PENYELESAIAN HUKUM ATAS SENGKETA PEMILIHAN KUWU DALAM RANGKA PERGANTIAN KEPEMIMPINAN (STUDI KASUS DI BEBERAPA DESA DI KABUPATEN INDRAMAYU)
JURNAL Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Hukum pada program Studi Ilmu Hukum Bidang Kajian Utama Hukum Otonomi Daerah dan Bisnis program Pasca Sarjana Universitas Swadaya Gunungjati Cirebon
Oleh: AHMAD KHOTIBUL UMAM 111160003
PROGRAM PASCA SARJANA UNSWAGATI MAGISTER ILMU HUKUM CIREBON 2014
ABSTRAK Pelaksanaan pemilihan kuwu serentak, ternyata menyisahkan problem dari 136 desa terdapat sebanyak 18 (delapan belas) desa mengajukan gugatan sengketa pemilihan kuwu ke Pengadilan Negeri Indramayu, yang mengakibatkan molornya pelantikan kuwu terpilih. Karena menunggu selesainya proses peradilan. Dalam Tesis ini Penulis memberikan gambaran dari 3 (tiga) desa dalam penelitian ini, yaitu Desa Cangkingan Kecamatan Kedokan Bunder, Desa Larangan Jambe Kecamatan Kertasemaya dan Desa Karangkerta Kecamatan Tukdana. Ketiga desa tersebut semuanya masuk dalam gugatan sengketa pemilihan kuwu di Pengadilan Negeri Indramayu. Sehingga sangat menarik untuk dilakukan pengkajian dan penelitian terhadap proses penyelesaian hukum atas pelaksanaan pemilihan kuwu tersebut. Masalah dalam penelitian ini adalah: 1). Bagaimanakah pelaksanaan pemilihan kuwu yang semestinya harus dilaksanakan; 2). Bagaimanakah peran dan tanggungjawab Kepala Daerah dalam pelaksanaan pemilihan kuwu; 3). Bagaimanakah penyelesaian hukum jika terjadi sengketa pemilihan kuwu?. Tesis ini bertujuan memberikan langkah-langkah konstruktif dengan memaparkan, menganalisis, mensistematisasi dan menginterpretasi serta menilai upaya penyelesaian hukum terhadap kasus sengketa perselisihan pemilihan kuwu agar lebih bermartabat dan bertanggungjawab. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif analisis, dan teknik pengumpulan data melalui teknik kepustakaan yang diolah melalui metode kualitatif. Hasil pembahasan mengemukakan kesimpulan: 1). Pelaksanaan pemilihan kuwu serentak dalam pelaksanaannya tidak terdapat adanya Pengawas Pemilihan Kuwu, disamping itu integritas penyelenggara/panitia dipersoalkan; 2). Bupati Indramayu dalam melaksanakan pelantikan kuwu terpilih terlambat tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan di dalam Pasal 205 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004; 3). Proses penyelesaian sengketa hasil pemilihan kuwu bisa menggunakan dua model penyelesaian, bisa menggunakan musyawarah mufakat atau menggunakan jalur peradilan sesuai dengan Pasal 64 ayat 6 Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Desa membolehkan menggunakan proses peradilan sebagai upaya hukum namun tidak pernah menyebutkan peradilan mana, sehingga upaya hukum para penggugat untuk mendapatkan kepastian hukum tidak tepat sasaran dengan ditolaknya semua gugatan di Pengadilan Negeri Indramayu. Dikemukakan saran: 1). Untuk menjalankan pemilihan kuwu yang demokratis maka perlu dibentuk Panitia Pengawas Pemilihan Kuwu dan dituntut bagi penyelenggara untuk konsisten menjalankan asas penyelenggara pemilu; 2). Terkait dengan keterlambatan pelantikan, hendaknya Bupati memperhatikan pasal 205 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004; 3). Untuk menciptakan kepastian hukum dalam penyelesaian kasus pemilihan kuwu jika cara musyawarah mufakat tidak tercapai maka hendaknya harus ada undang-undang yang mengatur peradilan mana yang berwenang dan diharapkan kuputusannya bersifat final and binding tidak ada upaya hukum lain karena menyangkut kepastian waktu pelantikan. Kata Kunci: Penyelesaian Hukum Sengketa Pemilihan Kuwu
ABSTRACT Implementation of Concurrent Kuwu election, it turns out problems of 136 villages there are a total of 18 (eighteen) village election disputes filed Kuwu Indramayu District Court, which resulted in the inauguration of thes Kuwu elected . Because waiting for the completion of the judicial process. In this thesis author gives an overview of three (3 ) villages that were sampled in the study of the Village Cangkingan District of Kedokan Bunder smth, Village Larangan Jambe District of Kertasemaya and Village Karangkerta District of Tukdana. All three villages are all included in the election dispute lawsuit Kuwu in Indramayu District Court. So it is very interesting to study and research on the legal settlement of the implementation of the Kuwu election. . The problem in this study were: 1). How Kuwu election proper implementation should be carried out; 2). How roles and responsibilities in the implementation of the Regional Head Kuwu election; 3). How does the law in case of dispute settlement Kuwu election ?. This thesis aims to provide constructive measures to describe, analyze, systematize and interpret and assess the legal remedies in cases of disputed election disputes Kuwu be more dignified and responsible. The method used in this study is a research method to approach normative descriptive analysis, and data collection techniques through technical literature is processed through qualitative methods. The result of the discussion suggests conclusions: 1). Implementation Kuwu elections simultaneously in practice there has been no Kuwu Election Supervisors, in addition to the integrity of the organizers / committee questioned; 2). Indramayu Regent elected to implement the inauguration Kuwu not late according to the time specified in Article 205 paragraph ( 1 ) of Law No. 32 of 2004; 3). Dispute resolution process can Kuwu election results using two models of completion , could use a consensus agreement or use of the path of justice in accordance with Article 64 paragraph 6 of Bylaw No. 10 of 2010 Concerning the First Amendment to the Regulation of Indramayu District No. 8 of 2006 on Village Government allow the use of process justice as a remedy but never mentioned where justice, so that the plaintiff's legal efforts to obtain legal certainty not on target with the rejection of all claims in Indramayu District Court. Put forward suggestions: 1). To run a democratic election Kuwu it is necessary Kuwu Election Oversight Committee was formed and charged to the organizers for organizing principle consistently run election; 2). Related to delay the inauguration, should pay attention to Article 205 Regent paragraph ( 1 ) of Law No. 32 of 2004; 3). In order to create legal certainty in the resolution of election cases Kuwu if consensus agreement is not reached way it should be there should be laws governing judicial authorities and which are expected to be final and binding finding no other remedy for certainty regarding the appointment time.
Keywords : Election Dispute Resolution Law Kuwu
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan kekuatan dan waktu kepada Penulis, akhirnya Penulis berhasil dapat menyelesaikan jurnal ini tepat waktu. Penulis merasa bersyukur karena Penulis ingin ikut andil memberikan pemikiran yang konstruktif dalam jurnal ini terhadap berjalannya permasalahan yang muncul di tengah-tengah sekarang ini yang berkaitan dengan problem Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kuwu, sehingga diharapkan kedepan dapat terciptanya proses peradilan sengketa pemilihan kuwu yang sesuai dengan harapan kita bersama yaitu, penanganan yang terukur, cepat dan terwujudnya kepastian hukum. Penulis menyadari banyak kesulitan dalam menyelesaikan jurnal ini, akan tetapi berkat usaha dan kerja keras maka penulisan ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan jurnal ini masih jauh dari sempurna sehingga masukan bagi pembaca sangat dinantikan. Akhir kata mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi siapa saja yang membutuhkan.
Cirebon,
Penulis,
Januari 2014
DAFTAR ISI ABSTRAK ……………………………………………………………………………………………………………………….. ABSTRAKS …………………………………………………………………………………………………………………….. KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………………………….. DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………………………… A. Latar Belakang……………………………….…………………………………………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ……….……………………………………………………………………………..……………………….. 2
C. Pembahasan …………………………………………….………………………………………………………………. 3 D. Simpulan ………………………………………………………………………………………………………………….. 9 DAFTAR PUSTAKA
A. Latar Belakang Pemilihan kuwu atau kepala desa diatur dalam Pasal 203 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 “Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah”. Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005. Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 ayat (1) “Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat”, pada ayat (2) “Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”. Fenomena pelaksanaan pemilihan kuwu tidak terlepas dari pelanggaran yang terjadi, munculnya pelanggaran bisa dilakukan oleh peserta, panitia maupun masyarakat atau pemilih. Berjalannya pelaksanaan pemilihan kuwu secara langsung merupakan sistem demokrasi yang dimiliki warga Indonesia dari semenjak dahulu, bahkan merupakan budaya turunan dari nenek moyang. Pemilihan kuwu walaupun keberadaannya sudah lebih dulu namun dari sisi aturan mengenai sengketa penyelesaian hukum di ranah peradilan sangatlah sulit untuk diterapkan karena berdasarkan perda bukan berdasarkan undang-undang, karena belum adanya dasar yuridis yang kuat dan mengikat para penegak hukum dalam penyelesaiannya, penanganan yang ada sekarang ini menggunakan hukum acara perdata yang sangat memerlukan waktu yang panjang ditambah lagi lemahnya pemahaman hakim terhadap konstruksi hukum progresif sebagai suatu pilihan untuk ditemukannya solusi terhadap kebuntuan hukum1, sengketa pemilihan kuwu. Di Indramayu pada hari Rabu tanggal 7 Desember 2011 dilaksanakan pemilihan kuwu serentak sebanyak 136 desa dari 30 kecamatan, serempaknya pelaksanaan kuwu tersebut dilaksanakan atas dasar kebijakan pemerintah daerah, tapi dalam pelaksanaannya tidak semulus seperti yang diharapkan dari 136 desa ternyata sebanyak 18 desa mengajukan gugatan sengketa pemilihan kuwu ke Pengadilan Negeri Indramayu, yang berakibat molornya pelantikan kuwu terpilih, karena menunggu selesainya proses peradilan. Dalam tulisan ini penulis akan memberikan gambaran/potret dari tiga desa yang penulis ambil sebagai contoh dalam penelitian ini yaitu Desa Cangkingan Kecamatan Kedokan Bunder, 1
Guru besar hukum Satjipto Raharjo mengatakan: hukum progresif itu sesungguhnya sederhana, yaitu melakukan pembebasan, baik dalam cara berfikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir saja untuk menuntaskan tugasnya mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan”. (Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum Progresif, Jakarta: Kompas, 2010 , hal. 69.)
1
Desa Larangan Jambe Kecamatan Kertasemaya dan Desa Karangkerta Kecamatan Tukdana. Ketiga desa tersebut semuanya masuk dalam gugatan sengketa pemilihan kuwu di Pengadilan Negeri Kabupaten Indramayu. Melihat permasalahan yang komplek dalam wilayah penegakan hukum sengketa pemilihan kuwu, tentunya ini merupakan persoalan besar terhadap keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara terhadap warga yang mencari keadilan dan kepastian hukum. Sesuai dengan pernyataan Oding Junaedi yang mengatakan bahwa “Penegakan hukum tidak akan tercapai tanpa didukung oleh lembaga peradilan yang mandiri dalam mengeluarkan putusannya tanpa dipengaruhi oleh pemerintah maupun pihak manapun serta pemberdayaan lembaga penegak hukum lainnya,”2. Sesuai dengan pasal 64 ayat 6 Peraturan Dearah Kabupaten Indramayu Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Desa, yang berbunyi: “jika dalam hal terdapat ketidakpuasan hasil pemilihan, maka calon yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui proses peradilan”, berdasarkan bunyi pasal di atas pihak yang kalah atas nama Kudiarto Bin H. Lindra melalui pengacaranya Caripan, SH melakukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Indramayu dengan nomor Perkara: 65/Pdt.G/2011/PN.Im. begitu juga Suradi sebagai penggugat calon kuwu yang kalah Desa Larangan Jambe Kecamatan Kertasemaya melalui gugatannya No. 48/Pdt.G/2011/PN.Im. termasuk gugatan yang dilayangkan oleh calon kuwu yang kalah Desa Karangkerta Kecamatan Tukdana Kabupaten Indramayu nomor Perkara: 57/Pdt.G/2011/PN.Im. Kesimpulan dalam persidangan yang hanya dilakukan tiga kali sidang menyatakan Pengadilan Negeri Indramayu tidak berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan gugatan Penggugat dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah pelaksanaan pemilihan kuwu yang semestinya harus dilaksanakan?
2.
Bagaimanakah peran dan tanggungjawab Kepala Daerah dalam pelaksanaan pemilihan kuwu?
3. 2
Bagaimanakah penyelesaian hukum jika terjadi sengketa pemilihan kuwu?
Oding Junaedi, Esensi Manusia dalam Filsafat Pancasila, Relefansinya dalam Pembangunan Hukum di Indonesia, Cirebon, Syari’ah Fakultas Hukum Unswagati, 2009, hal. 215.
2
C. Pembahasan a.
Implementasi Pelaksanaan Pemilihan Kuwu yang Semestinya Harus dilaksanakan Pemilihan kuwu merupakan praktek demokrasi di daerah pedesaan yang menyangkut
aspek legitimasi kekuasaan dan aspek penentuan kekuasaan sehingga akan mengundang kompetisi dari golongan minoritas untuk merebut jabatan kuwu, Untuk mendapatkan jabatan kuwu tersebut di butuhkan partisipasi aktif dari masyarakat yang pada hakekatnya merupakan suatu kewajiban pada masyarakat itu sendiri dalam pemilihan kuwu dalam rangka estafeta kepemimpinan dalam koridor pelaksanaan Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Dalam
mewujudkan
pemilihan
kuwu
yang
bermartabat
maka
penulis
harus
menisbatkannya sesuai dengan asas penyelenggara pemilu yang tertuang dalam Undang-undang nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dalam Pasal 2 disebutkan bahwa penyelenggara pemilu harus mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbuakaan,
proporsionalitas,
profesionalitas,
akuntabilitas,
efiseinsi
dan
efektivitas.
Kesemuanya adalah modal sebagai penyelenggara pemilu termasuk panitia Pemilihan Kuwu. Siklus atau tahapan pemilihan kuwu di bagi kedalam tiga bagian besar tahapan, yang pertama tahap persiapan, yang kedua tahap pelaksanaan dan yang ketiga tahap penyelesaian. Tahap persiapan dalam tahapan ini yang harus dilakukan menyusun regulasi (Perdes) atau ketentuan lain yang menunjang dalam tahap pelaksanaan termasuk di dalamnya membuat keputusan dan berita acara, anggaran, konsolidasi, membentuk kepanitiaan dan menentukan waktu tahapan secara keseluruhan dan waktu hari pelaksanaan pencoblosan. Selanjutnya pada masa pelaksanaan, pada masa pelaksanaan dilakukan pemutakhiran data pemilih yaitu memproses data penduduk potensial pemilih Pilkades (DP4) kedalam bentuk Daftar Pemilih Sementara (DPS), kemudian dimutakhirkan lagi menjadi daftar pemilih tetap (DPT) sebagai dasar pengadaan logistik pemilu secara keseluruhan, disamping itu dilaksanakan proses pencalonan pada tahapan ini termasuk sekaligus penetapan calon tetap, selanjutnya pelaksanaan kampanye dengan menentukan lokasi kampanye dan jadwal kampanye termasuk di dalamnya membuat komitmen bersama dalam bentuk Ikrar Damai, termasuk dalam tahapan ini terdapat masa tenang yang digunakan untuk melepas semua atribut peserta pemilu terkecuali pada tempattempat tertentu. Kemudian dilanjut Hari H pelaksananaan pencoblosan diteruskan dengan penghitungan suara dan setelahnya dilaksanakan Rekapitulasi, kemudian penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. 3
Tahapan yang ketiga yaitu tahap penyelesaian dalam masa ini yang mesti harus dilaksanakan yaitu menyelesaikan permasalahan jika ada sengketa yang masuk ke pengadilan, disamping itu dalam tahapan ini diagendakan waktu pelantikan calon terpilih dan penyampaian laporan pertanggungjawaban hasil kegiatan termasuk laporan penggunaan anggaran.
b. Peran dan Tanggungjawab Kepala Daerah dalam Pelaksanaan Pemilihan Kuwu Bupati Indramayu sebagai pemegang peranan penting dalam melaksanakan pemilihan Kuwu yang dilaksanakan pada tanggal 7 Desember 2011, beliau beserta jajaran staf pemerintah daerah yang membidangi Pemerintahan Desa (Otdes) menyusun dan merancang hajat besar dilaksanakannya pemilihan kuwu se-Kabupaten Indramayu, secara garis besar Bupati menetapkan 7 (tujuh) hal penting demi kelancaran dan kesuksesan dalam pelaksanaan yaitu: 1.
Merancang waktu pelaksanaan sampai ditetapkannya tanggal 7 Desember 2011 yang jatuh pada hari Rabu dengan diberlakukan di seluruh desa yang melaksanakan pemilihan kuwu
2.
Merancang dan mengkonsolidasikan dengan pihak Muspida atau steaks holders lainnya demi berjalannya semua tahapan di seluruh Kabupaten, bagi desa yang melaksanakan pemilihan kuwu serentak agar dapat berjalan sukses tanpa ekses.
3.
Membuat petunjuk pelaksanaan pencalonan, pemilihan kuwu dan pengangkatan pejabat kuwu dalam bentuk standar biaya pemilihan kuwu.
4.
Mengatur dan memberikan alokasi anggaran stimulan dari pemerintah daerah yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemilihan kuwu.
5.
Memberhentikan dan melanjutkan tahapan pemilihan kuwu yang bermasalah sesuai dengan laporan panitia pemilihan kuwu seperti yang terjadi di Desa Cangkingan Kecamatan Kedokan Bunder Kabupaten Indramayu yang diundur pelaksanaannya seminggu kemudian dari waktu yang ditetapkan sebelumnya.
6.
Mengkoordinasikan dan memantau perkembangan perkara sengketa pemilihan kuwu yang masuk gugatan di Pengadilan Negeri yang berkaitan dengan keputusan waktu pelantikan kuwu terpilih.
7.
Melaksanakan palantikan terhadap kuwu yang terpilih sesuai dengan agenda yang sudah ditetapkan. Dari uraian di atas sangatlah besar peran Bupati atau Kepala Daerah dalam pelaksanaan
pemilihan kuwu yang dilaksanakan serentak dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai tahap
4
penyelesaian dan pelantikan, peran dan tanggungjawab ini sebagai bentuk koordinator penyelenggara pemerintah daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.
c. Proses Penegakan Hukum Sengketa Pemilihan Kuwu 1.
Penyelesaian Non Peradilan dengan Musyawarah Mufakat Penyelesaian sengketa pemilihan kuwu bisa saja melalui model musyawarah mufakat di
luar peradilan formal (out of Court System), ini merupakan bukan sesuatu yang baru dan telah lazim digunakan dalam sistem dan praktik penegakan hukum di Indonesia, sesuai dengan Pancasila sila keempat yang berbunyi: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”, nenek moyang bangsa Indonesia lebih mengenal sifat-sifat kekeluargaan, kesederhanaan dan kebersamaan dalam gotong royong setiap persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat dapat terselesaikan dengan duduk bersama dipimpin oleh tokoh adat atau tokoh masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Secara garis besar menurut H.L.A. Hart dalam bukunya yang berjudul The Concept of Law yang dikutip oleh Esmi Warasih 3, mengatakan bahwa ada dua tipe masyarakat, yang pertama tipe masyarakat primary rules of obligation yaitu dalam masyarakat tersebut kita tidak menemukan peraturan yang terperinci dan resmi, disini tidak dijumpai adanya diferensiasi dan spesialisasi badan-badan penegak hukum dikarenakan masyarakatnya masih merupakan komunitas kecil yang didasarkan atas kekerabatan. Mekanisme kontrol sosial yang demikian, bagi masyarakat ini dianggap sudah dapat berfungsi secara efektif. Sedangkan dalam tipe masyarakat kedua secondary rules of obligation, sudah ditemui adanya diferensiasi dan intitusionalisasi di bidang hukum seperti rules of recognition yang menentukan apa yang merupakan hukum, rules of change yaitu bagaimana melakukan perubahan, dan rules of adjudication yang berfungsi untuk menyelesaikan sengketa. Dari dua model tipe di atas penyelesaian jalur musyawarah mufakat masuk pada wilayah model tipe pertama yang menunjukan adanya kesederhanaan penyelesain masalah dalam bingkai kekeluargaan. Dalam kasus perdata sangat dianjurkan, dimana para pihak yang berselisih berupaya untuk melakukan perdamaian (dading), bahkan hal ini dalam pasal 130 ayat (1) dan ayat (3) HIR, mengatur masalah-masalah perdamaian para pihak di muka pengadilan, yang antara lain dikatakan bahwa dibolehkan dilakukan perdamaian antara pihak yang bersengketa dan 3
Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang, Elangtuo Kinasih, 2011, hal. 74-75.
5
persetujuan perdamaian tersebut dalam bentuk akta perdamain dan berkekuatan hukum tetap sebagaimana putusan hakim dan bersifat final, karena tidak boleh ada banding atau kasasi. Hal ini menepis proses persidangan formal memakan waktu yang lama sehingga bisa muncul ketegangan yang berkepanjangan di antara tim sukses pendukung masing-masing pasangan calon. Dari substansi pemahaman hukum masyarakat sudah mulai memahami hukum sebagai panglima dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi sehingga mempercayakan kepada proses peradilan yang tersedia, pemahaman hukum ini menunjukan kepercayaan masyarakat kepada proses peradilan sangat tinggi, sehingga dapat dinilai bahwa masyarakat kita semakin modern dan maju dalam menyelesaikan persoalan. Namun disisi lain kesadaran masyarakat tersebut harus diimbangi dengan upaya penegak hukum dalam melakukan proses hukum dengan seadil-adilnya, tanpa kemudian menjadi beban kembali kepada masyarakat. Menurut Eman Suparman dalam bukunya Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan 4, beliau mengatakan bahwa permasalahan dalam penegakan keadilan adalah sesuatu yang mendasar, oleh karena pengadilan negeri sebagai institusi formal milik negara tempat sengketa diperiksa dan diputus, berindikasi tidak mampu menjalankan amanah. Akibatnya, segala proses yang berlangsung di pengadilan dan keluarannya (output) berupa putusan dirasakan telah tidak mampu memenuhi rasa keadilan terhadap para pencarinya. Sehingga solusi jalan tengah dalam penyelesaian masalah dengan cara musyawarah mufakat adalah merupakan tawaran sekaligus pilihan masyarakat yang bersengketa, dengan demikian keadilan yang dirasakan dalam perdamaian bisa langsung dirasakan dengan menjunjung tinggi hasil musyawarah sebagai bentuk kesepakatan yang harus dijalankan, tentunya azas efektif dan efesien melekat tanpa memerlukan biaya dan waktu yang banyak dan masalah dapat terselesaikan.
2.
Penyelesaian Hukum Sengketa Pemilihan Kuwu Melalui Proses Peradilan di Pengadilan Negeri Indramayu Pasal 64 ayat 6 Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Perubahan Pertama
Atas Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Desa, yaitu : “Dalam hal terdapat ketidakpuasan hasil pemilihan, maka calon yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui proses peradilan”, di lanjutkan pada ayat (7) yaitu: “Pengajuan 4
Eman Suparman, Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan, Jakarta, Fikahati Aneska, 2012, hal. 47
6
gugatan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah diumumkannya hasil pemilihan oleh panitia pemilihan”. Dalam contoh kasus 3 (tiga) desa kasus Pemilihan Kuwu Desa Cangkingan Kecamatan Kedokan Bunder, Desa Larangan Jambe Kecamatan Kertasemaya dan Desa Karangkerta Kecamatan Tukdana yang ketiganya masuk gugatan ke Pengadilan Negeri Indramayu, sesuai Amar Putusan untuk Desa Cangkingan dengan Nomor: 65/Pdt.G/2011/PN.Im., Amar Putusan Untuk Desa Larangan Jambe Kecamatan Kertasemaya dengan Nomor: 48/Pdt.G/2011/PN.Im. dan Amar Putusan Desa Karangkerta Kecamatan Tukdana Nomor: 57/Pdt.G/2011/PN.Im. semua putusan tersebut dibacakan pada hari yang sama pada tanggal 2 Februari 2012 yang semuanya isinya menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Indramayu tidak berwenang menangani kasus perkara a quo dikarenakan bahwa dalam ketentuan Pasal 50 Undang-undang No. 2 Tahun 1986 yang telah dirubah dengan Undang-undang No. 8 Tahun 2004 dan telah dirubah pula dengan Undang-undang No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum menyatakan dengan tegas bahwa : “Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama”. Bidang-bidang hukum perdata yang menjadi kewenangan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud antara lain bidang pertanahan, bidang waris, bidang Perseroan Terbatas, bidang perasuransian, bidang jaminan, bidang perkawanian, bidang hak cipta dan sebagainya. Bahwa sengketa Pemilihan Kuwu menurut penilaian Majelis Hakim tidaklah memiliki sifat-sifat keperdataan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 50 Undang-undang No. 2 Tahun 1986 yang telah dirubah dengan Undang-undang No. 8 Tahun 2004 dan telah dirubah pula dengan Undang-undang No. 49 tahun 2009 Tentang Peradilan Umum, mengingat Pemilihan Kuwu memiliki sifat-sifat ketatanegaraan dimana dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pasal 1 poin 5 disebutkan “Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia” sedangkan pada Pasal 1 point 7 dijelaskan pula bahwa : “ Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa”. Sehingga putusannyapun menyatakan Pengadilan Negeri Indramayu tidak berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan gugatan penggugat di bawah register perkara a quo. 7
Dari 18 gugatan kasus perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri Indramayu dalam perkara Perselisihan Pemilihan Kuwu ada satu gugatan yang kemudian berlanjut pada tingkat Pengadilan Tinggi di Bandung, Banding yang dilakukan oleh Sudirman Calon Kuwu Desa Karangkerta Kecamatan Tukdana melalui pengacaranya Mabruri Yamin, SH dkk. Menariknya dalam putusan Nomor: 190/Pdt/2012/PT.BDG. mengadili menerima permohonan banding dari Penggugat/Pembanding dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Indramayu tanggal 02 Februari 2012 Nomor: 57/Pdt.G/2011/PN.Im. Yang dimohonkan banding tersebut. Dengan lanjutan Mengadili sendiri menolak eksepsi tergugat I, II, III, IV dan Turut Tergugat I,II/ Turut Terbanding I, II. Kemudian menyatakan Pengadilan Negeri Indramayu berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara Nomor: 57/Pdt.G/2011/PN.Im. dan memerintahkan supaya Pengadilan Negeri Indramayu melanjutkan pemeriksaan persidangan perkara ini serta menangguhkan penetapan tentang ongkos perkara sampai putusan akhir. Keputusan tersebut dikeluarkan pada Hari Selasa tanggal 26 Juni 2012 yang dipimpin Majlis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung Mudzakir, SH. Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan bahwa Pengadilan Negeri Indramayu dalam perkara Nomor; 57/Pdt.G/2011/PN dan memori banding dari pembanding, semula penggugat, maka Pengadilan Tinggi berkesimpulan bahwa apa yang telah dipertimbangkan sehingga Pengadilan Negeri memberi putusan bahwa Pengadilan Negeri Indramayu tidak berwenang dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut, adalah tidak tepat dan tidak benar karena dalam proses pemeriksaan perkara gugatan tersebut tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Lebih lanjut penilaian pengadilan tinggi berdasarkan uraian gugatan Penggugat / Pembanding maka dapat di baca pada pokoknya bahwa dalam melaksanakan kegiatan pemilihan Kuwu di Desa Karangkerta Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu tanggal 7 Desember 2011, tergugat I, Tergugat II, Tergugat III Tergugat IV/ terbanding I, Terbanding II, terbanding III, dan seterusnya, tidak menjalankan tugasnya dengan tidak transparan, tidak fair dan tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku bahkan mereka telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan adanya kerugian bagi Penggugat/ Pembanding. Dengan karena dalil gugatan Penggugat/ Pembanding tersebut adalah tentang gugatan adanya perbuatan melawan hukum, jadi gugatan keberatan atas hasil perhitungan pemilihan kuwu, maka hal tersebut jelas merupakan lingkup perdata. 8
Setelah mendapatkan perintah langsung dari Pengadilan Tinggi Bandung maka Pengadilan Negeri Indramayu menggelar sidang ulang tapi sangat disayangkan pihak pembanding tidak menghadiri proses persidangan sampai akhirnya Pengadilan Negeri Indramayu mengeluarkan putusan pada tanggal 3 Juni
2013 yang dipimpin oleh Majlis hakim Agus
Rahardjo, SH. dengan mangadili dalam eksepsi menolak seluruh eksepsi para Tergugat, dalam Pokok Perkara menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.284.000,- (satu juta dua ratus delapan puluh empat ribu rupiah ). Putusan tersebut kemudian dikuatkan dengan Putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada tanggal 9 September 2013 dipimpin Majlis Hakim F. Willem Saiji, SH., MH. dengan menyatakan mengadili menerima permohonan banding dari pembanding semula penggugat, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Indramayu tanggal 3 Juni 2013, Nomor: 57/Pdt.G/2011/PN.Im yang dimohonkan banding tersebut serta menghukum Pembanding semula Penggugat untuk membayar biaya perkara.
D. Simpulan Berdasarkan uraian bahasan tersebut di atas, maka dikemukakan simpulan sebagai berikut: 1. Pemilihan kuwu yang dilaksanakan secara serentak pada hari yang sama pada Hari Rabu tanggal 7 Desember 2011 yang diikuti oleh sebanyak 136 desa yang terdiri dari 30 kecamatan ternyata masih banyak persoalan, dari tiga desa yang penulis amanati ternyata masih terdapat ketimpangan yang massif dilakukan yaitu tidak adanya keberadaan badan pengawas (PANWAS) yang mengawasi semua tahapan dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai tahap penyelesaian pemilihan kuwu sehingga ini menjadi kunci masuk pelanggaran bisa terjadi dan sulit untuk dikendalikan. Disamping persoalan tersebut kwalitas penyelenggara/panitia integritasnya dipertanyakan disebagian besar persoalan yang muncul disebabkan karena adanya dugaan ketidaknetralan dalam gugatan yang disampaikan oleh para penggugat. 2. Peran dan tanggungjawab kepala daerah tergolong sudah berjalan sesuai dengan tugas dan fungsinya dengan menjalankan semua kewenangannya dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai ke tahap penyelesaian, tapi meskipun demikian kepala daerah dalam melaksanakan pelantikan calon kuwu terpilih mengabaikan ketentuan yang diatur dalam pasal 205 ayat (1) Undang-undang Nomor: 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang berbunyi: “Kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemilihan”. Melihat waktu yang melebihi tenggat waktu yang diberikan Undang-Undang Bupati 9
Indramayu Hj. Anna Shopanah berpegang pada Peraturan Daerah No. 8 tahun 2006 Pasal 65 ayat (5) mengenai Pemerintahan Desa yang berbunyi: “Pelantikan Kuwu yang dilaksanakan tidak tepat waktu karena alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dapat ditunda paling lama 3 (tiga) bulan atas Persetujuan Bupati dengan ketentuan bahwa / Pejabat Kuwu yang lama tetap melaksanakan tugasnya selama masa penundaan tersebut”. Hal ini bertentangan dengan argumentasi hukum sesuai dengan asas lex superior derogate legi inferiori, undang-undang yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi, peraturan pemerintah dan peraturan daerah keduanya mempunyai derajat di bawah undang-undang. 3. Penyelesaian hukum jika terjadi sengketa bisa menggunakan dua cara, yang pertama dengan cara melalui model di luar peradilan formal (out of court system) atau biasa disebut musyawarah mufakat. Selain model di atas bisa menggunakan proses peradilan, dengan melakukan perlawanan atau membuat gugatan yang ditujukan kepada badan peradilan. Upaya hukum yang dilakukan adalah bukti kesadaran masyarakat dalam menjungjung tinggi hukum sebagai kekuatan tertinggi yang dapat menjawab persoalan yang ada. Tapi sangat disayangkan Peraturan Daerah pada pasal dan ayat tersebut tidak merinci Peradilan mana yang dapat menerima perkara perselisihan hasil Pemilihan Kuwu sehingga upaya hukum yang dilakukan para penggugat tidak tepat sasaran dan tidak dapat memenuhi kepastian hukum. Terbukti dari 18 Gugatan yang masuk ke Pengadilan Negeri Indramayu menyatakan dalam putusannya yang dibacakan pada tanggal 2 Februari 2011 menyatakan dan mengadili bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang dalam memutus perselisihan sengketa pemilihan Kuwu walaupun terdapat yurisprudensi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 190/Pdt/2012/PT.BDG. mengadili menerima permohonan banding dari Penggugat/Pembanding dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Indramayu tanggal 02 Februari 2012 Nomor: 57/Pdt.G/2011/PN.Im. walaupun pada akhirnya putusan tetap menolak gugatan pemohon. Argumentasi hukum yang dibangun berdasarkan pertimbangan hukum dari majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung terhadap gugatan perkara a qou bukan menggunakan perselisihan hasil perolehan suara dari pelaksanaan Pemilihan Kuwu tapi berdasarkan perbuatan tergugat yang dinilai oleh majelis hakim ada perbuatan yang melawan hukum. Sehingga jelas perkara perselisihan sengketa hasil pemilihan Kuwu tidak dapat diproses di Pengadilan Negeri.
10
DAFTAR PUSTAKA
Eman Suparman, 2012, Arbitrase & Dilema Penegakan Hukum, Fikahati Aneska, Jakarta. Esmi Warassih, 2011, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Elangtuo Kinasih, Semarang. Oding DJunaedi, 2009, Esensi Manusia dalam Filsafat Pancasila, Relevansinya dalam Pembangunan Hukum di Indonesia, Syari’ah, Cirebon. Satjipto Raharjo, 2010, Penegakan Hukum Progresif, Kompas, Jakarta.