan kemanjuanpendidikan di suatu negara. Peningkatan kualitas gurumerupakan hal pokok.Undangundang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 32 ayat 2 menyatakan, pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensikepribadian, kompetensisosial, dan kompetensiprofesional. Sangat jelas bahwa pengembangan kompetensi profesional guru sangat penting.Bukan dianggap slogan belaka karena telah memiliki dasar hukum yang kuat.Pemerintahberkewajiban memfasilitasi pengembangan profesional guru melalui berbagai upaya.Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru adalah pemerintah Indonesia melaksanakan berbagai bentuk pelatihan guru dalam jabatan (in-service teacher training)(Ibrohim,2012:1). Selain itu guru sendiri secara sadar tahu bahwa dirinya adalah jembatan ilmu yang perlu mengembangkan diri sehingga dapat mentransper ilmu yang bermanfaat kebaikan ke generasi penerus bangsa. Generasi penerus pembangunan.Guru adalah ujung tombak dalam proses penddikan.Proses belajar-mengajar merupakan inti dari pendidikan Eka Prihatin (2008:21). Peningkatan kualitas guru ini dilakukan dengan berbagai usaha.Universitas Negeri Malang (UM) bekerja sama dengan BUMN PT.(Persero) Pertamina sangat peduli dalam peningkatan profesional guru melalui program TEQIP (Teachers Quality Improvement Program).Program ini merupakan salah satu dari usaha meningkatkat profesional guru. TEQIP adalah program peningkatan kualitas guru.Program pemberdayaan guru sekolah dasar yang dilaksanakan sejak tahun 2010 dan terus berkelanjutan.Sasaran dari program tersebut adalah guru-guru SD dan SMP dari sejumlah provinsi dari Sabang sampai Merauke yang diambil secara acak.Termasuk daerah yang merupakan beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), diantaranya Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Aceh, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, dan Papua. Bentuk kegiatan adalah pembelajaran bermakna teritegrasi ke dalam lesson study. Imbas dari para guru yang mengikuti pembinaan ini (Tainer) menularkan kegiatan TEQIP kepada guru laindi daerah masing-masing termasuk di Singkawang dan Kabupaten Sanggau,Kalimantan Barat. Lesson study berasal dari Jepang. Dalam Bahasa Jepang disebut jugyokenkyu yaitu, pengembangan profesi inti yang dipraktikan guru-guru di Jepang untuk memperbaiki mutu pengalaman belajar siswa dalam pembelajaran secara terusmenerus. Lesson study bukan metode pembelajaran.Bukan juga micro teaching.Lesson study adalah bentuk pembinaan profesional guru melalui mengkaji pembelajaran secara kolaborasi dan berkesinambungan berlandaskan prinsip kolegalitas dan matualearning menuju komunitas belajar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran.(Ibrohim. 2012).Singkat kata lesson studyadalah belajarmelalui mengkaji (riset) kegiatan pembelajaran dengan tujuan memperbaiki mutu pembelajaran. Siapa yang belajar?Bukan murid melainkan guru itu sendiri.Timbul pertanyaan lagi, kenapa guru yang belajar bukan murid?karena ingin meningkatkan kompetensi profesional guru. Pembelajaran bermutuhanya dihasilkan oleh guru profesional. Guru-guru di Jepang selalu belajar dari mengkaji pembelajaran. Yaitu kegiatan riset untuk menilai metode pendidikan yang digunakan pada kegiatan pembelajaran berlangsung.Kajian atau riset diharapkan dapat menemukan solusi pemecahan masalah belajar.Hasil kajian dapat dijadikan formula baru dalam pendidikan.Bentuk pembinaan profesi guru seperti ini sangat cocok untuk dikembangkan secara berkelanjutan.Kegiatan ini dapat dilaksanakan pada KKG di gugus maupun di sekolah. Sebagai kelanjutan dari program TEQIP UM Malang ini, di Kecamatan Balai Kabupaten Sanggau diadakan kegiatan open classlesson study. Yaitu lesson study guru kelas dengan mata pelajaran yang dipilih adalah Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu 994
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Pengetahuan Alam (IPA).Kegiatan pembinaan profesional guru melalui mengkaji kegiatan pembelajaran ini dipandu oleh rekan guru-guru yang merupakanimbas dari guru (Trainer) yang sebelumnya telah mendapat pendidikan dan latihan melalui ToT di Universitas Negeri Malang tahun 2012. Kegiatan TEQIP berbasis lesson studiini mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Sanggau terutama Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olah Raga baik berupa moril maupun materil. Peserta kegiatan lesson study guru kelas di Kecamatan Balai diikuti sejumlah 30 peserta guru kelas guru SD dari 23 sekolah dasar yang ada di Kecamatan Balai, terdiri dari 13Peserta laki-laki dan 17Perempuan. Kegiatan dilaksanakan selama 2 hari yaitu tanggal 8 - 9 April 2015. Kecamatan Balai merupakan kecamatan ketujuh di Kabupaten Sanggau yang telah dilibatkankegiatan TEQIP untuk guru kelas berbasislesson study.Tugas kajian terhadap pembelajarandikelompokan menjadi 3kelas yaitu;kelas Bahasa Indonesia, kelas Matematika, dan kelas Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).Tujuan dari kegiatan ini adalah peningkatan profesionalisme guru di Kecamatan Balai Kabupaten Sanggau menuju pembelajaran berkualitas. Pada kegiatan pendalaman materi pelajaran, peserta menampakkan kesungguhan.Melalui melaksanakan pembelajaran secara bersama dapat menciptakan semangat kebersamaan diantara kolega.Guru yang selama ini menganggap pembelajaran yang dilaksanakannya sempurna dan permasalahan belajar ada pada siswa. Ternyata dengan pembelajaran yang diamati oleh orang lain, permasalahan belajar yang muncul adalah pada proses pembelajaran yang dilakukan guru. Bukan pada siswa. Misal,seorang siswatidak aktif, bermain sendiri waktu kegiatan inti,itu merupakan akibat dari proses. Akibat dari guru kurang perhatian, guru sibuk sendiri, guru merasa diri hebat dalam menyampaikan materi sehingga siswa terlupakan, atau tidak dilibatkan dalam penggunaan media belajar.Akibat dari proses yang tidak menarik dan membosankan, Proses pembelajaran yang berlandaskan atas asas keaktifan belajar, menekankan pada proses belajar siswa (Sumiati dan Asra, 2009). Proses yang baik berujung pada hasil yang baik pula. Antusiasme peserta lesson study yang merupakan KKG Kecamatan Balai Kabupaten Sanggau ini menunjukkan ingin berubah kearah kemajuan. Kearah kualitas pembelajaran yang bermakna.Guru yang terasing di tempat tugasnya masing-masing, dengan adanya kegiatan ini segar kembali. Karena dapat bersosialisasi pada wadah dan kegiatan yang sama. Pengetahuan awal peserta diukur melalui pretes.soal pretes dibuat oleh Universitas Negeri Malang sebagian kecil disesuaikan.Hasilnyapretesditunjukkan pada tabel rata-rata kelas di bawah ini (Tabel1). Tabel 1. Nilai Pretes No. Kelas 1 Bahasa Indonesia 2 Matematika 3 IPA
Pretes 42,70 31,00 46,00
Cara hitung Jumlah nilai kelas dibagi jumlah peserta dalam kelas.
Nilai pretes rata-rata 42,70 untuk kelas Bahasa Indonesia, rata-rata 31,00 untuk kelas matematika, dan rata-rata 46,00 untuk kelas IPA. Dengan demikian pengetahuan awal peserta kegiatan lesson study masih rendah. Kegiatan lesson study meliputi 3 tahap; perencanaan (plan), pelaksanaan (do),danrefleksi (see). A. PERENCANAAN (PLAN) Tahap perencanaan (plan) bertujuan untuk menghasilkan rancangan pembelajaran yang diyakini mampu membelajarkan peserta didik secara efektif serta membangkitkan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran Ibrahim (2012).Pada tahap menyusun perencanaan kegiatan lesson study,para guru kelas ditiap kelas mata pelajaran yaitu kelas Bahasa Indonesia, kelas Matematika, dan kelas IPA, dibagi lagi menjadi dua kelompok kecil, kelompok Bahasa Indonesia A, kelompok Bahasa Indonesia B, kelompok matematika A, kelompok matematika B, dan begitu seterusnya dengan kelas IPA. Sehingga, dari 3 kelaspeserta lesson study terbagi menjadi 6 kelompok yang kemudian disebarkan ke dalam dua sekolah di kotakecamatan Batang Tarang.Tiap kelompok ada 5 orang.Sekolah sasaran open class lesson study adalah SDN 02 kelas 4 dan 5 Batang Tarang dan SDN 20 kelas 4 dan 5 Batang Tarang. Tahap kegiatan perencanaan guru-guru secara kolaborasi menyusun perencanaan pembelajaran yang akan dilakukan pada kegiatan pelaksanaan praktek open class lesson study (Do). Perencanaan yang baik tidak dapat dilakukan sendiri.Perencanaan yang baik dapat dilakukan secara bersama melalui diskusi.Dalam berdiskusi, guru berkesempatan luas mengeluarkan ide ke hadapan 995
ISBN :978-602-17187-2-8
kolega, yang mana ide itu berharap mendapat respon dari teman.Ide yang kurang sempurna tentu disempurnakan oleh teman diskusi, apalagi Ide yang benar.Ide yang disempurnakan maupun ide yang benar disetujui dan menjadi keputusan bersama (hasil diskusi). Jika bekerja sendiri sesuatu masalah menyangkut perencanaan pembelajaran tidak ada yang memberikan masukan, sehingga tidak jarang guru kesulitan memilih dan menuangkan ide dalam membuat perencanaan pembelajaran bahkan perencanaan itu tidak bisa selesai tepat waktu. Dengan demikian tentu pekerjaan yang dilakukan secara kelompok/bersama jauh lebih baik dan mudah selesai tepat waktu.Tahap perencanaan meliputi menyusun RPP, menyiapkan lembar kerjasiswa, menyiapkan lembar obsrvasi, dan menyiapkan, serta merancang media pembelajaran yang sesuai dan menarik untuk digunakan.Saat menyusun RPP, guru berdiskusi memilih Kompetensi Dasar (KD) yang akan diterapkan. Oleh trainer yang didampingi expert, guru disarankan untuk tidak memilih kompetensi dasar yang mudah, melainkan KD yang sulit.Dengan pertimbangan bahwa kompetensi dasar yang sulit selalu menjadi kendala dalam menyampaikannya di tempat tugas.Selalu sulit berhasil.Harapan dipilih KD yang sulit dalam kegiatan lesson study supaya rancangan pembelajaran yang tepat, baik dan mudah diterapkan dapat ditemukan melalui diskusi dengan kolega.Sehingga rancangan itu tidak hanya sekedar selesai pada kegiatan open class lessonstudy, melainkan sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang kemudian diterapkan ditempat tugas guru masing-masing.Guru menentukan model pembelajaran yang cocok diterapkan sesuai KD yang dipilih. Menurut Kamus Bahasa Indonesia Elektronik (2008) model diartikan pola dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Pembelajaran diartikan proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. JadiModel pembelajaranadalah pola yang akan dibuat sebagai proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Selama ini guru jarang bahkan nyaris tidak ada mencantumkan nama model pembelajaran yang digunakan dalam RPP. Sehingga tidak tahu pembelajaran yang diterapkan menggunakan model apa. Bahkan ada guru yang belum tahu model-model pembelajaran.Ada yang tahu tetapi sudah lupa.Dengan adanya kegiatan open clas lesson study ini teringat kembali.Bahkan yang tidak tahu menjadi tahu artinya mengalami peningkatan pengetahuan karena adanya kegiatan ini. Dengan adanya kegiatan lesson study guru kelas ini, guru-guru Kecamatan Balai yang terlibat dalam kegiatan TEQIP berbasis lesson study bertambah pengetahuan dan keterampilannya menyusun perencanaan pembelajaran. Tentu implementasinya di dalam kelas pun diharapkan sempurna. Bertambahnya pengetahuan dan keterampilan berarti meningkat profesional keguruannya. Meningkatnya profesionalisme guru merupakan tujuan dari lesson study.Pada akhirnya kualitas pembelajaran pun baik pula.Selain meyusun perencanaan pembelajaran, pada tahap plan ini juga disepakati guru model yang akan tampil mewakili kelompok mengajar dan menentukan petugas pengamat (observer). Guru model berperan penting bertugas melaksanakan pembelajaran sesuai skenario pembelajaran yang telah disusun bersama dalam kelompok. Guru model memiliki mental kuat karena pembelajarannya tidak hanya diamati petugas observer yang ditunjuk melainkan diamati juga oleh orang lain yang berkepentingan dengan penbelajaran yang baik. Pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan lesson stadydiusahakan dirancang menarik, dirancangan menjadi Pembelajaran Aktif Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). Petugas observer bertugasmengamati dan mencatat interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan siswa dengan pelajaran saat awal sampai pembelajaran berakhir.Perencanaan yang matang dimungkinkan kelemahan yang muncul akan sedikit dan penyebab kelemahan dapat diketahui dengan segera.
Gambar 1.
Kegiatan plan di kelompok matematika guru-guru Kecamatan Balai
996
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
B. PELAKSANAAN (DO) Sesuai plan yang telah dirancang secara kolaborasi, pelaksanaan (do) dilakukan di dua sekolah dasar di kota Batang Tarang Kabupaten Sanggau.Yaitu kelas 4 dan 5 SDN 02 Batang Tarangdan kelas 4 dan 5 SDN 20 Batang Tarang.Praktik pembelajaran dilaksanakan dua jam pelajaran ( 2x35 menit). Pada saat do ini observer mengamati dan mencatat peristiwa penting berupa hambatan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hambatan yang membuat pembelajaran tidak dapat mencapai tujuan.Catatan hambatan belajar siswa ini akan dicari solusi pemecahannya oleh semua peserta lesson study melalui kegiatan refleksi (see). Dalam kegiatan do guru sudah menunjukkan keseriusan dalam pelaksanaan.Baik guru model maupun pengamat (observer).Apa yang menjadi ketentuan dalam pelaksanaan lesson study dijalankan dengan benar. Ini menunjukkan bahwa guru-guru di Kecamatan Balai memiliki keinginan mau maju.Keinginan memperbaiki pembelajaran yang selama ini dilakukan.Sudah jelas peningkatan mutu guru melalui TEGIP berbasis lesson study mengalami peningkatan teruama dari segi komitmen ingin maju dan profesional.Tahapan pelaksanaan open class lesson study(praktik di kelas) di sekolah dasar Kecamatan Balai Kabupaten Sanggau ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar.2dan Gambar 3.
Gambar 2 .Praktik kelompok BI di kelas 5A 02Batang Tarang
Gambar 3.Praktik kelompok MM di kelas SDN 5B SDN 02 Batang Tarang
C. REFLEKSI (SEE) Setelah melakukan open class, guru-guru melakukanrefleksi di aula kantor Cabang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kecamatan Balai. Seperti yang telah direncanakan pada tahapan plan, bahwa kegiatan refleksi dipimpin olehmoderator. Moderator mengatur acara refleksi sehingga berjalan lancar.Notulen mencatat masukan dari pengamat (observer).Pada kegiatansee guru merefleksi tindakan yang telah dilakukan di kelas. Merefleksi mencari tahu penyebabada siswa tidak maksimal mengikuti proses pembelajaran. Merenungi langkah apa yang diambil untuk memperbaiki pembelajaran yang akan datang. Observer menyampaikan hasil pengamatannya serta mengemukakan alternative pemecahan masalah dalam kegiatan pembelajaran.Tidak hanya permasalahan pembelajaran yang disampaikan, observer juga menyampaikan pujian terhadap kebaikan sebagai motivasi bagi guru model dan kelompok. Guru yang baik sangat peduli dengan pembelajarannya, berusaha mencari solusi, dan senantiasa menerima masukan dari teman sejawat. Masukan disampaikan bukan semata-mata untuk guru model, melainkan untuk memperbaiki rancangan pembelajaran yang telah disusun bersama.Jadi sasaran refleksi adalah memperbaiki kualitas pembelajaran yang disusun guru sehingga pada akhirnya kualitas gurulah yang meningkat karena adanya penyempurnaan.Masukan demi kesempurnaan pembelajaran itu yang diambil dan digunakan untuk masa yang akan datang. Bukan selesai refleksi selesai sudah semuanya, dalam artian kembali seperti dulu.Bukan demikian.Teknik pelaksanaan refleksi dilakukan di masing-masing kelas mata pelajaran disajikan Gambar 4, 5, dan 6.
997
ISBN :978-602-17187-2-8
Gambar 4. Refleksi kelas Bahasa Indonesia
Gambar 5. Refleksi kelas IPA
Gambar 6. Refleksi kelas Matematika kelompok A
Kegiatan refleksi bukan mencari-cari masalah, tetapi menemukan dan mencatat masalah yang muncul pada proses pembelajaran berlangsung. Rekaman hasil observasi yang ditulis pada lember observasi khusus lesson study oleh observer ternyata ada temuan-temuan yang perlu dicari solusinya secara bersama untuk kesempurnaan pembelajaran yang akan datang.Temuan yang disampaikan para pengamat diantaranya adalah siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran.Media tidak menjangkau seluruh siswa.Tidak hanya kekurangan, kelebihan dari pembelajaran yang dilakukan pun disampaikan seperti suasana kelas yang hidup dan siswa dapat mengisi instrumen dengan benar.Pamantauan penulis atas hasil pengamatan yang dikemukakan oleh observer adalah benar-benar fakta yang diamati dan ditulis,bukan persepsi menurut pemikiran pengamat.Pengamat antusias menyampaikan hasil amatannya serta solusi alternatif yang mungkin dapat digunakan untuk mengatasi hambatan belajar yang ditemukan.Semua peserta berperan aktif dalam kegiatan pengkajian pembelajaran yang dilakukan.Kegiatan TEQIP yang hanya berlangsung selama 2 hari di Kecamatan Balai ini sangatlah sempit. Sangat tidak mungkin untukmentransfer semua materi yang pernah didapat tim TEQIP melalui ToT di Universitas Negeri Malang. Hari pertama untuk pendalaman materi dan plan.Hari kedua untuk open class dan refleksi. Namun bila melihat hasil postes yang dilaksanakan diakhir kegiatan, yaitu setelah refleksi ternyata penguasaan peserta atas peningkatan profesionalisme guru kelas melalui kegiatan open class lesson study di Kecamatan Balaimenunjukkan peningkatan. Walau peningkatan itu tidak tinggi namun bila dibandingkan dengan singkatnya waktu yang digunakan untuk kegiatan maka penguasaan peserta mengalami peningkatan cukup baik.Peningkatan kualitas guru peserta lesson study dapat dilihat pada tabel nilai rata-rata kelas di bawah ini. Tabel 2. Tabel 2. Nilai rata-rata postes No. Kelas Pretes Postes Persentase kenaikan 1 Bahasa Indonesia 42,70 54,33 27% 2 Matematika 31,00 76,60 147% 3 IPA 46,00 67,00 45% Penguasaan atas nilai postes rata-rata 54,33 untuk kelas Bahasa Indonesia dengan peningkatan 27%, rata-rata 76,60 untuk kelas matematika dengan peningkatan 147%, dan ratarata 67,00 untuk kelas IPA dengan peningkatan 45%. Dengan demikian kompetensi guru peserta kegiatan lesson studyguru kelas di Kecamatan Balai mengalami peningkatan.
998
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
PENUTUP Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Guru adalah kunci keberhasilan proses pembelajaran. Kualitas guru perlu ditingkatkan.TEQIP (Teachers Quality Improvement program) adalah program peningkatan kualitas guru. Program pemberdayaan guru sekolah dasar yang berbasis lesson study. Lesson study adalah bentuk pembinaan professional guru melalui mengkaji pembelajaran secara kolaborasi dan berkesinambungan berlandaskan prinsip kolegalitas dan matua learning menuju komunitas belajar dalam rangka meningkatkan pro-fesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran.Dalam pelaksanaannya lesson study meliputi tahapan perencanaan (plan), tindakan (do) dan observasi, dan refleksi (see).Tujuan lesson study Kecamatan Balai adalah meningkatkan profesional guru kelas di Kecamatan Balai Kabupaten Sanggau. DAFTAR RUJUKAN Ibrahim.2012. Panduan Pelaksanaan Lesson study di KKG .Malang:PT.Pertamina(Persero)Universitas Negeri Malang. Kamus Bahasa Indonesia elektronik, 2008. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.. Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Prihatin, Eka.2008. Guru Sebagai Fasilitator.Bandung: PT. KarsaMandiriPersada. Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung.CV. Wacana Prima.
METODE DISKUSI DENGAN TEHNIK PERMAINAN MONOPOLI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn TENTANG BUDI PEKERTI SISWA KELAS VI DI SDN 71/V PEMATANG BULUH Adanturazi, S.Pd.SD SDN 71/V Pematang Buluh kecamatan Betarakab.Tanjung Jabung Barat Jambi Abstrak: Belajar mengajar yang apa bila kurang melibatkan siswa secara aktif membuat siswa merasa bomonoton dan bosan dengan kegiatan di kelas, dalam kegiatan belajar mengajar yang biasa secara klasikal dan hanya menggunakan buku sebagai sumber belajar. Pada kenyataannya pendidik hanya menggunakan satu metode saja seperti, ternyata membuat hasil siswa kurang memuaskan. Upaya meningkatkan hasil belajar dilakukan dengan metodediskusi dengan tehnik permainan monopoli untuk meningkatkan hasil belajar PKn tentang budi pekerti siswa kelas VI di SDN 71/V Pematang Buluhtahun ajaran 2013/2014, dilakukan tigakali pertemuan,setiap pertemuan dilakukan 2x35 menit. Dengandiskusi dengan tehnik permainan monopoli ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa, siswa terlihatsemangat dan hubungan antar siswa terlihat akrab,kegiatan belajar siswa meningkat. Kata kunci: hasil belajar, teknik permainan monopoli
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, berbagai upaya dapat dilakukan oleh pendidik selaku seorang profesional di kelas, diantaranya melakukan suatu penyempurnaan dalam proses belajar mengajar,pendidik seharusnya dapat menempatkan dirinya sebagai pusat pembelajaran, dia harus memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh siswanya sehingga siswa tidak merasa tertekan dan terbebani oleh masalah yang setiap hari dapat dirasakan dalam kelas. Proses belajar mengajar harus dapat mengembangkan cara mendapatkan, dan mengkomunikasikan hasil belajar.Untuk mewujudkan hal tersebut seorangpendidik dapat melibatkan siswa secara aktif, membangkitkan minat belajar, memotivasi siswa, menggunakan metode diskusi, sehingga terciptanya proses pembelajaran yang dapat menyenangkan, menarik, kreatif dan menyenangkan.
999
ISBN :978-602-17187-2-8
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru harus mampu mendorong motivasi belajar siswa, sehingga dapat berdampak pada hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa atau prestasi belajar siswa akan diperoleh setelah siswa menempuh proses atau pengalam belajarnya. Pengalaman belajar (learning experience) merupakan proses kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses kegiatan belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh alternatif cara mengajar yang digunakan oleh pendidik. Dalam proses pembelajaran pendidik dituntut mampu memberikan yang terbaik untuk siswanya, dan dapat menempatkan diri selaku fasilitator dalam pelaksanaan pembelajaran serta mampu memberikan yang terbaik membuat suasana yang kondusif, menyenangkan dan dapat memberikan suasana yang menyenangkan kepada siswa. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal yang terdiri dari minat siswa, bakat, motivasi, dan intelegensi siswa. Sedangkan faktor ekternal terdiri dari metode, media, fasilitas, proses belajar disekolah maupun diluar sekolah. (Jamil, 2011) Pengalaman belajar (learning experience) yang diharapkan adalah terjadi adanya aktivitas belajar yang tinggi dari siswa. Pendekatan yang digunakan untuk membentuk pengalaman siswa adalah cenderung dengan pendekatan ketrampilan proses. Ketrampilan proses merupakan pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada pengembangan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak komponen-komponen yang lebih tinggi dari siswa (Depdikbud 1990; 90)Oleh karena itu guru harus mampu menggunakan atau memilih pendekatan atau metode, dan sumber belajar yang tepat. Ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai komponen pembelajaran diharapkan mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga hasil belajar lebih meningkat. Dalam upaya meningkatkan proses belajar, guru harus berupaya menciptakan strategi yang cocok, sebab dalam proses belajar mengajar yang bermakna, keterlibatan siswa sangatlah penting, hal ini sesuai dengan pendapat Muhamad Ali, (1983: 12) yang menyebutkan bahwa kadar pembelajaran akan bermakna apabila:(1) adanya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar, (b) adanya keterlibatan intelektual-emosional siswa baik melalui kegiatan menganalisa, berbuat dan pembentukan sikap, dan (3) adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dan aktif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses belajar mengajar. Prestasi belajar berasal dari kata ― prestasi‖ dan ― belajar‖ prestasi berarti hasil yang telah dicapai, sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu (Depdikbud dalam Bambang Setiawan, 2013). jadi prestasi belajar adalah kemampuan menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang bisa ditunjukkan berupa angka atau hurup oleh guru pada peserta didiknya. Dalam hal ini seorang guru sangat dituntut memahami dan mengausai suatu kerterampilan yang dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik, sehingga mereka akan merasa nyaman dalam menerima pelajaran dan bahkan sudah menjadi suatu kebutuhan yang harus mereka kuasai. Menurut Winkel (1996:102), pengertian prestasi adalah kemampuan, ketrampilan, dan sikap seseorang dalam melaksanakan tugas. Prestasi adalah bukti keberhasilan dan tingkat kondisi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan telah dicanangkan karena hakikat belajar tersirat dalam tujuan pengajaran (Sudjana, 2000: 19). Hasibuan (2006) dalam menerapkan pembepalajaran, mengusulkan metode diskusi sebagai alternatif dalam meningkatkan prestasi dan berpikir kritis siswa. Lebihlanjut Hasibuan mengemukakan langkah-langkah metode diskusi sebagai berikut: 1. Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan, memberikan pengarahan seperlunyan mengenai cara-cara pemecahan masalah. 2. Siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi, memilih pemimpin diskusi (ketua, sekretaris dan pelaor). 3. Siswa berdiskusi pada kelompoknya masing-masing sedangkan guru berkeliling dari kelomok satu ke kelompok yang lainnya, menjaga ketertiban, memberikan bantuanbantuan, setiap kelompok berpartisipasi aktif dan diskusi dapat berjalan lancar. 4. Tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya. 5. Siswa mencatat hasil diskusi dari setiap kelompok (Moejiono, 2006). Mata pelajaran PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar, dan merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, sikap dan konsep tentang sikap, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses.Mata pelajaran ini bertujuan untuk membekali peserta didik memiliki kemampuan mengembangkan pengetahuan dan 1000
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
pemahaman konsep-konsep PKn yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin berbuat baik, sikap prilaku fositif, mengetahui prilaku yang baik dan yang jelek, mengembangkan sikap untuk diterafkan dalam kehidupan seharihari.Ruang lingkup bahan ajar PKn meliputi aspek-aspek tingkah laku dan sejarah nasional. Tetapi apa yang terjadi, bahwa berdasarkan data diperoleh suatu bukti yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih rendah tentang konsep prilaku budi pekerti. Bukti rendahnya hasil belajar tersebut, yaitu masih banyak siswa yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum yang sudah ditetapkan , terutama di kelas VI SDN 71/V Pematang Buluh Tahun Pelajaran 2014/2015. Adapun nilai ketuntasan minimum atau KKM untuk mata pelajaran PKn yaitu 57,5. Dari hasil tes formatif diperoleh data untuk mata pelajaran PKn dengan Standar Kompetensi: 1.Menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Kompetensi Dasar : 1.1 Mendeskripsikan nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara. 1.2 Menceritakan secara singkat nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara. 1.3 Meneladani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan sehari-hari.Metode Diskusi adalah salah satu metode PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Metode Diskusi peneliti yakini tepat untuk mengatasi problemkeberhasilan pemahaman siswa tentang budi pekerti. Tapi pada kenyataannya kondisi awal pendidik belum menerapkan metode Diskusi.Dengan metode Diskusidengan tehnik permainan monopoli dalam pembelajaran akan lebih bermakna, sebab dengan menggunakan metode Diskusidengan tehnik permainan monopoli siswa akan terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. METODE Penelitian ini dilaksanakan di SDN 71/V Pematang Buluh Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VI dengan jumlah siswa 16 orang. Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas, dalam pelaksanaannya menggunakan tiga siklus, setiap siklus dilaksanakan selalama dua kali pertemuan dan setiap pertemuan dilakukan dua kali tiga puluh lima menit. Setiap siklus melalui tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Pada model Kemmis & Taggart (EkaWarna,2009) komponen tindakan dan pengamatan dijadikan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan terjadi dalam waktu yang sama. alur pelaksanaan penelitian dapat dilihat sebagai berikut. Putaran 1 Refleksi
Rencana awal/rancangan
Putaran 2
Tindakan/ Observasi
Refleksi
Rencana yang direvisi
Tindakan/ Observasi
Refleksi
Putaran 3 Rencana yang direvisi
Tindakan/ Observasi
Gambar 1. Alur PTK
1001
ISBN :978-602-17187-2-8
Tahapan pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam tiga tahapan,tahap-tahap tersebut tersebut terdiri dari tahap awal (pra penelitian), tahap perencanaan, dan tahap pelaksanaan. Untuk lebih jelas dapat dilihat sebagai berikut: a. Pertama tahap awal (Pra Penelitian).Dalam tahap ini peneliti mengidentifikasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pembelajaran, dari hasil pengidentisifikasian tersebut ditentukan suatu masalah yang mendasar untuk selanjutnya dijadikan rumusan masalah yang akan diteliti untuk menentukan cara mengatasi masalah tersebut. b. KeduaTahap Perencanaan .Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan-persiapan pelaksanaan tindakan pada siklus I, dengan mempersiapkan segala sesuatu yang akan digunakan dalam pelaksanaannya , peneliti berdiskusi dengan teman sejawat dalam membuat silabus sampai kepada metode yang akan digunakan dalam pelaksanaannya. c. Ketiga tahap pelaksanaan dilakukan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang sudah dipersiapkan dalam pelaksanaan ini teman sejawat (observer) mengamati jalannya pelajaran dengan mencatat segala sesuatu yang terjadi selama pelajaran berlangsung dan selanjutnya akan dibawa kedalam diskusi (refleksi). Hasil refleksi akan menentukan langkah siklus 2 & ke 3. Tabel 1. Distribusi Nilai Tes Pada Siklus I
No. Urut
Skor
Keterangan T TT √
1 70 2 50 3 70 √ 4 60 5 40 6 50 7 60 8 70 √ 9 60 10 70 √ 11 80 √ 12 60 13 40 14 30 15 60 16 70 √ Jumlah 940 6 Jumlah Skor 940 Rata-Rata Skor Tercapai 58,75 Keterangan:
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10
T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
: Tuntas : Tidak Tuntas :6 : 10 : Belum tuntas
Tabel2. RekapitulasiHasilTes Pada Siklus I
No 1 2 3
Uraian Hasil Siklus I Nilai rata-rata tes formatif 58,75 Jumlah siswa yang tuntas belajar 6 Persentase ketuntasan belajar 37,5 Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode Diskusi dengan tehnik permainan monopoli.diperoleh nilai rata-rata Hasil Belajar belajar siswa adalah 58,75 dan ketuntasan belajar mencapai 37,5% atau ada 6 siswa dari 16 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 37,5% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa
1002
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode Diskusi. 2. a.
b.
Siklus II Tahap perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, LKS, 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Tahap kegiatan dan pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2014 di Kelas VI dengan jumlah siswa 15 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Tabel 3. Distribusi Nilai Tes Pada Siklus II
No. Urut
Skor
Keterangan T TT √
1 70 2 60 √ 3 70 √ 4 60 √ 5 40 √ 6 50 √ 7 60 √ 8 80 √ 9 10 70 √ 11 80 √ 12 60 √ 13 50 √ 14 80 √ 15 80 √ 16 80 √ Jumlah 940 9 6 Jumlah Skor 110 Rata-Rata Skor Tercapai 67,33 Keterangan: T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
: Tuntas : Tidak Tuntas :9 :6 : Belum tuntas
Tabel 4. RekapitulasiHasilTes Pada Siklus II
No 1 2 3
Uraian Hasil Siklus I Nilai rata-rata tes formatif 62,67 Jumlah siswa yang tuntas belajar 9 Persentase ketuntasan belajar 66,67 Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata Hasil Belajar belajar siswa adalah 62,67 dan ketuntasan belajar mencapai 66,67 % atau ada 9 siswa dari 15 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk mencoba praktik cara ibadah dan sikap sosial dengan benar.
1003
ISBN :978-602-17187-2-8
3. a.
Siklus III Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, LKS 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap kegiatan dan pengamatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 10 April 2014 di Kelas VI dengan jumlah siswa 16 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut. Tabel 5. Distribusi Nilai Tes Pada Siklus III
No. Urut
Skor
1 70 2 80 3 70 4 70 5 80 6 80 7 80 8 80 9 70 10 70 11 80 12 60 13 50 14 80 15 80 16 80 Jumlah 1120 Jumlah Skor 1120 Rata-Rata Skor Tercapai 70,00 Keterangan:
Keterangan T TT √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 14
2
T TT Jumlah siswa yang tuntas Jumlah siswa yang belum tuntas Klasikal
: Tuntas : Tidak Tuntas : 12 :2 : Tuntas
Tabel 6. RekapitulasiHasilTes Pada Siklus III
No 1 2 3
Uraian Hasil Siklus I Nilai rata-rata tes formatif 70,00 Jumlah siswa yang tuntas belajar 14 Persentase ketuntasan belajar 87,5 Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 70,00 dan dari 16 siswa yang telah tuntas sebanyak 14 siswa dan 2 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 87,5% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaeruhi oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dan guru dalam menerapkan belajar dengan metode Diskusi dengan tehnik permainan
1004
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
monopoli.sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih gampang dalam memahami materi. c. Refleksi/mengkaji/menelaah Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan Penerapan metode Diskusi dengan tehnik permainan mopoli . Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif dan semangat selama proses belajar. 3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4) Hasil belajar siswsa dengan metode Diskusi dengan tehnik permainan monopoli siklus III mencapai ketuntasan. d. Revisi Pelaksanaan Pada siklus III guru telah menerapkan belajar dengan metode Diskusi dengan tehnik permainan mopoli.dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode Diskusi dengan tehnikpermainan monopoli. PEMBAHASAN 1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa Metode Diskusi dengan tehnik permainan monopoli memiliki dampak positif dalam meningkatkan Hasil Belajar belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 37,5%, 66,67%, dan 87,5%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. 2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap Hasil Belajar belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran PKn pada Standar Kompetensi: 1.Menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Kompetensi Dasar : 1.1 Mendeskripsikan nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebgai Dasar Negara. 1.2 Menceritakan secara singkat nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara. 1.3 Meneladani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkahlangkah belajar dengan Metode Diskusi dengan tehnik permainan monopoli dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab. PENUTUP Dari perbaikan pembelajaran PKn pada materi Budi pekerti pada siswa kelas VI SDN 71/V Pematang Buluh tahun ajaran 2013/2014 dapat disimpulkan bahwa, melalui metode diskusi dengan tehnik permainan monopoli telah dapat meningkatkanhasil belajar siswa. Saran Berdasarkan pada kesimpulan diatas penulis ingin menyampaikan sara sebagai berikut: 1. Guru diminta untuk mencoba metode Diskusi dengan tehnik permainan monopoli
1005
ISBN :978-602-17187-2-8
2. Memahami dan menggali lebih dalam metode Diskusi dengan tehnik permainan monopoli lebih baik lagi. DAFTAR RUJUKAN Gulo, 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Ekawarna.2009.Penelitian Tidakan Kelas. Jambi: FKIP Universitas Jambi. Wardhani, I. G. K. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Tiga serangkai. Hasibuan dan Moejiono, 2006. Proses Belajar Mengajar.Bandung: Rosdakarya. Wahyudi & Subanji, 2010. Model-model Pembelajaran.Malang: UM Press.
PENINGKATKAN KINERJA GURU DALAM MENETAPKAN KKM MELALUI PENDAMPINGAN PADA SD BINAAN DI KABUPATEN MANOKWARI TAHUN 2015 Bertha Dampa Pengawas SD Manokwari Abstrak: Pendampingan di Sekolah binaan merupakan bentuk pembinaan, pengarahan,dan pengajaran yang bertujuan untuk mengatasi masalah Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil dari pendampingan terjadi peningkatan kesiapan dan Kinerja guru dalam menetapkan KKM.Pendampingandapat meningkatkan Kinerja guru dalam menetapkan KKM di SD YPPK Santa Sisilia dan Santa Ursula. Dengan demikian dapat disarankan kepada pengawas yang lain bahwa kegiatan pendampingan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan Kinerja guru dalam menetapkan KKM. Kata kunci:kinerja guru, KKM, pendampingan
Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakanacuan dalam pelaksanaan pendidikan secara nasional. Untuk pemenuhan implementasi SNP sulit dicapai oleh sekolah dengan kondisi saat ini, karena dalam pemenuhan secara utuh tentu membutuhkan sumberdaya yang besar, kapasitas yang tinggi, dan kelembagaan yang produktif. Tindak lanjut dari SNP adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) diantaranya No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru; No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian; dan No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.Berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi keterlaksanaannya, dan menindaklanjuti hasil evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Oleh sebab itu Standar Pelayanan Minimal dirancang sebagai tahapan awal untuk mencapai SNP dan standar lainnya. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar (SPM Dikdas) di Kabupaten/Kota sebagai tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan. Juga dalam peraturan tersebut diatur tentang pengorganisasian yaitu penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar sesuai dengan SPM pendidikan yang dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan. Terdapat 27 indikator layanan minimal yang akan diberikan kepada masyarakat melalui pendidikan, dimana dari 27 indikator ini 14 indikator merupakan kewenangan dari pemerintah dan 13 indikator merupakan kewenangan pada satuan pendidikan.Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengetahui ketercapaian SPM dikdas pemerintah kabupaten Manokwari pada tahun 2014 telah melakukan survey implementasi penerapannya di satuan pendidikan. Hasil
1006
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
yang diperoleh secara umum menyatakan SPM dikdas belum terpenuhi. Secara khusus beberapa indikator yang berkaitan dengan penilaian. Sementara untuk mengetahui ketercapaian kompetensi tentang materi yang diajarkan kepada peserta didik diperlukan suatu kriteria minimal yang harus dicapai oleh peserta didik setelah proses pembelajaran dilaksanakan. Salah satu faktor untuk mengetahui kinerja seorang guru adalah melalui ketuntasan pembelajaran yang dilaksanakan. Pemahaman guru mengenai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) perlu ditingkatkan melalui pembinaan bagi guru berupa workshop, pelatihan, pendampingan, dan lainnya. Adapun kegiatannya dapat dilaksanakan melalui forum di sekolah KKG atau pelaksanaanya di tingkat sekolah. Pemahaman guru mengenai KKM mutlak diperlukan, karena guru adalah faktor penentu dalam keberhasilan proses pembelajaran di satuan pendidikan. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus memiliki acuansebagai tolok ukur dalam pencapaian hasil pembelajaran agar ketercapaian kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik terhadap materi yang diajarkan dapat diketahui.Sehubungan dengan hal tersebut, maka peningkatan kualitas guru sangat penting untuk diperhatikan bahkan merupakan suatu kebutuhan mendesak untuk segera dilakukan di setiap satuan pendidikan.Berbagai macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah, untuk meningkatkan kompetensi guru, namun belum menyentuh semua guru. Hasil supervisi perencanaan pembelajaran pada sekolah binaan salah satu kendala adalah terkait dengan KKM yang belum sepenuhnya merupakan hasil karya guru. Dokumen yang dimiliki umumnya hasil adopsi, ada sekolah yang menetapkan KKM sendiri tetapi digunakan untuk jangka panjang, padahal guru perlu menetapkannya pada setiap awal tahun ajaran. Selain itu pemahaman guru tentang KKM masih terbatas. Untuk mengarasi kendala tersebut peran pengawas sangat penting. Kemampuan guru dalam menetapkan KKMperlu ditingkatkan, sehingga dalam proses belajar mengajar lebih baik dan kinerja gurupun meningkat. Pada SD YPPK Santa Sisilia dan Santa Ursula, KKM yang ada merupakan hasil adopsi dan sudah digunakan selama dua tahun. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman guru terhadap cara menentukan KKM. Agar guru di SD YPPK Santa Sisilia dan Santa Ursula dapat menetapkan KKM sesuai kondisi dan karakteristik sekolahnya, maka perlu dilakukan pendampingan. Pendampingan merupakan salah satu alternatif yang digunakan oleh pengawas utuk meningkatkan kompetensi maupun kinerja guru PEMBAHASAN Kinerja Guru Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya serta kemampuan untuk mencapai suatu tujuan dan standar yang telah ditetapkan (Sulistiorini,2001), sedangkan ahli lain berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil darifungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang didalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu: (a) kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tugas tanggungjawabnya; (b) kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi; dan (c) kejelasan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud (Dale, 1992). Kesesuaian antara keahlian dan pekerjaan yang diampu akan meningkatkan kinerjanya. Guru yang mempunyai kualifikasi akademik mata pelajaran, jika diberi tugas sebagai guru kelas, maka jelas guru tersebut tidak akan melaksanakan tugasnya dengan baik karena dia akan dituntut harus mengajarkan semua mata pelajaran di kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Jika demikian maka kinerja guru tersebut akan menurun. Kinerja guru akan meningkat jika diberi tugas dan tanggungjawab sesuai keahliannya serta mampu menjalin hubungan kerjasama dengan orang lain. Demikian pula dengan hasil pembelajaran yang dilaksanakan akan meningkat apabila ada kerjasama dan dukungan dari pihak lain, diantaranya guru dengan guru, guru dengan kepala sekolah serta guru dengan peserta didiknya. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) a. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal(KKM) Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. 1007
ISBN :978-602-17187-2-8
Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan KKM.KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian.KKM ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum KKG secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM. Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. sedangkan target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Namun bagi satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal yang sudah ditetapkan pada sekolah masing- masing. Kriterianya bisa di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap. KKM ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Tujuannya adalah agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik. b. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal Fungsi kriteria bagi pendidik, peserta didik, satuan pendidikan adalah: 1. Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan; 2. Sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD atau indikator dari KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan; 3. Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana belajar di sekolah; 4. Merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, serta orang tua. Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran dengan sungguh- sungguh serta bertanggungjawab mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Peran orang tua membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah; 5. Merupakan target bagi satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang ditetapkan, bahkan kalau dapt mencapai standar nasional. Karena keberhasilan pencapaian KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan program pendidikan dan kinerja bagi guru yang melaksanakannya. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat(Panduan Penyusunan KTSP Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah).
1008
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
c. Prinsip Penetapan KKM Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut: (1)Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui Profesional judgement, mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya, metode kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan;(2)Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan tiga aspek yakni aspek kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompeteni dasar dan standar kompetensi;(3) KKM setiap Kompetensi Dasar(KD) merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam KD. Pesertadidik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu, apabila peserta didik telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;(4)Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar(KD) yang terdapat dalam SK tersebut;(5) Kriteria Ketuntasan Minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;(6). Indikator merupakan acuan / rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara; dan(7) Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal. d. Tujuan Penetapan KKM Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan pendidik dan satuan pendidikan untuk menetapkan kriteria minimal yang menjadi tolok ukur pencapaian kompetensi. Tindak lanjut diperlukan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Analisis pencapaian KKM bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melaksanakan penilaian setiap KD harus dilakukan analisis pencapaian KKM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan analisis rata-rata hasil pencapaian peserta didik kelas I sampai VI terhadap KKM yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Manfaat hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan nilai setiap peserta didik per mata pelajaran. e. Langkah-Langkah Penetapan KKM Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung meliputi warga sekolah,sarana prasarana dalam penyelenggaraan pembelajaran, serta intake yaitu kemampuan yang dimiliki peserta didikdengan skema sebagai berikut:
KKM Indikator
KKM KD
KKM MP
KKM SK
(Panduan Penyusunan KTSP Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah )
1009
ISBN :978-602-17187-2-8
Dalam menentukan KKM guru perlu memperhatikan Aspek Kompleksitas guru perlu memperhatikan tingkat kerumitan setiap KD atau indikator yang harus dicapai ooleh peserta didik. Kompleksitas tinggi apabila dalam pencapaian kompetensi diperlukan pemahaman guru tentang kompetensi yang yang akan dicapai oleh peserta didiknya serta memerlukan kreatifitas dan inovatif dalam pembelajaran, juga butuh waktu yang lama karena perlu pengulangan serta penalaran dan kecermatan dari peserta didik. Hal yang dipertimbangkan dalam menentukan aspek Daya dukung adalah ketersediaan tenaga, sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan, biaya operasional, manajemen sekolah, dan stakeholder sekolah. Sementara untuk penentuan Aspek Intake atau tingkat kemampuan rata-rata peserta didik dengan memperhatikan: bagi kelas I SD perlu mempertimbangkan kondisi awal masuk sekolah selama dua atau tiga bulan, dan kelas II s.d kelas VI dapat mempertimbangkan KKM pada kelas sebelumnya. KKM yang telah ditetapkan disahkan oleh kepala sekolah dan selanjutnya menjadi acuan dalam penilaian pesera didik untuk melakukan tindag lanjut pengayaan ataupun perbaikan. Juga sebagai salah satu patokan analisis ketercapaian pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mengetahui kinerja guru. Penentuan KKM dapat dilakukan dengan cara memberi poin ataupun dengan rentang nilai. Nilai poin dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Kriteria ketuntasan Minimal dengan Poin Aspek yang dianalisis
Kriteria penskoran
Kompleksitas Tinggi 1 Sedang 2 Rendah 3 Daya Dukung Tinggi 3 Sedang 2 Rendah 1 Intake Tinggi 3 Sedang 2 Rendah 1 (Panduan Penyusunan KTSP Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah ) Jika indikator memiliki kriteria kompleksitas tinggi, daya dukung tinggi dan intake peserta didik sedang, maka nilai KKM-nya adalah: 1 + 3 + 2 x 100 = 66,7 9 Nilai KKM merupakan angka bulat, maka nilai KKM-nya adalah 67. Dengan memberi rentang nilai seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Kriteria ketuntasan Minimal dengan Rentang nilai Aspek yang dianalisis
Kriteria dan Skala Penilaian
Tinggi Sedang Rendah 50 - 64 54-80 81-100 Tinggi Sedang Rendah Daya Dukung 81-100 65-80 50 - 64 Tinggi Sedang Rendah Intake 80-100 65-79 50- 64 (Panduan Penyusunan KTSP Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah ) Kompleksitas
Pengertian Pendampingan Pendampingan merupakan proses interaksi timbal balik (tidak satu arah) antara individu/kelompok/komunitas yang mendampingi dan individu/ kelompok/komunitas yang didampingi yang bertujuan memotivasi dan mengorganisir individu/ kelompok/komunitas dalam mengembangkan sumber daya dan potensi orang yang didampingi dan tidak menimbulkan ketergantungan terhadap orang yang mendampingi (mendorong kemandirian) (Yayasan Pulih, 2011).Pendampingan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk maupun situasi dengan pendekatan yang beragam. Hal tersebut dapat dalam bentuk formal maupun non formal.Juga bisa dengan individu, kelompok ataupun komunitas. Pengertian―Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dan dapat bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok yang lebih berkonotasi pada menguasai, mengendalikan, dan mengontrol.Pendampingan lebih bermakna pada kebersamaan atau kesejajaran, dimana kedudukan antara keduanya (pendamping dan yang didampingi) sederajat, sehinggatidak ada istilah atasan maupun bawahan.Hal ini membawa implikasi bahwa peran 1010
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
pendamping hanya sebatas pada memberikan alternatif, saran, dan bantuan konsultatif dan tidak pada pengambilan keputusan.‖(Suhardi,2010). Jadi pendampingan pada prinsipnya merupakan hubungan yang bersifat intensif antara individu yang senior, yang lebih berpengalaman, dengan yang yunior dan bertujuan untuk meningkatkan karir serta memfasilitasi pengembangan kemampuannya dengan cara memberikan tugas-tugas yang menantang dalam rangka membantu mereka untuk memegang peran tertentu dalam organisasi, belajar, dan mempersiapkan pengembangan karir‖. Pendampingan merupakan kegiatan yang bersifat transpformatif yang melibatkan komitmen bersama antara mentor dan mentee. Terkait dengan pendampingan peningkatan kinerja guru dalam menetapkan KKM, pendampingan diartikan sebagai hubungan yang intensif dan terus-menerus antara pengawas dan guru dalam rangka membantu untuk meningkatkan kemampuannya untuk menetapkan KKM sesuai dengan karakteristik sekolahnya.Dalam hubungan tersebut pengawas berperan sebagai pendamping atau mentor, dan guru sebagai pihak yang didampingi atau mentee. Dalam proses pendampingan ini, pengawas diasumsikan sebagai pihak yang lebih senior dan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih tinggi dari pada guru yang didampingi. Dalam wujudnya yang paling efektif, pendampingan adalah kemitraan pembelajaran yang melibatkan kerjasama dan peluang untuk menghadapi tantangan dan melakukan refleksi berkelanjutan oleh kedua belah pihak yang terlibat. Hubungan pendampingan bisa juga berupa kemitraan sejawat yang di dalamnya, posisi dan peran pendamping dan yang terdampingi bisa saja bertukar berdasarkan konteks tertentu. a. Prinsip-Prinsip Pendampingan 1. Kolegial: yaitu hubungan kesejawatan antara mentor dan mentee. Dengan prinsip ini maka antara pengawas sekolah dan guru memiliki kedudukan setara, yang satu tidak lebih tinggi dibandingkan lainnya. 2. Profesional: yaitu hubungan yang terjadi antara pengawas dan guru adalah untuk peningkatan kemampuan profesional dan bukan atas dasar hubungan personal. 3. Sikap saling percaya: yaitu guru memiliki sikap percaya kepada pengawas bahwa informasi, saran, dan contoh yang diberikan adalah yang memang sesuai dengan konsep prinsip penentuan KKM. 4. Berdasarkan kebutuhan: yaitu materi pendampingan adalah materi teridentifikasi sebagai aspek yang masih memerlukan penguatan dan kegiatan penguatan akan memantapkan pengetahuan dan ketrampilan guru penerima pendampingan. 5. Berkelanjutan: yaitu hubungan profesional yang terjadi antara pemberi dan penerima pendampingan berkelanjutan setelah waktu pendampingan sudah selesai, maka informasi selanjutnya dapat melalui pertemuan lain misalnya pada pertemuan alat komunikasi yang tersedia, atau melalui wadah KKG,ataupun pertemuan lainnya yang ada kaitannya dengan tugas keprofesian.( Fiendli ) b. Teknik Pendampingan Teknik pendampingan yang umum digunakan: 1. Pendampingan (accompanying): pembuatan komitmen untuk saling peduli, untuk saling ambil bagian dalam proses belajar bersama antara pengawas dan guru. 2. Penaburan (sowing): Pengawas sering menghadapi kesulitan dalam mempersiapkan guru agar siap melakukan perubahan. Sowing diperlukan bila pengawas mengetahui bahwa apa yang dikatakannya tidak dapat dipahami atau bahkan diterima oleh guru, tetapi akan dipahami dan memiliki nilai untuk guruketika situasi menuntut memaksanya. 3. Katalisasi (catalizing): ketika perubahan mencapai tekanan pada tingkat yang kritis, belajar dapat meningkat. Terkait dengan hal ini pengawas sekolah menghadapkan guru dengan tantangan perubahan, mendorong cara berpikir yang berbeda, mengubah jati diri atau menata ulang sistem nilai. 4. Menunjukkan (showing): membuat sesuatu yang dimengerti dengan mudah oleh guru, atau menggunakan contoh untuk menunjukkan keterampilan atau kegiatan. Pengawas menunjukkan apa yang dibahasnya dan menunjukkan dengan perilakunya sendiri. 5. Pemanenan (harvesting): dalam hal ini pengawas berfokus pada "memetik buah matang": hal ini biasanya digunakan untuk menciptakan kesadaran dari apa yang telah dipelajari
1011
ISBN :978-602-17187-2-8
melalui pengalaman kemudian menarik kesimpulan. Pertanyaan-pertanyaan kuncinya adalah: "Apa yang telah dipelajari?", ―Sebesar apa manfaatnya?". c. Kriteria Pendamping yang Efektif Agar pendampingan berjalan efektif, berikut ini diuraikan beberapa sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh pengawas sebagai pendamping: 1. Komitmen pribadi untuk bersama dengan guru dalam kurun waktu yang lama. Mentor memiliki keinginan yang tulus untuk menjadi bagian dari kehidupan profesional guru, untuk membantu mereka dengan keputusan-keputusan sulit dan melihat mereka berhasil menjadi yang terbaik. Mereka harus mengorbankan hubungan dalam jangka panjang untuk untuk menciptakan perbedaan. 2. Menghormati pribadi dan kemampuan guruserta menghargai hak mereka untuk membuat pilihan mereka sendiri. Pengawas menghormati dan memandang guru dalam posisi yang setara akan mendapatkan kepercayaan dari mentees dan hak istimewa untuk menjadi mendampinginya. 3. Kemampuan mendengarkan dan menerima pandangan yang berbeda. Kebanyakan orang dapat dengan mudah menemukan seseorang yang suka memberikan saran atau mengungkapkan pendapat nya. Sebaliknya, orang akan kesulitan untuk untuk menemukan seseorang yang tidak gampang menilai orang lain dan benar-benar mau mendengarkan. Sebenarnya, pengawas akan mudah membantu guru hanya dengan mendengarkan, mengajukan pertanyaan dangan cara yang bijaksana dan memberi kesempatankepada para guru untuk mengeksplorasi pikiran mereka sendiri tanpa mengganggunya. Ketika guru merasa diterima, mereka akan cenderung meminta saran dari pengawas 4. Kemampuan untuk berempati. Pengawas yang efektif dapat merasakan apa yang dirasakan oleh guru tanpa harus merasa iba kepada mereka. Bahkan tanpa memiliki pengalaman hidup yang sama, mereka dapat berempati dengan perasaan guru dan masalah profesional yang dihadapi. 5. Fleksibilitas dan keterbukaan. Mentor yang efektif mengakui bahwa hubungan membutuhkan waktu untuk berkembang dan komunikasi yang merupakan harus berjalan dua arah. Mereka bersedia untuk menyediakan waktu untuk mengenali guru, belajar halhal baru yang dibutuhkannya. Bertolak dari uraian di atas, melakukan pendampingan dalam menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal adalah salah satu alternatif yang tepat untuk membimbing guru pada SD YPPK Santa Ursula Manokwari, agar kendala yang dihadapai guru selama ini disekolah terkait dengan KKM dapat teratasi, selain itu melalui pendampingan dapat (a) memberi motivasi kepada guru dalam menentukan KKM; (b) memberikan pengalaman langsung dan bekal yang lebih baik;(c) kepada guru dalam menentukan KKM;(d) meningkatkan penguasaan guru terhadap langkah-langkah penentuan KKM; (e) sebagai media konsultasi bagi guru;dan (f) memberi contoh pembinaan profesional kepada kepala sekolah. d. Tujuan Pendampingan Penetapan KKM Pendampingan penetapan KKM di SD YPPK Santa Ursula merupakan bentuk pembinaan, pengarahan,dan pengajaran yang bertujuan untuk: 1. Memberikan pemahaman lebih luas tentang cara menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran di satuan pendidikan, serta melakukan analisis terhadap hasil belajar yang dicapai; 2. Mendorong peningkatan kinerja guru dan mutu pendidikan melalui penetapan KKM yang optimal sehingga meningkat secara bertahap; 3. Mendorong pendidik dan satuan pendidikan melakukan analisis secara teliti dan cermat dalam menetapkan KKM serta menindaklanjutinya. Pendampingan bagi guru pada SD YPPK Santa Sisilia dan Santa Ursula berfungsi untuk:(1)meningkatkan potensi, kinerja guru dalam menentukan KKM;(2) membantu guru menemukan masalah pembelajaran dan mencari pemecahannya;(3) berbagi pengalaman & memotivasi guru untuk lebih kreatif dalam mengembangkan variasi pembelajaran;(4)sharing pendapat untuk meningkatkan kemitraan interaktif (guru, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah);(5)memberi penghargaan kepada guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah; dan (6) meningkatkan kinerja dan profesionalisme guru. Dari paparan di atas, menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan guru dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal melalui kegiatan pendampinganyang lebih 1012
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
menekankan pada prinsip kolegial, sikap saling percaya, profesional, dan berdasarkan kebutuhan, serta berkelanjutan akan memberikan kesempatan sharing antara satu guru dengan guru lain. Dengan demikian pemahaman terhadap Kriteria Ketuntasan Minimal dapat ditingkatkan baik dalam teoritisnya maupun implementasinya. Dengan demikian dapat disebut bahwa dengan pendampingan dapat meningkatkan kinerja guru dalam penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal. Tahap Pendampingan 1. Pra Pendampingan dilakukan setelah pengawas menyampaikan hasil suparvisi dan ditindak lanjuti dengan rencana pendampingan denganmembuat kesepakatan bersama antara guru ,kepala sekolah dan pengawas tentang fokus, waktu, dan cara pendampingan. Hal ini dilaksanakan untuk memastikan kesiapan para guru dan kepala sekolah dalam kegiatan dimaksud. Setelah ada kesepakatan dilanjutkan dengan menentukan waktu pelaksanaan pendampingan, selanjutnya menyiapkan semua sarana berupa bahan seperti kurikulum, silabus, RPP, dan sebagainya serta alat pendukung yang akan digunakan. 2. Pelaksanaan Pendampingan Pada tahap pelaksanaan,pendamping menyampaikan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan KKM sebagai berikut: a. Hitung jumlah kompetensi dasar (KD) setia mata pelajaran/kelas b. Tentukan kekuatan/nilai untuk setiap aspek,dan sesuaikan dengan kemampuan masing-masing aspek. Jika aspek kompleksitas semakin sukar KDnya, semakin rendah nilainya tetapi semakinmuda KD maka nilainya semakin tinggi.Aspek Daya Pendukung: Semakin tinggi sumber daya pendukung nilainya semakin tinggi, semakin kurang daya dukung semakin rendah pula nilainya. Demikian juga dengan Aspek Intake : semakin tingggi kemampuan awal peserta didik semakin tinggi nilainya. c. Jumlahkan nilai setiap komponen selanjutnya dibagi tiga untuk menentukan KKM setiap KD, kemudian jumlahkan seluruh KKM KD, selanjutnya dibagi dengan jumlah KD untuk menentukan KKM mata pelajaran. KKM setiap mata pelajaran pada setiap kelas tidak sama tergantung pada kompleksitas KD, daya dukung, dan potensi siswa.Setelah guru memahami tahapan penetapan KKM,kegiatan pendampingan berlanjut dengan tahapan: Pembagian guru menurut kelas dan mata pelajaran. Guru mengkaji standar kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD)dan Indikator yang ada pada silabus. Guru membuat analisis per indikator. Analisis dilakukan berdasarkan aspek kompleksitas, daya dukung, dan intake per indikator, selanjutnya Penetapan KKM indikator yang terdapat pada KD, Penetapan KKM KD, rata-rata dari indikator yang terdapat pada KD. Penetapan KKM SK rata-rata dari KD yang terdapat pada SK,Penetapan KKM mata pelajaran rata-rata dari SK yang terdapat pada mata pelajaran, Penetapan KKM oleh guru, disahkan oleh Kepala Sekolah, dan KKM disosialisasikan kepada peserta didik, orang tua, dan Dinas Pendidikan, serta KKM dicantumkan dalam LHB. Selama kegiatan pendampingan berlangsung perlu memperhatikan etika pendampingan seperti: Menjelaskan dengan cara yang menyenangkan tujuan dilaksanakannya pendampingan. Bersikap ramah dan mau menerima/menampung segala saran dsb. Beri penekanan pada kekuatan dan kelebihan yang dimiliki, dan bukan pada kelemahannya, membantu para guru dan pembina sekolah untuk dapat memahami masalah dan tantangan berikut solusinya. Cobalah untuk tidak merasa bahwa anda berada di posisi yang lebih tinggi/lebih baik dibandingkan orang yang anda bantu, anda dapat bersikap sebagai rekan kerja atau teman. Tunjukkan niat anda untuk membantu, dan bukan untuk mendikte ataupun menghakimi seseorang. Ucapkan terima kasih diakhir kegiatan pendampingan 3. Refleksi Pasca Pendampingan Kegiatan refleksi dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terkait pengalaman yang dilakukan oleh guru selama kegiatan pendampingan berlangsung. Hal tersebut dilakukan untuk
1013
ISBN :978-602-17187-2-8
memperoleh informasi secara langsung dari guru mengenai pengalamannya dengan prinsip: kepercayaan, kesejawatan, keterbukaan, terarah, dan antusias. KESIMPULAN Melalui kegiatan pendampingan oleh pengawas sekolahterjadi peningkatan aktifitas guru dalam menetapkan KKM. Keberhasilan pendampingan ini disebabkan oleh pemahaman secara menyeluruh tentang KKM. Pendampingan yang dilaksanakan dengan prinsip kolega,sikap saling percaya,profesional,dan berdasarkan kebutuhan, serta berkelanjutan akan memberikan kesempatan bertukar pikiran (sharing) antara satu guru dengan guru lainnya. Mengoptimalkan pemahaman guru terhadap Kriteria Ketuntasan Minimal melalui pembina secara intensif dalam bentuk pendampingan,sehingga para guru berdiskusi, bekerja sama dan berkonsultasi secara aktif. DAFTAR RUJUKAN Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional(SNP). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta, 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusansebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. Undang- undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal http://infointermedia.com/search/definisi-pelatihan-menurut-ahli [27 Februari 2011]Definisi Pendidikan, Pelatihan, Pengembangan dan Pendampingan. http://www.academia.edu/9192739/Juknis_Penetapan_Nilai_KKM
PENDAMPINGAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN PEMBELAJARAN BERMAKNA PADA PRAKTIK LESSON STUDY DI KABUPATEN MALUKU TEGGARA Mc. Ijanleba Pengawas SD KabupatenMaluku Tenggara
[email protected] Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan proses pendampingan kepala sekolah dalam mengembangkan pembelajaran bermakna. Pendampingan terhadap kepala sekolah dilakukan dalam rangka bersama-sama mendampingi guru untuk mewujudkan pembelajaran bermakna.Penelitian dilakukan dalam kerangka pelaksanaan lesson study yang dikemas dalam kegiatan Teachers Quality Improvement Program (TEQIP). Peneliti bersama kepala sekolah dan guru melaksanakan kegiatan lesson study dengan tahapan PLAN, DO, SEE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendampingan kepala sekolah dapat mempercepat pengembangan pembelajaran bermakna yang dilakukan oleh guru di sekolah. Selain itu terbentuk budaya terbuka pada guru untuk saling
1014
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
memberikan masukan terhadap pelaksanaan pembelajaran. Kata kunci :pendampingan kepala Sekolah, pembelajaran bermakna,lesson study.
Program peningkatan kualitas guru sekolah dasar yang dilaksanakan oleh Univesitas Negeri Malang yang bekerja sama PT. Pertamina (Persero) yang berorientasi pada pemahaman, pendalaman, serta pemantapan pembelajaran yang dikemas dalam bentuk pelatihan Trainer of Treners (TOT). Pelatihan TOT dilangsungkan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan secara keseluruhan, pelatihan dimaksud dilaksanakan. Pendidikan merupakan salah satu penentu terwujudnya suatu kehidupan yang berkualitas sesuai dengan cita-citabangsa Indonesia, yaitu terwujudnya masyarakatadildanmakmurmerata di seluruhtanah air Indonesia. Khusus diKabupatenMaluku Tenggarakualitaspendidikannyamasihperlu ditingkatkan. Peningkatan kualitas pendidikan di Maluku Tenggara salah satunya dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas sekolah, dalam hal ini kualitas pembelajaran. Pembelajaran di sekolah masih sering dilakukan dengan didominasi oleh guru. Siswa kurang diberi kesempatan untuk aktif dan kreatif. Kebanyak dari guru mengajarnya dengan menjelaskan di papan tulis, memberikan contoh dan penyelesaiannya, memberikan latihan, dan memberikan tes. Kondisi seperti ini berlangsung secara terus menerus, sehingga siswa menjadi jenuh. Bahkan pembelajaran yang dilakukan seringkali menggunakan konsep ―pokoknya‖, siswa harus menerima apa yang diberikan oleh guru. Subanji (2013) menegaskan pembelajaran yang diilustrasikan tersebut tidak bermakna. Padahal saat ini sudah saatnya mengarahkan pada pelaksanaan pembelajaran bermakna. Menurut Subanji (2012) guru perlu mendorong, mengaktifkan dan memotivasi siswa, sedemikian hingga siswa bisa belajar dan mengembangkan berpikirnya. Siswa dalam proses pembelajaran berperan sebagai subjek yang diberdayakan dan aset masa depan yang harus diperhatikan. Lebih jauh Subanji (2014) menjelaskan bahwa pembelajaran bermakna dapat dipandang dari dua sisi : (1) bagaimana peran guru dalam pembelajaran bermakna dan (2) bagaimana siswa belajar secara bermakna. Ditinjau dari sisi guru, pembelajaran bermakna yang dikembangkan oleh TEQIP diarahkan untuk mengubah mindset guru dari mengajar menjadi pembangkit belajar, peran guru bukan sebagai pemberi pengetahuan, tetapi lebih pada proses membangkitkan siswa, bagaimana guru harus membangkitkan berpikir siswa, bagaimana guru harus menumbuhkan disequilibrasi sehingga tumbuh rasa ingin tahu siswa yang tinggi, bagamana guru harus mamfasilitasi siswa supaya muncul kreatifitasnya, dan bagaimana guru membangun komunikasi kelas yang bisa menumbuhkan interaksi berpikir antar siswa merupakan hal penting dalam pembelajaran bermakna. Guru harus berusaha untuk : (1) menyiapkan rencana pembelajaran yang dapat membangkitkan belajar siswa, (2) melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, (3) merefleksikan dan memperbaiki proses pembelajaran sehingga mampu meningkatkan berpikir dan motivasi belajar siswa. Pembelajaran berhasil jika siswa dikatakan belajar secara bermakna, sehingga mampu: (1) mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari, (2) memahami lebih dari sekedar ―tahu‖, (3) menjawab pertanyaan ―apa‖, ―mengapa‖ dan ―bagaimana‖,(4) menyelesaikan masalah, dan (5) menginternalisasi pengetahuan menjadi ―berperilaku‖ dan karakter diri‖. Pembelajaran dapat dikatakan bermakna apabila guru menjadi pembangkit belajar dan siswa bisa belajar secara bermakna. Berdasarkan pengamatan dan observasi serta supervise pembelajaran yang dilakukan oleh pengawas masih banyak ditemukan permasalahan/kendala yang ada di lapangan, di antaranya:(1) masih kurangnya kesadaran guru terhadap tugas dan kewajibannya sebagai seorang pendidik; (2) pembelajaran yang dilakukan guru masih konvensional belum mengarah kepada kebermaknaan; (3) rendahnyadayadukunglingkunganpendidikan(masyarakat); dan(4) kurangnyafasilitassekolahdalammendukung pembelajaran di sekolah.Belum maksimalnya kepala sekolah melakukan supervisi atau memberikan pendampingan kepada guru tentang pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkantemuan di atas, masalah yang ingin dikemukakandalam pembahasan ini adalahbagaimanadilakukan pendampingan dalam upaya meningkatkan kualitas kepala sekolah dalam pengelolaan pembelajaran yang bermaknamelalui lesson study di kabupatenMaluku Tenggara. Secararinci, masalah yang dikemukakandalamtulisaniniadalah (1)pendampingan
1015
ISBN :978-602-17187-2-8
terhadap kepala sekolah, (2) guru, (3) pembelajaranbermakna, (4) lesson study, dan (5) pelaksanaan praktik lesson study untukmeningkatkankualitas guru. Masalah itu diungkapkan dengan harapan dapat meningkatkan kualitas guru dalam pembelajaran bermakna sehingga hasil yang diharapkan optimal. Keberhasilan porgram pendampingan sangat dipengaruhi oleh profesionalitas dan komitmen yang tinggi dari kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pengertian pendampingan adalah suatu proses pembimbingan yang dilakukan kepada kepala sekolah untuk mampu melakukan kegiatan pemantauan, konsultasi, penyampaian informasi, supervisi, monitoring terhadap guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sasaran pendampingan adalah kepala sekolah dan semua guru yang menjadi tanggung jawab binaannya. Materi pendampingan berupa materi ajar, merancang model, dan evaluasi pembelajaran. Kegiatan pendampingan diarahkan dalam upaya menjamin terselenggaranya kegiatan pembelajaran yang memperkuat pendekatan ilmiah (scientific). Rincian materi pendampingan antara lain : (a) penguasaan konsep pembelajaran, (b) penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai dengan silabus yang telah ditetapkan, (c) pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan karekteristik jenis dan jenjang pendidikan, (d) pelaksanaan penilaian sesuai dengan kebutuhan dan kaidah penilaian authentic assesment, penggunaan penilaian acuan kriteria dan porto folio. Tugas pendampingan diantaranya : (1) konsolidasi pengawas sekolah, kepala sekolah dan guru berkenaan dengan sasaran, jadwal, materi, dan strategi pendampingan.(2) penyepakatan nomor kontak, alamat email, dan akses komunikasi lainnya yang akan digunakan dalam kegiatan pembimbingan, baik antar pendamping maupun komunikasi pendamping dengan guru dan kepala sekolah. Tujuan pendampingan adalah melaksanakan supervisi dan fasilitasi perbaikan rencana pelaksanaan dan penilaian pembeljaran sesuai kerakter yang berlaku diantaranya : (a) perubahan mindset berkenaan dengan keterbukaan, keyakinan, dan penerimaan terhadap kurikulum yang berlaku,(b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, (c) pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan pembelajaran bermakna yang terintegrasi dengan lesson study, (d) pelaksanaan penilaian autentic. Dan untuk pendampingan itu sendiri dapat dilakukan untuk : (1) memantau kesesuaian rencana tindak lanjut kepala sekolah dan guru, (2) memberikan motivasi tumbuhnya keterbukaan, keyakinan kepala sekolah dalam pelaksanaan pembelajaran, (3) menggali berbagai masalah/kendala, berkenaan dengan konsep penyusunan program, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran guru, (4) menggali berbagai respons pendidik dan tenaga kependidikan serta orang tua, (5) memfasilitasi pemecahan masalah terkait dengan kendala yang dihadapi. Selanjutnya memberikan penguatan berkenaan dengan keyakinan kepala sekolah dan guru terhadap pendekatan pembelajaran bermakna, model-model pembelajaran, juga memantau keterlaksananya program pembelajaran sesuai jadwal pelajran yang disusun dan penerapan pembelajaran bermakna. Serta pula memfasilitasi pemecahan masalah yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk dan teknik pendampingan antara lain :kegiatan dalam bentuk tatap muka dengan menggunakan teknik konsultasi, penyampaian informasi, modeling dengan memanfaatkan berbagai perangkat teknologi informasi seperti dalam bentuk email, telpon atau pesan singkat (sms) kepada kepala sekolah atau guru atau yang didampingi. Evaluasi pelaksanaan pendampingan dilakukan dengan menggunakan instrumen evaluasi keterlaksanaan pendampingan, materi evaluasi diarahkan pada terselenggaranya fasilitas pembelajaran, terhimpunnya kendala yang dihadapi, terhimpunnya upaya pemecahan masalah yang mungkin terjadi disamping itu evaluasi pelaksanaan pendampingan juga mengungkap respons kepala sekolah terhadap pelayanan dan keterampilan dalam memberikan layanan pendampingan terhadap guru dan semua komponen sekolah. Peningkatan mutu pendidikan tidakdapat terpisahkan dengan upaya peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan. Berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007, seorang guru harus memiliki empat kompentensi yaitu: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional. Kompetensi Pedagogik mencakup:(a) menguasaikarakteristikguru dan pesertadidikdariaspekfisik, moral, sosial, cultural, emosional, danintelektual,(b) menguasai tanggung jawabnya sebagai kepala sekolah dengan tupoksi yang ada, c) menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidi,(d) mengembangkan kurikulum yang terkait matapelajaran yang diampu guru,(e) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik bagi guru, (f) memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran,(g) memfasilitasi pengembangan potensi guru dan peserta didik,(h) 1016
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
berkomunikasi efektif, empatik, dan santun terhadap guru dan peserta didik,(i) menyelenggarakan penilaian evaluasi proses dan hasil belajar. Kompetensi Kepribadian mencakup:(a) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, social dan budaya bangsa,(b) penampilan yang jujur, berakhlak mulia, teladan bagi guru, peserta didik dan lingkungan,(c) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa,(d) menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, kepemimpinan, rasa bangga menjadi kepala sekolah sebagai top lider. KompetensiSosial mencakup(a) Bersikap inkulif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif, (b) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama guru, tenaga kependidikan, peserta didik, orang tua dan masyarakat,(c) beradaptasi ditempat bertugas dan selalu berkomunikasi dengan beragam sosial budaya yang ada disekitarnya,(d) merkomunikasi dengan bahasa tulisan dan lisan yang baik dan benar,(e) menjunjung tinggi kode etik guru.Kompetensi Profesional mencakup:(a) menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pengembangan sekolah,(b) Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang sesuai dengan kurikulum yang berlaku,(c) mengembangkan potensi guru melalui materi pembelajaran yang diampu guru secara kreatif, (d) mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakanreflektif,(e) memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. Keempat kompetensi tersebut harus dikembangkan oleh guru dan mendapat perhatian serius dari guru sendiri maupun dari pihak-pihak yang berwenang termasuk pemerintah dalam halini Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga di Kabupaten Meluku Tenggara. METODE Penelitian ini dilakukan dalam kegiatan Teachers Quality Improvement Program (TEQIP) kerjasama PT Pertamina dengan Universitas Negeri Malang. Kegiatan dilakukan dalam 6 tahap: TOT 1, ongoing pasca TOT 1, TOT 2, ongoing pasca TOT 2, Diseminasi, ongoing pasca diseminasi. Kegiatan yang melibatkan sekolah dalam hal ini guru dan Kepala Sekolah adalah ongoing pasca TOT 1, ongoing pasca TOT 2 dan ongoing pasca Diseminasi. Dalam ongoing ada praktik pembelajaran yang dilakukan oleh guru model di sekolah. Pengawas mendampingi proses pelaksanaan pembelajaran bermakna di sekolah bersama kepala sekolah. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan kegiatan ongoing pasca TOT 1, dilakukan oleh guru model yang bertempat pada SD Inpres Selayar. Kegiatan ini mengikutsertakan kepala sekolah dan guru peserta TEQIP dan wali kelas. Untuk mrmperlancar kegiatan tersebut, pengawas berkoordinasi dengan pihak dinas pendidikan. Pada tahapan persiapan ongoing pasca TOT1, guru model bekerja sama dengan guru pada sekolah ini untuk melakukan persiapan pelaksanaan pembelajaran termasuk pesiapan media dan perangkat pembelajaran yang akan digunakan pada waktu ongoing TOT 1. Setelah melalui persiapan-persiapan pelaksanaan pembelajaran,yang dilakukan oleh guru model, dilakukan praktik pembelajaran. Dalam praktik pembelajaran ada tiga tahap: pendahuluan, inti, dan penutup. Pada kegiatan pendahuluan, siswa diarahkan untuk berdoa, menenangkan diri sebagai persiapan menerima pelajaran, dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai dalam proses pembejalaran itu. Kegiatan inti, guru menyampaikan materi pelajaran terkait membaca cerita singkat yang telah disediakan, dilanjutkan dengan pengelompokan siswa atas 5 (lima) kelompok dan diberikan LKS kepada setiap kelompok untuk mendiskusikan tagihan yang tertera dalam LKS. Kegiatan dilanjutkan presentasi perkelompok untuk mendapat tanggapan dari kelompok yang lain. Dalam presentasi kelompok guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa terkait dengan isi cerita pendek. Beberapa cerita pendek yang digunakan oleh guru disengaja untuk bisa memberi inspirasi kepada siswa. Kegiatan akhir, dilakukan penilaian dan memberikan penguatan serta diakhiri dengan doa. Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengetengahkan tentang 7 (tujuh) prinsip praktik pembelajaran yang baik yang dapat dijadikan sebagai panduan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, baik bagi guru, siswa, kepala sekolah, pemerintah, maupun pihak lainnya yang terkait dengan pendidikan. Di bawah ini disajikan esensi dari ketujuh prinsip tersebut dan untuk memudahkan Anda mengingatnya, saya buatkan ―jembatan keledai‖ dengan sebutan CRAFT HiT. 1017
ISBN :978-602-17187-2-8
1. Encourages Contact Between Students and Faculty Frekuensi kontak antara guru dengan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas merupakan faktor yang amat penting untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam belajar. Dengan seringnya kontak antara guru-siswa ini, guru dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap siswanya. Guru dapat membantu siswa ketika melewati masa-masa sulitnya. Begitu juga, guru dapat berusaha memelihara semangat belajar, meningkatkan komitmen intelektual siswa, mendorong mereka untuk berpikir tentang nilai-nilai mereka sendiri serta membantu menyusun rencana masa depannya. 2. Develops Reciprocity and Cooperation Among Students Upaya meningkatkan belajar siswa lebih baik dilakukan secara tim dibandingkan melalui perpacuan individual (solo race). Belajar yang baik tak ubahnya seperti bekerja yang baik, yakni kolaboratif dan sosial, bukan kompetitif dan terisolasi. Melalui bekerja dengan orang lain, siswa dapat meningkatkan keterlibatannya dalam belajar. Saling berbagi ide dan mereaksi atas tanggapan orang lain dapat semakin mempertajam pemikiran dan memperdalam pemahamannya tentang sesuatu. 3. Encourages Active Learning Belajar bukanlah seperti sedang menonton olahraga atau pertunjukkan film. Siswa tidak hanya sekedar duduk di kelas untuk mendengarkan penjelasan guru, menghafal paket materi yang telah dikemas guru, atau menjawab pertanyaan guru. Tetapi mereka harus berbicara tentang apa yang mereka pelajari dan dapat menuliskannya, mengaitkan dengan pengalaman masa lalu, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka harus menjadikan apa yang mereka pelajari sebagai bagian dari dirinya sendiri. 4. Gives Prompt Feedback Siswa membutuhkan umpan balik yang tepat dan memadai atas kinerjanya sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari apa yang telah dipelajarinya. Ketika hendak memulai belajar, siswa membutuhkan bantuan untuk menilai pengetahuan dan kompetensi yang ada. Di kelas, siswa perlu sering diberi kesempatan tampil dan menerima saran agar terjadi perbaikan. Dan pada bagian akhir, siswa perlu diberikan kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah dipelajari, apa yang masih perlu diketahui, dan bagaimana menilai dirinya sendiri. 5. Emphasizes Time on Task Waktu + energi = belajar. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya merupakan sesuatu yang sangat penting bagi siswa. Siswa membutuhkan bantuan dalam mengelola waktu efektif belajarnya. Mengalokasikan jumlah waktu yang realistis artinya sama dengan belajar yang efektif bagi siswa dan pengajaran yang efektif bagi guru. Sekolah seyogyanya dapat mendefinisikan ekspektasi waktu bagi para siswa, guru, kepala sekolah, dan staf lainnya untuk membangun kinerja yang tinggi bagi semuanya 6. Communicates High Expectations Berharap lebih dan Anda akan mendapatkan lebih. Harapan yang tinggi merupakan hal penting bagi semua orang. Mengharapkan para siswa berkinerja atau berprestasi baik, pada gilirannya akan mendorong guru maupun sekolah bekerja keras dan berusaha ekstra untuk dapat memenuhinya. 7.Respects Diverse Talents and Ways of Learning Ada banyak jalan untuk belajar. Para siswa datang dengan membawa bakat dan gaya belajarnya masing-masing. Ada yang kuat dalam matematika, tetapi lemah dalam bahasa, ada yang mahir dalam praktik tetapi lemah dalam teori, dan sebagainya. Dalam hal ini, siswa perlu diberi kesempatan untuk menunjukkan bakatnya dan belajar dengan cara kerja mereka masingmasing. Kemudian mereka didorong untuk belajar dengan cara-cara baru, yang mungkin ini bukanlah hal mudah bagi guru untuk melakukannya. Pada bagian lain, Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson mengatakan bahwa guru dan siswa memegang peran dan tanggung jawab penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran, tetapi mereka tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak untuk membentuk sebuah lingkungan belajar yang kondusif bagi praktik pembelajaran yang baik. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan tersebut meliputi: 1. Adanya rasa tujuan bersama yang kuat; 2. Dukungan kongkrit dari kepala sekolah dan para administrator pendidikan untuk mencapai tujuan; 3. Dana yang memadai sesuai dengan tujuan; 1018
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
4. 5.
Kebijakan dan prosedur yang konsisten dengan tujuan; dan Evaluasi yang berkesinambungan tentang sejauhmana ketercapaian tujuan. Praktik pembelajaran yang dilakukan oleh guru model, terlihat adanya interaksi antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru yang terlihat sejak awal pembelajaran. Menurut observer, siswa sangat bersemangat menerima pelajaran yang dilakukan oleh guru model, siswa aktif untuk menjawab pertanyaan-pertenyaan yang diajukan guru, intinya ada interaksi yang muncul setelah siswa mengikuti pembelajaran yang dilakukan oleh guru model. Akhir kegiatan, dilanjutkan dengan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang melibatkan guru model, guru senior, kepala sekolah, pengawas, pihak dinas pendidikan, dan Expertdari UM dan expert dari UNPATI selaku perguruan tinggi Mitra. Dari hasil refleksi terdapat beberapa masukan dari observer, pengawas, kepala sekolah, dan expert. Masukanmasukan tersebut dijadikan bahan untuk memperbaiki pembelajaran. Dalam praktik pembelajaran tersebut, kepala sekolah merasakan pembelajaran bermakna seperti ini belum pernah dilakukan, sehingga perlu disampaikan kepada guru-guru yang lain. Dengan pendapat kepala sekolah sekolah tersebut, pengawas mengarahkan agar segera dilakukan pembinaan guru di sekolah tersebut tentang pembelajaran bermakna. Dalam hal ini pengawas siap mendampingi kepala sekolah dalam kegiatan pembinaan guru tentang pembelajaran bermakna. Kegiatan KKG dan K3S untuk pembelajaran bermakna perlu dikembangakan dengan cara meminta guru model dan guru diseminasi untuk memberikan materi pelatihan kepada guruguru KKG tentang cara mengembangkan pembelajaran bermakna. Hal-hal yang disiapkan guru disaat pelatihan antara lain : (1) Buku pelajaran yang diajarkan, silabus, program pengajaran, jadwal pelajaran, (2) alat bantu pembuatan media pembelajaran. Kepala sekolah dan pengawas terus mendampingi kegiatan untuk selalu mengarahkan peserta pelatihan. Guru model dan guru diseminasi melakukan pemodelan bagi peserta dengan memberikan data-data kongrik, petunjukpetunjuk yang menjadi reverens bagi peserta ketika pelaksanaan peer maupun reel teaching. Tanggug jawabnya sebagai kepala sekolah adalah menjalin kerja sama dengan kepala sekolah lain dalam wilayah binaan pengawas untuk memprogramkan kelanjutan dari pembelajaran bermakna pada tahapan-tahapan pendamipngan guru dengan materi-materi yang telah terprogram. Kegiatan KKG yang terporgram akan menopang suksesnya pembelajaran yang bermakna. Untuk mewujudkan peran KKG dalam pengembangan profesionalisme guru, maka peningkatan kinerja kelompok kerja guru (KKG) merupakan masalah yang mendesak untuk dapat direalisasikan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja KKG melalui berbagai pelatihan instruktur dan guru inti, peningkatan sarana dan prasarana, dan peningkatan mutu manajemen KKG. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan kinerja KKG yang berarti. Di beberapa daerah menunjukkan peningkatan kinerja KKG yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan. 1. Berdasarkan masalah ini, maka diperlukan analisis yang mendalam mengenai rendahnya kinerja KKG. Dari berbagai pengamatan dan analsis, sedikitnya ada empat faktor yang menyebabkan kinerja KKG tidak mengalami peningkatan secara merata. Kebijakan dan penyelenggaraan KKG menggunakan pendekatan education production function atau input-output analisis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa KKG berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang diharapkan. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input KKG seperti pelatihan guru dan perbaikan sarana dan prasarana lainnya dipenuhi, maka peningkatan kinerja. KKG (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, peningkatan kinerja KKG yang diharapkan tidak terjadi. Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dalam hal ini guru yang mengikuti kegiatan KKG dan kurang memperhatikan pada proses kinerja. Padahal, proses kinerja sangat menentukan output kegiatan KKG. 2. Penyelenggaraan KKG yang dilakukan masih belum dapat melepaskan dari sistem birokrasi pemerintah daerah, sehingga menempatkan KKG sebagai wadah pengembangan profesionalisme guru masih tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan 1019
ISBN :978-602-17187-2-8
kebutuhan guru setempat. Dengan demikian KKG kehilangan kemandirian, motivasi dan insiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan profesionalisme guru sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan nasional. 3. Akuntabilitas kinerja KKG selama ini belum dilakukan dengan baik. Pengurus KKG tidak memiliki beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan kegiatannya kepada sesama rekan guru, pimpinan sekolah, dan masyarakat. 4. Belum adanya panduan/petunjuk kegiatan kelompok kerja yang jelas untuk dapat digunakan sebagai acuan bagi guru dan pengurus KKG dalam melakukan aktivitas kelompok kerja. Sebagai guru, pembelajaran bermakna perlu ditingkatkan dalam proses pemelajaranpembelajaran berikutnya, karena merupakan hal baru dan penerapannya mengkatifkan semua peserta didik. Dilain pihak, dialami oleh guru model yang melakukan ongoing, merupakan pendalaman dan penamtapan untuk terus memicu guru dalam melaksanakan pembelajaran bermaknaDalam penuturan salah seorang guru model ketika menyampaikan pengalamannya disaat melaksanakan proses pembelajaran, yang dirasakan adalah dalam porses pembelajaran tersebut, tidak pernah dinilai oleh observer baik dari guru senior, kepala sekolah, pengawas maupun dari pihak dinas pendidikan serta expert yang melakukan observasi. Dari sekian ulasan tentang perkembangan pembelajaran yang dilakukan, terdapat keunikan-keunikan tersendiri, dimana banyak siswa yang tanpa sadar, dirinya diobservasi dalam kegiatan tersebut. Ada pula perubahan-perubahan pola pembelajaran yang disampaikan oleh guru senior dan kepala sekolah. Pada dasarnya, kegiatan ongoing pasca TOT 1, dengan sistem pembelajaran bermakna dapat merubah maidset guru terhadap pembelajaran yang dilakukan selama ini. Pada tahapan ongoing pasca TOT 2. Kegiatan yang dilakukan guru model lebih meningkat dimana guru model yang melakukan pembelajaran disekolah berbeda telah menunjukan inovasi dan krativitas yang cukup tinggi, karena kesiapan diri dan juga kesiapan berbagai media terkait materi pelajaran yang disiapkan secara baik, pada saat penyajian materi pelajaran yang diselenggarakan pada SD Naskat Kolser boleh dikatakan berhasil dilihat dari adanya komentar para expert, kepala sekolah, guru senior, pengawas dan pihak dinas pendidikan setempat. Yang secara terbuka menyampaikan point-point tertentu sesuai dengan tagihan pada lembar observasi, yang menyoroti keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran tersebut. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan ongoing pasca TOT 2 pun merupakan tumpuan dan harapan terlaksanakannya pembelajaran bermakna yang teritegrasi dengan lesson study dapat digunakan dalam pembelajaran disekolah-sekolah dalam wilayah kabupaten Maluku Tenggara. Tahapan lanjutan dari pembelajaran bermakna yang dilaksanakan oleh Univesitas Negeri Malang bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero) membekali para trainer / guru modeldalam kegiatan diseminasi dimana dari 6 (enam) orang trainer ditambah satu orang pengawas, dibekali untuk membagikan pengalamannya kepada 54 (lima puluh empat) orang guru tentang pendalaman materi yang selama ini diterima untuk membekali 54 orang guru sebagai peserta diseminasi yang pada akhir kegiatan dilakukan peer teaching dan reel teaching pada beberapa sekolah sebagai tindak lanjut dari pengimbasan hasil diseminasi tersebut. Kegiatan pembelajaran lanjutan dari Teacher Quality Improvement Program (TEQIP) adalah para trainer diikut sertakan dalam TOT 3 sebagai kegiatan pembekalan terakhir bagi para trainer untuk melepaskan para trainer agar mandiri dalam mengembangkan pembelajaran bermakna yang terintegrasi dengan lesson study didaerah masing-masing. Secara keseluruhan dari kegiatan TEQIP 2015 yang dilaksanakan oleh Univesitas Negeri Malang bekerja sama dengan PTPertemina (Persero) adalah memberdayakan guru dalam upaya meningkatkan kualitas pendidik agar mampu melaksanakan pembelajaran yang baik dan benar sesuai dengan amanat Undang-undang dasar 1945. PENUTUP Pentingnya peran kepala Sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran bermakna disekolahnya. Berdasarkan pendampingan pengawas terhadap beberapa sekolah dasar di Kabupaten Maluku Tenggara, ada yang menghendaki terlaksananya pembelajaran bermakna yang terintegrasi melalui Lesson Study perlu dikembangkan terus. Sebagai pengawas akan terus mendampingi sekolah untuk pelaksanaan pembelajaran bermakna dengan harapan, kegiatan 1020
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
pembelajaran bemaknabanyakmemberikanmanfaat dan hasil bagi terbentuknya kualitas pendidikan yang bermartabat, Dinas Pendidikan Kabupaten Maluku Tenggara dapat menindaklanjuti secara berkesinambungan pembelajaran bermakna ini demi meningkatnya kualitas pendidikan di daerah ini. DAFTAR RUJUKAN Bafadal, Ibrahim. 2003. PeningkatanProfesionalisme Guru SD. Jakarta: BumiAksara. Subanji, H. 2015 . Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang : Kerja sama PT. Pertamina (Persero ) dengan Universitas Negeri Malang. Subanji, 2012PembelajaranKreatifdanInovatif, Teachers Quality Improvement Program (TEQIP),PeningkatanKualitas Guru SD/MI “ dariSabangSampaiMerauke. Ibrohim. 2013. PanduanPelaksanaan Lesson Study, Teachers Quality Improvement Program Subanji.2013. PembelajaranMatematikaKreatifdanInovatif.PenerbitUniversitasNegeri Malang (UM Press) Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2013/08/peningkatan-kompetensi-guru-melaluikkg.html#ixzz3q4Gz6SO6 Subanji, 2012PembelajaranKreatifdanInovatif, Teachers QualityImprovement Program( TEQIP),PeningkatanKualitas Guru SD/MI “ dariSabangSampaiMerauke. Adaptasi dan terjemahan bebas dari: Arthur W. Chickering dan Zelda F. Gamson. Seven Principles for Good Practice in Undergraduate Education
PENDAMPINGAN GURU PESERTA TEQIP DALAM PEMBELAJARAN BERMAKNA PADA PRAKTIK LESSON STUDY DI SDN 21 TALUAK KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT Azwar Pengawas Sekolah Dasar Kabupaten Agam Sumatera Barat
[email protected] Abstrak: Tulisan ini mendeskripsikan pendampingan guru peserta TEQIP tahun 2015 oleh pengawas sekolah. Umumnya peserta TEQIP masih mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan hasil pelatihan dalam kegiatan on going. Pendampingan dilakukan agar peserta lebih optimal mengimplementasikan pembelajaran bermakana dalam praktik kegiatan lesson study serta menggiring guru pada tujuan yang diharapkannya. Pendampingan dilakukan melalui pendekatan kolaboratif –partisipatif dengan teknik couching GROME. Kegiatan pendampingan meliputi pendalaman materi, pemilihan model pembelajaran, membuat media, peer teaching/ on going, refleksi, dan diskusi tentang hikmah pembelajaran. Kegiatan pendampingan difokuskan untuk mengoptimalisasi kemampuan Pedagogical Countent Knowladge (PCK) dalam praktik pembelajaran bermakna. Hasil dari kegiatan pendampingan dalam penelitian adalah (1) terjadinya keterbukaan guru dalam mengungkap kelebihan dan kekurangan pembelajaran yang telah dilaksanakan serta bentuk perbaikannya, (2) terjadinya perubahan pola pikir guru dari mengajar menjadi membelajarkan peserta didik ,dan (3) diperolehnya informasi yang tepat tentang Pedagogis Content Knowladge (PCK) guru. Kata Kunci : Pendampingan , TEQIP, belajar bermakna, lesson study, dan couching
Peningkatan kualitas pendidikan diawali dengan peningkatan kualitas guru, karena guru memiliki peranan penting sebagai agen pembelajaran. Guru sebagai motivator dan fasilitator untuk peserta didik supaya pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan. Untuk itu, peranan guru tidak dapat digantikan dalam pembelajaran. Karena pentingnya peranan guru tersebut maka dibutuhkan guru yang professional dalam tugasnya. Menurut Pusat Pengembangan Tendik Depdikbud (2013) bahwa guru profesional adalah guru yang memiliki
1021
ISBN :978-602-17187-2-8
abstraksi (kemampuan) dan motivasi yang tinggi. Kemampuan tersebut tentunya untuk menciptakan pembelajaran yang bermutu dan bermakna bagi peserta didik. Salah satu upaya peningkatan mutu pembelajaran adalah memberikan pendidikan dan pelatihan bagi guru. Faktanya diklat yang telah dilakukan pemerintah selama ini belum menjangkau kebutuhan guru, khususnya guru-guru sekolah dasar di Kabupaten Agam. Atas dasar itu Pemerintah Kabupaten Agam melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga mengadakan kemitraan dengan PT Pertamina (Persero) dan Universitas Malang (UM) dalam bentuk kerjasama peningkatan mutu guru yang dikenal dengan Teacher Educational Quality Improvement Program (TEQIP) yang berorientasi pada praktik. Subanji (2014) menjelaskan bahwa perkembangan pendidikan saat ini mengarah pada pandangan konstruktivisme. Dalam pandangan tersebut, perlu perubahan paradigma guru dari memindahkan informasi dalam pembelajaran ke arah pengembangan berpikir. Pada gilirannya peran guru berubah dari member menjadi fasilitator kepada peserta didik agar mampu belajar secara mandiri. Untuk itu perlu dilakukan pelatihan guru dalam jabatan (in-service training). Guru-guru senior yang berpengalaman mengajar memegang paradigma ―penyampai pengetahuan‖ harus diubah pola pikir dan pola kerjanya menjadi pembangkit belajar. Lebih lanjut Subanji (2014) menegaskan bahwa untuk mengubah prilaku guru dari penyampai ke pembangkit belajar perlu dilakukan upaya sistematis pelatihan terpadu dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas dan dilakukan terus menerus dengan siklus yaitu: merencanakan (plan), melaksanakan (do), observasi/ refleksi (see). Proses peningkatan profesionalisme guru dengan pola (cycle) yang dikenal dengan Lesson Study. Berkaitan dengan meningkatkan profesionalisme guru tersebut, PT Pertamina (Persero) bekerjasama dengan Universitas Negeri Malang (UM) telah mengadakan pemberdayaan guru dengan label Teacher Educational Quality Improvement Program (TEQIP) pada tahun 2010 sampai dengan 2015. Pada tahun 2015, dapat 36 orang guru SD dan 6 orang pengawas TK/SD dari kabupaten/ kota pada 5 provinsi di Indonesia mengikuti TOT TEQIP diantaranya berasal dari: (1) Sumatera Barat (Kabupaten Agam dan Padang pariaman), (2) Kalimantan Tengah (Kab. Kota Waringin Timur), (3) Sulawesi Tenggara (Kota Kendari), (4) Maluku (Kab.Maluku Tenggara), dan (5) Papua Barat (Kab. Fak-Fak).
Gambar 1: Peserta TEQIP Kabupaten Agam Sumbar
Pembelajaran yang berkualitas , efektif, dan efesien adalah harapan guru sebagai agen pembelajaran. Keberhasilan peserta didik dalam belajar dan kepuasan guru terhadap hasil belajar siswa merupakan salah satu indikator keberhasilan pembelajaran. Dewasa ini, pembelajaran matematika masih membosankan dan sulit dimengerti oleh peserta didik. . Masih banyak peserta didik yang pasif selama pembelajaran berlangsung, peserta didik tidak mau bertanya, tidak berani mengemukakan pendapat, dan kurang percaya diri dalam mengerjakan latihan. Hanya sebagian kecil peserta didik yang memahami materi pembelajaran, itupun tidak bertahan lama dalam ingatan peserta didik. Selama ini proses pembelajaran belum mengoptimalkan potensi peserta didik . Proses pembelajaran monoton dan berpusat pada guru, membuat peserta didik tidak semangat dalam belajar , kurang aktif dan tidak dapat mengembangkan potensi dirinya. Guru memberikan rumus-rumus tanpa adannya alasan mengapa rumusnya seperti itu dan bagaimana caranya untuk mendapatkan rumus tersebut. Selanjutnya, guru memberikan satu contoh soal dengan menjelaskan penyelesaiaannya. Kemudian menganggap bahwa peserta didik sudah mengerti, sementara setelah diberikan penugasan, sebagian besar peserta didik bingung menyelesaikannya. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Subanji (2013) bahwa pembelajaran tersebut kurang bermakna dan berakibat peserta didik sering mengalami kesalahan 1022
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
matematis. Bahkan peserta didik mudah lupa dengan rumus yang telah diberikan dan sering mengalami kebingungan ketika soalnya diubah sedikit saja. Kesuliatn ini berlanjut ketika peserta didik dihadapkan pada problem solving, sehingga sebagian besar hasil ulangan harian peserta didik mendapatkan nilai di bawah KKM. Berdasarkan fenomena di atas perlu perubahan paradigma guru dalam pembelajaran. Pandangan baru dalam pembelajaran matematika membekali guru akan pentingnya pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik aktif membangun pemahaman konsep matematika. Turmudi (2009) menjelaskan bahwa keterlibatan peserta didik melakukan pengamatan, membuat suatu dugaan atau jawaban sementara (conjecture) dan mengumpulkan data atau informasi yang dikumpulkan atau informasi untuk membuktikan dugaan yang dibuatnya. Karenanya, strategi pembelajaran yang bersifat menekankan kepada hafalan (drill) atau rote learning serta mengutamakan kepada routine computation atau algebraic procedural hendaknya diubah dan diganti dengan cara menekankan kepada pemahaman. Pembelajaran yang menekankan pada pemahaman dapat dirancang oleh guru. Aktivitas peserta didik yang direncanakan oleh guru dikenal dengan skenario pembelajaran. Skenario pembelajaran yang mengutamakan peserta didik sebagai subjek pembelajaran menjadikan peserta didik dapat melakukan aktifitas mengamati, mencari, menemukan, menalar, dan berdiskusi sesama temannya. Proses tersebut akan terjadi jika disain pembelajaran guru bermakna bagi peserta didik. Untuk itu diperlukan kompetensi pedagogik dan profesional guru yang baik. Sehingga peran guru berubah dari ―memberi/mengajar‖ menjadi ― fasilitator, pendiagnosis, pendorong, pengarah, dan pembentuk inisiator‖. Guru juga menjadi pembangkit belajar dan pemicu berpikir. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ticha dan Alena (dalam Subanji, 2013) Kompetensi guru yang sudah ada perlu dikembangkan dan dioptimalkan untuk menciptakan pembelajaran bermakna. Pembelajaran bermakna penting untuk dilakukan agar peserta didik paham lebih dari sekedar tahu. Belajar bermakna (meaningful learning) terjadi ketika seseorang dapat mengaitkan antara apa yang dipelajari (pengetahuan baru) dengan apa yang sudah diketahui (Subanji, 2013). Menurut Subanji (2013) pembelajaran bermakna merupakan suatu proses sistematis dan terencana yang dirancang oleh pembelajar (guru) untuk membelajarkan peserta didik sehingga mampu: (1) mengkontruksi pengetahuan (materi) baru melalui pengaitan dengan pengetahuan lama, (2) memahami materi lebih dari sekedar tahu, (3) mampu menjawab apa, mengapa dan bagaimana, (4) menginternalisasi pengetahuan ke dalam diri sedemikian hingga membentuk perilaku, dan (5) mengolah perilaku menjadi karakter diri. Dalam hal ini peranan guru adalah (1) mengaitkan materi yang diajarkan dengan pengetahuan lama yang dimiliki peserta didik, (2) menjadi pembangkit belajar, (3) memberikan scaffolding ketika dibutuhkan oleh peserta didik, dan (4) menjadi pemicu berfikir bagi peserta didik. Untuk menciptakan pemebelajaran yang bermakna tersebut salah satunya melalui peningkatan kompetensi guru, dengan mendorong guru untuk selalu bekerja sama antar sesama (Noor, 2006). Richards, Platt, dan Platt (1992) mengatakan bahwa in-service training diberikan kepada guru yang telah mempunyai pengalaman mengajar dan merupakan bagian dari kelangsungan pengembangan profesionalisme mereka. Pelaksanaan pembelajaran bermakna dapat diintegrasikan dalam kegiatan lesson study Lesson study ditujukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi guru melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif, ilmiah , dan berkelanjutan. Lesson study juga menjadi salah satu bentuk peningkatan profesionalisme guru dalam pembelajaran. Pendampingan terhadap guru dalam kegiatan lesson study perlu dilakukan agar kegiatan lebih mengarah dan optimal. Pengawas sekolah selaku pendamping berperan mengawasi, membimbing, dan mendorong guru peserta TEQIP untuk meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional pada praktik pembelajaran bermakna. Lesson study bukan metode pembelajaran, juga bukan pendekatan pembelajaran, namun lesson study merupakan model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif, parsipatif, dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas yang saling membantu dalam belajar untuk membangun komunitas belajar. Pendampingan oleh pengawas dilakukan dengan pola kolaboratif partisipatif. Dalam hal ini pengawas terlibat secara langsung dalam kegiatan TOT (tahap 1 – 3), diseminasi, dan ongoing (tahap 1-4). Melalui partispatif pengawas bisa mengakses secara luas dan mendalam 1023
ISBN :978-602-17187-2-8
terkait kompetensi padagogik dan profesional guru yang didampingi. Menurut Subanji (2014) Kemampuan pedagogik dan profesional tersebut dikenal dengan ― Pedagogical Content Knowladge ( PCK) ― Menurut Subanji (2014) Pedagogical Content Knowladge lebih memfokuskan pada penguasaan guru terhadap materi (content) dan pembelajaran (pedagogical). Kajian terhadap PCK sudah dilakukan oleh beberapa ahli (Carpenter dkk, 1988; Niess, 2005;Turnuklu & Yesildere, 2007; Lannin dkk,2013; Hill, Ball, & Schilling, 2008). Para ahli tersebut menggunakan istilah pedagogical content knowladge (PCK) untuk menyatakan pemahaman guru terhadap materi dan pedagogi (Subanji, 2014). Selanjutnya Lannin dkk (2013) menjelaskan bahwa pengetahuan mate- matika dan pembelajarannya sangat penting dikuasai oleh guru, karena membantu proses pembelajaran. Subanji (2014) mengemukakan bahwa salah satu strategi meningkatkan PCK guru adalah dengan melakukan in-service training (pelatihan). TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) merupakan suatu model pelatihan guru yang diarahkan untuk meningkatkan PCK guru melalui pendampingan ―pembelajaran bermakna‖ terintegrasi dengan lesson study. Pendampingan guru dalam pengembangan kompetensinya penting dilakukan. Depdikbud (2014) menjelaskan bahwa pendampingan atau couching adalah proses pendampingan kepada seseorang (guru atau kepala sekolah) yang dibina dari kondisi saat ini kepada kondisi yang lebih baik sesuai dengan kebutuhannya. Couching atau pendampingan bukanlah pengawasan, melainkan keikutsertaan dan keterlibatan pengawas sekolah bersama-sama dengan peserta pelatihan untuk mencapai tujuan dalam kegiatan TEQIP. Melalui pendampingan, terterwujud kerjasama, kejujuran, keterbukaan, dan persamaan persepsi untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan dan bantuan kepada guru tidak terlepas dari pendekatan dalam supervisi akademik. Kemendikbud (2014) menjelaskan bahwa supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, 1989, Glickman, et al; 2007). Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata pembelajaran meliputi: (1) aktivitas yang terjadi di dalam kelas, (2) aktivitas guru dan peserta didik di dalam kelas, (3) aktivitas yang bermakna bagi guru dan peserta didik, (4) aktivitas guru dalam mencapai tujuan akademik serta, (5) kelebihan dan kekurangan guru serta cara memperbaikinya. Berdasarkan aktivitas tersebut diperoleh nformasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Dengan demikian, esensi supervisi akademik bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan pedagogik dan profesionalismenya. Kemendikbud (2013) menjelaskan bahwa pendekatan dan teknik pembinaan sangat tergantung kepada kondisi yang meliputi tingkat kompetensi dan motivasi guru. Guru dengan kondisi kompetensi rendah dan motivasi rendah pembinaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan direktif. Guru dengan kompetensi rendah dan motivasi tinggi pembinaannya dengan pendekatan kolaboratif. Guru dengan kompetensi tinggi dan motivasi rendah menggunakan pembinaan dengan pendekatan kolaboratif. Guru dengan kompetensi tinggi dan motivasi tinggi menggunakan pembinaan dengan pendekatan indirektif. Pendekatan dan teknik pembinaan pengawas sesuai kompetensi guru dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2: Diagram Kompetensi Guru
1024
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Berdasarkan karakteristik di atas untuk peserta pelatihan TEQIP tahun 2015 teknik dan pendekatan yang paling tepat adalah kolaboratif-partisipatif. Karena pesrta TEQIP adalah peserta yang terpilih melalui seleksi akademik. Dengan demikian peserta pelatihan diasumsikan memiliki kompetensi yang tinggi. METODE Pendampingan dilakukan oleh peneliti (dalam hal ini pengawas) dalam kegiatan lesson study meliputi kegiatan guru dalam plan, do , dan see. Kegiatan pendampingan dilakukan selama kegiatan TEQIP (Agustus – Oktober). Sedangkan kegiatan yang dideskripsikan dalam tulisan ini adalah kegiatan lesson study pada on going di SDN 21 Taluak Kabupaten Agam pada hari Sabtu, 4 Agustus 2015. Pendampingan dengan pendekatan kolaboratif dengan teknik couching GROWME.
Gambar 3: Keikutsertaan Pendamping
. Pendampingan teknik GROWME merupakan model coaching yang berorientasi pada pengembangan potensi guru. Model ini dikembangkan oleh Oleng Ng (2005). GROWME merupakan akronim dari langkah-langkah coaching berikut ini.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Goal ( G) = tujuan Realita (R)= realitas Option ( O) = alternatif Whats Nexs/ will ( W) = langkah elanjutnya Monitoring( M)= monitoring Evaluasi( E)= evaluasi
Goals: Penetapan Tujuan. Peneliti mendampingi ,dan membantu guru dalam menentukan tujuan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Peneliti mengkomunikasikan informasi-informasi yang berkenaan dengan materi pelatihan ( plan, do, dan see) hasil refleksi dan observasi pengawas pada kegiatan peer teaching dan reel teaching yang dilaksanakan di Kota Batu Malang. Analisis catatan tentang hikmah pembelajaran sebelumnya. Selanjutnyan peneliti mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan apa yang hendak dicapai. Realitas: Mencermati Kondisi Nyata Peneliti mendampingi guru dalam memahami kondisi sekarang atau menilai dirinya saat ini (kekinian). Pada tahapan ini pengawas mengajak guru untuk merenung, merefleksi, dan mengevaluiasi diri tentang informasi awal yang didapatkan pada pendalaman materi, dan kegiatan peer dan reel teaching. Selanjutnya peneliti mengiring, memotivasi, dan 1025
ISBN :978-602-17187-2-8
mempertajam informasi hasil Evaluasi Diri Guru (EDG). Peneliti mendengarkan penjelasan guru tentang kondisi kekinian yang sedang dihadapi untuk pelaksanaan kegiatan on going. Option: Menentukan pilihan/ alternatif. Peneliti mendampingi guru menentukan alternatif pencapaian tujuan yang diinginkan yang sesuai dengan harapan dan prosesedur yang dipilih. Peneliti secara perorangan atau berkelompok bersama-sama dengan guru trainer menetapkan dan menentukan prioritas kegiatan yang diharapkan untuk dilaksanakan dalam pembelajaran. Peneliti mendengarkan penjelasan guru tentang kegiatan pembelajaran apa yang telah menjadi pilihan, serta alasan pemilihannya. What’Next/Will: Pelaksanaan Peneliti membantu guru dalam menentukan langkah yang akan ditempuh dan memfasilitasi setiap proses pencapaiannya. Pada tahapan ini peneliti berperan sebagai mitra, fasilitator, pendamping, pembina, sekalipun menjadi nara sumber dalam kegiatan yang sudah diprioritaskan oleh guru trainer. Peneliti mendengarkan penjelasan guru tentang langkah– langkah pembelajaran yang telah ditetapkan, serta kendala-kendala yang mungkin terjadi dalam praktik. Monitoring: Memantau dan mereview Peneliti berperan sebagai observer ke dalam kelas, melakukan pencatatan pada instrumen yang disediakan. Di samping itu peneliti mengecek dan mereview pencapaian tujuan. Pada tahapan monitoring ini pengawas menemukan secara langsung kelebihan dan kelemahan dari setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas siswa selama pembelajaran yang berkaitan dengan tindakan yang diberikan guru. Peneliti secara bersama sama dengan guru dapat mengetahui kompetensi apa yang harus ditingkatkan dan diperbaiki pada pembelajaran berikutnya. Pada tahapan ini peneliti juga memperhatikan catatan observer lainnya yang berhubungan dengan kegiatan peserta didik selama pembelajaran. Evaluasi: Menilai/ refleksi Peneliti secara bersama-sama dan terbuka mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model melalui kegiatan refleksi. Peneiliti dalam kegiatan refleksi ini berperan sebagai moderator dan salah seorang guru trainer dijadikan notulis. Pada awal refleksi peneliti dalam hal ini sebagai moderator meminta pendapat dan apresiasi kepada guru model untuk mengungkapkan kesan dan perasaannya selama kegiatan pembelajaran. Selanjutnya peniliti meminta observer untuk menyampaikan hasil pengamatannya tentang kegiatan siswa, menyampaikan hal-hal positif yang sudah terjadi, serta hal-hal lain yang diluar dugaan. Pada akhir kegiatan moderator meminta pendapat dan pandangan kepada ekspert (dalam hal ini Tim Pakar) dari Universitas Malang (UM). Peneliti melakukan analisis terhadap kesan guru model, catatan observer, catatan temuan dan saran dari tim pakar sebagai data bagi peneliti untuk kegiatan on going berikutnya. Selajutnya dilakukan diskusi tentang aktivitas peserta didik selama pengamatan. Guru model sebagai agen pembelajaran dapat mengklarifikasi atau menerima saran dari observer dan ekspert untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Sehingga guru model melakukan perenungan atau introspeksi diri atas aktivitas/perilaku peserta didik yang terjadi selama pembelajaran, baik aktivitas yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Ketepatan catatan pengamatan aktivitas peserta didik dengan tindakan guru selama pembelajaran akan membatu guru model menemukan kekuatan dan kelemahannya dalam praktik lesson study. Sehingga peneliti dapat menggambarkan keberhasilan dan kesiapan guru model yang dapat dijadikan karya ilmiah dalam bentuk laporan lesson study. HASIL DAN PEMBAHASAN Pendampingan yang dilakukan pada kegiatan lesson study, dengan tahapan: plan( perencanaan), do (pelaksanaan pemb lajaran), dan see (refleksi pelaksanaan pembelajaran). Pada tahap plan pengawas pendamping bersama dengan 6 orang guru trainer dari Kabupaten Agam yang dibagi atas: 2 orang peseta TEQIP matapelajaran matematika, 2 orang peseta TEQIP mata pelajaran IPA, dan , 2 orang peseta TEQIP mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hasil penelitian yang dipaparkan dalam laporan pendampingan ini adalah kegiatan praktik on going yang dilakasanakan di SDN 21 Taluak Kabupaten Agam Sumbar , khusunya mata pelajaran matematika.
1026
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Guru peserta TEQIP mata pelajaran matematika bersama dengan pendamping mendiskusikan dan merancang skenario pembelajaran. Adapun yang dipersiapkan adalah: (1) menentukan standar kompetensi, (2) menentukan kompetensi dasar, (3) membuat RPP, (4) memilih model pembelajaran yang hendak diterapkan, (5) merancang LKS, (6) menentukan media, dan menentukan guru ―model‖ (7) menentukan ―observer‖. Pada tahap ini pendamping juga melakukan orientasi dan koordinasi dengan Kepala Sekolah tempat praktik guna memastikan jadual dan ruangan kelas, serta jumlah peserta didiknya. Pada tahap perencanaan, pengawas juga mendampingi guru dari sisi penguasan content, pedagogis, dan memberikan semangat kepada guru model untuk tampil. Pada tahap pelaksanaan kegiatan on going tanggal 4 Agustus 2015 di SDN 21 Taluak selama dua jam pelajaran (2 x 35‘) Guru model memilih materi pembelajaran ―menentukan waktu― dengan media model jam 12-an (jam manual) dan model jam digital. Model pembelajaran yang digunakan adalah cooperative learning. Langkah-langkah pembelajaran disesuaikan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran cooperative. Pada awal pembelajaran guru memberikan salam dan mengecek kehadiran peserta didik, mengkondisikan dan memusatkan perhatian peserta didik dengan meragakan model jam manual. Guru menggali pengetahuan awal peserta didik dengan tanya jawab tentang bangun tidur, berangkat ke sekolah, lama di jalan dan pukul berapa sampai di sekolah.
Gambar 5. Kegiatan Guru Model
Berikut ini kutipan percakapan guru dengan peserta didik pada kegiatan awal pembelajaran. G : Anak-anak,lihat ibu membawa apa? PS : Jam bu guru. G : Tahu kah kalian, pukul berapa yang ditunjukkan oleh jarum jam? ( ibu guru memperlihatkan jam analog) PS : Pukul setengah delapan bu, jawab anak-anak serempak. G : Baik... kalau ini pukul berapa? ( ibu guru memperlihatkan jam digital) PS : Pukul 07.30 bu guru, jawab anak serempak . G : Hari ini kita belajar menentukan waktu dengan menggunakan jam. Dari dialog tersebut, peserta didik sudah mengenal bentuk-bentuk jam dalam kehidupannya sehari-hari serta sudah dapat membacanya. Namun pada sisi content perlu pertanyaan-pertanyaan yang kritis untuk penalaran peserta didik. Sehingga mereka menemukan persamaan dan perbedaan kedua jam tersebut. Karena bilangan pada jam digital akan digunakan untuk menentukan selisih waktu. Melainkan guru melanjutkan pertanyaan untuk menggali penguasaan peserta didik pada materi prasyarat lainnya seperti percakapan berikut ini. G : anak-anak, berangkat dari rumah ke sekolah pukul berapa? pukul berapa pula sampai di sekolah? Berapa lama di jalan menuju sekolah? Coba Kalian tulis pada kertas! PS : Ya bu... (jawab peserta didik ) bagaimana caranya bu (tanya yang tidak punya jam tangan) G : Siapa yang sudah dapat? PS : Saya Bu.. G : Ya... berapa lama? PS : 30 menit, Bu... G : Bagus..,benar sekali ananda ! (Tanpa investigasi) 1027
ISBN :978-602-17187-2-8
Setelah melakukan dialog, guru membentuk kelompok diskusi dan membagikan kertas kerja dalam bentuk LKS. Setiap kelompok mendapatkan satu LKS untuk bersama.
Gambar 6. Kegiatan Siswa Kerja Kelompok Selanjutnya guru menjelaskan petunjuk pengerjaan LKS dan waktu yang disediakan. Kemudian guru berkeliling memperhatikan peserta didik mengerjakan soal-soal dalam LKS. Dalam waktu yang sudah di tentukan (10 menit) guru meminta peserta didik untuk mengumpulkan dan menempelkan hasil kerja kelompok di papan tulis. Guru mengoreksi jawaban kelompok dan memberikan pujian bagi kelompok yang benar. Namun guru belum memberikan penguatan terhadap jawaban siswa. Setelah itu, guru membagi LKS ke-2 (penjumlahan dan pengurangan waktu) Beberapa waktu kemudian, guru menanyakan kelompok yang sudah selesai dan meminta untuk memajang hasil kerja kelompok di papan tulis. Salah satu kelompok memajang LKS di papan tulis, kelompok yang lain secara tergesa-gesa berusaha untuk menyelesaian. Berikut hasil kerja salah satu kelompok yang sudah diperiksa oleh guru.
Gambar 7. Hasil Kerja Siswa
Hasil presentasi, ternyata peserta didik belum menjawab benar soal nomor satu, kelompok lainpun demikian. Soal tersebut adalah. Arman merayakan cara ulang tahun temennya di Bukittinggi. Acara dimulai pukul 15.45 dan berakhir pukul 17.00. Berapa lamakah acara tersebut dilaksanakan? Jawaban peserta didik adalah: 17.00 17.00 17.00 15.45 15.45 15.45 01.55 02.45 02.55 Peserta didik bingung, dan tidak menemukan teknik untuk mejawab benar, bantuan dan bimbingan guru untuk mengiring peserta didik pada konsep pemecahan masalah juga belum terlihat. Pengawas pendamping membuat catatan bahwa secara content guru belum mendalami materi dan belum mengeksplorasi pemanfaatan media jam digital sebagai pengetahuan prasyarat penjumlahan dan pengurangan waktu. Kemudian guru meminta kelompok lain yang berbeda pendapat untuk menjelaskan penyelasaiannya. Salah seorang anggota kelompok maju ke depan kelas untuk menjelaskan.
1028
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Gambar 8. Siswa Mempresentasikan Hasil Kerja Kelompok
Dari hasil penjelasan peserta didik, belum diperoleh hasil yang benar. Namun belum ada bantuan dari guru untuk mengiring peserta didik pada konsep jam, menit, dan detik seperti yang tertera pada jam digital. Bahwa 1 jam = 60 menit, dan 1 menit = 60 detik (pengetahuan prasyarat). Berdasarkan kesulitan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran tertsebut seharusnya guru memberikan bantuan dan bimbingan secara klasikal kepada seluruh peserta didik, namun hal tersebut tidak terjadi. Guru menjadikan soal tersebut sebagai tugas rumah kepada mereka. Kemudian guru melaksanakan penilaian dengan membagikan beberapa soal pada lembaran yang sudah di sediakan. Peserta didik mengerjakannya. Dari hasil penilaian, tidak ada peserta didik yang mendapat nilai sempurna. Pengawas sebagai pendamping menangkap informasi ini sebagai masukkan tentang kompetensi guru. Hal inilah yang menjadi masukan guna memberikan bantuan kepada guru. Baik bantuan secara content maupun secara paedagogis. Secara content pengawas pendamping dapat mengingatkan konsep-konsep atau pengetahuan prasyarat yang perlu diberikan pendalaman materi. Secara paedagogis pengawas pendamping dapat memberikan semangat dan penguatan tentang pendekatan dan teknik dalam pengelolaan kelas. Teknik bertanya, diskusi kelas, dan teknik menggali informasi. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru model banyak memperoleh pengalaman baru yang sebagian besar tidak terbayangkan pada saat merancang persiapan. Seperti pada saat tanya jawab dan diskusi, ada peserta didik yang tidak menghiraukan pertanyaan, mengudap/ mengantuk, menjawab dengan suara keras, mengacungkan tangan tinggi-tinggi. Dan rebutan LKS. Kemudian dari aspek pedagogis, muncul hal yang tidak terduga yaitu guru menjawab pertanyaan sendiri, terlelu cepat mengumpulkan pekerjaan peserta didik, tidak memberdayakan, tidak memberikan penguatan terhadap jawaban mereka, belum mengingatkan peserta didik pada pengetahuan prasyarat, dan belum mengeksplorasi media yang digunakan untuk menemukan konsep. Dalam hal ini pengawas sebagai pendamping berusaha untuk membimbing guru TEQIP secara pedagogis selama kegiatan on going berdasarkan fenomena selama melaksanakan praktik lesson study baik dalam refleksi maupun dalam penyusunan perencanaan (plan).
Gambar 9. Kegiatan Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan di suatu ruangan. Guru model, observer, termasuk ekspert, dan pengawas pendamping berkumpul dalam satu ruangan untuk menyampaikan hasil pengamatan. Refleksi dipandu oleh moderator, dalam kegiatan ini pengawas pendamping berperan sebagai moderator.
1029
ISBN :978-602-17187-2-8
Guru model mempersepsikan kegiatan refleksi adalah tahapan dalam lesson study yang merisaukan dan sekaligus menyenangkan karena refleksi bukanlah untuk mengkritik guru model, melainkan menginterprestasikan aktivitas peserta didik seabagai akibat dari tindakan/ skenario dari guru model. Guru model dapat memperoleh ilmu dan pengalaman yang baru, yang terkait dengan proses pembelajaran. Untuk itu peranan pengawas pendamping sebagai moderator dalam tahap refleksi sangat strategis. Moderator mengatur tata cara, hal-hal yang boleh di sampaikan kepada guru model, mengendalikan jalannya refleksi agar tercipta suasana yang kondusif, memilihara hubungan agar tidak terjadi saling kritik terhadap guru model. Moderator mengarahkan refleksi pada kondisi yang dapat memberikan sumbangan dan saran untuk perbaikan. Sehingga guru model merasa nyaman dan senang dalam kegiatan refleksi. Informasi yang diperoleh selama pengamatan disampaikan dengan baik tanpa menyakiti perasaan guru model. Guru model merasa dilindungi oleh pengawas pendamping secara psikis. Hasil refleksi dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk perbaikan. Informasi dari observer adalah cermin atau masukan bagi guru guna mengenali kelemahan dan kekuatan yang seharusnya dilakukan untuk keberhasilan pembelajaran dalam menjalankan skenario yang sudah dibuat bersama-sama. Dalam kegiatan refleksi on going di SDN 21 Taluak ditemukan fakta sebagai berikut. Pertama, sebagian besar peserta didik sudah dapat membaca jam analog dan jam digital. Kedua. sebagian besar peserta didik belum menemukan teknik dan cara penjumlahan dan pengurangan waktu. Ketiga, sebagian besar peserta didik kekurangan waktu dalam mengerjakan LKS. Keempat, hanya beberapa peserta didik yang aktif dalam setiap kelompok. Kelima, peserta didik belum mengeksplorasi media yang digunakan guru ( jam analog dan jam digital), Keenam, media belum memberikan pengalaman bermakna untuk menemukan konsep jam, menit, dan detik. Khususnya mengaitkan hubungan antara jam analog dengan digital. Ketujuh, peserta didik masih kurang aktif dalam belajar, belum terlihat kerjasama antar siswa dalam kelompok. KESIMPULAN Pendampingan terhadap guru TEQIP dalam kegiatan belajar bermakna dengan praktik lesson study di SDN 21 Taluak Kabupaten Agam mendorong upaya peningkatan kompetensi Pedagogical Content Knowladge ( PCK). Model pendampingan dengan teknik kolaboratif, partisipatif dengan teknik couching GROWME membantu guru untuk numbuhkan rasa percaya diri untuk mengembangkan kompetensi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Melalui pendampingan, pengawas memperoleh informasi yang tepat tentang kemampuan guru khusunya Paedagogis Content Knowladge (PCK). Sehingga pengawas dapat dengan tepat memberikan bantuan untuk kesempurnaan kegiatan lesson study berikutnya. Dari hasil peneilitian yang dilakukan di SDN 21 Taluak Kabupaten Agam dapat disimpulkan seperti berikut ini. Pertama, terjadinya keterbukaan guru dalam mengungkap kelebihan dan kekurangan pembelajaran yang telah dilaksanakan serta bentuk perbaikannya. Kedua, terjadinya perubahan pola pikir guru dari mengajar menjadi membelajarkan peserta didik. Ketiga, diperolehnya informasi yang tepat tentang kemampuan guru khusunya Paedagogis Contet Knowladge (PCK). DAFTAR RUJUKAN Kemendikbud, 2013. Supervisi Akademik Implementasi Kurikulum 2013. Pustendik BPSDMPMP.Jakarta Ng, P.T. 2005. GROW ME – Coaching for Schools. Singapore: Prentice Hall. Sergiovanni, T.J. 198). Supervision of Teaching.Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development Subanji, 2014. Peningkatan Pedagogical Content Knowledge Guru Matematika dan Praktiknya dalam Pembelajaran melalui Model Pelatihan TEQIP. Jurnal Ilmu Pendidikan: Universitas Negeri Malang. Subanji, 2013. Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapannya dalam Pembelajaran Matematika Sekolah. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. 1030
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Subanji, 2013.Pembelajaran Matematika Kreatif dan inovatif. Penerbit Universitas Negeri Malang( UM PRESS )
PENDAMPINGAN GURU PESERTA TEQIP KOTA KENDARI DALAM PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Drs. Abdul Haris Ladanu Pengawas Sekolah Dasar Kota Kendari Provinsi sulawesi tenggara Email :
[email protected] Abstrak:Tulisan ini mendeskripsikan penelitian tindakan sekolah Kota Kendari yang dilakukan oleh pengawas selaku pendamping dalam kegiatan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran [RPP] pada guru peserta TEQIP. Penulisan RPP diarahkan untuk mewujudkan pmbelajaran bermakna. Penelitian ini dilakukan dalam kegiatan Lesson Study, yaitu pada tahap PLAN. Peneliti mendampingi, mengarahkan, dan mengajak guru untuk mendiskusikan rancangan pembelajaran yang disusun bersama, dilanjutkan dengan praktik pembelajaran (DO), dilakukan refleksi untuk memperbaiki langkah pembelajaran, dan akhirnya disusun RPP perbaikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kegiatan pendampingan bermanfaat untuk membantu guru dalam menyusun RPP kolaboratif, (2) pendapingan yang dilakukan secara bertahap PLAN, DO, dan SEE meningkatkan kualitas RPP yang dibuat oleh guru, dan (3) diskusi penyusunan RPP dapat membuka berpikir guru untuk saling memberi masukan terhadap RPP kolaboratifnya. Kata Kunci:Pendampingan guru, Peserta TEQIP, RPP Peningkatan kualitas pendidikan Kota Kendari dapat dilakukan salah satunya dengan peningkatan kualitas guru. Dalam hal ini guru memiliki peranan sentral dalam proses pembelajaran, artinya guru sering menjadi inspirator dan motivator bagi siswanya. Salah satu komponen utama dalam proses pembelajaran adalah penyiapan rencana pembelajaran (RPP). Karena rencana pembelajaran dapat mencerminkan proses yang akan terjadi di kelas dan menggambarkan pencapaian yang akan diperoleh di kelas. Pentingnya RPP belum diikuti dengan proses penyusunan penyusunan secara baik. Hal ini tercermin dari masih banyaknya masalah dalam penyusunan RPP di kalangan guru, termasuk gurudisekolah dasar. Untuk mengatasi permasalahan yang timbul dikalangan guru, pengawas sebagai pendamping perlu berperan memfasilitasi guru untuk mengembangkan RPP yang kreatif. RPP kreatif dapat terbentuk manakala ada dorongan kepada guru untuk selalu berpikir meningkatkan pengetahuannya. Hal ini penting karena dalam menyusun RPP harus memahami komponen-komponen yang terkait. Komponen utama dalam RPP mencakup: model pembelajaran, lembar kerja siswa, media pembelajaran, dan penilaian. Model atau strategi pembelajaran sangat penting untuk RPP, karena bisa dijadikan petunjuk untuk mengarahkan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Subanji (2013) model pembelajaran memuat komponen-komponen: sintaks (langkah-langkah pembelajaran), sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan dampak pengiring. Selanjutnya Lembar Kerja Siswa (sering juga lembar aktifitas siswa atau lembar tugas siswa) juga sangat penting dalam proses pembelajaran.Zamilah dan Betty (2012) menemukan bahwa lembar kerja siswa (kelompok) dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa. Karena itu dalam menyusun lembar kerja perlu mempertimbangkan kemampuan siswa dan materi yang akan diajarkan.
1031
ISBN :978-602-17187-2-8
Pemilihan media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan kondisi siswa sangat penting dalam menyusun RPP. Banyak penelitian yang mengaji tentang peran media dalam proses pembelajaran (Hasbiati, 2012; Siswanti, 2012; Sirilus, 2012; Subanji, 2013). Hasbiati (2012) menemukan bahwa media benda konkrit dapat meningkatkan hasil belajar. Siswanti (2012) menemukan bahwa media manipulative dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Sirilus (2012) mengemukakan gagasan pembelajaran dengan media kartu muatan. Subanji (2013) menegaskan perlunya pemanfaatan media untuk mengembangkan pembelajaran bermakna. Pentingnya RPP dalam pembelajaran dan masih adanya masalah dalam penyusun RPP, maka diperlukan pendampingan secara terprogram. Pendampingan penyusunan RPP seringkali dilakukan dalam bentuk supervisi. Supervisi akademik, Menurut Willem dalam Archeson dan Gall, (1980).Supervisi manajemen serta supervisi klinis adalah bentuk upaya peningkatan mengajar melalui siklus yang sistematik dalam perencanaan, pengamatan bertujuan mengadakan perubahan dengan cara rasional Supervisi klinis adalah proses membantu guru memperbaiki pembelajaran. Pendampingan guru dalam menyusun RPP dalam penelitian ini dilakukan dalam kegiatan lesson study dalam aktifitas Teachers Quality Improvement Program (TEQIP) 2015. Menurut Lewis (Zubaidah,, 2013), lesson study merupakan program pengembangan keprofesionalan guru berbasis kolaborasi. Dalam hal ini beberapa guru membentuk kelompok lesson study untuk melakukan kegiatan PLAN, DO, dan SEE. Subanji (2012) menjelaskan bahwa lesson study dapat dijadikan wadah pengembangan keprofesian guru secara kolaboratif. Dalam kegaiaan PLAN, guru merancang pembelajaran secara bersama-sama dalam bentuk RPP. Kegiatan PLAN juga digunakan untuk menyiapkan lembar kerja, media pembelajaran, dan penilaian yang sesuai. Pelaksanaan kegiatanpembelajaran (DO) dilakukan oleh seorang guru model sebagai perwakilan dari kelompok lesson study. Anggota kelompok yang lain berperan sebagai observer. Dalam hal ini observer berperan mengamati aktifitas siswa sebagai cerminan aktifitas guru. Kegiatan refleksi (SEE) dilakukan secara bersama-sama antara pengawas, kepala sekolah, dan guru peserta TEQIP. Hal yang mendasar yang menjadi focus lesson study adalah pada peningkatan pembelajaran, melalui pengamatan terhadap siswa, Untuk meningkatkan kegiatan belajar dan kegiatan berpikir siswa, dan bukan kegiatan guru. Pendampingan guru dalam kegiatan lesson study memfokuskan pada pembelajaran bermakna. Subanji (2012) menjelaskan konsep pembelajaran bermakna, bahwa pembelajaran bermakna dapat ditinjau dari dua komponen: guru dan siswa. Dari sisi guru pembejaran bermakna yang dikembangkan oleh TEQIP diarahkan untuk merubah pola pikir guru peran guru bukan pemberi pengetahuan, tetapi proses membangkitkan siswa untuk belajar. Upaya guru membangkitkan berpikir siswa dengan cara menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi dan memfalitasi aktifitas siswa. Siswa dikatakan belajar bermakna apa bila kreatifitasnya seperti: (1). Mampu mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yng sedang dipelajari, (2). Mampu memahami lebih dari sekadar ‗tahu‘ (3).Mampu menjawab pertanyaan apa, mengapa,dan bagaimana, (4). Mampu memecahkan masalah dan (5). Mampu menginternalisasi pengetahuan menjadi perilaku dan karakter diri.Pembelajaran dikatakan bermakna jika guru menjadi pembangkit belajar secara bermakna. Penerapan pembelajaran bermakna akan mendorong pengembangan berpikir siswa akan terjadi internalisasi niali-nilai kebaikan dalam diri siswa . Dapat diaktualisasikan dalam perilaku santun, cerdas, jujur, mau menghargai orang lain, dan selalu berpikir positif. METODE Penelitian ini dilakukan dalam kegiatan Teachers Quality Improvement Program (TEQIP) kerjasama PT Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang (UM). Kegiatan dilakukan dalam tiga tahap: ongoing pasca TOT 1, ongoing pasca TOT 2, dan ongoing pasca Diseminasi. Masing-masing tahap dilakukan aktifitas PLAN, DO, dan SEE. RPP awal dibuat secara kolaboratif oleh guru-guru peserta TEQIP dengan didampingi oleh peneliti. Setelah dipraktikan dilakukan refleksi dan digunakan untuk memperbaiki RPP tersebut dengan didampingi oleh peneliti.. RPP yang sudah diperbaiki dipraktikan lagi pada tahap kedua, 1032
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
dilanjutkan dengan refleksi dan perbaikan. Proses ini berlanjut sampai diperoleh RPP yang benar-benar dapat mengaktifkan siswa dan membangkitkan belajar siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan TEQIP memuat 5 tahapan: TOT tahap 1, ongoing pasca TOT 1, TOT tahap 2, ongoing pasca TOT 2, Diseminasi, ongoing pasca diseminasi, TOT tahap 3, ongoing pasca TOT tahap 3. Penelitian dilakukan dalam kegiatan ongoing pasca TOT1, ongoing pasca TOT2, dan ongoing pasca diseminasi. Ongoing dilakukan dengan menggunakan pola Lesson study dengan tiga tahapan PLAN, DO, SEE. Pendampingan penulisan RPP dilakukan pada saat PLAN. Pengawas bersama dengan para guru TEQIP berkolaborasi menyusun RPP untuk pembelajaran bermakna. Dilakukan perencanaan yang meliputi persiapan media pembelajaran, lembar kegiatan siswa, dan penyusunan rencana perangkat pembelajaran, penulis dan peserta TEQIP Berdiskusi dan merumuskan indikator (1). Menemukan pokok-pokok petunjuk pemakaian (2). Melakukan sesuatu berdasarkan petunjuk pemakaian. Penulis memilih pokok petunjuk pemakaian yang dibaca siswa terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam peraktek penggunaan media disediakan guru Adapun bahan ajar dalam kompotensi Dasar melakukan sesuatu berdasarkan petunjuk pemakaian media dalam pembelajaran. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran (Do) dalam kegiatan penulisan menggunanakan konsep belajar kelompok di bagi menjadi tiga kelompok menggunakan media yang berbeda-berbeda pelaksanaan pembelajaran meliputi yaitu : kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan akhir. Setiap kegiatan tersebut diuraikan sebagai berikut : Kegiatan Awal Pada kegiatan awal guru memberi salam dan berdoa bersama-sama, guru mengabsensi kehadiran siswa. Setelah itu dilakukan apersepsi dengan diseluruh siswa terpacu semangatnya karena merasa tertantang dengan berbagai pertanyaan yang diajukan oleh seorang guru model menyampaikan tujuan pembelajaran pada materi petunjuk pada pemakaian yang dibaca. Kegiatan inti. Pada kegiatan inti pembelajaran melakukan sesuatu berdasarkan petunjuk pelaksanaan sesuai langkah-langkah sebagai berikut : a) Siswa dibentuk menjadi 5 kelompok b) Siswa mengamati media setiap kelompok mendapat media yang berbeda. Selanjutnya siswa memperaktekkan berdasarkan petunjuk pemakaian media pembelajaran. c) Setiap siswa daloam setiap kelompok membaca petunjuk yang ada pada media objek langsung tersebut. d) Setiap kelompok berdiskusi tentang bagaimana cara melakukan atau mempraktikkan berdasarkan petunjuk pemakaiannya Semua siswa dalam setiap kelompok tampil kedepan untuk melaporkan hasil kerja kelompok. a. Salah satu siswa dari satu kelompok melaporkan hasi l diskusi di depan kelas. b. Siswa melakukan petunjuk pemakaian satu produk yang berupa media langsung secara berurutan di depan kelas. c. Siswa melakukan atau memperktekkan sesuatu berdasarkan petunjuk pemakaian dan penggunaan media. Kegiatan Akhir atau Penutup Dalam kegiatan penutup, guru dan siswa menyimpulkan materi bersama-sama hal ini dilakukan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi dalam mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan Refleksi ( See) Pada tahap refleksi ini seluruh observer menyampaikan hasilo pengamatan Kegiatan See ini dipimpin oleh moderato. Adapun moderatornya adalah pengawas sebagai pendamping sekaligus menjadi moderator memberikan kesaempatan guru model untuk menyampaikan perasaan ketika melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Adapun Yang dirasakan oleh guru model adalah penggunaan media tidak imbang antara kelompok dengan kelompok lainnya Tahapan desiminasi dan perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pelaksanaan perbaikan pembelajaran berdasarkan kriteria penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebagai berikut : 1033
ISBN :978-602-17187-2-8
1) 2) 3) 4) 5)
Nama lembaga/ Sekolah Kelas/ Semester Tema /SK,KD/ Waktu Indikator dan tujuan Langkah-langkah Penyusunan (RPP) o Kegiatan Pendahuluan (apersepsi) o Kegiatan Inti o Kegiatan Akhir/ Penutup. Dari hasil kegiatan 0n going tiga telah banyak memberikan tanggapan kegiatan desiminasi dalam perbaikan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) .yang masih jauh kesempurnaannya, dengan pendampingan pengawas telah merevisi penulisan serta pelaksanaanya dilapangan. PENUTUP DAN KESIMPULAN Pendampingan pengawas kepada guru peserta TEQIP Kota Kendari telah melaksanakan program sesuai dengan jadwal kegiatan tersebut, telah banyak memberikan pengetahuan baru dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Karena seorang guru dituntut untuk dapat menjadi guru profesianal dalam melaksanakan tugas di daerah masing-masing, sehingga dapat menyusun perangkat pembelajaran dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan. sebagai suatu pengembangan profesi yang berkelanjutan yang mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan , evaluasi dan refleksi. Diharapkan guru akan mampu mempercepat pengembangan kompetensi paedagogik, profesional, sosial dan kepribadian. Pada tahap DO, dilakukan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun oleh guru peserta TEQIP. Pengamatan proses pembelajaran terlihat sebagian besar siswa antusias mengikuti pembelajaran. Dalam pengamatan proses melalui strategi Think Pair Share, terlihat ada 3 kelompok atau 6 orang gturu yang bekerja sendiri. Pengawas sebagai motivator dan fasilitator bagi guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran [ RPP] di sekolah dasar. Pendampingan yang bersifat ilmiah dilaksanakan secara berencana dan berkesinambungan, sistimatis dengan prosedur melalui tehnik tertentu dengan menggunakan instrument sebagai pengumpulan data yang obyektif, dan diperoleh dari kesalahan yang riil. Dalam kenyataan pengawas mengerjakan supervisi mengadakan evaluasi untuk memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar guru sekolah dasar berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendampingan adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam pengenalan mengajar melalui observasidari hasil studi pendahuluan di sekolah dasar, para guru menyadari bahwa pelaksanaan pembelajaran selama ini masih banyak kelemahan guru disebabkan keterlibatan siswa. DAFTAR RUJUKAN Istamar Syamsuri dan Ibrohim 2008 Lesson Study [Study Pembelajaran] Model pembimbingan pendidik dipetik dari pengalaman implementasi lesson study dalam program SISTEMS JICA di Kabupaten Pasuruan Malang. Kusdijantoro T. 2008 Aktualisasi pengawas dalam lesson study, makalah dalam international Confrence on lesson study. Liliasari 2008, Teacher Profesional Development Thrangh Chemistry Education Lesson Study at lanying sari makalah dalam international Comprence an lesson study 31 Juli - 1 Agustus. Lewis C C 2002. Lesson study. A. Handbook of Teacher-led instructional change phila delphia reseachy Ketter school inc. Subanji, 2013. Revitalissi Pembelajaran bermakna dan penerapannya dalam pembelajaran matematika sekolah Prosiding Seminar Nasional TEQIP Universitas Negeri Malang, PP. 685-693.
1034
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Subanji, 2015. Peningkatan pedagogical Content Knowleedge Guru Matematika dan Prakrteknya dalam pembelaran melalui model pelatihan TEQIP . Jurnal ilmu pendidikan (JIP). Volume 21 Nomor 1. Sirilus Bongkar. 2012. Menggagas penggunaan Kartu bermuatan pada pembelajaran Operasi Bilangan Bulat pada siswa kelas IV SD. Prosiding Seminar Nasional.
PENDAMPINGAN PRAKTIK LESSON STUDY DALAM PEMBELAJARAN PENGUKURAN SUDUT DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT Armaini Pengawas Sekolah Dasar Padang Pariaman
[email protected] Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan proses pendampingan guru - peserta TEQIP dalam praktik lesson study di SD 10 2x11 Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan pendampingan kepada guru dalam praktik lesson study. Pendampingan dilakukan dengan pola observasi partisipatif. Peneliti mendampingi dan memberikan bantuan kepada guru dengan menggunakan teknik supervisi kelompok. Hasil penelitian: (1) pendampingan pada tahap perencanaan, dilakukan dengan cara guru dan pengawas berdiskusi merancang pembelanjaran, (2) pendampingan pada tahap pelaksanaan dilakukan dengan observasi praktik pembelajaran, (3) pendampingan tahap refleksi dilakukan dengan cara guru, pengawas, dan exspert berkolaborasi menemukan kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran serta memperbaiki untuk pembelajaran yang akan datang. Kata Kunci: kopetensi guru, observasi partisipatif, supervisi kelompok, lesson study
Guru yang kompeten adalah guru yang mampu membimbing dan memfasilitasi siswanya dalam menguasai materi pembelajaran, serta berdampak positif pada perubahan tingkah laku siswa tersebut. Guru perlu memiliki kompetensi yang memadai dalam bidang yang diampunya, agar dapat menyampaikan materi secara baik dan siswa bisa memahami materi secara maksimal. Guru yang menguasai content dengan baik maka dia akan mampu membelajarkan materi itu kepada siswa dengan baik. Diaz (dalam Marjuni, 2007:14) menyatakan bahwa guru adalah penentu baik buruknya suatu sekolah “to make the school a better place you shoul get better teachers‖. Keberhasilan siswa sebagian besar dipengaruhi oleh guru. Dalam hal ini guru berperan merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, menilai kemampuan belajar, dan memanfaatkan hasil penilaian dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Arikunto (1993:23) menyatakan agar pembelajaran efektif, ada empat kemampuan yang perlu dimiliki oleh guru. Pertama, guru hendaknya mampu memahami apa yang dibutuhkan oleh siswanya berkaitan dengan program pembelajaran. Kedua, guru hendaknya mampu menentukan apa yang dituntut oleh kompetensi dasar dan apa yang harus dilakukan agar kompetensi dasar itu bisa dicapai. Ketiga, guru hendaknya mampu memilih pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang tepat dan menerapkannya sesuai dengan apa yang direncanakan. Keempat, guru hendaknya mampu menyesuaikan perencanaan pembelajaran dengan tuntutan situasi belajar secara tepat. Guru sebagai tenaga professional dituntut memiliki kualifikasi, kompetensi, dan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya mendidik siswa. Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Kompetensi guru yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
1035
ISBN :978-602-17187-2-8
Kompetensi pedagogik mencakup: (1) mengenal karakteristik anak didik; (2) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik;(3) pengembangan kurikulum; (4) kegiatan pembelajaran yang mendidik; (5) memahami dan mengembangkan potensi; (6) komunikasi dengan peserta didik; dan (7) penilaian dan evaluasi. Dalam hal ini guru haruslah memiliki kemampuan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dan menilai hasil belajar secara efektif. Dalam memilih strategi pembelajaran, guru perlu mempertimbang-kan teori-teori dan prinsip pembelajaran, kondisi siswa, dan karakteristik mata pelajaran. Guru professional juga perlu memiliki keterampilan berkomunikasi. Dalam proses penilaian guru perlu memahami makna penilaian, manfaat penilaian, dan tindak lanjut dari penilaian. Kompetensi profesional mencakup beberapa aspek: (1) penguasaan materi, struktur konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu; (2) mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif. Kompetensi ini menuntut guru selalu belajar menambah wawasan sesuai bidang yang diampunya. Guru perlu menguasai materi pembelajaran agar siswa tidak mengalami kesulitan. Dua kompetensi guru, yaitu pedagogic dan professional sering disebut sebagai komptensi pedagogic dan content. Subanji (2015) menjelaskan bahwa penguasaan terhadap materi (content) dan pedagogic (pedagogical) sering disebut Pedagogical Content Knowaledge (PCK). Kajian pentingnya PCK sudah banyak dilakukan (Carpenter dkk, 1988; Niess, 2005; Turnuklu & Yesildere, 2007; Lannin dkk,2013; Hill, Ball, & Schilling, 2008). Hasil penelitian tersebut menekankan peran PCK dalam peningkatan kualitas guru. Untuk meningkatkan profesionalisme guru perlu kegiatan pengembangan diri berkelanjutan agar profesional guru tetap terjaga. Peningkatan keprofesian berkelan- jutan diperlukan untuk mengembangkan kompetensi guru (Subanji, 2014). Salah satu bentuk peningkatan keprofesian berkelanjut- an adalah kegiatan Teachers Quality Improvement Program (TEQIP). Subanji, (2014) menegaskan bahwa TEQIP sebagai wahana bagi guru untuk meningkatkan kompetensinya dalam pembelajaran bermakna melalui kegiatan lesson study. Pembelajaran bermakna sangat penting untuk menumbuhkan berpikir siswa (Subanji, 2013) dan esensi belajar adalah berpikir. Semakin banyak siswa diajak untuk berpikir, maka semakin baik proses belajar yang dilakukan. Untuk mendorong guru menuju pembelajaran yang mengajak siswa berpikir, maka perlu pendampingan dari pengawas. Dalam penelitian ini pengawas melakukan pendampingan kepada 6 guru peserta TEQIP dan yang dideskripsikan dalam tulisan ini adalah praktik pembelajaran di kelas matematika yang membahas materi mengukur sudut. Pendampingan yang diberikan pengawas bersifat supervisi partisipatif. Supervisi merupakan usaha mengawali, mengarahkan, mengkoordinasi dan membimbing secara kontiniu pertumbuhan guru-guru di sekolah, baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pembelajaran sehingga dapat menstimulasi dan membimbing pertumbuhan tiap murid. Menurut Soetjipto (2007:233) supervisi adalah semua usaha yang dilakukan oleh supervisor untuk memberikan bantuan kepada guru dalam memperbaiki pembelajaran. Tugas supervisor bukanlah untuk mengadili tetapi untuk membantu, mendorong, dan memberikan keyakinan kepada guru, bahwa proses belajarmengajar dapat dan harus diperbaiki. Pengembangan berbagai pengalaman, pengetahuan, sikap, dan keterampilan guru harus dibantu secara profesional sehingga guru tersebut dapat berkembang dalam pekerjaannya . Pidarta (1992:2) menegas-kan supervisi artinya bantuan, pengarahan, dan bimbingan kepada guru-guru dalam bidang instruksional, belajar, dan kurikulum, dalam usaha mencapai tujuan sekolah. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan supervisi adalah suatu proses untuk membantu, membina, menunjukkan, mendorong, dan mengoordinasikan, dan mengawasi pekerjaan guru dalam meningkatkan kompetensi sebagai pendidik, pengajar dan pelatih pada proses pembelajaran. Tujuan supervisi meningkat-kan potensi guru dalam mengajar agar murid menjadi lebih mengerti dan memahami tentang kegiatan proses pembelajaran yang diberikan. Ibrahim (1992) menyatakan tujuan umum supervisi adalah membantu guru dalam meningkatkan kemampuannya agar menjadi guru yang lebih baik. Imam (1988:66) mengatakan tujuan supervisi adalah: (1) membawa guru-guru memiliki kemampuan yang lebih tinggi didalam pendidikan terhadap murid-muridnya agar menjadi warga negara yang mempunyai sifat-sifat kreatif, sehingga murid sungguh mengkreasikan sesuatu yang baru, dapat menjadi manusia yang produktif bukan hanya sebagai manusia konsumsif. (2)membantu guru untuk 1036
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
menyadari akan problema-problema yang menyangkut kebutuhan murid dan berusaha untuk menanggulanginya. (3) membantu guru sehingga dia menilai kegiatannya sendiri. 4) membantu guru-guru untuk menyadari dan menyaring-kritik masyarakat sebab tidak semua kritik tersebut bersifat kontruktif. (5) memperbaiki belajar guru-guru untuk menyadari pentingnya tata kerja yang korperatif dan demokratif. (6) mendorong para guru sehingga mereka berkemauan mengembangkan dan meningkatkan ambisi prodesionalnya. (7) membantu guru untuk mengambil keuntungan dari berbagai pengalamannya secara maksimal, pengalaman baik yang berupa keberhasilan maupun merujuk kegagalan. (8) menolong para guru baru mengenal situasi dan kondisi lapangan (sekolah). (9) membantu guru-guru mempopulerkan sekolah pada masyarakat, dimaksudkan agar tumbuh rasa simpatik masyarakat pada sekolah. (10) mendorong para guru memiliki sikap kerja sama antara semua rekan-rekan sejawat. Supervisi bertujuan untuk memperbaki proses dan hasil belajar sehingga mutu pendidikan meningkat. Sekolah mendapat kepercayaan dari kalangan masyarakat, Karena, supervisi merupakan suatu proses yaitu membawa guru ke tingkat kemampuan yang lebih tinggi. Supervisi tidak dapat dilakukan oleh satu kegiatan, tetapi beberapa kegiatan yang dirangkaikan dan dihubungkan. Mulai dari pengumpulan data dari seluruh situasi pembelajaran, penyimpulan faktor-faktor penunjang dan penghambat dalam proses pembelajaran. Gwynn (dalam Bafadal, 1992) menjelaskan bahwa teknik supervisi dikelompokan: (1) teknik supervisi individual, dan (2) dan teknik supervisi kelompok. Teknik supervisi individual merupakan pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada guru tertentu yang mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan. Teknik ini meliputi: kunjungan kelas, observasi kelas, pertemuan individual, dan menilai diri sendiri. Teknik supervisi kelompok adalah suatu cara melaksanakan supervisi kepada dua orang atau lebih. Sahertian (dalam Armaini, 2009:11) menjelaskan bahwa teknik kelompok adalah teknik yang digunakan itu dilaksanakan bersamasama antara supervisor dan sejumlah guru dalam suatu kelompok. Misalnya orientasi bagi guru baru, rapat guru, studi kelompok antar guru, diskusi kelompok guru, lokakarya, demontrasi mengajar. Mulyasa (2002:160) menyatakan teknik supervisi adalah kunjungan dan observasi kelas, pembicaraan individual, diskusi kelompok, demontrasi mengajar. Dalam penelitian ini dilakukan supervisi kelompok dan supervisi dilakukan dengan observasi partisipatif. Pemilihan teknik supervisi kelompok dengan pola observasi partisipatif disesuaikan dengan model pengembangan kompetensi guru di lesson study. Kompetensi profesional guru dapat ditinggkatkan melalui lesson study, karena lesson study merupakan proses sistimatis yang dilaksanakan secara berkolaboratif untuk mengembangkan rencana pembelajar an, melakukan observasi, refleksi dan revesi perencanaan pembelajaran secara bersiklus dan terus menerus. Menurut Ibrohim (2015:12) lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsipprinsip kolegilitas dan mutual learning yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pengajian pembelajaran. Lilisari (dalam Ibrohim, 2015;16) menjelaskan bahwa lesson study telah meningkatkan kemampuan guru menyusun model pembelajaran, keakuratan pengelolaan waktu untuk pengajaran, dan meningkatkan keterbukaan dalam mengobservasi dan mengkritisi pembelajaran. Lewis (dalam Ibrohim, 2015) menjelas kan ada enam tahap pelaksanaan lesson study yaitu: (1) membentuk kelompok lesson stady, (2) memfokuskan lesson stady, (3) membuat rencana pembe-lajaran, (4) melaksanakan pembelajaran dan mengamatinya, (5) mendiskusikan dan menganalisis pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan (6) Merefleksi pembelajaran dan merencanakan tahap-tahap berikutnya. Kegiatan penyusunan rencana pembelajaran meliputi: kegiatan pengkajian pembelajaran yang telah ada, mengembangkan petunjuk pembelajaran, meminta masukan dari para ahli. Kegiatan pembelajaran di kelas dilakukan oleh seorang guru model. Anggota lesson study yang lain sebagai observer. Kegiatan refleksi dilakukan dilaksanakan anggota lesson study dan diberi penguatan oleh expert. Seito (dalam Ibrohim, 2015) mengatakan ada tiga tahap utama lesson study yaitu: perencanaan (plan) pelaksanaan (do) dan refleksi (see). Tahap perencanaan (plan) menggali akademik, perencanaan pembelajaran, penyiapan alat-alat. Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan rencana pembelajaran yang diyakinkan mampu membelajarkan peserta didik secara efektif serta membangkitkan partisipsi aktif peserta didik dalam pembelajaran. Pelaksanaan (do), pelaksanaan pembelajaran dan pengamatan oleh rekan sejawat. Dimaksudkan untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan. Salah satu 1037
ISBN :978-602-17187-2-8
guru bertindak sebagai guru model yang lain sebagai pengamat (obsever). Fokus pengamatan pada aktivitas peserta didik dengan berpeoman prosedur dan instrument pengamatan yang telah disepakati guru dan tidak bersifat mengevaluasi guru sebagai pengajar. Kehadiran pengamat didalam kelas disamping mengumpulkan informasi juga untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung. Refleksi (see) dimaksudkan menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Guru model mengawali diskusi menyampaikan kesan dalam pelaksanaan pembelajaran. Selanjutnya diberikan kepada anggota lain sebagai pengamat. Kritik dan saran disampaikan secara bijak tanpa merndahkan atau menyakiti guru demi perbaikan. Sebaliknya pihak yang dikritik dapat menerima masukan dari pengamat unttuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Untuk melaksanakan pembelajaran sudut digunakan model lesson study sehingga guru benar-benar dapat memberikan pembelajaran yang bermakna sehingga siswwa menguasai materi. METODE Penelitian ini dilakukan seiring dengan pelaksanaan program Teacher Quality Improvement Program (TEQIP) tentang kegiatan peningkatan kualitas guru melalui training dengan pola Training Of Trainer (TOT) berkerja sama dengan PT Pertamina (Persero). Kegiatan pendampingan ini dilakukan pada kegiatan ongoing TEQIP (bulan Agustus – Oktober 2015). Pelaksanaan pembelajaran dilakukan di SD 10 2X 11 Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman. Subjek penelitian enam orang guru sebagai calon trainer satu pengawas pendamping sekaligus sebagai peneliti dari kabupaten Padang Pariaman. Pelaksanaannya dengan menggunakan tiga tahapan sesuai dengan lesson study melalui pendekatan obsevasi partisipatif. Pada tahapan perencanaan (plan) guru secara bersama menyepakati memilih mata pelajaran matematika dengan kompetensi dasar 2:1 melakukan pengukuran sudut di kelas V. Peneliti sebagai pengawas pendamping membantu guru dengan mempergunakan teknik supervisi kelompok. Pada tahap pelaksanaan (do), peneliti sebagai pengawas pendamping bertindak sebagai obsever bersama guru lain. Mengamati semua aktivitas siswa serta kejadian unik yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap refleksi (see), peneliti bertindak sebagai moderator sekaligus memberikan penguatan pada diskusi tersebut. Refleksi juga berkolaboratif dengan tenaga ahli dari Universitas Negeri Malang selaku exspert. Diskusi ini membahas tentang aktifitas siswa bukan menilai penampilan guru, menceritakan keekuatan dan kelemahan yang terjadi pada proses pembelajaran. Terakhir menyusun rencana tindak lanjut sehingga tercipta proses pembelajaran bermakna yang disampaikan oleh guru yang berkopeten. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan pada kegiatan on going 2 pasca kegiatan Training Of Trainer (TOT) tahap II Teacher Quality Improvement Program (TEQIP). Kegiatan dilaksanakan dengan tiga tahap. Tahap plan. Pada tahap tim lesson study ( 2 trainer, 1 pengawas) yang telah dibentuk untuk matematika, memilih kelas V mata pelajaran matematika standar kompetensi: 2. Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak, dan kecepatan dalam pemecahan masalah. Kompetensi dasar: 2.1 Melakukan pengukuran sudut. Tim merancang mulai dari penentuan indikator pencapai kompetensi, tujuan pembelajaran. Materi dan bahan ajar, menetapkan model pembelajaran dan menyusun langkah-langkah pembelajaran serta pnilaian. Peneliti selaku pengawas pendamping membantu guru (calon trainer) melakukan semua kegiatan dengan teknik supervisi kelompok.
Gambar 1: Tahap plan –persiapan pembelajaran
1038
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Model pembelajaran yang dipilih adalah pendekatan PMRI. Pendekatan PMRI memiliki karakteristik; 1) Using of context (contextual problem yang dihadapi siswa sehari-hari yaitu aktivitas siswa dari bangun tidur sampai tidur kembali), 2) Using of model ( dengan menggunakan jam sehingga siswa berinteraksi dengan temannya, model jam menjembatani siswa untuk belajar tentang sudut, 3) Using of studens contribution (kontribusi siswa digunakan sebagai proses salah satu bagian dari proses pembelajaran, yaitu dengan memberikan LKS, 4) interactivity (interaktivitas antara sisiwa dengan siswa, antara siswa dengan guru dapat dilihat dari ketika siswa mengerjakan LKS siswa terlihat berinteraksi dalam berdiskusi, 5) dan interwing (ketrkaitan materi dengan materi lainnya yaitu berhubungan dengan waktu, bahasa Indonesia yaitu tentang aktivitas siswa. Setelah menentukan model pembelajaran PMI untuk materi pengukuran sudut, diskusi dilanjutkan membuat langkah-langkah pembelajaran. Kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Media, alat dan sumber dipilih model jam, busur derajat, dan berbagai ukuran sudut dari kertas karton. Penilaian tertulis, kinerja, dan hasil karya siswa. Disamping media juga disediakan lembaran kerja siswa. Setelah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selesai, calon trainer menentukan guru model yang akan tampil. Semua instrmen dan lembaran kerja siswa telah tersedia. Tahap Do. Kegiatan Do, dilaksanakan di kelas V SDN 10 2X11 enam lingkung tanggal 7 September 2015. Guru model melaksanakan pembelajaran dengan tiga kegiatan. Yaitu, kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kegiatan awal, guru mengkondisikan kelas dengan memperhatikan kerapian kelas, mengabsen dan berdoa. Guru memberikan pendahuluan dengan melakukan Tanya jawab sebagai berikut. G: Anak-anak dimana terdapatnya sudut? S:. sudut terdapat di ruangan kelas, di rumah, dimeja dan sebagainya G. Siapa yang dapat menunjukan letak sudut diruang kelas? S. Siswa berjalan dari sudut yang satu ke sudut yang lain. G. Ayo kita nynyi bersama! Ayo kawan kita bersama, mengukur sudut di kelas kita, ambil busurmu, ukur sudutnya, kita mengukur bersama-sama. Ayo-ayo ukur sudutnya, ukur yang tepat pasti akurat Kegiatan dilanjutkan dengan Tanya jawab tentang lirik lagu. Kemudian guru melakukan penguatan sambil menyampaikan materi pembelajaran cara mengukur besar sudut dengan mempergunakan busur serta menyampaikan tujuan untuk mempelajarinya. Siswa kelihatan senang. Kegiatan Inti: pada kegiatan inti guru mengolaborasikan dengan mata pelajaran bahasa Indonesia melalui cerita berikut. “Aktivitas Rafi Sehari-hari" (Rafi siswa pintar, rajin,sholeh,disiplin bangun pukul 05.00.Rafi bercita-cita menjadi arsitektur. Jarak rumah kesekolah jauh, berangkat kesekolah pukul 06.15. pulang sekolah pukul 01.00 siang. Karena rafi mau bermain bola pukul 04.00 Rafi bangun pukul 03 sore. Selesai bermain pukul 05.30 sore. Pukul 07.45 malam Rafi dan semua berkumpul makan malam. Rafi disuruh belajar oleh ibunya sampai pukul 09.00 malam dan langsung tidur Cerita ini diaplikasikan guru dengan jarum jam yang sesuai aktivitas yang dilakukan Rafi. Siswa mengerjakan semua aktivitas Rafi pada gambar yang ada padanya. Jarum panjang dan pendek yang diletakan siswa tersebut telah menggambar beberapa sudut, tetapi sebelum siswa mengukur sudut terlebih dahulu guru menanamkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Nilai karakter yang ditekankan disini adalah nilai religius, jujur, kerja keras, disiplin, kreatif, mandiri, dan rasa ingin tahu. Guru mempertanyakan manfaat bagi diri siswa apabila nilai di atas dilaksanakan dan apa pula akibat nilai di atas tidak dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari. Guru membagikan alat peraga satuan sudut, dan menyuruh siswa menemukan jumlah satuan sudut yang terdapat pada jam. ―ada berapa sudut satuan yang bisa menutupi seluruh jam‖? siswa merasa tidak mengerti tentang pertanyaan guru, siswa bingung dan saling memandang. Siswa nomor 4 bertanya kepada siswa nomor 1 ―apa maksudnya?, siswa nomor 1 juga tidak tahu sambil mengelengkan kepalanya‖. Sambil melihat-lihat kelompok lain dia hanya memainkan satuan sudut yang diberikan. Ketegangan terjadi kira-kira 30 detik. Guru 1039
ISBN :978-602-17187-2-8
memperjelas dan mengulang pertanyaan lagi ― anak-anak, ini sudut satuan, lalu tutupkan sudut satuan ini kepada gambar jam yang kamu miliki, ada berapa buah sudut satuan yang dibutuhkan untuk menutup jam dengan busur satuan‖? siswa nomor 11 menjawab 8/4 karena busur satuan yang dibagikan sebanyak 8 buah, jumlah anggota kelompoknya 4 orang, maka dia menganalisa 8 satuan sudut untuk mereka berempat. Suasana semakin tegang, untung ketegangan ini dapat dicairkan ketika kelompok 5 menjawab jumlah satuan sudut semuanya 12. Guru memuji siswa tersebut sambil mempertanyakan jawaban kelompok 5 kenapa dapat 12. Siswa tersebut menjawab terbantah-bantah seakan-akan tidak percaya diri menjelaskan dimana dapatnya 12. Guru mendampingi siswa untuk meletakan satuan sudut pada gambar jam yang ada pada siswa.
Gb 2: Guru membimbing siswa Kegiatan dilanjutkan dengan Lembaran Kerja Siswa (LKS) 1 menggambar sudut, mengukur sudut yang terkait dengan Rafi bangun tidur, pulang sekolah, tidur malam. Semua kelompok pada umumnya aktif. Kelompok 1 didominani oleh nomor 4, kelompok 2 didominani oleh no 7. Kelompok 3 didominani oleh nomor 9. Kelompok 4 didominani oleh nomor 15. Kelompok 5 didominani oleh 19. Kelompok 6 didominani nomor 21.
Gb 3. Siswa membuat sudut dengan busur Setelah siswa mengkonfirmasi pengukuran sudut yang dilaksanakannya, guru mengembangkan masalah dengan mengukur sudut yang tidak standar seperti sudut 500 dan sudut 1200. Disini membahas jenis-jenis sudut. G. Berapa jenis-jenis sudut? S. Tiga G Apa ciri-ciri sudut lancip, sudut tumpul, dan sudut siku-siku? S Lancip besar sudutnya kurang dari 900, tumpul besar sudutnya besar dari 900, sudut siku-siku besar sudutnya 900 Guru bersama siswa mencoba mencari jenis sudut dan ciri-cirinya melalui busur. Siswa dibagikan bentuk-bentuk sudut dari kertas. Secara bergantian siswa memajangkan kedepan sudut berdasarkan kelompoknya. Ada peristiwa unik terjadi pada siswa nomor 11. Sambil tersenyum meletakan bangun segitiga sama sisi kekelompok sudut siku-siku (900). Dia melihat guru dan beberapa temannya namun tidak ada yang mencegah. Dari awal pembelajaran dia tidak mengikuti pembelajaran serius. kerjanya memainkan buku didalam tasnya dengan cara memasukan dan mengeluarkan nya tiap sebentar. Sekali-kali dia bergabung pada kelompoknya. Anehnya anggota kelompok membiarkan saja. Guru belum dapat memperhatikan sampai selesai jam pelajaran. Siswa nomor 11 ini pintar, waktu penyelesaian soal, hasilnya betul semua. tetapi tidak kelihatan menonjolnya, dia ingin simpatik gurunya. Kegiatan dilanjutkan dengan LKS 2 yaitu mengukur besar sudut bangun datar seperti empat persegi panjang, segitiga sama kaki, segitiga sama sisi, segitiga siku-siku dengan busur 1040
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
derajat. Siswa pada awalnya menjawab salah. Semestinya sudut 600 ditulis sudut 500,, 1500, 1800. Segitiga sama kaki ditulis sudut 700, 1600, 1400. Guru pendampingi siswa secara berkelompok menjelaskan dimana seharusnya letak angka 00 yang ada di busur pada bangun datar yang dibagikan. Siswa mempraktekkan dihadapan guru sehingga dia temukan besar sudut. Guru meminta siswa menggambar sudut 500. Kegiatan dilanjutkan dengan mengukur sudut 1200 dan 1800, serta menanyakan jam berapa ditunjukan pada sudut-sudut tersebut. Pada tahap ini sebaiknya dilakukan pengembangan materi. Pengukuran sudut tidak saja dimulai dari angka 12 belas, siswa disuruh mengacak dari mana dia memulai seperti dari angka 2 dengan angka 7 pada jarum jam. Kegiatan ini betul-betul konsep menggunakan bosur untuk mengukur sudut sangat dikuasai siswa. Siswa memahami garis seperti ini dimana letak posisi nol pada bosur. Kegiatan Penutup: Didalam kegiatan penutup adanya keterlibatan siswa dalam merefleksi, merangkum pembelajaran. Siswa mengerjakan tugas dengan membuat sudut dan mengelompokannya berdasarkan jenis-jenis sudut. Guru merangkum pengukuran dengan memberikan berbagai sudut untuk kehidupan berdasarkan jenisnya. Pembelajaran dapat membelajaran siswa dalam mengaplikasikan konsep sudut melalui pemberian tantangan yang mendukung proses pembelajaran. Tahap see Tahap see dilakukan setelah pembelajaran selesai. Moderator pada kegiatan refleksi adalah pengawas pendamping. Awalnya moderator memberi penghargaan dan sanjungan kepada guru model untuk dukungan moral, menceritakan perasaan senang, Sedih, puas saat pembelajaran berlangsung. Kemudian baru member kesempatan pada obsever, terakhir untuk member penguatan diberikan kesempatan pada exspert.
Gb 4: kegiatan refleksi Diskusi pada refleksi tergambar sebagai berikut: M :Silahkan guru model menyampaikan pengalamannya saat proses pembelajaran GM Mulanya suasana belum cair, ini mungkin disebabkan oleh siswa belum kenal dengan guru yang dilihatnya, setelah dilanjutkan dengan bernyanyi sudut suasana menjadi cair. Saya senang menggunakan langkaah PMI karena pendekatan ini dimulai dari yang dimiliki siswa. M Silahkan obsever menyampaikan pengamatannya O1 suasana belar cair setelah bernyanyi sudut. Guru bertanya “berapa besar sudut satuan pada gambar jam? siswa tidak mengerti cara menggukur sudut dengan besar satuan. Ada yang menjawab 8/4 kelompok lain kebingungan. Tiba-tiba kelompok 5 menjawab 12. Guru meneruskan membahas dari jawaban siswa tersebut. O2 Waktu pemberian LKS 2 tentang pengukuran sudut dengan menggunakan bangun datar siswa siswa bingung sehingga dia saling bertanya “bagaimanaa caranya, teman yang lain juga menggelengkan kepalanya”. Ada yang mencoba mengukurnya tetapi cara peletakan busurnya salah. Sebab mulanya hanya berpatokan dari angka 12. Bangun datar segitiga sama kaki yang besar sudutnya 600 ditulis 1200. O3 Pembuatan sudut dengan besar sudut yang sudah ditentukan. Dengan memberikan satu garis siswa agak kesulitannan. Dari garis mana harus dimulai dan kemana arahnya. Akhirnya guru membimbing secara berkelompok. EX Dari awal sampai akhir pembelajaran terlaksana dengan baik. Siswa kelihatan aktif. Kelompok 1 didominani oleh peserta nomor 4, kelompok 2 nomor 7, kelompok 3 nomor 9, kelompok 4 peserta nomor 15, kelompok 5 peserta nomor 19, dan kelompok 6 peserta nomor 21. Saat proses pembelajaran meengukur sudut apakah sudut 900 jarum panjangnya selalu diangka 12 fdan jarum pendeknya angka 3. Ini perlu dikembangkan. Untuk membentuk sudut 900 apakah berapa langkah antara panjang dan pendek. 1041
ISBN :978-602-17187-2-8
Ayo buat sudut 1800. Untuk masuk jarum jam siswa sangat menarik, tetapi masuk bangun datar mulai siswa salah sudut 900 ditulis sudut 700 dan 400 . mencoba mengembangkan lagi membuat sudut besarnya diketahui dengan bantuan satu garis. Kalau garis ini diukur dari arah berlawanan hasilny bagaimana? Dari hasil obsevasi partisipatif yang telah dilakukan tim lesson study, perlu dikembangkan. pertama, penentuan besar sudut dengan menggunakan satuan sudut, pemberian tugas kepada siswa hendaknya jelas. Sehingga siswa tidak kebingungan, pemberian media dijelaskan apa kegunaannya dan bagaimana cara menggunakannya. Kedua, penentuan besar sudut menggunakan jarum jam hendaknya dimulai dari angka yang berbeda. Seperti sudut 600 dapat dimulai dari 2 atau angka lainnya, bukan dimulai dari 12. Disini perlu ditekankan sudut 600 jarum panjang bergerak ke jarum pendek berapa banyak langkahnya. Diteruskan lagi dengan besar sudut yang lain. Ketiga, pengukuran sudut penggunaan bangun datar. Karena siswa mengukur sudut terbiasa dari angka 12 maka perlu ditanamkan konsep penggunaan busur. Untuk menentukan besar sudut pada busur lihat dua bilangan yang terdapat pada busur yaitu bilangan 0 dan 180. Satu deretan terdapat pada bagian lengkung dalam satu lagi bagian lengkung luar. Kalau memulai mengukur dari kiri berarti satuannyya dilihat dari lengkungan di luar. Sebaliknya kalau menghitung dari kanan, satuannya dilihat dari pada lengkung yang berbeda. Keempat, menulis sudut dengan bantuan satu garis. Pada kegiatan ini, perlu ditanamkan konsep dari arah mana siswa mengukurnya. Apabila diukur dari titik garis yang berbeda siswa akan menenemukan besar sudut yang sama tetapi arah sudut yang berlawanan. Kemudian guru diajak kembali merancang pembelajran berikutnya sehingga pelaksaan pembelajaran lebih bermakna. KESIMPULAN Pendampingan yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru meliputi: (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan (3) pendampingan tahap refleksi. Dengan pendapingan tahap perencanaan diperoleh hasil, guru mampu menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyediakan media pembelajaran, merancang administrasi penilaian. Menentukan guru model. Tahap pelaksanaan diperoleh hasil, guru model dapat melakukan pembelajaran sesuai dengan rancangan pembelajaran. Siswa aktif mskipun masih ada kendala-kendala dalam penanaman konsep. Tahap refleksi menghasilkan membahas kekurangan dan kelemahan. Pemberian masukan tentang pengembanggan pengukuran besar sudut mulai dari mengukur sudut menggunakan satuan sudut, gambar jam, baangun datar, dan penggunaan garis dari sudut yang ttelah ditentukan. DAFTAR TUJUKAN Arikunto Suhermi. 1980. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta Armaini,2009. Kontribusi Supervisi Pengawas dan Motivasi Kerja terhadap Kemampuan Guru Sekolah Dasar Kecamatan Batang Anai: PTS Bafadal Ibrahim,1996. Supervisi Pengajaran .Jakarta: Bumi Aksara Carpenter,T.P.Fennnema, E.Pertenson, P.L& Deborah A.Care,D.A.1988. Teachers‘Pedagogical Content Knowledge of Students‘Problem Solving in elementary Arithmatics. Journal for Researchin Mathematics Education. Vol. 19, No. 5, pp. 385-401 Hill, Ball & Schilling, 2008. Unpacking PCK:Conceptualizing and Measuring Teachers‘Topic Specific Knowledge of Students.Journal for Research of MathematicsEducation. Vol. 39 No 4, pp. 372-400. Imam. Soepardi.1988. Dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta:Depdikbud Lannin, J.K., Webb, M., Chval, K., Arbaugh, F.Hicks, S., Taylor, C., & Bruton, R.,2013.The development of beginning mathematics teacher pedagogical content knowledge. Journal Math Teacher Educ, 16,pp. 46-63 Niess, M.L., 2005. Preparing teachers to teach science and mathematics with technology: Developing a technology pedagogical content knowledge. Teaching and Teacher Education. Vol 21, pp. 509–523 Permendiknas 22.2006. tentang Standar Isi.Jakarta Mentru Pendidikan Nasional Permendiknas 41.2007. tentang Standar Proses .Jakarta Mentru Pendidikan Nasional 1042
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Pidarta, Made. 1992. Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan.Jakarta : Bumi Aksara Soetjipto.2007. Profesi Keguruan:Rineka Cipta Subanji, 2013. Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapannya dalam Pembelajaran Matematika Sekolah. Prosiding Seminar Nasional TEQIP. Universitas Negeri Malang, pp. 685-693. Subanji, 2015. Peningkatan Pedagogical Content Knowledge Guru Matematika dan Praktiknya dalam Pembelajaran melalui Model Pelatihan TEQIP. Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP). Volume 21 Nomor 1. Undang-undang Nomor 14 tahun 2005. Guru dan Dosen.2006. Jakarta: Depdiknas
1043
ISBN :978-602-17187-2-8
PENERAPAN MODEL INQUIRY DENGAN METODEDEMONSTRASIMATERI DINAMIKA PLANET BUMI SEBAGAIRUANG KEHIDUPANUNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GEOGRAFIKELAS X IIS 5 SEMESTER 1 DI SMANEGERI 8 BATAM Agung Stiyawan Guru Geografi SMA Negeri 8 Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau
[email protected] ABSTRACT: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar geografi pada kompetensi dasar menganalisis dinamika planet bumi sebagai ruang kehidupan di kelas X IIS 5 dengan model pembelajaran Inquirymenggunakan metode demontrasi.Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebanyak dua siklus dan disetiap siklus dilaksanakan sebanyak dua pertemuan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Inquiry dengan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar geografi. Hasil belajar yang terjadi di siklus satu, angka prosentase ketuntasan hanya sebesar 38,10 % dan angka prosentase ketidak tuntasan mencapai angka 61,90 %. Setelah melakukan refleksi dan dilaksanakan perbaikan pada siklus dua maka didapat hasil prosentase ketuntasan sebesar 85,71 % dan prosentase ketidak tuntasan menurun menjadi 14,29 %. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebesar 47,62%. Kata Kunci : Inquiry Learning, Metode Demonstrasi, dan Hasil Belajar
Berdasarkan pengamatan awal di kelas X IIS 5SMA Negeri 8 Batam Semester Ganjil pada tahun pelajaran 2015/2016pada pembelajaran geografi, hasil belajar yang diperoleh peserta didik masih banyak yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).Berdasarkan pengamatan awal didapatkan hasil belajar geografi yang dikatakan tuntas adalah 32% dan yang tidak tuntas adalah 68% dengan nilai rata-rata kelas adalah 53,50. KKM pada pembelajaran geografi di SMA Negeri 8 Batam ditentukan sebesar 68,00. Salah satu faktor penyebab rendahnya hasil belajar geografi adalah ketidaktepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran.Ketidaktepatan pemilihan model dan metode pembelajaran dilihat dari siswa yang sulit memahami materi yang diberikan. Masalah yang terjadi adalah siswa merasa bosan, jenuh dan siswa tidak berminat mengikuti pembelajaran dengan serius. Metode konvensional yang selalu digunakan guru adalah menyampaikan materi pelajaran kepada siswa dengan cara berbicara di awal pelajaran, memberikan catatan kepada siswa, menjelaskan materi dan selanjutnya siswa mengerjakan latihan soal-soal. Selain metode yang kurang inovatif, guru kurang bisa membangkitkan keaktifan dan interaksi dengan siswa. Guru belum bisa memaksimalkan alat peraga maupun media pendukung pembelajaran geografi. Partisipasi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran menyebabkan suasana kelas menjadi tidak kondusif dan materi yang disampaikan oleh guru kurang dipahami dengan baik oleh siswa sehingga menyebabkan hasil belajar siswa yang rendah. Pentingnya penggunaan alat peraga dan media pembelajaran yang menarik adalah kunci keberhasilan pembelajaran dikelas. Ketertarikan siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran apabila diberikan penemuan-penemuan baru atau permasalahan baru namun sudah tidak asing bagi siswa sehingga siswa ingin memperdalam dan mempunyai andil yang cukup besar dalam proses pembelajaran. Inti dari pembelajaran yang menggunakan konsep penemuan baru atau pemecahan masalah dengan tingkat berpikir kritis adalah model pembelajaranInquiry. Model pembelajaran Inquiry lebih bermakna dengan peran aktif siswa sehingga penemuan baru, pemecahan masalah baru, dan pola berpikir kritis siswa akan memberikan pengalaman tersendiri bagi pembelajaran yang dilakukan sehingga penggunaan media pembelajaran dengan metode demonstrasi lebih memperlihatkan pembelajaran nyata yang dilakukan didalam kelas. Model pembelajaran Inquiry menurut Sanjaya (2007) merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekan pada proses berpikir kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pembelajaran Inquiry 1044
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Metode demonstrasi menurut Ustar (2014) merupakan metode dimana guru memperlihatkan proses terjadinya sesuatu melalui alat peraga sehingga anak dapat memahami konsep dari suatu materi yang diajarkan. Selain itu anak juga akan lebih termotivasi untuk melakukan pembelajaran karena timbulnya rasa ingin tahu terhadap apa yang diajarkan oleh guru. Metode demonstrasi ini diharapkan dapat memunculkan berbagai variasi pembelajaran. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai fasilitator, sedangkan siswa berperan sebagai penggerak/pemeran utamanya dalam pembelajaran. Menurut Cardille (dalam Ustar. 2014) demonstrasi adalah suatu penyajian yang dipersiapkan secara teliti untuk mempertontonkan sebuah tindakan atau prosedur yang digunakan. Metode ini disertai dengan penjelasan, ilustrasi, dan pernyataan lisan (oral) atau peragaan (visual) secara tepat dan ditandai adanya kesenjangan untuk mempertunjukkan tindakan atau penggunaan prosedur yang disertai penjelasan, ilustrasi, atau pernyataan secara lisan maupun visual. Metode demonstrasi adalah cara penyajian materi pelajaran melalui peragaan atau pertunjukkan kepada siswa mengenai suatu proses, situasi atau gejala tertentu yang dipelajari, baik pada objek yang sebenarnya ataupun melalui tiruan. Metode demonstrasi dalam pembelajaran geografi adalah cara penyampaian informasi dengan memperlihatkan peristiwa-peristiwa atau fenomena fisik dengan menggunakan alat tertentu. METODE Rancangan penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), model pembelajaran yang digunakan adalah model Inquiry dengan metode demonstrasi.Penelitian ini mempunyai dua siklus dan disetiap siklusnya dilaksanakan selama 2 pertemuan. Sama dengan penelitiam tindakan kelas lainnya, setiap siklus mempunyai empat tahap yaitu perencanaan, aksi atau tindakan, observasi atau pengamatan, dan refleksi. Tahapan atau langkah-langkah penelitian tindakan kelas ini sama seperti yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart (dalam Ustar, 2014) yang digambarkan pada bagan dibawah ini.
Gambar1. Langkah-langkah PTK
Prosedur pelaksaan penelitian diuraikan sebagai berikut: Siklus satu a. Perencanaan. Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran sebagai berikut, (1) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kompetensi dasar dinamika planet bumi sebagai ruang kehidupan dengan indikator menjelaskan dan mendemonstrasikan teori-teori terbentuknya tata surya dan teori-teori perkembangan benua. RPP yang disusun mengacu pada sintaks Pembelajaran Inquiry, seperti yang ditampilkan pada bagan dibawah ini.
1045
ISBN :978-602-17187-2-8
Gambar 2. Sintaks Model Pembelajaran Inquiry
(2) Guru membuat Lembar Aktivitas Siswa (LAS), (3) Guru menyiapkan lembar evaluasi atau instrumen penilaian, (4) guru mempersiapkan alat peraga, (5) guru mempersiapkan media pembelajaran, dan (6) guru mempersiapkan lembar observasi. b. Pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan tindakan kelas pada siklus pertama dilaksanakan 2 pertemuan dengan alokasi waktu 6 x 45 menit (setiap pertemuan durasi waktunya adalah 3 x 45 menit). Tahap pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan model PembelajaranInquiry dengan metode demonstrasi. Penerapan tersebut disusun dalam kegiatan pembelajaran yang meliputi pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. c. Observasi. Kegiatan observasi dilaksanakan pada saat pelaksanaan pada pembelajaran berlangsung. Tujuan kegiatan tersebut untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara mendalam dan menyeluruh. Observasi dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan satu kolaborator teman sejawat yang sudah mempunyai pengalaman dan telah mendapatkan pengarahan serta memiliki kemampuan dalam melakukan pembelajaran dengan model Pembelajaran Inquiry dengan metode demonstrasi yang bernama Ani, S.Pd. Fokus observasi adalah penerapan tindakan yang dilakukan siswa maupun guru. Aktivitas siswa meliputi (1) observasi media pembelajaran, (2) observasi alat peraga pembelajaran, (3) kegiatan diskusi, (4) kemampuan bertanya, (5) kemampuan menyampaikan pendapat, (6) pelaksanaan lembar aktivitas siswa, (7) dan kemampuan mendemonstrasikan.Kemudian aktivitas guru yang diamati meliputi (1) apersepsi, (2) penyampaian tujuan pembelajaran, (3) menyampaikan kegiatan atau langkah-langkah pembelajaran, (4) memberikan kesimpulan, (5) memberikan tugas, (6) dan memberikan penguatan materi d. Refleksi. Dalam refleksi hasil-hasil observasi dibahas bersama oleh guru dan observer. Pada akhir siklus satu diperoleh gambaran dampak penerapan Pembelajaran Inquiry dengan metode demonstrasi. Hasil pembahasan yang diperoleh merupakan refleksi dari apa yang telah terjadi selama penerapan tindakan siklus satu. Jika ditemukan permasalahan pada siklus satu digunakan untuk pertimbangan dalam menyusun perencanaan tindakan pada siklus (tahap) kedua. Siklus kedua a. Perencanaan. Dalam perencanaan siklus kedua ini kegiatan yang dilakukan adalah: (1) guru dan observer mempelajari hasil refleksi dari tindakan siklus satu yang menjadi masukan dalam melakukann tindakan yang lebih efektif pada kegiatan siklus kedua, (2) pada prinsipnya persiapan siklus kedua sama dengan siklus satu, perbedaannya hanya terletak pada indikator pembelajaran yaitu menjelaskan dan mendemonstrasikan pergerakan rotasi revolusi bumi serta pengaruhnya terhadap kehidupan dimuka bumi, (3) mempersiapkan media pembelajaranyang sesuai dengan indikator pembelajaran yaitu menjelaskan dan mendemonstrasikan pergerakan rotasi revolusi bumi serta pengaruhnya terhadap kehidupan dimuka bumi, (4) mempersiapkan instrumen penilaian sesuai dengan indikator pembelajaran yaitu menjelaskan dan mendemonstrasikan pergerakan rotasi revolusi bumi serta pengaruhnya terhadap kehidupan dimuka bumi.
1046
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
b. Pelaksanaan tindakan. Pada siklus kedua tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukanpada siklus satu setelah melalui proses refleksi. c. Observasi. Tahapan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Hal-hal yang diamati sesuai dengan siklus satu disesuaikan dengan kondisi lapangan dan hasil refleksi pada siklus satu. d. Refleksi. Hasil pengamatan dibahas oleh guru bersama kolaborator untuk memperoleh gambaran dampak penerapan model pembelajaran Inquiry dengan metode demonstrasi Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 8 dengan alamat Jalan Pendidikan No. 8 Kelurahan Bengkong Sadai Kecamatan Bengkong Kabupaten/Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau.Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IIS 5 dengan jumlah siswa sebanyak 42 siswa.Penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dimulai pada September 2015 dan diakhiri pada Oktober 2015. Pengambilan data,data penilaian ini berdasarkan hasil belajar geografi siswa kelas X IIS 5. Data tersebut dikumpulkan dengan prosedur sebagai berikut: (1) Penilaian Tes. Data ini diperoleh dari tes akhir siklus berupa skor tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa. (2) Observasi. Data ini diperoleh dari keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam penerapan model pembelajaran Inquiry dengan metode demonstrasi. (3) Catatan Lapangan. Data ini diperoleh dari catatan lapangan berupa kegiatan yang tidak tercantum dalam lembar observasi, seperti jumlah siswa yang tidak hadir, situasi saat kegiatan berlangsung, kerjasama siswa dalam pembelajaran, respon siswa terhadap media pembelajaran dan alat peraga, dan jumlah siswa yang memperoleh nilai diatas KKM. Dokumentasi, data yang diperoleh dari dokumen-dokumen seperti data hasil belajar siswa sebelum melakukan penelitian dan nilai awal tindakan sebelum pelaksanaan refleksi. Data yag dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: (1) skor tes yang diperoleh dari soal yang diberikan. (2) skor aktivitas belajar siswa yang diperoleh dengan lembar observasi proses pembelajaran. (3) catatan lapangan yang berkaitan dengan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang tidak tercakup pada point (1) dan (2). Analisis data dilakukan setiap kali pemberian tindakan berakhir. Analisa tersebut dilakukan untuk data yang bersifat kualitatif. Selain itu analisis dilakukan secara deskriptif untuk data yang bersifat kuantitatif. Indikator keberhasilan tindakan hasil belajar geografi siswa kelas X IIS 5 SMA Negeri 8 Batam ditentukan dengan cara sebagai berikut: (1) melihat perubahan ketercapaian hasil belajar geografi antara tindakan pada siklus satu dengan siklus kedua. Keberhasilan tindakan pada siklus dua diketahui dengan cara selisih skor antara tindakan pada siklus dua dengan siklus satu. (2) indikator keberhasilan tindakan ditentukan oleh peneliti apabila siswa kelas X IIS 5 SMA Negeri 8 Batam menunjukkan peningkatan aktivitas dan hasil belajar. HASIL PENELITIAN Siklus I Hasil penelitian pada siklus satu dari sisi proses pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut: Pada kegiatan awal: (1) guru membuka pembelajarandengan mengucapkan salam dan berdo’a bersama siswa.(2) guru menanyakan kabar “Bagaimana kabarnya hari ini anak-anak ?” siswa serentak menjawab keadaannya baik pada hari itu. (3) guru mengecek kehadiran siswa dengan cara melihat keadaan bangku yang tidak terisi.(4) guru menyampaikan tujuan pembelajaran disampaikan secara lisan “anak-anak tujuan pembelajaran yang ingin kita capai pada pertemuan hari ini adalah kalian menjelaskan dan mendemonstrasikan teori-teori terbentuknya tata surya dan teori-teori perkembangan benua”.(5) guru melakukan tindakan apersepsi dengan memutar video pembelajaran tentang tata surya dan perkembangan bumi dengan durasi video selama 2 menit, pada tindakan apersepsi ini siswa memperhatikan dengan seksama dalam mengamati video tersebut. Pada kegiatan inti pembelajaran dilakukan dengan: (1) membagi kelas kedalam lima kelompok dimana tiga kelompok berjumlah delapan siswa dan dua kelompok berjumlah sembilan siswa. Kelompok telah dibentuk pada pertemuan sebelumnya secara bersama-sama dengan cara siswa menulis namanya sendiri dikertas kecil lalu digulung-gulung dan dikumpulkan ke meja guru, pembentukan kelompok dilakukan dengan cara diundi dengan mengambil satu-satu kertas kecil yang telah dibuat oleh siswa. Hal-hal yang terjadi ketika 1047
ISBN :978-602-17187-2-8
pengelompokkan adalah siswa mengeluh seperti “Pak, orangnya terlalu banyak sembilan orang”. Kemudian siswa yang lain juga mengeluh seperti “Pakkk... saya tidak mau dikelompok ini karena si A tidak mau bekerja”. Guru memberikan pemahaman dan nasehat berupa “anakanak bapak, semua teman-teman mempunyai kelebihan masing-masing dalam belajar jadi silahkan ikuti kelompok yang bapak buat”.(2) setelah kelompok kondusif guru mempersilahkan kepada tiap-tiap kelompok untuk membuka perangkat seperti laptop disertai modemnya ataupun smartphone yang dapat mengakses ke situs-situs internet. Pengamatan yang dilakukan, setiap kelompok terdapat minimal dua laptop dan dua smartphone.Pemilihan perangkat pembelajaran berupa laptop dan smartphone dikarenakan buku atau sumber belajar untuk kelas X disekolah peneliti tidak ada. (3) guru membagikan LAS (Lembar Aktivitas Siswa) untuk membahas teori pembentukan tata surya dan teori perkembangan bumi. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) berupa langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada pertemuan tersebut dengan menjelaskan tujuan yang ingin didapat dari LAS tersebut yaitu tiap-tiap kelompok mengemukakan teori-teori terbentuknya tata surya dan teori-teori perkembangan benua sekaligus mengemukakan tokoh penemunya dan gambar atau video penguatnya.(4) guru memberikan penjelasan yang paling utama terhadap apa yang ingin dicapai dari LAS tersebut yaitu tiap-tiap kelompok mengemukakan teori yang dianggap paling benar atau teori-teori yang mendekati benar dari teori terbentuknya tata surya dan teori perkembangan benua.(5) guru memberikan scaffolding (bantuan) ke tiap-tiap kelompok apabila ada permasalahan-permasalahan yang ditemui untuk menyamakan persepsi dan pemahaman supaya hasil diskusi tidak keluar dari tujuan yang ingin dicapai. Interaksi yang terjadi didalam kelompok selama diskusi berlangsung sangat antusias, ditambah dengan penggunaan perangkat elektronik untuk memudahkan siswa dalam mengakses data-data yang diperlukan selama pembelajaran. Terdapat satu kelompok yang tidak terlalu antusias dalam mengikuti diskusi pada pertemuan ini yaitu kelompok satu, hal ini dikarenakan salah satu anggotanya merupakan toruble maker di kelas X IIS 5 sehingga mempengaruhi kondisi dan suasana di dalam kelompok tersebut.(6) diskusi berlangsung lebih kurang memakan waktu sembilan puluh menit kemudian guru mengakhiri proses diskusi dan meminta tiap-tiap kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya. Selama proses presentasi, kelompok tidak begitu antusias karena anggota kelompok yang menyajikan didepan kelas tidak begitu serius dalam penyampaiannya dan suara para penyaji tidak begitu keras sampai kebelakang kelas sehingga kelompok-kelompok lainnya banyak yang asyik bermain sendiri. (7) guru memantau hasil diskusi yang disajikan oleh tiap-tiap kelompok dan memberikan penilaian. (8) setelah semua kelompok menyajikan hasil diskusinya guru memberikan alat peraga untuk didemonstrasikan oleh masing-masing kelompok dengan tujuan lebih memperjelas hasil sajian dari diskusi tiaptiap kelompok.(9) disela-sela kelompok mendemonstrasikan temuannya guru juga mempersilahkan kepada kelompok lain untuk memberikan pertanyaan atau meminta penjelasan apabila terdapat ketidakjelasan dari yang didemonstrasikan oleh kelompok penyaji. Interaksi yang terjadi selama proses demonstrasi sangat antusias karena proses pembelajaran seperti ini baru pertama kali mereka dapatkan, tiap-tiap kelompok mendemonstrasikan dengan bahasanya masing-masing sehingga terdapat keberagaman bahasa dalam penyampaiannya dan terkadang membuat suasana kelas menjadi humoris.(10) setelah proses demonstrasi selesai, siswa kembali ketempat duduknya masing-masing, kemudianguru memberikan soal atau tes untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi teori terbentuknya tata surya dan teori perkembangan benua. Tes berupa tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda, tes dilaksanakan dengan sistem bergantian (sebagian siswa sebanyak 21 siswa melaksanakan ujian terlebih dahulu dan 21 siswa lainnya menunggu diluar ruangan), tes berlangsung selama 2x30 menit, selama kegiatan evaluasi kondisi kelas cukup kondusif diawal-awal berlangsungnya evaluasi tetapi menjelang akhir evaluasi suasana mulai ribut dan gaduh terlihat dari siswa yang menolehmenoleh ke siswa lainnya bahkan berbisik-bisik untuk mencari jawaban kepada siswa lainnya. (11) setelah kegiatan evaluasi berakhir, guru mempersilahkan siswa untuk kembali ke tempat duduknya masing-masing. Pada kegiatan penutup: (1) guru menutup pembelajaran dengan memberikan penguatan kepada siswa dengan cara memberikan penyelesaian dari beberapa permasalahan yang ditemui selama kegiatan diskusi berlangsung.(2) guru memberikan pemahaman yang sebenarnya mulai dari teori-teori terbentuknya tata surya dan teori perkembangan benua yang dilanjutkan dengan memberikan pemahaman yang sebenarnya tentang teori yang dianggap paling benar atau teori yang mendekati benar dari teori-teori terbentuknya tata surya dan teori perkembangan benua.(3) 1048
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
guru memberikan penghargaan (reward) kepada kelompok yang paling antusias dalam menyajikan hasil diskusinya, kelompok yang mendapatkan penghargaan adalah kelompok 5, penghargaan berupa hadiah makanan ringan cokelat “beng-beng” sebanyak anggota pada kelompok tersebut. Suasana kelas menjadi lebih ramai setelah guru memberikan reward tersebut, bahkan salah satu siswa berteriak “Pak... kok cokelatnya tidak dibagikan untuk satu kelas?”. (4) guru memberikan semangat untuk kelompok-kelompok lainnya supaya lebih serius lagi dalam berdiskusi dipertemuan selanjutnya.(5) guru mengakhiri pembelajaran dengan memberitahukan kepada siswa pembelajaran yang akan dilaksanalan pada pertemuan selanjutnya supaya siswa lebih siap lagi dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya, pembelajaran selanjutnya adalah pergerakan rotasi dan revolusi bumi dengan menggunakan metode demonstrasi juga. Setelah itu pembelajaran diakhiri dengan salam penutup. Siklus satu diakhiri dengan refleksi.Beberapa temuan dari observer sebagai berikut: (1) guru harus mengecek kehadiran siswa dengan cara menyebutkan satu per satu siswa yang ada didaftar buku presensi. Hal ini untuk mengetahui siswa yang benar-benar tidak hadir dari awal pembelajaran dan mengetahui siswa yang sengaja tidak masuk kedalam kelas (bolos atau cabut). (2) apersepsi yang diberikan oleh guru durasinya terlalu singkat, bahkan ada siswa yang belum fokus pada pembelajaran dan kaget ketika memasuki kegiatan inti pembelajaran. (3) alat peraga yang diberikan oleh guru terlalu kecil sehingga kenampakannya terbatas oleh kelompok yang posisi duduknya berada dibelakang. (4) kelompok yang dibentuk terlalu sedikit sehingga anggota kelompoknya terlalu banyak yang mencapai sembilan orang disetiap kelompoknya.(5) penggunaan perangkat pembelajaran elektronik seperti laptop dan smartphone juga perlu dilengkapi dengan sumber belajar yang dibuat oleh guru sehingga perangkat elektronik tidak disalahgunakan ketika proses pembelajaran. Siklus II Hasil penelitian pada siklus dua dari sisi proses pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut: Pada kegiatan awal: (1) guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan berdo’a bersama siswa. (2) guru menanyakan kabar “Bagaimana kabarnya hari ini anak-anak ?”. siswa serentak menjawab keadaannya “baik pak”. Apakah sudah sarapan anak-anak ?”.Siswa serentak menjawab “belum pak” sambil bercanda. (3) guru mengecek kehadiran siswa dengan menyebutkan nama siswa satu per satu yang tertera di daftar hadir. (4) guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang disampaikan secara lisan “anak-anak tujuan pembelajaran yang ingin kita capai pada pertemuan hari ini adalah kalian dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan pergerakan rotasi dan revolusi bumi beserta pengaruhnya terhadap kehidupan dimuka bumi”. (5) guru melakukan tindakan apersepsi dengan menampilkan gambar keadaan siang dan malam hari di Kota Batam, gambar gelombang diberbagai pantai yang ada di Batam, dan gambar keadaan pasang surut pantai yang ada di Kota Batam. Selain dengan gambar guru juga memutar video pembelajaran tentang pergerakan rotasi dan revolusi bumi beserta pengaruhnya terhadap kehidupan dimuka bumi dengan durasi 4.20 menit, pada tindakan apersepsi ini siswa memperhatikan dengan seksama dalam mengamati video tersebut meskipun terkadang beberapa siswa saling bertanya-tanya kepada siswa lainnya. Pada kegiatan inti pembelajaran dilakukan dengan: (1) membagi kelas kedalam tujuh kelompok tiap-tiap kelompok mendapatkan jatah anggota yang sama yaitu berjumlah enam siswa. Kelompok dibentuk saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung secara bersama-sama dengan cara siswa menulis namanya sendiri dikertas kecil lalu digulung-gulung dan dikumpulkan ke meja guru, pembentukan kelompok dilakukan dengan cara diundi dengan mengambil satu-satu kertas kecil yang telah dibuat oleh siswa. Hal-hal yang terjadi ketika pengelompokkan adalah siswa mengeluh seperti “Pak, kok saya sama dia lagi pakk, dia kan tidak mau kerja pak”. Kemudian siswa yang lain juga mengeluh seperti “Pakkk, saya mau pindah kelompok lain aja karena si B, si C, dan si D tidak mau bekerja”. Guru memberikan pemahaman dan nasehat berupa “anak-anak bapak, tidak semua kalian yang mendapatkan teman-teman yang sama, banyak teman-teman lain yang mendapatkan anggota baru dikelompoknya, jadi kalian harus lebih antusias dan semangat pada pembelajaran ini”. (2) setelah kelompok kondusif guru mempersilahkan kepada tiap-tiap kelompok untuk membuka perangkat seperti laptop disertai modemnya ataupun smartphone yang dapat mengakses ke situs-situs internet, selain itu guru juga memberikan materi pembelajaran pada pertemuan ini untuk menambah wawasan pengetahuan siswa dalam berdiskusi.Pada pertemuan ini, setiap 1049
ISBN :978-602-17187-2-8
kelompok terdapat minimal dua laptop dan dua smartphone. Pemilihan perangkat pembelajaran berupa laptop dan smartphone dikarenakan buku atau sumber belajar untuk kelas X disekolah peneliti tidak ada. (3) guru membagikan LAS (Lembar Aktivitas Siswa) untuk membahas pergerakan rotasi dan revolusi bumi beserta pengaruhnya terhadap kehidupan dimuka bumi. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) berupa langkah-langkah kegiatan pembelajaran pada pertemuan tersebut dengan menjelaskan tujuan yang ingin didapat dari LAS tersebut yaitu tiap-tiap kelompok diminta menjelaskan pergerakan rotasi dan revolusi bumi serta pengaruhnya untuk kehidupan dimuka bumi. (4) guru memberikan penjelasan yang paling utama terhadap apa yang ingin dicapai dari LAS tersebut yaitu tiap-tiap kelompok mampu mendemonstrasikan pergerakan rotasi dan revolusi bumi beserta pengaruhnya terhadap kehidupan dimuka bumi. (5) guru memberikan scaffolding (bantuan) ke tiap-tiap kelompok apabila ada permasalahanpermasalahan yang ditemui untuk menyamakan persepsi dan pemahaman supaya hasil diskusi tidak keluar dari tujuan yang ingin dicapai. Interaksi yang terjadi didalam kelompok selama diskusi berlangsung sangat antusias, ditambah dengan penggunaan perangkat elektronik untuk memudahkan siswa dalam mengakses data-data yang diperlukan selama pembelajaran. Trouble maker yang menjadi penyebab hilangnya fokus pembelajaran pada salah satu kelompok di pertemuan sebelumnya juga sudah teratasi bahkan tingkat antusiasnya lebih besar dalam mengikuti pembelajaran ini. (6) diskusi berlangsung lebih kurang memakan waktu sembilan puluh menit kemudian guru mengakhiri proses diskusi dan meminta tiap-tiap kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya. Selama proses presentasi kelompok begitu antusias menyajikan hasil diskusinya didepan kelas, bahkan terjadi interaksi yang cukup menarik antara kelompok penyaji dengan peserta diskusi. Interaksi yang terjadi pada kelompok penyaji seolah-olah kelompok penyaji menjadi guru didalam kelas sehingga perhatian kelompok lain menjadi terpusat. (7) guru memantau hasil diskusi yang disajikan oleh tiap-tiap kelompok dan memberikan penilaian. (8) setelah semua kelompok menyajikan hasil diskusinya guru memberikan alat peraga rotasi dan revolusi bumi dimana alat peraga tersebut berupa tampilan atau kedudukan matahari yang berada di tengah dan bumi yang berada mengelilingi matahari sebanyak empat buah. Tujuan alat peraga untuk didemonstrasikan oleh masing-masing kelompok supaya memperjelas hasil sajian dari diskusi tiap-tiap kelompok. (9) disela-sela kelompok mendemonstrasikan temuannya guru juga mempersilahkan kepada kelompok lain untuk memberikan pertanyaan atau meminta penjelasan apabila terdapat ketidakjelasan dari yang didemonstrasikan oleh kelompok penyaji. Interaksi yang terjadi selama proses demonstrasi sangat antusias karena proses pembelajaran seperti ini baru pertama kali mereka lakukan dengan alat peraga yang lebih baik, tiap-tiap kelompok mendemonstrasikan dengan bahasanya masingmasing sehingga terdapat keberagaman bahasa dalam penyampaiannya dan terkadang membuat suasana kelas menjadi humoris. (10) setelah proses demonstrasi selesai, siswa kembali ketempat duduknya masing-masing, kemudian guru memberikan soal atau tes untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami pergerakan rotasi dan revolusi bumi beserta pengaruhnya terhadap kehidupan dimuka bumi. Tes berupa tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda, tes dilaksanakan dengan sistem bergantian (sebagian siswa sebanyak 21 siswa melaksanakan ujian terlebih dahulu dan 21 siswa lainnya menunggu diluar ruangan), tes berlangsung selama 2x30 menit, selama kegiatan evaluasi kondisi kelas cukup kondusif diawal-awal berlangsungnya evaluasi tetapi menjelang akhir evaluasi suasana mulai ribut dan gaduh terlihat dari siswa yang menoleh-menoleh ke siswa lainnya bahkan berbisik-bisik untuk mencari jawaban kepada siswa lainnya. (11) setelah kegiatan evaluasi berakhir, guru mempersilahkan siswa untuk kembali ke tempat duduknya masing-masing. Pada kegiatan penutup: (1) guru menutup pembelajaran dengan memberikan penguatan kepada siswa dengan cara memberikan penyelesaian dari beberapa permasalahan yang ditemui selama kegiatan diskusi berlangsung. (2) guru memberikan pemahaman yang sebenarnya tentang pergerakan rotasi dan revolusi bumi, guru mendemonstrasikan perputaran bumi yang sebenarnya selama terjadi rotasi dan revolusi bumi serta mendemonstrasikan akibat atau pengaruh untuk kehidupan dimuka bumi. (3) guru memberikan penghargaan (reward) kepada kelompok yang paling antusias dalam menyajikan hasil diskusinya, kelompok yang mendapatkan penghargaan adalah kelompok 2, penghargaan berupa hadiah minumanbotol “Mizone” sebanyak anggota pada kelompok tersebut. Suasana kelas menjadi lebih ramai setelah guru memberikan reward tersebut, bahkan salah satu siswa berteriak “Pak... kok minumannya tidak dibagikan untuk satu kelas?”. (4) guru memberikan semangat untuk kelompok-kelompok 1050
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
lainnya supaya lebih serius lagi dalam berdiskusi dipertemuan selanjutnya. (5) guru mengakhiri pembelajaran dengan memberitahukan kepada siswa pembelajaran yang akan dilaksanalan pada pertemuan selanjutnya supaya siswa lebih siap lagi dalam mengikuti pembelajaran selanjutnya, pembelajaran selanjutnya adalah karakteristik lapisan bumi. Setelah itu pembelajaran diakhiri dengan salam penutup. Siklus dua diakhiri dengan refleksi. Beberapa temuan dari observer sebagai berikut: (1) alat peraga yang diberikan oleh guru belum sempurna bentuk bumi dan mataharinya sehingga pengaruhnya belum optimal untuk diinformasikan kepada siswa. Hasil refleksi dari siklus dua ini dijadikan bahan masukan untuk memberikan pembelajaran pada materi selanjutnya di kelas yang lain. Dari hasil proses pembelajaran diatas akan diuraikan tentang hasil belajar siswa selama penelitian berlangsung yang disajikan pada tabel dibawah ini. Kategori
Prosentase Kegiatan (%)
Ketuntasan
Siklus I
Siklus II
1
Tuntas
38,10 %
85,71 %
2
Tidak Tuntas
61,90 %
14,29 %
100%
100%
Jumlah Tabel 1. Tabel hasil belajar
Tabel dari proses pelaksanaan dua siklus penelitian tindakan kelas menunjukkan peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa kelas X IIS 5 di SMA Negeri 8 Batam. Hasil belajar yang terjadi di siklus satu, angka prosentase ketuntasan hanya sebanyak 38,10 % dan angka prosentase ketidak tuntasan mencapai angka 61,90 %. Setelah melakukan refleksi dan dilaksanakan perbaikan pada siklus dua maka didapat hasil prosentase ketuntasan sebesar 85,71 % dan prosentase ketidak tuntasan menurun menjadi 14,29 %. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebesar 47,62%. Berikut penyajian dalam bentuk grafik batang untuk memperjelas keadaan hasil belajar di kelas X IIS 5 SMA Negeri 8 Batam. 100% 50% 0%
Siklus I Tuntas
Tidak Tuntas
Siklus II
Gambar 3. Grafik Prosentase Hasil Belajar Siswa
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar geografi melaluipenerapan model inquiry dengan metode demonstrasi materi dinamika planet bumi sebagai ruang kehidupan di kelas X IIS 5 semester 1 di SMA Negeri 8 Batam. Peningkatan pengetahuan hasil belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, penerapan model Inquiry sejalan dengan menggunakan metode pembelajaran demonstrasisehingga pelaksanaan pembelajaran dan hasil belajar yang diperolehcukup signifikan. Model Inquiry menekankan pembelajaran yang diberikan seluas-luasnya untuk dikembangkan oleh siswa dengan atau tanpa bantuan guru. Proses pembelajaran akan menghasilkan penemuan baru yang dilakukan oleh siswa sehingga proses-proses mental individu siswa meningkat dalam rangka menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Model Inquiry dengan metode demonstrasi mempunyai keunggulan tersendiri bagi guru dalam menjalankan perannya dikelas. Demonstrasi dilakukan untuk memperjelas sebuah pengertian pembelajaran atau untuk memperlihatkan proses terjadinya sesuatu pada pembelajaran tertentu. Metode demonstrasi dapat meningkatkan daya serap dan keinginan belajar yang tinggi. Metode demonstrasi dapat menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna dikarenakan banyak kelebihan atau kebaikan yang
1051
ISBN :978-602-17187-2-8
diperoleh seperti materi pembelajaran menjadi lebih nyata (tidak abstrak) kemudian metode demonstrasi menghindari pembelajaran yang banyak aktivitas ceramahnya. Metode demonstrasi memudahkan guru untuk menarik simpati siswa, merangsang siswa untuk lebih berperan aktif dan ikut serta dalam melakukan pembelajarannya sendiri. Kedua. Penerapan model Inquiry dengan metode demonstrasi akan mengubah aktivitas teacher centremenjadi students centre sehingga membentuk meaning full learning(pembelajaran bermakna). Model Inquiry mendorong siswa terlibat secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui pengetahuan, pengalaman, dan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan konsep dan prinsip pembelajaran untuk pembekalan siswa itu sendiri. Model Inquiry dengan metode demonstrasi memunculkan keaktifan siswa, kemandirian siswa, dan membentuk pemahaman siswa secara kognitif (intelektual) maupun secara psikomotor. Implementasi model Inquiry dengan metode demonstrasi memberikan pengetahuan dan pengalaman antar teman sejawat didalam kelas, proses seperti ini sangat membantu siswa agar dapat berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan gaya dan bahasa siswa sendiri. Pembelajaran seperti ini memberikan peluang yang sangat besar untuk saling bertukar ide dalam memecahkan masalah sehingga siswa mendapatkan sesuatu yang dirasakan baru tetapi tidak asing dalam pengetahuan mereka. Ketiga.Penggunaan alat peraga meningkatkan efektivitas belajar. Penggunaan alat peraga akan membentuk imajinasi siswa dalam pembelajaran. Media pembelajaran menjadi sangat penting untuk memberikan rangsangan (stimulus) dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga berarti mengoptimalkan fungsi seluruh panca indera siswa dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan menggunakan pikirannya secara logis dan realistis. Pembelajaran yang tidak hanya sekedar menerawang pada wilayah abstrak melainkan sebagai proses empirik yang konkrit dan realistis menjadi bagian dari pembelajaran yang tidak mudah dilupakan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh: (1) ustar (2014) dengan judul Implementasi Metode Demonstrasi Berbasis Multimedia Dalam Pembelajaran Terjadinya Gerhana Bulan dan Matahari. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan kualitas belajar yang dinilai dari keterampilan guru, aktivitas siswa, dan ketuntasan belajar siswa. (2) Ira Daniati (2011) dengan judul Penerapan Metode Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IIS di MAN 2 Probolinggo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan mulai dari pra tindakan sampai penelitian berakhir pada siklus dua. Temuan penelitian ini sejalan oleh pendapat yang dikemukakan oleh Gulo dalam (Sudrajat. 2011). Kondisi-kondisi umum yang timbul dalam pembelajaran Inquiry adalah: pertama, aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi. Kedua, berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya. Ketiga, penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.Suasana kondusif yang diciptakan dalam proses pembelajaran mengundang energi positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa, kesan ini memberikan penguatan bahwa model Inquiry akan menciptakan situasi yang nyaman dan bersahabat untuk keberlangsungan proses belajar mengajar siswa didalam kelas. Edgar Dale dalam (Benawa. 2010) dalam kerucut pengalamannya mengemukakan bahwa tingkat keterlibatan melalui gambar, video, dan demonstrasi mempunyai tingkat daya ingat sebesar 30%. Masih berdasarkan kerucut pengalaman, keterlibatan siswa daam melakukan simulasi memiliki daya ingat sebsar 90 %. Jika dihubungkan dengan kerucut pengalaman pembelajaran Inquirydengan metode demonstrasi menunjukkan keterlibatan siswa melalui penglihatan dan percobaan (simulasi) memiliki daya serap yang tinggi untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Peran alat peraga cukup besar sehingga keterlibatan siswa akan memberikan dampak yang signifikan dalam pembelajaran.
1052
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Gambar 4. Kerucut Pengalaman Edgar Dale dalam (Benawa.2010)
Peningkatan hasil belajar siswa melaui Model Inquiry dengan metode demonstrasi mempunyai peran dalam media kognitif. Sejalan dengan konsep yang diberikan oleh Vygotskydalam (Rieszcha. 2012) bahwa penggunaan alat-alat media kognitif akan berguna untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan pengetahuan tertentu. Alat-alat kognitif dapat berhubungan dengan konsep spontan yang bisa jadi terdapat kesalahan dalam implementasinya dan konsep ilmiah yang terjamin kebenarannya. Untuk membantu anak mengembangkan pengetahuan yang sungguh-sungguh bermakna adalah dengan cara memadukan antar konsep-konsep dan prosedur melalui demonstrasi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasannya disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Inquiry dengan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas X IIS 5 SMA Negeri 8 Batam. Hasil belajar yang terjadi di siklus satu dan direfleksikan pada siklus dua, prosentase ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebesar 47,62%. DAFTAR PUSTAKA Wina, Sanjaya. 2007. “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”. Jakarta: Kencana. Ustar. 2014. Implementasi Metode Demonstrasi Berbasis Multimedia dalam Pembelajaran Terjadinya Gerhana Bulan dan Matahari. Jurnal Vol. 5, No.1 Juli 2014. Daniarti, Ira. 2014. Penerapan Metode Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IIS di MAN 2 Probolinggo. Jurnal Vol. 5, No.1 Juli 2014. Benawa, Arcadius. 2010. Peran Media Komunikasi dalam Pembentukan Karakter Intelektual di Dunia Pendidikan. Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume II, Nomor 1, Juni 2010. Sudrajat, Akhmad. 2011. Pembelajaran Inkuiri. [serial online] https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/12/pembelajaran-inkuiri/. [diakses pada tanggal 14 Oktober 2015] Rieszcha, Kaka. 2012. Teori Pembelajaran Vigotsky. [serial online] https://penembushayalan.wordpress.com/2012/05/26/teori-pembelajaran-vygotsky/. [diakses pada tanggal 16 Oktober 2015]
1053
ISBN :978-602-17187-2-8
PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNINGPADA MATERI DINAMIKA DAN MASALAH KEPENDUDUKANUNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GEOGRAFI KELAS XI IIS SMAN 6 BATAM Deddy Karokaro Guru Geografi SMAN 6 Batam
[email protected] ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan Geografi peserta didik dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada saat kegiatan Cooperatif Learning di kelas XI IIS SMAN 6 Batam materi Dinamika dan Masalah Kependudukan. Rancangan dalam penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus, siklus I yaitu perencanaan pem belajaran, pe laksanaan pem belajaran, observasi, penilaian dan refleksi. siklus II yaitu perbaikan perencanaan pem belajaran dari hasil refleksi, pe laksanaan pem-belajaran, observasi, dan penilaian. Data penelitian dikumpulkan melalui lembar observasi, rekaman video, dokumentasi hasil kerja siswa, dan wawancara. Hasil penelitian diperoleh bahwa Problem Based Learning dapat meningkatkan keterampilan Geografi peserta didik. Hasil penilaian keterampilan geografi peserta didik menunjukkan bahwa kelompok sensus mengalami peningkatan 23 %, kelompok survey 20%, kelompok register 20%, dan secara keseluruhan kelompok mengalami peningkatan dalam melaksanakan keterampilan Geografi. Kata kunci: Problem based learning, Keterampilan Geografi
Rendahnya kemampuan keterampilan peserta didik di kelas XI IIS SMAN 6 adalah suatu kekurangan yang harus diperbaiki didalam kelas. Hal ini terlihat dari kurangnya keterampilan peserta didik dalam memberikan analisis pemecahan masalah yang ada dalam materi pelajaran Geografi dikaitkan dengan per masalahan yang ada dilapangan dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik, peta ataupun peta konsep. Selama ini penulis menyadari rendahnya keterampilan geografi tersebut diakibatkan oleh model pem belajaran yang kurang tepat pada materi yang dapat menggali keterampilan geografi peserta didik. Selama ini pembelajaran banyak didominasi metode ceramah, alasan guru melakukan pembelajaran dengan ceramah adalah masalah waktu yang efisien dan lebih mudah untuk dilakukan. Dengan ceramah, materi yang banyak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Hal ini terjadi karena dalam metode ceramah hanya sekedar memberitahukan saja, tanpa penanaman pemahaman yang baik. Banyak penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah memiliki banyak kelemahan (Transita Pawartani, 2013; Henri Donan, 2013, Harirul Nur Fadilah, 2013). Transita Pawartani (2013) menjelaskan bahwa selama ini keaktifan siswa dalam proses belajar dirasakan sangat kurang karena selama aktivitas belajar siswa di dalam kelas tidak memicu keaktifan siswa karena guru cenderung mengajar dengan metode ceramah. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Henri Donan (2013) bahwa permasalahan yang muncul terkait dengan metode adalah penggunaan metode ceramah yang lebih dominan karena penggunaan metode ceramah secara terus menerus tanpa diselingi dengan metode lain akan membuat siswa merasa bosan sehingga hilang konsentrasinya dalam mengikuti pelajaran. Hairul Nur Fadillah (2013) juga mengatakan bahwa pada umumnya yang melatar belakangi rendahnya keterampilan dan penguasaan materi pembelajaran secara praktis salah satunya adalah kurangnya motivasi siswa dalam menyerap materi pembelajaran dan informasi dari berbagai sumber termasuk guru dan kurangnya media, guru sangat monoton dan kurang variatif. Dalam hal ini guru banyak melakukan aktivitas ceramah. Dalam metode ceramah, guru hanya menyalin materi di buku untuk disampaikan ke siswa. Sehingga cenderung lebih mengutamakan ranah kognitif dan melupakan ranah psikomotorik terutama dalam peningkatan keterampilan geografi peserta didik. Hal ini bertentangan dengan pembelajaran yang ideal. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 19, ayat 1 mengamanatkan bahwa: Proses pem belajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
1054
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk mengembangkan kreativitas peserta didik dalam pemecahan masalah maka pembelajaran yang yang lebih tepat adalah problem based learning. Hal ini didukung oleh penelitian Hapsa Usman Hidayat (2013) menegaskan bahwa Pembelajaran model Problem Based Learning, menuntut guru berperan menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Dalam hal ini masalah yang diajukan adalah masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa. Problem Based Learning (PBL) dalam proses pembelajaran lebih melibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuan dapat diserap dengan baik, melatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain, mengakses pengetahuan dari berbagai sumber. Oleh karena itu penelitian ini menerapkan Problem based learning (PBL) dalam pembelajaran materi Dinamika dan Masalah Kependudukan di kelas XI IIS SMAN 6 Batam. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan dua siklus. Kedua siklus tersebut terlihat pada bagan berikut. Rancangan penelitian ini dimulai dengan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Gambar. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas
Prosedur pelaksanaan penelitian diuraikan sebagai berikut. Siklus I a. Perencanaan. Pada tahap perencanaan kegiatan pem belajaran sebagai berikut (1) guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran untuk kompetensi dasar menyajikan laporan observasi tentang dinamika dan masalah kependudukan serta sumber daya manusia di Indonesia dengan memperhatikan prinsip-prinsip Geografi dalam bentuk makalah atau publikasi lainnya. Dengan indikator dapat membuat laporan observasi tentang dinamika dan masalah kuantitas kependudukan dalam bentuk narasi dan tabel ataupun grafik. Rencana pelaksanaan pem belajaran mengacu kepada sintaks pembelajaran Problem Based Learning: Orientasi peserta didik kepada masalah, mengorganisasikan peserta didik kepada masalah, membimbing penyelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. (2) menyiapkan lembar pengamatan siswa. (3) menyiapkan lembar pengamatan guru dan observer. (4) menyiapkan rencana penilaian. b. Pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan tindakan siklus I berlangsung 2 x pertemuan dengan alokasi waktu 4 x 45’. Tahap pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan Problem Based Learning. Penerapan tersebut disusun dalam kegiatan pembelajaran yang meliputi pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. c. Observasi. Kegiatan Observasi dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Tujuan kegiatan tersebut untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara mendalam dan menyeluruh. Observasi dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan satu kolaborator, yaitu teman sejawat yang ikut serta melakukan pelatihan Teacher Quality Improvement Programe yang bernama Dian Eka Budiarti. Fokus observasi adalah proses penerapan tindakan yang dilakukan siswa maupun guru. Aktifitas siswa meliputi pengamatan terhadap materi melalui gambar dan video yang memuat permasalahan, mengemukakan pendapat dan bertanya. Aktifitas guru meliputi apersepsi, menerapkan sintaks Problem Based Learning, dan menutup pembelajaran: menyimpulkan, memberi tugas dan arahan persiapan materi untuk siklus II. 1055
ISBN :978-602-17187-2-8
d. Refleksi. Dalam refleksi hasil-hasil observasi dibahas bersama oleh guru dan observer. Pada akhir siklus I diperoleh gambaran dampak penerapan pembelajaran Problem Based Learning. Hasil pembahasan yang diperoleh merupakan refleksi dari apa yang telah terjadi selama penerapan tindakan siklus I. Jika ditemukan permasalahan pada siklus I digunakan untuk pertimbangan dalam menyusun perencanaan tindakan pada siklus II. Siklus II a. Perencanaan. Dalam perencanaan siklus II ini kegiatan yang dilakukan adalah: (1) guru dan observer mempelajari hasil refleksi dari tindakan siklus I yang menjadi masukan dalam melakukan tindakan yang lebih efektif pada siklus II, (2) pada prinsipnya persiapan siklus II sama dengan siklus I perbedaannya hanya pada indikator dapat membuat laporan observasi tentang dinamika dan masalah kualitas kependudukan dalam bentuk narasi dan tabel ataupun grafik, (3) mempersiapkan media sesuai dengan indikator. b. Pelaksanaan tindakan. Pada siklus ke II tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan pada siklus I yang telah direfleksi. c. Observasi. Tahapan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, hal-hal yang diamati sesuai dengan siklus I disesuaikan dengan kondisi lapangan dan hasil refleksi pada siklus I. d. Refleksi. Hasil pengamatan dibahas oleh guru bersama kolaborator untuk mem peroleh gambaran dampak penerapan model Problem Based Learning. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 6 Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas XI IIS yang berjumlah 12 peserta didik. Penelitian dilakukan awal oktober 2015. Pengambilan Data. Data penelitian ini berupa hasil observasi keterampilan Geografi dan perilaku peserta didik. Data tersebut dikumpulkan dengan prosedur berikut: (1) portofolio, data ini diperoleh dari karya siswa secara kelompok. (2) observasi, data ini diperoleh dari keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam penerapan model Problem Based Learning. (3) catatan lapangan, merupakan data yang diperoleh dari catatan lapangan berupa kegiatan yang tidak tercantum dalam lembar observasi, seperti jumlah siswa yang tidak hadir, situasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung, kerjasama siswa dalam pembelajaran, dan jumlah siswa yang memperoleh nilai peningkatan keterampilan Geografi. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: (1) skor keterampilan yang diperoleh dari lembar penilaian portofolio. (2) skor aktifitas belajar siswa yang diperoleh dengan lembar observasi pembelajaran. (3) catatan lapangan yang berkaitan dengan aktifitas belajar siswa dalam proses pembelajaran yang tidak tercakup. Analisis data dilakukan setiap kali pemberian tindakan berakhir, analisis data tersebut dilakukan secara kuantitatif. selain itu analisis dilakukan secara deskriptif untuk data yang bersifat kualitatif. Indikator keberhasilan tindakan keterampilan geografi siswa kelas XI IIS SMAN 6 Batam ditentukan dengan cara sebagai berikut: (1) dengan melihat perubahan keterampilan geografi antara tindakan pada siklus II dan siklus I, keberhasilan tindakan di siklus II diketahui dengan adanya selisih skor antara tindakan siklus II dan siklus I. (2) indikator keberhasilan tindakan ditentukan oleh peneliti yaitu apabila siswa kelas XI IIS SMAN 6 Batam menunjukkan peningkatan aktifitas dan keterampilan Geografi. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Hasil penelitian pada siklus I untuk pertemuan I dari sisi proses dapat diuraikan sebagai berikut: (1) guru membuka pelajaran dengan memberikan salam selamat pagi, memberikan pertanyaan yang mengarah ke materi pelajaran, dan menyampaikan tujuan pembelajaran. (2) guru melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menunjukkan orientasi masalah dinamika dan kuantitas penduduk seperti ledakan penduduk dan akibat yang ditimbulkan, penduduk yang tidak merata, tingkat kematian dan kelahiran yang tinggi dalam bentuk gambar dan video tentang kuantitas penduduk, memberikan rangsangan untuk mengemukakan masalah, membagi siswa kedalam 3 kelompok yang heterogen terdiri atas 4 orang, membimbing individu maupun kelompok untuk melaksanakan penyelidikan kelapangan yang terkait dengan masalah yang sudah dikemukakan sebelumnya. (3) memberikan arahan informasi untuk pengumpulan hasil karya peserta didik di pertemuan berikutnya. Pada pertemuan II prosesnya dapat diuraikan sebagai berikut: (1) di pendahuluan guru memberikan apersepsi tentang materi yang sebelumnya 1056
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
tentang masalah-masalah yang timbul dari kuantitas penduduk di indonesia. (2) dikegiatan inti guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan masalah kuantitas penduduk dalam bentuk laporan portofolio yang dibuat dalam power point dengan mengembangkan keterampilan analisis geografi, membuat peta konsep, gambar ataupun grafik, guru mempersiapkan lembar penilaian keterampilan hasil karya peserta didik. (3) guru memberikan apresiasi terhadap hasil karya kelompok, bersama-sama dengan observer guru melakukan refleksi pada siklus I untuk perbaikan di siklus II Hasil refleksi yang dilakukan oleh observer sebagai berikut: (1) peserta didik tidak terbiasa dengan masalah yang ditayangkan dalam video. (2) tidak semua siswa berani mengemukakan pendapatnya. (3) kurangnya wawasan siswa tentang materi, sehingga sulit menemukan masalah. (4) setelah diterangkan dengan gambar dan video peserta didik mudah memahami materi. (5) terjadinya kesalahan teknis seperti listrik yang tidak stabil. Maka perbaikan dari hasil refleksi diatas adalah: (1) memberikan contoh masalahmasalah yang sering terjadi dan bisa dilihat dilingkungan sekitar dalam bentuk gambar dan video. (2) supaya semua peserta didik mau mengemukakan pendapat, maka seluruh siswa menuliskan hasil pendapatnya dalam kertas. (3) memberikan referensi materi dalam bentuk copyan yang diberikan sebelum materi di siklus II dilakukan. (4) meningkatkan lagi kualitas gambar dan video yang lebih relevan dengan materi di siklus II. (5) sebelum melakukan siklus II maka guru mempersiapkan listrik supaya lebih stabil. Setelah siklus I selesai dilakukan maka guru melakukan wawancara dengan peserta didik terhadap kesulitan-kesulitan yang dialami pada saat kegiatan pembelajaran dengan model Problem based Learning sebagai berikut: (1) Guru: “apa kesulitan kelompokmu dalam pembuatan media?” Siswa: “ kami sulit membuat tabel, grafik di power point pak.”(2) Guru: “apa kesulitan kelompokmu dalam memberikan analisis dari permasalahan yang ditemukan?” siswa: “kami ragu-ragu membuat analisis takut salah pak”. (3) guru: “apakah pembelajaran model Problem Based Learning menarik bagi kamu?” siswa: “iya pak, karena kami bisa lebih fokus dan termotivasi untuk belajar mencari informasi dilapangan”. (4) guru: “apa kendala dari kelompokmu secara keseluruhan?” siswa: waktu mengerjakan tugasnya terlalu singkat pak” Saran perbaikan dari hasil wawancara dengan siswa sebagai berikut:(1) mengajarkan cara membuat grafik dan tabel di power point. (2) mengajarkan peserta didik untuk membuat analisis dengan sederhana dan mencari mengapa fenomena atau masalah itu yang muncul. (3) meningkatkan kualitas media pembelajaran dan perbaikan rancangan pelaksanaan pembelajaran. (4) memberikan tambahan waktu dan menyederhanakan tugas. Siklus II Hasil refleksi dari siklus I digunakan untuk memperbaiki siklus II. Dari sisi proses dapat diuraikan sebagai berikut: (1) guru membuka pelajaran dengan memberikan salam dan menanyakan kabar “ apa kabarnya anak-anak bapak yang manis, siswa: “Alhamdulilah sangat baik pak (sebagian peserta didik: luar biasa), menanyakan materi tentang dinamika dan masalah kualitas penduduk yang sudah diberikan sebelumnya dalam bentuk copyan materi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran. (2) guru melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menunjukkan orientasi masalah dinamika dan kualitastas penduduk seperti tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan kebiasaan hidup, memberikan rangsangan berupa gambar dan video yang lebih nyata dilapangan seperti kualitas penduduk kota batam untuk memunculkan masalah, membagi siswa kedalam 3 kelompok yang heterogen yang berbeda anggotanya dari kelompok pada siklus I. terdiri atas 4 orang, menugaskan ke peserta didik untuk mengemukakan pendapat tentang masalah yang ditemukan dalam bentuk tulisan diselembar kertas, membimbing individu maupun kelompok untuk melaksanakan penyelidikan kelapangan yang terkait dengan masalah yang sudah dikemukakan dalam bentuk tulisan, memberikan kembali arahan teknis singkat cara pembuatan portofolio yang baik didalam power point dan juga mengarahkan peserta didik dalam membuat analisis seperti: mencari hubungan atau relasi antara gejala yang satu dengan yang lain pada materi dinamika dan kualitas penduduk, membandingkan fenomena yang terjadi dengan fenomena yang lain, dan mengemukakan mengapa fenomena itu bisa terjadi. (3) memberikan arahan informasi untuk pengumpulan hasil karya peserta didik di pertemuan berikutnya. Pada pertemuan II prosesnya dapat diuraikan sebagai berikut: (1) dipendahuluan guru memberikan apersepsi tentang hasil karya siswa. (2) dikegiatan inti guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan masalah kuantitas 1057
ISBN :978-602-17187-2-8
penduduk dalam bentuk laporan portofolio yang dibuat dalam power point dengan mengembangkan keterampilan analisis geografi, membuat peta konsep, gambar ataupun grafik dan mempersiapkan listrik untuk kelancaran presentasi, guru mempersiapkan lembar penilaian keterampilan hasil karya peserta didik. (3) guru memberikan apresiasi terhadap hasil karya kelompok “mari kita berikan aplaus yang meriah untuk semua kelompok, semuanya sudah melakukan kerja yang bagus”, bersama-sama dengan observer guru melakukan refleksi pada siklus II untuk perbaikan di materi pelajaran yang lain dikelas yang berbeda. Dari hasil observasi perilaku maka diperoleh data peserta didik sebagai berikut: peserta didik yang mengalami peningkatan perilaku (mau bertanya, memberikan umpan balik, penuh perhatian) sebesar 25 %, yang tidak mengalami peningkatan/stagnan 50% dan yang mengalami penurunan 25 %. Tabel 1. Tabel Observasi Perilaku Siswa Pada Saat Orientasi Masalah Perilaku Rata Mau Memberikan Penuh No Nama 2 Bertanya umpan balik perhatian . sik.I Siklu Siklu Siklu Siklu Siklu Siklu sI s II sI s II sI s II 3 3 3 3 4 4 3,3 1 Eka Nur Ainiyah 4 3 3 3 4 4 3,5 2 Eka Puji Lestari 4 3 4 4 4 4 3,8 3 Hafidz 3 3 3 3 4 4 3,3 4 Mardy 3 3 3 3 4 3 3,2 5 M. Harianto 4 3 3 4 4 4 3,7 6 Machfud Hidayat 3 3 3 3 4 4 3,3 7 M. Syapuan R 3 3 3 3 4 4 3,3 8 Purwanti 3 3 3 3 4 4 3,3 9 Riska 4 4 3 4 4 4 3,8 10 Siti Yulia Sari 3 3 3 4 4 4 3,5 11 Tri Ari Lestari 4 4 3 4 4 4 3,8 12 Tri Ismatun Nissak
Rata 2 Sik.II
Keteranga n peningkata n perilaku
3,3
tetap
3,3
turun
3,7 3,3 3,0
turun tetap turun
3,7
tetap
3,3
tetap
3,3 3,3 4,0
tetap tetap naik
3,7
naik
4,0
naik
Dan untuk mendapatkan data dan pemecahan masalah dari materi dinamika dan masalah kependudukan maka hasil observasi yang dilakukan peserta didik dikantor kelurahan dan rumah penduduk, peneliti memperoleh hasil kerja berupa presentasi dan analisis masalah dari siklus I dan siklus II. Tabel 2. Penilaian Keterampilan Geografi N NAMA Keterampila Keterampila O KELOMPO n membuat n membuat K media grafik, tabel dan peta Sik.I Sik.I Sik.I Sik.I I I Kel. Sensus 3 4 3 4 1 Kel.Survey 2 3 2 2 2 Kel. Register 3 4 3 3 3
Keterampila n membuat analisis
Ketepatan memperoleh data
jlh skor
Sik.I
Sik. I 4 4 4
Sik. I 13 10 13
3 2 3
Sik.I I 4 3 4
Sik.I I 4 4 4
Sik.I I 16 12 15
Hasil penilaian keterampilan geografi peserta didik menunjukkan bahwa kelompok sensus mengalami peningkatan 23 %, kelompok survey 20%, kelompok register 20%, dan secara keseluruhan kelompok mengalami peningkatan.
1058
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
100% 80% 60% kel.sens us
40% 20% 0% siklus I
Siklus II
Gambar. Grafik Peningkatan Keterampilan Geografi Tabel 3. Hasil Refleksi Guru/Peneliti Melalui Wawancara Dengan Peserta Didik No Daftar Pertanyaan Jawaban Perbaikan di Siklus II Kesulitan apa yang kamu hadapi dalam kami sulit membuat mengajarkan cara 1. pembuatan media presentasi tabel, grafik di power membuat grafik dan point pak. tabel di power point Kesulitan apa yang kamu hadapi dalam kami ragu-ragu mengajarkan peserta 2. pembuatan analisis dari masalah yang membuat analisis didik untuk membuat ada. takut salah pak analisis dengan sederhana dan mencari mengapa fenomena atau masalah itu yang muncul Apakah pembelajaran model seperti iya pak, karena kami meningkatkan kualitas 3. kemarin(PBL) menarik dan bisa lebih fokus dan media pembelajaran menyenangkan bagi kamu termotivasi untuk dan perbaikan belajar mencari rancangan informasi dilapangan pelaksanaan pembelajaran Ceritakanlah kendalamu secara waktu mengerjakan memberikan 4. keseluruhan tugasnya terlalu tambahan waktu dan singkat pak menyederhanakan tugas.
PEMBAHASAN Bahwa penerapan Problem Based learning ini dapat meningkatkan keterampilan geografi peserta didik dalam menganalisis, membuat tabel ataupun grafik. Hal ini dikarenakan model pembelajaran Problem Based Learning merangsang siswa untuk berpikir analisis untuk masalah-masalah pada materi dinamika dan masalah kependudukan dengan masalah nyata yang ada di lingkungan sekitar, dimana model pembelajaran ini dimulai dengan orientasi peserta didik kepada masalah, mengorganisasikan tugas belajar peserta didik yang berhubungan dengan masalah, membimbing penyelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahapan-tahapan sistematis dalam model pembelajaran Problem Based Learning memberikan arahan yang jelas dan sangat memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran baik secara individu maupun kelompok. Sehingga peserta didik memiliki wawasan dalam melaksanakan keterampilan geografi dalam hal analisis, pembuatan tabel ataupun grafik dari suatu masalah yang ditemukan dalam materi pelajaran maupun masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. meningkatnya hasil keterampilan geografi peserta didik dikarenakan penggunaan model pembelajaran Problem based Learning ini mengajak peserta didik terlibat langsung dalam masalah yang diperoleh dengan turun langsung ke lapangan untuk mencari informasi dan data dari masalah yang sudah dimunculkan pada saat kegiatan belajar didalam kelas. Temuan penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian (Abdullah, dkk. 2008) yang menyatakan bahwa bahwa dengan menerapkan model PBL kondisi kelas menjadi lebih aktif, siswa menjadi berani tampil dalam mengungkapkan pendapatnya. Sedangkan kesan dan tanggapan siswa menyatakan bahwa kegiatan belajar jadi lebih menyenangkan dan dapat terlatih memecahkan contoh permasalahan melalui kegiatan praktikum.
1059
ISBN :978-602-17187-2-8
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori belajar Jerome S. Bruner (dalam Abdullah. Dkk. 2008) yang menyatakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning adalah cara belajar yang aktif dimana peserta didik termotivasi untuk menemukan masalah yang berkaitan dengan materi belajar dan berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalahnya. Sehingga model seperti ini akan memberikan pengetahuan yang bermakna kepada peserta didik tanpa harus menghafal pelajaran dan akan menghasilkan ingatan jangka panjang sesuai dengan materi yang dipelajarinya. Penelitian ini juga didukung teori belajar Vygotsky (dalam Abdullah. Dkk. 2008) yang menyatakan bahwa pada prinsipnya perkembangan intelektual peserta didik dapat berkembang dengan baik apabila peserta didik tersebut menghadapi permasalahan baru dan kesulitan mengaitkan masalah tersebut dengan pemahaman masalah yang sudah diketahui sebelumnya, berinteraksi langsung dengan dunia luar, dan adanya peran guru sebagai mediator atau fasilitator dalam proses pembelajaran . KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan keterampilan geografi pada materi dinamika dan masalah kependudukan pada kelas XI IIS SMAN 6 Batam. Hasil penilaian keterampilan geografi peserta didik menunjukkan bahwa kelompok sensus mengalami peningkatan 23 %, kelompok survey 20%, kelompok register 20%, dan secara keseluruhan kelompok mengalami peningkatan. DAFTAR RUJUKAN Donan, Henri, 2013 Meningkatkan Kemampuan Dalam Membuat Motor Lsitrik Melalui Metode Praktek Bagi Siswa Kelas VI SDN.48/Ix Sarang Burung. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Fadillah, Hairul N, 2013 Peningkatan Prestasi Belajar IPA Melalui Metode Demonstrasi Materi Konsep Energi Dan Perubahannya Pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar 011 Tanah Grogot Tahun Pembelajaran 2013. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Hidayat, Hapsa U, 2013 Penerapan Media Belimbing Wuluh Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Ilmiah Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Inpres 2 Jati. Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Pawartani, Transita, 2013 Penerapan Pendekatan Cooperative Think Pair Share Dengan Media Pembelajaran Elektronik Pada Pembelajaran IPA Dalam Kegiatan On-Going Di Kelas IV SD Inpres 13 Arfai Manokwari . Prosiding seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang. Abdullah, dkk. 2008. Implementasi Problem Based Learning (PBL) pada Proses Pembelajaran di BPTP Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia
PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISISPADA MATERI INTERAKSI SPASIAL ANTARA MAIN LANDDAN HINTERLANDKELAS XII IPS 3 SMAN 5 BATAM Meldawati Guru Geografi SMAN 5 Batam
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan analisis siswa dengan model problem based learning di kelas XII IPS 3 materi Interaksi Spasial Antara Main Land dan Hinterland . Rancangan yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang berlangsung
1060
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
dalam 2 siklus.Siklus 1 meliupti perencanaan, observasi,pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. Siklus 2 meliputi perbaikan pembelajaran dan refleksi,observasi, pelaksanaan pembelajaran, peningkatan analisis dan evaluasi.Hasil yang diperoleh pada siklus pertama dengan, 61% tuntas belajar.Pada siklus kedua ketuntasan meningkat menjadi 78% tuntas belajar. Kata kunci : Problem Based Laerning, kemampuan analisis, main land, hinterland
Dengan diterapkannya kurikulum 2013 menuntut siswa dapat menguasai ketuntasan pembelajaran yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap.pada semua mata pelajaran dengan siswa sebagai pusat pembelajarannya.Hal ini menuntut peran guru sebagai pengajar untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif serta dapat menanggulangi segala permasalahan yang muncul selama pembelajaran, maka kondisi kelas perlu diatur dengan baik oleh guru.Agar hal-hal yang dapat menganggu proses pembelajaran tidak terjadi, termasuk guru harus senantiasa memperhatikan keadaan siswa yang lelah atau tidak sepenuhnya kosentrasi terhadap apa yang guru ajarkan, selalu mendorong siswa untuk aktif” berarti siswa yang mendominasi aktifitas pembelajaran, denganini siswa aktif menggunakan pikiran, baik untuk menemukan ide pokok, memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan yang nyata”. (Hisyam , dkk. 2008). Namun kenyataan masih banyak guru yang belum dapat menciptakan suasana pembelajaran yangaktif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang disebut Pakem . Hal ini dapat dilihat dari perilaku siswa selama proses pembelajaran yang tidak semangat, malas, mengantuk bahkan merasa bosan dengan proses pembelajaran yang diberikan oleh guru karena guru lebih banyak berceramahdan mengacu pada silabus serta tidak memperhatikan kondisi psikis siswa, selama proses pembelajaran berlangsung sehingga siswa kelihatan pasif, yang seharusnya aktif dan bersemangat dalam belajar. Dengan proses belajar yang kurang kondusif menyebabkan siswa mengalami pengalaman belajar yang kurang menyenangkan. Seharus “Pengalaman belajar yang mendidik tidak sebatas mengacu pada silabus, namun lebih pada proses ke-terbentukan berbagai pengetahuan, kemampuan, sikap dan nilai yang tersurat dan tersiratsebagai tujuan utuh pendidikan” (Raka Joni, 2005). Hasil pengamatan yang berlangsung selama ini menunjukkan bahwa kemampuan analisis siswa kelas XII IPS 3 masih rendah. Hal itu terlihat dari hasil proses belajar siswa yang masih di bawah kkm, sebagian besar siswa memiliki kemampuan dalam menyajikan materi melalui bahan hafalan semata, akan tetapi tidak memahami dan mengerti secara mendalam mengenai pengetahuan.Kondisi ini di tandai dengan siswa belum mampu menghubungkan materi pelajaran di sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan dan belum mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu terjadi karena banyak faktor, salah satu diantaranya strategi pembelajaran yang kurang tepat yang diterapkan guru dalam proses pembelajaran selama ini. Oleh karena itu perlu perbaikan strategi pembelajaran.Oemar Hamalik mengatakan bahwa strategi pembelajaran adalah keseluruhan metode dan prosedur yang menitik beratkan pada kegiatan siswa pada kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu. (Oemar Hamalik.2005). Hamzah Uno menyatakan bahwa pemilihan strategi pembelajaran hendaknya berdasarkan kriteria sebagai berikut: (1) Orientasi strategi pada tugas pembelajaran, (2) relevan dengan isi materi pelajaran, (3) metode dan teknik yang digunakan, (4) media pembelajaran yang digunakan dapat merangsang indera peserta didik secara simultan. Berdasarkan dari permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran yang tidak tepat maka peneliti mencoba menggunakan model problem based learningyaitu pembelajaran berbasis masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. “Pembelajaran berbasis masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok, antar peserta didik, peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator atau guru.”(Dini Komala Sari, 2013).
1061
ISBN :978-602-17187-2-8
Berangkat dari permasalahan yang selalu dihadapi guru pada saat proses pembelajaran maka penelitian ini menggunakan model problem based learning, dengan menggunakan model yang berbasis masalah ini diharapakan dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan analisis siswa. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus.Silkus 1 meliputi perencanaan, observasi, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi.Silkus 2 meliputi perbaikan dan refleksi, observasi, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi.Observasi di lapangan menggunakan lembar pengamatan, rekaman video dan dokumentasi gambar. Rancangan ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang mencakup dua siklus, siklus pertama dilakukan dalam dua tahap, dimulai dengan tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Prosedur pelaksanaan penelitian diuraikan sebagai berikut :
Siklus I a. Perencanaan. Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran berikut (1) guru menyusun rencana pembelajaran , untuk KD Interaksi main land dan hinterland dengan indikator, RPP yang disusun mengacu pada sintak problem based learning : observasi, merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (2) menyiapkan lembar kerja siswa, (3) menyiapkan perangkat penilaian, (4) mempersiapkan media (5) mempersiapkan lembar observasi siswa. b. Pelaksanaan tindakan . Tahap pelaksanaan tindakan satu siklus dilakukan dalam satu kali pertemuan, dengan alokasi waktu setiap pertemuan 3 X 45 menit. Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah penerapan problem based learning . Penerapan tersebut disusun dalam pembelajaran yang dilakukan dalam pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. c. Observasi. Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Tujuan kegiatan untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara mendalam dan menyeluruh. Observasi dilakukan secara kolaboratif yang melibatkan satu orang kolaborator teman sejawat yang sudah mendapatkan pengarahan dan memiliki kemampuan dalam melakukan pembelajaran dengan model Problem based learning yaitu Ade Prima Wini. Fokus observasi adalah tindakan yang dilakukan oleh siswa dan guru, aktivitas siswa meliputi (1)observasi media, (2) berdiskusi, (3) bertanya, (4) menyampaikan pendapat, dan (5) pengisian lembar kerja. Aktivitas guru yang diamati (1), apersepsi, (2), penyampaian tujuan pembelajaran, (3), menyampaikan langkah-langkah pembelajaran (4) menyimpulkan , (4) memberi tugas, (5) dan memberikan penguatan materi. d. Dalam refleksi hasil-hasil observasi di bahas bersama oleh guru dan observer. Pada akhir siklus I diperoleh gambaran dampak penerapan Problem based learning. Hasil pembahasan yang diperoleh merupakan hasil refleksi dari apa yang telah terjadi selama penerapan tindakan siklus I. Jika ditemukan permasalahan pada siklus I digunakan untuk pertimbangan dalam menyusun perencanaan tindakan pada tahap II. Siklus II
1062
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
a. Perencanaan. Dalam perencanaan siklus II ini kegiatan yang dilakukan adalah : (1) guru dan observer mempelajari hasil refleksi dari tindakan siklus I yang menjadi masukan dalam melakukan tindakan yang lebih efektif pada siklus II, (2) pada prinsipnya persiapan pada siklus II sama dengan siklus I perbedaannya hanya indikator pembelajaran yaitu menganalisis interaksi main land dan hinterland, (3) menyiapkan media pembelajaran sesuai dengan indikator pembelajaran menganalisis interaksi main land dan hinterland, (4) menyiapkan instrumen evaluasi sesuai dengan indikator menganalisis interaksi main land dan hinterland. b. Pelaksanaan tindakan. Pada siklus ke-2 tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaanyang telah dilakukan pada siklus I setelah melalui refleksi. c. Observasi. Tahapan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, hal-hal yang diamati sesuai dengan siklus I. Di sesuaikan dengan kondisi lapangan dan hasil refleksi pada siklus satu. d. Refleksi. Hasil pengamatan dibahas bersama guru dengan kolabolator untuk memperoleh gambaran dampak penerapan model Problem based learning.Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 5 Batam beralamat di jalan kavling lama kecamatan Sagulung Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Subjek penelitian siswa kelas XII IPS 3 sebanyak 41 siswa, dilakukan pada bulan Oktober 2015. Pengambilan data. Instrumen pengumpulan data diambil berdasarkan skor hasil pembelajaran. Data tersebut dikumpulkan dengan prosedur berikut : (1) tes akhir siklus data yang diperoleh dari tes akhir yang digunakan untuk mengukur hasil belajar, (2) observasi, yaitu data yang diperoleh dari keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam penerapan model Problem based learning, (3) catatan lapangan yaitu data yang diperoleh dari catatan lapangan yang berupa kegiatan yang tidak tercantum di dalam lembar observasi, seperti jumlah siswa yang tidak hadir, situasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung, kerjasama siswa dalam pembelajaran, respon siswa terhadap media pembelajaran, dan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas kkm. Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen seperti data nilai awal sebelum pelaksanaan refleksi.Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah (1) skor tes, yang diperoleh dari soal, (2) skor tes aktivitas kerja siswa yang diperoleh dengan lembar observasi proses pembelajaran, (3) catatan lapangan yang berkaitan dengan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang tidak tercakup dalam poin (1) dan (2). Analisis data dilakukan setiap kali pemberian tindakan berakhir analisa tersebut dilakukan untuk data yang berwujud kualitatif. Selain itu analisis dilakukan secara deskriptif untuk data yang berwujud kuantitatif. Indikator keberhasilan tindakan hasil belajar siswa kelas XII IPS 3 SMAN 5 Batam di tentukan dengan cara sebagai berikut : (1) dengan melihat perubahan ketercapaian hasil belajar antara tindakan siklus dua dan tindakan siklus satu. Keberhasilan tindakan pada siklus dua diketahui dari selisih skor antara tindakan siklus dua dan siklus satu, (2) indikator keberhasilan tindakan ditentukan oleh peneliti yaitu apabila siswa kelas XII IPS 3 SMAN 5 Batam menunjukkan peningkatan aktivitas dan hasil.
HASIL PENELITIAN Siklus I Hasil penelitian pada siklus 1 dari sisi proses dapat digambarkan sebagai berikut: (1)guru membuka pelajaran dengan menyapa siswa “gimana kabar hari ini, siap belajar ?” dilanjutkan menyampaikan tujuan pembelajaran yang mengalami perbedaan konsep yang ada pada KD dengan materi yang akan dibahas, (2)guru menunjukkan gambar keruangan main land dan hinterland melalui tayangan gambar untuk diamati siswa, (3)guru menjelaskan dengan singkat materi yang akan dibahas melalui power point yang disajikan, (4)guru membagikan lembaran kerja siswa untuk dikerjakan secara berkelompok yang sudah dibentuk sebelumnya, (5)siswa mengerjakan lembar kerja yang harus didiskusikan serta mengumpulkan data mengenai keruangan main land dan hinterland pada lembar kerja dan mengaitkan pertanyaan lembar kerja dengan temuan lapangan yang diamati siswa, dalam hal ini terlihat siswa antusias terutama bagi siswa yang langsung mengamati ke lapangan, (6)siswa mengomunikasikan hasil diskusi lembar kerja di depan kelas, (7)guru memberikan penjelasan dan penguatan mengenai keruangan main 1063
ISBN :978-602-17187-2-8
land dan hinterland, (8)siswa menjawab soal-soal pilihan ganda analisis sebanyak 10 soal, dalam proses ini siswa terlihat kesulitan dalam menjawab soal, terlihat dari keadaan siswa gelisah sering berpaling ke teman sebelahnya. Hasil pengamatanobserver: (1)sedikit sekali siswa yang berani berpendapat, (2)siswa ada yang masih kelihatan bingung dengan proses pembelajaran yang diajarkan karna adanya konsep yang diganti yaitu desa jadi hinterland dan kota jadi main land, (3)adanya siswa yang terlihat tidak terfokus asyik ngobrol dengan temannya. Saran observer: (1)kedepannya agar guru lebih mendorong dan memotivasi siswa untuk berani berpendapat, (2)guru membuat tulisan yang lebih besar dari konsep yang masih membingungkan siswa, (3)menegur siswa-siswa yang lain terutama yang terlihat tidak acuh pada saat diskusi berlangsung. Siklus II Hasil penelitian pada siklus 2 dari sisi proses dapat digambarkan sebagai berikut: (1)guru membuka pelajaran dengan bertanya, siap melanjutkan yang kita bahas kemarin?”sambil bertanya siswa yang tidak hadir hari ini, (2)guru menyampaikan tujuan dan indikator yang akan dibahas, (3)guru menunjukkan gambar yang harus diamati siswa berupa pompong/pancung yang biasanya digunakan main land dan hinterland dalam melakukan perjalanan antar pulau, (4)guru menjelaskan dengan singkat materi yang akan dibahas melalui powerpoint yang disajikan, (4)guru membagikan lembaran kerja siswa untuk dikerjakan secara berkelompok yang sudah dibentuk sebelumnya, (5)siswa mengerjakan lembar kerja yang berkaitan dengan hasil pengamatan di lapangan dengan referensi yang ada secara berkelompok, (6)siswa mengomunikasikan hasil diskusi lembar kerja di depan kelas,dalam proses ini siswa semangat menceritakan pengalaman pada saat ke pulau yang mereka amati, (7)guru memberikan penguatan dan refleksi mengenai interaksi main land dan hinterland, (8)siswa menjawab soalsoal pilihan ganda analisis sebanyak 10 soal. Hasil pengamatan observer pada silkus 2 seperti: (1)adanya kelompok yang lebih dominan dalam diskusi, biasanya siswanya itu-itu saja, (2)suasana terasa ramai karena dalam proses diskusi siswa tidak sabar dalam menyampaikan pengalaman mereka pada saat ke pulau, (3)siswa-siswa yang tidak ke lapangan lebih banyak diam kurang berpartisipasi dalam diskusi berlangsung Saran observer pada siklus 2 yaitu: (1)hendaknya setiap kelompok diberi durasi yang sama dilakukan secara bergilir setiap kelompok yang mau mengemukan pendapat, (2)pada saat ada siswa yang sedang berbicara lebih dahulu siswa yang lain di fokuskan dulu untuk memusatkan perhatian kepada teman yang sedang berbicara, (3)Siswa yang tidak ke lapangan digilir untuk juga mengeluarkan pendapatnya Proses pembelajaran sudah menetapkan nilai 75 untuk ketuntasan belajar,dari hasil belajar pada siklus 1 diperoleh 61 % siswa tuntas dan 39%tidak tuntas dari jumlah total siswa yang ada di kelas XII IPS 3. Adapun hasil ketuntasan siswa dapat digambarkan pada grafik berikut. Hasil Ketuntasan Siswa Dalam Menjawab Soal-Soal Analisis Dapat Di Tampilkan Pada Tabel Berikut. No Ketuntasan Siklus 1 Siklus 2 1 Tuntas 61% 78% 2 Tidak tuntas 39% 22% Data Ketuntasan Siswa Dapat Di Lihat Pada Grafik 1. 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 tidak tuntas
tuntas
Grafik 1. Hasil Pembelajaran Siklus I
1064
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Sedangkan hasil belajar siswa yang dilakukan pada siklus II, menunjukkan, hasil 78% tuntas dan 22% tidak tuntas, data ketuntasan siawa dapat dilihat pada grafik 2. 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 tidak tuntas tuntas Grafik 2. Hasil Pembelajaran Siklus II
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan problem based learning dapat meningkatan hasil belajar dan kemampuan analisis siswa. Hal itu di duga dapat terjadi karena beberapa faktor: (1)sintak problem based learnig yang merupakan pedoman penerapan metode mampu meningkatkan kemanpuan analisis siswa, (2)model problem based learning meningkatkan aktifitas dan mandiri siswa, (3)pada saat pembelajaran membawa siswa dalam dunia nyata. Hasil penelitian berbasis masalah ini sejalan dengan teori belajar menurut Bruner,yaitu terdapat dua ciri konsep belajar pertama tentang discovery yaitu mengarahkan agar peserta didik mandiri dalam menemukan, mengolah, memiliah dan mengembangkan, kedua teori scodiery bahwa adanya pengulangan-pengulangan terhadap pengetahuan yang sama namun diulang dengan pembahasan yang lebih luas dan mendalam. Teori Bruner juga menyatakanproses pembelajaran itu mampu membantu cara belajar peserta didik yang baik, sehingga peserta memiliki motivasi yang kuat untuk tetap semangat dalam belajar. Memberikan kepercayaan tersendiri bagi peserta didik karena mampu menemukan, mengolah, memilah dan mengembangkan pengetahuan sendiri, Konsep ini berpusat pada peserta didik, dan guru hanya membantu saja. Menurut Stepien, dkk yang dikutip I Wayan bahwa Problem basedlearning suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memcahkan masalah. Dalam penerapan model problem based learning dapat memberikan respon positif bagi siswa, karena siswa dapat saling membantu dan mengajarkan dalam memahami materi yang diajarkan sehingga memudahkan siswa dalam menyerap materi yang diajarkan, selain itu, respon positif dari model pembelajaran ini dapat menumbuhkan solidaritas dan tanggungjawab siswa dalam menyelesaikan soal serta memecahkan masalah pada lembar kerja siswa (Rabiatul, 2008) KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya bahwa penerapan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan analisis siswa pada materi interaksi main land dan hinterland di kelas XII IPS 3 SMAN 5 Batam. DAFTAR RUJUKAN Abdullah,dkk.2008.Implementasi Problem Based Learning(PBL) pada proses pembelajaran di BPTP.Bandung.Universitas Pendidikan Indonesia Adawiyah,R.(2008).Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Aktifitas Siswa(online),http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5260/1/103259Robiatul%20Adawiyah-FITK.PDF 1065
ISBN :978-602-17187-2-8
Budiningsih,C Asri. Pembelajaran Yang Mendidik(online).http://core.ac.uk/download/pdf/11059120.pdf.di akses tanggal 17-102015 Komala,S.2013.PembelajaranBerbasis Masalah.(online),http://dinikomalasari.wordpress.com/2013/12/27pembelajaran-berbasismasalah-problem-learningpbl/.diakses tanggal 16-10-2015 Hisyam, Z.2008.Strategi Pembelajaran Aktif. Pustaka Insan Madani. Yogyakarta.Anggota Ikapi N0.048/DIY/06 Nurhayati, 2008. Model Pembelajaran Problem Based Learning secara efektif akan membantu meningkatkan aktifitas belajar siswa karena mengharuskan siswa untuk aktif dalam tahapan diskusi kelompok(online), diakses tanggal 16-10-2015 Suyadi,2012.Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.Mentari Pustaka.Yogyakarta
PENERAPAN DISCOVERY LEARNINGUNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X IPS 2 SMA 14 BATAM PADA MATERI HIDROSFER Yasnidarwita
[email protected] Abstrak: penelitian ini bertujuan meningkatakan hasil belajar geografi dengan penerapan model discovery learning pada materi hidosfer. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang berlangsung dalam 2 siklus. Hasil penelitan menunjukan penerapan discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar belajar siswa. Hal itu terlihat dari rata-rata nilai siklus 1 sebesar 68,82 dan pada siklus 2 sebesar 70,54. Kata kunci: discovery learning,hasil belajar
Hasil belajar geografi meliputi pengetahuan ,keterampilan dan sikap pengetahuan geografi pada materi litosfer,hidrosfer,pedosfer keterampilan geografi, grafik tabel,peta konsep,sikap geografi.Dalam kurikulum 2013 pengetahuan geografi berkaitan dengan hidrosfer keterampilan berkaitan narasi,sikap peduli. Hasil observasi atau refleksi awal menunjukan hasil belajar bahwa nilai siswa kls X IPS2untuk materi hidrosfer belum mecapai ketuntasan minimal yang diharapkan. Hal itu ditujukan oleh nilai hasil tes ulangan harian sebelum penelitian tindakan kelas (PTK) berlansung. Nilai ketuntasan siswa minimal rata-rata ulangan siswa 50% dibawah KKM. Faktor ketidak tuntasan tersebut disebabkan oleh (1) tidak mengunakan media dengan baik,(2)model pembelajaran yang kurang tepat,(3) guru terbiasa dengan pembelajaran kurikulum yang sebelumnya. Oleh sebab itu perlu tindakan untuk memecahkan masalah tersebut.Dalam penelitian ini digunkan metode discoveri learning.Discovery learning adalah METODE Dalam pelaksanaan penelitian bertujuan untuk mengetahui keadaan siswa selama proses pembelajaran berlansung,dengan mengunakan model pembelajaran Discovery Learning yang memuat sintas-sintak. Rancangan penelitian ini mengunakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksankan 2 tahapan siklus.Dibawah ini bagan penelitian tindakan kelas ( PTK )
1066
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Pada bagan diatas ,masing-masing siklus terdiri dari 2 tahapan, pelaksanaan observasi, prosedur pelaksanaan penelitian, diuraikan sebagai berikut: SIKLUS 1 a.Perencanaan. Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran sebagai berikut; (1) guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran untuk menganalisis hubungan antara manusia dengan lingkungan,sebagai akibat dari dinamika hidrosfer. Rencana pelaksanaan penilaian yang disusun mengacu pada sintak pembelajaran discovery learning. (2)lembaran pengamatan media dengan menampilkan gambar waduk sungai ladi,dam durian angkang ,setelah mengamati gambar siswa menuliskan manfaat air sungai ladi,manfaaf dam durian angkang terhadap masyarakat kota Batam secara umum ,siswa menyampaikan kembali yang mereka tulis tentang manfaat air sungai ladi dan manfaat air dam durian angkang, (3) siswa membawa lembaran observasi untuk melakukan wawancara dengan masyarakat, tentang berapa m3 pemakaian rata-rata air dalam dalam satu bulan. (4) lembaran pengamatan guru, guru memotipasi siswa terkait dengan topik pembelajaran air tanah ,air danau melalui sintak stimulasi(pemberian rangsangan),problem statemen (pertanyaan),data collection(pengumpulan data),data prosesing (pengolahan data),verification (pembuktian), generalization (menarik kesimpulan). Siswa mengisi lembaran kerja siswa (LKS), mengamati, apersepsi mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan kehidupan (pengetahuan siswa),menyampaikan tujuan pembelajaran,memilih karakter peduli,mengaktifkan siswa,saling bekerjasama,menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, menyajikan fakta, konsep, prinsip, prosedur,teori secara jelas dan terstruktur.Keterlaksanaan sintaks stimulasi, pertanyaan,pengumpulan data,pengolahan data,pembuktian,menarik kesimpulan,pengunaan media pembelajaran sesuai dengan tujuan, memanfaatkan media pembelajaran dengan efektif dan efiseien,refleksi yaitu mendorong siswa mengungkapkan kesulitan yang masih dihadapi, membantu siswa membuat kesimpulan,melakukan penilaian yang sesuai dengan KD,apakah secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan RPP.(5)menyiapkan rencana penelitian. b. Pelaksanan Pelaksanaan siklus 1 berlangsung 2 kali pertemuan dengan alokasi waktu 2x45 menit .Tahap ini dalam pelaksanaan model pembelajaran Discoveri learning yang terdiri dari penerapan pendahuluan, kegiatan inti,penutup. c.Observasi Observasi yang dilakukan pada pelaksanaan berlangsung.Tujuan pelaksanna tersebut untuk mendapatkan data secara menyeluruh.observasi dilakukan secara klaboatif siapa diaseorang atau teman sejawat yang sudah dilatih.Kolaborasi yang benama NELY.Fokus observasi dilakukan aktivitas siswa yaitu diskusi,dan bertanya,menjawab pertanyaan,dan memberikan tangapan,membuka pelajaran atau apersepsi,menjelaskan. d. Refleksi Dalam refleksi hasi-hasil observasi dibahas bersama oleh guru dan observer. Pada akhir siklus 1 diperoleh gambaran dampak penerapan pembeljaran. Hasil pembahasan yang diperoleh 1067
ISBN :978-602-17187-2-8
merupakan refleksi dari apa yang telah terjadi selama tindakan siklus1, jika ditemukan permasalahan siklus 1digunakan untuk pertimbangan menyusun perencanan pada siklus 2. Siklus 2 Pada tahap perencanaan siklus II ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1)guru dan observer merefleksi dari tindakan siklus I yang menjadi masukan dalam melakukan tindakan pada siklus II, (2) pada siklus II,indikator sesuai dengan materi perairan laut,(3) mempersiapkan media yang sesuai dengan indikator.Pelaksanaan tindakan pada siklus II, tindakan dilakukan sesuai dengan perencanan pada siklus 1 yang telah direfleksi, (1) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran untuk menganalisis hubungan antara manusia dengan lingkungan,sebagai akibat dari dinamika hidrosfer. Rencana pelaksanaan penilaian yang disusun mengacu pada sintak pembelajaran discovery learning, (2)lembaran pengamatan media dengan menampilkan gambar laut (pelebuhan makobar)dan laut yang ada disekitar barelang (laut dibawah jembatan I barelang),setelah mengamati gambar siswa menuliskan manfaat laut terhadap kehidupan masyarakat kota Batam secara umum,siswa menyampaikan kembali yang mereka tulis tentang manfaat laut, (3) siswa membawa lembaran observasi untuk melakukan wawancara dengan masyarakat, tentang manfaat laut yang ada disekitar pula Batam, (4) lembaran pengamatan guru, guru memotipasi siswa terkait dengan topik pembelajaran perairan laut melelui sintak stimulasi (pemberianrangsangan),problemstatemen(pertanyaan),data collection(pengumpulan data),data prosesing (pengolahan data),data verification (pembuktian), generalization (menarik kesimpulan). Siswa mengisi lembaran kerja siswa (LKS), mengamati, apersepsi mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan kehidupan (pengetahuan siswa),menyampaikan tujuan pembelajaran,memilih karakter peduli,mengaktifkan siswa,saling bekerjasama,menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, menyajikan fakta, konsep, prinsip, prosedur,teori secara jelas dan terstruktur.Keterlaksanaan sintaks stimulasi, pertanyaan,pengumpulan data,pengolahandata,pembuktian,menarikkesimpulan,pengunaanmediapembelajaran sesuai dengan tujuan, memanfaatkan media pembelajaran dengan efektif dan efiseien,refleksi yaitu membantu siswa disaat pelaksanaan diskusi kelompok agar siswa bisa menyelesaikan mesalah yang dijumpai waktu diskusi. Perencanaan siklus 2 ini kegiatan yang dilakuan adalah: 1) guru dan obsever merefleksi dari tindakan siklus 1yang hubungan antara menjadi masukan dalam atau melakukan tindakan yang lebih efektif pada siklus II, (2)pada siklus II indikator sesuai materi perairan laut, (3)mempersiapkan media yang sesuai dengan indikator. a. Pelaksanaan tindakan pada siklus 2, tindakan dilakukan sesuai dengan perencanan pada siklus 1 yang telah direfleksi b. Observasi tahapan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan,hal yang diamati sesuai dengan siklus 1, disesuaikan dengan kondidsi lapang dan hasil refleksi hasil siklus 1 c. Refleksi dilaksanakan guru bersama klaborator untuk memperoleh gambaran sesuai dengan model discovery learning d. Lokasi Lokasi penelitian dilakukan di SMAN 14 Batam dengan alamat jalan tamalatea,kecamatan Batu Ampar, Kota Batam,Propinsi kepulauan Riau. Subjek penelitian adalah siswa kelas XIPS2,yang berjumlah 28 orang, penelitian dilakukan pada bulan oktober 2015. Data penelitian ini berupa nilai skor hasil tes ,data tersebut dikumpulkan dengan prosedur sebagai berikut: (1)tes akhir siklus yaitu data diperoleh data akhir siklus berupa hasil tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar berdasarkan tingkat ketuntasan, (2)observasi yaitu data yang diperoleh disaat keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru dalam penerapan model Discoveri learnig, (3)catatan lapangan yaitu data yang dari catacan lapangan berupa kegiatan yang tidak tercantum dalam lembar obsevasi,jumlah siswa yang tidak hadir1 orang,situsi saat pembelajaran barlangsung tertib dan nyaman. Kerjasama dalam pembelajaran jumlah siswa yang memproleh nilai diatas KKM seperti data yang diperoleh dari hasil wawancara. Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah: (1)skor tes yang diperoleh dari soal objekti soal esay forto polio, (2)skor hasil aktifitas siswa yang diperoleh dari lembaran obsevasi,(3)catacan lapangan yang berkaitan dengan akitfitas siswa dalam pembelajaran yang tidak tercakup pada poin 2. 1068
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
Analisis data. Analisis data dilakukan setiap kali pemberian tindakan terakhir, selain itu analisis dilakukan secara deskriptif untuk data yang bersifat kualitatif.Indikator keberhasilan tindakan yang hasil belajar siswa kelasX IPS 2. Ditentukan dengan cara Sebagai berikut: (1) melihat perubahan hasil belajar antara tindakan siklus 1 dan siklus 2 keberhasilan, tindakan siklus 2 dengan selisih skor siklus 1 dan2 tindakan keberhasilan ditentukan oleh penelitian yaitu apabila siswa menunjukan peningkatan aktivitas hasil belajar. HASIL PENELITIAN Siklus I Hasil pada siklus 1dari sisi proses dapat digambarkan sbb: (1)guru membuka pembelajaran melakukan apersepsi mengaitkan dengan pelajaran minggu yang lalu tentang curah angin, mengajak anak untuk berdoa sebelum memulai pembelajaran,dan meyampaikan tujuan,mengecek kehadiran siswa dengan memperhatikan bangku yang kosong, (2)melaksanakan kegiatan pembelajaran yang dimulai mengenalkan langkah-langkah discovery learning,(3)membagi atas beberapa kelompok diskusi, (4)menunjukkelompok yang akan menampilkan hasil diskusi,(5)Guru mengenalkan langkah,discovery learning dan membagi atas beberapa kelompok diskusi yang memaparkan jenis danau berdasarkan proses terjadi nya, (6)guru membuat kesimpulan bersama siswa. Observer (1) dalam menyajikan tentang konsep dan prinsip tidak berstruktur (2)tidak mendorong untuk menjawab soal yang sulit bagi siswa.Refleksi mengungkapkan kesulitan yang dihadapi siswa soal tentang kaitan sumber air dengan ketersiaan air yang ada di Batam,”bu, soalnya kami tidak mengerti”,saran observer(1)tidak membantu siswa membuat kesimpulan (2)belum secara keseluruhan alokasi waktu,kegiatan inti sesuai dengan RPP. Siklus II Hasil pada siklus 1dari sisi proses dapat digambarkan sbb: (1)guru membuka pembelajaran melakukan apersepsi mengaitankan dengan pelajaran minggu yang lalu tentang jenis danau, (2)guru mengajak anak untuk berdoa sebelum memulai pembelajaran,(3) menyampaikan tujuan pembelajaran,(4) mengecek kehadiran siswa dengan memperhatikan bangku yang kosong, (5)guru melaksanakan kegiatan pembelajaran yang dimulai mengenalkan langkah-langkah disovery learning,(6)guru menyuruh siswa duduk sesuai dengan kelompok diskusi yang telah ditetapkan pada bulan september,(7)siswa mengacungkan tangan bagi kelompok yang akan tampilmempresentasikan jenis laut berdasarkan letaknya mengunakan media peta,(8) guru membuat kesimpulan bersama siswa, (9)guru melaksanakan ulangan harian bentuk soal objektif dan soal esay waktu 1x45 menit. Refleksi temuan observer: (1) Refleksi mengungkapkan kesulitan yang dihadapi siswa soal tentang kaitan sumber air dengan ketersiaan air yang ada di Batam, “bu, soalnya kami tidak mengerti”,saran observer(1)tidak membantu siswa membuat kesimpulan, (2)belum secara keseluruhan alokasi waktu,kegiatan inti sesuai dengan RPP.Berdasarkan tabel 1 Nilai Tutas Belum tuntas
Siklus I 46,43% 53,57%
Siklus II 60,71% 39,29%
Dari tabel diatas terlihat tindakan pada siklus I nilai anak yang mengalami ketuntasan belajar 46,43%,sedangkan anak yang nilai belum tuntas sebesar 53,57%. Hasil belajar siswa pada siklus II nilai anak yang mengalami ketuntasan 60,71%. Setelah melalui perbaikan pembelajaran melalui hasil refleksi pada siklusI menunjukan adanya peningkatan nilai yang tuntas sebesar 24,28%. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan discovery learning terdapat peningkatan hasil belajar dapat terjadi karena beberapa faktor: (1)dengan menggunakan media yang baik sehingga terjadinya pembelajaran yang menyenangkan dengan stimulus berupa media gambar. Keterlibatan siswa dalam kegiatan mengobservasi media pembelajaran akan memudah siswa untuk mengingat pelajaran yang sudah diberikan.Media menurut Heminegari (tanpa tahun)mempunyai fungsi untuk meningkatakan mutu proses belajar mengajar.Sejalan dengan pendapat Herminagari, Levie & Lents (1982)juga mengemukakan empat fungsi pembelajaran 1069
ISBN :978-602-17187-2-8
pertama (1)atensi, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual, (2)fungsi atensi,yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran teks yang bergambar dimana gambar atau lambang visual atau gambar memperlancar pencapaiaan tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar,(4)Fungsi kompensatoris terlihat darihasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali kedua (2)pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yaitu discovery learning membangun pengetahuannya sendiri, serta mampu menggunakan penalarannya dalam memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi. Pembelajaran discovery (discovery learning) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh J. Bruner berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis (Depdiknas, 2005). Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip prinsip hasil penelitan ini sejalan teori (Slavin, 1994). Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pembelajaran penemuan memiliki kelebihan-kelebihan membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses kognitif sejalan dengan teori (Ilahi, 2012). Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery Discovery . Dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip. Sejalan dengan teori (Sulipan, 2011), ketiga mengembangkan kemampuan berpikir kognitf usaha untuk penemuan merupakan kunci proses ini, pertumbuhan kognitif/perkembangan intelektual sehingga bisa berkembang dengan cepat dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri sejalan dengan teori Piaget(dalam Pristiadi Utomo, tidak ada tahun) KESIMPULAN Hasil pembahasan berdasarkan hasil penelitian kuantitatif dan pembahasan disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery learning ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X IPS 2 SMAN Batam. DAFTAR PUSTAKA Sulipan. 2011. Metode Pembelajaran Penemuan(Discovery Learning). (Online).(https://sulipan.wordpress.com/2011/05/16/metode-pembelajaran-penemuandiscovery-learning/),diakses 17 Oktober 2015. Widiadnyana I W., Sadia I W., Suastra I W. 2014. Pengaruh Model Discovery LearningTerhadap Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP(Online)(http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnal_ipa/article/viewFile/1 344/1036), diakses 17 Oktober 2015. Utomo, Pristiadi. Tanpatahun.Piaget danTeorinya. (online), (https://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya),diaksestanggal 17 Oktober 2015 Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Penerbit Media Abadi Sudrajat, Akhmad. Pembelajaran Inkuiri: Pengertian, Ciri-Ciri, Prinsip-Prinsip dan LangkahLangkah. (online),https:/akhmadsudrajat.wordpress.com). diakses tanggal 17 Oktober 2015 Handoyo,B.A. 2012 Geografi tantangan dan permasalahan Malang: Geo spektrum. (online), (http/....),diakes 2januari 2012 Handoyo,B.A. 2012 .Hubungnan Tes Sumatif dengan Ebtanas Mata pelajaranGeografi di SMA Tuban .Skripsi tidak diterbitkan Surabaya: FPIPS IKIP Surabaya,(http://www............), diakses 2 januari 2011. Wiyono,M.2009.Profesionalisme dosen dalam program penjaminan mutu jurnal Ilmu Pendidikan , ( online ), 16(1):51-58
1070
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
PENERAPAN INQUIRI LEARNING DENGAN MEDIA VISUAL UNTUK MENINGKATAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS X IPS 3 DI SMAN 10 BATAM Heni Aprianie
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar geografi melalui model Inquiri Learning pada materi dinamika bumi sebagai ruang kehidupan dengan menggunakan media visual pada peserta didik X IPS 3 SMAN 10 Batam. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang berlangsung dalam dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Inquiri Learning dengan menggunakan media visual dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik di kelas X IPS 3 SMAN 10 pada materi dinamika planet bumi sebagai ruang kehidupan. Hal ini terlihat dari kenaikan hasil belajar dari siklus I ke siklus II sebesar 14%. Kata kunci : InquiriLearning, Media visual, Hasil belajar
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar melalui model InquiriLearning dengan media visual. Hal ini dilakukan dengan melihat hasil belajar peserta didik dari perolehan ulangan harian rata-rata masih 70% dibawah (Kriteria Ketuntasan Minimal) KKM , perolehan hasil UTS rata- rata 80% di bawah KKM, dan ditambah dengan hasil pengamatan terakhir menunjukkan 45% peserta didik masih belum mencapai KKM. Salah satu faktor penyebab rendahnya hasil pembelajaran peserta didik antara lain kurangnya motivasi belajar karena pembelajaran kurang menarik minat peserta didik. Faktor metode dan media pembelajaran yang belum sesuai dengan materi yang disajikan menjadikan pembelajaran menjadi kurang bermakna, peserta didik tidak memiliki minat tinggi dalam belajar yang bisa diukur melalui hasil tes dan hasil observasi. Keadaan ini memerlukan suatu tindakan untuk memperbaiki hasil belajar peserta didik, dintaranya melalui pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan indikator dan penggunaan media visual untuk memperlihatkan kepada peserta didik dari bentuk abstrak ke bentuk nyata. Prosespembelajaran merupakan kegiatan yang memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu hasil belajar. Guru sebagai pengelola pembelajaran di kelas bertanggung jawab atas keberhasilan pembelajaran. Sehingga dalam proses pembelajaran, guru senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih efektif. Hasil pembelajaran yang diberikan dapat memberikan pengalaman yang berarti bagi peserta didik, sehingga perubahan prilaku dalam wawasan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dirumuskan dalam pembelajaran dapat dicapai secara optimal (Winkel, 1987). Pemberian permasalahan yang riil akan merangsang rasa ingin tahu, keinginan untuk mengamati, serta keinginan untuk terlibat dalam suatu masalah akan semakin besar. Inquiri Learning, menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung, tetapi peserta didik diberikan peran untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk belajar (Sudrajat, 2011). Pemberian peran dan tanggung jawab kepada peserta didik akan memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Harapannya melalui penemuan masalah dan pencarian solusi dari suatu masalah, proses memahami suatu konsep, proses menganalisis suatu permasalahan akan lebih cepat terserap oleh peserta didik. Proses Inquiri Learning dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) Merumuskan masalah, kemampuan yang dituntut adalah: (a) kesadaran terhadap masalah, (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah, (2) Mengembangkan hipotesis, kemampuan yang dituntut adalah: (a) menguji dan menggolongkan data, (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis, dan merumuskan hipotesis, (3) Menguji jawaban tentatif, kemampuan yang dituntut adalah: (a) merakit peristiwa, terdiri dari: mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari: mentranslasikan, menginterpretasikan dan mengklasifikasikan data, (c) analisis data, terdiri dari: melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, serta mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan, (4) Menarik kesimpulan; kemampuan
1071
ISBN :978-602-17187-2-8
yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan, (5) Menerapkan kesimpulan dan generalisasi.
Perkembangan peserta didik pada usia remaja, menurut Piaget (Pristiadi, tanpa tahun) tergolong kepada periode formal dimana peserta didik sudah mampu menggunakan penalaran logis dalam perkembangan kognitifnya dalam setiap pemecahan masalah hipotesis. Sehingga peran guru tidak lagi menjadi pusat pembelajaran melainkan sebagai fasilitator sesuai dengan perkembangan usia peserta didik. Selaras dengan hal ini, Vygotsky (Nur, 2000), menyatakan bahwa: (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran peserta didik. Kegiatan pembelajaran dengan model Inquiri Learning (mengobservasi, melakukan, dan pemecahan masalah) pada akhirnya diharapkan akan memberikan peningkatan hasil belajar peserta didik dari segi pengetahun, keterampilan dan sikapnya. METODE Rancangan ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang mencakup dua siklus, siklus I dilakukan dalam dua pertemuan, dimulai dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Prosedur pelaksanaan penelitian diuraikan sebagai berikut :
Gambar 1. Bagan Siklus Penelitian Tindakan Kelas Kemmis
Siklus I a. Perencanaan. Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran berikut (1) guru menyusun rencana pembelajaran , untuk KD dinamika planet bumi sebagai ruang kehidupan dengan indikator menganalisis gerak rotasi dan revolusi bumi, rencana pembelajaran (RPP) yang disusun mengacu pada sintaks Inquiri Learning : observasi, merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan (2) menyiapkan lembar kerja peserta didik, (3) menyiapkan perangkat penilaian, (4) mempersiapkan media (5) mempersiapkan lembar observasi peserta didik. b. Pelaksanaan tindakan. Tahap pelaksanaan tindakan siklus satu dilakukan dalam dua kali pertemuan, dengan alokasi waktu setiap pertemuan 3 X 45 menit. Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah penerapan Inquiri Learning. Penerapan tersebut disusun dalam pembelajaran yang dilakukan dalam pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. c. Observasi. Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Tujuan kegiatan untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara mendalam dan menyeluruh. Observasi dilakukan secara kolaboratif melibatkan satu orang kolaborator teman sejawat yang sudah mendapatkan pengarahan dan memiliki kemampuan dalam melakukan pembelajaran dengan model Inquiry learning yaitu Fitra Delfia. Observasi difokuskan kepada peserta didik, dan guru. Pengamatan aktifitas peserta didik meliputi (1) observasi media, (2) berdiskusi, (3) bertanya, (4) menyampaikan pendapat, dan (5) pengisian 1072
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
lembar kerja, dan (6) menyajikan hasil diskusi, dan (7) mengisi evaluasi. Aktivitas guru yang diamati (1) apersepsi, (2) penyampaian tujuan pembelajaran, (3) menyampaikan langkahlangkah pembelajaran, (4) menyimpulkan materi, (5) memberikan penguatan materi, dan (6) memberikan penugasan. d. Dalam refleksi hasil-hasil observasi di bahas bersama oleh guru dan observer. Pada akhir siklus I diperoleh gambaran dampak penerapan Inquiri Learning . Hasil pembahasan yang diperoleh merupakan hasil refleksi dari apa yang telah terjadi selama penerapan tindakan siklus I. Jika ditemukan permasalahan pada siklus I digunakan untuk pertimbangan dalam menyusun perencanaan tindakan pada tahap II. Siklus II a. Perencanaan. Dalam perencanaan siklus II ini kegiatan yang dilakukan adalah : (1) guru dan observer mempelajari hasil refleksi dari tindakan siklus I yang menjadi masukan dalam melakukan tindakan yang lebih efektif pada siklus II, (2) pada prinsipnya persiapan pada siklus II sama dengan siklus I perbedaannya terdapat pada indikator pembelajaran; menganalisis karakteristik lapisan permukaan bumi, (3) menyiapkan media pembelajaran sesuai dengan indikator pembelajaran, (4) menyiapkan perangkat penilaian sesuai dengan indikator pembelajaran yaitu menganalisis karakteristik lapisan permukaan bumi, (5) mempersiapkan lembar kerja peserta didik, dan (5) mempersiapkan lembar observasi. b. Pelaksanaan tindakan. Pada siklus ke-2 tindakan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan pada siklus I setelah melalui refleksi. c. Observasi. Tahapan ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, hal-hal yang diamati sesuai dengan siklus I. Di sesuaikan dengan kondisi lapangan dan hasil refleksi pada siklus satu. d. Refleksi. Hasil pengamatan dibahas bersama guru dengan kolabolator untuk memperoleh gambaran dampak penerapan model Inquiry learning.Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 10 Batam beralamat di Kelurahan Sijantung Kecamatan Galang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Subjek penelitian peserta didik kelas X IPS 3 sebanyak 28 peserta didik, dilakukan pada bulan Oktober 2015. Pengambilan data. Intrumen pengumpulan data diambil berdasarkan skor hasil tes. Data tersebut dikumpulkan dengan prosedur berikut: (1) tes, data yang diperoleh dari tes akhir yang digunakan untuk mengukur hasil belajar, (2) observasi, yaitu data yang diperoleh dari keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam penerapan model Inquiry Learning, (3) catatan lapangan yaitu data yang diperoleh dari catatan lapangan yang berupa kegiatan yang tidak tercantum di dalam lembar observasi, seperti jumlah peserta didik yang tidak hadir, situasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung, kerjasama peserta didik dalam pembelajaran, respon peserta didik terhadap media pembelajaran, dan jumlah peserta didik yang memperoleh nilai di atas KKM. Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen seperti data nilai awal sebelum pelaksanaan refleksi. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah (1) skor tes, yang diperoleh dari soal, (2) skor tes aktivitas kerja peserta didik yang diperoleh dengan lembar observasi proses pembelajaran, (3) catatan lapangan yang berkaitan dengan aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran, (4) pedoman klasifikasi untuk frekuensi prestasi belajar peserta didik, diuraikan dalam tabel 1, Tabel 1. Klasifikasi frekuensi belajar peserta didik Interval nilai
Klasifikasi
85- 100
Sangat baik
70 – 84
Baik
55 – 69
Sedang
40 – 54
Kurang
0 - 39
Sangat kurang
Analisis data dilakukan setiap kali pemberian tindakan berakhir analisa tersebut dilakukan untuk data yang berwujud kualitatif. Selain itu analisis dilakukan secara deskriptif untuk data yang berwujud kuantitatif. 1073
ISBN :978-602-17187-2-8
Indikator keberhasilan tindakan hasil belajar peserta didik kelas X IPS 3 SMAN 10 Batam di tentukan dengan cara sebagai berikut : (1) dengan melihat perubahan ketercapaian hasil belajar antara tindakan siklus dua dan tindakan siklus satu. Keberhasilan tindakan pada siklus dua diketahui dari selisih skor antara tindakan siklus dua dan siklus satu, (2) indikator keberhasilan tindakan ditentukan oleh peneliti yaitu apabila peserta didik kelas X IPS 3 SMAN 10 Batam menunjukkan peningkatan aktivitas dan hasil belajar. HASIL PENELITIAN Siklus I Hasil penelitian pada siklus I, dari sisi proses digambarkan sebagai berikut (1) guru membuka pembelajaran dimulai memberikan salam, presensi, yang dilanjutkan dengan mengkaitkan materi pembelajaran minggu lalu proses pembentukan bumi dengan jenis-jenis pergerakan bumi, (2) menunjukkan tujuan pembelajaran melalui menganalisis akibat gerak rotasi dan revolusi bumi yang ditayangkan melalui LCD, (3) melaksanakan kegiatan pembelajaran yang dimulai; (a) memperkenalkan langkah-langkah pembelajaran dalam model Inquiry learning, (b) melakukan observasi terhadap media pembelajaran yang ditayangkan melalui LCD, (c) peserta didik diberikan lembar kerja untuk panduan selama kegiatan observasi yang merupakan pengantar materi untuk masuk dalam kegiatan diskusi, (4) mengelompokkan peserta didik dalam enam kelompok diskusi yang masing-masing membahas permasalahan yang berkaitan dengan adanya perbedaan panjang siang dan malam di wilayah kutub. Kondisi peserta didik pada saat diskusi, masih banyak yang lebih senang bertanya kepada guru dibandingkan berdiskusi dengan teman satu kelompoknya, (5) peserta didik mengumpulkan hasil diskusi mengenai penyebab perbedaan lamanya siang dan malam di wilayah kutub, (6) peserta didik mempresentasikan hasil hipotesanya, kelompok yang tampil berurutan menurut berdasarkan nomor kelompoknya, (7) guru memberikan penjelasan tentang penyebab perbedaan panjang siang dan malam di wilayah kutub, (8) peserta didik menjawab soal-soal tes, dengan bentuk tertulis, dengan jumlah soal analisis sebanyak 5 soal dan 5 soal pilihan ganda. Awal peserta didik membaca soal, peserta didik kesulitan dalam menjawab soal bentuk analisis, dimana peserta didik sulit menentukan hubungan antara pernyataan dengan alasan, (9) siklus pertama di akhiri dengan refleksi. Berdasarkan hasil pengamatan observer terdapat temuan-temuan sebagai berikut: (1) peserta didik tidak fokus terhadap media karena volume audio visualnya terlalu kecil dan tampilan video cepat, (2) ada beberapa peserta didik yang tidak mengikuti kegiatan diskusi khususnya peserta didik yang duduk di kursi belakang, peserta didik dalam kegiatan diskusi ngobrol dengan sebangkunya,(3) peserta didik kesulitan untuk membuat deskripsi permasalahan dalam kegiatan diskusi, (4) peserta didik tidak memiliki pengetahuan yang luas mengenai pokok bahasan sehingga dalam pembahasan masalah uraian materi terlalu dangkal, misalnya peserta didik hanya mengungkapkan kata ”Hal itu karena gempa, Bu”. Sebagai akibat dari pergerakan lempeng bumi tidak dilengkapi dengan jawaban pendukung lainnya, (5) peserta didik kesulitan dalam menjawab soal analisis, seperti diungkapkan peserta didik ” Ini, harus dibagaimanakan, Bu?”. Saran-saran yang diberikan observer untuk perbaikan dalam kegiatan pembelajaran di sikulus II: (1) volume audio visual ditambah agar peserta didik bisa mendengar informasi yang sampaikan, dan ada pemberian penekanan materi (2) ada peran yang diberikan kepada masingmasing peserta didik agar supaya peserta didik turut berperan dalam kegiatan diskusi, (3) penambahan pengetahuan dalam data Siklus II Hasil penelitian pada siklus II, dari sisi proses digambarkan sebagai berikut (1) guru membuka pembelajaran dimulai stimulus melalui gambar lapisan bumi, bertujuan agar peserta didik fokus terhadap pelajaran yang akan dimulai (2) menunjukkan tujuan pembelajaran yang ditunjukkan melalui LCD,(3) menyampaikan kegiatan pembelajaran yang dimulai memperkenalkan langkah-langkah pembelajaran dalam model Inquiry Learning, (4) melakukan observasi terhadap media pembelajaran yang ditayangkan melalui LCD yang dilengkapi dengan penambahan informasi melalui penjelasan guru sehingga pemahaman siswa lebih cepat terbangun, peserta didik diberikan lembar kerja untuk panduan selama kegiatan observasi yang merupakan pengantar materi untuk masuk dalam kegiatan diskusi, (5) mengelompokkan peserta didik dalam enam kelompok diskusi yang masing-masing membahas permasalahan nyata yang 1074
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
berkaitan dengan “Bagaimana Dengan Indonesia?Negeri kita tercinta berada di dekat batas lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia”, peran peserta didik dalam siklus II lebih diperjelas, sehingga masing-masing memiliki kontribusi dalam menyelesaikan masalah diskusi, (6) peserta didik mengumpulkan data mengenai dampak dari pergerakan lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia, (7) peserta didik mempresentasikan hasil hipotesanya akibat dari pergerakan lempeng, (8) guru memberikan penjelasan tentang pergerakan lempeng berikut dengan akibat dari pergerakan lempeng yang dilengkapi dengan bentukan hasil dari pergerakan lempeng tersebut, (9) peserta didik menjawab soal-soal tes, dengan bentuk soal tertulis sebanyak 5 soal pilihan analisis dan 5 soal pilihan ganda. Sebelum soal dibagikan ada penjelasan tentang petunjuk soal analisis (8) siklus II di akhiri dengan refleksi. Berdasarkan hasil pengamatan observer terdapat temuan-temuan sebagai berikut: (1) masih terdapat peserta didik yang tidak mengikuti kegiatan diskusi, masih asik makan permen karena pembelajaran di mulai jam pertama, (2) peserta didik kesulitan untuk membuat deskripsi dan dangkalnya pendalaman materi pada pembahasan diskusi masih muncul, ditandai dengan “ Ibu, jadi setelah ini apa lagi yang harus kami tuliskan”. Saran-saran yang diberikan observer untuk perbaikan dalam kegiatan pembelajaran di siklus II: (1) pemberian peran yang jelas yang diberikan kepada masing-masing peserta didik agar supaya peserta didik turut berperan dalam kegiatan diskusi, (2) penambahan pengetahuan dalam data. Untuk mendapatkan data tentang prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran geografi digunakan instrumen tes yang dilakukan di akhir kegiatan siklus I dan siklus II, distribusi persentase hasil belajar peserta didik pada siklus I tercantum pada gambar 2. 0.5 0.4 0.3 0.2
35%
0.1 0
0
5%
Sangat baik
Baik
46%
14% Sedang
Kurang
sangat kurang
Gambar 2. Grafik Hasil Belajar Siklus I
Gambar 2, menunjukkan akumulasi skor terjadi 0-39, sebanyak 13 peserta didik (46%). Berdasarkan tabel 1, sebagian besar peserta didik pada siklus I, masih berada pada kategori sangat kurang. Sedangkan hasil belajar peserta didik yang dilakukan pada siklus II, menunjukkan, hasil belajar dengan klasifikasi baik 29% atau terdapat peningkatan sebanyak 25%. Dan terdapat penurunan jumlah peserta didik dengan klasifikasi sangat kurang dari siklus I ke siklus II sebanyak 8 peserta didik (75%). Grafik data prestasi belajar peserta didik pada siklus II dapat di lihat pada gambar 3. Hasil Belajar Siklus II 39% 29% 18%
14%
0 Sangat baik
Baik
Sedang
Kurang
Gambar 3. Grafik Hasil Belajar Siklus II
1075
sangat kurang
ISBN :978-602-17187-2-8
Tingkat keberhasilan tindakan pada siklus I, nilai rata-rata hasil belajar peserta didik 40, dengan persentase ketuntasan belajar 4%. Setelah melalui perbaikan pembelajaran sesuai hasil refleksi pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan 14%, menjadi 54. Persentase ketuntasan belajar pada siklus II, 29% artinya terjadi peningkatan 25%. Terlihat adanya peningkatan hasil belajar meskipun belum semua peserta didik bisa tuntas 100% dalam hasil belajat, seperti terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Tabel Keberhasilan Tindakan Keterangan Nilai Rata-Rata Siklus I 40 Siklus II 54
Persentase Ketuntasan 4% 29%
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar melalui model Inquirylearning dengan menggunakan media visual. Hal itu di duga dapat terjadi karena beberapa faktor. Pertama, pembelajaran yang menyenangkan diawali dengan adanya stimulus berupa media. Keterlibatan peserta didik dalam kegiatan mengobservasi media pembelajaran, memberikan pengalaman pembelajaran sebanyak 30% pelajaran yang peserta didik terima akan mudah mereka ingat. Hal ini sesuai dengan Kerucut Pengalaman (Cone Of Experience) Edgar Dale seperti terlihat pada gambar 4 berikut :
Gambar 4. Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Media menurut Herminegari (tanpa tahun), memiliki fungsi untuk peningkatan atau mempertinggi mutu proses kegiatan belajar-mengajar. Sejalan dengan pendapat Herminegari tersebut, Levie & Lents (1982) juga mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu: (1) Fungsi atensi, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian peserta didik untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran, (2) Fungsi afektif, dapat menggugah emosi dan sikap peserta didik, (3) Fungsi kognitif, mengungkapkan bahwa lambang visual/gambar memperlancar pencapaiaan tujuan untuk memahami dan mengingat informasi yang terkandung dalam gambar, dan (4) Fungsi kompensatoris terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu peserta didik yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Kedua, peserta didik diberikan pengalaman belajar dengan cara mengalami sendiri sehingga peserta didik lebih mudah untuk mengingat hasil pembelajaran. Hal ini sesuai dengan teori yang dikembangkan oleh Edgar Dale (dalam Bagus 2014)mengatakan: “hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung (kongkret), kenyataan yang ada dilingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak)”. Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena adanya melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ketiga, Pemberian pengalaman belajar, membuat peserta didik menjadi lebih mandiri, mampu berfikir logis dan bisa menggunakan penalaran ilmiah jika dihadapkan pada suatu permasalahan. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan 1076
Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu
(Sudrajat, 2015). Metode ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri, pembelajaran terpusat pada peserta didik dan guru berfungsi sebagai fasilitator. Piaget (Pristiadi, tidak ada tahun) menyatakan bahwa tahapan dalam perkembangan Peserta didik tingkat SMA termasuk ke dalam periode operasional formal, periode dimana terjadi puncak perkembangan struktur kognitif, anak mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah serta dapat menerima pandangan orang lain. Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Dianti (2011), memperlihatkan bahwa dengan model Inquiry learning mampu meningkatkan keaktifan peserta didik, terlihat saat adanya aktivitas saling bertukar pendapat dengan anggota kelompoknya apabila salah satu anggota kelompok mengalami kesulitan dari sini juga menunjukkan peserta didik menjadi terlatih untuk menghargai pendapat orang lain. Dengan diberikan pengalaman belajar melalui sintaks-sintaks yang terdapat pada model Inquiri Learning terbangun kesesuaian antara kemampuan perkembangan pengetahuan kognitif dengan model pembelajarannya sehingga harapan terjadinya peningkatan hasil belajar dapat terwujud. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya disimpulkan bahwa penerapan model Inquiry learning dengan menggunakan media pembelajaran di kelas X IPS 3 SMAN 10 Batam menunjukkan adanya peningkatan dalam hasil belajar. DAFTAR RUJUKAN Nur, M. dan Wikandari P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Peserta didik Dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press. Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Penerbit Media Abadi Sudrajat, Akhmad. 2011. Pembelajaran Inkuiri: Pengertian, Ciri-Ciri, Prinsip-Prinsip dan Langkah-Langkah. (online), (https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/12/pembelajaran-inkuiri), diakses tanggal 17 Oktober 2015 Radyan, Bagus. 2014. Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) Edgar Dale. (online), (https://bagusdwiradyan.wordpress.com/2014/07/06/kerucut-pengalaman-cone-ofexperience-edgar-dale). (online). diakses tanggal 17 oktober 2015 Zuhri, Achmad. 2013. Fungsi dan Manfa’at Media Pembelajaran. https://achmadzuhrihs.wordpress.com/2013/05/11/fungsi-dan-manfaat-mediapembelajaran/ (online). Diakses tanggal 18 Oktober 2015 Mamah, Aprilia. Tanpa tahun. Teori Perkembangan Vygotsky.(online), (https://april044.wordpress.com/teori-perkembangan-vygotsky), diakses tanggal 17 Oktober 2015 Utomo, Pristiadi. Tanpa tahun. Piaget dan Teorinya. (online), (https://ilmuwanmuda.wordpress.com/piaget-dan-teorinya), diakses tanggal 17 Oktober 2015 Herminegari. Tanpa tahun. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran. (online), (https://herminegari.wordpress.com/perkuliahan/fungsi-dan-manfaat-mediapembelajaran/) diakses tanggal 17 Oktober 2015 Daniati, Ira. (2011). Penerapan Metode Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPS di MAN 2 Probolinggo.(online), (http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikelE25461F5321A87262667762FA47B35C7.pdf) diakses tanggal 16 Oktober 2015
1077