perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN KONSTRUKSI PEMBUKTIAN REQUISITOIR PENUNTUT UMUM TERHADAP PENJATUHAN PUTUSAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI LINGKUNGAN RUMAH TANGGA (STUDI KASUS NOMOR REG.PERKARA: PDM-19/KNYAR/EP.2/0410 DAN PUTUSAN NOMOR 59/Pid.B/2010/PN.Kray)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : ADHITYA SURYA PRATAMA E 1107001
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan jalan ke surga. (HR. Muslim) “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu yang mengubahnya sendiri.” (QS. Ar-Ro’du:11) Semakin banyak hal yang diketahui seseorang, maka ia akan semakin tahu pula betapa lebih banyak lagi yang perlu diketahui. (Ali bin Abi Tholib R.A) Hasrat dan kemauan adalah tenaga yang terbesar di dunia ini. Ia lebih berharga dari uang, kekuasaan, atau pun pengaruh. (Sharkespeare) Di atas segala kesucian selalu ada kesempatan. (Albert Einsten) Hidup seperti musik yang harus dikomposisikan oleh telinga, rasa, dan insting. (Plato)
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini Penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta, dan terima kasih kepada : Ø Tuhan Yang Maha Esa Pencipta Alam Semesta atas segala karunia, rahmat, dan nikmat yang telah diberikan-Nya Ø Bapak Edy Herdyanto, SH.MH., selaku Ketua Bagian Hukum Acara. Ø Bapak Kristiyadi, S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing I Penulisan Hukum penulis. Terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Ø Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H., selaku Pembimbing II Penulisan Hukum penulis. Terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Ø Orang tuaku tercinta Bapak
Suryanto, S.Pd.I dan ibu Sartini atas segala doa,
bimbingan, nasehat, kehangatan cinta dan kasih sayang yang senantiasa tercurahkan untukku sehingga dapat terselesaikan tanggungjawab ini. Ø Kedua Adikku yang aku sayangi Isna Jati Asyiyah dan Reza Mustafa yang membuatku selalu ingin menjadi kakak yang lebih baik . Ø Mamahku Nanik Alinda Arisanti A.Md tercinta yang selalu memberikan semangat, motivasi, kesabaran, pengertian dan ketulusan sehingga dapat menyelesaikan sekripsi ini. Ø Seluruh keluarga besar Penulis yang tidak bisa disebut satu-persatu atas dukungan dan semangatnya. Ø Almamaterku.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Adhitya Surya Pratama
NIM
: E1107001
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul KAJIAN KONSTRUKSI PEMBUKTIAN REQUISITOIR PENUNTUT UMUM TERHADAP PENJATUHAN PUTUSAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI LINGKUNGAN RUMAH TANGGA (STUDI KASUS
NOMOR
REG.PERKARA:
PDM-19/KNYAR/EP.2/0410
DAN
PUTUSAN NOMOR 59/Pid.B/2010/PN.Kray) adalah betul- betul karya sendiri. Hal–hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011 Yang membuat pernyataan
Adhitya Surya Pratama NIM. E1107001
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Adhitya Surya Pratama. E1107001. KAJIAN KONSTRUKSI PEMBUKTIAN REQUISITOIR PENUNTUT UMUM TERHADAP PENJATUHAN PUTUSAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DI LINGKUNGAN RUMAH TANGGA (STUDI KASUS NOMOR REGISTER PERKARA : PDM-19/KNYAR/Ep.2/0410 DAN PUTUSAN NOMOR : 59/Pid.B/2010/PN.Kray). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi pembuktian requisitoir penuntut umum terhadap penjatuhan vonis tindak pidana kekerasan seksual pada anak di lingkungan rumah tangga dalam kasus Nomor Register Perkara: PDM -19/KNYAR/Ep.2/0410 dan Putusan Nomor : 59/Pid.B/210/ PN.Kray. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal bersifat preskriptif. Jenis bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi kepustakaan baik dari buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan sebagainya. Analisis bahan hukum menggunakan metode deduksi, yaitu menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dihasilkan simpulan, yaitu konstuksi pembuktian requisitoir Penuntut Umum berdasarkan urutan alat bukti yang diajukan di persidangan dan pembuktian berdasarkan pasal-pasal yang digunakan dalam dakwaan. Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutanya yang terbukti adalah dakwaan kesatu melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, dalam penjatuhan Putusannya Hakim tidak sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Karena dakwaan Jaksa Penuntut Umum bersifat alternatif, maka menurut Majelis Hakim berdasarkan fakta yang terjadi di persidangan yaitu menggunakan dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum melanggar Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Dapat dilihat bahwa konstruksi pembuktian terhadap pasal-pasal, pada intinya Jaksa Penuntut Umum tidak berhasil membuktikan unsur-unsur dalam dakwaan terhadap diri pelaku atau terdakwa. Kata kunci: Konstruksi Pembuktian, Requisitoir (Surat Tuntutan), Putusan Hakim.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Adhitya Surya Pratama. E1107001. 2011. A STUDY ON AUTHENTICATION CONSTRUCTION OF PUBLIC PROSECUTOR’S REQUISITOIR ON THE VERDICT SENTENCING IN SEXUAL ABUSE AGAINST CHILDREN CRIME IN DOMESTIC ENVIRONMENT (A CASE STUDY ON THE CASE REGISTER NUMBER: PDM19/KNYAR/EP.2/0410 AND THE VERDICT NUMBER 59/Pid.B/2010/PN.Kray). Faculty of Law of Sebelas Maret University. This research aims to find out the authentication construction of public prosecutor in requisitoir on the punishment sentencing of sexual abuse against children in domestic environment in the case register number: PDM19/KNYAR/EP.2/0410, and verdict number: 59/Pid.B/2010/PN.Kray. This study belongs to a doctrinal law research that is prescriptive in nature. The type of law material used was secondary law material. The law material sources employed included primary and secondary law materials. Technique of collecting law material employed was library study from books, legislation, document and etc. The analysis on law material was done using deductive method, to draw a conclusion from the general thing to the concrete problem encountered. Considering the result of research and discussion, it can be concluded that the construction of Public Prosecutor’s requisition authentication is based on the evidence sequence proposed in the court session and authentication based on the articles used in indictment. The Public Prosecutor in his/her proven indictment shows that the first indictment violates the article 81 clause (1) of Act Number 23 of 2002 about Child Protection. However, in sentencing his/her verdict, the Judge does not agree with the Public Prosecutor’s prosecution. It is because the Public Prosecutor’s indictment is alternative; therefore according to the Chamber of Judge based on the fact occurring in the court session that uses the second indictment, the Public Prosecutor violates the Article 46 of Act Number 23 of 2004 about the Domestic Violence Elimination. It can be seen that in the authentication construction on the articles, the Public Prosecutor does not successfully authenticate the elements of indictment against the perpetrator or defendant. Keywords: Authentication Construction, requisitoir, Judge Verdict
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berupa ilmu pengetahuan dan ijin-Nya, akhirnya penulis berhasil menyelesaikan penulisan hukum dengan judul KAJIAN KONSTRUKSI PEMBUKTIAN REQUISITOIR PENUNTUT UMUM TERHADAP PENJATUHAN PUTUSAN TINDAK
PIDANA
LINGKUNGAN
KEKERASAN
RUMAH
SEKSUAL
TANGGA
(STUDI
PADA KASUS
ANAK
DI
NOMOR
REG.PERKARA: PDM-19/KNYAR/EP.2/0410 DAN PUTUSAN NOMOR 59/Pid.B/2010/PN.Kray) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. ini tepat sesuai waktu yang telah direncanakan. Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.. Tentunya selama penyusunan penulisan hukum ini, maupun selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, tidak sedikit bantuan yang penulis terima baik berupa materiill maupun imateriil dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini ijinkan penulis menghaturkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. ALLAH SWT yang senantiasa menjaga dan melindungi penulis dalam setiap langkah dan mencari ridho-Nya. 2. Nabi Muhammad junjungan dan suri tauladan yang baik untuk penulisan dalam menjalani kehidupan. 3. Prof.Dr. Hartiwinigsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 4. Bapak Harjono, S.H., MH. selaku pembimbing akademik penulis dan ketua Program Nonreguler Fakultas Hukum UNS. 5. Ibu Diana Tantri Cahyaningsih, SH.,M.Hum., selaku Pembimbing Akademik Penulis. 6. Bapak Edy Herdyanto, SH.M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Acara. 7. Bapak Kristiyadi, S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing I Penulisan Hukum commit to user penulis. Terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengarahkan sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. 8. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H., selaku Pembimbing II Penulisan Hukum penulis. Terima kasih atas kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan sehingga penulisan hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. 9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret atas segala dedikasinya terhadap seluruh mahasiswa termasuk Penulis selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 10. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu segala kepentingan Penulis selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum UNS Surakarta. 11. Ibu Nurhayati Nasution, S.H selaku Hakim di Pengadilan Negeri Karanganyar yang telah membantu memberikan informasi yang dibutuhkan penulis untukmenyusun penulisan hukum ini.
12. Bapak Suryanto S. Pd.I dan ibu Sartini yang menjadi sumber inspirasi, kebanggaan dan pengabdian diri penulis. Terima kasih untuk kasih sayang, do’a dan ridho yang menjadi kekuatan dan bekal dalam menjalankan kehidupan ini, serta segenap pengertian, dukungan dan kepercayaan yang telah engkau berikan. 13. Dua orang adikku Isna Jati Asiyah dan Reza Mustafa yang membuatku selalu ingin menjadi kakak yang lebih baik. 14. Mamahku Nanik Alinda Arisanti A. Md tercinta yang selalu memberikan semangat, motivasi, kesabaran, pengertian dan ketulusan. 15. Keluarga Besar penulis yang telah memberikan perhatian dan dukungan baik moril maupun materiil kepada penulis. 16. Teman-teman Angkatan 2007 Non Reguler, teman-teman kuliah ( Nur cholis, Andhika ferry kurniawan, Angga raka, Nguters, Aris SH, Candra, Hujang, Septama, Gheffrian rusma gafara, Feri Kurniawan, Ichol, Rahmat commitAgus) to user effendi, Yanuar harry wibowo, terimakasih atas setiap waktu yang
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kita habiskan bersama, dan semua pihak yang membantu dalam penulisan hukum. Penulis sadari bahwa penulisan hukum ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis sangat terbuka akan segala sumbang saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama untuk penulisan, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum.
Surakarta, Maret 2011
Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ..........................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..........................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................
vi
ABSTRAK ............................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................
xii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B. Perumusan Masalah .......................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .........................................................................
5
E. Metode Penelitian ..........................................................................
6
F. Sistematika Penelitian ...................................................................
9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritik ..........................................................................
11
1. Tinjauan Tentang Konstruksi Hukum ....................................
11
2. Tinjauan Tentang Pembuktian ................................................
12
a. Pengertian Pembuktian dan Tujuan Pembuktian ...............
12
b. Macam-macam Alat Bukti dan Kekuatan Alat Bukti ........
14
3. Tinjauan Tentang Penuntut Umum .........................................
20
a. Pengertian Jaksa dan Penuntut Umum ...............................
20
b. Tugas dan Wewenang Penuntut Umum ..............................
21
4. Tinjauan Tentang Penuntutan ..................................................
22
a. Pengetian Penuntutan .......................................................... commit to user............................................... b. Asas-asas dalam Penuntutan
22
xii
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pada Anak di Lingkungan Rumah Tangga .....................................
25
a. Pengertian Tindak Pidana ...................................................
25
b. Kekerasan Seksual Pada Anak di Lingkungan Rumah Tangga ..................................................................................
26
c. Pengertian Anak .................................................................
27
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................
29
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identitas Terdakwa ...................................................................
31
2. Kasus Posisi ..............................................................................
31
3. Dakwaan ...................................................................................
32
4. Alat Bukti ..................................................................................
36
5. Tuntutan ....................................................................................
47
6. Putusan ......................................................................................
48
B. Pembahasan ...................................................................................
49
BAB IV. PENUTUP A. Simpulan ........................................................................................
58
B. Saran ................................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Dakwaan Penuntut Umum…………………………………………… 32
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ………………………………………
29
Gambar 2. Urutan Alat Bukti ...........................................................................
55
commit to user
xv
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini di Indonesia berbagai masalah seakan tidak pernah berhenti, mulai dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, krisis politik yang berkelanjutan, kerusuhan hingga perseteruan di antara kelompok, golongan maupun aparat negara yang saat ini sedang marak. Masalah sosial sudah menjadi topik yang hangat dibicarakan, misalnya masalah kemiskinan, kejahatan dan juga kesenjangan sosial, begitu pula dengan berbagai kasus kekerasan yang kerap terjadi belakangan ini. Menurut surat kabar harian Kompas, Kamis 23 Mei 2010, kekerasan domestik atau kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga menduduki porsi terbesar dalam kasus kekerasan yang menimpa anak-anak pada rentang usia 3-16 tahun. Sebanyak 80% kekerasan yang menimpa anak-anak dilakukan oleh keluarga mereka, 10% terjadi di lingkungan pendidikan, dan sisanya orang tak dikenal (Kompas : 23 Mei 2010 halaman 2 kolom 3) Setiap bulannya terdapat 30 kasus kekerasan yang diadukan oleh korbannya kepada lembaga konseling Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. Sebanyak 40% merupakan korban kekerasan ringan, berupa kekerasan verbal atau caci maki, sedangkan 60% sisanya mengalami kekerasan fisik hingga seksual yang dilakukan oleh keluarganya sendiri. Kekerasan dan pelecehan biasanya terjadi pada anak-anak perempuan. Contoh kasus yang menimpa Desi Setiarini seorang anak yang masih berusia 16 tahun diacam oleh bapak kandungnya yang bernama Waluyo untuk melakukan persetubuhan dengannya, perbuatan tersebut dilakukan sebanyak kurang lebih 15 (lima belas) kali antara tahun 2007 sampai dengan 2010 bertempat di Dukuh Madoh Rt 04 Rw 08, Desa Mbolon, Kec. Colomadu, Kab. Karanganyar. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang mempunyai hak dan kewajiban untuk userbagian dari generasi muda sebagai ikut serta membangun bangsa dancommit negara,toserta
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi membangun manusia seutuhnya, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Seorang anak secara rohani maupun jasmani, dan sosial belum mempunyai kemampuan untuk berdiri sendiri dalam melaksanakan hak dan kewajiban, maka menjadi kewajiban bagi generasi pendahulu untuk menjamin, memelihara, dan mengamankan kepentingan anak (Shanti Delliyana, 1988:6). Kondisi fisik, mental dan sosial seorang anak barsifat khas dan ditandai dengan sikap sering kali mementingkan dirinya sendiri, sehingga dapat disalah gunakan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh orang di sekelilingnya. Oleh karena itu, dalam kenyataan banyak terjadi kekerasan atau eksploitasi terhadap anak yang dilakukan di negara kita. Mengenai persoalan kekerasan terhadap anak, menurut Maulana Hasan Wadong (2000:1), bahwa “kekerasan terhadap anak yang sering terjadi berkaitan dengan lemahnya hukum perlindungan anak”. Berkaitan dengan anak maupun perempuan dalam konteks kekerasan, adanya kebijakan yang tidak berpihak terhadap perbaikan kondisi masyarakat akan sangat berpotensi terhadap peningkatan tindak kekerasan terhadap mereka. Akumulasi persoalan ekonomi yang terjadi pada masyarakat, membuat tingkat agresifitas dan upaya kompensasi menjadi kian meningkat. Ditambah lagi kondisi budaya Indonesia yang cenderung bersifat patriarkhi, di mana terdapat pemahaman tentang konstruksi gender serta pembagian peran laki-laki dan perempuan serta supremasi hukum yang lemah ikut menyumbang bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terus terjadi. Di berbagai tempat, banyak kita lihat eksploitasi terhadap anak. Begitu banyak tindak kekerasan seksual terhadap anak, sehingga anak kehilangan kesempatan menikmati masa kanak-kanaknya. Kekerasan fisik banyak dialami anak-anak seperti dipukul di bagian punggung, kepala, baik dengan tangan atau alat, ditempeleng bahkan dibenturkan ke dinding, dipaksa meminum minuman keras, ditusuk dengan pisau, disiram dengan air panas, disekap dalam ruangan, user keadaan sakit diharuskan untuk bahkan lebih mengenaskan lagi commit mereka to dalam
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
tetap bekerja. Anak-anak sering kali mengalami pelecehan seksual bahkan pelakunya tidak hanya orang lain tetapi juga dilakukan oleh orang yang dekat dengan korban. Kita menyaksikan begitu banyak hal-hal anak “diperkosa”. Banyak di antara mereka terpaksa bekerja baik sebagai pemulung, buruh, dan melakukan pekerjaan kasar lainnya tak jarang berada dalam ancaman, mereka disuruh melakukan perbuatan yang tidak semestinya mereka lakukan. Peristiwa-peristiwa itu menunjukkan hukum belum berpihak pada anak (Maulana Hasan Wadong, 2000:1). Penulis tertarik dengan kasus kekerasan seksual karena tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak ini perlu mendapatkan perhatian yang cukup serius dari berbagai pihak. Pemeliharaan, jaminan dan pengamanan kepentingan ini selayaknya dilakukan oleh pihak-pihak yang mengasuhnya di bawah pengawasan dan bimbingan negara, dan bilamana perlu oleh negara itu sendiri. Karena kewajiban inilah maka yang bertanggung jawab atas asuhan anak wajib pula melindunginya dari segala gangguan-gangguan yang datang dari luar maupun dari anak itu sendiri, di mana dengan adanya perlindungan terhadap anak yang deiberikan tersebut akan mengusahakan kesejahteraan anak. Kita harus menyadari bahwa anak merupakan generasi muda penerus citacita bangsa dan merupakan sumber daya manusia yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Sehingga agar anak dapat berkembang secara baik, diperlukan kepedulian baik dari orang tua, masyarakat, maupun pemerintah untuk memberikan perlindungan, pendidikan, dan perhatian. Kejaksaan menduduki posisi kunci atau posisi sentral dalam lingkungan pelaksanaan tugas aparatur penegak hukum karena dalam proses penyelesaian suatu perkara, jaksa penuntut umum mempunyai fungsi yang berada ditengahtengah antara penyidik dan hakim (Kejaksaan Agung Republik Indonesia, 1985:1). Ditinjau dari segi hukum acara pidana sebagimana yang ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penuntut umum bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang untuk mengajukan segala daya commit to user kepada terdakwa. Atas dasar upaya membuktikan kesalahan yang didakwakan
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
latar belakang masalah tersebut di atas, maka dalam penulisan hukum ini penulis mengambil judul : “KAJIAN KONSTRUKSI PEMBUKTIAN REQUISITOIR PENUNTUT UMUM TERHADAP PENJATUHAN PUTUSAN TINDAK PIDANA KEKERASAN
SEKSUAL PADA ANAK
DI LINGKUNGAN RUMAH
TANGGA (STUDI KASUS NOMOR REGISTER PERKARA : PDM19/KNYAR/Ep.2/0410 DAN PUTUSAN NOMOR : 59/Pid.B/2010/PN.Kray)”
B. Rumusan Masalah Agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan, maka perlu disusun perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang dimuka. Adapun perumusan masalah dalam penelitian hukum ini adalah: Bagaimana konstruksi pembuktian requisitoir penuntut umum terhadap penjatuhan putusan tindak pidana kekerasan seksual pada anak di lingkungan rumah tangga studi kasus Nomor Register Perkara: PDM -19/KNYAR/Ep.2/0410 dan Putusan Nomor : 59/Pid.B/2010/PN.Kray?
C. Tujuan Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh penulis agar dapat menyajikan data akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian mempunyai tujuan obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif Untuk mengetahui konstruksi pembuktian requisitoir penuntut umum terhadap penjatuhan putusan tindak pidana kekerasan seksual pada anak di lingkungan rumah
tangga
studi
kasus
Nomor
Register
Perkara:
PDM
-
19/KNYAR/Ep.2/0410 dan Putusan Nomor : 59/Pid.B/2010/PN.Kray. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah, memperluas, dan mengaplikasikan pengetahuan penulis commit to user mengenai konstruksi pembuktian di bidang hukum acara pidana, khususnya
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
requisitoir penuntut umum terhadap tindak pidana kekerasan seksual pada anak di lingkungan rumah tangga. b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S-1 dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain: 1.
Manfaat Teoritis a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya. b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Acara Pidana tentang konstruksi pembuktian requisitoir penuntut umum terhadap penjatuhan putusan tindak pidana kekerasan seksual pada anak di lingkungan rumah tangga.
2.
Manfaat Praktis a. Mengembangkan daya penalaran dan membentuk pola pikir penulis sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Memberikan masukan dan tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti serta berguna bagi para pihak yang berminat pada masalah yang sama.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian hukum yang merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006:35). Jenis penelitian hukum yang penulis pergunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian doktrinal karena keilmuan hukum bersifat preskriptif (Peter Mahmud Marzuki, 2006:33).
2.
Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum tersebut. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang substansial di dalam ilmu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22). Dalam penelitian ini penulis akan memberikan preskriptif mengenai konstruksi pembuktian requisitoir penuntut umum terhadap penjatuhan putusan tindak pidana kekerasan seksual pada anak di lingkungan rumah
tangga
studi
kasus
No.
Register
Perkara:
PDM
-
19/KNYAR/Ep.2/04102 dan putusan Nomor : 59/Pid.B/2010/PN.Kray.
3.
Pendekatan Penelitian Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006:93). Dari kelima pendekatan penelitian hukum tersebut, penulis di dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach). Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam commit to user menggunakan pendekatan kasus yang perlu dipahami oleh peneliti adalah
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya (Peter Mahmud Marzuki, 2006:119).
4.
Jenis dan Sumber Bahan Hukum Jenis bahan hukum yang digunakan di dalam penelitian ini adalah bahan hukum sekunder, meliputi bahan hukum yang diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan atau melalui literatur-literatur, himpunan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hasil penelitian yang berwujud laporan maupun bentuk-bentuk lain yang berkaitan dengan penelitian. Sumbersumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2006:141). a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2006:141). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan hukum primer yang berupa: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); 2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak; 5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga; 6) Surat Tuntutan No. Reg.Perk: PDM -19/KNYAR/Ep.2/04102; 7) Putusan Nomor : 59/Pid.B/2010/PN.Kray. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2006:141). Bahan hukum sekunder yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang memiliki korelasi dengan isu hukum yang akan diteliti di dalam penelitian ini.
5.
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan sebagai sumber di dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan bahan hukum dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi maupun literatur-literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder. Dari bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang di dalam penelitian ini.
6.
Teknik Analisis Bahan Hukum Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam mengklasifikasi, menguraikan bahan hukum yang diperoleh kemudian melalui proses pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode deduksi. Metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor dan dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006:47). Penulis dalam penelitian ini mengkritisi teori-teori ilmu hukum yang bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan yang sesuai dengan isu hukum yang to user diteliti atau dianalisa, yaitucommit mengenai konstruksi pembuktian requisitoir
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penuntut umum terhadap tindak pidana kekerasan seksual pada anak di lingkungan rumah tangga studi kasus Nomor Register Perkara: PDM 19/KNYAR/Ep.2/04102 dan Putusan Nomor : 59/Pid.B/2010/PN.Kray.
F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan tentang: Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis menguraikan kerangka teori yang berisi tentang tinjauan tentang konstruksi hukum; tinjauan tentang pembuktian yang meliputi pengertian pembuktian dan tujuan pembuktian , macam- macam alat bukti dan kekuatan alat bukti; tinjauan tentang penuntut Umum yang meliputi pengertian jaksa dan penuntut umum, tugas dan wewenang Penuntut umum; tinjauan tentang Penuntutan yang meliputi pengertian penuntutan, asas- asas dalam penuntutan; tinjauan tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Lingkungan Rumah Tangga yang meliputi pengertian tindak pidana, kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan Rumah Tangga dan pengertian anak.
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu Bagaimana konstruksi pembuktian requisitoir penuntut umum terhadap penjatuhan putusan tindak pidana kekerasan seksual pada anak di lingkungan rumah tangga studi kasus Nomor Register Perkara: PDM 19/KNYAR/Ep.2/0410 dan Putusan Nomor : 59/Pid.B/2010/ PN.Kay.
BAB IV
: PENUTUP Bab ini menguraikan simpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti penulis.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Konstruksi Hukum Sistem hukum Indonesia menganut asas pengadilan tidak boleh menolak perkara. Apabila hakim belum dapat memutus perkara karena dasar hukumnya belum valid, ilmu hukum menyediakan perangkat upaya menemukan hukum yang disebut konstruksi hukum. Dengan demikian, kepentingan pelaku tindak pidana, korban kejahatan, dan masyarakat dapat diakomodasi. Hakim berfungsi melengkapi ketentuan- ketentuan hukum tertulis atau membuat hukum baru. Konstruksi hukum sering juga disebut dengan komposisi hukum (rechtconstructie). Hakim membuat suatu pengertian hukum (rechtsbegrip) dan menurut pendapatnya, pengertian hukum itu adalah asas hukum yang menjadi dasar lembaga yang bersangkutan. Cara kerja atau proses berpikir hakim demikian dalam menentukan hukum
disebut
dengan
konstruksi hukum (Efendi, http://te-effendi-
acara.blogspot.com/2009/03/urgensi-alat-bukti-pengamatan-hakim.html, diakses tanggal 20 Mei 2011 Pukul 19.00). Konstruksi hukum dibedakan menjadi tiga macam, antara lain : a. Konstruksi Analogi (argumentum per analogiam) Analogi merupakan suatu proses konstruksi yang dilakukan dengan cara mencari rasio ledis (genus) dari suatu undang-undang dan kemudian menerapkannya kepada hal-hal lain yang sebenarnya tidak diatur oleh undang-undang itu. Pada analogi, hakim memasukkan suatu perkara ke dalam lingkup pengaturan suatu peraturan perundang-undangan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan commit toperkara user yang bersangkutan.
11
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Konstruksi Penghalusan Hukum (rechtsverfijning) Seorang ahli hukum beranggapan bahwa dalam menyelesaikan suatu perkara, peraturan perundang-undangan yang ada dan yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan perkara, ternyata tidak dapat digunakan. Penghalusan hukum dilakukan apabila penerapan hukum tertulis sebagaimana adanya akan mengakibatkan ketidakadilan yang sangat sehingga ketentuan hukum tertulis itu sebaiknya tidak diterapkan atau diterapkan secara lain apabila hendak dicapai keadilan. Jenis konstruksi ini merupakan bentuk kebalikan dari konstruksi analogi, sebab bila di satu pihak analogi memperluas lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan, maka di lain pihak Penghalusan Hukum mempersempit lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan (bersifat restriktif). c. Konstruksi Argumentum a Contrario Hakim akan memberlakukan peraturan perundang-undangan yang ada seperti pada kegiatan analogi, yaitu menerapkan suatu peraturan pada perkara yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk diselesaikan oleh peraturan
itu. Perbedaannya adalah
dalam
analogi hakim
akan
menghasilkan suatu kesimpulan yang positif, dalam arti bahwa ia menerapkan suatu aturan pada masalah yang sedang dihadapinya. Sedangkan pada konstruksi Argumentum a Contrario hakim sampai pada kesimpulan yang negatif, artinya ia justru tidak mungkin menerapkan aturan tertentu dalam perkara yang sedang dihadapinya. (Mohammad Aldyan,
http://masyarakathukum.blogspot.com/2008/03/macam-macam-
penemuan-hukum.html, diakses tanggal 20 Mei 2011 pukul 19.00).
2. Tinjauan Tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian dan Tujuan Pembuktian Ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. Pembuktian juga bisa berarti suatu penegasan bahwa ketentuan tindak pidana lain yang harus dijatuhkan kepada terdakwa. Maksudnya, surat dakwaan penuntut umum bersifat alternatif dan dari hasil kenyataan pembuktian yang diperoleh dalam persidangan pengadilan, kesalahan yang terbukti adalah dakwaan pengganti. Berarti apa yang didakwakan pada dakwaan primair tidak sesuai dengan kenyataan pembuktian. Dalam hal seperti ini, arti dan fungsi pembuktian merupakan penegasan tentang tindak
pidana
membebaskan
yang dirinya
dilakukan dari
oleh
dakwaan
terdakwa, yang
tidak
serta
sekaligus
terbukti
dan
menghukumnya berdasar dakwaan tindak pidana yang telah terbukti (M. Yahya Harahap 2006:273-274). Pembuktian ditujukan untuk memutus suatu perkara pidana dan bukan semata-mata menjatuhkan pidana. Sebab, untuk menjatuhkan pidana masih diperlukan lagi syarat terbuktinya kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana. Jika setelah kegiatan pembuktian dijalankan dan berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah majelis hakim mendapatkan keyakinan, yaitu terbukti terjadinya tindak pidana, terdakwa melakukannya dan keyakinan terdakwa bersalah. Sebaliknya, apabila tindak pidana yang didakwakan terbukti dilakukan terdakwa tetapi dalam persidangan terbukti adanya dasar atau alasan yang meniadakan pidana baik di dalam undang-undang maupun di luar undang-undang, maka tidak dibebaskan dan juga tidak dipidana melainkan dijatuhi amar putusan pelepasan dari tuntutan hokum (Adami Chazawi 2008:31). Tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut (Hari Sasangka & Lily Rosita, 2003: 13): commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
1) Bagi penuntut umum pembuktian adalah merupakan suatu usaha untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan seorang terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan. 2) Bagi terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian merupakan usaha sebaliknya, untuk menyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum atau meringankan pidananya. Untuk itu terdakwa atau penasihat hukum jika mungkin harus mengajukan alat-alat bukti yang menguntungkan atau meringankan pihaknya. Biasanya bukti tersebut disebut bukti kebalikan. 3) Bagi hakim atas dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alatalat bukti yang ada dalam persidangan baik yang berasal dari penuntut umum atau penasihat hukum atau terdakwa dibuat dasar untuk membuat keputusan. Pengajukan alat bukti di dalam persidangan menurut undangundang dilakukan oleh (Hari Sasangka & Lily Rosita, 2003: 13); 1) Penuntut umum dengan tujuan untuk membuktikan dakwaannya; 2) Terdakwa atau penasihat hukum, jika ada alat bukti yang bersifat meringankan, untuk meringankan atau membebaskan terdakwa. Pada dasarnya yang mengajukan alat bukti dipersidangan adalah penuntut umum (alat bukti yang memberatkan), terdakwa atau penasihat hukum (jika ada alat bukti yang meringankan). Dalam hal ini terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Hal ini dikarenakan adanya asas praduga tak bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 66 KUHAP. Jadi pada prinsipnya yang membuktikan kesalahan terdakwa adalah penuntut umum.
b. Macam-Macam Alat Bukti dan Kekuatan Alat Bukti Mengenai jenis-jenis alat bukti yang boleh dipergunakan dan commit user kekuatan pembuktian serta caratobagaimana dipergunakannya alat bukti
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut untuk membuktikan di sidang pengadilan merupakan hal paling pokok dalam hukum pembuktian dengan sistem negatif yaitu terdakwa dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya apabila alat-alat bukti itu ada ditambah keyakinan hakim sendiri. Mengenai macam-macam alat bukti dimuat dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sedangkan mengenai cara mempergunakan alat-alat bukti dan kekuatan pembuktian alat-alat bukti dimuat dalam Pasal 185-189 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Adami Chazawi, 2008:36-37). Alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) meliputi: 1)
Keterangan Saksi Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
memberikan batasan pengertian keterangan saksi ialah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya (Pasal 1 angka 27 KUHAP). Suatu fakta yang didapat dari keterangan seorang saksi tidaklah cukup, dalam arti tidak bernilai pembuktian apabila tidak didukung oleh fakta yang sama atau disebut bersesuaian yang didapat dari saksi lain atau alat bukti lainnya. Pasal 185 ayat (2) Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan bahwa: ” Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”. Jadi nilai pembuktian keterangan saksi adalah bukan terletak dari banyaknya atau kuantitas saksi, tetapi dari kualitasnya. Artinya, isi atau fakta apa yang diterangkan satu saksi bernilai pembuktian apabila bersesuaian commit dengan to isiuser dari keterangan saksi yang lain atau
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alat bukti lain. Berapapun banyaknya saksi tetapi isi keterangannya berdiri sendiri tidaklah berharga. Kecuali apabila isi keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tersebut adalah berupa faktafakta mengenai suatu kejadian atau keadaan yang ada hubungan yang
sedemikian
rupa,
sehingga
saling
mendukung
dan
membenarkan, yang jika dirangkai dapat menunjukkan kebenaran atas suatu kejadian atau keadaan tertentu. Dengan demikian, dapat dirangkai menjadi satu alat bukti yang disebut dengan alat bukti petunjuk. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Adami Chazawi, 2008:52-54).
2)
Keterangan Ahli Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan Pasal 1 angka 28 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Seorang ahli memberikan keterangan bukan mengenai segala hal yang dilihat, didengar dan dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal-hal yang menjadi atau dibidang keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu diperkuat dengan alasan sebab keahliannya atau pengetahuannya
sebagaimana
keterangan
saksi.
Apa
yang
diterangkan saksi adalah hal mengenai kenyataan atau fakta. Akan tetapi, yang diterangkan ahli adalah suatu penghargaan dari kenyataan dan atau kesimpulan atas penghargaan itu berdasarkan keahlian seorang ahli. Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana
(KUHAP)
membedakan keterangan seorang ahli di persidangan sebagai alat bukti keterangan ahli (Pasal 186 Kitab Undang-Undang Hukum commit user Acara Pidana (KUHAP) dantoketerangan seorang ahli secara tertulis
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di luar sidang pengadilan sebagai alat bukti surat Pasal 187 butir c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 3)
Alat Bukti Surat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur tentang alat bukti surat hanya dua pasal, yakni Pasal 184 dan secara khusus Pasal 187 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut Pasal 187 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada empat surat yang dapat digunakan sebagai alat bukti. Tiga surat harus dibuat diatas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah Pasal 187 huruf a, b dan c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sedangkan surat yang keempat adalah surat dibawah tangan Pasal 187 huruf d Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tiga jenis surat yang dibuat diatas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah tersebut, yaitu (Adami Chazawi, 2008:70) : a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat jaksa penuntut umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4)
Alat Bukti Petunjuk Alat bukti petunjuk bukanlah suatu alat bukti yang bulat dan berdiri sendiri, melainkan suatu alat bukti bentukan hakim. Hal itu tampak dari batasanya dalam ketentuan Pasal 188 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa: Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Karena alat bukti petunjuk adalah berupa pemikiran atau pendapat hakim yang dibentuk dari hubungan atau persesuaian alat bukti yang ada dan dipergunakan dalam sidang, maka sifat subyektivitas hakim lebih dominan (Adami Chazawi, 2008:72-73). Alat bukti petunjuk hanya dapat dibentuk melalui tiga alat bukti, yaitu keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa Pasal 188 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
5)
Keterangan Terdakwa Diantara lima alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), alat bukti terdakwalah yang tiap kali diabaikan oleh hakim, karena (Adami Chazawi, 2008:87) : a) Seringkali keterangan terdakwa tidak bersesuaian dengan isi dari alat-alat bukti yang lain, misalnya keterangan saksi; b) Pada diri terdakwa memiliki hak untuk bebas berbicara termasuk yang isinya tidak benar; c) Pengabaian oleh hakim biasanya terhadap keterangan terdakwa yang berisi penyangkalan terhadap dakwaan. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tidak semua keterangan terdakwa mengandung nilai pembuktian. Dari ketentuan Pasal 189 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) didapatkan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar keterangan terdakwa mengandung nilai pembuktian, yaitu (Adami Chazawi, 2008:89): a) Keterangan
terdakwa
haruslah
dinyatakan
dimuka siding
pengadilan. b) Isi keterangan terdakwa haruslah mengenai tiga hal yaitu perbuatan yang dilakukan terdakwa, segala hal yang diketahuinya sendiri, dan kejadian yang dialaminya sendiri. c) Nilai ketarangan terdakwa hanya berlaku sebagai bukti untuk dirinya sendiri. d) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa dirinya bersalah melakukan tindak pidana, melainkan harus ditambah dengan alat bukti yang lain. Mengenai barang bukti tidak diatur dalam Pasal 183 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau di dalam pasal tersendiri di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai salah satu syarat dalam pembuktian, namun dalam praktik peradilan barang bukti tersebut dapat memberikan keterangan yang berfungsi sebagai tambahan dalam pembuktian di persidangan. Barang bukti adalah benda-benda yang dipergunakan untuk memperoleh hal-hal yang benar-benar dapat meyakinkan hakim akan kesalahan terdakwa terhadap perkara pidana yang dituduhkan. Barang bukti yang dimaksud diatur dalam Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang apa saja yang dapat dikenakan tindakan penyitaan oleh penyidik di tempat kejadian perkara yang dapat dikatakan sebagai barang bukti. Di pengadilan,
barang bukti tersebut dipergunakan pada saat user guna dilakukanya pengesahan pemeriksaan barangcommit buktito dan
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap barang bukti dilakukan dengan cara memperlihatkan langsung kepada terdakwa maupun saksi, lalu diberikan pertanyaan baik kepada terdakwa maupun saksi yang berhubungan dengan barang bukti yang dihadirkan didalam persidangan guna terang dan ditemukannya
fakta-fakta
mengenai
kesalahan
terdakwa
atau ketidaksalahan tedakwa sendiri (arisirawan.wordpress.com/…/p eranan-barang-bukti-dalam-pembuktian-perkara-pidana-menurutpasal-183-k-u-h-a-p/..peran barbuk ps 183>) .
3. Tinjauan Tentang Penuntut Umum a. Pengertian Jaksa dan Penuntut Umum Penuntutan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa yang mempunyai kewenangan untuk bertindak sebagai penuntut umum. Di dalam Pasal 1 butir 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pengertian jaksa dan penuntut umum sebagai berikut : 1)
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
2)
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undangundang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Jadi, dari bunyi Pasal 1 butir 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) itu, maka penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pada Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan bahwa jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain commitSedangkan to user berdasarkan undang-undang. penuntut umum dijelaskan
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
b. Tugas dan Wewenang Penuntut Umum Apabila antara Pasal 1 butir 6b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dikaitkan dengan Pasal 1 butir 6a Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka dapat disimpulkan tugas jaksa adalah: 1) Sebagai penuntut umum yaitu melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan pengadilan. 2) Melaksanakan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap. Berdasarkan ketentuan Pasal 14 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penuntut umum mempunyai wewenang: 1) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu. 2) Mengadakan
pra penuntutan
apabila ada
kekurangan
pada
penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat 3 dan ayat 4 dengan memberi pentunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. 3) Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau merubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan kepada penyidik. 4) Membuat surat dakwaan. 5) Melimpahkan perkara ke pengadilan. 6) Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada commit to user sidang yang telah ditentukan.
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
7) Melakukan penuntutan. 8) Menutup perkara demi kepentingan umum. 9) Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab penuntut umum menurut ketentuan undang-udang ini. 10) Melaksanakan penetapan hakim. Pengertian tindakan lain dalam penjelasan pasal tersebut adalah meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan.
4. Tinjauan Tentang Penuntutan a. Pengertian Penuntutan Pada dasarnya tugas pokok dari instansi Kejaksaan adalah melakukan penuntutan terhadap perkara yang telah terbukti. Dalam Undang-Undang ditentukan bahwa hak penuntutan hanya ada pada Penuntut Umum yaitu Jaksa yang diberi wewenang oleh kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981, Pada Pasal 1 butir 7 KUHAP, tercantum definisi Penuntutan sebagai berikut : Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan. Menurut Wirjonoprojodikiro, menuntut seorang terdakwa di muka hakim pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkara kepada hakim dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan memutus perkara pidana itu terhadap terdakwa. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa penuntutan adalah perbuatan penuntut umum menyerahkan perkara pidana kepada hakim untuk diperiksa dan diputus (Andi Hamzah, 2002:157). Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali berkas to user perkara hasil penyidikan commit yang sudah lengkap atau sudah dilengkapi oleh
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan atau untuk dapat dilimpahkan ke Pengadilan menurut Pasal 139 KUHAP. Apabila penuntut umum telah mengambil langkah untuk melakukan penuntutan, maka dengan tindakan itu ia menyatakan pendapatnya secara positif, meskipun bersifat sementara, bahwa terdapat cukup alasan untuk mendakwa bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana dan seharusnya dijatuhi hukuman pidana (Soedirjo, 1985:4). Menurut Marpaung (1992:19-20) Penuntut Umum (dalam hal ini kejaksaan atau kepala kejaksaan negeri) setelah setelah menerima berkas atau hasil penyidikan dari penyidik, segera menunjuk salah seorang jaksa untuk mempelajari dan menelitinya yang kemudian atas hasil penelitiannya Jaksa tersebut mengajukan saran kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) antara lain : 1) Mengembalikan berkas perkara kepada penyidik karena belum lengkap disertai petunjuk-petunjuk yang akan dilakukan oleh penyidik, hal ini oleh Pasal 14 KUHAP disebut Prapenuntutan. 2) Melakukan penggabungan atau pemisahan berkas, 3) Hasil penyidikan telah lengkap tetapi tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya disarankan agar penuntutan dihentikan. Jika saran disetujui maka diterbitkan surat ketetapan. Atas surat ketetapan dapat diajukan praperadilan. 4) Hasil penyidikan telah lengap dan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri. Dalam hal ini Kajari menerbitkan surat penunjukan penentut umum. Penunjukan penuntut umum ini biasanya serentak dengan penunjukan penuntut umum pengganti yang maksudnya jika penuntut umum berhalangan,maka penunutut umum pengganti yang bertugas
(Pasal 198 KUHAP). Dalam hal ini penuntut umum
membuat surat dakwaan dan setelah surat dakwaan rampung to user perkara yang diajukan kepada kemudian dibuatkancommit surat pelimpahan
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengadilan negeri, masih memungkunkan bagi penuntu umum untuk mengubah surat dakwaan, hal ini diatur dalam Pasal 144 KUHAP. Jadi, tindakan-tindakan jaksa yang harus dilakukan sebelum ia melakukan penuntutan suatu perkara pidana ke siding pengadilan dapat diuraikan sebagai berikut (Prakoso dan Murtika 1987 : 28) : 1) Mempelajari dan meneliti berkas perkara pidana yang diterrima dari penyidik. Apakah cukup kuat dan terdapat cukup bukti bahwa tertuduh
telah
melakukan
tindak
pidana.
Apabila
menurut
pendapatnya, berkas perkara tersebut kurang lengkap, maka ia segera mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyiik untuk dilengkapi. 2) Setelah diperoleh gambarannya yang jelas dan pasti tentang adanya tindak pidana yang dilakukan oleh tertuduh, maka atas dasar itu jaksa membuat surat dakwaan. Selanjutnya, untuk menyusun tuntutannya, jaksa harus membuktikan surat dakwaannya itu disidangpengadilan. Apabila dakwaan itu terbukti barulah jaksa menyusun tuntutannya. b. Asas-Asas dalam Penuntutan. Sehubungan dengan wewenang penuntutan, dalam Hukum Acara Piana dikenal dua asas penuntutan (Prakoso dan Murtika 1987 : 29), yaitu : 1) Asas Legalitas Asas legalitas adalah penuntut umum diwajibkan menuntut semua orang yang dianggap cukup alasan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran hukum. Menurut asas ini, penuntut umumwajib menuntut seseorang yang didakwa telah melakukan tindak pidana. 2) Asas Oportunitas Asas
oportunitas
adalah
penuntut
umum
tidak
diharuskan
menununtut seseorang, meskipun yang bersangkutan sudah jelas commit to user melakukan suatu tindak pidana yang dapat di hukum. Menurut asasi
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini, penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan suatu tindak pidana jika menurut pertimbangannya apabila orang tersebut dituntut akan merugikan kepentingan umum. Jadi, demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan tindak pidana dapat untuk tidak dituntut. 5. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pada Anak di Lingkungan Rumah Tangga a. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu stafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan stafbaar feit itu. Karena itu para sarjana hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Stafbaar feit, terdiri dari 3 (tiga) kata, yakni straf, baar dan feit. Secara literlijk kata straf artinya pidana, baar artinya dapat atau boleh dan feit adalah perbuatan. Dalam kaitannya dengan istilah stafbaar feit secara utuh, ternyata straf diterjemahkan juga dengan kata hukum, padahal sudah lazim hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht, seolah-olah arti straf
sama dengan recht, yang sebenarnya tidak
demikian halnya. Untuk kata baar ada 2 istilah yang digunakan yakni boleh dan dapat. Sedangkan untuk kata feit digunakan 4 (empat) istilah, yakni tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Tetapi dalam pengertian ini feit lebih pas untuk diterjemahkan dengan perbuatan (Moeljatno, 2000 : 54). Pengertian tindak pidana menurut para ahli hukum: 1) Moeljatno Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi commit to user barang siapa melanggar larangan tersebut (Moeljatno, 2000 : 54).
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
2) R. Tresna Walaupun menyatakan sangat sulit untuk merumuskan atau memberi definisi yang tepat perihal peristiwa pidana, namun juga beliau menarik definisi, yang menyatakan bahwa, “peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan perundangundangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman (Adami Chazawi, 2002 : 72). 3) H. J. van Schravendijk Merumuskan perbuatan yang boleh dihukum adalah kelakuan orang yang begitu bertentangan dengan keinsyafan hukum sehingga kelakuan itu diancam dengan hukuman, asal dilakukan oleh seorang yang karena itu dapat dipersalahkan (Adami Chazawi, 2002 : 75).
b. Kekerasan Seksual Pada Anak Di Lingkungan Rumah Tangga. Anak-anak merupakan manusia yang secara fisik, mental dan social belum dewasa dan masih lemah. Akibat kelemahanya secara fisik, mental dan sosial inilah yang membuat anak-anak menjadi rawan terhadap kekerasan dan sering kali menjadi korban tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh orang dewasa. Realitasnya, kekerasan seksual pada anak bias jadijauh lebih tinggi dari angka kejahatan yang selama ini terungkap dan dapat diadili. Harus diingat, perkosaan adalah hal yang sensitif, sulit diungkapkan atau dibuktikan. Data kasus perkosaan yang tercatat barang kali hanya mewakili sebagian kecil dari realitas yang sesungguhnya. Kekerasan seksual pada amnak sering kali meninggalkan bekas traumatis yang sulit dihilangkan (Sudaryono, 2007 :88) Kekerasan seksual menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkungan rumah tangga tersebut. Selain itu juga berarti pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lingkup rumah tangganya dengan dirinya atau orang lain untuk tujuan tertentu. Definisi kekerasan seksual pada anak adalah bila anak yang lebih dewasa, seorang remaja atau orang dewasa menggunakan seorang anak atau remaja untuk kepuasan seksualnya. Incest termasuk dalam definisi ini. Incest pada anak adalah bila seorang anak diperkosa secara seksual oleh orang tua, figure orang tua, saudara yang lebih tua, famili yang lain, atau orang penting dalam kehidupan keluarga si anak. Kekerasan seksual pada anak dan remaja diliputi oleh kerahasiaan, rasa bersalah dan ketakutan. Pelaku menggunakan
ancaman dan rasa takut untuk
mencegah anak bercerita, tetapi alasan utama anak dan remaja tidak menceritakan adalah karena mereka takut tidak dipercaya. Walaupun disebarluaskan tentang penganiayaan anak baik pada korban anak lakilaki
dan
perempuan,
anak
laki
biasanya
lebih
sedikit diungkap (http://www.pedulitrauma.com/index.php?optio=comcontent &view =article&id=100&Hemid=100).
c. Pengertian Anak Anak merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu perlu pembinaan dan pengembanganya dimulai sedini mungkin
agar dapat
berpartisipasi secara optimal bagi
pembangunan bangsa dan Negara. Bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan memiliki cirri dan sifat khusus yang menjamin kelansungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik, fisik, mental, maupun sosial, berakhlak mulia, perlu dilakukan perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memeberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta commit to user adanya perlakuan tanpa diskriminasi.
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengertian anak dalam kedudukan hukum yaitu anak dipandang sebagai subyek hukum dan kedudukan anak sebagai subyek hukum dapat dikelompokkan kedalam sub-sistem sebagai berikut : 1) Pengertian anak menurut Undang-Undang Dasar tahun 1945. Didalamnya tidak dijelaskan pengertian anak secara difinitive, akan tetapi kita bias melihat bahwa undang-undang Dasar memberikan pengertian secara khusus bagi anak-anak Indonesia, maka UndangUndang Dasar Tahun 1945 ini menegaskan adanya upaya-upaya Negara (dalam hal ini pemerintah) untuk melindungi Anak-anak Indonesia, khususnya anak-anak yang tidak mendapat asuhan dan pemenuhan pasokan kebutuhan yang seharusnya diterima oleh mereka dari orang tuanya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 34 Undang-Undang Daar Tahun 1945 “ fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. 2) Dalam ruang linkup Hukum Perda, anak dipandang sebagai subyek hokum yang belum mempunyai kemampuan (tidak cakap) didalam melakukan hubungan keperdataan, pengertian anak menurut Kitab undang-Undang Hukum Perdata terdapat dalam Pasal 330, yaitu anak yang belum dewasa yaitu 21 tahun kecuali anak itu sudah kawin sebelumnya. Jadi hukum perdata memberikan batasan usia 21 tahun untuk menyatakan kedewasaan seseorang. Selanjutnya di bawah usia tersebut seseorang masih membutuhkan orang tua dalam melakukan tindakan hukum perdata. Pengertian anak dalam Hukum Pidana hanya dikhususkan pada pengertian yang terdapat dalam kitab Undang-Ungang hukum pidana yaitu anak yang berada dalam batas umur tersebut melakukan suatu tindak pidana maka akan dikategorikan sebaai anak nakal dan akan menjalani suatu sistem peradilan yang disebut Peradilan Anak.
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Lingkungan Rumah Tangga Tuntutan No. Reg. Prk. PDM19/KNYAR/Ep.2/0410 dan Putusan Nomor : 59/Pid.B/2010/PN. Kray Tuntutan Penjatuhan Vonis
Pembuktian
Keyakinan Hakim
Pasal 46 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan : Kejahatan seksual terhadap anak dilingkungan keluarga saat ini semakin marak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pasangan suami istri yang tidak harmonis, suami ditinggal istri mencari nafkah keluar negeri, seharusnya yang mencari nafkah seorang ayah tetapi sekarang ini mejadi kebalikannya, jadi seorang ibu yang seharus dirumah menjaga anak tetapi bekerja untuk menghidupi keluarganya. Itu semua dapat menimbulkan kejahatan terutama tindak pidana kekerasan seksual, khususnya terhadap anak-anak.
Salah satu upaya untuk menindak para pelaku tindak pidana tersebut commit to user adalah melalui Hukum Acara Pidana yang diatur daalam KUHAP, yang terdiri
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari beberapa tahapan yang dimulai dari tahap penyidikan samapai tahap pemeriksaan di Sidang Pengadila. Dalam proses penradilan tersebut, Hakim didalam menjatuhkan putusannya perlu memperhatikan
Dakwaan, Tuntutan,
Pembelaan dan Pembuktian unsur-unsur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. Pembuktian memegang peran yang sangat penting dalam proses pemeriksaan siding pengadilan, karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan ,dan hanya dengan pembuktian suatu perbuatan pidana dapat dijatuhi hukuman pidana. Sehingga apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan
Undang-Undang
tidak
cukup
membuktikan
kesalahan
yang
didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa dibebaskan dari hukuman, dan begitu pula sebaliknya jika kasalahan terdakwa dapat dibuktikan, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan kepadanya akan dijatuhi pidana. Setiap Putusan yang dikeluarkan harus mencantumkan keterangan dan alasan-alasan dijatuhkanya putusan tersebut.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, maka penulis sajikan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Identitas Terdakwa Nama Lengkap
: WALOYO alias GEPENG bin PARJO
Tempat lahir
: Sragen
Umur/ Tgl.lahir
: 44 tahun / 31 Desember 1966
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Kebangsaan/ kew
: Indonesia/ WNI
Tempat tinggal
: Dukuh Madoh, RT 04/08, Desa Bolon, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tukang Becak.
Pendidikan
: -
2. Kasus Posisi Terdakwa Waloyo pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat ditentukan secara pasti antara bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Januari Tahun 2010 bertempat di Dukuh Madoh, Rt. 04, Rw 8, Desa Bolon, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasukdalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Karanganyar, seorang Ayah dengan sengaja melakukan kekersan memeksa anak melakukan persetubuhan denganya, dengan cara-cara sebagai berikut : ketika saksi korban Desi Setiarini sedang tidur dikamarnya didatangi oleh terdakwa Waloyo lalu memeluk saksi korban Desi Setiarini sehingga terbangun dan membuka celana pendek dan celana dalam sambil berkata mau minta keperawanan saksi korban, namun korban Desi Setirini menolak dan commitsaksi to user
31
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berusaha memegangi celananya agar tidak bisa dilepas oleh terdawa Waloyo dan juga memeluk kedua kakinya tetapi terdakwa Waloyo tetap memaksa melepas celana yang dikenakan saksi korban yang tetap berusaha memukulmukul badan terdakwa sambil menggerak-gerakkan kakinya agar bisa menendang terdakwa Waloyo, akhirnya terdakwa bisa melepas celana saksi korban dan kemudian membuka paha saksi korban dan memasukkan alat kelaminya kedalam kemaluan saksi korban dan menggerak-gerakkan alat kelaminya naik turun selama kurang lebih 15 (lima belas) menit sehingga terdakwa merasa puas dan mengeluarkan seperma, selanjutnya terdakwa mengancam saksi korban Desi Setirini agar tidak menceritakan kejadian tersebut kepada orang lain, terdakwa Waloyo dengan cara yang sama menyetubuhi korban sebanyak 15 (lima belas) kali antara tahun 2007-2010. Akibatnya saksi korban Desi Setiarini robek selaput daranya sehingga hamil 16 minggu dengan Visum Et Repertum No. 164903 sesuai surat pemeriksaan dari dr. Heryu Kristanto, SpOG. 3. Dakwaan Hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai surat tuntutan penuntut umum terhadap Kasus Nomor Reg.Perkara: PDM-19/KNYAR/Ep.2/0410 adalah sebagai berikut : Tabel 1. Dakwaan Penuntut Umum
Dakwaan PERTAMA
Ancaman pidana
Tindak Pidana
Pasal 81 ayat (1)
Setiap orang yang dengan
Undang-Undang Republik sengaja melakukan kekerasan Indonesia Tahun
Nomor 2002
23 atau
ancaman
Tentang memaksa
Perlindungan Anak
anak
melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
commit to user
kekerasan
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ATAU KEDUA
Pasal 46 Undang-Undang Setiap orang yang melakukan Republik
Indonesia perbuatan kekerasan seksual,
Nomor 23 Tahun 2004 pemaksaan hubungan seksual Tentang
Penghapusan yang
dilakukan
terhadap
Kekerasan dalam Rumah orang yang menetap dalam Tangga
lingkup rumah tangga.
Berdasarkan dakwaan penuntut umum di atas secara lebih rinci dakwaan yang disusun oleh penuntut umum secara alternatif, yaitu sebagai berikut :
DAKWAAN : PERTAMA : Bahwa WALUYO Alias GEPENG Bin PARJO pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat ditentukan secara pasti antara bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Januari tahun 2010 atau setidak - tidaknya pada suatu waktu antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 bertempat di rumah terdakwa WALUYO yang beralamat di Dukuh Madoh Rt 04 Rw 08, Desa Bolon, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar atau setidak - tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Karanganyar dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain. Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara - cara sebagai berikut : Pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat ditentukan lagi secara pasti sekitar bulan Juli tahun 2007 ketika saksi korban DESI SETIARINI yang pada waktu itu baru berumur 16 tahun (sesuai dengan surat keterangan kelahiran nomor 474.1/75/2006, saksi Desi Setiarini lahir pada tanggal 6 Desember 1991 sebagai anak dari pasangan suami istri WALUYO dan SUMINI), pada saat itu saksi korban sedang tidur dikamarnya didatangi oleh terdakwa WALUYO Alias GEPENG lalu terdakwa WALUYO memeluk saksi korban DESI SETIARINI sehingga saksi korban terbangun dan kemudian terdakwa WALUYO membuka commit to user celana pendek dan celana dalam yang dikenakan oleh saksi korban DESI
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SETIARINI sambil terdakwa WALUYO berkata mau (meminta keperawanan saksi korban, namun saksi korban DESI SETIARINI menolak dan tetap berusaha memegangi celana pendek dan celana dalam yang dipakainya agar tidak bisa dilepas oleh terdakwa WALUYO dan saksi juga memeluk kedua kakinya akan tetapi terdakwa WALUYO tetap memaksa melepaskan celana dalam dan celana pendek yang dikenakan saksi korban yang tetap berusaha memukul - mukul badan terdakwa WALUYO sambil mengerak - gerakkan kedua kakinya agar bisa menendang terdakwa WALUYO namun terdakwa tetap berusaha melepas celana saksi korban hingga akhirnya terdakwa WALUYO dapat melepas celana dalam saksi korban DESI SETIARINI, selanjutnya terdakwa WALUYO menindih badan saksi korban dan kemudian membuka paha saksi korban lalu terdakwa memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluan saksi korban lalu terdakwa WALUYO menggerak - gerakkan alat kelaminnya dengan gerakan naik turun selama kurang lebih 15 (lima belas) menit hingga akhirnya terdakwa merasa puas dan mengeluarkan sperma, selanjutnya terdakwa memakai pakaiannya lagi sambil berkata dan mengancam saksi korban agar jangan sampai menceritakan kejadian tersebut kepada orang lain dan terdakwa WALUYO dengan cara yang sama terdakwa juga telah menyetubuhi korban sebanyak kurang Iebih 15 (lima belas) kali antara tahun 2007 sampai dengan 2010 bertempat dirumah terdakwa WALUYO dan sebagai akibatnya saksi korban DESI SETIARINI robek selaput daranya sesuai dengan Visume Et Repertum No. 164903 yang dibuatat dan ditandatangani o1eh dr. Jaya Masa dari RSUD Kabupaten Karanganyar tanggal 19 Februari 2010 bahkan saksi korban DESI SETIARINI dalam keadaan hamil 16 minggu sesuai surat pemeriksaan dari dr Heryu Kristanto .SpOG. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81 ayat (1) Undang - Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak ;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
ATAU KEDUA : Bahwa WALUYO Alias GEPENG Bin PARJO pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat ditentukan secara pasti antara bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Januari tahun 2010 atau setidak - tidaknya pada suatu waktu antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 bertempat di rumah terdakwa WALUYO yang beralamat di Dukuh Madoh Rt. 04 Rw.08, Desa Bolon , Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar atau setidak - tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Karanganyar telah melakukan perbuatan seksuil terhadap saksi korban DESI SETIARINI yang merupakan anak kandung dari terdakwa WALUYO. Perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa dengan cara - cara sebagai berikut: Pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat ditentukan lagi secara pasti sekitar bulan Juli tahun 2007 ketika saksi korban DESI SETIARINI yang pada waktu itu baru berumur 16 tahun yang merupakan anak kandung dari terdakwa WALUYO (sesuai dengan surat keterangan kelahiran nomor 474.1/75/2006 , saksi DESI SETIARINI lahir pada tanggal 6 Desember 1991 sebagai anak dari pasangan suami istri WALUYO dan SUMINI), pada saat itu saksi korban sedang tidur dikamarnya didatangi oleh terdakwa WALUYO Alias GEPENG lalu terdakwa WALUYO memeluk saksi korban DESI SETIARINI sehingga saksi korban terbangun dan kemudian terdakwa WALUYO membuka celana pendek dan celana dalam yang dikenakan oleh saksi korban DESI SETIARINI sambil terdakwa WALUYO berkata mau meminta keperawanan saksi korban DESI, namun saksi korban DESI SETIARINI tetap berusaha mernegangi celana pendek dan celana dalam yang dipakainya agar tidak bisa dilepas oleh terdakwa WALUYO dan saksi juga memeluk kedua kakinya akan tetapi terdakwa WALUYO tetap memaksa melepaskan celana dalam dan celana pendek yang dikenakan saksi korban yang tetap berusaha memukul - mukul badan terdakwa WALUYO sambil mengerak - gerakkan kedua kakinya agar bisa menendang terdakwa WALUYO namun terdakwa tetap berusaha melepas celana saksi korban commit to user hingga akhirnya terdakwa WALUYO dapat melepas celana dalam saksi korban
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
DESI SETIARINI, selanjutnya terdakwa WALUYO menindih badan saksi korban dan kemudian membuka paha saksi korban lalu terdakwa memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluan saksi korban lalu terdakwa WALUYO menggerak - gerakkan alat kelaminnya dengan gerakan naik turun selama kurang lebih 15 (lima belas) menit hingga akhirnya terdakwa merasa puas dan mengeluarkan sperma, selanjutnya terdakwa memakai pakaiannya lagi sambil berkata dan mengancam saksi korban agar jangan sampai menceritakan kejadian tersebut kepada orang lain dan terdakwa WALUYO dengan cara yang sama terdakwa juga telah menyetubuhi korban DESI SETIARINI sebanyak kurang lebih 15 (lima belas) kali antara tahun 2007 sampai dengan 2010 bertempat dirumah terdakwa WALUYO dan sebagai akibatnya saksi korban DESI SETIARINI robek selaput daranya sesuai dengan Visume et Repertum No. 164903 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr, Jaya Masa dari RSUD Kabupaten Karanganyar tanggal 19 Februari 2010 bahkan saksi korban DESI SETIARINI dalam keadaan hamil 16 minggu sesuai hasil pemeriksaan dan dr. Heryu Kristanto ,SpOG. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 46 Undang – Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga; 4. Alat Bukti Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil dakwakannya Jaksa Penuntut Umum mengajukan saksi - saksi yang memberikan keterangan dibawah sumpah sebagai berikut: a. Keterangan saksi – saksi Dalam rangka pembuktian dakwaan tesebut diajukan saksi – saksi yang memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut : 1. Desi Setiarini: -
bahwa Terdakwa adalah ayah kandung saksi;
-
bahwa Terdakwa melakukan perkosaan terhadap saksi;
-
bahwa Terdakwa melakukan pertama kali pada tanggal lupa bulan commit to user Juli 2007 Sekitar Jam 16.00 Wib di rumah Terdakwa Dk Madoh
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rt.04.Rw.08, Desa Bolon, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, sewaktu saksi sedang tidur di kamar tidur yang tidak ada pintu hanya diberi korden saat pulang sekolah ; -
bahwa saat itu usia saksi masih 16 tahun;
-
bahwa saat itu ibu saksi sedang bekerja di Malaysia;
-
bahwa saksi adalah anak pertama Terdakwa;
-
bahwa saksi mempunyai adik laki-laki;
-
bahwa waktu saksi tidur terlentang dan memakai celana jeans pendek dengan berselimut, saat itu Terdakwa tiduran disamping saksi dan memeluk saksi sehingga saksi terbangun lalu saksi menolak dan tidur tengkurap namun Terdakwa memaksa sehingga Terdakwa saksi tendang tetapi saksi tidak dapat melepaskannya;
-
bahwa kemudian Terdakwa melepas dengan paksa celana dalam saksi kemudian melepas celana dalamnya sendiri dan memasukkan kemaluannya ke kemaluan saksi dengan digerakkan naik turun sekitar 15 menit;
-
Bahwa kalau saksi mau pergi ke rumah teman Terdakwa minta lagi kadang sebelum berangkat kadang sesudah kalau saksi tidak melayani Terdakwa marah-marah dan saksi akan diusir;
-
Bahwa ibu saksi pergi ke Malaysia bulan Juni 2007 dan tahun 2009 pulang;
-
Bahwa saksi sekolah sampai klas II SMA;
-
Bahwa terakhir Terdakwa menyetubuhi saksi lagi bulan Januari 2010 hingga saksi hamil 5 bulan dan kandungannya keguguran dan habis dioperasi;
-
Bahwa atas kejadian ini dahulu tidak dilaporkan polisi oleh keluarga diadakan musyawarah dan dibenahi namun akhirnya dilaporkan polisi;
-
Bahwa atas keterangan saksi tersebut Terdakwa membenarkannya; commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Sumini : -
bahwa saksi kenal dengan Terdakwa karena Terdakwa itu suami saksi dan saksi korban adalah anak kandung saksi dan Terdakwa;
-
bahwa saksi baru pulang dari Malaysia untuk mencari nafkah pada tahun2009;
-
bahwa sewaktu saksi pulang masih melakukan hubungan suami istri dengan Terdakwa;
-
bahwa saksi sempat curiga dengan gelagat Terdakwa terhadap anaknya dan sempat tanya pada Terdakwa dan Terdakwa merasa bersalah;
-
bahwa yang melaporkan Terdakwa ke polisi adalah saksi karena menggaulli anak kandungnya hingga hamil;
-
bahwa atas keterangan saksi Terdakwa membenarkannya;
3. Heri Sarjianto bin Pawiro Ngatman : -
bahwa saksi adalah adik ipar Terdakwa;
-
bahwa saksi diajukan di persidangan terhadap kasus Terdakwa karena Terdakwa telah memperkosa anak kandungnya sendiri yang bernama Desi Setiarini;
-
bahwa Terdakwa melakukannya sejak tahun2007 ;
-
Bahwa saksi mengetahui hal itu karena saksi dipanggil guru BP saksi korban bahwa Desi pernah diperkosa oleh bapak kandungnya sendiri dan saksi korban mengakui sendiri,waktu itu saksi korban masih kls 1 SMA dan masih umur 16 tahun;
-
Bahwa
selanjutnya
saksi
datang
kerumah
Terdakwa
menanyakannya dan hal itu diakui Terdakwa serta Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi lagi; -
Bahwa kemudian saksi korban diajak saksi ke rumah saksi di Palur agar Terdakwa tidak memperkosa lagi namun hanya 2 bulan saja karena dijemput Terdakwa dan saksi tidak dapat menghalanginya
-
karena itu anaknya sendiri; commit to korban user belum hamil); Bahwa waktu itu Desi (saksi
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Bahwa pernah diadakan musyawarah di rumah orangtua saksi di Boyolali agar diselesaikan secara kekeluargaan saja;
-
Bahwa saat istri Terdakwa pulang dari Malaysia walaupun istrinya masih dapat melayani Terdakwa namun Terdakwa masih melakukannya
dengan
anak
kandungnya
sendiri
akhirnya
dilaporkan ke polisi; -
Bahwa atas keterangan saksi Terdahwa membenarkannya;
4. Bambang Darmanto: -
Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa sebagai tetangga;
-
Bahwa rumah saksi dengan Terdakwa berjarak 50 m;
-
Bahwa Terdakwa bekerja sebagai tukang becak, istrinya bernama Sumini dan mempunyai 2 orang anak, anak pertama bernama Desi dan anak kedua laki-laki;
-
Bahwa istri Terdakwa saat itu berada di Malaysia;
-
Bahwa saksi tidak tahu kalau Terdakwa memperkosa anaknya yang bernama Desi tahunya diberitahu pak Heri saudara Terdakwa pada tanggal 15 Pebruari 2010 jam 09.00 diminta untuk menjadi saksi;
-
Bahwa saksi hanya mengetahui keseharian Terdakwa sering jajan bersama anaknya;
-
Bahwa atas keterangan saksi tersebut Terdakwa menyatakan benar;
5. Waris bin Wongso Dumpal: -
Bahwa saksi kenal dengan Terdakwa dan saksi adalah ketua RT Terdakwa;
-
Bahwa saksi sebagai RT sudah 17 bulan, rumah Terdakwa dibelakang rumah saksi;
-
Bahwa Terdakwa di rumah berssma 2 orang anaknya Desi adalah anak pertama dan istrinya bernama Sumini saat itu berada di Malaysia;
-
Bahwa saksi tahu kejadian saat warga laporan kalau ada yang ditangkap polisi telah melakukan perjinahan pada anaknya commitsaksi to user bernama Desi.akhirnya datang ke rumah Terdakwa dan
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menanyakan pada istri Terdakwa yang dijawab benar dan menanyakan kenapa bisa terjadi dijawab tidak tahu; -
Bahwa selain itu ada yang bilang kalau Terdakwa tidak punya rasa malu mandi bersama anaknya dan ada yang bilang Terdakwa memukul anaknya yang bernama Desi;
-
Bahwa istri Terdakwa ke Malaysia waktu saksi belum menjadi RT;
-
bahwa kini Terdakwa tidak melihat Desi karena di Boyolali ikut neneknya dan sudah minta surat pindah saat setelah minta uang bapaknya;
-
Bahwa perilaku Terdakwa baik-baik saja dan aktif ke masjid bersama saksi;
-
Bahwa atas keterangan saksi tersebut Terdakwa menyatakan benar;
6. Noer Dewi Oetami,S.Pd binti Aris Slametto.BA: -
bahwa Desi Setiarini adalah mantan siswanya di SMK Prawira Marta dan sudah pindah sekolah karena ada masalah;
-
bahwa saat sebelum pindah pada bulan Januari 2008 saat saksi mengajar kelas 1 Bagian Adminislrasi Perkantoran dan saksi melihat Desi tidak ada semangat belajar serta pandangannya kosong;
-
bahwa kemudian saksi memanggil Desi ke ruang BP setelah saksi tanya tidak menjawab malah nangis kemudian saksi minta bantuan pak Harjanto dan ditanya baru ngaku pernah disetubuhi ayah kandungnya sendiri, maka saksi dan pak Harjanto mengambil sikap untuk memanggil keluarganya maka dipanggil pamannya dan Desi oleh pamannya dibawa pulang ke rumah pamannya di Palur;
-
bahwa menumt keteranngan Desi tinggal bersama Terdakwa dan adiknya sedang Ibunya pergi ke Malaysia;
-
bahwa Desi sempat hamil atau tidak saksi tidak tahu ;
-
bahwa atas keterangan saksi tersebut Terdakwa membenarkannya; commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Haryanto: -
bahwa saksi adalah guru BP di SMK Prawira Marta, gurunya Desi sewaktu kelas 1 dan waktu itu umurnya 16 tahun;
-
bahwa waktu itu saksi belum sempat menanyakan masalahnya Desi, Desi sudah cerita sendiri dan itu merupakan urusan keluarga;
-
bahwa setelah
Desi menceritakan
masalahnya, saksi
lalu
memanggil pamannya sesuai dengan permintaan Desi; -
bahwa setelah pamannya datang Desi hanya bisa menangis;
-
bahwa kemudian kelas 2 Desi pindah sekolahan;
-
bahwa atas keterangan saksi Terdakwa membenarkannya;
-
bahwa atas keterangan saksi tersebut Terdakwa membenarkannya; Menimbang, bahwa di persidangan Terdakwa memberikan
keterangan sebagai berikut: -
bahwa pada hari Sabtu tanggalnya lupa bulan Maret lahun 2007 waktu itu Desi pulang sekolah tidur di kamar Terdakwa bilang pada Desi minta keperawannya namun Desi menolaknya dengan cara kedua tangannya mendorong Terdakwa dan merapatkan kakinya agar kelamin Terdakwa tidak bisa masuk;
-
bahwa Terdakwa menyingkap roknya dan melepas celana dalamnya sampai lutut selanjutnya Terdakwa memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluan Desi , dan Desi meronta-ronta tetapi Desi kalah kuat dengan Terdakwa dan kelamin Terdakwa masuk serta mengeluarkan sperma;
-
bahwa Terdakwa tidak memikirkan sejauh itu tentang menyetubuhi anak kandungnya sendiri dosa;
-
bahwa pekerjaan Terdakwa adalah penarik becak;
-
bahwa Terdakwa sering melakukan persetubuhan dengan Desi dan sampai akhirnya istri Terdakwa pulang tahun 2009, sctelah istri Terdakwa tahu hal ini marah-marah dan Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi lagi; commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
bahwa temyata Terdakwa masih melakukan lagi saat istrinya ada dirumah hingga Desi hamil;
-
bahwa
kemudian
Desi
minta
uang
untuk
menggugurkan
kandungannya tidak diberi Terdakwa sampai akhirnya istri Terdakwa melaporkan ke polisi; Menimbang, bahwa dipersidangan diajukan barang bukti berupa: -
1 buah celana pendek Jeans;
-
1 buah kaos pendek warna kuning;
-
1 buah kaos dalam warna putih;
-
1 buah BH warna putih; Menimbang bahwa dipersidangan diajukan visum et repertumyang
dibuat dan ditanda tangani oleh dr Jaya Masa dari RSUD kab. Karanganyar tanggal 19 Pebruari 2010 bahkan saksi korban Desi dalam keadaan hamil 16 minggu ; Menimbang, bahwa keterangan saksi dihubungkan dengan keterangan Terdakwa serta barang bukti di visum et repertum maka terdapatlah fakta-fakta sebagai berikut: -
bahwa benar saksi korban bernama Desi Setiarini adalah anak kandung Terdakwa;
-
bahwa benar pada bulan Juli tahun 2007 usia saksi korban 16 tahun sekitar jam 16.00 Wib saat saksi korban pulang sekolah tidur dikamar tidur yang tidak ada pintunya hanya ditutup korden didekati Terdakwa dipeiuk lalu dilepas celana dalam dengan paksa walaupun saksi korban melawan namun Terdakwa memaksa memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluan saksi korban dan menggerak-gerakkan naik turun selama kurang lebih 15 menit;
-
bahwa saat kejadian ibu saksi korban (istri Terdakwa) sedang pergi mencari nafkah di Malaysia dan saksi korban tinggal dengan Terdakwa (ayah kandung saksi korban) dan adik laki-lakinya yang masih kecil; commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
bahwa benar saat kejadian saksi korban adalah siswa SMK Prawira Maria;
-
bahwa setelah kejadian wajah saksi korban kelihatan lesu tak bergairah dan hal itu diketahui 2 orang guru BP nya yaitu bu Noer Dewi Oetami dan Pak Harjanto akibat perbuatan Terdakwa memaksa bersetubuh dengan saksi korban anak kandungnya sendiri;
-
bahwa setelah itu paman saksi korban mengajak Terdakwa untuk mengungsi
dirumahnya
persetubuhan
lagi
agar
dengan
Terdakwa saksi
korban
tidak
rnelakukan
namun
setelah
dimusyawarahkan dengan keluarga Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi dan meminta saksi korban untuk kembali kerumah; -
bahwa setelah dirumah Terdakwa masih melakukan perbuatannya lagi dengan ancaman apabila tidak mau saksi korban tidak disekolahkan ;
-
bahwa Terdakwa sudah melakukan berulang kali sampai istri Terdakwa (ibu kandung saksi korban) pulang dari Malaysia tahun 2009 dan saksi korban sempat hamil sehingga dilaporkan pada polisi namun sekarang keguguran;
-
bahwa sesuai dengan hasil visum et repertum dan hasil USG disimpulkan saksi korban terdapat luka lama pada selaput dara pada posisi pukul 1 sampai pukul 7, selaput dara hilang pada posisi pukul 8 dan pukul 11 dan terdapat robekan selaput dara sampai dasar serta saksi korban hamil 16 minggu; Menimbang, bahwa dari fakta-fakta tersebut apakah perbuatan
terdakwa sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut tersebut apakah terbukti dan kalau terbukti dakwaan yang mana maka dakwaan tersebut harus dibuktikan ; Menimbang, bahwa Terdakwa oleh Jaksa Pemmtut Umum commit to useryaitu dakwaan kesatu melanggar didakwa dengan dakwaan alternatif
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau kedua melanggar Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; Menimbang, bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum sifatnya alternatif maka Majelis Hakim akan menguraikan unsur-unsur dari dakwaan Jaksa Penuntut yang paling tepat sesuai dengan fakta yang terjadi di persidangan yaitu dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum melanggar Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga walaupun Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya yang terbukti adalah dakwaan kesatu melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Majelis Hakim tidak sependapat dengan tuntutan tersebut; Menimbang, bahwa Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang unsur-unsurnya sebagai berikut; 1. Setiap orang 2. Melakukan perbuatan kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga b. Keterangan Terdakwa Pada pokoknya didepan persidangan terdakwa menerangkan sebagai berikut : -
Bahwa benar terdakwa WALUYO al GEPENG bin TARJO adalah merupakan ayah kandung dari saksi korban DESI SETIARINI karena terdakwa WALUYO menikah dengan saksi SUMINI yang merupakan ibu kandung dari saksi DESI SETIARINI.
-
Bahwa benar terdakwa WALUYO al GEPENG bin TARJO pada hari dan tanggal yang sudah tidak di tentukan secara pasti antara bulan Juli tahun 2007 sampai dengan bulan Januari 2010 bertempat dirumah commit to user di Dukuh Madoh Rt 04. Rw 08 terdakwa WALUYO yang beralamat
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
Desa Mbolon, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar telah dengan sengaja melakukan kekeasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya. -
Bahwa benar pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat ditentukan lagi secara pasti antara bulan Juli tahun 2007 ketika saksi korban DESI SETIARINI yang pada waktu itu baru berumur 16 tahun (sesuai dengan surat keterangan kelahiran nomor 474.1/75/2006, Saksi DESI SETIARINI lahir pada tanggal 6 Desember 1991 sebagai anak dari pasangan suami isteri WALUYO dan SUMINI), pada saat itu saksi korban sedang tidur dikamarnya didatangi oleh terdakwa WALUYO al GEPENG lalu terdakwa WALUYO memeluk saksi korban DESI SETIARINI sehingga saksi korban terbangun.
-
Bahwa benar kemudian terdakwa WALUYO membuka celana pendek dan celana dalam yang dikenakan oleh saksi korban DESI SETIARINI sambil terdakwa WALUYO berkata mau meminta keperawanan saksi korban.
-
Bahwa benar atas permintaan tesebut saksi korban DESI SETIARINI menolak dan tetap berusaha memegangi celana pendek dan celana dalam yang dipakainya agar tidak bisa dilepasoleh terdakwa WALUYO dan saksi juga memeluk kedua kakinya akan tetapi terdakwa WALUYO tetap memaksa melepaskan celana dalam dan celana pendek yang dikenakan saksi korban yang tetap berusaha memukul – mukul badan terdakwa WALUYO sambil menggerakkan kedua kakinya agar bisa menendang terdakwa WALUYO namun terdakwa berusaha melepas celana dalam saksi korban sehingga akhirnya terdakwa dapat melepaskan celana dalam saksi korban DESI SETIARINI.
-
Bahwa benar selanjutnya terdakwa WALUYO menindih badan saksi korban dan kemudian membuka paha saksi korban lalu terdakwa memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluan saksi korban lalu to user terdakwa WALUYO commit mengerak-gerakkan alat kelaminya selama
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kurang lebih 15 menit hingga akhirnya terdakwa merasa puas dan mengelurkan sperma. -
Bahwa benar kemudian terdakwa memakai pakaiannya lagi sambil berkata
dan
mengancam
saksi
korban
agar
jangan
sampai
menceritakan kejadian tersebut kepada orang laina dan terdakwa WALUYO dengan cara yang sama terdakwa juga telah menyetubuhi korban sebanyak kurang lebih 15 kali antara tahun 2007 sampai dengan 2010 bertempat di rumah terdakwa WALUYO. -
Bahwa benar sebagai akibatnya saksi korban DESI SETIARINI terobek selaput daranya sesuai dengan visum at repertum nomor 164903 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Heryu Kristanto, SpoG.
-
Bahwa benar terdakwa telah membenarkan barang bukti yang telah diajukan dipersidangan adalah pakaian yang dikenakan oleh saksi korban pada waktu disetubuhi oleh korban.
c. Surat Didepan persidangan keterangan terdakwa tersebut telah dibacakan visum et repertum nomor 164903 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Jaya Masa dari RSUD Kabupaten Karanganyar tanggal 19 Februari 2010 bahkan saksi korban DESI SETIARINI dalam keadaan hamil 16 minggu sesuai surat pemeriksaan dari dr. Heryu Kristanto, SpoG Yang pada pokonya menerangkan sebagai berikut : -
Bahwa korban DESI SETIARINI robek selaput daranya.
-
Hamil 16 Minggu.
d. Petunjuk Berdasarkan Pasal 188 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaianya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Alat bukti petunjuk yang dapat mendukung antara lain : commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Satu buah celana pendek jeans, 2) Satu buah kaos pendek warna kuning, 3) Satu buah kaos dalam warna putih, 4) Satu buah BH warna putih. 5. Tuntutan Tuntutan dari penuntut umum pada pokoknya adalah menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan : 1.
Menyatakan terdakwa WALUYO Alias GEPENG Bin PARJO bersalah melakukan
PERBUATAN PERSETUBUHAN DENGAN ANAK
sebagaiamana diatur dalam Pasal 81 ayat (1) Undang - Undang Republik Indonesia Nomor : 23 tahun 2002 dalam dakwaan Kesatu ; 2.
Menjatuhkan Pidana terhadap terdakwa WALUYO Alias GEPENG Bin PARJO dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dikurangi selama terdakwa ditahan dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan ;
3.
Menghukum terdakwa WALUYO Alias GEPENG Bin PARJO untuk membayar uang denda sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) sebsidair 6(enam) bulan kurungan;
4.
Menyatakan barang bukti berupa : 1 (satu) buah celana pendek jeans. 1 (satu) buah kaos pendek warna kuning. 1 (satu) buah kaos dalam warna putih. 1 (satu) buah BH warna putih.
Dikembalikan kepada saksi korban DESI SETIARINI; 5.
Menetapkan agar terdakwa WALUYO Alias GEPENG Bin PARJO dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp, 2.500,- (dua ribu lima ratus ribu rupiah);
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Putusan MENGADILI: 1.
Menyatakan Terdakwa WALUYO al GEPENG bin PARJO telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan kekerasan Seksual Dalam Lingkup Rumah Tangga”;
2.
Menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun;
3.
Menyatakan masa tahanan yang telah dijalani akan diperhitungkan segenapnya;
4.
Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
5.
Menetapkan barang bukti berupa : 1 (satu) buah celana pendek jeans. 1 (satu) buah kaos pendek warna kuning. 1 (satu) buah kaos dalam warna putih, 1 (satu) buah BH warna putih. Semuanya kembali pada saksi korban Desi Setiarini;
6.
Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.2.500,(dua ribu lima ratus rupiah);
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pembahasan Konstruksi Pembuktian Requisitoir Penuntut Umum Terhadap Penjatuhan Putusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pada Anak di Lingkungan Rumah
Tangga
pada
Kasus
NomorReg.
Perkara
:
PDM-19/
KNYAR/Ep.2/0410 dan Putusan Nomor : 59/Piad.B/2010/PN.Kray. Mencermati paparan kasus posisi, surat dakwaan, pembuktian, serta surat tuntutan selanjutnya peneliti akan melakukan pembahasan tentang kontruksi hukum
penuntut
umum
dalam
pembuktian
Requisitoir
kasus
Nomor
Reg.Perkara:PDM- 19/KNYAR/Ep.2/4010 dapat peneliti jabarkan mengenai konstruksi hukum yang disusun penuntut umum adalah sebagai berikut : Sebelum melakukan pembuktian serta penuntutan penuntut umum harus memperhatikan surat dakwaan yaitu menguasai hukum materiil terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa secara baik. Termasuk juga mengenai dasar hukum yang tepat untuk menjerat perbuatan terdakwa. Ketentuan mengenai tindak pidana kekerasan seksual pada anak di lingkungan rumah tangga dapat dijumpai dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Dengan mengetahui secara umum pengaturan tindak pidana pidana persetubuhan dengan anak dalam peraturan perundang-undangan, maka penuntut umum dapat menjadikannya sebagai acuan dalam menentukan ketentuan hukum mana yang tepat untuk menjerat perbuatan persetubuhan dengan anak yang dilakukan oleh terdakwa atau dengan orang lain. Pembuatan konstruksi hukum dakwaan dalam suatu perkara pidana menurut undang-undang harus segera dibuat setelah penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan. Untuk menghindari gagalnya penuntutan, maka pembuatan konstruksi hukum dalam surat dakwaan harus benar, tepat, dan sempurna. Untuk itu surat commit to user dakwaan yang dibuat harus memenuhi syarat berikut :
perpustakaan.uns.ac.id
50 digilib.uns.ac.id
1. Syarat formil Syarat formil diatur dalam Pasal 143 (2) huruf a KUHAP. Syarat formil adalah suatu syarat yang belum menyangkut materi perkara melainkan masih berkisar pada identitas terdakwa, yang meliputi : a. Diberi tanggal. b. Memuat identitas terdakwa secara lengkap yang meliputi : nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan. c. Ditandatangani oleh penuntut umum. Bila tidak dipenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP, maka tidak akan batal menurut hukum, namun ada alasan hakim untuk dapat membatalkan karena dipandang identitas terdakwa tidak jelas yang mungkin akan mengakibatkan timbulnya eror in persona pada akhir keputusan pengadilan. 2. Syarat materiil Syarat materiil adalah suatu syarat yang menyangkut mengenai materi perkara yang didakwakan kepada terdakwa. Syarat materiil diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, dimana surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan, dengan menyebut waktu (tempus delicti) dan tempat tindak pidana itu dilakukan (locus delicti). Bila dalam membuat surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan syarat materiil tersebut maka surat dakwaan tersebut dapat dibatalkan. Bentuk dakwaan penuntut umum merupakan dakwaan alternatif, yang pada hakekatnya hanya ingin membuktikan satu tindak pidana saja diantara tindak pidana yang didakwakan. Dalam dakwaan bentuk alternatif terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, tetap hanya satu dakwaan yang akan dibuktikan. Pembuktian dakwaan tidak perlu dilakukan secara berurut sesuai lapisan dakwaan, commit to user terbukti. Apabila salah satu telah tetapi langsung kepada dakwaan yang dipandang
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. Kata penghubung antara dakwaan satu dengan dakwaan yang lainnya menggunakan kata “atau”. Dasar pertimbangan penuntut umum menyusun bentuk dakwaan alternatif adalah dapat diuraikan sebagai berikut : Perumusan atau penyusunan surat dakwaan harus sejalan dengan hasil pemeriksaan penyidikan. Perumusan atau penyusunan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan merupakan surat dakwaan yang palsu dan tidak benar. Surat dakwaan yang demikian tidak dapat dipergunakan jaksa untuk menuntut terdakwa. Maka dari itu, berdasarkan dari hasil dan kesimpulan pemeriksaan penyidikan yaitu atas inisiatif sendiri atau sengaja terdakwa melakukan tindak pidana Kemudian berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dari hasil pemeriksaan penyidikan dan oleh karena penuntut umum membuat surat dakwaan dalam bentuk alternatif, penuntut umum memilih dakwaan yang paling benar dan terbukti yaitu dakwaan pertama melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan alasan pembuktian mengenai unsur pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : 1. Unsur : “barang siapa” Barang siapa yang dimaksud disini adalah siapa yang menjadi subyek dalam yindak pidana yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatanya dan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan : Bahwa benar terdakwa WALOYO al GEPENG Bin PARJO pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat di tentukan secara pasti antara bulan Juli Tahun 2007 sampai dengan bulan Januari 2010 bertempat dirumah rerdakwa WALOYO yang beralamat di Dukuh Madoh RT 04, RW 08 Desa Mbolon, Kec. Colomadu, Kab. Karanganyar telah dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa saksi korban DESI SETIARINI melakukan persetubuhan dengan terdakwa WALOYO al GEPENG keterangan tersebut telah sesuai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
dengan keterangan sakksi- saksi, pengakuan terdakwa serta barang bukti yang diajukan dalam persidangan. Sehingga dengan demikian unsur ”Barang Siapa ” telah terbukti secara sah dan meyakinkan. 2. Unsur : ”dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan atau mengancam anak” Pengertian dengan sengaja: bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa adalah patut diketahuinya atau patut disangkanya akan menimbulkan akibat yang bertentangan dengan aturan atau sikap atau tingkah laku atau perbuatan tertentu yang bertentangan dengan batin atau hukum yang berlaku. Yang dimaksud dalam unsur ini melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak adalah terdakwa dengan menggunakan suatu sarana untuk memaksa, suatu sarana yang mengakibatkan perlawanan dari orang yang dipaksa menjadi lemah. Kekerasan dan ancaman kekerasan merupakan sarana untuk memaksa secara fisik yang hanya dilakukan terhadap seorang anak yang masih berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dimana pelaku berkehendak untuk melakukan persetubuha dan berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan diperoleh fakta-fakta yang terungkap adalah sebagai berikut: Bahwa benar pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat ditentukan lagi secara pasti sekitar bulan Juli tahun 2007 ketika saksi korban DESI SETIARINI yang pada waktu itu baru berumur 16 tahun (sesuai dengan surat keterangan kelahiran nomor 474.1/75/2006, saksi Desi Setiarini lahir pada tanggal 6 Desember 1991 sebagai anak dari pasangan suami istri WALUYO dan SUMINI), pada saat itu saksi korban sedang tidur dikamarnya didatangi oleh terdakwa WALUYO Alias GEPENG lalu terdakwa WALUYO memeluk saksi korban DESI SETIARINI sehingga saksi korban terbangun dan kemudian terdakwa WALUYO membuka celana pendek dan celana dalam yang dikenakan oleh saksi korban DESI SETIARINI sambil terdakwa WALUYO berkata mau (meminta keperawanan saksi korban, namun saksi commit to user korban DESI SETIARINI menolak dan tetap berusaha memegangi celana
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
pendek dan celana dalam yang dipakainya agar tidak bisa dilepas oleh terdakwa WALUYO dan saksi juga memeluk kedua kakinya akan tetapi terdakwa WALUYO tetap memaksa melepaskan celana dalam dan celana pendek yang dikenakan saksi korban yang tetap berusaha memukul - mukul badan terdakwa WALUYO sambil mengerak - gerakkan kedua kakinya agar bisa menendang terdakwa WALUYO namun terdakwa tetap berusaha melepas celana saksi korban hingga akhirnya terdakwa WALUYO dapat melepas celana dalam saksi korban DESI SETIARINI, selanjutnya terdakwa WALUYO menindih badan saksi korban dan kemudian membuka paha saksi korban lalu terdakwa memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluan saksi korban lalu terdakwa WALUYO menggerak - gerakkan alat kelaminnya dengan gerakan naik turun selama kurang lebih 15 (lima belas) menit hingga akhirnya terdakwa merasa puas dan mengeluarkan sperma, selanjutnya terdakwa memakai pakaiannya lagi sambil berkata dan mengancam saksi korban agar jangan sampai menceritakan kejadian tersebut kepada orang lain dan terdakwa WALUYO dengan cara yang sama terdakwa juga telah menyetubuhi korban sebanyak kurang Iebih 15 (lima belas) kali antara tahun 2007 sampai dengan 2010 bertempat dirumah terdakwa WALUYO, Hal tersebut telah sesuai keterangan dari saksi dan keterangan dari terdakwa serta barang bukti yang dijukan dalam persidangan. Sehingga dengan demikian unsur ”dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan atau mengancam anak” telah dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan. 3. Unsur : “Melakukan Persetubuhan dengannya atau dengan orang lain” Persetubuhan adalah sebagai suatu hubungan kelamin antara seorang pria dan wanita, hubungan kelamin antara seorang dengan seorang wanita, hubungan kelamin tersebut pada umumnya dapat menimbulkan akibat kehamilan bagi wanita itu dan berdasarkan pemeriksaan dipersidangan. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan : -
Bahwa benar pada hari dan tanggal yang sudah tidak dapat ditentukan lagi to user2007 ketika saksi korban DESI secara pasti sekitar bulancommit Juli tahun
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SETIARINI yang pada waktu itu baru berumur 16 tahun (sesuai dengan surat keterangan kelahiran nomor 474.1/75/2006, saksi Desi Setiarini lahir pada tanggal 6 Desember 1991 sebagai anak dari pasangan suami istri WALUYO dan SUMINI), pada saat itu saksi korban sedang tidur dikamarnya didatangi oleh terdakwa WALUYO Alias GEPENG lalu terdakwa WALUYO memeluk saksi korban DESI SETIARINI sehingga saksi korban terbangun. kemudian terdakwa WALUYO membuka celana pendek dan celana dalam yang dikenakan oleh saksi korban DESI SETIARINI sambil terdakwa WALUYO berkata mau (meminta keperawanan saksi korban, namun saksi korban DESI SETIARINI -
akibatnya saksi korban DESI SETIARINI robek selaput daranya sesuai dengan Visume Et Repertum No. 164903 yang dibuatat dan ditandatangani o1eh dr.
Jaya Masa dari RSUD Kabupaten Karanganyar tanggal 19
Februari 2010 bahkan saksi korban DESI SETIARINI dalam keadaan hamil 16 minggu sesuai surat pemeriksaan dari dr Heryu Kristanto .SpOG. Sehingga dengan demikian unsur : “melakuakan persetubuhan dengannya (terdakwa)“ telah dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan. Setelah selesainya pembuatan konstruksi hukum surat dakwaan secara benar, tepat, dan sempurna, surat dakwaan dapat diajukan ke sidang pengadilan untuk dilakukan pembuktian. Berdasarkan semua alat bukti diajukan penuntut umum dalam kasus Nomor Reg.Perkara:PDM- 19/KNYAR/Ep.2/4010, maka dapat diketahui bagaimana konstruksi pembuktian penuntut umum dilakukan. Konstruksi pembuktian didasarkan pada unsur dari surat dakwaan yang telah dibuat oleh penuntut umum dan juga dengan menggunakan pasal-pasal yang digunakan dalam surat dakwaan.Unsur dari surat dakwaan tersebut selanjutnya dibuktikan dengan alat bukti dan barang bukti yang diajukan jaksa penuntut umum dan dapat dilihat dari dakwaan. konstruksi pembuktian penuntut umum dalam kasus Nomor Reg.Perkara:PDM- 19/KNYAR/Ep.2/4010 dilakukan dengan cara sebagai berikut : commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.
Konstruksi pembuktian berdasarkan urutan alat bukti yang diajukan di persidangan. Urutan alat bukti yang diajukan jaksa penuntut umum di persidangan kasus Nomor: Reg.Perkara:PDM- 19/KNYAR/Ep.2/4010 dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut: 7 Saksi
1 Surat
4 Barang Bukti
Keterangan Terdakwa Bagan 2. Urutan Alat Bukti
Pada dasarnya alat bukti yang diajukan di persidangan tersebut, antara alat bukti yang satu dengan yang lain saling bersesuaian dan saling melengkapi. Hal ini dapat dilihat sebagaimana tersebut dan terurai dalam fakta hukum dalam kasusus nomor : Reg.Perkara:PDM- 19/KNYAR/Ep.2/4010. Pasal185 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan bahwa: ”keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”. Jadi nilai pembuktian keterangan saksi adalah tidak hanya terletak dari banyaknya atau kuantitas saksi, tetapi dari kualitasnya. Artinya, isi atau fakta apa yang diterangkan satu saksi bernilai pembuktian apabila bersesuaian dengan isi dari keterangan saksi yang lain atau alat bukti lain dalam ketentuan Pasal 185 ayat (2) Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Konstruksi pembuktian berdasarkan pasal-pasal yang digunakan dalam surat dakwaan. Dari uraian alat bukti, penuntut umum selanjutnya menyusun Surat tunutan dengan menentukan pasal perundang-undangan yang digunakan dalam surat dakwaan tadi yaitu terdakwa Waloyo al Gepeng Bin Parjo dalam kasus Nomor Reg.Perkara:PDM- 19/KNYAR/Ep.2/4010 dikenakan Pasal 81 ayat (1) dan dakwaan alternatif Pasal 46 Undang-Undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Mencermati kasus Nomor Reg.Perkara:PDM- 19/KNYAR/Ep.2/4010 perbuatan terdakwa adalah termasuk tindak pidana berat karena dikualifikasikan dalam kejahatan dengan sengaja melakukan persetubuhan dengan anak. Ancaman untuk tindak pidana persetubuhan terhahap anak dapat diancam dalam dakwaan pertama Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling sedikit 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) atau dakwaan kedua menurut ketentuan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah). Sebagaimana pada dakwaan pertama dalam surat dakwaan penuntut umum. Selanjutnya berdasarkan pembuktian mengenai unsur pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa WALOYO al GEPENG bin PARJO, oleh karena dakwaan penuntut umum dibuat secara alternatif maka penuntut umum memilih dakwaan yang dianggap benar dan terbukti yaitu dakwaan pertama Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang semua unsurnya dapat dibuktikan di sidang pengadilan. Berdasarkan
pertimbangan
penuntut
umum
tersebut,
dengan
memperhatikan fakta-fakta dalam persidangan dan ketentuan-ketentuan undangundang penuntut umum mengajukan tuntutan pidana yang menyatakan terdakwa WALOYO al GEPENG bin PARJO, telah terbukti bersalah melakukan “melakukan tindak pidana perbuatan persetubuhan dengan anak” sebagaimana commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana dalam dakwaan pertama pada surat dakwaan penuntut umum. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa WALOYO al GEPENG bin PARJO dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sebesar Rp.60.000.000,-(enam puluh juta rupiah) subsider 6 (enam) bulan kurungan dengan barang bukti berupa 1 buah celana pendek jeans, 1 buah kaos pendek warna kuning, 1 buah kaos dalam warna putih dan 1 buah BH warna putih. Hal yang dijadikan pertimbangan penuntut umum dalam penuntutan kasus Nomor Reg.Perkara: PDM
-19/KNYAR/Ep.2/4010 adalah: perbuatan terdakwa
menakibatkantrauma pesikologis bagi saksi korban. Namun dalam penjatuhan Putusannya Hakim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Karena dakwaan Jaksa Penuntut Umum bersifat alternatif, maka menurut Majelis Hakim berdasarkan fakta yang terjadi di persidangan yaitu menggunakan dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum melanggar Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Walaupun Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutanya yang terbukti adalah dakwaan kesatu melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jadi dapat dilihat bahwa konstruksi pembuktian terhadap pasal-pasal, pada intinya jaksa penuntut umum tidak berhasil membuktikan unsur-unsur dalam dakwaan terhadap diri pelaku atau terdakwa. Karena dalam tuntutannya penuntut umum menggunakan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam dakwaan kestu, akan tetapi Hakim dalam memutus perkara menggunakan Pasal 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Setelah penulis menguraikan pembahasan permasalahan yang merupakan inti dari sekripsi yang penulis susun dengan judul : KAJIAN KONSTRUKSI PEMBUKTIAN
REQUISITOIR
PENUNTUT
UMUM
TERHADAP
PENJATUHAN PUTUSAN TINDAK PIDANA KEKERASAN PADA ANAK NOMOR
DI LINGKUNGAN RUMAH
REGISTER
PERKARA
:
SEKSUAL
TANGGA (STUDI KASUS
PDM-19/KNYAR/Ep.2/0410
DAN
PUTUSAN NOMOR : 59/Pid.B/2010/PN.Kray). Maka dapat ditarik kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut : Konstruksi Pembuktian Requisitoir Penuntut Umum terhadap Penjatuhan Putusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pada Anak di Lingkungan Rumah
Tangga
pada
Kasus
Nomor
Reg.
Perkara
:
PDM-19/
KNYAR/Ep.2/0410 dan Putusan Nomor : 59/Pid.B/2010/PN.Kray. Berdasarkan uraian dalam hasil penelitian dan pembahasan, terdapat kesimpulan yang dapat ditarik yaitu kontruksi hukum pembuktian requisitoir Jaksa Penuntut Umum dalam pembuktian Nomor Reg. Perkara : PDM19/KNYAR/Ep.2/0410 dan Putusan Nomor : 59/Pid.B/2010/PN.Kray perkara tindak pidana Kekerasan Seksul Pada Anak dalam Lingkup Rumah Tangga dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1.
Konstrusi pembuktian berdasarkan urutan alat bukti yang diajukan di persidangan;
2.
Konstruksi pembuktian berdasarkan pasal-pasal yang digunakan dalam dakwaan. Adapun dalam penjatuhan Putusannya Hakim tidak sependapat dengan
tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Karena dakwaan Jaksa Penuntut Umum bersifat alternatif, maka menurut Majelis Hakim berdasarkan fakta yang terjadi di persidangan yaitu menggunakan dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum commit to user melanggar Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
58
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kekerasan dalam Rumah Tangga. Walaupun Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutanya yang terbukti adalah dakwaan kesatu melanggar Pasal 81 ayat (1) Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jadi dapat dilihat bahwa konstruksi pembuktian terhadap urutan alat bukti dan pasal-pasal pada intinya Jaksa Penuntut Umum tidak berhasil membuktikan unsur-unsur dalam dakwaan terhadap diri pelaku atau terdakwa. Karena dalam tuntutannya Penuntut Umum menggunakan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam dakwaan kesatu, akan tetapi Hakim dalam memutus perkara menggunakan Pasal 46 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
B. Saran Berdasarkan simpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1.
Dalam pembuatan surat tuntutan yang disusun oleh Penuntut Umum seharusnya tuntutan didasarkan pada perbuatan tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa untuk mengetahui apakah perbuatan tersebut benarbenar dilakukan oleh terdakwa atau bukan, sehingga penuntut umum dapat menerapkan aturan hukum dan dapat mengunakan pasal yang tepat untuk menjerat terdakwa.
2.
Penggunaan konstrusi pembuktian oleh Penuntut Umum dalam membuktikan suatu perkara tindak pidana penuntut umum dituntut untuk lebih teliti lagi mempelajari dakwaannya sehingga dalam melakukan suatu tuntutan bisa sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
LITERATUR Adami Chasawi. 2002. Pelajaraan Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. _______. 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Bandung: PT. Alumni. Andi Hamzah. 2002. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika. 1987. Mengenal Lembaga Kejaksaan di Indonesia. Jakarta : Bina Aksara. Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003. Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. Bandung: CV. Mandar Maju. Kejaksaan Agung Republik Indonesia. 1985. Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan. Jakarta. Leden Marpaung. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana Bagian Pertama Penyelidikan dan Penyidikan. Jakarta : Sinar Grafika. Maulana Hasan Wadong. 2000. Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Jakarta : Grasindo. Moeljatno. 2000. Asas –Asas Hukum Pidana. Jakarta : Bumi Aksara. M.Yahya Harahap. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidakan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika. _______. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika. Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.
Shanti Delliyana. 1988. Wanita dan Anak di Mata Hukum. Yogyakarta : Liberty. Soedirjo. 1985. Jaksa Dan Hakim Dalam Proses Pidana. Jakarta : Akademika Pressindo. Yahya Harahap. 2000. Pembahasan dan Penerapan KUHAP commitPermasalahan to user Penyidakan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.
60
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
________ . 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika. JURNAL Sudaryono. 2007. Kekerasan Pada Anak. Bentuk, Penanggulangan dan Perlindungan Pada Anak KAorban Kekerasan. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 10, Nomor 1 (87-102). Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Surat Tuntutan No. REG.PERK : PDM- 19/KNYAR/Ep.2/0410. Putusan No. 59/Pid.B/ 2010/PN.Kray. WEBSIDE Aris Irawan. Peranan Barang Bukti dalam Pembuktian Perkara Pidana Menurut Pasal 183 KUHAP http://arisirawan.worldpress.com/..peranan-barang bukti-dalampembuktianperkara-pidana-menurut-pasal-183-k-u-hp/.peranbarbuk ps 183>.[Surakarta, 16 Maret 2011 pukul 20.05]. Effendi. http://te-effendi-acara.blogspot.com/2009/03/urgensi-alat-buktipengamatan-hakim.html. [20 Mei 2011 Pukul 19.00] Hemid. Peduli Trauma http://www.peduli-trauma.com/index.php?option=comcontent&view=article&id=100&Hemid=100. [14 April 2011 pukul 20.30]. Mohammad Aldian. Masyarakat Hukum http://masyarakathukum.blogspot.com/2 008/03/macam-macam-penemuan-hukum.html, [20 Mei 2011 pukul 19.00].
commit to user