Jeruk Siam (Citrus suhuiensis) Produk Unggulan di Lahan Rawa Pasang Surut Kalimantan Selatan Retna Qomariah1), Agus Hasbianto1), Susi Lemayati1), Z.Hikmah Hasan2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat 4 Banjarbaru Kalimantan Selatan 2) Balai Besar Pascapanen Pertanian Balitbangtan Jln. Tentara Pelajar – Cimanggu Bogor E-mail:
[email protected] Abstrak Jeruk siam (Citrus suhuiensis) merupakan salah satu jenis jeruk keprok yang sangat disukai hampir semua orang untuk dimakan sebagai buah segar. Budidaya jeruk siam di lahan pasang surut sudah sejak ratusan tahun lalu dilakukan masyarakat Kalimantan Selatan dengan sistem tukungan (gundukan) atau surjan (sistem baluran). Jeruk siam ini merupakan komoditas unggulan di lahan rawa Kalimantan Selatan karena bernilai ekonomi dan sangat spesifik dengan karakteristik agroekosistem rawa pasang surut, terkenal dengan sebutan “Jeruk Siam Banjar”. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui prospek pengembangan usahatani jeruk siam di lahan rawa pasang surut yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian dilakukan di sentra pengembangan jeruk siam, yaitu Kabupaten Barito Kuala. Umur produktif jeruk siam di lahan pasang surut umumnya 25-30 tahun jika tanaman dirawat dan dikelola dengan baik, tetapi jika perawatan dan pengelolaan tanaman kurang, umur produktifnya hanya 5-7 tahun. Kualitas buah jeruk siam sangat tergantung pada kualitas bibit, teknik budidaya, dan sifat kesuburan tanah. Pengembangan usahatani jeruk siam Banjar di lahan pasang surut yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani adalah dengan perluasan areal tanam, perawatan tanaman untuk menghasilkan buah yang berkualitas dengan penerapan teknologi, pengelolaan lahan sesuai kondisi biofisik lahan, serta kelembagaan permodalan yang optimal dan sistem pemasaran yang efektif. Pengembangan pasar dan pengembangan pangan olahan harus dilakukan untuk mengantisipasi kelebihan pasokan akibat perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Kata kunci: jeruk siam, Kalimantan Selatan, unggulan. Pendahuluan Jeruk merupakan salah satu dari sepuluh komoditas hortikultura terpilih untuk dikembangkan dan jeruk yang banyak dibudidayakan di Kalimantan Selatan adalah jenis jeruk siam (Citrus suhuiensis). Hal ini karena jeruk siam merupakan salah satu jenis jeruk keprok yang sangat disukai hampir semua orang untuk dimakan sebagai buah segar, produksinya tinggi, dan nilai ekonominya cukup baik. Akibatnya dalam lima tahun terakhir perkembangan budidaya tanaman jeruk siam di lahan pasang surut meningkat pesat meskipun umumnya penggunaan lahan pasang surut dimanfaatkan untuk tanaman pangan, khususnya tanaman padi lokal. Budidaya jeruk siam di lahan pasang surut sudah sejak ratusan tahun lalu dilakukan masyarakat Kalimantan Selatan, dan dikenal dengan sebutan “Jeruk Siam Banjar”. Budidayanya dilakukan dengan sistem tukungan (gundukan) atau surjan (baluran) bersama tanaman padi. Bentuk tukungan umumnya persegi empat dengan tinggi 60-75 cm dan lebar sisi antara 23 m. Jarak tanam antar tanaman dalam baris 4-6 m. Jarak antar baris 10-14 m tergantung luas lahan dan kemampuan operasional traktor dalam pengolahan tanah untuk tanaman padinya. Jika penataan lahan dengan sistem surjan, maka diperlukan saluran pengaturan air di salah satu sisi surjan dengan lebar 1 meter dan dalam 0,6 m agar mudah pengaliran air keluar dan juga dilengkapi dengan pintu air sistem tabat (dam overlow). Saluran ini juga berfungsi sebagai perangkat ikan alam (Balittra, 2006).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
987
Penanaman dan perawatan tanaman jeruk siam cukup sederhana dan mudah, tetapi cara bertanam jeruk siam di lahan pasang surut sangat berbeda dengan cara yang lazim dilakukan di lahan kering. Sebab keadaan air masam di sekeliling tempat pertanaman jeruk selalu harus diperhatikan agar tidak menggenangi tanaman pada saat pasang dan akibat sering terjadi rendaman di musim penghujan. Oleh sebab itu lokasi kebun jeruk di lahan pasang surut umumnya berada di pinggiran sungai besar atau di pinggiran sungai kecil yang bermuara ke sungai besar agar airnya tidak masam dan selalu tersedia. Menurut pengalaman petani, jika kualitas air di lahan tersebut bisa untuk diminum manusia, maka tanaman jeruk yang ditanam di lokasi tersebut akan tumbuh subur, produksinya tinggi, dan rasanya manis. Melalui sistem penataan lahan dengan pembuatan galudan atau tukungan serta saluransaluran di sampingnya, kegiatan budidaya jeruk siam di lahan pasang surut cukup sederhana dan mudah dilakukan sehingga tidak memerlukan teknologi dan masukan (input) yang tinggi, dan mampu berbuah sepanjang tahun dengan rasa manis, kulit lebih tipis sehingga mudah dikupas, tekstur daging renyah, dan memiliki cukup kadar air (Sarwono, 1991). Atas keberhasilan pengembangan jeruk di lahan pasang surut, maka pemerintah Kabupaten Barito Kuala dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mengembangkan jeruk siam secara besar-besaran dilakukan di Kabupaten Barito Kuala pada tahun 2000-an. Selanjutnya karena jerak siam bernilai ekonomi dan sangat spesifik dengan karakteristik agroekosistem rawa pasang surut, maka jeruk siam Banjar selain dijadikan sebagai komoditas unggulan Kabupaten Barito Kuala, juga menjadi komoditas unggulan Provinsi Kalimantan Selatan. Komoditas unggulan setiap daerah di Indonesia yang bernilai ekonomi tinggi belum dikelola dengan baik sehingga perlu ketersediaan inovasi teknologi spesifik lokasi untuk mengelola komoditas unggulan tersebut agar produktivitasnya tinggi (Balitbangtan, 2013). Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui prospek pengembangan usahatani jeruk siam di lahan rawa pasang surut yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Metodologi
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu di sentra pengembangan jeruk siam di lahan rawa pasang surut, yaitu Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2011 dengan metode survei dan pengamatan langsung di lapangan. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung secara mendalam (in-depth interview) terhadap responden penelitian, yaitu: petani jeruk, pedagang buah, dan instansi terkait (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Barito Kuala, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan, dan BPP Kecamatan Cerbon Kabupaten Barito Kuala). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Hasil dan Pembahasan Potensi Lahan Pasang Surut Dari luas wilayah Kabupaten Barito Kuala 2.996,96 km2 atau 7,99% dari luas provinsi Kalimantan Selatan, seluas 118.898 ha merupakan lahan sawah pasang surut untuk pengembangan tanaman pertanian termasuk tanaman jeruk. Pada tahun 2012, luas lahan sawah yang digunakan untuk kebun jeruk adalah 6.593 ha dengan produksi 70.425 ton (BPS Kabupaten Barito Kuala, 2013). Berarti baru 5,6% dari luas lahan sawah yang ditanami padi bersama jeruk,
988
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
dan menunjukkan bahwa masih tersedia hamparan lahan pasang surut di Kabupaten Barito Kuala yang cukup luas untuk pengembangan jeruk siam Banjar atau yang lebih dikenal dengan nama “Limau Banjar” bersama tanaman padi. Jeruk siam Banjar tumbuh dengan baik di lahan pasang surut Kabupaten Barito Kuala, tersebar dari tipe luapan A samapi C. Untuk mengantisipasi luapan air, maka dilakukan penataan lahan dalam bentuk surjan, tukungan, atau hamparan. Penataan lahan budidaya tanaman jeruk pada tipe luapan A–B dengan membuat tukungan atau surjan secara bertahap sedang pada tipe luapan C, penataan lahan umumnya dalam bentuk surjan. Pembuatan tukungan dan surjan ini memerlukan keahlian yang baik agar lapisan pirit tetap berada pada lapisan bawah sehingga tidak menghambat pertumbuhan tanaman. Biaya pembuatan surjan atau tukungan untuk penyiapan tempat tumbuh merupakan modal terbesar dalam budidaya jeruk siam di lahan pasang surut. Oleh sebab itu umumnya petani membuat tukungan atau surjan secara bertahap untuk mengatasi keterbatasan modal usaha. Kualitas dan Produktivitas Buah Jeruk Siam Banjar Buah jeruk siam Banjar yang ditanam di lahan pasang surut mempunyai kualitas yang dengan rasa manis-segar yang khas meskipun tidak semuanya menghasilkan buah dengan kualitas yang baik. Hal ini sangat tergantung pada kondisi lahan dan perilaku petani dalam mengelola kebunnya. Selain itu kekhasannya ada pada warna kulit buahnya, yaitu kulit buah jeruk masih berwarna hijau kekuningan meskipun sudah masak optimal. Berbeda dengan warna buah jeruk umumnya yang berwarna kuning jika sudah masak optimal. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jeruk siam Banjar di lahan pasang surut mempunyai karakter fisik (ukuran buah dan tingkat kematangan) yang berbeda jika kondisi tipe luapan air dan teknik pengelolaan tanaman berbeda seperti data pada Tabel 1. Ukuran buah jeruk yang ditanam pada lahan tipe luapan A tanpa penjarangan buah dan pemangkasan (Desa Sungai Kambat Kecamatan Cerbon) lebih kecil dibanding dengan ukuran buah jeruk yang ditanam pada di lahan dengan tipe luapan C dengan melakukan penjarangan buah dan pengkasan (Desa Puntik Dalam Kecamatan Mandastana). Terbatasnya kegiatan pemeliharaan tanaman jeruk setelah tanaman menghasilkan terutama kegiatan pemangkasanan berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas dan mutu jeruk yang dihasilkan (ukuran buah). Meskipun demikian petani tidak mempermasalahkan karena menurut mereka berapapun ukuran buah jeruk akan tetap terserap pasar, selain alasan kesibukan pada kegiatan usahatani lainnya terutama usaha tani padi. Tabel 1. Karakteristik fisik buah jeruk siam Banjar berdasarkan lokasi di lahan pasang surut Kabupaten Barito Kuala
Tipe luapan A, tanaman tanpa penjarangan buah dan pemangkasan (Sungai Kambat) Tipe luapan C tanaman dengan penjarangan buah dan pemangkasan (Puntik Dalam)
5,80 – 6,06
Tingkat kematangan buah * I – II - III
Kadar gula/TPT (brix) * 10,09- 10,58
6,31 – 6,43
I – II - III
9,60 – 10,40
Berat buah (gr) *
Diameter buah (cm) *
99,23 – 110, 68
121,70 – 131,10
Lokasi
Sumber: data primer yang diolah (2010).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
989
Keterangan: *) Buah yang diamati di lima kebun yang berbeda dalam satu desa, masing-masing kebun jeruk diambil 50 biji, sehingga jumlah jeruk yang diamati sebanyak 250 biji per lokasi atau tipe luapan. Buah yang diamati pada umur 24-32 minggu setelah berbunga (MSB). I = kulit jeruk berwarna hijau, II = kulit jeruk berwarna hijau kekuningan, III = kuning.
Antarlina dan Izzuddin (2006) menyatakan bahwa karakter sifat fisik buah jeruk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteristik lahan, pengelolaan tanaman (nutrisi untuk tanaman, perawatan tanaman, ada tidaknya penjarangan buah, dan tingkat kemasakan). Tetapi karakter fisik buah jeruk siam Banjar tidak selalu berkorelasi dengan tipologi luapan air karena pada tipologi luapan yang sama yaitu tipologi A mempunyai variasi karakter fisik buah jeruk, tetapi karakter fisik buah jeruk siam Banjar pada tipologi luapan B-C mempunyai ukuran buah (berat, volume, tinggi, dan diameter) lebih besar, kulit buah lebih tebal sehingga persentasi kulitnya juga tinggi, densitas buah rendah jika dibandingkan dengan tipologi luapan A. Hasil pengamatan terhadap kandungan TPT (Total Padatan Terlarut) dengan menggunakan hand refraktometer, umumnya buah jeruk di kedua lokasi pengamatan menunjukkan nilai di atas 100brix, artinya memenuhi persyaratan buah jeruk yang bisa diekspor. Sebab nilai 100brix merupakan nilai minimal persyaratan jeruk kualitas ekspor. Meskipun petani tanaman jeruk siam Banjar yang berada di Desa Puntik Dalam telah melakukan penjarangan buah dan pemangkasan, tetapi nilai TPT buah lebih rendah dari jeruk siam Banjar yang berada di Sungai Kambat yang tidak melakukan penjarangan buah dan pemangkasan. Hal ini diperkirakan karena umur tanaman jeruk siam Banjar di Desa Puntik Dalam lebih muda dan baru dua kali berbuah dibanding tanaman jeruk siam Banjar yang ada di Desa Sungai Kambat yang sudah berumur 13 tahun. Produktivitas jeruk siam Banjar di lahan pasang surut relatif masih rendah
(±10,7
ton/ha/tahun) pada tahun 2010 dibanding potensi jeruk siam (25-40 ton/ha/tahun) akibat kurangnya pemeliharaan tanaman oleh petani. Demikian pula produktivitas jeruk siam Banjar di lokasi penelitian masih dibawah potensi jeruk siam seperti yang ditunjukkan pada data Tabel 2. Tabel 2. Produktivitas jeruk siam Banjar di lahan pasang surut Kabupaten Barito Kuala. Lokasi Tipe luapan A, tanaman tanpa penjarangan buah dan pemangkasan (Sungai Kambat) Tipe luapan C tanaman dengan penjarangan buah dan pemangkasan (Puntik Dalam)
Produktivitas (ton/ha/tahun) 9,7
7,9
Sumber: data primer yang diolah (2010)
Produktivitas jeruk siam Banjar dikedua lokasi ini masih di bawah 10 ton/ha/tahun atau di bawah potensinya, meskipun demikian petani sudah merasa untung dengan usahatani jeruk siam dibanding usahatani lainnya sehingga cenderung semakin banyak petani mengembangkan tanaman jeruk siam bersama padi di lahan sawahnya. Bagi petani yang sangat memperhatikan pemeliharaan tanaman secara baik yang meliputi pemupukan, pemangkasan, penjarangan buah, dan pengendalian hama penyakit tanaman, hasilnya lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang hanya melakukan pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman. Hasil penelitian Sutikno dkk (2002), menyatakan bahwa tanaman hortikultura lebih kompetitif dari tanaman padi. Peringkat keunggulan tanaman yang diusahakan di lahan pasang surut paling kompetitif pada tanah sulfat masam tipe A adalah jeruk, kemudian diikuti kelapa dan
990
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
padi lokal. Sedangkan untuk tanah sulfat masam tipe tipe B adalah nenas, kemudian diikuti tomat, lombok, jeruk terakhir padi, dan untuk tipe C yang paling kompetitif adalah padi lokal, diikuti kacang tanah dan kedelai. Jeruk dapat ditanam dalam bentuk pola tanam padi – jeruk, padi – jeruk + sayuran, padi + jeruk + pisang dan jeruk (Rina dan Norginayuwati, 2006), dan kontribusi dari usahatani jeruk tersebut terhadap pendapatan petani cukup tinggi yaitu sebesar 74,13% (Antarlina dkk, 2005). Umur produktif jeruk siam di lahan pasang surut sangat tergantung pada kondisi lahan dan perawatan tanaman. Menurut pengalaman petani, jika dilakukan perawatan tanaman dan pengelolaan lahan secara baik dan teratur, maka tanaman jeruk siam Banjar yang bibitnya berasal dari cangkokan bisa berproduksi dengan baik hingga 50 tahun dengan buah yang banyak tetapi ukurannya lebih kecil dari bibit yang berasal dari bibit okulasi. Umur produktif jeruk siam Banjar yang bibitnya berasal dari hasil okulasi dengan perawatan tanaman dan pengelolaan lahan yang baik adalah 25-30 tahun, dan sebaliknya jika perawatan tanaman dan pengelolaan lahan kurang, umur produktifnya hanya 5-7 tahun. Prouktivitas jeruk siam Banjar selain ditentukan oleh kegiatan perawatan tanaman dan pengelolaan lahan secara baik dan teratur, ditentukan juga oleh kualitas bibit tanaman, teknik budidaya, dan sifat kesuburan tanah. Pada awal pengembangan, bibit yang digunakan di lahan pasang surut adalah bibit asal cangkokan, tetapi dengan semakin meningkatnya permintaan bibit jeruk siam dan terbatasnya pohon induk menyebabkan permintaan bibit jeruk siam asal cangkokan tidak terpenuhi dan untuk mengatasi masalah tersebut, atas dukungan pemerintah daerah dan lembaga penelitian, di sana telah berkembang penangkaran bibit okulasi, yaitu teknik perbanyakan dengan cara menggabungkan dua jenis jeruk, yaitu jeruk Japanese citroen (JC) atau Rough lemon (RL) sebagai batang bawah dan mata tempelnya digunakan jeruk siam Banjar yang berasal dari lahan pasang surut dan berkualitas baik. Kelemahan dari penggunaan bibit asal okulasi di lahan pasang surut adalah tanaman tidak dapat bertahan hidup atau berproduksi dalam waktu yang lama karena batang bawahnya berakar tunjang sehingga terendam air dan mati. Hal ini menurut hasil penelitian BPTP Kalimantan Selatan tahun 2011 karena akar tunjang bibit okulasi/batang bawah yang berasal dari biji akan terus berkembang dan masuk lebih dalam ke dalam tanah sehingga terendam air dan bahkan bisa menembus lapisan pirit (BPTP Kalsel, 2001). Potensi Pasar Produksi jeruk siam Banjar dari lahan pasang surut Kabupaten Barito Kuala selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat di daerah ini, juga dipasarkan ke daerah lain (Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan pulau Jawa). Buah jeruk tersebut dijual dalam bentuk segar dengan sistem pemasaran yang cukup beragam secara kiloan, per buah, atau per“bungkalang”/keranjang serta borongan di pohon. Petani merasa harga yang diterimanya sudah cukup baik, tetapi harga jeruk siam Banjar akan lebih rendah jika sudah musim panen dan sebaliknya harga akan lebih tinggi jika belum masa panen. Berapapun produksi jeruk selalu terserap pasar walaupun ukurannya tidak seragam atau campuran. Hal ini menyebabkan petani semakin tidak melakukan penjarangan buah untuk merawat tanamannya. Sistem pemasaran jeruk siam Banjar sebagai berikut: 1. Petani jeruk/produsen Pengecer Konsumen lokal 2. Petani jeruk/produsen Pedagang pengumpul Pengecer Konsumen lokal 3. Petani jeruk/produsen Pedagang grosir dari Kalteng Pengecer Konsumen
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
991
4. Petani jeruk/produsen Pedagang pengumpul Pedagang grosir dari Kalteng dan Jawa Timur Pengecer Konsumen 5. Petani jeruk/produsen Pedagang pengumpul Pedagang grosir lokal grosir dari Katim, Jawa Timur, Yogyakarta Pengecer Konsumen
Pedagang
6. Petani jeruk/produsen Pedagang pengumpul Swalayan Konsumen Dari enam sistem penjualan, petani lebih suka menjual jeruknya melalui pedagang pengumpul karena (1) Jumlah yang dibeli oleh pedagang pengumpul lebih besar dari jumlah yang dibeli oleh pedagang pengecer, (2) Pedagang pengumpul langsung datang ke kebun membeli jeruk sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya transfortasi kecuali upah petik, (3) Proses penjualan berlangsung singkat sehingga terjadi efisiensi waktu penjualan dan petani bisa menggunakan waktunya untuk pekerjaan lain. Khusus sistem penjualan nomor enam, jumlahnya masih terbatas dan hanya dilakukan oleh satu orang. Tingginya permintaan pasar dan kemudahan dalam penjualan jeruk siam Banjar memberi peluang untuk meningkatkan produktivitas jeruk siam di lahan pasang surut melalui perluasan areal tanam dan penguasaan teknologi budidaya. Jika program program perluasan areal tanam berhasil dan produksi meningkat dimana-mana, maka faktor kualitas buah akan menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen Pengembangan pasar dan pengembangan pangan olahan harus dilakukan untuk mengantisipasi kelebihan pasokan akibat perluasan panen dan peningkatan produktivitas. Produksi jeruk siam dari Kalimantan Selatan berpeluang untuk memenuhi kebutuhan konsumsi jeruk nasional melalui perbaikan budidaya dan sistem pemasaran (Saderi dkk, 1998) dan untuk budidaya jeruk siam Banjar di lahan pasang surut yang harus diperhatikan adalah masalah penanganan pra panen dan pasca panen agar kualitas buah lebih bagus dari segi rasa, penampilan fisik, dan lebih dapat mempertahankan kesegarannya (Qomariah dkk, 2010). Sedangkan untuk pengembangan atau perluasan pasar jeruk siam Banjar harus dilakukan (1) Perbaikan sistem dan efisiensi pemasaran (2) Perbaikan mutu produk (kualitas buah jeruk siam) melalui penggunaan bibit yang baik, penjarangan buah, perbaikan teknik budidaya dan pemberian hara, serta penanganan buah/handling dan pengepakan/packing (Listianingsih dkk, 2006). Agar produksi jeruk siam Banjar di lahan pasang surut dapat berkembang sesuai potensi dan tetap menjadi komoditas unggulan Kalimantan Selatan, maka selain penguasan teknologi budidaya adalah mengatasi berbagai kendala biofisik lahan dengan inovasi teknologi yang sesuai serta ditunjang oleh tumbuhnya kelembagaan permodalan yang optimal dan pemasaran yang efektif. Kesimpulan
Prospek pengembangan usahatani jeruk siam Banjar di lahan pasang surut yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani adalah dengan perluasan areal tanam, perawatan tanaman untuk menghasilkan buah yang berkualitas, pengelolaan lahan sesuai kondisi biofisik lahan, serta tumbuhnya kelembagaan permodalan yang optimal dan sistem pemasaran yang efektif. Pengembangan pasar dan pengembangan pangan olahan dari produk jeruk siam Banjar harus dilakukan untuk mengantisipasi kelebihan pasokan akibat perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas.
992
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Daftar pustaka
Antarlina, SS, Achmadi, Y.Rina. Noorginayuwati. I.Noor, W.Anisa, E.Maftu’ah, Muhammas, M.Saleh., dan A.Budiman. Hubungan Sifat Kia Tanah dengan Kualitas Jruk di Lahan Pasang Surut. Laporan Hasil Penelitian Balittra. BBPPS. Banjarbaru. Antarlina, SS, Izzazuddin N. 2016. Penanganan Pascapanen dan Pengolahan Buah Jeruk Siam dalam Jeruk Siam di Lahan Rawa Pasang Surut Pengelolaan dan Pengembangannya. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru. Balittra. 2006. Jeruk Siam di Lahan Rawa Pasang Surut Pengelolaan dan Pengembangannya. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru. Balitbangtan. 2013. Mengangkat Komoditas Unggulan Daerah Melalui Inovasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. BPS Kabupaten Barito Kuala. 2013. Barito Kuala dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kabupaten Barito Kuala. Marabahan. BPTP Kalimantan Selatan. 2001. Okulasi – Cangkok (Okucang) pada Tanaman Jeruk. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan.Banjarbaru. Listianingsih, S, H.Sutikno, Y.Rina. 2006. Pemasaran Jeruk Siam dalam Jeruk Siam di Lahan Rawa Pasang Surut Pengelolaan dan Pengembangannya. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru. Rina, Y, dan Noorginayuwati. 2006. Usahatani Jeruk Siam di Lahan Pasang Surut dalam Jeruk Siam di Lahan Rawa Pasang Surut Pengelolaan dan Pengembangannya. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru. Saderi, D.I, Y.Pribadi, A.Rafieq. 1998. Identifikasi Masalah Pengembangan Jeruk di Kecamatan Aluh-Aluh Kabupaten Banjar. Prosiding Lokakarya Strategi Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Klaimantan Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Banjarbaru. Sarwono, B. 1991. Jeruk dan Kerabatnya. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutikno, H, M.Alwi, M.Thamrin, Zaenudin. 2002. Analisis Keunggulan Kompetitif Usahatani Tanaman Pangan di Berbagai Tipologi Lahan Pasang Surut dan Lebak. Laporan Hasil Penelitian Balittra. Banjarbaru. Qomariah, R, A.Hasbianto, S.Lesmayati, Z.H.Hasan. 2010. Kajian Pra Panen dan Pasca Panen Jeruk Siam untuk Ekspor dengan Daya Simpan > 2 Bulan dan Degreening untuk Meningkatkan Nilai Tambah >20%. Laporan Hasil Penelitian BPTP Kalimantan Selatan. BBP2TP. Balitbangtan.Banjarbaru.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
993