perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM DALAM MEMERIKSA KESALAHAN TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NOMOR : 1069/Pid,B/2008./PN.SMG)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : ARIF TRI PRASETYO NIM : E 1107011
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM DALAM MEMERIKSA KESALAHAN TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NOMOR : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG) Oleh : Arif Tri Prasetyo NIM : E 1107011
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2012
Dosen Pembimbing Skripsi
KRISTIYADI, S.H., M.H.
MUHAMMAD RUSTAMAJI, S.H.,M.H.
NIP. 1958122511986011001 commit to user
ii
NIP. 198210082005011001
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM DALAM MEMERIKSA KESALAHAN ERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NOMOR 1069/Pid.B/2008/PN.SMG) Oleh : Arif Tri Prasetyo NIM : E 1107011 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari
:
Selasa
Tanggal
:
Juli 2012
DEWAN PENGUJI
1. Edy
Herdyanto,
S.H.,M.H.
(.................................................) Ketua 2. Kristiyadi, S.H.,M,H. (.................................................) Sekretaris 3. Muhammad
Rustamaji,
(.................................................) Anggota
Mengetahui, Dekan Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum. NIPcommit 195702031985032001 to user
iii
S.H.,M.H
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Arif Tri Prasetyo
NIM
: E1107011
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul “KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM DALAM MEMERIKSA KESALAHAN TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NOMOR : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG)” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini. Surakarta, Juli 2012 yang membuat pernyataan
Arif Tri Prasetyo NIM. E1107011
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
"Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil" ( Mario Teguh ) “Jika orang lain saja bisa, saya juga pasti bisa.” (Penulis)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini didedikasikan kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Penelitian Hukum ini . 2. Alm. Bapak Sugiyarto dan Ibu Tumiyem serta kakak perempuanku dan kakak iparku serta ponakanku tercinta Dwi Septiyana dan Anggoro Dwi Santoso beserta Qonita Annisa Zhalfa Santoso
yang selama ini telah
memberi kasih sayang dan doa serta dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian Hukum ini. 3. Keluarga Besar Eyang Suyoto Yoto Soewarnoe dan Eyang Mangun Rejo yang selama ini memberi motivasi bagi penulis. 4. Teman-teman Kos Putra Bengkulu yang senantiasa memberikan nasihat dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik. 5. Sahabat Sejatiku Bobi, Dewo, Ari, Nono, Herlaniko, Tony, Hengky, Rini, Puput, Liza, Prisilia, Enggar, Radit, Hafis, Budi, Endy yang senantiasa mencintai dan menyertai di setiap langkahku, Penulis bersyukur bisa memilikimu, Percayalah Tuhan memiliki rencana indah untuk kita. 6. Keluarga besar persatuan sepak bola Pandanaran, persatuan sepak bola KKK, persatuan sepak bola PUMA Wonosari, yang telah menjadi bagian keluarga, terimakasih atas pengertian dan dukungannya. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa. 8. Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Arif Tri Prasetyo. E 1107011. KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM DALAM MEMERIKSA KESALAHAN TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANAG NOMOR : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2012. Penulisan hukum yang berjudul Kajian Nalar Hukum Hakim Dalam Memeriksa Kesalahan Terdakwa Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG) bertujuan untuk mengetahui penalaran hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG . Penulisan hukum ini termasuk penelitian hukum normatif, bersifat preskiptif dan terapan dengan menggunakan sumber bahan-bahan hukum, baik yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan cara studi kepustakaan melalui pengumpulan peraturan perundang-undangan, buku, dan dokumen lain yang mendukung,
diantaranya
Putusan
Pengadilan
Negeri
Semarang
No.1069/Pid.B/2008/PN.SMG. Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan analisis dengan metode deduksi yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Premis Minor yaitu Putusan Pengadilan Negeri Semarang No.1069/Pid.B/2008/PN.SMG. dari kedua hal tersebut kemudian ditarik suatu konklusi guna mendapat jawaban atas penalaran hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG . Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis diperoleh bahwa terhadap nalar hukum hakim yang digunakan dalam menjatuhkan putusan terkait putusan Pengadilan Negeri Semarang dalam kasus di atas, pada dasarnya menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dan non yuridis. Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktorfaktor yang terungkap di dalamcommit persidangan to user dan oleh undang-undang telah
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya: Dakwaan Penuntut Umum, Pembuktian, Barang bukti dan Pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana. Sedangkan dalam pertimbangan non yuridisnya dalam hal Tindak Pidana Korupsi yang telah merajalela mempunyai dampak yang merugikan dan merusak tatanan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Kata Kunci :Nalar hukum Hakim, Pertimbangan Yuridis, Pertimbangan Non Yuridis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Arif Tri Prasetyo, E 1107011. THE STUDY OF LOGICAL LAW THINKING OF JUDGE IN INVESTIGATING FAULT OF THE DEFENDANT IN CORRUPTION CRIME ACTION ( CASE STUDY OF THE PUNISHMENT OF COURT OF JUSTICE OF SEMARANG NUMBER: 1069/Pid.B/2008/PN. SMG). Law Faculty of Sebelas Maret Surakarta, Law Script. 2012. Law Script titled The Study of Logical Law thinking of Judge in investigating the Fault of the Defendant of corruption Crime Action (Case Study of Court of Justice of Semarang number : 1069/Pid.B/2008/PN. SMG) aims to know law reasoning of judge in investigating the fault of defendant in corruption crime action number : 1069/Pid.B/2008/PN. SMG. This law script is incclusive in normative law research, which is prescriptive and applicable with using law material resources, both it is primary law material or secondary law material. Technique of law material collecting in this research are by library study with collecting law regulation , books, and another suporting documents, among of them is punishment of court of justice of Semarang num. 1069/Pid. B/2008/PN. SMG. In this law script author used analisis with deductive method whivh originate from proposing major premise , that is Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP) and minor premise , that is punishment of court of justice of Semarang num. 1069/Pid. B/2008/PN.SMG. From two basic is then concluded in oder to get answer to law reasoning of the judge in investigating the fault of the defendant in corruption crime action num. 1069/Pid. B/2008/PN. SMG.
Based on the result of the research performed by author it is gained that Logical Law Thinking of the judge used in making punishment concerning the punishment of court of justice of Semarang in above case, used basically juridical and not juridical consideration. Juridical considration is judge`s consideration which based on proved factors in the trial and by the rule has been decided as thing which has to be expressed in the punishment. Juridical consideration are to user among accusation of attorney, commit proof confirmation, evidence, and articles in
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
criminal law code. While the non juridical consideration is that corrupton crime action has impact that cause to loose and damage orders in community, nation and state life. Keywords: logical law thinking of the judge, juridical consideration, non juridical consideration.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) yang berjudul berjudul “KAJIAN NALAR
HUKUM
HAKIM
DALAM
MEMERIKSA
KESALAHAN
TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI
SEMARANG
NOMOR
:
1069/Pid.B/2008/PN.SMG)” Penulisan hukum ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan hukum ini membahas tentang Bagaimanakah nalar hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam putusan nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG (studi kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 1069/Pid.B/2008/PN.SMG). Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis dengan besar hati akan menerima segala masukan yang dapat memperkaya pengetahuan penulis di kemudian hari. Dengan selesainya penulisan hukum ini maka dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulisan hukum ini : commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Prof. Dr.Hartiwingsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak/Ibu Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penyusunan penulisan hukum ini. 3. Bapak Kristiyadi, S.H.,M.H. dan Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H. yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan penulisan hukum ini. 4. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H. selaku Ketua Penguji Skripsi dan Ketua Bagian Hukium Acara yang telah memberikan saran dan kritik terhadap penulisan hukum ini. 5. Bapak Hardjono, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran dan nasihat kepada penulis. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan keikhlasan dan kemuliaan hati telah meberikan bekal ilmu kepada penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Bapak dan Ibu di Bagian Akademik, Bagian Kemahasiswaan, Bagian Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 8. Alm. Bapak Sugiyarto dan Ibu Tumiyem serta kakak perempuanku dan kakak iparku serta ponakanku tercinta Dwi Septiyana dan Anggoro Dwi Santoso beserta Qonita Annisa Zhalfa Santoso yang senantiasa memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Surakarta, Juli 2012 Penulis
Arif Tri Prasetyo
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
i
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ......................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
vi
ABSTRAK .......................................................................................................
vii
ABSTRACT .....................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xi
DAFTAR SKEMA ...........................................................................................
xiii
BAB I.
PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................
1
B. Rumusan Masalah ................................................................
4
C. Tujuan Penelitian .................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ...............................................................
5
E. Metode Penelitian .................................................................
6
F. Sistematika Penelitian ..........................................................
10
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................
12
A. Kerangka Teori......................................................................
12
BAB II.
1. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti Dan Sistem Pembuktian ..................................................
12
2. Tinjauan tentang Nalar Hukum Hakim ...........................
19
3. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi. ...........................................................................
24
B. Kerangka Pemikiran .............................................................. commit to user
28
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III.
digilib.uns.ac.id
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................
38
A. Hasil Penelitian .....................................................................
30
1. Identitas Terdakwa .........................................................
30
2. Kasus Posisi ...................................................................
30
3. Dakwaan .........................................................................
31
4. Tuntutan ..........................................................................
32
5. Pertimbangan Hakim ......................................................
33
6. Putusan ............................................................................
44
B. Pembahasan ...........................................................................
46
Nalar Hukum Hakim dalam Memeriksa Kesalahan Terdakwa ........................................................... .. 46 BAB IV.
PENUTUP ..................................................................................
57
A. Simpulan ..............................................................................
57
B. Saran ......................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
58
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 1.
Skematik Kerangka Pemikiran ................................................... 28
Skema 2.
Skematik Nalar Hukum Hakim ................................................... 48
commit to user
xv
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Tindak pidana korupsi di Indonesia merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan negara dan masyarakatnya, membahayakan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat, politik, bahkan dapat pula merusak nilainilai demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak pidana korupsi tersebut (Ermansjah Djaja, 2008: 2). Salah satu kasus tindak pidana yang cukup menarik perhatian penulis adalah kasus tindak pidana korupsi yang diputus oleh Hakim Pengadilan
Negeri
1069/Pid.B/2008/PN.SMG
Semarang dengan
dalam Terdakwa
Putusan Drs
Nomor
KUSRIN
Bin
SUTRIMO selaku Mantan Lurah Ngadirgo, dalam Putusan tersebut Terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu dakwaan kesatu Pasal 3 dan dakwaan kedua Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam proses persidangan tersebut Penuntut umum memberikan beberapa alat bukti yang diantaranya adalah beberapa keterangan saksi baik itu saksi dari masyarakat Desa Ngadirgo dan saksi dari BPKP Perwakilan Jawa Tengah yang memberikan laporan terkait adanya dugaan penyalahgunaan dana bantuan yang dilakukan oleh Terdakwa, sehingga dengan demikian Majelis Hakim mengkaji mengenai pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum dan dalam pertimbanganya Majelis Hakim menyatakan bahwa pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum sudah benar dan Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaiaman didakwakan dalam dakwaan kesatu. Mencermati terhadap tindak pidana yang dibahas di atas, Tindak commit user Pidana Korupsi merupakan suatu to fenomena kejahatan yang menggerogoti
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan menghambat pelaksanaan pembangunan, sehingga penanggulangan dan pemberantasannya harus benar-benar diprioritaskan. Sumber kejahatan korupsi banyak dijumpai dalam masyarakat modern dewasa ini, sehingga korupsi justru berkembang dengan cepat baik kualitas maupun kuantitasnya.
Sekalipun
penanggulangan
tindak
pidana
korupsi
diprioritaskan, namun diakui bahwa tindak pidana korupsi termasuk jenis perkara yang sulit penaggulangan maupun pemberantasannya. Perbuatan korupsi dapat saja mempunyai dua motif sekaligus, yakni korupsi yang sepintas lalu hanya mendapatkan uang tetapi sesungguhnya sudah dipersiapkan untuk kepentingan politik, demikian pula korupsi yang kelihatannya hanya merugikan di bidang perekonomian tetapi dapat juga misalnya dipergunakan untuk mempengaruhi jalannya pemilihan umum agar mengalami kegagalan melalui manipulasi suara (Bambang Purnomo, 1983 : 14). Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda penting dari pemerintah Indonesia dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Bahkan pemberantasan korupsi juga merupakan agenda di tingkat regional dan internasional. Ini dibuktikan dengan banyaknya lembaga-lembaga internasional yang turut menegaskan komitmennya untuk bersama-sama memerangi korupsi. Salah satu penghambat kesejahteraan negara berkembang pun disinyalir akibat dari praktik korupsi yang eksesif, baik yang melibatkan aparat di sektor publik, maupun yang melibatkan masyarakat yang lebih luas. Indikasi tetap maraknya praktik korupsi di Indonesia dapat terlihat dari tidak kunjung membaiknya angka persepsi korupsi. Beberapa survei yang dilakukan oleh lembaga independen internasional lainnya juga membuktikan fakta yang sama, walaupun dengan bahasa, instrumen atau pendekatan yang berbeda. Hal ini sangat memprihatinkan. Upaya pemberantasan korupsi melibatkan semua pihak, semua sektor dan seluruh komponen perumus kebijakan baik itu pemerintah dan penyelenggara negara lainnya, tidak terkecuali anggota to user praktik korupsi bukan merupakan masyarakat secara umum. commit Hal ini karena
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
monopoli perilaku dari pegawai atau pejabat pemerintah saja, tetapi merupakan justru perilaku kolektif yang melibatkan hampir semua unsur dalam masyarakat (http://www.stialan.ac.id/artikel%20yogi.pdf). Melalui hukum acara pidana ini, maka bagi setiap individu yang melakukan penyimpangan atau pelanggaran hukum, khususnya hukum pidana, selanjutnya dapat diproses dalam suatu acara pemeriksaan di pengadilan, karena menurut hukum acara pidana untuk membuktikan bersalah tidaknya seorang terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di depan sidang pengadilan (Darwan Prinst,1998: 132). Dan untuk membuktikan benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan diperlukan adanya suatu pembuktian. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memuat ketentuan pembuktian yang menyimpang dari ketentuan pembuktian perkara pidana biasa. Adanya pembuktian khusus yang berlainan dengan perkara pidana biasa berhunbungan sangat sulitnya pembuktian perkara korupsi, dimana pembuat delik korupsi mempunyai kecakapan atau pengalaman dalam suatu pekerjaan tertentu yang memberikan kesempatan korupsi. Menurut ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hakhak seorang terdakwa berdasarkan asas praduga tak bersalah terasa agak dikurangi. Alasan yang dipergunakan oleh pembentuk undang-undang adalah karena sulitnya pembuktian perkara korupsi dan bahaya yang diakibatkan oleh perbuata korupsi tersebut. Salah satu ketentuan yang sangat menyimpang dari asas praduga tak bersalah adalah ketentuan mengenai pembagian beban pembuktian. Terdakwa diperkenankan oleh hakim untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi, tanpa mengurangi kewajiban Penuntut Umum untuk tetap membuktikan kesalahan terdakwa. “Ketentuan seperti tersebut diatas memberikan gambaran watak hukum yang mengandung isi kontradiktif sekaligus menjamin dua macam kepentingan yang saling berhadapan, yaitu disatu pihak terdakwa telah dapat membuktikan menurut Undang-Undang bahwa ia tidak bersalah melakukan tindak commit to user pidana korupsi di lain pihak Penuntut Umum tetap mempunyai
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kewajiban untuk membuktikan kesalahan terdakwa” (Bambang Purnomo, 1984 : 73). Pembuktian memegang peranan yang sangat penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan, dan hanya dengan pembuktian suatu perbuatan pidana dapat dijatuhi hukuman pidana. Sehingga apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman, dan sebaliknya jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan kepadanya akan dijatuhkan pidana. Berdasarkan uraian di atas, Penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang tertuang dalam bentuk penulisan hukum dengan judul : “KAJIAN NALAR HUKUM HAKIM DALAM MEMERIKSA KESALAHAN TERDAKWA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NOMOR : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG)”. B. Ruumusan Masalah Agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan maka perlu disusun perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang dimuka. Adapun perumusan masalah dalam penelitian hukum ini adalah Bagaimanakah nalar hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam putusan nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG? C. Tujuan Penelitian “Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan isu hukum yang timbul” (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 41), berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini mempunyai tujuan obyektif dan tujuan subyektif sehingga mampu mencari pemecahan isu hukum terkait. Adapun tujuan yang hendak dicapai peneliti adalah sebagai berikut : commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.
Tujuan Obyektif a) Untuk mengetahui penalaran hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
2.
Tujuan Subyektif a.
Untuk menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai hukum nasional dalam bidang hukum acara pidana khususnya
mengenai
penalaran
hukum
hakim
dalam
memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG. b.
Untuk menerapkan konsep-konsep ataupun teori-teori hukum yang diperoleh penulis dalam mendukung penulisan hukum ini.
c.
Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh derajat sarjana dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain: 1.
Manfaat Teoritis a.
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
bermanfaat
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya serta dapat dipakai sebagai acuan terhadap penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang Kajian nalar hukum Hakim dalam memeriksa kesalahan Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG . commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Manfaat Praktis a.
Memberikan suatu gambaran dan informasi tentang penelitian yang sejenis dan pengetahuan bagi masyarakat luas tentang penalaran hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
b.
Memberikan pendalaman, pengetahuan dan pengalaman yang baru kepada penulis menganai permasalahan hukum yang dikaji, yang dapat berguna bagi penulis maupun orang lain di kemudian hari. E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan
aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 35). Berdasarkan hal tersebut maka penulis dalam penelitian ini menggunakan metode penulisan antara lain sebagai berikut : 1.
Jenis Penelitian Ditinjau dari sudut penelitian hukum sendiri, Penelitian hukum secara umum dapat dikategorikan menjadi penelitian doktrinal dan penelitian non doktrinal. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian doktrinal atau disebut juga penelitian hukum normatif. Penelitian doktrinal adalah suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 33). Penulis memilih penelitian hukum normatif, karena menurut penulis sumber penelitian yang digunakan adalah bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Selain itu, berkenaan dengan penelitian yang dilakukan commit nalar to userhukum Hakim dalam memeriksa penulis terhadap Kajian
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesalahan Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG, sehingga dibutuhkan penalaran dari aspek hukum normatif. Jadi berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian hukum normatif yang dipilih oleh penulis sudah sesuai dengan obyek kajian atau isu hukum yang diangkat. 2.
Sifat Penelitian Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Dalam penelitian hukum ini karakteristik yang digunakan yaitu ilmu hukum yang bersifat preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sifat perskriptif ini merupakan hal substansial yang tidak mungkin dapat dipelajari oleh disiplin lain yang obyeknya juga hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22). Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis akan memberikan preskriptif mengenai Kajian nalar hukum Hakim dalam memeriksa kesalahan Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
3.
Pendekatan Penelitian Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93). commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kelima pendekatan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach) yakni Kasus Korupsi dalam Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 1069/Pid.B/2008/ PN.SMG. Peneliti memilih pendekatan kasus, karena menurut penulis
yang perlu dipahami
dalam dalam menggunakan
pendekatan kasus ini adalah Ratio decidendi yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya. 4.
Jenis dan Sumber Bahan Hukum Jenis bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah bahan hukum sekunder. Dalam bukunya, Penelitian Hukum, Peter Mahmud mengatakan, bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Sehingga yang yang digunakan adalah bahan hukum. dalam hal ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a.
Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 141). Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Negeri Semarang No.1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
b.
Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan merupakan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141). Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari data yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki to user korelasi untuk commit mendukung penelitian ini.
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.
Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Prosedur pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan jalan
membaca peraturan perundang-undangan,
dokumen-dokumen reasmi maupun literatur-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder. Dari bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang di dalam penelitian ini. 6.
Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan teknik analisis sumber hukum dengan logika deduktif. Menurut Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. Akan tetapi di dalam argumentasi hukum, silogisme hukum tidak sesederhana silogisme tradisional (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 47). Jadi dapat disimpulkan bahwa logika deduktif atau pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang bersifat umum kemudian menariknya menjadi kesimpulan yang lebih khusus. Dalam penelitian ini, sumber hukum yang diperoleh dengan cara menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir yaitu dengan menarik kesimpulan dari sumber hukum yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat menjawab tentang Penalaran hukum Hakim dalam memeriksa commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesalahan Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dalam perkara nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG. F. Sistematika Penelitian Hukum Untuk menjabarkan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika ini terdiri dari 4 (empat) bab. Tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori yang menjadi landasan atau memberikan penjelasan secara teoritik
berdasarkan
literatur-literatur
yang
berkaitan
dengan penulisan hukum ini. Kerangka teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang alat bukti dan sistem pembuktian, tinjauan umum tentang kejaksaan, tinjauan tentang nalar hukum Hakim dan tinjauan umum tentang tindak
pidana
korupsi.
Sedangkan
dalam
kerangka
pemikiran penulis akan menampilkan bagan kerangka pemikiran. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menguraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat hal commit to user pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini yaitu
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagaimanakah nalar hukum hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam putusan nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG?? BAB IV : PENUTUP Pada bab ini penulis menguraikan mengenai simpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini. DAFTAR PUSTAKA
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti dan Sistem Pembuktian a) Alat Bukti Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1), adalah : 1) Keterangan saksi Pengertian keterangan saksi terdapat pada Pasal 1 angka 27 KUHAP disebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuanya itu. Sedangkan pengertian dari saksi seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi (M. Yahya Harahap, 2008: 286). Dalam Pasal 185 ayat (5) KUHAP dinyatakan bahwa baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi (Andi Hamzah, 2008: 260). Nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi tidak hanya dilihat dari unsur pengucapan sumpah atau janji saja. Ada syarat yang harus melekat pada keterangan itu supaya dapat mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah, mengenai sampai sejauh mana commit to user
12
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kekuatan pembuktian alat pembuktian keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah, maupun nilai kekuatan pembuktian keterangaan saksi dapat diikuti penjelasan sebagai berikut: (a) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas; (b) Nilai kekuatan pembuktianya tergantung pada penilaian hakim (M. Yahya Harahap, 2008: 294-295). Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas yang tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak menentukan sama sekali, tidak mengikat hakim. hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan itu, dan dapat menerima atau menyingkirkannya. Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualian menjadi saksi tercantum dalam Pasal 185 KUHAP berikut (Andi Hamzah, 2008: 260-261) : (a) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tersebut sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama jadi terdakwa; (b) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama saudara ibu atau saudara bapak juga mereka mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak terdakwa sampai derajat ketiga; (c) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. 2) Keterangan Ahli Dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP telah disebutkan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat
terang
suatu
perkara
pidana
guna
kepentingan
pemeriksaan. Keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi, tetapi sulit pula dibedakan dengan tegas. Di dalam peranannya commit to user seorang ahli merangkap pula sebagai saksi. Isi keterangan seorang
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saksi dan ahli berbeda, keterangan seorang saksi mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu (Andi Hamzah, 2008: 274). KUHAP
membedakan
keterangan
seorang
ahli
dipersidangan sebagai alat bukti “keterangan ahli” dan keterangan seorang ahli secara tertulis di luar sidang pengadilan sebagai alat bukti “surat”. Mengenai kekuatan pembuktian yang melekat pada keterangan ahli pada prinsipnya yaitu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Dengan demikian nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan saksi. 3) Surat Alat bukti surat diatur dalam Pasal 187 KUHAP. Menurut ketentuan itu, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang ialah (M. Yahya Harahap, 2008: 306), yaitu: (a) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan; (b) Atau surat yang dikaitkan dengan sumpah. Kemudian dalam pasal tersebut juga merinci mengenai bentuk-bentuk alat bukti surat yang terdiri atas 4 (empat) ayat (Andi Hamzah, 2008: 275), yaitu: (a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu; commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; (c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahlianya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi; (d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Dalam hukum acara pidana sama sekali tidak mengatur ketentuan yang khusus tentang nilai kekuatan pembuktian surat. 4) Petunjuk Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP yang memberikan definisi petunjuk adalah sebagai berikut: “petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”. Sedangkan pada Pasal 188 ayat (2) KUHAP menjelaskan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Dalam Pasal 188 ayat (3) KUHAP mengatakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya (Andi Hamzah, 2008: 277). Adapun mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa sifat dan kekuatannya dengan alat bukti lain, yaitu hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian “yang bebas” (M. Yahya Harahap, 2008: 317). commit to user 5) Keterangan Terdakwa
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengertian keterangan terdakwa tercantum dalam Pasal 189 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi “keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di persidangan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri”. Penempatan alat bukti terdakwa pada urutan terakhir dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, merupakan salah satu alasan yang dipergunakan untuk menempatkan proses pemeriksaan keterangan terdakwa dilakukan belakangan sesudah pemeriksaan keterangan saksi. Berdasarkan pada ketentuan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang menyatakan bahwa “keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain”. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Keterangan terdakwa saja seperti yang disebut diatas, tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain (C.S.T. Kansil, 1993: 237). Jadi menurut ketentuan pada Pasal 189 ayat (4) KUHAP tersebut, bahwa keterangan seluruhnya dari terdakwa di muka hakim untuk menjadi bukti yang sempurna harus disertai dengan keterangan yang jelas tentang keadaan-keadaan, dimana peristiwa pidana diperbuat, keterangan mana semua atau sebagian harus cocok dengan keterangan si korban atau dengan bukti-bukti yang lain. Meskipun tidak disebutkan dalam undang-undang, bahwa suatu keterangan terdakwa hanya berharga apabila pengakuan itu mengenai hal-hal yang terdakwa alami sendiri, seperti halnya dengan kesaksiannya. b) Sistem Pembuktian commit to user pidana antra lain : Beberapa teori sistem pembuktian
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Conviction-in time Dalam
teori
sistem
pembuktian
conviction-intime
menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakimlah yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinanya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh disimpulkan dan diambil hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga melalui hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan hakim dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa. Hakim di dalam menjatuhkan putusan tidak terikat dengan alat bukti yang ada. Darimana hakim menyimpulkan putusannya tidak menjadi masalah. Ia hanya boleh menyimpulkan dari alat bukti yang ada di di dalam persidangan atau mengabaikan alat bukti yang ada di persidangan (Hari Sasangka, 2003: 14). Sistem ini diakui memang mengandung banyak kelemahan. Hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa semata-mata atas dasar keyakinan belaka tanpa di dukung alat bukti yang cukup. Didalam putusan hakim terkandung di dalamnya suatu kepercayaan yang terlalu besar kepada ketetapan kesan-kesan perseorangan belaka dari seorang hakim. Sehingga pengawasan terhadap putusan-putusan hakim seperti ini adalah sukar untuk dilakukan oleh karena Badan Pengawas tidak mengetahui pertimbangan-pertimbangan hakim yang melahirkan pendapat hakim ke arah putusan. 2) Conviction-raisonne Dalam teori conviction-raisonnee ini, keyakinan hakim tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya seorang terdakwa. Akan tetapi dalam sistem pembuktian ini, faktor commit to user teori ini keyakinan hakim harus keyakinan hakim dibatasi. Dalam
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didukung alasan-alasan dan suatu kesimpulan yang logis, yang tidak didasarkan kepada Undang-Undang akan tetapi ketentuanketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut pilihannya
sendiri
tentang
pelaksanaan
pembuktian
yang
dipergunakan hakim. 3) Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif (Positief wettelijk Stelsel) Pembuktian menurut undang-undang secara positif adalah merupakan pembuktian yang bertolak belakang dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction intime. Dalam sistem pembuktian ini keyakinan hakim tidak berperan menentukan salah tidaknya terdakwa. Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undangundang. Sistem pembuktian ini benar-benar menuntut hakim suatu kewajiban mencari dan menemukan kebenaran salah tidaknya terdakwa sesuai dengan tatacara pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang. Dari semula pemeriksaan perkara, hakim harus mengesampingkan faktor-faktor keyakinanya. Hakim semata-mata berdiri tegak pada nilai pembuktian objektif tanpa mencampuradukkan
hasil
pembuktian
yang
diperoleh
di
persidangan dengan unsur subyektif keyakinanya. 4) Pembuktian Undang-Undang secara Negatif (Negatief Wettelijk Stelsel) Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan teori antar sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction in time. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan suatu sistem keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim. Dari commit sistem to user pembuktian menurut undangkeseimbangan tersebut,
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
undang secara negatif menggabungkan ke dalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. Di dalam sistem pembuktian ini untuk menentukan seseorang terdakwa dinyatakan bersalah, apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang sekaligus keterbuktian kesalahan tadi dibarengi pula dengan keyakinan hakim. Dalam menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif, terdapat dua komponen antara lain: (a) Pembuktian harus dilakukan menurut ketentuan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang; (b) Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas ketentuan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undangundang. Sistem Pembuktian menurut undang-undang secara negatif, merupakan sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), ketentuan itu diperjelas dalam Pasal 183 KUHAP yang didalamnya mengandung maksud, yaitu: (a) Putusan pidana oleh hakim harus berdasarkan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah; (b) Harus ada keyakinan hakim telah terjadinya tindak pidana, bahwa terdakwa yang bersalah. 2. Tinjauan Tentang Nalar Hukum Hakim a) Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Untuk menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana, hakim membuat
pertimbangan-pertimbangan.
Dalam
menjatuhkan
pidana
bersyarat terhadap pelaku tindak pidana, hakim cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yudiris dibandingkan yang bersifat non-yudiris. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Pertimbangan Yuridis Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya: (a) Dakwaan Penuntut Umum Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 ayat (1) KUHAP). Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP). Perumusan dakwaan didasarkan dari hasil pemeriksaan pendahuluan yang dapat disusun tunggal, kumulatif, alternatif maupun subsidair. Dakwaan disusun secara tunggal apabila seseorang atau lebih mungkin melakukan satu perbuatan saja. Namun, apabila lebih dari satu perbuatan dalam hal ini dakwaan disusun secara kumulatif. Oleh karena itu dalam penyusunan dakwaan ini disusun sebagai dakwaan kesatu, kedua, ketiga dan seterusnya (Rusli Muhammad, 2006:125). Selanjutnya dakwaan alternative disusun apabila penuntut umum ragu untuk menentukan peraturan hukum pidana yang akan diterapkan atas suatu perbuatan yang menurut pertimbangannya telah terbukti. Dalam praktek dakwaan alternatif tidak dibedakan dengan dakwaan subsidair karena pada umumnya dakwaan alternatif disusun penuntut umum menurut bentuk subsidair yakni tersusun atas primair atau subsidair. Dakwaan penuntut umum sebagai bahan pertimbangan pengadilan dalam menjatuhkan putusan. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(b) Keterangan saksi Keterangan saksi merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi yang disampaikan di muka sidang pengadilan yang merupakan hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari kesaksian orang lain tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah. Kesaksian semacam ini dalam hukum acara pidana disebut dengan istilah testimonium de auditu. Kesaksian de auditu dimungkinkan dapat terjadi di persidangan. Oleh karena itu hakim harus cermat jangan sampai kesaksian demikian itu menjadi pertimbangan dalam putusannya. Untuk itu sedini mungkin harus diambil langkah-langkah pencegahan. Yakni dengan bertanya langsung kepada saksi bahwa apakah yang dia terangkan itu merupakan suatu peristiwa pidana yang dia dengar, dia lihat dan dia alami sendiri. Apabila ternyata yang diterangkan itu suatu peristiwa pidana yang tidak dia lihat, tidak dia dengar, dan tidak dia alaminya sendiri sebaiknya hakim membatalkan status kesaksiannya dan keterangannya tidak perlu lagi didengar untuk menghindarkan kesaksian de auditu (SM Amin, 2008:75) (c) Keterangan terdakwa Menurut Pasal 184 KUHAP butir e. keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang dia lakukan atau yang dia ketahui sendiri atau yang dia alami sendiri. Dalam praktek keterangan terdakwa sering dinyatakan dalam bentuk pengakuan dan penolakan, baik commit to user sebagian maupun keseluruhan terhadap dakwaan penuntut
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
umum dan keterangan yang disampaikan oleh para saksi. Keterangan juga merupakan jawaban atas pertanyaan baik yang diajukan oleh penuntut umum, hakim maupun penasihat hukum. Keterangan terdakwa dapat meliputi keterangan yang berupa penolakan dan keterangan yang berupa pengakuan atas semua yang didakwakan kepadanya. Dengan demikian, keterangan terdakwa yang dinyatakan dalam bentuk penolakan atau penyangkalan sebagaimana sering dijumpai dalam praktik persidangan, boleh juga dinilai sebagai alat bukti. (d) Barang-barang bukti Pengertian barang-barang bukti yang dibicarakan di sini adalah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan yang diajukan oleh penuntut umum di persidangan yang meliputi: (1) Benda tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana (2) Benda
yang
dipergunakan
secara
langsung
untuk
melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan tindak pidana (3) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana. (4) Benda khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana (5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana. Barang-barang bukti yang dimaksud di atas tidak termasuk dalam alat bukti karena menurut KUHAP menetapkan hanya lima macam alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Walaupun barang bukti bukan sebagai alat bukti namun penuntut umum commitbukti to user menyebutkan barang itu di dalam surat dakwaannya yang
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian mengajukannya kepada hakim dalam pemeriksaan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi bahkan bila perlu hakim
membuktikannya
dengan
membacakannya
atau
memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu. 2) Pertimbangan Non Yuridis (a) Dalam Hal Tindak Pidana Korupsi\ Korupsi yang telah merajalela mempunyai dampak yang merugikan
dan
merusak
tatanan
dalam
kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Kekayaan negara yang dikorupsi sangat besar. Hal ini berarti, jika tidak terjadi korupsi
terhadap
kekayaan
negara
maka
kemampuan
pembiayaan pembangunan melalui APBN dapat meningkat, dan itu berarti bahwa pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor dapat lebih ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan pemberantasan kemiskinan dan pembiayaan sektor yang bersfat strategis, seperti sektor pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian akan dapat mendongkrak peningkatan kualitas sumberdaya manusia pada masa depan dan diharapkan dapat
berimbas
pada
peningkatan produktivitas
secara
nasional. Di samping kerugian material juga terjadi kerugian yang bersifat immaterial, yaitu citra dan martabat bangsa Indonesia di dunia internasional. Predikat Indonesia sebagai negara yang terkorup di kawasan Asia Tenggara merupakan citra yang sangat mamalukan. Tetapi anehnya para pemimpin di negeri ini masih adem ayem, tebal muka dan tidak memiliki rasa malu sehingga membiarkan praktik korupsi semakin menjadi-jadi. Selain kerugian material dan immaterial, korupsi juga membawa dampak pada penciptaan ekonomi biaya tinggi. commit to user Karena korupsi menyebabkan inefisiensi dan pemborosan
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam ekonomi. Uang pelicin, sogok/suap, pungutan dan sejenisnya akan membebani komponen biaya produksi. Pemerintah yang korup akan membebani sektor swasta dengan urusan-urusan yang luar biasa berat. Ditunjukan oleh Jeremy Pope bahwa di Ukraina pada tahun 1994 perusahaanperusahaan
yang
disurvei
melaporkan
bahwa
mereka
menghabiskan rata-rata 28% dari waktu kerja semata-mata untuk berurusan dengan pemerintah dan pada tahun 1996 meningkat menjadi 37%. Jika tidak ada langkah-langkah dan tindakan nyata pemerintah dalam memberantas korupsi, maka upaya pemerintah untuk menarik investor asing menanamkan investasinya di Indonesia dengan melakukan kunjungan ke berbagai negara menghabiskan uang miliaran rupiah hanya akan merupakan tindakan yang merugi (Jeremy Pompe, 2003 :53). Dari berbagai dampak dan pengaruh yang ditimbulkan korupsi tersebut tidak dapat disangkal bahwa korupsi membawa
dampak
yang
merugikan
dan
menghambat
pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Karena uang yang semestinya dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan raib menjadi milik pribadi dan memperkaya segelintir orang. Kemampuan memberikan pelayanan publik yang berkualitas dan manusiawi menjadi berkurang. Sementara puluhan juta rakyat menjerit kesusahan dan mengharpkan uluran tangan dari pemerintah. Dengan demikian korupsi secara langsung atau tidak langsung menghambat kemajuan bangsa dan negara serta semakin memperparah kemiskinan. Membiarkan korupsi merajalela berarti membiarkan kejahatan menggerogoti kepentingan
dan pribadi,
menguras kelompok
kekayaan atau
negara
golongan
untuk dengan
mengabaikan kepentingan umum atau kepentingan rakyat commit to user banyak dan hal ini bertentangan dengan Pancasila dan UUD
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan membiarkan korupsi berarti pula membiarkan negara menuju kehancuran, keterbelakangan dan pemeliharaan kemiskinan. 3. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi a) Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana dalam bahasa Belanda diistilahkan sebagai strafbaar feit yang merupakan istilah resmi dalam strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia. Selain itu ada juga istilah lain yang juga sering digunakan yang mempunyai arti sama dengan strafbaar feit yaitu delic. Tindak pidana bisa berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana, dan pelaku tersebut merupakan subjek dari tindak pidana. Dalam pandangan KUHP, yang menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum yang mudah terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya berpikir sebagai syarat sebagai subjek tindak pidana. Simons menyatakan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan yang diancam pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Sedangkan Hamel dan Noyon-Langemeyer, menjelaskan strafbaar feit sebagai kelakuan orang yang dirumuskan dengan undang-undang, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Lain halnya dengan Pompe yang membagi pengertian strafbaar feit menjadi dua, yaitu : 1) strafbaar feit yaitu suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan pelaku dan diancam dengan pidana untuk
mempertahankan
tata
hukum
dan
menyelamatkan
kesejahteraan umum (definisi menurut teori); 2) strafbaar feit adalah suatu feit atau kejadian yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dihukum commitpositif). to user (definisi menurut hukum
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pakar hukum dalam negeri sendiri, Moeljatno, memberikan definisi tersendiri dari perbuatan pidana yang merupakan perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut dan lebih lanjut menjelaskan mengenai perbuatan pidana ini menurut wujud dan sifatnya, perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang melawan hukum, perbuatan yang merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tatanan dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil (Martiman Projohamidjojo 1997: 15). b) Pengertian Tindak Pidana Korupsi Definisi tentang korupsi dapat dipandang dari berbagai aspek, bergantung
pada
disiplin
ilmu
yang
dipergunakan
sebagaimana
dikemukakan oleh Benveniste dalam (Suyatno, 2005:17-18), korupsi didefinisikan 4 (empat) jenis : 1) Discretionery corruption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi; 2) Illegal Corruption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu; 3) Mercenery corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud
untuk
memperoleh
keuntungan
pribadi,
melalui
penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan; 4) Ideological corruption, ialah jenis korupsi ilegal maupun discretionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok. Pengertian atau asal kata korupsi menurut Fockema Andreae dalam (Andi Hamzah, 2006:4-6), kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus (Webster Atudent Dictionary;1960), yang selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere, commit usertua. Dari bahasa latin itulah turun suatu kata dalam bahasa latin yangtolebih
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Perancis, yaitu coorruption; dan Belanda yaitu corruptie (korruptie), dapat atau patut diduga istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda dan menjadi bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”. Dalam Kamus Umum Belanda Indonesia yang disusun oleh (Wijowasito, 1999:128), corruptie yang juga disalin menjadi corruptien dalam bahasa Belanda mengandung arti perbuatan korup, penyuapan. Pengertian dari korupsi secara harfiah menurut (John M. Echols dan Hasan Shadily, 1997:149), berarti jahat atau busuk, sedangkan menurut (A.I.N Kramer SR, 1997:62) mengartikan kata korupsi sebagai : busuk, rusak, atau dapat disuap. c) Sistem Pembuktian dalam Peradilan Tindak Pidana Korupsi Sistem Pembuktian dalam perkara tindak pidana korupsi selain berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga berdasarkan kepada hukum pidana formil sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mengenai alat-alat bukti yang sah telah dirumuskan dalam UndangUndang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu terdapat 5 (lima) alat bukti yang sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
KASUS DALAM PUTUSAN PN. SMG NO : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG
UU NO 31/99 JO. UU NO 20/2001
PERTIMBANGAN HAKIM/NALAR HUKUM HAKIM
Unsur Korupsi 1. SETIAP ORANG 2. MENGUNTU NGKAN DIRI SENDIRI/OR ANG LAIN 3. MERUGKAN PEREKONO MIAN NEGARA
1. DAKWAAN 2. PROSES PEMBUKTIAN a. ALAT BUKTI b. KEYAKINAN HAKIM
PUTUSAN HAKIM
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan Kerangka Pemikiran :
Salah satu kasus tindak pidana yang cukup menarik perhatian penulis adalah kasus tindak pidana korupsi yang diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Semarang dalam Putusan Nomor 1069/Pid.B/2008/PN.SMG dengan Terdakwa Drs KUSRIN Bin SUTRIMO selaku Mantan Lurah Ngadirgo, dalam Putusan tersebut Terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu dakwaan kesatu Pasal 3 dan dakwaan kedua Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam proses persidangan tersebut Penuntut umum memberikan beberapa alat bukti yang diantaranya adalah beberapa keterangan saksi baik itu saksi dari masyarakat Desa Ngadirgo dan saksi dari BPKP Perwakilan Jawa Tengah yang memberikan laporan terkait adanya dugaan penyalahgunaan dana bantuan yang dilakukan oleh Terdakwa, sehingga dengan demikian Majelis Hakim mengkaji mengenai pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum dan dalam pertimbanganya Majelis Hakim menyatakan bahwa pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum, berkaitan dengan pengajuan alat bukti saksi dan ahli serta alat bukti surat sudah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, dan berdasarkan keyakinan hakim akhirnya Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana didakwakan dalam dakwaan kesatu dakwaan Penuntut Umum.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Berdasarkan telaah terhadap bahan hukum yang peneliti kumpulkan, berikut merupakan hasil penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Identitas Terdakwa Nama Lengkap
: Drs. KUSRIN Bin SUTRIMO
Tempat Tanggal Lahir
: Semarang, 21 September 1964
Umur
: 44 Tahun
Tempat Tinggal
: Wonodri Krajan Rt 05 Rw 01 Semarang
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: PNS (Mantan Lurah Ngadirgo)
Pendidikan
: S1
2) Kasus Posisi Adapun uraian perkara atau kasus posisi yang selengkapnya adalah sebagai berikut : Bahwa Terdakwa Drs. Kusrin bin Sutrimo yang merupakan mantan Lurah Ngadirgo telah melakukan tindak pidana korupsi yang telah diperiksa diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Semarang dalam Putusan Nomor 1069/Pid.B/2008/PN.SMG, dalam Putusannya tersebut Terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu dakwaan kesatu Pasal 3 dan dakwaan kedua Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam proses persidangan tersebut Penuntut umum memberikan beberapa alat bukti yang diantaranya adalah beberapa keterangan saksi baik itu saksi dari to user masyarakat Desa Ngadirgocommit dan saksi dari BPKP Perwakilan Jawa Tengah
30
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
yang memberikan laporan terkait adanya dugaan penyalahgunaan dana bantuan yang dilakukan oleh Terdakwa, sehingga dengan demikian Majelis Hakim mengkaji mengenai pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum dan dalam pertimbanganya Majelis Hakim menyatakan bahwa pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut Umum, berkaitan dengan pengajuan alat bukti saksi dan ahli serta alat bukti surat sudah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, dan berdasarkan keyakinan hakim akhirnya Terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana didakwakan dalam dakwaan kesatu dakwaan Penuntut Umum. 3) Dakwaan Bahwa Terdakwa telah didakwa dengan surat dakwaan yang disusun secara alternatif, yaitu suatu teknik penyusunan surat dakwaan yang memberikan option (pilihan) kepada hakim sebagai berikut : DAKWAAN KESATU Bahwa Terdakwa Drs.Kusrin Bin Sutrimo pada hari Senin tanggal 10 Mei 2004 sekira pukul 12.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain masih dalam bulan Mei 2004 bertempat rumah dinas Lurah Ngadirgo Dukuh Pesantren Rt. 02 Rw. 01 Kel. Ngadirgo Kec. Mijen Kota Semarang atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Semarang, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 17 jo Pasal 18 ayat (1) sub a, b jo Pasal 18 ayat (2) jo Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; commit to user ATAU
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
DAKWAAN KEDUA Bahwa Terdakwa Drs.Kusrin Bin Sutrimo pada hari Senin tanggal 10 Mei 2004 sekira pukul 12.00 Wib atau setidak-tidaknya pada waktu lain masih dalam bulan Mei 2004 bertempat rumah Dinas Lurah Ngadirgo Dukuh Pesantren Rt. 02 Rw. 01 Kel. Ngadirgo Kec. Mijen Kota Semarang atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Semarang, Pegawai Negeri atau selain Pegawai Negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 8 jo Pasal 17 jo Pasal 18 ayat (1) sub a, b jo Pasal 18 ayat (2) jo Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubaban Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 4) Tuntutan 1. Menyatakan Terdakwa Drs. KUSRIN Bin SUTRIMO bersalah melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 ayat (1) Jo. Pasal 17 jo Pasal 18 ayat (1) sun a,b jo Pasal 18 ayat (2) jo Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana tersebut dalam dakwaan Kesatu ; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Drs. KUSRIN Bin SUTIRMO dengan : commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Pidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan dikurangi
selama
Terdakwa
berada
dalam
tahanan
sementara dengan perintah untuk tetap ditahan ; b) Membayar uang pengganti sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti jika tidak mencukupi diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan ; 3. Menyatakan barang bukti dikembalikan ke Pemerintah Kota Semarang; 4. Menetapkan Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rrupiah). 5) Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Semarang Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang untuk memutuskan perkara korupsi atas nama terdakwa Drs. Kusrin bin Sutrimo adalah sebagai berikut : a) Unsur Setiap Orang Menimbang bahwa dalam dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dimaksud dengan unsur setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. Sedangkan, dalam praktik peradilan yang dimaksud sebagai setiap orang lazim dirumuskan sebagai suatu unsur Barang Siapa, dimaksudkan manusia sebagai subjek hukum; Menimbang, bahwa Terdakwa di persidangan pada pokoknya telah menerangkan bahwa keseluruhan identitas yang tercantum dalam dakwaan Penuntut Umum adalah benar diri Terdakwa Drs. KUSRIN Bin SUTRIMO Demikian pula commit to pada user pokoknya telah menerangkan, keseluruhan saksi-saksi
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah benar diri Terdakwa yang saat ini dihadapkan dan diperiksa di persidangan umum Pengadilan Negeri Semarang; Menimbang, bahwa dengan demikian menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan unsur setiap orang dalam hal ini adalah diri Terdakwa, sedangkan apakah benar ia dapat dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum, tentunya akan dipertimbangkan terlebih dahulu apakah keseluruhan unsur-unsur dari pasal-pasal ketentuan pidana yang didakwakan kepadanya, telah terbukti secara sah dan meyakinkan dalam perbuatannya. Oleh karena itu Majelis Hakim tidak sependapat dengan Penuntut Umum dan atau Penasihat Hukum Terdakwa yang langsung berpendapat bahwa unsur setiap orang ini telah terpenuhi
atau
tidak
terpenuhi,
tanpa
terlebih
dahulu
mempertimbangkan keseluruhan unsur-unsur yang lain. Dengan demikian, walaupun unsur setiap orang ini terletak di bagian awal dari rumusan tindak pidana yang didakwakan. Namum pembahasan
terhadap
unsur
setiap
orang
ini
akan
dipertimbangkan lebih lanjut dalam bagian akhir putusan ini nanti, setelah keseluruhan unsur-unsur dalam rumusan tindak pidana
yang
didakwakan
atas
diri
Terdakwa
tersebut
dipertimbangkan. b) Unsur dengan Tujuan Menguntungkan Diri Sendiri atau orang lain atau suatu korporasi Menimbang, bahwa Penasihat Hukum Terdakwa dalam pembelaannya mempermasalahkan dakwaan Penuntut Umum dengan argumentasi yuridis bahwa dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterapkan pada diri Terdakwa dengan alasan pada diri Terdakwa tidak ada sikap bathin jahat (evil mind) dalam diri Terdakwa ; Menimbang, bahwa terhadap commit to user Terdakwa ini, Majelis Hakim argumentasi Penasihat Hukum
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berpendapat bahwa memperhatikan rumusan unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak
Pidana
Korupsi
memang
tidak
mencantumkan unsur “melawan hukum” secara berdiri sendiri (sehingga bukan merupakan bestanddeed). Ini bukan berarti, bahwa delik ini dapat dilakukan tidak dengan melawan hukum, karena unsur melawan hukum itu inherent dalam keseluruhan perumusan suatu tindak pidana. Dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, tentunya pasti dengan sendirinya merupakan perbuatan melawan hukum. Akan tetapi hal tersebut sengaja
tidak
dirumuskan
dengan
pengertian
bahwa
diterapkannya ketentuan tersebut mengandung makna bahwa Terdakwa diberi kesempatan yang luas bahwa ia tidak melakukan perbuatan melawan hukum; Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka fokus pembuktian dalam dakwaan perkara aquo harus difokuskan pada masalah apakah Terdakwa selaku Kepala Kelurahan Ngadirgo Kec.Mijen Kota Semarang telah melakukan penyimpangan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya tersebut.
Serta,
perbuatannya
tersebut
dapat
merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara; Menimbang, bahwa lepas dari argumentasi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut, setelah memperhatikan surat dakwaan Penuntut Umum, sesungguhnya memang ada perbedaan rumusan (bagian inti) antara Pasal 2 dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam penerapannya commitperumusan to user cara-cara dilakukannya suatu memang seharusnya
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perbuatan materiil tindak pidana dalam surat dakwaan semestinya juga harus berbeda, karena adanya perbedaan inti delik dan perbuatan materiilnya. Akan tetapi nyatanya, dalam perumusan surat dakwaan yang didakwakan terhadap diri Terdakwa mengenai cara-cara perbuatan Terdakwa melakukan suatu tindak pidana di bagian dakwaan Kesatu dan dakwaan Kedua dirumuskan secara sama, padahal bagian inti delik jelas berbeda; Menimbang, bahwa mengingat dasar untuk memeriksa dan mengadili seseorang di persidangan adalah uraian suatu tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka dengan demikian kini dipertimbangkan terlebih dahulu cara perumusan surat dakwaan Penuntut Umum dalam relevansinya dengan sahnya suatu surat dakwaan yang harus disusun secara cermat, jelas dan lengkap, sehingga memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Mengingat sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP dakwaan yang disusun secara tidak cermat, jelas dan lengkap batal demi hukum; Menimbang, bahwa satu hal yang harus dibedakan dalam penerapan Pasal 2 dengan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 Jo UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah jika Pasal 2 dicantumkan unsur “memperkaya diri sendiri.....” Sedangkan pada
Pasal
3
dicantumkan
unsur
:
dengan
tujuan
menguntungkan diri sendiri”. Dengan demikian, sifat dari menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagai delik ditentukan oleh cara-cara dengan mana pelaku, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atausuatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat commitnegara to useratau perekonomian negara. Oleh merugikan keuangan
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena itulah menjadi penting dan merupakan hal yang esensial untuk dinilai apakah benar Terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dan hal tersebut harus merupakan maksud dari Terdakwa untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum. Oleh karena itu, ada tidaknya niat jahat dalam diri Terdakwa akan dipertimbangkan pada bagian unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dalam diri Terdakwa tersebut; Menimbang, bahwa ternyata walaupun perumusan
cara-cara
tindak pidana baik dalam dakwaan Kesatu dan Kedua diuraikan secara sama. Akan tetapi yang terpenting adalah ternyata dalam dakwaan tersebut telah diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap waktu maupun cara-cara perbuatan/tindak pidana yang telah dilakukan oleh Terdakwa. Karena sesungguhnya yang patut diperhatikan adalah bagaimanakah waktu dan cara-cara suatu tindak pidana yang didakwakan kepada seseorang Terdakwa tersebut mesti dirumuskan; Menimbang, bahwa disamping itu hakikat esensial suatu surat dakwaan adalah harus memuat secara cermat, jelas dan lengkap unsur-unsur dari suatu tindak pidana yang didakwakan kepadanya, agar Terdakwa mudah melakukan pembelaan atas dakwaan yang ditujukan pada dirinya
tersebut.
Ternyata
dalam
surat
dakwaan
yang
didakwakan kepadanya hal tersebut telah diuraikan oleh Penuntut Umum; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, maka dengan memperhatikan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman) dan sistem pendekatan yang jauh dari sikap formalistic egal thinking secara sempit dan kaku, maka walaupun perumusan cara-cara commit to user Terdakwa, baik dalam dakwaan tindak pidana yang dilakukan
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kesatu dan Kedua diuraikan secara sama,maka dakwaan Kedua Penuntut umum dipandang telah disusun secara cermat, jelas dan lengkap tidak perlu sampai dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, dapat dipergunakan sebagai dasar untuk memeriksa dan mengadili perkara atas diri Terdakwa tersebut di atas; Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut, maka argumentasi Penasihat Hukum Terdakwa tersebut haruslah ditolak dan atau dikesampingkan. Oleh karena itu kini selanjutnya
dipertimbangkan
unsur
Dengan
Tujuan
Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain atau Suatu Korporasi dalam dakwaan Kesatu sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 3 jo Pasal 17 jo Pasal 18 ayat (1) sub a, b jo Pasal 18 ayat (2) jo Pasal 18ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam perbuatan Terdakwa, sebagaimana tersebut di bawah ini: Menimbang, bahwa unsur “Dengan Tujuan Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain atau Suatu Korporasi“, adalah suatu unsur yang biasa dalam hukum pidana, seperti halnya yang tercantum dalam Pasal 378 KUHP dan ataupun Pasal 423 KUHP. Bahwa dalam pasal-pasal KUHP unsur“menguntungkan diri sendiri atau orang lain“ dengan melawan hukum bukanlah unsur tingkah laku, tetapi unsur yang dituju oleh batin atau kesalahan dalam bentuk maksud. Jadi, kehendak dalam melakukan perbuatan ditujukan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum. Disini unsur sifat melawan hukumnya bersifat subjektif. Jadi unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain dimaksudkan bahwa “si pelaku haruslah mempunyai maksud untuk memperoleh kekayaan, karena keuntungan disitu merupakan keuntungan bagi dirinya sendiri atau orang lain“ (Lamintang, 1979: 279). commit to user Memperoleh keuntungan sama artinya dengan memperoleh
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kekayaan, karena keuntungan disitu merupakan keuntungan dalam
hubungannya
dengan
kekayaan
(materiil)
bukan
keuntungan immateriil seperti kepuasan batin ketika mendapat penghargaan; Menimbang, bahwa oleh karena itulah kini dinilai adanya suatu fakta-fakta yuridis tentang Semarang yang diperuntukan
untuk
Bantuan
Pembangunan
Sarana
dan
Prasarana (Kontingensi) antara lain guna pembangunan sarana prasarana lingkungan, sarana ibadah, sarana pendidikan, sumur artetis dan pavingisasi jalan kampung dalam relevansinya dengan kedudukan dan kualitas Terdakwa selaku Lurah Ngadirgo Dukuh Pesantren Rt. 02 Rw. 01 Kel. Ngadirgo Kec. Mijen Kota Semarang,sebagai berikut: Bahwa Terdakwa selaku Lurah Ngadirgo mengetahui adanya Dana Kontingensi yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2004 dan untuk bisa mendapatkan bantuan Dana Kontingensi tersebut harus disertai adanya Berita Acara rembug desa berikut daftar hadirnya dan proposal pembangunan. Untuk itu kemudian Terdakwa pada suatu hari di bulan Oktober 2003 telah membuat Berita Acara Musyawah dan daftar hadir serta Proposal pembangunan sumur artetis fiktif. Bahwa terhadap pembuatan proposal tersebut, terdakwa telah membantahnya, karena yang dilakukannya hanyalah memberikan contoh proposal dimaksud kepada saksi Maryadi. Disisi lain menurut saksi Maryadi bahwa setahunya proposal yang diberikan kepadanya sudah dalam keadaan jadi dan ia tidak mengetahui siapa yang membuat proposal tersebut; Bahwa
kemudian
selanjutnya
Terdakwa
membuat
surat
pengantar Nomor: 691.2/105 tanggal 23 Oktober 2003 yang ditujukan kepada Walikota Semarang Cq. Kabag Pembangunan Setda Kota Semarang perihal Permohonan Pembuatan Sumur Artetis dengan dilampiri dokumen proposal dan berita acara commit to user rembug desa serta daftar hadirnya. Bahwa selanjutnya pada
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akhir bulan Oktober 2003 Terdakwa meyerahkan proposal pembangunan
sumur
artetis
tersebut
kepada
Kasubbag
Pengendalian Bagian Pembangunan Setda Kota Semarang. Kemudian Terdakwa juga memanggil dan menunjuk saksi Maryadi untuk menjadi Ketua Panitia pembangunan sumur artetis dimaksud dan meminta saksi Maryadi dan saksi Sutiman untuk mengambil dananya sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta Rupiah); Bahwa setelah menerima Dana Kontingensi tersebut
kemudian
saksi
Maryadi
dan
saksi
Sutiman
menyerahkan uang tersebut kepada Terdakwa. Menurut Terdakwa uang tersebut diserahkan kepadanya karena saksi maryadi takut untuk menyimpannya. Namun, menurut saksi Maryadi dan Sutiman hal tersebut dilakukannya dikarenakan Terdakwa meminta uang tersebut; Bahwa kemudian saksi Maryadi
disuruh
Terdakwa
mencarikan
pemborong
pembangunan sumur artetis. Dan atas perintah Terdakwa selanjutnya saksi Maryadi mencari pemborong dan telah mendapat 3 (tiga) orang pemborong dan menawarkan biaya pembangunan sumur artetis antara Rp.18.000.000,- (delapan belas juta Rupiah) sampai dengan Rp.23.000.000,- (dua puluh tiga juta rupiah), atas penawaran harga dari pemborong tersebut Terdakwa menawar Rp.12.000.000, (dua belas juta Rupiah) namun pemborong tidak ada yang mau hingga akhirnya pembuataan sumur artetis tersebut tertunda dan akhirnya hingga sekarang tidak pernah terealisasikan; Bahwa menurut Terdakwa uang sebesar Rp.20.000.000, (dua puluh juta Rupiah) tersebut telah dipergunakan oleh Terdakwa karena telah dipinjam oleh saksi Maryadi, dipergunakan untuk bantuan dana pavingisasi dan pembuatan talud di tempat lain. Akan tetapi semua keterangan Terdakwa dimaksud tidak dilengkapi dengan bukticommit user Kusno Bin alm. Sulaeman dan bukti. Sebaliknya para tosaksi
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tarsin Bin Rukadi telah menerangkan bahwa Terdakwa pernah mengatakan bahwa dana tersebut telah dipergunakannya antara lain untuk keperluan lobby pemilu; Bahwa berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Tim Audit BPKP Perwakilan Propinsi Jawa Tengah tertanggal 14 Oktober 2008 diperoleh hasil terdapat pembangunan sumur artetis fiktif di Kelurahan Ngadirgo, Kecamatan Mijen, Kota Semarang merugikan keuangan Negara sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta Rupiah) yang merupakan dana bantuan kontingensi yang tidak direalisasikan; Kerugian ini disebabkan tidak jelas penggunaannya dan tidak disetorkan ke Kas Negara; Menimbang, bahwa atas fakta-fakta yuridis tersebut, Terdakwa pada pokoknya telah membantahnya dengan mengatakan pada pokoknya bahwa Terdakwa tidak pernah memperoleh keuntungan dari dana tersebut. Demikian pula Penasihat Hukum Terdakwa dalam nota pembelaannya membantah Terdakwa telah memperoleh keuntungan dari program
tersebut.
Bantahan
ini
haruslah
ditolak
atau
dikesampingkan karena berdasarkan keterangannya sendiri bahwa uang dana kontingensi pembuatan sumur tersebut telah dipergunakan untuk kepentingan saksi Maryadi dan keperluan lainnya. Akan tetapi keterangan Terdakwa tersebut tidak disertai bukti kuitansi atau bukti lainnya yang dapat membuktikan kebenaran keterangannya tersebut. Oleh karena itu walaupun Terdakwa telah mengembalikan dana tersebut sejumlah Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) ketika ditahan di penyidik, tentunya hal tersebut tidak dapat menghapuskan sifat unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,“ dalam diri Terdakwa berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa pembuatan sumur artetis tersebut telah bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) PP No.105 Tahun 2000 commit user tentang Pengelolaan dantoPertanggungjawaban Keuangan Daerah
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena setiap pengeluaran APBD harus didukung oleh buktibukti yang lengkap dan sah; Bahwa pembuatan sumur artetis harus dipertanggungjawabkan penggunaan uangnya seperti misal bukti kuitansi pembelian material, upah tenaga kerja dan lain-lain yang terkait dengan pembuatan sumur artetis dimaksud; Bahwa berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Tim Audit BPKP Perwakilan Propinsi Jawa Tengah tertanggal 14 Oktober 2008
yang
dibuat
oleh
Tim
Audit
BPKP
Pembantu
PenanggungJawab yang diketahui dan disetujui oleh Kepala Perwakilan Arzul Andaliza NIP. 060 048 841 diperoleh hasil terdapat pembangunan sumur artetis fiktif di Kelurahan Ngadirgo
Kecamatan
Mijen
Kota
Semarang
merugikan
keuangan Negara sebesar Rp.20.000.000,- yang merupakan dana bantuan kontingensi yang tidak direalisasikan; Menimbang, bahwa disadari unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,“ tersebut, bersifat relatif, padahal perbuatan
Terdakwa
Kelurahan
Ngadirgo
dalam
kualitasnya
Kec.Mijen
Kota
selaku
Kepala
Semarang
atas
penggunaan dana kontingensi pembuatan sumur dinilai dengan suatu ukuran untuk memperoleh sesuatu (keuntungan) dalam kondisi yang obyektif. Artinya tingkat materiil tertentu dinilai apakah benar telah meningkat dengan ukuran yang relatif. Walaupun orang yang bersangkutan (in casu Terdakwa) mungkin
merasa
tidak/belum
mendapat
sesuatu
yang
“menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi“; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, maka perbuatan Terdakwa untuk menyimpan dan mengelola dana kontingensi sehingga akhirnya dipergunakannya untuk kepentingan lain yang tidak sesuai atau orang lain atau suatu korporasi“, sehingga unsur ini telah commit to user terbukti secara sah dan meyakinkan dalam perbuatan Terdakwa;
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Unsur Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan Menimbang
bahwa
memperhatikan
rumusan
unsur
“Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”, jelas dimaksudkan bahwa si pelaku harus mempunyai dan atau memenuhi kualitas sebagai
pejabat
melaksanakan
atau
suatu
mempunyai
delik
sesuai
kedudukan
dengan
jabatan
untuk atau
kedudukannya. Dengan demikian pengertian kedudukan disini haruslah diartikan sebagai suatu jabatan tertentu; Menimbang, bahwa Terdakwa sejak tanggal 1 Juli 2002 menjabat sebagai Kepala Kelurahan Ngadirgo Kec.Mijen Kota Semarang sesuai Surat Keputusan Walikota Semarang Nomor: 821.2/17/2002 tanggal 28 Juni 2002. Dalam kedudukan dan kualitasnya yang demikian, ternyata Terdakwa membuat dan atau setidaktidaknya mengetahui adanya berita acara rembug desa, proposal dan daftar hadir fiktif untuk memperoleh dana anggaran APBD Tahun Anggaran 2004 kota Semarang yang diperuntukan untuk Bantuan Pembangunan Sarana dan Prasarana (Kontingensi) antara lain guna pembangunan sarana prasarana lingkungan, sarana ibadah, sarana pendidikan, sumur artetis dan pavingisasi jalan kampung tersebut. Selanjutnya Terdakwa telah menyimpan dan menggunakan untuk kepentingan lain dana dimaksud; Menimbang, bahwa perbuatan Terdakwa tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana karena jabatan karena perbuatannya tersebut bukan merupakan kewenangan dari tugas pokok serta fungsinya (tupoksi) sebagai Kepala Kelurahan Ngadirgo Kec.Mijen Kota Semarang yang menerima
bantuan
kontingensi
dimaksud.
Sebab
yang
berwenang untuk menyimpan dan mengelola dana kontingensi user tersebut adalah commit Panitia to Pembangunan dan bukannya Terdakwa.
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perbuatan Terdakwa yang demikian jelas telah memenuhi unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya. Oleh karenanya unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan dalam perbuatan Terdakwa; d) Unsur
yang
dapat
merugikan
keuangan
negara
atau
perekonomian negara Menimbang bahwa oleh karena dana kontingensi pembuatan sumur artesis dimaksud merupakan dana yang bersumber dari APBD kota Semarang Tahun Anggaran 2004 yang diperuntukan untuk
Bantuan
Pembangunan
Sarana
dan
Prasarana
(Kontingensi) untuk keperluan antara lain pembangunan sarana prasarana lingkungan, sarana ibadah, sarana pendidikan, sumur artetis dan pavingisasi jalan kampung. Dan berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Tim Audit BPKP Perwakilan Propinsi Jawa Tengah tertanggal 14 Oktober 2008 yang dibuat oleh Tim Audit BPKP diperoleh hasil terdapat pembangunan sumur artetis fiktif di Kelurahan Ngadirgo Kecamatan Mijen Kota Semarang merugikan keuangan Negara sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta Rupiah) yang merupakan dana bantuan kontingensi yang tidak direalisasikan. Maka unsur Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Telah terbukti secara sah dan meyakinkan dalam perbuatan Terdakwa; 6) Putusan Pengadilan Negeri Semarang Hakim Pengadilan Negeri Semarang berdasarkan Pertimbangannya memutuskan : 1) Menyatakan Terdakwa Drs. KUSRIN Bin SUTRIMO tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan Kewenangan Yang Ada Padanya Karena Jabatan atau Kedudukan” commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 1 (satu) tahun 3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana tersebut 4) Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan 5) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa untuk membayar uangpengganti sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) dan jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti jika tidak mencukupi diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan 6) Memerintahkan barang bukti dikembalikan ke Pemerintah Kota Semarang 7) Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 5.000,00 (lima ribu Rupiah)
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. PEMBAHASAN
Analisis
Nalar Hukum Hakim dalam Memeriksa
Kesalahan
Terdakwa Tindak Pidana Korupsi dalam Putusan Nomor : 1069/Pid.B/2008/PN.SMG
Setelah mencermati Hasil Penelitian, Penulis selanjutnya akan menganalisis mengenai Kajian Nalar Hukum Hakim, Untuk mengetahui nalar hukum Hakim, maka terlebih dahulu Penulis akan menguraikan mengenai teori sistem Pembuktian. Teori sistem pembuktian dibagi menjadi 4 (empat) yaitu: conviction in-time, conviction raisonnee, pembuktian menurut UndangUndang secara positif (positief wettelijk stelsel) dan Pembuktian UndangUndang secara Negatif (negatief wettelijk stelsel). Sistem Pembuktian menurut undang-undang secara negatif, merupakan sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), ketentuan itu diperjelas dalam Pasal 183 KUHAP yang didalamnya mengandung maksud, yaitu: (a) Putusan pidana oleh hakim harus berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. (b) Harus ada keyakinan hakim telah terjadinya tindak pidana, bahwa terdakwa yang bersalah. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan teori antar sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction in time. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan suatu sistem keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrim. Dari keseimbangan tersebut, sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif menggabungkan ke commit to user
46
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. Di dalam sistem pembuktian ini untuk menentukan seseorang terdakwa dinyatakan bersalah, apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang sekaligus keterbuktian kesalahan tadi dibarengi pula dengan keyakinan hakim. Dalam menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif, terdapat dua komponen antara lain: 1. Pembuktian harus dilakukan menurut ketentuan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. 2. Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas ketentuan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Guna mempermudah pembacaan terhadap alur Peneliti, berikut merupakan skematik pembahasan mengenai Nalar Hukum Hakim dalam memeriksa kesalahan terdakwa tindak pidana korupsi dalam putusan Nomor:1069/Pid.B/2008/PN.SMG.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAKWAAN
PROSES PEMBUKTIAN DAN PEMERIKSAAN BARANG BUKTI
ALAT BUKTI YANG SAH
KEYAKINAN HAKIM
NALAR HUKUM HAKIM
PUTUSAN
Gambar 2. Skematik Nalar Hukum Hakim
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mencermati skema di atas, dalam menjelaskan mengenai nalar hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terkait kasus di atas, pada dasarmya, dalam penjatuhan putusan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi hakim cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dibandingkan yang bersifat non-yuridis. Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undangundang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya: a. Dakwaan Penuntut Umum Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan (Pasal 143 ayat (1) KUHAP). Dakwaan berisi identitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP). Perumusan dakwaan didasarkan dari hasil pemeriksaan pendahuluan. Dalam perkara tersebut Terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif (antara dakwaan yang satu dan yang lain saling mengecualikan) atau one that substitutes for another, memberi pilihan kepada hakim pengadilan untuk menentukan dakwaan mana yang tepat dipertanggungjawabakan kepada terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukannya. Dakwaan penuntut umum sebagai bahan pertimbangan pengadilan dalam menjatuhkan putusan. Mencermati pertimbangan terhadap tindak pidana yang didakwakan Terdakwa di atas, Hakim Pengadilan Negeri Semarang dalam pertimbangannya menyatakan bahwa surat dakwaan Penuntut Umum dalam relevansinya dengan sahnya suatu surat dakwaan yang harus disusun secara cermat, jelas dan lengkap, sehingga memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal to userMengingat sesuai ketentuan Pasal 143 ayat (2) hurufcommit b KUHAP.
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
143 ayat (3) KUHAP dakwaan yang disusun secara tidak cermat, jelas dan lengkap batal demi hukum; Menimbang, bahwa satu hal yang harus dibedakan dalam penerapan Pasal 2 dengan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 Jo UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah jika Pasal 2 dicantumkan unsur “memperkaya diri sendiri.....” Sedangkan pada Pasal 3 dicantumkan unsur : dengan tujuan menguntungkan diri sendiri”.
Dengan
demikian,
sifat
dari
menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagai delik ditentukan oleh cara-cara dengan mana pelaku, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang
lain
atausuatu
korporasi,
menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Oleh karena itulah menjadi penting dan merupakan hal yang esensial untuk dinilai apakah benar Terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dan hal tersebut harus merupakan maksud dari Terdakwa untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum. Oleh karena itu, ada tidaknya niat jahat dalam diri Terdakwa akan dipertimbangkan pada bagian unsurunsur tindak pidana yang didakwakan dalam diri Terdakwa tersebut; Menimbang, bahwa ternyata walaupun perumusan caracara tindak pidana baik dalam dakwaan Kesatu dan Kedua diuraikan secara sama. Akan tetapi yang terpenting adalah ternyata dalam dakwaan tersebut telah diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap waktu maupun cara-cara perbuatan/tindak pidana yang telah dilakukan oleh Terdakwa. Karena sesungguhnya yang patut diperhatikan adalah bagaimanakah waktu dan cara-cara suatu commit to user kepada seseorang Terdakwa tindak pidana yang didakwakan
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
tersebut mesti dirumuskan; Menimbang, bahwa disamping itu hakikat esensial suatu surat dakwaan adalah harus memuat secara cermat, jelas dan lengkap unsur-unsur dari suatu tindak pidana yang didakwakan kepadanya, agar Terdakwa mudah melakukan pembelaan atas dakwaan yang ditujukan pada dirinya tersebut. Ternyata dalam surat dakwaan yang didakwakan kepadanya hal tersebut telah diuraikan oleh Penuntut Umum; Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, maka dengan memperhatikan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) dan sistem pendekatan yang jauh dari sikap formalistic egal thinking secara sempit dan kaku, maka walaupun perumusan cara-cara tindak pidana yang dilakukan Terdakwa, baik dalam dakwaan Kesatu dan Kedua diuraikan secara sama,maka dakwaan Kedua Penuntut umum dipandang telah disusun secara cermat, jelas dan lengkap tidak perlu sampai dinyatakan batal demi hukum. Oleh karena itu, dapat dipergunakan sebagai dasar untuk memeriksa dan mengadili perkara atas diri Terdakwa. b. Pembuktian Dalam proses pembuktian, Keterangan saksi merupakan alat bukti yang sah seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi yang disampaikan di muka sidang pengadilan yang merupakan hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari kesaksian orang lain tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah. Kesaksian semacam ini dalam hukum acara pidana disebut dengan istilah testimonium. de auditu Kesaksian de auditu dimungkinkan dapat terjadi di persidangan. Oleh karena itu hakim commit to userkesaksian demikian itu menjadi harus cermat jangan sampai
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertimbangan dalam putusannya. Untuk itu sedini mungkin harus diambil langkah-langkah pencegahan. Yakni dengan bertanya langsung kepada saksi bahwa apakah yang dia terangkan itu merupakan suatu peristiwa pidana yang dia dengar, dia lihat dan dia alami sendiri. Apabila ternyata yang diterangkan itu suatu peristiwa pidana yang tidak dia lihat, tidak dia dengar, dan tidak dia alaminya
sendiri
sebaiknya
hakim
membatalkan
status
kesaksiannya dan keterangannya tidak perlu lagi didengar untuk menghindarkan kesaksian de auditu dan selain itu juga Menurut Pasal 184 KUHAP butir e. keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang dia lakukan atau yang dia ketahui sendiri atau yang dia alami sendiri. Dalam praktek keterangan terdakwa sering dinyatakan dalam bentuk pengakuan dan penolakan, baik sebagian maupun keseluruhan terhadap
dakwaan
penuntut
umum
dan
keterangan
yang
disampaikan oleh para saksi. Keterangan juga merupakan jawaban atas pertanyaan baik yang diajukan oleh penuntut umum, hakim maupun penasihat hukum. Keterangan terdakwa dapat meliputi keterangan yang berupa penolakan dan keterangan yang berupa pengakuan atas semua yang didakwakan kepadanya. Dengan demikian, keterangan terdakwa yang dinyatakan dalam bentuk penolakan atau penyangkalan sebagaimana sering dijumpai dalam praktek persidangan, boleh juga dinilai sebagai alat bukti. c. Barang Bukti Pengertian barang-barang bukti yang dibicarakan di sini adalah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan yang diajukan oleh penuntut umum di persidangan yang meliputi: (1) Benda tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan tindak pidana (3) Benda
yang
dipergunakan
untuk
menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana (4) Benda khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana (5) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana. Barang-barang bukti yang dimaksud di atas tidak termasuk dalam alat bukti karena menurut KUHAP menetapkan hanya (5) lima macam alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Walaupun barang bukti bukan sebagai alat bukti namun penuntut umum menyebutkan barang bukti
itu
di
dalam
surat
dakwaannya
yang
kemudian
mengajukannya kepada hakim dalam pemeriksaan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi bahkan bila perlu hakim membuktikannya dengan membacakannya atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu. Adanya barang bukti yang diperlihatkan pada persidangan akan menambah keyakinan hakim dalam menilai benar tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa dan sudah barang tentu hakim akan lebih yakin apabila barang bukti itu dikenal dan diakui oleh terdakwa maupun para saksi. d. Pasal-pasal dalam undang-undang tindak pidana Hal yang sering terungkap di persidangan adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal-pasal ini bermula dan terlihat dalam surat dakwaan yang diformulasikan oleh penuntut umum sebagai ketentuan hukum tindak pidana korupsi yang dilanggar oleh terdakwa. Dalam persidangan, pasalcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
pasal dalam undang-undang tindak pidana itu selalu dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Penuntut umum dan hakim berusaha untuk membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat bukti tentang apakah perbuatan terdakwa telah atau tidak memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam pasal undang-undang tentang tindak pidana. Apabila ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsurunsur dari setiap pasal yang dilanggar, berarti terbuktilah menurut hukum kesalahan terdakwa melakukan perbuatan seperti dalam pasal yang didakwakan kepadanya. Menurut Pasal 197 huruf f KUHAP salah satu yang harus dimuat dalam surat putusan pemidanaan adalah pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan. Pasal-pasal yang didakwakan oleh penuntut umum menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Keseluruhan putusan hakim yang diteliti oleh penulis, memuat pertimbangan tentang pasalpasal dalam undang-undang yang dilanggar oleh terdakwa. Tidak ada satu putusan pun yang mengabaikannya. Hal ini dikarenakan pada setiap dakwaan penuntut umum, pasti menyebutkan pasal-pasal yang dilanggar oleh terdakwa, yang berarti fakta tersebut terungkap di persidangan menjadi fakta hukum. Sedangkan Pertimbangan Non Yuridis dalam hal Tindak Pidana Korupsi yang telah merajalela mempunyai dampak yang merugikan dan merusak tatanan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Kekayaan negara yang dikorupsi sangat besar. Hal ini berarti, jika tidak terjadi korupsi terhadap kekayaan negara maka kemampuan pembiayaan pembangunan melalui APBD dapat meningkat, dan itu berarti bahwa pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor dapat lebih ditingkatkan terutama yang berkaitan dengan pemberantasan kemiskinan dan pembiayaan sektor yang bersfat strategis, seperti sektor pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian akan dapat mendongkrak peningkatan commit to user kualitas sumberdaya manusia pada masa depan dan diharapkan dapat
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
berimbas pada peningkatan produktivitas secara nasional. Di samping kerugian material juga terjadi kerugian yang bersifat immaterial, yaitu citra dan martabat bangsa Indonesia di dunia internasional. Predikat Indonesia sebagai negara yang terkorup di kawasan Asia Tenggara merupakan citra yang sangat memalukan. Tetapi anehnya para pemimpin di negeri ini masih adem ayem, tebal muka dan tidak memiliki rasa malu sehingga membiarkan praktik korupsi semakin menjadi-jadi. Selain kerugian material dan immaterial, korupsi juga membawa dampak pada penciptaan ekonomi biaya tinggi. Karena korupsi menyebabkan inefisiensi dan pemborosan dalam ekonomi. Uang pelicin, sogok/suap, pungutan dan sejenisnya akan membebani komponen biaya produksi. Pemerintah yang korup akan membebani sektor swasta dengan urusan-urusan yang luar biasa berat. Ditunjukan oleh Jeremy Pompe bahwa di Ukraina pada tahun 1994 perusahaan-perusahaan yang disurvei melaporkan bahwa mereka menghabiskan rata-rata 28% dari waktu kerja semata-mata untuk berurusan dengan pemerintah dan pada tahun 1996 meningkat menjadi 37%. Jika tidak ada langkah-langkah dan tindakan nyata pemerintah dalam memberantas korupsi, maka upaya pemerintah untuk menarik investor asing menanamkan investasinya di Indonesia dengan melakukan kunjungan ke berbagai negara menghabiskan uang miliaran rupiah hanya akan merupakan tindakan yang merugi. Dari berbagai dampak dan pengaruh yang ditimbulkan korupsi tersebut tidak dapat disangkal bahwa korupsi membawa dampak yang merugikan dan menghambat pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Karena uang yang semestinya dapat digunakan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan raib menjadi milik pribadi dan memperkaya segelintir orang. Kemampuan memberikan pelayanan publik yang berkualitas dan manusiawi menjadi berkurang. Sementara puluhan juta rakyat menjerit kesusahan dan mengharpkan uluran tangan dari pemerintah. Dengan demikian korupsi secara langsung atau tidak langsung commitdan to user menghambat kemajuan bangsa negara serta semakin memperparah
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemiskinan. Membiarkan korupsi merajalela berarti membiarkan kejahatan menggerogoti dan menguras kekayaan negara untuk kepentingan pribadi, kelompok atau golongan dengan mengabaikan kepentingan umum atau kepentingan rakyat banyak dan hal ini bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan membiarkan korupsi
berarti
pula
membiarkan
negara
menuju
kehancuran,
keterbelakangan dan pemeliharaan kemiskinan. Berdasarkan kajian nalar hukum hakim tersebut, maka terhadap perkara korupsi dangan Terdakwa Drs. Kusrin Bin Sutrimo, Hakim Menjatuhkan Putusan yang dalam amarnya menyatakan bahwa Terdakwa Drs. KUSRIN Bin SUTRIMO tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyalahgunakan Kewenangan Yang Ada Padanya Karena Jabatan atau Kedudukan dan Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 1 (satu) tahun
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV.PENUTUP A. Simpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di dalam bab III, maka dapat disimpulkan bahwa Kajian Nalar Hukum Hakim dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya faktor yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya : dakwaan, pembuktian, barang bukti dan pasal-pasal yang didakwakan. Adapun pertimbangan non-yuridis, yang lebih menekankan pada dampak yang ditimbulkan terkait tindak pidana korupsi. Sehingga berdasarkan pertimbangan di atas, Hakim Pengadilan Negeri Semarang menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan kesatu Penuntut Umum. Hal tersebut telah sesuai dengan pengaturan dalam teori pembuktian yang sesuai dengan KUHAP, untuk itu sudah sepantasanya jika Terdakwa dinyatakan bersalah.
B. Saran
Putusan Hakim yang dilandasi nalar hukum yang baik, tentu digunakan sebagai rujukan judge made law
.
commit to user
57