Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura) Sri Endah Kinasih
[email protected] (Antropologi FISIP- Universitas Airlangga, Surabaya)
Abstract This research is uncover and analysis of (1) how does the execution process of sumpah pocong. It includes kinds of conflict and reason behind the execution; (2) factors which lie behind the existence of sumpah pocong in Madura society and; (3) what is the meaning of sumpah pocong in Madura society’s culture. This research uses descriptive type of research and qualitative approach. There are several stages include in this research which are: (1) proposive select of research location in masjid Madegan desa Polagan Sampang Madura; (2) data are collect by observation and indepth interview; (3) seek informant (4) data analysis and interpretation. Concepts and law of cognition anthropology were added to this interpretation to compare and connect a set of data. This research reveals that (1) the are factors behind the execution for sumpah pocong such as : sumpah pocong is part of the tradition for conflict resolution ; problems resolved through aumpah pocong are tend to be accusation, as there is insufficient witness and evidence to be brought to the court of law ; reason to conduct sumpah pocong are mainly related to time, money effiency. (2)Parties’ problems solved through sumpah pocong usually supported by their relatives as conflict is always family’s matter and not personal. (3) The process of sumpah pocong is usually done through the use of particular meaningful behaviour and things. It is the symbol of sacred death as punishment from God. (4) The meaning of sumpah pocong is related to pride, dignity and shame. (5) Harmony is the effect of sumpah pocong, yet on the other hand there are part of the society that have to be isolated. This study is of significance to the religious leaders and village apparatuses to evaluate its execution. Socialization to use law as conflict resolution is need through ulama Keywords: ulama, socialization, sumpah pocong, conflict
Abstrak Penelitian ini berupaya mengungkap (1) bagaimana proses eksekusi sumpah pocong; termasuk jenis konflik dan alasannya; (2) faktor-faktor yang mendasari eksistensi sumpah pocong dan; (3) apa makna sumpah pocong dalam budaya masyarakat Madura. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif; tahapan dalam penelitian ini yaitu: (1) memilih lokasi penelitian di masjid Madegan desa Polagan Sampang Madura secara proposive; (2) mengumpulkan data melelui observasi dan wawancara mendalam; (3) mencari informan (4) analisis dan interpretasi data. Konsep antropologi hukum dan kognisi ditambahkan untuk menafsirkan perbandingan dan menghubungkan satu set data. Penelitian ini mengungkapkan bahwa (1) faktor-faktor di balik eksekusi untuk sumpah pocong seperti: sebagai bagian dari tradisi resolusi konflik; cenderung untuk menyelesaikan masalah tuduhan, karena ada tidak cukup saksi dan bukti untuk dibawa ke pengadilan; alasan terutama terkait dengan waktu, menghemat biaya. (2)pihak bermasalah biasanya didukung oleh kerabat sebagai resolusi konflik antarkeluarga dan tidak pribadi. (3) Proses biasanya dilakukan melalui penggunaan perilaku dan hal-hal tertentu yang bermakna simbol kematian yang suci karena hukuman dari Allah. (4) Arti sumpah pocong berkaitan dengan kebanggaan, martabat dan rasa malu. (5) Harmoni adalah efek dari sumpah pocong, namun di sisi lain ada sebagian masyarakat yang harus diisolasi. Studi ini adalah penting kepada para pemimpin agama dan aparat desa untuk mengevaluasi pelaksanaannya. Sosialisasi menggunakan hukum sebagai resolusi konflik melalui ulama Kata kunci : ulama, sosialisasi, sumpah pocong, konflik BioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 1
M
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
odernisasi telah melanda ne-
konsekuensi, bila keterangan atau janji-
gara-negara berkembang, ter-
nya tidak benar, orang yang disumpah
masuk Indonesia, sejalan de-
diyakini dapat hukuman Tuhan (Intisari,
ngan makin meningkatnya kesadaran se-
Desember 1996 ; Surya, 30 April 2002).
seorang untuk menyelesaikan sengketa
Persengketaan akan muncul karena
melalui jalur peradilan. Namun tidak
adanya konflik antara seseorang sebagai
selamanya menyebabkan bahwa setiap
penggugat melawan orang lain sebagai
sengketa perlu diselesaikan melalui jalur
tergugat dan masing-masing pihak yang
peradilan, justru melalui jalur diluar per-
bersengketa kurangnya bukti-bukti dan
adilan. Hal ini dapat dilihat dalam kehi-
saksi-saksi sehingga tidak mungkin un-
dupan masyarakat Indonesia dimana pe-
tuk diselesaikan ke jalur peradilan. Oleh
nyelesaian sengketa (disputing process)
sebab itu pihak yang bersengketa, hanya
melalui jalur diluar peradilan seperti
bisa bicara, bersikukuh pada dalil ma-
sumpah pocong yang telah berkembang
sing-masing dan tidak mempunyai bukti
di Kalimantan Barat dan Madura (Inti-
yang lengkap untuk mencari fakta yang
sari, Desember 1996). Namun tidak me-
benar,maka mereka menyelesaikan seng-
nutup kemungkinan dikalangan elite po-
keta melalui sumpah pocong.
litik seperti anggota DPRD yang dituduh
Menurut penelitian Wiyata (2002)
korupsi uang negara di Gresik dan Bon-
persengketaan masalah harta waris, ta-
dowoso juga melakukan sumpah pocong
nah, persaingan bisnis, utang piutang dan
(Surya, 2002).
gangguan terhadap istri pada orang Ma-
Sumpah berarti suatu pernyataan
dura diselesaikan melalui carok. Namun
tentang keterangan atau janji, yang di-
tidak semua persengketaan itu disele-
ucapkan dihadapan kyai (tokoh agama)
saikan melalui kekerasan dalam hal ini
dengan mengingat sifat kemahakuasaan
carok. Untuk mempertahankan harga diri
Tuhan. Sedangkan pocong berati mayat
dan kehormatan, bisa dilakukan dengan
yang diselubungi dengan kain kafan. Jadi
jalan persahabatan dan perdamaian yaitu
sumpah pocong berarti pernyataan ten-
melalui sumpah pocong sebagai upaya
tang janji yang dilakukan oleh penganut
penyelesaian sengketa. Pelaksanaan sum-
agama Islam, dengan cara dibalut seluruh
pah pocong selalu dilakukan di masjid,
tubuh dengan kain kafan seperti orang
seperti halnya di masjid Madegan desa
meninggal, disumpah di bawah kitab suci
Polagan (Sampang-Madura). Pelaksanaan
Al Qur’an. Sumpah pocong memiliki
sumpah pocong selalu di masjid karena BioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 2
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
akan menambah kenyakinan bagi orang
sumpah pocong untuk menentukan peri-
yang disumpah dan memiliki keampuhan
laku mana yang benar dan yang salah.
sumpah pocong tersebut (Intisari, Desem-
Sumpah pocong tersebut dilaksanakan
ber 1996).
berkaitan erat dengan pola penghayatan
Sumpah pocong pada masyarakat dalam memaknai peristiwa. Madura dalam menyelesaikan sengketa memiliki makna, sehingga hal ini sangat Masalah mempengaruhi
pelaksanaannya.
Dalam
Rumusan permasalahan penelitian
memaknai suatu peristiwa seperti sumpah ini
meliputi
(1)
bagaimana
proses
pocong, maka pengertian makna itu sen- pelaksanaan sumpah pocong. Termasuk diri adalah nilai yang digunakan sebagai dalam
penelitian
pedoman oleh seseorang atau masyarakat persengketaan
ini
macam
akan apa
dilihat sehingga
untuk berperilaku. Hal ini biasanya diikuti terjadi sumpah pocong dan mengapa para dengan tuntutan emosional. Secara emo- pihak
yang
bersengketa
melakukan
sional seseorang atau masyarakat merasa sumpah pocong. (2) faktor-faktor apa perilaku tertentu adalah benar dan peri- yang melatarbelakangi masih berlakunya laku yang lain salah. Dalam setiap peristiwa, makna ditempatkan dan disimpan dalam simbol-
sumpah pocong di masyarakat Madura (3) bagaimana makna sumpah pocong di masyarakat Madura.
simbol seperti dalam sumpah pocong adalah kain kafan warna putih dan kitab suci
Metode
Al Qur’an. Simbol itu sendiri adalah se-
Dalam rangka mendapatkan data
suatu yang dianggap sebagai gambaran
dan
atas suatu pemikiran atau realita. Simbol
penelitian ini sebagaimana yang dilakukan
tidak menunjuk langsung pada apa yang
oleh Hoebel (1954) dalam buku yang
digambarkan, namun membimbing pema-
berjudul The Law of Primitive Man di
haman subyek terhadap obyek. Arti dari
antaranya menggunakan dua pendekatan.
suatu simbol merupakan hasil dari kese-
Pendekatan per-tama sebagai pendekatan
pakatan antara orang-orang yang mene-
ideologis, di-identifikasikan aturan yang
rimanya sebagai simbol.
umumnya
Demikian pula dengan sumpah po-
informasi
masyarakat
yang
berlaku Madura,
empirik,
di
maka
lingkungan dipersepsikan
cong yang dilakukan masyarakat Madura.
sebagai pedoman untuk berlaku dan
Masyarakat Madura masih melakukan
memang dianggap seharusnya menguasai BioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 3
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
perilaku.
bersifat
tian lapangan, di mana peneliti bukan te-
yang
rus menerus sebagai seorang pengamat
berdasarkan pengamatan peneliti pada
yang obyektif tentang kehidupan dan ke-
tindakan-tindakan
in-
giatan orang-orang yang menjadi kajian-
formasi mengenai tindakan atau perilaku
nya, tetapi juga sebagai orang yang ikut
secara umum bersumber dari penelitian
serta dalam berbagai aktivitas; dan (b)
lapangan.
wawancara mendalam atau indepth inter-
deskriptif
Pendekatan adalah
kedua
pendekatan manusia
dan
Selain kedua pendekatan tersebut,
view untuk mengetahui emic view dari
peneliti juga menggunakan beberapa tek-
pandangan kedua belah pihak yang ber-
nik penelitian, yaitu (1) penentuan lokasi
sengketa. (3) Informan yang meliputi sa-
penelitian secara purposive di masjid Ma-
tu orang perangkat desa, satu orang tokoh
degan desa Polagan (Sampang, Madura).
agama yaitu kyai sebagai orang yang me-
Pertimbangan diambil dalam menetapkan
nyumpah pada pihak yang bersengketa,
desa Polagan sebagai lokasi penelitian ka-
dua orang santri dan sepuluh orang pihak-
rena di desa Polagan terdapat masjid yang
pihak yang bersengketa. (4) Analisa data
dipercaya oleh masyarakat Madura seba-
yang terkumpul kemudian diklasifikasi-
gai masjid yang “ampuh” untuk menyele-
kan dan diindentifikasikan dengan mem-
saikan permasalahan dalam waktu yang
berikan makna pada tema dan sub-tema
tidak begitu lama, dan dapat menentukan
serta mencari hubungan antar data kemu-
siapa orang yang bersalah dan siapa yang
dian dianalisa.
benar. Selain itu, di luar masyarakat Madura pun juga melakukan sumpah pocong di masjid Madegan. (2) Pengumpulan data
Proses Pelaksanaan Sumpah Pocong Sebelum
membahas
mengenai
(a) yang meliputi pengamatan atau obser-
makna sumpah pocong pada masyarakat
vation. Pengamatan dapat dilakukan inter-
Madura,
aksi sosial untuk menemukan budaya hu-
digambarkan tentang proses pelaksanaan
kum tentang ide-ide, pemahaman dan tin-
sumpah pocong, dimana keduanya saling
dakan-tindakan hukum. Dengan demikian,
berkaitan.
peneliti dapat memahami dan menginter-
tersebut di atas, semua kasus sumpah
pretasi budaya hukum, khususnya menge-
pocong diawali dengan sengketa, yang
nai makna sumpah pocong yang sedang
disebut Wiyata (2002:169) dengan istilah
berlangsung di masyarakat Polagan. Tek-
konflik. Perbedaan istilah seperti sengketa
nik ini merupakan suatu kegiatan peneli-
dan konflik menurut Gulliver (1973)
akan
terlebih
Berdasarkan
dahulu
kasus-kasus
BioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 4
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
memiliki arti yang sama yaitu ada dua
memastikan siapa yang salah dan siapa
pihak yang berkepentingan, dinyatakan di
yang benar. Selain itu, penyelesaian seng-
muka umum dengan mengekspresikan
keta melalui sumpah pocong dianggap
atau mengemukakan maksud sesuatu
oleh masyarakat tidak akan menghabis-
tentang keinginan tuntutannya. Namun di
kan uang, tenaga, dan waktu yang banyak.
dalam
antropologi
hukum
lebih
Penggugat-tergugat
dalam
pelak-
cenderung menggunakan istilah sengketa
sanaan sumpah pocong selalu didukung
daripada konflik, karena konflik lebih me-
oleh kerabat dan temannya, yang lebih di-
ngacu ke arah politis.
kenal dengan sebutan bala, kanca. Bala,
Umumnya sengketa yang muncul
kanca merupakan relasi sosial dengan
untuk kasus-kasus sumpah pocong adalah
tingkat keakraban dan semangat keakrab-
masalah tuduhan santet, bisnis, utang pi-
an (friendship) paling tinggi. Sengketa
utang, perselingkuhan, pencurian dan aib
pada masyarakat Madura pada mulanya
(misal hamil di luar nikah). Pihak-pihak
antar individu dan berkembang menjadi
yang bersengketa sampai melaksanakan
antar kerabat. Hal ini juga diungkapkan
sumpah pocong bukan hanya dari Sam-
Gulliver bahwa sengketa dapat timbul dari
pang, tetapi juga Bangkalan, Pamekasan,
individu dengan individu yang lain, namun
Sumenep, Bangil, Pasuruan, Probolinggo,
bisa juga antar kerabat seperti pendapat
Situbondo, Bondowoso dan Surabaya yang
Comaroff dan Robert (dalam Ihromi 1993:
mayoritas beretnis Madura.
224-225) yang disebut intrahouse.
Gagasan untuk melakukan sumpah
Menurut pengertian orang Madura,
pocong sebagai penyelesaian sengketa
bala selain menunjuk pada pengertian
(disputing process), diajukan penggugat
teman, juga menunjuk pada orang-orang
yang merasa sangat yakin berada di pihak
yang mempunyai hubungan kekerabatan,
yang paling benar. Tertuduh juga mem-
sehingga bala sering kali diartikan identik
punyai keyakinan pada pihak yang benar.
dengan taretan. Dengan demikian, taretan
Pada umumnya penggugat-tergugat tidak
dalem (kerabat inti atau core kin) sering-
ingin permasalahan diselesaikan melalui
kali disebut juga sebagai bala dalem, ta-
jalur peradilan, dikarenakan tidak mem-
retan semma’ (kerabat dekat atau close
punyai bukti-bukti yang lengkap dan sak-
kin), sebagai bala semma’ dan taretan jau
si-saksi yang kuat. Mereka memilih sum-
(kerabat jauh atau peripheral kin) sebagai
pah pocong supaya persoalan tidak ber-
bala jau. Dalam konteks ini ada bala dalam
larut-larut dan segera diselesaikan untuk
arti taretan atau diistilahkan dengan “bala BioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 5
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
taretan” dan ada pula bala dalam arti bu-
langsung pergi untuk menemui kepala de-
kan termasuk taretan atau dalam termino-
sa Polagan. Kepala desa Polagan mem-
logi lain biasa disebut kanca (teman)
berikan beberapa ketentuan dan syarat-
(Wiyata, 2002 : 59). Dalam konteks ini,
syarat pada saat pelaksanaan sumpah
bala dan kanca selalu mendukung pihak-
pocong. Ketentuan dan syarat-syarat un-
nya yang akan melaksanakan sumpah po-
tuk saat pelaksanaan sumpah pocong ada-
cong, dikarenakan pihaknya berada da-
lah biaya Rp 2.000.000,-, satu ekor ayam
lam kondisi permusuhan (amoso).
putih dan kain kafan 9 meter. Perincian
Sebelum
diadakan
pelaksanaan
biaya Rp 2.000.000,- digunakan untuk Rp
sumpah pocong, penggugat-tergugat da-
500.000 untuk kas kepala desa, masing-
tang bersama-sama dengan didukung ba-
masing Rp 25.000,- untuk enam santri
la, kanca-nya ke kepala desa. Kepala desa
yang membantu untuk pelaksanaan sum-
setempat menanyakan persoalan apa yang
pah pocong, Rp. 100.000,- untuk kyai, ma-
terjadi kepada penggugat-tergugat. Sete-
sing-masing Rp 50.000,- untuk dua orang
lah mengetahui persoalannya, kepala desa
dari Kapolsek setempat dan dua orang da-
biasanya menasehati mereka lebih baik
ri Kapolsek Sampang, sisanya sekitar Rp
diselesaikan dengan jalan damai atau mu-
1.050.000 untuk kas masjid Polagan.
syawarah. Pada umumnya penggugat-ter-
Umumnya biaya ini ditanggung peng-
gugat bersikukuh bahwa dirinya benar
gugat. Sedangkan satu ekor ayam putih
dan memaksa kepala desa setempat untuk
dan kain kafan 9 meter digunakan saat
segera membuat surat pernyataan menge-
prosesi sumpah pocong.
nai pelaksanaan sumpah pocong. Akhir-
Setelah penggugat-tergugat menye-
nya kepala desa setempat membuat surat
tujui dan sepakat untuk tetap melaksana-
pernyataan pelaksanaan sumpah pocong
kan sumpah pocong, kepala desa Polagan
untuk diajukkan kepada kepala desa Pola-
membuat surat pemberitahuan kepada
gan. Surat pernyataan tersebut juga harus
Kapolsek Sampang untuk hadir dalam pe-
diketahui Kapolsek setempat. Biasanya
laksanaan sumpah pocong. Hal ini dimak-
Kapolsek langsung menandatangani. Me-
sudkan Kapolsek Sampang selain sebagai
nurut Kapolsek kalau surat pernyataan ti-
saksi, juga mengamankan jalannya sum-
dak segera ditanggapi dan dilaksanakan
pah pocong untuk menghindari terjadinya
sumpah pocong, dikhawatirkan ada carok.
pertarungan antar kerabat dari pihak
Setelah surat pernyataan ditanda tangani
Kapolsek,
penggugat-tergugat.
penggugat-tergugat BioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 6
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
Pada saat pelaksanaan sumpah po-
kancanya masing-masing paling sedikit 20
masalah bisnis, utang piutang, perselingkuhan, pencurian dan masalah aib seperti hamil diluar nikah). Manakala tuduhan itu benar, saya tertuduh akan mendapatkan laknat dari Allah. Se-baliknya kalau tuduhan tersebut salah, maka laknat tersebut akan kembali kepada yang menuduh”.
orang. Penggugat-tergugat diminta kyai
Setelah tergugat membaca syahadat
dipersilahkan untuk berwudlu. Berwudlu
dan pengucapan sumpah, penggugat juga
mempunyai makna mensucikan tubuh
me-lakukan proses yang sama. Penggugat
manusia secara lahir maupun batin. Sete-
membaca Syahadat dan dilanjutkan peng-
lah berwudlu, pihak tergugat terlebih da-
ucapan sumpah. Pengucapan sumpahnya
hulu untuk mengenakan kain kafan. Selu-
seperti :
cong, dihadiri dua orang dari Kapolsek setempat dan dua orang dari Kapolsek Sampang, penggugat-tergugat beserta bala,
ruh tubuhnya dibungkus dengan kain kafan, kecuali muka. Bagian tubuh yaitu kaki, lutut, perut diikat dan dibaringkan dengan kepala di sebelah utara, kaki di selatan menghadap ke barat. Kyai duduk di depan orang yang akan disumpah dengan membawa pengeras suara dan dibantu empat santri membawa Al Qur’an Ajimat. Kyai menuntun tergugat membaca: Syahadat, seperti Asyhadu Alla Illaha Illallah Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah yang artinya Tiada Tuhan Selain Allah, dan Muhammad Adalah Utusannya. Makna dari membaca Syahadat ini adalah Tuhan itu satu, tidak ada pembandingnya dan mengetahui atas segala perbuatan manusia yang baik dan yang tercela. Setelah membaca Syahadat, tertuduh mengucapkan sumpah yaitu: “Demi Allah, saya melakukan sumpah pocong karena saya tertuduh oleh …………. (nama penggugat) berbuat …………….(misalnya tuduhan santet,
“Demi Allah, saya melakukan sumpah pocong karena saya menuduh …………. (nama tergugat) berbuat ........... (misal-nya tuduhan santet, masalah bisnis, utang piutang, perselingkuhan, pencu-rian dan masalah aib seperti hamil di luar nikah). Manakala dalam menuduh itu salah, saya sebagai pihak penuduh akan mendapatkan laknat dari Allah. Sebaliknya kalau penuduh tersebut benar, maka laknat tersebut akan kembali kepada yang tertuduh”
Setelah
pengucapan
sumpah,
tergugat-penggugat minum air putih yang telah di-celupkan dengan tongkat ajimat. Makna dari minum air putih adalah sumpah
yang
diucapkan
tergugat-
penggugat bukan ha-nya sebatas ucapan saja, akan tetapi ha-kikat dari sumpah itu adalah seluruh tu-buh baik jiwa dan raga juga ikut terkena sumpah. Kemudian tergugat-penggugat keluar masjid, setelah itu Kyai memotong ayam yang berwarna putih. Ayam yang teBioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 7
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
lah disembelih dan mati tersebut diletak-
luar peradilan dipengaruhi oleh adat yang
kan di tanah. Prosesi dilanjutkan dengan
terikat oleh kebijakan negara.
tergugat-penggugat yang secara bergiliran
Bagi pihak-pihak yang bersengketa
melangkahi (Jawa: nglangkahi) bangkai
menyelesaikan perkara di luar pengadilan
ayam. Ayam putih dipilih sebagai media
merupakan jalur yang efektif karena se-
prosesi sumpah pocong karena ayam
cara tenaga dan waktu lebih cepat pro-
putih secara filosofis diartikan sebagai
sesnya dibanding dengan jalur hukum
perwujudan hal yang suci. Tujuan pelibat-
konstitusional. Selain itu dilihat dari rasa
an media ayam putih adalah jika salah sa-
keadilan belum tentu penyelesaian yang
tu dari tergugat-penggugat menemui ajal-
dilakukan melalui pengadilan legal (peng-
nya maka diharapkan dalam keadaan suci.
adilan konstitusional) dengan keputusan
Prosesi berjalan di atas bangkai
berdasarkan kepastian hukum memberi
ayam putih dilakukan sebanyak tujuh kali.
kepuasan bagi yang bersengketa. Penye-
Langkah pertama dimulai dengan meng-
lesaian sengketa di bawah bimbingan pe-
hadap ke barat. Setelah itu tergugat-
muka agama (kyai) lebih dirasakan seba-
penggugat diminta Kyai untuk berjalan
gai keadilan yang membawa kondisi sosial
mengelilingi pohon sawo yang berada di
kembali stabil (harmonis).
belakang Masjid Madegan sebanyak tujuh
Dengan demikian, bahwa tidak se-
kali. Langkah ini diartikan sebagai upaya
mua sengketa pada masyarakat Madura
untuk mencari kebenaran dari kedua pi-
diselesaikan dengan carok tetapi juga bisa
hak tergugat-penggugat dan siapapun
melalui sumpah pocong. Hal ini didukung
yang bersalah diharapkan akan mendapat
pendapat Robert (1979: 57-59) bahwa
hukuman dari Tuhan.
masyarakat Madura dalam penyelesaian
Sumpah pocong yang dikatakan sebagai disputing proces melalui jalur di luar
sengketa selain penggunaan media kekerasan (carok) juga memakai supranatural.
peradilan; ternyata sebelum dan saat prosesi sumpah pocong diperlukan adanya pelegalan dari aparat negara (legal struc-
Makna Sumpah Pocong Untuk
mencari
makna
yang
ture). Dalam hal ini menurut Hooker
terkandung didalam sumpah pocong pada
(1987:26) disebut percampuran struktur
masyarakat Madura harus mengacu pada
(Coumpounding Struction), yaitu adanya
pengertian sumpah (sompa) yang berarti
penyelesaian sengketa melalui jalur di
suatu per-nyataan tentang keterangan atau janji, yang diucapkan dihadapan kyai BioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 8
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
(tokoh agama) dengan mengingat sifat
sa malo (malu) karena peran dan fungsi-
kemahakuasaan
Sedangkan
nya melindungi istri dianggap telah gagal.
pocong berarti mayat yang diselubungi
Bagi pihak keluarga perempuan, perasaan
dengan kain ka-fan. Jadi sumpah (sompa)
malo berkaitan dengan kegagalan melin-
pocong berarti pernyataan tentang janji
dungi anak perempuannya sedangkan ba-
yang dilakukan oleh penganut agama
gi keluarga laki-laki berkaitan dengan ke-
Islam,
seluruh
gagalan dalam memilih menantu yang ba-
tubuhnya dengan kain kafan seperti orang
ik. Perasaan malu tersebut berkaitan
meninggal, disumpah di bawah kitab suci
dengan harkat dan martabat suami (laki-
Al Qur’an. Sumpah po-cong memiliki
laki) karena istri adalah bantalla pate
konsekuensi, apabila ke-terangan atau
(landasan kematian). Tindakan meng-
janjinya tidak benar, orang yang disumpah
ganggu istri disebut sebagai agaja’ nyaba
diyakini mendapat hu-kuman dari Tuhan
yang pengertiannya sama dengan tindak-
(Intisari, Desember 1996; Surya, 30 April
an mempertaruhkan atau mempermain-
2002). Hukuman da-lam hal ini yang
kan nyawa. Mempertaruhkan nyawa atau
diterima biasanya adalah dalam bentuk
mempermainkan nyawa dalam hal ini ti-
kematian.
dak selalu dengan kekerasan (carok) yang
dengan
Tuhan.
cara
dibalut
Dalam sumpah pocong selalu ada
mengakibatkan kematian, namun dengan
hubungan penggugat-tergugat. Relasi ini
sumpah pocong juga bisa berakibat hal
oleh masyarakat Madura disebut musuh
yang sama.
(moso) dan moso dianggap sebagai orang
Makna sumpah pocong pada ma-
yang harus mati (dalam sumpah pocong)
syarakat Madura selain berkaitan dengan
atau dibunuh (istilah Wiyata tentang ca-
harkat dan martabat juga mempunyai
rok). Mati dalam sumpah pocong berkait-
makna untuk membawa keharmonisan
an dengan pelecehan harga diri serta un-
kehidupan sosial masyarakat. Karena
tuk menentukan kepastian siapa yang be-
sengketa-sengketa yang ada itu merusak
nar dan yang salah. Realitanya memang
tatanan yang ada arosak atoran (merusak
sumpah pocong mendapat dukungan dari
aturan). Jika tindakan ini dibiarkan ber-
lingkungan sosial.
larut-larut maka tatanan sosial secara
Apalagi seperti kasus tuduhan per-
keseluruhan akan rusak. Oleh karena itu,
selingkuhan istri seperti Abdullah yang
demi menjaga agar tatanan sosial yang
menuduh Choiri berselingkuh dengan is-
terlanjur dirusak itu menjadi normal kem-
trinya. Seorang suami atau laki-laki mera-
bali sebagaimana semula pelakunya harus BioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 9
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
segera di sumpah pocong. Dengan demi-
sanksi dari Tuhan setelah melakukan
kian sumpah pocong yang berakibat ke-
sumpah pocong. Padahal Matrawi sebe-
matian merupakan resiko yang harus di-
lum melakukan sumpah pocong, dia sudah
terima sebagai “bentuk pertanggung ja-
sakit keras sampai dia meninggal. Bisa
waban” atas tindakannya tersebut.
saja Matrawi meninggal dikarenakan me-
Apabila kita meninjau kembali pen-
mang sakit kronis. Demikian juga pada
dapatnya Geertz (1973) mengenai model
kasus-kasus yang lain seperti masalah
“dari” (pattern of) dan model “bagi” (pat-
bisnis dan utang piutang antara Haji
tern for), maka sumpah pocong bila dilihat
Zainal dan Haji Faisal, tuduhan penyele-
dari model “dari” (pattern of) kenyataan
wengan istri antara Choiri dengan Abdul-
bahwa sumpah pocong merupakan suatu
lah, Hamil di luar nikah antara Ida dengan
pola yang harus dilakukan secara krono-
Yono, tuduhan mencuri antara Supai de-
logis dan sakral. Masyarakat Madura me-
ngan Herman, salah satu dari mereka ada
nganggap bahwa sumpah pocong mem-
yang meninggal. .Meninggal salah diantara
punyai nilai sakral dan berbagai makna
dari mereka mungkin beban psikologis
karena di-laksanakan di dalam masjid,
karena ucapan sumpah atau memang
adanya sim-bol ayam putih dan kain
sumpah itu benar-benar mujarab.
kafan, serta orang yang di-sumpah harus
Pasca dari sumpah pocong mem-
minum air putih dan mengelilingi pohon
punyai dampak baik secara pribadi mau-
sawo. Sedangkan model “bagi” (pattern
pun sosial yang bersifat positif dan ne-
for) kenyataan ada-nya konsep pemikiran,
gatif. Secara positif, masyarakat menjadi
pedoman, nilai-nilai dan norma-norma
lebih tentram, tatanan sosial menjadi har-
masyarakat Madura mengenai tutunan
monis karena tidak ada permusuhan lagi
berperilaku. Apabila manusia dalam ber-
dan dianggap keadilan sudah terwujud.
perilaku melanggar nilai-nilai dan norma-
Meskipun sumpah pocong mendapat du-
norma masyarakat, akan mendapat sanksi
kungan sosial namun tetap menimbulkan
Tuhan (seperti kematian).
akibat sosial tertentu. Misalnya, orang
Berdasarkan kasus yang ada, tidak
yang telah bersumpah dikenal sebagai ke-
bisa memastikan apa penyebab kematian.
luarga penyumpah. Konsekuensi yang me-
Seperti kasus orang tua Deni dituduh me-
reka terima adalah pengucilan dari masya-
nyantet Matrawi, kemudian Matrawi sakit
rakat, masyarakat membatasi diri untuk
stroke dan meninggal, sulit untuk dibuk-
berkomunikasi dengan keluarga penyum-
tikan bahwa Matrawi meninggal karena
pah
tersebut.
Masyarakat
mengambil
BioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 10
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
tindakan seperti itu dikarenakan kekha-
cukup bukti dan saksi jika diproses me-
watiran mereka apabila setiap terjadi
lalui jalur peradilan; (c) alasan bagi para
sengketa dengan keluarga penyumpah
pihak yang bersengketa memilih sumpah
maka keluarga penyumpah akan selalu
pocong sebagai penyelesaian sengketa,
menempuh jalur sumpah pocong. Selain
dikarenakan proses pelaksanaan sumpah
itu keluarga penyumpah juga terkucil da-
pocong tidak terlalu banyak mengeluar-
lam masalah perjodohan, khususnya yang
kan tenaga, waktu dan biaya dan lebih
mempunyai anak perempuan. Dalam adat
memenuhi rasa keadilan bagi mereka di-
masyarakat Madura, anak wanita yang
bandingkan melalui jalur peradilan. (2)
berusia 15 tahun seharusnya menikah ka-
Masalah yang diselesaikan selalu didu-
rena takut dijuluki “perawan tua”. Vonis
kung kerabatnya dimana pihak yang ber-
“perawan tua” atau “perawan tidak laku”
sengketa berada dalam kondisi permu-
adalah hukuman sosial yang dihadapi
suhan. Dalam hal ini, bukan hanya ma-
wanita atau perawan tersebut dan keluar-
salah perorangan tetapi juga masalah ke-
ganya. Adanya konsekuensi sebagai kelu-
rabat atau juga bisa dikatakan antarpemu-
arga penyumpah maka mereka akan ter-
kiman karena pemukiman di Madura
kucil oleh masyarakat dan memungkinkan
biasanya didasarkan pengelompokan ru-
untuk mendapat akibat sebagai “perawan
mah atas hubungan kekerabatan. (3) Pada
tua” atau “perawan tidak laku”.
proses sumpah pocong, para pendukung kebudayaan berupa perilaku dan benda-
Kesimpulan
benda yang digunakan untuk sumpah po-
Berdasarkan temuan penelitian ini,
cong bermuatan makna, yaitu konsekuen-
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
si dari orang yang bersalah akan menda-
(1) ada beberapa faktor yang melatarbela-
patkan hukuman Tuhan berupa kematian
kangi masih berlakunya sumpah pocong
yang suci, artinya kematian itu dikehen-
di masyarakat Madura, antara lain: (a)
daki Tuhannya seperti disimbolkan de-
berdasarkan sejarah masjid Madegan,
ngan ayam putih. (4) Makna sumpah po-
sumpah pocong sudah merupakan tradisi
cong dalam budaya Madura lebih berkait-
penyelesaian sengketa secara turun temu-
an harga diri, harkat dan martabat dan
run sampai saat ini; (b) masalah-masalah
perasaan malu. Dengan adanya sumpah
yang muncul diselesaikan dengan sumpah
pocong akan membawa keharmonisan da-
pocong lebih mengarah pada tuduhan, se-
lam kehidupan sosial. (5) Dampak setelah
hingga dalam kasus-kasus yang ada tidak
sumpah pocong, di satu sisi adanya ketenBioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 11
Sri Endah Kinasih, “Sumpah Pocong: Upaya Penyelesaian Sengketa Masyarakat Madura (Studi Kasus di Masjid Madegan Desa Polagan, Sampang Madura” hal. 1-12.
traman dalam masyarakat, namun disisi lain adanya pengucilan dari masyarakat dan dijauhkan dalam masalah perjodohan. Daftar Pustaka Geertz, C. (1973), The Interpretation of Cultures, Hammersmith, London: Fontana Press. Gulliver, P.H. (1973), “Negotiations as a mode of Dispute Settlement: Towards as General Model”. Law and Society Review, Vol 7. Hoebel, E. Adamson, (1983), The Law of Primitive Man: A Study in Comparative Legal Dynamics. Cambridge: Harvard University.
Hooker, M.B. (1987), Adat Law in Modern Malaya. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Ihromi, T.O. (1993,) Antropologi Hukum: Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Intisari, (1996), “Sumpah Pocong Menghindari Sumpah Bohong”, Desem-ber No.401. Robert, Simon (1979), Order and Dispute: An Introduction to Legal Anthropology. Harmonsworth: Penguin Book Surya (2002), “Haruskah Sumpah Pocong Dibudayakan?”, April 30. Wiyata, A. Latief (2002), Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura. Yogyakarta : LkiS.
BioKultur, Vol.II/No.1/Januari-Juni 2013, hal. 12