187
PENYEBAB BED TURN OVER (BTO) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD dr. M. SOEWANDHIE DETERMINANT FACTORS OF BED TURN OVER IN HOSPITALIZATION RSUD dr. M. SOEWANDHIE 1
2
Novi Ria Lestari , Ratna Dwi Wulandari Instalasi Rawat Inap RSUD dr. M. Soewandhie, Surabaya 2 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya E- mail:
[email protected] 1
ABSTRACT RSUD dr. M. Soewandhie had BTO by an average of 81 times from standard 40-50 times on 2011 until 2013. This research aimed to analyze the cause of Bed Turn Over (BTO) in RSUD dr. M. Soewandhie. This was analytical study with crossesctional approach. Sample was taken by Stratified Random Sampling with 90 sample size. The study population was derived from the hospitalization inpatient. Data were collected through interviews using questionnaires to patients. The result of study are Inpatient’s SOP variable and quality of Dabholkar’s Dimension in general is good. Condition inpatients are predominantly patients type of acute illness, length of illness >7 days, Length of Stay <3 days and Recovery Discharge Status. Contingency coefficient test results indicate that there are three variables that have a relationship to Discharge Status. The variable are the type of diseases, length of illness and length of stay that has a significance value of 0.004; 0.015 and 0.005. Based on the research results of the suggestions is to provide guidance groove inpatient admission, make and run the SOP on patient waiting time, improve the quality of inpatient services related to the physical aspects and hospitalization policies. Keywords: BTO, discharge status, quality of services
PENDAHULUAN
memberikan dampak kurang baik terhadap status
Rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan
kesehatan pasien. Upaya penurunan angka BTO
strata kedua yang banyak dikunjungi masyarakat.
dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui
Berdasarkan Undang- Undang tentang Rumah Sakit
penyebabnya.
Nomor 44 Tahun 2009, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan
menyelenggarakan
penyebab tingginya angka BTO dilihat dari SOP alur
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
masuk, lama sakit, jenis penyakit, mutu pelayanan
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
menurut penilaian pasien berdasarkan Dimensi
dan gawat darurat. Ketiga pelayanan tersebut patut
Dabholkar (Physical Aspects, Reliability, Personal
diperhatikan perkembangan mutunya berdasarkan
Interaction, Problem Solving, Policy) dan lama
indukator
Mutu
perawatan dengan Discharge Status pasien di
merupakan derajat kesempurnaan sebuah produk
Instalasi Rawat Inap RSUD dr. M. Soewandhie.
atau jasa yang ditawarkan (Besterfield, 2011).
Manfaat penelitian adalah untuk mengevaluasi mutu
mutu
yang
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pelayanan
rumah
sakit.
dSalah satu indikator mutu pelayanan rawat
pelayanan rawat inap sehingga dapat dijadikan
inap adalah angka Bed Turn Over (BTO) rumah sakit
referensi untuk menetapkan kebijakan selanjutnya di
(Depkes RI, 2005). RSUD dr. M. Soewandhie
RSUD dr. M. Soewandhie.
memiliki BTO rata-rata sebesar 81 kali selama Tahun
PUSTAKA Menurut Supriyanto dan Wulandari (2011)
2011- 2013. Hal tersebut masih belum memenuhi mutu standard
40-
50
kali
sehingga
merupakan
gambaran
berpotensi
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
dan
karakteristik
188
menyeluruh
dari
barang
atau
jasa
yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan
pelanggan
baik
berupa
rumah sakit. NDR (Net Death Rate) adalah jumlah kematian >48 jam yang ada di rawat inap.
kebutuhan
Indikator rawat inap terkait BTO penting
yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat.
diperhatikan
Peraturan Walikota Surabaya Nomor 50 Tahun 2012
pelayanan. Tingginya BTO berpotensi mengganggu
menyebutkan bahwa mutu pelayanan adalah kinerja
keseimbangan aspek klinis rumah sakit. Indikator
yang
kesempurnaan
mutu pelayanan rumah sakit dipengaruhi oleh 4
pelayanan kesehatan, yang disatu pihak dapat
aspek yaitu, Aspek Klinis, Aspek Efisiensi dan
menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai
Efektifitas, Aspek Keselamatan dan Aspek Kepuasan
dengan tingkat kepuasaan rata rata penduduk, serta
Pasien (Sabarguna, 2007). Salah satu dari indikator
dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai
aspek
dengan standar dan kode etik profesi yang telah
menggambarkan frekuensi pemakaian tempat tidur
ditetapkan. Pelayanan kesehatan harus diberikan
pada satu periode. Pemakaian
berdasarkan
rawat inap dalam
menunjukan
pada
standar
ditetapkan
tingkat
pelayanan
oleh
yang
pemerintah
telah
klinis
dalam
upaya
adalah
infeksi
peningkatan
nosokomial.
tempat tidur
mutu
BTO
unit
satu periode diketahui setiap
dengan
tahun. Tingginya BTO memberikan hubungan yang
mempertimbangkan masukan dari organisasi profesi
cukup signifikan dengan mutu pelayanan (Syafharini,
(Depkes, 2009).
2012).
Depkes menentukan indikator pelayanan rawat inap
rumah
sakit
yang
dapat
dipakai
untuk
Kondisi meningkatkan
tempat
tidur
kualitas
yang
hidup
baik
dapat
orang
yang
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi
memakainya (HSE, 2011). Tempat tidur yang
pelayanan rumah sakit. Indikator tersebut terbagi
digunakan lebih dari 40- 50 kali maka memerlukan
untuk setiap pelayanan. Indikator untuk Instalasi
perawatan yang lebih baik. Jumlah pasien yang
Rawat Inap (Depkes, 2005) antara lain :
banyak dirawat dalam setiap tempat tidur berpotensi
BOR (Bed Occupancy Ratio) adalah presentase
menimbulkan kuman penyakit. Infeksi penyerta
pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
bukan tidak mungkin dapat ditimbulkan oleh kondisi
ALOS (Average Length of Stay) adalah rata-rata
perawatan tempat tidur yang kurang baik.
lama rawat seorang pasien. TOI (Turn Over Interval)
Infeksi
methicillin-resistant
Staphylococcus
adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
aureus (MRSA) secara signifikan berhubungan
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
dengan TOI dan BTO (JB, Cunningham et al, 2006).
BTO (Bed Turn Over) adalah frekuensi pemakaian
Mutu pelayanan akan terganggu apabila ditemukan
tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat
infeksi yang disebabkan oleh lingkungan. Tempat
tidur dipakai dalam satu satuan. GDR (Gross Death
tidur merupakan salah satu lingkungan yang sangat
Rate) adalah jumlah kematian kasar yang ada di
berhubungan erat dengan pasien. BTO sebagai
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
189
salah satu indikator mutu pelayanan dan efisiensi
menjawab pertanyaan yang diberikan merupakan hal
pemanfaatan tempat tidur harus dijaga.
positif bagi pasien. Tenaga kesehatan diharapkan
Dimensi mutu adalah suatu pandangan dalam
mampu bersikap sopan dan ramah saat menghadapi
menentukan penilaian terhadap jenis dan mutu
ketidaktahuan pasien.
pelayanan dilihat dari akses, efektifitas, efisiensi,
Pemecahan Masalah (Problem Solving)
keselamatan
dan
keamanan,
kenyamanan,
Rumah sakit sebagai penyedia layanan jasa
kesinambungan antar manusia berdasarkan standar
menangani
masalah
kesehatan
individu.
World Health Organization. Mutu pelayanan menurut
Kemampuan menanggapi keluhan pasien dinilai
Dimensi Dabholkar dilihat dari 5 aspek berikut.
sebagai suatu hal yang patut diperhatikan. Kepekaan
Aspek Fisik (Physical Aspects)
rumah sakit dalam menyelesaikan masalah pasien
Penampilan rumah sakit secara inferior dan
melibatkan pegawai rumah sakit secara umum.
eksterior akan dinilai oleh pasien. Aspek fisik yang
Pegawai selalu berinteraksi dengan pasien apabila
dapat dilihat pada lingkungan rumah sakit
ada hal yang harus dikemukakan.
berpengaruh terhadap cerminan mutu pelayanan.
Kebijakan (Policy)
Bangunan,
kebersihan
maupun
Dimensi ini meliputi jam buka yang sesuai
visual
dengan kebutuhan pasien, fasilitas parkir yang luas,
memberikan kenyamanan tersendiri bagi pasien.
nyaman dan teduh serta dekat dengan fasilitas
Tata letak ruangan dan desain arsitek yang modern
umum. Kebijakan yang dibuat oleh rumah sakit
membuat penampilan rumah sakit menarik.
mencerminkan tingkat responsif terhadap mutu
Kehandalan (Reliability)
pelayanan yang diberikan. Hal tersebut secara
perlengkapan
yang
ruangan
digunakan
secara
Dimensi ini terdiri dari 2 hal, yakni memenuhi janji (keeping promise) dan memberikan layanan dengan
tepat
(doing
it
right).
Rumah
sakit
langsung ataupun tidak berdampak pada persepsi pasien terhadap rumah sakit. Indikator berhubungan dengan struktur (input),
memberikan pelayanan yang akurat mulai pertama
proses
kali
tersebut.
Ketiganya dapat berpengaruh terhadap kondisi
Kemampuan memberikan pelayanan secara tepat
pasien (Mainz, 2003). Derajat kesehatan pasien
waktu sesuai waktu kesepakatan akan sangat
yang semakin baik merupakan indikator outcome
dihargai pasien.
yang ideal. Jan Mainz (2003) membedakan Outcome
Komunikasi Personal (Personal Interaction)
menjadi 5 dalam “The five Ds” yaitu Death
pasien
memanfaatkan
layanan
dan
outcome
pelayanan
kesehatan.
Berkaitan dengan kemampuan rumah sakit
(Kematian), Disability (Cacat), Disease (Penyakit),
dalam berinteraksi dengan pasien. Hal ini terutama
Discomfort (Ketidaknyamanan), dan Dissactifaction
dapat memberikan rasa aman dan nyaman terhadap
(Ketidakpuasan). Hal tersebut dapat diketahui pada
pasien.
Komunikasi
personal
yang
baik
saat
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
190
dampak secara langsung saat pasien meninggalkan
penelitian ini sebanyak 90 pasien rawat inap yang
pelayanan kesehatan.
diambil
Faktor risiko yang mempengaruhi kondisi
secara
Stratified
Random
Sampling.
Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSUD
pasien keluar (Discharge Status) disebabkan oleh
dr. M. Soewandhie pada bulan Februari– April 2014.
multiple factor. Faktor tersebut meliputi keadaan
Penyebab tingginya BTO rawat inap akan
demografi pasien, karakteristik psikososial (umur,
diketahui dengan menganalisis variabel usia, jenis
jenis kelamin dan status penyakit), status kesehatan,
kelamin, lama sakit, jenis penyakit, riwayat asal dan
dan
tersebut
lama perawatan yang diambil dari rekam medis
merupakan hal esensi yang dibandingkan pada
pasien. Variabel lainnya yakni SOP alur masuk,
status pasien sebelum meninggalkan rumah sakit.
perawatan
Kondisi pasien keluar (Discharge Status) dibedakan
berdasarkan Dimensi Dabholkar (Physical Aspects,
menjadi meninggal, dirujuk dan sembuh (Nursalam,
Reliability, Personal Interaction, Problem Solving,
2011).
Policy).
faktor
pemicu
METODE Penelitian
kematian.
Faktor
Variabel
tidur
dan
mutu
tersebut
pelayanan
akan
dianalisis
berdasarkan Discharge Status pasien rawat inap ini
merupakan
penelitian dengan
observasional
tempat
yang
bersifat
analitik.
menggunakan
uji
hubungan
koefesien
Rancang kontingensi pada Chi Square dengan α= 0,05.
bangun yang digunakan adalah desain penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN crossectional.
Pengambilan data menggunakan Berikut hasil penelitian yang didapatkan dari
kuesioner dan wawancara mendalam. Sampel dalam variabel
tersebut
terangkum
dalam
Tabel
1
. Tabel 1. Variabel Usia, Jenis Kelamin, Lama Sakit, Jenis Penyakit, Riwayat Asal dan Lama Perawatan Berdasarkan Discharge Status di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. M. Soewandhie Tahun 2014. Variabel Pasien Rawat Inap Usia 0- 4 5- 11 12- 16 17- 25 26- 35 36- 45 46- 55 56- 65 >65 Total Jenis Kelamin Pria Wanita Total Lama Sakit Darurat 1-3 hari
Meninggal >48 jam n %
Meninggal <48 jam n %
Discharge Status cacat Belum Sembuh n % n %
Mulai Sembuh n %
n
%
n
%
0 0 0 2 8 2 4 5 4 25
0 0 25 53,3 33,3 28,6 45,4 36,4 27,8
14 4 1 5 6 3 6 6 5 50
70 100 100 50 40 50 42,9 54,5 45,6 55,6
20 4 1 8 15 6 14 11 11 90
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
5 16,7 5 8,3 10 1,1
9 16 25
30 17,8 27,8
15 35 50
50 58,3 55,6
30 60 90
100 100 100
1 0
4 9
16,6 36
18 16
75 64
24 25
100 100
1 0 0 0 0 0 1 0 0 2
5 0 0 0 0 0 7,1 0 0 2,2
1 0 0 0 0 0 0 0 1 2
5 0 0 0 0 0 0 0 9 2,2
0 0 0 0 0 0 1 0 0 1
0 0 0 0 0 0 7,1 0 0 1,1
0 2 2
0 3,3 2,2
1 1 2
3,3 1,7 2,2
0 1 1
0 1,7 1,1
1 0
4,2 0
0 0
0 0
0 0
0 0
4 0 0 1 1 1 2 0 1 10
20 0 0 12,5 6,7 16,7 14,3 0 9 11,1
4,2 0
0
Total
Sembuh
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
191
Variabel Pasien Rawat Inap 4-7 hari >7 hari Total Jenis Penyakit Akut-Kronik Kronik Akut Total Riwayat Asal IGD (Datang Sendiri) IGD (Rujukan) Ruang lain dengan indikasi alih rawat Instalasi Rawat Jalan Total Lama Perawatan < 3 hari 3-5 hari 6-9 hari >9 hari Total
Meninggal >48 jam n % 0 0 1 3,4 2 2,2
Meninggal <48 jam n % 0 0 2 6,9 2 2,2
Discharge Status cacat Belum Sembuh n % n % 0 0 1 8,3 1 3,4 8 27,6 1 1,1 10 11,1
Mulai Sembuh n % 2 16,7 10 34,5 25 27,7
n 9 7 50
% 75 24 55,6
n 12 29 90
% 100 100 100
5 13 7 25
45,6 46,4 13,7 27,8
4 8 38 50
36,4 28,6 74,5 55,6
11 28 51 90
100 100 100 100
9 1 0 5 0 4 1,1 10
0 1 1 2
0 3,6 2 2,2
0 1 1 2
0 3,6 2 2,2
1 0 0 1
1
2,2
1
2,2
1
2,2
6
13
10
21,7
27
58,7
46
100
0
0
0
0
0
0
1
14,3
3
42,9
3
42,8
7
100
1
3,3
1
3,3
0
0
2
6,7
7
23,3
19
63,3
30
100
0
0
0
0
0
0
1
14,3
5
71,4
1
14,3
7
100
2
2,2
2
2,2
1 1,1
10
11,1
25
2 0 0 0 2
5,9 0 0 0 2,2
0 1 1 0 2
0 5,3 5,9 0 2,2
0 0 0 0 0 0 1 5 1 1,1
2 2 3 3 10
9 17,9 7,8 11,1
Total
Sembuh
5,9 10,5 17,6 15 11,1
8 5 5 7 25
27,7
50
55,6
90
100
23,5 26,3 29,4 35 27,7
22 11 8 9 50
64,7 57,9 47,1 45 55,6
34 19 17 20 90
100 100 100 100 100
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
indikasi alih rawat. Presentase terbesar untuk
semakin muda usia pasien maka Discharge Status
sembuh ditemukan pada pasien yang berasal dari
yang diperoleh untuk sembuh semakin besar. Jenis
ruang lain dengan indikasi alih rawat yakni sebesar
Kelamin wanita memiliki Discharge Status sembuh
63,3%. Pasien yang memiliki Discharge Status
lebih tinggi dari pria yakni sebesar 38,9%.
sembuh terbanyak menjalani perawatan selama
Semakin lama pasien sakit di rumah sebelum dibawa
kurang dari 3 hari. Semakin lama perawatan pasien
ke rumah sakit maka semakin kecil presentase
di rumah sakit maka semakin kecil presentase
pasien
pasien tersebut keluar rumah sakit dalam kondisi
dengan
Discharge
Status
sembuh.
Presentase Discharge Status meninggal <48 jam
sembuh.
tertinggi 6,9% dan terjadi pada pasien yang sakit
Hasil penelitian yang signifikan ditemukan
selama lebih dari 7 hari. Jenis Penyakit terbanyak
pada variabel jenis penyakit, lama sakit dan lama
(74,5%) pasien memiliki penyakit akut dengan
perawatan. Pasien dengan penyakit akut memiliki
Discharge Status sembuh. Riwayat Asal bahwa
presentase sembuh lebih banyak dari pasien dengan
pasien yang meninggal >48 jam dan <48 jam dari
penyakit kronik maupun akut- kronik. Tidak ada
IGD (Datang sendiri) memiliki presentase lebih
responden dengan jenis penyakit akut- kronik yang
rendah dibandingkan pasien dari ruang lain dengan
memiliki Discharge Status meninggal >48 jam atau
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
192
<48 jam. Pasien dengan penyakit akut akan lebih
kesehatan yang bersifat kuratif secara langsung
banyak sembuh ketika keluar dari rumah sakit.
ketika mengalami gejala sakit.
Pasien yang menderita penyakit akut dan kronik mempunyai
jumlah
untuk
yakni puskesmas agaknya belum berjalan maksimal.
sembuh. Penyakit akut dan kronik berhubungan
Banyaknya jumlah pasien tiap tahun yang ditangani
dengan meninggalnya pasien ketika keluar dari rawat
rumah
inap. Penelitian yang dilakukan Wisnumurti (2012)
pelayanan
menunjukkan hasil yang signifikan antara diagnosis
sebagai penyelenggara upaya kesehatan dasar
pasien terhadap outcome yang didapatkan. Jenis
perorangan dan masyarakat ternyata belum menjadi
penyakit pasien didapatkan dari diagnosis yang
pilihan utama untuk mendapat layanan kesehatan
terdapat
dengan
(Pranaka, 2006). Asal pasien dari ruang lain dengan
penyakit kronik dan akut- kronik berhubungan
indikasi alih rawat memiliki julah terbesar kedua
dengan Discharge Status yang cenderung jelek pada
yakni 33,3%. Transfer pasien dari rawat inap ke
pasien.
rawat inap lain dalam satu rumah sakit sering terjadi.
dalam
yang
rekam
paling
medis.
sedikit
Peran pelayanan kesehatan tingkat pertama
Pasien
Pasien yang dibawa ke rumah sakit lebih cepat
sakit
perlu
kuratif
menunjukkan
semakin
besar.
kebutuhan Puskesmas
Pemindahan pasien terjadi dari ruang bersalin ke
cenderung memiliki Discharge Status yang baik.
rawat
Pasien yang sudah sakit lama di rumah dan baru
memindahkan pasien untuk dirawat di rawat inap
dibawa ke pelayanan kesehatan memiliki Discharge
Neonatal maupun NICU. Pasien yang berada di
Status yang kurang baik.
rawat inap ICU ataupun ICCU juga dapat menerima
mendapatkan
Orang sakit yang telat
penanganan
medis
dapat
inap
nifas.
Ruang
bersalin
juga
dapat
pasien dari rawat inap lain.
memperparah penyakit yang diderita. Kemungkinan
Pasien dengan perawatan lama atau pendek
muncul keluhan lain dan mendapatkan komplikasi
berhubungan dengan kondisi yang didapat ketika
sangat ada. Pasien yang berasal dari IGD dengan
keluar rumah sakit. Penelitian yang dilakukan
datang sendiri merupakan asal pasien terbanyak
Wisnumurti (2012) menunjukkan hasil yang signifkan
sebelum
M.
antara Length of Stay pasien dengan outcome yang
Soewandhie. Berdasarkan data instalasi rawat inap
didapatkan. Pasien yang dirawat kurang dari 1 hari
tahun 2011- 2013 jumlah kunjungan pasien rawat
dan sembuh berasal dari rawat inap nifas. Proses
inap selalu mengalami peningkatan. Pasien yang
melahirkan
datang sendiri melalui IGD berbeda dengan pasien
membutuhkan waktu antara 1-3 hari untuk pulih dan
rujukan yang ditangani awal di IGD. Hal tersebut
dapat dipulangkan. Pasien tersebut keluar dari
menunjukkan bahwa pasien rawat inap RSUD dr. M.
rumah dakit dengan kondisi sembuh. Pasien yang
Soewandhie lebih memilih mengunjungi pelayanan
dirawat
masuk
rawat
inap
RSUD
dr.
yang
kurang
dari
normal
3
hari
maupun
sebagian
operasi
besar
mempunyai Discharge Status Sembuh. Kondisi
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
193
pasien yang belum sembuh selama rentang waktu
dominan yang mempengaruhi infeksi nosokomial di
tersebut dapat disebabkan karena faktor lain seperti
rimah sakit (Ahmad, 2002). Infeksi yang didapat
jenis penyakit yang diderita. Rata- rata lama
pasien dapat memperparah kondisi kesehatannya.
perawatan pasien rawat inap (ALOS) berada pada
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Crockett, A.J,
rentang ideal 6-9 hari (Depkes, 2009). Dalam waktu
et.al (2000) menunjukkan hasil yang signifikan antara
tersebut diharapkan pasien dapat sembuh setelah
lama perawatan pasien dengan kesakitan yang
mendapatkan penanganan yang optimal dari rawat
dialami.
inap.
Pasien yang mengalami perawatan dalam
Hasil penelitian terkait SOP Alur Masuk
waktu lama memiliki risiko lebih besar terkena
diperoleh hasil bahwa semakin baik penilaian
infeksi,
dengan
responden terhadap SOP alur masuk rawat inap
Discharge Status yang didapat. Semakin lama hari
maka presentase Discharge Status pasien sembuh
rawat inap yang merupakan faktor yang cukup
semakin besar.
sehingga
akan
berhubungan
Tabel 2. Variabel Mutu Pelayanan Berdasarkan Dimensi Dabholkar (Aspek Fisik, Reliabilitas, Komunikasi Personal, Pemecahan Masalah dan Kebijakan) serta Lama Perawatan dengan Discharge Status Pasien di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. M. Soewandhie Tahun 2014. Variabel Meninggal >48 jam n % Aspek Fisik Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik Total Kehandalan Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik Total
Meninggal <48 jam n %
Discharge Status cacat Belum Sembuh n % n %
Total Mulai Sembuh n %
Sembuh n
%
n
%
0 0 2 0 2
0 0 2,5 0 2,2
0 0 1 1 2
0 0 1,2 20 2,2
0 0 1 0 1
0 0 1,2 0 1,1
0 1 9 0 10
0 25 11,1 0 11,1
0 0 1 25 23 28,4 1 20 25 27,7
0 2 45 3 50
0 50 55,6 60 55,6
0 4 81 5 90
0 100 100 100 100
0 0 1 1 2
0 0 1,6 11,1 2,2
0 1 1 0 2
0 5 1,6 0 2,2
0 0 1 0 1
0 0 1,6 0 1,1
0 3 5 2 10
0 15 8,2 22,2 11,1
0 8 15 2 25
0 40 24,6 2,2 27,7
0 8 38 4 50
0 40 62,3 44,5 55,6
0 20 61 9 90
0 100 100 100 100
0 0 2 0 2
0 0 3,2 0 2,2
0 0 1 0 1
0 0 1,6 0 1,1
0 0 5 5 10
0 0 8,1 17,9 11,1
0 0 14 11 25
0 0 22,6 39,3 27,7
0 0 39 11 50
0 0 62,9 39,3 55,6
0 0 62 28 90
0 0 100 100 100
0 0 1 1 2
0 0 1,8 3,3 2,2
0 0 1 0 1
0 0 1,8 0 1,1
0 2 4 4 10
0 66,7 7 13,3 11,1
0 0 17 8 25
0 0 29,7 26,7 27,7
0 1 33 16 50
0 33,3 57,9 53,4 55,6
0 3 57 30 90
0 100 100 100 100
0 1 1 0
0 5,9 1,1 0
0 1 0 0
0 5,9 0 0
0 1 9 0
0 5,9 10 0
0 6 18 1
0 35,3 20 33,3
0 7 41 2
0 41,2 45,6 66,7
0 17 70 3
0 100 100 100
Komunikasi Personal Perawat Tidak Baik 0 0 Kurang Baik 0 0 Baik 1 1,6 Sangat Baik 1 3,5 Total 2 2,2 Pemecahan Masalah Tidak Baik 0 0 Kurang Baik 0 0 Baik 1 1,8 Sangat Baik 1 3,3 Total 2 2,2 Kebijakan Tidak Baik 0 0 Kurang Baik 1 5,9 Baik 1 1,1 Sangat Baik 0 0
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
194
Variabel Meninggal >48 jam n % 2 2,2
Total
Meninggal <48 jam n % 2 2,2
Discharge Status cacat Belum Sembuh n % n % 1 1,1 10 11,1
Total Mulai Sembuh n % 25 27,7
Sembuh n 50
% 55,6
n 90
% 100
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa
memberikan penilaian yang baik kepada rumah sakit.
semakin baik penilaian responden terhadap Aspek
Pasien mayoritas berasal dari kelas III yang
Fisik rawat inap maka presentase Discharge Status
mendapatkan pearwatan gratis di rawat inap RSUD
pasien sembuh semakin besar. Responden yang
dr. M. Soewandhie. Masyarakat tersebut umumnya
memberikan penilaian sangat baik terhadap aspek
mempunyai karakteristik yang kurang kritis terhadap
fisik rawat inap memiliki presentase meninggal <48
pelayanan yang diberikan. Pasien akan sangat
jam sebesar 20%. semakin baik penilaian responden
mudah memberikan penilaian baik terhadap mutu
terhadap kehandalan rawat inap maka semakin kecil
pelayanan rawat inap mengingat mereka tergolong
presentase Discharge Status meninggal <48 jam.
pasien yang tidak ditanggungkan biaya pearwatan.
Semakin baik penilaian tersebut maka presentase
Aspek fisik yang dinilai tidak berhubungan secara
Discharge Status pasien sembuh semakin besar
langsung
(62,3%). Semakin baik penilaian responden terhadap
terhadap penyakit pasien. Peralatan yang digunakan
Komunikasi Personal Perawat maka semakin besar
utnuk penangan medis termasuk dalam kelengkaan
presentase Discharge Status meninggal >48 jam.
peralatan
Sebaliknya, semakin baik penilaian tersebut maka
Pertanyaan tersebut tidak dimasukkan dalam aspek
presentase
sembuh
fisik rumah sakit karena berhubungan dengan ruang
semakin kecil (39,3%). Semakin baik penilaian
lain. Ruang tindakan tidak menjadi bagian dari ruang
responden terhadap Pemecahan Masalah rawat inap
rawat inap. Oleh karena itu, hubungan yang
maka semakin kecil presentase Discharge Status
diberikan aspek fisik
meninggal >48 jam dan <48 jam. Semakin baik
terlihat tidak signifikan terhadap Discharge Status.
penilaian
Discharge
tersebut
Status
maka
pasien
presentase
dengan
rumah
tindakan
sakit
penanganan
secara
medis
keseluruhan.
Discharge
Kepribadian perawat mendapat pujian dari
Status pasien sembuh semakin besar. semakin baik
responden. Perawat telah bekerja keras memberikan
penilaian responden terhadap Kebijakan rawat inap
pelayanan
maka semakin kecil presentase Discharge Status
pertanyaan
pasien meninggal >48 jam dan <48 jam. Begitu pula
Pertanyaan yang dimaksud berhubungan dengan
dengan pasien yang keluar dengan kondisi sembuh.
jadwal penggantian linen di rawat inap. Lebih dari
Hasil uji korelasi menunjukkan hasil yang tidak signifikan
antara
mutu
pelayanan
berdasarkan
terbaiknya.
Beberapa
didalamnya
perlu
hal
terkait
diperhatikan.
setengah jumlah responden memberikan penilaian yang kurang baik. Pertanyan tersebut tidak bisa
Dimensi Dabholkar dengan Discharge Status. Pasien
muncul
yang nyaman dengan kondisi fisik rawat inap akan
terakumulasi dengan skor dari pertanyaan lain
dengan
hasil
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
uji
hubungan
karena
195
dengan variabel yang sama. Mutu pelayanan yang
suksesnya pelayanan organisasi ketika terpenuhi
terkesan baik tidak ada hubungannya dengan
(Grönroos,
kondisi pasien sembuh tidaknya pasien. Penilaian
kesehatan
yang kurang baik dan tidak baik pada setiap dimensi
kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga medis
penting untuk diperhatikan pihak rumah sakit untuk
maupun tenaga kesehatan. Mutu pelayanan secara
terus melakukan upaya perbaikan. Mutu pelayanan
fungsional
baik secara teknis maupun fungsional menjadi kunci
ketrampilan petugas dalam melayani pasien.
1984). dinilai
dilihat
Secara mutunya
dari
teknis, pada
sikap,
pelayanan pelaksanaan
kepribadian
dan
Tabel 3. Variabel Perawatan Tempat Tidur Berdasarkan Discharge Status Pasien di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. M. Soewandhie. Perawatan Tempat Tidur Pasien
Belum Memenuhi Memenuhi Total
Meninggal >48 jam n % 1 2,3 1 2,1 2 2,2
Meninggal <48 jam n % 1 2,3 1 2,1 2 2,2
Discharge Status Cacat Belum Sembuh n % n % 0 0 8 18,6 1 2,1 2 4,3 1 1,1 10 11,1
Mulai Sembuh n % 12 27,9 13 27,7 25 27,7
Total
Sembuh n 21 29 50
% 48,9 61,7 55,6
n 43 47 90
% 100 100 100
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa
dengan berbagai jenis penyakit yang dialami. Bakteri
Semakin banyak pasien yang menempati tempat
akan lebih mudah berkembang biak pada lingkungan
tidur dengan perawatan yang telah memenuhi, maka
yang mendukung. Lingkungan yang berpotensi
semakin
Status
menjadi tempat perkembangbiakan bakteri dan
sembuh. Hasil uji korelasi diperoleh nilai signifikansi
kuman adalah linen. Linen yang dipakai pasien terdiri
lebih besar dari α= 0,05 yakni sebesar 0,331 maka
dari sprei, sarung bantal dan selimut. Akan tetapi
tidak ada hubungan antara Perawatan Tempat Tidur
perawatan tempat tidur memiliki resiko yang kecil
rawat inap dengan Discharge Status pasien di RSUD
untuk menimbulkan terjadinya infeksi yang dapat
dr. M. Soewandhie. Tempat tidur yang belum
memperparah sakit yang diderita oleh pasien.
besar
presentase
Discharge
memenuhi maupun yang sudah memenuhi indikator
Penyediaan linen yang memenuhi standar
keduanya memiliki Discharge Status pasien yang
adalah 3 par stock untuk setiap tempat tidur
relatif sama. Pasien dengan Discharge Status
(Warasti, 1999). Hal tersebut mencegah terjadinya
meninggal keluar dari rawat inap terdapat pada
kekurangan linen di rawat inap. Pasien sakit memiliki
kedua kategori perawatan tempat tidur. Begitu pula
kebutuhan yang berbeda dan kondisi yang berbeda
dengan
belum
terkait penyakitnya. Penyediaan linen dilakukan
sembuh, mulai sembuh dan sembuh. Kedua kategori
dengan perencanaan yang berdasarkan analisis di
memiliki jumlah pasien yang tidak berbeda jauh pada
lapangan. Selama ini jadwal penggantian linen
setiap Discharge Status. Kondisi tempat tidur pasien
dirawat inap RSUD dr. M. Soewandhie masih banyak
merupakan lingkungan yang sangat dekat dengan
mendapat penilaian kurang baik dari responden.
pasien. Setiap hari pasien terbaring di tempat tidur
SIMPULAN
Discharge
Status
pasien
yang
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
196
Penyebab
jenis
memudahkan untuk dikenali petugas keamanan.
penyakit, lama sakit dan lama perawatan pasien di
Harapannya akses keluar masuk keluarga tidak
Instalasi Rawat Inap RSUD dr. M. Soewandhie.
terhambat dan peraturan rumah sakit tetap bisa
Variabel lain yang diteliti tidak menunjukkan adanya
dipatuhi. Saran
hubungan
perlu
rawat inap di RSUD dr. M. Soewandhie adalah
mendukung
terkait pengaturan jam kunjungan yang sesuai
beberapa
yang
tingginya
BTO
signifikan,
rekomendasi
adalah
akan
tetapi
untuk
yang berkaitan dengan kebijakan
terselenggaranya mutu pelayanan yang lebih baik.
kebutuhan di lapangan.
Beberapa saran yang direkomendasikan terkait SOP
DAFTAR PUSTAKA
alur masuk dengan menyediakan petunjuk alur
Ahmad.
masuk rawat inap berupa papan yang ditempel di dinding sebagai informasi bagi pasien dan keluarga, membuat dan menjalankan SOP yang mengatur tentang lama tunggu pasien untuk mendapatkan tempat tidur serta manajemen penahanan pasien apabila tempat tidur penuh. Perawatan
tempat
tidur
dapat
dilakuka
dengan optimalisasi fungsi koordinasi antar tenaga perawat dengan petugas instalasi CSSD dalam penyediaan stok linen agar tidak kehabisan linen bersih, melaksanakan standarisasi stok linen yang harus disediakan yakni 3 pak untuk setiap tempat tidur dan mengupayakan semua kasur di rawat inap dibungkus dengan perlak. Meningkatkan mutu pelayanan rawat inap terkait Aspek fisik, yaitu dengan membuat kebijakan tentang jadwal membersihkan dinding rawat inap, penggunaan linen yang masih layak dan bersih secara fisik serta penyediaan fasilitas pengatur sirkulasi udara yang memadai. Fasilitas yang telah disediakan oleh rumah sakit dilakukan pemeriksaan dan
pembersihan seara berkala.
terkait identitas
Rekomendasi
Kebijakan, yaitu dengan membuat kartu untuk
pendamping
pasien
sehingga
2002. [Accessed 3 November 2013]. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456 789/30922/5/Chapter%20I.pdf Besterfiled, Dale H, 2011. Total Quality Management. India: India Binding House. Crockett, A.J., Cranston, J.M., Moss, J.R., Alpers, J.H, 2000. An Association between Length of Stay and Co- Mobidity in Chronic Airflow Limitation. International Journal for Quality in Health Care, 2000, Volume 12, Number I, pp: 41- 46. JB, Cunningham., WG, Kernohan., T, Rush, 2006. Bed Occupancy, Turnover Interval and MRSA rates in Nothern Ireland. Br Journal Nurse 12;15 (6):324-8. Depkes. R.I., 2005. Indikator Mutu pelayanan. Jakarta; Ditjen Yankes. Depkes. R.I., 2009. SKN. Jakarta; Ditjen Yankes. Grönroos, C., 1984. A Service Quality Model and Its Marketing Implication. European Journal of Marketing 18 (4), 36-44. HSE., 2011. Electric Profiling Bed in Health Car. The Health and Safety Executive (rev1) 04/11. Mainz, Jan, 2003. Defining and Classifying Clinical for Quality Improvement. International Journal for Quality in Helath Care volume 15 numer 6 pp.523-530. Nursalam, 2011. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Peraturan Walikota Surabaya Nomor 50 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soewandhi Kota Surabaya. Pranaka, Kris, 2006. Penerapan Geriatrik Kedokteran menuju Usia Lanjut yang Sehat. Universa Medika, Vol. 25 No.4. Sabarguna, Boy S., 2007. Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Sagung Seto. Supriyanto, Wulandari, 2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Health Adocracy Syafharini, A., 2012. Analisis Pelaksanaan Manajemen Mutu Pelayanan Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Disitasi dari http://repository.usu.ac.id/handle/1234567 89/32843 [28 Januari 2014]. Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014
197
Warasti,
A., 1999. Analisis Manajemen Linen Berdasarkan Jenis Kegiatan di RSUD Banyumas. Skripsi. WHO Technical Report Serie,. 1959. Role of Hospitals in Ambulatory and Domiciliary Medical Care. Second Report of the
Committee on Organization of Medical Care.176. Wisnumurti, D.A., 2012. Performance of Neonatal Unit, Arifin Achmad Hospital, Pekanbaru. Pediatrica Indonesia Volume 52 Number 6.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Volume 2 Nomor 3 Juli-September 2014