PERAN DAN ORIENTASI PEMDA DALAM OPTIMALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM (“Studi Kasus pada Pemerintah daerah Kabupaten Sleman”)
diajukan oleh Nama
: Aga Khaitari
Nomor Mahasiswa : 04312466 Jurusan
: Akuntansi
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
“Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi. Apabila kemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, saya sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku”.
Yogyakarta, 09 Juli 2008 Penulis,
Aga Khaitari
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI
PERAN DAN ORIENTASI PEMDA DALAM OPTIMALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM (“Studi Kasus pada Pemerintah daerah Kabupaten Sleman”)
Nama
: Aga Khaitari
Nomor Mahasiswa : 04312466 Jurusan
: Akuntansi
Yogyakarta, 10 Juli 2008 Telah Diperiksa dan Untuk Diujikan Oleh : Dosen Pembimbing
(Kesit Bambang Prakosa Drs.,M.Si.)
BERITA ACARA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI BERJUDUL
Peran dan orientasi PEMDA dalam Optimalisasi Pendapatan Daerah dan Dana Alokasi Umum (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman)
Disusun Oleh: AGA KHAITARI No. Mahasiswa : 04312466
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan dinyatakan LULUS Yogyakarta, 26 Agustus 2008
Penguji/Pembimbing Skripsi
: Drs. Kesit Bambang Prakoso,M.Si. ..........
Penguji
: Dra. Marfuah, M.Si, Ak
Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia
Drs. Asma’i Ishak, M.Bus,. Ph.D
..........
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini khusus untuk : o Papa dan Mama tercinta yang selalu mengiringi setiap langkahku dengan do’a. o Om Auni Chandra & Tante Yana o Adiku Ivan Robiardi dan Azwajini Hanum o Semua saudara, temen dan sahabat yang selalu membantuku dalam segala hal Rofi Ardinal,Nurachman,,Wawan Andang Saputra makasih buat dukungannya selama ini. o Dan semua temen2 ku yang mungkin ga bisa disebutkan satu-persatu, thank’s guy’s.
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, karena itu apabila telah selesai suatu tugas, kerjakanlah tugas yang lain dengan sungguh – sungguh, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya engkau berharap.” (QS. Asy.Syarh : 6-8)
“Berkaryalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang – orang yang beriman akan menilai karyamu”
(QS. At- Taubah:105)
“ There will always be trials and tribulations. But I have to realize that every mistake I make is part of me. And the only way a mistake is going to remain a mistake is if I don't learn something from it. I try to turn the experience into a positive thing.”
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan meneliti bagaimana Peran Dan Orientasi Pemerintah Daerah Dalam Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Studi Kasus pada Pemerintah daerah Kabupaten Sleman. Data yang digunakan berasal dari laporan BPS. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap Pemerintah daerah Kabupaten Sleman, menunjukkan bahwa Pada umumnya pemerintah daerah Kabupaten Sleman mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya dengan 2 cara, yakni: Intensifikasi dan Ekstensifikasi. Prosentase terbesar dari masing-masing pos pendapatan dari total pendapatan adalah dana perimbangan. Hal ini menunjukkan baha Kabupaten Sleman masih sangat mengandalkan pos bantuan dari pemerintah pusat dalam membiayai anggarannya meskipun hal ini hampir terjadi di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.
Keywords: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb., Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang ditujukan untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi UII. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dengan tujuan untuk menyempurnakan skripsi ini sangat di harapakan dan diterima dengan senang hati. Dalam menyelesaikan tugas ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik bersifat bimbingan, petunjuk maupun kesempatan berdiskusi. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Drs. Asma’i ishak, M.Bus,. Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. 2. Bapak Kesit Bambang Prakosa Drs.,M.Si selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberi pengarahan dan bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini. 3. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. 4. Ayahanda Auzar dan Ibunda Jamilatin yang saya cintai, yang selalu memberikan doa dan dukungan baik moril maupun materil dalam segala hal agar cepat lulus kuliah.
5. Om Auni dan ante Yana yang selalu mengingatkan untuk selalu berbakti kepada orang tua. Terima kasih pesannya insya Allah akan di jaga sampai akhir hayat. 6. Adikku: Ivan Robiardi yang selalu nyebelin tapi kadang baik “ayo cepet selesesain kuliah” dan adik kecil ku Azwajini Hanum yang udah gede “rajin belajar ya” 7. Seluruh teman-temen ku, teman-teman kost, anak-anak akuntansi angkatan 04 (Wawan, Omen, Rofi, Puguh, Ardiansyah, Andi, didit kiper, Nizar, ndaru beserta nyonya), anak-anak tim Angkasa FC, anak-anak KKN unit 43 angkatan 35, teman-teman ku di Bangkinang “Apo cito??den pulang le...” 8. Anak-anak WisMa Bug (Amo, Dayat, Taro, Heru, Mario, Hergus, Gondes, Edwin) di mana kalian dah lulus kah?? 9. Tim poker Teras Sindang Yogyakarta (aa Rizal, Didin petot, dan si centil Yeye) terima kasih telah menjadi teman baik. 10. Teman-teman seperjuangan underground “keep your’s spirit” pasti apa yang diidamkan akan tercapai kelak mudah-mudahan penulis beserta yang lain dapat merasakan hari yang paling di tunggu. Amin ya Rabbal alamin. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak dalam proses menerapkan ilmu yang penulis dapatkan di bangku kuliah, paling tidak skripsi ini diharapkan mampu membantu kemajuan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk lebih menyempurnakan
skripsi ini dimasa mendatang penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak dengan harapan agar dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 09 Juli 2008 Penulis
(Aga Khaitari)
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.....................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI..........................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI.............................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .......................................................................................
v
HALAMAN ABSTRAKSI ................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................
vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
xii
LAMPIRAN…………………………………………………………………….
xiii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................
1
1.2. Pokok Masalah..... ......................................................................................
5
1.3. Batasan Masalah.........................................................................................
5
1.4. Tujuan Penelitian........................................................................................
5
1.5. Manfaat Penelitian......................................................................................
6
1.5. Sistematika Pembahasan.............................................................................
6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA.............................................................................
8
2.1. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Serta Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Daerah............................................................................
8
2.1.1 Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ...............................................
8
2.1.1.1 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.................
10
2.1.1.2 Sistem Keuangan Daerah............................................................
12
2.1.2 Penyelenggaraan Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Daerah Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004....................................
13
2.2. Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada Era Otonomi Daerah...........................................................................................
14
2.3. Elemen-Elemen Dalam Penerimaan Daerah................................................
16
2.3.1. Pendapatan Asli Daerah......................................................................
16
2.3.2. Dana Perimbangan..............................................................................
23
2.3.3. Pinjaman Daerah.................................................................................
27
2.3.4. Lain-lain penerimaan yang sah...........................................................
28
2.4. Prinsip Manajemen Penerimaan Daerah......................................................
28
BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................................
28
3.1. Data..............................................................................................................
33
3.1.1 Data Umum........................................................................................
33
3.1.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi BPKKD Sleman.................................
33
3.1.1.2 Struktur Organisasi BPKKD Sleman.........................................
33
3.1.1.3 Visi, Misi, dan Arah Kebijakan BPKKD Kabupaten Sleman....
35
3.1.1.4 Prioritas BPKKD Kabupaten Sleman........................................
35
3.1.2 Data Khusus.......................................................................................
28
3.1.2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kab. Sleman...............................................................................
36
3.1.2.2 Dana Alokasi Umum..................................................................
38
3.1.2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)................................ 38 3.2. Metode Pengumpulan Data..........................................................................
30
3.2.1. Survei.................................................................................................
39
3.2.2. Wawancara.........................................................................................
39
3.2.3. Studi Pustaka...................................................................................... 40 3.3. Metode Analisis Data...................................................................................
31
3.3.1. Menghitung prosentase tax ratio.......................................................
40
3.3.2. Menghitung prosentase tiap komponen pendapata dalam APBD dari total penerimaan.........................................................................
40
3.3.3. Menghitung prosentase masing-masing pos dari PAD dan dana perimbangan dalam APBD...............................................................
41
3.3.4. Menghitung prosentase pertumbuhan masing-masing pos dari PAD.....................................................................................
42
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASANNYA................................
44
4.1. Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah..........................................................
44
4.2. Dana Perimbangan.......................................................................................
57
4.3. Kendala-kendala...........................................................................................
58
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................
60
5.1. Kesimpulan ..................................................................................................
60
5.2. Saran............................................................................................................
63
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
65
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
2.1 Pajak daerah ……………………………………………………..........
18
2.2 Iktisar dana perimbangan pusat-daerah...……………………………...
22
2.3 Dana Alokasi Umum... ………………………………………………..
26
3.1 Penerimaan Dana Alokasi Umum Kab Sleman.....................................
38
3.2 Produk Domestik Regional Bruto Kab Sleman......................................
39
4.1 Tax Ratio................................................................................................
41
4.2 Prosentase PAD, Bagian Dana Perimbangan, serta Lain-Lain Penerimaan Yang Sah..................................................
48
4.3 Peran Masing-masing pos dalam PAD Kab Sleman.............................
52
4.4 Peran Masing-masing pos dalam dana perimbangan Kab Sleman........
53
4.5 Pertumbuhan masing-masing pos PAD.................................................
56
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
2.1 Hubungan Pusat-Daerah...………………………………………..........
18
3.1 Bagan Struktur Organisasi BPKKD Kab Sleman……………………...
34
3.2 Desain Penelitian....................................................................................
43
LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Realisasi APBD 2002........ …….....……………………………...
65
Lampiran 2. Realisasi APBD 2003...………………………………………….
66
Lampiran 3. Realisasi APBD 2004.…………………………………………...
67
Lampiran 4. Realisasi APBD 2005....………………………………………….
68
Lampiran 5. Realisasi APBD 2006.......... ……………………………………..
69
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Krisis yang melanda negeri ini, pada tahun 1998 berdampak besar pada roda kehidupan bangsa Indonesia. Krisis yang di ikuti dengan gerakan reformasi ini sebenarnya hanya berdampak pada sektor ekonomi saja, namun dalam perkembangannya merambat pada semua sektor kehidupan bangsa. Krisis ini telah berubah menjadi krisis multidimensi, tidak hanya krisis ekonomi saja yang telah terjadi, akan tetapi terjadi krisis kepercayaan, krisis budaya dan lain-lain. Kemudian gerakan reformasi yang memunculkan tuntutan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah, termasuk hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal senada juga dikatakan oleh Mardiasmo (2002) “Tujuan utama dari reformasi adalah mewujudkan masyarakat madani, terciptanya good gorvernance, dan mengembangkan model pembangunan yang berkeadilan. Selain itu, reformasi juga memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas di dalam sistem politik dan kelembagaan sosial, sehingga akan mempermudah proses pengembangan modernisasi lingkungan legal dan regulasi reformasi total itu adalah tuntunan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota” Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 telah mengamanatkan agar penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Di samping itu, menurut UU RI No 22 Tahun 1999 penyelenggaraan otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Otonomi daerah mencakup 3 matra yang utama, yaitu 1) Pembagian kekuasaan mengelola pemerintahan (governmental power sharing) antara pusat dan daerah. 2) Matra pembagian keuangan dan personalia negara (financial and manpower sharing) antara pusat dan daerah. 3) Pelimpahan kekuasaan politik, adat dan budaya (political and social cultural power) kepada daerah (Salim, 1999 dalam Ardiana, 2003). Kondisi seperti ini berarti mendorong pemerintah untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan
peran
dan
fungsi
DPRD
dalam
mengawasi
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan otonomi kepada daerah tersebut, maka daerah wajib meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, mengembangkan kehidupan demokrasi, mewujudkan keadilan dan ketertiban umum, pemerataan serta memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia. Transfer keuangan juga mesti diiringi transfer pegawai pusat menjadi pegawai daerah. Dalam pelaksanaan otonomi daerah apa yang disebut 3P (personel, peralatan, dan pembiayaan) secara bersama-sama mesti dilimpahkan ke daerah. Dengan kata lain, bukan hanya dana (pembiayaan) dan asset (peralatan), tetapi pegawainya pun mesti diterima oleh daerah. Seperti diketahui bahwa hamper 4 juta PNS, sekitar 3.5 juta (lebih dari 80%) diantaranya merupakan pegawai pusat, dan sejak 1 Januari 2001, sejalan dengan meningkatnya peran daerah dan berkurangnya fungsi pusat secara drastis, pegawai pusat tersebut diserahkan kepada daerah. Dengan demikian besarnya pembiayaan disesuaikan
dengan besarnya fungsi kewenangan yang dilaksanakan daerah. Guna menjamin sumber pembiayaan tadi, perlu kesiapan atau profesionalisme aparat-aparat daerah untuk dapat memainkan peran dan orientasinya sehingga dapat mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya dan dana perimbangan yang proporsional (Simanjutak, 2000). Penelitian yang dilakukan oleh Memen Kustiawan pada Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat menunjukkan bahwa salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pendanaan bagi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) adalah dengan meningkatkan jumlah pendapatan yang berasal dari retribusi daerah dan pajak daerah. Akan tetapi hendaknya diperhatikan apakah peningkatan pendapatan tersebut tidak memunculkan masalah baru yang akan timbul akibat reaksi masyarakat yang tentunya tidak akan menyetujui adanya kenaikan tersebut. Selain mengoptimalkan PAD, daerah masih mengharapkan sumber lain, yakni dana perimbangan. Dalam rangka alokasi dana perimbangan tersebut, pemerintah menerbitkan PP No 104 Tahun 2000. Penelitian yang dilakukan Memen (2002) menunjukkan ketidakpuasan terhadap rumusan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, dapat terlihat misalnya, Pemerintah Jember melakukan protes karena kecilnya DAU yang mereka terima yaitu sebesar Rp. 300 Miliar, dan apabila dibandingkan dengan belanja pegawai yang diperkirakan sebesar Rp. 275 Miliar, ternyata DAU tersebut hanya untuk belanja pegawai. Pemerintah Daerah Bekasi melakukan protes kepada Depdagri dan Otda karena mereka menerima sebesar Rp. 187,7 Miliar, padahal mereka mengharapkan akan menerima sebesar Rp. 250 Miliar sampai dengan Rp. 800 Miliar. Dalam harian umum republika tanggal 25 maret 2000 Sekretaris Dirjen
Pemerintah Umum dan Daerah (PUMDA) Depdagri dan Otonomi Daerah Sudarsono mengatakan bahwa : “ Rumusan tersebut merupakan rumusan baku untuk perhitungan dana alokasi umum, tetapi Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) akan melakukan evaluasi ulang atas penetapan dana alokasi umum tadi” Ternyata Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah benar-benar melakukan evaluasi ulang mengenai rumusan perhitungan dana alokasi umum pada Peraturan Pemerintah No 84 tahun 2001. Atas usulan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah akhirnya pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah No 104 tahun 2000 dan dituangkan pada Peraturan Pemerintah No 84 tahun 2001. Dengan demekian Peraturan Pemerintah No 84 menggantikan Peraturan Pemerintah No 104 tahun 2001. Dalam perjalanannya selama 4 tahun Peraturan Pemerintah No 84 tahun 2001 kemudian digantikan oleh Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2005 dan berlaku sampai saat ini. Permasalahannya sekarang, apakah Pemerintah Daerah telah merasa bahwa penghitungan DAU dengan menggunakan rumus dalam Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2005 telah proposional? Kabupaten Sleman sebagai salah satu daerah kabupaten memiliki kewajiban dan tantangan serupa. Kewenangan ini dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaaan Daerah (BPKKD). BPKKD merupakan pelaksana pemerintah daerah yang berfungsi sebagai pengkoordinasi dari seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pemungutan, pengumpulan dan penerimaan daerah yang berasal dari pajak, retribusi dan sumber PAD lainnya ke dalam kas daerah. Dengan demikian BPKKD menjadi sentral informasi mengenai penerimaan daerah yang berasal dari PAD dan sumber penerimaan lain. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Peran Dan Orientasi Pemda Dalam Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum (“Studi Kasus pada Pemerintah daerah Kabupaten Sleman”)”. 1.2. Pokok Masalah Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. Apakah perumusan penghitungan Dana Alokasi Umum yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2005 telah Proposional terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman? b. Bagaimana
upaya
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Sleman
dalam
mengoptimalkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah nya? 1.3. Batasan Masalah Penelitian ini akan menitikberatkan pada peran dan orientasi pemerintah daerah dalam rangka optimalisasi Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan yang proporsional. Pemerintah daerah yang ingin diteliti adalah Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaaan Daerah (BPKKD) Kabupaten Sleman. 1.4. Tujuan penelitian Berdasarkan permasalahan yang diidentifikasi, tujuan penelitian ini adalah: a. Mengetahui sejauh mana perumusan penghitungan Dana Alokasi Umum yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2005 telah memenuhi fiscal need Kabupaten Sleman. b. Mengetahui
upaya
Pemerintah
Daerah
mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerahnya.
Kabupaten
Sleman
dalam
1.5
Manfaat Penelitian a. Untuk mendapatkan gambaran tentang perumusan penghitungan Dana Alokasi Umum yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2005. b. Untuk mendapatkan gambaran upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerahnya.
1.6
Sistematika Pembahasan BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang, pokok masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA Pada bagian ini mengungkapkan tentang teori-teori normatif yang mendasari dan relevan dengan penelitian ini yaitu menyajikan tinjauan teoritis mengenai penyelenggaraan PEMDA berdasarkan UU No 8 Tahun 2005, elemen-elemen penerimaan daerah, APBD dalam era otonomi daerah, prinsip-prinsip manajemen penerimaan daerah, dan optimaliasi PAD.
BAB II : METODE PENELITIAN Bab ini akan menguraikan mengenai data umum dan data khusus yang digunakan dalam objek penelitian.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini akan memuat uraian secara rinci mengenai langkah-langkah analisis data dan hasilnya, serta pembahasan hasil yang diperoleh.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini memuat secara singkat mengenai kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian dan saran-saran yang ditujukan pada berbagai pihak.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Serta Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Daerah
2.1.1 Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Pelaksanaan otonomi daerah telah memasuki tahapan baru setelah dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Pemerintah menilai perlu adanya perubahan Undang-Undang mengenai pemerintah daerah karena UU No.22 tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. Belum genap satu tahun pelaksanaanya, pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No.3 tahun 2005 tentang perubahan atas UU No.32 tahun 2004 tentang peraturan daerah. Hal ini dikarenakan dalam UU No.32 tahun 2004 pemerintah daerah tidak mengatur antisipasi keadaan genting yang disebabkan oleh bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan atau gangguan lainnya di seluruh atau sebagian wilayah pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakibat pemilihan tidak berjalan sesuai jadwal. Kemudian penyelenggaraan otonomi daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.8 tahun 2005 tentang penertapan Peraturan Pemerintah pengganti UU No.3 tahun 2005 tentang perubahan atas UU No.32 tahun 2004. Pelimpahan wewenang otonomi yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Kabupaten atau Kota berdasarkan suatu asas yakni asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata , dan bertanggung jawab. Suatu kewenangan
otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua kewenangan bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan lainnya yang diatur dalam perundang-undangan. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya
mulai
dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi. Jadi yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Otonomi yang bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yakni berupa peningkatan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, serta pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan dan pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dengan daerah serta antar pemerintah daerah. Disebutkan secara jelas dalam Undang-Undang ini bahwa menempatkan otonomi daerah secara utuh pada pemerintah daerah kabupaten atau kota yang dalam UU No.5 Tahun 1974 berkedudukan sebagai kabupaten daerah tingkat I dan Kodya tingkat II. Daerah kabupaten dan daerah kota tersebut berkedudukan sebagai daerah otonom yang mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat di daerahnya.
2.1.1.1 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Aparatur pemerintah daerah menggunakan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Yang dimaksud dengan asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat atau sebagai perangkat pemerintah pusat di daerah. Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wugas dan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan dari daerah ke desa. Dalam prakteknya penyelenggaraan proses desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di daerah kabupaten atau kota. Selain itu juga ada asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di daerah propinsi, daerah kabupaten, daerah kota dan desa. Sebenarnya, masalah desentralisasi pada akhirnya akan bermuara pada masalah perimbangan keuangan yang merupakan sumber penggerak roda pemerintahan daerah. Prinsip otonomi dan kesatuan bangsa serta implikasinya bagi pemerataan pembangunan harus merupakan dasar pertimbangan bagi penyusunan bagi perimbangan keuangan dan pembagian wewenang. Prinsip otonomi memberi wewenang kepada daerah untuk mengurus daerahnya dengan mengandalkan sebagian besar pembiayaan penyelenggaraan pemerintah daerah dari sumber keuangannya sendiri, di samping hak untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat. Masing-masing daerah mempunyai potensi yang berbedabeda, baaik sumber daya alamnya maupun tingkat kecerdasan sumber daya manusianya, sehingga mengakibatkan daerah yang kaya bertambah kaya dan sebaliknya daerah miskin menjadi lebih miskin atau dapat di simpulkan bahwa masalah perimbangan keuangan pusat-daerah merupakan masalah yang sarat dengan muatan ketatanegaraan, politik,
sosial budaya, ekonomi, dan administrasi negara secara keseluruhan. Dengan diberlakukannya undang-undang tentang pemerintah daerah dan undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pusat pemerintah pusat dan daerah, di harapkan akan memecahkan permasalahan perimbangan pusat-daerah. Walaupun beberapa pihak masih belum puas, karena masih ada tuntutan yang menyebutkan bahwa formula alokasi daerah otonom tersebut belum mencerminkan keuangan yang lebih menjamin efisiensi dan keadilan serta belum memperhatikan implikasi kebijakan yang akan di timbulkan. (Kustiawan, 2002) Prinsip pemberian otonomi menyelenggarakan pemerintah daerah menurut UU No.32 tahun 2004 adalah : 1.
Kewenangan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab bagi daerah kota / kabupaten. Untuk daerah kota / kabupaten kewenangan yang luas memiliki makna sebagai keleluasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan seluruh bidang pemerintahan kecuali beberapa bidang yang diurus pusat. Kewenangan itu dimiliki kabupaten dan kota secara utuh dan bulat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Otonomi yang nyata artinya keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serat tumbuh, hidup dan berkembang di daerah tersebut. Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan tanggung jawab sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam bentuk tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam rangka pencapaian tujuan pemberian otonomi, yaitu berupa peningkatan pelayanan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan
serta pemeliharaan hubungan yang serasi anatar pusat dan daerah dalam rangka menjaga keutuhan NKRI. 2.
Otonomi yang terbatas untuk daerah propinsi yakni propinsi hanya sebagai pengawas kota dan kabupaten dibawahnya tidak turut campur tangan.
2.1.1.2 Sistem Keuangan Daerah. Dalam proses penyelenggaraan sistem otonomi daerah kewenangan yang tadinya melekat di pemerintah pusat menjadi kewenangan pemerintah daerah. Selain itu untuk menyelenggarakan sistem otonomi daerah yang sifatnya luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukannya kewenangan dan kemampuan dalam menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta antar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota yang itu merupakan salah satu prasyarat dalam sistem pemerintah daerah. Hak yang di berikan kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan sumber keuangan antara lain berupa : 1) Kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; 2) Kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah serta hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; 3) Hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-aumber pembiayaan.
2.1.2 Penyelenggaraan Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Daerah Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Dalam rangka melaksanakan pemerintahan, Negara kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah-daerah propinsi dibagi atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap tersebut mempunya kewajiban dalam mengurus pemerintahannya sendiri guna meningkatkan eifisiensi dan efektisfitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan pada masyarakat. Pada perjalanannya tiap daerah membutuhkan anggaran belanja yang membutuhkan anggaran belanja yang di sebut Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Adanya otonomi daerah membuat beberapa tugas pemerintah pusat diserahkan pada pemerintah daerah. Dengan demikian ada pula sebagian pendanaan yang diserahkan pada pemerintah daerah. Untuk itu perlu adanya undang-undang yang mengatur tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang di atur dalam UU No. 33 tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 24 tahun 1999. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah mencakup pembagian keuangan secara proposional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Pemerintah pada hakikatnya mengemban 3 (tiga) fungsi utama yakni fungsi distribusi, fungsi stabilisasi, dan fungsi alokasi. Fungsi distibusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya efektif dan tepat dilaksanakan oleh pemerintah pusat, sedangkan fungsi alokasi oleh pemerintah daerah. Yang lebih mengetahui kondisi, situasi, dan kebutuhan masyarakat setempat. Pembagian ketiga fungsi tersebut sangat penting sebagai landasan dalam dalam penentuan dasardasar perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintah daerah.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintah kepada daerah secara nyata dan bertanggungjawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebagai daerah otonomi, penyelengaraan pemerintahan dan pelayanan di lakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Pendanaan dalam kaitannya yang menjadi kewenangan daerah, menggunakan APBD sebagai sumbernya, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusatdi biayai dari APBN, baik yang didekosentrasikan kepada Gubernur dan di tugaskan kepada Pemerintah Daerah dan/atau Desa atau sebutan lainnya dalam rangka tugas pembantuan. 2.2
Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada Era Otonomi Daerah Hubungan antara pusat da pemerintah daerah merupakan pendelegasian yang utuh
dan bulat dari pemerintah pusat dan pemeintah daerah. Adanya pergeseran wewenang pada era otonomi ini secara perlahan akan menggeser perkembangan dan pembangunan nasional dimasa depan ke daerah-daerah. Penyebaran hasil pembangunan pun akan secara tidak langsung ikut tersebar ke daerah. Harapan inilah yang menjadi tujuan otonomi daerah. Pada prinsipnya, hubungan fungsi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah berdasarkan pada 3 (tiga) prinsip utama, yaitu : prinsip desentralisasi, prinsip dekosentrasi, dan prinsip tugas pembantuan. Ketiga prinsip tersebut juga melandasi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta di evaluasi
dengan menerapkan analisis varian terhadap anggaran dan realisasi anggaran yang sesungguhnya
(Mardiasmo, 2001). Secara hubungan tersebut digambarkan sebagai
berikut : GAMBAR 2.1 HUBUNGAN PUSAT-DAERAH Hubungan Pusat-Daerah Dekosentrasi
Desentralisasi
Beban APBN
Tugas Pembantuan
Beban Pemerintah Yang Menugaskan
Beban APBD
Hubungan Keuangan Pusat-Daerah
Pendapatan Daerah : - Pendapatan Asli Daerah - Dana Perimbangan - Lain-lain Pendapatan
Sumber Pembiayaan : - Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah - Pinjaman Daerah - Dana Cadangan Daerah - Hasil penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Sumber : UU No. 32 tahun 2004 dalam Mardiasmo, 2004, di olah Adanya
kebijakan
tersebut
merupakan
upaya
pemerintah
pusat
untuk
mendelegasikan wewenangnya kepada daerah guna mengoptimalkan potensi daerah, namun dalam implementasinya banyak factor yang ikut mempengaruhinya. Memang, untuk mendapatkan hasil yang optimal dibutuhkan perjuangan bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat.
2.3 Elemen-Elemen Dalam Penerimaan Daerah. Seperti yang terdapat di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, terdapat sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah dan pembiayaan, penerimaan yakni: (1) Pendapatan Asli daerah (PAD), (2) Dana Perimbangan, (3) Pinjaman daerah, dan (4) lain-lain penerimaan yang sah. Dan pembiayaan yakni : 1.Sisa lebih perhitungan anggaran daerah 2.Penerimaan pinjaman daerah 3.Dana cadangan daerah 4.Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan Pada penelitian ini hanya dibatasi membahas mengenai PAD dan dana perimbangan yang selanjutnya di fokuskan pada Dana Alokasi Umum (DAU). Pendapatan asli daerah merupakan sumber utama penerimaan bagi pemerintah daerah dalam rangka peleksanaan proses desentralisasi. Dan dana Perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah merupakan sumber penerimaan tambahan untuk mendukung PAD.
2.3.1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber-sumber pendapatan asli daerah adalah: A. Hasil-Hasil Pajak Daerah. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilaksanakan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan secara langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak daerah termasuk dalam klasifikasi pajak menurut wewenang pemungutnya. Artinya pihak yang berwenang dan berhak memungut pajak daerah adalah pemerintah daerah. Menurut wilayah pungutannya pajak daerah dibagi menjadi: 1. Pajak Propinsi. Pajak propinsi adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat propinsi. Yang termasuk ke dalam pajak propinsi adalah: Pajak propinsi kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
2. Pajak Kabupaten atau Kota. Pajak kabupaten atau kota adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat kabupaten atau kota. Sampai saat ini yang termasuk ke dalam pajak kabupaten atau kota adalah: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, dan pajak pengambilan bahan galian golongan C. Yang dimaksud dengan pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah orang
pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C ( asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, granit, gips, marmer, pasir dan kerikil, zeolit, basal, trakkit, perlit). Sesuai Pasal 158 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah tentang pajak daerah ditetapkan dengan Undang-undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda. Pemerintah daerah di larangmelakukan pungutan atau dengan sebutan lain diluar yang ditetapkan oleh Undang-undang. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkansebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 157 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ditetapkan oleh Perda dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pajak daerah yang dilaksanakan oleh daerah adalah pungutan yang sesuai UU No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah seperti terlihat pada tabel 2.1 berikut : TABEL 2.1 PAJAK DAERAH No
Jenis Pajak
1
Pajak Daerah : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air b.Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di atas Air c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d.Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan e. Pajak Hotel f. Pajak Restoran g.Pajak Hiburan h.Pajak Reklame i. Pajak Penerangan Jalan j. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C k.Pajak Parkir Catatan : Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak Kabupaten/kota selain yang ditetapkan tersebut di atas, yang memenuhi kriteria sebagai
Tarif Tertinggi 5% 5% 10% 5% 20% 10% 10% 35% 25% 10% 20% 20%
berikut : a. Bersifat sebagai pajak dan bukan retribusi b.Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan c. Obyek dan dasar pengenaan pajaktidak bertentangan dengan kepentingan umum d.Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak bukan merupakan obyek pajak propinsi dan atau obyek pajak pusat e. Potensinya memadai f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang degatif g.Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat h.Menjaaga kelestarian lingkungan
B. Hasil Retribusi Daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah sebagaimana tercantum pada UU No. 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan terakhir telah diubah dengan UU No.34 tahun 2000 dan PP No.66 tentang retribusi daerah dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yakni: 1. Retribusi Jasa Umum. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah: retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan persampahan atau kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar, retribusi pengujian kendaraan
bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta, retribusi pengujian kapal perikanan. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum berdasarkan keijaksanaan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. 2. Retribusi Jasa Usaha. Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Yang termasuk dalam retribusi jasa usaha adalah : Retribusi kekayaan daerah, retribusi pasar grosir, reribusi tempat pelelangan, retribusi terminal, retribusi penjualan produksi usaha daerah, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi penyeberangan di atas ais, retribusi tempat rekreasi dan olah raga, retribusi pelayanan pelabuhan kapal, retribusi rumah potong hewan, retribusi penyedotan kakus, retribusi tempat penginapan atau villa, retribusi tempat khusus parkir. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa usaha berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. 3. Retribusi Perizinan Tertentu. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan kelestarian lingkungan. Yang termasuk ke dalam retribusi ini adalah: retribusi izin mendirikan
bangunan, retribusi izin tempat penjualan minuman berakhohol, retribusi izin gangguan, dan retribusi izin trayek. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.
C. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Berbagai macam penerimaan dari Perusda dan Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain: bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah. Undang-Undang yang berlaku di Indonesia memperbolehkan pemerintah daerah untuk mendirikan perusahaan daerah (BUMD). Harapan bagi pemerintah daerah adalah agar mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan. Ada dua macam dari kontribusi tersebut, yakni: deviden yang dibayarkan bagi daerah dan kontribusi BUMD kepada anggaran daerah. Selain hal tersebut pemerintah daerah juga akan mendapatkan manfaat kekayaannya umtuk menambah penerimaan daerah seperti penyewaan tanah dan bangunan milik daerah.
D. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah menurut Undang-Undang adalah : 1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak di pisahkan; 2) Jasa giro 3) Pendapatan bunga 4) Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh daerah 2.3.2. Dana Perimbangan Dana perimbangan merupakan bagian dari penerimaan pemerintah pusat yang diberikan kepada pemerintah daerah. Dana ini digunakan oleh pemerintah pusat untuk menyeimbangkan hubungan keuangan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta hubungan dengan daerah yang lainnya. Jadi yang dimaksud dengan dana perimbangan adalah: dana yang bersumber dari penerimaan APBD yang dialokasikan kepada pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Unsur-unsur yang terdapat dalam dana perimbangan adalah: (1) bagi hasil pajak dan bukan pajak, (2) dana alokasi umum, dan (3) dana alokasi khusus. Berikut adalah iktisar dana perimbangan pusat daerah berdasarkan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam tabel 2.2 berikut : TABEL 2.2 IKTISAR DANA PERIMBANGAN PUSAT-DAERAH No 1 2 3 4
Jenis Bantuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)*1) BPHTP PPh Pasal 21, 25, dan 29 Sumber Daya Alam : a. Kehutanan o Iuran hak pengusahaan hutan o Provisi sumber daya alam*2) o Dana reboisasi*3) b. Pertambangan Umum o Iuran tetap
Pusat (%)
Daerah (%) Prov Kab/Kota
10 20 80
16,2 16 8
64,8 64 12
20 20 60
16 16 -
64 64 40
20
16
64
o Iuran eksplorasi dn eksploitasi*4) c. Perikanan*5) d. Minyak bumi*6) e. Gas bumi*7) f. Panas Bumi*8) 5 6
Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus
20 20 84,5 69,5 20
16 3 6 16
64 80 12 24 32
60
10
90 40
Catatan : 1) Sebesar 9% sisanya untuk biaya pemungutan. 2) Sebesar 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% untuk daerah lainnya dalam provinsi yang besngkutan. 3) Sebesar 40% untuk rehabilitasi hutan dan lahan kabupaten/kota penghasil. 4) Sebesar 32% untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan 5) Sebesar 80% di bagikan dengan porsi yang sama besar kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia. 6) Sebesar 6% dibagikan kepada kabupten/kota penghasil, dan 6% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, sedangkan 0,5% sisanya digunakan untuk alokasi penambah anggaranpendidikan dasar dengan persentase : a. 0,1% di bagikan untuk provinsi yang bersangkutan; b. 0,2% dibagikan untuk kabupaten/kota pnghasil; c. 0,2% dibagikan untuk kabupaten/ota lainnya dalm provinsi yang bersangkutan.
7) Sebesar 12% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan 12% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan,sedangkan 0,5% sisanya digunakan untuk alokasi penambah anggaran pendidikan dasar. 8) Sebesar 32% dibagikan untuk kabupaten /kota penghasil dan 32% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Sumber : UU No.33 Tahun 2004
A. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pemerintah pusat menyerahkan sebagian penerimaannya yang diperoleh dari baik penerimaan pajak maupun penerimaan bukan pajak. Bagi hasil pajak maupun bukan pajak meliputi hal-hal berikut ini: penerimaan pertambngan minyak, penerimaan penambangan gas alam, penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), penerimaan bea pemerolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), penerimaan sektor pertambangan umum, penerimaan sektor kehutanan,dan penerimaan sektor perikanan. Pembagian halhal di atas bisa berbeda dengan yang lainnya hal ini disebabkan oleh signifikansi penerimaan hal-hal tersebut bagi kas negara. Sumber penerimaan yang lebih besar kontribusinya bagi negara masih harus diserahkan kepada pemerintah pusat dalam porsi yang lebih besar. a. Dana Alokasi Umum. Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar pemerintah daerah untuk membiayai
kebutuhan
pembelanjaannya
dalam
rangka
pelaksanaan
proses
desentralisasi. Besarnya Dana Alokasi Umum yang di ambil dari APBN untuk
pemerintah daerah adalah sebesar 26% dari penerimaan dalam negeri. Dana ini dialokasikan kepada seluruh pemerintah daerah propinsi dan kabupaten / kota di seluruh Indonesia dengan porsi masing-masing 10% dan 90%. Porsi yang didapat dari sebuah pemerintah propinsi tersebut adalah dibandingkan dengan bobot seluruh pemerintah propinsi di Indonesia. Porsi yang dipeloreh dari sebuah pemerintah kabupaten atau kota didasarkan pada bobot pemerintah kabupaten atau kota tersebut dibandingkan dengan bobot seluruh pemerintah kabupaten atau kota di Indonesia. Bobot suatu daerah ditentukan oleh: (1) kebutuhan wilayah daerah dan (2) potensi ekonomi daerah. Kebutuhan wilayah daerah dicerminkan oleh beberapa variabel seperti jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografi, dan tingkat pendapatan masyarakat. Potensi suatu daerah dicerminkan pada potensi penerimaan pemerintah daerah seperti industri, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan produk domestik regional bruto. Berikut adalah dana alokasi umum untuk daerah berdasarkan PP No. 55 Tahun 2005 :
DAU = CF + AD Dimana : DAU
= Dana Alokasi Umum
CF
= Celah Fiskal
AD
= Alokasi Dasar
CF
= Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal
Alokasi DAU untuk provinsi dihitung dengan menggunakan formula : DAU Provinsi = Bobot Provinsi X DAU Provinsi Dimana :
Bobot Provinsi
= CF Provinsi ∑CF Provinsi
CF provinsi
= celah fiskal suatu daerah provinsi
∑CF Provinsi
= total celah fiskal seluruh provinsi
DAU Kabupaten/Kota Dimana :
= Bobot Kabupatenn/Kota X DAU Kabupaten/Kota
Bobot Kabupaten/Kota
= CF Kabupaten/Kota ∑CF Kabupaten/Kota
CF Kabupaten/Kota
= celah fiskal suatu daerah Kabupaten/Kota
∑CF Kabupaten/Kota
= total celah fiskal seluruh Kabupaten/Kota
Berikut adalah ketetapan mengenai besaran DAU terlihat pada tabel 2.3 berikut :
TABEL 2.3 DANA ALOKASI UMUM Besarnya DAU DAU Untuk Propinsi 25% x PDN APBN 10% x 25% PDN APBN DAU Suatu Propinsi = Bobot Propinsi yang bersangkutan Bobot seluruh propinsi di Indonesia DAU Suatu Kabupaten / Kota = Bobot Kabupaten / Kota yang bersangkutan Bobot Seluruh Kabupaten / Kota Indonesia
DAU Untuk Kabupaten / Kota 90% x 25% x PDN APBN x DAU Untuk Propinsi
x DAU Untuk Kabupaten / Kota
Sumber UU No. 25 tahun 1999
b. Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana alokasi khusus adalah dana yang berasal
dari APBN yang dialokasikan
kepada pemerintah daerah untuk membantu pemerintah daerah membiayai kebutuhan tertentu. Dana alokasi khusus diberikan kepada pemerintah daerah jika pemerintah
daerah menghadapi masalah-masalah khusus. Masalah-masalah khusus yang dimaksud adalah: (1) kebutuhan dana yang tidak diperkirakan sebelumnya dan (2) kebutuhan dana yang merupakan komitmen dan prioritas nasional. Dana alokasi khusus termasuk dan reboisasi yang pembagiannya 40% untuk pemerintah daerah sabagai dana alokasi khusus dan 60% untuk pemerintah pusat. Menurut pasal 40 UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pemerintah menetapkan kriteria dana alokasi khusus berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Penjelasan dari ketiga kriteria tersebut adalah sebagai berikut : 1) Kriteria umum di tetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan daerah dalam APBD; 2) Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundangundangan dan karakteristik daerah; 3) Kriteria teknis ditetapkan oleh kementrian Negara/Departemen teknis yang berwenang. 2.3.3. Pinjaman Daerah. Pinajaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang dan kenikmatan lain sehingga pemerintah daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Daerah otonom diperbolehkan meminjam baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu dana tersebut juga dapat berupa jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Pinjaman pemerintah daerah dari dalam negeri dapat berupa pinjaman dari pemerintah pusat, pinjaman dari lembaga komersial, dan pengeluaran obligasi pemerintah daerah. Peminjaman ini tidak
perlu melalui campur tangan pemerintah pusat. Akan tetapi kalau pemerintah daerah bermaksud meminjam dari luar negeri maka harus melalui pemerintah pusat, selanjutnya pemerintah pusat akan mengkaji kelayakannya terlebih dahulu.
2.3.4. Lain-lain penerimaan yang sah. Hal lain-lain yang btermasuk dalam penerimaan yang sah adalah hibah, dana darurat, dan dana penerimaan lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
2.4. Prinsip Manajemen Penerimaan Daerah Dalam prakteknya para aparatur negara di tuntut untuk selalu melaksanakan tugas mengelola penerimaan daerah dengan cermat. Pemerintah daerah diharapkan mampu menjamin bahwa potensi penerimaan daerah telah terkumpul dan tercatat ke dalam sistem akuntansi pemerintah daerah, oleh karena itu pemerintah daerah harus memiliki suatu sistem guna mengendalikan ditaatinya seluruh prosedur dan kebijakan manajemen yang telah ditetapkan. Selain itu juga, pemerintah daerah harus mengecek apakah ada penerimaan yang belum atau malah tidak disetorkan oleh petugas di lapangan. Perlu juga diteliti apakah ada masyarakat yang tidak membayar pajak perlunya pemberian sanksi atas tindakan penggelapan pajak. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah penyederhanaan prosedur administrasi namun tidak mengurangi kadar kualitas pengendaliannya. Penyederhanaan administrasi dimaksud untuk memberi kemudahan kepada wajib pajak dan retribusi daerah sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dalam
membayar pajak. Prosedur pengendalian internal ditingkatkan untuk menjaga prinsip accountability. Hal yang paling utama dalam manajemen penerimaan pemerintah daerah adalah manajemen pendapatan asli daerah dana perimbangan.
2.5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dalam Era Otonomi. Sekarang ini proses penganggaran pendapatan dan belanja daerah disusun berdasarkan aspek pendekatan kinerja, yakni suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya dan input yang ditetapkan. Oleh karena itu dalam perencanaan APBD disusun menurut sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran. Kebijakan anggaran yang dimuat dalam arah dan kebijakan umum APBD selanjutnya akan menjadi dasar dalam penilaian kinerja keuangan daerah selama satu tahun anggaran. Struktur dari APBD berdasar pendekatan kinerja terdiri atas pendapatan, belanja daerah, dan pembiayaan. Sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu dan pinjaman atau utang tidak lagi dimasukkan sebagai unsur penerimaan daerah, namun dimasukkan sebagai unsur pembiayaan daerah. Dengan struktur APBD yang baru itu akan lebih mudah mengetahui surplus atau defisit, jika terjadi defisit anggaran maka untuk menutupinya disediakan pos tambahan yakni pos pembiayaan. Pembiayaan adalah transaksi keuangan daerah yang bertujuan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah. Selain itu pemerintah daerah dapat dimungkinkan untuk membuat pos dana cadangan, yang berfungsi jika ada dana anggaran yang sisa maka tidak harus seluruhnya dihabiskan akan tetapi dimasukkan ke dalam pos dana cadangan.
2.6. Upaya Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah. Optimalisasi pendapatan asli daerah perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan objek pendapatan. Dalam jangka pendek hal yang paling mudah dan dapat sesegera dilakukan adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah yang sudah ada terutama melalui pemanfaatan tekhnologi informasi. Upaya pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah maupun mengembangkan potensinya terdapat dua alat yakni: perencanaan kebijakan dan upaya adminitratif. Perencanangan kebijakan adalah langkah-langkah pemerintah daerah dengan mengandalkan kebijakan yang berupa penerbitan ketentuan-ketentuan pemerintah daerah yang bersifat kebijakan menyangkut beberapa masalah pokok yakni: obyek pajak, subyek pajak dan tarif pajak. Dalam hal obyek pajak maka pemerintah daerah melalui peraturan pemerintah daerah menetapkan apa saja yang akan diperbaiki baik pajak yang berbasis transaksi maupun pajak yang berbasis kebendaan. Subyek pajak yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah daerah akan menentukan siapa saja yang akan dipajaki baik sebagai pembayar pajak, pemungut pajak, maupun entitas yang diminta membantu pemerintah daerah untuk mengumpulkan pajak. Tarif pajak dapat berupa prosentase tertentu atau dapat juga jumlah rupiah tertentu yang harus dibayar. Menurut Mardiasmo dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal akan membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah untuk lebih mandiri baik dari sistem pembiayaan maupun dalam menentukkan arah pembangunan daerah sesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat di daerah.
Dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah juga bisa dilakukan dengan langkah admintratif, langkah adminitratif berkaitan dengan kapasitas admintratif pemerintah daerah, terutama di dalam bidang yang berkaitan dengan pendapatan daerah seperti organisasi, sistem, dan prosedur, sistem informasi, dan sumber daya manusia. Dalam jangka pendek untuk meningkatkan PAD memang cukup dengan menggunakan perancangan kebijakan akan tetapi dalam jangka panjang dan untuk menjamin kesinambungannya maka upaya admintratif harus menjadi agenda utama. Hal lain yang perlu dikembangkan adalah membangun kapasitas yang baik dari sisi masyarakat maupun sisi pejabat publik. Masyarakat perlu diajak untuk melihat pengeluaran secara transparan sehingga akan nampak korelasi antara partisipasi finansial dalam bentuk membayar pajak dengan pelaksanaan fungsi pemerintahan yang tercermin dalam anggaran daerah. Aparatur pemerintah daerah juga perlu membangun kapasitas admintratifnya melalui peningkatan mutu SDM dan pembelajaran yang membentuk kerangka pikir yang berorientasi pada kepentingan publik. Pemerintah daerah sebaiknya tidak menambah pungutan yang bersifat pajak (menambah jenis pajak baru) walau cara tersebut dimungkinkan. Jika ingin menambah pungutan hendaknya yang bersifat retribusi, sedangkan pajak justru diupayakan sebagai ”the last effort” saja. Bahkan idealnya pungutan pajak yang dibayar masyarakat adalah pajak pusat saja. Ada beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan untuk tidak menambah pungutan pajak dan meningkatkan retribusi: 1. Pungutan retribusi berimplikasi langsung dengan masyarakat pengguna layanan publik. Peningkatan retribusi akan secara otomatis meningkatkan
kulaitas pelayanan publik. Dengan demikian pemerintah daerh ditantang untuk meningkatkan kinerjanya dalam meningkatkan pelayanan publik. 2. Investor akan lebih tertarik berinvestasi di daerah jika terdapat kemudahan sistem perpajakan di daerah. Dengan demikian pemerintah daerah hendaknya harus berhati-hati dalam mengoptimalkan PAD tersebut, jangan sampai mendapat tanggapan yang negatif dari masyrakatnya.
Jadi
keberhasilan
otonomi
suatu
daerah
terutama
dalam
hal
mengoptimalkan PAD tergantung pada kejelian aparatur daerah dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki serta kualitas anggota legeslatif yang mengawasi jalannya pemerintahan.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini semuanya adalah data sekunder yang diperoleh dari publikasi resmi dari penyedia data seperti BPS (Badan Pusat Statistik), dan dari intansi terkait seperti BPKKD, Sekertariat Daerah, serta publikasi lembaga-lembaga penelitian yang ada. 3.1.1
Data Umum Data-data umum yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu :
3.1.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi BPKKD Sleman Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaaan Daerah mempunyai Tugas Pokok dan fungsi sebagai berikut : 1) Tugas Pokok : Menyelenggarakan kewenangan Pemerintah daerah dalam bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah. 2) Fungsi : a. Merumuskan kebijakan teknis di bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah. b. Pemberiaan pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintah daerah. 3.1.1.2 Struktur Organisasi BPKKD Sleman Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaaan Daerah Kabupaten Sleman merupakan perangkat daerah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Bupati melalui Sekretaris Daerah, mempunyai struktur organisasi yang tertera pada gambar 3.1 berikut : GAMBAR 3.1 BAGAN STRUKTUR ORGANISASI BPKKD KABUPATEN SLEMAN Kepala Badan Sekretariat
Kelompok Jabatan Fungsional
Bidang Pendapatan
Sub Bidang Pendaftaran dan Pendataan Sub Bidang Penetapan
Bidang Belanja
Sub Bag. Umum dan kepegawaian
Bidang Kekayaan
Sub Bag. Keuangan
Sub Bag. Perencanaan
Bidang pembukuan dan Pelaporan
Sub Bidang Anggaran
Sub Bidang Pengadaan
Sub Bidang Verivikasi
Sub Bidang Perbendaharaan
Sub Bidang Pemanfaatan dan Pengendalian
Sub Bidang Pembukuan
Sub Bidang Perawatan
Sub Bidang Pelaporan
Sub Bidang Pengihan Sub Bidang Pendapatan Daerah lainnya
Sub Bidang Permodalan
3.1.1.3 Visi, Misi, dan Arah Kebijakan BPKKD Kabupaten Sleman 1) Visi Visi BPKKD Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut : ”MEWUJUDKAN INSTITUSI YANG PROFESIONAL DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KEKAYAAN DAERAH” 2) Misi Untuk mencapai visi tersebut, BPKKD Kebupaten Sleman menetapkan misi sebagai berikut : a) Meningkatkan kemampuan daerah. b) Meningkatan kualitas pengelolaan keuangan dan kekayaan daerah. 3) Arah Kebijakan Adapun arah kebijakan BPKKD Kabupaten Sleman yaitu : a) Intensifikasi pendapatan asli daerah . b) Ekstensiikasi pendapatan asli daerah. c) Peningkatan pengawasan terhadap pengadaan, pengambilan dan penggunaan benda-benda berharga sebgai alat pungut pendapatan asli daerah. d) Menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah 3.1.1.4 Prioritas BPKKD Kabupaten Sleman Beberapa prioritas BPKKD kabupten Sleman adalah sebagai berikut : 1) Menigkatkan pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah
2) Menigkatkan pendataan wajib pajak darah dan wajib retribusi daerah secara terus menerus 3) menigkatkan kesadaran wajib pajak daerah dan wajib retribusi daerah dengan cara penyuluhan/sosialisai 4) Menigkatkan pemahaman sistem dan prosedur pengelola pendapatan asli daerah 3.1.2
Data Khusus Adapun data khusus yang di butuhkan dalam penelitian ini yaitu :
3.1.2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kab. Sleman. APBD Kabupaten Sleman tahun 2002 yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kinerja. Susunan APBD kabupaten Sleman pada tahun 2002 terdiri dari : 1. Pos pendapatan, yang meliputi: a. Bagian sisa lebih perhitungan yang lalu b. Bagian pendapatan asli daerah c. Bagian dana perimbangan d. Bagian pinjaman pemerintah daerah e. Bagian lain-lain penerimaan yang sah 2. Pos belanja, yang meliputi : a. Belanja pegawai b. Belanja barang c. Belanja pemeliharaan d. Belanja perjalanan dinas e. Belanja lain-lain
f. Angsuran pinjaman / hutang dan bunga g. Bantuan Keuangan h. Pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain i. Pengeluaran tidak tersangka
Berdasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 tahun 2002 tentang pedoman pengurusan, pertanggung jawaban dan pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Maka APBD Kabupaten Sleman mulai pada tahun 2002 sudah sesuai dengan KepMen tersebut. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sleman selama lima tahun terakhir dapat dilihat dalam lampiran sampai dengan lampiran . Dan data target dan realisasi penerimaan APBD Kabupaten Sleman tahun anggaran 2002 sampai dengan 2006 dapat dilihat pada Lampiran sampai dengan Lampiran . Data penerimaan APBD Kabupaten Sleman akan berguna pada perhitungan (1) perhitungan PAD, bagian pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah pusat dan instansi yang lebih tinggi, bagian sisa lebih perhitungan anggaran tahun yang lalu, serta lain-lain penerimaan yang sah dari jumlah keseluruhan penerimaan APBD. (2) Mengitung peran masing-masing pos dari PAD dan pos pendapatan dari pemberian-pemberian pemerintah pusat dan instansi lainnya yang lebih tinggi. (3) menghitung peran dan pertumbuhan masing-masing pos PAD.
3.1.2.2 Dana Alokasi Umum. Dana alokasi umum merupakan dana perimbangan yang berasal dari pusat untuk diperbantukan kepada daerah dengan formula yang telah ditetapkan pada peraturan pemerintah Nomor 55 tahun 2005. Alokasi perhitungan untuk masing-masing daerah tentunya berbeda-beda tergantung luas wilayah, jumlah penduduk, dan potensi sumber daya alam. Adapun dana alokasi umum yang diterima kabupaten Sleman selama tahun anggaran 2002-2006 dapat di lihat pada tabel 3.1 berikut : TABEL 3.1 PENERIMAAN DANA ALOKASI UMUM KABUPATEN SLEMAN TAHUN ANGGARAN 2002-2006 Tahun Aggaran
Jumlah Dau
2002
2003
2004
2005
2006
255.350.000
304.780.000
307.331.000
318.139.000
485.397.000
Sunber : Data BPS, diolah Tabel diatas akan digunakan sebagai dasar analisis apakah pembagian dana alokasi umum sudah memenuhi aspirasi Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman.
3.1.2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Besarnya PDRB Kabupaten Sleman dan perkembangannya selama lima tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel 3.2. PDRB nantinya akan digunakan sebagai pembagi dalam menghitung Tax Ratio. PDRB yang dipakai adalah PDRB mulai tahun 2002 sampai dengan 2006 dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut :
TABEL 3.2 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPTEN SLEMAN TAHUN 2002-2006 Uraian 2002 Jumlah 1,700,303.00 PDRB Sumber : BPS, di olah
2003 4,818,110.00
2004
2005
2006
4,977,242.00 5,131,220.00 5,265,541.00
3.2. Metode Pengumpulan Data 3.2.1. Survei Metode survei bertujuan untuk mencari informasi faktual yang mendetail yang mencakup seluruh gelaja yang ada, pembenaran keadaan dan praktek-praktek yang sedang berlaku dan membuat perbandingan serta mengevaluasinya. Metode survei yang digunakan adalah secara kausal komparatif yang bersifat ex post facto , yakni analisis diproses berdasarkan data dan fakta yang dikumpulkan pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sleman. Sebagian data seperti data PDRB diperoleh dari BPS dan APBD Kabupaten Sleman diperoleh dari Kantor Sekertariat Daerah Kabupaten Sleman. Sehingga data yang diperoleh nantinya diedit dan diolah lalu akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan analisis deskriptif. 3.2.2. Wawancara Proses wawancara dilakukan dengan aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman untuk mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu metode ini digunakan untuk mengetahui apakah perumusan formula DAU yang terdapat dalam PP No. 55 Tahun 2005 sudah tepat dan telah memenuhi aspirasi daerah.
3.2.3. Studi Pustaka Pada metode studi pustaka dilaksanakan untuk memperoleh dasar-dasar teori yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan diteliti, yang akan digunakan sebagai dasar dalam pembahasan dan pemecahan permasalahan yang di bahas dalam penelitian. 3.3. Metode Analisis Data 3.3.1. Menghitung prosentase tax ratio Tax Ratio = Jumlah penerimaan pajak tahun n Produk domestik bruto tahun n Analisis tersebut di atas akan digunakan untuk mengetahui apakah Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman mampu meningkatkan porsi pajaknya, artinya jika tax ratio dari tahun ke tahun meningkat berarti Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman telah mampu meningkatkan pajaknya.
3.3.2. Menghitung prosentase tiap komponen pendapata dalam APBD dari total penerimaan. A. Proentase PAD dari total penerimaan dihitung dengan : =
PAD Total Peneriman
B. Prosentase bagian pendapatan dana perimbangan : Dana Perimbangan = Total Penerimaan C. Prosentase lain-lain penerimaan yang sah dihitung dengan : =
Lain-lain penerimaan yang sah Total Penerimaan
Analisis di atas berguna untuk mengetahui bagian pendapatan yang mana, yang lebih tinggi peran atau porsinya dalam APBD. 3.3.3. Menghitung prosentase masing-masing pos dari PAD dan dana perimbangan dalam APBD. A. Menghitung prosentase masing-masing pos dalam PAD. I. Pajak daerah PAD II. Restribusi daerah PAD III. Bagian Laba BUMD PAD IV. Lain lain Pendapatan PAD Analisis tersebut di atas akan digunakan untuk mengetahui pos penerimaan terbesar dari PAD.
B. menghitung prosentase masing-masing pos dari dana perimbangan. I. Pajak daerah PAD II. Restribusi daerah PAD III. Bagian Laba BUMD PAD IV. Lain lain Pendapatan PAD
Analisis tersebut di atas akan digunakan untuk mengetahui pos penerimaan terbesar dari pemberian-pemberian pemerintah pusat dan intansi lainnya
3.3.4. Menghitung prosentase pertumbuhan masing-masing pos dari PAD. A. Prosentase pertumbuhan pajak daerah dihitung dengan : = Jumlah pajak tahun n - Jumlah pajak n – 1 Jumlah pajak n – 1
B. Prosentase pertumbuhan restribusi daerah dihitung dengan : = Jumlah restribusi tahun n - Jumlah restribusi n – 1 Jumlah restribusi n – 1
C. Prosentase pertumbuhan bagian laba BUMD dihitung dengan : = Jumlah bagian laba Perusda tahun n - Jumlah bagian laba Perusda n – 1 Jumlah bagian laba BUMB n – 1
D. Prosentase pertumbuhan lain-lain pendapatan dihitung dengan : = Jumlah lain-lain pendapatan tahun n - Jumlah lain-lain pendapatan n – 1 Jumlah lain-lain pendapatan n – 1
Analisis tersebut di atas akan digunakan untuk mengetahui penerimaan yang paling potensial dari PAD.
GAMBAR 3.2 DESAIN PENELITIAN
Tujuan Penelitian : a. Mengetahui sejauh mana perumusan penghitungan Dana Alokasi Umum yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2005 telah memenuhi fiscal need Kabupaten Sleman. b. Mengetahui upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerahnya
Latar Belakang Masalah : a. Pemda mempunyai peluang yang lus dlam perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumber-sumber di daerah b. Pemda harus mampu meningkatkan peran dan orientasi sehingga mampu mengoptimalkan PAD dan dana perimbangan
a. b. c. d.
Pokok Masalah : a. Apakah perumusan penghitungan Dana Alokasi Umum yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2005 telah Proposional terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman? b. Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam mengoptimalkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah nya?
Data : a. Data Umum : 1.Tugas pokok dan fungsi DISPENDA Sleman. 2.Struktur organisasi DISPENDA Sleman. 3.Visi, misi, dan arah kebijakan DISPENDA Sleman. 4.Prioritas DISPENDA Sleman. b. Data Khusus : 1.APBD Kab Sleman 2002-2006 2.DAU Kab Sleman 2002-2006 3.PDRB Kab Sleman 2002-2006
Analisis Data : Menghitung tax ratio, rasio kepatuhan wajib pajak, rasio efektivitas pendapatan asli daerah Menghitung persentase masing-masing pos dari pendapatan dalam APBD Menghitung kontribusi masing-masing pos dari pendapan asli daerah dlam APBD Menghitung pertumbuhan masing-masing pos dari pendapatan asli daerah dlam APBD
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dengan konsep dasarnya adalah memberikan wewenang pajak daerah dan retribusi daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerahnya masingmasing sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Pemerintah pusat akan membantu memelihara kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin dilaksanakan di daerah. Kabupaten Sleman dalam menjalankan program pembangunan dan program kepemerintahan mempunyai tiga sumber utama pendapatan, yang mana berasal dari : (PAD) pendapatan asli daerah, bagian dana perimbangan, dan lain-lain penerimaan yang sah. Pengoptimalisasi pendapatan asli daerah merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan oleh pemerintah daerah, karena pendapatan asli daerah merupakan sumber utama penerimaan bagi daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sementara itu dana perimbangan dan lain-lain penerimaan yang sah hanya merupakan sumber pendapatan tambahan untuk mendukung sumber penerimaan daerah. Dalam hal ini pemerintah Kabupaten Sleman mempunyai dua cara dalam upaya mengoptimalkan (PAD) pendapatan asli daerahnya. Kedua cara itu adalah sebagai berikut: 1. Intensifikasi Intensifikasi adalah suatu upaya untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah dengan cara meningkatkan dari hal yang sudah ada.
Proses
intensifikasi disini berarti
proses operasionalnya dan dalam proses tertib
adminitrasi. Hal-hal yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sleman diantaranya adalah : 1. Strategi jemput bola. Yakni dengan lebih aktif dalam menjemput sumber-sumber pendapatan asli daerah. 2. Melakukan kegiatan pelatihan / kursus / bintek dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat atas pajakpajak yang selama ini telah memberi kontribusi besar terhadap pendapatan asli daerah. 3. Melaksanakan soisalisasi pajak daerah dan retribusi daerah serta penerapan sanksi dan penghargaan. 4. Melengkapi sarana dan prasarana. 5. Peninjauan kembali peraturan-peraturan yang telah ada, melakukan koordinasi yang mantap dan didukung dengan pemeliharaan peralatan yang memadai. 6. Mengadakan pendataan potensi wajib pajak dan retribusi daerah serta menekan kebocoran. 2. Ekstensifikasi Ekstensifikasi adalah upaya pengoptimalan pendapatan asli daerah dengan suatu cara mencari sumber-sumber yang baru. Dalam hal ini pemda melakukan inovasi dalam peningkatan pajak dan retribusi daerah.
Upaya yang sudah dilakuakan oleh pemerintah Kabupaten Sleman untuk meningkatkan sumber pendaptan asli daerahnya yakni dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi sudah baik. Pengoptimalan sumber pendapatan asli daerah bisa juga dengan cara peningkatan tarif pajak. Untuk mengetahui apakah upaya yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Sleman telah tepat dalam rangka optimalisasi pendapatan asli daerah dapat digunakan analisis kuantitatif sebagai berikut. Salah satu indikator berhasil tidaknya optimalisasi pajak daerah adalah dengan cara perhitungan tax rasio (rasio pajak). Hasil perhitungan Tax Ratio dapat dilihat pada Tabel 4.1. di bawah ini. 1. Menghitung prosentase tax ratio Tax Ratio =
Jumlah penerimaan pajak tahun n Produk domestik bruto tahun n TABEL 4.1. TAX RATIO
Uraian Penerimaan Pajak PDRB Tax Ratio
2002
2003
TahunAnggaran 2004
2005
2006
22,094,978 24,907,210 35,217,823 36,638,630 37,979,313 1,700,303.00 4,818,110.00 4,977,242.00 5,131,220.00 5,265,541.00 12,99%
5,17%
7,08%
7,14%
7,21%
Sumber :data BPS, diolah
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat diketahui bahwa kontribusi pajak daerah dalam PAD (Pendapatan Asli Daerah) kurang optimal, hal inj bisa dilihat dalam perhitungan tax ratio di atas yang menunjukkan tren yang menurun, atau kemampuan daerah dalam meningkatkan pajak daerahnya belum optimal. Terlihat jelas bahwa pada tahun 2003 Kabupaten Sleman
memiliki tax ratio sebesar 5,17% jauh dari tax ratio pada tahun 2002 sebesar 12,99% walaupun pada tahun-tahun berikutnya terjadi kenaikan. Ini artinya Pemerintah
Kabupaten
Kabupaten
sleman
kurang
berhasil
dalam
meningkatkan pajak daerahnya, hal ini bisa juga dimaklumi karena sebagaian besar pos pajak yang mempunyai kontribusi yang cukup besar merupakan pajak pusat. Selain itu pemerintah daerah kesulitan untuk menciptakan objek pajak yang baru karena terlalu dibatasi dengan peraturan perundang-undangan dalam pembuatan objek pajak baru.
2. Menghitung prosentase tiap komponen pendapatan dalam APBD dari total penerimaan. A. Proentase PAD dari total penerimaan dihitung dengan : =
PAD Total Peneriman
B. Prosentase bagian pendapatan dana perimbangan : Dana perimbangan = Total Penerimaan C. Prosentase lain-lain penerimaan yang sah dihitung dengan : =
Lain-lain penerimaan yang sah Total Penerimaan
Hasil perhitungan tiap komponen pendapatan dalam APBD dari total penerimaan.dapat dilihat dalam tabel 4.2. berikut :
TABEL 4.2. Prosentase PAD, Bagian Dana Perimbangan, serta Lain-Lain Penerimaan Yang Sah.
Uraian
2002
1, Pendapatan Asli Daerah
38,908,193
2, Dana Perimbangan 3, Lain-Lain penerimaan yang sah. 4, Total Pendapatan 1 : 4 (dalam %) 2 : 4 (dalam %) 3 : 4 (dalam %)
2003
Tahun anggaran 2004
2005
2006
52,978,731
70,499,050
77,904,742
299,961,255
369,717,142
389,951,711
417,413,902
28,922,587
30,188,786
31,117,436
252,302,300
367,792,035
452,884,659
491,568,197
747,620,944
702,929,580
10,57 81,55 7,86
11,69 81,63 6,66
14,34 79,32 6,33
10,42 55,83 3,37
12,9 87,09 0
90,710,095 612,219,485 0
Selama 5 (lima) tahun berturut-turut,persentase terbesar dari pos pendapatan adalah dana perimbangan. Berturut-turut dari 2002 s/d 2006 sebesar 81,55; 81,63; 79,32; 55,83 dan 87,09. Hal ini merupakan fenomena yang terjadi hampir diseluruh kabupaten-kabupaten di Indonesia. Sbagaimana yang diketahui, pada dasarnya ketergantungan terhadap bantuandari Pemerintah pusat merupakan sesuatu yang tidak sehat. Betapa tidak? Pendapatan asli daerah yang seharusnya memberi kontribusi terbesar ’dikalahkan’ oleh dana perimbangan yang notabene merupakan dana bantuan yang di berikan oleh pemerintah pusat kepada daeah. Akan tetapi, beberapa studi empiris yang telah di lakukan menunjukkan bahwa upaya yang di lakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan peneriamaan daerah menimbulkan distorsi pasar dan high cost economy (saad,2003 dalam landiyanto,2005). Selain itu, upaya yang di lakukanpemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya kurang di
ikuti dengan upaya untuk meningkatkan pelayangan publik (Halim dan Abdullah, 2004 dalam Landiyanto, 2005). Salah satu alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi adalah amat dominannya peranan pemerintah pusat dalam anggaran propinsi dan pemerintah daerah di bawah propinsi, misalnya kabupaten (mubyarto, 1988, h.215). Sentralisasi kebijakan pemerintah pusat telah menimbulkan ketergantungan yang tinggi dari daerah ke pusat. Bisa dilihat dari anggaran pemerintah daerah yang bantuan pusatnya sangat tinggi melampaui pendapatan asli daerahnya Penelitian yang dilakukan oleh Fisipol UGM selam lima tahun berturut-turut diketahui bahwa: (1) Perbandingan antara PAD dengan subsidi berkisar 30%-70%, dan (2) Adanya berbagai variasi sumbangan PAD dari berbagai daerah kabupaten dan kota di Indonesia, yaitu 208 kabupaten memberikan sumbangan PAD antara 0%-20%, 65 kabupaten menyumbang 2,1%40%, dan hanya 17 Kabupaten yang memiliki kemampuan menyumbang PAD sebesar 50% dari total penerimaan APBD-nya (Utomo, 1997, h.11).Implikasi dari besarnya peranan pemerintah pusat ini telah menimbulkan berbagai dampak yang tidak menguntungkan bagi pemerintah daerah, seperti meningkatnya ketergantungan anggaran dari pemerintah pusat, terganggunya penyusunan anggaran daerah karena harus menyesuaikan dengan bantuan pemerintah pusat danrendahnya pertanggung jawaban pada masyarakat lokal (mardiasmo, 1999, h.278-283). Laporan World Bank (1994) menunjukkan bahwa sistem keuangan negara di Indonesia paling terpusat dibandingkan dengan China, Korea, India, Brazil, Argentina, dan Kolombia. Rasio penerimaan pemerintah daerah dengan pengeluaran pemerintah daerah hanya 30%. Angka ini mencerminkan tingkat kemandirian daerah
dalam keuangannya hanya 30%. Sedangkan di China mencapai 100%, dan negaranegara lain berkisar 48%-76%. Hal ini mencerminkan pula adanya ketimpangan fiskal vertikal yang tinggi, yakni adanya ketidaksepadanan antara penerimaan dengan pengeluaran yang dibutuhkan oleh daerah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh World Bank, menyatakan bahwa dalam suatu model pertumbuhan kota yang ideal perlu ditekankan terhadap upaya peningkatan pelayanan publik, yang berupa (a) tata pemerintahan yang baik akan mendorong manajemen finansial dan penyediaan pelayanan kota yang bermutu tinggi, (b) investor yang tertarik dengan kemajuan tersebut akan merangsang pengembangan ekonomi lokal dan meningkatkan kualitas hidup bagi semua orang termasuk masyarakat miskin, (c) pengembangan ekonomi lokal akan menguatkan keuangan daerah dan membantu mengentaskan keiskinan melalui penciptaan lapangan kerja, dan (d) posisi fiskal yang kuat akan meningkatkan layanan kota dan membuat siklus pengembangan terus bergerak maju (World Bank, 2003 dalam Landiyanto, 2005) Kajian Shah dan Qureshi (1994, h.49-53) menunjukkan bahwa koefesien ketimpangan fiskal vertikal di Indonesia sebesar 0,19 yang menunjukkan tingkat kemandirian daerah-daerah di Indonesia yang rendah. Dibandingkan dengan sembilan negara lain yang diteliti, koefeesien ketimpangan fiskal vertikal di Indonesia (1990) merupakan yang paling rendah, yang mencerminkan tingkat kemandirian yang rendah pula. Untuk beberapa negara lainnya seperti Australia, koefesien ketimpangan fiskal vertikalnya adalah 0,43, India 0,45, Pakistan, ,53, Malaysia 0,56, Amerika Serikat 0,89, dan Brasil 0, 89. Kondisi seperti di Indonesia tersebut dapat terjadi karena
adanya sentralisasi dalam keuangan pemerintah Indonesia, seperti sentralisasi sistem perpajakan dengan alasan efisiensi. Dari perhitungan di atas maka dapat diketahui bahwa peran (porsi) PAD (Pendapatan Asli Daerah) terhadap total penerimaan Pemerintah Kabupaten Sleman terhitung kecil, dari data yang di peroleh trend yang di tunjukkan dari Pendapatan Asli Daerah sangat kecil bila dibandingka dengan dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Namun, secara umum Kabupaten Sleman merupakan daerah kabupaten yang mempunyai derajat desentralisasi fiskal (kontibusi PAD terhadap total pendapatan) yang cukup baik. Hal ini dapat di lihat dari hasil perhitungan analisa lima tahun terakhir ini angkanya dapat menembus angka 10%, dan pada tahun 2004 kontribusi PAD mencapai angka sebesar 14,34% dari total penerimaan. Pada tahun 2005 persentase yang diperoleh mengalami penurunan sebesar 10,42% kemudian pada tahun 2006 mengalami peningkatan yang baik yakni sebesar 12,9%. Jika perhitungan ini dibandingkan dengan rata-rata derajat desentralisasi Indonesia tinggi yaitu 7,12% pada tahun 2003 dan 7,73 pada tahun 2004 (Dewi,2007), maka untuk Kabupaten Sleman telah di atas angka rata-rata. Dengan kata lain kemampuan menyelenggarakan desentralisasi Kabupaten Sleman telah di atas rata-rata kemampuan dari seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.
3. Menghitung prosentase masing-masing pos di PAD dan pos pendapatan dari pemberian pemerintah propinsi. A. Menghitung prosentase masing-masing pos dalam PAD. I. Pajak daerah PAD
II. Restribusi daerah PAD III. Bagian Laba BUMD PAD IV. Lain lain Pendapatan PAD
Hasil perhitungan prosentase masing-masing pos di PAD dan pos pendapatan dari pemberian pemerintah propinsi dapat dilihat pada tabel 4.3
TABEL 4.3. PERAN MASING-MASING POS DALAM PAD KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2002-2006
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uraian Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba BUMD Lain-Lain PAD Total PAD 1 :5 (dalam %) 2 :5 (dalam %) 3 :5 (dalam %) 4 :5 (dalam %)
Tahun Anggaran 2002 22,094,978 10,225,900 1,971,054 4,616,261 38,908,193 56,78 26,28 5,06 11,86
2003 24,907,210 14,246,405 2,310,617 11,514,499 52,978,731 47,01 26,89 4,36 21,73
2004 35,217,823 27,795,561 3,848,890 3,636,776 70,499,050 49,95 39,42 5,45 5,15
2005 36,638,630 30,067,556 4,028,081 7,170,473 77,904,740 47,03 38,59 5,17 9,2
2006 37,979,313 34,867,831 5,048,288 12,814,661 90,710,093 41,86 38,43 5,56 14,12
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pos pajak daerah menyumbang kontribusi paling besar kepada pendapatan asli daerah kabupaten Sleman. Pada kurun waktu antara tahun 2002 sampai dengan 2006 pos pajak daerah menyumbang kontribusi lebih besar dibandingkan dengan pos Pendapatan Asli Daerah lain dari total jumlah PAD, walaupun hanya pada tahun 2002 saja pos pajak daerah memberi kontribusi lebih dari 50%, yakni sebesar 56,78% pada tahun-tahun berikutnya terjadi
penurunan disebabkan terjadi peningkatan pada pos retribusi daerah yaitu sebesar 39,42% pada tahun 2003. hal ini membuktikan bahwa pemerintah kabupaten sleman terkosentrasi pada pos pajak daerah dan retribusi daerah. Sedangkan dari sisi pos keuntungan BUMD belum terkelola secara optimal. Hal ini dapat saja di sebabkan oleh prioritas utama dari BUMD adalah memberi pelayanan yang murah serta nyaman bagi warga sleman. B. menghitung prosentase masing-masing pos dari Dana Perimbangan. I. Pos bagi hasil pajak Total Dana Perimbangan II. Pos bagi hasil bukan pajak Total Dana Perimbangan III. Pos Alokasi DAU Total Dana Perimbangan IV. Pos alokasi DAK Total Dana Perimbangan V. Pos Bantuan keuangan Propinsi Total Dana Perimbangan
Hasil perhitungan prosentase masing-masing pos di PAD dan pos pendapatan dari pemberian pemerintah propinsi dapat dilihat pada tabel 4.4. TABEL 4.4. PERAN MASING-MASING POS DALAM DANA PERIMBANGAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2002-2006 No
Tahun Anggaran Uraian
1
Pos bagi hasil pajak
2
Pos bagi hasil bukan pajak
2002
2003
2004
2005
2006
27,629,185
0
38,534,157
46,647,017
49,511,371
336,372
29,278,032
0
0
0
3
Pos dana alokasi umum
255,350,000
304,780,000
307,331,000
318,139,000
485,397,000
4
Pos dana alokasi khusus
0
10,600,000
9,480,000
10,600,000
25,860,000
5
Pos bantuan keuangan propinsi
16,645,698
25,059,110
34,606,554
42,027,884
51,451,114
6
Total Dana Perimbangan
299,961,255
369,717,142
389,951,711
417,413,901
612,219,485
7
1 : 6 (Dalam %)
9,21
0
9,88
11,17
8,68
8
2 : 6 (Dalam %)
0,11
7,91
0
0
0
9
3 : 6 (Dalam %)
85,12
82,43
78,81
76,21
79,28
10
4 : 6 (Dalam %)
0
2,86
2,43
2,53
4,22
11
5 : 6 (Dalam %)
5,54
6,77
8,87
10,06
8,40
Jika kita mencermati angka alokasi DAU tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa sejak diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 DAU yang didaerahkan semakin banyak. Pos DAU memberikan kontribusi yang paling signifikan, bisa dilihat pada tahun 2002 DAU memberikan kontribusi sebesar 85,12% dari total dana perimbangan. Hal ini memang menjadi fenomena yang terjadi di hampir seluruh Kabupaten dan Kota di Indonesia dimana dana perimbangan lebih besar dari PAD. Ini berarti kebutuhan daerah lebih dominan tercukupi oleh dana perimbangan dari pada PAD itu sendiri. Kondisi ini disebut Flypapper effect dimana respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer dari pada responnya terhadap pendapatan asli daerah itu sendiri (Oates,1999 dalam Halim 2003). Sekalipun
jumlah
yang
besar
ini
mencerminkan
masih
tingginya
ketergantungan daerah pada pemerintah pusat dalam anggarannya namun di sisi pembelanjaan, pemerintah daerah semakin leluasa untuk mengalokasikan dana tersebut sesuai dengan kebutuhan atau prioritas daerah. Walaupun pada sisi keleluasaan penggunaan uangnya, daerah semakin bebas. Namun penerimaan yang menjadi sumber pembiayaan tersebut sebagian besar masih harus melewati pusat, padahal sangat dimungkinkan dan lebih efektif serta efisien
jikalau beberapa sumber penerimaan langsung di tangani pemerintah daerah. Akibatnya masih besarnya peran pemerintah pusat dalam menangani pos-pos penerimaan daerah ini, maka dampaknya pemerintah daerah kurang bergairah dalam mengoptimalkan sumber pendapatan asli daerahnya. Studi di beberapa negara di Asia bahwa kurangnya kewenangan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya telah mengakibatkan kurangnya tanggung jawab dan insentif bagi daerah untuk melaksanakan tugas yang terkait dengan desentralisasi penerimaan (Sato, Yamasighe. 2000. h.6). Oleh sebab itu perlu dicermati kemungkinan pengalihan berbagai jenis pajak yang selama ini dikategorikan sebagai pajak pusat dan sumber penerimaan lainnya di luar pajak dapat ditransfer langsung penanganannya ke daerah. Misalnya saja Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mobilitasnya rendah, dapat dipertimbangkan untuk langsung menjadi pajak daerah. Pada sebagian besar negara di Asia, Pajak Bumi dan Bangunan (property tax) sudah menjadi pajak lokal. Hanya saja perlu dipertimbangkan pula biaya pungut dan adminitrasinya, sehingga jangan sampai setelah diserahkan kepada daerah berakibat pada menurunyya penerimaan daerah tersebut. Oleh karena itu, penyerahan kewenangan ke daerah ebagai bagian desentralisasi fiskal, baik itu dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran, perlu mempertimbangkan secara cermat aspek yang berkaitan dengan skala ekonomis. Selain itu pandangan lama yang masih mempengaruhi pemikiran pemerintah daerah adalah DAU sepenuhnya ditujukan untuk membayar gaji pegawai daerah, pandangan tersebut tidak serta merta salah akan tetapi jika DAU tidak mencukupi untuk membayar gaji tersebut maka daerah meminta dana dari pemerintah pusat tanpa
melihat pada sumber dana lain yang ada di daerah, termasuk PAD (Boedjonegoro, 2002. h.6)
4. Menghitung prosentase pertumbuhan masing-masing pos dari PAD. A. Prosentase pertumbuhan pajak daerah dihitung dengan : = Jumlah pajak tahun n - Jumlah pajak n – 1 Jumlah pajak n – 1 B. Prosentase pertumbuhan restribusi daerah dihitung dengan : = Jumlah restribusi tahun n - Jumlah restribusi n – 1 Jumlah restribusi n – 1 C. Prosentase pertumbuhan bagian laba BUMD dihitung dengan : = Jumlah bagian laba Perusda tahun n - Jumlah bagian laba Perusda n – 1 Jumlah bagian laba BUMB n – 1 D. Prosentase pertumbuhan lain-lain pendapatan dihitung dengan : = Jumlah lain-lain pendapatan tahun n - Jumlah lain-lain pendapatan n – 1 Jumlah lain-lain pendapatan n – 1
Hasil perhitungan prosentase pertumbuhan masing-masing pos dari pendapatan asli daerah dapat dilihat di dalam tabel 4.5. TABEL 4..5. PERTUMBUHAN MASING-MASING POS PAD
Uraian Pajak Daerah Jumlah Pertumbuhan (%) Retribusi Daerah Jumlah Pertumbuhan (%) Bagian Laba Perusda Jumlah Pertumbuhan (%)
Tahun Anggaran 2004
2002
2003
2005
2006
22,094,978
24,907,210 12,72
35,217,823 41,39
36,638,630 4,03
37,979,313 3,65
10,225,900
14,246,405 39,31
27,795,561 95,1
30,067,556 8,17
34,867,831 15,96
1,971,054
2,310,617 17,22
3,848,890 66,57
4,028,081 4,65
5,048,288 25,32
Lain-Lain Pendapatan Jumlah Pertumbuhan (%)
4,616,261
11,514,499 49,43
3,636,776 (31,58)
7,170,473 97,16
12,814,661 78,71
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pos retribusi daerah dan pos pendapatan
lain-lain
merupakan
pos
yang
paling
signifikan
peningkatan
pertumbuhannya. Selama kurun waktu lima tahun terakhir dari tahun ke tahun peningkatannya bisa dibilang baik. Meskipun sempat terjadi penurunan pada pos pendapatan lain-lain pada tahun 2004 sebesar 31,58%. Sedangkan pada pos retribusi daerah terjadi peningkatan pertumbuhan yng positif setiap tahun dimana pertumbuhan yang sangat siginifikan terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 95,1%. Pos pajak daerah terjadi peningkatan yang cukup baik pada rentang waktu tahun 2002 sampai dengan 2006 setiap tahun mengalami hampir serupa dengan apa yang dialami pada pos retribusi daerah dimana setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan yang positif dan tahun yang paling signifikan terjadi penigkatan terjadi pada tahun 2004 yakni sebesar 41,39%. 4.2. Dana Perimbangan Dana perimbangan merupakan dana bantuan bagi daerah otonom yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah dibawahnya. Dana alokasi umum untuk daerah Propinsi dan Kabupaten Kota di rumuskan didalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Sebagaimana diketahui bahwa semakin luas wilaya dan semakin banyak penduduk potensi sumber daya alamnya kecil akan mendapatkan dana alokasi umum yang besar. Hal ini dimaksudkan untuk memeratakan pembangunan di Indonesia.
Hal ini tentu saja sangat menguntungkan bagi daerah-daerah yang mempunyai luas wilayahnya sebagian besar adalah daratan, dibandingkan dengan daerah yang sebagian besar wilayahnya lautan seperti daerah kepulauan seperti Nusa Tenggara dan Maluku. Kabupaten Sleman sendiri tentu sangat setuju dengan perhitungan rumus DAU tersebut
dikarenakan Kabupaten Sleman merupakan daerah yang berada di tengah-
tengah Pulau Jawa yang keseluruhan wilayahnya adalah daratan. Selain itu perhitungan dengan menggunakan indeks jumlah penduduk tentu sangat menguntungkan bagi daerah yang mempunyai kepadatan penduduk yang sangat tinggi seperti di Pulau Jawa dan Bali dibandingkan dengan daerah diluar daerah tersebut. Semakin besar jumlah penduduknya semakin besar pula fasilitas yang dibutuhkan, variabel ini merupakan pembobot terbesar dalam alokasi pusat ke daerah. Yang berakibat pada besarnya alokasi anggaran pemerintah pusat ke pemerintah daerah di pulau jawa. Rata-rata ketidakpuasan dari pemerintah daerah dikarenakan DAU tidak memadai dan belum memenuhi kebutuhan fiskal. Selain itu juga datang dari daerah yang kaya SDA, sebab daerah yang kaya SDA menganggap alokasi dari pemerintah pusat sangat kecil dibandingkan dengan penerimaan pusat yang berasal dari daerahnya. Daerah yang miskin SDA juga kurang puas karena dana yang diterima dinilai tidak memadai dibandingkan dengan beban anggarannya yang menjadi lebih besar dengan adanya pelimpahan tugas dari pusat termasuk untuk biaya gaji pegawai. 4.3. Kendala-kendala Mengamati hasil analisis di atas bisa dilihat bahwa pemerintah daerah Kabupaten Sleman telah mampu meningkatkan PADnya, walaupun belum sepenuhnya konstan pertumbuhannya. Pertumbuhan pos pendapatan asli daerah masih mengalami
perubahan, hal seperti ini menggambarkan masih kurang optimalnya upaya pemerintah daerah Kabupaten Sleman dalam peningkatan PAD, yang disebabkan beberapa kendala praktek di lapangan diantarangya sebagai berikut : 1. Faktor geografis yang tidak terletak pada jalur transportasi, wisata, serta perdagangan sehingga potensi PAD belum dapat didayagunakan secara optimal. 2. Keterbatasan jumlah maupun kemampuan petugas pemungut dalam pemungutan PAD, sehingga terdapat pos PAD yang pemungutannya belum optimal. 3. Masih terbatasnya pemahaman masyarakat terhadap peraturan, sistem, prosedur tertib adminitrasi yang masih rendah. 4. Kurang optimalnya penetapan dari pajak restoran dan hotel. Besaran pajak hotel dan restoran selama ini masih merupakan hasil tawar menawar kedua belah pihak, yakni dispenda dan pengusaha. 5. Kurangnya tindakan inovatif berupa pemberian sanksi dan penghargaan, peningkatan koordinasi, revisi peraturan-peraturan disesuaikan dengan kondisi saat ini serta didukung sarana pemeliharaan yang memadai.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan, penulis menarik kesimpulan : 1.
Pada umumnya pemerintah daerah Kabupaten Sleman mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya dengan 2 cara, yakni : a) Intensifikasi, yaitu upaya pengoptimalisasi pendapatan asli daerah dengan cara meningkatkan pendapatan yang sudah ada. Dalam hal ini pemerintah daerah Kabupaten Sleman melakukan dengan : 1. Strategi jemput bola. Yakni dengan lebih aktif dalam menjemput sumbersumber pendapatan asli daerah. 2. Melakukan kegiatan pelatihan / kursus / bintek dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat atas pajak-pajak yang selama ini telah memberi kontribusi besar terhadap pendapatan asli daerah. 3.
Melaksanakan soisalisasi pajak daerah dan retribusi daerah serta penerapan sanksi dan penghargaan.
4.
Melengkapi sarana dan prasarana.
5.
Peninjauan kembali peraturan-peraturan yang telah ada, melakukan koordinasi dengan mantap dan didukung dengan pemeliharaan yang memadai.
6. Mengadakan pendataan potensi wajib pajak dan retribusi daerah serta menekan kebocoran. b) Ekstensifikasi, yaitu upaya optimalisasi pendapatan asli daerah dengan cara mencari sumber-sumber pendapatan baru. Dalam hal ini pemerintah daerah Kabupaten Sleman dengan melakukan inovasi dalam peningkatan pajak dan retribusi daerah 2. Tax Ratio (rasio pajak) Kabupaten Sleman pada 5 tahun belakangan ini sempat mengalami fluktuasi, hal ini mencerminkan kurang konsistensi kinerja pada pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerahnya. 3.
Prosentase terbesar dari masing-masing pos pendapatan dari total pendapatan adalah dana perimbangan. Hal ini menunjukkan baha Kabupaten Sleman masih sangat mengandalkan pos bantuan dari pemerintah pusat dalam membiayai anggarannya meskipun hal ini hampir terjadi di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.
4.
Pos Pajak Daerah memberikan kontribusi yang paling besar dalam pos pendapatan asli daerah terutama pada tahun 2002, tapi pada tahun-tahun berikutnya pos retribusi daerah mengalami peningkatan yang cukup pesat dan mengimbangi pos pajak daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pos retribusi dan pajak daerah memiliki potensi yang cukup besar dibandingkan dengan komponen lain dalam pos pendapatan asli daerah.
5.
Kontribusi pendapatan asli daerah pada total pendapatan mengalami fluktuasi meskipun terjadi fluktuasi pada pos pendapatan asli daerah secara rata-rata masih diatas 10%. Jika perhitungan ini dibandingkan dengan rata-rata derajat
desentralisasi Indonesia tinggi yaitu 7,12% pada tahun 2003 dan 7,73 pada tahun 2004 (Dewi,2007), maka untuk Kabupaten Sleman telah diatas angka rata-rata. Dengan kata lain kemampuan menyelenggarakan desentralisasi Kabupaten Sleman telah diatas rata-rata kemampuan dari seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. 6.
Kontribusi terbesar dalam dana perimbangan adalah dana alokasi umum. Berturut-turut setelah itu adalah dana alokasi khusus, pos bantuan dari propinsi dan pos bagi hasil pajak. Dana alokasi umum mempunyai peran yang sangat vital bagi daerah yang miskin SDA, seperti Kabupaten Sleman. Dengan dana alokasi umum menopang sebagian besar pembiayaan anggaran belanja pemerintah daerah.
7.
Pertumbuhan pos retribusi dan pendapatan lain-lain terhadap total keseluruhan pendapatan asli daerah setiap tahunnya selalu meningkat secara konstan, dari perhitungan tersebut pemerintah daerah bisa melihat bahwa prospek pos retribusi dan pos pendapatan lain-lain sangat bagus jika bisa di kelola secara profesional dan bertanggungjawab.
8.
formula perhitungan dana alokasi umum menurut PP No.5 tahun 2005 proposional dengan fiscal need Pemerintah daerah Kabupaten Sleman, ini sesuai dengan selalu meningkatnya pos DAU setiap tahunnya dan sudah bisa mencukupi kewajiban pokok pemerintah daerah.
Saran Berdasarkan pembahasan analisis hasil dan kesimpulan di atas maka penulis mengajukan beberapa saran atau rekomendasi : 1. Hendaknya pemerintah daerah menghitung dengan cermat potensi riil PAD serta merumuskan strategi guna merealisasikannya. Pos yang paling riskan adalah pos pendapatan Perusda dan pos pendapatan PAD lain-lain, karena selama ini kontribusinya belum maksimal. Akan tetapi jangan mengorbankan kepentingan masyarakat hanya demi meningkatkan pendapatan semata. 2. Sebaiknya pemerintah daerah mengupayakan kegiatan pembangunan daerah kepada kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan potensi pendapatan daerah,
misalnya
menambah
kemampuan
finansial
Perusda
dengan
menyuntikkan modal ataupun dengan merevitalisasi peran Perusda. 3. Pembangunan infrastruktur jalan hendaknya diutamakan sebagai prasyarat masuknya investor sektor swasta yang nantinya akan mendorong penurunan derajat ketimpangan fiskal daerah. 4. Hendaknya pemerintah daerah mengusulkan pada pemerintah pusat untuk menentukan besaran tarif pajak yang kompetitif. Penurunan tarif pajak akan diyakini merangsang wajib pajak untuk membayar pajak tepat waktu. Contohnya pemerintah rusia pada tahun 2003 lalu memangkas tarif pajak penghasilan badan usaha dari 20% menjadi 13%, pada tahun berikutnya total penerimaan pajak pemerintah rusia pun meningkat.
5. Hendaknya pemerintah daerah mengurangi ketergantungan terhadap dana perimbangan disini yang paling besar adalah dana alokasi umum, dimana dapat disiasati dengan pemerintah daerah menerbitkan obligasi daerah.
LAMPIRAN 1 REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2002 NO. A 1
URAIAN PENERIMAAN DAERAH Bagian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu 2 Bagian Pendapatan Daerah 2.1 Pajak Daerah 2.2 Retribusi Daerah 2.3 Bagian Laba Usaha Milik Daerah 2.4 Lain-lain Pendapatan 3 Bagian Dana Perimbangan 3.1 Bagi Hasil Pajak 3.2 Bagi Hasil Bukan Pajak 3.3 Dana Alokasi Umum 3.4 Dana Alokasi Khusus 3.5 Penerimaan Lainnya 4 Pinjaman Pemerintah Daerah 5 Bagian Lain Penerimaan Yang Sah B BAGIAN URUSAN KAS DAN PERHITUNGAN Jumlah A dan B C PENGELUARAN DAERAH 1 Administrasi Umum 1.1 Belanja Pegawai 1.2 Belanja Barang 1.3 Biaya Pemeliharaan 1.3 Biaya Perjalanan Dinas Operasi dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana 2 Umum Milik Daerah 2.1 Belanja Pegawai 2.2 Belanja Barang 2.3 Biaya Pemeliharaan 2.4 Biaya Perjalanan Dinas 3 Investasi 3.1 Aparatur 3.2 Publik 4 Transfer 5 Tak Tersangka Jumlah Pengeluaran Daearah Sumber BPS
REALISASI 383.093.699 15.301.664 38.908.193 22.094.978 10.225.900 1.971.054 4.616.261 299.961.255 27.629.185 336.372 255.350.000 16.645.698 28.922.587 32.564.357 415.658.056 81.779.980 73.298.579 5.736.152 2.371.650 373.599 215.367.510 198.166.820 12.211.957 4.680.333 308.400 24.917.259 12.844.883 12.072.376 14.720.307 1.309.000 338.094.056
LAMPIRAN 2 REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2003 NO.
URAIAN PENERIMAAN DAERAH 1 Bagian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu 2 Bagian Pendapatan Asli Daerah 2.1 Pajak Daerah 2.2 Retribusi Daerah 2.3 Bagian Laba Usaha Milik Daerah 2.4 Lain-lain Pendapatan 3 Bagian Dana Perimbangan 3.1 Bagi Hasil Pajak 3.2 Bagi Hasil Bukan Pajak 3.3 Dana Alokasi Umum 3.4 Dana Alokasi Khusus 3.5 Dana Perimbangan dari Propinsi 4 Pinjaman Pemerintah Daerah 5 Bagian Lain Pendapatan Yang Sah Jumlah PENGELUARAN DAERAH A Belanja Aparatur Daerah 1 Belanja Administrasi Umum 1.1 Belanja Pegawai 1.2 Belanja Barang 1.3 Biaya Pemeliharaan 1.4 Biaya Perjalanan Dinas 2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan 2.1 Belanja Pegawai 2.2 Belanja Barang 2.3 Biaya Pemeliharaan 2.4 Biaya Perjalanan Dinas B Pelayanan Publik 1 Belanja Administrasi Umum 1.1 Belanja Pegawai 1.2 Belanja Barang 1.3 Biaya Pemeliharaan 1.4 Biaya Perjalanan Dinas 2 Belanja Operasi dan Pemeliharaan 2.1 Belanja Pegawai 2.2 Belanja Barang 2.3 Biaya Pemeliharaan 2.4 Biaya Perjalanan Dinas 3 Belanja modal 4 Belanja Bagi Hasil dan bantuan Keuangan 5 Belanja Tak Tersangka Sumber BPS
REALISASI 44.999.642 52.978.731 24.907.210 14.246.405 2.310.617 11.514.499 369.717.142 29.278.032 304.780.000 10.600.000 25.059.110 30.188.786 497.884.301 138.450.042 70.262.750 61.626.931 5.594.907 1.652.624 1.338.288 30.985.763 11.923.207 15.835.692 2.840.219 386.645 309.060.518 217.136.865 203.449.448 12.441.866 1.227.077 18.474 29.033.856 4.618.017 19.528.345 4.408.529 478.965 41.041.208 18.445.066 3.403.523
LAMPIRAN 3 REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2004 NO. 1 2 2.1 2.2 2.3 2.4 3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 4 5
A 1 1.1 1.2 1.3 1.4 2 2.1 2.2 2.3 2.4 3 B 1 1.1 1.2 1.3 1.4 2 2.1 2.2 2.3 2.4 3 4 5
URAIAN PENERIMAAN DAERAH Bagian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Bagian Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Milik Daerah Lain-lain Pendapatan Bagian Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Perimbangan dari Propinsi Pinjaman Pemerintah Daerah Bagian Lain Pendapatan Yang Sah Jumlah PENGELUARAN DAERAH Belanja Aparatur Daerah Belanja Administrasi Umum Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja Operasi dan Pemeliharaan Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja Modal Pelayanan Publik Belanja Administrasi Umum Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja Operasi dan Pemeliharaan Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja modal Belanja Bagi Hasil dan bantuan Keuangan Belanja Tak Tersangka
Sumber BPS
REALISASI 50.401.982 70.499.050 35.217.823 27.795.561 3.848.890 3.636.776 389.951.711 38.534.157 307.331.000 9.480.000 34.606.554 31.117.436 541.970.179 138.450.042 68.879.858 55.188.520 10.768.429 1.643.742 1.279.167 27.645.976 11.754.650 14.001.490 1.348.580 541.256 24.597.673 309.060.518 257.009.447 235.474.299 20.328.702 1.195.796 10.650 27.982.260 5.980.768 18.774.562 2.376.184 850.746 53.732.188 25.394.897 2.835.251
LAMPIRAN 4 REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2005 NO. 1 2 2.1 2.2 2.3 2.4 3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 4 5
A 1 1.1 1.2 1.3 1.4 2 2.1 2.2 2.3 2.4 3 B 1 1.1 1.2 1.3 1.4 2 2.1 2.2 2.3 2.4 3 4 5
URAIAN PENERIMAAN DAERAH Bagian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Bagian Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Milik Daerah Lain-lain Pendapatan Bagian Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Perimbangan dari Propinsi Pinjaman Pemerintah Daerah Bagian Lain Pendapatan Yang Sah Jumlah PENGELUARAN DAERAH Belanja Aparatur Daerah Belanja Administrasi Umum Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja Operasi dan Pemeliharaan Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja Modal Pelayanan Publik Belanja Administrasi Umum Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja Operasi dan Pemeliharaan Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja modal Belanja Bagi Hasil dan bantuan Keuangan Belanja Tak Tersangka
Sumber BPS
REALISASI 45.430.633 77.904.742 36.638.630 30.067.556 4.028.081 7.170.473 417.413.902 46.647.017 318.139.000 10.600.000 42.027.884 252.302.300 793.051.577 101.886.834 69.591.680 56.930.811 10.219.740 1.736.615. 704.513 27.031.237 10.288.141 13.654.582 1.275.851 1.812.662 5.263.916 406.392.709 255.577.665 232.698.942 21.219.848 1.583.809 84.065 39.923.497 8.985.346 26.801.124 2.417.894 719.132 6.833.656 43.057.889 500.000
LAMPIRAN 5 REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2006 NO. 1 2 2.1 2.2 2.3 2.4 3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 4 5
A 1 1.1 1.2 1.3 1.4 2 2.1 2.2 2.3 2.4 3 B 1 1.1 1.2 1.3 1.4 2 2.1 2.2 2.3 2.4 3 4 5
URAIAN PENERIMAAN DAERAH Bagian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Bagian Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Milik Daerah Lain-lain Pendapatan Bagian Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Perimbangan dari Propinsi Pinjaman Pemerintah Daerah Bagian Lain Pendapatan Yang Sah Jumlah PENGELUARAN DAERAH Belanja Aparatur Daerah Belanja Administrasi Umum Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja Operasi dan Pemeliharaan Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja Modal Pelayanan Publik Belanja Administrasi Umum Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja Operasi dan Pemeliharaan Belanja Pegawai Belanja Barang Biaya Pemeliharaan Biaya Perjalanan Dinas Belanja modal Belanja Bagi Hasil dan bantuan Keuangan Belanja Tak Tersangka
Sumber BPS
REALISASI 51.691.306 90.710.095 37.979.313 34.867.831 5.048.288 12.814.661 612.219.485 49.511.371 485.397.000 25.860.000 51.451.114 0.00 754.620.887 133.556.119 92.567.442 73.470.442 15.663.169 1.026.975 2.406.854 32.086.174 16.490.272 13.300.196 6.300 2.289.405 8.902.502 476.209.289 308.806.280 266.482.603 39.761.556 2.471.071 91.049 45.064.967 14.191.879 26.886.798 2.905.977 1.080.311 71.520.070 47.069.552 3.748.417