PERAN K.G.P.A.A PAKU ALAM VIII DALAM PERSATUAN PANAHAN SELURUH INDONESIA (PERPANI) TAHUN 1953-1977 SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Oleh: NETI MUFAIQOH 11407141038
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015
MOTTO
Orang mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada orang mukmin yang lemah. (Rasulullah S.A.W) dari H.R. Abu Hurairah r.a.
Keterbatasan bukanlah halangan untuk melakukan yang terbaik, karena keterbatasan yang membuatku bangkit dan kuat. (NM)
Tidak ada yang lebih pantas selain-Nya yang mampu aku andalkan dan aku harapkan.
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku: Bapak Muhidun, dan Ibu Uhtiyatun.
vi
ABSTRAK PERAN K.G.P.A.A PAKU ALAM VIII DALAM PERSATUAN PANAHAN SELURUH INDONESIA (PERPANI) TAHUN 1953-1977 Oleh: Neti Mufaiqoh NIM 11407141038
Pasca merdeka, Indonesia mulai berpartisipasi dan mengambil peranannya dalam pergaulan dunia melalui olahraga. Olahraga sebagai character building menjadi hal yang digalakan pemerintah untuk membangun karakter bangsa. Sri Paku Alam VIII yang merupakan Wakil Kepala Daerah Yogyakarta mendampingi Hamengku Buwono IX. Sebagai seorang kepala kadipaten Pakualaman Paku Alam VIII tertarik dengan olahraga khususnya panahan, bahkan Ia adalah tokoh pendiri Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui riwayat hidup K.G.P.A.A Paku Alam VIII, awal mula ketertarikan K.G.P.A.A Paku Alam VIII terhadap olahraga khususnya panahan dan mengetahui upaya K.G.P.A.A. Paku Alam VIII dalam mengembangkan Perpani tahun 1953-1977. Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis. Metode yang digunakan melalui langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, heuristik yaitu menghimpun jejak-jejak masa lampau atau sering disebut sumber sejarah. Kedua, kritik sumber yaitu kegiatan meneliti sumber-sumber secara autentitas dan kredibilitas. Ketiga, interpretasi yaitu langkah menetapkan fakta sejarah dan saling hubungan antar fakta-fakta sejarah yang diperoleh setelah sumber diseleksi secara autentitas dan kredibilitasnya. Keempat, historiografi yaitu penyampaian sintesis yang diperoleh dalam bentuk penulisan sejarah. Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa (1) Sri Paku Alam VIII lahir di lingkungan puro Pakualaman, dan naik tahta menggantikan ayahnya Paku Alam VII, ia memiliki peranan sebagai tokoh olahraga panahan. (2) Ketertarikan Sri Paku Alam VIII pada panahan bermula dari hobinya bermain panahan tradisional Jemparingan gaya Mataraman bersama kerabat dan abdi dalem. Dorongan untuk berolahraga juga datang dari ibunya Retno Puwoso dan kakeknya Paku Buwono X. (3) Pada tahun 1953 Paku Alam VIII mendirikan Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) dan Mardisoro. Upaya Paku Alam VIII untuk mengembangkan Perpani yaitu memperjuangkan olahraga panahan sebagai pertandingan resmi yang diperlombakan dalam PON, mengembangkan olahraga panahan di kalangan masyarakat dan mendaftarkan Perpani sebagai anggota persatuan panahan Internasional FITA.
Kata Kunci: Peran, K.G.P.A.A Paku Alam VIII, Perpani.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T berkat limpahan dan rahmat-Nya sehingga penyusunan Skripsi yang berjudul “Peran K.G.P.A.A Paku Alam VIII dalam Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) Tahun 1953-1977” disusun sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sastra di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan saran dari berbagai pihak. Atas segala hormat, ketulusan dan keikhlasan dari pihak–pihak yang telah memberi bantuannya, penulis mengucapkan terimakasih. Tidak lupa juga saya ucapakan terimakasih kepada: 1. H.Y. Agus Murdiyastomo, M. Hum, Selaku pembimbing skripsi dan Ketua Prodi Ilmu Sejarah yang selalu memberikan arahan, masukan dan bimbingan dalam menyusun skripsi hingga selesai. 2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M, Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial UNY sekaligus dosen Ilmu Sejarah yang banyak membantu kelancaran skripsi ini. 3. Mudji Hartono, M.Hum, selaku narasumber yang memberikan kritik dan saran terhadap perbaikan skripsi hingga selesai. 4. Danar Widiyanta, M. Hum. Selaku penasehat akademik yang selalu memberi motivasi dan bimbingan. 5. Dosen-dosen Ilmu Sejarah yang telah memberi bimbingan selama studi.
viii
6. KPH Anglingkusumo, yang telah meluangkan waktunya dan memperlihatkan koleksinya. 7. KPH Indrokusumo, Selaku Putera Sri Paku Alam VIII dan juga pengurus KONI DIY, yang telah meluangkan waktu dan membagi kisah hidupnya. 8. Bapak Darmodipuro, serta ibu yang telah menyambut kami dan meluangkan waktunya. 9. Bapak Soekarto, yang telah bersedia memberikan bantuannya. 10. Bapak Rimawan selaku ketua, pengurus Mardisoro Periode 2015, yang telah menunjukan koleksi busur dan panah Sri Paku Alam VIII, serta memberi banyak informasi kepada penulis serta mengundang untuk melihat Jemparingan secara langsung di Kestalan Puro Pakualaman. 11. Petugas perpustakaan Pakualaman, Perpustakaan Daerah, Sonobudoyo, Vredeburg, Kolege Ignatius, Jogja Library Centre, Badan Arsip Dan Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Perpustakaan Sanata Dharma, Perpustakaan FIB UGM, perpustakaan UGM,
perpustakaan UNY,
perpus FIS, dan petugas Lab Sejarah UNY. 12. Keluarga besar bapak ibu, kakak-kakakku, Rahmad Mustalib, Siti Baroroh, Agus Sahro, Resti Hidayah, Denis Mudlofar dua adik kecilku Nita Nurlisa Dan Aziz Muslim, serta ponakan-ponakanku yang cerdas dan lucu Nia Kharin Saqina, Raihan Muzaki, Mohammad Nauval Azka Bara, Hasna, Raga Rizal Arifin Dan Raisyah El Mustalib. Serta
ix
kakak iparku, Mas Syarifuddin Joyo Pranolo, Mbak Gotin, Mbak Umi Hani, dan Mas Rudi. 13. Rumah sekaligus keluarga keduaku lorong cinta B.3 yang sudah setia menemani dan tumbuh bersama. 14. Ririn Mawaddah, Primastuti Nur Malinda, Desi Ambar, dkk. 15. Keluarga Ilmu Sejarah A09 2011, B09 2011, serta kakak dan rekanrekan Ilmu Sejarah yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. 16. Kawan-kawan EKSPRESI yang sedikit banyak membentuk karakter dan membuka pola pikir yang baru. 17. Terimakasih juga kepada Kyai ku, Raden Aldion Priambada yang selalu mendukung, memberi kritik dan saran bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 18. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyadari pentingnya dukungan dan bantuan dari pihakpihak tersebut. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sehingga, kritik serta saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan karya ilmiah sejarah ini.
Yogyakarta,16 Desember 2015
Neti Mufaiqoh NIM. 11407141038
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... iii PERNYATAAN ........................................................................................................... iv MOTTO ......................................................................................................................... v PERSEMBAHAN .......................................................................................................... vi ABSTRAK ..................................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xii DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... xiii DAFTAR ISTILAH ....................................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 A. Latar belakang .............................................................................................. 1 B. Rumusan masalah ........................................................................................ 6 C. Tujuan masalah ............................................................................................ 6 D. Manfaat penelitian ....................................................................................... 7 E. Kajian pustaka .............................................................................................. 8 F. Historiografi yang relevan ........................................................................... 11 G. Metode penelitian dan pendekatan penelitian .............................................. 13 H. Sistematika pembahasan .............................................................................. 24 BAB II. RIWAYAT HIDUP K.G.P.A.A PAKU ALAM VIII ...................................... 26 A. Latar Belakang dan Silsilah keluarga .......................................................... 26 1. Pengaruh Keluarga Terhadap Pribadi Paku Alam VIII ......................... 28
xi
2. Masa Kanak-Kanak. ............................................................................... 33 3. Pendidikan.............................................................................................. 34 B. Paku Alam VIII Naik Tahta Hingga Kekuasaan Jepang ............................... 36 C. Menjadi Wakil Kepala Daerah Yogyakarta .................................................. 40 BAB III. K.G.P.A.A PAKU ALAM VIII DAN OLAHRAGA
............................. 44
A. Kondisi Keolahragaan di Indonesia Pascakemerdekaan .............................. 44 B. Ketertarikan Sri Paku Alam VIII pada Dunia Olahraga .............................. 53 C. Peran Dalam Keolahragaan di Indonesia ..................................................... 56 1.Lahirnya PON ........................................................................................... 57 2. Olympiade Games dan Peranan Sri Paku Alam VIII ............................... 63 3.Asian Games dan Peranan Sri Paku Alam VIII ........................................ 66 BAB
IV.
PERKEMBANGAN
PERSATUAN
PANAHAN
SELURUH
INDONESIA (PERPANI) Tahun 1953-1977 ............................................... 70 A. Panahan Sebagai Olahraga Tradisional di Yogyakarta ................................. 70 B. Berdirinya Perpani ......................................................................................... 75 C. Perkembangan Perpani di Indonesia ............................................................. 80 D. Bergabung dengan Federation Internationale de’tir A Lar’c (FITA) ......... 86 BAB V. KESIMPULAN ................................................................................................ 91 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 94 LAMPIRAN ................................................................................................................... 99
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Undangan dari Persatuan Panahan Seluruh Indonesia tahun 19 Juli 1953 .......................................................................................................... 99
Lampiran 2. Peraturan Pertandingan Panahan tahun 1953 ................................................. 100 Lampiran 3. Seleksi Panahan Regu Untuk Jawa Timur 19 Mei 1957 .......................... 102 Lampiran 4. Surat Sekretaris Umum Perpani kepada Komisaris Perpani Seluruh Indonesia tentang seleksi perlombaan panahan seluruh Indonesia pada tanggal 31 Mei dan 5 Juni 1962 di Jakarta. .................................... 103 Lampiran 5. Sasaran bidikan Jemparingan dan panahan .............................................. 105 Lampiran 6. Koleksi anak panah dan Busur Paku Alam VIII di Puro Pakualaman. .... 106 Lampiran 7. K.G.P.A.A. Paku Alam VIII Bermain Jemparingan Bersama Kerabat dan Abdi Dalem. ....................................................................................... 107 Lampiran 8. Foto K.G.P.A.A Paku Alam VIII ............................................................. 108 Lampiran 9. Foto Penulis dan Narasumber dengan Bapak Rimawan, foto bawah KPH Anglingkusumo ................................................................................ 109 Lampiran 10.Daftar Nama Peserta AGF di Tokyo tahun 1958 ..................................... 110 Lampiran 11.Daftar Nama Peserta AGF di Jakarta tahun 1962 .................................... 112
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AGF
: Asian Games Federation
AMS
: Alegemene Middlebare School
DAGI
: Dewan Asian Game Indonesia
Departemen P.P &K : Departemen Pendidikan & Kebudayaan DORI
: Dewan Olahraga Indonesia
FITA
: Federation Internationale de’tir A Lar’c
Ganefo
: Games Of the New Emerging Forces
Gelora
: Gerakan Olahraga
GNAS
: Grand National Archery Society
HB IX
: Hamengku Buwono IX
HBS
: Hogre Boarding School
IOC
: International Olympic Committee
ISI
: Ikatan Sport Indonesia
KAA
: Konferensi Asia Afrika
Keppres
: Keputusan Presiden
Kogor
: Komando Gerakan Olahraga
KOI
: Komite Olympiade Indonesia
KORI
: Komite Olympiade Republik Indonesia
P.P
: Persatuan Panahan
P.A VIII
: Paku Alam
PD
: Perang Dunia
Perpani
: Persatuan Panahan Indonesia
POM
: Pekan Olahraga Mahasiswa
PON
: Pekan Olahraga Nasional
xiv
Porda
: Pekan Olahraga Daerah
PORI
: Persatuan Olahraga Republik Indonesia
PSSI
: Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
TC
: Training Centre/Pemusatan Latihan.
xv
DAFTAR ISTILAH
Agresi
:
Penyerangan dari negara satu terhadap negara lain.
Cucuk
:
Orang yang bertugas mengambil anak panah serta melaporkan hasil sasaran kepada bambang.
De facto
:
Kenyataan yang terjadi; pada hakikatnya
De jure
:
Berdasarkan hukum yang berlaku.
Ekshibisi
:
Tontonan, peragaan, pameran.
Gubernemen
:
Pemerintah (dalam masa penjajahan Belanda)
In de kos
:
Menumpangkan seseorang tinggal dan makan dengan membayar; memondokkan
Jawatan
:
Bagian dari departemen atau pemerintah daerah yang mengurus (menyelenggarakan) suatu tugas atau pekerjaan yang luas lingkungannya.
Jemparingan
:
Jenis permainan olahraga yang menggunakan panah dan busur, namun pemainnya mengenakan pakaian adat jawa. Pemanah tradisional disebut dengan bambang.
Jumenengan
:
Penobatan.
Jung
:
Satuan hitung yang mengunakan ukuran kepala rumah tangga, 1 jung terdri dari 4 keluarga (biasanya sekitar 600 kaki persegi).
Lustrum
:
Peringatan yang dilakukan pada masa lima tahun.
National
:
Suatu cita-cita atau gerakan pada masa era Soekarno yang
xvi
building
digunakan untuk pembangunan nasional bangsa yang baru saja merdeka. Salah satunya dalam skripsi ini adalah olahraga
sebagai
pembangunan
Nasioanal
(National
Building) bagi bangsa. Ngoko
:
Tingkatan bahasa yang terendah dalam bahasa Jawa yang dipakai untuk berbicara dengan orang yang sudah akrab, dengan orang yang lebih rendah kedudukannya, atau dengan orang yang lebih muda
Politik Etis
:
Politik etis adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk mengembangkan penghidupan ekonomi masyarakat Hindia Belanda pada tahun 1901 dengan pengembangan di bidang pendidikan, imigrasi, dan irigasi.
Priyayi
:
Anggota kelas pejabat pegawai kerajaan. Harfiah berarti para yayi yang artinya adik-adik raja.
Pergantian
:
kabinet
Perubahan atau perombakan yang dilakukan dalam tubuh kabinet guna memperbaiki kualitas dari sebuah struktur kabinet.
Romusha
:
Orang-orang yang dipaksa bekerja berat pada zaman pendudukan Jepang; pekerja paksa.
Sandang 4
:
Tembakan 4 anak panah sekaligus yang mengenai sasaran dalam satu rambahan/seri.
Sepasaran
:
Peringatan lima hari bagi seorang bayi di Jawa.
xvii
Top organisasi
:
Orang-orang yang berada dalam struktur kepengurusan dari masing-masing cabang olahraga/ induk organisasi.
training centre
:
Sebuah taktik yang digunakan untuk memusatkan pelatihan bersama bagi seluruh atlet agar dapat terpantau dan mampu berlatih bersama.
Wiyosan
:
Upacara hari ulang tahun raja
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pakualaman merupakan negara yang “mardiko”, yaitu memiliki hak untuk mengatur dan mengurus wilayahnya sendiri. Sejak adanya kontrak politik pada tahun 1813, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjalankan pemerintahan dengan wilayahnya masing-masing. Pakualaman dipimpin oleh seorang K.G.P.A.A Paku Alam, sedangkan Kasultanan Yogyakarta dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono. Jepang mulai menginvansi Hindia Belanda Tahun 1942 kemudian Jepang menduduki Hindia Belanda serta mengusir keberadaan Belanda dari tanah jajahan. Jepang
memberlakukan
larangan
penggunaan
bahasa
belanda,
serta
menghancurkan bangunan- bangunan dan patung- patung peninggalan penjajahan untuk menghilangkan pengaruh Belanda.1 Kemudian Jepang mengganti dengan lagu- lagu, bahasa jepang, serta slogan- slogan yang menunjukan keagungan bangsa Jepang. Kebudayaan Jepang mulai menggantikan pengaruh Belanda di tanah air tahun 1942-1945. Selain Bahasa dan kebudayaan Jepang, diajarkan pula latihan militer serta permainan-permainan ketagakasan yang melatih fisik
1
M.C. Ricklef, Sejarah Indonesia Moderen, (1200-2008), (Jakarta: P.T. Serambi Ilmu Semesta, 2008), hlm. 425.
1
2
misalnya Kyoreng, latihan baris-berbaris, Kendo, Taiso, dan keterampilan menggunakan bayonet.2 Pakualaman dipimpin oleh Sri Paduka Paku Alam VIII saat Jepang menginvasi Hindia Belanda. Paku Alam VIII memutuskan untuk menyatakan bergabung dengan kasultanan Yogyakarta untuk memperkuat kedudukan Kasultanan
Yogyakarta
dan
Pakualaman.
Tanda-tanda
integrasi
antara
Pakualaman dengan Kasultanan Yogyakarta merupakan salah satu bentuk kesadaran Paku Alam VIII atas rasa nasionalisme yang sudah muncul di Hindia Belanda pada awal abad ke XIX agar terjadinya kesatuan dan persatuan dapat tercapai.3 Penyatuan Pakualaman dan Kasultanan Yogyakarta menjadi Yogyakarta, telah dikehendaki oleh K.G.P.A.A Paku Alam VIII dan Hamengku Buwono IX, untuk menyatukan dua kerajaan yang sempat pecah. Penyatuan kembali dua kerajaan ini semakin terlihat ketika K.G.P.A.A Paku Alam VIII dan Sultan Hamengku Buwana IX megirimkan surat pernyataan untuk bergabung dengan RI secara bersamaan. Bergabungnya Yogyakarta menjadi satu dengan RI membuat kerjasama antara Sultan dan K.G.P.A.A Paku Alam VIII ini semakin berjalan baik, dalam membina dan menata Yogyakarta4.
2
Margono, Sejarah Olahraga, Dikatat Kuliah, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2001), hlm. 45. 3
S. Maimoen, dkk, Takhta Untuk Rakyat Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Bowono IX, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 313 4
Ibid., hlm.311-312.
3
Kedua pemimpin ini bersinergi dalam menjalankan tugas dan pembagian kekuasaan di Yogyakarta dimulai saat masa penjajahan Jepang hingga Hamengku Buwono IX wafat. Sinergitas ini terlihat terutama ketika Hamengku Buwana IX turut aktif dalam pemerintahan pusat, sehingga urusan dalam Yogyakarta dijalankan oleh K.G.P.A.A Paku Alam VIII. Pascaperang dunia II dengan dikalahkannya pasukan Jerman oleh sekutu, berdampak pada adanya peralihan paradigma dalam persaingan dunia. Kesepakatan universal menyatakan bahwa tolok ukur kejayaan suatu bangsa dapat dilihat dari keikutsertaan dan prestasi suatu negara dalam ajang perhelatan olympiade moderen dunia. Olympiade moderen ini memiliki semboyan universal Citius, Latius, Fortius yakni mencerminkan gerakan peradaban manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, keunggulan dan kejayaan.5 Oleh karena itu, pascaperang dunia II banyak negara-negara dunia yang turut serta mengikuti olahraga tingkat dunia tersebut. Olahraga merupakan salah satu hasil budaya yang dihasilkan
manusia,
artinya tidak dapat disebut kegiatan olahraga, jika tidak ada faktor manusia yang berperan secara ragawi atau pribadi melakukan aktivitas olahraga itu. 6 Melalui olahraga pula suatu negara dapat menunjukan pengaruhnya terhadap negaranegara lain. Diawal kemerdekaan, paradigma olahraga di Indonesia merupakan alat untuk mewujudkan eksistensi dan partisipasi bangsa Indonesia dimata dunia.
5
Agus Kristiyanto, Pembangunan Olahraga: Untuk Kesejahteraan Rakyat dan Kejayaan Bangsa, (Surakarta : Yuma Pustaka, 2012), hlm. xvii 6
Santosa Giriwijoyo dan Didik Zafar Sidik, Ilmu Faal Olahraga :Fisiologi Olahraga. (Bandung : Remaja Rosdakarya Offset, 2013), hlm. 36
4
Olahraga juga digunakan pemerintah sebagai Nation and Character Building. Sesuai dengan semangat zaman yang dibangun pemerintah saat itu. Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) digunakan sebagai alat pemersatu bangsa yang saat itu baru merdeka, maka lahirlah PON I pada tahun 1948 di Solo. Meskipun dalam pelaksanaannya masih banyak pertentangan politik namun pelaksanaan PON I ini masih tetap berlanjut dan mendapat perhatian masyarakat Indonesia yang cukup banyak.7 Di awal tahun 1950-an olahraga telah mengalami perluasan makna. olahraga yang awalnya adalah sebuah upaya untuk menjaga kesehatan jasmani kemudian berubah menjadi ajang persaingan antar negara.8 Pergeseran makna itulah maka, pemerintah baik lokal maupun nasional terus memperbaiki dan mengembangkan prestasi keolahragaan baik nasional maupun internasional. Melalui beberapa kebijakan dan usaha-usaha pembangunan khususnya olahraga, pemerintah berusaha mewujudkan Indonesia yang sehat melalui beberapa tindakan yang diperlukan saat itu. Misalnya, pembangunan stadion, pemenuhan fasilitas, dan upaya memperbaiki kualitas atlet melalui pembinaan dan penggojlokan. K.G.P.A.A Paku Alam VIII memiliki pribadi yang sederhana.9 Ia memilih untuk turun ke masyarakat dengan menjadi seorang pegawai di kantor agraria setelah ia tamat sekolah. Ia juga dikenal hobi berolahraga, panahan merupakan Lihat Tugas Tri Wahyono, “Aspek Politik Dalam Olahraga: Studi Kasus tentang Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I di Solo 1948”, Patrawidya, Vol. VIII No. 2 Juni 2007, hlm. 3. 7
Aulia Rahman, “Olahraga Dan Identitas Nasional: Pencak Silat Di Indonesia Tahun 1950-1970”, Tesis, (Yogyakarta: UGM, 2002), hlm 30. 8
9
Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman: Sejarah Kontribusi dan Nilai Kejuangannya, (Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009), hlm. 87.
5
salah satu olahraga yang digemarinya, bahkan ia dijuluki Bramastro yaitu nama busur panah yang dimiliki. Kecintaannya dalam bidang olahraga terutama panahan telah membawanya untuk berkontribusi mengembangkan olahraga di Indonesia. Tercatat bahwa P.A VIII pernah menjabat sebagai ketua organisasi olahraga seperti Komite Olimpiade Indonesia (KOI), dan mendirikan Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) pada tahun 1953. Sebagai wakil kepala daerah, Paku Alam VIII juga mendukung aktivitas olahraga lain yang muncul di Yogyakarta misalnya olahraga pacuan kuda, pencak silat, dan anggar. Ia mampu membagi waktunya dengan baik, ketika menjadi seorang wakil kepala daerah Yogyakarta, ataupun saat menjadi ketua umum Perpani. Upaya K.G.P.A.A Paku Alam VIII dalam mengembangkan Perpani sangat gencar. Ia adalah salah satu tokoh yang mengusulkan jika olahraga panahan menjadi salah satu cabang olahraga yang di perlombakan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) mengingat saat itu panahan merupakan cabang olahraga yang berstatus ekshibisi dalam PON I tahun 1948. Pada akhirnya atas perjuangannya, panahan kemudian diperlombakan dalam penyelenggaraan PON. Perpani bergabung dengan organisasi panahan Internasional Federation Internationale de tir A Lar’c (FITA) tahun 1959 untuk mengembangkan potensi dan prestasi. Diperlombamakannya ronde memanah di PON dan keaggotaannya dalam FITA adalah awal perjalanan perkembangan Perpani di Indonesia untuk mencapai cita- cita olahraga sebagai character building bangsa Indonesia seperti yang dicita-citakan pada masanya. Sebagai seorang pemimpin ia banyak
6
melakukan upaya-upaya untuk memajukan olahraga panahan di Indonesia hingga taraf Internasional.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang dijadikan sebagai dasar penelitian yaitu: 1. Bagaimana riwayat hidup K.G.P.A.A Paku Alam VIII? 2. Bagaimana awal mula ketertarikan K.G.P.A.A Paku Alam VIII dalam bidang olahraga khusunya olahraga panahan? 3. Bagaimana upaya yang dilakukan K.G.P.A.A Paku Alam VIII untuk mengembangkan organisasi Perpani tahun 1953-1977?
C.
Tujuan Penelitian Penelitian berjudul “Peran K.G.P.A.A Paku Alam VIII dalam Persatuan
Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) Tahun 1953-1977” bertujuan untuk : 1. Tujuan Umum a. Melatih dan menguji daya kritis, anilisis, dan intelektual dalam menuliskan sebuah penelitian ilmiah sejarah yang sesuai dengan metodologi sejarah. b. penelitian ini juga bertujuan untuk menambah khasanah kepenulisan sejarah, terutama sejarah olahraga. c. Memperoleh gelar Sarjana Sastra Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Tujuan khusus
7
a. Mengetahui riwayat hidup K.G.P.A.A Paku Alam VIII. b. Mengetahui awal mula ketertarikan K.G.P.A.A Paku Alam VIII terhadap olahraga khususnya panahan. c. Mengetahui upaya K.G.P.A.A. Paku Alam VIII dalam mengembangkan Perpani tahun 1953-1977.
D.
Manfaat Penelitian 1. Bagi Pembaca a. Pembaca dapat mengetahui bagaimana riwayat hidup K.G.P.A.A Paku Alam VIII. b. Memperoleh pengetahuan tentang awal mula ketertarikan K.G.P.A.A Paku Alam VIII terhadap olahraga khususnya panahan. c. Menambah wawasan terkait upaya K.G.P.A.A Paku Alam VIII dalam mengembangkan organisasi Perpani tahun 1953-1977. 2. Bagi Penulis a. Menambah wawasan bagi penulis mengenai topik penelitian secara lebih mendalam. b. Melatih kemampuan penulis dalam rangka penerapan metodologi sejarah dalam merekonstruksi peristiwa sejarah. c. Menambah pengetahuan tentang K.G.P.A.A Paku Alam VIII, yang memiliki andil cukup besar dalam olahraga khusunya panahan dan Perpani.
8
E.
Kajian Pustaka Kajian Pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau literatur yang
menjadi landasan pemikiran dalam penelitian.10 Mengingat minimnya pustaka yang membahas mengenai peran Paku Alam VIII dalam bidang olahraga, terlebih megenai peranannya dalam panahan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan beberapa
pustaka.
Pustaka
yang
Pertama,
buku
dari
Soedarisman
Poerwokoesoemo, berjudul Kadipaten Pakualaman terbitan UGM press, buku ini berisi tentang riwayat hidup raja-raja di Pakualaman dimulai dengan Paku Alam I hingga Paku Alam VII. Soedarsiman Poerwokesoemo menjelaskan bagaimana kondisi sosial dan politik Pakualaman di masing-masing masa pemerintahan raja Pakualaman. Buku Kadipaten Pakualaman ini terbatas membahas mengenai pemerintahan masa Paku Alam VII. Namun, buku ini menjelaskan bagaimana asal usul Sri Paku Alam VIII yang merupakan putera Paku Alam VII dengan seorang puteri dari kasunanan Surakarta yaitu Retno Puwoso. Pernikahan tersebut berdampak pada adanya pengaruh kebudayaan keraton Surakarta yang dibawa Retno Puwoso terhadap Puro Pakualaman. Perbedaan kebudayaan dari ayah dan Ibu inilah yang akan dilihat dalam sikap dan perilaku Sri Paduka Paku Alam VIII, yang dibesarkan dalam asuhan seorang putri keraton Solo dan dibesarkan di lingkungan puro Pakualaman.
10
Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, 2013), hlm. 6
9
Kedua, diktat kuliah karya Margono berjudul Sejarah Olahraga, terbitan Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2001. Diktat ini menjelaskan mengenai perjalanan sejarah olahraga secara umum yang berkembang dibeberapa negara,di dunia misalnya, Mesir, Yunani, Romawi, Persia dan beberapa negara di Asia. Pelatihan jasmani di masing-masing negara sudah nampak terlihat. Pelatihan jasmani yang diajarkan biasanya melatih ketangkasan berperang, memanah, beladiri, dan berenang. Romawi dan Athena merupakan cikal bakal adanya Olympiade di dunia. Olympiade merupakan salah satu event Pan Helenic Games (Suatu pekan/ pesta olahraga dan seni baik yang bertaraf lokal, regional), yang dilaksankan oleh bangsa hellen/hellos yaitu bangsa yang menempati wilayah yunani pada saat itu.11 Pekan olahraga yang termasuk dalam Pan Helenic Games yaitu, Olympic, Pythia, Isthmia, dan Nemea. Diantara keempat tersebut, Olympic adalah pekan olahraga yang termashur hingga saat ini. Margono menjelaskan bahwa perkembagan olahraga di Indonesia dimulai sejak masa Pra Sejarah, yaitu pendidikan jasmani yang berkembang di masyarakat primitif. Pengajaran jasmani ini bertujuan untuk menggalang kekuatan dan kesadaran kelompok, misalnya saja renang, dayung lari, gulat, dan tari-tarian. Perkembangan olahraga masa Kerajaan Hindu Budha bertujuan untuk bertapa dan menyucikan diri, sedangkan pada masa Islam olahraga digunakan untuk bela diri dan kebugaran jasmani. Margono juga menjelaskan mengenai perkembangan olahraga di Indonesia hingga muncul, PON, Asian Games, dan Olympiade.
11
Margono, op.cit.,hlm. 12
10
Salah satu buku yang menjelaskan secara singkat tentang peranan Paku Alam VIII dalam bidang Olahraga adalah buku yang ditulis oleh Djoko Dwiyanto yang berjudul Puro Pakualaman: Sejarah, Kontribusi, dan Nilai Kejuangannya. Buku ini juga menjelaskan megenai kiprah Sri Paku Alam VIII di berbagai bidang penghargaan dan salah satunya dalam bidang keolahragaan terutama panahan. Bahkan tercatat juga pada tahun 1951 Paku Alam VIII memimpin delegasi Indonesia ke Asian Games di New Delhi India, selain itu Beliau pun mewakili Indonesia dalam pertandingan panahan di Swedia pada tahun 1967. Selain itu dijelaskan pula jika Sri Paku Alam VIII turut aktif dalam pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Indonesia.12 Meskipun dalam buku karya Djoko Dwiyanto tidak terlalu banyak menjelaskan mengenai kronologis dan prestasi namun daftar ini membantu rekam jejak Paku alam VIII semasa hidupnya. Keempat yaitu buku karya Husdarta berjudul Sejarah dan Filsafat Olahraga, menerangkan bahwa
kondisi
keolahragaan masa kemerdekaan dan Orde Baru yang mengalami perubahan posisi olahraga dalam berbagai bidang salah satunya hubungan olahraga dengan politik. Karena Olahraga adalah bagian integral dari dunia sosial13 sehingga olahraga dipengaruhi oleh sosial, politik dan ekonomi masyarakat. Kelima, yaitu artikel dari Tugas Tri wahyono berjudul “Aspek Politik Dalam Olahraga: Studi Kasus tentang Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON)
12
Djoko Dwiyanto, op.cit., hlm. 88-89.
13
Husdarta, Sejarah dan Filsafat Olahraga, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.
110.
11
I di Solo 1948”. Menjelaskan bahwa Penyelenggaraan PON yang pertama dilatar belakangi oleh semangat bangsa Indonesia untuk berpartisipasi dalam masyaraka di pergaulan dunia yaitu Olympiade London tahun 1951. Tugas Tri Wahyono dalam artikelnya menjelaskan bahwa rasa kekecewaan bangsa Indonesia terhadap dunia olahraga di Indonesia, memberikan semangat bagi setiap top organisasi untuk menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional dan menumbuhkan semangat olahraga dikalangan masyarakat.
F.
Historiografi Yang Relevan Historiografi yang relevan digunakan untuk membantu seorang sejarawan
dalam melakukan penelitian. Historiografi yang relevan merupakan hasil penelitian yang bersifat ilmiah dan memiliki kajian ataupun tema yang serupa, tujuannya agar tidak terjadi plagiarism suatu karya. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan beberapa karya Ilmiah berupa skripsi, tesis, maupun disertasi, yaitu: Pertama, Skripsi oleh Dewi Bauti Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2012 berjudul Peranan Sri Paku Alam VIII Pada Masa Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta Tahun 1948-1949. Skripsi ini menjelaskan mengenai bagaimana peranan seorang Sri Paku Alam VIII ketika terjadi Agresi militer Belanda II di Yogyakarta. Bab kedua, skripsi ini menjelaskan mengenai bagaimana kondisi politik, sosial, dan ekonomi Yogyakarta pascakemerdekaan Indonesia. Sri Paku Alam VIII dengan posisinya sebagai wakil dari Sri Sultan HB IX, Ia turut berperan dalam Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta.
12
Penelitian berjudul Peranan Sri Paku Alam VIII Pada Masa Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta Tahun 1948-1949 dianggap relevan karena memiliki kesamaan subjek penelitian yaitu Peranan Sri Paku Alam VIII dalam suatu bidang. Perbedaannya yaitu pada fokus permasalahan yang di teliti, skripsi Bauti membahas mengenai peran Paku Alam VIII dalam bidang militer sedangkan penelitian ini akan membahas mengenai peranan Sri Paku Alam VIII dalam bidang olahraga khususnya olahraga panahan. Kedua, yaitu tesis tahun 2012 yang berjudul “Pesta Olahraga Asia (Asian Games IV) Tahun 1962 di Jakarta: Motivasi Dan Capaiannya” Universitas Indonesia. Tesis yang ditulis oleh Amin Rahayu ini membahas mengenai persiapan Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games IV di Jakarta. Penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta memiliki unsur politik dan sosial yang ingin dicapai oleh Indonesia dimata dunia. Skripsi ini menjelaskan pula bagaimana upaya pemerintah dalam kondisi perekonomian yang serba sulit, Indonesia dengan segala pro dan kontranya menyambut event tersebut. Kesamaan dari skripsi ini yaitu sama-sama membahas tema sejarah olaharaga. Dijelaskan pula peranan seorang Soekarno sebagai kepala negara dalam mempersiapakan Asian games IV di Jakarta. Beberapa keputusan dan peraturan dikeluarkan demi kelancaran pelaksanaan Asian Games misalnya pembentukan Dewan Asian Games Indonesia (DAGI), pembuatan Gelora Bung Karno. persiapan Asian games tersebut melibatkan semua pihak mulai dari militer sebagai pengamanan, para pengusaha dan masyarakat sebagai pendonor dana pembangunan. Semua unsur dilibatkan dalam
13
persiapan penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta, termasuk salah satunya Paku Alam VIII dan HB IX terlibat dalam pembangunan dan persiapan tersebut setelah pelaksanaan Asian Games di Jakarta.
G.
Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian historis. Metode
historis merupakan salah satu penyeledikan dengan metode pemecahan yang ilmiah dari perspektif historis, keempat tahap tersebut yaitu: a. Heuristik Heuristik berasal dari bahasa yunani heuriskein yang artinya menemukan sumber-sumber sejarah.14 Heuristik merupakan kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lalu yang dikenal dengan data sejarah. Data yang dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang ditulis.15 Data sejarah atau sumber sejarah tersebut dapat berupa arsip, buku, dan tulisan yang berhubungan dengan tema yang dipilih. Heuristik mempunyai tujuan yakni agar kerangka pemahaman yang didapat berdasarkan pada sumber-sumber yang relevan bisa disusun jelas, lengkap dan menyeluruh.16
14
Hugiono dan Poerwantana, Pengantar Ilmu Sejarah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 30. 15
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), hlm. 90. 16
Helius Sjamsudin, Metodelogi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm.89.
14
Pelaksanaan heuristik seorang sejarawan yang hendak melakukan penelitian sejarah harus memiliki bekal pengetahuan sejarah yang cukup. Selain itu, sejarawan juga dituntut untuk mengetahui dan membedakan sumber-sumber sejarah yang dibutuhkan. Pencarian sumber dapat dilakukan di perpustakaan, museum, surat kabar, atau pusat-pusat kajian sejarah. Terdapat dua jenis sumber yang dapat digunakan : 1) Sumber Primer Menurut Louis Gottschalk sumber primer adalah kesaksian dari seorang dengan mata kepalanya sendiri yaitu saksi dengan panca indera atau alat mekanis (yang juga bisa menghasilkan rekaman yang bisa di indera)17, sumber primer adalah sumber yang secara langsung ditulis dan didapat melalui orang pertama atau orang yang mengalami peristiwa tersebut. Sumber primer untuk penelitian ini adalah: a) Arsip Pakualaman, No. berisi tentang Catatan hasil Olympiade Melbourne dan Permohonan Mahasiswa UGM untuk menyiarkan hasil pertandingan Melbourne. b) Arsip Pakualaman No.656, berisi tentang hasil latihan dan pertimbangan dari masing-masing Top Organisasi. c) Arsip Puro Pakualaman No. 650, Surat dari Panitia Pacuan Kuda kepada Sri Pakualam VIII wakil kepala daerah Yogyakarta tentang permohonan piala untuk perlombaan Pacuan Kuda. d) Arsip Puro Pakualaman No. 655, Surat dari Persatuan Panahan Seluruh Indonesia No. 6/ Perpani/ 57 kepada Sri Pakualam VIII selaku ketua Perpani mengenai usul pengiriman 8 orang ke PON IV/57 di Makasar. e) Arsip Puro Pakualaman No., Surat No.03/ Pengda/ 75 dari Pengda PERPANI DIY kepada ketua P.K.P Mardisara Pura Pakualaman Yogyakarta tanggal 21 Januari 1975 tentang kompetisi panahan dalam rangka Lustrum L.P.P” 17
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah: Pengantar Metode Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto, Understanding History: A Primer Historical Method, (Jakarta: UI Press, 1985), hlm. 32.
15
Selain menggunakan Sumber primer untuk lebih memahami bagaimana kondisi dan seluk beluk Paku Alam VIII dan organisasi Perpani. Pengumpulan sumber juga dilakukan dengan menggunakan metode sejarah lisan dengan cara wawancara dengan beberapa narasumber: 1. KPH
Anglingkusumo
(Putra
Paku
Alam
VIII
dengan
KRAy
(Putera
Paku
Alam
VIII
dengan
KRAy
Retnoningrum) 2. KPH.
Indrokusumo
Purnomoningrum) 3. Darmodipuro (Mantan Kepala DSLJR DIY dan Ayah Asuh Perpani) 4. Sri Sukamtini (Mantan Atlet menembak) 5. Ir.Rimawan Sestrodirjo (Mantan Atlet Jemparingan sekaligus ketua Mardisoro tahun 2015) 6. Soekarto (Mantan Atlet sekaligus Pelatih Perpani era Paku Alam VIII).
2)
Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah kesaksian seseorang yang bukan merupakan saksi mata yakni seorang yang tidak hadir pada waktu peristiwa terjadi yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah buku-buku, jurnal, surat kabar yang relevan dengan tema penelitian. Sumber sekunder seperti yang tercantum dalam daftar pustaka, yang diperoleh melalui heuristik dari pelbagai perpustakaan, museum, dan cagar budaya.
Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman Sejarah, Kontribusi & Nilai Kejuangannya, Yogyakarta : Paradigma Indonesia, 2009.
16
Margono, Sejarah Olahraga, Diktat Kuliah, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2001. Soedarisman Poerkoesoemo, Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985. Tugas Tri Wahyono, “Aspek Politik Dalam Olahraga : Studi Kasus tentang Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I di Solo 1948”, Patrawidya, Vol. VIII No. 2 Juni 2007.
b. Kritik Sumber Kritik sumber adalah suatu proses pengujian dan analisis secara kritis dan obyektif agar dapat dibuktikan kebenaran dan kelalaian dari sumber-sumber yang berhasil dikumpulkan. Kritik sumber sering diartikan juga sebagai upaya untuk mencari dan memilah sumber-sumber yang sudah didapat dalam proses heuristik untuk menilai apakah sumber tersebut laik dan sesuai untuk digunakan dalam penulisan, sehingga karya sejarah dapat dipertanggungjawabkan. Terdapat dua jenis kritik sumber yang bisa dilakukan yaitu: 1) Kritik Ekstern Kritik ekstern merupakan pemeriksaaan atas catatan atau peninggalan untuk mendapatkan informasi dari suatu sumber. Kritik ekstern difokuskan untuk menguji sumber pada segi luar sumber atau keadaan fisik sumber. Tujuan dari kritik ekstern adalah untuk mengetahui apakah sumber pada suatu waktu sejak awal mulanya sumber itu telah diubah atau tidak.18 Pada saat melakukan kritik ekstern kondisi arsip perlu mendapat perhatian utama. Misalnya dengan melihat kertas pada arsip seperti kondisi arsip yang rusak
18
Helius Sjamsudin, op. cit., hlm. 134.
17
dan sedikit berlubang akibat usia arsip yang sudah tua. Selain itu kritik eksteren juga digunakan untuk menilai keabsahan sumber, misalnya jenis kertas, tinta, gaya tulisan, bahasa, dan kalimat untuk mengetahui otentitas sumber.19 2) Kritik Interen Kritik intern merupakan kritik terhadap isi sumber yang bertujuan untuk membuktikan apakah kesaksian dan pernyataan sumber dapat diandalkan atau tidak. Kritik intern digunakan untuk mengetahui validitas isi sumber.20 Louis Gottschalk menyatakan jika untuk memeriksa kredibilitas sebuah informasi sejarah yang didapatkan, seorang sejarawan pertamakali memeriksa seperangkat unsur yang relevan bagi suatu topik atau persoalan yang ada dalam pikirannya. Unsur-unsur yang tidak memiliki konteks atau tidak cocok dalam hipotesa maka nilai dari unsur-unsur topik tersebut diragukan kredibilitasnya.21 Ada beberapa cara untuk melakukan krtik sumber atau kredibilitas terhadap sumber/ informasi yang sudah diperoleh, yaitu dengan menggunakan hipotesis introgatif, pencarian terhadap detail khusus daripada kesaksian, identifikasi terhadap pengarang dan beberapa cara lainnya. c. Interpretasi (Penafsiran) Interpretasi menurut KBBI, yaitu pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu atau bisa disebut juga dengan tafsir22. Interpretasi 19
Kuntowijoyo, op.cit., hlm. 77.
20
Ibid., hlm. 78.
21
Louis Gottschalk, op.cit., hlm.112
22
Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 439.
18
merupakan bagian dari metode yang digunakan dalam penulisan sejarah. Interpretasi dilakuakan setelah sumber-sumber ditemukan atau diperoleh. Setelah sumber diverifikasi atau dipilah dan dipilih, maka untuk membentuk suatu peristiwa yang utuh dibutuhkan interpretasi atau penafsiran dari sumber-sumber sejarah yang sudah diperoleh. Interpretasi juga digunakan sebagai alat untuk membunyikan fakta sejarah. d. Historiografi (Penulisan Sejarah) Historiografi adalah langkah terakhir dalam penulisan karya sejarah. Historiografi merupakan kegiatan menyampaikan sintesis dari penelitian, yang ditulis secara kronologis melalui tahapan tahapan di atas. Setelah melakukan analisa serta sintesis, hasil penelitian tersebut diwujudkan dalam bentuk tulisan karya sejarah. 2. Pendekatan Penelitian Kuntowijoyo menyatakan terdapat dua macam biografi yaitu Potrayal (Potrait), dan Scientific (ilmiah) yang masing-masing mempunyai metodologi sendiri. Biografi disebut portrayal bila hanya mencoba memahami termasuk dalam kategori ini biografi (politik, bisnis, seni, olahraga, dan sebagainya.23 Begitu juga dengan penelitian sejarah berjudul “peranan K.G.P.A.A Paku Alam VIII dalam Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) Tahun 1953-1977” termasuk kedalam biografi portrayal yaitu peranan seorang tokoh (K.G.P.A.A. Paku Alam VIII) dalam bidang olahraga (Perpani). Dalam penulisan biografi 23
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 208.
19
seharusnya mengandung empat hal, yaitu : 1) kepribadian tokohnya 2), kekuatan social yang mendukung, 3) lukisan sejarah zamannya dan 4) keberuntungan dan kesempatan yang datang.24 Sartono Kartodirdjo, memahami dan mendalami kepribadian seseorang dituntut pegetahuan mengenai latar belakang lingkungan sosio-kultural di mana tokoh itu dibesarkan, bagaimana proses pendidikan formal dan informal yang dialami, watak-watak orang di sekitarnya. Oleh karena itu dalam penulisan sejarah ini diperlukan pendekatan ilmu-ilmu bantu lainnya, agar mampu mendalami bagaimana peranan Paku Alam VIII dalam keolahragaan di Indonesia secara mendalam. Pendekatan yang digunakan yaitu: 1. Pendekatan Politik Pendekatan Politikologis menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hierarki sosial, pertentangan kekuasaan, dan lain sebagainya.25 Selain itu beberapa unsur yang senantiasa dijumpai dalam proses gejala politik ialah kepemimpinan, otoritas, ideologi, organisasi dan sebagainya.26 Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan politik tersebut. Teori yang digunakan yaitu Teori Partisipasi politik, dari Hutington dan Nelson. Hutington dan Nelson menjelaskan partisipasi politik merupakan kegiatan warganegara yang bertindak sebagai pribadi yang dimaksudkan untuk
24
Ibid., hlm. 206.
25
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah,(Yogyakarta: Ombak, 2014), hlm. 5. 26
Ibid., hlm, 170.
20
mepengaruhi pembuatan keputusan pemerintah27. Penulis memposisikan Paku Alam VIII (perwakilan Indonesia dalam perpani dan KOI) sebagai masyarakat, sedangakn IOC dan FITA sebagai pemerintahannya. Teori politik ini akan membantu penelitian untuk melihat apa yang mendasari Paku Alam VIII mendirikan Perpani dan Mardisoro. Sitepu juga menjelaskan bahwa Hutington dan Nelson menyatakan partisipasi politik juga bisa bersifat universal atau kolektif terorganisir ataupun secara spontan secara damai, kekerasan, legal atau illegal28 Partisipasi politik terbagi menjadi 4 bentuk yaitu 1) kegiatan pemilihan yang mencakup pemberian suara, memberikan sumbangan untuk kampanye bekerja dalam kegiatan pemilihan mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil pemilihan.2) Lobbying yang mencakup upaya-upaya, baik perorangan maupun kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah atau pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusankeputusan yang akan diambil, 3) kegiatan organisasi, menyangkut kegitan sebagai anggota pejabat suatu organisasi yang tujuan utamanya mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, 4) mencari koneksi (contacting), yaitu tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat –pejabat pemerintah dan
27
P. Anthonius Sitepu, Teori-teori Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 94. 28
Ibid.
21
biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi seseorang atau beberapa orang.29 Teori tersebut berfungsi sebagai ilmu bantu untuk melihat bagaimana kedudukan Sri Pakualam VIII sebagai teknokrat sekaligus top organisasi di Perpani. Pendekatan politik partisipatif ini digunakan untuk melihat yang dilakukan oleh individu (P.A VIII), maupun kelompok (Perpani/bangsa Indonesia) dalam keterlibatannya di pelaksanaan event olahraga nasional maupun internasional tahun 1953-1977.
2.Pendekatan Sosiologi Pendekatan sosiologi dalam penelitian ini menggunakan teori strukturalisfungsionalis dari Redcliffe-Brown. Pendekatan struktural-fungsionalis terinspirasi dari Durkheim, menurut Durkheim fenomena sosial harus melalui dua pendekatan pokok yang berbeda yaitu pendekatan fungsional dan pendekatan hitoris. Analisis fungional berusaha untuk menjawab pertanyaan mengapa suatu item-item sosial tertentu mempunyai konsekuensi tertentu terhadap operasi keseluruhan sistem sosial, sedangkan analisis historis berusaha menjawab mengenai mengapa harus hal-hal tersebut bukan hal yang lain.30 R-B menjelaskan strukturalis-fungsionalis adalah kontribusi yang dimainkan oleh sebuah item sosial atau sebuah institusi
29
Soeharno, Diktat Kuliah Sosiologi Politik, (Yogyakarta: UNY, 2011), hlm.26. 30
Amri Marzali , Antropologi Indonesia, vol. XXI, no. 52, 1997, hlm. 33–43. Diperoleh dari http://journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/viewFile/3558/2829
22
sosial, atau terhadap sebuah kemantapan suatu sruktur sosial.31 Oleh karena itu teori strukturalis fungsionalis akan membantu dalam penelitian sejarah ini, terutama untuk meganalisis struktur organisasi keolahragaan yang berdampak pada pengambilan kebijakan individu maupun lembaga/ organisasi. 3. Pendekatan Psikologi Dipandang dari segi penulisan, biografi menuntut kemahiran dalam merangkai bahasa dan retorika tertentu, pada intinya penulisan sejarah Biografi lebih merupakan seni daripada ilmu.32 Biografi yang baik yaitu yang mampu membangkitkan inspirasi kepada pembaca dan menyelami mentalitas seseorang tokoh. Dibutuhkan analisis psikologis dan sering pula psikoanalisis, agar segi emosional, moral, dan rasionalnya lebih tampil.33 Begitu juga dengan penelitian ini, menggunakan teori Motivasi.
Penelitian ini akan melihat apa yang
memotivasi K.G.P.A.A. Paku Alam VIII tertarik pada dunia olahraga khususnya Panahan. Para ahli menjelaskan mengenai Minat, menurut Suryobroto ia mengatakan jika “Minat sebagai kecenderungan dalam diri Individu untuk tertarik pada suatu objek atau menyenangi suatu objek. Timbulnya minat terhadap suatu objek ini ditandai dengan adany rasa senang atau tertarik. Adi boleh dikatakan orang yang berminat terhadap sesuatu maka seseorang tersebut akan merasa senang atau
31
Ibid., hlm.129.
32
Sartono Kartodirdjo, op. cit., hlm.86.
33
Ibid. hlm. 87.
23
tertarik terhadap obyek yg diminati tersebut.”34 Suryobroto menjelaskan menyatakan jika minat adalah pemusatan tenaga psikis yang tertuju pada suatu objek serta banyak sedikitnya keuatan yang menyatakan minat sebagai suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauan dan trgantung dari bakat dan lingkungan.35 Karena minat tidak dapat diukur secara langsung maka unsur-unsur atau factor yang menyebabkan tibulnya minat tersebut diangkat untuk mengungkap minat seseorang. Dalam factor yang menyebabkan timbulnya minat tersebut. Menurut Crow ada beberapa factor yang mempengaruhi minat: 1) The Factor Inner Urge: Rangsangan yang datang dari lingkungan yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan seseorang akan mudah menimbulkan minat. Missal kecenderungan terhadap belajar, dalam hal ini hasrat ingin tahu terhadap ilmu pengetahuan. 2) the factor of social Motive : minat seseorang terhadap obyek atau sesuatu hal. Disamping itu juga dipenaruhi oleh factor dari dalam diri manusia dan oleh motif sosial, missal seorang minat terhadap status sosial tinggi. 3) Emosional Factor: fakor perasaan dan emosi36 Selain minat diperlukan juga teori motivasi untuk mengetahui apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam hal ini adalah motivasi Sri Paku Alam VIII dalam mengembangkan olaraga panahan. Menurut Abraham Maslow “mengemukakan kebutuhan manusia berdasarkan suatu hierarki kebutuhan dari kebutuhan yang paling rendah hingga kebutuhan yang paling tinggi” urutan kadar pentingnya kebutuhan yaitu sebagai berikut:
“Bab II Kajian Teori”, eprints.uny.ac.id/99117/BAB2-06208244053.Pdf., diakses pada 21 Desember 2015. 34
35
Ibid.
36
Ibid.
24
1).Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya) 2).Kebutuhan rasa aman 3).Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki 9berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki” 4).Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi dan mendapatkan dukungan serta pengakuan) 5).Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif mengetahui, memahami, dan menjelajahi;kebutuhan estetik.37 Dari penjelasan di atas maka “minat” dan “teori motivasi” akan digunakan sebagai pisau analisis untuk mengetahui dan mengungkap apa yang memotivasi seseorang dalam memilih minat dan melakukan tindakan tertentu. Dalam hal ini adalah motivasi dari K.G.P.A.A. Paku Alam VIII dalam olahraga panahan sehingga mendirikan Persatuan Panahan Seluruh Indonesia dan Mardisoro.
H. Sistematika Pembahasan Penelitian Sejarah Berjudul K.G.P.A.A Paku Alam VIII Dalam Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) Tahun 1953-1977 memiliki lima Bab pembahasan. Dimana setiap Bab akan dijelaskan garis besar isi dari masingmasing bab. Berikut Sistematika Pembahasan : Bab I Pendahuluan, Bab pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, historiografi yang relevan, metode penelitian dan pendekatan penelitian, dan terakhir sistematika penulisan. Bab II Riwayat Hidup K.G.P.A.A Sri Paku Alam VIII, Bab II akan membahas mengenai riwayat hidup K.G.P.A.A Sri Paku Alam VIII. Sebuah penulisan Biografi terdapat dua jenis biografi yang sudah di jelaskan diatas.
37
Ibid.
25
Sebelum melihat peranan K.G.P.A.A Sri Paku Alam VIII dalam Perastuan Panahan Indonesia (Perpani), akan lebih mudah untuk memahami jika mengenal Paku Alam VIII mulai dari asal-usul dan latar belakang keluarga, riwayat pendidikan, serta aktivitas Paku Alam VIII ketika ia menggantikan ayahnya K.G.P.A.A. Paku Alam VII. Bab III K.G.P.A.A Paku Alam VIII Dan Bidang Olahraga, Setelah memahami asal-usul dan riwayat K.G.P.A.A. Paku Alam VIII maka dalam bab III ini penulis lebih membahas mengenai bagaiamana awal mula Paku Alam VIII tertarik menggeluti bidang olahraga khususnya olahraga panahan. BAB III terdiri atas empat sub bab yaitu a) Kondisi Keolahragaan di Indonesia pasca kemerdekaan b) Awal mula tertaik bidang olahraga, c) Peran dalam Keolahragaan di Indonesia. Bab IV Perkembangan Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani), Bab ini akan menjelaskan perkembangan Organisasi Panahan Indonesi (Perpani) yang berdiri atas prakarsa dari K.G.P.A.A Paku Alam VIII. Bab ini akan membahas bagaimana perkembangan organiasi Olahraga Perpani, mulai dari panahan tradisional, berdirinya Perpani dan perkembangan Perpani di Indonesia, hingga bergabungnya Perpani dalam organisasi panahan internasional FITA. Bab V Kesimpulan, dalam Skripsi ini akan berisi tentang simpulan dari penjabaran setiap bab yang terdapat dalam penelitian sejarah yang dilakukan. Selain itu, kesimpulan berisi tentang benang merah dari hasil penelitian dalam hal ini khususnya penelitian sejarah Biografi berjudul “K.G.P.A.A Paku Alam VIII Dalam Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) Tahun 1953-1977 ”.
BAB II RIWAYAT HIDUP K.G.P.A.A SRI PAKU ALAM VIII
A.
Latar Belakang dan Silsilah Keluarga Kedudukan Pakualaman dalam pemerintahan di Yogyakarta sama halnya
dengan kadipaten Mangkunegaran yang berada di Solo. Kadipaten Pakualaman merupakan wilayah yang dibentuk melalui perjanjian politik antara penguasa lokal (yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono III) dengan pemerintahan Inggris, (yang diwakili oleh Raffless) pada tanggal 28 Desember 1811. Perjanjian itu menyebutkan bahwa tanah yang akan diberikan kepada Pangeran Notokusumo adalah Grobogan. Berdasarkan pasal 3 tahun 1813 yang tertulis dalam politik kontrak tersebut menyebutkan bahwa tanah yang diberikan kepada Notokusumo ditambah dengan tanah yang berada diwilayah distrik Parakan di Klaten. Luas tanah distrik tersebut sebesar 100 jung yang terbagi beberapa daerah, dan sebagian dibangun di Klaten.1 Politik kontrak tersebut juga menyatakan bahwa “Pangeran Notokusumo, (Paku Alam) sudah masuk dalam dinas gubermen Inggris, dan Sri Sultan berjanji tidak akan mengganggu keluarga serta pengikut-pengikutnya”, Politik kontrak ini juga ditandatangani oleh gubernemen Jendral Raffles dan Sri Sultan Hamengku Buwono III dan disahkan oleh Raad van Indie pada tanggal 2 Oktober 1813.2
1
S. Ilmi Albiladiyah, Puro Pakualaman Selayang Pandang, (Yogyakarta: Badan Kepariwisataan, 1984), hlm. 9. 2
Soedarisman Poerwokoesoemo, Kadipaten Pakualaman, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985), hlm.146-147.
26
27
Hasil dari penandatanganan kontrak tersebut salah satunya berisi tentang diangkatnya Pangeran Notokusumo menjadi Sri Paku Alam I, yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juni 1812. Kemudian dikukuhkan lagi melalui politik kontrak yang ditandatangani oleh Crawfurd (Minister Pakualaman Inggris untuk Yogyakarta) dan Sri Paku Alam I (Notokusumo) yang saat itu sudah ditetapkan sebagai kepala kadipaten Pakualaman. Politik kontrak ini dilakukan pada tanggal 17 Maret 1813 di Yogyakarta. Selama itulah akhirnya kadipaten Pakualaman merupakan wilayah yang lepas dari kasultanan Yogyakarta dan memiliki kewenangan atas wilayahnya. Selama perjalanan kadipaten ini dipimpin oleh Kepala pemimpin yang disebut dengan Paku Alam, menurut silsilah, Pakualaman dan Kasultanan masih memiliki hubungan darah bahkan Notokusumo (Sri Paku Alam I) merupakan putera dari Hamengku Buwono I. Banyak tokoh-tokoh besar yang lahir dari keluarga Pakualaman, wilayahnya yang tidak terlalu luas dan perhatian terhadap pendidikan yang cukup tinggi, membuat keturunan dan kerabat Paku Alam bisa mengenyam pendidikan. Abad ke 19 ketika politik etis (irigasi, transmigrasi dan edukasi) diterapkan di Hindia Belanda. Politik etis tersebut juga dirasakan di wilayah Yogyakarta. Akibat politik etis tersebut maka mulai bermunculan sekolah-sekolah partikelir di Pakualaman misalnya Surjengyuritan Lor, Padmosoekarnan, dan sekolah ongko loro.3 Perkembangan dan perhatian terhadap pendidikan di Pakualaman mulai terlihat pada masa kepemerintahan Paku Alam V. Hal ini dapat dilihat dengan Ninda Purnama Sari, “Perkembangan Sekolah Partikelir Pakualaman 18921942” , Skripsi, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2012), hlm. 55-56. 3
28
banyaknya keluarga Pakualaman yang mengenyam pendidikan bahkan sampai ke Negeri Belanda, dan lahir cendikia-cendikia dari keluarga Pakualaman. 1. Pengaruh Keluarga terhadap Pribadi Paku Alam VIII Ibu dari BRMH Surarjaningrat (Paku Alam VII) yaitu Gusti Timur, ia merupakan keturunan dari Gusti Kanjeng dengan Sri Paku Paku Alam III. Gusti Timur tidak bisa meneruskan tahta ayahnya Sri Paku Alam III, karena dalam sejarah Pakualaman belum pernah ada pewaris tahta Pakualaman yang berasal dari kaum perempuan. Akhirnya Gusti Timur dinikahkan dengan putera Sri Paku Alam V yang bernama KPH Notokusumo. Gusti Kanjeng, ibunda Gusti Timur berharap dari perkawinan tersebut dapat
lahir seorang putera mahkota yang
nantinya akan meneruskan tahta dari Paku Alam VI. Perkawinan tersebut lahir seorang putera mahkota yang diberinama BRMH Surarjaningrat atau sering disebut dengan BRMH Surarjo.4 Dirunut dengan menggunakan silsilah, maka Paku Alam VII merupakan keturunan langsung dari Panembahan Senopati (Pendiri Kerajaan Mataram), keturunan
langsung Sultan
Hamengku
Buwono
I (Pendiri
Kasultanan
Yogyakarta), Keturunan dari Sri Sultan Hamengku Buwono II (putera dari Hamengkubuwono I dan kakak dari Sri Paku Alam I), dan keturunan langsung dari Sri Paku Alam I (Putera Sri Sultan Hamengku Buwono I).5 Latar belakang dari kedua orangtuanya yang membentuk pribadi Paku Alam VII. Menurut Gedenkscrhift “25 jarig bestuursjubileum ZH Paku Alam VII”,
4
Soedarisman Poerwokoesoemo, Ibid., hlm.270
5
Ibid., hlm.273.
29
menjelasakan bahwa salah satu cita-cita Sri Paku Alam VI adalah untuk memberikan pendidikan secara barat kepada puteranya, sehingga BRMH Surarja sejak masih muda telah dikanalkan dengan kebudayaan barat dari segala seginya. BRMH Surarjo menunjukan kegemaran belajar dan mencari Ilmu pengetahuan.6 Semasa studi Ia tergolong murid yang cerdas, ia dan temannya berharap bisa menjadi satu dengan anak-anak yang bersekolah di Erste (European, Lagere School) yaitu sekolah yang mayoritas muridnya adalah orang-orang Eropa. Ia kecewa karena nyatanya ia justru didaftarkan di Derde (Europeesche Lagere School) di Bintaran. Tidak hanya itu BRMH Surarjo juga di-Indekost-kan pada seorang Belanda sehingga ia bisa mempelajari dan mengenal kebudayaan Barat.7 Selama tinggal bersama dengan orang Belanda ia cepat menyerap pelajaran dan kebudayaan. Ia belajar bahasa Prancis dan mampu mengejar kekurangankekurangannya. Akhirnya pada tahun 1899 BRMH Surarja masuk sekolah HBS di Semarang, ia berencana setelah lulus akan melanjutkan ke universitas di Eropa untuk mendapatkan gelar.8 Namun BRMH Surarjo saat itu masih menempuh pendidikan di Gymnasium Willem III Afdeeling B9 di Jakarta dan ia harus
P.A.A Kusumoyudo , Gedenkschrift “25 Jarig bestuursjubileum ZH Paku Alam VII”,(Jakarta, tt), hlm. 35. PAA Kusumoyudo merupakan anggota Raad van Nederlansch Indie, lebih lanjut lihat Soedarisman Poerwokoesoemo, Kadipaten Pakualaman, terbitan UGM Press.1985 hlm. 274. 6
7
Ibid., hlm. 276.
8
Ibid.
9
Gymnasium Willem III afdeeling B adalah sekolah latihan bagi calon-calon BB Belanda. Lihat Soedarisman Poerwokusumo, op.cit. hlm.277.
30
mengurungkan niatnya untuk melanjutkan pendidikanya kerena ia harus menggantikan ayahnya yang mangkat. Saat ayahandanya meninggal dunia Surarjo masih kanak-kanak sehingga berdasarkan Koninklijk Besluit (Keputusan Raja) tanggal 21 September 1866 (Staatsblad van Nederlandsch-Indië/ Lembaran Negara Hindia-Belanda 1866 no. 127) membentuk empat departemen pemerintahan umum yang bekerja sesuai dengan fungsinya, sehingga gubermen Belanda menghendaki adanya dewan Perwalian Kadipaten Pakualaman. Dewan Perwalian Kadipaten Pakualaman diketuai oleh Residen Yogyakarta R.J Couperus10, dan yang duduk di kursi anggota yaitu K.P.H Sastraningrat11, K.P.H Notodirojo12, F. C. H. van Andel (Asisten
Residen
Kulon
Progo)
dan
C.Canne
Sekretaris
Karesidenan
Yogyakarta.13 Selain itu Gusti Timur juga menjadi wali dari anakanya tersebut. Gusti Timur menjalankan Pemerintahan perwalian di Pakualaman selama lebih kurang 41/2 tahun. Kemudian Setelah Surarjo
dewasa, Ia jumenengan
pada
tanggal 17 Desember 1906. BRMH Surarjo dalam hidupnya ia tertarik dengan seni, terutama kesenian tradisional. Paku Alam VII, ia sering mengadakan pertunjukan- pertunjukan wayang, tari dan gamelan pada hari-hari tertentu di istananya untuk 10
Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman Sejarah Kontribusi dan Nilai Kejuangannya, (Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009), hlm. 72. 11
KPH. Sastraningrat adalah Putera Sri Paku Alam III, sekaligus ayah Nyi Hajar Dewantara. 12
KPH Notodirojo adalah Putera Paku Alam V, sekaligus adik dari Paku Alam VI. 13
Djoko Dwiyanto, Ibid., hlm. 73.
31
mempertahankan kebudayaan jawa. Pertunjukan kebudayaan tersebut terbuka untuk siapapun bagi yang ingin melihat. Selain itu banyak terjadi perubahan yang ia lakukan baik dalam pemerintahan maupun dalam segi pembaharuan bangunan. Keadaan Internal istana misalnya Keadaan Pangreh Praja dan Pamong Desa sudah nampak menjadi lebih baik karena penghasilan mereka sudah dapat disesuaikan dengan keadaan Pangreh Praja dan Pamong Desa diluar Kadipaten Pakualaman. Pembangunan Infrastruktur ekonomi dan sosial di bangun seperti jembatan, gedung-gedung pemerintahan, irigasi dan perbaikan jalan. Selain itu perombakan bangunan lama menjadi baru pun dilakukan dimasa Paku Alam VII. Pembongkaran dan pemugaran Gedung “Purwono” dan diganti dengan gedung yang diberi nama “Purworetno” dan penutupan kolam-kolom kuno.14 Semasa pemerintahan Paku Alam VII banyak modernisasi yang terjadi pada masa itu.
2.
Gusti Raden Ayu Retno Purwoso BRAj Retno Puwoso merupakan Ibunda dari Paku Alam VIII sekaligus
permaisuri dari Paku Alam VII. BRAj Retno Puwoso merupakan puteri dari Sunan Paku Buwono X dari selir Bendara Raden Ayu Retnopurnomo. Sejak kecil ia telah melakukan tindakan tindakan kontroversial yang menunjukan keberanian dan kecerdasannya. Salah satu tindakannya yaitu berbicara ngoko kepada ayahandanya. Meskipun anak kandung sendiri akan tetapi adat keraton saat itu tidak mengizinkan siapapun berbicara ngoko kepada Raja.15 BRAj Retno Puwoso
14
Soedarisman Poerwokoesoemo, op.cit., hlm. 291.
15
Ibid,. hlm. 356-357.
32
atas prakarsa ayahandanya ia menikah dengan Paku Alam VII pada Selasa Pon 21 Besar Je 1838 bertepatan dengan 5 Januari 1909.16 Pilihan ini disarankan oleh Kyai agar kelak mendapatkan keturunan pertama seorang laki-laki yang bisa meneruskan tahta.17 Sebagai seorang permaisuri, meskipun ia hidup berada di dalam istana Ia mampu bergaul dengan Orang Belanda dan pikiran-pikiran barat, bahkan putera dan puteri Paku Alam VII dengan Retno Puwoso disekolahkan di sekolah Belanda dan bergaul dengan anak-anak Belanda. Mereka juga diberi pendidikan secara teratur dan disiplin.18 Baik dari pakaian maupun tingkah laku tidak ada yang menyangka jika mereka adalah putera-puteri dari Kepala Kadipaten Pakualaman.19 BRAj Retno Puwoso meyandang gelar Gusti Bendara Raden Ayu (GBRAy) Paku Alam VII atau sering disebut dengan Gusti Hadipati. Untuk pertamakalinya dalam sejarah seorang permaisuri Pakualaman berasal dari Putri seorang Sunan Paku Buwono. Gusti Hadipati semakin hari menunjukan pribadi yang kuat. Keberadaannya berpengaruh besar terhadap Pakualaman terutama dalam bidang kebudayaan, selepas menikah Gusti Hadipati membawa kebudayaan keraton Surakarta ke Pakualaman. Perubahan-perubahan besar bahkan membawa Puro Pakualaman semakin mirip dengan keraton Kasunanan Surakarta dari pada
16
Ibid,. hlm. 297
17
Ibid.
18
Djoko Dwiyanto, op.cit., hlm.73.
19
Soedarisman Poerwokoesoemo, op.cit., hlm.289
33
Kasultanan Yogyakarta.20 Gusti Hadipati juga berpengaruh besar dalam kebijakan politik yang krusial pada masa pemerintahan Adipati Paku Alam VIII yang merupakan putera sulungnya.21 Pengalaman selama 27 tahun menemani Paku Alam VII sangat berperan dalam membimbing dan memberikan nasihat kepada anaknya di masa-masa awal Paku Alam VIII memimpin Pakualaman.
B. Masa Kanak-kanak Pernikahan antara Sri Paduka Paku Alam VII dengan Gusti Retno Puwoso melahirkan seorang anak laki-laki pada hari Ahad Pon 29 Mulud Be 1840 atau tanggal 10 April 1910 M. Anak tersebut kemudian di beri nama Gusti Raden Mas Haryo Sularso Kunto Suratno. Paku Buwono ayahanda GBRAy Retno Puwoso sekaligus kakek dari Paku Alam VIII pernah menjenguk cucunya saat sepasaran (berusia lima hari). Ia menimang dan berdoa “Koe tak pujekake besuk bisa nganggo songsong gilap lan muga-muga aku (Paku Buwono X) bisa menangi”.22 Paku Buwono X berharap agar kelak cucunya dapat memegang tampuk kekuasaan di Pakualaman menggantikan menantunya Paku Alam VII.
20
Soedarisman Poerwokoesoemo, Peranan Beberapa Tokoh Wanita di Puro Pakualaman Yoyakarta. (Yogyakarta: Lembaga Javanologi, 1987), hlm.27. Dhani Kurniawan, “Adipati Paku Alam VIII :Pejabat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1988-1998”, Skripsi,(Yogyakarta: UNY, 2015), hlm. 44. 21
Artinya: “Saya doakan semoga engkau kelak bisa menjadi Kepala Kadipaten Pakualaman dan semoga saya bisa menyaksikannya”. Diterangkan pula bahwa songsong atau payung emas adalah lambang dari seoarang raja. 22
34
Pada tanggal 4 September 1936, di usianya yang ke 26 tahun Gusti Raden Mas Haryo Sularso Kunto Suratno23 mendapat gelar Kanjeng Gusti Adipati Aryo Prabu Suryodilogo. Setengah tahun kemudian pada tanggal 12 April 1937 ia dinobatkan menjadi K.G.P.A.A Paku Alam VIII.24 Penobatan ini dihadiri oleh Perwakilan gubernur Hindia Belanda untuk Yogyakarta.
1. Pendidikan Pakualaman merupakan Kadipaten yang terkenal dengan tempat lahirnya elite modern Indonesia. Kesadaran akan pentingnya mengikuti perkembangan zaman pada saat itu, agar Pakualaman mampu menjalankan peranannya dalam masyarakat jawa, sehingga melalui pendidikan dan moderniasasi merupakan langkah yang diambil untuk mencapai hal tersebut. Intelektualisasi di lingkungan keluarga Pakualaman dimulai pada masa Paku Alam V (1878-1900). Begitu pula dengan kerabat dan keturunan-keturunannya, termasuk GRMH Sularso Kunto Suratno. Sebagai calon penerus dari Pakualaman maka ia diberi pendidikan Eropa oleh ayahnya. Dimasa kecilnya GRMH Sularso Kunto Suratno, disekolahkan di Neutrale Europeesche Lagere School Yogyakarta Christelijke. Pada sekolah tersebut Ia sempat menjalin kontak dengan putera-putera Sultan Hamengku Buwono VIII, akan tetapi saat itu Ia belum mengenal akrab GRM Dorojaton (Nama Kecil Sultan Hamengku Buwono IX). ELS merupakan sekolah tingkat dasar yang mulanya
24
S. Ilmi Albiladiyah, Puro Pakualaman Selayang Pandang, (Yogyakarta: Badan Kepariwisataan,1984), hlm. 67
35
ditujukan kepada anak keturunan Belanda. Secara kualitas ELS oleh Pemerintah kolonial diusahakan sama dengan sekolah yang ada di Eropa.25 Setelah lulus dari ELS, Soelarso Koento Soeratno melanjutkan studinya ke MULO, dan menyelesaikan pendidikan di MULO pada tahun 1925. Selepas lulus dari MULO ia melanjutkan pendidikan di AMS-B26, kemudian pada tahun 1931 Ia berencana untuk melanjutkan sekolah militer namun permintaannya tersebut ditolak oleh Gubernur Jendral Belanda,27 karena khawatir ketika lulus dari sekolah militer terebut, ia akan menjadi pemberontak. Akhirnya ia tetap melanjutkan pendidikan di AMS-B. Semasa mengenyam pendidikan Ia sempat melanjutkan pendidikan ke Recht Hoogeschool28 di Jakarta yang setara dengan perguruan tinggi. Namun Pada tahun 1932, BRH Solelarso Kunto Suratno berhenti, Ia diminta
kembali ke
25
S. Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 90-91. 26
Alegemene Middlebare School (AMS) merupakan sekolah lanjutan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang didirikan atas tuntutan dari tokoh-tokoh Indonesia agar pemerintahan Belanda mendirikan sekolah menengah untuk kalangan pribumi. Saat itu sekolah HBS sudah terlebih dahulu lahir, namun HBS hanya diperuntukan bagi anak-anak belanda, meskipun ada dari kalangan pribumi pun berasal dari kalangan bangsawan dan priyayi karena biaya pendidikan HBS yang mahal (f.15) dan sulitnya prasyarat sekolah HBS, yaitu mewajibkan bahasa Prancis bagi seluruh siswanya. Kemudian atas desakan kaum terpelajar terutama Boedi Oetomo, maka AMS pertama kali didirikan di Indonesia tahun 1919. AMS memliki 2 jenis penjurusan yaitu AMS A lebih mengutamakan sastra dan sejarah, dan AMS B yang memusatkan studi pada ilmu eksak misalnya matematika, fisika, kimia, kosmografi, gambar garis dan bahasa Jerman. Lihat S. Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia,(Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 137141. 27
Djoko Dwiyanto, op.cit., hlm.87
28
Recht Hoogeschool (RHS), adalah sekolah tinggi hukum dengan lama studi empat tahun. RHS pertama kali dibuka pada 28 Oktober 1924 di Jakarta, namun pada 8 Maret 1942 RHS ditutup.
36
Yogyakarta. Setelah pulang kemudian ia bekerja di bidang agraria, ini bertujuan agar ia bisa lebih dekat dengan rakyatnya.29 Selama hidupnya Sri Paku Alam VIII merupakan pribadi yang sederhana, bahkan saat
usia belia Ia diminta untuk
membaur dengan masyarakat.
2. Paku Alam VIII Naik Tahta Hingga Kekuasaan Jepang Paku Alam VIII naik tahta pada tanggal 13 April 1937 menggantikan ayahnya Sri Paku Alam VII yang mangkat pada tanggal 16 Februari 1937. Ketika Ayahnya meninggal KPH Soeryodilogo30 sedang berada di Eropa menghadiri perkawinan putri mahkota Belanda Juliana dengan Pangeran Bernard, sehingga ia tidak bisa menghadiri pemakaman ayahandanya Sri Paku Alam VII. Tahun 1937, Paku Alam VIII baru menjadi pemimpin Pakualaman menggantikan ayahnya. Di tahun yang sama Hindia Belanda diambil alih dari Inggris oleh pemerintahan Belanda. Tahun 1939 dunia sedang mengalami peperangan, Jerman, Tiongkok, dan Jepang berperang melawan sekutu (Inggris, Pransis, dan Amerika). Lima tahun kemudian kehadiran Jepang telah mengusik kedudukan Belanda di Indonesia. Keberadaan Kadipaten Pakualaman maupun Kasultanan Yogyakarta saat itu dijadikan sasaran adu domba oleh pemerintah Jepang. Adu domba ini bertujuan untuk memecah kekuatan dari dua pihak agar kedua kesultanan dan kadipaten menjadi lemah. Jepang mengambil alih
29
Tim Penyusun, Buku Panduan Jumeneng Dalem K.G.P.A.A Paku Alam IX, (Yogyakarta: Pakualaman, 1999), hlm. 25 30
Soeryodilogo, merupakan gelar dari Putera mahkota yang kelak akan menjadi KGPAA Paku Alam VIII.
37
pemerintahan Indonesia dari Belanda pada tanggal 8 Maret 1942. Akan tetapi kehadiran Jepang di Hindia Belanda justru membuat Paku Alam VIII dan Hamengku Buwono IX semakin menunjukan sinergitasnya. Agar tidak mudah terpecah, kedua pemimpin ini memutuskan untuk berkantor bersama di kepatihan, serta mengambil kebijakan yang kompak untuk mengatur strategi.31 Dimasa pemerintahan Jepang segalanya terasa sulit, hal ini disebabkan karena kondisi saat itu Jepang sedang menghadapi perang Pasifik, sehingga membutuhkan biaya dan tenaga perang yang banyak. Selama menduduki wilayah di Indonesia, dari masa ke masa bentuk penjajahan semakin hari semakin berkembang sesuai dengan perkembangan perang pada saat itu. Ketika Jepang masih memiliki banyak kapal, tugas pemerintah yaitu untuk memastikan agar memenuhi kebutuhan perang. Selanjutnya pada tahun 1943-1944 kebijaksanaan eksploitasi berubah menjadi usaha agar pasukan-pasukan bersenjata selatan dapat berswasembada. Pada tahun 1944-1945 Jawa mulai mempersiapkan pasukan beladirinya, pemerintah mengusahakan pemerintahaan autarki regional dan pengumpulan makanan setempat.32 Jepang menggunakan semua sumber daya yang berada di Jepang maupun wilayah yang ia jajah untuk keperluan peperangan. Hal ini berdampak pada kondisi sosial masyarakat Indonesia. Banyak kemiskinan melanda Indonesia karena seluruh makanan dan hasil pertanian harus disetorkan kepada pemerintah
Surono AS, “Sri Paduka Paku Alam VIII”, dalam Apa &Siapa Orang Yogyakarta Edisi 1995, (Semarang: Citra Almamater, 1995), hlm. 111. 31
32
Akira Nagazumi dkk, Pemberontakan Indonesia di Masa Pendudukan Jepang, (Jakarta: Yayasan Obor, 1988), hlm. 8.
38
Jepang sebagai bahan makanan bagi tentara perang. Pendidikan dipusatkan pada kegiatan militer dan mengumpulkan bahan-bahan perang misalnya dilaksanakan kerja bakti mengumpulkan batu dan latihan baris berbaris. Kegiatan politik di Indonesia terhenti, hal ini karena organisasi politik dilarang berkembang untuk menghambat munculnya rasa nasionalisme. Kegiatan dan gerakan-gerakan politik dilarang pada masa pendudukan jepang, namun Jepang mendirikan pembangunan yang bertujuan untuk mendapatkan bantuan militer dari Indonesia seperti PETA, Heiho, Romusha dengan cara merekrut pribumi dan memberi latihan-latihan militer. Ketika Jepang masuk ke Indonesia, beberapa wilayah masih menggunakan sistem feodalisme. Tahun ke 1944-1945 di Jawa sendiri terdapat 4 kekuasaan Jawa yang masih ada misalnya
Kasusnanan
Surakarta,
Kadipaten
Mangkunegaran,
Kasultanan
Yogyakarta dan Kadiapaten Pakualaman. Sistem-sistem kerajaan pada waktu Jepang mengeluarkan kebijakan yaitu pemerintahakan lokal memerintahkan agar patuh terhadap Jepang. Ketika Jepang meminta untuk mengumpulkan sumber daya manusia untuk dijadikan romusha, Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII, tidak rela penduduknya dikirim keluar kota untuk di jadikan romusha. Pemerintah Jepang pada saat itu merekrut sebanyak mungkin penduduk Jawa sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja yang direkrut terutama laki-laki yang berbadan sehat, hal tersebut guna meningkatkan produksi perang. Mereka juga dibekali latihan-latihan militer, seperti latihan fisik, dan latihan baris-berbaris. Selain itu, Jepang juga mengajarkan bela diri khas Jepang seperti Sumo dan Kido. Latihan-
39
latihan ini diajarkan kepada anggota PETA yang terdiri atas orang-orang Jepang dan kaum pribumi agar siap menjadi tentara perang bagi Jepang. Menjelang Proklamasi kemerdekaan, 17 Agustus 1945 hubungan antara pakualaman dan kasultanan Yogyakarta semakin baik. Kedua belah pihak (Paku Alam VIII dan Sultan Hamengku Buawana IX) mengajak Kadipaten Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta untuk menjalin diplomasi politik antar empat kerajaan agar memiliki sikap politik yang sama dalam mendukung para pejuang kemerdekaan. Hamengku Buwana IX kemudian mengutus Paku Alam VIII untuk menyampaikan amanah tersebut. Ia menyampaikan amanah dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada dua kerajaan tersebut sambil panahan disuatu tempat antara Sragen dan Mantingan.33 Pendudukan Jepang di Indonesia tidak berlangsung lama, setelah Hirosima dan Nagasaki di Bom oleh sekutu, Jepang menyerah tanpa syarat, dan kesempatan ini dimanfaatkan oleh kaum nasionalis dan pemuda untuk mendesak Soekarno dan Hatta memproklamirkan Indonesia menjadi negara yang merdeka. Kedudukan Jepang saat itu sudah menyerah namun Jepang masih berkewajiban untuk menjaga dan mengamankan wilayah sebelum kedatangan sekutu ke Indonesia. Kemerdekaan Indonesia tidak serta merta mudah untuk di capai, bahkan sempat terjadi perlawanan dari kaum nasionalis dengan pihak Jepang. Di Yogyakarta sendiri perlawanan rakyat Jogja terjadi di Kotabaru, dimana saat itu terjadi
33
KPH Wijoyokusumo, dalam Disukusi Forum Peduli Daerah Istimewa Yogyakarta, di rumah H. Salim Purnomo, Jl. Lowanu Yogyakarta, 1995. Ditulis dalam Artikel oleh Heru Wahyukusmoyo, Mengenal Riwayat &Falsafah Hidup Paku Alam VIII, (Yogyakarta: Seminar Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional Paku Alam VIII, 2015), hlm. 4.
40
perebutan gudang senjata antara rakyat Jogja dan tentara Jepang. Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII sebagai orang yang berpengaruh di Yogyakarta memberikan semangat dukungannya kepada kaum nasionalis agar Indonesia dapat segera mendapat kemerdekaannya.
3. Menjadi Wakil Kepala Daerah Yogyakarta Dengan terbitnya Amanat 5 September 1945 yang ditanda tangani secara sendiri-sendiri oleh kedua pihak, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, disusul amanat yang ditandatangani secara
bersama-sama, lalu
lahirlah amanat 30 Oktober 1945 yang bersisi tentang jalannya pemerintahan Yogyakarta diserahkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat (Sistem Demokrasi) serta lahirnya UU. No. 3/1950 yang menyatakan dengan tegas bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari wilayah kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. 34 Kota Yogyakarta dinyatakan dalam Maklumat No. 28 Tahun 1946, kabupaten luar kota kadipaten Pakualaman masih disebut kabupaten Adikarto. Baru pada tahun 1951 berdasarkan undang-undang No. 15 tahun 1951 kabupaten Adikarto yang beribukota di Wates dijadikan satu dengan kabupaten Kulon Progo yang merupakan wilayah Kasultanan Yogyakarta yang beribukota di Sentolo (Sebelumnya di Pengasih). Penyatuan kasultanan dan Pakualaman menjadi satu dan termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia memang dikehendaki oleh kedua pemimpin negeri tersebut. Namun Secara adat Sri Sultan Hamengku 34
Ibid., hlm.4.
41
Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tetap sebagai pemimpin keraton Yogyakarta dan puro Pakualaman .35 Yogyakarta, dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menjalankan pemerintahaan secara bersama-sama, mereka saling mendukung dan mengisi satu sama lain. Peranan mereka sama pentingnya, hal ini terlihat ketika Sri Sultan Hamengkubuwana IX menduduki jabatan Menteri Negara dalam kabinet Syahrir III RI pada tahun 1946, ketika Sri Sultan Hamengku Buwono IX harus mengurus kondisi keamanan di Indonesia, sehingga urusan rumah Tangga DIY diurus oleh Sri Paku Alam VIII. Kedudukan Sri Paku Alam VIII selaku Wakil Kepala daerah memegang segala urusan yang berada di lingkungan Yogyakarta namun tidak terlepas dari persetujuan Sri Sultan Hamengkubuwana IX Selaku Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama mengurus DIY menemani Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri Paku Alam VIII juga merupakan tokoh yang berperan dalam pelaksanaan Pemilihan Umum pertama di Indonesia yang diselenggarakan dalam rangka pemilihan DPD dan DPR tahun 1955 di Yogyakarta. Pemilihan tersebut berjalan baik dan demokratis. Ia juga aktif dalam dunia kesehatan sehingga ia pernah menjadi ketua Palang Merah Indonesia (PMI). Selain itu Ia juga aktif dalam perkembangan olahraga di Indonesia, khususnya olahraga panahan yang menjadi hobinya. Pada Oktober 1988, Hamengku Buwono IX mangkat dan selang beberapa waktu pascameninggalnya Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paduka Paku Alam 35
S. Ilmi Albiladiyah, loc.cit, hlm. 99
42
VIII mendapat surat keputusan dari presiden Soeharto mengenai pengangkatannya sebagai pejabat gubernur dengan masa jabatan sepanjang usia. Paku Alam VIII menjadi pejabat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.36 Paku Alam VIII tetap konsisten dengan kedudukan Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta. Paku Alam VIII adalah sosok yang konsisten terhadap aturan konstitusi maupun aturan adat, hal ini ditunjukan secara tegas bahwa dirinya adalah tetap wakil gubernur DIY sampai wafat, jabatan sementara (PJS Gubernur DIY) adalah tekhnis administrative, yang harus ditaati dan tidak pernah mau dinaikan jabatannya sebagai Gubernur ketika Hamengku Buwono IX wafat, suatu saat ketika jabatan wakil gubernur akan diisi pejabat struktural Ia menjawab secara Diplomatis: “bahwa posisi yang kosong adalah Gubernur DIY bukan wakil Gubernur DIY, posisi saya adalah tetap wakil Gubernur DIY karena posisi gubernur DIY adalah hak politik kesultanan Yogyakarta.37 Selama menjalankan pemerintahan di Yogyakarta, ia dibantu oleh DPR, DPD, DPRD Yogyakarta. Ia pernah memberikan gagasan-gagasan yang cukup gemilang, Ia juga sangat baik dalam menjalin hubungan dengan pemerintah pusat dan dikenal sebagai pemimpin yang menjaga tali silaturahmi antara pemerintah daerah. Sri Paduka Paku Alam VIII juga sering menyelenggarakan pertandingan panahan untuk mempererat hubungan antara pemimpin dan rakyatnya. Bahkan pertandingan panahan ini dilakukan hampir disemua kabupaten yang ada di 36
Krisna Bayu Adji, Buku Pintar Raja-Raja Jawa Dari Kalingga Hingga Kasultanan Yogyakarta Mengungkap Sejarah dan Biografi Para Raja Berdasarkan Fakta terbaru, (Yogyakarta: Araska), hlm. 202. 37
Ibid., hlm. 5.
43
Yogyakarta yaitu Bantul, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul yang dilakukan secara bergiliran.38
38
Soekarto, wawancara di Yogyakarta tanggal 24 Juni 2015.
BAB III K.G.P.A.A PAKU ALAM VIII DAN OLAHRAGA
A.
Kondisi Keolahragaan di Indonesia Paska Kemerdekaan Tahun 1945-1950an merupakan kondisi sulit yang harus dihadapi Indonesia.
Kondisi sosial politik dan ekonomi saat itu mengalami pergolakan hingga akhir tahun 1950an, hal ini karena di awal kemerdekaan Indonesia mengalami beberapa kali pergantian kabinet. Disisi lain muncul agresi militer Belanda serta muncul pemberontakan-pemberontakan di beberapa wilayah di Indonesia yang berdampak pada seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia termasuk perkembangan olahraga di Yogyakarta. Kondisi olahraga saat itu mengalami pasang surut, karena pada saat itu kehidupan olahraga tidak dapat lepas dari kebijakan politik pemerintah. Pidato kenegaraannya tahun 1957, Soekarno menyampaikan pidato yang berjudul “Suatu Tahun Ketentuan”. Pidato tersebut menegaskan bahwa Indonesia berada pada tahap national building, yaitu revolusi ke dua yang sebelumnya Indonesia mengalami revolusi yang berbuah kemerdekaan.1 Oleh karena itu poisisi keolahragaan menjadi strategis dalam mewujudkan character building
di
Indonesia. Soekarno pernah menjelaskan dalam amanatnya yang disampaikan pada tanggal 9 April 1961 di Sasana Gembira, Bandung: jika olahraga adalah alat
1
Brigitta Isworo Laksmi &Primastuti Handayani, MF. Siregar Matahari Olahraga Indonesia, (Jakarta: Kompas Gramedia. 2008), hlm 70-71. 44
45
untuk menuju 3 tujuan revolusi Indonesia yaitu: negara kesatuan yang kuat, masyarakat yang adil dan makmur, dan tata dunia baru.2 Indonesia berada di bawah pendudukan Belanda periode awal abad ke XX hingga akhir tahun 1942. Semasa Pemerintahan Belanda nampak diskriminasi terjadi pada kaum pribumi dalam menikmati fasilitas olahraga, misalnya pemisahan penggunaan kolam renang bagi golongan pribumi dengan kaum elit Eropa.3 Penyebab diskriminasi dan pemisahan penggunaan fasilitas olahraga di Hindia Belanda, hal ini karena ketakutan pemerintah Belanda jika semangat gotong royong dan kerjasama antar tim “persatuan” akan muncul dikalangan pribumi. Hal tersebut tidak dikehendaki pemerintahan Belanda saat itu, hingga pada akhirnya pribumi dilarang untuk melakukan aktivitas keolahragaan. Diskriminasi penggunaan fasilitas olahraga bagi pribumi tidak menjadi halangan bagi bond-bond untuk berolahraga. Munculnya semangat olahraga ditandai dengan lahirnya ikatan olahraga yang pertama yaitu Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 29 April 1930. Organisasi ini berkedudukan di Yogyakarta, diketuai oleh Ir. Suratin. Pada mulanya PSSI hanya terdiri atas 6 anggota yaitu Yogyakarta, Solo, Madiun, Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Namun pada tahun 1941, anggota PSSI sudah memiliki anggota sebanyak 40 kota yang tersebar di Seluruh Jawa dan luar Jawa. Oleh karena itu, untuk mempermudah mengorganisasi persatuan olahraga di masing masing wilayah
2
Ibid., hlm. 87.
3
Ibid., hlm. 70.
46
maka dibuatlah konsul-konsul diluar ibukota seperti Medan, Padang, dan Makassar.4 Perkembangan olahraga mulai diperhatikan pada masa penjajahan Jepang namun saat itu kegiatan olahraga diperuntukan bagi kepentingan militer, olahragaolahraga asal Jepang seperti Judo, Kido, dan Sumo mulai diajarkan di masyarakat. Pembelajaran dan latihan-latihan olahraga bagi kepentingan militer ini bertujuan untuk mengolah kecakapan dan ketangkasan serta kerjasama.5 Salah satu cikal bakal atau perkumpulan yang mengajarkan ketahanan fisik adalah kepanduan. Kepanduan merupakan perkumpulan sebuah organisasi yang digunakan sebagai sarana untuk mempersatukan dan menggalang kekuatan di kalangan pemuda. Kepanduan semakin berkembang di Indonesia pada masa Jepang seperti Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI), Surya Wirawan, Hisbul Wathan (HW) dll. Demikian pula peranan olahraga dari bermacam-macam cabang mulai dibina dan diorganisasi terutama sebagai alat untuk mendukung pergerakan Nasional.6 Pascakemerdekaan kondisi organisasi-organisasi olahraga tidak begitu menunjukan kemajuan secara signifikan. Kemerdekaan bangsa Indonesia sudah diakui secara defacto dan dejure oleh beberapa negara seperti Mesir, Palestina,dan Vatican. Namun, kemerdekaan Indonesia yang baru lahir ini belum dikenal oleh masyarakat dunia. Oleh sebab itu, Indonesia melakukan beberapa upaya untuk 4
Ibid., hlm.18.
Made Pramono, “Dasar-Dasar Ilmu Olahraga (Suatu Pengantar)”, Jurnal Filsafat, (Agustus Jilid 34, No. 2), hlm. 140. 5
Jumiatiningsih “ Keikutsertaan Indonesia Di Arena Olympiade 1952-2000”, Skripsi, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2002), hlm. 17. 6
47
mendapatkan pengakuan dalam pergaulan interanasional. Langkah awal yang dilakukan yaitu bergabungnya Indonesia dalam organisasi Perserikatan BangsaBangsa pada 27 September 1950,7 Indonesia bergabung menjadi anggota PBB yang ke 60. Diterimanya Indonesia menjadi Anggota PBB maka Indonesia memiliki kedudukan yang sama dengan negara-negara lainnya. Tidak hanya itu hal tersebut juga merupakan upaya Indonesia untuk menciptakan perdamaian dunia. Di tahun yang sama Indonesia juga menjadi tuan rumah penyelengara konfrensi Asia-Afrika pada tahun 1950 yang dihadiri oleh negara-negara dari Asia dan Afrika. Upaya Indonesia untuk memperkenalkan diri dalam pergaulan dunia sudah dilakukan, baik dari bidang diplomasi, politik, kerjasama pedagangan serta keikut sertaan Indonesia dalam olahraga, Setelah Perang Dunia ke II ada perpindahan paradigma di dunia yaitu dari peperangan dan persaingan dominasi militer ke paradigma “pertandiangan Olympiade” untuk menunjukan prestasi olahraga suatu negara. Semboyan dari Olympiade yang berbunyi, Altius, Litius, Fortius menunjukan perubahan paradigma dunia. Selain itu, Olympiade Games membawa misi perdamaian hal ini dapat dilihat dari lambang yang terdapat pada Bendera Olympiade yang terdri atas 5 buah lingkaran terdiri atas warna biru, kuning, hitam,hijau dan merah. Lingkaran tersebut mewakili dari lima benua di dunia, biru
Ginanjar Kartasasmita, dkk. “30 Tahun Indonesia Merdeka , tahun 19501964”, (Jakarta: P.T. Jayakarta Agung Offset), hlm. 51. 7
48
untuk Benua Eropa, kuning untuk Benua Asia, hitam untuk Afrika, hijau untuk Australia dan merah untuk Amerika.8 Langkah awal partisipasi Indonesia dalam perhelatan Olympiade yaitu ketika Indonesia mendapat undangan tahun 1948 dari Olympiade London XIV sebagai peninjau. Ketika Indonesia ingin turut berpartisipasi dalam ajang olympiade internasional tersebut nyatanya paspor Indonesia tidak diakui. Hal tersebut karena Indonesia merupakan negara yang masih baru dan dunia belum mengakui kemerdekaannya. Indonesia dapat ikut dalam ajang tersebut dengan syarat Indonesia bergabung dengan kontingen dari Belanda.9 Alasan lain atas penolakan tersebut disebabkan karena Indonesia belum resmi menjadi anggota International Olympic Comitte (IOC) yang merupakan syarat keikutsertaan Olympic games. Kekecewaan bangsa Indonesia atas penolakan tersebut justru memberikan semangat bagi bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan pertandingan olahraga di dalam negeri. Pelaksanaan Pekan olahraga Nasional yang pertama ini hanya diikuti sebatas pulau jawa saja, meskipun begitu PON I Surakarta berlangsung cukup meriah dan berhasil. Berbagai cabang olahraga dipertandingkan dalam PON I. Semangat olahraga semakin memuncak dengan keikutsertaan Indonesia pada Asian Games di New Delhi tahun 1951, bangsa Indonesia memiliki kesempatan untuk
8
C. J. Stolk, Indonesia Langkah Pertama Ke Olympiade XV Helsinki 1952, (Bandung: Badan Penerbitan G.Kolff & Co.,1952), hlm. 95. Tugas Tri Wahyono “Aspek Politik Dalam Olahraga: Studi Kasus tentang Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON I) di Solo 1948”, dalam Patrawidya, (Vol.8, No. 2, Juni 2007), hlm. 2. 9
49
memperkenalkan dirinya kepada negara-negara tetangga, dan peristiwa ini amatlah penting bagi bangsa Indonesia. Tidak hanya bagi para penggemar olahraga tapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia yaitu untuk menjunjung tinggi kehormatan negara dan dunia keolahragaan. Indonesia mempersiapan diri untuk keikutsertaanya persiapan yang dilakukan diantaranya dengan mengadakan pemilihan atlet yang berasal dari penggemar olahraga yang mungkin dapat dikirimkan ke Asian Games dan dengan selanjutnya di bina dalam training centre. Komite Olympiade Indonesia, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Persatuan Atletik seluruh Indonesia (PASI),10 masing-masing dari top-organisasi yang bersangkutan berusaha agar dapat mengirimkan wakil-wakil Indonesia ke ajang Asian games. Kemudian diadakan pertandingan- pertandingan seleksi. atletik dan sepakbola didaerah-daerah yang diakhiri dengan pertandinganpertandingan pemilihan seluruh Indonesia di Jakarta dan Bandung dengan memberikan bukti cukup bahwa para pemimpin PSSI dan PASI benar-benar menyelenggarakan persiapan-persiapan secara teratur dan sistematis menurut suatu rencana tertentu pula. Diadakan
pertandingan
pemilihan
terakhir
menunjukan
hasil
yang
menggembirakan meskipun organisasi PASI dan PSSI boleh dikatakan saat itu masih muda, organisasi-organisasi tersebut didukung oleh para anggotanya dan karena taatnya para atlet dan pemain sepakbola di dalam memenuhi panggilan masing-masing. Usaha dan keinginan top-organisasi Indonesia mengingat
10
masing-masing
top-organiasi
C. J. Stolk.op.cit., hlm. 105.
mengalami
sangat keras,
kesulitan
keuangan,
50
penyelenggaraan pertandingan seleksi dari seluruh Indonesia membutuhkan biaya yang tidak sedikit, meskipun begitu proses seleksi tersebut dapat terlaksana. Usaha mempersiapkan diri keikutsertaan Indonesia, Pemerintah yaitu Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah pihak yang membiayai penyelenggaraan training centre (TC), bagi para atlet yang akan di kirimkan ke pertandingan. Pertandingan-pertandingan PASI di Bandung maupun pengirimannya ke India. Setelah pertandingan-pertandingan selesai, dapat dipilih sejumlah atlet dan pemain sepakbola dan diserahkan kepada Komite Olympiade Indonesia (KOI) untuk selanjutnya dilatih dan disaring. Selepas keikut sertaan Indonesia dalam Asian Games, maka hal ini kemudian memicu Indonesia untuk memulai mempersiapkan kembali keikutsertaannya di ajang Internasional. Salah satu event olahraga Internasional terbesar di dunia yaitu Olimpiade Games yang pesertanya berasal dari negara-negara dunia. Pada tanggal 15 Juni 1952 Indonesia mengirimkan rombongan yang mewakili Indonesia ke Olympiade ke XV di Helsinki. Keikutsertaan tersebut merupakan pengalaman pertama kalinya bagi Indonesia untuk memperkenalkan dirinya di hadapan 72 negara dunia. Ajang tersebut di ikuti oleh 5800 pemudapemudi dari berbagai negara, selama 16 hari rombongan Indonesia bertemu dan mendapat pengalaman dari pertandingan-pertandingan yang dilaksanakan saat itu.11 Hal ini penting bagi bangsa Indonesia, dengan begitu Indonesia mampu memperbaiki kondisi olahraga di Indonesia ketika melihat ketertingaalan yang dialami.
11
Ibid., hlm.145
51
Berdasarkan pidato yang disampaikan oleh Menteri Olahraga A.Halim serta Sri Sultan Hamengku Buwono IX saat pelepasan dan pemberangkatan rombongan menyampaikan jika keikut sertaan Indonesia dalam ajang internasional tersebut diharapkan mampu membawa nama baik bagi Indonesia, atau setidaknya atlet Indonesia bisa belajar dan kemudian bisa membagikan pengalamannya demi perbaikan dunia olahraga di Indonesia.12 Dalam Olympiade Games tahun 1952 di Helsinki, Indonesia hanya mengirimkan tiga atlet, hal ini karena hanya 3 atlet saja yang dirasa siap dan memenuhi syarat mengikuti Olympiade Helsinki. Atlet tersebut yaitu dari atlet Peloncat Tinggi (Sudarmodjo), Perenang Gaya Dada (Suharko) dan Atlet Angkat Besi Kelas Ringan (Thio Ging Hwie) Selain factor kesiapan dan kemampuan, sedikitnya perwakilan atlet dari Indonesia ke Olympiade, disebabkan karena kendala pembiayaan serta kemampuan Indonesia yang dirasa belum siap. Hal ini dapat dilihat ketika masa penyeleksian dari masing-masing top organisasi. Indonesia hanya
mampu
mengirimkan 3 atlet yang memenuhi syarat ke Olympiade Helsinki.13 Akan tetapi, setelah Indonesia mengikuti event olahraga internasional yaitu Olympiade tingkat dunia, Indonesia mendapatkan pembelajaran karena ketertinggalannya dari bangsa-bangsa di dunia, seperti Eropa dan Amerika, bahkan di tingkat Asia seperti Tiongkok dsb. Ketertinggalan tersebut terlihat dari beberapa ketersediaan fasilitas olahraga dan pelayanan keolaragaan yang kurang memenuhi. Melihat hal tersebut
12
Ibid., hlm. 139-141
13
Arsip Pakualaman No. 656, tentang hasil latihan dan pertimbangan dari masing-masing Top Organisasi.
52
kemudian Indonesia mendatangkan pelatih dari luar negeri untuk melatih atlet Indonesia guna memperbaiki kualitas atlet.14 Pascakemerdekaan Indonesia mencoba untuk menjunjung nama bangsa serta memberikan efek positif bagi bangsa Indonesia saat menghadapi kejuaraan dunia. Belajar dari pengalaman keikutsertaan Indonesia pada Olympiade Helsinki tahun 1952, maka untuk menghadapi Olympiade games ke XVI di Melbourne, Komite Olympiade Indonesia (KOI) sebagai lembaga yang mengurus segala persiapan olahraga skala Internasional15 membuat panduan bagi seluruh cabang olahraga pada tanggal 16 Maret 1955.16 Panduan ini dibentuk akibat adanya kekurangan dana di masing-masing top-oraganisasi cabang olahraga (cabor). Pedoman ini terutama ditujukan kepada setiap top-organisasi, hal ini karena toporganisasi merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas semua yang terjadi dimasing-masing organisasi olahraga yang dikelolanya. Laporan teknis ini di bagikan kepada seluruh cabor agar masing-masing mengadakan seleksi untuk diambil atlet terbaik sehingga bisa menjadi team perwakilan Inodonesia mengikuti Olympiade Melbourne. Sempat terjadi ketegangan di dalam top-organisasi mengenai pendanaan dimasing-masing top-organisasi.
14
KPH Indrokusumo, Wawancara di KOI Pusat Yogyakarta, 16 Juni 2015.
15
Margono, op.cit., hlm. 49
16
Arsip Puro Pakualaman, Nomor.636 tentang laporan teknis KOI bagi toporganisasi dalam pengiriman ke Olympiade XVI Di Melbourne. Tertanggal 16 Maret 1955.
53
B.
Ketertarikan Sri Paku Alam VIII Pada Dunia Olahraga Sri paduka Paku Alam VIII, hidup dan merasakan tiga zaman yang berbeda
yaitu zaman penjajahan Belanda, Pendudukan Jepang dan Masa Kemerdekaan hingga Reformasi.17 Sri Paduka Paku Alam VIII, semasa kecil ia pernah menderita tifus18, proses penyembuhan kondisi kesehatannya lambat sehingga dokter yang merawatnya menyarankan agar Sri Paduka Paku Alam VIII menjalani olahraga untuk membantu memulihkan kondisi kesehatannya. Mendengar saran dokter, akhirnya ia mencoba semua bidang olahraga. Sepak bola, tenis, berkuda dan panahan adalah olahraga yang disenangi dibandingkan olahraga lainnya. Bahkan suatu ketika saat Ia bermain sepakbola ia pernah menempati posisi peyerang tengah. Paku Alam VIII juga senang dengan olahraga berkuda, biasanya ia berkuda di Kestalan Puro Pakualaman yang berada di sayap barat bangunan Puro Pakualaman.19 Ia pernah berkata jika berkuda merupakan the king of sport, karena harus menyatu dengan kuda yang ditunggangi. Berkuda bukanlah hal yang mudah Ia sering terjatuh saat sedang berlatih kuda. Pernah suatu ketika Paku Alam VIII
17
Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman: Sejarah, Kontribusi dan Nilai Kejuangannya, (Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009) hlm. 89. 18
Tifus adalah penyakit usus yg cepat menular (disertai demam dng ruam-ruam pd tubuh dan gangguan atas kesadaran diri) 19
Atika Soerjodilogo, dalam Warnasari Sistem Budaya Kadipaten Pakualaman Yogyakarta, (Jakarta: Trah Pakualaman Hudyana, tt), hlm. 67-68
54
jatuh dan menyebabkan kakinya cidera sehingga ia merasa kesakitan saat mengenakan sepatu bola (saat itu masih terbuat dari bahan kulit). Pascacidera PA VIII lebih sering memanah, kecintaannya pada memanah, tidak lepas dari filosofi-filosofi yang melekat dalam panahan tersebut. Salah satunya adalah filosofi yang ada dalam cerita Srikandi, terutama filosofi dalam adegan Srikandi harus memanah saudaranya sendiri yang berarti harus melawan hawa nafsunya serta harus mampu berfikir jernih.20 Filosofi-filosofi tersebut juga dibutuhkan saat melakukan olahraga memanah, karena memanah harus mengandalkan ketenangan hati dan jiwa dalam kondisi apapun. Paku Alam VIII sangat menyenangi olahraga panahan yang merupakan olahraga ketangkasan. Semasa berada di Puro Pakualaman, Ia sering melakukan olahraga memanah tradisional jemparingan. Olahraga tersebut pemanah biasanya memiliki nama panggilan tersendiri yang diambil dari nama busur milik pemanah. Begitu juga dengan Sri Paku Alam VIII, Ia sering dijuluki Bramastro, nama tersebut merupakan nama yang diberikan oleh ibundanya Gusti Kanjeng Raden Ayu Retno Puwoso/ Gusti Hadipati, yang diambil dari nama busurnya. Kecintaannya pada olahraga panahan ini juga tidak lepas dari peranan Paku Buwono X (kakeknya). Mereka menyarankan agar olahraga yang dipilih adalah olahraga panahan hal ini karena panahan minim akan resiko cidera, dibandingkan dengan berkuda ataupun sepakbola21. Bahkan hingga ia menjadi pejabat daerah
20
KPH Indrokusumo, Wawancara di KOI Pusat Yogyakarta, op.cit.
21
Ibid.
55
Yogyakarta Ia masih sering menekuni hobinya tersebut dengan mengunjungi latihan-latihan panahan yang diadakan. Sri Paduka Paku Alam VIII biadanya berlatih memanah di kestalan yaitu bekas lapangan kuda milik Puro Pakualaman, bersama dengan kerabat dan beberapa abdi dalem Puro Pakualaman, turut serta dalam latihan tersebut.22 Bahkan Paku Buwono X sering berkunjung dan menengok cucunya saat berlatih maupun saat bertanding. Sri Paduka Paku Buwono X sendiri memiliki perhatian pula terhadap bidang olahraga. Paku Buwono X pada masa pemerintahannya di Surakarta, Ia membangun sarana dan prasarana untuk memajukan olahraga. Tahun 1932, Ia membangun stadion Sriwedari yang dirancang oleh Mr. Zeylman yang merupakan stadion pertama di Indonesia yang dapat digunakan siang dan malam karena telah dipasangi lampu di menara-menara,23 stadion ini diresmikan pada tahun 1933. Tujuan pembangunan stadion Sriwedari agar kerabat keraton dan masyarakat pribumi dapat menggunakan untuk berolahraga. Masa itu orang-orang Belanda mendiskriminasi orang-orang pribumi.24 Orang-orang Belanda mengekslusifkan diri dalam pelayanan fasilitas termasuk fasilitas olahraga. Oleh karena itu,Paku Buwono X membangun stadion agar dapat memenuhi kebutuhan olahraga bagi 22
Lihat lampiran foto Sri Paduka Paku Alam VIII berlatih Jemparingan bersama dengan kerabat dan Abdi dalem, hlm. 110 23
Purwadi,dkk, Sri Susuhan Pakubuwono X: Perjuangan, Jasa & Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa.(Jakarta: Bangun Bangsa, 2009), hlm.312. Renanto Yogi,”Pembangunan Bidang Olahraga di Praja Mangkunegaran Masa Mangkunegaran VII (1916-1944)”, Skripsi, (Solo: Universitas Negeri Sebelas Maret, 2010), hlm. 48 24
56
rakyatnya, serta keinginan menjadikan kota Solo sebagai kota yang bertaraf nasional. Maka tidak heran jika kecintaan Paku Buwono X akan olahraga menurun pada cucunya.
C.
Peran Dalam Keolahragaan di Indonesia Kehidupan politik dan ekonomi Indonesia masih megalami fluktuatif dan
tidak stabil pascamerdeka. Organisasi-organisasi ataupun perkumpulan olahraga yang sudah ada sejak zaman penjajahan belanda. Mereka mulai melakukan aktivitasnya kembali setelah mengalami intimidasi dan pembatasan berorganisasi masa pendudukan Jepang. Organisasi-organisasi keolahrgaan mulai muncul ketika belanda masih memegang kekuasaan di Hindia Belanda. Organiasi persatuan olahraga bangsa Indonesia bergabung menjadi satu federasi yang dinamakan Ikatan Sport Indonesia (ISI) yang diketuai oleh Sutardjo Kartohadikusumo.25 ISI merupakan satu-satunya perserikatan olahraga yang aktif membimbing/ menghimpun persatuan-persatuan olahraga Indonesia dan bersifat nasional. ISI yang membawahi beberapa cabor seperti PSSI, IPSI, dan cabang olahraga lainnya, organisasi-organisasi olahraga ini di batasi ruang gerak bahkan tidak sempat berkembang masa pendudukan Jepang karena kekurangan biaya dan waktu, mengingat penduduk dipaksa untuk latihan militer, baris-berbaris dan rodi. Belum lagi kewajiban untuk menyerahkan bahan makanan untuk dikumpulkan dan disetorkan guna memenuhi kebutuhan militer saat itu dalam menghadapi perang
25
C. J. Stolk., op.cit., hlm. 96
57
dunia II. Organisasi olahraga yang sudah muncul di masa Jepang sempat mati dan tidak bisa mengembangankan diri, baru setelah Indonesia merdeka organisasiorganisasi keolahraaan kembali muncul. Organisasi-organisasi mulai bermunculan dan mulai berkembang lagi setelah Indonesia merdeka. Kondisi perpolitikan dan ekonomi saat itu belum stabil, namun olahraga pada saat itu mendapat perhatian dari peresiden Soekarno. Tahun 1948, pada saat itu muncul inisiatif untuk membuat ajang olahraga di Indonesia (kemudian dikenal dengan Pekan Olahraga Nasional/PON) yang bertujuan untuk menyatukan bangsa Indonesia. Ditahun yang sama Sultan Hamengku Buwono IX menjadi menteri pertahanan di dalam pemerintahan Soekarno, sehingga perhatiannya terpusat pada lingkup nasional maupun internasional, namun disisi lain Ia juga merupakan Kepala Daerah Yogyakarta. Aktivitasnya yang sangat padat di pemerintahan pusat, sehingga kondisi Yogyakarta diserahkan kepada wakilnya sekaligus Pamannya yaitu Paku Alam VIII. Selama Paku Alam VIII mengurus keperluan rumah tangga Yogyakarta, Ia berkoordinasi dalam masalah pemerintahan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII juga aktif dalam berbagai bidang olahraga. Hamengku Buwono IX sejak muda hobi bermain sepakbola, maka Sri Paku Alam VIII banyak berperan dalam pembangunan olahraga panahan di Indonesia. 1. Lahirnya PON. Pekan Olahraga Nasional pertama kali diadakan dikota Surakarta yang dilaksanakan tanggal 8-12 September 1948. Hampir seluruh perlombaan dari
58
semua cabang olahraga (atletik, sepakbola, tenis, demonstrasi, pencak, dll) dipertandingkan dalam pekan olahraga tersebut. Sebelumnya Indonesia juga pernah menyelenggarakan kongres olahraga yang menghasilkan keputusan antara lain: membentuk satu-satunya badan yang akan dimintakan peresmiannya dari pemerintah untuk mengatur dan memusatkan seluruh urusan olahraga dari seluruh Indonesia. Muncul tiga usulan nama saat pembentukan badan olahraga tersebut yaitu Gelanggang Olahraga (Gelora), Ikatan Sport Indonesia (ISI) dan Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI), dan berdasarkan undian kongres, nama PORI dipilih sebagai nama badan olahraga Indonesia. Pada waktu malam reuni yang dilangsungkan di Pendopo Karesidanan Surakarta (dalam Kepatihan) juga diresmikan bahwa PORI yang baru terbentuk adalah satu-satunya badan yang meliputi semua bagian-bagian olahraga. Dilantik pula P.J.M. Presiden suatu panitia bernama KORI (Komite Olympiade Republik Indonesia) yang berkewajiban mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan olympiade diluar dan didalam negeri, panitia tersebut diketuai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.26 Tujuan dibentuknya KOI yaitu untuk mempersatukan seluruh gerakan cabang olahraga didalam satu pertemuan besar yang diadakan setiap dua tahun sekali. Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional juga dimaksudkan sebagai suatu latihan untuk menyelenggarakan olympiade apabila Indonesia pada suatu waktu mendapatkan giliran untuk menjadi tuan rumah olympiade. Setelah mengadakan kongres, maka Indonesia berniat untuk mengikuti olympiade XIV di London.
26
Ibid., hlm. 96-97.
59
Akan tetapi, Indonesia harus menggagalkan niatnya terebut karena Indonesia tidak memenuhi persyaratan, rasa kecewa tersebut justru muncul inisiatif untuk menyelenggarakan perlombaan olahraga sendiri. Maka lahirlah Pekan Olahraga Nasional di Solo pada September 1948 yang mendapat sambutan luar biasa dari seluruh lapisan masyarakat. Tidak kurang dari 600 orang pengikut dan officialnya (pengurus dan sebagainya) datang di Solo, hampir seluruh Kabinet di Yogyakarta presiden dan wakil presiden hadir pada upacara pembukaan, PON juga dihadiri oleh beberapa wakil dari luar negeri, di antaranya W.Cochran
(Amerika),
Chitcley (Australia) dan P.Bihin (Belgia) yang waktu itu menjabat anggota Komisi Tiga Negara (KTN), dari PBB di Indonesia. Penyelenggaraan PON I tersebut menghabiskan dana sebesar Rp. 1.500.000, biaya ditanggung penuh oleh pemerintah RI (Kementrian Pembangunan dan Pemuda). Tidak kurang pula dari 40.000 penonton tiap hari yang mengunjungi perlombaan sepak bola, dan atletik. Kesuksesan penyelenggaraan PON I ini memberikan harapan bagi pencinta olahraga terhadap penyelenggaraan PON berikutnya, dan berharap agar dikemudian hari akan mendapat kedudukan yang semestinya didalam masyarakat Indonesia.27 Pada Desember 1948 pecah agresi militer belanda, sehingga rencana menyelenggarakan PON II dalam tahun 1950 tidak dapat diselenggarakan meskipun gencatan senjata telah tercapai di tahun 1949. Pascaagresi tersebut para penggagas dan top organisasi Olahraga berusaha memulihkan kembali kondisi kelahragaan pada saat itu hingga diselenggarakan Kongres PORI di Yogyakarta 27
Ibid., hlm, 98
60
tanggal 22- 25 Desember 1949 yang membahas mengenai kelanjutan PON II, namun kongres tersebut belum dapat mengambil keputusan tentang PON II dalam tahun 1950. Setelah penyusunan kembali serta penyempurnaan organisasi- organisasi olahraga yang terbesar seperti sepak bola dan atletik tercapai dengan kongres masing- masing dalam bulan September 1950, sedang cabang olahraga lainnya usaha semacam itu mencapai tingkatan yang sama, seperti tennis, renang, bulu tangkis, angkat besi dan lain lain, maka atas inisiatif PSSI dan PASI diambil keputusan oleh PORI untuk melangsungkan PON II dalam tahun 1953 di Jakarta. Pemilihan penyelenggaraan pada bulan September tahun 1953 merupakan langkah yang tepat. Hal ini karena masih tersisa semangat keolahragaan sejak ikutnya Indonesia dalam Asian Games di New Delhi, pada Maret 1951. Semangat keolahragaan Indonesia juga memuncak pula dalam menghadapi Olympiade Helsinki tahun 1952, selain itu hubungan Indonesia dengan negara-negara lain dilapangan olahraga juga mulai nampak sehingga memberi dorongan kepada Indonesia. Olahraga pada saat itu mulai menunjukan kepentingannya, terlebih ketika mulai ada perhelatan olahraga internasional. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memajukan olahraga Indonesia pada saat itu yaitu dengan membentuk KOI (Komite Olympiade Indonesia). Berdasarakan AD/ART tujuan didirikan KOI yaitu menyebarkan dan mempropagandakan cita-cita gerakan olympiade di Indonesia, memajukan tiap jenis olahraga, dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk memberi pimpinan dan tuntunan kepada olah-raga amateur dalam
61
garis-garis yang benar. Selain itu juga bertujuan untuk membantu tiap organisasi olahraga dalam usahanya untuk mengembangkan gerakannya. dan tujuan terakhir yaitu menjamin kelangsungan PON tiap empat tahun.28 PON II sempat mengalami penundaan karena adanya agresi Militer Belanda. Hal
tersebut
menghalangi
pemerintah
dan
organisasi
olahraga
untuk
mempersiapakan diri menyambut PON II, yang akan diselengarakan di Jakarta. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam meghadapi event olahraga nasional itu memberi pekerjaan rumah bagi tiap top organisasi untuk mempersiakan atletnya. Bagi panitia pelaksana ini merupakan pembuktian jika Indonesia mampu menyelenggarakan event keolahragaan secara nasional. Dalam rangka mempersiapkan PON II di Jakarta, maka dibentuklah sebuah gerakan yang bernama Yayasan Stadion Nasional yang menjalankan dan merencanakan pembangunan-pembangunan stadion untuk memperbaiki kualitas dan fasilitas olahraga di Indonesia. Proyek pertama yang harus diselesaikan oleh yayasan ini adalah pembangunan Stadion Ikada yang akan digunakan dalam PON II sekaligus Asian Games 1962. Pembangunan stadion tersebut terbilang sulit hal ini karena panitia hanya di beri tenggang waktu 4 bulan untuk menyelesaikan proyek ini.29 Yayasan ini bertugas untuk membangun stadion-stadion yang ada di Indonesia agar atlet Indonesia dapat mengikuti olympiade internasional maka 28
Arsip Puro Pakualaman No. 635 tentang Anggaran Dasar dari Komite Olympiade Indonesia kepada Sri Paku Alam VIII tentang anggaran KOI tahun 1956. 29
C. J. Stolk.op.cit., hlm.108
62
dibutuhkan pula fasilitas yang hampir serupa dengan apa yang terima oleh atletatlet yang ada di negara belahan Eropa. Proyek pembangunan stadion Ikada, merupakan tugas yang berat bagi panitia Yayasan Stadion, mengingat ekonomi Indonesia yang sulit, sedangkan panitia hanya diberi waktu 4 bulan saja untuk menyelesaikan pembangunan tersebut. Pembangunan lapangan Ikada menelan biaya besar sehingga dilakukan pemungutan dan sumbangan dari warga untuk menutup biaya-biaya tersebut. Jika di negara-negara lain pekan olahraga (olympic week) itu diselenggarakan oleh Komite Olympiade Nasional maka PON I dan II diselenggarakan oleh PORI. Keunikan penyelenggaraan PON I dan II ini yaitu biasanya dinegara lain hanya ada dua macam organisasi olahraga yang mengurus segala kebutuhan olahraga, yaitu organisasi tiap tiap otonom cabang olahraga dan Komite Olympiade Nasional sebagai badan koordinasi antara organisasi-organisasi otonom. Sedangakan di Indonesia memiliki 3 macam organisasi yaitu organisasi otonom itu, tiap cabang-cabang Olahraga ( PSSI, PASI, PELTI, dll), PORI sebagai badan koordinasi dan KOI sebagai koordinator untuk meluaskan kiprah di luar negeri. PON dalam perkembangannnya, selain untuk menciptakan kesatuan dan persatuan juga ditujukan untuk melihat potensi-potensi anak negeri yang bisa dikirimkan ke perlombaan olahraga internasional seperti, Asian Games, dan Olympide games. Penyusunan agenda olahraga dapat dilaksanakan secara berurutan. Penyelenggaraan PON di Indonesia memiliki nilai tambah karena memiliki fungsi nyata sebagai nation and character building30. 30
C. J. Stolk, op.cit., hlm. 73.
63
Sri Paku Alam VIII yang saat itu menjabat sebagai salah satu official organisasi olahraga panahan, Ia turut aktif dalam pelaksanaan PON di Indonesia. Mulai dari pelaksanaan PON I hingga PON ke IX Tahun 1977. Tahun 1948 saat itu Ia menjadi wakil kepala daerah Istimewa Yogyakarta, selain disibukkan dengan kegiatan rumah tangga DIY, Ia juga menjadi salah satu tokoh yang membantu dalam pelaksanaan PON I di Surakarta.
2. Olympiade Games dan Peranan Sri Paku Alam VIII Olympiade games merupakan salah satu pesta olahraga ternama di dunia. Olympiade yang lahir di Yunani ini kemudian digalakan kembali oleh seorang tokoh bernama Baron Pierre de Coubertis. ia berinisiatif mendirikan I.O.C (International Olympic Comitte) tahun 1894 untuk memperlacar kegiatan Olympiade.
Organisasi
ini bertujuan untuk
mengembangkan permainan
olympiade, serta olympiade dapat diselengarakan dalam waktu tertentu dan tetap. olympiade juga digunakan untuk menjaga perdamaian dunia serta membantu hubungan antar negara yang harmonis melalui cabang olahraga. Oleh karena itu di Indonesia sendiri, cita-cita dari olympiade mewakili apa yang di cita-citakan bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang 1945, berisi tentang adanya menciptakan perdamaian dunia. Mengingat saat itu dunia sedang mengalami krisis perdamaian setelah Perang Dunia I dan II. Negeri yang berhasrat mengirimkan wakil-wakilnya dalam olimpiade diharuskan membentuk Komite Olympiade Nasional terlebih dahulu. Hingga
64
tahun 1950, I.O.C. telah mempunyai 65 anggota yang mewakili 45 negara31 Oleh karena itu, agar mampu ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia melalui cabang olahraga maka Indonesia berusaha memenuhi syarat untuk menjadi angggota I.O.C tersebut. Diantaranya yaitu mendirikan KOI, yang bertugas untuk mengkoordinasi penyelenggaraan dan pengawasan olympiade di Indonesia. Pada tanggal 4 Maret 1952, Indonesia menerima kawat dari Komite Olympiade Internasional di Lausanne (Swiss), kawat tersebut berisi mengenai di terimanya Indonesia menjadi anggota IOC, dan berisi pula undangan dari I.O.C kepada Indonesia untuk mengikuti Olympic Games tahun 1952 yang diselenggarakan pada Akhir Juli hingga September di Helsinki. Kawat tersebut merupakan jawaban dari permintaan KOI supaya Indonesia dapat mengirimkan perwakilannya dalam Olympiade Helsinki yang disampaikan oleh wakil-wakil Indonesia pada akhir Februari tahun 1952.32 Beberapa top- organisasai juga mendapat undangan jawatan dari Komite Olympiade Internasional untuk mengunjungi Kongres Olahraga Internasional di Helsinki. Pada Minggu 15 juni 1952, diberangkatkan rombongan Olympiade Indonesia ke Helsinki yang terdiri dari tiga orang atlet dan rombongan officials diantaranya Maladi (Sekretaris Umum KOI), telah lebih dahulu berangkat pada perjalananya ke Amerika dan Eropa Barat. Keberangkatan Rombongan disertai dengan upacara di lapangan terbang Kemayoran yang dihadiri oleh ribuan rakyat, nampak
31
Ibid., hlm. 103.
32
Olahraga, (edisi 1, 5 Januari, 1954), hlm. 88.
65
antaranya beberapa anggota kabinet, anggota-anggota parlemen, dan pembesarpembesar sipil dan militer konsul Finlandia. Sepanjang jalan rombongan mendapat sambutan hangat dari penduduk. dan barisan musik kepolisian negara yang memainkan lagu Mars PON. Sebelum keberangkatan para rombongan atlet diberikan pesan- pesan dari beberapa tokoh seperti Hamengku Buwono IX, Nyonya Sumaji (Mewakili seluruh top-organisasi) dan menteri P.P&K Dr. Bader Djohan. Perluasan semangat dan informasi ini juga tidak terlepas dari peranan Radio Republik Indonesia (RRI) dan surat kabar. Selama pertandingan Olympiade di dunia berlangsung, maka setiap pukul 21.30 waktu Jawa, RRI menyiarkan laporan pertandingan dari Olympic Stadion di Helsinki oleh Maladi melalui pemancar Radio Naderland Wereld Omroep yang bergelombang 19.71 meter. Peranan dari RRI terutama sebagai lembaga penyiaran yang dimiliki oleh negara. RRI merupakan alat untuk meyiarkan segala informasi mengenai kabar Indonesia, RRI juga menyiarkan hasil olympiade Melbourne tahun 1957 kesegala penjuru Indonesia.33 Disiarkannya keikutsertaan Indonesia dalam ajang olahraga dunia, oleh RRI, pemberitaan ini mendapat respon dari kalangan mahasiswa Yogyakarta. Salah satunya mahasiswa Universitas Gadjah Mada,berdasarkan surat permohonan yang dikirimkan untuk Sri Paduka Paku Alam VIII (selaku wakil dari pemerintah Yogyakarta sekaligus menjabat sebagai ketua KOI), mereka meminta izin untuk pemutaran hasil olympiade Melbourne tahun 1957 di UGM.
33
Arsip Pakualaman, No. 637 tentang Laporan Radio Republik Indonesia Yogyakarta di Melbourne, Australia serta kiprah Indonesia dalam Olympiade tangal 30 November- 1 Desember 1956.
66
Tujuan dalam surat tersebut yaitu untuk menyulutkan api semangat disemua kalangan termasuk mahasiswa.34 Hal ini dilakukan agar semangat pemuda dapat dikobarkan keseluruh penjuru Indonesia.
3. Asian Games dan Peranan Sri Paku Alam VIII Sebuah titik awal bagi bangsa Indonesia dalam sejarah keolahragaan Indonesia, setelah kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, ialah ikut sertanya Indonesia di Asian Games atau Asiade yang diselenggarakan di New Delhi India yang berlangsung pada bulan Maret 1951 sebagai negara yang merdeka. Keinginan untuk mengikuti perhelatan dunia sudah muncul sejak berdirinya persatuan sepakbola kebangsaan, yaitu PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) pada tahun 1930.35 Hasrat dan keinginan bangsa Indonesia untuk terlibat
dalam dunia sepakbola internasional sudah ada, namun belum bisa
tercapai karena status Indonesia yang saat itu masih sebagai kolonie. Pun seperti diuraikan dalam asal mula berkembangnya olahraga di Indonesia, setelah berdirinya Republik Indonesia, hasrat untuk turut dalam Olympiade di London dalam tahun 1948 sudah besar, namun karena sesuatu hal maka cita-cita tersebut belum bisa diwujudkan. Keikutsertaan Indonesia dalam Asian Games di New Delhi tahun 1951, terbentuklah kesempatan bagi Indonesia untuk memperkenalkan dirinya kepada
34
Arsip Puro Pakualaman, No.638 Catatan hasil Olympiade Melbourne dan Permohonan Mahasiswa UGM untuk menyiarkan hasil pertandingan Melbourne. 35
Tugas Triwahyono, op.cit., hlm. 13.
67
para penggemar olahraga dengan negara-negara tetangga. Peristiwa ini amatlah penting bagi bangsa Indonesia, tidak hanya bagi para penggemar olahraga namun juga bagi seluruh bangsa Indonesia. Tujuannya yaitu untuk menjunjung tinggi kehormatan negara dan olahraga bangsa Indonesia, maka sebelum berangkat ke Olympiade se-Asia, diadakan persiapan-persiapan dengan cara mengadakan seleksi diantara penggemar olahraga yang mungkin dapat dikirimkan ke Asian Games.
Dr, Bahder Djohan, yang menjabat sebagai menteri Kementrian
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (P.P. dan K) mempersiapkan diri dalam pembiayaan penyelenggaraan training centre. Untuk mempersiapkan pengiriman Tim Nasional Sepakbola ke India. Sri Paku Alam VIII sangat teliti dan tekun ketika menjalankan tugas. Beberapa kali Sri Paku Alam VIII bersama Maladi dikirim menjadi delegasi Indonesia dalam rapat Asian Games Federation Officials Tokyo. Diantaranya yaitu pada tahun 1952, bersama dengan Maladi dan A. Halim. Ia mengikuti rapat Asian Games Federation Official Tokyo, Pada Mei 1952 di Tokyo, Jepang.36 bahkan suatu ketika saat ia di beri wewenang untuk menjadi delegasi ke New Delhi dalam rapat AGF Official di New Delhi India, Ia bersama Maladi dan Dr. A. Halim diminta oleh Soekarno untuk memperjuangkan dan membawa Asian Games ke Indonesia dalam rapat AGF Official tahun 1952. Berkat lobi dan pendapat yang disampaikan oleh Maladi, dan Paku Alam VIII, dan Dr. A. Halim
Lihat lampiran tentang Official Report 3rd Asian Games Tokyo, 1958. (Jakarta: Dittop AD, 1962), Vol. I, hlm. 14. Dalam Amin Rahayu, “Pesta Olahraga (Asian Games IV) Tahun 1962 Di Jakarta :Motivasi dan Capaiannya”, Tesis, (Depok :Universitas Indonesia, 2012), hlm.114 36
68
akhirnya Indonesia berhasil menjadi tuan rumah Asian Games IV menyingkirkan kandidat lain seperti Pakistan37 dan negara-negara Asia lainnya. Setelah Indonesia dapat mewujudkan mimpinya yaitu menjadi tuan rumah perhelatan kejuaran olahraga Internasional di Asia. Indonesia mempersiapkan diri dengan membentuk panitia-panitia persiapan Asian Games Di Jakarta. Soekarno sebagai presiden saat itu memberlakukan keputusan presiden serta perundangundangan khusus untuk persiapan Asian Games IV di Jakarta. Sebelumnya Sultan Hamengku Buwono IX dan SRI Paku Alam VIII juga memiliki peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan olahraga di Indonesia. Pada 28 September 1952, ketika Indonesia mulai mempersiapkan segala seuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan Asian Games IV Tahun 1962. Indonesia sebagai tuan rumah menginginkan pelaksaaan Asian Games IV berjalan lancar dan tidak mempermalukan Indonesia di hadapan dunia, maka presiden Soekarno membentuk Dewan Anggota Asian Games Indonesia (DAGI) yang bertugas untuk mempersiapkan segala keperluan Asian Games IV tahun 196238. Melalui Keputusan Presiden RI no 131 tahun 1959 pada tanggal 11 Mei 195939, yang berisi pelantikan berbagai pengurus dan Anggota dewan Asian Games IV Jakarta. Sri Paku Alam VIII didaulat menjadi wakil anggota pengurus Perpani. Selain ia juga diberi amanah oleh Menteri Maladi untuk menjadi 37
Brigitta Isworo Laksmi &Primastuti Handayani, op.cit., hlm. 81
38
Ibid., hlm. 83.
Amin Rahayu, “Pesta Olahraga Asia (Asian Games IV) Tahun 1962 Di Jakarta: Motivasi Dan Capaiannya”, Tesis, (Depok: Universitas Indonesia, 2012), hlm. 147 39
69
Executive President dalam The Organizing Committee, Ia didampingi oleh Brigadir Genderal Dr. Soemarno Sosroatmodjo sebagai wakil presiden.40
40
Undang-undangan pengakatan Paku Alam VIII sebagai panitia Asian Games IV. dalam Amin Rahayu, “Pesta Olahraga Asia (Asian Games IV) Tahun 1962 DI Jakarta: Motivasi Dan Capaiannya”, Tesis, (Depok: Universitas Indonesia, 2012), hlm. 174.
BAB IV PERKEMBANGAN PERSATUAN PANAHAN SELURUH INDONESIA (PERPANI) TAHUN 1953-1977
A.
Panahan Sebagai Olahraga Tradisional Di Yogyakarta Panahan atau dalam bahasa Inggris disebut dengan archery adalah suatu
kegiatan menggunakan busur panah untuk menembak anak panah. Olahraga panahan adalah suatu cabang olahraga yang menggunakan busur panah dan anak panah dalam pengaplikasiannya, anak panah dilepaskan melalui lintasan tertentu menuju sasaran pada jarak tertentu.1 Orang-orang di setiap bagian dunia telah menggunakan busur untuk berburu dan perang. Panahan sendiri memiliki peran penting baik dalam sejarah maupun legenda. Arkeolog memperkirakan bahwa busur sudah digunakan sejak 50.000 tahun yang lalu. Sejarah mencatat bahwa orang Mesir, sekitar 5.000 SM menemukan jika panah lebih efektif dari pada katapel dan tombak untuk digunakan dalam peperangan. Pengetahuan ini memungkinkan bagi orang Mesir untuk terbebas dari dominasi Persia. Bahkan di negara Eropa seperti Inggris selama tiga ratus tahun yaitu abad ke 13 hingga abad ke 16, praktik memanah merupakan hal yang wajib.2 Panahan diperkenalkan sebagai olahraga pada 1790, dan baru tahun 1844 kejuaraan pertama kali diselenggarakan oleh Grand National Archery Society (GNAS) salah satu klub yang terkenal di kepulauan Inggris.3 Sejak saat itu
1
I Wayan Artanayasa, Panahan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), hlm.1.
2
Jhon. H Show, Individual Sport For Men, (Philadelpia, London: W.B. Sounders Company, 1950), hlm. 27.
70
71
mulailah panahan dikenal dan mulai diperlombakan di beberapa wilayah bagian eropa maupun dunia. Kehadiran panah dan busur di Indonesia belum ada yang bisa memastikan namun di Jawa dua jenis alat ini sudah dikenal sejak leluhur terdahulu, seperti yang digambarkan dalam cerita-cerita pewayangan. Busur dan panah dalam cerita pewayangan berfungsi sebagai senjata dan pusaka. Sama halnya dengan keris, trisula dan tombak, panah dan busur merupakan senjata dari orang-orang yang dianggap memiliki kekuatan sakti, misalnya saja Srikandi, Arjuna, dan beberapa tokoh pewayangan lainnya yang menjadikan busur dan panah sebagai pusakanya. Oleh karena itu, dua alat ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jawa. Selain sebagai pusaka arti dari sebuah busur dan panah sendiri merupakan olahraga yang digunakan bagi raja-raja untuk berburu dan melatih olah jiwa, sedangkan bagi masyarakat, panah dan busur digunakan sebagai alat pertahanan diri dari musuh. Olahraga tidak lepas dari kebutuhan jasmani dan rohani seorang manusia. Keterkaitan antara olahraga dan agama memiliki hubungan satu sama lain. Beberapa agama juga mengatur bagaimana hubungan antara ruhani dan jasmani. Hindu dan Budha mengenal apa yang dinamakan bertapa yang berfungsi untuk menyucikan diri. Agama islam yang masuk sesudahnya merupakan religi yang dianut oleh mayoritas masyarakat Jawa, Islam menganjurkan untuk melakukan tiga olahraga seperti panahan, berenang dan berkuda. Beberapa kerajaan Islam seperti Kasulatanan Yogyakarta dan Kadipaten Mangkuneragaan dan Kadipaten Pakualaman juga mengenal olahraga tersebut. Di Yogyakarta 3
Ibid.
72
Terdapat olahraga panahan tradisional yang sering disebut dengan Jemparingan gaya mataraman. Jemparingan adalah sejenis latihan fisik yang menggunakan busur yang terbuat dari bambu dan senar khusus yang kuat, kemudian di bentangkan. Cara memainkannya yaitu dengan sikap bersila dan mengenakan pakaian tradisional Jawa.4 Pemanah disebut sebagai bambang sedangkan orang yang mengambil anak panah disebut dengan cucuk. Para bambang 5ini duduk bersila menghadap sasaran yang serupa orang-orangan dengan jarak 30-35 M. Objek bidikan yang berbentuk orang-orangan terbuat dari jerami yang diikat dan dibalut dengan kain kemudian diberi warna merah untuk kepala, dan putih untuk badan. Bidikan ini panjangnya sekitar 15 cm6. Jika anak panah mengenai sasaran tepat di kepala, maka mendapat poin 3 sedangkan jika mengenai badan yang berwarna putih, maka mendapat poin 1.7 Jemparingan atau olahraga panahan tradisional sering dimainkan oleh Sri Paduka Paku Alam VIII, bahkan Ia terkenal mahir membidik, biasanya ia memanah dengan kerabat-kerabat dan abdi dalem puro Pakualaman.8
4
Rimawan Sestrodirjo, wawancara bertempat di Puro Pakualaman, Yogyakarta, 25 Agustus 2015. 5
Bambang dalam bahasa Jawa berarti kesatria, atau pribadi yang memiliki budi pekerti luhur , welas asih dan suka menolong. Bambang merupakan sebuatan bagi pemanah dalam olahraga panahan tradisional. Nama bambang juga disebutkan bagi para atlet pemanah. Lihat lampiran 2. Tentang peraturan pertandingan panahan tahun 1953. hlm. 100 6
Lihat lampiran 5, wong-wongan sasaran panahan Jemparingan, hlm.
7
Rimawan Sestrodirjo, loc.cit.
8
Soekarto, wawancara bertempat di Perumahan RSUD Yogyakarta, 24 Juni
2015.
73
Sebagai seorang yang tinggal di lingkungan Kadipaten Pakualaman, budayabudaya jawa sedikit banyak merasuk dalam dirinya. Seperti yang sudah dijelaskan diatas Paku Alam VIII menyukai panahan sejak masih kecil. Kecintaannya terhadap panahan tradisional akhirnya menuntun Paku Alam VIII untuk mendirikan perkumpulan panahan di Puro Pakualaman dengan nama Mardisoro. Mardisoro diambil dari bahasa jawa yang berasal dari kata Mardi dan Soro, Mardi yang berarti mendidik sedangkan Soro artinya panah9. Sama seperti organisasi pada umumnya, organisasi ini juga memiliki struktur keoraganisasian. Sri Paku Alam VIII membentuk sebuah pengurus yang membantunya dalam menjalankan dan mengembangkan perkumpulan Panahan tradisional Mardisoro tahun 1953. Sri Paku Alam VIII memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi perkembangan panahan, mulai dari pendanaan, penyedia alat alat, pelatihan dan menyelenggarakan perlombaan serta latihan bersama anggota-anggota Mardisoro secara langsung. Keterlibatan Paku Alam VIII merupakan upaya untuk mengembangkan panahan sehingga memberi semangat bagi para anggota Mardisoro. Pada perkembangannya, jemparingan gaya mataraman yang selama ini hanya sebatas hobi atau untuk melestarikan budaya, mulai dimainkan di kalangan masyarakat secara luas. Jemparingan memiliki peraturan yang berbeda dengan perlombaan panahan dalam Ronde Tradisional dalam PON. Jemparingan ini menggunakan alat-alat sederhana yang terbuat dari bambu, senar yang kuat dan anak panah yang terbuat dari kayu berujung besi, dan untuk penyeimbang biasanya digunakan bulu ayam
9
Rimawan Sestrodirjo, loc.cit.
74
atau mentok, namun pada perkembangnnya anak panah terbuat dari fiber dan penyeimbang dari bulu sintetis. Perlombaan Jemparingan memiliki trofi bergilir yang diberi nama trofi Bramastro. Trofi ini konon hanya diberikan kepada para pemanah sejati yang mampu menembak 4 anak panah menancap pada sasaran dalam satu seri/ satu rambahan, fenomena ini disebut sandang 4. Selama kurun waktu 40 Tahun10 belum ada yang mampu melakukan 4 sandang ini kembali. PON pertama kali diselenggarakan di Surakarta tahun 1948. Sebanyak 9 cabang olahraga yang berasal dari 8 komisaris olahraga yaitu sepak bola, basketball & berenang, atletik, bola keranjang, panahan, tenis, bulu tangkis, pencak/silat, dan gerak jalan diperlombakan dalam PON I di Surakarta. Olahraga panahan sudah diperlombakan namun masih terbatas permainan tradisional atau dengan peralatan sederhana dan sebatas ekshebisi.11 Meskipun saat itu belum lahir himpunan olahraga panahan di Indonesia, namun cikal bakal organisasi tersebut mulai muncul setelah pelaksanaan PON yang ke II. Sri Paku Alam VIII memberikan posisi tawarnya dalam mengembangkan Panahan di Yogyakarta, Ia sangat gemar dengan panahan hingga kecintaannya dalam
panahan
membawanya
menjadi
pendiri
organisasi
panahan
nasional.berawal ketika dalam perjalanan dinasnya Ia menyempatkan untuk menanyakan apakah ada club panahan diwilayah yang ia kunjungi. Dalam
10
Tolok ukur hitungan 40 tahun yaitu terhitung sejak wawancara dilakukan yaitu tertanggal 27 Agustus 2015, jadi kira-kira terakhir kali orang yang bisa melakukan sandang 4 di tahun 1970-an. Dimasa-masa terakhir Sri Paku Alam VIII menjadi ketua Perpani. 11
C. J. Stolk, Indonesia Langkah Pertama Ke Olympiade XV Helsinki 1952, (Bandung: Badan Penerbitan G.Kolff & Co.,1952), hlm. 103.
75
perjalanan Ia mengunjungi klub-klub panahan , nyatanya di setiap daerah memiliki gaya dan cara memanah sendiri-sendiri, misal gaya memanah tradisional yang ditemui diwilayah Sumbawa. Para koboi menunggang kuda dan membawa anak panah dan menembak sasaran dengan posisi diatas kuda yang berlari. Gaya permainan tersebut sangat berbeda dengan apa yang ada di mataraman atau di bagian Indonesia lainnya. Melihat fenomena tersebut akhirnya Paku Alam VIII memunculkan ide untuk membuka panahan ronde tradisonal. Maka tidak heran jika perlombaan Panahan Tradisonal sudah ada terlebih dahulu sebelum adanya lomba panahan yang terdapat dalam PON. Pada perkembangannya Jemparingan di Yogyakarta dijadikan salah satu tradisi yang diselenggarakan dan diperlombakan sebagai peringatan hari lahir rajaraja (Wiyosan) di Yogyakarta. Saat ini perlombaan Jemparingan dilakukan setiap Sabtu Pahingan untuk memeriahkan wiyosan, merupakan hari lahir dari Sri Paku Alam IX.
B. Berdirinya Perpani Kondisi sosial dan politik yang berkecamuk setelah Indonesia merdeka hal ini akibat adanya agresi militer Belanda dan beberapa pemberontakan yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia sangat menyita perhatian pemerintah dan masyarakat pada saat itu. Belum lagi ditambah dengan kondisi ekonomi yang memprihatinkan, membuat masyarakat lebih mementingkan perihal pokok hidup dari pada permasalahan yang bersifat sekunder atau tersier seperti olahraga. Peminat olahraga di masyarakat saat itu masih sedikit mengingat peralatan
76
olahraga yang mahal dan harus diimpor dari luar negeri untuk medapatkannya. Akan tetapi, lambat laun olahraga mulai memberikan peranannya terhadap bangsa Indonesia. Terutama dalam hal membangun character building bangsa Indonesia yang saat itu baru saja merdeka. Top organisasi olahraga di Indonesia berusaha sekuat tenaga agar mampu bersaing dan memperbaiki kondisi Indonesia melalui prestasi olahraga, meskipun pada kenyataannya organisasi olahraga saat itu juga mengalami keterbatasan dana. Sri Paduka Paku Alam VIII yang berada dalam struktur keorganisasian PORI yaitu komisaris bidang panahan, berusaha membuka jalan yang lebih lebar untuk mengembangkan olahraga panahan. Maka Sri Paduka Paku Alam VIII, pada tanggal 12 Juli 1953 mendirikan persatuan olahraga panahan dengan nama Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) di Yogyakarta,12
tidak lama
setelah lahirnya perkumpulan panahan tradisional Mardisoro. Pembentukan Perpani juga berperan sebagai penyatu seluruh jenis panahan tradisional yang ada di Indonesia. Diawal pembentukannya, Perpani hanya memiliki lima anggota yaitu hanya beranggotakan dari wilayah Surabaya, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta, Madiun. Pada tahun yang sama ketika agenda PON III akan dilaksanakan yaitu pada 19 Juli 1953, ada surat permohonan dari perkumpulan panahan dari Yogyakarta atas keterlambatan pengiriman bambang. Beberapa perkumpulan panahan di Yogyakarta saat itu sudah lahir diantaranya yaitu seperti Mardisoro (P.P Puro Pakualaman), P.P Judhobargo (Judhonegaran), P.P Palguno (Kota
12
I Wayan Artanayasa, op.cit., hlm.2
77
Gede), P.P Nawunghargo (Pawirotaman), dan P.P Sorotomo (Wates). Perwakilanperwakilan tersebut untuk menghadiri acara ceramah yang diselenggarakan oleh panitia PON III untuk wilayah daerah Yogyakarta.13 Seperti yang sudah dijelaskan diatas, pengajuan nama-nama bambang sering menggunakan nama busur dan panah dari masing-masing bambang yang biasanya diambil dari nama bunga, atau nama gending jawa seperti koncar, kondang14 . Seperti dalam surat undangan ceramah tersebut, penulisan nama perwakilan dari masing-masing P.P di Yogyakarta tertulis pula nama panggilan saat dilapangan misal perwakilan dari P.P Mawunghargo (Pawirotaman) 3 bambang yang mewakilinya yaitu, Sdr. Dirdjosudigdo (Tjunduk), Sdr. Suhardi (Rimong), dan Sdr. Prawirohardjono (Candi).15 Sebagai seorang yang berpengaruh di Yogyakarta selain Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sri Paduka Paku Alam VIII sering berperan sebagai guru sekaligus menularkan hobi panahan kepada bawahannya. Perkembangan olahraga panahan juga terjadi dikalangan guru-guru sekolah, gerakan dilakukan melalui guru-guru terutama dikota madya di Yogyakarta. perlombaan yang dilaksanakan
Paku Alam VIII selalu membuat
bagi sekolah-sekolah yang berada di lima
Kabupaten di Yogyakarta secara bergiliran. P.A VIII turun langsung untuk dankoordinasi pejabat setempat untuk memastikan jalannya acara tersebut . Cara Sri Paduka Paku Alam VIII mengembangkan panahan mula- mula dilaksanakan 13
Arsip Puro Pakualaman, Nomor Arsip 625 tentang delegasi mengikuti ceramah PON III. 14
Soekarto, loc.cit.
15
Arsip Puro Pakualaman Nomor 625, op.cit.
78
di Puro Pakualaman selanjutnya diadakan di daerah tingakat II dalam daerah tingkat II ini dilimpahkan kepada Bupati yang kemudian dilanjutkan kepada dinas P&K yang mengajarkan kepada peserta yang mayoritas adalah guru-guru sekolah.16 Selain munculkan sebuah tradisi baru serta peraturan yang tidak tertulis bagi pegawai kantor pemerintahan. Jika setiap kepala bidang setidaknya menjadi ayah asuh dari beberapa bidang olahraga, pemilihan ini juga disesuaikan dengan ketertarikan dan juga kemampuan setiap orang. Misalnya saja Darmodipuro yang merupakan kepala Bidang Dinas Sarana Lalulintas Jalan Raya(DSLJR) wilayah Yogyakarta, Ia diminta untuk menjadi ayah asuh olahraga panahan. Bahkan hingga tahun1970-an hanya sedikit orang-orang yang tertarik olahraga hal ini karena mahalnya peralatan olahraga dan minimnya kesejahteraan masyarakat Indonesia saat itu. Tidak hanya panahan namun peralatan olahraga lain seperti menembak, namun cabang olahraga lainnya pun terbilang mahal,17 sehingga kehidupan olahraga pada masa Sri Paku Alam VIII mampu berjalan dan terorganisir dan dapat dipantau oleh ayah asuh masing-masing bidang olahraga. Darah atlet Sri Paku alam VIII menurun kepada putera dan puterinya. Beberapa puteranya juga tertarik dengan olahraga diantaranya, Anglingkusumo, Retno Rukmini, dan Indrokusumo yang tertaik dengan olahraga panahan dan menembak. Hobi Paku Alam VIII juga ditularkan kepada karyawan dan pejabat
16
Soekarto, Loc.cit.
17
Darmodipuro, wawancara di Kediaman Bapak Darmodipuro,
2015.
16 Juni
79
kota madya di Yogyakarta. Sekitar 30-50 orang yang terdiri dari atlet, peerangkat pemerintahan dan warga hampir setiap hari mereka mengikuti latihan olahraga. Semangat Sri Paduka Paku Alam VIII sangat tinggi sehingga ia menyempatkan diri untuk hadir dalam latihan tersebut.
Hari Jumat merupakan hari Krida,
sehingga ketika berangkat atau sepulang dari pekerjaannya Ia mampir untuk melihat panahan. Kedudukan PA VIII yang juga sebagai Pembina panahan di DIY didukung oleh bupati dan walikota.
Sebagai ajang silaturahmi P.A VIII
mengadakan kompetisi bergilir bagi kabupaten yang ada di Yogyakarta, sehingga silaturahmi antara bupati/walikota dengan gubernur (Sri Paku Alam VIII) dapat terjalin. Tidak hanya pejabat pemerintahan guru-guru pun dilibatkan dalam . Dalam acara tersebut biasanya dihadiri penilik (kepala dinas P&K).18 Tidak hanya menggalakan panahan di kalangan sekolah terutama guru-guru, dan pegawai pemerintahan. Sri Paku Alam VIII juga memperhatikan fasilitas dan sarana prasarana guna mendukung berjalannya panahan. Selain menyediakan dan memfasilitasi masyarakat agar gemar memanah, Sri Paduka Paku Alam juga memiliki keahlian dalam memperbaiki peralatan panahannya sendiri. Bahkan saat memantau latihan-latihan panahan Ia sering membantu memperbaiki peralatan panahan anak didiknya, khususunya putri-putri.19 Perhatian Paku Alam VIII sangat tinggi hal ini dapat dilihat ketika atlet Panahan Yogyakarta mendapat juara dalam kejurnas. Bantuan nyata juga diberikan oleh Paku Alam VIII terhadap perkembangan Perpani. Ia memberi fasilitas transportasi yang berkapasitas 30-an 18
Sri Sukamtini, wawancara di kediaman bapak Darmodipuro, 6 Juni 2015.
19
Soekarto, loc.cit.
80
orang20 yang digunakan untuk mempermudah akes transportasi bagi atlet-atlet panahan C.
Perkembangan Perpani Di Indonesia Dibandingkan dengan organisasi olahraga lainnya, Perpani bisa dibilang
organisasi yang masih muda, jika PSSI sudah terlihat cikal bakalnya dimasa penjajahan Belanda, maka Perpani ini mulai muncul ketika Indonesia Merdeka, dimana saat itu semangat persatuan dan kesatuan sangat terlihat jelas. Sri Paku Alam VIII sebagai ketua umum Perpani melakukan berbagai usaha, sebagai upaya untuk membawa Panahan agar semakin berkembang. Di Yogyakarta sendiri, Ia memasukan olahraga panahan sebagai olahraga yang bisa digemari oleh semua kalangan. Ia memberikan batuan berupa dana, bimbingan dan juga dukungan.21 Ditangan Ia Perpani berkembang dengan pesat, beberapa penghargaan dan prestasi mampu Ia raih, dalam masa jabatannya yaitu dari tahun 1953-1977. Dalam kurun waktu tersebut Perpani telah mengikuti beberapa perlombaan baik tingkat daerah (porda), nasional (PON), maupun internasional (Olympiade ataupun
perlombaan
FITA).
Di
Indonesia,
perjuangan
Perpani
untuk
diperlombakan dan diakui resmi sebagai cabang olahraga Nasional pun membutuhkan waktu sekian tahun agar perlombaan panahan bisa dipertandingkan didalam PON. Sri Paku Alam VIII dalam membina dan mengelola perpani beserta organisasi panahan di masing-masing koordinator wilayah (korwil) Perpani diseluruh
20
Ibid.
21
Ibid.
81
Indonesia. P.A. VIII berusaha menyempatkan diri untuk melihat perkembangan perpani ataupun panahan disetiap daerah yang ia kunjungi. Misalnya saja saat Ia perjalanan dinas ke wilayah Sumatera, selain menjalankan tugas sebagai wakil kepala daerah (Wakapeda) Yogyakarta, ia juga memantau perkembangan panahan. PA VIII dikenal sebagai pribadi yang sedikit bicara namun banyak berbuat. Selain mampu memanah Ia juga mampu memperbaiki peralatan panahannya sendiri yang rusak, bahkan Ia juga sering membantu para atlet puteri untuk memperbaiki panah.22 Terjadi reorganisasi pengurus K.O.I Pada tahun 1956, Sri Paku Alam VIII terpilih menjadi ketua KOI. Saat itu kinerja KOI terganggu akibat adanya kekosongan kekuasan K.O.I akibat pengunduran diri A. Halim dari ketua KOI. Maka kekosongan ini kemudian segera diatasi dengan munculnya kabar terbentuknya pengurus baru KOI. Pengurus baru tersebut berisi orang-orang yang akan menggantikan jajaran pengurus K.O.I lama. Sri Paku Alam VIII di daulat menjadi ketua K.O.I dan Maladi menjadi Wakil Ketua K.O.I. Besar harapan masyarakat dengan adanya reorganisasai yang terjadi di K.O.I Masyarakat berharap besar ada perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan Sri Paku Alam VIII dan Maladi. Majalah Olahraga dua mingguan tersebut memaparkan mengenai harapan warga khususnya pecinta olahraga untuk menanti adanya perubahan dalam dunia olahraga di Indonesia. Paku Alam VIII menjadi ketua Umum K.O.I yaitu periode 1956-1957.23
22
Ibid.
23
Olahraga (edisi 6, 25 Februari 1956), hlm. 3.
82
Pengurus harian K.O.I melaksanakan rapat tanggal 8 Maret 1957 di Jakarta, rapat tersebut menghasilkan keputusan jika Panahan termasuk dalam perebutan kejuaran daerah maupun perseorangan namun dengan catatan jika cabang olahraga tersebut akan diikuti sekurang-kurangnya 4 wilayah propinsi yang ikut serta dalam acara tersebut. Berdasarkan hasil keputusan rapat K.O.I tersebut maka saat pengurus cabang seleksi Jawa Timur yang ketuai oleh R.J Moenjani meminta agar Sri Paduka Paku Alam VIII segera memberikan perintah kepada Perpani Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta Raya untuk segera melakukan seleksi dan mengirimkan perwakilannya ke ajang PON IV tahun 1957 di Makasar. Sri Paduka Paku Alam VIII juga meminta untuk memperhatikan pula wilayah-wilayah timur Indonesia seperti Kalimantan, Sumatera Utara, Maluku agar olahraga panahan mampu menjadi olahraga yang diakui Nasional sama seperti olahraga yang lainnya. Maka Perpani harus mengusahakan agar Perpani mampu memenuhi syarat yang di berikan oleh K.O.I.24 Melihat PON IV diikuti oleh beberapa wilayah di Indonesia, sehingga pascapertandingan PON IV Makassar Panahan resmi menjadi olahraga yang dipertandingkan Nasional khusunya dalam PON. Diakuinya Panahan sebagai olahraga nasional, Perpani semakin memperlihatkan prestasinya. Tidak berselang lama Perpani menunjukan prestasinya, beberapa kejuaraan diraih oleh para atlet panahan Indonesia yaitu tahun 1959, diadakanlah kejuaraan
24
Lihat Arsip Pakualaman No. 655, Surat dari Persatuan Panahan Seluruh Indonesia N0. 6/ Perpani/57 kepada Sri Paku Alam VIII selaku Ketua Persatuan Panahan Seluruh Indonesia mengenai usul pengiriman 8 orang PON IV Di Makassar.
83
Nasional I di Surabaya,yang merupakan salah satu wilayah dengan perkembangan pesat dalam olahraga panahan. Hal ini dapat dilihat dari partisipasi klub panahan di Surabaya yang selalu mengadakan pertandingan panahan. Selain itu beberapa perlombaan maupun seleksi pertandingan juga
diselenggarakan di Surabaya
seperti yang tercantum dalam surat edaran bagi seluruh korwil perpani yang ada di Yogyakarta. Olahraga panahan semakin menunjukan perkembangannya, ketika di tahun 1975 Kelompok Panahan Tradisional Mardisoro diundang oleh Pengda PERPANI DIY untuk mengikuti perlombaan panahan untuk memperingati Lustrum25 L.P.P di Yogyakarta yang diselenggarakan pada
21 Januari 1975, perlombaan ini
dilaksanakan di lapangan kolombo Yogyakarta, (sebelah timur kolam renang Kolombo/ Demangan). Perlombaan tersebut diikuti oleh beberapa klub panahan yang berada di Yogyakarta dengan cabang yang dilombakan yaitu jarak 50 M, 40 M, dan 30 M.26 Selain Panahan Sri Paku Alam VIII juga turut aktif dalam mengembangkan keolahragaan di Yogyakarta misalnya pacuan kuda, anggar dan olahraga lainnya. Misalnya saja dalam olahraga pacuan kuda, selain sebagai teknokrat PA VIII juga tertarik dengan olahraga, sehingga ia sering diminta memberikan kontribusinya berupa trofi kepada para atlet atau pemenang yang berprestasi.
25
Lustrum adalah peringatan lima tahunan.
26
Lihat Arsip Puro Pakualaman No. 658, tentang Surat No. 03/Pengda/75 berisi undangan dari Pengda untuk kompetisi panahan dalam rangka Lustrum L.P.P.
84
Sehingga akan menimbulkan prestise bagi pemenangnya.27 Olahraga pacuan tersebut diselenggarakan pada tanggal 26,27, 28 September 1958. Selain itu Sri Paduka Paku Alam VIII juga diminta untuk menjadi ketua kehormatan/ juri pada perlombaan pacuan kuda pertama kali di selenggarakan di Yogyakarta. Perkembangan panahan mulai terlihat di wilayah Indonesia terutama di beberapa wilayah bagian seperti Jawa Barat, dan Surabaya. Namun sayang baru wilayah-wilayah jawa saja yang mengalami perkembangan.
Panahan sudah
menjadi olahraga yang terorganisir Pada tahun 1959 di Surabaya. Terorganisirnya olahraga panahan di Surabaya, maka semakin mudah pula untuk mengkoordinir para atlet berbakat maupun anggota untuk melakukan kerja organisasi dalam hal pemenuhan kebutuhan latihan. Pada PON ke V yang diselenggarakan di Bandung tahun 1961, menggambarkan perkembangan dari korwil tiap provinsi. Koran Kedaulatan Rakyat terbitan Oktober 1961 mencatat mengenai hasil akhir pertandingan dari masing-masig kategori perlombaan panahan. Dalam kategori panahan putri berdiri, panahan jawa tengah belum menunjukan hasilnya. Hal ini terbukti dari perolehan juara di dominasi oleh Jawa Barat dan dari Jawa Timur. Atlet panahan Retno Sumilir dan Liem Kim Liang masing-masing menempati posisi 1, dan 2 dengan perolehan 1071 biji dan 1063 biji, dan posisi ke tiga diraih oleh Rochmah (Jawa Barat, dengan perolehan 975 biji). Sedangkan untuk kategori panahan tunggal putera berdiri Achmad Tarmidi (Jawa Timur, 1306 biji), Hidajat Hadiah
27
Lihat Arsip Puro Pakualaman No. 650. Surat dari panitia pacuan kuda kepada sri paku alam viii tentang permohonan trofiuntuk perlombaan pacuan kuda.
85
(Jawa Barat, 1304 biji), dan Ajum Bahrumsyah (Jawa Timur, 1264 biji). Regu Puteri Berdiri diperoleh dari sang tuan rumah Jawa Barat, dengan angka 2701 biji, dan peringkat ke 2 Jawa Timur, dengan 2565 biji. Sedangkan untuk regu putera berasal dari Jawa Barat dengan angka 2803 biji, juara 2, Jawa Timur 3073 biji dan ke tiga dari Jawa Tengah dengan angka 2912 biji.28 Dari hasil juara PON V tahun 1961 di Bandung dapat dilihat jika Jawa Tengah mengalami kemerosotan dalam hal prestasi, sedangkan Jawa Timur yaitu wilayah yang memiliki perhatian yang besar akan olahraga panahan menunjukan presatsinya dengan membawa juara paling banyak dalam perlombaan panahan PON ke V. Jawa Barat sebagai tuan rumah menunjukan presatasinya dengan menduduki posisi kedua perolehan juara panahan dalam PON V. Penurunan prestasi atlet klub panahan Jawa tengah tidak ada yang tahu pasti apa yang melatarbelakangi kemerosotan tersebut, namun Sri Paduka Paku Alam VIII pada tahun-tahun tersebut mulai disibukan dengan persiapan Asian Games IV di Jakarta sehingga berpeluang besar jika perhatiannya lebih terfokus pada persiapan Asian Games tahun 1962. Perpani mengikuti dan menyelenggarakan perlombaan tingkat daerah maupun nasional, maka dari pengalam tersebut di tahun 1963 Perpani menciptakan ronde panahan baru yaitu ronde Perpani
yang memiliki peraturan permainan yang
disesuaikan dengan peraturan FITA namun perbedaannya terletak pada peralatan dan perlengkapan yang digunakan, ronde Perpani menggunakan alat-alat yang berasal dari buatan Indonesia. Pada saat itu peralatan olahraga sangat sedikit
28
Kedaulatan Rakyat, Edisi selasa kliwon, 31 Oktober 1961.
86
orang yang memiliki peralatan olahraga hal ini karena beberapa peralatan terutama panahan ronde internasional menggunakan peralatan yang diimport dari luar negeri.29
D.
Bergabung dengan Federation Internationale de’tir A Lar’c (FITA) Ketika perkembangan olahraga di Indonesia sudah dirasa cukup dan
mampu, setiap top organisasi olahraga menginginkan pencapaian prestasi yang terbaik, sehingga muncul cita-cita baru. Begitu pula Perpani, organisasi ini ingin meluaskan prestasinya di ranah Internasioal, sehingga Perpani memutuskan untuk bergabung menjadi anggota FITA pada tahun 1959, setelah sebelumnya panahan sudah mulai memantapkan diri di Indonesia melalui perlombaan panahan tingkat propinsi dan Nasional. Bergabungnya perpani menjadi anggota FITA maka peluang untuk meningkatkan prestasi semakin terbuka, agar mampu mengharumkan nama bangsa dengan mempersembahkan medali bagi Indonesia. Sri Paduka Paku Alam VIII dalam membina atlet-atletnya sangat tegas dan perhatian, terutama dalam hal membina psikis atlet maupun teknik permainan panahan. Dalam dunia olahraga seorang coach atau pelatih tidak hanya mampu mengajarkan perihal teknis, namun juga mampu membimbing dan membina psikologis sang atlet. Tidak semua pelatih mampu melakukan hal itu, namun Sri Paku Alam VIII memiliki kemampuan tersebut, Ia mampu membimbing psikologis atlet panahan sebelum bertanding. Selain itu, Sri Paku Alam VIII juga mengeluarkan kebijakan berupa
29
Darmodipuro, op.cit.,
87
peraturan-peraturan permainan panahan di Indonesia yang sudah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia sehingga Sri Paduka Paku Alam VIII membuat perlombaan baru yaitu panahan ronde Perpani, yaitu permainan panahan yang disesuaikan dengan fisiologis fisik orang Indonesia dan ketersediaan bahan baku alat. Bahkan Sri Paku Alam VIII salah satu peraturan permainan panahan ronde Perpani yaitu peralatan yang digunakan berasal dari buatan dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk mensiasati kendala yang terjadi karena sulit dan mahalnya mendapatkan peralatan panahan, sehingga dengan begitu Perpani dapat dimainkan oleh semua kalangan. Penyesuaian penggunaan peraturan dalam Panahan ronde Perpani juga disesuaikan dengan peraturan panahan FITA, hal ini merupakan strategi Sri Paku Alam VIII. Ia menyesuaikan peraturan serupa dengan yang di pertandingan dalam perlombaan panahan Internasional agar atlet panahan Indonesia sudah terbiasa dengan tata cara permainan yang ada pada pertandingan internasional sehingga prestasi yang lebih baik dapat dicapai. Tidak hanya peraturan, penggunaan peralatan, panahan juga disesuaikan dengan kondisi cuaca dan fisiologis orang Indonesia. Muncul beberapa kategori/ronde dalam perlombaan panahan di Indonesia, yaitu Recurve, Compound, Standar Bow, panahan ronde Perpani, dan ronde tradisional. Selain pengorganisasian yang baik, ditambah dengan kepemimpinan yang cakap, sehingga Sri Paduka Paku Alam VIII mampu membawa Perpani dalam masa keemasannya. Kiprah Indonesia di dunia olahraga Internasional dimulai setelah bergabungnya Perpani dengan FITA. Indonesia mulai diundang untuk
88
menghadiri kongres dan mengikuti perlombaan panahan dipertandingan panahan dunia, seperti tahun 1959 lima tahun keikut sertaan Perpani dalam FITA, Perpani diundang untuk menghadiri kongres FITA yang diadakan setiap satu tahun sekali. Di tahun 1958, kongres dilaksanakan di Bruccel, sedangkan untuk tanggal 5 Agustus 1959, diselenggarakan kongres FITA di Stocholm. Indonesia mengirimkan R.J. Moedjanto sebagai delegasi Indonesia, posisi Indonesia saat itu diberi kehormatan untuk menjadi observer.30 Keikutsertaan atlet panahan dalam ajang Internasional, diantaranya pada pertandingan panahan Internasional di Swedia tahun 1965. Sri Paku Alam VIII yang saat itu mewakili Indonesia untuk mengikuti lomba panahan Internasional bersama putra dan putrinya KPH Anglingkusumo, dan BRAj Retna Rukmini beserta atlet panahan putera-puteri Jawa Barat dalam kejuaraan panah di Vesteras, Swedia.31 Keikutsertaan putera dan Puteri Sri Paku Alam VIII di Swedia tersebut tidak serta merta, namun juga melalui tahap penilaian dan pemantauan hasil prestasi. Mengingat BRM Anglingkusumo adalah seorang atlet panah dan menembak. BRM Anglingkusumo adalah salah satu Atlet yang terpilih untuk dikirim dalam perlombaan Panahan Internasional di Swedia setelah melalui
Robert J. Rhode ,History of the Federation International De Tir A L’Arc Volume 1 1931-1961,( U.S.A : Mahomet, ILL U.S.A, 1981), hlm.478 30
31
Surono As,“Sri Paduka Paku Alam VIII”, dalam Apa & Siapa Orang Yogyakarta Edisi 1995, (Semarang: Citra Almamater, 1995), hlm. 111
89
serangkaian seleksi dan penilaian prestasi. Ia juga sempat mengikuti training selama 3 bulan di Jakarta sebelum diberangkatkan.32 Setibanya Sri Paku Alam VIII beserta rombongan, selama dua minggu di Swedia terdapat pengalaman menarik yang dialami Sri Paduka Paku Alam VIII dengan puterinya Retna Rukmini, karena penampilan BRAj Retna Rukmini yang memiliki rambut panjang dan berwarna hitam, sehingga membuat Retno setiap latihan menjadi tidak konsentrasi sehingga Sri Paku Alam VIII memutuskan agar Retno batal untuk mengikuti perlombaan.33 Berkat usaha yang dilakukan Sri Paduka Paku Alam VIII, pada tahun 1977 Sri Paduka Paku Alam VIII purna tugas. Selama kurang lebih hampir 2 dekade Paku Alam VIII memimpin Perpani, beberapa prestasi di raih oleh olahraga panahan seperti pada pertanidngan Hasil
Olympiade Games tahun 1976 di
Montreal-Kanada Pemanah puteri Leane Suniar berhasil menempati urutan ke 9 atlit panahan dunia. Selain itu pada tahun 1978, yaitu olahraga panahan dipertandingkan dalam cabang olahraga yang di perlombakan dalam Asian Games, dan pada saat itu juga Indonesia di regu Tim Putera yang diwakili oleh Donald Pandiangan, Adjidji Adang Siddak, dan Jubadjati mampu meperoleh perunggu dengan meraih peringkat dua dalam pertandingan Asian Games Bangkok tahun 1978. Dalam sejarah olahraga panahan ketika Indonesia mampu menempati posisi ketiga dalam pertandingan olympiade dunia pada tahun 1988 di
32
KPH. Anglingkusumo, Di Museum Pakualaman, tanggal 2 September
2015. 33
Surono AS, op.cit, hlm. 111
90
Korea Selatan. Tim panahan puteri yaitu Nurfitriyana S. Lantang, Kusuma Wardani, dan Lilies Handayani atau sering disebut dengan 3 Srikandi yang memberikan medali pertama bagi Indonesia.
BAB V KESIMPULAN
Berakhirnya Perang Dunia II, berdampak pada adanya perubahan paradigma dunia, yaitu dari persaingan militer ke persaingan dalam perhelatan Olympiade Modern. Adanya semboyan Olympiade membuat seluruh dunia berlomba-lomba dalam perhelatan Olympiade, tidak terkecuali Indonesia yang baru saja merdeka. Indonesia menggunakan olahraga untuk menyatukan bangsa Indonesia serta sebagai character building bangsa Indonesia. Bangkitnya dunia olahraga di Indonesia, di tandai dengan lahirnya Pekan Olahraga Nasional I di Surakarta. Paku Alam VIII lahir dan besar dalam lingkungan puro Pakualaman. Ia bersekolah di AMS B, dan sempat melanjutkan sekolah di Rechtshooge School namun ia berhenti karena harus menggantikan ayahnya KGPAA Paku Alam VII yang mangkat. Pascamerdeka, Yogyakarta menyatakan dukungan dan menyatakan diri bergabung dengan Indonesia. Maka, oleh Soekarno Hamengku Buwono IX diangkat menjadi gubernur sedangkan Paku Alam VIII sebagai wakil gubernur. Hamengku Buwono IX yang saat itu juga menjabat sebagai menteri pertahanan dan berperan dipemerintahan pusat sehingga urusan rumah tangga Yogyakarta dilakukan oleh Paku Alam VIII. Paku Alam VIII sebagai wakil kepala daerah Istimewa Yogyakarta, Ia turut aktif dalam berbagai bidang mulai dari pemerintahan, Palang Merah Indonesia (PMI) dan olahraga. Ketertarikannya pada olahraga bermula ketika ia harus memulihkan kondisi tubuhnya pascasakit, dorongan untuk berolahraga juga
91
92
datang dari ibunya Retno Puwoso dan kakeknya Paku Buwono X yang juga tertarik dengan olahraga. Peranan Paku Alam VIII pada olahraga diawali dengan peranan dalam PON, partisipasi tersebut berdampak terhadap perkembangan Olahraga di Indonesia. Bahkan Paku Alam VIII juga pernah menduduki posisi penting dalam struktur organisasi keolahragaan di Indonesia yaitu sebagai ketua (Komite Olympiade Indonesia) KOI menggantikan Dr. A.Halim. Paku Alam VIII juga sering mendapat amanah untuk mengemban tugas sebagai delegasi mewakili Indonesia di perhelatan olahraga, seperti mewakili Indonesia dalam Asian Games Federation di Tokyo, mewakili Indonesia pada pertandingan panahan di Swedia dan menjadi ketua komisaris olahraga panahan dalam Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI). Seiring dengan peranan Paku Alam VIII dalam olahraga di Indonesia, Sri Paduka Paku Alam VIII juga memiliki ketertarikan khusus, terhadap olahraga panahan. Panahan adalah salah satu persatuan olahraga yang lahir setelah PON I. Paku Alam VIII mendirikan organisasi olahraga panahan yang diberi nama Persatuan Panahan Seluruh Indonesia (Perpani) yang lahir di Yogyakarta. Lahirnya Perpani merupakan keinginan Paku Alam VIII untuk mengaharumkan nama Indonesia di dunia Internasional. Dilingkungan puro Pakualaman, PA VIII juga mendirikan perkumpulan panahan tradisional yang diberi nama Mardisoro. Mardisoro didirikan sebagai wadah bagi masyarakat dalam melestarikan budaya jawa khususnya Jemparingan di Puro Pakualaman.
93
Upaya Paku Alam VIII dalam mengembangkan Perpani di Indonesia yaitu dengan memperjuangkan olahraga panahan menjadi pertandingan resmi dalam PON. Setelah diakuinya panahan dalam pertandingan resmi PON oleh KOI, maka cita-cita Paku Alam VIII yaitu membawa Perpani di tingkat Internasional. Paku Alam VIII mendaftarkan Perpani dalam perkumpulan panahan Internasional FITA. Keanggotaan Perpani dalam FITA membuka lebar peluang bagi Perpani untuk meningkatkan kwalitas atlet maupun memberi wawasan kepada Perpani dalam mengembangkan panahan di Indonesia. Selama Paku Alam VIII menjabat sebagai ketua Perpani maka lahir pula ronde tradisional dalam pertandingan panahan PON. Paku Alam VIII pun membuat sebuah budaya baru untuk mengembangkan panahan di kalangan masyarakat luas, khususnya Yogyakarta. Sebagai wakil kepala daearah Yogyakarta Ia juga menjadikan panahan sebagai sarana bersilaturahmi dengan walikota maupun pejabat pemerintah yang ada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selain itu, salah satu cara Paku Alam VIII mengembangkan panahan di Yogyakarta, yaitu memberikan amanah kepada orang-orang yang menjabat di pemerintahannya untuk memegang atau menjadi ayah asuh dari salah satu cabang olahraga, sehingga olahraga di Yogyakarta berkembang pesat khususnya olahraga panahan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsip : Arsip Puro Pakualaman, No Arsip 625 tentang delegasi mengikuti ceramah PON III. Arsip Puro Pakualaman,No. 638 berisi Catatan hasil Olympiade Melbourne dan Permohonan Mahasiswa UGM untuk menyiarkan hasil pertandingan Melbourne. Arsip Puro Pakualaman No. 650, berisi tentang Surat dari panitia pacuan kuda kepada Sri Paku Alam VIII tentang permohonan tropi untuk perlombaan pacuan kuda. Arsip Puro Pakualaman No. 652, berisi tentang surat balasan dari persatuan panahan Indonesia Mataram atas surat undangan dari panitia PON III DIY berupa daftar nama yang akan mengikuti ceramah yang diadakan panitia PON III DIY. Arsip Puro Pakualaman No.653, berisi tentang peraturan permainan panahan tahun 1953. Arsip Puro Pakualaman No. 654, berisi tentang seleksi panahan regu Jawa Timur tahun 19 Mei1957. Arsip Puro Pakualaman No. 655, berisi tentang Surat dari Persatuan Panahan Seluruh Indonesia No. 6/ Perpani/57 kepada Sri Paku Alam VIII selaku KetuaPersatuan Panahan Seluruh Indonesia mengenai usul pengiriman 8 orang PON IV Di Makasar. Arsip Puro Pakualaman No. 656, berisi hasil latihan dan pertimbangan dari masing-masing Top Organisasi. Arsip Puro Pakualaman No. 657, berisi tentang Surat Sekretaris Umum Perpani kepada Komisaris Perpani seluruh Indonesia tentang seleksi perlombaan panahan seluruh Indonesia pada tanggal 31 Mei dan 5 Juni 1962 di Jakarta. Arsip Puro Pakualaman No. 658, tentang Surat No. 03/Pengda/75 berisi undangan dari Pengda untuk kompetisi panahan dalam rangka Lustrum L.P.P.
94
95
Buku dan artikel Agus Kristiyanto, Pembangunan Olahraga: Untuk Kesejahteraan Rakyat dan Kejayaan Bangsa, Surakarta : Yuma Pustaka, 2012. Anthonius, Sitepu P., Teori-teori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012. Atika Sorjodilogo, Warnasari Sistem Budaya Kadipaten Pakualaman Yogyakarta, Jakarta: Trah Pakualaman Hudyana, tt. Brigitta Isworo Laksmi &Primastuti Handayani, MF. Siregar Matahari Olahraga Indonesia, Jakarta: Kompas Gramedia. 2008. Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman: Sejarah, Kontribusi Kejuangannya, Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009.
dan
Nilai
Doni Judian, Ensiklopedia Raja-Raja Mataram, Yogyakarta: Gita Nagari, 2010. Ginanjar Kartasasmita, dkk, 30 Tahun Indonesia Merdeka, tahun 1950-1964, Jakarta: P.T Jayakarta Agung Offset, 1981. Gottschalk, Louis, “Understanding History: A Primer Historical Method”.a.b.,”Mengerti Sejarah”, ter. Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985. Hall Calvin S. & Gardiner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis),Ed. A. Supratiknya, Yogyakarta: Kanisius, 1993. Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2000. Helius Sjamsudin, Metodelogi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2007. Hugiono dan Poerwantana, Pengantar Ilmu Sejarah, Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Husdarta, Sejarah dan Filsafat Olahraga,Bandung: Alfabeta, 2010. I Wayan Artanayasa, Panahan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014. Ilmi Albiladiyah S., Puro Pakualaman Selayang Pandang, Yogyakarta: Badan Kepariwisataan, 1984. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013.
96
Made Pramono, “Dasar- Dasar Ilmu Olahraga (Suatu Pengantar)”, Jurnal Filsafat, Agustus Jilid 34, No. 2. Maimoen, S. dkk, Takhta Untuk Rakyat Celah-celah Kehidupan Sultan Hamenku Bowono IX, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2011. Margono, Sejarah Olahraga, Dikatat Kuliah, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2001) Moedjanto, Kesultanan Yogyakarta & Kadipaten Pakualaman,Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1994. Nagazumi, Akira dkk, Pemberontakan Indonesia di Masa Pendudukan Jepang, Jakarta: Yayasan Obor, 1988. Nasution, S., Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2001. Purwadi,dkk, Sri Susuhan Pakubuwono X: Perjuangan, Jasa& Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa.Jakarta: Bangun Bangsa, 2009. Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Moderen (1200-2008), Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2008. Robert, Rhode J, ,History of the Federation Internastional De Tir A L’Arc Volume 1 1931-1961,U.S.A : Mahomet, ILL U.S.A, 1981. Santosa Giriwijoyo dan Didik Zafar Sidik, Ilmu Faal Olahraga :Fisiologi Olahraga, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2013. Sartono
Kartodirdjo,
Pendekatan
Ilmu
Sosial
Dalam
Metodologi
Sejarah,Yogyakarta: Ombak, 2014.
Show Jhon. H, Individual Sport For Men, Philadelpia, London: W.B. Sounders Company, 1950. Singgih Dirgagunarsa, Pengantar Psikologi,Jakarata: Mutiara, 1978. Soedarisman Poerwokoesoemo, Kadipaten Pakualaman,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1985. _______, Peranan Beberapa Tokoh Wanita di Puro Pakualaman Yoyakarta. Yogyakarta: Lembaga Javanologi, 1987.
97
Stolk, C. J. Indonesia Langkah Pertama Ke Olympiade XV Helsinki 1952, Bandung: Badan Penerbitan G.Kolff & Co.,1952. Surono AS, Apa & Siapa Orang Yogyakarta Edisi 1995,Semarang: Citra Almamater, 1995. Tim Penyusun, Buku Panduan Jumeneng Dalem K.G.P.A.A Paku Alam IX, Yogyakarta: Pakualaman, 1999. Tim Prodi Ilmu Sejarah, Pedoman penulisan Tugas Akhir Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, 2013. Tugas Tri Wahyono, “Aspek Politik Dalam Olahraga: Studi Kasus tentang Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I di Solo 1948”,Patrawidya, Vol. VIII No. 2 Juni 2007
Skripsi dan Tesis Amin Rahayu, “Pesta Olahraga (Asian Games IV) Tahun 1962 Di Jakarta: Motivasi dan Capaiannya”, Tesis Magister, Depok :Universitas Indonesia, 2012. Aulia Rahman, “Olahraga Dan Identitas Nasional : Pencak Silat Di Indonesia Tahun 1950-1970”, Tesis, Yogyakarta: UGM, 2002. Dhani Kurniawan, “Adipati Paku Alam VIII :Pejabat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1988-1998”, Skripsi,Yogyakarta: UNY, 2015. Jumiatiningsih “Keikutsertaan Indonesia Di Arena Olympiade 1952-2000”, Skripsi,Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2002. Ninda Purnama Sari, “Perkembangan Sekolah Partikelir Pakualaman 1892-1942” , Skripsi,Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2012. Surat Kabar Kedaulatan Rakyat, Edisi selasa kliwon, 31 November 1961. Olahraga, edisi 1, 5 Januari 1954. , edisi 6, 25 Februari 1956.
98
Daftar Responden
1
Darmodipuro
Tempat Tanggal Lahir Tahun 1928
2
Sri Sukamtini
Tahun 1935
3
KPH Indrokusumo
4
Soekarto
Yogyakarta, Anak bungsu 17 Agustus (ke 8 ) dari 1950 Paku Alam VIII dengan Retnoningrum Tahun 1955 Atlet panahan/ pengurus perpani
5
Rimawan Sestrodirjo
6
KPH Anglingkusumo
No
Nama
Pekerjaaan Dulu Sekarang Kepala Dinas Sarana Lalu Pensiunan Lintas dan Jalan Raya Atlet Ibu rumah Menembak tangga
Pengurus KONI Kota Yogyakarta
Pensiunan
Yogyakarta, Atlet panahan Ketua 10 November Tradisional Mardisoro 1960. tahun 2015 Pelatih panahan tradisional 18 Januari Putera Sri Pengelola 1944. Paku Alam Museum VIII, sekaligus Pakualaman atlet menembak dan panahan
Alamat Kompleks Mandala Krida, Sleman, Yogyakarta Komleks Mandala Krida, Sleman, Yogyakarta Yogyakarta
Perumahan Wirosaban, Sorosutan, Umbul Harjo, Yogyakarta Mantrijeron MJ 3/853, Yogyakarta 55143
Jalan Haryowinatan 6, Yogyakarta
99
Lampiran 1. Surat Undangan dari Persatuan Panahan Indonesia tahun 19 Juli 1953
Sumber : Arsip Puro Pakualaman no. 652.
100
Lampiran 2. Peraturan Pertandingan Panahan tahun 1953
101
Sumber : Arsip Puro Pakualaman No. 653.
102
Lampiran 3. Seleksi Panahan Regu Untuk Jawa Timur 19 Mei 1957
Sumber : Arsip Puro Pakualaman No. 654
103
Lampiran 4. Surat Sekretaris Umum Perpani kepada Komisaris Perpani seluruh Indonesia tentang seleksi perlombaan panahan seluruh Indonesia pada tanggal 31 Mei dan 5 Juni 1962 di Jakarta.
Sumber: Arsip Paku Pakualaman No. 657
104
Transkrip dari Lampiran 4. Pimpinan “PERPANI” Dln. Dr. Sutomo 7: Tlp :1206 No. :27/perp/IV/62 Lamp:--Hal :Perlombaan seleksi Panahan se Indonesia
Jogjakarta :4 April 1962 Jth. Sdr.2 Komisaris “PERPANI” di Daerah2 diseluruh INDONESIA
Salam Keolahragaan: 1. Dengan ini diberitahukan bahwa antara tanggal 31 Mei dan 5 Juni 62 di Jakarta akan dilangsungkan perlombaan seleksi Besar Panahan Seluruh Indonesia, baik dengan tim duduk maupun dengan berdiri. 2. Seluruh perlombaan seleksi itu disamping untuk memperebutkan kejuaraan Indonesia tahun 1962. Lebih-lebih diperuntukan untuk mencari dan dan menentukan pemanah2 terbaik guna pembentukan regu2 Nasional panahan dalam Asian Games IV jaditu. 3. Dalam hubungan inilah maka, pimpinan PERPANI menganjurkan agar Bond2 giat melatih diri mengadakan seleksi2 Intern untuk dapat mengirimkan regu2nya yang representatip keseleksi jad itu Adapun peraturan2 yang dipakau adalah : Peraturan: panahan Nasional dari Perpani untuk sikap duduk Double FITA Round untuk sikap berdiri. 4. Kemudian dianjurkan agar regu2 Bond membawa panji masing2. 5. Untuk memperlancar kegiatan segala sesuatunya, maka segala surat menyurat langsung dialamatkan kepada: Sdr Dalow Komandan Staf Komando Pelaksana Perlombaan Panahan Asian Games ke IV Djl. Mataram no.4 Kebayoran Baru. (Soal-soal Jumlah peserta, biaja, dll) sedang tindasan2 surat2 diharap dikirim kepada Sekretaris Pimpinan Perpani. 6. Demikianlah agar menjadi maklum dan dapat diteruskan kepada bond2 panahan duduk atau panahan berdiri didaerah sdr. TINDASAN kepada: 1.Sdr. Pimpinan KOGOR pusat di Jakarta 2 “ “ Pimpinan KOGOR daerah 3. “ “ komandan staf Komando Pelaksana perlombaan Panahan AG-IV Jakarta (1-2, menjadi maklum dan mendapat bantuan serta fasilitas). 3. Seperlunja).
Pimpinan “PERPANI” Sekretaris Umum
(Atmodiningrat)
105
Lampiran 5. Sasaran bidikan Jemparingan dan panahan
Foto 1. Wong-Wongan (Sasaran panahan tradisional Jemparingan gaya Mataraman)
Foto 2. Sasaran Bidikan Panahan.
106
lampiran 6. Foto Koleksi anak panah dan Busur K.G.P.A.A Paku Alam VIII di Puro Pakualaman.
Sumber: Koleksi Puro Pakualaman
107
Lampiran 7. K.G.P.A.A. Paku Alam VIII bermain jemparingan bersama dengan abdi dalem dan kerabat.
Sumber: Foto Koleksi Puro Pakualaman
108
Lampiran 8. Foto K.G.P.A.A Paku Alam VIII
Sumber: Koleksi Puro Pakualaman
109
Lampiran 9. Foto Penulis dan Narasumber atas Bapak Rimawan Bawah Angling Kusumo
Sumber: Dok. Pribadi. Foto KPH Anglingkusumo sedang meperagakan bermain panah dengan peralatan panahan Compound.
110
Lampiran 10. Daftar Nama Peserta AGF di Tokyo tahun 1958 ASIAN GAMES FEDERATION OFFICIALS TOKYO-MAY,1958 HONORARY PRESIDENTS H.H. Maharajadhiraj Yadvindra Singh Mahendra Bahadur of Patiala (India) Hon. Jorge B. Vargas (Philipines) EXECUTIVE COMITTE : Dr. Ryotaro Azuma (Japan) : Mr. G. Sondhi (India) Mr. Gunsun Ho (China) Honorary Secretary-Treasurer : Mr. Fumio Takashima (Japan) Members : Mr. Kyawmin (Burma) Prof. Sang Beck Lee (Korea) Mr. A. de. O. Sales (Hongkong) Wing Cdr. H.A. Soofi (Pakistan) President Vice President
COUNCIL MAMBERS Afghanistan
:
Burma Cambodia Ceylon (Srilangka)
: : :
Hongkong India
: :
Indonesia Iran
: :
Israel
:
Japan
:
Korea
:
Malaya
:
Nepal
:
North Borneo
:
Pakistan
:
Mr. Sardar Mohd Faruq Siraj, Dr. Mohd Omar Wardack, Mr. Sakui Damishjoe Mr. Kyaw Min, U Paing, Col. Min Sein Mr. Chuop-Hell Commodore G.R.M. de Mel, Mr. P. Julian Grero, Mr. Walter Jayasooriya Mr. A. de O. Sales, Mr. O.R. Sadick Mr. Ashwini Kumar, Mr. G.D. Sondhi, Mr. Moinul Haq. Prince Paku Alam, Mr. R. Maladi, Dr. A. Halim General Dr, Izadpanah, Mr. Ahmad Rouholiman, Mr. A.M. Bakhtiar Mr. Yosef Yakutieli, Mr. H. Glovinsky, Mr. Ben Dror. Dr. Ryataro Azuma, Mr. Masaji Tabata, Mr. Fumio Takashima Prof. Sang Beck Lee, Mr. Walter Jhung, Mr. Paul. J.C. Hyen Col. Sir Henry Hau Shik Lee, Mr. S.N. Yong, Mr. K. Aryaduray Gen. Nara Shamsher Jung Bahadur Rana, Mr. Hora Prasad Joshi Mr. G.S. Kler, Mr. J.B. Atkinson, Mr. Philip Lee Tau Sang Mr. Zafar Ali, Wing Cdr. H.A. Soofi, Mr. A. Hasnat
111
Philipinnes Singapore Taiwan Thailand
: : : :
Vietnam
:
Mr. Antonio de Las Alas, R. Regino R. Ylanan Mr. C.C. Tan, Mr. A.T. Rajah, Mr. B.L. Dunsford Mr. Gunsun Hoh, Mr. S.S. Kwan, Mr. L.K. Kiang Mr. Laung Sukhum Nayapradit, Mr. Svasti Lekyananda, Mr. Kong Visudharomn Mr. Huynh-Xuan-Canh, Mr. Nguyen-Phuoc-Vong, Mr. Nguyen-Van Kinh.
Sumber: Amin Rahayu, “Pesta Olahraga (Asian Games IV) Tahun 1962 Di Jakarta: Motivasi dan Capaiannya”, Tesis, Depok :Universitas Indonesia, 2012. Lihat lampiran 30a. hlm. 225.
112
Lampiran 11. Daftar Nama Peserta AGF di Jakarta tahun 1962
ASIAN GAMES FEDERATION OFFICIALS JAKARTA-AUSGUST,1962 HONORARY PRESIDENTS H.H. Maharajadhiraj Yadvindra Singh Mahendra Bahadur of Patiala (India) Hon. Jorge B. Vargas (Philipines), Dr. Ryotora Azuma (Japan) EXECUTIVE COMITTE President (Indonesia) Vice President
: H.H. Sultan Hamengku Buwono IX
Honorary Secretary-Treasurer Members
: Mr. G.D Sondhi (India) General Dr. Izadpanah (Iran) : Mr. Mr. R. Maladi.(Indonesia) : Mr. Fumio Takashima (Japan), Mr. A. de. O. Sales (Hongkong), Mr. Antonio de Las Alas (Philipinnes), Mr. Gunsun Toh (Taiwan), Mr. Sardar Mohd Faruq Siraj (afganistan)
COUNCIL MAMBERS
Afghanistan
: Mr. Sardar Mohd Faruq Siraj, Mr. Mahmud Hakim,
Mr. Abdul Wahab, Mr. Wahid Etemadi Burma
: Mr. Kyaw Min, U Paing, Col. Min Sein Joshi
Cambodia
: Mr. Khouw You Heng, Mr. Pok Sam An, Mr. Pin
Tuy, Mr. Sisowath Essaro Ceylon (Srilangka)
: Mr. Chanmugan, Mr. Osman, Rear Admiral De Mell,
Mr. P. Julian Grero. Hongkong
: Mr. A. de O. Sales, Mr. R.M.S. Leung, Mr. C.K. Woo
India
: Mr. G.D. Sondhi, Mr. Moinul Haq. Mr. S.S. Majithia,
Mr. Ashwini Kumar Indonesia
: Mr. R. Maladi, Sultan Hamengku Buwono IX, Prince
Paku Alam VIII
113
Iran
: General Dr, Izadpanah, Mr. Ahmad Rouholiman
Israel
: Mr. Yosef Yekou Tieli, Mr. H. Glovinsky, Mr. Ben
Dror. Japan
: Mr. Juichi Tsushima, Mr. Fumio Takashima, Mr.
Masaji Tabata, Korea
: Prof. Sang Beck Lee, Mr. Walter Jhung, Mr. Gho
Tong Tak Malaya
: Mr. Lim Kee Siong, Mr. Tiong Poh Nian, Mr. Oh
Boon Tat, Mr. K. Aryaduray, Mr. S. Kwok Seng Nepal
: Gen. Nara Shamsher Jung Bahadur Rana, Mr. Hora
Prasad Joshi North Borneo
: Mr. G.S. Kler, Mr. Tan Tya Shu
Pakistan
: Mr.
Philipinnes
: Mr. Antonio de Las Alas, Mr. Amborosio Padila, Mr.
Zafar Ali, Wing Cdr. H.A. Soofi, Mr. Mesbahuddin, Mr. A.B. Awan
Serafin Aquino, Mr. J.B Vargas Singapore
: Mr. A.T. Rajah, Mr. Goh Cheye Hin, Mr. B.L.
Dunsford, Mr. Chew Keng Ban Taiwan
: Mr. Gunsun Hoh, Mr. S.S. Kwan, Mr. Teng Chuan
Hai Thailand
: Mr.
Vietnam
: Mr. Huynh-Xuan-Canh, Mr. Nguyen-Phuoc-Vong,
Laung Sukhum Nayapradit, Lekyananda, Mr. Kong Visudharomn
Mr.
Svasti
Mr. Cao Xuan Vy, Mr. Nguyen- Ahouch Van Kinh. : Mr. H.C.Lau, Mr. Joseph Lee
Sarawak :
Sumber: Amin Rahayu, “Pesta Olahraga (Asian Games IV) Tahun 1962 Di Jakarta: Motivasi dan Capaiannya”, Tesis, Depok :Universitas Indonesia, 2012. Lihat lampiran 31b. hlm. 226.