Penyusunan Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Di Kabupaten Belu Tahun 2009 Gunarianto1 Wiwin Purnomowati
Abstract Arranging of poverty reducing masterplan in Belu is aimed to supply a document contained : 1) total poor families and their poverty problem, (2) effective policies of local government to reduce the poverty rate, (3) poverty map in Belu. The study approach is combination between quantitative and qualitative research called matching method (Brannen 1997). Data analysis uses triangulation method that combined data, source, method and subject. The conclusion of this research are : (a) reducing of poverty rate is related with the change of people’s attitude and behaviour (orientation on empowering of family and poor people), (b) cutting of poor inheritance among generations (high priority to women and children of poor family), (c) reducing poverty is not only government responsibility, but also other stakeholders (private sector, NGO, university etc), (d) reducing poverty related with the implementation of good governance, (e) not only depend on budget, but it must be supported by the system and regulation that sided with the poor, (f) it’s necessary to be implemented integratedly (multi sectors) and continuously. . Kata Kunci: Master plan, Poverty
A. PENDAHULUAN Tingkat kemiskinan di kabupaten Belu yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste itu mencapai 60 persen jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya mencapai 16-17 persen (NTT ONLINE news.com, 2008). Selain itu, Kabupaten Belu perlu secepatnya dibangun, karena merupakan salah satu serambi terdepan Indonesia dengan negara tetangga. Program PBB ini dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik antara etnis Timor Leste yang bermukim di wilayah perbatasan akibat kepincangan ekonomi.
1
Dosen Fakultas Ekonomi Akuntansi Universitas Widyagama Malang
1
Penanggulangan kemiskinan yang berlangsung selama ini cenderung memperlihatkan gejala paradoksal, di satu sisi tetap mengupayakan sarana dan prasarana fisik yang terus dikembangkan, sementara di sisi lain kondisi masyarakat miskin dengan daya beli yang sangat terbatas ternyata masih menempati porsi yang cukup signifikan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Dengan demikian perlu dilakukan penataan bidang ekonomi secara terpadu dengan bidang sarana prasarana wilayah, bidang sumber daya manusia dan disertai dengan perubahan mind set perencanaan yang berpihak kepada kaum miskin
yang searah dengan paradigma pembangunan Gubernur Nusa
Tenggara Timur “Anggur Merah” yaitu Anggaran untuk rakyat menuju sejahtera. Berdasarkan pertimbangan angka kemiskinan yang masih signifikan dan penanganan kemiskinan di Kabupaten Belu ini, maka diperlukan suatu cara penanggulangan kemiskinan yang sistematis, terencana dan terarah dengan jelas yang dituangkan dalam suatu master plan yang siap untuk diterjemahkan dalam rencana tahunan dalam bentuk program-program dan kegiatan-kegiatan yang siap untuk diimplementasikan. Prakarsa Pemerintah Kabupaten Belu Propinsi Nusa Tenggara Timur untuk mempersiapkan master plan rencana penanggulangan kemiskinan merupakan satu kebijakan yang sangat penting. Dengan adanya master plan yang sesuai potensi sumberdaya serta kondisi kemiskinan di Kabupaten Belu, maka strategi dan program penanggulangan kemiskinan dapat lebih terarah, terfokus, dan terukur tingkat kinerjanya. Master plan ini juga menjadi salah satu arahan yang penting bagi berbagai elemen pemerintah, masyarakat sipil dan pelaku pasar untuk menjalin sinergi memajukan kualitas hidup masyarakat.
2
Berdasar uraian tersebut di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Sejauhmana penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Belu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat? Adapun maksud dan tujuan penyusunan master plan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Belu adalah tersedianya dokumen yang memuat: (1) jumlah penduduk miskin beserta semua permasalahan dasarnya yang menyertai kemiskinan itu sendiri, (2) rumusan kebijakan Pemerintah Kabupaten Belu yang efektif dalam upaya mengurangi kemiskinan dalam berbagai rencana aksi penanggulangan kemiskinan, (3) peta kondisi kemiskinan di Belu.
B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Penyebab Kemiskinan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia (2003) mengenai penyebab dasar kemiskinan, yaitu 1. Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal 2. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana 3. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor 4. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung 5. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern) 6. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat 7. Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkungannya 8. Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance)
3
9. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan. Sharp et.al dalam Kuncoro (2004) mengidentifikasi penyebab kemiskinan dipandang dari segi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas SDM ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diksriminasi atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas menyebabkan rendahnya pendapatan yang selanjutnya berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Selanjutnya rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir ini dikemukakan oleh Ragnar Nurkse (Kuncoro, 2004) seorang ekonom pembangunan ternama di tahun 1953, yang mengatakan ”a poor country is poor because it is poor” (negara miskin itu miskin karena dia miskin). Penduduk miskin di Indonesia menurut Chamsyah (2006) dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu penduduk miskin yang diakibatkan oleh kemiskinan kronis atau kemiskinan struktural yang terjadi secara terus menerus. Dan kemiskinan sementara
4
yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi krisis. Sementara itu Baswir (1999) membedakan kemiskinan menjadi kemiskinan natural, kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, lanjut usia atau karena bencana alam. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor budaya seperti malas, tidak disiplin, boros dan lain sebagainya. Sedangkan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manuisia seperti distribusi aset produktif yang tidak merata, kebijakan ekonomi yang tidak adil, korupsi, kolusi dan tatanan perekonomian dunia yang cenderung diperuntukkan kelompok masyarakat tertentu. Indikator kemiskinan yang digunakan pada umumnya menggunakan kriteria garis kemiskinan (poverty line) untuk mengukur kemiskinan absolut. Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi dimana tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Sedangkan garis kemiskinan itu sendiri pada intinya untuk membedakan penduduk yang tergolong miskin dengan penduduk yang tidak miskin. Di Indonesia sudah dilakukan berbagai program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah maupun bantuan negara donor. Program pemerintah antara lain IDT (Inpres Desa Tertinggal), PPK, P2KP, PDMDKE. Persamaan di antara berbagai program penanggulangan kemiskinan tersebut terutama dalam penciptaan lapangan kerja produktif, pengembangan kapasitas administrasi pembangunan, konstruksi pembangunan, peningkatan kegiatan ekonomi produktif dan penanggulangan dampak negatif krisis.
5
Pengalaman di negara-negara Asia menunjukkan berbagai model mobilisasi perekonomian
pedesaan
untuk
memerangi
kemiskinan.
Model
pertama,
mendasarkan pada mobilisasi tenaga kerja yang masih belum didayagunakan (idle) dalam rumah tangga petani gurem agar terjadi pembentukan modal di pedesaan (Nurkse, 1953). Idenya adalah bahwa tenaga kerja yang masih belum didayagunakan pada rumah tangga petani kecil dan gurem merupakan sumber daya yang tersembunyi dan merupakan potensi tabungan. Model kedua, menitikberatkan pada transfer sumber daya dari pertanian ke industri melalui mekanisme pasar (Fei & Gustav, 1964; Lewis, 1954). Ide bahwa penawaran tenaga kerja yang tidak terbatas dari rumah tangga petani kecil dapat meningkatkan tabungan dan formasi modal lewat proses pasar. Ketersediaan tenaga kerja semacam itu dikemukakan hanya untuk menjelaskan bagaimana pangsa relatif upah dan laba pada sektor kapitalis (apakah di sektor pertanian atau industri, di perekonomian pedesaan atau di kota) dapat saja dipengaruhi oleh produktivitas tenaga kerja di sektor subsisten, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi tabungan dan investasi dalam perekonomian secara umum. Model ketiga, menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan teknologi dan memungkinkan sektor pertanian menjadi sektor yang memimpin. Model ini dikenal dengan nama model pertumbuhan berbasis teknologi atau rural led Development. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan telah banyak dilakukan di Indonesia. Studi yang dilakukan Sumarto (2002) dari SMERU Research Institute berdasarkan survei yang dilakukan atas 100 desa selama periode Agustus 1998 hingga Oktober 1999 menemukan bahwa: Terdapat hubungan negatif
6
yang sangat kuat antara pertumbuhan dan kemiskinan, pertumbuhan tidak mengurangi kemiskinan secara permanen, pertumbuhan secara kontemporer dapat mengurangi kemiskinan, pengurangan ketimpangan mengurangi kemiskinan secara signifikan, dan memberikan hak atas properti dan memberikan akses terhadap kapital untuk golongan masyarakat miskin dapat mengurangi kesenjangan, merangsang pertumbuhan, dan mengurangi kemiskinan. Selanjutnya studi dilakukan Strauss et.al dalam Kuncoro (2004) menggunakan Indonesian Family Life Survey (IFLS) untuk meneliti dimensi yang berbeda dari kesejahteraan masyarakat Indonesia setelah krisis. Hasil studi ini menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2000, hampir tiga tahun setelah krisis ekonomi, kesejahteraan individu dalam IFLS nampak tidak lebih memburuk dengan sebelum krisis pada akhir tahun 1997 dilihat dari berbagai dimensi standar hidup masyarakat. Yang mengejutkan adalah sebagian masyarakat justru menjadi lebih baik, paling tidak terlihat dari tingkat kemiskinan yang lebih rendah dan pengeluaran per kapita yang lebih tinggi. 2. Menangani Kemiskinan Di Era Otonomo Daerah Sentralisasi yang sangat kuat di masa lalu berimbas pada kebijakan pengurangan kemiskinan dimana hampir semua program kemiskinan bersifat top down dengan keterlibatan minimal pemda dalam formulasi kebijakan. Apabila ada yang beranggapan bahwa beberapa program di masa lalu menunjukkan hasil positif, perlu diperhitungkan juga faktor pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan stabil di masa itu yang secara otomatis juga ikut membantu mempercepat pengurangan kemiskinan. Program atau kebijakan yang bersifat top down tersebut ternyata juga gagal dalam merefleksikan perbedaan antar daerah yang kadang-kadang bisa
7
menjadi sangat signifikan. Akibatnya timbul berbagai kegagalan berskala besar dalam program atau kebijakan yang pada akhirnya berakibat pada dihentikannya program itu. Kegagalan IDT adalah contoh diskontinuitas program pengurangan kemiskinan karena kegagalan di banyak daerah.
Tabel. Ciri-ciri Program Penanggulangan Kemiskinan Kelemahan Program
Perencanaan, penentuan sasaran dan kriteria miskin serta pengaturan teknis pelaksanaan yang dilakukan pemerintah pusat (top down) seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau daerah Program-program yang dilaksanakan secara sektoral seringkali mengakibatkan adanya semangat ego-sektoral dan saling tumpang tindih Banyak program penanggulangan kemiskinan yang menempatkan masyarakat sebagai obyek sehingga masyarakat kurang berpartisipasi secara aktif Pertanggungjawaban hanya bersifat administratif kepada pemerintah sehingga tidak terbangun keterbukaan dan akuntabilitas publik, akibat pendekatan proyek maka keberhasilan program hanya diukur dengan presentase bantuan yang berhasil disalurkan dan jumlah sasaran penerima
Upaya Penanggulangan Kemiskinan
Prinsip-prinsip penanggulangan Kemiskinan
Mendidik masyarakat miskin terus-menerus mengenali potensi yang dimiliki baik individu, keluarga maupun lingkungan (ketrampilan, material dan SDA) sebagai modal dasar meningkatkan kesejahteraan hidup. Mendorong tumbuhnya rasa percaya diri akan kemampuannya untuk lepas dari belenggu kemiskinan.
Perencanaan dan penentuan oleh masyarakat bersama aparat di lapangan sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Menyadarkan bahwa tidak akan ada seseorang yang dapat keluar dari genggaman kemiskinan selain atas usaha orang itu sendiri
Masyarakat ditempatkan sebagai pelaku utama dalam perang melawan kemiskinan agar masyarakat berperan secara aktif
Menciptakan lapangan kerja dan peluang berusaa untuk menguatkan ekonomi masyarakat setempat. Penguatan organisasi / kelompok masyarakat yang ada; memberikan bantuan fasilitas (dana dan keahlian) yang dibutuhkan untuk mendayagunakan potensi yang dimiliki
Pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat untuk membangun keterbukaan dan akuntabilitas
Program penanggulangan kemiskinan harus mengarah pada pendekatan yang menyeluruh (multisektor)
8
Sumber : Hamid at.al dalam Kuncoro (2004) Sebenarnya perdebatan antara pendekatan ”top down” dan ”bottom up” tidak perlu terjadi apabila sistem politik nasional dan terutama lokal mampu menciptakan akuntabilitas pemerintah terhadap rakyatnya. Sistem politik dan pemilihan Kepala Negara dan kepala daerah pada saat ini dengan melalui pemilihan langsung diharapkan dapat menciptakan akuntabilitas pemerintah. Selain itu diharapkan pula Kepala Negara dan kepala daerah terpilih lebih peka terhadap keluhan masyarakat dan lebih tunduk pada kepentingan masyarakat atau pemilihnya daripada kepentingan partainya. Dilihat dari kondisi anggaran saat ini, jelas bahwa komitmen dan kemampuan daerah dalam pengurangan kemiskinan sangat lemah. Hampir 75% pemerintah daerah di Indonesia menghabiskan lebih dari 60% anggaran untuk pengeluaran rutin. Dengan kata lain, tidak banyak sumber daya yang dimiliki daerah untuk menciptakan program-program yang berkaitan dengan pengurangan kemiskinan melalui pengeluaran pembangunan. Memang dalam pengeluaran rutin terdapat unsur belanja pegawai yang juga mencakup pegawai-pegawai yang berkaitan dengan upaya pelayanan jasa publik dan secara tidak langsung ikut membantu mengurangi kemiskinan, namun efektivitas dari pengeluaran rutin tersebut masih dipertanyakan mengingat belum jelasnya hubungan antara kebutuhan dan rekrutmen pegawai daerah yang berlangsung saat ini. Mengingat upaya pengurangan kemiskinan merupakan upaya yang memerlukan terobosan kebijakan, sulit diharapkan terobosan tersebut datang dari kegiatan yang bersifat rutin. Dari segi anggaran pembangunan, selain masalah kurangnya alokasi anggaran juga terdapat masalah alokasi anggaran yang kurang pas untuk mendorong upaya memacu
9
pertumbuhan perekonomian daerah sekaligus mengurangi kemiskinan. Simulasi menunjukkan bahwa adanya relokasi anggaran di berbagai bidang, di luar sektor pendidikan dan kesehatan, ke sektor pembangunan infrastruktur dasar akan menciptakan efek yang sekaligus memperbaiki akses bagi sebagian besar masyarakat yang akhirnya berkontribusi positif dalam upaya pengurangan kemiskinan. Salah satu bidang yang diusulkan untuk direlokasikan sebagian anggarannya adalah sektor pembinaan aparatur pemerintah. Alokasi APBD anggaran pembangunan untuk sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar akan menciptakan anggaran yang ”pro-poor”.
C. METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggabungan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif atau oleh Julia Brannen (1997) disebut dengan pendekatan matching methode. Metode analisa data menggunakan metode triangulation yaitu analisa data yang menggabungkan antara data, sumber, metode dan subjek. Adapun data yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei, observasi dan wawancara dengan responden yang menjadi informan. Informan adalah orang yang dianggap tepat dan bisa dipercaya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan menganalisis dokumen-dokumen yang bersumber dari BPS, Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial dan Instansi terkait lainnya. Data sekunder yang dibutuhkan adalah Kabupaten Belu dalam
10
Angka, KUA APBD, Renstra, APBD Kabupaten Belu, SUSENAS, PODES serta dokumen pendukung lain. Wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi kegiatan Penyusunan Master Plan Penanggulangan Kemiskinan ini adalah wilayah administrasi Kabupaten Belu yang terdiri dari 24 Kecamatan dan 208 desa/kelurahan. Populasi dalam kegiatan ini adalah setiap rumah tangga di Kabupaten Belu. Jumlah sampel atau responden adalah poporsional sesuai kebutuhan dengan mempertimbangkan karakteristik populasi (homogen atau heterogen). Pendekatan yang dipakai dalam penentuan sampel adalah purposive sampling (sampel dengan kriteria tertentu). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah survei lapangan, Participatory Research Appraisal (PRA), Focus Group Discussion (FGD), dan Seminar. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisa model interaktif dari Miles dan Huberman (1992) seperti disajikan dalam gambar berikut ini : Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Tarik kesimpulan/ Verifikasi
Gambar: Alur Processing data dan Analisis Penyusunan master plan penanggulangan kemiskinan dirancang melalui Analisis Lingkungan Internal (ALI) dan Analisis Lingkungan Eksternal (ALE) dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, yang dalam penelitian ini untuk merumuskan
11
strategi penanggulangan kemiskinan. Analisa ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan Ancaman (threat). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan pemerintah. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT.
D. PEMBAHASAN Faktor-faktor penyebab kemiskinan di Kabupaten Belu disebabkan oleh beberapa hal diantaranya faktor ekonomi, struktural, situasional, politik, dan sosial yang digambarkan sebagai berikut :
12
FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DI BELU Ekonomi • Pendapatan Perkapita rendah • Tingkat pengangguran tinggi • Ketergantungan pada sektor pertanian yang tinggi sehingga produktivitas tenaga kerja rendah • Persentase penduduk miskin tinggi • Investasi Rendah
Struktural • Topografi wilayah • Kondisi geografis • Kurangnya sarana & prasarana
Situasional • Curah hujan yang rendah • SDA yang belum dapat digunakan secara optimal
Sosial
Politik • Jauh dan sulitnya akses dari sumber kekuasaan • Kurangnya Partisipasi & budaya politik
• Tingkat Pendidikan & Kesehatan masih Rendah • Rasio Beban Tanggungan yang tinggi • Adat kebiasaan • Berpikir & cara pandang miskin • Kepercayaan tradisional
Gambar. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Belu
Beberapa program untuk rencana aksi sebagai implementasi strategi penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Belu disusun berdasarkan telaah terhadap Rencana Strategis Daerah, Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Belu 2005 - 1020, Prioritas Pembangunan 2009 – 2014, RPJMD 2009 – 2014. Di samping itu, dengan memperhatikan suara rakyat miskin dan kalangan komponen lainnya dari unsur masyarakat, maka rencana aksi penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Belu dapat dijabarkan berikut ini:
Matrik Program Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Belu 2010 - 2014 Sasaran
Program
1
2
Kegiatan 3 A. Aspek Ekonomi
Penanggung Jawab 4
Indikator Kinerja 5
13
Meningkatkan ketahanan pangan bagi masyarakat miskin
Peningkatan produksi dan produktivitas Sektor pertanian (sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan)
1.Mengadakan benih tanaman pangan dan hortikultura untuk orang miskin 2.Memberikan bantuan pupuk, pestisida untuk tanaman pangan
Peningkatan produksi hasil pertanian, perkebunan dan peternakan
1.memberikan bantuan peralatan TTG 2.memberikan bantuan bibit, pupuk dan pestisida 3.memberi bantuan makanan ternak
Peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian dan Peningkatan perkebunan
1.Menjalin kerja sama kemitraan dengan KUD dan pihak swasta 2.kemitraan dengan gereja (keuskupan)
penerapan TTG
Pelatihan penguasaan teknologi yang disertai pendampingan hingga menjadi petani mandiri Sosialisasi dan penyuluhan tentang penyakit ternak Pelatihan bagi PPL
Peningkatan produksi dan produktivitas Sektor pertanian (sub sektor perikanan)
Peningkatan pendapatan masyarakat miskin
Dinas Pertanian
Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan, BPMD
Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi Dinas Pertanian, BPMD, Dinas perkebunan Dinas Peternakan Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan Dinas Perikanan, Dinas Perindustrian perdagangan
Pemberdayaan ekonomi masy pesisir
Pencegahan dan penanggulangan penyakit ternak
Pengembangan budidaya perikanan
Pemberdayaan penyuluh pertanian/perkebunan lapangan
Dinas Perikanan
Pengembangan perikanan tangkap
Pelatihan diversifikasi pengolahan hasil tangkapan
Dinas Perikanan
1.Mengendalikan distribusi pangan dan harga pangan pokok 2. Memperluas lahan garapan rumah tangga
Dinas Pertanian
Peningkatan ekstensifikasi usahatani masyarakat miskin
Tersedia pangan cukup bagi masyarakat miskin 1.Produksi padi naik 89% dan jagung 63% , produktivitas padi naik 37% dan jagung 26%, 2.kacang hijau (fore Belu) tetap sebagai komoditas unggulan 1.populasi ternak naik 2.distribusi pemilikian ternak makin merata Produksi meningkat Kematian ternak turun 0,2% per tahun Intensitas penyuluhan naik jadi 4 hr per minggu 1.Jumlah industri rumah tangga perikanan meningkat 2.produksi ikan naik 3.jumlah KUBE naik 4.koperasi perikanan naik 5.nelayan yang menjadi anggota kop perikanan naik 6.berkembangny a sistem ekonomi masy pesisir 1.Jumlah rumah tangga miskin turun 2.luas lahan garapan dan produksi rumah
14
Pengembangan tanaman hortikultura untuk konsumsi rumah tangga dan pasar
Pengembangan agribisnis peternakan masyarakat miskin
Pengembangan tanaman perkebunan rakyat miskin
miskin 3.Merehabilitasi lahan garapan rumah tangga miskin, 4.Membantu percetakan sawah di daerah irigasi 5.Mengadakan traktor pompa air dan alat perontok untuk rumah tangga miskin 1..Membimbing masyarakat untuk mengembangkan tanaman hortikultura 2.Mengadakan benih tanaman hortikultura (sayuran dan buahbuahan) 3.Mengadakan bantuan herbisida dan pestisida 4.Mengembangkan sistem pemasaran komoditi hortikultura 1.meningkatkan kualitas sumberdaya manusia peternak berupa pelatihan dan pendampingan kelompok peternak 2.Mengadakan bibit ternak sapi, kambing, babi dan ayam untuk masyarakat miskin 3.Menanggulangi penyakit ternak 4.Mengadakan bibit hijauan makanan ternak 5.Menata sistem pemasaran ternak masyarakat miskin 6.Mengembangkan pola kemitraan antara peternak dan pengusaha yang saling menguntungkan 1.Membimbing masyarakat untuk mengembangkan tanaman perkebunan 2.Mengadakan benih tanaman perkebunan (jambu mete, kemiri, kopi, vanili) untuk rakyat miskin 3.Mengadakan bantuan herbisida dan pestisida untuk tanaman perkebunan 4.Mengembangkan
tangga miskin meningkat
Dinas Pertanian
1.Jumlah rumah tangga miskin turun 2.luas lahan garapan dan produksi rumah tangga miskin meningkat
Dinas Peternakan, BPMD
1.Produksi meningkat 2.jumlah ternak yang diusahakan meningkat 3.pendapatan peternak naik
Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian
1.Jumlah rumah tangga miskin turun 2.luas lahan usaha dan produksi rumah tangga miskin meningkat
15
Pengembangan hutan berbasis masyarakat
Pengembangan pertambangan rakyat
Memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin
Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap kesempatan kerja
Peningkatan produksi dan produktivitas sektor perdagangan, industri
Pengembangan industri kecil menengah (IKM)
teknologi pengolahan hasil perkebunan 5.Menata sistem pemasaran produk perkebunan yang efisien 1.Melibatkan masyarakat miskin dalam pengelolaan hutan (GNRHL) 2.Membentuk kelompok masyarakat pengelolaan hutan 3.Meningkatkan pemanfaatan lahan tidur 1.Penelitian dan pendataan pertambangan rakyat 2.Pembinaan masyarakat miskin dalam eksploitasi bahan galian C 1.Peningkatan pemanfaatan sumberdaya lahan (lahan tidur) dengan usaha produktif (pertanian,perkebunan,ke hutanan,dan peternakan yang sesuai) 2.Mengarahkan program Gemala bagi masyarakat miskin di daerah pesisir 3.Pengembangan industri RT (kerajinan) unggulan lokal 1.Pelatihan ketrampilan kerja 2.Pembinaan tenaga kerja ke arah wirausaha 3.Pengembangan kerja sama antara pemerintah daerah, tenaga kerja dan asosiasi jasa pengiriman TKI (PJTKI) 3.Sosialisasi dan seleksi calon transmigran yang akan dikirim ke luar NTT 4.Mengembangkan sistem informasi lowongan tenaga kerja yang mudah diakses oleh masyarakat miskin 1.Mengembangkan inkubator bisnis dengan teknologi tepat guna bagi masyarakat miskin 2.Pelatihan ketrampilan dan manajemen usaha 3.Mengadakan pembinaan
Dinas Kehutanan
1.Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan 2.Berkurangnya lahan tidur
Dinas Pertambangn dan Energi
Masyarakat terlibat dalam usaha pertambangn rakyat sbg sumber pendapatan
Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan, Dinas Kehutanan, Dinas perikanan, Dinas Perindustrian Perdagangan
Bertambah luas lahan garapan orang miskin serta bertambah banyak orang miskin yang bekerja
Dinas Tenaga Kerja, Dinas Sosial
1.Bertambahnya jumlah tenaga trampil dan wirausaha dari orang miskin 2.Adanya mekanisme pengiriman TKI legal
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Dinas Koperasi
1.Berkembangn ya aneka industri kecil dan kerajinan khas daerah 2.Bertambahnya wirausaha baru
16
Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap modal usaha ekonomi produktif
Pengembangan kewirausahaan & motivasi usaha bagi masyarakat miskin
Meningkatnya diversifikasi produk pangan
Pengembangan tanaman hortikultura untuk konsumsi rumah tangga dan pasar
Pengembangan sentra industri potensial
Meningkatnya ketahanan pangan
Pengembangan program diversifikasi pangan
Peningkatan intensifikasi usahatani tanaman pangan pada lahan kering dan basah milik masyarakat miskin
dan pengembangan sentra industri kecil dan kerajinan unggulan daerah 4.Mengembangkan kemitraan antara UKM dengan pengusaha besar 1.Menyediakan modal usaha bagi usaha mikro, kecil menengah 2.Mengembangkan lembaga keuangan mikro di tiap kecamatan (UPK PPK mandiri) 3.Mengembangkan model PHBK (pola hubungan bank kelompok) 4.pemberdayaan KKMB (Konsultan Keuangan Mitra bank) Pemberian pelatihan usaha dan kemampuan manajerial dalam mengelola usaha kecil dan menengah 1.Membimbing masyarakat untuk mengembangkan tanaman hortikultura 2.Mengadakan benih tanaman hortikultura (sayuran dan buahbuahan) 3.Mengadakan bantuan herbisida dan pestisida 4. Mengembangkan sistem pemasaran komoditi hortikultura 1.menyediakan tempat usaha bagi usaha sejenis 2.kerjasama kemitraan dengan usaha besar 3.pelatihan manajemen usaha kecil 1.Mengembangkan diversifikasi usahatani dengan berbagai komoditi pangan lokal 2.Menggalakkan diversifikasi pangan lokal 1.Mengadakan benih tanaman pangan, hortikultura untuk orang miskin 2.Memberikan bantuan pupuk, pestisida untuk tanaman pangan
dari orang miskin
Dinas Perindustrian Perdagangan, Dinas Koperasi, Bank Indonesia
Tersedianya skim kredit bagi usaha ekonomi produktif
Dinas Perindustrian Perdagangan
Bertambahnya wirausaha baru dari orang miskin
Dinas Pertanian
Meningkatnya pendapatan petani
Dinas Perindustrian Perdagangan
Dinas Pertanian
1.berkembangny a industri potensial 2.pendapatan masyarakat meningkat Tersedianya pangan yang cukup di tingkat rumah tangga masyarakat
miskin
Dinas Pertanian
1. Tersedianya pangan yang cukup di tingkat rumah tangga masyarakat miskin 2.pendapatan petani meningkat
17
Pengurangan beban pengeluaran rumah tangga miskin untuk pangan
1.Memberi bantuan lansung pangan (raskin) bagi penduduk tidak produktif (jompo, cacat, anak terlantar) dan orang miskin) 2.Memberikan subsidi pangan untuk orang miskin
Dinas Sosial, BPMD
1. Seluruh orang jompo, penyandang cacat dan orang miskin menerima bantuan pangan langsung 2.masyarakat miskin bisa memperoleh kebutuhan pangan dengan gratis atau membelinya dengan harga terjangkau
Dinas Pertanian, BPMD
Semua desa memiliki lumbung pangan yang berfungsi
Dinas Koperasi
Berkembangnya koperasi mandiri
Dinas Pendidikan
APK PAUD naik
3.Mengendalikan distribusi pangan dan harga pangan pokok
Terwujudnya revitalisasi institusi ekonomi
Meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan
4.melanjutkan program beras untuk rakyat miskin (raskin) 1.Mengkaji model ketahanan pangan berbasis masyarakat Belu Pengembangan 2.Mengembangkan lembaga ketahanan sistem lumbung desa pangan untuk ketahanan pangan masyarakat 3.Memberikan bantuan modal untuk lembaga ketahanan pangan 1.Identifikasi dan penataan pokmas sbg embrio koperasi madiri 2.Peningkatan SDM Mengembangkan pengelola koperasi koperasi sebagai 3.Bantuan perkuatan wadah ekonomi modal usaha bagi bagi kaum miskin kelompok UEP dan koperasi 4. pemasaran komoditas unggulan melalui koperasi B. Bidang Sumber Daya Manusia Penyelenggaraan Pendidikan anak usia dini (PAUD)
Kampanye pentingnya pendidikan sejak dini
Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap Wajib Belajar Pendidikan Sembilan Tahun
1..Melaksanakan kampenye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat miskin akan pentingnya pendidikan 2.Membangun sarana dan prasarana pendidikan yang memenuhi persyaratan
Dinas Pendidikan, BPMD
Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan menengah
1.Melaksanakan kampenye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat miskin akan pendidikan
Dinas Pendidikan, BPMD
1.angka melek huruf naik 2.APK dan APM SD/MI dan SMP/MTs meningkat 3.jumlah TK, SD/MI, SMP/MTs bertambah 1.APK dan APM SMA/SMK meningkat 2.jumlah SMA/SMK
18
2.Membangun sarana dan prasarana pendidikan yang memenuhi persyaratan
Meningkatnya relevansi pendidikan yang berdaya saing
Perwujudan pendidikan gratis bagi masyarakat miskin
meningkat
1.Peserta pelatihan life skill meningkat 2.angka melek huruf meningkat 3.dibangunnya pusdiklat keterampilan (BLK) 1.Nilai UAN SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK meningkat 2.semakin banyak SMK
Pendidikan non formal
1.penyelenggaraan kejar paket A, B, C 2.pemberian pelatihan ketrampilan life skills 3.Membangun pusdiklat ketrampilan dan manajemen usaha
Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Keraj
Peningkatan mutu pendidikan
Pengembangan manajemen mutu
Dinas Pendidikan
Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik
1.menambah jumlah guru SD, SMP, SMA 2.mengirim tenaga pendidik untuk mengikuti pelatihan dan studi lanjut
Dinas Pendidikan
1.Nilai UAN meningkat 2.distribusi guru merata
Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, BPMD
Meningkatnya ketrampilan PMKS
Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil, penyandang masalah kesejahteraan sosil (PMKS)
pelatihan ketrampilan PMKS
Pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial
pelatihan keterampilan bagi anak terlantar, termasuk anak jalanan, anak cacat, dan anak nakal
Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, BPMD
Pembinaan eks penyandang penyakit sosial (eks narapidana, PSK, pemakai narkoba dll)
Pendidikan dan pelatihan bagi eks penyandang penyakit sosial
Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, BPMD
Wajib belajar pendidikan sembilan tahun
1.penyediaan BOS 2.pemberian beasiswa bagi keluarga tidak mampu 3.penyelenggaraan ujian negara paket A, paket B dan SMP terbuka
Dinas pendidikan, Dinas Sosial, BPMD
Pendidikan menengah
1.penyediaan BOMM 2.pemberian beasiswa bagi keluarga tidak mampu
Dinas pendidikan, Dinas Sosial, BPMD
Meningkatnya ketrampilan anak terlantar, anak jalanan, anak cacat dan anak nakal Penyandang eks penyakit sosial memiliki ketrampilan untuk bekal hidup mandiri 1.dana BOS meningkat 2.beasiswa bagi keluarga tidak mampu naik 3.penyelenggara an ujan negara paket A, B naik 1.dana BOMM meningkat 2.beasiswa bagi keluarga tidak
19
3.penyelenggaraan ujian negara paket C
Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat
Pendidikan non formal
1.penyelenggaraan kejar paket A, B, C 2.pelatihan keterampilan life skills
Dinas pendidikan, Dinas Sosial, BPMD
Upaya kesehatan masyarakat
1.Sosialisasi hidup sehat (perilaku sehat) 2.Sosialisasi & penyuluhan manfaat PUSKESMAS
Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan
Perbaikan gizi masyarakat
1.Menanggulangi gizi kurang dan gizi buruk pada balita, ibu hamil dan anak 2.Mengadakan pananggulangan GAKY 3. penyuluhan pemberian ASI eksklusif
Dinas Kesehatan
Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
Sosialisasi penyakit menular dan penanggulangannya termasuk penyakit frambusia
Dinas Kesehatan
Obat
Melanjutkan program obat-obat generik yang harganya terjangkau masyarakat miskin
Dinas Kesehatan, BUMN
mampu naik 3.penyelenggara an ujan negara paket C naik 1.angka melek huruf naik 2.angka putus sekolah turun 1.Tumbuhnya kesadaran pada masyarakat akan pola hidup sehat 2.meningkatnya jumlah penduduk yang memanfaatkan PUSKESMAS 3.semua rumah tangga miskin mendapat pelayanan kesehatan 1.Jumlah balita, ibu hamil dan anak dengan gizi buruk dan gizi kurang berkurang 2..semakin banyak bayi yang mendapat ASI eksklusif 3.semakin banyak kecamatan bebas rawan gizi 1.Jumlah penderita penyakit menular (TBC, malaria, HIV, DBD) berkurang 2.Belu bebas frambusia Persentase obat generik berlogo dalam stok obat 100%
20
Meningkatnya pemberdayaan pola hidup sehat
Kesehatan ibu, anak, balita
1.Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan di daerah terpencil 2.Pengadaan tanaga medis dan didistribusikan merata 3.Memberikan insentif yang layak bagi kader posyandu yang bertugas tetap
Pengembangan lingkungan sehat
1.sosialisasi dan penyuluhan kesehatan lingkungan 2.pemberian bantuan bahan bangunan rumah (BBR) untuk membangun rumah layak huni 3. pembangunan tempat umum sehat (sumur, MCK) 4.perbaikan dan pengadaan sarana air bersih di desa
Dinas Kesehatan, BPMD
1.Jumlah penduduk yang memiliki rumah sehat meningkat 2.jumlah penduduk dengan sarana air bersih meningkat 3.jumlah tempat umum sehat (MCK, sumur) naik
Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
1.peningkatan jumlah posyandu 2.pembentukan desa siaga
Dinas Kesehatan, BPMD
Keluarga Berencana
1.Penyuluhan KB 2.pelayanan alat kontrasepsi
Dinas Keluarga Berencana
Kesehatan reproduksi remaja
Penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
Dinas Kesehatan
Pengadaan dan perbaikan sarana prasarana PUSKESMAS/ PUSTU
1.pembangunan dan perbaikan PUSKESMAS/PUSTU atau Polindes 2.penambahan fasilitas laboratorium pada PUSKESMAS/PUSTU
Dinas Kesehatan, BPMD
Meningkatnya pengendalian kelahiran
Meningkatnya kinerja institusi kesehatan dan pelayanan kepada masyarakat
Dinas Kesehatan
1.persalinan ditolong tenaga kesehatan meningkat 2.meningkatnya jumlah masyarakat miskin yang mendapat pelayanan kesehatan 3.kematian ibu, balita dan bayi turun
1.Meningkatnya pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil, balita dan anak 2.semua desa menjadi desa siaga 1.Meningkatnya jumlah peserta KB 2.laju pertumbuhan penduduk turun Meningkatnya kesadaran remaja untuk menjaga kesehatan alat reproduksi 1.jumlah puskesmas naik menjadi 32 2.jumlah sarana kesehatan yang mempunyai laboratorium meningkat
21
1. Melanjutkan dan meningkatkan pemberian ASKESKIN (Asuransi Kesehatan bagi Masyarakat Miskin) Pengurangan beban dengan persyaratan Dinas pembiayaan mudah Kesehatan, masyarakat miskin 2.Pemberian bantuan DPRD untuk kesehatan makanan tambahan bagi balita, ibu hamil dan anak RT miskin 3.Penyediaan alat kontrasepsi bagi PUS miskin C. Pengembangan Sarana dan Prasarana Wilayah Meningkatnya pembangunan dan rehabilitasi prasarana dan sarana untuk menunjang pembangunan ekonomi
Peningkatan jasa pelayanan, sarana dan prasarana transportasi
Peningkatan dan rehabilitasi sarana dan prasarana sumberdaya air, irigasi dan embung
Meningkatkan kualitas perencanaan tata ruang, pengendalian dan koordinasi pemanfaatan ruang
Pembangunan pemukiman sehat
1. Peningkatan, rehabilitasi dan pemeliharaan jalan, jembatan dan pelabuhan 2. pembangunan infrastruktur pedesaan (jalan desa) 1. Pengamanan sumber mata air 2. Membangun dan mengembangkan jaringan irigasi dan embung 3. Mengatur ganti rugi yang adil bagi pemilik tanah yang lahannya kena saluran irigasi 1. Menyediakan fasilitas kredit perumahan sederhana dan murah untuk orang miskin 2. Mengadakan kegiatan lantainisasi 3. Mengadakan transmigrasi lokal
Dinas Pekerjaan Umum
1.prosentase anggaran kesehatan dalam APBD meningkat 2.meningkatnya jumlah masyarakat miskin yang mendapat pelayanan kesehatan gratis
Meningkatnya kondisi jalan, jembatan dan pelabuhan di daerah kantong produksi
PDAM
Dinas Perumahan Rakyat
Masyarakat miskin yang menikmati fasilitas pemukiman sehat (rumah layak huni) meningkat
E. KESIMPULAN Permasalahan kemiskinan adalah suatu problema sosial yang bersifat multidimensional sehingga membutuhkan keterpaduan berbagai elemen dalam mengkaji kemiskinan. Berbagai program penanggulangan kemiskinan lebih bersifat karikatif sehingga belum banyak program penanggulangan kemiskinan yang memberi dampak positif dalam meningkatkan iklim stimulus respons dan 22
meningkatkan motivasi serta etos kerja masyarakat miskin. Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang sudah dilaksanakan pemerintah kurang efektif dalam memecahkan masalah kemiskinan dan mencegah proses pemiskinan dan pewarisan kemiskinan. Kelemahan tersebut disebabkan antara lain: sistem dan kebijakan yang kurang berpihak kepada si miskin (belum terbangunnya mind set perencanaan dan pembangunan yang berpihak kepada kaum miskin, kebijakan bersifat sektoral, terpusat dan seolah-olah kemiskinan hanya menjadi urusan pemerintah semata (bersifat sentralistik), kurangnya kolaborasi multi pihak, program penanggulangan kemiskinan bersifat parsial tidak mencakup semua aspek dan dimensi, dan tidak berkelanjutan, memposisikan masyarakat miskin sebagai obyek yang tidak berdaya dengan lebih banyak memberikan bantuan ketimbang memberdayakan sehingga menciptakan ketergantungan, melemahkan daya inovatif, kreatifitas dan daya juang serta daya saing masyarakat, masalah kemiskinan dipandang sama di semua wilayah, dan kesenjangan ketersediaan informasi bagi kepentingan perencanaan. Oleh karena itu diperlukan strategi baru, yaitu: (a) Menyangkut Perubahan sikap dan perilaku yang lebih mendasar (Orientasi pada pemberdayaan keluarga dan masyarakat miskin), (b)
Memotong proses pewarisan kemiskinan antargenerasi
(Prioritas tinggi bagi perempuan dan anak-anak dari keluarga miskin), (c) Tidak lagi hanya menjadi urusan pemerintah, tapi menjadi gerakan bersama: pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat madani (LSM, perguruan tinggi, ormas dan orpol), (d) Penanggulangan kemiskinan menyangkut pelaksanaan tata pemerintahan yang baik (good governance), (e) Tidak hanya mengandalkan budget semata, tapi didukung
23
oleh sistem dan regulasi yang memihak rakyat miskin, dan (f)
Perlu dilakukan
secara terpadu (multi sektor) dan berkelanjutan
F. DAFTAR PUSTAKA Bappeda Kota Malang dan Universitas Brawijaya Malang. 2006. Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Malang. Bappeda Kota Malang. Bapekab Belu NTT 2005, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Belu NTT (2005-2010). Bapekab Belu NTT. 2005. Basis Data Kabupaten Belu NTT 2005, Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Belu NTT Baswir, Revrizond. 1999. Agenda Ekonomi Kerakyatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta BPS Kabupaten Belu. 2008. Kabupaten Belu dalam Angka Tahun 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten Belu BPS. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan 2005-2006. BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2007. Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Angka Tahun 2007, BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur. Chamsyah, Bachtiar. 2006. Teologi Penanggulangan Kemiskinan, Rakyat MerdekaBooks, Jakarta Depkimpraswil. 2003. Pedoman Umum Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) : Bersama Membangun Kemandirian. Jakarta : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Dinas Kesehatan Kabupaten Belu. 2007. Profil Kesehatan Kabupaten Belu Tahun 2006. Fei, J.C.H & Gustav, R. 1964. Development Economics: What Next? Dalam Kuncoro, Mudrajad. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Penerbit Erlangga. 2004. Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Penerbit Erlangga. Nurkse, R. 1953. Problems of Capital Formation in Underdeveloped Countries. Dalam Kuncoro, Mudrajad. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Penerbit Erlangga. 2004. Pemerintah Kabupaten Belu. Laporan Keterangan dan Pertanggungjawaban Bupati Belu Tahun 2007 ------------------------------------. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Belu Tahun Anggaran 2005
24
------------------------------------. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Belu Tahun Anggaran 2006 Ramirez, A., G. Ranis, dan F. Stewart. 1998. “Economic Growth and Human Capital”. QEH Working Paper No. 18. The SMERU Ressearch Insstitute, Apa itu Kemiskinan dan Apa Penyebabnya? SMERU News, 02, April-Juni 2002 data diakses di www.smeru.or.id tanggal 20 Juni 2007
25