TINJAUAN PENDAFTARAN BERSAMA HAK CIPTA ANTARA WNI ATAU BADAN HUKUM INDONESIA DENGAN PIHAK ASING ATAS PENGAKUAN PENCIPTA HAK MILIK SUATU KARYA CIPTAAN (Studi Kasus Sengketa Antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Arrumaisha Rizkita NIM. E0008115
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
i
ii
iii
PERNYATAAN
Nama
: Arrumaisha Rizkita
NIM
: E0008115
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul TINJAUAN PENDAFTARAN BERSAMA HAK CIPTA ANTARA WNI ATAU BADAN HUKUM INDONESIA DENGAN PIHAK ASING ATAS PENGAKUAN PENCIPTA HAK MILIK SUATU KARYA CIPTAAN (Studi kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta,
Juli 2012
Yang membuat pernyataan
Arrumaisha Rizkita NIM. E0008115
iv
ABSTRAK Arrumaisha Rizkita, E0008115. 2012. TINJAUAN PENDAFTARAN BERSAMA HAK CIPTA ANTARA WNI ATAU BADAN HUKUM INDONESIA DENGAN PIHAK ASING ATAS PENGAKUAN PENCIPTA HAK MILIK SUATU KARYA CIPTAAN (Studi kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE)
Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan pendaftaran hak cipta atas karya ciptaan secara bersama-sama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia dengan pihak asing dan perlindungan hukum terhadap hak cipta milik pihak asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam praktek peradilan (studi kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE) Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach). Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi dan silogisme.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu Harus diakui UndangUndang Hak Cipta di Indonesia hanya instrument hukum yang memuat norma pengaturan, Larangan dan Tuntunan bagi kehidupan masyarakat. Undang-undang tidak memberikan penjelasan mengenai perlunya perlindungan hukum bagi karya cipta subyek hukum asing yang sudah dikenal kalayak ramai. Peraturan Perundang-undangan di Indonesia tidak mengatur mengenai pendaftaran Hak Cipta secara bersama-sama antara WNI atau badan hukum Indonesia dengan pihak asing secara khusus. Dalam Undang-Undang Hak Cipta nomor 19 Tahun 2002 dan Peraturan Menenteri Kehakiman RI Nomor M.01-Hc.03.01 Tahun 1987 Tentang Pendaftaran Ciptaan, pendaftaran hak cipta secara bersama-sama tidak mempermasalakan mengenai status kewarganegaaran para pihak yang melakukan pendaftaran secara bersama-sama. Dalam hal pendaftaran secara bersama-sama, yang menjadi fokus adalah terpenuhinya syarat formal dari pengisian surat permohonan pendaftaran hak cipta tersebut yaitu nama pemohon harus ditulis semuanya dengan menetapkan satu alamat. Dalam praktik peradilan mengenai sengketa antara PT SINDE dan WEN KEN DRUG, memang pada dasarnya hukum telah memberikan perlindungan terhadap ciptaan yang dipublikasikan dikhalayak umum, namun Penggugat atau Pemohon Peninjauan Kembali yaitu WEN KEN DRUG SINGAPORE tidak dapat membuktikan kepada majelis hakim Mahkamah Agung bahwa WEN KEN DRUG SINGAPORE merupakan pemilik hak obyek sengketa. Kata Kunci : Hak Cipta, Pendaftaran bersama, Pihak asing, Penyelesaian Sengketa
v
ABSTRAK Arrumaisha Rizkita, E0008115. 2012. REVIEW ON BEHALF OF COPYRIGHT JOIN REGISTRATION BETWEEN INDONESIAN CITIZEN AND NATIONAL CORPORATE WITH FOREIGNER OF PROPERTY RIGHTS RECOGNITION INVENTOR ABOUT CREATIVE FORCE( STUDY CASE BETWEEN PT SINDE WITH WEN KEN DRUG SINGAPORE)
Writing of the law aims to find out arrangement copy rights join registration between indonesian citizen and national corporate with foreigner of creative force and law protection of copyrights foreigner property which publicized to general public the strenght of indonesia Copyright Act number 19 of 2002 about copyright and judicial law practical (Study Case Between PT SINDE With WEN KEN DRUG SINGAPORE)
Writing of the law is includein a type of normative law research. Approximation method is used case approach. This research used primary legal materials and sekunder legal materials. Collection of legal material by study document. The legal analysis technique is interpretation and syllogism. The result of this research shows Indonesia Copyright Act just law instrument which loaded arrangement norm, prohibition, and manual foundation for society life. The Act doesn’t give clear prescriptive about legal protection for creative force with foreigner subject which publicized to general public. Indonesia Regulation Act doesn’t arrange about copy rights join registration between indonesian citizen and national corporate with foreigner of creative forceby purposely. In indonesia Copyright Act number 19 of 2002 and judicial law practical and Regulation of the Minister of Justice No. M.01-Hc.03.01 Year 1987 About Registration of Works, copyright join registration doesn’t mempermasalakan status of the parties citizenship who registration . In the case of join registration , the focus is the fulfillment of formal requirements of the charging letter of application for registration of copyright is the applicant's name must be written it all by setting an address. In judicial practice regarding the dispute between PT Sinde and WEN KEN DRUGS, basically the law has provided protection against the creation of a common public published, however the plaintiff or applicant is judicial review WEN SINGAPORE KEN DRUGS unable to prove to the judges of the Supreme Court that WEN KEN DRUGS SINGAPORE is the owner of the subject of dispute Keyword : Copyright, join registration, foreigner, dispute settlement
vi
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan. Kerjakanlah urusan lain dengan sungguh-sungguh. Dan hanya kepada Allahlah hendaknya kamu berharap (Q. SAL – Insyiroh ayat 5 – 8). Hadapilah semua kenyataan walau terkadang pahit, dan tetaplah maju menuju hari esok untuk meraih apa yang kita inginkan. Sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Percayalah pada diri kita sendiri karena itu lah yang akan menunjukkan bahwa kita mampu -Penulis-
vii
PERSEMBAHAN
Penulisan hukum ini penulis persembahkan untuk : Allah SWT Atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayahNya Bapak, Ibu dan adek-adek tercinta Terima kasih untuk doa, perhatian, cinta dan kasih yang mengalir tiada henti Bapak Prof. Dr Adi Sulistiyono S.H, M.H dan Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.H Terima kasih telah membimbing dengan sabar hingga penulisan hukum ini selesai Pebi , Sahabat serta teman-teman seperjuanganku Thank’s for every moment’s in my life Semua pihak yang telah membantu penulisan hukum ini
viii
KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul TINJAUAN PENDAFTARAN BERSAMA HAK CIPTA ANTARA WNI ATAU BADAN HUKUM INDONESIA DENGAN PIHAK ASING ATAS PENGAKUAN PENCIPTA HAK MILIK SUATU KARYA CIPTAAN (Studi kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE) dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan hukum ini membahas mengenai pengaturan pendaftaran bersama antara WNI atau suatu Badan Hukum nasional dengan Pihak Asing, perlindungan karya cipta yang telah dikenal khalayak ramai dalam praktek peradilannya di indonesia (Studi Kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE). Pembahasan mengenai perlindungan Hak cipta terutama di Indonesia sangatlah rentan karena kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat akan pentingnya pendaftaran Hak Cipta. Tujuan perlindungan Hak Cipta awalnya hanya melindungi Pencipta pada Hak administrasinya saja, dalam perkembangan waktu hukum menjadi sangat penting dalam peranannya di peradilan. Hal ini mengingat banyaknya copfraud yang mana sangat merugikan bukan hanya dalam hal administrasi tetapi juga Subjek sebagai Pencipta. UndangUndang Hak Cipta sendiri sebenarnya tidak mewajibkan pendaftaran Hak Cipta karena sifatnya yang Deklaratif. Hal ini memicu banyaknya sengketa dalam Hak Cipta, seperti halnya dalam kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE dimana perlindungan Hak Cipta yang sudah dikenal kalayak ramai masih jadi permasalahan yang sangat krusial. Penulis menyadari bahwa dalam setiap proses penyelesaian penulisan hukum (skripsi) ini tidak akan terlaksana dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
ix
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Djuwityastuti, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Bapak Prof. Dr. Adi Sulistiyono, S.H, M.H selaku Pembimbing I Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. 4. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.H yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, saran, dan kritik bagi penulis dalam menyusun Penulisan Hukum (Skripsi) ini. 5. Bapak Sugeng Praptono , S.H, M.H selaku Pembimbing Akademis yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Sebelas Maret Surakarta. 7. Ketua Bagian PPH Ibu Wida Astuti S.H, M.H, dan Mas Wawan anggota PPH yang banyak membantu dalam penulisan hukum ini. 8. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Hukum UNS, yang telah membantu menyediakan referensi yang berkaitan dengan topik penulisan hukum. 9. Kedua orang tua, Ibu dan Bapak yang telah mendoakan, memberikan perhatian, semangat, dan segala yang telah diberikan yang tidak ternilai harganya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini. 10. Terima kasih Adek-adekku Yusril Izza dan Raykhan Maulana yang selalu memberi keceriaan setiap hari 11. Pebi Putra yang telah menjadi tempat berkeluh kesah dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Sahabatku Suci Wahyu Lestari sebagai teman sekamar, se-kos dan sekampus selama 4 tahun , yang selalu mengajak penulis untuk menjadi mahasiswa yang rajin, selalu memberi semangat serta motivasi dalam mengerjakan tugas-tugas dan skripsi. Serta Sahabat-sahabatku Lisa,
x
Puspa, Rizka, Veri, Dedi, Upik dan Guntur atas keceriaan, motivasi, saran, dan menemani penulis setiap berkeluh kesah, serta Angga yang setia memberikan pengarahan dan bimbingan dalam mengerjakan skripsi. Dan semua pihak yang ikut dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta,
Juli 2012
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ iv ABSTRAK ........................................................................................................... v ABSTRACT.......................................................................................................... vi HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vii HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... viii KATA PENGANTAR ........................................................................................ix DAFTAR ISI xii DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
BAB II
B. Rumusan Masalah .....................................................................
4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
5
D. Manfaat Penelitian.....................................................................
6
E. Metode Penelitian .....................................................................
7
F. Sistematika Penulisan Hukum ..................................................
11
TINJUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ..........................................................................
13
1.
Tinjauan Umum mengenai Hak Kekayaan Intelektual 13
2.
Tinjuan Umum mengenai Hak Cipta ...........................
16
a. Pengertian Hak Cipta ....................................................
16
b. Tujuan dan Sifat Hak Cipta ..........................................
17
c. Ciri-Ciri Hak Cipta ........................................................
18
d. Pencipta dan Obyek Hak Cipta ...................................
19
e. Pendaftaran Hak Cipta ..................................................
20
f. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta di Indonesia..
24
g. Hak-Hak yang Dimiliki Pencipta .................................
26
h. Pelanggaran dan Sanksi Hak Cipta ..............................
28
i. Lisensi Pada Hak Cipta ................................................
29
xii
j. Pengaturan Hubungan Hak Cipta Secara Internasional
BAB III
........................................................................................
31
3.
Tinjauan Umum mengenai Badan Hukum Indonesia .
32
4.
Tinjauan Umum mengenai Warga Negara Indonesia .
33
B. Kerangka Pemikiran .................................................................
34
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pendaftaran Hak Cipta Bersama-sama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia Dengan Pihak Asing................... 1.
36
Pendaftaran Hak Cipta secara bersama-sama antara WNI atau badan hukum Indonesia dengan pihak asing ditelusuri dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta...................................................
40
2. Pendaftaran hak cipta secara bersama-sama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia
dengan Pihak Asing
dalam Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01Hc.03.01 Tahun 1987 Tentang Pendaftaran Ciptaan.......
46
B. Perlindungan hukum terhadap hak cipta milik pihak asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai dalam praktek peradilan (studi kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE)................................... BAB IV
51
PENUTUP A. Simpulan ....................................................................................
68
1. Pendaftaran Hak Cipta Bersama-sama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia Dengan Pihak Asing ................
68
2. Perlindungan hukum terhadap hak cipta milik pihak asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai dalam praktek peradilan (studi kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE). .. B. Saran ........................................................................................69 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................71 LAMPIRAN
xiii
69
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Prosedur pendaftaran Hak Cipta ..............................................
23
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran .......................................................................
36
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Keberadaan HKI selalu mengikuti perkembangan era globalisasi, begitu pula dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau terlibat langsung dengan masalah HKI Sebagai negara berkembang (developing country) dari sisi ketentuan hokum, Indonesia sudah memiliki berbagai peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual. Tetapi dari sisi pelaksanaannya (law enfor-cement), Indonesia termasuk salah satu negara terparah dan oleh sebab itu Indonesia masih dimasukkan dalam daftar priority wacthlist country oleh Amerika. Persoalan ini sebetulnya telah menghancurkan sendi-sendi ekonomi negara dan masyarakat luas. Tidak hanya masyarakat sebagai pencipta tetapi negara juga telah merugi secara ekonomis. Hak kekayaan intelektual sebagai tool economic development and economic growth harus ditumbuhkan dalam setiap denyut nadi bangsa Indonesia agar bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi (Syafrinaldi, 2004:82-83) Sebagai konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade Organitation (WTO) mengharuskan Indonesia meratifikasi segala perturan perUndangan di bidang HKI dengan standar Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIP’s). Permasalahan mengenai HKI akan bersinggungan dengan berbagai aspek teknologi, industri, sosial, budaya dll. Namun aspek terpenting adalah aspek hukum karena berhubungan dengan masalah yang timbul berkaitan dengan HKI tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlidungan bagi karya intelektual sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat. Aspek teknologi juga sangat erat hubungannya dengan HKI serta berperan dominan didalam perluasan informasi, hal ini disebabkan HKI merupakan hak 1
2
monopoli yang dapat digunakan untuk melindungi investasi dan dapat dialihkan haknya. Namun akhir-akhir ini perhatian masyarakat terhadap HKI semakin besar, sebagai akibat meningkatnya gairah bisnis di Indonesia, yang pada prakteknya merabah hampir semua bidang ekonomi yang di dunia internasional pun berkembang. Bahkan tiga tahun terakhir ini, sejak mengharu birunya sektor jasa teknologi informasi dan meleburnya batas-batas perekonomian antar Negara (globalisasi) lebih mengentalkan budaya ekonomi untuk semaksimal mungkin memanfaatkan keuntungan yang potensial diberikan HKI. Dan ini berpengaruh juga terhadap berkembangnya legal protection system (sistem perlindungan hukum) melalui eksplorasi dan optimalisasi HKI. Mencermati Indonesia dewasa ini akan secara penuh memberlakukan aturan-aturan Trade Related Aspects of Intellectual property right Agreement (TRIPs), maka persoalan mengenai HKI merupakan sesuatu yang pasti dan mendesak. TRIPs
Agreement
mengatur secara lebih
tegas
keberadaan,
implementasi dan konsekuensi dari HKI secara internasional. Sebagai gambaran umum sepintas kita lihat beberapa fenomena yang akan terjadi dengan telah disepakatinya prinsip-prinsip TRIPs Agreement (http://perlindungan-terhadaphak-atas-kekayaan.html. Diakses pada Tanggal 5 Maret 2012). Hampir separuh Negara-negara yang ada di dunia, yang diperkirakan menguasai 90% perdagangan dunia, akan memberlakukan standar minimum perlindungan dan pemaksaan pelaksanaannya. Kebutuhan masyarakat inernasional akan persyaratan-persyaratan Konvensi Berne (Konvensi Internasional mengenai HKI) untuk perlindungan Hak Cipta. Tiap-tiap Negara harus mengembangkan mekanisme yang pasti untuk menangani perkara hukum HKI (Tim Lindsey dkk, 2006:99). Dari kutipan di atas dapat di sebutkan bahwa secara internasional kita mau tidak mau harus mempersiapkan segala sesuatunya bagi penerapan standarstandar internasional dalam bidang HKI sampai pada penerapan sanksinya. Oleh karenanya pemerintah Indonesia mengupayakan beberapa tanggapan antisipasif demi perlindungan dan pembinaan nasional di bidang HKI. Bambang Kesowo
3
dalam makalahnya “Pengantar Umum Mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual Indonesia” menyatakan bahwa langkah-langkah yang telah di ambil oleh pemerintah diantaranya adalah penyempurnaan perangkat hukum, penyempurnaan institusi yang menunjang dan melaksanakan kebijakan teknis operasional, baik secara intern maupun ekstern (Bambang Kesowo, 1995: 45 ) Sebagaimana dimaklumi isu tentang TRIP’s yang dimaksukkan kedalam pembicaraan Uruguay Round adalah merupakan isu baru. Sekalipun terasa bagi nergara berkembang khususnya mengenai peningkatan harmonisasi standar internasional dalam bidang Perlindungan HKI untuk semua Negara tanpa memperhatikan tingkat pembangunan mereka, yang pada gilirannya mengurangi ruang gerak negara berkembang untuk memenuhi kebutuhan teknologi mereka, akan tetapi disisi perlindungan terhadap Pencipta, penemu, pendesain, pemilik rahasia dagang hal itu merupakan langkah awal bagi terciptanya rasa aman dan nyaman untu berreasi dan berusaha (OK Saidin 2004: 38). Bagi negara berkembang adanya kewajiban dalam melindungi HKI merupakan cost yang harus dipikul sebagai imbalan untuk mencapai perjanjian yang antara lain memberikan ases pasar yang lebih luas dan merumuskan aturan main yang lebih jelas sehingga membatasi unilateral yang dapat diambil oleh negara maju. Brotosusilo dalam makalah Bambang Kesowo “Pengantar Umum mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual” menyatakan bahwa
masuknya
Indonesia kedalam tatanan organisasi ini akan menimbulkan pengaruh yang tidak dapat diabaikan terhadap perekonomian nasional Indonesia, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Pengaruh itu akan terlihat dalam bidang investasi. Masuknya modal asing ke dalam Negeri Indonesia, tida terepas dari kesiapan Indonesia dalam perlindungan HKI (Bambang Kesowo, 1995: 79) Secara normatif Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta atau pencipta sebagai pemilik karya cipta cukup memadai. Akan tetapi, pada kenyataannya yang ada, pelanggaran akan suatu karya cipta masih marak dan sulit untuk ditangani. Padahal, pelanggaran-pelanggaran tersebut terjadi di depan mata
4
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Bentuk
pelanggaran
yang
terjadi
yaitu
mengumumkan, mengedarkan maupun menjual karya cipta orang lain tanpa seizin pencipta maupun pemegang hak cipta. Dampak pelanggaran hak cipta ini selain merusak tatanan masyarakat pada umumnya, juga akan mengakibatkan lesunya gairah untuk berkarya di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan (Insan Budi Maulana dkk, 2000: 189). Dalam era globalisasi saat ini , tidak mengherankan terjadi interaksi yang melampaui batas-batas negara yang menimbulkan pendaftaran terhadap suatu hak cipta yang melibatkan dua pihak yang saling berlainan kewarganegaraan. Pendaftaran hak cipta yang melibatkan pihak asing tersebut seringkali menimbulkan sengketa. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk menulis lebih lanjut terkait dengan pengaturan Pencipta yang secara bersama-sama mendaftarkan Hak Ciptanya dengan pengakuan Hak milik atas daftar ciptaanya melalui praktek pengadilan studi kasus terhadap sengketa antara PT SINDE Indonesia dengan Pihak Asing WEN KEN DRUG SINGAPORE ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Oleh karena itu penulis tertarik untu menyusun penulisan hukum yang berjudul : ”Tinjauan Pendaftaran Bersama Hak Cipta Antara Wni Atau Badan Hukum Indonesia Dengan Pihak Asing Atas Pengakuan Pencipta Hak Milik Suatu Karya Ciptaan (Studi Kasus Sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE)” B. Rumusan Masalah Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada dapat dibahas secara terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan maka penting untuk merumusan masalah yang akan dibahas. Perumusan masalah yang dirumuskan dalam penelitian sangat berguna. Untuk mengatasi rintangan ataupun untuk menutup celah antar kegiatan dan fenomena karenanya, peneliti harus dapat memilih suatu masalah bagi penelitiannya, dan merumuskannya untuk memperoleh jawaban terhadap masalah tersebut.
5
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah pengaturan pendaftaran hak cipta atas karya ciptaan secara bersama-sama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia dengan pihak asing
2.
Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap hak cipta milik pihak asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam praktek peradilan (studi kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE)
C. Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan karena memiliki tujuan. Tujuannya adalah memecahkan permasalahan yang tergambar dalam latar belakang dan rumusan masalah. Karena itu, tujuan penelitian sebaiknya dirumuskan berdasarkan rumusan masalahnya. Tujuan penelitian dicapai melalui serangkaian metodologi penelitian . Oleh karenanya, tujuan penelitian yang baik adalah rumusannya operasional dan tidak bertele-tele. Dari tujuan inilah, dapat diketahui metode dan teknik penelitian mana yang cocok untuk dipakai dalam penelitian itu (M. Subana dan Sudrajat, 2001:71). Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai agar suatu penelitian tersebut memberikan arah sesuai dengan apa yang diharapkan. 1.
Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui pengaturan pendaftaran hak cipta atas karya ciptaan secara bersama-sama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia dengan pihak asing. b. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak cipta milik pihak asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai berdasarkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (dalam studi kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE).
2. Tujuan Subyektif
6
a. Untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk mengembangkan kemampuan intelektual penulis dalam bidang Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta), khususnya dalam perspektif Hukum Perdata Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman akan arti pentingnya ilmu hukum dalam teori dan praktek.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan huum ini akan memberikan manfaat bagi para pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini, yaitu baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain. Dalam setiap penelitian, selain ada beberapa tujuan yang hendak dicapai, maka terdapat beberapa kegunaan yang diperoleh dari penelitian tersebut, yaitu : 1.
Manfaat Teoritis a. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya. b. Untuk lebih mendalami teori yang telah diperoleh penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Hasil penelitian ini dapat dipaki sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenis pada tahap selanjutnya
2.
Manfaat Praktis a. Menjadi wahana bagi penulis untu mengembangkan penalaran dan membentuk pola piker ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerpakan ilmu-ilmu yang diperoleh. b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini. Yaitu Pencipta yang terdiri dari beberapa orang yang terdiri dari WNI atau Badan Hukum Indonesia dan Pihak Asing
7
E. Metode Penelitian Penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukan sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu obyek yang mudah terpegang di tangan. Penelitian merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris yaitu research, yang berasal dari kata re (kembali) dan search (meneliti). Dengan demikian artinya ”mencari kembali”. Suatu penelitian secara ilmiah dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahunya yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan keyakinan bahwa setiap gejala akan dicari sebab akibatnya atau kecenderungan yang timbul. Pentingnya dilaksanakan penelitian hukum ialah untuk mengembangkan disiplin hukum dan ilmu hukum sebagai salah satu tridarma perguruan tinggi. Penelitian hukum itu bertujuan untuk membina kemampuan dan keterampilan para mahasiswa dan para sarjana hukum dalam mengungkapkan kebenaran ilmiah, yang obyektif, metodik, dan sistemati (Hilman Hadikusuma, 1995: 8). Sebuah tulisan baru dapat dirasakan bersifat ilmiah apabila ia mengandung kebenaran secara obyektif, karena didukung oleh informasi yang teruji kebenarannya. Untuk dapat membuktikan kebenaran ilmiah dari penelitian yang dilaksanakan, maka perlu dikumpulkan fakta dan data yang menyangkut masalahnya dengan menggunakan metode dan teknik penelitian. Tanpa adanya metode dan teknik penelitian maka hasil penelitian itu diragukan kebenarannya (Hilman Hadikusuma, 1995: 58). Adapun metode penelitian yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau doctrinal research. Terry Hutchinson dalam buku Johny Ibrahim mendefinisikan penelitian hukum doktrinal sebagai berikut) “ research with privides a systematic exposition of rules governing a particular legal category analyses the releationship between rules, explain areas of difficulty and perhaps, predict future development” ( Johny Ibrahim.
8
2006:44).
Yang merupakan penelitian dengan privides suatu eksposisi
sistematis aturan yang mengatur sebuah analisis kategori tertentu hubungan hukum antara aturan, menjelaskan bidang kesulitan dan mungkin, memprediksi pembangunan masa depan). 2.
Sifat Penelitian Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat perspektif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat perspektif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai, keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan – ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aktivitas hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22). Sifat penelitian hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri. Sifat dari ilmu hukum adalah ilmu yang preskriptif dan terapan (Peter Mahmud Marzuki, 2009:22). Penelitian ini bersifat preskriptif karena berusaha menjawab isu hukum yang diangkat dengan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2009:35).
3. Pendekatan Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan dalam penelitian hukum ada lima pendekatan, yaitu: pendekatan perUndang-Undangan (Statute approach), pendekatan kasus (Case approach), pendekatan histories (Historical approach), pendekatan perbandingan (Comparative approach), dan pendekatan konseptual (Conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 93). Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan mempelajari penerapan dan norma-norma kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. Misalnya mengenai kasus-kasus yang telah diputus dan putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian. Jelas kasus-kasus yang terjadi bermakna
9
empiris, namun dalam suatu penelitian normatif, kasus-kasus tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi hukum (Johny Ibrahim, 2006 : 321). Tinjauan terhadap Undang – Undang digunakan untuk Kasus anatara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG sebagai pihak asing untuk mengetahui Pencipta atas karya suatu ciptaan dimana telah didaftarkan secara bersama. 4.
Jenis dan Sumber Bahan Hukum Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumbersumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum autoritatif. Artinya, bahan hukum primer merupakan bahan yang memiliki otoritas atau kekuasaan dalam pelaksanaannya. Yang termasuk bahan hukum primer adalah peraturan perundanag-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan Undang-Undang, dan putusan hukum. Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tidak resmi yang berkaitan dengan hukum. Publikasi hukum tersebut meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2009:141). Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari kepustakaan, dalam hal ini dibedakan menjadi 2 yaitu : a Bahan hukum primer Semua bahan hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis. Meliputi peraturan perUndang-Undangan dalam hal ini: 1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; 2) Peraturan Menteri Kehakiman M.01-Hc.03.01 Tahun 1987 Tentang Pendaftaran Ciptaan 3) Putusan Mahkamah Agung Nomor 104/PK/PDT.SUS/2011.
10
b Bahan hukum sekunder Semua bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, meliputi: 1) Buku-buku ilmiah dibidang hukum; 2) Makalah-makalah dan hasil-hasil karya ilmiah para sarjana; 3) Kamus-kamus hukum dan ensiklopedia; 4) Jurnal-jurnal hukum(termasuk yang on line); 5) Literatur dan hasil penelitian lainnya. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum penelitian ini adalah studi kepustakaan. Pada penelitian ini penulis mengkaji dan mempelajari Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M.01-Hc.03.01 Tahun 1987 Tentang Pendaftaran Hak Cipta, Serta Putusan Mahkamah Agung Nomor 104/PK/PDT.SUS/2011. Penulis juga mengkaji dan mempelajari bahan hukum sekunder berupa bukubuku, jurnal-jurnal, serta pendapat para sarjana yang berkaitan dengan Pendaftaran bersama Hak Cipta antara WNI atau Badan Hukum Indonesia dengan pihak asing dan perlindungan hak cipta asing yang telah dipublikasikan ke kalayak ramai. 6.
Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deduksi. Penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor yakni aturan-aturan hukum yang kemudian diajukan premis minor yakni fakta-fakta hukum, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki, 2006:47). Dimana dalam penulisan ini yang menjadi premis mayor adalah Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta sebagai norma atau aturan dasar yang mengatur mengenai pendaftaran bersama antara WNI atau Badan Hukum dengan pihak asing atas pengakuan suatu karya ciptaan. Premis minor dalam penelitian ini adalah putusan Mahkamah Agung sampai dengan tingkat Peninjauan Kembali sebagai kekuatan hukum yang tetap
11
dimana pendaftaran bersama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia dengan pihak asing ditetapkan dalam praktek pengadilan dan perlindungan hukum yang nyata pada Hak Cipta asing yang telah dipublikasikan ke kalayak ramai. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan yang sesuai dengan aturan baku dalam penulisan hukum, maka sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bab untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Dalam menyajikan penelitian ini penulis menyusunnya dalam sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I :
PENDAHULUAN Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan hukum
BAB II:
TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini Penulis akan memberikan landasan teori
atau
memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang Penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang di anut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang Penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang Hak Kekayaan Intelektual , tinjauan tentang Hak Cipta , tinjauan tentang Hak Milik Intelektual. BAB III:
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan tentang Pengaturan pendaftaran hak cipta atas karya ciptaan secara bersama-sama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia dengan pihak asing dan perlindungan hukum terhadap hak cipta milik pihak asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
12
Cipta (dalam studi kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE). BAB IV:
PENUTUP Pada bab ini berisi simpulan serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Hak Kekayaan Intelektual Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Dari istilah Hak atas kekayaan intelektual, paling tidak ada 3 kata kunci dari istilah tersebut yaitu (Taryana Soenandar 2007:7) : a. Hak adalah benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu ( karena telah ditentukan oleh Undang-Undang),atau wewenang menurut hukum; b. Kekayaan adalah perihal yang ( bersifat, ciri ) kaya, harta yang menjadi milik orang, kekuasaan; c. Intelektual adalah cerdas, berakal dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, atau yang mempunyai kecerdasan tinggi, cendikiawan, atau totalitas pengertian atau kesadaran terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman. Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis(Taryana Soenandar, 2007:9) Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual.Bagi dunia usaha,
14
karya-karya itu dikatakan sebagai aset perusahaan (Tim Lindsey dkk, 2006: 5). Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya juga menimbulkan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HKI dikelompokan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (Intangible) (Tim Lindsey dkk, 2006:5). HKI ini merupakan hak yang bersifat abstrak dibandingkan dengan hak pemilikan benda yang terlihat, tetapi hak-hak tersebut mendekati hak-hak benda, lagipula kedua hak tersebut bersifat hak mutlak. Hal ini dikarenakan hak yang bersifat abstrak itu setelah dari pikiran manusia, maka menjelma dalam suatu ciptaan kesusasteraan, ilmu pengetahuan atau kesenian, program computer, symbol, temuan teknologi
atau singkatnya menjadi benda
berwujud (lichamelijke zaak) yang dalam pemanfaatannyadan reproduksinya dapat merupakan sumber keuntungan uang. Inilah yang membernarkan penggolongan hak tersebut kedalam hukum harta benda. (Adi Sulistiyono, 2008: 13). Pengenalan HKI sebagai hak milik perorangan yang tidak berwujud dan penjabarannya secara lugas dalam tatanan hukum positif terutama dalam kehidupan ekonomi merupakan hal baru di Indonesia. Dari sudut pandang HKI, aturan tersebut diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan dan perlindungan tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat atau gairah untuk menghasilkan karya-karya inovatif,inventif dan produktif (Tim Lindsey dkk, 2006: 6). Jika dilihat dari latar belakang historis mengenai HKI terlihat bahwa di negara barat penghargaan atas kekayaan intelektual atau apapun hasil olah pikir individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian diterjemahkan dalam perundang-undangan.
15
Kekayaan intelektual (Intelectual property) meliputi dua hal, yaitu (Dirjosiswoyo, 2000:24) : a. Industrial property right (hak kekayaan industri), berkaitan dengan invensi/inovasi yang berhubungan dengan kegiatan industri, terdiri dari : 1) Paten; 2) Merek; 3) Desain industri; 4) Rahasia dagang. 5) Desain tata letak sirkuit terpadu b. Copyright (hak cipta), memberikan perlindungan terhadap karya seni, sastra dan ilmu pengetahuan seperti film, lukisan, novel, program komputer, tarian, lagu, dsb. HKI bagi masyarakat barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang digunakan hanya untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang akan tetapi dipakai sebagai alat strategi usaha dimana karena suatu penemuan dikomersialkan atau kekayaan intelektual, memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi penemuan tersebut memungkinkan pencipta karya intelektual untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh bagi individu atau pihak lain, sehingga akan timbul keinginan pihak lain untuk juga dapat berkarya dengan lebih baik sehingga timbul kompetisi. (http://hak-atas-kekayaan-intelektual-HKI/) Adapun
konsekuensi-konsekuensi
yang
dipikul
dari
akibat
diberlakukannya HKI : 1) Pemegang hak dapat memberikan izin atau lisensi kepada pihak lain. 2) Pemegang hak dapat melakukan upaya hukum baik perdata maupun pidana dengan masyarakat umum. 3) Adanya kepastian hukum yaitu pemegang dapat melakukan usahanya dengan tenang tanpa gangguan dari pihak lain.
16
4) Pemberian hak monopoli kepada pencipta kekayaan intelektual memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. 2. Tinjauan Umum tentang Hak cipta a. Pengertian Hak Cipta Hak Cipta (Copy Right), Perkataan Hak Cipta terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu hak dan cipta, kata hak sering dikaitkan dengan kewajiban yang merupakan suatu kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak, sedangkan kata cipta diartikan sebagai hasil kreasi manusia dengan menggunakan sumber daya yang ada padanya berupa pikiran, perasaan, pengetahuan dan pengalaman Seperti yang ditulis oleh Samuel E. Trosow : Copyright is a form of intellectual property that protects original expression that has been fixed in a tangible form. The traditional subject of copyright is ‘works’, which include original literary works, dramatic works, musical works and artistic works (Samuel E. Trosow. 2010: volume 10(3/4): 323) Hak Cipta memberikan perlindungan terhadap karya-karya cipta di bidang Seni, Sastra dan Ilmu Pengetahuan dan pemberian hak cipta itu didasarkan pada kriteria keaslian sehingga yang penting adalah bahwa ciptaan itu harus benar-benar berasal dari pencipta yang bersangkutan, bukan merupakan jiplakan maupun tiruan karya pihak lain. Pada dasarnya hak Cipta memberikan dua pengaruh kepada masyarakat, yaitu memberikan hak insentif kepada penemu baru, dan menyediakan wadah kepada masyarakat baik sebagai konsumen dan penulis baru yang potensial, dan penemu yang memiliki kretivitas. Seperti yang dikemukakan oleh Wendy J. Gordon dalam Intelectual Property bahwa For example, it has become standard in the study of IP to note that patent and copyright reflect a balance between two effects on society: (1)providing incentives to authors and inventors, and (2) providing access to the members of the public, both as consumers and as potential new authors and inventors who need to copy in order to implement their own creativity and skill.
17
World Intellectual Property Organization (WIPO) memberikan pengertian tentang Hak Cipta sbagai berikut “Hak Cipta adalah terminology hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan pada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra” Dalam Pasal 1 Austersweet 1912 menyebutkan : “Hak Cipta adalah hak tunggal daripada pencipta, atau hak dari yang mendapatkan hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untu mengummkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan Undang-Undang” Dalam Pasal V Universal Copyright Convention menyataan : “Hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitan dan member kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini” Dalam Undang-undag Nomor 19 Tahun 2002 Pasal 1 ayat(1), Hak Cipta adalah hak eklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau member izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. b. Tujuan dan Sifat Dari Hak Cipta Tujuan yang terutama dari Hak Cipta, adalah untuk membantu pertumbuhan proses belajar, dan budaya, serta penyebaran informasi. Hukum Hak Cipta dimaksudkan untuk mendorong proses penciptaan akan karya seni, sastra, ilmu pengetahuan, dan karya penerbitan lainnya semaksimal mungkin. Sementara sifat dari Hak Cipta adalah merupakan bagian dari hak milik yang abstrak, yang merupakan penguasaan atas hasil kemampuan kerja, dan gagasan, serta hasil pikiran. Dalam perlindungannya Hak Cipta mempunyai waktu
yang terbatas, dalam
arti setelah
habis
masa
perlindungannya, karya cipta tersebut akan menjadi milik umum. Hukum Hak Cipta dimaksudkan untuk mencapai keseimbangan antara dua kepentingan dalam masyarakat yang berbeda, yaitu mendorong kreatifitas dengan memberikan hak eksklusif dalam berkreasi dan membina
18
pasar yang kompetitif dengan memberikan akses yang sebebas-bebasnya bagi masyarakat terhadap ide-ide dari seorang pencipta. Keseimbangan dalam Hak Cipta dapat tercapai dengan membatasi Hak Cipta yang dimiliki seorang pencipta tersebut dalam mengekspresikan idenya (particular method of expressing anidea), dengan demikian Hak Cipta tidak memberikan perlindungan terhadap ide itu sendiri, namun pada cara atau metode yang digunakan oleh seorang pencipta dalam mengekspresikan idenya, dan tentu saja hasil dari pengekspresian ide tersebut. Maka orang lain atau masyarakat berhak untuk mengekspresikan ide yang sama, asalkan tidak meniru metode atau cara yang digunakan oleh pencipta tersebut. c. Ciri-ciri Hak Cipta Hak Cipta ini diberikan terhadap ciptaan yang berwujud atau berupa ekspresi yang dapat dilihat, dibaca , didengarkan dan sebagainya. Hak Cipta tidak melindungi ciptaan yang masih berupa ide. Oleh karena itu agar suatu ciptaan dapat dilindungi, maka ciptaan itu harus diekspresikan terlebih dahulu dan sejak telah diekspresikan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi, sejak saat itu pula ciptaan itu sudah dilindungi seperti (Soedjono Dirdjosisworo, 2000:56) : 1) Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak (Pasal 3 ayat 1 UU No. 19 Tahun 2002); 2) Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena Pewarisan; Hibah; Wasiat; Perjanjian tertulis; atau Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perUndang Undangan. (Pasal 3 ayat 2 UU No. 19 Tahun 2002); 3) Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. (Pasal 4 ayat 1 UU No. 19 Tahun 2002). d. Pencipta dan Obyek Hak Cipta 1) Pencipta
19
Dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inpirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi(Tim Lindsey dkk, Sedangkan pencipta yang dimaksud dalam Undang-undang Hak Cipta yaitu : a) seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecepatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi; b) orang yang merancang suatu ciptaan, tetapi diwujudkan oleh orang lain dibawah pimpinan atau pengawasan orang yang merancang ciptaan tersebut; c) orang yang membuat suatu karya cipta dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan. 2) Obyek Hak Cipta(Ciptaan) Ciptaan yaitu hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.(Tim Lindsey dkk, 2006:32) Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa hak cipta diberikan secara khusus kepada pencipta, oleh karena itu pencipta memiliki hak monopoli terhadap ciptaannya. Di dalam Pasal 11 Undang-Undang Hak Cipta telah ditentukan ciptaan apa saja yang dilindungi yang semuanya berada dalam ruang lingkup ciptaan di bidang Seni, sastra dan ilmu pengetahuan, sebagai berikut :
20
1) buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya; 2) ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan caradiucapkan; 3) alat peraga yang dibuat untuk kepentingan ilmu pengetahuan; 4) ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan, dan rekaman suara; 5) drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim; 6) karya pertunjukan 7) karya siaran; 8)
seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni patung, kolase, seni terapan yang beripa seni kerajinan tangan;
9) arsitektur; 10) peta; 11) seni batik; 12) fotografi; 13) sinematografi; 14) terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan. e. Pendaftaran Hak Cipta Pendaftaran ciptaan bukan suatu keharusan, artinya boleh didaftarkan dan boleh juga tidak didaftarkan. Pendaftaran ciptaan bukan untuk memperoleh hak cipta melainkan semata-mata hanya untuk memudahkan pembuktian hak dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta. Apabila ciptaan didaftrkan, maka orang yang mendaftarkan itu dianggap sebagai penciptanya sampai dapat dibuktikan sebaliknya bahwa pendaftar itu bukan penciptanya (Soedjono Dirdjosiswoyo, 2000:62). Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta
21
maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual-Departemen Hukum dan HAM Adapun permohonan pendaftaran ciptaan yaitu dengan memenuhi halhal sebagai berikut: 1) Permohonan pendaftaran ciptaan diajukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 2 (dua). 2) Pemohon wajib melampirkan : a) surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan melalui kuasa; b)contoh ciptaan dengan ketentuan sebagai berikut : (1)
buku dan karya tulis lainnya : 2 (dua) buah yang telah dijilid dengan edisi terbaik. Apabila suatu buku berisi foto seseorang harus dilampirkan surat tidak keberatan dari orang yang difoto atau ahli warisnya.
(2)
program komputer : 2 (dua) buah disket disertai buku petunjuk pengoperasian dari program komputer tersebut
(3)
CD/VCD/DVD : 2 (dua) buah disertai dengan uraian ciptaannya;
(4)
alat peraga : 1 (satu) buah disertai dengan buku petunjuknya;
(5)
Lagu : 10 (sepuluh) buah berupa notasi dan atau syair;
(6)
drama : 2 (dua) buah naskah tertulis atau rekamannya;
(7)
tari (koreografi) : 10 (sepuluh) buah gambar atau 2 (dua) buah rekamannya;
(8)
pewayangan : 2 (dua) buah naskah tertulis atau rekamannya;
(9)
pantonim : 10 (sepuluh ) buah gambar atau 2 (dua) buah rekamannya;
(10) karya pertunjukan : 2 (dua) buah rekamannya; (11) karya siaran : 2 (dua) buah rekamannya;
22
(12) seni lukis, seni motif, seni batik, seni kaligrafi, logo dan gambar :
masing-masing 10 (sepuluh) lembar berupa foto; (13) seni ukir, seni pahat, seni patung, seni kerajinan tangan dan kolase :
masing-masing 10 (sepuluh) lembar berupa foto; (14)
arsitektur : 1 (satu) buah gambar arsitektur;
(15)
p e t a : 1 (satu) buah;
(16)
fotografi : 10 (sepuluh) lembar;
(17)
sinematografi : 2 (dua) buah rekamannya;
(18)
terjemahan : 2 (dua) buah naskah yang disertai izin dari pemegang hak cipta;
(19) tafsir, saduran dan bunga rampai : 2 (dua) buah naskah;
c) salinan resmi serta pendirian badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisir notaris, apabila pemohon badan hukum; d) fotokopi kartu tanda penduduk; dan e) bukti pembayaran biaya permohonan sebesar Rp.75.000,-(Tujuh puluh lima ribu rupiah) 3) Dalam hal permohonan pendaftaran ciptaan pemegang hak ciptanya bukan si pencipta sendiri, pemohon wajib melampirkan bukti pengalihan hak cipta tersebut. Setelah
terpenuhi kewajiban-kewajiban
pendaftaran hak cipta adalah sebagai berikut :
diatas
maka prosedur
23
Permohonan pendaftaran Hak Cipta
1. Mengisi formulir pendaftaran 2. Melampirkan contoh ciptaan yang dimohonkan 3. Melampirkan bukti Badan Hukum bila pemohon adalah badan hukum 4. Melampirkan suratkuasa bila melaui kuasa 5. Membayar biaya permohonan
Pemeriksaan Administratif
Tidak Lengkap Maksimal 3 bulan
Dilengkapi
Tidak
Lengkap Ya Evaluasi
Ditolak
Didaftarkan
Pemberian surat pendaftaran ciptaan Gambar 1 : Prosedur pendaftaran Hak Cipta Sumber :http//dirjenhki.go.id diakses pada tanggal 4 agustus 2012
24
Semua
ciptaan
yang
didaftarkan
mempunyai
kekuatan
hukum
pendaftaran sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Kekuatan hukum suatu pendaftaran ciptaan hapus karena (OK Saidin, 2004:57) : 1) Penghapusan atas permohonan orang, badan hukum, yang namanya tercatat sebagai pencipta atau pemegang hak cipta; 2) Lampau waktu berlaku hak cipta sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 26 dan 27 UUHC; 3) Dinyatakan bataloleh putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 38 UUHC). f. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta Di Indonesia Hak cipta memberikan jangka waktu perlindungan terhadap hasil karya atau ciptaan pencipta tersebut selama hidup pencipta dan akan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Dalam hal ciptaan dimiliki oleh 2 orang atau lebih, maka hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang terlama hidupnya dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudah pencipta yang terlama hidupnya tersebut meninggal dunia. Kecuali untuk program komputer, sinematografi, fotografi, database dan hasil pengalihwujudan berlaku 50 tahun sejak pertama kali diumumkan (Tim Lindsey dkk, 2006:122). Sebagai suatu hak yang mempunyai fungsi sosial, maka hak cipta mempunyai masa berlaku tertentu. Hal ini untuk menghindarkan adanya monopoli secara berlebihan dari sang pencipta, dan sekaligus sesuai dengan dasar Negara kita, Pancasila. Di Indonesia berdasarkan UUHC jangka waktu berlakunya suatu Hak Cipta adalah sebagai berikut (Tim Lindsey dkk, 2006:122-125) : 1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, Pasal 29 (1)Hak Cipta atas Ciptaan : a) buku, pamphlet, dan semua hasil karya tulis lain; b) drama atau drama musikal, tari, koreografi; c) segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung; d) seni batik;
25
e) lagu atau musik dengan teks atau tanpa teks f) arsitektur; g) ceramah, kuliah, pidato,dan Ciptaan sejenis lain; h) alat peraga; i) peta; j) terjemah, tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia 2) Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya. 3) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, Pasal 30 (1).Hak Cipta Atas Ciptaan : a) Program Komputer; b) Sinematografi; c) Fotografi; d) Database; dan e) Karya hasil penalihwujudan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. 4) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan. 5) Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini serta Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. 6) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, Pasal 31 (1).Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan : a) Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu;
26
b) Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum; c) Hak ciptaan atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh penerbit berdasarkan Pasal 11 ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun pertama sejak Ciptaan tersebut kali diterbitkan. g. Hak-hak Yang Dimiliki Pencipta Di dalam pengertian Hak Cipta terdapat dua unsur yang penting sebagai hak-hak yang dimiliki si pencipta, yaitu (Tomi Suryo Hutomo, 2010:88) : 1) Hak ekonomis (economic rights). Hak ekonomis adalah hak yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Undang-Undang Hak Cipta Indonesia memberi hak ekonomis kepada pencipta, antara lain; hak untuk memperbanyak, hak untuk adaptasi, hak untuk distribusi, hak untuk pertunjukan, hak untuk display. Pada umumnya hak ekonomi ini meliputi : a) Hak Reproduksi atau Penggandaan (Reproduction Right) Hak reproduksi sama dengan perbanyakan, yaitu menambah jumlah sesuatu ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut, dengan menggunakan bahan yang sama, maupun tidak sama; termasuk mengalihwujudkan sesuatu ciptaan. Bentuk perbanyakan ini biasa dilakukan dengan peralatan tradisional, maupun modern. Hak reproduksi ini meliputi juga perubahan bentuk ciptaan suatu ke ciptaan lainnya, misalnya rekaman musik, pertunjukan drama, juga pembuatan duplikat dalam rekaman suara, dan film. b) Hak Adaptasi (Adaptation Right) Hak adaptasi dapat berupa penerjemahan dari bahasa satu kebahasa lainnya, aransemen musik, dramatisasi dan lain-lain. c) Hak Distribusi (Distibution Right) Hak distribusi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut
27
dapatberupa penjualan, penyewaan, atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat. d) Hak Pertunjukan (Public Performance Right) Hak ini merupakan hak yang dimiliki oleh para pemusik, dramawan, maupun seniman lainnya yang karyanya dapat terungkap dalam bentuk pertunjukan. Pertunjukan atau pengumuman sendiri berdasarkan Pasal 1 angka 5 UUHC No. 19 Tahun 2002 adalah pembacaan,
penyiaran,
pameran,
penjualan,
pengedaran,
atau
penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.35 Setiap orang atau pihak yang ingin menampilkan, atau memprtunjukan suatu karya cipta harus meminta izin dari si pemilik hak untuk mempertunjukan (performings rights) tersebut.36 Dalam peraktek pemilik performing rights biasanya menugaskan pengelolaan haknya kepada suatu lembaga khusus yang bertugas untuk mengelola performing rights tersebut, dan memberikan ijin bagi penggunaannya. Di Indonesia lembaga seperti ini ada dengan nama Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) e) Hak Penyiar (Broadcasting right) Hak ini merupakan hak-hak untuk meyiarkan bentuknya berupa mentransmisikan suatu ciptaan oleh peralatan tanpa kabel. Hak penyiaran ini meliputi juga menyiarkan ulang dan mentransmisikan ulang. f) Hak Program Kabel (Cable Casting Right) Hak ini menyerupai hak penyiaran, perbedaannya hanyalah dari cara mentransmisikannya, dimana dalam hak program kabel suatu siaran ditransmisikan melalui kabel, bukan gelombang. g) Hak Pinjam Masyarakat (Public Lending Right) Hak ini dimiliki oleh seorang pencipta yang karyanya tersimpan di perpustakaan, yaitu ia berhak atas suatu pembayaran dari pihak tertentu karena karya yang diciptakannya sering dipinjam oleh masyarakat dari perpustakaan milik pemerintah tersebut. Hak moral bersama-sama
28
dengan hak ekonomi merupakan dua elemen terpenting dari hak-hak yang diberikan oleh Hak Cipta Hak-hak Yang Berkaitan Dengan Hak Cipta (Neighbouring Rights). 2) Hak moral (moral rights). Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta ataupun hak terkait telah dialihkan. Ada 2 jenis hak moral yaitu (Tomi Suryo Utomo, 2010:89): (a) Hak untuk diakkui sebagai pencipta jika karya dari seseorang pencipta diperbanyak, diumumkan atau dipamerkan dihadapan publik, nama pencipta harus tercantum pada karya tersebut (b) Hak keutuhan karya yaitu tindakan perubahan terhadap ciptaan yang berpotensi merusak reputasi dan kehormatanpencipta h. Pelanggaran dan Sanksi atas Pelanggaran Hak Cipta Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas (Adami Chazawi, 2007:15): 1) penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; 2) pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan; 3) pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan: a) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau b) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
29
4) perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial; 5) perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya; 6) perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan; 7) pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri. Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah: a) Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); b) Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). h. Lisensi Pada Hak Cipta Hak Cipta pada dasarnya adalah salah satu bentuk dari hak milik atau hak kekayaaan (property or asset), yang karena tercipta dari hasil proses
30
pemikiran dan imajinasi maka Hak Cipta termasuk dalam kategori Hak atas Kekayaan Intelektual (intellectual property right) (Note: termasuk dalam kategori ini adalah Hak Merk, Hak Paten). Dan karena bentuknya yang tidak berwujud maka juga termasuk dalam kategori benda tidak berwujud (intangible asset) (Tim Lindsey dkk, 2006:331). Pada saat suatu ciptaan lahir, maka Pencipta otomatis menjadi pemilik dan pemegang Hak Cipta, yang berdasarkan UU yang berlaku di Indonesia meliputi hak moral, hak ekonomis serta hak terkait lainnya. Pada proses selanjutnya, Pencipta dapat mengalihkan hak-haknya yang terkandung dalam Hak Cipta atas Ciptaannya kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi. Pihak lainnya inilah yang disebut sebagai Pemegang Hak Cipta berdasarkan lisensi. (Ada juga Pemegang Hak Cipta yang bukan berdasarkan lisensi, misalnya saat Pencipta meninggal dunia, maka ahli warisnya otomatis menjadi Pemegang Hak Cipta). Dengan demikian dapat dikatakan, Pencipta adalah sudah
pasti merupakan pemilik dan
pemegang Hak Cipta. Tapi
pemegang Hak Cipta belum tentu merupakan Pencipta atau pemilik hak cipta. Dalam perjanjian lisensi, tidak semua komponen dalam Hak Cipta diserahkan oleh Pencipta kepada Pemegang Hak Cipta. Hak moral tetap melekat di Pencipta, yaitu hak untuk tetap dicantumkan nama Pencipta pada Ciptaan dimaksud. Juga misalnya Pencipta berhak untuk meminta agar Ciptaanya tidak diubah-ubah atau dimodifikasi (Tim Lindsey dkk, 2006:331). Sedangkan Pemegang Hak Cipta berdasarkan lisensi tersebut diberikan hak ekonomis serta hak terkait lainnya. Atas diperolehnya hak ekonomis dan hak terkait lainnya ini oleh si Pemegang Hak Cipta, maka si Pencipta berhak mendapat royalti yang besarnya diatur berdasarkan kesepakatan (Tim Lindsey dkk, 2006:332). Di Indonesia, perjanjian lisensi harus dibuat tertulis dan untuk dapat mengikat secara hukum harus didaftarkan pada instansi yang berwenang untuk itu, dalam hal ini Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan IntelektualKementerian Hukum dan HAM.
31
Dalam perjanjian lisensi itu dapat saja diatur bahwa si Pecipta dapat memberikan haknya tersebut secara ekslusif (exclusive license) atau pun secara non-exklusif (non-exclusive license) . Yang dimaksud Non - exclusive license adalah bahwa si Pencipta melisensikan Hak Ciptanya tidak secara khusus pada satu orang/badan saja, tapi bisa pada beberapa orang atau badan/organisasi, sehingga Pemegang Hak Cipta untuk Ciptaan yang sama bisa terdiri dari beberapa orang atau badan/organisasi (Tim Lindsey dkk, 2006:335). Sedangkan yang dimaksud dengan exclusive license adalah bahwa si pemberi Hak Cipta setuju melisensikan penggunaan hak cipta hanya pada satu orang tertentu atau badan tertentu untuk pendistribusian di wilayah tertentu (Tim Lindsey dkk, 2006:336). i. Pengaturan Hubungan Hak Cipta Secara Internasional Indonesia saat ini telah meratifikasi konvensi internasional di bidang Hak Cipta, yaitu : Berne Convention tanggal 7 Mei 1997 dengan Keppres No. 18/1997 dan dinotifikasikan ke World Intellectual Property Organisation (WIPO) pada tanggal 5 September 1997. Berne Convention tersebut mulai berlaku efektif di Indonesia tanggal 5 September 1997. Dengan berlakunyaa Berne Convention berarti sebagai konsekuensinya Indonesia harus melindungi ciptaan dari seluruh anggota Berne Convention. Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra, biasa disebut Konvensi Bern atau Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional mengenai pada tahun 1886. Sebelum penerapan Konvensi Bern, Undang-Undang hak cipta biasanya berlaku hanya bagi karya yang diciptakan di dalam negara bersangkutan (Abdulkadir Muhammad, 2001:35) Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu (Abdulkadir Muhammad 2001:35) : 1) Prinsip national treatment
32
Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri; 2) Prinsip automatic protection Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (no conditional upon compliance with any formality); 3) Prinsip independence of protection Bentuk perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum negara asal pencipta. 3. Tinjauan umum tentang Badan Hukum Indonesia Menurut ketentuan pasal 1653 KUH Perdata ada tiga macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya, yaitu (Abdulkadir Muhammad, 2000:29) : a. Badan Hukum yang dibentuk oleh pemerintah (penguasa), seperti badanbadan pemerintah, perusahaan-perusahaan negara b. Badan Hukum yang diakui oleh pemerintah seperti Perseroan Terbatas, Koperasi c. Badan Hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan terntentu yang bersifat ideal seperti yayasan (pendidikan, sosial, keagamaan, dan lain-lain) Dilihat dari segi tujuan keperdataan yang hendak dicapai oleh badan hukum maka dapat diklasifikasikan menjadi dua macam (Abdulkadir Muhammad, 2000:30) : a. Badan hukum yang bertujuan memperoleh laba terdiri dari perusahaan negara yaitu Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Jawatan (PT), b. Badan hukum yang bertujuan bersifat memenuhi kesejahteraan para anggotanya c. Badan hukum yang bertujuan bersifat ideal dibidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, keagamaan. Ada pemisahan kekayaan bdan hukum
33
dan kekayaan pribadi pengurusnya. Termasuk dalam jenis ini adalah yayasan, organisasi keagamaan, wakaf. 4. Tinjauan umum tentang Warga Negara Indonesia (WNI) Kewarganegaraan merupakan satuan politik tertentu
(secara
keanggotaan
khusus: negara)
seseorang yang
dalam
dengannya
membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya. Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan (bahasa Inggris: citizenship). Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya. Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (bahasa Inggris: nationality). Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara. Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti
identitas
yang
bersangkutan
(http//wikipedia.WNI.html).
dalam
tata
hukum
internasional
34
B. Kerangka Pemikiran
Hak cipta (copyright)
Pendaftaran hak cipta
First to use
Sengketa Hak Cipta
PT SINDE
WEN KEN DRUG SINGAPORE
Lisensi
Pemegang Hak Cipta
Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002
Putusan Mahkamah Agung Nomor. 104 PK/PDT.SUS/2011
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran
35
Keterangan : Hak cipta dalam memberikan perlindungan hukum kepada pencipta atas suatu karya ciptaan menggunakan system first to use, bukan first to file. Namun untuk mendapatkan kepastian hukum atas suatu karya ciptaan diharapkan kepada pencipta untuk mendaftarkan karya ciptaannya untuk mendapatkan hak cipta. Namun pendaftaran hak cipta sesungguhnya juga mendatangkan permasalahan hal lain yang dapat memicu sengketa Hak Cipta, permasalahan lain yg lebih rumit dan komplek bisa timbul dari pendaftaran Hak Cipta manakala pendaftaran tersebut dilakukan bersama-sama pihak asing dengan mana Hak Cipta tersebut sudah dimiliki oleh asing dan diakui secara internasional, dari hal tersebut maka perlu dikaji bagaimanakah hukum memberikan perlindungan kepada pihak asing yang sudah memiliki karya ciptaan yang sudah diakui secara internasional yang kemudian didaftarkan secara bersama-sama dengan Badan Hukum Indonesia Sebagai contoh atas kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE sengketa Hak Cipta timbul karena kedua belah pihak yang bersengketa antara PT SINDE sebagai tergugat dengan WEN KEN DRUG sebagai penggugat saling mengakui sebagai Pencipta atas suatu ciptaan berupa lukisan Badak yang melekat pada merek Cap Kaki Tiga. Hak Cipta menurut Undang Undang Hak Cipta nomor 19 tahun 2002 yaitu Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan di lahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
36
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pendaftaran Hak Cipta Bersama-sama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia Dengan Pihak Asing. Secara umum, pendaftaran merupakan salah satu syarat kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh seseorang. beberapa cabang HKI yang mewajibkan seseorang untuk melakukakn pendaftaran adalah Merek, Paten, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit terpadu dan Perlindungan Varietas Tanaman. Prinsip ini mendasari semua Undang-Undang HKI diseluruh dunia dan membawa konsekuensi bahwa pemilik kekayaan intelektual yang tidak melakukan pendaftaran tidak dapat menuntut seseorang yang dianggap telah menggunakan kekayaan secara melawan hukum. Beberapa pengecualian diberikan oleh hukum nasional Negara tertentu yang dapat melakukan tuntutan terhadap pelanggaran hukum terkait kekayaan intelektual. Contohnya adalah Negara-negara Common Law dapat menggunakan Passing off terhadap kasus pelanggaran merek yang tidak terdaftar (Tomi Sutyo Utomo, 2010: 13). Selain aturan umum ini, dua cabang HKI lainnya, yaitu Hak Cipta dan Rahasia Dagang tidak wajib didaftarkan untuk dapat perlindungan hukum karena sifatnya yang berbeda dengan cabang-cabang HKI yang lain. Perlindungan Hak cipta lahir pada saat ide telah diwujudkan dalam bentuk nyata. oleh karena itu hak cipta tidak perlu didaftarkan. walupun beberapa Negara mencantumkan tentang pendaftaran Hak Cipta, tujuan pendaftaran tersebut adalah sebagai bukti dipengadilan jika terjadi sengketa terhadap hak cipta yang dimiliki seseorang. secara umum dikenal dua sistem pendaftaran HKI, yaitu (Tomi Sutyo Utomo, 2010: 14) : 1. First to file System Sistem pendaftaran ini didasarkan pada pendaftaran pertama. artinya jika dua orang mendaftarkan kekayaan intelektual pada hari yang sama dengan objek yang sama, pihak yang mendaftarkan terlebih dahulu yang diprioritaskan.
37
2. First to use system Sistem ini didasarkan pada pengguna pertama. artinya pemilik kekayaan intelektual yang akan didaftar adalah orang pertama yang menggunakan kekayaan intelektual tersebut Hukum mengakui Hak Cipta lahir secara otomatis sejak Ciptaan selesai diwujudkan. Artinya setelah diwujudkan dalam material form sesuai dengan keinginan pencipta dan sesuai dengan kekhasan Ciptaan. Dalam Konvensi Bern hal ini bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di antara negara-negara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus dipenuhi oleh Undang-Undang hak cipta dari masing-masing negara.jadi, penulis menafsirkannya bahwa Konvensi Berne hanyalah sekedar "standar" internasional dan tidak "mengikat" hukum suatu negara Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. Artinya, misalnya, Undang-Undang hak cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Prancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan. Namun demikian, sekadar memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan banyak gunanya apabila Undang-Undang hak cipta di negara-negara anggotanya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, karena hal itu dapat membuat seluruh perjanjian itu sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang pengarang di sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di sebuah negara yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada. Karena itu, Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di antara negaranegara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus dipenuhi oleh Undang-Undang hak cipta dari masing-masing negara.
38
Hak Cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit. Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecuali berupa fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama 50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun
masing-masing
negara
anggotanya
bebas
untuk
memberikan
perlindungan untuk jangka waktu yang lebih lama, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan Petunjuk untuk mengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan hak cipta tahun 1993. Untuk fotografi, Konvensi Bern menetapkan batas mininum perlindungan selama 25 tahun sejak tahun foto itu dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50 tahun setelah pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannya apabila film itu tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejak pembuatannya. Meskipun Konvensi Bern menyatakan bahwa Undang-Undang hak cipta dari negara yang melindungi suatu karya tertentu akan diberlakukan, ayat 7.8 menyatakan bahwa "kecuali Undang-Undang dari negara itu menyatakan hal yang berbeda, maka masa perlindungan itu tidak akan melampaui masa yang ditetapkan di negara asal dari karya itu", artinya si pengarang biasanya tidak berhak mendapatkan perlindungan yang lebih lama di luar negeri daripada di negeri asalnya (Abdulkadir Muhammad 2001: 36). Pasal 2 (2) konvrensi Bern menyatakan “it Shall however be a metter for legislation in The countries of the Union to prescribe that works in general or any specific categories of works Shall not be protected unless they have been fixed in some material form”. Ini berarti akhir penyelesaian Ciptaan menjadi titik tolak lahirnya Hak. Hak Cipta tidak mengharuskan Ciptaan didaftarkan. Hak Cipta tidak mensyaratkan pendaftaran ataupun persyaratan formal lainnya, hal ini tersirat dalam ketentuan Konvrensi Bern article 5 (2) menyatakan “The enjoym,ent and the exercise of these rights shall not be subject to any formality, such enjoyment and such exercise shall be indepent of the existence of protection in the country of origin of the work”. Mekanisme pendaftaran Hak Cipta dilakukan
semata-mata
untuk
memberikan
pelayanan
administratif.
39
Pendaftaran tersebut sama sekali tidak mengesahkan isi, arti maupun jaminan legalitas hubungan kepemilikan Ciptaan dengan penciptanya. Pendaftran Ciptaan hanya digunakan sebagai bukti awal kepemilikan Hak. Dalam hal ini kovrensi Bern juga tidak mewajibkan didaftarkan suatu Ciptaan, Article 3 Konvrensi Bern tentang Criteria of Eligibity For Protection pada dasarnya lebih menekankan pada published work. Dalam paragraph 1 menyatakan bahwa: The protection of this convention shall apply to : 1. Author who are nationals of one of the countries of the union, for their works, wheter published or not; 2. Author who are not nationals of one of the countries of the union, for their work first published in one of these countries or simultaneously in a country of the union”. Berbeda dengan paten yang niali ekonominya ditentukan oleh tingkat efisiensi dan manfaat atau utility invensi, nilai karya Cipta ditentukan oleh keindahan penampilan, keunikan wujud, atau kelangkaan, serta rasa estetika dan nuansa seni yang dapat dinikmati masyarakat (Henry Soelistyo, 2011: 14). Promosi dengan cara cara sensasi dan kritik dapat menjadi pendongkrak nilai ekonomi Ciptaan. Factor-faktor itu berperan membangun minat dan perhatian masyarakat yang pada gilirannya akan membentuk segmen pasar yang kuat dan luas. Seluruh factor tersebut pada dasarnya menyita waktu, tenaga dan biaya dalam menciptakan karyanya. Intinya perlindungan harus diberikan untuk memungkinkan segala biaya dan jerih payah pencipta terbayar kembali. Perlindungan Hak Cipta bukan semata-mata diarahkan untuk melindungi kreativitas pencipta, tetapi kepada kepentingan ekonomi yang terkait dengan Ciptaan. Perlindungan Hak Cipta diperlukan untuk mendorong apresiasi dan membangun sikap masyarakat utnuk menghargai Hak seseorang atas Ciptaan yang dihasilkannya. Dapat disimpulkan bahwa perlindungan Hak Cipta diarahkan untuk memungkinkan panggunaan Ciptaan berlangsung secara tertib dan member manfaat ekonomi pada pencipta.
40
Didalam Negara-negara common law obyek untuk menjadi titik tolak perlindungan Hak Cipta adalah Ciptaan atau karya Cipta. Sejak awal kesadaran untuk mengatur perlindungan Hak Cipta dilatarbelakangi oleh rasionalitas ekonomi yaitu kebutuhan untuk memberikan hak insentif bagi penerbit yang telah mengorbankan waktu , tenaga dan biaya serta mengambil resiko kerugian dalam memasarkan produk cetakannya. Dengan latar belakang pemikiran tersebut maka Undang-Undang Hak Cipta lebih tepat dikatakan sebagai instrument ekonomi daripada instrument hukum (Henry Soelistyo 2011 : 23). Manfaat hak cipta dalam dunia usaha adalah dalam rangka perlindungan dan kejelasan hukum. Bagi para konsumen tentu ini merupakan sebuah kepastian hukum dari suatu produk yang akan digunakan, apalagi produk tersebut merupakan produk baru atau mungkin produk yang mahal. Sedangkan bagi para produsen adalah sebagai sebuah kepastian dalam iklim berusaha. Sekarang teramat banyak produk yang dipalsukan atau yang digandakan secara illegal. Atau mungkin menemukan sendiri, tetapi apabila tidak memiliki hak cipta tentu akan dikalahkan oleh mereka yang sudah menemukan dan mendaftarkannya terlebih dahulu. Meskipun Undang-Undang Hak Cipta tidak mewajibkan suatu Ciptaan untuk didaftarakan, Undang mengatur secara khusus ketentuan mengenai pendaftaran Ciptaan.Untuk membahas mengenai pendaftaran Hak Cipta secara bersama-sama antara WNI atau badan hukum Indonesia dengan pihak asing, maka Penulis melakukan penelusuran hukum yang terkait dengan hak cipta dengan ruamg lingkup yurisdiksi Indonesia, antara lain : 1.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
2.
Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-Hc.03.01 Tahun 1987 Tentang Pendaftaran Ciptaan.
a. Pendaftaran Hak Cipta secara bersama-sama antara WNI atau badan hukum Indonesia dengan pihak asing ditelusuri dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Sebelum membahas tentang pendaftaran bersama-sama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia dengan pihak asing maka penulis
41
merasa perlu mengkaji terlebih dahulu definisi Pencipta dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Hak Cipta yang bunyinya : “Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi” Pendaftaran bersama didasarkan pada Pencipta yang terdiri dari beberapa orang yang mendaftarkan ciptaannya secara bersama-sama, dalam hal Pencipta lebih dari satu orang maka Penulis mengkaji Pencipta lebih dari satu yang didefinisikan oleh Undang-undang Hak Cipta yang terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 7. Pasal 6 menyebutkan bahwa : “jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang yang menhimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian ciptaannya”. Pasal 7 yang berbunyi: “Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh prang lain dibawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang. Penciptanya adalah orang yang merancang”. Pencipta yang berjumlah lebih dari satu orang diperbolehkan oleh Undang-undang Hak Cipta Indonesia. Hal ini juga dapat dipahamikarena sebuah ciptaan dapat dihasilkan melalui kerja Tim. Dalam Literatur asing hubungan seperti itu disebut works created by several author yang mencakup joint works, collective works dan derrivative works (Tomi Suryo Utomo, 2010: 78) Pasal 6 dan Pasal 7 merupakan ketentuan yang paling mirip dengan joint works yang merupakan kerjasam antara beberapa pencipta untuk mengerjakan ciptaan yang akan dikombinasikan menjadi sebuah ciptaan yang baru. Terkait hal tersebut dalam Pasal 6 dan Pasal 7 sedikit berbeda
42
dalam hal pencipta adalah orang yang memimpin ayau yang mengawasi pekerjaan tersebut atau orang yang menghimpun ciptaan tersebut. Hubungan anatar pihak yang terlibat dalam pembuatan ciptaan juga diperhatikan dalam Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dengan membagi hubungan tersebut menjadi tiga yaitu berdasarkan hubugan dinas, pesanan dalam hubungan dinas dan hubungan kerja. Hal ini diatur dalam Pasal 8 yang berbunyi: 1) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas. 2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas. 3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.” Pasal selanjutnya mengenai ciptaan yang dimiliki oleh badan hukum diatur dalam Pasal 9 yang menyatakan bahwa: “ jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal daripadanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai penciptanya,badan hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya, kecuali terbukti sebaliknya”. Suatu badan hukum menurut hukum positif indonesia dapat berbentuk PT, Koperasi atau yayasan. Mengingat ciptaan dapat terjadi dimamnapun termasuk didalam perusahaan berbadan hukum, perlu ada ketentuan yang mengatur tentang kepemilikan hak cipta. Pasal 9 mengatur hal tersebut dengan memberikan fokus perlindungan terhadap badan hukum. Hal ini mengingat perjanjian kerja sering memuat ketentuan
43
bahwa apapun yang dihasilkan oleh pegawai selama bekerja disebuah perusahaan akan menjadi milik perusahaan kecuali diperjanjikan lain. Dalam praktiknya pencipta atau pemegang Hak Cipta memiliki beberapa pilihan dalam mengeksploitasi ciptaannya. Diantaranya dengan member izin atau lisensi pada pihak lain untuk memanfaatkan seluruh atau sebagian dari ciptaannya. Lisensi dalam hal ini harus dituangkan dalam kontrak yang jelas dan tegas. Missal berupa exclusive license atau nonexclusive license. Kedua format kontrak tersebut mempunyai makna keterikatan yang berbeda, terutama mengenai hak dan kewajibannya yang terkait dengan pihak keTiga. Dalam exclusive lisence pihak penerima lisensi menjadi pemegang tunggal eksploitasi. Artinya pemberi lisensi tidak dimungkinkan member lisensi lagi pada pihak ketiga lainnya. Akan tetapi jika non-exclusive lisence masih tetap memungkinkan pemberian izin eksploitasi kepada pihak keTiga. Lisensi yang bersifat non-exclusive lisence juga dapat diberikan secara terbatas hanya untuk mengeksploitasi hak-hak tertentu saja. Prinsip dasar Undang-Undang Hak Cipta mengakui bahwa pencipta suatu karya cipta adalah pemilik pertama Hak Ciptanya. Hal ini bersifat normative sepanjang orang yang menciptakannya tidak terikat hubungan kerja dengan pihak lain berdasarkan perjanjian yang memang menugaskannya untuk membuat ciptaan itu. Atau kalaupun pencipta itu memiliki ikatan kerja atau memiliki ikatan dinas, hasil ciptaan itu dibuat tidak dalam kerangka pelaksanaan pekerjaannya. Pendaftaran Hak cipta didaftarkan pada daftar umum ciptaan melalui Dirtjen HKI. Beberapa hal yang berkaitan dengan pendaftaran adalah sebagai berikut: 1) Direktorat Jenderal Hak kekayaan Intelektual menyelenggarakan pendaftaran hak cipta; 2) Daftar umum ciptaan dapat dilihat setiap orang tanpa biaya; 3) Pendaftaran ini tidak merupakan kewajiban untuk dapat hak cipta;
44
4) Pendaftaran bukan berarti pengesahan isi, arti maksud, atau bentuk ciptaan; 5) Pendaftaran diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal; 6) Pendaftaran diperlukan
bila terjadi sengketa dan
memerlukan
pembuktian dapat membuktikan kepemilikan dimuka pengadilan. Adapun pun cara pendaftaran: 1) Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau oleh pemegang hak cipta.; 2) Permohonan pendaftaran ciptaan diajukan kepada Mentri Kehakiman dengan surat rangkap dua yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai: Biaya pendaftaran yang ditetapkan oleh Mentri Kehakiman Pengaturan tentang pendaftaran bersama diatur dalam Pasal 38 yang menyatakan bahwa : “Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.” Pengaturan mengenai pengakuan pendaftaran bersama diatur lebih lanjut dalam Pasal 40 yang berbunyi : (1) Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38. (2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal. Pasal tersebut diatas ini menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan mencatatnya dalam daftar umum ciptaan. Daftar umum ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan
45
tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari ciptaan yang didaftar. Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap dua yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh ciptaan atau penggantinya. Dari Pasal-Pasal yang disebutkan diatas, maka dapat diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta tidak mengatur pendaftaran hak cipta antara WNI atau Badan Hukum Indonesia bersama-sama dengan pihak asing, melainkan hanya mengatur pendaftaran hak cipta secara umum memlaui permohonan hak cipta dan didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pasal
38
Undang-Undang
Hak
Cipta
memang
mengatur
mengenanai pendaftaran hak cipta bersama-sama dengan mana dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut. Contoh ciptaan atau penggantinya Permohonan pendaftaraan ciptaan yang dilakukan atas nama lebih dari seorang dan atau satu badan hukum, diperkenankan jika orang atau badan itu bersama-sama berhak atau menyatakan persetujuan secaratertulis bahwa mereka akan bersama-sama berhak atas ciptaan tersebut dan kepada Departemen Kehakiman yang melakukan pendaftaran diserahkan suatu turunan resmi dari akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hal tersebut. Pasal 38 tersebut hanya menyebutkan menjelaskan bahwa terhadap hak cipta dapat dilakukan secara bersama-sama, namun tidak sampai kepada pendaftaran hak cipta yang dilakukan bersama-sama dengan pihak asing. Tidak diaturnya pengaturan tentang Pendaftaran Bersama pihak asing dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 bukan berarti meniadakan adanya pendaftaran bersama hak cipta dengan pihak asing, hal ini terlihat dalam Pasal 76 yang menyatakan bahwa : Undang-undang ini berlaku terhadap:
46
(1) Semua Ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia (2) Semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia (3) Semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan : i.
Negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan hak cipta dengan negara Republik Indonesia
ii.
Negaranya dan negara Indonesia merupakan peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan hak cipta
Berdasarkan Pasal 76 diatas berarti Pihak asing didalam Pendaftaran bersama mempunyai kekuatan hukum yang sama, kedudukan dan status hukum yang sama dengan WNI atau Badan Hukum Indonesia, hanya tidak memperoleh pengaturan dan perlakuan secara khusus. b. Pendaftaran hak cipta secara bersama-sama antara WNI atau Badan Hukum Indonesia dengan Pihak Asing dalam Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-Hc.03.01 Tahun 1987 Tentang Pendaftaran Ciptaan Mengenai permohonan pendaftaran bersama Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-Hc.03.01 Tahun 1987 dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Menyebutkan bahwa : Pasal 1 (1) Permohonanan
pendaftaran
ciptaan
diajukan
kepada
Menteri
Kehakiman melalui DirekturPatent dan Hak Cipta dengan surat rangkap dua, ditulis dalam bahasa Indonesia diatas kertas folio berganda. (2) Surat permohonan tersebut ayat (1) berisi : a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta; b. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta; c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;
47
d. Jenis dan judul ciptaan; e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; f. Uraian ciptaan rangkap Tiga. (3) Surat permohonan tersebut ayat (2) adalah sebagaimana terdapat dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. (4) Surat permohonan pendaftaran ciptaan hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan. (5) Surat permohonan tersebut ayat (1) ditandatangani oleh pemohon atau pemohon-pemohonatau oleh kuasanya yang khusus dikuasakan untuk mengajukan permohonan tersebut disertai contoh ciptaan atau penggantinya
dan
bukti
tertulis
yang
menerangkan
tentangkewarganegaraannya. (6) Lembar pertama dari surat, permoho nan tersebut ayat (1) dibubuhi meterai tempel Rp. 1.000.-(seribu rupiah). Pasal 2 (1) Nama dan alamat tersebut Pasal 1 ayat (2) harus ditulis dengan lengkap. (2) Apabila permohonan pendaftaran ciptaan diajukan atas nama lebih dari seorang atau suatubadan hukum, maka nama-nama pemohon harus ditulis semuanya, dengan menetapkan satualamat pemohon. (3) Apabila pemohon adalah suatu badan hukum, maka pada surat permohonannya harus dilampirkan turunan resmi akta pendirian badan hukum tersebut. Pengumuman pendaftaran ciptaan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia berisi : a. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pencipta; b. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta; c. Jenis dan judul ciptaan; d. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; e. Uraian ciptaan; f. Nomor Pendaftaran; g. Tanggal Pendaftaran;
48
h. Pemindahan hak perubahan nama, Perubahan f. alamat, penghapusan dan pembatalan; i. Lain-lain yang dianggap perlu. Dari Pasal-Pasal yang disebutkan diatas, maka dapat diketahui bahwa dalam Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-Hc.03.01 Tahun 1987 Tentang Pendaftaran Ciptaan juga tidak mengatur pendaftaran hak cipta secara khusus antara WNI atau Badan Hukum Indonesia bersama-sama dengan pihak asing, melainkan hanya mengatur tata cara pendaftaran hak cipta melalui suatu permohonan, isi permohonan dan lain-lain sama halnya dengan Undang-undang Hak Cipta yang juga mengatur pendaftaran hak cipta secara bersama-sama atau lebih dari satu orang atau satu badan hukum, namun tidak menjelaskan mengenai keterlibatan pihak asing dalam pendaftaran secara bersama-sama secara khusus. Apabila dilihat dari kedua peraturan perundangan-undangan tersebut, masalah penentuan mengenai siapa yang dimaksud sebagai pencipta lebih dirujuk pada pedoman yang tertulis secara formal. Hal ini berarti, diluar itu perlu diberi rambu atau arahan pembuktiannya. Misal apabila terjadi sengketa mengenai kepemilikan Hak Cipta, maka yang pertama-tama digunakan dalam Daftar Umum Ciptaan atau yang namanya disebut dalam ciptaan. Yang juga menjadi rujukan adalah orang yang namanya diumumkan sebagai pencipta. Apabila pengadilan memperoleh bukti sebaliknya, hal ini sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Hak Cipta sebagai berikut : 1) Orang yang namanya terdaftar dalam Daftra Umum Ciptaan pada Direktorat Jendral, atau; 2) Orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau Diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan. Dapat diketahui bahwa dalam pendaftaran Hak Cipta secara bersama-sama tidak mempermasalakan mengenai status kewarganegaaran para pihak yang melakukan pendaftaran secara bersama-sama. Dalam hal pendaftaran secara bersama-sama, yang menjadi fokus adalah terpenuhinya syarat formal dari pengisian surat permohonan pendaftaran hak cipta tersebut yaitu nama
49
pemohon harus ditulis semuanya dengan menetapkan satu alamat. Penyelesaian sengketa Hak Cipta diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang telah tersedia baik melalui Litigasi yang menjadi kompetensi Pengadilan Niaga maupun Non Litigasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sitem pendaftaran Hak Cipta di Indonesia yang bersifat stelsel deklaratif yang artinya pendaftaran itu bukanlah menerbitkan Hak, tetapi hanya memberikan dugaan atau sangkaan saja bahwa sipendaftar adalah pencipta sistem deklaratif ini berakibat pula bahwa pendaftaran tidak mutlak diharuskan karena tanpa pendaftaran, Hak Cipta juga tetap dilindungi (OK Saidin. 2004: 89- 90). Apabila terjadi sengketa antara WNI atau Badan Hukum Indonesia dengan pihak asing maka perjanjian internasional menjadi acuan dalam menyelesaikan sengketa hak cipta yaitu Konverensi Bern diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan notifikasikan ke WIPO pada tanggal 5 juni 1997. Sebuah undang-undang hak cipta yang berfungsi dengan baik hati-hati menyeimbangkan kepentingan masyarakat dan pemilik hak cipta. Untuk melakukan hal ini dengan cara yang baik adalah efisien dan adil, hukum hak cipta harus diinformasikan oleh prinsip-prinsip berikut (Pamela Samuelson and Members of The CPP ,2010:
Vol. 25: 6-8) : a
Hukum hak cipta harus mendorong dan mendukung penciptaan, diseminasi, dan menikmati karya-karya penulis dalam rangka untuk mempromosikan pertumbuhan dan pertukaran pengetahuan dan budaya. 1). Sebuah hak cipta "ekosistem" harus memelihara beragam karya. Ini harus mendorong pencipta untuk membuat dan menyebarkan karya-karya baru dari pembaca penulis dan dukungan, pendengar, pemirsa, dan pengguna lain dalam mengalami karya-karya. 2). Untuk mencapai tujuan yang paling efektif, hukum hak cipta harus mewujudkan aturan yang jelas dan masuk akal, namun cukup fleksibel untuk diterapkan dalam lingkungan yang berbeda.
b
Hukum hak cipta harus mempromosikan penciptaan dan penyebaran karya-karya baru dalam tiga cara yang berbeda dan saling melengkapi: dengan mendorong penyediaan modal dan organisasi yang dibutuhkan untuk penciptaan dan penyebaran
50
karya-karya kreatif; oleh pencipta peluang yang menjanjikan untuk menyampaikan karya mereka ke khalayak yang diinginkan, dan dengan membatasi kontrol atas penggunaan karya kreatif, yang sesuai, untuk membantu pendidikan, partisipasi budaya, penciptaan karya baru, dan pengembangan bentuk-bentuk baru dari output kreatif. c
Hukum hak cipta harus memfasilitasi penyediaan modal dan organisasi untuk pekerjaan kreatif dengan menyediakan seperangkat hak atas pihak yang dipercaya bisa bertransaksi. 1). Untuk melanjutkan tujuan ini, hukum hak cipta harus mengartikulasikan aturan yang jelas dan masuk akal untuk mengidentifikasi karya-karya dan bagian-bagian karya yang dilindungi dapat dilindungi oleh hukum hak cipta, dimana kepemilikan hak cipta awalnya rompi, dan yang hak pemilik hak cipta menikmati. 2). Hukum hak cipta harus mendukung pemilik dalam pelaksanaan hak-hak mereka dengan mengartikulasikan aturan yang jelas dan masuk akal tentang apa yang merupakan pelanggaran atas hak-hak tersebut dan dengan memberikan solusi yang jelas dan sesuai untuk pelanggaran.
d
Hukum hak cipta harus memberikan pencipta kesempatan untuk menyampaikan karya mereka ke khalayak dimaksudkan oleh vesting hak eksklusif, sebagai masalah awal, dalam karya penulis dan penulis mendorong untuk mengeksplorasi cara berbeda untuk mencapai audiens untuk bekerja.
1). Untuk melanjutkan tujuan ini, hukum hak cipta harus mengaktifkan lisensi atau pengalihan sebagian atau seluruh hak cipta eksklusif untuk perantara. 2). Hukum hak cipta juga harus mendukung pemilik yang memilih untuk menjangkau audiens secara langsung, baik menggunakan konvensional atau "terbuka" model lisensi. e
Hukum hak cipta harus membatasi kontrol atas penggunaan karya kreatif dengan menetapkan batas-batas tentang hak-hak pemilik hak cipta dan obat untuk pelanggaran. 1). Untuk melanjutkan tujuan ini, hukum hak cipta harus mengartikulasikan aturan yang jelas dan masuk akal tentang keterbatasan daya pemilik hak cipta 'atas penggunaan karya kreatif yang sesuai dengan tujuan dari sistem hak cipta, dan yang mempertimbangkan kebutuhan yang wajar dan kepentingan pengguna karya cipta , termasuk tindak lanjut atas pencipta
51
2). Hukum hak cipta harus melindungi ekspresi asli, tetapi seharusnya tidak melindungi ide, sistem, proses, atau fakta, terlepas dari apakah mereka asli. f
Hukum hak cipta harus mendukung peluang untuk inovasi dan kompetisi dalam teknologi untuk menyebarkan dan mengalami karya kreatif, tetapi juga harus
mendukung
kepentingan
pemegang hak
yang
wajar
'dalam
perlindungan efektif hak-hak mereka dalam menghadapi perubahan teknologi. 1). Hukum hak cipta harus mengakui bahwa teknologi baru dapat menciptakan peluang baru untuk melanggar hak cipta serta peluang baru untuk bertransaksi atas hak cipta dan peluang baru untuk mendistribusikan dan menggunakan karya cipta. Beberapa, tetapi tidak semua, peluang ini harus tunduk pada pengawasan pemilik hak cipta 2). Memutuskan apakah suatu jenis penggunaan harus dalam lingkup hak eksklusif hak cipta memerlukan menyeimbangkan kepentingan-kadang bersaing pencipta, distributor, konsumen, dan masyarakat. g
Hukum hak cipta harus mengakui bahwa sistem di mana aktivitas kreatif terjadi dan di mana karya kreatif yang beredar semakin global.
B. Perlindungan hukum terhadap hak cipta milik pihak asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai dalam praktek peradilan (studi kasus sengketa antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE) Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap hak cipta milik asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai dalam praktek peradilan, maka penulis mengkaji sengketa antara PT Sinde selaku Bdan hukum Indonesia dengan Wen Ken Drug Singapore dalam putusan Mahkamah Agung pada tingkat Peninjauan Kembali yang putusannya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Adapun duduk permasalahnnya yaitu Wen Ken Drug Co, Pte Ltd selaku pemegang lisensi Cap Kaki Tiga asal Singapura melayangkan empat gugatan pembatalan merek dan hak cipta terkait lukisan badak yang biasa dipasang di produk-produknya. Tiga di
52
antaranya adalah gugatan pembatalan hak cipta, sementara satu sisanya pembatalan merek. Objek yang dipersengketakan sebenarnya sama, yaitu lukisan badak. Namun, tergugat yaitu Tjioe Budi Yuwono mendaftarkan lukisan badak yang dianggap menyerupai lukisan Badak Wen Ken dalam empat pendaftaran berbeda. Untuk hak cipta saja, Budi Yuwono mendaftarkan tiga hak cipta. Dua diantaranya didaftarkan atas namanya, dan sementara satu didaftarkan atas nama PT Sinde Budi Sentosa. Pengumuman terhadap lukisan Badak yang dilakukan oleh Wen Ken sudah ada sejak tahun 1937. Pihak Wen Ken memang tidak mendaftarkan hak cipta miliknya. Namun, berdasarkan ketentuan, hak cipta tidak wajib didaftarkan. Perlindungan terhadap hak cipta timbul semenjak hak cipta itu lahir. Karena itu, majelis hakim memerintahkan Direktorat Hak atas Kekayaan Intelektual untuk membatalkan pendaftaran lukisan badak, baik sebagai merek maupun hak cipta yang dilakukan oleh Budi Yuwono dan PT Sinde Budi Santosa. Ketidakharmonisan antara Wen Ken dengan PT Sinde sudah berlangsung sejak tahun 2000. Hubungan bisnis antara keduanya sebenarnya sudah terjalin sejak 1978. Wen Ken bekerja sama dengan PT Sinde Budi untuk memproduksi, menjual, memasarkan Benih perselisihan mulai timbul pada tahun 2000. Wen Ken meradang lantaran Sinde Budi tidak membayar royalti. PT Sinde Budi juga dituding tidak menyampaikan laporan produksi dan penjualan produk secara periodik, serta menghilangkan logo Kaki Tiga dari kemasan produk. Kedua belah pihak akhirnya saling gugat di pengadilan. Mulanya, Wen Ken menggugat Sinde Budi untuk menghentikan produksi dan penjualan produk Cap Kaki Tiga. Alasannya, penggunaan Cap Kaki Tiga tidak sah sebab tidak ada perjanjian lisensi tertulis sehingga hubungan hukum kedua perusahaan juga tidak sah. Namun, gugatan itu kandas. (http://www.hukumonline.com/. Diakses pada tanggal 22 Juli 2012)
53
Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak cipya milik pihak asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai pada praktek peradilan (litigasi) maka Penulis merujuk pada sengketa antara PT SINDE (INDONESIA) dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE dengan uraian sebagai berikut : 1. Kasus posisi WEN KEN DRUG SINGAPORE merupakan suatu perusahaan yang didirikan di singapore, salah satu hasil riset dan pengembangan perusahaan tersebut selama bertahun-tahun adalah jenis produk minuman larutan penyegar. Sejak tahun 1937 WEN KEN DRUG telah menggunakan merek Cap Kaki Tiga dengan disertai lukisan Badak dalam penjualan kemasan produk tersebut. Pada tahun 1980 untuk memasuki wilayah Indonesia WEN KEN DRUG telah mengadakan kerjasama dengan PT SINDE dengan memberikan hak untuk memproduksi, menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk minuman larutan penyegar dengan merek dagang logo Cap Kaki Tiga. Bahwasanya PT SINDE telah mendaftarkan logo Cap Kaki Tiga pada kantor Hak Cipta sebagai milik bersama antara PT SINDE dengan WEN KEN DRUG SINGAPORE tanpa adanya persetujuan maupun sepengetahuan pihak WEN KEN DRUG SINGAPORE. Dalam pendaftaran Hak Cipta tersebut pihak WEN KEN DRUG SINGAPORE berpendapat adanya itikad tidak baik dengan maksud untuk turut menguasai logo Cap Kaki Tiga 2. Gugatan. Para Pihak : a) WEN KEN DRUG CO PTE LTD, suatu perseroan yang didirikan menururt hukum Negara Singapura, berkedudukan di Alexandera Road #02-08 delta house building, singapura dalam hal ini memberi kuasa kepada Dr amir syamsuddin SH.MH dkk para advokat, sebagai PENGGUGAT MELAWAN
54
b) PT SINDE BUDI SENTOSA, berkedudukan di Kp. Gede Setiamekar Tambun, sebagai TERGUGAT I c) BUDI YUWONO, berkedudukan di jalan waspada no. 2 Jakarta Barat sebagai TERGUGAT II Dengan pokok isi gugatan adalah sebagai berikut : 1. Lukisan Badak adalah Hak Cipta Penggugat a. Bahwa Penggugat adalah suatu perusahaan yang didirikan di Singapura; b. Bahwa salah satu hasil riset dan pengembangan Penggugat adalah jenis produk minuman larutan penyegar; c. Bahwa larutan penyegar produksi Penggugat tersebut dijual dalam kemasan yang mempergunakan Merel Cap Kaki Tiga disertai lukisan Badak; d. Bahwa penggunaan Lukisan badak dalam Merek Cap Kaki Tiga tersebut telah dilakukan oleh Penggugat sejak tahun 1937; e. Bahwa dengan demikian Penggugat adalah yang pertama kali mengumumkan (to make public) lukisan badak tersebut yang digunakan dalam perdagangan laurtan penyegar yang melekat pada merek Cap Kaki Tiga; f. Bahwa lukisan badak Penggugat secar terus menerus dipergunakan oleh Penggugat, sebagaimana ternyata dalam berbagai pengumuman dalam bentuk iklan surat kabar yaitu antara lain pada harian : 1) Sing Chew Jit Poh, 31 januari 1959; 2) Sing Chew Jit Poh, 28 oktober 1960; 3) Sing Chew Jit Poh, 19 Maret 1986; 4) Berita Harian, 8 ogos 1998; 5) Berita minggu, 20 desember 1998; 6) Utusan Malaysia 24 desember 1998. g. Bahwa pada dasarnya perlindungan terhadap Ciptaan hanya diberikan kepada pihak yang pertama kali mengumumkan Ciptaannya kepada masyarakat, dan dengan demikian berarti lukisan badak yang pertama
55
kali dipublikasikan oleh Penggugat membawa akibat hukum (secara otomatis) Penggugat merupakan Pencipta sekaligus Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan berupa seni lukisan Badak yang melekat pada merek Cap Kaki Tiga, 2.
Para Tergugat Mendaftarkan Hak Cipta atas logo Cap Kaki Tiga dengan itikad tidak baik : a. Bahwa pada tahun 1980 untuk memasuki wilayah Indonesia Penggugat mengadakan kerjasama dengan Tergugat I untuk memproduksi, menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk minuman larutan penyegar degan merek logo Cap Kaki Tiga; b. Bahwa ternyata justru Tergugat II dengan itikad tidak baik yaitu tanpa izin, persetujuan maupun sepengetahuan Penggugat, telah mendaftarkan logo Cap Kaki Tiga pada kantor Hak Cipta sebagai milik bersama antara Penggugat, Tergugat I dan Tergugat II; c. Bahwa pada dasarnya perlindungan terhadap Ciptaan hanya diberikan kepada piHak yang pertama kali mengumumkan Ciptaanya kepada masyarakat, baik yang diumumkan dalam bentuk penjualan dan peredaran Ciptaan atau barang yang didalamnyamengandung Ciptaan maupun dalam bentuk pengumuman melalui media massa san atau bentuk-bentuk pengumuman lainnya kepada masyarakat luas sehingga Ciptaan tersebut dapat dilihat, dibaca atau di dengar; d. Bahwa Penggugat selaku satu-satunya Pencipta pemegang Hak Cipta berupa logo Cap Kaki Tiga berdasarkan Pasal 42 UUHC diberikan Hak untuk mengajukan gugatan pembatalan Hak Cipta; e. Bahwa dengan adanya dalil-dalil hukum tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendaftaran logo Cap Kaki Tiga oleh Tergugat II telah dilakukan tanpa Hak dan bertentangan dengan UUHC dan karenanya pendaftaran Ciptaan atas seni lukis badak yang didaftarkan Tergugat 2 atas nama Penggugat, Tergugat I dan Tergugat II dengan nomor pendaftaran 015649 haruslah diperbaiki dengan menyatakan batal pendaftaran atas nama Tergugat I dan Tergugat II dan
56
mencoret nama Tergugat I dan Tergugat II dari pendaftaran Hak Cipta No. 015649 pada daftrar umum Ciptaan Berdasarkan
atas
uraian-uraian
sebagaimana tersebut diatas
maka
Penggugat meminta kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan putusan sebagai berikut : a) Menerima dan mengabulkan gugatan Pengugat untuk seluruhnya b) Menyatakan Penggugat sebagai satu-satunya PenCipta dan atau Pemegang Hak Cipta atas Logo Cap Kaki Tiga c) Menyatakan
Tergugat
telah
melakukan
itikad
tidak
baik
dalam
mendaftarkan Hak Cipta logo Cap Kaki Tiga d) Membatalkan atau setidak-tidaknya menayatakn batal pendaftaran atas nama Tergugat dalam Daftar Hak Cipta dengan nomor 015649 e) Mencoret nama Tergugat dari Pendaftaran Hak Cipta Nomor 015649 pada Daftar Umum Ciptaan f) Menghukum Tergugat Untuk membayar biaya perkara 3. Jawaban Jawaban atas gugatan pada pokoknya : a) Gugatan Penggugat tidak jelas atau kabur (obscuur Libel): (1) Bahwa Penggugat mengakui telah menggunakan lukisan badak dan merek Cap Kaki Tiga tanpa didukung bukti maupun penjelasan yang akurat, yaitu lukisan badak yang bagaimana/ seperti apa dan siapa penciptanya. Karena dalam hal ini Hak Cipta yang terdaftar dengan nomor 015649 bukan berupa lukisan Badak maupun Cap Kaki Tiga semata, melainkan Seni Lukis Etiket” yaitu berupa gambar sebuah etiket dengan paduan warna merah, kuning, putih dan biru, terdiri atas kaligrafi arab. Tulisan Larutan Penyegar, gambar botol, gambar Kaki Tiga dalam lingakaran, tulisan slogan, dan seni lukis/ tulisan lainnya dengan posisi dan komposisi tertentu, sebagai satu kesatuan yang utuh sehingga tidak dapat dipenggal-penggal menjadi bagian-demi bagian (2) Bahwa mulai dari perihal gugatan maupun pada petitum gugatannya, Penggugat sama sekali tidak menyebutkan dengan jelas dan rinci
57
mengenai objek yang digugat. Penggugat hanya menggugat pembatalan Hak Cipta No. Pendaftaran 015649, tanpa menjelaskan jenis Ciptaan, judul Ciptaan, terdaftar dimana (pada instansi/lembaga/assosiasi apa) (3) Bahwa terlebih lagi petitum gugatan Penggugat antara yang satu dengan lainnya saling bertentangan. Hal ini terlihat diaman pada Petitum no. 4. Penggugat menggugat untuk dibatalkannya Pendaftaran Hak Cipta Nomor 015649, sebaliknya pada petitum nomor 5 Penggugat menggugat agar nama Tergugat 1 dan Tergugat 2 dihapus/ dicoret dari pendaftaran Hak Cipta tersebut. Hal ini menjadikan gugatan Penggugat, menggugat pembatalan Pendaftaran Hak Cipta atau menuntut Perbaikan Sertifikat Pendaftaran: Sebab jika Hak Cipta daftara Nomor 015649 tesebut dibatalkan maka akan menjadi batal Hak Cipta tersebut sebagai satu kesatuan secara menyeluruh, tanpa terkecuali, termasuk semua nama yang tercantum sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta Sedangkan jika Penggugat hanya ingin memperbaiki Sertifikat pendaftaran agar ada beberapa nama Pencipta dihilangkan, seharusnya permohonan tersebut diajukan ke Departemen Hukum dan HAM RI cq. Direktorat Jenderal HKI cq Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu (4) Bahwa disamping ketidakjelasan objek gugatan tersebut, yakni jenis ciptaan, judul ciptaan, terdaftar dimana (pada instansi/ lembaga/ asosiasi apa). Penggugat juga menggugat agar Pengadilan Niaga mencoret pihak mana yang berhak mencoretnya, karena dalam hal ini Pengadilan hanya memutuskan dan siapa yang menjadi Pelaksanaanya harus disebut dengan jelas. Sebab, sesuai denagn ketentuan Pasal 178 (3) HIR. Hakim dilarang mengabulkan melebihi dari apa yang dituntut (5) Bahwa berdasarkan uraian tersebut terbukti bahwa gugatan Penggugat kabur. Tidak jelas serta tidak ada keterkaitan antara petitum yang satu dengan yang lain, sehingga gugatan menjadi bias. Oleh sebab itu
58
Tergugat I mohon agar majelis Hakim menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima b) Penggugat tidak Mempunyai Kapsitas Untuk Mengajukan gugatan (1)
Bahwa Penggugat tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan guagatan pembatalan Hak Cipta yang telah terdaftar pada Departemen Hukum dan HAM dengan nomor pendaftaran 015649. Karena berdasarkan ketentuan Pasal 42 jo Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang dimaksud pihak lain adalah Pencipta atau Pemegang Hak cipta, sedangkan dalam hal ini Tergugat I , Tergugat II maupun Penggugat adalah sama-sama terdaftar sebagai Pencipta sekaligus pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang menjadi objek gugatan dalam perkara a quo sehingga baik Tergugat ataupun Penggugat mempunyai kedudukan dan hak yang sama atas Ciptaan tersebut yang mana salah satu pihak tidak dapat mengklaim sendiri, menyangkal, maupun membatalkan kepemilikan pihak lain.
(2)
Bahwa oleh karena penggugat bukan satu-satunya Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan Nomor 015649, maka jika Penggugat ingin membatalkan Hak Cipta tersebut harus mendapat izin atau persetujuan dari para Pencipta lainnya yang namanya juga terdaftar sebagai Pencipta sekaligus sebagai pemegang Hak Cipta
(3)
Bahwa karena Penggugat sama sekali tidakmendapat izin maupun persetujuan dari Pencipta atau pemegang Hak Cipta lainnya yang namanya terdaftar sebagai Pencipta dari Objek Ciptaan tersebut, maka Penggugat tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan gugatan ini. Oleh sebab itu demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum. Tergugat II mohon agar Majelis Hakim menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima Putusan Pengadilan negeri jakarta pusat Nomor 31/ Hak Cipta/
2010/ PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 21 juli 2010 adalah sebagai berikut : 1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya
59
2) Menyatakan Penggugat sebagai pencipta dan pemegang hak cipta atas logo Cap Kaki Tiga 3) Menyatakan Tergugat telah melakukan itikad tidak baik dalam mendaftarkan Hak Cipta logo Cap Kaki Tiga 4) Membatalkan pendaftaran atas nama Tergugat dalam Daftar Hak Cipta dengan nomor pendaftaran015649 5) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 641.000 a) Kasasi Alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dahulu Tergugat sebagai berikut : (1) Bahwa judex factie telah salah dalam pertimbangan hukum maupun penerapan hukum Hak cipta terlihat dimana hal yang substansial menegenai pendaftaran hak cipta sama sekali tidak dipertimbangkan azas atau prinsip dasar sebagaimana disebutkan di dalam penjelasan umum Undang-Undang no 19 tahun 2002 tentang hak cipta yaitu : Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada idea tau gagasan sebagai pencipta atau keahlian sebagai ciptaan atau keahlian yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat , dibaca atau didengar. (2) Bahwa dengan dipenuhinya azas orisinil dari ciptaan lukis dengan judul “SENI LUKIS ETIKET LARUTAN PENYEGAR CAP KAKI TIGA” maka diterimanya pendaftaran ciptaan milik pemohon kasasi berturutturut dengan tersebut adalah sudah tepat dan sesuai memenuhi persyaratan (3) Bahwa judex factie telah salah dalam menafsirkan azas orisinil/ keaslian dari suatu ciptaan yang jelas-jelas merupakan persyaratan mutlak dalam pendaftaran hak cipta, prinsip dasar dalam pendaftaran hak cipta adalah orisinil atau tidaknya suatu ciptaan yang diajukan pendaftarannya maka pemohon kasasi/ dahulu Tergugat telah dapat membuktikan ciptaannya benar-benar asli dan sudah sepatuutnya serta sewajarnya ciptaan pemohon kasasi tersebut mendapat perlindungan hukum di Indonesia
60
(4) Bahwa dengan demikian dalil termohon kasasi dahulu Penggugat yang mengaku sebagai pihak yang pertama kali mengumumkan (to make public) dan tidak dapat dianggap sebagai yang menciptakan. Dalam hal ini dan dalam banyak kasus dapat saja seseorang mengumkan atau bahkan ciptaan tersebut tidak didaftarkan oleh penciptanya. Dengan demikian termohon kasasi adalah tidak benar sebagai pencipta (5) Bahwa judex factie telah salah terlihat dari beberapa pertimbangan hukumnya pada putusan perkara no. 31/hak cipta/2010/ PN.Niaga.Jkt Pst. Dalam hal ini yang menjadi pertimbangan judex factie adalah : apakah benar
Penggugat/
termohon
kasasi
telah
menggunakan
atau
mengumumkan pertama kali “etiket Larurat penyegar Cap Kaki Tiga” sehingga Tergugat/ pemohon kasasi mendaftarkan “seni Lukis Badak” tersebut dengan itikad tidak baik Pertimbangan Mahkamah Agung : a) Bahwa termohon kasasi tidak mempunyai bukti sebagai pemegang hak cipta dari Negara singapura dan Negara lain sebagai pencipta Cap Kaki Tiga b) Termohon kasasi tidak dapat membuktikan sebagai pencipta logo Cap Kaki Tiga c) bahwa yang menjadi masalah dalam kasus a quo adalah logo Cap Kaki Tiga, lambang Cap Kaki Tiga sudah dikenal dan dimiliki inggris ratusan tahun yang lalu, dan merupakan domain internasional, karenanya termohon kasasi tidak memilikki kepentingan hak atas Cap Kaki Tiga d) Bahwa judex factie salah dalam menerapkan hukum, membatalkan pendaftaran hak cipta atas merek Cap Kaki Tiga. Baik Penggugat maupun Tergugat adalah sebagai pencipta dan pemegang hak cipta atas seni lukis etiket larutan penyegar Cap Kaki Tiga sehingga tidak ada alasan yang dapat dibenarkan bahwa Penggugat mengajukan gugatan terhadap Tergugat untuk pembatalan e) Bahwa Penggugat dalam perkara aquo tidak mengajukan data bukti formil sebagai pencipta dan pemegang hak cipta dari merek Kaki Tiga
61
selama dari pendaftaran yang dilakukan bersama dengan Tergugat telah menunjukkan bahwa Kaki Tiga sudah banyak digunakan dalam berbagai hal f) Bahwa pendaftaran hak cipta no 015649 dilakukan pada tanggal 1 maret 1996 dan telah diketahuioleh Penggugat karena Tergugat selalu mengurus produk yang pada Penggugat sehingga sudah lewat waktu karena telah berlalu selang 14 tahun g) Dengan alasan tersebut Penggugat tidak berkualitas untuk mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran yang dilakukan secara resmi secara hukum yang berlaku di Indonesia Adanya dissenting opinion oleh Prof. Dr . Mieke komar, SH. MCL dengan alasan-alasan sebagai berikut : a) Bahwa dari sudut pandang hak cipta telah terbukti bahwa termohon kasasi atau WEN KEN DRUG adalah pemilik hak cipta dengan karya lukis atas merek tersebut karena pertamakali yang mengumumkan (to make public). Hak merek tetap melekat pada hak cipta tersebut. Hukum Negara singapura yang berhak mennetukan berapa lama hak cipta dengan licensor melekat padanya, bukan berdasarkan hukum di Indonesia b) Bahwa apakah harus didaftarkan atau tidak hal cipta tersebut adalah bedasarkan hukum disingapura, tetapi mengakui bahwa asal produk dan hak cipta dan etiket adalah murni milik Tergugat yang konon dulu menjadi pihak lisensi dan sudah berakhir pada tanggal 4 februari 2008 adalah sangat berlebihan c) Hubungan licensor-licensee bukan jual beli melainkan hanya izin untuk memproduksi dan memasarkan. Sehingga Pengadilan niaga pada pengadilan negeri Jakarta pusat tidak salah menerapkan hukum. Amar putusan Mahkamah Agung dalam tingakat Kasasi sebagai berikut : 1) Menyatakan guagatan Penggugat tidak dapat diterima 2) Menghukum pengugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.000
62
3) Alasan peninjauan kembali yang diajukan oleh WEN KEN DRUG SINGAPORE Alasan-alasan peninjauan kembali pada pokoknya sebagai berikut : 1) Judex juris telah keliru menerapkan hukum acara dan telah melampaui wewenangnya di dalam melakukan pemeriksaan terhadap perkara ini di tingkat kasasi dengan pertimbangan bahwa judex facti telah salah dalam menerapkan
hukum
pembuktian
karena Penggugat
tidak dapat
membuktikan sama sekali dengan bukti formal sebagai pencipta logo Cap Kaki Tiga, Pencipta Logo Cap Kaki Tiga adalah Penggugat dan para Tergugat dalam lambang Cap Kaki Tiga sudah dimiliki inggris satu tahun yang lalu dan merupakan domain internasional dan seterusnya;Menurut pemohon PK dalam perkara ini judex juris telah salah dan keliru merupakan hukum acara dan melampaui wewenangnya, dengan alasanalasan hukum sebagai berikut : a) Bahwa Pasal 30 Undang-Undang no 14 tahun 1985 jo Undangunadang No 3 Tahun 2009. Pada pokoknya menyatakan mahkamah agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenang, salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, dan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perUndang-Undang yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan b) Bahwa judex juris sama sekali tidak berwenang untuk melakukan pemeriksaan ataupun penilaian terhadap fakta persidangan factual di tingkat pengadilan niaga c) Bahwa judex factie dalam putusannya yang mengabulkan gugatan Penggugat adalah terkait adanya perbuatan itikad buruk dari para Tergugat / termohon peninjauan kembali di dalam mendaftarkan hak cipta logo Cap Kaki Tiga secara bersama-bersama tanpa izin dari pemohon peninjauan kembali/ Penggugat seakan-akan menjadi milik
63
bersama sehingga seharusnya dalam putusan judex factie terkait itikad buruk itu salah atau benar menurut hukum d) Bahwa ternyata dalam putusannya judex juris tidak mempersoalkan mengenai itikad buruk tetapi malah telah melakukan penilaian kembali terhadap fakta hukum terkait pembuktian dan penilaian atas material fakta yuridis yang terungkap di persidangan khususnya mengenai kurangnya pembuktian formal e) Bahwa justru sudah tepat dan benar pendapat dari Dissenting opinion hakim agung Prof Dr Mieke Komar SH MCL yang pada pokoknya menyatakan putusan judex fastie sudah benar terkait adanya itikad buruk dari Tergugat karena pendaftaran secara bersama-sama tanpa izin Penggugat karena perjanjian kerjasama tanggal 8 februari 1978 antara Penggugat dan Tergugat bukan jual beli tetapi hanya izin untuk memproduksi dan memasarkan produk Penggugat oleh para Tergugat, sedangkan kepemilikan karya cipta Cap Kaki Tiga tetap melekat pada Penggugat yang pertama kali mengumumkannya ke public Pembahasan : Untuk mengetahui bagaimana hukum memberikan perlindungan milik pihak asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai berdasarkan maka dapat dilihat dalam perkara nomor 104 PK/PDT.SUS/2011 sebagai berikut yang secara garis besar sebagai berikut : 1) Bahwa kepemilikan Hak Cipta berdasarkan prinsip “pengumuman kepublik ” adalah prinsip “pengakuan publik ” yang sudah diakui secara universal , dan menjadi prinsip yang secara filosofis membatasi upaya- upaya pihak lain yang beritikad buruk ingin menjiplak karya ciptaan atau melakukan reproduksi karya Ciptaan milik orang lain dari produk yang sudah diumumkan ke publik sebagaimana diatur dalam Keppres No. 24 Tahun 1979 Pengesahan Paris Convention For The Protection of Industrial Property danConvention Establishing The World Intellectual Property Organization juncto Keppres No. 15 Tahun 1997. Pasal 3 ayat (1) Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works yang telah diratifikasi oleh Negara Republik
64
Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1997 tentang Perubahan KeputusanPresiden Nomor 24 Tahun 1979 Pengesahan Paris Convention For The Protection ofIndustrial Property dan Convention Establishing The World Intellectual Property Organization , yang secara tegas menyatakan : Article 3 : Criteria of Eligibility for Protection : (1) The protection of this Convention shall apply to : (a) authors who are nationals of one of the countries of the Union, for their works , whether publishedor not ; (b) authors who are not nationals of one of the countries of the Union, for their works first published in one of those countries , or simultaneously in a country outside the Union and inacountry of the Union ; Pasal 3 Kriteria Perlindungan : (1) Perlindungan Konvensi ini berlaku untuk : (a) Pencipta yang merupakan Warga Negara dari salah satu perserta Konvensi , terhadap Ciptaan mereka, baik yang dipublikasikan maupun tidak ; (b) Pencipta yang bukan Warga Negara dari salah satu peserta Konvensi , terhadap Ciptaannya yang per tama kali dipublikasikan di salah satu Negara peserta Konvensi , atau secara berturut - turut di Negara di luar peserta Konvensi dan di Negara peserta Konvensi 2) Bahwa sebagai peserta Bern Convention , Indonesia juga menganut sistem perlindungan yang sama yang berarti pendaftaran Hak Cipta tidaklah wajib. Penggugat/Pemohon
Peninjauan
Kembali
adalah
yang
pertamakali
menggunakan Cap Kaki Tiga dan Lukisan Badaknya di Singapura, Malaysia dan selanjutnya ke Indonesia serta ke beberapa Negara lainnya , yang berarti sesungguhnya Cap Kaki Tiga dan Lukisan Badaknya adalah Ciptaan Penggugat 3) Bahwa apabila ada pendaftaran maka mutlak diterima dengan tidak terlalu melakukan penelitian terhadap kebenaran dari kepemilikan Hak Cipta. Ini berarti sistem pendaftaran Hak Cipta di Indonesia menganut stelsel deklaratif
65
yang artinya pendaftaran itu bukanlah menerbitkan Hak, tetapi hanya memberikan dugaan atau sangkaan saja bahwa sipendaftar adalah pencipta . Menurut OK Said in , SH. MH. sistem deklaratif ini berakibat pula bahwa pendaftaran tidak mutlak diharuskan karena tanpa pendaftaran , Hak Cipta juga tetap dilindungi (H. OK. Said in SH. M.Hum. 2004: 89- 90) ; 4) Bahwa selain itu , menurut Undang- Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pendaftaran Hak Cipta dapat dikabulkan apabila Pendaftar dapat membuktikan orisinalitas dari Karya Ciptaannya , dan ternyata dalam kasus a quo, para Tergugat telah mendaftar kan Logo Cap Kaki Tiga milik Penggugat /Pemohon PK secara bersama- sama tanpa sepengetahuan Penggugat /Pemohon PK seakan-akan kemudian menjadi milik bersama padahal berdasarkan kesepakatan tangga l8 Februari 1978, para Tergugat hanya membantu memproduksi dan memasarkan produk minuman Cap Kaki Tiga milik Penggugat /Pemohon PK. Hal ini diatur dengan tegas dalam Pasal 38 dan Pasal 42 Undang- Undang No. 19 Tahun 2002 tentangHak Cipta yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 38 “Dalam hal Permohonan diajukan lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersam-sama berhak atas suatu Ciptaan. Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang mebuktikan hal tersebut” Pasal 42 “Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga” 5) Bahwa dengan demikian benar pendapat Hakim Agung Prof . DR. Mieke Komar SH.MCL. dalam Dissenting Opinion yang pada pokoknya menyatakan bahwa hasil Ciptaan diperoleh bukan dari pendaftaran tetapi dari bagaimana pemilik memperkenalkan kepublik melalui pengumuman to make public dan Hak itu melekat pada pemiliknya ,sehingga dalam kasus ini tidak boleh adanya pendaftaran secara bersama-sama oleh para Tergugat tentu saja Penggugat dirugikan.
66
Uraian diatas merupakan dalil-dalil dari alasan Pemohon Peninjauan Kembali atau Penggugat yang pada intinya memaparkan mengenai perlindungan Hak Cipta milik pihak asing yang telah dipublikasikan ke khalayak ramai. Penyerahan
hak
untuk
menuntut
pelanggaran
hak
cipta,
tanpa
penyampaian hak eksklusif yang sebenarnya, tidak memberikan kepastian hukum untuk menuntut pelanggaran. Peraturan itu membuat sulit untuk menyusun suatu entitas yang semata-mata dalam bisnis penegakan pelanggaran hak cipta. Pemegang hak cipta mungkin bersedia untuk menjual hak mereka untuk menuntut pelanggaran baik untuk pembayaran tertentu atau persentase dari jumlah yang diterima. Yang memungkinkan pemegang hak cipta untuk memiliki penghasilan tanpa bermain peranan penegak, yang bisa memakan biaya tidak hanya finansial tetapi juga reputasinya. Tapi pemegang hak cipta mungkin enggan untuk mentransfer hak cipta seluruh, atau bahkan hak eksklusif paling mungkin dilanggar. Itu akan mengambil kontrol atas eksploitasi kerja dan juga melarang beberapa bentuk eksploitasi pekerjaan (Stephen M. McJohn, 2011:19) Meskipun benar bahwa hukum telah memberikan perlindungan terhadap pencipta yang karya Ciptaannya telah dipublikasikan ke khalayak ramai yaitu Paris Convention For The Protection of Industrial Property dan Convention Establishing The World Intellectual Property Organization yang telah diratifikasi dengan melalui Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 Pengesahan, namun dalam hal ini Permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali ditolak oleh majelis Hakim Mahkamah Agung, hal tersebut disebabkan : 1) Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan originalitas dan bukti yuridis sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta logo Cap Kaki Tiga yang telah terdaftar di (Negaranya sendiri ) ataupun di Negara lainnya ; 2) Bahwa Perjanjian Lisensi 18 Februari 1978 terbukti Pemohon Peninjauan Kembali mengakui hanyalah sebagai pemilik merk Cap “Kaki Tiga” dan tanpa “ lukisan Badak” dan kata “LarutanPenyegar ” ; 3) Bahwa Surat Pendaftaran Ciptaan No. 015649 tangga l1 Maret 1996 dengan judul senilukis etiket Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga adalah Ciptaan bersama
67
antara Pemohon Peninjauan Kembali dengan para Termohon Peninjauan Kembali , maka dalam Surat Pendaftaran Ciptaan a quo terdaftar sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta adalah para Termohon Peninjauan Kembali dengan Pemohon Peninjauan Kembali secara bersama-sama.
68
BAB IV PENUTUP
A. SIMPULAN Peraturan Perundang-undangan di Indonesia tidak mengatur mengenai pendaftaran Hak Cipta secara bersama-sama antara WNI atau badan hukum Indonesia dengan pihak asing secara khusus. Dalam UndangUndang Hak Cipta nomor 19 Tahun 2002 dan Peraturan Menenteri Kehakiman RI Nomor M.01-Hc.03.01 Tahun 1987 Tentang Pendaftaran Ciptaan, pendaftaran hak cipta secara bersama-sama tidak mempermasalakan mengenai status kewarganegaaran para pihak yang melakukan pendaftaran secara bersama-sama. Dalam hal pendaftaran secara bersama-sama, yang menjadi fokus adalah terpenuhinya syarat formal dari pengisian surat permohonan pendaftaran hak cipta tersebut yaitu nama pemohon harus ditulis semuanya dengan menetapkan satu alamat. Penyebutan pihak asing hanya disebutkan dalam Pasal 76 yang mengartikan bahwa kedudukan pihak asing tersebut adalah sama dengan WNI atau Badan Hukum Indonesia dan tidak mempunyai perlakuan khusus terhadapnya. Perlindungan hukum terhadap hak cipta milik pihak asing yang sudah dipublikasikan ke kalayak ramai terdapat pada Pasal 3 ayat (1) Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works didalamnya menerangkan bahwa Warga Negara Asing di negara anggota dalam Konvensi atau yang Hak Ciptannya di publikasikan diwilayah negara yang bukan anggota konvensi dan negara anggota konvensi maka mendapat perlindungan terhadap Hak atas Ciptaanya yang telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 Pengesahan Paris Convention For The Protection of Industrial Property dan Convention Establishing The World Intellectual Property Organization. Dari segi penegakan hukum meskipun gugatan perdata telah difasilitasi dengan pengadilan Niaga, Keadilan dan efektivitas proteksi masih
69
belum sepenuhnya terpresentasi. Dalam praktik peradilan mengenai sengketa antara PT SINDE dan WEN KEN DRUG, memang pada dasarnya hukum telah memberikan perlindungan terhadap ciptaan yang dipublikasikan dikhalayak umum, namun Penggugat atau Pemohon Peninjauan Kembali yaitu WEN KEN DRUG SINGAPORE tidak dapat membuktikan kepada majelis hakim Mahkamah Agung bahwa WEN KEN DRUG SINGAPORE merupakan pemilik hak obyek sengketa.
B. SARAN 1. Untuk mendapatkan kepastian hukum atas suatu hak terhadap karya ciptaan, meskipun hak cipta mengatuk sistem first to use, namun sebaiknya tetaplah terhadap ciptaan tersebut Pencipta mendaftarkan karya ciptanya ke Dirjen HKI untuk keperluan pembuktian kepemilikan suatu hak apabila suatu waktu terjadi sengketa. 2. Masuknya Hak Cipta asing ke indonesia tidak lepas dari perlindungan HKI di Indonesia yang dapat bersaing di era globalisasi. Agar dapat lebih menjaga perlindungan Hak Cipta Asing untuk masa yang akan datang perlu pengaturan yang lebih lanjut mengenai Hak Cipta Asing. Sehingga Indonesia dapat bersaing didunia luar dalam bidang HKI khususnya Hak Cipta 3. Seiring dengan perkembangan jaman menurut penulis Undang-Undang No19 Tahun 2002 tidak lagi dapat menjawab isu-isu hukum yang sering terjadi, diantaranya
pasal-pasal pidana didalam undang-undang Hak Cipta yang
sifatnya delik biasa. Hal ini mengakibatkan lambatnya penanganan pelanggaran Hak Cipta. Pemerintah sebaiknya mulai merancang Undangundang yang dapat mengatur Hak Cipta tersebut bersifat delik aduan. Agar masyarakat yang merasa dirugikan dalam lingkup Hak Cipta dapat cepat terselesaikan
70
DAFTAR PUSTAKA
Buku Abdulkadir Muhammad. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti ____________________. 2001. Kajian Hukum Ekonomi
Hak Kekayaan
Intelektual. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Adami Chazawi. 2007. Tindak Pidana Hak atas Kekayaan Intelektual. Malang: Banyumedia Adi Sulistiyono. 2008. Eksistensi dan Penyelesaian Sengketa HaKI. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan Sebelas Maret University Press) Amiruddin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Gordon, Wendy J. 2003. Intelectual Propertyright. The Oxford Handbook Of Legal Studies Oxford University Press Henry Soelistyo. 2011. Hak Cipta Tanpa Hak Moral. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hilman Hadikusuma. 1995. Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju. Jason Mazzone. 2006. Copyfraud. Assistant Professor Of Law, Brooklyn Law School. Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jawa Timur : Banyumedia Publishing M. Subana dan Sudrajat. 2001. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia. OK Saidin. 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Peter Mahmud Marzuki. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
71
Rachmadi Usman. 2003. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual. Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: Alumni Stephen M. McJohn. 2011. Top Tens in 2011: Patent, Trademark, Copyright and Trade Secret Cases. Professor of Law, Suffolk University Law School Tim Lindsey dkk (editor). 2006. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung: Alumni
Jurnal Pamela Samuelson And Members Of The Cpp. 2010. Copyright Principles Project: Direction For Reform. Berkeley Technology Law Journal. (Vol. 25: 2010) Samuel E. Trosow. 2010. The Copyright Policy Paradox: Overcoming Competing Agendas In The Digital Labour Movement Performances, Sound Recordings And Broadcast Signals. Ephemera article Theory & Politics In Organization. (Volume 10(3/4)) Syafrinaldi. 2004. Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelelektual. Jurnal Hukum Respublica Vol. 4.
Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-Hc.03.01 Tahun 1987 Tentang Pendaftaran Ciptaan Putusan Mahkamah Agung Nomor 104/PK/PDT.SUS/2011
Internet Anonim.
Gugatan
pemilik
produk
cap
kaki
tiga
dikabulkan.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c47e52fc3f21/gugatan/pemili k-produk-cap-kaki-tiga-dikabulkan-hakim/. Diakses pada tanggal 22 Juli 2012 Dirjen HKI. Prosedur Pendaftaran Hak Cipta. http://www.dirjenhki.go.id/web/id/ Hak Cipta/prosedur pendaftaran/. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2012
72
Gatot.
2009.
Hak
atas
Kekayaan
Intelektual
HKI.
Dalam
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/. Diakses pada tanggal 5 maret 2012 Wawan. 2008. Perlindungan Terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Dalam http://wa2n77.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5 maret 2012. Makalah Kesowo, Bambang. ”Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia”, Makalah pada Pelatihan Teknis Yustisial Peningkatan Pengetahuan Hukum Bagi Hakim Tinggi se- Indonesia yang diselenggarakan Mahkamah Agung RI, Semarang, 20-24 Juni 1995