BAB II PERAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) A. 1.
Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering). Pengertian DPR telah mengesahkan Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Undang-Undang PPTPPU). Undang-Undang ini merupakan perubahan kedua untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Setiap undang-undang baru tentu perlu dikritisi dalam konteks situasi Indonesia yang jauh lebih berarti dibandingkan dari perspektif internasional. Dalam Undang-Undang PPTPPU, terdapat beberapa ketentuan baru yang perlu mendapat perhatian para pemangku kepentingan seperti pengusaha dan kalangan perbankan. Ketentuan baru tersebut berbeda dengan Undang-Undang lama (Undang-Undang No 15 Tahun 2002 yang diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003). 67 Perbedaannya pertama adalah titel Undang-Undang. Undang-Undang lama secara teoretis hukum (doktrin) merupakan lex spesialis systematic 68 (ketentuan
67
http://id.id.facebook.com/pages/Dukung-DPR-Buat-UU-Hukum-Mati-Bagi-Koruptor diakses pada hari selasa tanggal 22 Maret 2011 68 Leden Marpaung, Asas Teori, Praktik, Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm 105 menjelaskan Lex Spesialis Systematic: Undang-Undang administratif yang diperkuat dengan ketentuan pidana (lex specialis systematic). Di dalam KUHP, Pasal 63 ayat (1) ditegaskan jika suatu tindak pidana masuk ke dalam dua peraturan pidana, maka peraturan pidana dengan ketentuan pidana yang lebih berat, yang harus diberlakukan (asas concursus idealis). Di dalam
44 Universitas Sumatera Utara
45 pidana), yaitu Undang-Undang administratif (bersifat regulatif) yang diperkuat dengan sanksi pidana. Adapun dengan titel baru (Undang-Undang PPTPPU), secara teoretis (doktrin) mencerminkan Undang-Undang pidana khusus (lex specialis) yang bersifat preventive measure dan repressive measures dalam satu paket. Konsekuensi perubahan titel adalah Undang-Undang PPTPPU menempatkan TPPU sebagai tindak pidana khusus sehingga memerlukan perhatian, sikap, dan tindakan khusus dengan tujuan menghilangkan sumber dan operasional pencucian uang di Indonesia. 69 Perbedaan kedua, akibat dari perbedaan pertama, Undang-Undang PPTPPU 2010 telah dengan sangat berani mendelegasikan wewenang publik (bersifat projustitia) kepada sektor privat, yaitu Lembaga Penyedia Jasa Keuangan (LPJK), termasuk perbankan, untuk melaksanakan “penundaan transaksi” (suspension of transaction) terhadap seseorang nasabah untuk paling lama 5 (lima) hari. Perubahan ketiga, Undang-Undang PPTPPU telah memberikan wewenang kepada penyidik tindak pidana asal (lazimnya penyidik pegawai negeri sipil/PPNS) di bawah koordinasi PPATK untuk melakukan penyidikan TPPU yang berkaitan dengan tindak pidana asalnya (misalnya tindak pidana pabean, imigrasi). Pemberian wewenang terhadap penyidik tindak pidana asal (PPNS) sudah tentu akan merepotkan dunia usaha, terutama yang bergerak di bidang ekspor dan ayat (2) ditegaskan lebih jauh, bahwa, jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu auran pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan. Dalam praktik, suatu tindak pidana korupsi yang berasal dari aktivitas perbankan, pasar modal atau di bidang pajak, telah banyak yang diterapkan ketentuan pasal tsb sehingga kemudian dituntut dan dipidana sebagai tindak pidana korupsi. Penuntutan sebagai tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yg berlaku). 69
http://id.com/pages/Undang-Undang, Op.,Cit, hlm 1
Universitas Sumatera Utara
46 impor, karena mereka akan berhadapan dengan petugas kepabeanan dan perpajakan selain Polri, Kejaksaan, KPK, dan BNN. Perubahan keempat Undang-Undang PPTPPU adalah ketentuan tentang rahasia bank dalam hal terdapat “transaksi keuangan yang mencurigakan” dapat dikesampingkan, bahkan sejak proses penyidikan sampai pemeriksaan di muka sidang pengadilan. Meningkatkan efektivitas dan keberhasilan penegakan hukum Tindak Pidana Pencucian Uang, maka ketentuan yang mengatur mengenai hukum acara Tindak Pidana Pencucian Uang atau pemeriksaan dalam setiap tingkatan perlu lebih diperjelas diperkuat. Kedudukan dan hubungan antara Undang-Undang TPPU dan peraturan-undangan terkait lainnya harus jelas. 70 Undang-Undang PPTPPU memberikan wewenang kepada PPATK untuk melakukan tindakan penghentian sementara transaksi selama 5 hari dan dapat diperpanjang sampai dengan 15 hari. Jadi total waktu di mana seseorang (yang dicurigai) tidak dapat melakukan transaksinya adalah 20 (dua puluh) hari. Perubahan keenam, perintah pemblokiran rekening tersangka/terdakwa dibatasi lamanya sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sehingga total waktu penundaan, penghentian sementara transaksi sampai pada pemblokiran, adalah 55 (lima puluh lima) hari. 71 Ketentuan Undang-Undang PPTPPU tidak jelas membedakan konsekuensi hukum antara
tindakan
penundaan
transaksi,
penghentian
sementara,
dan
pemblokiran kecuali hanya mengatur siapa yang berwenang dan berapa lamanya, 70
Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008),
71
Ibid
hlm 292
Universitas Sumatera Utara
47 sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip due process of law 72 dan transparansi serta akuntabilitas tidak diatur secara terperinci sehingga tidak ada due diligence of power 73 terhadap kinerja lembaga terkait indikasi pencucian uang. Perubahan ketujuh, Undang-Undang PPTPPU memberikan wewenang kepada PPATK untuk meminta keterangan kepada pihak pelapor (LPJK) dan pihak lain terkait dugaan TPPU. Ketentuan ini mencerminkan perubahan fungsi PPATK dari fungsi administratif kepada fungsi penegakan hukum sehingga dapat dikatakan bahwa lembaga PPATK sangat mendukung terhadap Polri dan kejaksaan, yang merupakan bagian atau lembaga tersendiri dalam sistem peradilan pidana (penegakan hukum) di Indonesia. Dari perspektif mikro pencegahan dan pemberantasan TPPU, UndangUndang No 8 Tahun 2010 ini telah menggambarkan kemajuan pesat dan komitmen politik pemerintah Indonesia dalam ikut serta melaksanakan ketertiban dan keamanan
72
Ridwan Halim, Edisi Kedua Pengantar Ilmu Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm 30, menjelaskan due process of law: (Setiap tersangka berhak diselidiki dan disidik di atas landasan “sesuai dengan hukum acara. Permasalahan ini perlu disinggung, karena masih banyak keluhan yang disuarakan oleh masyarakat tentang adanya berbagai tata cara “penyelidikan” dan “penyidikan” yang menyimpang dari ketentuan hukum acara, atau “diskresi” yang dilakukan oleh penyidik. hal ini sangat bertentangan dengan HAM yang harus ditegakkan dalam tahap pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan. Oleh sebab itu, tujuan dikemukakannya persoalan ini, sebagai ajakan untuk meningkatkan “ketaatan” mematuhi penegakan (the right of due process of law). Harus berpatokan dan berpegang pada “ketentuan khusus (special rule) yang diatur dalam “hukum acara pidana” (criminal procedure) dalam hal ini adalah KUHAP (Undang-undang No. 8 Tahun 1981). Konsep due process dikaitkan dengan landasan menjunjung tinggi “supremasi hukum”, dalam menangani tindak pidana: tidak seorang pun berada dan menempatkan diri di atas hukum, dan hukum harus diterapkan kepada siapa pun berdasar prinsip “perlakuan” dan dengan “cara yang jujur” (fair manner) dan "benar"). 73 Ibid, hlm 31, menjelaskan due diligence of power: (Sesuai dengan ketentuan yang telah ada maka kekuasaan yang dipakai sesuai dalam Undang-Undang yang berlaku terutama dalam kinerja lembaga yang terkait indikasi pencucian uang. Sehingga dapat terjamin penegakan dan pelaksanaannya oleh aparat penegak hukum, harus “berpedoman” dan “mengakui” (recognized), “menghormati” (to respect for), dan melindungi (to protect) serta “menjamin” dengan baik “doktrin inkorporasi” (incorporation doctrin).
Universitas Sumatera Utara
48 internasional khusus dari tindak pidana ini. Namun, dalam perspektif makro sistem ekonomi nasional dan langkah pemerintah untuk meningkatkan investasi domestik, terutama dari investor asing, keberadaan Undang-Undang ini bisa menjadi kontra produktif. 74 Ada beberapa faktor penyebab dari masalah kontra produktif ini. Pertama, sistem birokrasi di Indonesia sangat lemah dalam segi manajemen administrasi, koordinasi, dan pengawasan pelaksanaan tugas yang dibebankan oleh undangundang. Kedua, sistem birokrasi di Indonesia masih sangat lemah dari sisi profesionalisme,
integritas,
dan
akuntabilitas
sehingga
potensial
muncul
penyalahgunaan wewenang serta korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ketiga, UndangUndang ini tidak menyediakan sarana hukum yang memadai untuk melakukan pencegahan terhadap kemungkinan moral hazard 75 (Sikap Ketidak hati-hatian) yang akan terjadi dalam implementasi Undang-Undang ini. Keempat, sistem birokrasi di Indonesia tidak berhasil dan tidak pernah berhasil menggunakan sistem yang tidak benar dalam langkah reformasi birokrasi sejak 1998 yang lampau. Kelima, Indonesia merupakan tempat strategis dalam peta politik global baik dari aspek ekonomi internasional, politik internasional dan keamanan maupun pertahanan regional. Ketiga aspek tersebut memerlukan kekuatan 74
Ibid www.juveska.com, diakses pada hari senin, tanggal 28 Maret 2011, , menjelaskan moral hazard: (Prinsip moral hazard berkembang ketika provisi dari asuransi memberikan kesempatan kepada pemegang polis asuransi bertindak ceroboh sehingga memungkinkan terjadinya kondisikondisi buruk yang tidak diharapkan. Kondisi ini dianalogikan dengan sikap IMF yang memberikan bantuan pada negara-negara yang mengalami guncangan perekonomian, sehingga menimbulkan sikap kehati-hatian yang rendah dari negara-negara tersebut dalam melawan krisis. Jika sikap ketidakhatihatian yang dilakukan oleh penerima asuransi dikategorikan sebagai moral hazard). 75
Universitas Sumatera Utara
49 ekonomi nasional dan penegakan hukum yang konsisten dan berkesinambungan serta kewaspadaan nasional yang tinggi dari para pengambil kebijakan. Perubahan-perubahan
dan
sekaligus
kelemahan
dari
Undang-Undang
PPTPPU 2010 di atas merupakan kontra produktif dari ketiga aspek tersebut jika tidak segera dikeluarkan peraturan pemerintah atau sekurang-kurangnya peraturan Kepala PPATK untuk mengantisipasi kemungkinan moral hazards (ketidak hatihatian) dalam implementasi Undang-Undang tersebut. Solusi ini semakin penting mengingat iklim dunia usaha di Indonesia sampai saat ini belum menunjukkan kesungguhan menciptakan good corporate governance 76 (sistem pemerintahan yang bagus), persaingan usaha tidak sehat atau rentan terjadi suap di sektor publik seperti diatur dalam Konvensi PBB Anti korupsi Tahun 2003.
6.
Tahap-Tahap Proses Pencucian Uang Tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diberantas,
antara lain, kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang terdiri atas Placement, Layering, integration yaitu: 77 a.
Penempatan (Placement) Yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan
76
www.egovernment-institute.com, diakses pada hari senin, tanggal 28 Maret 2011, menjelaskan good corporate governance: (Bahwa pentingnya menciptakan persaingan yang sehat dan sistem pemerintahan yang bagus). 77 Sutan Remy Sjahdeini, Op.,cit, hlm 33
Universitas Sumatera Utara
50 uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. b.
Transfer (Layering) Yakni upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke penyedia jasa keuangan yang lain. Dengan dilakukan layering, akan menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut.
c.
Menggunakan
Harta
Kekayaan
(integration) Yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
3. Modus-Modus Pencucian Uang Perbuatan tindak pidana pencucian uang terdapat pengkategorian beberapa modus yang didasarkan pada tipologinya yaitu: 78
78
http://yunushusein.files.wordpress.com/2007/07/33_pembangunan-rezim-aml-dan-profesiakuntan_x.pdf, Edisi 372, 28 April 2003, di Akses pada hari senin tanggal, 21 Februari 2011
Universitas Sumatera Utara
51
1. tipologi dasar: a.
modus orang ketiga, yaitu dengan menggunakan seseorang untuk menjalankan perbuatan tertentu yang diinginkan oleh pelaku pencurian uang, dapat dengan menggunakan atau mengatasnamakan orang ketiga atau orang lain lagi yang berlainan. Ciri-cirinya adalah: orang ketiga hampir selalu nyata dan bukan hanya nama palsu dalam dokumen, orang ketiga biasanya menyadari ia dipergunakan, orang ketiga tersebut merupakan orang kepercayaan yang bisa dikendalikan, dan hubungannya dengan pelaku sangat dekat sehingga dapat berkomunikasi setiap saat.
b. modus topeng usaha sederhana, merupakan kelanjutan modus orang ketiga, dimana orang tersebut akan diperintahkan untuk mendirikan suatu bidang usaha dengan menggunakan kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana. c. modus perbankan sederhana, dapat merupakan kelanjutan modus pertama dan kedua, namun juga dapat berdiri sendiri. Disini terjadi perpindahan sistem transaksi tunai yang berubah dalam bentuk cek kontan, cek perjalanan, atau bentuk lain dalam deposito, tabungan yang dapat ditransfer dengan cepat dan digunakan lagi dalam pembelian aset-aset. Modus ini banyak meninggalkan jejak melalui dokumen rekening koran, cek, dan data-data lain yang mengarah pada nasabah itu, serta keluar masuknya dari proses transaksi baik yang menuju pada seseorang maupun pada aset-aset, atau pun pada pembayaran-pembayaran lain. d. modus kombinasi perbankan atau usaha, yang dilakukan oleh orang ketiga yang menguasai suatu usaha dengan memasukkan uang hasil kejahatan ke bank untuk
Universitas Sumatera Utara
52 kemudian ditukar dengan cek yang kemudian digunakan untuk pembelian aset atau pendirian usaha-usaha lain. 2. tipologi ekonomi: 79 a.
model smurfing, yakni pelaku menggunakan rekan-rekannya yang banyak untuk memecah sejumlah besar uang tunai dalam jumlah-jumlah kecil dibawah batas uang tunai sehingga bank tidak mencurigai kegiatan tersebut untuk kemudian uang tunai tersebut ditukarkan di bank dengan cek wisata atau cek kontan. Bentuk lain adalah dengan memasukkan dalam rekening para smurfing di satu tempat pada suatu bank kemudian mengambil pada bank yang sama di kota yang berbeda atau disetorkan pada rekening-rekening pelaku pencucian uang di kota lain sehingga terkumpul dalam beberapa rekening pelaku pencucian uang. Rekening ini tidak langsung atas nama pelaku namun bisa menunjuk pada suatu perusahaan lain atau rekening lain yang disamarkan nama pemiliknya.
b.
model
perusahaan
rangka,
disebut demikian karena perusahaan ini sebenarnya tidak menjalankan kegiatan usaha apapun, melainkan dibentuk agar rekening perusahaannya dapat digunakan untuk memindahkan sesuatu atau uang. Perusahaan rangka dapat digunakan untuk penempatan (placement) dana sementara sebelum dipindah atau digunakan lagi. Perusahaan rangka dapat terhubung satu dengan yang lain misal saham PT A dimiliki oleh PT B yang berada di daerah atau Negara lain, sementara saham PT 79
Ibid
Universitas Sumatera Utara
53 modus pinjaman kembali, adalah
c.
suatu variasi dari kombinasi modus perbankan dan modus usaha. Contohnya: pelaku pencucian uang menyerahkan uang hasil tindak pidana kepada A (orang ketiga), dan A memasukkan sebagian dana tersebut ke bank B dan sebagian dana juga didepositokan ke bank C. Selain itu A meminjam uang ke bank D. Dengan bunga deposito bank C, A kemudian membayar bunga dan pokok pinjamannya dari bank D. Dari segi jumlah memang terdapat kerugian karena harus membayar bunga pinjaman namun uang illegal tersebut telah berubah menjadi uang pinjaman yang bersih dengan dokumen yang lengkap. d.
modus menyerupai MLM.
e.
modus under invoicing, yaitu modus untuk memasukkan uang hasil tindak pidana dalam pembelian suatu barang yang nilai jual barang tersebut sebenarnya lebih besar daripada yang dicantumkan dalam faktur.
f.
modus
over
invoicing,
merupakan kebalikan dari modus under invoicing. g.
modus over invoicing II, dimana sebenarnya tidak ada barang yang diperjualbelikan, yang ada hanya faktur-faktur yang dijadikan bukti pembelian (penjualan fiktif) sebab penjual dan pembeli sebenarnya adalah pelaku pencucian uang.
Universitas Sumatera Utara
h.
modus
pembelian
kembali,
dimana pelaku menggunakan dana yang telah dicuci untuk membeli sesuatu yang telah dia miliki. 54
3. tipologi IT :
modus E-Bisnis, hampir sama dengan modus menyerupai
a.
MLM, namun menggunakan sarana internet. b.
modus scanner merupakan tindak pidana pencucian uang dengan predicate crime berupa penipuan dan pemalsuan atas dokumendokumen transaksi keuangan.
4. tipologi hitek adalah suatu bentuk kejahatan terorganisir secara skema namun orang-orang kunci tidak saling mengenal, nilai uang relatif tidak besar tetapi bila dikumpulkan menimbulkan kerugian yang sangat besar.
4. Perkembangan Anti Pencucian uang Pengaturan mengenai kerjasama dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU, dimana kerja sama nasional dilakukan PPATK dengan pihak yang mempunyai keterkaitan langsung atau tidak langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia serta kerja sama internasional dilakukan oleh PPATK dengan lembaga sejenis yang ada di negara lain dan lembaga
Universitas Sumatera Utara
internasional yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. 80 Penjelasan mengenai perkembangan rezim anti pencucian uang di Indonesia, delegasi PPATK Republik Indonesia menyampaikan beberapa kemajuan diantaranya telah diundangkannya Undang-undang No. 8 tahun 2010 tentang Pecegahan dan 55 Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-undang No. 8 tahun 2010. Beberapa aturan baru yang dimuat dalam Undang-Undang 8 Tahun 2010 yaitu memperluas cakupan pihak-pihak pelapor dari sebelumnya hanya sebatas otoritas jasa keuangan menjadi penyedia barang dan jasa, termasuk di dalamnya agen perumahan, pengadaian, agen penjualan kendaraan bermotor dan penjualan barang antik. Undang-Undang 8 Tahun 2010 mempertegas cumulative indictmen 81 (turut serta melakukan perbuatan) dan sistem multi-investigator (wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya) dalam penanganan dugaan pencucian uang. Peran sebagai penyidik dalam kasus pencucian uang yang selama ini hanya dilakukan oleh Polri dan melalui Undang-Undang 8 Tahun 2010 diperluas mencakup Kejaksaan, Badan Narkotika Nasional, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ditjen Bea Cukai, dan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
80
http://www.kemlu.go.id/canberra/OthersPictures/Kunjungan%20PPATK.jpg diakses pada hari selasa tanggal 22 Maret 2011 81 www.docpdf.info/articles/arti+facing+pages.html, diakses pada hari senin tanggal 28 Maret 2011, menjelaskan: Cumulative Indictment dan Sistem Multi Investigator: (Terdakwa, melakukan atau turut serta melakukan perbuatan telah memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut).
Universitas Sumatera Utara
Istilah money laundering sebenarnya sudah ada sejak pertengahan Tahun 1930 di Amerika Serikat yang ditujukan bagi kegiatan mafia dalam melegalkan uang hasil pencariannya dengan proses transformasi uang kotor (dirty money) menjadi uang bersih (clean money). Uang kotor tersebut bisa berasal dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum seperti penjualan obat-obatan terlarang (drug sales), perjudian (gambling), porsitusi (prostitution), penyuapan (bribery), dan terorisme (terrorism) maupun kejahatan yang merupakan kejahatan kerah putih (white collar crime). 82
56
Menurut Yunus Hussein merenangkan definisi dari money laundering atau pencucian uang adalah 83 mengenai proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidana atau uang haram istilahnya proceed of crime (proses kejahatan). Dengan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, sehingga kemudian seolah-olah muncul uang yang sah atau yang halal. Jadi dalam pengertian popular, pencucian uang itu, ada uang haram atau uang tidak sah kemudian dengan perbuatan dan proses tertentu, dikaburkan atau disembunyikan asal usulnya dijauhkan kemudian seolah-olah nanti muncul uang yang sah atau uang yang halal. Secara yuridis dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang tindakan pidana pencucian uang, hal ini dibedakan dalam dua tindak pidana pencucian uang. Pertama tindak pidana yang aktif, dimana seseorang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, menghibahkan, membayarkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
82
Sjahdeini Remy, Op.,cit, hlm 38 http://yunushusein.files.wordpress.com/2007/07/33_pembangunan-rezim-aml-dan-profesiakuntan_x.pdf, Hasil Wawancara dengan Ketua PPATK Yunus Husein, pada hari senin di Akses tanggal, 28 Februari 2011 83
Universitas Sumatera Utara
menukarkan uang-uang hasil tindak pidana dengan tujuan mengaburkan atau menyembunyikan asal usul uang itu, sehingga muncul seolah-olah sebagai uang yang sah. Sementara itu ada ketentuan lain di pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 yang menyebutkan tentang tindak pidana money laundering Setiap Orang yang menempatkan,
mentransfer,
mengalihkan,
membelanjakan,
membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan 57 dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Apapun yang melatarbelakangi para pelaku pencucian uang melakukan aksinya adalah dengan maksud memindahkan atau menjauhkan para pelaku tersebut dari kejahatan yang menghasilkan proceeds of crime (proses kejahatan), memisahkan dari kejahatan yang dilakukan, menikmati hasil kejahatan untuk aksi kejahatan selanjutnya kedalam bisnis yang sah. 84 Pelaku pencucian uang adalah kejahatan yang sangat merugikan negara dan
84
Imam Sjahputra, Problematika Hukum Internet Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm 3
Universitas Sumatera Utara
harus dihukum. Hukum per definisi adalah seperangkat norma moral sosial. 85 Apa yang disebut "hukum' itu adalah realitas yang eksis di alam Sollen dengan posisinya yang a priori di hadapan segala bentuk perilaku manusia alam pengalaman. Hukum adalah realitas kodrati, bagian dari keniscayaan alami yang tertanamkan dengan kekuatannya yang universal di dalam setiap ide dan budi nurani manusia, Hukum menurut logikanya yang normatif seperti ini senantiasa, dan niscaya pula harus dipandang (alias diteorikan) sebagai sesuatu realitas kodrati yang internal sudah tertanam di dalam sanubari yang 58 merupakan bagian integral eksistensi manusia, dan yang karena itu pula niscaya sudah eksis sebelum perilaku hukum manusia diwujudkan di alam pengalaman yang nyata. Melalui tindakan yang melanggar hukum ini, pendapatan atau harta kekayaan yang didapat dari hasil kejahatan diubah menjadi dana yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah atau legal. Modus tindak pidana seperti ini dari waktu-kewaktu semakin komplek dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. 86 Mafia membeli perusahaan-perusahaan dengan menggunakan dana hasil kejahatan. Investasi terbesar adalah dengan membeli perusahaan pencucian pakaian (Laundromats), yang pada waktu itu sangat popular di Amerika Serikat. Karena saat itu belum ada ketentuan mengenai pencucian uang maka praktik tersebut dilegitimasi 85
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma, Metode Dan Dinamika Masalahnya, (Jakarta: ELSAM dan HUMA, 2002), hlm 180 86 Imam Sjahputra, Op.cit, hlm 3
Universitas Sumatera Utara
oleh pemerintah Amerika Serikat sehingga perubahan sedemikian itu dikenal dengan sebutan money laundering (pencucian uang). Menurut Anwar Nasution,”money laundering (pencucian uang) adalah merupakan istilah hukum, apakah undang-undang maupun peraturan pemerintah.” 87 Dengan demikian pemutihan uang merupakan suatu kegiatan atau cara atau proses untuk merubah uang “haram” yang sebenarnya dihasilkan dari sumber yang illegal sehingga menjadi seolah-olah berasal dari sumber yang “halal” atau sah.
59
Tindak pidana pencucian uang (money laundering) merupakan tindak pidana yang sangat merugikan negara. Adapun pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang diatur pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 yaitu: “Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.” Sanksi pidana kejahatan money laundering dapat dilihat pada Pasal 7 ayat (1), dan ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu: (1) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000, (seratus miliar rupiah). (2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa: a. pengumuman putusan hakim;
87
Anwar Nasuition, Sumber, Proses Mekanisme dan Dampak Ekonomi Money Laundering, Makalah, disampaikan Pada Seminar Nasional Pemutihan Uang Kejahatan, Jakarta, 13 Agustus 1994
Universitas Sumatera Utara
b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi; c. pencabutan izin usaha; d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi; e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau f. pengambilalihan Korporasi oleh negara. Dari pengertian yang dikemukakan di atas, terdapat aktivitas pencucian uang 60 secara umum merupakan suatu tindakan atau perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari satu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organization crime (kejahatan berkelompok). Menurut Yunus Hussein Selain diundangkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 ini yang dirubah menjadi Undang-Undang No 25 Tahun 2003, dan sekarang mulai beroperasi Undang-Undang No 8 Tahun 2010 yaitu langkah-langkah apa yang telah dilakukan oleh pemerintah, karena sekarang yang memegang otoritas adalah pemerintah. 88 Di harapkan dengan adanya lembaga ini bukan saja pemerintah akan mudah mendeteksi tindak pidana pencucian uang (money laundering), tapi lembaga yang baru ini juga dapat membantu penegakan hukum oleh law enforcement agency yang berkaitan dengan predicate crime itu sendiri misalnya korupsi, penyuapan dan lainlain. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dirumuskan dengan jelas tugas-tugas yang
88
http://yunushusein.files.wordpress.com/2007/07/33_pembangunan-rezim-aml-dan-profesiakuntan_x.pdf, Hasil Wawancara dengan Ketua PPATK, di Akses pada hari senin tanggal, 28 Februari 2011
Universitas Sumatera Utara
diembang oleh PPATK dalam pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga intelijen di bidang keuangan 89 dan sangat membantu penegakan hukum sekaligus mendeteksi pencucian uang (money laundering) itu sendiri. Upaya lain dari pemerintah, misalnya dikeluarkannya peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang misalnya melarang pembelian saham-saham bank dengan uang money 61 laundering, dilarang mendirikan bank dengan tujuan pencucian uang kemudian kita juga telah menandatangani memorandum of understanding dengan Thailand untuk meningkatkan upaya-upaya memberantas tindak pidana pencucian uang, karena kejahatan ini sudah sangat lama terjadi, sehingga diperlukan juga kerjasama international dengan lembaga-lembaga di luar. Pemerintah dalam hal ini menteri keuangan dan ketua Bapepam termasuk juga BI, sebelumnya telah mengeluarkan ketentuan-ketentuan mengenai prinsip mengenal nasabah atau know your customer principal, dimana tujuannya yang utama adalah untuk mencegah industri keuangan dipakai oleh para pelaku kejahatan dan untuk menjaga agar supaya para pelaku dalam sistem keuangan tidak terlibat dan tidak terseret-seret dalam pidana pencucian uang ini.90
89 90
Naskah Akademik, Op.,cit, hlm 42 Ibid
Universitas Sumatera Utara
62 Di
bawah
ini
ada
bagan
tentang
Rezim
Anti
Pencucian
Uang
yaitu:
REZIM ANTI PENCUCIAN UANG PRESIDEN DPR
KOMITE KOORDINASI NASIONAL
MASYARAKA T
Kerjasama Internasional
PPATK
Lbg. Pemerintah & Swasta Lbg. Penerima Lap. Profesi
Kerjasama Dalam Negeri
PELAPOR
PROSES HUKUM
Penyedia Jasa Keuangan Bank & Non Bank
PENYIDIK
Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain
HAKIM
LEMBAGA PENEGAKAN HUKUM & PERADILAN
BEA CUKAI
LBG PENGAWAS & PENGATUR
HASIL KEJAHATAN
PENUNTUT
KEJAHATAN ASAL
LAW ENFORCEMENT APPROACH
Keterangan dari bagan di atas adalah menunjukkan kerjasama dan koordinasi antar institusi yang sedemikian banyak harus didukung dengan tindakan konkrit dari setiap elemen yang terlibat dalam rezim anti money laundering (pencucian uang) melalui pelaksanaan fungsi dan tugasnya. Pada bagan di atas jelas sekali pihak-pihak yang terkait di dalamnya, dan ini membuat kerjasama yang sangat konkrit dan terarah. Pelaksanaan
Kewenangan
PPATK
dalam
upaya
pencegahan
dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang, lembaga intelijen di bidang keuangan Indonesia ini dapat melakukan kerjasama dengan pihak-pihak terkait baik secara
Universitas Sumatera Utara
63 nasional maupun internasional. Kerjasama dengan instansi pemerintah di dalam negeri terutama dilakukan agar rezim anti pencucian uang di Indonesia dapat diterapkan secara efektif sehingga PPATK dapat membantu upaya penegakan hukum dan menjaga stabilitas dan integritas sistem keuangan. Koordinasi dan kerjasama dengan FIU negara lain merupakan suatu hal yang tak bisa diabaikan, karena kontribusi dari kerjasama internasional misalnya, merupakan sarana penting untuk dapat membangun dan mengembangkan suatu rezim anti pencucian uang yang efektif dan kokoh di Indonesia. 91 Anti pencucian uang ini ada setelah berdirinya PPATK, Menteri Keuangan dan Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk mendukung sepenuhnya operasionalisasi PPATK. Bank Indonesia menugaskan beberapa pegawai terbaiknya untuk berkiprah di PPATK dan mengizinkan penggunaan lantai 4 Gedung Bank Indonesia Kebon Sirih beserta sarana dan prasarana pendukung lainnya sebagai “kantor sementara” PPATK. 92 Sekarang PPATK telah memiliki gendung kantor sendiri setelah menanti-nanti, berharap dan berupaya keras selama kurang lebih lima tahun. Konteks pembangunan anti pencucian uang yang efektif dan kokoh di Indonesia, diyakini bahwa keberadaan gedung baru tersebut memiliki arti dan peran penting dalam upaya meningkatkan kinerja PPATK ke depan dengan pelaksanaan program kerja yang semakin jelas dan terarah guna kepentingan negara dan bangsa, 91
http://Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, diakses pada hari sabtu, tanggal 29 Januari 2011 92 http://Pusat, Ibid, hlm 2
Universitas Sumatera Utara
64 terutama untuk membantu upaya penegakan hukum serta menjaga stabilitas dan integritas sistem keuangan di Indonesia. Banyak persoalan lain di samping hal-hal ini yang mungkin dikatakan terkait dengan hubungan antara hukum dan moral. Secara informatif bisa dideskripsikan sebagai persoalan antara hukum Alam dan Positivisme Hukum, walaupun masing-masing label ini juga telah digunakan untuk sejumlah tesis yang berbeda mengenai hukum dan moral. 93
B. Peran PPATK Dalam Mencegah Dan Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Fungsi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, fungsi, tugas dan kewenangan (PPATK) diperluas. PPATK saat ini bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kewenangan PPATK juga diperluas, antara lain dengan ditambahkan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang terindikasi tindak pidana pencucian uang. Kewenangan PPATK diatur dalam pasal 39 sampai dengan pasal 46 Undang-Undang 8 Tahun 2010, sedangkan fungsi PPATK diatur pada pasal Pasal 40 yang berbunyi sebagai berikut : a. Pencegahan dan pemberantasan tidak pidana pencucian uang b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK
93
H.L.A. Hart, Konsep Hukum, (Bandung: Nusa Media, 2009), hlm 287
Universitas Sumatera Utara
65 c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor. Dan d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain
2. Wewenang Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 UUPPTPPU tersebut, PPATK mempunyai wewenang sebagaimana yang diuraikan dibawah ini : 1. meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; 2. menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; 3. mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi terkait; 4. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang; 5. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; 6. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang; dan 7. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. (2) Penyampaian data dan informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta kepada PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian data dan informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
66 3. Pemeriksaan dan Penghentian Sementara Transaksi Secara umum pemeriksaan adalah proses perbandingan antara kondisi dan kreteria. Kondisi yang dimaksudkan disini adalah kenyataan yang ada atau keadaan sebenarnya yang melekat pada objek yang diperiksa. Sedangkan kreteria adalah tolak ukur, yaitu hal yang seharusnya terjadi atau hal yang seharusnya melekat pada objek yang diperiksa. a.
PPATK melakukan pemeriksaan TKM terkait adanya indikasi TPPU atau tindak pidana lain (Pasal 64).
b.
Dalam hal ditemukan adanya indikasi TPPU atau tindak pidana lain, PPATK menyerahkan hasil analisis kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan (Pasal 64)
c.
Penyidikan oleh penyidik berkoordinasi dengan PPATK.
d.
PPATK dapat meminta PJK menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana, rekening penampung harta kekayaan berasal dari tindak pidana, menggunakan dokumen palsu;
e.
Penyedia Jasa Keuangan membuat berita acara penghentian sementara;
f.
Paling lama 5 hari sejak pembuatan berita acara, PPATK dapat memperpanjang 15 hari kerja;
g.
Apabila dalam waktu 20 hari tidak ada pihak yang mengajukan keberatan, PPATK menyerahkan penanganan kepada penyidik;
Universitas Sumatera Utara
67 h.
Dalam hal pelaku Tindak Pidana tidak ditemukan dalam 30 hari penyidik dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk memutuskan harta kekayaan tersebut sebagai aset negara/dikembalikan kepada yang berhak.
4. Bentuk-Bentuk Penyedia Jasa Keuangan dan Kewajiban Identifikasi dan Pelaporan Transaksi keuangan bagi Penyedia Jasa Keuangan. Pelaksanaan tindak pidana pencucian uang tidak terlepas dari adanya peran serta penyedia jasa keuangan yang dimanfaatkan para pelaku money laundering (pencucian uang). Sebenarnya hal demikian merupakan salah satu tugas dari penyedia jasa keuangan dan tidak diinginkan oleh penyedia jasa keuangan manapun. Menurut Undang-Undang No. 8 tahun 2010 Pasal 23 ayat (1) memberikan pengertian penyedia jasa keuangan adalah sebagai berikut: (1) Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi: a. Transaksi Keuangan Mencurigakan; b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri. Kemampuan mencuci uang basil tindak pidana melalui sistem
Universitas Sumatera Utara
68 keuangan merupakan hal yang sangat vital untuk suksesnya kegiatan kriminal, sehingga Setiap pihak yang terlibat dalam tindak pidana tersebut akan memanfaatkan kelemahan (loopholes) yang terdapat pada sistem keuangan. Penggunaan sistem keuangan sebagai sarana tindak pidana pencucian uang mempunyai potensi meningkatkan risiko bagi penyedia jasa keuangan secara individual, yang pada akhirnya dapat meruntuhkan integritas dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. 94 Semakin meningkatnya integrasi antar sistem keuangan dunia dan berkurangnya hambatan dalam perpindahan arus dana, akan meperbesar peluang praktik pencucian uang dalam Skala global sehingga mempersulit upaya pelacakannnya. Setiap penyedia jasa keuangan yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang akan menanggung resiko dituntut, kehilangan reputasi pasar, yang dapat berakibat merusak reputasi Indonesia sebagai wilayah/negara yang aman dan dapat dipercaya bagi investor. Keterlibatan perbankan dalam kegiatan pencucian uang disebabkan kemudahan proses untuk mengelola hasil kejahatan dalam bentuk simpanan dan menempatkannya dalam instrumen keuangan. hal tersebut merupakan suatu hal yang sangat diperlukan kegiataan money laundering. Di samping itu kebutuhan organisasi kejahatan untuk mengelola keuangan dengan cara menempatkan dananya dalam kegiatan usaha perbankan (yang menghasilkan keuntungan antara lain melalui penerimaan bunga atas simpanan yang ditempatkan) juga menjadi perhatian khusus bagi kelompok organisasi kejahatan sehingga mereka 94
Ibid
Universitas Sumatera Utara
69 tidak perlu melakuan investasi kembali dalam kegiatan kejahatan. Istilah transaksi yang mencurigakan digunakan pertama sekali oleh FATE Dalam prakteknya tip-tiap negara dapat menggunakan istilah yang berbeda. Istilah yang digunakan tidak hanya "transaksi yang mencurigakan" tetapi juga dengan istilah lainnya seperti "transaksi yang menyimpang dari kebiasaan”. 95 Pengertian transaksi keuangan yang mencurigakan menurut pasal 64 ayat (1), (2), dan ayat (3) dirumuskan sebagai berikut: 1. Pengakuan (1) PPATK melakukan pemeriksaan terhadap Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait dengan adanya indikasi tindak pidana Pencucian Uang atau tindak pidana lain. (2) Dalam hal ditemukan adanya indikasi tindak pidana Pencucian Uang atau tindak pidana lain, PPATK menyerahkan Hasil Pemeriksaan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan. (3) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyidik melakukan koordinasi dengan PPATK. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang diatas, juga bersifat unsur-unsur transaksi keuangan mencurigakan. Transaksi telah memenuhi salah satu dari point pengertian transaksi keuangan yang mencurigakan diatas, maka Penyedia Jasa Keuangan wajib menetapkan sebagai transaksi keuangan yang 95
Yunus Hussein, Menyoal Cuci Uang, 21 Januari 2011, http://www.tabloidombudsman.com/artikel.php?idb=563&noedisi=0, pada hari selasa diakses tanggal 22 Februari 2011
Universitas Sumatera Utara
70 mencurigakan dan melaporkannya kepada PPATK. Penyampaian laporan kedua transaksi ini memiliki masa waktu. Menurut Undang-Undang TPPU untuk laporan transaksi keuangan mencurigakan dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja dari saat diketahui adanya unsur transaksi mencurigakan oleh Penyedia Jasa Keuangan. Masa pelaporan itu harus, bersifat cepat dan segara supaya dengan cepat dan segera pula dilakukan pelacakan. Sang pelaku mencurigakan akan bisa melakukan kesempatan cukup untuik mngaburkan diri jika peristiwa tersebut tidak sesegera mungkin dilaporkan. Kemudian mengenai laporan transaksi keuangan yang bersifat tunai dalam jumlah komulatif lima ratus juta rupiah keatas atau valuta asing dengan nilai setara masa waktu penyampainan laporan tersebut dilakukan sejak tanggal transaksi dilakukan. 96 Rasa khawatir dari pejabat atau pegawai Penyedia Jasa Keuangan yang bersangkutan untuk memperoleh sanksi, baik dari atasannya atau dari PPATK maupun otoritas penegak hukum apabila tidak melapor, karena mungkin saja menurut pertimbangannya transaksi tersebut bukan tergolong transaksi keuangan yang mencurigakan, sedangkan menurut atasannya termasuk keuangan yang mencurigakan yang wajib dilaporkan. 97 Akibat dari rasa khawatir yang demikian tersebut, dapat menimbulkan sikap dari pejabat atau pegawai Penyedia Jasa Keuangan yang bersangkutan untuk sebanyak mungkin melaporkan transaksi keuangan yang ditanganinya.
96 97
Ibid Sutan Remy Sjahdeini, Op.,cit, hlm 270
Universitas Sumatera Utara
71 Apabila sikap ini yang diambil, maka tidak mustahil akan banyak transaksi keuangan yang dilaporkan. Apabila Penyedia Jasa Keuangan tidak melaporkan transaksi yang diwajibkan, tugas pokok PPATK yaitu melakukan analisis sudah tentu tidak dapat dilaksanakan. Walaupun PPATK telah menerima banyak laporan dari PJK, namun tidak ada koordinasi ataupun kerjasama dengan institusi lain baik didalam maupun diluar negeri yang memiliki informasi terkait dengan laporan tersebut, maka basil analisis PPATK kurang berkualitas dan pada akhirnya aparat penegak hukum juga tidak akan optimal dalam memproses lebih lanjut. Penyedia Jasa Keuangan yang dengan senagaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK dikenakan sanski pidana sebagaimana diatur dalam pasal 23 UndangUndang Nomor 8 tahun 2010, yaitu pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000,(lima ratus Juta Rupiah). Pelaksanaan pelaporan transaksi yang diwajibkan, pihak pelapor memiliki kekhawatiran dan tanggung jawab hukum dan juga kekhawatiran keselamatan baik sebagai pribadi diri sendiri maupun sebagai lembaga Penyedia Jasa Keuangan. Untuk menjamin bagi pelapor dan skasi dalam memberikan kesaksian disidang pengadilan, mereka perlu mendapat perlindungan khusus antara lain: 1)
Penyedia Jasa Keuangan, pejabat serta pegawainya tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan.
2)
Sumber
keterangan
dan
laporan
transaksi
keuangan
Universitas Sumatera Utara
72 mencurigakan wajib dirahasiakan dalam persidangan di pengadilan. 3)
PPATK, penyidik, penuntut umum atau hakim wajib merahasiakan identitas pelapor.
4)
Pelapor dan saksi atas suatu tindak pidana pencucian uang wajib diberikan perlindungan khusus oleh negara.
5)
Pelapor dan saksi tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata atas pelaporan atau kesaksian yang diberikannya. 98 Penyedia jasa keuangan lainnya misalnya perbankan, lembaga keuangan non
bank dan perusahaan efek, pengelola reksa dana dan bank kustodian yaitu sebagai berikut: 1). Perbankan Hukum perbankan Indonesia merupakan hukum yang mengatur masalahmasalah perbankan yang berlaku sekarang di Indonesia. Dengan demikian, berarti akan membicarakan aturan-aturan perbankan yang masih berlaku sampai saat ini, sedangkan peraturan perbankan yang pernah berlaku pada masa lalu hanya dibahas apabila mempunyai keterkaitan dengan ketentuan yang berlaku saat ini atau pembahasan dalam kerangka sejarah perbankan. 99 Perbankan
merupakan
suatu bentuk
usaha
yang
menghimpun
dan
menyalurkan dana, sehingga sangat strategis untuk digunakan sebagai sarana pencucian uang baik melalui placement, layering maupun integration. Selain 98
N.H.T. Siahaan, Op.,cit, hlm 58 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hlm 1 99
Universitas Sumatera Utara
73 itu transfer dana secara elektronis juga dapat dimanfaatkan oleh pencucian uang untuk mengalihkan dana secara cepat dan relatif murah serta aman ke rekening pihak lain, baik di dalam maupun di luar negeri. 100 Perbankan juga sangat rentan bagi tindak pidana yang terorganisir biasanya bersembunyi dibalik suatu perusahaan atau nama lain (nominees) dengan melakukan perdagangan intemasional palsu dan berskala besar dengan maksud untuk memindahkan uang yang tidak sah dari suatu negara ke negara lain. Perusahaan yang digunakan untuk menyembunyikan kegiatan tindak pidana tersebut biasanya meminta kredit/pembiayaan dari bank untuk menyamarkan aktivitas pencucian uang. Modus operandinya lainnya antara lain dengan menggunakan faktur (invoice) palsu yang di maek up atau L/C palsu sebagai upaya untuk menyulitkan pengusutan dikemudian hari. Oleh karena itu perbankan harus berhati-hati terhadap kemungkinan dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang.
2). Lembaga Keuanga Non Bank Asuransi dan usaba investasi lainnya yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan khususnya yang menerima transaksi tunai dapat digunakan untuk pencucian uang terutama pada tahap placement dan integratioan. Sebagai contoh, pembayaran premi secara tunai untuk polis asuransi, yang kemudian
100
http://yunushusein.files.wordpress.com/2007/07/33, Op.,cit, hlm 2
Universitas Sumatera Utara
74 dibatalkan untuk mendapatkan pengembalian premi atau pembayaran klaim. 101 Produk investasi ritel biasanya digunakan pada tahap layering dan integration. Produk investasi ritel menarik untuk digunakan mencuci hasi tindak pidana karma kemudahan dalam memindahkan dana dari suatu produk investasi ke produk investasi lainnya. Proses ini merupakan upaya penggabungan dana yang sah dengan yang tidak sah dan memasukkannya dalam sistem perekonomian. 3). Perusahaan Efek, Pengelola Reksa Dana Dan Bank Kustodian Perusahaan efek, pengelola reksa dana dan bank kustodian wajib memiliki prosedur yang memadai untuk membuktikan dan memverivikasi identitas nasabah/calon nasabah. Apabila perusahaan efek, Pengelola Reksa Dana Dan Bank Kustodian tidak mengetahui secara pasti identitas para nasabah/calon nasabah tersebut tidak ditolak 102 . Sektor perbankan merupakan lembaga keuangan yang paling sering dijadikan sebagai media money laundering (pencucian uang). Pesatnya kemajuan teknologi dan arus globalisasi disektor perbankan membuat industri ini menjadi lahan yang empuk bagi pelaku kejahatan pencucian uang. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari suatu bank ke bank atau lembaga keuangan lainnya sehingga asal usul uang tersebut sulit dilacak oleh aparat penegak hukum. Bahkan melalui sistem perbankan pelaku dalam waktu yang
101 102
http://yunushusein.files.wordpress.com/2007/07/33, Op.,cit, hlm 3 Ibid
Universitas Sumatera Utara
75 sangat cepat dapat memindahkan hasil kejahatan melampaui batas yuridiksi negara, sehingga pelacakannya akan bertambah sulit apalagi kalau dana tersebut masuk kedalam sistem perbankan yang negaranya menerapkan ketentuan rahasia bank yang sangat ketat. 103
5. Pembuktian Terbalik Isu hukum yang paling penting dalam menunjukkan efektifitas penegakan hukum adalah masalah pembuktian, demikian pula halnya dengan Undang-Undang TPPU. Pembuktian dalam proses perkara pidana berbeda dengan proses perkara perdata dalam perkara perdata, yang dicari adalah kebenaran formal berdasarkan alat bukti yang ada. 104 Atau dengan kata lain, pihak yang harus membuktikan adalah pihak yang menyatakan atau menuntut atau mengklaim suatu hak. Undang-Undang TPPU mengatur soal pembuktian terbalik dalam Pasal 35 yang menyatakan, dalam sidang pengadilan terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan berasa dari tindak pidana. Muncul beberapa persoalan teknis dari konsep pembuktian terbalik yang disebutkan Undang-Undang TPPU. 105 Jadi, pembuktian terbalik ini dilakukan bukan hanya untuk menghukum terdakwa, tetapi untuk menyita harta kekayaan hasil korupsi. Jika pembuktian terbalik dilakukan
103
Yunus Hussein, Menyoal Cuci Uang, 21 Agustus 2003, http://www.tabloidombudsman.com/artikel.php?idb=563&noedisi=0, pada hari senin diakses tanggal 21 Februari 2011 104 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Op.,cit, hlm 238 105 Ibid, hlm 239
Universitas Sumatera Utara
76 menghukum terdakwa, maka akan bertentangan dengan asas hukum pidana yaitu asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). 106 Pembuktian terbalik yang dijelaskan pada Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak pidana pencucian uang, mengatur secara rinci mengenai pembuktian terbalik saat masih dalam proses penyidikan atau sudah masuk ke pengadilan. Pasal 72 ayat (1) berbunyi, bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang meminta pihak pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan dari orang yang dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada penyidik, tersangka atau terdakwa. dilanjutkan Pada ayat (2) disebutkan, dalam meminta keterangan tersebut, bagi penyidik, penuntut umum atau hakim tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lain. Sedangkan pada Pasal 77 UndangUndang yang sama dijelaskan, untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Berlanjut ke tindak pidana pencucian uang menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak pidana penncucian 106
Ibid, hlm 240, menjelaskan: presumption of innocence adalah asas praduga tak bersalah telah lama dikenal dalam hukum Indonesia diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 18 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Asas praduga tak bersalah berbunyi, bahwa “setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena disangka melakukan tindak pidana berhak dianggap tak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam siding pengadilan”.
Universitas Sumatera Utara
77 uang, adalah
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika, seperti termuat dalam pasal 2 ayat 1 UU yang sama. Hal ini merupakan salah satu kekhususan tindak pidana pencucian uang dibandingkan dengan pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dimana terdakwa tidak dibebani kewajiban tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66), namun pembuktian terbalik untuk tindak pidana pencucian uang hanya dapat dilakukan oleh terdakwa pada tingkat pengadilan bukan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Merumuskan suatu tindak pidana bertujuan untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu memenuhi unsur dari salah satu Pasal dari suatu tindak pidana. Apabila unsur tindak pidana sudah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, berarti telah terjadi tindak pidana. 107 Selanjutnya bagaimana pertanggungjawaban dalam hukum pidana atas perbuatan yang ia lakukan itu. Pertanggungjawaban dalam hukum pidana atau yang juga disebut criminal responsibility (pertanggungjawaban pidana) artinya: “Orang yang telah melakukan suatu tindak pidana di situ belum berarti ia harus dipidana, ia harus mempertanggungjawabkan atas perbuatannya yang telah
107
Suharto, Hukum Pidana Materil, (Jakarta: Sinar Grafika, Edisi Kedua: 2002), hlm 106
Universitas Sumatera Utara
78 dilakukan.”
Mempertanggungjawabkan
atas
suatu
perbuatan
berarti
untuk
menentukan pelaku salah atau tidak.
C. Perluasan Peran PPATK Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Peran PPATK Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 2010 mengenai Kedudukan terdapat dalam Pasal 37 dan Pasal 38 yaitu: 1) PPATK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan mana pun. 2) PPATK bertanggung jawab kepada Presiden. 3) Setiap Orang dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK. 4) PPATK wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Pasal 38 1) PPATK berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2) Dalam hal diperlukan, perwakilan PPATK dapat dibuka di daerah. Undang – Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memberikan perluasan terhadap fungsi dan kewenangan PPATK. 108
108
Adrian Sutedi, Op Cit, hlm 293
Universitas Sumatera Utara
79 Perluasan kewenangan PPATK tersebut, antara lain adalah dengan ditambahkannya kewenangan PPATK untuk melakukan penghentian sementara transaksi keuangan yang mencurigakan selama 5 hari dan dapat diperpanjang selama 15 hari sebagaimana yang diuraikan pada Pasal 65 dan Pasal 66 Undang – Undang No 8 tahun 2010, disamping melakukan pemeriksaan terhadap laporan dan informasi transaksi keuangan yang terindikasi tindak pidana pencucian uang. Perluasan peran dan kewenangan PPATK dalam Undang – Undang No 8 tahun 2010 dibanding Undang – Undang yang lama adalah merupakan langkah yang diambil untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang yang dapat mengancam stabilitas perekonomian dan integritas system keuangan. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektifitas penegakan hukum, serta penelusuran dan pengambilan harta kekayaan hasil tindak pidana. 109 Menurut Pasal 3 Undang-Undang No 8 tahun 2010, setiap orang yang menempatkan,
mentransfer,
mengalihkan,
membelanjakan,
membayarkan,
menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika, seperti termuat dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang yang sama.
109
Ibid
Universitas Sumatera Utara
80 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dengan sangat terang menyatakan bahwa tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia antara lain adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut mengandung banyak dimensi antara lain meliputi kemanusiaan, sosial, ekonomi, hukum dan tata pergaulan internasional yang harus dipelihara dan dikembangkan sesuai kebutuhan nasional. 110 Peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana pencucian uang yang berlaku sekarang ini sudah sesuai dengan standar internasional. 111 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang ini telah disusun secara tegas untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah lembaga intelijen di bidang keuangan yang berperan sebagai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (money laundering) di Indonesia. Di dunia internasional, lembaga semacam PPATK dikenal dengan nama generik Financial Intelligence Unit (FIU). PPATK sebagai FIU di Indonesia memiliki bentuk administratif model, dan merupakan lembaga independen yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada Presiden. 112
110
Naskah Akademik, Op.,cit, hlm 1 Ibid, hlm 7 112 Ibid 111
Universitas Sumatera Utara
81 Model administratif ini lebih banyak berperan sebagai perantara antara masyarakat atau penyedia jasa keuangan (bank dan non-bank) dengan institusi penegak hukum. Laporan transaksi keuangan yang dilaporkan penyedia jasa keuangan itu terlebih dahulu dianalisis oleh PPATK dan baru kemudian hasil analisisnya dilaporkan kepada penegak hukum, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. 113 Peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang masih memiliki keterbatasan dalam upaya pendeteksian tindak pidana pencucian uang, sehingga dapat membuka peluang bagi pelaku tindak pidana. Peran PPATK yang berfungsi sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) di Indonesia juga memiliki tugas dan kewenangan khusus serta sumber daya manusia yang dimiliki. Pasal 26 UU PTPPU menetapkan bahwa tugas pokok PPATK yaitu: 114 1)
mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan Undang-undang ini;
2)
memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan;
3)
membuat pedoman mengenai tatacara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan;
4)
memberikan nasehat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam Undangundang ini; 113
http://www.komisikepolisianindonesia.com/main.php?page=ruu&id=146, di akses pada hari senin, tanggal 28 Februari 20011 114 Ibid
Universitas Sumatera Utara
82 5)
mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam Undang-undang ini atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan;
6)
memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;
7)
melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan;
8)
membuat dan memberikan laporan mengenai analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa keuangan; dan
9)
memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan sepanjang pemberian informasi tersebut tidak bertentangan dengan Undang-undang ini. Sedangkan kewenangan PPATK berdasarkan Pasal 27 UU PTPPU adalah: a. meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa keuangan; b. meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum; c. melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan; dan
Universitas Sumatera Utara
83 d. memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b. Langkah-langkah nyata yang telah dilakukan oleh PPATK dalam upaya
mengimplementasikan
Undang-Undang
TPPU
adalah
dengan
menerbitkan serangkaian ketentuan pelaksanaannya sehingga Undang-undang dimaksud dapat dioperasionalkan sebaik mungkin oleh PJK. Perlu dicatat bahwa Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan oleh PJK hanyalah berupa informasi transaksi keuangan suatu nasabah yang dinilai tidak wajar (di luar kebiasaan/profilnya) yang terjadi di suatu Penyedia Jasa Keuangan dan bukan merupakan laporan transaksi keuangan yang berindikasikan suatu tindak pidana. Penyedia Jasa Keuangan hanya bertugas adanya ketidakwajaran transaksi keuangan dan tidak melakukan investigasi. Hasil analisis PPATK yang disampaikan kepada pihak penyidik adalah berupa informasi intelijen keuangan yang dapat digunakan oleh aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti suatu dugaan tindak pidana. Informasi intelijen keuangan tersebut dihasilkan oleh PPATK setelah sebelumnya dilakukan analisis terhadap informasi Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Laporan Transaksi Tunai yang disampaikan oleh PJK serta informasi Laporan Pembawaan Uang Tunai dari Ditjen Bea dan Cukai. 115 Selain laporan tersebut, untuk lebih memperkuat hasil analisisnya PPATK dapat meminta informasi tambahan dari instansi lain yang terkait seperti pihak regulator, Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan FIU negara lain. Dengan kata lain hasil 115
Ibid
Universitas Sumatera Utara
84 analisis yang disampaikan PPATK kepada pihak penyidik merupakan informasi yang sudah memiliki nilai tambah (value added). Perlu ditambah bahwa laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dari PJK dan hasil analisis PPATK tersebut bersifat sangat rahasia dan kedua dokumen tersebut bukan merupakan dokumen alat bukti yang dapat digunakan dalam sidang pengadilan. Proses intelijen tersebut di atas dapat pula diterapkan dalam membantu penanganan kasus-kasus tindak pidana pencucian uang. Adapun tahap-tahapan proses intelijen dalam penanganan laporan transaksi keuangan yang disampaikan PJK kepada PPATK. 116 1.
Data evaluation dalam melakukan kegiatan analisis, sumber inforrnasi yang benar-benar terpercaya (reliability) dan informasi yang valid adalah dua hal penting yang harus tersedia. Untuk itu, diperlukan adanya evaluasi atas semua informasi yang dimiliki dalam rangka menyaring data/informasi yang tidak relevan dan tidak berkualitas. Dengan demikian proses analisis akan dapat dilakukan dengan lebih baik dan pada gilirannya dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang relatif tepat.
2.
Collation Semua informasi yang didapat dari kegiatan collection perlu disimpan secara aman dan rapi. Informasi yang perlu disimpan hanyalah informasi yang memang benar-benar relevan dan diperlukan, sedangkan informasi yang tidak relevan dan tidak benar harus dihilangkan. Guna memudahkan pencarian terhadap informasi yang telah disimpan, maka perlu 116
Ibid
Universitas Sumatera Utara
85
Proses analisis ini, apabila informasi yang
3.
mendukung kerja analisis dinilai masih kurang maka diperlukan adanya tambahan informasi/data sebagaimana yang dilakuakan dalam tahap collection di atas. Hasil akhir dari kegiatan analisis dapat berupa suatu kesimpulan, ramalan atau perkiraan. Ketika melakukan kerja analisis atas suatu LTKM, petugas analisis dapat mencari informasi lain yang terkait dengan laporan tersebut pada data base yang dimiliki PPATK. Apabila tidak ditemukan informasi lain dalam data base maka analis PPATK dapat mencari informasi lain dari berbagai sumber seperti yang dilakukan dalam tahap collection di atas. 4.
Reevaluation Tahapan ini merupakan proses review yang dilakukan secara berkesinambungan atas seluruh proses intelijen yang
dilakukan.
Hal
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi
setiap
Universitas Sumatera Utara
kelemahan/kekurangan yang ada dalam setiap tahapan proses intelijen. Dengan demikian kelemahan yang ada tersebut dapat segera ditanggulangi.
86
Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan ketentuan tindak pidana pencucian uang (UU TPPU) dalam upaya mencegah dan membrantas extra ordinary crime seperti antara lain korupsi, kejahatan pajak, pembalakan liar, dan perdagangan narkoba yaitu: 117 1.
Dari
laporan-laporan
yang
diterima oleh PPATK seperti LTKM, LTKT dan LPUT, akan sangat membantu penegak hukum dalam mendeteksi upaya para koruptor untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang atau harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana korupsi pada sistem keuangan atau perbankan. Hal ini karena laporan-laporan tersebut disertai dengan informasi lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan analisis bagi PPATK. 2.
Pasal 39 sampai 43 UndangUndang TPPU memberikan perlindungan bagi saksi dan pelapor terkait tindak pidana pencucian uang pada setiap tahap pemeriksaan, penyidikan, penuntutan dan peradilan, sehingga mendorong masyarakat untuk menjadi saksi atau melaporkan tindak pidana yang terjadi. Hal tersebut mengakibatkan upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang bisa menjadi lebih efektif. Perlindungan ini antara lain berupa kewajiban merahasiakan identitas saksi dan pelapor dengan ancaman pidana bagi pihak yang membocorkan dan perlindungan 117
Ibid
Universitas Sumatera Utara
87
3.
Adanya
asas
pembuktian
terbalik, yaitu terdakwa di sidang pengadilan wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana (Pasal 35 UU TPPU). Sementara itu, Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undangundang No. 31, Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menetapkan bahwa terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi. Untuk tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2, 3, 4, 13, 14, 15, 16 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya (Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 37 A ayat (3). Selanjutnya terdakwa wajib membuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan tetapi juga diduga berasal dari tindak pidana (Pasal 38B);
Universitas Sumatera Utara
4.
Dalam hal tersangka sudah meninggal dunia, sebelum putusan hakim dijatuhkan dan terdapat bukti-bukti yang meyakinkan bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana pencucian uang, maka hakim dapat mengeluarkan penetapan bahwa harta 88 kekayaan terdakwa yang telah disita dirampas untuk negara (Pasal 37 UU TPPU). Sementara itu, dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menetapkan bahwa dalam hal terdakwa meninggal dunia sedangkan secara nyata telah ada kerugian negara, maka penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada pengacara negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya;
5.
Berdasarkan Pasal 6 UndangUndang TPPU setiap orang yang menerima atau menguasai: penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan dan penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, diancam dengan hukum pidana (tindak pidana pencucian uang "pasif"). Ketentuan ini sangat membantu dalam mencegah penyebarluasan hasil korupsi dan sekaligus mempermu-dah pengejaran dan penyitaan harta hasil korupsi yang berada pada pihak lain;
6.
PPATK dapat dimanfaatkan untuk memperoleh ketera-ngan atau informasi intelijen di bidang keuangan dari FIU negara lain dalam rangka penanganan perkara tindak pidana pencucian uang.
Universitas Sumatera Utara
Di samping ketentuan yang telah diuraikan di atas, Pasal 30 sampai dengan 38 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang secara khusus telah mengatur proses hukum tindak pidana pencucian uang mulai dari tahapan penyidikan, penuntutan hinga ke tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan. Ketentuan mengenai hukum acara (proses hukum) tersebut sengaja dibuat secara khusus karena tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana baru yang memiliki karakteristik tersendiri 89 dibandingkan dengan tindak pidana pada umumnya. Hal ini tercermin dari ketentuan mengenai pemblokiran harta kekayaan, permintaan keterangan atas harta kekayaan, penyitaan, alat bukti dan tata cara proses di pengadilan yang dapat diuraikan dengan ringkas sebagai berikut: 118 Pemblokiran Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak mengenal pemblokiran rekening, yang diatur dalam Undang-Undang TPPU adalah harta kekayaan, oleh karena itu yang dapat diblokir oleh penyidik, penuntut umum atau hakim adalah harta kekayaan dan bukan rekening (vide Pasal 32 UU TPPU). Nilai atau besarnya harta kekayaan yang diblokir adalah senilai atau sebesar harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana. Bunga atau penghasilan lain yang didapat dari dana/harta kekayaan yang diblokir dimasukkan dalam klausula Berita Acara Pemblokiran. Sebaliknya, apabila dana yang ada dalam rekening lebih besar dari nilai yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana, maka yang diblokir hanya
118
http://www.komisikepolisianindonesia.com/main.php?page=ruu&id=146, diakses pada hari sabtu tanggal 26 Februari 2011
Universitas Sumatera Utara
sebesar dana yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana. Oleh karena yang diblokir bukanlah suatu rekening, melainkan harta kekayaan senilai atau sebesar yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana, maka aktifitas rekening tidak terganggu, dengan ketentuan jumlah dana yang diblokir dalam rekening tersebut tidak boleh berkurang. Jumlah dana yang ada pada rekening untuk sementara diblokir seluruhnya dengan syarat Penyidik/Penuntut Umum/Hakim dalam 90 surat perintah pemblokiran dan Berita Acara Pemblokiran harus menyebutkan mengenai "kepastian jumlah harta kekayaan/uang yang seharusnya diblokir, masih dalam proses penyidikan dan hasilnya akan diberitahukan kemudian." Mengenai tata caranya, perintah pemblokiran dibuat secara tertulis dan jelas dengan menyebutkan point-point yang diatur dalam Pasal 32 ayat (2) UndangUndang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan tembusan ke PPATK, dan mencantumkan secara jelas pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diduga dilanggar. Tembusan perlu juga dikirim ke Bank Indonesia apabila predicate crime-nya tindak pidana di bidang perbankan. 119 Permintaan Keterangan (Membuka Rahasia Bank). Sebagaimana telah diuraikan di atas, untuk meminta keterangan dan Penyedia Jasa Keuangan tentang Harta Kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa, tidak diperlukan permohonan dari Kapolri/Jaksa Agung/Ketua Mahkamah Agung untuk meminta izin dari Gubernur BI (Pasal 33 UU TPPU). Sementara itu, untuk kasus korupsi, menurut Undang-Undang No, 31 Tahun 1999, tetap diperlukan 119
Ibid
Universitas Sumatera Utara
permohonan dari Kapolri, Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung untuk meminta keterangan tentang keadaan keuangan seorang tersangka korupsi (Pasal 29), Dengan demikian, ketentuan dalam Undang-Undang TPPU dapat mempercepat upaya untuk memperoleh barang bukti dalam rangka memberantas tindak pidana korupsi. Pasal91 33 Undang-Undang TPPU menjelaskan kriteria para pihak yang dapat dimintakan informasi rekeningnya tanpa harus berlaku ketentuan rahasia bank yaitu: 120 1) pihak yang telah dilaporkan oleh PPATK; 2) tersangka; dan 3) terdakwa. Di luar tiga kategori tersebut di atas, tidak bisa dimintakan kepada bank mengenai informasi suatu rekeningnya, kecuali menggunakan mekanisme umum yaitu adanya permintaan tertulis dari pimpinan instansi kepada Gubernur Bank Indonesia. Jika dalam perkembangan penyidikan diketahui adanya pihak lain yang diduga terkait dengan aliran dana atau terkait dengan suatu tindak pidana, sedangkan orang tersebut tidak termasuk dalam tiga kategori di atas, maka hal-hal yang perlu dilakukan penyidik, antara lain penyidik: a.
menginformasikan
ke
PPATK dan selanjutnya PPATK memberitahukan ke PJK untuk dilaporkan sebagai LTKM. LTKM ini selanjutnya dianalisis oleh PPATK dan hasil analisisnya dilaporkan ke penyidik untuk ditindak lanjuti;
120
http/www.komisikepolisianindonesia, Op.,cit, hlm 2
Universitas Sumatera Utara
b.
menginformasikan
ke
PJK, dan oleh PJK dilaporkan ke PPATK sebagai SIR. Kemudian LTKM dianalisis oleh PPATK dan hasilnya dilaporkan kepada penyidik untuk ditindaklanjuti; dan c.
meminta izin kepada Gubernur BI untuk membuka rahasia bank. Penyitaan Dana yang disita tetap berada dalam rekening di bank yang bersangkutan (bank tempat dilakukannya pemblokiran) dengan status barang 92 sitaan atas nama penyidik atau pejabat yang berwenang. Hal ini sesuai dengan petunjuk pelaksanaan Keputusan Bersama Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia No. KEP126/JA/11/1997, No. KEP/10/XI/1997, No, 30/KEP/GBI Tanggal 6 November 1997 tentang Kerjasama Penanganan Kasus Tindak Pidana Di Bidang Perbankan. Pemeriksaan. Berita Acara Pemeriksaan seharusnya tidak mencantumkan nama pelapor dan saksi serta hal-hal lain yang mengarah pada terungkapnya identitas pelapor maupun saksi; atau BAP dibuat dalam bentuk Berita Acara Penyamaran penyidik. 121 Hal ini terkait dengan Perlindungan khusus bagi saksi dan Pelapor. Dalam
rangka memberikan perlindungan b pelapor dan saksi serta perlindungan bagi penyidik, hal-hal yang harus dilakukan antara lain: (i) permintaan saksi dari bank diajukan secara tertulis kepada bank (permintaan bukan ditujukan pada nama pejabat 121
Ibid, hlm 3
Universitas Sumatera Utara
bank); (ii) kapasitas saksi adalah mewakili institusi (bukan individu); dan (iii) tidak menyebutkan identitas pelapor dan saksi, atau identitasnya disamarkan. Mengungkap fakta bahwa seseorang mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan dimaksud berasal dari hasil tindak pidana, penyidik dapat menjelaskan pendekatan yaitu: 122 a.
Diketahui sama dengan dolus atau sengaja, artinya seseorang itu benar 93 mengetahui bahwa harta kekayaan untuk bertransaksi berasal dari hasil tindak pidana, terlepas apakah tindak pidana dilakukan sendiri, dilakukan bersama-sama dengan orang lain atau dilakukan orang lain;
b.
Di samping itu, patut menduga dapat dilihat pula dan kecakapan seseorang, artinya seseorang tersebut harus memiliki kapasitas untuk dapat dinilai apakah lalai atau tidak;
c.
Secara praktis, untuk dapat menilai bahwa suatu harta kekayaan diketahuinya atau patut diduganya berasal dari hasil tindak pidana, dapat dilihat dari: 1. apakah transaksi yang dilakukan sesuai profile? 2. apakah seseorang tersebut melakukan transaksi sesuai kapasitasnya? 3. apakah transaksi yang dilakukan terdapat underlying? Terlepas dari hal tersebut di atas, sesuai penjelasan Pasal 3 Undang-Undang
TPPU, untuk dapat dimulainya pemeriksaan TPPU, terhadap unsur "harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana" tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Pembuktian tersebut menjadi 122
Ibid
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab (beban) terdakwa saat pemeriksaan di sidang pengadilan. Hal ini sesuai Pasal 35 Undang-Undang TPPU bahwa terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Sehubungan dengan pendakwaan dalam sidang pengadilan 40, terhadap dakwaan kumulatif tidak ada masalah, tetapi terhadap dakwaan alternatif (primer subsidier) akan muncul masalah karena pemberkasannya secara terpisah. Seringkali satu alat bukti digunakan terhadap 94 kedua kasus (predicate crime dan money laundering). Dalam common law system, apabila proses pidana menyimpang dari due process of law (hukum acara) maka proses hukum gugur atau batal. Secara sepintas bahwa hukuman ditujukan terhadap pribadi orang yang melakukan pelanggaran pidana. Hukuman atau sanksi yang dianut hukum pidana membedakan hukum pidana dengan bagian hukum yang lain. Hukuman dalam hukum pidana ditujukan untuk memelihara keamanan dan pergaulan hidup yang teratur. 123 Di bawah ini diuraikan secara singkat peran, tugas, dan tanggung jawab setiap komponen tersebut: 1. Pihak Pelapor atau Penyedia Jasa Keuangan (Reporting Parties) Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang mendefinisikan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) adalah setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali
123
Leden Marpaung, Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2005), hlm 105
Universitas Sumatera Utara
amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan asuransi dan kantor pos. PJK memiliki kewajiban menyampaikan kepada PPATK berupa Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LKTM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) di atas Rp 500 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU TPPU. 2. Pengawas dan Pengatur Industri Keuangan a. Bank Indonesia
95
Bank Indonesia adalah bank sentral yang memiliki tugas dan tanggung jawab sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 jo UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Sesuai Undang-Undang tersebut, Bank Indonesia memiliki tugas dan tanggung jawab utama menjaga dan memelihara stabilitas nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia memiliki kewenangan menetapkan kebijakan moneter, memelihara dan mengatur sistem pembayaran dan mengatur serta mengawasi bank. Melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan bank, sesuai UndangUndang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Bank Indonesia memiliki kewenangan memberikan izin, mengatur, mengawasi dan memberikan sanksi terhadap bank (Bank Umum dan BPR). Sebagai pengawas bank, Bank Indonesia bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan antimoney laundering (AML) policy, termasuk didalamnya adalah pelaksanaan KYC principles. b. Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK)
Universitas Sumatera Utara
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan adalah Direktorat Jenderal di bawah Menteri Keuangan yang bertanggung jawab dalam mengawasi lembaga keuangan non bank seperti perusahaan asuransi, lembaga pembiayaan, dana pensiun. Selain sebagai pengawas dan pengatur, DJLK bertanggungjawab pula terhadap pelaksanaan KYC yang telah dikeluarkan bagi lembaga keuangan non bank. 3. Aparat Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan)
96
Berdasarkan laporan hasil analisis PPATK, Kepolisian selaku penyidik melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk membuat terang suatu kasus dengan mencari bukti untuk menentukan apakah terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang atau tidak. Apabila dalam penyidikan diperoleh bukti yang cukup, selanjutnya berkas perkara diteruskan kepada Kejaksaan untuk membuat dakwaan atau tuntutan dalam sidang pengadilan. 4. Presiden, DPR, Publik dan Komite Koordinasi TPPU Di samping DPR, setiap 6 bulan sekali Presiden menerima laporan kinerja pembangunan rezim anti pencucian uang dari PPATK. Laporan ini akan digunakan oleh Pemerintah dan DPR dalam mengevaluasi pembangunan rezim anti pencucian uang guna menetapkan kebijakan umum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Sementara itu, laporan kinerja PPATK khususnya dan pembangunan anti pencucian uang pada umumnya juga dilaporkan ke publik dalam rangka transparansi dan akuntabilitas PPATK. Mengingat badan pelaksana (implementing agency) pembangunan rezim anti pencucian uang cukup banyak, diperlukan koordinasi yang efektif dan berkesinambungan. Oleh karena itu, melalui
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Presiden No. 1 Tahun 2004 tanggal 5 Januari 2004 dibentuk Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU), dengan ketua Menko Polhukkam, Wakil Ketua Menko Perekonomian, sekretaris Kepala PPATK, dan beranggotakan 17 pimpinan instansi terkait. 124 97 Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa dalam sistem penegakan hukum, anti pencucian uang hadir dengan paradigma baru, semula orientasi tindak pidana pada umunya adalah mengejar pelaku pidana, sedangkan pada masa sekarang orientasinya adalah lebih mengejar pada hasil tindak pidananya. Mengingat tindak pidana pencucian uang termasuk transnational organize crime, dan melibatkan harta kekayaan yang umumnya dalam jumlah besar, untuk efektifitas pencegahan dan pemberantasannya diperlukan koordinasi bukan hanya dalam tingkat nasional tetapi juga internasional, serta kemudahan dalam penindakannya. Kemudahan-kemudahan tersebut telah diberikan dalam undang-undang pencucian uang antara lain secara khusus diatur mengenai pengecualian dari ketentuan rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya, azas pembuktian terbalik, serta penyitaan dan perampasan aset. 125 Koordinasi yang sedemikian luasnya tersebut juga harus didukung dengan tindakan konkrit, yaitu setiap elemen harus terlibat dalam anti-money laundering melalui pelaksanaan peranan dan tugasnya. Apabila dalam satu kesatuan tersebut terdapat satu atau beberapa elemen yang tidak dapat menjalankan fungsi
124 125
http://www.transparency.org, pada hari senin, diakses tanggal 21 Maret 2011 Bismar Nasution, Op.,cit, hlm 131-132
Universitas Sumatera Utara
dan tugasnya secara efektif, sudah tentu akan menjadi loophole yang dapat memberikan ruang gerak bagi pelaku pencuci uang. Pelaku pencuci uang dapat memanfaatkan penyedia jasa keuangan seperti bank, kantor pos, money changer, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga sekuritas Berta lembaga-lembaga yang terkait dengan keuangan dengan 98 cara bertransaksi untuk menyembunyikan atau menyamarkan sehingga seolah-olah harta kekayaannya terlihat seperti harta kekayaan yang diperoleh secara legal. Apabila penyedia jasa keuangan tidak melaporkan transaksi yang diwajibkan (transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi yang dilakukan secara tunai di atas RP 500 juta), tugas pokok PPATK yaitu melakukan analisis sudah tentu tidak dapat dilaksanakan. Walaupun PPATK telah menerima banyak laporan dari PJK, namun tidak ada koordinasi dan kerjasama dengan institusi lain baik di dalam maupun di luar negeri yang memiliki informasi terkait dengan laporan tersebut, maka hasil analisis PPATK kurang berkualitas dan pada akhirnya aparat penegak hukum juga tidak optimal dalam memproses lebih lanjut.126 Berkaitan dengan hal terakhir inilah FATF mengeluarkan suatu rekomendasi khusus (special recommendation) mengenai pembawaan uang tunai keluar atau masuk wilayah suatu Negara (cash courier). Di Indonesia, jauh sebelum dikeluarkannya
rekomendasi
FATF
tersebut,
Undang-Undang
TPPU
telah
menetapkan pembawaan uang tunai keluar atau masuk wilayah Republik Indonesia menjadi salah satu laporan yang menjadi sumber informasi vital bagi PPATK 126
Ibid
Universitas Sumatera Utara
dalam melaksanakan tugasnya, disamping dua laporan yang telah disebut di atas. Melaksanaan pelaporan ini, koordinasi juga menjadi kata kunci keberhasilan penegakan rejim anti pencucian uang. 127 PPATK antara lain telah melakukan kerja sama yang dituangkan dalam 99 bentuk Nota Kesepahaman (MoU) dengan Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Bapepam, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepolisian Negara, Kejaksaan Agung RI, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan lembaga penelitian di bidang kehutanan CIFOR (Center for International Forestry Research). Kerja sama meliputi pertukaran informasi, pertukaran pegawai, capacity building dan hal-hal lain yang terkait dengan pelaksanaan rezim inti pencucian uang di Indonesia. Implementasinya telah terjadi pertukaran informasi diantara instansi terkait tersebut, antara lain permintaan informasi intelijen keuangan dari Kepolisian RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada PPATK. Sementara itu dalam lingkup internasional, Indonesia telah menjadi anggota Asial Pacific Group on Money Laundering (APG) sejak tahun 2000. Pada tanggal 23 Juni 2004 PPATK secara resmi diterima sebagai anggota The Egmont Group. The Egmont Group (TEG) adalah suatu organisasi iternasional informal yang dibentuk pada tahun 1995 di Egmont-Arenberg Palace di Brussel. The Egmont Group beranggotakan Financial Inteligence Unit (FIU) dari berbagai negara, yang sebagian besar merupakan focal point dari rejim anti pencucian uang di 127
Ibid, hlm 134
Universitas Sumatera Utara
masing-masing negara. Diterimanya PPATK sebagai anggota TEG ini menunjukan bahwa PPATK telah diterima dan diakui oleh dunia internasional sebagai FIU yang telah beroperasi secara penuh dan mempunyai kedudukan yang sama dengan FIU dari negara lainnya. PPATK telah aktif pula dalam berbagai kegiatan internasional yang 100 diselenggarakan lembaga internasional seperti APG dan The Egmont Group. Diantara kegiatan tersebut adalah ditunjuknya Wakil Kepala PPATK sebagai co-chair dalam APG Typologies Working Group untuk periode 2003-2004, keikutsertaan PPATK sebagai anggota APG Implementation Issues Working Group, keikutsertaan PPATK sebagai anggota tim APG mutual evaluation terhadap negara Niue dan partisipasi Kepala PPATK sebagai pembicara dalam Seminar for non-Egmont member yang diselenggarakan oleh the Egmont Group beberapa waktu yang lalu. 128 Efektifnya pelaksanaan pencucian uang di Indonesia, melalui Keputusan Presiden No. 1 Tahun 2004 Tanggal 5 Januari 2004, Pemerintah RI membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasai Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang diketua oleh Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan dengan wakil Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan Sekretari Kepala PPATK. Komite TPPU beranggotakan Menkeh dan HAM, Menkeu, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN dan Gubernur Bank Indonesia. Komite TPPU bertugas: 129
128 129
Ibid Ibid
Universitas Sumatera Utara
a. mengkoordinasikan upaya penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; b. memberikan rekomendasi kepada Presiden mengenai arch dan kebijakan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang secara nasional; c. mengevaluasi pelaksanaan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; d. melaporkan perkembangan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang kepada Presiden. Komite Tindak Pidana Pencucian Uang dibantu oleh Tim yang terdiri101 dari Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (sebagai Ketua), Deputi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Bidang Keamanan Nasional (sebagai Wakil Ketua), Deputi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Kedasama Ekonomi Internasional, Direktur Jenderal MuliIateral Politik Sosial Keamanan Departemen Luar Negeri, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Departemen Kehakiman dan HAM, Direktur Jenderal Imigrasi-Departemen Kehakiman dan HAM, Direktur Jenderal Bea dan Cukai-Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan, Direktur Jenderal lembaga Keuangan Departemen Keuangan, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Departemen Keuangan. 130
130
Ibid, hlm135
Universitas Sumatera Utara