1
PENYEDIAAN BENIH JENIS LOKAL UNGGULAN LAHAN RAWA GAMBUT DI KALIMANTAN Junaidah, Reni Setyo Wahyuningtyas dan Rusmana Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Jl. A. Yani Km. 28,7 Guntung Payung, Landasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan Email :
[email protected] ABSTRAK Hutan rawa gambut di Kalimantan saat ini fungsi ekologisnya sudah terganggu. Rehabilitasi hutan rawa gambut dengan jenis-jenis lokal unggulan memerlukan bibit dari benih bermutu dalam jumlah yang banyak. Jenis lokal unggulan yang potensial yang dikembangkan untuk tanaman rehabilitasi adalah jelutung rawa (Dyera polyphylla), balangeran (Shorea balangeran) dan ramin (Gonystylus bancanus). Kalimantan Tengah memiliki potensi sumber benih yang cukup besar. Penunjukan sumber benih dari hutan alam atau hutan tanaman merupakan langkah strategis yang dapat dilakukan untuk menghasilkan benih unggul selama pembangunan sumber benih unggul belum bisa dilaksanakan. Luas sumber benih ketiga jenis mencapai 429,28 ha yang terdiri dari 8 Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) jelutung rawa, 4 TBT balangeran dan 2 TBT ramin. Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Banjarbaru berupaya ikut berperan serta dalam menyediakan benih unggul melalui penetapan sumber benih dan pembangunan sumber benih. Sumber benih jenis lahan rawa yang telah ditetapkan kerjasama BPK Banjarbaru dengan Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Kalimantan adalah TBT jelutung rawa seluas 150,5 ha yang tersebar di 3 lokasi, TBT balangeran seluas 30 ha dan TBT ramin seluas 25 ha. Informasi penting yang dibutuhkan dalam sertifikasi sumber benih antara lain: kondisi tegakan, pengelolaan sumber benih dan potensi produksi benih. Selain itu juga telah dibangun APB jelutung rawa seluas 5 ha dan kebun pangkasan ramin seluas 0,25 ha. Kata kunci I.
: sumber benih, rawa gambut, jelutung rawa, balangeran, ramin
PENDAHULUAN Luas lahan gambut di Indonesia mencapai 20,6 juta ha atau 10,8 % luas daratan Indonesia. 5,7 juta ha
atau 27,8 % terdapat di Kalimantan [1]. Namun, kondisinya saat ini terus mengalami degradasi dan penurunan fungsi ekologi. Weetland International menyebutkan 95 % gambut di Indonesia sudah terdegradasi dan harus segera diprioritaskan untuk dilakukan restorasi [2]. Upaya rehabiltasi lahan gambut sebenarnya selama ini telah banyak dilakukan, namun tingkat keberhasilannya sangat rendah. Penyebabnya antara lain kondisi lahan gambut yang sangat ekstrim, ketidaksesuaian jenis, resiko kebakaran yang tinggi, jumlah bibit yang terbatas serta kualitas benih dan bibit yang kurang baik. Lahan gambut memiliki sumber daya genetik yang sangat besar. Hutan rawa gambut di Kalimantan memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan lebih dari 310 jenis [3], sedangkan di Sumatera ditemukan lebih dari 300 jenis [4]. Dari sekitar 300 jenis lahan rawa gambut tersebut, terdapat 27 jenis tanaman lokal unggulan. Jenisjenis tersebut antara lain: jelutung (Dyera polyphylla), ramin (Gonystylus bancanus), pulai (Alstonia pneumatophora), nyatoh (Palaquium rostratum), kempas atau bengeris (Kompassia malaccensis), punak (Tetramerista glabra), perupuk (Cococerass boornense), terentang (Campnosperma macrophylla), bintangur (Calophyllum sclerophyllum), balangeran (Shorea balangeran), kapur naga (Calophyllum macrocarpum), gelam (Melaleuca leucadendron), meranti (Shorea spp.) dan lain-lain [5]. Dari berbagai jenis-jenis tumbuhan tersebut di atas, ramin (Gonystylus bancanus), jelutung rawa dan jenis-jenis meranti memiliki nilai komersial tinggi dan potensial sebagai tanaman rehabilitasi [2]. Pemenuhan kebutuhan benih lokal unggulan untuk rehabilitasi lahan gambut saat ini masih mengandalkan dari hutan alam dan hanya sebagian kecil diperoleh dari sumber benih yang telah bersertifikat. Produksi benih
2
dari hutan alam saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan benih untuk rehabilitasi lahan. Padahal, salah satu faktor yang menentukan suksesnya kegiatan penanaman adalah penggunaan sumber benih yang berkualitas. Hal ini dapat meningkatkan produksi sebesar 20-50% atau bahkan lebih jika dibandingkan dengan pemilihan sumber benih secara acak [5]. Salah satu penyebab sulitnya penyediaan benih jenis tersebut adalah menurunnya populasi tegakan di hutan alam yang bisa menghasilkan benih baik karena alih fungsi lahan, kebakaran hutan dan illegal logging. Berawal dari fakta tersebut, dipandang perlu segera dibangun ‖sumber benih‖ untuk jenis-jenis lokal unggulan lahan rawa gambut yang cocok untuk rehabilitasi lahan gambut terdegradasi. Dengan pembangunan sumber benih ini, ketersediaan benih yang bermutu dan unggul bisa terpenuhi. II.
POTENSI SUMBER BENIH Jenis jelutung rawa, balangeran dan ramin termasuk jenis lokal unggulan lahan rawa gambut yang
potensial untuk mendukung kegiatan rehabilitasi lahan gambut terdegradasi. Jenis-jenis ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain: memiliki daya adaptasi baik dan teruji pada lahan gambut dan pertumbuhan relatif cepat jika dibandingkan jenis lahan rawa gambut lainnya (kecuali ramin). Riap diameter jelutung bervariasi antara 0,5-1,6 cm/th [7]. Riap diameter balangeran bervariasi antara 1,0-1,2 cm/th [8]. Sedangkan ramin memiliki riap paling lambat yaitu 0,2-0,3 cm/th [9]. Variasi pertumbuhan tersebut disebabkan oleh kondisi lahan gambut yang sangat beragam. Jenis-jenis ini juga memiliki keunggulan dapat dibudidayakan mulai, dari teknik perbanyakan sampai dengan pemeliharaan, memiliki daur hidup yang panjang (>30 th) dan untuk jenis jelutung rawa mampu menghasilkan getah. Jelutung rawa menghasilkan getah berwarna putih yang diperoleh dengan cara penyadapan. Produktifitas getah jelutung rawa mencapai 0,1-0,3 kg/pohon/hari [10]. Keberadaan tanaman yang mampu menghasilkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) akan mendorong masyarakat untuk menjaga dan mempertahankan tanaman tersebut karena dapat menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan. Jenis balangeran memiliki keunggulan lain yaitu termasuk family Dipterocarpaceae yang mempunyai sifat fast growth. Sedangkan ramin (Gonystylus bancanus Miq Kurz) termasuk dalam jenis langka yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Jenis ramin oleh CITIES (Convention on International Trade of Endangered
Species of World Fauna and Flora) telah dicatat hampir termasuk salah satu jenis pohon yang dilarang dan harus dilindungi, karena telah dikategorikan sebagai spesies genting terutama di Indonesia dan Malaysia. Pembungaan yang tidak teratur, biji yang disenangi predator, kemampuan regenerasi alami dan pertumbuhan yang cukup lambat semakin mempersulit upaya pelestarian jenis ini [11]. Masyarakat di beberapa wilayah Kalimantan Tengah ada yang telah menggunakan benih lokal bersertifikat. Saat ini telah ada sekitar 5 sumber benih jelutung rawa dengan status Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) yaitu di Desa Petak Bahadang , Kabupaten Katingan (100 ha, potensi 3.200 pohon), Desa Pilang, Kabupaten Pulang Pisau (luas 2 ha, potensi 40 pohon), Desa Kasongan Baru (luas 0,3 ha, potensi 111 pohon), Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau (luas 20 ha, potensi 156 batang) dan Desa Bukit Tunggal (luas 1 ha, potensi 813 pohon). Pohon-pohon pada TBT jelutung rawa dengan ukuran diameter 40-50 cm mampu menghasilkan 3.000 polong dalam satu musim buah. Produksi benih dari 5 TBT jelutung rawa di KalTeng ini mencapai 126.800.000, biji/tahun [12]. Untuk jenis balangeran, tersedia TBT balangeran di Desa Petak Bahadang Kabupaten Katingan (luas 37,5 ha, potensi 1.012 pohon), Desa Sakajang, Kabupaten Pulang Pisau (luas 2 ha, potensi 130 pohon) dan TBT di Desa Sebaru, Kabupaten Palangkaraya (luas 40 ha, potensi 800 pohon) [13]. Sedangkan untuk jenis ramin, tersedia TBT ramin di Desa Mengkatip, Kabupaten Barito Selatan
3
seluas 20,98 ha dengan potensi 2727 pohon [14]. Selain itu, masih terdapat 5 TBT baru (3 TBT jeltutung rawa, 1 TBT balangeran dan 1 TBT ramin) kerjasama antara BPK Banjarbaru dengan Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Kalimantan seluas 205,5 ha. Sehingga, total luasan sumber benih yang ada di Kal-Teng untuk ketiga jenis ini mencapai 429,28 ha. Tegakan sumber benih dari jenis-jenis ini dapat digunakan sebagai sumber benih untuk produksi bibit oleh masyarakat atau pemerintah daerah. Walaupun demikian, potensi benih ketiga jenis ini masih sangat sedikit dibandingkan dengn kebutuhan benih untuk rehabilitasi lahan rawa gambut di Kalimantan Tengah yang mencapai 1.111.000.000 batang bibit [12]. Bahkan saat ini terdapat kecenderungan terjadi penurunan produksi sumber benih karena jumlah pohon induk yang berkurang dan menurunnya produktifitas tegakan dalam menghasilkan benih. Pembangunan sumber benih ketiga jenis ini diharapkan mampu mendukung upaya pemenuhan bibit unggul untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan rawa gambut di Kalimantan Tengah. III.
PEMBANGUNAN SUMBER BENIH OLEH BPK BANJARBARU Sebagai salah satu UPT Badan Litbang Kehutanan, BPK Banjarbaru telah diberikan mandat untuk
melakukan pembangunan kebun benih.
Jenis yang ditangani adalah ramin yang merupakan jenis langka,
jelutung rawa, dan balangeran. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam mendukung pembangunan sumber benih jenis di lahan rawa gambut adalah sertifikasi kebun benih jenis jelutung rawa, balangeran dan ramin; pembangunan areal produksi sumber benih (APB) jelutung rawa dan kebun pangkasan ramin. A. Sertifikasi Kebun Benih Sertifikasi kebun benih dilakukan terhadap 3 jenis tanaman yaitu jelutung rawa, balangeran dan ramin. Kegiatan dimulai dengan survei dan pengumpulan informasi lokasi yang akan ditunjuk sebagai sumber benih serta kemudian diproses sesuai dengan prosedur yang berlaku. Data-data pendukung penetapan sumber benih disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data Sertifikasi Kebun Benih Jelutung Rawa, Balangeran dan Ramin No. 1.
2.
3.
4.
Jenis/No Sertifikat Jelutung Rawa Rasau/ Nomor : 163/BPTH. Kal-/STFK /2012 Jelutung Rawa / Nomor : 164/BPTH. Kal-2/STFK /2012
Luas (ha) 50
Jelutung Rawa / Nomor : 165/BPTH. Kal-2/STFK /2012
0,5
Balangeran/ Nomor : 180/BPTH. Kal-2/STFK /2013
30
100
Kelas sumber benih Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT)
Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT)
Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT)
Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT)
Lokasi
Letak Geografis.
Desa Petuk Bukit, Kec. Bukit Batu, Kab. Palangkaraya, Kal -Teng Desa Petuk Bukit, Kec. Bukit Batu, Kab. Palangkaraya, Kal-Teng
113⁰52’34.06‖BT113⁰52’50,08’ BT
Desa Tumbang Nusa, Kec. Jabiren Raya, Kab. Pulang Pisau, KalTeng Desa Mentangai Hulu, Kec. Mentangai, Kab. Kapuas, Prop. KalTeng
001⁰52’34.06‖ LS 001⁰52’40.06‖ LS 113⁰39’19.09‖BT113⁰39’07‖ BT 001⁰53’06.01‖ LS 001⁰53’37,06‖ LS 114⁰05’36.05‖ BT114⁰05’35.01‖ BT
Pemilik/ Pengelola BPK Banjarbaru kerjasama Dishutbun Kab/Kota Palangkaraya BPK Banjarbaru kerjasama Dishutbun Kab/Kota Palangkaraya BPK Banjarbaru
002’21’02,09‖ LS – 002’21’01,05‖ LS 114⁰ 33’13.2‖ BT114⁰ 33’14.7‖ BT 02’25’18.2‖ LS – 02’25’,56.9‖ LS
BPK Banjarbaru kerjasama Rahman Aspar (pemilik lahan)
Kondisi Tegakan Tinggi rata-rata pohon 15 m dan diameter antara 30-40 cm. Status tegakan : hutan negara
Tinggi pohon rata-rata 15 m, diameter antara 30-40 cm. Produksi benih bisa meningkat karena kadang bisa berbuah 2 kali setahun. Tahun tanam 2002, tinggi rata-rata 10 m dan diameter antara 15-20 cm, jarak tanam 5x5 m. Bibit berasal dari hutan alam di Desa Hampangen, Kal-Teng Hutan sekunder dengan tinggi rata-rata 13,4 m dan diameter rata-rata 36,27 cm; tegakan sehat, tajuk sedang-ringan. Status tegakan: hutan adat.
4
Tabel 1. Lanjutan No.
Jenis/No Sertifikat Ramin/ Nomor : 181/BPTH. Kal-2/STFK /2013
5.
Luas (ha) 25
Kelas sumber benih Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT)
Lokasi
Letak Geografis.
Desa Tumbang Nusa, Kec. Jabiren Raya, Kab. Pulang Pisau, Prop. Kalimantan Tengah
114⁰05’25.149‖BT114⁰05’14.204‖ BT 02’21’21.322‖LS– 02’21’,33.244‖ LS
Pemilik/ Pengelola BPK Banjarbaru
Kondisi Tegakan Tinggi rata-rata pohon 15 m dan diameter rata—rata 35 cm, tegakan sehat dan enotipe cukup baik. Status tegakan : hutan negara.
Sertifikasi sumber benih untuk ketiga jenis baru pada level TBT. Tegakan benih teridentifikasi (TBT) adalah suatu tegakan alam atau tanaman dengan kualitas rata-rata dan digunakan untuk koleksi benih, dimana sebaran lokasinya dengan tepat dapat teridentifikasi [15]. Penunjukan tegakan benih merupakan langkah strategis yang dapat dilakukan untuk menghasilkan benih unggul selama pembangunan sumber benih unggul belum bisa dilaksanakan. Data potensi TBT jelutung rawa, balangeran dan ramin disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data Potensi TBT Jelutung Rawa, Balangeran dan Ramin No .
1. 2. 3. 4. 5.
TBT
TBT Jelutung Rawa Rasau TBT Jelutung Rawa Rasau TBT Tumbang Nusa TBT Balangeran Mantangai TBT Ramin
Luas (ha)
Jml pohon (per Ha)
Musim bunga
Puncak Berbunga
Buah Masak
Puncak buah masak
50
20
Jan & Juli
Feb & Juli
Maret-Okt
100
14
Sep - Des
Okt-Nop
Maret-Juni
0,5
270
September
30
3
Februari
PebruariApril Maret-April
25
6
AprilSeptember JanuariFebruari April - Juli
April & Okt April Mei April
Mei-Juni
Juli – Des.
Produksi benih (kg/ph)
Estimasi Produksi benih (kg/th)
+ 0,5
500
+ 0,5
700
+ 0,25
20,75
April
+3
297
Sep-Nov
+ 10
1500
Hasil pengamatan KHDTK di Tumbang Nusa sejak tahun 2006 sampai 2013 menyebutkan pohonpohon ramin di areal TBT belum pernah berbuah. Anakan ramin bisa ditemukan mengelompok di sekitar pohon induknya berjumlah antara 5-15 batang, namun pertumbuhannya sangat lambat dan banyak terserang predator [17]. Pohon ramin yang memiliki diameter < 40 dilaporkan jarang berbuah. Hal ini terkait dengan umur pohon yang masih muda dan pohon ramin dengan diameter kecil biasanya masih tumbuh di bawah naungan pohon lainnya. Pohon ramin dengan diameter > 40 biasanya tumbuh menjadi emergent trees sehingga dapat tumbuh optimal. Kondisi penerimaan cahaya matahari secara penuh ini diduga berpengaruh terhadap stimulasi pembungaan ramin [18]. B.
Pembangunan Areal Produksi Benih (APB) Jelutung Rawa Pembangunan APB jelutung rawa dilakukan pada tahun 2012 dengan total luasan 5 ha. Kegiatan
diawali dengan mengumpulkan materi genetik, pembuatan bibit dan pemilihan lokasi penanaman. Lokasi penanaman ditentukan di dalam areal KHDTK Tumbang Nusa, termasuk lahan gambut dalam, berupa hutan bekas tebangan dengan kondisi terbuka, penutupan vegetasinyai semak dan pakis, lahannya selalu tergenang di musim penghujan/banjir selama ± 4-6 bulan. Jarak tanam yang digunakan adalah 5x3 m. Materi genetik (bibit) sebagai penyusun APB terdiri dari 4 populasi yaitu dari Takaras, Rasau, Pendahara dan Kasongan, Kalimantan Tengah. Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman umur 1 tahun 6 bulan (pengamatan Juni 2014) menunjukkan bahwa rerata pertumbuhan tinggi 47,8 cm; rerata pertumbuhan diameter 13,19 cm; rerata pertumbuhan jumlah
5
daun 11,33 helai dan persentasi hidup 41,00 %. Data hasil pengamatan pertumbuhan tanaman APB jelutung rawa umur 1 tahun 6 bulan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pertumbuhan tanaman APB jelutung rawa umur 1 tahun 6 bulan Populasi Takaras Pendahara Pager Kasongan
Tinggi (cm) 50,50 51,39 54,48 34,81
Diameter (mm) 13,35 15,04 14,82 9,55
Jumlah daun (helai) 10,99 12,54 13,13 8,66
Persen hidup (%) 35,35 31,62 38,46 58,56
Keterangan : Nilai pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun dan persen hidup diambil dari jalur sampel
Persen hidup yang rendah kemungkinan disebabkan oleh kikisan genangan di musim hujan yang menyebabkan kehilangan media bibit (akar telanjang), lahan yang terlalu ekstrim (pada musim hujan genangan bisa mencapai 1 m dan pada musim kemarau benar-benar kering), dan banyaknya rongga-rongga yang terjadi di sekitar perakaran tanaman. Ketergenangan di lahan rawa gambut berpengaruh pada tahap awal pertumbuhan pohon karena semai tidak dapat bertoleransi pada kondisi tergenang yang lama pada musim penghujan [19]. Selain itu kondisi gambut yang mempunyai bulk density rendah, mengakibatkan tanah tidak stabil bagi terjangkarnya akar tanaman [20]. C.
Pembangunan Kebun Pangkasan Ramin Mengingat ramin mempunyai musim berbuah yang tidak teratur dan buahnya sangat disenangi oleh
predator, maka pembiakan vegetatif melalui kebun pangkasan (multiplication garden) merupakan salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan materi perbanyakan ramin. BPK Banjarbaru bekerjasama dengan ITTO (International Tropical Timber Organization) dan Puskonser (Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi Rehabilitasi) membangun kebun pangkasan dari berbagai provenans yaitu Distrik Lahai, Tumbang Nusa dan Kabupaten Kasongan seluas 0,25 ha. Jumlah stockplant yang tersedia adalah 6000 buah dengan jarak tanam 50 x 50 cm. Periode pemanenan tunas untuk bahan stek cukup lama yaitu antara 8-12 bulan baru bisa dipangkas kembali. Produktivitas setiap stockplant dari kebun pangkasan ramin di KHDTK Tumbang Nusa tersebut antara 1-3 tunas per tahun dengan tingkat keberhasilan stek 70 - 83% [18]. Keberhasilan pembuatan stek dari pucuk sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan yang ideal yang dapat mempertahankan berlangsungnya proses fotosintesis secara optimal dan transpirasi yang seimbang. Kondisi lingkungan utama yang harus dikendalikan adalah suhu, kelembaban, cahaya dan media tanam. Pengendalian yang baik terhadap kondisi lingkungan tersebut dapat menghasilkan persentase jadi stek pucuk lebih dari 95% dengan catatan bahan stek pucuk memiliki kualitas yang baik, segar dan sehat [21]. IV.
KENDALA DAN TANTANGAN Kendala yang dihadapi dalam pengelolaaan TBT adalah produksi buah yang cenderung menurun
bahkan belum produksi dan ancaman perambahan lahan untuk perkebunan kelapa sawit maupun penebangan oleh masyarakat. Penurunan produksi bisa disebabkan oleh tajuk tegakan yang semakin rapat sehingga tanaman kurang mendapatkan cahaya yang cukup untuk mendukung proses pembungaan. Intensitas cahaya mempunyai pengaruh yang lebih besar dan efeknya lebih konsisten daripada panjang hari. Pengurangan intensitas cahaya akan mengurangi inisiasi bunga pada banyak spesies pohon. Kurangnya cahaya yang diperoleh tanaman juga bisa disebabkan oleh topografi, kerapatan pohon, posisi tajuk dan arah mata angin [16]. Produksi benih bisa dipacu melalui kegiatan penjarangan, pemangkasan dan pemupukan. Namun hal ini kembali terkendala dengan biaya operasional yang cukup besar. Tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana meningkatkan status
6
sumber benih ke level yang lebih tinggi, meningkatkan kualitas benih yang dihasilkan dan bisa mengedarkan hasil produksi sumber benih. V.
PENUTUP Pembangunan sumber benih unggul jenis rawa gambut merupakan suatu keharusan untuk mendukung
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan rawa gambut terdegradasi. Kegiatan yang bisa dilakukan mulai dari tahap penunjukan sumber benih dengan status Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) yang kemudian bisa ditingkatkan menjadi Tegakan Benih Terseleksi (TBS). Pada tahap yang lebih lanjut, bisa dilakukan pembangunan areal produksi benih (APB), tegakan benih provenan (TBP), kebun benih semai (KBS), kebun benih klon (KBK) dan kebun pangkas (KP). Namun benih-benih yang dihasilkan dari sumber benih bersertifikat ini akan menjadi tidak bernilai tanpa teknik penanganan dan pemasaran benih yang baik. Pembangunan sumber benih jenis-jenis unggulan lahan rawa gambut juga harus dikuti dengan kebijakan yang mendukung pemanfataan benih yang dihasilkan. Kerjasama dengan Dirjen RLPS dan stake holders lainya harus terus ditingkatkan sehingga pembangunan sumber benih akan lebih berdayaguna dan tepat sasaran. DAFTAR REFERENSI [1] S. Wahyunto, Ritung dan H. Subagjo. 2004. Peta Sebaran Lahan Gambut, Luas dan Kandungan Karbon di Kalimantan/ Map of Peatland Distribution Area and Carbon Content in Kalimantan 2000-2002. Wetlands International-Indonesia Programme and Wildlife Habitat Canada (WHC). [2] ITC. Wibisono, dkk. 2011. Lahan Gambut dalam National REED+ Strategy Indonesia. Sebagai suatu Tanggapan Selama Berlangsungnya Konsultasi Publik atas Draft Strategi Nasional REED+ Indonesia yang Telah Diterbitkan pada 18 Agustus 2011. Wetlands International. [3] H. Simbolon, dan E. Mirmanto. 2000. Checklist of Plant Species in The Peatswamp Forest of central Kalimantan. The Indonesia Institute of Science. Bogor. [4] ITC. Wibisono, L. Siboro dan N. Suryadiputra. 2005. Panduan Rehabilitasi dan Teknik Silvikultur di Lahan Gambut. [5] Herman Daryono. 2000. Kondisi Hutan Setelah Penebangan dan Pemilihan Jenis Pohon yang Sesuai untuk Rehabilitasi dan Pengembangan Hutan Tanaman di Lahan Rawa Gambut. Dalam Prosiding Seminar Pengelolaan Gambut dan Ekspose Hasil Penelitian di Lahan Basah. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor [6] Anonim, 2000. Zona benih Tanaman Hutan Kalimantan Indonesia. IFSP Project. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Indonesia dan Danida Denmark. Bandung. [7] Dony Rachmanady, Aditia N.R. dan Mukhlisin. 2012. Kondisi Lingkungan Tempat Tumbuh Jelutung Rawa di Hutan Rawa Gambut. Dalam Buku ― Pengembangan Jelutung Rawa (Dyera polyphylla (Miq). V. Steenis.) di Lahan Gambut‖. BPK Banjarbaru. [8] Dony Rachmanady. 2005. Pemilihan Jenis Pohon dan Pengembangan Teknik Rehabilitasi di Hutan Rawa Gambut. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru. Tidak Dipublikasikan. [9] Rusmana. 2010. Uji Coba Penanaman Jenis Ramin (Gonystylus bancanus (Miq). Kurz.) di KHDTK Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah. Badan Litbang Kehutanan Bekerjasama dengan International Tropical Timber Organization-ITTO. [10] Wariman. 2009. Perscom Pengelola Hutan Rakyat Jenis Jelutung di Palangkaraya. [11] A.Martawijaya, I. Kartasujana, YI. Mandang, SA. Prawira, dan K. Kadir. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Badan Litbang Kehutanan Bogor [12] Rusmana dan Marinus Kristiadi Harun. 2012. Teknik Perbanyakan Jelutung Rawa. Dalam Buku ― Pengembangan Jelutung Rawa (Dyera polyphylla (Miq). V. Steenis.) di Lahan Gambut‖. BPK Banjarbaru [13] Anonim. 2011. Direktori Sumber Benih Region Kalimantan. Balai Perbenihan Tanaman Hutan Kalimantan. [14] Anonim. 2012. Direktori Sumber Benih Region Kalimantan. Balai Perbenihan Tanaman Hutan Kalimantan [15] Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor : P.03/V-PTH/2007 tentang Pedoman Sertifikasi Sumber Benih Tanaman Hutan. Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. [16] Burczyk, J., Chalupka, W. 1997. Flowering and cone production variability and its effect on parental balance in a Scots pine clonal seed orchard. Annual Science Forest 54: 129-144 [17] R. Ariani. 2013. Personal comm. Penanggungjawab KHDTK Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah. [18] Rusmana. 2013. Personal comm. Peneliti BPK Banjarbaru. [19] J. Rieley and S. Page. 2008. The Science of Tropical Peatlands and The Central Kalimantan Peatland Development Area. Euroconsult Mot MacDonald. (Tidak Dipublikasikan) [20] M. Noor. 2001. Pertanian Lahan Gambut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. [21] Evalin, SS. Sumbayak, Taudin Edy Komar, Pratiwi, Nurhasby, Triwilaida, Sukaesih Pradjadinata, Dian Tita Rosita dan Nurul Ramdhani. 2014. Pedoman Teknis Pembuatan Stek Pucuk Ramin (Gonystylus bancanus (Miq) Kurz.). ITTO-CITIES Phase-2 Project bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi.