KEARIFAN LOKAL PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK USAHATANI DALAM MENGANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI KALIMANTAN TENGAH)1 M. A. Firmansyah dan M. S. Mokhtar)2 Abstrak Lahan gambut merupakan ekosistem yang rapuh, maka diperlukan pengelolaan yang arif agar tetap berkelanjutan. Kearifan lokal masyarakat yang hidup dilahan gambut untuk usahatani akan mendukung kelestarian gambut. Tujuan tulisan ini adalah menginventarisasi kearifan lokal masyarakat tani yang berdiam di lahan gambut pedalaman Kalampangan dan gambut lebak Tanjung Pinang. Data primer diperoleh melalui wawancara dan RRA pada masyarakat tani lokasi kajian. Hasilnya menunjukkan bahwa petani gambut pedalaman di Kalampangan menggunakan sistem pembakaran terbatas dan terkendali dan pemberian tanah mineral subur, sedangkan petani gambut lebak di Tanjung Pinang menggunakan sistem pemanfaatan vegetasi alami sebagai mulsa lungpar (gulung-hampar) dan menghindari pembakaran. Kearifan lokal tersebut jelas menurunkan resiko degradasi pada lahan gambut dalam pemanfaatannya untuk usahatani. --------------Kata kunci: gambut, kebakaran, sistem usahatani, kearifan lokal.
Abstract Peat land is fragile ecosystem, so need to good practice agricultural and then sustainability. Indigenous knowledge in local community to farming system can improve peat sustainable. Objective this research are collecting of indigenous knowledge from local community in peat land i.e.; Kalampangan and Tanjung Pinang. Primer data came from rapid rural appraissal and field survey in location research. Result this research are farmer in peat Kalampangan use fire contol and input soil mineral in plot areal farming system, and then farmer in Tanjung Pinang use nature vegetation as a mulc and avoidance land fire. Indigenouse knowledge have philosophy to decrease degradation risk in management peat land to farming system. ---------Keyword: peat, fire, farming system, indigenous knowledge
Pendahuluan Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) salah satunya CO2 diduga sebagai penyebab terjadinya perubahan iklim secara global.
Kondisi hujan
sepanjang tahun menyebabkan banjir diberbagai belahan dunia sangat mengancam produksi pangan, begitu pula kemarau yang berkepanjangan. -----------1)
2)
Makalah disampaikan pada Workshop Nasional Adaptasi Perubahan Iklim di Sektor Pertanian, di Bandung 8 Nopember 2011. Masing-masing adalah Peneliti dan Kepala Balai BPTP Kalimantan Tengah.
1
Emisi CO2 nampaknya lebih tinggi dihasilkan pada agroekosistem tanah gambut dibandingkan tanah mineral, perbandingannya hampir sepuluh kali lipat. Kalimantan Tengah memiliki tanah gambut cukup luas mencapai 5,8 juta hektar dengan cadangan CO2 sebesar 1.954 t/ha (Las et al, 2011). Pelepasan CO2 makin intensif jika di agroekosistem gambut dibuat saluran drainase, Penelitian menunjukkan bahwa pembuatan saluran drainase sedalam 60 cm di lahan gambut untuk perkebunan mampu mengemisikan CO2 sebesar 55 t/ha/th (Hooijer et al ., 2006 dalam Las et al ., 2011). Selain itu pembakaran lahan secara tradisional di berbagai tempat menyebabkan emisi dan subsiden tanah gambut relatif tinggi (Agus dan Subiksa, 2008). Terkait emisi CO2 di lahan gambut dan aspek usahatani rakyat, maka tidak lepas dari aspek sistem usahatani yang digunakan oleh masyarakat tani. Umumnya aspek pengelolaan lahan gambut oleh masyarakat tani tidak terlepas dari penggunaan api untuk berbagai tujuan. Klasifikasi penggunaan api atau pembakaran lahan dalam mempersiapkan usahatani di lahan gambut terbagi menjadi 3 golongan, yaitu: 1) penyiapan lahan usahatani melalui pembakaran yang tidak terkendali, 2) penyiapan lahan usahatani melalui pembakaran terbatas dan terkendali, dan 3) penyiapan lahan usahatani tanpa pembakaran. Penyiapan lahan usahatani melalui pembakaran tak terkendali, artinya sistem pembakaran dilakukan secara serampangan yang menyebabkan kebakaran berpotensi meluas melewati areal usahatani yang akan dikerjakan. Cara pembakaran ini berdampak menjalarnya api hingga membakar lapisan bawah gambut, selain menghasilkan asap pekat, kebakaran sulit dipadamkan. Penyiapan lahan usahatani melalui pembakaran terbatas dan terkendali, artinya pembakaran yang dipersiapkan terlebih dahulu dengan membuat sekat antara areal usahatani dengan areal diluar usahatani sehingga pembakaran tidak meluas, mempersiapkan terlebih dahulu pompa air untuk antisipasi jika kebakaran meluas, dan pembakaran ditujukan hanya pada serasah dan sedikit sekali memakan gambut yaitu hanya dilapisan permukaan dimana masih terdapat perakaran semak-semak. Penyiapan lahan usahatani tanpa pembakaran,yaitu memanfaatkan vegetasi di atas permukaan tanah gambut secara menyeluruh untuk dijadikan mulsa guna meraih keberhasilan dalam usahatani.
Sistem ini menghindari
penggunaan api ataupun pembakaran.
2
Tujuan tulisan ini menunjukkan kearifan lokal petani di Kalimantan Tengah dalam upayanya memanfaatkan lahan gambut untuk usahatani. Makalah ini terdiri dari dua topik, yaitu yang terkait dengan kebiasaan masyarakat membakar lahan gambut pedalaman untuk persiapan tanam namun dilakukan secara terbatas dan terkendali, dan penyiapan lahan usahatani di tanah gambut lebak tanpa pembakaran dengan memanfaatkan vegetasi alami sebagai mulsa Lungpar (gulung dan hampar).
Metodologi Bahan tulisan ini menggunakan data primer melalui survai lapang, dan wawancara dengan petani responden dengan sistem RRA pada lokasi yang menerapkan kedua topik diatas.
Mengamati, mencatat dan mendokumentasi
setiap tahap usahatani yang menerapkan kearifan lokal dalam antisipasi perubahan iklim secara global. Survai dilakukan sejak awal memasuki musim kemarau hingga menjelang musim hujan antara bulan Juni hingga akhir awal September 2011. Pemilihan waktu itu dilakukan sengaja, karena pada saat tersebut berlangsung musim kemarau sehingga aktivitas membakar ataupun kebakaran lahan sangat tinggi. Lokasi yang diinventarisasi adalah kearifan lokal warga eks transmigrasi Bereng Bengkel,
Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sabangau, Kota
Palangka Raya yang menerapkan pembakaran lahan terbatas dan terkendali di lahan gambut pedalaman. Lokasi kedua adalah menginventarisir kearifan lokal petani gambut lebak Bangaris, Kelurahan Tanjung Pinang, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya yang memanfaatkan vegetasi alami yang tumbuh diatas tanah gambut lebak sebagai mulsa Lungpar (gulung hampar), dan tanpa melakukan pembakaran.
Hasil dan Pembahasan 1. Penyiapan Lahan Gambut Pedalaman untuk Usahatani Melalui Pembakaran Terbatas dan Terkendali oleh Masyarakat Tani Eks Transmigran Bereng Bengkel, Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sabangau, Kota Palangka Raya. Memasuki musim kemarau di bulan Juli 2011 ini, kabut asap telah menyelimuti Kota Palangka Raya.
Beberapa titik panas dapat terlihat
membumbungkan asap tebal dari berbagai penjuru kota. Pembakaran lahan dan
3
hutan tak terkendali mulai bermunculan.
Untuk mencegah hal tersebut,
sebaiknya banyak pihak menauladani teknik pembakaran yang cukup ramah. Pembakaran yang umum dilakukan warga di Kelurahan Kalampangan terbukti jauh lebih baik dibandingkan pembakaran tak terkendali (Gambar 1 – 6). Masyarakat Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, telah 30 tahun bergelut dengan lahan gambut. Perjalanan yang cukup panjang untuk mengelola lahan gambut mulai dari lahan hutan belantara hingga menjadi sentra sayur termaju di Kalimantan Tengah membuahkan sistem unik kearifan lokal dalam menyiapkan lahan gambut hingga siap tanam untuk tanaman pertanian. Tersebutlah nama Cipto Wiharjo (60-an th) asal DI Yogyakarta merupakan salah seorang tokoh masyarakat tani dan KTNA Provinsi Kalimantan Tengah sekaligus Ketua Kelompok Tani Jadi Makmur I yang sejak tahun 1981 mulai bergelut di lahan gambut Kalampangan. Menurut Pak Cipto, masyarakat Kalampangan umumnya melakukan pembakaran lahan gambut secara terbatas, terkendali, terawasi dan ada antisipasi penyiraman dengan tersedianya mesin pompa air atau sumur bor. Pembakaran ini masih menjadi cara yang diandalkan sebab pengalaman mereka membuktikan bahwa abu dari sisa pembakaran merupakan bahan penyubur terpenting untuk tanaman pertanian di tanah gambut. Pembakaran Gambut Sistem Kalampangan atau PGSK, dijaga hanya membakar serasah dan lapisan permukaan gambut yang masih mentah, kasar karena penuh perakaran semak belukar sekitar kedalaman 5 cm, dibawah kedalaman tersebut api tidak dapat membakar karena gambut cukup basah. Api dikendalikan hanya membakar areal yang dipersiapkan untuk lahan bertanam hortikultura/sayuran, bukan melebar hingga menimbulkan kebakaran skala luas. Tata cara PGSK terbagi dalam beberapa tahapan, antara lain: 1.
Tebang hutan dimulai dari semak-semak terlebih dahulu, dimana lokasi ini adalah lahan usaha I dan Usaha II.
2.
Membuat parit batas sekeliling kawasan yang akan diusahakan, tujuannya agar api tidak menjalar liar.
3.
Membuat sumur bor untuk menyiapkan air pada saat pembakaran lahan.
4.
Sesudah lahan dibakar, maka kayu-kayu atau dahan yang tidak terbakar dikumpulkan
disekeliling
pohon-pohon
besar
yang
tidak
terbakar.
Tujuannya untuk merobohkan pohon-pohon besar.
4
5.
Setelah pohon-pohon besar roboh, maka kayu dipotong-potong dan dikumpulkan untuk dibakar agar menghasilkan abu. Abu yang sudah jadi segera disiram air agar tidak terbang tertiup angin.
6.
Setelah hutan terbuka, dilanjutkan dengan membuat bedengan-bedengan, lalu dicangkul merata.
7.
Jika ada tunggul dan akar-akaran maka potongan kayu ditumpuk ditempat tersebut, untuk membakar tunggul/akar.
8.
Penanaman sayuran mulai dilakukan dengan menggunakan abu dari pembakaran sebelumnya, dicampur pupuk kandang dan kapur pertanian.
9.
Setelah 1-2 tahun ditanami maka akan tumbuh gulma generasi ke-1 berupa pakis-pakisan.
10.
Tahap selanjutnya adalah dilakukan pencangkulan, pembersihan dan pembuatan dan penyempurnaan bedengan dan dilakukan pembakaran lagi seperti sebelum tanam tahun ke-1.
11.
Setelah itu ditanami lagi dengan sayur-mayur seperti tahapan sebelumnya. Setelah 4 – 5 tahun akan muncul gulma generasi ke-2 yaitu rumputrumputan.
Gulma generasi ke-2 ini cukup baik untuk dibuat kompos
maupun pakan ternak. 12.
Pembakaran selanjutnya dilakukan setiap memulai tanam, namun yang dibakar hanyalah sisa panen dan gulma tanpa membakar gambutnya lagi. Jangka waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan lahan gambut mulai dari hutan menjadi lahan siap pakai untuk tanaman pertanian di Kelurahan Kalampangan lebih kurang 5 tahun.
Gambar 1. Pembakaran lahan gambut tak terkendali menyebabkan kebakaran skala luas, dan api menjalar di lapisan bawah gambut, sehingga sulit dipadamkan.
Gambar 2. Pak Cipto sedang membuka lahan dengan sistem bakar terbatasterkendali, setelah gulma ditebas, lalu dikumpulkan kemudian dibakar.
5
Gambar 3. Pembakaran terkonsolidasi hanya pada kumpulan serasah saja, tidak membakar seluruh areal gambut di lokasi usahatani.
Gambar 4. Hasil pembakaran menghasilkan abu dari serasah yang ditebas, sedangkan lapisan bawah yang berupa gambut tidak terbakar.
Gambar 5. Setelah tumpukan gulma dan sisa panen dibakar dan menjadi abu, maka segera disiram air agar abu tidak habis tertiup angin.
Gambar 6. Jagung manis adalah tanaman unggulan di Kelurahan Kalampangan. Ramuan ameliorasi/pemupukan terdiri dari abu ditambah pupuk kandang dan kapur pertanian.
Kesadaran mengkonservasi gambut cukup tinggi bagi warga tani Kalampangan, sehingga lebih lima tahun belakangan digunakan tanah mineral subur (topsoil) untuk mengisi lubang tanam.
2. Penyiapan Lahan Gambut Lebak untuk Usahatani Melalui Pemanfaatan Vegetasi Alami sebagai Mulsa Lungpar (Gulung Hampar) oleh Masyarakat Bangaris, Kelurahan Tanjung Pinang, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya.
Masyarakat petani di gambut lebak Bangaris cukup unik dalam mengelola lahannya.
Pada saat para petani lainnya beramai-ramai membakar lahan,
mereka justru melindungi lahan usahataninya dari sentuhan api. Hal ini tidak lain, karena vegetasi alami diatas tanah gambut mereka dipelihara dan dijaga untuk digunakan sebagai mulsa (Gambar 7 – 18).
6
Komoditas semangka, timun suri, labu kuning, labu putih tergolong tanaman yang menjalar merupakan komoditas unggulan di lebak gambut Tanjung Pinang. Tanaman ini akan tumbuh dengan baik jika mulsa dari vegetasi alaminya makin tebal. Tujuan pemanfaatan vegetasi alami sebagai mulsa adalah melindungi buah tanaman tersebut dari bersentuhan langsung dengan tanah, sebab jika menyentuh langsung ke tanah gambut yang basah/lembab, maka buah akan mengalami pembusukan. Kumpai babulu (rumput rawa berbulu) merupakan sebutan mereka terhadap vegetasi alami tersebut.
Tebal serasah mulsa di bagian bawah
mencapai sekitar 30 cm, sedangkan batang kumpai tegak keatas hingga setinggi dada orang dewasa. Kearifan lokal dengan pemanfaatan vegetasi alami kumpai babulu di lebak gambut Tanjung Pinang memiliki beberapa tahapan, yaitu: 1. Jika musim kemarau kuat, maka lebak yang tergenang air hingga 2 m tersebut akan surut, maka kumpaipun akan mengendap ke permukaan tanah gambut. Setelah diukur dengan lebar 1 depa (1,25 m) maka kumpai mulai dipotong berlajur-lajur diseluruh lahan usaha tani. 2. Kumpai yang telah terpotong berjalur-jalur tersebut dibiarkan 2-3 minggu hingga mengering. 3. Kumpai yang telah mengering digulung berselingan, yaitu satu lajur digulung lajur berikutnya dibiarkan, begitu seterusnya. Lajur kumpai yang digulung, akan terlihat tanah gambutnya dan digunakan untuk tempat menanam bibit. 4. Cara penggulungan memerlukan tenaga 2 orang, seorang menebas dasar kumpai menggunakan parang lais panjang dan seorang lagi menggunakan dua alat pengait untuk menarik dan menggulung kumpai yang telah ditebas dasarnya. Setelah gulungan cukup besar atau setelah tergulung sepanjang 10 m maka gulungan dihentikan, dan beralih lagi ke kumpai berikutnya. 5. Setelah bibit ditanam pada tanah dimana kumpainya tergulung, diperlukan waktu 1 minggu hingga bibit cukup kuat.
Setelah itu
gulungan kumpai
tersebut diurai dan dihamparkan lagi pada lajur semula. Untuk melindungi bibit tanaman yang masih muda, maka bibit ditutupi dengan ember, setelah kumpai selesai di hampar, maka ember diambil kembali. 6. Semangka dan tanaman merambat lainnya memanfaatkan mulsa kumpai sebagai tempat mengaitkan sulur dan tempat alas untuk buah yang muncul.
7
7. Setelah tanaman dipanen, maka lahan usahatani akan ditanami kembali dengan kumpai babulu. Bibit kumpai babulu direndam di air saluran 1-3 hari untuk menumbuhkan akar-akar baru. Bibit yang telah tumbuh akar baru akan cukup cepat pertumbuhannya jika ditanam di lahan. 8. Menjelang memasuki musim hujan, maka akan terjadi peningkatkan debit air yang masuk ke gambut lebak Tanjung Pinang, dan kondisi kumpai yang tertanam telah siap memanjang mengikuti ketinggian banjir. 9. Kumpai akan tumbuh rapat dan lebat kembali dan siap di potong dan dimanfaatkan sebagai mulsa lungpar pada musim kemarau tahun berikutnya.
Gambar 7. Lahan lebak dalam yang tersusun atas tanah gambut dengan tebal hingga 3,5 m dan ditumbuhi “Kumpai Babulu” yang sangat lebat, merupakan lokasi pengembangan tanaman sayuran/hortikultura spesifik lokasi di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Agroekosistem unik ini hanya dapat dimanfaatkan saat terjadi kemarau yang jelas, karena air dari sungai Kahayan tidak lagi meluapi areal lebak ini.
Gambar 8. Persiapan lahan dilakukan tanpa pembakaran, karena petani memerlukan serasah gulma sebagai mulsa. Gulma berupa kumpai babulu ditebas dan digulung. Penggulungan perlu 2 orang, seorang menarik dan menggulung kumpai dengan 2 kait-kait, dan seorang lagi menebas dasar kumpai agar dapat ditarik oleh pengait. Tanah bekas kumpai yang tergulung ditanami sayuran antara lain semangka, timun suri, labu putih.
Gambar 9. Setelah tanaman cukup kuat, maka gulungan mulsa dari kumpai babulu tersebut diurai dan dihampar kembali secara merata.
Gambar 10. Hamparan tanaman semangka yang telah berumur 3 minggu Nampak tumbuh subur beralaskan mulsa kumpai yang tebal sekitar 30 cm.
8
Gambar 11. Tanaman semangka umur satu bulan nampak cukup menjanjikan di lahan lebak dalam yang tersusun dari tanah gambut.
Gambar 12. Nampak buah semangka ganda yang masih muda dalam satu tangkai di lahan lebak gambut, Unik dan langka.
Gambar 13. Pengawalan BPTP Kalteng pada petani semangka di gambut lebak Bangaris.
Gambr 14. Lanjung merupakan alat untuk membawa semangka dari kebun ke tepi saluran/jalan.
Gambar 15. Jukung juga mempercepat pengangkutan panen semangka.
Gambar 16. Petani mempersiapkan bibit kumpai babulu untuk ditanam lagi setelah semangka dipanen. Bakal bibit direndam agar akar baru muncul.
9
Gambar 17. Setelah direndam 1-3 hari, maka disetiap ruas akan muncul akar baru. Kondisi bibit siap untuk ditanam kembali.
Gambar 18. Petani menanami kembali lahannya dengan kumpai babulu, dan siapsiap lahan lebak tenggelam oleh banjir di musim hujan.
Kearifan lokal pada masyarakat petani di Gambut pedalaman dan gambut lebak dapat diidentifikasikan secara sederhana sebagai berikut (Tabel 1).
Tabel 1.
Komponen Kearifan Lokal Pemanfaatan Lahan Gambut Pedalaman di Kalampangan dan Gambut Lebak di Tanjung Pinang, Palangka Raya Lokasi
Komponen Kearifan Lokal
Kalampangan
Tanjung Pinang
Agroekologi
Gambut pedalaman
Gambut lebak
Kedalaman gambut
Dalam
Dalam
Kematangan gambut
Saprist
Saprist
Periode banjir
Tidak pernah
6-8 bulan
Kedalaman banjir
-
Hingga 2 m
Tipologi luapan
C/D
-
Vegetasi alami
Hutan/semak belukar
Etnis petani
Jawa
Kumpai babulu (rumput rawa) Banjar
Tahun mulai dimanfaatkan
1983
2007
Komoditas unggulan
Jagung manis
Semangka
Kearifan lokal
Penyiapan lahan gambut pedalaman dengan sistem pembakaran terbatas dan terkendali, dan pemberian tanah mineral subur.
Penyiapan lahan gambut lebak dengan memanfaatkan vegetasi alami sebagai mulsa lungpar (gulung hampar), serta pemilihan komoditas spesifik lokasi, dan menghindari pembakaran.
Faktor etnis nampaknya memiliki peranan dalam pemanfaatan lahan gambut, Nampak bahwa pada kedua lokasi tersebut terdiri dari etnis berbeda.
10
Etnis yang mendiami gambut Lebak Bangaris yang berasal dari Negara Hulu Sungai Selatan yang didominasi rawa lebak telah mengadopsi sistem budidaya leluhurnya dengan baik, yaitu memanfaatkan jenis komoditas dan cara berusahatani tanpa bakar. Menurut Noor (2010) pemanfaatan gambut sangat beragam karena ditabatasi oleh pemahaman dan pengalaman. Setiap etnis memiliki persepsi dan cara-cara yang berbeda dalam memanfaatkan lahan gambut sebagai sumberdaya pertanian.
Kesimpulan 1. Kearifan lokal dari warga petani Kalampangan bertujuan untuk menjadikan lahan usahatani mereka tetap dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pembakaran yang terbatas dan terkendali serta pemberian tanah subur di gambut pedalaman Kalampangan menunjukkan kesadaran mengkonservasi tanah gambut tersebut. 2. Kearifan lokal dari warga petani Tanjung Pinang bertujuan memanfaatkan potensi alam yang sesuai dengan komoditas unggulan mereka.
Cara
budidaya tanaman semangka dan tanaman yang menjalar lainnya di gambut lebak dengan menggunakan vegetasi alami sebagai mulsa lungpar (gulung hampar) nampaknya sesuai potensi alamnya.
Sistem ini secara tidak
langsung sangat ramah lingkungan dan merupakan tindakan antisipasi terhadap perubahan iklim global.
Daftar Pustaka Agus, F., dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan gambut: potensi untuk pertanian dan aspek lingkungan. Balai Penelitian Tanah. Bogor. 36 hal. Las, I., P_. Setyanto, K. Nugroho, A. Mulyani, dan F. Agus. 2011. Perubahan iklim dan pengelolaan lahan gambut berkelanjutam. BBSDLP. Bogor. 24 hal. Noor, M. 2010. Lahan gambut: pengembangan, konservasi, dan perubahan iklim. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 212 hal.
11