Penyelamatan Ekosistem Kalimantan Dalam Penerapan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) Implementasi MP3EI diharapkan mampu mempercepat pengembangan program pembangunan, terutama dalam mendorong peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta pembangunan SDM dan Iptek. Agar implementasi MP3EI ini dapat meningkatkan kesejahteraan, lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan, sekaligus keutuhan daya dukung lingkungan dan ekosistem maka harus ada keseimbangan antara aspek ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Dokumen ini memberikan masukan model ekonomi hijau kedalam penerapan MP3EI. Model ini mendorong pembangunan yang rendah emisi, efisiensi pemanfaatan energi dan sumberdaya serta mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan dan keanekaragaman hayati di Kalimantan.
1. MP3EI Koridor Ekonomi Kalimantan 1.1
Arahan kebijakan
Pemerintah, melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025 (MP3EI) berupaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur. Upaya tersebut, salah satunya akan dicapai melalui peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) sumber daya alam, posisi geografis dan wilayah, dan sumber daya manusia. MP3EI akan menciptakan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Langkah dan kebijakan Pemerintah melalui MP3EI tersebut dinilai masih mengedepankan kepentingan-kepentingan ekonomi dan kurang mempertimbangkan aspek-aspek sosial, budaya dan kelestarian keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup. Pertimbangan aspek-aspek tersebut menjadi penting apabila dikaitkan dengan kondisi ekosistem Kalimantan yang sudah menunjukan terjadinya kerusakan ekosistem. Jika pemerintah tidak mampu mensinergikan arah pembangunan ekonomi dan upaya perlindungan lingkungan maka dalam jangka panjang akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Tabel jumlah kehilangan tutupan hutan Kalimantan sejak tahun 2004 - 2008 dengan basis analisis data tahun 2003 (ha)
Provinsi
2004
2005
2006
2007
2008
Total (Ha)
Kalimantan Timur
14,377
301,274
125,980
131,994
211,580
785,205
Kalimantan Tengah
16,077
426,963
194,968
489,515
268,535
1,396,058
Kalimantan Selatan
6,544
84,418
27,394
38,530
53,361
210,247
Kalimantan Barat
13,296
335,996
159,932
209,251
198,017
916,492
Total Kalimantan
50,294
1,148,651
508,274
869,290
731,493
3,308,002
Sumber Data : Citra Satelit Modis
Grafik Kehilangan Tutupan Hutan Kalimantan 3,308,002
3,500,000 3,000,000 Luas (ha)
2,500,000 2,000,000 1,500,000
1,148,651
1,000,000 500,000 -
869,290
508,274
731,493
50,294 2004
2005
2006
2007
Tahun
2008
Total (Ha)
Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Barat Total Kalimantan
Gambar 01. Laju Deforestasi Kalimantan dari Tahun 2003 – 2008 dari hasil analisis Citra Satelit Modis
Bagi Kalimantan, pola pembangunan dan pertumbuhan yang dicanangkan dalam MP3EI harus menghindari terjadinya kerusakan lingkungan dan menurunnya keanekaragaman hayati. Peran MP3EI selayaknya bersinergi dengan perencanaan tata ruang wilayah berbasis ekosistem sesuai dengan karakteristik dan kondisi masing-masing daerah. Dengan demikian, diharapkan penerapan MP3EI sekaligus dapat menjawab isu-isu lingkungan dan kemiskinan, khususnya dalam rangka mengimplementasikan komitmen Pemerintah RI untuk menurunkan emisi karbon sebesar 26% hingga tahun 2025, dimana 53% berasal dari konservasi lahan gambut dan 36% berasal dari sektor kehutanan.
1.2 ALUR PIKIR PENERAPAN EKONOMI HIJAU MP3EI Pemerintah telah menetapkan Koridor Ekonomi Kalimantan dengan tema pembangunan “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional”. Di dalam strategi pembangunan ekonominya, Koridor Ekonomi Kalimantan berfokus pada enam kegiatan ekonomi utama, yaitu: minyak dan gas bumi, batubara, kelapa sawit, besi dan baja, bauksit dan perkayuan yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi koridor ini. Memperhatikan tema pembangunan tersebut dan dalam rangka membangun pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan diperlukan penerapan konsep pembangunan yang menghasilkan pertumbuhan dan pembangunan yang menjamin kesejahteraan masyarakat dan mencegah terjadinya penurunan fungsi dan kualitas ekologis. Konsep ini biasa dikenal dengan “pembangunan ekonomi hijau” 1 . Untuk mendorong terjadinya transisi ke ekonomi hijau, diperlukan kondisi pemungkin (enabling condition) yang terdiri dari regulasi nasional dan regional, intervensi subsidi dan insentif serta pengembangan kebijakan, peraturan perdagangan dan bantuan. Kondisi pemungkin kunci yang harus dipersiapkan antara lain: a. Penggunaan instrumen fiskal, finansial dan instrumen berbasis pasar lainnya untuk mengalihkan kecenderungan konsumsi sesuai dengan misi kedua dari MP3EI b. Prioritas investasi dan belanja pemerintah pada sektor ekonomi hijau, pembatasan investasi dan belanja pada sektor yang menguras sumber daya alam, sesuai dengan misi kesatu MP3EI c. Mempromosikan investasi dan inovasi hijau, melakukan investasi dalam membangun kapasitas dan pelatihan, dan serta penguatan tata kelola ekonomi nasional, regional dan internasional, sesuai dengan misi ketiga MP3EI. d. Pengembangan kerangka kebijakan dan peraturan yang mendukung 1
Definisi Ekonomi hijau menurut UNEP (2010) : Kegiatan ekonomi yang mampu meningkatkan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial yang secara bersamaan mengurangi secara signifikan dampak kerusakan lingkungan hidup dan kelangkaan ekologis.
Menuju ekonomi hijau, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Pengembangan model investasi ekonomi, baik investasi pemerintah maupun swasta, yang bergeser dan berubah kepada pilihan investasi pada sektor-sektor penting seperti minyak dan gas bumi, batubara, kelapa sawit, besi dan baja, bauksit, perkayuan dan perikanan ke arah Ekonomi Hijau, sekaligus membuktikan terjadinya tambahan lapangan kerja hasil pergeseran pilihan investasi tersebut, b. Penerapan konsep penilaian ekonomi (economic valuation) yang secara eksplisit mampu menghitung nilai natural kapital sebenarnya (tangible dan intangible), dengan memperhitungkan nilai/jasa ekosistem. Hal ini penting dalam penetapan pilihan arah pembangunan ekonomi wilayah (penerapan Neraca Sumber Daya Alam, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, PDB/PDRB Hijau dan lain-lain) c. Penerapan kebijakan/aturan yang sinergis lintas sektor dan pusat-daerah dan menjamin terlaksananya ekonomi hijau. d. Penerapan instrumen ekonomi yang mendorong “triple bottom line” (menyangga dan meningkatkan ekonomi, kelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial) mealui perencanaan pembangunan; instrumen fiskal, finansial dan skema subsidi yang tepat sasaran; insentif berbasis pasar untuk meminimalkan “market failures” (contoh: melalui kompensasi PES); transparansi public procurement dan melalui stimulusstimulus investasi.
Gambar 02. Diagram alur piker penerapan MP3EI
Gambar 03. Peta MP3EI Kalimantan
2. Alam Kalimantan Menuju Kritis Hutan merupakan salah satu bioma penting disamping laut dan air tawar bagi kelangsungan hidup umat manusia. Oleh karena itu menjaga keberadaan hutan menjadi penting dan mutlak. Ditinjau dari laju penurunan tutupan hutan alamnya, proses penyusutan hutan alam sudah terjadi sejak dekade 90-an dan terus mengalami penyusutan. Dari luas sekitar 38,59 juta hektar pada tahun 1990 (73,91 % dari luas Kalimantan), menurun menjadi 29,48 juta hektar pada tahun 2000, pada tahun 2003 seluas 28,42 juta hektar, dan tersisa 25,48 juta hektar pada tahun 2009. Secara keseluruhan tutupan hutan alam di Pulau Kalimantan saat ini diperkirakan kurang lebih 47,57 % dari luas pulau, atau terjadi penurunan rata-rata 720 ribu hektar per tahun sejak tahun 1990. (Laju pertumbuhan perkebunan, pertambangan, HTI dan kebijakan telah menyebabkan hilangnya hutan alam seperti digambarkan diatas. Kegiatan perkebunan kelapa sawit yang terus berkembang dari tahun ke tahun akan berdampak terhadap emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim serta memicu terjadinya pengurangan tutupan hutan alam Kalimantan.
Dalam dokumen perencanaan penerapan MP3EI ada indikasi pemanfaatan potensi pertambangan yang mengancam keutuhan kawasan-kawasan konservasi dan ekosistem esensial lainnya. Apabila rencana ini diterapkan tanpa mempertimbangkan nilai-nilai penting dan strategis dari kawasan-kawasan tersebut, maka dikhawatirkan akan menyebabkan tidak konsistennya tujuan MP3EI dengan program nasional lainnya seperti RAN-GRK, konservasi SDA, dan Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP). Menurunnya tutupan hutan alam ini telah menyebabkan timbulnya berbagai gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuhan dan satwa liar di Pulau Kalimantan. Hidup dan kehidupan manusia terganggu karena seringnya terjadi bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan. Gagal panen dan kesulitan air bersih merupakan hal yang terus berulang setiap tahun dan terjadi di hampir seluruh daratan Kalimantan sehingga kemiskinan meningkat dan menyebabkan hilangnya sumber pokok masyarakat dan beberapa potensi ekonomi lokal. Hilangnya tutupan hutan alam juga menyebabkan terjadinya fragmentasi dan penyempitan habitat, dan menimbulkan ancaman kepunahan keanekaragaman hayati yang akan menentukan keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan dan kehidupan manusia yang berkualitas.
Gambar 04. Peta laju pengurangan tutupan hutan alam Kalimantan
Gambar 05. Peta Sebaran Satwa Kalimantan
3. Upaya Menjaga Keseimbangan Lingkungan Kalimantan Untuk menjaga dan mempertahankan keseimbangan lingkungan di Pulau Kalimantan, beberapa upaya dan inisiatif telah dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti : a. Pemerintah telah menetapkan beberapa kawasan-kawasan hutan menjadi kawasan konservasi dan hutan lindung. Saat ini, di Pulau Kalimantan terdapat 18 Cagar Alam, 2 Suaka Margasatwa, 1 Tahura, 8 Taman Nasional, 8 Taman Wisata Alam dengan total luas sekitar 4,8 Juta hektar. Sementara Hutan Lindung telah ditetapkan seluas 6,820,539.171 hektar. b. Pemerintah daerah yang berada pada DAS Kapuas telah membuat kesepakatan untuk menjaga DAS Kapuas (tahun 2002); c. Dalam rangka memasukkan pertimbangan lingkungan pada perencanaan pengembangan wilayah, pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjalankan instrument Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terhadap kebijakan, rencana dan program baik di tingkat pulau, propinsi, dan kabupaten;
d. Untuk menjaga dan memelihara ekosistem dataran tinggi dan pembangunan berkelanjutan di Kalimantan, pemerintah telah membuat strategi nasional inisiatif Heart of Borneo (HoB) dan melalui PP 26 tahun 2008, pemerintah telah menetapkan kawasan HoB sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) Jantung Kalimantan; e. Penetapan kawasan-kawasan konservasi yang ada saat ini belum cukup mengakomodasi keterwakilan tipe-tipe ekosistem penting di Kalimantan, dan belum mencakup seluruh daerah jelajah dan sebaran satwa-satwa liar yang dilindungi Undang-Undang. Untuk itu telah dibangun dan dikembangkan koridor ekologi di Kalimantan, yaitu Koridor Betung kerihun-Danau Sentarum, yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Labian-Laboyan di kabupaten Kapuas Hulu. Saat ini dikembangkan Koridor Kayan Mentarang-Betung kerihun dan Koridor Muller-Schwanner sebagai koridor ekologi lainnya. f. Pemerintah melalui unit UKP4 (Satgas REDD+) telah menetapkan Propinsi Kalimantan Tengah sebagai propinsi percontohan penerapan REDD+ yang nantinya juga akan diterapkan di Propinsi Kalimantan Timur. g. Perairan laut Kalimantan bagian Timur termasuk ke dalam Coral Triangle Initiative (CTI) yang disepakati oleh 6 kepala Negara tahun 2009 dengan tujuan untuk pengelolaan terumbu karang, perikanan berkelanjutan, dan ketahanan pangan bagi masyarakat pesisir di 6 negara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon). Pada pertemuan tingkat menteri bulan Oktober 2011 telah disepakati Indonesia sebagai sekretariat regional permanen CTI. h. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia, Malaysia dan Filipina telah membuat MoU untuk mengelola kawasan perairan laut di bentang Sulu Sulawesi Marine Ecoregion (SSME) yang bertujuan untuk mengelola kawasan perlindungan laut, perikanan berkelanjutan, dan perlindungan spesies laut langka dan terancam punah. Wilayah perairan Kalimantan Timur antara lain kawasan perlindungan laut Berau termasuk ke dalam wilayah SSME;
Gambar 06. Peta Vision Kalimantan
Gambar 07. Peta HCVF (High Conservation Value Forest) Kalimantan
4. “Menghijaukan” Penerapan MP3EI di Kalimantan Pengembangan program untuk penerapan MP3EI koridor Kalimantan dilakukan melalui proses yang melibatkan para pihak yang terkait dengan program yang akan dikembangkan. Proses pengembangan program tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan inklusif dan terintegrasi sebagaimana tercermin dalam diagram dibawah. 1 8 Pengembangan sistem pengukuran dan pemantauan
Mendukung tujuan dan program nasional
2 Pemetaan, kajian dan analisa awal
program
7
3
Pelibatan Para Pihak
Pengembangan model dan praktek pengelolaan terbaik
6 Pengembangan kebijakan dan aturan yang mendukung
Penggalangan partisipasi dan sumber daya
4 5
Pengembangan mekanisme koordinasi
Peningkatan kapasitas para pihak
Gambar 08. Kerangka proses pengembangan program
Prinsip dasar dan prasyarat keberhasilan implementasi ekonomi hijau dalam penerapan MP3EI : a. Dukungan peran Pemerintah dan dunia usaha, i. Transformasi pasar menuju komoditas kehutanan dan perkebunan lestari, serta pertambangan yang bertanggung jawab melalui penerapan perolehan prinsip-prinsip Better Management Practices (BMP) ii. Infrastruktur yang tidak menyebabkan irreversible impact terhadap lingkungan iii. “Green enterpreuneurship” (kewirausahaan yang menerapkan prinsipprinsip kelestarian lingkungan) iv. Distribusi benefit yang adil untuk menekan angka kemiskinan v. Mengarahkan pengembangan perkebunan, HTI dan infrastrukturnya pada kawasan lahan-lahan terlantar.
b. Reformasi kebijakan keuangan, i. Insentive: pajak, retribusi dan investasi bagi jenis usaha yang menerapkan prinsip-prinsip pro job, pro poor, pro growth dan pro green ii. Disinsentive: bagi usaha yang belum menerapkan prinsip-prinsip pro job, pro poor, pro growth dan pro green iii. Fiskal: prioritas penggunakan APBN, DAK, DAU, subsidi dan alokasi anggaran lainnya untuk pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan, pelayanan jasa public dan perlindungan social untuk kelompok masyarakat miskin. c. Reformasi birokrasi, i. Ijin dan perijinan mengacu kepada tata ruang, KLHS dan AMDAL. ii. Panduan dan referensi pengeluaran ijin yang berpihak kepada “ekonomi hijau” iii. Penerapan dan komitmen pada tata kelola pemerintahan yang baik (transparansi, partisipasi, akuntabilitas, non-diskriminasi) d. Penciptaan konektivitas antar wilayah di Kalimantan, i. Merealisasikan sistem jaringan jalan antara pusat pendukung jasa produksi, pusat produksi, pengembangan wilayah, dan jaringan system komunikasi dan informasi yang mengacu pada tata ruang yang berbasis ekosistem; ii. Memastikan pengembangan kawasan produksi baru tidak mengganggu keutuhan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta budaya masyarakat setempat. e. Kebijakan ketahanan ekologis, pangan, air, dan energi, i. Menghindarkan kawasan-kawasan konservasi dan ekosistem esensial dari konversi, dan dampak pembukaan wilayah ii. Mematuhi pengalokasian areal yang telah diatur dalam tataruang wilayah iii. Melakukan perlindungan kawasan-kawasan sumber air iv. Memanfaatkan sumber energi terbarukan f.
Jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan. i. Mengembangkan ekonomi produktif di tingkat rumah tangga ii. Meningkatkan pendidikan dan kapasitas sumber daya manusia iii. Memanfaatkan energi alternative murah dan terjangkau iv. Membangun mekanisme Dana Bergulir
Gambar 09. Peta kawasan ekosistem penting Kalimantan yang perlu dipertahankan
5. Skenario Pendekatan Ekonomi Hijau pada Implementasi MP3EI a. Skenario 1 : Penerapan MP3EI tanpa penerapan prinsip-prinsip lingkungan Skenario ini merupakan implementasi MP3EI tanpa pendekatan ekonomi hijau. Pada scenario ini, laju deforestasi dan degradasi yang selama ini terjadi akan terus berlanjut dan semakin meningkat sejalan dengan upaya-upaya untuk percepatan pembangunan ekonomi di enam sektor prioritas dan infrastuktur pendukungnya sebagaimana dituangkan dalam PerPres MP3EI. Dengan menggunakan skenario ini maka laju deforestasi yang akan terjadi diprediksi sebesar 10,3 juta hektar pada tahun 2025 (berdasarkan pada rata-rata investasi tahunan tanpa MP3EI; untuk analisis pada paragraf berikutnya perlu regresi deforestasi dengan besaran investasi di enam sektor sebagai independen variable).
Dampak (gambar 10) :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Penurunan fungsi ekosistem dan tata air Peningkatan emisi gas rumah kaca Kepunahan keanekaragaman hayati Penurunan nilai natural kapital (ancaman terhadap keberlanjutan investasi) Peningkatan pencemaran Penurunan kualitas hidup Terancamnya sistem sosial budaya masyarakat yang mengakibatkan konflik sosial
Gambar 10 . Predisksi Tutupan Hutan tahun 2020 berdasarkan “Business As Ussual Scenario”
b. Skenario 2 : Pendekatan Ekonomi Hijau pada sektor berbasis SDA Hayati Pada skenario ini implementasi MP3EI pada sektor-sektor yang berbasis SDA hayati (perkayuan dan kelapa sawit) akan menerapkan prinsip-prinsip Better Management Practices (BMP) dan Responsible Cultivation Area (RCA).
Penerapan BMP pada sektor berbasis SDA hayati diperkirakan dapat menahan laju deforestasi dibandingkan Skenario 1 (perlu kajian deforestasi dari pembukaan HTI, kebun kelapa sawit dan HPH, dan besarnya investasi tiga sektor tersebut.
Dampak : 1. Penurunan fungsi ekosistem dan tata air 2. Peningkatan emisi gas rumah kaca 3. Kepunahan keanekaragaman hayati 4. Penurunan nilai natural kapital (ancaman terhadap keberlanjutan investasi) 5. Peningkatan pencemaran 6. Penurunan kualitas hidup 7. Terancamnya sistem sosial budaya masyarakat yang mengakibatkan konflik sosial
c. Skenario 3 : Pendekatan Ekonomi Hijau pada 6 kegiatan ekonomi dan infrastruktur pendukungnya Penerapan MP3EI pada 6 kegiatan ekonomi dan infrastruktur pendukungnya dengan menggunakan pendekatan prinsip dasar dan prasyarat sebagai mana diuraikan dalam point C, lebih dapat menahan laju deforestasi dibandingkan Skenario 1.
5. Rekomendasi a. Memastikan keberlanjutan pembangunan ekonomi melalui penerapan prinsip-prinsip ekonomi hijau; Pengembangan inovasi teknologi yang mendukung efisiensi penggunaan sumberdaya alam dan pelestarian daya dukung ekosistem Perencanaan proses produksi yang menginternalkan eksternalitas (memasukkan biaya-biaya dan dampak kerusakan lingkungan yang ditanggung oleh publik ke dalam biaya produksi) Memastikan pengembangan infrastuktur didasarkan pada prinsip ekokonstruksi, yaitu pengembangan infrastruktur yang didasarkan pada
kondisi ekologis lokasi setempat dan meminimalkan gangguan pada ekosistem setempat baik pada tahap konstruksi maupun operasi. Hasil pengelolaan sumber daya alam yang tidak terbarukan diprioritaskan untuk pembelanjaan investasi pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan teknologi. b. Mengembangkan kebijakan yang dapat menjamin terselenggaranya pelestarian ekosistem dan sosial budaya masyarakat melalui : Pengembangan kerangka hukum yang kuat yang memungkinkan terlaksananya pembayaran dan pasar jasa ekosistem, Penyusunan rencana tata ruang yang menyeluruh dan regulasi penggunaan lahan lintas sektor, Pembuatan aturan dan kebijakan lintas sektor dan lintas tingkat pemerintahan (provinsi, kabupaten, dan nasional) yang terkoordinasi, c. Menerapkan langkah-langkah pelestarian ekosistem dan sosial budaya masyarakat melalui : Penetapan, perlindungan dan pemeliharaan keterwakilan ekosistem dan keanekaragaman hayati; Penetapan hak-hak tanah adat yang jelas dan aman untuk memungkinkan keberlanjutan hidup dan kehidupan hak-hak adat, Pengembangan dan memastikan akses dan keterlibatan publik dalam menjaga dan menetapkan kesehatan ekosistem, Mengarahkan dunia usaha dalam pelaksanaan CSR untuk membantu penanggulangan kemiskinan dengan fokus kepada peningkatan kemampuan masyarakat untuk kewirausahaan dan peningkatan kesejahteraan,
d. Mengembangkan dan menerapkan sistem adaptasi dan mitigasi terhadap bahaya pemanasan global. Melaksanakan penelitian-penelitian genetika yang unggul dalam menghadapi perubahan iklim. Mengembangkan penggunaan energi terbarukan, rendah karbon dan aman lingkungan. Melaksanakan pengembangan dan penerapan kearifan lokal, serta memperkuat kapasitas masyarakat untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. Melaksanakan secara konsisten dan taat asas Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). e. Meningkatkan kapasitas dan kecakapan masyarakat, aparatur pemerintah dan institusi untuk menyelamatkan ekosistem Kalimantan dan mengembangkan pendekatan jasa ekosistem, melalui : Peningkatan pemahaman atas fungsi jasa ekosistem bagi pemanfaatan yang berkelanjutan Peningkatan kapasitas institusi dan individu terhadap akses dan pembagian keuntungan yang adil atas keanekaragaman hayati
Peningkatan keterlibatan parapihak dalam proses penyusunan, dan pemantauan pelaksanaan kebijakan pengembangan ekonomi. Peningkatan penguasaan perangkat dan metodologi InVEST (Penilaian dan Pertukaran Jasa Ekosistem terpadu)