IMPLEMENTASI KONTRAK KERJA ANTARA PT HERDA CARTER IND & ASS. DENGAN DINAS PEKERJAAN UMUM DITJEN BINA MARGA KABUPATEN KULON PROGO PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : HERDHIAN INDRAKUSUMA E 0005180
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLEMENTASI KONTRAK KERJA ANTARA PT HERDA CARTER IND & ASS. DENGAN DINAS PEKERJAAN UMUM DITJEN BINA MARGA KABUPATEN KULONPROGO PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Disusun oleh : HERDHIAN INDRAKUSUMA NIM. E 0005180
Disetujui Untuk Dipertahankan Dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta,
Dosen Pembimbing
Endang Mintorowati, S.H.,M.H. NIP. 1949050519800332001
ii
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum ( Skripsi ) IMPLEMENTASI KONTRAK KERJA ANTARA PT HERDA CARTER IND & ASS. DENGAN DINAS PEKERJAAN UMUM DITJEN BINA MARGA KABUPATEN KULONPROGO PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Disusun oleh : HERDHIAN INDRAKUSUMA NIM. E 0005180 Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi ) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada
:
Hari
:
Tanggal
:
TIM PENGUJI
1.
Djuwiyastuti, S.H.
: _______________________
2. Endang Mintorowati S.H.,M.H.
: _______________________
3. Diana Tantri C., S.H.,M.Hum.
: _______________________
Mengetahui Dekan,
Mohammad Jamin, S.H, M.Hum. NIP.19610930 198601 1 001
iii
PERNYATAAN
Nama : HERDHIAN INDRAKUSUMA NIM : E 0005180
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : IMPLEMENTASI KONTRAK KERJA ANTARA PT HERDA CARTER IND & ASS. DENGAN DINAS PEKERJAAN UMUM DITJEN BINA MARGA
KABUPATEN
KULONPROGO
PROPINSI
DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 20 April 2010 Yang membuat pernyataan
HERDHIAN INDRAKUSUMA NIM. E 0005180
iv
ABSTRAK Herdhian Indrakusuma, 2010. “IMPLEMENTASI KONTRAK KERJA ANTARA PT HERDA CARTER IND & ASS. DENGAN DINAS PEKERJAAN UMUM DITJEN BINA MARGA KABUPATEN KULON PROGO PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ”. Penulisan Hukum (Skripsi), Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kontrak kerja antara PT. Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates-Toyan-Karangnongko sudah sesuai dengan kontrak apa belum dan untuk mengetahui permasalahan yang menghambat pelaksanaan kontrak kerja antara PT Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates-Toyan-Karangnongko dan penyelesaiannya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder dan primer yang terdiri dari data sekunder yang berupa Kontrak Kerja Konsultan Dalam Paket Proyek Pengawasan Teknik Pembangunan Jalan dan Jembatan Field Team Wates-ToyanKarangnongko, UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, KUH Perdata, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan peran Masyarakat Jasa Kontruksi, Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Peraturan pemerintah No. 30 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi, dokumen-dokumen, bukubuku literatur yang relevan dengan penelitian ini, kamus Bahasa Indonesia, kamus Bahasa Inggris, dan kamus hukum, serta data primer yang berupa keteranganketerangan yang diperoleh secara langsung dari lapangan. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan non-doktrinal. Analisis data menggunakan analisis data sosiologis kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa implementasi kontrak kerja antara PT. Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo sudah berjalan dengan baik meskipun dalam pelaksanaannya masih terdapat pelanggaran(wanprestasi),namun pelanggaran tersebut tergolong ringan sehingga kedua belah pihak tidak dikenai ganti kerugian,serta faktor yang menghambat implementasi kontrak kerja tersebut adalah keadaan ekstern dari PT. Herda Carter dimana adanya perubahan desain, namun hal tersebut dapat terselesaikan dengan membuat kontrak baru. Saran yang dapat diberikan sebaiknya agar dalam pelaksanaan kontrak dapat berjalan dengan lancar dan baik, hendaknya dalam pemenuhan kontrak kerja dilandasi dengan prinsip kesetaraan dalam hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik dan sinergis. Untuk menjamin kepentingan para pihak baik Konsultan maupun pemberi tugas, dalam pembuatan kontrak kerja hendaknya mencantumkan ketentuan mengenai overmacht / keadaan memaksa. Dengan maksud agar apabila terjadi overmacht, masing – masing pihak dapat memiliki kedudukan yang sejajar dimata hukum. Kata kunci : implementasi, kontrak, hukum perdata.
v
ABSTRACT Herdhian Indrakusuma, 2010, “THE IMPLEMENTATION OF JOB CONTRACT BETWEEN PT HERDA CARTER Ind & Ass. AND OCCUPATIONAL OFFICIAL OF DITJEN BINA MARGA KABUPATEN KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROVINCE”. Law Script Writting (Scription), Law Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. This research aims to know the implementation of job contract between PT Herda Carter Ind & Ass. And occupational official of Ditjen Bina Marga Kabupaten Kulon Progo of Improvement Project Package of Wates-ToyanKarangnongko had been appropriate with contract or not and to know the obstacle of the implementation of job contract between PT Herda Carter and occupational official of Ditjen Bina Marga Kulon Progo of Improvement Project of WatesToyan-Karangnongko as well as the completion. This research belongs tto descriptive empiric law. Kinds of data used in this research is secondary and primary data consists of consultant job contract of Development Technique and Bridge Field Team Monitoring Project Package of Wates-Toyan-Karangnongko, rule number 18 in the year 1999 about Construction Service, Civil Law Code, Government Regulation No. 28 in the year 2000 about Effort and Social Act of Construction Service, Government Regulation No. 29 in the year 2000 about the Implementation of Construction Service, and Govenrment Regulation No. 30 in the year 2000 about the Implementation of Construction Service Coordination, Documents, Literacy books related with this research, Indonesian Dictionary, and Law Dictionary, as well as primary data like direct explanation from field. Collecting data technique used is literacy study and interview. This research also uses non-doktrinal approach. Data analysis used sociologic qualitative analysis. Based on the research done, it is found that the implementation of job contract between PT Herda Carter with occupational official of Ditjen Bina Marga Kulon Progo is good, although in the implementation there is violation, but is categorizes minor so that both of them do not pay loss, as well as factor that impedes that job contract is extern condition from PT Herda Carter where there is design change, but it finished well by making new contract. To reach well contract implementation, it should be based on equivalent principle with synergic, fedback and openness relationship. To guarantee the importance of both consultant and job giver, in making job contract it should graft stipulation about overmacht. In order that if there has overmacht, both consultant and job giver has equivalent settle in law. Keywords : implementation, contract, civil law.
vi
MOTTO Sesungguhnya orang yang benar-benar beriman itu ialah mereka yang apabila disebut “ Allah “ gemetar hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah iman mereka dan kepada Tuhan mereka bertawakal. -QS. Al Anfal : 2 –
Kebahagiaan datang jika kita berhenti mengeluh terhadap kesulitan-kesulitan yang datang menimpa kita dan mengucapkan terima kasih pada kesulitankesulitan yang tidak datang menimpa kita - Penulis –
Kebahagian adalah berakhirnya duka cita, dan mustahil duka lara berakhir kecuali kebahiaan hadir, maka kedua hal itu adalah satu dan tidak terpisahkan - Penulis – Ambillah pelajaran dari manusia melalui perbuatan mereka, bukan melalui perkataan mereka - Penulis Kebesaran manusia yang sebenarnya terletak pada kapasitasnya untuk terus menerus meraih kemajuan - Penulis Janganlah terbuai dengan mimpi-mimpi indah yang melengkapi khayalan, namun bergegaslah bangun tuk wujudkan mimpi-mimpi itu menjadi sebuah kenyataan. - Penulis -
vii
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada :
Allah SWT, pencipta alam semesta, yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, junjungan umat Islam Nabi Muhammad SAW, suri tauladan umat muslim ;
Bapak & ibu, serta Nenek yang telah memberi semangat, doa, kasih, sayang, serta kehangatan dalam perjalanan Penulis;
Kakakku Rikky dan adikku Rika yang selalu memberikan semangat serta
candaan
yang
hangat
bagi
Penulis;
Sahabat-sahabatku Eko Joko, Aditya Burhan, Andry Ertanto, Nining, Hesti, Prima,
Ika,
Galih,
Teman-teman
magang Kejaksaan Boyolali;
Semua pihak yang telah membantu penulis selama studi di fak hukum UNS yang tidak dpt penulis sebutkan satu persatu, terima kasih;
Almamaterku, Maret Surakarta
viii
Universitas
Sebelas
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan judul “ IMPLEMENTASI KONTRAK KERJA ANTARA PT HERDA CARTER IND & ASS. DENGAN DINAS PEKERJAAN UMUM DITJEN BINA MARGA KABUPATEN KULON PROGO PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”. Penulisan hukum ini merupakan syarat untuk memperoleh derajat sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum atau skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan, baik materil maupun moril yang diberikan oleh berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
dengan rendah hati Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Bapak Moh Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Ambar Budi S, S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Pujiono, S.H,M.H selaku Pembimbing Akademik Penulis yang telah memberi bimbingan dan semangat selama penulis menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum UNS. 4. Ibu Endang Mintorowati, S.H.,M.H. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberikan banyak masukan serta saran demi kemajuan penulis dan sempurnanya penulisan. 5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat Penulis amalkan dalam kehidupan masa depan nantinya. ix
6. Segenap Staff Perpustakaan Fakultas Hukum dan Perpustakaan Universitas Sebelas Maret atas bantuannya yang memudahkan Penulis mencari bahanbahan referensi untuk penulisan penelitian ini. 7. Kedua orang tuaku yang aku sayangi (Andry Wisrawan & Sri Yetty Murdyaningsih), kakakku (Rikky Widyartanto), adikku (Rika Kartika Widyartanti), serta nenek di rumah yang selalu menyayangi dan memberikan semangat kepada penulis dalam menjalani hidup. 8. Sahabat-sahabat penulis selama menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum UNS Henry, Prima, Hesti, Nining, Ika, Galih terima kasih atas semua bantuan tanpa pamrih dan sumbangan pemikirannya. 9. Teman – teman magang di Kejaksaan Negeri Boyolali Eko Joko P.(Kompir), Andry Ertanto(Andrek), Aditya Burhan(Copet), Heri Widi, Heri Iskandar, Roni(Tape), Fahmi, Endrika terima kasih atas dukungan semangat dan kebersamaannya selama ini. 10. Ayu, yang selalu memberi semangat, dukungan dan segalanya tanpa henti dan telah banyak membantuku. Semoga doa kita berdua terkabul. Amien. 11. Teman-teman FH angkatan’05 yang selama ini telah bersama-sama membawa nama besar Almamater tercinta dengan segala suka dan duka. 12. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam bantuannya baik dorongan moril dan sebagainya, terima kasih atas bantuannya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan lapang dada seluruh saran dan kritikan yang bersifat membangun akan penulis terima. Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua, terutama untuk penulisan, akademisi, praktisi serta masyarakat umum. Surakarta, 20 April 2010 Penulis
HERDHIAN INDRAKUSUMA
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................
iii
PERNYATAAN...........................................................................................
iv
ABSTRAK ..............................................................................................
v
ABSTRACT..................................................................................................
vi
HALAMAN MOTTO ..............................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
viii
KATA PENGANTAR .............................................................................
ix
DAFTAR ISI ...........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xiii
BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Perumusan Masalah ............................................................
5
C. Tujuan Penelitian ................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ..............................................................
6
E. Metode Penelitian ...............................................................
7
F. Sistematika Penulisan Hukum .............................................
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................
11
A. Kerangka Teori ...................................................................
11
1. Tinjauan Umum Tentang Implementasi.………………...
11
a. Pengertian Implementasi..…………………………….
11
b. Faktor-faktor Implementasi..........................................
13
2. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian............................... .
15
a. Pengertian Perjanjian....................................................
15
b. Asas-asas Perjanjian .................................................
16
c. Syarat sah Perjanjian ................................................
19
xi
d. Macam-macam Perjanjian....………………………...
23
3. Tinjauan Umum Tentang Kontrak....................................
28
a. Pengertian Kontrak......................................................
28
b. Perbedaan Kontrak dan Perjanjian...............................
30
c. Persamaan Kontrak dan Perjanjian...............................
34
4. Tinjauan Umum Tentang Kontrak Konstruksi...................
34
5. Tinjauan Umum Tentang Prestasi, Kontra Prestasi, Wanprestasi, dan Overmacht................. .........................
36
a. Pengertian Prestasi.........................................................
36
b. Pengertian Kontra Prestasi................................... ......
36
c. Pengertian Wanprestasi.................................................
37
d. Pengertian Overmacht...................................................
39
6. Tinjauan Umum Tentang Jasa Konsultan..........................
40
7. Tinjauan Umum Tentang Dinas Pekerjaan Umum.............
41
B. Kerangka Pemikiran.................................................................
44
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...........................
46
A. Deskripsi Lokasi Penelitian........................................................
46
B. Deskripisi Lokasi Departemen Pekerjaan Umum Kulon Progo Propinsi DIY.........................................................
54
C. Hasil Penelitian...........................................................................
55
1. Implementasi Kontrak Kerja Antara Jasa Konsultan Pengawas Jalan PT Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo................................
55
2. Permasalahan yang timbul dalam Kontrak Kerja Antara Jasa Konsultan Pengawas Jalan PT Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo........................................................................ D. Pembahasan...............................................................................
63 64
1. Implementasi Kontrak Kerja Antara Jasa Konsultan Pengawas Jalan PT Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo..............................
xii
64
2. Permasalahan yang timbul dalam Kontrak Kerja Antara Jasa Konsultan Pengawas Jalan PT Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo.........................................................................
81
BAB IV PENUTUP ...............................................................................
87
A. Simpulan .............................................................................
87
B. Saran ...................................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran.............................................................
xiii
44
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang, pada saat ini sedang giat – giatnya melaksanakan pembangunan. Seperti yang telah disebutkan dalam
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 mengamanatkan agar dalam melaksanakan pembangunan digunakan pendekatan regional sebagai salah satu strategi dalam mencapai tujuan pembangunan. RPJPN tersebut terbagi dalam 4 tahap, periode 2010-2014 adalah tahap kedua yang diterjemahkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Pembangunan ini dapat diartikan sebagai pembangunan untuk seluruh masyarakat untuk mencapai keadilan sosial yang menjadi tujuan dan cita – cita kemerdekaan yaitu untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil dalam wadah Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Bangsa Indonesia memang sedang bergerak cepat menuju tahapan baru dalam pembangunan di seluruh bidang. Berkembangnya pasar domestik yang cepat membuat perekonomian Indonesia menjadi sangat menarik bagi investasi baik di sektor produksi, jasa, maupun pembangunan infrastruktur (Ginandjar, 1997: 7 ). Kegiatan pembangunan dalam pelaksanaannya meliputi aspek fisik dan nonfisik. Dalam aspek fisik pembangunanya dapat berwujud rehabilitasi jalan, jembatan,
pelabuhan,
gedung
perumahan
rakyat
maupun
kantor-kantor
pemerintah. Semuanya itu diusahakan pemerintah untuk menunjang tercapainya kesejahteraan rakyat ( Djumialdji, 1991:2 ). Untuk keberhasilan
pelaksanaan pembangunan tersebut, Pemerintah
dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum sangat memerlukan dukungan serta partisipasi aktif dari masyarakat. Salah satu ujud partisipasi tersebut adalah
xiv
dengan ikut sertanya pihak swasta untuk berperan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sesuai dengan perkembangan jaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka timbul spesialisasi dalam bidang – bidang pekerjaan yang dilaksanakan oleh unsur atau peserta pembangunan, yaitu antara lain: Layanan jasa Konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Demi tercapainya nilai pekerjaan yang baik, maka tugas dari unsur – unsur atau peserta pembangunan tersebut harus dilakukan secara terpisah dan tidak dibenarkan dikerjakan secara rangkap, karena akan menimbulkan sistem atau mekanisme kerja yang tidak jelas sehingga akan menyulitkan dalam hal pemberian keputusan. Juga pada dasarnya keahlian tidak dapat berpusat pada satu tangan saja. Hal tersebut juga ditegaskan dalam UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Bab IV Pasal 16 ayat 1 dan 2 yang menyatakan ( UU Jasa Konstruksi, 1999 : 8 ) : 1) Penyedia jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri dari : a. perencana konstruksi b. pelaksana konstruksi c. pengawas konstruksi 2) Layanan jasa yang diberikan oleh penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tiap – tiap penyedia jasa secara terpisah dalam pekerjaan konstruksi. Pembangunan nasional suatu negara harus didahului oleh perencanaan yang matang hal ini merupakan
suatu upaya yang berkaitan dengan jasa
konsultasi atau jasa konsultan. Orientasi pembangunan adalah memperbaiki, meningkatkan, memajukan dan mengembangkan suatu kondisi awal yang kurang baik atau biasa – biasa saja, merancang alternatif pemecahannya, sekaligus mengawasi, memonitor, serta mengevaluasi proses pelaksanaannya menuju suatu kondisi yang lebih baik, lebih maju dan berkembang. Dengan demikian tampak bahwa peranan layanan jasa konsultan dalam proses pembangunan suatu negara
xv
memang sangat strategis dan semakin hari kehadirannya semakin dirasakan oleh setiap pemerintahan didunia. Konsultan dalam proses pembangunan adalah melekat ( inherent ), menyatu, tidak terpisahkan. Jadi kapanpun dan apapun kegiatan pembangunan keterlibatan konsultan adalah sangat penting. Konsultan berfungsi sebagai fasilitator proses pembangunan dan sebaliknya, pembangunan memberikan kesempatan kepada konsultan untuk memperlihatkan keahliannya sesuai dengan bidangnya. Untuk melaksanakan tugas tersebut dan agar terjalin hubungan atau koordinasi yang baik antara pemberi tugas
( Departemen Pekerjaan Umum )
dengan penerima tugas (Konsultan pengawas ) maka dibuat perjanjian yang isinya mengatur kepentingan – kepentingan kedua belah pihak. Berbagai pengalaman selama ini memperlihatkan bahwa perkembangan pesat yang terjadi dalam bidang jasa konstruksi hanya menyangkut masalah peningkatan jumlah dan kompleksitas pembangunan konstruksi. Artinya, hanya menyangkut aspek teknisnya saja, antara lain lemahnya posisi Konsultan dalam menghadapi klien atau pemberi tugas. Sebagai contoh, bukan hal yang luar biasa jika klien atau pemberi tugas, baik swasta maupun pemerintah, melakukan wanprestasi yang merugikan Konsultan maupun kontraktor, tetapi jika itu dilakukan oleh Konsultan maupun Kontraktor, akibatnya akan fatal. Di Propinsi DIY tahun 2007-2008 terdapat proyek Perencanaan dan Pengawasan jalan Propinsi DIY untuk paket Pengawasan Teknik Jalan Wates – Toyan - Karangnongko. Proyek tersebut didasarkan pada kontrak kerja yang dilakukan oleh Pemerintah RI melalui DPU dengan Perusahaan Jasa Konsultan Pengawas Teknik Jalan PT Herda Carter Ind & Ass. yang dituangkan dalam Surat Perjanjanjian kontrak kerja Nomor : No. KU.08.08/CTR/BLN/PW-PLJ/04 yang di keluarkan oleh Pimpinan Proyek Perencanaan dan Pengawasan jalan dan jembatan Propinsi DIY Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah RI pada tanggal 17 Mei 2007. xvi
Di dalam KUH Perdata Pasal 1338 dinyatakan bahwa tiap orang bebas mengadakan perjanjian asal tidak bertentangan dengan undang – undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Hal ini sesuai dengan azas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dengan menekankan pada perkataan semua, maka Pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi tentang apa saja dan diperbolehkan pula membuat undang-undang sendiri, asalkan tidak bertentangan dengan undangundang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Lebih tegasnya para pihak yang membuat perjanjian dapat menciptakan suatu ketentuan sendiri untuk kepentingan mereka sesuai dengan apa yang dikehendaki. Sedangkan, mengenai perjanjian pekerjaan secara umum disebut dalam Pasal 1601 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa persetujuan untuk melakukan pekerjaan di kenal ada tiga hal ( Subekti, 1985 : 59 ) : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa – jasa 2. Perjanjian Perburuhan 3. Perjanjian pemborongan pekerjaan Sering kali dalam pelaksanaan pekerjaan dapat timbul perselisihan antara para pihak dalam perjanjian. Diantaranya dapat timbul karena salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi atau melakukan penyimpangan dari apa yang telah diperjanjikan. Selain itu komunikasi yang tidak intensif antara perencana, pelaksana, pemanfaat dan pengelola jalan dapat mengakibatkan penyebab kegagalan bangunan jalan, yang nantinya akan berakibat menghilangkan fungsi jalan yaitu menyediakan fasilitas sebagai mobilitas kendaraan angkutan dan penumpang. Sehingga bila terjadi hambatan pada kelancaran lalu lintas akibat rusaknya sebagian atau seluruh bangunan jalan dapat didefinisikan bahwa telah terjadi kegagalan bangunan jalan yang bersangkutan.
xvii
Oleh karena itu, agar tercipta keteraturan dan ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan tersebut, peran hukum diuji kemampuannya untuk mengayomi kepentingan – kepentingan para pihak. Sebab jika dikembalikan pada proporsinya betapa hukum itu merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial itu sendiri, yaitu sebagai sarana untuk melayani hubungan diantara sesama anggota masyarakat sehingga terdapat kepastian hukum dalam lalu lintas hubungan tersebut (Satjipto Rahardjo, 1980 : 11 ). Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti ingin meneliti implementasi kontrak kerja antara Jasa konsultan Pengawas Jalan PT. Herda Carter Ind & Ass. dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulonprogo dalamn Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan - Karangnongko.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah implementasi kontrak kerja antara jasa konsultan pengawas jalan PT. Herda Carter Ind & Ass. dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko sudah sesuai dengan kontrak ? 2. Permasalahan apakah yang menghambat pelaksanaan kontrak kerja antara jasa konsultan pengawas jalan PT. Herda Carter Ind & Ass. dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko dan bagaimanakah penyelesaiannya ?
xviii
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Tujuan Teoritis Untuk mengetahui teori-teori hukum perjanjian, khususnya perjanjian kontrak kerja konsultan dan penerapannya di lapangan. 2. Tujuan Praktis a. Untuk mengetahui apakah implementasi kontrak kerja antara jasa konsultan pengawas jalan PT. Herda Carter Ind & Ass. dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko sudah sesuai dengan kontrak apa belum b. Untuk
mengetahui
permasalahan
apakah
yang
menghambat
pelaksanaan kontrak kerja antara jasa konsultan pengawas jalan PT. Herda Carter Ind & Ass. dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko dan bagaimanakah penyelesaiannya
D. Manfaat Penelitian
Sejalan dengan tujuan penelitian di atas, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat berupa : 1. Manfaat Teoritis a. Untuk mengembangkan ilmu hukum khususnya dalam bidang Hukum Perdata mengenai kontrak kerja. b. Mampu memberikan pandangan pemikiran berupa konsep atau teori di bidang hukum, khususnya mengenai kontrak kerja antara PT. Herda Carter Ind & Ass. dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko.
xix
2. Manfaat Praktis a. Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti. b. Untuk memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai kontrak kerja antara PT. Herda Carter Ind & Ass. dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko dan sebagai pengetahuan tambahan untuk dapat di baca dan dipelajari lebih lanjut khususnya oleh mahasiswa Fakultas Hukum.
E. Metode Penelitian
Status penelitian agar menghasilkan data-data yang akurat dan tidak meragukan mesti dilakukan secara sistematis, sehingga penentuan metode yang akan dipakai merupakan langkah awal dalam penelitian. Adapun metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang penulis gunakan adalah metode pendekatan non doktrinal. Dalam hal ini hukum adalah manifestasi makna – makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka (Soetandyo, 1992 : 35). 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum empiris ini ditinjau dari sifatnya adalah jenis penelitian deskriptif, karena penelitian ini bermaksud memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto, 1986 : 10 ). 3. Sumber Data Dalam hal ini sumber data, penulis peroleh dari : a. Sumber data sekunder
xx
Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang berupa : 1) Bahan hukum primer meliputi Kontrak Kerja Konsultan Dalam Paket Proyek Pengawasan Teknik Pembangunan Jalan dan Jembatan Field Team Wates-Toyan-Karangnongko, UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, KUH Perdata, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan peran Masyarakat Jasa Kontruksi, Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Peraturan pemerintah No. 30 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. 2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang ada hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer dalam hal ini meliputi dokumen – dokumen, buku – buku literatur yang relevan dengan penelitian ini. 3) Bahan hukum tertier merupakan bahan hukum yang dapat menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dalam hal ini meliputi kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa Inggris dan kamus hukum. b. Sumber data primer Sumber data primer adalah data yang berupa keterangan – keterangan yang diperoleh secara langsung dari lapangan atau dari PT. Herda Carter dan DPU Kulonprogo melalui wawancara dengan pihak – pihak yang dipandang mengetahui obyek yang diteliti, untuk memperoleh data atau dokumen – dokumen yang ada hubungannya dengan penelitian ini. 4. Metode Pengumpulan data
xxi
Dalam penelitian ini penulis ingin menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Studi kepustakaan Studi kepustakaan yaitu suatu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari data sekunder yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. b. Wawancara Wawancara yaitu suatu metode pengumpulan data primer yang dilakukan melalui wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan Bapak Ir. Panut Gianto selaku Site Engineer PT Herda Carter Ind & Ass. 5. Teknik analisis data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data sosiologis kualitatif (HB. Sutopo, 2002 : 57), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkonsepkan hukum sebagai regulaties yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau dalam alam pengalaman karena di sini hukum adalah tingkah laku atau aksi-aksi dan interaksi manusia yang secara aktual dan potensial akan terpola. Selain itu, penelitian kualitatif lebih menelaah fenomena-fenomena sosial dan budaya dalam suasana yang berlangsung secara wajar atau alami, bukan dalam kondisi yang terkendali atau laboratories sifatnya.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dari penulisan hukum yang disusun, maka penulis menyusun suatu sistematika penulisan hukum sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN
xxii
Pada bab I ini diuraikan mengenai pendahuluan dari penelitian ini yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian,
manfaat penelitian,
metode
penelitian. BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini, penulis membagi menjadi dua kategori, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi: pertama: Tinjauan Umum Tentang Implementasi yang meliputi Pengertian Implementasi, faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi, proses Implementasi; kedua : tinjauan umum tentang Perjanjian yang meliputi asas-asas perjanjian, syarat sah perjanjian, macam-macam perjanjian; ketiga : tinjauan umum tentang Kontrak yang meliputi definisi kontrak, perbedaan dan persamaan kontrak dengan perjanjian; keempat : tinjauan umum tentang Kontrak Konstruksi yang meliputi deskripsi tentang kontrak konstruksi; kelima : tinjauan umum tentang prestasi, kontraprestasi, wanprestasi, dan overmacht; keenam : tinjauan umum tentang Jasa Konsultan yang meliputi definisi jasa konsultan; ketujuh : tinjauan umum tentang DPU yang meliputi sejarah DPU. Kerangka pemikiran berisi : kerangka atau landasan yang penulis gunakan dalam penulisan hukum ini.
BAB III
: PEMBAHASAN Dalam Bab III ini penulis akan
menguraikan tentang
bagaimana implementasi kontrak kerja antara jasa konsultan pengawas jalan PT. Herda Carter Ind & Ass. dengan Dinas Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko sudah sesuai dengan kontrak apa belum dan faktor apakah yang menghambat pelaksanaan kontrak kerja tersebut BAB IV
: PENUTUP
xxiii
Dalam bab IV sebagai penutup, penulis akan menyajikan simpulan
berdasarkan
analisis
data
sebagai
jawaban
permasalahan yang telah dirumuskan serta saran-saran yang dapat peneliti berikan atas permasalahan yang peneliti teliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xxiv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Implementasi a. Pengertian Implementasi Van Meter dan Van Horn merumuskan “proses implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu/pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Solihin Abdul Wahab, 2004: 45). Istilah implementasi itu sendiri berasal dari kata dalam bahasa Inggris “Implementation” yang artinya pelaksanaan. Dalam kamus Webster yang kemudian diterjemahkan oleh Solichin Abdul Wahab disebutkan bahwa “mengimplementasikan berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu serta menimbulkan dampak atau akibat tertentu” (Solihin Abdul Wahab, 2004: 50). Pengertian implementasi itu sendiri menurut Soenarko diartikan sebagai “kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan pemerintah tersebut (Sunarko, 2003: 56). Oleh karena itu dapat pula disebut sebagai kegiatan administrasi. Sedang dalam administrasi terdapat kegiatan penting yaitu kepemimpinan”. Sementara itu menurut Van Meter & Van Horn, “implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang digariskan”. Proses pelaksanaan kebijaksanaan (policy implementation) merupakan proses yang dapat panjang dan meluas guna tercapainya tujuan kebijaksanaan itu, karena penerapannya (aplication)
xxv
kebijaksanaan itu adalah terhadap rakyat, dan rakyat ini mempunyai sifat yang berkembang dengan kesadaran nilai-nilai yang berkembang pula. Proses implementasi strategi merupakan salah satu proses yang dapat dikatakan menjadi penentu keberhasilan suatu kebijakan, hal ini disebabkan karena implementasi strategi merupakan aspek yang penting dari keseluruhan tahap kebijakan, seperti yang diungkapkan oleh Udoji yang menyatakan: “bahwa pelaksanaan suatu kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”. Menurut Udoji, pengukuran keberhasilan implementasi strategi ditentukan oleh variabel isi kebijakan dan konteks kebijakan. Isi kebijakan terdiri atas (Solihin Abdul Wahab, 2004: 61) : a. Kepentingan yang dipengaruhi Kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda-beda bahkan lebih sulit diimplementasikan dibanding yang menyangkut sedikit kepentingan. b. Tipe Manfaat Kebijakan yang memberikan manfaat yang aktual dan langsung dapat dirasakan sasaran akan lebih mudah diimplementasikan. c. Derajat perubahan yang diharapkan Kebijakan cenderung lebih mudah diimplementasikan jika dampak yang diharapkan dapat memberikan hasil yang pemanfaatannya jelas dibandingkan dengan yang bertujuan merubah sikap dan perilaku penerima kebijakan. d. Letak Pengambilan Keputusan Kedudukan pembuat kebijakan akan mempengaruhi implementasi kebijakannya. e. Pelaksana Program
xxvi
Keputusan mengenai siapa yang ditugasi untuk mengimplementasikan kebijakan dapat mempengaruhi pelaksanaannya dan juga hasil yang diperoleh. Dalam hal ini tingkat kemampuan, keaktifan, keahlian dan dedikasi yang tinggi akan berpengaruh pada proses pelaksanaan kebijakan. f. Sumber daya yang dilibatkan Siapa dan berapa sumber dana yang digunakan dan dari mana asalnya akan berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan. b. Faktor-faktor Implementasi Adapun Van Meter dan Van Horn menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi strategi adalah (Solihin Abdul Wahab, 2004: 62) : a. Sasaran dan standard kebijakan Suatu kebijakan haruslah memiliki standard atau sasaran yang jelas. Standard dan sasaran ini menjelaskan rincian tujuan kebijakan secara menyeluruh. Melalui penentuan standard dan sasaran, maka akan diketahui keberhasilan yang telah dicapai. b. Sumber daya Kebijakan menuntut ketersediaan sumber daya akan memperlancar implementasi strategi. Sumber daya dapat berupa dana dan insentif lainnya yang akan mendukung implementasi strategi secara efektif. c. Komunikasi antar organisasi pelaksana Implementasi strategi yang efektif akan selalu menuntut sasaran dan standard yang jelas. Kejelasan ini ditunjang dengan pola komunikasi inter organisasi yang jelas sehingga tujuan yang akan dicapai tersebut dapat dipahami. d. Karakteristik badan pelaksana
xxvii
Berkaitan dengan karakteristik badan pelaksana, norma dan pola hubungan yang potensial maupun aktual sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi strategi. e. Kondisi sosial, politik dan ekonomi Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Proses implementasi yang dilakukan setelah ditetapkan dan dilegitimasinya kebijakan dimulai dari interpretasi terhadap kebijakan itu sendiri. Menurut Samodra Wibawa (1994: 25) : “Pada pengertiannya yang steril, pembuat kebijakan, di satu pihak merupakan proses yang memiliki logika bottom-up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan kebutuhan atau pengakomodasian tuntuan lingkungan lalu diikuti dengan pencarian alternative cara pemenuhannya. Sebaliknya, implementasi kebijakan, dipihak lain, pada dirinya sendiri mengandung logika yang top-down”
Formulasi: bottom – up
Implementasi top-down
Policy maker
Policy maker
Pelaku 1
Birokrasi/pelaksana
Pelaku II
Kelompok sasaran
Bagan. 2. Logika Formulasi dan Implementasi Kebijakan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan pemerintah melalui proses yang panjang dan
xxviii
meluas guna tercapainya tujuan kebijaksanaan itu, karena penerapannya (aplication) kebijaksanaan itu adalah terhadap rakyat.
2. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis (Subekti, 2002 : 1). Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber-sumber lainnya. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Memang, perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber-sumber lain ini tercakup dengan nama undang-undang, jadi ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang. Sumber yang-sumber yang tercakup dalam satu nama, yaitu undangundang, diperinci lagi, dibedakan antara undang-undang saja, sedangkan yang terakhir ini diperinci pula, yaitu dibedakan antara perbuatan yang halal dan perbuatan melanggar hukum (Subekti, 2002 : 2).
xxix
Undang-undang meletakkan kewajiban kepada orang tua dan anak untuk saling memberi nafkah. Ini adalah suatu perikatan yang lahir dari undang-undang semata-mata atau dari undang-undang saja. Antara pemilikpemilik pekarangan yang bertentangan, berlaku beberapa hak dan kewajiban yang berdasarkan atas ketentuan-ketentuan undang-undang (Pasal 625 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). b. Asas-asas perjanjian Asas-asas hukum perjanjian, antara lain : 1) Asas konsensualisme Pada dasarnya perjanjian dari perikatan yang timbul karenanya itu sudah
dilahirkan
sejak
detik
tercapainya
kesepakatan.
Asas
konsensualisme ini lazimnya disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat. Pada syarat yang pertama adalah kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. Dalam pasal tersebut tidak disebutkan suatu formalitas tertentu di samping kesepakatan yang telah tercapai itu, yang pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa setiap perjanjian sudah sah apabila tercapai kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. 2) Asas kekuatan mengikat dari perjanjian Para pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjikan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. UndangUndang memang menentukan demikian, akan tetapi dalam suatu perjanjian yang paling penting adalah isinya, keterikatan para pihak pada suatu perjanjian, padahal isinya ditentukan atau dalam hal-hal tertentu dianggap ditentukan oleh para pihak sendiri. Hal ini dilakukan karena xxx
isinya ditentukan sendiri oleh para pihak, maka dapat dikatakan bahwa orang terikat dengan pihak lain dalam perjanjian. Jadi, orang terikat bukan karena memang menghendaki tetapi karena memberikan janjinya.
3) Asas kebebasan berkontrak Suatu asas hukum penting yang berkaitan dengan berlakunya kontrak adalah asas kebebasan berkontrak. Artinya, pihak-pihak bebas untuk membuat kontrak apa saja, baik yang sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi kontrak (Bintang dan Dahlan, 2000 : 176). Namun kebebasan tersebut tidak mutlak karena terdapat pembatasannya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. “Bahwa semua orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-sarat perjanjian, dengan berbentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undangundang mana yang akan dipakai untuk perjanjian”. Apabila dihubungkan dengan antara Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata, maka dapat disimpulkan suatu asas hukum perjanjian yang tidak kalah pentingnya, yaitu asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan Pasal 1320 jo. Pasal 1338 KUH Perdata orang bebas menutup kontrak, mengatur sendiri isi perjanjian yang akan mengikat pembuatnya. Dengan bersama-sama menaruh tanda tangan di bawah pernyataan-pernyataan tertulis, merupakan suatu bukti bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera di atas tulisan tersebut. Asas kebebasan berkontrak ini mempunyai arti bahwa setiap orang boleh melakukan perjanjian apapun juga, baik yang diatur oleh
xxxi
undang-undang maupun yang belum diatur. Asas ini merupakan perwujudan dari kehendak bebas yang sesuai dengan hak asasi manusia. Kehendak bebas tidak mempunyai arti yang sebebas-bebasnya. Melainkan mempunyai batas-batas tertentu antara lain seperti yang termuat dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : 1) Tidak dilarang oleh undang-undang; 2) Tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat; 3) Tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Jadi, semua perjanjian atau seluruh isi perjanjian, asalkan pembuatannya memenuhi syarat, berlaku bagi para pembuatnya, sama seperti perundang-undangan.
Pihak-pihak bebas untuk
membuat
perjanjian apa saja dan menuangkan apa saja di dalam isi sebuah kontrak. Ketentuan hukum yang ada di dalam KUH Perdata hanya bersifat pelengkap saja, yang baru akan berlaku bagi pihak-pihak apabila pihakpihak tidak mengaturnya sendiri di dalam isi kontrak, kecuali ketentuanketentuan yang bersifat memaksa yang memang wajib dipatuhi. Oleh karena itu, disebutkan bahwa hukum perjanjian dalam KUH Perdata bersifat terbuka. Artinya, memberikan kebebasan kepada para pihak untuk memakai atau tidak memakainya. Apabila para pihak tidak mengaturnya sendiri di dalam kontrak, berarti dianggap telah memilih aturan dalam KUH Perdata tersebut. 4) Asas itikad baik Asas itikad baik ini biasa dilakukan pada waktu membuat perjanjian maupun pada waktu membuat perjanjian berarti “kejujuran” orang yang beritikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya pada pihak lawan yang dianggap jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang kemudian hari dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan. Itikad baik pada waktu perjanjian berarti “kepatutan” yaitu suatu penilaian baik
xxxii
terhadap tindak tanduk satu pihak dalam melaksanakan apa yang telah diperjanjikan, sebagaimana bunyi Pasal 1338 (3) KUH Perdata, yaitu : “persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas itikad baik pada waktu pelaksanaan perjanjian dimaksudkan agar pelaksanaan perjanjian tersebut berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan serta asas-asas itikad baik ini bertujuan mencegah kelakuan yang tidak patut atau sewenang-sewenang dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. c. Syarat Sah Perjanjian Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu : 1) Sepakat mereka untuk mengikatkan diri 2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian 3) Mengenai suatu hal tertentu 4) Suatu sebab yang halal Syarat 1 dan 2 yaitu syarat sepakat, mereka yang mengikatkan dirinya dan cakap untuk membuat suatu perjanjian dinamakan syarat subyektif karena mengenai subyeknya, yaitu orang-orang yang mengadakan perjanjian. Sedangkan untuk syarat 3 dan 4, yaitu mengenai suatu sebab yang halal dan mengenai suatu hal tertentu, merupakan suatu perjanjian yang dinamakan syarat obyektif karena mengenai obyek dari perjanjian itu sendiri (Subekti, 1990 : 57) Adapun yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah : 1) Sepakat mengikatkan diri. Sepakat di sini merupakan kedua subyek yang mengadakan perjanjian harus sepakat, setuju dan seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu apa yang dikehendaki pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain (Subekti, 1990)
xxxiii
Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara saru orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataanya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memeberikan kepasatian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa dikemudian hari. 2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian. Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan
menimbulkan
akibat
hukum.
Orang-orang
yang
mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap mempunyai
wewenang
untuk
melakukan
perbuatan
akan dan
hukum,
sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang. Orang yang cakap mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUH Perdata disebut sebagai orang orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu: a)
Orang yang belum dewasa
b) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan "Subyek berupa seorang manusia harus memenuhi syarat umum, untuk dapat melaksanakan suatu perjanjian yaitu harus sudah dewasa, sehat pikirannya dan tidak oleh peraturan hukum dilarang atau diperbatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah" (Prodjodikoro, 1981 : 177) Subyek badan usaha dalam melaksanakan perjanjian dilakukan oleh pengurus badan usaha itu sendiri karena para pengurus badan usaha adalah sekedar tentang itu tidak telah diatur secara lain dalam surat
pendiriannya,
persetujuan-persetujuannya
dan
reglemen-
reglemennya, berkuasa untuk bertindak atas nama perkumpulan,
xxxiv
mengikat perkumpulan kepada orang-orang pihak ketiga
dan
sebaliknya. Dalam Pasal 1330 ayat (1) KUH Perdata: "Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun clan tidak lebih dahulu telah kawin". Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 50 menyebutkan bahwa : "Usia kedewasaan adalah 18 tahun dan belum berumur 18 tahun tetapi pernah melangsungkan pernikahan". Berdasarkan pasal tersebut di atas bahwa orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 18 tahun dan belum menikah. Untuk mereka yang di bawah pengampuan diatur dalam Pasal 433 KUH Perdata yaitu : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya". Hal ini dimaksudkan karena yang bersangkutan tidak mampu menyadari untuk mengadakan perjanjian, maka seorang dewasa yang telah ditaruh di bawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya (Prodjodikoro, 1990 : 256) 3) Suatu Hal Tertentu Yang dimaksud suatu hal tertentu adalah merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian dan merupakan obyek perjanjian. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur Oleh karena itu, yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu. Pengertian tertentu di sini mengandung suatu pengertian paling sedikit ditentukan jenis dari benda itu, sedangkan jumlahnya tidak perlu disebutkan asal xxxv
saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1333 KUH Perdata, yaitu bahwa dalam suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Selanjutnya ayat (2) Pasal 1333 KUH Perdata tersebut menetapkan bahwa diperbolehkan mengadakan perjanjian jumlah barang belum ditentukan, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Syarat bahwa prestasi itu harus tertentu gunanya ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. 4) Suatu sebab yang halal Sebab atau causa yang halal dari suatu perjanjian adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Tentang pengertian sebab yang halal dapat diketahui dalam Pasal 1337 KUH Perdata yaitu sebab yang tidak halal adalah apabila dilarang oleh undang-undang, atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Menurut Pasal 1335 KUH Perdata, perjanjian tanpa sebab yang halal atau telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu tidak mempunyai kekuatan hukum atau batal demi hukum. Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikat diri dalam KUH Perdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan faktor yang dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut. Dilihat dari syarat-syarat sahnya perjanjian ini, maka Asser (dalam Nugroho Hariadi, P, 2008 : 25) membedakan bagian perjanjian, yaitu bagian inti (wezenlijk oordeel) dan bagian yang bukan inti (non wezenlijk oordeel). Bagian inti disebutkan esensialia, bagian non inti terdiri dari naturalia dan aksidentialia. Esensialia : bagian ini merupakan sifat yang harus ada di dalam kontrak, sifat yang menentukan atau menyebabkan kontrak itu tercipta (constructieve oordeel). Seperti, persetujuan antara para pihak dan objek perjanjian.
xxxvi
Naturalia : bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada kontrak, seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual (vrijwaring). Aksidentialia: bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan mengenai domisili para pihak. d. Macam - macam Perjanjian Perjanjian menurut macamnya dibedakan menjadi : 1) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak. Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian timbal balik merupakan perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban pada kedua belah pihak, dimana hak dan kewajiban itu mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya. Misalnya perjanjian sewa menyewa, perjanjian jual beli, perjanjian pemborongan(Abdul Kadir Muhammad, 1992 : 17). Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain hanya ada hak dan kewajiban dari pihak lainnya. Misalnya hibah atau hadiah, pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi obyek perjanjian dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan tersebut. Sedangkan Menurut J. Satrio, perjanjian sepihak adalah perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Contohnya adalah Hibah.Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Contohnya adalah perjanjian jual beli(J. Satrio, 1992 : 68). 2) Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama.
xxxvii
Menurut Abdul Kadir Muhammad, Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri atau diberi nama oleh undangundang yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus sebab jumlahnya terbatas. Perjanjian bernama diatur dalam Buku III Bab V sampai dengan Bab XIII ditambah titel VIlA Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari yang tidak mempunyai nama tertentu dan tidak diatur dalam undang-undang. Lahirnya perjanjian didasarkan pada asas kebebasan berkontrak yang berlaku dalam hukum perjanjian. Sedangkan menurut J. Satrio, perjanjian bernama adalah yang diberikan suatu nama khusus nama-nama tersebut adalah nama-nama yang diberikan oleh undang-undang seperti jual beli, sewa menyewa. Perjanjian pemborongan, perjanjian asuransi dan lain-lainnya, di samping undang-undang juga memberikan pengaturan khusus atas perjanjianperjanjian bernama tersebut (Satrio, 1992 : 89). Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang dalam undangundang tak dikenal dengan suatu nama tertentu. Pengertian diatas dalam kehidupan praktek sehari-hari mempunyai sebutan atau nama tertentu tetapi tidak diatur didalam undang-undang. Setidaknya di Indonesia belum memberikan pengaturan secara khusus, seperti perjanjian sewa beli fidusia. 3) Perjanjian konsensuil, perjanjian ril dan perjanjian formil. Menurut Abdul Kadir Muhammad, Perjanjian konsensuil merupakan perjanjian yang timbul karena adanya kata sepakat para pihak. Perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada umumnya bersifat konsensuil, kecuali beberapa perjanjian tertentu yang bersifat formal dan perjanjian rill merupakan perjanjian yang hanya berlaku apabila barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan, sehingga tidak hanya kesepakatan saja, tetapi harus ada penyerahan barang secara nyata, misalnya perjanjian jual-beli barang bergerak,
xxxviii
perjanjian penitipan, perjanjian pinjam pakai (Pasal 1694, 1740, 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) (Abdul Kadir Muhammad, 1992 : 90) Perjanjian formil merupakan perjanjian yang menurut undangundang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu atau formalis tertentu. Perjanjian yang sah selain adanya kesepakatan para pihak, harus dituangkan dalam bentuk akta otentik atau dalam bentuk tertulis, misalnya perjanjian kawin, perjanjian pemberian kuasa memasang hipotik. Sedangkan menurut J. Satrio, perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya suatu perjanjian. Contohnya: perjanjian menurut BW pada umumnya bersifat konsensuil, kecuali beberapa perjanjian tertentu (yang rill dan formal) (J. Satrio, 1992 : 101). Perjanjian rill adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan. Contohnya : Utang piutang, pinjam pakai, penitipan barang. Perjanjian formal adalah suatu perjanjian tertentu, yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu dengan cara tertulis. Contohnya: Perjanjian kawin, perjanjian pemberian kuasa. 4) Perjanjian atas beban dan perjanjian cuma-cuma Menurut J. Satrio, perjanjian atas beban adalah persetujuan dimana terhadap prestasi yang satu selalu ada kontra prestasi pihak lain, dimana kontra prestasinya bukan semata-mata merupakan pembatasan atas prestasi yang satu atau sekedar menerima kembali prestasinya sendiri. Contoh: dalam pinjam pakai dimana kontra prestasinya adalah sekedar mengembalikan apa yang dipinjam dan yang tak lain adalah prestasinya pihak lain itu sendiri (J. Satrio, 1992 : 79). Suatu perjanjian dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada
xxxix
pihak lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Contohnya adalah : hibah, pinjam pakai cuma-cuma, pinjam mengganti cuma-cuma, penitipan barang Cuma-cuma. Sedangkan menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian cumacuma terdapat dalam Pasal 1314 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi : "Suatu perjanjian dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban" yaitu suatu perjanjian di mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain misalnya perjanjian hibah (Abdul Kadir Muhammad, 1992 : 68). Perjanjian dengan atas hak yang membebani adalah perjanjian dari pihak yang satu selalu ada yang mana antara kedua prestasi. Kontra prestasi itu dapat berupa kewajiban dipihak yang lain, tetapi dapat juga berupa imbalan. Misalnya, seseorang memberikan sejumlah uang kepada pihak lain tersebut memberikan sesuatu. Perjanjian ini diatur dalam Pasal 1314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam hal ini Abdul Kadir Muhammad masih ada menambahkan tentang perjanjian menurut macamnya (Abdul Kadir Muhammad, 1992 : 35), yaitu: Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir, perjanjian kebendaan merupakan perjanjian untuk memindahkan hak milik untuk dialihkan
kepada
pihak
lain.
Perjanjian
kebendaan
merupakan
pelaksanaan dari perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak perjanjian itu lahir, timbul hak dan kewajiban antara para pihak, dimana pihak yang satu berhak mendapatkan benda sedangkan pihak yang lain berhak mendapatkan pembayaran (Subekti, 1987 : 14). 5) Perjanjian campuran Perjanjian campuran adalah perjanjian yang diatur secara khusus di dalam undang-undang tetapi dalam praktek mempunyai nama sendiri yang unsur-unsurnya mirip atau sama dengan unsur-unsur perjanjian
xl
bernama, tetapi terjalin menjadi satu sedemikian rupa, sehingga perjanjian yang demikian itu tak dapat dipisah-pisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri-sendiri. Contohnya: perjanjian inde kost antara anak kost dengan pemiliknya di dalam perjanjian tersebut terdapat unsur-unsur yang mirip atau sama dengan perjanjian sewa menyewa (menyediakan kamar untuk tinggal). Perjanjian jual titip barang antara perusahaan ritel dengan suplier di dalam perjanjian tersebut terdapat kesamaan unsur dengan perjanjian jual beli dan penitipan barang. 6) Perjanjian Jual Beli Untuk mengetahui pengertian perjanjian jual beli dapat dilihat pada Pasal 1457 KUH Perdata yang menentukan “jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan suatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikatkan diri berjanji untuk membayar harga”. Wirdjono Prodjodikoro mengatakan jual beli adalah suatu persetujuan dimana suatu pihak mengikatkan diri untuk berwajib menyerahkan suatu barang, dan pihak lain berwajib membayar harga, yang dimufakati mereka berdua (Projodikoro, 1991 : 107) 7) Perjanjian Titip Barang Sedangkan penitipan barang diatur dalam Pasal 1694 KUH Perdata. Penitipan adalah terjadi, apabila seseorang menerima sesuatu barang dari seseorang lain, dengan syarat bahwa dia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya. Pasal 1706 KUH Perdata mewajibkan si penerima titipan, mengenai
perawatan
barang
yang
dipercayakan
kepadanya,
memeliharanya dengan minat yang sama seperti ia memelihara barang miliknya sendiri. Ketentuan tersebut menurut Pasal 1707 KUH Perdata harus dilakukan lebih keras dalam beberapa hal, yaitu:
xli
a. jika si penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk menyimpan barangnya; b. jika ia telah meminta diperjanjikannya suatu upah untuk menyimpan itu; c. jika penitipan telah terjadi sedikit banyak untuk kepentingan si penerima titipan; d. jika telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan menanggung segala macam kelalaian. Tidak sekali-kali si penerima titipan bertanggung jawab tentang peristiwa-peristiwa yang tak dapat disingkiri, kecuali apabila lalai dalam pengembalian barang yang telah dititipkan. Bahkan dalam hal yang terakhir ini ia tidak bertanggung jawab jika barangnya juga akan musnah seandainya telah berada ditangan orang yang menitipkan (Pasal 1708 KUH Perdata). Hanya saja dalam perjanjian perjanjian campuran jual titip ini perusahaan ritel hanya sebagai perantara yang memiliki kewajiban untuk menjual barang yang dihasilkan oleh suplier, kemudian atas jasa penitipan barang yang dilakukan oleh perusahaan ritel berhak untuk mendapatkan komisi (Subekti, 1987 : 18). 3. Tinjauan Umum Tentang Kontrak a. Pengertian Kontrak Banyak sekali definisi atau pengertian tentang kontrak yang telah diberikan oleh para pakar, bergantung kepada bagian – bagian mana dari kontrak tersebut yang dianggap sangat penting dan bagian tersebutlah yang ditonjolkan dalam definisi tersebut. Definisi kontrak yang diberikan oleh salah satu kamus bahwa kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan ( promissory agreement ) diantara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi atau menghilangkan hubungan hukum ( Black, Henry Campbell, 1968 : 394 ).
xlii
Menurut Peter Mahmud Marzuki, kontrak lebih sempit pengertiannya dari pada perjanjian. Kontrak merujuk kepada suatu pemikiran akan adanya keuntungan komersial yang diperoleh kedua belah fihak. Sedangkan perjanjian dapat saja berarti social agreement yang belum tentu menguntungkan kedua belah fihak secara komersial (Peter Mahmud, 2002 : 1).
Kontrak menurut Hobbes adalah metode dimana hak – hak fundamental dari manusia dapat dialihkan. Sebagaimana halnya dengan hukum alam yang menekankan tentang perlu adanya kebebasan bagi manusia, maka hal itu berlaku juga berkaitan dengan kontrak – kontrak ( Aronstam, 1979 : 1 ). Selanjutnya ada juga yang memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian atau serangkaian perjanjian dimana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut, atau terhadap pelaksanaan kontrak tersebut oleh hukum dianggap sebagai suatu tugas ( Gifis, Steven H., 1984 : 94 ). Dewasa ini dengan memakai istilah hukum kontrak ada konotasi bahwa hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian – perjanjian tertulis semata – mata. Hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian – perjanjian dalam dunia bisnis semata – mata. Hukum kontrak semata – mata dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian – perjanjian yang prestasinya dilakukan oleh kedua belah pihak, jadi akan janggal jika digunakan istilah kontrak untuk “Kontrak Hibah”, “Kontrak Warisan” dan sebagainya. Pada dasarnya, fungsi kontrak adalah untuk mengamankan transaksi. Tanpa kontrak tidak mungkin hubungan bisnis dapat dilakukan. Kontrak dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Bahkan dalam Convention on
xliii
International Sale of Goods tahun 1980 kontrak secara lisan diakui. Akan tetapi mengingat bahwa fungsi kontrak adalah untuk mengamankan transaksi bisnis, jika kontrak secara lisan oleh para fihak dapat dipandang aman karena integritas masing – masing pihak memang dapat dijamin, mereka tidak perlu membuat kontrak tertulis (Peter Mahmud Marzuki, 2002 : 21 ). Jadi kontrak menurut peneliti adalah perjanjian tertulis yang dibuat para pihak yang berfungsi untuk mengamankan bisnis. b. Perbedaan Kontrak dan Perjanjian Perikatan merupakan istilah yang paling luas cakupannya. Istilah tersebut merupakan kesepadanan dari istilah dalam Bahasa Belanda Verbintenis. Istilah Perikatan ini mencakup semua ketentuan dalam buku ketiga dari KUH Perdata. Karena itu, istilah hukum perikatan terdiri dari dua golongan besar yaitu Hukum perikatan yang berasal dari undang – undang dan hukum perikatan yang berasal dari perjanjian. Istilah “perjanjian” merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst dalam Bahasa Belanda, atau Agreement dalam Bahasa Inggris. Karena itu istilah perjanjian mempunyai cakupan yang lebih sempit dari istilah perikatan. Jika istilah perikatan dimaksudkan untuk mencakup semua bentuk perikatan dalam buku ketiga KUH Perdata, jadi ikatan hukum yang berasal dari perjanjian dan ikatan hukum yang terbit dari undang – undang, maka dengan istilah hukum perjanjian hanya dimaksudkan sebagai pengaturan tentang ikatan hukum yang terbit dari perjanjian saja. Istilah kontrak dalam istilah hukum kontrak merupakan kesepadanan dari istilah Contract dalam Bahasa Inggris. Istilah kontrak dalam Bahasa Indonesia sebenarnya sudah lama ada dan bukan istilah asing. Misalnya dalam hukum kita sudah lama dikenal istilah “Kebebasan Berkontrak” bukan bukan berperjanjian ataupun berperikatan.
xliv
Lain halnya dengan pendapat Budiono Kusumo Hamidjojo, kontrak itulah yang didalam bahasa Indonesia sering disebut juga “Perjanjian”. Meskipun demikian apa yang dalam Bahasa Indonesia disebut perjanjian, dalam Bahasa Inggris tidak selalu sepadan dengan contract. Kepustakaan hukum dalam Bahasa Inggris menunjukkan bahwa istilah contract digunakan dalam kerangka hukum nasional atau internasional yang bersifat perdata. Dalam kerangka hukum internasional publik, yang kita sebut dengan perjanjian, dalam bahasa Inggris sering kali disebut treaty atau kadang – kadang juga covenant ( Kusumo Hamidjojo, 2001 : 7 ). Pengaturan tentang perjanjian dapat ditemui dalam buku III bab II Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, yang menyatakan ( KUHPerdata , 1985 : 338 ) : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Rumusan tersebut jika diperhatikan adalah kurang sempurna dalam arti tidak lengkap dan sangat luas. Tidak lengkap karena perjanjian tersebut hanya menyebut sepihak saja. Sangat luas karena dipergunakan perkataan ‘ suatu perbuatan’ ( handeling ) , perbuatan hukum ( rechts handeling ). Dengan demikian konsekuensinya adalah setiap perbuatan apapun baik perbuatan hukum ( rechtmatigedaad ) maupun perbuatan melawan hukum ( onrechtmatigedaad ) atau bahkan perbuatan yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan hukum dapat dikatakan sebagai perjanjian. Selain itu mencakup juga perwakilan sukarela sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Sehubungan dengan hal ini R. Setiawan mengemukakan bahwa perlu adanya perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu ( R. Setiawan, 1994 : 25 ) : 1. Kata perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
xlv
2. Menambahkan perkataan “......atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Dengan demikian menurut R. Setiawan perumusannya menjadi sebagai berikut: “Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling menjadi mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” ( R. Setiawan, 1994 : 30 ). Selanjutnya, menurut Abdulkadir Muhammad, Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Perdata
tersebut sebagai berikut ( Abdulkadir
Muhammad, 1992 : 78 ) : a. Hanya menyangkut satu pihak saja Pada pernyataan satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. Kata mengikatkan sifatnya hanya datang dari satu pihak saja. Sebaiknya perumusan di atas menggunakan kata saling mengikatkan, sehingga terlihat adanya suatu hubungan timbal balik yang didasarkan adanya konsensus antara kedua belah pihak. b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus Kata perbuatan mencakup banyak hal, termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa dan tindaka melawan hukum, dimana tindakan tersebut tidak mengandung suatu konsensus. Sebaiknya digunakan kata persetujuan saja. c. Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut diatas terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan kekayan saja. Perjanjian yang dikehendaki buku ketiga Kitab Undang – Undang Hukum Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.
xlvi
d. Tanpa menyebut tujuan Dalam pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian sehingga pihak – pihak mengikatkan dirinya itu tidak jelas untuk apa. Sehingga menurut Abdulkadir Muhammad perumusannya menjadi sebagai berikut ( Abdulkadir Muhammad, 1992 : 79 ) : “Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan dirinya untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.
Pengertian perjanjian menurut Subekti adalah (Subekti, 1990 : 1) : “Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal “. Sedangkan pengertian perjanjian menurut Sudikno Mertokusumo adalah ( Sudikno, 1996 : 96 ) : “Hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menentukan peraturan atau keadaan atau hak – hak dan kewajibannya yang mengikat mereka untuk menimbulkan hak dan kewajiban dan kalau kesepakatan itu dilanggar maka bagi sipelanggar akan dikenakan akibat atau sanksi.” Definisi perjanjian yang dikemukakan tersebut di atas merupakan pendapat umum para sarjana (communis oprorio doctorum) dan masih dianggap memiliki kelemahan. Pada umumnya para sarjana berpendapat mengenai definisi perjanjian dengan bertitik tolak pada suatu pemahaman bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang bersisi dua (eentwelzijdige rechtshandeling) untuk menimbulkan persesuaian kehendak dan melahirkan akibat hukum. Dari sisi satu perbuatan hukum yang dimaksud adalah penawaran (aanbod, offer) dan penerimaan (aan vaarding, acceptance). Definisi perjanjian dengan bertitik tolak dari pemahaman bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan definisi yang
xlvii
konvensional. Perjanjian bukan merupakan satu perbuatan hukum, melainkan dua perbuatan hukum yang masing – masing bersisi satu (tweelenzijdige rechtshandelingen). Oleh karena itu dikatakan bahwa perjanjian itu bukan satu perbuatan hukum, melainkan dua perbuatan hukum yang berhubungan satu sama lain. Sehubungan dengan hal tersebut, Mertokusumo berpendapat bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum (Mertokusumo, 1988 : 97).
c. Persamaan Kontrak dan Perjanjian Persamaan, dalam kedua definisi tersebut adalah sama – sama mengakibatkan hukum yang diterapkan kepada subjek hukum yang dengan maksud para pihak yang menjadi salah satu subjek hukum melalui persetujuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak atau lebih dan kedua definisi tersebut sama – sama menjelaskan bahwa perjanjian dilakukan dalam bentuk tertulis agar terbukti keabsahanya dan diatur oleh hukum, tanpa memandang berapapun badan instrumen yang berkaitan dan juga tanpa memandang namanya.
4. Tinjauan Umum Tentang Kontrak Konstruksi Pasal – pasal dalam KUH Perdata berkenaan dengan kontrak konstruksi ini adalah Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1617, terdapat dalam Bab VII A, bab A, bab mana mengatur tentang perjanjian melakukan pekerjaan yang membagi perjanjian melakukan pekerjaan kedalam 3 kategori : a. Perjanjian perburuhan b. Perjanjian menyelenggarakan jasa tertentu c. Perjanjian pemborongan pekerjaan. xlviii
Di antara ketiga jenis perjanjian tersebut sangat mirip – mirip, tetapi sebenarnya dapat dibedakan sebagai berikut ( Munir Fuady, 1998 : 14 ): a. Beda antara Perjanjian Pemborongan dan Perjanjian Perburuhan Dalam hal ini perbedaannya adalah mengenai interrelasi di antara para pihak. Dalam perjanjian perburuhan, terdapat hubungan vertikal antara buruh dan majikan, yaitu buruh sebagai pihak yang kedudukannya lebih rendah dari kedudukan majikannya. Dengan demikian terdapat hubungan atasan-bawahan. Sebaliknya dalam kontrak konstruksi, terdapat hubungan horisontal antara pihak kontraktor dengan pihak bouweer, yang kedudukan kedua – duanya sama tinggi. Jadi tidak ada hubungan atasan – bawahan. b. Beda antara Perjanjian Menyelenggarakan Jasa dan Perjanjian Konstruksi Perbedaan antara perjanjian menyelenggarakan jasa dengan perjanjian konstruksi terletak pada dua hal berikut: 1) Prestasi Dalam kontrak penyelenggaraan jasa prestasi dari penyelenggaraan jasa adalah memberikan jasa tertentu tetapi dengan tidak membangun atau melakukan sesuatu secara fisik. Misalnya jasa pemberian konsultansi dan lain – lain. Sementara itu, dalam kontrak konstruksi, prestasi yang diberikan oleh pihak kontraktor adalah melakukan atau membangun sesuatu secara fisik. Misalnya membangun sebuah gedung. 2) Fee yang dibayar oleh Pemberi Kerja Dalam suatu kontrak penyelenggaraan jasa tertentu, maka fee yang diberikan kepada penyelenggara jasa tersebut dalam suatu tarif tertentu, sementara dalam suatu kontrak konstruksi, fee yang diberikan kepada pemborong tidak
xlix
dengan tarif tertentu, melainkan sejumlah uang tertentu atau sejumlah hasil tertentu yang bersifat negosiatif. Dalam kontrak perdagangan jasa, hal ini tidak sebagaimana barang yang terdapat waktu antara memproduksi dan konsumsi, pada jasa antara waktu memproduksi dan mengkonsumsi boleh dikatakan berimpit yaitu begitu jasa diproduksi langsung dikonsumsi oleh pembeli. Dalam hal semacam ini, ketentuan mengenai penyerahan nyata yang terdapat mengenai benda berwujud tidak berlaku untuk jasa. Kerangka hukum mengenai perdagangan jasa ini tertuang dalam salah satu perjanjian WTO, yaitu dalam General Agreement on Trade in Services ( GATS ). Alasan dimasukkan GATS kedalam putaran Uruguay karena pada saat ini terdapat peningkatan didalam perdagangan jasa secara internasional. Perdagangan jasa secara tradisional dilakukan melalui kontrak – kontrak teknik dan jasa konstruksi. Kemudian terjadi perkembangan yaitu adanya perpaduan antara kontrak teknik dan jasa konstruksi dalam bentuk turn key contract (Sutan Remy Sjahdeini, 1993 : 19 ). Model – model kontrak konstruksi baru, yang diterbitkan oleh FIDIC antara lain Conditions of Contract for Works of Civil Engineering Construction, Conditions of Contract for Electrical and Mechanical Work serta Conditions of Contract for Design – Buil and Turnkey. Salah satu sebab mengapa banyaknya variasi dari model – model kontrak konstruksi karena pesatnya perkembangan jenis pembiayaan gaya baru yang disebut dengan Pembiayaan Proyek untuk proyek – proyek raksasa, yang akhirnya membawa konsekuensi langsung terhadap perkembangan sektor hukum dibidang yang bersangkutan, termasuk berkembangnya model – model kontrak konstruksi (Peter Mahmud, 2002 : 89). 5. Tinjauan Umum Prestasi, Kontra Prestasi, Wanprestasi dan Overmacht a. Prestasi
l
Suatu hal tertentu yang harus dilaksanakan oleh para pihak setelah melakukan perjanjian. Prestasi terbagi dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa berbuat sesuatu, hal ini harus dilakukan yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang harus dilakukan sesuai dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan prestasi bila tepat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. b. Kontraprestasi Kontra prestasi adalah merupakan kewajiban bila pelaksana membuat suatu janji (promise) untuk pemenuhuan prestasi (kontra prestasi) itu. Pihak yang mempunyai kewajiban biasanya disebut sebagai debitur, sedangkan pihak yang berhak atas kewajiban itu disebut sebagai kreditur. Kontra prestasi adalah merupakan syarat bila pihak yang melakukan prestasi tidak berjanji untuk melaksanakannya, melainkan hanyalah merupakan syarat (tangguh) atau condition precedent yaitu merupakan suatu prestasi yang harus dilakukan terlebih dahulu agar menimbulkan kewajiban untuk memenuhi kontra prestasi dari pihak lawannya. Prestasi atau kontra prestasi yang merupakan syarat ini (bukan kewajiban) tidaklah dapat dipaksakan pelaksanaannya secara hukum bila tidak dilakukan. Jadi pihak yang melakukan prestasi (kontra prestasi) yang merupakan syarat, bukanlah pihak yang berkewajiban dan karena itu ia bukan sebagai debitur, sehingga ia tidak dapat digugat telah melakukan wanprestasi (breach of contract) juga tidak dapat dituntut untuk membayar penggantian kerugian. Dalam hal suatu prestasi atau kontra prestasi adalah merupakan suatu kewajiban dan juga merupakan syarat (disebut sebagai promissory condition) maka pihak yang harus melakukan prestasi (kontra prestasi) ini adalah merupakan debitur dan kewajibannya ini haruslah dilaksanakan li
terlebih dahulu dari pelaksanaan kontra prestasi pihak lawannya (Subekti, 1987 : 64). c. Wanprestasi Yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa. Sedangkan menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu: (a) Melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;(b)Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya; (c)Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;(d)Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan ( Subekti, 1987 : 49). Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tersebut disebut dengan somasi. Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu. Menurut Pasal 1238 KUH Perdata yang menyakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai lii
dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentuk-bentuk somasi menurut Pasal 1238 KUH Perdata adalah: Surat perintah: Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambatlambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut “exploit juru Sita” Akta sejenis: Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta notaris. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri. Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis. Ada 4 akibat yang dapat terjadi jika salah satu pihak melakukan wanprestasi (Subekti, 1987 : 60) yaitu: 1) Membayar kerugian yang diderita oleh pihak lain berupa ganti-rugi 2) Dilakukan pembatalan perjanjian 3) Peralihan resiko 4) membayar biaya perkara jika sampai berperkara dimuka hakim d. Overmacht Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam (Subekti, 1987 : 81)yaitu : 1) keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh
liii
karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) : a. debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata); b. kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata. 2) keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur. 6. Tinjauan Umum Tentang Jasa Konsultan Definisi jasa adalah salah satu bentuk produk yang ditawarkan kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Russel dan Bernard mendefinisikan jasa sebagai berikut ( Russel, 1993 : 13 ) : “Suatu jasa adalah berbagai tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada yang lain yang pada dasarnya tidak dapat dilihat dan menghasilkan hak milik terhadap sesuatu, produksinya dapat berkembang dengan sebuah produksi fisik atai tidak “ Sedangkan Tjiptono mendefinisikan jasa sebagai berikut ( Tjiptono, 1996 : 12 ) : “Suatu produk yang merupakan bentuk dari aktivitas atau manfaat yang disediakan untuk pelanggan dengan memiliki ciri intangibility atau jasa tidak nyata, inseparability atau jasa yang di produksi secara khusus, variability atau jasa yang berbeda – beda dan perishability atau jasa tidak dapat disimpan”
liv
Karena karakteristik tersebut, maka kualitas pelayanan merupakan hal yang penting bagi industri jasa. Dimensi – dimensi penting dalam kualitas pada perusahaan jasa adalah kinerja, tepat waktu dan kecepatan pelayanan dan kejujuran serta kesopanan. Dalam hal ini klarifkasi terminologi pengertian konsultan yaitu bahwa kata konsultan dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris, consultant ( kata benda ), yang dibentuk dari kata kerja to consult. Secara sederhana pula, kata consultant diartikan sebagai orang yang memberikan nasihat (Rissard, 1997 : 3). Menurut Rissard Pehiadang yang dimaksud Konsultan adalah ( Pehiadang, 1997 : 8 ) : “perusahaan yang karena profesinya, siap memenuhi kebutuhan dan berupaya mengerjakan prospek layanan jasa konsultansi yang diterimanya dari pihak yang membutuhkan, berdasarkan lingkup tugas yang disepakati bersama” Pengertian Jasa Konsultan menurut Rissard Pehiadang adalah (Pehiadang, 1997: 11) : “seluruh aktivitas mulai dari tahap penjajakan hingga penyerahan tugas klien kepada konsultan dan terutama didalam proses pengerjaan tugas tersebut, sampai tugas tersebut dinyatakan berakhir. Layanan jasa konsultansi dapat berlangsung jika terdapat pihak yang memerlukan dan pihak yang karena keahliannya, mampu memenuhi kebutuhan tersebut” Jasa Konsultan menurut Hamid Shahab adalah (Hamid Shahab, 1996 : 126 ) : “Jasa yang harus diberikan konsultan (nama perusahaan) yang nama – nama sahnya dinyatakan dalam surat perjanjian beserta nama – nama semua perusahaan yang ikut serta perusahaan – perusahaan yang bekerjasama dan hubungannya dengan kontrak termasuk pewaris atau kekuasaanya yang sah untuk melaksanakan pengawasan teknik dilapangan serta memberikan bantuan teknis untuk mengatasi kesulitan – kesulitan dalam pelaksanaan fisik dilapangan”
lv
Jasa konsultansi tidak sekedar sistem produksi jasa serta jasa konsultansi juga tidak identik dengan tugas atau proyek jasa konsultansi. Jasa konsultan adalah sebagai salah satu wahana yang menjembatani kebutuhan dan upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Aktivitas layanan Jasa Konsultansi berupa arahan tentang bagaimana kebutuhan manusia itu diadakan dan pengalihan pengetahuan dan ketrampilan serta teknologi.
7. Tinjauan Umum Tentang Dinas Pekerjaan Umum Departemen Pekerjaan Umum, biasa disebut Departemen PU, sempat bernama "Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah" (19992000) dan "Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah" (2000-2004), adalah departemen dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan pekerjaan umum. Departemen PU dipimpin oleh seorang Menteri Pekerjaan Umum. Setelah Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan pada tanggal 17-81945, maka semenjak itu Pemuda-pemuda Indonesia mulai berangsur-angsur merebut kekuasaan Pemerintahan dari tangan Jepang baik di pusat pemerintahan (Jakarta/Bandung) maupun Pemerintahan Daerah-daerah. Sesudah Pemerintahan Indonesia membentuk Kabinet yang pertama, maka pada Menteri mulai menyusun organisasi serta sifatnya. Pekerjaan Umum pada waktu itu (1945) berpusat di Bandung, dengan mengambil tempat bekas gedung V.&W. (dikenal dengan nama "Gedung Sate"). Ketika Belanda ingin mengembalikan kekuasaaan pemerintahan di Hindia Belanda sebelum perang, datang mengikuti Tentara Sekutu masuk ke Indonesia. Akibat dari keinginan Pemerintahan Belanda ini, terjadilah pertentangan fisik dengan Pemuda Indonesia yang ingin mempertahankan tanah air berikut gedung-gedung yang telah didudukinya, antara lain "Gedung
lvi
Sate" yang telah menjadi Gedung Departemen Pekerjaan Umum pada waktu itu (peristiwa bersejarah itu dikenal dengan peristiwa "3 Desember 1945"). Pada waktu revolusi fisik dari tahun 1945 s/d 1949, Pemerintah Pusat RI di Jakarta terpaksa mengungsi ke Purworejo untuk selanjutnya ke Yogyakarta, begitu juga Kementerian PU. Sesudah Pemerintahan Belanda tahun 1949 mengakui kemerdekaan Republik Indonesia maka pusat pemerintahan RI di Yogyakarta, berpindah lagi ke Jakarta. Sejak tahun 1945 itu, Pekerjaan Umum (PU) telah sering mengalami perobahan pimpinan dan organisasi,sesuai situasi politik pada waktu itu. Sebagai gambaran garis besar organisasi PUT diuraikan sebagai berikut: Sebelum tentara Belanda masuk ke Yogyakarta Susunan Kemerdekaan PU. Perhubungan dapat dibagi menjadi 8 Jawatan dan 4 Balai. Khusus pada masa Republik India Serikat Kementerian Perhubungan dan POU RIS dibagi dalam beberapa Departemen dan beberapa Jawatan dan beberapa instansi yang hubungan erat dengan tugas dari dep.PU. RIS. Kementerian Perhubungan PU.RIS tersebut terdiri atas penggabungan 3 Departemen prae federal yaitu: Departemen Verkeer, Energie dan Mynbouw dulu (kecuali Mynbouw yang masuk dalam kementerian Kemakmuran). Departemen Van Waterstaat di Wederopbouw. Penggabungan dari 3 Departemen dari pemerintahan prae federal dalam satu Kementerian yaitu Kementerian Perhubungan Tenaga dan PU.RIS dianggap perlu, supaya hubungan 3 Departemen tersebut satu dengan lain menjadi sangat erat, terlebih-lebih jika diingat, bahwa untuk pembangunan Negara akan diadakan koordinasi dan rasionalisasi yang baik dan adanya tenaga ahli dan pula untuk melancarkan semua tugas yang dibebankan pada Kementerian Perhubungan Tenaga dan PU.RIS. Khusus pada permulaan terbentuknya Negara Kesatuan RI, maka susunan Kementerian berbeda sebagai berikut: Dalam masa prolog G 30 S.
lvii
PKI terjadilah dalam sejarah Pemerintahan RI suatu Kabinet yang besar disebut dengan nama Kabinet DwiKora atau Kabinet 100 Menteri, dimana pada masa ini dibentuk Koordinator Kementerian. Tidak luput Departemen PUT. yang pada masa itu ikut mengalami perubahan organisasi menjadi 5 Dept. dibawah Kompartemen PUT Kabinet Dwikora, dipimpin Jenderal Suprajogi. Adapun Kompartemen PUT ketika membawahi, antara lain: Departemen Listrik dan Ketenagaan , Departemen Bina Marga, Departemen Cipta Karya Konstruksi, Departemen Pengairan Dasar Departemen Jalan Raya Sumatera. Setelah peristiwa G.30S PKI Pemerintah segera menyempurnakan Kabinet Dwikora dengan menunjuk Ir.Soetami, sebagai menteri PUT untuk memimpin Kompartemen PUT. Kabinet yang disempurnakan itu tidak dapat lama dipertahankan. Kabinet Ampera, sebagai Kabinet pertama dalam masa Orde Baru. Kembali organisasi PUT dibentuk dengan Ir.Soetami, sebagai Menteri. Dengan Surat Keputusan Menteri PUT tertanggal 17 Juni 1968 N0.3/PRT/1968 dan dirobah dengan Peraturan Menteri PUT tertanggal 1 Juni 1970 Nomor 4/PRT/1970. Departemen PUT telah memiliki suatu susunan struktur Organisasi.
lviii
B. Kerangka Pemikiran
Untuk memudahkan penulis dalam mempermudah dalam menyusun penulisan ilmiah ini, maka diperlukan suatu alur pemikiran yang dapat dijelaskan dalam kerangka berpikir seperti di bawah ini :
Kontrak Kerja Jasa Pengawasan Proyek Peningkatan Jalan WatesToyan- Karangnongko DIY Implementasi Kontrak Kerja
Departemen Pekerjaan Umum
Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter
Hak dan kewajiban
Sesuai dengan kontrak
Tidak sesuai kontrak
Faktor Penghambat Pelaksanaan kontrak
Prestasi / kontraprestasi
Penyelesaian (pengadilan / di luar pengadilan)
lix
Kerangka berpikir ini beranjak dari adanya proyek peningkatan jalan WatesToyan-Karangnongko Propinsi DIY yang merupakan sudah program dari pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum. Demi kelancaran pelaksanaan pekerjaan peningkatan jalan tersebut, maka Departemen Pekerjaan Umum membutuhkan bantuan Jasa Konsultan Pengawas
untuk mengawasi
jalannya pelaksanaan proyek peningkatan jalan Wates-Toyan-Karangnongko Propinsi DIY. Mengingat besarnya biaya dan resiko yang besar, maka demi mengamankan pekerjaan maka dibuatlah Kontrak Kerja Jasa Pengawasan Proyek Peningkatan Jalan Wates-Toyan-Karangnongko Propinsi DIY. Kontrak tersebut dibuat dalam bentuk tertulis dan merupakan kontrak standart. Para pihak yang terdapat dalam kontrak kerja tersebut yaitu Departemen Pekerjaan Umum dan Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter . Didalam kontrak yang telah disepakati bersama terdapat hak dan kewajiban masing–masing pihak, namun dalam pelaksanaannya mungkin saja terdapat permasalahan yang nantinya akan menghambat pelaksanaan dan
kelancaran pembangunan. Untuk itu, dalam
penelitian ini penulis akan mencari dan melihat bagaimanakah implementasi kontrak kerja yang dilakukan Departemen Pekerjaan Umum dan Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dalam Paket proyek peningkatan jalan Wates-ToyanKarangnongko Propinsi DIY, serta faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan kontrak tersebut.
lx
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Ir. Panut Gianto, selaku Site Engineer PT. Herda Carter dalam paket Pengawasan Teknik Jalan Wates – Toyan - Karangnongko, pada awalnya PT. Herda Charter bernama PT. Herda Carter Utama. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 4 Mei 1975 dan disahkan di depan Notaris Hartojo Reksowiguna, SH, dengan Akta nomor 8. Lingkup pelayanan dari PT. Herda Carter bergerak dibidang perencanaan dan supervisi atau pengawasan umum yang meliputi sipil terdiri dari
pembangunan jalan, jembatan, gedung, bendungan dan lain – lain,
perencanaan dan pengawasan tambak, pertanian dan lain – lain. PT. Herda Carter berkantor pusat di Jalan Sultan Hasanudin No. 12 Blok M3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam hal ini yang berkedudukan sebagai Direktur Utama PT. Herda Charter adalah Ir. Pudjo Rahardjo Msp, Kepala Direktur Administrasi Keuangan adalah Drs. PM. Broto Sunaryo Msp., Direktur Pemasaran yang juga merangkap sebagai Asisten Direktur Utama adalah Ir. Widayanto, Direktur Teknik adalah Ir. Sudarto dan sebagai kasir adalah Tri Astuti H. Bsc. a. Struktur Organisasi PT. Herda Carter dalam Paket Pengawasan Teknik Jalan Wates-Toyan-Karangnongko Propinsi DIY. Struktur Organisasi yang terdapat pada Konsultan Supervisi PT. Herda Carter dan Assosiate Paket Asian
Development Bank Road
Rehabilitation (sector) Project - RRSP No. 1798-Loan INO Paket AN-03 Wates – Toyan - Karangnongko Propinsi DIY yaitu, Site Team tersebut di pimpin oleh seorang Site Engineer yaitu Bapak Ir. H. Panut Gianto. Site Engineer tersebut membawahi beberapa orang karyawan di lapangan dan di
lxi
administrasi kantor yang masing – masing terdiri dari Quality Engineer atau Chief Inspector (Didik Hestra Asmono, BE), Inspector (Ir. Wondowinarso), Surveyor (Ir. Sutarno) sedangkan Lab. Technician (Ir. Teguh Widodo). Selain itu, untuk karyawan administrasi kantor terdiri dari administrasi atau sekretaris (Yunianto, SIp.) , Office Boy (Maryono) sedangkan Office Guard atau penjaga malam (Suliyo). Dalam struktur organisasi, Site Engineer atau Ir. Panut Gianto selaku pimpinan team berhak mengkomando bawahannya untuk melakukan pekerjaan supaya sesuai yang terdapat dalam kontrak. Dalam pekerjaan di lapangan, Inspector (Ir. Wondowinarso), Surveyor (Ir. Sutarno) sedangkan Lab. Technician (Ir. Teguh Widodo) harus senantiasa melakukan koordinasi. Ketiganya
bertanggung jawab langsung dan
senantiasa berada di bawah pengawasan Quality Engineer atau Chief Inspector (Didik Hestra Asmono, BE). Selain itu, baik Inspector, Surveyor dan Lab. Technician apabila mengalami kesulitan di lapangan dapat melakukan konsultasi langsung kepada Quality Engineer atau chief Inspector. Begitu juga pada Quality Engineer, Administrasi atau sekretaris, Office boy dan Office Guard, masing – masing dapat langsung mengadakan konsultasi kepada pimpinan Team yaitu Ir. Panut Gianto yang dalam hal ini berkedudukan sebagai Site Engineer apabila mengalami kesulitan di lapangan. b. Tugas dan Tanggung Jawab Personil Site PT. Herda Carter dalam Paket Pengawasan Teknik Jalan Wates – Toyan – Karangnongko DIY. 1) Site Engineer Pada Jasa Konsultan PT. Herda Carter, Tugas dan Tanggung jawab Site engineer dalam hal ini dijabat oleh Ir. H. Panut Gianto adalah melakukan inspeksi secara teratur ke paket pekerjaan. Paket pekerjaan tersebut berupa paket penanganan lapis ulang jalan Pamanukan – Eretan Kulon sepanjang 18 KM dan pelebaran jalan sepanjang 800 M, serta melakukan monitoring pada kondisi pekerjaan dan melakukan perbaikan
lxii
– perbaikan agar pekerjaan dapat direalisasikan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditentukan. Selama memimpin proyek tersebut Site Engineer harus senantiasa membuat pernyataan penerimaan atau penolakan terhadap material ataupun bahan produk pekerjaan yang datang sebelum dilakukannya pekerjaan di lapangan. Hal tersebut dilakukan karena sering kali timbul kecurangan yang dilakukan oleh pihak pelaksana pekerjaan atau kontraktor. Sebagai contoh bentuk kecurangan yang dilakukan pihak kontraktor yaitu biasanya bahan atau material yang seharusnya digunakan untuk pekerjaan tersebut
bermutu A dengan harga yang tinggi dan
kualitas yang terbaik, namun oleh pihak pelaksana diganti dengan material yang sama dengan mutu B dan harga yang relatif murah. Maka untuk mengantisipasi hal – hal tersebut Site Engineer diharuskan aktif meneliti bahan atau material yang datang sebelum digunakan untuk melakukan pekerjaan. Apabila memang mutu barang tersebut tidak sesuai dengan yang ada di dalam kontrak maka Site Engineer harus melakukan penolakan atas material tersebut begitu juga sebaliknya. Dalam melakukan tugasnya Site Engineer harus memberikan pengawasan dan pengarahan kepada kontraktor, sebab pekerjaan yang sedang dilakukan oleh Kontraktor maupun konsultan ada batas waktu atau target penyelesaian proyek. Dalam Proyek Pengawasan Teknik Jalan Pamanukan – Eretan Kulon ini di persiapkan untuk menghadapi arus Natal, Lebaran dan Tahun Baru. Untuk itu Site Engineer dituntut untuk selalu melaporkan kepada pihak DPU ( Departemen Pekerjaan Umum ) Jateng apabila ada kemajuan maupun keterlambatan lebih dari 15 % dari rencana serta membuat penanggulangan serta perbaikan. Selain itu Pekerjaan Jalan yang dilakukan oleh Pelaksana proyek tidak selalu sesuai dengan yang ada di dalam rancangan proyek atau dengan kata lain apa yang ada di dalam rincian rencana pekerjaan tidak
lxiii
selalu sesuai dengan yang ada di lapangan sebab kondisi di lapangan akan mengalami banyak perubahan yang di karenakan cuaca, situasi kondisi sosiologis masyarakat maupun harga material yang selalu berubah. Untuk itu Site Engineer harus selalu siap dalam melakukan perubahan maupun melakukan review desain serta selalu ikut serta dalam pengecekan proses pengukuran akhir pekerjaan. Proyek pengawasan Teknik Jalan Wates – Toyan – Karangnongko DIY ini dilakukan selama 27 Bulan dan setiap bulannya Site Engineer harus menyusun laporan bulanan dan menandatangani dokumen pembayaran bulanan. 2) Quality Engineer Didik Hestra Asmono, BE selaku Quality Engineer pada
Jasa
Konsultan PT. Herda Carter yang mengawasi Paket Pekerjaan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko DIY memiliki tugas dan kewajiban sebagai berikut Sesuai dengan struktur organisasi yang ada,
Quality
Engineer harus bertanggung jawab kepada Site Engineer dalam melakukan pengawasan dan pemantauan. Pengawasan yang di lakukan Quality Engineer ini berupa pengawasan terhadap peralatan laboratorium kontraktor dan semua kegiatan pemeriksaan mutu bahan dan pekerjaan. Selain itu Quality Engineer harus melakukan analisis semua hasil test termasuk usulan komposisi agar pelaksanaan pekerjaan selalu di dukung tersedianya
tenaga dan peralatan pengendalian mutu sesuai dengan
dokumen kontrak. Himpunan data bulanan mengenai pengendalian tersebut harus di serahkan kepada Site Engineer paling lambat tanggal 14 bulan berikutnya. 3) Inspector Tugas Inspector adalah membantu chip Inspector melaksanakan tugas pengawasan pekerjaan atau supervisi di lapangan yang meliputi
lxiv
antara lain : mengecek atau memeriksa permohonan pelaksanaan pekerjaan kontraktor atau approvel request. Semua pekerjaan yang akan di laksanakan mengenai hari, tanggal, jam, pelaksanaan pekerjaan, lokasi pekerjaan pada kilometer berapa, berapa panjang, lebar atau luas pekerjaan yang akan dilaksanakan, berikut sopdrawing atau gambar – gambar pelaksanaannya. Mengecek peralatan yang akan dipakai untuk melaksanakan pekerjaan, sudah lengkap atau belum, memenuhi persyaratan spesifikasi teknik atau tidak, mencek bahan – bahan atau material yang akan dipakai untuk melaksanakan pekerjaan, mengawasi pelaksanan pekerjaan di awal sampai dengan akhir apakah sudah sesuai dengan spesifikasi teknik
yang disyaratkan atau belum. Misalnya,
campuran aspal berikut temperaturnya, campuran beton, campuran spacy dan lain – lain. Mengukur hasi pekerjaan kontraktor atau Opname Pekerjaan yang telah terpasang sesuai dengan jumlah item pekerjaan dan mencatatnya, dan selanjutnya melaporkan pekerjaan di atas kepada Chip Inspector atau Quantity Engineer. Memeriksa bake up data Quantitas bersama – sama dengan Quantity Engineer untuk pekerjaan yang telah terpasang dan ditagihkan pada Monthly Certificate atau MC pada bulan yang bersangkutan. Memeriksa asbuilt drawing untuk pekerjaan yang telah terpasang yang dibuat oleh kontraktor. Memeriksa buku laporan harian, laporan mingguan dan laporan bulanan dari Kontraktor. Mengumpulkan foto–foto atau dokumentasi pelaksanaan proyek. Mengumpulkan tiket – tiket material yang dikirim dari base camp untuk di pasang di lapangan dan di pakai sebagai cross check bake up data pada MC atau Monthly Certificate bulan yang bersangkutan. 4) Surveyor Dalam melaksanakan pekerjaan pengawasan jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY, tugas Surveyor adalah membantu atasannya yaitu Chip Inspektor atau Chip Surveyor dalam hal pengambilan data atau pengukuran yang di butuhkan di proyek antara
lxv
lain mengawasi kontraktor dalam melaksanakan pengukuran panjang jalan atau long section, mengawasi kontraktor dalam melaksanakan pengukuran lebar jalan, bahu jalan, saluran samping, daerah milik jalan, daerah pengawasan jalan dan daerah manfaat jalan. Mengawasi kontraktor dalam menghitung LHR atau Lalu lintas Harian Rata – rata yang lewat melalui jalan tersebut baik dari arah Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY dari masing – masing ujung proyek, pada jam tujuh pagi, satu siang, tujuh malam selama 24 jam penuh mengawasi pekerjaan kontraktor dalam pengambilan testpit atau hasil penggalian tepi aspal jalan dengan lebar 40 x 40 sampai sedalam badan jalan yang akan terlihat struktur perkerasan jalan 1 cm . Misalnya : paling atas Aspal Hot Mix AC tebal 4 cm kemudian dibawahnya ATB atau Aspal Pondasi 5 cm, ATBL tebal 6 cm, batu atau timbunan batu pecah 15 cm atau agregate base klas A dengan tebal 15 cm, tebal agregate klas B misalnya 25 cm, tebalnya subgrade atau tanah dasar misalnya batu cadas, pasir atau tanah liat. Mengawasi pekerjaan kontraktor untuk stationing atau STA, mengawasi pekerjaan kontraktor dalam pengambilan data – data bengklemen bean atau daya dukung tanah dengan menggunakan alat bengklemen bean dari PU. Mengawasi pengambilan pengukuran evalasi dan contur tanah. Semua yang tersebut di atas, di pakai untuk perencanaan tebal perkerasan jalan yang akan dibangun. 5) Lab. Technician Tugasnya berupa membantu Quantity Engineer selaku atasannya langsung yang berupa mengawasi kontraktor dalam mengambil sampel material ke lokasi sumber material antara lain pasir yang terdiri dari pasir cor untuk beton, pasir urug untuk lantai dan pasir pasang untuk bata, batu belah untuk pondasi, batu blondos yang nantinya menjadi batu kecil – kecil atau kricak, semen, besi beton, aspal curah dan lain – lain untuk di bawa ke Laboratoriun Kantor Departemen Pekerjaan Umum sebagai bahan acuan untuk menyusun JMF atau Joob Mix Formula dimana joob
lxvi
mix formula tersebut untuk aspal panas jenis AC atau Aspal Kongkrit, ATB atau Aspal Treated Base dan ATBL atau aspal perata. Contohnya job mix formula beton mutu K-225 memiliki satandar uji desak beton dengan luas penampang 1 cm mempunyai kekuatan tekan 225 kg/cm. Selain itu tugas lab Technician yaitu memeriksa semua peralatan laboratorium baik di base camp maupun dilapangan, memeriksa semua peralatan di base camp antara lain AMP Aspal atau Missing plan atau alat pencampur aspal panas, Stone cruiser atau alat pemecah batu, memeriksa timbangan aspal atau Truck skill atau jembatan timbang, memeriksa dump truck, mengecek alat – alat tes lapangan contoh mesin core drill atau alat pengebur
beton ). Mengecek hammer test atau mengecek
kekuatan beton. Mengecek alat–alat lapangan yang berada di base camp antara lain kompresor atau alat yang di gunakan untuk membersihkan debu yang berada di aspal sedangkan yang di semprotkan adalah tack coat yang di pergunakan sebagai lem, aspal spryer atau mesin yang di gunakan untuk menyemprot aspal, aspal finisher atau alat yang di gunakan untuk menggelar aspal panas dan Tendum atau still well roller atau orang awam sering menyebutnya dengan “setom” , dan pemadat ban karet atau PTR ( Pneumatic Tire Roller ). Mengecek alat termometer yang di gunakan untuk mengecek panasnya aspal sebagai contoh aspal hot mix baru boleh di gilas dengan stoom bila panas aspal tersebut sudah turun menjadi 120 sampai dengan 130 derajat celcius. Kemudian pada saat 110 derajat maka pemadat PTR boleh dijalankan. Jadi pengukuran panas dengan menggunakan termometer di sini menjadi sangat penting sebab aspal hot mix yang baru dimasak panasnya sektar 150 derajat, apabila tidak ada pengukuran atau pengecekan pada pelaksanaan pekerjaan, bisa jadi aspal tersebut akan terbakar atau malah peralatan yang digunakan akan rusak karena lengket dengan aspal. Selain itu, tugas dari lap technician adalah menunggu produksi aspal, menunggu timbangan aspal, menunggu produksi batu pecah, mengontrol hasil produksi batu pecah, menandatangani tiket aspal dan batu agregate yang
lxvii
akan dikirim kelapangan. Apabila proses pengaspalan dilapangan sudah selesai, laptek juga harus mengecek ulang ketebalan aspal
yang di
hampar sudah sesuai dengan spesifikasi tecknik atau belum.. Mengecek hasil core drill di lapangan dengan tujuan untuk melihat campuran aspal tersebut sudah sesuai dengan Joob Mix Formula atau tidak. Menguji atau mengetes beton dengan menggunakan hammer test. Mengambil sample hasil pekerjaan dan mengambil sample atau test kepadatan tanah dengan menggunakan alat send cone, membuat peta lokasi sumber material, dan membuat lampiran hasil akstraksi atau pengetesan beton untuk diserahkan kepada Quantity Engineer. 6) Secretary merangkap keuangan Pada PT. Herda Charter dalam paket pengawasan teknik Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY, tugas sekretaris yang merangkap keuangan adalah bertanggung jawab terhadap urusan surat menyurat antara lain pengetikan surat keluar, mengekspedisikan surat – surat keluar, mengagendakan surat – surat yang masuk, mengambil uang di bank atau kiriman uang dari PT. Herda Charter dalam rekening Site Engineer, memanage keuangan, memegang kas keuangan, memberikan gaji bulanan, membuat laporan pertanggung jawaban pada PT. Herda Charter dan sebagai operator telepon. 7) Office Boy Melakukan pekerjaan membersihkan kantor, mengatur ruangan kantor, membuat minum karyawan dan mengantar surat–surat. 8) Penjaga Malam Menjaga kantor dan seisinya pada malam hari dan pada hari libur.
lxviii
B. Deskripsi Lokasi Departemen Pekerjaan Umum Kabupaten Kulon Progo Propinsi DIY Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Pekerjaan Umum dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang jalan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Jenderal Bina Marga menyelenggarakan fungsi: 1) Perumusan kebijakan teknik di bidang jalan sesuai peraturan perundang-undangan. 2) Penyusunan program dan anggaran serta evaluasi kinerja pelaksanaan kebijakan di bidang jalan. 3) Pelaksanaan kebijakan teknik di bidang jalan nasional meliputi jalan nasional, jalan bebas hambatan dan sebagian jalan kota. 4) Pembinaan teknis penyelengggaraan jalan propinsi/ kabupaten/kota. 5) Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi bidang jalan. 6) Penyusunan norma, standar, pedoman, dan manual di bidang jalan. 7) Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal
Dalam paket proyek peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY, terdapat beberapa tugas dari jabatan yang diduduki oleh beberapa personil. Rincian tugas dari masing-masing jabatan adalah: Ketua PMU (Ir. Taufik Widjoyono, M.Sc) Bertugas memberikan pengarahan kegiatan PMU, memberi saran tindak turun tangan kepada Steering Committee, dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh Steering Committee. Ketua Pelaksanaan Harian PMU (Ir. Budi Harimawan, M.Eng. Sc) bertugas membantu ketua PMU dalam menjalankan tugasnya, melaksanakan
lxix
manajemen,koordinasi kegiatan dan memonitor kegiatan PMU berkaitan dengan pelaksanaan proyek secara keseluruhan
C. Hasil Penelitian 1. Implementasi kontrak kerja antara jasa konsultan pengawas jalan PT. Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan di Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dalam paket pengawasan jalan Wates-ToyanKarangnongko Propinsi DIY, kontrak kerja jasa konstruksi yang dilakukan antara Jasa Konsultan PT. Herda Carter dan pemberi tugas dalam hal ini DPU. Kontrak dibuat dalam bentuk tertulis karena berkaitan dengan biaya dan resiko yang besar. Kemudian kontrak tersebut di tuangkan dalam perjanjian kontrak kerja No. KU.08.08/CTR/BLN/PW-PLJ/04. Kontrak kerja jasa konstruksi yang dilakukan Jasa Konsultan PT. Herda Carter dan DPU terdiri dari dua syarat kontrak yaitu syarat umum kontrak dan syarat khusus kontrak. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari penelitian, hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PT. Herda Carter dalam kontrak kerja tersebut adalah sebagai berikut : a. Kewajiban Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter ( Bab III bagian 3.01 ) adalah : 1) mengikuti pedoman yang diberikan oleh Kantor/Satuan Kerja/Proyek.
Konsultan
kemampuan, perhatian, efektifitas
sebagai
harus
mengerahkan
segala
ketekunan, serta efisiensi dan
tenaga
ahli
(profesional),
dalam
malaksanakan tugas- tugasnya. Konsultan harus memenuhi standar
profesi
yang
berlaku,
menggunakan
praktek
teknik/teknologi tepat guna, administrasi dan keuangan yang
lxx
baik pada masing – masing bidang yang digunakan dalam jasa.
Konsultan
harus
bekerja
untuk
kepentingan
Kantor/Satuan Kerja/Proyek; 2) menyusun
dan
menyampaikan
usulannya
kepada
Kantor/Satuan Kerja/Proyek berkenaan dengan maksudnya untuk memperbaiki fasilitas dan atau sistem itu tanpa biaya lagi dari Kantor/Satuan Kerja/Proyek sampai pada waktu fasilitas dan atau sistem tersebut memenuhi standar kinerja; 3) menunjuk seorang karyawan tetap senior sebagai pemimpin tim yang bertempat tinggal tetap di tempat tugas sepanjang waktu
pelaksanaan
jasa,
kecuali
selama
cuti
atau
ketidakhadiran yang diijinkan oleh kantor satuan kerja proyek. Pemimpin tim harus selalu berhubungan dengan kantor satuan kerja proyek selama pelaksanaan kontrak. Pemimpin tim adalah wakil sah konsultan; 4) mempekerjakan
personil
yang
ditunjuk
dalam
jadwal
penugasan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Menjamin bahwa personil hanya akan dipekerjakan tidak terlibat dalam kegiatan usaha lain atau kegiatan profesional lain selama penugasannya berdasarkan kontrak; 5) memegang kerahasiaan negara dan melarang serta mencegah personilnya memberitahukan kepada siapapun atau badan hukum mengenai informasi yang dirahasiakan; 6) menjaga kepentingan kantor satuan kerja proyek dengan menyimpan semua informasi, dokumentasi, data, peta, gambar, dokumen design dan laporan dengan sangat rahasia; 7) menyimpan catatan dan perhitungan biaya yang akurat dan sitematis sehubungan dengan jasa dalam bentuk dan rincian yang dapat digunakan untuk menetapkan secara akurat bahwa telah dikeluarkan biaya dan pengeluaran yang dirujuk dalam biaya dan pembayaran;
lxxi
8) menyampaikan laporan kemajuan pekerjaan dan laporan penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang dinyatakan dalam Kerangka Acuan Kerja;. 9) menjamin bahwa spesifikasi, desain dan semua dokumentasi yang berhubungan dengan pengadaan jasa konstruksi barang dan jasa untuk proyek disusun berdasarkan asas tidak memihak dan sesuai dengan cara pelaksanaan yang baik dan peraturan - peraturan yang berlaku pada proyek. b. Hak Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter (Bab V bagian 5.01 ) adalah : 1) mendapatkan pembayaran dari kantor satuan kerja proyek berdasarkan kontrak dengan jumlah uang yang telah disebutkan dalam perjanjian; 2) mendapatkan tambahan biaya sebagai pengganti bantuan, jasa dan fasilitas yang belum disediakan oleh kantor satuan kerja proyek sesuai dengan kesepakatan bersama; 3) menunjuk bank dalam rangka pembayaran oleh kantor satuan kerja proyek; 4) mendapatkan
uang
muka
yang
mencakup
biaya
pemberangkatan personil dan biaya langsung untuk memulai jasa; 5) memilih dan mengangkat personil di lapangan atau kantor site team Selanjutnya hak dan kewajiban Departemen Pekerjaan Umum adalah sebagai berikut : a. Kewajiban Departemen Pekerjaan Umum (Bab IV bagian 4.01) ialah : 1) menyediakan barang dan fasilitas yang diperlukan tanpa biaya bagi konsultan untuk pelaksanaan jasa;
lxxii
2) mengangkat seorang pemimpin proyek yang diberi kuasa dan wewenang untuk mengambil dan melaksanakan keputusan di proyek; 3) memberikan
ganti
kerugian,
melindungi
dan
membela
konsultan terhadap semua tuntutan hukum, tuntutan lainnya, dan tanggungan yang timbul karena kesalahan, kecerobohan dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pegawai Departemen Pekerjaan Umum; 4) membayar jasa konsultan berdasarkan kontrak. b. Hak Departemen Pekerjaan Umum ( Bab VI bagian 6.01 ) adalah : 1) mendapatkan laporan dan data yang terkait seperti peta, diagram, disain, dan bahan pendukung lain yang dihimpun selama berlangsungnya jasa. 2) berhak atas peralatan yang dibeli atau dimiliki atas nama Departemen Pekerjaan Umum yang digunakan oleh konsultan. Setelah peneliti melihat gambaran tentang kontrak kerja yang di buat Jasa Konsultan PT. Herda Carter dan DPU maka penulis dapat melihat bahwa dalam praktek atau pelaksanaan di lapangan, ada hak atau kewajiban yang dapat dilaksanakan dan tidak dapat dilaksanakan di lapangan oleh masing – masing pihak yaitu: a. Hak dan Kewajiban PT. Herda Carter 1) Kewajiban Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter yang Dapat Dilaksanakan, antara lain: a) Pada Bab III tentang kewajiban konsultan bagian 3.01 (1) yang berisi “Mengikuti pedoman yang diberikan oleh Kantor/Satuan Kerja/Proyek. Konsultan harus mengerahkan segala kemampuan, perhatian, ketekunan, serta efisiensi dan efektifitas
sebagai
tenaga
ahli
(profesional),
dalam
malaksanakan tugas- tugasnya. Konsultan harus memenuhi standar profesi
yang berlaku,
lxxiii
menggunakan praktek
teknik/teknologi tepat guna, administrasi dan keuangan yang baik pada masing – masing bidang yang digunakan dalam jasa.
Konsultan
harus
bekerja
untuk
kepentingan
Kantor/Satuan Kerja/Proyek”. b) Pada Bab III tentang kewajiban jasa konsultan bagian 3.01 (2) yang berisi “menyusun dan menyampaikan usulannya kepada Kantor/Satuan Kerja/Proyek berkenaan dengan makudnya untuk memperbaiki fasilitas dan atau sistem sampai pada waktu fasilitas dan atau sistem tersebut memenuhi standar kinerja” c) Pada Bab III tentang Kewajiban Jasa Konsultan bagian 3.01 (3) yang berisi, “menunjuk seorang karyawan tetap senior sebagai pemimpin tim yang bertempat tinggal tetap di tempat tugas sepanjang waktu pelaksanaan jasa, kecuali selama cuti atau ketidakhadiran yang diijinkan oleh kantor satuan
kerja
proyek.
Pemimpin
tim
harus
selalu
berhubungan dengan kantor satuan kerja proyek selama pelaksanaan kontrak. Pemimpin tim adalah wakil sah konsultan”. d) Pada Bab III tentang kewajiban Jasa konsultan bagian 3.01 (5) yang berisi “memegang kerahasiaan negara dan melarang serta mencegah personilnya memberitahukan kepada siapapun atau badan hukum mengenai informasi yang dirahasiakan”. Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan dalam wawancara tanggal 3 Februari 2010 dengan Bapak Ir. Panut
Gianto selaku Site
Engineer PT Herda Charter, selama pelaksanaan proyek atau selama proyek berlangsung pihak Jasa konsultan PT. Herda Carter belum pernah sekalipun
lxxiv
memberikan informasi apapun
dan kepada siapapun berkaitan dengan
informasi yang dirahasiakan perusahaan. a) Pada Bab III tentang kewajiban jasa konsultan bagian 3.01 (6) yang berbunyi “menjaga kepentingan kantor satuan kerja proyek dengan menyimpan semua informasi, dokumentasi, data, peta, gambar, dokumen design dan laporan dengan sangat rahasia”. b) Pada Bab III tentang Kewajiban Jasa Konsultan bagian 3.01 (7) yang berbunyi “menyimpan catatan dan perhitungan biaya yang akurat dan sistematis sehubungan dengan jasa dalam bentuk dan rincian yang dapat digunakan untuk menetapkan secara akurat bahwa telah dikeluarkan biaya dan pengeluaran yang dirujuk dalam biaya dan pembayaran”. c) Pada Bab III tentang kewajiban Jasa Konsultan bagian 3.01 (8) yang berisi “menyampaikan laporan kemajuan pekerjaan dan laporan penyelesaian pekerjaan sebagaimana yang dinyatakan dalam Kerangka Acuan Kerja”. d) Pada Bab III tentang kewajiban jasa konsultan bagian 3.01 (9) yang berisi “menjamin bahwa spesifikasi, desain dan semua dokumentasi yang berhubungan dengan pengadaan jasa konstruksi barang dan jasa untuk proyek disusun berdasarkan asas tidak memihak dan sesuai dengan cara pelaksanaan yang baik dan peraturan - peraturan yang berlaku pada proyek”. 2) Kewajiban Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter yang tidak dapat dilaksanakan ialah berkewajiban “mempekerjakan personil yang ditunjuk dalam jadwal penugasan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Menjamin bahwa personil hanya akan dipekerjakan tidak terlibat dalam kegiatan usaha lain atau kegiatan profesional lain selama penugasannya berdasarkan kontrak”.
lxxv
3) Hak Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter yang Dapat Dilaksanakan a) Pada Bab V tentang hak jasa konsultan bagian 5.01 (1) yang berisi “mendapatkan pembayaran dari kantor satuan kerja proyek berdasarkan kontrak dengan jumlah uang yang telah disebutkan dalam perjanjian”. b) Pada Bab V tentang hak jasa konsultan bagian 5.01 (2) yang berisi, “mendapatkan tambahan biaya sebagai pengganti bantuan, jasa dan fasilitas yang belum disediakan oleh kantor satuan kerja proyek sesuai dengan kesepakatan bersama”. c) Pada Bab V tentang hak jasa konsultan bagian 5.01 (3) yang berisi, “menunjuk bank dalam rangka pembayaran oleh kantor satuan kerja proyek atau DPU”. d) Pada Bab V tentang hak jasa konsultan bagian 5.01 (5) yang berisi, “ memilih dan mengangkat personil di lapangan atau kantor site team” 4) Hak Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter yang tidak dapat dilaksanakan ialah hak “mendapatkan uang muka yang mencakup biaya pemberangkatan personil dan biaya langsung untuk memulai jasa”. b. Hak dan Kewajiban Departemen Pekerjaan Umum 1) Kewajiban
Departemen
Pekerjaan
Umum
yang
Dapat
Dilaksanakan ialah : a) Pada Bab IV bagian 4.01 (1) yang berisi “menyediakan barang dan fasilitas yang diperlukan tanpa biaya bagi konsultan untuk pelaksanaan jasa”. b) Pada Bab IV tentang kewajiban Departemen Pekerjaan Umum bagian 4.01 (2) yang berisi “mengangkat seorang
lxxvi
pemimpin proyek yang diberi kuasa dan wewenang untuk mengambil dan melaksanakan keputusan di proyek” c) Pada Bab IV tentang kewajiban Departemen Pekerjaan Umum bagian 4.01 (4) yang berisi, “membayar jasa konsultan berdasarkan kontrak”. 2) Kewajiban Departemen Pekerjaan Umum yang Tidak Dapat Dilaksanakan Pada Bab IV tentang Kewajiban Departemen Pekerjaan Umum bagian 4.01 (3) yang berisi, “memberikan ganti kerugian, melindungi dan membela konsultan terhadap semua tuntutan hukum, tuntutan lainnya, dan tanggungan yang timbul karena kesalahan, kecerobohan dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pegawai Departemen Pekerjaan Umum”. 3) Hak Departemen Pekerjaan Umum yang Dapat Dilaksanakan : a) Pada Bab VI tentang hak Departemen Pekerjaan Umum bagian 6.01 (1) yang berisi, “mendapatkan laporan dan data yang terkait seperti peta, diagram, disain, dan bahan pendukung lain yang dihimpun selama berlangsungnya jasa”. b) Pada Bab VI tentang hak Departemen Pekerjaan Umum bagian 6.01 (2) yang berisi, “berhak atas peralatan yang dibeli atau dimiliki atas nama Departemen Pekerjaan Umum yang digunakan oleh konsultan”. 4) Hak Departemen Pekerjaan Umum yang
Tidak Dapat
Dilaksanakan Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan Bapak Ir. Panut Gianto selaku Site Engineer PT Herda Charter pada tanggal 3 Februari 2010, beliau mengatakan bahwa selama pelaksanaan proyek berlangsung Departemen Pekerjaan Umum selalu mendapatkan hak – haknya seperti yang terdapat dalam
lxxvii
kontrak kerja antara Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum dalam paket proyek pengawasan jalan Wates- Toyan – Karangnongko Propinsi DIY. 2. Permasalahan yang timbul dalam kontrak kerja antara jasa konsultan pengawas jalan PT. Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko dan penyelesaiannya Dalam pelaksanaan kegiatan tidak selalu dapat berjalan dengan lancar, demikian juga dalam pelaksanaan Kontrak Kerja antara Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko. Berdasarkan wawancara peneliti dengan Bapak Didik Hestra Asmono, BE selaku Quality Engineer pada tanggal 3 Februari 2010, faktor – faktor yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kontrak kerja antara Jasa Konsultan PT Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum, antara lain karena adanya perubahan rencana anggaran belanja negara yang merubah Daftar Usulan Proyek, sehingga proyek – proyek pembangunan jalan maupun jembatan yang biasanya dapat dilaksanakan, menjadi mundur pelaksanaannya. Faktor lain yang menghambat pelaksanaan proyek adalah adanya keterlambatan pihak kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan yang berdasarkan wawancara dengan Bapak Didik Hestra Asmono, BE Selaku Quality Engineer keterlambatan pihak kontraktor tersebut dikarenakan adanya pengalihan kontrak atau subkontrak dari Kontraktor PT. Yala Persada Angkasa yang beralamat di Jalan Sultan Hasanudin No. 12 Blok M3, Kebayoran Baru Jakarta Selatan di subkontraktorkan kepada PT. Jati Agung Arsitama yang beralamat di Jl. Harjuno RT. 42/19 Gadingan, Wates Kulon Progo, Yogyakarta yang masih memiliki kelas dibawah PT. Yala
lxxviii
Persada Angkasa. Peralatan berat yang dimiliki PT. Jati Agung Arsitama tidak dapat memenuhi kebutuhan pelaksanaan kerja konstruksi secara otomatis juga akan mengakibatkan keterlambatan laporan yang dibuat oleh jasa konsultan dan harus
Keadaan lain yang menghambat pelaksanaan
kontrak adalah adanya pergantian personil jasa konsultan yang merangkap pekerjaan. Faktor lain yang juga mempengaruhi terlambatnya pelaksanaan kontrak adanya perubahan review desain yang memang sudah tidak relevan lagi dengan keadaan pada saat proyek akan berlangsung. D. Pembahasan 1. Implementasi kontrak kerja antara jasa konsultan pengawas jalan PT. Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko Kontrak dalam pekerjaan kontsruksi merupakan elemen yang paling penting dalam suatu proses kerjasama antara berbagai pihak untuk mewujudkan tujuan dari persetujuan yang telah di sepakati (Wulfram E. Ervianto, 2002: 99) Dalam hal ini teori yang mengajarkan bahwa yang terpenting dari suatu kontrak adalah
pelaksanaan (Implementasi) dari kontrak yang
bersangkutan, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh badan – badan pengadilan atau badan penyelesaian sengketa lainnya (Munir Fuady, 2001: 10). Sebab, yang menjadi tujuan utama dari setiap pembuatan kontrak adalah agar para pihak untuk membayar hutangnya, melaksanakan janjinya dan bertindak secara benar dalam hubungan dengan kontrak antara para pihak tersebut, untuk itu perlu tindakan – tindakan yang dapat memberikan efek yang bersifat menghalang – halangi wanprestasi. Pelaksanaan kontrak tersebut (termasuk pemberian sanksi bagi si pelanggar kontrak) dalam hukum kontrak sama pentingnya dengan perlindungan hak milik dalam hukum benda atau pemidanaan dalam hukum pidana.
lxxix
Menurut pendapat Gifis dan Steven H, pengertian kontrak adalah sebagai suatu perjanjian atau serangkaian perjanjian yang mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut, atau terhadap pelaksanaan kontrak tersebut oleh hukum dianggap sebagai suatu tugas ( Gifis, Steven H, 1984:94). Pada dasarnya, fungsi kontrak adalah untuk mengamankan transaksi. Tanpa kontrak tidak mungkin hubungan bisnis dapat dilakukan. Kontrak dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Untuk itu dalam kontrak selalu ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh masing – masing pihak. Subyek perjanjian atau kontrak pada umumnya terdiri dari sedikitnya dua orang atau dua pihak baik sebagai seorang pribadi atau badan hukum. Subyek perjanjian adalah subyek yang terikat
dalam perjanjian atau
kontrak. Hukum yang terikat dalam perjanjian terdiri dari pihak yang berkewajiban untuk berprestasi yang disebut sebagai debitur dan pihak yang berhak atas prestasi disebut sebagai kreditur. Dalam Studi Implementasi Kontrak Kerja antara Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan DPU dalam Paket Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY, yang menjadi subyek kontrak adalah : 1. Pihak Departemen Pekerjaan Umum sebagai pihak pengguna jasa 2. Pihak Jasa Konsultan PT. Herda Carter yaitu badan hukum yang menyediakan jasa Sedangkan
menurut
ketentuan
Pasal
1313
KUH
Perdata,
menyebutkan bahwa, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Rumusan tersebut jika diperhatikan adalah kurang sempurna dalam arti tidak lengkap dan sangat luas. Tidak lengkap karena perjanjian tersebut
lxxx
hanya menyebut sepihak saja. Sangat luas karena dipergunakan perkataan “perbuatan”mencakup juga perwakilan sukarela sebagaimana diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Pengertian “orang” menurut ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata mengandung dua unsur sebagai subyek perjanjian (Sudikno Merto Kusumo, 1998 : 53 ) : 1. Seorang manusia atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk melakukan sesuatu. 2. Seorang manusia atau suatu badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu. Dengan demikian subyek hukum dalam Implementasi Kontrak Kerja antara Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan DPU dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY telah sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata. Pihak pengguna jasa dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum
berupa badan hukum dan pihak
penyedia jasa yaitu PT. Herda Carter juga merupakan badan hukum. Menurut Peter Mahmud Marzuki, kontrak merujuk kepada suatu pemikiran akan adanya keuntungan komersial yang diperoleh kedua belah fihak (Peter Mahmud Marzuki, 2002: 1). Untuk itu menurut pendapat J. Satrio, untuk mengamankan kontrak tersebut maka dibuatlah suatu perjanjian tertulis diantara dua atau lebih orang atau pihak yang menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal yang khusus. Dalam melaksanakan proyek peningkatan jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY, pemerintah telah menyediakan dana sebesar Rp. 222.750.000,00 ( dua ratus dua puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah ) termasuk PPN. Sumber dana pembiayaan ini berasal dari dana sector program Loan OECF INP – 23 ( suplemen ) Nomor Registrasi :
lxxxi
21447801 dibebankan melalui DIP Proyek Pengawasan Jalan tahun anggaran 2001 – 2002 dan tahun anggaran 2002 – 2003. Mengingat besarnya biaya dan besarnya risiko yang menyangkut keselamatan umum, maka dalam melaksanakan proyek peningkatan jalan tersebut dibuatlah kontrak kerja dalam bentuk tertulis, karena selain berguna bagi kepentingan pembuktian juga demi tercapainya tertib bangunan, sehingga kontrak yang dibuat oleh Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan dibuat dalam bentuk kontrak standart yang dituangkan dalam Kontrak Kerja antara Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY. Kontrak standart merupakan kontrak yang hampir seluruh klausul – klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Menurut analisis penulis, kontrak yang dibuat oleh PT. Herda Carter dengan proyek pemerintah dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum dibuat dalam bentuk tertulis dan dalam bentuk perjanjian standart, artinya format perjanjian dibuat dalam bentuk
model formulir yang isinya
ditentukan secara sepihak oleh pihak yang memberikan pekerjaan. Maka jelaslah bahwa dengan ditandatanganinya kontrak oleh PT. Herda Carter hal itu berarti bahwa kontrak standart dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan adanya kemauan dan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan dirinya pada kontrak tersebut. Jika PT. Herda Carter menerima dokumen perjanjian itu, berarti ia secara suka rela setuju pada isi perjanjian itu. Hal ini sesuai dengan pendapat Rutten. Rutten mengatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya.. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang
lxxxii
ditandatangani, tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak diketahui isinya. Selain itu, seperti yang
terdapat dalam Undang – Undang Jasa
Konstruksi Tahun 1999 pasal 23, dalam kontrak kerja konstruksi sekurang – kurangnya harus memuat uraian mengenai : a. Para pihak. b. Rumusan pekerjaan c. pokok – pokok pekerjaan yang diperjanjikan d. Pertanggungan dalam kontrak kerja konstruksi e. Tenaga ahli f. Hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak kerja konstruksi g. Cara pembayaran h. Ketentuan mengenai cidera janji i. Ketentuan pemutusan kontrak kerja j. Keadaan memaksa memaksa k.Kewajiban para pihak dalam kegagalan bangunan l. Perlindungan pekerja m. Aspek lingkungan Meskipun kontrak yang dibuat oleh para pihak tidak sama persis dengan apa yang terdapat didalam Pasal 23 Undang – Undang Jasa Konstruksi Tahun 1999, kontrak tersebut tetap sah. Pada dasarnya syarat sah kontrak berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata adalah : 1. Kesepakatan kehendak 2. Wenang berbuat 3. Perihal tertentu 4. Kausa yang legal
lxxxiii
Jadi, meskipun kontrak yang dibuat dan disepakati oleh Jasa Konsultan PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum tidak sama persis namun secara garis besar telah memuat apa yang terdapat dalam Pasal 23 UU Jasa Konstruksi Tahun 1999, kontrak tersebut tetap sah dan berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya. Berdasarkan uraian diatas, maka jelas bahwa Kontrak Kerja yang telah disepakati oleh Jasa Konsultan PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum telah sesuai dengan pendapat Peter Mahmud Marzuki dan pendapat J. Satrio. Dalam pembahasan ini, penulis akan menjelaskan mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan kontrak jasa konstruksi. Namun sebelumnya penulis akan memberikan penjelasan mengenai kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa menurut UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dalam penyelenggaraan kontrak pekerjaan konstruksi menurut Pasal 24 huruf e Undang – Undang No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi: 1. Hak dan Kewajiban Pengguna Jasa antara lain meliputi : a. Hak Pengguna Jasa 1. mengubah sebagian isi kontrak kerja konstruksi tanpa mengubah lingkup kerja yang telah diperjanjikan atas kesepakatan penyedia jasa 2. menghentikan pekerjaan sementara apabila penyedia jasa tidak mampu memenuhi ketentuan kontrak kerja konstruksi. 3. Menghentikan pekerjaan secara permanen dengan cara pemutusan kontrak kerja konstruiksi apabila penyedia jasa tidak mampu memenuhi ketentuan kontrak kerja konstruksi
lxxxiv
4. Menolak isi sebagian kontrak kerja konstruksi yang diusulkan penyedia jasa 5. Menolak bahan atau hasil pekerjaan penyedia jasa yang tidak memenuhi persyaratan teknis 6. Menetapkan dan atau mengubah besaran serta persyaratan pertanggungan atas kesepakatan dengan penyedia jasa 7. Mengganti tenaga penyedia jasa karena dinilai tidak mampu melaksanakanpekerjaan 8. Menghentikan pekerjaan sementara apabila penyedia jasa tidak memenuhi kewajibannya 9. Menolak usul sub penyedia jasa dan atau pemasok yang diusulkanpenyedia jasa b. Kewajiban Pengguna Jasa 1) menyerahkan sarana kerja kepada penyedia jasa untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai kesepakatan kontrak kerja konstruksi 2) memberikan
bukti
kemampuan
membayar
biaya
pelaksanaan pekerjaan 3) meneroma bahan dan atau hasil pekerjaan yang telah memenuhi persyaratan teknis dan administrasi 4) memberikan imbalan atas prestasi lebih 5) membayar tepat waktu dan tepat jumlah sesuai tahapan proses pembayaran yang disepakati 6) memenuhi pembayaran kompensasi atas kelalaian atau kesalahan pengguna jasa 7) menjaga kerahasiaan dokumen / proses kerja yang diminta penyedia jasa 8) melaksanakan pengawasan dan koreksi – koreksi terhadap pelaksanaan pekerjaan
lxxxv
2. Hak dan Kewajiban Penyedia Jasa antara lain meliputi : a. Hak Penyedia Jasa 1) mengajukan usul perubahan atas sebagian isi kontrak kerja konstruksi 2) mendapatkan imbalan atas prestasi lebih yang dilakukannya 3) mendapatkan kompensasi atas kerugian yang timbul akibat perubahan isi kontrak kerja konstruksi yang diperintahkan pengguna jasa 4) menghentikan pekerjaan sementara apa bila pengguna jasa tidak memenuhi kewajibannya 5) mengtehentikan pekerjaan secara permanen dengan cara pemutusan kontrak kerja konstruksi, apabila pengguna jasa tidak mampu melanjutkan pekerjaan memenuhi
kewajibannya
dan
atau tidak mampu
penyedia
jasa
berhak
mendapat kompensasi atas kerugian yang timbul akibat pemutusan kontrak kerja konstruksi 6) menolak usul sub penyedia jasa dan atau pemasok atas persetujuan pengguna jasa b. Kewajiban Penyedia Jasa 1) memberikan
pendapat
kepada
pengguna
jasa
atau
penugasannya, dokumen yang menjadi acuan pelaksanaan pekerjaan, data pendukung kualitas sarana pekerjaan atau hal – hal lainnya yang dipersyaratkan pada kontrak kerja konstruksi 2) memperhitungkan resiko pelaksanaan dan hasil pekerjaan 3) memenuhi ketentuan pertanggungan membayar denda dan atau ganti rugi sesuai yang dipersyaratkan pada kontrak kerja konstruksi. Dalam pelaksanaan kontrak kerja antara Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan DPU dalam Paket Proyek Pengawasan Jalan Wates –
lxxxvi
Toyan – Karangnongko Propinsi DIY ada pantangan atau larangan yang tidak boleh dilakukan oleh pihak penyedia jasa yaitu wanprestasi, dalam hal ini penulis akan menguraikan tentang wanprestasi. Wanprestasi artinya tidak terpenuhinya suatu kewajiban yang telah ditetapkan dalam kontrak. Menurut Subekti wanprestasi dapat berupa empat macam (Subekti, 1984: 45) : 1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi untuk dilaksanakan 2. Melaksanakan apa yang dijanjikan tidak sebagaimana yang dijanjikan 3. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Sedangkan menurut Pasal 23 huruf g UU NO. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, ketentuan mengenai cidera janji meliputi : 1. Bentuk cidera janji oleh penyedia jasa meliputi : a. tidak menyelesaikan tugas b. tidak memenuhi mutu c. tidak memenuhi kualitas d. tidak menyerahkan hasil pekerjan 2. Bentuk cidera janji oleh pengguna jasa meliputi : a. terlambat membayar b. tidak membayar c. terlambat menyerahkan sarana pelaksanaan pekerjaan Menurut data yang penulis peroleh, pihak DPU dan pihak Jasa Konsultan PT. Herda Carter pernah melakukan wanprestasi yang berupa : 1. Wanprestasi yang Dilakukan Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter a. Kewajiban Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter yang Tidak dapat Dilaksanakan
lxxxvii
Pada Bab III tentang Kewajiban jasa konsultan pada bagian 3.01 (4) Salah satu unsur jasa konsultan dari pihak Site Team yang memiliki kedudukan sebagai Quantity Engineer yaitu Ir. Eko Widyatmoko ternyata masih memiliki ikatan kontrak kerja dengan perusahaan Jasa Konsultan lain yang ternyata masih aktif melakukan proyek pengawasan jalan di Jalan Lingkar Kaliwungu. Dalam menyelesaikan masalah tersebut hal yang dilakukan oleh DPU dengan Jasa Konsultan yaitu dengan cara musyawarah mufakat atau menggabungkan cara mediasi, dimana
dialog
dilakukan
dengan
menyertakan
atau
mempertimbangkan pendapat tenaga ahli profesional atas masalah yang dipersengketakan. Pendapat tersebut sangat membantu memperkecil masalah – masalah sengketa dimana diberlakukan kompromi dan adaptasi antara DPU dengan PT. Herda Carter dari kondisi yang berubah atau yang belum diatur secara eksplisit dalam perjanjian. Selain itu, Jasa Konsultan PT. Herda Carter juga lebih dominan mengutamakan musyawarah mufakat. Ir. Panut Gianto juga menjelaskan bahwa kurang efektifnya pemecahan masalah melalui arbitrasi yaitu dikarenakan seringnya arbiter yang menangani kurang memiliki ketrampilan dalam menangani sengketa dan tidak memiliki cukup kualitas serta integritas yang diperlukan. Untuk sengketa yang intinya berkisar mengenai pengertian hukum atas pasal – pasal kontrak atau aplikasinya bisa memakan waktu yang lama dan bisa juga akhirnya harus dialihkan
kelitigasi.
Dalam
hal
sengketa
hukum
yang
konsekuensi materinya relatif kecil, biaya sengketa akan menjadi tinggi, bisa karena sewa ruang untuk sidang maupun
lxxxviii
jika masing – masing pihak akhirnya memilih pengacara masing – masing di samping memilih dan mempercayakan Arbiter yang notabene disepakatinya hal ini juga berakibat pada
ketidak
mampuan satu pihak khususnya atas biaya tidak bisa dipertimbangkan dan untuk merealisasikan keputusan Arbitrase adakalanya diperlukan enforcement melalui pengadilan. Adapun bentuk kongkrit penyelesaiannya adalah dengan cara mengganti personil Jasa Konsultan Site Team Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY. Dalam hal ini Ir. Eko Widyatmoko yang pada mulanya menjadi Quantity Engineer untuk pengawasan teknik jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY, namun karena masih menjabat sebagai Quantity Engineer pada perusahaan Jasa Konsultan yang lain yang juga masih aktif melakukan pengawasan di Jalan Lingkar Kaliwungu, maka pihak DPU dan PT. Herda Carter mengadakan musyawarah mufakat yang intinya mengadakan penggantian personil Jasa Konsultan. Yang semula Quantity Engineer tersebut diisi oleh Ir.Eko Widyatmoko, sebagai konsekuensinya PT. Herda Carter harus menggantinya dengan personil yang memiliki kualitas sebanding dengan Ir. Eko Widyatmoko dan itupun masih akan di tes atau di uji ulang oleh pihak DPU. Penggantian Personil Konsultan yang dilakukan setelah ada kesepakatan antara pihak DPU dengan PT. Herda Carter harus dilakukan secara tertulis dalam artian kualifikasi personil konsultan yang diusulkan dan yang namanya tidak tercantum dalam kontrak kerja awal, harus disampaikan kepada DPU untuk memperoleh persetujuan sebelum personil baru
tersebut
berangkat atau mobilisasi ketempat tugas. Selain itu, Pihak DPU akan meninjau kembali besarnya beban biaya personil perbulan
lxxxix
bagi personil pengganti. Maka dibuatlah perubahan kontrak kerja antara DPU dengan pihak konsultan PT. Herda Carter yang isinya mencakup masalah kualifikasi, beban biaya personil, alasan penggantian personil serta persetujuan dari pihak DPU. Perubahan Perjanjian kontrak kerja tersebut dituangkan dalam Addendum II terhadap surat perjanjian kerja paket pengawasan teknik jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY Nomor: 04/KTR/SPL-OECF/ 07-A /V/2007, dengan dasar pembuatan addendum Surat dari Departemen Pekerjaan Umum, Nomor: PW 03 01-Bp.11.01/22 tanggal 21 Juni 2007 perihal : Persetujuan Penggantian Personil Konsultan Supervisi Paket pengawasan Teknik Jalan Pamanukan – Eretankulon, Berita Acara Penelitian Kontrak Paket Pengawasan Teknik Jalan OECF nomor : 15/PAN.LIT/LOAN BP-07A /X/2007. Adanya perubahan tersebut pihak konsultan harus menanggung semua biaya yang timbul atau biaya tambahan sebagai akibat pemindahan atau penggantian personil. Beban biaya
personil yang dibayarkan
ditugaskan
kepada personil yang
sebagai pengganti tidak melebihi beban biaya
personil yang digantikan. Menurut analisa penulis dan berdasarkan paparan di atas, hal ini jelas bahwa Jasa Konsultan PT. Herda Carter tidak melaksanakan kontrak yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Padahal untuk mencapai nilai pekerjaan yang baik tidak dibenarkan suatu pekerjaan dikerjakan secara rangkap, karena akan menimbulkan sistem atau mekanisme kerja yang tidak jelas. Dengan demikian Jasa Konsultan PT. Herda Carter telah melakukan wanprestasi yaitu melakukan sesuatu yang
xc
menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Subekti, dan praktek wanprestasi yang telah dilakukan Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter ini tidak sesuai dengan bentuk praktek wanprestasi yang dilakukan oleh penyedia jasa seperti yang terdapat didalam Undang – Undang Jasa Konstruksi Tahun 1999. b) Hak Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter yang Tidak dapat Dilaksanakan. Pada Bab V tentang Hak Jasa Konsultan bagian 5.01 (4) Pada saat mobilisasi atau hingga personil konsultan berangkat ke lapangan, Departemen Pekerjaan Umum masih belum memberikan uang muka yang sedianya akan digunakan sebagai biaya pemberangkatan personil dan biaya langsung untuk
memulai
jasa.
Keterlambatan
pihak
Departemen
Pekerjaan Umum tersebut berlangsung hingga lebih dari dua bulan. Untuk menutup pengeluaran – pengeluaran yang digunakan oleh jasa konsultan sebagai biaya pemberangkatan personil dan biaya langsung untuk memulai jasa, Sebagai solusinya, pihak jasa konsultan PT. Herda Carter memberi pinjaman terlebih dahulu demi terlaksananya proyek hingga ada penggantian atau dana yang turun dari Departemen Pekerjaan Umum. Berdasarkan paparan di atas, menurut analisis penulis, seharusnya dengan diterimanya hak atas pembayaran uang muka oleh Jasa Knsultan Pengawas PT. Herda Carter, mobilisasi dan mulainya jasa pengawasan proyek yang dilakukan oleh PT. Herda Carter tentu tidak akan terlambat, Namun dengan adanya keterlambatan pemberian uang muka oleh Departemen Pekerjaan Umum kepada Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter, maka mobilisasi dan mulainya
xci
layanan jasapun menjadi terlambat. Dalam hal ini da[pat penulis katakan wanprestasi yang dilakukan Jasa Konsultan PT. Herda Carter adalah melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat. Namun hal ini tidak lepas dari adanya praktek wanprestasi yang telah dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum yaitu adanya keterlambatan selama dua bulan dalam pemberian uang muka untuk mobilisasi dan memulai pelayanan jasa. Jadi, kesimpulan yang dapat penulis ambil disini adalah, bahwa wanprestasi yang telah dilakukan oleh Jasa Konsultan PT. Herda Carter sesuai dengan pendapat Subekti yaitu melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat. Sedangkan wanprestasi yang telah dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum juga telah sesuai dengan pendapat Subekti yaitu melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat dan telah sesuai dengan pengertian wanprestasi yang dilakukan oleh pengguna jasa menurut Undang – Undang Jasa Konstruksi tahun 1999 yaitu adanya keterlambatan membayar. 2. Wanprestasi yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaan Umum. a. Kewajiban Departemen Pekerjaan Umum yang Tidak dapat Dilaksanakan 1) Pada Bab IV tentang Kewajiban Departemen Pekerjaan Umum bagian 4.01 (3) Selama pelaksanaan proyek pengawasan jalan Pamanukan – Eretankulon tidak ada kesalahan, kecerobohan atau pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pegawai Departemen Pekerjaan Umum yang mengakibatkan jasa konsultan harus memberikan ganti kerugian. Oleh karena itu
xcii
meskipun dalam kontrak disebutkan bahwa DPU akan membela konsultan apa bila terdapat kecerobahan dan kesalahan dari pegawai DPU, namun pada kenyataannya, meskipun terjadi pelanggaran terhadap kontrak dalam hal ini adanya keterlambatan pengiriman gaji yang sebenarnya hal itu juga merugikan pihak konsultan, namun tetap saja pihak jasa konsultan yang harus mengalah dengan cara tidak memperpanjang permasalahan hingga ke Pengadilan. Jasa Konsultan lebih dominan mencari solusi sendiri yaitu dengan cara memberikan pinjaman uang terlebih dahulu sebelum DPU memberikan tranfer atau mengirim biaya untuk melaksanakan proyek. b. Hak Departemen Pekerjaan Umum yang
Tidak dapat
Dilaksanakan Selama pelaksanaan proyek berlangsung Departemen Pekerjaan Umum selalu mendapatkan hak – haknya seperti yang terdapat dalam kontrak kerja antara Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum dalam paket proyek pengawasan jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY. Dari data dan hasil penelitian di atas, maka dapat dilihat bahwa pada prakteknya kontrak kerja jasa konsultan pengawas PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum meskipun kontrak
tersebut
tetap
dilaksanakan
namun
dalam
pelaksanaannya masih tetap terjadi pelanggaran kontrak ( contract violation ) atau wanprestasi. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan mengenai akibat hukum dari praktek wanprestasi yang telah dilakukan masing – masing pihak.
xciii
Untuk sampai pada fase dimana debitur dinyatakan wanprestasi, maka perlu adanya pernyataan lalai dari kreditur. “Jadi maksud berada dalam keadaan lalai ialah peringatan atau pernyataan dari kreditur tentang saat selambat – lambatnya debitur wajib memenuhi prestasi “ (Subekti, 1990 : 48). Berdasarkan Pasal 1238, kreditur harus menyatakan debitur lalai dengan “suatu surat perintah” atau dengan “akta sejenis” surat perintah, yang dimaksud adalah surat kreditur kepada debitur yang berisi pernyataan atau perintah agar debitur memenuhi kewajibannya selambat – lambatnya pada suatu saat yang ditentukan. Surat yang demikian itu disebut sebagai sommatie. Hukuman atau akibat – akibat wanprestasi bagi debitur dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu (Subekti, 1990: 45) : 1. Membayar kerugian atau ganti rugi 2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian 3. Peralihan resiko 4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di Pengadilan. Menurut Pasal 26 dan 27 UU No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi : Pasal 26 UU No. 18 Tahun 1999 : Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka
perencana
atau
pengawas
konstruksi
wajib
bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan di kenakan ganti rugi.
xciv
Pasal 27 UU No. 18 Tahun 1999 : Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan di kenai ganti rugi. Menurut penjelasan pasal di atas adalah bahwa, pengertian kerugian yang diderita oleh pengguna jasa atau penyedia jasa tidak termasuk keuntungan yang akan diperoleh ataupun bagian dari biaya atas pelayanan yang sudah dinikmati. Pelanggaran kontrak adalah pelanggaran terhadap satu atau lebih persyaratan yang terkandung dalam kontrak, dengan konsekuensi yang harus ditanggung oleh pihak yang bersepakat (Wulfram I. Erfianto, 2002: 103). Dalam hal ini pelanggaran kontrak yang telah terjadi yaitu bahwa baik Jasa Konsultan (pengawas) maupun Departemen Pekerjaan Umum (pengguna jasa) telah melanggar sebagian kontrak. Akibat pelanggaran kontrak tersebut salah satu pihak mengalami kerugian. Pada dasarnya, dalam menilai kadar pelanggaran dikenal konsep pelanggaran material dan pelanggaran imaterial. Dikatakan sebagai pelanggaran material jika menyangkut masalah aspek vital dari suatu kontrak. Sebaliknya suatu pelanggaran terhadap kontrak dikatakan pelanggaran imaterial jika menyangkut aspek yang kurang atau tidak penting dari suatu perjanjian. Dalam pelaksanaannya pelanggaran kontrak yang dilakukan baik PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum lebih bersifat pelanggaran imaterial karena menyangkut aspek – aspek yang tidak penting atau kurang penting dalam suatu kontrak.
xcv
Berdasarkan analisis diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, hak dan kewajiban Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum yang dituangkan dalam
kontrak
kerja
jasa
KU.08.08/CTR/BLN/PW-PLJ/04
konstruksi dalam
Nomor
:
No.
paket
proyek
pengawasan jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY tetap dilaksanakan meskipun dalam pelaksanaannya masih terdapat pelanggaran (wanprestasi). Adapun bentuk pelanggaran yang dilakukan baik Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum tergolong pelanggaran imaterial atau pelanggaran ringan karena menyangkut aspek yang tidak begitu penting sehingga baik Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter maupun DPU yang merupakan pelanggar kontrak sama sekali tidak dikenai ganti kerugian. 2. Permasalahan yang timbul dalam kontrak kerja antara jasa konsultan pengawas jalan PT. Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko dan penyelesaiannya Hambatan dalam pelaksanaan kontrak konstruksi menurut Munir Fuady dalam bukunya manajemen proyek konstruksi, dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor makro dan faktor mikro (Munir Fuady, 1998 : 198) : a. Faktor Makro Faktor makro adalah faktor yang secara umum berkaitan dengan adanya kebijakan sosial politik pemerintah (perubahan rencana anggaran belanja negara yang merubah DUP), sehingga proyek – proyek pembangunan jalan maupun jembatan yang biasanya dapat dilaksanakan, menjadi batal pelaksanaannya.
xcvi
b. Faktor Mikro Faktor Mikro dapat disebabkan dua hal yaitu keadaan intern jasa konsultan dan keadaan extern jasa konsultan. Keadaan intern jasa konsultan antara lain keterlambatan pihak kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan yang secara otomatis juga akan mengakibatkan keterlambatan laporan yang dibuat oleh jasa konsultan dan harus diserahkan tiap satu bulan sekali , tiga bulan sekali dan akhir proyek. Keadaan lain yang menghambat pelaksanaan kontrak adalah adanya pergantian personil jasa konsultan yang merangkap pekerjaan. Keadaan ekstern jasa konsultan yaitu berubahnya review desain yang memang sudah tidak relevan lagi dengan keadaan pada saat proyek akan berlangsung. Dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi
tidak selamanya
sesuai rencana. Hal lain yang juga dapat menjadi faktor penghambat pelaksanaan kontrak adalah dikarenakan keadaan memaksa atau overmacht. Overmacht adalah suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan debitur, mengingat hal tersebut tidak dapat diduga atau diperhitungkan sebelumnya. Dalam keadaan memaksa, debitur berusaha menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan disebabkan oleh hal – hal yang sama sekali tidak dapat diduga dan dimana ia tidak dapat berbuat apa – apa terhadap keadaan yang timbul akibat peristiwa yang timbul diluar dugaan (Subekti, 1990 : 55 ). Pada kenyataannya di dalam kontrak tersebut tidak disebutkan apabila terjadi overmacht baik itu mengenai penanggungan resiko maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan hal tersebut. Hal inilah yang mungkin juga menjadi salah satu penghambat pelaksanaan kontrak konstruksi itu sendiri, karena tentunya kedua belah pihak juga sama-sama tidak ingin dirugikan apabila terjadi overmacht, meskipun mungkin pada kenyataannya hal tersebut tidak terjadi di lapangan
xcvii
Pasal 1244 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata menetapkan: “ Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tidak diduga, pun tidak dapat dipertanggung jawabkannya. Padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya”. Pasal 1245 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata menetapkan “ Tidaklah biaya, rugi dan bunga harus digantikannya, apabila karena keadaan memaksa atau karena suatu kejadian yang tidak disengaja, siberhutang berhalangan memberikan atau
berbuat sesuatu
yang
diwajibkan atau karena hal – hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”. Dari kedua pasal di atas pada dasarnya mengatur hal yang sama, yaitu dibebaskannya si debitur dari kewajiban mengganti kerugian, karena suatu kejadian yang dinamakan keadaan memaksa. Ada dua teori tentang Overmacht, yaitu ( J. Satrio, 1983 : 254 ): 1. Teori Obyektif Suatu overmacht dianggap ada jika terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan orang tidak dapat memenuhi kewajiban secara mutlak 2. Teori Subyektif Suatu overmacht dianggap ada jika debitur yang bersangkutan telah berusaha
dengan
baik,
kemudian
tidak
dapat
memenuhi
kewajibannya. Berdasarkan data yang penulis peroleh, pada pelaksanaan kontrak antara PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum dalam Paket Proyek Pengawasan Jalan Wates - Toyan - Karangnongko Propinsi DIY hambatan yang terjadi yaitu adanya perbedaan kualitas dan harga satuan barang pada saat pelelangan berbeda dengan harga dan kualitas barang pada saat proyek akan dilaksanakan. Perbedaan ini yang menjadi xcviii
penghambat pelaksanaan kontrak, karena kontraktor tidak mampu melaksanakan proyek tersebut dikarenakan anggaran yang diberikan pemerintah tidak cukup untuk melaksanakan proyek. Dalam hal ini agar proyek dapat terlaksana maka perlu diadakan perubahan besar review desain dan yang terlibat dalam pelaksanaan review desain tersebut adalah konsultan perencana. Secara otomatis mundurnya jadwal pelaksanaan proyek yang dilakukan oleh kontraktor juga mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan kontrak yang disepakati antara. Jasa Konsultan Pengawas PT Herda Carter dan DPU. Kontrak kerja antara jasa konsultan PT. Herda Carter
dan
Departemen Pekerjaan Umum yang sebenarnya akan dilaksanakan pada bulan Pebruari tahun 2007, karena adanya review desain tersebut terpaksa mundur menjadi bulan Mei tahun 2008. Meskipun pada akhirnya kontrak tersebut dapat berjalan, namun pelaksanaan kontrak menjadi terhambat dikarenakan kontrak tersebut harus mundur satu tahun lebih. Hal ini jelas mengakibatkan dampak yang tidak baik pada sistem transportasi nasional atau dengan kata lain mobilitas barang dan jasa dari propinsi yang satu ke propinsi yang lain menjadi terhambat. Menurut pendapat penulis, sebagaimana tercermin dari uraian di atas, hal tersebut terjadi dikarenakan oleh dua faktor : 1. Faktor internal Pada umumnya jasa konstruksi nasional masih mempunyai kelemahan dalam
manajemen,
penguasaan
teknologi dan
permodalan serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga terampil. Struktur usaha jasa konstruksi nasional masih belum tertata secara utuh dan kokoh tercermin dari kenyataan belum terwujudnya kemitraan yang sinergi antara penyedia jasa dalam berbagai klasifikasi dan atau kualifikasi
xcix
2. Faktor eksternal Kekurang setaraan hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Belum mantapnya dukungan berbagai sektor secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kinerja dan keandalan jasa
konstruksi nasional antara
akses
kepada
permodalan, kesediaan bahan dan komponen bangunan yang standar. Dengan demikian, menurut analisis penulis faktor yang menjadi penghambat dalam melaksanakan kontrak antara PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum adalah faktor mikro keadaan extern Jasa Konsultan PT. Herda Carter adanya perubahan desain yang besar yang memerlukan pengesahan dari Departemen Pekerjaan Umum. Hal ini sesuai dengan pendapat Munir Fuady tentang hambatan pelaksanaan kontrak. Dalam
hal
adanya
keterlambatan
yang
mengakibatkan
terhambatnya pelaksanaan kontrak, menurut UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi disebutkan dalam Pasal 23
huruf g ayat (2)
bahwa, “ dalam hal terjadinya keterlambatan pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia jasa atau pengguna jasa, pihak yang dirugikan berhak untuk memperoleh kompensasi yang masing – masing disesuaikan dengan kegiatan tahapan pelaksanaan dan pengawasan”. Berdasarkan penjelasan di atas dan data yang penulis peroleh, ternyata pelaksanaan di lapangan tidak sesuai dengan pendapat Munir Fuady yang menyatakan tentang hambatan pelaksanaan kontrak konstruksi disebabkan oleh Faktor Makro, karena selama ini proyek pengawasan jalan dapat dilaksanakan. Selain itu pelaksanaan dilapangan juga tidak sesuai dengan teori overmacht sebab hambatan yang terdapat didalam melaksanakan kontrak bukan dikarenakan suatu peristiwa yang
tidak
dapat diduga atau diperhitungkan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, hal ini juga tidak sesuai dengan peraturan yang ada dalam UU No. 18 Tahun
c
1999 Pasal 23 huruf g ayat (2) yang menyatakan pihak penyedia jasa atau pihak yang dirugikan berhak memperoleh kompensasi atau ganti kerugian. Namun dalam kenyataannya dalam hal ini Jasa Konsultan Pengawas PT Herda Carter tidak memperoleh kompensasi atau ganti kerugian apapun dari Departemen Pekerjaan Umum sehubungan dengan keterlambatan pelaksanaan kontrak kerja yang dikarenakan kesalahan pihak ketiga atau pengguna jasa ( DPU ) dalam pelaksanaan kontrak. Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa faktor
yang
menjadi penghambat dalam melaksanakan kontrak antara PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum adalah faktor mikro keadaan extern Jasa Konsultan PT. Herda Carter. Hal ini sesuai dengan pendapat Munir Fuady tentang hambatan pelaksanaan kontrak dan ternyata pelaksanaan dilapangan tidak sesuai dengan teori atau peraturan yang ada dalam UU No. 18 Tahun 1999 Pasal 23 huruf g ayat (2). Atau dengan kata lain pihak penyedia jasa dalam hal ini Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter tidak memperoleh kompensasi atau ganti kerugian dari Departemen Pekerjaan Umum sehubungan dengan keterlambatan pelaksanaan kontrak kerja yang dikarenakan kesalahan pihak ketiga atau pengguna jasa ( DPU ) dalam pelaksanaan kontrak.
ci
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan dalam bab III di muka, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Implementasi Kontrak Kerja Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko, telah terlaksana dengan baik, dimana hak dan kewajiban Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum yang dituangkan dalam kontrak kerja jasa konstruksi Nomor : No. KU.08.08/CTR/BLN/PW-PLJ/04 dalam paket proyek pengawasan jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY tetap
dilaksanakan
meskipun
dalam
pelaksanaannya
masih terdapat
pelanggaran (wanprestasi). Adapun bentuk pelanggaran yang dilakukan baik Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter dan Departemen Pekerjaan Umum tergolong pelanggaran immaterial atau pelanggaran ringan karena menyangkut aspek yang tidak begitu penting sehingga baik Jasa Konsultan Pengawas PT. Herda Carter maupun DPU yang merupakan pelanggar kontrak sama sekali tidak dikenai ganti kerugian. 2. Faktor yang menjadi hambatan dalam melaksanakan kontrak kerja antara Jasa Konsultan PT. Herda Carter dengan Dinas Pekerjaan Umum Dirjen Bina Marga Kulon Progo dalam Paket Proyek Peningkatan Jalan Wates – Toyan – Karangnongko adalah faktor mikro yang disebabkan karena keadaan ekstern Jasa Konsultan PT. Herda Charter. Bentuk kongkrit hambatan pelaksanaan kontrak adanya perubahan desain yang besar yang memerlukan pengesahan dari Departemen Pekerjaan Umum sehingga mengakibatkan pelaksanaan kontrak menjadi mundur selama satu tahun, sedangkan untuk penyelesaian masalah tersebut yang dapat dilakukan adalah dengan membuat kontrak baru guna melengkapi kontrak yang sebelumnya telah disepakati, sehingga dalam
cii
hal ini tidak ada pihak-pihak yang dirugikan secara materiil karena adanya hambatan tersebut.
B. Saran 1. Agar dalam pelaksanaan pekerjaan Jasa Konstruksi dapat berjalan dengan lancar dan baik, hendaknya dalam pemenuhan kontrak kerja dilandasi dengan prinsip kesetaraan dalam hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik dan sinergi yang memungkinkan para pihak untuk melakukan fungsinya masing – masing secara konsisten. 2. Untuk menjamin kepentingan para pihak baik Konsultan maupun pemberi tugas, dalam pembuatan kontrak kerja hendaknya mencantumkan ketentuan mengenai overmacht / keadaan memaksa. Dengan maksud agar apabila terjadi overmacht, masing – masing pihak dapat memiliki kedudukan yang sejajar dimata hukum.
ciii
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Abdulkadir Muhammad, Pokok – pokok Hukum Pertanggungan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1982. Perjanjian Baku dalam Praktek Perdagangan, Bandung : Citra Aditya Bakti. 1992.
Perusahaan
Black, Henry Campell, Black’s Law Dictionary. St. Paul. Minnesota, USA : West Publishing Co. 1968. Budiono Kusumo Hamidjojo, Panduan untuk Merancang Kontrak, Penerbit Grasindo, 2001. FX. Djumialdji, Himpunan Peraturan Perundang – undangan Perburuhan bidang Pemutusan Hubungan Kerja, Jakarta : Citra Aditya Bakti, 1991. Gifis, Steven H. Law Dictionary, New York, USA : Baron’s Educational Series. Inc., 1984. Ginanjar Kartasasmita, Jasa Konstruksi dari Masa ke masa, Jakarta : Media Elexkomputindo, 1997. Hamid Shahab, Aspek Hukum dalam Sengketa Bidang Konstruksi, Jakarta : Penerbit Djambatan, 1996. HB. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif ( Dasar teori dan terapannya dalam penelitian ), Surakarta : UNS Press, 2002. Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung : Penerbit Citra Aditya Bhakti, 2001. Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Bandung : Penerbit Citra Aditya Bhakti, 1998. Peter Aronstam. 1979. Consumer Protection, Freedom of Contract And The Law. Cope Town : Juta & Company Limited. Peter Mahmud Marzuki. 2002. Kontrak dan Pelaksanaannya, Surakarta : Depdiknas Prog. Pascasarjana Progdi Ilmu Hukum UNS.
civ
Rissard Pehiadang, Konsultan Indonesia Dalam Perspektif, Jakarta : Penerbit Gramedia, 1997 R. Setiawan, Pokok – Pokok Hukum Perikatan, Jakarta : Bina Cipta, 1994 Russel and Bernard, Cultural Constrait in Management Theories, Academy of Management Executive, 1993. Samodra Wibawa. Kebijakan Intermasa.1994.
Publik
Proses
dan
Analisis.
Jakarta:
Soedibyo, Pihak – pihak yang Melaksanakan Pembangunan, Jakarta : Pradnya Paramita, 1984 Soenarko. Public Policy pengertian Pokok Untuk Memahami dan Analisa Kebijaksanaan Pemerintah. Jakarta: Erlangga.2003. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1984 Solihin Abdul Wahab. Analisa Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan. Jakarta : Bumi Aksara.2004. Subekti, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 1985. Aneka Perjanjian. Bandung.: Penerbit Alumni, 1987. Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 1990. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pradnya Paramita, 1995. Sutan Remy Sjahdeini. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta : Penerbit Institut Bankir Indonesia, 1993. Tjiptono, Strategi Pemasaran, Yogyakarta : Penerbit Andi Offset, 1995.
Kamus : C.S.T Kansil. Kamus Istilah Aneka Hukum. Jakarta: Jala Permata.2009.
cv
Suharso dan Ana Retnoningsih. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya.2005. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.1976. Umi Chulsum dan Windi Novia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko.2006.
Peraturan Perundang-undangan : Kontrak Kerja Konsultan Pembangunan Jalan Karangnongko.
Dalam Paket Proyek Pengawasan Teknik dan Jembatan Field Team Wates-Toyan-
UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan peran Masyarakat Jasa Kontruksi. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Peraturan pemerintah No. 30 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
Jurnal : Daniel
Markovits.2004.”Contract Journal.Vol.113.No.1417.
and
Collaboration”.The
Yale
Law
Alan Schwartz and Robert E. Scott.2003.”Contract Theory and the Limits of Contract Law”.The Yale Law Journal.Vol.113.No.541.
cvi
D E P A R T E M E N P E K E R J A A N DIREKTORAT JENDERAL BINA D I R E K T O R A T J A L A N
D A N
U M U M MARGA
J E M B A T A N W I L A Y A H
B A R A T
JL. PATIMURA NO.20. Gd. SAPTA TARUNA LANTAI VII KEBAYORAN BARU, JAKART A SELATAN – 12110, TELP ( 021 ) 7 3 9 4 9 5 6 . F A X : ( 0 2 1 ) 7 2 5 1 9 0 5
KONTRAK KERJA KONSULTAN PENGAWASAN TEKNIK PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN FIELD TEAM WATES – TOYAN KARANGNONGKO
BAGIAN PELAKSANA KEGIATAN PEMBANGUNAN JALAN DAN JEMBATAN WATES – TOYAN - KARANGNONGKO PROVINSI DIY
T EC HN IC A L ASS IS TA NCE FOR C O N S T R U C T I O N S U P E R V I S I O N C O N S U L T A N T (CSC-1) F OR NON ME TRO PO L ITA N ROADS O F S T R A TE G I C R O A D S I N F R A S T R U C T U R E P R O J E C T( S R I P ) UNDE R IBRD LOAN NO. 4 834 -IND
CECI Joint Venture with PT. HERDA CARTER Field Team WATES-TOYAN-KARANGNONGKO Murbai Street No.12, Rt. 10, Rw. 01 Sumur Boto Kulon Progo. Telphone : (0274) 328513. Fax
KP : 56172. Email :
[email protected]
cvii
-
TE CHNIC A L A SSI STA NC E FO R C O N S T R U C T I O N S U P E R V I S I O N C O N S U L T A N T (CSC-1) F OR N ON M E T R OP OL IT AN R O ADS OF S T R AT E GIC R OAD S INF R AST R UCT U R E P R OJ E CT( S R IP ) UND E R IB R D L OAN N O. 4 83 4- IN D CECI Joint Venture with PT. HERDA CARTER Field Team Wates – Toyan - Karangnongko Murbai Street No.12, Rt. 10, Rw. 01 Sumur Boto Kulon Progo. Telphone : (0274) 328513. FaxKP : 56172. Email :
[email protected]
BAB I Definisi Surat perjanjian kontrak kerja menyatakan pihak Kesatu Proyek Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Departemen Pekerjaan Umum Kulon Progo yang beralamat di Jalan Murbai - Sumurboto, Kulon Progo setuju menugaskan Pihak Kedua PT. Herda Charter untuk melaksanakan Paket Pengawasan Teknik Jalan Wates – Toyan – Karangnongko Propinsi DIY. Pihak kedua setuju memberikan jasa berdasarkan syarat dan ketentuan yang ditetapkan dalam kontrak dan kedua belah pihak untuk sepakat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam Kontrak Nomor: No. KU.08.08/CTR/BLN/PW-PLJ/04. BAB II Jasa Sumber dana pembiayaan ini berasal dai sektor loan noor registrasi: 21447801 di bebankan melalui DIP proyek Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan Propinsi DIY Tahun Anggaran 2007 – 2008. Atas jasa yang diberikan oleh pihak kedua Proyek Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan Propinsi DIY membayar dengan cara yang dinyatakan dalam kontrak sebagaimana yang ditetapkan dalam lampiran C (biaya ), yaitu sebesar tidak lebih dari Rp. 222.750.000 (dua ratus dua puluh dua juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) termasuk PPN BAB III Kewajiban dan tanggung jawab konsultan
cviii
10)
mengikuti pedoman yang diberikan oleh Kantor/Satuan
Kerja/Proyek. Konsultan harus mengerahkan segala kemampuan, perhatian, ketekunan, serta efisiensi dan efektifitas sebagai tenaga ahli (profesional), dalam malaksanakan tugas- tugasnya. Konsultan harus memenuhi standar profesi yang berlaku, menggunakan praktek teknik/teknologi tepat guna, administrasi dan keuangan yang baik pada masing – masing bidang yang digunakan dalam jasa. Konsultan harus bekerja untuk kepentingan Kantor/Satuan Kerja/Proyek; 11)
menyusun
dan
menyampaikan
usulannya
kepada
Kantor/Satuan Kerja/Proyek berkenaan dengan maksudnya untuk memperbaiki fasilitas dan atau sistem itu tanpa biaya lagi dari Kantor/Satuan Kerja/Proyek sampai pada waktu fasilitas dan atau sistem tersebut memenuhi standar kinerja; 12)
menunjuk seorang karyawan tetap senior sebagai pemimpin
tim yang bertempat tinggal tetap di tempat tugas sepanjang waktu pelaksanaan jasa, kecuali selama cuti atau ketidakhadiran yang diijinkan oleh kantor satuan kerja proyek. Pemimpin tim harus selalu berhubungan dengan kantor satuan kerja proyek selama pelaksanaan kontrak. Pemimpin tim adalah wakil sah konsultan; 13)
mempekerjakan
personil yang
ditunjuk dalam jadwal
penugasan selama jangka waktu yang telah ditentukan.
Menjamin
bahwa personil hanya akan dipekerjakan tidak terlibat dalam kegiatan usaha lain atau kegiatan profesional lain selama penugasannya berdasarkan kontrak; 14)
memegang
kerahasiaan
negara
dan
melarang serta
mencegah personilnya memberitahukan kepada siapapun atau badan hukum mengenai informasi yang dirahasiakan; 15)
menjaga kepentingan kantor satuan kerja proyek dengan
menyimpan semua informasi, dokumentasi, data, peta, gambar, dokumen design dan laporan dengan sangat rahasia;
cix
16)
menyimpan catatan dan perhitungan biaya yang akurat dan
sitematis sehubungan dengan jasa dalam bentuk dan rincian yang dapat digunakan untuk menetapkan secara akurat bahwa telah dikeluarkan biaya dan pengeluaran yang dirujuk dalam biaya dan pembayaran; 17)
menyampaikan laporan kemajuan pekerjaan dan laporan
penyelesaian
pekerjaan
sebagaimana
yang
dinyatakan
dalam
Kerangka Acuan Kerja;. 18)
menjamin
bahwa
spesifikasi,
desain
dan
semua
dokumentasi yang berhubungan dengan pengadaan jasa konstruksi barang dan jasa untuk proyek disusun berdasarkan asas tidak memihak dan sesuai dengan cara pelaksanaan yang baik dan peraturan - peraturan yang berlaku pada proyek. BAB IV Tanggung jawab Departemen Pekerjaan Umum 5) menyediakan barang dan fasilitas yang diperlukan tanpa biaya bagi konsultan untuk pelaksanaan jasa; 6) mengangkat seorang pemimpin proyek yang diberi kuasa dan wewenang untuk mengambil dan melaksanakan keputusan di proyek; 7) memberikan ganti kerugian, melindungi dan membela konsultan terhadap semua tuntutan hukum, tuntutan lainnya, dan tanggungan yang timbul karena kesalahan, kecerobohan dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pegawai Departemen Pekerjaan Umum; 8) membayar jasa konsultan berdasarkan kontrak
BAB V Biaya dan pembayaran
cx
6) mendapatkan
pembayaran
dari
kantor
satuan
kerja
proyek
berdasarkan kontrak dengan jumlah uang yang telah disebutkan dalam perjanjian; 7) mendapatkan tambahan biaya sebagai pengganti bantuan, jasa dan fasilitas yang belum disediakan oleh kantor satuan kerja proyek sesuai dengan kesepakatan bersama; 8) menunjuk bank dalam rangka pembayaran oleh kantor satuan kerja proyek; 9) mendapatkan uang muka yang mencakup biaya pemberangkatan personil dan biaya langsung untuk memulai jasa; 10) memilih dan mengangkat personil di lapangan atau kantor site team BAB VI Pemilikan laporan dan peralatan 3) mendapatkan laporan dan data yang terkait seperti peta, diagram, disain,
dan
bahan
pendukung
lain
yang
dihimpun
selama
berlangsungnya jasa. 4) berhak atas peralatan yang dibeli atau dimiliki atas nama Departemen Pekerjaan Umum yang digunakan oleh konsultan. BAB VII Sanksi, pemutusan kontrak dan penyelesaian perselisihan Pemutusan kontrak dapat dilaksanakan apabila konsulan tidak berhasil memperbaiki suatu kegagalan pelaksanaan kewajiban berdasarkan kontrak, konsultan tidak mampu lagi membayar hutang-hutangnya atau bangkrut, konsultan gagal memenuhi putusan akhir arbirase, konsultan menyampaikan suatu pernyataan yang tidak benar kepada Kantor Satuan Proyek yang mana pernyataan tersebut berpengaruh terhadap hak dan kewajiban atau kepentingan kantor satuan proyek , konsultan tidak bisa melaksanakan sebagian besar jasanya untuk jangka waktu sekurangkurangnya enam puluh hari atau kantor satuan proyek atas kehendaknya
cxi
sendiri atau karena sesuatu hal, memutus kontrak. Pemberitahuan akan disampaikan sekurang-kurangnya tiga puluh hari sebelum pemutusan kontrak BAB VIII Perubahan kontrak, Bahasa, satuan ukuran, satuan berat, dan peraturan kerja lapangan. Segala ketentuan yang belum diatur dalam perjanjian ini akan diatur selanjutnya dalam adendum yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian ini dan akan diputuskan secara bersama BAB IX Wakil sah, pemberitahuan dan permintaan Egala bentuk laporan yang dihasilkan konsultan wajib di berikan kepada Kantor Satuan Proyek selaku wakil sah dari DPU Kulon Progo DIY yang meliputi data pengendalian pekerjaan, hasil pemantauan kemajuan fisik, yang diwujudkan dalam daily report, weekly report dan mothly certificate. Konsltan dapat mengajukan permintaan Final payment kepada kantor satuan proyek setelah semua report terpenuhi
BAB X Berlakunya kontrak . Masa pelaksanaan kontrak adalah dua belas bulan sejak tanggal dimulai, sesuai dengan rincian yang dinyatakan dalam jadwal jasa lampiran B pada kontrak
cxii
Kulonprogo
15 Maret 2010
SITE ENGINEER
IR. H. PANUT GIANTO LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Biaya Upah Professional Staff No.
Jabatan
Harga Satuan ( Rp )
1
Site Engineer
5000.000
2
Quality / Quantity Engineer
4.650.000
B. Biaya Upah Sub Professional Staff No.
Jabatan
HargaSatuan ( Rp )
1
Inspector
850.000
2
Surveyor
850.000
3
Lab. Technician
850.000
C. Supporting Staff No.
Jabatan
Harga Satuan ( Rp )
1
Administrasi / sekretaris
625.000
2
Operator Computer
625.000
3
Pesuruh
350.000
4
Penjaga
350.000
D. Biaya Perjalanan Mobilisasi No.
Ongkos Perjalanan
Biaya Satuan ( Rp )
1
Professional Staff
100.000
E. Biaya Perjalanan Dinas
cxiii
No.
Perjalanan Dinas / Lab
Biaya Satuan
1
Site Engineer
125.000
2
Quality / Quantity Engineer
125.000
F. Fasilitas Kerja No.
Perlengkapan Kantor
Harga Satuan ( Rp )
1
Sewa kantor lapangan
150.000
2
Meja Gambar Mesin Gambar
3
Computer, monitor, printer
340.000
4
Komunikasi Kantor ( telpon, fax, telex dan surat - surat
125.000
5
Bahan Operasional Kantor
75.000
75.000
G. Akomodasi No.
Akomodasi
Harga Satuan ( Rp )
1
Sewa kendaraan roda empat
1. 750. 000
2
Sewa Kendaraam roda dua
250.000
H. Perumahan No.
Perumahan
1
Perumahan Professional staff
I.
Harga Satuan ( Rp ) 100.000
Laporan
No.
Lain - lain
Harga Satuan ( Rp )
1
Laporan Bulanan
825.000
2
Laporan Triwulan
337.500
3
Laporan Teknik
232.500
4
Laporan Akhir
900.000
cxiv
Fasilitas yang diberikan DPU kepada Jasa Konsultan PT. Herda Charter No.
Item
Harga Satuan ( Rp. )
1.
Sewa Kantor Lapangan
150.000
2
Meja gambar dan mesin gambar
75.000
3
Komputer, monitor dan printer
340.000
4
Telpon, Fax, Telex , surat - surat
125.000
5
Bahan Operasional kantor
6
Sewa Mobil
7
Sewa Sepeda Motor
250.000
8
Tunjangan Perumahan
100.000
75.000 1. 750.000
Total
2. 865. 000
Fasilitas yang diperlukan tanpa biaya bagi konsultan untuk pelaksanaan jasa No.
Item
Harga Satuan ( Rp. )
1.
Sewa Kantor Lapangan
150.000
2
Meja gambar dan mesin gambar
75.000
3
Komputer, monitor dan printer
340.000
4
Telpon, Fax, Telex , surat - surat
125.000
5
Bahan Operasional kantor
6
Sewa Mobil
7
Sewa Sepeda Motor
250.000
8
Tunjangan Perumahan
100.000
75.000 1. 750.000
Total
2. 865. 000
cxv
Pembayaran yang diberikan Departemen Pekerjaan Umum kepada jasa konsultan dilakukan setiap akhir bulan yang besarnya meliputi . A. Site Engineer No.
Item
Harga Satuan ( Rp. )
1
Biaya / Upah
5.000.000
2
Ongkos Perjalanan
100.000
3
Perjalanan Dinas
125.000
4
Sewa Mobil
5
Perumahan
1.750.000 100.000
Total
7. 075.000
B. Quality Engineer No.
Item
Harga Satuan
1.
Biaya / Upah
4. 650.000
2.
Perjalanan Dinas
125.000
3.
Sewa Sepeda Motor
250.000
Total
5.625.000
C. Inspector No.
Item
Harga Satuan ( Rp )
1
Biaya / Upah
850.000
Total
850.000
D. Surveyor No.
Item
Harga Satuan ( Rp )
1
Biaya / Upah
850.000
Total
850.000
E. Lab. Technician No.
Item
Harga Satuan ( Rp. )
cxvi
1
Biaya / Upah
850.000
Total
850.000
F. Sekretaris No.
Item
Harga Satuan ( Rp. )
1
Biaya / Upah
625.000
Total
625.000
G. Operator Komputer No.
Item
Harga Satuan ( Rp. )
1
Biaya / Upah
625.000
Total
625.000
H. Pesuruh No.
Item
Harga Satuan ( Rp. )
1
Biaya / Upah
350.000
Total
350.000
I. Penjaga Malam No.
Item
Harga Satuan ( Rp. )
1
Biaya / Upah
350.000
Total
350.000
cxvii
T EC HN IC A L ASS IS TA NCE FOR C O N S T R U C T I O N S U P E R V I S I O N C O N S U L T A N T (CSC-1) F OR NON ME TRO PO L ITA N ROADS O F S T R A TE G I C R O A D S I N F R A S T R U C T U R E P R O J E C T( S R I P ) UNDE R IBRD LOAN NO. 4 834 -IND
CECI
Joint Venture with PT. HERDA CARTER Field Team WATES-TOYAN-KARANGNONGKO
Murbai Street No.12, Rt. 10, Rw. 01 Sumur Boto Kulon Progo. Telphone : (0274) 328513. Fax
-
KP : 56172. Email :
[email protected]
Hal
: Surat Penelitian
Lamp
:-
Yogyakarta, 10 Desember 2009
Kepada : Yth. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Di Surakarta
Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini adalah Site Engineer PT Herda Carter Field Team Wates-Toyan-Karangnongko, menyatakan sebenar-benarnya bahwa mahasiswa : Nama
: Herdhian Indrakusuma
Fakultas
: Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
telah benar-benar mengadakan penelitian di PT Herda Carter Field Team Wates-ToyanKarangnongko untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kontrak Kerja Antara PT Herda Carter Dengan Dinas Pekerjaan Umum Ditjen Bina Marga Kabupaten Kulon Progo Propinsi DIY”. Demikian surat keterangan ini untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Yogyakarta, 10 Desember 2009
Ir. Panut Gianto Site Engineer
cxviii