Habibi Lubis Penyusunan Traffic AnalysisZone Dengan Metoda Aggregasi Unit Kelurahan Berdasarkan Prinsip Homogenitas Kawasan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 20 No. 3, Desember 2009, hlm 167 – 182
PENYUSUNAN TRAFFIC ANALYSIS ZONE DENGAN METODA AGGREGASI UNIT KELURAHAN BERDASARKAN PRINSIP HOMOGENITAS KAWASAN Habibi Lubis Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung Labtek IX A, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132
Abstrak Pergerakan orang atau barang lazim digambarkan dengan matriks asal-tujuan (MAT).Lokasi asal dan tujuan pergerakan adalah lokasi berbasis zona yang dikenal dengan istilah Traffic Analysis Zone (TAZ). Untuk menghasilkan data MAT yang baik, TAZ yang optimal mutlak diperlukan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menyusun TAZ yang optimal dengan metoda aggregasi unit kelurahan dengan mempertimbangkan aspek homogenitas a-spatial dan spatial telah diusulkan dan dibahas dalam tugas akhir ini untuk wilayah studi Kota Bandung. Kerangka homogenitas a-spatial kawasan yang disusun dalam studi ini membagi unit kelurahan Kota Bandung kedalam empat cluster. Masing-masing cluster diasumsikan sudah memiliki tingkat homogenitas yang tinggi dalam satu cluster dan memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi antar cluster. Hal ini telah dibuktikan dengan nilai varian dalam cluster yang rendah dan varian intercluster yang tinggi. Dengan metoda aggregasi spatial dari 139 zona awal diperoleh 40 zona berdasarkan kerangka homogenitas a-spatial yang sudah disusun sebelumya. TAZ yang mencirikan homogenitas di dalamnya (optimal) sudah dihasilkan , sehingga antara satu zona cukup berbeda dengan zona lain di sekitarnya. Ini dibuktikan dengan Moran’s I yang menunjukkan zona yang terbentuk semakin berbeda dengan zona di sekelilingnya (random). Kata kunci: Traffic Analysis Zone (TAZ), Cluster, Agregasi
Abstract Movements of people or goods are commonly described by origin-destination matrix (MAT). Location of origin and destination is the location-based movement of the zone known as Traffic Analysis Zone (TAZ). To produce good MAT data, optimal TAZ is absolutely necessary. Therefore, this study aims to develop an optimal TAZ with administrative unit aggregation method by considering aspects of homogeneity of a-spatial and spatial that has been proposed and discussed in this study for study region of city of Bandung. Homogeneity of a-spatial framework area compiled in this study divides the city of Bandung administrative unit into four clusters. Each cluster is assumed to already have a high degree of homogeneity within a cluster and have a high level inter-cluster heterogeneity. It has been proved by the low variance in the cluster and high intercluster variance. With the spatial aggregation method of the 139 starting zone obtained 40 zones based on the homogeneity of a-spatial framework that has been prepared previously. TAZ that characterize the homogeneity in (optimal) is produced, thus quite different from one zone to another zone in the vicinity. This is evidenced by the Moran's I, which shows the different zones formed by the surrounding zone (random). Keywords: Traffic Analysis Zone (TAZ), Cluster, Aggregation
167
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
zone. Namun, untuk mendapatkan informasi berbasis rumah tangga membutuhkan dana dan tenaga yang cukup mahal. Sehingga penentuan TAZ umumnya dilakukan berdasarkan ciri batasan fisik atau yang paling mudah adalah batasan adminstrasi. Permasalahan zona yang terlalu luas dan terlalu kecil merupakan permasalahan yang muncul dari proses penentuan TAZ yang dilakukan berdasarkan batasan administrasi. Bandung sebagai daerah studi memiliki TAZ yang terdiri dari 146 zona yang ditentukan berdasarkan batas administrasi kelurahan. Matriks asal tujuan yang dihasilkan dari TAZ tersebut masih terlihat kejanggalan. (1) adanya sel yang kosong, (2) jumlah rumah tangga, jumlah populasi, jumlah trip bangkitan dan tarikan yang belum sepadan antara satu zona dengan zona lainnya. Dengan demikian TAZ yang sudah ada belum optimal. Oleh karena itu, sangat perlu adanya sebuah kajian penentuan alternatif TAZ yang lebih optimal di kota bandung sehingga mampu menghasilkan MAT yang lebih baik.
1. Pendahuluan Pengetahuan tentang pergerakan orang atau barang antar suatu kawasan yang lazim dikenal dengan interaksi antar kawasan merupakan informasi penting perencanaan transportasi (Meyer & Miller, 2001; 181). Adanya informasi yang baik tentang pergerakan orang dan atau barang akan sangat membantu dalam menyelesaikan permasalahan transportasi perkotaan. Informasi yang menggambarkan pergerakan orang dan atau barang umumnya digambarkan dalam bentuk matrik asal-tujuan pergerakan (MAT). Data MAT mencerminkan besaran pergerakan dari lokasi asal menuju lokasi tujuan dari sebuah pergerakan. Pada perencanaan transportasi, lokasi asal dan tujuan pergerakan merupakan lokasi berbasis zona yang lazim dikenal dengan Traffic Analysis Zone (TAZ). MAT yang baik sangat dipengaruhi oleh penentuan zona yang baik pula. Oleh karena itu zona yang akurat mutlak diperlukan untuk menghasilkan MAT yang benar-benar menggambarkan data pergerakan.
2. Teori Dasar Penyusunan Traffic Analysis Zone (TAZ) Berdasarkan Prinsip Homogenitas Kawasan
Penentuan TAZ memang merupakan persoalan yang pelik dalam sebuah analisis transportasi. TAZ yang terlalu luas bisa mengurangi keakuratan MAT karena akan menigkatkan pergerakan internal zona yang seharusnya menggambarkan pergerakan antar zona. Sebaliknya TAZ yang terlalu kecil, juga dapat mengurangi keakuratan MAT, karena dari zona yang kecil seringkali terjadi zero traffic. Zero traffic akan menyebabkan adanya sel pada MAT yang kosong sehingga hal ini kurang baik untuk peramalan pergerakan untuk masa depan (lihat Meyer & Miller, 2001; 181). Menurut Meyer & Miller (2001) TAZ yang baik adalah TAZ yang di bangun berdasarkan kesamaan karakteristik dari rumah tangga atau sering disebut dengan istilah household base
Pergerakan lalu lintas di jalan raya pada dasarnya bukan merupakan tujuan utama dari para pelakunya.Tetapi merupakan kegiatan yang diperlukan agar tujuan utama para pelaku perjalanan tercapai. Tujuan utama dari para pelaku perjalanan ditimbulkan oleh adanya interaksi dari berbagai jenis aktivitas yang letaknya tersebar dalam suatu wilayah. Bentuk dari tujuan utama tersebut dapat bermacammacam, seperti bekerja, sekolah belanja, rekreasi yang kesemuanya itu dapat dikatakan sebagai aktivitas sosial dan ekonomi dalam suatu sistem di suatu wilayah.
168
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
Matriks O-D adalah matriks berdimensi dua yang menggambarkan besarnya pergerakan pergerakan antarlokasi (asal dan tujuan) dalam daerah tertentu. Baris dari matriks menyatakan asal pergerakan dan kolom menyatakan tujuan pergerakan sedangkan isi sel dari matriks menyatakan besarnya arus pergerakan antar asal dan tujuan pergerakan terkait. dalam hal ini, notasi Tij digunakan untuk menyatakan besarnya arus pergerakan kendaraan, orang atau barang dari tempat asal i ke tempat tujuan j selama selang waktu tertentu. Melalui matriks O-D dapat dipelajari pola pergerakan orang atau barang yang terjadi dalam daerah tertentu. Dengan mengetahui pola pergerakan yang terjadi maka akan membantu dalam memahami permasalahan transportasi yang timbul sehingga diharapkan beberapa solusi bisa dihasilkan.
Model Bangkitan-Tarikan Pergerakan (Trip Generation Model) Trip generation model adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang bersal dan menuju suatu zona atau tata guna lahan tertentu. Dari pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas. Penentuan trip generation model merupakan tahap awal dalam pelaksanaan sequential model. Pada dasarnya dalam beberapa literatur, bangkitan pergerakan dapat di analisis melalui tiga tipe model yaitu analisis model faktor pertumbuhan (growth factor), analisis regresi dan cross-classification. Model Growth Factor, model ini digunakan untuk memproyeksikan bangkitan pergerakan di masa mendatang dengan mengalikan bangkitan pergerakan dengan faktor pertumbuhan. Faktor pengali pertumbuhan yang biasa digunakan adalah seperti populasi penduduk, pendapatan, kepemilikan kendaraan, dll. Model Regresi, analisis regresi merupakan metode statistik yang mempelajari bagaimana suatu variabel tidak bebas berkaitan dengan beberapa variabel bebas. Dalam hal ini variabel tidak bebas yang digunakan adalah bangkitan pergerakan. Analisis cross classification atau analisis kategori adalah metode untuk menggrupkan rumah tangga kedalam satu atau beberapa ciri sosial ekonomi tertentu.
Secara umum ada dua metode untuk mendapatkan matriks O-D yaitu metode konvensional dan metode non-konvensinal (Tamin, 2003).Metode konvensional dibagi lagi kedalam dua jenis yaitu metoda langsung dan tidak langsung. Metoda langsung adalah metoda untuk mendapatkan data secara langsung terjun ke lapangan seperti wawancara di tepi jalan, wawancara di rumah, menggunakan bendera, metode foto udara, dan lain-lain.Metoda tidak langsung dilakukan dengan mengolah data-data sekunder melalui pendekatan rumus-rumus matematis.Metoda yg umum digunakan adalah metode analogi dan metode sintetis.Metode non-konvensional adalah metode yang menggunakan informasi data arus lalu lintas untuk mendapatkan nilai matriks O-D. Traffic Analysis Zone
Matriks Asal-Tujuan (Origin-Destination Matrix)
Seharusnya sebuah zona memiliki alasan yang kuat untuk mengatakan bahwa sebuah wilayah 169
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
dikatakan sebuah zona pergerakan.alasan ini penting untuk mebedakan suatu zona dengan zona yang lain. Menurut Bass (1981) dalam Meyer & Miller (2001;181) ada enam kriteria untuk menentukan traffic analysis zone antara lain: 1. Mendapatkan karakteristik sosial ekonomi yang homogen dalam satu zona. 2. Meminimalisasi jumlah pergerakan internal zona. 3. Mempertimbangkan batasan fisik, politis, kekuasaan, dan sejarah. 4. Menghindari zona yang sepenuhnya berada dalam lingkup zona lainnya. 5. Mempertimbangkan agar sistem zona memiliki jumlah rumah tangga, populasi, bangkitan datarikan pergerakan yang seimbang antara satu zona dengan zona lainnya. 6. Basis batasan zona didasarkan pada sensus block.
Analisis cluster disebut juga analisis segmentasi atau analisis taksonomi.Dalam ilmu perencanaan kota, analsis cluster juga sudah sering digunakan, misalnya untuk menetukan hirarki dari kota-kota, menentukan struktur pola kota, distribusi kelas sosial ekonomi masyarakat dalam kota, dan lain-lain (John, 1988). Prinsip dalam analisis cluster adalah mengupayakan agar cluster yang terbentuk memiliki kesamaan yang tinggi antar anggotanya (homogenitas) dan memiliki perbedaan atau jarak yang jauh dengan cluster yang lain (heterogenitas). Untuk melihat nilai homogenitas dan heterogenitas antar objek dalam analisis cluster, metode yang sering digunakan adalah adalah dengan mengukur similarity (derajat kesamaan) dari masingmasing objek. Ada dua metode untuk mengukur similarity yang biasa digunakan yaitu mengukur nilai koefisien korelasi (rij) dan jarak euclidean (dij). Analisis cluster adalah sebuah proses memilah objek berdasarkan ciri kesamaan variabel dalam masing-masing objek. Proses pemilahan objek umumnya dilakukan melalui dua cara yaitu non-hierarchical atau Partitioning method dan hierarchical method.
Kriteria yang terakhir sangat penting karena beberapa negara biasanya menyediakan data sosial ekonomi penduduk berdasarkan sensus block. Adanya data sekunder akan mempermudah untuk penyusunan traffic analysis zone karena pada kenyataanya cara survey langsung terhadap rumah tangga cukup rumit, dan membutuhkan banyak tenaga dan biaya. Oleh karena itu, pada umumnya traffic analysis zone yang digunakan adalah zona berbasis satuan wilayah administratif yang lebih luas seperti kecamatan atau kabupaten/kota.
Jika pada sebuah koleksi data terdapat n objek, maka metode partisioning akan mebentuk k patisi data, setiap partisi merepresentasikan sebuah cluster dan k ≤ n. Dengan kata lain, metode partisioning menklasifikasikan data menjadi beberapa kelompok dengan ketentuan bahwa setiap kelompok harus berisi paling tidak satu data item, dan setiap data item harus menjadi anggota dari sebuah kelompok. Setelah mengetahui k, yaitu jumlah partisi yang harus dibangun, sebuha metode partisioning akan membentuk partisi awal. Kemudian, metode tersebut akan secara uteratif berusaha menigkatkan akurasi partisi yang terbentuk dengan cara memindahkan
Metoda identifikasi Homogenitas dengan Analisis Cluster Analisis Cluster (cluster Analysis) merupakan metode untuk mengelompokkan objek-objek yang lebih banyak ke dalam objek yang lebih sedikit (Dillon, 1984; Kachigan 1986). 170
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
objek dari satu kelompok ke kelompok yang lain.
sehingga masing-masing zona merupakan zona yang benar-benar menjadi asal dan tujuan pergerakan.Untuk melihat tingkat independensi dari zona-zona yang terbentuk maka bisa dilihat dari nilai spatial autocorrelasi-nya. Melalui spatial autocorrelation dapat dilihat apakah cluster zona yang terbentuk random, berkorelasi negatif, atau berkorelasi positif. Secara logis dapat dipahami bahwa TAZ yang random atau tanpa ada spatial autocorrelation adalah lebih baik dari pada TAZ yang berkorelasi positif maupun negatif. Untuk menghitung spatial autocorrelation umumnya ada dua cara yang sering dipakai yaitu Geary’s c dan Moran’s I. jika GC = 1 spatial autocorrelation tidak terjadi; jika GC < 1, positive spatial autocorrelation terjadi; dan jika GC > 1, negative spatial autocorrelation terjadi.
Metode hierarchical akan membangun sebuah dekomposisi hierarkis dari satu himpunan data tertentu. Metode hierarchical dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi bersifat divisive atau bersifat agglomerative, berdasarkan bagaimana dekomposisi hierarkis yang akan dibangun. Pendekatan agglomerative, yang juga disebut sebagai pendekatan bottom-up, dimulai dengan masing-masing objek membentuk sebuah kelompok terpisah. Pendekatan tersebut kemudian akan menyatukan objek-objek yang saling berdekatan, sehingga semua kelompok pada akhirnya menjadi satu, atau sehingga sebuah kondisi berhenti tertentu.Sedangkan pendekatan divisive, atau yang disebut juga sebagai pendekatan top-down, dimulai dengan seluruh objek berada pada sebuah cluster yang sama. Kemudian, pada setiap iterasi, cluster akan dipecah menjadi cluster-cluster yang lebih kecil sehingga suatu kondisi berhenti tertentu.
Jika n adalah jumlah unit spatial yang di observasi maka nilai Moran’s I akan berada diantara -1 sampai dengan 1. Nilai indeks Moran semakin mendekati -1 menyatakan bahwa negative spatial autocorrelation (dispers) terjadi atau pola dispers yang mudah dipahami adalah pola papan catur dimana unit yang bernilai tinggi dikelilingi oleh tetangga yang bernilai rendah dan sebaliknya. Indeks Moran mendekati nilai harapan (expected value) yang biasanya sangat dekat dengan nila 0 (nol) menyatakan tidak terjadi spatial autocorrelation atau pola ini disebut juga dengan random. Indeks Moran mendekati 1 menyatakan positive autocorrelation terjadi (cluster). Pola cluster terjadi ketika unit yang bernilai tinggi dikelilingi oleh tetangga yang benilai tinggi dan sebalikya tetangga yang bernilai rendah dikelilingi tetangga yang bernilai rendah.
Spatial Autocorrelation Tujuan utama analisis data spasial dalam studi ini adalah untuk meningkatkan homogenitas dalam satu cluster zona dan meningkatkan heterogenitas antar cluster zona yang telah dibuat. Seharusnya zona yang terbentuk adalah random karena tujuan utama agregasi zona transportasi adalah untuk menghilangkan zonazona pergerakan bertetangga yang memiliki ciri kesamaan data sosial ekonomi dan guna lahan. Asumsi awal adalah jika ada dua zona yang memiliki ciri karakteristik zona yang sama seharusnya tergabung menjadi dalam satu zona. Dengan demikian maka zona-zona yang terbentuk seharusnya memiliki ciri karakteristik sosial ekonomi yang independen 171
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
Prinsip utama dalam penyusunan TAZ ini adalah kesamaan ciri atau karakteristik dari kawasan berdasarkan variabel-variabel sosial, ekonomi, dan demografi. Kesamaan ini sering juga disebut sebagai homogenitas.Pada akhirnya Traffic Analysis Zone yang dihasilkan, diharapkan memiliki kesamaan ciri pada masing-masing zona. Tahapan penyusunan TAZ yang dilakukan dalam studi ini adalah seperti diperlihatkan pada gambar 1 berikut ini.
GIS dan Teknik yang Digunakan dalam Studi Cowen dalam You (1996) mendefenisikan -GIS is a planning support system which is “involving the intergation of spatially referenced data in a problem solving environment.” Sebenarnya banyak perencana ragu dengan defenisi ini. Jika agak sulit menerima defenisi tersebut, maka defenisi dari Burrough (dalam You, 1996) akan sangat membantu; GIS are a powerful set of tolls for colecting, storing, retrieving at will, transforming, and displaying spatial data from the real world for particular set of purposes.
3. Penyusunan Traffic Analysis Zone Dengan Metode Aggregasi Unit Kelurahan Berdasarkan Prinsip Homogenitas Kawasan
Studi ini memanfaatkan sistem GIS dalam beberapa tahapan analisis yang digunakan. Lebih rinci, beberapa pemanfaatan tools GIS dalam studi diperlihatkan dalam Tabel I berikut ini.
Berdasarkan Gambar 1, penyusunan TAZ pada studi ini terdiri dari empat tahapan utama. Keempat tahapan utama tersebut antara lain: penentuan variabel penyusun TAZ, membangun data berbasis GIS, penentuan TAZ, dan visualisasi hasil (pemetaan TAZ). Keempat tahapan tersebut akan dibahas berikut.
Tabel I Penggunaan Aplikasi GIS Dalam Studi Fungsi
Operasi yang Digunakan
Geodatabase
Pembangunan basis data dengan penggabungan data spasial dan data atribut
Start editing | add field Calculate Geeometri Summarize, sel statistic Table | Join
Geoprocessing
Penggunaan operasi Dissolving, Clipping, intersecting/ Overlaying, dan Singgle to multy part
Spatial Analysis
Spatial Index Moran’s
Geovisualization
Menampilkan peta-peta hasil analisis
View
Gambar 1 Langkah Penyusunan Traffic Analysis Zone (TAZ) Berdasarkan Prinsip Homogenitas Kawasan
Analysis Tools | Extract |Clip Analysis Tools | Overlay |intersec/union Data Management Tolls | Generalization | Disolving Data Management Tolls | Features | Multi part to single part Spatial Statistical Tools | Analyzing pattern | spatial autocorrelation View | Layout view
Sumber: Hasil analisis, 2008 Sumber: Hasil Analisis, 2008 172
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
Identifikasi Variabel-Variabel Penyusunan TAZ
Hubungan bangkitan dengan tujuh variabel predictor diperlihatkan dalam model 1, dari model 1 dapat dilihat variabel luas kawasan permukiman dan panjang jalan memperlihatkan tingkat signifikansi yang cukup kuat. Lebih jelasnya, nilai koefisien dan signifikansi masing-masing variabel pada model 1 diperlihatkan pada Tabel III.
Untuk
Untuk membangun sebuah TAZ maka variabel-variabel harus memiliki hubungan dan mampu menggambarkan aktivitas pergerakan dari masing-masing zona.Untuk melihat hubungan antara variabel-variabel dengan bangkitan dan tarikan pergerakan, digunakan 79 unit zona yang masih memiliki ukuran sama dengan batas kelurahan pada masa sekarang. Sedangkan variabel-variabel yang digunakan antara lain adalah ukuran keluarga, jumlah penduduk, luas kawasan terbangun, luas kawasan permukiman, panjang jalan, panjang rute angkutan kota, dan jumlah fasilitas.
Tabel III Nilai Koefisien dan Signifikansi Model Bangkitan Pergerakan Terhadap Variabel Sosial Ekonomi Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients
Model 1
Std. Error
B (Constant)*
Dengan asumsi hubungan hubungan antara variabel-variabel dengan bangkitan tarikan bersifat linier maka hubungan antara masingmasing variabel dengan bangkitan dan tarikan pergerakan dilihat dengan regresi linier. Dari hasil uji model terhadap bangkitan, dari ketujuh variabel yang digunakan memperlihatkan hubungan yang cukup kuat yaitu dengan rata-rata R square antara 0,621 – 0,637. Hal ini menyatakan bahwa lebih dari 60% data memiliki hubungan linier dengan bangkitan pergerakan.
t
Sig.
3.086
.003
-.438
.663
Beta
271.121 87.867
Ukuran Keluarga
-7.460
17.025
-.033
Jmlh_Pddk
-.002
.003
-.052
-.713
.478
Ls_mukim*
.000
.000
.525
2.980
.004
Ls_terbangun -1.531E-5
.000
-.037
-.170
.865
Pjng_jalan*
.005
.004
.237
1.295
.200
Pjng_rute
.004
.004
.089
.972
.335
Jumlh_fas
.976
1.064
.094
.916
.363
Sumber: Output SPSS, 2008 Dari hasil uji model terhadap tarikan, dari ketujuh variabel yang digunakan memperlihatkan hubungan yang cukup kuat yaitu dengan rata-rata R square antara 0,495 – 0,507. Hal ini menyatakan bahwa kurang lebih 50% data memiliki hubungan linier dengan tarikan pergerakan.
Tabel II R, R Square, Adjust R Square, dan Std. Error Dari Model Bangkitan Dengan VariabelVariabel Tes Adjust Std. Error R Model R R of the Square Square Estimate 1 .798a .637 .601 126.741 2 .798b .637 .606 125.871 3 .797c .636 .611 125.191 4 .796d .633 .613 124.737 e 5 .793 .629 .614 124.594 6 .788f .621 .611 125.132
Tabel IV R, R Square, Adjust R Square, dan Std. Error Dari Model Tarikan Dengan Variabel-variabel Tes
Sumber: Output SPSS, 2008
Model
R
R Square
Adjust R Square
Std. Error of the Estimate
1
.712a
.507
.458
324.611
2 3 4
.712b .711c .704d
.507 .506 .495
.466 .471 .467
322.373 320.600 321.814
Sumber: Output SPSS, 2008 173
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
Metode hirarkis menghitung kesamaan antar objek dari masing-masing variabel-nya secara luas. Secara luas maksudnya adalah bahwa pada metode hirarkis kita bisa melihat cluster masing- masing objek pada setiap tahapan iterasinya mulai dari iterasi pertama paling lemah yang biasanya akan menghasilkan banyak cluster sampai pada iterasi terakhir paling optimum yang akan menghasilkan hanya dua cluster. Sebaliknya metode partisi akan mengoptimalkan cluster berdasarkan jumlah cluster yang sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum proses iterasi dimulai. Seperti misalnya jika ditentukan bahwa lima cluster yang akan terbentuk maka metode partisi akan memperlihatkan cluster yang terbentuk pada iterasi terakhir adalah lima cluster.
Tabel V Nilai Koefisien dan Signifikansi Model Tarikan Pergerakan Terhadap Variabel Sosial Ekonomi Model 1
Unstandardized Coefficients B
Standardized Coefficients
Std. Error
t
Sig.
1.440
.154
Beta
(Constant)* 323.985
225.046
Ukuran Keluarga
6.837
43.604
.014
.157
.876
Jmlh_Pddk
-.008
.007
-.099
-1.155
.252
Ls_mukim *
.001
.000
.500
2.434
.017
Ls_terbang un
.000
.000
-.121
-.474
.637
Pjng_jalan
-.012
.009
-.271
-1.270
.208
Pjng_rute*
.056
.011
.551
5.139
.000
Jumlh_fas*
4.836
2.726
.212
1.774
.080
Sumber: Output SPSS, 2008 Hubungan tarikan pergerakan dengan tujuh variabel predictor diperlihatkan dalam model 1, dari model 1 dapat dilihat variabel luas kawasan permukiman, panjang rute angkutan, dan jumlah fasilitas memperlihatkan tingkat signifikansi yang cukup kuat. Lebih jelasnya nilai koefisien dan signifikansi masing-masing variabel pada model 1 diperlihatkan pada Tabel V. Berdasarkan kedua model di atas, walaupun nilai R square dari model hubungan antara variabel-variabel tes terhadap bangkitan dan tarikan yang tidak terlalu besar tetapi setidaknya model tersebut sudah membuktikan bahwa varibel-varibel tes tersebut memiliki hubungan linier dengan bangkitan dan tarikan pergerakan. Dengan demikian, penggunaan varibel-variabel tersebut dalam menyusun kerangka homogenitas dalam penyusunan TAZ dapat menggambarkan zona yang baik dan memiliki karakteristik yang homogen.
Untuk melihat tingkat homogenitas yang dilakukan melalui analisis cluster dengan memanfatkan software SPSS, beberapa variabel diperlukan untuk menyusun kerangka homogenitas antar objek (dalam penelitian ini objek yang digunakan adalah kelurahan). Beberapa variabel yang digunakan adalah variabel data karakteristik sosial ekonomi dan guna lahan yang dijadikan sebagai variabel dari unit-unit spatial kelurahan untuk digunakan dalam analisis penyusunan TAZ. Proses pembentukan masing-masing data variabel yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata ukuran keluraga Data ini diambil dari potensi desa dengan memanfaatkan data jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga tiap kelurahan.Data ratarata ukuran keluarga adalah hasil pembagian jumlah penduduk dengan jumlah rumah tangga pada masing-masing kelurahan. Kemudian data rata-rata ukuran keluraga dijadikan sebagai salah satu atribut dari unit kelurahan
Identifikasi Kerangka Homogenitas dengan Metode Analisis Cluster Ada dua metode dalam melakukan analisis cluster yaitu hierarchical method dan nonhierarchical method (iterative partitioning). 174
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
dengan metoda joint table dalam software arc view/gis.
kelurahan. Data panjang jalan setiap kelurarahan didapatkan dengan metoda menumpangtindihkan (overlay) peta batas unit kelurahan dengan peta ruas jalan dan kemudian mengkalkulasikan luas panjang ruas jalan pada masing-masing desa dengan perintah calculate length pada software arc view/gis. Proses penggabungan data rasio kawasan permukiman untuk menjadi atribut dari unit kelurahan dilakukan dengan perintah joint tabel dalam software arc view/gis.
2. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk merupakan hasil pembagian jumlah penduduk terhadap luas kelurahan. Data jumlah penduduk didapatkan dari potensi desa sedangkan data luas kelurahan didapatkan dari peta unit kelurahan dari BAPPEDA dengan memanfaatkan perintah calculate geometry pada software arc view/gis. Proses penggabungan data kepadatan penduduk untuk menjadi atribut dari unit kelurahan dilakukan dengan perintah joint tabel dalam software arc view/gis. 3. Rasio Kawasan Permukiman Luas kawasan permukiman pada setiap kelurahan didapatkan dengan metoda menumpangtindihkan (overlay) peta batas unit kelurahan dengan peta guna lahan dan kemudian mengkalkulasikan luas kawasan permukiman pada masing-masing desa dengan perintah calculate geometry pada software arc view/gis. Proses penggabungan data rasio kawasan permukiman untuk menjadi atribut dari unit kelurahan dilakukan dengan perintah joint tabel dalam software arc view/gis.
6. Rasio Panjang Rute Angkutan Rasio panjang rute angkutan adalah panjang jalan yang dilalui rute angkutan kota pada masing-masing kelurahan yang dinormalisasikan terhadap luas unit kelurahan. Peta rute angkutan didapatkan dari peta dalam program JJDB (jalan-jalan di bandung yuk!) yang dikeluarkan oleh perusahaan ELCEE pada tahun 2003. Ada pun proses pembentukan data dan penyatuan menjadi atribut unit spatial kelurahan sama seperti proses yang dilakukan pada rasio panjang jalan. 7. Rasio Jumlah Fasilitas Rasio jumlah faslitas adalah rata-rata jumlah fasilitas dalam setiap satu hektar lahan pada masing-masing kelurahan.Data jumlah fasilitas didapatkan dari potensi desa. Adapun fasilitas yang dimaksudkan adalah fasilitas-fasilitas sosial dan ekonomi yang mungkin mempengaruhi aktivitas pergeraka dari masyarakat antara lain fasilitas sekolah (SD, SMP, SMA, dan PT), fasilitas kesehatan (rumah sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik, dan posyandu), hotel/penginapan, bank, dan pusat perbelanjaan. Semua unit fasilitas dujumlahkan dengan bobot yang sama pada setiap unit kelurahan. Kemudian data rasio jumlah faslitas dijadikan sebagai salah satu atribut dari unit kelurahan dengan metoda joint table dalam software arc view/gis.
4. Rasio Kawasan Terbangun Rasio kawasan terbagun adalah luas kawasan terbangun yang dinormalisasikan terhadap luas unit kelurahan.Kawasan terbangun yang dimaksudkan adalah semua kawasan buit-up area pada kategori guna lahan dalam peta guna lahan yang diperoleh dari DISTARKIM. Ada pun proses pembentukan data dan penyatuan menjadi atribut unit spatial kelurahan sama seperti proses yang dilakukan pada rasio kawasan permukiman. 5. Rasio Panjang Jalan Rasio panjang jalan adalah panjang ruas jalan yang dinormalisasikan terhadap luas unit 175
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
Untuk mendapatkan tingkat homogenitas yang tinggi dalam masing-masing cluster, penentuan jumlah cluster dilihat berdasarkan pengamatan pada kestabilan rentang perubahan jumlah cluster pada dendogram hirarki cluster yang dihasilkan. Hal ini ditandai dengan tangkai cluster yang cukup panjang dibanding tangkai cluster yang lain. Berdasarkan hasil analisis cluster dengan menggunakan SPSS, maka cluster yang diperoleh terdapat pada Tabel VI. Untuk memastikan bahwa dalam setiap cluster memiliki tingkat homogenitas yang maksimum dan sebaliknya antar cluster juga memiliki heterogenitas yang maksimum, varian dari masing-masing cluster seharusnya memperlihatkan penurunan dibandingkan sebelum dilakukan peng-cluster-an. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata varian dari masing-masing cluster terbukti mengalami penurunan.
Cluster 1 Surabaya Gumuruh Kacapiring Kebonwaru Sukaraja Sukamaju Pasirlayung Sukapada Sukaluyu Neglasari Sekeloa
Cluster 1 Gempolsari
Cluster 2 Cigondewah Kaler Cigondewah Kidul Margasuka
Cluster 3 Warung Muncang
Cluster 4
Cijerah
Panjunan
Babakan
Cibadak
Cluster 4
Cipadung Palasari Cisurupan Cisaranten Wetan Ujung berung Pasanggrahan Pasirjati Pasirwangi Pasir endah Cisarenten Bina Harapan
Maleber Cicadas Sadang Serang
Kebon Jeruk Arjuna Pasir Kaliki
Sukabungah
Pamoyanan
Cipedes
Pajajaran Tamansari Citarum Cihapit Cikutra
Sukamiskin
Sukawarna Sukagalih
Antapani Tengah Antapani Karang Pamulang Mandalajati Sukapura Campaka Husen Sastranegara Lebak Siliwangi Isola Ciumbuleuit Ledeng Cigadung
Sukarasa Geger Kalong
Padasuka Cihaur Geulis Cipaganti Lebak Gede Pasteur Hegarmanah
Sumber: Hasil Analisis, 2008 Gambar 2 Perubahan Nilai Varian Masing-Masing Variabel Setelah Cluster-isasi
Cibuntu
Cigondewah Rahayu Caringin babakan Ciparay Kebon Lega
Cirangrang
Sukahaji
Karanganyar
Margahayu Utara
Kopo
Situsaeur
Cibaduyut Kidul
Suka asih
Nyengseret
Cibaduyut Wetan
Babakan Asih
Pungkur Balong Gede Lingkar Selatan
Pasirluyu
Mekarwangi
Ancol Cigereleng
Cibaduyut Wates
Ciateul
Mengger
Cijagra
Kujangsari
Ciseureuh
Turangga
Margasenang
Batununggal
Margasari
Paledang Cisaranten Kulon
Sekejati
Darwati
Babakansari
Pasirbiru
Cipamokolan
Binong
Cigending
Cisarantenkidul
Kebon Gedang
Sindang Jaya Antapani Kidul Babakan
Mekar mulya
Maleer
Cipadung Kulon
Cibangkong
Cipadung Kidul
Samoja
Babakan Tarogong Jamika Karasak Pelindung Hewan
Cluster 3
Dago
Sarijadi
Tabel VI Daftar Kelurahan Kota Bandung Dengan Klasifikasi 4 Cluster
Cluster 2
Malabar Burangrang Cikawao Kebon Kangkung Kebun Jayanti Cicaheum
Sumber: Hasil Analisis, 2008 Selain memiliki homogenitas yang tinggi dalam masing-masing cluster, sebaliknya antar satu cluster dengan cluster yang lain juga memperlihatkan heterogenitas yang tinggi. Dari ketujuh variabel analisis, lima variabel menunjukkan tingkat varian intercluster yang lebih tinggi dibanding rata-rata varian intracluster. Dua variabel lain yaitu ukuran
Braga Kebon Pisang Merdeka Babakan Ciamis Garuda Dungus Cariang Ciroyom
176
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
keluarga dan rasio panjang rute, tidak menunjukkan varian inter cluster yang lebih tinggi dibanding varian intra cluster. Dengan demikian, langkah penyusunan TAZ berdasarkan cluster yang sudah dihasilkan dapat dilakukan.
dimungkinkan untuk menjadi sebuah zona. Pada proses dissolve, zona-zona yang berasal dari nomor cluster yang sama masih digabungkan dalam satu record tunggal, padahal seharusnya masing-masing zona memiliki record tersendiri untuk dapat menghitung spatial autocorrelasi pada tahap berikutnya. Untuk itu, dalam software Arc GIS masing-masing zona dipisahkan melalui proses single part to multi part tools. Proses agregasi yang dilakukan secara garis besar terdapat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 3 Perbandingan Nilai Varian Intra Cluster dan Inter Cluster Dari Masing-masing Variabel 0,6
10000
0,5 0,4
8000
0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
6000
0,3 0,2 0,1
4000 2000 0
0
Kepadatan Penduduk
Ukurankeluraga
0,000016 0,000014 0,000012 0,00001 0,000008 0,000006 0,000004 0,000002 0
0,04 0,035 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0
Rasio kawasan terbangun
Rata-ratavarian dalamcluster Varianinter cluster Rasiokawasan Permukiman
Gambar 4 Proses Aggregasi Zona
0,02 0,000014 0,000012 0,00001 0,000008 0,000006 0,000004 0,000002 0
Rasiopanjang jalan
0,015 0,01 0,005 0
rasiopanjang rute angkutan
Rasio jumlah fasilitas
Sumber: Hasil Analisis, 2008 Agregasi Unit Spatial Kelurahan untuk Penyusunan TAZ
Sumber: Hasil Analisis, 2008
Istilah zona adalah istilah yang berkaitan dengan unsur spasial atau ruang. Kelurahankelurahan yang sudah tergabung dalam satu cluster belum tentu secara spasial berada dalam satu zona, mungkin saja dua kelurahan yang berada pada cluster yang sama, namun secara spasial berjauhan sehingga masingmasing tetap menjadi zona yang berlainan. Jika dua kelurahan atau lebih berada pada cluster yang sama dan secara spatial berdekatan maka kelurahan-kelurahan akan digabungkan dalam satu zona. Proses penggabungan ini lah yang disebut dengan istilah aggregasi.
Pada akhirnya traffic analysis zone yang terbentuk terdiri dari 40 zona yang merupakan hasil agregasi dari unit kelurahan.
Tidak semua kelurahan yang berada dalam satu cluster yang sama akan menjadi satu zona tunggal. Kelurahan-kelurahan yang bertetangga, memiliki conectivity* dan juga berada dalam cluster sama maka
Spatial Autocorrelation untuk Evaluasi TAZ
Gambar 5 TRAFFIC ANALYSIS ZONE
Spatial autocorrelation adalah alat untuk melihat masih ada atau tidaknya kemiripan antar unit-unit spatial yang bertetangga. Spatial autocorrelation diukur dengan indeks 177
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
moran yaitu antara negatif 1 sampai dengan positif 1. Nilai indeks Moran semakin mendekati negatif 1 menyatakan bahwa negative spatial autocorrelation (dispers) terjadi, atau pola dispers yang mudah dipahami adalah pola papan catur dimana unit yang bernilai tinggi dikelilingi oleh tetangga yang bernilai rendah dan sebaliknya. Indeks Moran mendekati nilai harapan (expected value) yang biasanya sangat dekat dengan nila 0 (nol) menyatakan tidak terjadi spatial autocorrelation atau pola ini disebut juga dengan random. Indeks Moran mendekati 1 menyatakan positive autocorrelation terjadi (cluster). Pola cluster terjadi ketika unit yang bernilai tinggi dikelilingi oleh tetangga yang benilai tinggi dan sebaliknya tetangga yang bernilai rendah dikelilingi tetangga yang bernilai rendah.
Gambar 7 memperlihatkan bahwa dari tujuh variabel yang digunakan dalam analisis, lima variabel menujukkan penurunan jarak antara nilai indeks morans dari unit spatial sebelum dilakukan penzonaan dengan indeks morans dari unit spatial TAZ yang dihasilkan. dengan kata lain bahwa telah terjadi perubahan pola spatial autocorrelasi kearah random. Dengan demikian, hal ini mendukung bahwa TAZ yang dihasilkan sudah memenuhi kriteria yang di inginkan yaitu intrazona yang homogen dan interzona yang heterogen. Karakterisasi Traffic Analysis Zone Karakteristik ingin ditinjau adalah karakteristik variabel yang sejak awal menjadi faktor penentu dalam perhitungan homogenitas dalam penyusunan TAZ. Jika sebelumnya TAZ disusun berdasarkan homogenitas dari variabel analisis dalam zona maka seharusnya nilai dari variabel pada masing-masing zona yang terbentuk akan terkonsentrasi pada nilai tertentu yang semestinya akan berbeda satu sama lain antar cluster zona yang berbeda. Dari awal sudah diketahui bahwa ada 7 variabel yang bisa menjelaskan karakteristik dari masing-masing zona yang sudah terbentuk antara lain:
Dengan berubahnya jumlah unit spatial dari sebelum dan sesudah dilakukan penzonaan maka terjadi perubahan nilai indeks harapan (expected index). Oleh karena itu, untuk menyatakan bahwa telah terjadi perubahan pola spasial yang mengarah ke pola random, tidak relevan jika dengan melihat pada penurunan nilai indeks moran. Dengan demikian, yang harus dilihat adalah perubahan jarak dari indeks moran terhadap indeks harapan sebelum dan sesudah penzonaan. Dari hasil perhitungan maka perubahan jarak dari indeks moran terhadap indeks harapan sebelum dan sesudah penzonaan dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 7 Karakteristik Zona 1. Ukuran Keluarga
Gambar 6 Penurunan Nilai Indeks Morans Sebelum dan Sesudah Penyusunan TAZ
Sumber: Hasil Analisis, 2008 178
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa zona-zona pada cluster 1 yang berada di area lapis ketiga atau agak di pinggir kota, memiliki karakteristik ukuran rumah tangga yang tidak terlalu berbeda dengan zona-zona lainnya yaitu rata-rata empat atau lima orang per rumah tangga, rasio kawasan terbangun dan permukiman cukup tinggi, rasio panjang jalan cukup tinggi tetapi rasio panjang rute angkutan relatif rendah, dan rasio ketersediaan fasilitas yang agak rendah.
2. Kepadatan Penduduk
3. Rasio Kawasan Permukiman
Zona-zona yang berada pada cluster 2 memiliki karakteristik yang serba rendah. Kepadatan penduduk yang relatif rendah, rasio kawasan permukiman terbangun dan kawasan terbangun relatif rendah dan juga ketersediaan akses jalan dan rute angkutan serta ketersedaan fasilitas. Sementara zona-zona pada cluster 3 dan 4 yang berada di area pusat kota memiliki karakteristik dengan kepadatan penduduk tinggi, rasio kawasan permukiman dan terbangun yang tinggi serta ketersediaan akses dan juga fasilitas yang tinggi.
4. Rasio Kawasan Terbangun
5. Rasio Panjang Jalan
Jika diurutkan berdasarkan tingkat kepadatan dan ketersediaan dari masing-masing varabel analisis maka zona-zona yan berada pada cluster 3 adalah pada tingkatan pertama, zonazona pada cluster 4 pada urutan kedua, zonazona pada cluster 1 pada urutan ketiga, dan zona-zona pada cluster 2 pada urutan keempat.
6. Rasio Panjang Rute Angkutan
Perbandingan TAZ yang Dihasilkan dengan TAZ Terdahulu
7. Rasio Jumlah Fasilitas
Tidak ada standard khusus untuk mengatakan sebuah TAZ lebih baik dari TAZ yang lain. Namun, TAZ yang membagi sebuah wilayah sehingga sistem pergerakan yang diakibatkan oleh aktivitas antar zona tergambarkan lebih baik bisa menjadi salah satu ukuran bahwa sebuah TAZ bisa dikatakan lebih optimal.
Sumber: Hasil Analisis, 2008
179
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
Untuk bisa menggambarkan karakteristik pergerakan yang diakibatkan oleh sistem aktivitas antar zona dengan baik, zona yang homogen bisa menjadi ukuran. Jika zona-zona yang dibentuk memiliki karakteristik yang homogen maka karakteristik pergerakan antar kegiatan akan lebih mudah diidentifikasi sehingga solusi untuk penyelesaiannyapun lebih mudah untuk dilakukan.
Dari kedua statistik deskriptif di atas, dapat dilihat bahwa dari 40 zona pada TAZ hasil analisis memperlihatkan varian yang meningkat. Selain varian yang meningkat, sebaliknya nilai indeks spatial autokorelasi juga memperlihatkan nilai yang menurun seperti telah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, TAZ dengan 40 zona yang dihasilkan diharapkan lebih optimal dibandingkan dengan TAZ dengan menggunakan batasan administrasi kelurahan.
Jika dibandingkan dengan TAZ terdahulu yang berdasarkan batas kelurahan, TAZ yang dihasilkan pada studi ini diharapkan lebih mampu menggambarkan pola dan karakteristik pergerakan antar zona karena TAZ yang dihasilkan telah disusun berdasarkan kesamaan atau homogenitas karakteristik sosial, ekonomi dan guna lahan kawasan. Dari data hasil 40 zona yang dihasilkan, statistik deskriptif dapat diperlihatkan pada tabel berikut:
Setelah mengenali karakteristik pergerakan antara zona, implikasi terhadap ruas jalan, pengaturan rute, penyebaran pergerakan dan penyediaan moda perjalanan dan lain-lain merupakan tindak lanjut yang harus dilakukan. Impilkasi lanjutan ini salah satunya yang sudah lazim dikenal adalah pemodelan transportasi empat tahap (four step model). Pada pemodelan ini, salah satu informasi penting yang digambarkan adalah jumlah pergerakan antar zona dalam bentuk matriks asal tujuan (MAT). Matriks asal tujuan sering digunakan untuk meramalkan besar dan pola pergerakan untuk masa yang akan datang. Seperti telah dijelaskan pada bab permasalahan, jika salah satu sel pada MAT kosong maka selamanya akan tetap kosong sehingga MAT yang memiliki banyak sel kosong kurang baik untuk dijadikan sebagai alat peramal. Oleh karena itu, zona yang terlalu kecil harus dihindari.
Tabel VII Statistics Deskriptive 139 Zona
Sumber: Hasil Analisis, 2008 Tabel VIII Statistics Deskriptive 40 Zona
Walaupun belum ada studi lanjutan tentang pemakaian TAZ yang dihasilkan untuk menggambarkan MAT, tetapi jika dibandingkan dengan TAZ yang terdahulu maka TAZ yang dihasilkan diharapkan akan mampu meminimalisasi sel kosong pada MAT. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya link jalan dengan kelas jalan minimal jalan kolektor yang menghubungkan semua zona dalam TAZ.
Sumber: Hasil Analisis, 2008
180
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
Dengan adanya link jalan yang menghubungkan seluruh zona dalam TAZ yang dihasilkan maka aksesibiltas antar zona akan lebih baik sehingga interaksi antar keseluruhan zona terjadi. Dengan demikian, jika interaksi antar keseluruhan zona terjadi maka tidak akan ada sel yang kosong pada MAT sehingga MAT yang dibuat berdasarkan zona ini bisa lebih baik untuk meramalkan besar dan pola pergerakan di kota bandung untuk masa depan.
Dengan mempertimbangkan aspek kedekatan dan conectivity unit kelurahan, metoda aggregasi yang dilakukan telah merangkai 139 unit kelurahan Kota Bandung menjadi 40 zona berdasarkan kerangka homogenitas yang sudah disusun sebelumya. Masing-masing zona sudah mencirikan homogenitas di dalamnya sehingga antara satu zona cukup berbeda dengan zona lain di sekitarnya. Ini dibuktikan dengan indeks spatial autocorrelation moran’s I yang semakin mendekati nilai indeks harpan (expected value) yang menyatakan bahwa TAZ yang terbentuk random. Analisis data spatial sangat diperlukan dalam studi ini.dengan memanfaatkan indeks koefisien Morans’s I terbukti sangat membantu, karena unsurunsur perkotaan harus dikenali dalam aspek spatial atau keruangan.
IV. PENUTUP Untuk membangun sebuah TAZ dengan prinsip memaksimalkan homogenitas kawasan maka diperlukan variabel-variabel yang menggambarkan karakteristik dari wilayah yang bisa mempengaruhi pola pergerakan dari masyarakat seperti struktur sosial ekonomi masyarakat dan fasilitas-fasilitas yang membangkitkan dan menarik pergerakan dari bagian-bagian wilayah tersebut.
Dari 40 zona yang terbentuk telah dikenali bahwa zona-zona yang berada di wilayah pinggiran merupakan zona dengan kepadatan lebih rendah dibanding zona yang berada di pusat dan memiliki ketersediaan fasilitas yang lebih sedikit. Jika zona-zona dikategorikan berdasarkan nilai tinggi rendahnya varibel penyusun TAZ yang sudah di kemukakan diawal maka zona-zona yang berada di pusat kota berada pada kategori satu, zona-zona pada lapis dua pada kategori dua, zona-zona pada lapis empat atau pinggiran pada kategori tiga, dan zona-zona pada lapis tiga pada kategori empat (TAZ dibagi kedalam empat lapis dari pusat kota sebagai lapis satu sampai ke pinggiran sebagai lapis empat).
Dalam membangun sebuah TAZ dengan memanfaatkan metoda aggregasi seperti yang
dilakukan dalam studi ini, data berbasis GIS mutlak diperlukan karena data berbasis GIS memiliki kelebihan dalam mengasosiasikan data spatial dengan data atribut. Kerangka homogenitas kawasan yang disusun dalam studi ini membagi unit kelurahan Kota Bandung kedalam empat cluster. Masing-masing cluster diasumsikan sudah memiliki tingkat homogenitas yang tinggi dalam satu cluster dan memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi antar cluster. Hal ini telah dibuktikan dengan nilai varian dalam cluster yang rendah dan varian intercluster yang tinggi. 181
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol .20/No.3 Desember 2009
National Center for Geographic Information and Analysis). Edwards, John D. 1992. Transportation Planning Handbook. New Jersey: Prentice Hall. Griffith, D. A., 1987. Spatial Autocorrelation: APrimer, State University of New York at Buffalo, ressource Publication in Geography. Healey, J. (1996). Statistics. A Tool For Social Research. Wadsworth Publishing Company. California. John, Robert. 1988. Use of Cluster Analysis in Social Service Planning: A Case Study of Laguna Pueblo Elders. Journal of Applied Gerontology 1988; 7; 21, DOI: 10.1177/073346488800700103. SAGE Publications. Kachigan, Sam Kash.1986. Statistical Analysis. New York: Radius Press. Meyer and Miller, 2001. Urban Transportation Plannig. Second edition, Mc Graw Hill. Tamin, Ofyar Z, 2000. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB. You, Jinsoo, 1996. Iplementation of Integration Land Use and Transportation Model with Geographic Information System, Urbana, Illinois.
TAZ yang dihasilkan sudah dibandingkan dengan TAZ terdahulu. Jika zona-zona dalam TAZ yang disusun pada studi ini sudah homogen dan memperlihatkan perbedaan karakter dengan zona-zona di sekitarnya maka dibandingkan dengan TAZ terdahulu, TAZ yang dihasilkan lebih efisien untuk digunakan dalam beberapa analisis transportasi lanjutan. Selain itu, adanya link jalan dengan kelas minimal jalan kolektor yang menghubungkan keseluruhan zona dalam TAZ maka diharapkan pemakaian TAZ ini dalam studi lanjutan seperti pembentukan matriks asal tujuan (MAT) dapat lebih efisien karena mampu megurangi sel kosong dalam MAT. DAFTAR PUSTAKA Anselin, Luc, 1997. Introduction to the Special Issue on Spatial Econometrics. International Regional Science Review, Vol. 20, No. 1-2, 1-7 (1997). SAGE Publications. Anselin, Luc, 2002. Introduction to Spatial Data Analysis. REAL, University of Illinois, Urbana-Champaign. Anselin, Luc, 2004. Introduction to Spatial Data Analysis. ICPSR-CSISS, University of Illinois, Urbana-Champaign. Bao, S. 1999. Literature Review of Spatial Statistics and Models. Cina Data Center, Univercity of Michigan. Biro Pusat Statistik. 2005. Kota Bandung dalam Angka 2005. Biro Pusat Statistik. 2005. Potensi Desa 2005. Black, John. 1981. Urban Transport Planning: Theory and Practice. London: Crown Helm. Dillon, Wiliam R. & Matthew Goldstein.1984. Multivariative Analysis. JohnWiley & Sons. Ding, Chengri. 1994. Impact Analysis Of Spatial Data Aggregation On Transportation Forecasted Demand: A Gis Approach. University of Illinois at UrbanaChampaign.URISA (1994), p362-375. Ding, Y., and Fotheringham, S. A., 1991, The Integration of Spatial Data Analysis and GIS: The Development of the STATCAS Module for ARC/INFO (Buffalo, NY:
182