IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK DESA TERKAIT PELAKSANAAN BADAN USAHA MILIK DESA DI DESA BERJO, KECAMATAN NGARGOYOSO, KABUPATEN KARANGANYAR
Penulisan Hukum (SKRIPSI) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Fadhilia Zenri Perdani E0012138
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
i
ii
iii
iv
ABSTRAK Fadhilia Zenri Perdani. 2016. E0012138. IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK DESA TERKAIT PELAKSANAAN BADAN USAHA MILIK DESA DI DESA BERJO, KECAMATAN NGARGOYOSO, KABUPATEN KARANGANYAR. Penulisan Hukum (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini untuk mengetahui implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam pengaturan Badan Usaha Milik Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar serta hambatan yang dihadapi dan solusi untuk mengatasi hambatan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris bersifat deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Sumber data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yaitu studi lapangan dan studi kepustakaan. Implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa terkait pelaksanaan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar belum berlangsung secara efektif tetapi sudah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengaturan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yaitu adanya faktor yuridis, faktor birokrasi, faktor sumber daya, faktor prosedur legalitas, faktor teknologi, faktor sarana dan prasarana, musim atau cuaca, pemberian pelayanan publik, dan kredit macet. Solusi untuk mengatasi hambatan tersebut yaitu: pengawasan dari BPD, pertemuan direksi, pelatihan karyawan BUM Desa, dan pendekatan masyarakat.
Kata kunci : Implementasi, Pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa.
v
ABSTRACT Fadhilia Zenri Perdani. 2016. E0012138. IMPLEMENTATION OF REGULATION OF MINISTER OF VILLAGE, DEVELOPMENT OF DISADVANTAGED REGIONS AND TRANSMIGRATION OF REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 4 YEAR 2015 CONCERNING THE ESTABLISHMENT, MANAGEMENT AND ADMINISTRATION, AND LIQUIDATION VILLAGE OWNED ENTERPRISES RELATED TO THE IMPLEMENTATION OF VILLAGE OWNED ENTERPRISES IN THE BERJO VILLAGE, NGARGOYOSO DISTRICT, KARANGANYAR REGENCY. Legal Writing (Thesis). Faculty of Law, University of Sebelas Maret. This research to examine the implementation of the Regulation of the Minister of the Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration No. 4 of 2015 concerning the Establishment, Management and Administration, and Liquidation village owned enterprises in the arrangement of village-owned enterprises in the Berjo Village, Ngargoyoso District, Karanganyar Regency and obstacles faced and the solutions to overcome these obstacles. This research is an empirical and descriptive study with a qualitative approach. Using primary data and secondary data. Data collection techniques are field studies and literature study. Implementation of the Regulation of the Minister of the Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration No. 4 of 2015 concerning the Establishment, Management and Administration, and Liquidation village to realization of BUM in Berjo Village, Ngargoyoso District, Karanganyar Regency not on going yet effectively but had completed the rule fixed. The obstacles faced in the realization of village BUM arrangement in Berjo Village, Ngargoyoso, Distric, Karanganyar Regency, were there are juridicial factor, bureaucracy factor, resources factor, legality procedure factor, technology factor, instrument and infrastructure factor, season or weather, public service distributing and stoppage credit. The solutions to solve that obstacles were supervision from BPD, management meeting, village BUM employee training and society approachment.
Keywords: Implementation, Execution of village-owned enterprises.
vi
MOTTO
“ Sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak bermanfaatnya (kebaikannya) kepada manusia lainnya” (HR. Qadla’ ie dari Jabir)
Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan/diperbuatnya" (Ali Bin Abi Thalib)
Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka menyukainya atau tidak." (Aldus Huxley)
Jangan tunda sampai besok apa yang bisa engkau kerjakan hari ini.
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati, skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta, dan terima kasih kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmatNya penulisan skripsi ini lancar. 2. Keluarga saya tercinta Bapak Akhmad Zaenuri, Ibu Sudarsi, dan Adik saya Aldi Zenri Rahmanda yang selama ini telah mendoakan saya dan memberikan dukungan kepada saya hingga penulisan skrispsi ini selesai. 3. Keluarga besarku yang selalu memberikan semangat dan doa. 4. Sahabat-sahabatku tercinta yang selalu memberikan semangat dan dorongan. 5. Keluarga besar Komite Olahraga Fakultas Hukum (KORFAH) UNS. 6. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Karanganyar (IMAKA) UNS. 7. Almamaterku, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberi kesempatan penulis untuk belajar.
viii
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmatNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul “IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DESA,
PEMBANGUNAN
DAERAH
TERTINGGAL,
DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN, DAN PEMBUBARAN
BADAN
USAHA
MILIK
DESA
TERKAIT
PELAKSANAAN BADAN USAHA MILIK DESA DI DESA BERJO, KECAMATAN
NGARGOYOSO,
KABUPATEN
KARANGANYAR”.
Penulisan Hukum (Skripsi) ini merupakan tugas wajib yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa untuk melengkapi syarat memperoleh derajat sarjana (S1) dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis sadar bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini jauh dari sempurna, sehingga adanya saran dan masukan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga Penulisan Hukum (Skripsi) ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang ada di masyarakat. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini tidak akan selesai tanpa doa, bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Suranto, S.H.,M.H., Selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara dan selaku Pembimbing I dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi kepada penulis demi lancarnya Penulisan Hukum (Skripsi) ini. 3. Ibu Maria Madalina S.H., M.Hum., Selaku Dosen Pembimbing II dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi kepada penulis demi tersusunnya Penulisan Hukum (Skripsi) ini.
ix
4. Bapak Dr. Pujiyono S, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik selama penulis menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini. 6. Bapak saya Akhmad Zaenuri, Ibu Sudarsi, dan Adik Aldi Zenri Rahmanda yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan tak pernah lelah memberikan semangat serta nasehat agar aku menjadi lebih baik di dalam kehidupan ini yang tidak mungkin bisa terbalaskan. 7. Pemerintah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yang telah memberikan ijin penelitian dan memberikan data-data penelitian. 8. Pengurus Badan Usaha Milik Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yang telah memberikan semua data dan dokement tertulis guna kelancaran dan kepentingan Penulisan Hukum (Skripsi) ini. 9. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar yang telah memberikan data-data guna kepentingan penelitian dalam Penulisan Hukum (Skripsi). 10. Sahabat yang selalu ada baik dalam susah maupun senang Fatmawati Cahyaningtyas, Rizda Ardyati, Dian Candra Dewi, Yunita Krisna, Khorisima Gusasih, Fany Fadilla, dan Retno Puspandari. Terima kasih atas semangat,
canda
tawa,
inspirasi,
selama
menempuh
perjuangan
memperoleh gelar sarjana hukum. 11. Mbak Murti Ayu Hapsari yang sudah membantu memberikan masukan sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) menjadi lancar. 12. Keluarga besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun Ajaran 2012 yang menjadi bagian dari proses akademis penulis. 13. Keluarga besar Komite Olahraga Fakultas Hukum (KORFAH) UNS.
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ..................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................
iv
ABSTRAK .................................................................................................
v
ABSTRACT ...............................................................................................
vi
MOTTO .....................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN ......................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ix
DAFTAR ISI ..............................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...............................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
6
D. Manfaat Penelitian .........................................................................
7
E. Metode Penelitian...........................................................................
8
F. Sistematika Penulisan Hukum .......................................................
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori...............................................................................
16
1. Tinjauan Tentang Pemerintahan Pusat .....................................
16
2. Tinjauan Tentang Pemerintahan Daerah .................................
20
3. Tinjauan Tentang Pemerintahan Desa .....................................
24
4. Tinjauan Tentang Badan Usaha Milik Desa ............................
32
5. Tinjauan Tentang Teori Pelaksanaan Hukum ..........................
45
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................
57
xii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian............................................................
60
1. Kabupaten Karanganyar ...........................................................
60
2. Kecamatan Ngargoyoso ...........................................................
64
3. Desa Berjo ................................................................................
66
4. Air Terjun Jumog .....................................................................
70
5. Telaga Madirdo ........................................................................
72
6. Unit Simpan Pinjam .................................................................
72
B. Implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam Pengaturan Badan Usaha Milik Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar .................................................................
73
1. Pendirian BUM Desa ...............................................................
73
2. Bentuk Organisasi BUM Desa .................................................
79
3. Organisasi Pengelola BUM Desa .............................................
82
4. Modal BUM Desa ....................................................................
95
5. Klasifikasi Jenis Usaha BUM Desa .........................................
97
6. Alokasi Hasil Usaha BUM Desa ..............................................
101
7. Pembubaran BUM Desa...........................................................
110
8. Kerjasama BUM Desa Antar Desa ..........................................
110
9. Pertanggungjawaban Pelaksanaan BUM Desa ........................
111
C. Hambatan-Hambatan yang timbul dan Solusi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam Pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar .................................................................
120
1. Hambatan yang Timbul dalam Pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa..........................................................
xiii
120
2. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pengaturan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar ...........................................................
123
BAB IV PENUTUP A. Simpulan ........................................................................................
126
B. Saran............................................................................................. .
127
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
128
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 1: Data Jumlah Pengunjung Obyek Wisata Air Terjun Jumog ........
80
Tabel 2: Data pengurus BUM DesaBerjo, KecamatanNgargoyoso, Kabupaten Karanganyar Tahun 2015 .........................................
90
Tabel 3: Data Jumlah Pendapatan Air Terjun Jumog ................................
106
Tabel 4: Rekapitulasi Jumlah Pengunjung dan Bagi Hasil Jumog ............
107
Tabel 5: Rekapitulasi Bagi Hasil Jumog disertai Hasil Parkir ...................
108
xv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Teknik Analisis Data ................................................................
13
Gambar 2: Kerangka Pemikiran .................................................................
57
Gambar 3: Peta Wilayah Kabupaten Karanganyar ....................................
63
Gambar 4: Lambang Kabupaten Karanganyar ...........................................
63
Gambar 5: Peta Kecamatan Ngargoyoso ...................................................
65
Gambar 6: Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Berjo ........................
67
Gambar 7: Struktur Badan Permusyawaratan Desa Berjo .........................
68
Gambar 8: Struktur Organisasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ......
69
Gambar 9: Grafik jumlah pengunjung air terjun Jumog Tahun 2008-2015..
82
Gambar 10: Struktur organisasi Badan Usaha Milik Desa Berjo ..............
84
Gambar 11: Neraca Saldo BUM Desa Berjo Unit Simpan Pinjam............
99
Gambar 12: Laporan Laba/Rugi BUM Desa Berjo Unit USP ...................
100
Gambar 13: Progres laba bersih usaha BUM Desa Tahun 2008-2015 ......
102
Gambar 14: Bagi Hasil Retribusi Jumog ...................................................
103
Gambar 15: Bagi Hasil Parkir BUM Desa Berjo .......................................
104
Gambar 16: Biaya Sewa Tahunan ..............................................................
105
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I
Daftar pertanyaan wawanacara dengan Pengurus BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
Lampiran II
Dokumentasi wawancara dan unit usaha BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
Lampiran III
Surat Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum UNS Nomor: 1806/UN27.03.08/PP/2015 Perihal Permohonan Ijin Penelitian di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar.
Lampiran IV
Surat Rekomendasi Penelitian Kantor Kesatuan Bangsa
dan
Politik
(Kantor
KESBANGPOL)
Kabupaten Karanganyar Nomor: 070/636/XI/2015 guna
penelitian
di
Desa
Berjo,
Kecamatan
Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Lampiran V
Surat
Rekomendasi
Perencanaan Karanganyar
Research/
Pembangunan Nomor:
Survey
Daerah
Badan
Kabupaten
070/624/XI/2015
guna
penelitian di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Lampiran VI
Surat Izin Research/ Survey Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar Nomor 503/1386/XI/2015.
Lampiran VII
Daftar BUM Desa di Kabupaten Karanganyar dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
xvii
Lampiran VIII
Surat Rekomendasi Penelitian Kantor Kesatuan Bangsa
dan
Politik
(Kantor
KESBANGPOL)
Kabupaten Karanganyar Nomor: 070/210/III/2016 guna penelitian di Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar. Lampiran IX
Surat
Rekomendasi
Perencanaan Karanganyar
Research/
Pembangunan Nomor:
Survey
Daerah
Badan
Kabupaten
070/624/XI/2015
guna
penelitian di Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar. Lampiran X
Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa.
Lampiran XI
Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pengelolaan dan Retribusi Parkir.
Lampiran XII
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik Desa Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
Lampiran XIII
Surat
Keterangan
Ngargoyoso,
Desa
Kabupaten
470/205/III/2016
perihal
Berjo,
Kecamatan
Karanganyar telah
Nomor:
mengadakan
penelitian di Badan Usaha Milik Desa Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
xviii
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah Indonesia secara geografis merupakan gugusan kepulauan. Kondisi ini menyebabkan lahirnya berbagai suku dengan adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, dan ragam bahasa. Pemerintah tidak mungkin menangani berbagai urusan pemerintahan menyangkut kepentingan masyarakat yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kemudian mengatur perlunya pemerintahan daerah. Pasal 18 ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 2 ayat (2) mengatur bahwa daerah kabupaten/kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau desa. Bentuk penyelenggaraan negara kesatuan yang dilaksanakan hingga struktur pemerintah yang paling bawah yaitu kelurahan/desa. Desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia karena telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk (Ni’matul Huda, 2014: 360). Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dalam berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk, sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan 1
2
pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera (Ni’matul Huda, 2015: 212). Desa sebagai entitas yang memiliki otonomi pada tingkat lokal dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota sebagai satuan pemerintahan di atasnya (Moch Solekhan, 2014: 19). Desa mempunyai hubungan yang paling dekat dengan rakyat, sehingga mengetahui secara langsung permasalahan yang muncul di dalam masyarakat. Permasalahan yang muncul di dalam desa terdiri dari berbagai bidang yaitu: bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan infrastruktur sehingga desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu di atur tersendiri dengan undang-undang. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini sebagai hal baru dalam tata pemerintahan yang memberikan kewenangan dan kepercayaan lebih besar kepada pemerintahan desa untuk melaksanakan pembangunan. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan pada tanggal 30 Juni Tahun 2015 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Setiap desa didorong oleh pemerintah untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa agar kebermanfaatan dana desa lebih maksimal. Pasal 87 UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa atau dapat disebut dengan BUM Desa yang dikelola secara kekeluargaan dan gotong royong. BUM Desa juga diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
3
Pendirian BUM Desa sesuai Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi, dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh desa dan/atau kerja sama antar desa. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa mengatur secara jelas dan detail mengenai pengelolaan teknis pelaksanaan BUM Desa disertai dengan peran dan fungsi dari masing-masing perangkat BUM Desa. Isi dari Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang selanjutnya disebut dengan Permendesa Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa berlaku untuk umum, artinya tetap dalam pelaksanaan di daerah harus ada penyesuaian yang kemudian diatur oleh Peraturan Bupati/Walikota sesuai dengan keadaan alam, lingkungan, dan budaya setempat. Pendirian BUM Desa juga dimungkinkan atas inisiatif Pemerintah Kabupaten sebagai bentuk intervensi pembangunan pedesaan untuk mendukung pembangunan daerah. Pengelolaan dan pelaporan BUM Desa haruslah terbuka bagi pemerintah dan masyarakat, artinya dasar pengelolaan harus transparan sehingga ada mekanisme chek and balance baik oleh pemerintahan desa maupun masyarakat. Permendesa Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa BUM Desa atau sebutan yang telah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku tetap dapat menjalankan kegiatannya. Peraturan tersebut sebagai dasar untuk tetap berdirinya BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. BUM Desa Berjo yang sudah ada sejak Tahun 2008 berdasarkan Peraturan Desa Berjo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa.
4
Desa Berjo mendirikan BUM Desa karena desa tersebut mempunyai wisata alam berupa air terjun Jumog yang dikelola bersama pihak ketiga (investor). Pihak ketiga (investor) tersebut ternyata tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran sebesar 30% dari pendapatan pengelolaan obyek wisata selama 1 (satu) tahun maka Pemerintah Kabupaten Karanganyar mengadakan musyawarah
dengan
pihak-pihak
terkait
dengan
cara
mediasi
untuk
menyelesaikannya. Hasil dari muyawarah tersebut adalah memberi tenggang waktu pembayaran selama 6 bulan. Pihak ketiga (investor) akhirnya tidak dapat menyelesaikan kewajiban baik ke Desa Berjo maupun ke Kabupaten Karanganyar maka konsekuensinya harus menyerahkan semua aset oyek wisata air terjun Jumog dan pengelolaan obyek kepada Desa Berjo (Karanganyarkab.go.id). Pemerintah Desa Berjo mengadakan musyawarah untuk menentukan bagaimana kelanjutan pengelolaaan air terjun Jumog untuk ke depannya. Pemerintah Desa Berjo mempunyai tiga pilihan untuk mengelola obyek wisata tersebut yaitu kerjasama dengan pihak ke tiga (inverstor) kembali atau membentuk koperasi atau membentuk BUM Desa. Pemerintah Desa Berjo akhirnya sepakat untuk membentuk BUM Desa dengan segala pertimbangan keuntungan dan kerugiannya. Pemerintah Desa Berjo membentuk BUM Desa dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, dan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 8 Tahun 2007 tentang Peraturan Desa. Desa Berjo mendirikan BUM Desa tahun 2008 tetapi saat itu, Pemerintah Kabupaten Karanganyar belum mengeluarkan Peraturan Daerah tentang BUM Desa. Pemerintah Kabupaten Karanganyar mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) setelah adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa.
5
Permendesa Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 34 menyatakan bahwa pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai Badan Usaha Milik Desa dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu pada tanggal 18 Februari 2015. Badan Usaha Milik Desa atau sebutan lainnya wajib melakukan penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa ini paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan peninjauan secara lebih mendalam mengenai implementasi dari Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik
Desa
tersebut
ke
dalam
penulisan
hukum
yang
berjudul:
IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH INDONESIA
TERTINGGAL, NOMOR
4
DAN TAHUN
TRANSMIGRASI 2015
TENTANG
REPUBLIK PENDIRIAN,
PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK DESA TERKAIT PELAKSANAAN BADAN USAHA MILIK DESA DI DESA BERJO, KECAMATAN NGARGOYOSO, KABUPATEN KARANGANYAR. B. RUMUSAN MASALAH Permasalahan yang dikaji oleh penulis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa
6
dalam pengaturan Badan Usaha Milik Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar ? 2. Apa saja hambatan yang timbul serta solusi untuk mengatasi hambatan tersebut dalam pelaksanaan pengaturan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar ? C. TUJUAN PENELITIAN Suatu penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan penelitian juga harus mempunyai tujuan jelas sebagai target yang ingin dicapai sebagai pemecahan permasalahan. Tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penulisan hukum ini terdiri dari tujuan objektif dan tujuan subjektif. Tujuan objektif adalah tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subjektif berasal dari peneliti. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa terhadap pengaturan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. b. Mengetahui hambatan yang timbul serta solusi untuk mengatasi hambatan tersebut dalam implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa terhadap pengaturan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. 2. Tujuan Subjektif a. Menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap teori-teori hukum yang penulis peroleh selama kuliah di Fakultas
7
Hukum, sehingga bermanfaat bagi penulis dan memberi kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum. b. Melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. MANFAAT PENELITIAN Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi para pihak. Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini memberikan manfaat bagi banyak pihak yang terkait. Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai bahan pengajaran untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa yang tertuang dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa, dosen, dan pembaca lainnya yang ingin lebih mengetahui mengenai pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa yang tertuang dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa serta hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan referensi, masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya dan dapat menyumbangkan pemecahan atas permasalahan yang akan diteliti. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan gambaran dan informasi kepada masyarakat mengenai pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa yang tertuang dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
8
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. b. Memberikan pendalaman, pemahaman, dan pengalaman yang baru kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji serta dapat berguna bagi penulis di kemudian hari. E. METODE PENELITIAN Metode mempunyai beberapa pengertian yaitu logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, dan suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa metode penelitian pada hakikatnya memberikan pedoman, tentang caracara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkunganlingkungan yang dihadapi. Oleh karena itu, penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten (Soerjono Soekanto, 2014:5-6). Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian hukum adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang awalnya meneliti data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2014 : 52). Berdasarkan pengertian tersebut, maka jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum empiris karena penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti langsung ke lapangan sehingga didapat data nyata secara faktual. Data tersebut langsung diambil dari sumbernya yaitu di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan Penulis dalam menyusun penulisan hukum ini bersifat deskriptif. Suatu penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang
9
manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka menyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 2014: 10). Penulis dalam hal ini akan mendeskripsikan mengenai implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam pengaturan Badan Usaha Milik Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. 3. Pendekatan Penelitian Penelitian
ini
menggunakan
jenis
pendekatan
kualitatif,
pendekatan ini sebenarnya merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata (Soerjono Soekanto, 2014: 32). Penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif ini, dikarenakan menghasilkan data deskriptif-analitis yang dinyatakan oleh responden secara lisan atau tulisan atau juga perilaku responden yang nyata, yang kemudian diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. 4. Lokasi Penelitian Penulis melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Lokasi tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut berkaitan dengan apa yang penulis teliti. 5. Jenis dan Sumber Data Penelitian Secara umum dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat disebut data primer, sedangkan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan disebut data
10
sekunder (Soerjono Soekanto, 2014: 51). Jenis dan sumber data yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian hukum ini yaitu antara lain: a. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh dan dikumpulkan secara langsung dari lapangan yang menjadi obyek penelitian atau diperoleh melalui wawancara yang berupa keterangan atau fakta-fakta atau juga bisa disebut dengan data yang diperoleh dari sumber yang pertama (Soerjono Soekanto, 2014: 12). Berdasarkan pengertian tersebut, maka sumber data primer dalam penelitian dapat diperoleh melalui wawancara di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar terkait permasalahan yang akan dibahas. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat dari keterangan atau pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh secara tidak langsung antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan (Soerjono Soekanto, 2014:12). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder. Sumber data sekunder ini merupakan sumber data yang mendukung sumber data primer, yaitu literatur dan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti penulis, antara lain: 1) Bahan hukum primer Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang harus diurutkan berdasarkan hierarki. Bahan hukum primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
11
c) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. d) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa. e) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. f) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. g) Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa. h) Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa. 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari data tertulis yang diambil dari lokasi penelitian, buku-buku, jurnal hukum, literatur-literatur hukum, makalah, publikasi elektronik maupun bentuk-bentuk lain yang berkaitan dengan penelitian empiris. 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik
pengumpulan
data
merupakan
teknik
untuk
mengumpulkan dari satu atau beberapa sumber data yang ditentukan untuk memperoleh data yang lengkap. Pengumpulan data dalam satu penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan (Lexy. J. Moleong, 2009: 216). Teknik pengumpulan data dalam suatu penelitian yang bersifat deskriptif merupakan suatu bagian yang penting karena akan digunakan
12
dalam memperoleh data secara lengkap dan sesuai. Sehingga dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis adalah sebagai berikut: a. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan yang digunakan oleh Penulis adalah dengan metode wawancara. Wawancara adalah percakapan atau tanya jawab dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pada penelitian ini, pewawancara adalah peneliti dan yang diwawancarai adalah informan. Wawancara dilakukan secara baku terbuka yaitu urutan, kata-kata, dan cara penyampaian dilakukan secara sama untuk semua informan (Lexy J. Moleong, 2006:186). Wawancara dilakukan dengan Sekretaris Desa, Badan Pengawas BUM Desa, Direktur BUM Desa, Sekretaris BUM Desa, dan Kepala Unit Simpan Pinjam BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. b. Studi Kepustakaan Teknik pengumpulan data dengan menggunakan studi kepustakaan ini terkait erat dengan sumber data yang digunakan. Penulis menggunakan dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur-literatur hukum, makalah, publikasi elektronik, dan bahan pustaka lainnya yang berbentuk data tertulis yang diperoleh di lokasi penelitian atau di tempat lain. 7. Teknik Analisis Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan menggunakan, mengelompokkan, dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan, kemudian dihubungkan dengan teoriteori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dan studi kepustakaan. Dalam teknik analisis ini terdapat tiga komponen utama, antara lain (H.B. Sutopo, 2006: 113-116). a. Reduksi Data
13
Reduksi data merupakan proses penyelesaian, penyederhanaan, dan abstraksi dari data yang diperoleh dan catatan tertulis yang terdapat di lapangan. Pada penelitian ini peneliti melakukan tindakan reduksi data dengan cara menyeleksi, menyederhanakan, dan abstraksi dari lokasi penelitian yang bersumber dari Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. b. Penyajian Data Penyajian data merupakan rangkaian informasi yang memunkinkan untuk ditarik suatu kesimpulan dari penelitian yang akan dilakukan. Selain berbentuk sajian dengan kalimat, sajian data dapat ditampilkan dengan berbagai jenis gambar, kaitan kegiatan, dan tabel. Informasi berupa data yang peneliti dapatkan dari Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyo, Kabupaten Karanganyar untuk ditarik kesimpulan dalam penelitian tersebut pada tahap selanjutnya. c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Penarikan kesimpulan berdasarkan atas semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan, pernyataan, konfigurasi yang mungkin berkaitan dengan data (H.B.Sutopo, 2006: 91-95). Penarikan kesimpulan merupakan tahapan terakhir.dalam penelitian. Untuk lebih jelasnya, maka penulis menyajikan dalam skema sebagai berikut: Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data Penarikan Kesimpulan
Gambar 1: Bagan Teknik Analisis Data
14
Ketiga komponen (model analisis interaktif) adalah model analisa data yang dilakukan pada waktu pengumpulan data peneliti membuat reduksi dan sajian data. Reduksi dan sajian harus disusun pada waktu peneliti sudah memperoleh data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dari Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti melakukan usaha menarik suatu kesimpulan dan verifikasi berdasarkan pada semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya. Jika kesimpulan dirasa kurang, karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajiannya, maka peneliti dapat kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data (H.B. Sutopo, 2002: 95-96). Penulis berharap dapat memberikan gambaran utuh dan menyeluruh yaitu mengenai implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015
tentang
Pendirian,
Pengurusan
dan
Pengelolaan,
dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Desa serta mengetahui hambatan dan solusinya terhadap pengaturan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM Sistematika penulisan hukum bertujuan memberikan gambaran secara menyeluruh dan mempermudah pemahaman terkait seluruh isi penulisan hukum, maka penulis membagi sistematika penulisan hukum dalam 4 (empat) bab. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
15
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini diuraikan mengenai kerangka dari teori maupun kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi tinjauan tentang pemerintahan pusat, tinjauan tentang pemerintahan daerah, tnjauan tentang pemerintahan desa, tinjauan tentang Badan Usaha Milik Desa, tinjauan tentang teori pelaksanaan hukum. Kerangka pemikiran, penulis
akan
menampilkan
bagan
untuk
mempermudah
pemahaman. BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi mengenai uraian dan sajian pembahasan dari hasil penelitian
berdasarkan
rumusan
masalah
yaitu,
mengenai
bagaimana implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa terkait pelaksanaannya di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Selain itu, penulis akan mencoba untuk menjelaskan mengenai hambatan dan solusi dalam implementasi pengaturan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. BAB IV
: PENUTUP Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian ini yang berisi beberapa simpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Peneliti
mengkaji
beberapa
teori
tentang
pemerintahan
pusat,
pemerintahan daerah, pemerintahan desa, Badan Usaha Milik Desa, dan teori pelaksanaan hukum untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian hukum ini yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Tinjauan Tentang Pemerintahan Pusat a. Pengertian Pemerintahan Pusat Pemerintah Pusat adalah penyelenggara pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Presiden dengan dibantu seorang Wakil Presiden dan Menteri-menteri Negara yang berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. Pengertian pemerintahan dilihat dari sifatnya yaitu pemerintah dalam arti luas meliputi seluruh kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Pemerintah dalam arti sempit hanya meliputi cabang kekuasaan eksekutif saja (W. Riawan Tjandra, 2009: 197). Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang, Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang, dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang. Kekuasaan eksekutif terdiri dari: Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri. Kekuasaan legislatif terdiri dari: Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kekuasaan yudikatif terdiri dari: Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY)
16
17
Pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Pemerintahan dapat diartikan sebagai proses pemerintahan atau keseluruhan sistem dan mekanisme pemerintahan. Kata pemerintah
lebih
sempit
cakupan
pengertiannya
daripada
pemerintahan. Kata pemerintah dapat dikatakan hanya menunjuk kepada institusi pelaksana atau eksekutif saja yaitu dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan pusat dan daerah yang berisi kebijakan kenegaraan di daerah dan kebijakan pemerintahan daerah itu sendiri (www.jimly.com) b. Urusan Pemerintahan Urusan pemerintahan berdasar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah kekuasaan pemerintahan pelaksanaannya
yang
menjadi
dilakukan
oleh
kewenangan Kementerian
Presiden
yang
Negara
dan
penyelenggara pemerintahan daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan,
dan
menyejahterakan
masyarakat.
Urusan
pemerintahan dibagi menjadi urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dengan daerah provinsi dan daerah
18
kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah
menjadi
dasar
pelaksanaan
otonomi
daerah.
Urusan
pemerintahan umum yaitu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan (Pasal 9 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Urusan pemerintahan absolut meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama (Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Penyelenggaraan urusan pemerintahan absolut, pemerintah pusat melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal yang ada di daerah atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berdasarkan asas dekonsentrasi. (Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Instansi vertikal adalah perangkat kementerian dan/atau lembaga pemerintah non kementerian yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah provinsi diselenggarakan sendiri oleh daerah provinsi, dengan cara menugasi daerah kabupaten/kota berdasarkan asas tugas pembantuan, dengan cara menugasi desa (Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Urusan pemerintahan umum dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah meliputi: 1) Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan pancasila, pelaksanaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian
19
Bhineka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2) Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa. 3) Pembinaan kerukunan antar suku dan intra suku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional. 4) Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 5) Koordinasi pelaksanaan tugas antar instansi pemerintahan yang ada di wilayah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6) Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila. 7) Pelaksanaan semua urusan pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal. Pendapatan transfer dari pemerintah pusat untuk pendapatan daerah berupa: dana perimbangan, dana otonomi khusus, dana keistimewaan, dan dana desa. Dana desa dialokasikan oleh pemerintah pusat untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksana pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan kewenangan dan kebutuhan desa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai desa. Pasal 372 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota dapat menugaskan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kepada desa. Pasal 372 ayat (2) yaitu pendanaan untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada desa oleh
20
pemerintah pusat dibebankan kepada APBN. Pasal 372 ayat (3) yaitu pendanaan untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada desa oleh pemerintah daerah provinsi dibebankan kepada ABPD provinsi. Pasal 372 ayat (4) yaitu pendanaan untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada desa oleh pemerintah daerah kabupaten/ kota dibebankan kepada APBD kabupaten/ kota. 2. Tinjauan tentang Pemerintahan Daerah a. Pengertian Pemerintahan Daerah Pembentukan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah melahirkan berbagai produk undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, UndangUndang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Siswanto Sunarno, 2012: 54). Undang-undang diatas dicabut dan dinyatakan sudah tidak berlaku lagi karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa
pemerintahan
daerah
adalah
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
21
Local government refers collectively to administrative authorities over areas that are smaller than a state. The term is used to contrast with offices at nation state level, which are referred to as the central government, national government, or (where appropriate) federal government. Local goverment only delegatedto it by legislation or directives of the higher level of government and each country has some kind of local government which will differ from those of other countries. Maksudnya adalah Pemerintah daerah sebagai pemegang kewenangan administrasi pemerintahan atas di wilayah yang lebih kecil dari sebuah negara. Setiap negara memiliki beberapa jenis pemerintah daerah yang berbeda dengan negara lain. (Paolo Rondo, The Public Sector Innovation Journal, Volume 12 (3), 2007, article 13). Pemerintah Daerah dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan
urusan
pemerintahan
yang
menjadi
kewenangan daerah otonom. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam Pasal 1 angka 4 adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintahan Daerah menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintahan daerah adalah gubernur, bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
22
b. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Undang-Undang Pemerintahan
Daerah,
Nomor
23
penyelenggaraan
Tahun
2014
pemerintahan
tentang daerah
dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah berkedudukan sejajar yang memiliki fungsi berbeda. Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
Pemerintahan Daerah susunan organ pemerintahan yaitu gubernur sebagai wakil dari pemerintah pusat untuk menjalankan tugas dekonsentrasi yang wilayah kerjanya adalah provinsi seperti tercantum dalam Pasal 19 ayat (1), sedangkan dalam Pasal 59 ayat (2) bupati/walikota memimpin daerah kabupaten/ kota untuk menjalankan desentralisasi. Ecentralization suggests that the power which was held by the centre moves elsewhere and in literature, it takes different forms. Fiscal decentralization involves the existence in one country of more than one level of government, each with different expenditure responsibilities and taxing powers (Abachi Terhemen Philip dan Salamatu Isah, 2012: 141). Artinya, desentralisasi merupakan kewenangan pemerintah pusat yang dilimpahkan kepada pemerintah daerah,
kewenangan
tersebut
dalam
bentuk
yang
berbeda.
Desentralisasi fiskal dalam suatu negara melibatkan lebih dari satu tingkat pemerintahan. Masing-masing dengan tanggung jawab dan kewenangan yang berbeda. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai fungsi pembentukan peraturan daerah, anggaran, dan pengawasan. Kepala Daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan peraturan daerah
23
dan kebijakan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Kepala Daerah dibantu oleh perangkat daerah. Kepala Daerah dan DPRD dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dibantu oleh perangkat daerah. Pasal 209 dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu perangkat daerah provinsi terdiri atas: sekretaris daerah, sekretaris DPRD, inspektorat, dinas, dan badan. Perangkat daerah kabupaten/ kota terdiri atas: sekretaris daerah, sekretaris DPRD, inspektorat, dinas, badan, dan kecamatan. Pembentukan dan susunan perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan daerah. c. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Sentralisasi yaitu sistem pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di pemerintah pusat. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi dimaknai sebagai penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Dekonsentrasi adalah atributie/ penyerahan kewenangan menurut hukum publik kepada pejabat-pejabat, diwakili oleh pejabat-pejabat departemen (F.A.M. Stroink, 2006: 7). Dekonsentrasi menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/walikota sebagai penanggungjawab urusan pemerintahan umum. Pelaksanaan otonomi daerah, kebijakan yang diambil dalam menyelenggarakan pemerintahan digunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-
24
undangan. Tugas pembantuan (medebewind) merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat
atau
dari
pemerintah
daerah
provinsi
kepada
daerah
kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi. 3. Tinjauan tentang Pemerintahan Desa a. Pengertian Pemerintahan Desa Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 18B ayat (1) dan (2) tersebut hak tradisional dan kesatuan masyarakat hukum adat memiliki posisi yang istimewa dalam
penyelenggaraan
pemerintahan
desa.
Keberagaman
karakteristik dan jenis desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak menjadi penghalang tetapi negara tetap memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan msyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya (Ni’matul Huda, 2015: 210). Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa memiliki kewenangannya sendiri, yang mencakup kewenangan yang telah ada berdasarkan hak asal-usul desa, kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh daerah dan pemerintah, serta tugas
25
pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten (HAW Widjaja, 2008: 97). Kata desa berasal dari bahasa india yaitu swadesi yang berarti tempat tinggal atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas (Yayuk Yulianti, 2003: 24). Berdasar Pasal 1 angka 2 UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan bahwa pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Mashuri Maschab, membicarakan desa di Indonesia menimbulkan tiga macam penafsiran (Mashuri Mashab, 2013: 2). Pertama, pengertian secara sosiologis yang menggambarkan suatu bentuk kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang tinggal dan menetap dalam suatu lingkungan, di mana di antara mereka saling mengenal dengan baik dan corak kehidupan yang relatif homogen. Kedua, pengertian secara ekonomis, desa sebagai suatu lingkungan masyarakat yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dari apa yang disediakan alam di sekitarnya. Ketiga, pengertian secara politik, di mana desa sebagai suatu organisasi pemerintahan atau organisasi kekuasaan yang secara politik mempunyai wewenang tertentu karena merupakan bagian dari pemerintahan negara. Pemerintah Desa dalam Pasal 1 angka 3 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan nama lain dalam Pasal 1 angka 4 adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan
26
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis (UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa). b. Kelembagaan Desa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur mengenai kelembagaan desa/desa adat, yaitu lembaga pemerintahan desa/desa adat yang terdiri atas pemerintahan desa/ desa adat dan Badan Permusyawaratan Desa/desa adat, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan Lembaga Adat. Kepala Desa/Desa Adat mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai sarana negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat. Dengan posisi tersebut, prinsip pengaturan tentang Kepala Desa/Desa Adat adalah : 1) Sebutan Kepala Desa/Desa Adat disesuaikan dengan sebutan lokal. 2) Kepala
Desa/Desa
Adat
berkedudukan
sebagai
Kepala
Pemerintahan Desa/Desa adat dan sebagai pemimpin masyarakat. 3) Kepala Desa dipilih secara demokratis dan langsung oleh masyarakat setempat, kecuali bagi desa adat dapat menggunakan mekanisme lokal. 4) Pencalonan Kepala Desa dalam pemilihan langsung tidak menggunakan basis partai politik sehingga Kepala Desa dilarang sebagai pengurus partai politik. Kepala Desa mempunyai wewenang yaitu: memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa, mengangkat dan memberhentikan perangkat desa, memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa, menetapkan peraturan desa, menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, membina kehidupan masyarakat desa, membina ketentraman
dan
ketertiban
masyarakat
desa,
membina
dan
meningkatkan perekonomian desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya
27
kemakmuran masyarakat desa, mengembangkan sumber pendapatan desa, mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara
guna
mengembangkan
meningkatkan kehidupan
kesejahteraan sosial
budaya
masyarakat
desa,
masyarakat
desa,
memanfaatkan teknologi tepat guna, mengordinasikan pembangunan desa secara partisipatif, mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan,
dan
melaksanakan
wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa). Kepala Desa/Desa Adat merupakan Kepala Pemerintahan Desa/ Desa adat yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa Kepala Desa tidak bertanggungjawab kepada Badan Permusyawaratan Desa tetapi bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota dengan menyampaikan laporan tahunan ataupun laporan akhir masa jabatan. Kepala Desa hanya wajib menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan setiap akhir tahun, serta memberikan dan/atau menyebarkan informasi kepada masyarakat kinerja penyelenggaraan pemerintahannya secara tertulis setiap akhir tahun anggaran kepada Badan Permusyawaratan Desa. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Kepala Desa bertugas
menyelenggarakan
pembangunan
desa,
pemerintahan
pembinaan
desa,
kemasyarakatan
melaksanakan desa,
dan
pemberdayaan masyarakat desa. Kedudukan, kewenangan, dan keuangan desa yang semakin kuat, penyelenggaraan pemerintahan desa diharapkan lebih akuntabel yang didukung dengan sistem pengawasan dan keseimbangan antara pemerintah desa dan lembaga desa.
28
Susunan organisasi pemerintahan desa terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) (I Gede Pantja Astawa, 2009: 328). Lembaga Desa khususnya Badan Permusyawaratan Desa atau bisa juga disebut dengan BPD yang kedudukannya mempunyai fungsi penting dalam menyiapkan kebijakan pemerintahan desa bersama Kepala Desa, harus mempunyai visi dan misi yang sama sehingga
Badan
Permusyawaratan
Desa
(BPD)
tidak
dapat
menjatuhkan Kepala Desa yang dipilh secara demokratis oleh masyarakat desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis (Ni’ matul Huda, 2015: 215). Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi yaitu: membahas dan menyepakati rancangan Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa selama 6 tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/ janji. Anggota Badan Permusyawaratan Desa dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 kali secara berturut-turut atau tidak secara berturutturut. Upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat,
Permusyawaratan
Desa
pemerintah
(BPD)
desa
memfasilitasi
dan/atau
Badan
penyelenggaraan
musyawarah desa. Musyawarah desa atau yang disebut dengan forum musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD), pemerintah desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan
29
Permusyawaratan
Desa
(BPD)
untuk
memusyawarahkan
dan
menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Hasil musyawarah desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menetapkan kebijakan pemerintahan desa. Hal yang bersifat strategis meliputi: penataan desa, perencanaan desa, kerja sama desa, rencana investasi yang masuk ke desa, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa), penambahan dan pelepasan aset desa, dan kejadian luar biasa. Musyawarah desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 tahun. Musyawarah desa dibiayai oleh APB Desa ( Pasal 54 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa). Lembaga Kemasyarakatan Desa merupakan lembaga yang meliputi Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Lembaga Kemasyarakatan Desa bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa (Ni’matul Huda, 2015: 244). Pasal 94 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa desa mendayagunakan Lembaga Kemasyarakatan Desa yang ada dalam membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan
desa,
dan
pemberdayaan
masyarakat
desa.
Pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan lembaga
non
pemerintah
wajib
memberdayagunakan
dan
mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada di desa (Pasal 150 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
30
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa). Lembaga Kemasyarakatan Desa dibentuk atas prakarsa pemerintahan
desa
dan
masyarakat.
Pembentukan
Lembaga
Kemasyarakatan Desa diatur dengan peraturan desa. Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagai wadah partisipasi masyarakat desa dalam
pembangunan,
pemerintahan,
kemasyarakatan,
dan
pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi dan transparansi di tingkat masyarakat serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan. c. Pendapatan Asli Desa Sumber Pendapatan Asli Desa menurut HAW. Widjaja, sumber pendapatan desa terdiri dari: (HAW. Widjaja, 2003: 131) 1) Sumber pendapatan desa. a) Sumber pendapatan desa terdiri atas: Pendapatan Asli Desa yang meliputi: hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah. b) Bantuan dari pemerintah kabupaten yang meliputi: bagian perolehan pajak dan retribusi daerah bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah. c) Bantuan dari pemerintah dan pemerintah provinsi. d) Sumbangan dari pihak ketiga. e) Pinjaman desa. 2) Pemilikan dan Pengolahan yang meliputi: a) Sumber pendapatan yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Pemberdayaan potensi desa dalam meningkatkan pendapatan desa dilakukan antara lain dengan pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), kerja sama dengan pihak ketiga
31
dan wewenang melakukan pinjaman. Sumber pendapatan daerah yang berada di desa, baik pajak maupun retribusi yang telah dipungut oleh daerah kabupaten tidak dibenarkan adanya pungutan oleh pemerintah desa. Pendapatan daerah dari sumber tersebut harus diberikan kepada desa yang bersangkutan dengan pembagian secara proporsional dan adil. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghilangkan beban biaya ekonomi tinggi dan dampak lainnya. b) Kegiatan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang ditetapkan setiap tahun meliputi penyusunan anggaran pelaksanaan tata usaha keuangan dan perubahan serta perhitungan anggaran. Pendapatan Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam Pasal 72 bersumber dari: 1) Pendapatan Desa a) Pendapatan Asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain Pendapatan Asli Desa. b) Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. c) Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/ kota. d) Alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. e) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. f) Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga. g) Lain-lain pendapatan desa yang sah.
32
2) Bagi hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/ kota paling sedikit 10 % dari pajak dan retribusi daerah. 3) Alokasi Dana Desa paling sedikit 10 % dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/ kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. 4. Tinjauan tentang Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) a. Pengertian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) BUM
Desa
didirikan
dengan
kesepakatan
melalui
musyawarah desa yang ditetapkan dengan peraturan desa. BUM Desa sebagai penghubung antara pemerintah desa dengan masyarakat dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat dan mengelola potensi desa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk pengembangan usaha, pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa. BUM Desa merupakan lembaga ekonomi yang berdirinya harus didasari oleh adanya potensi ekonomi, sehingga sumber daya yang penting dalam mendorong pelaksanaan kebijakan (Puguh Budiono, 2015: 121). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan bahwa Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. BUM Desa menurut Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa yaitu Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disebut
33
BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa pembangunan kawasan pedesaan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui satuan kerja perangkat daerah,
pemerintah
desa,
dan/atau
BUM
Desa
dengan
mengikutsertakan masyarakat desa. Pendirian Badan Usaha Milik Desa berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh desa dan/atau kerja sama antar desa. Lembaga ini adalah terobosan baru yang patut diapresiasi dalam rangka pemberdayaan dan penguatan desa (Ni”matul Huda, 2015: 237). Tujuan pendirian Badan Usaha Milik Desa (Pasal 3 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa), yaitu: 1) Meningkatkan perekonomian desa. 2) Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa. 3) Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa.
34
4) Mengembangkan rencana kerjasama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga. 5) Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga. 6) Membuka lapangan kerja. 7) Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
melalui
perbaikan
pelayanan umum, pertumbuhan, dan pemerataan ekonomi desa. 8) Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan Pendapatan Asli Desa. b. Pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Badan Usaha Milik Desa atau disebut dengan BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa disepakati melalui musyawarah desa dan ditetapkan dengan peraturan desa (Pasal 88 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa). Kerjasama antar desa dan pelayanan usaha antar desa dapat dibentuk BUM Desa bersama yang merupakan milik 2 desa atau lebih sesuai Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Pasal 6 ayat (2) yaitu Pendirian BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati melalui musyawarah antar desa yang difasilitasi oleh badan kerja sama antar desa yang terdiri dari: pemerintah desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa, lembaga desa lainnya, dan tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Bentuk organisasi BUM Desa diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
35
Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa yaitu BUM desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum. Pasal 7 ayat (2) yaitu unit usaha yang berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat. Pasal 7 ayat (3) yaitu dalam hal BUM Desa tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk organisasi BUM Desa didasarkan pada peraturan desa tentang Pendirian BUM Desa. Pasal
10
ayat
(1)
dalam
Peraturan
Menteri
Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015
tentang
Pendirian,
Pengurusan
dan
Pengelolaan,
dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Desa menyatakan bahwa susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari Penasihat, Pelaksana Operasional, dan Pengawas. Pasal 10 ayat (2) menjelaskan bahwa penamaan susunan kepengurusan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan penyebutan nama setempat
yang
dilandasi
semangat
kekeluargaan
dan
kegotongroyongan. Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa, menegaskan bahwa Penasihat dijabat secara ex officio (karena jabatan) oleh Kepala Desa yang bersangkutan. Pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa penasihat berkewajiban: memberikan nasihat
kepada
pelaksana
operasional
dalam
melaksanakan
pengelolaan BUM Desa, memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa, dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa. Pasal 11 ayat (3) menjelaskan wewenang dari penasihat yaitu: meminta
36
penjelasan dari pelaksana operasional mengenai persoalan yang menyangkut pengelolaan usaha desa dan melindungi usaha desa terhadap hal-hal yang dapat menurunkan kinerja BUM Desa. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 13 ayat (1) yaitu: dalam melaksanakan kewajibannya, pelaksana operasional dapat menunjuk anggota pengurus sesuai dengan kapasitas bidang usaha, khususnya dalam mengurus pencatatan dan administrasi usaha dan fungsi operasional bidang usaha. Pasal 13 ayat (2) menyatakan bahwa pelaksana operasional dapat dibantu karyawan sesuai dengan kebutuhan dan harus disertai dengan uraian tugas berkenaan dengan tanggung jawab, pembagian peran dan aspek pembagian kerja lainnya. Persyaratan menjadi pelaksana operasional berdasar Pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa, yakni meliputi
masyarakat
desa
yang mempunyai
jiwa wirausaha,
berdomisili dan menetap di desa sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, berkepribadian baik, jujur, adil, cakap, dan perhatian terhadap usaha ekonomi desa, dan pendidikan minimal setingkat SMU/Madrasah Aliyah/ SMK atau sederajat. Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa menyatakan bahwa pelaksana operasional dapat diberhentikan dengan alasan: meninggal dunia, telah selesai masa bakti sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran
37
Rumah Tangga BUM Desa, mengundurkan diri, tidak dapat melaksanakan
tugas
dengan
baik
sehingga
menghambat
perkembangan kinerja BUM Desa, terlibat kasus pidana dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Modal BUM Desa terdiri atas: penyertaan modal desa dan penyertaan modal masyarakat desa. Penyertaan modal desa berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) dan sumber lain. Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa (Pasal 135 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa). Modal BUM Desa diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa yaitu terdiri dari penyertaan modal desa dan penyertaan modal masyarakat desa. Pasal 18 ayat (1) mempertegas bahwa penyertaan modal desa terdiri dari: 1) Hibah dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga donor yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa. 2) Bantuan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa. 3) Kerjasama usaha dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga donor yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif desa dan disalurkan melalui mekanisme APB Desa.
38
4) Aset desa yang diserahkan kepada APB Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang aset desa. Pemerintah
Kabupaten
melalui
Badan
Pemberdayaan
Masyarakat dan pemerintahan desa melakukan pendampingan dan pelatihan
kepada
pengurus
BUM
Desa.
Pelatihan
mengenai
manajemen dan dalam menentukan jenis usaha yang dirasa perlu untuk mendorong pelaksanaan kebijakan BUM Desa yang ada tersebut berjalan sesuai apa yang ditargetkan (Puguh Budiono, 2015: 121). Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi pemerintahan desa paling sedikit terdiri atas: penasihat dan pelaksana operasional. Penasihat mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam menjalankan kegiatan
pengurusan
dan
pengelolaan
usaha desa.
Pelaksana
operasional mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (Pasal 134 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa). Pelaksanaan operasional dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksanaan lembaga pemerintahan desa dan lembaga kemasyarakatan desa (Pasal 132 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa). Pendirian BUM Desa, ada tahapan-tahapan yang dilakukan oleh perangkat desa (terutama kepala desa) sebagai komisaris BUM Desa. Tahapan pendirian BUM Desa harus dilakukan melalui inisiatif desa yang dirumuskan secara partisipatif oleh seluruh komponen masyarakat desa. Pendirian BUM Desa juga dimungkinkan atas inisiatif pemerintah kabupaten sebagai bentuk intervensi pembangunan
39
pedesaan untuk mendukung pembangunan daerah. Ada tahapan dalam pembentukan BUM Desa yaitu: 1) Tahap I : membangun kesepakan antar masyarakat desa dan pemerintah desa untuk pendirian BUM Desa yang dilakukan melalui musyawarah desa atau rembug desa. Kepala Desa mengadakan musyawarah desa dengan mengundang panitia pembentukan BUM Desa, anggota BPD dan pemuka masyarakat serta lembaga kemasyarakatan yang ada di desa. Tujuan dalam pertemuan tahap I ini adalah merumuskan hal-hal berikut: a) Nama, kedudukan, dan wilayah kerja BUM Desa. b) Maksud dan tujuan pendirian BUM Desa. c) Bentuk badan hukum BUM Desa. d) Sumber permodalan BUM Desa. e) Unit-unit usaha BUM Desa. f) Organisasi BUM Desa. g) Pengawasan BUM Desa. h) Pertanggungjawaban BUM Desa. i) Jika dipandang perlu membetuk Panitia Ad-hoc perumusan peraturan desa tentang Pembentukan BUM Desa. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pertemuan tahap I ini adalah untuk mendesain struktur organisasi. BUM Desa merupakan sebuah organisasi, maka diperlukan adanya struktur organisasi yang menggambarkan bidang pekerjaan apa saja yang harus tercakup di dalam organisasi tersebut. Bentuk hubungan kerja (instruksi, konsultatif, dan pertanggunganjawab) antar personil atau pengelola BUM Desa. 2) Tahap II pengaturan organisasi BUM Desa yang mengacu kepada rumusan Musyawarah Desa pada tahap I oleh Panitia Ad-hoc,
40
dengan menyusun dan pengajuan pengesahan terhadap hal-hal berikut: a) Peraturan desa tentang Pembentukan BUM Desa yang mengacu pada peraturan daerah dan ketentuan hukum lainnya yang berlaku. b) Pengesahan peraturan desa tentang Pembentukan BUM Desa. c) Anggaran Dasar BUM Desa. d) Struktur Organisasi dan aturan kelembagaan BUM Desa. e) Tugas dan fungsi pengelola BUM Desa. f) Aturan kerjasama dengan pihak lain. g) Rencana usaha dan pengembangan usaha BUM Desa. Pada tahap ke dua ini menjelaskan kepada semua anggota BUM Desa dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk memahami aturan kerja organisasi. Maka, diperlukan untuk menyusun AD/ART BUM Desa yang dijadikan rujukan pengelola dan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola BUM Desa. Penetapan sistem koordinasi yang baik memungkinkan terbentuknya kerja sama antar unit usaha dan lintas desa berjalan efektif. 3) Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah tahap III: pengembangan dan pengelolaan BUM Desa, dengan aktivitas: a) Merumuskan
dan
menetapkan
sistem
penggajian
dan
pengupahan pengelola BUM Desa. b) Pemilihan pengurus dan pengelola BUM Desa. c) Menyusun sistem informasi pengelolaan BUM Desa. d) Menyusun sistem administrasi dan pembukuan BUM Desa. e) Penyusunan rencana kerja BUM Desa. 4) Terakhir, menyusun bentuk aturan kerjasama dengan pihak ketiga, yakni kerja sama dengan pihak ketiga apakah menyangkut transaksi jual beli atau simpan pinjam penting diatur ke dalam suatu aturan yang jelas dan saling menguntungkan. Penyusunan
41
bentuk kerjasama dengan pihak ketiga diatur secara bersama dengan dewan komisaris BUM Desa. Selain itu, juga dibahas mengenai menyusun rencana usaha (business plan), yakni penyusunan rencana usaha penting untuk dibuat dalam periode 1 sampai dengan 3 tahun. Para pengelola BUMDes memiliki pedoman yang jelas apa yang harus dikerjakan dan dihasilkan dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan dan kinerjanya menjadi terukur. Penyusunan rencana usaha dibuat bersama dengan dewan komisaris BUMDes. Proses rekruitmen dan sistem penggajian dan pengupahan guna menetapkan orang-orang yang bakal menjadi pengelola BUM Desa dapat dilakukan secara musyawarah. Pemilihannya harus didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria itu dimaksudkan agar pemegang jabatan di BUM Desa mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Persyaratan bagi pemegang jabatan di dalam BUM Desa penting dibuat oleh dewan komisaris. Selanjutnya dibawa ke dalam forum rembug desa untuk disosialisasikan dan ditawarkan kepada masyarakat. Proses selanjutnya adalah melakukan seleksi terhadap pelamar dan memilih serta menetapkan orang-orang yang paling sesuai dengan kriteria yang dibuat. Pemberian insentif jika pengelola mampu mencapai target yang ditetapkan selama periode tertentu. Besar kecilnya jumlah uang yang dapat dibayarkan kepada pengelola BUM Desa juga harus didasarkan pada tingkat keuntungan yang kemungkinan dapat dicapai. Pemberian imbalan kepada pengelola BUM Desa harus semenjak awal disampaikan
agar
mereka
memiliki
tanggungjawab
dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Sebab pemberian imbalan merupakan ikatan bagi setiap orang untuk memenuhi kinerja yang diminta.
42
c. Jenis Usaha Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Klasifikasi jenis usaha BUM Desa menurut Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa yaitu: 1) Jenis bisnis sosial sederhana yang memberikan pelayanan umum kepada masyarakat dengan memperoleh keuntungan finansial, seperti: air minum desa, usaha listrik desa, lumbung pangan, sumber daya lokal, dan teknologi tepat guna lainnya (Pasal 19 ayat (2)). 2) Jenis bisnis penyewaan barang untuk melayani kebutuhan masyarakat desa dan ditujukan untuk memperoleh Pendapatan Asli Desa, seperti: alat transportasi, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko, tanah milik BUM Desa, barang sewaan lainnya (Pasal 20 ayat (2)). 3) Jenis usaha perantara yang memberikan jasa pelayanan kepada warga, seperti: jasa pembayaran listrik, pasar desa untuk memasarkan produk yang dihasilkan masyarakat, dan jasa pelayanan lainnya (Pasal 21 ayat (2)). 4) Jenis bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang barang-barang tertentu
untuk
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
maupun
dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas, seperti: pabrik es, pabrik asap cair, hasil pertanian sarana produksi pertanian, sumur bekas tambang, kegiatan bisnis produktif lainnya (Pasal 22 ayat (2)). 5) Jenis bisnis keuangan yang memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi desa, seperti: memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat desa (Pasal 23 ayat (2)).
43
6) Usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan masyarakat desa baik dalam skala lokal desa maupun
kawasan
pedesaan.
Unit
usaha
tersebut
berupa:
pengembangan kapal desa berskala besar untuk mengorganisasi nelayan kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif, desa wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat, dan kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal lainnya (Pasal 24 ayat (3)). Strategi pengelolaan BUM Desa yang bersifat bertahap dengan mempertimbangkan dari inovasi yang dilakukan oleh BUM Desa sesuai Pasal 25 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa yaitu, meliputi: 1) Sosialisasi dan pembelajaran tentang BUM Desa. 2) Pelaksanaan Musyawarah Desa dengan pokok bahasan tentang BUM Desa. 3) Pendirian BUM Desa yang menjalankan bisnis sosial dan bisnis penyewaan. 4) Analisisis kelayakan usaha BUM Desa yang berorientasi pada usaha perantara, usaha bersama, bisnis sosial, bisnis keuangan dan perdagangan bisnis penyewaan aspek teknis dan teknologi, aspek budaya, ekonomi, sosial, politik, lingkungan usaha dan lingkungan hidup, aspek badan hukum, dan aspek perencanaan usaha. 5) Pengembangan kerjasama kemitraan strategis dalam bentuk kerjasama BUM Desa antar desa atau kerja sama dengan dengan pihak swasta, oeganisasi sosial-ekonomi kemasyarakatan, dan/atau lembaga donor. 6) Diversifikasi usaha dalam bentuk BUM Desa yang berorientasi pada bisnis keuangan dan usaha bersama.
44
Alokasi hasil usaha BUM Desa berdasar Pasal 26 ayat (1) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa yaitu hasil usaha BUM Desa merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil transaksi dikurangi dengan pengeluaran biaya dan kewajiban pada pihak lain, serta penyusutan atas barang-barang inventaris dalam 1 (satu) tahun buku. Pasal 26 ayat (2) menyatakan bahwa pembagian hasil usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga BUM Desa. Pasal 26 ayat (3) yaitu alokasi pembagian hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelola melalui sistem akuntansi sederhana. Pertanggungjawaban pelaksanaan BUM Desa Pasal 31 ayat (1) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa menyatakan pelaksana operasional melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan BUM Desa kepada penasihat yang secara ex-officio dijabat oleh Kepala Desa. Pasal 31 ayat (2) menjelaskan bahwa BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah desa dalam membina pengelolaan BUM Desa. Pasal 31 ayat (3) yaitu pemerintah desa mempertanggungjawabkan tugas pembinaan terhadap BUM Desa kepada BPD yang disampaikan melalui Musyawarah Desa. Pembinaan dan pengawasan BUM Desa sesuai Pasal 32 ayat (1) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa yaitu Menteri menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria BUM Desa. Pasal 32 ayat (2) yaitu Gubernur melakukan sosialisasi, bimbingan teknis
45
tentang standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan serta memfasilitasi akselerasi pengembangan modal dan pembinaan manajemen BUM Desa
di
Provinsi.
Pasal
32
ayat
(3)
menyatakan
bahwa
Bupati/Walikota melakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap pengembangan manajemen dan sumber daya manusia pengelola BUM Desa. 5. Tinjauan tentang Teori Pelaksanaan Hukum Pelaksanaan hukum dalam kehidupan masyarakat sehari-hari mempunyai arti yang sangat penting karena apa yang menjadi tujuan hukum justru terletak pada pelaksanaan hukum itu sendiri (Imam Sukadi, 2011: 35). Hukum itu dibuat untuk dilaksanakan apabila tidak peraturan hukum itu hanya merupakan susunan kata-kata yang tidak mempunyai makna dalam kehidupan masyarakat. Peraturan hukum tersebut akan mati dengan sendirinya. Menurut Chambliss dan Seidman (dalam buku Satjipto Rahardjo), tingkah laku dari rakyat tidak hanya ditentukan oleh hukum tetapi juga kekuatan sosial lainnya. Gambaran yang diberikan Chambliss dan Seidman memberikan pemahaman hukum yang diuraikan dalam dalildalil berikut: a. Setiap peraturan hukum memberi tahu tentang bagaimana seseorang pemegang peranan itu diharapkan bertindak. b. Bagaimana seseorang pemegang peranan bertindak sebagai suatu respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturanperaturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana. c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturanperaturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi- sanksi, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik, dan lain-lainnya yang
46
mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari para pemegang peranan. d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan
bertindak
merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku, sanksi-sanksi, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik, ideologi, dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpanumpan balik yang datang dari pemegang peranan serta birokrasi (Satjipto Rahardjo, 1986: 21). Hukum yang bekerja merupakan suatu pranata di dalam masyarakat maka perlu dimasukkan satu faktor yang menjadi perantara yang memungkinkan terjadinya penerapan norma-norma hukum. Penerapan hukum hanya dapat terjadi melalui manusia sebagai perantaranya. Faktor manusia yang masuk ke dalam pembicaraan hukum khususnya di dalam hubungan bekerjanya hukum, membawa kepada penglihatan mengenai hukum sebagai karya manusia dalam masyarakat. Faktor-faktor yang memberikan beban pengaruhnya terhadap hukum meliputi: (Satjipto Rahardjo, 1980: 49). 1) Pembuatan Hukum Masalah pembuatan hukum hendaknya dilihat dalam hubungan dengan bekerjanya hukum sebagai lembaga sosial maka pembuatan hukum itu dilihat sebagai fungsi masyarakatnya. Pembuatan hukum
merupakan
pencerminan
model
masyarakat
dalam
hubungan dengan masyarakat. 2) Pelaksanaan Hukum (hukum sebagai suatu proses) Hukum dapat bekerja melalui manusia. Manusia yang menciptakan hukum, tetapi juga untuk pelaksanaan hukum yang telah dibuat masih diperlukan adanya beberapa langkah yang memungkinkan ketentuan hukum dapat dijalankan. Pertama, harus ada pengangkatan pejabat sebagaimana ditentukan dalam peraturan hukum. Kedua, harus ada orang-orang yang melakukan perbuatan hukum. Ketiga, orang-orang tersebut mengetahui adanya peraturan
47
tentang keharusan bagi mereka untuk menghadapi pegawai yang telah ditentukan untuk mencatatkan peristiwa hukum tersebut. 3) Hukum dan Nilai-Nilai dalam Masyarakat Hukum menetapkan pola hubungan antar manusia dan merumuskan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat. Norma yang ada di dalam masyarakat sebagai norma yang tertinggi atau norma dasar. Nilai itu diartikan sebagai suatu pernyataan tentang hal yang diinginkan seseorang. Norma dan nilai merujuk pada hal yang sama tetapi dari sudut pandang yang berbeda. Norma mewakili suatu perspektif sosial, sedangkan nilai melihatnya dari sudut perspektif individual. Hukum sebagai idealisasi memiliki hubungan yang erat dengan konseptualisasi keadilan secara abstrak (Yoga Pratama Kumbara Jati, 2011: 26). Efektivitas pelaksanaan hukum berkaitan erat dengan masalah berfungsinya hukum dalam pelaksanaan. Teoriteori hukum ini biasanya dibedakan antara 3 (tiga) macam berlakunya hukum sebagai kaidah. Berkaitan dengan berlakunya hukum sebagai kaidah, ada anggapan-anggapan yang dikemukakan Soerjono Soekanto mengenai kaidah berlakunya hukum, yaitu: (Soerjono Soekanto, 1980: 15). 1) Kaidah hukum berlaku secara yuridis apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau apabila terbentuk menurut cara yang ditetapkan atau apabila menunjukan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya. 2) Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, kaidah hukum tersebut efektif apabila: dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun
tidak
diterima
oleh
warga
masyarakat
(teori
kekuasaan), atau kaidah hukum diberlakukan oleh penguasa meskipun
tidak
diterima
oleh
warga
masyarakat
(teori
48
kekuasaan), atau kaidah hukum berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan). 3) Kaidah hukum berlaku secara filosofis yaitu sesuai dengan citacita hukum sebagai nilai positif yang berlaku. Faktor –faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, menurut Soerjono Soekanto antara lain: (Soerjono Soekanto, 2007: 5) 1) Faktor hukum Undang-undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah yang sah, mencakup: a) Peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum di sebagian wilayah negara. b) Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja. Asas yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak positif artinya agar undang-undang tersebut mencapai tujuannya sehingga efektif. Asas-asas tersebut antara lain: 1) Undang-undang tidak berlaku surut, artinya bahwa orang tidak dapat dikenai hukuman atau suatu ketentuan undang-undang, sebelum ada hukumnya atau undang-undangnya. Tujuannya yaitu melindungi rakyat terhadap tindakan sewenang-wenang dari penguasa. 2) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa lebih tinggi dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. Asas ini merupakan konsekuensi
adanya
hirarki
dalam
perundang-undangan.
Ketentuan-ketentuan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi.
49
3) Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undangundang yang bersifat umum (lex spesialis derogat lex generali), apabila suatu hal tertentu telah diatur dalam ketentuan-ketentuan yang bersifat umum dan juga diatur di dalam ketentuan-ketentuan yang khusus, maka yang berlaku adalah ketentuan yang khusus. 4) Undang-undang yang baru membatalkan undang-undang yang terdahulu (lex posteriori derogat lex preori). Syaratnya adalah undang-undang baru tersebut mengatur materi yang sama dengan undang-undang lama/ terdahulu, meskipun di dalamnya undangundang
baru
tidak
dinyatakan
dengan
tegas
tentang
pencabutannya, maka dengan sendirinya dianggap undang-undang baru tersebut mencabut undang-undang lama. 5) Undang-undang
tidak
dapat
diganggu
gugat.
Asas
ini
mencerminkan bahwa ketentuan/ hukum yang dibuat oleh raja selalu benar. 6) Undang-undang yang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi melalui pelestarian atau pembaharuan. Syarat agar pembuat undang-undang tidak sewenang-wenang, maka perlu: a) Keterbukaan di dalam membuat undang-undang. b) Pemberian hak kepada warga masyarakat untuk mengajukan usul-usul tertentu melalui cara-cara sebagai berikut: (1) Penguasa setempat mengundang mereka yang berminat untuk menghadiri suatu pembicaraan mengenai peraturan tertentu yang akan dibuat. (2) Departemen tertentu mengundang organisasi-organisasi tertentu untuk memberikan masukan bagi suatu rancangan undang-undang yang sedang disusun. (3) Acara dengan pendapat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
50
(4) Pembentukan kelompok-kelompok penasehat yang terdiri dari tokoh-tokoh atau ahli-ahli terkemuka. (Soerjono Soekanto, 1983:7-9) Masalah-masalah yang terjadi atau gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari undang-undang disebabkan yaitu: tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang, belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang, ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undangundang
yang
mengakibatkan
kesimpangsiuran
di
dalam
penafsiran serta penerapannya. (Soerjono Soekanto, 2007: 17-18). 2) Faktor Penegak Hukum Ruang lingkup dari istilah penegak hukum adalah luas sekali. Penegak hukum akan dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung di dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga peace maintenance. Kiranya sudah dapat diduga bahwa kalangan tersebut mencakup mereka yang bertugas di bidang-bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pengacara, pemasyarakatan (Soerjono Soekanto, 2007: 19). Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat,
yang
hendaknya
mempunyai
kemampuan-
kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran, di samping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Kecuali dari itu, maka golongan panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisional tertentu, sehingga menggairahkan partisipasi dari golongan sasaran atau masyarakat luas. Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu dan lingkungan yang tepat di dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-
51
kaidah hukum yang baru, serta memberikan keteladanan yang baik. (Soerjono Soekanto, 2007: 34) Halangan-halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan yang seharusnya dari golongan panutan atau penegak hukum, mungkin berasal dari dirinya sendiri atau dari lingkungan. Halangan yang memerlukan penanggulangan tersebut adalah: keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi, tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi, kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi, belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan materiil, kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme. Halangan-halangan tersebut dapat diatasi dengan cara mendidik, melatih, dan membiasakan diri untuk mempunyai sikap-sikap sebagai berikut: (Soerjono Soekanto, 2007: 35-36). a) Sikap yang terbuka terhadap pengalaman-pengalaman maupun penemuan-penemuan baru. Artinya, sebanyak mungkin menghilangkan prasangka terhadap hal-hal yang baru atau
yang berasal dari luar sebelum dicoba
manfaatnya. b) Senantiasa siap untuk menerima perubahan-perubahan setelah menilai kekurangan-kekurangan yang ada pada saat itu. c) Peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya dengan dilandasi suatu kesadaran bahwa persoalanpersoalan tersebut berkaitan dengan dirinya. d) Senantiasa mempunyai informasi yang selengkap mungkin mengenai pendiriannya.
52
e) Orientasi ke masa kini dan masa depan yang sebenarnya merupakan suatu urutan. f)
Menyadari akan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya, dan
percaya
bahwa
potensi-potensi
tersebut
dapat
dikembangkan. g) Berpegang pada suatu perencanaan dan tidak pasrah pada nasib yang buruk. h) Percaya pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia. i)
Menyadari dan menghormati hak, kewajiban maupun kehormatan diri sendiri maupun pihak-pihak lain.
j)
Berpegang teguh pada keputusan-keputusan yang diambil atas dasar penalaran dan perhitungan yang mantap.
3) Faktor Sarana atau Fasilitas Penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar apabila adanya sarana dan fasilitas tertentu yang mendukung. Sarana dan fasilitas tersebut, antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, otaganisasi yang baik, pearalatan yang memadai, keuangan yang cukup. Sarana dan prasarana tersebut apabila tidak dipenuhi maka penegakan hukum tidak akan mencapai tujuannya. (Soerjono Soekanto, 2007: 37) Oleh karena itu, untuk masalah sarana atau fasilitas, sebaiknya dianuti jalan pikiran sebagai berikut: (Soerjono Soekanto, 2007: 44) a) Yang tidak ada-diadakan yang baru betul. b) Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan. c) Yang kurang-ditambah. d) Yang macet-dilancarkan. e) Yang mundur atau merosot-dimajukan atau ditingkatkan. 4) Faktor Masyarakat
53
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. (Soerjono Soekanto, 2007: 45). Warga masyarakat yang sudah mengetahui hak dan kewajiban mereka, maka mereka juga akan mengetahui aktivitasaktivitas penggunaan upaya-upaya hukum untuk melindungi, memenuhi, dan mengembangkan kebutuhan-kebutuhan mereka dengan aturan yang ada. Hal itu semua biasanya, dinamakan kompetensi hukum yang tidak mungkin ada apabila masyarakat: (Soerjono Soekanto, 2007: 56-57). a) Tidak mengetahui atau tidak menyadari apabila hak-hak mereka dilanggar atau terganggu. b) Tidak mengetahui akan adanya upaya-upaya hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingannnya. c) Tidak berdaya untuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor-faktor keuangan, psikis, sosial atau politik. d) Tidak mempunyai pengalaman menjadi anggota organisasi yang memperjuangkan kepentingan-kepentingannya. e) Mempunyai pengalaman-pengalaman kurang baik di dalam proses interaksi dengan berbagai unsur kalangan hukum formal. 5) Faktor Kebudayaan Kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianuti dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari. Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan 2 (dua) keadaan ekstrim yang harus diserasikan. (Soerjono Soekanto, 2007: 59-60).
54
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto terdapat pasangan nilai yang berperan dalam hukum (Soerjono Soekanto, 2007: 60) yaitu: nilai ketertiban dan nilai ketentraman, nilai jasmaniah atau kebendaan dan nilai rohaniah atau keahlakan, nilai kelanggengan atau konservatisme dan nilai kebaruan atau inovatisme. Nilai ketertiban biasanya disebut dengan keterikatan atau disiplin, sedangkan nilai ketentraman merupakan suatu kebebasan. Secara psikologis keadaan tentram ada bila seorang tidak merasa khawatir, tidak merasa diancam dari luar dan tidak terjadi konflik batiniah. Indonesia terdapat berbagai macam kebudayaan yang mendasari hukum adat yang berlaku. Hukum adat tersebut merupakan hukum kebiasaan yang berlaku di kalangan rakyat terbanyak. Hukum tertulis atau perundang-undangan juga berlaku yang timbul dari golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang resmi. Hukum perundang-undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat supaya hukum perundang-undangan dapat berlaku secara efektif. (Soerjono Soekanto. 2007: 63-64). Pasangan
nilai-nilai
kebendaan
dan
keahlakan
juga
merupakan pasangan nilai yang bersifat universal. Kenyataannya, pada masing-masing masyarakat timbul perbedaan-perbedaan karena berbagai
macam
modernisasi
di
pengaruh. bidang
Pengaruh
materiil,
dari
misalnya,
kegiatan-kegiatan tidak
mustahil
menempatkan nilai kebendaan pada posisi yang lebih tinggi daripada nilai keahlakan sehingga akan timbul suatu keadaan yang tidak serasi. Hal ini akan mengakibatkan bahwa berbagai aspek proses hukum akan mendapatkan penilaian dari segi kebendaan belaka. (Soerjono Soekanto, 2007: 65)
55
Pasangan
nilai
konservatisme
dan
nilai
inovatisme
senantiasa berperan di dalam perkembangan hukun, oleh karena di satu pihak ada yang menyatakan bahwa hukum hanya mengikuti perubahan yang terjadi dan bertujuan untuk mempertahankan status quo. Pihak lain mempunyai anggapan-anggapan yang kuat juga bahwa hukum dapat berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan perubahan dan menciptakan hal-hal yang baru. Keserasian antara kedua nilai tersebut akan menempatkan hukum pada kedudukan dan peranan yang semestinya. Oleh karena itu, semua pemikiran tentang hukum telah berjuang untuk mendamaikan tuntutan yang bertentangan akan kebutuhan stabilitas dan kebutuhan. (Soerjono Soekanto, 2007: 6667). Soerjono Soekanto memberikan syarat-syarat agar hukum menjadi hukum yang baik, yaitu : a) Hukum merupakan aturan umum yang tetap. b) Hukum harus jelas. c) Hukum tidak retroaktif. d) Aturan hukum tidak boleh saling bertentangan. e) Hukum harus sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk mengikutinya. f) Perubahan hukum jangan dilakukan sangat sering dan berlebihan. g) Ada korelasi antara aturan hukum dan pelaksanaan hukum (Soerjono Soekanto, 2005:148). Hukum
adalah
suatu
sistem,
maka
untuk
dapat
memahaminya perlu dengan pendekatan sistem. Pengertian hukum sebagai sistem hukum dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman (dalam jurnal Imam Sukadi), bahwa hukum itu merupakan gabungan antara komponen struktur, substansi dan budaya hukum
56
(Imam Sukadi, 2011: 42). Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena apabila salah satu terlepas maka sistem itu akan berubah. Abdul
Manan
mengutip
tentang
sistem
hukumnya
Lawrence M. Friedman menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan perubahan hukum, maka perubahan itu dapat terjadi pada tiga unsur yang sangat dominan dalam hukum, yaitu: (Abdul Manan, 2005: 10): a) Struktur hukum adalah pola yang menunjukkan tentang bagaimana
hukum
itu
dijalankan
ketentuan-ketentuan
formalnya. b) Substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melaksanakan perbuatanperbuatan serta hubungan-hubungan hukum. c) Kultur hukum yang datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum seperti pengadilan dan jika masyarakat dalam menyelesaikan kasus yang terjadi memilih pengadilan untuk menyelesaikannya. Kultur masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembaharuan hukum. Satjipto Rahardjo menyebutkan bahwa berbicara soal hukum pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari asas-asas paradigma hukum yang terdiri atas fundamental hukum dan sistem hukum. Salah satu paradigma hukum adalah: Pertama, nilai sehingga hukum dapat dilihat sebagai sosok nilai. Kedua, hukum sebagai ideologi yang merupakan suatu pernyataan dalam bentuk suatu pemihakan kepada nilai-nilai tertentu mengenai pernyataan yang dipegang oleh suatu golongan yang berkuasa. Ketiga, hukum sebagai institusi yakni hukum diwujudkan melalui aktivitas atau bekerjanya berbagi badan. Keempat, hukum sebagai rekayasa
57
sosial yakni penggunaan hukum sebagai sarana sosial tidak dapat dilepaskan dari anggapan serta paham bahwa hukum itu merupakan instrumen yang dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan yang jelas (Satjipto Rahardjo, 2002: 60). Hukum harus dilaksanakan dalam suatu sistem, hal ini berpengaruh besar pada pelaksanaannya yaitu proses penegakan hukum (Imam Sukadi, 2011: 36). Kepemimpinan sangat erat hubungannya dengan kemampuan pemimpin untuk melakukan komunikasi yang optimal sehingga mampu membangun trust dan kepercayaan.
Komunikasi
hukum
dan
sosialisasi
hukum
merupakan faktor yang esensial bagi efektifitas hukum (Imam Sukadi, 2011: 42). B. Kerangka Pemikiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa
Implementasi terkait Pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
Hambatan Gambar 2: Kerangka Pemikiran
Solusi
58
Keterangan : Bagian kerangka pemikiran di atas menjelaskan mengenai alur pemikiran penulis untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu mengenai Implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Desa tersebut semakin memperkuat keberadaan dan tata kelola BUM Desa. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 ini akan menjelaskan lebih terperinci mengenai proses pendirian BUM Desa, siapa saja yang berhak mengelola, permodalan, jenis usaha yang diperbolehkan sampai dengan pelaporan dan pertanggung jawaban pelaporan BUM Desa. Lembaga ekonomi ini didirikan berdasarkan pada keinginan masyarakat desa berdasarkan potensi akan menimbulkan permintaan di pasar dan menguntungkan masyarakat desa. Berdirinya BUM Desa dilandasi oleh UndangUndang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dalam pasal 87 yang menyatakan bahwa desa dapat mendirikan BUMDesa, tercantum pula dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pendirian badan usaha desa ini disertai dengan upaya penguatan kapasitas dan didukung oleh kebijakan daerah (Kabupaten/Kota) yang ikut memfasilitasi dan melindungi usaha masyarakat desa dari ancaman persaingan para pemodal besar. BUM Desa merupakan lembaga ekonomi baru yang beroperasi di pedesaan, maka membutuhkan landasan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang. Pembangun landasan bagi pendirian BUM Desa adalah Pemerintah, baik pusat ataupun daerah. BUM Desa saat ini diharapkan memegang peranan penting dalam pengembangan potensi desa khususnya dalam mengelola keuangan desa yang ada di wilayahnya.
59
Berkaitan dengan permasalahan hukum mengenai pelakasanaan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar dengan dengan dasar hukumnya maka akan dilihat sejauh mana dalam pelaksanaannya jika ditinjau berdasarkan Peraturan Menteri Desa Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Penulis juga akan meneliti hambatan apa yang timbul dan solusi untuk mengatasi hambatan tersebut dalam pelaksanaan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar serta penyelesaiannya.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Kabupaten Karanganyar Kabupaten Karanganyar, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karanganyar terletak di antara 110° 40”– 110° 70” Bujur Timur dan 7° 28” – 7° 46” Lintang Selatan. Ketinggian rata-rata 511 meter di atas permukaan laut serta beriklim tropis dengan temperatur 22 – 31 °C dan berbatasan dengan: a. Utara
: Kabupaten Sragen.
b. Selatan
: Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sukoharjo.
c. Barat
: Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali.
d. Timur
: Provinsi Jawa Timur.
Wilayah terendah berada di Kecamatan Jaten yang hanya 90 meter dan wilayah tertinggi berada di Kecamatan Tawangmangu yang mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,64 hektar yang terdiri dari luas tanah sawah 22.340,45 hektar dan luas tanah kering yaitu 55.038,19 hektar (Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar data tahun 2015). Kabupaten Karanganyar dipimpin oleh seorang Bapak Bupati yang bernama Drs. H. Juliyatmono, MM dan Wakil Bupati yang bernama H. Rohadi Widodo, S.P yang mempunyai 17 kecamatan meliputi 15 kelurahan dan 162 desa. Desa/ kelurahan terdiri dari 1.100 dusun, 2.323 dukuh, 1.949 RW, dan 6.389 RT. Kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar sebagai berikut: Jatipuro, Jatiyoso, Jumapolo, Jumantono, Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso, Karangpandan, Karanganyar, Tasikmadu, Jaten, Colomadu, Gondangrejo, Kebakkramat, Mojogedang, Kerjo, dan Jenawi. 60
61
Kecamatan Jumapolo memiliki dusun terbesar dengan jumlah 103 sedangkan jumlah dusun terkecil ada di Kecamatan Jenawi dengan jumlah 34. Jumlah penduduk di Kabupaten Karanganyar sebanyak 840.171 jiwa yang terdiri dari laki-laki 415.574 jiwa dan perempuan 424.597 jiwa dengan UMR (Upah Minimum Regional) Kabupaten Karanganyar sebesar Rp 1.442.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh dua ribu rupiah). (Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar data tahun 2015). Kabupaten Karanganyar mempunyai 12 Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) terletak di 8 kecamatan yang terdiri dari: (Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BAPERMADES) Kabupaten Karanganyar data tahun 2015) a. Kecamatan Ngargoyoso terdapat 2 BUM Desa yaitu di Desa Berjo dan Desa Kemuning. Desa Berjo mendirikan BUM Desa pada tahun 2008 dengan unit usaha berupa: unit wisata air terjun Jumog, unit wisata Telaga Mandirdo, unit usaha kios & rumah makan, dan unit Usaha Simpan Pinjam. Desa Kemuning mendirikan BUM Desa pada tahun 2013 dengan unit usaha berupa: unit Usaha Simpan Pinjam, unit usaha kios desa, dan unit usaha rumah makan. b. Kecamatan Jatipuro terdapat 2 BUM Desa yaitu di Desa Jatiroyo dan Desa Jatikuwung. Desa Jatiroyo mendirikan BUM Desa pada tahun 2009 dengan unit usaha yaitu: unit usaha jasa keuangan, persewaan molen, unit penyediaan air minum, unit jasa komunikasi, dan unit usaha pasar desa. Desa Jatikuwung mendirikan BUM Desa pada tahun 2014 dengan unit usaha berupa: unit Usaha Simpan Pinjam, unit usaha penyediaan air bersih, dan unit usaha pasar desa. c. Kecamatan Karangpandan hanya mempunyai 1 BUM Desa di Desa Bangsri yang didirikan tahun 2012 dengan unit usaha yang berupa: unit Usaha Simpan Pinjam dan unit usaha pasar desa. d. Kecamatan Jaten terdapat 2 BUM Desa yaitu di Desa Jati dan Desa Jetis. Desa Jati mendirikan BUM Desa pada tahun 2012 dengan unit
62
usaha yang berupa: unit Usaha Simpan Pinjam, unit usaha penyediaan air bersih, dan unit usaha lumbung desa. Desa Jetis mendirikan BUM Desa pada tahun 2014 dengan unit usaha berupa: unit Usaha Simpan Pinjam, unit usaha pasar desa, dan unit usaha lumbung desa. e. Kecamatan Jenawi hanya 1 BUM Desa yaitu di Desa Balong yang didirikan pada tahun 2013 dengan unit usaha berupa: unit Usaha Simpan Pinjam, unit usaha penyediaan air bersih, dan unit usaha pasar desa. f. Kecamatan Mojogedang hanya 1 BUM Desa berada di Desa Buntar yang didirikan pada tahun 2014 dengan unit usaha berupa: unit Usaha Simpan Pinjam, unit usaha penyediaan air bersih, dan persewaan alat pesta. g. Kecamatan Tawangmangu terdapat 2 BUM Desa yaitu di Desa Plumbon dan Desa Nglebak. Desa Plumbon mendirikan BUM Desa pada tahun 2014 dengan unit usaha berupa: unit Usaha Simpan Pinjam dan unit usaha kios desa. Desa Nglebak mendirikan BUM Desa pada tahun 2014 juga dengan unit usaha berupa: unit Usaha Simpan Pinjam dan unit usaha penyediaan air bersih. h. Kecamatan Jatiyoso hanya 1 BUM Desa yaitu berada di Desa Wonorejo yang didirikan pada tahun 2014 dengan unit usaha berupa: unit Usaha Simpan Pinjam, unit usaha penyediaan air bersih, dan unit usaha pasar desa.
63
Gambar 3: Peta Wilayah Kabupaten Karanganyar.
Gambar 4: Lambang Kabupaten Karanganyar. Sumber: http://www.karanganyarkab.go.id
64
2. Kecamatan Ngargoyoso Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai kode pos: 57793 dipimpin oleh seorang Camat bernama
Bapak
Agung
Respati
S.Sos.,SH.,Msi.MM.
Kecamatan
Ngargoyoso adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karanganyar yang terdiri dari: 9 desa, 50 dusun, 166 dukuh, 103 RW, dan 288 RT. Desa yang ada di Kecamatan Ngargoyoso yaitu: Berjo, Dukuh, Girimulyo, Jatirejo, Kemuning, Ngargoyoso, Nglegok, Puntukrejo, dan Segorogunung. Seluruh desa sudah berklasifikasi desa swasembada. Jumlah penduduk Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yang paling banyak terdapat di Desa Kemuning dengan jumlah 5.803 jiwa dan yang paling sedikit di Desa Segorogunung dengan jumlah 1.666 jiwa (Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar data tahun 2015). Jumlah penduduk se-Kecamatan Ngargoyoso adalah 32.934 jiwa, 10.301 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari jumlah laki-laki 16.760 jiwa dan perempuan 16.174 jiwa. Penduduk usia 0-15 tahun sebanyak 7.631 jiwa, usia 15-65 tahun sebanyak 21.263 jiwa, dan usia 65 tahun ke atas sebanyak 4.040 jiwa. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Ngargoyoso paling banyak adalah petani sebanyak 6.541 orang dan paling sedikit adalah TNI/ POLRI sebanyak 37 orang. Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Ngargoyoso yang paling banyak adalah Sekolah Dasar (SD)/ sederajat dan paling sedikit adalah lulusan S3 hanya 1 orang. Batas wilayahnya adalah: a. Utara
: Kecamatan Jenawi.
b. Selatan
: Kecamatan Karangpandan.
c. Barat
: Kecamatan Mojogedang.
d. Timur
: Kecamatan Tawangmangu.
Luas wilayah Kecamatan Ngargoyoso yaitu 65,34 km2/ 6.533.942 Ha yang terdiri dari luas tanah sawah 689,952 Ha, dan luas tanah kering 5.843,990 Ha dengan ketinggian rata-rata 880 m di atas permukaaan laut. Jarak dari ibukota provinsi sejauh 140 km dan jarak dari ibukota
65
kabupaten/ kota sejauh 20,5 km. Luas tanah kas desa seluas 2.290.948 Ha. Jenis tanahnya yaitu komplek andosol coklat, andosol coklat kekuningan, dan litosol. Industri dari kecamatan ini yaitu anyaman bambu, keripik ketela, dan jamu instan. Daya tarik wisatanya yaitu: Candi Sukuh, air terjun Jumog, air terjun Parang Ijo, kebuh teh Kemuning, Telaga Madirdo, Candi Palanggatan, Melasti Lawu, dan Ndoro Dongker (Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar data tahun 2015). Jumlah Kepala Desa dan Sekretaris Desa di Kecamatan Ngargoyoso adalah 9 orang. Jumlah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berjumlah 86 orang. Pendapatan Asli Desa (PAD) sejumlah Rp 835.966.710,00 (delapan ratus tiga puluh lima juta sembilan ratus enam puluh enam ribu tujuh ratus sepuluh rupiah) yang terdiri dari retribusi: Rp 18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah), hasil kekayaan desa: Rp 542.927.480,00 (lima ratus empat puluh dua juta sembilan ratus dua puluh tujuh ribu empat ratus delapan puluh rupiah), hasil usaha desa (BUM Desa): Rp 36.800.000,00 (tiga puluh enam juta delapan ratus ribu rupiah). Omset BUM Desa per tahun: Rp 504.640.550,00 (lima ratus empat juta enam ratus empat puluh ribu lima ratus lima puluh rupiah). Jumlah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) berjumlah 9 (Sumber: buku monografi Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah Bulan Desember tahun 2015).
Gambar 5: Peta Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Sumber: http://www.karanganyarkab.go.id
66
3. Desa Berjo Desa Berjo adalah salah satu desa yang berada di lereng Gunung Lawu dengan panorama alam yang indah dan hawa yang sejuk dengan suhu rata-rata 220C sampai 320C, beriklim tropis. Desa Berjo terletak di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai 6 dusun, 50 dukuh, 14 RW, 50 RT dan berbatasan dengan: (Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar data tahun 2015) a. Utara
: Desa Girimulyo.
b. Selatan
: Tawangmangu.
c. Barat
: Desa Puntukrejo.
d. Timur
: Gunung Lawu.
Desa Berjo mempunyai 1 lurah/kades yang bernama Bapak Dwi Haryanto, 1 sekretaris desa yang bernama Bapak Sulardi, SE, dan 6 kadus, 6 kaur, serta 1 staf. Dusun yang ada di Desa Berjo yaitu: Berjo, Tagung, Gandu, Gero, Tambak, dan Tlogo. Desa Berjo merupakan desa berbasis wisata dan inovatif karena mempunyai banyak tempat wisata seperti air terjun Jumog, Telaga Madirdo, Candi Sukuh, Tahura (Taman Hutan Raya), dan situs wisata Planggatan. Candi Sukuh adalah candi Hindu yang dibuat pada zaman Majapahit. Tiket untuk masuk ke wisata Candi Sukuh adalah Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah). Penentuan jabatan Kepala Desa di Desa Berjo yaitu dengan cara dipilih masyarakat secara langsung, sedangkan penentuan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan cara dipilih oleh perwakilan masyarakat desa secara musyawarah dan mufakat. Pemilihan pimpinan BPD dengan cara dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung. Organisasi lembaga kemasyarakatan yang ada di Desa Berjo terdiri dari: LKMD/ LPM, PKK, karangtaruna, RT, RW, BUM Desa, Forum Komunikasi Kader Pemberdayaan Masyarakat, Posyandu, kelompok
67
gotong royong, dan organisasi keagamaan (Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Karanganyar tahun 2015).
KEPALA DESA Dwi Haryanto
BPD
SEKDES Sulardi, SE
KAUR UMUM Sri Sugiyatmi
KASI PEMERINTA HAN Suratno
KADUS TAGUNG Sunarso. BA
KASI KETENTRAM AN DAN KETERTIBAN Sugito
KADUS BERJO Haryanto. SH
KADUS GANDU Giyono
KAUR KEUANGAN Suharto
KASI PEREKONOMI AN DAN PEMBANGUN AN Suwarno
KADUS GERO Sutaryo
KADUS TAMB AK Suyatno
KASI KESEJAH TERAAN RAKYAT Mulyanto
KADUS TLOGO Suparso
Gambar 6: Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar tahun 2015. Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor: 25 Tahun 2006.
68
KETUA Drs. Hartomo,MPd
WAKIL KETUA Suparmono, S.Pd
SEKRETARIS Dhani Wiliantoro, S.S
ANGGOTA Pitoyo
ANGGOTA Agung Setyo H. SPd
ANGGOTA Sunari
ANGGOTA Sri Basuki
ANGGOTA Wilarsih
ANGGOTA Sri Widodo
ANGGOTA Suharno
ANGGOTA Harsoyarno
Gambar 7: Struktur Badan Permusyawaratan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar tahun 2015. Sumber: Balai Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
69
KETUA Sugeng S.Pd MH
WAKIL KETUA Suharno. Ama.Pd SEKRETARIS Suwandi S.Pd
SEKSI AGAMA Yam Sutarto
BENDAHARA Supanto
SEKSI PEMBANG &KOPERA SI Sutarno
SEKSI PEMBERDAYA AN PEREM. Sumiyem. S.Pd
SEKSI PENDIDI KAN Sunardi.S. Pd
SEKSI KEAMAN AN KETERTIB AN Padmoloso
SEKSI PEMUDA OLAHRA GA Heru Widyanto
SEKSI KESEHATAN Nanik Setyowati
Gambar 8: Struktur Organisasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar tahun 2015. Sumber: Balai Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Luas wilayah dari Desa Berjo yaitu 1623.866 Ha secara keseluruhan dengan ketinggian rata-rata 800 meter di bawah permukaan laut. Jarak dari kantor desa ke kantor kecamatan yaitu 3,6 km dan ke kantor kabupaten 21,9 km. Jumlah penduduknya yaitu 6.716 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga (KK) tahun ini yaitu 1.882. Penduduk laki-laki berjumlah 3.335 jiwa, sedangakan perempuan berjumlah 3.381 jiwa.
70
Jumlah angkatan kerja (penduduk usia 18-56 tahun) yaitu 3.219 orang (Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar data tahun 2015). Masyarakat Desa Berjo sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani sayur, dan pembibitan komoditas sayur-mayur. Lahan pertanian berupa tegal/ kebun. Sektor industri yang menjadi andalan yaitu makanan kecil, minuman instan, dan penyulingan cengkeh. Tanah sawah Desa Berjo seluas 84.00 Ha dan tanah kering seluas 283.00 Ha. Desa Berjo terdiri dari beberapa dusun yaitu: Tagung, Tambak, Berjo, Pabongan, Gandu, Selorejo, Sukuh, Gero, Moroto, dan Tlogo (Sumber: BPS Kabupaten Karanganyar data tahun 2015). Visi dan Misi Desa Berjo yaitu: Visi
: Desa Berjo yang maju melalui pertanian dan desa wisata di Kabupaten Karanganyar.
Misi
: a. Terwujudnya masyarakat Desa Berjo yang maju dan sejahtera lahir dan batin. b. Terwujudnya masyarakat Desa Berjo yang maju di bidang pertanian. c. Terwujudnya Desa Berjo sebagai desa tujuan wisata di Kabupaten Karanganyar.
4. Air Terjun Jumog Air terjun Jumog terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yang dibangun pada tanggal 7 Agustus 2004 atas kerjasama Bapak Abdullah Faraz Abdad dengan pemerintah Kabupaten Karanganyar. Bapak Abdullah adalah investor lokal yang telah mengarahkan warga Jumog membersihkan semak belukar untuk memunculkan pesona keindahan air terjun Jumog.
71
Pada awalnya, Bapak Abdullah hanya memiliki sebidang tanah di Desa Berjo, namun secara tidak terduga ditemukan air terjun Jumog. Bapak Abdullah mengajukan sewa lahan selama 20 tahun tetapi hanya bagi hasil dengan pemerintah daerah, warga setempat, dan Bapak Abdullah sendiri sehingga Jumog merupakan milik masyarakat Desa Berjo, Kabupaten Karanganyar dan investor. Pada tahun 2006, pengelolaan air terjun Jumog diambil alih oleh desa karena suatu hal yang menyebabkan hal itu dilakukan oleh pihak desa. Pengelolaannya dikelola langsung melalui birokrasi Desa Berjo. Hal ini berjalan selama 2 tahun hingga tahun 2008 awal. Aliran air terjun Jumog memiliki tiga cabang, yaitu Klueng, Kusumajati dan Jubleg. Air terjun dengan ketinggian 30 m yang terbelah menjadi 2 (Air Terjun Kembar) dan berada pada ketinggian 1000 m dpa. Air terjun Jumog berasal dari sebuah mata air yg keluar dari sela-sela bebatuan yang berada di sebelah timur kurang lebih 800 m dan belum terkontaminasi oleh limbah/kotoran. Bagi anak-anak dan remaja sekolah tersedia juga fasilitas outbound untuk menguji keberanian yang berada diatas sungai sepanjang 45 m. Fasilitas yang terdapat di air terjun Jumog yaitu kolam renang, mainan anak, aula maupun gazebo. Setiap Hari Minggu & hari besar terdapat pentas hiburan. Air murni yang berasal dari sumber mata air sepanjang tahun, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan asing maupun wisatawan domestik. Akses jalan masuk yang mudah sangat menguntungkan bagi para wisatawan dan keadaan di sekitar air terjun yang asri. Harga tiket masuk air terjun Jumog yaitu: hari biasa dengan harga Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah), untuk hari libur Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah), dan untuk turis asing yaitu Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah). Tarif parkir air terjun Jumog yaitu untuk sepeda motor dikenakan tarif Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah), untuk mobil Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah), untuk bus yaitu Rp
72
10.000,00 (sepuluh ribu rupiah). Keberadaan obyek wisata di Desa Berjo membawa dampak positif terhadap perekonomian masyarakat Desa Berjo. 5. Telaga Madirdo Telaga Madirdo merupakan danau kecil yang airnya bersumber dari mata air di lereng barat Gunung Lawu dan warga juga menyebutnya sebagai Telaga Wurung. Telaga ini menjadi tumpuan kehidupan warga karena airnya tidak pernah surut meski musim kemarau panjang melanda. Air di danau ini tidak pernah penuh meski musim penghujan, sehingga disebutlah sebagai Telaga Wurung atau telaga yang tidak sempurna. Nama Telaga Madirdo ini kemudian dijadikan nama dusun. Jarak telaga dari balai desa sekitar 4 km yang dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi cukup mudah. Telaga ini memiliki potensi yang layak untuk dikembangkan menjadi obyek wisata unggulan bagi Desa Berjo. Telaga Madirdo juga sudah cukup dikenal oleh wisatawan yang memasuki Desa Berjo terutama turis asing karena telaga ini termasuk dalam jalur tracking Sukuh-Grojogan Sewu. Telaga ini apabila lebih dikembangkan maka akan menjadi obyek wisata yang akan memberikan sumbangsih besar pada peningkatan taraf hidup masyarakat Desa Berjo. Airnya berkhasiat meyembuhkan penyakit sehingga sering digunakan untuk berendam masyarakat sekitar dan menjelang Bulan Ramadhan, Telaga Madirda juga masih sering digunakan untuk padusan. Sekarang, tempat ini oleh BUM Desa dikembangkan menjadi tempat outbond seperti flying fox sepanjang 200 meter yang terbentang diatas air telaga serta juga ada bumi perkemahan di sana untuk disewakan guna menambah pemasukan BUM Desa Berjo. 6. Unit Simpan Pinjam Unit Simpan Pinjam ini berada di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yang berdiri tahun 2012 dengan modal awal yaitu Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) bantuan
73
dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui BAPERMADES pada tahun 2011 dan modal penyertaan BUM Desa sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) pada tahun 2012. Unit simpan pinjam ini merupakan unit usaha yang dikelola juga oleh BUM Desa yang pendiriannya berdasar Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa. Unit Simpan Pinjam atau yang sering disebut dengan USP buka setiap hari Senin-Sabtu pukul 08.00-13.30 tetapi untuk hari Jumat buka pukul 08.00-11.30. Masyarakat yang menabung atau meminjam uang di USP ini jumlahnya sekitar 500 orang yang terdiri dari masyarakat Desa Berjo dan masyarakat dari luar Desa Berjo. USP ini dikelola oleh Bapak Sudarmanto, SE yang mempunyai jabatan sebagai Kepala Unit Simpan Pinjam. Unit Simpan Pinjam mempunyai lokasi yang strategis karena letaknya dekat dengan balai desa. Letak Unit Simpan Pinjam yang dekat dengan pemukiman warga juga mendukung USP tersebut lebih maju karena jarak rumah dengan USP menjadi lebih dekat. USP membantu masyarakat dalam hal simpan pinjam dengan proses yang cepat sehingga masyarakat khususnya masyarakat Desa Berjo dengan mudah mendapatkan pinjaman uang untuk modal usahanya dan dapat menyimpan hasil usahanya di USP dengan aman. Masyarakat yang menabung di USP ini juga akan mendapatkan bunga seperti menabung di bank. Bunga di USP ini yaitu 3% per tahun. Jadi, masyarakat Desa Berjo tidak harus menabung di bank untuk mendapatkan bunga. B. Implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam Pengaturan Badan Usaha Milik Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar 1. Pendirian BUM Desa
74
Penulis telah melakukan wawancara dengan Bapak Sulardi, SE sebagai Sekretaris Desa dan Ketua Badan Pengawas Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yang menjelaskan bahwa Pemerintah Desa Berjo mendirikan BUM Desa karena awalnya terjadi perselisihan dengan pihak ketiga (investor) saat membuka obyek wisata alam yang berupa air terjun Jumog pada tahun 2004. Pihak ketiga (investor) tersebut bernama Bapak Abdullah Farad. Pada awalnya, Pemerintah Desa Berjo dan Bapak Abdullah menyetujui untuk menjalin kerjasama selama 5 tahun dan dapat diperpanjang selama 3x perpanjangan atau selama 20 tahun. Kerjasama tersebut baru berjalan 3 tahun dan ternyata tidak bisa berjalan sesuai dengan kesepakatan. Pihak ketiga (investor) tidak dapat memenuhi kewajiban yang seharusnya yaitu membayar 30 % dari pendapatan pengelolaan obyek wisata selama 1 tahun. Pemerintah Kabupaten Karanganyar membantu menyelesaikan permasalahan ini dengan cara mediasi dan memanggil pihak-pihak terkait. Hasil dari musyawarah tersebut adalah dengan memberi tenggang waktu pembayaran selama 6 bulan, apabila pihak ketiga tidak dapat menyelesaikan kewajibannya baik ke Desa Berjo maupun ke Kabupaten Karanganyar maka pihak ketiga menyerahkan semua aset obyek wisata air terjun Jumog kepada Desa Berjo. Pihak ketiga (investor) akhirnya tidak dapat memenuhi kewajibannya dan semua aset obyek wisata air terjun Jumog diberikan kepada Desa Berjo. Pemerintah Desa Berjo memutuskan mengadakan musyawarah dengan masyarakat Desa Berjo untuk membahas pengelolaan obyek wisata alam air terjun Jumog dengan memberikan 3 pilihan yaitu: pengelolaan dilakukan dalam bentuk koperasi, atau mencari investor baru kembali, atau dikelola dalam bentuk BUM Desa. Kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pilihan tersebut dipertimbangan akhirnya dipilihlah pilihan yang ketiga yaitu dengan cara BUM Desa.
75
Pemerintah Desa Berjo mendirikan BUM Desa pada tanggal 6 Maret 2008 berdasarkan Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa tetapi saat itu Pemerintah Kabupaten Karanganyar belum mengeluarkan peraturan daerah yang mengatur BUM Desa. Pemerintah Kabupaten Karanganyar mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa akan tetapi, peraturan daerah tersebut baru dikeluarkan setelah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa berlaku. Alasan didirikan BUM Desa di Desa Berjo yaitu: atas inisiatif Pemerintah Desa/ masyarakat berdasarkan musyawarah, adanya potensi usaha ekonomi rakyat, sesuai kebutuhan masyarakat, tersedia Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai pengelolanya, tersedia sumber daya desa yang belum dimanfaatkan terutama kekayaan desa yang berupa Sumber Daya Alam (SDA) air terjun Jumog, adanya unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi masyarakat yang belum dikelola dengan baik, meningkatkan pendapatan masyarakat dan Pendapatan Asli Desa, serta potensi desa dapat terwadahi dalam satu badan usaha yaitu BUM Desa. Dasar hukum berdirinya BUM Desa di Desa Berjo yaitu: a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan DaerahDaerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah. b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 213 ayat (1) yang menyatakan bahwa desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. d. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dalam Pasal 78 ayat (1) yang isinya bahwa dalam meningkatkan pendapatan
76
masyarakat dan desa, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa dan ayat (2) yaitu pembentukan Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undang. e. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 8 Tahun 2007 tentang Peraturan Desa pada Pasal 3 yaitu: jenis Peraturan Perundangundangan pada tingkat desa meliputi: Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, Keputusan Kepala Desa. f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. g. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa. h. Peraturan Bupati Kabupaten Karanganyar Nomor 31 Tahun 2011 tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Peraturan
Daerah
Kabupaten
Karanganyar. Menurut Bapak Sulardi, SE selaku Sekretaris Desa dan Ketua Badan Pengawas BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menjelaskan bahwa mekanisme pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Desa Berjo yaitu dengan cara rembug desa atau musyawarah terlebih dahulu dengan masyarakat Desa Berjo yang dipimpin oleh Kepala Desa Berjo untuk mencapai mufakat. Langkah berikutnya hasil dari musyawarah tersebut dibuat dalam bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang memuat mengenai organisasi dan tata kerja, penetapan personil, sistem pertanggungjawaban dan pelaporan, serta bagi hasil dan kepailitan. Usulan materi disesuaikan dengan kesepakatan dalam draf peraturan desa. Langkah terakhir yaitu dengan penerbitan peraturan desa. Bapak Sulardi, SE selaku Sekretaris Desa dan Ketua Badan Pengawas BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten
77
Karanganyar
menambahkan
bahwa
AD/ART
BUM
Desa
Berjo
menggunakan ketentuan produk hukum yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Peraturan Desa. Tahap-tahap penyusunan Anggaran Dasar (AD) sebagai berikut: Langkah pertama, pemerintah desa mengundang masyarakat, lembaga masyarakat desa, dan tokoh masyarakat. Kedua, membentuk tim perumus dengan melibatkan golongan miskin/ kurang mampu dan perempuan dalam tim. Ketiga, tim perumus menggali aspirasi dan merumuskan pokok-pokok aturannya dalam bentuk draf Anggaran Dasar. Keempat, mengadakan pertemuan desa untuk membahas draf Anggaran Dasar. Kelima, membuat berita acara pengesahan draf Anggaran Dasar menjadi Anggaran Dasar. Keenam, penyusunan dan pembentukan pengelola BUM Desa. Ketujuh, dibuat berita acara pembentukan dan pemilihan pengelola. Tahap-tahap untuk menyusun Anggaran Rumah Tangga (ART) sebagai berikut: Pertama, pengelola BUM Desa mengundang masyarakat, pemerintah desa, lembaga desa, dan tokoh masyarakat. Kedua, membentuk tim perumus dengan melibatkan golongan miskin/ kurang mampu dan perempuan dalam tim. Ketiga, tim perumus menggali aspirasi dan merumuskan pokok-pokok aturannya dalam bentuk draf ART. Keempat, mengadakan pertemuan desa untuk membahas draf ART. Kelima, dibuat berita acara pengesahan draf Anggaran Rumah Tangga menjadi Anggaran Rumah Tangga, setelah AD/ ART dan pengelola BUM Desa terbentuk maka ditetapkan melalui peraturan desa (Perdes) tentang BUM Desa. Musyawarah desa juga membahas mengenai organisasi pengelola BUM Desa, modal usaha BUM Desa Berjo, Anggaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga BUM Desa Berjo. Pengangkatan organisasi pengelola Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) ditetapkan oleh Kepala Desa Berjo dengan mengeluarkan Keputusan Kepala Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 2 Tahun 2008 tentang
78
Pengangkatan Pengurus dan Badan Pengawas Desa Berjo Masa Bakti 2008-2012. Modal
dasar
BUM
Desa
Berjo
ditetapkan
sebesar
Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) yang dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Des) tahun 2008 dan penambahan modal ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, Desa Berjo, hal ini sudah diatur dalam Anggaran Dasar BUM Desa Berjo BAB IV Permodalan Pasal 4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa Berjo ditetapkan di Berjo pada tanggal 6 Maret 2008. Pada hari Kamis tanggal 6 Maret 2008 bertempat di Kantor Balai Desa Berjo telah diadakan rapat dalam rangka membahas Rancangan Peraturan Desa tentang Badan Usaha Milik Desa. Rapat ini selain dihadiri oleh ketua, wakil Ketua dan anggota BPD yang berjumlah 11 orang juga dihadiri oleh camat, kepala desa, perangkat desa, dan tokoh-tokoh masyarakat Desa Berjo. Hasil dari rapat tersebut yaitu menyetujui penetapan peraturan Desa Berjo tentang Badan Usaha Milik Desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengeluarkan Keputusan Bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3/BPD/2008 Persetujuan Bersama Rancangan Peraturan Desa Berjo tentang Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) menjadi Peraturan Desa sehingga BUM Desa Berjo didirikan dengan Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa. Visi dan Misi Badan Usaha Milik Desa Berjo sebagai berikut: Visi: Sebagai motor pembangunan desa, menuju desa yang maju, makmur, adil, dan sejahtera bagi masyarakatnya. Misi: a. Meningkatkan Pendapatan Asli Desa dan Kabupaten Karanganyar. b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
79
c. Memajukan sektor usaha desa. d. Menciptakan lapangan usaha dan kesempatan kerja. e. Ikut berperan aktif dalam pembangunan desa. Tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar sesuai yang tercantum dalam Anggaran Dasar Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Berjo, Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar dalam Pasal 2 sebagai berikut: a. Mendorong perkembangan perekonomian masyarakat desa. b. Meningkatkan kreatifitas dan peluang usaha ekonomi produktif masyarakat desa yang berpenghasilan rendah. c. Mendorong berkembangnya usaha mikro sektor informal. d. Meningkatkan Pendapatan Asli Desa. e. Mengurus, mengelola, dan mengembangkan potensi desa untuk berdaya guna dan berhasil guna sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa. 2. Bentuk Organisasi BUM Desa Menurut Bapak Supardi selaku Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menjelaskan bahwa unit usaha BUM Desa di desa ini tidak berbadan hukum tetapi unit usaha tersebut didirikan berdasarkan Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa. Macam-macam unit usaha yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa yaitu obyek wisata air terjun Jumog dan Telaga Madirdo, kios dan rumah makan, Unit Simpan Pinjam (USP), agro wisata, usaha lain yang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
80
Menurut Bapak Supardi selaku Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menambahkan bahwa air terjun Jumog mempunyai daya tarik wisata yang membuat pengunjung tertarik untuk berwisata ke tempat tersebut. Hal tersebut dijadikan peluang untuk menambah pemasukan BUM Desa Berjo. Rumah makan yang dikelola BUM Desa adalah rumah makan yang terletak di sekitar wisata air terjun Jumog saja. Bumi perkemahan dan outbond Tlogo Mandirdo dikelola BUM Desa pada tahun 2010, sementara ini hanya outbond yang baru dikelola. Unit Simpan Pinjam Desa Berjo baru didirikan tahun 2012 dan hanya melayani kebutuhan simpan pinjam untuk masyarakat Desa Berjo. Tabel 1: Data jumlah pengunjung obyek wisata air terjun Jumog dari tahun 20082015 JUMLAH PENGUNJUNG ( ORANG ) TAHUN BULAN 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
JAN
5.209 3.678 5.385 5,518 5,146 5,387 5,661
PEBR
1.479 3.148 3.170 2,167 2,622 1,032 2,838
MAR
2.074 3.240 3.034 2,777 3,705 4,124 3,585
APR
3.133 2.476 5.430 2.907 3,432 2,832 3,888 2,996
MEI
3.688 3.150 4.279 3.200 3,093 3,380 5,010 3,865
JUNI
3.896 2.985 4.898 3.830 3,175 3,685 3,927 3,045
81
JULI
5.050 2.968 4.039 5.431 3,751 2,751 7,300 11,110
AGST 4.725 2.585 3.280 6.723 7,457 8,993 6,925 4,303
SEPT
1.770 3.729 7.115 4.006 3,196 3,497 4,139 4,191
OKT
9.920 3.342 3.441 3.521 2,807 3,431 4,643 4,640
NOP
3.376 4.009 3.054 2.517 2,501 3,554 4,192 3,810
DES
3.546 6.067 3.958 3.915 3,861 3,149 3,861 5,661
JMLH
39.104 40.073 49.560 47.639 43,735 46,745 54,428 55,705
Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Jumlah pengunjung obyek wisata air terjun Jumog dari tahun 20082015 yang dirincikan setiap bulannya. Pengunjung yang paling banyak yaitu bulan Juli tahun 2015 sebanyak 11.110 orang. Jumlah pengunjung yang paling sedikit yaitu bulan Februari tahun 2014 dengan jumlah 1.032. Air terjun Jumog ramai pengunjung saat bulan Juli karena masa liburan banyak anak-anak yang libur sekolah sehingga banyak yang berwisata.
82
Gambar 9: Grafik jumlah pengunjung air terjun Jumog tahun 2008-2015 Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Grafik jumlah pengunjung air terjun Jumog tersebut menyatakan jumlah pengunjung lokal lebih banyak daripada turis asing. Turis asing banyak yang belum mengetahui wisata air terjun ini karena kurangnya promosi menggunakan media online. Wisatawan lokal yang berkunjung paling banyak adalah tahun 2015 dengan jumlah 53.852 orang, sedangkan turis asing juga pada tahun 2015 sebanyak 1.853 orang. Jumlah pengunjung paling banyak adalah di Tahun 2015 sebanyak 55.705 orang dan paling sedikit di tahun 2008 dikarenakan dana BUM Desa yang masih kurang untuk mengelolanya yaitu dengan jumlah 39.104 orang. 3. Organisasi Pengelola BUM Desa Anggaran Dasar Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar dalam BAB V tentang Organisasi, Pengelolaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang, dan Hak
83
Pengurus Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa BUM Desa adalah salah satu wadah kegiatan perekonomian desa yang dikelola oleh pengurus yang terpisah dari unsur pemerintah desa. Struktur organisasi BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar diatur dalam Anggaran Dasar Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar BAB V tentang Organisasi, Pengelolaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang, dan Hak Pengurus Pasal 5 ayat (2) yang menyatakan bahwa: BUM Desa dikelola oleh beberapa orang pengurus terdiri dari: komisaris yang dijabat oleh kepala desa, direksi, kepala unit usaha, badan pengawas serta juga diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 yaitu dibantu oleh sekretaris direksi dan bendahara. Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Bagian Keempat tentang karyawan dalam Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa bagian karyawan mempunyai tugas pokok membantu direksi dan pengurus melaksanakan tugas dan fungsi sesuai bidangnya dalam BUM Desa. Menurut Bapak Sulardi, SE selaku Sekretaris Desa dan Ketua Badan Pengawas BUM Desa di Desa Berjo menjelaskan bahwa struktur pengurus BUM Desa, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar tahun 2015 terdiri dari: Komisaris/Penasehat: Dwi Haryanto (Kepala Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar) a. Pelaksana Operasional/ Direksi: 1) Direktur: Supardi 2) Sekretaris: Nanang, Amd 3) Bendahara: Sukiman 4) Sie Bidang Kebersihan: Sunarso 5) Sie Bidang Sarana dan Prasarana: Sriyatno 6) Sie Bidang Loket: Eko Y. 7) Sie Bidang Kios dan Rumah Makan: Warti dan Nur
84
8) Kepala Bidang Unit Simpan Pinjam: Darmanto, SE 9) Satpam: Sarno b. Pengawas 1) Ketua: Sulardi, SE 2) Anggota: Sugeng, Spd.MH 3) Anggota: Drs. Hartomo, M.Pd Secara lebih jelas, akan ditunjukan gambar struktur organisasi Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar dalam bentuk bagan yang juga menjelaskan kedudukan dalam organisasi.
Gambar 10: Struktur organisasi Badan Usaha Milik Desa Berjo Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Pada tahun tahun 2012, Pengurus BUM Desa di Desa Berjo menyesuaikan susunan organisasinya berdasar pada Peraturan Daerah
85
Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 10 ayat (1) yaitu Organisasi BUM Desa terdiri dari: komisaris, direksi, dan kepala unit usaha. Pasal 10 ayat (2) yaitu apabila dipandang perlu berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dapat ditunjuk unsur pengawas. Pasal 10 ayat (3) yaitu untuk kelancaran pengelolaan BUM Desa dapat ditunjuk petugas atau karyawan sesuai kebutuhan. Pasal 11 menyatakan bahwa komisaris sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) secara ex officio dijabat oleh kepala desa. Penamaan susunan kepengurusan organisasi berdasar Anggaran Dasar Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar BAB 1 tentang Nama, Tempat, Kedudukan, dan Daerah Kerja dalam Pasal 1 ayat (1) yaitu Badan Usaha Milik Desa ini bernama Berjo untuk selanjutnya disebut BUM Desa Berjo berdasarkan Keputusan Desa Nomor 3 Tahun 2008. Anggaran Dasar Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar dalam BAB V tentang Organisasi, Pengelolaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang, dan Hak Pengurus Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa: BUM Desa dikelola oleh beberapa orang pengurus terdiri dari: a. Komisaris dijabat oleh kepala desa. Komisaris BUM Desa dalam melaksanakan tugasnya wajib: memberikan nasehat kepada direksi dan kepala unit usaha dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa, memberi saran dan pendapat dalam pengelolaan BUM Desa, mengawasi dan mengesahkan pelaksanaan kegiatan usaha BUM Desa. Komisaris BUM Desa berwenang: meminta penjelasan dari pengurus mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan BUM Desa dan melindungi usaha desa terhadap hal-hal yang dapat merusak kelangsungan dan citra BUM Desa.
86
b. Direksi dalam mengelola BUM Desa mempunyai tugas sebagai berikut: memimpin dan mengendalikan semua kegiatan BUM Desa, menyampaikan dan menyusun Rencana Kerja 4 tahunan dan 1 tahunan BUM Desa kepada badan pengawas untuk mendapatkan pengesahan, melakukan perubahan terhadap Program Kerja setelah mendapat persetujuan badan pengawas, membina pegawai, mengurus dan mengelola kekayaan BUM Desa, menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan, melaksanakan kegiatan teknis BUM Desa, dan menyampaikan laporan berkala mengenai seluruh kegiatan termasuk Neraca Perhitungan Laba/Rugi kepada badan pengawas. Direksi dalam mengelola BUM Desa juga mempunyai wewenang sebagai berikut: Pertama, mengangkat dan memberhentikan pegawai.
Kedua,
mengangkat,
memberhentikan
dan
memindahtugaskan pegawai dari jabatan di bawah direksi. Ketiga, menandatangani pinjaman setelah mendapatkan persetujuan kepala desa. Keempat, menandatangani ikatan hukum dengan pihak lain. c. Kepala unit usaha: dipilih dan ditunjuk oleh masyarakat setempat berdasarkan musyawarah dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara. d. Badan pengawas mempunyai tugas yaitu: mengawasi kegiatan operasional BUM Desa, memberikan pendapat dan saran kepada kepala desa terhadap pengangkatan dan pemberhentian direksi, memberi pendapat dan saran kepada kepala desa terhadap rencana perubahan status karyawan BUM Desa, memberi pendapat dan saran kepada kepala desa terhadap rencana pinjaman dan ikatan hukum dengan pihak lain, serta memberi pendapat dan saran kepada kepala desa terhadap Laporan Neraca dan Perhitungan Laba/ Rugi. Wewenang dari badan pengawas yaitu: memberi peringatan kepada direksi yang tidak melaksanakan tugas sesuai rencana kerja yang telah disetujui, memeriksa direksi yang diduga merugikan BUM Desa, membahas Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja BUM Desa, dan memberikan pertimbangan atas laporan
87
pertanggungjawaban keuangan dan Rencana Kerja Direksi tahun berjalan. Anggaran Dasar Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar dalam BAB V tentang Organisasi, Pengelolaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang, dan Hak Pengurus Pasal 6 menjelaskan tugas sekretaris yaitu: melaksanakan suratmenyurat untuk kepentingan BUM Desa, mencatat transaksi keuangan, menyiapkan segala kebutuhan administrasi BUM Desa, membuat laporan kegiatan dan keuangan, dan menginventarisir aset. Pasal 7 dalam Anggaran Dasar Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar dalam BAB V tentang Organisasi, Pengelolaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang, dan Hak Pengurus menjelaskan tugas bendahara adalah: melaksanakan pembukuan keuangan BUM Desa, membuat laporan kegiatan dan keuangan secara berkala kepada direksi BUM Desa, mengeluarkan dana ataupun biaya-biaya dengan rekomendasi direksi, bendahara tidak akan mengganti pembayaran atau kuitansi tanpa rekomendasi direksi. Pasal 8 dalam Anggaran Dasar Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar dalam BAB V tentang Organisasi, Pengelolaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang, dan Hak Pengurus menjelaskan tugas kepala unit usaha yaitu: melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan bidangnya dan melaksanakan pembukuan kegiatan. Pasal 9 menyatakan bahwa kepala unit usaha mempunyai kewajiban yaitu: melaporkan kegiatan setiap bulan kepada direksi, membuat laporan kegiatan usahanya pada akhir tahun buku. Pengurus BUM Desa Berjo mengangkat karyawan berdasarkan Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 34
88
ayat (1) yaitu Ketentuan tentang Kepegawaian BUM Desa diatur oleh direksi dengan persetujuan kepala desa atas pertimbangan badan pengawas. Berdasar Anggaran Dasar BUM Desa di Desa Berjo Pasal 5 yang mengatur tentang direksi yaitu penghasilan direksi terdiri dari gaji, tunjangan, dan jasa produksi diberikan setiap tahun. Tunjangan tersebut terdiri dari: tunjangan jabatan, tunjangan kesehatan, perumahan dinas atau uang sewa rumah yang pantas, tunjangan istri/suami dan anak, tunjangan lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jumlah seluruh biaya untuk penghasilan direksi, honor badan pengawas, penghasilan pegawai dan biaya tenaga kerja lainnya tidak boleh melebihi 30% dari seluruh realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja BUM Desa Tahun Anggaran berjalan. Badan pengawas juga menerima honorarium yaitu sebesar: ketua badan pengawas menerima honorarium sebesar 40% dari gaji direktur utama, sekretaris badan pengawas menerima honorarium sebesar 35% dari gaji direktur utama, anggota badan pengawas menerima honorarium sebesar 30% dari gaji direktur utama. Penulis melakukan wawancara dengan Bapak Supardi selaku Direktur BUM Desa Berjo menjelaskan bahwa telah mengangkat karyawan pada tahun 2008 sebanyak 6 orang yaitu: Sunarso yang mengurus bidang ketertiban dan kebersihan, Suminto mengurus bidang sarana dan prasarana, Eko Y mengurus bidang loket, Sarno mengurus bidang keamanan/ sebagai satpam, Warti dan Rati Nuryati mengurus bidang kios dan rumah makan serta mengangkat tenaga lepas harian sebanyak 6 orang. Tenaga lepas harian tersebut mendapatkan upah sebanyak Rp 35.000,00 (tiga puluh lima ribu rupiah) per hari untuk kuli dan Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per hari untuk tukang.
89
Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 34 ayat (1) mengatur mengenai ketentuan tentang kepegawaian BUM Desa diatur oleh direksi dengan persetujuan kepala desa atas pertimbangan badan pengawas. Pasal 34 ayat (2) mengatur mengenai peraturan gaji pegawai ditetapkan oleh direksi dengan persetujuan kepala desa atas pertimbangan badan pengawas. Penulis juga melakukan wawancara dengan Bapak Sulardi, SE selaku Ketua dari Badan Pengawas BUM Desa yang menjelaskan tentang gaji pengurus BUM Desa seluruhnya yang terdiri dari: gaji komisaris yaitu Rp 650.000,00 (enam ratus lima puluh ribu rupiah) per bulan, gaji direktur yaitu Rp 1.700.000 (satu juta tujuh ratus ribu rupiah) per bulan, gaji sekretaris dan bendahara BUM Desa yaitu Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) per bulan, gaji ketua badan pengawas yaitu Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) per bulan, gaji anggota badan pengawas masing-masing yaitu Rp 550.000,00 (lima ratus lima puluh ribu rupiah) per bulan, gaji karyawan BUM Desa yaitu Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) per bulan. Tahun 2017 BUM Desa Berjo ini berencana untuk memberikan upah kepada pegawainya sama dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang ada di Kabupaten Karanganyar apabila pendapatan BUM Desa semakin meningkat. Hal ini dianggap perlu karena untuk kesejahteraan pegawai yang bekerja untuk kemajuan BUM Desa ini. Semua karyawan yang bekerja di BUM Desa Berjo ini adalah masyarakat Desa Berjo itu sendiri karena masyarakat Desa Berjo yang lebih diutamakan. Bapak Sulardi menambahkan bahwa wisata air terjun Jumog, sekarang ini mempunyai 2 loket masuk yaitu atas dan bawah tetapi fakta dalam lapangan hanya terdapat 1 pegawai di unit loket sehingga untuk
90
mengatasinya dengan cara memanfaatkan sumber daya manusia yang sudah ada. Tabel 2: Data pengurus BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar tahun 2015
NO
1
2
3
4
5
NAMA
LAHIR
TERAKHIR
Karanganyar,
Haryanto
06/01/1974
Supardi
Karanganyar, 09/05/1971
SLTA
SLTA
Nanang
Karanganyar,
D3
Marwoto
05/05/1978
AKUNTANSI
Sukiman
Sulardi, SE
Hartomo, M.Pd.
7
PENDIDIKAN
Dwi
Drs. 6
TEMPAT / TGL
Sugeng, S.Pd.MH
8
Sunarso
9
Sriyatno
Karanganyar, 19/03/1970
Karanganyar, 25/10/1964
Karanganyar, 10/09/1964
SLTA
Penasehat/ Komisaris
21/07/1971 Karanganyar,
Kepala Desa Berjo
Ketua/ Direktur
Sekretaris
Bendahara
SARJANA
Badan
Sekdes
Pengawas Anggota MAGISTER
Badan Pengawas Anggota
MAGISTER
Badan Pengawas
Karanganyar,
KET
Ketua
Karanganyar, 24/12/1966
JABATAN
SMP SMP
Sie Bidang Kebersihan Sie Bidang
Ketua BPD
Ketua LPMD
91
13/07/1970
Sarana dan Prasarana
10
Eko Y
11
Sarno
Karanganyar, 02/05/1977 Karanganyar, 12/07/1968
SMA
SMP
Sie Bidang Loket Satpam Sie Bidang
12
Karanganyar,
Warti
05/05/1981
SMP
Kios dan Rumah Makan Sie Bidang
13
Rati
Karanganyar,
Nuryati
08/03/1984
SMP
Kios dan Rumah Makan
14
Darmanto,
Karanganyar,
SE
21/09/1969
Kepala Unit SARJANA
Simpan Pinjam
Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 8 menyatakan bahwa: a. Desa Berjo masa jabatan direksi selama 4 tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama. b. Pengangkatan kembali dilakukan apabila anggota direksi terbukti mampu meningkatkan kinerja BUMDES dan mampu mengembangkan usaha yang dipimpin dengan meningkatkan pendapatan desa. c. Pengangkatan kembali dapat dilakukan apabila seorang direktur diangkat sebagai direktur dan tidak melebihi umur 60 Tahun.
92
d. Anggota direksi yang telah habis masa jabatannya dan tidak diangkat lagi sebagai direksi serta belum memasuki masa pensiun dapat diangkat dalam jabatan struktural tertinggi di bawah direksi. e. Anggota direksi dipensiun apabila yang bersangkutan telah mencapai umur 65 tahun. Penulis melakukan wawancara dengan Bapak Sulardi, SE selaku Sekretaris Desa dan Ketua Badan Pengawas BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menjelaskan bahwa Berdasar Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 8 tersebut, Bapak Supardi diangkat menjadi direktur BUM Desa Berjo dengan masa jabatan selama 4 Tahun yaitu tahun 2008-2012. Bapak Supardi kemudian dipilih kembali menjadi direktur BUM Desa Berjo pada tahun 2013-2016 karena dianggap mampu mengelola BUM Desa Berjo dengan baik. Jadi, Bapak Supardi menjabat sebagai direktur BUM Desa Berjo sebanyak 2 kali. Menurut Bapak Supardi selaku Direktur BUM Desa di Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yang menjelaskan bahwa pendapatan BUM Desa Berjo apabila naik maka pengurus yang lama akan tetap menjabat sehingga dilakukan secara spontan dan tidak diadakan pemilihan pengurus kembali. Kriteria pengurus dapat menaikkan pendapatan BUM Desa Berjo yaitu: dapat menambah fasilitas dan melengkapi fasilitas yang dirasa kurang, dapat menambah upah karyawan agar tercipta kemakmuran karyawan BUM Desa, dapat menambah sarana dan prasarana sehingga membuat nyaman pengurus, karyawan, dan masyarakat luas. Menurut Bapak Supardi selaku Direktur BUM Desa Berjo menambahkan bahwa pengurus BUM Desa tidak hanya telah lulus syaratsyarat yang ditentukan seperti membuat surat lamaran kerja pada umumnya tetapi untuk bekerja di sini juga harus mempunyai etos kerja dan kreativitas yang tinggi. Karyawan tersebut dilihat kinerjanya selama 1
93
tahun dan statusnya sebagai pekerja harian lepas, sehingga apabila menjadi karyawan tetap maka harus direkomendasikan ke badan pengawas terlebih dahulu. Bapak Supardi adalah seorang wiraswasta dengan mengembangkan pembibitan hortikultura dan membuka lapangan pekerjaan kepada masyarakat Desa Berjo untuk menjadi karyawannya sebelum diangkat menjadi direktur BUM Desa Berjo. Bapak Supardi berdomisili dan menetap di Desa Berjo sejak tahun 1990 sehingga sudah 26 Tahun. Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 7 ayat (3) menetapkan bahwa untuk dapat diangkat sebagai anggota direksi dan pegawai harus memenuhi syarat sebagai berikut: diutamakan berpendidikan minimal SLTA, mempunyai pengalaman kerja, membuat dan menyajikan proposal tentang visi, misi, dan strategi BUM Desa, batas usia saat diangkat pertama kali berumur 52 tahun, tidak terkait hubungan keluarga dengan kepala desa atau dengan anggota badan pengawas lainnya sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun ke samping termasuk menantu ipar, warga Desa Berjo minimal telah berdomisili di Desa Berjo selama 2 tahun berturut-turut tidak terputus. Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 22 ayat (2) yaitu badan pengawas terdiri perangkat desa, perorangan, dan tokoh masyarakat yang memenuhi persyaratan. Pasal 22 ayat (3) Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa menjelaskan bahwa syarat-syarat untuk menjadi badan pengawas adalah sebagai berikut: menguasai manajemen BUM Desa, menyediakan waktu yang cukup untuk mengawasi, tidak terkait hubungan keluarga dengan kepala desa atau dengan badan pengawas lainnya atau dengan direksi sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun ke samping
94
termasuk menantu dan ipar, serta mempunyai pengalaman dalam bidang keahliannya minimal 2 tahun. Pasal
23
Peraturan
Desa
Berjo,
Kecamatan
Ngargoyoso,
Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa yang menjelaskan bahwa jumlah badan pengawas ditetapkan 3 orang yang terdiri dari ketua merangkap anggota, sekretaris merangkap anggota, dan seorang anggota. Anggaran Dasar BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar dalam BAB V tentang Organisasi, Pengelolaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang, dan Hak Pengurus dalam Pasal 5 ayat (2) yang mengatur pemberhentian direksi dan badan pengawas dengan alasan: atas permintaan sendiri, meninggal dunia, karena kesehatan sehingga tidak dapat melaksanakan tugasnya, tidak melaksanakan tugas sesuai Rencana Kerja yang telah disetujui, terlibat dalam kegiatan yang merugikan BUM Desa, terlibat tindak pidana berdasar putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, merugikan BUM Desa. Menurut Bapak Sulardi, SE selaku Sekretaris Desa dan Ketua Badan Pengawas BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar mengatakan bahwa pada kepemimpinan Bapak Supardi yang kedua pada tahun 2013-2016, Bapak Supardi mengganti 2 pengurus BUM Desa yaitu anggota badan pengawas yang awalnya dijabat oleh Bapak Agung Setyo H, S.pd diganti oleh Bapak Drs. Hartomo, M.Pd dan bidang sarana dan prasarana yang awalnya dijabat oleh Bapak Suminto diganti oleh Bapak Sriyatno. Pergantian pengurus tersebut karena telah selesai masa bakti sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM desa. Masa jabatan anggota direksi atau pengurus BUM Desa selama 4 tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama. Pengangkatan kembali dapat dilakukan tetapi tidak boleh melebihi umur 60 tahun. Masa bakti Pengawas ditetapkan 3 tahun dengan diangkat paling banyak 2 kali masa jabatan.
95
Susunan kepengurusan BUM Desa di Desa Berjo dipilih oleh masyarakat Desa Berjo melalui musyawarah desa dilakukan dengan Keputusan Kepala Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengangkatan Pengurus dan Badan Pengawas Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Desa Berjo Masa Bakti 2013-2016. 4. Modal BUM Desa Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa modal dasar BUM Desa ditetapkan sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) yang dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Des) Tahun 2008. Pasal 4 ayat (2) yaitu penambahan modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, Desa Berjo. Penulis melakukan wawancara dengan Bapak Supardi selaku Direktur BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menjelaskan bahwa modal BUM Desa Berjo mendapatkan tambahan yang berasal dari aset tetap obyek wisata air terjun Jumog karena Desa Berjo mempunyai sumber daya alam yang mendukung, bantuan dari Pemerintah Desa Berjo sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), bantuan dari Pemerintah Pusat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pariwisata sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) pada tahun 2009 dan dana tersebut digunakan untuk membangun bumi perkemahan Tlogo Madirdo. Bantuan dari Pemerintah Pusat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pariwisata sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) pada tahun 2010 dan dana tersebut digunakan untuk membangun out bond di Tlogo Madirdo, dan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BAPERMADES) sebesar Rp 25.000.000,00 (dua
96
puluh lima juta rupiah) dan dana tersebut digunakan untuk permodalan Unit Simpan Pinjam. Menurut Bapak Sulardi, SE selaku Sekretaris Desa dan Ketua Badan Pengawas BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menambahkan bahwa modal BUM Desa Berjo juga berasal dari kerjasama usaha dengan pihak swasta dan lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan. Pihak-pihak tersebut yaitu Yayasan ANAVA Surakarta kerjasama dalam bidang out bond, Asuransi dengan PT Jasa Raharja PUTERA yang bertujuan membuat konsumen merasa nyaman, Bank Jateng dengan mengadakan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) untuk meningkatkan kesejahteraan pengelola BUM Desa yang dapat diambil apabila masa kerjanya telah berakhir (pensiun), BPR PD Bank Daerah Karanganyar untuk menyimpan semua saldo kas BUM Desa, LKI Karomah untuk menabung cadangan dana sosial. Instansi-instansi
pemerintahan
juga
mampu
menunjang
pengembangan obyek wisata air terjun Jumog. Instansi tersebut yaitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar, Dinas Pekerjaan Umum, DPPKAD, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BAPERMASDES), DPRD Komisi B, selain instansi juga peran dari masyarakat Desa Berjo dan pedagang sekitar kawasan wisata. Instansi tersebut mempunyai peranan secara langsung dalam kegiatan operasional dan pengembangan obyek wisata air terjun Jumog. Peran instansi tersebut seperti aspek pajak dengan DPPKAD, promosi wisata dan pelaporan hasil kerja dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, pengajuan proposal bantuan dan anggaran dengan DPRD, penampung
musyawarah
BAPERMASDES,
yaitu
sosialisasi
BAPPEDA,
dan
pembinaan
bantuan-bantuan
sosial
dengan serta
permasalahan lingkungan dengan desa dan warga, penyewaan dan upaya penunjang wisata dengan pedagang sekitar. Kerjasama juga terjalin
97
dengan Polsek Ngargoyoso dan Koramil Ngargoyoso guna keamanan di area wisata air terjun Jumog. Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa juga mengatur tentang kerjasama dalam Pasal 39 yaitu BUM Desa dapat melakukan kerjasama dengan Lembaga Keuangan/ Perbankan serta lembaga
lain
dalam
usaha
peningkatan
modal,
manajemen,
profesionalisme perusahaan dan lain-lain atas persetujuan Kepala Desa. 5. Klasifikasi Jenis Usaha BUM Desa Penulis melakukan wawancara dengan Bapak Supardi selaku Direktur BUM
Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso,
Kabupaten
Karanganyar yang menjelaskan bahwa BUM Desa di Desa Berjo juga menjalankan jenis usaha untuk memajukan dan menambah pendapatan BUM Desa dengan cara: mengelola obyek wisata ait terjun Jumog, menyewakan kios dan rumah makan, toilet atau kamar mandi, parkir, menyewakan alat musik dan jasa grup musik, jasa sewa listrik dan aula, dan Unit Simpan Pinjam (USP). Sound system dan alat musik bisa disewa saat hari libur dan tanggal merah di panggung area dalam air terjun Jumog. Hasil dari usaha penyewaan tersebut tidak dipotong untuk lainnya tetapi semuanya langsung masuk untuk BUM Desa. BUM Desa Berjo juga menyewakan ban untuk anak-anak yang berenang, permainan outbond tergantung permintaan pengunjung tetapi apabila hanya flying fox harganya Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah), menyewakan panggung hiburan untuk sekali pakai Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) tetapi apabila yang menggunakan masyarakat desa Berjo sendiri maka tidak membayar biaya sewa dan apabila masyarakat luar kecamatan yang menyewa maka akan mendapatkan potongan. Warung makan juga disewakan kepada masyarakat tetapi yang diutamakan adalah masyarakat Desa Berjo, jumlahnya sekitar 6 unit dengan sistem pembayaran per tahunnya sebesar Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). BUM Desa Berjo juga menyewakan lahan
98
parkir dengan 2 tempat yang dikontrakan selama 5 tahun dengan pembayaran Rp 400.000,00 (empat ratus ribu rupiah) setiap bulan. Lahan untuk aset jalan masuk ke obyek wisata disewakan dengan kontrak setiap 2 tahun dengan sistem pembayaran Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus rupiah) setiap tahunnya. BUM Desa Berjo juga mendirikan Unit Simpan Pinjam untuk menjalankan bisnis keuangan agar dapat memenuhi kebutuhan usaha-usaha mikro dengan memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat desa. Penulis melakukan wawancara dengan Bapak Sudarmanto, SE selaku Kepala Unit Simpan Pinjam BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menerangkan bahwa BUM Desa Berjo juga mendirikan Unit Simpan Pinjam (USP) pada tahun 2012 dengan modal awal sebesar Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dari Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar dan 3 (tiga) bulan kemudian mendapatkan sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dari BUM Desa Berjo. Saat ini, USP juga menggalakkan tabungan untuk masyarakat Desa Berjo. Masyarakat Desa Berjo yang paling banyak menabung dan meminjam di USP adalah yang berprofesi sebagai pedagang dan petani. Unit Simpan Pinjam Desa Berjo ini melayani apabila masyarakat Desa Berjo ingin meminjam uang guna modal usaha dengan jasa pinjaman seikhlasnya tidak sampai 1,8 persen dan melayani apabila masyarakat Desa Berjo menyimpan uang/ menabung dengan mendapatkan bunga sebesar 3% per tahunnya. BUM Desa Berjo juga akan merencanakan pembangunan usaha lain seperti: pengembangan obyek wisata alam dan out bond di Telaga Madirdo, pengelolaan air bersih, hutan masyarakat, pasar desa, dan agro wisata guna meningakatkan pendapatan BUM Desa.
99
AKTIVA
NERACA SALDO BADAN USAHA MILIK DESA ( BUMDES ) DESA BERJO UNIT SIMPAN PINJAM ( USP ) PER 31 DESEMBER 2015 PASSIVA
KAS
79,506,700
BANK BMT PIUTANG PERSEDIAAN
117,278,770 95,018,060 332,277,900 2,500,000
PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH
(4,900,000)
MODAL BANTUAN BAPERMASDES TH 2011
25,000,000
MODAL PENYERTAAN BUMDES TH 2012 SHU DITAHAN TAHUN 2012 SHU DITAHAN TAHUN 2013 SHU DITAHAN TAHUN 2014
10,000,000 11,128,500 14,297,550 21,405,700
TAPERMASDES SHU TAHUN BERJALAN
518,215,080 35,409,600
AKTIVA TETAP PERALATAN KANTOR : 2 PRINTER CANON UPS KALKULATOR LAPTOP ACER
6,875,000 1,300,000 350,000 75,000 5,150,000
AKUMULASI PENYUSUTAN 2 PRINTER CANON UPS KALKULATOR LAPTOP ACER
(4,300,000) (1,300,000) (350,000) (75,000) (2,575,000)
NILAI BUKU AKTIVA TETAP
2,575,000
AKTIVA LAIN-LAIN
11,200,000
JUMLAH AKTIVA
635,456,430
JUMLAH PASSIVA
635,456,430
Gambar 11: Neraca Saldo Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Berjo Unit Simpan Pinjam (USP) Per 31 Desember 2015. Sumber: Kantor Unit Simpan Pinjam BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Kas per 31 Desember 2015 dari Unit Simpan Pinjam (USP) ini sebesar Rp 79.506.700,00 (tujuh puluh sembilan juta lima ratus enam ribu tujuh ratus rupiah). Jumlah aktiva dan Pasiva USP BUM Desa Berjo adalah sebesar Rp 635.456.430,00 (enam ratus tiga puluh lima juta empat ratus lima puluh enam ribu empat ratus tiga puluh rupiah). USP mendapatkan bantuan dari BAPERMADES tahun 2011 yang digunakan sebagai modal awal sebanyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan tahun 2012 mendapatkan bantuan modal penyertaan BUM Desa sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Sisa Hasil Usaha (SHU) tahun berjalan adalah Rp 35.409.600,00 (tiga puluh lima juta empat ratus sembilan ribu enam ratus rupiah).
100
LAPORAN LABA / RUGI BADAN USAHA MILIK DESA ( BUMDES ) DESA BERJO UNIT SIMPAN PINJAM ( USP ) PER 31 DESEMBER 2015 NO I
II
NAMA PERKIRAAN
RELISASI TH 2015
PENDAPATAN JASA PIUTANG JASA ADMINISTRASI JASA TABUNGAN BMT JASA TABUNGAN BIMA JUMLAH PENDAPATAN
59,693,800 6,104,000 1,729,850 1,280,000 68,807,650
BEBAN USAHA / BIAYA - BIAYA Jasa TAPERMASDES Adm. Kantor ( Cetak Blangko, FC, Dll )
10,532,750 365,300
Perlengkapan Kantor Biaya Penyusutan Peralatan Kantor Operasional Pengelola Penyisihan Piutang Tak Tertagih Sewa Kantor Biaya Minum
4,300,000 12,600,000 2,150,000 330,000
Pemasangan Jaringan Listrik 900VA Dana Sosial ( Donatur Baitul Qur'an )
1,200,000
Pengembalian Jasa Kredit Tunjangan Hari Raya Transport Pelatihan LKD Ke Ungaran Keamanan / Ronda Transport Marketting dan Penagihan Lain-lain JUMLAH BEBAN USAHA SISA HASIL USAHA ( SHU )
300,000 120,000 1,300,000 200,000 33,398,050 35,409,600
Gambar 12: Laporan Laba/Rugi BUM Desa Berjo Unit USP Per 31 Desember 2015. Sumber: Kantor Unit Simpan Pinjam BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Laporan Laba Rugi BUM Desa Unit Simpan Pinjam (USP) per 31 Desember 2015 menyatakan bahwa jumlah pendapatannya sebesar Rp 68.807.650,00 (enam puluh delapan juta delapan ratus tujuh ribu enam ratus lima puluh rupiah) sedangkan jumlah beban usaha sebesar Rp 33.398.050 (tiga puluh tiga juta tiga ratus sembilan puluh delapan ribu lima puluh rupiah). Jadi Sisa Hasil Usaha (SHU) per 31 Desember 2015 yaitu sebesar Rp 35.409.600 (tiga puluh lima juta empat ratus sembilan ribu enam ratus rupiah). Menurut Bapak Supardi selaku Direktur BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menjelaskan bahwa
101
pengurus BUM Desa Berjo melakukan strategi pengelolaan BUM Desa agar masyarakat Desa Berjo tertarik untuk berpartisipasi dengan cara melakukan sosialisasi mengenai BUM desa dengan bekerja sama RT, RW, Ibu-Ibu PKK, dan karang taruna. Usaha BUM Desa Berjo berorientasi pada lingkungan hidup, bisnis keuangan, dan bisnis penyewaan. BUM Desa Berjo juga menjalin kerja sama dengan pihak swasta untuk mengembangkan BUM Desa Berjo guna menyejahterakan pengurus BUM Desa dan masyarakat Desa Berjo. Pengurus BUM Desa Berjo juga melakukan inovasi dalam mengelola air terjun Jumog agar pengunjung tidak merasa bosan untuk berkunjung kembali dengan cara: pembangunan infrastruktur yang ada di area air terjun dilakukan secara bertahap sehingga pengunjung merasa ingin tahu dan menunggu apa yang baru di area air terjun Jumog, untuk lebih menarik wisatawan yaitu dengan memberikan diskon/ potongan harga sebesar 10 % apabila datang membawa rombongan lebih dari 10 (sepuluh) orang. 6. Alokasi Hasil Usaha BUM Desa Pemerintah Desa Berjo mengatur penggunaan laba bersih BUM Desa Berjo yang ditetapkan dalam Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 36 ayat (1) yaitu: laba bersih BUM Desa yang
telah
disahkan
oleh
kepala desa
setelah
dipotong pajak
pembagiannya ditetapkan sebagai berikut: a. Bagian laba pemerintah desa 40% (empat puluh persen). b. Cadangan umum 20% (dua puluh persen). c. Cadangan tujuan 20% (dua puluh persen). d. Dana kesejahteraan 10% (sepuluh persen). e. Jasa produksi 10% (sepuluh persen). Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa
102
dalam Pasal 36 ayat (2) yaitu: bagian laba pemerintah desa sebagaimana dimaksud ayat (1), pasal ini dianggarkan dalam ayat Penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Des), Pasal 36 ayat (3) yaitu: dana kesejahteraan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini antara lain untuk dana pensiun direksi dan pegawai serta keperluan lain yang sejenis. Pasal 36 ayat (4) yaitu: penggunaan jasa produksi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh direksi dengan persetujuan kepala desa atas pertimbangan badan pengawas. GRAFIK PERKEMBANGAN LABA BERSIH BADAN USAHA MILIK DESA ( BUMDES ) DESA BERJO TAHUN 2008 – TAHUN 2015
Gambar 13: Progres laba bersih usaha BUM Desa tahun 2008-2015 Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan data di atas, maka dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatannya mengalami keuntungan bersih yang meningkat setiap tahunnya. Pendapatan Asli Desa juga meningkat karena adanya BUM Desa ini. Laba bersih yang paling banyak adalah di tahun 2015 yaitu sebesar Rp 199.825.620,00 (seratus sembilan puluh sembilan juta delapan
103
ratus dua puluh lima ribu enam ratus dua puluh rupiah) dan laba bersih yang paling sedikit berada di tahun 2008 yaitu sebesar Rp 49.453.543,00 (empat puluh sembilan juta empat ratus lima puluh tiga ribu lima ratus empat puluh tiga rupiah). Berikut adalah bagi hasil retribusi Jumog yang dijelaskan dengan bagan:
BAGI HASIL RETRIBUSI JUMOG: RETRIBUSI AIR TERJUN JUMOG ……… HASIL KOTOR
HASIL BERSIH UNTUK BAGI HASIL
1. dikurangi
ASURANSI ( RP 100,- / Lembar )
2. dikurangi
PPH 10% ke DPPKAD
BAGI HASIL
DISPARBUD KAB. 30%
BAGI HASIL
DESA BERJO 30%
( SETELAH POTONGAN ) BAGI HASIL
BUMDES 40%
Gambar 14: Bagi hasil retribusi Jumog Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Penjelasan dari gambar diatas yaitu: Hasil dari retribusi air terjun Jumog yang masih merupakan hasil kotor ini dikurangi untuk asuransi (Rp 100,00/ lembar) dan dikurangi PPH sebesar 10 % ke DPPKAD, setelah dikurangi maka akan mendapatkan hasil bersih. Hasil bersih tersebut lalu dibagi untuk 3 bagian yaitu yaitu untuk DISPARBUD Kabupaten Karanganyar sebesar 30%, untuk Desa Berjo sebesar 30%, dan untuk BUM Desa sendiri sebesar 40%.
104
BAGI HASIL PARKIR BUMDES : HASIL LELANG PARKIR ……… HASIL KOTOR LELANG
HASIL BERSIH LELANG UNTUK BAGI HASIL
1. DIKURANGI
BAGI HASIL
BAGI HASIL
PPH 20% Ke DPPKAD
DESA BERJO 30% DUSUN SETEMPAT 30%
(SETELAH POTONGAN) BAGI HASIL
BUMDES 40%
Gambar 15: Bagi Hasil Parkir BUM Desa Berjo. Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Penjelasan dari gambar di atas yaitu: hasil lelang parkir merupakan hasil kotor lelang yang masih dikurangi dengan PPH sebesar 20% ke DPPKAD setelah dikurangi maka akan mendapatkan hasil bersih lelang untuk bagi hasil. Hasil bersih lelang untuk bagi hasil juga dibagikan untuk 3 bagian yaitu untuk Desa Berjo sebesar 30%, untuk dusun setempat sebesar 30%, dan untuk BUM Desa sendiri sebesar 40%. Hasil bersih untuk BUM Desa Berjo sebanyak 40% yaitu berdasar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) BUM Desa. Pengelolaan parkir diadakan lelang secara umum di balai desa setiap bulan pada tanggal 27 kepada karang taruna Desa Berjo.
105
BUM Desa Berjo juga menyewakan lahan parkir yang berada di daerah air terjun Jumog dan lahan untuk aset jalan masuk ke obyek wisata guna menambahkan pendapatan BUM Desa Berjo.
BIAYA SEWA TAHUNAN : SEWA
LAHAN PARKIR ADA 2 TEMPAT DIKONTRAK SELAMA 5 TAHUN, DENGAN SISTEM PEMBAYARAN @ RP. 400.000 / BULAN, SEWA LAHAN UNTUK ASET JALAN MASUK KE
OBYEK WISATA, DENGAN KONTRAK SETIAP 2 TAHUN, DENGAN SISTEM PEMBAYARAN RP. 2.500.000 / TAHUN.
Gambar 16: Biaya Sewa Tahunan Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Keterangan dari gambar di atas yaitu: lahan untuk parkir terdapat 2 tempat yang dikontrakan selama 5 tahun dengan cara pembayaran sebanyak Rp 400.000,00 (empat ratus ribu rupiah) per bulan. Aset jalan masuk ke obyek wisata air terjun Jumog juga disewakan dengan sistem kontrak setiap 2 tahun dengan harga Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) per tahunnya. Masyarakat Desa Berjo dapat berpartisipasi dengan menyewa lahan tersebut sehingga dapat menambah pendapatan dan meningkatkan kas BUM Desa guna pengelolaan BUM Desa yang lebih baik lagi.
106
Tabel 3: Data Jumlah Pendapatan Air Terjun Jumog tahun 2008-2015. Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
JUMLAH PENDAPATAN ( RUPIAH ) TAHUN BULAN 2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
JAN
15.627.000 11.034.000 16.155.000 16,554,000 15,438,000 16,161,000 16,983,000
PEBR
4.437.000
9.444.000
9.510.000
6,501,000
MAR
6.222.000
9.720.000
9.102.000
8,331,000 11,115,000 12,372,000 10,755,000
APR
7,866,000
3,096,000
8,514,000
9.399.000 7.428.000 16.290.000 8.721.000 10,296,000 8,496,000 11,664,000 8,988,000
MEI
11.064.000 9.450.000 12.837.000 9.600.000
9,279,000 10,140,000 15,030,000 11,595,000
JUNI
11.688.000 8.956.000 14.694.000 11.490.000 9,525,000 11,055,000 11,781,000 9,135,000
JULI
15.150.000 8.904.000 12.117.000 16.293.000 11,253,000 8,253,000 21,900,000 33,330,000
AGST
14.175.000 7.755.000
9.840.000 20.169.000 22,371,000 26,979,000 20,775,000 12,909,000
SEPT
5.310.000 11.186.000 21.345.000 12.018.000 9,588,000 10,491,000 12,417,000 12,573,000
OKT
29.760.000 10.025.000 10.323.000 10.563.000 8,421,000 10,293,000 13,929,000 13,920,000
NOP
10.128.000 12.027.000 9.162.000
DES
10.638.000 18.201.000 11.874.000 11.745.000 11,583,000 9,447,000 11,583,000 16,983,000
7.551.000
7,503,000 10,632,000 12,576,000 11,430,000
JMLH 117.312.000 120.219.000 148.680.000 142.917.000 131,205,000 140,205,000 163,284,000 167,115,000
Gambar di atas menjelaskan bahwa jumlah pendapatan air terjun Jumog yang paling banyak adalah pada tahun 2015 sebesar Rp 167.115.000,00 (seratus enam puluh tujuh juta seratus lima belas ribu rupiah) dan yang paling sedikit pada tahun 2008 sebesar Rp 117.312.000,00 (seratus tujuh belas juta tiga ratus dua belas ribu rupiah). Tahun 2015 paling banyak karena adanya faktor pendukung yang berupa
107
keingintahuan tentang air terjun Jumog sehingga ingin berwisata, akses jalan yang mudah, dan pengelolaanya yang sudah baik. Tabel 4: Rekapitulasi Jumlah Pengunjung dan Bagi Hasil Jumog tahun 2008-2015 REKAPITULASI PEROLEHAN JUMLAH PENGUNJUNG & BAGI HASIL OBYEK WISATA ALAM AIR TERJUN JUMOG TAHUN 2008 - TAHUN 2015 JUMLH PENGUNJUNG
TOTAL
PENDAPATAN ASURANSI
PPH
HASIL
10%
BERSIH
BAGI HASIL
NO TAHUN LOKAL 1
2008
38,848
2
2009
39,773
3
2010
49,135
4
2011
47,039
5
2012
43,029
6
2013
45,959
7
2014
52,991
8
2015
JUMLAH
ASING
PENGUNJU NG
KOTOR
RP.100,-
DESA 30%
BUMDES 40%
11,731,200
105,580,800
31,674,240
31,674,240
42,232,320
12,021,900
108,197,100
32,558,340
32,558,340
43,080,420
1,745,300
14,693,050
132,240,750
39,672,225
39,672,225
52,896,300
4,763,900
13,815,310
124,337,790
37,301,337
37,301,337
49,735,116
4,373,500
12,683,150
114,148,350
34,244,505
34,244,505
45,659,340
4,673,500
13,553,150
121,978,350
36,593,505
36,593,505
48,791,340
5,442,800
15,822,730
142,018,470
42,605,541
42,605,541
56,807,338
5,570,500
16,154,450
145,390,050
43,617,015
43,617,015
58,156,020
256
39,104
117,312,000
-
300
40,073
120,219,000
-
425
49,560
148,680,000
600
47,639
142,917,000
706
43,735
131,205,000
776
46,735
140,205,000
1,437
54,428
163,284,000
53,852
1,853
55,705
167,115,000
370,626
6.353
376.979
1.130.937.000
DIPARTA 30%
26.569.500
110.474.940
993.891.660 298.266.708 298.266.708 397.358.194
Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Penjelasan untuk gambar di atas yaitu Bagi hasil untuk BUM Desa yang terbanyak adalah tahun 2015 sebesar Rp 58.156.020,00 (lima puluh delapan juta seratus lima puluh enam ribu dua puluh rupiah) dan jumlah bagi hasil untuk BUM Desa dari tahun 2008-2015 yaitu sebesar Rp 397.358.194 (tiga ratus sembilan puluh tujuh juta tiga ratus lima puluh delapan ribu seratus sembilan puluh empat rupiah).
108
Tabel 5: Rekapitulasi Bagi Hasil Jumog disertai Hasil Parkir tahun 2008-2015.
REKAPITULASI PEROLEHAN JUMLAH PENGUNJUNG & BAGI HASIL OBYEK WISATA ALAM AIR TERJUN JUMOG TAHUN 2008 - TAHUN 2015 JMLH
HASIL
ASURANS I
ORANG
KOTOR
RP.100,-
DP2KAD ( PPH )
DIPARTA
BAGI HASIL KE DESA
BUMDES 40%
DSN BERJO
DSN GANDU
TAHUN RETRIBUSI (10%)
PARKIR (20%)
RETRIBUSI RETRIBUSI P.JUMOG (30%)
P.SUKUH
RETRIBUSI
39,104
117,312,000
11,731,200
31,674,240
31,674,240
42,232,320
40,073
120,219,000
12,021,900
32,558,340
32,558,340
43,080,420
2010
49,560
148,680,000 1,745,300
14,693,050
4,339,400
39,672,225
39,672,225
2011
47,639
142,917,000 4,763,900
13,815,310
5,950,000
37,301,337
37,301,337
2012
43,735
131,205,000 4,373,500
12,683,150
4,290,000
34,244,505
34,244,505
2013
46,735
140,205,000 4,673,500
13,553,150
4,200,000
36,593,505
36,593,505
2014
54,428
163,284,000 5,442,800
15,784,120
4,200,000
42,617,124
42,617,124
2015
55,705
167,115,000 5,570,500
16,154,450
4,650,000
43,617,015
43,617,015
JMLH
376,979
1.130.937.000 26,569,500
2008
2009
14,684,700
16,825,500
11,388,000
11,124,600
14,226,000
17,838,000
110.436.330 27,629,400 298,278,291 298,278,291 86.086.800
2,479,680
52,896,300
2,376,000
49,735,116
2,658,000
45,659,340
1,728,000
48,791,340
6,534,000
56,822,832
7,746,000
58,156,020
PARKIR
25,844,240
26,002,000
18,728,000
17,136,800
27,314,000
34,112,000
P.JUMOG(30 P.SUKUH(30 %) %)
14,684,700
16,825,500
11,388,000
11,124,600
14,226,000
17,838,000
2,479,680
2,376,000
2,658,000
1,728,000
6,534,000
7,746,000
23,521,680 397,373,688 149,137,040 86,086,800 23,521,680
Sumber: Kantor BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. Penjelasan untuk gambar di atas yaitu bagi hasil untuk BUM Desa 40% berasal dari retribusi yang paling banyak adalah pada tahun 2015 sebesar Rp 58.156.020,00 (lima puluh delapan juta seratus lima puluh enam ribu dua puluh rupiah) dan terkecil pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 42.232.320,00 (empat puluh dua juta dua ratus tiga puluh dua ribu tiga ratus dua puluh rupiah). BUM Desa yang berasal dari parkir yang paling banyak pada tahun 2015 yaitu sebesar Rp 34.112.000,00 (tiga puluh empat juta seratus dua belas ribu rupiah) dan paling sedikit pada tahun 2013 sebesar Rp 17.136.800 (tujuh belas juta seratus tiga puluh enam ribu delapan ratus rupiah). BUM Desa sebesar 40% yang berasal dari parkir
109
tahun 2008 sampai 2009 belum ada pemasukan karena belum berjalan sistem lelang parkirnya. Jumlah hasil untuk BUM Desa 40 % dari tahun 2008-2015 yang berasal dari retribusi masuk air terjun Jumog sebesar Rp 397.373.688,00 (tiga ratus sembilan puluh tujuh juta tiga ratus tujuh puluh tiga ribu enam ratus delapan puluh delapan rupiah) dan berasal dari parkir sebesar Rp 149.137.040 (seratus empat puluh sembilan juta seratus tiga puluh tujuh ribu empat puluh rupiah). Struktur dan besarnya tarif retribusi diatur dalam Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pengelolaan dan Retribusi Parkir dalam Pasal 8 menyatakan bahwa: Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut : a. Bus besar (roda 6) sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) sekali parkir. b. Mini bus/mobil pribadi sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah) sekali parkir. c. Sepeda motor sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) sekali parkir. Pasal 9 Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pengelolaan dan Retribusi Parkir menyatakan bahwa retribusi parkir tersebut dipungut di semua fasilitas parkir di seluruh obyek wisata Desa Berjo. Tata cara pembagian hasil retribusi diatur dalam Pasal 11 Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pengelolaan dan Retribusi Parkir yang menjelaskan bahwa hasil Retribusi dibagi dengan cara sebagai berikut : a. Pemerintah Desa Berjo 30% dari hasil setelah dipotong Pajak 20%. b. Dusun setempat/obyek 30% dari hasil setelah dipotong Pajak 20%. c. Pengelola / operasional 40% dari hasil setelah dipotong Pajak 20%.
110
7. Pembubaran BUM Desa Pembubaran BUM Desa Berjo diatur dalam Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa Pasal 41 yang menyatakan bahwa: a. Pembubaran BUM Desa ditetapkan dengan peraturan desa. b. Untuk melaksanakan pembubaran BUM Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, dibentuk panitia pembubaran kepala desa. c. Apabila BUM Desa dibubarkan, hutang dan kewajiban keuangan dibayar dari harta kekayaan BUM Desa dan sisa lebih, kurang menjadi milik/ tanggung jawab pemerintah desa. d. Panitia pembubaran sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, menyampaikan pertanggungjawaban pembubaran BUM Desa kepada kepala desa. e. Kepala desa menyelesaikan pekerjaan direksi dan pegawai atas pembubaran BUM Desa. 8. Kerjasama BUM Desa Antar Desa Menurut Bapak Sulardi, SE selaku Sekretaris Desa dan Ketua Badan Pengawas BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menjelaskan bahwa BUM Desa Berjo dibentuk hanya dari satu desa saja yaitu Desa Berjo sehingga BUM Desa Berjo berdiri sendiri dan tidak melakukan kerjasama dengan desa lainnya. BUM Desa di Kabupaten Karanganyar yang maju dan berkembang baru hanya BUM Desa Berjo saja sehingga Desa Berjo belum bisa mengadakan kerjasama dengan BUM Desa lainnya juga karena takut apabila mengalami kerugian sehingga tidak ingin mengambil resiko yang besar. Awal berdirinya BUM Desa di Desa Berjo karena adanya obyek wisata yang semula dibangun oleh investor dengan perjanjian kontrak dan bagi hasil ke Desa tetapi tidak memberikan kontribusi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Hal tersebut, membuat Desa Berjo ingin
111
mengelola potensi alam yang ada yaitu air terjun Jumog secara maksimal agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Desa dan menyejahterakan perekonomian masyarakat Desa Berjo. Desa Berjo juga ingin fokus terlebih dahulu untuk mengelola air terjun Jumog dan Tlogo Madirdo agar tidak terbengkalai dan sumber daya alamnya tetap terjaga dengan baik. Desa Berjo ingin menjadi desa wisata yang mandiri. 9. Pertanggungjawaban Pelaksanaan BUM Desa Menurut Bapak Nanang Marwoto selaku sekretaris BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menjelaskan bahwa setiap awal tahun pengurus dan pengelola BUM Desa Berjo menyusun program kerja tahunan yang disahkan kepala desa Berjo. Pengurus dan pengelola BUM Desa Berjo mengadakan evaluasi capaian program tahunan minimal 2 kali dalam 1 tahun. Pada akhir tahun, pengurus mengadakan rapat pertanggungjawaban kepada Kepala Desa Berjo dalam bentuk laporan akhir tahun dan selanjutnya Kepala Desa Berjo menyampaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa pada rapat pertanggungjawaban Kepala Desa. Berdasarkan Anggaran Dasar BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar BAB IX tentang Mekanisme dan Tata Tertib Pertanggungjawaban dalam Pasal 15 ayat (1) yaitu Mekanisme pertanggungjawaban terdiri dari: a. Proses pertanggungjawaban dilakukan sebagai upaya untuk evaluasi tahunan serta pengembangan usaha BUM Desa ke depan. b. Pertanggungjawaban pengelolaan BUM Desa dilakukan setiap akhir tahun anggaran. c. Pertanggungjawaban dilakukan oleh pengurus kepada masyarakat melalui forum musyawarah desa yang dihadiri oleh Pemerintah desa BPD, LPMD dan seluruh pengurus BUM Desa dan unsur masyarakat paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
112
d. Laporan pertanggungjawaban dibuat secara tertulis dan paling sedikit memuat: 1) Laporan pengelolaan selama satu tahun dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember pada tahun berjalan. 2) Kinerja usaha yang menyangkut realisasi kegiatan usaha upaya, pengembangan, dan indikator keberhasilan. 3) Laporan keuangan termasuk rencana pembagian laba usaha. 4) Rencana pengembangan usaha termasuk usaha yang belum terealisasi. e. Tata urutan acara laporan pertanggungjawaban pengelolaan BUM Desa: 1) Pembukaan sambutan oleh komisaris 2) Laporan pertanggungjawaban oleh direksi 3) Tanggapan 4) Kesimpulan 5) Penutup Anggaran Dasar BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar BAB IX tentang Mekanisme dan Tata Tertib Pertanggungjawaban
dalam
Pasal
15
ayat
(2)
Tata
tertib
pertanggungjawaban yaitu: a. Pertanggungjawaban dinyatakan sah apabila dihadiri sedikitnya 2/3 dari jumlah undangan. b. Apabila jumlah tersebut belum terpenuhi maka pimpinan rapat menunda rapat paling lama 1 jam dengan dibuat berita acara penundaan. c. Apabila belum juga terpenuhi maka rapat diundur paling lama 30 menit dengan dibuat berita acara penundaan. d. Apabila belum tercapai maka rapat dilaksanakan dengan dihadiri sedikitnya ½ dari jumlah undangan.
113
e. Apabila jumlah undangan belum tercapai rapat ditunda paling lama 3 hari dan rapat berikutnya berlaku ketentuan yang sama dengan di atas. f. Tata cara penyampaian pendapat: 1) Untuk kelancaran rapat, ketua rapat menentukan lamanya waktu berbicara serta pembicara agar mencatatkan namanya sebelum pembicaraan dimulai. Masyarakat berbicara setelah mendapatkan izin dari ketua rapat. 2) Masyarakat berhak untuk menolak laporan pertanggungjawaban pengurus BUM Desa. 3) Dalam hal laporan pertanggungjawaban yang ditolak masyarakat, pengurus BUM Desa berkewajiban memberikan jawaban dan menindak lanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 4) Sebelum rapat ditutup, ketua rapat mengambil keputusan/ kesimpulan mengenai hasil pembicaraan. Anggaran Dasar BUM Desa Berjo, Kecamatan Ngargotyoso, Kabupaten Karanganyar BAB IX tentang Mekanisme dan Tata Tertib Pertanggungjawaban dalam Pasal 15 ayat (3) Pengambilan keputusan yaitu: a. Pengambilan keputusan adalah proses penyelesaian akhir suatu masalah yang dibicarakan dalam setiap musyawarah desa. b. Pengambilan keputusan dalam musyawarah desa dengan cara musyawarah mufakat. c. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat dilakukan setelah
masyarakat
yang
hadir
diberikan
kesempatan
untuk
menyampaikan pendapat atau saran dan dipandang cukup sebagai bahan penyelesaian masalah yang dimusyawarahkan. d. Apabila musyawarah belum tercapai mufakat, maka keputusan ditetapkan dengan suara terbanyak. e. Pembinaan dan pengawasan.
114
Bapak Nanang Marwoto sebagai Sekretaris BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar menambahkan bahwa pengurus BUM Desa Berjo juga mengikuti pelatihan guna memajukan pengembangan BUM Desa Berjo. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Pariwisata mengadakan pelatihan dalam bidang kepariwisataan dengan materi management pariwisata dengan personil 3 orang yang dikirim mengikuti pelatihan tersebut dan dilaksanakan pada tahun 2009. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNS mengadakan pelatihan sebanyak 4 kali yaitu pada tahun 2010 sebanyak 3 kali dan tahun 2012 sebanyak 1 kali. Pelatihan mengenai pemandu wisata dan bahasa inggris dengan 20 orang sebanyak 2 kali diadakan pada tahun 2010, dan home industri membuat instan wortel dengan 10 orang dilaksanakan pada tahun 2010. Pada tahun 2012, LPPM UNS mengadakan pelatihan kembali tentang home industri membuat dhodhol wortel. PNPM kembali mengadakan pelatihan home industri yaitu membuat nasi ungu dan kripik jamur dengan personel 20 orang pada tahun 2010. Perbedaan antara Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa dan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Teringgal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa yaitu: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa mengatur tentang: a. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDes, adalah usaha desa yang dibentuk/ didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat.
115
b. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Usaha desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti: usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, serta industri dan kerajinan rakyat. d. Pemerintah Kabupaten/ Kota menetapkan Peraturan Daerah tentang Pedoman Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota ditetapkan paing lambat 1 tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan. e. Syarat pembentukan BUMDes yaitu: 1) Atas inisiatif pemerintah desa dan atau masyarakat berdasarkan musyawarah warga desa, 2) Adanya potensi usaha ekonomi masyarakat, 3) Sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok, 4) Tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa, 5) Tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat desa, 6) Adanya unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi, dan 7) Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa. f. Organisasi pengelola BUMDes yaitu: 1) Penasihat/ komisaris, 2) Pelaksana operasional atau direksi terdiri dari: direktur/ manajer dan kepala unit usaha.
116
g. Jenis-jenis usaha meliputi: 1) Usaha jasa antara lain: jasa keuangan mikro, jasa transportasi, jasa komunikasi, jasa konstruksi, dan jasa energi. 2) Usaha penyaluran sembilan bahan pokok meliputi: beras, gula, garam, minyak goreng, kacang kedelai, dan bahan pangan lainnya yang dikelola melaui warung desa atau lumbung desa. 3) Usaha perdagangan hasil pertanian meliputi: jagung, buah-buahan, dan sayuran. 4) Usaha industri kecil dan rumah tangga meliputi: makanan, minuman, kerajinan rakyat, bahan bakar alternatif, dan bahan bangunan. h. Modal BUMDes berasal dari: 1) Pemerintah desa 2) Tabungan masyarakat 3) Bantuan
pemerintah,
pemerintah provinsi,
dan pemerintah
kabupaten/ kota. 4) Pinjaman 5) Kerja sama usaha dengan pihak lain. i. Bagi hasil usaha desa dilakukan berdasarkan keuntungan bersih usaha. j. Hal pembinaan: Kepala Desa mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan BUMDes di wilayah kerjanya. k. Hal pengawasan: BPD dan/ atau pengawas internal yang dibentuk melalui musyawarah desa melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes, Inspektorat Kabupaten/ Kota melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes. Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Teringgal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa mengatur tentang ; a. Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa
117
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. b. Musyawarah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan
unsur
masyarakat
yang
diselenggarakan
oleh
Badan
Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. c. Kesepakatan musyawarah desa adalah suatu hasil keputusan dari musyawarah desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa. d. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. e. Desa dapat mendirikan BUM Desa dengan mempertimbangkan: 1) Inisiatif pemerintah desa dan/atau masyarakat desa, 2) Potensi usaha ekonomi desa, 3) Sumber daya alam di desa 4) Sumber daya manusia yang mampu mengelola BUM Desa, dan 5) Penyertaan modal dari pemerintah desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa. f. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari: 1) Penasihat, 2) Pelaksana Operasional, 3) Pengawas yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota, dan anggota. g. Jenis usaha BUM Desa meliputi: 1) Bisnis sosial yang memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna meliputi: air minum desa, usaha listrik desa, lumbung pangan, dan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna lainnya.
118
2) Bisnis penyewaan meliputi: alat transportasi, perkakas pesta, gedung pertemuan, rumah toko, tanah milik BUM Desa, dan barang sewaan lainnya. 3) Usaha perantara meliputi: jasa pembayaran listrik, pasar desa untuk memasarkan produk yang dihasilkan masyarakat, dan jasa pelayanan lainnya. 4) Bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang meliputi: pabrik es, pabrik asap cair, hasil pertanian, sarana produksi pertanian, sumur bekas tambang, dan kegiatan bisnis produktif lainnya. 5) Bisnis keuangan yang dapat memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat desa. 6) Usaha bersama meliputi: pengembangan kapal desa berskala besar untuk mengorganisasi nelayan kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif, desa wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat. 7) Kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal lainnya. h. Modal awal Bum Desa bersumber dari APB Desa yang terdiri atas: 1) Penyertaan modal desa: hibah dari pihak swasta, bantuan pemerintah, kerjasama usaha dari pihak swasta, aset desa yang diserahkan kepada APB Desa. 2) Penyertaan modal masyarakat desa berasal dari tabungan masyarakat dan atau simpanan masyarakat i. Pembangian hasil usaha BUM Desa ditetapkan berdasarkan ketentuan yang yang diatur dalam Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga BUM Desa. Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa BUM Desa dapat terdiri dari unit usaha yang berbadan hukum dan
119
unit usaha tersebut dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat. BUM Desa di Desa Berjo berupa Unit Simpan Pinjam yang didirikan berdasarkan Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa dalam hal penyesuaian dengan Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam pasal 8 ayat (2) lembaga keuangan mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60% sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro sehingga unit usaha tersebut dapat berbadan hukum. Pemerintah Desa Berjo mendaftarkan Unit Simpan Pinjam agar dapat berbadan hukum dengan cara mencari konsultan hukum untuk membantu mendaftarkan usahanya, hal tersebut dikarenakan sumber daya manusia yang terbatas tentang pengetahuan prosedur pendaftaran legalitas. Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa agar masyarakat Desa Berjo menjadi lebih merasa aman dan percaya untuk menabung dan meminjam uang untuk modal usahanya di Unit Simpan Pinjam tersebut. Kepailitan BUM Desa di Desa Berjo juga seharusnya diatur untuk menyesuaikan
Peraturan
Menteri
Desa,
Daerah
Tertinggal,
dan
Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa tetapi BUM Desa di Desa Berjo hanya mengatur masalah pembubaran BUM Desa berdasar Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa.
120
Kerja sama yang diatur dalam Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa yaitu kerjasama dengan lembaga keuangan/ perbankan serta lembaga lain dalam usaha peningkatan modal, manajemen, profesionalisme perusahaan sesuai persetujuan Kepala Desa sehingga tidak mengatur adanya kerja sama BUM Desa antar Desa seharusnya disesuaikan dengan Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa karena dalam peraturan tersebut diatur mengenai kerjasama BUM Desa antar desa agar BUM Desa menjadi lebih maju dan pendapatan desa dan masyarakat juga semakin naik. Pemerintah Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar masih menunggu Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar/ Peraturan Bupati Karanganyar yang baru sesuai dengan Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. C. Hambatan-Hambatan yang Timbul dan Solusi yang Dilakukan untuk Mengatasi Hambatan dalam Pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar 1. Hambatan yang Timbul dalam Pelaksanaan Badan Usaha Milik Desa Pelaksanaan implementasi Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam pengaturan Badan Usaha Milik Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar tidak seperti apa yang diharapkan yaitu mudah dan mendapatkan hasil yang maksimal tetapi prakteknya di lapangan muncul beberapa hambatan.
121
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sulardi, SE selaku Ketua Badan Pengawas BUM Desa di Desa Berjo pada tanggal 23 Februari 2016, hambatan yang terjadi dalam implementasi Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa dalam pengaturan Badan Usaha Milik Desa antara lain: a. Faktor Yuridis Desa Berjo mengatur tentang Badan Usaha Milik Desa berdasar Peraturan
Desa
Berjo,
Kecamatan
Ngargoyoso,
Kabupaten
Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa. Hambatan yuridis yaitu Kabupaten Karanganyar masih menggunakan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa yang masih berpatokan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa karena Undang-Undang yang baru tersebut belum mengatur secara spesifik bagaimana pengelolaan BUM Desa. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundang-undangan yang baru yaitu Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. b. Faktor Birokrasi Pemantauan dan evaluasi dari Pemerintah Daerah yang kurang maka mengakibatkan lesunya kinerja dari pengurus BUM Desa. Pembinaan dan pengawasan merupakan bagian yang penting sebagai jalannya roda perekonomian Badan Usaha Milik Desa khususnya di Desa Berjo. Pengurus BUM Desa merasa kurang diperhatikan dari
122
Pemerintah Daerah setempat dalam mengelola dan mengembangkan BUM Desa. c. Faktor Sumber Daya Sumber Daya Manusia (SDM) dalam BUM Desa di Desa Berjo dalam kategori kekurangan. Jumlah pegawai masih kurang untuk mengelola BUM Desa dikarenakan kualitas sumber daya manusia yang kurang. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Berjo paling banyak adalah SMP dan kurang cakap dalam bekerja sehingga kurangnya keahlian dalam mengelola BUM Desa. Sumber daya keuangan juga mengalami kekurangan karena biaya beban atau bagi hasil, pajak dan sewa yang tinggi mempengaruhi pengembangan sarana dan prasarana BUM Desa menjadi tersendat. Sumber dana yang sedikit dan biaya beban yang banyak menyebabkan BUM Desa sulit untuk berkembang mendapatkan hasil yang maksimal. Faktor
sumber
daya
alam
sangat
berpengaruh
terhadap
pengembangan wisata alam. Alam sebagai faktor utama karena keberadaannya sangat menentukan, baik keadaan alam di objek wisata itu sendiri ataupun kekayaan sumber daya alam sekitarnya. Tahun 2010 terjadi longsor sehingga perlu diadakan perbaikan dan penataan kembali guna keamanan pengunjung. d. Faktor Prosedur Legalitas BUM Desa Berjo belum mendaftarkan unit-unit usahanya agar berbadan hukum karena terkendala minimnya informasi tentang prosedur legalitas dan tidak adanya pendampingan atau konsultan hukum untuk memberikan petunjuk mendaftarkan secara hukum. e. Faktor Teknologi Tingkat pengetahuan dan penguasaan pegawai terhadap teknologi komputer dan internet masih sangat kurang. Minimnya jaringan internet di area lokasi wisata air terjun Jumog dan di Desa Berjo sendiri juga dapat menghambat kegiatan promosi yang seharusnya dilakukan dengan media online.
123
f. Faktor Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang tidak memadai dapat menghambat aktivitas organisasi. Mushola dan pendapa guna tempat informasi juga belum selesai dibangun sehingga menggunakan tempat seadanya. Kantor BUM Desa Berjo juga tidak ada sehingga tempatnya dijadikan satu dengan pintu masuk wisata air terjun Jumog. Hal tersebut menyulitkan masyarakat yang ingin berkunjung ke kantor BUM Desa. g. Musim atau Cuaca Musim atau cuaca di pegunungan sangatlah penting diperhatikan karena sangat beresiko. Musim penghujan sangatlah berbahaya apabila berada di tempat wisata air terjun Jumog karena tempatnya yang turunan, jalannya akan menjadi licin dan rawan longsor. Musim penghujan juga mempengaruhi jumlah pengunjung yang datang ke tempat wisata air terjun Jumog. h. Pemberian Pelayanan Publik Tahap konsultasi publik dalam bentuk sosialisasi bersifat lemah, sehingga banyak masyarakat yang belum paham dan merasa tidak terlibat. Masyarakat Desa Berjo merasa tidak memiliki andil dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa tersebut. i. Kredit Macet Kredit macet banyak terjadi karena masyarakat yang meminjam uang di Unit Simpan Pinjam sebagai modal awal mereka usaha sulit untuk balik modal. Mereka biasanya meminjam antara 2-5 juta dengan jangka waktu 1 tahun dan jasa pinjaman 1,8 persen tetapi tidak harus 1,8 persen jasa pinjamannya. 2. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pengaturan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Berdasarkan hambatan yang terjadi pada pelaksaan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, maka terdapat solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi hambatan dalam
124
pelaksanaan pengaturan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, yaitu: a. Pengawasan dari BPD Pengawasan dan peran serta BPD merupakan bagian penting dalam birokrasi pemerintahan desa. Pertemuan dengan BPD dilakukan setiap sebulan sekali atau bisa seminggu sekali untuk memantau BUM Desa Berjo ini. b. Pertemuan Direksi Pertemuan Direksi ini merupakan kebijakann politik yang menghasilkan sebuah Asosiasi Wisata bernama Cluster yang dibentuk oleh BAPPEDA yang berfungsi sebagai wadah terkait pelaku-pelaku wisata yang nantinya dapat berbagi informasi dan promosi satu sama lain (Boby Aditia, 2015: 74). Pertemuan klaster wisata dengan pengusaha, pengelola wisata, dan direksi BUM Desa diadakan setiap 1 bulan sekali untuk membahas BUM Desa dan pengenalan produk seKabupaten Karanganyar. Direksi juga mengikuti pertemuan setiap 3 bulan sekali dalam rangka pertemuan se-Desa Wisata Jawa Tengah. c. Pelatihan Karyawan Pegawai BUM Desa diberikan pelatihan untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi lebih maju dalam mengembangkan wisata. Program pelatihan ini diadakan oleh pemerintah dengan mengirimkan 1 karyawan dari Pihak BUM Desa. Pelatihan diadakan sebulan sekali atau dua kali. Pelatihan tersebut berbentuk pembinaan oleh dinas terkait, promosi wisata yang melibatkan pegawai langsung untuk meningkatkan skill promosi dan komunikasi. Pegawai yang mengikuti pelatihan tersebut akan mensosialisasikan ilmu dan pengalaman barunya dan apa yang didapat kepada pegawai-pegawai lain agar pengembangan pegawai tersebut dapat dirasakan secara menyeluruh menjadi lebih efektif dan inovatif.
125
d. Pendekatan Masyarakat Pendekatan masyarakat secara halus yaitu bekerja sama dengan RT, RW, Ibu-Ibu PKK, dan karang taruna serta dengan mendatangi rumah-rumah dari masyarakat. Sanksi yang diberlakukan untuk masalah kredit macet hanya berupa teguran saja.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karangamyar masih menggunakan Peraturan Desa Berjo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa di mana peraturan tersebut masih mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa yang sudah dicabut dan tidak berlaku lagi. Implementasi Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa terkait pelaksanaan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar belum berlangsung secara efektif tetapi sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Peraturan
Menteri
Desa,
Pembangunan
Daerah
Tertinggal,
dan
Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Hal ini ditunjukkan dari kriteria yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tersebut yang meliputi pendirian BUM Desa, bentuk organisasi BUM Desa, organisasi pengelola BUM Desa, modal BUM Desa, klasifikasi jenis usaha BUM Desa, alokasi hasil usaha BUM Desa, pembubaran BUM Desa, kerjasama BUM Desa antar desa, maupun pertanggungjawaban pelaksanaan BUM Desa yang digunakan sebagai ukuran dalam pelaksanaan BUM Desa telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan tetapi masih perlu lagi untuk menyesuaikan. BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso,
126
127
Kabupaten Karanganyar tidak mengatur mengenai kerjasama BUM Desa antar Desa dan kepailitan BUM Desa. 2. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengaturan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar yaitu adanya faktor yuridis, faktor birokrasi, faktor sumber daya, faktor prosedur legalitas, faktor teknologi, faktor sarana dan prasarana, musim atau cuaca, pemberian pelayanan publik, dan kredit macet karena. Solusi untuk mengatasi hambatan tersebut yaitu: pengawasan dari BPD, pertemuan direksi, pelatihan karyawan BUM Desa, dan pendekatan masyarakat.
B. Saran 1. Sebaiknya Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar memperbaiki Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa karena sudah tidak sesuai lagi dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa serta sebaiknya pengurus BUM Desa di Desa Berjo lebih transparan dalam hal laporan pertanggungjawaban BUM Desa agar masyarakat Desa Berjo lebih mengetahui mengenai perkembangan BUM Desa di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. 2. Sebaiknya pemerintah daerah setempat lebih memperhatikan lagi mengenai perkembangan BUM Desa yang ada sehingga pengurus BUM Desa lebih semangat untuk memajukan BUM Desa karena BUM Desa sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah desa guna mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dan peningkatan sosialisasi guna meningkatkan peran aktif masyarakat Desa Berjo terkait pengelolaan BUM Desa di desanya.
128
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku Abdul Manan. 2005. Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media. F.A.M. Stroink. 2006. Pemahaman Tentang Dekonsentrasi, diterjemahkan (Ateng Syarifudin). Bandung: Refika Aditama. HAW.Widjaja . 2003. Otonomi Desa merupakan Otonomi yang Asli, Bulat, dan Utuh. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. . 2008. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. H.B. Sutopo. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. . 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. I Gede Pantja Astawa. 2009. Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia. Bandung: PT. Alumni. Lexy. J. Moleong. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakaya. Mashuri Maschab. 2013. Politik Pemerintahan Desa di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit PolGov. Moch Solekhan. 2014. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Berbasis Partisipasi Masyarakat. Malang: Setara Press. Ni’matul Huda. 2014. Perkembangan Hukum Tata Negara “Perdebatan dan Gagasan Penyempurnaan. Yogyakarta: FH UII Press. . 2015. HUKUM PEMERINTAHAN DESA Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi. Malang: Setara Press. Satjipto Rahardjo. 1986. Hukum dan Masyarakat. Bandung: Angkasa. . 2002. Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah. Surakarta: UMS Press.
129
Siswanto Sunarno. 2012. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika Soerjono Soekanto. 1980. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat. Jakarta: CV Rajawali. . 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: RajaGrafindo Persada. . 2014. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. W. Iriawan Tjandra. 2009. Hukum Kuangan Negara. Jakarta: Grasindo. Yayuk Yulianti. 2003. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.
Jurnal, Makalah, Artikel Boby Aditia Putra Pamungkas. 2015. Perencanaan Strategis Pengembangan Objek Wisata Air Terjun Jumog oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Surakarta: Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret. Imam Sukadi. 2011. “Matinya Hukum Dalam Proses Penegakan Hukum Di Indonesia (The Powerless of Law in the Processof Law Enforcement in Indonesia)” Risalah Hukum Fakultas Hukum Unmul. Volume 7 Nomor 1, Juni 2011. Malang: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Paolo Rondo. 2007. Comparing Regions, Cities, and Communities: Local Government Benchmarking as an Instrument for Improving Perfomance and Competitiveness. The
Innovation Journal: The Public Sector
Innovation Journal, Volume 12(3), 2007, article 13. Puguh Budiono. 2015. “Implementasi Kebijakan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di Bojonegoro (Studi di Desa Ngringinrejo Kecamatan Kalitidu dan Desa Kedungprimpen Kecamatan Kanor”Jurnal Politik Muda. Volume 4 Nomor 1, Januari-Maret 2015. Surabaya: Airlangga University Press.
130
Salamatu Isah, Abachi Terhemen Philip. 2012. An Analysis of the Effect of Fiscal Decentralisation on Economic Growth in Nigeria. International Journal of Humanities and Social Science. Vol.2 No. 8. Yoga Pratama Kumbara Jati. 2011. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Boyolali. Surakarta: Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Internet www.karanganyarkab.go.id www.jimly.com
Paeraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa. Peraturan Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Usaha Milik Desa.