PENYERAPAN ANGGARAN
Tata pemerintahan sudah lama menjadi wacana publik di Indonesia. Sejak akhir 1990-an banyak pihak yang telah mendorong pemerintah mewujudkan tata penerintahan yang baik. Demokratisasi telah menciptakan banyak tekanan terhadap pemerintah pada waktu itu untuk memperbaiki praktik penyelengaraan pemerintahan. Saat itu wacana mengenai praktik tata pemerintahan yang baik menjadi bagian kehidupan tidak hanya bagi para praktisi pemerintahan tetapi juga menjadi kepentingan masyarakat. Kemampuan pemerintah memperbaiki efektivitas pengendalian korupsi sering tidak diikuti dengan perbaikan kemampuan pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan publik dan kualitas regulasi. Inkonsistensi seperti ini sering mengganggu jalannya reformasi tata pemerintahan di Indonesia. Perbaikan salah satu dimensi kinerja tata pemerintahan sering terkooptasi oleh buruknya dimensi-dimensi kinerja lainnya. Tata pemerintahan memiliki banyak dimensi dan nilai yang jamak sehingga cakupan konsep tata pemerintahan cenderung sangat luas. Dimensi dan nilai yang digunakan untuk menilai kualitas tata pemerintahan tentu sangat tergantung pada nilai-nilai yang berlaku dalam suatu negara atau yurisdiksi tertentu. Ukuran yang digunakan untuk menilai kualitas suatu tata pemerintahan dapat berbeda antar negara dan bangsa tergantung pada nilia-nilai yang mencerminkan praktik pemerintahan yang dinilai baik di masing-masing negara. Tata pemerintahan melibatkan penggunaan kekuasaan negara baik politik, keonomi, maupun administratif untuk merespon masalah dan kepentingan publik. Penggunaan kekuasaan dilakukan melalui proses pengambilan kebijakan dan implementasinya. Kinerja tata pemerintahan dapat dinilai dari seberapa jauh prinsip-prinsip demokrasi, nilai-nilai pancasila, dan nilai-nilai luhur bangsa yang terkandung dalam UUD 1945. Salah satu hal yang penting dalam pengelolaan tata pemerintahan adalah anggaran. Menurut M. Marsono dalam bukunya “Tata Usaha Perbendaharaan Republik Indonesia” memberikan definisi bahwa Anggaran adalah suatu rencana pekerjaan yang ada pada suatu pihak mengandung jumlah pengeluaran yang setinggi-tingginya yang mungkin diperlukan untuk membiayai kepentingan negara untuk masa depan, dan pihak lain dalam perkiraan pendapatan (penerimaan) yang mungkin akan dapat diterima dalam 1|Penyerapan Anggaran
masa tersebut. Sedangkan menurut Jones dan Pendlebury mengatakan bahwa anggaran merupakan suatu kerja pemerintah yang diwujudkan dalam bentuk uang (rupiah) selama masa periode tertentu (1 tahun). Anggaran tersebut digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja dan sebagai alat untuk memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Permasalahan mengenai anggaran di Indonesia yang sudah terjadi sejak dulu hingga saat ini dan menjadi masalah klasik yang belum ditemukan solusi yang tepat yaitu penyerapan anggaran yang lambat dan anggaran yang menumpuk di akhir tahun. Penyebabnya adalah adanya penyerapan anggaran yang dikebut pada akhir tahun yang mengakibatkan penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran dan terlebih lagi masyarakat tidak merasakan manfaatnya. hal tersebut dianggap tidak sehat dalam mendorong pembangunan, karena pengguna anggaran menjadi tidak tepat sasaran serta pada akhirnya implementasi program dan proyek menjadi asal-asalan atau tidak maksimal serta dapat menyebabkan ketimpangan ekonomi. Penyerapan anggaran yang rendah mencerminkan birokrasi yang tidak kreatif, tidak produktif, tidak punya visi serta program
pembangunan
yang
berkesinambungan dan manageable. Mereka tidak melaksanakan good governance dan good
government,
prinsip
dasar
yang
seharusnya dipegang teguh para aparatur negara. Penyerapan anggaran yang rendah dan selalu terkonsentrasi pada akhir tahun jelas merugikan rakyat, bangsa, dan negara. Karena belanja anggaran tidak terdistribusi merata proyek-proyek yang seharusnya bergulir secara berkelanjutan menjadi tersendat, tertunda, bahkan terbengkalai. Akibatnya, program-program pembangunan yang digulirkan pemerintah tidak memiliki daya ungkit (leverage) yang kuat untuk
2|Penyerapan Anggaran
mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Pertumbuhan ekonomi menjadi kurang berkualitas. Berdasarkan hasil identifikasi penyebab rendahnya penyerapan anggaran disebabkan oleh proses pengadaan barang dan jasa, perencanaan yang tidak matang, sumber daya manusia tidak cukup memadai, kekurangan panitia pengadaan barang dan jasa yang bersertifikasi, serta nature satker (karakteristik). Sebagian besar permasalahan klasik tersebut merupakan permasalahan yang berulang setiap tahunnya. Ada beberapa indikasi yang disampaikan pakar ekonomi yang mendorong terjadinya penyerapan anggaran yang lambat salah satunya adalah banyaknya aturan sebagai contoh pada proses tender suatu proyek membutuhkan waktu yang lama sekitar 6 bulan. Jika merunut pada lamanya waktu tersebut dimulai dari Januari dan realisasi belanja baru terlihat pada bulan Juli – Agustus. Dalam hal ini penggunaan anggaran menjadi terlalu berhati-hati dengan terus mengacu kepada aturan tetapi tidak melihat kepada implikasi ekonominya. Padahal dengan penyerapan anggaran yang lebih cepat, pertumbuhan ekonomi dapat meningkat. Selain itu perencanaan program dan proyek dari Kementerian atau Lembaga (K/L) seringkali tidak matang. Banyak K/L yang sudah menyelesaikan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) pada Desember tetapi saat pelaksanaan di awal tahun malah terbentur berbagai hambatan karena perencanaan yang tidak matang. Salah
satu
contoh
data
dari
Departemen Keuangan tahun 2012 alokasi belanja K/L meningkat Rp 53,1 T (10,2 persen), yaitu dari Rp 461,5 T (APBN-P 2011) menjadi Rp 508,4 T (APBN 2012). Namun, daya serap Belanja K/L belum optimal: daya serap anggaran belanja K/L hanya
sekitar
90%
dari
pagunya.
Implikasinya: Dampak pada pertumbuhan ekonomi nasional menjadi kurang maksimal. Faktor-faktor yang menyebabkan penyerapan anggaran K/L yang kurang optimal, antara lain: Pertama, dari sisi perencanaan atau penganggaran, misalnya: 3|Penyerapan Anggaran
Perencanaan program dan kegiatan kurang baik; Beberapa kegiatan belum mendapatkan persetujuan dari komisi terkait di DPR; Masalah pengadaan/pembebasan lahan; Kedua, dari sisi pelaksanaan anggaran, Keterlambatan penetapan pejabat pengelola perbendaharaan; Keterlambatan penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan; Belum dimilikinya rencana penarikan dana; Belum disusunnya rencana pengadaan; Dari penjelasan faktor-faktor di atas dapat dikatakan bahwa kualitas perencanaan maupun penganggaran di K/L belum baik. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan kualitas perencanaan dan penganggaran, serta perbaikan pola penyerapan APBN. Dampak penyerapan yang rendah ini bisa sangat besar, apalagi jika yang macet penyaluran belanja modal. Pembangunan infrastruktur juga akan terlambat dan hal ini bisa berakibat pada rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jika tingkat penyerapannya bagus, dampak anggaran terhadap perekonomian juga terasa. Realisasi penyerapan anggaran pemerintah rendah berimplikasi pada rendahnya daya dorong konsumsi dan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan. Penggenjotan penyerapan anggaran pada akhir tahun dapat berakumulasi pada terjadinya gejolak stabilitas moneter terutama pada sisi terjadinya volatilitas (kecenderungan fluktuasi) nilai tukar, inflasi, dan pelemahan pertumbuhan ekonomi yang dalam kasus lebih besar dapat mengakibatkan kegoyahan pada sistem perekonomian nasional.
4|Penyerapan Anggaran
RURRY ANDRYANDA
5|Penyerapan Anggaran