UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN DAN FUNGSI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM MENANGGULANGI PENDANAAN TERORISME SEBAGAI BENTUK KONTROL SOSIAL FORMAL
SKRIPSI
MALIK WICAKSANA 0606095576
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN KRIMINOLOGI DEPOK JUNI 2012
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN DAN FUNGSI PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM MENANGGULANGI PENDANAAN TERORISME SEBAGAI BENTUK KONTROL SOSIAL FORMAL
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Kriminologi
MALIK WICAKSANA 0606095576
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN KRIMINOLOGI PROGRAM SARJANA REGULER KRIMINOLOGI DEPOK JUNI 2012
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
ii Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
iii Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
KATA PENGANTAR
Terorisme masih menjadi permasalahan yang cukup mengkhawatirkan di Indonesia. Belum ditemukannya penyelesaian akhir untuk memberantas terorisme di Indonesia menjadi masalah bagi seluruh elemen masyarakat. Sehingga terorisme harus ditanggulangi agar tidak semakin mengguncang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Terorisme juga telah mengakibatkan keprihatinan masyarakat dalam negeri, tetapi juga dunia internasional. Keprihatinan tersebut muncul karena terorisme mengakibatkan kehancuran pada seluruh aspek kehidupan manusia dari segi ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Salah satu aspek utama untuk melaksanakan kegiatan teror adalah dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Setelah serangan 11 September, beberapa negara di dunia (G7) membuat FATF yang kemudian mengeluarkan rekomendasi untuk mempersempit ruang gerak para teroris untuk mendapatkan dana yang akan digunakan untuk melakukan aksi teror dan juga kejahatan yang terkait dengan pencucian uang. Setelah adanya rekomendasi tersebut pemerintah Indonesia membuat PPATK sebagai sebuah Financial Intelligence Unit yang mengawasi sistem keuangan di Indonesia. Peran dan fungsi PPATK menjadi penting dalam menanggulangi pendanaan terorisme di Indonesia. Selain itu juga PPATK menjadi sesuatu kontrol sosial formal terhadap kejahatan pendanaan terorisme. Walaupun demikian PPATK masih mengalami banyak kendala dalam melakukan pemberantasan pendanaan teror. Akhir kata, Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik terhadap skripsi ini sangat diperlukan agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Depok, Juni 2012
Peneliti
iv Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial Departemen Kriminologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Banyak pihak yang turut membantu hingga terselesaikannya skripsi ini, oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kisnu Widagso, S.Sos., M.T.I. sebagai pembimbing skripsi serta Prof. Adrianus Eliasta Meliala, Ph. D. selaku pembimbing akademik maupun Mas Iqrak, Bang Olii, Mas Arif, dan dosen-dosen serta karyawan Departemen Kriminologi lainnya yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; 2. Pihak PPATK, khususnya Ibu Listawati dan Ibu Afra Azzahra, yang telah membantu dalam memperoleh data yang diperlukan bagi skripsi ini; 3. Mayjend. TNI. Agus Surya Bhakti selaku Penguji Ahli dan Drs. Eko Haryanto, M.Si selaku Ketua Sidang serta Yogo Tri Hendiarto, S.Sos., M.Si selaku Sekertaris Sidang atas saran dan kritik yang diberikan terhadap skripsi ini; 4. Basjraruddin dan Sutji Hayati selaku kedua orang tua, serta Bachjati Adlina sebagai kakak dari Peneliti yang selalu memberikan dukungan baik material dan moral dalam terciptanya skripsi ini; 5. Hanna Arfiani Perdana atas waktu, tenaga, pikiran, serta dukungannya selama proses pembuatan skripsi ini. Gusti Made Bobby atas bantuannya dan telah menemani saat-saat akhir penyelesaian skripsi ini. Adi Trisatryo atas bantuan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan semester terakhirnya; 6. Teman-teman seperjuangan G12S Shayu, Dita, Putro, Ghali, Rahmat, Aloisius, Afif, Farid “chimenx”, Eldy dan yang lainnya atas saling mendukung dan membantu selama ini;
v Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
7. Tak lupa juga Tio, Imre, Battani, Hani, Yudha, Dira, Tika, Cipto, Aneth, Veto, Leebarty, Noorleila, I’ah, Iqbal, Farid maupun teman-teman Biasa 06 lainnya. Popy, Lilis, Siti, serta teman-teman Kriminologi lainnya dari angkatan atas hingga bawah. Begitu juga dengan teman-teman dari PALAK, dan CBC. Maupun teman-teman dari luar Kriminologi ataupun Universitas
Indonesia
yang
kerap
memberikan dukungan
dalam
penyelesaian skripsi ini; 8. Ocha, Yolan, Gita, Nova “konsumsi”, Taher, Anindya, Dita “ramones”, Rista, Amkieltiela, Dita, Aini, Wafi, Nova, Ilham serta keluarga Perkumpulan Hockey Universitas Indonesia (PHUI) lainnya atas dukungan dan kebersamaan yang terjalin selama ini; 9. Liana Efriani yang selalu menemani dan memberikan semangat kepada Peneliti hingga terselesaikannya skripsi ini, smurf you; 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat Peneliti sebutkan satu persatu. Akhir kata, saya berharap Allah SWT. berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, Juni 2012
Peneliti
vi Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
vii Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Malik Wicaksana : Kriminologi : Peran dan Fungsi Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam Menanggulangi Pendanaan Terorisme Sebagai Bentuk Kontrol Sosial Formal
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanan teror. Terorisme bukan merupakan hal baru di dunia ini. Sebelum terjadinya aksi teror di Amerika yang menggemparkan seluruh dunia pada 11 September 2001, aksi teror telah dilakukan pada abad 1 yaitu teror yang dilakukan oleh kelompok Yahudi dalam rangka berkampanye. Aksi teror terus berlanjut di beberapa belahan dunia, Indonesia tidak luput dari serangan teror. Sejumlah peristiwa seperti bom Bali1 dan 2 serta bom Marriot merupakan aksi teror yang menelan banyak korban jiwa dan juga kerugian materil. Untuk dapat melakukan aksi teror, para pelaku membutuhkan banyak uang untuk mendanai seluruh kegiatannya. Uang yang dibutuhkan para pelaku teror tidaklah sedikit, untuk itu mereka melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan dana yang dapat dilakukan secara legal maupun ilegal. Maraknya kegiatan pelaku teror dalam mencari sumber-sumber pendanaan menjadi permasalahan tersendiri. Adanya FATF yang mengeluarkan 40+9 rekomendasi sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kejahatan ini sudah berjalan pada beberapa negara di dunia, salah satunya Indonesia. Meratifikasi rekomendasi 40+9 tersebut Indonesia membuat financial unit yang disebut dengan PPATK sebagai bentuk upaya penanggulangan pendanaan teror dan money laundering. PPATK memiliki peran dan fungsi yang sebagai sebuah financial intelligence unit yaitu untuk mendeteksi adanya aliran dana mencurigakan yang mungkin merupakan aliran dana untuk pendanaan teror. Selain itu PPATK juga merupakan sebuah bentuk kontrol sosial yang berlandaskan undang-undang sehingga PPATK memiliki dasar hukum yang jelas untuk menjalankan tugasnya. Dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif, peneliti memberikan gambaran tentang hal apa saja yang dilakukan PPATK untuk menjalankan peran dan fungsinya untuk menanggulangi pendanaan teror. Melakukan wawancara dengan dua orang narasumber dari internal PPATK dan juga melakukan observasi pada saat magang pada lembaga tersebut, membuat peneliti memiliki gambaran tentang kegiatan PPATK terkait penanggulangan pendanaan teror. PPATK dalam melaksanakan peran dan fungsi mengalami berbagai kendala. Akan tetapi dengan banyaknya kendala atau keterbatasan, PPATK tetap dapat melakukan fungsi dan peran yang harus dijalankanya.
Kata Kunci: PPATK, Pendanaan Terorisme, Kontrol Sosial Formal
viii Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Malik Wicaksana : Criminology : Role and Function Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) in Preventing the Financing of Terrorism As a form of Formal Social Control
This research discusses the role and function of PPATK in preventing the financing of terrorism. Terrorism isn't a new thing in this world. Prior to the occurrence of terrorist acts in the United States that shocked the entire world on September 11th 2001, acts of terror have been carried out since the first century by the Jewish groups for campaigns. Terror acts continues in other parts of the world, Indonesia didn't escape from these such acts. A number of events such as bomb Bali1 and 2 and the Marriott bombing was an act of terror which claimed many lives and material losses. To be able to perform acts of terror, the terrorists need a lot of money to fund its activities. The money that is required for these terrorists aren't a just a few, therefore they made efforts to obtain funds legally or even illegally. The rise of terrorist activity in the search for financing resources has been a problem in itself. The existence of the FATF which released 40 +9 recommendations are one of their efforts to address this crime is already running in several countries in the world, including Indonesia. In ratifying the 40 +9 recommendations, Indonesia made a financial unit called PPATK as an effort to control terror financing and money laundering. PPATK has a role and function as a financial intelligence unit to detect any suspicious financial flows that may be a flow of funds for financing terrorism. In addition, PPATK is also a form of social control that is based by the law so that PPATK has a clear legal basis to carry out their duties. By using a qualitative-descriptive method, it gives the researcher an idea of what is being done by the PPATK to carry out their roles and functions in preventing terror financing. Conducting interviews with two PPATK officials and also an observation during an internship at the agency, making the researcher have a depiction of the PPATK activities which is related to preventing the terror financing. PPATK in conducting the role and function experience various obstacles. However, with the number of constraints or limitations, PPATK can still perform these roles and functions that has to be done. Keywords: INTRAC, Terrorism Financing, Formal Social Control
ix Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... vii ABSTRAK ..................................................................................................... viii ABSTRACT ................................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................. x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1 I.2 Permasalahan .......................................................................................... 8 I.3 Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 9 I.4 Tujuan Penelitian..................................................................................... 9 I.5 Signifikansi Penelitian ............................................................................. 10 I.5.1 Signifikansi Akademis........................................................................ 10 I.5.2 Signifikansi Praktis ............................................................................ 10 BAB II KAJIAN LITERATUR & KERANGKA PEMIKIRAN II.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................... 11 II.2 Pemolisian oleh Lembaga Non-Polisi ..................................................... 20 II.3 Definisi Konseptual................................................................................ 23 II.3.1 Peran................................................................................................. 23 II.3.2 Fungsi ............................................................................................... 24 II.3.3 Financial Intelligence Unit ................................................................ 24 II.3.4 Terorisme .......................................................................................... 26 II.3.5 Pendanaan Terorisme ........................................................................ 29 II.3.6 Pencucian Uang ................................................................................ 30 II.3.7 Kontrol Sosial ................................................................................... 34 II.4 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 36 BAB III METODE PENELITIAN III.1 Pendekatan Penelitian ........................................................................... 39 III.2 Tipe Penelitian ...................................................................................... 41 III.3 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 41 III.4 Lokasi Penelitian .................................................................................. 42 III.5 Profil Informan ..................................................................................... 43 III.6 Alasan Pemilihan Informan ................................................................... 44 III.7 Proses Pengumpulan Data ..................................................................... 44
x Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
III.8 Hambatan Penelitian ............................................................................. 47 III.9 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 47 III.10 Teknik Analisis Data........................................................................... 47 III.11 Sistematika Penelitian ......................................................................... 49 BAB IV TEMUAN DATA LAPANGAN IV.1 Gambaran Umum PPATK .................................................................... 50 IV.2 Peran dan Fungsi PPATK ..................................................................... 58 IV.3 Komite TPPU dan Strategi Nasional ..................................................... 65 IV.4 RUU Pendanaan Terorisme................................................................... 70 IV.5 Kendala yang Dihadapi ......................................................................... 74 BAB V KASUS PENDANAAN TERORISME ............................................ 79 BAB VI PEMBAHASAN VI.1 PPATK Sebagai Bentuk Kontrol Sosial Formal .................................... 92 VI.1.1 Peran ............................................................................................... 92 VI.1.2 Fungsi ............................................................................................. 94 VI.2 PPATK Sebagai Pemolisian .................................................................. 97 VI.2.1 Peran ............................................................................................... 98 VI.2.2 Fungsi ............................................................................................. 96 VI.3 PPATK Sebagai Lembaga Kontrol Sosial dalam Menanggulangi Pendanaan Teroris ................................................................................. 101 BAB VII PENUTUP VII.1 Kesimpulan ......................................................................................... 105 VII.2 Saran ................................................................................................... 105 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kasus Terorisme di Indonesia ..........................................................2 Tabel 1.2 Biaya Operasional Serangan Teror ...................................................3 Tabel 2.1 Klasifikasi Motivasi Terorisme ........................................................28 Tabel 4.1 Susunan Keanggotaan Komite TPPU ...............................................66 Tabel 4.2 Susunan Tim Pelaksana Komite TPPU ............................................68 Tabel 5.1 Hasil Analisis PPATK terkait Terorisme / Pendanaan terorisme ......90
xii Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Bagan 2.1
Alur Pemikiran ..............................................................................36
Gambar 4.1 Logo PPATK.................................................................................53 Bagan 4.1
Struktur Organisasi PPATK ...........................................................56
xiii Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2
Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara Verbatim Informan Melalui Surat Elektronik
DAFTAR SINGKATAN
CBCC DJBC PPATK FATF FIU IMF KUHP LHA LTKM MLA NCCT PBJ PJK TKM TKT TPPU UKIP
: Cross Border Cash Carrier : Direktorat Jenderal Bea dan Cukai : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan : Financial Action Task Force : Financial Intelligence Unit : International Monetary Fund : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana : Laporan Hasil Analisis : Laporan Transakasi Keuangan Mencurigakan : Mutual Legal Assistence : Non-Cooperative Countries and Territories : Penyedia Barang dan/atau Jasa : Penyedia Jasa Keuangan : Transaksi Keuangan Mencurigakan : Transaksi Keuangan Tunai : Tindak Pidana Pencucian Uang : Unit Kerja Investigasi Perbankan
xiv Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Terorisme sudah terjadi jauh sebelum peristiwa 11 September 2001 lalu, yang terjadi di Amerika. Organisasi teror yang pertama kali diketahui adalah Zealots of Judea, sebuah kelompok Yahudi yang membunuh musuh-musuh mereka dalam rangka memenangkan kampanye pemerintahan pada abad I. Selain itu ada kelompok teror yang bernama Hashhashin, yaitu sebuah sekte Islam terselubung yang aktif di Iran dan Syria sejak abad ke-11 dan ke-13, kelompok ini membunuh pemimpin musuh-musuh mereka. Kemudian, terorisme berkembang menjadi sebuah bentuk perjuangan rakyat (revolusi) terhadap penguasa negara yang menindas (meneror) rakyat. Hal tersebut terjadi saat peristiwa Revolusi Perancis pada tahun 1789 (“Early History”, n.d.; Zalman, 2010; Roberts, BBC, 2002). Pada abad ke-19, bentuk teror yang dilakukan oleh kelompok teroris tidak berbeda jauh dengan bentuk teror sebelumnya. Teror yang dilakukan meliputi pembunuhan pemimpin-pemimpin negara, seperti pembunuhan pimpinan negara Rusia, Perancis, Spanyol, Italia, dan Amerika Serikat. Sekitar tahun 1950-an dan 1960-an terjadi perubahan bentuk terorisme. Di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Amerika Latin, kelompok teror melakukan pembunuhan terhadap petugas kepolisian dan pemerintahan, penyanderaan, pembajakan pesawat terbang, sabotase fasilitas publik, dan peledakan bom di gedung-gedung publik. Bahkan warga sipil turut menjadi target penyerangan para teroris. Pada beberapa kasus, pemerintah juga terlibat dalam terorisme. Penyebab mereka melakukan hal tersebut tidak hanya sebatas revolusi atau nasionalisme bangsa, namun juga dipengaruhi oleh doktrin agama (Roberts, BBC, 2002; CNN, 2009). Terorisme mulai menarik perhatian dunia internasional kembali ketika terjadi serangan terhadap menara kembar World Trade Center (WTC) di Amerika pada 11 September 2001 yang menewaskan kurang lebih 3.000 jiwa warga yang tidak bersalah (BBC, 2011). Selain serangan terhadap amerika, negara-negara di dunia juga mengalami serangan dari para teroris termasuk juga Indonesia. 1 Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
2
Indonesia sebagai negara yang multikultural cukup rentan menjadi serangan teroris. Sebagai contoh adalah serangan Bom Bali I dan II, Bom Kedubes Australia, Bom Marriot I dan II, serta pengeboman di beberapa gereja.
Tabel 1.1 Kasus Terorisme di Indonesia
No. 1 2 3 4 5
Waktu
Peristiwa
24 Desember 2000
Bom Malam Natal
12 oktober 2002 Agustus 2003 9 September 2004 1 Oktober 2005
6 2009
Bom Bali I Bom Hotel JW Marriot Bom Kedubes Australia Bom Bali II Bom Hotel JW Marriot dan RitzCarlton
Korban Tewas : 16 orang Luka : 96 orang Tewas : 200 orang Luka : 200 orang Tewas : 9 orang Tewas : 5 orang Luka : ratusan Tewas : 23 orang Luka : 196 orang Tewas : 9 orang Luka : 53 orang
Sumber Kompasiana Detiknews Liputan6 Detiknews Vivanews Kompas
Peristiwa Bom Bali I membuat Indonesia, pada tahun 2003, mengeluarkan Peraturan Umum yang langsung disahkan menjadi Undang-Undang sehingga Indonesia mempunyai Undang-Undang Anti Terorisme (Sulistyo, 2002, h. 70). Teroris selalu menyerang objek-objek vital maupun pusat keramaian dalam melakukan aksinya untuk menarik perhatian dan menyebarkan ancaman di masyarakat (Metronews.fajar.co.id, 2010). Dalam setiap serangan membutuhkan dana yang tidak sedikit, dana itu dipergunakan untuk membuat bom maupun mempersiapkan sarana-sarana pendukung serangan lainnya. Biaya untuk melakukan serangan seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
3
Tabel 1.2 Biaya Operasional Serangan Teror Serangan Teroris Pengeboman Kedutaan Afrika Pengeboman Kapal USS Cole Serangan 11 September Pengeboman Masjid Djerba Pengeboman Limburg Bom Bali
Tahun 1998 2000 2001 2002 2002 2002
Biaya Operasional (kurang lebih dalam Dolar) >$30.000 $5.000 - $10.000 >$500.000 $20.000 $127.000 $74.000
Sumber: Jean-Charles Brisard. Terrorism Financing: Roots and trends of Saudi terrorism financing. New-York: 19 Desember 2002. h. 6.
Sebagai contoh, kelompok Al-Qaeda adalah kelompok teroris yang diyakini sebagai dalang serangan 9/11 di Amerika, serangan tersebut ditujukan untuk memporak porandakan kebijakan luar negeri Amerika Serikat serta hegemoninya (Gunaratna, 2005, h. 42). Al-Qaeda mempunyai pendanaan yang diperoleh dari sumbangan dari para anggotanya, baik itu berupa zakat maupun sumbangansumbangan lainnya. Sumbangan-sumbangan tersebut bisa bersifat perorangan maupun kelompok atau korporat. Disamping sumbangan atau zakat, pendanaan mereka juga berasal dari tindak kejahatan lain seperti perampokan, peredaran narkotika, peredaran senjata, dan kegiatan melanggar hukum lainnya. Disamping itu kelompok teror ini juga merambah bisnis-bisnis legal untuk membiayai kegiatannya (Brisard dan Dasquié, 2002, h. 7). Di Indonesia sendiri mulai tampak pencarian dana untuk menunjang kelompok teroris dengan cara-cara yang melanggar hukum. Beberapa kasus yang mengindikasikan pendanaan terorisme, antara lain kasus perampokan toko emas di Solo dan Surabaya pada tahun 2008 (Kompas, 2008). Peristiwa ini merupakan peristiwa yang mendapat sorotan dan mengancam rasa aman publik. Kriminolog dari Universitas Indonesia, Prof. Adrianus Meliala, Ph. D mengatakan, “Peristiwa kriminalitas, yang meskipun terkesan jalanan, tetap harus dicurigai terkait tindak kriminal lain yang lebih kompleks, semacam misalnya, terorisme, walaupun juga belum tentu pasti.”(Kompas, 2008). Kasus perampokan lain yang terjadi dan belakangan terbukti berkaitan dengan kelompok teroris Al-Jamaah Al-Islamiyah adalah perampokan 2,5 kilogram emas di Toko Emas Elita Indah, Serang, Banten pada 22 Agustus 2002. Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
4
Perampokan lain adalah perampokan 3 kilogram emas di Toko Emas Agung di Jalan Mongonsidi, Palu, pada Februari 2006. Perampokan di Serang berkaitan dengan peledakan Bom Bali I, dan perampokan di Palu berkaitan dengan terorisme di Poso. Selain dua di atas, peristiwa lain yaitu perampokan nasabah money changer di Dumai, Pekanbaru pada tahun 2002, perampokan Bank Lippo, Medan pada Mei 2003, dan perampokan gerai telepon seluler di Pekalongan, pada April 2006 (Kompas, 2008). Kelompok teror biasanya mempergunakan sistem keuangan dalam hal ini Bank untuk memudahkan mereka bertransaksi dalam membiayai kegiatan terornya (FATF, 2005). Hal ini dilakukan untuk memudahkan organisasi tersebut dalam mengalirkan uang dari satu negara kenegara lain yang akan dipergunakan untuk kegiatan teror. Selain untuk memudahkan transaksi, penggunanan sistem keuangan juga bertujuan untuk menyulitkan pelacakan atas asal dan tujuan uang yang dipergunakan untuk mendanai terorisme. Sumber uang untuk membiayai kegiatan terorisme tidaklah selalu berasal dari tempat yang sama dengan tindak pidana terorisme terjadi, sebagai contoh adalah kawasan bulan sabit emas (golden crescent), teroris memanfaatkan uang hasil perdagangan opium di daerah tersebut untuk kegiatan teror sehingga muncul istilah narco-terrorism (Björnehed, 2004). Contoh lain pendanaan terorisme berasal dari bisnis legal, pendanaan berasal dari perusahaan-perusahaan minyak yang beroperasi di daerah timur tengah. Sumber pendanaan terorisme yang berasal dari luar negeri tersebut akan lebih mudah dipergunakan jika dikirimkan melalui sistem keuangan. Selain itu pada umumnya dana-dana yang dikirimkan untuk pelaku teroris tidak langsung berasal dari sumber utamanya, tetapi dikirimkan melalui pihak ketiga atau penghubung yang dipercaya dan memegang kerahasiaan. Sehingga akan sulit untuk menemukan siapa pemberi dana utama. Akan tetapi kemungkinan untuk menelusuri dan mendapatkan siapa pemberi dana tersebut dapat dilakukan (Mudzakkir, 2008, h. 4). Pada Oktober tahun 2001, tepat sebulan setelah serangan 11 September, FATF menambah ke-40 rekomendasinya dengan 9 (sembilan) rekomendasi khusus yang berhubungan dengan terorisme. Kesembilan rekomendasi tersebut Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
5
mengutamakan pencegahan dan memberantas pembiayaan kepada terorisme. Ke40 rekomendasi dan 9 rekomendasi khusus tersebut, dikenal dengan sebutan 40+9. Rekomendasi tersebut juga telah diakui oleh badan internasional seperti IMF dan Bank Dunia (Husein, 2007) FATF atau Financial Action task Force on Money Laundering adalah organisasi yang dibentuk oleh negara-negara yang tergabung dalam kelompok G71 pada tahun 1989 akan tetapi organisasi tersebut tidak berada di bawah kelompok G7 itu sendiri. Tujuan utama organisasi ini sendiri adalah memerangi dan menghilangkan kejahatan pencucian uang di dunia. Pada tahun 1990, FATF mengeluarkan 40 (empat puluh) rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh negara-negara di dunia (Husein, 2007, h. 17). Sedangkan untuk pendanaan terorisme lebih banyak dituang dalam 9 Special Recommendations yang telah dikeluarkan oleh FATF. Didalam 9 rekomendasi tersebut dibahas mengenai pembuatan peraturan tentang pendanaan terorisme, mengkriminalisasi pendanaan terorisme, pembekuan aset teroris, pelaporan terhadap transaksi pendanaan terorisme, kerjasama internasional, serta pengawasan terhadap celah-celah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pendanaan terorisme (FATF, 2010) Dalam
40
(empat
puluh)
rekomendasi
yang
dikeluarkan
FATF
mengharuskan suatu negara memiliki undang-undang mengenai kejahatan pencucian uang serta memiliki sebuah unit khusus yang menangani kejahatan tersebut. Selain itu juga diperlukan undang-undang yang mengkriminalisasi kejahatan tersebut. Jika suatu negara tidak mengikuti rekomendasi yang dikeluarkan oleh FATF, maka negara yang bersangkutan akan dimasukkan kedalam daftar NCCT (Non Cooperative Countries and Territories). FATF menganggap negara tersebut tidak kooperatif dalam mengatasi kejahatan pencucian uang. Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang dimasukkan ke dalam daftar tersebut oleh FATF. Indonesia dimasukkan karena belum memiliki undangundang tentang pemberantasan pencucian uang, serta unit khusus yang menangani kejahatan pencucian uang (Husein, 2007, hal.52). Akan tetapi dengan masuknya Indonesia dalam daftar NCCT justru membuat Indonesia mengeluarkan Undang1
Negara tersebut antara lain Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat, serta Kanada. Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
6
undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang namun menurut FATF, upaya tersebut belum memuaskan, sehingga Indonesia masih berada di dalam daftar NCCT. Kemudian, pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang Nomor 25 tahun 2003 yang merupakan penyempurnaan dari undang-undang nomor 15 tahun 2002. Indonesia dengan undang-undang Nomor 25 tersebut juga mendirikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK (Sjahputra, 2006, h. iv). Dengan bertambahnya rekomendasi dari FATF pada tahun 2001, membuat tugas PPATK juga bertambah tidak hanya mengawasi sistem keuangan dari tindak pidana pencucian uang tetapi juga dari pendanaan terorisme. Dua hal tersebut sebenarnya hampir serupa, pencucian uang merupakan tindak pidana lanjutan atau follow up crime, yaitu suatu tindak pidana yang terjadi setelah adanya kejahatan asal atau yang biasa disebut dengan predicate crime (Supandji, 2009, hal.3). Begitu juga dengan pendanaan terorisme, pendanaan terorisme dapat menjadi kejahatan lanjutan ketika uang yang diperoleh berasal dari perdagangan narkoba, dengan begitu pendanaan terorisme adalah kejahatan lanjutan. Disatu sisi dapat saja uang yang didapat berasal dari sumbangan maupun usaha yang legal tetapi cara yang dipergunakan dalam mengalirkan uangnya serupa dengan pencucian uang. Seperti yang dikemukakan oleh R. G. Gidadhubli and Rama Sampath Kumar (1999), mereka berpendapat bahwa pencucian uang dapat mendukung adanya kejahatan terorisme, yaitu dengan adanya pembiayaan dari kejahatan pencucian uang. PPATK selama menjalani tugas mendapatkan sebanyak 150 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang terkait dengan pendanaan terorisme dan sebanyak 22 laporan diterima selama Januari 2011 hingga Juli 2011 (Vibiznews, 2011). Sebagian besar dana yang terkait pendanaan terorisme tersebut terindikasi atau ditemukan berada pada bank-bank besar (Detik, 2010). Sebagian besar rekening yang dilaporkan tersebut merupakan nasabah lokal. Seperti halnya dengan pencucian uang, pendanaan terorisme juga memiliki dampak yang negatif dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Pencucian uang akan menimbulkan berbagai kerugian. Kerugian akan paling dirasa oleh negara yang dijadikan sarana pencucian uang. Dampak yang ditimbulkan oleh pencucian Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
7
uang adalah terganggunya stabilitas perekonomian dan kehidupan sosial suatu negara, bahkan dapat merusak tatanan ekonomi dunia (Stessen, 2003). Dengan adanya integrasi antar sistem keuangan suatu negara dengan sistem keuangan global, maka tidak menutup kemungkinan masuknya uang ilegal yang berasal dari pencucian uang. Pencucian uang yang terjadi di suatu negara, secara makro, akan mempersulit pengendalian moneter dan mengurangi pendapatan negara. Sedangkan, secara mikro, pencucian uang dapat menimbulkan high cost economy dan menganggu sistem persaingan usaha yang sehat (PPATK, 2007). Menurut Alldridge (2003), dampak pencucian uang, secara mikro, dapat menimbulkan permasalahan di bidang sosial-politik sehubungan dengan banyaknya uang ilegal yang digunakan dalam interaksi sosial dan politik (h. 34). Kongah (2005), juga mengatakan, jika pencucian uang telah memasuki sistem keuangan yang dimiliki lembaga perbankan, maka seluruh sistem tersebut akan rusak. Kerusakan ditandai dengan maraknya kejahatan perbankan dan tindak korupsi. Selain itu juga, pencucian uang juga mengakibatkan tidak berjalannya sistem hukum dengan baik, sehingga kepastian hukum tidak sepenuhnya dapat ditegakkan (Atmasasmita, 2008). Pendanaan terorisme kurang lebih memiliki dampak yang sama dengan pencucian uang. Hal itu disebabkan karena keduanya mempergunakan sistem keuangan dalam praktek melakukannya. Disamping itu pendanaan terorisme memiliki dampak yang lebih besar bila dibandingkan dengan pencucian uang sebab adanya pendanaan teror tentunya akan menyebabkan kejahatan lanjutan yaitu tindak pidana terorisme lebih mudah dilakukan dan teror menyebabkan kecemasan di masyarakat. Kerugian yang timbul dapat berupa kerugian materil maupun imateril yang akan ditanggung oleh masyarakat maupun negara. Mengingat fungsi dan wewenang PPATK dalam mengawasi sistem keuangan
di
Indonesia,
dengan
cara-cara
yang
dilakukan
untuk
menanggulanginya, menjadikan PPATK yang merupakan sebuah Financial Investigatif Unit (FIU) sebagai ujung tombak dalam menanggulangi pendanaan terorisme di Indonesia. Selain itu juga PPATK menjadi sebuah kontrol sosial yang mengawasi kejahatan khususnya kejahatan pendanaan terorisme dan juga sebagai suatu bentuk kontrol sosial formal yang ada di Indonesia.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
8
Hal ini dikuatkan dengan telah di revisinya undang-undang No. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang menjadi undang-undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 22 Oktober tahun 2010 lalu (Surabayapost, 2011). Sehingga fungsi dan wewenangnya bertambah maupun lebih kuat dalam menanggulangi pencucian uang. Sebagaimana diketahui, undang-undang adalah hukum karena berisi kaedah hukum untuk melindungi kepentingan manusia (Mertokusumo, 2003, h. 88). Sehingga dengan adanya undang-undang baru tersebut dapat melindungi kepentingan masyarakat khususnya yang mengenai pencucian uang dan pendanaan terorisme. Perubahan tersebut, sebagaimana yang disebutkan pada bagian menimbang UU No. 8 Tahun 2010 dilakukan dengan pertimbangan bahwa pencucian uang merupakan kejahatan yang tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan tetapi juga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan UUD 1945. Selain itu, pemberantasan tindak pidana pencucian uang juga membutuhkan landasan hukum yang kuat. Perubahan ini juga dilakukan untuk penyesuaian terhadap kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional (PPATK, 2011). Oleh karena itu pendanaan terorisme yang merupakan permasalahan yang cukup besar harus ditanggulangi. Dalam hal ini, PPATK sebagai FIU yang beroperasi di Indonesia tentunya memiliki peran dan fungsi untuk menanggulangi pendanaan terror yang sesuai dengan UU No. 8 tahun 2010 atau peraturanperaturan lainnya.
1.2. Permasalahan PPATK mempunyai fungsi untuk mengawasi sistem keuangan di Indonesia. Pengawasan tersebut didukung dengan kewajiban dari setiap Penyedia Jasa Keuangan untuk melaporkan semua transaksi yang mencurigakan. Selain itu PPATK mempunyai tugas melakukan pembuatan database tentang pencucian uang baik dalam hal karakteristik pelaku maupun jumlah uang yang dicuci. PPATK juga mempunyai fungsi mensosialisasikan kejahatan pencucian uang maupun pendanaan terorisme di Indonesia. Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
9
Pendanaan terorisme dan pencucian uang adalah kejahatan yang hampir serupa, keserupaan itu terletak pada penggunaan sistem keuangan untuk mengaburkan asal usul uang yang dipergunakan. Selain itu juga dampak-dampak yang ditimbulkan juga hampir serupa, pencucian uang menyebabkan kejahatankejahatan asal seperti korupsi dan lainnya menjadi subur, sedangkan pendanaan terorisme menyuburkan tindak pidana terorisme. Semakin suburnya terorisme berarti semakin banyak serangan-serangan teror yang akan terjadi. Di Indonesia pendanaan terorisme telah mulai terlihat, baik itu mulai dari pendanaan asalnya seperti perampokan yang bertujuan untuk membiayai serangan teror, tapi juga penggunanan rekening dalam membiayai terorisme. Rekening-rekening tersebut banyak diketemukan ada dalam Bank-Bank besar yang ada di Indonesia. Permasalahan yang ingin dibahas oleh peneliti adalah untuk melihat bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme sebagai bentuk kontrol sosial formal dengan menggunakan prinsip pemolisian. Apakah peran dan fungsi PPATK dengan prinsip pemolisian sebagai bentuk kontrol sosial formal tersebut sudah terlaksana dengan tepat sebab mengingat tindak pidana terorisme selalu hilang timbul dan mengkhawatirkan di Indonesia.
1.3. Pertanyaan Penelitian Dari permasalahan yang telah dijabarkan tersebut, maka pertanyaan penelitian peneliti adalah: bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme sesuai dengan bentuknya sebagai bentuk kontrol sosial formal?
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme sesuai dengan bentuknya sebagai bentuk kontrol sosial formal.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
10
1.5. Signifikansi Penelitian
Signifikansi Akademis, memberikan gambaran mengenai peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme sesuai dengan bentuknya sebagai bentuk kontrol sosial formal. Dan, sebagai acuan dalam penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa kriminologi lainnya yang ingin membahas topik yang sama dengan Peneliti.
Signifikansi Praktis, mengetahui peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme sesuai dengan bentuknya sebagai bentuk kontrol sosial formal.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
BAB II KAJIAN LITERATUR & KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka Pencucian uang dapat dilakukan pada sebuah media, khususnya media keuangan seperti asuransi. Sebagaimana penjelasan pada salah satu Guidance Paper yang dikeluarkan oleh International Association of Insurance Supervision (2004, h. 3) bahwa money laundering dilakukan melalui media asuransi. Dalam paper tersebut diceritakan bagaimana proses pencucian uang yang terjadi melalui proses membayarkan premi asuransi kemudian „uang kotor‟ tersebut menjadi legal akibat adanya proses legalisasi yang terjadi melalui asuransi (2004, h. 7). Dalam The Board of Governors of the Federal Reserve System (2002, h. 7) yang dikutip oleh Reuter dan Truman (2004, h. 23), kegiatan pencucian uang diungkapkan secara lebih rinci meliputi tiga hal yaitu: “The first stage in the process is placement. The placement stage involves the physical movement of currency or other funds derived from illegal activities to a place or into a form that is less suspicious to law enforcement authorities and more convenient to the criminal. The proceeds are introduced into traditional or nontraditional financial institutions or into the retail economy. The second stage is layering. The layering stage involves the separation of proceeds from their illegal source by using multiple complex financial transactions (e.g., wire transfers, monetary instruments) to obsecure the audit trail and hide the proceeds. The third stage in the money laundering process is integration. During the integration stage, illegal proceeds are converted into apparently legitimate business earnings through normal financial or commercial operations.” (Terjemahan bebas: Tahap pertama dalam proses ini adalah placement. Tahap placement melibatkan gerakan fisik mata uang atau dana lain yang berasal dari kegiatan ilegal untuk ditempatkan atau dirubah ke dalam bentuk yang kurang dicurigai oleh pihak penegak hukum dan lebih mudah dilakukan oleh pelaku kriminal. Prosesnya dapat berupa memasukkan kedalam institusi perbankan baik itu tradisional maupun non-tradisional maupun ritel. Tahap yang kedua adalah layering. Tahap layering melibatkan pemisahan uang hasil kegiatan ilegal mereka dengan menggunakan beberapa transaksi keuangan yang kompleks (contoh: tranfers online, dan transaksi lainnya) untuk menyamarkan jejak audit dan
11 Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
12
menyembunyikan asal usulnya. Tahap ketiga dari pencucian uang adalah integration. Selama tahap integration, uang hasil kegiatan ilegal diubah menjadi laba usaha yang tampak sah melalui operasi keuangan atau kegiatan ekonomi normal.) Grosse juga mengungkapkan hal serupa, bahwa kegiatan pencucian uang meliputi, fase placement yaitu menempatkan uang tunai hasil kejahatan ke dalam sistem keuangan melalui mekanisme dan instrumen Penyedia Jasa Keuangan (PJK). Setelah memasuki sistem keuangan, maka fase berikutnya adalah layering. Kegiatan ini cukup rumit karena didasarkan pada upaya untuk memecah uang ilegal melalui berbagai macam transaksi keuangan terkait frekuensi, volume dan kompleksitas. Langkah yang terakhir adalah menyatukan kembali seluruh uang yang telah terpecah ke berbagai transaksi keuangan pada fase layering ke dalam bisnis legal. Kegiatan tersebut disebut juga sebagai integration (2001, h. 3-4). Paper on Anti-money laundering yang dikeluarkan International Federation of Accountants (IFAC) menjelaskan kegiatan pencucian uang sebagai kegiatan untuk menyamarkan uang atau aset yang berasal dari kegiatan ilegal ke lembaga keuangan sah atau bisnis tertentu yang memungkinkan hasil dari kegiatan penyamaran tersebut dapat diakses baik dari dalam maupun luar negeri tanpa adanya batasan tertentu (2004, h. 4). Sebagaimana penjelasan Grosse pada paragraf sebelumnya, paper ini juga menjelaskan 3 tahapan dasar dalam pencucian uang (2004, h. 4) yaitu: 1.
Placement is the process of transferring the proceeds from illegal activities into the financial system in a way that financial institutions and government authorities are not able to detect
2.
Layering is the process of generating a series or layers of transactions to distance the proceeds from their illegal source and to obscure the audit trail. Common layering techniques include outbound electronic funds transfers, usually directly or subsequently into a “bank secrecy haven” or a jurisdiction with lax record-keeping and reporting requirements, and withdrawals of already placed deposits in the form of highly liquid monetary instruments, such as money orders or travelers checks.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
13
3.
Integration the final money-laundering stage, is the unnoticed reinsertion of successfully laundered, untraceable funds into an economy. This is accomplished by spending, investing and lending, along with cross-border, legitimate-appearing transactions.
Penjelasan: placement merupakan tahap awal dimana uang hasil kegiatan ilegal akan ditempatkan kedalam institusi keuangan yang sah sehingga pemerintah atau peraturan yang berlaku tidak mampu mendeteksi adanya aliran dana ilegal tersebut. Setelah uang tersebut ditempatkan pada sebuah institusi keuangan, maka layering pun dilakukan. Teknik layering yang biasa dilakukan menurut paper ini adalah dengan melakukan transfer melalui instrumen keuangan yang cair atau mudah dicairkan sehingga dapat dilakukan dalam beberapa kali transaksi. Selain itu juga diperhatikan bahwa institusi keuangan tersebut tidak memiliki cacatan yang jelas terhadap transaksi keuangan yang dilakukan. Hal ini penting untuk proses penyamaran dari mana uang tersebut berasal. Tahapan yang terakhir adalah integration, yaitu memasukan uang yang telah disamarkan dan tidak terlacak lagi asal mulanya ke dalam perekonomian. Uang hasil pencucian uang ini kebanyakan dijadikan modal untuk bisnis sehingga sering kali tidak disadari bahwa uang ilegal tersebut sudah masuk dalam sistem perekonomian legal. Beberapa jurnal membahas tentang money laundering dan pendanaan teror adalah sebagai berikut: Jurnal Agarwal, M. (2005). Suppressing the financing of terrorism. Finance India, 19(3), 1062-1065
Keterangan Upaya menekan praktek pendanaan terorisme sudah dimulai sejak lama dan puncaknya adalah terjadinya serangan teror di Amerika Serikat pada tahun 2001. Sejak saat itu pemberantasan pendanaan terorisme menjadi salah satu instrumen pembahasan yang dilakukan secara international. Salah satu hasil konvensi yang merupakan hasil inisiatif dari Perancis untuk mendukung Group of
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
14
Eight pada Mei 1998 adalah terdapat tiga kewajiban yang harus dipatuhi oleh para negara anggotanya. Pertama, negara peserta harus melakukan perlawanan terhadap pendanaan terorisme melalui hukum di negaranya sendiri. Kedua, menjalin hubungan secara berkelanjutan dengan
sesama
anggota
konvensi
dan
bersedia
mengatasi
permasalahan yang terjadi di negara peserta konvensi. Ketiga, negara peserta harus menetapkan bahwa lembaga keuangan memiliki kewajiban untuk mendeteksi dan melaporkan bukti kegiatan pendanaan teror (Agarwal, 2005, h.1063) Lebih lanjut Agarwal (2005) menjelaskan bahwa banyak negara sudah mengadopsi FATF dalam peraturan hukumnya sejak peristiwa yang menimpa Amerika Serikat pada 2001 terjadi. Sebagai contoh Kanada, Inggris dan Amerika Serikat telah mengadopsi secara utuh peraturan untuk mendeteksi, mencegah dan memberantas terorisme. Selain isu tentang pendanaan terorisme yang menjadi salah satu rekomendasi dalam FATF, isu kemanusiaan telah menggerakkan negara tersebut untuk mengadopsi secara utuh hasil konvensi tersebut (2005, h. 1064). Hal ini mungkin tidak terlihat berdampak langsung pada penghentian aliran dana untuk menunjang kegiatan teror. Akan tetapi, dengan mengimplementasikan peraturan secara pasti dan kerja sama dengan seluruh elemen penegakan hukum maka dapat memutuskan aliran dana untuk kegiatan terorisme. Dengan demikian diharapkan kegiatan teror akan kehilangan sumber utama dan teror akan terhenti. Pemutusan rantai financing terorism tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri. Diperlukan kerja sama dengan banyak pihak dan juga melibatkan negara lain (2005, h. 1065). Kerjasama itu bisa juga berasal dari sistem perekonomian. Semakin mudahnya melakukan penyamaran uang dengan Childs, D. (2005). Combating terrorist adanya kegiatan pencucian uang pada faktanya memberikan peluang financing: A key aspect of the war on terrorism. kepada pelaku tindak kejahatan lainnya, seperti terorisme. Kegiatan The Officer, 81(9), 45teror yang dilakukan oleh sebuah organisasi, tentunya membutuhkan 48
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
15
dana yang tidak sedikit. Dengan demikian, pendanaan menjadi sangat krusial untuk mewujudkan teror (Childs, 2005, h. 45). Lebih lanjut Childs menceritakan bahwa internet memberikan kemudahan bagi pelaku teror untuk memindahkan uang dari satu lokasi ke lokasi lain dan hal ini tentunya menyulitkan pemerintah untuk melacak dari mana biaya kegiatan teror sebuah organisasi. Pemerintah mengalami kesulitan untuk mendeteksi dari mana asal uang yang digunakan untuk melakukan pembiayaan aksi teror. Hal ini disebabkan, uang yang terdeteksi terlihat legal dan tidak jarang memang berasal dari hasil yang legal. Selain itu, adanya internet mempermudah kegiatan perpindahan uang yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Transaksi keuangan bisa dilakukan via online dengan aplikasi internet banking, belum lagi adanya negara seperti Bahama atau Cayman Island yang melakukan pembatasan terhadap pemeriksa keuangan untuk mendapatkan keterangan tentang sumber dana yang berada dalam bank mereka dan kemana dana tersebut dialirkan (Childs, 2005, h. 45). Salah satu pendanaan kegiatan teror dapat berbentuk zakat, yang merupakan salah satu kewajiban umat muslim juga menjadi salah satu sumber pendanaan kegiatan teror (Childs, 2005, h. 45). Di negara Islam juga dikenal sebuah sistem transfer uang dengan dasar kepercayaan sehingga fisik uang tidak secara fakta berpindah dari satu rekening ke rekening lain namun pihak yang dituju tetap bisa mendapatkan uang tersebut, atau yang disebut dengan Hawala. Hawala membutuhkan kepercayaan yang menjadi dasar individu untuk melakukan perpindahan uang. Dengan adanya sistem ini, tentu sulit untuk melacak asal mula dan tujuan dari aliran sebuah dana karena akan ada mata rantai yang terputus dari aliran dana tersebut sebab pihak pentransfer dan rekananannya hanya saling mengirimkan kabar kemudian terjadi perpindahan uang yang tidak melalui dua rekening yang berbeda. (Childs, 2005, h. 46). Dalam literatur ini, Childs menceritakan kesulitan pemerintah
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
16
untuk mendeteksi adanya pendanaan teror dari hasil money laundering karena belum adanya regulasi yang jelas mengatur tentang permasalahan ini. Selain itu, sumber pendanaan dari zakat atau kegiatan amal lainnya tentu jauh dari pengawasan. Akan tetapi pasca kejadian 9/11, memberikan dampak signifikan pada Amerika Serikat untuk melakukan pemberantasan pendanaan terorisme. Pilar utama Amerika Serikat dalam melakukan pemberantasan pendanaan teror adalah mendeteksi, membongkar dan mencegah jaringan pendanaan teror (Childs, 2005, h. 47). Hardouin, P. (2009). Banks governance and public-private partnership in preventing and confronting organized crime, corruption and terrorism financing. Journal of Financial Crime, 16(3), 199-209
Kunci penting dari pendanaan teror adalah menghasilkan uang, memindahkan, menyimpan dan menggunakan dana tersebut. Saat ini bentuk dari pendanaan sendiri bukan hanya bagaimana memberikan uang tersebut untuk melakukan tindakan teror tetapi juga mendukung pendanaan tersebut. Negara termasuk pihak yang terkadang mendukung adanya praktek teror (2008, h. 206). Selain itu untuk menghasilkan uang untuk kegiatan teror, bisnis legal maupun tidak legal menjadi ladang mencari uang. Kegiatan yang bersifat legal tentu terlepas dari peraturan negara. Padahal bisnis legal sering kali menjadi „persembunyian‟ uang ilegal untuk akhirnya digunakan sebagai pendanaan teror.
Jayasuriya, Dayanath. Money laundering and terrorism financing: The role of capital market regulators Journal of Financial Crime; Jul 2002; 10, pg. 30
Pasar modal juga dapat berperan sebagai pembuat kebijakan untuk menanggulangi pendanaan terorisme dan pencucian uang.
Lebih jauh dijelaskan bahwa pencucian uang tidak hanya sekedar permasalahan uang tunai atau instrumen keuangan lainnya dan juga bukan sekedar masalah pengendapan uang pada institusi yang tidak terjamah, tetapi lebih jauh lagi pencucian uang memiliki banyak diversifikasi kegiatan dalam sektor keuangan. Diversifikasi tersebut terbagi pada kegiatan dengan core financial activities maupun non-core
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
17
financial activities services businesses (2004, h. 5). Walaupun begitu, negara merupakan pihak yang paling berperan dalam menanggulangi pendanaan terorisme maupun pencucian uang (Ping, 2008, h. 321). Hardouin (2008) menjelaskan dalam paper-nya bahwa selain pemerintah, pihak swasta terutama yang berada dalam sektor keuangan diperlukan untuk memberantas kejahatan yang berhubungan dengan keuangan seperti korupsi dan pendanaan terorisme (h. 199). Pembahasan dalam jurnal ini menitikberatkan pada kerja sama seluruh pihak dalam sebuah negara untuk menerapkan kebijakan pemberantasan kejahatan yang berkaitan dengan keuangan. Seperti adanya sistem Hawala dalam perbankan Islam, tentu tidak bisa disamakan dengan perbankan di barat yang tidak mengenal sistem Hawala. Dengan mengakomodir agar pihak berwenang bisa mendeteksi aliran dana walaupun menggunakan sistem Hawala, tentu akan mempermudah memutuskan rantai pendanaan teror (Hardouin, 2008, h. 201). Bank pemerintah merupakan institusi yang berperan penting dalam melakukan pendataan terhadap nasabahnya. Dengan adanya prinsip Know Your Costumer, bank harus selalu melakukan update pendataan agar data dan transaksi dari nasabah dapat selalu dideteksi apabila nantinya ada hal-hal yang mencurigakan (Hardouin, 2008, h. 202). Menurutnya, upaya untuk memberantas pencucian uang terkait dengan pemberantasan teror bukan dimulai sejak peristiwa 9/11 akan tetapi peristiwa tersebut membuat semakin kuat upaya untuk menghentikan aksi teror dengan menghambat aliran dana untuk segala macam kegiatan teror. Hal ini disebabkan, uang adalah hal yang krusial dalam melakukan aksi teror. Sebagaimana yang tertulis dalam penjelasan Hardouin dibawah ini (2008, h. 203): “Meanwhile the 9/11 opened a new area, with considerable anti-terrorist financing action and dramatic reinforcement of the counter money laundering fight. Financial institutions began even more deeply concerned by countering money laundering and terrorism financing. There are no terrorist activities without terrorist money. It is why a wellorchestrated financial “battle” is of key importance in the overall fight against terrorism. Some critics may argue that the actual amount of assets we may be able to freeze worldwide under various anti-terrorism provisions is rather small. Yet, the disruption of the money flow is of great
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
18
importance. And the success cannot be assessed by a simple addition of the amount of money frozen: there is something else behind that.” (Terjemahan bebas: Sementara itu kejadian 9/11 membuka sebuah area baru, yang mempertimbangkan tindakan anti-pembiayaan teroris merupakan penguatan dari perlawanan terhadap pencucian uang. Lembaga keuangan mulai lebih bersungguh-sungguh dalam memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme. Tidak ada kegiatan teroris tanpa uang teroris. Itu sebabnya mengapa sebuah “perang” keuangan yang teratur adalah kunci penting dalam perang melawan terorisme secara keseluruhan. Beberapa kritikus mungkin berpendapat bahwa jumlah aktual dari aset yang mungkin dapat kita bekukan di seluruh dunia yang berkaitan dengan ketentuan anti-terorisme masih kecil. Namun, gangguan pada aliran uang tersebut adalah penting. Dan keberhasilan tidak dapat dinilai oleh hanya bertambahnya jumlah uang yang dibekukan: ada sesuatu hal lainnya di balik itu.) Selain itu peranan pihak swasta juga mutlak diperlukan dalam masalah ini. Sebagaimana yang disampaikan dalam keterangan dibawah ini (2008, h. 203): “The financial community is aware of its importance for fighting terrorism. Finance people understand that this is not simply about having to endure regulations and restrictions, to support direct costs and to lose opportunities. The financial community has also to know and to share the concerns of the public authorities, to receive valuable information and to be able to cooperate. In return, it has to get the opportunity to make its own problems and concerns known. If it is a two-way street, the cooperation might be effective.” (Terjemahan bebas: Komunitas keuangan menyadari pentingnya untuk memerangi terorisme. Orang keuangan memahami bahwa ini bukan hanya sekedar tentang memiliki untuk mempertahankan peraturan dan pembatasan, tapi juga untuk mendukung langsung dan penghilangan kesempatan. Komunitas keuangan juga harus mengetahui dan berbagi perhatian mengenai otoritas publik, untuk menerima informasi yang berharga dan untuk dapat bekerja sama. Sebagai imbalannya, ia harus mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan kekhawatiran diketahui. Jika itu adalah jalan dua arah, kerja sama mungkin efektif.) Pada intinya adalah diperlukan kerja sama baik antara sesama institusi keuangan swasta maupun bank pemerintah. Hal ini dikarenakan regulasi dan pembatasan informasi tentang keuangan tidak cukup bila hanya dilakukan oleh satu pihak saja. Kerja sama penting untuk memberantas pendanaan teror dan terorisme itu sendiri.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
19
Dengan semakin maraknya terorisme yang terjadi saat ini, fungsi dari kontrol sosial formal di masyarakat dipertanyakan. Fungsi polisi sebagai lembaga kontrol sosial formal yang harus menciptakan rasa aman dan tertib di masyarakat. Sebagai sebuah bentuk kontrol sosial di masyarakat tetapi kontrol sosial bukanlah monopoli polisi semata, masih banyak lembaga lain dalam masyarakat yang juga melakukan kontrol sosial (Rahardjo, 2002, h. 90). Kontrol sosial informal bisa dilakukan dan lazimnya terjadi pada masyarakat dengan tingkat kompleksitas yang cenderung rendah. Sebagai contoh pada masyarakat pedesaan, yang masih memegang teguh norma-norma, kontrol sosial terjadi tanpa perlu adanya paksaan atau pembentukan institusi tertentu, sebab antara masyarakat sendiri sudah memiliki keinginan untuk melakukan kontrol terhadap perilaku anggotanya (Rahardjo, 2002, h. 91). Berbeda dengan masyarakat modern dengan tingkat kompleksitas yang tinggi, ditandai dengan harus terdapat sistem pengaturan yang besar, terperinci dan kompleks serta dijalankan oleh sebuah badan khusus (Rahardjo, 2002, h. 91). Hal ini membuat adanya jarak antara masyarakat, hukum dan pelaksanaan hukum tersebut. Dengan demikian, pembentukan badan khusus sebagai pelaksana kontrol sosial mutlak diperlukan sebagai bentuk tuntutan dari perkembangan hukum dan masyarakat modern (Rahardjo, 2002, h. 92). Dengan demikian, pembentukan lembaga atau badan khusus sebagai bentuk perkembangan dari kebutuhan masyarakat atas hukum memang diperlukan. Hal ini merupakan bagian dari kontrol sosial untuk menjaga stabilitas keamanan, dalam hal ini polisi memang memegang peranan penting. Akan tetapi, kontrol sosial formal juga bisa dilakukan oleh badan khusus lainnya yang diberikan wewenang untuk melakukan membantu menjaga stabilitas keamanan.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
20
2.2. Pemolisian oleh Lembaga Non-Polisi Pemolisian menjelaskan secara luas tentang praktek regulasi yang bertujuan untuk mengawasi perilaku sosial dan memastikan kepatuhan dengan hukum dan norma yang ada. Pemolisian dapat juga terorganisir secara informal maupun formal dan termasuk juga sebagian pelaku sosial dan institusi (O‟Brien dan Yar, 2008, h. 122). Terdapat empat strategi pemolisian yang diungkapkan oleh More dan Trojanowics (Etter & Palmer, 1986, h. 56):
Reactive Policing adalah pemolisian yang dilakukan setelah terjadinya suatu tindak kejahatan. Misalnya dengan mengumpulkan bukti dari kejahatan dan melakukan investigasi.
Proactive Policing adalah perluasan dari reactive policing, dimana polisi sudah mulai memanfaatkan informasi dari masyarakat tentang kejahatan yang akan atau telah terjadi dengan menekankan pada kontrol kejahatan melalui deteksi dan pemantauan terhadap pelaku kejahatan.
Problem Solving Policing adalah strategi yang menggerakkan masyarakat dan petugas resmi yang ditentukan oleh undang-undang untuk secara bersama-sama mengatasi masalah kejahatan dengan cara-cara negosiasi atau usaha untuk memecahkan masalah sebelum membesar.
Community Policing adalah strategi yang menekankan untuk bekerjasama secara efektif dan efisien dengan semua potensi masyarakat, guna menghindarkan atau menghilangkan sedini mungkin semua bentuk kejahatan, dimana kesuksesannya tergantung dari kemampuan dan peran serta masyarakat.
Strategi pemolisian yang telah dijelaskan diatas dilakukan oleh polisi untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban di masyarakat. Selain itu untuk menjalankan tugasnya sehari-hari polisi juga melakukan strategi tersebut diatas. Lembaga selain polisi memungkinkan untuk melakukan strategi tersebut. Sebagai contoh, PPATK melakukan reactive policing. Sebagai contoh, reactive policing yang dilakukan
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
21
PPATK terjadi bila lembaga lain, misalnya polisi, membutuhkan data yang terkait dengan kasus yang sedang ditangani. Dalam melakukan fungsi penegakan hukum, polisi bukanlah satu-satunya pihak yang menjalankan fungsi tersebut. Hal ini disebabkan banyaknya hal yang harus dijalankan oleh polisi sehingga fungsi pemolisian juga banyak yang dikerjakan atau dilakukan juga oleh lembaga atau individu di luar polisi. PPATK juga melakukan kegiatan pemolisian yang reaktif dan proaktif, walaupun PPATK tidak termasuk lembaga kepolisian. Cara-cara yang dilakukan oleh PPATK juga merujuk pada pemolisian, sekaligus juga membantu kepolisian dalam mengungkap atau menanggulangi kejahatan. Untuk melakukan pencegahan kejahatan secara serius, tidak dapat dipungkiri bahwa keterlibatan lembaga non-kepolisian dan individu sangatlah besar. Sebagai contoh adalah individu yang mendedikasikan diri sebagai jurnalis investigasi yang menguak terlebih dahulu hal-hal yang dianggap menimbulkan masalah sehingga kemudian polisi dapat menindaklanjuti laporan tersebut (Waddington, 1999, h.11). Dengan demikian, fungsi lembaga lain di luar kepolisian memang sangat mungkin untuk dapat melakukan fungsi yang dijalankan oleh polisi seperti mendeteksi dan mencegah terjadinya kejahatan. Hal inilah seperti yang dilakukan oleh PPATK di Indonesia, sebagai Financial Intellegence Unit (FIU), PPATK dalam keseharian melakukan deteksi terhadap adanya aliran dana yang mencurigakan untuk menciptakan sistem keuangan Indonesia yang bersih. Lebih jauh dikatakan untuk menjalakan penegakan hukum, terutama fungsi mendeteksi dan pencegahan terhadap kejahatan. Terorisme merupakan tindakan yang mengancam ketertiban dan keamanan masyarakat. Profesor Mardjono Reksodiputro pada makalah Program Kajian Ilmu Kepolisan (1997) mengatakan peranan utama dari polisi adalah sebagai penegak hukum pidana, di samping itu sebagai peranan tambahan adalah juga penjaga ketertiban (Suparlan, 2004, h. 67). Dikatakan lagi bahwa dengan semakin kompleksnya masyarakat maka tugas polisi pun bertambah, misalnya tugas administratif. Dengan demikian, menurut Mardjono (Suparlan, 2004, h. 67) tugas
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
22
polisi adalah sebagai penjaga keamanan, pemberantas kejahatan, serta penegak hukum. Pandangan lain tentang definisi konsep polisi dikemukakan oleh Parsudi Suparlan dengan mengacu pada sejarah kepolisian di Amerika Serikat. Konsep polisi adalah departemen pemerintahan yang memiliki tugas untuk memelihara keteraturan serta ketertiban dalam masyarakat, menegakkan hukum dan mendeteksi kejahatan serta mencegah terjadinya kejahatan (Suparlan, 2004, h. 68). Walaupun demikian, tugas menjaga ketertiban dan keteraturan masyarakat bukanlah tugas dari polisi semata, dibutuhkan keikutsertaan pihak terkait dan juga masyarakat untuk menciptakan kondisi yang kondusif. Dalam penegakan hukum, polisi berada pada tahapan pertama dari proses penuntutan terhadap kejahatan yaitu dengan menjadi pihak yang memperoleh pengakuan dari tersangka, mengumpulkan bukti dan melakukan penangkapan serta penahanan untuk mengajukan tersangka ke pengadilan (Suparlan, 204, hal 69). Dengan tertangkapnya pelaku, pada kasus kejahatan biasa, maka masyarakat akan kembali mendapatkan rasa aman dan kondisi yang tertib. Hal ini berbeda dengan terorisme. Dengan tingkat kompleksitas yang tinggi, untuk memberantas terorisme, polisi tidak cukup dengan menunggu pelaporan atau menunggu pengakuan dari tersangka. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa aksi teror dapat terwujud karena organisasi teror tersebut mendapat aliran dana untuk membiayai kegiatan terornya. Dengan demikian, untuk memutus rantai kegiatan teror perlu dilakukan pemberantasan pendanaan teror. Untuk pemberantasan teror, definisi tugas polisi akan lebih fokus menggunakan definisi intellegence-led policing. Dengan menggunakan definisi ini, tugas polisi untuk memberantas teror menjadi lebih terarah. Intellegence-led policing lebih mengedepankan fungsi intelejen untuk dalam mengumpulkan data (Clarke dan Newman, 2007, h. 11). Sebagai ilustrasi adalah intellegence-led policing yang dilakukan di Amerika Serikat pasca 9/11. Walaupun Amerika terkesan berlebihan dalam mengumpulkan bukti akan tetapi proses
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
23
pengumpulan bukti tersebut lebih tajam dan mendalam. Untuk mendeteksi adanya upaya teror, intellegence-led policing juga dilakukan sebagai tindakan pencegahan agar aksi teror tidak terjadi. Salah satu kelemahan dari sistem yang dilakukan polisi ini adalah proses pengumpulan bukti tergantung kepada informasi yang diberikan oleh para agen (Clarke dan Newman, 2007, h. 12). Walaupun demikian tipe pemolisian seperti ini sesuai bagi instansi yang melakukan intelijensi dalam menanggulangi kejahatan. Seperti halnya FIU yang merupakan instansi intelijen yang tugas utamanya mengumpulkan informasi untuk diteruskan ke penegak hukum.
2.3. Definisi Konseptual 2.3.1. Peran Peran merupakan aspek dinamis kedudukan atau status, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Peran akan menentukan apa yang diperbuat untuk masyarakat dan juga kesempatan-kesempatan apa yang akan diberikan oleh masyarakat kepadanya. Peran berfungsi untuk mengatur perilaku seseorang, oleh karenanya seseorang dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain pada batas-batas tertentu (Soekanto, 1990, h. 268-269). Role is behavior expected of some-one who holds a particular status. A person holds a status and perform a role. (Macionis, 2008, h. 143). (terjemahan bebas: peran adalah perilaku yang diharapakan kepada seseorang yang berpegang pada status tertentu. Seseorang memegang status dan menjalankan peran.) Jadi peran merupakan sebuah harapan terhadap seseseorang yang memiliki sebuah status. Sehingga orang tersebut menjalankan apa yang diharapkan kepada dia. PPATK sebagai FIU memiliki peran untuk dapat menciptakan sistem keuangan Indonesia yang bersih dari pendanaan terorisme.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
24
2.3.2. Fungsi Fungsi adalah peran dan tanggung jawab yang diharapkan dapat dilakukan oleh suatu lembaga sosial. Dengan demikian peran lembaga tersebut merupakan gambaran dari harapan masyarakat. The consequences of any social pattern for the operation of society as a whole. (Macionis, 2008, h. 14) (Terjemahan bebas: konsekuensi dari adanya pola sosial untuk menjalankan masyarakat secara keseluruhan.)
Sehingga fungsi merupakan sebuah posisi yang dimiliki suatu lembaga diantara lembaga-lembaga lain yang memiliki tujuan utama yang sama. PPATK mempunyai fungsi melakukan intelijensi di sistem keuangan Indonesia yang bertujuan untuk membebaskan Indonesia dari terorisme. PPATK menjadi sebuah pelaku intelijen diantara lembaga-lembaga lain yang memiliki tujuan untuk menghilankan terorisme dan pendanaannya.
2.3.3. Financial Intelligence Unit Sesuai dengan sebutannya yaitu financial intelligence unit (FIU), sebuah lembaga milik negara ini ditugasi untuk melakukan intelijensi keuangan terhadap aliran dana mencurigakan. FIU adalah lembaga permanen yang khusus menangani masalah pencucian uang, lembaga ini adalah infrastruktur terpenting dalam upaya untuk pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang di setiap negara (Suranta, 2010, h. 14). Di Indonesia fungsi lembaga tersebut berada di PPATK. Dalam Financial Intelligence Unit: An Overview (2004, h. ix) dijelaskan : “FIU is a central national agency responsible for receiving, analyzing, and transmitting disclosures on suspicious transactions to the competent authorities.“ (Terjemahan bebas: FIU adalah institusi negara yang bertanggung jawab untuk menerima, menganalisa dan melanjutkan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada pihak yang berwenang.)
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
25
Tugas utama dari FIU pada dasarnya terkait dengan upaya melawan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme melalui sistem yang terintegrasi. Untuk dapat menjalankan fungsi ini dengan baik maka diperlukan dukungan dari sistem penegakan hukum dan sistem keuangan yang baik pula. Penerapan sistem know your customer pada institusi keuangan dapat membantu FIU dalam menjalankan tugasnya. “Combating the crimes of money laundering and financing terrorism is essential to the integrity of financial systems but, if these efforts are to be successful, traditional law-enforcement methods need to be supported by the contribution of the financial system itself, in particular by implementing know-your-customer principles and reporting suspicious transactions to an FIU.” (Terjemahan bebas: "Pemberantasan kejahatan pencucian uang dan pendanaan terorisme sangat penting untuk dalam sistem keuangan terintegrasi tetapi, upaya ini akan lebih berhasil apabila didukung oleh sistem penegakan hukum yang mendukung sistem keuangan itu sendiri. khususnya dengan menerapkan prinsip know-your-customer dan melaporkan transaksi mencurigakan ke FIU.") Secara singkat diceritakan FIU pertama kali didirikan pada awal 1990an yang memiliki fokus pada menerima, menganalisa dan memeriksa informasi keuangan dalam rangka memberantas money laundering (2004, h. 1). Akan tetapi saat ini kebutuhan dan jumlah FIU sendiri semakin meningkat seiring dengan semakin luasnya cakupan dari tindak pidana pencucian uang, seperti munculnya pendanaan terorisme yang berawal dengan adanya praktek pencucian uang (2004, h. 2). FIU hampir serupa dengan penyidik atau investigator, di dalam Financial Crime Investigator and Control (2002) disebutkan bahwa tugas dari investigator cukup luas karena terkait dengan masa depan dan reputasi dari orang yang terlibat dalam financial crime (2002, h. 139-140). Seseorang bisa ditahan akibat adanya pelaporan dari seorang investigator dan kehilangan kebebasannya. Cakupan kerja seorang investigator bukan hanya terkait dengan barang bukti atau dokumen yang harus diperiksa lebih lanjut melainkan juga memastikan bahwa hak dari pekerja yang dicurigai sebagai pelaku dipahami dengan jelas olehnya (2002, h. 141). Proses
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
26
pemeriksaan dokumen dan orang yang dicurigai juga termasuk dalam lingkup kerja seorang investigator. Secara garis besar objektif dari tugas investigator adalah mengumpulkan, memeriksa dan melakukan penilaian terhadap barang bukti dan pihak yang diduga melakukan kejahatan, mengamankan barang bukti dan tersangka serta memastikan bahwa proses pemeriksaan berjalan sesuai dengan prosedur dan nama baik tersangka tetap terjaga sampai terbukti bahwa tersangka memang melakukan tindak kejahatan tersebut (2002, h. 141-148). Perbedaan antar penyidik, atau investigator, dengan FIU adalah hasil akhir yang didapatkan setelah menerima laporan. Penyidik berkewajiban untuk mendapatkan bukti-bukti maupun tersangka untuk diajukan ke pengadilan. Sedangkan FIU hanya mengumpulkan informasi-informasi yang terkait dengan kejahatan keuangan dan selanjutnya diserahkan ke penyidik untuk dilakukan penyidikan. Tugas penyidik untuk membuktikan ada atau tidaknya kejahatan keuangan dari laporan yang diberikan oleh FIU.
2.3.4. Terorisme Terorisme telah mengalami beberapa pergeseran makna, semula hanya sebagai perlawanan terhadap penguasa hingga yang sekarang memaksakan idelogi mereka (Eschborn, 2005, h. 1). Menurut Hafid Abbad, adalah penggunaan kekuatan atau kekerasan yang tidak sah untuk melawan orang atau properti dengan tujuan mengintimidasi atau menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil atau bagianbagiannya, untuk memaksakan tujuan sosial atau politik (Ed. Sulistyo, 2002, h. 3). Terorisme juga memiliki arti sebagai berikut: Terrorism is a resort to violence or a threat of violence on the part of a group seeking to accomplish a purpose against the opposition of constituted authority, Crucial in the terrorists’ scheme is the exploitation of the media to attract attention to their cause (Adler, Mueller, Laufer, 1991, h. 245). (terjemahan bebas: Terorisme adalah pemaksaan kekerasan atau tindak penggunaan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Teroris menentang otoritas yang sedang berlangsung. Tujuan penting terorisme adalah menarik perhatian guna eksploitasi media yang memberitakan tindakan dan akibat tindakan mereka) Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
27
Terorisme memiliki tujuan menghancurkan stabilitas sistem politik, konstitusi, ekonomi atau struktur sosial dari suatu negara atau organisasi internasional (Heere, 2003, h. 120-121). Teroris menginginkan tindakannya disaksikan oleh orang banyak, bukan pada banyaknya korban yang berjatuhan (Deutch, 1997, h. 10-22). Menurut Undang-undang No. 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme Pasal 6, bahwa: “Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.” Marighela (1969) menyebutkan bahwa teroris biasanya melakukan tindak kekerasan dengan menempatkan bom atau bahan peledak lain yang dapat menyebabkan kerusakan yang besar (ed. Gutteridge, 1986, h. 5). Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa terorisme adalah penggunaan kekerasan terhadap manusia lain dan berakibat kerusakan yang cukup besar dalam hal materil maupun imateril dengan tujuan menarik perhatian maupun melawan pemerintahan. Terorisme terbagi menjadi tiga tipe, yaitu (Deutch, 1997, h.13-14): (1) Disponsori oleh negara (state-sponsored terrorism) (2) Dilakukan
oleh
suatu
kelompok
yang
mencoba
menggulingkan
pemerintahan untuk memperoleh kemerdekaan (separatism), (3) Mengatasnamakan agama Islam atau kelompok Islam tertentu, biasanya berada di bagian Timur Tengah, oleh Hamas dan Palestine Islamic Jihad (PIJ)
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
28
Hoffman (2008) juga mengklasifikasikan terorisme menurut motivasi pelaku, antara lain (Golose, 2009, h. 7): Tabel 2.1. Klasifikasi Motivasi Terorisme No. 1.
Motivasi Nasional separatis
Pelaku (Agents to Violence)
Aktivitas
Separatis dan gerakan
Anti terhadap pemerintahan,
otonomi daerah, etnik
kekerasan intercommunal,
merupakan dasar kekuatan
melakukan penyerangan terhadap daerah yang aman
2.
Religius
Ekstrim fundamentalis
Melakukan serangan terhadap
(Kelompok Islam garis keras
masyarakat sipil, serangan
seperti Al-Jama‟ah Al-
tersebut dapat berupa serangan
Islamiyah/Jemaah Islamiah
bom bunuh diri
(JI), Hindur garis keras, seperti Sikh di India, dan Macan Tamil di Srilanka 3.
4.
5.
6.
Ideologi (kepercayaan
Kelompok politik sayap
Menyebarkan propaganda
pada politik tertentu)
kanan dan sayap kiri seperti
kebencian anti terhadap
gerakan fasis di Jerman dan
imigran dan melakukan
Itali
aksi pengeboman
Permasalahan terhadap
Sabotase dan menyebarkan
kelangsungan lingkungan
ancaman pengeboman
dan makhluk hidup
terhadap objek-objek vital
Penekanan oleh sebuah
Sabotase dan penggunaan
rezim pemerintahan
senjata kimia
Individu
Pengeboman dan perampokan
Isu utama (single issue)
Negara sponsor
Penderita sakit jiwa (mental disorders)
Sumber: Bruce Hoffman. Countering Terrorist Use of The Web as a Weapon, United States of America: CTC Sentinel. 29 Januari 2009 dalam Petrus Reinhard Golose. Deradikalisasi Terorisme: Humanis, Soul Approach, dan Menyentuh Akar Rumput. Jakarta: CV Aksara Simpati. 2009. h. 5-6.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
29
2.3.5. Pendanaan Terorisme Uang adalah suatu hal yang sangat tidak ternilai harganya bagi para teroris, uang membantu mereka untuk merekrut anggota, menyediakan kebutuhan dan pasport, dan pemeliharaan rumah perlindungan disamping itu juga untuk mengembangkan organisasi (Byman, 2005, h. 60). Pendanaan terorisme menjadi sangat vital karena merupakan urat nadi dalam tindakan terorisme. Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, terorisme memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk menjalankan aksi terornya. Dana tersebut diperlukan untuk membiayai mulai dari kegiatan pelatihan hingga serangan serta membeli peralatan penunjang untuk kegiatan teror. Karena itu pendanaan terorisme adalah salah satu unsur yang sangat vital dalam hal tindak pidana terorisme. Pendanaan terorisme memiliki beberapa istilah yang sering dipergunakan, seperti Financing of Terrorism dan Terrorist Financing. Kedua istilah itu tidak sama dalam pemahamannya tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu membiayai kegiatan yang akan meneror masyarakat. Financing of Terrorism memiliki arti pendanaan atau pembiayaan terorisme, sedangkan terroris financing adalah pendanaan atau pembiayaan kepada teroris. Perbedaan antara kedua istilah tersebut adalah pendanaan terorisme ditujukan kepada pendanaan aksi teror atau kegiatan terorisme. Sedangkan pendanaan kepada teroris berarti untuk keperluan latihan sehari-hari dan kebutuhan para teroris selama di dalam kamp pelatihan, dengan kata lain lebih ditujukan kepada pelaku tindak pidana terorisme (Sjahdeni, 2007, h. 287) Konteks penelitian ini sendiri adalah kepada financing of terrorism karena wewenang yang diberikan kepada PPATK berupa pencegahan dan penanggulangan pendanaan terorisme. Selain itu, visi dan misi yang dimiliki oleh PPATK juga mencakup mengenai pembiayaan terorisme, FATF dalam special recomendation mengatakan bahwa istilah financing of terrorism merujuk kepada kegiatan-kegiatan yang disebut dalam Pasal 2 Konvensi Internasional Pendanaan Terorisme dan paragraf 1b Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1373 (2001). Resolusi itu berbunyi:
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
30
Criminilize the wilful provision or collection, by any means, directly or indirectly, of funds by their nationals or in their territories with the intention that the funds should be used, or in the knowledge that they are to be used, in order to carry terrorist act. (terjemahan bebas: mengkriminalisasi tindakan yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan, dengan cara apapun, langsung maupun tidak langsung, sebuah dana yang berasal dari suatu negara atau yang berada dalam batas teritorialnya dengan tujuan akan digunakan, atau diketahui akan digunakan, untuk melaksanakan tindakan terorisme.) Di Indonesia pengkriminalisasian pendanaan terorisme ada dalam pasal 4 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal tersebut berbunyi: ”Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).” Harta kekayaan yang dipergunakan secara langsung maupun tidak langsung untuk kegiatan terorisme dipersamakan sebagai hasil tindak pidana yang diperoleh dari tindak pidana terorisme. Sehingga pendanaan terorisme adalah tindakan membiayai, baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan terorisme di suatu daerah.
2.3.6. Pencucian Uang Pada tahun 1920-an di Chicago, Amerika Serikat, ada seorang pelaku organized crime yang menjalankan bisnis ilegal seperti pemerasan, perdagangan minuman beralkohol1, maupun perjudian, orang tersebut bernama Alphonse ”Scarface” Capone (Abandinsky, 2000). Al Capone menginvestasikan uang hasil kejahatannya kedalam bisnis pencucian pakaian atau binatu (laundery). Tujuan jelas untuk menyamarkan asal usul uang hasil kejahatan. Dari situ muncul istilah money Laundering atau 1
Pada tahun-tahun tersebut, perdagangan minuman beralkohol dilarang di Amerika Serikat.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
31
pencucian uang, karena baik secara makna yaitu ”mencuci” uang hasil kejahatan agar tampak ”bersih” juga secara harfiah mendirikan usaha laundery atau binatu (Irman, 2006). Pencucian uang adalah bentuk tindak pidana lanjutan setelah adanya kejahatan asal atau predicate crime. Tb. Irman dalam bukunya yang berjudul ”Praktik Pencucian Uang” (2006, h. 8) mengatakan, pencucian uang adalah suatu perbuatan membuat uang kotor menjadi terlihat bersih. Uang kotor disini adalah uang yang dihasilkan dari suatu tindak pidana. Tindak pidana tersebut akan dijabarkan pada subbab ini. Ada definisi lain yang dikemukaan oleh N.H.T. Siahaan (2008, h. 8), beliau mengatakan pencucian uang adalah perbuatan yang bertujuan mengubah suatu perolehan dana secara tidak sah supaya terlihat diperoleh dari dana atau modal yang sah. Frank Hagan (1989) juga menjelaskan, pencucian uang adalah pencucian terhadap uang “kotor” menjadi uang yang terlihat bersih atau legal. Hagan dalam bukunya menyebutkan beberapa negara yang mendukung pencucian uang yaitu negara yang bersifat tax haven atau bebas pajak seperti Bahama, Switzerland, Panama, dan lain-lain. Bank di Negara-Negara tersebut melindungi para nasabah yang menanamkan modalnya di Bank tersebut. Asal usul nasabah tidak diperiksa oleh Bank di Negara-Negara tersebut. Uang yang ditanamkan oleh para nasabah akan aman untuk dipergunakan dalam bentuk investasi yang lain sehingga pada akhirnya uang tersebut akan menjadi legal. (Frank Hagan, 1989, h. 129-130) Dalam penelitian yang berjudul Money laundering and Its Regulation oleh Michael Levi (2002), disebutkan bahwa yang dinamakan dengan pencucian uang adalah sebuah bentuk kejahatan yang terlihat seperti terorganisir, dimana bentuk kejahatan pencucian uang dapat menggambarkan kejahatan multinasional menjadi terlihat bersih. Michael Levi menyimpulkan bahwa pada intinya, pencucian uang meliputi menyembunyikan apapun hasil perdagangan obat, maupun kejahatan berat lainnya, di luar negeri dengan cara menempatkannya, bagaikan menyembunyikannya di salah satu wilayah domestik dengan aman. Dengan kata lain pencucian uang adalah suatu perbuatan yang dilakukan seseorang yang telah melakukan tindak kejahatan,
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
32
dan uang hasil dari tindak kejahatan itu akan disamarkan asal usulnya bahwa uang itu merupakan hasil dari suatu tindak kejahatan. Adapun kejahatan asal atau predicate crime itu ada beberapa macam sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, merupakan tindak pidana yang telah diatur dalam undang-undang contohnya yang tercantum dalam KUHP, tindak pidana itu seperti : a.
korupsi;
m. perdagangan senjata gelap;
b.
penyuapan;
n.
terorisme
c.
narkotika;
o.
penculikan;
d.
psikotropika;
p.
pencurian;
e.
penyelundupan tenaga kerja;
q.
penggelapan;
f.
penyelundupan migran
r.
penipuan;
g.
di bidang perbankan;
s.
pemalsuan uang;
h.
di bidang pasar modal;
t.
perjudian;
i.
di bidang perasuransian;
u.
prostitusi;
j.
kepabeanan;
v.
di bidang perpajakan;
k.
cukai;
w. di bidang kehutanan;
l.
perdagangan orang;
x.
y.
di bidang kelautan dan perikanan; atau
z.
tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun
di bidang lingkungan hidup;
atau lebih
Seluruh kejahatan tersebut diatas adalah kejahatan yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Tindak pidana yang disebutkan diatas diberi istilah predicate crime atau kejahatan awal. Kejahatan pencucian uang tidak dapat berdiri sendiri jika tidak adanya kejahatan awal atau predicate crime seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena tujuan dari kegiatan pencucian uang adalah
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
33
menyamarkan asal usul uang yang berasal dari kejahatan yang disebut predicate crime, karena itulah kejahatan pencucian uang tidak dapat berdiri sendiri. Pencucian uang itu sendiri ada beberapa tahapan atau cara utama yang bisa menjabarkan mengenai pencucian uang. PPATK yang mengadopsi FATF mengkarakteristikan sekaligus menjelaskan tahapan mengenai pencucian uang sebagai berikut (PPATK, 2006) : Placement
: Memasukkan ke dalam sistem keuangan yang sah.
Layering
: Aktifitas transaksi yang sah dalam sistem keuangan untuk
mengaburkan hasil tindak pidana, seperti memindahkan dalam beberapa rekening/instrumen yang berbeda ataupun memindahkan pada Negara-Negara yang berbeda/territory/yurisdiksi. Integration
: Dimanfaatkan bagi kepentingan usaha atau obyek transaksi
yang sah. Tahapan disini tidak harus berurutan dari pertama hingga yang terakhir, walaupun pada kenyataannya ada kasus yang berurutan dari tahap placement lalu layering dan terakhir adalah integration. Dalam kegiatan pencucian uang, teknik ataupun metode yang digunakan sangat beragam akan tetapi beberapa tanda hasil observasi di bawah ini dapat mempermudah untuk menandakan apakah transaksi tersebut adalah transaksi pencucian uang. Kegiatan tersebut sebagaimana yang dikutip dalam Paper on Anti-Money Laundering (2004, h. 7) adalah sebagai berikut:
Transaksi besar terlihat tidak biasa namun berasal dari akun atau bisnis dengan aktifitas biasa. Adanya penyimpangan nominal dari catatan transaksi yang telah ada selama ini (catatan keuangan menjadi tidak seperti biasanya)
Terdapat situasi dimana identitas pribadi sulit dilacak
Catatan keuangan tidak dapat dilacak dan terkesan ditutup-tutupi. Terdapat struktur/layer dalam transaksi keuangan tersebut
Transaksi pertukaran mata uang dengan jumlah yang tidak biasa, biasanya pada saat pembelian mata uang Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
34
Dalam bisnis, transaksi dilakukan dengan mediator tanpa alasan yang jelas
Terdapat klien dari luar negeri yang berasal dari negara yang memiliki catatan pelegalan konsumsi dan pembuatan drugs atau pelegalan pembatasan pelaporan transaksi keuangan
Dengan demikian, Bank merupakan institusi yang rentan terhadap terjadinya transaksi keuangan namun bukan hanya Bank saja. Institusi selain Bank yang sering kali dijadikan tempat placement uang ilegal antara lain seperti perusahaan asuransi, agen perjalanan, perusahaan investasi atau pialang saham, institusi pembiayaan dan perusahaan atau individu yang bergerak di industri properti (2004, h. 9-10):
2.3.7. Kontrol Sosial Kontrol sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang ada. Pengendalian sosial bertujuan demi tercapainya keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Dengan kata lain pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai ketertiban sosial dengan cara melalui keserasian dengan keadilan (Soekanto, 1990. h. 226-230). Untuk melakukan kontrol sosial, terdapat dua mekanisme yang ada di dalam masyarakat. Black (1976) mengatakan bahwa kontrol sosial formal berhubungan dengan kegiatan kegiatan kontrol yang didasarkan pada hukum sehingga kontrol terhadap masyarakat yang tidak berlandaskan hukum disebut sebagai kontrol sosial informal (Innes, 2003, h. 6). Mekanisme kontrol sosial formal dilakukan oleh perangkan sistem peradilan pidana, yaitu Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara yang tugasnya telah diatur seperangkat sistem hukum tertulis termasuk sanksi hukumnya. Kontrol sosial formal ini lebih kepada lembaga resmi yang dibuat oleh penguasa dari kelompok tersebut. Dengan kata lain perpanjangan tangan dari penguasa untuk mengatur anggota kelompoknya untuk tetap mematuhi dan menjalankan nilai-nilai kelompoknya. Untuk memahami lebih mudah tentang kontrol sosial memiliki sifat reactive dan proactive (Innes, 2003, h. 7). Reactive dalam hal ini memiliki ciri sebagai kontrol
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
35
sosial yang dilakukan bila telah ada peristiwa yang terjadi sehingga kontrol sosial dalam hal ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti penanganan kejahatan. Sedangkan untuk
proactive
lebih
dimaksudkan
untuk
mencegah,
memprediksi
dan
mengantisipasi kejahatan yang sudah diprediksikan akan terjadi. Cohen (1985) mengatakan kontrol sosial juga dapat dijelaskan dengan konsep hard edge dan soft edge (Innes, 2003, h. 7). Konsep hard edge merupakan bentuk kontrol sosial dengan bentuk “paksaan” yang nyata dan bukti-bukti yang mendukung langsung ditindaklanjuti untuk melakukan kontrol. Sebaliknya soft edge, menitikberatkan konsep kontrol pada tindakan persuasif atau langsung menyentuh sisi psikologis dari pelaku penyimpangan. Dari gabungan konsep tersebut dapat terlihat bahwa kontrol sosial formal menekankan pada pengawasan terhadap masyarakat berdasarkan pada hukum formal. Penekanannya pada paksaan yang berasal dari hukum yang berlaku dan paksaan tersebut diwujudkan dalam tindakan penanganan terhadap kejahatan tersebut. Sementara itu untuk kontrol sosial informal menekankan pada upaya pencegahan terhadap tindak kejahatan dan melakukan cara-cara persuasif dalam penanganannya. Dengan demikian ada dua bentuk kontrol sosial yang ada dimasyarakat, yaitu kontrol sosial informal dan kontrol sosial formal. Keduanya memiliki ciri yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yaitu tetap menjaga kelompok sesuai dengan nilai-nilai yang dipegangnya. PPATK termasuk dalam mekanisme kontrol sosial formal karena memiliki dasar dan sanksi hukum tersendiri. Pada dasarnya pembentukan sebuah kontrol sosial formal adalah dengan adanya sebuah reaksi dari masyarakat atas sebuah kejahatan. Kontrol sosial formal memiliki landasan hukum yang jelas sehingga dalam melakukan pekerjaannya, hukum formal menjadi hal yang penting sebagai landasan bertindak. Landasan hukum tersebut adalah sistem peradilan pidana. Salah satu contoh cara untuk melihat efektifitas kontrol sosial formal di masyarakat adalah dengan melihat apakah efek dari penggentarjeraan dari tindakan penangkapan dan pembatasan gerak terhadap calon pelaku cukup besar (Sampson, 1986, h. 282).
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
36
“Increasing the risk of detention and incarceration may have a greater deterrent effect on crime than does a simple increase in arrest and incapacitation, especially for the offender population.” (Terjemahan bebas: meningkatkan resiko penghukuman dan penahanan dapat memberikan efek jera yang besar terhadap kejahatan dibandingkan meningkatkan penangkapan dan pembatasan ruang gerak, terutama kepada pelaku penyerangan di masyarakat.) Dengan menurunnya angka kejahatan di masyarakat menunjukan bahwa polisi melakukan tindakan yang seharusnya untuk menertibkan dan mengamankan masyarakat. Selain itu menurut Wilson dan Boland (n.d), tingkat penangkapan oleh polisi setiap tahunnya juga dapat dijadikan indikator untuk melihat keberhasilan kontrol sosial formal. Penangkapan yang dilakukan oleh polisi memperlihatkan bahwa polisi melakukan fungsinya sebagai sebuah institusi yang berlandaskan hukum (Sampson, 1986, h. 281). Dalam hal ini, polisi memerlukan kerja sama dengan pihak lain di luar institusi tersebut.
2.4. Kerangka Pemikiran Penelitian ini memiliki kerangka berpikir yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat sebagai berikut:
Bagan 2.1 Alur Pemikiran
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
37
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini menekankan pada peran dan fungsi PPATK dalam penanggulangan pendanaan terorisme. Peran dan fungsi PPATK sendiri adalah sebagai mekanisme kontrol sosial formal yang terdapat di suatu negara. Peran dan fungsi ini mengacu kepada tuntutan global tentang isu terorisme yang telah memasuki fase mengkhawatirkan. Dengan adanya tuntutan tersebut,
Indonesia
berusaha
untuk
membuat
kebijakan
khusus
mengenai
penanggulangan pendanaan terorisme. Terorisme membutuhkan dana untuk melancarkan serangannya demi mendapatkan tujuannya. Dana tersebut dapat berasal dari mana saja baik itu dana yang sah maupun tidak sah. Dana yang diperoleh untuk menjalankan serangannya dimasukkan kedalam sistem keuangan untuk memudahkan penggunaan uang maupun menyamarkan asal usul uang tersebut. Sistem keuangan itu dibagi menjadi menjadi 2 (dua) tipe yaitu Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Penyedia Barang dan/atau Jasa (PBJ). Pembabakan ini sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Keduanya disebut sebgai pihak pelapor, pihak yang harus melakukan pelaporan adanya transaksi keuangan mencurigakan terkait pendanaan terorisme kepada PPATK. Lalu pihak pelapor melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan pendanaan terorisme ke PPATK. PPATK sebagai FIU melakukan analisis terhadap laporan tersebut dan meneruskannya ke penyidik. Penyidik disini dapat berupa Polisi, Kejaksaan, atau instansi lain yang berada di dalam sistem peradilan pidana. Sehingga PPATK memiliki peran dan fungsi dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Selain itu juga penyidik dapat meminta atau melaporkan adanya terorisme yang pendanaannya terjadi di Pihak Pelapor. Sehingga PPATK dapat meminta kepada pihak pelapor data-data transaksi yang terkait dengan apa yang dilaporkan oleh penyidik. Hal itu disebut juga dengan fungsi aktif karena PPATK mencari datadata yang mencurigakan kepada pihak pelapor. Sedangkan fungsi aktifnya adalah PPATK menerima laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dai pihak pelapor.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
38
PPATK juga melakukan pengawasan dalam hal pencucian uang juga mengawasi aliran dana yang dipergunakan oleh teroris. Lalu yang menjadi permasalahan adalah bagaimana PPATK menanggulangi aliran dana yang dipergunakan untuk terorisme. Hal tersebut berkaitan dengan peran, fungsi, maupun wewenang PPATK, selain itu juga hubungan antar penegak hukum dengan PPATK. Ketika PPATK berhasil menanggulangi pendanaan terorisme tersebut maka berpengaruh besar dalam upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana terorisme. Dengan demikian terlihat bagaimana peran dan fungsi PPATK sebagai kontrol sosial formal dan pemolisian yang mengawasi sistem keuangan.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian Pendekatan Penelitian yang digunakan oleh Peneliti adalah kualitatif. Metode kualitatif mengedepankan penafsiran terhadap makna dari gejala sosial yang terjadi. Dengan menggunakan metode kualitatif, obyek Penelitian kriminologi yang merupakan sebuah gejala sosial dapat didefinisikan melalui hasil pemaknaan atau interpretasi (Cresswell, 1994). Kualitatif secara tajam memperhatikan responden, dengan sensitif mengatur keterlibatan mereka, secara sistematis melakukan pencatatan dan mengajukan pertanyaan dengan strategi tertentu (Bachman dan Schutt, n.d). Metode ini juga menekankan pada perilaku sehari-hari dari objek Penelitian yang dipilih. Kegiatan seperti mendengar, mencatat dan mengamati secara langsung kegiatan yang dilakukan oleh PPATK dalam kesehariannya merupakan hal yang dilakukan oleh Peneliti. Sering kali ditemui dalam melakukan Penelitian, untuk mendapatkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya, Peneliti tidak bisa mengandalkan satu teknik saja seperti yang biasa dilakukan dalam studi kuantitatif. Studi kualitatif bertujuan untuk menggali lebih dalam dan memperoleh informasi sampai keakar permasalahannya (Maulana, 2009). Untuk dapat memperoleh informasi yang demikian dalam dan tajam diperlukan keahlian khusus dan juga teknik yang terangkum dalam metode kualitatif. Keakuratan yang bisa didapatkan dari metode ini, Peneliti akan mendapatkan informasi yang menyeluruh sehingga akan memudahkan dalam menjelaskan permasalahan yang diangkat. Dengan demikian Peneliti berharap akan mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang apa dan bagaimana PPATK bekerja mengawasi aliran dana yang mencurigakan. Peneliti memang tidak ikut serta (observation no participatory) dalam kegiatan PPATK sehari-hari, namun dari keterangan yang diperoleh langsung dari informan PPATK yang menangani aliran dana mencurigakan khususnya yang mengarah kepada pendanaan terorisme, Peneliti merasa yakin bahwa data yang didapat akan lebih akurat. Selain itu, kelebihan dari metode kualitatif adalah perlu
39 Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
40
dilakukannya triangulasi data. Triangulasi data adalah ketika Peneliti melakukan cek dan kroscek terhadap temuan data lapangan. Triangulasi ini dilakukan dengan menggabungkan keseluruhan data yang diperoleh Peneliti. Peneliti memilih untuk menggunakan metode ini karena dengan digunakannya metode ini, Peneliti mampu melihat objek Penelitian dalam kondisi alaminya (natural setting) dan hasilnya dapat berupa makna dari generalisasi (Sugiyono, 2005). Selain itu dalam tahap pengumpulan datanya, metode kualitatif tidak berdasarkan pada teori namun pada fakta yang ditemukan di lapangan baru kemudian mengkonstruksikannya menjadi sebuah hipotesis. Menggunakan metode ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran dengan jelas mengenai gejala sosial yang terjadi di masyarakat (Furchan, 1992). Untuk dapat melihat fungsi PPATK sebagai sebuah institusi yang mengawasi secara langsung kegiatan transaksi keuangan yang mencurigakan, maka teknik yang dilakukan melalui metode kualitatif dirasakan cocok untuk digunakan agar bisa mengungkap secara lebih mendalam tentang bagaimana peranan dan fungsi dari PPATK tersebut. Sebagai institusi yang terbentuk dari adanya reaksi sosial masyarakat, maka harus dapat dipahami secara mendalam dan lebih jelas oleh seluruh pihak terkait dengan apa saja fungsi dan peranan PPATK dalam mengawasi adanya aliran dana mencurigakan yang diduga sebagai bentuk Pencucian Uang yang diperuntukan bagi pendanaan kegiatan terorisme di Indonesia. Lingkup kajian kriminologi tidak hanya sebatas membahas perilaku pelaku, reaksi korban namun juga reaksi masyarakat baik formal (berasal dari penegak hukum) maupun non formal (berasal dari masyarakat). Objek Penelitian tersebut kemudian dikaji dalam lingkup bahasan sosiologis. Menurut M. Mustofa (2005) objek Penelitian tersebut dipelajari sebagai sebuah gejala sosial. Dengan mempelajari peranan dan fungsi PPATK secara komprehensif akan dapat terlihat pihak mana saja yang terlibat dalam pengawasan tersebut dan bagaimana seharusnya PPATK sebagai institusi yang diberikan wewenang oleh negara bekerja.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
41
3.2. Tipe Penelitian Peneliti penggunakan tipe Penelitian deskriptif. Tipe Penelitian desktiptif ini akan mampu menjelesakan gambaran secara menyeluruh tentang institusi seperti apakah PPATK tersebut dan juga apa tujuan institusi tersebut dibentuk. Lebih fokus lagi, Peneliti akan menjelaskan temuan data lapangan secara lengkap tentang bagaimana peran dan fungsi PPATK sebagai institusi yang mengawasi aliran dana mencurigakan yang terpantau dalam beragam transaksi keuangan. Peneliti berusaha menggambarkan bagaimana peranan PPATK dalam mengawasi aliran dana dari sumber yang legal maupun tidak yang berindikasi dipergunakan untuk tujuan pendanaan kegiatan teroris di Indonesia. Dengan demikian Peneliti berharap dapat secara utuh menggambarkan peran dan fungsi yang dimiliki PPATK dengan pelaksanaan teknis di lapangan dan fungsi yang berjalan.
3.3. Teknik Pengumpulan Data 1.
Studi Kepustakaan
Dengan menggunakaan teknik studi kepustakaan, Peneliti melihat permasalahan dengan mempelajari dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Dalam hal ini dokumen yang dimaksud adalah artikel dari media massa, kebijakan, peraturan, skripsi, tesis, buku serta jurnal. Literatur yang dipelajari bukan hanya yang terkait dengan kajian kriminologi seperti permasalahan tentang terorisme, tentang pendanan terorisme. Peneliti juga mengumpulkan literatur yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam menanggulangi terorisme dan juga ragam pembahasan tentang PPATK. Selain itu Peneliti juga mempelajari dokumen PPATK terkait dengan aliran dana mencurigakan yang diduga sebagai aliran dana yang membiayai terorisme di Indonesia. Hal ini dilakukan agar Peneliti dapat melihat benang merah dari adanya upaya pendanaan terorisme dalam bentuk Pencucian Uang dan peran serta fungsi dari PPATK sebagai institusi yang mengawasi adanya aliran dana mencurigakan.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
42
2.
Wawancara
Informan utama dalam Penelitian ini yaitu pihak PPATK. Dari PPATK, Peneliti mendapatkan data utama yang dipergunakan dalam menjelaskan peran dan fungsi PPATK. Hasil wawancara yang diperoleh oleh Peneliti akan menjadi sumber data primer yang diperoleh melalui pihak internal PPATK yang merupakan informan Peneliti yang utama. Peneliti melakukan wawancara kepada seorang informan, yaitu pegawai PPATK yang memiliki data mengenai peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui informasi-informasi mengenai peran dan fungsi PPATK tersebut dalam menanggulangi pendanaan terorisme, serta memperoleh data primer dari informan. Proses perizinan yang dilakukan oleh Peneliti adalah dengan mengirimkan surat permohonan wawancara kepada Kepala PPATK dan akan didisposisikan kepada bagian yang dapat memberikan data. Tipe wawancara yang Peneliti gunakan adalah wawancara terstruktur di mana Peneliti membuat suatu daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada informan. 3.
Observasi
Observasi
yang
dilakukan
Peneliti
lebih
menitikberatkan
pada
memperhatikan dan mencatat kegiatan apa saja yang PPATK lakukan ketika menemukan aliran dana mencurigakan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran alur kerja dari PPATK saat menghadapi permasalahan semacam ini. Aliran dana yang berkaitan dengan terorisme tentu tidak hanya melibatkan satu pihak saja, maka dari itu pencatatan saat observasi digunakan Peneliti untuk mendapatkan gambaran awal tentang bagaimana penanganan saat adanya aliran dana mencurigakan terjadi. Obeservasi dilakukan oleh Peneliti ketika melakukan kegiatan magang di instansi tersebut pada bulan Juni tahun 2009.
3.4. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Informan utama Penelitian ini adalah pegawai PPATK dari Direktorat Hukum dan Regulasi dan mempunyai pengetahuan mengenai peran dan fungsi PPATK khususnya mengenai pendanaan terorisme. Pemilihan PPATK dilakukan karena PPATK berperan besar dalam mengawasi sistem keuangan di
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
43
Indonesia. Hal itu berkaitan dengan kerap kali dipergunakannya sistem keuangan untuk melancarkan kegiatan pendanaan terorisme.
3.5. Profil Informan Informan Penelitian ini ada dua orang, L dan AA, keduanya berasal dari Direktorat Hukum dan Regulasi PPATK (DHR). DHR tidak hanya memiliki tugas untuk merumuskan Undang-Undang seperti RUU pendanaan terorisme tapi juga melakukan atau memberikan legal opinion/pendapat hukum, dokumentasi hukum, sosialisasi dan pelatihan rezim anti pencucian uang kepada pemangku kepentingan, pemberian keterangan ahli, monitoring persidangan perkara tindak pidanan pencucian uang, dan lain sebagainya. Informan L telah bekerja di PPATK sejak November 2007 hingga sekarang telah terhitung kurang lebih 5 tahun bekerja di PPATK. Tahun pertama, beliau bekerja sebagai analis hukum yang bidang tugasnya membuat analisa hukum. Namun untuk menjadi ahli di persidangan beliau belum pernah karena untuk menjadi seorang saksi ahli di suatu persidangan haruslah orang yang sudah memiliki pengalaman dan masa kerja yang cukup agar bisa menjadi ahli di persidangan. Pada tahun kedua sampai sekarang, beliau bekerja sebagai perancang peraturan perundang-undangan yang bidang kerjanya membuat seluruh peraturan baik internal maupun eksternal, baik itu Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang maupun RUU Pendanaan Terorisme. Sehingga L memahami mengenai permasalahan yang dibahas di dalam Penelitian ini. AA sudah bekerja di PPATK selama 7 tahun, beliau bekerja sebagai asisten perencanaan hukum yang berada di DHR. Beliau juga belum pernah menjadi saksi ahli di persidangan, akan tetapi beliau pernah terlibat dalam audit kepatuhan. Audit kepatuhan adalah wewenang PPATK untuk mengetahui apakah PJK yang bersangkutan sudah menegakkan prinsip-prinsip keuangan yang bebas dari adanya praktek pencucian uang atau belum, termasuk kepatuhan dalam melaporkan adanya transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) kepada PPATK. Selain itu AA cukup sering mengikuti baik itu pelatihan mengenai pencucian uang termasuk halhal lainnya. Baik yang dilakukan oleh PPATK sendiri maupun kerjasama antara
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
44
PPATK dengan FIU negara lain bahkan oleh kementerian yang ada di Indonesia. Dengan demikian AA menjadi informan yang sesuai dengan Penelitian ini. Kedua informan tidak pernah melakukan analisis transaksi keuangan karena itu memang bukan pekerjaan dari DHR. DHR hanya melakukan analisis atau memberikan pendapat hukum. Sedangkan untuk menganalisa dan menghasilkan Laporan Hasil Analisis merupakan perkerjaan dari Direktorat Riset dan Analisis (DRA). Sudah dapat dipastikan DRA merupakan direktorat yang paling ketat dalam hal menjaga kerahasiaan mengenai kasus-kasus pencucian uang maupun pendanaan terorisme yang ditangani oleh PPATK.
3.6. Alasan Pemilihan Informan Data utama dari Peneliti adalah hasil wawancara dengan informan yang berkaitan dengan pertanyaan Penelitian ini. Kedua informan ini memahami seluk beluk fungsi dan peran PPATK dalam mengawasi sistem keuangan di Indonesia. Direktorat Hukum dan Regulasi sendiri berwenang menangani perihal hukum dan legalitas dari PPATK, serta melakukan sosialisasi program kerja PPATK. Sehingga informan tersebut sangat cocok untuk diwawancara perihal pertanyaan Penelitian dari Penelitian ini
3.7. Proses Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dari PPATK sebenarnya Peneliti sedikit memperoleh kemudahan. Kemudahan itu didapatkan karena pada bulan Juni 2009, Peneliti menjalani program magang dari Departemen Kriminologi di PPATK. Kegiatan magang tersebut berjalan selama 30 hari kerja atau kurang lebih sebulan. Pada saat itu, Peneliti di tempatkan di Direktorat Hukum dan Regulasi (DHR). Untuk itu, Peneliti sudah mengenal beberapa Pelaksana Harian PPATK khsususnya di bagian DHR. Selama proses magang itu Peneliti mendapatkan semacam kuliah mengenai seluk beluk PPATK maupun tugas dan fungsinya. Disamping kegiatan bekerja membantu melaksanakan acara yang sedang dibuat oleh DHR. Sudah pasti ketika magang tersebut Peneliti banyak mendapatkan pemahaman terkait pencucian uang dan fungsi-fungsi PPATK. Dari situ Peneliti tertarik untuk meneliti mengenai pencucian uang maupun PPATK itu sendiri.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
45
Pada akhir bulan Maret tahun 2011, penulis mencoba untuk menghubungi lokasi Penelitian (PPATK) untuk menanyakan prosedur Penelitian yang harus penulis lewati. Pada saat itu Peneliti menghubungi salah satu kenalan yang berasal dari DHR, tempat penliti melaksanakan kegiatan magang. Setelah itu Peneliti disarankan untuk menghubungi Bapak Muhammad Novian yang lebih memahami bahasan Penelitian Peneliti pada waktu itu. Kemudian Bapak Novian meminta agar Peneliti menyerahkan surat permohonan melakukan Penelitian ke Kepala PPATK di Jl. Ir. H. Djuanda No. 35. Pada tanggal 5 April 2011 Peneliti mengurus surat permohonan Penelitian ke Departemen Kriminologi, FISIP UI. Setelah menunggu beberapa hari akhirnya surat permohonan Penelitian tersebut bisa diserahkan ke PPATK. Dan pada tanggal 20 April 2011 Peneliti berkesempatan melakukan wawancara dengan Bapak Novian di Kantor PPATK. Pada saat itu Peneliti banyak memperoleh datadata mengenai pencucian uang dan fungsi PPATK, akan tetapi karena satu dan lain hal Peneliti terpaksa merubah tema Penelitian. Walaupun demikian tidak semua data yang diperoleh tidak dapat di pergunakan, bahkan dari wawancara terserbut Peneliti mendapatkan tema baru yang masih berhubungan dengan PPATK. Merujuk pada pengalaman sebelumnya tersebut Peneliti kembali menjalin hubungan dengan pihak PPATK. Pada tanggal 19 Maret 2012 Peneliti kembali membuat surat permohonan melakukan Penelitian ke Departemen Kriminologi. Baru pada tanggal 2 April 2012 Peneliti mengantarkan surat tersebut ke kantor PPATK dan diminta agar menghubungi kembali dalam 2 hari kedepan terkait dengan pendisposisian surat tersebut. Setelah dua hari tepatnya tanggal 4 April 2012 Peneliti menghubungi PPATK kembali pada pagi hari. Ketika itu Peneliti diminta menghubungi kembali pada siang hari dikarenakan sedang tidak ditempatnya informan Peneliti atau surat tersebut didisposisikan. Pada siang hari kembali Peneliti diminta untuk menghubungi setelah istirahat makan karena kembali tidak ada ditempatnya informan peneliti. Barulah pada pukul 14.00 WIB Peneliti menghubungi kembali dan berhasil berbicara dengan informan. Setelah berhasil Peneliti kemudian mengatur jadwal bertemu untuk melakukan wawancara. Ketika itu informan menanyakan kesiapan Peneliti untuk
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
46
bertemu pada hari apa, lalu Peneliti menyarankan agar bertemu keesokan harinya yaitu tanggal 5 April 2012. Informan menyatakan kesiapannya untuk bertemu esok hari, akan tetapi dikarenakan ada rapat informan meminta untuk bertemu pada pagi hari pukul 08.00 WIB di kantor PPATK. Peneliti menyanggupi hal tersebut untuk bertemu dengan informan keesokan harinya. Informan juga meminta Peneliti untuk mempersiapkan pedoman wawancara dan hal-hal lainnya yang terkait dengan Penelitian Peneliti agar ketika wawancara keesokan harinya memperoleh hasil yang sesuai dan terfokus. Keesokan harinya Peneliti sampai di Kantor PPATK pada pukul 08.10 WIB, setelah menyerahkan kartu identitas dan mendapatkan kartu pengujung Peneliti langsung bertemu dengan front office. Disana Peneliti mengisi formulit untuk bertemu dengan informan, formulir tersebut berisi identitas Peneliti dan ingin bertemu dengan siapa. Formulir tersebut nantinya akan dikembalikan kepada front office setelah ditandatangani oleh informan Peneliti sebagai bukti menerima kunjungan tamu bagi informan. Setelah itu Peneliti diantar menuju ruang tamu dan menunggu kehadiran informan. Tidak lama setelah Peneliti mempersiapkan segala sesuatu untuk melakukan wawancara, informan Peneliti masuk keruangan. Dimulailah wawancara dengan informan yang kurang lebih menghabiskan waktu 1 jam lamanya. Setelah mengembalikan formulir yang tadi diberikan Peneliti meninggalkan kantor PPATK. Selama wawancara tersebut ada beberapa hal yang masih dirasa kurang dan kekurangan itu Peneliti minta melalui surat elektronik, sehinga setelah melakukan wawancara Peneliti masih berhubungan dengan informan melalui surat elektronik. Selain itu juga surat elektronik menjadi alternatif untuk mendapatkan data ketika kesulitan untuk melakukan pertemuan kembali untuk melengkapi data yang kurang. Sehingga data-data yang masih kurang dalam Penelitian ini dapat terpenuhi semua demi terciptanya Penelitian yang valid dan reliable. Pada tanggal 11 April 2012, peneliti mengirimkan surat elektronik kepada informan untuk menanyakan hal-hal yang kurang selama proses wawancara. Surat elektronik peneliti dibalas pada tanggal yang sama disertai beberapa file penunjang di dalam surat elektronik tersebut. Keesokan harinya informan
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
47
mengirim surat elektronik kembali untuk melengkapi. Tanggal 27 April dan 2 Mei 2012 peneliti kembali mengirimkan surat elektronik kepada informan, dan surat elektronik itu dibalas pada tanggal 3 Mei.
3.8. Hambatan Penelitian Hambatan yang Peneliti alami selama menyusun Penelitian ini ada beberapa hal, yaitu: 1. Lamanya waktu pendisposisian surat permohonan Penelitian yang sedikit lama, mengingat waktu yang Peneliti milik dalam menyususn Penelitian ini. 2. Kesibukan
dari
informan
Peneliti
yang
menyebabkan
sulitnya
berkoordinasi untuk melakukan wawancara dengan informan. 3. Adanya kerahasiaan dari PPATK yang menyebabkan pemeriksaan dan pertanyaan yang cukup ketat untuk melakukan Penelitian.
3.9. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya membataskan pada PPATK, Penelitian ini melihat dari sudut pandang PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Bisa saja untuk melihat dari sudut pandang Penegak Hukum mengenai peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme, tetapi karena Penelitian ini hanya memfokuskan bagaimana PPATK menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan Undang-Undang maka tidak terlalu diperlukan sudut pandang penegak hukum. Selain itu keterbatasan yang lain adalah kesulitan mendapatkan beberapa data, hal ini terkait dengan kerahasiaan yang harus dijalankan oleh PPATK.
3.10. Teknik Analisis Data Penelitian yang dilakukan tentang bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme sebagai bentuk kontrol sosial formal ini bersifat deskriptif sehingga dalam melakukan analisa, peneliti memberikan gambaran mengenai bagaimana peran dan fungsi PPATK dalam menangulangi pendanaan terorisme dari undang-undang yang ada. Data primer yaitu hasil wawancara dengan informan yang telah dijelaskan sebelumnya dianalisis bersama
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
48
dengan data sekunder berupa pembahasan peraturan, perundangan dan dokumen yang ada. Dengan demikian diharapkan, gambaran tentang peran dan fungsi PPATK menjadi lebih komperehensif. Pertama-tama data dari PPATK merupakan data pertama yang dianalisis oleh peneliti sebab data tersebut lebih valid. Sebelum melakukan analisa dengan data dari luar, peneliti melakukan analisa terhadap gambaran umum PPATK terlebih dahulu. Penjabaran mengenai PPATK dilakukan agar mendapatkan gambaran tentang peran dan fungsinya dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Berikutnya peneliti melakukan analisa terhadap data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Selain itu, pada tahap ini peneliti juga memasukan indikator untuk melihat hal apa saja yang dilakukan PPATK untuk menanggulangi pendanaan terorisme. Peneliti ingin menggambarkan bagaimana PPATK menjalankan peran dan fungsinya dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Setelah menjabarkan mengenai gambaran umum peran dan fungsi PPATK, peneliti melakukan analisa dengan mengacu pada ciri-ciri bentuk kontrol sosial formal. Hal ini dilakukan untuk mejelaskan bahwa PPATK merupakan bentuk dari kontrol sosial formal yang ada di Indonesia. Hal-hal apa saja yang membuat PPATK menjadi sebuah kontrol sosial formal dijelaskan berdasarkan temuan data lapangan. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pendanaan terorisme menjadi hal yang cukup mengkhawatirkan dan juga ada perbedaan yang mendasar antara pendanaan terorisme dengan pencucian uang. Berbekal hal tersebut, peneliti juga melakukan analisa terhadap hal-hal apa saja yang terjadi ketika adanya pendanaan terorisme ataupun perbedaan dengan pencucian uang. Dengan demikian dalam melakukan analisa, peneliti berharap dapat memberikan
gambaran
bagaimana
peran
dan
fungsi
PPATK
dalam
menanggulangi pendanaan terorisme sesuai dengan bentuknya kontrol sosial formal. Kemudian peneliti dapat memperlihatkankan hal-hal yang dilakukan oleh PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
49
3.11. Sistematika Penelitian Penyusunan skripsi yang memiliki 7 bab ini dilakukan dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I, Pendahuluan, merupakan bab yang menguraikan kondisikondisi
dan
keadaan
di
masyarakat
yang
melatarbelakangi
dilakukannya Penelitian. Bagian-bagian pokok dari bab ini adalah latar belakang masalah, permasalahan, pertanyaan Penelitian, tujuan Penelitian, signifikansi Penelitian
Bab II, Kajian Literatur, merupakan bab yang berisikan kerangka pemikiran dari Penelitian ini. Bagian-bagian pokok dari bab ini adalah Definisi Konseptual, Kajian pustaka dan Kerangka pemikiran.
Bab III, Metode Penelitian, merupakan bab yang berisikan metode, dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Peneliti dalam melakukan Penelitian ini. Bagian-bagian pokok dari bab ini adalah Pendekatan Penelitian, Tipe Penelitian, Proses Penelitian dan Sistematika Penulisan
Bab IV, Temuan Data Lapangan, merupakan bab yang berisikan olahan dari semua data yang telah Peneliti kumpulkan selama turun lapangan ke PPATK. Bagian-bagian pokok dari bab ini adalah gambaran umum mengenai PPATK, Peran dan Fungsi PPATK, dan lain sebagainya.
Bab V, Kasus Pendanaan Terorisme, bab ini berisi mengenai uraian mengenai kasus yang berkaitan dengan pendanaan terorisme di Indonesia.
Bab VI, Pembahasan, bab ini berisikan uraian mengenai peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme.
Bab VII, Penutup, bab ini merupakan bagian penutup dari Penelitian ini yang akan memberikan kesimpulan dan saran dari Penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
BAB IV TEMUAN DATA LAPANGAN
4.1. Gambaran Umum PPATK Sejarah berdirinya lembaga independen yang mengurus transaksi keuangan, yang saat ini dikenal dengan PPATK pada awalnya adalah salah satu unit di Bank Indonesia. Unit tersebut dikenal sebagai Unit Kerja Investigasi Perbankan (UKIP). Hal tersebut diperjelas melalui keterangan yang disampaikan oleh informan L. Yaitu: ”Nah, adapun yang menjadi latar belakangnya PPATK itu berdiri, sebetulnya dulu itu sejarah awalnya PPATK ada di dalam unit di BI, salah satu unit kerja di BI. Tapi dulu namanya bukan PPATK tapi UKIP” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan sebuah lembaga intelijen keuangan atau Financial Inteligence Unit (FIU) di Indonesia. PPATK didirikan karena adanya tuntutan dari dunia internasional yang sedang giat melakukan pemberantasan pencucian uang. Hal ini dituturkan oleh informan seperti dibawah ini : “disamping sebagai sebuah focal point dalam mengantisipasi pencucian uang yang sedang berjalan saat ini. PPATK juga ditunjuk sebagai focal point untuk menanggulangi pendanaan terorisme. Hal ini telah diputuskan menimbang pada kesepakatan internasional bahwa FIU juga menanggulangi pencucian uang dan pendanaan terorisme.” (Wawancara dalam email dengan AA, 11 April 2012)
Hal itu terlihat dengan adanya Konvensi Wina pada tahun 1988, konvensi ini membahas mengenai peredaran narkotika dan zat psikotropika di dunia. Pada konvensi ini peredaran narkotika dianggap sebagai predicate crime dalam kejahatan pencucian uang. Setelah itu, konvensi yang kedua dilaksanakan, dikenal sebagai Konvensi Palermo. Pada tahun 2002, konvensi ini membahas mengenai kejahatan-kejahatan lintas negara atau transnational crimes. Dalam konvensi ini
50 Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
51
juga dilakukan pembahasan mengenai kejahatan serius atau serious crime seperti terorisme dan kejahatan yang merugikan orang banyak lainnya. Pada tahun 1989 dibentuklah Finacial Action Task Force (FATF) oleh negara-negara yang tergabung dalam G7. FATF mengeluarkan 40 poin rekomendasi mengenai cara-cara penanganan kejahatan pencucian uang (money laundering). Setelah adanya Konvensi Palermo dan terjadinya serangan 9/11, poin rekomendasi tersebut ditambah dengan 9 poin rekomendasi khusus mengenai pemberantasan pembiayaan terorisme. Setelah didirikannya FATF dengan 40+9 rekomendasi, dimulailah Rezim Anti Pencucian Uang (AML). Dengan adanya rezim AML ini setiap negara harus memiliki undang-undang anti pencucian uang dan memiliki sebuah unit intelijen keuangan. Selain itu setiap PJK harus dapat mengidentifikasi dan melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan. “iya dulunya PPATK disitu (bagian dari Bank Indonesia), lalu pada tahun 2002 dengan undang-undang baru PPATK pecah dan menjadi lembaga independen terbentuklah PPATK. Adapun latar belakangnya kenapa PPATK berdiri, itu sebenarnya tidak ada kewajiban setiap negara itu untuk membentuk PPATK, sebenarnya hanya ada rekomendasi. Rekomendasi dari FATF. Pernah dengar lah ya FATF.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Pada saat dikeluarkan rekomendasi dan peraturan tersebut Indonesia belum memiliki apa yang diwajibkan oleh FATF. Akibatnya Indonesia dimasukkan kedalam daftar Non Cooperative Countries and Territories (NCCT’s List). Daftar ini berisi negara-negara yang tidak memiliki undang-undang dan menjadi surga bagi para pelaku pencucian uang. “iya beberapa alasan Indonesia bisa masuk kedalam NCCT list karena dianggap belum ada regulasi tentang pencucian uang, kemudian belum ada suatu unit yang menerima laporan kemudian menganalisis dan kasih informasinya ke penegak hukum, unit intelijen keuangan belum ada perangkat hukum belum ada. Kemudian sektor penyedia jasa keuangan masih rentan, kaya begitu, contoh-contohnya.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
52
Dengan masuknya Indonesia kedalam daftar tersebut menyebabkan para investor takut untuk menanamkan modal di Indonesia. Ketakutan ini terjadi akibat dampak yang ditimbulkan oleh pencucian uang bagi suatu negara, dan investor takut untuk menjalankan usahanya di Indonesia. Dampak pencucian uang bagi negara cukup beragam. Sebagaimana yang disampaikan oleh John Mc. Dowel dan Gary Novis bahwa dampak pencucian uang adalah sebagai berikut (Dowel dan Novis, May 2001, hal. 3-4): 1. Melemahkan keberadaan sektor swasta yang sah 2. Melemahkan integritas pasar keuangan 3. Mengakibatkan hilangnya kendali kebijakan ekonomi pemerintah 4. Mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi dan ketidakstabilan ekonomi 5. Mengurangi pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak 6. Membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahaan-perusahaan negara yang dilakukan oleh pemerintah 7. Mengakibatkan rusaknya reputasi negara 8. Menimbulkan biaya sosial yang tinggi Maka dari itu, saat Indonesia masuk kedalam NCCT’s List, banyak investor yang ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan adanya catatan tersebut, Indonesia lalu berusaha agar keluar dari daftar NCCT’s List dengan membuat Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan undang-undang tersebut Indonesia lalu mendirikan PPATK yang merupakan syarat dari FATF. “Pokoknya keluarnya tahun 2005, Indonesia pernah masuk negara-negara yang di blacklist. karena dianggap sebagai surga pencucian uang, karena saat itu Indonesia belum mempunyai PPATK.” (wawancara dengan L, 5 April 2012) Walaupun Indonesia telah mengeluarkan undang-undang tersebut dan membuat unit intelijen keuangan berupa PPATK, Indonesia masih termasuk dalam daftar tersebut. Hal ini karena undang-undang yang dibuat oleh Indonesia terbentur dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kerahasiaan Bank yang
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
53
mewajibkan menjaga rahasia nasabah. Selanjutnya Indonesia membuat undangundang baru untuk memperbaiki UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Indonesia kemudian membuat Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 yang mengubah Undang-Undang sebelumnya. “Indonesia tidak memenuhi itu semua akhirnya kita masuk kedalam NCCT list. Namun tahun 2005 kita keluar dari NCCT list dengan adanya dua undang-undang, undang-undang nomor 15 dan nomor 25 itu. Dianggap kita sudah ada beberapa poin yang kita sudah tutup pelan-pelan, meskipun untuk pendanaannya belum.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Setelah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut maka Indonesia dikeluarkan dari NCCT’s List yang dibuat oleh FATF. PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan memiliki logo dengan beberapa elemen penting yang syarat makna. Pertama adalah lingkaran, bola dunia, Elang dan Indonesia serta tulisan PPATK. Logonya sebagai berikut:
Gambar 4.1 Logo PPATK
Sumber: Website PPATK
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
54
Logo ini memiliki makna pada setiap elemen yang ada didalamnya. Lingkaran memiliki makna kebulatan tekad dalam melaksanakan tugasnya serta konsisten dalam menjalankan tugasnya. Bola dunia melambangkan, PPATK dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada standar nasional dan internasional dan menjujung tinggi profesionalitas. Burung Elang merupakan simbol dari kekuatan, kecepatan dan ketepatan serta burung Elang juga sangat gigih dalam menjaga anaknya dari segala macam gangguan. Selain itu burung Elang yang menghadap kearah gugusan pulau Indonesia melambangkan bahwa PPATK dalam melaksanakan tugasnya mengedepankan nilai-nilai Indonesia sebagai dasar tanggung jawabnya. Logo dibuat dalam tiga warna yaitu biru bermakna
ketenangan,
merah
melambangkan
keberanian
dan
hitam
menunjukkan ketegasan dalam bertindak. Hal ini sejalan dengan misi PPATK yaitu berupaya menjaga sistem keuangan dari timbulnya distorsi atau gangguan yang dapat mengancam stabilitas dan integritasnya, melalui pemberantasan dan pencegahan pencucian uang. Tulisan PPATK dibuat dengan huruf tegak, melambangkan kekokohan, keteguhan dan konsistensi lembaga dalam menjalankan visi dan misinya (hasil observasi magang, Juni 2009). Adapun visi dan misi PPATK adalah sebagai berikut :
Visi Menjadi Lembaga Independen di Bidang Informasi Intelijen Keuangan yang Berperan Aktif dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Misi o Meningkatkan Kualitas Pengaturan dan Kepatuhan Pihak Pelapor. o Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Informasi dan Kualitas Hasil Analisis yang Berbasis Teknologi Informasi. o Meningkatkan Efektivitas Penyampaian dan Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Analisis, Pemberian Nasihat dan Bantuan Hukum, serta Pemberian Rekomendasi kepada Pemerintah. o Meningkatkan Kerjasama Dalam dan Luar Negeri di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
55
o Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Internal untuk Mewujudkan Good Governance dengan Memanfaatkan Teknologi Informasi secara Efektif dan Efisien. Selain Visi dan Misi utama PPATK diatas, juga ada 5 nilai dasar yang harus dipegang oleh seluruh karyawan PPATK. Kelima nilai tersebut adalah: Integritas; Tanggung Jawab; Profesionalisme; Kerahasiaan Kemandirian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memiliki sembilan direktorat yang saling terintegrasi dalam menjalankan tugasnya. Kesembilan direktorat tersebut membawahi empat wakil kepala yang juga langsung berada dibawah kepala PPATK. Wakil kepala yang pertama adalah Wakil Kepala Bidang Riset, Analisis dan Kerjasama Lembaga yang dibawahnya langsung terdapat Direktorat Riset dan Analisis serta Direktorat Kerjasama Antar Lembaga. Wakil kepala yang kedua adalah Wakil Kepala Bidang Hukum dan Kepatuhan yang dibawahnya terdapat Direktorat Hukum dan Regulasi serta Direktorat Pengawasan Kepatuhan. Wakil Kepala Bidang Teknologi Informasi dibawahnya ada Direktorat Pengembangan Aplikasi Sistem dan Direktorat Operasi Sistem. Wakil Kepala yang terakhir adalah Wakil Kepala Bidang Administrasi yang dibawahnya terdapat Direktorat Keuangan, Direktorat Sumber Daya Manusia, dan Direktorat Umum (hasil observasi magang, Juni 2009). Masing-masing direktorat didalam PPATK memiliki unit-unit kerja sendiri yang mendukung masing-masing direktorat menjalankan tugasnya. Selain itu PPATK juga memiliki tenaga ahli untuk mendukung melaksanakan tugas dan wewenangnya. PPATK memiliki Auditor Internal untuk menjalankan kegiatan oversight terhadap lembaga PPATK, sehingga PPATK tetap berjalan sebagaimana seharusnya serta tetap teraudit (hasil observasi magang, Juni 2009).
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
56
Gambar susunan organisasi PPATK adalah seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:
Bagan 4.1 Struktur Organisasi PPATK
Sumber: Website PPATK
Berdasarkan tugas dan wewenang PPATK, maka PPATK harus memiliki personil yang bersatu, bertanggung jawab, profesional, menjaga rahasia, dan mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenang tersebut. Oleh karenanya PPATK merekrut personil dari beberapa instansi agar mendapatkan personil yang dibutuhkan dalam memerangi kejahatan pencucian uang. Personel-personel itu direkrut dari instansi seperti penegak hukum maupun pemerintahan (hasil observasi magang, Juni 2009). Instansi-instansi tersebut adalah: 1. Bank Indonesia 2. Departemen Keuangan 3. POLRI 4. BPK 5. Departemen Hukum dan HAM Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
57
6. Kejaksaan 7. Badan Kepegawaian Negara 8. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara 9. Staf Ahli dan Pegawai Kontrak Kesemua personil PPATK tersebut harus memegang teguh prinsip Anti Tipping-Off, Anti Tiping-Off adalah prinsip dasar yang mengharuskan setiap pejabat atau pegawai PPATK, serta penyelidik/penyidik dilarang memberitahukan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada pengguna jasa keuangan yang telah dilaporkan kepada PPATK atau penyidik secara langsung atau tidak langsung dengan cara apapun. Jika melanggar akan diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling besar Rp.500.000.000,(pasal 15 UU No. 8 tahun 2010) (hasil observasi magang, Juni 2009). Selain itu organisasi PPATK juga melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga atau instansi maupun dengan pemerintah. Kerjasama tersebut berupa kerjasama domestik maupun kerjasama internasional. Kerjasama domestik dilakukan dengan instansi, akademisi, dan penegak hukum yang terkait dengan penanggulangan pencucian uang. Kerjasama internasional dapat dilakukan dengan unit intelijen finansial dari negara lain. Kerjasama dilakukan berupa Mutual Legal Assistance (MLA) dan kerjasama lainnya yang dilakukan antara pemerintah ke pemerintah maupun instansi ke instansi. Semua kerjasama tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memerangi kejahatan pencucian uang dan pendanaan terorisme. “PPATK melakukan kerjasama nih, ini diluar komite TPPU, kita lakukan kerjasama baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kerjasama itu bisa via MoU, bisa juga kaya asas resiprositas begitu mas disebutnya kerjasama timbal balik saling menguntungkan tanpa perlu MoU segala macam. Karena ada negara misalnya yang harus MoU ada juga yang tidak harus, instansi kita dalam negeri pun ada yang harus MoU ada yang tidak harus MoU, seperti itu.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
58
4.2. Peran dan Fungsi PPATK PPATK merupakan sebuah financial intelligence unit (FIU) yang memiliki fungsi utama melakukan analisa terhadap sistem perbankan di Indonesia. Fungsi utamanya adalah menerima laporan, menganalisis dan meneruskan hasil analisis ke penegak hukum. “PPATK itu fungsinya administratif FIU pada dasarnya, core business-nya itu. Dimana dia menerima laporan dari pihak pelapor, sekarang tidak hanya PJK, kemudian PPATK analisis kemudian dan sekarang ditambah periksa kemudian di deliver ke penegak hukum. Itu benar-benar basicnya, core kita, terima kemudian analisis kemudian deliver ke penegak hukum, itu yang disebut FIU administrative.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Dengan adanya Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang fungsi PPATK tidak hanya sebatas menerima, menganalisis dan kemudian memberikan hasil analisa kepada penegak hukum. Saat ini PPATK memiliki fungsi yang memungkinkan PPATK meminta perkembangan penyidikan kasus dan juga apabila pihak penegak hukum merasa kesulitan dan membutuhkan data tambahan, penegak hukum bisa meminta PPATK untuk menghubungi pelapor dan melengkapi data. Fungsi ini disebut fungsi proaktif dan reaktif. “fungsi kita disebutnya analisis proaktif sama reaktif. Yang proaktif kita yang bottom up, kita dari pihak pelapor kita analisis terus kita mengasih. Atau tidak yang satu lagi top down, jadi penyidik sudah menemukan tindak pidana report ke kita, eh minta data ke kita lalu kita minta lagi data ke pihak pelapor. kita berdasarkan undang-udang baru kita dapat tambahantambahan, sebagai contoh kita bisa mengawasi pihak pelapor tertentu, misalnya PJK atau enggak PBJ kita bisa melakukan audit, padahal kalau yang administratif rata-rata tidak begitu benar-benar cuma terima laporan, analisis, deliver. Ini enggak, kita bisa bersentuhan langsung dengan pihak pelapornya. Kemudian kita juga, ee apa namanya, dengan penegak hukum bisa minta perkembangan informasi dan penegak hukum bisa informasi ke PPATK. Jadi yang harusnya kita bergeraknya searah, PPATK dapat info
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
59
dari pihak pelapor kemudian kasih ke penegak hukum, ini penegak hukum bisa balik minta ke PPATK, PPATK minta lagi ke pihak pelapor.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
PPATK memiliki tugas utama yaitu, mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang sesuai yang tertuang dalam pasal 39 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Berdasarkan tugasnya tersebut PPATK memiliki beberapa fungsi sebagai berikut (pasal 40) : a. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; “sekarang ini yang a, pencegahan dan pemberantasan, ini termasuk pendanaan terorisme kita masuk misalnya bisa kasih masuk koordinasi pencegahann TPPU dengan instansi terkait, terus rekomendasi ke pemerintah, bisa koordinasi bisa rekomendasi termasuk dengan komite TPPU ini kaitanya.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012) b. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. pengawasan terhadap pihak pelapor; dan rata-rata FIU yang administratif ya cuma terima analisis aksi-terima analisis aksi. Kalau ini kita melakukan pengawasan, bisa melakukan audit kepatuhan audit khusus seperti itu. (wawancara dengan AA, 5 April 2012) d. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain sebagai mana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) “itu dari segi benar-benar core business PPATK, ya kan, yang benarbenar FIU administrative murninya termasuk yang tambahan tadi dimana penegak hukum bisa minta. Nah sekarang coba lihat mas pasal 40 berapa itu, sekarang terkait, kita pasal 40, iya pasal 40. PPATK bukan cuma, tadi pasal 40 dekatnya lebih ke 40 huruf d ya, yang benar-benar fungsi FIU administrative atau tidak bagian b dan c, b dan c pun sebagian, karena kita kelola data informasi yang didapat, kemudian kita ini pengawasan sebenarnya kaya tambahan bukan administratif.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
60
Dalam
menjalankan fungsi-fungsi diatas, PPATK diberikan wewenang
yang dapat memudahkan dalam menjalankan fungsinya. Wewenang pertama sebagai pencegah dan pemberantas tindak pidana pencucian uang (pasal 41 ayat (1)), PPATK dapat : a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; b. menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan; c. mengkoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi terkait; d. memberikan
rekomendasi
kepada
pemerintah
mengenai
upaya
pencegahan tindak pidana pencucian uang; e. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti-pencucian uang; dan g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Adapun dalam menjalankan fungsinya sebagai pengelolaan data dan informasi, PPATK memiliki wewenang untuk menyelenggarakan sistem informasi (pasal 42). Menyelenggarakan sistem informasi disini maksudnya adalah PPATK harus : a. Membangun, mengembangkan, dan memelihara sistem aplikasi; b. membangun, mengembangkan, dan memelihara infrastruktur jaringan komputer dan basis data; c. mengumpulkan, mengevaluasi data dan informasi yang diterima oleh PPATK secara manual dan elektronik; d. menyimpan, memelihara data dan informasi ke dalam basis data;
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
61
e. menyajikan informasi untuk kebutuhan analisis; f. memfasilitasi pertukaran informasi dengan instansi terkait baik dalam negeri maupun luar negeri; dan g. melakukan sosialisasi penggunaan sistem aplikasi kepada pihak pelapor.
Sedangkan dalam menjalani fungsinya sebagai pengawas kepatuhan pihak pelapor, PPATK dibekali pasal 43 yang menjabarkan wewenang PPATK untuk : a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor; b. menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang; c. melakukan audit kepatuhan atau audit khusus; d. menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor; e. memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan; f. merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha pihak pelapor; dan g. menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali pengguna jasa bagi pihak pelapor yang tidak memiliki lembaga pengawas dan Pengatur.
PPATK dalam menjalani fungsinya yang terakhir, yaitu analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi, berdasarkan pasal 44, PPATK dapat: a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari pihak pelapor; b. meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait; c. meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan pengembangan hasil analisis PPATK; d. meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
62
e. meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun di luar negeri; f. menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang; g. meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang; h. merekomendasikan
kepada
instansi
penegak
hukum
mengenai
pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan perUndang-Undangan; i. meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana; j. meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana Pencucian Uang; k. mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan undang-undang ini; dan l. meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik. PPATK cara analisis itu berdasarkan laporan dari pihak pelapor kemudian dia disebutkan tambahan added value. Ada tambahan nilai terhadap hasil analisis itu dan sekarang ada lakukan pemeriksaan juga, itu dilakukan dengan cara minta data. Misalnya minta data ke instansi lain, misalnya minta data ke BIN atau red notice Polri begitu. Sudah begitu kalau diluar negeri juga, kalau misalnya pelakunya di Singapura atau dimana dia minta datanya ke FIU, jangan Singapura deh karena di Singapura tidak ada teroris ya haha. Malaysia atau tidak di daerah sana ya, ke FIU-nya Malaysia, seperti itu bisa. Jadi kerjasama dalam negeri dan luar negeri, disini sudah ada catatan lengkapnya dari mana saja informasi. Termasuk juga CBCC, pembawaan uang tunai lintas batas itu, berarti ke Bea Cukai informasinya. (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
63
Sebagai lembaga independen PPATK juga memiliki kekuatan hukum dalam menjalankan tugasnya. Menurut pasal 37 ayat 3 dan 4, PPATK tidak boleh dicampurtangani
oleh
pihak
manapun
dalam
menjalankan
tugas
dan
wewenangnya serta kepala dan wakil kepala PPATK wajib menolak segala campur tangan. Selain itu dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan. Dengan undang-undang itu pula PPATK diperkuat wewenangnya. Wewenang PPATK tersebut mewajibkan setiap PJK melaporkan semua transaksi yang mencurigakan serta menerapkan prinsip Know Your Costumer (KYC) pada lembaga yang terkait. PJK sendiri harus melakukan analisa terlebih dahulu kepada nasabahnya sebelum akhirnya melaporkan transaksi yang mereka curigai ke PPATK. “Jadi PJK melakukan analisis sendiri, apa ya disebutnya, seperti mengecek nasabahnya itu. Seperti Know Your Costumer, terkait profile terkait pola transaksi segala macam kaya begitu-begitu. Atau tidak dibagian terkait patut diduganya terkait tindak pidana, misalnya PJKnya dapat informasi dari koran atau media, oh ini atas nama ini alias, alias, alias. Dia akan sering mengecek, oh ini nasabahnya, atau tidak dia dari list yang dibuat oleh pemerintah atau yang dibuat oleh PBB misalnya ada link-link yang dibuat terkait terorisme. Dengan itu checklist-checklist-nya, jadi hampir sepenuhnya PJK yang punya disebutnya red flag apa sih yang disebutnya, punya alert system. Oh ini orang ini nih, kalau sistemnya sudah semakin baik jadi caranya seperti itu, sudah laporkan ke PPATK” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Hal-hal tersebut juga berlaku untuk pendanaan terorisme, mengingat pendanaan terorisme dan pencucian uang hampir sama karena mempergunakan sistem keuangan untuk menyamarkan asal usul uang.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
64
“kita amat sangat banyak membantu justru dari level yang kedua yang balik arah, dimana penegak hukum minta ke PPATK dan disebutnya bukan, kitakan disebutnya hasil analisis yang PPATK ke penegak hukum, ini disebutnya hasil informasi atau inquiry IHA, Informasi Hasil Analisis disebutnya begitu dikenalnya. Nah itu, dilakukan penyidik biasanya sudah punyakan tahu jaringan-jaringan si pelaku narkotiknya, mereka intelnya lebih jago punya jaringan segala macam, di infolah ke kita dan kita minta data ke bank itu yang banyak kita bantu justru. Dari situ, karena penyidik sudah tahu duluan dengan segala kewenangan yang ada di penyidik, mereka lebih bisa” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
PPATK merupakan sebuah FIU yang peran dan fungsinya berbeda dengan penyidik. PPATK tidak harus membuktikan bahwa laporan transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut terbukti terjadi pelanggaran atau tindak pidana. PPATK hanya meneruskan ke penyidik, dalam hal ini aparat penegak hukum, agar hasil analisis yang dibuat oleh PPATK dibuktikan dengan mendapatkan pelaku serta barang bukti untuk dibawa ke pengadilan. “tidak harus informasi yang disampaikan PPATK ke penyidik ke pengadilan. Jadi misal HA PPATK itu ada 10, belum tentu semuanya ke pengadilan, karena PPATK itu bukan penyidik yang harus membuktikan. Tapi PPATK itu menduga ada tindak pidana, jadi nanti penyidik akan mengolah lagi. Misalnya penyidik nanti “aduh ini tidak ketemu orangnya”, bisa saja seperti itu, berarti tidak bisa kepenyidikan karena orangnya tidak ketemu. Seperti itu, meskipun ada dugaan tindak pidana. Atau bisa KTP-nya palsu, kita sudah analisis tapi KTP palsu jadi tidak ketemu orangnya jadi tidak bisa. Jadi belum tentu ke pengadilan, tapi kita punya report.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Sehingga secara umum peran dan fungsi PPATK ada menerima laporan, menganalisis lalu meneruskan ke penegak hukum untuk di lakukan penyidikan. Selain itu PPATK juga menerima permintaan khususnya dari penegak hukum untuk menganalisa suatu transaksi kejahatan yang diperlukan untuk proses
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
65
penyidikan. PPATK juga mempunyai sebuah database transaksi-transaksi keuangan yang mencurigakan yang dapat dipergunakan untuk analisa dikemudian hari. Sehingga database tersebut selalu terbaharui dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu untuk menunjang analisis transaksi mencurigakan.
4.3. Komite TPPU dan Strategi Nasional Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau yang dikenal sebagai Komite TPPU adalah sebuah komite yang dibentuk dan diatur serta bertanggung jawab kepada presiden dengan Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2012. Perpres tersebut keluar didasarkan pada untuk pelaksanaan ketentuan pasal 92 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak pidana Pencucian Uang. Komite ini terbentuk
untuk
meningkatkan
koordinasi
antar-lembaga
terkait
dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang ditulis di pasal 92 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010. “komite TPPU yang fungsinya itu terkait dengan kebijakan pencegahan dan pemberantasan TPPU tapi dia juga punya program-program kerja tertentu bukan hanya terkait dengan pencucian uang tapi juga dengan pendanaan terorisme.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012) Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Komite TPPU memiliki fungsi antara lain (pasal 4 Perpres 6/2012) : 1. merumuskan
arah,
kebijakan,
dan
strategi
pencegahan
dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang; 2. mengkoordinasikan pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan, dan strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; 3. mengkoordinasikan
langkah-langkah
yang
diperlukan
dalam
penanganan hal lain yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang termasuk pendanaan terorisme; dan
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
66
4. memantau dan mengevaluasi atas penanganan serta pelaksanaan program dan kegiatan sesuai arah, kebijakan dan strategi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. “PPATK berkait disitu karena PPATK menjadi sekretaris. Itu level ministerial, kemudian level Dirjen atau level eselon 1, kepala PPATK menjadi ketua. Jadi misalnya begini, untuk ministerial pertemuan setahun sekali kalau untuk yang level ini kalau tidak salah 6 bulan sekali atau 3 bulan sekali nanti dicek kembali ya. Kaya begitu, ini benar-benar program kerjanya lebih teknis sifatnya, yang kebijakannya level ministerial.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Komite ini sekurang-kurangnya melakukan pertemuan satu kali setiap tahun untuk membahas pogram kerjanya. Kedudukan PPATK di dalam Komite TPPU merupakan sebagai Sekretaris merangkap Anggota. Adapun susunan anggota Komite TPPU adalah sebagai berikut (pasal 5 Perpres 6/2012) : Tabel 4.1 Susunan Keanggotaan Komite TPPU Ketua
:
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Wakil Ketua Sekretaris
merangkap
:
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
:
Kepala
Anggota Anggota
Pusat
Pelaporan
dan
Analisis
Transaksi
Keuangan :
1. Gubernur Bank Indonesia 2. Menteri Keuangan 3. Menteri Luar Negeri 4. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 5. Menteri Dalam Negeri 6. Jaksa Agung 7. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia 8. Kepala Badan Intelijen Negara 9. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme 10. Kepala Badan Narkotika Nasional Sumber : Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2012
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
67
Komite nasional ini bukan sebuah lembaga baru tetapi sebuah wadah untuk bekerja sama dalam menanggulangi permasalahan yang berkaitan dengan pencucian uang maupun pendanaan terorisme. Kerja sama tersebut dilakukan dengan berbagai pihak mulai dari tingkat dirjen hingga satuan tugas yang lainnya. “Kaya lingkup kerjasama, tapi kerjasamanya banyak instansi, lebih dari 10 instansi. Kaya misalnya begini, sekarang core kita dengan penyedia jasa keuangan atau tidak dengan pihak pelapor dimana kita berhubungan dengan BI, Bappepam regulatornya. Atau Kementrian Keuangan untuk asuransi atau LK, Lembaga Keuangan. Kemudian untuk balai lelang segala macam karena mereka punya regulator di Kementrian Keuangan. Kemudian kita berhubungan dengan penegak hukum paling polisi, maksud saya 6 penyidik, jaksa kemudian hakim kaya begitu. Nah ini di komite kordinasi lingkupnya lebih luas, contoh single identity kita berhubungan dengan siapa? Kementrian Dalam Negeri. Kemudian terkait perampasan aset, ada RUU Perampasan Aset, dengan kejaksaan dengan kepolisian dengan BIN misalnya kaya begitu. Atau pendanaan terorisme contoh dengan BIN dengan Densus 88. Jadi lingkupnya lebih luas, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Hukum dan HAM, BI, regulator masuk, penegak hukum masuk, kecuali hakim ya tidak masuk. Tapi instansi lain yang kayanya tidak terlalu berkaitan dengan PPATK tapi banyak mereka tupoksinya yang berkaitan dengan strategi nasional. Nah itu ada penjelasannya tentang strategi nasional, kaya apa latar belakangnya, kemudian strateginya apa saja, apa saja yang perlu dilakukan program kerjanya termasuk siapa instansi yang terlibat, core instansinya siapa itu ada di strategi nasional.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Sedangkan dalam tataran Tim Pelaksana PPATK berada pada posisi sebagai Ketua, Tim Pelaksana ini dibentuk untuk membantu Komite TPPU menjalankan tugas dan fungsinya. PPATK diwakili oleh Deputi V Keamanan Nasional pada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, tim ini juga memiliki 18 anggota. Susunan keanggotaan dari Tim Pelaksana antara lain
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
68
sebagai berikut (pasal 8 Perpres 6 No. 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang) : Tabel 4.2 Susunan Tim Pelaksana Komite TPPU Ketua Wakil Ketua
: :
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Deputi V Keamanan Nasional pada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan : 1. Deputi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Kerjasama Ekonomi Internasional; 2. Deputi Gubernur Bank Indonesia 3. Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran 4. Direktur Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan 5. Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan 6. Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan 7. Direktur Jenderal Multilateral, Kementerian Luar Negeri 8. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri 9. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 10. Direktur Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 11. Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Kementerian Dalam Negeri 12. Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri 13. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum 14. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus 15. Kepala Badan Reserse Kriminal, Kepolisian Negara Republik Indonesia 16. Deputi Kepala Badan Intelijen Negara Bidang Kontra Intelijen 17. Deputi Penindakan dan Pembinaan kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme 18. Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional
Anggota
Sumber : Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2012
Komite TPPU mempunyai Strategi Nasional yang harus dilaksanakan setiap anggota Komite TPPU yang dimana pelaksanaannya dibantu oleh Tim Pelaksana. Strategi nasional ini berlaku selama kurang lebih 4 tahun dan sekarang yang sedang berjalan adalah periode 2012-2016 menggantikan Strategi Nasional periode 2007-2011. Strategi
Nasional 2012- 2016 memiliki 12 (dua belas)
strategi, yaitu: 1. penerapan dan pengawasan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
69
2. implementasi Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian
Uang (UU
PP
TPPU) dengan
percepatan
penyelesaian peraturan pelaksananya. 3. pengelolaan
database
secara
elektronis
dan
ketersambungan
(connectivity) database yang dimiliki oleh beberapa instansi terkait. 4. peningkatan pengawasan kepatuhan Penyedia Jasa Keuangan (PJK). 5. percepatan
penyusunan
peraturan
pelaksana
dan
persiapan
implementasi kewajiban pelaporan bagi PJK. 6. pengefektifan penerapan penyitaan aset
(asset
forfeiture) dan
pengembalian aset (asset recovery). 7. pengungkapan kasus-kasus terkait dengan TPPU dan kejahatan terorganisir. 8. peningkatan peran serta masyarakat melalui kampanye publik. 9. peningkatan kerjasama internasional. 10. percepatan penyelesaian RUU Pendanaan Terorisme dan penyusunan peraturan pelaksanaannya. 11. penanganan sektor remitansi secara komprehensif (implementasi UU Transfer Dana). 12. penanganan sektor non profit organization secara komprehensif. “ada strategi nasionalnya, program kerjanya termasuk single identity number, itu banyak juga kaitan sama terorisme. teroris itu banyak yang mempergunakan nama alias-alias, KTP-nya bisa lebih dari sepuluh itu kenapa kebutuhan kita single identity number. Kemudian ini pendanaan terorisme, RUU, masuk juga kedalam strategi nasional itu. Kemudian pengawas
NPO
sektor,
Non-Profit
Organization,
karena
banyak
dipergunakan.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Strategi-strategi tersebut dalam pelaksanaan teknisnya akan dilakukan oleh Tim Pelaksana dengan melakukan kerjasama antar lembaga-lembaga yang tergabung di dalam Tim Pelaksana Komite TPPU. Strategi-strategi tersebut dibuat untuk menguatkan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme yang sedang berjalan di Indonesia.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
70
4.4. RUU Pendanaan Terorisme Terorisme merupakan kejahatan internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan dan perdamaian dunia serta merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia terutama hak untuk hidup. Di Indonesia terorisme sudah ada sejak tahun 90an. Upaya untuk memberantas tindak pidana terorisme telah dilakukan pemerintah, usaha itu hanya berfokus pada upaya menangkap pelaku (follow the suspect), unsur pendanaan yang merupakan faktor utama dalam setiap aksi terorisme belum tersentuh. Upaya pemberantasan tersebut merupakan cara konvensional yakni hanya dengan menghukum para pelaku tapi hal itu masih kurang maksimal. Upaya lain yang perlu dilakukan untuk mencegah dan memberantas terorisme adalah dengan menggunakan sistem dan mekanisme follow the money yang melibatkan penyedia jasa keuangan, aparat penegak hukum, dan kerja sama internasional untuk mendeteksi adanya suatu aliran dana yang digunakan atau diduga digunakan untuk pendanaan kegiatan terorisme, karena suatu kegiatan terorisme tidak mungkin dapat dilakukan tanpa adanya pelaku teror yang berperan sebagai penyandang dana untuk kegiatan terorisme tersebut. Ada beberapa ketentuan yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme, diantaranya: 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang. 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Tindak Pidana Pencucian Uang.
Upaya memasukan tindak pidana terorisme sebagai salah satu tindak pidana asal (predicate crime) dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ternyata masih belum
dapat
diimplementasikan
secara
efektif
dalam
pencegahan
dan
pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme. Bahkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
71
Terorisme menjadi Undang-Undang yang telah mengkriminalisasi pendanaan terorisme sebagai tindak pidana ternyata masih banyak kelemahannya sehingga pengaturannya belum menjamin kepastian hukum dan ketertiban hukum dalam masyarakat. “di dalam undang-undang pencucian uang kita menganggap ee pendanaan terorisme itu menjadi salah satu tindak pidana asal, untuk pencucian uang yang bisa disidik juga seperti itu.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Sehingga
indonesia
berusaha
memperbaiki
perundangan
mengenai
pendanaan terorisme dengan meratifikasi International Convention for the Suppression
of
the
Financing
of
Terrorism
(Konvensi
Internasional
Pemberantasan Pendanaan Terorisme) pada tahun 1999 menjadi Undang-Undang No. 6 Tahun 2006’ tentang Pengesahan International Convention For The Supression Of The Financing Of Terrorism. “Indonesia sudah meratifikasi undang-undang 6 tahun 2006 tentang pendanaan terorisme. Jadi ada konvensi PBB yang sudah diratifikasi oleh Indonesia.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Selain itu juga untuk menjalankan 9 (sembilan) special recommendation yang dikeluarkan oleh The Financial Action Task Force (FATF). Kesembilan Rekomendasi tersebut merupakan standar internasional yang bertujuan untuk menghalangi akses bagi para teroris dan pendukungnya untuk masuk ke dalam sistem keuangan. Maka Indonesia membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Walapun dalam perkembangannya rekomendasi yang dikeluarkan FATF telah mengalami perubahan tidak lagi 40+9 rekomendasi melainkan hanya 40 rekomendasi yang mencakup semua aspek. “Dan didalam RUU ini kita sudah berusaha untuk, sebelumnya belum ada FATF yang baru itu, rekomendasi yang baru. Sebelumnya belum ada pada saat penyusunan ini masih menggunakan yang lama, yang 40+9 itu. Nah
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
72
didalam RUU ini kita berusaha untuk mencapture semua yang diminta oleh ee 9 rekomendasi itu.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Dalam RUU ini mengatur secara komprehensif mengenai kriminalisasi tindak pidana pendanaan terorisme dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pendanaan terorisme, penerapan prinsip mengenali pengguna jasa, pelaporan dan pengawasan kepatuhan, pengawasan kegiatan pengiriman uang melalui sistem transfer atau pengiriman uang lainnya, dan juga semua pihak yang melaksanakan pengiriman uang haruslah terdaftar di Bank Indonesia. “di pasal berapa ya saya juga agak-agak lupa. Pasal 20an yah. Itu wajib, pertama mereka itu wajib terdaftar, mewajibkan mereka untuk terregister semuanya. …. Ee pengawasan terhadap pengiriman uang melalui sistem transfer atau melalui pengiriman uang melalui sistem lainnya. Itu mereka mempunyai kewajiban untuk terdaftar, terregister, terregisternya di BI ya.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Pengawasan
kegiatan
pengumpulan
dan
penerimaan
sumbangan,
pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia, “iya atau pembawaan uang tunai lintas negara itu, cross border. Biasanya itu yang mereka pergunakan, mereka jarang menggunakan bank-bank konvensional seperti sekarang, mereka jarang mempergunakannya. Nah didalam RUU kita sudah mengcapture kesana.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Mekanisme
penundaan
transaksi
dan
pemblokiran,
penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta kerjasama baik nasional maupun internasional dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme. “disini juga kita ada sistem serta merta ee apa namanya fra? Serta merta, jadi begini, ee polisi itu mengeluarkan daftar teroris atau orang terduga teroris dan dia mengajukan kepada pengadilan negeri. Untuk menetapkan
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
73
mereka-mereka itu sebagai teroris atau daftar organisasi teroris, untuk ditetapkan dengan pengadilan. Kemudian mekanismenya ya, dari pengadilan mengeluarkan penetapan, setelah dikeluarkan penetapan si kepolisian ini akan mengirimkan kepada seluruh LPP, Lembaga Pengawas Pengatur. Untuk diumumkan juga kepada PJK, Penyedia Jasa Keuangan. Pada saat PJK menerima nama itu, misalnya namanya si Abdul Kadir, si Abdul Kadir ini ternyata sudah masuk dalam daftar teroris atau mungkin dia punya organisasi yang masuk dalam organisasi teroris. Itu begitu bank menerima, tanpa bank berpikir panjang dia harus langsung memblokir, pemblokiran serta merta. Jadi tidak harus lagi, aduh ini benar tidak ya, tidak! Begitu ada list dari LPP yang awalnya disampaikan oleh polisi, mereka punya kewenangan untuk itu. disitu kita upaya untuk uang itu berhenti tidak bergerak, seperti itu”. (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Pada dasarnya RUU ini dimaksudkan untuk membentuk suatu aturan hukum yang komprehensif tentang Tindak Pidana Pendanaan Terorisme sebagai salah satu cara untuk mewujudkan tujuan nasional, terciptanya penegakan hukum dan ketertiban yang konsisten dan berkesinambungan. “Apabila RUU ini disahkan ya, itu semua harus terregister. Semua setiap yang melakukan pengiriman uang harus tahu siapa yang melakukan pengiriman uang, kemudian identitas yang akan dikirimkan uang, asal usul uangnya darimana. Itu semua seperti bank konvensional, jadi ada penerapan KYC sederhana didalamnya. Kalau yang sekarang tidak, sistemnya hanya kepercayaan seperti itu dan itu banyak sekali dipergunakan oleh pelaku-pelaku pendanaan terorisme.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Sehingga dengan disahkannya RUU tersebut peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme akan semakin kuat. RUU ini juga mengatur mengenai pemblokiran, hal itu akan mempersempit ruang gerak bagi para teroris untuk memperoleh uang untuk mendanai kegiatannya. Disamping itu
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
74
dengan adanya RUU ini maka pengadilan dapat mengeluarkan nama-nama baik itu perorangan maupun organisasi yang berkaitan dengan terorisme. Dengan demikian siapa saja yang termasuk di dalam daftar itu otomatis akan terblokir dana yang berada di sistem keuangan. Hal-hal tersebut pasti akan mempersempit ruang gerak bagi para pelaku kejahatan terorisme.
4.5. Kendala yang dihadapi Dalam menanggulangi pendanaan terorisme PPATK mengalami beberapa kendala yang cukup berarti. Kendala yang pertama adalah sulitnya PPATK untuk mendeteksi aliran dana yang dipergunakan untuk mendanai terorisme. Hal tersebut dikarenakan dana yang ada atau dipergunakan untuk mendanai terorisme tergolong kecil-kecil tidak seperti pencucian uang yang dananya bisa ratusan juta maupun milyaran. Sehingga PPATK sulit untuk membedakan aliran dana yang berlatar belakang untuk mendanai terorisme dengan transaksi yang bersih. “karena uangnya kecil-kecil dan menggunakan transaksi tunai membuat kita agak susah mendeteksi. Bagaimana pihak pelapor mungkin masih sulit untuk mencurigai iya atau tidaknya terkait pendanaan terorisme karena itu sesuai profile nasabah segala macam, agak bingung menentukan red flag kaya seperti itu, itu ada beberapa kendala terkait.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Kesulitan tersebut memang menjadi kendala utama PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Bahkan biasanya PPATK baru mengetahui aliran dana yang terkait dengan pendanaan terorisme setelah terjadinya serangan teroris seperti bom bali. Hal itu juga menyulitkan PJK dalam menetukan nasabahnya yang terkait dengan pendanaan terorisme. Biasanya awal mula PPATK menemukan adanya aliran dana pendanaan terorisme berdasarkan laporan dari pihak penegak hukum yang mengetahui jaringan teroris yang akan beraksi. Oleh karena itu sulit sekali untuk mencegah aliran dana pendanaan terorisme. “untuk saat ini memang agak sulit ya untuk pencegahan pendanaan terorisme itu agak sulit. Karena biasanya kita PPATK itu tahu ada transaksi-transaksi mencurigakan terkait pendanaan terorisme itu
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
75
misalnya pada saat bali bombing itu. Jadi pada saat setelah terjadinya teroris atau setelah mencuat ke permukaan, baru PPATK melacak biasanya seperti itu. Permintaan dari penegak hukum, Karena memang kemampuan dari PJK untuk menganalisis yang mencurigakan terkait teroris atau organisasi teroris atau tidak itu masih rendah. Masih sulit sekali, jadi kita biasanya yang seperti yang dibilang itu pancingannya justru dari penegak hukum. Ketika mereka melihat ada jaringan teroris mereka baru info ke kita, barulah kita lihat transaksi keuangan terkait jaringan ini dia kemana saja uangnya. Jadi biasanya sudah terjadi atau pun sedang mencuat baru PPATK, untuk pencegahannya masih cukup sulit.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Kendala lainnya yang dialami PPATK adalah tidak adanya nomor identitas yang satu bagi setiap warga negara, biasanya pelaku memasukkan dan mengambil dana pada hari yang sama, pelaku mempergunakan rekening pihak ketiga, prinsip KYC tentang pendanaan terorisme yang masih lemah, sedikitnya sumber daya untuk pengembangan pemberantasan pendanaan terorisme, dan belum adanya kerjasama antar negara. Selain melalui jalur perbankan pendanaan terorisme juga kerap melalui pembawaan uang tunai lintas negara atau cross border cash carrier (CBCC). Hal itu juga menyulitkan bea cukai untuk mendeteksi apakah terkait pendanaan terorisme atau tidak. “CBCC pun rata-rata Bea Cukai tidak bisa mendeteksi karena uangnya kecil-kecil, kalau dia cuma bawa, maksimal 100 juta tapi kalau dia bawa 50 juta. Jadi memang sedikit kesulitan juga, kecuali Bea Cukainya, mereka punya pertemanan dengan Bea Cukai seluruh dunia atau tidak berhubungan dengan Polri berhubungan dengan BIN disebutnya ada informasi intelijen. Jadi DJBC pun dapat informasi dari mereka itu, “oh ini targetnya orang ini” baru mereka beraksi. Seperti itu, jadi pada dasarnya mereka juga, seperti PJK juga, sedikit kesulitan kalau dia harus sendiri bahwa ini terkait terorisme. Mereka harus punya list ini, punya list penumpang punya informasi dari ini, baru dia punya target.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
76
Belum lagi dari kegiatan-kegiatan yang melibatkan Non-Profit Organization (NPO). Sulit sekali mendeteksi NPO yang ada di Indonesia terkait dengan jaringan terorisme atau tidak. Biasanya jaringan terorisme mempergunakan NPO untuk menghimpun dana dalam rangka untuk melakukan kegiatannya. Di Indonesia perizinan untuk mendirikan NPO bisa dari kementerian apa saja sehingga menyulitkan untuk dilakukannya pengawasan dan audit terhadap NPO yang ada di Indonesia. “kalau di kita itu banyak perizinan NPO. Kira-kira ada di 10 instansi, ada di Departemen Agama, ada Departemen Sosial, ada Departemen KumHAM, Departemen Luar Negeri ada juga Departemen Dalam Negeri. Itu banyak sekali, sehingga sebenarnya administrasi negara kita masih berantakan sekali. Kalau di Amerika itu sudah terpusat dan si instansi, instansi apa ya aku lupa, si instansi itu berwenang untuk memeriksa laporan keuangan dari masing-masing NPO. Jadi disitu dia akan terlihat, ini sebenarnya dana yang diambil dari charity dari masyarakatmasayarakat itu sebenarnya memang benar-benar digunakan untuk kemanusiaan atau untuk kegiatan lain seperti untuk mendanai terorisme. Itu lebih tersistematis, kalau di Indonesia itu masih berantakan sekali. Sehingga untuk tahu, ya aku memberikan zakat ke salah satu NPO seperti itu aku tidak tahu uangnya dikemanakan, kita hanya modal percaya saja. Dan tidak ada yang mengawasi mereka, yang mengawasi banyak sekali sehingga membingungkan, siapa yang harus mereport ke PPATK itu membingungkan seperti itu.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Sangat sulit memang untuk mendeteksi pendanaan terorisme, tidak seperti pencucian uang yang cukup jelas terlihat indikasi-indikasinya. Pendanaan terorisme memang harus personal dalam mengindikasi terkait dengan pendanaan terorisme atau tidak. Sulit jika hanya melihat dari aliran dana ataupun jumlah dana yang ada. Sehingga memang sangat diperlukan hal-hal pendukung dalam mendeteksi pelaku dari pendanaan terorisme. RUU Pendanaan Terorisme ini memang sangat diperlukan untuk mendeteksi pendanaan terorisme secara dini.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
77
“memang terorisme itu, ee terlihat itu memang dari orangnya, kalau dilihat dari dananya itu akan susah. Beda dengan pencucian uang, kalau pencucian uang itu dilihat dari dananya itu mudah sekali ya. Dilihat dari dananya, pokonya diluar profile pasti ini dicurigai. Tapi kalau teroris tidak, akan sulit jika melihat dari dananya itu karena kecil-kecil. Tapi kita melihat dari orangnya, oh ini sudah diduga sudah ada penetapan dari, kalau RUU ini jadi, pengadilan. Sudah tanpa ba bi bu langsung blokirblokir-blokir, yang akan dilakukan oleh PJK nantinya kedepan.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Sudah pasti dengan disahkannya RUU ini peran dan fungsi PPATK akan menjadi lebih kuat. Akan tetapi kendala-kendala diatas tidak hanya dari PPATK, PJK juga memiliki kendala dalam memahami pendanaan terorisme. “Yang pasti dengan ada ini, memperkuat, undang-undang ini akan memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi PPATK. Tapi kendala pun bukan hanya dari PPATK saja, tapi dari pihak PJKnya juga begitu.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Belum lagi didalam RUU tersebut banyak hal-hal yang dapat PPATK dan pihak-pihak terkait lakukan untuk menanggulangi pendanaan terorisme. sebagai contoh adalah semakin jelasnya KYC yang khusus tentang pelaku pendanaan terorisme serta adanya daftar pelaku teroris yang dikeluarkan. Hal tersebut memudahkan PJK dalam melihat atau memblokir rekening orang yang terdaftar dalam daftar teroris tersebut. “apalagi nanti kalau RUU ini jadi lebih itu pasti lebih optimal lagi PPATK kerjanya. Seperti itu, karena memang sekarang seperti yang saya bilang tadi, kalau PJK menilai transaksi orang itu mencurigakan atau tidak yang bukan terkait teroris itu sudah cerdas, sudah pintar mereka. Mereka indikasinya banyak sekali, KYC-nya sudah lengkap, tapi untuk yang teroris mereka masih. Karena memang uangnya kecil teroris, karena membuat bom itu tidak mahal loh, hanya jutaan itu sudah bisa membuat bom. Berbeda dengan kasus-kasus pencucian uang, dimana kita red flag-
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
78
nya sudah jelas, kok dia PNS kenapa gajinya besar atau tidak oh ini tibatiba gajinya besar seperti itu. Itu terlihat ya, kalau ini tidak, karena ratarata profilenya uangnya memang kecil-kecil. Sistemnya pass by, jadi misalnya uang masuk lalu tarik-tarik kecil-kecil, sama apa bedanya dengan saya. Uang masuk, saya PNS kecil uangnya dikit, masuk-masukmasuk tapi apa iya saya teroris. Tapi ketika tiba masuk uang 300 juta baru red flag atau warrant, tapi ternyata pelaku teroris tidak begitu, mereka itu uangnya kecil-kecil sekali jadi memang agak sulit untuk ditangani, beda dengan pencucian uang yang murni.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
RUU tersebut sangatlah komperehensif, walaupun didalam UU No. 8 Tahun 2010 sudah cukup tetapi tuntutan dunia internasional mengharuskan adanya undang-undang khusus. Selain itu RUU ini sangatlah mendetail dalam mengatur pengiriman uang maupun perusahaan yang terlibat dalam jasa pengiriman uang. “ini memang sangat komperehensif, lebih komperehensif. Karena kita berusaha mengcapture semua yang direkomendasikan oleh FATF. Berbeda dengan undang-undang nomor 8, tapi sebenarnya dengan menggunakan undang-undang 8 pun sudah bisa. Cuma memang tidak detail sampai mengatur tentang pengiriman uang yang wajib terregister, tidak sampai seperti itu.” (wawancara dengan L, 5 April 2012).
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
BAB V KASUS PENDANAAN TERORISME
Tindak pidana pencucian uang memiliki perbedaan dengan pendanaan terorisme walaupun dalam prosesnya terdapat beberapa persamaan. Pencucian uang dilakukan karena pelaku ingin menikmati hasil kejahatannya namun orang lain tidak mengetahui dari mana asal uang tersebut. Sedangkan pendanaan terorisme tidak demikian sebab uang yang digunakan untuk mendanai kegiatan teror tidak jarang yang berasal dari usaha yang sah. “kalau pencucian uang itu dijamin harta hasil, itu uangnya itu, atau harta kekayaan itu adalah hasil kejahatan, itu sudah pasti. Misalnya dari korupsi atau illegal logging ada illegal fishing.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Untuk pencucian uang, kejahatan-kejahatan asal sudah jelas tercantum pada UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kejahatan tersebut antara lain: korupsi, pencurian, perdagangan narkoba, maupun perdagangan senjata. Berbeda dengan pendanaan terorisme, walaupun terorisme dimasukkan juga sebagai kejahatan yang bisa berasal dari tindak pidana pencucian uang tetapi pendanaan terorisme bukanlah pencucian uang. Uang yang dipergunakan untuk kegiatan teror bisa berasal dari hasil pencucian uang namun bisa juga berasal dari kegiatan usaha yang legal kemudian uang tersebut dipergunakan untuk melakukan kegiatan teror di masyarakat. “di pasal 2 itu disebutkan jenis-jenis tindak pidananya. Tetapi kalau pendanaan terorisme belum tentu, bisa jadi dia hartanya sah, misalnya uang saya gaji saya tapi saya pakai buat kamu untuk melakukan teror. Uang ku sah loh dari gaji aku kasih ke kamu. Tapi kalau pencucian uang, murni uangnya itu hasil kejahatan dan dia mau menikmati hasil kejahatan itu. Tetapi untuk pendanaan terorisme tidak, motivasi dia untuk menikmati itu sebenarnya tidak ada ee bisa dibilang tidak ada. Tapi motivasi dia terkait untuk melakukan tindak pidana terorisme, itu perbedaannya antara
79 Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
80
pencucian uang dengan pendanaan terorisme.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Jadi dapat dikatakan bahwa hal yang paling membedakan antara pencucian uang dan pendanaan teror terletak pada motivasi pelaku dalam mengelola uang. Motivasi pelaku money laundering adalah untuk menikmati hasil setelah uang tersebut diputar dan terkesan legal, sementara itu motivasi pendanaan teror adalah untuk membiayai seluruh kegiatan teror. Bila pelaku teror melakukan pencucian uang kemudian hasil dari pencucian uang tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan terornya, maka dapat dikatakan bahwa ia melakukan pendanaan teror. Dari penjelasan ini dapat terlihat bahwa dalam pendanaan teror, uang yang digunakan untuk membiayai teror tidak selalu uang "kotor" sebab uang legal seperti uang hasil usaha atau gaji dari para pelaku bisa menjadi sumber pendanaan teror. Jadi sumber pendanaan teror bukan hanya hasil pencucian uang saja. PPATK, dalam menjalankan fungsinya, melakukan analisa terhadap data yang ditemukan oleh PJK. Laporan dari PJK tersebut adalah laporan tentang transaksi yang mana pelakunya langsung membawa uang tunai atau transfer via Bank yang terkait pendanaan terorisme. Dikemudian hari PPATK juga akan mendapatkan laporan dari PJK yang berhubungan dengan transfer dana yang berhubungan dengan kegiatan teror. Hal ini baru dapat dilakukan setelah disahkannya RUU pendanaan terorisme. “Nah sekarang fungsi PPATK yang secara umum itu dengan core business apa terkait dengan pendanaan terorisme. Berarti yang pertama, yang dari sisi pertama yang PJK temukan, itu terkait pendanaan terorisme berarti tetap dengan transaksi yang ada dua laporan, kalau dulu, dan sekarang ditambah dengan transfer dana ada dipasal 23 ayat 1 yang dia sebenarnya terima TKM, TKT yang 500 juta. Kemudian satu lagi transfer dana, transfer dana itu baru berlaku nanti. Sekarang kita fokus pada dua TKM dan juga TKT 500 juta, TKT tahukan tunai. Nah sekarang problemnya nanti mas baca, mba Lista sudah sediakan slide, itu rata-rata pendanaan terorisme uangnya kecil-kecil.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
81
Sebagaimana yang diceritakan oleh narasumber dari PPATK bahwa kebanyakan transaksi pendanaan terorisme yang ditemukan tidaklah sebesar pencucian uang. Hal ini cukup menyulitkan untuk mendapatkan laporan dari PJK, karena PJK hanya bisa melaporkan transaksi-transaki yang tidak tunai. “Nah transaksinya ini rata-rata kecil kemungkinan kecil dia pakai TKT, alhasil yang harus dilakukan pihak pelapor dalam hal ini PJK itu pakainya TKM kebanyakan,” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Laporan PJK yang kebanyakan dalam bentuk TKM menyulitkan PPATK untuk mendeteksi transaksi yang berkaitan dengan pendanaan terorisme. Pada umumnya pendanaan teror yang dilakukan secara tunai, menggunakan jasa kurir dalam transaksinya. Hal inilah yang menyulitkan PPATK untuk mendeteksi dan juga mencegah terjadinya pendanaan teror. Selain itu, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, transaksi pendanaan teror pada umumnya dilakukan dalam skala kecil. “Jadi rata-rata karena jumlahnya kecil-kecil jarang TKT, maksudnya TKT yang ketahuan kalau misalnya mereka tunai mereka via kurir banyak, jadi banyak kendalanya kita. Nanti disana ada pendanaan terorisme dimana, apa namanya, kendalanya karena kalau mereka transaksi tunai via kurir. Jarang via bank, dan kalau via bank itu yang ketahuannya kecil-kecil, dimana mereka sistemnya misalnya ada uang masuk 10 juta dia tarik 500500, atau 1 juta-1 juta, atau tidak 100 juta lalu ditarik 5 juta-5 juta seperti itu. Biasanya kaya begitu, kalau tidak penipuan biasanya itu pendanaan terorisme, itu yang kesulitannya. Kemudian mereka report ke kita ya kan, kemudian kita kasih ke penegak hukum. Itu sangat kecil kalau mas liat di statistik terkait kita report, apa namanya, pendanaan terorisme.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Dengan demikian kendala yang PPATK alami untuk menanggulangi pendanaan teror ada 2 poin yaitu: (1) transaksi lebih banyak dilakukan secara tunai. Hal ini menyulitkan pelacakan karena batas transaksi berada dibawah batas
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
82
minimum yang harus dilaporkan ke PPATK; (2) pada umumnya transaksi penarikan via bank dilakukan dalam jumlah kecil sehingga tidak terlihat mencurigakan. Kendala-kendala tersebut menyebabkan PPATK membutuhkan data yang lebih menyeluruh dan komprehensif dalam rangka penanggulangan aksi teror. Ada beberapa kasus pendanaan terorisme di Indonesia yang dianalisis oleh PPATK, seperti kasus Abu Dujana dan Zarkasi. Sejak awal tahun 2003 baru dua kasus tersebut yang telah memiliki putusan di pengadilan. “kalau untuk kasus yang sudah inkrah sih, sebenarnya itu juga masih mempergunakan undang-undang teroris ya, itu ada dua kasus ya Abu Dujana dan Zarkasih yang menggunakan
pendanaan terorisme.
Sebenarnya unsurnya unsur pendanaan terorisme tapi mempergunakan undang-undang teroris, undang-undang 15 tahun 2003 itu ada dua kasus, setahu saya baru dua kasus yang sudah inkrah. Tapi terkait dengan PPATK apa ya, LHA nya ya mungkin, yang sudah disampaikan ke penyidik. Kira-kira ada 40an untuk pendanaan teroris. Bisa dilihat ke statistik itu” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Khusus untuk PPATK sendiri yang hanya berfungsi sebagai penganalisis hanya melihat dari segi hasil analisis mereka yang terkait dengan pendanaan terorisme. Hingga sekarang sudah ada sekitar 40 laporan yang diberikan kepada penegak hukum untuk dilakukan penyidikan. Kedua pelaku ini terbukti melakukan atau membantu dalam penggalangan dana, baik itu dana dicari sendiri maupun yang diberikan oleh jaringan teroris luar negeri. Kedua kasus tersebut berhubungan dengan kelompok teroris Al Jamaah Al Islamiyah (JI). Pada tahun 2008 lalu Abu Dujana alias Ainul Bahri divonis bersalah karena melakukan pendanaan terorisme. Ainul Bahri terbukti melakukan kejahatan terorisme dan termasuk didalamnya melakukan pendanaan kegiatan teror. Dia disebut sebagai pejabat penting dalam JI dan melakukan pengumpulan dana bagi kegiatan-kegiatan JI. Pengadilan juga mengatakan dengan tegas bahwa JI dinyatakan sebagai oraganisasi teroris dan tidak diperkenankan menjalankan kegiatannya lagi dalam bentuk apapun. Walau demikian sampai saat ini, JI masih
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
83
berdiri dan tetap berjalan. Hal ini seperti diutarakan dalam komunikasi peneliti dengan informan di bawah ini : “bahwa Ainul Bahri alias Yusron Mahmudi dinyatakan bersalah karena secara sah dan meyakinkan mengkontrol, menjalankan, menyembunyikan senjata api, amunisi dan bahan-bahan peledak lainnya untuk melakukan kejahatan; dengan sengaja menyediakan bantuan dan fasilitas kepada teroris dalam bentuk pendanaan; dengan sengaja menyediakan bantuan dan fasilitas kepada teroris dengan menyembunyikan pelaku teroris dan informasi mengenai tindak pidana terorisme.” (komunikasi email dengan AA, 12 April 2012)
Kasus ini ditegaskan kembali oleh informan lainnya : “iya JI, Jamaah Islamiyah. Dan itu si Abu Dujana dkk itu, alias-alias juga namanya, JI itu dianggap sebagai organisasi terlarang tapi tidak tahu sampai sekarang masih berdiri. Nah dengan RUU ini jadi, akan bisa memblokir dan segala macam.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Untuk kedua kasus tersebut murni dikenakan pasal yang berhubungan dengan pendanaan terorisme. Mereka dikenakan pasal 11, 12, dan 13 undang-undang terorisme. “iya untuk kasus yang terkait pendanaan terorisme itu baru dua setahu saya. Yang tidak dikaitkan dengan pencucian uang sama sekali, dia dianggap sebagai pelaku teroris juga meskipun dia menggunakan pasal yang pendanaannya ya, yang pasal 11, 12 ,13.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Bunyi pasal 11 Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang terorisme adalah : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, setiap orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana dengan tujuan akan digunakan atau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
84
Sedangkan pasal 12 berbunyi : Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun,
setiap
orang
yang
dengan
sengaja
menyediakan
atau
mengumpulkan harta kekayaan dengan tujuan akan digunakan atau patut diketahui akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk melakukan : a.
tindakan secara melawan hukum menerima, memiliki, menggunakan, menyerahkan, mengubah, membuang bahan nuklir, senjata kimia, senjata
biologis,
radiologi,
mikroorganisme,
radioaktif
atau
komponennya yang mengakibatkan kematian atau luka berat atau menmbulkan kerusakan harta benda; b.
mencuri atau merampas bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya;
c.
penggelapan atau memperoleh secara tidak sah bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya;
d.
meminta bahan nuklir, senjata kima, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya secara paksa atau mengancam kekerasan atau dengan segala bentuk intimidasi;
e.
mengancam : 1) menggunakan bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya untuk menimbulkan kematian atau luka berat atau kerusakan harta benda; atau 2) melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dengan
tujuan
untuk
memaksa
orang
lain,
organisasi
internasional, atau negara lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. f.
mencoba melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c; dan
g.
ikut serta dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
85
Dan pasal 13 Undang-Undang terorisme berbunyi sebagai berikut : Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan : a.
memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku tindak pidana terorisme;
b.
menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme; atau
c.
menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
ketiga pasal tersebut membahas mengenai pemberian pidana terhadap orang yang melakukan dukungan terhadap tindak pidana terorisme, termasuk didalamnya pendanaan terorisme. Pasal 11 mengenai pendanaan terorisme, sedangkan pasal 12 juga mengenai pendanaan terorisme disertai dengan penjelasan tindakan terorismenya. Lalu pada pasal 13 menyebutkan bantuan-bantuan lain yang termasuk dalam memberikan dukungan terhadap tindak pidana terorisme. Pengadilan akhirnya memvonis Ainul Bahri dengan kurungan penjara selama 15 tahun karena terbukti melakukan 3 hal yaitu (PPATK, 2012) : 1. Menyembunyikan dan mengatur senjata, amunisi, dan bahan peledak yang akan dipergunakan untuk kejahatan 2. Dengan sengaja membantu dan memfasilitasi kegiatan teror terutama melalui pendanaan 3. Menyembunyikan informasi mengenai kegiatan teroris dengan sengaja. Dalam melakukan usaha mendanai teror, para teroris memiliki beberapa modus yang lazim dilakukan di Indonesia. Cara-cara yang biasanya dilakukan adalah (PPATK, 2012) : Pembawaan uang secara tunai Transfer pelaku akan memindahkan uang tersebut ke rekening lain untuk dipergunakan Perampokan uang hasil permpokan tersebut akan dipergunakan untuk mendanai kegiatan teror Organisasi non-profi yang dipergunakan untuk menggalang dana
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
86
Sumbangan yang diarahkan untuk kegiatan teror penggalangan dana berkedok sumbangan yang sebenarnya uang tersebut akan dipergunakan untuk kegiatan terorisme Sistem pengiriman uang alternatif contohnya hawala, karena tidak terdaftarnya jasa tersebut dan tidak menggunakan sistem keuangan biasa, menyebabkan kesulitan untuk diawasi Modus-modus inilah yang umum dilakukan di Indonesia, kemungkinan besar dana-dana yang masuk tersebut berasal dari Al-Qaeda atau organisasi teroris lainnya. “Misalnya dana dari luar negeri masuk ke Indonesia padahal itu dari AlQaeda dari organisasi apa. Atau tidak di Indonesia sendiri, mas misalnya diminta seumbangan 10ribu-10ribu, kita kalau atas nama keagaman biasa pasti mengasih walaupun cuma kecil-kecil. Itu bisa digunakan untuk kegiatan itu, dan kita tidak tahu kalau mereka, maksudnya kita tahu untuk ibadah tapi ternyata mereka ibadah dengan sistem garis keras dimana justru dipakai buat yang segala macam itu kita tidak tahu. Dan itu nonprofit organization itu seperti organisasi massa, yayasan segala macam yang mengumpulkan dana tapi mereka tidak memberikan laporan keuangan segala macam ke pemerintah, akuntabilitasnya tidak jelas. Banyak tipologi kaya begitu, itu makanya mungkin kalau menurut saya komite TPPU perlu dimasukkan strategi nasionalnya, banyak yang terkait dengan pendanaan terorisme.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Pendanaan teror dan pencucian uang bisa dikatakan serupa tapi tak sama, hal ini bisa dilihat pada tahapan-tahapan pencucian uang yang juga bisa dilakukan dalam pendanaan terorisme. Tahapan placement, layering, maupun intergration dapat dilakukan juga dalam pendanaan terorisme. “berarti dia bisa saja dipecah-pecah bisa juga langsung integration bisa juga placement di tempatkan. Nah sekarang begini, setahu saya tidak pernah ada kajian mengenai itu tapi itu pertanyaan yang bisa dijawab. Maksud saya begini, ketika dia menempatkan uangnya ke penyedia jasa keuangan dengan profile yang oke. Jadi agak susah karena uangnya kecil-
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
87
kecil, cuma ketika aneh ketika dia ditarik sedikit-sedikit via ATM segala macam. Itu berarti dia placement, tahap dimana dia placement, kemudian dia tarik kecil-kecil, tarik-tarik kecil itu disebutnya nanti jadi integration karena dia langsung pakai. Atau tidak dia bisa, kalau layering dia apa ya, rata-rata hampir tidak pernah ada kasus dimana dia dipindah-pindah. Justru saya melihat kebanyakan mereka placement, misalnya tadi contoh kasus yang mba Lista bilang tentang hawala, dimana dia menempatkan uang ke dalam suatu bisnis yang sah. Itu sebenarnya bisa integration juga, jadi diintegration pun dia bisa. Maksud saya begini, kalau placement dia menaruh ke penyedia jasa keuangan. Kalau dia integration berarti dia menaruh ke kaya bisnis hawala, entah dia bikin bisnis hawalanya atau tidak dia memasukan sebagian hartanya ke bisnis hawala. Begitu bisa, bahkan sepertinya yang kedua bisa deh, yang layering itu. Dia membuat usaha hawala itu, menutup-nutupi seolah itu usaha sah, karena layering itu untuk menutupi jejak aset. Jadi bisa semua, intinya sih semua tindak pidana yang dimaksud di pasal 2 pasti modusnya rata-rata begitu, maksudnya 3 itu. Tapi dengan banyak perkembangan, tipologinya ada seperti dipecah-pecah atau segala macam, tapi ini mungkin karena khusus pendanaan terorisme tapi intinya bisa tiga-tiganya bisa masuk.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Jadi placement dalam pendanaan terorisme menempatkan uang yang akan dipergunakan untuk mendanai kegiatan terorisme disuatu tempat baik itu Bank maupun dijadikan modal usaha yang keuntungannya akan dipergunakan untuk mendanai kegiatan terorisme. Di tahap layering uang yang sudah ditempatkan di dalam bank misalnya, akan dipindah-pindahkan dengan cara ditransfer beberapa kali. Hal itu bertujuan untuk mengaburkan asal mula uang itu pada rekening yang pertama kali. Sedangkan integration uang yang sudah disamarkan akan disatukan kembali dan dipergunakan untuk mendanai kegiatan terorisme. Ada pula sistem hawala yang bisa dan sering dilakukan untuk pendanaan terorisme. Sistem hawala itu merupakan sistem transfer uang yang dilakukan oleh pihak bukan bank, pada umumnya antar individu atau organisasi dengan individu.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
88
Dalam menggunakan hawala dibutuhkan rasa saling percaya yang tinggi. “dia bukan bank, sistemnya, mekanismenya seperti persaudaraan atau kepercayaan. Hawala itu dari India kalau tidak salah namanya, ada hundi juga Pakistan begitu-begitu. Jadi sistemnya begini, biasanya hawala itu dipakai kalau yang sekarang itu untuk para TKI-TKI, TKI-TKI mengirimkan uang ke keluarganya. Jadi sistem hawala itu biasa begini, misalnya Afra itu TKI di Malaysia aku punya jasa itu, punya jasa pengiriman uang. Afra memberikan uangnya ke aku tapi aku tidak transfer begitu, aku punya saudara di Indonesia. Aku tinggal by phone saja, ini dikirimkan ke Garut nomor segini-segini-segini. Nah dari situ langsung dikirimkan, langsung kerumahnya si Afra di Garut sana.” (wawancara dengan L, 5 April 2012)
Didalam sistem hawala ini tidak ada uang yang berpindah atau bergerak dari satu tempat ketempat lain. Berbeda halnya dengan sistem keuangan atau transfer Bank yang terjadi perpindahan uang hanya antar Bank. Selain masalah pendanaan terorisme sistem hawala juga dapat dilakukan untuk pencucian uang. “jadi tidak ada sistem uang bertransfer, hanya ada komunikasikomunikasi. Dan itu bisa apa ya mba? Apa namanya? Bisa dua hal terjadi, pertama misalnya uang yang dikirim oleh si orang Indonesia ke Garut itu bukan uang murni uang Afra. Tapi uang hasil narkoba, pelaku narkoba bisa masuk ke sistem itu dengan dua jalur. Pertama dia benarbenar, dia narkoba tapi dia melakukan, “saya usaha hawala”. Jadi narkobanya terkaburkan dengan usaha sah, jadi dia benar-benar melakukan kesannya usaha sah. Tapi hal kedua adalah misalnya si pelaku narkoba itu punya temen mas, mas ini membuka usaha itu. Kemudian dia bilang, “eh saya punya uang nih, kita join yuk”, “saya pemodal deh”. Tanpa mas tahu kalau saya sebenarnya pelaku narkoba, jadi digabung ke usaha sah sehingga seolah-olah sah. Jadi bisa si orang hawala itu tidak tahu apa-apa dia sangka itu pemodal, bisa juga benar-benar memang pelakunya melakukan itu, seperti itu mekanismenya.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
89
Untuk kasus pendanaan terorisme yang berasal dari kejahatan, PPATK pernah membantu dalam mengusut kasus perampokan Bank CIMB di Medan beberapa tahun yang lalu. Kasus perampokan tersebut memiliki hubungan dengan usaha mendanai kegiatan terorisme. “oh, contoh kasus itu tahu tidak mas, perampokan. Kalau yang PPATK bantu ya, contoh kasus bank Niaga yang kaya mba Lista bilang. Perampokan bank Niaga yang di medan kalau tidak salah. Patut dicatat bahwa PPATK yang informasi hasil analisis, yang permintaan penegak hukum, yang penegak hukum temukan. Itu penegak hukum temukan dan PPATK bantu, jadi baru ketahuan belakangan kalau di Indonesia, terorisme itu. “Ooh ternyata ini hasil perampokan yang merampok bank Niaga”, seperti itu. Kemudian, kalau narkotika justru aku tidak terlalu tahu ya, tapi kalau NPO di Indonesia mungkin itu contoh kasus Abu Dujana. Dia kasih dana untuk kegiatan-kegiatan terorisme, untuk kasus itu. Kemudian ada lagi contoh dimana kalau di internasional diluar negeri banyak itu yang Non-Profit Organization, Jamaah Islamiyah itu bisa dianggap NPO. Jamaah Islamiyah itu dianggap Non-Profit Organization dimana dia digunakan sebagai sarana atau apa untuk lakukan terorisme, pendanaan terorisme seperti itu. Perampokan terus apalagi ya? setahu saya itu saja sih.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Di Indonesia belum terlihat adanya penurunan atau peningkatan kasus pendanaan terorisme. Hal tersebut dikarenakan belum adanya pengkajian lebih jauh mengenai keadaan pendanaan terorisme di Indonesia. “setahu saya sejauh ini trend yang meningkat itu seperti penggunaan, apa ya, dokumen palsu atau tidak penipuan yang semakin meningkat. Ada trend yang meningkat, trend yang cenderung tetap setiap tahun, itu terorisme tidak masuk. Apa ya? Saya masih kurang paham apakah ini masih belum menjadi prioritas, maksudnya bukan jadi prioritas ya, belum dikaji lebih mendalam begitu. Tapi itu belum termasuk dalam trend-trend yang meningkat atau trend yang apa, apa namanya, analisa strategis mengenai itunya kita belum ketahui. Tapi kalau dilihat dari statistiknya,
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
90
informasi dari PPATK tidak terlalu signifikan, maksudnya tidak sebanyak penipuan atau korupsi yang jelas kaya trend meningkat begitu.” (wawancara dengan AA, 5 April 2012)
Hasil analisis PPATK yang termasuk dalam pendanaan terorisme adalah sebagai berikut : Tabel 5.1 Hasil Analisis PPATK terkait Terorisme / Pendanaan terorisme Tahun
Jumlah
2003
3
2004
5
2005
0
2006
4
2007
5
2008
11
2009
8
2010
5
2011
3
Jumlah
44 Sumber: PPATK
Hingga bulan maret tahun 2012 ini PPATK telah menghasilkan analisis sebanyak 47 buah yang terkait dengan pendanaan terorisme. Pada tahun 2012 ini, PPATK mendapatkan Sebanyak 9 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) terkait pendanaan terorisme dan telah menghasilkan 3 hasil analisis terkait pendanaan terorisme pada awal tahun 2012 ini. Dan PPATK sudah menerima total sebanyak 166 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang terindikasikan pendanaan terorisme. Walaupun dari statistik diatas
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
91
pendanaan terorisme terlihat masih kecil jumlahnya jika dibandingkan dengan pencucian uang akan tetapi hal tersebut cukup mengkhawatirkan mengingat banyaknya jumlah serangan teroris di Indonesia. Sehingga dapat terlihat pendanaan terorisme di Indonesia cukup berperan dalam keberlangsungannya organisasi teror maupun tindak pidana terorisme di Indonesia.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. PPATK Sebagai Bentuk Kontrol Sosial Formal 6.1.1. Peran Melihat serangan teroris di Indonesia yang sudah memakan banyak korban jiwa maupun kerugian materil, bisa disimpulkan pendanaan terorisme di Indonesia cukup kuat. Bom Bali I dan II, Bom Marriot, Bom Ritz-Calrton, dan Kedubes Australia adalah beberapa contoh serangan teroris yang terjadi di Indonesia. Dengan melihat kasus-kasus tersebut dipastikan bahwa pendanaan terhadap teroris pelaku serangan-serangan tersebut cukup kuat. Pendanaan terorisme dapat saja melalui 3 tahapan yaitu placement, layering, maupun integration seperti halnya pencucian uang. Placement adalah melakukan penempatan uang kedalam suatu sistem keuangan seperti Bank. Kemudian layering adalah usaha untuk menyamarkan uang tersebut dengan cara melakukan beberapa transaksi sehingga asal uang itu darimana sulit diketahui. Terakhir integration, adalah usaha untuk menyatukan kembali uang yang dipecah-pecah dalam beberapa transaksi uantuk dinikmati atau dipergunakan. Ketiga hal itu merupakan dasar dari pencucian uang, akan tetapi ternyata ketiga hal tersebut juga dapat terjadi di dalam pendanaan terorisme. Dengan demikian pencucian uang dan pendanaan terorisme sangatlah serupa hanya saja tujuan dilakukannya yang berbeda. Menurut AA contoh terjadinya placement adalah ketika pelaku pendanaan terorisme memasukkan uang untuk mendanai kegiatan terorisme ke dalam suatu bank. Untuk yang layering terjadi ketika pelaku mencoba untuk menutupi jejak dana aset yang akan dipergunakan untuk mendanai terorisme. Terakhir integration dapat berupa menyatukan uang untuk mendanai terorisme kedalam usaha, dan keuntungan dari usaha tersebut diambil untuk mendanai kegiatan terorisme. dalam perkembangannya tipologinya ada seperti dipecah-pecah atau segala macam, tapi ini mungkin karena khusus pendanaan terorisme tapi pada intinya bisa terjadi tiga tahapan tersebut.
92 Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
93
Pendanaan terorisme menjadi sangat berbahaya bila tidak ada lembaga atau instansi yang menanggulanginya. Dampak bila tidak adanya yang menanggulangi adalah semakin bebasnya terorisme untuk melancarkan aksinya, disamping dampak yang serupa dengan pencucian uang seperti membuat sistem keuangan menjadi tidak sehat. Akan tetapi dampak utama tetap pada kemudahan terorisme dalam menggalan dana sehingga tindakan terorisme dapat berjalan. Pada Bab IV disebutkan bahwa PPATK adalah sebuah Financial Intelligence Unit (FIU) yang dibuat untuk memenuhi tuntutan dari dunia internasional yang sedang giat memberantas pencucian uang. Ada beberapa konvensi internasional yang mendasari setiap negara harus memiliki FIU agar negara tersebut bebas dari pencucian uang dan pendanaan terorisme. FIU itu sendiri ada beberapa macam, PPATK adalah FIU administratif yang memiliki wewenang yang sedikit banyak dibanding dengan FIU administratif di negara lain. FIU itu sendiri pada dasarnya hanya menerima laporan adanya transaksi keuangan mencurigakan lalu melakukan analisis terhadap laporan tersebut. Setelah dilakukan analisis, hasil dari analisis tersebut dilanjutkan ke penyidik untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut. FIU berbeda dengan penyidik dari tugas dan wewenang yang harus dijalaninya. Secara garis besar objektif dari tugas investigator adalah mengumpulkan, memeriksa dan melakukan penilaian terhadap barang bukti dan pihak yang diduga melakukan kejahatan sedangkan FIU tidak seperti itu. FIU hanya melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang mencurigakan baru setelah itu dilakukan penyidikan. PPATK melakukan hal itu, itu terlihat dari tugas-tugas yang harus dijalankan sesuai asas legalitasnya yaitu UU No. 8 Tahum 2010. Walaupun PPATK adalah FIU administratif tetapi di dalam undang-undang tersebut memberikan wewenang yang lebih dibandingkan FIU administratif pada umumnya. Sehingga PPATK sebagai FIU di Indonesia diharapkan menanggulangi permasalahan pendanaan terorisme tersebut. Hal itu dikarenakan juga PPATK adalah ujung tombak dalam penanggulangan permasalahan sistem keuangan yang ada di Indonesia. Peran PPATK merupakan penjaga sistem keuangan Indonesia yang bebas dari pendanaan terorisme.
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
94
Sejak berdiri tahun 2003 PPATK mempunyai banyak karyawan yang kompeten dalam bidangnya. Ini menyebabkan PPATK tidak terlalu kesulitan dalam hal menganalisis maupun meminta informasi kepada penyedia jasa keuangan. SDM yang ada di PPATK pada umumnya berasal dari penegak hukum maupun instansi keuangan seperti, Bank Indonesia, Departemen Keuangan, POLRI, BPK, Departemen Hukum dan HAM, Kejaksaan, Badan Kepegawaian Negara, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, serta Staf Ahli dan Pegawai Kontrak. Semua pegawai PPATK diatur dalam Undang-Undang yang mengatur PPATK juga. Selain didukung oleh pegawai yang kompeten PPATK juga dibantu instansi-instansi lainnya dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Instansi tersebut seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepolisian, dan lainya. Kesemuanya tergabung di dalam Komite TPPU yang saling bekerjasama dan bertukar informasi untuk menanggulangi kejahatan tersebut. Komite itu juga memiliki Strategi Nasional sehingga peran dan fungsi masing-masing anggota Komite jelas dan terukur. Dengan demikian PPATK adalah salah satu bentuk reaksi sosial formal, hal itu karena PPATK adalah sebuah organisasi khusus yang memiliki aturan hukum dan sanksi hukum tersendiri. PPATK juga terbentuk akibat adanya rekomendasi dari dunia internasional untuk menangani kasus pendanaan terorisme dan pencucian uang sehingga dapat dikatakan PPATK adalah suatu bentuk reaksi sosial terhadap kejahatan, khususnya dua tindak pidana tersebut.
6.1.2. Fungsi Selain perannya, PPATK juga memiliki fungsi yang harus dijalankan olehnya. Fungsi PPATK sebagai kontrol sosial formal adalah melakukan pencegahan dan pemberantasan, pengelolaan data, pengawasan terhadap pihak pelapor, dan melakukan analisis transaksi keuangan yang terindikasi tindak pidana kejahatan. Fungsi-fungsi tersebut didukung oleh Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sehingga PPATK dapat melakukan kontrol sosial terhadap kejahatan, khususnya kejahatan pendanaan terorisme.
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
95
Fungsi PPATK menjadi sebuah pendeteksi adanya aliran dana untuk kegiatan terorisme. PPATK berada dalam komite TPPU sbuah komite atau gabungan dari beberapa instansi yang memiliki tujuan mencegah dan memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme. dengan kata lain komite ini juga ingin menghilangkan terorisme dari dalam negara Indonesia. keinginan itu didasari karena dampak yang dapat ditimbulkan jika tetap membniarkan kejahatan-kejahatan itu terjadi. Pendanaan terorisme dan pencucian uang memiliki dampak yang hampir sama. Dampak dari pencucian uang adalah terganggunya sistem keuangan di negara yang menjadi tempat untuk melakukan pencucian uang. Sistem perekonomian dapat saja runtuh karena uang yang ada di dalam sistem perekonomian adalah uang hasil kejahatan yang bisa saja di ambil oleh pelaku kapan saja. Hal tersebut akan menyebabkan keruntuhan bagi sistem ekonomi karena tidak adanya cadangan uang di Bank. Selain itu pencucian uang juga berdampak pada aspek sosiologis yaitu semakin mudahnya pelaku kejahatan untuk menikmati hasil kejahatannya. Hal tersebut menyebabkan dorongan bagi setiap orang untuk berbuat kejahatan karena mudahnya menikmati uang hasil kejahatan. Dampak-dampak tersebut juga berhubungan dengan pendanaan terorisme hanya saja ada beberapa perbedaan. Sebagaimana yang kita ketahui terorisme itu membutuhkan dana untuk melaksanakan kegiatannya, baik itu yang berhubungan dengan aksi teror maupun kegiatan kesehariannya. Perbedaan antara pencucian uang dan pendanaan terorisme terletak pada kegunaan uang yang disamarkan tersebut. Para pelaku pencucian uang menginginkan pemanfaatan uang hasil kejahatan (uang kotor) tersebut untuk kepentingannya atau bahkan menjadi modal untuk melakukan kejahatan selanjutnya, sehingga muncul istilah money laundering is the blood of the crime. Sedangkan untuk pendanaan terorisme belum tentu uang yang digunakan untuk kegiatan teror berasal dari kejahatan (dirty money). Uang yang digunakan untuk pendanaan teror sangat mungkin berasal dari bisnis legal atau diperoleh dengan cara yang sah.
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
96
Kedua tindak pidana tersebut memanfaatkan sistem keuangan untuk melakukan penyamaran asal usul uangnya. Maka penanganan yang dilakukan untuk menanggulangi pendanaan terorisme memiliki beberapa persamaan. Sehingga PPATK yang bertugas mengawasi sistem keuangan tersebut agar tidak dipergunakan sebagai sarana untuk melakukan hal tersebut. Dengan dampak dan adanya tindakan terorisme di Indonesia maka PPATK harus menjalankan fungsi-fungsinya tersebut. Dalam menjalankan fungsinya ada beberapa hal yang dilakukan oleh PPATK, yaitu: 1. Membuat pedoman know-your-costumer (KYC), sebuah pedoman untuk mengetahui latar belakang nasabah dari penyedia jasa keuangan agar dapat diketahui berpotensi menjadi pelaku pendanaan terorisme atau tidak. Sehingga dapat dideteksi secara dini apakah akan terjadi pendanaan terorisme atau tidak. PPATK juga bertugas mengawasi Penyedia Jasa Keuangan mematuhi pedoman ini atau tidak.
2. Melakukan uji kepatuhan dari para penyedia jasa keuangan. Hal ini dimaksudkan agar para penyedia jasa keungan telah mematuhi aturan-aturan yang dibuat oleh PPATK dan juga disiplin dalam melaporkan transaksi-transaksi yang mencurigakan. Sehingga para penyedia jasa keuangan tetap melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya pendanaan terorisme.
3. Membantu penegak hukum lainnya untuk melakukan analisis terhadap transaksi keuangan yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Hal tersebut dinamakan analisis reaktif, sedangkan yang berdasarkan laporan dari penyedia jasa keuangan adalah proaktif. Keduanya sangat penting dalam mengusut kasus pendanaan terorisme, walaupun pada kenyatan di lapangan, analisis reaktif lebih banyak terjadi dalam hal pendanaan terorisme di Indonesia.
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
97
6.2. PPATK Sebagai Pemolisian 6.2.1. Peran Salah satu reaksi sosial yang dilakukan untuk melakukan kontrol sosial di masyarakat adalah pemolisian. Dalam hal ini konsep pemolisian digunakan untuk menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakatnya. Pemolisian dilakukan atas dasar kebutuhan, kewenangan serta kepentingan dari beberapa pihak yang ada di masyarakat. Pemolisian itu sendiri memiliki beberapa tipe atau jenis yang bisa dilakukan. Ada pemolisian reaktif, pemolisian proaktif, pemolisian komunitas, dan lainnya. Kesemua jenis itu tetaplah memiliki tujuan menciptakan keamanan dan ketertiban di masyarakat. Dalam prakteknya, pemolisian bukan hanya dilakukan oleh polisi tetapi juga dilakukan pula oleh lembaga non-kepolisian. Ada lembaga-lembaga atau instansi lain yang juga melakukan pemolisian, sebagai contoh, KPK, Bea Cukai, bahkan PLN juga melakukan pemolisian. Hal itu disebabkan fungsi utama dari pemolisian yaitu mendeteksi dan mencegah terjadinya kejahatan. Jika polisi memiliki tugas Lembaga atau instansi tersebut melakukan pendeteksian pelanggaran di masingmasing bidangnya dan melakukan tindakan agar pelanggaran tersebut tidak terulang kembali. Walaupun menjalankan pemolisian tetapi ada beberapa hal atau wewenang polisi yang tidak dapat dilaksanakan oleh instansi-instansi tersebut. Polisi berwenang untuk melakukan penangkapan, mengumpulkan, bukti, melakukan penyidikan, dan lainnya. Hal tersebut berkaitan dengan polisi adalah awal dari sebuah sistem peradilan pidana. Instansi yang juga melakukan pemolisian belum tentu dibekali wewenang yang sama dengan kepolisian. Hal tersebut merujuk pada tujuan dan fungsi dari instansi tersebut. Instansi-instansi tersebut hanyalah melakukan sebagian kecil fungsi pemolisian tidak seperti polisi. PPATK sebagai sebuah FIU turut menjalankan pemolisian yaitu mendeteksi adanya kejahatan pendanaan terorisme. Tujuannya untuk mencegah terjadinya aliran dana yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan terorisme. Dalam kesehariannya, PPATK mendeteksi apakah ada aliran dana yang mencurigakan. Aliran dana yang mencurigakan itu membuat sistem keuangan Indonesia tidak bersih. Jika sistem keuangan tidak bersih dapat menimbulkan dampak-dampak
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
98
buruk bagi keberlangsungannya kehidupan bernegara. Lebih jauh dikatakan bahwa PPATK melakukan fungsi pemolisian terutama fungsi mendeteksi dan pencegahan terhadap kejahatan. FIU itu sendiri memiliki tugas untuk menganalisis laporan keuangan yang dianggap mencurigakan dari pihak pelapor atau PJK. Diluar negeri ada beberapa jenis FIU yang memiliki peran dan fungsi yang berbeda jenis dan wewenangnya. Dari yang mulai hanya menerima laporan hingga yang bisa melakukan penututan di pengadilan. Akan tetapi dasarnya tetap menerima laporan dan melakukan analisis ada atau tidaknya kejahatan pendanaan terorisme maupun pencucian uang. PPATK juga menjalankan fungsi FIU yaitu melakukan analisis transaksi keuangan yang mencurigakan termasuk yang berkaitan dengan pendanaan terorisme. Hal itu dikarenakan Terorisme adalah tindakan yang mengancam ketertiban dan keamanan masyarakat. Akan tetapi terorisme sangat membutuhkan uang dalam menjalankan aktifitasnya, sehingga PPATK yang bertugas untuk menghalangi atau melakukan penanggulangan terhadap adanya aliran dana yang bertujuan mendanai kegiatan terorisme. Salah satu pemolisian yang cocok dan dapat dijalankan oleh PPATK sebagai sebuah FIU adalah intellegence-led policing. Pemolisian itu lebih mengedepankan fungsi intelejen untuk dalam mengumpulkan data, dalam hal ini data transaksi keuangan yang mencurigakan yang terkait pendanaan terorisme. Pemolisian tersebut telah dilakukan di beberapa negara maju yang rentan menjadi sasaran kejahatan terorisme. Dengan demikian tipe pemolisian seperti ini sesuai bagi instansi yang melakukan intelijensi dalam menanggulangi kejahatan. Seperti halnya
FIU
yang
merupakan
instansi
intelijen
yang
tugas
utamanya
mengumpulkan informasi untuk diteruskan ke penegak hukum.
6.2.2. Fungsi PPATK memiliki peran yang cukup penting dalam menciptakan sistem keuangan Indonesia yang bersih dari penggunaan sebagai sarana dilakukannya kejahatan perbankan. PPATK berperan sebagai lembaga independen di bidang informasi intelijen keuangan yang berperan aktif dalam pencegahan dan
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
99
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sebagai lembaga intelijen keuangan, PPATK membantu penegak hukum dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Untuk melakukan penanggulangan pendanaan terorisme, PPATK bisa melakukan kerjasama baik di dalam komite TPPU maupun di luar. Kerjasama itu biasanya berupa MLA maupun kerjsama lainnya, seperti yang dijabarkan di bab temuan data lapangan. PPATK bisa bekerjasama mulai dari akademisi hingga penegak hukum yang terkait dengan upaya menanggulangi kejahatan terorisme, khususnya pada bagian pendanaannya. PPATK sebagai sebuah FIU memiliki cara-cara dalam menanggulangi pendanaan terorisme, cara ini hampir serupa dengan pemolisian yang dilakukan oleh polisi. Pemolisian reaktif dan pemolisian proaktif kerap dilakukan oleh PPATK untuk melakukan intelijensi terhadap transaksi yang dicurigai terdapat unsur pendanaan terorisme. Pemolisian reaktif memiliki output analisis reaktif yaitu PPATK bergerak setelah menerima laporan. Dalam hal ini polisi atau penegak hukum lainnya, untuk mencari aliran dana yang tekait dengan pendanaan terorisme. Sedangkan pemolisian proaktif dapat berupa analisis proaktif, dimana PPATK selalu meminta laporan-laporan yang mencurigakan kepada para pihak pelapor. Bentuk Pemolisian yang lain adalah Inteligence-led Policing, karena PPATK adalah sebuah Financial Intelligence Unit, maka pemolisian tersebut cocok untuk lembaga ini. PPATK mengedepankan saling berbagi informasi kepada semua pihak yang terkait dalam penanggulangan pendanaan terorisme. Oleh Karena itu PPATK dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga yang dibentuk akibat adanya reaksi sosial dan bersifat formal non Kepolisian. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut PPATK mempergunakan cara-cara yang dilakukan penegak hukum misalnya polisi untuk dapat mempermudah pekerjaan mereka. Pada intinya, PPATK menggunakan prinsip pemolisian yang sama dengan penegak hukum seperti Polisi untuk melakukan pemberantasan pendanaan teror. PPATK hanya melakukan analisis terhadap laporan dari pihak pelapor yang dicurigai terjadi pendanaan terorisme. PPATK melakukan pencegahan dengan
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
100
membuat kebijakan-kebijakan yang terkait dalam pencegahan pendanaan terorisme. Sedangkan untuk menanggulangi atau pemberantasan PPATK sangat berkaitan dengan aparat penegak hukum. Hal itu dikarenakan PPATK hanya sebagai Financial Intelligence Unit atau disingkat dengan FIU adalah sebuah unit yang bekerja untuk memantau dan mengawasi sistem keuangan yang diberlakukan di sebuah Negara. FIU sendiri memiliki beberapa tipe, yaitu: FIU administratif, penegakan hukum, penuntutan, dan campuran. Untuk FIU Administratif hanya bersifat administratif saja yaitu menerima laporan lalu menganalisis laporan tersebut kemudian meneruskan ke penegak hukum untuk dilakukan penyidikan dan dibawa ke pengadilan. FIU Penegak Hukum adalah FIU yang turut serta dalam melakukan penegakan hukum seperti melakukan penangkapan. Disamping itu juga ada FIU yang sama dengan penuntut umum, FIU ini juga melakukan penyelidikan dan membawa pelaku ke pengadilan untuk diadili. Terakhir ada juga yang fungsinya adalah gabungan dari beberapa jenis FIU yang telah disebutkan sebelumnya. Walau demikian tetap saja tugas utama FIU adalah melakukan analisa terhadap laporan adanya dugaan pencucian uang maupun pendanaan terorisme dalam sistem keuangan di suatu negara. Selain menganalisis FIU juga melakukan pembuatan pedoman dalam hal pemberantasan maupun pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Pedoman tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait dalam sistem keuangan baik itu Bank, Jasa Asuransi, maupun Pasar Modal. Mereka harus melaksanakan pedoman tersebut dan pelaksanaannya selalu diawasi oleh FIU itu sendiri. Dalam praktek pengawasan dan analisa, FIU membuat database mengenai kasus atau statistik menegenai pencucian maupun pendanaan terorisme di dalam suatu negara. Database tersebut nantinya akan dipergunakan untuk analisis selanjutnya atau dapat menjadi data untuk saling tukar informasi dengan FIU dari Negara lain. Pertukaran informasi tersebut merupakan sebuah keharusan dalam rangka memberantas dan mencegah pencucian uang maupun pendanaan terorisme. PPATK adalah FIU administratif yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan FIU administratif pada umumnya. PPATK melakukan semua hal yang dilakukan
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
101
oleh FIU administratif tetapi ada beberapa tambahan dibeberapa aspek seperti dapat melakukan audit kepatuhan kepada pihak pelapor.
6.3.
PPATK Sebagai Lembaga Kontrol Sosial dalam Menanggulangi
Pendanaan Teroris Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme merupakan jawaban dari keresahan dunia akan kejahatan luar biasa yang terjadi di seluruh dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang meratifikasi konvensi tersebut pada tahun 1999 dan melahirkan Undang-Undang Undang-Undang No. 6 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Convention For The Supression Of The Financing Of Terrorism. Indonesia berkepentingan meratifikasi konvensi tersebut karena Indonesia masuk ke dalam daftar negara-negara Non Cooperative Countries and Territories (NCCT’s List). Sejak meratifikasi dan melahirkan undang-undang mengenai pendanaan terorisme, Indonesia secara simultan melahirkan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan terorisme. Salah satu kebijakan tersebut adalah pembentukan lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK merupakan institusi negara yang bertanggung jawab untuk menerima, menganalisa dan melanjutkan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada pihak yang berwenang. Pendanaan terorisme menjadi salah satu isu yang masuk yang tertuang dalam visi dan misi PPATK. Hal ini sehubungan dengan peran dan fungsi PPATK sebagai salah satu bentuk kontrol sosial formal yang ada di suatu negara. Kontrol sosial formal dimaksudkan untuk menjaga stabilitas ketertiban sosial yang ada di masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, PPATK menjalanjan peran kontrol sosial formal untuk menanggulangi pencucian uang yang dapat dilakukan oleh suatu kelompok teroris. Seperti dijelaskan diawal bahwa PPATK, melakukan tindakannya sebagai FUI, berdasarkan adanya permintaan (baik laporan dari masyarakat, maupun permintaan khusus dari penyidik). Tindakan yang dilakukan oleh PPATK tersebut merupakan bagian dari kontrol sosial sebagai sebuah bentuk untuk mencegah
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
102
penyimpangan sosial serta diharapkan dapat mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang ada. Dalam konteks, pendanaan terorisme, dapat dipastikan bahwa terorisme merupakan dan pendanaan terhadap tindakan terorisme tersebut merupakan suatu penyimpangan yang melanggar hukum dan berdampak negatif terhadap keseimbangan masyarakat. Dengan adanya tindakan yang dilakukan PPATK seperti pengawasan dan pengumpulan data terkait permintaan. Pelaporan dari PPATK, merupakan salah satu acuan bagi penyidik dan masyarakat untuk mengetahui adanya usaha dari lembaga negara untuk mencegah terjadinya terorisme. Untuk melakukan kontrol sosial, terdapat dua bentuk yang ada di dalam masyarakat. Black (1976) mengatakan bahwa kontrol sosial formal berhubungan dengan kegiatan kegiatan kontrol yang didasarkan pada hukum sehingga kontrol terhadap masyarakat yang tidak berlandaskan hukum disebut sebagai kontrol sosial informal (Innes, 2003, h. 6). Bentuk kontrol sosial formal dilakukan oleh perangkan sistem peradilan pidana, yaitu Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara yang tugasnya telah diatur seperangkat sistem hukum tertulis termasuk sanksi hukumnya. Kontrol sosial formal ini lebih kepada lembaga resmi yang dibuat oleh penguasa dari kelompok tersebut. Dengan kata lain perpanjangan tangan dari penguasa untuk mengatur anggota kelompoknya untuk tetap mematuhi dan menjalankan nilai-nilai kelompoknya. Hal ini lah yang telah dilakukan oleh PPATK sebagai representasi negara untuk melakukan pengawasan dan menganalisa data indikasi “permainan” dan “pemanfaatan” uang untuk kepentingan tindakan teror. Untuk memahami lebih mudah tentang kontrol sosial yang dilakukan PPATK, sesuai dengan yang diutarakan oleh Innes bahwa kontrol sosial memiliki sifat reactive dan proactive (Innes, 2003, h. 7). Reactive dalam hal ini memiliki ciri sebagai kontrol sosial yang dilakukan bila telah ada peristiwa yang terjadi sehingga kontrol sosial dalam hal ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti penanganan kejahatan. PPATK melakukan penindaklanjutan laporan penanganan kejahatan melalui permintaan penyidik terkait kasus aliran dana,salah satunya pendanaan terorisme. Sedangkan untuk proactive lebih dimaksudkan untuk
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
103
mencegah, memprediksi dan mengantisipasi kejahatan yang sudah diprediksikan akan terjadi. PPATK melakukan tindakan proactive, dengan melakukan pengawasan dan penganalisaan data terhadap indikasi adanya penggunaan aliran dana yang tidak sesuai dengan kaidah hukum, dan dapat memberikan dampak negatuf bagi masyarakat. Cohen (1985) mengatakan kontrol sosial juga dapat dijelaskan dengan konsep hard edge dan soft edge (Innes, 2003, h. 7). Konsep hard edge merupakan bentuk kontrol sosial dengan bentuk “paksaan” yang nyata dan bukti-bukti yang mendukung langsung ditindaklanjuti untuk melakukan kontrol. Sebaliknya soft edge, menitikberatkan konsep kontrol pada tindakan persuasif atau langsung menyentuh sisi psikologis dari pelaku penyimpangan. Dari gabungan konsep tersebut dapat terlihat bahwa kontrol sosial formal menekankan pada pengawasan terhadap masyarakat berdasarkan pada hukum formal. Jika melihat apa yang disimpulkan oleh Cohen diatas, terlihat bahwa PPATK memiliki aspek kontrol sosial formal sebagai lembaga resmi negara yang bertanggungjawab terhadap wewenang yang berkaitan dengan transaksi aliran dana, yang menekankan pada pengawasan/kontrol di masyarakat yang berlandaskan pada undang-undang. Undang-undang tersebut adalah UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pecegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan demikian ada dua bentuk kontrol sosial yang ada dimasyarakat, yaitu kontrol sosial informal dan kontrol sosial formal. Keduanya memiliki ciri yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, yaitu tetap menjaga kelompok sesuai dengan nilai-nilai yang dipegangnya. PPATK termasuk dalam bentuk kontrol sosial formal karena memiliki dasar dan sanksi hukum tersendiri. Pada dasarnya pembentukan sebuah kontrol sosial formal adalah dengan adanya sebuah reaksi dari masyarakat atas sebuah kejahatan. Kontrol sosial formal memiliki landasan hukum yang jelas sehingga dalam melakukan pekerjaannya, hukum formal menjadi hal yang penting sebagai landasan bertindak. Landasan hukum tersebut adalah sistem peradilan pidana. Salah satu cara untuk melihat efektifitas kontrol sosial formal di masyarakat adalah dengan melihat apakah efek dari penggentarjeraan dari
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
104
tindakan penangkapan dan pembatasan gerak terhadap calon pelaku cukup besar (Sampson, 1986, h. 282). “Increasing the risk of detention and incarceration may have a greater deterrent effect on crime than does a simple increase in arrest and incapacitation, especially for the offender population.” (Terjemahan bebas: meningkatkan resiko penghukuman dan penahan dapat memberikan efek jera yang besar terhadap kejahatan dibandingkan meningkatkan penangkapan dan pembatasan ruang gerak, terutama kepada pelaku penyerangan di masyarakat.) Dengan menurunnya angka kejahatan di masyarakat menunjukan bahwa polisi melakukan tindakan yang seharusnya untuk menertibkan dan mengamankan masyarakat. Selain itu menurut Wilson dan Boland (n.d), tingkat penangkapan oleh polisi setiap tahunnya juga dapat dijadikan indikator untuk
melihat
keberhasilan kontrol sosial formal. Penangkapan yang dilakukan oleh polisi memperlihatkan bahwa polisi melakukan fungsinya sebagai sebuah institusi yang berlandaskan hukum (Sampson, 1986, h. 281). Dalam hal ini, polisi memerlukan kerja sama dengan pihak lain di luar institusi tersebut. Keberadaan PPATK tidak hanya semata sebagai lembaga negara yang berfungsi dalam pengawasan, namun juga sebagai pendukung dari penegak hukum lainnya dalam hal pengungkapan kasus, berdasarkan permintaan yang berkaitan dengan aliran dana. Dengan kemampuan yang dimiliki PPATK maka kontrol sosial serta upaya untuk mencegah dan mengungkap kasus dalam hal ini pendanaan terorisme (yang nantinya dapat mencegah atau mengungkap kasus terorisme) dapat dilaksanakan.
Universitas Indonesia Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
BAB VII KESIMPULAN
7.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme menurut undang-undang yang mereka miliki sudah terlaksana walaupun masih banyak kendala yang dihadapi. Selain itu juga PPATK sebagai sebuah lembaga reaksi sosial formal yang menjalankan cara-cara pemolisian untuk menangulangi pendanaan terorisme juga sudah cukup baik. Walaupun ada beberapa poin yang masih kurang seperti pemblokiran, daftar pelaku teror, dan lainnya belum tercakup dalam undang-undang yang sekarang. Oleh karena itu diperlukan Undang-undang pendanaan terorisme yang sekarang ini masih dalam tahap penggodokan di DPR. Dengan adanya UU tersebut maka kinerja PPATK akan semakin mudah dan kuat dalam hal mencegah pendanaan terorisme. Dengan demikian tindak pidana terorisme akan semakin sulit mendapatkan dana dan tidak dapat melakukan kegiatan terornya kembali.
7.2. Saran Percepatan pembuatan UU pendanaan terorisme sangat diperlukan bagi keberlangsungan peran dan fungsi PPATK dalam menanggulangi pendanaan terorisme. Hal itu penting karena di dalam undang-undang yang baru tersebut peran dan fungsi PPATK akan semakin kuat dalam hal mencegah terjadinya pendanaan terorisme. Selain itu PPATK harus semakin meperluas kerja sama agar kinerja PPATK dapat semakin maksimal mengingat sulitnya untuk mendeteksi pendanaan terorisme. Dengan demikian tindak pidana terorisme tidak akan ada di Indonesia. Melakukan sinergi dengan pihak di luar PPATK untuk mengatasi kendala yang masih dialami PPATK saat ini dalam menanggulangi pendanaan terorisme di Indonesia.
105 Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Abadinsky, Howard. Organized Crime (6th ed.). USA: Wadsworth. 2000. Abbas, Hafid. Beyond Terrorism : Perspektif Indonesia. Ed. Hermawan Sulistyo, Rochman Achwan, Bambang Ryadi Soetrisno. Beyond Terrorism: Dampak dan Strategi pada Masa Depan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2002. Adler, Freda, Gerhard O.W. Mueller, William S. Laufer. Criminology. USA: McGraw-Hill. Inc..1991. Alldridge, Peter. Money Laundering Law: Forfeiture, Confiscation, Civil Recovery. Criminal Laundering and Taxation of the Proceeds of Crime. Oxford: Hart Publishing. 2003. Bachman, Ronet dan Schutt, Russell K. The Practice of Research in Criminology and Criminal Justice. London: Pine Forge Press. Brisard, Jean-Charles & Dasquié, Guillaume. Forbidden Truth: U.S.-Taliban Secret Oil Diplomacy and the Failed Hunt for Bin Laden. New York: Thunder Mouth Press/Nation Books. 2002. Byman, Daniel. Deadly Connections States that Sponsor Terrorism. New York: Cambridge University Press. 2005. Creswell, John W. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. California: Sage Publications, Inc. 1994. Golose, Petrus Reinhard. Deradikalisasi Terorisme : Humanis, Soul Approach, dan Menyentuh Akar Rumput. Jakarta: CV Aksara Simpati. 2009. Gutteridge, William, ed., Contemporary Terrorism. NY: Facts on File Publications, 1986.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Gunaratna, Rohan. Al Qaeda in Europe: Today’s Battlefield. Ed. Karen J. Greenberg. Al Qaeda now: Understanding Today’s Terrorist. USA: Cambridge University Press. 2005. Eschborn, Norbert (ed.). Democratization and the issue of terrorism in Indonesia. Jakarta: Konkrad Adenauer Stiftung. 2005. Etter, Barbara & Palmer, Mick. Police Leadership in Australia. Australia: federation Press. 1986. Furchan, Arief. Pengantar Metoda Penelitian Kualilitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial / Arief Furchan. Surabaya: Usaha Nasional. 1992. Grosse, Robert E. Drugs and Money: Laundering Latin America's Cocaine Dollars. Westport: Greenwood Publishing Group. 2001. Hagan, Frank. E. Introduction to Criminology Theories, Methods, and Criminal Behavior. Illinois: Nelson-Hall Inc,. Publishers. 1989. Heere, Wybo P.. Terrorism and The Military: International Legal Implications. Netherlands: TMC Asser Press The Hague. 2003. Husein, Yunus. Bunga Rampai Anti Pencucian Uang. Jakarta: Books Terrace & Library. 2007. Innes, Martin. Understanding Social: Deviance, Crime, and Social Order. London: Open University Press. 2003. Irman, T.B. Praktik Pencucian Uang. Jakarta: MQS Publishing. 2006. Macionis, John J.. Sociology 12th edition. USA: Prentice Hall. 2008. Maulana, Amalia E.. Consumer Insight via Ethnography. Jakarta: Erlangga. 2009. Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar) edisi ke-5. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. 2003.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Mudzakkir. Pengkajian Hukum tentang Perlindungan Hukum Bagi Koban terorisme. Jakarta: Bidang Pembinaan Hukum Nasioanl DepKumHAM. 2008. Mustofa, Muhammad. Metode Penelitian Kriminologi. Jakarta: FISIP UI Press. 2005. O’Brien, Martin dan Yar, Majid. Criminology: The Key Concepts. New York: Routlehde. 2008 Pickett, K.H. Spencer dan Pickett, Jennifer. Financial Crime Investigation and Control. New York: John Wiley & Sons, Inc.. 2002. Rahardjo, Satjipto. Membangun Polisi Sipil: Perspektif Hukum, Sosial, dan Kemasyarakatan. Jakarta: Buku Kompas. 2002. Reuter, Peter & Truman, Edwin M. Chasing Dirty Money: The Fight Against Money Laundering. New York: Institute for International Economics. 2004. Siahaan, N.H.T.. Money Laundering & Kejahatan Perbankan (edisi ke-3). Jakarta: Jala Permata. 2008. Sjahdeini, Sutan Remy. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme (Cet. II Editor Safrizr). Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 2007. Sjahputra, Iman. Money Laundering (Suatu Pengantar). Jakarta: Harvindo. 2006. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1990. Stessen, Guy. Money Laundering: A New International Law Enforcement Model. Cambridge: Cambridge University Press. 2003. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA. 2005. Sulistyo, Hermawan. Bom Bali : buku putih tidak resmi investigasi teror bom Bali. Jakarta: Pensil-324. 2002.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Suparlan, Parsudi (ed). Bunga Rampai Ilmu Kepolisian Indonesia. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. 2004 Suranta, Ferry Aries. Peranan PPATK dalam Mencegah Terjadinya Praktik Money Laundering. Jakarta: Gramata Publishing. 2010. Waddington, P.A.J.. Policing Citizen. London: UCL Press. 1999.
Jurnal: Agarwal, M. (2005). Suppressing the financing of terrorism. Finance India, 19(3), 1062-1065. Diakses dari: http://search.proquest.com/docview/224365780?accountid=17242 pada Senin 19 Maret 2012, pukul 08.06. Björnehed, Emma (2004). Narco-Terrorism: The Merger of the War on Drugs and the War on Terror. Global Crime Vol. 6, No. 3 & 4, August-November 2004, pp. 305-324. Diakses dari: http://www.silkroadstudies.org/new/docs/publications/2005/Emma_Narcote rror.pdf pada Rabu 21 Desember 2011, pukul 16.03 Childs, D. (2005). Combating terrorist financing: A key aspect of the war on terrorism. The Officer, 81(9), 45-48. Diakses dari: http://search.proquest.com/docview/214102753?accountid=17242 pada Senin 19 Maret 2012, pukul 08.23. Clarke, Ronald V. dan Newman, Graeme R. (2007). Police and the Prevention of Terrorism. Policing, Volume 1, Number 1, pp. 9–20. Diakses dari: http://policing.oxfordjournals.org/ pada Selasa 15 Mei 2012, pukul 08.10. Deutch, John. “Terrorism”. Foreign Policy. No. 108 (Autumn, 1997). hal. 10 – 22. Diakses dari: http://www.jstor.org/stable/1149086 pada Selasa 17 November 2009, pukul 14.33.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Hardouin, P. (2009). Banks governance and public-private partnership in preventing and confronting organized crime, corruption and terrorism financing. Journal of Financial Crime, 16(3), 199-209. Diakses dari: http://search.proquest.com/docview/235999538?accountid=17242
pada
Senin 19 Maret 2012, pukul 08.29. Jayasuriya, Dayanath. Money laundering and terrorism financing: The role of capital market regulators Journal of Financial Crime; Jul 2002; 10, pg. 30. Diakses dari: http://search.proquest.com/docview/235990358?accountid=17242
pada
Senin 19 Maret 2012, pukul 08.18. Levi, Michael. (2002). Money Laundering and Its Regulation, Source: Annals of the American Academy of Political and Social Science, Vol.582, Crossnational Drug Policy (Jul.,2002), pp.181-194. [PDF], diakses dari: http://www.jstor.org/stable/1049742 pada 23 Oktober 2009, pukul 01:57. Gidadhubli, R.G., Rama Sampath Kumar. (1999). Causes and Consequences of Money Laundering in Russia, Source:Economic and Political Weekly, Vol.34, No.48 (Nov.27-Dec. 3, 1999), pp.3395-3399 [PDF], diakses dari: http://www.jstor.org/stable/4408663 pada 31 Oktober 2009, pada pukul 17:17. Ping, H.E.. The measures on combatingmoney laundering and terrorism financing in the PRC From the perspective of financial action task force Journal of Money Laundering Control Vol. 11 No. 4, 2008 pp. 320-330. Diakses dari: http://search.proquest.com/docview/235882888?accountid=17242
pada
Senin 19 Maret 2012, pukul 08.24. Sampson, Robert J.. Crime in Cities: The Effects of Formal and Informal Social Source: Crime and Justice, Vol. 8, Communities and Crime (1986), pp. 271311. Diakses dari: http://www.jstor.org/stable/1147430 pada 7 Juli 2012 pukul 19.20
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Dokumen: Financial Action Task Force. Report on Money Laundering Typologies 20032004. Paris: FATF. 2005. Financial Action Task Force. FATF IX Special Recommendation. Paris: FATF. 2010. International Association of Insurance Supervisor. Guidance Paper on AntiMoney Laundering and Combating The Financing of Terrorism. Amman: IAIS. 2004. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Laporan Tahunan 2006. Jakarta: PPATK. 2007. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Laporan Tahunan 2010. Jakarta: PPATK. 2011. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Jakarta: PPATK. 2011. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Terorisme. Bandung: Fokusmedia. 2012.
Makalah: Atmasasmita, Romli. (2008, June 25). Efektivitas Penerapan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Illegal Logging. Makalah disampaikan pada Seminar Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan dan Penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta. Jean-Charles Brisard. New-York: 19 Desember 2002. Terrorism Financing: Roots and trends of Saudi terrorism financing. Makalah disampaikan kepada Presiden Dewan Keamanan Amerika Serikat. Diakses pada 28 Nopember 2011, pukul 14.26.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
http://www.investigativeproject.org/documents/testimony/22.pdf Kongah, M. Natsir. (2005, August 31-September 1). Citra Perbankan dan Pencucian Uang. Makalah disampaikan dalam Forkamas Gathering 2005, Denpasar. Supandji, Hendarman. (2009, Juni). Pengungkapan dan Pembuktian Perkara Pidana Melalui Penelusuran Hasil Kejahatan. Makalah disampaikan dalam kegiatan workshop dengan tema “Pengungkapan dan Pembuktian Perkara Pidana Melalui Penelusuran Hasil Kejahatan” pada tanggal 9 Juni 2009 di Menara Bidakara, Jakarta Selatan, yang dilaksanakan oleh PPATK bekerjasama dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Artikel: AS Mengheningkan Cipta Memperingati Serangan. 11 September 2011. Diakses pada 19 Desember 2011, pukul 14.41. http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/09/110911_911silence.shtml Ayuningtyas, Rita. Inilah Data Korban Bom Marriott dan Ritz-Carlton. Sabtu, 18 Juli 2009. Diakses pada 30 April 2012. http://nasional.kompas.com/read/2009/07/18/21572416/inilah.data.korban.b om.marriott.dan.ritz-carlton Early History of Terrorism. n.d.. Diakses pada 25 Juni 2010, pukul 10.24. http://www.terrorism-research.com/history/early.php Febriane, Sarie. Pendanaan Jaringan Teroris Saat Ini Masih Gelap. Senin, 5 Mei 2008. Diakses pada 28 September 2011, pukul 17.18. http://www.kompas.com/lipsus112009/kpkread/2008/05/05/22413246/Pend anaan.Jaringan.Teroris.Saat.Ini.Masih.Gelap. Febrida, Melly. Apuy, Penumbuk Bahan Bom Kedubes Australia Divonis 10 Tahun. Kamis, 22 September 2005. Diakses pada 21 Desember 2011, pukul 13.35.
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
http://www.detiknews.com/read/2005/09/22/163032/446860/10/apuypenumbuk-bahan-bom-kedubes-australia-divonis-10-tahun?nd992203605 Kristanti, Elin Yunita. Peringati Bom Bali 2, Warga Australia Kumpul. Jum'at, 1 Oktober
2010.
Diakses
pada 21
Desember
2011,
pukul
13.35.
http://nasional.vivanews.com/news/read/180588-hari-ini-lima-tahunperingatan-bom-bali-2 Pellokila, Abbah Jappy. Satu Dasawarsa Bom Natal Tahun 2000. 24 December 2010. Diakses pada 30 April 2012. http://hankam.kompasiana.com/2010/12/24/satu-dasawarsa-bom-nataltahun-2000/ PPATK Temukan 22 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Terkait Pendanaan Terorisme. 4 agustus 2011. Diakses pada 5 desember 2011, pukul 15.59. http://www.vibiznews.com/news/banking_insurance/2011/08/04/ppatktemukan-22-laporan-transaksi-keuangan-mencurigakan-terkait-pendanaanterorisme Purnomo, Herdaru. PPATK Temukan 97 Transaksi Pendanaan Teroris di Bank Besar.
2010.
Diakses
pada
5
Desember
2011,
pukul
15.59.
http://finance.detik.com/read/2010/03/19/134516/1321187/5/ppatktemukan-97-transaksi-pendanaan-teroris-di-bank-besar?browse=frommobile REI Jatim Keberatan UU Pencucian Uang. Sabtu, 01 Oktober 2011. Diakses pada 5 Desember 2011, pukul 15.59. http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=02829d02c5aec fe2bac73a3162a6e428&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5 Rise in Retaliation. 2009. Diakses pada Jumat, 25 Juni 2010, pukul 10.35. http://edition.cnn.com/2003/WORLD/meast/08/19/sprj.irq.main/index.html Roberts, Adam. The Changing Faces of Terrorism. Selasa, 27 Agustus 2002. Diakses pada Jumat, 25 Juni 2010, pukul 10.23. http://www.bbc.co.uk/history/recent/sept_11/changing_faces_01.shtml
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Suardana, Gede. Kronologi Bom Bali-Eksekusi Mati Amrozi Cs. Minggu, 9 Nopember 2008. Diakses pada 21 Desember 2011, pukul 13.35. http://www.detiknews.com/read/2008/11/09/015608/1033710/10/kronologibom-bali-eksekusi-mati-amrozi-cs Tholut Incar Bandara dan Rumah Pejabat. Senin, 27 September 2010. Diakses pada 21 Desember, pukul 13.35. http://metronews.fajar.co.id/read/105927/10/index.php Zalman, Amy. The History of Terrorism. n.d.. Diakses pada Jumat, 25 Juni 2010, pukul 10.23. http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/p/Terrorism.htm
Internet: Website PPATK: www.ppatk.go.id
Universitas Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara Kamis, 5 April 2012 Kantor PPATK 08.00-10.30
No.
Isu
Masalah
Hasil Wawancara
Bagaimana sejarah berdirinya
Latar belakangnya PPATK itu berdiri, sebetulnya dulu itu sejarah
PPATK?
awalnya PPATK ada di dalam unit di BI, salah satu unit kerja di BI. Tapi dulu namanya bukan PPATK tapi UKIP atau Unit Kerja Investigasi Perbankan. Dulunya PPATK disitu, lalu pada tahun 2002 dengan undang-undang baru PPATK pecah dan menjadi
1.
lembaga independen terbentuklah PPATK. Adapun latar
Gambaran Umum
belakangnya kenapa PPATK berdiri, itu sebenarnya tidak ada
PPATK
kewajiban setiap negara itu untuk membentuk PPATK, sebenarnya hanya ada rekomendasi. Rekomendasi dari FATF. Pernah dengar lah ya FATF (Financial Action Task Force).
Apakah tujuan didirikannya
Pada tahun 2005 itu, eh tahun berapa ya Indonesia masuk NCCT
PPATK?
list? Pokonya keluarnya tahun 2005, Indonesia pernah masuk negara-negara yang di blacklist. Karena dianggap sebagai surga
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
pencucian uang, karena saat itu Indonesia belum mempunyai PPATK. Beberapa alasan Indonesia bisa masuk kedalam NCCT list karena dianggap belum ada regulasi tentang pencucian uang, kemudian belum ada suatu unit yang menerima laporan kemudian menganalisis dan kasih informasinya ke penegak hukum, unit intelijen keuangan belum ada perangkat hukum belum ada. Kemudian sektor penyedia jasa keuangan masih rentan, kaya begitu, contoh-contohnya. Sebenarnya banyakkan referensinya mas udah tahu.
Dasar hukum didirikannya PPATK?
Indonesia tidak memenuhi rekomendasinya FATF akhirnya kita masuk kedalam NCCT list. Namun tahun 2005 kita keluar dari NCCT list dengan adanya dua undang-undang, undang-undang nomor 15 dan nomor 25 itu. Dianggap kita sudah ada beberapa poin yang kita sudah tutup pelan-pelan, meskipun untuk pendanaannya belum. Karena pada saat itu, kita tahun 2003 punya ya undang-undang tentang teroris, sebelumnya pake Perpu, Perpu 1 tahun 2002 pada saat bom bali itu. Kemudian tahun 2003 ada
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
undang-undang nomor 15 tahun 2003. Itu sebenarnya sudah mengcapture terkait pendanaan terorisme sudah ada di pasal 11, 12, dan 13. Tapi dia bilang tidak komperehensif, dan di undang-undang money laundering yang 25, sebelum yang baru ini, 25 tahun 2003 itu juga sebenarnya sudah memasukkan pendanaan terorisme sebagai salah satu jenis tindak pidana asal. Tetapi menurut penilaian internasional tetap tidak efektif, jadi FATF itu ada 40+9 rekomendasi, 9 itu khusus tentang terorisme. Salah 9 itu kita banyak sekali yang non-comply, karena kita belum punya regulasi khusus yang mengkriminalisasi pendanaan terorisme.
Apa saja fungsi, wewenang,
Jadi begini, nanti Lista tambahin ya, seperti yang kita
kewajiban, mau peran PPATK?
informasikan kemana-mana sebenarnya PPATK itu fungsinya
Khususnya dalam pendanaan
administratif FIU pada dasarnya, core business-nya itu. Dimana
terorisme?
dia menerima laporan dari pihak pelapor, sekarang tidak hanya PJK, kemudian PPATK analisis kemudian dan sekarang ditambah periksa kemudian di deliver ke penegak hukum. Itu benar-benar basicnya, core kita, terima kemudian analisis kemudian deliver ke penegak hukum, itu yang disebut FIU administrative. Tapi kita
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
berdasarkan undang-udang baru kita dapat tambahan-tambahan, sebagai contoh kita bisa mengawasi pihak pelapor tertentu, misalnya PJK atau enggak PBJ kita bisa melakukan audit, padahal kalau yang administratif rata-rata tidak begitu benar-benar cuma terima laporan, analisis, deliver. Ini enggak, kita bisa bersentuhan langsung dengan pihak pelapornya. Kemudian kita juga, ee apa namanya, dengan penegak hukum bisa minta perkembangan informasi dan penegak hukum bisa informasi ke PPATK. Jadi yang harusnya kita bergeraknya searah, PPATK dapat info dari pihak pelapor kemudian kasih ke penegak hukum, ini penegak hukum bisa balik minta ke PPATK, PPATK minta lagi ke pihak pelapor. Jadi berbalik begitu bisa, karena itu fungsi kita disebutnya analisis proaktif sama reaktif. Yang proaktif kita yang bottom up, kita dari pihak pelapor kita analisi terus kita mengasih. Atau tidak yang satu lagi top down, jadi penyidik sudah menemukan tindak pidana report ke kita, eh minta data ke kita lalu kita minta lagi data ke pihak pelapor. Nah sekarang fungsi PPATK yang secara umum itu dengan core business apa terkait dengan pendanaan terorisme. Berarti yang pertama, yang dari sisi pertama yang PJK
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
temukan, itu terkait pendanaan terorisme berarti tetap dengan transaksi yang ada dua laporan, kalau dulu, dan sekarang ditambah dengan transfer dana ada dipasal 23 ayat 1 yang dia sebenarnya terima TKM, TKT yang 500 juta. Kemudian satu lagi transfer dana, transfer dana itu baru berlaku nanti. Sekarang kita fokus pada dua TKM dan juga TKT 500 juta, TKT tahukan tunai. Nah sekarang problemnya nanti mas baca, mba Lista sudah sediakan slide, itu rata-rata pendanaan terorisme uangnya kecil-kecil
Nah transaksinya ini rata-rata kecil kemungkinan kecil dia pakai TKT, alhasil yang harus dilakukan pihak pelapor dalam hal ini PJK itu pakainya TKM kebanyakan, Transaksi Keuangan Mencurigakan. Jadi PJK melakukan analisis sendiri, apa ya disebutnya, seperti mengecek nasabahnya itu. Seperti Know Your Costumer, terkait profile terkait pola transaksi segala macam kaya begitu-begitu. Atau tidak dibagian terkait patut diduganya terkait tindak pidana, misalnya pjknya dapat informasi dari koran atau media, oh ini atas nama ini alias, alias, alias. Dia akan sering mengecek, oh ini nasabahnya, atau tidak dia dari list yang dibuat
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
oleh pemerintah atau yang dibuat oleh PBB misalnya ada link-link yang dibuat terkait terorisme. Dengan itu checklist-checklist-nya, jadi hampir sepenuhnya PJK yang punya disebutnya red flag apa sih yang disebutnya, punya alert system. Oh ini orang ini nih, kalau sistemnya sudah semakin baik jadi caranya seperti itu, sudah laporkan ke PPATK. Jadi rata-rata karena jumlahnya kecil-kecil jarang TKT, maksudnya TKT yang ketahuan kalau misalnya mereka tunai mereka via kurir banyak, jadi banyak kendalanya kita. Nanti disana ada pendanaan terorisme dimana, apa namanya, kendalanya karena kalau mereka transaksi tunai via kurir. Jarang via bank, dan kalau via bank itu yang ketahuannya kecil-kecil, dimana mereka sistemnya misalnya ada uang masuk 10 juta dia tarik 500-500, atau 1 juta-1 juta, atau tidak 100 juta lalu ditarik 5 juta-5 juta seperti itu. Biasanya kaya begitu, kalau tidak penipuan biasanya itu pendanaan terorisme, itu yang kesulitannya. Kemudian mereka report ke kita ya kan, kemudian kita kasih ke penegak hukum. Itu sangat kecil kalau mas liat di statistik terkait kita report, apa namanya, pendanaan terorisme. Sekarang begini kita amat sangat banyak membantu justru dari level yang kedua
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
yang balik arah, dimana penegak hukum minta ke PPATK dan disebutnya bukan, kitakan disebutnya hasil analisis yang PPATK ke penegak hukum, ini disebutnya hasil informasi atau inquiry IHA, Informasi Hasil Analisis disebutnya begitu dikenalnya. Nah itu, dilakukan penyidik biasanya sudah punyakan tahu jaringanjaringan si pelaku narkotiknya, mereka intelnya lebih jago punya jaringan segala macam, di infolah ke kita dan kita minta data ke bank itu yang banyak kita bantu justru. Dari situ, karena penyidik sudah tahu duluan dengan segala kewenangan yang ada di penyidik, mereka lebih bisa, kita sekarang hanya bisa menyentuh pihak pelapor tapi mereka bisa menyentuh orang-perorangan benar-benar ke manusia ke pelaku. Dapat informasi banyak mereka lebih, jadinya seperti itu, kita banyak membantu disitu itu di statistik juga ada informasi kaya begitu. Kemudian apalagi, itu dari segi benar-benar core business PPATK, ya kan, yang benarbenar FIU administrative murninya termasuk yang tambahan tadi dimana penegak hukum bisa minta. Nah sekarang coba lihat mas pasal 40 berapa itu, sekarang terkait, kita pasal 40, iya pasal 40. PPATK bukan cuma, tadi pasal 40 dekatnya lebih ke 40 huruf d
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
ya, yang benar-benar fungsi FIU administrative atau tidak bagian b dan c, b dan c pun sebagian, karena kita kelola data informasi yang didapat, kemudian kita ini pengawasan sebenarnya kaya tambahan bukan administratif. Karena rata-rata FIU yang administratif ya cuma terima analisis aksi-terima analisis aksi. Kalau ini kita melakukan pengawasan, bisa melakukan audit kepatuhan audit khusus seperti itu. Nah sekarang ini yang a, pencegahan dan pemberantasan, ini termasuk pendanaan terorisme kita masuk misalnya bisa kasih masuk koordinasi pencegahann TPPU dengan instansi terkait, terus rekomendasi ke pemerintah, bisa koordinasi bisa rekomendasi termasuk dengan komite TPPU ini kaitanya. Di komite TPPU tahukan mas, komite TPPU yang fungsinya itu terkait dengan kebijakan pencegahan dan pemberantasan TPPU tapi dia juga punya program-program kerja tertentu bukan hanya terkait dengan pencucian uang tapi juga dengan pendanaan terorisme. Sudah masuk belum itu kedalam skripsi mas?
Apakah PPATK sebagai FIU
FIU itu banyak tipe, kita yang dulunya administratif murni,
memiliki tugas yang sama secara
sekarang
ada
tambahan-tambahan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
kewenangan
itu
yang
International?
melakukan pengawasan, melakukan pemeriksaan segala macam. Nah kalau FIU luar negeri itu ada banyak, mungkin ada sekitar 4 contohnya, 4 tipe. Ada tipe administratif seperti kita, ada contohcontohnya berapa negaranya aduh apa ya? Contohnya BNM kali ya? Ee Malaysia kalau tidak salah, Malaysia itu dibawah BI-nya dan melakukan administratif saja, kalau tidak salah. Singapura juga seperti itu, dia hanya seperti kantor pos saja, jadi hanya menerima saja. Terus ada contoh yang, dia melakukan penyidikan, apa disebutnya judicial eh bukan judicial. Ada tipe hybrid administratif FIU, adminstrative model kemudian ada juga tipe yang dia lakukan penyidikan juga contohnya AMLO-nya Thailand. Dia investigasinya sampai ke hutan-hutan mencari penjahatnya, kemudian membongkar-bongkar rumah melakukan penggeledahan seperti itu. Ada yang dia termasuk penuntutannya juga, jaksanya juga didaerah mana begitu, nanti mas ingatkan saja untuk minta datanya bisa dibantu. Terus ada juga yang disebutnya tipe hybrid, tipe semuanya tapi tidak sampai ke pengadilan sih. Tipe-tipe tertentu dan di bawahnya pun, ada yang dibawah presiden seperti kita ada yang dibawah bank sentral seperti di
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Malaysia. Kemudian ada yang dibawah kejaksaan contohnya adalah AUSTRAC, Australia. Kemudian fincent itu dibawah kementrian keuangan kalau tidak salah. Pokonya tipenya banyak, ada yang dibawah kepolisan kejaksaan, ada yang dibawah eksekutif kaya presiden, kemudian ada yang dibawah bank sentral. Cuma pada prinsipnya semua FIU itu mekanismenya seperti itu, menerima-menganalisis-memberikan, itu core-nya. Cuma ada variant-variant kewenangan, kaya misalnya tadi aku bilang, di Singapura. Kenapa sih selama ini kerjasama kita sama Singapura itu lemah sekali? Sebenarnya alasan mereka seperti itu, FIU-nya Singapura itu tidak bisa seperti PPATK yang bisa mengaudit kedalam menyentuh pihak pelapor, tidak bisa. Jadi kita cuma base on database saja, jadi kalau yang diminta PPATK ada didalam database, sok dikasih. Tapi kalau tidak ada ya sudah kita cuma bilang tidak ada, sedangkan PPATK Indonesia tidak, kita bisa minta ke PJK kita bisa periksa langsung turun ke lapangan ke PJK, pihak pelapor kalau sekarang. Kita bisa minta informasi dari instansi lainnya yang terkait. Jadi variant-variantnya berbeda, tapi intinya menerima-menganalisis-mendelivery itu intinya seperti itu
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
core businessnya, pada dasarnya semua FIU sama cuma ada variant-variantnya seperti itu. Untuk referensi mas bisa baca mengenai FIU fungsi-fungsi itu ada ee “FIU an overview” kalau tidak salah, itu yang mengeluarkan adalah IMF dan World Bank itu ada soft filenya. Kayanya aku dulu pernah memberikan deh ke mas, eh bukan ternyata angkatan dibawah mas. Itu ada di web, cari saja ada di google, “FIU an overview” begitu-begitu nanti langsung keluar ada soft filenya terkait FIU, benar-benar FIU model FIU dan tugasnya. Jadi kalau PPATK ini yang sekarang di Indonesia memang tidak murni administratif tapi juga kita bukan penyidik jadi agak-agak aja bentuknya menyelidiki.
Bagaimana hubungan dengan
Ada satuan tim, komite TPPU itu. Bukan satgas sih, tapi lebih ke
penegak hukum yang lain?
tim kali ya. Suatu tim, itu dia tim yang dimana kepala PPATK sekretaris di level ministerial-nya, di level kementrian dia sekretaris kepala PPATK. Itu benar-benar level kebijakan dari kita mengeluarkan strategi nasional sekitar ada 9, sebenarnya tadinya 8 ditambah ada NPO sektor. Karena kita melihat dari tipologi dan segala macam NPO banyak digunakan terkait pendanaan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
terorisme.
Terkait pendanaan terorisme, mungkin nanti bisa dilihat ada strategi nasional pencegahan dan pemberantasan. Nah itu harusnya masuk ke skripsi mas, karena PPATK berkait disitu karena PPATK menjadi sekretaris. Itu level ministerial, kemudian level Dirjen atau level eselon 1, kepala PPATK menjadi ketua. Jadi misalnya begini, untuk ministerial pertemuan setahun sekali kalau untuk yang level ini kalau tidak salah 6 bulan sekali atau 3 bulan sekali nanti dicek kembali ya. Kaya begitu, ini benar-benar program kerjanya lebih teknis sifatnya, yang kebijakannya level ministerial. Ee itu ada strategi nasionalnya, program kerjanya termasuk single identity number, itu banyak juga kaitan sama terorisme. Teroris itu banyak yang mempergunakan nama aliasalias, KTP-nya bisa lebih dari sepuluh itu kenapa kebutuhan kita single identity number. Kemudian ini pendanaan terorisme, RUU, masuk juga kedalam strategi nasional itu. Kemudian pengawas NPO
sektor,
Non-Profit
Organization,
karena
banyak
dipergunakan. Misalnya dana dari luar negeri masuk ke Indonesia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
padahal itu dari Al-Qaeda dari organisasi apa. Atau tidak di Indonesia sendiri, mas misalnya diminta seumbangan 10ribu10ribu, kita kalau atas nama keagaman biasa pasti mengasih walaupun cuma kecil-kecil. Itu bisa digunakan untuk kegiatan itu, dan kita tidak tahu kalau mereka, maksudnya kita tahu untuk ibadah tapi ternyata mereka ibadah dengan sistem garis keras dimana justru dipakai buat yang segala macam itu kita tidak tahu. Dan itu non-profit organization itu seperti organisasi massa, yayasan segala macam yang mengumpulkan dana tapi mereka tidak memberikan laporan keuangan segala macam ke pemerintah, akuntabilitasnya tidak jelas. Banyak tipologi kaya begitu, itu makanya mungkin kalau menurut saya komite TPPU perlu dimasukkan strategi nasionalnya, banyak yang terkait dengan pendanaan terorisme. PPATK ini fungsi koordinasi deh pasal 92, untuk meningkatkan koordinasi
antar
lembaga
terkait
dalam
pencegahan
dan
pemberantasan TPPU, dibentuk komite kordinasi nasional. Jadi bukan lembaga baru, kerjasama, cuma untuk meningkatkan kerjasama. Kaya lingkup kerjasama, tapi kerjasamanya banyak
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
instansi, lebih dari 10 instansi. Kaya misalnya begini, sekarang core kita dengan penyedia jasa keuangan atau tidak dengan pihak pelapor dimana kita berhubungan dengan BI, Bappepam regulatornya. Atau kementrian keuangan untuk asuransi atau LK, Lembaga Keuangan. Kemudian untuk balai lelang segala macam karena mereka punya regulator di kementrian keuangan. Kemudian kita berhubungan dengan penegak hukum paling polisi, maksud saya 6 penyidik, jaksa kemudian hakim kaya begitu. Nah ini di komite kordinasi lingkupnya lebih luas, contoh single identity kita berhubungan dengan siapa? Kementrian dalam negeri. Kemudian terkait perampasan aset, ada RUU perampasan aset, dengan kejaksaan dengan kepolisian dengan BIN misalnya kaya begitu. Atau pendanaan terorisme contoh dengan BIN dengan Densus 88. Jadi lingkupnya lebih luas, kementrian dalam negeri, kementrian hukum dan HAM, BI, regulator masuk, penegak hukum masuk, kecuali hakim ya tidak masuk. Tapi instansi lain yang kayanya tidak terlalu berkaitan dengan PPATK tapi banyak mereka tupoksinya yang berkaitan dengan strategi nasional. Nah itu ada penjelasannya tentang strategi nasional, kaya apa latar
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
belakangnya, kemudian strateginya apa saja, apa saja yang perlu dilakukan program kerjanya termasuk siapa instansi yang terlibat, core instansinya siapa itu ada di strategi nasional. Perpresnya nanti mas cek saja untuk komite kordinasi nasional itu perpres 6 tahun 2012.
Ada tambahan lagi selain komite TPPU. PPATK melakukan kerjasama nih, ini diluar komite TPPU, kita lakukan kerjasama baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kerjasama itu bisa via MoU, bisa juga kaya asas resiprositas begitu mas disebutnya kerjasama timbal balik saling menguntungkan tanpa perlu MoU segala macam. Karena ada negara misalnya yang harus MoU ada juga yang tidak harus, instansi kita dalam negeri pun ada yang harus MoU ada yang tidak harus MoU, seperti itu. Misalnya PPATK
yang didalam
core
businessnya
itu,
maksudnya
bagaimana PPATK cara analisisnya ya, PPATK cara analisis itu berdasarkan laporan dari pihak pelapor kemudian dia dsebutkan tambahan added value. Ada tambahan nilai terhadap hasil analisis itu dan sekarang ada lakukan pemeriksaan juga, itu dilakukan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
dengan cara minta data. Misalnya minta data ke instansi lain, misalnya minta data ke BIN atau red notice Polri begitu. Sudah begitu kalau diluar negeri juga, kalau misalnya pelakunya di Singapura atau dimana dia minta datanya ke FIU, jangan Singapura deh karena di Singapura tidak ada teroris ya haha. Malaysia atau tidak di daerah sana ya, ke FIU-nya Malaysia, seperti itu bisa. Jadi kerjasama dalam negeri dan luar negeri, disini sudah ada catatan lengkapnya dari mana saja informasi. Termasuk juga CBCC, pembawaan uang tunai lintas batas itu, berarti ke Bea Cukai informasinya.
BNPT ada di dalam komite TPPU, termasuk salah satu BNPT Densus 88 termasuk di dalamnya. Nanti mas lihat di strategistrateginya, ada yang core institusinya siapa, termasuk BNPT ada di beberapa itu termasuk di RUU pendanaan teroris. 2.
Gambaran Umum
Apa itu pendanaan terorisme?
Pendanaan teror itu yang kegiatan pembiayaan kegiatan teror,
Pendanaan
bentuknya bisa beragam. Tetapi untuk pendanaan terorisme
Terorisme
berbeda dengan pencucian uang, beda dimotivasi dia untuk menikmati itu sebenarnya tidak ada ee bisa dibilang tidak ada.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Tapi motivasi dia terkait untuk melakukan tindak pidana terorisme, itu perbedaannya antara pencucian uang dengan pendanaan terorisme. Tapi ee tetap di dalam undang-undang pencucian uang kita menganggap ee pendanaan terorisme itu menjadi salah satu tindak pidana asal, untuk pencucian uang yang bisa disidik juga seperti itu.
Seperti apakah hubungan pendanaan terorisme dengan pencucian uang? Apa saja yang dilakukan untuk mendanai terorisme?
Jadi begini, aku juga mau masuk sedikit perbedaan antara pencucian uang dengan pendanaan terorisme. Kenapa sih bisa masuk kesini? Sebenarnya begini, kalau pencucian uang itu dijamin harta hasil, itu uangnya itu, atau harta kekayaan itu adalah hasil kejahatan, itu sudah pasti. Misalnya dari korupsi atau illegal logging ada illegal fishing.
Nah seperti itu ya, di pasal 2 itu disebutkan jenis-jenis tindak pidananya. Tetapi kalau pendanaan terorisme belum tentu, bisa jadi dia hartanya sah, misalnya uang saya gaji saya tapi saya mau pakai buat kamu untuk melakukan teror. Uang ku sah loh dari gaji aku kasih ke kamu. Tapi kalau pencucian uang, murni uangnya itu
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
hasil kejahatan dan dia mau menikmati hasil kejahatan itu.
Indonesia sudah meratifikasi undang-undang 6 tahun 2006 tentang pendanaan terorisme. Jadi ada konvensi pbb yang sudah diratifikasi oleh indonesia. Jadi kita itu sudah meratifikasi mas, sejak tahun 2006. Karena kita sudah meratifikasi, biasanya kalau sudah diratifikasi akan dibuat dalam undang-undang kembali tapi dalam undang-undang nasional ya sesuai sistem hukum masingmasing negara, karena itu kita membuat undang-undang ini *menunjukkan draft ruu pendanaan terorisme*, undang-undang ruu ini. Dan didalam ruu ini kita sudah berusaha untuk, sebelumnya belum ada fatf yang baru itu, rekomendasi yang baru. Sebelumnya belum ada pada saat penyusunan ini masih menggunakan yang lama, yang 40+9 itu. Nah didalam ruu ini kita berusaha untuk mencapture semua yang diminta oleh ee 9 rekomendasi itu. Didalamnya itu ada pengaturan terkait, jadi begini seperti yang mba afra bilang biasanya pelaku pencucian uang itu dia tidak mau menaruh uangnya dalam sistem keuangan, tidak tahu kalau mereka sudah pintar atau seperti apa ya. Biasanya
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
mereka itu sistemnya by cash atau melalui jasa pengiriman uang yang tidak terregister.
Iya CBCC atau pembawaan uang tunai lintas negara itu, cross border. Biasanya itu yang mereka pergunakan, mereka jarang menggunakan bank-bank konvensional seperti sekarang, mereka jarang mempergunakannya. Nah didalam ruu kita sudah mengcapture kesana. Oh iya, di pasal berapa ya saya juga agakagak lupa. Pasal 20an yah. Itu wajib, pertama mereka itu wajib terdaftar, mewajibkan mereka untuk terregister semuanya. Agakagak lupa pasal berapa, *mencari pasal didalam draft ruu pendanaan terorisme* nah ini dia pasal 18. Ee pengawasan terhadap pengiriman uang melalui sistem transfer atau malalui pengiriman uang melalui sistem lainnya. Itu mereka mempunyai kewajiban untuk terdaftar, terregister, terregisternya di bi ya. Jadi kalau sekarang masih banyak yang sistem seperti hawala itu ya, itu tidak terregister mereka. Pernah denger hawala kan? Ngerti hawala? Dia bukan bank, sistemnya, mekenismenya seperti persaudaraan atau kepercayaan.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Hawala itu dari india kalau tidak salah namanya, ada hundi juga pakistan begitu-begitu. Jadi sistemnya begini, biasanya hawala itu dipakai kalau yang sekarang itu untuk para tki-tki, tki-tki mengirimkan uang ke keluarganya. Jadi sistem hawala itu biasa begini, misalnya afra itu tki di malaysia aku punya jasa itu, punya jasa pengiriman uang. Afra memberikan uangnya ke aku tapi aku tidak transfer begitu, aku punya saudara di indonesia. Aku tinggal by phone saja, ini dikirimkan ke garut nomor segini-segini-segini. Nah dari situ langsung dikirimkan, langsung kerumahnya si afra di garut sana.
Jadi tidak ada sistem uang bertransfer, hanya ada komunikasikomunikasi. Dan itu bisa apa ya mba? Apa namanya? Bisa dua hal terjadi, pertama misalnya uang yang dikirim oleh si orang indonesia ke garut itu bukan uang murni uang afra. Tapi uang hasil narkoba, pelaku narkoba bisa masuk ke sistem itu dengan dua jalur. Pertama dia benar-benar, dia narkoba tapi dia melakukan, “saya usaha hawala”. Jadi narkobanya terkaburkan dengan usaha sah, jadi dia benar-benar melakukan kesannya usaha sah. Tapi hal
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
kedua adalah misalnya si pelaku narkoba itu punya temen mas, mas ini membuka usaha itu. Kemudian dia bilang, “eh saya punya uang nih, kita join yuk”, “saya pemodal deh”. Tanpa mas tahu kalau saya sebenarnya pelaku narkoba, jadi digabung ke usaha sah sehingga seolah-olah sah. Jadi bisa si orang hawala itu tidak tahu apa-apa dia sangka itu pemodal, bisa juga benar-benar memang pelakunya melakukan itu, seperti itu mekanismenya. 3.
Penanganan
Bagaimana skema pelaporan
Polisi itu mengeluarkan daftar teroris atau orang terduga teroris
pendanaan teror
transaksi keuangan yang
dan dia mengajukan kepada pengadilan negeri. Untuk menetapkan
di Indonesia
mencurigakan terkait pendanaan
mereka-mereka itu sebagai teroris atau daftar organisasi teroris,
teror?
untuk ditetapkan dengan pengadilan. Kemudian mekanismenya ya, dari pengadilan mengeluarkan penetapan, setelah dikeluarkan penetapan si kepolisian ini akan mengirimkan kepada seluruh LPP, Lembaga Pengawas Pengatur. Untuk diumumkan juga kepada PJK, Penyedia Jasa Keuangan. Pada saat PJK menerima nama itu, misalnya namanya si Abdul Kadir, si Abdul Kadir ini ternyata sudah masuk dalam daftar teroris atau mungkin dia punya organisasi yang masuk dalam organisasi teroris. Itu begitu bank
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
menerima, tanpa bank berpikir panjang dia harus langsung memblokir, pemblokiran serta merta. Jadi tidak harus lagi, aduh ini benar tidak ya, tidak! Begitu ada list dari LPP yang awalnya disampaikan oleh polisi, mereka punya kewenangan untuk itu. disitu kita upaya untuk uang itu berhenti tidak bergerak, seperti itu. Laporan, harus laporan ke PPATK intinya itu. Laporan terkait terorisme. Setelah itu mereka akan melaporkan ke PPATK si PJK itu. Sebenarnya di UU TPPU sudah ditangkap sih, maksudnya sudah ada aturannya, cuma ini sebenarnya agak rempong internasional karena mintanya. Padahal di undang-undang kita sudah, dan kita sudah menjelaskan di pasal 2 bisa itu tapi mereka bilang harus diatur lagi
Apakah modus pendanaan teror
Sepertinya mirip-mirip saja, itu seperti apa ya mas, ee begini, itu
sama dengan pencucian uang?
placement, layering, integration itu mas itu tahu harus kumulatif, berarti dia bisa saja dipecah-pecah bisa juga langsung integration bisa juga placement di tempatkan. Nah sekarang begini, setahu saya tidak pernah ada kajian mengenai itu tapi itu pertanyaan yang bisa dijawab. Maksud saya begini, ketika dia menempatkan
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
uangnya ke penyedia jasa keuangan dengan profile yang oke. Jadi agak susah karena uangnya kecil-kecil, cuma ketika aneh ketika dia ditarik sedikit-sedikit via ATM segala macam. Itu berarti dia placement, tahap dimana dia placement, kemudian dia tarik kecilkecil, tarik-tarik kecil itu disebutnya nanti jadi integration karena dia langsung pakai. Atau tidak dia bisa, kalau layering dia apa ya, rata-rata hampir tidak pernah ada kasus dimana dia dipindahpindah. Justru saya melihat kebanyakan mereka placement, misalnya tadi contoh kasus yang mba Lista bilang tentang hawala, dimana dia menempatkan uang ke dalam suatu bisnis yang sah. Itu sebenarnya bisa integration juga, jadi diintegration pun dia bisa. Maksud saya begini, kalau placement dia menaruh ke penyedia jasa keuangan. Kalau dia integration berarti dia menaruh ke kaya bisnis hawala, entah dia bikin bisnis hawalanya atau tidak dia memasukan sebagian hartanya ke bisnis hawala. Begitu bisa, bahkan sepertinya yang kedua bisa deh, yang layering itu. Dia membuat usaha hawala itu, menutup-nutupi seolah itu usaha sah, karena layering itu untuk menutupi jejak aset. Jadi bisa semua, intinya sih semua tindak pidana yang dimaksud di pasal 2 pasti
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
modusnya rata-rata begitu, maksudnya 3 itu. Tapi dengan banyak perkembangan, tipologinya ada seperti dipecah-pecah atau segala macam, tapi ini mungkin karena khusus pendanaan terorisme tapi intinya bisa tiga-tiganya bisa masuk. Jadi iya, mirip dengan pencucian uang, amat sangat mirip.
Apakah PPATK hanya bertugas saat
Jadi sebenarnya PPATK itu tidak hanya pasif menerima laporan
ada laporan dari PJK saja?
tetapi juga aktif mencari sendiri begitu. Ketika proses analisis dia mencari sendiri atau dia pun satu sisi dapat informasi dari penyidik. Jadi selama ini deh ada yang bilang, “wah kalau PJK tidak melapor PPATK tidak kerja apa-apa dong”. Ya tidak, PJKnya diam PPATK bisa minta informasi dari penyidik kemudian PPATK analisis minta data. Minta data ke pihak pelapor, minta data kepihak terkait, seperti itu. Disini sudah ada sih mas bagaimana sekilas mengenai itu, termasuk kalau mas mau berbicara mengenai kendala.
4.
Upaya-upaya apa saja yang
Pokok permasalahannya ini ingin melihat perannya PPATK dalam
dilakukan
dilakukan oleh PPATK dalam
menanggulangi pendanaan terorisme, karena nanti ujung-ujungnya
PPATK dalam
menanggulangi pendanaan terorisme
akan menjadi sebagai bentuk pencegahan terjadinya tindak pidana
menanggulangi
sesuai dengan peran, fungsi, dan
terorisme, maksudnya begitu. PPATK sebagian besar justru
Upaya yang
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
pendanaan
wewenangnya?
berbicara di aspek pencegahan, ya mungkin fifty-fifty sih. Tapi kita
terorisme
sejauh ini banyak level kebijakan ya, level kebijakan itu pencegahan ya tapi pemberantasan itu kita justru banyak membantu penegak hukum. Kita ada juga hasil analisis, tapi kebanyakan penegakan penegak hukum yang dapat sendiri infonya kemudian minta info ke kita itu yang informasi hasil analisis
Hambatan apa saja yang dialami
kendalanya termasuk itu tadi karena uangnya kecil-kecil dan
PPATK dalam menjalankan upaya-
menggunakan
upaya tersebut? Apakah itu dari
mendeteksi. Bagaimana pihak pelapor mungkin masih sulit untuk
undang-undang atau lainnya?
mencurigai iya atau tidaknya terkait pendanaan terorisme karena
transaksi
tunai
membuat
kita
agak
susah
itu sesuai profile nasabah segala macam, agak bingung menentukan red flag kaya seperti itu, itu ada beberapa kendala terkait. Disini ada perkembangan penanganan perkara, kemudian tipologi, penulusuran aset ada semua *menunjukkan slide RUU pendanaan terorisme*. Sebenarnya tadi, mba aku ada yang lupa untuk ditanyakan, begitu datang kita lupa menanyakan ke mas itu mengenai
latar
belakang
skripsinya
dan
juga
pokok
permasalahannya apa, takutnya yang kita jelaskan tidak match
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
dengan keinginannya. 5.
Perkembangan
Bagaimana perkembangan
Kalau untuk kasus yang sudah inkrah sih, sebenarnya itu juga
Pendanaan
pendanaan terorisme di Indonesia
masih mempergunakan undang-undang teroris ya, itu ada dua
Terorisme di
sejak di bentuknya PPATK?
kasus ya Abu Dujana dan Zarkasih yang menggunakan pendanaan
Indonesia
terorisme. Sebenarnya unsurnya unsur pendanaan terorisme tapi mempergunakan undang-undang teroris, undang-undang 15 tahun 2003 itu ada dua kasus, setahu saya baru dua kasus yang sudah inkrah. Tapi terkait dengan PPATK apa ya, LHA nya ya mngkin, yang sudah disampaikan ke penyidik. Kira-kira ada 40an untuk pendanaan teroris. Bisa dilihat ke statistik itu. Semuanya sampai ke tahap penyidikan. Hal ini yang mungkin harus mas tahu, apa ya disebutnya, PPATK itu tidak harus informasi yang disampaikan PPATK ke penyidik ke pengadilan. Jadi misal HA PPATK itu ada 10, belum tentu semuanya ke pengadilan, karena PPATK itu bukan penyidik yang harus membuktikan. Tapi PPATK itu menduga ada tindak pidana, jadi nanti penyidik akan mengolah lagi. Misalnya penyidik nanti “aduh ini tidak ketemu orangnya”, bisa saja seperti itu, berarti tidak bisa kepenyidikan karena orangnya tidak ketemu. Seperti itu,
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
meskipun ada dugaan tindak pidana. Atau bisa KTP-nya palsu, kita sudah analisis tapi KTP palsu jadi tidak ketemu orangnya jadi tidak bisa. Jadi belum tentu ke pengadilan, tapi kita punya report. Tapi versi bahasa inggris tidak apa-apa mas nanti diterjemahkan sendiri yang ada misalnya terkait kasus itu yang mba Lista bilang.
Kasus teror di Indonesia yang terkait
Iya untuk kasus yang terkait pendanaan terorisme itu baru dua
dengan pendanaan teror?
setahu saya. Yang tidak dikaitkan dengan pencucian uang sama sekali, dia dianggap sebagai pelaku teroris juga meskipun dia menggunakan pasal yang pendanaannya ya, yang pasal 11, 12 ,13. Nah ini ada kaitannya dengan jaringan international emang, dengan JI, Jamaah Islamiyah. Dan itu si Abu Dujana dkk itu, aliasalias juga namanya, JI itu dianggap sebagai organisasi terlarang tapi tidak tahu sampai sekarang masih berdiri. Nah dengan RUU ini jadi, akan bisa memblokir dan segala macam
Apakah ada contoh kasus yang
oh, contoh kasus itu tahu tidak mas, perampokan. Kalau yang
dicurigai sebagai salah satu bentuk
PPATK bantu ya, contoh kasus bank Niaga yang kaya mba Lista
pendanaan teror?
bilang. Perampokan bank Niaga yang di medan kalau tidak salah. Patut dicatat bahwa PPATK yang informasi hasil analisis, yang
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
permintaan penegak hukum, yang penegak hukum temukan. Itu penegak hukum temukan dan PPATK bantu, jadi baru ketahuan belakangan kalau di Indonesia, terorisme itu. “Ooh ternyata ini hasil perampokan yang merampok bank Niaga”, seperti itu. Kemudian, kalau narkotika justru aku tidak terlalu tahu ya, tapi kalau NPO di Indonesia mungkin itu contoh kasus Abu Dujana. Dia kasih dana untuk kegiatan-kegiatan terorisme, untuk kasus itu. Kemudian ada lagi contoh dimana kalau di internasional diluar negeri banyak itu yang Non-Profit Organization, Jamaah Islamiyah itu bisa dianggap NPO. Jamaah Islamiyah itu dianggap Non-Profit Organization dimana dia digunakan sebagai sarana atau apa untuk lakukan terorisme, pendanaan terorisme seperti itu. Perampokan terus apalagi ya? setahu saya itu saja sih.
Bagaimana perkembangan trend
Setahu saya sejauh ini trend yang meningkat itu seperti
pendanaan teror di Indonesia?
penggunaan, apa ya, dokumen palsu atau tidak penipuan yang semakin meningkat. Ada trend yang meningkat, trend yang cenderung tetap setiap tahun, itu terorisme tidak masuk. Apa ya? Saya masih kurang paham apakah ini masih belum menjadi
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
prioritas, maksudnya bukan jadi prioritas ya, belum dikaji lebih mendalam begitu. Tapi itu belum termasuk dalam trend-trend yang meningkat atau trend yang apa, apa namanya, analisa strategis mengenai itunya kita belum ketahui. Tapi kalau dilihat dari statistiknya, informasi dari PPATK tidak terlalu signifikan, maksudnya tidak sebanyak penipuan atau korupsi yang jelas kaya trend meningkat begitu. Cuma ya itu, apasih namanya, ee untuk saat ini memang agak sulit ya untuk pencegahan pendanaan terorisme itu agak sulit. Karena biasanya
kita
PPATK
itu
tahu
ada
transaksi-transaksi
mencurigakan terkait pendanaan terorisme itu misalnya pada saat bali bombing itu. Jadi pada saat setelah terjadinya teroris atau setelah mencuat ke permukaan, baru PPATK melacak biasanya seperti itu. Permintaan dari penegak hukum, Karena memang kemampuan dari PJK untuk menganalisis yang mencurigakan terkait teroris atau organisasi teroris atau tidak itu masih rendah. Masih sulit sekali, jadi kita biasanya yang seperti mba Afra bilang itu pancingannya justru dari penegak hukum. Ketika mereka melihat ada jaringan teroris mereka baru info ke kita, barulah kita
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
lihat transaksi keuangan terkait jaringan ini dia kemana saja uangnya. Jadi biasanya sudah terjadi atau pun sedang mencuat baru PPATK, untuk pencegahannya masih cukup sulit. 6.
Kesimpulan/Solu
Faktor-faktor apa saja yang
Jadi
si
menyebabkan pendanaan terorisme
pengawasan NPO-NPO bisa jadi salah satu faktor including
ada?
termasuk, tapi bukan alasan kuat bahwa ada terorisme. Bisa salah
faktor
pendanaan
terorisme
di
Indonesia
lemahnya
satu alasan tapi bukan alasan kuat. Sepertinya kalau terorisme, apa ya, itu harus baca banyak ya. kalau baca-baca referensi dimana alasannya buka motif ekonomi segala macam jadi agak sulit dan bukan kewenangan PPATK. Hal itu bisa dijadikan sarana untuk dilakukannya pendanaan terorisme, tapi bukan cuma itu, yang aku bilang tadi melalui hawala mereka, banyak sarananya melalui CBCC juga. CBCC pun rata-rata Bea Cukai tidak bisa mendeteksi karena uangnya kecil-kecil, kalau dia cuma bawa, maksimal 100 juta tapi kalau dia bawa 50 juta. Jadi memang sedikit kesulitan juga, kecuali Bea Cukainya, mereka punya pertemanan dengan Bea Cukai seluruh dunia atau tidak berhubungan dengan Polri berhubungan dengan BIN disebutnya ada informasi intelijen. Jadi DJBC pun dapat informasi dari mereka itu, “oh ini targetnya orang
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
ini” baru mereka beraksi. Seperti itu, jadi pada dasarnya mereka juga, seperti PJK juga, sedikit kesulitan kalau dia harus sendiri bahwa ini terkait terorisme. Mereka harus punya list ini, punya list penumpang punya informasi dari ini, baru dia punya target. Karena memang terorisme itu, ee terlihat itu memang dari orangnya, kalau dilihat dari dananya itu akan susah. Beda dengan pencucian uang, kalau pencucian uang itu dilihat dari dananya itu mudah sekali ya. Dilihat dari dananya, pokonya diluar profile pasti ini dicurigai. Tapi kalau teroris tidak, akan sulit jika melihat dari dananya itu karena kecil-kecil. Tapi kita melihat dari orangnya, oh ini sudah diduga sudah ada penetapan dari, kalau RUU ini jadi, pengadilan. Sudah tanpa ba bi bu langsung blokir-blokir-blokir, yang akan dilakukan oleh PJK nantinya kedepan.
Hal apa saja yang harus dipersiapkan benchmark kita pasti Australia, kita agak mirip. Meskipun agar pendanaan terorisme bisa
Australia dibawah kejaksaan sedangkan kalau kita dibawah
diminimalisir kegiatannya di
presiden. Tapi kita banyak dapat technical assisten atau bantuan
Indonesia?
teknis segalam macam dari Australia. Itu tidak terlalu berkait sih, tapi poinnya adalah kita banyak kemiripan dengan Australia
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
termasuk teknis pelaporan, mereka banyak bantu kita, teknis pelaporan pihak pelapor, terus bagaimana berhubungan dengan penegak hukum, bagaimana kordinasi dengan penegak hukum, kaya begitu. Tipe FIU-nya juga agak mirip, admininistratif.
Perlukah penambahan wewenang
Sebenarnya kewenangan yang diberikan di undang-undang 8 tahun
seperti KPK? Atau undang-undang
2010 itu sudah sangat kuat buat PPATK. PPATK disana wah
khusus menangani pendanaan
sudah bisa segala macam, minta informasi terkait pencucian uang,
terorisme?
bukan langsung tapi baru terkait kemana-mana sudah bisa, bahkan ke pajak sekarang pun sudah bisa. Sudah jauh dengan undangundang sebelumnya, kewenangannya sudah jauh sekali, sudah sangat gemuk sekarang. Kalau menurut saya sih sistem hukumnya yang harus diperbaiki, RUU ini harus segera disahkan. Supaya bergeraknya itu bisa lebih sistematis, dari PJK juga mengetahui langkah-langkah ketika nanti ada daftar list teroris atau organisasi teroris mereka harus berbuat apa, itu bisa lebih cepat untuk penangannan pendanaan terorisme. Unsur pencegahannya bisa didapat tidak hanya pemberantasan tapi pencegahannya juga bisa. iya undang-undang lama maksud saya bukan undang-undang 8,
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
yang lama itu undang-undang 25. Undang-undang 25 itu kita cuma biasa audit yang biasa coba, audit yang biasa itu seperti apa sih. Cuma audit, “kamu punya pengaturan tentang prinsip pengenalan KYC tidak?” oh punya, coba dilihat. Cuma begitu saja, kita tidak bisa melakukan audit khusus, kita tidak bisa melakukan pemeriksaan, di undang-undang ini kita punya. Disana kita cuma pasif, apabila hasil analisisnya itu sudah mentok sampai disitu kita tidak bisa melakukan apa-apa, kalau sekarang kita bisa turun ke lapangan. Bisa langsung minta data di on the spot itu bisa. Ada juga slide mengenai itu, atau tidak lihat saja di undangundang barunya mas. Mana undang-undang barunya biasanya di pasal penjelasannya ada apa yang ditambah. Nih *menunjukkan bagian penjeleasan UU No. 8 tahun 2010*, disusun undangundang sebagai pengganti yang diubah materi muatan, redefinisi, penyempurnaan, pengaturan mengenai penjatuhan, perluasan pihak pelapor, penetapan jenis pelaporan oleh penyedia barang dan jasa, perluasan kewenangan bea cukai yang tadinya cuma uang tunai sekarang jadi bisa cek travel segala macam. Kewenangan untuk tunda transaksi untuk pihak pelapor, ini banyak yang bisa
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
dilihat, penataan kembali kelembagaan PPATK, perluasan insititusi yang berhak menerima hasil analisis yaitu yang tadinya hanya dua menjadi enam. Terus hukum acara pemeriksaan, terus penyitaan, kewenangan penghentian sementara PPATK ini ada disini. Semua ada disitu. Kalau di undang-undang yang lama yang berhak menyidik pencucian uang itu hanya kepolisian dan kejaksaan ya sesuai UU TPPUnya ya.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
VERBATIM INFORMAN MELALUI SURAT ELEKTRONIK
Dari Peneliti: Subjek
:
Dari
: Malik Wicaksana (
[email protected])
Dikirim
: Rabu, 11 April 2012 08.14
Kepada
:
[email protected];
[email protected]
selamat pagi,
maaf ganggu mba, mau minta tolong data-data nih mba hehe, boleh minta data: -rekomendasi terbaru FATF -strategi nasional komite TPPU -report kasus pendanaan terorisme yang sudah di vonis -kendala-kendala PPATK menanggulangi pendanaan terorisme -tipe-tipe FIU -soft copy RUU pendanaan terorisme maaf banyak banget minta datanya mba hehe, terima kasih banyak mba atas bantuannya.
salam, malik wicaksana
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Dari Informan: subjek : dari
: Afra Azzahra (
[email protected])
dikirim : Rabu, 11 April 2012 18.25 kepada :
[email protected]; 'listawati hutauruk' (
[email protected]) On 16 July 2010, the Government of Indonesia has been upgrading the status of Coordination Desk for Countering Terrorism (DKPT) to be a Coordination Agency for Countering Terrorism (BKPT) by issuing Presidential Regulation No. 46 Year 2010.
BKPT has a duty to assist President in arranging policy, strategy and national program on countering terrorism, coordinating relevant government institutions in conducting and implementing policy on countering terrorism, and implementing policy on countering terrorism by establishing Task Forces which is consist of relevant government institutions as in line with their duty, function and authority respectively. The countering terrorism itself covers prevention, protection, de-radicalization, enforcement, and preparation of national alert.
In conducting its duty, BKPT has function as follows: -
Arrangement of policy, strategy and national program on countering terrorism;
-
Conduct monitoring, analysis and evaluation on the field of countering terrorism;
-
Coordination on prevention and implementation of activity against radical ideology propaganda in the field of countering terrorism;
-
Coordination on implementation of de-radicalization;
-
Coordination on implementation of protection for potential objects to be targeted by terrorist attack;
-
Coordination on implementation of measurement/enforcement, ability maintaining, and national alert;
-
Implementation on international cooperation in the filed of countering terrorism;
-
Planning, maintaining, and controlling on programs, administration, resources and intercooperation institutions;
-
Conduct Operation of Task Forces in order to prevention, protection, de-radicalization, measurement/enforcement and preparation of national alert in the field of countering terrorism.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
For ensuring effective implementation of CFT measures in Indonesia, PPATK as AML/CFT regime’s focal point, has been appointed to be a lead sector to handling CFT by the significant decisions came out on the National Coordination Committee (NCC) meeting on 25 March 2009. Therefore, some matters related to the handling of CFT have been decided, as follow: a.
The scope of NCC duties was extended to be anti-money laundering and anti-terrorist financing. Hence, now the handling of CFT has had coordinating “media”.
b.
Aside being as a focal point of the handling of anti-money laundering that has been going on up to this moment, INTRAC was also appointed as the focal point to handle counter-financing terrorism. This was decided by considering that in international best practice the scope of Financial Intelligence Unit (FIU) are including anti-money laundering and counter-financing terrorism.
c.
Considering that there are several strategies related to anti-financing terrorism, so the title of National Strategy was changed to be “the National Strategy of Preventing and Eradicating the Crime of Money Laundering and Financing Terrorism”
PPATK as part of government institution on handling CFT policy will be coordinate with Special Detachment of 88/Anti-Terror under this BKPT to carry out CFT measures across Indonesia by formulate soft instruments of countering terrorism comprehensively. These soft instruments will be considered to be a national strategy on preventing and countering terrorism as mandated in United Nations General Assembly Resolution (UN Global Counter Terrorism Strategy), including the CFT itself within.
Indonesia has initially drafted new Law on Counter Financing of Terrorism, which covered all provisions recommended in MER and ICRG targeted review report.
The Bill on Counter Financing of Terrorism has been included in the National Legislation Program Year 2010-2014 which was approved by Parliament on December 1, 2009. It is expected that the Bill on anti financing of terrorism will be one of the priority Bills to be discussed and enacted in the 2011 [National Legislation Program No. 223].
A Bill on Counter Financing of Terrorism was initiated by PPATK. As initiator, PPATK held meetings among departments to discuss the Bill in November 2009, which involved representatives from related institutions such as the Indonesian National Police, including Special Detachment 88/Anti Terror, the Attorney General's Office, Counter Terrorism Coordination Desk of the Coordinating Ministry of Politics, Legal, and Security Affairs, the Ministry of Foreign Affairs, the Ministry of Law and Human Rights, the Central Bank of Indonesia, the Indonesian Capital Market and Financial Institution Supervisory Agency.
As competent authority for legislation, the Ministry of Law and Human Rights has been setting up formal Inter-governmental Agency Team responsible for the Bill on Counter Financing of
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Terrorism, which is led by Head of PPATK, by issuing Decree Letter of Minister of Law and Human Rights Number PPE.86.PP.01.02 Year 2010 dated on 25 January 2010. The first meeting was conducted on 21 July 2010 at Ministry of Law and Human Rights for discussing general idea of terrorist financing to be in line with international standard. On December 1, 2010, Ministry of Law and Human Right invited inter-government agencies started to discuss the CFT Bill. The last meeting was held on December 16 until December 17, 2010.
Any remain recommended actions commented by RRG will be accommodated as considerable agendas for formal inter-governmental agency Team to be discussed in the next meeting for improvement of the Bill. Implementation of CFT related report handling:
As FIU, PPATK received STRs related to CFT, analysed them and disseminated the results of analysis to the Police. The following figure is showing the statistical data: Analysis Report of PPATK related to Terrorist/Terrorist Financing Crime As of December 2010 Year
Proactive
Reactive
Total
2003
3
-
3
2004
2
-
2
2005
0
-
0
2006
1
-
1
2007
0
5
5
2008
0
11
11
2009
1
7
8
2010
1
4
5
Total
8
27
35
Annual Trend of STRs Related to Terrorist/Terrorist Financing Crime As of December 2010 Year
STR
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
2004
10
2005
13
2006
6
2007
10
2008
17
2009
22
2010
50
Total
128
Based on STRs related to CFT filed to PPATK, it can be described a simple model of terrorism case and its financing happened in Indonesia as follows: MM suspected involve in terrorist financing. During 2001 to 2004 account number 1234 was received cash deposit from US$ 1.000 to US$ 27.000. A short time later, MM did cash withdrawal. MM also had two accounts, namely number 5678 and 91011 in the same bank. This accounts were used for receiving fund from others bank. The fund was moved to third party and withdrawn by third party in small amount. This case was an inquiry from law enforcement known as Special Detachment of 88/Anti-Terror to PPATK. The information obtained was useful to conduct analysis on the above-mentioned case and carried out further preliminary investigation, as such:
-
Given clear information on crime scene, that was financial transaction in this concern. Given wide-ranging information on the suspect’s identity like document ID number (ID card, driving license, passport), domicile, relevant third party accounts Given related information on his/her families and other parties involved.
Mas, mohon sesuaikan untuk statistk ya… Kemudian untuk kasus JI sbg organisais terlarang abu dujana dst itu bis abuka di mutual evaluation Indonesia tahun 2008. Pake google aja.. Nanti keluat di FATF web or APG,,, nanti pake find… terroris financing case or sumthin like that…
Call us later klo gak ketemu data tsb..
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Thank u
Afra Azzahra Law and Regulation Directorate Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre/INTRAC Jl. Ir. H. Juanda No. 35, Jakarta - 10120 Indonesia Tel: +6221 3850455 - 3853922 Fax: +6221 3856809 - 3856826 Mobile: +62812 8183 3663 Website: www.ppatk.go.id
Please don't print this email unless you really need to. DISCLAIMER
"Seluruh informasi yang terdapat pada email ini (beserta lampirannya) harus diperlakukan secara khusus/rahasia dan hanya ditujukan untuk kepentingan pihak penerima, tidak dapat diteruskan atau digandakan dengan cara apapun serta tidak dapat digunakan sebagai alat bukti untuk kepentingan penegakan hukum maupun keperluan lainnya tanpa persetujuan dari PPATK" "All information enclosed in this email (and any attachment) are legally privileged and/or confidential and intended only for the use of the addressee(s), can not be forwarded, printed, copied or reproduced in any manner that would allow it to be viewed by any individual not originally listed as a recepient and also they can not be used as an evidence for legal purpose and any other purpose without PPATK approval"
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Subjek : tes Dari
: Afra Azzahra (
[email protected])
Dikirim: Rabu, 11 April 2012 13.36 Kepada:
[email protected];
[email protected]
TIPE FIU cari di google: FIU, an Overview, keluaran Worldbank IMF,, ato ketik aja langsubng dgn keyword tipe FIU
strategi nasional komite TPPU: lihat di web PPATK, saat ini ada 9, termausk NPO sector dan RUU pendanaan terorisme Komite TPPU dgn Perpres baru, mohon di lihat di web PPATK bagian peraturan presiden Afra Azzahra Law and Regulation Directorate Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre/INTRAC Jl. Ir. H. Juanda No. 35, Jakarta - 10120 Indonesia Tel: +6221 3850455 - 3853922 Fax: +6221 3856809 - 3856826 Mobile: +62812 8183 3663 Website: www.ppatk.go.id
Please don't print this email unless you really need to. DISCLAIMER
"Seluruh informasi yang terdapat pada email ini (beserta lampirannya) harus diperlakukan secara khusus/rahasia dan hanya ditujukan untuk kepentingan pihak penerima, tidak dapat diteruskan atau digandakan dengan cara apapun serta tidak dapat digunakan sebagai alat bukti untuk kepentingan penegakan hukum maupun keperluan lainnya tanpa persetujuan dari PPATK" "All information enclosed in this email (and any attachment) are legally privileged and/or confidential and intended only for the use of the addressee(s), can not be forwarded, printed, copied or reproduced in any manner that would allow it to be viewed by any individual not originally listed as a recepient and also they can not be used as an evidence for legal purpose and any other purpose without PPATK approval" purpose without PPATK approval"
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Subjek : hsl rpt soepomo.rtf, pen hsl soepomo.rtf Dari
: Afra Azzahra (
[email protected])
Dikirim: Kamis, 12 April 2012 10.09 Kepada:
[email protected] Cc
:
[email protected]
Hal 18 sd 19 Mutual Evaluation on Indonesia Sources and methods of terrorist funds 63. Assessments and typologies work by Indonesian authorities and international bodies indicate a range of techniques being used to finance terrorism in and beyond Indonesia. POLRI and other sources indicate the following vulnerabilities for TF in Indonesia: . Cash couriers - identified as the primary risk; . Wire transfer (cases of Al Qaeda wiring money to JI members); . Robbery (cases of a bank, gold shop and a mobile phone shop); . NPOs being abused to collect and move funds; . Charitable giving being misdirected away from intended recipients to fund terrorist groups; and . Alternative remittance systems.
Hal 46 (pendanaan teroris tmsk JI sbg orgasanisasi terlarang) 219. Since the onsite visit a number of defendants have been charged with terrorist financing offences and a number of convictions have been recorded. While each of the three convictions achieved in early 2008 were against natural persons, in the matter of AINUL BAHRI (adjudicated on 16 April 2008) the court found him guilty of a number of terrorism offences, but the courts findings raised a number of issues regarding the operation of corporate criminal liability under the Anti-Terrorism Law. 220. The case against AINUL BAHRI demonstrated his liability for various terrorist acts,
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
including terrorist financing. The court established that he was an office holder of Al Jamaah Al Islamiyah (JI). As part of its adjudication in the case, the court made findings against both AINUL BAHRI and the corporate entity, JI. In should be noted that JI was not charged with any terrorist offence, but the judgement appears to apportion criminal liability to JI and applies sanctions against legal person JI. JUDGMENT CRIMINAL NUMBER: 2189/Pid.B/2007/PN.Jkt.Sel. South Jakarta District Court, 16 April 2008 Considering articles of laws mentioned: TO ADJUDICATE I. To announce that a defendant of AINUL BAHRI als. YUSRON MAHMUDI als. etc concerned is proved guilty legally and assures that a defendant has been guilty to commit a crime: 1. illegally in controlling, maintaining, hiding firearms, ammunition, explosive materials mentioned to commit a crime; 2. intentionally to provide assistance and facilities to terrorists in term of financing; 3. intentionally to provide assistance and facilities against terrorists by hiding terrorists concerned and information on the criminal act of terrorism. II. To announce that Al Jamaah Al Islamiyah as a corporation whose one of managers is a defendant is proved guilty legally and assures that it has been guilty to commit a criminal act of terrorism; III. To punish a defendant with 15 (fifteen) years of imprisonment; IV. To determine period of arrest that has been served by a defendant minus whole sentencing imposed; V. To determine that a defendant shall remain in custody; VI. To punish Al Jamaah Al Islamiyah as a corporation whose one of managers is a defendant with a fine of Rp. 10,000,000 (ten million rupiah); VII. To determine Al Jamaah Al Islamiyah as a corporation whose one of managers is a defendant is prohibited corporation;
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
terlampir muytual evaluation report-nya ya sbg referensi.. banyak bahan lain yg bisa diambil dr sana terkait TF.. mhn maaf tidka ada versi bahasa. Thank u & regards,, Law and Regulation Directorate Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre/INTRAC Jl. Ir. H. Juanda No. 35, Jakarta - 10120 Indonesia Tel: +6221 3850455 - 3853922 Fax: +6221 3856809 - 3856826 Mobile: +62812 8183 3663 Website: www.ppatk.go.id P Please don't print this email unless you really need to. DISCLAIMER
"Seluruh informasi yang terdapat pada email ini (beserta lampirannya) harus diperlakukan secara khusus/rahasia dan hanya ditujukan untuk kepentingan pihak penerima, tidak dapat diteruskan atau digandakan dengan cara apapun serta tidak dapat digunakan sebagai alat bukti untuk kepentingan penegakan hukum maupun keperluan lainnya tanpa persetujuan dari PPATK" "All information enclosed in this email (and any attachment) are legally privileged and/or confidential and intended only for the use of the addressee(s), can not be forwarded, printed, copied or reproduced in any manner that would allow it to be viewed by any individual not originally listed as a recepient and also they can not be used as an evidence for legal purpose and any other purpose without PPATK approval"
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Dari Peneliti: Subjek : Dari
: Malik Wicaksana (
[email protected])
Dikirim: Jumat, 27 April 2012 08.15 Kepada: listawati hutauruk (
[email protected]); afra azzahra (
[email protected]) mba boleh minta cv sama profile singkat mba di PPATK tidak? buat di bagian profile narasumber soalnya. terima kasih banyak ya mba
Subjek : maaf menganggu mba Dari
: Malik Wicaksana (
[email protected])
Dikirim: Rabu, 2 Mei 2012 10.07 Kepada: listawati hutauruk (
[email protected]) mba lista maaf ganggu.. saya mau nanya mba bekerja di ppatk itu udh berapa lama ya mba? pernah jadi saksi ahli atau semacamnya gitu tidak mba? ato membantu dalam proses analisis begitu mungkin? terima kasih banyak mba atas bantuannya..
subjek : RE: profile dari
: Malik Wicaksana (
[email protected])
dikirim: Rabu, 2 Mei 2012 10.05 kepada: afra azzahra (
[email protected]) oiya mba mau nanya.. mba di ppatk itu udh berapa lama ya mba? pernah jadi saksi ahli atau semacamnya gitu tidak mba? ato membantu dalam proses analisis begitu mungkin? sama ini mba DHR itu tugas utamanya itu seperti apa ya mba? hanya merumuskan undang-undang kaya RUU pendanaan terorisme atau ada yg lain ya mba? terima kasih banyak ya mba afra..
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Dikirim Informan: Subjek : maaf menganggu mba Dari
: Listawati (
[email protected])
Dikirim: Kamis, 3 Mei 2012 07.17 Kepada:
[email protected] Iya mailk, saya bekerja di PPATK sejak November 2007 Tahun pertama saya bekerja sbg analis hukum yang bidang tugasnya membuat analisa hukum. namun untuk menjadi ahli di persidangan saya blm pernah karena hrs orang yang sudah memiliki pengalaman dan masa kerja yang cukup utk dapat ditunjuk sbg ahli di persidangan. Tahun kedua sampai skg saya sebagai perancang peraturan perundang-undangan yang bidang kerjanya membuat seluruh peraturan baik internal maupun ekternal (termasuk UU TPPU dan RUU Pendanaan Terorisme).
Demikian semoga bermanfaat.
Regards, LISTAWATI Direktorat Hukum dan Regulasi (DHR) Pusat Pelaporan & Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Jl. Ir. H. Juanda No. 35 Jakarta 10120 - Indonesia Phone : +621-3850455, +621-3853922 Ext. 3034 Email :
[email protected]
Please don't print this email unless you really need to.
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
DISCLAIMER
"Seluruh informasi yang terdapat pada email ini (beserta lampirannya) harus diperlakukan secara khusus/rahasia dan hanya ditujukan untuk kepentingan pihak penerima, tidak dapat diteruskan atau digandakan dengan cara apapun serta tidak dapat digunakan sebagai alat bukti untuk kepentingan penegakan hukum maupun keperluan lainnya tanpa persetujuan dari PPATK" "All information enclosed in this email (and any attachment) are legally privileged and/or confidential and intended only for the use of the addressee(s), can not be forwarded, printed, copied or reproduced in any manner that would allow it to be viewed by any individual not originally listed as a recepient and also they can not be used as an evidence for legal purpose and any other purpose without PPATK approval"
Subjek : profile Dari
: Afra Azzahra (
[email protected])
Dikirim: kamis, 3 Mei 2012 08.14 Kepada:
[email protected] Hampir 7 tahun. Tdk pernah jd ahli dan tidak pernah lakukan analisis. Klo analisis/pendapat hukum itu pekerjaan kami. Bukan analisis transkasi keuangan. Sy pernah juga dilibatkan untuk audit kepatuhan. DHR bukan hny RUU atayu peraturan tapi juga kegiatan legal opinoion/pendapat hukum, dokumentasi hukum, sosialisasi dan pelatihan rezim anti pencucian uang kepada pemangku kepentingan, pemberian keterangan ahli, monitoring persidangan perkara tppu, dst
Hormat kami,
Afra Azzahra Law and Regulation Directorate Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre/INTRAC Jl. Ir. H. Juanda No. 35, Jakarta - 10120 Indonesia Tel: +6221 3850455 - 3853922 Fax: +6221 3856809 - 3856826
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012
Mobile: +62812 8183 3663 Website: www.ppatk.go.id
Please don't print this email unless you really need to. DISCLAIMER
"Seluruh informasi yang terdapat pada email ini (beserta lampirannya) harus diperlakukan secara khusus/rahasia dan hanya ditujukan untuk kepentingan pihak penerima, tidak dapat diteruskan atau digandakan dengan cara apapun serta tidak dapat digunakan sebagai alat bukti untuk kepentingan penegakan hukum maupun keperluan lainnya tanpa persetujuan dari PPATK" "All information enclosed in this email (and any attachment) are legally privileged and/or confidential and intended only for the use of the addressee(s), can not be forwarded, printed, copied or reproduced in any manner that would allow it to be viewed by any individual not originally listed as a recepient and also they can not be used as an evidence for legal purpose and any other purpose without PPATK approval"
Peran dan..., Malik Wicaksana, FISIP UI, 2012